Post on 05-Jan-2016
description
MATERI KULIAH
TEKNIK PRODUKSI KAPAL
(2SKS)
DAFTAR ISI Halaman
HALAMAN PENGESAHAN i KATA PENGANTAR ii DAFTAR ISI iii SENARAI KATA PENTING BAB 1 PENDAHULUAN 1
Profil Lulusan Program Studi 1Komptensi Lulusan 1Analisis Kebutuhan Pembelajaran 2Garis Besar Rancangan Pembelajaran (GBRP) 4
BAB 2 PROSES PEMBANGUNAN KAPAL 9Pendahuluan 9Uraian Bahan Pembelajaran 9
Proses Pembangunan Kapal 9Terminologi dan Defenisi Pembangunan Kapal 13
Kapal 13Tipe Kapal 14Fasilitas Galangan 23Organisasi 29Tenaga Kerja 31
Penutup 32Soal-soal Latihan Mandiri 32Tugas Mahasiswa Berkelompok 32Daftar Bacaan 33
BAB 3 PERKEMBANGAN TEKNOLOGI PRODUKSI KAPAL 34Pendahuluan 34Uraian Bahan Pembelajaran 34
Perkembangan Teknologi Produksi Kapal 34Pendekatan Konvensional/Tradisional 35
Conventional Hull Construction dan Outfitting 35Hull Block Construction Method dan Pre-Outfitting 40
Pendekatan Moderen 42Process Lane Construction dan Zone Outfitting 42
Penutup 47Soal-soal Latihan Mandiri 47Tugas Mahasiswa Berkelompok 47Daftar Bacaan 47
BAB 4 DESAIN PRODUKSI KAPAL 49Pendahuluan 49Uraian Bahan Pembelajaran 49
Desain Kapal dan Desain Produksi Kapal 49
Group Technology (GT) 53Work Breakdown Structure (WBS) 55
System-Work Breakdown Structure (SWBS) 55Product-Work Breakdown Structure (PWBS) 57
Hull Block Construction Method (HBCM) 59Zone Outfitting Method (ZOFM) 73Zone Painting Method (ZPTM) 79
Penutup 84Soal-soal Latihan Mandiri 84Tugas Mahasiswa Berkelompok 84Daftar Bacaan 85
BAB 5 RANCANGAN BLOK KAPAL 86Pendahuluan 86Uraian Bahan Pembelajaran 87
Proses Desain Berorientasi Produk 87Metode Pengembangan Blok 90
Metode Seksi Assembly 91Metode Berlapis 92
Tata Kode 93Spesifikasi Material 110Optimasi Rancangan Blok Kapal 114
Titik Awal Erection 115Kapasitas Crane 116Kondisi Pembangunan dan Rotasi Pada Basis Assembly 117Kondisi-kondisi Fabrikasi Pada Building Berth 119Hubungan-Hubungan dengan Outfitting 121
Dimensi dan Berat Blok 125Penutup 126
Soal-soal Latihan Mandiri 126Tugas Mahasiswa Project Based Learning 126Daftar Bacaan 127
BAB 6 SISTEM ACCURACY CONTROL 128Pendahuluan 128Uraian Bahan Pembelajaran 128
Terminologi dan Defenisi 128Accuracy Conrtol (A/C) 128Quality Assurances (QA) 130Quality Control (QC) 130
Tujuan dan Manfaat Sistem Accuracy Control 131Spesifikasi Toleransi 131Variabel Utama 132
Sumber Daya Manusia 132Peralatan 133Material 134Metode Kerja 135
Siklus Manajemen 135Perencanaan 135
Pelaksanaan 142Evaluasi 147
Penutup 149Soal-soal Latihan Mandiri 149Tugas Mahasiswa Berkelompok 150Daftar Bacaan
DAFTAR PUSTAKA
PROFIL LULUSAN PROGRAM STUDI
Lulusan Program Studi Perkapalan mampu mengamalkan nilai moral dan
etika yang sesuai norma agama dan masyarakat dalam perancangan kapal (ship
design), serta merencanakan produksi kapal (ship production), mereparasi kapal
dan/atau perencanaan sistem transportasi laut.
Lulusan program studi diharapkan dapat menggeluti profesi dan atau fungsi
sebagai berikut:
a. Desainer Kapal dan Bangunan Apung.
b. Surveyor/Inspektor Kemaritiman.
c. Desainer Produksi dan Reparasi Kapal.
d. Perencana Sistem Transportasi Laut.
Oleh karena kurikulum yang disusun memuat ilmu dan pengetahuan yang
transferable maka diharapkan juga lulusan dapat menggeluti profesi dan atau fungsi
sebagai berikut:
a. Bankir.
b. Militer.
c. Pegawai Negeri Sipil.
d. Wirausaha.
