T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf
Transcript of T 28439-Analisis pemanfaatan-full text.pdf
1
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PEMANFAATAN SUBSIDI PELAYANAN KESEHATAN GRATIS TINGKAT PUSKESMAS
DI KABUPATEN TABALONG KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2010
TESIS
AMIR SU’UDI NPM 0706256581
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT PROGRAM PASCA SARJANA
DEPOK JULI 2010
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
i
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PEMANFAATAN SUBSIDI PELAYANAN KESEHATAN GRATIS TINGKAT PUSKESMAS
DI KABUPATEN TABALONG KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2010
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar MAGISTER KESEHATAN MASYARAKAT
AMIR SU’UDI NPM 0706256581
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
KEKHUSUSAN EKONOMI KESEHATAN DEPOK
JULI 2010
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
ii
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Alloh SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul “ Analisis
Pemanfaatan Subsidi Pelayanan Kesehatan Gratis Tingkat Puskesmas di
Kabupaten Tabalong Kalimantan Selatan Tahun 2010”.
Dalam penyusunan tesis ini, penulis banyak mendapatkan dukungan dan
bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima
kasih, terutama kepada Bapak Prof. dr. Ascobat Gani, MPH., Dr.PH, selaku
pembimbing yang telah mengarahkan penulis hingga selesainya tesis ini. Pada
kesempatan ini, penulis juga menyampaikan banyak terima kasih kepada :
1. Bapak Pujiyanto, SKM., M.Kes yang telah bersedia menguji mulai dari
seminar proposal, seminar hasil hingga ujian tesis dan memberikan banyak
masukan serta bimbingan penulisan tesis ini
2. Bapak dr. Sandi Iljanto, MPH., Bapak drg. M. Kamaruzzaman, MSc., dan Ibu
Dr. Atikah Adyas, SKM., MDM, yang telah bersedia menguji dan
memberikan masukan demi perbaikan tesis ini.
3. Dekan FKM UI, Ketua Departemen AKK dan seluruh Dosen saya di Program
Pasca Sarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat FKM UI.
4. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Tabalong, serta penyelenggara DHS-2.
5. Ibunda, isteri dan anak-anak tercinta, serta adik-adik yang selalu memberikan
dorongan dan menghibur penulis untuk dapat menyelesaikan tesis ini,
6. Teman-teman di Dinas Kesehatan Tabalong, Puskesmas Pamarangan Kiwa,
Puskesmas Hikun, Puskesmas Kelua dan Puskesmas Muara Uya atas
pastisipasinya
7. Teman-teman kuliah angkatan 2007 dan 2008 atas kebersamaannya.
Penulis menyadari banyak sekali kekurangan dan kelemahan dalam
penulisan tesis ini, untuk itu masukan dan saran perbaikan tesis ini sangat penulis
harapkan.
Depok, Juli 2010
Penulis
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
iv
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
v
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
vi
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
vi
ABSTRAK
Nama : Amir Su’udi Program Studi : Ilmu Kesehatan Masyarakat Judul : Analisis Pemanfataan Subsidi Pelayanan Kesehatan
Gratis Tingkat Puskesmas di Kabupaten Tabalong Kalimantan Selatan Tahun 2010
Sejak tahun 2008, Pemerintah Kabupaten Tabalong memberikan subsidi pelayanan kesehatan gratis tingkat Puskesmas melalui program Jaminan Tabalong Sehat (JTS). Sasarannya seluruh penduduk Tabalong yang tidak tercakup oleh asuransi atau jaminan kesehatan. Namun pemanfaatan pelayanan kesehatan Puskesmas dan serapan dana yang telah dianggarkan masih rendah.
Penelitian ini bertujuan mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan rendahnya pemanfaatan subsidi pelayanan kesehatan gratis tingkat Puskesmas di Kabupaten Tabalong. Penelitian ini merupakan studi analitik dengan disain cross sectional. Sampel sebanyak 405 rumah tangga, diambil secara acak sistematik dari klaster 15 desa/kelurahan yang berada di tiga wilayah Puskesmas terpilih. Analisis dilakukan menggunakan statistik regresi logistik ganda.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemanfaatan subsidi pelayanan kesehatan gratis belum optimal. Sebanyak 58% responden pernah memanfaatkan pelayanan kesehatan Puskesmas, dalam setahun terakhir. Faktor yang berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan di Puskesmas adalah pengetahuan, kemauan untuk membayar (WTP), adanya penyakit dan biaya transportasi. Rendahnya pemanfaatan pelayanan Puskemas yang sudah digratiskan terkait dengan kurang optimalnya kegiatan Puskesmas, kurangnya sosialisasi ke masyarakat dan sasaran masyarakat yang diberikan subsidi kurang tepat. Disarankan kepada jajaran kesehatan untuk lebih meningkatkan sosialisasi dan mendekatkan kegiatan program JTS pada masyarakat. Kepada Pemda Tabalong sebaiknya target sasaran subsidi pelayanan kesehatan gratis diprioritaskan pada masyarakat kurang mampu, dan dilakukan upaya peningkatan kualitas pelayanan kesehatan yang lebih komprehensif. Kata Kunci : Pemanfaatan Puskesmas, Subsidi, Tabalong
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
vii
ABSTRACT
Name : Amir Su’udi Study Program : Public Health Sciences Title : Utilization Analysis of Free Health Care Subsidies at
Public Health Centre in Tabalong District, South of Kalimantan, 2010
Since 2008, Government of Tabalong District have been giving free health
care subsidies at public health centre (PHC) through Tabalong Health Security (Jaminan Tabalong Sehat /JTS) program. Targetting of JTS program are all of Tabalong citizen that have not covered by health insurance or health security programs. But, rates of PHC utilization and budget reserved have been low.
This research aim to know the factors that related with low utilization of free health care subsidies at PHC in Tabalong District. This research was analitycal study with cross sectional design. Sampels are 405 household that selected by systematic random from 15 villages cluster at three selected PHC areas. To provide relationship of variables used multiple logistic regression statistical analysis.
Result of the study show that utilization of free health care subsidies were not optimize yet. Just 58% of respondent utilized health care at PHC in the last year. The factors that related with health care utilization at PHC are knowledge, willingness to pay (WTP), diseases avalaibility, and cost of transportation. The low rates utilization of free PHC were also caused by un-optimize of PHC’s activities, lack of promotion the JTS program, not matching of subsidies targetting. For health providers were recommended to increase promotion and enclose the implementation program to the community. For Government of Tabalong District were suggested to provide focussed targetting of JTS program due the poor and near poor citizen, and increasing the health care quality more comprehensive. Key word : PHC utilization, Subsidy, Tabalong
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
vii
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
viii
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ................................................................................... HALAMAN PENGESAHAN .................................................................... KATA PENGANTAR.................................................................................. SURAT PERNYATAAN ............................................................................ HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI .................. ABSTRAK .................................................................................................. ABSTRACT ................................................................................................ DAFTAR ISI................................................................................................ DAFTAR TABEL........................................................................................ DAFTAR GAMBAR................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN................................................................................
i
ii iii iv v
vi vii viii xii xv
xvi
1. PENDAHULUAN ............................................................................... 1 1.1. Latar Belakang...............................................................................
1.2. Rumusan Masalah.......................................................................... 1.3. Pertanyaan Penelitian..................................................................... 1.4. Tujuan Penelitian...........................................................................
1.4.1. Tujuan Umum............................................................ 1.4.2. Tujuan Khusus..............................................................
1.5. Manfaat Penelitian...................................................................... 1.6. Ruang Lingkup Penelitian.............................................................
1 6 6 6 6 7 8 8
2. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 2.1. Pelayanan Kesehatan...................................................................
2.1.1. Batasan Pelayanan Kesehatan ............................................ 2.1.2. Pelayanan Kesehatan Dasar................................................ 2.1.3. Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas)..........................
2.1.3.1. Batasan, Visi dan Misi Puskesmas……….......... 2.1.3.2. Fungsi, Kedudukan dan Tata Kerja
Puskesmas ………………………………........... 2.1.3.3. Program Puskesmas……………………..…....... 2.1.3.4. Target Pemanfaatan Pelayanan Puskesmas ........
2.1.4. Permasalahan Pelayanan Kesehatan Dasar ……............... 2.2. Pembiayaan Pelayanan Kesehatan.................................................
2.2.1. Batasan Pembiayaan Kesehatan…...................................... 2.2.2. Tujuan Pembiayaan Kesehatan........................................... 2.2.3. Sumber Pembiayaan Kesehatan …………….....................
9 9 9
10 10 10
11 12 13 13 14 14 15 16
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
ix
2.3. Subsidi Pelayanan Kesehatan….................................................... 2.3.1. Batasan Subsidi……........................................................... 2.3.2. Pendekatan dalam Pemberian Subsidi................................ 2.3.3. Program Subsidi di Beberapa Negara ……….………...... 2.3.4. Subsidi Pelayanan Kesehatan Gratis di
Kabupaten Tabalong …………………..…….................... 2.3.5. Subsidi dan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan ……........
2.4. Teori Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan...................................... 2.4.1.Teori Demand menurut Grossman, Mills dan Feldstein .... 2.4.2. Model Pemanfaatan Pelayanan Zschock............................ 2.4.3. Model Perilaku (Behavioral Model) menurut
Anderson…………………………………………….......... 2.4.4. Teori Akses pelayanan Aday, Andersen, dan Flemming.. 2.4.5. Teori Perilaku Green ……………………………….......... 2.4.6. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pemanfaatan
Pelayanan Kesehatan ……...…………................................ 2.4.6.1. Karakteristik Rumah Tangga ……….........……... 2.4.6.2. Kebutuhan Pelayanan Kesehatan ……….........…. 2.4.6.3. Akses ke Puskesmas ……………………..........… 2.4.6.4. Kepemilikan Jaminan/Asuransi Kesehatan .......... 2.4.6.5. Status Ekonomi …………………………............. 2.4.6.6. Karakteristik Pelayanan Puskesmas ……….........
19 19 19 20
21 23 23 24 25
26 26 28
28 28 29 30 31 31 33
3. KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS ........................................................................................
35
3.1. Kerangka Konsep........................................................................... 3.2. Variabel dan Definisi Operasional ................................................ 3.3. Hipotesis ……………………………………………………........
35 36 41
4. METODOLOGI PENELITIAN ....................................................... 43 4.1. Disain Penelitian............................................................................
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian......................................................... 4.3. Populasi dan Sampel...................................................................... 4.3.1. Populasi …………………………………………….......... 4.3.2. Sampel ………………………………………………........ 4.4. Teknik Pengumpulan Data............................................................. 4.4.1. Jenis dan Sumber Data ………………………………....... 4.4.2. Instrumen Penelitian ……………………………….......… 4.4.3. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner .................. 4.4.4. Cara Pengumpulan Data ………………….....................… 4.5. Pengolahan Data............................................................................. 4.6. Analisis Data.................................................................................. 4.6.1. Analisis Univariat …………………………....................... 4.6.2. Analisis Bivariat ……………………………...................... 4.6.3. Analisis Multivariat ……………………….....................…
43 43 44 44 44 45 45 46 47 47 48 49 49 49 50
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
x
5. HASIL PENELITIAN ....................................................................... 51 5.1. Gambaran Umum Daerah Penelitian…........................................
5.2. Analisis Univariat ......................................................................... 5.2.1. Karakteristik Responden …………………… 5.2.2. Pemanfaata Puskesmas, Pembayaran Puskesmas dan
Kepemilikan Jaminan/Asuransi ……………………........ 5.2.3. Pengetahuan tentang Program Subsidi Pelayanan
Kesehatan Gratis / Jaminan Tabalong Sehat ………….... 5.2.4. Persepsi / Keluhan Sakit, Adanya Penyakit, Pencarian
dan Biaya Pengobatan ………....................................…... 5.2.5. Akses ke Puskesmas …………………....................…….. 5.2.6. Pengeluaran, Kemampuan dan Kemauan Membayar
Puskesmas………….......................................…………... 5.2.7. Jam Buka, Keberadaan Dokter dan Kualitas Pelayanan
Puskesmas …………………….....................................… 5.3. Analisis Bivariat ……………………………………...................
5.3.1. Hubungan antara Pendidikan KK dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas ………….......……...
5.3.2. Hubungan antara Pengetahuan dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas …………..…………
5.3.3. Hubungan antara Pekerjaan KK dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas …………………….
5.3.4. Hubungan antara Persepsi / Keluhan Sakit dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas ……...
5.3.5. Hubungan antara Adanya Penyakit dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas ...……….….………
5.3.6. Hubungan antara Waktu Tempuh dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas …...………………..
5.3.7. Hubungan antara Biaya Transport ke Puskesmas dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas …...…
5.3.8. Hubungan antara Pengeluaran Rumah Tangga dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas ……..
5.3.9. Hubungan antara Kemampuan untuk membayar (ATP) dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas
5.3.10 Hubungan antara Kemauan untuk membayar (WTP) dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas
5.3.11 Hubungan antara Kepemilikan Asuransi / Jaminan Kesehatan dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas ……….............................................................
5.3.12 Hubungan antara Kesesuaian Jam Buka Puskesmas dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas
5.3.13 Hubungan antara Keberadaan Dokter dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas …...…
5.3.14 Hubungan antara Persepsi Kualitas Pelayanan Puskesmas dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas
51 53 53
54
55
56 58
59
59 61
61
61
62
63
63
64
65
65
66
67
67
68
69
69
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
xi
5.4. Analisis Multivariat ………………………….................………. 5.4.1. Pemilihan Variabel Independen sebagai Variabel
Kandidat Pemodelan .……..................................………. 5.4.2. Hasil Analisis Multivariat …....................………………
70
70 71
6. PEMBAHASAN ................................................................................. 74 6.1. Keterbatasan Penelitian.................................................................
6.2. Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas........................ 6.3. Hubungan Antara Pendidikan dengan Pemanfaatan
Pelayanan Kesehatan di Puskesmas ………………………......... 6.4. Hubungan Antara Pengetahuan dengan Pemanfaatan
Pelayanan Kesehatan di Puskesmas……...……………………... 6.5. Hubungan Antara Pekerjaan dengan Pemanfaatan
Pelayanan Kesehatan di Puskesmas ............................................. 6.6. Hubungan Antara Persepsi / Keluhan Sakit dan Adanya
Diagnosa Penyakit yang diderita dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas ………….............................
6.7. Hubungan Antara Waktu Tempuh dan Biaya Transportasi ke Puskesmas dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas.....................................................................................
6.8. Hubungan Antara Pengeluaran Rumah Tangga, Kemampuan Membayar dan Kemauan Membayar dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas ………………………….....
6.9. Hubungan Antara Kepemilikan Asuransi/Jaminan Kesehatan dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas............
6.10. Hubungan Antara Kesesuaian Jam Buka Puskesmas dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas …………….
6.11. Hubungan Antara Keberadaan Dokter dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas ……………………..…….
6.12. Hubungan Antara Persepsi Kualitas Pelayanan Puskesmas dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas ……
6.13 Implikasi terhadap Kebijakan Subsidi Pelayanan Kesehatan Gratis di Puskesmas melalui Program Jaminan Tabalong Sehat
74 74
75
76
77
77
78
80
81
82
83
83
84
7. KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 88 7.1. Kesimpulan....................................................................................
7.2. Saran............................................................................................... 88 89
DAFTAR REFERENSI ............................................................................ 90
DAFTAR TABEL
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
xii
Nomor Tabel Halaman
1.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Anggaran Sektor Kesehatan dan Anggaran Program JTS, Kabupaten Tabalong Tahun 2007 – 2009 ……………………………………………… 4
1.2 Data Kunjungan Rawat Jalan Pelayanan Kesehatan Dasar ke Puskesmas di Kabupaten Tabalong Tahun 2007 dan 2008……… 5
5.1 Distribusi Karakteristik Responden dan Kepala Rumah Tangga Kabupaten Tabalong Tahun 2010 ……………………………….. 53
5.2 Distribusi Pemanfaatan Pelayanan Puskesmas, Pembayaran Pelayanan Puskesmas dan Kepemilikan Jaminan/Asuransi Kesehatan, Kabupaten Tabalong Tahun 2010 ………..………… 54
5.3 Statistik Diskriptif Frekuensi Pemanfaatan Puskesmas dalam satu Tahun, Kabupaten Tabalong Tahun 2010 ……..………………… 55
5.4 Distribusi Responden Menurut Pengetahuan tentang Program Subsidi Pelayanan Kesehatan Gratis Jaminan Tabalong Sehat (JTS), Kabupaten Tabalong Tahun 2010 ……………………...... 55
5.5 Distribusi Responden Menurut Persepsi/Keluhan Sakit, Kabupaten Tabalong Tahun 2010 ……………………………….. 56
5.6 Statistik Diskriptif Jumlah Keluhan Sakit yang Dialami, Kabupaten Tabalong Tahun 2010 ………..……………………… 57
5.7 Distribusi Responden Menurut Kategori Keluhan Sakit, Pencarian Pengobatan dan Alasannya, serta Adanya Diagnosa Penyakit, Kabupaten Tabalong Tahun 2010 .......………………... 57
5.8 Statistik Diskriptif Jumlah Biaya Dibayarkan pada Sarana Kesehatan yang Dipilih, Kabupaten Tabalong Tahun 2010 …….. 58
5.9 Statistik Diskriptif Jarak, Waktu Tempuh, dan Biaya Transportasi ke Puskesmas, Kabupaten Tabalong Tahun 2010 … 58
5.10 Distribusi Responden Menurut Cara dan Kemudahan Mendapatkan Angkutan ke Puskesmas, Kabupaten Tabalong Tahun 2010 ………………………………………………………
59
5.11
Statistik Diskriptif Pengeluaran Rumah Tangga, Kemampuan Membayar (ATP), dan Kemauan Membayar (WTP) Pelayanan Puskesmas, Kabupaten Tabalong Tahun 2010 ......………………
59
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
xiii
5.12 Distribusi Responden Menurut Kesesuaian Jam Buka Puskesmas, Pemeriksaan oleh Dokter dan Persepsi Kualitas Pelayanan Puskesmas, Kabupaten Tabalong Tahun 2010 …………………..
60
5.13 Skor Penilaian Responden Terhadap Indikator Kualitas Pelayanan Puskesmas, Kabupaten Tabalong Tahun 2010 ………. 60
5.14 Statistik Hubungan antara Pendidikan KK dengan Pemanfaatan Pelayanan kesehatan di Puskesmas, Kabupaten Tabalong Tahun 2010 ................................................................................................ 61
5.15 Statistik Hubungan antara Pengetahuan dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas, Kabupaten Tabalong Tahun 2010 ……………………………………………………………… 62
5.16 Statistik Hubungan antara Pekerjaan KK dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas, Kabupaten Tabalong Tahun 2010 ……………………………………………………………… 62
5.17 Statistik Hubungan antara Persepsi/Keluhan Sakit dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas, Kabupaten Tabalong Tahun 2010 …………………………………………… 63
5.18 Statistik Hubungan antara Adanya Diagnosa Penyakit dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas, Kabupaten Tabalong tahun 2010 ...…………………………………………... 64
5.19 Statistik Hubungan antara Waktu Tempuh dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas, Kabupaten Tabalong Tahun 2010 ……………………………………………………………… 64
5.20 Statistik Hubungan antara Biaya Transportasi ke Puskesmas dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas, Kabupaten Tabalong Tahun 2010 ………………………………. 65
5.21 Statistik Hubungan antara Pengeluaran Rumah Tangga dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas, Kabupaten Tabalong Tahun 2010 ……. …………………………………….. 66
5.22 Statistik Hubungan antara Kemampuan Membayar (ATP) Rumah Tangga dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas, Kabupaten Tabalong Tahun 2010 ……….. ………...
66
5.23 Statistik Hubungan Kemauan Membayar (WTP) Rumah Tangga dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas, Kabupaten Tabalong Tahun 2010 ……………………………….. 67
5.24
Statistik Hubungan antara Kepemilikan Jaminan Kesehatan dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas, Kabupaten Tabalong Tahun 2010 ……………………………..…
68
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
xiv
5.25 Statistik Hubungan antara Kesesuaian Jam Buka Puskesmas dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas, Kabupaten Tabalong Tahun 2010 …………..…………………… 68
5.26 Statistik Hubungan antara Keberadaan Dokter dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas, Kabupaten Tabalong Tahun 2010 …………………………………………… 69
5.27 Statistik Hubungan antara Persepsi Kualitas Pelayanan Puskesmas dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas, Kabupaten Tabalong Tahun 2010 ………………….. 70
5.28 Pemilihan Variabel Independen, sebagai Variabel Kandidat Pemodelan Uji Multivariat Regresi Logistik Berganda …………. 71
5.29 Hasil Analisis Multivariat Tahap Akhir untuk Variabel yang Berhubungan dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas ……………………………………………………….. 72
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
xv
DAFTAR GAMBAR
Nomor Gambar Halaman
2.1 Skema Hubungan Fungsi dan Tujuan Sistem Kesehatan Menurut WHO (2000)…………………………….. ……………………… 16
2.2 Diagram Pengambilan Pilihan Sistem Pembiayaan Program Kesehatan Menurut WHO (2000)……………………….. ……… 18
2.3 Kerangka Teori untuk Studi Akses (Aday, et al., 1980)...……….. 27
3.1 Kerangka Konsep Penelitian …………………………………….. 35
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Lampiran
1. Variabel Penelitian 2. Hasil Uji Validitas dan Reabilitas Kuesioner
3. Hasil Uji Bivariat Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pemanfaatan
Subsidi Pelayanan Kesehatan Gratis Tingkat Puskesmas di Kabupaten Tabalong Tahun 2010.
4. Hasil Uji Analisis Multivariat Regresi Logistik Ganda 5. Matrik Hasil Wawancara Mendalam dengan Penentu Kebijakan dan Pelaksana
Program JTS di Tingkat Kabupaten
6. Matrik Hasil Wawancara Mendalam dengan Provider Kesehatan di Tingkat Puskesmas
7. Kuesioner Penelitian
8. Pedoman Wawancara Mendalam
9. Surat Izin Penelitian dan Menggunakan Data.
10. Surat Pemberitahuan Penelitian
11. Daftar Riwayat Hidup
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
1 Universitas Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan merupakan hak asasi setiap orang. Setiap orang mempunyai
hak yang sama untuk memperoleh akses pelayanan kesehatan yang aman, bermutu
dan terjangkau (UU Kesehatan No.36/2009). Karena, kesehatan merupakan
komponen penting dalam kesejahteraan (Samuelson, 2001:p.480). Maka negara
harus menjamin agar penduduknya dapat hidup sehat dan produktif.
Tujuan pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran,
kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar dapat terwujud
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya (Depkes RI, 2006). Namun,
adanya krisis ekonomi pada tahun 1997, turut menyebabkan menurunnya
kemandirian masyarakat dalam bidang kesehatan. Krisis ekonomi telah
meningkatkan jumlah masyarakat miskin, dari 11,3% atau 22,4 juta penduduk
pada tahun 1996, menjadi 24,2% atau 49,5 juta penduduk pada tahun 1998
(Depkes RI, 2003:p.1). Sementara, hasil Susenas 2001 menunjukkan bahwa
kesakitan dan kematian lebih banyak terjadi pada kelompok miskin, yang salah
satu penyebabnya adalah kesulitan terhadap akses pelayanan kesehatan (Gani,
2002 dalam Thabrany, 2009:p.41).
Sebagai upaya menanggulangi dampak krisis, tahun 1999 pemerintah
mengeluarkan program Jaring Pengaman Sosial Bidang Kesehatan (JPS-BK).
Program JPS-BK bertujuan untuk mempertahankan status kesehatan keluarga
miskin pada kondisi krisis, dengan memberikan subsidi biaya pelayanan
kesehatan bagi keluarga miskin, baik di Puskesmas maupun di rumah sakit
(Depkes RI, 2003;p.1). Kebijakan subsidi biaya pelayanan kesehatan tersebut
terus berlanjut hingga tahun 2009. Anggaran program Askeskin/Jamkesmas
Rp.2,323 triliun untuk sasaran 36.146.700 jiwa tahun 2005, menjadi Rp.4,6
trilliun, untuk sasaran 76,4 juta penduduk miskin dan hampir miskin pada tahun
2007, 2008 dan 2009 (Depkes, 2009a).
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
2
1 Universitas Indonesia
Sementara itu, beberapa pemerintah daerah juga mengembangkan sistem
pembiayaan kesehatannya masing-masing. Maksud utamanya adalah untuk
meringankan beban masyarakat dalam membiayai kesehatannya. Secara umum
arah pengembangan sistem jaminan kesehatan daerah tersebut adalah sistem
asuransi kesehatan dan pelayanan kesehatan gratis. Menurut data Depkes RI,
hingga bulan Juli 2008, tercatat ada 36 kabupaten/kota yang telah
mengembangkan sistem asuransi kesehatan dan 60 kabupaten/kota
mengembangkan sistem pelayanan kesehatan gratis (Gani dkk, 2008).
Diantara alasan Pemda memilih kebijakan pelayanan kesehatan gratis
adalah bahwa retribusi yang diterima dari pelayanan kesehatan dasar relatif kecil
dan dapat ditanggung oleh APBD bila digratiskan. Alasan lainnya adalah dengan
menggratiskan pelayanan bagi seluruh penduduk, maka Pemda tidak lagi
direpotkan masalah identifikasi penduduk miskin (Gani dkk, 2008). Sayangnya,
kebijakan tersebut seringkali tidak diikuti dengan perhitungan yang cermat,
berapa besaran biaya yang diperlukan secara komprehensif. Akibatnya agar janji
dapat ditepati, pelayanan kesehatan gratis yang diberikan dibatasi pada pelayanan
tertentu, seperti cukup pelayanan kesehatan di Puskesmas saja (Junadi,
2008:p.650).
Namun begitu, penurunan pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan
akibat krisis belum sepenuhnya pulih. Meskipun peluncuran program Askeskin
telah meningkatkan akses pemanfaatan layanan rawat jalan masyarakat miskin
pada fasilitas kesehatan publik pada tahun 2006 dibandingkan tahun 2005. Antara
5,3 – 6,8% populasi mengunjungi Puskesmas setidaknya sekali dalam sebulan
(World Bank, 2008: p.19-21). Akan tetapi, jika dibandingkan sebelum krisis pada
tahun 1993, sekitar 52,7% orang yang sakit mengunjungi fasilitas kesehatan,
26,7% melakukan pengobatan sendiri (self-treatment) dan 20,6% tidak mencari
pengobatan, maka pada tahun 2006 hanya 34,1% yang mencari pengobatan di
fasilitas kesehatan, sementara 51,2% justru mengandalkan pengobatan sendiri dan
14,6% tidak mencari pengobatan sama sekali.
Sementara itu, dari hasil kajian Gani, dkk (2008b) di Batam, dengan
diterapkannya pelayanan kesehatan gratis meningkatkan pemanfaatan Puskesmas
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
3
1 Universitas Indonesia
tiga kali lipat untuk masyarakat umum, dan hanya 1,3 kali untuk keluarga miskin.
Sementara pemanfaatan dengan kartu asuransi justru menurun (0,8 kali). Hal ini
menunjukkan bahwa, meskipun secara umum efektif meningkatkan pemanfaatan
Puskesmas, namun dirasa belum adil (inequity and unfairness). Karena yang
banyak menikmati subsidi bukanlah masyarakat miskin, justru masyarakat mampu
dan perusahaan asuransi. Sementara itu, akibat peningkatan utilisasi tersebut,
maka beban kerja staf Puskesmas naik 2-3 kali untuk pelayanan kuratif,
berkurangnya waktu untuk kegiatan kesehatan masyarakat ke luar gedung,
sedangkan pendapatan mereka justru menurun.
Kabupaten Tabalong Propinsi Kalimantan Selatan merupakan salah satu
daerah yang menerapkan kebijakan program pelayanan kesehatan gratis bagi
penduduknya. Program ini dicanangkan dengan Peraturan Bupati No. 03 Tahun
2008, tanggal 3 Maret 2008 tentang Pedoman Program Jaminan Pemeliharaan
Kesehatan Masyarakat (JPKM) Kabupaten Tabalong. Sasarannya adalah semua
masyarakat Tabalong (dibuktikan dengan KTP atau Kartu Keluarga), yang belum
mempunyai jaminan pemeliharaan kesehatan, tanpa membedakan kemampuan
ekonomi dan kemauan masyarakat untuk membayar layanan kesehatan di tingkat
Puskesmas.
Dana subsidi pelayanan kesehatan gratis Program JPKM Tabalong
dianggarkan dari APBD. Pada tahun 2008, Pemda Tabalong mengalokasikan
anggaran empat milliar untuk subsidi pelayanan kesehatan gratis. Sebanyak satu
milliar untuk pelayanan kesehatan gratis di Puskesmas dan tiga milliar untuk
pelayanan kesehatan rujukan di RSUD H. Badaruddin Tanjung. Program JPKM
Tabalong tersebut kemudian diganti sebutannya dengan program Jaminan
Tabalong Sehat (JTS). Program tersebut dikelola oleh tim JTS yang
berkedudukan di Dinas Kesehatan Kabupaten Tabalong.
APBD Kabupaten Tabalong dari tahun 2007 sampai 2009 mengalami
peningkatan yang berarti. Secara nominal, anggaran kesehatan juga mengalami
peningkatan. Namun dilihat persentasenya terhadap APBD terlihat adanya
penurunan. Anggaran kesehatan tahun 2007 sebesar Rp. 37.856.666.750,- (8,65%
APBD Kabupaten ) menjadi Rp.42.068.012.160 (6,71% APBD Kabupaten) tahun
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
4
1 Universitas Indonesia
2008, kemudian anggaran kesehatan tahun 2009 menjadi Rp.44.453.369.948,-
(6,22% APBD Kabupaten). Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 1.1 berikut.
Tabel 1.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Anggaran Sektor Kesehatan dan
Anggaran Program JTS, Kabupaten Tabalong Tahun 2007 – 2009
Uraian Besarnya Anggaran (Rp)
2007 2008 2009 APBD Kab. Tabalong 437.641.255.979, 626.852.103.348 715.049.306.258
APBD Sektor Kesehatan 37.856.666.750,- 42.068.012.160 44.453.369.948
Anggaran Program JTS di Puskesmas
- 1.000.000.000 500.000.000
Sumber : DPA-SKPD Dinas Kesehatan 2009 dan Profil Kesehatan Kabupaten Tabalong Tahun 2008
Adapun anggaran untuk program JTS sebesar satu milliar rupiah pada
tahun 2008 sebagai awal pelaksanaan program, karena penyerapan yang rendah,
turun menjadi Rp.500.000.000,- pada tahun 2009. Namun untuk tahun 2010 ini,
anggaran untuk program JTS dinaikkan kembali menjadi satu milliar rupiah.
Salah satu tujuan program JTS Kabupaten Tabalong adalah untuk
meningkatkan pemanfaatan pelayanan kesehatan di Puskesmas. Dari data Profil
Kesehatan Kabupaten Tabalong kunjungan rawat jalan per Puskesmas tahun 2007
dan 2008, memang terlihat adanya peningkatan. Pada tahun 2007 dengan
penduduk 190.137 jiwa, terdapat 46.964 kunjungan ke Puskesmas (24,70% per
tahun, atau rata-rata 2,06% per bulan). Sedangkan tahun 2008 dengan penduduk
197.095 jiwa terdapat 87.893 kunjungan ke Puskesmas (44,59% per tahun, atau
rata-rata 3,72% per bulan).
Karena pelayanan kesehatan Puskesmas di Kabupaten Tabalong secara
umum telah digratiskan (disubsidi), baik melalui program Jamkesmas maupun
program JTS oleh Pemda Tabalong, maka peningkatan kunjungan rawat jalan ke
Puskesmas tersebut masih di bawah target. Menurut Standar Pelayanan Minimal
(SPM) Bidang Kesehatan Tingkat Kabupaten tahun 2008, cakupan pelayanan
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
5
1 Universitas Indonesia
kesehatan dasar yang telah disubsidi, seperti pada masyarakat miskin adalah 100%
setahun atau sekitar 8,3% per bulan (Depkes RI, 2008b).
Secara rinci kunjungan ke Puskesmas seperti terlihat pada Tabel 1.2
berikut.
Tabel 1.2 Data Kunjungan Rawat Jalan Pelayanan Kesehatan Dasar ke Puskesmas
di Kabupaten Tabalong Tahun 2007 dan 2008
No. Nama Puskesmas Jumlah
Kunjungan Thn 2007
Rasio Kunjungan 2007 (%)
Jumlah KunjunganThn 2008
Rasio Kunjungan 2008 (%)
% Peningkatan Kunjungan
Kategori Pening- katan
1. Banua Lawas 3,475 19.82 6,465 35.49 79.08 Rendah
2. Pugaan 2,281 35.55 4,403 67.22 89.08 Sedang
3. Kelua 4,845 34.38 14,039 92.65 169.49 Tinggi
4. Mungkur Agung 1,223 19.35 3,069 50.22 159.56 Tinggi
5. Muara Harus 1,757 30.55 3,070 51.12 67.37 Rendah
6. Tanta 7,106 48.90 14,039 93.39 90.99 Sedang
7. Pamarangan Kiwa 3,947 49.94 7,559 97.03 94.29 Sedang
8. Hikun 4,714 23.24 8,196 38.23 64.48 Rendah
9. Murung Pudak 8,021 25.09 21,932 66.16 163.72 Tinggi
10. Haruai 1,311 6.75 2,551 12.69 88.07 Sedang
11. Bintang Ara 641 8.61 1,231 15.88 84.56 Sedang
12. Upau 1,534 25.41 3,278 50.69 99.48 Sedang
13. Muara Uya 3,911 24.34 7,713 47.96 97.04 Sedang
14. Ribang 1,227 32.80 2,596 61.49 87.47 Sedang
15. Jaro 971 7.70 1,791 13.75 78.53 Rendah
Total Kabupaten 46,964 24.70 87,893 44.59 80.54
Sumber : Data Profil Kesehatan Kabupaten Tabalong Tahun 2007 dan 2008 (diolah)
Akibat kunjungan ke Puskesmas yang masih rendah, maka serapan dana
pelayanan kesehatan gratis pun sangat sedikit. Dari total dana Rp.1.000.000.000,-
yang dikelola tim Jaminan Tabalong Sehat tahun 2008, hanya berkisar
Rp.94.131.500,- atau 9,41 % saja yang dapat diklaim oleh Puskesmas se
Kabupaten Tabalong. Rendahnya kunjungan rawat jalan dan serapan dana tersebut
menunjukkan bahwa program subsidi pelayanan kesehatan gratis di Puskesmas di
kabupaten Tabalong belum berjalan dengan optimal.
Rendahnya pemanfaatan pelayanan dasar tingkat Puskesmas yang telah
disubsidi dapat turut menghambat upaya peningkatan derajat kesehatan
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
6
1 Universitas Indonesia
masyarakat. Karena, kondisi tersebut dapat berimplikasi pada rendahnya
kemampuan Puskesmas untuk deteksi dini berbagai penyakit, seperti TB paru,
pneumonia pada balita, diare dan penyakit lainnya. Data Profil Kesehatan
Tabalong tahun 2008 menunjukkan bahwa penemuan kasus baru TB paru masih
23,3% dari target yang ditentukan. Penemuan kasus pneumonia baru 11,7 % dari
target, dan penemuan kasus dini diare, baru 36,44% dari target, sehingga masih
ditemukan kematian akibat diare.
Selama ini belum pernah dilakukan kajian tentang faktor-faktor apa saja
yang berhubungan dengan rendahnya pemanfaatan pelayanan kesehatan dasar
yang telah digratiskan di Kabupaten Tabalong, sehingga perlu dilakukan suatu
kajian, agar dapat dijadikan acuan untuk perbaikan program kesehatan ke depan.
1.2 Rumusan Masalah
Program subsidi pelayanan kesehatan gratis tingkat Puskesmas di
Kabupaten Tabalong belum dimanfaatkan oleh masyarakat secara optimal.
