Post on 21-Jan-2021
i
MAK :1800.012.017
PROPOSAL PENELITIAN
TEKNOLOGI PEMULIHAN LAHAN DAN PENYUSUNAN KRITERIA BAKU MUTU TANAH
UNTUK PENINGKATAN KUALITAS TANAH DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN MENDUKUNG
PROGRAM SWASEMBADA PANGAN
Dr. Irawan
BALAI PENELITIAN TANAH BALAI BESAR LITBANG SUMBERDAYA LAHAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN
KEMENTERIAN PERTANIAN
2014
ii
LEMBAR PENGESAHAN
JUDUL RPTP : Teknologi Pemulihan Lahan dan Penyusunan Kriteria
Baku Mutu Tanah untuk Peningkatan Kualitas Tanah
dan Produktivitas Tanaman Mendukung Program
Swasembada Pangan
UNIT KERJA : Balai Penelitian Tanah
ALAMAT UNIT KERJA : Jl. Tentara Pelajar No.12, Bogor
SUMBER DANA : DIPA/RKAKL Satker: Balai Penelitian Tanah
Tahun Anggaran 2014
STATUS PENELITIAN : Lanjutan &Baru
PENANGGUNGJAWAB PROGRAM :
a. Nama : Dr. Irawan
b. Pangkat/Golongan : Pembina Muda/IV C
c. Jabatan Fungsional : Peneliti Madya
LOKASI : Jawa Barat, Banten, DI Yogjakarta/Jawa Tengah,
Lampung, Nusa Tenggara Barat, Lampung, Riau,
Kalimantan Selatan
AGROEKOSISTEM : Lahan kering
TAHUN MULAI : 2013
TAHUN SELESAI : 2015
OUTPUT TAHUNAN : Informasimengenaipengaruhmanajemenpengelola
anlimbahpertanian, penggunaanpupukdanpembenahtanahterhadapperubahansifat-sifattanahdanproduksitanamanpadi di lahansawahterdegradasi
Informasisifat-sifattanahpadalahanlahanbekaspertambanganbatubara
Informasi data cadangankarbonpadaberbagaisistimusahatani di lahankeringmasamberiklimbasah.
Baku mutuhayatitanahpadalahansawah
Baku mututanahpadalahankeringberbahanindukbatuanvulkanikdankapur.
OUTPUT AKHIR : Satupaketteknologipengelolaanlimbahpertanian,
penggunaanpupuk NPK danhayatiuntukpemulihanproduktivitaslahansawah yang terdegradasi
Komponenteknologirehabilitasilahanbekastambangbatubara
Strategipengelolaanlahanusahatani yang
iii
berkelanjutan, rendahemisi GRK, efisienkarbondanproduktivitastinggi
Baku mutuhayatitanahpadalahansawahdanbakumututanahpadalahankeringberbahanindukbatuanvulkanikdankapur.
BIAYA PENELITIAN : Rp 685.500.000,- (Enam ratus delapan puluh lima
juta lima ratus ribu rupiah)
Koordinator Program
Dr. Neneng L. Nurida NIP. 19631229 199003 2 001
Penanggung JawabRPTP
Dr. Irawan NIP. 19581128 1983031 002
Mengetahui,
Kepala Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian
Dr. Muhrizal Sarwani, M.Sc NIP. 19600329 198403 1 001
Kepala Balai Penelitian Tanah
Dr. Ali Jamil, MP NIP. 19650830 199803 1 001
iv
RINGKASAN USULAN PENELITIAN 1 Judul RPTP : Teknologi Pemulihan Lahan dan Penyusunan Kriteria
Baku Mutu Tanah untuk Peningkatan Kualitas Tanah
dan Produktivitas Tanaman Mendukung Program
Swasembada Pangan
2 Nama dan Alamat Unit Kerja : Balai Penelitian Tanah
Jl. Tentara Pelajar No. 12. Cimanggu, Bogor 3 Sifat Usulan Penelitian : Lanjutan dan Baru
4 Penanggungjawab : Dr. Irawan
5 Jastifikasi : Degradasi tanah adalah proses terganggunya salah satu atau lebih fungsi lingkungan yang melekat pada tanah. Fungsi tersebut meliputi tanah sebagai sarana penghasil biomassa, penyaring, penyangga, pentransformasi (air, hara, polutan), habitat hayati, sumber genetik, dan lainnya. Praktek pertanian yang hanya mengandalkan penggunaan agrokimia secara terus menerus dapat mengakibatkan degradasi lahan sawah. Praktek pertanian yang kurang tepat khususnya penanaman secara monokultur, pengolahan tanah intensif, pengangkutan biomassa tanaman ke luar lahan secara terus menerus, penggunaan air irigasi dan pupuk/pestisida yang kurang tepat serta adanya zat polutan merupakan penyebab degradasi tanah. Degradasi lahan sawah juga dapat disebabkan oleh adanya instrusi air laut sehingga salinitas tanah sawah meningkat dan tidak cocok untuk budidaya padi sawah. Pengaruh intrusi air laut terhadap usahatani padi sawah diperkirakan akan meningkat sejalan dengan dampak perubahan iklim melalui peningkatan muka air laut (sea level rise). Hal ini dapat mengganggu pencapaian target produksi padi nasional dan stok beras sebesar 10 juta ton pada tahun 2014. Oleh karena itu diperlukan teknologi pemulihan lahan terdegradasi tersebut dengan memanfaatan sumberdaya pertanian yang dapat mempertahankan keberlangsungan produk-tivitas tanah yang tinggi dan berkesinambungan, baik melalui pemanfaatan bahan organik in-situ maupun pembenah tanah dan input produksi lainnya. Ketersedian lahan untuk usaha pertanian semakin menyusut akibat alih fungsi lahan pertanian. Pemanfaatan lahan bekas tambang untuk usaha pertanian merupakan salah satu alternatif yang dapat dilakukan untuk menjadi solusi mengatasi masalah kekurangan lahan. Lahan bekas penambangan batubara umumnya padat, miskin bahan organik dan
v
unsur hara, mengandung logam berat, dan kehidupan mikro-organisme sangat terbatas. Dengan demikian kondisi sifat fisik, kimia dan biologi tanah bekas tambang batubara kurang mendukung untuk usaha pertanian. Oleh karena itu diperlukan upaya peningkatkan kualitas lahan bekas tambang untuk dijadikan usaha pertanian. Konservasi karbon tanah berpotensi meningkatkan daya adaptasi pertanian terhadap pengaruh perubahan iklim dan sekaligus meningkatkan cadangan karbon tanah, terutama dalam bentuk bahan organik. Bahan organik tanah berperan sebagai sumber unsur hara, penstabil agregat dan pengikat kation-kation atau unsur hara. Pengembangan sistem pertanian yang diintegrasikan dengan ternak, selain meningkatkan ketahanan pangan dan pendapatan, juga akan menurunkan emisi GRK dan meningkatkan kualitas lingkungan, karena ada saling sinergi antara usaha pemeliharaan ternak dengan budidaya tanaman (padi dan/atau palawija). Integrasi ternak dan tanaman pangan akan menghasilkan: (a) pupuk organik dan pembenah tanah berupa kompos kotoran hewan dan sisa tanaman, (b) bahan bakar terbarukan berupa biogas (CH4), biochar dan bahan bakar padat lainnya, dan (c) penurunan emisi GRK melalui pengurangan penggunaan pupuk dan fosil fuel tingkat rumah tangga. Mengingat hal itu maka diperlukan penelitian mengenai pengelolaan lahan pada berbagai sistem usahatani berbasis efisiensi karbon. Pengelolaan lahan usahatani yang intensif, misalnya dicirikan oleh penggunaan pupuk anorganik dan pestisida kimia akan menekan perkembangan populasi organisme heterotrof, terutama fauna tanah. Populasi organisme tanah didominasi oleh mikro-organisme yang memiliki kemampuan merombak bahan organik dengan semakin cepatnya penurunan kandungan bahan organik tanah dan tingginya emisi CO2 sehingga fauna tanah semakin tertekan. Hilangnya peranan organism tanah dalam daur hara di dalam tanah akan semakin mempercepat laju degradasi tanah. Mengingat pentingnya peranan populasi hayati tanah maka perlu ditetapkan ambang batas populasi hayati tanah sebagai indikator tanah lahan sawah telah terdegradasi. Balai Penelitian Tanah sudah meneliti baku mutu tanah pada lahan pertanian berbahan induk sedimen. Berdasarkan hasil tersebut baku mutu tanah untuk
vi
mempertahankan sifat fisika dan kimia tanah, serta produksi jagung dalam kondisi optimum, kandungan C-organik berada pada kisaran 1,7% - 2,3% atau setara dengan kandungan bahan organik tanah sebesar 2,9 – 4,0. Lahan kering yang berasal dari bahan induk vulkanik dan kapur di Indonesia relatif luas. Pada lahan tersebut diperlukan identifikasi dan penilaian beberapa parameter sifat kimia, fisika dan biologi tanah yang peka terhadap perubahan akibat pengelolaan lahan dalam suatu sistem usahatani. Baku mutu tanah merupakan suatu konsep penilaian kualitas tanah (kimia, fisika dan biologi tanah) yang dapat menunjukkan kemampuannya untuk menghasilkan suatu produk atau hasil pertanian secara optimal dan berkelanjutan. Penelitian penyusunan kriteria beberapa parameter sifat kimia dan fisika tanah diharapkan akan memberikan informasi tentang kapasitas tanah untuk menyediakan media tumbuh bagi tanaman secara optimal.
6 Tujuan
a. Jangka Pendek : 1. Mendapatkan teknologi pemulihan kesuburan tanah sawah terdegradasi akibat pengelolaan yang intensif.
2. Mengidentifikasi lahan bekas tambang batubara dan mendapatkan komponen teknologi rehabilitasinya untuk pemanfaatan usaha pertanian.
3. Mendapatkan teknologi pemulihan kualitas lahan sawah terdegradasi akibat intrusi air laut, dan memulihkan fungsi produksi lahan sawah sebagai penghasil padi/beras
4. Menganalisa pola input dan output karbon pada manajemen/pengelolaan usahatani yang berbeda, dan mengevaluasi siklus karbon pada sistem usahatani dalam kaitannya dengan life cycle carbon.
5. Mendapatkan informasi mengenai populasi dan jenis organisme hayati tanah sebagai indikator ambang batas hayati tanah sawah terdegradasi.
6. Mendapatkan informasi mengenai besarnya nilai beberapa parameter sifat fisika dan kimia tanah pada lahan pertanian berbahan induk batuan vulkanik dan kapur/gamping untuk tanaman semusim.
b. Jangka Panjang : 1. Mendapatkan teknologi pengelolaan lahan usahatani yang dapat meningkatkan produktivitas lahan, efisien karbon, rendah emisi GRK serta teknik pemulihan lahan terdegradasi.
vii
2. Menyusun strategi pengelolaan lahan (lahan sawah dan lahan kering) untuk usahatani yang berkelanjutan, dengan produktivitas tinggi, rendah emisi GRK, dan efisien karbon.