KOMPETENSI LULUSAN
a. Kompetensi Utama
1. Mampu merancang kapal yang optimal secara teknis dan ekonomis.
2. Mampu menyusun perencananan produksi kapal. 3. Mampu menyusun perencanaan perbaikan dan reparasi kapal. 4. Mampu menginspeksi konstruksi lambung, permesinan, peralatan dan
perlengkapan kapal. 5. Mampu menyusun perencanaan usaha industri galangan kapal. 6. Mampu merencanakan sistem transportasi laut. 7. Mampu merencanakan manajemen operasi sarana dan prasarana tranportasi laut.
b. Kompetensi Pendukung
1. Mampu mengaplikasikan ilmu dasar keteknikan dalam perancangan kapal dan perencanaan sistem transportasi laut.
2. Mampu menggunakan program aplikasi komputer untuk pengolahan data, analisis numerik dan menggambar teknik.
3. Mampu menyusun perencanaan pengelasan di bawah permukaan air 4. Mampu menyusun laporan ilmiah.
c. Kompetensi Lainnya
1. Mampu menjunjung tinggi nilai moral dan etika yang sesuai norma agama dan budaya masyarakat.
2. Mampu mengapresiasikan seni, budaya dan olahraga yang bermoral dan beretika baik.
3. Mampu mengembangkan wirausaha dalam bidang industri maritim. 4. Mampu tanggap/peduli terhadap lingkungan. 5. Mampu bekerja mandiri, bermitra dan bersinergi dengan berbagai pihak 6. Mampu memahami dan mengetahui perkembangan terkini ilmu pengetahuan
dan teknologi.
ANALISIS KEBUTUHAN PEMBELAJARAN Keberhasilan suatu proses belajar mengajar untuk semua level pendidikan
tergantung pada beberapa aspek antara lain;
a. Kapasitas dan kapabilitas sumber daya manusia.
b. Lingkungan dan,
c. Ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan.
Salah satu sarana dan prasarana pendidikan adalah Buku Ajar. Buku Ajar
menjadi sarana paling efektif dalam mendukung pendidik dan peserta didik mencapai
kompetensi dan sasaran pembelajaran sesuai GBRP.
Penyusunan buku ajar secara sistemastis berdasarkan GBRP dapat
memberikan arah yang jelas tentang materi-materi yang disajikan, memudahkan
penerapan metode-metode pembelajaran yang dipilih serta mendukung pengerjaan
tugas-tugas mahasiswa. Dengan demikian kebutuhan akan Buku Ajar menjadi
kebutuhan mendesak dalam proses belajar mengajar.
Penerapan strategi pembelajaran yang tepat, penyediaan bahan ajar dan
petunjuk tugas serta perbaikan manajemen pengerjaan tugas tentunya
mengharapkan mahasiswa mampu menyerap materi pembelajaran secara baik yang
indikatornya dapat dilihat dari nilai akhir yang diperoleh mahasiswa.
Gambar 1.1. Grafik sebaran nilai mata kuliah teknik produksi kapal semester akhir 2010/2011
(Sumber: Kartu hasil studi semester akhir 2010/2011 PS.T.Perkapalan)
Namun jika melihat grafik sebaran nilai semester akhir 2010/2011 pada
gambar 1.1 terlihat bahwa daya serap mahasiswa tergolong rendah yaitu masih di
bawah 60 %. Ini berarti ada kendala peserta didik dalam menyerap materi
pembelajaran, salah satu penyebabnya diduga minat baca mahasiswa terhadap buku
teks berbahasa asing sangat rendah sehingga sulit untuk memahami secara utuh
materi pembelajaran.
Grafik pada gambar 1.1 juga mencerminkan perlu adanya pembenahan dan perbaikan dalam proses belajar mengajar mata kuliah teknik produksi kapal, baik dari aspek sumber daya pendidik dan peserta didik, manajemen
mengajar serta sarana dan prasarana pendidikan termasuk ketersediaan Buku Ajar
sesuai GBRP Kurikulum Berbasis Komptensi..
Ketersediaan Buku Ajar yang dikemas interaktif, sederhana dan menarik menjadi bagian penting untuk menumbuhkan minat dan apresiasi yang tinggi
khususnya terhadap desain produksi kapal, dengan minat yang ditumbuhkan dari
hasil pemahaman dan pengkristalan nilai-nilai tentang desain produksi diharapkan
menimbulkan motivasi bagi peserta didik untuk belajar dengan baik dan giat.
Tumbuhnya motivasi belajar dapat memacu dan memicu penyelesaian tugas
secara tepat waktu, pemahaman secara menyeluruh tentang teori-teori desain
produksi kapal serta kesadaran terhadap sasaran pembelajaran mata kuliah teknik
produksi kapal.
