T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

172
1 UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMANFAATAN SUBSIDI PELAYANAN KESEHATAN GRATIS TINGKAT PUSKESMAS DI KABUPATEN TABALONG KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2010 TESIS AMIR SU’UDI NPM 0706256581 FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT PROGRAM PASCA SARJANA DEPOK JULI 2010 Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Transcript of T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

Page 1: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

1

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS PEMANFAATAN SUBSIDI PELAYANAN KESEHATAN GRATIS TINGKAT PUSKESMAS

DI KABUPATEN TABALONG KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2010

TESIS

AMIR SU’UDI NPM 0706256581

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT PROGRAM PASCA SARJANA

DEPOK JULI 2010

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 2: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

i

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS PEMANFAATAN SUBSIDI PELAYANAN KESEHATAN GRATIS TINGKAT PUSKESMAS

DI KABUPATEN TABALONG KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2010

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar MAGISTER KESEHATAN MASYARAKAT

AMIR SU’UDI NPM 0706256581

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

KEKHUSUSAN EKONOMI KESEHATAN DEPOK

JULI 2010

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 3: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

ii

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 4: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Alloh SWT yang telah memberikan rahmat dan

hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul “ Analisis

Pemanfaatan Subsidi Pelayanan Kesehatan Gratis Tingkat Puskesmas di

Kabupaten Tabalong Kalimantan Selatan Tahun 2010”.

Dalam penyusunan tesis ini, penulis banyak mendapatkan dukungan dan

bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima

kasih, terutama kepada Bapak Prof. dr. Ascobat Gani, MPH., Dr.PH, selaku

pembimbing yang telah mengarahkan penulis hingga selesainya tesis ini. Pada

kesempatan ini, penulis juga menyampaikan banyak terima kasih kepada :

1. Bapak Pujiyanto, SKM., M.Kes yang telah bersedia menguji mulai dari

seminar proposal, seminar hasil hingga ujian tesis dan memberikan banyak

masukan serta bimbingan penulisan tesis ini

2. Bapak dr. Sandi Iljanto, MPH., Bapak drg. M. Kamaruzzaman, MSc., dan Ibu

Dr. Atikah Adyas, SKM., MDM, yang telah bersedia menguji dan

memberikan masukan demi perbaikan tesis ini.

3. Dekan FKM UI, Ketua Departemen AKK dan seluruh Dosen saya di Program

Pasca Sarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat FKM UI.

4. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Tabalong, serta penyelenggara DHS-2.

5. Ibunda, isteri dan anak-anak tercinta, serta adik-adik yang selalu memberikan

dorongan dan menghibur penulis untuk dapat menyelesaikan tesis ini,

6. Teman-teman di Dinas Kesehatan Tabalong, Puskesmas Pamarangan Kiwa,

Puskesmas Hikun, Puskesmas Kelua dan Puskesmas Muara Uya atas

pastisipasinya

7. Teman-teman kuliah angkatan 2007 dan 2008 atas kebersamaannya.

Penulis menyadari banyak sekali kekurangan dan kelemahan dalam

penulisan tesis ini, untuk itu masukan dan saran perbaikan tesis ini sangat penulis

harapkan.

Depok, Juli 2010

Penulis

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 5: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

iv

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 6: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

v

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 7: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

vi

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 8: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

vi

ABSTRAK

Nama : Amir Su’udi Program Studi : Ilmu Kesehatan Masyarakat Judul : Analisis Pemanfataan Subsidi Pelayanan Kesehatan

Gratis Tingkat Puskesmas di Kabupaten Tabalong Kalimantan Selatan Tahun 2010

Sejak tahun 2008, Pemerintah Kabupaten Tabalong memberikan subsidi pelayanan kesehatan gratis tingkat Puskesmas melalui program Jaminan Tabalong Sehat (JTS). Sasarannya seluruh penduduk Tabalong yang tidak tercakup oleh asuransi atau jaminan kesehatan. Namun pemanfaatan pelayanan kesehatan Puskesmas dan serapan dana yang telah dianggarkan masih rendah.

Penelitian ini bertujuan mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan rendahnya pemanfaatan subsidi pelayanan kesehatan gratis tingkat Puskesmas di Kabupaten Tabalong. Penelitian ini merupakan studi analitik dengan disain cross sectional. Sampel sebanyak 405 rumah tangga, diambil secara acak sistematik dari klaster 15 desa/kelurahan yang berada di tiga wilayah Puskesmas terpilih. Analisis dilakukan menggunakan statistik regresi logistik ganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemanfaatan subsidi pelayanan kesehatan gratis belum optimal. Sebanyak 58% responden pernah memanfaatkan pelayanan kesehatan Puskesmas, dalam setahun terakhir. Faktor yang berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan di Puskesmas adalah pengetahuan, kemauan untuk membayar (WTP), adanya penyakit dan biaya transportasi. Rendahnya pemanfaatan pelayanan Puskemas yang sudah digratiskan terkait dengan kurang optimalnya kegiatan Puskesmas, kurangnya sosialisasi ke masyarakat dan sasaran masyarakat yang diberikan subsidi kurang tepat. Disarankan kepada jajaran kesehatan untuk lebih meningkatkan sosialisasi dan mendekatkan kegiatan program JTS pada masyarakat. Kepada Pemda Tabalong sebaiknya target sasaran subsidi pelayanan kesehatan gratis diprioritaskan pada masyarakat kurang mampu, dan dilakukan upaya peningkatan kualitas pelayanan kesehatan yang lebih komprehensif. Kata Kunci : Pemanfaatan Puskesmas, Subsidi, Tabalong

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 9: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

vii

ABSTRACT

Name : Amir Su’udi Study Program : Public Health Sciences Title : Utilization Analysis of Free Health Care Subsidies at

Public Health Centre in Tabalong District, South of Kalimantan, 2010

Since 2008, Government of Tabalong District have been giving free health

care subsidies at public health centre (PHC) through Tabalong Health Security (Jaminan Tabalong Sehat /JTS) program. Targetting of JTS program are all of Tabalong citizen that have not covered by health insurance or health security programs. But, rates of PHC utilization and budget reserved have been low.

This research aim to know the factors that related with low utilization of free health care subsidies at PHC in Tabalong District. This research was analitycal study with cross sectional design. Sampels are 405 household that selected by systematic random from 15 villages cluster at three selected PHC areas. To provide relationship of variables used multiple logistic regression statistical analysis.

Result of the study show that utilization of free health care subsidies were not optimize yet. Just 58% of respondent utilized health care at PHC in the last year. The factors that related with health care utilization at PHC are knowledge, willingness to pay (WTP), diseases avalaibility, and cost of transportation. The low rates utilization of free PHC were also caused by un-optimize of PHC’s activities, lack of promotion the JTS program, not matching of subsidies targetting. For health providers were recommended to increase promotion and enclose the implementation program to the community. For Government of Tabalong District were suggested to provide focussed targetting of JTS program due the poor and near poor citizen, and increasing the health care quality more comprehensive. Key word : PHC utilization, Subsidy, Tabalong

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 10: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

vii

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 11: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

viii

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ................................................................................... HALAMAN PENGESAHAN .................................................................... KATA PENGANTAR.................................................................................. SURAT PERNYATAAN ............................................................................ HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI .................. ABSTRAK .................................................................................................. ABSTRACT ................................................................................................ DAFTAR ISI................................................................................................ DAFTAR TABEL........................................................................................ DAFTAR GAMBAR................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN................................................................................

i

ii iii iv v

vi vii viii xii xv

xvi

1. PENDAHULUAN ............................................................................... 1 1.1. Latar Belakang...............................................................................

1.2. Rumusan Masalah.......................................................................... 1.3. Pertanyaan Penelitian..................................................................... 1.4. Tujuan Penelitian...........................................................................

1.4.1. Tujuan Umum............................................................ 1.4.2. Tujuan Khusus..............................................................

1.5. Manfaat Penelitian...................................................................... 1.6. Ruang Lingkup Penelitian.............................................................

1 6 6 6 6 7 8 8

2. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 2.1. Pelayanan Kesehatan...................................................................

2.1.1. Batasan Pelayanan Kesehatan ............................................ 2.1.2. Pelayanan Kesehatan Dasar................................................ 2.1.3. Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas)..........................

2.1.3.1. Batasan, Visi dan Misi Puskesmas……….......... 2.1.3.2. Fungsi, Kedudukan dan Tata Kerja

Puskesmas ………………………………........... 2.1.3.3. Program Puskesmas……………………..…....... 2.1.3.4. Target Pemanfaatan Pelayanan Puskesmas ........

2.1.4. Permasalahan Pelayanan Kesehatan Dasar ……............... 2.2. Pembiayaan Pelayanan Kesehatan.................................................

2.2.1. Batasan Pembiayaan Kesehatan…...................................... 2.2.2. Tujuan Pembiayaan Kesehatan........................................... 2.2.3. Sumber Pembiayaan Kesehatan …………….....................

9 9 9

10 10 10

11 12 13 13 14 14 15 16

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 12: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

ix

2.3. Subsidi Pelayanan Kesehatan….................................................... 2.3.1. Batasan Subsidi……........................................................... 2.3.2. Pendekatan dalam Pemberian Subsidi................................ 2.3.3. Program Subsidi di Beberapa Negara ……….………...... 2.3.4. Subsidi Pelayanan Kesehatan Gratis di

Kabupaten Tabalong …………………..…….................... 2.3.5. Subsidi dan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan ……........

2.4. Teori Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan...................................... 2.4.1.Teori Demand menurut Grossman, Mills dan Feldstein .... 2.4.2. Model Pemanfaatan Pelayanan Zschock............................ 2.4.3. Model Perilaku (Behavioral Model) menurut

Anderson…………………………………………….......... 2.4.4. Teori Akses pelayanan Aday, Andersen, dan Flemming.. 2.4.5. Teori Perilaku Green ……………………………….......... 2.4.6. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pemanfaatan

Pelayanan Kesehatan ……...…………................................ 2.4.6.1. Karakteristik Rumah Tangga ……….........……... 2.4.6.2. Kebutuhan Pelayanan Kesehatan ……….........…. 2.4.6.3. Akses ke Puskesmas ……………………..........… 2.4.6.4. Kepemilikan Jaminan/Asuransi Kesehatan .......... 2.4.6.5. Status Ekonomi …………………………............. 2.4.6.6. Karakteristik Pelayanan Puskesmas ……….........

19 19 19 20

21 23 23 24 25

26 26 28

28 28 29 30 31 31 33

3. KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS ........................................................................................

35

3.1. Kerangka Konsep........................................................................... 3.2. Variabel dan Definisi Operasional ................................................ 3.3. Hipotesis ……………………………………………………........

35 36 41

4. METODOLOGI PENELITIAN ....................................................... 43 4.1. Disain Penelitian............................................................................

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian......................................................... 4.3. Populasi dan Sampel...................................................................... 4.3.1. Populasi …………………………………………….......... 4.3.2. Sampel ………………………………………………........ 4.4. Teknik Pengumpulan Data............................................................. 4.4.1. Jenis dan Sumber Data ………………………………....... 4.4.2. Instrumen Penelitian ……………………………….......… 4.4.3. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner .................. 4.4.4. Cara Pengumpulan Data ………………….....................… 4.5. Pengolahan Data............................................................................. 4.6. Analisis Data.................................................................................. 4.6.1. Analisis Univariat …………………………....................... 4.6.2. Analisis Bivariat ……………………………...................... 4.6.3. Analisis Multivariat ……………………….....................…

43 43 44 44 44 45 45 46 47 47 48 49 49 49 50

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 13: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

x

5. HASIL PENELITIAN ....................................................................... 51 5.1. Gambaran Umum Daerah Penelitian…........................................

5.2. Analisis Univariat ......................................................................... 5.2.1. Karakteristik Responden …………………… 5.2.2. Pemanfaata Puskesmas, Pembayaran Puskesmas dan

Kepemilikan Jaminan/Asuransi ……………………........ 5.2.3. Pengetahuan tentang Program Subsidi Pelayanan

Kesehatan Gratis / Jaminan Tabalong Sehat ………….... 5.2.4. Persepsi / Keluhan Sakit, Adanya Penyakit, Pencarian

dan Biaya Pengobatan ………....................................…... 5.2.5. Akses ke Puskesmas …………………....................…….. 5.2.6. Pengeluaran, Kemampuan dan Kemauan Membayar

Puskesmas………….......................................…………... 5.2.7. Jam Buka, Keberadaan Dokter dan Kualitas Pelayanan

Puskesmas …………………….....................................… 5.3. Analisis Bivariat ……………………………………...................

5.3.1. Hubungan antara Pendidikan KK dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas ………….......……...

5.3.2. Hubungan antara Pengetahuan dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas …………..…………

5.3.3. Hubungan antara Pekerjaan KK dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas …………………….

5.3.4. Hubungan antara Persepsi / Keluhan Sakit dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas ……...

5.3.5. Hubungan antara Adanya Penyakit dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas ...……….….………

5.3.6. Hubungan antara Waktu Tempuh dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas …...………………..

5.3.7. Hubungan antara Biaya Transport ke Puskesmas dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas …...…

5.3.8. Hubungan antara Pengeluaran Rumah Tangga dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas ……..

5.3.9. Hubungan antara Kemampuan untuk membayar (ATP) dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas

5.3.10 Hubungan antara Kemauan untuk membayar (WTP) dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas

5.3.11 Hubungan antara Kepemilikan Asuransi / Jaminan Kesehatan dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas ……….............................................................

5.3.12 Hubungan antara Kesesuaian Jam Buka Puskesmas dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas

5.3.13 Hubungan antara Keberadaan Dokter dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas …...…

5.3.14 Hubungan antara Persepsi Kualitas Pelayanan Puskesmas dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas

51 53 53

54

55

56 58

59

59 61

61

61

62

63

63

64

65

65

66

67

67

68

69

69

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 14: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

xi

5.4. Analisis Multivariat ………………………….................………. 5.4.1. Pemilihan Variabel Independen sebagai Variabel

Kandidat Pemodelan .……..................................………. 5.4.2. Hasil Analisis Multivariat …....................………………

70

70 71

6. PEMBAHASAN ................................................................................. 74 6.1. Keterbatasan Penelitian.................................................................

6.2. Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas........................ 6.3. Hubungan Antara Pendidikan dengan Pemanfaatan

Pelayanan Kesehatan di Puskesmas ………………………......... 6.4. Hubungan Antara Pengetahuan dengan Pemanfaatan

Pelayanan Kesehatan di Puskesmas……...……………………... 6.5. Hubungan Antara Pekerjaan dengan Pemanfaatan

Pelayanan Kesehatan di Puskesmas ............................................. 6.6. Hubungan Antara Persepsi / Keluhan Sakit dan Adanya

Diagnosa Penyakit yang diderita dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas ………….............................

6.7. Hubungan Antara Waktu Tempuh dan Biaya Transportasi ke Puskesmas dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas.....................................................................................

6.8. Hubungan Antara Pengeluaran Rumah Tangga, Kemampuan Membayar dan Kemauan Membayar dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas ………………………….....

6.9. Hubungan Antara Kepemilikan Asuransi/Jaminan Kesehatan dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas............

6.10. Hubungan Antara Kesesuaian Jam Buka Puskesmas dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas …………….

6.11. Hubungan Antara Keberadaan Dokter dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas ……………………..…….

6.12. Hubungan Antara Persepsi Kualitas Pelayanan Puskesmas dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas ……

6.13 Implikasi terhadap Kebijakan Subsidi Pelayanan Kesehatan Gratis di Puskesmas melalui Program Jaminan Tabalong Sehat

74 74

75

76

77

77

78

80

81

82

83

83

84

7. KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 88 7.1. Kesimpulan....................................................................................

7.2. Saran............................................................................................... 88 89

DAFTAR REFERENSI ............................................................................ 90

DAFTAR TABEL

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 15: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

xii

Nomor Tabel Halaman

1.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Anggaran Sektor Kesehatan dan Anggaran Program JTS, Kabupaten Tabalong Tahun 2007 – 2009 ……………………………………………… 4

1.2 Data Kunjungan Rawat Jalan Pelayanan Kesehatan Dasar ke Puskesmas di Kabupaten Tabalong Tahun 2007 dan 2008……… 5

5.1 Distribusi Karakteristik Responden dan Kepala Rumah Tangga Kabupaten Tabalong Tahun 2010 ……………………………….. 53

5.2 Distribusi Pemanfaatan Pelayanan Puskesmas, Pembayaran Pelayanan Puskesmas dan Kepemilikan Jaminan/Asuransi Kesehatan, Kabupaten Tabalong Tahun 2010 ………..………… 54

5.3 Statistik Diskriptif Frekuensi Pemanfaatan Puskesmas dalam satu Tahun, Kabupaten Tabalong Tahun 2010 ……..………………… 55

5.4 Distribusi Responden Menurut Pengetahuan tentang Program Subsidi Pelayanan Kesehatan Gratis Jaminan Tabalong Sehat (JTS), Kabupaten Tabalong Tahun 2010 ……………………...... 55

5.5 Distribusi Responden Menurut Persepsi/Keluhan Sakit, Kabupaten Tabalong Tahun 2010 ……………………………….. 56

5.6 Statistik Diskriptif Jumlah Keluhan Sakit yang Dialami, Kabupaten Tabalong Tahun 2010 ………..……………………… 57

5.7 Distribusi Responden Menurut Kategori Keluhan Sakit, Pencarian Pengobatan dan Alasannya, serta Adanya Diagnosa Penyakit, Kabupaten Tabalong Tahun 2010 .......………………... 57

5.8 Statistik Diskriptif Jumlah Biaya Dibayarkan pada Sarana Kesehatan yang Dipilih, Kabupaten Tabalong Tahun 2010 …….. 58

5.9 Statistik Diskriptif Jarak, Waktu Tempuh, dan Biaya Transportasi ke Puskesmas, Kabupaten Tabalong Tahun 2010 … 58

5.10 Distribusi Responden Menurut Cara dan Kemudahan Mendapatkan Angkutan ke Puskesmas, Kabupaten Tabalong Tahun 2010 ………………………………………………………

59

5.11

Statistik Diskriptif Pengeluaran Rumah Tangga, Kemampuan Membayar (ATP), dan Kemauan Membayar (WTP) Pelayanan Puskesmas, Kabupaten Tabalong Tahun 2010 ......………………

59

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 16: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

xiii

5.12 Distribusi Responden Menurut Kesesuaian Jam Buka Puskesmas, Pemeriksaan oleh Dokter dan Persepsi Kualitas Pelayanan Puskesmas, Kabupaten Tabalong Tahun 2010 …………………..

60

5.13 Skor Penilaian Responden Terhadap Indikator Kualitas Pelayanan Puskesmas, Kabupaten Tabalong Tahun 2010 ………. 60

5.14 Statistik Hubungan antara Pendidikan KK dengan Pemanfaatan Pelayanan kesehatan di Puskesmas, Kabupaten Tabalong Tahun 2010 ................................................................................................ 61

5.15 Statistik Hubungan antara Pengetahuan dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas, Kabupaten Tabalong Tahun 2010 ……………………………………………………………… 62

5.16 Statistik Hubungan antara Pekerjaan KK dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas, Kabupaten Tabalong Tahun 2010 ……………………………………………………………… 62

5.17 Statistik Hubungan antara Persepsi/Keluhan Sakit dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas, Kabupaten Tabalong Tahun 2010 …………………………………………… 63

5.18 Statistik Hubungan antara Adanya Diagnosa Penyakit dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas, Kabupaten Tabalong tahun 2010 ...…………………………………………... 64

5.19 Statistik Hubungan antara Waktu Tempuh dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas, Kabupaten Tabalong Tahun 2010 ……………………………………………………………… 64

5.20 Statistik Hubungan antara Biaya Transportasi ke Puskesmas dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas, Kabupaten Tabalong Tahun 2010 ………………………………. 65

5.21 Statistik Hubungan antara Pengeluaran Rumah Tangga dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas, Kabupaten Tabalong Tahun 2010 ……. …………………………………….. 66

5.22 Statistik Hubungan antara Kemampuan Membayar (ATP) Rumah Tangga dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas, Kabupaten Tabalong Tahun 2010 ……….. ………...

66

5.23 Statistik Hubungan Kemauan Membayar (WTP) Rumah Tangga dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas, Kabupaten Tabalong Tahun 2010 ……………………………….. 67

5.24

Statistik Hubungan antara Kepemilikan Jaminan Kesehatan dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas, Kabupaten Tabalong Tahun 2010 ……………………………..…

68

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 17: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

xiv

5.25 Statistik Hubungan antara Kesesuaian Jam Buka Puskesmas dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas, Kabupaten Tabalong Tahun 2010 …………..…………………… 68

5.26 Statistik Hubungan antara Keberadaan Dokter dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas, Kabupaten Tabalong Tahun 2010 …………………………………………… 69

5.27 Statistik Hubungan antara Persepsi Kualitas Pelayanan Puskesmas dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas, Kabupaten Tabalong Tahun 2010 ………………….. 70

5.28 Pemilihan Variabel Independen, sebagai Variabel Kandidat Pemodelan Uji Multivariat Regresi Logistik Berganda …………. 71

5.29 Hasil Analisis Multivariat Tahap Akhir untuk Variabel yang Berhubungan dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas ……………………………………………………….. 72

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 18: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

xv

DAFTAR GAMBAR

Nomor Gambar Halaman

2.1 Skema Hubungan Fungsi dan Tujuan Sistem Kesehatan Menurut WHO (2000)…………………………….. ……………………… 16

2.2 Diagram Pengambilan Pilihan Sistem Pembiayaan Program Kesehatan Menurut WHO (2000)……………………….. ……… 18

2.3 Kerangka Teori untuk Studi Akses (Aday, et al., 1980)...……….. 27

3.1 Kerangka Konsep Penelitian …………………………………….. 35

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 19: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Lampiran

1. Variabel Penelitian 2. Hasil Uji Validitas dan Reabilitas Kuesioner

3. Hasil Uji Bivariat Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pemanfaatan

Subsidi Pelayanan Kesehatan Gratis Tingkat Puskesmas di Kabupaten Tabalong Tahun 2010.

4. Hasil Uji Analisis Multivariat Regresi Logistik Ganda 5. Matrik Hasil Wawancara Mendalam dengan Penentu Kebijakan dan Pelaksana

Program JTS di Tingkat Kabupaten

6. Matrik Hasil Wawancara Mendalam dengan Provider Kesehatan di Tingkat Puskesmas

7. Kuesioner Penelitian

8. Pedoman Wawancara Mendalam

9. Surat Izin Penelitian dan Menggunakan Data.

10. Surat Pemberitahuan Penelitian

11. Daftar Riwayat Hidup

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 20: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan merupakan hak asasi setiap orang. Setiap orang mempunyai

hak yang sama untuk memperoleh akses pelayanan kesehatan yang aman, bermutu

dan terjangkau (UU Kesehatan No.36/2009). Karena, kesehatan merupakan

komponen penting dalam kesejahteraan (Samuelson, 2001:p.480). Maka negara

harus menjamin agar penduduknya dapat hidup sehat dan produktif.

Tujuan pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran,

kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar dapat terwujud

derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya (Depkes RI, 2006). Namun,

adanya krisis ekonomi pada tahun 1997, turut menyebabkan menurunnya

kemandirian masyarakat dalam bidang kesehatan. Krisis ekonomi telah

meningkatkan jumlah masyarakat miskin, dari 11,3% atau 22,4 juta penduduk

pada tahun 1996, menjadi 24,2% atau 49,5 juta penduduk pada tahun 1998

(Depkes RI, 2003:p.1). Sementara, hasil Susenas 2001 menunjukkan bahwa

kesakitan dan kematian lebih banyak terjadi pada kelompok miskin, yang salah

satu penyebabnya adalah kesulitan terhadap akses pelayanan kesehatan (Gani,

2002 dalam Thabrany, 2009:p.41).

Sebagai upaya menanggulangi dampak krisis, tahun 1999 pemerintah

mengeluarkan program Jaring Pengaman Sosial Bidang Kesehatan (JPS-BK).

Program JPS-BK bertujuan untuk mempertahankan status kesehatan keluarga

miskin pada kondisi krisis, dengan memberikan subsidi biaya pelayanan

kesehatan bagi keluarga miskin, baik di Puskesmas maupun di rumah sakit

(Depkes RI, 2003;p.1). Kebijakan subsidi biaya pelayanan kesehatan tersebut

terus berlanjut hingga tahun 2009. Anggaran program Askeskin/Jamkesmas

Rp.2,323 triliun untuk sasaran 36.146.700 jiwa tahun 2005, menjadi Rp.4,6

trilliun, untuk sasaran 76,4 juta penduduk miskin dan hampir miskin pada tahun

2007, 2008 dan 2009 (Depkes, 2009a).

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 21: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

2

1 Universitas Indonesia

Sementara itu, beberapa pemerintah daerah juga mengembangkan sistem

pembiayaan kesehatannya masing-masing. Maksud utamanya adalah untuk

meringankan beban masyarakat dalam membiayai kesehatannya. Secara umum

arah pengembangan sistem jaminan kesehatan daerah tersebut adalah sistem

asuransi kesehatan dan pelayanan kesehatan gratis. Menurut data Depkes RI,

hingga bulan Juli 2008, tercatat ada 36 kabupaten/kota yang telah

mengembangkan sistem asuransi kesehatan dan 60 kabupaten/kota

mengembangkan sistem pelayanan kesehatan gratis (Gani dkk, 2008).

Diantara alasan Pemda memilih kebijakan pelayanan kesehatan gratis

adalah bahwa retribusi yang diterima dari pelayanan kesehatan dasar relatif kecil

dan dapat ditanggung oleh APBD bila digratiskan. Alasan lainnya adalah dengan

menggratiskan pelayanan bagi seluruh penduduk, maka Pemda tidak lagi

direpotkan masalah identifikasi penduduk miskin (Gani dkk, 2008). Sayangnya,

kebijakan tersebut seringkali tidak diikuti dengan perhitungan yang cermat,

berapa besaran biaya yang diperlukan secara komprehensif. Akibatnya agar janji

dapat ditepati, pelayanan kesehatan gratis yang diberikan dibatasi pada pelayanan

tertentu, seperti cukup pelayanan kesehatan di Puskesmas saja (Junadi,

2008:p.650).

Namun begitu, penurunan pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan

akibat krisis belum sepenuhnya pulih. Meskipun peluncuran program Askeskin

telah meningkatkan akses pemanfaatan layanan rawat jalan masyarakat miskin

pada fasilitas kesehatan publik pada tahun 2006 dibandingkan tahun 2005. Antara

5,3 – 6,8% populasi mengunjungi Puskesmas setidaknya sekali dalam sebulan

(World Bank, 2008: p.19-21). Akan tetapi, jika dibandingkan sebelum krisis pada

tahun 1993, sekitar 52,7% orang yang sakit mengunjungi fasilitas kesehatan,

26,7% melakukan pengobatan sendiri (self-treatment) dan 20,6% tidak mencari

pengobatan, maka pada tahun 2006 hanya 34,1% yang mencari pengobatan di

fasilitas kesehatan, sementara 51,2% justru mengandalkan pengobatan sendiri dan

14,6% tidak mencari pengobatan sama sekali.

Sementara itu, dari hasil kajian Gani, dkk (2008b) di Batam, dengan

diterapkannya pelayanan kesehatan gratis meningkatkan pemanfaatan Puskesmas

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 22: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

3

1 Universitas Indonesia

tiga kali lipat untuk masyarakat umum, dan hanya 1,3 kali untuk keluarga miskin.

Sementara pemanfaatan dengan kartu asuransi justru menurun (0,8 kali). Hal ini

menunjukkan bahwa, meskipun secara umum efektif meningkatkan pemanfaatan

Puskesmas, namun dirasa belum adil (inequity and unfairness). Karena yang

banyak menikmati subsidi bukanlah masyarakat miskin, justru masyarakat mampu

dan perusahaan asuransi. Sementara itu, akibat peningkatan utilisasi tersebut,

maka beban kerja staf Puskesmas naik 2-3 kali untuk pelayanan kuratif,

berkurangnya waktu untuk kegiatan kesehatan masyarakat ke luar gedung,

sedangkan pendapatan mereka justru menurun.

Kabupaten Tabalong Propinsi Kalimantan Selatan merupakan salah satu

daerah yang menerapkan kebijakan program pelayanan kesehatan gratis bagi

penduduknya. Program ini dicanangkan dengan Peraturan Bupati No. 03 Tahun

2008, tanggal 3 Maret 2008 tentang Pedoman Program Jaminan Pemeliharaan

Kesehatan Masyarakat (JPKM) Kabupaten Tabalong. Sasarannya adalah semua

masyarakat Tabalong (dibuktikan dengan KTP atau Kartu Keluarga), yang belum

mempunyai jaminan pemeliharaan kesehatan, tanpa membedakan kemampuan

ekonomi dan kemauan masyarakat untuk membayar layanan kesehatan di tingkat

Puskesmas.

Dana subsidi pelayanan kesehatan gratis Program JPKM Tabalong

dianggarkan dari APBD. Pada tahun 2008, Pemda Tabalong mengalokasikan

anggaran empat milliar untuk subsidi pelayanan kesehatan gratis. Sebanyak satu

milliar untuk pelayanan kesehatan gratis di Puskesmas dan tiga milliar untuk

pelayanan kesehatan rujukan di RSUD H. Badaruddin Tanjung. Program JPKM

Tabalong tersebut kemudian diganti sebutannya dengan program Jaminan

Tabalong Sehat (JTS). Program tersebut dikelola oleh tim JTS yang

berkedudukan di Dinas Kesehatan Kabupaten Tabalong.

APBD Kabupaten Tabalong dari tahun 2007 sampai 2009 mengalami

peningkatan yang berarti. Secara nominal, anggaran kesehatan juga mengalami

peningkatan. Namun dilihat persentasenya terhadap APBD terlihat adanya

penurunan. Anggaran kesehatan tahun 2007 sebesar Rp. 37.856.666.750,- (8,65%

APBD Kabupaten ) menjadi Rp.42.068.012.160 (6,71% APBD Kabupaten) tahun

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 23: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

4

1 Universitas Indonesia

2008, kemudian anggaran kesehatan tahun 2009 menjadi Rp.44.453.369.948,-

(6,22% APBD Kabupaten). Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 1.1 berikut.

Tabel 1.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Anggaran Sektor Kesehatan dan

Anggaran Program JTS, Kabupaten Tabalong Tahun 2007 – 2009

Uraian Besarnya Anggaran (Rp)

2007 2008 2009 APBD Kab. Tabalong 437.641.255.979, 626.852.103.348 715.049.306.258

APBD Sektor Kesehatan 37.856.666.750,- 42.068.012.160 44.453.369.948

Anggaran Program JTS di Puskesmas

- 1.000.000.000 500.000.000

Sumber : DPA-SKPD Dinas Kesehatan 2009 dan Profil Kesehatan Kabupaten Tabalong Tahun 2008

Adapun anggaran untuk program JTS sebesar satu milliar rupiah pada

tahun 2008 sebagai awal pelaksanaan program, karena penyerapan yang rendah,

turun menjadi Rp.500.000.000,- pada tahun 2009. Namun untuk tahun 2010 ini,

anggaran untuk program JTS dinaikkan kembali menjadi satu milliar rupiah.

Salah satu tujuan program JTS Kabupaten Tabalong adalah untuk

meningkatkan pemanfaatan pelayanan kesehatan di Puskesmas. Dari data Profil

Kesehatan Kabupaten Tabalong kunjungan rawat jalan per Puskesmas tahun 2007

dan 2008, memang terlihat adanya peningkatan. Pada tahun 2007 dengan

penduduk 190.137 jiwa, terdapat 46.964 kunjungan ke Puskesmas (24,70% per

tahun, atau rata-rata 2,06% per bulan). Sedangkan tahun 2008 dengan penduduk

197.095 jiwa terdapat 87.893 kunjungan ke Puskesmas (44,59% per tahun, atau

rata-rata 3,72% per bulan).

Karena pelayanan kesehatan Puskesmas di Kabupaten Tabalong secara

umum telah digratiskan (disubsidi), baik melalui program Jamkesmas maupun

program JTS oleh Pemda Tabalong, maka peningkatan kunjungan rawat jalan ke

Puskesmas tersebut masih di bawah target. Menurut Standar Pelayanan Minimal

(SPM) Bidang Kesehatan Tingkat Kabupaten tahun 2008, cakupan pelayanan

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 24: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

5

1 Universitas Indonesia

kesehatan dasar yang telah disubsidi, seperti pada masyarakat miskin adalah 100%

setahun atau sekitar 8,3% per bulan (Depkes RI, 2008b).

Secara rinci kunjungan ke Puskesmas seperti terlihat pada Tabel 1.2

berikut.

Tabel 1.2 Data Kunjungan Rawat Jalan Pelayanan Kesehatan Dasar ke Puskesmas

di Kabupaten Tabalong Tahun 2007 dan 2008

No. Nama Puskesmas Jumlah

Kunjungan Thn 2007

Rasio Kunjungan 2007 (%)

Jumlah KunjunganThn 2008

Rasio Kunjungan 2008 (%)

% Peningkatan Kunjungan

Kategori Pening- katan

1. Banua Lawas 3,475 19.82 6,465 35.49 79.08 Rendah

2. Pugaan 2,281 35.55 4,403 67.22 89.08 Sedang

3. Kelua 4,845 34.38 14,039 92.65 169.49 Tinggi

4. Mungkur Agung 1,223 19.35 3,069 50.22 159.56 Tinggi

5. Muara Harus 1,757 30.55 3,070 51.12 67.37 Rendah

6. Tanta 7,106 48.90 14,039 93.39 90.99 Sedang

7. Pamarangan Kiwa 3,947 49.94 7,559 97.03 94.29 Sedang

8. Hikun 4,714 23.24 8,196 38.23 64.48 Rendah

9. Murung Pudak 8,021 25.09 21,932 66.16 163.72 Tinggi

10. Haruai 1,311 6.75 2,551 12.69 88.07 Sedang

11. Bintang Ara 641 8.61 1,231 15.88 84.56 Sedang

12. Upau 1,534 25.41 3,278 50.69 99.48 Sedang

13. Muara Uya 3,911 24.34 7,713 47.96 97.04 Sedang

14. Ribang 1,227 32.80 2,596 61.49 87.47 Sedang

15. Jaro 971 7.70 1,791 13.75 78.53 Rendah

Total Kabupaten 46,964 24.70 87,893 44.59 80.54

Sumber : Data Profil Kesehatan Kabupaten Tabalong Tahun 2007 dan 2008 (diolah)

Akibat kunjungan ke Puskesmas yang masih rendah, maka serapan dana

pelayanan kesehatan gratis pun sangat sedikit. Dari total dana Rp.1.000.000.000,-

yang dikelola tim Jaminan Tabalong Sehat tahun 2008, hanya berkisar

Rp.94.131.500,- atau 9,41 % saja yang dapat diklaim oleh Puskesmas se

Kabupaten Tabalong. Rendahnya kunjungan rawat jalan dan serapan dana tersebut

menunjukkan bahwa program subsidi pelayanan kesehatan gratis di Puskesmas di

kabupaten Tabalong belum berjalan dengan optimal.

Rendahnya pemanfaatan pelayanan dasar tingkat Puskesmas yang telah

disubsidi dapat turut menghambat upaya peningkatan derajat kesehatan

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 25: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

6

1 Universitas Indonesia

masyarakat. Karena, kondisi tersebut dapat berimplikasi pada rendahnya

kemampuan Puskesmas untuk deteksi dini berbagai penyakit, seperti TB paru,

pneumonia pada balita, diare dan penyakit lainnya. Data Profil Kesehatan

Tabalong tahun 2008 menunjukkan bahwa penemuan kasus baru TB paru masih

23,3% dari target yang ditentukan. Penemuan kasus pneumonia baru 11,7 % dari

target, dan penemuan kasus dini diare, baru 36,44% dari target, sehingga masih

ditemukan kematian akibat diare.

Selama ini belum pernah dilakukan kajian tentang faktor-faktor apa saja

yang berhubungan dengan rendahnya pemanfaatan pelayanan kesehatan dasar

yang telah digratiskan di Kabupaten Tabalong, sehingga perlu dilakukan suatu

kajian, agar dapat dijadikan acuan untuk perbaikan program kesehatan ke depan.

