Post on 19-Sep-2019
i
TINJAUAN KRITIS DARI PERSPEKTIF TEORI KURIKULUM
TERHADAP ISI DAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN AGAMA
KRISTEN UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS LUAR BIASA DI SALATIGA
Oleh
Dane Dea Kumala
NIM 71 2011 009
TUGAS AKHIR
Diajukan kepada Progam Studi Teologi, Fakultas Teologi
guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains
Teologi (S.Si Teol)
FAKULTAS TEOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2015
ii
iv
vi
UCAPAN TERIMAKASIH
Puji syukur penulis ungkapkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang dari semula terus
menyertai penulis hingga pada akhirnya mampu menghasilkan tulisan ini untuk meraih gelar
Sarjana Teologi. Penulis menyadari bahwa hanya dengan penyertaan Tuhan penulis dapat
menyelesaikan proses pembelajaran di Fakultas Teologi dengan baik. Hingga pada akhirnya
penulis dapat menyelesaikan proses penulisan tugas akhir. Penulis juga menyadari bahwa
keberhasilan ini juga berkat dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak yang telah dipakai
oleh Tuhan. Maka dari itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih
kepada beberapa orang yang telah berjasa di dalam kehidupan akademik penulis. Penulis
mengucapkan terimakasih kepada:
1. Pdt. Yusak B. Setyawan, S.Si, MATS, Ph.D yang telah bersedia membimbing
penulis di dalam menyelesaikan tugas akhir. Dengan bimbingan beliau, penulis
dapat secara maksimal mengungkapkan ide-ide dalam sebuah karya tulis.
Penulis mengucap syukur dan berterimakasih karena beliau senantiasa
memberikan kritik, saran, hingga motivasi yang memampukan penulis
menyelesaikan tugas akhir dengan baik.
2. Pdt. Daniel Nuhamara, M.Th yang pada awalnya telah membimbing penulis
dalam penulisan tugas akhir. Beliau juga telah meminjamkan buku-buku dan
menunjukkan sumber-sumber yang dapat membantu penulis berkaitan dengan
PAK. Penulis mengucap syukur dan berterimakasih pada belia karena beliau
terus mendukung walaupun tidak lagi menjadi pembimbing tugas akhir.
3. Pdt. Mariska Lauterboom, MATS yang telah bersedia membimbing penulis
dalam menyelesaikan tugas akhir. Penulis bersyukur karena beliau bersedia
membimbing penulis setelah pergantian pembimbing.
4. Seluruh dosen Fakultas Teologi UKSW termasuk Pak Dani, Pak Totok, Pak
Thobi, Bu Dien, Pak Flip, dan Pak Yesaya yang telah membagikan ilmu
pengetahuan kepada penulis selama empat tahun masa perkuliahan. Penulis
bersyukur karena memiliki kesempatan untuk belajar dari dosen-dosen luar
biasa di Fakultas Teologi UKSW.
5. Orang tua yang senantiasa memberikan dukungan berupa doa dan dana. Penulis
mengucap syukur dan berterimakasih karena orang tua selalu mendukung
penulis untuk menyelesaikan tugas akhir. Lebih dari itu, penulis berterimakasih
vii
untuk doa yang selalu dipanjatkan untuk penulis beserta seluruh dukungan
viii
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI .......................................................................................................................... viii
1. Pendahuluan ........................................................................................................................ 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................................................ 1
1.2. Identifikasi Masalah ........................................................................................................ 3
1.3. Pembatasan Masalah ....................................................................................................... 4
1.4. Pertanyaan Penelitian ...................................................................................................... 4
1.5. Tujuan Penelitian............................................................................................................. 4
1.6. Metode ............................................................................................................................. 4
1.7. Sistematika Penulisan ...................................................................................................... 6
2. Teori Kurikulum PAK Untuk Anak dengan Disabilitas ...................................................... 7
2.1. Kurikulum ....................................................................................................................... 7
2.1.1. Pengertian Kurikulum............................................................................................... 7
2.1.2. Muatan Kurikulum ................................................................................................... 8
2.2. Disabilitas ...................................................................................................................... 11
2.2.1. Orang Dengan Disabilitas (Pengertian, Jenis, dan Kebutuhan) .............................. 11
2.2.2. Orang dengan Disabilitas di Indonesia ................................................................... 13
2.3. Kurikulum PAK untuk Orang dengan Disabilitas ........................................................ 13
3. Hasil Penelitian Kurikulum PAK untuk SMALB di Salatiga .............................................. 16
3.1. Kurikulum PAK yang Digunakan oleh SMALB di Salatiga ........................................ 16
3.2. Visi dan Misi Kurikulum PAK untuk SMALB ............................................................. 17
3.3. Isi Kurikulum PAK untuk SMALB di Salatiga ............................................................ 18
3.4. Proses Pelaksanaan Kurikulum PAK untuk SMALB di Salatiga ................................. 20
3.5. Evaluasi Kurikulum PAK di SMALB ........................................................................... 21
3.6. Kurikulum PAK untuk SMALB di Salatiga ................................................................. 21
ix
4. Tinjauan Kritis Dari Perspektif Teori Kurikulum Terhadap Isi Dan Pelaksanaan Kurikulum
PAK Di SMALB Salatiga ........................................................................................................ 22
4.1. Isi Kurikulum PAK menurut Teori Kurikulum ............................................................. 22
4.1.1. Tujuan Kurikulum PAK menurut Teori Kurikulum ............................................... 23
4.1.2. Isi Kurikulum menurut Teori Kurikulum ............................................................... 24
4.2. Pelaksanaan Kurikulum PAK menurut Teori Kurikulum ............................................. 27
4.2.1. Proses Pelaksanaan Kurikulum PAK ..................................................................... 27
4.2.2. Evaluasi Kurikulum PAK di SMALB .................................................................... 28
5. Penutup ................................................................................................................................ 29
5.1. Kesimpulan.................................................................................................................... 29
5.2. Saran .............................................................................................................................. 30
5.2.1. Saran Kepada Pemerintah ....................................................................................... 30
5.2.2. Saran Kepada SMALB di Salatiga ......................................................................... 31
5.2.3. Saran Kepada Fakultas Teologi UKSW ................................................................. 31
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 32
TINJAUAN KRITIS DARI PERSPEKTIF TEORI KURIKULUM
TERHADAP ISI DAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN AGAMA
KRISTEN UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS LUAR BIASA DI SALATIGA
Abstrak
Orang dengan disabilitas yang beragama Kristen berhak mendapatkan Pendidikan
Agama Kristen yang menjawab pergumulan dan kebutuhan mereka. Sekolah merupakan
salah satu lembaga yang memiliki kewajiban untuk mendidik nara didik sesuai dengan agama
mereka masing-masing, salah satunya Pendidikan Agama Kristen. Maka dari itu kurikulum
Pendidikan Agama Kristen seharusnya disesuaikan dengan kehidupan nara didik secara utuh.
Kurikulum bukan lagi sekedar mata pelajaran, melainkan segala sesuatu yang telah
direncanakan untuk mengembangkan pemikiran nara didik berdasarkan pengalaman hidup
mereka, kebutuhan, pergumulan, wawasan yang baru, dan interaksi dengan orang lain.
Sayangnya penyusunan kurikulum Pendidikan Anak disabilitas untuk Sekolah Menengah
Atas Luar Biasa belum berkaitan dengan kehidupan nara didik secara utuh. Hal ini
mempengaruhi pelaksanaan kurikulum Pendidikan Agama Kristen di tiga SMALB di Salatiga
yakni SMALB Negeri, SMALB Wantu Wirawan, dan SMALB Bina Putra yang berpatokan
kepada kurikulum yang telah disusun oleh pemerintah. Pelaksanaan kurikulum semakin sulit
oleh karena kurangnya sarana pembelajaran seperti buku pedoman yang bisa digunakan oleh
pendidik maupun nara didik.
Kata Kunci : PAK, kurikulum, SMALB, dan kebutuhan nara didik.
1
TINJAUAN KRITIS DARI PERSPEKTIF TEORI KURIKULUM
TERHADAP ISI DAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN AGAMA
KRISTEN UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS LUAR BIASA DI SALATIGA
1. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Setiap umat Kristen berhak untuk mendapatkan Pendidikan Agama Kristen untuk
menjaga dan menumbuhkan iman Kristen. Pendidikan Agama Kristen bisa dilakukan di
dalam keluarga, gereja, maupun sekolah.1 Istilah Pendidikan Agama Kristen hanya dapat
dipahami dengan terlebih dahulu memahami ketiga unsur yang ada di dalamnya yakni
pendidikan, agama, dan Kristen. Pendidikan memiliki banyak definisi, akan tetapi pada
dasarnya pendidikan selalu menuju proses pembentukan kepribadian secara utuh.2
Pendidikan tidak selalu berpusat pada pengetahuan akademik melainkan pembentukan
karakter, pewarisan nilai sosial dan budaya, memberikan keterampilan, maupun
pengalaman kepada nara didik. Pendidikan harus dilakukan secara sadar, sistematis, dan
berkesinambungan.3 Kata agama juga memiliki berbagai macam definisi, agamaadalah
penghayatan terhadap kehidupan, cara hidup, menyangkut relasi dan perjumpaan kepada
Yang Mahakudus.4Secara umum agama dipahami sebagai pencarian terhadap yang
transenden yang kemudian dibawa ke dalam kesadaran dan diberikan perwujudan.5 Oleh
karena itu aktivitas agama biasanya diekspresikan melalui ritual keagamaan seperti
upacara-upacara.
Hal yang membedakan Pendidikan Agama Kristen dengan Pendidikan Agama atau
pendidikan yang lain adalah nilai Kristen di dalamnya. Kata Kristen menunjukkan bahwa
Pendidikan Agama dilakukan oleh persekutuan iman Kristen sesuai dengan perspektif
agama Kristen.6 Dengan demikian Pendidikan Agama Kristen (PAK) dapat diartikan
sebagai usaha yang sadar, sistematis, dan berkesinambungan yang dilakukan oleh
1Daniel Nuhamara, Pembimbing PAK Pendidikan Agama Kristen (Bandung: Jurnal Info Media, 2007), 57.
2 Dien Sumiyatiningsih, Mengajar dengan Kreatif & Menarik (Yogyakarta: Penerbit Andi, 2006), 5.
3 Nuhamara, Pembimbing PAK Pendidikan Agama Kristen, 25.
4 Drie S. Brotosudarmo, Pendidikan Agama Kristen untuk Perguruan Tinggi (Yogyakarta: Penerbit Andi,
2008), 29. 5 Nuhamara, Pembimbing PAK Pendidikan Agama Kristen, 20.
6 Nuhamara, Pembimbing PAK Pendidikan Agama Kristen, 23.
2
persekutuan iman Kristen untuk membentuk kepribadian secara utuh serta mencari yang
transenden sesuai dengan perspektif agama Kristen.7
Sama seperti bidang pendidikan yang lain, PAK juga memiliki kurikulum. Menurut
Wyckoff, kurikulum adalah pengalaman yang dibimbing menuju kepada pemenuhan
tujuan PAK yang meliputi tindakan dan usaha dalam menjalin relasi dengan sesama.8
Oleh karena itu, penyusunan materi dalam kurikulum harus dipertimbangkan secara
matang dan memperhatikan beberapa aspek. Di dalam PAK, penyusunan kurikulum
tidak hanya memperhatikan aspek-aspek filsafat, politik, maupun budaya, melainkan
juga sifat alami manusia.9
Setiap umat Kristen berhak mendapatkan PAK, termasuk umat Kristen dengan
disabilitas. Sayangnya orang dengan disabilitas di Indonesia belum mendapatkan
pelayanan yang maksimal dari gereja. Beberapa aspek dalam gereja di Indonesia masih
belum mempertimbangkan keberadaan orang dengan disabilitas. Misalnya gedung gereja
yang tidak mudah diakses oleh orang dengan disabilitas khususnya yang menggunakan
alat bantu kursi roda. Dalam penyampaian firman pun belum mempertimbangkan orang
dengan tuna rungu. Gereja juga belum mempersiapkan kurikulum PAK bagi orang
dengan disabilitas.
