Post on 07-Mar-2019
34 Roda Mandala Asia Makmur Trass 2.5 35 Rumpin Satria Bangun Trass 1.3 36 Sirtu Pratama Usaha Andesit 1.8 37 Sumber Alfa Prolindo Pasir 4 38 Tarabatuh Manunggal Andesit 16 39 Wiguna Karya – II Trass 2.5
Jumlah 329.26 Sumber : Dinas Energi Sumberdaya dan Mineral kabupaten Bogor, 2012
IX. ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL
Analisi finansial bertujuan untuk melihat sejauh mana kelayakan sebuah
usaha dari segi keuntungan. Analisis finansial dilakukan dengan menggunakan
kriteria-kriteria penilaian investasi seperti Net Present Value (NPV), Net Benefit
Cost Ratio (Net B/C Ratio), Internal Rate Return (IRR), Payback Period (PP).
Analisis kriteria tersebut menggunakan arus kas untuk mengetahui besarnya
manfaat dan biaya yang dikeluarkan selama periode waktu tertentu. Sebelum
membuat arus kas, terlebih dahulu menentukan asumsi-asumsi yang digunakan
dan melakukan analisis terhadap inflow dan outflow.
9.1 Asumsi-Asumsi Dasar dalam Analisis Finansial Usaha Pertambangan
Asumsi-asumsi dasar yang digunakan dalam analisis finansial penelitian
ini yaitu:
1. Modal yang digunakan berasal dari pinjaman
2. Umur proyek sekitar 18 tahun atau sesuai dengan lamanya ijin usaha yang
diberikan oleh pemerintah
3. Modal investasi dapat digunakan untuk jangka panjang dan dapat digunakan
berulang-ulang, biasanya umurnya lebih dari satu tahun
4. Investasi dapat terdiri dari tanah, bangunan, mesin-mesin, peralatan, dan
kendaraan
5. Biaya perawatan ditanggung oleh pihak pusat perusahaan
6. Biaya operasional terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap
terdiri dari komponen-komponen biaya manajemen kantor. Sedangkan biaya
variabel terdiri dari biaya upah tenaga kerja dan seluruh kegiatan berkala
perusahaan
7. Dana jaminan reklamasi dibayarkan oleh pihak pusat perusahaan sehingga
tidak mempengaruhi arus uang masuk dan keluar pada perusahaan tersebut
8. Peralatan yang dipergunakan seluruh kegiatan perusahaan adalah milik
perusahaan
9.2 Analisis Finansial Usaha Pertambangan
Pembahasan dalam analisis ini terdiri dari pembahasan terhadap arus
penerimaan, arus pengeluaran, dan analisis terhadap kriteria kelayakan investasi.
9.2.1 Arus Penerimaan
Arus penerimaan pada unit usaha pertambangan terdiri atas penerimaan
yang diperoleh dari penjualan kayu hutan, produksi split, produksi abu, produksi
screening, dan nilai sisa dari investasi di akhir proyek. Penerimaan seluruh hasil
produksi andesit diperoleh tiap tahun mulai dari tahun pertama hingga akhir tahun
proyek. Penelitian ini mengasumsikan akhir tahun proyek merupakan tahun
terakhir ijin kegiatan pertambangan yang diberikan pemerintah terkait berlaku.
Arus penerimaan dalam penelitian ini terdiri dari lima jenis, penjelasan lima jenis
sumber pemasukan adalah sebagai berikut:
1. Nilai Penjualan Kayu Hutan
Penjualan kayu hutan hanya dilakukan pada tahun ke-2. Dari total lahan
seluas 49.48 ha seluruhnya diasumsikan ditebang pada tahun ke-2. Setiap
hektarnya diperkirakan berisi 1100 pohon yang dapat dijual. Harga per pohon
dinilai seharga Rp 3 500 000 karena umur pohon tua dan telah mencapai
diameter yang besar. Pada tahun ke-2 pemasukan perusahaan dari penjualan kayu
hutan adalah sebanyak Rp 190 498 000 000.
2. Nilai Penjualan Produksi Split
Split merupakan salah satu jenis bahan galian C yang diperoleh dari
ekstraksi sumberdaya alam. Split diproduksi mulai tahun pertama, yaitu pada
tahun 2001. Setiap harinya, perusahaan tambang skala besar dalam penelitian ini
mampu memproduksi 2 800 kg split. Jumlah produksi split setiap harinya
diasumsikan sama dan stabil dari awal hingga akhir proyek. Harga split yang
dijual oleh perusahaan tersebut sekitar 65 000 per kg. Harga split per kilogram
juga diasumsikan sama dan stabil setiap harinya hingga tahun ke-18. Bila
dikalkulasikan dan diasumsikan dalam satu tahun perusahaan berproduksi selama
300 hari maka akan diperoleh sebesar Rp 54 600 000 000 sebagai pemasukan
perusahaan setiap tahunnya dari hanya memproduksi split.
