Post on 03-Mar-2019
1
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARIMUN
NOMOR 7 TAHUN 2013
TENTANG
PENGELOLAAN SAMPAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI KARIMUN,
Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan Kabupaten Karimun sehat dan bersih dari sampah dengan kecenderungan bertambahnya volume, jenis, dan keragaman karakteristik sampah, sehingga
dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan dan mencemari lingkungan, maka perlu dilakukan pengelolaan secara
komprehensif dan terpadu dari hulu ke hilir; b. bahwa dalam pengelolaan sampah diperlukan kepastian hukum,
kejelasan tugas dan wewenang Pemerintah Daerah, hak dan kewajiban masyarakat serta pelaku usaha sehingga pengelolaan
sampah dapat berjalan secara proporsional, efektif, dan efisien;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Sampah;
Mengingat : 1. Undang – Undang Nomor 53 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Rokan Hulu,
Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Siak, Kabupaten Karimun, Kabupaten Natuna, Kabupaten Kuantan Singingi dan Kota Batam ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 181,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3902 ), yang telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2008 tentang Perubahan ketiga Atas Undang-
Undang Nomor 53 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Rokan Hilir,
Kabupaten Siak, Kabupaten Karimun, Kabupaten Natuna, Kabupaten Kuantan Singingi dan Kota Batam ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 107, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4880 );
2. Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4437), sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan kedua atas Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4844);
2
3. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008
tentang Pengelolaan Sampah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4851);
5. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5038);
6. Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5049);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang
Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 202,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4022); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4502), sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun
2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 171, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5340);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 Tentang
Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2012 Nomor 188, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5347);
11. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum
Daerah; 12. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2010 tentang
Pedoman Pengelolaan Sampah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 274);
13. Peraturan Daerah Kabupaten Karimun Nomor 9 Tahun 2011 tentang Retribusi Daerah ( Lembaran Daerah Kabupaten Karimun
Tahun 2011 Nomor 9 );
3
14. Peraturan Daerah Kabupaten Karimun Nomor 7 Tahun 2012
Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Karimun Tahun 2011-2031 ( Lembaran Daerah Kabupaten Karimun Tahun 2012 Nomor 7, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Karimun
Nomor 3);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
KABUPATEN KARIMUN
dan
BUPATI KARIMUN
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksudkan dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Karimun.
2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Karimun. 3. Kepala Daerah adalah Bupati Karimun. 4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat
DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Karimun.
5. Badan Kebersihan dan Pertamanan yang selanjutnya disebut Badan adalah Badan Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Karimun.
6. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah Perangkat Daerah sebagai unsur pembantu Kepala Daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
7. Forum Kebersihan Daerah yang selanjutnya disebut forum, adalah wahana koordinasi pemangku kepentingan yang bersifat
tetap sebagai mitra Pemerintah Daerah. 8. Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau
proses alam yang berbentuk padat.
9. Sampah rumah tangga adalah sampah yang berasal dari kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga yang sebagian besar terdiri dari
sampah organik, tidak termasuk tinja dan sampah spesifik. 10. Sampah sejenis sampah rumah tangga adalah sampah yang tidak
berasal dari rumah tangga dan berasal dari kawasan
permukiman, kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas sosial, dan/atau fasilitas lainnya.
11. Sampah spesifik adalah sampah yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau volumenya memerlukan pengelolaan khusus.
4
12. Sumber sampah adalah setiap orang dan atau badan usaha
dan/atau kegiatan yang menghasilkan timbulan sampah. 13. Penghasil sampah adalah setiap orang dan/atau akibat proses
alam yang menghasilkan timbulan sampah.
14. Pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah.
15. Pemilahan adalah kegiatan pemisahan sampah untuk dikelola lebih lanjut sesuai dengan jenis dan kebutuhannya.
16. Pengumpulan sampah adalah pengambilan sampah dari sumber sampah dan ditampung di Tempat Penampungan Sementara (TPS).
17. Pengangkutan sampah adalah kegiatan memindahkan sampah dari Tempat Penampungan Sementara ke Tempat Pengolahan
Akhir. 18. Reduce, Reuse dan Recycle yang selanjutnya disingkat dengan 3R,
adalah kegiatan pengurangan sampah dengan cara mengurangi,
memakai atau memanfaatkan kembali, dan mendaur ulang. 19. Tempat sampah rumah tangga yang selanjutnya disebut tempat
sampah, adalah wadah penampungan sampah secara terpilah dan menentukan jenis sampah, berupa bak/bin/tong/kantong/ keranjang sampah.
20. Tempat penampungan sementara yang selanjutnya disingkat dengan TPS, adalah tempat sebelum sampah diangkut ke tempat pendauran ulang, pengolahan, dan/atau tempat pengolahan
sampah terpadu (TPST). 21. Tempat pengolahan sampah terpadu yang selanjutnya disingkat
dengan TPST adalah tempat dilaksanakannya kegiatan pengumpulan, pemilahan, penggunaan ulang, pendauran ulang dan pengolahan.
22. Tempat Pengolahan Sampah dengan prinsip 3R (Reduce, Reuse dan Recycle) yang selanjutnya disebut TPS 3R adalah tempat
dilaksanakannya kegiatan pengumpulan, pemilahan, penggunaan ulang dan pendauran ulang.
23. Tempat pemrosesan akhir yang selanjutnya disingkat dengan
TPA, adalah tempat untuk memproses dan mengembalikan sampah ke media lingkungan secara aman bagi manusia dan
lingkungan. 24. Kompensasi adalah ganti rugi kepada orang yang terkena dampak
negatif yang ditimbulkan oleh kegiatan penanganan sampah di
tempat pemrosesan akhir sampah (TPA). 25. Sistem tanggap darurat adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan dalam rangka pencegahan, penanggulangan dan pengendalian kecelakaan akibat pengelolaan sampah yang tidak benar.
26. Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PPNS adalah pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang diberi wewenang khusus
oleh peraturan perundang-undangan untuk melakukan penyidikan terhadap pelanggaran Peraturan Daerah.
27. Badan usaha adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang berbentuk badan hukum maupun perorangan, baik milik pemerintah maupun swasta yang melakukan usaha secara tetap.
28. Orang adalah orang perseorangan, kelompok orang dan/atau badan hukum.
29. Masyarakat adalah perorangan atau lembaga/organisasi kemasyarakatan.
5
30. Fasilitas umum milik pemerintah daerah adalah fasilitas yang
dimiliki dan dikelola oleh pemerintah daerah. 31. Fasilitas umum milik Swasta/milik kawasan dan/atau milik
badan hukum adalah fasilitas yang dimiliki dan dikelola oleh
pihak swasta. 32. Insentif adalah bentuk apresiasi yang diberikan pemerintah
daerah kepada orang perorangan atau badan usaha karena
melakukan pengurangan sampah atau melakukan pengelolaan sampah sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
33. Disinsentif adalah pengenaan sanksi yang diberikan pemerintah daerah terhadap orang perorangan atau badan usaha yang tidak melakukan pengurangan sampah sesuai yang telah ditetapkan
sehingga berdampak negatif pada kesehatan dan/atau lingkungan.
34. Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah atau unit kerja pada Satuan Kerja Perangkat Daerah dilingkungan Pemerintah Daerah yang dibentuk untuk
memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip
efesiensi dan produktivitas.
BAB II
TUJUAN DAN PRINSIP
Pasal 2
Pengelolaan sampah diselenggarakan dengan tujuan untuk : a. mewujudkan lingkungan yang sehat dan bersih dari sampah;
b. meningkatkan peran aktif masyarakat dan pelaku usaha dalam mengurangi dan menangani sampah berwawasan lingkungan;
c. menjadikan sampah sebagai sumber daya; dan
d. meningkatkan pelayanan kebersihan.
Pasal 3
Pengelolaan sampah dilaksanakan berdasarkan prinsip : a. keterpaduan; b. akuntabilitas;
c. transparan; d. kepastian hukum; dan
e. berkelanjutan.
BAB III TUGAS DAN WEWENANG
Pasal 4
Tugas Pemerintah Daerah dalam pengelolaan sampah meliputi: a. menumbuhkembangkan dan meningkatkan kesadaran
masyarakat dalam pengolahan sampah;
b. mengalokasikan dana dalam rangka pelaksanaan pengelolaan sampah;
6
c. melakukan penelitian, pengembangan teknologi pengurangan,
dan penanganan sampah; d. melaksanakan, memfasilitasi, dan mengembangkan upaya
pengurangan dan penanganan sampah;
e. memanfaatkan, memfasilitasi, dan mengembangkan hasil pengolahan sampah;
f. mengelola sampah dan memfasilitasi penyediaan prasarana dan
sarana pengolahan sampah; g. memanfaatkan dan memfasilitasi penerapan teknologi pengolahan
sampah yang berkembang pada masyarakat untuk mengurangi dan/atau menangani sampah; dan
h. melakukan koordinasi antar lembaga pemerintah, masyarakat,
dan pelaku usaha agar terdapat keterpaduan dalam pengelolaan sampah;
i. mengawasi dan mengendalikan timbulan serta peredaran sampah dalam upaya pengurangan dan penanganan sampah.
