Post on 29-Dec-2014
TUGAS ASURANSI SYARIAH
Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah
Manajemen Resiko
Oleh:
Fery Irawan
1006620
PROGRAM STUDI MANAJEMEN
FAKULTAS PENDIDIKAN EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2012
Perusahaan Asuransi Syariah dan Unit Usaha Syariah
TAKAFUL INDONESIA
Sebagai pelopor asuransi syariah di Nusantara, Takaful Indonesia telah melayani
masyarakat dengan jasa asuransi yang sesuai dengan prinsip syariah, selama lebih dari
satu dasawarsa, melalui dua perusahaan operasionalnya: PT Asuransi Takaful
Keluarga (Asuransi Jiwa Syariah) dan PT Asuransi Takaful Umum (Asuransi Umum
Syariah).
PT Syarikat Takaful Indonesia (Perusahaan) berdiri pada 24 Februari 1994 atas
prakarsa Tim Pembentukan Asuransi Takaful Indonesia (TEPATI) yang dimotori oleh
Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) melalui Yayasan Abdi Bangsa, Bank
Muamalat Indonesia Tbk., PT Asuransi Jiwa Tugu Mandiri, Departemen Keuangan
RI, serta beberapa pengusaha muslim Indonesia. Melalui kedua anak perusahaannya
yaitu PT Asuransi Takaful Keluarga dan PT Asuransi Takaful Umum, Perusahaan
telah memberikan jasa perlindungan asuransi yang menerapkan prinsip-prinsip murni
syariah pertama di Indonesia.
PT Asuransi Takaful Keluarga yang bergerak di bidang asuransi jiwa Syariah
didirikan pada 4 Agustus 1994 dan mulai beroperasi pada 25 Agustus 1994, yang
ditandai dengan peresmian oleh Menteri Keuangan Mar'ie Muhammad. Diikuti
dengan pendirian anak perusahaan yang bergerak di bidang asuransi umum Syariah
yaitu PT Asuransi Takaful Umum, yang diresmikan oleh Menristek/Ketua BPPT Prof.
Dr. B.J. Habibie pada 2 Juni 1995.
Kepemilikan mayoritas saham Syarikat Takaful Indonesia saat ini dikuasai oleh
Syarikat Takaful Malaysia Berhad (56,00%) dan Islamic Development Bank (IDB,
26,39%), sedangkan selebihnya oleh Permodalan Nasional Madani (PNM) dan Bank
Muamalat Indonesia serta Karya Abdi Bangsa dan lain-lain.
Di tahun 2004, Perusahaan melakukan restrukturisasi yang berhasil menyatukan
fungsi pemasaran Asuransi Takaful Keluarga dan Asuransi Takaful Umum sehingga
lebih efisien serta lebih efektif dalam penetrasi pasar, juga diikuti dengan peresmian
kantor pusat, Graha Takaful Indonesia di Mampang Prapatan, Jakarta pada Desember
2004. Selain itu, dilakukan pula revitalisasi identitas korporasi termasuk penataan
ruang kantor cabang di seluruh Indonesia, untuk memperkuat citra perusahaan.
Untuk meningkatkan kualitas layanan yang diberikan Perusahaan dan menjaga
konsistensinya, Perusahaan memperoleh Sertifikasi ISO 9001:2000 dari SGS JAS-
ANZ, Selandia Baru bagi Asuransi Takaful Umum, serta Asuransi Takaful Keluarga
memperoleh Sertifikasi ISO 9001:2000 dari dari Det Norske Veritas (DNV), Belanda
pada April 2004. Selain itu, atas upaya keras seluruh jajaran perusahaan, Asuransi
Takaful Keluarga meraih MUI Award 2004 sebagai Asuransi Syariah Terbaik di
Indonesia, dan Asuransi Takaful Umum memperoleh penghargaan sebagai asuransi
dengan predikat Sangat Bagus dari Majalah InfoBank secara berturut-turut pada tahun
2004 dan 2005.