3. Nilai Penjualan Produksi Abu
Abu merupakan salah satu jenis hasil produksi perusahaan tambang galian
C. Sama seperti split, abu juga diproduksi dari awal proyek hingga akhir proyek
tahun 2018. Jumlah produksi abu per hari lebih kecil dari jumlah produksi split,
yaitu sekitar 2 100 kg. Harga abu per kg sebesar Rp 45 000. Penelitian ini
mengasumsikan perusahaan berproduksi selama 300 hari dalam satu tahun serta
jumlah produksi dan harga tetap. Setelah melalui perhitungan sederhana,
pemasukan yang didapatkan oleh perusahaan tersebut sebesar Rp 28 350 000 000.
4. Nilai Penjualan Produksi Screening
Jenis andesit lain yang diproduksi yaitu screening. Produksi screening
dilakukan setiap hari sepanjang tahun. Screening setiap hari diproduksi sebanyak
2 100 kg. Harga screening lebih mahal dari harga abu. Setiap kilogram screening
dijual seharga Rp 60 000. Diasumsikan perusahaan berproduksi 300 hari per
tahun, tingkat produksi konstan, dan harga jual konstan. Setelah dikalkulasikan
dengan asumsi-asumsi tersebut, maka diperoleh pemasukan perusahaan setiap
tahunnya dari produksi screening adalah sebesar Rp 37 800 000 000.
5. Nilai sisa
Nilai sisa adalah taksiran nilai aktiva tetap setelah masa taksiran umur
ekonomis selesai. Nilai sisa dalam penelitian ini bila ditotal jumlahnya mencapai
Rp 13 198 5. N3 248. Nilai sisa tersebut berasal dari :
a. Excavator sebanyak dua unit yang masih memiliki sisa umur ekonomi
sebanyak satu tahun. Per unit memiliki nilai sisa Rp 72 000 000, sehingga
nilai sisa dua unit excavator bernilai Rp 144 000 000.
b. Dump Truck sebanyak dua unit juga memiliki sisa umur ekonomi
sebanyak satu tahun hingga tahun terakhir proyek. Per unit memiliki nilai
sisa Rp 36 000 000 per tahun. Sedangkan jika dikonversi dalam dua unit,
nilai sisa dump truck menjadi sebesar Rp 72 000 000.
c. Stone Crusher memiliki nilai sisa satu tahun dari seluruh umur
ekonomisnya. Nilai sisa dua unit crusher sebesar Rp 700 000 000.
d. Grader di perusahaan tersebut memiliki sisa umur ekonomi dua tahun.
Sehingga total nilai sisa dari grader adalah Rp 26 000 000.
e. Loader sebanyak dua unit masih memiliki sisa umur ekonomi satu tahun.
Untuk dua unit, nilai sisa loader sebesar Rp 136 000 000.
f. Drum dari umur ekonominya sebanyak sepuluh tahun memiliki nilai sisa
sebanyak dua tahun. Total nilai sisa dari satu unit drum adalah sebesar Rp
28 000.
g. Trolley memiliki umur ekonomi selama sebelas tahun. Hingga akhir
proyek, sisa umur ekonomi yang dimiliki sekitar lima tahun. Setelah dikali
lima tahun, nilai sisa trolly adalah sebesar Rp 1 636 364.
h. Cangkul sebanyak lima unit memiliki nilai sisa sebanyak Rp 87 500.
i. Bangunan seluas lima hektar diperkirakan memiliki umur ekonomi selama
dua puluh tahun. Hingga akhir tahun proyek, bangunan tersebut masih
memiliki sisa umur ekonomi selama dua tahun. Nilai sisa bangunan
tersebut sebesar Rp 7 500 000 000.
j. Mesin fotokopi sebanyak satu unit memiliki umur ekonomi sebanyak
sembilan tahun. Setelah itu, perusahaan akan membeli mesin fotokopi
kembali. Pada akhir proyek, mesin fotokopi masih memiliki sisa umur
delapan tahun. Nilai sisa mesin fotokopi adalah sebesar Rp 9 777 778.
k. Komputer yang ada di perusahaan sebanyak sepuluh unit diperkirakan
memiliki umur ekonomi sekitar tujuh tahun. Pada akhir tahun proyek, nilai
sisa ekonomi dua tahun komputer adalah sebesar Rp 10 000 000.
l. Tanah seluas 49.48 ha setelah kegiatan tambang selesai, akan menjadi
lahan yang tidak subur. Selain itu, tanah tersebut juga sebagian besar
sudah tidah dapat dijadikan lahan pertambangan bahan bahan galian C.