7 Luaran yang diharapkan
a. Jangka Pendek : 1.Teknologi pemulihan kualitas lahan sawah terdegradasi akibat pengelolaan yang intensif dan instrusi air laut
2.Teknologi rehabilitasi lahan bekas tambang batubara untuk usaha pertanian
3.Informasi input dan output karbon pada pengelolaan lahan kering masam.
4.Informasi populasi dan jenis hayati tanah sebagai indikator tanah sawah terdegradasi.
5.Informasi besarnya nilai beberapa parameter sifat kimia dan fisika tanah yang berasal dari bahan induk vulkanik dan kapur/gamping untuk tanaman semusim.
b. Jangka Panjang : 1. Teknologi pengelolaan pemulihan produktivitas tanah terdegradasi.
2. Strategi pengelolaan lahan untuk usahatani berkelanjutan dengan produktivitas tinggi dan efisien karbon.
3. Batas ambang indikator tanah sawah terdegradasi dari aspek hayati tanah
4. Baku mutu tanah lahan kering berbahan induk vulkanik dan kapur
8 Outcome : Meningkatnya kualitas tanah dan produktivitas tanaman dan mengembangkan pertanian efisien karbon.
9 Sasaran akhir : Ketahanan pangan dan mitigasi degradasi lahan, serta efisien karbon dari lahan usaha tani.
10 Lokasi penelitian : Nusa Tenggara Barat, Banten, Jawa Barat, DI Yogjakarta/Jawa Tengah, Lampung, Riau, dan Kalimantan Selatan
11 Jangka waktu : Mulai T.A. 2013, berakhir T.A. 2015
12 Sumber dana : DIPA/RKAKL Satker: Balai Penelitian Tanah T.A. 2014
viii
SUMMARY
1 Title of RPTP : Land Restoration and Preparation of Soil Quality Standards to Increase Soil Quality and Crop Productivity to Support Food Self-Sufficiency Program
2 Implementation unit
: Indonesia Soil Research Institute (ISRI) Jl. Tentara Pelajar No 12 A. Bogor 16123
3 Location : West Nusa Tenggara, Banten, West Java, Lampung, Riau, South Kalimantan, DI Yogjakarta/Central Java
4 Objective :
a. Short term : 1.To obtain soil restoration technologies for degraded paddy soils mainly caused by intensification.
2.To identify coal mined land rehabilitation and obtain component technologies of mined lands for agriculture use.
3.To obtain soil restoration technology for degraded paddy soils, mainly caused by sea water intrusion or salinity.
4.To analyze input and output patterns of carbon management on different farm management, and evaluating the energy cycle in farming systems in relation to the carbon life cycle.
6.To obtain information about population and type of soil organisms as biological indicators of biological threshold degraded paddy soil.
7. To obtain information about the value of some soil chemical and physical parameters on secondary crops land with soil parent material of volcanic and limestone
b. Long term : 1. To obtain land management technology that can increase soil quality, improve crops productivity, carbon efficient, low GHG emissions and degraded land restoration techniques.
2. To formulate strategy on land management for sustainable farming, with high productivity, low GHG emissions, and carbon efficient.
5 Expected output
a. Short term : 1. Technology of soils restoration to increase soil productivity on degraded paddy field caused by intensification and sea water intrusion.
2. Technology of coal mined land rehabilitation for agricultural land purposes.
3. Land management strategies for sustainable farming with high productivity and carbon efficient.
4. Biological threshold indicator of degraded paddy soil 5. Soil quality standards for dry land on soil parent materials
of volcanic and limestone. b. Long term : 1. Technology of soil restoration and land rehabilitation to
increase soil productivity and crop yield. 2. Land management strategic for sustainable farming
ix
systems with high productivity and carbon efficient.
6 Description of methodology
: Research activities consist of: 1. Research on degraded paddy soils restoration due to
intensification by managing in-situ agricultural wastes. The research will be carried out in two activities: a) Reseach of rice straw management for improving
productivity of paddy fields. The treatment will be set at randomized block design, with 12 treatments and 3 replications. The treatments are: 1. Control (without rice straw), 2. Straw is returned in the form of compost-1, 3. Straw is returned in the form of compost-2, 4. Straw is returned in the form of compost-1 + bio fertilizer, 5. Straw is returned in the form of compost-2 + bio fertilizer, 6 Spread fresh straw and composted in situ (decomposers 1 / solid), 7. Spread fresh straw and composted in situ (decomposers 1 /liquid), 8. Spread fresh straw and composted in situ (decomposers 1 / solid) + bio fertilizer, 9. Spread fresh straw and composted in situ (decomposers 1 /liquid) + bio fertilizer, 10. Fresh straw, 11. Straw burning, 12. Manure.
b). Research for fertility recovery of degraded paddy fields. The research will be set at randomized block design with 8 treatments and 3 replications. The treatments are: 1. Control (without input), 2. NPK recommendation, 3. NPK recommendation + composted straw by decomposers 1, 4. NPK recommendation + composted straw by decomposers 2, 5. NPK recommendation + fresh straw, 6. 75 % NPK recommendation + composted straw (decomposers 1), 7. 5 % NPK recommendation + composted straw (decomposers 2), 8. 75 % NPK recommendationn + fresh straw.
Parameters observed including soil properties before and after planting seasons, agronomic indicators and crop yield.
2. Research on rehabilitation of ex-coal mining land to increase
soil quality and crop productivity. This research will be conducted in ex-coal mining land in South Kalimantan. The field experiment will be set at randomized block design with 7 treatments and 3 replications.
Parameters observed including soil properties before and after planting seasons, agronomic indicators and crop yield.
3. Research on restoration of degraded paddy fields due to sea
water intrusion to support the improvement of land quality. This research will be carried out by using factorial experiment design with two factors and 3 replications. The factors consist of irrigation water sources and soil conditioners use. The source of water comes from agricultural well and river. The treatment of soil conditioners are control (without soil conditioner), gypsum 5 t/ha, SP50
x
soil conditioner 15 t/ha, Volcanors (S424) 15 t/ha, SP50 15 t/ha enriched by micro organism, and S424 15 t/ha enriched by micro organism.
Parameters observed including soil properties, especially nutrients leaching, agronomic indicators and crop yield.
4. Research In Various Efficiency Carbon-Based Farming
Systems to support Sustainable and Environmentally Agricultural Systems. This research consist of two activities, namely: (1) Evaluation of the influence of bio-char, bio-fertilizers, and animal waste compost organic matter to carbon uptake, productivity of land / crop, and the input and output of carbon in maize farming system in upland acid soils, at the experimental garden of (KP) Tamanbogo, East Lampung, and (2) Evaluation of carbon dynamics (input, uptake and utilization), crop productivity, and energy use in a variety of farming systems that exist in KP Tamanbogo. At least there are 6 farming systems to study.
Parameters observed including carbon sequestration, carbon dynamics, crops yield and farming analysis.
5. Research on critical point of biological soil quality on
degraded paddy fields to support sustainable food self-sufficiency program. This research is a survey on 6 selected center of rice production areas, which have high yield of rice (> 8 t/ha), medium or average yield of rice (6-8 t/ha) and low yield of rice (< 4 t/ha).
Parameters observed including soil properties, vegetative and generative phase of crop growth, and population of microorganism.
6. Research on preparation of standard soil quality criteria in
dry land on some soil parent materials to support sustainable agriculture. This research consists of desk study and field survey activities. The desk study will focus on soil mapping results in the agricultural area which consist of dry land with soil parent materials of volcanic and limestone. The results of desk study will guide to determine of site for field survey. During the field survey soil composite samples will be taken and farmers will be interviewed to know farming management and crops yield. Soil samples then analyzed in soil laboratory to measure soil physical and chemical properties.
Parameters observed including soil properties, crops yield, and farming inputs related to fertilizers used by farmers.
7 Duration : 3 Year; FY 2013/FY 2015
8 Budget/fiscal year : Rp. 685,500,000. (six hundred and eighty five millions, five hundred thousand rupiahs)
9 Source of budget : DIPA/RKAKL 648680 Indonesia Soil Research Institute (ISRI), Fiscal Year 2014
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tantangan pembangunan pertanian masa depan terfokus pada upaya
mewujudkan dan sekaligus memantapkan ketahanan pangan nasional yang
berkelanjutan, meningkatkan kesejahteraan petani, serta menjaga keberlanjutan dan
kelestarian sumberdaya alam. Namun, dengan adanya fenomena alih fungsi lahan
dari pertanian ke non pertanian, dampak perubahan iklim yang tidak mendukung
produksi beras, dan kondisi lahan pertanian yang sudah mencapai kondisi leveling
off menyebabkan peningkatan produksi pangan, kususnya beras nasional tidak
mampu memenuhi kebutuhan penduduk. Ketidak cukupan produksi beras mulai
terjadi setelah era 1990-an dan pemerintah sering mengambil kebijakan untuk
mengimpor beras dari negara tetangga seperti Thailand, Vietnam, dan Kamboja.
Lakitan (2009) meramalkan bahwa peningkatan produksi pangan terutama beras
dimasa mendatang akan semakin sulit karena berkurangnya lahan subur di daerah
sentra produksi karena alih fungsi lahan sekitar 110.000 hektar/tahun, tenaga kerja
di sektor pertanian semakin langka, dan dampak negatif perubahan iklim bagi sektor
pertanian. Senada dengan hal tersebut, Menteri Riset dan Teknologi (2011)
menyatakan bahwa lahan pertanian pangan yang subur semakin berkurang luasnya
dan diestimasi pada tahun 2021 luas lahan tersebut hanya sekitar 18% dan
selebihnya merupakan lahan sub-optimal dengan kendala agronomis beragam
seperti miskin unsur hara, terlalu kering, berisiko banjir dan lain-lain.
Pada sisi lain, dalam konteks perubahan iklim, pertanian memiliki posisi yang
sangat dilematis. Kenaikan suhu rata-rata 1oC pada beberapa dekade terakhir telah
berpotensi menurunkan produksi pangan khususnya padi antara 8-10% bila tidak
dilakukan upaya adaptasi. Bagaimanapun, mewujudkan atau menjawab tantangan
dan masalah tersebut bukan merupakan hal yang mudah, karena Indonesia secara
geografis merupakan bagian dari ekosistem tropika basah yang tergolong sangat
rentan terhadap degradasi lahan. Tanah-tanah di daerah tropika basah merupakan
tanah yang rentan terhadap degradasi, selain disebabkan faktor alami juga akibat
campur tangan manusia, seperti pengelolaan usahatani yang intensif baik
pengolahan tanah maupun penggunaan pupuk dan obat-obatan kimiawi. Degradasi
2
lahan akibat aktivitas penambangan adalah merupakan salah satu contoh dampak
negatif campur tangan manusia terhadap lahan.