1.2 Rumusan Masalah

Program subsidi pelayanan kesehatan gratis tingkat Puskesmas di

Kabupaten Tabalong belum dimanfaatkan oleh masyarakat secara optimal.

Meskipun telah digratiskan, kunjungan rawat jalan tingkat Puskesmas selama

tahun 2008 masih rendah, yaitu 44,59 % setahun atau 3,72 % per bulan dari

jumlah penduduk. Kunjungan tersebut masih di bawah rata-rata pemanfaatan

Puskesmas oleh masyarakat di Indonesia menurut World Bank (2008: p.19-21),

yaitu antara 5,3 – 6,8% populasi mengunjungi Puskesmas setidaknya sekali dalam

sebulan. Sedangkan target Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang ditetapkan

Depkes RI (2008), bahwa cakupan pelayanan kesehatan dasar yang telah disubsidi

adalah 100% setahun (8,3% per bulan).

1.3 Pertanyaan Penelitian

Faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan rendahnya pemanfaatan

subsidi pelayanan kesehatan gratis tingkat Puskesmas di Kabupaten Tabalong ?

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 26: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

7

1 Universitas Indonesia

Diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan rendahnya

pemanfaatan subsidi pelayanan kesehatan gratis tingkat Puskesmas di Kabupaten

Tabalong tahun 2010

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Diketahuinya hubungan antara pendidikan dengan pemanfaatan subsidi

pelayanan kesehatan gratis di Puskesmas

2. Diketahuinya hubungan antara pengetahuan dengan pemanfaatan

subsidi pelayanan kesehatan gratis di Puskesmas

3. Diketahuinya hubungan antara pekerjaan dengan pemanfaatan subsidi

pelayanan kesehatan gratis di Puskesmas

4. Diketahuinya hubungan antara persepsi sakit dengan pemanfaatan

subsidi pelayanan kesehatan gratis tingkat Puskesmas

5. Diketahuinya hubungan antara adanya penyakit yang diderita dengan

pemanfaatan subsidi pelayanan kesehatan gratis di Puskesmas

6. Diketahuinya hubungan antara waktu tempuh dengan pemanfaatan

subsidi pelayanan kesehatan gratis di Puskesmas

7. Diketahuinya hubungan antara biaya transportasi dengan pemanfaatan

subsidi pelayanan kesehatan gratis di Puskesmas

8. Diketahuinya hubungan antara pengeluaran rumah tangga dengan

pemanfaatan subsidi pelayanan kesehatan gratis di Puskesmas

9. Diketahuinya hubungan antara kemampuan untuk membayar dengan

pemanfaatan subsidi pelayanan kesehatan gratis di Puskesmas

10. Diketahuinya hubungan antara kemauan untuk membayar dengan

pemanfaatan subsidi pelayanan kesehatan gratis di Puskesmas

11. Diketahuinya hubungan antara kepemilikan jaminan/asuransi kesehatan

dengan pemanfaatan subsidi pelayanan kesehatan gratis di Puskesmas

12. Diketahuinya hubungan antara kesesuaian jam buka Puskesmas dengan

pemanfaatan subsidi pelayanan kesehatan gratis di Puskesmas

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 27: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

8

1 Universitas Indonesia

13. Diketahuinya hubungan antara keberadaan dokter dengan pemanfaatan

subsidi pelayanan kesehatan gratis di Puskesmas

14. Diketahuinya hubungan antara persepsi kualitas pelayanan Puskesmas

dengan pemanfaatan subsidi pelayanan kesehatan gratis di Puskesmas

1.5 Manfaat Penelitian

1. Bagi Instansi Terkait

- Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Tabalong, sebagai informasi dan

bahan masukan upaya meningkatkan akses masyarakat terhadap

pelayanan kesehatan dasar di Puskesmas dan jajarannya

- Bagi pemerintah Kabupaten Tabalong, sebagai bahan pertimbangan

untuk program pemberian subsidi pelayanan kesehatan.

2. Bagi Peneliti

Sebagai pembelajaran untuk dapat melakukan suatu penelitian sebagai

penerapan proses berfikir ilmiah.

3. Bagi Peneliti Lain

Sebagai tambahan khasanah pemikiran dan informasi dalam hal penelitian

tentang pemanfaatan Puskesmas dan subsidi layanan kesehatan gratis.

1.6 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Tabalong Kalimantan Selatan pada

tanggal 12 - 28 April 2010. Unit analisis penelitian adalah rumah tangga di

wilayah Puskesmas Kelua, Puskesmas Muara Uya dan Puskesmas Hikun

Kabupaten Tabalong, yang mewakili Puskesmas dengan peningkatan kunjungan

tinggi, sedang dan rendah. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara

menggunakan kuesioner terhadap responden yang mewakili masing-masing

rumah tangga pada 15 desa/kelurahan terpilih di tiga wilayah Puskesmas tersebut.

Bertujuan mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan pemanfaatan

subsidi pelayanan kesehatan gratis tingkat Puskesmas.

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 28: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

9 Universitas Indonesia

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pelayanan Kesehatan

2.1.1 Batasan Pelayanan Kesehatan

Pelayanan kesehatan (health services) adalah setiap upaya yang

diselenggarakan, baik sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi

untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan

penyakit serta memulihkan kesehatan perseorangan, keluarga, kelompok dan

ataupun masyarakat (Levey & Loomba, 1973 dalam Azwar, 1996:p.35; Ilyas,

2006:p.6). Pelayanan kesehatan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

status kesehatan seseorang, selain faktor perilaku, lingkungan dan keturunan

(Blum, 1974 dalam Notoatmodjo, 2007;p.165-166).

Pelayanan kesehatan sebagai produk jasa memiliki keunikan dengan ciri

utama (1) adanya sifat ketidakpastian (uncertainty) terkait waktu, tempat urgensi

dan biaya, (2) adanya ketidakseimbangan informasi (asymetry of information)

antara provider dengan pengguna jasa, dan (3) adanya manfaat atau risiko

kerugian bagi orang lain (externality) (Ilyas, 2006:p.6). Adapun syarat pokok

suatu pelayanan kesehatan dapat dikatakan baik menurut Azwar (1996; p.38-39),

haruslah (1) tersedia dan berkesinambungan (available and continuous), (2) dapat

diterima dan wajar (acceptable dan appropriate), (3) mudah dicapai (accessible),

(4) mudah dijangkau (affordable) dan (5) bermutu (quality).

Secara umum ada tiga jenjang pelayanan kesehatan, yaitu (Azwar, 1996;

p.41-42 ; UU Kesehatan No.36/2009 pasal 30 ayat 2)

1. Pelayanan kesehatan tingkat pertama (primary health services). Yaitu

pelayanan kesehatan dasar yang bersifat pokok (basic health services).

Umumnya, bersifat pelayanan rawat jalan (ambulatory/out patient services).

2. Pelayanan kesehatan tingkat kedua (secondary health services). Yaitu

pelayanan kesehatan yang lebih lanjut. Sifatnya rawat inap (in patient

services) dan untuk menyelenggarakannya dibutuhkan tenaga spesialis.

3. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga (tertiary health services). Sifatnya lebih

kompleks dan untuk menyelenggarakannya dibutuhkan tenaga subspesialis.

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 29: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

10

1 Universitas I ndonesia

2.1.2 Pelayanan Kesehatan Dasar

Dalam konsep primary health care (PHC) dari Alma-Ata International

Conference tahun 1978 dan WHO, pelayanan kesehatan primer diposisikan

sebagai kontak pertama bagi pasien dan mensyaratkan pentingnya peran serta

masyarakat. Definisi menurut Alma-Ata; “Primary health care is essential health

care based on practical, scientifically sound and socially acceptable methods and

technology made universally accessible to individuals and families in the

community through their full participation and at cost that the spirit of self-

reliance and self-determination” (Goel, 2001; p.40-41).

Pelayanan kesehatan dasar atau pelayanan kesehatan primer merupakan

upaya penting dalam pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Azwar (1996:p.41)

menyebutkan bahwa pelayanan kesehatan tingkat pertama (primary health care)

adalah pelayanan kesehatan yang bersifat pokok (basic health services), umumnya

bersifat pelayanan rawat jalan. Pelayanan kesehatan dasar yang cepat dan tepat

diharapkan mampu mengatasi sebagian besar masalah kesehatan masyarakat.

2.1.3 Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas)

Dalam sistem pelayanan kesehatan di Indonesia, Puskesmas merupakan

ujung tombak terdepan. Memberikan pelayanan kesehatan dasar adalah salah satu

fungsi Puskesmas (Azwar, 1996:p.119; Depkes, 2009b:p. 98). Sebagai

perpanjangan jangkauan pelayanan terhadap masyarakat, Puskesmas didukung

oleh sarana Puskesmas Pembantu (Pustu), Puskesmas Keliling dan

Poskesdes/Polindes. Hingga akhir tahun 2008, terdapat 8.548 Puskesmas di

Indonesia. Terdiri 6.110 Puskesmas non perawatan dan 2.438 Puskesmas

perawatan, dengan rasio 3,74 Puskesmas terhadap 100.000 penduduk (jumlah

penduduk 228.623.342 jiwa). Jumlah Pustu sebanyak 23.163 unit, ditambah

dengan 11.271 Poskesdes dan 25.271 Polindes (Depkes RI, 2009b).

2.1.3.1 Batasan, Visi dan Misi Puskesmas

Pengertian Puskesmas (Depkes RI, 1990;p.B-1), “adalah suatu kesatuan

organisasi kesehatan fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan

masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat disamping memberikan

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 30: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

11

1 Universitas I ndonesia

pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah

kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok”.

Seiring adanya reformasi bidang kesehatan, maka kebijakan tentang

Puskesmas juga mengalami perubahan. Menurut SK Menkes RI No.

128/Menkes/SK/II/2004 tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat,

pengertian Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas (UPTD) kesehatan

kabupaten/kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan sebagian tugas teknis

dinas kesehatan kabupaten/kota dalam suatu wilayah kerja (Trihono, 2005).

Dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya, visi

Puskesmas adalah tercapainya kecamatan sehat menuju terwujudnya Indonesia

Sehat. Indikator utama kecamatan yang sehat yaitu (1) lingkungan sehat, (2)

perilaku sehat, (3) cakupan pelayanan kesehatan yang bermutu, dan (4) derajat

kesehatan penduduk kecamatan. Sedangkan misi Puskesmas adalah (1)

menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan, (2) mendorong kemandirian

hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat, (3) memelihara dan meningkatkan

mutu, pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan,

dan (4) memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan, keluarga dan

masyarakat serta lingkungannya (SK Menkes no.128/2004 dalam Trihono, 2005).

2.1.3.2 Fungsi, Kedudukan dan Tata Kerja Puskesmas

Terdapat tiga fungsi utama Puskesmas, yaitu sebagai (1) pusat penggerak

pembangunan berwawasan kesehatan, (2) pusat pemberdayaan masyarakat di

bidang kesehatan, dan (3) pusat pelayanan kesehatan tingkat dasar (Depkes, 2009

p: 98). Fungsi pelayanan kesehatan tersebut dapat dikelompokkan dalam upaya

kesehatan perorangan (UKP) strata pertama yang bersifat private goods seperti

penyembuhan dan pemeliharaan kesehatan perorangan, dan upaya kesehatan

masyarakat (UKM) yang bersifat public goods seperti promosi kesehatan dan

penyehatan lingkungan (SK Menkes no.128/2004 dalam Trihono, 2005).

Kedudukan Puskesmas sistem kesehatan nasional merupakan fasilitas

pelayanan kesehatan tingkat pertama (primary health services). Sebagai ujung

tombak pelayanan kesehatan dasar, Puskesmas mempunyai nilai strategis untuk

meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Dalam sistem pemerintahan daerah,

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 31: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

12

1 Universitas I ndonesia

Puskesmas merupakan organisasi struktural dan berkedudukan sebagai unit

pelaksana teknis dinas (UPTD) yang bertanggungjawab terhadap kepala Dinas

Kesehatan kabupaten/Kota. Sedangkan dalam sistem kesehatan kabupaten/kota,

Puskesmas memiliki dua bidang upaya/ pelayanan kesehatan. Yaitu upaya

pelayanan kesehatan masyarakat (UKM) dan upaya pelayanan medis yang bersifat

perorangan (UKP) (SK Menkes no.128/2004 dalam Trihono, 2005).

2.1.3.3 Program Puskesmas

Azwar (1996:p.120) menyebutkan ada 17 kegiatan pokok Puskesmas.

Sedangkan dalam Depkes (1990:p.B-2) disebutkan ada 18 kegiatan pokok

Puskesmas. Kegiatan pokok tersebut meliputi (1) pelayanan rawat jalan, (2)

kesejahteraan ibu dan anak, (3) keluarga berencana, (4) kesehatan gigi dan mulut,

(5) kesehatan gizi, (6) kesehatan sekolah, (7) kesehatan lingkungan, (8) kesehatan

jiwa, (9) pendidikan kesehatan, (10) perawatan kesehatan masyarakat, (11)

pencegahan dan pemberantasan penyakit menular, (12) kesehatan olahraga, (13)

kesehatan lanjut usia, (14) kesehatan mata, (15) kesehatan kerja, (16) pencatatan

dan pelaporan, (17) laboratorium sederhana, dan (18) pembinaan pengobatan

tradisional.

Pada era reformasi dan desentralisasi, upaya kesehatan Puskesmas

dikelompokkan menjadi upaya kesehatan wajib dan upaya kesehatan

pengembangan. Ada enam upaya kesehatan wajib, yaitu (1) promosi kesehatan,

(2) kesehatan lingkungan, (3) kesehatan ibu dan anak, (4) perbaikan gizi

masyarakat, (5) pencegahan dan pemberantasan penyakit, dan (6) pengobatan

dasar (Depkes RI. 2004; Trihono, 2005:p.18).

Adapun upaya kesehatan pengembangan ditetapkan berdasarkan

permasalahan kesehatan yang ada di daerah setempat dan disesuaikan dengan

kemampuan Puskesmas. Beberapa pilihan upaya kesehatan pengembangan adalah

(1) kesehatan sekolah, (2) kesehatan olah raga, (3) perawatan kesehatan

masyarakat, (4) kesehatan kerja, (5) kesehatan gigi dan mulut, (6) kesehatan jiwa,

(7) kesehatan mata, (8) kesehatan usia lanjut, (9) pembinaan pengobatan

tradisional (Trihono, 2005).

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 32: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

13

1 Universitas I ndonesia

2.1.3.4 Target Pemanfaatan Pelayanan Puskesmas

Target cakupan pelayanan kesehatan dasar ke Puskesmas menurut

Kepmenkes RI No. 1457 tahun 2003, tentang Pedoman Standar Pelayanan

Minimal (SPM) Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota, secara umum adalah 15 %

dari jumlah penduduk per bulan. Begitu pula cakupan pelayanan kesehatan dasar

bagi masyarakat miskin. Dengan adanya subsidi pemerintah melalui program

Askeskin/Jamkesmas, diharapkan utilisasi pelayanan kesehatan dasar meningkat

pula, sebagaimana masyarakat secara umum. Karena itu, diantara indikator

keberhasilan program Jamkesmas secara nasional adalah angka utilisasi

Puskesmas rata-rata 15% per bulan (Depkes RI, 2009a).

Adapun dalam SPM Bidang Kesehatan Tingkat Kabupaten tahun 2008

yang ditetapkan dalam Kepmenkes RI No. 741 Tahun 2008, hanya disebutkan

target cakupan pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin adalah 100%

setahun, atau sekitar 8,3% per bulan (Depkes RI, 2008).

2.1.4 Permasalahan Pelayanan Kesehatan Dasar

Secara umum, pelayanan kesehatan di Indonesa masih menghadapi

berbagai macam kendala. Diantaranya adalah (1) pelayanan masih terkotak-kotak

(fragmented health services), (2) Hubungan antara dokter dengan pasien (doctor-

patient relationship) yang makin renggang, (3) Makin mahalnya biaya kesehatan

(Azwar, 1996:p.40). Dalam Nadjib (1999:p.4) disebutkan indikator penilaian

kinerja sistem penyediaan pelayanan kesehatan, yaitu efisiensi, efektifitas dan

pemerataan (equity), serta kualitas pelayanan.

Penurunan pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan akibat krisis

ekonomi 1997/1998 belum sepenuhnya pulih. Meskipun peluncuran program

Askeskin telah meningkatkan akses pemanfaatan layanan rawat jalan masyarakat

miskin pada fasilitas kesehatan publik pada tahun 2006 dibandingkan tahun 2005.

Menurut World Bank (2008: p.19-21), antara 5,3 – 6,8% populasi mengunjungi

Puskesmas/Pustu setidaknya sekali dalam sebulan. Tetapi, dibandingkan sebelum

krisis tahun 1993, sekitar 52,7% orang yang sakit mengunjungi fasilitas

kesehatan, 26,7% melakukan pengobatan sendiri dan 20,6% tidak mencari

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 33: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

14

1 Universitas I ndonesia

pengobatan. Maka pada tahun 2006 hanya 34,1% yang mencari pengobatan di

fasilitas kesehatan, sementara 51,2% mengandalkan pengobatan sendiri dan

14,6% tidak mencari pengobatan. Padahal, di negara lain seperti Thailand,

pemanfaatan fasilitas kesehatan kembali pulih empat tahun setelah krisis.

Menurut data Indikator Kesejahteraan Rakyat tahun 2007, secara nasional

penduduk yang berobat jalan ke sarana kesehatan ketika sakit adalah 44,1 %. Bila

ditelusuri menurut jenis sarananya sekitar 33,9% yang memilih memanfaatkan

Puskesmas (BPS, 2008: p.17-19). Sedangkan hasil Susenas BPS tahun 2008,

secara umum sekitar 44,37 % penduduk berobat jalan ke sarana kesehatan ketika

sakit. Dari persentase tersebut, yang memanfaatkan fasilitas Puskesmas dan Pustu

hanya sebesar 35,5%. Sedangkan untuk Propinsi Kalimantan Selatan yang berobat

jalan sebesar 32,64 %, lebih rendah dari kondisi nasional (Depkes RI,

2009b:at.2.20)

Lambannya pemulihan pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan di

Indonesia hampir satu dekade pasca krisis ekonomi, dapat diterangkan dengan

fenomena rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap sistem kesehatan

masyarakat, karena rendahnya kualitas pelayanan dan tingginya absensi personil

medis di Puskesmas (World Bank, 2008:p.20). Sementara itu, menurut penelitian

Preker dan Harding seperti dikutip Adyas (2007; p.18) bahwa meskipun

pemerintah di banyak negara yang berpenghasilan rendah dan menengah (low-

middle income) telah berupaya melakukan pemerataan dan perluasan jangkauan

pelayanan kesehatan, namun masalah kritis yang dialami oleh sarana kesehatan

pemerintah adalah penyelenggaraannya tidak efisien.

2.2 Pembiayaan Pelayanan Kesehatan

2.2.1 Batasan Pembiayaan Kesehatan

Menurut Gani (2008), biaya adalah semua pengorbanan (all sacrifice)

yang dikeluarkan untuk memperoleh sesuatu baik berupa produk atau jasa atau

mencapai suatu tujuan tertentu. Pengorbanan tersebut dapat berupa uang, barang,

tenaga, waktu maupun kesempatan. Adapun batasan sektor kesehatan adalah

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 34: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

15

1 Universitas I ndonesia

semua kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah, swasta, rumah tangga atau

individu dengan tujuan meningkatkan derajat kesehatan, atau memecahkan

masalah kesehatan

Biaya kesehatan adalah masukan finansial yang diperlukan dalam rangka

memproduksi pelayanan kesehatan, baik yang bersifat promotif-preventif maupun

kuratif-rehabilitatif (Thabrany, 2005:p.118). Menurut Azwar (1996:p.123-124),

biaya kesehatan ialah besarnya dana yang harus disediakan untuk

menyelenggarakan dan atau memanfaatkan berbagai upaya kesehatan. Karena itu

biaya kesehatan dapat ditinjau dari dua perspektif, yaitu dari penyedia layanan

kesehatan dan pemakai jasa pelayanan kesehatan. Dari sisi penyedia layanan

kesehatan, biaya kesehatan adalah besarnya dana yang harus disediakan untuk

menyelenggarakan upaya kesehatan. Sedangkan dari sisi pengguna jasa

pelayanan, biaya kesehatan adalah besarnya dana yang harus disediakan untuk

mendapatkan jasa pelayanan kesehatan.

2.2.2 Tujuan Pembiayaan Kesehatan

Sistem pembiayaan kesehatan merupakan subsistem dalam kesehatan.

Secara umum, tujuan akhir sistem pembiayaan kesehatan adalah untuk

meningkatkan (1) pemerataan akses terhadap pelayanan kesehatan, (2) mutu

pelayanan kesehatan, (3) efisiensi pembiayaan kesehatan, (4) meringankan beban

finansial rumah tangga untuk membayar pelayanan kesehatan (Gani. dkk, 2008).

Dalam The World Health Report 2000 (WHO, 2000;p.25) disebutkan

bahwa tujuan adanya sistem kesehatan adalah pelayanan kesehatan yang responsif

dan adil/merata dalam kontribusi pembiayaan untuk meningkatkan status

kesehatan. Sistem tersebut dibuat skema seperti pada Gambar 2.1 berikut :

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 35: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

16

1 Universitas I ndonesia

Gambar 2.1 Skema Hubungan Fungsi dan Tujuan Sistem Kesehatan Menurut WHO (2000)

Creating Resources (Investment & training)

Functions the System Perform: Objectives of the Syst em :

Stewardship (Oversight)

Financing (Collecting, polling

and purchasing)

Delivering Services (Provision)

Responsiveness (to people’s non-medical

expectancy)

Health

Fair (Financial)Contribution

Relations Between Functions and Objectives of a Healt h System

Sumber : World Health Report (WHO, 2000;p.25)

2.2.3 Sumber Pembiayaan Kesehatan

Secara umum, sumber pembiayaan pelayanan kesehatan berasal dari

pemerintah dan non-pemerintah (Azwar, 1996:p.125-126). Menurut Mills

(1990:p.135-145) dan Gani (1999a) sumber biaya kesehatan dapat dimobilisasi

dari (1) pemerintah; baik pemerintah pusat maupun daerah, seperti dari pajak,

cukai, keuntungan BUMN dan asuransi sosial, (2) perusahaan; seperti asuransi,

reimbursment/FFS, lumpsum dan service provision, (3) masyarakat; seperti

asuransi dan collective payment, (4) sosial/charity, (5) rumah tangga/individu

berupa out of pocket/OOP, dan (6) luar negeri; grant, loan, investor dan NGO.

Sedangkan menurut SKN 2004, secara umum sumber dana untuk upaya

kesehatan perorangan (UKP) berasal dari masing-masing individu dalam satu

kesatuan keluarga. Sedangkan bagi masyarakat rentan dan keluarga miskin,

sumber dananya berasal dari pemerintah melalui mekanisme jaminan

pemeliharaan kesehatan wajib (Depkes, 2004).

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 36: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

17

1 Universitas I ndonesia

Thabrany (2005:p.25) menyebutkan bahwa pola pembiayaan dan

penyediaan pelayanan kesehatan di beberapa negara secara umum dapat dilakukan

oleh pemerintah bersama swasta. Gottret et.al (2006:p.73-116)

mengklasifikasikan sistem pendanaan kesehatan berdasarkan sumbernya (risk

pooling mechanism) dalam empat tipe, yaitu (1) sistem pendanaan oleh

pemerintah (state-funded system), (2) asuransi kesehatan sosial (social health

insurance), (3) asuransi kesehatan berbasis masyarakat (community-based health

insurance), dan (4) asuransi kesehatan perorangan/ sukarela (voluntary health

insurance).

Selanjutnya, Gottret et al, (2006:p.73-105) mengemukakan bahwa

pembiayaan kesehatan oleh pemerintah dapat berjalan baik dengan

prasyarat/kondisi tertentu. Prasyarat tersebut adalah (1) adanya mekanisme

penentuan sasaran (targetting) yang baik, terutama sasaran penduduk miskin (pro

poor), (2) adanya sistem pelayanan kesehatan yang merata (equity of access), (3)

adanya mutu pelayanan kesehatan yang merata (equity of services quality).

Menurut rekomendasi dari WHO (2000;p.55) dalam World Health Report

2000, bahwa kebijakan pembiayaan program kesehatan hendaknya mengacu

kepada beberapa pertimbangan. Beberapa hal penting yang harus dipertimbangkan

adalah, apakah program kesehatan tersebut sifatnya public goods, memiliki

externalities yang besar, adanya adequate demand, bersifat catastrophic cost,

dapat dikelola secara asuransi (insurance appropriate) bermanfaat bagi orang

miskin (beneficiaries poor) dan adanya intervensi yang terbukti cost effective.

Dengan dasar pertimbangan tersebut, maka dapat ditentukan suatu program

kesehatan harus dibiayai oleh pemerintah, menggunakan sistem asuransi (social

or commercial insurance) ataukah dibiarkan sesuai dengan mekanisme pasar

(private market).

Secara lengkap kriteria pemilihan sistem pembiayaan suatu program

kesehatan dapat dilihat pada diagram Gambar 2.2 berikut :

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 37: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

18

1 Universitas I ndonesia

Gambar 2.2 Diagram Pengambilan Pilihan Sistem Pembiayaan Program Kesehatan

Menurut WHO (2000)

Questions to Ask in Deciding What Interventions to Finance & Provide

Public goods ?

Adequate demand ?

Cost effective ?

Large externalities ?

Insurance appropriate ?

Catastrophic cost ?

Beneficiaries poor ?

Public ? Private ?

Yes No

Yes

Yes

No

Yes

Yes No

No

No

No

No

Yes

Do not provide Finance

publicly

Yes

Leave to regulated

private market

Sumber : World Health Report (WHO, 2000; p.55)

Adapun permasalahan terkait pembiayaan kesehatan, secara umum, adalah

(1) kurangnya dana yang tersedia, (2) biaya pelayanan kesehatan yang terus

meningkat, (3) pemanfaatan dana yang tidak tepat, (4) penyebaran dana yang

tidak sesuai, (5) pengelolaan dana belum sempurna, (6) porsi pembiayaan masih

dominan dari masyarakat berupa out of pocket daripada anggaran pemerintah

(Azwar, 1996:p.125-134).

Sementara, Gani (1999:p.32) mengingatkan, bahwa kebijakan intervensi

sektor kesehatan oleh pemerintah seharusnya tidak terus-menerus dikelola dengan

pendekatan krisis. Pendekatan krisis seharusnya dilaksanakan secara temporer.

Jika dilaksanakan dalam jangka waktu lama akan menimbulkan ketergantungan

(dependency) pada masyarakat dan akan mengakibatkan derecovery dari krisis.

Bila dikaitkan dengan pemberdayaan masyarakat, maka ketergantungan tersebut

akan menyebabkan matinya peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan.

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 38: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

19

1 Universitas I ndonesia

2.3 Subsidi Pelayanan Kesehatan

2.3.1 Batasan Subsidi

Menurut Webster’s Dictionary (1993), subsidi (subsidy) adalah “a grant of

funds or property from a government (as of the state or a municipal corporation)

to a private or company to assist in the establishment or support of an enterpise

deemed advantageous to the public either as a simple gift or a payment of an

amount in excess of the usual charges for a services, or funds to aid in

establishingor maintaining a service or equipment larger or more powerful than

the state of trade would warrant”.

Dalam bahasa Indonesia, istilah subsidi sering juga disebut bantuan, atau

jaminan. Sedangkan dalam bahasa Inggris, subsidy sering disebut juga,

subsistence, assistance, social security dan lain-lain. Dari beberapa definisi

tersebut, pada penelitian ini difokuskan subsidi yang berasal dari pemerintah

sebagai pemberi bantuan dan masyarakat sebagai penerima bantuan.

2.3.2 Pendekatan dalam Pemberian Subsidi

Pemberian subsidi dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan. Depkes

RI (2003:p.74) mengelompokkan metode pemberian subsidi berdasarkan sasaran

atau penerima subsidi, yaitu (1) berdasar wilayah, (2) berdasar kelompok umur,

(3) berdasar jenis penyakit, (4) berdasar self targetting.

Secara ekonomi, pemberian subsidi dapat ditinjau dari sisi penawaran

(supply) dan sisi permintaan (demand). Dalam pembiayaan kesehatan, menurut

Gani (2005) dalam Andayani (2008), subsidi dari sisi supply dilakukan sebagai

upaya memberdayakan provider kesehatan. Subsidi diberikan pemerintah dalam

bentuk anggaran yang kemudian disalurkan ke fasilitas kesehatan seperti RSUD

dan Dinas Kesehatan termasuk Puskesmas. Dengan adanya anggaran tersebut

disusun program yang dibutuhkan untuk penguatan kapasitas provider dan upaya

meningkatkan mutu pelayanan baik di dalam maupun di luar gedung.

Dari sisi demand, ada beberapa pendekatan dalam pemberian subsidi.

Diantaranya dengan pendekatan break even point (BEP), pendekatan demand-

supply, pendekatan eksternalitas dan pendekatan langsung untuk kendala biaya

(budget constraint) (Rosen 2005 dalam Andayani, 2008).

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 39: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

20

1 Universitas I ndonesia

Ditinjau dari lingkup pelayanan kesehatan yang ditanggung (couverage),

subsidi terhadap suatu layanan dapat diberikan secara penuh, sehingga masyarakat

tidak lagi harus membayar atau membeli (gratis) untuk mendapatkan layanan

tersebut. Ada pula subsidi yang hanya menanggung sebagian biaya dari suatu

layanan, sehingga masyarakat yang mengakses layanan harus ikut membayar.

Contohnya tarif di Puskesmas dan rumah sakit milik pemerintah. Padahal

sebenarnya masyarakat mampu membayar lebih besar dari tarif yang disubsidi

tersebut, sehingga terdapat “consumer surplus” (Gani, 1999a).

Ada pula subsidi yang sifatnya bersyarat (Conditional Cash Transfer

/CCT), yaitu bentuk pemberian bantuan langsung tunai (BLT) kepada keluarga

miskin, sepanjang keluarga miskin tersebut memenuhi persyaratan yang

ditentukan. Sebagai contoh, suatu keluarga miskin akan mendapatkan transfer bila

memiliki balita dan si ibu aktif mengikuti penyuluhan kesehatan di Puskesmas

dan membawa balitanya ke Posyandu (Nazara, 2007)

2.3.3 Program Subsidi di Beberapa Negara

Amerika Serikat menerapkan kebijakan subsidi bidang kesehatan melalui

welfare programs (program kesejahteraan), dengan pendekatan benefit for specific

purposes (manfaat untuk tujuan khusus). Manfaat yang akan diterima berupa

produk atau pelayanan tertentu (in-kind benefits). Contohnya, program medicaid

dan food stamp (kupon makan) pada masyarakat miskin. Medicaid adalah subsidi

pelayanan kesehatan gratis bagi masyarakat miskin (Program medicaid ini

dibiayai pemerintah federal dan negara bagian (state). Standart kategori miskin

ditentukan oleh masing-masing negara bagian berdasarkan rambu-rambu

pemerintah federal (Stiglitz, 1988:p.284-349).

Program direct assistance pelayanan kesehatan gratis lainnya adalah

medicare. Medicare diperuntukkan bagi semua penduduk USA yang berusia di

atas 65 tahun. Tidak hanya bagi penduduk miskin, medicare juga mengkover

penduduk kaya. Medicare menjadi program direct assistance di USA yang paling

besar dan dikelola langsung oleh pemerintah federal (Stiglitz, 1988:p.284).

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 40: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

21

1 Universitas I ndonesia

Di Indonesia, secara nasional pemerintah telah menerapkan program

subsidi dengan sasaran penduduk miskin dan tidak mampu. Melalui subsidi ini,

pemerintah menggratiskan berbagai upaya pemeliharaan kesehatan penduduk

miskin mulai tahun 1998. Dimulai dengan program Jaring Pengaman Sosial

Bidang Kesehatan (JPS-BK) hingga program Askeskin dan Jamkesmas (Depkes

RI, 2007; 2009a).

Dengan program jaminan kesehatan tersebut, manfaat (benefit) yang

diterima oleh sasaran (penduduk miskin dan tidak mampu) adalah pelayanan

kesehatan (rawat jalan dan rawat inap) mulai dari Puskesmas dan jaringannya

hingga rujukan ke rumah sakit. Jenis pelayanan yang diberikan adalah hampir

semua jenis pelayanan medis sesuai dengan prosedur, kecuali tindakan untuk

kosmetika, general check-up dan protesis gigi tiruan (Depkes RI, 2008a:p.5-11).

Pemerintah Malaysia dan Thailand memberikan subsidi pelayanan

kesehatan secara umum. Sebagai bentuk partisipasi masyarakat, pemerintah

menetapkan biaya OOP pasien dengan nominal tetap. Pembayaran tersebut

mendidik masyarakat bahwa pelayanan kesehatan tidaklah gratis, masyarakat

harus ikut menanggung meskipun porsinya sangatlah kecil, karena sesungguhnya

telah ditanggung oleh pemerintah. Di Malaysia, seorang pasien yang berobat ke

rumah sakit publik (milik pemerintah) hanya membayar 3 RM per hari (sekitar

Rp.6.000) untuk semua jenis pelayanan kesehatan yang diterimanya, obat-obatan

dan perawatan, termasuk transplantasi ginjal. Di Thailand, pasien hanya

membayar 30 Baht (sekitar Rp.10.000) untuk satu episode perawatan hingga

pulang dari rumah sakit (Thabrany, 2005:p.121).

2.3.4 Subsidi Pelayanan Kesehatan Gratis di Kabupaten Tabalong

Kabupaten Tabalong merupakan salah satu kabupaten/kota yang

memberikan subsidi / bantuan biaya dengan menggratiskan pelayanan kesehatan

bagi penduduknya. Program tersebut dicanangkan Bupati Tabalong melalui

Peraturan Bupati Tabalong No.3 tahun 2008, tanggal 3 Maret 2008 tentang

Pedoman Pelaksanaan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM)

Kabupaten Tabalong. Selanjutnya, program ini dipopulerkan dengan sebutan

Jaminan Tabalong Sehat (JTS).

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 41: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

22

1 Universitas I ndonesia

Secara umum, tujuan program ini adalah untuk meningkatkan derajat

kesehatan masyarakat di wilayah Kabupaten Tabalong secara optimal. Sedangkan

tujuan khususnya adalah :

1. Terlayaninya penduduk Tabalong untuk berobat di Puskesmas.

2. Menurunkan angka kesakitan dan angka kematian

3. Peningkatan cakupan pelayanan kesehatan di Puskesmas

4. Memberikan pelayanan rujukan ke Puskesmas perawatan dan RSUD Tanjung

Sasaran program ini adalah masyarakat Tabalong yang belum memiliki

jaminan pemeliharaan kesehatan lainnya, seperti Askes, Jamsostek, Jamkesmas

dan lain-lain. Eligibility peserta adalah penduduk Tabalong yang dibuktikan

dengan kartu identitas berupa Kartu Tanda Penduduk atau Kartu Keluarga

Tabalong. Sasaran program ini tidak dibedakan daari kemampuan ekonomi dan

kemauan masyarakat untuk membayar layanan kesehatan di tingkat Puskesmas.

Pelayanan kesehatan yang diberikan disesuaikan standar pelayanan

minimal dengan mengutamakan mutu pelayanan, efektif, efisien dan berdasarkan

standar terapi. Jenis pelayanan kesehatan yang dijamin adalah :

1. Rawat jalan umum, jalan gigi, KIA dan KB

2. Pelayanan kesehatan di Puskesmas keliling

3. Tindakan emergensi/gawat darurat

4. Pelayanan rujukan ke Puskesmas perawatan dan RSUD H. Badaruddin

5. Rawat inap di Puskesmas perawatan

6. Bantuan biaya persalinan.

Pengelolaan dana program pelayanan kesehatan gratis di Puskesmas

dilakukan oleh suatu tim yang di beri surat keputusan (SK) oleh Bupati Tabalong.

Bagi Puskesmas anggaran JTS ini di-setting sebagai pengganti retribusi

Puskesmas. Puskesmas mengajukan klaim atas kunjungan pasien kepada tim JTS

di dinas kesehatan kabupaten. Sesuai dengan Perda tarif Puskesmas yang berlaku

sebelumnya, setiap kunjungan rawat jalan diganti Rp.1.500,-. Selanjutnya, klaim

Puskesmas dari JTS dianggap sebagai pendapatan Puskesmas dan harus disetor

ke Dinas Pendapatan Daerah.