Dengan dukungan Pemerintah dan tenaga professional yang berkomitmen untuk
mengembangkan asuransi syariah, Syarikat Takaful Indonesia bertekad untuk menjadi
perusahaan asuransi syariah terkemuka di Indonesia.
HSBC Amnah (UnitUsaha Syariah)
HSBC Amanah adalah divisi lembaga keuangan syariah global dari Group HSBC
yang didirikan pada tahun 1998, dengan tujuan menjadikan HSBC sebagai penyedia
layanan Syariah yang terunggul di dunia. Dengan lebih dari seratus tenaga
professional yang melayani wilayah Timur Tengah, Asia Pacific, Eropa dan Amerika,
HSBC Amanah memiliki tim Syariah terbesar dibandingkan bank internasional
lainnya.
Group HSBC adalah salah satu bank dan penyedia layanan finansial terbesar di dunia.
Beroperasinya HSBC di 20 negara Muslim anggota OKI merupakan fakta, bahwa
tidak ada bank internasional lain yang hadir di lebih banyak negara dibandingkan
HSBC. Dan tidak ada bank yang berinvestasi sebesar HSBC dalam bisnis bank
Syariah ini.
Dengan kantor pusat di London, jaringan internasional HSBC terdiri dari 10.000
kantor dengan 110 juta nasabah di 77 negara di Eropa, Asia Pasifik, Amerika, Timur
Tengah dan Afrika. Dengan kekayaan pengalaman yang dimiliki sebagai bank yang
mendorong pembangunan wilayah (community banking) dan komitmen untuk
memenuhi kebutuhan spesifik dari nasabah yang beragam, kami adalah bank global
dengan tradisi lokal (the world's local bank).
Setiap produk Syariah yang ditawarkan di Indonesia harus disetujui oleh 3
orang ahli yang duduk di Dewan Pengawas Syariah HSBC Amanah Syariah.
Dr. K.H. M.A. Sahal Mahfudh (Ketua)
K.H. Sahal adalah Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), Ketua Dewan
Syariah Nasional (DSN) dan Rais Am Nadhlatul Ulama. Pondok Pesantren
Maslakul Huda. Beliau belajar di Mekkah di bawah bimbingan langsung dari
Shaykh Yasin Al-Fadani dan menyandang gelar Doktor Honoris Causa dari
Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta.
Prof. Dr. H.M. Din Syamsuddin
Prof. Din adalah Wakil Ketua MUI dan Ketua PP Muhammadiyah. Dalam
Pemikiran Politik Islam di Jakarta. Prof. Din menyandang gelar Doktor dari
University of California Los Angeles (UCLA), Amerika Serikat, di bidang
Pemikiran Politik Islam. Sebelumnya, beliau menuntut ilmu di Fakultas
Ushuluddin, dalam bidang Perbandingan Agama di IAIN Syariah Hidayatullah
serta di Kulliyatul Muallimin Al Islamiyah di Pondok Modern Gontor, Jawa
Timur.
Ikhwan Abidin Basri, M.Sc
Bp. Ikhwan adalah anggota Dewan Syariah Nasional. Beliau juga merupakan
Dewan Pengawas Syariah untuk beberapa bank di Indonesia.
Beliau memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Islam dan Master of Science dari
International Islamic University - Pakistan. Beliau juga bergelar Master of Art
in Islamic Studies dari Jami'ah Salafiyah, Punjab-Pakistan.
Perkembangan Asuransi Syariah dengan Konvensional (3 tahun)
Kalangan perbankan terlihat pesimis bahwa sektor kredit kemungkinan besar akan
mengalami peningkatan pada semester kedua di tahun 2008. Hal yang sama menimpa
pada dunia asuransi, banyak perusahaan asuransi yang memprediksikan akan terjadi
penurunan investasi dikarenakan kondisi pasar yang kurang kondusif. Pertumbuhan
investasi pada semester kedua di tahun 2008 ini diperkirakan akan mengalami
penurunan jika dibandingkan posisi pencapaian pada semester pertama. Namun,
beberapa optimisme juga muncul dimana gejala ini datang dari kalangan asuransi jiwa
dimana produk dengan single premi diperkirakan akan mengalami peningkatan pada
semester kedua dikarenakan kondisi pasar modal yang diprediksikan akan membaik.