Jumlah orang dengan disabilitas adalah 11.580.117 orang.10
Dengan jumlah yang
cukup besar, Indonesia memiliki tanggung jawab yang besar juga untuk memberikan
fasilitas yang bisa diakses oleh orang dengan disabilitas serta mempersiapkan kebijakan
yang tidak mendiskriminasi orang dengan disabilitas. Pemerintah juga memiliki
tanggung jawab untuk menyediakan fasilitas pendidikan dan lapangan pekerjaan bagi
orang dengan disabilitas. Selain pemerintah, gereja juga perlu membantu orang dengan
disabilitas dalam pertumbuhan iman. Walaupun saat ini gereja masih belum maksimal
dalam mempersiapkan fasilitas bagi orang dengan disabilitas.
7 Pendidikan Agama Kristen selanjutnya akan ditulis PAK.
8 D. Campbell Wyckoff, Theory and Design of Christian Education Curriculum (Philadelphia :The
Westminster Press), 27. 9 Robert K. Brown, “Max van Manen and Pedagogical Human Science Research” dalam Understanding
Curriculum as Phenomenological and Deconstructed Text diedit oleh William F. Pinar dan William M.
Reynolds (New York dan London: Teacher College Press, 1992), 46. 10
International Labour Organization, “Inklusi Penyandang Disabilitas di Indonesia”, diunduh dari
http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---asia/---ro-bangkok/---ilo-
jakarta/documents/publication/wcms_233426.pdf , 29 Agustus 2014 pukul 13.28 WIB, 2.
3
Sekolah memiliki tanggung jawab yang besar untuk melaksanakan PAK bagi anak-
anak dengan disabilitas. Di dalam sekolah terdapat para pendidik yang memahami aspek
dalam PAK dan memahami anak-anak dengan disabilitas. Di dalam pelaksanakan PAK
untuk pelajar dengan disabilitas, kurikulum perlu dipersiapkan sesuai dengan
pengalaman dan kebutuhan mereka. Sebagai salah satu contoh, orang dengan disabilitas
memiliki pergumulan sendiri mengenai makna “serupa dan segambar dengan Allah”.
Berdasarkan latar belakang tersebut penulis menuliskan judul: “Tinjauan Kritis dari
Perspektif Teori Kurikulum Terhadap Isi dan Pelaksanaan Kurikulum Pendidikan
Agama Kristen Untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa di Salatiga”.
1.2. Identifikasi Masalah
Sekolah adalah tempat yang paling memungkinkan bagi orang dengan disabilitas
mendapatkan PAK. Keterbatasan gereja dan keluarga dalam menyampaikan PAK
menyebabkan tanggung jawab yang diemban sekolah lebih besar. Orang dengan
disabilitas membutuhkan pendidikan agama di samping keterampilan atau kemampuan
kognitif. PAK dapat memberikan penguatan dan penghiburan bagi orang dengan
disabilitas dalam menghadapi stigma negatif yang sudah terlanjur tertanam kuat di
masyarakat.
Kebanyakan masyarakat Indonesia masih belum mampu menerima orang dengan
disabilitas secara baik. Contohnya dalam beberapa perusahaan milik negara, terdapat tes
kesehatan atau tes fisik sebelum diterima untuk bekerja. Biasanya dalam tes kesehatan
terdapat tes mata, tes dalam bidang olahraga seperti berlari, dan tes kesehatan. Hal
tersebut menunjukkan bahwa orang dengan disabilitas belum dianggap mampu untuk
bekerja di perusahaan milik pemerintah. Sayangnya hal ini tidak hanya terjadi pada
perusahaan milik negara, melainkan juga pada perusahaan swasta bahkan lembaga
keagamaan seperti gereja. Calon pemimpin gereja selalu dituntut sehat jasmani dan
rohani yang menunjukkan bahwa orang dengan disabilitas yang memiliki permasalahan
dalam kesehatan tidak bisa menjadi pemimpin gereja.
Nara didik dengan disabilitas membutuhkan PAK untuk hidup bersama-sama
masyarakat non disabilitas yang telah membangun budaya kenormalan. Persiapan hidup
di tengah masyarakat non disabilitas dari perspektif Kristen sangat dibutuhkan oleh nara
didik dengan disabilitas yang duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA). Nara
didik yang lulus dari bangku Sekolah Mengengah Atas Luar Biasa (SMALB) akan
4
melanjutkan ke jenjang berikutnya yakni perguruan tinggi atau tempat kerja.11
Perguruan
tinggi dan tempat kerja sangat berbeda dengan SMALB karena nara didik akan
berpartisipasi aktif dalam lingkungan sosial yang didominasi oleh orang non disabilitas.
1.3. Pembatasan Masalah
Dari masalah yang telah dipaparkan, peneliti memfokuskan diri kepada masalah PAK
yang didapatkan oleh nara didik dengan disabilitas di sekolah. Peneliti meninjau
kurikulum PAK yang digunakan di sekolah luar biasa, khususnya pada jenjang SMALB
di Salatiga. Jenjang SMA dipilih karena nara didik akan hidup di tengah-tengah
masyarakat yang non disabilitas secara mandiri sebagai orang dewasa setelah lulus dari
bangku SMA. Peneliti juga akan meninjau apakah kurikulum PAK sudah sesuai dengan
kebutuhan dan pengalaman nara didik dengan disabilitas.
1.4. Pertanyaan Penelitian
Pertanyaan penelitian yang diajukan adalah:
a. Apa isi kurikulum PAK untuk SMALB di Salatiga ditinjau dari perspektif teori
kurikulum?
b. Bagaimana pelaksanaan kurikulum PAK dalam SMALB di Salatiga ditinjau dari
perspektif teori kurikulum?
1.5. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pertanyaan penelitian maka tujuan penelitian adalah:
a. Menganalisa isi kurikulum untuk SMALB di Salatiga ditinjau dari perspektif teori
kurikulum.
b. Melakukan tinjauan kritis terhadap pelaksanaan kurikulum PAK dalam SMALB di
Salatiga berdasarkan teori kurikulum.
1.6. Metode
a. Pendekatan
Pendekatan yang dipilih dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif.Metode
kualitatif dipilih berdasarkan beberapa alasan. Pertama, pertanyaan penelitian yang
11
Sekolah Menengah Atas Luar Biasa selanjutnya ditulis SMALB.
5
diajukan menggunakan kata bagaimana yang mencari tahu proses yang terjadi. Untuk
metode kuantitaf, biasanya pertanyaan hanya membutuhkan jawaban ya atau
tidak.Kedua, penelitian kualitatif bersifat fleksibel, tidak terpaku pada konsep awal
yang direncanakan oleh peneliti.Penelitian kualitatif dapat berubah sesuai dengan
keadaan yang terjadi di lapangan.
Ketiga, metode kualitatif memiliki perspektif dinamis, yakni terus
berkembang.Keempat, metode kualitatif dipilih karena topik yang diangkat
memerlukan eksplorasi yang mendalam.12
Teori landasan dan topik tidak secara
mudah diidentifikasikan di dalam lapangan.
Alasan mendasar metode pendekatan kualitatif dipilih karena data kualitatif
memuat penjelasan mengenai proses yang terjadi sehingga kita dapat memahami alur
secara kronologis, menilai sebab-akibat, dan memperoleh banyak penjelasan. Data
kualitatif sangat terbuka terhadap penemuan yang baru.13
b. Jenis Data
Jenis data yang akan digunakan adalah data primer. Data primer adalah data yang
dikumpulkan dari situasi aktual ketika peristiwa terjadi.14
Cara yang dipilih untuk
mendapatkan data primer yakni wawancara.Selain data primer, peneliti juga
mengumpulkan data sekunder.Data sekunder berupa tinjauan pustaka terhadap
kurikulum PAK yang digunakan dalam SMALB di Salatiga.
c. Pengumpulan Data
Peneliti melakukan dua tahap untuk melakukan pengumpulan data.Tahap pertama
adalah melakukan wawancara mendalam.Dalam wawancara mendalam, pertanyaan
yang diajukan bersifat terbuka dan tidak terstruktur.Hal ini tergantung dari jawaban-
jawaban yang diberikan oleh informan. Dengan menggunakan metode wawancara
mendalam, akan ada banyak hal yang bisa didapat dari informan, mungkin lebih dari
yang dibutuhkan. Untuk merekam data, peneliti akan menggunakan catatan kasar dan
rekaman pembicaraan. Pihak yang menjadi informan adalah para pendidik PAK
SMALB di Salatiga.
Tahap kedua adalah analisis kritis terhadap kurikulum, silabus, dan buku panduan
PAK yang telah disusun untuk nara didik dengan disabilitas. Dalam analisis kritis ini
12
Haris Herdiansyah, Metodologi Penelitan Kualitatif untuk Ilmu-ilmu Sosial (Jakarta: Salemba Humanika,
2010), 25-26. 13
Ulber Silalahi, Metode Penelitian Sosial (Bandung: PT Refika Aditama, 2009) mengutip Matthew B Miles
& A. Michael Huberman, Analisis Data Kualitatif terjemahan Tjetjep Rohendi Rohidi (Jakarta: U-I Pres, 1992),
284-285. 14
Silalahi, Metode Penelitian Sosial, 289.
6
dibutuhkan perbandingan kurikulum dari beberapa sekolah luar biasa serta kurikulum
sekolah untuk nara didik non-disabilitas. Hal ini dilakukan untuk menganalisa isi
perbedaan isi kurikulum yang disusun oleh sekolah dengan nara didik non-disabilitas
dan sekolah dengan nara didik disabilitas.
d. Informan
Informan yang akan diwawancarai untuk pengumpulan data adalah pendidik PAK
di SMALB di Salatiga. Melalui pendidik, peneliti dapat memperoleh informasi
mengenai cara mengajar maupun kurikulum. Pendidik memiliki alasan mengenai
kurikulum yang telah beliau persiapkan bagi nara didik. Selain itu, beliau memiliki
pengetahuan mengenai kebutuhan nara didik dengan disabilitas, terutama di bangku
Sekolah Menengah Atas.
1.7. Sistematika Penulisan
Di dalam proses penulisan, karya tulis dibagi menjadi lima bagian. Bagian pertama
merupakan pendahuluan yang berisi latar belakang penulisan, identifikasi serta rumusan
masalah, tujuan penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.Pada bagian
pendahuluan inilah dikemukakan alasan-alasan yang mendasari penulisan.
Bagian kedua berisi teori-teori yang relevan dengan karya tulis.Teori-teori yang
digunakan adalah teori mengenai kurikulum PAK dan teori mengenai disabilitas.Teori
tersebut diharapkan mampu menjelaskan mengenai isi dan pelaksanaan kurikulum PAK
bagi orang dengan disabilitas.Selain itu, teori-teori tersebut juga diharapkan mampu
menjelaskan kebutuhan dan pengalaman iman Kristen orang dengan disabilitas.
Bagian ketiga berisi wilayah penelitian. Dalam bagian ini akan dilakukan penelitian
terhadap isi kurikulum PAK dalam SMALB di Salatiga. Penelitian akan dilakukan
dengan wawancara dan pengumpulan data tertulis. Bagian keempat berisi analisa
terhadap hasil penelitian. Setelah dilakukan penelitian, data yang telah dikumpulkan akan
ditinjau secara berdasarkan teori yang sudah ada. Isi dan pelaksanaan kurikulum akan
dianalisa berdasarkan teori kurikulum PAK dan teori disabilitas.
Bagian kelima yang merupakan penutup berisi kesimpulan dari hasil analisa penelitan
yang akan ditinjau secara kritis dari teori-teori dan saran. Saran akan diberikan kepada
SMALB di Salatiga apabila setelah melakukan analisa dari hasil penelitian terdapat
ketidaksesuaian kurikulum PAK yang digunakan dengan teori yang ada serta kebutuhan
iman nara didik dengan disabilitas.