Pasal 5
Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pemerintah Daerah mempunyai wewenang:
a. merumuskan dan menetapkan arah kebijakan, dan strategi pengelolaan sampah berdasarkan kebijakan nasional dan propinsi;
b. menyelenggarakan pengelolaan sampah sesuai norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan dengan peraturan
perundang-undangan; c. melakukan kerjasama antar daerah, kemitraan, dan jejaring kerja
dalam pengelolaan sampah;
d. menetapkan lokasi TPS, TPST, TPS 3R dan/atau TPA sesuai dengan RTRW dan Standar Nasional Indonesia (SNI);
e. melakukan pemantauan dan evaluasi secara berkala setiap 6
(enam) bulan selama 20 (dua puluh) tahun terhadap TPA dengan sistem pembuangan terbuka setelah TPA dinyatakan ditutup;
f. memfasilitasi dan menyelesaikan perselisihan dalam pengelolaan sampah;
g. melakukan pembinaan dan pengawasan pengelolaan sampah
yang dilaksanakan oleh pihak lain;dan h. menyusun dan menyelenggarakan sistem tanggap darurat
pengolahan sampah sesuai dengan kewenangannya.
Pasal 6
(1) Untuk mencapai tujuan pengelolaan sampah sesuai tugas dan
wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 4 dan Pasal 5, Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk menyusun
Rencana Induk Pengelolaan Sampah, rencana strategis, Rencana Kerja Tahunan yang dituangkan dalam RPJMD dan RKT sesuai dengan peraturan perundangan.
(2) Rencana Induk Pengelolaan sampah sebagaimana yang
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan peraturan Kepala
Daerah.
7
BAB IV
HAK DAN KEWAJIBAN MASYARAKAT
Pasal 7
Masyarakat berhak: a. mendapatkan lingkungan yang bersih, indah, nyaman dan sehat;
b. mendapatkan pelayanan kebersihan secara baik dan berwawasan lingkungan;
c. berpartisipasi dalam proses pengusulan, pengambilan keputusan, penyelenggaraan, dan pengawasan pengelolaan sampah;
d. memperoleh informasi yang benar, akurat, dan tepat waktu
mengenai penyelenggaraan pengelolaan sampah; e. mendapatkan perlindungan dan kompensasi karena dampak
negatif dari kegiatan pengolahan sampah di tempat pemrosesan akhir sampah (TPA).
f. memperoleh pembinaan pengelolaan sampah yang baik dan
berwawasan lingkungan.
Pasal 8
Masyarakat berkewajiban:
a. memelihara kebersihan di lingkungannya; b. mengurangi dan menangani sampah; c. membuang sampah pada tempat yang ditentukan;
d. memelihara dan menjaga kebersihan saluran drainase yang terletak dilokasi di tempat tinggal/tempat berusaha;
e. membayar retribusi pelayanan sampah.
Pasal 9
(1) Setiap Pengelola kawasan permukiman, kawasan komersial,
kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas
sosial dan fasilitas lainnya wajib menyediakan fasilitas pemilahan sampah berdasarkan sifat/jenis sampah.
(2) Pemilahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah
memilah sampah dari sumbernya sebelum diangkut ke TPS,
TPST, dan/atau lokasi TPS 3R.
(3) Fasilitas pemilahan sampah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), harus mengacu kepada standar teknis pemilahan sampah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB V
PENYELENGGARAAN PENGELOLAAN SAMPAH
Pasal 10
(1) Penyelenggaraan pengelolaan sampah ditujukan pada :
a. sampah rumah tangga; b. sampah sejenis sampah rumah tangga; dan c. sampah spesifik.
8
(2) Penyelenggaraan pengelolaan sampah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), harus menerapkan Standar Pelayanan Minimum (SPM) pengelolaan sampah.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Standar Pelayanan Minimum (SPM) Pengelolaan Sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diatur dengan Peraturan Kepala Daerah.
Pasal 11
(1) Sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah
tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf a
dan huruf b, sebelum diangkut ke TPS, TPST dan/atau TPS 3R dilakukan pengelolaan;
(2) Pengelolaan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
terdiri atas:
a. pengurangan sampah; dan b. penanganan sampah.
Bagian Kesatu
Pengurangan Sampah
Pasal 12
(1) Pengurangan sampah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11
ayat (2) huruf a, bertujuan untuk: a. membatasi timbulan sampah yang akan dibuang di
TPS/TPST/TPS 3R;
b. menjadikan sampah sebagai sumber daya seoptimal mungkin ;
c. Memperpanjang masa pakai TPA.
(2) Untuk mencapai tujuan pengurangan sampah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dilakukan melalui kegiatan: a. minimalisasi timbulan sampah; b. pendauran ulang sampah; dan/atau
c. pemanfaatan kembali sampah.
Pasal 13
(1) Setiap orang harus menggunakan produk dan/atau kemasan yang sesedikit mungkin menimbulkan sampah.
(2) Setiap orang harus menggunakan produk dan/atau kemasan yang ramah lingkungan dan mudah di daur ulang.
Pasal 14
(1) Penanggungjawab dan/atau pemilik usaha di pusat
perbelanjaan dan toko modern wajib menggunakan kemasan
ramah lingkungan.
9
(2) Setiap pedagang di pasar tradisional harus menggunakan
kemasan ramah lingkungan.
Bagian Kedua Penanganan Sampah
Pasal 15
Penanganan sampah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf b, meliputi: a. pemilahan sampah;
b. pengumpulan sampah; c. pengangkutan sampah;
d. pengolahan sampah; dan e. pemprosesan akhir sampah.
Paragraf 1
Pemilahan Sampah
Pasal 16
(1) Pemilahan sampah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15
huruf a, dilakukan melalui kegiatan memilah sampah sesuai
jenis sampah dan wadah sampah.
(2) Pemerintah Daerah dapat menyediakan wadah sampah pada kegiatan pemilahan sampah yang dilakukan oleh rumah tangga secara aman bagi kesehatan dan lingkungan serta sesuai
kebutuhan dan kemampuan keuangan daerah.
(3) Pemerintah Daerah dapat memfasilitasi kegiatan pemilahan
sampah yang dilakukan oleh dunia usaha kepada masyarakat.
Pasal 17
(1) Wadah sampah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1),
sekurang-kurangnya : a. wadah warna hijau untuk jenis sampah organik; b. wadah warna kuning untuk jenis sampah anorganik; dan
c. wadah warna merah untuk jenis sampah B3.
(2) Penyediaan wadah sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), di dalam rumah tangga menjadi tanggung jawab rumah tangga.
(3) Penyediaan wadah sampah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), di luar rumah tangga dalam kawasan menjadi tanggung
jawab Pengelola Kawasan.
(4) Penyediaan wadah sampah di luar rumah tangga dan di luar kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah.
10
(5) Pelaku usaha dan/atau masyarakat dapat menyediakan wadah
sampah di luar rumah tangga dan/atau di luar kawasan sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah.
Pasal 18
(1) Pemilahan sampah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16,
harus memenuhi standar teknis pemilahan dan pengolahan sampah.
(2) Pewadahan sampah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, harus memenuhi standar teknis pewadahan sampah.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar teknis pemilahan dan
pewadahan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2), diatur dengan Peraturan Kepala Daerah.
Paragraf 2
Pengumpulan Sampah
Pasal 19
(1) Pengumpulan sampah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf b, berupa:
a. sampah berasal rumah tangga; b. sampah kawasan; c. sampah berasal dari fasilitas umum, sosial, dan fasilitas
lainnya yang dikelola oleh Pemerintah Daerah; d. sampah berasal dari jalan;
e. sampah berasal dari taman; f. sampah berasal dari saluran air / sungai / parit / kanal/
kali/waduk/situ.
(2) Pengumpulan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dilakukan sejak pemindahan sampah dari wadah sampah ke
TPS, TPST, dan/atau TPS 3R sampai ke TPA dengan tetap menjamin terpilahnya jenis sampah.
Pasal 20
Pengumpulan sampah rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 19 ayat (1) huruf a, dapat dilakukan dengan: a. pola individual langsung (door to door); b. pola operasional individual tidak langsung; dan
c. pola operasional komunal langsung.