Faktor lainnya datang dari peluang pasar asuransi jiwa di Indonesia masih cukup
tinggi terutama akan permintaan produk berbasis unit linked. Saat ini masyarakat
cenderung memilih instrumen investasi yang menawarkan aspek keamanan serta
produk itu didapatkan pada instrumen asuransi berjenis unit linked. Pada beberapa
perusahaan asuransi, produk berbasis unit linked mengalami porsi yang cukup besar.
Semester kedua ini juga dimanfaatkan oleh beberapa perusahaan asuransi sebagai
upaya meningkatkan target perolehan. Pemanfaatan beberapa agen adalah salah satu
upaya peningkatan target perolehan. Format agen tradisional ( agen asuransi
berdasarkan system branch ) kini mulai ditinggalkan dan mulai beralih pada agen
personal yang langsung membidik calon nasabah. Pola ini cukup sukses dilakukan
oleh prudential dan kini banyak perusahaan asuransi mencontohnya. Evaluasi premi
semester I. Beberapa perusahaan asuransi telah mencatat evaluasi premi sepanjang
semester pertama di tahun 2008. Perolehan premi yang didapatkan oleh beberapa
perusahaan asuransi terlihat meningkat dimana kondisi ini seharusnya membuat
optimisme pada perusahaan asuransi dalam melakukan pengembangan pada kinerja
semester kedua di tahun 2008.
Fenomena asuransi di Negeri Indonesia ini semakin menarik untuk dicermati dengan
masuknya perusahaan-perusahaan multinasional semakin menambah ketatnya
persaingan memperebutkan pasar. Sebagai salah satu negara dengan populasi
penduduk terbesar di dunia, tentu saja Indonesia menjadi pasar yang potensial bagi
perkembangan bisnis asuransi. Apalagi daya serap pasar asuransi di negeri ini masih
sangat kecil, dimana persentase nasabah asuransi dengan total populasi jumlah
penduduk sangat kecil jika dibandingkan dengan negara Malaysia, Singapura, dan
Jepang. Terlepas dari suara keprihatinan dan pesimisme yang tersurat dan tersirat
lebih dominan, pelaku usaha dan pemangku kepentingan lainnya di Industri asuransi
memang menghadapi tantangan berat dalam menumbuhkan industri asuransi di
Indonesia.
Harapan pertumbuhan bisnis asuransi di Indonesia kian menunjukan nilai yang
negatif. Pertumbuhan bisnis asuransi ini terlihat dari angka pertumbuhan pendapatan
premi yang dibukukan oleh perusahaan asuransi, baik asuransi jiwa maupun asuansi
umum. Apalagi hal ini ditunjukan oleh penurunan investasi yang terjadi pada sebelas
perusahaan asuransi yang telah go public di Bursa Efek Indonesia. Kesebelas
perusahaan ini mengalami penurunan investasi hingga mencapai 53,14%. Penurunan
investasi ini sangatlah dramatis dimana secara nominal penurunan laba ini nominal
sebesar 821,04 miliar menjadi 384,69 miliar. Penurunan terbesar didapatkan oleh PT
Asuransi Dayin Mitra Tbk dimana tingkat penurunan hasil investasi yang didapatkan
oleh perusahaan ini menurun cukup drastis sebesar 108,66% dari posisi Rp 3,4 miliar
menduduki posisi sebesar Rp 295 juta. Penurunan kedua diderita oleh PT Asuransi
Bina Dana Arta Tbk sebesar 63,34% dari posisi sebesar Rp 12,82 miliar menjadi Rp
4,7 miliar. Panin Life berada pada urutan ketiga dimana penurunan investasi terjadi
sebesar 58,6% dari posisi Rp 366,42 miliar menjadi Rp 151,68 miliar.