7
2. Teori Kurikulum PAK Untuk Anak dengan Disabilitas
2.1. Kurikulum
2.1.1. Pengertian Kurikulum
Pendidikan adalah salah satu alat penting yang dibutuhkan manusia untuk mencapai
makna dan pemenuhan hidup.15
Lebih dari itu, pendidikan membantu manusia
memahami hak dan kewajiban sebagai warga negara.16
Pendidikan dapat diperoleh dari
berbagai institusi, salah satunya adalah sekolah. Kurikulum dan instruksi adalah jantung
dan jiwa dalam bersekolah.17
Dari segi etimologis, kurikulum berasal dari Bahasa Latin
yakni currere yang berarti berlari. Sehingga kurikulum dianggap sebagai latihan untuk
berlari. Dalam institusi pendidikan, kurikulum dimaknai secara berbeda. Kurikulum
dimaknai sebagai mata pelajaran dalam pembelajaran atau pelatihan di sekolah atau
universitas.18
Secara tradisional, dalam Kamus Webster pada tahun 1955 kurikulum
berarti keseluruhan pelajaran yang disajikan di lembaga pendidikan. Menurut UU
Sisdiknas No 20 Tahun 2003, kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi, dan bahan pengajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Kurikulum tidak hanya dilaksanakan di dalam kegiatan akademik, melainkan juga
melalui kegiatan-kegiatan non akademik seperti pengabdian masyarakat, perkemahan,
kegiatan yang berhubungan dengan keterampilan, dan lain sebagainya.19
Definisi kurikulum sebagai keseluruhan pelajaran belum menggambarkan makna
kurikulum yang sebenarnya. Maka dari itu pemaknaan kurikulum terus berkembang.
Patrick Slattery berpendapat bahwa kurikulum adalah undangan tegas untuk para nara
didik agar berpartisipasi dalam sejarah daripada sekedar mengobservasi sejarah dari
kejauhan.20
Slattery menitikberatkan kepada partisipasi aktif nara didik, bukan sekedar
pelajaran yang disajikan kepada nara didik. Di Indonesia Hilda Taba memperkenalkan
kurikulum sebagai sesuatu yang direncanakan untuk pelajaran anak sebagai anggota yang
15
Elly Macha, “Disability and Public Issues: Health, Poverty, Education, Gender, and Unemployment”,
Doing Theology from Disability Perspective (Manila: ATESEA, 2011), 95. 16
Macha, “Disability and Public Issues: Health, Poverty, Education, Gender, and Unemployment”, hlm 96. 17
Patrick Slattery, Curriculum Development in the Postmodern Era (New York dan London: Garland
Publishing Inc., 1995), xv. 18
Maria Harris, Fashion Me a People Curriculum In The Church (Kentucky: Westminster/John Knox Press,
1989), 55. 19
S. Nasution, Asas-Asas Kurikulum (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008), 9. 20
Slattery, Curriculum Development in the Postmodern Era, xii.
8
produktif dalam masyarakat.21
Mirip dengan pendapat Slattery, Taba menitikberatkan
nara didik di dalam kurikulum. Kurikulum disusun untuk mempersiapkan nara didik
dengan tujuan tertentu.
Berdasarkan pemikiran Slattery dan Taba dapat disimpulkan bahwa kurikulum
berpusat kepada nara didik. Kurikulum harus disusun untuk memfasilitasi nara didik
dalam kreasi mereka serta kemandirian di dalam kehidupan pribadi mereka. Maka dari
itu kurikulum seharusnya disesuaikan dengan dinamika kehidupan nara didik. Untuk
menunjukkan bahwa nara didik bukanlah objek melainkan subjek, maka kurikulum harus
mampu menyajikan pengalaman bebas bagi nara didik. Pengalaman bebas yakni
memperkenalkan kebebasan dan kemandirian berpikir, kekuasaan sosial dan politik,
menghargai kebebasan orang lain, dan menerima keberagaman pendapat serta
keberagaman individu di dalam masyarakat tanpa memperhatikan golongan, ras, ataupun
keyakinan.22
Penulis beranggapan bahwa kurikulum adalah segala sesuatu yang telah
direncanakan untuk membantu nara didik mengembangkan pemikirannya berdasarkan
pengalaman hidup yang telah dilalui serta wawasan yang baru, belajar berinteraksi
dengan orang lain agar mampu produktif di tengah masyarakat dan menciptakan sejarah
bersama masyarakat. Kurikulum berisi berbagai macam aspek yang menitikberatkan
kepada nara didik, bukan lagi pendidik ataupun sekedar mata pelajaran.
2.1.2. Muatan Kurikulum
Kurikulum dirancang dengan tujuan tertentu, baik tujuan yang ingin dicapai negara
maupun sekolah tertentu. Oleh sebab itu perlu kurikulum perlu disusun terlebih dahulu,
akan tetapi tetap memperhatikan kebutuhan nara didik. A.V. Kelly yang mengacu kepada
Ralph W. Tyler mengajukan empat pertanyaan dasar yang harus dijawab dalam
perancangan kurikulum.23
Keempat pertanyaan tersebut adalah:
a. Apakah visi dan misi pendidikan yang seharusnya dicapai oleh sekolah?
b. Apakah pengalaman pendidikan yang bisa disajikan untuk mencapai tujuan
tersebut?
c. Bagaimana pengalaman pendidikan ini bisa diatur secara efektif?
21 Nasution, Asas-Asas Kurikulum, 7.
22 A. V. Kelly, The Curriculum Theory and Practice (London: SAGE Publications, 2004), 3.
23 Kelly, The Curriculum Theory and Practice, 15.
9
d. Bagaimana kita menentukan apakah tujuan ini sudah tercapai?
Berdasarkan keempat pertanyaan yang telah diajukan Tyler, sudah jelas tahapan
yang harus dilaksanakan dalam menyusun kurikulum. Sayangnya tahapan yang disusun
oleh Tyler belum melibatkan nara didik secara aktif. Maka dari itu penulis mengkaitkan
keempat dasar dalam perancangan dengan keterlibatan nara didik secara aktif. Langkah
awal dalam menyusun kurikulum adalah menentukan visi dan misi sekolah yang
berkaitan dengan nara didik. Visi dan misi berisi apa yang diharapkan oleh sekolah untuk
dipelajari oleh nara didik. Setelah menentukan visi dan misi maka tahap selanjutnya
adalah menyusun pelajaran yang disesuaikan dengan visi misi sekolah. Dalam menyusun
pelajaran ini perlu dipertimbangkan mengenai pengalaman kehidupan yang sudah
dibawa oleh nara didik. Dengan demikian kurikulum dapat mengembangkan pengalaman
kehidupan nara didik dan memberi pengalaman yang baru.
Setelah menentukan pelajaran yang akan dipelajari oleh nara didik, maka tahap yang
berikutnya adalah menentukan metode. Metode yang dipilih harus kreatif agar nara didik
mendapat pengalaman pendidikan yang baru, bukan sekedar menghafal materi mata
pelajaran. Metode perlu disusun sekreatif dan seinovatif mungkin, bahkan bisa
menggunakan kurikulum tersembunyi. Kurikulum tersembunyi adalah bagian yang tidak
secara sengaja diajarkan, misalnya melalui peraturan untuk menjaga sikap.24
Pada
akhirnya dilakukan evaluasi untuk kurikulum yang telah dilaksanakan untuk mengetahui
apakah sudah sesuai dengan tujuan awal. Evaluasi dilakukan oleh sekolah dan nara didik
juga diminta untuk memberikan penilaian terhadap kurikulum.25
Dengan demikian
kurikulum akan disesuaikan dengan kebutuhan nara didik secara umum.
Menurut S. Nasution, isi kurikulum dapat dijelaskan ke dalam empat asas yakni asas
filosofis, asas psikologis, asas sosiologis, dan asas organisatoris.26
Asas filosofis
berkaitan dengan tujuan pendidikan yang sesuai dengan filsafat negara. Asas filosofis
yang digunakan di Indonesia adalah Pancasila. Maka sekolah mendidik anak agar
menjadi manusia yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Sekolah tidak selalu
mengajarkan hal-hal akademik saja melainkan juga nilai-nilai kehidupan. Penerapan asas
filosofis tidak harus diterjemahkan dalam mata pelajaran, akan tetapi bisa dilakukan
melalui kurikulum tersembunyi. Misalnya kata-kata mutiara yang dipasang di dinding
24 Kelly, The Curriculum Theory and Practice, 6.
25 Kelly, The Curriculum Theory and Practice, 91.
26 Nasution, Asas-Asas Kurikulum, 11.
10
sekolah yang menarik dan mudah dibaca oleh nara didik sehingga secara tidak langsung
dapat menanamkan nilai Pancasila pada nara didik.
Asas psikologis dalam kurikulum mempertimbangkan faktor anak yakni psikologi
anak (perkembangan anak) dan psikologi belajar (proses belajar anak). Kebutuhan anak
juga harus diperhatikan seperti kebutuhan jasmaniah, kebutuhan pribadi, kebutuhan
sosial, dan beragam kebutuhan lain. Sebagai manusia yang berkembang, anak juga perlu
diperhatikan perkembangannya seperti perkembangan intelektual dan perkembangan
sosial-emosional.
Asas sosiologis meliputi keadaan masyarakat, perkembangan dan perubahannya,
kebudayaan manusia, hasil kerja manusia berupa pengetahuan, dan lain-lain. Masyarakat
bersifat dinamis, terutama dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Kecepatan masyarakat dalam berkembang menuntut kurikulum ikut berkembang. Hal ini
disebabkan oleh salah satu fungsi sekolah yakni mewariskan budaya kepada anak. Fungsi
yang lain adalah menghasilkan lulusan yang menjawab kebutuhan masyarakat.
Kurikulum juga harus mampu menggunakan masyarakat sebagai pembelajaran.
Selanjutnya asas organisatoris yang mempertimbangkan bentuk dan organisasi bahan
pelajaran yang disajikan. Beberapa bentuk kurikulum yang ditawarkan adalah subject
curriculum, activity curriculum, experience curriculum, life curriculum, dan core
curriculum. Bahan pelajaran yang sering digunakan di sekolah adalah buku pegangan.
Akan tetapi pendidik dapat menggunakan bahan ajaran lain yang menunjang proses
pendidikan.
Kurikulum bukanlah sekedar silabus atau daftar mata pelajaran akan tetapi seluruh
proses yang terjadi di sekolah yang dimulai dari tujuan hingga evaluasi. Tujuan sekolah
secara umum dapat mengambil nilai-nilai Pancasila. Sekolah perlu menambahkan tujuan
yang disesuaikan dengan kebutuhan nara didik. Kurikulum harus disesuaikan dengan
psikologis anak secara umum dan pendidik wajib memahami psikologis anak secara
individu. Selain memahami kebutuhan anak, sekolah juga harus memahami keadaan
masyarakat di sekitarnya. Dengan demikian kurikulum mampu mempersiapkan nara
didik untuk berpartisipasi aktif di dalam masyarakat. Di sisi lain, kurikulum juga
mempersiapkan nara didik agar mampu bertahan di tengah masyarakat yang dinamis.
Setelah menentukan tujuan, mempertimbangkan kebutuhan nara didik, dan
mempertimbangkan kebutuhan masyarakat maka kurikulum perlu disusun dengan
11
matang. Penulis memilih core curriculum yang memperhatikan isi mata pelajaran,
mengajak nara didik untuk berpartisipasi aktif, memasukkan pengalaman hidup nara
didik, dan mempertimbangkan keseharian nara didik. Pada akhirnya harus diadakan
evaluasi untuk kurikulum yang telah dilaksanakan. Berbeda dengan pendapat Kelly,
penulis mengusulkan agar pihak yang melakukan evaluasi adalah nara didik yang
ditempatkan dalam subyek kurikulum, pendidik, dan mungkin pihak lain seperti orang
tua.
2.2. Disabilitas
2.2.1. Orang Dengan Disabilitas (Pengertian, Jenis, dan Kebutuhan)
Ada banyak istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan orang dengan
disabilitas.Beberapa di antaranya adalah disabilitas, cacat, difable, impairment, dan
masih banyak lagi.Akan tetapi difable yang kerap digunakan justru dianggap tidak cukup
menggambarkan kondisi orang dengan disabilitas karena hanya menunjuk kepada orang
yang dianggap mempunyai kemampuan atau ability yang berbeda dengan orang-orang
yang dianggap normal.27
Setiap orang memiliki kemampuan yang berbeda-beda maka
penggunaan kata difable justru tidak bisa mendeskripsikan orang dengan
disabilitas.Sedangkan disabilitas secara sadar mengakui bahwa terdapat anggota tubuh
yang tidak bisa berfungsi secara maksimal atau bahkan tidak bisa berfungsi secara total.