Pasal 21
Pengumpulan sampah rumah tangga di perumahan ke TPS menjadi tanggung jawab Pengelola Sampah Tingkat RW yang dibentuk oleh Pengurus Rukun Warga (RW).
11
Pasal 22
Pengumpulan sampah dari kawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf b, ke TPS menjadi tanggung jawab Pengelola
Kawasan.
Pasal 23
Pengumpulan sampah berasal jalan, taman, drainase/sungai/ kali/waduk/situ sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f ke TPS dan/atau TPST
menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah.
Pasal 24
(1) Pengumpulan sampah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22, dan Pasal 23, harus memenuhi teknis pengumpulan sampah.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai teknis pengumpulan sampah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dengan Peraturan Kepala Daerah.
Paragraf 3
Pengangkutan Sampah
Pasal 25
Pengangkutan sampah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf c, berupa:
a. sampah rumah tangga; b. sampah jalan;
c. sampah taman; d. sampah saluran air/sungai/kali/kanal/waduk/situ; e. sampah kawasan;
f. sampah fasilitas sosial; dan g. sampah fasilitas umum dan fasilitas lainnya.
Pasal 26
(1) Pengangkutan sampah rumah tangga sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 15 huruf c di laksanakan dengan system :
a. Langsung; dan/atau
b. Tidak langsung.
(2) Pengangkutan sampah dari TPS, TPST, TPS 3R ke TPA dapat
dilakukan oleh :
a. Pengelola kawasan permukiman, kawasan komersial,
kawasan industri, kawasan khusus atau lembaga pengelola
sampah tingkat RT/RW ; dan/atau
12
b. Pihak ketiga yang terkait dalam perjanjian kerjasama dengan
Pemerintah Daerah atau yang ditetapkan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Pengangkutan sampah yang khusus berasal dari saluran
air/sungai/kanal/waduk/situ dilakukan oleh Badan dan /atau
pihak lain yang diberikan tugas untuk mengangkut sampah ke
TPA.
(4) Pengangkutan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan membawa sampah dari sumber sampah ke TPS/TPST/TPS 3R, dan/atau dari TPS/TPST/TPS 3R ke TPA.
(5) Pengangkutan sampah dilaksanakan dengan cara yang
menjamin tetap terpilahnya sampah berdasarkan jenis sampah,
hingga ke TPS/TPST/TPS 3R/TPA, dan tidak tercecer di
perjalanan selama dalam proses pengangkutannya.
Paragraf 4 Pengolahan Sampah
Pasal 27
(1) Pengolahan sampah sebagaimana dimaksud pada Pasal 15
huruf d dilakukan dengan cara mengubah karakteristik,
komposisi dan jumlah sampah dengan memanfaatkan kemajuan
teknologi yang ramah lingkungan di :
a. TPS/TPST/TPS 3R; dan
b. TPA.
(2) Pengolahan sampah sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi
kegiatan :
a. Pemadatan;
b. Pengomposan;
c. Daur ulang materi; dan/atau
d. Daur ulang energy.
(3) Pengelola kawasan permukiman, kawasan komersial, kawasan
industri, kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas sosial, dan
fasilitas lainnya wajib menyediakan fasilitas pengolahan sampah
skala kawasan yang berupa TPS 3R.
(4) Pemerintah Daerah menyediakan fasilitas pengolahan sampah
pada wilayah permukiman yang berupa :
a. TPS;
b. TPST; dan/atau
c. TPS 3R.
Pasal 28
Pengolahan sampah spesifik karena sifat, konsentrasi, dan/atau
volumenya memerlukan pengelolaan khusus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
13
Paragraf 5
Pemprosesan Akhir Sampah
Pasal 29
(1) Pemrosesan akhir sampah sebagaimana dimaksud pada
Pasal 15 huruf e dilakukan di TPA untuk mengembalikan
sampah dan/atau residu pengolahan sebelum ke media
lingkungan secara aman.
(2) Pemrosesan akhir sampah sebagaimana ayat (1) dilakukan
dengan menggunakan metode, antara lain :
a. penggunaan lahan urug terkendali ( control landfill ); b. penggunaan lahan urug saniter ( sanitary landfill ); dan/
atau c. penggunaan teknologi lain yang ramah lingkungan.
BAB VI PRASARANA DAN SARANA
Bagian Kesatu Umum
Pasal 30
Prasarana dan sarana pengelolaan sampah, antara lain terdiri dari : a. Tempat sampah/Wadah sampah;
b. TPS/TPST;
c. TPS 3R;
d. TPA;
e. Angkutan Sampah.
Bagian Kedua Tempat Sampah / Wadah Sampah
Pasal 31
(1) Tempat sampah/wadah sampah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 30 huruf a disediakan oleh pengelola di permukiman,
kawasan komersial, kawasan industri, dan kawasan khusus,
serta fasilitas umum, fasilitas sosial, dan fasilitas lainnya yang
tidak dikelola oleh Pemerintah Daerah.
(2) Tempat sampah/wadah sampah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), harus memenuhi persyaratan yang dapat diatur dengan
Peraturan Kepala Daerah, yang diantaranya terdiri dari bahan:
a. Tidak mudah rusak dan kedap air;
b. Ekonomis, bahan mudah didapatkan dan dapat dibuat oleh
masyarakat;
c. Mudah dikosongkan.
14
(3) Tempat sampah/wadah sampah ditempatkan dilokasi yang
memudahkan proses pengambilannya untuk diangkut ke
TPS/TPST/TPS 3R.
(4) Sampah organik wajib dimasukkan ke dalam kantong sampah
dan terikat sebelum dibuang ke tempat sampah.
(5) Tempat sampah/wadah sampah yang digunakan untuk
menampung sampah diberi tutupan untuk mencegah masuknya
air hujan.
(6) Ukuran wadah sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disesuaikan berdasarkan kebutuhan dengan
mempertimbangkan volume sampah yang dihasilkan.
Bagian Ketiga
Tempat Penampungan Sementara (TPS)/
Tempat Pengolahan Sampah Sementara Terpadu (TPST)
Pasal 32
(1) TPS/TPST sebagaimana dimaksud Pasal 30 huruf b untuk di
permukiman disediakan oleh Pemerintah Daerah.
(2) Masyarakat secara swadaya dapat menyediakan TPS/TPST di
kawasan permukiman.
(3) TPS dan/atau TPST pada kawasan komersial, kawasan industri,
kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas sosial dan fasilitas
lainnya wajib disediakan oleh pengelola kawasan.
(4) TPS sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2) dan ayat (3)
harus memenuhi persyaratan teknis sebagai berikut :
a. Tersedianya fasilitas pemilahan untuk meningkatkan peran
aktif masyarakat dalam menangani sampah;
b. Mudah dijangkau oleh petugas pengangkut sampah dan/
atau angkutan sampah;
c. Memperhatikan estetika dan lingkungan;
d. Memperhitungkan volume sampah;
e. Mencegah perembesan air lindi ke dalam tanah, mata air
dan badan saluran air/drainase;
f. Mengendalikan dampak yang disebabkan lalat, tikus dan
serangga lainnya;
g. Menghilangkan timbulnya aroma yang tidak sedap;
h. Tidak berada di atas ruang manfaat jalan dan ruang milik
jalan pada jalan dengan row yang lebih besar atau sama
dengan 30 meter;
i. Memperhitungkan dampak kesehatan dan lingkungan
sekitar;
j. Mempertimbangkan tata ruang untuk penempatannya;
15
k. Menyediakan buffer zone untuk memisahkan lokasi dengan
permukiman terdekat;
l. Wajib dilengkapi dengan Kajian Lingkungan Hidup
Sederhana (KLHS).
(5) Pemerintah Daerah wajib menertibkan bangunan TPS permanen
yang berada di jalan dengan ukuran row dengan atau lebih dari
30 meter.
Bagian Keempat Tempat Penampungan Sementara
Reduce, Reuse dan Recycle (TPS 3R)
Pasal 33
(1) TPS 3R sebagaimana dimaksud Pasal 30 huruf c untuk wilayah
permukiman disediakan oleh Pemerintah Daerah.
(2) Masyarakat secara swadaya dapat menyediakan TPS 3R di kawasan permukiman.
(3) Pengelola kawasan wajib menyediakan TPS 3R di kawasan
komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas umum,
fasilitas sosial dan fasilitas lainnya.
(4) TPS 3R sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2) dan
ayat (3), harus memenuhi kelayakan dari aspek sosial, ekonomi,
kesehatan dan fisik lingkungan sebagai berikut:
a. Memperhatikan aspek geologi tata lingkungan masyarakat
sekitar;
b. Memperhatikan aspek sosial dan ekonomi mayarakat sekitar;
c. Memperhatikan aspek kelayakan pembiayaan;
d. Memperhatikan ketersediaan lahan;
e. Dilengkapi dengan teknologi yang ramah lingkungan;
f. Dilengkapi dengan fasilitas pengolah limbah;
g. Wajib dilengkapi dengan Kajian Lingkungan Hidup
Sederhana (KLHS).