Meskipun telah digratiskan, kunjungan rawat jalan tingkat Puskesmas selama
tahun 2008 masih rendah, yaitu 44,59 % setahun atau 3,72 % per bulan dari
jumlah penduduk. Kunjungan tersebut masih di bawah rata-rata pemanfaatan
Puskesmas oleh masyarakat di Indonesia menurut World Bank (2008: p.19-21),
yaitu antara 5,3 – 6,8% populasi mengunjungi Puskesmas setidaknya sekali dalam
sebulan. Sedangkan target Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang ditetapkan
Depkes RI (2008), bahwa cakupan pelayanan kesehatan dasar yang telah disubsidi
adalah 100% setahun (8,3% per bulan).
1.3 Pertanyaan Penelitian
Faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan rendahnya pemanfaatan
subsidi pelayanan kesehatan gratis tingkat Puskesmas di Kabupaten Tabalong ?
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
7
1 Universitas Indonesia
Diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan rendahnya
pemanfaatan subsidi pelayanan kesehatan gratis tingkat Puskesmas di Kabupaten
Tabalong tahun 2010
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Diketahuinya hubungan antara pendidikan dengan pemanfaatan subsidi
pelayanan kesehatan gratis di Puskesmas
2. Diketahuinya hubungan antara pengetahuan dengan pemanfaatan
subsidi pelayanan kesehatan gratis di Puskesmas
3. Diketahuinya hubungan antara pekerjaan dengan pemanfaatan subsidi
pelayanan kesehatan gratis di Puskesmas
4. Diketahuinya hubungan antara persepsi sakit dengan pemanfaatan
subsidi pelayanan kesehatan gratis tingkat Puskesmas
5. Diketahuinya hubungan antara adanya penyakit yang diderita dengan
pemanfaatan subsidi pelayanan kesehatan gratis di Puskesmas
6. Diketahuinya hubungan antara waktu tempuh dengan pemanfaatan
subsidi pelayanan kesehatan gratis di Puskesmas
7. Diketahuinya hubungan antara biaya transportasi dengan pemanfaatan
subsidi pelayanan kesehatan gratis di Puskesmas
8. Diketahuinya hubungan antara pengeluaran rumah tangga dengan
pemanfaatan subsidi pelayanan kesehatan gratis di Puskesmas
9. Diketahuinya hubungan antara kemampuan untuk membayar dengan
pemanfaatan subsidi pelayanan kesehatan gratis di Puskesmas
10. Diketahuinya hubungan antara kemauan untuk membayar dengan
pemanfaatan subsidi pelayanan kesehatan gratis di Puskesmas
11. Diketahuinya hubungan antara kepemilikan jaminan/asuransi kesehatan
dengan pemanfaatan subsidi pelayanan kesehatan gratis di Puskesmas
12. Diketahuinya hubungan antara kesesuaian jam buka Puskesmas dengan
pemanfaatan subsidi pelayanan kesehatan gratis di Puskesmas
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
8
1 Universitas Indonesia
13. Diketahuinya hubungan antara keberadaan dokter dengan pemanfaatan
subsidi pelayanan kesehatan gratis di Puskesmas
14. Diketahuinya hubungan antara persepsi kualitas pelayanan Puskesmas
dengan pemanfaatan subsidi pelayanan kesehatan gratis di Puskesmas
1.5 Manfaat Penelitian
1. Bagi Instansi Terkait
- Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Tabalong, sebagai informasi dan
bahan masukan upaya meningkatkan akses masyarakat terhadap
pelayanan kesehatan dasar di Puskesmas dan jajarannya
- Bagi pemerintah Kabupaten Tabalong, sebagai bahan pertimbangan
untuk program pemberian subsidi pelayanan kesehatan.
2. Bagi Peneliti
Sebagai pembelajaran untuk dapat melakukan suatu penelitian sebagai
penerapan proses berfikir ilmiah.
3. Bagi Peneliti Lain
Sebagai tambahan khasanah pemikiran dan informasi dalam hal penelitian
tentang pemanfaatan Puskesmas dan subsidi layanan kesehatan gratis.
1.6 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Tabalong Kalimantan Selatan pada
tanggal 12 - 28 April 2010. Unit analisis penelitian adalah rumah tangga di
wilayah Puskesmas Kelua, Puskesmas Muara Uya dan Puskesmas Hikun
Kabupaten Tabalong, yang mewakili Puskesmas dengan peningkatan kunjungan
tinggi, sedang dan rendah. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara
menggunakan kuesioner terhadap responden yang mewakili masing-masing
rumah tangga pada 15 desa/kelurahan terpilih di tiga wilayah Puskesmas tersebut.
Bertujuan mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan pemanfaatan
subsidi pelayanan kesehatan gratis tingkat Puskesmas.
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
9 Universitas Indonesia
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pelayanan Kesehatan
2.1.1 Batasan Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kesehatan (health services) adalah setiap upaya yang
diselenggarakan, baik sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi
untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan
penyakit serta memulihkan kesehatan perseorangan, keluarga, kelompok dan
ataupun masyarakat (Levey & Loomba, 1973 dalam Azwar, 1996:p.35; Ilyas,
2006:p.6). Pelayanan kesehatan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
status kesehatan seseorang, selain faktor perilaku, lingkungan dan keturunan
(Blum, 1974 dalam Notoatmodjo, 2007;p.165-166).
Pelayanan kesehatan sebagai produk jasa memiliki keunikan dengan ciri
utama (1) adanya sifat ketidakpastian (uncertainty) terkait waktu, tempat urgensi
dan biaya, (2) adanya ketidakseimbangan informasi (asymetry of information)
antara provider dengan pengguna jasa, dan (3) adanya manfaat atau risiko
kerugian bagi orang lain (externality) (Ilyas, 2006:p.6). Adapun syarat pokok
suatu pelayanan kesehatan dapat dikatakan baik menurut Azwar (1996; p.38-39),
haruslah (1) tersedia dan berkesinambungan (available and continuous), (2) dapat
diterima dan wajar (acceptable dan appropriate), (3) mudah dicapai (accessible),
(4) mudah dijangkau (affordable) dan (5) bermutu (quality).
Secara umum ada tiga jenjang pelayanan kesehatan, yaitu (Azwar, 1996;
p.41-42 ; UU Kesehatan No.36/2009 pasal 30 ayat 2)
1. Pelayanan kesehatan tingkat pertama (primary health services). Yaitu
pelayanan kesehatan dasar yang bersifat pokok (basic health services).
Umumnya, bersifat pelayanan rawat jalan (ambulatory/out patient services).
2. Pelayanan kesehatan tingkat kedua (secondary health services). Yaitu
pelayanan kesehatan yang lebih lanjut. Sifatnya rawat inap (in patient
services) dan untuk menyelenggarakannya dibutuhkan tenaga spesialis.
3. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga (tertiary health services). Sifatnya lebih
kompleks dan untuk menyelenggarakannya dibutuhkan tenaga subspesialis.
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
10
1 Universitas I ndonesia
2.1.2 Pelayanan Kesehatan Dasar
Dalam konsep primary health care (PHC) dari Alma-Ata International
Conference tahun 1978 dan WHO, pelayanan kesehatan primer diposisikan
sebagai kontak pertama bagi pasien dan mensyaratkan pentingnya peran serta
masyarakat. Definisi menurut Alma-Ata; “Primary health care is essential health
care based on practical, scientifically sound and socially acceptable methods and
technology made universally accessible to individuals and families in the
community through their full participation and at cost that the spirit of self-
reliance and self-determination” (Goel, 2001; p.40-41).
Pelayanan kesehatan dasar atau pelayanan kesehatan primer merupakan
upaya penting dalam pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Azwar (1996:p.41)
menyebutkan bahwa pelayanan kesehatan tingkat pertama (primary health care)
adalah pelayanan kesehatan yang bersifat pokok (basic health services), umumnya
bersifat pelayanan rawat jalan. Pelayanan kesehatan dasar yang cepat dan tepat
diharapkan mampu mengatasi sebagian besar masalah kesehatan masyarakat.
2.1.3 Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas)
Dalam sistem pelayanan kesehatan di Indonesia, Puskesmas merupakan
ujung tombak terdepan. Memberikan pelayanan kesehatan dasar adalah salah satu
fungsi Puskesmas (Azwar, 1996:p.119; Depkes, 2009b:p. 98). Sebagai
perpanjangan jangkauan pelayanan terhadap masyarakat, Puskesmas didukung
oleh sarana Puskesmas Pembantu (Pustu), Puskesmas Keliling dan
Poskesdes/Polindes. Hingga akhir tahun 2008, terdapat 8.548 Puskesmas di
Indonesia. Terdiri 6.110 Puskesmas non perawatan dan 2.438 Puskesmas
perawatan, dengan rasio 3,74 Puskesmas terhadap 100.000 penduduk (jumlah
penduduk 228.623.342 jiwa). Jumlah Pustu sebanyak 23.163 unit, ditambah
dengan 11.271 Poskesdes dan 25.271 Polindes (Depkes RI, 2009b).
2.1.3.1 Batasan, Visi dan Misi Puskesmas
Pengertian Puskesmas (Depkes RI, 1990;p.B-1), “adalah suatu kesatuan
organisasi kesehatan fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan
masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat disamping memberikan
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
11
1 Universitas I ndonesia
pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah
kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok”.
Seiring adanya reformasi bidang kesehatan, maka kebijakan tentang
Puskesmas juga mengalami perubahan. Menurut SK Menkes RI No.
128/Menkes/SK/II/2004 tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat,
pengertian Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas (UPTD) kesehatan
kabupaten/kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan sebagian tugas teknis
dinas kesehatan kabupaten/kota dalam suatu wilayah kerja (Trihono, 2005).
Dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya, visi
Puskesmas adalah tercapainya kecamatan sehat menuju terwujudnya Indonesia
Sehat. Indikator utama kecamatan yang sehat yaitu (1) lingkungan sehat, (2)
perilaku sehat, (3) cakupan pelayanan kesehatan yang bermutu, dan (4) derajat
kesehatan penduduk kecamatan. Sedangkan misi Puskesmas adalah (1)
menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan, (2) mendorong kemandirian
hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat, (3) memelihara dan meningkatkan
mutu, pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan,
dan (4) memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan, keluarga dan
masyarakat serta lingkungannya (SK Menkes no.128/2004 dalam Trihono, 2005).
2.1.3.2 Fungsi, Kedudukan dan Tata Kerja Puskesmas
Terdapat tiga fungsi utama Puskesmas, yaitu sebagai (1) pusat penggerak
pembangunan berwawasan kesehatan, (2) pusat pemberdayaan masyarakat di
bidang kesehatan, dan (3) pusat pelayanan kesehatan tingkat dasar (Depkes, 2009
p: 98). Fungsi pelayanan kesehatan tersebut dapat dikelompokkan dalam upaya
kesehatan perorangan (UKP) strata pertama yang bersifat private goods seperti
penyembuhan dan pemeliharaan kesehatan perorangan, dan upaya kesehatan
masyarakat (UKM) yang bersifat public goods seperti promosi kesehatan dan
penyehatan lingkungan (SK Menkes no.128/2004 dalam Trihono, 2005).
Kedudukan Puskesmas sistem kesehatan nasional merupakan fasilitas
pelayanan kesehatan tingkat pertama (primary health services). Sebagai ujung
tombak pelayanan kesehatan dasar, Puskesmas mempunyai nilai strategis untuk
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Dalam sistem pemerintahan daerah,
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
12
1 Universitas I ndonesia
Puskesmas merupakan organisasi struktural dan berkedudukan sebagai unit
pelaksana teknis dinas (UPTD) yang bertanggungjawab terhadap kepala Dinas
Kesehatan kabupaten/Kota. Sedangkan dalam sistem kesehatan kabupaten/kota,
Puskesmas memiliki dua bidang upaya/ pelayanan kesehatan. Yaitu upaya
pelayanan kesehatan masyarakat (UKM) dan upaya pelayanan medis yang bersifat
perorangan (UKP) (SK Menkes no.128/2004 dalam Trihono, 2005).
2.1.3.3 Program Puskesmas
Azwar (1996:p.120) menyebutkan ada 17 kegiatan pokok Puskesmas.
Sedangkan dalam Depkes (1990:p.B-2) disebutkan ada 18 kegiatan pokok
Puskesmas. Kegiatan pokok tersebut meliputi (1) pelayanan rawat jalan, (2)
kesejahteraan ibu dan anak, (3) keluarga berencana, (4) kesehatan gigi dan mulut,
(5) kesehatan gizi, (6) kesehatan sekolah, (7) kesehatan lingkungan, (8) kesehatan
jiwa, (9) pendidikan kesehatan, (10) perawatan kesehatan masyarakat, (11)
pencegahan dan pemberantasan penyakit menular, (12) kesehatan olahraga, (13)
kesehatan lanjut usia, (14) kesehatan mata, (15) kesehatan kerja, (16) pencatatan
dan pelaporan, (17) laboratorium sederhana, dan (18) pembinaan pengobatan
tradisional.
Pada era reformasi dan desentralisasi, upaya kesehatan Puskesmas
dikelompokkan menjadi upaya kesehatan wajib dan upaya kesehatan
pengembangan. Ada enam upaya kesehatan wajib, yaitu (1) promosi kesehatan,
(2) kesehatan lingkungan, (3) kesehatan ibu dan anak, (4) perbaikan gizi
masyarakat, (5) pencegahan dan pemberantasan penyakit, dan (6) pengobatan
dasar (Depkes RI. 2004; Trihono, 2005:p.18).
Adapun upaya kesehatan pengembangan ditetapkan berdasarkan
permasalahan kesehatan yang ada di daerah setempat dan disesuaikan dengan
kemampuan Puskesmas. Beberapa pilihan upaya kesehatan pengembangan adalah
(1) kesehatan sekolah, (2) kesehatan olah raga, (3) perawatan kesehatan
masyarakat, (4) kesehatan kerja, (5) kesehatan gigi dan mulut, (6) kesehatan jiwa,
(7) kesehatan mata, (8) kesehatan usia lanjut, (9) pembinaan pengobatan
tradisional (Trihono, 2005).
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
13
1 Universitas I ndonesia
2.1.3.4 Target Pemanfaatan Pelayanan Puskesmas
Target cakupan pelayanan kesehatan dasar ke Puskesmas menurut
Kepmenkes RI No. 1457 tahun 2003, tentang Pedoman Standar Pelayanan
Minimal (SPM) Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota, secara umum adalah 15 %
dari jumlah penduduk per bulan. Begitu pula cakupan pelayanan kesehatan dasar
bagi masyarakat miskin. Dengan adanya subsidi pemerintah melalui program
Askeskin/Jamkesmas, diharapkan utilisasi pelayanan kesehatan dasar meningkat
pula, sebagaimana masyarakat secara umum. Karena itu, diantara indikator
keberhasilan program Jamkesmas secara nasional adalah angka utilisasi
Puskesmas rata-rata 15% per bulan (Depkes RI, 2009a).
Adapun dalam SPM Bidang Kesehatan Tingkat Kabupaten tahun 2008
yang ditetapkan dalam Kepmenkes RI No. 741 Tahun 2008, hanya disebutkan
target cakupan pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin adalah 100%
setahun, atau sekitar 8,3% per bulan (Depkes RI, 2008).
2.1.4 Permasalahan Pelayanan Kesehatan Dasar
Secara umum, pelayanan kesehatan di Indonesa masih menghadapi
berbagai macam kendala. Diantaranya adalah (1) pelayanan masih terkotak-kotak
(fragmented health services), (2) Hubungan antara dokter dengan pasien (doctor-
patient relationship) yang makin renggang, (3) Makin mahalnya biaya kesehatan
(Azwar, 1996:p.40). Dalam Nadjib (1999:p.4) disebutkan indikator penilaian
kinerja sistem penyediaan pelayanan kesehatan, yaitu efisiensi, efektifitas dan
pemerataan (equity), serta kualitas pelayanan.
Penurunan pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan akibat krisis
ekonomi 1997/1998 belum sepenuhnya pulih. Meskipun peluncuran program
Askeskin telah meningkatkan akses pemanfaatan layanan rawat jalan masyarakat
miskin pada fasilitas kesehatan publik pada tahun 2006 dibandingkan tahun 2005.
Menurut World Bank (2008: p.19-21), antara 5,3 – 6,8% populasi mengunjungi
Puskesmas/Pustu setidaknya sekali dalam sebulan. Tetapi, dibandingkan sebelum
krisis tahun 1993, sekitar 52,7% orang yang sakit mengunjungi fasilitas
kesehatan, 26,7% melakukan pengobatan sendiri dan 20,6% tidak mencari
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
14
1 Universitas I ndonesia
pengobatan. Maka pada tahun 2006 hanya 34,1% yang mencari pengobatan di
fasilitas kesehatan, sementara 51,2% mengandalkan pengobatan sendiri dan
14,6% tidak mencari pengobatan. Padahal, di negara lain seperti Thailand,
pemanfaatan fasilitas kesehatan kembali pulih empat tahun setelah krisis.
Menurut data Indikator Kesejahteraan Rakyat tahun 2007, secara nasional
penduduk yang berobat jalan ke sarana kesehatan ketika sakit adalah 44,1 %. Bila
ditelusuri menurut jenis sarananya sekitar 33,9% yang memilih memanfaatkan
Puskesmas (BPS, 2008: p.17-19). Sedangkan hasil Susenas BPS tahun 2008,
secara umum sekitar 44,37 % penduduk berobat jalan ke sarana kesehatan ketika
sakit. Dari persentase tersebut, yang memanfaatkan fasilitas Puskesmas dan Pustu
hanya sebesar 35,5%. Sedangkan untuk Propinsi Kalimantan Selatan yang berobat
jalan sebesar 32,64 %, lebih rendah dari kondisi nasional (Depkes RI,
2009b:at.2.20)
Lambannya pemulihan pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan di
Indonesia hampir satu dekade pasca krisis ekonomi, dapat diterangkan dengan
fenomena rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap sistem kesehatan
masyarakat, karena rendahnya kualitas pelayanan dan tingginya absensi personil
medis di Puskesmas (World Bank, 2008:p.20). Sementara itu, menurut penelitian
Preker dan Harding seperti dikutip Adyas (2007; p.18) bahwa meskipun
pemerintah di banyak negara yang berpenghasilan rendah dan menengah (low-
middle income) telah berupaya melakukan pemerataan dan perluasan jangkauan
pelayanan kesehatan, namun masalah kritis yang dialami oleh sarana kesehatan
pemerintah adalah penyelenggaraannya tidak efisien.
2.2 Pembiayaan Pelayanan Kesehatan
2.2.1 Batasan Pembiayaan Kesehatan
Menurut Gani (2008), biaya adalah semua pengorbanan (all sacrifice)
yang dikeluarkan untuk memperoleh sesuatu baik berupa produk atau jasa atau
mencapai suatu tujuan tertentu. Pengorbanan tersebut dapat berupa uang, barang,
tenaga, waktu maupun kesempatan. Adapun batasan sektor kesehatan adalah
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
15
1 Universitas I ndonesia
semua kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah, swasta, rumah tangga atau
individu dengan tujuan meningkatkan derajat kesehatan, atau memecahkan
masalah kesehatan
Biaya kesehatan adalah masukan finansial yang diperlukan dalam rangka
memproduksi pelayanan kesehatan, baik yang bersifat promotif-preventif maupun
kuratif-rehabilitatif (Thabrany, 2005:p.118). Menurut Azwar (1996:p.123-124),
biaya kesehatan ialah besarnya dana yang harus disediakan untuk
menyelenggarakan dan atau memanfaatkan berbagai upaya kesehatan. Karena itu
biaya kesehatan dapat ditinjau dari dua perspektif, yaitu dari penyedia layanan
kesehatan dan pemakai jasa pelayanan kesehatan. Dari sisi penyedia layanan
kesehatan, biaya kesehatan adalah besarnya dana yang harus disediakan untuk
menyelenggarakan upaya kesehatan. Sedangkan dari sisi pengguna jasa
pelayanan, biaya kesehatan adalah besarnya dana yang harus disediakan untuk
mendapatkan jasa pelayanan kesehatan.
2.2.2 Tujuan Pembiayaan Kesehatan
Sistem pembiayaan kesehatan merupakan subsistem dalam kesehatan.
Secara umum, tujuan akhir sistem pembiayaan kesehatan adalah untuk
meningkatkan (1) pemerataan akses terhadap pelayanan kesehatan, (2) mutu
pelayanan kesehatan, (3) efisiensi pembiayaan kesehatan, (4) meringankan beban
finansial rumah tangga untuk membayar pelayanan kesehatan (Gani. dkk, 2008).
Dalam The World Health Report 2000 (WHO, 2000;p.25) disebutkan
bahwa tujuan adanya sistem kesehatan adalah pelayanan kesehatan yang responsif
dan adil/merata dalam kontribusi pembiayaan untuk meningkatkan status
kesehatan. Sistem tersebut dibuat skema seperti pada Gambar 2.1 berikut :
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
16
1 Universitas I ndonesia
Gambar 2.1 Skema Hubungan Fungsi dan Tujuan Sistem Kesehatan Menurut WHO (2000)
Creating Resources (Investment & training)
Functions the System Perform: Objectives of the Syst em :
Stewardship (Oversight)
Financing (Collecting, polling
and purchasing)
Delivering Services (Provision)
Responsiveness (to people’s non-medical
expectancy)
Health
Fair (Financial)Contribution
Relations Between Functions and Objectives of a Healt h System
Sumber : World Health Report (WHO, 2000;p.25)
2.2.3 Sumber Pembiayaan Kesehatan
Secara umum, sumber pembiayaan pelayanan kesehatan berasal dari
pemerintah dan non-pemerintah (Azwar, 1996:p.125-126). Menurut Mills
(1990:p.135-145) dan Gani (1999a) sumber biaya kesehatan dapat dimobilisasi
dari (1) pemerintah; baik pemerintah pusat maupun daerah, seperti dari pajak,
cukai, keuntungan BUMN dan asuransi sosial, (2) perusahaan; seperti asuransi,
reimbursment/FFS, lumpsum dan service provision, (3) masyarakat; seperti
asuransi dan collective payment, (4) sosial/charity, (5) rumah tangga/individu
berupa out of pocket/OOP, dan (6) luar negeri; grant, loan, investor dan NGO.
Sedangkan menurut SKN 2004, secara umum sumber dana untuk upaya
kesehatan perorangan (UKP) berasal dari masing-masing individu dalam satu
kesatuan keluarga. Sedangkan bagi masyarakat rentan dan keluarga miskin,
sumber dananya berasal dari pemerintah melalui mekanisme jaminan
pemeliharaan kesehatan wajib (Depkes, 2004).
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
17
1 Universitas I ndonesia
Thabrany (2005:p.25) menyebutkan bahwa pola pembiayaan dan
penyediaan pelayanan kesehatan di beberapa negara secara umum dapat dilakukan
oleh pemerintah bersama swasta. Gottret et.al (2006:p.73-116)
mengklasifikasikan sistem pendanaan kesehatan berdasarkan sumbernya (risk
pooling mechanism) dalam empat tipe, yaitu (1) sistem pendanaan oleh
pemerintah (state-funded system), (2) asuransi kesehatan sosial (social health
insurance), (3) asuransi kesehatan berbasis masyarakat (community-based health
insurance), dan (4) asuransi kesehatan perorangan/ sukarela (voluntary health
insurance).
Selanjutnya, Gottret et al, (2006:p.73-105) mengemukakan bahwa
pembiayaan kesehatan oleh pemerintah dapat berjalan baik dengan
prasyarat/kondisi tertentu. Prasyarat tersebut adalah (1) adanya mekanisme
penentuan sasaran (targetting) yang baik, terutama sasaran penduduk miskin (pro
poor), (2) adanya sistem pelayanan kesehatan yang merata (equity of access), (3)
adanya mutu pelayanan kesehatan yang merata (equity of services quality).
Menurut rekomendasi dari WHO (2000;p.55) dalam World Health Report
2000, bahwa kebijakan pembiayaan program kesehatan hendaknya mengacu
kepada beberapa pertimbangan. Beberapa hal penting yang harus dipertimbangkan
adalah, apakah program kesehatan tersebut sifatnya public goods, memiliki
externalities yang besar, adanya adequate demand, bersifat catastrophic cost,
dapat dikelola secara asuransi (insurance appropriate) bermanfaat bagi orang
miskin (beneficiaries poor) dan adanya intervensi yang terbukti cost effective.
Dengan dasar pertimbangan tersebut, maka dapat ditentukan suatu program
kesehatan harus dibiayai oleh pemerintah, menggunakan sistem asuransi (social
or commercial insurance) ataukah dibiarkan sesuai dengan mekanisme pasar
(private market).
Secara lengkap kriteria pemilihan sistem pembiayaan suatu program
kesehatan dapat dilihat pada diagram Gambar 2.2 berikut :
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
18
1 Universitas I ndonesia
Gambar 2.2 Diagram Pengambilan Pilihan Sistem Pembiayaan Program Kesehatan
Menurut WHO (2000)
Questions to Ask in Deciding What Interventions to Finance & Provide
Public goods ?
Adequate demand ?
Cost effective ?
Large externalities ?
Insurance appropriate ?
Catastrophic cost ?
Beneficiaries poor ?
Public ? Private ?
Yes No
Yes
Yes
No
Yes
Yes No
No
No
No
No
Yes
Do not provide Finance
publicly
Yes
Leave to regulated
private market
Sumber : World Health Report (WHO, 2000; p.55)
Adapun permasalahan terkait pembiayaan kesehatan, secara umum, adalah
(1) kurangnya dana yang tersedia, (2) biaya pelayanan kesehatan yang terus
meningkat, (3) pemanfaatan dana yang tidak tepat, (4) penyebaran dana yang
tidak sesuai, (5) pengelolaan dana belum sempurna, (6) porsi pembiayaan masih
dominan dari masyarakat berupa out of pocket daripada anggaran pemerintah
(Azwar, 1996:p.125-134).
Sementara, Gani (1999:p.32) mengingatkan, bahwa kebijakan intervensi
sektor kesehatan oleh pemerintah seharusnya tidak terus-menerus dikelola dengan
pendekatan krisis. Pendekatan krisis seharusnya dilaksanakan secara temporer.
Jika dilaksanakan dalam jangka waktu lama akan menimbulkan ketergantungan
(dependency) pada masyarakat dan akan mengakibatkan derecovery dari krisis.
Bila dikaitkan dengan pemberdayaan masyarakat, maka ketergantungan tersebut
akan menyebabkan matinya peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan.
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
19
1 Universitas I ndonesia
2.3 Subsidi Pelayanan Kesehatan
2.3.1 Batasan Subsidi
Menurut Webster’s Dictionary (1993), subsidi (subsidy) adalah “a grant of
funds or property from a government (as of the state or a municipal corporation)
to a private or company to assist in the establishment or support of an enterpise
deemed advantageous to the public either as a simple gift or a payment of an
amount in excess of the usual charges for a services, or funds to aid in
establishingor maintaining a service or equipment larger or more powerful than
the state of trade would warrant”.
Dalam bahasa Indonesia, istilah subsidi sering juga disebut bantuan, atau
jaminan. Sedangkan dalam bahasa Inggris, subsidy sering disebut juga,
subsistence, assistance, social security dan lain-lain. Dari beberapa definisi
tersebut, pada penelitian ini difokuskan subsidi yang berasal dari pemerintah
sebagai pemberi bantuan dan masyarakat sebagai penerima bantuan.
2.3.2 Pendekatan dalam Pemberian Subsidi
Pemberian subsidi dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan. Depkes
RI (2003:p.74) mengelompokkan metode pemberian subsidi berdasarkan sasaran
atau penerima subsidi, yaitu (1) berdasar wilayah, (2) berdasar kelompok umur,
(3) berdasar jenis penyakit, (4) berdasar self targetting.
Secara ekonomi, pemberian subsidi dapat ditinjau dari sisi penawaran
(supply) dan sisi permintaan (demand). Dalam pembiayaan kesehatan, menurut
Gani (2005) dalam Andayani (2008), subsidi dari sisi supply dilakukan sebagai
upaya memberdayakan provider kesehatan. Subsidi diberikan pemerintah dalam
bentuk anggaran yang kemudian disalurkan ke fasilitas kesehatan seperti RSUD
dan Dinas Kesehatan termasuk Puskesmas. Dengan adanya anggaran tersebut
disusun program yang dibutuhkan untuk penguatan kapasitas provider dan upaya
meningkatkan mutu pelayanan baik di dalam maupun di luar gedung.
Dari sisi demand, ada beberapa pendekatan dalam pemberian subsidi.
Diantaranya dengan pendekatan break even point (BEP), pendekatan demand-
supply, pendekatan eksternalitas dan pendekatan langsung untuk kendala biaya
(budget constraint) (Rosen 2005 dalam Andayani, 2008).
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
20
1 Universitas I ndonesia
Ditinjau dari lingkup pelayanan kesehatan yang ditanggung (couverage),
subsidi terhadap suatu layanan dapat diberikan secara penuh, sehingga masyarakat
tidak lagi harus membayar atau membeli (gratis) untuk mendapatkan layanan
tersebut. Ada pula subsidi yang hanya menanggung sebagian biaya dari suatu
layanan, sehingga masyarakat yang mengakses layanan harus ikut membayar.
Contohnya tarif di Puskesmas dan rumah sakit milik pemerintah. Padahal
sebenarnya masyarakat mampu membayar lebih besar dari tarif yang disubsidi
tersebut, sehingga terdapat “consumer surplus” (Gani, 1999a).
Ada pula subsidi yang sifatnya bersyarat (Conditional Cash Transfer
/CCT), yaitu bentuk pemberian bantuan langsung tunai (BLT) kepada keluarga
miskin, sepanjang keluarga miskin tersebut memenuhi persyaratan yang
ditentukan. Sebagai contoh, suatu keluarga miskin akan mendapatkan transfer bila
memiliki balita dan si ibu aktif mengikuti penyuluhan kesehatan di Puskesmas
dan membawa balitanya ke Posyandu (Nazara, 2007)
2.3.3 Program Subsidi di Beberapa Negara
Amerika Serikat menerapkan kebijakan subsidi bidang kesehatan melalui
welfare programs (program kesejahteraan), dengan pendekatan benefit for specific
purposes (manfaat untuk tujuan khusus). Manfaat yang akan diterima berupa
produk atau pelayanan tertentu (in-kind benefits). Contohnya, program medicaid
dan food stamp (kupon makan) pada masyarakat miskin. Medicaid adalah subsidi
pelayanan kesehatan gratis bagi masyarakat miskin (Program medicaid ini
dibiayai pemerintah federal dan negara bagian (state). Standart kategori miskin
ditentukan oleh masing-masing negara bagian berdasarkan rambu-rambu
pemerintah federal (Stiglitz, 1988:p.284-349).
Program direct assistance pelayanan kesehatan gratis lainnya adalah
medicare. Medicare diperuntukkan bagi semua penduduk USA yang berusia di
atas 65 tahun. Tidak hanya bagi penduduk miskin, medicare juga mengkover
penduduk kaya. Medicare menjadi program direct assistance di USA yang paling
besar dan dikelola langsung oleh pemerintah federal (Stiglitz, 1988:p.284).
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
21
1 Universitas I ndonesia
Di Indonesia, secara nasional pemerintah telah menerapkan program
subsidi dengan sasaran penduduk miskin dan tidak mampu. Melalui subsidi ini,
pemerintah menggratiskan berbagai upaya pemeliharaan kesehatan penduduk
miskin mulai tahun 1998. Dimulai dengan program Jaring Pengaman Sosial
Bidang Kesehatan (JPS-BK) hingga program Askeskin dan Jamkesmas (Depkes
RI, 2007; 2009a).
Dengan program jaminan kesehatan tersebut, manfaat (benefit) yang
diterima oleh sasaran (penduduk miskin dan tidak mampu) adalah pelayanan
kesehatan (rawat jalan dan rawat inap) mulai dari Puskesmas dan jaringannya
hingga rujukan ke rumah sakit. Jenis pelayanan yang diberikan adalah hampir
semua jenis pelayanan medis sesuai dengan prosedur, kecuali tindakan untuk
kosmetika, general check-up dan protesis gigi tiruan (Depkes RI, 2008a:p.5-11).
Pemerintah Malaysia dan Thailand memberikan subsidi pelayanan
kesehatan secara umum. Sebagai bentuk partisipasi masyarakat, pemerintah
menetapkan biaya OOP pasien dengan nominal tetap. Pembayaran tersebut
mendidik masyarakat bahwa pelayanan kesehatan tidaklah gratis, masyarakat
harus ikut menanggung meskipun porsinya sangatlah kecil, karena sesungguhnya
telah ditanggung oleh pemerintah. Di Malaysia, seorang pasien yang berobat ke
rumah sakit publik (milik pemerintah) hanya membayar 3 RM per hari (sekitar
Rp.6.000) untuk semua jenis pelayanan kesehatan yang diterimanya, obat-obatan
dan perawatan, termasuk transplantasi ginjal. Di Thailand, pasien hanya
membayar 30 Baht (sekitar Rp.10.000) untuk satu episode perawatan hingga
pulang dari rumah sakit (Thabrany, 2005:p.121).
2.3.4 Subsidi Pelayanan Kesehatan Gratis di Kabupaten Tabalong
Kabupaten Tabalong merupakan salah satu kabupaten/kota yang
memberikan subsidi / bantuan biaya dengan menggratiskan pelayanan kesehatan
bagi penduduknya. Program tersebut dicanangkan Bupati Tabalong melalui
Peraturan Bupati Tabalong No.3 tahun 2008, tanggal 3 Maret 2008 tentang
Pedoman Pelaksanaan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM)
Kabupaten Tabalong. Selanjutnya, program ini dipopulerkan dengan sebutan
Jaminan Tabalong Sehat (JTS).
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
22
1 Universitas I ndonesia
Secara umum, tujuan program ini adalah untuk meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat di wilayah Kabupaten Tabalong secara optimal. Sedangkan
tujuan khususnya adalah :
1. Terlayaninya penduduk Tabalong untuk berobat di Puskesmas.
2. Menurunkan angka kesakitan dan angka kematian
3. Peningkatan cakupan pelayanan kesehatan di Puskesmas
4. Memberikan pelayanan rujukan ke Puskesmas perawatan dan RSUD Tanjung
Sasaran program ini adalah masyarakat Tabalong yang belum memiliki
jaminan pemeliharaan kesehatan lainnya, seperti Askes, Jamsostek, Jamkesmas
dan lain-lain. Eligibility peserta adalah penduduk Tabalong yang dibuktikan
dengan kartu identitas berupa Kartu Tanda Penduduk atau Kartu Keluarga
Tabalong. Sasaran program ini tidak dibedakan daari kemampuan ekonomi dan
kemauan masyarakat untuk membayar layanan kesehatan di tingkat Puskesmas.
Pelayanan kesehatan yang diberikan disesuaikan standar pelayanan
minimal dengan mengutamakan mutu pelayanan, efektif, efisien dan berdasarkan
standar terapi. Jenis pelayanan kesehatan yang dijamin adalah :
1. Rawat jalan umum, jalan gigi, KIA dan KB
2. Pelayanan kesehatan di Puskesmas keliling
3. Tindakan emergensi/gawat darurat
4. Pelayanan rujukan ke Puskesmas perawatan dan RSUD H. Badaruddin
5. Rawat inap di Puskesmas perawatan
6. Bantuan biaya persalinan.
Pengelolaan dana program pelayanan kesehatan gratis di Puskesmas
dilakukan oleh suatu tim yang di beri surat keputusan (SK) oleh Bupati Tabalong.
Bagi Puskesmas anggaran JTS ini di-setting sebagai pengganti retribusi
Puskesmas. Puskesmas mengajukan klaim atas kunjungan pasien kepada tim JTS
di dinas kesehatan kabupaten. Sesuai dengan Perda tarif Puskesmas yang berlaku
sebelumnya, setiap kunjungan rawat jalan diganti Rp.1.500,-. Selanjutnya, klaim
Puskesmas dari JTS dianggap sebagai pendapatan Puskesmas dan harus disetor
ke Dinas Pendapatan Daerah.