Degradasi lahan adalah proses penurunan produktivitas lahan, baik yang
sifatnya sementara maupun tetap. Akibat dari terus berlanjutnya proses degradasi
lahan pada satu kawasan adalah munculnya areal - areal yang tidak produktif atau
dikenal sebagai lahan kritis. Lahan kritis pada dasarnya merupakan kondisi tanah
yang secara fisik telah terdegradasi (lapisan tanah atas/subur telah hilang),
hilangnya kesuburan tanah (unsur hara mineral), dan terbatasnya aktivitas biota
tanah, sehingga tumbuhan sangat sulit untuk mendapatkan unsur hara yang pada
akhirnya tidak mampu untuk berproduksi secara optimal. Di Indonesia luas lahan
terdegradasi mencapai 4.477.459 ha, seluas 1.777.679 mengalami degradasi berat
dan sisanya terdegradasi ringan-sedang (Anonim, 2011).
Degradasi lahan pada umumnya disebabkan oleh faktor alami dan campur
tangan manusia. Degradasi lahan dan lingkungan pertanian yang disebabkan oleh
ulah manusia atau karena ganguan alam masih terus berlanjut dan cenderung terus
semakin meningkat saat ini. Pada sisi lain, lahan-lahan produktif yang biasanya
digunakan untuk usaha pertanian semakin banyak beralih fungsi menjadi lahan non
pertanian, sehingga lahan yang dialokasikan untuk aktivitas pertanian semakin
berkurang. Dampak dari kesemuanya ini, alokasi lahan untuk pengembangan
budidaya pertanian bergeser ke lahan-lahan kritis dan terlantar, sehingga
memerlukan input tinggi dan biaya mahal untuk dapat menghasilkan produk pangan
yang berkualitas. Campur tangan atau ulah manusia baik secara langsung maupun
tidak langsung terlihat lebih berkontribusi besar terhadap terjadinya degradasi lahan
dibandingkan dengan pengaruh faktor alami. Faktor penyebab degradasi lahan
akibat campur tangan manusia secara langsung diantaranya adalah penambangan
dan eksploitasi berlebihan, termasuk penggunaan agro-kimia berlebihan.
Pembangunan berwawasan lingkungan menjadi suatu kebutuhan penting bagi
setiap bangsa dan negara yang menginginkan sumberdaya alamnya lestari. Oleh
sebab itu, kelestarian sumberdaya alam perlu dijaga dan dipertahankan untuk
kelangsungan hidup manusia saat ini, sekaligus untuk generasi yang akan datang.
Berkaitan dengan pentingnya pelestarian sumber daya alam, dalam skala global
sektor pertanian juga dituntut untuk dapat meningkatkan kepedulian terhadap
3
adanya isu-isu yang saling terkait saat ini, yaitu mengenai degradasi lahan,
penurunan tingkat kesuburan tanah, pencemaran lingkungan, pemanasan global
atau emisi GRK, serta upaya mitigasi dan pemulihan dampak dari isu-isu tersebut.
Sistem pertanian yang dapat mencegah degradasi lahan dan memitigasi emisi
karbon atau GRK dalam skala tertentu (mikro sampai luas) mungkin sudah ada yang
diterapkan di Indonesia, namun sampai saat ini masih terbatas informasi akurat
yang menginformasikan sistim yang mana serta peranannya dalam mencegah
degradasi lahan dan/atau mengurangi emisi GRK dari aktivitas di bidang pertanian
tersebut. Bagaimanapun beberapa hasil penelitian yang berkaitan dengan potensi
pencegahan degradasi lahan dan mitigasi kehilangan karbon dari aktivitas pertanian
telah ada yang teridentifikasi, seperti: aplikasi teknik konservasi tanah dan air pada
wilayah DAS berpotensi menekan erosi, modifikasi sistim pengairan pada padi sawah
dan pengembalian jerami atau mulsa ke lahan dapat mengurangi emisi metan (CH4)
sampai 30% dan meningkatkan cadangan karbon tanah, sistim precession
agriculture dapat menghemat dan mengefisienkan penggunaan pupuk sehingga
menekan laju emisi, sistim pengolahan tanah konservasi berpotensi mensquestrasi
karbon organik tanah dan meningkatkan kesuburan sekaligus hasil pertanian pada
tanah-tanah terdegradasi. Dengan adanya pemanfaatan lahan sub-optimal untuk
usaha pertanian tersebut, maka memicu untuk merekayasa rakitan teknologi
pengelolaan lahan yang lebih komprehensif, efisien, dan berkelanjutan. Penelitian
pengelolaan unsur hara terpadu dilaporkan mampu memulihkan produktivitas lahan
yang sudah menurun akibat ketidak seimbangan pemanfaatan pupuk anorganik dan
organik (Adimihardja dan Adiningsih, 2000).
Konsep baku mutu tanah (soil quality standards) muncul dalam literatur pada
awal tahun 1990-an (Doran dan Safely, 1997 dan Wienhold et al., 2004). Konsep
tersebut disetujui oleh Soil Science Society of America Ad Hoc Committee on Soil
Quality (S-581) dan dibahas oleh Karlen et al. (1997). Baku mutu tanah didefinisikan
sebagai kemampuan/kapasitas tanah untuk berfungsi secara alami atau dalam
batas-batas pengelolaan ekosistem untuk mendukung produktivitas tanaman dan
ternak secara berkelanjutan, memelihara dan meningkatkan kualitas air dan udara
dan mendukung kesehatan manusia.
Konsep baku mutu tanah yang berkaitan dengan kesehatan dan kualitas
4
tanah berkembang dengan meningkatnya pemahaman terhadap tanah dan kualitas
tanah (Karlen dan Stott, 1994). Karlen et al. (2003) dan Letey et al. (2003)
mengemukakan bahwa kualitas tanah berhubungan dengan fungsi tanah dalam
memberikan produktivitas tanah dan tanaman yang dibudidayakan. Masalah utama
yang dihadapi dalam menentukan baku mutu tanah adalah tanah mempunyai
banyak fungsi sehingga jika baku mutu tanah ditetapkan hanya berdasarkan suatu
fungsi dapat bertentangan dengan fungsi yang lain. Sebagai contoh tanah sebagai
fungsi produksi sangat memerlukan pemupukan untuk meningkatkan kesuburan
tanah sehingga produktivitasnya meningkat secara tajam, tetapi di pihak lain
pemupukan tersebut akan menurunkan mutu lingkungan berupa timbulnya
pencemaran air dan udara.
Baku mutu tanah yang berasal dari bahan induk batuan sedimen yang
ditentukan berdasarkan nilai dari beberapa parameter sifat kimia dan fisika tanah
telah dilakukan di wilayah DAS Citanduy, Jawa Barat (Kurnia et al., 2008),
sedangkan penyusunan baku mutu tanah berbahan induk batuan vulkanik dan kapur
masih belum dilakukan dan hal itu menjadi salah satu indikator kinerja utama (IKU)
Balai Penelitian Tanah yang harus dicapai pada tahun anggaran 2014.
1.2. Dasar Pertimbangan
Praktek pertanian yang tidak mengindahkan kaidah-kaidah konservasi tanah
dan air, dan mengandalkan penggunaan bahan kimia baik sebagai pupuk, pestisida
ataupun herbisida secara terus menerus dapat mengakibatkan degradasi lahan,
termasuk pada areal persawahan. Besarnya tingkat alih fungsi lahan pertanian
produktif menjadi penggunaan non pertanian dan semakin terbatasnya areal lahan
produktif yang dapat dikembangkan untuk usaha pertanian, telah memaksa kita
untuk menggunakan lahan-lahan yang kurang atau tidak produktif seperti lahan
bekas tambang batubara untuk upaya perluasan areal pertanian. Kondisi ini
diperkirakan dapat mengganggu program pencapaian target produksi pangan
nasional khususnya stok beras yang harus mencapai surplus 10 juta ton pada tahun
2014. Oleh karena itu diperlukan upaya dan teknologi yang dapat mencegah
semakin bertambahnya kerusakan lahan pertanian produktif dan/atau pemulihan
5
lahan-lahan terdegradasi, baik akibat langsung ulah manusia (sosial-ekonomi)
maupun karena kondisi alam (biofisik).
Usaha pertanian pada lahan kering (upland) dan lahan sawah (paddy field)
berpotensi besar mengemisikan karbon dalam bentuk GRK terutama CO2, N2O dan
CH4. Emisi karbon ini berkaitan erat dengan manajemen usahatani khususnya
pengelolaan tata air, pemupukan, pengelolaan hasil dan residu tanaman, dan
pengolahan tanah yang dilakukan pada lahan pertanian tersebut. Pengembangan
sistem pertanian tanaman pangan (padi-palawija) yang diintegrasikan dengan ternak
selain dapat meningkatkan ketahanan pangan dan pendapatan petani, juga dapat
menekan emisi GRK dan meningkatkan kualitas lingkungan, karena ada saling
sinergi antara usaha pemeliharaan ternak dengan budidaya tanaman (padi dan/atau
palawija). Pada sistem seperti ini, budidaya tanaman pangan ditujukan untuk
memenuhi kebutuhan pangan keluarga, sedangkan ternak sapi diperuntukkan
sebagai sumber tenaga kerja dan pendapatan. Integrasi ternak dan tanaman pangan
akan menghasilkan: (a) pupuk organik dan pembenah tanah berupa bahan untuk
pembuatan kompos dari kotoran hewan dan sisa tanaman, (b) bahan bakar
terbarukan berupa biogas (CH4) dari kohe, biochar dan bahan bakar padat lainnya
dari sisa/residu tanaman, dan (c) penurunan emisi GRK melalui pengurangan
penggunaan pupuk pada budidaya tanaman dan pengurangan penggunaan bahan
bakar fosil (fosil fuel) pada rumah tangga.
Balai Penelitian Tanah sudah meneliti baku mutu tanah pada lahan pertanian
berbahan induk sedimen, sedangkan pada lahan pertanian berbahan induk vulkanik
dan kapur gamping belum dilakukan. Selain itu baku mutu hayati tanah untuk
menentukan tingkat degradasi tanah pada lahan sawah mendesak diperlukan.
1.3. Tujuan
a. Jangka pendek (TA 2014)
7. Mendapatkan teknologi pemulihan kesuburan tanah sawah terdegradasi akibat
pengelolaan yang intensif.
8. Mengidentifikasi lahan bekas tambang batubara dan mendapatkan komponen teknologi
rehabilitasinya untuk pemanfaatan usaha pertanian.
6
9. Mendapatkan teknologi pemulihan kualitas lahan sawah terdegradasi akibat intrusi air
laut, dan memulihkan fungsi produksi lahan sawah sebagai penghasil padi/beras
10. Menganalisa pola input dan output karbon pada manajemen/pengelolaan usahatani
yang berbeda, dan mengevaluasi siklus karbon pada sistem usahatani dalam kaitannya
dengan life cycle carbon.
11. Mendapatkan informasi mengenai populasi dan jenis organisme hayati tanah sebagai
indikator ambang batas hayati tanah sawah terdegradasi.
12. Mendapatkan informasi mengenai besarnya nilai beberapa parameter sifat fisika dan
kimia tanah pada lahan pertanian berbahan induk batuan vulkanik dan kapur/gamping
untuk tanaman semusim.
b. Jangka panjang
3. Mendapatkan teknologi pengelolaan lahan usahatani yang dapat meningkatkan
produktivitas lahan, efisien karbon, rendah emisi GRK serta teknik pemulihan
lahan terdegradasi.