Deborah Creamer menjelaskan bahwa terdapat perbedaan makna antara impairment,
disabilitas, dan handicap.28
Impairment adalah kehilangan bentuk atau fungsi, sedangkan
disabilitas adalah konsekuensi dari impairment, dan handicap adalah kerugian dari
impairment ataupun disabilitas. Dengan demikian orang dengan disabilitas bukan
sekedar kehilangan fungsi bagian tubuhnya tetapi juga merasakan dampak dari
impairmant tersebut seperti stigma negatif masyarakat, kesulitan mendapatkan
pendidikan yang berkualitas, kesulitan dalam menggunakan fasilitas umum yang
diciptakan oleh dan untuk orang non disabilitas, sulitnya mendapatkan pekerjaan, dan
kesulitan mendapatkan kesetaraan dengan orang non disabilitas.
Di Indonesia orang dengan disabilitas lebih sering disebut sebagai penyandang
cacat, bahkan dalam undang-undang pun disebut sebagai penyandang cacat. Dalam UU
27
Yusak B. Setyawan, “Membaca Alkitab dalam Perspektif Disabilitas Menuju Hermeneutik Disabilitas”,
disampaikan pada Seminar dan Lokakarya Diskursus Difabilitas dalam Pendidikan Teologi di Indonesia,
PERSETIA (Salatiga: Universitas Kristen Satya Wacana, 22-23 Juli 2013), 2. 28
Deborah Beth Creamer, Disability and Christian Theology Embodied Limits and Constructive Possibilities
(New York: Oxford University Press, 2009), 13.
12
4/1997 penyandang cacat adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan/atau
mental, yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk
melakukan secara selayaknya, yang terdiri dari penyandang cacat fisik, penyandang cacat
mental, serta penyandang cacat fisik dan mental. Definisi mengenai orang dengan
disabilitas ini secara tidak langsung menunjukkan kuatnya budaya kenormalan di tengah
masyarakat Indonesia.Kondisi fisik atau mental orang dengan disabilitas justru dianggap
sebagai kelainan, yang secara tidak langsung menyatakan ketidaknormalan.Keadaan
disabilitas juga disebutkan sebagai gangguan.
Disabilitas memiliki berbagai macam karakteristik.Pertama, disabilitas intelektual
yang ditinjau berdasarkan fungsi kognitif dan kemampuan beradaptasi.Dalam disabilitas
intelektual masih dibagi atas tiga tahap yakni ringan (mild), sedang (moderate), dan berat
(severe).29
Kedua, berbagai sindrom seperti down syndrome, fragile X syndrome, Prader-
Willi syndrome, foetal alcohol spectrum disorde, turner syndrome, dan William
syndrome.30
Ketiga, ketidakteraturan meresap perkembangan seperti autisme, aspeger
syndrome, dan rett syndrome.31
Keempat, disabilitas fisik seperti epilepsi, spina bifida,
hydrocephalus, muscular distrophy, multiple sclerosis, traumatic brain injury, dan masih
banyak lagi.32
Kelima, kelemahan sensor seperti pendengaran dan penglihatan.33
Keenam,
kesulitan dalam berbicara dan disabilitas dalam belajar.34
Ketujuh, kesulitan dalam
mengekspresikan emosi dan berperilaku.35
Orang dengan disabilitas memiliki kebutuhan yang sebenarnya sama dengan orang
non disabilitas. Mereka membutuhkan dan berhak dicintai dan diterima apa adanya,
mendapat pendidikan, bekerja, menikah, memiliki anak, hidup sesuai dengan hukum
negara, diperbolehkan memilih tempat serta bersama siapa ia akan tinggal, memiliki
sahabat dan teman, beribadah, dan bisa mengekspresikan emosi mereka.36
Banyak orang
menjauhkan diri karena merasa takut atau bahkan jijik kepada orang dengan
disabilitas.Bahkan beberapa keluarga memutuskan untuk membuang atau
menyembunyikan anggota keluarga yang mengalami disabilitas. Orang dengan
disabilitas membutuhkan relasi dengan orang lain dan kebebasan.
29
Peter Westwood, Commonsense Children with Special Education Needs (New York: Roudledge, 2011),
15. 30
Westwood, Commonsense Children with Special Education Needs, 22. 31
Westwood, Commonsense Children with Special Education Needs, 24. 32
Westwood, Commonsense Children with Special Education Needs, 31. 33
Westwood, Commonsense Children with Special Education Needs, 39. 34
Westwood, Commonsense Children with Special Education Needs, 53. 35
Westwood, Commonsense Children with Special Education Needs, 67. 36
Tom Tait dan Nicky Genders, Caring for People with Learning Disabilities (London: Arnold, 2002), 16.
13
2.2.2. Orang dengan Disabilitas di Indonesia
Menurut data dari International Labour Organization (ILO) pada tahun 2010 orang
dengan disabilitas di Indonesia berjumlah sekitar 11.580.117 orang.37
Akan tetapi jumlah
yang cukup besar ini tidak membuat orang dengan disabilitas mendapat perhatian cukup
di Indonesia.Paling tidak empat permasalah yang dialami orang dengan disabilitas di
Indonesia.38
Pertama, stigma negatif budaya terhadap disabilitas.Kedua, marjinalisasi,
penolakan, dan diskriminasi terhadap disabilitas.Ketiga, marjinalisasi orang dengan
disabilitas dalam akses pelayanan publik.Keempat, marjinalisasi, penolakan, dan
diskriminasi orang dengan disabilitas dalam penafsiran teks-teks.
Orang dengan disabilitas di Indonesia mendapat tantangan dari berbagai aspek
kehidupan.Bahkan agama pun seakan-akan menambah kesulitan bagi orang dengan
disabilitas, termasuk agama Kristen Protestan.Demi perkembangan teologi disabilitas,
terdapat beberapa tantangan dalam berteologi disabilitas.39
Pertama, dosa dan disabilitas.
Di Indonesia, disabilitas sering dikaitkan dengan dosa. Maka orang dengan disabilitas
adalah orang berdosa atau anak dari pendosa.Kedua mengenai kesembuhan, keutuhan,
dan disabilitas.Paradigma masyarakat kerap menganggap bahwa mereka yang tidak dapat
disembuhkan berarti memiliki kekurangan dalam iman.Selain itu, keutuhan hanya milik
mereka yang non-disabilitas.
Ketiga, takdir dan disabilitas.Takdir adalah sesuatu yang ditetapkan oleh Tuhan.Hal
ini bisa saja membuat orang dengan disabilitas merasa bahwa Tuhan tidak adil.Keempat,
spiritualitas dan tubuh.Tubuh kerap dikesampingkan sebab roh yang dianggap lebih
penting. Padahal tubuh sama pentingnya dengan roh sehingga penerimaan terhadap
tubuh juga penting. Kelima, rumah untuk semua.Salah satu rumah yang dapat orang
dengan disabilitas merasa aman dan nyaman adalah panti.Di panti mereka berkumpul
dan saling menerima.Tantangan berteologi di Indonesia adalah membuat Indonesia
sebagai rumah bagi semua.Bukan hanya penerimaan, tetapi terwujud juga dalam fasilitas
yang bisa diakses orang dengan disabilitas.
2.3. Kurikulum PAK untuk Orang dengan Disabilitas
Isi kurikulum PAK pada dasarnya sama dengan kurikulum yang lain. Akan tetapi
ada beberapa penekanan yang sesuai dengan perspektif Kristen. Terdapat lima asas yang
37 International Labour Organization, “Inklusi Penyandang Disabilitas di Indonesia” yang diunduh dari
http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---asia/---ro-bangkok/---ilo-
jakarta/documents/publication/wcms_233426.pdf pada 29 Agustus 2014 pukul 13.28 WIB, 2. 38
Setyawan, “Membaca Alkitab dalam Perspektif Disabilitas Menuju Hermeneutik Disabilitas”, 14. 39
Tabita Kartika Christiani, “Persons with Disabilities in Indonesia”, Doing Theology from Disability
Perspective (Manila: ATESEA, 2011), 8.
14
bisa menjadi pembimbing dalam melaksanakan PAK.40
Pertama, Alkitab sebagai
pembimbing. Segala sesuatu yang disampaikan dalam PAK harus sesuai dengan Alkitab.
Kedua, memecahkan masalah kehidupan. PAK seharusnya membantu nara didik untuk
memecahkan masalah kehidupan yang mereka hadapi sehari-hari. Isi Alkitab yang
disampaikan seharusnya relevan dengan pergumulan nara didik. Ketiga, memberikan
perhatian kepada nara didik. Kurikulum PAK seharusnya memperhatikan pengalaman
dan kebutuhan nara didik. Keempat, kegiatan pelayanan jemaat dan sesama menjadi
panggilan utama. Nara didik seharusnya terbiasa melakukan pelayananan sejak di
bangku sekolah. Kelima, Injil dan Yesus adalah pusat firman Allah dan alasan
keberadaan gereja. PAK memiliki tugas untuk memperkenalkan Yesus kepada nara
didik.
Dapat disimpulkan bahwa pusat dalam PAK adalah nara didik. Segala sesuatu yang
akan disampaikan kepada nara didik seharusnya sesuai dengan kebutuhan dan
pengalaman mereka. Demikian juga dalam memperkenalkan Yesus Kristus kepada nara
didik harus disesuaikan dengan pengalaman kehidupan mereka. Tanpa memperhatikan
kondisi nara didik maka Yesus, Injil, dan kisah dalam Alkitab hanya akan menjadi
dongeng yang tidak dapat menjadi bagian dari kehidupan mereka.
Berdasarkan teori kurikulum dan disabilitas penulis merumuskan muatan kurikulum
PAK untuk anak dengan disabilitas. Kurikulum PAK ini dikhususkan untuk nara didik
yang duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA). Tujuan utama kurikulum PAK
harus berkaitan dengan beberapa hal. Pertama, tujuan kurikulum PAK harus sesuai
dengan Injil Yesus. Kedua, tujuan kurikulum harus memperhatikan kebutuhan,
pergumulan, dan pengalaman nara didik. Ketiga, tujuan kurikulum berkaitan dengan visi
dan misi yang telah dirumuskan oleh sekolah. Keempat, kurikulum disesuaikan dengan
tujuan negara yang terdapat dalam Pancasila. Kelima, tujuan kurikulum perlu
memperhatikan kondisi orang dengan disabilitas di Indonesia. Tantangan teologis yang
perlu masuk dalam kurikulum yakni mengenai dosa dan takdir, nara didik yang hidup di
tengah budaya dan masyarakat Indonesia memerlukan bekal untuk menghadapi stigma
negatif yang tertanam kuat.41
Nara didik dengan disabilitas harus mampu berkompetisi di
tengah-tengah masyarakat non disabilitas maka dari itu selain keterampilan, karakter
yang kuat juga perlu dipersiapkan.
40
Sumiyatiningsih, Mengajar dengan Kreatif & Menarik, 5. 41
Christiani, “Person with Disabilities in Indonesia”, 8.
15
Setelah menentukan tujuannya, isi dan metode kurikulum perlu ditentukan. Isi
kurikulum seharusnya sesuai dengan kebutuhan nara didik. Kebutuhan tersebut antara
lain pemahaman mereka Tuhan berdasarkan pengalaman disabilitas mereka, penerimaan
diri, menghadapi stigma masyarakat, bertahan hidup di tengah masyarakat yang non
disabilitas, dan pembentukan karakter Kristiani yang sesuai dengan nilai Kerajaan Allah
seperti kasih, keadilan, serta kedamaian. Perkenalan terhadap Yesus juga harus
disesuaikan dengan pengalaman dan kebutuhan nara didik. Misalnya kedekatan dan
perhatian Yesus kepada orang dengan disabilitas tanpa pernah memandang negatif.
Selain berisi mengenai hal-hal kekristenan, kurikulum PAK seharusnya juga berkaitan
dengan kehidupan nara didik. Pengalaman-pengalaman kehidupan yang telah dibawa
nara didik juga perlu diperhatikan. Misalnya mengenai pengalaman mereka sebagai
orang dengan disabilitas di dalam keluarga atau lingkungan sekitar.