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
23
1 Universitas I ndonesia
2.3.5 Subsidi dan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan
Secara teoritis, dengan telah diberikan subsidi pemerintah untuk pelayanan
kesehatan dasar, berarti hambatan tarif (price) untuk akses pelayanan kesehatan
dasar baik kelompok masyarakat miskin maupun bagi masyarakat umum sudah
tidak ada. Menurut Mills (1990:p.133) pada umumnya di negara berkembang
pemanfaatan pelayanan kesehatan bersifat elastis terhadap harga. Artinya bila
harga pelayanan kesehatan diturunkan akan berakibat pada peningkatan
penggunaan pelayanan kesehatan, apalagi bila faktor harga dihilangkan. Penelitian
Rawlings & Rubio (2005), bahwa subsidi melalui Conditional Cash Transfer
dapat meningkatkan pemanfaatan pelayanan kesehatan di Columbia, Honduras,
Mexico dan Nikaragua antara 8 - 33 %.
Hasil penelitian Johar (2009) terhadap dampak penggunaan kartu sehat
untuk orang miskin pada masa krisis di Indonesia menyimpulkan bahwa secara
umum program kartu sehat hanya meningkatkan pemanfaatan pelayanan
kesehatan bagi yang menerimanya saja. Hal ini memperkuat kesimpulan Sparrow
(2008) bahwa subsidi harga dapat efektif meningkatkan akses pelayanan
kesehatan masyarakat, namun harus dilengkapi dengan intervensi lain untuk
mereduksi biaya tidak langsung dan kendala lain seperti peningkatan jangkauan
pelayanan (supply) atau mereduksi biaya transport, sesuai dengan penelitian Gani
dalam Kosen (1997:p.52).
Study Thabrany tahun 1995, menunjukkan akses pada Puskesmas relatif
sama diantara berbagai kelompok pendapatan. Meskipun pemerintah telah
menyediakan subsidi yang besar pada pelayanan kesehatan, orang miskin kurang
memiliki akses. Sehingga orang kaya memperoleh manfaat yang lebih besar
dibandingkan orang miskin. Hal ini menunjukkan bahwa subsidi pemerintah pada
Puskesmas dan rumah sakit tidak tepat sasaran (Thabrany, 2005).
2.4 Teori Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan
Pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah hasil dari proses pencarian
pelayanan oleh individu maupun kelompok tertentu (Ilyas, 2006:p.8). Mengetahui
faktor-faktor yang mendorong individu untuk mau memanfaatkan jasa pelayanan
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
24
1 Universitas I ndonesia
kesehatan merupakan informasi kunci untuk merancang program pelayanan
kesehatan yang dibutuhkan dan mampu dibeli oleh konsumen di masa yang akan
datang (Feldstein, 1988 dalam Ilyas, 2006:p.8).
Bila pemanfaatan pelayanan kesehatan dianggap sebagai suatu permintaan
(demand) dari masyarakat, maka teori ekonomi secara umum tentang besarnya
permintaan (demand), dipengaruhi oleh ; (1) harga pelayanan tersebut, (2) harga
barang lain yang terkait (pelayanan sepadan di fasilitas lain), (3) tingkat
pendapatan per kapita, (4) selera, (5) jumlah penduduk, (6) distribusi pendapatan
dan (7) upaya pemasaran, yang dapat dikaitkan dengan kualitas pelayanan
(Samuelson & Nordhaus, 2003:p.55-57).
Namun, karena adanya spesifikasi dalam kebutuhan akan pelayanan
kesehatan, maka perlu dikaji kesesuaiannya dengan teori yang lebih tepat.
Beberapa teori terkait pemanfaatan pelayanan kesehatan dapat dikaji dari :
2.4.1 Teori Demand Menurut Grossman, Mills dan Feldstein
Menurut Grossman (1972) seperti dikutip Nadjib (1999:p.31), bahwa
faktor yang mempengaruhi demand terhadap pelayanan kesehatan atau rumah
sakit adalah : kejadian penyakit, karakteristik kultural demografi, dan faktor
ekonomi. Menurut Mills (1990:p.133), demand terhadap pelayanan kesehatan
dapat diartikan sebagai bertemunya kemampuan dan kemauan (ATP vs WTP)
dalam diri seseorang. Demand dan pemanfaatan layanan kesehatan di negara
berkembang dapat dikaitkan dengan :
1. Faktor demografi, seperti umur, pendidikan, seks dan status kesehatan,
2. Faktor ekonomi seperti pendapatan, tarif atau harga pelayanan, cara
pembayaran, dan biaya transportasi
3. Faktor non ekonomi seperi waktu dan kemudahan akses mencapai pelayanan,
dan kualitas pelayanan kesehatan.
Feldstein (1993:p.78-84), mengemukakan bahwa faktor yang berhubungan
dengan demand penderita terhadap pelayanan medis sangat berkaitan dengan
faktor yang ada pada pasien dan provider kesehatan itu sendiri, antara lain :
1. Insiden penyakit atau kebutuhan pelayanan dari pasien
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
25
1 Universitas I ndonesia
2. Faktor sosiodemografi : umur, seks, status perkawinan, jumlah anggota
keluarga dan pendidikan.
3. Faktor ekonomi : pendapatan, harga layanan, nilai waktu yang dipergunakan
untuk mencari pengobatan
4. Faktor pada provider : karakteristik provider (perilaku petugas dan jenis
keahlian dokter), termasuk economic interest dari petugas menciptakan
kebutuhan masyarakat untuk memanfaatkan layanan tertentu
Gani (1981:p.59) menyatakan bahwa permintaan pelayanan kesehatan
(Demand) merupakan fungsi dari adanya kebutuhan karena adanya keluhan sakit
(Need), pendidikan (Education), pekerjaan (Occupation), Preferensi (Preference),
Pendapatan (Income), harga pelayanan kesehatan (Price), ketersediaan asuransi
(Insurance), jarak ke pelayanan kesehatan (Distance). Sehingga dapat
digambarkan dengan rumus : D = f (Nd, Ed, Oc, Pf, In, Pr, Is, Dt).
2.4.2 Model Pemanfaatan Pelayanan Zschock
Menurut Zschock (1979) dalam Ilyas (2006:p10-11), faktor yang
mempengaruhi seseorang menggunakan pelayanan kesehatan, yaitu :
1. Status kesehatan, pendapatan dan pendidikan. Semakin tinggi status
kesehatan seseorang, maka ada kecenderungan orang tersebut banyak
menggunakan layanan kesehatan. Bila pendapatan seseorang rendah, maka
akan sulit baginya untuk memperoleh pelayanan kesehatan, meskipun
membutuhkan (unmet need). Tingkat pendidikan seseorang juga
mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan seseorang.
2. Faktor konsumen dan penyedia pelayanan kesehatan. Penyedia pelayanan
kesehatan (provider mempunyai peranan besar dalam menentukan tingkat dan
jenis layanan kesehatan bagi konsumen. Adanya consumer ignorance sering
menyebabkan terjadinya over utilization pelayanan kesehatan.
3. Kemampuan dan penerimaan pelayanan kesehatan. Kemampuan membayar
pelayanan kesehatan erat hubungannya dengan tingkat penerimaan dan
pemanfaatan pelayanan kesehatan.
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
26
1 Universitas I ndonesia
4. Risiko sakit dan lingkungan. Faktor lingkungan sangat mempengaruhi status
kesehatan individu dan masyarakat. Lingkungan yang sehat memberikan
risiko sakit yang rendah.
2.4.3 Model Perilaku (Behavioral Model) menurut Anderson
Anderson (1975) dalam Ilyas, (2006:p.8-10) dan Thabrany, 1995:p.23-24),
mengemukakan pemanfaatan pelayanan kesehatan sebagai model perilaku
(behavioral model of health services utilization). Determinan pemanfaatan
pelayanan kesehatan tersebut meliputi pada tiga faktor, yaitu :
1. Karakteristik predisposisi (Predisposing Characteristics); setiap individu
memiliki kecenderungan yang berbeda untuk memanfaatkan pelayanan
kesehatan, tergantung pada perbedaan karakteristiknya, seperti demografi
(umur, seks, status perkawinan), struktur sosial (pendidikan, pekerjaan, ras,
hobi, agama), dan kepercayaan terhadap pelayanan kesehatan (health belief)
2. Karakteristik kemampuan (Enabling Characteristics); yaitu kondisi yang
membuat seseorang mampu melakukan tindakan. Terdiri dari sumber daya
keluarga (penghasilan, kepemilikan asuransi kesehatan, daya beli dan
pengetahuan tentang layanan kesehatan), dan sumberdaya masyarakat
(ketersediaan sarana pelayanan, jumlah tenaga kesehatan, rasio penduduk )
3. Karakteristik kebutuhan (Need Characteristics); yaitu kondisi yang langsung
berhubungan dengan permintaan layanan kesehatan (persepsi sakit, diagnosa
penyakit, kecacatan, status kesehatan)
Kemudian Andersen (1995) mereview model pemanfaatan pelayanan
kesehatan pada era 1960-an yang berfokus pada keluarga sebagai unit analisis
tersebut, dengan menambahkan komponen sistem pelayanan kesehatan (health
care system), pengaruh lingkungan (external environment) dan outcome dari
pelayanan kesehatan terhadap kepuasan pelanggan (costumer satisfaction).
2.4.4 Teori Akses Pelayanan Aday, Andersen, dan Flemming
Dalam studi Aday, Andersen dan Flemming (1980:p.25-41), teori akses
pelayanan kesehatan dikaitkan dengan dua faktor. Yaitu karakteristik pelayanan
kesehatan (provider) dan karakteristik penduduk (user).:
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
27
1 Universitas I ndonesia
1. Karakteristik pelayanan kesehatan (provider). Yaitu ketersediaan dan
distribusi fasilitas pelayanan kesehatan. Bisa dikategorikan pada sisi supply.
2. Karakteristik penduduk berisiko (user). yaitu umur, status kesehatan, tingkat
pendapatan dan kepesertaan asuransi. Dikategorikan dalam sisi demand.
Aday, et.al (1980: p.25-41) menggambarkan akses sebagai dimensi yang
menggambarkan input yang bersifat potensial dan aktual dalam kebijakan
kesehatan sebagai berikut :
Gambar 2.3
Sumber : Aday, Andersen, Flemming, “Health care in The U.S. Equitable for Whom ? California : Sage Publications Inc.(1980:p.35)
KEBIJAKAN KESEHATAN
• Pembiayaan • Organisasi
AKSES POTENSIAL- INDIKATOR STRUKTURAL � Karakteristik Sistem
Pelayanan Kesehatan • Ketersediaan
- Jumlah - Distribusi
• Organisasi • Masukan • Struktur
AKSES POTENSIAL - INDIKATOR PROSES � Karakteristik penduduk berisiko
• Predisposisi - Dapat diubah - Tidak dapat diubah
• Pemungkin - Dapat diubah - Tidak dapat diubah
• Kebutuhan - Persepsi - Penilaian
AKSES NYATA - INDIKATOR OBJEKTIF Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan : • Jenis • Tempat • Tujuan • Rentang Waktu
AKSES NYATA - INDIKATOR OBJEKTIF Kepuasan Pasien : • Kenyamanan • Ketersediaan • Biaya • Karakteristik Provider • Kualitas
Kerangka Studi Akses (Aday, et al., 1980)
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
28
1 Universitas I ndonesia
2.4.5 Teori Perilaku Green
Green (2005:p.9) menyempurnakan model pendekatan yang dipergunakan
dalam pembuatan perencanaan kesehatan masyarakat yang dikenal dengan
PRECEDE tahun 1980, dengan model PRECEDE-PROCEED. Dalam hal ini
dikaitkan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan) dipengaruhi oleh faktor
(Green, 2005:p.149-151) :
1. Faktor predisposisi (Predisposing Factors); yaitu faktor yang mendasari atau
menjadi motivasi seseorang untuk bertindak. Meliputi pengetahuan, sikap,
keyakinan, nilai persepsi, kepercayaan diri dan kapasitasnya.
2. Faktor pendukung (Enabling Factors); yaitu faktor yang mendukung motivasi
agar tindakan/perilaku dapat terlaksana. Faktor ini meliputi ketersediaan,
kemudahan akses pelayanan kesehatan, keahlian pribadi dan
prioritas/komitmen peraturan pemerintah.
3. Faktor pendorong (Reinforcing Factors); yaitu faktor penguat timbulnya
tindakan. Termasuk dalam kelompok ini adalah keluarga, teman, guru,
petugas kesehatan, pemimpin masyarakat dan pembuat kebijakan.
4. Faktor Keturunan (Genetics) dan kondisi lingkungan tempat tinggal.
2.4.6 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pemanfaatan Pelayanan
Kesehatan
2.4.6.1 Karakteristik Rumah Tangga
1. Pendidikan
Menurut Anderson dan Anderson (1979), dan Zschock (1979), bahwa
pendidikan termasuk variabel dalam model struktur sosial. Tingkat pendidikan
yang berbeda memiliki kecenderungan yang berbeda pula dalam pengertian
dan reaksi terhadap masalah kesehatan mereka. Sehingga, diduga pendidikan
berpengaruh juga dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan gratis di tingkat
Puskesmas. Feldstein (1979) mengemukakan bahwa pendidikan termasuk
faktor yang berpengaruh terhadap permintaan pelayanan kesehatan.
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
29
1 Universitas I ndonesia
2. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil ‘tahu’ yang terjadi setelah seseorang
melakukan penginderaan terhadap sesuatu. Pengetahuan (kognitif) merupakan
domain sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo,
2007 : p.143-144). Pengetahuan diperoleh dari pengalaman, baik pengalaman
sendiri maupun pengalaman orang lain. Hasil penelitian Sebayang (2006)
menunjukkan bahwa pengetahuan program JPKMM berhubungan dengan
pemanfaatan pelayanan kesehatan.
3. Pekerjaan
Dalam Feldstein (1993:p.78) merujuk pada pendapat Grossman
dikatakan bahwa konsumen memiliki demand terhadap pelayanan kesehatan
dikarenakan dua alasan, yaitu (1) sebagai barang konsumsi untuk merasa lebih
baik/lebih sehat, dan (2) sebagai barang investasi, bahwa status kesehatan
mempengaruhi produktivitas. Mengurangi lama sakit akan meningkatkan
kesempatan untuk dapat bekerja dan aktifitas lainnya yang bersifat produktif.
Hasil penelitian Rohmansyah (2004) dan Yuswandi (2006) mendapatkan
adanya hubungan jenis pekerjaan dengan akses ke pelayanan kesehatan.
2.4.6.2 Kebutuhan Pelayanan Kesehatan
Aday et al (1980:p.38) membagi kebutuhan (need) pelayanan kesehatan
dalam perceived need dan evaluated need. Perceived need (persepsi sakit) dilihat
dari sisi konsumen meliputi status kesehatan berdasar pendapat umum, seperti
jumlah keluhan sakit (symptoms of illness), status kesehatan dibandingkan orang
lain, berapa hari tidak produktif karena sakit (disability days). Sedangkan
evaluated need (memiliki penyakit) dinilai dari hasil pengukuran/diagnosa
penyakit yang dilakukan oleh tenaga medis profesional.
Penyakit (disease) adalah bentuk reaksi biologis terhadap suatu organisme,
benda asing atau injury, yang bersifat objektif ditandai adanya perubahan fungsi
tubuh sebagai organisme biologis. Sedangkan persepsi sakit (illness) merupakan
penilaian seseorang terhadap penyakit tersebut sebagai pengalaman langsung.
Konsep sakit (illness) berbeda pada tiap orang atau kelompok masyarakat. Hal ini
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
30
1 Universitas I ndonesia
dipengaruhi oleh faktor fisik, sosial dan mental yang menghasilkan kondisi sakit
tersebut (Notoatmodjo, 1985:p57-62).
Persepsi individu terhadap sehat sakit erat hubungannya dengan perilaku
pencarian pengobatan. Individu atau anggota masyarakat yang terkena penyakit
tetapi tidak merasa sakit (disease but no illness) tentunya tidak berusaha mencari
pengobatan. Namun bila memang merasakan sakit, maka respon antar individu
akan berbeda-beda. Setidaknya ada empat jenis respon orang yang sakit, yaitu (1)
menerima saja tanpa berbuat apa-apa (no action), (2) berusaha mengobatinya
sendiri (self treatment) dengan membuat atau membeli ramuan atau obat-obatan
sesuai dengan pengetahuannya, (3) mencari pengobatan ke fasilitas pengobatan
tradisional (traditional remedy) seperti dukun atau pengobatan tradisional lainnya,
dan (4) mencari pengobatan ke fasilitas kesehatan modern, seperti mantri, dokter,
ke Puskesmas ataupun rumah sakit (Notoatmodjo, 1985:68-70).
Nadjib (1999) menggunakan banyaknya keluhan sakit sebagai salah satu
proksi adanya kebutuhan (need) seseorang terhadap pelayanan kesehatan.
Beberapa penelitian Herlina (2001) dan Sebayang (2006) menunjukkan bahwa
persepsi / keluhan sakit berhubungan dengan pemanfaatan Puskesmas.
2.4.6.3 Akses ke Puskesmas
1. Biaya transportasi
Untuk pelayanan di Puskesmas, hambatan biaya seringkali bukan
berasal dari tarif pelayanan, namun pada biaya transportasi. Hal ini dibuktikan
pada penelitian Berman (1985) dan Gani et al, (1993) di Jawa Barat. Penelitian
serupa oleh Jimenez (1987) mengidentifkasi bahwa di Indonesia 40%
penduduk miskin hanya menerima 19% dari besar subsidi pemerintah untuk
pelayanan kesehatan. Salah satu faktor penting penyebab rendahnya
pemanfaatan pelayanan kesehatan tersebut adalah ketidakkmampuan biaya
oleh masyarakat menjangkau pelayanan tersebut, meskipun pelayanannya
sendiri gratis (Nadjib, 1999:p.144).
2. Waktu tempuh
Menurut hasil Riskesdas 2007, dari segi waktu tempuh ke sarana
pelayanan kesehatan nampak bahwa 67,2% penduduk dapat mencapai ke
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
31
1 Universitas I ndonesia
sarana pelayanan kesehatan kurang atau sama dengan 15 menit dan sebanyak
23,6% penduduk dapat mencapai sarana pelayanan kesehatan dimaksud antara
16-30 menit. Dengan demikian secara nasional, masih ada sekitar 9,2% RT
yang memerlukan waktu lebih dari setengah jam untuk mencapai sarana
kesehatan. Di Kalimantan Selatan, 98,4% rumah tangga berada kurang atau
sama dengan 5 km dari sarana pelayanan kesehatan dan sebanyak 93,8% rumah
tangga dapat mencapai sarana pelayanan kesehatan kurang atau sama dengan
30 menit. Faktor jarak merupakan salah satu kendala pemanfaatan pelayanan
kesehatan pemerintah (Gani, 1981; Asbudin, 2001; Untari, 2007).
2.4.6.4 Kepemilikan Jaminan/Asuransi Kesehatan
Jaminan untuk menanggung biaya kesehatan bisa berasal dari asuransi, baik
asuransi privat, asuransi sosial maupun jaminan/subsidi dari Pemerintah seperti
program Jamkesmas (Jaminan Kesehatan Masyarakat). Termasuk asuransi sosial
dalam hal ini adalah Askes untuk PNS, Asabri untuk TNI-Polri dan Jamsostek
untuk karyawan swasta.
Adanya jaminan pembayar biaya pelayanan merupakan salah satu
penyebab meningkatnya pemanfaatan pelayanan kesehatan. Penelitian Dong et al
(2008) di Burkina Faso menunjukkan bahwa peserta community-based health
insurance meningkatkan sekitar 4,33% pemanfaatan layanan kesehatan modern
dan mereduksi 3,98% pengobatan sendiri. Hasil tersebut juga dibuktikan oleh
Thabrany (1993) dalam penelitian pada PT Askes di Indonesia (Nadjib,
1999:p.139).
2.4.6.5 Status Ekonomi
1. Pengeluaran rumah tangga
Ketidakmampuan ekonomi masyarakat dianggap sebagai faktor yang
berperan dalam ketidakmerataan (unequity) pemanfaatan pelayanan kesehatan.
Hasil studi di Inggris mengidentifiasi, bahwa adanya variasi besar dalam
pemanfaatan pelayanan kesehatan berhubungan dengan status sosial.
Sementara menurut Bank Dunia, kelompok yang banyak memanfaatkan
Puskesmas di daerah pedesaan di Indonesia adalah kelompok menengah.
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
32
1 Universitas I ndonesia
Kelompok sosial ekonomi lemah dipedesaan, diperkirakan lebih sedikit
menikmati pelayanan kesehatan modern, termasuk yang disubsidi oleh
pemerintah (Nadjib, 1999:p.6,22-24).
Gertler dan Gaag (1988) melakukan study demand terhadap pelayanan
medis di Cote D’Ivoire dengan variabel pendapatan bulanan yang dihitung dari
rata-rata total pengeluaran/konsumsi perbulan. Asbudin (2002) mendapatkan
bahwa demand pelayanan kesehatan di Puskesmas berhubungan dengan status
ekonomi.
2. Kemampuan dan kemauan untuk membayar Puskesmas
Kemampuan dan kemauan membayar (ability and willingness to pay)
merupakan faktor yang berperan dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan.
Besarnya kemampuan membayar rumah tangga terhadap pelayanan kesehatan
tergantung pada disposible income (Gani, 2008). Kemampuan membayar
(ATP) dapat diukur dengan pendekatan penghasilan keluarga, aset keluarga
atau pengeluaran rumah tangga. Penghitungan pengeluaran rumah tangga
dianggap sebagai cara yang cukup sensitif untuk kondisi Indonesia karena pola
penghasilan masyarakat sering berubah, sedangkan aset keluarga juga
kebanyakan milik bersama (Nadjib, 1999.36-37).
Pengukuran ATP dengan ukuran 5 % dari pengeluaran didasarkan
hasil survey di beberapa negara berkembang yang menunjukkan bahwa
pengeluaran biaya kesehatan berkisar 2 – 5 % dari pengeluaran rumah tangga.
Pendekatan ATP yang lain pengalihan pengeluaran non-essentials rumah
tangga seperti cigaret. (Russel, 1996). Gani dan Nadjib (1996) menyarankan
penghitungan potensi ability to pay kelompok masyarakat tertentu dengan
melakukan survey data primer dengan sampel rumah tangga. Pengeluaran
rumah tangga sebagai proksi kemampuan membayar dapat dihitung dengan
ukuran 5% dari besarnya pengeluaran bukan makanan (non food expenditure)
atau pengeluaran untuk kebutuhan yang tidak pokok (non esential
expenditures), seperti rokok, minuman keras, sirih dan rekreasi.
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
33
1 Universitas I ndonesia
Sedangkan kemauan untuk membayar (willingness to pay) merupakan
perilaku pembelian konsumen untuk tujuan mendapatkan komoditas atau
mengurangi risiko tertentu. Gani (2008) memformulasikan WTP sebagai fungsi
dari Utility dan persepsi benefit/loss.
Seberapa besar kemauan seseorang untuk membayar dapat diukur
dengan dua cara, yaitu dengan menghitung besarnya pengeluaran riel keluarga
untuk kesehatan dalam periode waktu tertentu, atau dengan menanyakan secara
langsung berapa rupiah individu bersedia mengeluarkan uangnya untuk
membeli jasa pelayanan kesehatan (Russel et al, 1995)
2.4.6.6 Karakteristik Pelayanan Puskesmas
1. Jam Buka Puskesmas
Sebagai instansi milik pemerintah, secara normatif pelayanan di
Puskesmas (yang bukan rawat inap) dilakukan pada jam kantor mulai jam
08.00 – 14.00. Sedangkan Puskesmas yang memiliki program rawat inap atau
unit gawat darurat 24 jam, maka pelayanan Puskesmas bisa buka lebih lama.
Namun dalam kenyataannya, jam buka Puskesmas bisa kurang dari jam kerja
yang seharusnya. Atau bisa terjadi Puskesmasnya buka namun petugasnya
tidak ditempat. Kondisi ini bisa terjadi karena memang kekurangan tenaga,
namun bisa juga karena kebiasaan yang tidak baik.
Penelitian Untari (2007) menyatakan bahwa pemegang kartu sehat lebih
memilih layanan kesehatan swasta karena jam bukanya lebih sesuai dengan
kondisi keseharian mereka.
2. Keberadaan Dokter
Dokter merupakan inti utama dalam pelayanan kesehatan (Azwar,
1996). Sebagai profesional di bidang pelayanan medis, dokter dianggap paling
kompeten dalam pemberian pelayanan kesehatan modern. Bagi kelompok
masyarakat yang memiliki pengetahuan pentingnya pelayanan kesehatan, maka
mereka lebih memilih untuk diperiksa dan diobati oleh dokter dibandingkan
profesi kesehatan lainnya. Keberadaan dokter secara konsisten dalam
pelayanan Puskesmas akan meningkatkan pemanfaatan Puskesmas.
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
34
1 Universitas I ndonesia
Menurut penelitian (World Bank, 2008:p.20), fenomena rendahnya
kepercayaan masyarakat terhadap sistem kesehatan masyarakat, karena
rendahnya kualitas pelayanan dan tingginya absensi personil medis di
Puskesmas. Sebayang (2006) membuktikan bahwa keberadaan dokter
merupakan faktor dominan yang berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan
kesehatan di Puskesmas oleh keluarga miskin peserta JPKMM.
4. Kualitas Pelayanan Puskesmas
Menurut Crosby (1984) dalam Azwar (1996:p.48), mutu adalah
kepatuhan terhadap standar yang telah ditetapkan. Selanjutnya, Azwar
(1996:p.48) memberikan batasan mutu pelayanan kesehatan adalah menunjuk
pada kesempurnaan pelayanan kesehatan, yang di satu sisi dapat menimbulkan
kepuasan kepada pasien, di pihak lain tata cara penyelenggaraannya sesuai
dengan kode etik dan standar pelayanan profesi.
Sementara itu, penelitian Preker dan Harding seperti dikutip Adyas
(2007; p.18) menunjukkan bahwa meskipun pemerintah di banyak negara yang
berpenghasilan rendah dan menengah (low-middle income) telah berupaya
melakukan pemerataan dan perluasan jangkauan pelayanan kesehatan, namun
masalah kritis yang dialami oleh sarana kesehatan pemerintah adalah
penyelenggaraannya tidak efisien.
Menurut Indrajaya (1995) dalam Nadjib (1999:p.33-34), dari hasil
pengamatannya di Kaltim dan NTB, memperlihatkan bahwa karakteristik
penyedia pelayanan kesehatan memang mempengaruhi tingkat utilisasi
pelayanan Puskesmas, dengan ukuran proksi kualitas pelayanan adalah
kebersihan, ketersediaan alat, tenaga dan obat, serta waktu tunggu pelayanan.
Begitu pula penelitian Herlina (2001) dan Sebayang (2006), mendapatkan
bahwa persepsi kualitas pelayanan berhubungan dengan pemanfaatan
Puskesmas.
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
1 35 Universitas Indonesia
BAB 3 KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL
DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Konsep
Berdasarkan tinjauan teoritis, terlihat bahwa pemanfaatan pelayanan
kesehatan oleh masyarakat merupakan suatu hal yang kompleks. Banyak faktor
lain yang ikut berperan agar masyarakat mau memanfaatkan pelayanan kesehatan,
meskipun kendala biaya (budget constraint) dari tarif pelayanan sudah hilang,
karena digratiskan. Faktor-faktor yang diduga berhubungan dengan pemanfaatan
subsidi pelayanan kesehatan gratis di tingkat Puskesmas di Kabupaten Tabalong,
digambarkan dalam kerangka konsep sebagai berikut :
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian
Pemanfaatan subsidi pelayanan kesehatan gratis di Puskesmas
� Pendidikan
� Pengetahuan
� Pekerjaan
� Persepsi/keluhan sakit
� Ada penyakit yang diderita
� Waktu tempuh
� Biaya transportasi
� Pengeluaran rumah tangga
� Kemampuan untuk membayar
� Kemauan untuk membayar
� Kepemilikan jaminan/asuransi
� Kesesuaian jam buka Puskesmas
� Keberadaan dokter
� Persepsi kualitas Puskesmas
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
36
1 Universitas Indonesia
3.2 Variabel dan Definisi Operasional
1. Variabel Pemanfaatan Subsidi Pelayanan Kesehatan Gratis di
Puskesmas
Definisi : Kunjungan rawat jalan ke Puskesmas untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan dasar oleh rumah tangga dalam satu
tahun terakhir. Untuk kesamaan penilaian, seperti kualitas
pelayanan, waktu buka, keberadaan dokter, standar pengobatan
serta pembayaran, maka kunjungan ke Puskesmas Pembantu
dan Polindes tidak dimasukkan dalam kategori kunjungan
Puskesmas.
Alat ukur : Kuesioner (Pertanyaan no.8)
Cara ukur : Wawancara
Hasil ukur : 0 = Tidak pernah
1 = Pernah
Skala : Nominal
2. Variabel Pendidikan
Definisi : Jenjang sekolah formal tertinggi yang pernah diikuti oleh
kepala keluarga.
Alat ukur : Kuesioner (Pertanyaan no.5.b)
Cara ukur : Hasil wawancara, dikategorikan menjadi dua, yaitu pendidikan
rendah bila tamat SLTP atau lebih rendah, dan pendidikan
tinggi bila tamat SLTA atau lebih tinggi.
Hasil ukur : 0 = Rendah
1 = Tinggi
Skala : Ordinal
3. Variabel Pengetahuan
Definisi : Pemahaman responden tentang adanya program subsidi
pelayanan kesehatan gratis di Puskesmas yang dikeluarkan
oleh Pemerintah Derah Kabupaten Tabalong
Alat ukur : Kuesioner (Pertanyaan no.13 - 17)
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
37
1 Universitas Indonesia
Cara ukur : Hasil wawancara, dikategorikan menurut median jawaban
yang benar. Pengetahuan kurang bila jawaban < 2 jawaban
benar. Pengetahuan baik bila > 2 jawaban benar.
Hasil ukur : 0 = Kurang
1 = Baik
Skala : Ordinal
4. Variabel Pekerjaan
Definisi : Jenis usaha yang dilakukan oleh kepala keluarga untuk
mendapatkan penghasilan
Alat ukur : Kuesioner (Pertanyaan no.6.b)
Cara ukur : Hasil wawancara, dikelompokkan dalam bekerja informal bila
tidak bekerja, petani, buruh dan wirausaha. Kelompok kerja
formal bila bekerja sebagai pegawai perusahaan swasta, PNS,
Polri, TNI dan memiliki pensiunan.
Hasil ukur : 0 = Informal
1 = Formal
Skala : Nominal
5. Variabel Persepsi/Keluhan Sakit
Definisi : Gangguan kesehatan atau gejala penyakit yang dirasakan oleh
anggota rumah tangga satu tahun terakhir.
Alat ukur : Kuesioner (Pertanyaan no.20). Jenis keluhan sakit yang
dipergunakan disesuaikan dengan pertanyaan keluhan pada
kuesioner Susenas.
Cara ukur : Hasil wawancara, dikategorikan menurut median jumlah
keluhan sakit. Keluhan sakit rendah bila < 3 keluhan.
Sedangkan keluhan tinggi bila keluhan sakit > 3 keluhan.
Hasil ukur : 0 = Rendah
1 = Tinggi
Skala : Ordinal
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
38
1 Universitas Indonesia
6. Variabel Adanya Penyakit
Definisi : Diagnosa penyakit yang pernah disampaikan oleh dokter atau
petugas kesehatan lain terhadap anggota keluarga dalam satu
tahun terakhir
Alat ukur : Kuesioner (Pertanyaan no.25)
Cara ukur : Hasil wawancara
Hasil ukur : 0 = Tidak ada
1 = Ada
Skala : Nominal
7. Variabel Waktu Tempuh
Definisi : Rata-rata lamanya waktu perjalanan (dalam menit) yang
diperlukan dari tempat tinggal responden ke Puskesmas
pulang pergi
Alat ukur : Kuesioner (Pertanyaan no.27)
Cara ukur : Hasil wawancara, dikategorikan menurut median lamanya
waktu tempuh. Lama bila > 20 menit dan tidak lama bila < 20
menit.
Hasil ukur : 0 = Lama
1 = Tidak lama
Skala : Ordinal
8. Variabel Biaya Transportasi
Definisi : Jumlah uang yang dikeluarkan membayar ongkos kendaraan
dari tempat tinggal responden ke Puskesmas pulang pergi. Bila
pakai kendaraan milik sendiri, diperhitungkan dengan ongkos
kendaraan umum yang biasa dipergunakan masyarakat
setempat.
Alat ukur : Kuesioner (Pertanyaan no.30)
Cara ukur : Wawancara
Hasil ukur : Jumlah uang dalam rupiah
Skala : Rasio
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
39
1 Universitas Indonesia
9. Variabel Pengeluaran Rumah Tangga
Definisi : Rata-rata jumlah semua pengeluaran rumah tangga dalam satu
bulan, dipergunakan sebagai proksi sosial ekonomi
Alat ukur : Kuesioner (Pertanyaan no.31). Pertanyaan jenis pengeluaran
yang dipergunakan disesuaikan dengan kuesioner Susenas
Cara ukur : Menghitung semua pengeluaran rumah tangga, meliputi
pengeluaran untuk makanan maupun bukan makanan, yang
dijumlahkan untuk keperluan satu bulan.
Hasil ukur : Jumlah uang dalam rupiah
Skala : Rasio
10. Variabel Kemampuan untuk Membayar (ATP)
Definisi : Jumlah uang yang mampu dibayarkan oleh rumah tangga
untuk setiap kali kunjungan berobat ke Puskesmas sebagai
mengganti biaya pelayanan kesehatan
Alat ukur : Kuesioner (Pertanyaan bagian F.z)
Cara ukur : Dihitung 5% dari semua pengeluaran keluarga untuk bukan
makanan /non food expenditure. (Russel, 1996).
Hasil ukur : Jumlah uang dalam rupiah
Skala : Rasio
11. Variabel Kemauan untuk Membayar (WTP)
Definisi : Jumlah uang yang mau dibayarkan oleh rumah tangga untuk
setiap kali kunjungan berobat ke Puskesmas sebagai mengganti
biaya pelayanan kesehatan
Alat ukur : Kuesioner (Pertanyaan no.35)
Cara ukur : Wawancara menanyakan besaran uang yang mau dibayarkan
untuk sekali berobat ke Puskesmas, bila kualitas pelayanannya
sesuai dengan harapan responden dan tidak ada program
pengobatan gratis
Hasil ukur : Jumlah uang dalam rupiah
Skala : Rasio
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
40
1 Universitas Indonesia
12. Variabel Kepemilikan Jaminan/Asuransi Kesehatan
Definisi : Adanya organisasi penanggung biaya berobat di fasilitas
kesehatan, di luar program JTS/subsidi pelayanan kesehatan
gratis yang diberikan Pemda Tabalong
Alat ukur : Kuesioner (Pertanyaan no.12)
Cara ukur : Hasil wawancara
Hasil ukur : 0 = Tidak memiliki
1 = Memiliki
Skala : Nominal
13. Variabel Kesesuaian Jam Buka Puskesmas
Definisi : Kebutuhan waktu rumah tangga untuk berobat, dibandingkan
dengan waktu jam buka Puskesmas dalam memberikan
pelayanan kesehatan
Alat ukur : Kuesioner (Pertanyaan no.32)
Cara ukur : Hasil wawancara
Hasil ukur : 0 = Belum Sesuai
1 = Sesuai
Skala : Ordinal
14. Variabel Keberadaan Dokter
Definisi : Pemeriksaan pelayanan kesehatan di Puskesmas dilakukan
oleh dokter kepada pasien secara langsung. Variabel ini
berlaku bagi yang pernah memanfaatkan Puskesmas baik
dalam satu tahun ini ataupun sebelumnya
Alat ukur : Kuesioner (Pertanyaan no.33)
Cara ukur : Hasil wawancara, dikategorikan menjadi dua, yaitu “tidak
selalu ada” bila jawaban tidak, kadang atau sering tidak
diperiksa dokter dan “selalu ada” bila selalu diperiksa dokter
Hasil ukur : 0 = Tidak selalu ada
1 = Selalu ada
Skala : Ordinal
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
41
1 Universitas Indonesia
15. Variabel Persepsi Kualitas Puskesmas
Definisi : Pendapat responden terhadap pelayanan yang diterima saat
berkunjung di Puskesmas. Variabel ini berlaku bagi yang
pernah memanfaatkan Puskesmas, baik tahun ini atau
sebelumnya.
