TUGAS ASURANSI SYARIAH

16
TUGAS ASURANSI SYARIAH Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Manajemen Resiko Oleh: Fery Irawan 1006620 PROGRAM STUDI MANAJEMEN FAKULTAS PENDIDIKAN EKONOMI DAN BISNIS

Transcript of TUGAS ASURANSI SYARIAH

TUGAS ASURANSI SYARIAH

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah

Manajemen Resiko

Oleh:

Fery Irawan

1006620

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

FAKULTAS PENDIDIKAN EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2012

Perusahaan Asuransi Syariah dan Unit Usaha Syariah

TAKAFUL INDONESIA

Sebagai pelopor asuransi syariah di Nusantara, Takaful Indonesia telah melayani

masyarakat dengan jasa asuransi yang sesuai dengan prinsip syariah, selama lebih dari

satu dasawarsa, melalui dua perusahaan operasionalnya: PT Asuransi Takaful

Keluarga (Asuransi Jiwa Syariah) dan PT Asuransi Takaful Umum (Asuransi Umum

Syariah).

PT Syarikat Takaful Indonesia (Perusahaan) berdiri pada 24 Februari 1994 atas

prakarsa Tim Pembentukan Asuransi Takaful Indonesia (TEPATI) yang dimotori oleh

Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) melalui Yayasan Abdi Bangsa, Bank

Muamalat Indonesia Tbk., PT Asuransi Jiwa Tugu Mandiri, Departemen Keuangan

RI, serta beberapa pengusaha muslim Indonesia. Melalui kedua anak perusahaannya

yaitu PT Asuransi Takaful Keluarga dan PT Asuransi Takaful Umum, Perusahaan

telah memberikan jasa perlindungan asuransi yang menerapkan prinsip-prinsip murni

syariah pertama di Indonesia.

PT Asuransi Takaful Keluarga yang bergerak di bidang asuransi jiwa Syariah

didirikan pada 4 Agustus 1994 dan mulai beroperasi pada 25 Agustus 1994, yang

ditandai dengan peresmian oleh Menteri Keuangan Mar'ie Muhammad. Diikuti

dengan pendirian anak perusahaan yang bergerak di bidang asuransi umum Syariah

yaitu PT Asuransi Takaful Umum, yang diresmikan oleh Menristek/Ketua BPPT Prof.

Dr. B.J. Habibie pada 2 Juni 1995.

Kepemilikan mayoritas saham Syarikat Takaful Indonesia saat ini dikuasai oleh

Syarikat Takaful Malaysia Berhad (56,00%) dan Islamic Development Bank (IDB,

26,39%), sedangkan selebihnya oleh Permodalan Nasional Madani (PNM) dan Bank

Muamalat Indonesia serta Karya Abdi Bangsa dan lain-lain.

Di tahun 2004, Perusahaan melakukan restrukturisasi yang berhasil menyatukan

fungsi pemasaran Asuransi Takaful Keluarga dan Asuransi Takaful Umum sehingga

lebih efisien serta lebih efektif dalam penetrasi pasar, juga diikuti dengan peresmian

kantor pusat, Graha Takaful Indonesia di Mampang Prapatan, Jakarta pada Desember

2004. Selain itu, dilakukan pula revitalisasi identitas korporasi termasuk penataan

ruang kantor cabang di seluruh Indonesia, untuk memperkuat citra perusahaan.

Untuk meningkatkan kualitas layanan yang diberikan Perusahaan dan menjaga

konsistensinya, Perusahaan memperoleh Sertifikasi ISO 9001:2000 dari SGS JAS-

ANZ, Selandia Baru bagi Asuransi Takaful Umum, serta Asuransi Takaful Keluarga

memperoleh Sertifikasi ISO 9001:2000 dari dari Det Norske Veritas (DNV), Belanda

pada April 2004. Selain itu, atas upaya keras seluruh jajaran perusahaan, Asuransi

Takaful Keluarga meraih MUI Award 2004 sebagai Asuransi Syariah Terbaik di

Indonesia, dan Asuransi Takaful Umum memperoleh penghargaan sebagai asuransi

dengan predikat Sangat Bagus dari Majalah InfoBank secara berturut-turut pada tahun

2004 dan 2005.