9.2.2 Arus Pengeluaran
Arus pengeluaran pada usaha pertambangan dibagi menjadi dua, yaitu
biaya investasi dan biaya operasional. Biaya operasional terdiri dari biaya tetap
dan biaya variabel.
1. Biaya Investasi
Biaya investasi yang dikeluarkan perusahaan tambang dikeluarkan pada
awal kegiatan dan dapat dikeluarkan pada beberapa tahun setelah proyek berjalan
untuk memperoleh manfaat kemudian. Biaya investasi terdiri dari empat
komponen. Biaya investasi yang pada umumnya dikeluarkan oleh suatu usaha
dapat dilihat pada Tabel 16. Proyek pertambangan yang diteliti, memiliki
beberapa benda investasi. Investasi yang dimiliki yaitu excavator, dump truck,
crusher, pompa air, grader, loader, sekop, drum, trolley, cangkul, bangunan, meja,
kursi, lampu, mesin fotokopi, komputer, sofa, meja besar, AC, tanah. Total
seluruh investasi sebesar Rp 148 838 045 816.
Tabel 12. Komponen Biaya Investasi No. Komponen Struktur/Jenis Biaya 1 Tanah Pembelian tanah dan land clearing, Sewa lahan
dibayarkan sekaligus di tahun awal (HGU) 2 Gedung dan
prasarana Pembangunan gedung, kantor atau sewa tempat/gedung yang dibayarkan sekaligus di tahun
awal 3 Mesin dan
peralatan Pembelian mesin dan peralatan utama 4 Peralatan
kantor Komputer, alat elektronik, dan meubel
2. Biaya Operasional
Biaya operasional termasuk semua biaya produksi, pemeliharaan, dan
lainnya yang menggambarkan pengeluaran untuk menghasilkan produksi yang
digunakan bagi setiap proses produksi dalam satu periode kegiatan produksi.
Biaya operasional terdiri dari dua komponen utama yakni, biaya variabel dan
biaya tetap.
a. Biaya variabel
Biaya variabel yaitu biaya yang besar kecilnya selaras dengan perkembangan
produksi atau penjualan setiap tahun (satu satuan waktu). Contoh biaya variabel
yaitu:
1. Bahan baku : bahan mentah atau bahan setengah jadi yang diperlukan
untuk diproses menjadi barang jadi sebagai produk akhir dari bisnis. Dalam
penelitian ini, bahan baku tidak termasuk biaya operasional.
2. Sarana produksi : sarana pendukung kegiatan produksi yang dipakai yaitu,
bahan peledak.
3. Bahan pembantu : berbagai bahan atau barang yang diperlukan untuk
memperlancar proses produksi, seperti Bahan Bakar Minyak (BBM) dalam
hal ini solar.
4. Upah tenaga kerja: upah untuk tenaga kera tidak tetap dalam proses produksi.
Upah tenaga kerja yang ada terbagi menjadi dua yaitu upah pegawai tetap
dan upah pegawai kontrak.
b. Biaya Tetap
Biaya tetap adalah biaya yang jumlahnya tidak terpengaruh oleh
perkembangan jumlah produksi atau penjualan dalam satu tahun (satu satuan
waktu). Contoh biaya tetap proyek dalam penelitian ini yaitu, listrik,
pembabatan lahan, penyiraman jalan sekitar tambang, dan kegiatan CSR.
9.2.3 Biaya Pemilikan dan Operasi Alat Besar
Secara umum, biaya pemilikan dan operasi suatu alat besar dapat
digambarkan sebagai berikut:
Biaya Pemilikan
Fuel (Bahan Bakar)
Lubricant/ Grease/ Filter
Ban
Perbaikan/ Reparasi
Upah Operator
Depresiasi (Penyusutan)
Bunga Modal/Pajak dan Asuransi
Biaya Operasi
Biaya Pemilikan dan Operasi
Tinggi rendahnya biaya pemilikan suatu alat tidak hanya tergantung dari
harga alat tersebut, tetapi juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
Hal-hal Khusus
Gambar 10. Biaya Pemilikan dan Operasi Alat Besar
1. Kondisi medan kerja
2. Tipe Pekerjaan
3. Harga lokal dari bahan-bahan dan minyak pelumas
4. Tingkat bunga
5. Pajak dan asuransi
6. Biaya rupa-rupa
9.2.3.1 Biaya Pemilikan
Biaya pemilikan adalah biaya yang menunjukkan jumlah antara
penyusutan (depresiasi) alat, bunga ddan asuransi alat.