Alat ukur : Kuesioner (Pertanyaan no.34; a - g)
Cara ukur : Dengan 7 pertanyaan pada kuesioner, range skor penilaian
terhadap kualitas pelayanan antara 7 - 35. Dari hasil penelitian
didapatkan nilai persepsi kualitas antara 18 – 35, dengan nilai
median 27. Kategori penilaian digunakan menurut median
skor jawaban. Kategori pelayanan “kurang” bila < 27 dan
pelayanan “baik” bila > 27.
Hasil ukur : 0 = Kurang
1 = Baik
Skala : Ordinal
3.3 Hipotesis
1. Ada hubungan antara pendidikan dengan pemanfaatan subsidi pelayanan
kesehatan gratis di Puskesmas
2. Ada hubungan antara pengetahuan dengan pemanfaatan subsidi pelayanan
kesehatan gratis di Puskesmas
3. Ada hubungan antara pekerjaan dengan pemanfaatan subsidi pelayanan
kesehatan gratis di Puskesmas
4. Ada hubungan antara persepsi/keluhan sakit dengan pemanfaatan subsidi
pelayanan kesehatan gratis di Puskesmas
5. Ada hubungan antara adanya penyakit yang diderita dengan pemanfaatan
subsidi pelayanan kesehatan gratis di Puskesmas
6. Ada hubungan antara waktu tempuh ke Puskesmas dengan pemanfaatan
subsidi pelayanan kesehatan gratis di Puskesmas
7. Ada hubungan antara biaya transportasi ke Puskesmas dengan pemanfaatan
subsidi pelayanan kesehatan gratis di Puskesmas
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
42
1 Universitas Indonesia
8. Ada hubungan antara pengeluaran rumah tangga dengan pemanfaatan
subsidi pelayanan kesehatan gratis di Puskesmas
9. Ada hubungan antara kemampuan untuk membayar dengan pemanfaatan
subsidi pelayanan kesehatan gratis di Puskesmas
10. Ada hubungan antara kemauan untuk membayar dengan pemanfaatan
subsidi pelayanan kesehatan gratis di Puskesmas
11. Ada hubungan antara kepemilikan jaminan/ asuransi kesehatan dengan
pemanfaatan subsidi pelayanan kesehatan gratis di Puskesmas
12. Ada hubungan antara kesesuaian jam buka Puskesmas dengan pemanfaatan
subsidi pelayanan kesehatan gratis di Puskesmas
13. Ada hubungan antara keberadaan dokter dengan pemanfaatan subsidi
pelayanan kesehatan gratis di Puskesmas
14. Ada hubungan antara persepsi kualitas pelayanan Puskesmas dengan
pemanfaatan subsidi pelayanan kesehatan gratis di Puskesmas.
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
43 Universitas Indonesia
BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Disain Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, yaitu dengan studi
analitik (Nazir, 1999) untuk menguji hipotesis faktor-faktor yang berhubungan
dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan gratis tingkat Puskesmas di Kabupaten
Tabalong. Disain penelitian yang dipergunakan adalah disain non-ekperimen.
Tanpa ada intervensi dan penentuan kontrol, informasi variabel dependen
(pemanfaatan pelayanan kesehatan Puskesmas) dan variabel independen
dikumpulkan secara sistematis melalui survey (Singarimbun, 1989; Gani, 1988)
Pengumpulan data dilakukan secara cross-sectional, yaitu dilakukan pada
satu waktu saja. Pengukuran variabel penelitian dilakukan pada sampel rumah
tangga terpilih dari populasi melalui wawancara menggunakan kuesioner
(Singarimbun,1989).
Untuk memperdalam pembahasan terkait pelaksanaan subsidi pelayanan
kesehatan gratis tingkat Puskesmas di Kabupaten Tabalong melalui program
Jaminan Tabalong Sehat, dilakukan wawancara mendalam terhadap key person
terpilih, mulai dari tingkat pengambil kebijakan di Pemerintah Daerah, DPRD,
pengelola program JTS di Dinas Kesehatan dan pelaksana pelayanan kesehatan di
Puskesmas.
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan tiga di wilayah Puskesmas di Kabupaten Tabalong
dengan kriteria peningkatan kunjungan rendah, sedang dan tinggi setelah adanya
program subsidi pelayanan kesehatan gratis di tingkat Puskesmas. Adapun
Puskesmas yang dipilih adalah Puskesmas Kelua mewakili Puskesmas dengan
peningkatan kunjungan tinggi, Puskesmas Muara Uya mewakili Puskesmas
dengan peningkatan kunjungan sedang, dan Puskesmas Hikun mewakili
Puskesmas dengan peningkatan kunjungan rendah. Waktu pelaksanaan penelitian
adalah pada tanggal 12 - 28 April 2010.
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
44
1 Universitas Indonesia
4.3 Populasi dan Sampel
4.3.1 Populasi
Populasi penelitian ini adalah rumah tangga yang ada di wilayah
Kabupaten Tabalong Kalimantan Selatan.
4.3.2 Sampel
Unit analisisnya (sample unit) adalah rumah tangga. Dengan responden
(unit elementer) adalah individu yang menjadi anggota rumah tangga (Ariawan,
1998:p.84), diutamakan kepala rumah tangga atau pasangannya.
Sampel rumah tangga diambil dari masing-masing desa/kelurahan terpilih
di tiga wilayah Puskesmas, yaitu Puskesmas Kelua, Puskesmas Muara Uya dan
Puskesmas Hikun. Pemilihan Puskesmas dilakukan secara purposif, dengan
pertimbangan mewakili Puskesmas yang memiliki peningkatan kunjungan tinggi,
sedang dan rendah, serta mewakili tiga wilayah pengembangan kabupaten, yaitu
wilayah selatan, tengah dan utara. Pengambilan sampel rumah tangga dilakukan
secara restricted random sample (Nazir, 1999:p.332), dengan rancangan klaster
dua tingkat, yaitu langkah pertama untuk pemilihan desa di wilayah kecamatan
dan langkah kedua untuk pemilihan rumah tangga dari desa terpilih (Ariawan,
1998:p.83).
Pada masing-masing Puskesmas diambil lima klaster desa/kelurahan yang
dipilih secara acak (simple random sampling), sehingga didapatkan 15
desa/kelurahan lokasi pengambilan sampel. Sedangkan jumlah sampel dari
masing-masing desa/kelurahan terpilih secara proporsional. Selanjutnya untuk
penentuan rumah tangga dari klaster desa/kelurahan terpilih dilakukan secara
sistematik (systematic sampling) (Ariawan, 1998:p.77-78; Nazir, 2003:p.277).
Besar sampel ditetapkan dengan mempertimbangkan tujuan penelitian,
jenis penelitian, cara pengambilan sampel, kemaknaan statistik yang diinginkan
dan kemampuan yang ada pada peneliti (waktu, tenaga dan biaya). Kecukupan
besar sampel dihitung dengan rumus sampel uji hipotesis beda proporsi dua sisi.
Rumus besar sampel untuk uji hipotesis beda proporsi dua sisi adalah sebagai
berikut (Lemeshow et al, 1997:p.18; Ariawan, 1998:p.31)
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
45
1 Universitas Indonesia
n =
��������(��) ���� ���(����)���(����)� �(�����)� X Deff
Keterangan :
n = Jumlah sampel minimal
P = Rata-rata proporsi, (P1+P2)/2 = 0,255
P1 = Proporsi pemanfaatan pelayanan kesehatan dasar Puskesmas, penelitian Asbudin (2002) = 0,51
P2 = Proporsi pemanfaatan pelayanan kesehatan dasar Puskesmas,
penelitian Herlina (2001) = 0,24
z 1- α/2 = nilai z (toleransi eror) dengan tingkat kemaknaan α pada uji dua
sisi sebesar 5 % adalah 1,96 z 1-β = untuk mendeteksi pemanfaatan Puskesmas dipergunakan
kekuatan uji 90% = 0,90 Design effect = pemilihan cluster desa, kemudian systematic random = 2 Berdasarkan rumus tersebut, didapatkan jumlah sampel yang diperlukan
untuk masing-masing kelompok adalah 66 rumah tangga. Karena adanya efek
disain, maka jumlah sampel yang diperlukan dikalikan dua untuk masing-masing
kelompok, menjadi 132 rumah tangga. Untuk memudahkan penghitungan sampel
per desa/kelurahan, maka jumlah sampel digenapkan 135 rumah tangga setiap
wilayah Puskesmas. Sehingga, dari 15 lokasi desa/kelurahan terpilih, masing-
masing diambil 27 sampel. Keseluruhan sampel berjumlah 405 responden yang
mewakili rumah tangga.
4.4 Teknik Pengumpulan Data
4.4.1 Jenis dan Sumber Data
Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dari survey rumah tangga
dengan menggunakan kuesioner. Data sekunder adalah data dari Pemda Tabalong
dan Dinas Kesehatan Kabupaten, baik itu berupa peraturan, surat keputusan,
pedoman pelaksanaan, anggaran, ketenagaan, data penduduk, dan lain-lain.
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
46
1 Universitas Indonesia
4.4.2 Instrumen Penelitian
Untuk mendapatkan data dan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian
ini, diperlukan instrumen tertentu. Untuk mendapatkan data lapangan, instrumen
yang dipergunakan adalah kuesioner/angket. Kuesioner yang berisi butir-butir
pertanyaan disusun untuk mengukur variabel dependen dan variabel independen
dengan melakukan wawancara terhadap responden terpilih dari sampel penelitian.
Sebagai pewawancara survey adalah peneliti sendiri dan dibantu beberapa tenaga
kesehatan yang telah dilatih.
Agar instrumen pertanyaan dapat dipakai dan menghasilkan informasi
yang relevan, maka instrumen yang dipergunakan harus tepat (valid) dan dapat
dipercaya (reliable). Karena itu, instrumen tersebut harus terlebih dahulu
dilakukan uji validitas dan reliabilitas terhadap instrumen tersebut, dengan cara
sebagai berikut :
1. Uji validitas instrumen
Untuk mengetahui sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat
ukur dalam mengukur suatu data. Variabel yang diuji adalah variabel yang
bersifat konstruk dengan penilaian yang un-observed sehingga diukur dengan
beberapa indikator/pertanyaan yang merupakan pendapat dari sejumlah
responden. Pengukuran yang sering digunakan dalam menyusun kuesioner
adalah dengan skala, seperti skala Likert (Ghozali, 2007;p.41).
Suatu variabel (pertanyaan) dikatakan valid bila skor variabel tersebut
berkorelasi secara signifikan dengan skor totalnya. Uji yang digunakan
adalah korelasi Pearson Product Moment. Caranya, dibandingkan antara
nilai r hitung dengan r tabel. Bila nilai r hitung > r tabel, maka Ho ditolak,
artinya pertanyaan tersebut valid untuk dipergunakan. Sebaliknya bila r
hitung < r tabel, maka Ho gagal ditolak, artinya pertanyaan tidak valid untuk
dipergunakan (Hastono, 2007:p.53-55).
2. Uji reliabilitas instrumen
Untuk mengetahui sejauh mana hasil pengukuran tetap konsisten bila
dilakukan pada 2 kali atau lebih pengukuran. Untuk mengetahui reliabilitas
instrumen dilakukan dengan uji Crombach Alpha. Bila nilai Crombach Alpha
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
47
1 Universitas Indonesia
> 0,60 berarti variabel (pertanyaan) reliabel. Bila Crombach Alpha < 0,6
berarti variabel tidak reliabel. (Hastono, 2007:p.53-55; Ghozali, 2007;p.42)
4.4.3 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner
Sebelum dipergunakan dalam penelitian, ujicoba kuesioner di Desa
Mabuun Kecamatan Murung Pudak Kabupaten Tabalong yang tidak termasuk
dalam lokasi penelitian. Jumlah responden dalam ujicoba kuesioner sebanyak 30
orang.
Hasil pengujian validitas terhadap variabel pengetahuan dengan jumlah
pertanyaan sebanyak tujuh buah, didapatkan dua buah pertanyaan yang tidak
valid, sehingga harus dibuang, yaitu pertanyaan ke-6 (nilai r-hitung 0,176) dan
pertanyaan ke-7 (r-hitung 0,290) yang lebih kecil dari r-tabel 0,361 (df n-2=28)
pada product moment pearson. Besaran nilai r-hitung pada pertanyaan ke-1
sampai ke-5 lebih besar dari r-tabel 0,361. Sedangkan uji reliabilitas didapatkan
nilai Cronbach’s Alpha = 0,724 lebih besar dari batas nilai Cronbach’s Alpha
0,60. Artinya butir-butir pertanyaan pengetahuan tersebut reliabel.
Hasil pengujian validitas terhadap variabel persepsi kualitas pelayanan
Puskesmas dengan jumlah pertanyaan sebanyak tujuh buah, semuanya valid
karena memiliki nilai r hitung yang lebih besar dari r tabel 0,361 (df n-2=28)
pada product moment pearson. Sedangkan uji reliabilitas didapatkan nilai
Cronbach’s Alpha = 0,879 lebih besar dari batas nilai Cronbach’s Alpha 0,60.
Artinya butir-butir pertanyaan persepsi kualitas tersebut reliabel.
4.4.4 Cara Pengumpulan Data
Sebelum pengumpulan data dilakukan pemilihan desa/kelurahan secara
random. Dari tiga wilayah Puskesmas yang terpilih, dirandom masing-masing
lima desa/kelurahan. Untuk wilayah Puskesmas Hikun terpilih Kelurahan
Tanjung, dan Agung, Desa Kambitin Raya, Wayau dan Mahe Seberang. Di
wilayah Puskesmas Muara Uya terpilih Desa Mangkupum, Kampung Baru,
Simpung Layung, Muara Uya dan Santuun. Sedangkan wilayah Puskesmas Kelua
terpilih Desa Telaga Itar, Takulat, Pulau, Masintan dan Paliat. Pada masing-
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
48
1 Universitas Indonesia
masing desa/kelurahan diambil 27 responden secara acak sistematik dengan cara
WHO/EPI, yaitu EPI3 (Depkes RI, 2003b;p.16-20).
Langkah pertama, pewawancara pergi ke tengah desa, yang dipilih sebagai
tanda adalah perempatan di tengah desa, atau balai desa. Kemudian dengan
melempar pensil ditentukan arah jalan dan rumah pertama sampel. Selanjutnya,
setelah rumah pertama terpilih, rumah berikutnya ditentukan dengan memilih 3
(tiga) rumah terdekat dengan rumah yang telah didatangi, mengikuti arah jalan
terpilih.
Dalam pengumpulan data di lapangan, peneliti dibantu oleh enam orang
petugas kesehatan dari Dinas Kesehatan dan Puskesmas. Petugas ini
berpendidikan D3 dan S1 kesehatan, yang mengetahui wilayah dan bahasa daerah
setempat, serta pernah mengikuti survei di lapangan sebelumnya. Sebelum ke
lapangan, petugas terlebih dahulu diberikan pelatihan tentang maksud dan teknis
wawancara, serta cara pengisian kuesionernya.
4.5 Pengolahan Data
Data yang telah terkumpul kemudian diolah dengan tahapan coding,
editing dan processing data (Nazir, 1999:101) :
1. Editing. Data yang telah dikumpulkan diedit lebih dulu untuk memperbaiki
kualitas data dan menghilangkan kerancuan. Pengeditan data dilakukan
dengan pengecekan kelengkapan data, kejelasan tulisan dan konsistensi data.
2. Coding. Coding merupakan kegiatan merubah data dari bentuk huruf (kata-
kata) menjadi bentuk angka/bilangan. Hal ini dilakukan untuk mempermudah
identifikasi dan pemrosesan data.
3. Processing. Kuesioner yang telah editing dan diberi kode numerik,
selanjutnya diolah (dientry) dengan bantuan komputer menggunakan program
SPSS.
4. Cleaning. Setelah entry data selesai dilakukan, maka hasilnya perlu di check
kembali apakah ada kesalahan entry atau tidak.
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
49
1 Universitas Indonesia
4.6 Analisis Data
Pada dasarnya, analisis data dilakukan untuk membuktikan kebenaran
hipotesis yang dibuat. Sehingga, tujuan penelitian untuk mengetahui faktor-faktor
yang berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan gratis tingkat
Puskesmas di Kabupaten Tabalong dapat tercapai.
4.6.1 Analisis Univariat
Analisis univariat dipergunakan untuk melihat deskripsi dari masing-
masing variabel penelitian yang diukur, baik variabel independen maupun
variabel dependen. Deskripsi variabel yang akan diketahui meliputi nilai
frekuensi, rata-rata (mean), nilai tengah (median), standar deviasi, nilai
maksimum dan minimum dari masing-masing variabel penelitian.
4.6.2 Analisis Bivariat
Analisis bivariat dipergunakan untuk menguji hipotesis kemaknaan
hubungan antara masing-masing variabel independen dengan variabel dependen,
yaitu pemanfaatan pelayanan kesehatan Puskesmas.
Uji statistik yang dipergunakan adalah uji beda dua proporsi/persentase
Kai Kuadrat (Chi square) untuk variabel independen yang datanya bersifat
kategorik (skala ukur nominal dan ordinal). Sedangkan untuk variabel independen
yang datanya bersifat kontinyu (skala interval/rasio) pergunakan uji beda dua
mean / rata-rata Uji T Independen. Batasan signifikansi antara data yang
didapatkan dengan data yang diharapkan dalam pemanfaatan pelayanan
dipergunakan tingkat kepercayaan 95% atau batas kemaknaan (level of
significanse) nilai alpha=0,05. Artinya bila didapatkan nilai p value < alpha (0,05)
maka hipotesis nul (Ho) ditolak dan dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang
signifikan antara variabel independen dengan variabel dependen. Sebaliknya bila
nilai p value > alpha (0,05) maka hipotesis nul (Ho) gagal ditolak dan dapat
disimpulkan bahwa secara signifikan ada tidak hubungan atau perbedaan yang
signifikan antara variabel independen dengan variabel dependen (Hastono,
2007:p.91-118)
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
50
1 Universitas Indonesia
4.6.3 Analisis Multivariat
Analisis multivariat dipergunakan untuk mengetahui hubungan variabel-
variabel independen dengan variabel dependen secara bersama-sama. Dari analisis
multivariat dapat diketahui variabel independen yang secara dominan
berhubungan dengan variabel dependen (Hastono, 2007:p.140-141).
Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan pemanfaatan
subsidi pelayanan kesehatan gratis di Puskesmas di Kabupaten Tabalong, analisis
multivariat yang dipergunakan adalah regresi logistik ganda model prediksi.
Karena variabel dependen diukur dengan skala kategorik yang dikotomi (ya-tidak)
(Hastono, 2007:p.174).
Pemodelan prediksi bertujuan untuk memperoleh kumpulan prediktor
(independen) yang dianggap terbaik untuk memprediksi suatu kejadian. Semua
variabel dianggap sama pentingnya sehingga dapat dilakukan estimasi berapa
koefisien regresi logistik sekaligus.
Dalam analisis multivariat, langkah-langkah analisis regresi logistik ganda
dilakukan sebagai berikut : (Hastono, 2007:p182-183; )
1. Melakukan analisis bivariat antara masing-masing variabel independen
dengan variabel dependennya. Bila hasil uji bivariat mendapatkan nilai p
value < 0,25 maka variabel tersebut dimasukkan kedalam model multivariat
2. Memilih variabel yang dianggap penting yang masuk dalam model, dengan
mempertahankan variabel yang mempunyai p value < 0,05 dan mengeluarkan
variabel dengan p value > 0,05. Proses pengeluaran variabel dilakukan satu
per satu dimulai dari variabel yang memiliki p value terbesar.
3. Identifikasi variabel yang dianggap penting dalam persamaan multivariat
dengan menggunakan uji statistik wald untuk masing-masing variabel
menggunakan p < 0,05.
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
51 Universitas Indonesia Universitas Indonesia
56 Universitas Indonesia
BAB 5 HASIL PENELITIAN
5.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian
Kabupaten Tabalong merupakan kabupaten paling utara dari Propinsi
Kalimantan Selatan. Tanjung sebagai ibukota kabupaten, jaraknya sekitar 225 km
dari Kota Banjarmasin sebagai ibu kota propinsi. Wilayah Kabupaten Tabalong
berada pada 1o18” – 2o25” Lintang Selatan dan 115o9” – 115o47” Bujur Timur.
Batas-batas wilayahnya adalah sebagai berikut :
- Sebelah utara : Propinsi Kalimantan Timur
- Sebelah timur : Propinsi Kalimantan Timur
- Sebelah selatan : Kabupaten Hulu Sungai Tengah
- Sebelah barat : Propinsi Kalimantan Tengah
Luas wilayah Kabupaten Tabalong adalah 3.946 km2 atau 10,61% dari luas
Propinsi Kalimantan Selatan. Wilayah Kecamatan terluas adalah Muara Uya,
yaitu 924,16 km2 (23,42%). Wilayah terkecil adalah Muara harus, yaitu 62,90
km2 (1,59%).
Wilayah administratif Kabupaten Tabalong bagi atas 12 kecamatan dengan
131 desa/kelurahan, yang terdiri dari 123 desa dan 8 (delapan) kelurahan.
Terdapat tiga wilayah pengembangan pembangunan (WPP), yaitu bagian utara
meliputi Kecamatan Muara Uya, Jaro, Haruai, Bintang Ara dan Upau. Bagian
tengah meliputi Kecamatan Tanjung, Murung Pudak dan Tanta. Bagian Selatan
meliputi Kecamatan Kelua, Muara Harus, Banua Lawas dan Pugaan.
Jumlah penduduk Kabupaten Tabalong tahun 2009 adalah 193.641 jiwa,
terdiri dari 96.838 laki-laki dan 96.803 perempuan, dengan jumlah rumah tangga
sebanyak 51.666 buah. Kepadatan penduduknya 49,07 jiwa per km2. Jumlah
penduduk tersebut menurun 1,7% dibandingkan jumlah penduduk tahun 2008
yang berjumlah 197.095 jiwa. Padahal laju pertumbuhan penduduk tahun 2007 ke
tahun 2008 sebesar 3,7%.
Tingkat pendidikan penduduk Kabupaten Tabalong terbanyak adalah
lulusan SD (38,3%), Belum/tidak tamat SD (24,5%), SLTP (20,3%), SLTA
(12,4%), Tidak/belum sekolah (2,8%), dan Akademi/ Perguruan tinggi (1,7%).
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
52
Universitas Indonesia
Secara geografis, bagian selatan Kabupaten Tabalong merupakan dataran
rendah dan rawa-rawa. Sedangkan bagian tengah dan utara Kabupaten Tabalong
merupakan dataran tinggi dan perbukitan. Mata pencaharian penduduk sebagian
besar yaitu 63,9% adalah petani, terutama petani karet dan sawit. Selebihnya
bekerja pada sektor perdagangan 12,2%, pekerja perusahaan swasta 11,5%,
PNS/TNI-Polri 4,3%, dan lain-lain 5%. Kabupaten Tabalong dikenal dengan hasil
tambangnya, yaitu minyak bumi dan batubara.
Fasilitas kesehatan yang ada di wilayah Kabupaten Tabalong adalah satu
rumah sakit umum daerah (RSUD) H. Badaruddin Tanjung, satu rumah sakit
swasta (RS Pertamina), 15 Puskesmas, yang terdiri dari 3 Puskesmas Perawatan
dan 12 Puskesmas Rawat Jalan. Selain itu juga didukung dengan 56 Puskesmas
Pembantu dan 101 Polindes/Poskesdes serta 253 Posyandu.
Total tenaga kesehatan di wilayah Kabupaten Tabalong sebanyak 434
orang. Sebanyak 299 bekerja di Puskesmas dan Dinas Kesehatan, sedangkan
sebanyak 135 orang bekerja di rumah sakit. Menurut jenis tenaganya, ada 53
orang tenaga medis (7 dokter spesialis dan 45 dokter umum), 283 tenaga perawat/
bidan, 26 tenaga farmasi, 18 tenaga gizi, 25 tenaga analis dan teknis medis, 22
tenaga sanitarian dan 15 tenaga kesehatan masyarakat.
Sedangkan pola penyakit terbanyak dari kunjungan rawat jalan Puskesmas
selama tahun 2009, masih berkisar pada penyakit-penyakit infeksi, seperti ISPA
(26,14%), penyakit jaringan sistem otot (21,08%), diare (9,88%), malaria (9,12%)
dan penyakit kulit (6,82%).
Data dari pengelola program JTS Dinas Kesehatan, bahwa Pemda
Tabalong menganggarkan dana berbentuk hibah untuk subsidi pelayanan
kesehatan gratis tingkat Puskesmas dengan jumlah yang berfluktuasi. Untuk
anggaran tahun 2008 disediakan satu milliar rupiah, tahun 2009 turun menjadi
Rp.500.000.000,- dan tahun 2010 ini kembali naik satu milliar rupiah. Bila
penyerapan dana pada tahun 2008 hanya sebesar Rp.94.131.500,- (9,41%), maka,
penyerapan dana pada tahun 2009 sebesar Rp.150.378.500,- atau sekitar 30,08%.
Jumlah kunjungan ke Puskesmas yang dilayani dengan program JTS ini sebanyak
46.293 kunjungan atau sekitar 37,42% dari total kunjungan Puskesmas sebanyak
123.702 kunjungan pada tahun 2009.
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
53
Universitas Indonesia
5.2 Analisis Univariat
5.2.1 Karakteristik Responden
Total responden dalam penelitian ini sebanyak 405 orang, mewakili
sampel rumah tangga. Dari Tabel 5.1 terlihat bahwa karakteristik responden
menurut jenis kelamin hampir berimbang. Laki-laki sebanyak 208 (51,4%) dan
perempuan sebanyak 197 (48,6%). Sedangkan dari statusnya, terbanyak adalah
suami, yaitu 201 (49.6%) dan paling sedikit adalah responden single sebanyak 4
(1.0%).
Tabel 5.1 Distribusi Karakteristik Responden dan Kepala Rumah Tangga
Kabupaten Tabalong Tahun 2010
Variabel Kategori Jumlah Persentase Jenis Kelamin
• Laki-laki • Perempuan
208 197
51.4 48.6
Status Responden
• Suami • Isteri • Anak • Single • Janda/duda
201 172 15 4
13
49.6 42.5 3.7 1.0 3.2
Pendidikan KK • Tidak Sekolah • Tdk Tamat SD/MI • Tamat SD • Tamat SLTP • Tamat SLTA • Tamat Akademi/PT
9 67 97 79
127 26
2.2 16.5 24.0 19.5 31.4 6.4
Pekerjaan KK • Petani • Buruh • Pedagang/wiraswasta • Pegawai Swasta • PNS/TNI/Polri/Pensiunan
199 32 86 40 48
49.1 7.9
21.2 9.9
11.9
Menurut tingkat pendidikan kepala keluarga (KK), terbanyak adalah
lulusan SLTA, sebanyak 127 (31,4%). Selanjutnya pendidikan KK dikategorikan
dalam pendidikan rendah sebanyak 252 (62,2%) dan pendidikan tinggi sebanyak
153 (37,8%). Sedangkan dari pekerjaan KK, terbanyak adalah petani, yaitu
sebanyak 199 (49,1%), paling sedikit adalah buruh yaitu 32 (7,9%). Kemudian
pekerjaan KK dikategorikan menjadi bekerja informal sebanyak 317 (78,3%) dan
bekerja formal sebanyak 88 (21.7%).
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
54
Universitas Indonesia
Rata-rata umur responden adalah 40,93 tahun, dengan umur termuda 18
tahun dan tertua 75 tahun, Sedangkan jumlah anggota keluarga responden rata-
rata adalah 3,87 orang, dengan jumlah keluarga terkecil satu orang /single dan
terbanyak 11 orang. Dari 405 responden penelitian ini, total anggota rumah
tangga sebanyak 1.566 orang.
5.2.2 Pemanfaatan Puskesmas, Pembayaran Puskesmas dan Kepemilikan
Jaminan/Asuransi
Gambaran pemanfaatan pelayanan kesehatan Puskesmas pada Tabel 5.2
menunjukkan 235 (58,0%) responden mengatakan pernah memanfaatkan
Puskesmas dalam satu tahun terakhir.
Tabel 5.2 Distribusi Pemanfaatan Pelayanan Puskesmas, Pembayaran Pelayanan Puskesmas
dan Kepemilikan Jaminan/Asuransi Kesehatan, Kabupaten Tabalong Tahun 2010
Variabel Kategori Jumlah Persentase
Pemanfaatan Puskesmas dlm 1 tahun (n=405)
Tidak pernah Pernah
• < 1 bulan lalu • 1 – < 3 bulan lalu • 3 – < 6 bulan lalu • 3 – 12 bulan lalu
170 235
47 89 58 41
42.0 58.0
11,6 22,0 14,3 10,1
Pemanfaatan > setahun lalu bagi yg tidak pernah ke Puskesmas 1 thn ini (n=170)
Tidak pernah Pernah
116 54
68,2 31,8
Pembayaran pelayanan bagi yg pernah ke Puskesmas 1 th ini (n=235)
Tidak bayar/gratis Bayar
175 60
74,5 25,5
Kepemilikan jaminan/asuransi kesehatan (n=405)
Tidak memiliki Memiliki
• Askes • Jamsostek • Jamkesmas • Jaminan
perusahaan
253 152
48 13 85 6
62,5 37,5
11,9 3,2
21,0 1,5
Dari 235 responden yang pernah memanfaatkan Puskesmas, ternyata 60
(25,5%) mengatakan membayar pelayanan di Puskesmas. Adapun responden yang
memiliki jaminan/asuransi kesehatan sebanyak 152 (37,5%). Jenis jaminan
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
55
Universitas Indonesia
kesehatan terbanyak adalah Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) baru
kemudian asuransi kesehatan (Askes).
Pada Tabel 5.3 terlihat frekuensi pemanfaatan Puskesmas mulai dari satu
sampai 13 kali atau rata-rata 2,27 kali. Total pemanfaatan rumah tangga
responden sebanyak 543 kali dalam setahun terakhir. Sehingga contact rate-nya
0,34 perorang dalam setahun.
Tabel 5.3 Statistik Diskriptif Frekuensi Pemanfaatan Puskesmas dalam satu tahun,
Kabupaten Tabalong tahun 2010
Variabel N Mean Median SD Min-Mak 95% CI Frekuensi pemanfaatan Puskesmas dalam 1 tahun ini
235 2,27 40.00 11.116 18 - 75 2,00 -2,55
5.2.3 Pengetahuan tentang Program Subsidi Pelayanan Kesehatan Gratis /
Jaminan Tabalong Sehat
Tabel 5.4 Distribusi Responden Menurut Pengetahuan tentang Program Subsidi Pelayanan
Kesehatan Gratis Jaminan Tabalong Sehat (JTS), Kabupaten Tabalong Tahun 2010
Pertanyaan N Jawaban Benar
Jumlah Persentase 1. Mengetahui adanya program subsidi yan.kes
kesehatan gratis /JTS Pemda Tabalong 405 241
59.5
2. Syarat untuk mendapatkan pelayanan program
subsidi yan.kes gratis/JTS, yaitu KTP/KK 405 185 45.7
3. Puskesmas merupakan salah satu sarana mendapatkan yankes gratis JTS
405 174 43.0
4. Subsidi yankes gratis/JTS tidak dilayani didokter praktek/klinik
405 93 23.0
5. Rawat jalan di RSUD Tanjung merupakan salah satu yankes yang ditanggung program JTS
405 94 23.2
Kategori pengetahuan baik 405 227 56,0
Pada Tabel 5.4 terlihat bahwa baru 241 (59,5%) responden yang
mengetahui adanya subsidi pelayanan kesehatan gratis melalui program Jaminan
Tabalong Sehat (JTS) yang dikeluarkan oleh Pemda Tabalong. Ada 185 (45,7%)
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
56
Universitas Indonesia
responden yang mengetahui persyaratan untuk mendapatkan pelayanan tersebut.
Sedangkan yang mengetahui Puskesmas sebagai sarana yang memberikan
pelayanan kesehatan gratis ada 174 (43,0%).
Kemudian pengetahuan responden dikategorikan menjadi pengetahuan
kurang (< 2 jawaban benar) dan pengetahuan baik (> 3 jawaban benar) sesuai
dengan nilai median jumlah jawaban benar. Didapatkan 227 (56,0%) responden
memiliki pengetahuan kurang dan 178 (44,0%) memiliki pengetahuan baik.
5.2.4 Persepsi/Keluhan Sakit, Adanya Penyakit, Pencarian dan Biaya
Pengobatan
Berdasarkan Tabel 5.5 nampak bahwa keluhan sakit kepala merupakan
keluhan yang paling banyak yaitu sebesar 256 (63,2%), selanjutnya keluhan sakit
panas/demam terdapat 242 (59,8%). Urutan ketiga keluhan sakit adalah batuk-
pilek yaitu sebanyak 232 (57,3%) sedangkan keluhan sakit yang paling sedikit
adalah keluhan sakit luka/cedera yaitu sebesar 8 (2,0%).
Tabel 5.5 Distribusi Responden Menurut Persepsi/Keluhan Sakit,
Kabupaten Tabalong Tahun 2010
Jenis keluhan sakit N Ada keluhan
Jumlah Persentase 1. Panas/demam 405 242 59,8 2. Batuk-pilek 405 232 57,3 3. Sesak nafas/asma 405 17 4,2 4. Diare/mencret 405 47 11,6 5. Sakit kepala 405 256 63,2 6. Sakit gigi 405 79 19,5 7. Sakit tulang/sendi/rematik 405 115 28,4 8. Luka/cedera 405 8 2,0 9. Keluhan lainnya 405 57 14,1
Pada Tabel 5.6, diketahui bahwa semua responden pernah memiliki
keluhan sakit, mulai dari satu sampai delapan jenis, rata-rata keluhan yang
dirasakan sebanyak 2,6 jenis keluhan.
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
57
Universitas Indonesia
Tabel 5.6 Statistik Diskriptif Jumlah Keluhan Sakit yang Dialami,
Kabupaten Tabalong tahun 2010
Variabel N Mean Median SD Min- Mak 95% CI Jumlah keluhan 405 2,60 3,00 1,268 1 - 8 2,48-2,52
Tabel 5.7 menunjukkan bahwa keluhan sakit dengan kategori rendah
sebanyak 311 (76,8%) sedangkan yang berkategori tinggi ada 94 (23,2%). Dengan
adanya keluhan sakit tersebut responden yang mencari pengobatan ke sarana
kesehatan sebanyak 382 (94,3%) sedangkan sisanya 23 (5,7%) memilih tidak
mencari pengobatan ke sarana kesehatan. Pemilihan sarana kesehatan yang paling
banyak untuk pertama kali dikunjungi adalah praktek Perawat/Bidan sebanyak
213 (55,8%), selanjutnya Puskesmas adalah urutan kedua, yaitu 114 (29,8%).
Alasan utama responden dalam menentukan pilihan ke sarana kesehatan adalah
karena mudah dijangkau/dekat yaitu sebanyak 143 (37,4%), dan alasan
selanjutnya adalah karena biaya lebih murah yaitu sebesar 116 (30,4%).