GARIS BESAR RANCANGAN PEMBELAJARAN (GBRP)
GBRP mata kuliah Teknik Produksi Kapal disusun berdasarkan Kurikulum
Berbasis Kompetensi dengan metode pembelajaran pendekatan SCL (study centre
learning) yang mengacu pada profil program studi teknik perkapalan. Secara detail
GBRP dapat dilihat sebagai berikut:
GARIS BESAR RENCANA PEMBELAJARAN (GBRP) Mata Kuliah : Teknik Produksi Kapal Semester/SKS : Semester VI / 2 kredit Kompetensi Sasaran : Kompetensi Utama 1. Mampu menyusun perencanaan produksi kapal Kompetensi Pendukung 1. Mampu mengaplikasikan ilmu dasar keteknikan dalam perancangan kapal dan perencanaan
sistem transportasi laut. 2. Mampu menggunakan program aplikasi komputer untuk pengolahan data, analisis numerik dan
menggambar teknik. 3. Mampu menyusun laporan ilmiah. Sasaran Belajar : Mahasiswa dapat mengoptimasi pembagian blok kapal dengan mempertimbangkan prinsip sistem
accuracy control.
PENDAHULUAN
Pemahaman secara mendalam mengenai teknologi produksi kapal diawali
dengan memahami proses pembangunan kapal.
Proses pembangunan kapal merupakan ratusan bahkan ribuan rangkaian
kegiatan yang melibatkan seluruh sumber daya galangan. Sumber daya galangan
meliputi tenaga kerja (man), bahan (material), peralatan dan mesin (machine), tata
cara kerja (method), dana (money), area pembangunan (space) dan sistem (system).
Sebagai pendahuluan dijelaskan materi pembelajaran tentang proses
pembangunan/perakitan kapal, kaitan antara desain kapal dan desain produksi serta
penjelasan sasaran pembelajaran yang harus dicapai setelah mempelajari
matakuliah ini yaitu mahasiswa mampu menjelaskan proses pembangunan kapal.
URAIAN BAHAN PEMBELAJARAN
PROSES PEMBANGUNAN KAPAL
Suatu industri yang menghasilkan produk-produk seperti kapal (ships),
struktur bangunan lepas pantai (offshore structures), bangunan apung (floating
plants) untuk pemesan/pemilik secara pribadi, perusahaan, pemerintah dan lain-lain
disebut industri pembangunan kapal (shipbuilding). Dalam banyak kasus produk
dibuat berdasarkan pesanan sesuai dengan persyaratan khusus pemesan. Hal inipun
berlaku apabila kapal di buat secara seri/sejenis (series).
Menurut Storch (1995) dan Watson (2002), secara umum tahapan pem- bangunan kapal sangat bervariasi, bergantung keinginan pemesan, namun secara umum tahapan ini meliputi:
• Pengembangan keinginan pemesan (development of owner,s requirements).
• Desain konsep atau prarancangan (preliminary/concept design).
• Desain kontrak (contract design).
• Penawaran/penandatanganan kontrak (bidding/contracting).
• Perencanaan dan desain detail (detail design and planning).
• Fabrikasi dan Perakitan (construction). Tahapan awal dalam proses pembangunan kapal adalah
memformulasikan/mendefensikan produk sesuai dengan keinginan pemesan. Sebagai contoh, sebuah perusahaan pelayaran meramalkan akan membutuhkan sebuah angkutan yang dapat mengangkut 250000 mobil built up pertahun dari Jepang ke Indonesia; atau Kementerian Perhubungan Republik Indonesia membutuhkan kapal ferry untuk menyeberangkan 150000 penumpang per hari lebih dari 10 rute penyeberangan antara pulau dengan rata-rata 30 trip per rute; atau sebuah perusahaan minyak membutuhkan pengangkutan lebih dari 10 juta ton minyak mentah per tahun dari Indonesia ke Jepan; atau Tentara Nasional Indonesia angkatan laut membutuhkan kapal yang cocok untuk mengirim suplai guna mendukung peperangan dimana saja dalam waktu singkat/cepat.
Berdasarkan uraian di atas memformulasi atau mendefensisikan fungsi dan
misi dari sebuah bangunan kapal baru mungkin gampang atau malah sangat susah tetapi
yang penting adalah hasil akhir sebuah produk harus merefleksikan keinginan
pemesan dan fungsi produk.
Setelah mengidentifikasi dan mendefenisikan keinginan pemesan, tahapan
selanjutnya yaitu prarancangan. Prarancangan mendefenisikan karakter dasar kapal.