Metode yang digunakan pun harus beragam, misalnya setiap nara didik
menceritakan pengalaman mereka tentang Tuhan. Nara didik juga diberi kesempatan
untuk menceritakan mengenai pengalaman disabilitas yang menyentuh banyak aspek di
dalam kehidupan mereka. Metode ini diharapkan dapat membantu nara didik untuk
saling menguatkan satu sama lain. Metode ceramah perlu dikurangi agar nara didik
terbiasa mandiri bahkan menolong orang lain tanpa menitikberatkan keadaan mereka
yang disabilitas. Nara didik harus terbiasa mengungkapkan perasaan dan pengalaman
mereka. Nara didik juga perlu dibangun kepercayaan dirinya. Dengan demikian PAK
membantu nara didik untuk hidup mandiri di tengah masyarakat dan bahkan berperan
aktif di dalamnya. Pendidik juga perlu menerapkan metode bermain peran yang bisa
meningkatkan kreativitas nara didik. Pada saat tertentu perlu melakukan metode refleksi,
pendidik bisa memberikan ruang bagi nara didik untuk merasakan keberadaan Yesus di
dalam kehidupan mereka secara pribadi.
Perlu dilakukan evaluasi secara bertahap untuk memahami pencapaian tujuan
kurikulum. Evaluasi harus dilakukan dua kali, yakni di tengah tahun pelajaran dan di
akhir. Evaluasi tengah menjadi solusi untuk memperbaiki metode kurikulum dan juga
mengetahui mengenai kebutuhan atau pergumulan nara didik yang perlu didiskusikan.
Dengan demikian titik berat dalam kurikulum bukan pendidik atau materi melainkan
kebutuhan nara didik. Evaluasi ini juga membantu nara didik yang mengalami
permasalahan khusus agar dapat berkonsultasi dengan pendidik.
16
Selain melalui mata pelajaran di dalam kelas, PAK juga bisa dilaksanakan melalui
kegiatan-kegiatan non akademik. Kegiatan non akademik mampu meningkatkan
partisipasi nara didik dalam pelaksanaan PAK. Di sisi lain beragam kegiatan non
akademik juga dapat membantu nara didik untuk mengembangkan kecerdasan di
berbagai bidang seperti kecerdasan ruang, kecerdasan bodi kinestik, kecerdasan musik,
kecerdasan naturalis, dan kecerdasan antar pribadi.42
Terdapat beragam kegiatan non
akademik yang perlu dilakukan untuk melaksanakan PAK. Ibadah bersama adalah
kegiatan yang seharusnya rutin dilakukan. Baik ibadah bersama seluruh pendidik dan
nara didik Kristen ataupun ibadah bersama pihak lain seperti orang tua di panti jompo.
Melalui ibadah nara didik dapat mengembangkan kecerdasan yang lain misalnya dalam
bidang musik atau puisi. Nara didik yang memiliki kecerdasan ruang dapat
meningkatkan kemampuannya untuk mengatur dan mendekorasi ruangan yang
digunakan untuk ibadah bersama. Nara didik dapat berinteraksi dengan orang lain setelah
melakukan ibadah bersama. Interaksi yang baik dengan orang lain dapat membantu
untuk meningkatkan kepercayaan diri nara didik. Ibadah pun perlu dilaksanakan secara
bervariasi agar nara didik juga dapat berkreasi sesuai dengan kebutuhan dan kreativitas
yang mereka miliki.
3. Hasil Penelitian Kurikulum PAK untuk SMALB di Salatiga
3.1. Kurikulum PAK yang Digunakan oleh SMALB di Salatiga
Terdapat tiga SMALB di Salatiga. Ketiga sekolah tersebut adalah SMALB Negeri
Salatiga, SMALB Bina Putra, dan SMALB Wantu Wirawan. Dalam setiap SMALB
terdapat tiga golongan disabilitas yakni tuna netra, tuna rungu, dan tuna grahita.
Walaupun sudah dibedakan sesuai dengan disabilitas masing-masing, nara didik masih
dibagi ke dalam tiga golongan yakni ringan, sedang, dan berat.
Kurikulum yang digunakan di SMALB sangat berbeda dengan yang digunakan di
SMALB umum. Kurikulum yang saat ini digunakan di SMALB adalah kurikulum
terbaru yakni kurikulum 2013. Sayangnya, kurikulum 2013 belum meliputi PAK untuk
SMALB. Maka dari itu pendidik di SMALB menggunakan kurikulum yang sebelumnya
yakni Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang sudah digunakan sejak tahun
2006.
42
Sumiyatiningsih, Mengajar dengan Kreatif & Menarik, 141-148.
17
3.2. Visi dan Misi Kurikulum PAK untuk SMALB
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dengan cara wawancara dan penelitian
kepustakaan, tujuan kurikulum PAK di SMALB disesuaikan dengan tujuan yang
dirancang oleh Badan Standar Nasional Pendidikan.43
Para pendidik di tiga SMALB di
Salatiga menjadikan tujuan yang ditetapkan oleh Departemen Pendidikan sebagai
patokan. Dengan demikian tujuan yang diharapkan untuk dicapai oleh peserta didik
belum benar-benar disesuaikan dengan visi sekolah dan kebutuhan nara didik.
Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) merumuskan tiga tujuan yang ingin
dicapai melalui mata pelajaran PAK.44
Pertama, memperkenalkan Allah Bapa, Anak, dan
Roh Kudus dan karya-karya-Nya agar bertumbuh iman percayanya dan meneladani
Allah Tritunggal dalam hidupnya. Kedua, menanamkan pemahaman tentang Allah dan
karya-Nya kepada peserta didik sehingga mampu memahami dan menghayati karya
Allah dalam hidup manusia. Ketiga, menghasilkan manusia Indonesia yang berakhlak
mulia dan mampu menghayati imannya secara bertanggungjawab di tengah masyarakat
yang pluralistik. Ruang lingkup dalam PAK meliputi Allah Tritunggal dan nilai-nilai
Kristiani. Nara didik diharapkan mampu mewartakam berita perdamaian dan menjadi
pembawa damai sejahtera dalam kehidupan pribadi, dalam kehidupan komunitas,
keluarga, gereja, masyarakat, dan bangsa.45
Tujuan yang telah dirumuskan oleh BSNP sama untuk seluruh nara didik di SMALB
tanpa membedakan golongan dan tingkat disabilitas. Selain itu, tujuan yang diharapkan
untuk dicapai di SMALB sama dengan tujuan yang dirumuskan untuk nara didik di
SMA. Tujuan yang telah dirumuskan sangat sulit untuk dicapai oleh anak didik dalam
kondisi tertentu.46
Salah satu kesulitan yang dialami adalah menerjemahkan Allah yang
Tritunggal kepada nara didik dengan tuna grahita sedang. Sebagian dari nara didik
dengan tuna grahita sedang hanya mampu berpikir secara konkret, mereka kesulitan
berpikir secara abstrak. Menerjemahkan Tuhan yang tidak terlihat saja bukan hal yang
mudah, terlebih menjelaskan mengenai Allah yang Tritunggal.
43
Berdasarkan wawancara terhadap pendidik PAK di SMALB Negeri Salatiga, SMALB Wantu Wirawan,
dan SMALB Bina Putra pada tanggal 15, 18, dan 25 September 2015. 44
Badan Standar Nasional Pendidikan selanjutnya akan ditulis BSNP. 45
Badan Standar Nasional Pendidikan, Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Sekolah Menengah Atas
Luar Biasa, 2006, 16. 46
Berdasarkan wawancara yang dilakukan kepada pendidik SMALB Negeri Salatiga pada tanggal 15
September 2015 pukul 10.00 WIB.
18
3.3. Isi Kurikulum PAK untuk SMALB di Salatiga
Tujuan yang ingin dicapai dalam kurikulum PAK dijabarkan dalam Standar
Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD).47
SK dan KD untuk SMALB mengacu
kepada SK dan KD SMA. Akan tetapi untuk nara didik dengan tunagrahita sedang bisa
disesuaikan dengan keadaan nara didik.48
SK yang ditetapkan untuk nara didik SMALB
sama dengan SMA. Sedangkan KD untuk SMALB disusun berbeda dari SMA umum.
BSNP telah merumuskan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar berdasarkan
peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia nomor 22 tahun 2006 tentang
Standar Isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah.49
SK dan KD yang telah
dirumuskan yaitu:
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
Kelas X, Semester 1
1. Mewujudkan nilai-nilai Kristiani dalam
pergaulan antar pribadi dan kehidupan
sosial dengan menunjukkan bahwa
remaja Kristen bertumbuh sebagai
pribadi dewasa yang tidak kehilangan
identitas.
1.1 Mengalami proses pertumbuhan sebagai
pribadi yang dewasa dan memiliki
karakter yang kokoh
1.2 Mengidentifikasi berbagai pergumulan
dalam keluarga dalam kaitannya dengan
pengaruh modernisasi.
Kelas X, Semester 2
2. Mewujudkan nilai-nilai Kristiani dalam
pergaulan antar pribadi dan kehidupan
sosial dengan menunjukkan bahwa
remaja Kristen bertumbuh sebagai
pribadi dewasa yang tidak kehilangan
identitas.
2.1 Mengidentifikasi berbagai pergumulan
dalam keluarga serta kaitannya dengan
pengaruh modernisasi.
2.2 Mewujudkan nilai-nilai Kristiani dalam
pergaulan antar pribadi dan sosial
Kelas XI, Semester 1
3. Merespon nilai-nilai Kristiani yang 3.1 Mengidentifikasikan nilai-nilai Kristiani.
47
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar selanjutnya akan ditulis SK dan KD. 48
Badan Standar Nasional Pendidikan, “Standar Isi PAK SMALB”, diunduh dari http://bsnp-
indonesia.org/id/wp-content/uploads/isi/Standar_Isi.pdf, 26 September 2015, 22. 49
Badan Standar Nasional Pendidikan, Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Sekolah Menengah Atas
Luar Biasa, 2006, 17-19.
19
diperhadapkan dengan gaya hidup
modern serta perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi dan
mewujudkannya dalam kehidupan
sehari-hari.
3.2 Mewujudkan nilai-nilai Kristiani dalam
pergaulan antar pribadi dan sosial.
Kelas XI, Semester 2
4. Merespon nilai-nilai Kristiani yang
diperhadapkan dengan gaya hidup
modern serta perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi dan
mewujudkannya dalam kehidupan
sehari-hari.
4.1 Mewujudkan nilai-nilai Kristiani di
dalam menghadapi gaya hidup modern.
4.2 Menunjukkan sikap yang tepat terhadap
perkembangan budaya serta ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Kelas XII, Semester 1
5. Bertanggungjawab sebagai orang Kristen
dalam perannya sebagai warga gereja
dalam mewujudkan nilai-nilai demokrasi
dan HAM
5.1 Menjelaskan gereja dan perannya
sebagai institusi sosial dan sebagai
persekutuan orang percaya.
5.2 Menunjukkan sikap yang tepat terhadap
peran agama dalam masyarakat.
Kelas XII, Semester 2
6. Bertanggungjawab sebagai orang Kristen
dalam perannya sebagai warga gereja
dalam mewujudkan nilai-nilai demokrasi
dan HAM
6.1 Menunjukkan nilai-nilai demokrasi
dalam hidupnya.
6.2 Menunjukkan nilai-nilai HAM dalam
hidupnya.
Pendidik PAK di SMALB Negeri, SMALB Wantu Wirawan, dan SMALB Bina
Darma menggunakan SK dan KD yang telah dirumuskan oleh BNSP. Berdasarkan
wawancara yang telah dilakukan kepada pendidik PAK yang mengajar di ketiga SMALB
di Salatiga, tidak ada buku pedoman yang disediakan bagi pendidik. Padahal khusus
untuk nara didik tuna grahita sedang, pengajaran dilakukan dengan pendekatan tematik
sesuai dengan kondisi nara didik.50
Maka dari itu pendidik harus menyusun sendiri
rencana pelaksanaan pelajaran sesuai dengan standar kompetensi, kompetensi dasar,
50
Badan Standar Nasional Pendidikan, “Standar Isi PAK SMALB”, diunduh dari http://bsnp-
indonesia.org/id/wp-content/uploads/isi/Standar_Isi.pdf , 26 September 2015, 22.
20
standar proses, dan standar penelitian. Pendidik juga harus mencari buku-buku pegangan
sendiri seperti buku tentang psikologi anak ataupun buku PAK. Penyampaian materi pun
disesuaikan dengan kemampuan nara didik. Pendidik harus menyederhanakan materi
secara khusus untuk nara didik tuna grahita.