Tabel 5.7 Distribusi Responden Menurut Kategori Keluhan Sakit,
Pencarian Pengobatan dan Alasannya, serta Adanya Diagnosa Penyakit, Kabupaten Tabalong Tahun 2010
Variabel Kategori Jumlah Persentase
Keluhan sakit (n=405)
Rendah Tinggi
311 94
76,8 23,2
Pencarian pengobatan selama mengalami keluhan sakit (n=405)
Tidak ke sarana kesehatan Ke sarana kesehatan
23 382
5,7 94,3
Sarana kesehatan yang pertama kali dikunjungi (n=382)
Puskesmas Rumah sakit Praktek Dokter/Poliklinik Praktek Perawat/Bidan Sarana Kesehatan lain
114 9
42 213
4
29,8 2,4
11,0 55,8 1,0
Alasan utama pemilihan sarana kesehatan (n=382)
Mudah dijangkau/dekat Biaya lebih murah Kualitas lebih baik Waktu pelayanan sesuai Alasan lain
143 116 61 59 3
37,4 30,4 16,0 15,4 0,8
Pembayaran di sarana kesehatan yg dipilih (n=382)
Tidak bayar/gratis Membayar
95 287
24,9 75,1
Pernah didiagnosa penyakit tertentu (405)
Tidak pernah/tidak tahu Pernah
308 97
76,0 24,0
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
58
Universitas Indonesia
Responden yang pernah didiagnosa menderita penyakit tertentu sebanyak
97 (24,0%) sedangkan lainnya berjumlah 308 (76,0%) tidak pernah/tidak tahu
diagnosa penyakitnya.
Responden yang mencari pengobatan ke sarana kesehatan kebanyakan
harus membayar yaitu sebesar 287 (75,1%). Sedangkan rata-rata biaya yang harus
dibayarkan adalah Rp 36.200,- seperti terlihat pada Tabel 5.8 berikut.
Tabel 5.8 Statistik Diskriptif Jumlah Biaya Dibayarkan pada
Sarana Kesehatan yang Dipilih, Kabupaten Tabalong tahun 2010
Variabel N Mean Median SD Min- Mak 95% CI Jumlah biaya (Rp)
287 36.200,- 20.000,- 58.200,- 1.500, -- 500.000,
29.400, -- 43.000,
5.2.5 Akses ke Puskesmas
Berdasarkan Tabel 5.9 terlihat bahwa jarak tempat tinggal responden ke
Puskesmas antara 1 - 17 km, dengan rata-rata 4,97 km. Waktu tempuh rata-rata
dari rumah responden ke Puskesmas pulang pergi rata-rata 22,74 menit dengan
median 20 menit. Waktu tempuh tercepat 5 menit dan terlama 60 menit. Untuk
biaya transport yang dikeluarkan untuk ke Puskesmas pulang pergi, rata-rata Rp
11.800,- dengan biaya termurah Rp 2.000,- dan biaya termahal Rp 100.000,-
Tabel 5.9 Statistik Diskriptif Jarak, Waktu Tempuh, dan Biaya Transportasi ke Puskesmas,
Kabupaten Tabalong tahun 2010
Variabel N Mean Median SD Min-Mak 95% CI Jarak (km) 405 4,97 4,00 3,753 1 – 17 4,60 – 5,33
Waktu tempuh (menit) 405 22,74 20,00 12,971 5 –60 21,4 –24,01
Biaya transport (Rp) 405 11.800 10.000 8.563 2.000, – 100.000
10.900 – 12.600
Tabel 5.10 menunjukkan bahwa responden yang pernah memanfaatkan
Puskesmas kebanyakan menggunakan cara dengan memakai kendaraan pribadi
yaitu berjumlah 246 (85,1%) dan diikuti dengan cara menggunakan ojek sebanyak
31 (10,7%). Sedangkan menurut responden untuk mendapatkan angkutan ke
Puskesmas yang menyatakan mudah adalah sebanyak 327 (80,7%).
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
59
Universitas Indonesia
Tabel 5.10 Distribusi Responden Menurut Cara dan Kemudahan Mendapatkan Angkutan ke
Puskesmas, Kabupaten Tabalong Tahun 2010
Variabel Kategori Jumlah Persentase Cara ke Puskesmas, bagi yang pernah memanfaatkan Puskesmas (n=289)
Jalan kaki Mobil angkutan umum Ojek Kendaraan pribadi Lainnya
6 5
31 246
1
2,1 1,7
10,7 85,1 0,3
Kemudahan angkutan (n=405)
Tidak mudah Mudah
78 327
19,3 80,7
5.2.6 Pengeluaran, Kemampuan dan Kemauan Membayar Puskesmas
Berdasarkan Tabel 5.11 terlihat bahwa rata-rata pengeluaran rumah tangga
per bulan adalah Rp 1.740.000,- dengan pengeluaran terendah Rp 389.000,- dan
tertinggi Rp 5.366.000,-. Sedangkan rata-rata kemampuan membayar responden
adalah sebesar Rp 33.500,- dengan kemampuan membayar terendah sebesar Rp
3.021,- dan tertinggi Rp 359.250,-. Untuk kemauan membayar responden rata-
rata adalah sebesar Rp 18.000,- dengan kemauan membayar terendah Rp 1.000 –
dan tertinggi Rp 70.000,-.
Tabel 5.11 Statistik Diskriptif Pengeluaran Rumah Tangga, Kemampuan Membayar (ATP)
dan Kemauan Membayar (WTP) Pelayanan Puskesmas, Kabupaten Tabalong Tahun 2010
Variabel N Mean Median SD Min - Mak 95% CI
Pengeluaran/bulan (Rp)
405 1.740.000 1.540.000 924.900 389.000 –5.366.000
1.650.000 – 1.830.000
ATP (Rp) 405 33.500 24.700 32.080 3.021 –359.250
30.400 – 36.700
WTP (Rp) 405 18.000 10.000 17.570 1.000 – 70.000
16.500 – 19.900
5.2.7 Jam Buka, Keberadaan Dokter dan Kualitas Pelayanan Puskesmas
Kesesuaian jam buka Puskesmas seperti yang tampak pada Tabel 5.12,
terlihat bahwa sebanyak 373 (92,1%) responden menyatakan bahwa jam buka
Puskesmas sudah sesuai. Hanya 32 (7,9%) yang menyatakan jam buka Puskesmas
tidak sesuai dengan kebutuhan pelayanan kesehatan.
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
60
Universitas Indonesia
Tabel 5.12 Distribusi Responden Menurut Kesesuaian Jam Buka Puskesmas,
Pemeriksaan oleh Dokter dan Persepsi Kualitas Pelayanan Puskesmas, Kabupaten Tabalong Tahun 2010
Variabel Kategori Jumlah Persentase
Kesesuaian jam buka Puskesmas (n=405)
Belum sesuai Sesuai
32 373
7,9 92,1
Diperiksa dokter bagi yang pernah ke Puskesmas (n=289)
Tidak/tidak selalu Selalu
145 144
50,2 49,8
Persepsi Kualitas Pelayanan Puskesmas (n=289)
Kurang (skor < 27) Baik (skor > 27)
129 160
44,6 55,4
Sementara, dari 289 responden yang pernah ke Puskesmas sebanyak 145
(50,2%) menyatakan bahwa tidak/tidak selalu diperiksa oleh dokter sedangkan
144 (49,8%) menyatakan selalu diperiksa oleh dokter. Persepsi kualitas pelayanan
Puskesmas dari responden yang pernah memanfaatkan Puskesmas terlihat bahwa
160 (55,4%) menyatakan bahwa kualitas Puskesmas itu baik, dan sisanya
sebanyak 129 (44,6%) menyatakan kualitas Puskesmas masih kurang.
Dilihat pada Tabel 5.13, dari persepsi 289 responden terhadap masing-
masing indikator kualitas pelayanan Puskesmas, skor hasil terendah adalah
indikator “Kecukupan peralatan”, yaitu 1044 atau 72,2% dari skor ideal.
Sedangkan skor hasil tertinggi 1108 (76,7%) adalah indikator “Sikap petugas di
poli”.
Tabel 5.13 Skor Penilaian Responden terhadap Indikator Kualitas Pelayanan Puskesmas
Kabupaten Tabalong Tahun 2010 (n = 289)
Indikator Skor ideal Skor hasil Persentase 1. Sikap petugas di loket 1445 1105 76,5
2. Sikap petugas di poli 1445 1108 76,7
3. Sikap petugas di apotik 1445 1104 76,4
4. Kebersihan Puskesmas 1445 1050 72,7
5. Ketersediaan obat 1445 1079 74,7
6. Kecukupan peralatan 1445 1044 72,2
7. Kualitas pelayanan umum 1445 1104 76,4
Total 10115 7594 75,1
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
61
Universitas Indonesia
5.3 Analisis Bivariat
5.3.1 Hubungan antara Pendidikan KK dengan Pemanfaatan Pelayanan
Kesehatan di Puskesmas
Pada Tabel 5.14 terlihat, dari 252 KK dengan kategori pendidikan
rendah, sebanyak 134 (53,2%) pernah memanfaatkan pelayanan kesehatan di
Puskesmas. Sedangkan dari 153 KK yang pendidikannya tinggi, sebanyak 101
(66,0%) pernah memanfaatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas.
Tabel 5.14 Statistik Hubungan antara Pendidikan KK dengan Pemanfaatan Pelayanan
Kesehatan di Puskesmas, Kabupaten Tabalong Tahun 2010
Pendidikan Ke Puskesmas
P value
OR (95% CI)
Tidak pernah Pernah Jumlah
Jlh % Jlh % Rendah 118 46,8 134 53,2 252 0.015 1,710
Tinggi 52 34,0 101 66,0 153 (1,13–2,59)
Jumlah 170 42,0 235 58,0 405
Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,015, yang berarti pada alpha (0,05)
ada hubungan yang signifikan antara pendidikan KK dengan pemanfaatan
pelayanan kesehatan di Puskesmas. Pendidikan KK yang tinggi mempunyai
peluang 1,710 kali (95% CI : 1,13-2,59) untuk memanfaatkan pelayanan
kesehatan Puskesmas.
5.3.2 Hubungan antara Pengetahuan dengan Pemanfaatan Pelayanan
Kesehatan di Puskesmas
Pada Tabel 5.15 terlihat bahwa sebanyak 95 (45,0%) dengan pengetahuan
kurang, pernah memanfaatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas sementara dari
responden yang pengetahuannya baik sebesar 140 (72,2%) pernah memanfaatkan
pelayanan kesehatan di Puskesmas.
Hasil uji statistik didapatkan p=0,000 yang berarti pada alpha (0,05) ada
hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan pemanfaatan pelayanan
kesehatan di Puskesmas. Kelompok yang berpengetahuan baik peluangnya 3,166
kali (95% CI : 2,09-4,79) untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan Puskesmas.
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
62
Universitas Indonesia
Tabel 5.15 Statistik Hubungan antara Pengetahuan dengan Pemanfaatan Pelayanan
Kesehatan di Puskesmas, Kabupaten Tabalong Tahun 2010
Pengetahuan Ke Puskesmas
P value OR
(95% CI) Tidak pernah Pernah
Jumlah Jlh % Jlh %
Kurang 116 55,0 95 45,0 211 0.000 3,166
Baik 54 27,8 140 72,2 194 (2,09–4,79)
Jumlah 170 42,0 235 58,0 405
5.3.3 Hubungan antara Pekerjaan KK dengan Pemanfaatan Pelayanan
Kesehatan di Puskesmas
Tabel 5.16 Statistik Hubungan antara Pekerjaan KK dengan Pemanfaatan Pelayanan
Kesehatan di Puskesmas, Kabupaten Tabalong Tahun 2010
Pekerjaan Ke Puskesmas
P value
OR (95% CI)
Tidak pernah Pernah Jumlah
Jlh % Jlh % Informal 145 45,7 172 54,3 317 0.005 2,124
Formal 25 28,4 63 71,6 88 (1,27 – 3,55)
Jumlah 170 42,0 235 58,0 405
Tabel 5.16 menunjukkan bahwa dari 317 responden dengan pekerjaan KK
disektor informal, sebanyak 172 (54,3%) pernah memanfaatkan pelayanan
kesehatan di Puskesmas. Sedangkan dari pekerjaan KK yang formal sebanyak 63
(71,6%) pernah memanfaatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas. Dari uji
statistik terlihat p=0,005 yang berarti pada alpha (0,05) ada hubungan yang
signifikan antara pekerjaan KK dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan di
Puskesmas. Pekerjaan KK di sektor formal mempunyai peluang 2,124 kali (95%
CI : 1,27 - 3,55) untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan Puskesmas.
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
63
Universitas Indonesia
5.3.4 Hubungan antara Persepsi/Keluhan Sakit dengan Pemanfaatan
Pelayanan Kesehatan di Puskesmas
Tabel 5.17 menunjukkan, pada 311 responden yang mempunyai keluhan
sakit rendah sebanyak 176 (56,6%) pernah memanfaatkan pelayanan kesehatan di
Puskesmas. Sedangkan dari 94 responden yang mempunyai keluhan tinggi
sebanyak 59 (62,8%) pernah memanfaatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas.
Tabel 5.17 Statistik Hubungan antara Persepsi/Keluhan Sakit dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas, Kabupaten Tabalong Tahun 2010
Keluhan Sakit
Ke Puskesmas P
value OR
(95% CI) Tidak pernah Pernah
Jumlah Jlh % Jlh %
Rendah (< 3) 135 43,4 176 56,6 311 0.345 1,293
Tinggi (>3) 35 37,2 59 62,8 94 (0,80 – 2,08)
Jumlah 170 42,0 235 58,0 405
Dari hasil uji statistik didapatkan nilai p=0,345 yang berarti pada alpha
(0,05) dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara
keluhan sakit dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan di Puskesmas.
5.3.5 Hubungan antara Adanya Penyakit dengan Pemanfaatan Pelayanan
Kesehatan di Puskesmas
Pada Tabel 5.18 menunjukkan bahwa diantara 308 responden yang tidak
pernah didiagnosa menderita penyakit, sebanyak 166 (53,9%) pernah
memanfaatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas. Sedangkan dari 97 responden
yang pernah didiagnosa menderita penyakit sebanyak 69 (71,1%) pernah
memanfaatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas.
Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan p= 0,004 yang berarti pada
alpha (0,05) dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara
diagnosa penyakit dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan di Puskesmas.
Adanya penyakit yang diderita memberikan peluang memanfaatkan pelayanan
kesehatan Puskesmas 2,108 kali (95% CI : 1,29 – 3,45), dibandingkan kelompok
yang tidak ada penyakit.
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
64
Universitas Indonesia
Tabel 5.18 Statistik Hubungan antara Adanya Diagnosa Penyakit dengan Pemanfaatan
Pelayanan Kesehatan di Puskesmas, Kabupaten Tabalong Tahun 2010
Diagnosa Penyakit
Ke Puskesmas P
value OR
(95% CI) Tidak pernah Pernah
Jumlah Jlh % Jlh %
Tidak ada 142 46,1 166 53,9 308 0.004 2,108
Ada 28 28,9 69 71,1 97 (1,29 – 3,45)
Jumlah 170 42,0 235 58,0 405
5.3.6 Hubungan antara Waktu Tempuh dengan Pemanfaatan Pelayanan
Kesehatan di Puskesmas
Tabel 5.19 Statistik Hubungan antara Waktu Tempuh dengan Pemanfaatan Pelayanan
Kesehatan di Puskesmas, Kabupaten Tabalong Tahun 2010
Waktu Tempuh
Ke Puskesmas P
value OR
(95% CI) Tidak pernah Pernah
Jumlah Jlh % Jlh %
Lama (> 20 menit)
80 48,2 86 51,8 166 0.044 1,540
Tidak lama (< 20 menit)
90 37,7 149 62,3 239 (1,03–2,30)
Jumlah 170 42,0 235 58,0 405
Tabel 5.19 menunjukkan bahwa dari 166 responden dengan waktu tempuh
lama, ada 86 (51,8%) pernah memanfaatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas.
Sedangkan dari 239 responden yang waktu tempuhnya tidak lama, ada 149
(62,3%) yang pernah memanfaatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas.
Dari uji statistik didapatkan p=0,044 yang berarti pada alpha (0,05) ada
hubungan antara waktu tempuh dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan di
Puskesmas. Pada kelompok responden dengan waktu tempuh yang tidak lama
berpeluang 1,540 kali (95% CI : 1,03 – 2,30) untuk memanfaatkan pelayanan
kesehatan Puskesmas dibandingkan dengan responden yang memerlukan waktu
tempuh lama.
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
65
Universitas Indonesia
5.3.7 Hubungan antara Biaya Transportasi ke Puskesmas dengan
Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas
Tabel 5.20 menunjukkan rata-rata biaya transportasi responden yang
pernah memanfaatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas adalah Rp.11.200,-
dengan standart deviasi Rp 9.379,57, sedangkan yang tidak pernah memanfaatkan
pelayanan kesehatan di Puskesmas, rata-rata biaya transportnya Rp.12.600,-
dengan standart deviasi Rp.7.240,59.
Tabel 5.20 Statistik Hubungan antara Biaya Transportasi dengan Pemanfaatan Pelayanan
Kesehatan di Puskesmas, Kabupaten Tabalong Tahun 2010
Pemanfaatan Puskesmas
N Mean SD SE P value
Tidak pernah
Pernah
170
235
12.600,-
11.200,-
7.240,59
9.379,57
555,33
622,856
0,013
Keterangan : Nilai P value merupakan hasil T-Test dengan variabel Biaya Transport yang sudah ditransformasi dengan Log(10).
Hasil uji statistik didapatkan p= 0,013, yang berarti pada alpha (0,05) ada
perbedaan yang signifikan rata-rata biaya transport antara yang tidak pernah dan
pernah memanfaatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas. Kesimpulannya, ada
hubungan yang signifikan antara besarnya biaya transport ke Puskesmas dengan
pemanfaatan pelayanan di Puskesmas.
5.3.8 Hubungan antara Pengeluaran Rumah Tangga dengan Pemanfaatan
Pelayanan Kesehatan di Puskesmas
Dari Tabel 5.21, rata-rata pengeluaran rumah tangga yang pernah
memanfaatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas adalah Rp. 1.750.000,- dengan
standart deviasi Rp 906.093,17 sedangkan yang tidak pernah memanfaatkan
pelayanan kesehatan di Puskesmas memiliki rata-rata pengeluaran Rp. 1.730.000,-
dengan standart deviasi Rp. 953.289,76.
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
66
Universitas Indonesia
Tabel 5.21 Statistik Hubungan antara Pengeluaran Rumah Tangga dengan Pemanfaatan
Pelayanan Kesehatan di Puskesmas, Kabupaten Tabalong Tahun 2010
Pemanfaatan Puskesmas
N Mean SD SE P value
Tidak pernah
Pernah
170
235
1.730.000,-
1.750.000,-
953.289,76
906.093,17
73.113,98
59.107,00
0,545
Keterangan : Nilai P value merupakan hasil T-Test dengan variabel pengeluaran yang sudah ditransformasi dengan Log(10).
Hasil uji statistik didapatkan p= 0,545, yang berarti pada alpha (0,05) tidak
ada perbedaan yang signifikan rata-rata pengeluaran rumah tangga pada
responden yang tidak pernah dan pernah memanfaatkan pelayanan kesehatan di
Puskesmas. Sehingga disimpulkan bahwa, tidak ada hubungan yang signifikan
antara besarnya pengeluaran rumah tangga dengan pemanfaatan pelayanan di
Puskesmas.
5.3.9 Hubungan antara Kemampuan untuk Membayar (ATP) dengan
Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas
Dari Tabel 5.22, rata-rata kemampuan membayar (ATP) rumah tangga
yang pernah memanfaatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas adalah
Rp.34.300,- dengan standart deviasi Rp.34.445,10 sedangkan yang tidak pernah
memanfaatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas memiliki rata-rata ATP
Rp.32.500,- dengan standart deviasi Rp.28.566,34.
Tabel 5.22 Statistik Hubungan antara Kemampuan Membayar (ATP) Rumah Tangga
dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas, Kabupaten Tabalong Tahun 2010
Pemanfaatan Puskesmas
N Mean SD SE P value
Tidak pernah
Pernah
170
235
32.500,-
34.300,-
28.566,34
34.445,10
2.190,938
2.246,951
0,279
Keterangan : Nilai P value merupakan hasil T-Test dengan variabel ATP yang sudah ditransformasi dengan Log(10).
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
67
Universitas Indonesia
Hasil uji statistik didapatkan p= 0,279, yang berarti pada alpha (0,05) tidak
ada perbedaan yang signifikan rata-rata ATP rumah tangga yang pernah dan tidak
pernah memanfaatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas. Dapat disimpulkan
bahwa, tidak ada hubungan yang signifikan antara ATP dengan pemanfaatan
pelayanan di Puskesmas.
5.3.10 Hubungan antara Kemauan untuk Membayar (WTP) dengan
Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas
Dari Tabel 5.23, rata-rata kemauan membayar (WTP) responden yang
pernah memanfaatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas adalah Rp.20.400,-
dengan standart deviasi Rp.17.785,31, sedangkan responden yang tidak pernah
memanfaatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas memiliki rata-rata WTP
Rp.15.300,- dengan standart deviasi Rp 16.872,30.
Tabel 5.23 Statistik Hubungan Kemauan Membayar (WTP) Rumah Tangga dengan
Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas, Kabupaten Tabalong Tahun 2010
Pemanfaatan Puskesmas
N Mean SD SE P value
Tidak pernah
Pernah
170
235
15.300,-
20.400,-
16.872,30
17.785,31
1294,05
1160,19
0,000
Keterangan : Nilai P value merupakan hasil T-Test dengan variabel WTP yang sudah ditransformasi dengan Log(10).
Hasil uji statistik didapatkan p= 0,000, yang berarti pada alpha (0,05) ada
perbedaan yang signifikan rata-rata WTP responden tidak pernah dan pernah
memanfaatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas. Kesimpulannya, ada hubungan
yang signifikan antara WTP dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan di
Puskesmas.
5.3.11 Hubungan antara Kepemilikan Asuransi/Jaminan Kesehatan dengan
Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas
Pada Tabel 5.24 terlihat dari 253 responden yang tidak memiliki jaminan
kesehatan ada 131 (51,8%) pernah memanfaatkan Puskesmas. Sedangkan dari
152 responden yang memiliki jaminan kesehatan, 104 (68,4%) pernah
memanfaatkan Puskesmas.
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
68
Universitas Indonesia
Tabel 5.24 Statistik Hubungan antara Kepemilikan Jaminan Kesehatan dengan
Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas, Kabupaten Tabalong Tahun 2010
Jaminan Kesehatan
Ke Puskesmas P
value OR
(95% CI) Tidak pernah
Pernah Jumlah
Jlh % Jlh % Tidak memiliki 122 48,2 131 51,8 253 0.001 2,018
Memiliki 48 31,6 104 68,4 152 (1,32–3,08)
Jumlah 170 42,0 235 58,0 405
Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,001, yang berarti pada alpha (0,05)
ada hubungan yang signifikan antara kepemilikan jaminan/asuransi kesehatan
dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan di Puskesmas. Rumah tangga yang
memiliki jaminan/asuransi kesehatan mempunyai peluang 2,018 kali (95% CI :
1,32-3,08) untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan Puskesmas.
5.3.12 Hubungan antara Kesesuaian Jam Buka Puskesmas dengan
Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas
Pada Tabel 5.25 terlihat bahwa diantara 373 responden yang mengatakan
jam buka Puskesmas sesuai kebutuhan, sebanyak 216 (57,9%) pernah
memanfaatkan pelayanan kesehatan Puskesmas. Sedangkan dari 32 responden
yang berpendapat jam buka Puskesmas belum sesuai, ada 19 (59,4%) pernah
memanfaatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas.
Tabel 5.25 Statistik Hubungan antara Kesesuaian Jam Buka Puskesmas dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas,
Kabupaten Tabalong Tahun 2010
Kesesuaian Jam Buka
Ke Puskesmas P
value OR
(95% CI) Tidak pernah Pernah
Jumlah Jlh % Jlh %
Belum Sesuai 13 40,6 19 59,4 32 1,000 0,941
Sesuai 157 42,1 216 57,9 373 (0,45 – 1,96)
Jumlah 170 42,0 235 58,0 405
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
69
Universitas Indonesia
Hasil uji statistik didapatkan p= 1,000 yang berarti pada alpha (0,05) dapat
disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara kesesuaian jam
buka Puskesmas dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan di Puskesmas.
5.3.13 Hubungan antara Keberadaan Dokter dengan Pemanfaatan
Pelayanan Kesehatan di Puskesmas
Pada Tabel 5.26 terlihat bahwa 144 responden yang mengatakan
keberadaan dokternya selalu ada, sebanyak 116 (80,6%) pernah memanfaatkan
pelayanan kesehatan di Puskesmas. Sedangkan dari 145 responden yang
mengatakan keberadaan dokternya tidak selalu ada, sebanyak 119 (82,1%) pernah
memanfaatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas
Tabel 5.26 Statistik Hubungan antara Keberadaan Dokter dengan
Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas, Kabupaten Tabalong Tahun 2010
Keberadaan Dokter
Ke Puskesmas P
value OR
(95% CI) Tidak pernah Pernah
Jumlah Jlh % Jlh %
Tidak selalu ada 26 17,9 119 82,1 145 0.858 0,905
Selalu ada 28 19,4 116 80,6 144 (0,50–1,64)
Jumlah 54 18,7 235 81,3 289
Hasil uji statistik didapatkan nilai p=0,858 yang berarti pada alpha (0,05)
dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara keberadaan dokter dengan
pemanfaatan pelayanan kesehatan di Puskesmas.
5.3.14 Hubungan antara Persepsi Kualitas Pelayanan Puskesmas dengan
Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas
Tabel 5.27 menunjukkan bahwa diantara 160 responden yang mempunyai
persepsi kualitas Puskesmas baik, sebanyak 132 (82,5%) pernah memanfaatkan
pelayanan kesehatan di Puskesmas. Sedangkan dari 129 responden yang
mempunyai persepsi kualitas Puskesmas kurang sebanyak 103 (79,8%) pernah
memanfaatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas.
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
70
Universitas Indonesia
Tabel 5.27 Statistik Hubungan antara Persepsi Kualitas Pelayanan Puskesmas dengan
Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas, Kabupaten Tabalong Tahun 2010
Kualitas Puskemas
Ke Puskesmas P
value OR
(95% CI) Tidak pernah Pernah
Jumlah Jlh % Jlh %
Kurang 26 20,2 103 79,8 129 0.672 1,190
Baik 28 17,5 132 82,5 160 (0,66 – 2,15)
Jumlah 54 18,7 235 81,3 289
Dari hasil uji statistik didapatkan nilai p=0,672 yang berarti pada alpha
(0,05) dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara persepsi kualitas
Puskesmas dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan di Puskesmas.
5.4Analisis Multivariat
5.4.1 Pemilihan Variabel Independen sebagai Variabel Kandidat Pemodelan
Sebelum dilakukan uji multivariat, terlebih dahulu dilakukan penyaringan
variabel independen dengan melihat nilai p (p value) masing-masing variabel
independen yang telah diuji secara bivariat. Variabel yang dipilih sebagai
kandidat pemodelan adalah variabel yang memiliki p value < 0,25. Sedangkan
variabel yang mempunyai p> 0,25 tidak diikutsertakan dalam pemodelan, kecuali
jika secara substansi variabel tersebut sangat penting mempengaruhi variabel
independen, maka variabel tersebut tetap dimasukkan dalam model.
Dari 14 variabel independen yang diuji secara bivariat dengan variabel
dependen (pemanfaatan Puskesmas), ada delapan variabel independen yang
masuk dalam kandidat pemodelan multivariat. Masing-masing variabel
independen yang masuk sebagai kandidat pemodelan regeri logistik, sebelum
masuk ke pemodelan regresi logistik berganda, terlebih dahulu dilakukan seleksi
bivariat regresi logistik antara masing-masing variabel independen dengan
variabel dependen (Hastono, 2007;p.185). Pada seleksi bivariat regresi logistik,
variabel yang datanya bersifat kontinyu dilakukan kategorisasi sesuai nilai
median, untuk mendapatkan nilai prediksi (OR). Nilai p value masing-masing
variabel tersebut adalah seperti pada Tabel 5.28 berikut :
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
71
Universitas Indonesia
Tabel 5.28 Pemilihan Variabel Independen, sebagai Variabel Kandidat
Pemodelan Uji Multivariat Regresi Logistik Berganda No. Variabel P value dari
kandidat pemodelan
P value seleksi Bivariat Regresi
Logistik 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Pendidikan Pekerjaan Pengetahuan Waktu tempuh ke Puskesmas Adanya penyakit yang diderita Biaya transport ke Puskesmas Kemauan untuk membayar Kepemilikan jaminan/asuransi
0,015 0,005 0,000 0,044 0,004 0,013 0,000 0,001
0,011 0,003 0,000 0,035 0,002 0,011 0,000 0,001
Dari hasil seleksi bivariat, variabel independen yang masuk dalam
pemodelan adalah Pendidikan, Pekerjaan, Pengetahuan, Waktu tempuh, Adanya
penyakit, Biaya transport, Kemauan membayar, dan Kepemilikan jaminan/
asuransi kesehatan.
5.4.2 Hasil Analisis Multivariat
Pada analisis multivariat ini, ada beberapa variabel yang mempunyai
P value > 0,05 sehingga perlu dikeluarkan dari pemodelan satu persatu secara
bertahap, sesuai dengan besarnya nilai P value. Variabel yang mempunyai nilai P
value tertinggi yang pertama dikeluarkan. Setiap satu variabel dikeluarkan, dilihat
adanya perubahan nilai OR (Exp B) yang masih ada dalam pemodelan, bila
perubahan nilai OR (Exp B) < dari 10 % maka variabel tersebut tetap dikeluarkan.
Namun bila perubahan nilai OR (Exp B) > dari 10 %, maka variabel tersebut
kembali dimasukkan dalam dari analisis, berturut turut sampai didapatkan model
analisis akhir yang tepat.
Variabel yang diduga memiliki interaksi yaitu variabel Kepemilikan
jaminan dan Pekerjaan dilakukan uji interaksi. Hasil uji interaksi didapatkan nilai
P value 0,095 lebih besar dari alpha 0,05. Artinya tidak ada interaksi antara
variabel Kepemilikan jaminan dengan variabel Pekerjaan.
Pada analisis multivariat regresi logistik ganda, didapatkan enam variabel
yang masuk dalam pemodelan multivariat akhir, sementara variabel pendidikan
dan waktu tempuh harus dikeluarkan. Hasilnya seperti pada Tabel 5.29 berikut :
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
72
Universitas Indonesia
Tabel 5.29 Hasil Analisis Multivariat Tahap Akhir untuk Variabel yang Berhubungan
dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas
No Variabel Independen (B) P Value OR/Exp(B) 95% CI 1. Pengetahuan 1,197 0,000 3,310 2,112 – 5,188 2. Pekerjaan 0,492 0,098 1,635 0,914 – 2,926 3. Kepemilikan jaminan
/ asuransi kesehatan 0,401 0,105 1,494 0,920 – 2,425
4. Adanya penyakit 0,690 0,012 1,993 1,162 – 3,420 5. Biaya Transportasi 0,563 0,016 1,756 1,110 – 2,780 6. Kemauan membayar 0,854 0,000 2,350 1,502 – 3,676
Model regresi logistik hanya dapat dipergunakan untuk penelitian yang
bersifat Kohort. Sedangkan pada penelitian ini bersifat Cross Sectional, sehingga
interpretasi yang dapat dilakukan adalah menjelaskan nilai peluang dengan Odd
Rasio/OR dari masing-masing variabel. (Hastono, 2007; p.201)
Dari Tabel 5.30 terlihat, hasil pemodelan variabel independen yang
berhubungan secara signifikan pada alpha 0,05 adalah Pengetahuan (P value =
0,000), Adanya penyakit (P value = 0,012), Biaya transportasi (P value = 0,016)
dan Kemauan membayar (P value = 0,000). Sementara Pekerjaan dan
Kepemilikan jaminan/asuransi merupakan variabel konfonding.
Responden yang mempunyai pengetahuan baik tentang adanya program
subsidi pelayanan kesehatan gratis berpeluang untuk memanfaatkan pelayanan
Puskesmas 3,31 kali dibandingkan responden yang berpengetahuan rendah.
Peluang pemanfaatan pelayanan kesehatan di Puskesmas pada responden
yang pernah diagnosa menderita penyakit tertentu hampai dua kali lebih banyak
(1,99) dibandingkan responden yang tidak pernah didiagnosa menderita penyakit.
Sedangkan biaya transportasi dari rumah responden ke Puskesmas yang
murah (< Rp.10.000,-) memberikan peluang 1,76 kali lebih tinggi dibandingkan
kelompok yang harus mengeluarkan biaya transportasi yang mahal (> Rp.10.000,)
Ternyata responden yang mempunyai kemauan untuk membayar (WTP)
biaya pelayanan kesehatan Puskesmas Rp.10.000,- atau lebih, berpeluang
memanfaatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas 2,35 kali lebih tinggi
dibandingkan responden dengan kemauan membayar pelayanan kesehatan
Puskesmas kurang dari Rp.10.000,-.
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
73
Universitas Indonesia
Apabila dilihat dari urutan variabel independen yang paling besar
hubungannya dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan di Puskesmas, di
Kabupaten Tabalong dalam penelitian ini adalah Pengetahuan tentang adanya
subsidi pelayanan kesehatan melalui program Jaminan Tabalong Sehat (JTS).
Bila dilakukan prediksi, rumah tangga dari masyarakat Tabalong yang
memiliki penyakit, memiliki pengetahuan tentang program JTS, biaya transport ke
Puskesmas kurang dari Rp.10.000, dan memiliki kemauan membayar lebih dari
Rp.10.000,- dapat diprediksi bahwa 68,6% akan memanfaatkan pelayanan
kesehatan di Puskesmas. Selebihnya (31,4%) kemungkinan rumah tangga untuk
memanfaatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas dipengaruhi oleh faktor lain.
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
90909074 Universitas Indonesia 106
BAB 6 PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian
Secara teori, banyak faktor yang berhubungan dengan pemanfaatan
pelayanan kesehatan, termasuk pelayanan kesehatan Puskesmas. Namun karena
keterbatasan yang ada pada peneliti, hanya 14 faktor yang diteliti hubungannya
dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan gratis di Puskesmas. Variabel
independen yang diteliti adalah pendidikan, pengetahuan, pekerjaan, persepsi
keluhan sakit, adanya penyakit yang diderita, waktu tempuh, biaya transportasi,
pendapatan, kemampuan membayar, kemauan membayar, kepemilikan
jaminan/asuransi, kesesuaian jam buka Puskesmas, keberadaan dokter dan
persepsi kualitas Puskesmas.
Rancangan penelitian yang dipergunakan adalah cross sectional, yaitu
pengukuran terhadap semua variabel penelitian, baik variabel independen maupun
variabel dependen dilakukan pada saat yang sama. Dengan rancangan seperti itu,
maka hubungan sebab akibat tidak dapat diketahui, tetapi hanya dapat
menggambarkan hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen.
Instrumen penelitian yang dipergunakan adalah wawancara menggunakan
kuesioner yang memerlukan jawaban responden dengan mengingat kejadian
dalam waktu yang relatif lama, yaitu selama setahun. Pertanyaan yang
menggunakan ingatan kejadian yang cukup lama memungkinkan jawaban yang
bias (recall bias). Untuk mengurangi kerawanan recall bias tersebut, peneliti
menyusun pertanyaan sedemikian rupa sehingga memudahkan responden
mengikuti alur mengingat pengalaman masa lalu, dan memberikan penjelasan-
penjelasan terkait maksud dari tiap pertanyaan.
6.2 Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas
Pemanfaatan pelayanan yang diukur dengan kunjungan ke Puskesmas
sering juga disebut dengan utilisasi, akses, atau demand pelayanan kesehatan
merupakan masalah penting dalam upaya peningkatan derajat kesehatan,
sebagaimana dikemukakan dalam teori Blum 1974 dalam Notoatmodjo (2007).
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
75
106 Universitas Indonesia
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap sampel 405
responden, diketahui bahwa pemanfaatan subsidi pelayanan kesehatan gtratis di
Puskesmas oleh masyarakat belum optimal. Rumah tangga yang pernah
memanfaatkan pelayanan kesehatan Puskesmas adalah 235 (58,0%) selama kurun
waktu satu tahun terakhir. Frekuensi pemanfaatan Puskesmas rata-rata 2,27 kali
dengan rentang kunjungan satu sampai 13 kali setahun, dengan contact rate 0,34
per anggota rumah tangga. Pada responden yang pernah memanfaatkan pelayanan
Puskesmas, ternyata 60 (25,5 %) responden masih harus membayar pelayanan
kesehatan Puskesmas yang seharusnya gratis.