1. Biaya Penyusutan (Depresiasi)
Penyusutan adalah harga modal yang hilang pada suatu peralatan yang
disebabkan oleh umur pemakaian. Guna menghitung besarnya penyusutan
perlu diketahui terlebih dahulu umur kegunaan dari alat yang bersangkutan
dan nilai sisa alat pada batas akhir umur kegunaannya. Terdapat banyak
cara yang digunakan adalah straight line method yaituturunnya nilai modal
dilakukan dengan pengurangan nilai penyusutan yang sama besarnya
sepanjang umur kegunaan dari alat tersebut, sebagai berikut:
Depresiasi H M – H B H SU K
* Untuk alat-alat yang menggunakan crawler, harga ban tidak ada.
2. Bunga Modal, Pajak, dan Asuransi
Bunga modal tidak hanya berlaku bagi peralatan yang dibeli dengan
sistem kredit, tetapi dapat juga dari uang sendiri yang dianggap sebagai
pinjaman. Jangka waktu peminjaman jarang yang lebih dari dua tahun
pada saat ini. Besar kecilnya nilai asuransi tergantung pada baru tidaknya
peralatan, kondisi medan,kerja, dan tipe pekerjaan yang ditangani.
Perhitungan bunga modal, pajak, dan asuransi dapat disatukan dengan
menggunakan rumus:
Bunga Modal Pajak Asuransi F H M B /J P /
Dimana:
Faktor1 1 1
2
n = Umur ekonomi/life time alat (Tahun)
r = Nilai sisa alat (%)
9.2.3.2 Biaya Operasi
Biaya operasi peralatan adalah biaya yang hanya dikeluarkan
apabila alat tersebut dioperasikan. Biaya ini terdiri atas:
1. Bahan Bakar
Kebutuhan bahan bakar dan pelumas per jam berbeda untuk setiap alat
atau merk dari mesin. Data-data ini biasanya dapat diperoleh dari
produsen alat atau dealer alat yang bersangkutan atau dari data
lapangan. Pemakaian bahan bakar dan pelumas per jam akan
bertambah bila mesin bekerja berat dan berkurang bila bekerja ringan.
Biaya bahan bakar dapat dihitung dengan rumus:
Biaya Fuel = (Kebutuhan fuel/jam) x (Harga Bahan Bakar/liter)
2. Bahan Pelumas, Gemuk, Saringan(Filter)
Untuk kebutuhan bahan-bahan tersebut, seperti pada kebutuhan
bahan bakar, masing-masing alat besar dalam kebutuhan per berbeda
sesuai dengan kondisi pekerjaan, bahan pelumas yang terdiri atas: oli
mesin, oli transmisi, oli hidrolis, oli final drive, dan gemuk.
Biaya Bahan Pelumas = Kebutuhan Bahan Pelumas x Harga Pelumas
Sedangkan biaya filter biasanya diambil dari 50% dari jumlah
pelumas di luar bahan bakar atau dalam rumus hitungan:
Biaya /jamJumlah x Harga
Lama Penggantian jam
3. Ban
Umur ban terdiri dari alat sangat dipengaruhi oleh medan kerjanya
disamping kecepatan dan tekanan angin. Selain itukualitas ban yang
digunakan juga berpengaruh. Umur ban biasanya diperkirakan sesuai
kondisi medan kerjanya.
BanHarga Ban
Umur Kegunaan
4. Perbaikan (Reparasi)
Biaya perbaikan ini merupakan biaya perbaikan dan perawatan alat
sesuai dengan kondisi operasinya. Makin keras alat bekerja per jam
makin besar pula biaya operasinya. Biaya perbaikan alat dapat
ditentukan dengan menggunakan formula berikut:
Biaya Reparasifaktor Perbaikan x Harga Mesin Harga Ban
Umur Kegunaan Alat
5. Hal-hal Khusus
Beberapa parts yang kehausannya lebih cepat dibanding parts
lainnya tidak termasuk dalam biaya perbaikan, tetapi diamsukkan
dalam hal-hal khusus.
6. Upah Operator
Salah satu cara untuk m lah: enghitung upah operator per jam ada
Upah OperatorUpah Operator Pembantu/bulan
Jam Operasi/bulan
9.2.4 Analisis Kelayakan Usaha Sebelum Adanya Kompensasi
Kriteria investasi yang digunakan dalam menilai kelayakan finansial ini
terdiri dari Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit
Cost Ratio (Net B/C), Payback Period (PP). Untuk menentukan layak atau
tidaknya proyek tersebut berjalan, perlu diperhitungkan pada perubahan nilai
uangterhadap waktu atau faktor diskonto. Hal ini dikarenakan proyeksi arus uang
yang dilakukan untuk menghitung kriteria kelayakan usaha tersebut diproyeksikan
hingga jangka waktu yang panjang. Selama umur proyek tersebut, nilai uang akan
terus berubah sehingga perlu digunkan metode yang dapat memperhitungkan
perubahan nilai uang terhadap waktu tersebut. Dengan teknik tersebut, nilai
manfaat dan biaya pada masa mendatang dturunkan menjadi nilai manfaat dan
biaya pada masa sekarang.
a. Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return, Net Benefit Cost Ratio,
Payback Period
Net Present Value (NPV) adalah perbedaan antara nilai sekarang dari
manfaat dan biaya suatu proyek. Untuk memperhitungkan perubahan nilai
uang terhadap waktu, digunakan tingkat diskonto (discount rate) 12.51% yang
merupakan tingkat suku bunga pinjaman rata-rata pada Bulan April. Internal
Rate of Return atau tingkat pengembalian internal merupakan tingkat
kemampuan proyek untuk menghasilkan keuntungan dan dapat dinyatakan
sebagai tingkat diskonto, dalam hal ini suku bunga (pinjaman bank) yang
menghasilkan nilai NPV sama dengan nol. Net Benefit Cost Ratio merupakan
perbandingan antara net benefit yang telah di discount positif dengan net
benefit yang telah di discount negatif. Net B/C digunakan untuk ukuran
tentang efisiensi penggunaan modal. Payback Period adalah jangka waktu
tertentu yang menunjukan terjadinya arus penerimaan secara kumulatif sama
dengan jumlah investasi dalam bentuk present value atau nilai sekarang.
Analisis PP ini akan menunjukkan berapa lama waktu yang diperlukan usaha
tambang bahan galian C yang dikerjakan untuk dapat mengembalikan nilai
investasi.
Tingkat diskonto 12.51%, NPV diperoleh pada usaha pertambangan
andesit bernilai positif dengan nilai Rp 43 161 757 772. berdasarkan kriteria
investasi, maka usaha tersebut dinyatakan layak karena memiliki nilai NPV>0.
Menurut perhitungan, Net B/C bernilai 1.10. nilai Net B/C tersebut yang lebih
besar dari nol menunjukkan bahwa NPV = 0, maka proyek pertambangan
tersebut dapat dinilai menguntungkan. Nilai IRR yang diperoleh adalah
sebesar 17%. nilai tersebut mencerminkan tingkat suku bunga maksimal yang
dapat dibayar oleh proyek untuk sumberdaya yang digunakan oleh perusahaan
tersebut adalah sebesar 17%.
Nilai payback period yang diperoleh dari hasil perhitungan adalah
sebesar 4.90. Payback period merupakan salah satu metode dalam menilai
kelayakan suatu usaha yang digunakan untuk mengukur periode jangka waktu
pengembalian modal. Semakin cepat modal itu kembali dapat dipakai untuk
membiayai kegiatan lain (Husnan dan Suwarsono 2000). Nilai PP sebesar 4.90
dalam perhitungan menunjukkan bahwa modal perusahaan tambang yang
diteliti hanya perlu menjalankan usaha selama 4.90 tahun atau selama 4 tahun
dan 11 bulan untuk mendapat pengembalian modal usaha. Dari semua kriteria
kelayakan usaha, perusahaan tambang skala tersebut dapat dinilai baik untuk
dijalankan jika melihat pada keuntungan yang diperoleh.
Berdasarkan hasil cashflow, hanya pada tahun ke-1 perusahaan
mengalami kerugian sedangkan pada tahun berikutnya hingga akhir tahun
proyek, perusahaan mendapatkan keuntungan yang relatif besar.
b. Kriteria Kelayakan Usaha
Kriteria kelayakan usaha pada perusahaan tambang bahan galian C ini
terdiri dari empat, yaitu penilaian terhadap NPV, IRR, Net B/C, dan PP.
Setelah melakukan perhitungan pada arus uang masuk dan arus uang keluar
selama umur proyek, diperoleh hasil bahwa selisih arus masuk dengan arus
keluar bernilai negatif ketika tahun ke-1. Hal tersebut dikarenakan perusahaan
banyak mengeluarkan uang untuk membeli investasi dalam jumlah yang besar
sedangkan produksi belum berjalan sehingga pemasukan minim. Tetapi
setelah tahun pertama hingga akhir tahun proyek, perusahaan terus
mendapatkan laba positif dengan nilai yang tinggi. Laba yang tinggi tersebut
membuat perusahaan tambang bahan galian C tersebut layak secara finansial
untuk dijalankan. Perhitungan nilai kriteria kelayakan investasi tersebut dapat
dilihat pada proyeksi arus kas usaha tambang di Lampiran 5.
Walaupun perusahaan tersebut layak secara finansial, belum tentu
perusahaan tersebut layak secara ekonomi. Kelayakan ekonomi dipengaruhi
perhitungan dari kondisi kerusakan lingkungan sekitar proyek yang terjadi.