Tahapan ini, dapat dilakukan oleh internal staf pemilik, konsultan desain yang
ditunjuk owner, atau satu atau beberapa staf galangan. Umumnya di Amerika Serikat
(tetapi tidak semuanya) menggunakan jasa konsultan desain untuk pengerjaan
prarancangan produk.
Hasil akhir tahapan prarancangan adalah mendefenisikan gambaran umum
kapal, mencakup dimensi, bentuk lambung, rencana umum, ketenagaan, tata letak
kamar mesin, kapasitas muat, peralatan angkat, sistem persenjataan, atau
kelayakhunian (habitability), kapasitas bobot mati (bahan bakar minyak, air, kru, dan
bawaan), struktur, perpipaan, kelistrikan, permesinan dan ventilasi. Berdasarkan
deskripsi umum sebuah kapal siap dibangun.
Hasil akhir dari tahapan prarancangan berisi detail informasi yang dibutuhkan
dalam melakukan penawaran dan penandatangan kontrak. Informasi harus detail
yang memperlihatkan estimasi biaya dan waktu pembangunan sebuah kapal dibuat
oleh galangan.Tahapan ini disebut desain untuk kontrak.
Sama seperti tahapan prarancangan pekerjaan ini dapat dilakukan oleh staf
pemilik, konsultan desain atau staf galangan. Apabila informasi yang dibutuhkan
dalam desain kontrak telah rampung, tahapan selajutnya dilakukan proses negosiasi
sebagai dasar untuk melakukan kesepakatan. Tahapan penawaran dan negosiasi ini
menyertakan rancangan kontrak dan spesisikasi teknis. Biasanya proses ini sangat
lama dan rumit, karena secara umum membicarakan banyak faktor seperti biaya,
tanggal penyerahan dan standar-standar yang akan digunakan serta persyaratan-
persyaratan performa kapal.
Setelah proses penawaran selesai dan kontrak telah ditandatangani, tahapan
kelima dari proses pembangunan kapal adalah proses perencanaan, penjadwalan,
dan penyusunan desain detail. Perakitan kapal pada dasarnya meliputi pengadaan
jutaan ton bahan baku dan komponen, fabrikasi jutaan bagian dari bahan baku, dan
perakitan jutaan bagian dan komponen.
Perencanaan pembangunan kapal sangat rumit dan memerlukan detail.
Perencanaan dan desain detail harus mampu menjawab pertayaan apa, bagaimana,
kapan, dimana dan siapa?. Menentukan komponen, bagian, perakitan dan sistem
apa yang dibutuhkan dalam pembangunan adalah pertayaan pertama dalam
menyusun desain detail. Dimana dan bagaimana fasilitas yang akan digunakan,
termasuk menentukan lokasi galangan serta teknik dan peralatan yang akan
digunakan?. Begitupula jawaban tentang subkontaktor dan analisa buat atau beli
bahan yang akan digunakan. Bagaimana menentukan urutan operasi mencakup
pembelian dan perakitan serta informasi waktu yang dibutuhkan dalam proses
desain, perencanaan, kedatangan dan lain-lain. Akhirnya bagaimana keterkaitan
antara utilisasi galangan dan tenaga kerja harus tergambarkan dalam penjadwalan.
Jelasnya diperlukan kemampuan untuk menjawab pertayaan yang saling
bergantung sama lain. Sukses atau keberhasilan sebuah galangan atau proyek
pembangunan kapal sangat berkaitan langsung dengan kemampuan menjawab
pertayaan tersebut atau kemampuan dalam melakukan penyusunan perencanaan dan
desain detail secara seksama dan sistematis.
Akhir dari tahapan proses pembangunan kapal adalah mengerjakan/merakit kapal secara ril. Perakitan kapal pada dasarnya terdiri dari empat level atau tingkatan manufaktur. Pertama adalah manufaktur komponen atau bagian. Biasa disebut fabrikasi yaitu menghasilkan komponen-komponen dari bahan baku (seperti pelat baja, pipa, kabel, profil dan lain-lain). Tahapan berikutnya adalah penggabungan/penyambungan bagian atau komponen untuk membentuk unit-unit atau sub-assembly. Bagian- bagian kecil disatukan, kombinasi ini digunakan ke level berikutnya membentuk blok lambung. Blok lambung umumnya merupakan seksi yang sangat besar dari pembangunan sebuah kapal yang akan dibawah ke landasan pembangunan. Erection atau penegakan blok merupakan level paling akhir, mencakup penyambungan dan peletakan blok di landasan pembangunan (seperti landasan peluncuran, dok kolam atau dok kering).
Jadi tahapan pengkonstruksian dalam pembangunan kapal utamanya mencakup mulai dari fabrikasi (fabrication), perakitan awal (sub-assemblies), perakitan blok, erection (penegakan blok) sampai membentuk secara utuh kapal. Hal yang paling penting dalam tahapan ini adalah mengverifikasi kapal telah dibuat dengan kontrak yang telah disepakati. Konsekuensinya kapal akan mengalami/menjalani serangkaian pengujian dan percobaan pelayaran sehingga dapat diserahkan ke pemesan.
