Post on 02-Aug-2015
PERBEDAAN KEHIDUPAN MASYARAKAT BAHARI PADA SAAT MENGGUNAKAN PERAHU LAYAR DAN ALAT PENANGKAPAN IKAN
TRADISIONAL DENGAN KEHIDUPAN PADA SAAT TELAH MENGGUNAKAN PERAHU BERMOTOR
Sebuah proses revolusioner telah dimulai dan terus berkembang dari
zaman dahulu hingga sekarang, revolusi atau perubahan ini pad amulanya
Cuma terjadi pada konteks lokal saja, maksudnya perubahan itu mempunyai
batasan-batasan, apakah itu dari segi formalitasnya maupun dari aspek
pembatasan daerah berlakunya misalnya.
Revolusi ini kemudian berkembang pada daerah/wilayah yang
menganutnya, dan akan memberikan pengaruh pada daerah itu sendiri, baik
itu bersifat positif movement maupun negative movement. Dari sebuah
gerakan revolusioner inilah kemudian mengalami sebuah pandemic dan
“menyerang” daerah-daerah lain yang ada pada batas pengaruhnya, lama-
kelamaan hal ini tersebar di seluruh belahan dunia, sehingga muncullah
menjadi Globalisasi.
Globalisasi inilah yang memberikan pergerakan yang sangat cepat
dan dampak yang ditimbulkannya juga sangat besar, dan kita harus bersifat
fleksibel dalam menghadapinya. Globalisasi ini dapat berwujud apa saja, dari
segi politik, ekonomi, agama, bahkan aspek kehidupan juga dapat termasuk
di dalamnya.
Jika dikoherensikan dengan Mata Kuliah Wawasan Sosial Budaya
Bahari, maka aspek Globalisasi ini juga tidak dapat terlepas, di dalamnya.
Bahkan globalisai ini memberikan pengaruh yang cukup signifikan pada
kehidupan Bahari di Indonesia Khususnya masyarakat bahari di Sulawesi
Selatan.
1. Di Bidang Ekonomi yang meliputui, Unsur Produksi, Distribusi, dan
konsumsi
Sesuai penjelasan sebelumnya, aspek ekonomi yang terpengaruh
akibat globalisasi ini khususnya dari segi Produksi tentulah berbeda
pada saat nelayan-nelayan kita masih menggunakan perahu layar dan
alat-alat tradisional dengan saat sekarang ini dimana skita dapat melihat
para nelayan kita telah menggunakan perahu bermotor dan alat tangkat
ikan yang lebih modern. Dari segi Kwantitatifnya saja sudah sangat
menonjolkan perbedaan, dimana saat nelayan menggunakan perahu
bermotor dan alat tangkap modern akan lebih banyak dibandingkan jika
masih menggunakan perahu layar dan alat tangkap sederhana.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi hal tersebut, seperti kita
ketahui bersama bahwa perahu layar itu menggunakan udara yang
bergerak dalam hal ini angin sebagai sumber tenaga yang kemudian
menggerakkan perahu, biasanya nelayan memberikan bantuan
dorongan berupa dayungan yang tentu akan menguras banyak tenaga
dan juga daerah jangkauannya relatif sempit, sebenarnya bisa saja
mereka memperluas daerah tangkapannya namun suatu kendala baru
yang muncul ketika hasil tangkapan itu telah ada dan harus di buang sis-
sia jika keburu rusak di perahu sebelum di perjual belikan, belum lagi
cuaca yang tidak menentu yang bisa saja mengombang-ambingkan
perahu para nelayan tanpa arah di lautan bebas.
Sangat berbanding terbalik dengan kehidupan nelayan di zaman
modern sekarang ini, dengan pembekalan mesin pada perahunya, tentu
akan memperluas daerah tangkapnya dan lebih mengefisienkan waktu
serta dapat mernjaga kualitas hasil tangkapan.
Dari segi kualitas, tentunya ikan segar lebih berkualitas di
bandingkan dengan ikan hasil tangkapan beberapa hari yang lalu, hal ini
menjadi sebuah kendala besar nelayan-nelayan tradisonal yang masih
memanfaatkan perlengkapan tradisional.
Distribusi, kita ketahi bersama bahwa distribusi merupakan suatu
proses penyaluran barang ke konsumen, apakah itu konsumen tingkat
pertama kedua dan seterusnya. Sebagaimana distribusi-distribusi barang
yag lain, sangat memerlukan sebuah kelancaran, terlebih lagi untuk
distribusi barang seperti hasil tangkapan laut, selain kelancaran juga
dibutuhkan kecepatan, karena memang berbeda antara barang yang
didistribusikan seperti barang-barang siap pakai misalnya kaos/pakaian,
dan alat-alat elektronik yang dapat bertahan walaupun berminggu-
minggu bahkan bertahun-tahun dalam proses pendistribusiannya, namun
berbicara mengenai distribusi makanan (hasil tangkapan laut) tentunya
sangat dibatasi oleh waktu yang dapat mempengaruhi kwalitas barang
tersebut, seperti telah dijelaskan pada bagian sebelumnya.