4. Menyusun strategi pengelolaan lahan (lahan sawah dan lahan kering) untuk
usahatani yang berkelanjutan, dengan produktivitas tinggi, rendah emisi GRK,
dan efisien karbon.
1.4. Luaran yang diharapkan
a. Jangka pendek (tahun 2014)
1. Teknologi pemulihan kualitas lahan sawah terdegradasi akibat pengelolaan yang
intensif dan instrusi air laut
2.Teknologi rehabilitasi lahan bekas tambang batubara untuk usaha pertanian
3.Informasi input dan output karbon pada pengelolaan lahan kering masam.
4.Informasi populasi dan jenis hayati tanah sebagai indikator tanah sawah
terdegradasi.
5.Informasi besarnya nilai beberapa parameter sifat kimia dan fisika tanah yang
berasal dari bahan induk vulkanik dan kapur/gamping untuk tanaman semusim.
b. Jangka panjang
5. Teknologi pengelolaan pemulihan produktivitas tanah terdegradasi.
6. Strategi pengelolaan lahan untuk usahatani berkelanjutan dengan produktivitas tinggi
dan efisien karbon.
7
7. Batas ambang indikator tanah sawah terdegradasi dari aspek hayati tanah
8. Baku mutu tanah lahan kering berbahan induk vulkanik dan kapur.
1.5. Perkiraan manfaat
Meningkatnya kualitas tanah terdegradasi dan produktivitas tanaman dan
mengembangkan pertanian efisien karbon untuk mendukung program ketahanan pangan
dan pertanian ramah lingkungan
8
II. TINJAUAN PUSTAKA
a. Kerangka Teoritis
Lahan sub-optimal (LSO) dapat didefinisikan sebagai lahan yang kurang dapat
mendukung berbagai kegiatan terkait dengan produksi pangan karena kekurangan
satu atau lebih unsur atau komponen pendukungnya seperti: lahan bekas tambang,
lahan pasang surut, lahan rawa, lahan kering masam. Menurut International Soil
Reference and Information Center (ISRIC) sekitar 46,4% tanah di Asia telah
terdegradasi dan mengalami penurunan produktivitas karena telah mengalami
kemunduran fungsi biologis tanah. Sebesar 15,1% tanah tersebut tidak bisa lebih
lama dipakai sebagai tanah pertanian karena telah kehilangan fungsi biologisnya.
Akibat pengelolaan hara yang kurang tepat serta tidak digunakannya bahan organik
sebagai salah satu input, mengakibatkan telah banyak terjadi penurunan kadar bahan
organik tanah, baik di lahan sawah maupun di lahan kering. Hasil kajian yang dilakukan
Kasno et al. (2003) menunjukkan bahwa sekitar 65% tanah sawah di indonesia berkadar c-
organik di bawah batas kritis (< 2%), dan hanya 35% yang berkadar c-organik > 2 %,
inipun terjadi pada lahan sawah yang bergambut. Hasil kajian Balai Penelitian Tanah
menunjukkan 49,5% lahan sawah beririgasi teknis di Kabupaten Karawang mempunyai
kadar bahan organik rendah dan rendah-sedang, 30,6% lahan sawah berkadar bahan
organik sedang-tinggi dan tinggi, serta sisanya (19,9%) berkadar bahan organik sedang.
Kadar bahan organik tanah berkorelasi positif dengan produktivitas tanaman padi sawah
dimana makin rendah kadar bahan organik makin rendah produktivitas lahan (Karama et al.,
1990).
Kondisi di lapangan saat ini, jerami padi belum optimum dimanfaatkan, jerami
lebih banyak ditumpuk di pematang dan dibakar, bahkan sebagian besar
penggunaan jerami padi bersaing dengan penggunaan lain seperti untuk pakan
ternak dan bahan pembuatan jamur. Sehingga pemanfaatan jerami padi hanya
berupa tunggul batang padi atau sisa hasil panen yang tertinggal di sawah. Pada sisi
lain, jerami sebenarnya berpotensi sebagai sumber C-organik bagi hayati tanah dan
sumber hara tanaman, dan secara berkala selalu tersedia. Pada umumnya, setiap
panen dihasilkan jerami rata-rata sebanyak 1,5 kali hasil gabah. Oleh karena itu
pengembalian jerami perlu dilakukan oleh para petani di setiap lahan sawah pada
9
setiap musim tanam. Dengan demikian disadari atau tidak sebenarnya petani telah
menerapkan prinsip pengelolaan hara terpadu pada lahan sawahnya.
Ketepatan pengelolaan tanah juga akan memperbaiki komunitas hayati tanah,
sehingga dapat mengembalikan peranan hayati tanah bagi kesuburan tanah-
tanaman. Aktivitas berbagai komunitas hayati tanah seperti mikroorganisme,
mikroflora, dan fauna tanah saling mendukung bagi keberlangsungan proses siklus
hara, membentuk biogenic soil structure (Witt, 2004) yang mengatur terjadinya
proses-proses fisik, kimia, dan hayati dalam tanah. Berbagai mikroorganisme dapat
meningkatkan kesuburan tanah, melalui produksi berbagai senyawa penting, seperti
zat organik pelarut hara, fitohormon, dan antipatogen. Beberapa mikroba diazotorop
endofitik dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman dan melindungi strees
tanaman melalui hasil proses metabolisme seperti zat tumbuh alami, meningkatkan
ketersediaan hara dan bahan organik, sekresi senyawa antimikroba dan hama.
Kemampuan mikroba dalam menambat N2, melarutkan P tak tersedia menjadi
tersedia, menghasilkan zat tumbuh alami, merombak bahan organik, ini merupakan
sala satu peran penting mikroba dalam meningkatkan kesuburan tanah.
Limbah tanaman dari aktivitas usahatani seperti jerami atau biomasa lainnya
sebenarnya merupakan potensi sumberdaya pakan berserat yang sangat diperlukan
dan sesuai untuk ternak sapi dan ruminansia lainnya. Sebagai contoh, luas panen
padi sawah irigasi di Indonesia sekitar 12 juta ha setiap tahun, sehingga ada potensi
penyediaan jerami padi sebesar 48 juta t/tahun (Haryanto, 2009). Di banyak
daerah, limbah pertanian tanaman pangan seperti jerami padi tersebut, belum
dimanfaatkan sebagaimana mestinya, seperti sebagai sumber pakan ternak, bahkan
kebanyakan petani membakarnya. Hal ini berarti memaksa bahan organik atau
karbon hilang dari lahan, pada hal kalau dimanfaatkan untuk pakan ternak akan
memperpendek siklus karbon pada lahan tersebut, karena kotoran dari ternak yang
berasal dari tanaman tersebut dapat di kembalikan ke lahan.
Efektivitas dan efisiensi penggunaan pupuk juga sangat dipengaruhi oleh
kadar C-organik tanah. Kasno et al., (2003) mengemukakan bahwa kadar C-organik
lahan sawah intensifikasi yang berkadar < 2% sekitar 66%. Beberapa hasil
penelitian menunjukkan bawa penambahan jerami padi pada tanah tergenang dapat
meningkatkan ketersediaan N-NH4+ jauh lebih tinggi dibandingkan pemberian
10
kompos jerami. Selanjutnya juga disampaikan bahwa pemberian bahan organik
(jerami padi dan kompos jerami padi) ke dalam tanah tergenang dapat
meningkatkan aktivitas enzim nitrogenase dalam penambat N2, sebagai sumber N
yang dapat digunakan tanaman padi pada fase generatif.
Sisa tanaman (jerami padi), hewan, atau juga sisa jutaan makhluk kecil yang
berupa bakteri jamur, ganggang, hewan satu sel, maupun banyak sel merupakan
sumber bahan organik yang sangat potensial bagi produktivitas tanah. Apabila
bahan tersebut dikelola dengan baik, akan sangat berguna untuk perbaikan sifat
fisik, kimia dan hayati tanah, dan sekaligus mengurangi dampak negatif terhadap
lingkungan. Sebelum mengalami proses perombakan atau dekomposisi, sisa hewan
dan tumbuhan ini tidak berguna bagi tanaman, karena unsur hara masih terikat
dalam bentuk organik yang tidak dapat diserap oleh tanaman. Dengan adanya
dekomposisi, bahan organik akan dipecah menjadi bahan-bahan yang lebih
sederhana dan menyediakan unsur hara yang berguna bagi tanaman. Pirngadi
(2009) menyatakan bahwa penggunaan bahan organik dapat meningkatkan hasil
padi secara nyata (16%).
Disamping jerami padi, masih tersedia sisa tanaman jagung, kedelai, kacang
tanah, kacang hijau maupun ubi jalar dan ubi kayu. Data tahun 2006 menunjukkan
luas panen jagung mencapai 3,8 juta ha, kedelai 0,68 juta ha, kacang tanah 0,71
juta ha , kacang hijau 0,33 juta ha, ubi kayu 1,16 juta ha dan ubi jalar 0,17 juta ha
(BPS, 2006). Berdasarkan data tersebut Menurut Bamualim et al. (2008), limbah
tanaman pangan dapat menyediakan sekitar 86 juta ton bahan kering atau setara
dengan sekitar 60 juta ton bahan pakan berserat yang berpotensi untuk dijadikan
pakan ternak. Pada sisi lain, kebutuhan pakan berserat seekor sapi dewasa sekitar
20 kg/hari, atau setara dengan 7 t/tahun. Oleh karena itu potensi limbah tanaman
padi saja sebenarnyanya mampu mendukung kebutuhan pakan berserat untuk
sekitar 7 juta ekor sapi dewasa sepanjang tahun. Jumlah tersebut setara dengan
aset senilai Rp 35 trilliun, dengan asumsi harga sapi dewasa Rp 5 juta per ekor
(Haryanto, 2009).
Pupuk merupakan salah satu sarana produksi yang sangat penting dalam
upaya peningkatan produksi tanaman. Lahan sawah intensifikasi yang telah
dipetakan sebanyak 18 propinsi di Indonesia, sebagian besar berstatus P sedang dan
11
tinggi (43 dan 40%), dan bersatatus K sedang dan tinggi (37 dan 51%). Berkaitan
dengan kondisi tersebut maka rekomendasi pemupukan padi sawah harus spesifik
lokasi sesuai dengan status hara tanah dan kebutuhan tanaman, misalnya untuk
pemupukan P dan K lahan sawah intensifikasi adalah 50-75 kg SP-36 dan 50 kg
KCl/ha.
Pemanfaatan pupuk hayati tanah bila dipadukan dengan penggunaan pupuk
anorganik merupakan inovasi teknologi yang paling tepat bagi usaha meningkatkan
dan mempertahankan produksi tanaman padi. Teknologi tersebut merupakan
teknologi yang ramah lingkungan, pengunaan pupuk anorganik yang efisien, dan
produktivitas berkelanjutan. Teknologi ini didasarkan atas penggunaan pupuk
anorganik secara rasional yaitu berdasarkan atas sifat tanah (terutama kadar hara)
dan kebutuhan tanaman, pemanfaatan hayati tanah unggul, dan penggunaan bahan
organik insitu.