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 42: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

23

1 Universitas I ndonesia

2.3.5 Subsidi dan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

Secara teoritis, dengan telah diberikan subsidi pemerintah untuk pelayanan

kesehatan dasar, berarti hambatan tarif (price) untuk akses pelayanan kesehatan

dasar baik kelompok masyarakat miskin maupun bagi masyarakat umum sudah

tidak ada. Menurut Mills (1990:p.133) pada umumnya di negara berkembang

pemanfaatan pelayanan kesehatan bersifat elastis terhadap harga. Artinya bila

harga pelayanan kesehatan diturunkan akan berakibat pada peningkatan

penggunaan pelayanan kesehatan, apalagi bila faktor harga dihilangkan. Penelitian

Rawlings & Rubio (2005), bahwa subsidi melalui Conditional Cash Transfer

dapat meningkatkan pemanfaatan pelayanan kesehatan di Columbia, Honduras,

Mexico dan Nikaragua antara 8 - 33 %.

Hasil penelitian Johar (2009) terhadap dampak penggunaan kartu sehat

untuk orang miskin pada masa krisis di Indonesia menyimpulkan bahwa secara

umum program kartu sehat hanya meningkatkan pemanfaatan pelayanan

kesehatan bagi yang menerimanya saja. Hal ini memperkuat kesimpulan Sparrow

(2008) bahwa subsidi harga dapat efektif meningkatkan akses pelayanan

kesehatan masyarakat, namun harus dilengkapi dengan intervensi lain untuk

mereduksi biaya tidak langsung dan kendala lain seperti peningkatan jangkauan

pelayanan (supply) atau mereduksi biaya transport, sesuai dengan penelitian Gani

dalam Kosen (1997:p.52).

Study Thabrany tahun 1995, menunjukkan akses pada Puskesmas relatif

sama diantara berbagai kelompok pendapatan. Meskipun pemerintah telah

menyediakan subsidi yang besar pada pelayanan kesehatan, orang miskin kurang

memiliki akses. Sehingga orang kaya memperoleh manfaat yang lebih besar

dibandingkan orang miskin. Hal ini menunjukkan bahwa subsidi pemerintah pada

Puskesmas dan rumah sakit tidak tepat sasaran (Thabrany, 2005).

2.4 Teori Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

Pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah hasil dari proses pencarian

pelayanan oleh individu maupun kelompok tertentu (Ilyas, 2006:p.8). Mengetahui

faktor-faktor yang mendorong individu untuk mau memanfaatkan jasa pelayanan

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 43: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

24

1 Universitas I ndonesia

kesehatan merupakan informasi kunci untuk merancang program pelayanan

kesehatan yang dibutuhkan dan mampu dibeli oleh konsumen di masa yang akan

datang (Feldstein, 1988 dalam Ilyas, 2006:p.8).

Bila pemanfaatan pelayanan kesehatan dianggap sebagai suatu permintaan

(demand) dari masyarakat, maka teori ekonomi secara umum tentang besarnya

permintaan (demand), dipengaruhi oleh ; (1) harga pelayanan tersebut, (2) harga

barang lain yang terkait (pelayanan sepadan di fasilitas lain), (3) tingkat

pendapatan per kapita, (4) selera, (5) jumlah penduduk, (6) distribusi pendapatan

dan (7) upaya pemasaran, yang dapat dikaitkan dengan kualitas pelayanan

(Samuelson & Nordhaus, 2003:p.55-57).

Namun, karena adanya spesifikasi dalam kebutuhan akan pelayanan

kesehatan, maka perlu dikaji kesesuaiannya dengan teori yang lebih tepat.

Beberapa teori terkait pemanfaatan pelayanan kesehatan dapat dikaji dari :

2.4.1 Teori Demand Menurut Grossman, Mills dan Feldstein

Menurut Grossman (1972) seperti dikutip Nadjib (1999:p.31), bahwa

faktor yang mempengaruhi demand terhadap pelayanan kesehatan atau rumah

sakit adalah : kejadian penyakit, karakteristik kultural demografi, dan faktor

ekonomi. Menurut Mills (1990:p.133), demand terhadap pelayanan kesehatan

dapat diartikan sebagai bertemunya kemampuan dan kemauan (ATP vs WTP)

dalam diri seseorang. Demand dan pemanfaatan layanan kesehatan di negara

berkembang dapat dikaitkan dengan :

1. Faktor demografi, seperti umur, pendidikan, seks dan status kesehatan,

2. Faktor ekonomi seperti pendapatan, tarif atau harga pelayanan, cara

pembayaran, dan biaya transportasi

3. Faktor non ekonomi seperi waktu dan kemudahan akses mencapai pelayanan,

dan kualitas pelayanan kesehatan.

Feldstein (1993:p.78-84), mengemukakan bahwa faktor yang berhubungan

dengan demand penderita terhadap pelayanan medis sangat berkaitan dengan

faktor yang ada pada pasien dan provider kesehatan itu sendiri, antara lain :

1. Insiden penyakit atau kebutuhan pelayanan dari pasien

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 44: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

25

1 Universitas I ndonesia

2. Faktor sosiodemografi : umur, seks, status perkawinan, jumlah anggota

keluarga dan pendidikan.

3. Faktor ekonomi : pendapatan, harga layanan, nilai waktu yang dipergunakan

untuk mencari pengobatan

4. Faktor pada provider : karakteristik provider (perilaku petugas dan jenis

keahlian dokter), termasuk economic interest dari petugas menciptakan

kebutuhan masyarakat untuk memanfaatkan layanan tertentu

Gani (1981:p.59) menyatakan bahwa permintaan pelayanan kesehatan

(Demand) merupakan fungsi dari adanya kebutuhan karena adanya keluhan sakit

(Need), pendidikan (Education), pekerjaan (Occupation), Preferensi (Preference),

Pendapatan (Income), harga pelayanan kesehatan (Price), ketersediaan asuransi

(Insurance), jarak ke pelayanan kesehatan (Distance). Sehingga dapat

digambarkan dengan rumus : D = f (Nd, Ed, Oc, Pf, In, Pr, Is, Dt).

2.4.2 Model Pemanfaatan Pelayanan Zschock

Menurut Zschock (1979) dalam Ilyas (2006:p10-11), faktor yang

mempengaruhi seseorang menggunakan pelayanan kesehatan, yaitu :

1. Status kesehatan, pendapatan dan pendidikan. Semakin tinggi status

kesehatan seseorang, maka ada kecenderungan orang tersebut banyak

menggunakan layanan kesehatan. Bila pendapatan seseorang rendah, maka

akan sulit baginya untuk memperoleh pelayanan kesehatan, meskipun

membutuhkan (unmet need). Tingkat pendidikan seseorang juga

mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan seseorang.

2. Faktor konsumen dan penyedia pelayanan kesehatan. Penyedia pelayanan

kesehatan (provider mempunyai peranan besar dalam menentukan tingkat dan

jenis layanan kesehatan bagi konsumen. Adanya consumer ignorance sering

menyebabkan terjadinya over utilization pelayanan kesehatan.

3. Kemampuan dan penerimaan pelayanan kesehatan. Kemampuan membayar

pelayanan kesehatan erat hubungannya dengan tingkat penerimaan dan

pemanfaatan pelayanan kesehatan.

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 45: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

26

1 Universitas I ndonesia

4. Risiko sakit dan lingkungan. Faktor lingkungan sangat mempengaruhi status

kesehatan individu dan masyarakat. Lingkungan yang sehat memberikan

risiko sakit yang rendah.

2.4.3 Model Perilaku (Behavioral Model) menurut Anderson

Anderson (1975) dalam Ilyas, (2006:p.8-10) dan Thabrany, 1995:p.23-24),

mengemukakan pemanfaatan pelayanan kesehatan sebagai model perilaku

(behavioral model of health services utilization). Determinan pemanfaatan

pelayanan kesehatan tersebut meliputi pada tiga faktor, yaitu :

1. Karakteristik predisposisi (Predisposing Characteristics); setiap individu

memiliki kecenderungan yang berbeda untuk memanfaatkan pelayanan

kesehatan, tergantung pada perbedaan karakteristiknya, seperti demografi

(umur, seks, status perkawinan), struktur sosial (pendidikan, pekerjaan, ras,

hobi, agama), dan kepercayaan terhadap pelayanan kesehatan (health belief)

2. Karakteristik kemampuan (Enabling Characteristics); yaitu kondisi yang

membuat seseorang mampu melakukan tindakan. Terdiri dari sumber daya

keluarga (penghasilan, kepemilikan asuransi kesehatan, daya beli dan

pengetahuan tentang layanan kesehatan), dan sumberdaya masyarakat

(ketersediaan sarana pelayanan, jumlah tenaga kesehatan, rasio penduduk )

3. Karakteristik kebutuhan (Need Characteristics); yaitu kondisi yang langsung

berhubungan dengan permintaan layanan kesehatan (persepsi sakit, diagnosa

penyakit, kecacatan, status kesehatan)

Kemudian Andersen (1995) mereview model pemanfaatan pelayanan

kesehatan pada era 1960-an yang berfokus pada keluarga sebagai unit analisis

tersebut, dengan menambahkan komponen sistem pelayanan kesehatan (health

care system), pengaruh lingkungan (external environment) dan outcome dari

pelayanan kesehatan terhadap kepuasan pelanggan (costumer satisfaction).

2.4.4 Teori Akses Pelayanan Aday, Andersen, dan Flemming

Dalam studi Aday, Andersen dan Flemming (1980:p.25-41), teori akses

pelayanan kesehatan dikaitkan dengan dua faktor. Yaitu karakteristik pelayanan

kesehatan (provider) dan karakteristik penduduk (user).:

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 46: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

27

1 Universitas I ndonesia

1. Karakteristik pelayanan kesehatan (provider). Yaitu ketersediaan dan

distribusi fasilitas pelayanan kesehatan. Bisa dikategorikan pada sisi supply.

2. Karakteristik penduduk berisiko (user). yaitu umur, status kesehatan, tingkat

pendapatan dan kepesertaan asuransi. Dikategorikan dalam sisi demand.

Aday, et.al (1980: p.25-41) menggambarkan akses sebagai dimensi yang

menggambarkan input yang bersifat potensial dan aktual dalam kebijakan

kesehatan sebagai berikut :

Gambar 2.3

Sumber : Aday, Andersen, Flemming, “Health care in The U.S. Equitable for Whom ? California : Sage Publications Inc.(1980:p.35)

KEBIJAKAN KESEHATAN

• Pembiayaan • Organisasi

AKSES POTENSIAL- INDIKATOR STRUKTURAL � Karakteristik Sistem

Pelayanan Kesehatan • Ketersediaan

- Jumlah - Distribusi

• Organisasi • Masukan • Struktur

AKSES POTENSIAL - INDIKATOR PROSES � Karakteristik penduduk berisiko

• Predisposisi - Dapat diubah - Tidak dapat diubah

• Pemungkin - Dapat diubah - Tidak dapat diubah

• Kebutuhan - Persepsi - Penilaian

AKSES NYATA - INDIKATOR OBJEKTIF Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan : • Jenis • Tempat • Tujuan • Rentang Waktu

AKSES NYATA - INDIKATOR OBJEKTIF Kepuasan Pasien : • Kenyamanan • Ketersediaan • Biaya • Karakteristik Provider • Kualitas

Kerangka Studi Akses (Aday, et al., 1980)

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 47: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

28

1 Universitas I ndonesia

2.4.5 Teori Perilaku Green

Green (2005:p.9) menyempurnakan model pendekatan yang dipergunakan

dalam pembuatan perencanaan kesehatan masyarakat yang dikenal dengan

PRECEDE tahun 1980, dengan model PRECEDE-PROCEED. Dalam hal ini

dikaitkan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan) dipengaruhi oleh faktor

(Green, 2005:p.149-151) :

1. Faktor predisposisi (Predisposing Factors); yaitu faktor yang mendasari atau

menjadi motivasi seseorang untuk bertindak. Meliputi pengetahuan, sikap,

keyakinan, nilai persepsi, kepercayaan diri dan kapasitasnya.

2. Faktor pendukung (Enabling Factors); yaitu faktor yang mendukung motivasi

agar tindakan/perilaku dapat terlaksana. Faktor ini meliputi ketersediaan,

kemudahan akses pelayanan kesehatan, keahlian pribadi dan

prioritas/komitmen peraturan pemerintah.

3. Faktor pendorong (Reinforcing Factors); yaitu faktor penguat timbulnya

tindakan. Termasuk dalam kelompok ini adalah keluarga, teman, guru,

petugas kesehatan, pemimpin masyarakat dan pembuat kebijakan.

4. Faktor Keturunan (Genetics) dan kondisi lingkungan tempat tinggal.

2.4.6 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pemanfaatan Pelayanan

Kesehatan

2.4.6.1 Karakteristik Rumah Tangga

1. Pendidikan

Menurut Anderson dan Anderson (1979), dan Zschock (1979), bahwa

pendidikan termasuk variabel dalam model struktur sosial. Tingkat pendidikan

yang berbeda memiliki kecenderungan yang berbeda pula dalam pengertian

dan reaksi terhadap masalah kesehatan mereka. Sehingga, diduga pendidikan

berpengaruh juga dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan gratis di tingkat

Puskesmas. Feldstein (1979) mengemukakan bahwa pendidikan termasuk

faktor yang berpengaruh terhadap permintaan pelayanan kesehatan.

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 48: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

29

1 Universitas I ndonesia

2. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil ‘tahu’ yang terjadi setelah seseorang

melakukan penginderaan terhadap sesuatu. Pengetahuan (kognitif) merupakan

domain sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo,

2007 : p.143-144). Pengetahuan diperoleh dari pengalaman, baik pengalaman

sendiri maupun pengalaman orang lain. Hasil penelitian Sebayang (2006)

menunjukkan bahwa pengetahuan program JPKMM berhubungan dengan

pemanfaatan pelayanan kesehatan.

3. Pekerjaan

Dalam Feldstein (1993:p.78) merujuk pada pendapat Grossman

dikatakan bahwa konsumen memiliki demand terhadap pelayanan kesehatan

dikarenakan dua alasan, yaitu (1) sebagai barang konsumsi untuk merasa lebih

baik/lebih sehat, dan (2) sebagai barang investasi, bahwa status kesehatan

mempengaruhi produktivitas. Mengurangi lama sakit akan meningkatkan

kesempatan untuk dapat bekerja dan aktifitas lainnya yang bersifat produktif.

Hasil penelitian Rohmansyah (2004) dan Yuswandi (2006) mendapatkan

adanya hubungan jenis pekerjaan dengan akses ke pelayanan kesehatan.

2.4.6.2 Kebutuhan Pelayanan Kesehatan

Aday et al (1980:p.38) membagi kebutuhan (need) pelayanan kesehatan

dalam perceived need dan evaluated need. Perceived need (persepsi sakit) dilihat

dari sisi konsumen meliputi status kesehatan berdasar pendapat umum, seperti

jumlah keluhan sakit (symptoms of illness), status kesehatan dibandingkan orang

lain, berapa hari tidak produktif karena sakit (disability days). Sedangkan

evaluated need (memiliki penyakit) dinilai dari hasil pengukuran/diagnosa

penyakit yang dilakukan oleh tenaga medis profesional.

Penyakit (disease) adalah bentuk reaksi biologis terhadap suatu organisme,

benda asing atau injury, yang bersifat objektif ditandai adanya perubahan fungsi

tubuh sebagai organisme biologis. Sedangkan persepsi sakit (illness) merupakan

penilaian seseorang terhadap penyakit tersebut sebagai pengalaman langsung.

Konsep sakit (illness) berbeda pada tiap orang atau kelompok masyarakat. Hal ini

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 49: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

30

1 Universitas I ndonesia

dipengaruhi oleh faktor fisik, sosial dan mental yang menghasilkan kondisi sakit

tersebut (Notoatmodjo, 1985:p57-62).

Persepsi individu terhadap sehat sakit erat hubungannya dengan perilaku

pencarian pengobatan. Individu atau anggota masyarakat yang terkena penyakit

tetapi tidak merasa sakit (disease but no illness) tentunya tidak berusaha mencari

pengobatan. Namun bila memang merasakan sakit, maka respon antar individu

akan berbeda-beda. Setidaknya ada empat jenis respon orang yang sakit, yaitu (1)

menerima saja tanpa berbuat apa-apa (no action), (2) berusaha mengobatinya

sendiri (self treatment) dengan membuat atau membeli ramuan atau obat-obatan

sesuai dengan pengetahuannya, (3) mencari pengobatan ke fasilitas pengobatan

tradisional (traditional remedy) seperti dukun atau pengobatan tradisional lainnya,

dan (4) mencari pengobatan ke fasilitas kesehatan modern, seperti mantri, dokter,

ke Puskesmas ataupun rumah sakit (Notoatmodjo, 1985:68-70).

Nadjib (1999) menggunakan banyaknya keluhan sakit sebagai salah satu

proksi adanya kebutuhan (need) seseorang terhadap pelayanan kesehatan.

Beberapa penelitian Herlina (2001) dan Sebayang (2006) menunjukkan bahwa

persepsi / keluhan sakit berhubungan dengan pemanfaatan Puskesmas.

2.4.6.3 Akses ke Puskesmas

1. Biaya transportasi

Untuk pelayanan di Puskesmas, hambatan biaya seringkali bukan

berasal dari tarif pelayanan, namun pada biaya transportasi. Hal ini dibuktikan

pada penelitian Berman (1985) dan Gani et al, (1993) di Jawa Barat. Penelitian

serupa oleh Jimenez (1987) mengidentifkasi bahwa di Indonesia 40%

penduduk miskin hanya menerima 19% dari besar subsidi pemerintah untuk

pelayanan kesehatan. Salah satu faktor penting penyebab rendahnya

pemanfaatan pelayanan kesehatan tersebut adalah ketidakkmampuan biaya

oleh masyarakat menjangkau pelayanan tersebut, meskipun pelayanannya

sendiri gratis (Nadjib, 1999:p.144).

2. Waktu tempuh

Menurut hasil Riskesdas 2007, dari segi waktu tempuh ke sarana

pelayanan kesehatan nampak bahwa 67,2% penduduk dapat mencapai ke

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 50: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

31

1 Universitas I ndonesia

sarana pelayanan kesehatan kurang atau sama dengan 15 menit dan sebanyak

23,6% penduduk dapat mencapai sarana pelayanan kesehatan dimaksud antara

16-30 menit. Dengan demikian secara nasional, masih ada sekitar 9,2% RT

yang memerlukan waktu lebih dari setengah jam untuk mencapai sarana

kesehatan. Di Kalimantan Selatan, 98,4% rumah tangga berada kurang atau

sama dengan 5 km dari sarana pelayanan kesehatan dan sebanyak 93,8% rumah

tangga dapat mencapai sarana pelayanan kesehatan kurang atau sama dengan

30 menit. Faktor jarak merupakan salah satu kendala pemanfaatan pelayanan

kesehatan pemerintah (Gani, 1981; Asbudin, 2001; Untari, 2007).

2.4.6.4 Kepemilikan Jaminan/Asuransi Kesehatan

Jaminan untuk menanggung biaya kesehatan bisa berasal dari asuransi, baik

asuransi privat, asuransi sosial maupun jaminan/subsidi dari Pemerintah seperti

program Jamkesmas (Jaminan Kesehatan Masyarakat). Termasuk asuransi sosial

dalam hal ini adalah Askes untuk PNS, Asabri untuk TNI-Polri dan Jamsostek

untuk karyawan swasta.

Adanya jaminan pembayar biaya pelayanan merupakan salah satu

penyebab meningkatnya pemanfaatan pelayanan kesehatan. Penelitian Dong et al

(2008) di Burkina Faso menunjukkan bahwa peserta community-based health

insurance meningkatkan sekitar 4,33% pemanfaatan layanan kesehatan modern

dan mereduksi 3,98% pengobatan sendiri. Hasil tersebut juga dibuktikan oleh

Thabrany (1993) dalam penelitian pada PT Askes di Indonesia (Nadjib,

1999:p.139).

2.4.6.5 Status Ekonomi

1. Pengeluaran rumah tangga

Ketidakmampuan ekonomi masyarakat dianggap sebagai faktor yang

berperan dalam ketidakmerataan (unequity) pemanfaatan pelayanan kesehatan.

Hasil studi di Inggris mengidentifiasi, bahwa adanya variasi besar dalam

pemanfaatan pelayanan kesehatan berhubungan dengan status sosial.

Sementara menurut Bank Dunia, kelompok yang banyak memanfaatkan

Puskesmas di daerah pedesaan di Indonesia adalah kelompok menengah.

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 51: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

32

1 Universitas I ndonesia

Kelompok sosial ekonomi lemah dipedesaan, diperkirakan lebih sedikit

menikmati pelayanan kesehatan modern, termasuk yang disubsidi oleh

pemerintah (Nadjib, 1999:p.6,22-24).

Gertler dan Gaag (1988) melakukan study demand terhadap pelayanan

medis di Cote D’Ivoire dengan variabel pendapatan bulanan yang dihitung dari

rata-rata total pengeluaran/konsumsi perbulan. Asbudin (2002) mendapatkan

bahwa demand pelayanan kesehatan di Puskesmas berhubungan dengan status

ekonomi.

2. Kemampuan dan kemauan untuk membayar Puskesmas

Kemampuan dan kemauan membayar (ability and willingness to pay)

merupakan faktor yang berperan dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan.

Besarnya kemampuan membayar rumah tangga terhadap pelayanan kesehatan

tergantung pada disposible income (Gani, 2008). Kemampuan membayar

(ATP) dapat diukur dengan pendekatan penghasilan keluarga, aset keluarga

atau pengeluaran rumah tangga. Penghitungan pengeluaran rumah tangga

dianggap sebagai cara yang cukup sensitif untuk kondisi Indonesia karena pola

penghasilan masyarakat sering berubah, sedangkan aset keluarga juga

kebanyakan milik bersama (Nadjib, 1999.36-37).

Pengukuran ATP dengan ukuran 5 % dari pengeluaran didasarkan

hasil survey di beberapa negara berkembang yang menunjukkan bahwa

pengeluaran biaya kesehatan berkisar 2 – 5 % dari pengeluaran rumah tangga.

Pendekatan ATP yang lain pengalihan pengeluaran non-essentials rumah

tangga seperti cigaret. (Russel, 1996). Gani dan Nadjib (1996) menyarankan

penghitungan potensi ability to pay kelompok masyarakat tertentu dengan

melakukan survey data primer dengan sampel rumah tangga. Pengeluaran

rumah tangga sebagai proksi kemampuan membayar dapat dihitung dengan

ukuran 5% dari besarnya pengeluaran bukan makanan (non food expenditure)

atau pengeluaran untuk kebutuhan yang tidak pokok (non esential

expenditures), seperti rokok, minuman keras, sirih dan rekreasi.

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 52: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

33

1 Universitas I ndonesia

Sedangkan kemauan untuk membayar (willingness to pay) merupakan

perilaku pembelian konsumen untuk tujuan mendapatkan komoditas atau

mengurangi risiko tertentu. Gani (2008) memformulasikan WTP sebagai fungsi

dari Utility dan persepsi benefit/loss.

Seberapa besar kemauan seseorang untuk membayar dapat diukur

dengan dua cara, yaitu dengan menghitung besarnya pengeluaran riel keluarga

untuk kesehatan dalam periode waktu tertentu, atau dengan menanyakan secara

langsung berapa rupiah individu bersedia mengeluarkan uangnya untuk

membeli jasa pelayanan kesehatan (Russel et al, 1995)

2.4.6.6 Karakteristik Pelayanan Puskesmas

1. Jam Buka Puskesmas

Sebagai instansi milik pemerintah, secara normatif pelayanan di

Puskesmas (yang bukan rawat inap) dilakukan pada jam kantor mulai jam

08.00 – 14.00. Sedangkan Puskesmas yang memiliki program rawat inap atau

unit gawat darurat 24 jam, maka pelayanan Puskesmas bisa buka lebih lama.

Namun dalam kenyataannya, jam buka Puskesmas bisa kurang dari jam kerja

yang seharusnya. Atau bisa terjadi Puskesmasnya buka namun petugasnya

tidak ditempat. Kondisi ini bisa terjadi karena memang kekurangan tenaga,

namun bisa juga karena kebiasaan yang tidak baik.

Penelitian Untari (2007) menyatakan bahwa pemegang kartu sehat lebih

memilih layanan kesehatan swasta karena jam bukanya lebih sesuai dengan

kondisi keseharian mereka.

2. Keberadaan Dokter

Dokter merupakan inti utama dalam pelayanan kesehatan (Azwar,

1996). Sebagai profesional di bidang pelayanan medis, dokter dianggap paling

kompeten dalam pemberian pelayanan kesehatan modern. Bagi kelompok

masyarakat yang memiliki pengetahuan pentingnya pelayanan kesehatan, maka

mereka lebih memilih untuk diperiksa dan diobati oleh dokter dibandingkan

profesi kesehatan lainnya. Keberadaan dokter secara konsisten dalam

pelayanan Puskesmas akan meningkatkan pemanfaatan Puskesmas.

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 53: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

34

1 Universitas I ndonesia

Menurut penelitian (World Bank, 2008:p.20), fenomena rendahnya

kepercayaan masyarakat terhadap sistem kesehatan masyarakat, karena

rendahnya kualitas pelayanan dan tingginya absensi personil medis di

Puskesmas. Sebayang (2006) membuktikan bahwa keberadaan dokter

merupakan faktor dominan yang berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan

kesehatan di Puskesmas oleh keluarga miskin peserta JPKMM.

4. Kualitas Pelayanan Puskesmas

Menurut Crosby (1984) dalam Azwar (1996:p.48), mutu adalah

kepatuhan terhadap standar yang telah ditetapkan. Selanjutnya, Azwar

(1996:p.48) memberikan batasan mutu pelayanan kesehatan adalah menunjuk

pada kesempurnaan pelayanan kesehatan, yang di satu sisi dapat menimbulkan

kepuasan kepada pasien, di pihak lain tata cara penyelenggaraannya sesuai

dengan kode etik dan standar pelayanan profesi.

Sementara itu, penelitian Preker dan Harding seperti dikutip Adyas

(2007; p.18) menunjukkan bahwa meskipun pemerintah di banyak negara yang

berpenghasilan rendah dan menengah (low-middle income) telah berupaya

melakukan pemerataan dan perluasan jangkauan pelayanan kesehatan, namun

masalah kritis yang dialami oleh sarana kesehatan pemerintah adalah

penyelenggaraannya tidak efisien.

Menurut Indrajaya (1995) dalam Nadjib (1999:p.33-34), dari hasil

pengamatannya di Kaltim dan NTB, memperlihatkan bahwa karakteristik

penyedia pelayanan kesehatan memang mempengaruhi tingkat utilisasi

pelayanan Puskesmas, dengan ukuran proksi kualitas pelayanan adalah

kebersihan, ketersediaan alat, tenaga dan obat, serta waktu tunggu pelayanan.

Begitu pula penelitian Herlina (2001) dan Sebayang (2006), mendapatkan

bahwa persepsi kualitas pelayanan berhubungan dengan pemanfaatan

Puskesmas.

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 54: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

1 35 Universitas Indonesia

BAB 3 KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL

DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konsep

Berdasarkan tinjauan teoritis, terlihat bahwa pemanfaatan pelayanan

kesehatan oleh masyarakat merupakan suatu hal yang kompleks. Banyak faktor

lain yang ikut berperan agar masyarakat mau memanfaatkan pelayanan kesehatan,

meskipun kendala biaya (budget constraint) dari tarif pelayanan sudah hilang,

karena digratiskan. Faktor-faktor yang diduga berhubungan dengan pemanfaatan

subsidi pelayanan kesehatan gratis di tingkat Puskesmas di Kabupaten Tabalong,

digambarkan dalam kerangka konsep sebagai berikut :

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Pemanfaatan subsidi pelayanan kesehatan gratis di Puskesmas

� Pendidikan

� Pengetahuan

� Pekerjaan

� Persepsi/keluhan sakit

� Ada penyakit yang diderita

� Waktu tempuh

� Biaya transportasi

� Pengeluaran rumah tangga

� Kemampuan untuk membayar

� Kemauan untuk membayar

� Kepemilikan jaminan/asuransi

� Kesesuaian jam buka Puskesmas

� Keberadaan dokter

� Persepsi kualitas Puskesmas

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 55: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

36

1 Universitas Indonesia

3.2 Variabel dan Definisi Operasional

1. Variabel Pemanfaatan Subsidi Pelayanan Kesehatan Gratis di

Puskesmas

Definisi : Kunjungan rawat jalan ke Puskesmas untuk mendapatkan

pelayanan kesehatan dasar oleh rumah tangga dalam satu

tahun terakhir. Untuk kesamaan penilaian, seperti kualitas

pelayanan, waktu buka, keberadaan dokter, standar pengobatan

serta pembayaran, maka kunjungan ke Puskesmas Pembantu

dan Polindes tidak dimasukkan dalam kategori kunjungan

Puskesmas.

Alat ukur : Kuesioner (Pertanyaan no.8)

Cara ukur : Wawancara

Hasil ukur : 0 = Tidak pernah

1 = Pernah

Skala : Nominal

2. Variabel Pendidikan

Definisi : Jenjang sekolah formal tertinggi yang pernah diikuti oleh

kepala keluarga.

Alat ukur : Kuesioner (Pertanyaan no.5.b)

Cara ukur : Hasil wawancara, dikategorikan menjadi dua, yaitu pendidikan

rendah bila tamat SLTP atau lebih rendah, dan pendidikan

tinggi bila tamat SLTA atau lebih tinggi.

Hasil ukur : 0 = Rendah

1 = Tinggi

Skala : Ordinal

3. Variabel Pengetahuan

Definisi : Pemahaman responden tentang adanya program subsidi

pelayanan kesehatan gratis di Puskesmas yang dikeluarkan

oleh Pemerintah Derah Kabupaten Tabalong

Alat ukur : Kuesioner (Pertanyaan no.13 - 17)

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 56: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

37

1 Universitas Indonesia

Cara ukur : Hasil wawancara, dikategorikan menurut median jawaban

yang benar. Pengetahuan kurang bila jawaban < 2 jawaban

benar. Pengetahuan baik bila > 2 jawaban benar.

Hasil ukur : 0 = Kurang

1 = Baik

Skala : Ordinal

4. Variabel Pekerjaan

Definisi : Jenis usaha yang dilakukan oleh kepala keluarga untuk

mendapatkan penghasilan

Alat ukur : Kuesioner (Pertanyaan no.6.b)

Cara ukur : Hasil wawancara, dikelompokkan dalam bekerja informal bila

tidak bekerja, petani, buruh dan wirausaha. Kelompok kerja

formal bila bekerja sebagai pegawai perusahaan swasta, PNS,

Polri, TNI dan memiliki pensiunan.

Hasil ukur : 0 = Informal

1 = Formal

Skala : Nominal

5. Variabel Persepsi/Keluhan Sakit

Definisi : Gangguan kesehatan atau gejala penyakit yang dirasakan oleh

anggota rumah tangga satu tahun terakhir.

Alat ukur : Kuesioner (Pertanyaan no.20). Jenis keluhan sakit yang

dipergunakan disesuaikan dengan pertanyaan keluhan pada

kuesioner Susenas.

Cara ukur : Hasil wawancara, dikategorikan menurut median jumlah

keluhan sakit. Keluhan sakit rendah bila < 3 keluhan.

Sedangkan keluhan tinggi bila keluhan sakit > 3 keluhan.

Hasil ukur : 0 = Rendah

1 = Tinggi

Skala : Ordinal

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 57: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

38

1 Universitas Indonesia

6. Variabel Adanya Penyakit

Definisi : Diagnosa penyakit yang pernah disampaikan oleh dokter atau

petugas kesehatan lain terhadap anggota keluarga dalam satu

tahun terakhir

Alat ukur : Kuesioner (Pertanyaan no.25)

Cara ukur : Hasil wawancara

Hasil ukur : 0 = Tidak ada

1 = Ada

Skala : Nominal

7. Variabel Waktu Tempuh

Definisi : Rata-rata lamanya waktu perjalanan (dalam menit) yang

diperlukan dari tempat tinggal responden ke Puskesmas

pulang pergi

Alat ukur : Kuesioner (Pertanyaan no.27)

Cara ukur : Hasil wawancara, dikategorikan menurut median lamanya

waktu tempuh. Lama bila > 20 menit dan tidak lama bila < 20

menit.

Hasil ukur : 0 = Lama

1 = Tidak lama

Skala : Ordinal

8. Variabel Biaya Transportasi

Definisi : Jumlah uang yang dikeluarkan membayar ongkos kendaraan

dari tempat tinggal responden ke Puskesmas pulang pergi. Bila

pakai kendaraan milik sendiri, diperhitungkan dengan ongkos

kendaraan umum yang biasa dipergunakan masyarakat

setempat.

Alat ukur : Kuesioner (Pertanyaan no.30)

Cara ukur : Wawancara

Hasil ukur : Jumlah uang dalam rupiah

Skala : Rasio

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 58: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

39

1 Universitas Indonesia

9. Variabel Pengeluaran Rumah Tangga

Definisi : Rata-rata jumlah semua pengeluaran rumah tangga dalam satu

bulan, dipergunakan sebagai proksi sosial ekonomi

Alat ukur : Kuesioner (Pertanyaan no.31). Pertanyaan jenis pengeluaran

yang dipergunakan disesuaikan dengan kuesioner Susenas

Cara ukur : Menghitung semua pengeluaran rumah tangga, meliputi

pengeluaran untuk makanan maupun bukan makanan, yang

dijumlahkan untuk keperluan satu bulan.

Hasil ukur : Jumlah uang dalam rupiah

Skala : Rasio

10. Variabel Kemampuan untuk Membayar (ATP)

Definisi : Jumlah uang yang mampu dibayarkan oleh rumah tangga

untuk setiap kali kunjungan berobat ke Puskesmas sebagai

mengganti biaya pelayanan kesehatan

Alat ukur : Kuesioner (Pertanyaan bagian F.z)

Cara ukur : Dihitung 5% dari semua pengeluaran keluarga untuk bukan

makanan /non food expenditure. (Russel, 1996).

Hasil ukur : Jumlah uang dalam rupiah

Skala : Rasio

11. Variabel Kemauan untuk Membayar (WTP)

Definisi : Jumlah uang yang mau dibayarkan oleh rumah tangga untuk

setiap kali kunjungan berobat ke Puskesmas sebagai mengganti

biaya pelayanan kesehatan

Alat ukur : Kuesioner (Pertanyaan no.35)

Cara ukur : Wawancara menanyakan besaran uang yang mau dibayarkan

untuk sekali berobat ke Puskesmas, bila kualitas pelayanannya

sesuai dengan harapan responden dan tidak ada program

pengobatan gratis

Hasil ukur : Jumlah uang dalam rupiah

Skala : Rasio

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 59: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

40

1 Universitas Indonesia

12. Variabel Kepemilikan Jaminan/Asuransi Kesehatan

Definisi : Adanya organisasi penanggung biaya berobat di fasilitas

kesehatan, di luar program JTS/subsidi pelayanan kesehatan

gratis yang diberikan Pemda Tabalong

Alat ukur : Kuesioner (Pertanyaan no.12)

Cara ukur : Hasil wawancara

Hasil ukur : 0 = Tidak memiliki

1 = Memiliki

Skala : Nominal

13. Variabel Kesesuaian Jam Buka Puskesmas

Definisi : Kebutuhan waktu rumah tangga untuk berobat, dibandingkan

dengan waktu jam buka Puskesmas dalam memberikan

pelayanan kesehatan

Alat ukur : Kuesioner (Pertanyaan no.32)

Cara ukur : Hasil wawancara

Hasil ukur : 0 = Belum Sesuai

1 = Sesuai

Skala : Ordinal

14. Variabel Keberadaan Dokter

Definisi : Pemeriksaan pelayanan kesehatan di Puskesmas dilakukan

oleh dokter kepada pasien secara langsung. Variabel ini

berlaku bagi yang pernah memanfaatkan Puskesmas baik

dalam satu tahun ini ataupun sebelumnya

Alat ukur : Kuesioner (Pertanyaan no.33)

Cara ukur : Hasil wawancara, dikategorikan menjadi dua, yaitu “tidak

selalu ada” bila jawaban tidak, kadang atau sering tidak

diperiksa dokter dan “selalu ada” bila selalu diperiksa dokter

Hasil ukur : 0 = Tidak selalu ada

1 = Selalu ada

Skala : Ordinal

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 60: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

41

1 Universitas Indonesia

15. Variabel Persepsi Kualitas Puskesmas

Definisi : Pendapat responden terhadap pelayanan yang diterima saat

berkunjung di Puskesmas. Variabel ini berlaku bagi yang

pernah memanfaatkan Puskesmas, baik tahun ini atau

sebelumnya.