Dengan dukungan Pemerintah dan tenaga professional yang berkomitmen untuk

mengembangkan asuransi syariah, Syarikat Takaful Indonesia bertekad untuk menjadi

perusahaan asuransi syariah terkemuka di Indonesia.

HSBC Amnah (UnitUsaha Syariah)

HSBC Amanah adalah divisi lembaga keuangan syariah global dari Group HSBC

yang didirikan pada tahun 1998, dengan tujuan menjadikan HSBC sebagai penyedia

layanan Syariah yang terunggul di dunia. Dengan lebih dari seratus tenaga

professional yang melayani wilayah Timur Tengah, Asia Pacific, Eropa dan Amerika,

HSBC Amanah memiliki tim Syariah terbesar dibandingkan bank internasional

lainnya. 

Group HSBC adalah salah satu bank dan penyedia layanan finansial terbesar di dunia.

Beroperasinya HSBC di 20 negara Muslim anggota OKI merupakan fakta, bahwa

tidak ada bank internasional lain yang hadir di lebih banyak negara dibandingkan

HSBC. Dan tidak ada bank yang berinvestasi sebesar HSBC dalam bisnis bank

Syariah ini. 

Dengan kantor pusat di London, jaringan internasional HSBC terdiri dari 10.000

kantor dengan 110 juta nasabah di 77 negara di Eropa, Asia Pasifik, Amerika, Timur

Tengah dan Afrika. Dengan kekayaan pengalaman yang dimiliki sebagai bank yang

mendorong pembangunan wilayah (community banking) dan komitmen untuk

memenuhi kebutuhan spesifik dari nasabah yang beragam, kami adalah bank global

dengan tradisi lokal (the world's local bank). 

Setiap produk Syariah yang ditawarkan di Indonesia harus disetujui oleh 3

orang ahli yang duduk di Dewan Pengawas Syariah HSBC Amanah Syariah.

Dr. K.H. M.A. Sahal Mahfudh (Ketua)

K.H. Sahal adalah Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), Ketua Dewan

Syariah Nasional (DSN) dan Rais Am Nadhlatul Ulama. Pondok Pesantren

Maslakul Huda. Beliau belajar di Mekkah di bawah bimbingan langsung dari

Shaykh Yasin Al-Fadani dan menyandang gelar Doktor Honoris Causa dari

Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta.

Prof. Dr. H.M. Din Syamsuddin

Prof. Din adalah Wakil Ketua MUI dan Ketua PP Muhammadiyah. Dalam

Pemikiran Politik Islam di Jakarta. Prof. Din menyandang gelar Doktor dari

University of California Los Angeles (UCLA), Amerika Serikat, di bidang

Pemikiran Politik Islam. Sebelumnya, beliau menuntut ilmu di Fakultas

Ushuluddin, dalam bidang Perbandingan Agama di IAIN Syariah Hidayatullah

serta di Kulliyatul Muallimin Al Islamiyah di Pondok Modern Gontor, Jawa

Timur.

Ikhwan Abidin Basri, M.Sc

Bp. Ikhwan adalah anggota Dewan Syariah Nasional. Beliau juga merupakan

Dewan Pengawas Syariah untuk beberapa bank di Indonesia. 

Beliau memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Islam dan Master of Science dari

International Islamic University - Pakistan. Beliau juga bergelar Master of Art

in Islamic Studies dari Jami'ah Salafiyah, Punjab-Pakistan.