Dari distribusi itu tentunya masih berkaitan dengan proses
konsumsi, dimana suatu barang dapat sampai ke konsumen melalui
tahapan tahapan yang di dalamnya melibatkan proses distribusi.
Pendistribusian hasil tangkapan laut khingga Sampai pada TPI (Tempat
Pelelangan Ikan) , pasar(tardisonal/moder) hingga pada konsumen akhir.
Jika nelayan menggunakan alat-alat taradisional tentunya yang dapat
bertahan hingga proses akhir sangat sedikit di bandingkan jika mereka
menggunakan alat-alat modern.
2. Kelembagaan Masyarakat Bahari
Kelembagaan dipahami sebagai kesatuan dari komponen
organisasi dan aturan serta bidang-bidang kegiatan tertentu di wadahi
dan diaturnya dalam suatu masyarakat atau segmen-segmen
masyarakat. Kelembagaan sebenarnya berkembang dal;am unsur umum
kebudayaan , pengetahuan, bahasa, organisasi sosial, ekonomi,
teknologi, religi dan kesenian.
Dalam konteks budaya bahari yang modern atau tradisaional
kelembagaan terpusat pada unsur ekonomi, terutama perikanan dan
pelayaran. Meskipun terpusat padsa unsur ekonomi , namun
kelembagaan ekonomi kebaharian saling terikat secara fungsional
dengan kelembagaanm lainnya. Yang terikat secara fungsional itu
seperti;
- Kelembagaan-kelembagaan kekerabatan
- Kelembagaan-kelembagaan Agama dan Kep[ercayaan
- Kelembagaan-kelembagaan politik
- Kelembagaan-kelembagaan Kesenian
Struktir Kelembagaan masyarakat Nelayan tradisional dan masih
ada yang berkembang hingga saat ini seperti kita ambil contoh
Ponggawa Sawi di Sulawesi Selatan, dari segi kelompok atau organisasi,
P.sawi terdiri dari P.sawi darat dan anak buah/anggota. Anak buah terdiri
dari p.laut dan anggota. Ponggawa darat inilah yang berperan sebagai
pemilik sekaligus pemimpin usaha, dan p.laut sebagai pemimpin
pelayaran di laut. Sedanghkan anggota senantiasa menyumbangkan
tenaganya serta pengetahuan teknis dalam proses pelayaran dan
penangkapan ikan.
Hal ini merupakjan contoh organisasi atau kelembagaan
masyarakat nelayan tradisional, untuk nelayan-nelayan yang lebih
modern, sistem kelembagaannya lebih kompleks dan teratur, sebut
saja koperasi sebagai bentuk kelembagaannya. Sangat berbeda dengan
sistem p.sawi tadi, dalam sistem koperasi sangat teratut dan sangat
nyata proses poergerakan modal dan pembagaian hasil usahanya
(SHU=sisa hasil usaha) yang diatur dalam AD/RT nya. Tidak seperti
halnya dengan ponggawa sawi yang keuntungannya lebih berat ke arah
sang pemilik modal dalam hal ini ponggawa sawi itu sendiri.
3. Pengatahuan dan Kepercayaan
Pada masyarakat bahari yang masih menngunakan perahu
layar,masih terdapat beberapa kepercayaan apabila mereka hendak
melaut yaitu masih adanya beberapa ritual-ritual khusus yang mereka
lakukan sebelum berangkat melaut guna mendapatkan hasil yang
memadai,selain itu mereka juga masih percaya akan beberapa bahasa
yang dilarang mereka gunakan dalam proses mencari ikan.Dari segi
pengetahuan,terutama dalam proses pencarian tempat dimana ikan
berkumpul,mereka masih mengandalkan keadaan cuaca dan alam
seperti keadaan rasi bintang dan sebagainya kemudian ada pula nelayan
diantara mereka yang sengaja diiikutkan dalam proses melaut karena
mempunyai keterampilan dalam mengatur layar dan memeperbaikinya
jika sewaktu-waktu rusak.
Pada nelayan modern yang menggunakan perahu
bermotor,mereka juga masih memegang prinsip seperti di atas,Cuma
bedanya system pengetahuan mereka hanya berpusat pada mesin
bermotor,maksudnya adalah nelayan-nelayan yang ada pada perahu
bermotor dituntut mempunyai skill dalam memperbaiki mesin jika
sewaktu-waktu rusak. Dari segi navigasi sendiri mereka telah mengenal
alat-alat seperti kompas untuk menentukan arah berlabuh dan tidak
hanya berpatokan pada rasi bintang, dari segi ilmu pengetahuan juga,
dalam kehidupan modern seperti sekarang ini ada beberapa nelayan
cerdas yang memebuat sebuah terobosan baru yaitu alat pemanggil ikan
yang ukurannya kecil yang kemudian di celupkan ke dalah air, alat ini
mengeluarkan gelombang suara yang akhirnya membuat ikan ber
kumpul pada titk itu kemudian para nelayan menangkapnya. Suatu hal
yang sangat menarik.