Buku pegangan bagi nara didik Kristen SMALB pun tidak disediakan oleh
pemerintah. Maka dari itu para pendidik menggunakan buku-buku yang digunakan oleh
SMA. Khusus untuk tuna grahita sedang, para pendidik menggunakan buku pegangan
untuk SMP atau mencari buku yang lain. Para pendidik juga harus mampu
menyederhanakan materi pembahasan agar mampu dimengerti oleh nara didik.
Walaupun isi kurikulum PAK untuk SMALB sangat mirip dengan kurikulum SMA,
pendidik merasa bahwa kurikulum sebenarnya sudah menjawab kebutuhan peserta
didik.51
Akan tetapi masih ada hal-hal yang belum dikaji lebih dalam karena kurangnya
buku pegangan bagi pendidik dan nara didik. Hal-hal yang disampaikan kepada nara
didik masih terlalu umum sehingga pendidik harus memahami kebutuhan nara didik dan
mampu menyesuaikan materi yang akan diberikan. Di sisi lain masih ada kebutuhan dan
pergumulan nara didik yang tidak tersentuh oleh kurikulum, misalnya pelecehan seksual
yang kerap dialami oleh orang dengan disabilitas dan bagaimana pandangan Tuhan
mengenai disabilitas. Serta adanya hal-hal yang sebenarnya tidak terlalu penting untuk
nara didik dengan disabilitas, khususnya tuna grahita sedang. Salah satu contohnya
adalah pemahaman mengenai Allah Tritunggal.52
3.4. Proses Pelaksanaan Kurikulum PAK untuk SMALB di Salatiga
BSNP menetapkan PAK untuk SMALB dilakukan selama dua jam pelajaran dalam
satu minggu. Metode yang digunakan dalam proses belajar mengajar pun beragam. Akan
tetapi metode yang paling sering digunakan adalah ceramah. Pendidik masih
mendominasi proses pembelajaran. Selain ceramah, pendidik juga mencoba melakukan
pendekatan antar individu karena semua individu sangat unik. Pendidik berusaha
menjalin relasi dengan nara didik sekaligus membangun kepercayaan dengan nara didik.
Dengan pendekatan tersebut, pendidik bisa mengetahui keadaan psikologis nara didik
dan memahami tingkat kecerdasan mereka. Nara didik dengan tuna grahita sebenarnya
51
Berdasarkan wawancara yang dilakukan kepada pendidik di SMALB Wantu Wirawan dan SMALB Bina
Putra pada tanggal 18 dan 25 September 2015. 52
Berdasarkan wawancara yang dilakukan kepada pendidik SMALB Negeri Salatiga pada tanggal 15
September 2015 pukul 10.00 WIB.
21
sangat mudah menerima sugesti dari pihak lain. Akan tetapi nara didik tersebut harus
merasa aman dan nyaman dengan pendidik terlebih dahulu. Apabila kepercayaan tidak
berhasil didapatkan maka nara didik tidak akan mendengarkan perkataan pendidik.
Pendidik juga melakukan metode diskusi. Pendidik akan meminta nara didik untuk
bercerita mengenai pengalaman mereka.53
Ternyata metode ini sangat menarik perhatian
nara didik, akan tetapi perlu disesuaikan dengan kondisi emosi mereka sebelum
melakukan proses diskusi. Diskusi dilakukan untuk melatih kemampuan nara didik
dalam berkomunikasi dengan orang lain dan mengungkapkan pemikiran atau
pengalamannya. Diskusi dilakukan tidak hanya saat proses belajar mengajar
berlangsung, melainkan juga dalam berbagai kesempatan.
Untuk mencapai tujuan yang diharapkan, pendidik juga melakukan kegiatan di luar
jam pelajaran. Biasanya diadakan ibadah bersama, tetapi hal ini juga dipengaruhi oleh
jumlah nara didik yang beragama Kristen. Nara didik juga Bahkan di SLB Negeri
Salatiga, nara didik diajak beribadah di panti asuhan dan belajar untuk berbagi. Dengan
demikian nara didik tidak terus merasa rendah diri atau mengasihani diri mereka sendiri.
3.5. Evaluasi Kurikulum PAK di SMALB
Evaluasi dilakukan dua kali dalam satu semester. Evaluasi yang pertama dilakukan
pada tengah semester dan yang kedua dilakukan pada akhir semester. Proses evaluasi
yang dilakukan melalui tes tertulis. Menurut pendidik, evaluasi berupa tes sering tidak
menunjukkan kemampuan nara didik yang sebenarnya.54
Hal ini semakin dipersulit
dengan tidak adanya buku pegangan khusus bagi nara didik. Pendidik menggunakan
buku pegangan SMA umum yang belum tentu bisa dimanfaatkan oleh nara didik.
Sebagai contoh, nara didik tuna netra tidak bisa membaca tulisan yang tercantum pada
buku pegangan SMA.
3.6. Kurikulum PAK untuk SMALB di Salatiga
Departemen Pendidikan Indonesia belum menyusun kurikulum PAK terbaru untuk
SMALB. Maka dari itu pendidik memutuskan untuk menggunakan kurikulum KTSP.
Akan tetapi masalah utamanya ialah tidak adanya buku pedoman atau buku ajar yang
53
Berdasarkan wawancara yang dilakukan kepada pendidik di SMALB Negeri Salatiga dan SMALB Wantu
Wirawan pada tanggal 15 dan 18 September 2015. 54
Berdasarkan wawancara yang dilakukan kepada pendidik di SMALB Negeri Salatiga pada tanggal 15
September 2015 pukul 10.00 WIB.
22
bisa digunakan oleh pendidik dan nara didik. Hal ini menyebabkan para pendidik
menggunakan buku ajar PAK SMA atau SMP. Tentu saja buku ajar yang digunakan
tidak terlalu relevan untuk nara didik di SMALB baik untuk tuna netra maupun tuna
grahita.
Ketiadaan buku pedoman juga menyebabkan kurangnya variasi dalam metode
mengajar. Pendidik yang kekurangan alat peraga dan fasilitas lainnya pada akhirnya
hanya menggunakan metode ceramah. Evaluasi yang dilakukan juga hanya satu arah
yakni pendidik kepada nara didik. Nara didik tidak diberikan kesempatan untuk
memberikan evaluasi mengenai proses kurikulum. Evaluasi yang dilakukan pun kurang
relevan karena hanya tes tertulis. Secara keseluruhan, kurikulum PAK untuk SMALB
masih kurang dalam memperhatikan kebutuhan, pergumulan, maupun pengalaman nara
didik. Nara didik kurang diberikan tempat untuk berpartisipasi aktif dalam kurikulum
PAK di SMALB. Kurangnya partisipasi termasuk dalam menyusun tujuan, isi, proses
pelaksanaan, maupun evaluasi.
4. Tinjauan Kritis Dari Perspektif Teori Kurikulum Terhadap Isi Dan Pelaksanaan
Kurikulum PAK Di SMALB Salatiga
PAK perlu diajarkan di sekolah agar nara didik tidak hanya pintar dan terampil di
dalam bidang akademik tetapi juga berbudi pekerti. BSNP menetapkan bahwa kelompok
mata pelajaran agama dan akhlak mulia dimaksudkan untuk membentuk nara didik
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta
berakhlak mulia. Akhlak mulia meliputi etika, budi pekerti, atau moral sebagai
perwujudan dari pendidikan agama.55
Dengan demikian terdapat dua bagian yang akan
dianalisa yakni isi kurikulum PAK yang dikaji berdasarkan teori kurikulum dan
pelaksanaan kurikulum berdasarkan teori kurikulum.
4.1. Isi Kurikulum PAK menurut Teori Kurikulum
Muatan isi yang terkandung kurikulum PAK di SMALB dapat dikaji melalui dua
pertanyaan yakni mengenai tujuan yang ingin dicapai oleh sekolah dan pengalaman
pendidikan yang akan disajikan kepada nara didik.56
Tujuan yang ingin dikaji adalah
tujuan kurikulum PAK yang digunakan oleh SMALB di Salatiga. Muatan isi yang akan
55
Badan Standar Nasional Pendidikan, “Standar Isi PAK SMALB”, diunduh dari http://bsnp-
indonesia.org/id/wp-content/uploads/isi/Standar_Isi.pdf, 26 September 2015, 22. 56
Kelly, The Curriculum Theory and Practice, 15.
23
dikaji adalah SK dan KD PAK yang digunakan oleh tiga SMALB di Salatiga. Isi dan
tujuan kurikulum juga akan dianalisa berdasarkan teori kurikulum PAK untuk nara didik
dengan disabilitas.
4.1.1. Tujuan Kurikulum PAK menurut Teori Kurikulum
Tujuan PAK di ketiga SMALB di Salatiga sesuai dengan yang telah dirumuskan
oleh BSNP. Tujuan yang pertama adalah memperkenalkan Allah Bapa, Anak, dan Roh
Kudus dan karya-karya-Nya agar bertumbuh iman percayanya dan meneladani Allah
Tritunggal dalam hidupnya. Apabila ditinjau dari asas filosofis,tujuan ini sudah sesuai
dengan dasar negara yakni Pancasila.57
Pembahasan mengenai Allah Tritunggal sesuai
dengan sila pertama Pancasila yakni Ketuhanan yang Maha Esa.
Tujuan yang meliputi memperkenalkan Allah yang Tritunggal beserta karya dan
keteladanan sebenarnya bukan hal utama yang dibutuhkan oleh nara didik dengan
disabilitas di Indonesia. Hal-hal yang lebih dibutuhkan oleh orang dengan disabilitas
adalah pemahaman mengenai dosa.58
Di Indonesia, keadaan disabilitas tidak hanya
diterima sebagai keadaan medis tetapi juga berdampak dalam berbagai aspek kehidupan
seperti aspek sosial. Kebanyakan masyarakat masih memiliki stigma negatif yang
berkaitan dengan dosa terhadap orang dengan disabilitas. Maka dari itu pemahaman
mengenai Tuhan tidak harus terus menerus membahas mengenai Allah yang Tritunggal
tetapi Allah yang mengasihi orang dengan disabilitas. Mengimani dan meneladani Allah
yang Tritunggal di dalam kehidupan sehari-hari akan sangat sulit untuk dijelaskan
kepada nara didik dengan disabilitas. Menjelaskan tiga wujud Allah tetapi satu tentu
bukan hal yang mudah, terutama untuk nara didik tuna grahita.
Tujuan yang kedua adalah menanamkan pemahaman tentang Allah dan karya-Nya
kepada nara didik sehingga mampu memahami dan menghayati karya Allah dalam hidup
manusia. Tujuan ini sebenarnya sangat penting bagi nara didik jika dapat disalurkan
secara maksimal. Salah satu materi yang perlu dimasukkan ke dalam tujuan ini ialah
mengenai takdir.59
Keberadaan mereka yang disabilitas harus mampu diterima oleh diri
sendiri maupun keluarga. Bahkan disabilitas juga harus dipahami sebagai karya Allah
yang memiliki tujuan, bukan sekedar takdir.
57
Nasution, Asas-Asas Kurikulum, 11. 58
Christiani, “Person with Disabilities in Indonesia”, 8. 59
Christiani, “Person with Disabilities in Indonesia”, 8.
24
Tujuan kedua ini apabila mampu dijabarkan secara maksimal sebenarnya mampu
menyentuh kebutuhan nara didik dengan disabilitas yakni kepercayaan diri dan
kesetaraan dengan orang non disabilitas. Sebenarnya orang dengan disabilitas memiliki
kebutuhan yang sama seperti orang non disabilitas seperti keinginan untuk dicintai dan
diterima apa adanya. Akan tetapi sebelum masyarakat mampu menerima mereka sebagai
manusia yang utuh, orang-orang dengan disabilitas harus mampu menerima kondisi
mereka sebagai karya Allah.
Tujuan yang ketiga adalah menghasilkan manusia Indonesia yang berakhlak mulia
dan mampu menghayati imannya secara bertanggungjawab di tengah masyarakat yang
pluralistik. Tujuan ketiga sangat sesuai dengan asas filosofis kurikulum maupun dengan
kebutuhan nara didik dengan disabilitas. Setelah lulus dari SMALB, nara didik akan
hidup di tengah-tengah masyarakat. Mereka akan bekerja dan menjadi manusia mandiri
yang juga berelasi dengan masyarakat. Akan tetapi tujuan ini hanya menuntut nara didik
untuk mampu menjadi manusia yang bermoral. Salah satu hal yang seharusnya juga
ditekankan adalah penguatan kepada nara didik dengan disabilitas yang akan hidup
secara mandiri di tengah masyarakat non disabilitas yang mendominasi segala aspek
kehidupan.