Pemanfaatan lahan bekas penambangan untuk perluasan areal pertanian
merupakan salah satu alternatif pilihan karena semakin terbatasnya ketersediaan
lahan yang dapat dimanfaatkan saat ini. Namun, sebelum dimanfaatkan untuk usaha
pertanian, maka upaya reklamasi perlu dilakukan terlebih dahulu untuk
meningkatkan daya dukung dan daya gunanya bagi produksi biomas. Kondisi lahan
bekas tambang biasanya tidak berstruktur, dan memiliki tingkat kesuburan yang
rendah, kandungan bahan organik rendah sehingga aktivitas mikroba juga renda.
Pada lahan bekas tambang, permukaan lahan yang berupa timbunan berasal dari
lapisan tanah bawah yaitu berupa lapisan horizon C ataupun bahan induk . Dalam
kondisi tanah demikian tanaman pangan tidak mampu tumbuh dengan baik, karena
terbatasnya penetrasi akar ke dalam tanah untuk mendapatkan air dan nutrisi.
Akibat adanya pembentukan kerak (crust formation) dan peningkatan kekuatan
tanah ketika tanah menjadi kering pada lahan bekas tambang menyebabkan air
infiltrasi seperti curah hujan dan irigasi menjadi sulit menembus permukaan tanah
karena adanya penutupan pori, perkecambahan benih tanaman juga menjadi
terhambat.
Penurunan kualitas tanah diperkirakan akan terus terjadi dalam sistem
usahatani di lahan kering sehingga akan memberikan dampak negatif terhadap
keberlanjutan produktivitas pertanian dalam jangka panjang. Berkurang atau
12
menurunnya produktivitas tanah, khususnya hasil/produk pertanian sangat
dipengaruhi oleh sifat-sifat tanahnya (fisik, kimia, dan biologi). Namun, parameter-
parameter sifat tanah apa dan berapa nilai parameter-parameter sifat tanah tersebut
dapat mencapai produktivitas yang optimal belum diketahui. Konsep klasifikasi
kesesuaian lahan dengan parameter-parameter sifat tanah sebagai kriteria dapat
digunakan sebagai dasar untuk mengetahui produktivitas lahan. Hasil penelitian
Markus Anda et al. (2004) mendapatkan bahwa tipe mineral liat, tekstur tanah,
kadar C-organik, dan kandungan P tanah, merupakan sifat-sifat tanah yang
menentukan potensi hasil jagung. Tanah dengan kandungan C-organik sekitar 2,5%
dapat mencapai separuh hasil atau produksi maksimum jagung.
b. Hasil-hasil Penelitian
Fenomena penurunan produktivitas lahan kering terjadi tidak saja di
Indonesia, tetapi juga berlangsung di negara-negara lain di Asia. Faktor utama
penyebab menurunnya produktivitas lahan tersebut diduga terkait erat dengan
penurunan bahan organik tanah. Hasil penelitian Badan Litbang Pertanian (2006)
menunjukkan bahwa hampir semua lahan kering di Indonesia memiliki kandungan
bahan organik rendah sampai sangat rendah (C<2%). Sejalan dengan temuan
tersebut, dugaan lainnya menyatakan bahwa penurunan produktivitas lahan kering
disebabkan oleh: (1) penurunan kuantitas dan kualitas bahan organik tanah, (2)
penurunan kecepatan penyediaan unsur hara terutama N, P, dan K kedalam bentuk
tersedia bagi tanaman, (3) penimbunan senyawa-senyawa toksik bagi tanaman, dan
(4) menurunnya ketersediaan hara di dalam tanah.
Sistem usaha tani yang umum berkembang saat ini dan sangat dianjurkan
adalah integrasi tanaman – ternak, sistem ini pada prinsipnya adalah
mengintegrasikan seluruh komponen usaha tani baik secara horizontal maupun
vertikal, sehingga tidak ada limbah yang terbuang (Dwiyanto dan Haryanto, 1999).
Sistem ini sangat ramah lingkungan dan mampu memperluas sumber pendapatan
dan menekan resiko kegagalan (Nitis, 1995; Adnyana, 2005). Sisa tanaman semusim
(tanaman pangan) berupa jerami, berpotensi dapat digunakan sebagai pakan ternak
yang baik. Pada sisi lain, limbah ternak berupa kotoran hewan (kohe) dapat
dimanfaatkan sebagai sumber bahan organik tanah dan pupuk bagi tanaman.
13
Semua limbah ternak dan pakan dapat diproses secara in-situ, untuk menghasilkan
gas-bio sebagai alternatif energi. Residu pembuatan gas bio ini, dalam bentuk
kompos merupakan sumber pupuk organik yang sangat dibutuhkan tanaman,
sekaligus menjadi pembenah tanah (soil amandement) (Haryanto, 2009).
Hasil penelitian Purwani et al. (2008) pada pengomposan pupuk kandang sapi
dengan menggunakan aktivator biodekomposer MDec dalam waktu 3 minggu
meningkatkan status hara K kompos dari 0,84% menjadi 3,51% dibandingkan pupuk
kandang sapi yang ditumpuk oleh petani selama 3-6 bulan kadar hara K mencapai
2,56%. Beberapa peneliti juga tela melaporkan bawa hasil pengomposan jerami
meningkatkan kandungan P, Ca, Mg total dan P, K, Ca, Mg larut air. Penggunaan
Trichoderma dan bakteri pada pengomposan dapat meningkatkan kandungan hara
kompos P2O5 dan K2O. Terliat jelas disini bahwa integrasi ternak dan tanaman pada
sistim usaha tani memberikan manfaat yang lebih bila dibandingkan dengan hanya
menggunakan tanaman.
Pada kondisi lain, inisiasi perakitan teknologi peningkatan produktivitas lahan
terdegradasi melalui pemanfaatan ameliorasi tanah, bahan organik dan pupuk hayati
juga telah dimulai pada dekade 1990-an. Pengembalian jerami ke petakan sawah
misalnya dapat menunda pemiskinan unsur hara K dan Si, seperti dilaporkan oleh
Adiningsih (1984) dengan mengembalikan jerami padi sebanyak 5 ton/ha/musim
dan dilakukan berturut-turut selama 4 musim tanam, selain dapat mensubstitusi
keperluan pupuk K, produksi padi juga meningkat melalui perbaikan sifat kimia
(peningkatan kadar C-organik, N, P, K, Mg, Si) dan fisika tanah berupa peningkatan
agregat. Secara kuantitatif, sumbangan unsur hara dari jerami tersebut setara
dengan 170 kg K, 160 kg Mg, 200 kg Si, dan 1700 kg C-organik/ha
Pengembalian jerami ke lahan sebanyak 5 ton/ha secara berturut-turut
selama 6 musim tanam pada tanah sawah Latosol Cicurug, Sukabumi dapat
meningkatkan hasil gabah menjadi 7 ton/ha. Selain itu, efisiensi pupuk N dan P juga
meningkat. Pada lokasi lainnya, lahan sawah intensifikasi di Sumatera Barat, dengan
pemberian jerami sebanyak 5 ton/ha kombinasi dengan pupuk N, P, dan K serta
dolomit dapat meningkatkan hasil gabah setinggi 40% atau setara dengan 1,7 ton
gabah/ha. Kemudian pengembalian jerami yang dikombinasikan dengan 5 ton
14
pupuk kandang/ha bisa meningkatkan hasil padi sebanyak 1,0 ton/ha (Adiningsih,
1986).
Hasil kajian lain juga melaporkan bawa penggunaan kompos, pupuk NPK, dan
pupuk hayati pada sistim usaha tani memperlihatkaan hasil bahwa penggunaan
NPK-tunggal (berupa urea, SP-36, dan KCl), NPK 15-15-15, dan NPK 20-10-10
memberikan pertumbuhan dan hasil tanaman yang relatif sama, tetapi penggunaan
NPK 30-6-8 memberikan pertumbuhan tanaman dan hasil padi yang paling rendah
(Balittanah, 2011). Sedangkan penggunaan pupuk hayati + kompos 2,5 t/ha + ½
(NPK)-rekomendasi pada sistem budidaya pengelolaan tanaman terpadu (PTT)
maupun konvensional (praktek petani) memberikan hasil nyata lebih tinggi
dibanding dengan yang hanya pemberian kompos 5 t/ha ataupun demikian pula
pada penggunaan mikroorganisme lokal (MOL) pada system rice intensification
(SRI). Informasi ini memberikan indikasi bahwa kombinasi penggunaan bahan
organik, pupuk hayati (mikroba yang unggul/hasil seleksi), dan pupuk anorganik ½
dosis rekomendasi pada tanah sawah merupakan kombinasi yang paling ideal bagi
budidaya tanaman padi sawah (Balittanah, 2011).
Pemanfaatan bahan organik berupa tanaman leguminosa yang
berkemampuan memfiksasi N udara seperti Crotalaria juncea, Azolla mycrophyla,
dan Sesbania rostrata pada lahan sawah menunjukkan peningkatan hasil padi yang
nyata. Pembenaman Sesbania rostrata (berumur 45 hari) yang tahan genangan dan
membentuk bintil pada batangnya dapat menyumbangkan biomas sekitar 12,5
ton/ha setara dengan 75 kg N/ha atau mensubstitusi lebih dari 50% takaran anjuran
Urea (Adiningsih, 1988). Demikian pula dengan Azolla mycrophyla yang
ditumbuhkan bersama-sama padi sawah dan dibenamkam secara berkala dapat
menyumbangkan sekitar 40 ton/ha biomas yang setara dengan 60 kg N/ha serta
meningkatkan KTK dan C-organik tanah (Prihatini dan Komariah, 1988).
Penggunaan pupuk hayati yang sedang berkembang pada usaha tani
saat ini adalah mikroba penambat nitrogen, pelarut fosfat, dan bioaktivator jerami.
Substansi yang dihasilkan oleh campuran bakteri penambat nitrogen dapat memicu
pertumbuhan akar tanaman padi (Saraswati et al., 1992). Bakteri diazotrop yang
berasosiasi dengan tanaman padi melalui penambatan nitrogen dapat memperbaiki
nutrisi N, produksi fitohormon, merubah fisiologi dan morfologi akar sehingga bisa
15
meningkatkan biomasa akar dan lebih banyak mengekploitasi volume tanah,
meningkatkan serapan hara, pertumbuhan dan produksi tanaman (Bastian et
al.,1998).