Alat ukur : Kuesioner (Pertanyaan no.34; a - g)

Cara ukur : Dengan 7 pertanyaan pada kuesioner, range skor penilaian

terhadap kualitas pelayanan antara 7 - 35. Dari hasil penelitian

didapatkan nilai persepsi kualitas antara 18 – 35, dengan nilai

median 27. Kategori penilaian digunakan menurut median

skor jawaban. Kategori pelayanan “kurang” bila < 27 dan

pelayanan “baik” bila > 27.

Hasil ukur : 0 = Kurang

1 = Baik

Skala : Ordinal

3.3 Hipotesis

1. Ada hubungan antara pendidikan dengan pemanfaatan subsidi pelayanan

kesehatan gratis di Puskesmas

2. Ada hubungan antara pengetahuan dengan pemanfaatan subsidi pelayanan

kesehatan gratis di Puskesmas

3. Ada hubungan antara pekerjaan dengan pemanfaatan subsidi pelayanan

kesehatan gratis di Puskesmas

4. Ada hubungan antara persepsi/keluhan sakit dengan pemanfaatan subsidi

pelayanan kesehatan gratis di Puskesmas

5. Ada hubungan antara adanya penyakit yang diderita dengan pemanfaatan

subsidi pelayanan kesehatan gratis di Puskesmas

6. Ada hubungan antara waktu tempuh ke Puskesmas dengan pemanfaatan

subsidi pelayanan kesehatan gratis di Puskesmas

7. Ada hubungan antara biaya transportasi ke Puskesmas dengan pemanfaatan

subsidi pelayanan kesehatan gratis di Puskesmas

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 61: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

42

1 Universitas Indonesia

8. Ada hubungan antara pengeluaran rumah tangga dengan pemanfaatan

subsidi pelayanan kesehatan gratis di Puskesmas

9. Ada hubungan antara kemampuan untuk membayar dengan pemanfaatan

subsidi pelayanan kesehatan gratis di Puskesmas

10. Ada hubungan antara kemauan untuk membayar dengan pemanfaatan

subsidi pelayanan kesehatan gratis di Puskesmas

11. Ada hubungan antara kepemilikan jaminan/ asuransi kesehatan dengan

pemanfaatan subsidi pelayanan kesehatan gratis di Puskesmas

12. Ada hubungan antara kesesuaian jam buka Puskesmas dengan pemanfaatan

subsidi pelayanan kesehatan gratis di Puskesmas

13. Ada hubungan antara keberadaan dokter dengan pemanfaatan subsidi

pelayanan kesehatan gratis di Puskesmas

14. Ada hubungan antara persepsi kualitas pelayanan Puskesmas dengan

pemanfaatan subsidi pelayanan kesehatan gratis di Puskesmas.

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 62: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

43 Universitas Indonesia

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Disain Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, yaitu dengan studi

analitik (Nazir, 1999) untuk menguji hipotesis faktor-faktor yang berhubungan

dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan gratis tingkat Puskesmas di Kabupaten

Tabalong. Disain penelitian yang dipergunakan adalah disain non-ekperimen.

Tanpa ada intervensi dan penentuan kontrol, informasi variabel dependen

(pemanfaatan pelayanan kesehatan Puskesmas) dan variabel independen

dikumpulkan secara sistematis melalui survey (Singarimbun, 1989; Gani, 1988)

Pengumpulan data dilakukan secara cross-sectional, yaitu dilakukan pada

satu waktu saja. Pengukuran variabel penelitian dilakukan pada sampel rumah

tangga terpilih dari populasi melalui wawancara menggunakan kuesioner

(Singarimbun,1989).

Untuk memperdalam pembahasan terkait pelaksanaan subsidi pelayanan

kesehatan gratis tingkat Puskesmas di Kabupaten Tabalong melalui program

Jaminan Tabalong Sehat, dilakukan wawancara mendalam terhadap key person

terpilih, mulai dari tingkat pengambil kebijakan di Pemerintah Daerah, DPRD,

pengelola program JTS di Dinas Kesehatan dan pelaksana pelayanan kesehatan di

Puskesmas.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan tiga di wilayah Puskesmas di Kabupaten Tabalong

dengan kriteria peningkatan kunjungan rendah, sedang dan tinggi setelah adanya

program subsidi pelayanan kesehatan gratis di tingkat Puskesmas. Adapun

Puskesmas yang dipilih adalah Puskesmas Kelua mewakili Puskesmas dengan

peningkatan kunjungan tinggi, Puskesmas Muara Uya mewakili Puskesmas

dengan peningkatan kunjungan sedang, dan Puskesmas Hikun mewakili

Puskesmas dengan peningkatan kunjungan rendah. Waktu pelaksanaan penelitian

adalah pada tanggal 12 - 28 April 2010.

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 63: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

44

1 Universitas Indonesia

4.3 Populasi dan Sampel

4.3.1 Populasi

Populasi penelitian ini adalah rumah tangga yang ada di wilayah

Kabupaten Tabalong Kalimantan Selatan.

4.3.2 Sampel

Unit analisisnya (sample unit) adalah rumah tangga. Dengan responden

(unit elementer) adalah individu yang menjadi anggota rumah tangga (Ariawan,

1998:p.84), diutamakan kepala rumah tangga atau pasangannya.

Sampel rumah tangga diambil dari masing-masing desa/kelurahan terpilih

di tiga wilayah Puskesmas, yaitu Puskesmas Kelua, Puskesmas Muara Uya dan

Puskesmas Hikun. Pemilihan Puskesmas dilakukan secara purposif, dengan

pertimbangan mewakili Puskesmas yang memiliki peningkatan kunjungan tinggi,

sedang dan rendah, serta mewakili tiga wilayah pengembangan kabupaten, yaitu

wilayah selatan, tengah dan utara. Pengambilan sampel rumah tangga dilakukan

secara restricted random sample (Nazir, 1999:p.332), dengan rancangan klaster

dua tingkat, yaitu langkah pertama untuk pemilihan desa di wilayah kecamatan

dan langkah kedua untuk pemilihan rumah tangga dari desa terpilih (Ariawan,

1998:p.83).

Pada masing-masing Puskesmas diambil lima klaster desa/kelurahan yang

dipilih secara acak (simple random sampling), sehingga didapatkan 15

desa/kelurahan lokasi pengambilan sampel. Sedangkan jumlah sampel dari

masing-masing desa/kelurahan terpilih secara proporsional. Selanjutnya untuk

penentuan rumah tangga dari klaster desa/kelurahan terpilih dilakukan secara

sistematik (systematic sampling) (Ariawan, 1998:p.77-78; Nazir, 2003:p.277).

Besar sampel ditetapkan dengan mempertimbangkan tujuan penelitian,

jenis penelitian, cara pengambilan sampel, kemaknaan statistik yang diinginkan

dan kemampuan yang ada pada peneliti (waktu, tenaga dan biaya). Kecukupan

besar sampel dihitung dengan rumus sampel uji hipotesis beda proporsi dua sisi.

Rumus besar sampel untuk uji hipotesis beda proporsi dua sisi adalah sebagai

berikut (Lemeshow et al, 1997:p.18; Ariawan, 1998:p.31)

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 64: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

45

1 Universitas Indonesia

n =

��������(��) ���� ���(����)���(����)� �(�����)� X Deff

Keterangan :

n = Jumlah sampel minimal

P = Rata-rata proporsi, (P1+P2)/2 = 0,255

P1 = Proporsi pemanfaatan pelayanan kesehatan dasar Puskesmas, penelitian Asbudin (2002) = 0,51

P2 = Proporsi pemanfaatan pelayanan kesehatan dasar Puskesmas,

penelitian Herlina (2001) = 0,24

z 1- α/2 = nilai z (toleransi eror) dengan tingkat kemaknaan α pada uji dua

sisi sebesar 5 % adalah 1,96 z 1-β = untuk mendeteksi pemanfaatan Puskesmas dipergunakan

kekuatan uji 90% = 0,90 Design effect = pemilihan cluster desa, kemudian systematic random = 2 Berdasarkan rumus tersebut, didapatkan jumlah sampel yang diperlukan

untuk masing-masing kelompok adalah 66 rumah tangga. Karena adanya efek

disain, maka jumlah sampel yang diperlukan dikalikan dua untuk masing-masing

kelompok, menjadi 132 rumah tangga. Untuk memudahkan penghitungan sampel

per desa/kelurahan, maka jumlah sampel digenapkan 135 rumah tangga setiap

wilayah Puskesmas. Sehingga, dari 15 lokasi desa/kelurahan terpilih, masing-

masing diambil 27 sampel. Keseluruhan sampel berjumlah 405 responden yang

mewakili rumah tangga.

4.4 Teknik Pengumpulan Data

4.4.1 Jenis dan Sumber Data

Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data

sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dari survey rumah tangga

dengan menggunakan kuesioner. Data sekunder adalah data dari Pemda Tabalong

dan Dinas Kesehatan Kabupaten, baik itu berupa peraturan, surat keputusan,

pedoman pelaksanaan, anggaran, ketenagaan, data penduduk, dan lain-lain.

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 65: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

46

1 Universitas Indonesia

4.4.2 Instrumen Penelitian

Untuk mendapatkan data dan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian

ini, diperlukan instrumen tertentu. Untuk mendapatkan data lapangan, instrumen

yang dipergunakan adalah kuesioner/angket. Kuesioner yang berisi butir-butir

pertanyaan disusun untuk mengukur variabel dependen dan variabel independen

dengan melakukan wawancara terhadap responden terpilih dari sampel penelitian.

Sebagai pewawancara survey adalah peneliti sendiri dan dibantu beberapa tenaga

kesehatan yang telah dilatih.

Agar instrumen pertanyaan dapat dipakai dan menghasilkan informasi

yang relevan, maka instrumen yang dipergunakan harus tepat (valid) dan dapat

dipercaya (reliable). Karena itu, instrumen tersebut harus terlebih dahulu

dilakukan uji validitas dan reliabilitas terhadap instrumen tersebut, dengan cara

sebagai berikut :

1. Uji validitas instrumen

Untuk mengetahui sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat

ukur dalam mengukur suatu data. Variabel yang diuji adalah variabel yang

bersifat konstruk dengan penilaian yang un-observed sehingga diukur dengan

beberapa indikator/pertanyaan yang merupakan pendapat dari sejumlah

responden. Pengukuran yang sering digunakan dalam menyusun kuesioner

adalah dengan skala, seperti skala Likert (Ghozali, 2007;p.41).

Suatu variabel (pertanyaan) dikatakan valid bila skor variabel tersebut

berkorelasi secara signifikan dengan skor totalnya. Uji yang digunakan

adalah korelasi Pearson Product Moment. Caranya, dibandingkan antara

nilai r hitung dengan r tabel. Bila nilai r hitung > r tabel, maka Ho ditolak,

artinya pertanyaan tersebut valid untuk dipergunakan. Sebaliknya bila r

hitung < r tabel, maka Ho gagal ditolak, artinya pertanyaan tidak valid untuk

dipergunakan (Hastono, 2007:p.53-55).

2. Uji reliabilitas instrumen

Untuk mengetahui sejauh mana hasil pengukuran tetap konsisten bila

dilakukan pada 2 kali atau lebih pengukuran. Untuk mengetahui reliabilitas

instrumen dilakukan dengan uji Crombach Alpha. Bila nilai Crombach Alpha

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 66: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

47

1 Universitas Indonesia

> 0,60 berarti variabel (pertanyaan) reliabel. Bila Crombach Alpha < 0,6

berarti variabel tidak reliabel. (Hastono, 2007:p.53-55; Ghozali, 2007;p.42)

4.4.3 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner

Sebelum dipergunakan dalam penelitian, ujicoba kuesioner di Desa

Mabuun Kecamatan Murung Pudak Kabupaten Tabalong yang tidak termasuk

dalam lokasi penelitian. Jumlah responden dalam ujicoba kuesioner sebanyak 30

orang.

Hasil pengujian validitas terhadap variabel pengetahuan dengan jumlah

pertanyaan sebanyak tujuh buah, didapatkan dua buah pertanyaan yang tidak

valid, sehingga harus dibuang, yaitu pertanyaan ke-6 (nilai r-hitung 0,176) dan

pertanyaan ke-7 (r-hitung 0,290) yang lebih kecil dari r-tabel 0,361 (df n-2=28)

pada product moment pearson. Besaran nilai r-hitung pada pertanyaan ke-1

sampai ke-5 lebih besar dari r-tabel 0,361. Sedangkan uji reliabilitas didapatkan

nilai Cronbach’s Alpha = 0,724 lebih besar dari batas nilai Cronbach’s Alpha

0,60. Artinya butir-butir pertanyaan pengetahuan tersebut reliabel.

Hasil pengujian validitas terhadap variabel persepsi kualitas pelayanan

Puskesmas dengan jumlah pertanyaan sebanyak tujuh buah, semuanya valid

karena memiliki nilai r hitung yang lebih besar dari r tabel 0,361 (df n-2=28)

pada product moment pearson. Sedangkan uji reliabilitas didapatkan nilai

Cronbach’s Alpha = 0,879 lebih besar dari batas nilai Cronbach’s Alpha 0,60.

Artinya butir-butir pertanyaan persepsi kualitas tersebut reliabel.

4.4.4 Cara Pengumpulan Data

Sebelum pengumpulan data dilakukan pemilihan desa/kelurahan secara

random. Dari tiga wilayah Puskesmas yang terpilih, dirandom masing-masing

lima desa/kelurahan. Untuk wilayah Puskesmas Hikun terpilih Kelurahan

Tanjung, dan Agung, Desa Kambitin Raya, Wayau dan Mahe Seberang. Di

wilayah Puskesmas Muara Uya terpilih Desa Mangkupum, Kampung Baru,

Simpung Layung, Muara Uya dan Santuun. Sedangkan wilayah Puskesmas Kelua

terpilih Desa Telaga Itar, Takulat, Pulau, Masintan dan Paliat. Pada masing-

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 67: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

48

1 Universitas Indonesia

masing desa/kelurahan diambil 27 responden secara acak sistematik dengan cara

WHO/EPI, yaitu EPI3 (Depkes RI, 2003b;p.16-20).

Langkah pertama, pewawancara pergi ke tengah desa, yang dipilih sebagai

tanda adalah perempatan di tengah desa, atau balai desa. Kemudian dengan

melempar pensil ditentukan arah jalan dan rumah pertama sampel. Selanjutnya,

setelah rumah pertama terpilih, rumah berikutnya ditentukan dengan memilih 3

(tiga) rumah terdekat dengan rumah yang telah didatangi, mengikuti arah jalan

terpilih.

Dalam pengumpulan data di lapangan, peneliti dibantu oleh enam orang

petugas kesehatan dari Dinas Kesehatan dan Puskesmas. Petugas ini

berpendidikan D3 dan S1 kesehatan, yang mengetahui wilayah dan bahasa daerah

setempat, serta pernah mengikuti survei di lapangan sebelumnya. Sebelum ke

lapangan, petugas terlebih dahulu diberikan pelatihan tentang maksud dan teknis

wawancara, serta cara pengisian kuesionernya.

4.5 Pengolahan Data

Data yang telah terkumpul kemudian diolah dengan tahapan coding,

editing dan processing data (Nazir, 1999:101) :

1. Editing. Data yang telah dikumpulkan diedit lebih dulu untuk memperbaiki

kualitas data dan menghilangkan kerancuan. Pengeditan data dilakukan

dengan pengecekan kelengkapan data, kejelasan tulisan dan konsistensi data.

2. Coding. Coding merupakan kegiatan merubah data dari bentuk huruf (kata-

kata) menjadi bentuk angka/bilangan. Hal ini dilakukan untuk mempermudah

identifikasi dan pemrosesan data.

3. Processing. Kuesioner yang telah editing dan diberi kode numerik,

selanjutnya diolah (dientry) dengan bantuan komputer menggunakan program

SPSS.

4. Cleaning. Setelah entry data selesai dilakukan, maka hasilnya perlu di check

kembali apakah ada kesalahan entry atau tidak.

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 68: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

49

1 Universitas Indonesia

4.6 Analisis Data

Pada dasarnya, analisis data dilakukan untuk membuktikan kebenaran

hipotesis yang dibuat. Sehingga, tujuan penelitian untuk mengetahui faktor-faktor

yang berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan gratis tingkat

Puskesmas di Kabupaten Tabalong dapat tercapai.

4.6.1 Analisis Univariat

Analisis univariat dipergunakan untuk melihat deskripsi dari masing-

masing variabel penelitian yang diukur, baik variabel independen maupun

variabel dependen. Deskripsi variabel yang akan diketahui meliputi nilai

frekuensi, rata-rata (mean), nilai tengah (median), standar deviasi, nilai

maksimum dan minimum dari masing-masing variabel penelitian.

4.6.2 Analisis Bivariat

Analisis bivariat dipergunakan untuk menguji hipotesis kemaknaan

hubungan antara masing-masing variabel independen dengan variabel dependen,

yaitu pemanfaatan pelayanan kesehatan Puskesmas.

Uji statistik yang dipergunakan adalah uji beda dua proporsi/persentase

Kai Kuadrat (Chi square) untuk variabel independen yang datanya bersifat

kategorik (skala ukur nominal dan ordinal). Sedangkan untuk variabel independen

yang datanya bersifat kontinyu (skala interval/rasio) pergunakan uji beda dua

mean / rata-rata Uji T Independen. Batasan signifikansi antara data yang

didapatkan dengan data yang diharapkan dalam pemanfaatan pelayanan

dipergunakan tingkat kepercayaan 95% atau batas kemaknaan (level of

significanse) nilai alpha=0,05. Artinya bila didapatkan nilai p value < alpha (0,05)

maka hipotesis nul (Ho) ditolak dan dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang

signifikan antara variabel independen dengan variabel dependen. Sebaliknya bila

nilai p value > alpha (0,05) maka hipotesis nul (Ho) gagal ditolak dan dapat

disimpulkan bahwa secara signifikan ada tidak hubungan atau perbedaan yang

signifikan antara variabel independen dengan variabel dependen (Hastono,

2007:p.91-118)

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 69: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

50

1 Universitas Indonesia

4.6.3 Analisis Multivariat

Analisis multivariat dipergunakan untuk mengetahui hubungan variabel-

variabel independen dengan variabel dependen secara bersama-sama. Dari analisis

multivariat dapat diketahui variabel independen yang secara dominan

berhubungan dengan variabel dependen (Hastono, 2007:p.140-141).

Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan pemanfaatan

subsidi pelayanan kesehatan gratis di Puskesmas di Kabupaten Tabalong, analisis

multivariat yang dipergunakan adalah regresi logistik ganda model prediksi.

Karena variabel dependen diukur dengan skala kategorik yang dikotomi (ya-tidak)

(Hastono, 2007:p.174).

Pemodelan prediksi bertujuan untuk memperoleh kumpulan prediktor

(independen) yang dianggap terbaik untuk memprediksi suatu kejadian. Semua

variabel dianggap sama pentingnya sehingga dapat dilakukan estimasi berapa

koefisien regresi logistik sekaligus.

Dalam analisis multivariat, langkah-langkah analisis regresi logistik ganda

dilakukan sebagai berikut : (Hastono, 2007:p182-183; )

1. Melakukan analisis bivariat antara masing-masing variabel independen

dengan variabel dependennya. Bila hasil uji bivariat mendapatkan nilai p

value < 0,25 maka variabel tersebut dimasukkan kedalam model multivariat

2. Memilih variabel yang dianggap penting yang masuk dalam model, dengan

mempertahankan variabel yang mempunyai p value < 0,05 dan mengeluarkan

variabel dengan p value > 0,05. Proses pengeluaran variabel dilakukan satu

per satu dimulai dari variabel yang memiliki p value terbesar.

3. Identifikasi variabel yang dianggap penting dalam persamaan multivariat

dengan menggunakan uji statistik wald untuk masing-masing variabel

menggunakan p < 0,05.

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 70: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

51 Universitas Indonesia Universitas Indonesia

56 Universitas Indonesia

BAB 5 HASIL PENELITIAN

5.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian

Kabupaten Tabalong merupakan kabupaten paling utara dari Propinsi

Kalimantan Selatan. Tanjung sebagai ibukota kabupaten, jaraknya sekitar 225 km

dari Kota Banjarmasin sebagai ibu kota propinsi. Wilayah Kabupaten Tabalong

berada pada 1o18” – 2o25” Lintang Selatan dan 115o9” – 115o47” Bujur Timur.

Batas-batas wilayahnya adalah sebagai berikut :

- Sebelah utara : Propinsi Kalimantan Timur

- Sebelah timur : Propinsi Kalimantan Timur

- Sebelah selatan : Kabupaten Hulu Sungai Tengah

- Sebelah barat : Propinsi Kalimantan Tengah

Luas wilayah Kabupaten Tabalong adalah 3.946 km2 atau 10,61% dari luas

Propinsi Kalimantan Selatan. Wilayah Kecamatan terluas adalah Muara Uya,

yaitu 924,16 km2 (23,42%). Wilayah terkecil adalah Muara harus, yaitu 62,90

km2 (1,59%).

Wilayah administratif Kabupaten Tabalong bagi atas 12 kecamatan dengan

131 desa/kelurahan, yang terdiri dari 123 desa dan 8 (delapan) kelurahan.

Terdapat tiga wilayah pengembangan pembangunan (WPP), yaitu bagian utara

meliputi Kecamatan Muara Uya, Jaro, Haruai, Bintang Ara dan Upau. Bagian

tengah meliputi Kecamatan Tanjung, Murung Pudak dan Tanta. Bagian Selatan

meliputi Kecamatan Kelua, Muara Harus, Banua Lawas dan Pugaan.

Jumlah penduduk Kabupaten Tabalong tahun 2009 adalah 193.641 jiwa,

terdiri dari 96.838 laki-laki dan 96.803 perempuan, dengan jumlah rumah tangga

sebanyak 51.666 buah. Kepadatan penduduknya 49,07 jiwa per km2. Jumlah

penduduk tersebut menurun 1,7% dibandingkan jumlah penduduk tahun 2008

yang berjumlah 197.095 jiwa. Padahal laju pertumbuhan penduduk tahun 2007 ke

tahun 2008 sebesar 3,7%.

Tingkat pendidikan penduduk Kabupaten Tabalong terbanyak adalah

lulusan SD (38,3%), Belum/tidak tamat SD (24,5%), SLTP (20,3%), SLTA

(12,4%), Tidak/belum sekolah (2,8%), dan Akademi/ Perguruan tinggi (1,7%).

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 71: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

52

Universitas Indonesia

Secara geografis, bagian selatan Kabupaten Tabalong merupakan dataran

rendah dan rawa-rawa. Sedangkan bagian tengah dan utara Kabupaten Tabalong

merupakan dataran tinggi dan perbukitan. Mata pencaharian penduduk sebagian

besar yaitu 63,9% adalah petani, terutama petani karet dan sawit. Selebihnya

bekerja pada sektor perdagangan 12,2%, pekerja perusahaan swasta 11,5%,

PNS/TNI-Polri 4,3%, dan lain-lain 5%. Kabupaten Tabalong dikenal dengan hasil

tambangnya, yaitu minyak bumi dan batubara.

Fasilitas kesehatan yang ada di wilayah Kabupaten Tabalong adalah satu

rumah sakit umum daerah (RSUD) H. Badaruddin Tanjung, satu rumah sakit

swasta (RS Pertamina), 15 Puskesmas, yang terdiri dari 3 Puskesmas Perawatan

dan 12 Puskesmas Rawat Jalan. Selain itu juga didukung dengan 56 Puskesmas

Pembantu dan 101 Polindes/Poskesdes serta 253 Posyandu.

Total tenaga kesehatan di wilayah Kabupaten Tabalong sebanyak 434

orang. Sebanyak 299 bekerja di Puskesmas dan Dinas Kesehatan, sedangkan

sebanyak 135 orang bekerja di rumah sakit. Menurut jenis tenaganya, ada 53

orang tenaga medis (7 dokter spesialis dan 45 dokter umum), 283 tenaga perawat/

bidan, 26 tenaga farmasi, 18 tenaga gizi, 25 tenaga analis dan teknis medis, 22

tenaga sanitarian dan 15 tenaga kesehatan masyarakat.

Sedangkan pola penyakit terbanyak dari kunjungan rawat jalan Puskesmas

selama tahun 2009, masih berkisar pada penyakit-penyakit infeksi, seperti ISPA

(26,14%), penyakit jaringan sistem otot (21,08%), diare (9,88%), malaria (9,12%)

dan penyakit kulit (6,82%).

Data dari pengelola program JTS Dinas Kesehatan, bahwa Pemda

Tabalong menganggarkan dana berbentuk hibah untuk subsidi pelayanan

kesehatan gratis tingkat Puskesmas dengan jumlah yang berfluktuasi. Untuk

anggaran tahun 2008 disediakan satu milliar rupiah, tahun 2009 turun menjadi

Rp.500.000.000,- dan tahun 2010 ini kembali naik satu milliar rupiah. Bila

penyerapan dana pada tahun 2008 hanya sebesar Rp.94.131.500,- (9,41%), maka,

penyerapan dana pada tahun 2009 sebesar Rp.150.378.500,- atau sekitar 30,08%.

Jumlah kunjungan ke Puskesmas yang dilayani dengan program JTS ini sebanyak

46.293 kunjungan atau sekitar 37,42% dari total kunjungan Puskesmas sebanyak

123.702 kunjungan pada tahun 2009.

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 72: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

53

Universitas Indonesia

5.2 Analisis Univariat

5.2.1 Karakteristik Responden

Total responden dalam penelitian ini sebanyak 405 orang, mewakili

sampel rumah tangga. Dari Tabel 5.1 terlihat bahwa karakteristik responden

menurut jenis kelamin hampir berimbang. Laki-laki sebanyak 208 (51,4%) dan

perempuan sebanyak 197 (48,6%). Sedangkan dari statusnya, terbanyak adalah

suami, yaitu 201 (49.6%) dan paling sedikit adalah responden single sebanyak 4

(1.0%).

Tabel 5.1 Distribusi Karakteristik Responden dan Kepala Rumah Tangga

Kabupaten Tabalong Tahun 2010

Variabel Kategori Jumlah Persentase Jenis Kelamin

• Laki-laki • Perempuan

208 197

51.4 48.6

Status Responden

• Suami • Isteri • Anak • Single • Janda/duda

201 172 15 4

13

49.6 42.5 3.7 1.0 3.2

Pendidikan KK • Tidak Sekolah • Tdk Tamat SD/MI • Tamat SD • Tamat SLTP • Tamat SLTA • Tamat Akademi/PT

9 67 97 79

127 26

2.2 16.5 24.0 19.5 31.4 6.4

Pekerjaan KK • Petani • Buruh • Pedagang/wiraswasta • Pegawai Swasta • PNS/TNI/Polri/Pensiunan

199 32 86 40 48

49.1 7.9

21.2 9.9

11.9

Menurut tingkat pendidikan kepala keluarga (KK), terbanyak adalah

lulusan SLTA, sebanyak 127 (31,4%). Selanjutnya pendidikan KK dikategorikan

dalam pendidikan rendah sebanyak 252 (62,2%) dan pendidikan tinggi sebanyak

153 (37,8%). Sedangkan dari pekerjaan KK, terbanyak adalah petani, yaitu

sebanyak 199 (49,1%), paling sedikit adalah buruh yaitu 32 (7,9%). Kemudian

pekerjaan KK dikategorikan menjadi bekerja informal sebanyak 317 (78,3%) dan

bekerja formal sebanyak 88 (21.7%).

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 73: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

54

Universitas Indonesia

Rata-rata umur responden adalah 40,93 tahun, dengan umur termuda 18

tahun dan tertua 75 tahun, Sedangkan jumlah anggota keluarga responden rata-

rata adalah 3,87 orang, dengan jumlah keluarga terkecil satu orang /single dan

terbanyak 11 orang. Dari 405 responden penelitian ini, total anggota rumah

tangga sebanyak 1.566 orang.

5.2.2 Pemanfaatan Puskesmas, Pembayaran Puskesmas dan Kepemilikan

Jaminan/Asuransi

Gambaran pemanfaatan pelayanan kesehatan Puskesmas pada Tabel 5.2

menunjukkan 235 (58,0%) responden mengatakan pernah memanfaatkan

Puskesmas dalam satu tahun terakhir.

Tabel 5.2 Distribusi Pemanfaatan Pelayanan Puskesmas, Pembayaran Pelayanan Puskesmas

dan Kepemilikan Jaminan/Asuransi Kesehatan, Kabupaten Tabalong Tahun 2010

Variabel Kategori Jumlah Persentase

Pemanfaatan Puskesmas dlm 1 tahun (n=405)

Tidak pernah Pernah

• < 1 bulan lalu • 1 – < 3 bulan lalu • 3 – < 6 bulan lalu • 3 – 12 bulan lalu

170 235

47 89 58 41

42.0 58.0

11,6 22,0 14,3 10,1

Pemanfaatan > setahun lalu bagi yg tidak pernah ke Puskesmas 1 thn ini (n=170)

Tidak pernah Pernah

116 54

68,2 31,8

Pembayaran pelayanan bagi yg pernah ke Puskesmas 1 th ini (n=235)

Tidak bayar/gratis Bayar

175 60

74,5 25,5

Kepemilikan jaminan/asuransi kesehatan (n=405)

Tidak memiliki Memiliki

• Askes • Jamsostek • Jamkesmas • Jaminan

perusahaan

253 152

48 13 85 6

62,5 37,5

11,9 3,2

21,0 1,5

Dari 235 responden yang pernah memanfaatkan Puskesmas, ternyata 60

(25,5%) mengatakan membayar pelayanan di Puskesmas. Adapun responden yang

memiliki jaminan/asuransi kesehatan sebanyak 152 (37,5%). Jenis jaminan

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 74: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

55

Universitas Indonesia

kesehatan terbanyak adalah Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) baru

kemudian asuransi kesehatan (Askes).

Pada Tabel 5.3 terlihat frekuensi pemanfaatan Puskesmas mulai dari satu

sampai 13 kali atau rata-rata 2,27 kali. Total pemanfaatan rumah tangga

responden sebanyak 543 kali dalam setahun terakhir. Sehingga contact rate-nya

0,34 perorang dalam setahun.

Tabel 5.3 Statistik Diskriptif Frekuensi Pemanfaatan Puskesmas dalam satu tahun,

Kabupaten Tabalong tahun 2010

Variabel N Mean Median SD Min-Mak 95% CI Frekuensi pemanfaatan Puskesmas dalam 1 tahun ini

235 2,27 40.00 11.116 18 - 75 2,00 -2,55

5.2.3 Pengetahuan tentang Program Subsidi Pelayanan Kesehatan Gratis /

Jaminan Tabalong Sehat

Tabel 5.4 Distribusi Responden Menurut Pengetahuan tentang Program Subsidi Pelayanan

Kesehatan Gratis Jaminan Tabalong Sehat (JTS), Kabupaten Tabalong Tahun 2010

Pertanyaan N Jawaban Benar

Jumlah Persentase 1. Mengetahui adanya program subsidi yan.kes

kesehatan gratis /JTS Pemda Tabalong 405 241

59.5

2. Syarat untuk mendapatkan pelayanan program

subsidi yan.kes gratis/JTS, yaitu KTP/KK 405 185 45.7

3. Puskesmas merupakan salah satu sarana mendapatkan yankes gratis JTS

405 174 43.0

4. Subsidi yankes gratis/JTS tidak dilayani didokter praktek/klinik

405 93 23.0

5. Rawat jalan di RSUD Tanjung merupakan salah satu yankes yang ditanggung program JTS

405 94 23.2

Kategori pengetahuan baik 405 227 56,0

Pada Tabel 5.4 terlihat bahwa baru 241 (59,5%) responden yang

mengetahui adanya subsidi pelayanan kesehatan gratis melalui program Jaminan

Tabalong Sehat (JTS) yang dikeluarkan oleh Pemda Tabalong. Ada 185 (45,7%)

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 75: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

56

Universitas Indonesia

responden yang mengetahui persyaratan untuk mendapatkan pelayanan tersebut.

Sedangkan yang mengetahui Puskesmas sebagai sarana yang memberikan

pelayanan kesehatan gratis ada 174 (43,0%).

Kemudian pengetahuan responden dikategorikan menjadi pengetahuan

kurang (< 2 jawaban benar) dan pengetahuan baik (> 3 jawaban benar) sesuai

dengan nilai median jumlah jawaban benar. Didapatkan 227 (56,0%) responden

memiliki pengetahuan kurang dan 178 (44,0%) memiliki pengetahuan baik.

5.2.4 Persepsi/Keluhan Sakit, Adanya Penyakit, Pencarian dan Biaya

Pengobatan

Berdasarkan Tabel 5.5 nampak bahwa keluhan sakit kepala merupakan

keluhan yang paling banyak yaitu sebesar 256 (63,2%), selanjutnya keluhan sakit

panas/demam terdapat 242 (59,8%). Urutan ketiga keluhan sakit adalah batuk-

pilek yaitu sebanyak 232 (57,3%) sedangkan keluhan sakit yang paling sedikit

adalah keluhan sakit luka/cedera yaitu sebesar 8 (2,0%).

Tabel 5.5 Distribusi Responden Menurut Persepsi/Keluhan Sakit,

Kabupaten Tabalong Tahun 2010

Jenis keluhan sakit N Ada keluhan

Jumlah Persentase 1. Panas/demam 405 242 59,8 2. Batuk-pilek 405 232 57,3 3. Sesak nafas/asma 405 17 4,2 4. Diare/mencret 405 47 11,6 5. Sakit kepala 405 256 63,2 6. Sakit gigi 405 79 19,5 7. Sakit tulang/sendi/rematik 405 115 28,4 8. Luka/cedera 405 8 2,0 9. Keluhan lainnya 405 57 14,1

Pada Tabel 5.6, diketahui bahwa semua responden pernah memiliki

keluhan sakit, mulai dari satu sampai delapan jenis, rata-rata keluhan yang

dirasakan sebanyak 2,6 jenis keluhan.

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 76: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

57

Universitas Indonesia

Tabel 5.6 Statistik Diskriptif Jumlah Keluhan Sakit yang Dialami,

Kabupaten Tabalong tahun 2010

Variabel N Mean Median SD Min- Mak 95% CI Jumlah keluhan 405 2,60 3,00 1,268 1 - 8 2,48-2,52

Tabel 5.7 menunjukkan bahwa keluhan sakit dengan kategori rendah

sebanyak 311 (76,8%) sedangkan yang berkategori tinggi ada 94 (23,2%). Dengan

adanya keluhan sakit tersebut responden yang mencari pengobatan ke sarana

kesehatan sebanyak 382 (94,3%) sedangkan sisanya 23 (5,7%) memilih tidak

mencari pengobatan ke sarana kesehatan. Pemilihan sarana kesehatan yang paling

banyak untuk pertama kali dikunjungi adalah praktek Perawat/Bidan sebanyak

213 (55,8%), selanjutnya Puskesmas adalah urutan kedua, yaitu 114 (29,8%).

Alasan utama responden dalam menentukan pilihan ke sarana kesehatan adalah

karena mudah dijangkau/dekat yaitu sebanyak 143 (37,4%), dan alasan

selanjutnya adalah karena biaya lebih murah yaitu sebesar 116 (30,4%).