Tak heran jika pemain-pemain asing pun berebut menencapkan kukunya di Indonesia.
Salah satu penyebab penurunan investasi itu adalah kurang menariknya bisnis
investasi pada pasar modal serta kalangan investor kini lebih tertarik melakukan
proteksi dana mereka pada perusahaan asuransi asing karena hal yang penting bagi
bisnis asuransi adalah aspek keamanan dan perusahaan asing seperti Prudential,
Allians, AIG, Cigna Life, dan sejenisnya menawarkan aspek keamanan serta fitur
produk yang menarik.
Namun, berita menggembirakan masih datang dari perusahaan lokal ini. Terjadi
peningkatan perolehan laba bersih pada beberapa perusahaan asuransi seperti ABDA
yang menempati peringkat teratas dengan pertumbuhan mencapai 338,93%. Laba
perseroan menjadi Rp 10,21 miliar dibanding periode sama tahun lalu Rp 2,32 miliar.
Peringkat kedua diraih oleh PT Asuransi Bintang Tbk dengan pertumbuhan laba
259,4% menjadi Rp 2,88 miliar. Sedangkan posisi ketiga diraih oleh PT Asuransi Jasa
Tania Tbk dengan pertumbuhan sebesar 215,4% dari Rp 3,07 miliar menjadi Rp 9,7
miliar.
Kini, pihak badan pengawas pasar modal dan lembaga keuangan mulai membuat
persyaratan guna memperbaiki kondisi pasar asuransi. Salah satunya melalui
persyaratan terhadap jumlah ahli asuransi yang harus dimiliki dimana kalangan ahli
tersebut harus memiliki keahlian yang memadai terhadap segala fungsi asuransi.
Selain itu, beberapa tindakan yang dilakukan oleh perusahaan asuransi lokal dengan
cara ikut bersaing melalui penerbitan beberapa produk berbasis insurance linked telah
mencapai lebih dari 90% dalam satu tahun terakhir ini terlebih dalam kondisi pasar
modal. Cara lainnya adalah penggunaan agen sebagai fungsi marketing yang cukup
berpengaruh pada bisnis asuransi. Aspek ini tampaknya belum menjadi perhatian
lebih pada beberapa asuransi lokal sedangkan asuransi asing mulai giat melakukan
agen sebagai fungsi marketing. Namun, sistim pemasaran ini harus didukung juga
melelui fitur produk yang berkualitas. Jika beberapa kiat bisa dilaksanakan maka
kesuksesan bisnis asuransi lokal akan mampu bersaing dengan pencapaian yang telah
diperoleh oleh perusahan asing.
Namun berbeda halnya dengan pendapat para pengamat asing tentang Pertumbuhan
asuransi di Indonesia. Persepsi asing terhadap pertumbuhan asuransi di Indonesia
ternyata lebih optimistis ketimbang pelaku usaha lokal. Laporan Research and
Markets, bertajuk Indonesia Insurance Report Q3 2009 yang dikeluarkan awal Juli
2009 lalu menyebut, industri asuransi Indonesia tumbuh 43% tahun lalu.
Lembaga riset yang berpusat di Dublin Irlandia ini menyebutkan, total premi asuransi
di Indonesia tahun 2008 mencapai Rp 78,267 triliun. Diantaranya berasal dari asuransi
jiwa Rp 54,400 triliun dan premi non jiwa Rp 23,867 triliun. Mereka memperkirakan
pada 2013 nanti premi asuransi jiwa mencapai Rp 134,207 triliun sedang non jiwa Rp
29,109 triliun.
Research and Markets memperkirakan tahun ini premi non jiwa akan meningkat lebih
drastis meski perekonomian melambat. Lonjakan premi antara lain datang dari
asuransi kendaraan, baik yang sukarela ataupun wajib karena dalam masa kredit.