Secara keseluruhan sebenarnya tiga tujuan yang telah dirumuskan untuk kurikulum
PAK di SMALB sudah sesuai dengan teori kurikulum. Akan tetapi dalam penyusunan
tujuan belum dilakukan pemetaan terhadap kebutuhan nara didik. Tujuan yang telah
dirumuskan lebih banyak menuntut nara didik untuk memahami, meneladani,
mengimani, maupun mengerti. Di sisi lain nara didik membutuhkan kesiapan untuk
hidup di tengah-tengah masyarakat yang non disabilitas. Mereka membutuhkan
penerimaan yang belum tentu mereka dapatkan akibat stigma negatif yang sudah
terlanjur tertanam di masyarakat.
4.1.2. Isi Kurikulum menurut Teori Kurikulum
Pengalaman pendidikan PAK yang ingin disajikan kepada nara didik selama belajar
di SMALB dirangkum dalam tiga SK yang kemudian dijabarkan dalam KD. SK yang
pertama adalah mewujudkan nilai-nilai Kristiani dalam pergaulan antar pribadi dan
kehidupan sosial dengan menunjukkan bahwa remaja Kristen bertumbuh sebagai pribadi
dewasa yang tidak kehilangan identitas. SK ini dijabarkan ke dalam tiga KD yakni
bertumbuh sebagai pribadi dewasa yang berkarakter kokoh, mengidentifikasi
25
pergumulan keluarga serta kaitannya dengan pengaruh modernisasi, dan kebersamaan
dengan orang lain tanpa kehilangan identitas.
SK dan KD yang pertama ini sudah sesuai dengan asas sosiologis. Bagian ini
membahas mengenai kehidupan dengan masyarakat dan juga perkembangan masyarakat
akibat modernisasi. Di sisi lain isi kurikulum ini mempersiapkan pribadi nara didik untuk
hidup di tengah masyarakat. Karakter yang kokoh sangat dibutuhkan oleh nara didik
karena mereka akan hidup di tengah-tengah masyarakat yang masih memiliki stigma
negatif terhadap orang dengan disabilitas. Pergumulan keluarga juga menjadi hal yang
penting untuk dibahas karena penerimaan keluarga dan kondisi keluarga sangat
berpengaruh terhadap perkembangan nara didik dengan disabilitas. Sebagai umat
Kristen, nara didik juga dipersiapkan untuk berbaur dengan orang lain dengan beragam
agama dan kondisi tetapi tetap menjaga nilai-nilai Kristen yang dimilikinya.
SK yang kedua adalah merespon nilai-nilai Kristiani yang diperhadapkan dengan
gaya hidup modern serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan
mewujudkannya dalam kehidupan sehari-hari. SK ini dibagi atas empat KD yakni
mengidentifikasi nilai-nilai Kristen, mewujudkannya dalam pergaulan, mewujudkan nilai
Kristen dalam menghadapi gaya hidup modern, dan menunjukkan sikap yang tepat
terhadap perkembangan budaya serta ilmu pengetahuan dan teknologi.
Sama seperti isi yang sebelumnya, isi kurikulum yang kedua pun sudah sesuai
dengan asas sosiologis. Akan tetapi urutan isi kurikulum pertama dan kedua tidak efektif.
Pada bagian pertama nara didik diharapkan menjaga identitas Kristennya tetapi bagian
kedua baru menjelaskan mengenai nilai-nilai Kristen. Bagian pertama dan kedua isi
kurikulum sebenarnya tidak jauh berbeda, masih seputar relasi dengan orang lain serta
modernisasi.
SK yang ketiga agak berbeda dengan yang lainnya yakni bertanggung jawab sebagai
orang Kristen dalam perannya sebagai warga gereja dalam mewujudkan nilai-nilai
demokrasi dan HAM. Untuk menjabarkan SK ini terdapat empat KD yakni menjelaskan
gereja dan perannya sebagai institusi sosial dan sebagai persekutuan orang percaya,
menunjukkan sikap yang tepat terhadap peran agama dalam masyarakat, menunjukkan
nilai demokrasi dalam hidupnya, dan menunjukkan nilai HAM dalam hidupnya.
26
Isi kurikulum yang ketiga ini sudah tentu sesuai dengan asas sosiologis tetapi kurang
menunjukkan kebutuhan nara didik dengan disabilitas. Orang-orang dengan disabilitas
sering kehilangan hak demokrasi dan HAM. Masih ada orang-orang dengan disabilitas
dianiaya, dilecehkan, dipasung, hingga dibunuh. Bahkan para gadis muda dengan
disabilitas khususnya tuna grahita kerap dinikahi oleh lelaki dewasa untuk menjadi istri
muda atau dalam beberapa kasus dihamili terlebih dahulu.60
Di dalam kurikulum
seharusnya tidak hanya mengharapkan nara didik menunjukkan nilai HAM dan
demokrasi melainkan menunjukkan hak-hak mereka serta mengajak mereka
mempertahankan atau memperjuangkan hak mereka.
Isi kurikulum yang telah dirumuskan dalam SK dan KD sebenarnya sudah sesuai
dengan asas sosiologi dan dalam beberapa hal cukup memenuhi kebutuhan nara didik.
Akan tetapi keadaan nara didik yang disabilitas belum dilihat secara utuh. Isi kurikulum
PAK untuk SMALB adalah bentuk penyederhanaan dari isi kurikulum PAK untuk SMA.
Penyederhanan ini dimaksudkan agar nara didik mampu memahami materi yang
diberikan. Tetapi keberadaan mereka sebagai orang dengan disabilitas yang beragama
Kristen dan hidup di Indonesia masih belum diperhatikan secara utuh. Selain itu,
berdasarkan core curriculum, isi kurikulum seharusnya juga memuat pengalaman hidup
nara didik dan mempertimbangkan keseharian mereka. Misalnya, kurikulum
mempertimbangkan sikap yang bisa ditunjukkan nara didik ketika banyak orang
menatapnya karena mereka berbeda.
Semua aspek yang dikandung dalam kurikulum seharusnya saling berkaitan mulai
dari tujuan, isi, proses pelaksanaan, hingga evaluasi. Akan tetapi dalam kurikulum ini
tidak menunjukkan adanya keterkaitan antara tujuan dengan isi kurikulum. Dua hal yang
dirumuskan dalam tujuan kurikulum tetapi tidak dijabarkan dalam isi kurikulum adalah
Allah Tritunggal dan karya Allah. Sisi Allah yang Tritunggal tidak dibahas sedikit pun
dalam isi, begitu juga karya Allah.
Pemahaman karya Allah sebenarnya adalah hal yang penting untuk dibahas. Nara
didik seharusnya diberikan pemahaman bahwa apa yang terjadi pada dirinya bukan
akibat dari dosa ataupun sekedar takdir. Dengan demikian nara didik tidak perlu merasa
rendah diri dengan keberadaan mereka. Mereka juga bisa memiliki pengalaman
60
Berdasarkan wawancara yang dilakukan kepada pendidik di SMALB Negeri Salatiga pada tanggal 15
September 2015 pukul 10.00 WIB.
27
mengenai kasih Allah tanpa terus mempersalahkan keadaan disabilitasnya. Di sisi lain
pemahaman mengenai Allah Tritunggal yang sulit dijabarkan perlu diganti dengan sisi
Allah yang lain seperti Allah yang mengasihi, segambar dan serupa dengan Allah, atau
Allah yang bisa dijangkau.
4.2. Pelaksanaan Kurikulum PAK menurut Teori Kurikulum
Pelaksanaan kurikulum PAK menjawab dua pertanyaan untuk merancang
kurikulum yakni proses pengalaman pendidikan yang diatur secara efektif dan
menentukan cara untuk mengetahui apakah tujuan sudah tercapai. Proses pengalaman
pendidikan bisa ditinjau dari metode yang dilakukan, bahan ajar, dan seluruh aspek
dalam proses belajar mengajar. Sedangkan untuk mengetahui pencapaian harus
dilakukan evaluasi. Pelaksanaan dan evaluasi kurikulum juga akan dianalisa berdasarkan
teori kurikulum PAK untuk nara didik dengan disabilitas.
4.2.1. Proses Pelaksanaan Kurikulum PAK
Pelaksanaan satu standar kompetensi dilakukan selama satu tahun pelajaran. PAK
dilakukan satu kali seminggu selama dua jam pelajaran. Proses PAK dilakukan dengan
dua kegiatan yakni kegiatan akademik dan non akademik. Kegiatan akademik dilakukan
di dalam kelas bersama pendidik serta nara didik dengan agama dan tingkat yang sama.
Kegiatan non akademik biasanya berupa ibadah bersama.
Materi yang disajikan oleh pendidik berdasarkan kepada tujuan, SK dan KD
kurikulum. Sayangnya dalam membuat rencana pelaksanaan pembelajaran PAK,
pendidik tidak memiliki buku pedoman. Hal tersebut membuat rencana pelaksanaan
pembelajaran PAK di tiga SMALB di Salatiga berbeda-beda. Para pendidik dan nara
didik juga tidak memiliki buku pegangan pelajaran. Maka dari itu mereka menggunakan
buku PAK untuk SMA atau untuk SMP khusus bagi anak tuna grahita sedang. Para
pendidik juga mencari buku yang lain yang bisa digunakan sebagai referensi PAK
maupun psikologi anak. Dengan demikian di dalam kurikulum PAK untuk SMALB
belum memenuhi secara utuh asas organisatoris. Asas organisatoris seharusnya
mempertimbangkan bahan ajaran. Namun pemerintah belum pernah menerbitkan buku
pegangan PAK untuk pendidik dan nara didik di SMALB.
Metode yang dilakukan di dalam kelas masih didominasi dengan ceramah. Selain itu
pendidik juga melakukan diskusi dengan nara didik baik bersama-sama di dalam kelas
28
maupun pendekatan individu. Nara didik sebenarnya menyukai metode diskusi karena
mereka bisa berbagi pengalaman dan keseharian mereka. Namun untuk melakukan
metode ini sangat sulit. Pendidik harus mengetahui keadaan psikologi anak. Ada kalanya
nara didik sama sekali tidak mau berkomunikasi di dalam kelas. Pendidik juga tidak bisa
memaksakan hal tersebut. Proses ini sudah sesuai dengan asas psikologis yang
mempertimbangkan kebutuhan anak dalam bersosialisasi dengan orang lain.
Pendekatan yang dilakukan kepada setiap individu memungkinkan para pendidik
untuk memahami kondisi psikologi dan fisik dari nara didik dengan disabilitas. Hal ini
juga membantu pendidik dalam memahami pergumulan yang sedang dihadapi nara didik.
Metode diskusi dan pendekatan sesuai dengan core curriculum yankin mengajak nara
didik untuk berpartisipasi aktif dan memasukkan pengalaman hidup nara didik, serta
memperhatikan keseharian mereka.
Kegiatan non akademik yang dilakukan di luar jam pelajaran adalah ibadah bersama.
Ibadah rutin yang dilakukan adalah natal dan paskah bersama. Akan tetapi di SMALB
Negeri Salatiga diadakan ibadah setiap satu minggu sekali. Ibadah tersebut memberikan
kesempatan kepada nara didik untuk bersaksi tentang kehidupan mereka. Selain itu
pendidik juga mengajak mereka beribadah di gereja yang dekat dengan gedung sekolah.
Hal ini membantu nara didik untuk mengenal gereja dan terbiasa datang ke gereja.
Beberapa nara didik di SMALB tidak secara mandiri datang ke gereja. Mereka datang
apabila orang tua mereka pergi ke gereja. Tetapi ada juga beberapa nara didik yang aktif
dalam kegiatan pemuda di gereja.
Kegiatan non akademik tetaplah menjadi bagian dari kurikulum karena masih
berhubungan dengan isi kurikulum. Kurikulum bukan sekedar apa yang akan diajarkan
kepada nara didik melainkan mampu menyediakan pengalaman yang bebas.61
Beribadah
bersama di gereja juga memberikan kebebasan para nara didik untuk mengekspresikan
ibadah mereka.