Berkaitan dengan pemanfaatan lahan bekas tambang untuk usaha pertanian,
di daerah Perlang, Kabupaten Bangka Tengah, telah mulai menginisiasinya dengan
memanfaatkan lahan berupa semak dan sebagian lagi lahan yang telah direklamasi
dengan tanaman Acasia mangium. Kondisi lahan umumnya agak landai dengan
lereng 3-12%, permukaan tanah tidak teratur, tanah umumnya berpasir yaitu terdiri
dari campuran bahan induk dan bahan galian, tekstur pasir berlempung sampai
lempung liat berpasir. Pada lahan sawah yang baru dicetak tersebut perlu
penambahan bahan tanah berliat sebanyak 1.000 ton/ha dan bahan organik (pupuk
kandang) 10 ton/ha untuk media tumbuh tanaman padi. Dosis pupuk yang
direkomendasikan untuk padi sawah adalah 200 kg Superphos, 100 kg KCl, dan
1000 kg dolomit, dan pemberian urea awal sebanyak 100 kg/ha. (Subarja, et. al.,
2010 ). Varietas padi yang sudah dicobakan diantaranya adalah Inpara 3, Inpari 8,
dan Lambur. Hasil penelitian awal di lahan bekas tambang menunjukkan bahwa
varietas Ciherang mengalami keracunan besi tertinggi dengan jumlah daun kuning
sebanyak 10,88% dan jumlah akar yang berwarna coklat kemerahan sebanyak
53,33%, sedangkan tingkat keracunan besi yang terendah dialami oleh varietas
mendawak, dengan jumlah daun kuning sebanyak 6,43% dan jumlah akar berwarna
coklat kemerahan sebanyak 13,33%. Varietas Banyuasin, IR-64, dan Inpara 2
cukup baik dikembangkan dilahan sawah bekas galian timah dengan produktivitas
masing-masing sebesar 3,71t/ha; 3,13 t/ha; dan 2,88 t/ha. Peningkatan produksi
padi dilahan bekas galian timah dapat ditingkatkan melalui penambahan bahan
organik, kapur, pupuk anorganik dan perbaikan sistem pengairan ( Asmarhansyah,
et al. 2011).
Balai Penelitian Tanah sudah meneliti baku mutu tanah pada lahan pertanian
berbahan induk sedimen (Kurnia, et al., 2008). Berdasarkan hasil tersebut baku
mutu tanah untuk mempertahankan sifat fisika dan kimia tanah, serta produksi
jagung dalam kondisi optimum, kandungan C-organik berada pada kisaran 1,7% -
2,3% atau setara dengan kandungan bahan organik tanah sebesar 2,9 – 4,0 %.
Pada tanah Oxisols Mekarmukti kandungan atau peningkatan C-organik sangat nyata
16
mampu mempertahan indeks kemantapan agregat dalam kelas sangat mantap,
tetapi pada tanah Alfisols peningkatan C-organik tersebut hanya mampu
mempertahankan indeks kemantapan agregat tanah dalam kelas tidak mantap atau
tidak berubah dari kondisi sebelumnya. Sumber bahan organic dapat berasal dari
pembenah tanah.
Pembenah tanah berbahan dasar bahan organic diantaranya adalah SP50
yang mengandung minimal 50% biochar dan sisanya kotoran hewan. Pembenah
tanah ini telah menunjukkan pengaruhnya terhadap perbaikan sifat fisika tanah
lahan kering, dan peningkatan kapasitas air tersedia tanah (Sutono dan Nurida,
2012). Pembenah tanah dengan bahan dasar abuvolkanik yang dibuat khusus untuk
lahan sawah adalah Volkanorfs (S532) yang terbuat dari campuran abuvolkanik,
fosfat alam, dan kompos jerami. Volkanorfs mampu mempertahankan produksi padi
di KP Tamanbogo (Sutono, et al. 2012). Abuvolkan mengandung banyak Ca dan S
(Suriadikarta, 2012). Unsur terakhir itulah yang diharapkan mampu mengikat Na
dan meloloskannya ke luar bidang perakaran.
17
III. METODOLOGI PENELITIAN
1.1. Pendekatan/kerangka pemikiran
Penelitian ini terdiri atas enam kegiatan penelitian dengan status baru dan
lanjutan. Tujuan akhir kegiatan ini adalah untuk meningkatkan kualitas tanah dan
produktivitas tanaman pada lahan terdegradasi, serta mengurangi kehilangan karbon
dan/atau emisi GRK pada sistem usaha pertanian. Penggunaan teknologi yang tepat,
mudah dan sederhana dalam menekan laju degradasi lahan, pemulihan lahan
terdegradasi dan mengevaluasi dinamika dan keseimbangan karbon, serta
memprediksi kehilangan karbon dan/atau emisi GRK pada sistim usaha pertanian
merupakan faktor penting dalam manajemen usahatani yang berkelanjutan. Efisiensi
penggunaan pupuk, mengurangi penggunaan energi, dan manajemen pengelolaan
lahan dan residu tanaman yang tepat pada aktivitas usaha pertanian merupakan
upaya terukur yang dapat memitigasi degradasi lahan dan kehilangan karbon serta
emisi GRK dari sistem usaha pertanian.
3.2. Ruang lingkup kegiatan
Pada tahun anggaran 2014 RPTP berjudul “Teknologi Pemulihan Lahan dan
Penyusunan Kriteria Baku Mutu Tanah untuk Peningkatan Kualitas Tanah dan
Produktivitas Tanaman Mendukung Program Swa-sembada Pangan” terdiri atas
enam kegiatan penelitian dengan pendekatan desk work dan kegiatan lapangan.
Penjelasan singkat ke-enam kegiatan penelitian tersebut adalah sebagaimana uraian
di bawah ini.
1. Penelitian Pemulihan Lahan Sawah Terdegradasi dengan Pengelolaan Limbah Pertanian
In Situ Untuk Mendukung Optimalisasi Lahan Pertanian
Kegiatan penelitian akan dilaksanakan di Provinsi Banten dan Nusa Tenggara
Barat.
A. Penelitian pengelolaan jerami untuk meningkatkan produktivitas tanah sawah
Percobaan disusun berdasarkan rancangan acak kelompok dengan 12 perlakuan
dan tiga ulangan. Perlakuan penelitian adalah sebagai berikut:
1. Kontrol (tanpa jerami)
2. Jerami dikembalikan dalam bentuk kompos-1
18
3. Jerami dikembalikan dalam bentuk kompos-2
4. Jerami dikembalikan dalam bentuk kompos-1+ pupuk hayati
5. Jerami dikembalikan dalam bentuk kompos-2 + pupuk hayati
6. Jerami segar disebar dan dikomposkan in situ (dekomposer 1/padat)
7. Jerami segar disebar dan dikomposkan in situ (dekomposer 1/cair)
8. Jerami segar dibar dan dikomposkan in situ (dekomposer 1/padat) + pupuk
hayati
9. Jerami segar disebar dan dikomposkan in situ (dekomposer 1/cair) + pupuk
hayati
10. Jerami segar
11. Jerami dibakar
12. Pupuk kandang
B. Teknologi pemupukan dan pengomposan jerami untuk memperbaiki tanah
sawah terdegradasi
Kegiatan ini terdiri atas dua percobaan. Percobaan pertama dilaksanakan
dengan menggunakan rancangan acak kelompok, 8 perlakuan dan 3 ulangan.
Percobaan dilaksanakan selama satu musim tanam dengan susunan kombinasi
sebagai berikut:
1 Kontrol lengkap (tanpa input)
2 NPK rekomendasi uji tanah
3 NPK rekomendasi + jerami dikomposkan dengan dekomposer padat
4 NPK rekomendasi + jerami dikomposkan dengan dekomposer cair
5 NPK rekomendasi + jerami segar
6 75 % NPK rekomendasi + kompos jerami (dekomposer 1)
7 75 % NPK rekomendasi + kompos jerami (dekomposer 2)
8 75 % NPK rekomendasi + jerami segar
Sebagai pupuk dasar adalah Urea, SP-36, dan KCl. Dosis jerami segar adalah
5 ton/ha dan dosis pupuk kandang sebanyak 3 ton/ha. Parameter yang diamati
meliputi sifat fisik, kimia dan biologi tanah setelah panen serta pengamatan tinggi
tanaman dan jumlah anakan, bobot gabah dan jerami.
19
Percobaan kedua dilaksanakan dengan menggunakan rancangan acak
kelompok, 5 perlakuan dengan 3 ulangan. Percobaan dilaksanakan selama satu
musim tanam dengan susunan perlakuan sebagai berikut:
1. NPK rekomendasi
2. NPK + 2 ton kompos jerami
3. NPK + 2 ton pupuk kandang
4. 75% NPK + 2 ton kompos jerami
5. 75% NPK + 2 ton pupuk kandang
Sebagai pupuk dasar adalah Urea, SP-36, dan KCl. Parameter yang diamati
mencakup sifat-sifat tanah sebelum tanam dan sesudah panen, pertumbuhan
tanaman padi fase vegetatif dan generatif, dan hasil padi.
2. Penelitian Rehabilitasi Lahan Bekas Penambangan Batubara Untuk Meningkatkan Kualitas
Tanah dan Produktivitas Tanaman
Penelitian akan dilakukan pada lahan bekas penambangan batubara yang
berlokasi di Provinsi Kalimantan Selatan. Rancangan percobaan yang digunakan
adalah Acak Kelompok dengan 7 perlakuan dan 4 ulangan. Ukuran petak percobaan
5 m x 5 m dengan tanaman indikator jagung. Perlakuan penelitian adalah sebagai
berikut;
1. Pupuk NPK Berimbang+ tanaman penutup tanah (LCC)
2. Pupuk NPK Berimbang + Pupuk Kandang
3. Pupuk NPK berimbang + Kompos insitu
4. Pembenah Tanah + Pupuk NPK berimbang + LCC
5. Pembenah Tanah + Pupuk NPK berimbang + Pupuk Kandang
6. Pembenah tanah + Pupuk NPK berimbang + Kompos insitu
7. Kontrol (tanpa perlakuan)
Aplikasi tanaman penutup tanah, pupuk kandang, dan kompos insitu diterapkan 2
bulan sebelum tanaman jagung. Tanaman penutup tanah (LCC) akan dibenam 2 bulan
setelah tanam. Pupuk kandang dan kompos insitu diberikan 10 t/ha. Sedangkan pembenah
tanah SP-50 diberikan 2,5 t/ha dan dosis pupuk NPK berimbang diperoleh dari penentuan
PUTK dan analisis laboratorium. Aplikasi pembenah tanah diterapkan 3 minggu sebelum
tanam jagung. Seluruh perlakuan diberikan kapur sebanyak 5 t/ha dengan aplikasi 3 minggu
20
sebelum tanam jagung. Parameter yang diamati mencapuk sifat-sifat tanah sebelum
dan sesudah penelitian, pertumbuhan tanaman dan hasil tanaman.
3. Penelitian pemulihan lahan sawah terdegradasi akibat intrusi air laut untuk mendukung
peningkatan kualitas lahan
Penelitian dilaksanakan di rumah kaca dengan menggunakan rancangan Faktorial
dengan dua faktor dan empat ulangan dengan petak petak percobaan ditata secara split
plot.