Jika nilai ganti rugi kerusakan jalan dimasukkan dalam perhitungan pada akhir
tahun proyek, perusahaan tersebut masih dapat dikatakan layak secara
ekonomi. Hal tersebut karena pada akhir tahun, perusahaan masih memiliki
nilai laba positif.
Seharusnya karena perusahaan tersebut dapat dikatakan layak, maka
perusahaan mau memberi kompensasi dalam hal perbaikan jalan kecamatan.
Terlebih lagi, pada dasarnya nilai perbaikan jalan tersebut seharusnya
dilakukan oleh puluhan perusahaan tambang yang ada di Kecamatan Rumpin.
Selain perusahaan, pemerintahpun seharusnya ikut serta dalam perbaikan
jalan, karena perusahaan tambang tersebut telah membayarkan pajak kepada
pemerintah.
c. Kelayakan Usaha pada Tiga Skenario
Selain dengan menggunakan tingkat suku bunga pinjaman sebesar
12.52%, dalam tiga skenario ini juga menggunakan BI rate, dan suku bunga
deposito.
Tabel 13. Kriteria Kelayakan Usaha Sebelum Adanya Kompensasi Suku
Bunga
Kriteria
Kelayakan
Finansial
12.51% 5.75% 5.42%
NPV (Rp) 43 161 757 772 151 202 593 620 156 812 979 984
Net B/C 1.10 1.63 1.68
IRR 17% 25% 25%
Payback Period 4.90 6.50 6.55
Sumber : Olahan Peneliti (2012)
Tiga skenario ini dibedakan dari tingkat suku bunga. Hasil kelayakan
usaha dengan dipengaruhi tiga suku bunga terlihat pada Tabel 17. Pada Tabel
17. dengan suku bunga deposito dan suku bunga Bank Indonesia, perusahaan
masih dapat dikatakan layak secara finansial. Jika menggunakan tingkat suku
bunga BI sebesar 5.75%, NPV diperoleh pada usaha pertambangan andesit
bernilai positif dengan nilai Rp 151 202 593 620. berdasarkan kriteria
investasi, maka usaha tersebut dinyatakan layak karena memiliki nilai NPV>0.
Menurut perhitungan, Net B/C bernilai 1.63. nilai Net B/C tersebut yang lebih
besar dari nol menunjukkan bahwa NPV = 0, maka proyek pertambangan
tersebut dapat dinilai menguntungkan. Nilai IRR yang diperoleh adalah
sebesar 25%. nilai tersebut mencerminkan tingkat suku bunga maksimal yang
dapat dibayar oleh proyek untuk sumberdaya yang digunakan oleh perusahaan
tersebut adalah sebesar 25%.
Nilai payback period yang diperoleh dari hasil perhitungan adalah
sebesar 6.50. Payback period merupakan salah satu metode dalam menilai
kelayakan suatu usaha yang digunakan untuk mengukur periode jangka waktu
pengembalian modal. Semakin cepat modal itu kembali dapat dipakai untuk
membiayai kegiatan lain (Husnan dan Suwarsono 2000). Nilai PP sebesar 6.50
dalam perhitungan menunjukkan bahwa modal perusahaan tambang yang
diteliti hanya perlu menjalankan usaha selama 6.50 tahun atau selama 6 tahun
dan 6 bulan untuk mendapat pengembalian modal usaha.
Jika menggunakan tingkat suku bunga deposito sebesar 5.42%, NPV
diperoleh pada usaha pertambangan andesit bernilai positif dengan nilai Rp
156 812 979 984. berdasarkan kriteria investasi, maka usaha tersebut
dinyatakan layak karena memiliki nilai NPV>0. Menurut perhitungan, Net
B/C bernilai 1.68. nilai Net B/C tersebut yang lebih besar dari nol
menunjukkan bahwa NPV = 0, maka proyek pertambangan tersebut dapat
dinilai menguntungkan. Nilai IRR yang diperoleh adalah sebesar 25%. nilai
tersebut mencerminkan tingkat suku bunga maksimal yang dapat dibayar oleh
proyek untuk sumberdaya yang digunakan oleh perusahaan tersebut adalah
sebesar 25%.
Nilai payback period yang diperoleh dari hasil perhitungan adalah
sebesar 6.55. Payback period merupakan salah satu metode dalam menilai
kelayakan suatu usaha yang digunakan untuk mengukur periode jangka waktu
pengembalian modal. Semakin cepat modal itu kembali dapat dipakai untuk
membiayai kegiatan lain (Husnan dan Suwarsono 2000). Nilai PP sebesar 6.55
dalam perhitungan menunjukkan bahwa modal perusahaan tambang yang
diteliti hanya perlu menjalankan usaha selama 6.55 tahun atau selama 6 tahun
dan 7 bulan untuk mendapat pengembalian modal usaha.