Perkembangan Asuransi Syariah dengan Konvensional (3 tahun)

Kalangan perbankan terlihat pesimis bahwa sektor kredit kemungkinan besar akan

mengalami peningkatan pada semester kedua di tahun 2008. Hal yang sama menimpa

pada dunia asuransi, banyak perusahaan asuransi yang memprediksikan akan terjadi

penurunan investasi dikarenakan kondisi pasar yang kurang kondusif. Pertumbuhan

investasi pada semester kedua di tahun 2008 ini diperkirakan akan mengalami

penurunan jika dibandingkan posisi pencapaian pada semester pertama. Namun,

beberapa optimisme juga muncul dimana gejala ini datang dari kalangan asuransi jiwa

dimana produk dengan single premi diperkirakan akan mengalami peningkatan pada

semester kedua dikarenakan kondisi pasar modal yang diprediksikan akan membaik.

Faktor lainnya datang dari peluang pasar asuransi jiwa di Indonesia masih cukup

tinggi terutama akan permintaan produk berbasis unit linked. Saat ini masyarakat

cenderung memilih instrumen investasi yang menawarkan  aspek keamanan serta

produk itu didapatkan pada instrumen asuransi berjenis unit linked. Pada beberapa

perusahaan asuransi, produk berbasis unit linked mengalami porsi yang cukup besar.

Semester kedua ini juga dimanfaatkan oleh beberapa perusahaan asuransi sebagai

upaya meningkatkan target perolehan. Pemanfaatan beberapa agen adalah salah satu

upaya peningkatan target perolehan. Format agen tradisional ( agen asuransi

berdasarkan system branch ) kini mulai ditinggalkan dan mulai beralih pada agen

personal yang langsung membidik calon nasabah. Pola ini cukup sukses dilakukan

oleh prudential dan kini banyak perusahaan asuransi mencontohnya. Evaluasi premi

semester I. Beberapa perusahaan asuransi telah mencatat evaluasi premi sepanjang

semester  pertama di tahun 2008. Perolehan premi yang didapatkan oleh beberapa

perusahaan asuransi terlihat meningkat dimana kondisi ini seharusnya membuat

optimisme pada perusahaan asuransi dalam melakukan pengembangan pada kinerja

semester kedua di tahun 2008.

Fenomena asuransi di Negeri Indonesia ini semakin menarik untuk dicermati dengan

masuknya perusahaan-perusahaan multinasional semakin menambah ketatnya

persaingan memperebutkan pasar. Sebagai salah satu negara dengan populasi

penduduk terbesar di dunia, tentu saja Indonesia menjadi pasar yang potensial bagi

perkembangan bisnis asuransi. Apalagi daya serap pasar asuransi di negeri ini masih

sangat kecil, dimana persentase nasabah asuransi dengan total populasi jumlah

penduduk sangat kecil jika dibandingkan dengan negara Malaysia, Singapura, dan

Jepang. Terlepas dari suara keprihatinan dan pesimisme yang tersurat dan tersirat

lebih dominan, pelaku usaha dan pemangku kepentingan lainnya di Industri asuransi

memang menghadapi tantangan berat dalam menumbuhkan industri asuransi di

Indonesia.

Harapan pertumbuhan bisnis asuransi di Indonesia kian menunjukan nilai yang

negatif. Pertumbuhan bisnis asuransi ini terlihat dari angka pertumbuhan pendapatan 

premi yang dibukukan oleh perusahaan asuransi, baik asuransi jiwa maupun asuansi

umum. Apalagi hal ini ditunjukan oleh penurunan investasi yang terjadi pada sebelas

perusahaan asuransi yang telah go public di Bursa Efek Indonesia. Kesebelas

perusahaan ini mengalami penurunan investasi hingga mencapai 53,14%. Penurunan

investasi ini sangatlah dramatis dimana secara nominal penurunan laba ini nominal

sebesar 821,04 miliar menjadi 384,69 miliar. Penurunan terbesar didapatkan oleh PT

Asuransi Dayin Mitra Tbk dimana tingkat penurunan hasil investasi yang didapatkan

oleh perusahaan ini menurun cukup drastis sebesar 108,66% dari posisi Rp 3,4 miliar

menduduki posisi sebesar Rp 295 juta. Penurunan kedua diderita oleh PT Asuransi

Bina Dana Arta Tbk sebesar 63,34% dari posisi sebesar Rp 12,82 miliar menjadi Rp

4,7 miliar. Panin Life berada pada urutan ketiga dimana penurunan investasi terjadi

sebesar 58,6% dari posisi Rp 366,42 miliar menjadi Rp 151,68 miliar.