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa fasilitas pelayanan
Puskesmas yang sudah digratiskan tersebut, bukanlah fasilitas pilihan pertama
untuk dimanfaatkan bila mereka merasakan perlu pelayanan kesehatan. Dari 382
responden yang pernah memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan ketika ada
keluhan sakit, pilihan pertama adalah praktek perawat/bidan (55,8%), baru
kemudian Puskesmas 28,9%.
Untuk memperdalam pembahasan tentang pemanfaatan subsidi pelayanan
kesehatan gratis di Puskesmas melalui program JTS, peneliti juga melakukan
konfirmasi (wawancara mendalam) terhadap stakeholder terkait, baik pada
Pemda, DPRD, Dinas Kesehatan dan Puskesmas sebagai pelaksana program.
6.3 Hubungan Antara Pendidikan dengan Pemanfaatan Pelayanan
Kesehatan di Puskesmas
Hasil uji bivariat menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara
pendidikan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan Puskesmas. Kepala
keluarga yang berpendidikan tinggi memiliki proporsi memanfaatkan pelayanan
Puskesmas lebih tinggi dibandingkan kepala keluarga yang pendidikannya rendah.
Pendapat Feldstein (1993), Behavioral Model Anderson (1975) dan teori
pemanfaatan pelayanan Zschock (1979) dalam Ilyas (2006) bahwa tingkat
pendidikan mempengaruhi pemanfaatan layanan kesehatan. Hasil penelitian
Iskandar (1993) dalam Nadjib (1999) yang dilakukan di NTB menyebutkan
bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang semakin sering mengunjungi fasilitas
pelayanan kesehatan.
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
76
106 Universitas Indonesia
Namun pendidikan tidak masuk dalam model uji multivariat. Artinya
hubungan pendidikan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan Puskesmast
bukan merupakan hubungan yang bersifat langsung, tapi ada faktor lain yang
menjembatani. Hal ini dapat dikaitkan dengan adanya faktor pengetahuan.
Hasil penelitian Januarizal (2008) menunjukkan tidak adanya hubungan
pendidikan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan rawat jalan.
6.4 Hubungan Antara Pengetahuan dengan Pemanfaatan Pelayanan
Kesehatan di Puskesmas
Hasil uji bivariat maupun multivariat menunjukkan adanya hubungan yang
bermakna antara pengetahuan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan
Puskesmas. Responden dengan tingkat pengetahuan yang baik memiliki proporsi
memanfaatkan pelayanan Puskesmas lebih tinggi dibandingkan kelompok
responden yang berpengetahuan rendah. Hasil ini sesuai dengan teori Perilaku
Green (2005), Behavioral Model Anderson (1975) dalam Ilyas (2006), bahwa
pengetahuan tentang layanan kesehatan merupakan salah satu determinan
pemanfaatan layanan kesehatan. Hasil penelitian ini sama dengan yang didapatkan
oleh penelitian Sebayang (2006).
Penelitian ini menunjukkan bahwa, pengetahuan responden tentang adanya
pelayanan kesehatan gratis di Puskesmas yang disubsidi program JTS, masih
rendah, sehingga logis kalau selama ini kunjungan Puskesmas masih rendah.
Dengan ketidaktahuan adanya suatu program yang menguntungkan bagi
masyarakat, maka tentunya tidak ada dorongan (faktor predisposisi) untuk
memanfaatkan program tersebut.
Namun masa yang akan datang dapat terjadi hal yang sebaliknya, bila
masyarakat secara umum telah mengetahui adanya pelayanan kesehatan gratis di
Puskesmas, maka permasalahan pemanfaatan Puskesmas dapat berubah pula.
Sebagaimana terjadi di Batam, dimana pemanfaatan Puskesmas oleh masyarakat
umum meningkat hingga tiga kali lipat setelah digratiskan. Maka, yang menjadi
masalah selanjutnya adalah peningkatan beban kerja tenaga Puskesmas dan beban
dalam hal penyediaan dana oleh Pemda. (Gani, 2008b).
Hasil konfirmasi dengan informan di Dinas Kesehatan Kabupaten
Tabalong, bahwa salah satu penyebab rendahnya pengetahuan masyarakat tentang
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
77
106 Universitas Indonesia
program JTS adalah karena masih kurangnya sosialisasi program JTS ke
masyarakat. Sosialisasi hanya dilakukan pada awal program terhadap aparat
pemerintah dan kepala desa, belum pada masyarakat secara menyeluruh.
6.5 Hubungan Antara Pekerjaan dengan Pemanfaatan Pelayanan
Kesehatan di Puskesmas
Hasil uji bivariat menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara
pekerjaan kepala keluarga dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan Puskesmas.
Kepala keluarga yang bekerja formal memiliki proporsi memanfaatkan pelayanan
Puskesmas lebih tinggi dibandingkan kepala keluarga yang bekerja informal.
Namun dalam uji multivariat, pekerjaan tidak signifikan berhubungan
secara langsung dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan Puskesmas, berarti ada
faktor lain yang ikut menjadi faktor antara.
Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian Nolan (2008), yang
mengkaji kunjungan dokter umum (GP) di Irlandia dan Januarizal (2008) di
Jambi, yang menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara orang yang
bekerja dengan yang tidak bekerja dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan.
Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Rohmansyah (2004),
Yuswandi (2006). Pada penelitian Asbudin (2002) juga menunjukan adanya
hubungan pekerjaan dengan pemanfaatan pelayanan Puskesmas di Bekasi. Namun
proporsi pemanfaatan nya lebih tinggi pada kelompok pekerja informal.
6.6 Hubungan Antara Persepsi/Keluhan Sakit dan Adanya Diagnosa
Penyakit yang Diderita dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di
Puskesmas
Dalam Behavioral Model Anderson (1975) dalam Ilyas (2006), persepsi
sakit dan diagnosa penyakit merupakan karakteristik kebutuhan (Need
Characteristics) yang menjadi determinan pemanfaatan pelayanan kesehatan.
Untuk faktor banyaknya keluhan sakit, hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa tidak ada hubungan yang bermakna dengan pemanfaatan pelayanan
kesehatan Puskesmas. Hal lain juga dapat disebabkan karena tingkat keparahan
(severity) yang berbeda pada tiap individu. Walaupun banyak keluhan sakit
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
78
106 Universitas Indonesia
namun bila dirasakan ringan, bisa jadi sembuh dengan sendirinya atau masih
dapat dilakukan pengobatan sendiri, dengan membeli di toko obat.
Hasil penelitian ini sama dengan penelitian Asbudin (2002) dan
Rohmansyah (2004). Namun, hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian
Herlina (2001), Suryani (2005), Sebayang (2006) dan Januarizal (2008).
Sementara itu, untuk variabel adanya penyakit yang pernah didiagnosa
oleh dokter atau petugas kesehatan, menunjukkan hubungan secara bermakna
dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan Puskesmas, baik pada hasil uji bivariat
maupun multivariat. Kelompok yang pernah didiagnosa menderita penyakit
tertentu memiliki proporsi memanfaatkan pelayanan Puskesmas lebih tinggi
dibandingkan kelompok yang tidak pernah didiagnosa menderita penyakit.
Hal ini sesuai dengan pendapat Grossman (1972) seperti dikutip Nadjib
(1999:p.31), Feldstein (1979), bahwa faktor adanya kejadian (insiden) penyakit
sebagai proksi adanya kebutuhan terhadap pelayanan berhubungan dengan
demand terhadap pelayanan kesehatan. Hasil penelitian ini sama dengan Nolan
(2008), yang mengkaji hubungan status kesehatan dengan kunjungan dokter
umum (GP) di Irlandia. Hasil yang serupa juga didapatkan pada penelitian
Yuswandi (2006).
6.7 Hubungan Antara Waktu Tempuh dan Biaya Transportasi ke
Puskesmas dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas
Hasil uji bivariat menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara
lamanya waktu tempuh ke Puskesmas dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan
Puskesmas. Namun pada faktor waktu tempuh tidak masuk dalam model akhir uji
multivariat. Artinya hubungan waktu tempuh dengan pemanfaatan pelayanan
kesehatan di Puskesmas tidak terjadi secara langsung, tetapi dipengaruhi juga oleh
faktor lain. Dalam hal ini bisa dikaitkan dengan besarnya biaya transportasi.
Menurut Feldstein (1983), Mooney (1983), Kotler (1993) dalam Nadjib
(1999) dinyatakan bahwa, waktu perjalanan merupakan variabel yang
mempengaruhi akses ke pelayanan kesehatan. Selain itu, lama waktu dalam
perjalanan juga menggambarkan adanya kerugian (opportunity cost) bagi
masyarakat yang sangat memperhitungkan waktu untuk kegiatan yang penting.
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
79
106 Universitas Indonesia
Untuk besarnya biaya transport yang harus dikeluarkan, hasil uji bivariat
dan multivariat membuktikan adanya hubungan yang bermakna dengan
pemanfaatan pelayanan kesehatan Puskesmas. Kelompok yang mengeluarkan
biaya transport rendah (Rp.10.000,- ke bawah) memiliki proporsi memanfaatkan
pelayanan Puskesmas lebih tinggi dibandingkan kelompok yang harus
mengeluarkan biaya transport tinggi (lebih dari Rp.10.000).
Menurut Russel (1996), meskipun pada beberapa negara pelayanan
kesehatan telah digratiskan, namun pengeluaran biaya transport merupakan
pertimbangan penting bagi keluarga untuk memanfaatkan fasilitas pelayanan
kesehatan. Artinya, biaya transportasi yang tinggi berpeluang menghambat
seseorang untuk datang memanfaatkan pelayanan Puskesmas. Karena mereka bisa
memilih fasilitas pelayanan kesehatan lainyang lebih mudah dijangkau (murah)
transportasinya, meskipun tarif pelayanannya lebih tinggi dari Puskesmas, seperti
perawat atau bidan praktek terdekat. Dengan pertimbangan total pengeluaran
biaya pengobatan menjadi relatif hampir sama, tetapi waktu tempuhnya lebih
cepat.
Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Mills (1990;p.133) bahwa
salah satu faktor ekonomi yang mempengaruhi demand pelayanan kesehatan
adalah biaya transportasi. Pada pelayanan primer, biaya transportasi seringkali
lebih menjadi hambatan seseorang untuk datang ke fasilitas kesehatan
dibandingkan biaya pelayanannya sendiri, sebagaimana dikemukakan Gani dalam
Kosen (1997:p.52). Begitu juga hasil studi Berman (1985) dalam Nadjib (1999) di
Jawa Tengah.
Karena itu, rekomendasi penelitian Sparrow (2008) dan Johar (2009)
dalam pemanfaatan kartu sehat di Indonesia, bahwa subsidi harga oleh pemerintah
dapat efektif meningkatkan akses pelayanan kesehatan masyarakat, bila
dilengkapi dengan intervensi lain untuk mereduksi biaya tidak langsung, seperti
mereduksi biaya transportasi.
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
80
106 Universitas Indonesia
6.8 Hubungan Antara Pengeluaran Rumah Tangga, Kemampuan
Membayar dan Kemauan Membayar dengan Pemanfaatan Pelayanan
Kesehatan di Puskesmas
Hasil uji bivariat menunjukkan bahwa pengeluaran dan kemampuan
membayar (ATP) tidak berhubungan secara bermakna dengan pemanfaatan
pelayanan kesehatan Puskesmas.
Dari hasil ini dapat dikatakan bahwa rumah tangga yang ekonominya
menengah dan keatas memiliki memiliki kecenderungan yang sama untuk
memanfaatkan Puskesmas yang digratiskan. Sedangkan ATP juga merefleksikan
bagian (5%) dari besarnya pengeluaran rumah tangga yang dikeluarkan untuk
keperluan bukan makanan (non food expenditure). Artinya rumah tangga yang
sebenarnya mampu pun ikut menikmati subsidi pembiayaan kesehatan di
Kabupaten Tabalong proporsinya hampir seimbang dengan rumah tangga tidak
mampu tetapi ditanggung oleh Jamkesmas.
Hal ini sesuai dengan studi Thabrany tahun 1995. Meskipun pemerintah
telah menyediakan subsidi yang besar pada pelayanan kesehatan, orang miskin
kurang memiliki akses. Sehingga orang kaya memperoleh manfaat yang lebih
besar dibandingkan orang miskin. Hasil ini menunjukkan bahwa subsidi
pemerintah pada Puskesmas dan rumah sakit tidak tepat sasaran (Thabrany, 2005).
Menurut data Depkes RI (1990) yang dikutip Nadjib (1999:p.7), bahwa
penduduk berpenghasilan tinggi dan penduduk perkotaan secara umum menyerap
lebih 50% dana yang ada, sedangkan jumlahnya hanya sekitar 25 % dari total
penduduk. Sedangkan Jimenez (1987) dalam Nadjib (1999) mengidentifikasi
bahwa hanya 19% subsidi pemerintah yang dinikmati oleh 40% penduduk
termiskin di Indonesia.
Untuk variabel sosial ekonomi, hasil penelitian ini berbeda dengan
penelitian Gani (1981), Asbudin (2002), Rohmansyah (2004), Yuswandi (2006),
Januarizal (2008) yang menyimpulkan adanya hubungan antara pendapatan
dengan pemanfaatan sarana layanan kesehatan.
Pada variabel ATP, hasil penelitian ini sama dengan penelitian
Rohmansyah (2004) yang mendapatkan ATP tidak berhubungan dengan demand
pelayanan Puskesmas.
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
81
106 Universitas Indonesia
Sedangkan, untuk variabel kemauan untuk membayar (WTP) pelayanan
Puskesmas, baik hasil uji bivariat maupun multivariat menunjukkan adanya
berhubungan yang bermakna dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan di
Puskesmas. Rumah tangga dengan WTP tinggi (Rp.10.000,- ke atas) mempunyai
proporsi memanfaatkan pelayanan kesehatan lebih tinggi dibandingkan dengan
rumah tangga dengan WTP rendah (di bawah Rp.10.000,-).
Hasil ini sesuai dengan pendapat Mills (1990;p.133) bahwa salah satu
faktor yang mempengaruhi demand pelayanan kesehatan adalah kemauan untuk
membayar. Informasi mengenai kesediaan individu untuk membayar jasa
pelayanan kesehatan merupakan informasi penting dalam penyediaan pelayanan
kesehatan (Nadjib, 1999). Untuk variabel WTP, hasil penelitian ini sama dengan
hasil penelitian Nadjib (1999). Tetapi, tidak sama dengan hasil penelitian
Rohmansyah (2004).
Hasil ini memberikan gambaran bahwa rumah tangga yang pernah
memanfaatkan pelayanan kesehatan Puskesmas memiliki kemauan membayar
Puskesmas Rp. 10.000,- ke atas. Artinya pada kelompok ini, berpeluang
memanfaatkan pelayanan Puskesmas meskipun tidak mendapatkan subsidi
pelayanan gratis. Sedangkan mereka yang tidak pernah ke Puskesmas menyatakan
kemauan membayar Puskesmas yang lebih rendah (di bawah Rp.10.000,-).
Kondisi tersebut dapat dimaklumi, karena seseorang memeliki kecenderungan
tidak akan memberikan harga yang tinggi terhadap sesuatu yang belum atau tidak
pernah dimanfaatkannya, dalam hal ini pelayanan Puskesmas.
6.9 Hubungan Antara Kepemilikan Asuransi/Jaminan Kesehatan dengan
Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas
Hasil uji bivariat menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara
kepemilikan asuransi atau jaminan kesehatan dengan pemanfaatan pelayanan
kesehatan Puskesmas. Namun hasil uji multivariate regresi logistik membuktikan
tidak ada hubungan antara kepemilikan jaminan kesehatan/asuransi dengan
pemanfaatan pelayanan Puskesmas.
Menurut Aday (1981) dalam Nadjib (1999), adanya jaminan pembayar
biaya pelayanan kesehatan, termasuk jaminan asuransi kesehatan, merupakan
salah satu sebab meningkatnya akses atau pemanfaatan pelayanan.
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
82
106 Universitas Indonesia
Karena dalam penelitian ini, antara kelompok yang memiliki asuransi atau
jaminan kesehatan seperti Askes, Asabri, Jamsostek dan Jamkesmas, menjadi
sama kondisi nya dengan kelompok masyarakat lainnya yang tadinya tidak
memiliki jaminan kesehatan, kemudian mendapatkan subsidi Program JTS dari
Pemda Tabalong. Hasil penelitian ini sama dengan penelitian Asbudin (2002) di
Kota Bekasi.
Berbeda dengan hasil penelitian Dong et al (2008) di Burkina Faso, Nolan
(2008) di Irlandia, Rohmansyah (2004) di Bandar Lampung, Yuswandi (2006) di
Sumatera Barat, Januarizal (2008), di Propinsi Jambi, yang menunjukkan
kepemilikan asuransi berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan
6.10 Hubungan antara Kesesuaian Jam Buka Puskesmas dengan
Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas
Hasil uji bivariat menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan
antara kesesuaian jam buka Puskesmas dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan
Puskesmas. Responden yang mengatakan bahwa jam buka Puskesmas belum
sesuai dengan kebutuhan waktu untuk berobat sangat sedikit, yaitu 32 (7,9%).
Hasil ini sama dengan hasil penelitian yang dilakukan Sebayang (2006).
Namun hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Handayani (2005), dan
Untari (2007).
Hal ini berkaitan dengan kondisi pelayanan kesehatan di Puskesmas
yang selama ini dirasakan oleh masyarakat Kabupaten Tabalong. Puskesmas
hanya buka memberikan pelayanan pada pagi sampai siang hari. Belum ada
Puskesmas di Kabupaten Tabalong yang memberikan pelayanan kesehatan pada
sore hari, sebagaimana telah banyak diterapkan dikota-kota besar lain di
Indonesia, kecuali untuk pelayanan gawat darurat pada Puskesmas Perawatan.
Mungkin persepsi kesesuaian kebutuhan waktu pengobatan tersebut dapat berbeda
bila telah memiliki pengalaman merasakan adanya pelayanan kesehatan
Puskesmas pada pagi hari dan sore hari.
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
83
106 Universitas Indonesia
6.11 Hubungan Antara Keberadaan Dokter dengan Pemanfaatan Pelayanan
Kesehatan di Puskesmas
Hasil uji bivariat menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara
keberadaan dokter di poli dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan Puskesmas.
Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Sebayang (2006).
Hal ini dapat dijelaskan bahwa memang keberadaan dokter di Puskesmas
untuk wilayah kabupaten Tabalong masih belum stabil (selalu ada). Perpindahan
dokter di Puskesmas masih tinggi, baik dengan alasan melanjutkan studi, habis
masa PTT maupun alasan lain. Sementara itu, penggantian dokter yang pergi
belumlah serta merta ada, sehingga sering terdapat jeda ketiadaan dokter di
Puskesmas. Kondisi lain adalah dokter Puskesmas yang seringnya hanya satu
orang juga melakukan tugas-tugas lain ke luar gedung Puskesmas. Sehingga
kondisi ada tidaknya dokter di ruang pemeriksaan kurang berpengaruh dengan
pemanfaatan pelayanan Puskesmas.
6.12 Hubungan Antara Persepsi Kualitas Pelayanan Puskesmas dengan
Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas
Hasil uji bivariat menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara
persepsi kualitas pelayanan Puskesmas dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan
Puskesmas di Kabupaten Tabalong.
Menurut penelitian Preker dan Harding yang dikutip Aday (2007; p.18),
bahwa meskipun pemerintah di banyak negara low-middle income telah berupaya
melakukan pemerataan dan perluasan jangkauan pelayanan kesehatan, namun
masalah kritis yang dialami oleh sarana kesehatan pemerintah adalah
penyelenggaraannya tidak efisien.
Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian Suryani (2005). Namun
hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Herlina (2001) dan Sebayang (2006)
bahwa persepsi kualitas pelayanan berhubungan dengan pemanfaatan Puskesmas.
Sesuai dengan kondisi di Kabupaten Tabalong, dimana pilihan layanan
kesehatan belum begitu banyak dibandingkan kota besar seperti Banjarmasin,
sehingga meskipun masyarakat merasa kualitas pelayanan Puskesmas sudah baik
ataupun masih ada kekurangan, kecenderungan pemanfaatannya sama.
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
84
106 Universitas Indonesia
Bila ditinjau dari masing-masing indikator kualitas pelayanan Puskesmas,
maka terlihat bahwa yang dinilai paling rendah adalah kecukupan peralatan untuk
penegakan diagnosa di Puskemas, kemudian menyusul ketersediaan obat-obatan
dan kebersihan lingkungan Puskesmas. Menurut tanggapan informan dari
Puskesmas, kurangnya ketersediaan obat-obatan yang memadai pada pelayanan
gratis menyebabkan masih adanya persepsi masyarakat bahwa pelayanan gratis
terkesan mutunya masih rendah.
6.13 Implikasi terhadap Kebijakan Subsidi Pelayanan Kesehatan Gratis di
Puskesmas melalui Program Jaminan Tabalong Sehat.
Hasil penelitian tentang pemanfaatan pelayanan kesehatan gratis tingkat
Puskesmas di Kabupaten Tabalong ini dapat memberikan implikasi kepada
kebijakan Pemerintah Daerah Tabalong dalam implementasi program Jaminan
Tabalong Sehat.
Bila dilihat dari tujuan pemberian subsidi pelayanan kesehatan gratis
adalah untuk meningkatkan akses / cakupan pelayanan kesehatan di Puskesmas,
maka adanya program Jaminan Tabalong Sehat memang telah meningkatkan
kunjungan ke Puskesmas, meskipun masih kurang signifikan.
Pendekatan sasaran (targetting) subsidi yang diberikan Pemda Tabalong
adalah seluruh masyarakat Tabalong yang tidak memiliki jaminan kesehatan
ataupun asuransi kesehatan. Artinya, sasaran adalah masyarakat Tabalong yang
tidak menjadi peserta Askes, Jamsostek, Asabri, bukan peserta asuransi swasta
dan tidak ditanggung program Jamkesmas dari Pemerintah Pusat. Dari Profil
Dinas Kesehatan Tabalong tahun 2008, berdasarkan data penduduk Tabalong
tahun 2008 sebanyak 197.095 jiwa, maka dapat diketahui penduduk yang telah
memiliki jaminan/asuransi kesehatan dan sasaran penduduk yang mendapatkan
subsidi program JTS adalah :
1. Penduduk miskin dijamin Jamkesmas = 37.054 jiwa (18,80%)
2. Penduduk yang dijamin PT. Askes = 19.486 jiwa ( 9,89%)
3. Penduduk yang dijamin PT. Jamsostek = 2.712 jiwa ( 1,37%)
4. Penduduk lainnya (Sasaran program JTS) = 137.843 jiwa (69,94%)
Kelompok yang disubsidi program JTS adalah sebagian kecil dari
masyarakat tidak mampu yang kemungkinan luput dari sasaran Jamkesmas,
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
85
106 Universitas Indonesia
hingga kelompok masyarakat ekonomi mampu bahkan kaya. Mereka bekerja
disektor informal sehingga tidak memiliki jaminan kesehatan. Sasaran program
JTS tersebut bukanlah benar-benar masyarakat yang secara ekonomi memerlukan
bantuan pelayanan kesehatan gratis tingkat Puskesmas yang sudah murah. Sesuai
dengan konfirmasi informan Puskesmas, bahwa sebagian masyarakat tidak
terpengaruh ada tidaknya pelayanan kesehatan gratis di Puskesmas. Gratis
ataupun membayar, mereka akan tetap ke Puskesmas bila merasakan sakit. Dalam
kaitan ini, menurut Gani (1999a), bahwa dengan menanggung biaya pelayanan
kesehatan dasar yang murah, maka terdapat consumer surplus, yaitu sebenarnya
masyarakat mampu membayar lebih besar dari jumlah yang disubsidi.
Bila dikaitkan dengan kemauan untuk membayar (WTP) ke Puskesmas,
justru kelompok masyarakat yang memiliki WTP Rp.10.000,- ke atas yang lebih
banyak memanfaatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas. Berarti, sebenarnya
kurang tepat bila kelompok tersebut diberikan subsidi pelayanan kesehatan gratis
di Puskesmas, sehingga tujuan awal pemberian subsidi untuk meringankan beban
biaya pengobatan kurang sesuai. Bahkan, menurut informan di Puskesmas, ada
masyarakat yang lebih memilih membayar retribusi Puskesmas daripada harus
terlebih dulu mengurus KTP sebagai persyaratan pelayanan gratis di Puskesmas.
Melihat kondisi tersebut, targetting sasaran masyarakat lebih tepat bila
diberikan kepada masyarakat yang kurang mampu (beneficiaries poor) (WHO,
2000). Subsidi dapat diberikan bentuk premi asuransi sosial, sehingga manfaat
pelayanan kesehatan tidak hanya di Puskesmas, tapi hingga pelayanan rujukan di
rumah sakit, sesuai dengan kebutuhan medis. Sedangkan bagi kelompok
masyarakat yang mampu, maka pelayanan kesehatan yang murah (dasar) tetap
harus membayar, selanjutnya bisa dilakukan sharing premi untuk pelayanan
kesehatan yang lebih komprehensif.
Menurut UU No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
(SJSN), disebutkan bahwa jaminan kesehatan diselenggarakan berdasarkan
prinsip asuransi sosial (Pasal 19). Syarat menjadi peserta jaminan sosial adalah
membayar iuran (Pasal 20). Adapun bagi orang miskin, maka iurannya dibayarkan
oleh pemerintah (Pasal 17) (Tabrany, 2005).
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
86
106 Universitas Indonesia
Untuk mendorong minat masyarakat mau memanfaatkan pelayanan
Puskesmas bila memerlukan (merasa atau memiliki penyakit), Pemda Tabalong
dapat mempergunakan alokasi dana subsidi pada peningkatan kualitas pelayanan
di Puskesmas (supply side). Perbaikan kualitas Puskesmas dapat dilakukan
dengan melengkapi peralatan Puskesmas, terutama untuk penegakan diagnosa,
mencukupi kebutuhan dan kualitas obat-obatan di Puskesmas. Sebaiknya obat-
obatan Puskesmas, dipilih obat generik yang memiliki kemasan baik, tidak dalam
bentuk obat-obatan curah yang terkesan murah, seadanya dan cepat rusak.
Perbaikan kualitas Puskesmas juga dilakukan terhadap penampilan Puskesmas
agar terkesan lebih bersih dan nyaman. Dapat bersaing dengan pelayanan pada
sarana kesehatan di sektor privat.
Dari informasi stakeholder terkait, berbeda antara pengambil kebijakan
dengan pengelola dan pelaksana program. Pengambil kebijakan, mengkaitkan
rendahnya serapan dana program JTS karena perilaku pelaksana (provider)
kesehatan yang masih belum mendukung optimalnya program JTS berjalan.
Dengan adanya program JTS maka Puskesmas tidak lagi bisa menarif dari pasien.
Akibatnya dana sisihan yang selama ini didapatkan Puskesmas dari pembayaran
pasien secara langsung yang biasanya lebih besar dari tarif Perda yang resmi
menjadi hilang. Kondisi ini membuat pelaksana kurang optimal dalam
menjalankan program JTS. Kegiatan Puskesmas untuk mendekatkan pelayanan
kepada masyarakat seperti Pusling juga belum optimal berjalan. Karena itu,
penting dilakukan peningkatan kualitas sumberdaya manusia di Puskesmas.
Keberadaan dokter lebih konsisten dan pemberian pelayanan yang ramah serta
profesional. Untuk itu, perlu sistem reward yang baik terhadap petugas
Puskesmas, dari segi insentif maupun kenaikan pangkat dan penghargaan lainnya,
sehingga petugas dapat bekerja dalam kondisi yang lebih nyaman.
Rendahnya penyerapan dana program JTS, oleh informan Dinas Kesehatan
dikaitkan dengan tarif klaim Puskesmas sesuai Perda No. 2 Tahun 2002 terlalu
rendah. Contohnya, untuk kunjungan umum Puskesmas hanya Rp.1.500,-. Karena
itu, tidak mungkin menyerap banyak dari dana yang dianggarkan. Sedangkan
untuk proses klaim dana sendiri dibutuhkan waktu yang lama, hampir dua bulan.
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
87
106 Universitas Indonesia
Menyikapi rendahnya serapan dana yang terserap dikaitkan dengan
rendahnya tarif yang diberlakukan, maka pada tahun 2010 ini direncakanan akan
dilakukan revisi Perda tarif tersebut. Direncanakan untuk retribusi Puskesmas
berkisar antara Rp.5.000 sampai Rp.7.500,-. Selain itu, pemda akan
memberlakukan tarif obat-obatan Puskesmas, juga pelayanan lainnya seperti
tindakan dan pemeriksaan laboratorium.
Dari informasi pihak Puskesmas, potensi permasalahan baru akan timbul
pada pemakaian obat Puskesmas oleh anggota Askes PNS dan penduduk miskin
yang ditanggung oleh program Jamkesmas. Anggota Askes PNS dan peserta
Jamkesmas tidak termasuk yang ditanggung oleh program JTS. Sedangkan selama
ini Puskesmas menggratiskan biaya obat bagi mereka, dan hanya mendapatkan
kapitasi jasa Rp.1.000 per kapita/bulan. Kemungkinannya untuk melayani pasien
Askes dan Jamkesmas, Puskesmas harus “nombok” harga obat untuk setoran ke
Dinas Pendapatan Daerah.
Alasan Pemda Tabalong bahwa komponen obat di Puskesmas akan
dimasukkan tarif, adalah karena obat-obatan masuk dalam kategori biaya modal,
yaitu proses pengadaannya ditenderkan, sehingga harus memberikan hasil
kembali. Alasan tersebut tidaklah sesuai dengan teori klasifikasi biaya di
Puskesmas. Komponen obat Puskesmas harusnya masuk klasifikasi biaya
operasional (Gani, 2008). Kebijakan daerah tersebut juga tidak sesuai dengan
kebijakan nasional tentang obat pelayanan kesehatan dasar (obat PKD) di
Puskesmas. Kebutuhan obat PKD di Puskesmas dan jaringannya telah disediakan
oleh pemerintah melalui anggaran Dana Alokasi Umum (DAU) di setiap
kabupaten/kota. Selain itu melalui APBN pemerintah pusat juga menyediakan
anggaran obat PKD yang merupakan buffer stock yang akan dikirim ke setiap
propinsi dan kabupaten/kota (Depkes RI, 2009a:p.15).
Hal ini harus menjadi bahan evaluasi program JTS kedepan, sehingga
pelaksanaan kebijakan yang bertujuan untuk meningkatan cakupan pelayanan
kesehatan di Puskesmas dengan membantu beban biaya masyarakat, tidak justru
akan merugikan kelompok peserta Askes dan sasaran Jamkesmas. Bila memang
retribusi akan dinaikkan dan komponen obat ditagihkan, peserta Askes dan
Jamkesmas juga berhak mendapatkan subsidi dari Pemda.
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
88 Universitas Indonesia
BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan pembahasan mengenai pemanfaatan subsidi
pelayanan kesehatan gratis Puskesmas di Kabupaten tahun 2010, dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut :
1. Pemanfaatan subsidi pelayanan kesehatan gratis tingkat Puskesmas di
Kabupaten Tabalong oleh masyarakat Tabalong belum optimal. Proporsi
rumah tangga yang pernah memanfaatkan pelayanan kesehatan di
Puskesmas adalah 58% dalam kurun waktu satu tahun terakhir. Masih
25,5% dari yang pernah memanfaatkan Puskesmas harus membayar dan
Puskesmas yang telah digratiskan belum menjadi fasilitas kesehatan
pilihan pertama ketika masyarakat merasakan sakit.
2. Faktor-faktor yang berhubungan dengan pemanfaatan subsidi pelayanan
kesehatan gratis tingkat Puskesmas di Kabupaten Tabalong adalah
pengetahuan, adanya penyakit yang diderita, biaya transportasi, dan
kemauan untuk membayar.
3. Faktor pendidikan, pekerjaan, persepsi/keluhan sakit, waktu tempuh,
pengeluaran, kemampuan untuk membayar, kepemilikan jaminan/asuransi
kesehatan, kesesuaian jam buka Puskesmas, keberadaan dokter dan
persepsi kualitas Puskesmas tidak berhubungan dengan pemanfaatan
subsidi pelayanan kesehatan Puskesmas di Kabupaten Tabalong.
4. Berdasarkan informasi stakeholders, hal-hal yang turut berperan terkait
rendahnya pemanfaatan subsidi pelayanan kesehatan gratis di Puskesmas
adalah belum optimalnya kegiatan program di Puskesmas, kurangnya
sosialisasi dan sasaran masyarakat yang diberikan subsidi kurang tepat.
Sedangkan rendahnya serapan dana juga disebabkan rendahnya tarif
retribusi dari penggantian program JTS ke Puskesmas dan masih adanya
masyarakat yang memilih membayar Puskesmas karena keengganan
mengurus KTP meskipun juga telah digratiskan.
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
89
Universitas Indonesia
7.2 Saran
1. Perlu kiranya Dinas Kesehatan dan Puskesmas lebih meningkatkan
sosialisasi dan penyuluhan kepada masyarakat melalui saluran yang tepat
agar masyarakat lebih mengetahui dan dapat memanfaatkan subsidi
pelayanan kesehatan yang telah diprogramkan.
2. Puskesmas harus dapat lebih aktif mendekatkan pelayanan kesehatan
kepada masyarakat, seperti menggiatkan program Puskesmas keliling,
untuk mengurangi hambatan besarnya biaya transportasi ke Puskesmas..
3. Fakta penyerapan dana subsidi/hibah yang rendah, sedangkan kelompok
yang lebih banyak menggunakan pelayanan Puskesmas memiliki kemauan
membayar pelayanan Puskesmas Rp.10.000,- ke atas, maka perlu kiranya
dilakukan kaji ulang kebijakan subsidi pelayanan kesehatan gratis di
Puskesmas dengan sasaran semua penduduk Tabalong. Kebijakan subsidi
gratis dapat tetap diberikan, namun perlu adanya prioritas sasaran terhadap
masyarakat yang kurang mampu (targetted subsidy). Sehingga alokasi
dana yang disediakan dapat dipergunakan untuk meningkatkan kualitas
dan jenjang pelayanan kesehatan yang dapat ditanggung. Adapun bagi
masyarakat yang mampu diberlakukan sharing pembiayaan kesehatan,
misalnya dengan premi asuransi yang diberlakukan sesuai Sistem Jaminan
Sosial Nasional (SJSN).
4. Perlu adanya rapat koordinasi yang intensif, antara pengambil kebijakan,
pengelola program di dinas kesehatan dan pelaksana di Puskesmas, untuk
membuat komitmen bersama melaksanakan program pemberian subsidi
pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kondisi pemerintah daerah dan
masyarakat, agar subsidi yang diberikan dapat bermanfaat secara optimal.
5. Untuk penelitian lebih lanjut, perlu dilakukan penelitian tentang
pemanfaatan program JTS di rumah sakit. Penelitian dapat dikaitkan ada
tidak kemungkinan tumpang tindih klaim dari rumah sakit terhadap peserta
Askes, Jamsostek atau sasaran program Jamkesmas dengan klaim
terhadap program JTS, dan berapa rata-rata besaran biaya pelayanan
kesehatan di RSUD H. Badaruddin Tanjung dijamin oleh program JTS.
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
90 Universitas Indonesia
DAFTAR REFERENSI
Aday, Lu Ann., Andersen, Ronald., and Fleming, Gretchen V. (1980). Health Care in The U.S. Equitable for Whom ? California : Sage Publications, Inc.
Andayani, Theresia R. (2008). Studi Evaluasi Kebijakan Publik : Peran
Kebijakan Subsidi Premi Berjenjang Terhadap Utilisasi Rawat Jalan Rumah Tangga Mendekati Miskin di Purbalingga Jawa Tengah, tahun 2005. (Disertasi) Doktor Ilmu Kesehatan Masyarakat. FKMUI. Depok.