Proses pembangunan kapal dapat dipandang sebagai sebuah proses yang
dimulai ketika pemesan membutuhkan kapal sesuai fungsi-fungsi yang diingikan,
proses ini melalui beberapa tahanan kerja (desain, penandatangan kontrak,
perecananan dan lain-lain). Titik akhir (kulminasi) dari proses ini perakitan dan
manufaktur dari jutaan komponen, menjadi sub-assembly, blok dan utuh menjadi
kapal. Produktifitas sebuah pembangunan kapal sangat bergantung pada
kemampuan dalam penanganan serta pengawasan setiap tahapan secara baik.
Dengan demikian proses desain pembangunan kapal terdiri dari rangkaian
desain kapal (ships design) dan desain untuk produksi (design for production),
batasan antara keduanya sangat tipis dan tidak dapat dipisahkan, kerena keduanya
teritegrasi secara utuh.
Industri pembangunan kapal merupakan industri yang sangat tua sejalan dengan sejarah peradaban manusia. Teknik-teknik pembangunan kapal selalu
berubah sebagai jawaban/respon dari perubahan desain kapal, material, pasar dan metode perakitan. Organisasi perusahaan pembangunan kapal (galangan) pun berupa mengikuti perubahan teknik-teknik pembangunan kapal tersebut.
Awalnya sebagaiman terungkap dalam sejarah industri pembangunan kapal sama dengan industri lainnya, yaitu berorientasi keahlian/perajin/tukang (the craft oriented). Yaitu secara eksklusif sangat tergantung pada keahlian tukang/pekerja dalam sebuah pekerjaan. Dalam memulai perakitan/pekerjaan hanya memerlukan sedikit perencanaan.
Perubahan terjadi ketika besi atau baja digunakan dalam pembangunan kapal, pengunaan skala model dan gambar untuk panduan perakitan sudah digunakan walaupun masih terbatas/sedikit.
Saat proses di industri semakin rumit dan efesien, pembangun kapalpun berupa seiring perubahan teknologi. Saat ini pembangunan kapal berorientasi produk yaitu membagi-bagi pekerjaan kapal dalam tiga pekerjaan yaitu konstruksi lambung, out fitting dan pengecatan. Teknik ini dikembangkan berdasarkan teknik produksi massal dan teknologi pengelasan. Mulai tahun tahun 60-an dan -70-an pembuat kapal secara terus menerus mencoba untuk mengembangkan pendekatan produksi massal atau assembly line (rangkaian perakitan). Pendekatan ini dilakukan menggunakan aplikasi grup teknologi untuk pembangunan kapal.
TERMINOLOGI DAN DEFENISI PEMBANGUNAN KAPAL Pembangunan Kapal adalah pengkontsruksian/perakitan kapal, dan tempat
dimana kapal dibangun disebut galangan (shipyard). Pembangunan Kapal adalah industri kontruksi yang menggunakan berbagai jenis komponen yang dimanufaktur/diolah dari material. Industri ini, memerlukan banyak pekerja dari berbagai keahlian, lokasi, peralatan serta struktur organisasi yang baik. Tujuan utama perusahaan pembangunan kapal adalah mendapatkan keuntungan dari pembangunan kapal.
KAPAL Menurut Tupper (2004), kapal masih tetap sebagai sarana penting dalam
bidang ekonomi di beberapa negara dan menjadi alat angkut hampir 95 % total perdagangan dunia. Walaupun industri pesawat terbang telah melayani penyeberangan samudera secara rutin, namun kapal masih tetap mengangkut orang-
orang dalam jumlah besar untuk berekreasi/berlibur dengan menggunakan kapal- kapal pesiar dan kapal-kapal ferry diseluruh penjuru dunia. Kapal dan bangunan kelautan lainnya juga dibutuhkan untuk mengeksplotasi kekayaan laut dalam yang berlimpah.
Sebagai sarana transportasi paling tua, kapal secara konstan mengalami evolusi baik dari sisi perubahan fungsi maupun perlengkapan/peralatan yang dipasang di atas kapal. Hal ini didorong oleh perubahan pola perdagangan dunia sebagai akibat dari tekanan-tekanan sosial, perkembangan teknologi khususnya material, teknik-teknik perakitan dan sistem pengendalian terakhir karena tekanan ekonomi.