Tak heran jika pemain-pemain asing pun berebut menencapkan kukunya di Indonesia.

Salah satu penyebab penurunan investasi itu adalah kurang menariknya bisnis

investasi pada pasar modal serta kalangan investor kini lebih tertarik melakukan

proteksi dana mereka pada perusahaan asuransi asing karena hal yang penting bagi

bisnis asuransi adalah aspek keamanan dan perusahaan asing seperti Prudential,

Allians, AIG, Cigna Life, dan sejenisnya menawarkan aspek keamanan serta fitur

produk yang menarik.

Namun, berita menggembirakan masih datang dari perusahaan lokal ini. Terjadi

peningkatan perolehan laba bersih pada beberapa perusahaan asuransi seperti  ABDA

yang menempati peringkat teratas dengan pertumbuhan mencapai 338,93%. Laba

perseroan menjadi Rp 10,21 miliar dibanding periode sama tahun lalu Rp 2,32 miliar.

Peringkat kedua diraih oleh PT Asuransi Bintang Tbk dengan pertumbuhan laba

259,4% menjadi Rp 2,88 miliar. Sedangkan posisi ketiga diraih oleh PT Asuransi Jasa

Tania Tbk dengan pertumbuhan  sebesar 215,4% dari Rp 3,07 miliar menjadi Rp 9,7

miliar.

Kini, pihak badan pengawas pasar modal dan lembaga keuangan mulai membuat

persyaratan guna memperbaiki kondisi pasar asuransi. Salah satunya melalui

persyaratan terhadap jumlah ahli asuransi yang harus dimiliki dimana kalangan ahli

tersebut harus memiliki keahlian yang memadai terhadap segala fungsi asuransi.

Selain itu, beberapa tindakan yang dilakukan oleh perusahaan asuransi lokal dengan

cara ikut bersaing melalui penerbitan beberapa produk berbasis insurance linked telah

mencapai lebih dari 90% dalam  satu tahun terakhir ini terlebih dalam kondisi pasar

modal. Cara lainnya adalah penggunaan agen sebagai fungsi marketing yang cukup

berpengaruh pada bisnis asuransi. Aspek ini tampaknya belum menjadi perhatian

lebih pada beberapa asuransi lokal sedangkan asuransi asing mulai giat melakukan

agen sebagai fungsi marketing. Namun, sistim pemasaran ini harus didukung juga

melelui fitur produk yang berkualitas. Jika beberapa kiat bisa dilaksanakan maka

kesuksesan bisnis asuransi lokal akan mampu bersaing dengan pencapaian yang telah

diperoleh oleh perusahan asing.

Namun berbeda halnya dengan pendapat para pengamat asing tentang Pertumbuhan

asuransi di Indonesia. Persepsi asing terhadap pertumbuhan asuransi di Indonesia

ternyata lebih optimistis ketimbang pelaku usaha lokal. Laporan Research and

Markets, bertajuk Indonesia Insurance Report Q3 2009 yang dikeluarkan awal Juli

2009 lalu menyebut, industri asuransi Indonesia tumbuh 43% tahun lalu.

Lembaga riset yang berpusat di Dublin Irlandia ini menyebutkan, total premi asuransi

di Indonesia tahun 2008 mencapai Rp 78,267 triliun. Diantaranya berasal dari asuransi

jiwa Rp 54,400 triliun dan premi non jiwa Rp 23,867 triliun. Mereka memperkirakan

pada 2013 nanti premi asuransi jiwa mencapai Rp 134,207 triliun sedang non jiwa Rp

29,109 triliun.