9.2.5 Analisis Kelayakan Usaha Setelah Adanya Kompensasi
Jika kompensasi untuk masyarakat dianggap tidak ada karena rata-rata
keuntungan yang diperoleh setiap kepala keluarga lebih besar dari kerugian rata-
rata yang harus ditanggung masyarakat. Walaupun begitu, responden yang
merasakan manfaat dari pertambangan tidak sampai setengah dari responden.
Sebagian besar responden yang merasakan manfaat kegiatan pertambangan adalah
hanya warga yang tinggal di pinggir jalan, di sekitar perusahaan-perusahaan
tambang. Faktanya, lebih banyak warga yang tempat tinggalnya tinggal di dalam
gang kecil, bukan di pinggir jalan.
Biaya kompensasi kerusakan jalan untuk kecamatan sebesar Rp 90 000
000 000. Biaya tersebut merupakan tota biaya yang harus dikeluarkan oleh
seluruh pelaku tambang bahan galian C di Kecamatan Rumpin. Jumlah seluruh
pelaku tambang di Kecamatan Rumpin adalah 39. Bila dibagi dengan angka
tersebut, maka biaya kompensasi yang harus dikeluarkan setiap perusahaan adalah
sebesar Rp 2 307 692 307.69. Seharusnya perusahaan dengan skala berbeda,
membayar kompensasi dengan jumlah yang berbeda. Akan tetapi, karena skala
produksi perusahaan tidak diketahui (skala produksi diasumsikan sama), maka
besarnya biaya kompensasi yang harus dikeluarkan perusahaan diasumsikan sama.
Bila besaran kompensasi tersebut dimasukkan dalam perhitungan kelayak usaha
dengan menggunakan tiga skenario, maka didapatkan hasil kelayakan usaha
seperti pada tabel 18. Selain kompensasi, perusahaan juga harus membayar biaya
reklamasi sebesar Rp 323 330 594 selama 14 tahun waktu reklamasi.
Tabel 14. Kriteria Kelayakan Usaha Setelah Adanya Kompensasi Suku Bunga Kriteria Kelayakan Finansial
12.51% 5.75% 5.42%
NPV (Rp) 14 776 162 685
120 098 734 934 125 297 324 561
Net B/C 1.03 1.50 1.54
IRR 14% 21% 22%
Payback Period 5.20 7.07 7.13
Sumber : Olahan Peneliti (2012)
Tingkat diskonto 12.51%, NPV diperoleh pada usaha pertambangan
andesit bernilai positif dengan nilai Rp 14 776 162 685. berdasarkan kriteria
investasi, maka usaha tersebut dinyatakan layak karena memiliki nilai NPV>0.
Menurut perhitungan, Net B/C bernilai 1.03. nilai Net B/C tersebut yang lebih
besar dari nol menunjukkan bahwa NPV = 0, maka proyek pertambangan tersebut
dapat dinilai menguntungkan. Nilai IRR yang diperoleh adalah sebesar 14%. nilai
tersebut mencerminkan tingkat suku bunga maksimal yang dapat dibayar oleh
proyek untuk sumberdaya yang digunakan oleh perusahaan tersebut adalah
sebesar 14%.
Nilai payback period yang diperoleh dari hasil perhitungan adalah sebesar
5.20. Payback period merupakan salah satu metode dalam menilai kelayakan
suatu usaha yang digunakan untuk mengukur periode jangka waktu pengembalian
modal. Semakin cepat modal itu kembali dapat dipakai untuk membiayai kegiatan
lain (Husnan dan Suwarsono 2000). Nilai PP sebesar 5.20 dalam perhitungan
menunjukkan bahwa modal perusahaan tambang yang diteliti hanya perlu
menjalankan usaha selama 5.20 tahun atau selama 5 tahun 3 bulan untuk
mendapat pengembalian modal usaha.
Jika menggunakan suku bunga deposito dan suku bunga Bank Indonesia,
perusahaan masih dapat dikatakan layak secara finansial. Jika menggunakan
tingkat suku bunga BI sebesar 5.75%, NPV diperoleh pada usaha pertambangan
andesit bernilai positif dengan nilai Rp 120 098 734 934. berdasarkan kriteria
investasi, maka usaha tersebut dinyatakan layak karena memiliki nilai NPV>0.
Menurut perhitungan, Net B/C bernilai 1.50. Nilai Net B/C tersebut yang lebih
besar dari nol menunjukkan bahwa NPV = 0, maka proyek pertambangan tersebut
dapat dinilai menguntungkan. Nilai IRR yang diperoleh adalah sebesar 21%. nilai
tersebut mencerminkan tingkat suku bunga maksimal yang dapat dibayar oleh
proyek untuk sumberdaya yang digunakan oleh perusahaan tersebut adalah
sebesar 21%.