Andersen, Ronald M. (1995). Revisiting the Behavioral Model and Access to
Medical Care: Does It Matter ? Journal of Health and Social Behavior, Vol.36.No.1; Maret 1995:p.1-10. Diunduh dari http://www.jstor.org, tanggal 16 Desember 2009.
Ariawan, Iwan. (1998). Besar dan Metode Sampel pada Penelitian Kesehatan.
Jurusan Biostatistik dan Kependudukan FKMUI. _______ . (2008). Analisis Data Kategori. Departemen Biostatistik FKMUI Asbudin, Masni. (2002). Analisis Demand Masyarakat terhadap Pelayanan
Kesehatan Rawat Jalan Pada Puskesmas Marga Mulya Kota Bekasi Tahun 2002, (Tesis). FKMUI Depok.
Azwar, Azrul. (1996). Pengantar Administrasi Kesehatan. Edisi Ketiga. Jakarta:
Binarupa Aksara. Balitbangkes. (2008). Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007. Laporan Nasional
2007. Departemen Kesehatan RI. Jakarta : Desember 2008 Badan Pusat Statistik. (2008). Indikator Kesejahteraan Rakyat 2007 (Welfare
Indicators 2007). Jakarta : CV Media Grafika Prima. Bupati Tabalong. (2009). Petunjuk Pelaksanaan Penggunaan Dana dari
Pemerintah Kabupaten Tabalong untuk Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM) di Puskesmas Kabupaten Tabalong. Keputusan Bupati Tabalong Nomor : 188.45/164/2009.
Departemen Kesehatan RI. (2003a). Kajian Sistem Pembiayaan Kesehatan,
Pendataan dan Kontribusi APBD untuk Kesinambungan Pelayanan Keluarga Miskin. (Exit Strategi). Jakarta.
________. (2003b). Modul Penyelenggaraan Survei Cepat. Edisi Ketiga. Pusat
Data dan Informasi. Jakarta. ________. (1990). Pedoman Kerja Puskesmas Jilid I.
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
91
Universitas Indonesia
________. (2004). Sistem Kesehatan Nasional. ________. (2006). Rencana Strategis Departemen Kesehatan Tahun 2005. ________. (2008). Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Minimal Bidang
Kesehatan di Kabupaten/Kota. Kepmenkes RI Nomor 828/Menkes/SK/IX/2008. Biro Hukum dan Organisasi Setjen Depkes RI. Jakarta.
________. (2009a). Petunjuk Teknis Jaminan Kesehatan Masyarakat di
Puskesmas dan Jaringannya Tahun 2009. Ditjen Bina Kesehatan Masyarakat ________. (2009b). Profil Kesehatan Indonesia 2008. Jakarta. Dinas Kesehatan Kabupaten Tabalong. (2008). Profil Kesehatan Kabupaten
Tabalong Tahun 2007. Dinas Kesehatan Kabupaten Tabalong. (2009). Profil Kesehatan Kabupaten
Tabalong Tahun 2008. Dong, Hengjin., Gbangou, A., Allegri, M.A., Pokhrel, S., Sauerborn, R. (2008).
The Differences in Characteristics Between Health-care Users and Non-users: Implication for Introducing Community-based Health Insurance in Burkina Faso. European Journal of Health Economic (2008) 9:41-50. Diunduh dari www.springerlink.com, tanggal 16 Desember 2009.
Feldstein, Paul J. (1993). Health Care Economics. 4th Edition. California :
Delmar Publishers Inc. Gani, Ascobat., & Nadjib, Mardiati. (1996). Analisis Biaya Rumah Sakit.
(Pedoman-pedoman Pokok Analisis Biaya Rumah Sakit) (Modul) Disampaikan pada Pelatihan Penyusunan Pola Tarif Rumah Sakit Pemerintah di Lingkungan Dirjen Pelayanan Medik Tahun Anggaran 1996/1997. Bogor.
Gani, Ascobat. (1981). Demand for Health Services in Rural Area of
Karanganyar Regency, Central Java, Indonesia (Thesis for Doctor of Public Health) The School of Hygiene and Public Health. John Hopkins University. Baltimore, Maryland.
________. (1988). Metodologi Umum Penelitian. Penataran Metode Penelitian
Ilmu Lingkungan. PPSDM dan Lingkungan. Universitas Indonesia ________. (1999a). Pengantar Ekonomi Kesehatan. Makalah. Disampaikan pada
Diklat Penjenjangan Manajer Pratama PT. Askes. Jakarta. ________. (1999b). Analisis Ekonomi dalam Pelayanan Bedah. Makalah.
Disampaikan dalam Muktamar Ahli Bedah ke XIII. Jakarta : 1999.
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
92
Universitas Indonesia
________. (2006). Reformasi Pembiayaan Kesehatan Dalam Konteks Desentralisasi. Policy Dialog. Ditjen Binkesmas Depkes RI. Proyek DHS-1.
________. dkk. (2008a). Laporan Awal Kajian Sistem Pembiayaan Kesehatan di Beberapa Kabupaten dan Kota Tahun 2008. Kerjasama Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan FKMUI dengan PPJK Departemen Kesehatan R.I. dan Australia Indonesia Partnership.
________. (2008b). Demarkasi Sektor Kesehatan, Belanja Kesehatan Rumah
Tangga, Kebijakan dan Strategi Pembiayaan Kesehatan, dan Kajian Pelayanan Kesehatan Gratis Propinsi Kepulauan Riau Materi Perkuliahan Pembiayaan Pelayanan Kesehatan. Program Pascasarjana FKM-UI.
Gertler, Paul & Gaag, Jacques VD. (1988). Measuring the Willingness to pay for Social Services in Developing Countries. LSMS-45. Diunduh dari http://wds.worldbank.org. 17 Juni 2010
Ghozali, Imam. (2007). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS.
Cetakan IV. Semarang : Balai Penerbit Universitas Diponegoro Goel, S.L. (2001). Health Care System and Management. 4. Primary Health Care
Management. Foreword by Thakur, Padmashree Dr. C.P. New Delhi : Deep & Deep Publications PVT. LTD
Gottret, Pablo., Schieber, George et al. (2006). Health Financing Revisited. A Practitioner’s Guide. Whasington DC : The World Bank.
Green, Lawrance W., & Keuter, Marshall W. (2005). Health Program Planning.
An Educational and Ecological Approach. Fourth Edition. New York: Mc Graw Hill
Hastono, Sutanto P. (2007). Analisis data Kesehatan. Basic Data Analysis for
Health Research Training. FKMUI Herlina. (2001). Faktor-faktor yang berhubungan dengan Pemanfaatan
Pelayanan Kesehatan Dasar Puskesmas di Kabupaten Lampung Barat Tahun 2000, (Tesis) FKMUI. Depok.
Ilyas, Yaslis. (2006). Mengenal Asuransi Kesehatan. Review Utilisasi manajemen
Klaim dan Fraud (Kecurangan Asuransi Kesehatan. Depok : CV. Usaha Prima, Cetakan Kedua Maret 2006
Januarizal. (2008). Hubungan Kepemilikan Asuransi Kesehatan dengan
Pemanfaatan Sarana Layanan Kesehatan di Propinsi Jambi (Analisis Data Susenas 2006), (Tesis) FKMUI. Depok
Junadi, Purnawan. (2008). Janji Pelayanan Kesehatan Gratis yang Menyesatkan.
Medika : No.9 Tahun ke XXXIV, September 2008 p.650.
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
93
Universitas Indonesia
Johar, Meliyanni. (2009). The Impact of the Indonesian Health Card Program: A Matching Estimator Approach. Journal of Health Economics. 28 (2009) 35-53. Diunduh dari www.elsevier.com/, tanggal 18 Desember 2009
Kosen, Soewarta. (Ed.). (1997). Bunga Rampai Pengembangan Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM) di Indonesia. Jakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI
Lemeshow, Stanley., Hosmer, David WJ., Klar, Janelle., Lwanga, Stephen K.
(1997). Besar Sampel dalam Penelitian Kesehatan. (Dibyo Pramono, Penerjemah) Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Merriam-Webster. (1993). Webster’s Third New International Dictionary of The
English Language Unabridged. Massachusetts: Merriam-Webster Publishers. Mills, Anne & Gilson, Lucy. (1990). Ekonomi Kesehatan untuk Negara-Negara
Sedang Berkembang. Sebuah Pengantar. Jakarta : Dian Rakyat. Nadjib, Mardiati. (1999). Pemerataan Akses Pelayanan Rawat Jalan di Berbagai
Wilayah di Indonesia, (Disertasi) Doktor Ilmu Kesehatan Masyarakat. FKMUI. Depok.
Nazara, Suahasil. (2007). Bantuan Tunai Bersyarat (Conditional Cash
Transfer/CCT) bagi Upaya Pengentasan Kemiskinan. Warta Demografi : Tahun 37, No. 3, 2007: 7–22
Nazir, Moh. 1999. Metode Penelitian. Cetakan keempat Juli 1999. Jakarta :
Ghalia Indonesia Nolan, A. & Nolan, B. (2008). Eligibility for General Practitioner Care, Need
and GP Visiting in Ireland. European Journal of Health Economic (2008). Diunduh dari www.springerling.com, tanggal 16 Desember 2009.
Notoatmodjo, Soekidjo & Sarwono, Solita. (1985). Pengantar Ilmu Perilaku
Kesehatan. Jakarta: Badan Penerbit Kesehatan Masyarakat FKMUI. Notoatmodjo, Soekidjo. (2007). Kesehatan Masyarakat. Ilmu dan Seni. Edisi
Revisi. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta. Rawlings, Laura B., & Rubio, Gloria M. (2005). Evaluating the Impact of
Conditional Cash Transfer Programs. Diunduh dari http://proquest.umi.com/ tanggal 18 Desember 2009.
Rohmansyah. (2004). Analisis Demand Masyarakat Terhadap Pelayanan
Kesehatan di Klinik Pengobatan Puskesmas Way Laga Kota Bandar Lampung Tahun 2004, (Tesis) FKMUI. Depok.
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
94
Universitas Indonesia
Russel, Steven., Fox, J., Rushby and Arhin, Dyna. (1995). Willingness and Ability to Pay for Health Care : A Selection of Methods and Issues. Health Policy and Planning 10 (1): 94-101. Oxford University Press 1996. Diunduh dari http://heapol.oxfordjournals.org, 17 Juni 2010
Russel, Steven. (1996). Ability to Pay for Health Care; Concepts and Evidence.
Health Policy and Planning; 11(3): 219-237. Oxford University Press 1996. Diunduh dari http://heapol.oxfordjournals.org, 17 Juni 2010
Samuelson, PA. & Nordhaus, WD. (2003) Ilmu Mikroekonomi. Edisi 17.
Terjemahan dari Microeconomics, 17th Edition. New York : Published by McGraw-Hill, 2001. Alih Bahasa Nur Rosyidah dkk. Jakarta : PT. Media Global Edukasi.
Sebayang, Ribka I. (2006). Analisis Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Dasar
Puskesmas oleh Keluarga Miskin Peserta Jaminan Pemeliharaan Masyarakat Miskin (JPKMM) di Wilayah Kecamatan Warungkondang Kabupaten Cianjur Tahun 2005, (Tesis) FKMUI. Depok.
Singarimbun, Masri., & Effendi, Sofian. (Ed.). (1989). Metode Penelitian Survai.
Edisi Revisi. Jakarta: LP3ES. Sparrow, Robert. (2008). Targeting the Poor in Times of Krisis: The Indonesian
Health Card. Health Policy and Planning 2008; 23:188-199. Diunduh dari http://healpol.oxfordjournals.org., tanggal 16 Desember 2009
Stiglitz, Joseph E. (1988). Economics of the Public Sector. Second Edition. New
York : WW. Norton & Company, Inc. Suryani, Irma. (2005). Analisis Akses Masyarakat lanjut Usia dalam Pemanfaatan
Pelayanan Kesehatan Dasar Gratis Puskesmas di Kota Medan tahun 2005, (Tesis) Pasca Sarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat FKMUI. Depok
Thabrany, Hasbullah. (2005). Asuransi Kesehatan Nasional. Edisi Baru. Jakarta
Pamjaki, Oktober 2005 ________. (Ed.). (2004). Pendanaan Kesehatan dan Alternatif Mobilisasi Dana
Kesehatan di Indonesia. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. ________., dkk. (2009). Sakit, Pemiskinan, dan MDGs. Jakarta : Penerbit Buku
Kompas, Januari 2009. Trihono. (2005). Arrimes. Manajemen Puskesmas Berbasis Paradigma Sehat.
Jakarta : Penerbit CV. Sagung Seto. Undang-Undang RI. Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
95
Universitas Indonesia
Untari, Jati & Hasanbasri, Mubasysyir. (2007). Kemana Pemilik Kartu Sehat Mencari Pertolongan. Analisis Survei Sosial Ekonomi Nasional 2001. Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol.10; No.1; Maret 2007:46-51
World Bank. (2008). Investing in Indonesia’s Health : Challenges and
Opportunities for Future Public Spending. Health Public Expenditure Review 2008. Diunduh dari www.worldbank.org. tanggal 23 Januari 2009.
World Health Organization. (2000). The World Health Report 2000. Health
Systems : Improving Performance. Diunduh dari http://www.who.int/whr/2000/, tanggal 10 Maret 2010.
Yuswandi, Arry. (2006) Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Akses
Penduduk Sumatera Barat ke Pelayanan Kesehatan (Analisis data Susenas 2004). (Tesis). FKMUI. Depok.
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
Lampiran 2 :
Hasil Uji Validitas dan Reabilitas Kuesioner
1. Variabel Pengetahuan
Scale: ALL VARIABLES
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 30 100.0
Excludeda 0 .0
Total 30 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
.724 7
Item Statistics
Mean Std. Deviation N
Pengetahuan JTS1 .87 .346 30
Pengetahuan JTS2 .60 .498 30
Pengetahuan JTS3 .70 .466 30
Pengetahuan JTS4 .17 .379 30
Pengetahuan JTS5 .57 .504 30
Pengetahuan JTS6 .03 .183 30
Pengetahuan JTS7 .43 .504 30
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
Corrected Item-Total Correlation
Cronbach's Alpha if Item
Deleted
Pengetahuan JTS1 2.50 2.534 .626 .655
Pengetahuan JTS2 2.77 2.185 .618 .639
Pengetahuan JTS3 2.67 2.230 .644 .633
Pengetahuan JTS4 3.20 2.717 .386 .703
Pengetahuan JTS5 2.80 2.510 .363 .714
Pengetahuan JTS6 3.33 3.195 .176 .736
Pengetahuan JTS7 2.93 2.616 .290 .734
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
2. Variabel Kualitas Pelayanan Puskesmas
Scale: ALL VARIABLES Case Processing Summary
N %
Cases Valid 30 100.0
Excludeda 0 .0
Total 30 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
Cronbach's Alpha Based on
Standardized Items N of Items
.879 .891 7
Item Statistics
Mean Std. Deviation N
Sikap pet.di loket 3.93 .254 30
Sikap pet. di ruang pemeriks. 3.93 .254 30
Sikap pet. di apotik 3.90 .305 30
kebersihan lingk. puskesmas 3.83 .379 30
Ketersediaan obat 3.93 .254 30
Kecukupan peralatan 3.90 .305 30
Kualitas pelayanan umum 3.93 .254 30
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
Corrected Item-Total Correlation
Cronbach's Alpha if Item
Deleted
Sikap pet.di loket 23.43 1.840 .688 .859
Sikap pet. di ruang pemeriks. 23.43 1.840 .688 .859
Sikap pet. di apotik 23.47 1.844 .533 .878
kebersihan lingk. puskesmas 23.53 1.706 .534 .888
Ketersediaan obat 23.43 1.771 .803 .846
Kecukupan peralatan 23.47 1.706 .727 .852
Kualitas pelayanan umum 23.43 1.771 .803 .846
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
Lampiran 3
Hasil Uji Bivariat Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pemanfaatan Subsidi Pelayanan Kesehatan Gratis Tingkat Puskesmas di Kabupaten
Tabalong Tahun 2010
1. Hubungan antara Pendidikan KK dengan Pemanfaatan Puskesmas
Crosstabs
Kategori Pendidikan KK * Kunjungan dlm 1 thn Crosstabulation
Kunjungan dlm 1 thn
Total Tdk pernah Pernah
Kategori Pendidikan KK
Rendah Count 118 134 252
% within Kategori Pendidikan KK 46.8% 53.2% 100.0%
Tinggi Count 52 101 153
% within Kategori Pendidikan KK 34.0% 66.0% 100.0%
Total Count 170 235 405
% within Kategori Pendidikan KK 42.0% 58.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 6.443a 1 .011 Continuity Correctionb 5.926 1 .015 Likelihood Ratio 6.512 1 .011 Fisher's Exact Test .013 .007
Linear-by-Linear Association 6.427 1 .011 N of Valid Casesb 405 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 64.22.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Kategori Pendidikan KK (Rendah / Tinggi)
1.710 1.128 2.593
For cohort Kunjungan dlm 1 thn = Tdk pernah 1.378 1.065 1.782
For cohort Kunjungan dlm 1 thn = Pernah .806 .685 .947
N of Valid Cases 405
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
2. Hubungan Pengetahuan dengan Pemanfaatan Puskesmas
Crosstabs
Kategori Pengetahuan * Kunjungan dlm 1 thn Crosstabulation
Kunjungan dlm 1 thn
Total Tdk pernah Pernah
Kategori Pengetahuan
Kurang Count 116 95 211
% within Kategori Pengetahuan 55.0% 45.0% 100.0%
Baik Count 54 140 194
% within Kategori Pengetahuan 27.8% 72.2% 100.0%
Total Count 170 235 405
% within Kategori Pengetahuan 42.0% 58.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 30.569a 1 .000 Continuity Correctionb 29.465 1 .000 Likelihood Ratio 31.098 1 .000 Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear Association 30.494 1 .000 N of Valid Casesb 405 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 81.43.
b. Computed only for a 2x2 table Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Kategori Pengetahuan (Kurang / baik) 3.166 2.091 4.793
For cohort Kunjungan dlm 1 thn = Tdk pernah 1.975 1.527 2.555
For cohort Kunjungan dlm 1 thn = Pernah .624 .525 .742
N of Valid Cases 405
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
3. Hubungan antara Pekerjaan KK dengan Pemanfaatan Puskesmas
Crosstabs
Kategori Pekerjaan KK * Kunjungan dlm 1 thn Crosstabulation
Kunjungan dlm 1 thn
Total Tdk pernah Pernah
Kategori Pekerjaan KK
tdk bekerja /sektor informal
Count 145 172 317
% within Kategori Pekerjaan KK 45.7% 54.3% 100.0%
sektor formal Count 25 63 88
% within Kategori Pekerjaan KK 28.4% 71.6% 100.0%
Total Count 170 235 405
% within Kategori Pekerjaan KK
42.0% 58.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value Df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 8.496a 1 .004 Continuity Correctionb 7.799 1 .005 Likelihood Ratio 8.787 1 .003 Fisher's Exact Test .003 .002
Linear-by-Linear Association 8.475 1 .004 N of Valid Casesb 405 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 36.94.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Kategori Pekerjaan KK (tdk bekerja/sektor informal / sektor formal)
2.124 1.272 3.549
For cohort Kunjungan dlm 1 thn = Tdk pernah 1.610 1.132 2.291
For cohort Kunjungan dlm 1 thn = Pernah .758 .642 .895
N of Valid Cases 405
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
4. Hubungan Keluhan sakit dengan Pemanfaatan Puskesmas
Crosstabs
Kategori Keluhan * Kunjungan dlm 1 thn Crosstabulation
Kunjungan dlm 1 thn
Total Tdk pernah Pernah
Kategori Keluhan
Rendah Count 135 176 311
% within Kategori Keluhan 43.4% 56.6% 100.0%
Tinggi Count 35 59 94
% within Kategori Keluhan 37.2% 62.8% 100.0%
Total Count 170 235 405
% within Kategori Keluhan 42.0% 58.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 1.130a 1 .288 Continuity Correctionb .891 1 .345 Likelihood Ratio 1.140 1 .286 Fisher's Exact Test .340 .173
Linear-by-Linear Association 1.127 1 .288 N of Valid Casesb 405
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 39.46.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Kategori Keluhan (Sedikit / Banyak) 1.293 .805 2.078
For cohort Kunjungan dlm 1 thn = Tdk pernah 1.166 .871 1.560
For cohort Kunjungan dlm 1 thn = Pernah .902 .750 1.083
N of Valid Cases 405
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
5. Hubungan antara adanya diagnosis penyakit dengan Pemanfaatan Puskesmas
Crosstabs
Diagnosis penyakit * Kunjungan dlm 1 thn Crosstabulation
Kunjungan dlm 1 thn
Total Tdk pernah Pernah
Diagnosis penyakit
tidak ada Count 142 166 308
% within Diagnosis penyakit 46.1% 53.9% 100.0%
Ada Count 28 69 97
% within Diagnosis penyakit 28.9% 71.1% 100.0%
Total Count 170 235 405
% within Diagnosis penyakit 42.0% 58.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 9.000a 1 .003 Continuity Correctionb 8.306 1 .004 Likelihood Ratio 9.281 1 .002 Fisher's Exact Test .003 .002
Linear-by-Linear Association 8.978 1 .003 N of Valid Casesb 405 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 40.72.
b. Computed only for a 2x2 table
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Diagnosis penyakit (tidak ada / ada) 2.108 1.288 3.451
For cohort Kunjungan dlm 1 thn = Tdk Pernah 1.597 1.143 2.233
For cohort Kunjungan dlm 1 thn = Pernah .758 .643 .892
N of Valid Cases 405
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
6. Hubungan antara Waktu Tempuh ke Puskesmas dengan Pemanfaatan Puskesmas
Crosstabs
Waktu tempuh ke Puskesmas * Kunjungan dlm 1 thn Crosstabulation
Kunjungan dlm 1 thn
Total Tdk pernah Pernah
Waktu tempuh ke Puskesmas
Lama Count 80 86 166
% within Waktu tempuh ke Puskesmas 48.2% 51.8% 100.0%
Tidak Lama Count 90 149 239
% within Waktu tempuh ke Puskesmas 37.7% 62.3% 100.0%
Total Count 170 235 405
% within Waktu tempuh ke Puskesmas 42.0% 58.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 4.465a 1 .035 Continuity Correctionb 4.043 1 .044 Likelihood Ratio 4.456 1 .035 Fisher's Exact Test .041 .022
Linear-by-Linear Association 4.454 1 .035 N of Valid Casesb 405 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 69.68.
b. Computed only for a 2x2 table Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Waktu tempuh ke Puskesmas (Lama / Tidak Lama)
1.540 1.031 2.301
For cohort Kunjungan dlm 1 thn = Tdk pernah 1.280 1.020 1.606
For cohort Kunjungan dlm 1 thn = Pernah .831 .696 .992
N of Valid Cases 405
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
7. Hubungan Biaya Transportasi dengan Pemanfaatan Puskesmas
T-Test roup Statistics
Kunjungan dlm 1 thn N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
biaya transport Tdk pernah 170 1.26E4 7240.592 555.328
Pernah 235 1.12E4 9379.570 611.856
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t Df Sig. (2-tailed)
Mean Difference
Std. ErrorDifference
95% Confidence Interval of the Difference
Lower Upper
biaya transport
Equal variances assumed
.016 .899 1.550 403 .122 1333.792 860.663 -358.158 3025.743
Equal variances not assumed
1.614 401.278 .107 1333.792 826.291 -290.608 2958.192
T-Test
Group Statistics
Kunjungan dlm 1 thn N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Log Biaya Transport Tdk pernah 170 4.0209 .27606 .02117
Pernah 235 3.9486 .29456 .01921
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality of Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t Df Sig. (2-tailed)
Mean Differen
ce
Std. Error
Difference
95% Confidence Interval of the
Difference
Lower Upper
Log Biaya Transport
Equal variances assumed 1.063 .303 2.501 403 .013 .07226 .02889 .01547 .12906
Equal variances not assumed
2.527 377.219 .012 .07226 .02859 .01604 .12848
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
8. Hubungan Pengeluaran Rumah Tangga dengan Pemanfaatan Puskesmas
T-Test Group Statistics
Kunjungan dlm 1 thn N Mean Std. Deviation
Std. Error Mean
Jlh Pengeluaran/bln Tdk pernah 170 1.73E6 953289.756 73113.987
Pernah 235 1.75E6 906093.166 59107.001
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t Df Sig. (2-tailed)
Mean Difference
Std. Error Difference
95% Confidence Interval of the Difference
Lower Upper
Jlh Pengeluaran/bln
Equal variances assumed
.541 .462 -.229 403 .819 -21333.434 93253.179 -204656.869 161990.001
Equal variances
not assumed
-.227 353.145 .821 -21333.434 94017.512 -206238.073 163571.205
T-Test
Group Statistics
Kunjungan dlm 1 thn N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Log Pengeluaran/bln Tdk pernah 170 6.1784 .22737 .01744
Pernah 235 6.1916 .21043 .01373
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t Df Sig. (2-tailed)
Mean Differen
ce
Std. Error
Difference
95% Confidence Interval of the
Difference
Lower Upper
LogPengeluaran/bl Equal variances assumed .928 .336 -.605 403 .545 -.01327 .02192 -.05636 .02982
Equal variances not assumed
-.598 347.074
.550 -.01327 .02219 -.05692 .03038
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
9. Hubungan Kemampuan untuk membayar (ATP) dengan pemanfaatan Puskesmas
T-Test Group Statistics
Kunjungan
dlm 1 thn N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Kemampuan membayar
5% Non Food
Tdk pernah 170 3.25E4 28566.340 2190.938
Pernah 235 3.43E4 34445.100 2246.951
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality of Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df Sig. (2-tailed)
Mean
Difference
Std. Error
Difference
95% Confidence Interval of the
Difference
Lower Upper
Kemampuan membayar 5% Non Food
Equal variances assumed
.024 .876 -.538 403 .591 -1739.815 3233.140 -8095.741 4616.111
Equal variances not assumed
-.554 395.484 .580 -1739.815 3138.311 -7909.673 4430.044
T-Test Group Statistics
Kunjungan dlm 1 thn N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Log ATP5 Tdk pernah 170 4.3903 .32199 .02470
Pernah 235 4.4235 .29146 .01901
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality of Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df Sig. (2-tailed)
Mean Difference
Std. Error Difference
95% Confidence Interval of the
Difference
Lower Upper
Log ATP5 Equal variances assumed
1.830 .177 -1.083 403 .279 -.03323 .03067 -.09353 .02707
Equal variances not assumed
-1.066 341.955 .287 -.03323 .03117 -.09453 .02807
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
10. Hubungan Kemauan untuk membayar dengan Pemanfaatan Puskesmas
T-Test Group Statistics
Kunjungan dlm 1 thn N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Kemauan membayar Puskesmas
Tdk pernah 170 1.53E4 16872.298 1294.046
Pernah 235 2.04E4 17785.312 1160.186
T-Test Group Statistics
Kunjungan dlm 1 thn N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Log WTP Tdk pernah 170 3.7985 .65315 .05009
Pernah 235 4.0777 .52099 .03399
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df Sig. (2-tailed)
Mean Difference
Std. Error Difference
95% Confidence Interval of the
Difference
Lower Upper
Log WTP Equal variances assumed 30.547 .000 -4.780 403 .000 -.27920 .05841 -.39402 -.16438
Equal variances not assumed
-4.612 312.552 .000 -.27920 .06054 -.39831 -.16009
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. T Df Sig. (2-tailed) Mean
Difference Std. Error Difference
95% Confidence Interval of the Difference
Lower Upper
Kemauan membayar Puskesmas
Equal variances assumed
.885 .347 -2.900 403 .004 -5082.290 1752.769 -1636.578
Equal variances not assumed
-2.924 374.927 .004 -5082.290 1737.983 -8499.707 -1664.874
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
11. Hubungan Kepemilikan Jaminan Kesehatan (Asuransi) dengan Pemanfaatan
Puskesmas
Crosstabs
Kepemilikan Jaminan Kes. * Kunjungan dlm 1 thn Crosstabulation
Kunjungan dlm 1 thn
Total Tdk pernah Pernah
Kepemilikan Jaminan Kes.
tidak memiliki Count 122 131 253
% within Kepemilikan Jaminan Kes. 48.2% 51.8% 100.0%
Memiliki Count 48 104 152
% within Kepemilikan Jaminan Kes. 31.6% 68.4% 100.0%
Total Count 170 235 405
% within Kepemilikan Jaminan Kes. 42.0% 58.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value Df Asymp. Sig. (2-
sided) Exact Sig. (2-
sided) Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 10.798a 1 .001 Continuity Correctionb 10.125 1 .001 Likelihood Ratio 10.969 1 .001 Fisher's Exact Test .001 .001
Linear-by-Linear Association 10.771 1 .001 N of Valid Casesb 405 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 63.80.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Kepemilikan Jaminan Kes. (tidak memiliki / memiliki)
2.018 1.324 3.076
For cohort Kunjungan dlm 1 thn = Tdk pernah 1.527 1.170 1.993
For cohort Kunjungan dlm 1 thn = Pernah
.757 .644 .889
N of Valid Cases 405
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
12. Hubungan Kesesuaian jam buka Puskesmas dengan Pemanfaatan Puskesmas
Crosstabs
Kesesuaian Jam Buka * Kunjungan dlm 1 thn Crosstabulation
Kunjungan dlm 1 thn
Total Tdk pernah Pernah
Kesesuaian Jam Buka
Belum Sesuai Count 13 19 32
% within Kesesuaian Jam Buka 40.6% 59.4% 100.0%
Sesuai Count 157 216 373
% within Kesesuaian Jam Buka 42.1% 57.9% 100.0%
Total Count 170 235 405
% within Kesesuaian Jam Buka 42.0% 58.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square .026a 1 .872 Continuity Correctionb .000 1 1.000 Likelihood Ratio .026 1 .872 Fisher's Exact Test 1.000 .513
Linear-by-Linear Association .026 1 .872 N of Valid Casesb 405 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13.43.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Kesesuaian Jam Buka (Belum Sesuai / Sesuai)
.941 .451 1.963
For cohort Kunjungan dlm 1 thn = Tdk pernah .965 .624 1.492
For cohort Kunjungan dlm 1 thn = Pernah 1.025 .760 1.383
N of Valid Cases 405
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
13. Hubungan Keberadaan Dokter dengan Pemanfaatan Puskesmas
Crosstabs
Keberadaan dokter * Kunjungan dlm 1 thn Crosstabulation
Kunjungan dlm 1 thn
Total Tdk pernah Pernah
Keberadaan dokter
Tidak selalu ada
Count 26 119 145
% within Keberadaan dokter 17.9% 82.1% 100.0%
Selalu ada Count 28 116 144
% within Keberadaan dokter 19.4% 80.6% 100.0%
Total Count 54 235 289
% within Keberadaan dokter 18.7% 81.3% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square .109a 1 .741 Continuity Correctionb .032 1 .858 Likelihood Ratio .109 1 .741 Fisher's Exact Test .765 .429
Linear-by-Linear Association .109 1 .742 N of Valid Casesb 289 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 26.91.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Keberadaan dokter (Tidak selalu ada / Selalu ada)
.905 .501 1.636
For cohort Kunjungan dlm 1 thn = Tdk pernah
.922 .570 1.492
For cohort Kunjungan dlm 1 thn = Pernah 1.019 .912 1.138
N of Valid Cases 289
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
14. Hubungan Persepsi Kualitas Puskesmas dengan Pemanfaatan Puskesmas.
Crosstabs
Kualitas Yankes Puskesmas * Kunjungan dlm 1 thn Crosstabulation
Kunjungan dlm 1 thn
Total Tdk pernah Pernah
Kualitas Yankes Puskesmas
Kurang Count 26 103 129
% within Kualitas Yankes Puskesmas 20.2% 79.8% 100.0%
Baik Count 28 132 160
% within Kualitas Yankes Puskesmas 17.5% 82.5% 100.0%
Total Count 54 235 289
% within Kualitas Yankes Puskesmas 18.7% 81.3% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square .331a 1 .565 Continuity Correctionb .180 1 .672 Likelihood Ratio .330 1 .565 Fisher's Exact Test .649 .335
Linear-by-Linear Association .330 1 .566 N of Valid Casesb 289 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 24.10.
b. Computed only for a 2x2 table Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Kualitas Yankes Puskesmas (Kurang / Baik)
1.190 .658 2.153
For cohort Kunjungan dlm 1 thn = Tdk pernah
1.152 .712 1.863
For cohort Kunjungan dlm 1 thn = Pernah .968 .865 1.083
N of Valid Cases 289
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
Lampiran 4 :
Hasil Uji Analisis Multivariat Regresi Logistik Ganda
1. Variabel hasil seleksi bivariat yang dimasukkan pada pemodelan awal,
ada 8 variabel masuk dalam uji pemodelan multivariat
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
95.0% C.I.for EXP(B)
Lower Upper
Step 1a Didik_KK2 .085 .254 .112 1 .738 1.089 .661 1.793
Kat_tahu 1.186 .233 25.858 1 .000 3.274 2.073 5.172
Kat_kerja .447 .319 1.960 1 .162 1.563 .836 2.921
Jamkes .403 .248 2.646 1 .104 1.496 .921 2.430
W_tempuh .154 .255 .366 1 .545 1.167 .708 1.924
Penyakit .674 .277 5.923 1 .015 1.963 1.140 3.379
Kat_Transp .485 .264 3.369 1 .066 1.624 .968 2.726
Kat_WTP2 .851 .229 13.858 1 .000 2.342 1.496 3.666
Constant -1.536 .280 30.000 1 .000 .215 a. Variable(s) entered on step 1: Didik_KK2, Kat_tahu, Kat_kerja, Jamkes, W_tempuh, Penyakit, Kat_Transp, Kat_WTP2.
Variabel Didik_KK2 memiliki nilai pvalue terbesar (0,738), dikeluarkan dari pemodelan
2. Setelah variabel Didik_KK2 dikeluarkan dari pemodelan :
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
95.0% C.I.for EXP(B)
Lower Upper
Step 1a Kat_tahu 1.200 .229 27.361 1 .000 3.321 2.118 5.208
Kat_kerja .486 .297 2.681 1 .102 1.626 .909 2.909
Jamkes .403 .248 2.649 1 .104 1.496 .921 2.430
W_tempuh .154 .255 .365 1 .546 1.167 .708 1.924
Penyakit .673 .277 5.890 1 .015 1.959 1.138 3.373
Kat_Transp .490 .264 3.453 1 .063 1.632 .974 2.737
Kat_WTP2 .851 .229 13.870 1 .000 2.342 1.497 3.666
Constant -1.522 .277 30.153 1 .000 .218 a. Variable(s) entered on step 1: Kat_tahu, Kat_kerja, Jamkes, W_tempuh, Penyakit, Kat_Transp, Kat_WTP2.
Perubahan OR tidak ada yang lebih > 10%. Variabel W_tempuh yang memiliki pvalue 0,546 dikeluarkan dari pemodelan
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
3. Setelah variabel “W_tempuh” dikeluarkan dari pemodelan
Variables in the Equation
B S.E. Wald Df Sig. Exp(B)
95.0% C.I.for EXP(B)
Lower Upper
Step 1a Kat_tahu 1.197 .229 27.276 1 .000 3.310 2.112 5.188
Kat_kerja .492 .297 2.742 1 .098 1.635 .914 2.926
Jamkes .401 .247 2.630 1 .105 1.494 .920 2.425
Penyakit .690 .275 6.268 1 .012 1.993 1.162 3.420
Kat_Transp .563 .234 5.780 1 .016 1.756 1.110 2.780
Kat_WTP2 .854 .228 13.991 1 .000 2.350 1.502 3.676
Constant -1.482 .269 30.468 1 .000 .227 a. Variable(s) entered on step 1: Kat_tahu, Kat_kerja, Jamkes, Penyakit, Kat_Transp, Kat_WTP2.