Bagian Kelima
Tempat Pemrosesan Akhir (TPA)
Pasal 34
(1) Penyediaan lahan untuk TPA sebagaimana dimaksud pada
Pasal 30 huruf d dan pengoperasiannya menjadi kewajiban
Pemerintah Daerah.
16
(2) Dalam hal pemilihan lokasi TPA dan pemenuhan
kelengkapannya, Pemerintah Daerah berpedoman kepada
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Pengoperasian TPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dikerjasamakan dengan dan/atau dilaksanakan oleh Pihak
Ketiga sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(4) Penyediaan TPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
memperhatikan dan memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. Dilengkapi teknologi yang ramah lingkungan;
b. Dilengkapi fasilitas pengolahan limbah;
c. Dilengkapi fasilitas pengolahan sampah;
d. Tersedianya fasilitas operasional yang memadai;
e. Dapat diintegrasikan dengan wilayah sekitar;
f. Dapat melibatkan peran swasta dalam penyediaan dan/
atau pengoperasian;
g. Memperhatikan aspek geologi tata lingkungan lokasi dan
sekitar;
h. Memperhatikan aspek kelayakan pembiayaan;
i. Memperhatikan ketersediaan lahan termasuk untuk zona
penyangga.
(5) TPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a. Memiliki dokumen ANDAL;
b. Memiliki izin;
c. Memiliki tempat pemilahan;
d. Luas lokasi dan kapasitas mencukupi;
e. Memiliki fasilitas penampungan dan pengolahan air lindi;
f. Mudah diakses;
g. Memiliki pengelola;
h. Tidak mengganggu lingkungan sekitarnya;
i. Sesuai dengan tata ruang dan peruntukannya sebagaimana
tertuang dalam RTRW; dan
j. Syarat lainnya yang ditentukan oleh peraturan perundang-
undangan.
Bagian Keenam
Angkutan sampah
Pasal 35
(1) Angkutan sampah sebagaimana dimaksud Pasal 30 huruf e
disediakan dan dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah.
(2) Masyarakat melalui lembaga pengelola sampah dapat
menyediakan angkutan sampah di permukiman untuk
mengangkut sampah dari sumber sampah ke TPS/TPST/
TPS 3 R.
17
(3) Angkutan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
mengindahkan:
a. Kondisi angkutan sampah harus laik jalan dan memenuhi
standard sebagaimana diatur dalam peraturan
perundangan;
b. Agar sampah yang diangkut tidak tercecer dan
menimbulkan bau dijalan maka kendaraan angkutan
sampah harus tertutup dan memiliki penampungan lindi.
(4) Dalam hal angkutan sampah sebagaimana dimaksud ayat (1)
dilakukan oleh pihak ketiga harus mendapatkan izin dari
Kepala Daerah.
(5) Angkutan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Kepala Daerah.
BAB VII
PERAN MASYARAKAT
Pasal 36
(1) Kepala Daerah dan/atau pejabat yang ditunjuk dapat
memfasilitasi pembentukan lembaga pengelola sampah atau
nama lainnya di kecamatan, kawasan komersial, kawasan
industri, fasilitas umum, fasilitas sosial dan fasilitas lainnya
sesuai dengan kebutuhan.
(2) Lembaga pengelola sampah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) di kecamatan meliputi lembaga pengelola sampah
tingkat RT, RW, Kelurahan dan Kecamatan.
(3) Lembaga Pengelola Sampah lingkup RT dan RW mempunyai
tugas :
a. Memfasilitasi tersedianya wadah sampah di masing-masing
rumah tangga dan gerobak sampah untuk mengangkut
sampah dari tempat sampah rumah tangga ke TPS;
b. Membina masyarakat untuk terlibat langsung dalam
pengelolaan sampah dengan prinsip 3R;
c. Menjadi Mitra Pemerintah Daerah dalam menangani
pengelolaan sampah di lingkungan perumahan.
(4) Lembaga Pengelola Sampah kawasan mempunyai tugas :
a. Memfasilitasi tersedianya wadah sampah dan TPS serta
mengangkut sampah dikawasan ke TPS;
b. Mengangkut sampah dari sumber sampah ke
TPS/TPST/TPS 3R;
c. Menjamin terwujudnya tertib pemilahan sampah.
18
BAB VIII
PETUGAS KEBERSIHAN
Pasal 37
(1) Setiap petugas kebersihan harus mendapatkan perlindungan
dari pengelola.
(2) Perlindungan Petugas Kebersihan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), berupa perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja sesuai dengan standar keselamatan dan kesehatan kerja (K3).
(3) Petugas kebersihan diberikan asuransi kesehatan dan jiwa sesuai dengan kemampuan keuangan daerah.
Pasal 38
(1) Perlindungan keselamatan Petugas Kebersihan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2), berupa alat pelindung diri
untuk melindungi seluruh atau sebagian tubuhnya dari kemungkinan adanya pemaparan potensi bahaya, kecelakaan,
dan penyakit pada saat melaksanakan tugas.
(2) Alat pelindung diri sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
berupa: a. alat pelindung kepala;
b. alat pelindung mata; c. alat pelindung pernafasan; d. alat pelindung tangan;
e. baju pelindung; dan f. alat pelindung kaki.
BAB IX
PERIZINAN
Pasal 39
(1) Setiap jenis usaha pengelolaan sampah wajib mendapatkan izin
dari Kepala Daerah melalui Kepala Badan yang ditunjuk.
(2) Untuk mengajukan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
pemohon mengajukan permohonan secara tertulis kepada
Kepala Daerah dengan melampirkan persyaratan administrasi
dan teknis sesuai ketentuan yang berlaku.
(3) Izin pengelolaan sampah dapat diberikan selama 5 (lima) tahun
dengan ketentuan bahwa setiap tahun dilakukan evaluasi
kinerja.
(4) Setelah keluar hasil evaluasi kinerja maka wajib mendaftar
ulang kegiatannya kepada Kepala Daerah melalui Pejabat yang
di tunjuk.
19
(5) Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dengan
melampirkan laporan kegiatan pengelolaan sampah pada tahun
yang sebelumnya.
(6) Perpanjangan izin diajukan 30 (tiga puluh) hari kerja sebelum
habis masa berlakunya.
(7) Izin pengelolaan sampah tidak dapat dipindah tangankan
kecuali atas persetujuan tertulis dari Kepala Daerah melalui
Pejabat di tunjuk setelah memperoleh masukan dari SKPD dan
perwakilan masyarakat.
(8) Izin pengelolaan sampah yang disalahgunakan dan melanggar
ketentuan yang berlaku dapat dicabut sewaktu-waktu oleh
Kepala Daerah.
Pasal 40
Jenis pengelolaan sampah yang tidak memerlukan izin adalah: a. Kegiatan pengelolaan sampah oleh lembaga pengelolaan sampah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (3);
b. Kegiatan pengelolaan sampah skala sampah rumah tangga.
Pasal 41
(1) Pengajuan permohonan izin sebagaimana dimaksud Pasal 39
ayat (2) dengan persyaratan sebagai berikut:
a. Permohonan diajukan oleh penanggungjawab usaha;
b. Permohonan dilengkapi dengan surat keterangan penjelasan
teknis terhadap rencana penerapan teknologi yang akan
digunakan;
c. Kajian lingkungan hidup sederhana terhadap rencana
pengelolaan sampah yang tidak berdampak penting;
d. Kajian AMDAL terhadap rencana pengelolaan sampah yang
diperkirakan berdampak penting dan luas;
e. Daftar anggota;
f. Foto copy Kartu Tanda Penduduk (KTP) penanggungjawab
dan surat ijin usaha;
g. Gambar Lokasi;
h. Rekomendasi dari Camat;
i. Surat pernyataan jaminan mengganti kerugian akibat
kesalahan pengelolaan sampah sehingga mengakibatkan
kerugian pihak lain.
(2) Terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
sebelum disetujui untuk dikabulkan atau ditolak harus
mendapatkan pertimbangan dari tim yang dibentuk oleh Kepala
Daerah.
20
(3) Ketentuan tata cara pengumuman izin
ditempelkan/diumumkan melalui media massa atau melalui
website Pemerintah Daerah dan/atau tempat lain yang
ditetapkan oleh Kepala Daerah.
(4) Proses permohonan izin ditujukan kepada Kepala Daerah atau
pejabat yang ditunjuk.