Terminologi kapal dapat diintrepertasikan secara luas atau dengan kata lain kapal adalah semua struktur terapung di atas air, biasanya mempuyai penggerak sendiri tetapi ada juga yang tidak seperti tongkang dan beberapa bangunan lepas pantai yang untuk menggerakkannya membutuhkan kapal tunda, selain itu ada pula yang digerakkan dengan angin.
Terminologi kapal menurut Undang-undang N0 17 Tahun 2008 tentang
pelayaran pada Bab I pasal 1 butir 36 adalah kendaraan air dengan bentuk dan jenis
tertentu, yang digerakkan dengan tenaga angin, tenaga mekanik, energi lainnya,
ditarik atau ditunda, termasuk kendaraan yang berdaya dukung dinamis, kendaraan
di bawah permukaan air, serta alat apung dan bangunan terapung yang tidak
berpindah-pindah.
Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa kapal adalah merupakan
kombinasi yang rumit dari sesuatu, untuk menyederhanakan biasanya di klasifikasi
berdasarkan dimensi utama, berat (displasmen) dan atau kapasistas angkut (bobot
mati) dan bisa juga karena fungsinya. Pada gambar 2.1 memperlihatkan defenisi
dasar dan dimensi kapal.
TIPE KAPAL Tipe kapal dapat dibagi ke dalam beberapa kelas berdasarkan fungsinya,yaitu
kapal cargo, kapal tangki minyak, kapal curah,kapal penumpang, kapal ikan, kapal
industri, kapal perang dan lain-lain, seperti tampak pada gambar 2.2.
Tipikal atau profil beberapa kapal berdasarkan pengkelasan dapat dilihat pada
gambar 2.3. s/d 2.14.
FASILITAS GALANGAN Secara umum galangan berisi beberapa fasilitas yang digunakan untuk
mengfasilitasi aliran material dan perakitan. Kebayakan galangan memerlukan
ketersediaan daratan (land) dan perairan (waterfront) sebagai kebutuhan produksi.
Menurut storch,dkk (1995), fitur-fitur penting yang harus dimiliki galangan
antara lain:
1. Lokasi Daratan dan Perairan.
Lokasi daratan digunakan untuk penegakan blok kapal dan untuk persiapan
peluncuran kapal ke air. Lokasi perairan sebagai tempat penambatan kapal baik
dalam pengerjaan maupun yang siap untuk diserahkan ke pemilik.
Proses pemindahan kapal dari daratan ke air atau peluncuran kapal dapat
dilakukan dengan menggunakan dok kolam (graving dock), landasan peluncuran
(slip-ways), bantalan udara (air bags) dan atau dok apung (floating dock). Masing-
masing peluncuran tersebut dapat dilihat pada gambar 2.15 s/d gambar 2.19.
2. Dermaga
Dermaga untuk penambatan kapal dan sebagai tempat untuk melanjutkan
pekerjaan instalasi setelah kapal diluncurkan.
3. Bengkel/ Stasiun Kerja
Bengkel atau stasiun kerja adalah tempat untuk mengerjakan berbagai macam
pekerjaan seperti:
Bengkel penandaan (marking), pemotongan (cutting) dan pembentukan (forming) pelat.
Bengkel perakitan pelat.
− Bengkel perbaikan permukaan dan pelapisan.
− Bengkel pipa.
− Bengkel mesin.
− Bengkel listrik.
− Bengkel kayu/perabot.
Fasilitas produksi yang umunya terdapat dibengkel-bengkel dapat terlihat pada
gambar 2.20 s/d 2.22.
4. Peralatan Penanganan Bahan (Material Handling Equipment)
Umumnya peralatan penanganan bahan di kategorikan dalam empat grup, yaitu
ban berjalan (conveyors), alat angkat (crane and hoists), kendaraan industri dan
kontainer, seperti diperlihatkan pada gambar 2.23 dan 2.24.
5. Gudang, pemanduan dan area kerja luar gedung (blue sky).
6. Kantor, kantin dan klinik.
Setiap fasilitas secara umum digunakan sesuai dengan pekerjaan-pekerjaan dilokasi
galangan, dengan mempertimbangkan volume pekerjaan dan aliran material. Fasilitas dan
area kerja perlu di tata letak sedemikian rupa untuk memastikan dan menjaga agar aliran
produksi dapat berjalan sesuai dengan yang direncanakan
Pada gambar 2.25 diperlihatkan perencanaan tata letak galangan secara 3.D.
ORGANISASI
Pekerja galangan di organisasi kedalam departemen atau seksi yang
bertanggungjawab pada beberapa aspek pengoperasian perusahaan. Setiap
perusahaan mempuyai variasi sendiri organisasinya, biasanya terdiri dari tujuh divisi,
yaitu: administrasi, produksi, perencanaan, pengadaan, jaminan mutu dan pengelola
proyek.