Research and Markets memperkirakan tahun ini premi non jiwa akan meningkat lebih

drastis meski perekonomian melambat. Lonjakan premi antara lain datang dari

asuransi kendaraan, baik yang sukarela ataupun wajib karena dalam masa kredit.

Sedangkan pertumbuhan asuransi jiwa akan terus meningkat seiring pertumbuhan

produk domestik bruto dan pendapatan per kapita penduduk. Mereka memperkirakan

pendapatan per kapita masyarakat Indonesia akan naik sehingga kemampuan membeli

asuransi meningkat.

Proyeksi Research and Markets ini lebih optimistis ketimbang Asosiasi Asuransi Jiwa

Indonesia (AAJI). AAJI menyebut dari 37 perusahaan yang menjadi anggotanya, total

premi yang mereka kumpulkan hanya tumbuh 5,2% dari Rp 44,4 triliun pada 2007

jadi Rp 46,7 triliun pada 2008.

Sementara data Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) menyebut, premi

langsung asuransi umum sepanjang 2008 tumbuh 22,8% dari Rp 18,93 di 2007

menjadi Rp 23,25 triliun pada 2008.

Direktur Eksekutif AAJI, Stephen Juwono, memprediksikan, pendapatan premi

asuransi jiwa sepanjang 2009 akan tumbuh 20%. “Itu karena melihat pertumbuhan

selama kuartal satu sudah 26,02% menjadi Rp 16,7 triliun,” tandasnya (15/7).

Sependapat dengan Stephen, Ketua Umum AAUI Kornelius Simanjuntak juga yakin

premi industri asuransi umum masih meningkat. “Itu karena membaiknya sektor riil

ekonomi kita,” ujarnya.

Namun dari berbagai masalah yang dihadapi perusahaan asuransi lokal konvensional

di Indonesia, angin segar justru dirasakan oleh perusahaan Asuransi Syariah.

Belakangan ini, di Indonesia banyak sekali bermunculan perusahaan Asuransi yang

bebasis pada Asuransi Syariah. Asuransi Syariah sendiri muncul pertama kali pada

tahun 1990-an. Berawal dari metode ekonomi Islam yang dikembangkan oleh

beberapa bank di Indonesia, salah satunya adalah Bank Muamalat.

Lahirnya ekonomi Islam dilandasi oleh dua hal, pertama yaitu ajaran agama yang

melarang adanya riba atau bunga, dan menganjurkan sadaqah. Kedua karena

timbulnya surplus dollar dari negara-negara Timur Tengah penghasil dan pengexport

minyak. Semenjak adanya ekonomi Islam, maka Asuransi Syariah pun mulai

berkembang di Indonesia.

Prinsip asuransi syariah pada intinya adalah kejelasan dana, tidak mengandung judi

dan riba atau bunga. Sama halnya dengan perbankan syariah, melihat potensi umat

Islam yang ada di Indonesia, prospek asuransi syariah sangat menjanjikan. Bahkan,

seorang CEO perusahaan asuransi syariah asal Malaysia, Syed Moheeb

memperkirakan, tahun 2008 asuransi syariah bisa mencapai 10 persen market share

asuransi konvensional.

Data dari Asosiasi Asuransi Syariah di Indonesia menyebutkan, tingkat pertumbuhan

ekonomi syariah selama 5 tahun terakhir mencapai 40 persen, sementara asuransi

konvensional hanya 22,7 persen. Perbankan dan asuransi, hanya salah satu dari

industri keuangan syariah yang kini sedang berkembang pesat.

Pada akhirnya, sistem ekonomi syariah akan membawa dampak lahirnya pelaku-

pelaku bisnis yang bukan hanya berjiwa wirausaha tapi juga berperilaku Islami,

bersikap jujur, menetapkan upah yang adil dan menjaga keharmonisan hubungan

antara atasan dan bawahan.