Pasal 42
(1) Pertimbangan tim sebagaimana dimaksud pada Pasal 41
ayat (2) mempertimbangkan persyaratan teknis dan lokasi.
(2) Tim membuat berita acara.
(3) Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk dapat menolak
permohonan izin karena tidak sesuai ketentuan dan
memberitahukan secara tertulis kepada pemohon tanpa
keharusan menyebutkan alasan.
Pasal 43
(1) Dalam hal pengadaan TPS/TPST sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 32 ayat (2) dan pengadaan TPS 3R sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 33 ayat (2) harus mendapatkan izin untuk lokasi
pengadaan dari Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuk
dengan mempertimbangkan persyaratan teknis yang ditentukan
oleh menteri Pekerjaan Umum.
(2) Pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diproses
selama 7 (tujuh) hari kerja sejak permohonan izin diterima.
(3) Pejabat yang ditunjuk melakukan uji kepatutan dan kelayakan
permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
BAB X
INSENTIF DAN DISINSENTIF
Pasal 44
(1) Pemerintah Daerah dapat memberikan insentif kepada orang
yang melakukan kegiatan pengurangan sampah sesuai dengan
perundang-undangan yang berlaku, dengan mempertimbangkan
kemampuan keuangan daerah.
(2) Pemerintah Daerah memberikan disinsentif kepada orang yang
tidak melakukan kegiatan pengurangan sampah sesuai dengan
perundang-undangan yang berlaku.
21
(3) Kepala Daerah dapat memberikan disinsentif kepada pengelola
kawasan yang tidak melakukan pemilahan dan/atau
pengolahan sampah yang tidak sesuai dengan standar yang
ditetapkan dan/atau terjadi penimbunan sampah sehingga
menimbulkan dampak negatif pada kesehatan dan/atau
lingkungan.
BAB XI
KERJASAMA, PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Bagian Kesatu
Kerjasama
Pasal 45
(1) Dalam melakukan kegiatan pengelolaan sampah, pemerintah
Daerah dapat :
a. Membentuk kelembagaan pengelola sampah;
b. Membentuk kelembagaan Badan Layanan Umum Daerah
(BLUD);
c. Bekerjasama dengan badan usaha atau masyarakat;
dan/atau
d. Bekerjasama dengan pemerintah kabupaten/kota lain.
(2) Kerjasama untuk pengelolaan sampah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat dilakukan secara keseluruhan atau
sebagian.
(3) Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan
huruf c dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
Bagian Kedua Pembinaan
Pasal 46
(1) Pemerintah Daerah melakukan pembinaan atas pengelolaan
sampah.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. Koordinasi; b. Sosialisasi; c. Penyuluhan dan bimbingan teknis;
d. Supervisi dan konsultasi; e. Pendidikan dan pelatihan;
f. Penelitian dan pengembangan; dan g. Pengembangan sistem informasi dan komunikasi.
22
(3) Pembinaan pengelolaan sampah dapat juga dilakukan oleh
masyarakat dan dunia usaha.
Bagian Ketiga Pengawasan
Pasal 47
(1) Pemerintah Daerah melakukan pengawasan atas pengelolaan
sampah.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. Pemantauan;
b. Penindakan;
c. Pengendalian;
d. Evaluasi; dan
e. Pelaporan.
Pasal 48
(1) Dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud
Pasal 47, Kepala Daerah dapat membentuk Tim Satuan Tugas
Operasi Justisi yang ditetapkan dengan keputusan Kepala
Daerah.
(2) Tata cara penindakan dan prosedur tetap pelaksanaan tugas
Tim Satuan Tugas Operasi Justisi yang diatur lebih lanjut oleh
Kepala Daerah.
(3) Segala biaya yang berkenaan dengan Tim Satuan Operasi
Justisi dianggarkan dalam APBD.
BAB XII
PEMBIAYAAN DAN KOMPENSASI
Bagian Kesatu
Pembiayaan
Pasal 49
(1) Pemerintah Daerah wajib mengalokasikan anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah (APBD) untuk pelaksanaan pengelolaan sampah sesuai kebutuhan dan kemampuan keuangan daerah.
(2) Pemerintah Daerah dapat mengalokasikan anggaran melalui sumber-sumber pendanaan lain yang sah dan tidak mengikat.
Pasal 50
(1) Pembiayaan kegiatan pengelolaan sampah yang dilaksanakan
oleh masyarakat menjadi tanggungjawab masyarakat.
23
(2) Pemerintah Daerah dapat memberikan bantuan kepada
masyarakat untuk kegiatan pengelolaan sampah yang dikelola
oleh masyarakat di tingkat RT/RW/Kelurahan sesuai
kebutuhan dan kemampuan keuangan daerah.
Bagian Kedua
Kompensasi
Pasal 51
(1) Pemerintah Daerah memberikan kompensasi kepada
masyarakat sebagai akibat dampak negatif yang ditimbulkan
oleh pemrosesan akhir sampah di tempat pemrosesan akhir
sampah (TPA).
(2) Dampak negatif yang dimaksud pada ayat (1), meliputi antara
lain:
a. Pencemaran air;
b. Pencemaran tanah;
c. Pencemaran udara;
d. Longsor;
e. Kebakaran; dan/atau
f. Ledakan gas metan.
Pasal 52
(1) Bentuk Kompensasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51
ayat (1), dapat berupa uang, relokasi penduduk, pemulihan
kualitas lingkungan, biaya kesehatan dan pengobatan,
penyediaan fasilitas kesehatan, dan/atau kompensasi dalam
bentuk lain.
(2) Untuk memberikan jaminan terhadap kompensasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Daerah dapat bekerjasama
dengan perusahaan asuransi.
Pasal 53
Dalam hal pemberian kompensasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (2), Kepala Daerah melalui pejabat yang ditunjuk
melakukan pemantauan dan penelitian terkait dengan telah terjadinya dampak negatif yang terjadi dilokasi.
Pasal 54
Sumber dana kompensasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 dapat berasal dari APBN, APBD Provinsi dan/atau APBD Kabupaten atau sumber lainnya sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
24
BAB XIII
PEMBIAYAAN PELAYANAN DAN IURAN SAMPAH
Bagian Kesatu
Biaya Pelayanan Sampah
Pasal 55
(1) Pelayanan kebersihan yang diselenggarakan oleh Pemerintah
Daerah dikenakan biaya pelayanan.
(2) Pelayanan kebersihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi: a. pengambilan dan/atau pengumpulan sampah dari sumber
ke TPS, TPST, dan TPS 3R; b. pengangkutan sampah dari sumber dan/atau ke TPS, TPST,
TPS 3R atau ke TPA; dan
c. penyediaan TPS, TPST, TPS 3R atau TPA.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai biaya pelayanan sampah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dalam Peraturan Daerah tentang Retribusi Daerah.
Bagian Kedua
Iuran Sampah
Pasal 56 (1) Pelayanan pengangkutan sampah rumah tangga yang
diselenggarakan oleh Pengurus RW atau Lembaga Pengelola Sampah lingkup RW bukan di kawasan permukiman dikenakan iuran sampah yang besarnya disepakati oleh warga dan
ditetapkan oleh Ketua RW.
(2) Iuran sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), di kawasan permukiman yang masih dibawah pengembang dan/atau belum diserahkan kepada Pemerintah Daerah menjadi tanggung jawab
Pengembang.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penentuan dan
pemungutan iuran sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dengan Peraturan Kepala Daerah.
BAB XIV
LARANGAN
Pasal 57
Setiap orang dilarang :
a. membuang sampah ke kali, sungai, kanal, waduk, situ, saluran air terbuka dan laut;
b. membuang sampah di jalan, taman, atau tempat umum;
c. membuang sampah ke TPA tanpa izin; d. membakar sampah;
25
e. membuang, menumpuk, menyimpan sampah atau bangkai
binatang di jalan, jalur hijau, taman, kali, sungai, laut, saluran, fasilitas umum dan tempat lainnya yang sejenis;
f. membuang sampah dari kendaraan;
g. membuang sampah diluar tempat/lokasi pembuangan yang telah ditetapkan;
h. mengangkat sampah dengan alat pengangkut terbuka;
i. mengelola sampah yang menyebabkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan;
j. menggunakan badan jalan sebagai tempat TPS yang bersifat permanen tanpa izin pemerintah daerah.