Administrasi mencakup kepala dan staf kantor eksekutif, bendahara, akuntan,
pesonil, buruh, tenaga K3, dan tenaga estimasi kerja.
Produksi merupakan departemen yang bertanggung jawab terhadap
perakitan/pengkostruksian di lapangan. Konsekuensinya, departemen ini mempuyai
banyak pekerja dengan berbagai macam keahlian. Secara umum, 75 s/d 85 %
tenaga kerja galangan ada di departemen ini. Tugas/fungsi perencanaan,
penjadwalan dan pengendalian produksi merupakan pekerjaan departemen ini.
Perencanaan merupakan departemen yang bertanggungjawab untuk
menyiapkan informasi mengenai proyek konstruksi yang akan digunakan dalam
memproduksi kapal. Tugas/fungsi departemen ini adalah mencakup prarancangan,
desain detail dan perencanaan produksi kadang-kadang juga melakukan penawaran
pekerjaan baru. Banyak galangan menggunakan jasa subkontraktor untuk pekerjaan
desain. Perencanaan produksi sangat berperan penting dalam peningkatan
pembangunan kapal, dalam banyak kasus departemen produksi juga berperan dalam
perencanaan. Distribusi dan tanggungjawab antara perencanaan dan desain
produksi secara luas dapat diberikan ke departemen ini tergantung organisasi
galangan.
Departemen pengadaan/logistik bertanggung jawab terhadap ketersediaan
material/bahan yang akan dipakai untuk membangun kapal. Mencakup kebutuhan bahan
baku, pekerjaan yang dikerjakan subkontraktor, komponen, dan juga peralatan, transportasi
bahan, pembuatan barang jadi atau setengah jadi dan ketersediaan peralatan keselamatan.
Departemen jaminan kualitas mempuyai fungsi yang berbeda dibanding dengan
departemen lain digalangan. Departemen ini, umumnya bertanggung jawab terhadap
dokumentasi pekerjaan, agen regulasi atau klasifikasi yang bertugas untuk menerapkan
aturan, regulasi, dan kontrak.
Tugas lain dari pengelola proyek atau departemen pengelola kontrak adalah
menentukan dan meanalisa setiap perubahan pekerjaan atau kemajuan proyek
pembangunan kapal. Bertugas untuk memonitor anggaran, jadwal, penggunaan material
dan secara umum kemajuan pekerjaan pembangunan kapal. Dalam departemen ini,
dilengkapi dengan surveyor yang bertanggung jawab penuh pada proyek
pengkonstruksian. Tim ini juga mempuyai tim gugus mutu yang secara umum
mengimplementasikan konsep pengendalian statistik (accuracy control) dalam setiap
kegiatan di galangan.
TENAGA KERJA Pada departemen produksi yang mengerjakan/mengkontruksi kapal di lapangan,
memerlukan berbagai mcam keahlian tenaga kerja, yaitu:
• Air-conditioning eguipment mechanic (Mekanik peralatan pendingin udara (AC). • Blaster (tukang pembersih pelat); • Boilemaker (Tukang Bejana Tekan); • Carpenter (Tukang kayu); • Chipper/grinder (tukang gerinda); • Electrican (Tukang listrik) • Electronics mechanic (Mekanik Elektronik) • Insulator (Tukang Isolasi) • Joiner (Tukang Sambung) • Laborer (Buruh) • Loftsman (Tukang Gambar Skala Penuh) • Machinist (Mekanik Mesin) • Ordonance equipment mechanic (Mekanik mesin perlengkapan kapal) • Painter (Tukang Cat) • Patternmaker (Tukang Pola/template) • Pipefitter (Tukang Penyetelan Pipa) • Pipewelder (Tukang Las Pipa) • Crane operator (operator crane) • Sheet metal mechanic (mekanik lembaran pelat) • Shipfitter (Tukang Penyetelan/fit up) • Shipwright (tukang konstruksi dan reparasi kapal kayu) • Welder (Tukang las) Jenis pekerjaan, tanggung jawab pekerjaan dan pembagian kerja berbeda untuk setiap
galangan. Namun semua jenis pekerjaan digalangan dominan seperti keahlian di atas.
BIRO KLASIFIKASI DAN AGEN REGULASI Pemerintah negara-negara maritim umumnya memberikan pekerjaan
peningkatan keselamatan kapal ke biro/masyarakat klasifikasi. Tujuan utamanya
adalah memastikan risiko yang dapat terjadi pada kapal, disamping itu sebagai
regulator keselamatan lambung kapal dan juga melakukan koordinasi secara ketat
dengan agen regulasi pemerintah (kementerian perhubungan/syahbandar).