Namun pertumbuhan dan perkembangannya masih akan tinggi dan bahkan diprediksi

tahun depan dapat mencapai 80-100 persen.“Pertumbuhannya tahun depan minimal

sama dengan tahun sekarang. Mungkin tahun depan bisa mencapai 80-100 persen,”

ungkap Iqbal. Premi yang dikumpulkan oleh asuransi syariah umumnya sebagian

besar ditanamkan di bank syariah dan reksa dana syariah. Namun penyalurannya,

menurut Iqbal, harus sesuai dengan ketentuan-ketentuan syariah. Mengenai

persaingan asuransi syariah dan konvensional, diakui Iqbal memang ada, namun

jumlahnya sangat tidak signifikan.

Di Indonesia, perkembangan asuransi syariah dimulai tahun 1994 yang dipelopori

oleh Takaful Indonesia yang menjadi dasar perkembangan asuransi syariah Indonesia.

Saat ini terdapat 3 jenis asuransi syariah, yakni Asuransi Keluarga Takaful, Asuransi

Umum Takaful, dan Asuransi Mubarokah. RI Jadi Kiblat Ekonomi SyariahIqbal

menambahkan, Indonesia sebenarnya sangat berpotensi untuk menjadi kiblat ekonomi

syariah. Diakui, saat ini di dunia memang belum ada arahan atau kiblat untuk kegiatan

ekonomi syariah. Menurut Iqbal, Indonesia bisa saja menjadi kiblat ekonomi syariah

karena didukung jumlah penduduk muslim yang terbesar di dunia, dan juga dianggap

memiliki laboratorium alam untuk kegiatan ekonomi syariah. Selain itu Indonesia

juga didukung oleh struktur ekonomi yang kuat yang ditopang melalui UMKM yang

jumlahnya cukup banyak sekitar 42,5 juta UMKM. Menurut Iqbal, potensi-potensi ini

dapat dikembangkan untuk menjadi kiblat kegiatan ekonomi syariah.

Risk Transfer dan Risk Sharing pada Asuransi Syariah

Terdapat perbedaan mendasar dan prisipil dalam hal jaminan /resiko antara asuransi

syariah yang menggunakan azaz Risk Sharing (saling menanggung resiko) dengan

asuransi konvensional yang menggunakan azaz Risk Transfering (pengalihan

Resiko). 

Pada Asuransi konvensional, pemilik polis mengalihkan resiko finansialnya kepada

perusahaan asuransi. Oleh karena itu dalam asuransi dinamai dengan hubungan antara

tertanggung dan penanggung. Dan kepemilikan dana pun berpindah dari pemilik polis

ke perusahaan asuransi. Dengan demikian, jika suatu saat timbul resiko, maka

perusahaan asuransi akan menanggung resiko tersebut karena resiko telah berpindah

dari pemilik polis ke perusahaan sebagai konskuensi dari pembayaran premi. Ini lah

disebut dengan azas Risk Transferring (pengalihan resiko).Tetapi pada asuransi

syariah, hubungan peserta (pemegang polis) dengan perusahaan asuransi adalah saling

menanggung resiko dimana peserta  secara bersama-sama dan sukarela

mengumpulkan dana dalam bentuk iuran kontribusi tersebut tetap melekat pada

peserta, dan apabila suatu saat timbul suatu resiko, maka peserta sendirilah lah yang

akan membayarkan klaim atas resiko tersebut dari dana Tabarru’,

inilah yang disebut dengan azas Risk Sharing (saling menanggung resiko).src.

faststart Prudential

Daftar Pustaka

http://prudentialsyariah1.wordpress.com/2012/03/31/risk-transfering-dan-risk-sharing/

http://ziazone.wordpress.com/2011/02/19/pertumbuhan-bisnis-asuransi-konvensional-

menunjukan-nilai-negatif/

https://www.hsbc.co.id/1/2/amanah/interaksi-dengan-kami/hsbc-amanah

http://banksyariahcenter.blogspot.com/p/daftar-lengkap-bank-syariah-di-

indonesia.html

http://www.takaful.com/indexhome.php/profile/list/

http://ahmadgozali.com/referensi/daftar-asuransi-syariah/