BAB XV
PENYIDIKAN
Pasal 58
(1) Selain pejabat penyidik Polri yang bertugas menyidik tindak
pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah
ini, penyidikan dapat dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Daerah yang pengangkatannya ditetapkan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan. (2) Dalam melaksanakan tugas Penyidik Pegawai Negeri Sipil
Daerah, pejabat penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berwenang:
a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya pelanggaran;
b. melakukan tindakan pertama pada saat itu di tempat
kejadian dan melakukan pemeriksaan; c. menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda
pengenal diri tersangka;
d. pemeriksaan surat; e. mengambil sidik jari dan memotret seseorang;
f. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
g. mendatangkan seorang ahli yang diperlukan dalam
hubungannya dengan pemeriksaan perkara; h. mengadakan penghentian penyidikan setelah mendapat
petunjuk bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa
terebut bukan merupakan tindak pelanggaran dan selanjutnya memberitahukan hal tersebut kepada penuntut
umum tersangka atau keluarganya; dan i. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang dapat
dipertanggungjawabkan.
(3) Dalam melaksanakan tugasnya, Penyidik Pegawai Negeri Sipil
Daerah tidak berwenang melakukan penangkapan, penahanan dan/atau penggeledahan.
(4) Penyidik membuat berita acara setiap tindakan tentang: a. pemeriksaan tersangka; b. pemeriksaan surat;
c. pemeriksaan saksi; d. pemeriksaan ditempat kejadian; dan
26
e. mengirimkan berkasnya kepada Pengadilan Negeri dan
tembusannya kepada Penyidik Polisi Negara Republik Indonesia.
BAB XVI
KETENTUAN ADMINISTRATIF
Pasal 59
(1) Kepala daerah menerapkan sanksi administrasi kepada
pengelola sampah yang melanggar ketentuan persyaratan yang
ditetapkan dalam perizinan.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa: a. teguran tertulis;
b. penghentian sementara kegiatan; c. penutupan lokasi; d. pencabutan izin; dan/atau
e. denda administrasi.
Pasal 60
Sanksi administrasi diberikan kepada :
(1) Pengelola kawasan permukiman, kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas sosial dan fasilitas lainnya yang dengan sengaja atau tidak menyediakan
fasilitas pemilahan sampah tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku.
(2) Pengelola kawasan sebagaimana dimaksud ayat (1) dengan sengaja atau tidak menyediakan wadah sampah tidak sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
Pasal 61 Kepala daerah atau melalui pejabat yang ditunjuk dapat mencabut
izin pengelolaan sampah apabila :
(1) Pengelola sampah tidak melakukan pendaftaran ulang sebagaimana diatur dalam Pasal 39 ayat (2).
(2) Pengelola sampah yang memindahtangankan izin tanpa persetujuan Kepala daerah sebagaimana diatur dalam Pasal 39
ayat (5). (3) Pengelolaan sampah menyalahi izin yang diberikan sebagaimana
diatur dalam Pasal 39 ayat (6).
27
BAB XVII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 62
(1) Pengelolaan sampah yang melanggar Pasal 39 ayat (1) dipidana
dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan dan/atau
denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
(2) Pengelolaan sampah yang melanggar Pasal 39 ayat (7) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan dan/atau denda paling banyak Rp. 25.000.000,00 (dua puluh lima juta
rupiah).
(3) Pengelolaan sampah yang melanggar Pasal 39 ayat (8) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan dan/atau denda paling banyak Rp. 25.000.000,00 (dua puluh lima juta
rupiah).
Pasal 63
(1) Setiap orang yang melanggar Pasal 57 huruf c, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan dan/atau denda paling banyak Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
(2) Setiap orang yang melanggar Pasal 57 huruf d, dikenakan denda
paling banyak Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
(3) Setiap orang yang melanggar Pasal 57 huruf e dikenakan denda
paling banyak Rp. 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).
(4) Setiap orang yang melanggar Pasal 57 huruf f dan huruf g,
dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta
rupiah).
(5) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),
ayat (3) dan ayat (4) merupakan pelanggaran.
Pasal 64
Denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 dan Pasal 63
merupakan penerimaan Daerah dan setorkan ke Kas Daerah.
28
BAB XVIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 65
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam
Lembaran Daerah Kabupaten Karimun.
Diundangkan di Tanjung Balai Karimun pada tanggal 30 Desember 2013
SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN KARIMUN,
Ttd.
T.S. ARIF FADILLAH
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KARIMUN TAHUN 2013 NOMOR 7
Ditetapkan di Tanjung Balai Karimun pada tanggal 30 Desember 2013
BUPATI KARIMUN
Ttd.
NURDIN BASIRUN
29
PENJELASAN
ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARIMUN
NOMOR 7 TAHUN 2013
TENTANG
PENGELOLAAN SAMPAH
I. PENJELASAN UMUM
Sampah merupakan salah satu permasalahan yang dihadapi oleh banyak kota di seluruh dunia termasuk Kabupaten Karimun. Semakin
bertambah jumlah penduduk dan aktivitasnya, maka volume sampah terus meningkat. Perubahan pola konsumsi masyarakat menjadikan semakin beragamnya sampah yang dihasilkan yang berakibat semakin
membengkaknya biaya pengelolaan dan penyediaan lahan. Keberadaan sampah selain membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan apabila tidak dikelola dengan baik akan sangat membahayakan kesehatan manusia
dan mencemari lingkungan untuk jangka waktu yang sangat lama.
Pengelolaan sampah mutlak diperlukan mengingat dampak buruk yang ditimbulkan bagi kesehatan dan lingkungan. Sampah menjadi tempat berkembang biaknya organisme penyebab dan pembawa penyakit dan
mengganggu keseimbangan lingkungan. Oleh karena itu, pemerintah di berbagai belahan dunia berupaya menangani sampah walaupun dengan
biaya yang tidak sedikit.
Pengelolaan sampah di Kabupaten Karimun sebagaimana diatur
dalam Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Pertamanan dan Kebersihan Kabupaten Karimun belum dilaksanakan secara menyeluruh dan terpadu. Sampah dari berbagai sumber baik dari
rumah tangga, pasar, industri, dan lain-lain, langsung diangkut menuju Tempat Penampungan Sementara (TPS) tanpa melalui proses pemilahan dan
penanganan terlebih dahulu. Dari TPS, sampah diangkut menuju Tempat Pembuangan Akhir (TPA) untuk kemudian ditimbun. Pengelolaan sampah sebagaimana yang dilakukan tersebut bertentangan dengan Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, karena tidak berwawasan lingkungan dan menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan.
Mengingat dampak negatif yang ditimbulkan sampah bagi kesehatan
dan lingkungan, maka sampah harus dikelola dengan baik melalui pengelolaan secara komprehensif dan terpadu dari hulu ke hilir agar sekaligus memberikan manfaat secara ekonomi, melindungi kesehatan
masyarakat, aman bagi lingkungan, serta dapat mengubah pandangan dan perilaku masyarakat terhadap sampah dalam upaya menjaga kebersihan
lingkungan di Kabupaten Karimun yang bersih dan nyaman. Untuk itu, Pemerintah Daerah bersama-sama dengan masyarakat
perlu melakukan pengurangan dan penanganan sampah secara benar dengan menerapkan metode 3 R (Reduce, Reuse dan Recycle) sehingga volume sampah dapat berkurang secara nyata sebelum residunya diproses
di TPA. Perubahan paradigma pengelolaan sampah tersebut membawa konsekuensi hukum kepada Pemerintah Daerah yang diberikan tugas dan
wewenang oleh Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan
30
Sampah untuk memenuhi hak masyarakat dan memfasilitasi masyarakat
dalam melaksanakan pengurangan dan penanganan sampah dengan cara 3R, yaitu Reduce (mengurangi volume), Reuse (menggunakan kembali), dan Recycle (mendaur ulang).
Di dalam pengelolaan sampah dari hulu ke hilir tidak saja
memerlukan aspek peran aktif masyarakat, namun juga perlu didukung oleh system yang komprehensif dan terpadu yang memuat aspek peraturan sebagai dasar hukum, aspek teknis operasional, aspek organisasi dan
manajemen, dan aspek pembiayaan.
Untuk menjamin berjalannya kelima aspek dalam satu sistem pengelolaan sampah yang komprehensif dan terpadu, maka diperlukan dasar hukum yang dapat memberikan kepastian hukum, kejelasan
tanggung jawab dan kewenangan Pemerintah Daerah serta memuat hak dan kewajiban masyarakat serta pelaku usaha agar berperan aktif dalam pengelolaan sampah sehingga pengelolaan sampah dapat berjalan secara
proporsional, efektif, dan efisien.
Pengaturan Pengelolaan Sampah, secara nasional telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2010 tentang Pedoman
Pengelolaan Sampah dan Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Dan Sampah Sejenis Sampah
Rumah Tangga.
Berdasarkan pemikiran dan latar belakang sebagaimana tersebut
diatas, maka Pemerintah Kabupaten Karimun memandang perlu untuk segera membentuk Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Sampah.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1 Cukup jelas.