4. Hubungan Kekeluargaan/Kekerabatan
Pada nelayan tradisional yang menggunakan perahu layar sistem
kekeluargaan dan kekerabatan masih mereka junjung tinggi dalam
kegiatan pencarian ikan dan sebagainya.Dimana dalam suatu kelompok
masih terdapat nelayan-nelayan yang memiliki hubungan kekeluargaan
atau paling tidak bertetangga yang terbagi dalam beberapa bagian
sebagai berikut:
1. Kekerabatan yang berdasarkan keturunan
2. Kekerabatan yang berdasarkan ibu
3. Kekerabatan yang berdasarkan pertalian turun temurun
Menurut nelayan tradisional yang menggunakan perahu layar
keberadaan hubungan ini dianggap membawa keberkahan tersendiri
bagi hasil yang akan mereka dapatkan.
Pada nelayan yang menggunakn perahu bermotor,hubungan
kekeluargaan antara nelayan–nelayan dalam suatu kelompoknya sudah
tidak mengutamakan lagi hubungan kekeluargaan dan kekerabatannya
karena daya jangkau perahu mereka cenderung bisa sampai diluar
perairan daerah mereka untuk menagkap ikan sehingga biasanya
nelayan-nelayan dalam suatu kelompok itu berasal dari daerah-daerah
yang berrbeda.meskipun tidak semua dari mereka yang mau
bekerjasama dengan nelayan dari luar daerah. Hal ini tentu sangat
dipengaruhi dari daya tampung kapal, karena nelayan-nelayan yang
menggunakan perahu bermotor kebanyakan menggunakan kapal dalam
ukuran besar. Kapal-kapal ini kemudian dilengkapai dengan peralatan
navigasi yang canggih sehingga tidak membutuhkan pengatur layar
seperti pada perahu layar.
SUMBANGAN APA YANG DAPAT DIBERIKAN OLEH DISIPLIN ILMU
SAUDARA SEBAGAI BENTUK PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
BAHARI?
Sebagai seorang Civil Engineering, sumbangsih yang dapat diberikan
tentunya dalam bentuk-bentuk konstruksi, seperti Dermaga atau Pelabuhan,
lengkap dengan fasilitas jual belinya seperti TPI (Tempat Pelelangan Ikan),
dari segi strukturnya sendiri diperlukan sebuah dernaga yang kokoh dan
‘safe’, dalam artian bahwa safe itu aman pada saat pasang maupun surut,
dalam kajian dunia sipil letak keamanannya ini sangat dipengaruhi oleh
elevasi atau ketinggian dari dermaga itu.
Dalam disiplin ilmu sipil dikenal Ilmu Ukur Tanah yang memungkinkan
kita untuk membangun sebuah struktur yang aman dari berbagai kondisi
yang dapat mengancam, dalam hal ini air khususnya pada dermaga.
Selain pembangunan dermaga, juga dapat kami berikan sumbangsih
berupa ‘wave billow’ alat pemecah ombak, untuk melindungi tanaman-
tanaman bakau sebagai tempat bertelurnya berbagai spesies ikan tertentu,
selain itu dapat menjaga keselamatan jiwa bagi orang-orang yang ada di
sekitar daerah iutu jika suatu saat terjadi gelombang besar atau badai.
Jika ditinjau dari segi masyarakat bahari, bukan berarti bahwa Cuma
masyarakat sekitar pantai yang termasuk ke dalamnya tetapi semua
masyarakat yang secara tidak langsung menggantungkan hidupnya pada
hasil-hasil bahari. Maka dalam hal ini tidak terlepas dari pengguna
transportasi antar pulau, sebelumnya telah diberikan sebuah solusi berupa
dermaga yang aman, maka sumbangsih berikutnya yang dap[at diberikan
berupa pembangunan jembatan yang menghubungkan antar pulau yang
terpisah tidak terlalu jauh, atau jika memungkinkan kita bisa membangun
jembatan yang mengubungkan antar pulau dengan panjang sekian ratus km.
Dengan pembangunan itu tentunya akan lebih mengefisienkan waktu
jika kita menggunakan jalur transportasi laut, sehingga waktu yang terbuang
itu dapat dimanfaat opleh yang bersangkutan untu kmemaslahatkan
kehidupannya. Amin
DAFTAR PUSTAKA
1. Lampe, munsi . Wawasan Sosial Buday Bahari . 2009 Makassar :
Universitas Hasanuddin
2. Pinggawa-Sawi:Suatu Studi Kelompok Kelompok (Disertasi) (Arifin
Sallatang,1982). Universitas Hasanuddin.
3. http://ikanmania.wordpress.com/2008/01/11/jaringan-produksi-dan-
distribusi-pemasaran-pada-komunitas-nelayan
4. http://ikanmania.wordpress.com/2008/01/11/aspek-sosial-budaya-
pada-kehidupan-ekonomi-masyarakat-nelayan-tradisional/
5. http://telapak.org/index.php/Pesisir-dan-Laut/