4.2.2. Evaluasi Kurikulum PAK di SMALB
Evaluasi adalah aspek dalam kurikulum yang sering dianggap remeh. Akan tetapi
dalam pertanyaan dasar yang diajukan oleh Tyler dalam mengembangkan kurikulum,
Tyler mengusulkan untuk menentukan hasil pencapaian. Dengan demikian evaluasi
61
Kelly, The Curriculum Theory and Practice, 3.
29
sudah seharusnya dilakukan. Tiga SMALB di Salatiga melakukan evaluasi kurikulum
PAK dengan cara tes tertulis.62
Tes tertulis hanya mengukur pemahaman nara didik mengenai materi yang sudah
diajarkan atau disampaikan oleh pendidik. Dengan demikian nara didik hanya dijadikan
sebagai objek. Kalau hasil tes baik berarti pendidik sudah menyampaikan materi dengan
baik dan nara didik berhasil menghafal atau memahami materi. Akan tetapi lebih dari itu,
evaluasi seharusnya menjadikan nara didik sebagai subjek.
Pusat dari kurikulum adalah mengajarkan nara didik mengenai kebebasan, salah
satunya kebebasan dan kemandirian berpikir.63
Maka dari itu nara didik juga harus
diberikan hak untuk mengevaluasi kurikulum yang sudah disampaikan kepada mereka
mulai tujuan sampai proses pelaksanaan. Dengan demikian kurikulum bisa terus
berkembang dan mulai memperhatikan kebutuhan orang dengan disabilitas. Jika
memungkinkan, kebutuhan nara didik yang belum masuk dalam kurikulum bisa
dipertimbangkan untuk menjadi pokok pembahasan pada tingkat berikutnya.
5. Penutup
5.1. Kesimpulan
Setelah melalui proses penelitian dan analisa berdasarkan teori kurikulum dapat
disimpulkan bahwa isi dan pelaksanaan kurikulum PAK di SMALB belum sepenuhnya
sesuai dengan teori kurikulum dan belum memenuhi kebutuhan nara didik dengan
disabilitas. Beberapa alasan yang mendasar yakni yang pertama, tujuan kurikulum PAK
mengenai Allah Tritunggal kurang mempertimbangkan kondisi nara didik dengan
disabilitas terkhusus tuna grahita sedang. Terlebih lagi pemahaman mengenai Allah
Tritunggal bukanlah hal utama yang perlu dipahami oleh nara didik. Dengan demikian
pembahasan mengenai Allah Tritunggal perlu digantikan dengan sisi Allah yang lain.
Alasan kedua adalah ketidaksinkronan antara tujuan kurikulum dengan isi
kurikulum. Tujuan kurikulum mengenai Allah Tritunggal dan pembahasan mengenai
karya Allah belum sepenuhnya dijabarkan dalam isi kurikulum. Alasan ketiga, isi
kurikulum belum sepenuhnya menjawab kebutuhan dan pergumulan utama nara didik.
Misalnya mengenai keberadaan disabilitas mereka dipandang dari kekristenan,
62
Berdasarkan wawancara terhadap pendidik PAK di SMALB Negeri Salatiga, SMALB Wantu Wirawan,
dan SMALB Bina Putra pada tanggal 15, 18, dan 25 September 2015. 63
Kelly, The Curriculum Theory and Practice, 3.
30
menunjukkan nilai Kristen di tengah masyarakat non disabilitas yang masih memiliki
stigma negatif. Beberapa isi kurikulum PAK juga memiliki konten yang baik tetapi
kurang tepat sasaran. Misalnya seperti materi tentang HAM dan demokrasi yang kurang
sesuai dengan kondisi nara didik dengan disabilitas. Mereka sebaiknya tidak hanya
dituntut untuk menunjukkan nilai HAM dan demokrasi tetapi memahami, menjalankan,
dan memperjuangkan.
Alasan keempat yakni tidak adanya bahan ajar yang bisa digunakan para pendidik
untuk mengajar dan nara didik untuk belajar. Pendidik mungkin bisa menggunakan buku
pegangan PAK untuk pendidik SMA, tetapi nara didik belum tentu bisa
menggunakannya. Alasan kelima yakni evaluasi yang dilakukan belum menjadikan nara
didik sebagai pusat. Nara didik belum bisa menyampaikan aspirasi mereka mengenai
kurikulum PAK yang diberikan kepada mereka.
5.2. Saran
Pada akhirnya setelah proses penelitian dan analisa selesai, penulis memberikan
saran kepada pemerintah terkhusus Departemen Pendidikan, SMALB di Salatiga,
sekaligus Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya Wacana. Semoga saran yang
diberikan dapat dipertimbangkan demi perkembangan kurikulum PAK untuk SMALB di
Salatiga.
5.2.1. Saran Kepada Pemerintah
Kepada pemerintah terkhusus Departemen Pendidikan, penulis mengusulkan dua
saran. Pertama, sebaiknya kurikulum PAK untuk SMALB dikembangkan lagi sesuai
dengan kondisi dan kebutuhan nara didik dengan disabilitas. Kedua, sebaiknya
pemerintah menyediakan buku pegangan yang bisa digunakan untuk pendidik dan bisa
juga digunakan untuk nara didik dengan tunanetra, tunarungu, maupun tunagrahita.
31
5.2.2. Saran Kepada SMALB di Salatiga
Kepada SMALB di Salatiga penulis mengusulkan dua saran. Pertama, dalam
menentukan tujuan kurikulum harus dilakukan pemetaan terhadap kebutuhan nara didik.
Dengan demikian kegiatan dan materi pembelajaran pun sesuai dengan kebutuhan serta
kehidupan nara didik. Kedua, dalam pelaksanaan kurikulum PAK, metode yang
digunakan harap dikembangkan. Nara didik harap lebih dilibatkan di dalam proses
belajar mengajar. Selain itu ruang kelas juga perlu diatur sedemikian rupa agar nyaman
bagi nara didik. Saran ketiga, di dalam evaluasi harap melibatkan nara didik dengan
demikian pendidik bisa mengembangkan isi kurikulum yang ditetapkan oleh Badan
Standar Nasional Pendidikan.
Keempat, sekolah harap mengembangkan kegiatan non akademik secara rutin seperti
kegiatan ibadah. Kegiatan ibadahnya pun diharapkan inovatif agar mampu
mengembangkan kecerdasan ganda nara didik. Ibadah bisa dilakukan dalam bentuk seni
peran, penyembahan pujian, dan ibadah padang. Selain itu ibadah perlu dilakukan
bersama berbagai pihak seperti nara didik dari sekolah yang berbeda atau ibadah bersama
di gereja.
5.2.3. Saran Kepada Fakultas Teologi UKSW
Kepada Fakultas Teologi UKSW penulis mengusulkan dua saran. Pertama, mata
kuliah teologi disabiltas harap lebih memberikan distribusi di dalam perkembangan
kurikulum PAK untuk anak disabilitas. Kedua, diharapkan agar Fakultas Teologi UKSW
menjalin kerjasama dengan SLB yang ada di Salatiga.
32
DAFTAR PUSTAKA
Badan Standar Nasional Pendidikan. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Sekolah
Menengah Atas. 2006.
Boehlke, Robert Richard. Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek Pendidikan Agama
Kristen dari Yohanes Amos Comenius sampai Perkembangan Pendidikan Agama Kristen
di Indonesia. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009.
Brotosudarmo, Drie S. Pendidikan Agama Kristen untuk Perguruan Tinggi. Yogyakarta:
Penerbit Andi, 2008.
Brown, Robert K. “Max van Manen and Pedagogical Human Science Research”. Dalam
Understanding Curriculum as Phenomenological and Deconstructed Text. Diedit oleh
William F. Pinar dan William M. Reynolds. New York dan London: Teacher College
Press, 1992.
Christiani, Tabita Kartika. “Persons with Disabilities in Indonesia”. Dalam Doing Theology
from Disability Perspective. Manila: ATESEA, 2011.
Creamer, Deborah Beth. Disability and Christian Theology Embodied Limits and
Constructive Possibilities. New York: Oxford University Press, 2009.
Farrell, Michael. Educating Special Children. New York: Routledge, 2008.
Griggs, Donald L. Teaching Teachers To Teach A Basic Manual for Church Teachers.
Nashville: Griggs Educational Resource, 1974.
Groome, Thomas H. Christian Religious Education Pendidikan Agama Kristen Berbagi
Cerita & Visi Kita. Diterjemahkan oleh Daniel Stefanus. Jakarta: Gunung Mulia, 2010.
Harris, Maria. Fashion Me a People Curriculum in the Church. Kentucky: Westminster/John
Knox Press, 1989.
Herdiansyah, Haris. Metodologi Penelitan Kualitatif untuk Ilmu-ilmu Sosial. Jakarta:
Salemba Humanika, 2010.
Kelly, A. V. The Curriculum Theory and Practice. London: SAGE Publications, 2004.
Kristianto, Paulus Eko. “Pengembangan Kesadaran Teologi Difabilitas dalam Kurikulum
Pendidikan Agama Kristen bagi Perjuangan Keberadaan Difabel di Indonesia”.
33
Disampaikan dalam Pertemuan Asosiasi Teolog Indonesia 2014 Fakultas Teologi
UKDW Yogyakarta, 2014.
Macha, Macha. “Disability and Public Issues: Health, Poverty, Education, Gender, and
Unemployment”. Dalam Doing Theology from Disability Perspective. Manila:
ATESEA, 2011.
Mulyasa, E. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004.
Nasution, S. Asas-Asas Kurikulum. Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008.
Nuhamara, Daniel. Pembimbing PAK Pendidikan Agama Kristen. Bandung: Jurnal Info
Media, 2007.
_______. PAK (Pendidikan Agama Kristen) Remaja. Jawa Barat: Jurnal Info Media, 2010.
Ormrod, Jeanne Ellis. Psikologi Pendidikan Membantu Nara didik Tumbuh dan Berkembang.
Jakarta: Penerbit Erlangga, 2008.
Porter, Louise. Educating Young Children with Additional Needs. Australia: National
Library, 2002.
Setyawan, Yusak B. “Membaca Alkitab Dalam Perspektif Disabilitas”. Disampaikan dalam
Seminar dan Lokakarya Diskursus dalam Pendidikan Teologi di Indonesia. Salatiga:
Universitas Kristen Satya Wacana, 2013.
Sidjabat, B. Samuel. Strategi Pendidikan Kristen Suatu Tinjauan Teologis-Filosofis.
Yogyakarta: Penerbit Andi, 1994.
Silalahi, Ulber. Metode Penelitian Sosial. Bandung: PT. Refika Aditama, 2009.
Slattery, Patrick. Curriculum Development in the Postmodern Era. New York dan London:
Garland Publishing Inc., 1995.
Stanley, William B. Curriculum For Utopia Social Reconstructionism and Critical Pedagogy
in the Postmodern Era. Albany: State University of New York Press, 1992.
Sumiyatiningsih, Dien. Mengajar dengan Kreatif & Menarik. Yogyakarta: Penerbit Andi,
2006.
Tait, Tom dan Nicky Genders, Caring for People with Learning Disabilities. London:
Arnold, 2002.
34
Westwood, Peter. Commonsense Children with Special Education Needs. New York:
Roudledge, 2011.
Williams, Val. Disability and Discourse Analysing Inclusive Conversation with People with
Intellectual Disabilities. UK: Willey-Blacwell, 2011.
Wyckoff, D. Campbell. Theory and Design of Christian Education Curriculum. Philadelphia:
The Westminster Press, 1960.
Wawancara yang dilakukan kepada pendidik PAK di SMALB Negeri Salatiga pada tanggal
15 September 2015 pukul 10.00 WIB
Wawancara yang dilakukan kepada pendidik PAK di SMALB Wantu Wirawan Salatiga pada
tanggal 18 September 2015 pukul 09.00 WIB
Wawancara yang dilakukan kepada pendidik PAK di SMALB Bina Putra Salatiga pada
tanggal 25 September 2015 pukul 09.00 WIB
Badan Standar Nasional. “Standar Isi” diunduh dari http://bsnp-indonesia.org/id/wp-
content/uploads/isi/Standar_Isi.pdf pada 26 September 2015 pukul 11.35 WIB.
International Labour Organization, “Inklusi Penyandang Disabilitas di Indonesia” yang
diunduh dari http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---asia/---ro-bangkok/---ilo-
jakarta/documents/publication/wcms_233426.pdf pada 29 Agustus 2014 pukul 13.28
WIB.