Pasal 2 Cukup jelas
Pasal 3 Huruf a
Yang dimaksud prinsip keterpaduan, bahwa penyelenggaraan pengelolaan sampah dilakukan secara terpadu mulai dari hulu sampai hilir dengan memadukan atau menyinergikan berbagai
unsur atau komponen terkait.
Huruf b Yang dimaksud prinsip akuntabel, bahwa penyelenggaraan pengelolaan sampah dapat dipertanggungjawabkan.
Huruf c Yang dimaksud prinsip transparan bahwa penyelenggaraan pengelolaan sampah dilaksanakan secara terbuka kepada
masyarakat untuk memperoleh data dan informasi yang benar, jelas, dan jujur dalam penyelenggaraan pengelolaan sampah.
31
Huruf d
Yang dimaksud dengan prinsip kepastian hukum adalah setiap pemangku kepentingan, baik pengelola dan/atau penyelenggara pengelola sampah dan masyarakat memiliki
jaminan hak dan kewajiban yang sama atas hukum yang berlaku.
Huruf e Yang dimaksud berkelanjutan adalah dilakukan secara berkala
terus menerus.
Pasal 4
Cukup jelas. Pasal 5
Cukup jelas. Pasal 6
Ayat (1) Yang dimaksud dengan rencana induk pengelolaan sampah
adalah rencana induk pengelolaan sampah yang didasarkan
pada arah kebijakan, dan strategi nasional dan daerah di bidang pengelolaan sampah.
Yang dimaksud dengan Rencana Kerja Tahunan (RKT) adalah dokumen perencanaan daerah untuk periode 1 (satu) tahun.
Yang dimaksud dengan Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah (RPJMD) adalah dokumen perencanaan daerah untuk periode 5 (lima) tahun.
Ayat (2) Cukup jelas
Pasal 7 Cukup jelas.
Pasal 8 Cukup jelas.
Pasal 9
Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2) Yang dimaksud dengan kawasan permukiman adalah kawasan
hunian dalam bentuk klaster, apartemen, kondominium, asrama, dan sejenisnya. Yang dimaksud dengan kawasan komersial adalah kawasan
tempat pemusatan kegiatan usaha perdagangan dan/atau jasa yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang.
Yang dimaksud dengan kawasan industri adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan industri yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana penunjang yang dikembangkan dan
dikelola oleh perusahaan kawasan industri yang telah memiliki izin usaha kawasan industri.
32
Yang dimaksud dengan kawasan khusus merupakan wilayah
yang bersifat khusus yang digunakan untuk kepentingan nasional/berskala nasional, misalnya, kawasan cagar budaya, taman nasional, pengembangan industri strategis, dan
pengembangan teknologi tinggi.
Yang dimaksud dengan fasilitas umum berupa, antara lain,
terminal angkutan umum, stasiun kereta api, pelabuhan laut, pelabuhan udara, tempat pemberhentian kendaraan umum,
taman, jalan, dan trotoar.
Yang dimaksud dengan fasilitas sosial berupa, antara lain,
rumah ibadah, panti asuhan, dan panti sosial.
Yang termasuk fasilitas lain adalah yang tidak termasuk kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas sosial, fasilitas umum antara lain rumah tahanan,
lembaga pemasyarakatan, rumah sakit, klinik, pusat kesehatan masyarakat, kawasan pendidikan, kawasan pariwisata, kawasan berikat, dan pusat kegiatan olah raga.
Ayat (3)
Cukup jelas. Pasal 10
Ayat (1)
Huruf a Yang dimaksud dengan sampah rumah tangga adalah
sampah yang berasal dari kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga, tidak termasuk tinja dan sampah spesifik.
Huruf b
Yang dimaksud dengan sampah sejenis sampah
rumah tangga adalah sampah yang berasal dari kawasan permukiman, perkantoran, kawasan
komersial, kawasan industri, kawasan khusus, pasar, terminal, fasilitas umum, fasilitas sosial, dan fasilitas lainnya.
Huruf c
Yang dimaksud dengan sampah spesifik adalah
sampah: a. sampah yang mengandung bahan berbahaya dan
beracun; b. sampah yang mengandung limbah bahan
berbahaya dan beracun;
c. sampah yang timbul akibat bencana; d. puing bongkaran bangunan;
e. sampah yang secara teknologi belum dapat diolah; dan/atau
f. sampah yang timbul secara tidak periodik.
Ayat (2) Yang dimaksud Standar Pelayanan Minimal (SPM) adalah tolok ukur kinerja pelayanan pengolahan sampah.
Ayat (3)
Cukup jelas.
33
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2) Huruf a
Minimalisasi timbulan sampah adalah upaya mengurangi timbulan sampah yang dilakukan sejak sebelum dihasilkannya suatu produk dan/atau
kemasan produk sampai berakhirnya kegunaan produk dan/atau kemasan produk.
Huruf b
Pendaur ulangan sampah adalah upaya
memanfaatkan sampah menjadi barang yang berguna setelah melalui suatu proses pengolahan terlebih dahulu.
Huruf c
Pemanfaatan kembali sampah adalah upaya untuk mengguna ulang sampah sesuai fungsi yang sama atau fungsi yang berbeda dan/atau mengguna ulang
bagian dari sampah yang masih bermanfaat tanpa melalui suatu proses pengolahan terlebih dahulu.
Pasal 13 Cukup jelas
Pasal 14 Ayat (1)
Yang dimaksud dengan kemasan yang ramah lingkungan adalah kemasan yang dapat terurai oleh proses alam.
Ayat (2) Cukup jelas.
Pasal 15 Cukup jelas.
Pasal 16 Ayat (1)
Yang dimaksud dengan jenis wadah sampah dalam ayat ini adalah wadah sampah organik dan wadah sampah anorganik.
Ayat (2) Cukup jelas.
Ayat (3) Cukup jelas.
Pasal 17 Ayat (1) Huruf a
Yang dimaksud dengan sampah organik adalah sampah yang berasal dari benda hidup seperti sayur-
sayuran, dedaunan yang mudah busuk secara alami.
34
Huruf b
Yang dimaksud dengan sampah anorganik adalah sampah yang berasal dari benda mati.
Huruf c Yang dimaksud dengan sampah B3 (bahan berbahaya
dan beracun) adalah sampah yang mengandung
limbah bahan berbahaya dan beracun.
Ayat (2) Cukup jelas.
Ayat (3) Yang dimaksud dengan kawasan dalam ayat ini adalah
kawasan permukiman, kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, pasar, fasilitas umum, fasilitas sosial, dan fasilitas lainnya.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan di luar rumah tangga dan di luar
kawasan dalam ayat ini adalah di taman, di jalan, dan sebagainya.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas. Pasal 19
Ayat (1) Huruf a Cukup jelas.
Huruf b Cukup jelas.
Huruf c Cukup jelas. Huruf d
Cukup jelas. Huruf e
Yang dimaksud dengan sampah dari taman adalah sampah yang berasal tanaman, buangan dari kegiatan
manusia yang berasal dari ruang terbuka hijau dan taman pemakaman.
Huruf f Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan jenis sampah dalam ayat ini adalah
sampah organik dan sampah anorganik.
35
Pasal 20
Huruf a Yang dimaksud dengan pola individual langsung adalah
sistem pengangkutan sampah terpilah dari sumber sampah
ke lokasi 3R/Pusat 3R dan/atau TPST untuk kemudian sisanya ke TPA.
Huruf b Yang dimaksud dengan pola individual tidak langsung adalah
sistem pengangkutan sampah yang dikumpulkan dari sumber sampah ke TPS, ke lokasi 3R/Pusat R3, TPST kemudian ke TPA.
Huruf c
Yang dimaksud dengan pola komunal langsung adalah sistem pengangkutan sampah terpilah dari sumber sampah yang dikumpulkan pada TPS, lokasi 3R/Pusat 3R, TPST terpilah
dan diangkut pada waktu yang ditentukan. Pasal 21
Cukup jelas. Pasal 22
Cukup jelas. Pasal 23 Cukup jelas.
Pasal 24 Cukup jelas.
Pasal 25 Cukup jelas. Pasal 26
Cukup jelas. Pasal 27 Cukup jelas.
Pasal 28 Cukup jelas.
Pasal 29 Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Control Landfill/Lahan urug terkendali adalah cara penyingkiran sampah kedalam tanah dengan
pengurugan/penimbunan yang dilakukan setiap lima sampai tujuh hari sekali.
Huruf b Sanitary Landfill adalah cara penyingkiran limbah/
sampah kedalam tanah dengan pengurugan/penimbunan dengan melibatkan rekayasa yang memperhatikan aspek sanitasi
lingkungan.
Huruf c
Penggunaan teknologi ramah lingkungan disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
36
Pasal 30
Cukup jelas. Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32 Cukup jelas. Pasal 33
Cukup jelas. Pasal 34
Cukup jelas. Pasal 35 Cukup jelas.