Sedangkan pertumbuhan asuransi jiwa akan terus meningkat seiring pertumbuhan
produk domestik bruto dan pendapatan per kapita penduduk. Mereka memperkirakan
pendapatan per kapita masyarakat Indonesia akan naik sehingga kemampuan membeli
asuransi meningkat.
Proyeksi Research and Markets ini lebih optimistis ketimbang Asosiasi Asuransi Jiwa
Indonesia (AAJI). AAJI menyebut dari 37 perusahaan yang menjadi anggotanya, total
premi yang mereka kumpulkan hanya tumbuh 5,2% dari Rp 44,4 triliun pada 2007
jadi Rp 46,7 triliun pada 2008.
Sementara data Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) menyebut, premi
langsung asuransi umum sepanjang 2008 tumbuh 22,8% dari Rp 18,93 di 2007
menjadi Rp 23,25 triliun pada 2008.
Direktur Eksekutif AAJI, Stephen Juwono, memprediksikan, pendapatan premi
asuransi jiwa sepanjang 2009 akan tumbuh 20%. “Itu karena melihat pertumbuhan
selama kuartal satu sudah 26,02% menjadi Rp 16,7 triliun,” tandasnya (15/7).
Sependapat dengan Stephen, Ketua Umum AAUI Kornelius Simanjuntak juga yakin
premi industri asuransi umum masih meningkat. “Itu karena membaiknya sektor riil
ekonomi kita,” ujarnya.
Namun dari berbagai masalah yang dihadapi perusahaan asuransi lokal konvensional
di Indonesia, angin segar justru dirasakan oleh perusahaan Asuransi Syariah.
Belakangan ini, di Indonesia banyak sekali bermunculan perusahaan Asuransi yang
bebasis pada Asuransi Syariah. Asuransi Syariah sendiri muncul pertama kali pada
tahun 1990-an. Berawal dari metode ekonomi Islam yang dikembangkan oleh
beberapa bank di Indonesia, salah satunya adalah Bank Muamalat.
Lahirnya ekonomi Islam dilandasi oleh dua hal, pertama yaitu ajaran agama yang
melarang adanya riba atau bunga, dan menganjurkan sadaqah. Kedua karena
timbulnya surplus dollar dari negara-negara Timur Tengah penghasil dan pengexport
minyak. Semenjak adanya ekonomi Islam, maka Asuransi Syariah pun mulai
berkembang di Indonesia.
Prinsip asuransi syariah pada intinya adalah kejelasan dana, tidak mengandung judi
dan riba atau bunga. Sama halnya dengan perbankan syariah, melihat potensi umat
Islam yang ada di Indonesia, prospek asuransi syariah sangat menjanjikan. Bahkan,
seorang CEO perusahaan asuransi syariah asal Malaysia, Syed Moheeb
memperkirakan, tahun 2008 asuransi syariah bisa mencapai 10 persen market share
asuransi konvensional.
Data dari Asosiasi Asuransi Syariah di Indonesia menyebutkan, tingkat pertumbuhan
ekonomi syariah selama 5 tahun terakhir mencapai 40 persen, sementara asuransi
konvensional hanya 22,7 persen. Perbankan dan asuransi, hanya salah satu dari
industri keuangan syariah yang kini sedang berkembang pesat.
Pada akhirnya, sistem ekonomi syariah akan membawa dampak lahirnya pelaku-
pelaku bisnis yang bukan hanya berjiwa wirausaha tapi juga berperilaku Islami,
bersikap jujur, menetapkan upah yang adil dan menjaga keharmonisan hubungan
antara atasan dan bawahan.