Tabel 5.7 Distribusi Responden Menurut Kategori Keluhan Sakit,

Pencarian Pengobatan dan Alasannya, serta Adanya Diagnosa Penyakit, Kabupaten Tabalong Tahun 2010

Variabel Kategori Jumlah Persentase

Keluhan sakit (n=405)

Rendah Tinggi

311 94

76,8 23,2

Pencarian pengobatan selama mengalami keluhan sakit (n=405)

Tidak ke sarana kesehatan Ke sarana kesehatan

23 382

5,7 94,3

Sarana kesehatan yang pertama kali dikunjungi (n=382)

Puskesmas Rumah sakit Praktek Dokter/Poliklinik Praktek Perawat/Bidan Sarana Kesehatan lain

114 9

42 213

4

29,8 2,4

11,0 55,8 1,0

Alasan utama pemilihan sarana kesehatan (n=382)

Mudah dijangkau/dekat Biaya lebih murah Kualitas lebih baik Waktu pelayanan sesuai Alasan lain

143 116 61 59 3

37,4 30,4 16,0 15,4 0,8

Pembayaran di sarana kesehatan yg dipilih (n=382)

Tidak bayar/gratis Membayar

95 287

24,9 75,1

Pernah didiagnosa penyakit tertentu (405)

Tidak pernah/tidak tahu Pernah

308 97

76,0 24,0

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 77: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

58

Universitas Indonesia

Responden yang pernah didiagnosa menderita penyakit tertentu sebanyak

97 (24,0%) sedangkan lainnya berjumlah 308 (76,0%) tidak pernah/tidak tahu

diagnosa penyakitnya.

Responden yang mencari pengobatan ke sarana kesehatan kebanyakan

harus membayar yaitu sebesar 287 (75,1%). Sedangkan rata-rata biaya yang harus

dibayarkan adalah Rp 36.200,- seperti terlihat pada Tabel 5.8 berikut.

Tabel 5.8 Statistik Diskriptif Jumlah Biaya Dibayarkan pada

Sarana Kesehatan yang Dipilih, Kabupaten Tabalong tahun 2010

Variabel N Mean Median SD Min- Mak 95% CI Jumlah biaya (Rp)

287 36.200,- 20.000,- 58.200,- 1.500, -- 500.000,

29.400, -- 43.000,

5.2.5 Akses ke Puskesmas

Berdasarkan Tabel 5.9 terlihat bahwa jarak tempat tinggal responden ke

Puskesmas antara 1 - 17 km, dengan rata-rata 4,97 km. Waktu tempuh rata-rata

dari rumah responden ke Puskesmas pulang pergi rata-rata 22,74 menit dengan

median 20 menit. Waktu tempuh tercepat 5 menit dan terlama 60 menit. Untuk

biaya transport yang dikeluarkan untuk ke Puskesmas pulang pergi, rata-rata Rp

11.800,- dengan biaya termurah Rp 2.000,- dan biaya termahal Rp 100.000,-

Tabel 5.9 Statistik Diskriptif Jarak, Waktu Tempuh, dan Biaya Transportasi ke Puskesmas,

Kabupaten Tabalong tahun 2010

Variabel N Mean Median SD Min-Mak 95% CI Jarak (km) 405 4,97 4,00 3,753 1 – 17 4,60 – 5,33

Waktu tempuh (menit) 405 22,74 20,00 12,971 5 –60 21,4 –24,01

Biaya transport (Rp) 405 11.800 10.000 8.563 2.000, – 100.000

10.900 – 12.600

Tabel 5.10 menunjukkan bahwa responden yang pernah memanfaatkan

Puskesmas kebanyakan menggunakan cara dengan memakai kendaraan pribadi

yaitu berjumlah 246 (85,1%) dan diikuti dengan cara menggunakan ojek sebanyak

31 (10,7%). Sedangkan menurut responden untuk mendapatkan angkutan ke

Puskesmas yang menyatakan mudah adalah sebanyak 327 (80,7%).

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 78: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

59

Universitas Indonesia

Tabel 5.10 Distribusi Responden Menurut Cara dan Kemudahan Mendapatkan Angkutan ke

Puskesmas, Kabupaten Tabalong Tahun 2010

Variabel Kategori Jumlah Persentase Cara ke Puskesmas, bagi yang pernah memanfaatkan Puskesmas (n=289)

Jalan kaki Mobil angkutan umum Ojek Kendaraan pribadi Lainnya

6 5

31 246

1

2,1 1,7

10,7 85,1 0,3

Kemudahan angkutan (n=405)

Tidak mudah Mudah

78 327

19,3 80,7

5.2.6 Pengeluaran, Kemampuan dan Kemauan Membayar Puskesmas

Berdasarkan Tabel 5.11 terlihat bahwa rata-rata pengeluaran rumah tangga

per bulan adalah Rp 1.740.000,- dengan pengeluaran terendah Rp 389.000,- dan

tertinggi Rp 5.366.000,-. Sedangkan rata-rata kemampuan membayar responden

adalah sebesar Rp 33.500,- dengan kemampuan membayar terendah sebesar Rp

3.021,- dan tertinggi Rp 359.250,-. Untuk kemauan membayar responden rata-

rata adalah sebesar Rp 18.000,- dengan kemauan membayar terendah Rp 1.000 –

dan tertinggi Rp 70.000,-.

Tabel 5.11 Statistik Diskriptif Pengeluaran Rumah Tangga, Kemampuan Membayar (ATP)

dan Kemauan Membayar (WTP) Pelayanan Puskesmas, Kabupaten Tabalong Tahun 2010

Variabel N Mean Median SD Min - Mak 95% CI

Pengeluaran/bulan (Rp)

405 1.740.000 1.540.000 924.900 389.000 –5.366.000

1.650.000 – 1.830.000

ATP (Rp) 405 33.500 24.700 32.080 3.021 –359.250

30.400 – 36.700

WTP (Rp) 405 18.000 10.000 17.570 1.000 – 70.000

16.500 – 19.900

5.2.7 Jam Buka, Keberadaan Dokter dan Kualitas Pelayanan Puskesmas

Kesesuaian jam buka Puskesmas seperti yang tampak pada Tabel 5.12,

terlihat bahwa sebanyak 373 (92,1%) responden menyatakan bahwa jam buka

Puskesmas sudah sesuai. Hanya 32 (7,9%) yang menyatakan jam buka Puskesmas

tidak sesuai dengan kebutuhan pelayanan kesehatan.

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 79: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

60

Universitas Indonesia

Tabel 5.12 Distribusi Responden Menurut Kesesuaian Jam Buka Puskesmas,

Pemeriksaan oleh Dokter dan Persepsi Kualitas Pelayanan Puskesmas, Kabupaten Tabalong Tahun 2010

Variabel Kategori Jumlah Persentase

Kesesuaian jam buka Puskesmas (n=405)

Belum sesuai Sesuai

32 373

7,9 92,1

Diperiksa dokter bagi yang pernah ke Puskesmas (n=289)

Tidak/tidak selalu Selalu

145 144

50,2 49,8

Persepsi Kualitas Pelayanan Puskesmas (n=289)

Kurang (skor < 27) Baik (skor > 27)

129 160

44,6 55,4

Sementara, dari 289 responden yang pernah ke Puskesmas sebanyak 145

(50,2%) menyatakan bahwa tidak/tidak selalu diperiksa oleh dokter sedangkan

144 (49,8%) menyatakan selalu diperiksa oleh dokter. Persepsi kualitas pelayanan

Puskesmas dari responden yang pernah memanfaatkan Puskesmas terlihat bahwa

160 (55,4%) menyatakan bahwa kualitas Puskesmas itu baik, dan sisanya

sebanyak 129 (44,6%) menyatakan kualitas Puskesmas masih kurang.

Dilihat pada Tabel 5.13, dari persepsi 289 responden terhadap masing-

masing indikator kualitas pelayanan Puskesmas, skor hasil terendah adalah

indikator “Kecukupan peralatan”, yaitu 1044 atau 72,2% dari skor ideal.

Sedangkan skor hasil tertinggi 1108 (76,7%) adalah indikator “Sikap petugas di

poli”.

Tabel 5.13 Skor Penilaian Responden terhadap Indikator Kualitas Pelayanan Puskesmas

Kabupaten Tabalong Tahun 2010 (n = 289)

Indikator Skor ideal Skor hasil Persentase 1. Sikap petugas di loket 1445 1105 76,5

2. Sikap petugas di poli 1445 1108 76,7

3. Sikap petugas di apotik 1445 1104 76,4

4. Kebersihan Puskesmas 1445 1050 72,7

5. Ketersediaan obat 1445 1079 74,7

6. Kecukupan peralatan 1445 1044 72,2

7. Kualitas pelayanan umum 1445 1104 76,4

Total 10115 7594 75,1

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 80: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

61

Universitas Indonesia

5.3 Analisis Bivariat

5.3.1 Hubungan antara Pendidikan KK dengan Pemanfaatan Pelayanan

Kesehatan di Puskesmas

Pada Tabel 5.14 terlihat, dari 252 KK dengan kategori pendidikan

rendah, sebanyak 134 (53,2%) pernah memanfaatkan pelayanan kesehatan di

Puskesmas. Sedangkan dari 153 KK yang pendidikannya tinggi, sebanyak 101

(66,0%) pernah memanfaatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas.

Tabel 5.14 Statistik Hubungan antara Pendidikan KK dengan Pemanfaatan Pelayanan

Kesehatan di Puskesmas, Kabupaten Tabalong Tahun 2010

Pendidikan Ke Puskesmas

P value

OR (95% CI)

Tidak pernah Pernah Jumlah

Jlh % Jlh % Rendah 118 46,8 134 53,2 252 0.015 1,710

Tinggi 52 34,0 101 66,0 153 (1,13–2,59)

Jumlah 170 42,0 235 58,0 405

Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,015, yang berarti pada alpha (0,05)

ada hubungan yang signifikan antara pendidikan KK dengan pemanfaatan

pelayanan kesehatan di Puskesmas. Pendidikan KK yang tinggi mempunyai

peluang 1,710 kali (95% CI : 1,13-2,59) untuk memanfaatkan pelayanan

kesehatan Puskesmas.

5.3.2 Hubungan antara Pengetahuan dengan Pemanfaatan Pelayanan

Kesehatan di Puskesmas

Pada Tabel 5.15 terlihat bahwa sebanyak 95 (45,0%) dengan pengetahuan

kurang, pernah memanfaatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas sementara dari

responden yang pengetahuannya baik sebesar 140 (72,2%) pernah memanfaatkan

pelayanan kesehatan di Puskesmas.

Hasil uji statistik didapatkan p=0,000 yang berarti pada alpha (0,05) ada

hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan pemanfaatan pelayanan

kesehatan di Puskesmas. Kelompok yang berpengetahuan baik peluangnya 3,166

kali (95% CI : 2,09-4,79) untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan Puskesmas.

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 81: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

62

Universitas Indonesia

Tabel 5.15 Statistik Hubungan antara Pengetahuan dengan Pemanfaatan Pelayanan

Kesehatan di Puskesmas, Kabupaten Tabalong Tahun 2010

Pengetahuan Ke Puskesmas

P value OR

(95% CI) Tidak pernah Pernah

Jumlah Jlh % Jlh %

Kurang 116 55,0 95 45,0 211 0.000 3,166

Baik 54 27,8 140 72,2 194 (2,09–4,79)

Jumlah 170 42,0 235 58,0 405

5.3.3 Hubungan antara Pekerjaan KK dengan Pemanfaatan Pelayanan

Kesehatan di Puskesmas

Tabel 5.16 Statistik Hubungan antara Pekerjaan KK dengan Pemanfaatan Pelayanan

Kesehatan di Puskesmas, Kabupaten Tabalong Tahun 2010

Pekerjaan Ke Puskesmas

P value

OR (95% CI)

Tidak pernah Pernah Jumlah

Jlh % Jlh % Informal 145 45,7 172 54,3 317 0.005 2,124

Formal 25 28,4 63 71,6 88 (1,27 – 3,55)

Jumlah 170 42,0 235 58,0 405

Tabel 5.16 menunjukkan bahwa dari 317 responden dengan pekerjaan KK

disektor informal, sebanyak 172 (54,3%) pernah memanfaatkan pelayanan

kesehatan di Puskesmas. Sedangkan dari pekerjaan KK yang formal sebanyak 63

(71,6%) pernah memanfaatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas. Dari uji

statistik terlihat p=0,005 yang berarti pada alpha (0,05) ada hubungan yang

signifikan antara pekerjaan KK dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan di

Puskesmas. Pekerjaan KK di sektor formal mempunyai peluang 2,124 kali (95%

CI : 1,27 - 3,55) untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan Puskesmas.

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 82: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

63

Universitas Indonesia

5.3.4 Hubungan antara Persepsi/Keluhan Sakit dengan Pemanfaatan

Pelayanan Kesehatan di Puskesmas

Tabel 5.17 menunjukkan, pada 311 responden yang mempunyai keluhan

sakit rendah sebanyak 176 (56,6%) pernah memanfaatkan pelayanan kesehatan di

Puskesmas. Sedangkan dari 94 responden yang mempunyai keluhan tinggi

sebanyak 59 (62,8%) pernah memanfaatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas.

Tabel 5.17 Statistik Hubungan antara Persepsi/Keluhan Sakit dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas, Kabupaten Tabalong Tahun 2010

Keluhan Sakit

Ke Puskesmas P

value OR

(95% CI) Tidak pernah Pernah

Jumlah Jlh % Jlh %

Rendah (< 3) 135 43,4 176 56,6 311 0.345 1,293

Tinggi (>3) 35 37,2 59 62,8 94 (0,80 – 2,08)

Jumlah 170 42,0 235 58,0 405

Dari hasil uji statistik didapatkan nilai p=0,345 yang berarti pada alpha

(0,05) dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara

keluhan sakit dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan di Puskesmas.

5.3.5 Hubungan antara Adanya Penyakit dengan Pemanfaatan Pelayanan

Kesehatan di Puskesmas

Pada Tabel 5.18 menunjukkan bahwa diantara 308 responden yang tidak

pernah didiagnosa menderita penyakit, sebanyak 166 (53,9%) pernah

memanfaatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas. Sedangkan dari 97 responden

yang pernah didiagnosa menderita penyakit sebanyak 69 (71,1%) pernah

memanfaatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas.

Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan p= 0,004 yang berarti pada

alpha (0,05) dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara

diagnosa penyakit dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan di Puskesmas.

Adanya penyakit yang diderita memberikan peluang memanfaatkan pelayanan

kesehatan Puskesmas 2,108 kali (95% CI : 1,29 – 3,45), dibandingkan kelompok

yang tidak ada penyakit.

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 83: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

64

Universitas Indonesia

Tabel 5.18 Statistik Hubungan antara Adanya Diagnosa Penyakit dengan Pemanfaatan

Pelayanan Kesehatan di Puskesmas, Kabupaten Tabalong Tahun 2010

Diagnosa Penyakit

Ke Puskesmas P

value OR

(95% CI) Tidak pernah Pernah

Jumlah Jlh % Jlh %

Tidak ada 142 46,1 166 53,9 308 0.004 2,108

Ada 28 28,9 69 71,1 97 (1,29 – 3,45)

Jumlah 170 42,0 235 58,0 405

5.3.6 Hubungan antara Waktu Tempuh dengan Pemanfaatan Pelayanan

Kesehatan di Puskesmas

Tabel 5.19 Statistik Hubungan antara Waktu Tempuh dengan Pemanfaatan Pelayanan

Kesehatan di Puskesmas, Kabupaten Tabalong Tahun 2010

Waktu Tempuh

Ke Puskesmas P

value OR

(95% CI) Tidak pernah Pernah

Jumlah Jlh % Jlh %

Lama (> 20 menit)

80 48,2 86 51,8 166 0.044 1,540

Tidak lama (< 20 menit)

90 37,7 149 62,3 239 (1,03–2,30)

Jumlah 170 42,0 235 58,0 405

Tabel 5.19 menunjukkan bahwa dari 166 responden dengan waktu tempuh

lama, ada 86 (51,8%) pernah memanfaatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas.

Sedangkan dari 239 responden yang waktu tempuhnya tidak lama, ada 149

(62,3%) yang pernah memanfaatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas.

Dari uji statistik didapatkan p=0,044 yang berarti pada alpha (0,05) ada

hubungan antara waktu tempuh dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan di

Puskesmas. Pada kelompok responden dengan waktu tempuh yang tidak lama

berpeluang 1,540 kali (95% CI : 1,03 – 2,30) untuk memanfaatkan pelayanan

kesehatan Puskesmas dibandingkan dengan responden yang memerlukan waktu

tempuh lama.

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 84: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

65

Universitas Indonesia

5.3.7 Hubungan antara Biaya Transportasi ke Puskesmas dengan

Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas

Tabel 5.20 menunjukkan rata-rata biaya transportasi responden yang

pernah memanfaatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas adalah Rp.11.200,-

dengan standart deviasi Rp 9.379,57, sedangkan yang tidak pernah memanfaatkan

pelayanan kesehatan di Puskesmas, rata-rata biaya transportnya Rp.12.600,-

dengan standart deviasi Rp.7.240,59.

Tabel 5.20 Statistik Hubungan antara Biaya Transportasi dengan Pemanfaatan Pelayanan

Kesehatan di Puskesmas, Kabupaten Tabalong Tahun 2010

Pemanfaatan Puskesmas

N Mean SD SE P value

Tidak pernah

Pernah

170

235

12.600,-

11.200,-

7.240,59

9.379,57

555,33

622,856

0,013

Keterangan : Nilai P value merupakan hasil T-Test dengan variabel Biaya Transport yang sudah ditransformasi dengan Log(10).

Hasil uji statistik didapatkan p= 0,013, yang berarti pada alpha (0,05) ada

perbedaan yang signifikan rata-rata biaya transport antara yang tidak pernah dan

pernah memanfaatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas. Kesimpulannya, ada

hubungan yang signifikan antara besarnya biaya transport ke Puskesmas dengan

pemanfaatan pelayanan di Puskesmas.

5.3.8 Hubungan antara Pengeluaran Rumah Tangga dengan Pemanfaatan

Pelayanan Kesehatan di Puskesmas

Dari Tabel 5.21, rata-rata pengeluaran rumah tangga yang pernah

memanfaatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas adalah Rp. 1.750.000,- dengan

standart deviasi Rp 906.093,17 sedangkan yang tidak pernah memanfaatkan

pelayanan kesehatan di Puskesmas memiliki rata-rata pengeluaran Rp. 1.730.000,-

dengan standart deviasi Rp. 953.289,76.

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 85: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

66

Universitas Indonesia

Tabel 5.21 Statistik Hubungan antara Pengeluaran Rumah Tangga dengan Pemanfaatan

Pelayanan Kesehatan di Puskesmas, Kabupaten Tabalong Tahun 2010

Pemanfaatan Puskesmas

N Mean SD SE P value

Tidak pernah

Pernah

170

235

1.730.000,-

1.750.000,-

953.289,76

906.093,17

73.113,98

59.107,00

0,545

Keterangan : Nilai P value merupakan hasil T-Test dengan variabel pengeluaran yang sudah ditransformasi dengan Log(10).

Hasil uji statistik didapatkan p= 0,545, yang berarti pada alpha (0,05) tidak

ada perbedaan yang signifikan rata-rata pengeluaran rumah tangga pada

responden yang tidak pernah dan pernah memanfaatkan pelayanan kesehatan di

Puskesmas. Sehingga disimpulkan bahwa, tidak ada hubungan yang signifikan

antara besarnya pengeluaran rumah tangga dengan pemanfaatan pelayanan di

Puskesmas.

5.3.9 Hubungan antara Kemampuan untuk Membayar (ATP) dengan

Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas

Dari Tabel 5.22, rata-rata kemampuan membayar (ATP) rumah tangga

yang pernah memanfaatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas adalah

Rp.34.300,- dengan standart deviasi Rp.34.445,10 sedangkan yang tidak pernah

memanfaatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas memiliki rata-rata ATP

Rp.32.500,- dengan standart deviasi Rp.28.566,34.

Tabel 5.22 Statistik Hubungan antara Kemampuan Membayar (ATP) Rumah Tangga

dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas, Kabupaten Tabalong Tahun 2010

Pemanfaatan Puskesmas

N Mean SD SE P value

Tidak pernah

Pernah

170

235

32.500,-

34.300,-

28.566,34

34.445,10

2.190,938

2.246,951

0,279

Keterangan : Nilai P value merupakan hasil T-Test dengan variabel ATP yang sudah ditransformasi dengan Log(10).

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 86: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

67

Universitas Indonesia

Hasil uji statistik didapatkan p= 0,279, yang berarti pada alpha (0,05) tidak

ada perbedaan yang signifikan rata-rata ATP rumah tangga yang pernah dan tidak

pernah memanfaatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas. Dapat disimpulkan

bahwa, tidak ada hubungan yang signifikan antara ATP dengan pemanfaatan

pelayanan di Puskesmas.

5.3.10 Hubungan antara Kemauan untuk Membayar (WTP) dengan

Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas

Dari Tabel 5.23, rata-rata kemauan membayar (WTP) responden yang

pernah memanfaatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas adalah Rp.20.400,-

dengan standart deviasi Rp.17.785,31, sedangkan responden yang tidak pernah

memanfaatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas memiliki rata-rata WTP

Rp.15.300,- dengan standart deviasi Rp 16.872,30.

Tabel 5.23 Statistik Hubungan Kemauan Membayar (WTP) Rumah Tangga dengan

Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas, Kabupaten Tabalong Tahun 2010

Pemanfaatan Puskesmas

N Mean SD SE P value

Tidak pernah

Pernah

170

235

15.300,-

20.400,-

16.872,30

17.785,31

1294,05

1160,19

0,000

Keterangan : Nilai P value merupakan hasil T-Test dengan variabel WTP yang sudah ditransformasi dengan Log(10).

Hasil uji statistik didapatkan p= 0,000, yang berarti pada alpha (0,05) ada

perbedaan yang signifikan rata-rata WTP responden tidak pernah dan pernah

memanfaatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas. Kesimpulannya, ada hubungan

yang signifikan antara WTP dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan di

Puskesmas.

5.3.11 Hubungan antara Kepemilikan Asuransi/Jaminan Kesehatan dengan

Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas

Pada Tabel 5.24 terlihat dari 253 responden yang tidak memiliki jaminan

kesehatan ada 131 (51,8%) pernah memanfaatkan Puskesmas. Sedangkan dari

152 responden yang memiliki jaminan kesehatan, 104 (68,4%) pernah

memanfaatkan Puskesmas.

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 87: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

68

Universitas Indonesia

Tabel 5.24 Statistik Hubungan antara Kepemilikan Jaminan Kesehatan dengan

Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas, Kabupaten Tabalong Tahun 2010

Jaminan Kesehatan

Ke Puskesmas P

value OR

(95% CI) Tidak pernah

Pernah Jumlah

Jlh % Jlh % Tidak memiliki 122 48,2 131 51,8 253 0.001 2,018

Memiliki 48 31,6 104 68,4 152 (1,32–3,08)

Jumlah 170 42,0 235 58,0 405

Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,001, yang berarti pada alpha (0,05)

ada hubungan yang signifikan antara kepemilikan jaminan/asuransi kesehatan

dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan di Puskesmas. Rumah tangga yang

memiliki jaminan/asuransi kesehatan mempunyai peluang 2,018 kali (95% CI :

1,32-3,08) untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan Puskesmas.

5.3.12 Hubungan antara Kesesuaian Jam Buka Puskesmas dengan

Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas

Pada Tabel 5.25 terlihat bahwa diantara 373 responden yang mengatakan

jam buka Puskesmas sesuai kebutuhan, sebanyak 216 (57,9%) pernah

memanfaatkan pelayanan kesehatan Puskesmas. Sedangkan dari 32 responden

yang berpendapat jam buka Puskesmas belum sesuai, ada 19 (59,4%) pernah

memanfaatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas.

Tabel 5.25 Statistik Hubungan antara Kesesuaian Jam Buka Puskesmas dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas,

Kabupaten Tabalong Tahun 2010

Kesesuaian Jam Buka

Ke Puskesmas P

value OR

(95% CI) Tidak pernah Pernah

Jumlah Jlh % Jlh %

Belum Sesuai 13 40,6 19 59,4 32 1,000 0,941

Sesuai 157 42,1 216 57,9 373 (0,45 – 1,96)

Jumlah 170 42,0 235 58,0 405

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 88: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

69

Universitas Indonesia

Hasil uji statistik didapatkan p= 1,000 yang berarti pada alpha (0,05) dapat

disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara kesesuaian jam

buka Puskesmas dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan di Puskesmas.

5.3.13 Hubungan antara Keberadaan Dokter dengan Pemanfaatan

Pelayanan Kesehatan di Puskesmas

Pada Tabel 5.26 terlihat bahwa 144 responden yang mengatakan

keberadaan dokternya selalu ada, sebanyak 116 (80,6%) pernah memanfaatkan

pelayanan kesehatan di Puskesmas. Sedangkan dari 145 responden yang

mengatakan keberadaan dokternya tidak selalu ada, sebanyak 119 (82,1%) pernah

memanfaatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas

Tabel 5.26 Statistik Hubungan antara Keberadaan Dokter dengan

Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas, Kabupaten Tabalong Tahun 2010

Keberadaan Dokter

Ke Puskesmas P

value OR

(95% CI) Tidak pernah Pernah

Jumlah Jlh % Jlh %

Tidak selalu ada 26 17,9 119 82,1 145 0.858 0,905

Selalu ada 28 19,4 116 80,6 144 (0,50–1,64)

Jumlah 54 18,7 235 81,3 289

Hasil uji statistik didapatkan nilai p=0,858 yang berarti pada alpha (0,05)

dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara keberadaan dokter dengan

pemanfaatan pelayanan kesehatan di Puskesmas.

5.3.14 Hubungan antara Persepsi Kualitas Pelayanan Puskesmas dengan

Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas

Tabel 5.27 menunjukkan bahwa diantara 160 responden yang mempunyai

persepsi kualitas Puskesmas baik, sebanyak 132 (82,5%) pernah memanfaatkan

pelayanan kesehatan di Puskesmas. Sedangkan dari 129 responden yang

mempunyai persepsi kualitas Puskesmas kurang sebanyak 103 (79,8%) pernah

memanfaatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas.

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 89: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

70

Universitas Indonesia

Tabel 5.27 Statistik Hubungan antara Persepsi Kualitas Pelayanan Puskesmas dengan

Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas, Kabupaten Tabalong Tahun 2010

Kualitas Puskemas

Ke Puskesmas P

value OR

(95% CI) Tidak pernah Pernah

Jumlah Jlh % Jlh %

Kurang 26 20,2 103 79,8 129 0.672 1,190

Baik 28 17,5 132 82,5 160 (0,66 – 2,15)

Jumlah 54 18,7 235 81,3 289

Dari hasil uji statistik didapatkan nilai p=0,672 yang berarti pada alpha

(0,05) dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara persepsi kualitas

Puskesmas dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan di Puskesmas.

5.4Analisis Multivariat

5.4.1 Pemilihan Variabel Independen sebagai Variabel Kandidat Pemodelan

Sebelum dilakukan uji multivariat, terlebih dahulu dilakukan penyaringan

variabel independen dengan melihat nilai p (p value) masing-masing variabel

independen yang telah diuji secara bivariat. Variabel yang dipilih sebagai

kandidat pemodelan adalah variabel yang memiliki p value < 0,25. Sedangkan

variabel yang mempunyai p> 0,25 tidak diikutsertakan dalam pemodelan, kecuali

jika secara substansi variabel tersebut sangat penting mempengaruhi variabel

independen, maka variabel tersebut tetap dimasukkan dalam model.

Dari 14 variabel independen yang diuji secara bivariat dengan variabel

dependen (pemanfaatan Puskesmas), ada delapan variabel independen yang

masuk dalam kandidat pemodelan multivariat. Masing-masing variabel

independen yang masuk sebagai kandidat pemodelan regeri logistik, sebelum

masuk ke pemodelan regresi logistik berganda, terlebih dahulu dilakukan seleksi

bivariat regresi logistik antara masing-masing variabel independen dengan

variabel dependen (Hastono, 2007;p.185). Pada seleksi bivariat regresi logistik,

variabel yang datanya bersifat kontinyu dilakukan kategorisasi sesuai nilai

median, untuk mendapatkan nilai prediksi (OR). Nilai p value masing-masing

variabel tersebut adalah seperti pada Tabel 5.28 berikut :

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 90: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

71

Universitas Indonesia

Tabel 5.28 Pemilihan Variabel Independen, sebagai Variabel Kandidat

Pemodelan Uji Multivariat Regresi Logistik Berganda No. Variabel P value dari

kandidat pemodelan

P value seleksi Bivariat Regresi

Logistik 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

Pendidikan Pekerjaan Pengetahuan Waktu tempuh ke Puskesmas Adanya penyakit yang diderita Biaya transport ke Puskesmas Kemauan untuk membayar Kepemilikan jaminan/asuransi

0,015 0,005 0,000 0,044 0,004 0,013 0,000 0,001

0,011 0,003 0,000 0,035 0,002 0,011 0,000 0,001

Dari hasil seleksi bivariat, variabel independen yang masuk dalam

pemodelan adalah Pendidikan, Pekerjaan, Pengetahuan, Waktu tempuh, Adanya

penyakit, Biaya transport, Kemauan membayar, dan Kepemilikan jaminan/

asuransi kesehatan.

5.4.2 Hasil Analisis Multivariat

Pada analisis multivariat ini, ada beberapa variabel yang mempunyai

P value > 0,05 sehingga perlu dikeluarkan dari pemodelan satu persatu secara

bertahap, sesuai dengan besarnya nilai P value. Variabel yang mempunyai nilai P

value tertinggi yang pertama dikeluarkan. Setiap satu variabel dikeluarkan, dilihat

adanya perubahan nilai OR (Exp B) yang masih ada dalam pemodelan, bila

perubahan nilai OR (Exp B) < dari 10 % maka variabel tersebut tetap dikeluarkan.

Namun bila perubahan nilai OR (Exp B) > dari 10 %, maka variabel tersebut

kembali dimasukkan dalam dari analisis, berturut turut sampai didapatkan model

analisis akhir yang tepat.

Variabel yang diduga memiliki interaksi yaitu variabel Kepemilikan

jaminan dan Pekerjaan dilakukan uji interaksi. Hasil uji interaksi didapatkan nilai

P value 0,095 lebih besar dari alpha 0,05. Artinya tidak ada interaksi antara

variabel Kepemilikan jaminan dengan variabel Pekerjaan.

Pada analisis multivariat regresi logistik ganda, didapatkan enam variabel

yang masuk dalam pemodelan multivariat akhir, sementara variabel pendidikan

dan waktu tempuh harus dikeluarkan. Hasilnya seperti pada Tabel 5.29 berikut :

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 91: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

72

Universitas Indonesia

Tabel 5.29 Hasil Analisis Multivariat Tahap Akhir untuk Variabel yang Berhubungan

dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas

No Variabel Independen (B) P Value OR/Exp(B) 95% CI 1. Pengetahuan 1,197 0,000 3,310 2,112 – 5,188 2. Pekerjaan 0,492 0,098 1,635 0,914 – 2,926 3. Kepemilikan jaminan

/ asuransi kesehatan 0,401 0,105 1,494 0,920 – 2,425

4. Adanya penyakit 0,690 0,012 1,993 1,162 – 3,420 5. Biaya Transportasi 0,563 0,016 1,756 1,110 – 2,780 6. Kemauan membayar 0,854 0,000 2,350 1,502 – 3,676

Model regresi logistik hanya dapat dipergunakan untuk penelitian yang

bersifat Kohort. Sedangkan pada penelitian ini bersifat Cross Sectional, sehingga

interpretasi yang dapat dilakukan adalah menjelaskan nilai peluang dengan Odd

Rasio/OR dari masing-masing variabel. (Hastono, 2007; p.201)

Dari Tabel 5.30 terlihat, hasil pemodelan variabel independen yang

berhubungan secara signifikan pada alpha 0,05 adalah Pengetahuan (P value =

0,000), Adanya penyakit (P value = 0,012), Biaya transportasi (P value = 0,016)

dan Kemauan membayar (P value = 0,000). Sementara Pekerjaan dan

Kepemilikan jaminan/asuransi merupakan variabel konfonding.

Responden yang mempunyai pengetahuan baik tentang adanya program

subsidi pelayanan kesehatan gratis berpeluang untuk memanfaatkan pelayanan

Puskesmas 3,31 kali dibandingkan responden yang berpengetahuan rendah.

Peluang pemanfaatan pelayanan kesehatan di Puskesmas pada responden

yang pernah diagnosa menderita penyakit tertentu hampai dua kali lebih banyak

(1,99) dibandingkan responden yang tidak pernah didiagnosa menderita penyakit.

Sedangkan biaya transportasi dari rumah responden ke Puskesmas yang

murah (< Rp.10.000,-) memberikan peluang 1,76 kali lebih tinggi dibandingkan

kelompok yang harus mengeluarkan biaya transportasi yang mahal (> Rp.10.000,)

Ternyata responden yang mempunyai kemauan untuk membayar (WTP)

biaya pelayanan kesehatan Puskesmas Rp.10.000,- atau lebih, berpeluang

memanfaatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas 2,35 kali lebih tinggi

dibandingkan responden dengan kemauan membayar pelayanan kesehatan

Puskesmas kurang dari Rp.10.000,-.

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 92: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

73

Universitas Indonesia

Apabila dilihat dari urutan variabel independen yang paling besar

hubungannya dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan di Puskesmas, di

Kabupaten Tabalong dalam penelitian ini adalah Pengetahuan tentang adanya

subsidi pelayanan kesehatan melalui program Jaminan Tabalong Sehat (JTS).

Bila dilakukan prediksi, rumah tangga dari masyarakat Tabalong yang

memiliki penyakit, memiliki pengetahuan tentang program JTS, biaya transport ke

Puskesmas kurang dari Rp.10.000, dan memiliki kemauan membayar lebih dari

Rp.10.000,- dapat diprediksi bahwa 68,6% akan memanfaatkan pelayanan

kesehatan di Puskesmas. Selebihnya (31,4%) kemungkinan rumah tangga untuk

memanfaatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas dipengaruhi oleh faktor lain.

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 93: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

90909074 Universitas Indonesia 106

BAB 6 PEMBAHASAN

6.1 Keterbatasan Penelitian

Secara teori, banyak faktor yang berhubungan dengan pemanfaatan

pelayanan kesehatan, termasuk pelayanan kesehatan Puskesmas. Namun karena

keterbatasan yang ada pada peneliti, hanya 14 faktor yang diteliti hubungannya

dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan gratis di Puskesmas. Variabel

independen yang diteliti adalah pendidikan, pengetahuan, pekerjaan, persepsi

keluhan sakit, adanya penyakit yang diderita, waktu tempuh, biaya transportasi,

pendapatan, kemampuan membayar, kemauan membayar, kepemilikan

jaminan/asuransi, kesesuaian jam buka Puskesmas, keberadaan dokter dan

persepsi kualitas Puskesmas.

Rancangan penelitian yang dipergunakan adalah cross sectional, yaitu

pengukuran terhadap semua variabel penelitian, baik variabel independen maupun

variabel dependen dilakukan pada saat yang sama. Dengan rancangan seperti itu,

maka hubungan sebab akibat tidak dapat diketahui, tetapi hanya dapat

menggambarkan hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen.

Instrumen penelitian yang dipergunakan adalah wawancara menggunakan

kuesioner yang memerlukan jawaban responden dengan mengingat kejadian

dalam waktu yang relatif lama, yaitu selama setahun. Pertanyaan yang

menggunakan ingatan kejadian yang cukup lama memungkinkan jawaban yang

bias (recall bias). Untuk mengurangi kerawanan recall bias tersebut, peneliti

menyusun pertanyaan sedemikian rupa sehingga memudahkan responden

mengikuti alur mengingat pengalaman masa lalu, dan memberikan penjelasan-

penjelasan terkait maksud dari tiap pertanyaan.

6.2 Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas

Pemanfaatan pelayanan yang diukur dengan kunjungan ke Puskesmas

sering juga disebut dengan utilisasi, akses, atau demand pelayanan kesehatan

merupakan masalah penting dalam upaya peningkatan derajat kesehatan,

sebagaimana dikemukakan dalam teori Blum 1974 dalam Notoatmodjo (2007).

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 94: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

75

106 Universitas Indonesia

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap sampel 405

responden, diketahui bahwa pemanfaatan subsidi pelayanan kesehatan gtratis di

Puskesmas oleh masyarakat belum optimal. Rumah tangga yang pernah

memanfaatkan pelayanan kesehatan Puskesmas adalah 235 (58,0%) selama kurun

waktu satu tahun terakhir. Frekuensi pemanfaatan Puskesmas rata-rata 2,27 kali

dengan rentang kunjungan satu sampai 13 kali setahun, dengan contact rate 0,34

per anggota rumah tangga. Pada responden yang pernah memanfaatkan pelayanan

Puskesmas, ternyata 60 (25,5 %) responden masih harus membayar pelayanan

kesehatan Puskesmas yang seharusnya gratis.

Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa fasilitas pelayanan

Puskesmas yang sudah digratiskan tersebut, bukanlah fasilitas pilihan pertama

untuk dimanfaatkan bila mereka merasakan perlu pelayanan kesehatan. Dari 382

responden yang pernah memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan ketika ada

keluhan sakit, pilihan pertama adalah praktek perawat/bidan (55,8%), baru

kemudian Puskesmas 28,9%.

Untuk memperdalam pembahasan tentang pemanfaatan subsidi pelayanan

kesehatan gratis di Puskesmas melalui program JTS, peneliti juga melakukan

konfirmasi (wawancara mendalam) terhadap stakeholder terkait, baik pada

Pemda, DPRD, Dinas Kesehatan dan Puskesmas sebagai pelaksana program.

6.3 Hubungan Antara Pendidikan dengan Pemanfaatan Pelayanan

Kesehatan di Puskesmas

Hasil uji bivariat menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara

pendidikan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan Puskesmas. Kepala

keluarga yang berpendidikan tinggi memiliki proporsi memanfaatkan pelayanan

Puskesmas lebih tinggi dibandingkan kepala keluarga yang pendidikannya rendah.

Pendapat Feldstein (1993), Behavioral Model Anderson (1975) dan teori

pemanfaatan pelayanan Zschock (1979) dalam Ilyas (2006) bahwa tingkat

pendidikan mempengaruhi pemanfaatan layanan kesehatan. Hasil penelitian

Iskandar (1993) dalam Nadjib (1999) yang dilakukan di NTB menyebutkan

bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang semakin sering mengunjungi fasilitas

pelayanan kesehatan.

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 95: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

76

106 Universitas Indonesia

Namun pendidikan tidak masuk dalam model uji multivariat. Artinya

hubungan pendidikan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan Puskesmast

bukan merupakan hubungan yang bersifat langsung, tapi ada faktor lain yang

menjembatani. Hal ini dapat dikaitkan dengan adanya faktor pengetahuan.

Hasil penelitian Januarizal (2008) menunjukkan tidak adanya hubungan

pendidikan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan rawat jalan.

6.4 Hubungan Antara Pengetahuan dengan Pemanfaatan Pelayanan

Kesehatan di Puskesmas

Hasil uji bivariat maupun multivariat menunjukkan adanya hubungan yang

bermakna antara pengetahuan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan

Puskesmas. Responden dengan tingkat pengetahuan yang baik memiliki proporsi

memanfaatkan pelayanan Puskesmas lebih tinggi dibandingkan kelompok

responden yang berpengetahuan rendah. Hasil ini sesuai dengan teori Perilaku

Green (2005), Behavioral Model Anderson (1975) dalam Ilyas (2006), bahwa

pengetahuan tentang layanan kesehatan merupakan salah satu determinan

pemanfaatan layanan kesehatan. Hasil penelitian ini sama dengan yang didapatkan

oleh penelitian Sebayang (2006).

Penelitian ini menunjukkan bahwa, pengetahuan responden tentang adanya

pelayanan kesehatan gratis di Puskesmas yang disubsidi program JTS, masih

rendah, sehingga logis kalau selama ini kunjungan Puskesmas masih rendah.

Dengan ketidaktahuan adanya suatu program yang menguntungkan bagi

masyarakat, maka tentunya tidak ada dorongan (faktor predisposisi) untuk

memanfaatkan program tersebut.

Namun masa yang akan datang dapat terjadi hal yang sebaliknya, bila

masyarakat secara umum telah mengetahui adanya pelayanan kesehatan gratis di

Puskesmas, maka permasalahan pemanfaatan Puskesmas dapat berubah pula.

Sebagaimana terjadi di Batam, dimana pemanfaatan Puskesmas oleh masyarakat

umum meningkat hingga tiga kali lipat setelah digratiskan. Maka, yang menjadi

masalah selanjutnya adalah peningkatan beban kerja tenaga Puskesmas dan beban

dalam hal penyediaan dana oleh Pemda. (Gani, 2008b).

Hasil konfirmasi dengan informan di Dinas Kesehatan Kabupaten

Tabalong, bahwa salah satu penyebab rendahnya pengetahuan masyarakat tentang

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 96: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

77

106 Universitas Indonesia

program JTS adalah karena masih kurangnya sosialisasi program JTS ke

masyarakat. Sosialisasi hanya dilakukan pada awal program terhadap aparat

pemerintah dan kepala desa, belum pada masyarakat secara menyeluruh.

6.5 Hubungan Antara Pekerjaan dengan Pemanfaatan Pelayanan

Kesehatan di Puskesmas

Hasil uji bivariat menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara

pekerjaan kepala keluarga dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan Puskesmas.

Kepala keluarga yang bekerja formal memiliki proporsi memanfaatkan pelayanan

Puskesmas lebih tinggi dibandingkan kepala keluarga yang bekerja informal.

Namun dalam uji multivariat, pekerjaan tidak signifikan berhubungan

secara langsung dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan Puskesmas, berarti ada

faktor lain yang ikut menjadi faktor antara.

Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian Nolan (2008), yang

mengkaji kunjungan dokter umum (GP) di Irlandia dan Januarizal (2008) di

Jambi, yang menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara orang yang

bekerja dengan yang tidak bekerja dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan.

Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Rohmansyah (2004),

Yuswandi (2006). Pada penelitian Asbudin (2002) juga menunjukan adanya

hubungan pekerjaan dengan pemanfaatan pelayanan Puskesmas di Bekasi. Namun

proporsi pemanfaatan nya lebih tinggi pada kelompok pekerja informal.

6.6 Hubungan Antara Persepsi/Keluhan Sakit dan Adanya Diagnosa

Penyakit yang Diderita dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di

Puskesmas

Dalam Behavioral Model Anderson (1975) dalam Ilyas (2006), persepsi

sakit dan diagnosa penyakit merupakan karakteristik kebutuhan (Need

Characteristics) yang menjadi determinan pemanfaatan pelayanan kesehatan.

Untuk faktor banyaknya keluhan sakit, hasil penelitian ini menunjukkan

bahwa tidak ada hubungan yang bermakna dengan pemanfaatan pelayanan

kesehatan Puskesmas. Hal lain juga dapat disebabkan karena tingkat keparahan

(severity) yang berbeda pada tiap individu. Walaupun banyak keluhan sakit

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 97: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

78

106 Universitas Indonesia

namun bila dirasakan ringan, bisa jadi sembuh dengan sendirinya atau masih

dapat dilakukan pengobatan sendiri, dengan membeli di toko obat.

Hasil penelitian ini sama dengan penelitian Asbudin (2002) dan

Rohmansyah (2004). Namun, hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian

Herlina (2001), Suryani (2005), Sebayang (2006) dan Januarizal (2008).

Sementara itu, untuk variabel adanya penyakit yang pernah didiagnosa

oleh dokter atau petugas kesehatan, menunjukkan hubungan secara bermakna

dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan Puskesmas, baik pada hasil uji bivariat

maupun multivariat. Kelompok yang pernah didiagnosa menderita penyakit

tertentu memiliki proporsi memanfaatkan pelayanan Puskesmas lebih tinggi

dibandingkan kelompok yang tidak pernah didiagnosa menderita penyakit.

Hal ini sesuai dengan pendapat Grossman (1972) seperti dikutip Nadjib

(1999:p.31), Feldstein (1979), bahwa faktor adanya kejadian (insiden) penyakit

sebagai proksi adanya kebutuhan terhadap pelayanan berhubungan dengan

demand terhadap pelayanan kesehatan. Hasil penelitian ini sama dengan Nolan

(2008), yang mengkaji hubungan status kesehatan dengan kunjungan dokter

umum (GP) di Irlandia. Hasil yang serupa juga didapatkan pada penelitian

Yuswandi (2006).

6.7 Hubungan Antara Waktu Tempuh dan Biaya Transportasi ke

Puskesmas dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas

Hasil uji bivariat menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara

lamanya waktu tempuh ke Puskesmas dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan

Puskesmas. Namun pada faktor waktu tempuh tidak masuk dalam model akhir uji

multivariat. Artinya hubungan waktu tempuh dengan pemanfaatan pelayanan

kesehatan di Puskesmas tidak terjadi secara langsung, tetapi dipengaruhi juga oleh

faktor lain. Dalam hal ini bisa dikaitkan dengan besarnya biaya transportasi.

Menurut Feldstein (1983), Mooney (1983), Kotler (1993) dalam Nadjib

(1999) dinyatakan bahwa, waktu perjalanan merupakan variabel yang

mempengaruhi akses ke pelayanan kesehatan. Selain itu, lama waktu dalam

perjalanan juga menggambarkan adanya kerugian (opportunity cost) bagi

masyarakat yang sangat memperhitungkan waktu untuk kegiatan yang penting.

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 98: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

79

106 Universitas Indonesia

Untuk besarnya biaya transport yang harus dikeluarkan, hasil uji bivariat

dan multivariat membuktikan adanya hubungan yang bermakna dengan

pemanfaatan pelayanan kesehatan Puskesmas. Kelompok yang mengeluarkan

biaya transport rendah (Rp.10.000,- ke bawah) memiliki proporsi memanfaatkan

pelayanan Puskesmas lebih tinggi dibandingkan kelompok yang harus

mengeluarkan biaya transport tinggi (lebih dari Rp.10.000).

Menurut Russel (1996), meskipun pada beberapa negara pelayanan

kesehatan telah digratiskan, namun pengeluaran biaya transport merupakan

pertimbangan penting bagi keluarga untuk memanfaatkan fasilitas pelayanan

kesehatan. Artinya, biaya transportasi yang tinggi berpeluang menghambat

seseorang untuk datang memanfaatkan pelayanan Puskesmas. Karena mereka bisa

memilih fasilitas pelayanan kesehatan lainyang lebih mudah dijangkau (murah)

transportasinya, meskipun tarif pelayanannya lebih tinggi dari Puskesmas, seperti

perawat atau bidan praktek terdekat. Dengan pertimbangan total pengeluaran

biaya pengobatan menjadi relatif hampir sama, tetapi waktu tempuhnya lebih

cepat.

Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Mills (1990;p.133) bahwa

salah satu faktor ekonomi yang mempengaruhi demand pelayanan kesehatan

adalah biaya transportasi. Pada pelayanan primer, biaya transportasi seringkali

lebih menjadi hambatan seseorang untuk datang ke fasilitas kesehatan

dibandingkan biaya pelayanannya sendiri, sebagaimana dikemukakan Gani dalam

Kosen (1997:p.52). Begitu juga hasil studi Berman (1985) dalam Nadjib (1999) di

Jawa Tengah.

Karena itu, rekomendasi penelitian Sparrow (2008) dan Johar (2009)

dalam pemanfaatan kartu sehat di Indonesia, bahwa subsidi harga oleh pemerintah

dapat efektif meningkatkan akses pelayanan kesehatan masyarakat, bila

dilengkapi dengan intervensi lain untuk mereduksi biaya tidak langsung, seperti

mereduksi biaya transportasi.

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 99: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

80

106 Universitas Indonesia

6.8 Hubungan Antara Pengeluaran Rumah Tangga, Kemampuan

Membayar dan Kemauan Membayar dengan Pemanfaatan Pelayanan

Kesehatan di Puskesmas

Hasil uji bivariat menunjukkan bahwa pengeluaran dan kemampuan

membayar (ATP) tidak berhubungan secara bermakna dengan pemanfaatan

pelayanan kesehatan Puskesmas.

Dari hasil ini dapat dikatakan bahwa rumah tangga yang ekonominya

menengah dan keatas memiliki memiliki kecenderungan yang sama untuk

memanfaatkan Puskesmas yang digratiskan. Sedangkan ATP juga merefleksikan

bagian (5%) dari besarnya pengeluaran rumah tangga yang dikeluarkan untuk

keperluan bukan makanan (non food expenditure). Artinya rumah tangga yang

sebenarnya mampu pun ikut menikmati subsidi pembiayaan kesehatan di

Kabupaten Tabalong proporsinya hampir seimbang dengan rumah tangga tidak

mampu tetapi ditanggung oleh Jamkesmas.

Hal ini sesuai dengan studi Thabrany tahun 1995. Meskipun pemerintah

telah menyediakan subsidi yang besar pada pelayanan kesehatan, orang miskin

kurang memiliki akses. Sehingga orang kaya memperoleh manfaat yang lebih

besar dibandingkan orang miskin. Hasil ini menunjukkan bahwa subsidi

pemerintah pada Puskesmas dan rumah sakit tidak tepat sasaran (Thabrany, 2005).

Menurut data Depkes RI (1990) yang dikutip Nadjib (1999:p.7), bahwa

penduduk berpenghasilan tinggi dan penduduk perkotaan secara umum menyerap

lebih 50% dana yang ada, sedangkan jumlahnya hanya sekitar 25 % dari total

penduduk. Sedangkan Jimenez (1987) dalam Nadjib (1999) mengidentifikasi

bahwa hanya 19% subsidi pemerintah yang dinikmati oleh 40% penduduk

termiskin di Indonesia.

Untuk variabel sosial ekonomi, hasil penelitian ini berbeda dengan

penelitian Gani (1981), Asbudin (2002), Rohmansyah (2004), Yuswandi (2006),

Januarizal (2008) yang menyimpulkan adanya hubungan antara pendapatan

dengan pemanfaatan sarana layanan kesehatan.

Pada variabel ATP, hasil penelitian ini sama dengan penelitian

Rohmansyah (2004) yang mendapatkan ATP tidak berhubungan dengan demand

pelayanan Puskesmas.

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 100: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

81

106 Universitas Indonesia

Sedangkan, untuk variabel kemauan untuk membayar (WTP) pelayanan

Puskesmas, baik hasil uji bivariat maupun multivariat menunjukkan adanya

berhubungan yang bermakna dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan di

Puskesmas. Rumah tangga dengan WTP tinggi (Rp.10.000,- ke atas) mempunyai

proporsi memanfaatkan pelayanan kesehatan lebih tinggi dibandingkan dengan

rumah tangga dengan WTP rendah (di bawah Rp.10.000,-).

Hasil ini sesuai dengan pendapat Mills (1990;p.133) bahwa salah satu

faktor yang mempengaruhi demand pelayanan kesehatan adalah kemauan untuk

membayar. Informasi mengenai kesediaan individu untuk membayar jasa

pelayanan kesehatan merupakan informasi penting dalam penyediaan pelayanan

kesehatan (Nadjib, 1999). Untuk variabel WTP, hasil penelitian ini sama dengan

hasil penelitian Nadjib (1999). Tetapi, tidak sama dengan hasil penelitian

Rohmansyah (2004).

Hasil ini memberikan gambaran bahwa rumah tangga yang pernah

memanfaatkan pelayanan kesehatan Puskesmas memiliki kemauan membayar

Puskesmas Rp. 10.000,- ke atas. Artinya pada kelompok ini, berpeluang

memanfaatkan pelayanan Puskesmas meskipun tidak mendapatkan subsidi

pelayanan gratis. Sedangkan mereka yang tidak pernah ke Puskesmas menyatakan

kemauan membayar Puskesmas yang lebih rendah (di bawah Rp.10.000,-).

Kondisi tersebut dapat dimaklumi, karena seseorang memeliki kecenderungan

tidak akan memberikan harga yang tinggi terhadap sesuatu yang belum atau tidak

pernah dimanfaatkannya, dalam hal ini pelayanan Puskesmas.

6.9 Hubungan Antara Kepemilikan Asuransi/Jaminan Kesehatan dengan

Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas

Hasil uji bivariat menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara

kepemilikan asuransi atau jaminan kesehatan dengan pemanfaatan pelayanan

kesehatan Puskesmas. Namun hasil uji multivariate regresi logistik membuktikan

tidak ada hubungan antara kepemilikan jaminan kesehatan/asuransi dengan

pemanfaatan pelayanan Puskesmas.

Menurut Aday (1981) dalam Nadjib (1999), adanya jaminan pembayar

biaya pelayanan kesehatan, termasuk jaminan asuransi kesehatan, merupakan

salah satu sebab meningkatnya akses atau pemanfaatan pelayanan.

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 101: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

82

106 Universitas Indonesia

Karena dalam penelitian ini, antara kelompok yang memiliki asuransi atau

jaminan kesehatan seperti Askes, Asabri, Jamsostek dan Jamkesmas, menjadi

sama kondisi nya dengan kelompok masyarakat lainnya yang tadinya tidak

memiliki jaminan kesehatan, kemudian mendapatkan subsidi Program JTS dari

Pemda Tabalong. Hasil penelitian ini sama dengan penelitian Asbudin (2002) di

Kota Bekasi.

Berbeda dengan hasil penelitian Dong et al (2008) di Burkina Faso, Nolan

(2008) di Irlandia, Rohmansyah (2004) di Bandar Lampung, Yuswandi (2006) di

Sumatera Barat, Januarizal (2008), di Propinsi Jambi, yang menunjukkan

kepemilikan asuransi berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan

6.10 Hubungan antara Kesesuaian Jam Buka Puskesmas dengan

Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas

Hasil uji bivariat menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan

antara kesesuaian jam buka Puskesmas dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan

Puskesmas. Responden yang mengatakan bahwa jam buka Puskesmas belum

sesuai dengan kebutuhan waktu untuk berobat sangat sedikit, yaitu 32 (7,9%).

Hasil ini sama dengan hasil penelitian yang dilakukan Sebayang (2006).

Namun hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Handayani (2005), dan

Untari (2007).

Hal ini berkaitan dengan kondisi pelayanan kesehatan di Puskesmas

yang selama ini dirasakan oleh masyarakat Kabupaten Tabalong. Puskesmas

hanya buka memberikan pelayanan pada pagi sampai siang hari. Belum ada

Puskesmas di Kabupaten Tabalong yang memberikan pelayanan kesehatan pada

sore hari, sebagaimana telah banyak diterapkan dikota-kota besar lain di

Indonesia, kecuali untuk pelayanan gawat darurat pada Puskesmas Perawatan.

Mungkin persepsi kesesuaian kebutuhan waktu pengobatan tersebut dapat berbeda

bila telah memiliki pengalaman merasakan adanya pelayanan kesehatan

Puskesmas pada pagi hari dan sore hari.

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 102: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

83

106 Universitas Indonesia

6.11 Hubungan Antara Keberadaan Dokter dengan Pemanfaatan Pelayanan

Kesehatan di Puskesmas

Hasil uji bivariat menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara

keberadaan dokter di poli dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan Puskesmas.

Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Sebayang (2006).

Hal ini dapat dijelaskan bahwa memang keberadaan dokter di Puskesmas

untuk wilayah kabupaten Tabalong masih belum stabil (selalu ada). Perpindahan

dokter di Puskesmas masih tinggi, baik dengan alasan melanjutkan studi, habis

masa PTT maupun alasan lain. Sementara itu, penggantian dokter yang pergi

belumlah serta merta ada, sehingga sering terdapat jeda ketiadaan dokter di

Puskesmas. Kondisi lain adalah dokter Puskesmas yang seringnya hanya satu

orang juga melakukan tugas-tugas lain ke luar gedung Puskesmas. Sehingga

kondisi ada tidaknya dokter di ruang pemeriksaan kurang berpengaruh dengan

pemanfaatan pelayanan Puskesmas.

6.12 Hubungan Antara Persepsi Kualitas Pelayanan Puskesmas dengan

Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas

Hasil uji bivariat menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara

persepsi kualitas pelayanan Puskesmas dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan

Puskesmas di Kabupaten Tabalong.

Menurut penelitian Preker dan Harding yang dikutip Aday (2007; p.18),

bahwa meskipun pemerintah di banyak negara low-middle income telah berupaya

melakukan pemerataan dan perluasan jangkauan pelayanan kesehatan, namun

masalah kritis yang dialami oleh sarana kesehatan pemerintah adalah

penyelenggaraannya tidak efisien.

Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian Suryani (2005). Namun

hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Herlina (2001) dan Sebayang (2006)

bahwa persepsi kualitas pelayanan berhubungan dengan pemanfaatan Puskesmas.

Sesuai dengan kondisi di Kabupaten Tabalong, dimana pilihan layanan

kesehatan belum begitu banyak dibandingkan kota besar seperti Banjarmasin,

sehingga meskipun masyarakat merasa kualitas pelayanan Puskesmas sudah baik

ataupun masih ada kekurangan, kecenderungan pemanfaatannya sama.

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 103: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

84

106 Universitas Indonesia

Bila ditinjau dari masing-masing indikator kualitas pelayanan Puskesmas,

maka terlihat bahwa yang dinilai paling rendah adalah kecukupan peralatan untuk

penegakan diagnosa di Puskemas, kemudian menyusul ketersediaan obat-obatan

dan kebersihan lingkungan Puskesmas. Menurut tanggapan informan dari

Puskesmas, kurangnya ketersediaan obat-obatan yang memadai pada pelayanan

gratis menyebabkan masih adanya persepsi masyarakat bahwa pelayanan gratis

terkesan mutunya masih rendah.

6.13 Implikasi terhadap Kebijakan Subsidi Pelayanan Kesehatan Gratis di

Puskesmas melalui Program Jaminan Tabalong Sehat.

Hasil penelitian tentang pemanfaatan pelayanan kesehatan gratis tingkat

Puskesmas di Kabupaten Tabalong ini dapat memberikan implikasi kepada

kebijakan Pemerintah Daerah Tabalong dalam implementasi program Jaminan

Tabalong Sehat.

Bila dilihat dari tujuan pemberian subsidi pelayanan kesehatan gratis

adalah untuk meningkatkan akses / cakupan pelayanan kesehatan di Puskesmas,

maka adanya program Jaminan Tabalong Sehat memang telah meningkatkan

kunjungan ke Puskesmas, meskipun masih kurang signifikan.

Pendekatan sasaran (targetting) subsidi yang diberikan Pemda Tabalong

adalah seluruh masyarakat Tabalong yang tidak memiliki jaminan kesehatan

ataupun asuransi kesehatan. Artinya, sasaran adalah masyarakat Tabalong yang

tidak menjadi peserta Askes, Jamsostek, Asabri, bukan peserta asuransi swasta

dan tidak ditanggung program Jamkesmas dari Pemerintah Pusat. Dari Profil

Dinas Kesehatan Tabalong tahun 2008, berdasarkan data penduduk Tabalong

tahun 2008 sebanyak 197.095 jiwa, maka dapat diketahui penduduk yang telah

memiliki jaminan/asuransi kesehatan dan sasaran penduduk yang mendapatkan

subsidi program JTS adalah :

1. Penduduk miskin dijamin Jamkesmas = 37.054 jiwa (18,80%)

2. Penduduk yang dijamin PT. Askes = 19.486 jiwa ( 9,89%)

3. Penduduk yang dijamin PT. Jamsostek = 2.712 jiwa ( 1,37%)

4. Penduduk lainnya (Sasaran program JTS) = 137.843 jiwa (69,94%)

Kelompok yang disubsidi program JTS adalah sebagian kecil dari

masyarakat tidak mampu yang kemungkinan luput dari sasaran Jamkesmas,

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 104: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

85

106 Universitas Indonesia

hingga kelompok masyarakat ekonomi mampu bahkan kaya. Mereka bekerja

disektor informal sehingga tidak memiliki jaminan kesehatan. Sasaran program

JTS tersebut bukanlah benar-benar masyarakat yang secara ekonomi memerlukan

bantuan pelayanan kesehatan gratis tingkat Puskesmas yang sudah murah. Sesuai

dengan konfirmasi informan Puskesmas, bahwa sebagian masyarakat tidak

terpengaruh ada tidaknya pelayanan kesehatan gratis di Puskesmas. Gratis

ataupun membayar, mereka akan tetap ke Puskesmas bila merasakan sakit. Dalam

kaitan ini, menurut Gani (1999a), bahwa dengan menanggung biaya pelayanan

kesehatan dasar yang murah, maka terdapat consumer surplus, yaitu sebenarnya

masyarakat mampu membayar lebih besar dari jumlah yang disubsidi.

Bila dikaitkan dengan kemauan untuk membayar (WTP) ke Puskesmas,

justru kelompok masyarakat yang memiliki WTP Rp.10.000,- ke atas yang lebih

banyak memanfaatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas. Berarti, sebenarnya

kurang tepat bila kelompok tersebut diberikan subsidi pelayanan kesehatan gratis

di Puskesmas, sehingga tujuan awal pemberian subsidi untuk meringankan beban

biaya pengobatan kurang sesuai. Bahkan, menurut informan di Puskesmas, ada

masyarakat yang lebih memilih membayar retribusi Puskesmas daripada harus

terlebih dulu mengurus KTP sebagai persyaratan pelayanan gratis di Puskesmas.

Melihat kondisi tersebut, targetting sasaran masyarakat lebih tepat bila

diberikan kepada masyarakat yang kurang mampu (beneficiaries poor) (WHO,

2000). Subsidi dapat diberikan bentuk premi asuransi sosial, sehingga manfaat

pelayanan kesehatan tidak hanya di Puskesmas, tapi hingga pelayanan rujukan di

rumah sakit, sesuai dengan kebutuhan medis. Sedangkan bagi kelompok

masyarakat yang mampu, maka pelayanan kesehatan yang murah (dasar) tetap

harus membayar, selanjutnya bisa dilakukan sharing premi untuk pelayanan

kesehatan yang lebih komprehensif.

Menurut UU No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional

(SJSN), disebutkan bahwa jaminan kesehatan diselenggarakan berdasarkan

prinsip asuransi sosial (Pasal 19). Syarat menjadi peserta jaminan sosial adalah

membayar iuran (Pasal 20). Adapun bagi orang miskin, maka iurannya dibayarkan

oleh pemerintah (Pasal 17) (Tabrany, 2005).

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 105: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

86

106 Universitas Indonesia

Untuk mendorong minat masyarakat mau memanfaatkan pelayanan

Puskesmas bila memerlukan (merasa atau memiliki penyakit), Pemda Tabalong

dapat mempergunakan alokasi dana subsidi pada peningkatan kualitas pelayanan

di Puskesmas (supply side). Perbaikan kualitas Puskesmas dapat dilakukan

dengan melengkapi peralatan Puskesmas, terutama untuk penegakan diagnosa,

mencukupi kebutuhan dan kualitas obat-obatan di Puskesmas. Sebaiknya obat-

obatan Puskesmas, dipilih obat generik yang memiliki kemasan baik, tidak dalam

bentuk obat-obatan curah yang terkesan murah, seadanya dan cepat rusak.

Perbaikan kualitas Puskesmas juga dilakukan terhadap penampilan Puskesmas

agar terkesan lebih bersih dan nyaman. Dapat bersaing dengan pelayanan pada

sarana kesehatan di sektor privat.

Dari informasi stakeholder terkait, berbeda antara pengambil kebijakan

dengan pengelola dan pelaksana program. Pengambil kebijakan, mengkaitkan

rendahnya serapan dana program JTS karena perilaku pelaksana (provider)

kesehatan yang masih belum mendukung optimalnya program JTS berjalan.

Dengan adanya program JTS maka Puskesmas tidak lagi bisa menarif dari pasien.

Akibatnya dana sisihan yang selama ini didapatkan Puskesmas dari pembayaran

pasien secara langsung yang biasanya lebih besar dari tarif Perda yang resmi

menjadi hilang. Kondisi ini membuat pelaksana kurang optimal dalam

menjalankan program JTS. Kegiatan Puskesmas untuk mendekatkan pelayanan

kepada masyarakat seperti Pusling juga belum optimal berjalan. Karena itu,

penting dilakukan peningkatan kualitas sumberdaya manusia di Puskesmas.

Keberadaan dokter lebih konsisten dan pemberian pelayanan yang ramah serta

profesional. Untuk itu, perlu sistem reward yang baik terhadap petugas

Puskesmas, dari segi insentif maupun kenaikan pangkat dan penghargaan lainnya,

sehingga petugas dapat bekerja dalam kondisi yang lebih nyaman.

Rendahnya penyerapan dana program JTS, oleh informan Dinas Kesehatan

dikaitkan dengan tarif klaim Puskesmas sesuai Perda No. 2 Tahun 2002 terlalu

rendah. Contohnya, untuk kunjungan umum Puskesmas hanya Rp.1.500,-. Karena

itu, tidak mungkin menyerap banyak dari dana yang dianggarkan. Sedangkan

untuk proses klaim dana sendiri dibutuhkan waktu yang lama, hampir dua bulan.

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 106: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

87

106 Universitas Indonesia

Menyikapi rendahnya serapan dana yang terserap dikaitkan dengan

rendahnya tarif yang diberlakukan, maka pada tahun 2010 ini direncakanan akan

dilakukan revisi Perda tarif tersebut. Direncanakan untuk retribusi Puskesmas

berkisar antara Rp.5.000 sampai Rp.7.500,-. Selain itu, pemda akan

memberlakukan tarif obat-obatan Puskesmas, juga pelayanan lainnya seperti

tindakan dan pemeriksaan laboratorium.

Dari informasi pihak Puskesmas, potensi permasalahan baru akan timbul

pada pemakaian obat Puskesmas oleh anggota Askes PNS dan penduduk miskin

yang ditanggung oleh program Jamkesmas. Anggota Askes PNS dan peserta

Jamkesmas tidak termasuk yang ditanggung oleh program JTS. Sedangkan selama

ini Puskesmas menggratiskan biaya obat bagi mereka, dan hanya mendapatkan

kapitasi jasa Rp.1.000 per kapita/bulan. Kemungkinannya untuk melayani pasien

Askes dan Jamkesmas, Puskesmas harus “nombok” harga obat untuk setoran ke

Dinas Pendapatan Daerah.

Alasan Pemda Tabalong bahwa komponen obat di Puskesmas akan

dimasukkan tarif, adalah karena obat-obatan masuk dalam kategori biaya modal,

yaitu proses pengadaannya ditenderkan, sehingga harus memberikan hasil

kembali. Alasan tersebut tidaklah sesuai dengan teori klasifikasi biaya di

Puskesmas. Komponen obat Puskesmas harusnya masuk klasifikasi biaya

operasional (Gani, 2008). Kebijakan daerah tersebut juga tidak sesuai dengan

kebijakan nasional tentang obat pelayanan kesehatan dasar (obat PKD) di

Puskesmas. Kebutuhan obat PKD di Puskesmas dan jaringannya telah disediakan

oleh pemerintah melalui anggaran Dana Alokasi Umum (DAU) di setiap

kabupaten/kota. Selain itu melalui APBN pemerintah pusat juga menyediakan

anggaran obat PKD yang merupakan buffer stock yang akan dikirim ke setiap

propinsi dan kabupaten/kota (Depkes RI, 2009a:p.15).

Hal ini harus menjadi bahan evaluasi program JTS kedepan, sehingga

pelaksanaan kebijakan yang bertujuan untuk meningkatan cakupan pelayanan

kesehatan di Puskesmas dengan membantu beban biaya masyarakat, tidak justru

akan merugikan kelompok peserta Askes dan sasaran Jamkesmas. Bila memang

retribusi akan dinaikkan dan komponen obat ditagihkan, peserta Askes dan

Jamkesmas juga berhak mendapatkan subsidi dari Pemda.

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 107: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

88 Universitas Indonesia

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian dan pembahasan mengenai pemanfaatan subsidi

pelayanan kesehatan gratis Puskesmas di Kabupaten tahun 2010, dapat diambil

kesimpulan sebagai berikut :

1. Pemanfaatan subsidi pelayanan kesehatan gratis tingkat Puskesmas di

Kabupaten Tabalong oleh masyarakat Tabalong belum optimal. Proporsi

rumah tangga yang pernah memanfaatkan pelayanan kesehatan di

Puskesmas adalah 58% dalam kurun waktu satu tahun terakhir. Masih

25,5% dari yang pernah memanfaatkan Puskesmas harus membayar dan

Puskesmas yang telah digratiskan belum menjadi fasilitas kesehatan

pilihan pertama ketika masyarakat merasakan sakit.

2. Faktor-faktor yang berhubungan dengan pemanfaatan subsidi pelayanan

kesehatan gratis tingkat Puskesmas di Kabupaten Tabalong adalah

pengetahuan, adanya penyakit yang diderita, biaya transportasi, dan

kemauan untuk membayar.

3. Faktor pendidikan, pekerjaan, persepsi/keluhan sakit, waktu tempuh,

pengeluaran, kemampuan untuk membayar, kepemilikan jaminan/asuransi

kesehatan, kesesuaian jam buka Puskesmas, keberadaan dokter dan

persepsi kualitas Puskesmas tidak berhubungan dengan pemanfaatan

subsidi pelayanan kesehatan Puskesmas di Kabupaten Tabalong.

4. Berdasarkan informasi stakeholders, hal-hal yang turut berperan terkait

rendahnya pemanfaatan subsidi pelayanan kesehatan gratis di Puskesmas

adalah belum optimalnya kegiatan program di Puskesmas, kurangnya

sosialisasi dan sasaran masyarakat yang diberikan subsidi kurang tepat.

Sedangkan rendahnya serapan dana juga disebabkan rendahnya tarif

retribusi dari penggantian program JTS ke Puskesmas dan masih adanya

masyarakat yang memilih membayar Puskesmas karena keengganan

mengurus KTP meskipun juga telah digratiskan.

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 108: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

89

Universitas Indonesia

7.2 Saran

1. Perlu kiranya Dinas Kesehatan dan Puskesmas lebih meningkatkan

sosialisasi dan penyuluhan kepada masyarakat melalui saluran yang tepat

agar masyarakat lebih mengetahui dan dapat memanfaatkan subsidi

pelayanan kesehatan yang telah diprogramkan.

2. Puskesmas harus dapat lebih aktif mendekatkan pelayanan kesehatan

kepada masyarakat, seperti menggiatkan program Puskesmas keliling,

untuk mengurangi hambatan besarnya biaya transportasi ke Puskesmas..

3. Fakta penyerapan dana subsidi/hibah yang rendah, sedangkan kelompok

yang lebih banyak menggunakan pelayanan Puskesmas memiliki kemauan

membayar pelayanan Puskesmas Rp.10.000,- ke atas, maka perlu kiranya

dilakukan kaji ulang kebijakan subsidi pelayanan kesehatan gratis di

Puskesmas dengan sasaran semua penduduk Tabalong. Kebijakan subsidi

gratis dapat tetap diberikan, namun perlu adanya prioritas sasaran terhadap

masyarakat yang kurang mampu (targetted subsidy). Sehingga alokasi

dana yang disediakan dapat dipergunakan untuk meningkatkan kualitas

dan jenjang pelayanan kesehatan yang dapat ditanggung. Adapun bagi

masyarakat yang mampu diberlakukan sharing pembiayaan kesehatan,

misalnya dengan premi asuransi yang diberlakukan sesuai Sistem Jaminan

Sosial Nasional (SJSN).

4. Perlu adanya rapat koordinasi yang intensif, antara pengambil kebijakan,

pengelola program di dinas kesehatan dan pelaksana di Puskesmas, untuk

membuat komitmen bersama melaksanakan program pemberian subsidi

pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kondisi pemerintah daerah dan

masyarakat, agar subsidi yang diberikan dapat bermanfaat secara optimal.

5. Untuk penelitian lebih lanjut, perlu dilakukan penelitian tentang

pemanfaatan program JTS di rumah sakit. Penelitian dapat dikaitkan ada

tidak kemungkinan tumpang tindih klaim dari rumah sakit terhadap peserta

Askes, Jamsostek atau sasaran program Jamkesmas dengan klaim

terhadap program JTS, dan berapa rata-rata besaran biaya pelayanan

kesehatan di RSUD H. Badaruddin Tanjung dijamin oleh program JTS.

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 109: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

90 Universitas Indonesia

DAFTAR REFERENSI

Aday, Lu Ann., Andersen, Ronald., and Fleming, Gretchen V. (1980). Health Care in The U.S. Equitable for Whom ? California : Sage Publications, Inc.

Andayani, Theresia R. (2008). Studi Evaluasi Kebijakan Publik : Peran

Kebijakan Subsidi Premi Berjenjang Terhadap Utilisasi Rawat Jalan Rumah Tangga Mendekati Miskin di Purbalingga Jawa Tengah, tahun 2005. (Disertasi) Doktor Ilmu Kesehatan Masyarakat. FKMUI. Depok.