Pasal 36 Cukup jelas.
Pasal 37 Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan perangkat keselamatan kerja adalah
sarana utama pencegahan kecelakaan, cacat dan kematian sebagai akibat kecelakaan kerja.
Perangkat Keselamatan kerja yang diberikan kepada Petugas
Kebersihan ditujukan untuk memberikan perlindungan
kepada Petugas Kebersihan dalam melaksanakan tugas agar terbebas dari kemungkinan bahaya kecelakaan, penyakit
akibat sampah, pencemaran lingkungan, dan terhindar dari dampak negatif lainnya.
Pasal 38 Ayat (1)
Alat pelindung diri hendaknya seringan mungkin, dan alat
tersebut tidak menyebabkan rasa ketidaknyamanan yang berlebihan pada Petugas Kebersihan.
Alat harus dapat dipakai secara fleksibel, bentuknya harus cukup mencolok, alat pelindung tahan untuk pemakaian yang
lama, tidak menimbulkan bahaya tambahan bagi pemakainya dikarenakan bentuknya yang tidak tepat atau karena salah dalam penggunaanya.
Ayat (2)
Huruf a Alat pelindung kepala untuk mencegah dan melindungi kepala dari bahaya terbentur benda tajam
atau keras, panas sinar matahari, dan sebagainya. Jenis alat pelindung kepala antara lain topi pelindung
(Safety Helmets) terbuat dari plastik (Bakelite), serat gelas (fiberglass) atau metal.
Huruf b Alat pelindung mata ditujukan untuk melindungi mata
Petugas Kebersihan dari percikan sampah B3, debu dan partikel-partikel kecil, gas atau uap yang dapat menyebabkan iritasi mata, dan sebagainya. Jenis alat
pelindung mata antara lain: kaca mata biasa (spectacle
37
goggles) atau goggles terbuat dari plastik transparan
dengan lensa berlapis kobalt. Huruf c
Alat pelindung pernafasan untuk melindungi pernafasan dari resiko bau, paparan gas, uap, debu,
atau udara terkontaminasi atau beracun, korosi atau yang bersifat rangsangan yang terkandung pada sampah. Jenis alat pelindung pernafasan antara lain
masker.
Huruf d
Alat pelindung tangan untuk melindungi tangan dan bagian lainnya dari benda tajam atau goresan, bahan
kimia yang terdapat di timbunan sampah. Jenis alat pelindung tangan antara lain sarung tangan yang terbuat dari bahan asbes, atau katun, jika
memungkinkan terbuat dari bahan karet alami (sintetik) untuk melindungi tangan Petugas
Kebersihan dari kandungan zat kimia yang terdapat di sampah.
Huruf e Baju pelindung untuk melindungi seluruh atau sebagian tubuh dari suhu panas, kotoran, cairan
bahan kimia yang terkandung di dalam sampah. Jenis baju pelindung antara lain pakaian kerja yang terbuat
dari bahan-bahan yang bersifat isolasi seperti bahan dari katun yang tahan terhadap panas.
Huruf f Alat pelindung kaki untuk melindungi kaki dan bagian
lainnya dari benda-benda tajam, kaca, dan sebagainya yang terdapat di dalam sampah. Jenis alat pelindung kaki antara lain sepatu boot.
Pasal 39 Ayat (1)
Jenis usaha pengelolaan sampah terdiri dari: a. usaha pengangkutan sampah; dan
b. usaha pengolahan sampah meliputi: pengurangan, pemilahan, pengumpulan, pengolahan, dan pemrosesan akhir.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan persyaratan administrasi antara lain
memiliki SIUP.
Yang dimaksud dengan persyaratan teknis antara lain: a. memiliki prasarana dan sarana; b. data yang dilayani;
c. frekuensi dan hari layanan selama seminggu; d. pola dan teknis layanan; dan
e. denah lokasi pelayanan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
38
Ayat (4)
Cukup jelas. Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6) Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas Ayat (8)
Cukup jelas Pasal 40
Cukup jelas. Pasal 41
Cukup jelas. Pasal 42 Cukup jelas.
Pasal 43 Cukup jelas. Pasal 44
Cukup jelas. Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46
Ayat (1) Tujuan pembinaan pengelolaan sampah sebagai berikut:
a. meningkatkan kualitas dan efektifitas pengelolaan sampah;
b. meningkatkan kapasitas dan kemandirian pemangku
kepentingan dalam kegiatan pengurangan dan/atau penanganan sampah;
c. meningkatkan peran masyarakat.
Ayat (2)
Huruf a Cukup jelas.
Huruf b Sosialisasi merupakan upaya penyampaian secara interaktif substansi atas ketentuan peraturan
perundang-undangan dan/atau kebijakan Pemerintah Daerah melalui media tatap muka dan/atau media
elektronik. Huruf c
Penyuluhan dan bimbingan teknis dilakukan sebagai upaya pengembangan kesadaran dan tanggung jawab
masyarakat serta meningkatkan kesadaran dan kemampuan masyarakat dan tanggung jawabnya dalam penyelenggaraan pengelolaan sampah untuk
mewujudkan lingkungan yang sehat dan bersih dari sampah, antara lain melalui: penyuluhan, pemberian ceramah, diskusi umum, dan debat publik,
pembentukan kelompok masyarakat peduli sampah, penyediaan unit pengaduan masyarakat.
39
Huruf d
Supervisi dan konsultasi pelaksanaan pengelolaan sampah sebagai upaya untuk mendampingi, mengawasi, dan memberikan penjelasan kepada
pemangku kepentingan dalam bidang pengelolaan sampah.
Huruf e Pendidikan dan pelatihan untuk mengembangkan
kemampuan sumber daya manusia dalam pengelolaan sampah melalui kegiatan antara lain: a. penyelenggaraan dan fasilitasi kegiatan pendidikan
dan pelatihan pemilahan dan penanganan sampah; b. pendampingan dalam penyusunan program dan
kegiatan pengelolaan sampah yang sesuai dengan kebutuhan pemangku kepentingan yang menjadi sasaran pembinaan;
c. penerapan sistem sertifikasi pemilahan dan penanganan sampah.
Huruf f Penelitian dan pengembangan sebagai upaya
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pengelolaan sampah untuk menghasilkan inovasi atau penemuan baru dalam pengolahan sampah. Hasil
penelitian dan pengembangan tersebut dimanfaatkan dalam perumusan kebijakan dan strategi, serta norma,
standar, prosedur, dan kriteria pengelolaan sampah. Huruf g
Pengembangan sistem informasi dan komunikasi sebagai upaya untuk mengembangkan sistem informasi dan komunikasi pengelolaan sampah yang
mutakhir, efisien, dan terpadu, melalui penyediaan basis data dan informasi pengelolaan sampah dengan
mengembangkan jaringan sistem elektronik. Pasal 47
Ayat (1) Tujuan pengawasan untuk menjamin tercapai maksud dan tujuan pengelolaan sampah, menjamin terlaksana penegakan
hukum di dalam pengelolaan sampah, dan meningkatkan kualitas penyelenggaraan pemilahan dan penanganan
sampah.
Ayat (2)
Huruf a Pemantauan merupakan kegiatan pengamatan
terhadap penyelenggaraan pengelolaan sampah secara langsung dan/atau tidak langsung dan/atau melalui laporan masyarakat secara berkala.
Huruf b Cukup jelas.
Huruf c Cukup jelas
40
Huruf d
Evaluasi merupakan kegiatan penilaian terhadap tingkat pencapaian penyelenggaraan pengelolan sampah secara terukur dan objektif.
Huruf e
Pelaporan merupakan kegiatan penyampaian hasil
evaluasi.
Pasal 48 Cukup jelas.
Pasal 49
Cukup jelas. Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal 51
Kompensasi yang dimaksud adalah untuk masyarakat, bukan untuk petugas.
Pasal 52 Ayat (1)
Kompensasi diberikan kepada korban atau keluarga korban yang merupakan ahli warisnya.
Bentuk pemberian kompensasi didasari atas kesepakatan antara Penanggungjawab Pengelola Sampah dengan korban
atau keluarga korban dengan mempertimbangakan asas keadilan dan kemampuan keuangan pemerintah daerah.
Ayat (2) Cukup jelas.
Pasal 53 Cukup jelas.
Pasal 54 Cukup jelas. Pasal 55
Cukup jelas. Pasal 56
Cukup jelas
Pasal 57 Cukup jelas
Pasal 58 Ayat (1)
Yang dimaksud dengan Penyidik Pegawai Negeri Sipil adalah Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan
Pemerintah Daerah yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan atas pelanggaran Peraturan Daerah.
Ayat (2) Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.