Perlakuan yang akan dicobakan adalah:
Faktor 1: Sumber air untuk mencuci natrium
A. Penyiraman menggunakan air payau dari lokasi penelitian
B. Penyiraman menggunakan air hujan
Faktor 2: Penggunaan Pembenah Tanah
P0. Tanpa pembenah tanah
P1. Penggunaan gypsum 5 t.ha-1
P2. Penggunaan SP50 sebanyak 20 t.ha-1
P3. Penggunaan Volcanorfs (S424) 20 t.ha-1
P4. Penggunaan gypsum 5 t.ha-1 diperkaya mikroba
P5. Penggunaan SP50 sebanyak 20 t.ha-1 diperkaya mikroba
P6. Penggunaan Volcanorfs (S424) 20 t.ha-1 diperkaya mikroba
Parameter yang diamati adalah sifat-sifat tanah, terutama terkait dengan pencucian hara,
pertumbuhan tanaman dan hasil tanaman padi.
4. Penelitian Pengelolaan Lahan pada Berbagai Sistem Usahatani Berbasis Efisiensi Karbon
untuk Mendukung Sistem Pertanian Ramah Lingkungan
Penelitian akan dilakukan di Provinsi Lampung terdiri atas dua kegiatan, yakni:
a. Evaluasi pengaruh biochar, pupuk hayati,dan bahan organik kompos kotoran
hewan (kohe) terhadap serapan karbon, produktivitas lahan/tanaman, input
dan output serta serapan karbon pada sistem usahatani jagung di lahan
kering masam, di Kebun Percobaan (KP) Taman Bogo, Lampung Timur.
Penelitian di lapang diseting dalam bentuk rancangan acak kelompok dengan
perlakuan:
1. Kontrol (tanpa perlakuan)
2. NPK rekomendasi.
21
3. Biochardosis 5 ton/ha + NPK 50% rekomendasi.
4. Pupuk hayati Pelarut P dosis 2 kg/ha + NPK 50% rekomendasi.
5. Pupuk kandang dosis 5 ton/ha + NPK 50% rekomendasi.
6. Pupuk kandang dosis 5 ton/ha + NPK 50% rekomendasi + Biochar dosis 5
ton/ha + Pupuk hayati pelarut P dosis 2 kg/ha
b. Evaluasi dinamika karbon (input, serapan dan penggunaan), produktivitas
tanaman, dan penggunaan energi pada berbagai sistem usahatani. Kegiatan
ini merupakan monitoring atau observasi yang dilakukan terhadap beberapa
jenis usahatani yang ada di KP Tamanbogo, yaitu:
1. Sistem Usahatani monokultur ubi kayu
2. Sistim usahatani Surjan (Jeruk + sawah)
3. Sistem usahatani Alley cropping
4. Sistem usahatani Agroforestry
5. Sistem usahatani Jagung + ubikayu
6. Integrasi ternak (kebutuhan jumlah dan jenis pakan, produksi kohe, dan
manajemen kohe).
Pengamatan yang akan dilakukan mencakup sifat-sifat tanah, serapan karbon, siklus
dan dinamika karbon, analisis input-output usahatani.
5. Penelitian Penetapan Ambang Batas Populasi Hayati Tanah Sawah Terdegradasi
Mendukung Program Swasembada Pangan Berkelanjutan
Penelitian dilaksanakan dengan sistem survai pada enam lokasi sentra
produksi padi sawah dengan tipologi lahan memiliki kemampuan produksi tinggi
(>8 t/ha), sedang (6-8 t/ha), dan rendah (4-6 t/ha). Inventarisasi data mencakup
sejarah penggunaan lahan, pola tanam dan pengelolaan usahatani, produksi
(ubinan saat survai), sifat-sifat tanah (hasil analisis laboratorium), populasi hayati
tanah mencakup biota air, mikroba tanah, nematode, dan cacing tanah. Contoh
tanah diambil secara komposit pada lapisan olah (0-20 cm).
Parameter yang akan diamati mencakup sifat-sifat tanah, populasi
mikroorganisme, pertumbuhan tanaman dan hasil tanaman.
6. Penelitian Penyusunan Kriteria Baku Mutu Tanah pada Lahan Kering berbagai Bahan
Induk untuk Mendukung Pertanian Berkelanjutan.
22
Kegiatan Penelitian akan dilakukan melalui desk work dan observasi lapangan.
Kegiatan desk work mencakup studi pustaka dari hasil hasil penelitian yang telah
dilakukan oleh Balai Penelitian Tanah pada tanah berbahan induk batuan sedimen
dan hasil pemetaan tanah yang dilakukan oleh Balai Besar Litbang Sumberdaya
Lahan Pertanian (BBSDLP) pada tanah berbahan induk vulkanik dan kapur. Kegiatan
observasi lapang akan dilakukan pada lahan berbahan induk batuan vulkanik dan
kapur yang diusahakan dengan tanaman semusim (pangan atau sayuran). Observasi
lapang difokuskan untuk mengetahui sifat-sifat tanah (fisika dan kimia),
produktivitas tanaman semusim dan manajemen usahatani. Lahan kering yang
diobservasi terdiri atas lahan berbahan induk batuan vulkanik di Jawa Barat dan
batuan kapur di Jawa Tengah atau DI. Yogyakarta yang diusahakan dengan
tanaman semusim (pangan atau sayuran). Contoh tanah komposit dari bahan induk
vulkanik dan kapur (kedalaman 0-30 cm) untuk analisis fisika dan kimia tanah akan
diambil masing-masing sebanyak 3 ulangan dari petak lahan (usahatani) yang
menunjukkan penampilan tanaman semusim yang baik, sedang dan jelek/buruk.
Sedangkan contoh tanah ring untuk analisis fisika tanah akan diambil dengan ring
sampler pada dua kedalaman (0-15 cm dan 15-30 cm), masing-masing sebanyak 3
ulangan dari petak lahan (usahatani) yang menunjukkan penampilan tanaman
semusim yang baik, sedang dan jelek/buruk.
Contoh tanah komposit dianalisis di Laboratorium Kimia Tanah, Balai
Penelitian Tanah yang terdiri dari parameter sifat kimia tanah total bahan organik
tanah, N, P, K, pH, KTK, Total C:N dan kation basa yang dapat dipertukarkan.
Contoh tanah ring (kedalaman 0-15 cm dan 15-30 cm) untuk analisis fisika tanah
terdiri dari parameter tekstur tanah, BD, pF, stabilitas agregat, kapasitas tanah
menahan air/water holding capacity, infiltrasi, kandungan air tanah dan
permeabiltas. Beberapa sifat kimia dan fisika tanah akan diukur langsung di
lapangan dengan menggunakan alat yang tersedia. Kandungan C-organik, pH, unsur
hara makro dan beberapa parameter sifat kimia tanah lainnya akan diukur langsung
di lapangan dengan menggunakan perangkat uji tanah kering (PUTK), sedangkan
pengukuran terhadap ketahanan penitrasi tanah dengan menggunakan
penetrometer, infiltrasi dengan menggunakan infiltrometer dan kadar air tanah
dengan menggunakan TDR. Manajemen usahatani dan produktivitas tanaman
23
semusim pada kedua bahan induk tanah yang diambil contoh tanahnya,
dikumpulkan dengan cara mewawancara petani secara semi structural/PRA. Jika
diperlukan pendalaman dan kuantifikasi data yang lebih akurat, wawancara petani
akan dilanjutkan dengan menggunakan kuisioner formal.
Data hasil wawancara petani yang terdiri dari pencapaian hasil tanaman
semusim dan managemen usahatani akan dikorelasikan dengan parameter hasil
analisis kimia dan fisika tanah dari laboratorium sehingga didapatkan nilai baku mutu
tanah dari lahan yang berbahan induk vulkanik dan kapur yang dapat mendukung
produktivitas tanaman semusim secara berkelanjutan.
24
IV. ANALISIS RISIKO
4.1. Daftar Risiko
No.
RISIKO PENYEBAB DAMPAK
1. Pengurangan anggaran penelitian
Penghematan pengeluaran negara/Kebijakan Pemerintah
Dana penelitian berkurang
2. Kenaikan harga barang/jasa
Krisis ekonomi Dana penelitian tidak cukup
3. Faktor kondisi lapang yang ektrim, seperti iklim dan hama penyakit
Tidak tersedia air, serangan hama dan/atau penyakit
Penelitian gagal atau data tidak valid
4.2. Daftar Penanganan Risiko
No.
RISIKO PENYEBAB PENANGANAN RISIKO
1. Dana penelitian berkurang
Penghematan pengeluaran negara/Kebijakan Pemerintah
Pengurangan jumlah contoh tanah atau hal-hal yang diamati (pengamatan)
2. Kenaikan harga barang/jasa
Krisis ekonomi Perlakuan percobaan, lokasi kegiatan atau parameter pengamatan dikurangi sesuai dengan kemampuan pendanaannya.
3. Faktor kondisi lapang yang ektrim, seperti iklim dan hama serta penyakit
Tidak tersedia air, serangan hama dan/atau penyakit
Koordinasi yang baik dengan staf lapang, serta dukungan dana yang cukup.