Andersen, Ronald M. (1995). Revisiting the Behavioral Model and Access to

Medical Care: Does It Matter ? Journal of Health and Social Behavior, Vol.36.No.1; Maret 1995:p.1-10. Diunduh dari http://www.jstor.org, tanggal 16 Desember 2009.

Ariawan, Iwan. (1998). Besar dan Metode Sampel pada Penelitian Kesehatan.

Jurusan Biostatistik dan Kependudukan FKMUI. _______ . (2008). Analisis Data Kategori. Departemen Biostatistik FKMUI Asbudin, Masni. (2002). Analisis Demand Masyarakat terhadap Pelayanan

Kesehatan Rawat Jalan Pada Puskesmas Marga Mulya Kota Bekasi Tahun 2002, (Tesis). FKMUI Depok.

Azwar, Azrul. (1996). Pengantar Administrasi Kesehatan. Edisi Ketiga. Jakarta:

Binarupa Aksara. Balitbangkes. (2008). Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007. Laporan Nasional

2007. Departemen Kesehatan RI. Jakarta : Desember 2008 Badan Pusat Statistik. (2008). Indikator Kesejahteraan Rakyat 2007 (Welfare

Indicators 2007). Jakarta : CV Media Grafika Prima. Bupati Tabalong. (2009). Petunjuk Pelaksanaan Penggunaan Dana dari

Pemerintah Kabupaten Tabalong untuk Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM) di Puskesmas Kabupaten Tabalong. Keputusan Bupati Tabalong Nomor : 188.45/164/2009.

Departemen Kesehatan RI. (2003a). Kajian Sistem Pembiayaan Kesehatan,

Pendataan dan Kontribusi APBD untuk Kesinambungan Pelayanan Keluarga Miskin. (Exit Strategi). Jakarta.

________. (2003b). Modul Penyelenggaraan Survei Cepat. Edisi Ketiga. Pusat

Data dan Informasi. Jakarta. ________. (1990). Pedoman Kerja Puskesmas Jilid I.

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 110: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

91

Universitas Indonesia

________. (2004). Sistem Kesehatan Nasional. ________. (2006). Rencana Strategis Departemen Kesehatan Tahun 2005. ________. (2008). Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Minimal Bidang

Kesehatan di Kabupaten/Kota. Kepmenkes RI Nomor 828/Menkes/SK/IX/2008. Biro Hukum dan Organisasi Setjen Depkes RI. Jakarta.

________. (2009a). Petunjuk Teknis Jaminan Kesehatan Masyarakat di

Puskesmas dan Jaringannya Tahun 2009. Ditjen Bina Kesehatan Masyarakat ________. (2009b). Profil Kesehatan Indonesia 2008. Jakarta. Dinas Kesehatan Kabupaten Tabalong. (2008). Profil Kesehatan Kabupaten

Tabalong Tahun 2007. Dinas Kesehatan Kabupaten Tabalong. (2009). Profil Kesehatan Kabupaten

Tabalong Tahun 2008. Dong, Hengjin., Gbangou, A., Allegri, M.A., Pokhrel, S., Sauerborn, R. (2008).

The Differences in Characteristics Between Health-care Users and Non-users: Implication for Introducing Community-based Health Insurance in Burkina Faso. European Journal of Health Economic (2008) 9:41-50. Diunduh dari www.springerlink.com, tanggal 16 Desember 2009.

Feldstein, Paul J. (1993). Health Care Economics. 4th Edition. California :

Delmar Publishers Inc. Gani, Ascobat., & Nadjib, Mardiati. (1996). Analisis Biaya Rumah Sakit.

(Pedoman-pedoman Pokok Analisis Biaya Rumah Sakit) (Modul) Disampaikan pada Pelatihan Penyusunan Pola Tarif Rumah Sakit Pemerintah di Lingkungan Dirjen Pelayanan Medik Tahun Anggaran 1996/1997. Bogor.

Gani, Ascobat. (1981). Demand for Health Services in Rural Area of

Karanganyar Regency, Central Java, Indonesia (Thesis for Doctor of Public Health) The School of Hygiene and Public Health. John Hopkins University. Baltimore, Maryland.

________. (1988). Metodologi Umum Penelitian. Penataran Metode Penelitian

Ilmu Lingkungan. PPSDM dan Lingkungan. Universitas Indonesia ________. (1999a). Pengantar Ekonomi Kesehatan. Makalah. Disampaikan pada

Diklat Penjenjangan Manajer Pratama PT. Askes. Jakarta. ________. (1999b). Analisis Ekonomi dalam Pelayanan Bedah. Makalah.

Disampaikan dalam Muktamar Ahli Bedah ke XIII. Jakarta : 1999.

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 111: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

92

Universitas Indonesia

________. (2006). Reformasi Pembiayaan Kesehatan Dalam Konteks Desentralisasi. Policy Dialog. Ditjen Binkesmas Depkes RI. Proyek DHS-1.

________. dkk. (2008a). Laporan Awal Kajian Sistem Pembiayaan Kesehatan di Beberapa Kabupaten dan Kota Tahun 2008. Kerjasama Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan FKMUI dengan PPJK Departemen Kesehatan R.I. dan Australia Indonesia Partnership.

________. (2008b). Demarkasi Sektor Kesehatan, Belanja Kesehatan Rumah

Tangga, Kebijakan dan Strategi Pembiayaan Kesehatan, dan Kajian Pelayanan Kesehatan Gratis Propinsi Kepulauan Riau Materi Perkuliahan Pembiayaan Pelayanan Kesehatan. Program Pascasarjana FKM-UI.

Gertler, Paul & Gaag, Jacques VD. (1988). Measuring the Willingness to pay for Social Services in Developing Countries. LSMS-45. Diunduh dari http://wds.worldbank.org. 17 Juni 2010

Ghozali, Imam. (2007). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS.

Cetakan IV. Semarang : Balai Penerbit Universitas Diponegoro Goel, S.L. (2001). Health Care System and Management. 4. Primary Health Care

Management. Foreword by Thakur, Padmashree Dr. C.P. New Delhi : Deep & Deep Publications PVT. LTD

Gottret, Pablo., Schieber, George et al. (2006). Health Financing Revisited. A Practitioner’s Guide. Whasington DC : The World Bank.

Green, Lawrance W., & Keuter, Marshall W. (2005). Health Program Planning.

An Educational and Ecological Approach. Fourth Edition. New York: Mc Graw Hill

Hastono, Sutanto P. (2007). Analisis data Kesehatan. Basic Data Analysis for

Health Research Training. FKMUI Herlina. (2001). Faktor-faktor yang berhubungan dengan Pemanfaatan

Pelayanan Kesehatan Dasar Puskesmas di Kabupaten Lampung Barat Tahun 2000, (Tesis) FKMUI. Depok.

Ilyas, Yaslis. (2006). Mengenal Asuransi Kesehatan. Review Utilisasi manajemen

Klaim dan Fraud (Kecurangan Asuransi Kesehatan. Depok : CV. Usaha Prima, Cetakan Kedua Maret 2006

Januarizal. (2008). Hubungan Kepemilikan Asuransi Kesehatan dengan

Pemanfaatan Sarana Layanan Kesehatan di Propinsi Jambi (Analisis Data Susenas 2006), (Tesis) FKMUI. Depok

Junadi, Purnawan. (2008). Janji Pelayanan Kesehatan Gratis yang Menyesatkan.

Medika : No.9 Tahun ke XXXIV, September 2008 p.650.

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 112: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

93

Universitas Indonesia

Johar, Meliyanni. (2009). The Impact of the Indonesian Health Card Program: A Matching Estimator Approach. Journal of Health Economics. 28 (2009) 35-53. Diunduh dari www.elsevier.com/, tanggal 18 Desember 2009

Kosen, Soewarta. (Ed.). (1997). Bunga Rampai Pengembangan Jaminan

Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM) di Indonesia. Jakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI

Lemeshow, Stanley., Hosmer, David WJ., Klar, Janelle., Lwanga, Stephen K.

(1997). Besar Sampel dalam Penelitian Kesehatan. (Dibyo Pramono, Penerjemah) Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Merriam-Webster. (1993). Webster’s Third New International Dictionary of The

English Language Unabridged. Massachusetts: Merriam-Webster Publishers. Mills, Anne & Gilson, Lucy. (1990). Ekonomi Kesehatan untuk Negara-Negara

Sedang Berkembang. Sebuah Pengantar. Jakarta : Dian Rakyat. Nadjib, Mardiati. (1999). Pemerataan Akses Pelayanan Rawat Jalan di Berbagai

Wilayah di Indonesia, (Disertasi) Doktor Ilmu Kesehatan Masyarakat. FKMUI. Depok.

Nazara, Suahasil. (2007). Bantuan Tunai Bersyarat (Conditional Cash

Transfer/CCT) bagi Upaya Pengentasan Kemiskinan. Warta Demografi : Tahun 37, No. 3, 2007: 7–22

Nazir, Moh. 1999. Metode Penelitian. Cetakan keempat Juli 1999. Jakarta :

Ghalia Indonesia Nolan, A. & Nolan, B. (2008). Eligibility for General Practitioner Care, Need

and GP Visiting in Ireland. European Journal of Health Economic (2008). Diunduh dari www.springerling.com, tanggal 16 Desember 2009.

Notoatmodjo, Soekidjo & Sarwono, Solita. (1985). Pengantar Ilmu Perilaku

Kesehatan. Jakarta: Badan Penerbit Kesehatan Masyarakat FKMUI. Notoatmodjo, Soekidjo. (2007). Kesehatan Masyarakat. Ilmu dan Seni. Edisi

Revisi. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta. Rawlings, Laura B., & Rubio, Gloria M. (2005). Evaluating the Impact of

Conditional Cash Transfer Programs. Diunduh dari http://proquest.umi.com/ tanggal 18 Desember 2009.

Rohmansyah. (2004). Analisis Demand Masyarakat Terhadap Pelayanan

Kesehatan di Klinik Pengobatan Puskesmas Way Laga Kota Bandar Lampung Tahun 2004, (Tesis) FKMUI. Depok.

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 113: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

94

Universitas Indonesia

Russel, Steven., Fox, J., Rushby and Arhin, Dyna. (1995). Willingness and Ability to Pay for Health Care : A Selection of Methods and Issues. Health Policy and Planning 10 (1): 94-101. Oxford University Press 1996. Diunduh dari http://heapol.oxfordjournals.org, 17 Juni 2010

Russel, Steven. (1996). Ability to Pay for Health Care; Concepts and Evidence.

Health Policy and Planning; 11(3): 219-237. Oxford University Press 1996. Diunduh dari http://heapol.oxfordjournals.org, 17 Juni 2010

Samuelson, PA. & Nordhaus, WD. (2003) Ilmu Mikroekonomi. Edisi 17.

Terjemahan dari Microeconomics, 17th Edition. New York : Published by McGraw-Hill, 2001. Alih Bahasa Nur Rosyidah dkk. Jakarta : PT. Media Global Edukasi.

Sebayang, Ribka I. (2006). Analisis Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Dasar

Puskesmas oleh Keluarga Miskin Peserta Jaminan Pemeliharaan Masyarakat Miskin (JPKMM) di Wilayah Kecamatan Warungkondang Kabupaten Cianjur Tahun 2005, (Tesis) FKMUI. Depok.

Singarimbun, Masri., & Effendi, Sofian. (Ed.). (1989). Metode Penelitian Survai.

Edisi Revisi. Jakarta: LP3ES. Sparrow, Robert. (2008). Targeting the Poor in Times of Krisis: The Indonesian

Health Card. Health Policy and Planning 2008; 23:188-199. Diunduh dari http://healpol.oxfordjournals.org., tanggal 16 Desember 2009

Stiglitz, Joseph E. (1988). Economics of the Public Sector. Second Edition. New

York : WW. Norton & Company, Inc. Suryani, Irma. (2005). Analisis Akses Masyarakat lanjut Usia dalam Pemanfaatan

Pelayanan Kesehatan Dasar Gratis Puskesmas di Kota Medan tahun 2005, (Tesis) Pasca Sarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat FKMUI. Depok

Thabrany, Hasbullah. (2005). Asuransi Kesehatan Nasional. Edisi Baru. Jakarta

Pamjaki, Oktober 2005 ________. (Ed.). (2004). Pendanaan Kesehatan dan Alternatif Mobilisasi Dana

Kesehatan di Indonesia. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. ________., dkk. (2009). Sakit, Pemiskinan, dan MDGs. Jakarta : Penerbit Buku

Kompas, Januari 2009. Trihono. (2005). Arrimes. Manajemen Puskesmas Berbasis Paradigma Sehat.

Jakarta : Penerbit CV. Sagung Seto. Undang-Undang RI. Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 114: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

95

Universitas Indonesia

Untari, Jati & Hasanbasri, Mubasysyir. (2007). Kemana Pemilik Kartu Sehat Mencari Pertolongan. Analisis Survei Sosial Ekonomi Nasional 2001. Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol.10; No.1; Maret 2007:46-51

World Bank. (2008). Investing in Indonesia’s Health : Challenges and

Opportunities for Future Public Spending. Health Public Expenditure Review 2008. Diunduh dari www.worldbank.org. tanggal 23 Januari 2009.

World Health Organization. (2000). The World Health Report 2000. Health

Systems : Improving Performance. Diunduh dari http://www.who.int/whr/2000/, tanggal 10 Maret 2010.

Yuswandi, Arry. (2006) Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Akses

Penduduk Sumatera Barat ke Pelayanan Kesehatan (Analisis data Susenas 2004). (Tesis). FKMUI. Depok.

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 115: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 116: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 117: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 118: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 119: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 120: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 121: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 122: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

Lampiran 2 :

Hasil Uji Validitas dan Reabilitas Kuesioner

1. Variabel Pengetahuan

Scale: ALL VARIABLES

Case Processing Summary

N %

Cases Valid 30 100.0

Excludeda 0 .0

Total 30 100.0

a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items

.724 7

Item Statistics

Mean Std. Deviation N

Pengetahuan JTS1 .87 .346 30

Pengetahuan JTS2 .60 .498 30

Pengetahuan JTS3 .70 .466 30

Pengetahuan JTS4 .17 .379 30

Pengetahuan JTS5 .57 .504 30

Pengetahuan JTS6 .03 .183 30

Pengetahuan JTS7 .43 .504 30

Item-Total Statistics

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Cronbach's Alpha if Item

Deleted

Pengetahuan JTS1 2.50 2.534 .626 .655

Pengetahuan JTS2 2.77 2.185 .618 .639

Pengetahuan JTS3 2.67 2.230 .644 .633

Pengetahuan JTS4 3.20 2.717 .386 .703

Pengetahuan JTS5 2.80 2.510 .363 .714

Pengetahuan JTS6 3.33 3.195 .176 .736

Pengetahuan JTS7 2.93 2.616 .290 .734

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 123: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

2. Variabel Kualitas Pelayanan Puskesmas

Scale: ALL VARIABLES Case Processing Summary

N %

Cases Valid 30 100.0

Excludeda 0 .0

Total 30 100.0

a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha

Cronbach's Alpha Based on

Standardized Items N of Items

.879 .891 7

Item Statistics

Mean Std. Deviation N

Sikap pet.di loket 3.93 .254 30

Sikap pet. di ruang pemeriks. 3.93 .254 30

Sikap pet. di apotik 3.90 .305 30

kebersihan lingk. puskesmas 3.83 .379 30

Ketersediaan obat 3.93 .254 30

Kecukupan peralatan 3.90 .305 30

Kualitas pelayanan umum 3.93 .254 30

Item-Total Statistics

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Cronbach's Alpha if Item

Deleted

Sikap pet.di loket 23.43 1.840 .688 .859

Sikap pet. di ruang pemeriks. 23.43 1.840 .688 .859

Sikap pet. di apotik 23.47 1.844 .533 .878

kebersihan lingk. puskesmas 23.53 1.706 .534 .888

Ketersediaan obat 23.43 1.771 .803 .846

Kecukupan peralatan 23.47 1.706 .727 .852

Kualitas pelayanan umum 23.43 1.771 .803 .846

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 124: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

Lampiran 3

Hasil Uji Bivariat Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pemanfaatan Subsidi Pelayanan Kesehatan Gratis Tingkat Puskesmas di Kabupaten

Tabalong Tahun 2010

1. Hubungan antara Pendidikan KK dengan Pemanfaatan Puskesmas

Crosstabs

Kategori Pendidikan KK * Kunjungan dlm 1 thn Crosstabulation

Kunjungan dlm 1 thn

Total Tdk pernah Pernah

Kategori Pendidikan KK

Rendah Count 118 134 252

% within Kategori Pendidikan KK 46.8% 53.2% 100.0%

Tinggi Count 52 101 153

% within Kategori Pendidikan KK 34.0% 66.0% 100.0%

Total Count 170 235 405

% within Kategori Pendidikan KK 42.0% 58.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 6.443a 1 .011 Continuity Correctionb 5.926 1 .015 Likelihood Ratio 6.512 1 .011 Fisher's Exact Test .013 .007

Linear-by-Linear Association 6.427 1 .011 N of Valid Casesb 405 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 64.22.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for Kategori Pendidikan KK (Rendah / Tinggi)

1.710 1.128 2.593

For cohort Kunjungan dlm 1 thn = Tdk pernah 1.378 1.065 1.782

For cohort Kunjungan dlm 1 thn = Pernah .806 .685 .947

N of Valid Cases 405

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 125: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

2. Hubungan Pengetahuan dengan Pemanfaatan Puskesmas

Crosstabs

Kategori Pengetahuan * Kunjungan dlm 1 thn Crosstabulation

Kunjungan dlm 1 thn

Total Tdk pernah Pernah

Kategori Pengetahuan

Kurang Count 116 95 211

% within Kategori Pengetahuan 55.0% 45.0% 100.0%

Baik Count 54 140 194

% within Kategori Pengetahuan 27.8% 72.2% 100.0%

Total Count 170 235 405

% within Kategori Pengetahuan 42.0% 58.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 30.569a 1 .000 Continuity Correctionb 29.465 1 .000 Likelihood Ratio 31.098 1 .000 Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear Association 30.494 1 .000 N of Valid Casesb 405 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 81.43.

b. Computed only for a 2x2 table Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for Kategori Pengetahuan (Kurang / baik) 3.166 2.091 4.793

For cohort Kunjungan dlm 1 thn = Tdk pernah 1.975 1.527 2.555

For cohort Kunjungan dlm 1 thn = Pernah .624 .525 .742

N of Valid Cases 405

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 126: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

3. Hubungan antara Pekerjaan KK dengan Pemanfaatan Puskesmas

Crosstabs

Kategori Pekerjaan KK * Kunjungan dlm 1 thn Crosstabulation

Kunjungan dlm 1 thn

Total Tdk pernah Pernah

Kategori Pekerjaan KK

tdk bekerja /sektor informal

Count 145 172 317

% within Kategori Pekerjaan KK 45.7% 54.3% 100.0%

sektor formal Count 25 63 88

% within Kategori Pekerjaan KK 28.4% 71.6% 100.0%

Total Count 170 235 405

% within Kategori Pekerjaan KK

42.0% 58.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value Df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 8.496a 1 .004 Continuity Correctionb 7.799 1 .005 Likelihood Ratio 8.787 1 .003 Fisher's Exact Test .003 .002

Linear-by-Linear Association 8.475 1 .004 N of Valid Casesb 405 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 36.94.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for Kategori Pekerjaan KK (tdk bekerja/sektor informal / sektor formal)

2.124 1.272 3.549

For cohort Kunjungan dlm 1 thn = Tdk pernah 1.610 1.132 2.291

For cohort Kunjungan dlm 1 thn = Pernah .758 .642 .895

N of Valid Cases 405

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 127: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

4. Hubungan Keluhan sakit dengan Pemanfaatan Puskesmas

Crosstabs

Kategori Keluhan * Kunjungan dlm 1 thn Crosstabulation

Kunjungan dlm 1 thn

Total Tdk pernah Pernah

Kategori Keluhan

Rendah Count 135 176 311

% within Kategori Keluhan 43.4% 56.6% 100.0%

Tinggi Count 35 59 94

% within Kategori Keluhan 37.2% 62.8% 100.0%

Total Count 170 235 405

% within Kategori Keluhan 42.0% 58.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 1.130a 1 .288 Continuity Correctionb .891 1 .345 Likelihood Ratio 1.140 1 .286 Fisher's Exact Test .340 .173

Linear-by-Linear Association 1.127 1 .288 N of Valid Casesb 405

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 39.46.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for Kategori Keluhan (Sedikit / Banyak) 1.293 .805 2.078

For cohort Kunjungan dlm 1 thn = Tdk pernah 1.166 .871 1.560

For cohort Kunjungan dlm 1 thn = Pernah .902 .750 1.083

N of Valid Cases 405

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 128: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

5. Hubungan antara adanya diagnosis penyakit dengan Pemanfaatan Puskesmas

Crosstabs

Diagnosis penyakit * Kunjungan dlm 1 thn Crosstabulation

Kunjungan dlm 1 thn

Total Tdk pernah Pernah

Diagnosis penyakit

tidak ada Count 142 166 308

% within Diagnosis penyakit 46.1% 53.9% 100.0%

Ada Count 28 69 97

% within Diagnosis penyakit 28.9% 71.1% 100.0%

Total Count 170 235 405

% within Diagnosis penyakit 42.0% 58.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 9.000a 1 .003 Continuity Correctionb 8.306 1 .004 Likelihood Ratio 9.281 1 .002 Fisher's Exact Test .003 .002

Linear-by-Linear Association 8.978 1 .003 N of Valid Casesb 405 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 40.72.

b. Computed only for a 2x2 table

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for Diagnosis penyakit (tidak ada / ada) 2.108 1.288 3.451

For cohort Kunjungan dlm 1 thn = Tdk Pernah 1.597 1.143 2.233

For cohort Kunjungan dlm 1 thn = Pernah .758 .643 .892

N of Valid Cases 405

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 129: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

6. Hubungan antara Waktu Tempuh ke Puskesmas dengan Pemanfaatan Puskesmas

Crosstabs

Waktu tempuh ke Puskesmas * Kunjungan dlm 1 thn Crosstabulation

Kunjungan dlm 1 thn

Total Tdk pernah Pernah

Waktu tempuh ke Puskesmas

Lama Count 80 86 166

% within Waktu tempuh ke Puskesmas 48.2% 51.8% 100.0%

Tidak Lama Count 90 149 239

% within Waktu tempuh ke Puskesmas 37.7% 62.3% 100.0%

Total Count 170 235 405

% within Waktu tempuh ke Puskesmas 42.0% 58.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 4.465a 1 .035 Continuity Correctionb 4.043 1 .044 Likelihood Ratio 4.456 1 .035 Fisher's Exact Test .041 .022

Linear-by-Linear Association 4.454 1 .035 N of Valid Casesb 405 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 69.68.

b. Computed only for a 2x2 table Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for Waktu tempuh ke Puskesmas (Lama / Tidak Lama)

1.540 1.031 2.301

For cohort Kunjungan dlm 1 thn = Tdk pernah 1.280 1.020 1.606

For cohort Kunjungan dlm 1 thn = Pernah .831 .696 .992

N of Valid Cases 405

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 130: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

7. Hubungan Biaya Transportasi dengan Pemanfaatan Puskesmas

T-Test roup Statistics

Kunjungan dlm 1 thn N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

biaya transport Tdk pernah 170 1.26E4 7240.592 555.328

Pernah 235 1.12E4 9379.570 611.856

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t Df Sig. (2-tailed)

Mean Difference

Std. ErrorDifference

95% Confidence Interval of the Difference

Lower Upper

biaya transport

Equal variances assumed

.016 .899 1.550 403 .122 1333.792 860.663 -358.158 3025.743

Equal variances not assumed

1.614 401.278 .107 1333.792 826.291 -290.608 2958.192

T-Test

Group Statistics

Kunjungan dlm 1 thn N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Log Biaya Transport Tdk pernah 170 4.0209 .27606 .02117

Pernah 235 3.9486 .29456 .01921

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t Df Sig. (2-tailed)

Mean Differen

ce

Std. Error

Difference

95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper

Log Biaya Transport

Equal variances assumed 1.063 .303 2.501 403 .013 .07226 .02889 .01547 .12906

Equal variances not assumed

2.527 377.219 .012 .07226 .02859 .01604 .12848

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 131: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

8. Hubungan Pengeluaran Rumah Tangga dengan Pemanfaatan Puskesmas

T-Test Group Statistics

Kunjungan dlm 1 thn N Mean Std. Deviation

Std. Error Mean

Jlh Pengeluaran/bln Tdk pernah 170 1.73E6 953289.756 73113.987

Pernah 235 1.75E6 906093.166 59107.001

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t Df Sig. (2-tailed)

Mean Difference

Std. Error Difference

95% Confidence Interval of the Difference

Lower Upper

Jlh Pengeluaran/bln

Equal variances assumed

.541 .462 -.229 403 .819 -21333.434 93253.179 -204656.869 161990.001

Equal variances

not assumed

-.227 353.145 .821 -21333.434 94017.512 -206238.073 163571.205

T-Test

Group Statistics

Kunjungan dlm 1 thn N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Log Pengeluaran/bln Tdk pernah 170 6.1784 .22737 .01744

Pernah 235 6.1916 .21043 .01373

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t Df Sig. (2-tailed)

Mean Differen

ce

Std. Error

Difference

95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper

LogPengeluaran/bl Equal variances assumed .928 .336 -.605 403 .545 -.01327 .02192 -.05636 .02982

Equal variances not assumed

-.598 347.074

.550 -.01327 .02219 -.05692 .03038

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 132: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

9. Hubungan Kemampuan untuk membayar (ATP) dengan pemanfaatan Puskesmas

T-Test Group Statistics

Kunjungan

dlm 1 thn N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Kemampuan membayar

5% Non Food

Tdk pernah 170 3.25E4 28566.340 2190.938

Pernah 235 3.43E4 34445.100 2246.951

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df Sig. (2-tailed)

Mean

Difference

Std. Error

Difference

95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper

Kemampuan membayar 5% Non Food

Equal variances assumed

.024 .876 -.538 403 .591 -1739.815 3233.140 -8095.741 4616.111

Equal variances not assumed

-.554 395.484 .580 -1739.815 3138.311 -7909.673 4430.044

T-Test Group Statistics

Kunjungan dlm 1 thn N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Log ATP5 Tdk pernah 170 4.3903 .32199 .02470

Pernah 235 4.4235 .29146 .01901

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df Sig. (2-tailed)

Mean Difference

Std. Error Difference

95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper

Log ATP5 Equal variances assumed

1.830 .177 -1.083 403 .279 -.03323 .03067 -.09353 .02707

Equal variances not assumed

-1.066 341.955 .287 -.03323 .03117 -.09453 .02807

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 133: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

10. Hubungan Kemauan untuk membayar dengan Pemanfaatan Puskesmas

T-Test Group Statistics

Kunjungan dlm 1 thn N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Kemauan membayar Puskesmas

Tdk pernah 170 1.53E4 16872.298 1294.046

Pernah 235 2.04E4 17785.312 1160.186

T-Test Group Statistics

Kunjungan dlm 1 thn N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Log WTP Tdk pernah 170 3.7985 .65315 .05009

Pernah 235 4.0777 .52099 .03399

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df Sig. (2-tailed)

Mean Difference

Std. Error Difference

95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper

Log WTP Equal variances assumed 30.547 .000 -4.780 403 .000 -.27920 .05841 -.39402 -.16438

Equal variances not assumed

-4.612 312.552 .000 -.27920 .06054 -.39831 -.16009

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. T Df Sig. (2-tailed) Mean

Difference Std. Error Difference

95% Confidence Interval of the Difference

Lower Upper

Kemauan membayar Puskesmas

Equal variances assumed

.885 .347 -2.900 403 .004 -5082.290 1752.769 -1636.578

Equal variances not assumed

-2.924 374.927 .004 -5082.290 1737.983 -8499.707 -1664.874

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 134: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

11. Hubungan Kepemilikan Jaminan Kesehatan (Asuransi) dengan Pemanfaatan

Puskesmas

Crosstabs

Kepemilikan Jaminan Kes. * Kunjungan dlm 1 thn Crosstabulation

Kunjungan dlm 1 thn

Total Tdk pernah Pernah

Kepemilikan Jaminan Kes.

tidak memiliki Count 122 131 253

% within Kepemilikan Jaminan Kes. 48.2% 51.8% 100.0%

Memiliki Count 48 104 152

% within Kepemilikan Jaminan Kes. 31.6% 68.4% 100.0%

Total Count 170 235 405

% within Kepemilikan Jaminan Kes. 42.0% 58.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value Df Asymp. Sig. (2-

sided) Exact Sig. (2-

sided) Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 10.798a 1 .001 Continuity Correctionb 10.125 1 .001 Likelihood Ratio 10.969 1 .001 Fisher's Exact Test .001 .001

Linear-by-Linear Association 10.771 1 .001 N of Valid Casesb 405 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 63.80.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for Kepemilikan Jaminan Kes. (tidak memiliki / memiliki)

2.018 1.324 3.076

For cohort Kunjungan dlm 1 thn = Tdk pernah 1.527 1.170 1.993

For cohort Kunjungan dlm 1 thn = Pernah

.757 .644 .889

N of Valid Cases 405

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 135: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

12. Hubungan Kesesuaian jam buka Puskesmas dengan Pemanfaatan Puskesmas

Crosstabs

Kesesuaian Jam Buka * Kunjungan dlm 1 thn Crosstabulation

Kunjungan dlm 1 thn

Total Tdk pernah Pernah

Kesesuaian Jam Buka

Belum Sesuai Count 13 19 32

% within Kesesuaian Jam Buka 40.6% 59.4% 100.0%

Sesuai Count 157 216 373

% within Kesesuaian Jam Buka 42.1% 57.9% 100.0%

Total Count 170 235 405

% within Kesesuaian Jam Buka 42.0% 58.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square .026a 1 .872 Continuity Correctionb .000 1 1.000 Likelihood Ratio .026 1 .872 Fisher's Exact Test 1.000 .513

Linear-by-Linear Association .026 1 .872 N of Valid Casesb 405 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13.43.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for Kesesuaian Jam Buka (Belum Sesuai / Sesuai)

.941 .451 1.963

For cohort Kunjungan dlm 1 thn = Tdk pernah .965 .624 1.492

For cohort Kunjungan dlm 1 thn = Pernah 1.025 .760 1.383

N of Valid Cases 405

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 136: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

13. Hubungan Keberadaan Dokter dengan Pemanfaatan Puskesmas

Crosstabs

Keberadaan dokter * Kunjungan dlm 1 thn Crosstabulation

Kunjungan dlm 1 thn

Total Tdk pernah Pernah

Keberadaan dokter

Tidak selalu ada

Count 26 119 145

% within Keberadaan dokter 17.9% 82.1% 100.0%

Selalu ada Count 28 116 144

% within Keberadaan dokter 19.4% 80.6% 100.0%

Total Count 54 235 289

% within Keberadaan dokter 18.7% 81.3% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square .109a 1 .741 Continuity Correctionb .032 1 .858 Likelihood Ratio .109 1 .741 Fisher's Exact Test .765 .429

Linear-by-Linear Association .109 1 .742 N of Valid Casesb 289 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 26.91.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for Keberadaan dokter (Tidak selalu ada / Selalu ada)

.905 .501 1.636

For cohort Kunjungan dlm 1 thn = Tdk pernah

.922 .570 1.492

For cohort Kunjungan dlm 1 thn = Pernah 1.019 .912 1.138

N of Valid Cases 289

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 137: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

14. Hubungan Persepsi Kualitas Puskesmas dengan Pemanfaatan Puskesmas.

Crosstabs

Kualitas Yankes Puskesmas * Kunjungan dlm 1 thn Crosstabulation

Kunjungan dlm 1 thn

Total Tdk pernah Pernah

Kualitas Yankes Puskesmas

Kurang Count 26 103 129

% within Kualitas Yankes Puskesmas 20.2% 79.8% 100.0%

Baik Count 28 132 160

% within Kualitas Yankes Puskesmas 17.5% 82.5% 100.0%

Total Count 54 235 289

% within Kualitas Yankes Puskesmas 18.7% 81.3% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square .331a 1 .565 Continuity Correctionb .180 1 .672 Likelihood Ratio .330 1 .565 Fisher's Exact Test .649 .335

Linear-by-Linear Association .330 1 .566 N of Valid Casesb 289 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 24.10.

b. Computed only for a 2x2 table Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for Kualitas Yankes Puskesmas (Kurang / Baik)

1.190 .658 2.153

For cohort Kunjungan dlm 1 thn = Tdk pernah

1.152 .712 1.863

For cohort Kunjungan dlm 1 thn = Pernah .968 .865 1.083

N of Valid Cases 289

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 138: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

Lampiran 4 :

Hasil Uji Analisis Multivariat Regresi Logistik Ganda

1. Variabel hasil seleksi bivariat yang dimasukkan pada pemodelan awal,

ada 8 variabel masuk dalam uji pemodelan multivariat

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

95.0% C.I.for EXP(B)

Lower Upper

Step 1a Didik_KK2 .085 .254 .112 1 .738 1.089 .661 1.793

Kat_tahu 1.186 .233 25.858 1 .000 3.274 2.073 5.172

Kat_kerja .447 .319 1.960 1 .162 1.563 .836 2.921

Jamkes .403 .248 2.646 1 .104 1.496 .921 2.430

W_tempuh .154 .255 .366 1 .545 1.167 .708 1.924

Penyakit .674 .277 5.923 1 .015 1.963 1.140 3.379

Kat_Transp .485 .264 3.369 1 .066 1.624 .968 2.726

Kat_WTP2 .851 .229 13.858 1 .000 2.342 1.496 3.666

Constant -1.536 .280 30.000 1 .000 .215 a. Variable(s) entered on step 1: Didik_KK2, Kat_tahu, Kat_kerja, Jamkes, W_tempuh, Penyakit, Kat_Transp, Kat_WTP2.

Variabel Didik_KK2 memiliki nilai pvalue terbesar (0,738), dikeluarkan dari pemodelan

2. Setelah variabel Didik_KK2 dikeluarkan dari pemodelan :

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

95.0% C.I.for EXP(B)

Lower Upper

Step 1a Kat_tahu 1.200 .229 27.361 1 .000 3.321 2.118 5.208

Kat_kerja .486 .297 2.681 1 .102 1.626 .909 2.909

Jamkes .403 .248 2.649 1 .104 1.496 .921 2.430

W_tempuh .154 .255 .365 1 .546 1.167 .708 1.924

Penyakit .673 .277 5.890 1 .015 1.959 1.138 3.373

Kat_Transp .490 .264 3.453 1 .063 1.632 .974 2.737

Kat_WTP2 .851 .229 13.870 1 .000 2.342 1.497 3.666

Constant -1.522 .277 30.153 1 .000 .218 a. Variable(s) entered on step 1: Kat_tahu, Kat_kerja, Jamkes, W_tempuh, Penyakit, Kat_Transp, Kat_WTP2.

Perubahan OR tidak ada yang lebih > 10%. Variabel W_tempuh yang memiliki pvalue 0,546 dikeluarkan dari pemodelan

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 139: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

3. Setelah variabel “W_tempuh” dikeluarkan dari pemodelan

Variables in the Equation

B S.E. Wald Df Sig. Exp(B)

95.0% C.I.for EXP(B)

Lower Upper

Step 1a Kat_tahu 1.197 .229 27.276 1 .000 3.310 2.112 5.188

Kat_kerja .492 .297 2.742 1 .098 1.635 .914 2.926

Jamkes .401 .247 2.630 1 .105 1.494 .920 2.425

Penyakit .690 .275 6.268 1 .012 1.993 1.162 3.420

Kat_Transp .563 .234 5.780 1 .016 1.756 1.110 2.780

Kat_WTP2 .854 .228 13.991 1 .000 2.350 1.502 3.676

Constant -1.482 .269 30.468 1 .000 .227 a. Variable(s) entered on step 1: Kat_tahu, Kat_kerja, Jamkes, Penyakit, Kat_Transp, Kat_WTP2.