Nilai payback period yang diperoleh dari hasil perhitungan adalah sebesar
7.07. Payback period merupakan salah satu metode dalam menilai kelayakan
suatu usaha yang digunakan untuk mengukur periode jangka waktu pengembalian
modal. Semakin cepat modal itu kembali dapat dipakai untuk membiayai kegiatan
lain (Husnan dan Suwarsono 2000). Nilai PP sebesar 7.07 dalam perhitungan
menunjukkan bahwa modal perusahaan tambang yang diteliti hanya perlu
menjalankan usaha selama 7.07 tahun atau selama 7 tahun 1 bulan untuk
mendapat pengembalian modal usaha.
Jika menggunakan tingkat suku bunga deposito sebesar 5.42%, NPV
diperoleh pada usaha pertambangan andesit bernilai positif dengan nilai Rp 125
297 324 561. berdasarkan kriteria investasi, maka usaha tersebut dinyatakan layak
karena memiliki nilai NPV>0. Menurut perhitungan, Net B/C bernilai 1.54. nilai
Net B/C tersebut yang lebih besar dari nol menunjukkan bahwa NPV = 0, maka
proyek pertambangan tersebut dapat dinilai menguntungkan. Nilai IRR yang
diperoleh adalah sebesar 22%. Nilai tersebut mencerminkan tingkat suku bunga
maksimal yang dapat dibayar oleh proyek untuk sumberdaya yang digunakan oleh
perusahaan tersebut adalah sebesar 22%.
Nilai payback period yang diperoleh dari hasil perhitungan adalah sebesar
7.13. Payback period merupakan salah satu metode dalam menilai kelayakan
suatu usaha yang digunakan untuk mengukur periode jangka waktu pengembalian
modal. Semakin cepat modal itu kembali dapat dipakai untuk membiayai kegiatan
lain (Husnan dan Suwarsono 2000). Nilai PP sebesar 7.13 dalam perhitungan
menunjukkan bahwa modal perusahaan tambang yang diteliti hanya perlu
menjalankan usaha selama 7.13 tahun atau selama 7 tahun dan 2 bulan untuk
mendapat pengembalian modal usaha.
9.2.6 Perbandingan Analisis Kelayakan Usaha Sebelum dan Setelah
Adanya Kompensasi
Hasil analisis kelayakan usaha pertambangan bahan galian C dalam
penelitian ini ketika sebelum dimasukkannya biaya kompensasi kerusakan jalan,
dapat dikatakan layak secara finansial. Kelayakan secara finansial tersebut juga
masih berlaku ketika perusahaan sudah mengeluarkan sebagian keuntungan
bersihnya untuk kompensasi kerusakan jalan. Hal tersebut dikarenakan
keuntungan bersih perusahaan tambang yang sangat besar setiap tahunnya,
sehingga biaya kompensasi atas rusaknya jalan Kecamatan Rumpin tidak
mengakibatkan perusahaan mengalami kerugian dan dikatakan tidak layak secara
finansial.
Bila tabel hasil analisis kelayakan usaha pertambangan bahan galian C
dalam penelitian ini dibandingkan, akan terlihat bahwa keduanya memiliki nilai
yang sama. Hanya sebagian kecil hasil perhitungan yang menunjukkan adanya
perbedaan antara sebelum dan setelah pembayaran kompensasi kerusakan jalan.
Perbedaan hasil tersebut hanya terlihat dalam skenario satu, pada tingkat suku
bunga sebesar 12.51%. Sebelum biaya kompensasi dimasukkan, NPV sebesar Rp
43 161 757 772. Sedangkan ketika setelah biaya kompensai dimasukkan NPV
menjadi Rp 14 776 162 685. Dari hasil tersebut, terlihat bahwa biaya kompensasi
yang dibayarkan tidak mengakibatkan perusahaan tambang tidak layak secara
finansial.
Nilai IRR sebelum adanya biaya kompensasi yaitu 17%, sedangkan ketika
setelah adanya biaya kompensasi kerusakan jalan berkurang menjadi sebesar 14%.
Pada payback period, sebelum dikenakan biaya kompensasi hasilnya sebesar 4.90.
Setelah ditambahkannya biaya kompensasi, nilai payback period menjadi 5.20.
Payback period setelah ditambah biaya kompensasi menjadi lebih besar, karena
biaya yang seharusnya dapat digunakan sebagai pengganti biaya investasi
digunakan untuk kompensasi. Net B/C sebelum adanya kompensasi adalah
sebesar 1.1. Net B/C setelah adanya biaya kompensasi menjadi sebesar 1.03.
Keempat kriteria kelayakan finansial menunjukan perusahaan tambang tersebut
dapat dikatakan layak secara finansial sebelum dan setelah adanya biaya
kompensasi dan restorasi.