25
V. TENAGA DAN ORGANISASI PELAKSANA
5.1. Tenaga yang terlibat dalam kegiatan
Nama lengkap, Gelar dan NIP
Jabatan Kedudukan dalam kegiatan
Alokasi waktu (OB)
Fungsional Struktural
Dr. Irawan MSi NIP. 19581128 198303 1 002
Peneliti Madya - Penanggungjawab RPTP dan ROPP 6
6
Dr. Sri Rochayati, M.Sc NIP. 19570616 198603 2 001
Penelity Madya
- Penanggungjawab ROPP 1
4
Ir. Mas Deddy Erfandi NIP. 19580821 198803 1 001
Peneliti Madya - Penanggungjawab ROPP 2
4
Ir. Sutono, M.Si. NIP. 19540829 198101 1 001
Peneliti Madya Penanggungjawab ROPP 3
4
Dr. Ir. Maswar,M.Agric.Sc NIP. 19620527 199303 1 001
Peneliti Muda - Penanggungjawab ROPP 4
4
Dr. Subowo NIP. 19591210 198503 1 003
Peneliti Utama - Penanggungjawab
ROPP 5 4
Ir. Isak Juarsah, MM NIP. 19570912 198102 1 001
Peneliti Madya - Anggota 4
Dr. Neneng L Nurida NIP. 19631229 199003 2 001
Peneliti Madya - Anggota 3
Dr. Umi Haryati NIP. 19601017 198903 2 001
Peneliti Madya - Anggota 3
Ir. Yoyo Soelaiman MS NIP.19540201 198202 1 001
APU - Anggota 3
Dr. I G Putu Wigena NIP. 19581231 198703 1 004
Penelity Madya
- Anggota 3
Setiari Marwanto, MS NIP. 19770713 200212 1 003
Peneliti Pertama
- Anggota 3
Dr. Sukristiyonubowo, MSc NIP. 19591210 198503 1 003
Peneliti Madya Anggota 3
Ir. A. Kasno, MSi. NIP. 19600119 198303 1 001
Peneliti Madya Anggota 3
Dr. Etty Pratiwi. NIP. 19630419 199203 2 001
Peneliti Muda - Anggota 3
Ir. Jati Purwani, Msi NIP. 19620304 199203 2 001
Peneliti Madya - Anggota 3
Ir. Tagus Vadari NIP. 19591005 198903 1 001
Peneliti Konservasi
- Anggota 3
Drs. E.K. Anwar APU - Anggota 3
26
Ibrahim A. Sipahutar, SP NIP. 19740305 200501 1 002
Peneliti Pertama
- Anggota 3
Rahmah D. Yustika, SP, MSi. NIP. 19781117 200312 2 001
Peneliti Pertama
- Anggota 3
Arif Budiyanto, B.Sc. NIP. 19721127 199903 1 001
Calon Peneliti - Anggota 3
Endang Hidayat, NIP. 19600319 198403 1 001
Teknisi - Anggota 3
Koko Kusuma Sumantri, SP NIP. 19580115 198203 1 002
Teknisi - Anggota 3
Sunarya NIP. 19711004 200701 1 003
Teknisi - Anggota 3
Eri Nurvitasari, A.Md NIP. 19790807 200501 2 001
Teknisi - Anggota 3
Darsana Sudjarwadi NIP. 19600401 198303 1 002
Teknisi - Anggota 3
Kartiwa NIP. 19630114 199203 1 002
Teknisi - Anggota 3
Subardi NIP. 19690208 200604 1 011
Teknisi - Anggota 3
Dr. Ir. Ali Jamil, MP NIP 19850830 199803 1 001
Peneliti Madya Ka. Balai Nara Sumber 1
5.2. Jadwal Palang
Kegiatan Bulan (2014)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1. Pembuatan proposal dan rencana kegiatan
X
2. Persiapan dan pemilihan lokasi kegiatan
x
x
3. Penanaman, Perawatan, Pengambilan sampel tanah dan tanaman serta analisa laboratorium dan Survey lapang
x
x
X
x
x
x
x
x
4. Analisis data dan pelaporan
x x x x x
27
5.3. Pembiayaan
Tolok Ukur
Triwulan Total
x 1000 I II III IV
Belanja Bahan(521211) 38.000 47.500 47.500 19.000 152.000
Honor Output Kegiatan (521213)
44.875 56.100 45.000 33.525 179.500
Belanja barang non operasional lainnya(521219)
12.000 15.000 15.000 6.000 48.000
Belanja perjalanan lainnya (524119)
71.000 95.000 80.000 60.000 306.000
Jumlah 165.875
213.600 187.500 118.525 685.500
28
VI. DAFTAR PUSTAKA
Adimihardja, A. And J Sri Adiningsih. 2000. Indonesia’s Lowland Rice Production and its Fertility Management. International Workshop on Improving Soil Fertility Management in South East Asia, Bogor, Indonesia:21-23. November 2000 (Unpublished).
Adiningsih,J. 1984. Pengaruh Beberapa Faktor terhadap Penyediaan Kalium Tanah Sawah Daerah Sukabumi dan Bogor. Disertasi Doktor pada Fakultas Pascasarjana IPB.
Adiningsih, J. Dan S. Rochayati. 1986. Peranan Bahan Organik dalam Meningkatkan Efisiensi Penggunaan Pupuk dan Produktivitas Tanah. Dalam Pros. Lokakarya Nasional Pengunaan Pupuk, Cipayung, Nopember 1987. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Hal. 16-17. Bogor.
Adinigsih, J., M. Sudjadi, S. Rochayati. 1988. Organic Matter Management to Increase Fertilizers Efficiency and Productivity. Proc. of The ESCAP/FAO-TCDC Regional Seminar the Use of Recycled Organic Matter, Chengdu, China, 4-14 May 1988.
Adiningsih, J. 1992. Peranan Efisiensi Penggunaan Pupuk untuk Melestarikan Swasembada Pangan. Orasi Pengukuhan Ahli Peneliti Utama.
Adnyana, M.O. 2005. Pengembangan system integrasi tanaman-ternak bebas limbah di KP Muara. Puslitbang Tanaman Pangan. Bogor.
Andrews, S. S., Karlen, D. L. and Cambardella, C. A. 2004. The soil management assessment framework: A quantitative soil quality evaluation method. Soil Sci.Soc. Am. J. 68, 1945-1962.
Anonim 2011. Soil contribution to agriculture, the carbone quation & climate change. Agriculture Practice Affecting soil organic Matter content. Tuesday, 23 August 2011.
Asmarhansyah, Issukindarsyah, Miranti D. Pertiwi, Adhe Phoppy. 2011. Pengkajian system pengelolaan hara tanah dan percepatan usahatani pertanian pasca pertambangan timah.Senin, 31 Oktober 2011 10:50.
Balittanah. 2010. Renstra Balittanah 2010-2014. Balai Penelitian Tanah.
Balai Penelitian Tanah, 2011. Laporan Tahunan. Balai Penelitian Tanah. Bogor.
Bamualim, A., Kuswandi, A. Azahari, dam B. Haryanto. 2008. Sistem Usahatani Tanaman – Ternak. Dalam Sistem Integrasi Tanaman Pangan – ternak Bebas limbah. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. Hlm 19 – 33.
Bastian, F., A.Colum, D.Piccoli, V. Lunas, R. Baraldi, Bottini. 1998. Production of Indole-3 acetic Acid and Giberrellines A1 and A3 by Acetobacter diazotrophicus and Herbaspirillum seropediceae in Chemically-defined Culture Media. Plant Growth Regulation.24: 7-11.
Doran, J.W. and Safley, M. 1997. Defining and assessing soil health and sustainable productivity. In: Pankhurst, C. et al. (eds.). Biological
29
indicators of soil health. Wallingford, UK: CAB International. p. 1–28.
Dwiyanto,K dan B.Haryanto. 1999 Pembangunan Pertanian Ramah Lingkungan : Prospek pengembangan Ternak Pola Integrasi (Suatu Konsep Pemikiran & Bahan Diskusi).
Haryanto, B. 2009. Inovasi Teknologi Pakan Ternak Dalam Sistem Integrasi Tanaman-Ternak Bebas Limbah (SITT-BL) Mendukung Upaya Peningkatan Produksi Daging. Orasi Pengukuhan Profesor Riset Bidang Pakan Ternak Ruminansia. Badan Penelitian dan pengembangan Pertanian. Departemen Pertaniam. Bogor, Maret 2009. ISBN : 978-979-8191-64-0.
Haryati,U.,Haryono dan A. Abdurachman. 1995. Pengendalian Erosi dan Aliran Permukaan serta Produksi Tanaman Pangan dengan Berbagai Teknik Konservasi pada Tanah Typic Eutropepts di Ungaran, Jawa Tengah. Pemberitaan Penelitian Tanah dan Pupuk 13 : 40 – 50. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor.
Karama, S.S., A.R. Marzuki, dan I. Manwan. 1990. Penggunaan pupuk organik pada tanaman pangan. Prosiding Lokakarya Nasional Penggunaan Pupuk V. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor. Hal:395-425.
Karlen, D. L., Doran, J. W., Weinhold, B. J. and Andrews, S. S. 2003. Soil quality: Humankind's foundation for survival. Journal of Soil and Water Conservation 58.
Kasno, A., Nurjaya dan Diah Setyorini. 2003. Status C-organik lahan sawah di Indonesia. Prosiding Kongres Nasional VIII Himpunan Ilmu Tanah Indonesia (HITI). Padang 21-23 Juli 2003.
Kurnia, U., Ai Dariah, dan Sidik H. Talaouhu. 2007. Penyusunan Baku Mutu dan Teknologi Rehabilitasi Lahan Terdegradasi. Laporan Tengah Tahun Balai Penelitian Tanah, Bogor.
Lakitan, B. 2009. Pangan 2050. www.ristek.go.id. 27 Desember 2011.
Markus Anda. 2004. Pemilihan Indikator Baku Baku Tanah. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat.
Moersidi, S., Djoko Santoso, M. Soepartini, M. Al-Jabri, J. Sri Ainingsih dan M. Sudjadi. 1989. Peta keperluan fosfat Tanah sawah di Jawa dan Madura 1988. Pemb. Penelitian Tanah dan Pupuk 8, 1989. Pusat Penelitian Tanah, Bogor.
Menteri Riset dan Teknologi. 2011. Lahan Subur di Indonesia Kian Minim. www.ristek.go.id. 28 Desember 2011.
Menteri Pertanian, 2006. Peraturan Menteri Pertanian No. 02/Pert/HK.060/2/2006 tentang Pupuk Organik dan Pembenah Tanah. Deptan 2006.
Nitis, I.M. 1995. Research methodology for semiarid crop-animal system in Indonesia. In Devendra, C. And C. Sevilla (eds). Crop-animal interaction. IRRI Discussion Paper series No. 6. IRRI. Manila. Philippines.
30
Pirngadi, K. 2009. Peran bahan organik dalam peningkatan produksi padi berkelanjutan mendukung ketahanan pangan nasional. Pengembangan Inovasi Pertanian: 2 (1). Hal 48-64. Badan Litbang Pertanian.
Purwani, J. R. Saraswati, E. Yuniarti, dan Mulyadi. 2008.. Teknik aplikasi Pupuk Mikroba pada Kacang Tanah di Lahan Kering Iklim Kering Semin, Gunung Kidul Yogyakarta. Prosiding Seminar nasional Sumberdaya Lahan dan Lingkungan Pertanian. Buku II. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian.dan Lingkungan Pertanian. 7-8 November 2007.
Saraswati R, Yuniarti E, Purwani J, Triny S, Sukristyonubowo. 2008. Laporan Akhir. Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mikroflora Tanah Multiguna untuk Keberlanjutan produtivitas lahan pertanian. Satker 648680. Balai Penelitian Tanah Bogor.
Subardja. D., A. Kasno, Sutono, dan H. Sosiawan. 2010. Identifikasi dan karaterisasi lahan bekas tambang timah untuk pencetakan sawah baru di Perlang, Bangka Tengah. Makalah diterbitkan pada Prosiding Seminar Nasional Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor, 30 November - 1 Desember 2010. Buku I: Potensi Lahan dan Pengelolaan Lingkungan. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian.
Suriadikarta, D.A. 2012. Identifikasi sifat kimia abu volkan, tanah, dan air yang terkena
dampak letusan Gunung Merapi. Hal 65 – 74 dalam Kajian Cepat Dampak Erupsi G.
Merapi 2010 terhadap Sumberdaya Lahan Pertanian dan Inovasi Rehabilitasinya.
BBSLDP. Bogor.
Sutono, S., A. Kasno, J. Purnomo, dan Y. Soelaeman. 2012. Pemanfaatan
Abuvolkanik untuk Peningkatan Produktivitas Lahan Suboptimal. Laporan
Peningkatan Kemampuan Peneliti dan Perekayasa. Kementerian Ristek dan
Tekinologi.
Wienhold, B. J., Andrews S. S. and Karlen D. L. 2004. Soil quality: A review of the science and experiences in the USA. Environ. Geochem. Hlth. 26, 89-95.
Witt, B. 2004. Using soil fauna to improve soil health. http://www.hort.agri.umn.edu/ h5015/97papers/witt/html (21-4-2007).