Perubahan OR tidak ada yang lebih > 10%. Variabel Jamkes yang memiliki pvalue 0,105 dikeluarkan dari pemodelan

4. Setelah variabel “Jamkes” dikeluarkan dari pemodelan

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

95.0% C.I.for EXP(B)

Lower Upper

Step 1a Kat_tahu 1.242 .227 29.872 1 .000 3.463 2.218 5.407

Kat_kerja .643 .281 5.239 1 .022 1.903 1.097 3.301

Penyakit .686 .274 6.238 1 .013 1.985 1.159 3.399

Kat_Transp .611 .232 6.938 1 .008 1.843 1.169 2.903

Kat_WTP2 .834 .227 13.496 1 .000 2.303 1.476 3.594

Constant -1.406 .262 28.713 1 .000 .245 a. Variable(s) entered on step 1: Kat_tahu, Kat_kerja, Penyakit, Kat_Transp, Kat_WTP2.

Perubahan OR variabel Kat_kerja = 16,4% > 10%. Maka Variabel jamkes dimasukkan lagi, dan var Ket_kerja dikeluarkan.

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

95.0% C.I.for EXP(B)

Lower Upper

Step 1a Kat_tahu 1.193 .229 27.165 1 .000 3.297 2.105 5.163

Penyakit .674 .273 6.087 1 .014 1.963 3.354

Kat_Transp .570 .234 5.958 1 .015 1.769 1.119 2.795

Kat_WTP2 .880 .227 15.014 1 .000 2.411 1.545 3.763

Jamkes .535 .234 5.225 1 .022 1.707 1.079 2.699

Constant -1.445 .267 29.302 1 .000 .236 a. Variable(s) entered on step 1: Kat_tahu, Penyakit, Kat_Transp, Kat_WTP2, Jamkes.

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 140: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

Karena setelah variabel Jamkes dikembalikan dan variabel Kat_kerja dikeluarkan, ternyata perubahan OR Jamkes 14% (> 10%), maka variabel Kat_kerja kembali dimasukkan dalam model.

5. Variabel yang masuk pemodelan adalah

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

95.0% C.I.for EXP(B)

Lower Upper

Step 1a Kat_tahu 1.197 .229 27.276 1 .000 3.310 2.112 5.188

Kat_kerja .492 .297 2.742 1 .098 1.635 .914 2.926

Jamkes .401 .247 2.630 1 .105 1.494 .920 2.425

Penyakit .690 .275 6.268 1 .012 1.993 1.162 3.420

Kat_Transp .563 .234 5.780 1 .016 1.756 1.110 2.780

Kat_WTP2 .854 .228 13.991 1 .000 2.350 1.502 3.676

Constant -1.482 .269 30.468 1 .000 .227 a. Variable(s) entered on step 1: Kat_tahu, Kat_kerja, Jamkes, Penyakit, Kat_Transp, Kat_WTP2.

Pada variabel Kat_Kerja dan Jamkes diduga ada interaksi, maka dilakukan uji interaksi

6. Uji interaksi variabel (Kat_Kerja*Jamkes)

Didapatkan nilai pada BLOCK 2: Metode=Enter pada bagian STEP, p= 0,095 > alpha 0,05

Block 2: Method = Enter

Omnibus Tests of Model Coefficients

Chi-square df Sig.

Step 1 Step 2.783 1 .095

Block 2.783 1 .095

Model 68.083 5 .000

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

95.0% C.I.for EXP(B)

Lower Upper

Step 1a Kat_tahu 1.240 .227 29.859 1 .000 3.456 2.215 5.391

Penyakit .645 .274 5.552 1 .018 1.905 1.115 3.257

Kat_Transp .609 .232 6.916 1 .009 1.839 1.168 2.896

Kat_WTP2 .853 .226 14.237 1 .000 2.346 1.507 3.654

Jamkes by Kat_kerja .535 .327 2.677 1 .102 1.708 .899 3.244

Constant -1.350 .259 27.070 1 .000 .259 a. Variable(s) entered on step 1: Kat_tahu, Penyakit, Kat_Transp, Kat_WTP2, Jamkes * Kat_kerja.

Tidak ada interaksi antara variabel “Jamkes” dengan “Kat_Kerja”

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 141: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

7. Didapatkan model akhirnya :

Classification Tablea

Observed

Predicted

Kunjungan dlm 1 thn Percentage

Correct Tdk pernah Pernah

Step 1 Kunjungan dlm 1 thn Tdk pernah 104 66 61.2

Pernah 61 174 74.0

Overall Percentage 68.6

a. The cut value is .500 Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

95.0% C.I.for EXP(B)

Lower Upper

Step 1a Kat_tahu 1.197 .229 27.276 1 .000 3.310 2.112 5.188

Kat_kerja .492 .297 2.742 1 .098 1.635 .914 2.926

Jamkes .401 .247 2.630 1 .105 1.494 .920 2.425

Penyakit .690 .275 6.268 1 .012 1.993 1.162 3.420

Kat_Transp .563 .234 5.780 1 .016 1.756 1.110 2.780

Kat_WTP2 .854 .228 13.991 1 .000 2.350 1.502 3.676

Constant -1.482 .269 30.468 1 .000 .227 a. Variable(s) entered on step 1: Kat_tahu, Kat_kerja, Jamkes, Penyakit, Kat_Transp, Kat_WTP2.

Variabel yang signifikan : Kat_tahu, Penyakit, Kat_Transp, dan Kat_WTP2

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 142: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 143: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 144: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 145: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 146: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 147: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 148: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 149: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 150: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 151: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 152: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 153: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 154: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

Lampiran 7 :

KUESIONER PENELITIAN

INFORMED CONSENT Selamat pagi/siang/malam ibu/bapak................, perkenalkan nama

saya/kami.........., (Bisa dipergunakan sesuai konteks bahasa setempat) saya/ kami adalah tim survey dari penelitian Tesis Program Pascasarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Topik penelitian ini adalah Analisis Pemanfaatan Subsidi Pelayanan Kesehatan Gratis Tingkat Puskesmas di Kabupaten Tabalong. Kami mengharapkan jawaban bapak/ibu akan membantu kami dalam mencapai maksud tersebut. Keikutsertaan bapak/ibu dalam survei ini tidak akan menimbulkan risiko apapun. Jawaban dari bapak/ibu akan kami jaga kerahasiaannya, sehingga hanya peneliti yang mengetahuinya. Hasil survei tidak akan menyebutkan nama individu yang memberi informasi maupun nama responden. Perlu kami jelaskan pula bahwa kegiatan ini tidak berkaitan dengan pemberian bantuan dalam bentuk finansial atau materi apapun.

Partisipasi bapak/ibu dalam survei ini bersifat sukarela, tanpa paksaan sama sekali. Bapak/ ibu bebas memberikan informasi berdasarkan kondisi yang sesungguhnya. Kami akan bertanya sekitar 30 menit dan jika disela – sela wawancara ada keperluan yang harus bapak/ ibu kerjakan, bapak/ ibu dapat meninggalkan atau berhenti dalam wawancara. Kami juga memohon maaf jika pertanyaan-pertanyaan kami membuat bapak /ibu menjadi tidak nyaman. Bapak/ ibu, kami persilahkan untuk tidak menjawab pertanyaan tersebut dan berhak berhenti diwawancarai.

Atas kesediaan Bapak/Ibu meluangkan waktu untuk menjawab pertanyaan kuesioner ini, kami ucapkan banyak terima kasih

Apakah Bapak/Ibu bersedia untuk diwawancarai? 1. Ya 0. Tidak

Tanda Tangan Pewawancara

.............................

Jika responden menolak diwawancarai, ucapkan terimakasih dan lengkapi dihalaman depan.

Kontak Jika anda memiliki pertanyaan mengenai penelitian ini silahkan menghubungi: Amir Su’udi, No. Telp. 081380365771 E-mail: [email protected]

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 155: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

KUESIONER PENELITIAN

ANALISIS PEMANFAATAN SUBSIDI PELAYANAN KESEHATAN GRATIS TINGKAT PUSKESMAS DI KABUPATEN TABALONG TAHUN 2010 A. IDENTITAS RESPONDEN

1. N a m a : ....................................................................

2. Tanggal Lahir/ Umur : .................... ( ....... tahun)

3. Jenis Kelamin : 1) Laki-laki 2) Perempuan

4. Status dalam keluarga : 1) Suami 2) Istri

3) Anak 4) Single

5) Lainnya, sebutkan ……………….

5. a. Pendidikan Responden :

1) Tidak Sekolah 2) Tidak Lulus SD/MI 3) Lulus SD/MI 4) Lulus SLTP/MTs 5) Lulus SLTA/MA 6) Lulus Akademi/PT

7) Lainnya, sebutkan …………………………

5. b. Pendidikan Kepala Keluarga (KK) :

1) Tidak Sekolah 2) Tidak Lulus SD/MI 3) Lulus SD/MI 4) Lulus SLTP/MTs 5) Lulus SLTA/MA 6) Lulus Akademi/PT

7) Lainnya, sebutkan …………………………

6. a. Pekerjaan Responden :

1) Tidak Bekerja 2) Petani 3) Buruh 4) Pedagang, wiraswasta 5) Pegawai Swasta 6) PNS, TNI/Polri, pensiunan 7) Lain-lain, sebutkan ......................

6. b. Pekerjaan Kepala Keluarga (KK) :

1) Tidak Bekerja 2) Petani 3) Buruh 4) Pedagang, wiraswasta 5) Pegawai Swasta 6) PNS, TNI/Polri, pensiunan 7) Lain-lain, sebutkan ......................

7. Jumlah anggota rumah tangga yang tinggal dalam satu rumah : ……. orang

B. PEMANFAATAN PUSKESMAS, CARA DAN SUMBER

PEMBIAYAAN

8. Dalam kurun waktu satu tahun terakhir, apakah ada anggota rumah tangga

bapak/ ibu yang pernah ke Puskesmas ketika sakit ?

1) Tidak pernah � (langsung ke pertanyaan no.10)

2) Pernah � Berapa kali ? (.......)

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 156: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

9. Bila jawaban No.8 “pernah”, kapan terakhir kali ke Puskesmas ?

1) < 1 bulan lalu 2) 1 – < 3 bulan lalu

3) 3 – < 6 bulan lalu 4) 6 - < 12 bulan lalu

10. Jika jawaban No.8 “tidak pernah”, apakah sebelumnya (lebih dari setahun

lalu) pernah berkunjung ke Puskesmas ?

1) Tidak Pernah 2) Pernah, kapan terakhir kali ke Puskesmas .......

11. Ketika anggota rumah tangga berobat ke Puskesmas, apakah mengeluarkan

uang untuk membayar pelayanan kesehatan di Puskesmas tersebut ?

1) Tidak /gratis 2) Ya, Membayar, ……………. (berapa) rupiah

12. Apakah anggota rumah tangga memiliki jaminan pembiayaan

kesehatan/asuransi kesehatan

1) Tidak memiliki

2) Ya, memiliki, Jenisnya : a. PT. Askes

b. PT. Jamsostek

c. Jamkesmas/Askeskin

d. Dana Sehat

e. Asuransi Kesehatan Swasta

f. Jaminan penggantian dari Perusahaan

g. Lainnya, Sebutkan ………………

C. PENGETAHUAN PROGRAM PELAYANAN KESEHATAN GRATIS

13. Apakah bapak/ibu mengetahui atau pernah mendengar adanya Program

Subsidi berobat gratis JPKM (Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat)

Pemda Tabalong?

1) Ya, pernah. 2) Tidak pernah 3) Tidak Tahu

14. Apa persyaratan untuk mendapatkan pelayanan Program Subsidi berobat

gratis JPKM Pemda Tabalong tersebut ?

1) Keluarga yang memiliki KTP Tabalong.

2) Harus orang miskin

3) Tidak ada syarat, gratis untuk semua orang

4) Tidak Tahu

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 157: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

15. Program subsidi berobat gratis JPKM Pemda Tabalong dapat diperoleh

masyarakat di Puskesmas dan Puskesmas Pembantu

1) Ya. 2) Tidak 3) Tidak Tahu

16. Program subsidi berobat gratis JPKM Pemda Tabalong dapat diperolah

masyarakat di Poliklinik atau dokter praktek

1) Ya 2) Tidak. 3) Tidak Tahu

17. Pelayanan rawat jalan di RSUD Tanjung dapat digratiskan dengan program

subsidi berobat gratis JPKM Pemda Tabalong

1) Ya. 2) Tidak 3) Tidak Tahu

18. Pelayanan rawat inap Kelas II di RSUD Tabalong dapat digratiskan dengan

program subsidi berobat gratis JPKM Pemda Tabalong

1) Ya 2) Tidak. 3) Tidak Tahu

19. Untuk mendapatkan pelayanan rawat jalan di RSUD Tanjung dengan program

subsidi berobat gratis JPKM Pemda Tabalong, haruslah :

1) Ada keterangan dari RT/RW

2) Ada rujukan dari poliklinik atau praktek dokter

3) Ada rujukan dari Puskesmas.

4) Tidak Tahu

D. KEBUTUHAN PELAYANAN KESEHATAN

20. Dalam satu tahun terakhir, keluhan sakit apakah yang pernah dirasakan anggota rumah tangga ?

(Bila ada keluhan, pilihan 2 – 9, boleh lebih dari satu))

1) Tidak ada keluhan

2) Panas/ demam

3) Batuk-pilek

4) Asma/sesak nafas

5) Diare/buang-buang air

6) Sakit kepala

7) Sakit gigi

8) Sakit tulang/persendian

9) Luka/cidera

10) Lainnya, Sebutkan .....................................

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 158: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

21. Bila jawaban no. 20 “ada keluhan”, tindakan apa yang dilakukan keluarga

terhadap keluhan tersebut ? (Bisa lebih dari satu pilihan)

1) Dibiarkan saja sembuh/hilang sendiri 1) Ya 2) Tidak

2) Mengobati sendiri dengan membeli obat warung 1) Ya 2) Tidak

3) Mengobati sendiri dengan ramuan tradisional 1) Ya 2) Tidak

4) Pergi ke dukun/pengobat tradisional 1) Ya 2) Tidak

5) Berobat ke pelayanan kesehatan 1) Ya 2) Tidak

22. Bila ada anggota rumah tangga yang sakit dan memilih berobat ke fasilitas

pelayanan kesehatan, biasanya pertama sekali kemana ?

1) Ke Puskesmas

2) Ke rumah sakit

3) Praktek dokter/poliklinik

4) Praktek Perawat/Bidan

5) Lainnya, sebutkan …………………………………..

23. Apa alasan utama memilih fasilitas pelayanan kesehatan tersebut ?

(pada pertanyaan no. 22)

1) Karena mudah dijangkau / dekat rumah

2) Karena biaya berobat yang lebih murah

3) Karena kualitas pelayanannya lebih baik

4) Waktu buka pelayanan sesuai dengan kebutuhan

5) Alasan lain. Sebutkan .............................

24. Berapa besar rata-rata biaya yang dikeluarkan untuk membayar pelayanan

fasilitas kesehatan yang anda pilih tersebut ? Rp. .................

25. Dalam satu tahun terakhir, apakah ada anggota rumah tangga Bapak/ibu yang

pernah didiagnosa mengidap penyakit tertentu oleh dokter atau petugas

kesehatan lainnya ?

1) Tidak pernah/tidak tahu

2) Pernah. Sebutkan diagnosanya : …………………………………..

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 159: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

E. AKSES KE PUSKESMAS

26. Berapakah jarak tempat tinggal bapak/ibu dengan Puskesmas ............ km

27. Berapa rata-rata waktu yang bapak/ibu butuhkan untuk perjalanan ke Puskesmas

pulang pergi ? ............menit

28. Biasanya, anggota rumah tangga bila ke Puskesmas dengan apa :

1) Jalan kaki

2) Naik mobil angkutan umum

3) Naik ojek

4) Naik kendaraan pribadi (sepeda, sepeda motor, mobil)

5) Lainnya, sebutkan ……………………………………..

29. Apakah mudah bagi bapak/ibu untuk mendapatkan angkutan dari tempat tinggal

bapak/ibu menuju Puskesmas

(1) Mudah (2) Tidak Mudah

30. Berapa rata-rata biaya transportasi dari tempat tinggal bapak/ibu ke Puskesmas

pulang pergi ? Rp. …………………

F. PENGELUARAN RATA-RATA RUMAH TANGGA SEBULAN DAN SUMBER PENGHASILAN UTAMA RUMAH TANGGA

Pengeluaran untuk makanan selama satu minggu yang lalu

No. Uraian Pengeluaran untuk Makanan Seminggu Jumlah (Rp)

a. Padi-padian : (Beras, jagung, terigu, tepung beras, tepung jagung, dll)

b. Umbi-umbian (singkong, ubi jalar, kentang, talas, sagu, dll)

c. Ikan (ikan basah, ikan kering)

d. Daging (daging sapi, kerbau, kambing/domba, ayam, jeroan, hati, abon, dendeng, kijang dll)

e. Telur dan Susu (Telur ayam, itik, puyuh, susu segar, susu kental, susu bubuk dll.)

f. Sayur-sayuran (bayam, kangkung, ketimun, wortel, kacang panjang, buncis, bawang, cabe, tomat, dll)

g. Buah-buahan (pisang, jeruk, mangga, apel, durian, rambutan, salak, nanas, semangka, pepaya, dll

h. Minyak dan lemak (minyak kelapa/goreng, kelapa, mentega, keju dll)

i. Bahan minuman (gula pasir, gula merah, teh, kopi, coklat, sirup dll)

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 160: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

j. Bumbu-bumbuan (garam, kemiri, ketumbar, merica, terasi, kecap, vetsin dll

k. Konsumsi lainnya (mie instant, bie basah, bihun, makaroni, kerupuk, emping dll)

l. Makanan dan minuman jadi - Makanan jadi (roti, biskuit, kue basah, bubur,

bakso, gado-gado nasi goreng, nasi rames dll) - Minuman non alkohol (soft drink, es sirop,

limun, air mineral dll)

m. Minuman mengandung alkohol (bir, anggur, wisky dll)

n. Rokok, tembakau dan sirih

o. Total nilai makanan (rincian a s/d n)

Pengeluaran rumah tangga yang bukan makanan

No. Uraian Pengeluaran bukan makanan Sebulan yg lalu (Rp)

12 bulan yg lalu (Rp)

p. Perumahan dan fasilitas rumah tangga, bahan bakar, penerangan dan air (Sewa, perkiraan sewa rumah sendiri, listrik, telepon/HP, pos, minyak tanah, gas, air, kayu dll)

q. Aneka barang dan jasa (Sabun mandi/cuci, perawatan tubuh, transportasi, bacaan, pembuatan KTP/SIM, rekreasi dll)

r. Biaya pendidikan (uang pendaftaran, SPP, BP3, uang pangkal, daftar ulang, pramuka, prakarya, kursus dll

s. Pakaian, alas kaki dan penutup kepala (pakaian jadi, bahan pakaian, sepatu, topi dll)

t. Barang tahan lama (alat rumah tangga, perkakas, alat dapur, alat hiburan (elektronik), alat olah raga, perhiasan, kendaraan, payung, arloji, kamera, HP, pasang telepon, pasang PLN, barang elektronik dll

u. Pajak, pungutan dan asuransi (PBB, pajak kendaraan, retribusi, pajak penghasilan, asuransi kecelakaan/ kesehatan, dll)

v. Keperluan pesta dan upacara/kenduri (perkawinan, ulang tahun, khitanan, upacara keagamaan, upacara adat dll

w. Biaya kesehatan (rumah sakit, Puskesmas, dokter praktek, dukun, obat-obatan dll)

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 161: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

x. Total Nilai Bukan Makanan (rincian p s/d w)

y. Rata-rata pengeluaran makanan sebulan (nilai o dikali 30/7)

z. Rata-rata pengeluaran bukan makanan sebulan (nilai x kolom 3 dibagi 12)

31. Berapa total pengeluaran keluarga sebulan ? (nilai y + z pada tabel) = Rp. …….

G. JAM BUKA PUSKESMAS DAN KEBERADAAN DOKTER

32. Menurut bapak/ibu apakah jam buka pelayanan Puskesmas yang ada sudah

sesuai dengan kebutuhan pelayanan kesehatan rumah tangga ?

1) Sudah sesuai

2) Belum sesuai. Sebaiknya jam buka Puskesmas ……..

33. Menurut pengalaman Bapak/Ibu ketika ke Puskesmas, apakah pemeriksaan di

poli selalu dilakukan oleh dokter ?

1) Ya, selalu diperiksa dokter

2) Kadang diperiksa dokter, kadang tidak (petugas lain)

3) Seringnya tidak diperiksa dokter

4) Tidak diperiksa dokter

5) Tidak tahu, tidak pernah ke Puskesmas

H. PERSEPSI TERHADAP SIKAP PETUGAS DAN KUALITAS PELAYANAN PUSKESMAS

34. Untuk pertanyaan di bawah ini lingkarilah angka pada kolom yang telah disediakan sesuai pendapat bapak/ibu;

No. Pertanyaan

Sangat baik/

sangat memadai

Baik/ memadai

Netral/Biasa

Tidak baik/ Tidak

memadai

Sangat tidak baik/

Sangat tidak

memadai

a Bagaimana sikap petugas Puskesmas di loket pendaftaran

5 4 3 2 1

b. Bagaimana sikap petugas Puskesmas saat di ruang pemeriksaan kesehatan/tindakan

5 4 3 2 1

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 162: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

c. Bagaimana sikap petugas Puskesmas saat di apotik (penjelasan penggunaan obat)

5 4 3 2 1

d. Bagaimana kebersihan lingkungan Puskesmas

5 4 3 2 1

e Bagaimana ketersediaan dan kecukupan obat di Puskesmas

5 4 3 2 1

f. Bagaimana ketersediaan dan kecukupan peralatan di Puskesmas

5 4 3 2 1

g. Bagaimana kualitas pelayanan kesehatan secara umum di Puskesmas

5 4 3 2 1

Total Skor :

I. Kemauan Membayar Pelayanan di Puskesmas

35. Apabila kualitas pelayanan Puskesmas sesuai dengan harapan Bapak/Ibu, dan

tidak ada program pengobatan gratis, berapa besaran biaya yang mau Bapak/Ibu

bayarkan untuk sekali berobat di Puskesmas ? Rp. .........................

Terima kasih atas partisipasi Bapak/Ibu memberikan informasi untuk penelitian ini.

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 163: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

Lampiran 8:

PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM Analisis Pemanfaatan Subsidi Pelayanan Kesehatan Gratis Tingkat Puskesmas

di Kabupaten Tabalong Kalimantan Selatan Tahun 2010

KARAKTERISTIK INFORMAN

Nama : ...............................................................................................

.

Jenis Kelamin

Umur

:

:

...............................................................................................

.

..................... Tahun

Dinas/Kantor : ...............................................................................................

.

Pekerjaan/Jabata

n

Masa Jabatan

:

:

...............................................................................................

.

Mulai tahun

..........................................................................

Pendidikan

Terakhir

: ...............................................................................................

.

Nomor

Telepon/HP

: ...............................................................................................

.

Alamat Tinggal : ...............................................................................................

.

...............................................................................................

.

Pelaksanaan

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 164: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

Wawancara : Hari.............................. Tanggal.....................................

Jam mulai .................... sampai dengan.........................

Tempat wawancara ......................................................

Tanda Tangan Informan

PANDUAN PERTANYAAN WAWANCARA MENDALAM 01 Analisis Pemanfaatan Subsidi Pelayanan Kesehatan Gratis Tingkat Puskesmas

di Kabupaten Tabalong Kalimantan Selatan Tahun 2010 (UNTUK STAKEHOLDER PENGAMBIL KEBIJAKAN PEMDA KAB.

TABALONG)

1. Apakah Bapak berkenan menjelaskan alasan diterapkannya kebijakan subsidi pelayanan kesehatan gratis dalam Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JTS) Kabupaten Tabalong ? (Kapan program tersebut disampaikan dan mulai dijalankan?)

2. Apa Bapak berkenan menjelaskan tujuan yang ingin dicapai dengan adanya program subsidi pelayanan kesehatan gratis di Kabupaten Tabalong (Probing ; bagi masyarakat secara umum dan bagi sektor kesehatan)

3. Kalau pada program Jamkesmas (dulu Askeskin) subsidi yang diberikan oleh pemerintah pusat sasarannya adalah masyarakat miskin saja, dengan menanggung biaya pelayanan kesehatan mulai dari Puskesmas, bahkan pelayanan di Polindes sampai rumah sakit rujukan. Bagaimana dengan konsep program subsidi pelayanan kesehatan gratis di Kabupaten Tabalong ? Mohon penjelasan Bapak. (Probing : Kalau berbeda dengan Jamkesmas, apa alasannya)

4. Menurut Bapak, apakah lingkup pelayanan kesehatan yang dijamin oleh program subsidi program pelayanan kesehatan gratis/JTS tersebut sudah mengakomodasi kebutuhan masyarakat Tabalong terhadap pelayanan kesehatan secara umum ?

5. Seperti kita ketahui, kegiatan-kegiatan program pelayanan kesehatan gratis di Kabupaten Tabalong tentunya baru bisa berjalan bila ada dukungan pendanaan (anggaran). Bagaimana Bapak menganggarkan biaya program tersebut ?

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 165: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

(Probing : Berapa besarannya ? Bagaimana menghitung kebutuhan anggaran tersebut ? Diambilkan dari anggaran apa ? APBD ?)

6. Mohon penjelasan bapak, bagaimana implikasi/pengaruh pendanaan program JTS dengan menerapkan pelayanan kesehatan gratis di Kabupaten Tabalong hingga terhadap anggaran program lannya (Program Pemda secara umum dan program kesehatan lainnya).

(Probing : Meningkatkan anggaran APBD, mengurangi atau tidak dari program lain, terutama anggaran program kesehatan )

7. Dari laporan penyerapan dana JTS Dinas Kesehatan Kabupaten Tabalong untuk pelayanan kesehatan gratis di tingkat Puskesmas, pada tahun 2008, dari Rp. 1 Miliar yang dianggarkan hanya terserap sekitar Rp.94 juta (9,1 %). Bagaimana tanggapan Bapak terkait hal ini?

(Probing : Apakah anggaran tidak mubazir ? Apa penyebabnya ? Apa yang telah dilakukan ?)

8. Sepengetahuan Bapak, apakah pernah mendapatkan laporan keluhan terkait implementasi kebijakan subsidi pelayanan kesehatan gratis /JTS Kabupaten Tabalong ? Probing :

- Kelompok mana yang mengeluh ? Masyarakat atau petugas kesehatannya ?

- Apa keluhan tersebut ? (cakupan program pelayanan gratis, kualitas pelayanan dll)

9. Menurut Bapak, bagaimana implementasi program subsidi pelayanan kesehatan gratis di tingkat Puskesmas dengan pendapatan Puskesmas dan kesejahteraan karyawan Puskesmas? Probing : - Pendapatan Puskesmas meningkat atau menurun (bandingkan pembayaran

pasien secara langsung dengan klaim dari JTS/JTS) - Bagaimana kompensasi untuk insentif karyawan Puskesmas ? Kalau ada

berapa besarannya ? 10. Menurut penilaian Bapak, apakah implementasi program subsidi pelayanan

kesehatan gratis di Kabupaten Tabalong hingga saat ini telah “sesuai dengan yang diharapkan ? (Probing : bagaimana target cakupan kegiatan program ? Mekanisme evaluasi ? Respon oleh masyarakat, derajat kesehatan masyarakat) Apakah Bapak merasa puas dengan hasil program tersebut ? Apa hambatannya ?

11. Apakah Bapak berkenan menjelaskan, bagaimana rencana ke depan tentang kelangsungan program subsidi pelayanan kesehatan gratis JTS di Kabupaten Tabalong ini? Probing : dikaitkan dengan - Peraturan / payung hukum program tsb. - Model programnya ; terus pelayanan kesehatan gratis atau mungkin ke

sistem asuransi.

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 166: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

- Jenis kegiatan programnya, pelayanannya (Di Puskesmas, di RS), sasaran program.

- Besaran anggarannya (ditingkatkan, tetap, menurun) - Kualitas pengelolaannya (manajemen dan pelayanan medisnya)

Tambahan pertanyaan untuk Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten

• Dapatkah Bapak menjelaskan, bagaimana implikasi subsidi pelayanan kesehatan gratis terhadap pelaksanaan program Puskesmas di Kabupaten Tabalong. Probing ; dikaitkan dengan

- Beban kerja staf Puskesmas - Pelaksanaan program Puskesmas lainnya, terutama kegiatan luar gedung - Kualitas pelayanan kesehatan di Puskesmas

Tambahan pertanyaan untuk Pengelola JTS Dinas Kesehatan Kabupaten

• Bagaimana proses pencairan dana program subsidi pelayanan kesehatan gratis di Pemerintah daerah ? (Probing : susah tidak, berapa lama proses pencairan dll)

• Apa saja persyaratan bagi Puskesmas untuk dapat mengklaim biaya pelayanan kesehatan gratis di pengelola JTS/JTS Dinas Kesehatan ?

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 167: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

PANDUAN PERTANYAAN WAWANCARA MENDALAM 02 Analisis Pemanfaatan Subsidi Pelayanan Kesehatan Gratis Tingkat Puskesmas

di Kabupaten Tabalong Kalimantan Selatan Tahun 2010 (KEPALA PUSKESMAS)

1. Mohon penjelasan Bapak/Ibu selaku Kepala Puskesmas, tugas pokok dan fungsi Puskesmas dalam implementasi program subsidi pelayanan kesehatan gratis/ JTS Kabupaten Tabalong? (Probing : siapa yang memberikan tugas? Bupati atau Kadinkes? apa targetnya ?)

2. Pelayanan kesehatan apa saja yang termasuk dalam program subsidi pelayanan kesehatan gratis di tingkat Puskesmas

3. Siapa saja yang berhak mendapatkan pelayanan gratis dari program JTS Kabupaten Tabalong di tingkat Puskesmas ? (Probing : Apa saja syaratnya ? Bagaimana bila tidak ada/ tidak lengkap syarat tersebut)

4. Mohon penjelasan Bapak/Ibu, bagaimana cara pembayaran pelayanan di Puskesmas sebelum dan sesudah diterapkannya subsidi pelayanan kesehatan gratis di Kabupaten Tabalong (Probing : berapa retribusi dan tarif Puskesmas sebelum dan setelah ada program tersebut?)

5. Bagaimana proses klaim pelayanan kesehatan gratis oleh Puskesmas di Pengelola program JTS/JTS Dinas Kesehatan kabupaten ? (Probing : apa persyaratannya, berapa lama cair, susah tidak ? dll.)

6. Untuk pola utilisasi/kunjungan ke Puskesmas, bagaimana trend nya, mulai sebelum dan sesudah program subsidi pelayanan kesehatan gratis tersebut dilaksanakan hingga saat ini? (Probing : naik, tetap, atau menurun, menurut kelompok masyarakat umum, PNS, peserta Jamkesmas, Karyawan swasta dll)

7. Bagaimana implikasi adanya program subsidi pelayanan kesehatan gratis tersebut terhadap pelaksanaan program Puskesmas lainnya ? (Probing : menghambat, menurunkan, meningkatkan dll)

8. Bagaimana implikasi adanya program subsidi pelayanan kesehatan gratis tersebut terhadap pendapatan Puskesmas? (Probing : meningkat atau menurun, apakah ada pengaruhnya terhadap kesejahteraan karyawan Puskesmas)

9. Bagaimana pendapat Bapak/Ibu selaku Kepala Puskesmas dalam melihat dan menyikapi program subsidi Pemda tersebut dibandingkan dengan program Jamkesmas dari Pusat ?

(Probing: dijelaskan menurut keuntungan dan kerugian bagi Puskesmas dari sisi pembiayaan, beban kerja dan kualitas pelayanan)

10. Selama ini, apakah ada keluhan terkait pelaksanaan Program JTS/subsidi pelayanan kesehatan gratis di Puskesmas Bapak/Ibu ? (Probing : keluhan dari masyarakat, petugas kesehatan, apa yang dikeluhkan)

11. Hambatan apa saja yang dihadapi dalam pelaksanaan program tersebut ? Apa usulan kedepan untuk kelangsungan dan perbaikan pengelolaan program subsidi pelayanan kesehatan gratis di Kabupaten Tabalong ini?

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 168: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

PANDUAN PERTANYAAN WAWANCARA MENDALAM 03 Analisis Pemanfaatan Subsidi Pelayanan Kesehatan Gratis Tingkat Puskesmas

di Kabupaten Tabalong Kalimantan Selatan Tahun 2010 (DOKTER / PETUGAS PELAYANAN DI PUSKESMAS)

1. Sejak kapan Bapak/Ibu bertugas di Puskesmas di lingkungan Kabupaten Tabalong ? (Apakah sebelum atau setelah adanya program / JTS Kabupaten Tabalong)

2. Selaku Dokter/petugas pelayanan di Puskesmas, apakah peran Bapak/Ibu dalam implementasi program JTS di Puskesmas ? (Probing : apakah ada SK-nya ?)

3. Dalam memberikan pelayanan medis di Puskesmas, apakah ada beda perlakuan antara pasien yang ditanggung oleh program subsidi pelayanan kesehatan gratis JTS dengan pasien lainnya ? Mohon dijelaskan

4. Menurut pengamatan Bapak/Ibu, bagaimana trend jumlah pengunjung Puskesmas dari sebelum ada program subsidi pelayanan kesehatan gratis hingga saat ini ? (Probing : naik, tetap, atau menurun, menurut kelompok masyarakat umum, PNS, peserta Jamkesmas, Karyawan swasta dll)

5. Bagaimana implikasi adanya program subsidi pelayanan kesehatan gratis tersebut terhadap pelaksanaan tugas dokter lainnya di Puskesmas ? (Probing : menghambat, menurunkan, meningkatkan dll)

6. Bagaimana implikasi adanya program subsidi pelayanan kesehatan gratis tersebut terhadap pendapatan/kesejahteraan karyawan di Puskesmas (Probing : meningkat atau menurun)

7. Selama ini, apakah ada keluhan terkait implementasi Program JTS/subsidi pelayanan kesehatan gratis di Puskesmas Bapak/Ibu ? (Probing : keluhan dari masyarakat, dokter sendiri, petugas kesehatan lain, apa yang dikeluhkan)

8. Selain berdinas di Puskesmas, apakah dokter juga berpraktek pribadi ? Bila ya, apakah ada pengaruh dari implementasi Program JTS/subsidi pelayanan kesehatan gratis di Puskesmas dengan trend kunjungan pasien ditempat praktek dokter ? Mohon dijelaskan

9. Hambatan apa saja yang dihadapi dalam pelaksanaan programJTS/ subsidi pelayanan kesehatan gratis tingkat Puskesmas di Kabupaten Tabalong ? Apa usulan untuk kelangsungan dan perbaikan pengelolaan program ke depan ?

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 169: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 170: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 171: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.

Page 172: T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Amir Su’udi

Tempat/Tanggal Lahir : Tuban, 25 Pebruari 1971

Jenis Kelamin : Laki-laki

Isteri : Kholifatu Sakdiyah

Anak-anak : 1. Azzah Khoridah Maulidiya 2. Azrul Ashar Muhammad

Pekerjaan : PNS di UPTD Puskesmas Pamarangan Kiwa, Dinas Kesehatan Kabupaten Tabalong

Alamat Rumah : Jl. Saturnus Blok C No.9 Komplek mahligai Indah Tanjung Selatan. Kecamatan Murung Pudak Kabupaten Tabalong Kalimantan Selatan 71573

Alamat Kantor : Jl. Jend. Ahmad Yani km 9 Pamarangan Kiwa Kecamatan Tanjung Kabupaten Tabalong 71571

Riwayat Pekerjaan

a. Sekolah Dasar : SDN 008 Babulu Darat Kabupaten Paser, 1983

b. SLTP : SMPN 1 Babulu Darat Kabupaten Paser, 1986

c. SLTA : SMAN 1 Balikpapan, 1989

d. Perguruan Tinggi

Diploma 3 : Akademi Penilik Kesehatan Teknologi Sanitasi Banjarmasin, 1992

Sarjana S1 : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga Surabaya, 2000

Riwayat Pekerjaan

1993 – 1994 : Staf Puskesmas Haruai Kabupaten Tabalong

1994 – 1998 : Staf Puskesmas Tanta Kabupaten Tabalong

2000 – 2001 : Staf Dinas Kesehatan Kabupaten Tabalong

2001 – 2007 : Pimpinan Puskesmas Pamarangan Kiwa Kab. Tabalong

Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.