Namun pertumbuhan dan perkembangannya masih akan tinggi dan bahkan diprediksi
tahun depan dapat mencapai 80-100 persen.“Pertumbuhannya tahun depan minimal
sama dengan tahun sekarang. Mungkin tahun depan bisa mencapai 80-100 persen,”
ungkap Iqbal. Premi yang dikumpulkan oleh asuransi syariah umumnya sebagian
besar ditanamkan di bank syariah dan reksa dana syariah. Namun penyalurannya,
menurut Iqbal, harus sesuai dengan ketentuan-ketentuan syariah. Mengenai
persaingan asuransi syariah dan konvensional, diakui Iqbal memang ada, namun
jumlahnya sangat tidak signifikan.
Di Indonesia, perkembangan asuransi syariah dimulai tahun 1994 yang dipelopori
oleh Takaful Indonesia yang menjadi dasar perkembangan asuransi syariah Indonesia.
Saat ini terdapat 3 jenis asuransi syariah, yakni Asuransi Keluarga Takaful, Asuransi
Umum Takaful, dan Asuransi Mubarokah. RI Jadi Kiblat Ekonomi SyariahIqbal
menambahkan, Indonesia sebenarnya sangat berpotensi untuk menjadi kiblat ekonomi
syariah. Diakui, saat ini di dunia memang belum ada arahan atau kiblat untuk kegiatan
ekonomi syariah. Menurut Iqbal, Indonesia bisa saja menjadi kiblat ekonomi syariah
karena didukung jumlah penduduk muslim yang terbesar di dunia, dan juga dianggap
memiliki laboratorium alam untuk kegiatan ekonomi syariah. Selain itu Indonesia
juga didukung oleh struktur ekonomi yang kuat yang ditopang melalui UMKM yang
jumlahnya cukup banyak sekitar 42,5 juta UMKM. Menurut Iqbal, potensi-potensi ini
dapat dikembangkan untuk menjadi kiblat kegiatan ekonomi syariah.
Risk Transfer dan Risk Sharing pada Asuransi Syariah
Terdapat perbedaan mendasar dan prisipil dalam hal jaminan /resiko antara asuransi
syariah yang menggunakan azaz Risk Sharing (saling menanggung resiko) dengan
asuransi konvensional yang menggunakan azaz Risk Transfering (pengalihan
Resiko).
Pada Asuransi konvensional, pemilik polis mengalihkan resiko finansialnya kepada
perusahaan asuransi. Oleh karena itu dalam asuransi dinamai dengan hubungan antara
tertanggung dan penanggung. Dan kepemilikan dana pun berpindah dari pemilik polis
ke perusahaan asuransi. Dengan demikian, jika suatu saat timbul resiko, maka
perusahaan asuransi akan menanggung resiko tersebut karena resiko telah berpindah
dari pemilik polis ke perusahaan sebagai konskuensi dari pembayaran premi. Ini lah
disebut dengan azas Risk Transferring (pengalihan resiko).Tetapi pada asuransi
syariah, hubungan peserta (pemegang polis) dengan perusahaan asuransi adalah saling
menanggung resiko dimana peserta secara bersama-sama dan sukarela
mengumpulkan dana dalam bentuk iuran kontribusi tersebut tetap melekat pada
peserta, dan apabila suatu saat timbul suatu resiko, maka peserta sendirilah lah yang
akan membayarkan klaim atas resiko tersebut dari dana Tabarru’,
inilah yang disebut dengan azas Risk Sharing (saling menanggung resiko).src.
faststart Prudential
Daftar Pustaka
http://prudentialsyariah1.wordpress.com/2012/03/31/risk-transfering-dan-risk-sharing/
http://ziazone.wordpress.com/2011/02/19/pertumbuhan-bisnis-asuransi-konvensional-
menunjukan-nilai-negatif/
https://www.hsbc.co.id/1/2/amanah/interaksi-dengan-kami/hsbc-amanah
http://banksyariahcenter.blogspot.com/p/daftar-lengkap-bank-syariah-di-
indonesia.html
http://www.takaful.com/indexhome.php/profile/list/
http://ahmadgozali.com/referensi/daftar-asuransi-syariah/