Perubahan OR tidak ada yang lebih > 10%. Variabel Jamkes yang memiliki pvalue 0,105 dikeluarkan dari pemodelan
4. Setelah variabel “Jamkes” dikeluarkan dari pemodelan
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
95.0% C.I.for EXP(B)
Lower Upper
Step 1a Kat_tahu 1.242 .227 29.872 1 .000 3.463 2.218 5.407
Kat_kerja .643 .281 5.239 1 .022 1.903 1.097 3.301
Penyakit .686 .274 6.238 1 .013 1.985 1.159 3.399
Kat_Transp .611 .232 6.938 1 .008 1.843 1.169 2.903
Kat_WTP2 .834 .227 13.496 1 .000 2.303 1.476 3.594
Constant -1.406 .262 28.713 1 .000 .245 a. Variable(s) entered on step 1: Kat_tahu, Kat_kerja, Penyakit, Kat_Transp, Kat_WTP2.
Perubahan OR variabel Kat_kerja = 16,4% > 10%. Maka Variabel jamkes dimasukkan lagi, dan var Ket_kerja dikeluarkan.
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
95.0% C.I.for EXP(B)
Lower Upper
Step 1a Kat_tahu 1.193 .229 27.165 1 .000 3.297 2.105 5.163
Penyakit .674 .273 6.087 1 .014 1.963 3.354
Kat_Transp .570 .234 5.958 1 .015 1.769 1.119 2.795
Kat_WTP2 .880 .227 15.014 1 .000 2.411 1.545 3.763
Jamkes .535 .234 5.225 1 .022 1.707 1.079 2.699
Constant -1.445 .267 29.302 1 .000 .236 a. Variable(s) entered on step 1: Kat_tahu, Penyakit, Kat_Transp, Kat_WTP2, Jamkes.
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
Karena setelah variabel Jamkes dikembalikan dan variabel Kat_kerja dikeluarkan, ternyata perubahan OR Jamkes 14% (> 10%), maka variabel Kat_kerja kembali dimasukkan dalam model.
5. Variabel yang masuk pemodelan adalah
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
95.0% C.I.for EXP(B)
Lower Upper
Step 1a Kat_tahu 1.197 .229 27.276 1 .000 3.310 2.112 5.188
Kat_kerja .492 .297 2.742 1 .098 1.635 .914 2.926
Jamkes .401 .247 2.630 1 .105 1.494 .920 2.425
Penyakit .690 .275 6.268 1 .012 1.993 1.162 3.420
Kat_Transp .563 .234 5.780 1 .016 1.756 1.110 2.780
Kat_WTP2 .854 .228 13.991 1 .000 2.350 1.502 3.676
Constant -1.482 .269 30.468 1 .000 .227 a. Variable(s) entered on step 1: Kat_tahu, Kat_kerja, Jamkes, Penyakit, Kat_Transp, Kat_WTP2.
Pada variabel Kat_Kerja dan Jamkes diduga ada interaksi, maka dilakukan uji interaksi
6. Uji interaksi variabel (Kat_Kerja*Jamkes)
Didapatkan nilai pada BLOCK 2: Metode=Enter pada bagian STEP, p= 0,095 > alpha 0,05
Block 2: Method = Enter
Omnibus Tests of Model Coefficients
Chi-square df Sig.
Step 1 Step 2.783 1 .095
Block 2.783 1 .095
Model 68.083 5 .000
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
95.0% C.I.for EXP(B)
Lower Upper
Step 1a Kat_tahu 1.240 .227 29.859 1 .000 3.456 2.215 5.391
Penyakit .645 .274 5.552 1 .018 1.905 1.115 3.257
Kat_Transp .609 .232 6.916 1 .009 1.839 1.168 2.896
Kat_WTP2 .853 .226 14.237 1 .000 2.346 1.507 3.654
Jamkes by Kat_kerja .535 .327 2.677 1 .102 1.708 .899 3.244
Constant -1.350 .259 27.070 1 .000 .259 a. Variable(s) entered on step 1: Kat_tahu, Penyakit, Kat_Transp, Kat_WTP2, Jamkes * Kat_kerja.
Tidak ada interaksi antara variabel “Jamkes” dengan “Kat_Kerja”
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
7. Didapatkan model akhirnya :
Classification Tablea
Observed
Predicted
Kunjungan dlm 1 thn Percentage
Correct Tdk pernah Pernah
Step 1 Kunjungan dlm 1 thn Tdk pernah 104 66 61.2
Pernah 61 174 74.0
Overall Percentage 68.6
a. The cut value is .500 Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
95.0% C.I.for EXP(B)
Lower Upper
Step 1a Kat_tahu 1.197 .229 27.276 1 .000 3.310 2.112 5.188
Kat_kerja .492 .297 2.742 1 .098 1.635 .914 2.926
Jamkes .401 .247 2.630 1 .105 1.494 .920 2.425
Penyakit .690 .275 6.268 1 .012 1.993 1.162 3.420
Kat_Transp .563 .234 5.780 1 .016 1.756 1.110 2.780
Kat_WTP2 .854 .228 13.991 1 .000 2.350 1.502 3.676
Constant -1.482 .269 30.468 1 .000 .227 a. Variable(s) entered on step 1: Kat_tahu, Kat_kerja, Jamkes, Penyakit, Kat_Transp, Kat_WTP2.
Variabel yang signifikan : Kat_tahu, Penyakit, Kat_Transp, dan Kat_WTP2
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
Lampiran 7 :
KUESIONER PENELITIAN
INFORMED CONSENT Selamat pagi/siang/malam ibu/bapak................, perkenalkan nama
saya/kami.........., (Bisa dipergunakan sesuai konteks bahasa setempat) saya/ kami adalah tim survey dari penelitian Tesis Program Pascasarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Topik penelitian ini adalah Analisis Pemanfaatan Subsidi Pelayanan Kesehatan Gratis Tingkat Puskesmas di Kabupaten Tabalong. Kami mengharapkan jawaban bapak/ibu akan membantu kami dalam mencapai maksud tersebut. Keikutsertaan bapak/ibu dalam survei ini tidak akan menimbulkan risiko apapun. Jawaban dari bapak/ibu akan kami jaga kerahasiaannya, sehingga hanya peneliti yang mengetahuinya. Hasil survei tidak akan menyebutkan nama individu yang memberi informasi maupun nama responden. Perlu kami jelaskan pula bahwa kegiatan ini tidak berkaitan dengan pemberian bantuan dalam bentuk finansial atau materi apapun.
Partisipasi bapak/ibu dalam survei ini bersifat sukarela, tanpa paksaan sama sekali. Bapak/ ibu bebas memberikan informasi berdasarkan kondisi yang sesungguhnya. Kami akan bertanya sekitar 30 menit dan jika disela – sela wawancara ada keperluan yang harus bapak/ ibu kerjakan, bapak/ ibu dapat meninggalkan atau berhenti dalam wawancara. Kami juga memohon maaf jika pertanyaan-pertanyaan kami membuat bapak /ibu menjadi tidak nyaman. Bapak/ ibu, kami persilahkan untuk tidak menjawab pertanyaan tersebut dan berhak berhenti diwawancarai.
Atas kesediaan Bapak/Ibu meluangkan waktu untuk menjawab pertanyaan kuesioner ini, kami ucapkan banyak terima kasih
Apakah Bapak/Ibu bersedia untuk diwawancarai? 1. Ya 0. Tidak
Tanda Tangan Pewawancara
.............................
Jika responden menolak diwawancarai, ucapkan terimakasih dan lengkapi dihalaman depan.
Kontak Jika anda memiliki pertanyaan mengenai penelitian ini silahkan menghubungi: Amir Su’udi, No. Telp. 081380365771 E-mail: [email protected]
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
KUESIONER PENELITIAN
ANALISIS PEMANFAATAN SUBSIDI PELAYANAN KESEHATAN GRATIS TINGKAT PUSKESMAS DI KABUPATEN TABALONG TAHUN 2010 A. IDENTITAS RESPONDEN
1. N a m a : ....................................................................
2. Tanggal Lahir/ Umur : .................... ( ....... tahun)
3. Jenis Kelamin : 1) Laki-laki 2) Perempuan
4. Status dalam keluarga : 1) Suami 2) Istri
3) Anak 4) Single
5) Lainnya, sebutkan ……………….
5. a. Pendidikan Responden :
1) Tidak Sekolah 2) Tidak Lulus SD/MI 3) Lulus SD/MI 4) Lulus SLTP/MTs 5) Lulus SLTA/MA 6) Lulus Akademi/PT
7) Lainnya, sebutkan …………………………
5. b. Pendidikan Kepala Keluarga (KK) :
1) Tidak Sekolah 2) Tidak Lulus SD/MI 3) Lulus SD/MI 4) Lulus SLTP/MTs 5) Lulus SLTA/MA 6) Lulus Akademi/PT
7) Lainnya, sebutkan …………………………
6. a. Pekerjaan Responden :
1) Tidak Bekerja 2) Petani 3) Buruh 4) Pedagang, wiraswasta 5) Pegawai Swasta 6) PNS, TNI/Polri, pensiunan 7) Lain-lain, sebutkan ......................
6. b. Pekerjaan Kepala Keluarga (KK) :
1) Tidak Bekerja 2) Petani 3) Buruh 4) Pedagang, wiraswasta 5) Pegawai Swasta 6) PNS, TNI/Polri, pensiunan 7) Lain-lain, sebutkan ......................
7. Jumlah anggota rumah tangga yang tinggal dalam satu rumah : ……. orang
B. PEMANFAATAN PUSKESMAS, CARA DAN SUMBER
PEMBIAYAAN
8. Dalam kurun waktu satu tahun terakhir, apakah ada anggota rumah tangga
bapak/ ibu yang pernah ke Puskesmas ketika sakit ?
1) Tidak pernah � (langsung ke pertanyaan no.10)
2) Pernah � Berapa kali ? (.......)
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
9. Bila jawaban No.8 “pernah”, kapan terakhir kali ke Puskesmas ?
1) < 1 bulan lalu 2) 1 – < 3 bulan lalu
3) 3 – < 6 bulan lalu 4) 6 - < 12 bulan lalu
10. Jika jawaban No.8 “tidak pernah”, apakah sebelumnya (lebih dari setahun
lalu) pernah berkunjung ke Puskesmas ?
1) Tidak Pernah 2) Pernah, kapan terakhir kali ke Puskesmas .......
11. Ketika anggota rumah tangga berobat ke Puskesmas, apakah mengeluarkan
uang untuk membayar pelayanan kesehatan di Puskesmas tersebut ?
1) Tidak /gratis 2) Ya, Membayar, ……………. (berapa) rupiah
12. Apakah anggota rumah tangga memiliki jaminan pembiayaan
kesehatan/asuransi kesehatan
1) Tidak memiliki
2) Ya, memiliki, Jenisnya : a. PT. Askes
b. PT. Jamsostek
c. Jamkesmas/Askeskin
d. Dana Sehat
e. Asuransi Kesehatan Swasta
f. Jaminan penggantian dari Perusahaan
g. Lainnya, Sebutkan ………………
C. PENGETAHUAN PROGRAM PELAYANAN KESEHATAN GRATIS
13. Apakah bapak/ibu mengetahui atau pernah mendengar adanya Program
Subsidi berobat gratis JPKM (Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat)
Pemda Tabalong?
1) Ya, pernah. 2) Tidak pernah 3) Tidak Tahu
14. Apa persyaratan untuk mendapatkan pelayanan Program Subsidi berobat
gratis JPKM Pemda Tabalong tersebut ?
1) Keluarga yang memiliki KTP Tabalong.
2) Harus orang miskin
3) Tidak ada syarat, gratis untuk semua orang
4) Tidak Tahu
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
15. Program subsidi berobat gratis JPKM Pemda Tabalong dapat diperoleh
masyarakat di Puskesmas dan Puskesmas Pembantu
1) Ya. 2) Tidak 3) Tidak Tahu
16. Program subsidi berobat gratis JPKM Pemda Tabalong dapat diperolah
masyarakat di Poliklinik atau dokter praktek
1) Ya 2) Tidak. 3) Tidak Tahu
17. Pelayanan rawat jalan di RSUD Tanjung dapat digratiskan dengan program
subsidi berobat gratis JPKM Pemda Tabalong
1) Ya. 2) Tidak 3) Tidak Tahu
18. Pelayanan rawat inap Kelas II di RSUD Tabalong dapat digratiskan dengan
program subsidi berobat gratis JPKM Pemda Tabalong
1) Ya 2) Tidak. 3) Tidak Tahu
19. Untuk mendapatkan pelayanan rawat jalan di RSUD Tanjung dengan program
subsidi berobat gratis JPKM Pemda Tabalong, haruslah :
1) Ada keterangan dari RT/RW
2) Ada rujukan dari poliklinik atau praktek dokter
3) Ada rujukan dari Puskesmas.
4) Tidak Tahu
D. KEBUTUHAN PELAYANAN KESEHATAN
20. Dalam satu tahun terakhir, keluhan sakit apakah yang pernah dirasakan anggota rumah tangga ?
(Bila ada keluhan, pilihan 2 – 9, boleh lebih dari satu))
1) Tidak ada keluhan
2) Panas/ demam
3) Batuk-pilek
4) Asma/sesak nafas
5) Diare/buang-buang air
6) Sakit kepala
7) Sakit gigi
8) Sakit tulang/persendian
9) Luka/cidera
10) Lainnya, Sebutkan .....................................
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
21. Bila jawaban no. 20 “ada keluhan”, tindakan apa yang dilakukan keluarga
terhadap keluhan tersebut ? (Bisa lebih dari satu pilihan)
1) Dibiarkan saja sembuh/hilang sendiri 1) Ya 2) Tidak
2) Mengobati sendiri dengan membeli obat warung 1) Ya 2) Tidak
3) Mengobati sendiri dengan ramuan tradisional 1) Ya 2) Tidak
4) Pergi ke dukun/pengobat tradisional 1) Ya 2) Tidak
5) Berobat ke pelayanan kesehatan 1) Ya 2) Tidak
22. Bila ada anggota rumah tangga yang sakit dan memilih berobat ke fasilitas
pelayanan kesehatan, biasanya pertama sekali kemana ?
1) Ke Puskesmas
2) Ke rumah sakit
3) Praktek dokter/poliklinik
4) Praktek Perawat/Bidan
5) Lainnya, sebutkan …………………………………..
23. Apa alasan utama memilih fasilitas pelayanan kesehatan tersebut ?
(pada pertanyaan no. 22)
1) Karena mudah dijangkau / dekat rumah
2) Karena biaya berobat yang lebih murah
3) Karena kualitas pelayanannya lebih baik
4) Waktu buka pelayanan sesuai dengan kebutuhan
5) Alasan lain. Sebutkan .............................
24. Berapa besar rata-rata biaya yang dikeluarkan untuk membayar pelayanan
fasilitas kesehatan yang anda pilih tersebut ? Rp. .................
25. Dalam satu tahun terakhir, apakah ada anggota rumah tangga Bapak/ibu yang
pernah didiagnosa mengidap penyakit tertentu oleh dokter atau petugas
kesehatan lainnya ?
1) Tidak pernah/tidak tahu
2) Pernah. Sebutkan diagnosanya : …………………………………..
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
E. AKSES KE PUSKESMAS
26. Berapakah jarak tempat tinggal bapak/ibu dengan Puskesmas ............ km
27. Berapa rata-rata waktu yang bapak/ibu butuhkan untuk perjalanan ke Puskesmas
pulang pergi ? ............menit
28. Biasanya, anggota rumah tangga bila ke Puskesmas dengan apa :
1) Jalan kaki
2) Naik mobil angkutan umum
3) Naik ojek
4) Naik kendaraan pribadi (sepeda, sepeda motor, mobil)
5) Lainnya, sebutkan ……………………………………..
29. Apakah mudah bagi bapak/ibu untuk mendapatkan angkutan dari tempat tinggal
bapak/ibu menuju Puskesmas
(1) Mudah (2) Tidak Mudah
30. Berapa rata-rata biaya transportasi dari tempat tinggal bapak/ibu ke Puskesmas
pulang pergi ? Rp. …………………
F. PENGELUARAN RATA-RATA RUMAH TANGGA SEBULAN DAN SUMBER PENGHASILAN UTAMA RUMAH TANGGA
Pengeluaran untuk makanan selama satu minggu yang lalu
No. Uraian Pengeluaran untuk Makanan Seminggu Jumlah (Rp)
a. Padi-padian : (Beras, jagung, terigu, tepung beras, tepung jagung, dll)
b. Umbi-umbian (singkong, ubi jalar, kentang, talas, sagu, dll)
c. Ikan (ikan basah, ikan kering)
d. Daging (daging sapi, kerbau, kambing/domba, ayam, jeroan, hati, abon, dendeng, kijang dll)
e. Telur dan Susu (Telur ayam, itik, puyuh, susu segar, susu kental, susu bubuk dll.)
f. Sayur-sayuran (bayam, kangkung, ketimun, wortel, kacang panjang, buncis, bawang, cabe, tomat, dll)
g. Buah-buahan (pisang, jeruk, mangga, apel, durian, rambutan, salak, nanas, semangka, pepaya, dll
h. Minyak dan lemak (minyak kelapa/goreng, kelapa, mentega, keju dll)
i. Bahan minuman (gula pasir, gula merah, teh, kopi, coklat, sirup dll)
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
j. Bumbu-bumbuan (garam, kemiri, ketumbar, merica, terasi, kecap, vetsin dll
k. Konsumsi lainnya (mie instant, bie basah, bihun, makaroni, kerupuk, emping dll)
l. Makanan dan minuman jadi - Makanan jadi (roti, biskuit, kue basah, bubur,
bakso, gado-gado nasi goreng, nasi rames dll) - Minuman non alkohol (soft drink, es sirop,
limun, air mineral dll)
m. Minuman mengandung alkohol (bir, anggur, wisky dll)
n. Rokok, tembakau dan sirih
o. Total nilai makanan (rincian a s/d n)
Pengeluaran rumah tangga yang bukan makanan
No. Uraian Pengeluaran bukan makanan Sebulan yg lalu (Rp)
12 bulan yg lalu (Rp)
p. Perumahan dan fasilitas rumah tangga, bahan bakar, penerangan dan air (Sewa, perkiraan sewa rumah sendiri, listrik, telepon/HP, pos, minyak tanah, gas, air, kayu dll)
q. Aneka barang dan jasa (Sabun mandi/cuci, perawatan tubuh, transportasi, bacaan, pembuatan KTP/SIM, rekreasi dll)
r. Biaya pendidikan (uang pendaftaran, SPP, BP3, uang pangkal, daftar ulang, pramuka, prakarya, kursus dll
s. Pakaian, alas kaki dan penutup kepala (pakaian jadi, bahan pakaian, sepatu, topi dll)
t. Barang tahan lama (alat rumah tangga, perkakas, alat dapur, alat hiburan (elektronik), alat olah raga, perhiasan, kendaraan, payung, arloji, kamera, HP, pasang telepon, pasang PLN, barang elektronik dll
u. Pajak, pungutan dan asuransi (PBB, pajak kendaraan, retribusi, pajak penghasilan, asuransi kecelakaan/ kesehatan, dll)
v. Keperluan pesta dan upacara/kenduri (perkawinan, ulang tahun, khitanan, upacara keagamaan, upacara adat dll
w. Biaya kesehatan (rumah sakit, Puskesmas, dokter praktek, dukun, obat-obatan dll)
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
x. Total Nilai Bukan Makanan (rincian p s/d w)
y. Rata-rata pengeluaran makanan sebulan (nilai o dikali 30/7)
z. Rata-rata pengeluaran bukan makanan sebulan (nilai x kolom 3 dibagi 12)
31. Berapa total pengeluaran keluarga sebulan ? (nilai y + z pada tabel) = Rp. …….
G. JAM BUKA PUSKESMAS DAN KEBERADAAN DOKTER
32. Menurut bapak/ibu apakah jam buka pelayanan Puskesmas yang ada sudah
sesuai dengan kebutuhan pelayanan kesehatan rumah tangga ?
1) Sudah sesuai
2) Belum sesuai. Sebaiknya jam buka Puskesmas ……..
33. Menurut pengalaman Bapak/Ibu ketika ke Puskesmas, apakah pemeriksaan di
poli selalu dilakukan oleh dokter ?
1) Ya, selalu diperiksa dokter
2) Kadang diperiksa dokter, kadang tidak (petugas lain)
3) Seringnya tidak diperiksa dokter
4) Tidak diperiksa dokter
5) Tidak tahu, tidak pernah ke Puskesmas
H. PERSEPSI TERHADAP SIKAP PETUGAS DAN KUALITAS PELAYANAN PUSKESMAS
34. Untuk pertanyaan di bawah ini lingkarilah angka pada kolom yang telah disediakan sesuai pendapat bapak/ibu;
No. Pertanyaan
Sangat baik/
sangat memadai
Baik/ memadai
Netral/Biasa
Tidak baik/ Tidak
memadai
Sangat tidak baik/
Sangat tidak
memadai
a Bagaimana sikap petugas Puskesmas di loket pendaftaran
5 4 3 2 1
b. Bagaimana sikap petugas Puskesmas saat di ruang pemeriksaan kesehatan/tindakan
5 4 3 2 1
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
c. Bagaimana sikap petugas Puskesmas saat di apotik (penjelasan penggunaan obat)
5 4 3 2 1
d. Bagaimana kebersihan lingkungan Puskesmas
5 4 3 2 1
e Bagaimana ketersediaan dan kecukupan obat di Puskesmas
5 4 3 2 1
f. Bagaimana ketersediaan dan kecukupan peralatan di Puskesmas
5 4 3 2 1
g. Bagaimana kualitas pelayanan kesehatan secara umum di Puskesmas
5 4 3 2 1
Total Skor :
I. Kemauan Membayar Pelayanan di Puskesmas
35. Apabila kualitas pelayanan Puskesmas sesuai dengan harapan Bapak/Ibu, dan
tidak ada program pengobatan gratis, berapa besaran biaya yang mau Bapak/Ibu
bayarkan untuk sekali berobat di Puskesmas ? Rp. .........................
Terima kasih atas partisipasi Bapak/Ibu memberikan informasi untuk penelitian ini.
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
Lampiran 8:
PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM Analisis Pemanfaatan Subsidi Pelayanan Kesehatan Gratis Tingkat Puskesmas
di Kabupaten Tabalong Kalimantan Selatan Tahun 2010
KARAKTERISTIK INFORMAN
Nama : ...............................................................................................
.
Jenis Kelamin
Umur
:
:
...............................................................................................
.
..................... Tahun
Dinas/Kantor : ...............................................................................................
.
Pekerjaan/Jabata
n
Masa Jabatan
:
:
...............................................................................................
.
Mulai tahun
..........................................................................
Pendidikan
Terakhir
: ...............................................................................................
.
Nomor
Telepon/HP
: ...............................................................................................
.
Alamat Tinggal : ...............................................................................................
.
...............................................................................................
.
Pelaksanaan
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
Wawancara : Hari.............................. Tanggal.....................................
Jam mulai .................... sampai dengan.........................
Tempat wawancara ......................................................
Tanda Tangan Informan
PANDUAN PERTANYAAN WAWANCARA MENDALAM 01 Analisis Pemanfaatan Subsidi Pelayanan Kesehatan Gratis Tingkat Puskesmas
di Kabupaten Tabalong Kalimantan Selatan Tahun 2010 (UNTUK STAKEHOLDER PENGAMBIL KEBIJAKAN PEMDA KAB.
TABALONG)
1. Apakah Bapak berkenan menjelaskan alasan diterapkannya kebijakan subsidi pelayanan kesehatan gratis dalam Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JTS) Kabupaten Tabalong ? (Kapan program tersebut disampaikan dan mulai dijalankan?)
2. Apa Bapak berkenan menjelaskan tujuan yang ingin dicapai dengan adanya program subsidi pelayanan kesehatan gratis di Kabupaten Tabalong (Probing ; bagi masyarakat secara umum dan bagi sektor kesehatan)
3. Kalau pada program Jamkesmas (dulu Askeskin) subsidi yang diberikan oleh pemerintah pusat sasarannya adalah masyarakat miskin saja, dengan menanggung biaya pelayanan kesehatan mulai dari Puskesmas, bahkan pelayanan di Polindes sampai rumah sakit rujukan. Bagaimana dengan konsep program subsidi pelayanan kesehatan gratis di Kabupaten Tabalong ? Mohon penjelasan Bapak. (Probing : Kalau berbeda dengan Jamkesmas, apa alasannya)
4. Menurut Bapak, apakah lingkup pelayanan kesehatan yang dijamin oleh program subsidi program pelayanan kesehatan gratis/JTS tersebut sudah mengakomodasi kebutuhan masyarakat Tabalong terhadap pelayanan kesehatan secara umum ?
5. Seperti kita ketahui, kegiatan-kegiatan program pelayanan kesehatan gratis di Kabupaten Tabalong tentunya baru bisa berjalan bila ada dukungan pendanaan (anggaran). Bagaimana Bapak menganggarkan biaya program tersebut ?
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
(Probing : Berapa besarannya ? Bagaimana menghitung kebutuhan anggaran tersebut ? Diambilkan dari anggaran apa ? APBD ?)
6. Mohon penjelasan bapak, bagaimana implikasi/pengaruh pendanaan program JTS dengan menerapkan pelayanan kesehatan gratis di Kabupaten Tabalong hingga terhadap anggaran program lannya (Program Pemda secara umum dan program kesehatan lainnya).
(Probing : Meningkatkan anggaran APBD, mengurangi atau tidak dari program lain, terutama anggaran program kesehatan )
7. Dari laporan penyerapan dana JTS Dinas Kesehatan Kabupaten Tabalong untuk pelayanan kesehatan gratis di tingkat Puskesmas, pada tahun 2008, dari Rp. 1 Miliar yang dianggarkan hanya terserap sekitar Rp.94 juta (9,1 %). Bagaimana tanggapan Bapak terkait hal ini?
(Probing : Apakah anggaran tidak mubazir ? Apa penyebabnya ? Apa yang telah dilakukan ?)
8. Sepengetahuan Bapak, apakah pernah mendapatkan laporan keluhan terkait implementasi kebijakan subsidi pelayanan kesehatan gratis /JTS Kabupaten Tabalong ? Probing :
- Kelompok mana yang mengeluh ? Masyarakat atau petugas kesehatannya ?
- Apa keluhan tersebut ? (cakupan program pelayanan gratis, kualitas pelayanan dll)
9. Menurut Bapak, bagaimana implementasi program subsidi pelayanan kesehatan gratis di tingkat Puskesmas dengan pendapatan Puskesmas dan kesejahteraan karyawan Puskesmas? Probing : - Pendapatan Puskesmas meningkat atau menurun (bandingkan pembayaran
pasien secara langsung dengan klaim dari JTS/JTS) - Bagaimana kompensasi untuk insentif karyawan Puskesmas ? Kalau ada
berapa besarannya ? 10. Menurut penilaian Bapak, apakah implementasi program subsidi pelayanan
kesehatan gratis di Kabupaten Tabalong hingga saat ini telah “sesuai dengan yang diharapkan ? (Probing : bagaimana target cakupan kegiatan program ? Mekanisme evaluasi ? Respon oleh masyarakat, derajat kesehatan masyarakat) Apakah Bapak merasa puas dengan hasil program tersebut ? Apa hambatannya ?
11. Apakah Bapak berkenan menjelaskan, bagaimana rencana ke depan tentang kelangsungan program subsidi pelayanan kesehatan gratis JTS di Kabupaten Tabalong ini? Probing : dikaitkan dengan - Peraturan / payung hukum program tsb. - Model programnya ; terus pelayanan kesehatan gratis atau mungkin ke
sistem asuransi.
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
- Jenis kegiatan programnya, pelayanannya (Di Puskesmas, di RS), sasaran program.
- Besaran anggarannya (ditingkatkan, tetap, menurun) - Kualitas pengelolaannya (manajemen dan pelayanan medisnya)
Tambahan pertanyaan untuk Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten
• Dapatkah Bapak menjelaskan, bagaimana implikasi subsidi pelayanan kesehatan gratis terhadap pelaksanaan program Puskesmas di Kabupaten Tabalong. Probing ; dikaitkan dengan
- Beban kerja staf Puskesmas - Pelaksanaan program Puskesmas lainnya, terutama kegiatan luar gedung - Kualitas pelayanan kesehatan di Puskesmas
Tambahan pertanyaan untuk Pengelola JTS Dinas Kesehatan Kabupaten
• Bagaimana proses pencairan dana program subsidi pelayanan kesehatan gratis di Pemerintah daerah ? (Probing : susah tidak, berapa lama proses pencairan dll)
• Apa saja persyaratan bagi Puskesmas untuk dapat mengklaim biaya pelayanan kesehatan gratis di pengelola JTS/JTS Dinas Kesehatan ?
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
PANDUAN PERTANYAAN WAWANCARA MENDALAM 02 Analisis Pemanfaatan Subsidi Pelayanan Kesehatan Gratis Tingkat Puskesmas
di Kabupaten Tabalong Kalimantan Selatan Tahun 2010 (KEPALA PUSKESMAS)
1. Mohon penjelasan Bapak/Ibu selaku Kepala Puskesmas, tugas pokok dan fungsi Puskesmas dalam implementasi program subsidi pelayanan kesehatan gratis/ JTS Kabupaten Tabalong? (Probing : siapa yang memberikan tugas? Bupati atau Kadinkes? apa targetnya ?)
2. Pelayanan kesehatan apa saja yang termasuk dalam program subsidi pelayanan kesehatan gratis di tingkat Puskesmas
3. Siapa saja yang berhak mendapatkan pelayanan gratis dari program JTS Kabupaten Tabalong di tingkat Puskesmas ? (Probing : Apa saja syaratnya ? Bagaimana bila tidak ada/ tidak lengkap syarat tersebut)
4. Mohon penjelasan Bapak/Ibu, bagaimana cara pembayaran pelayanan di Puskesmas sebelum dan sesudah diterapkannya subsidi pelayanan kesehatan gratis di Kabupaten Tabalong (Probing : berapa retribusi dan tarif Puskesmas sebelum dan setelah ada program tersebut?)
5. Bagaimana proses klaim pelayanan kesehatan gratis oleh Puskesmas di Pengelola program JTS/JTS Dinas Kesehatan kabupaten ? (Probing : apa persyaratannya, berapa lama cair, susah tidak ? dll.)
6. Untuk pola utilisasi/kunjungan ke Puskesmas, bagaimana trend nya, mulai sebelum dan sesudah program subsidi pelayanan kesehatan gratis tersebut dilaksanakan hingga saat ini? (Probing : naik, tetap, atau menurun, menurut kelompok masyarakat umum, PNS, peserta Jamkesmas, Karyawan swasta dll)
7. Bagaimana implikasi adanya program subsidi pelayanan kesehatan gratis tersebut terhadap pelaksanaan program Puskesmas lainnya ? (Probing : menghambat, menurunkan, meningkatkan dll)
8. Bagaimana implikasi adanya program subsidi pelayanan kesehatan gratis tersebut terhadap pendapatan Puskesmas? (Probing : meningkat atau menurun, apakah ada pengaruhnya terhadap kesejahteraan karyawan Puskesmas)
9. Bagaimana pendapat Bapak/Ibu selaku Kepala Puskesmas dalam melihat dan menyikapi program subsidi Pemda tersebut dibandingkan dengan program Jamkesmas dari Pusat ?
(Probing: dijelaskan menurut keuntungan dan kerugian bagi Puskesmas dari sisi pembiayaan, beban kerja dan kualitas pelayanan)
10. Selama ini, apakah ada keluhan terkait pelaksanaan Program JTS/subsidi pelayanan kesehatan gratis di Puskesmas Bapak/Ibu ? (Probing : keluhan dari masyarakat, petugas kesehatan, apa yang dikeluhkan)
11. Hambatan apa saja yang dihadapi dalam pelaksanaan program tersebut ? Apa usulan kedepan untuk kelangsungan dan perbaikan pengelolaan program subsidi pelayanan kesehatan gratis di Kabupaten Tabalong ini?
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
PANDUAN PERTANYAAN WAWANCARA MENDALAM 03 Analisis Pemanfaatan Subsidi Pelayanan Kesehatan Gratis Tingkat Puskesmas
di Kabupaten Tabalong Kalimantan Selatan Tahun 2010 (DOKTER / PETUGAS PELAYANAN DI PUSKESMAS)
1. Sejak kapan Bapak/Ibu bertugas di Puskesmas di lingkungan Kabupaten Tabalong ? (Apakah sebelum atau setelah adanya program / JTS Kabupaten Tabalong)
2. Selaku Dokter/petugas pelayanan di Puskesmas, apakah peran Bapak/Ibu dalam implementasi program JTS di Puskesmas ? (Probing : apakah ada SK-nya ?)
3. Dalam memberikan pelayanan medis di Puskesmas, apakah ada beda perlakuan antara pasien yang ditanggung oleh program subsidi pelayanan kesehatan gratis JTS dengan pasien lainnya ? Mohon dijelaskan
4. Menurut pengamatan Bapak/Ibu, bagaimana trend jumlah pengunjung Puskesmas dari sebelum ada program subsidi pelayanan kesehatan gratis hingga saat ini ? (Probing : naik, tetap, atau menurun, menurut kelompok masyarakat umum, PNS, peserta Jamkesmas, Karyawan swasta dll)
5. Bagaimana implikasi adanya program subsidi pelayanan kesehatan gratis tersebut terhadap pelaksanaan tugas dokter lainnya di Puskesmas ? (Probing : menghambat, menurunkan, meningkatkan dll)
6. Bagaimana implikasi adanya program subsidi pelayanan kesehatan gratis tersebut terhadap pendapatan/kesejahteraan karyawan di Puskesmas (Probing : meningkat atau menurun)
7. Selama ini, apakah ada keluhan terkait implementasi Program JTS/subsidi pelayanan kesehatan gratis di Puskesmas Bapak/Ibu ? (Probing : keluhan dari masyarakat, dokter sendiri, petugas kesehatan lain, apa yang dikeluhkan)
8. Selain berdinas di Puskesmas, apakah dokter juga berpraktek pribadi ? Bila ya, apakah ada pengaruh dari implementasi Program JTS/subsidi pelayanan kesehatan gratis di Puskesmas dengan trend kunjungan pasien ditempat praktek dokter ? Mohon dijelaskan
9. Hambatan apa saja yang dihadapi dalam pelaksanaan programJTS/ subsidi pelayanan kesehatan gratis tingkat Puskesmas di Kabupaten Tabalong ? Apa usulan untuk kelangsungan dan perbaikan pengelolaan program ke depan ?
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Amir Su’udi
Tempat/Tanggal Lahir : Tuban, 25 Pebruari 1971
Jenis Kelamin : Laki-laki
Isteri : Kholifatu Sakdiyah
Anak-anak : 1. Azzah Khoridah Maulidiya 2. Azrul Ashar Muhammad
Pekerjaan : PNS di UPTD Puskesmas Pamarangan Kiwa, Dinas Kesehatan Kabupaten Tabalong
Alamat Rumah : Jl. Saturnus Blok C No.9 Komplek mahligai Indah Tanjung Selatan. Kecamatan Murung Pudak Kabupaten Tabalong Kalimantan Selatan 71573
Alamat Kantor : Jl. Jend. Ahmad Yani km 9 Pamarangan Kiwa Kecamatan Tanjung Kabupaten Tabalong 71571
Riwayat Pekerjaan
a. Sekolah Dasar : SDN 008 Babulu Darat Kabupaten Paser, 1983
b. SLTP : SMPN 1 Babulu Darat Kabupaten Paser, 1986
c. SLTA : SMAN 1 Balikpapan, 1989
d. Perguruan Tinggi
Diploma 3 : Akademi Penilik Kesehatan Teknologi Sanitasi Banjarmasin, 1992
Sarjana S1 : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga Surabaya, 2000
Riwayat Pekerjaan
1993 – 1994 : Staf Puskesmas Haruai Kabupaten Tabalong
1994 – 1998 : Staf Puskesmas Tanta Kabupaten Tabalong
2000 – 2001 : Staf Dinas Kesehatan Kabupaten Tabalong
2001 – 2007 : Pimpinan Puskesmas Pamarangan Kiwa Kab. Tabalong
Analisis pemanfaatan..., Amir Su'udi, FKM UI, 2010.