Klasifikasi secara rutin dan berkala mengeluarkan peraturan mengenai desain,
pengkonstruksian dan perawatan kapal. Di Indonesia masyarakat ini disebut Biro
Klasifikasi Indonesia (BKI), biro klasifikasi lain di beberapa negara yang terkenal
antara lain:
• American Bureau of Shipping (ABS) – Amerika Serikat.
• Lyoyd’s Register of Shipping (LR) – England.
• Bureau Veritas (BV) – Francis.
• Nippon Kaigi Ngokai (NKK) – Japan.
• Det Norske Veritas (DnV) – Norwegia.
Sebuah kapal dapat diklaskan setelah memenuhi kriteria keselamatan. Kapal
diklaskan selain berdasarkan fungsinya/misi seperti Kapal Tangki, kapal Pengangkut
Gas Alam Cair, Kapal Pengakut Batubara, Kapal Ikan Pukat Harimau, Kapal Tunda,
dll. Juga berdasarkan kondisi lingkungan pengoperasian. Klas khusus dapat
diberikan untuk kapal-kapal yang di operasikan didaerah/rute tertentu atau tujuan
khusus seperti kapal ferry yang dioperasikan hanya di daerah tertentu seperti
pelabuhan dan sungai.
PENUTUP SOAL-SOAL LATIHAN MANDIRI 1. Apa yang dimaksud dengan proses pembangunan kapal ?
2. Sebutkan dan jelaskan tahapan pembangunan kapal ?
3. Mengapa industri pembangunan kapal dikatakan sama tuanya dengan sejarah manusia?
4. Apa yang dimaksud dengan kapal?.
5. Apa fungsi Biro Klasifikasi?.
TUGAS MAHASISWA BERKELOMPOK 1. Tujuan Tugas I Mengkaji proses pembangunan kapal
kaitannya dengan desain kapal dan desain produksi kapal.
2. Uraian Tugas a. Objek Garapan Literatur/ Kajian Pustaka b. Yang Harus
dikerjakan dan Membuat makalah dengan isi:
batasan-batasan 1. Menjelaskan proses pembangunan kapal 2. Menjelaskan batasan antara desain kapal dan desain produksi kapal dalam suatu proses pembangunan kapal 3. Membuat simpulan
c. Metode/cara pengerjaan atau acuan yang digunakan
• Teori dasar desain kapal • Teori-teori desain produksi kapal • Mengidentifikasi factor-faktor yang terkait
kelebihan, kekurangan dan sejarah desain produksi
3. Kriteria penilaian • Ketepatan waktu penyelesaian • Sistematika sajian • Kemutakhiran literature • Kejelasan argumentasi pengambilan
keputusan DAFTAR BACAAN Anonim,2008,Undang-Undang Republik Indonesia No. 17 Tahun 2008 Tentang
Pelayaran, Kementerian Sekertaris Negara, Jakarta. Arwin,ML, dkk, 2005,Laporan Kerja Praktek; Galangan Kapal PT.Batamec, Batam,
Jurusan Teknik Perkapalan, Universitas Hasanuddin, Makassar. Eyres D. J.,2007, Ship Construction Sixth edition, Butterworth-Heinemann is an
imprint of Elsevier,Linacre House, Jordan Hill, Oxford. Faltinsen O.M,2005, Hydrodynamics of High-Speed Marine Vehicles, Cambridge
University Press, Cambridge, UK. Lamb Thomas,1986, Engineering for Ship Production (SP-9), SNAME, U. S.
Department Of Transportation Maritime Administration, Washington,D.C. Matulja Tin, Fafandjel Nikša, Zamarin Albert, 2009, Methodology for Shipyard
Production Areas Optimal Layout Design, http//www.google.co.id, diakses September 2011.
Paik Jeom K. and Anil K.T.,2007, Ship-Shaped Offshore Installations; Design, Building, And Operation, Cambridge University Press, New York
Storch,R.L., Hammon,C.P., and Bunch,H-M.,1995, Ship Production Second Revision, Cornell Maritime Press, Centreville.
Tupper.E.C.,2004,Introduction to Naval Architecture, Third Edition. Butterworth & Heinemann, Oxford.
Okayama,Y, L.D.Chirillo,1982, Product Work Breakdown Structure, NSRP, Maritime Administration in cooperation with Todd Facific Shipyard Corp, USA.
Watson D.G.M,2002,Practical Ship Design. Elseiveir Science Ltd.London. http://www.google.co.id.,lecture1 introduction; ship production, diakses desember
2010. ........................................,lecture13a launching; ship production, diakses
desember 2010. http://www.pal.co.id., PT.PAL Indonesia, diakses 10 Juni 2011. http://www.nsrp.org., The National Shipbuilding Research Program (NSRP), diakses
Juli 2011.
PENDAHULUAN
Salah satu tahapan pembangunan kapal adalah pengkonstruksian material
menjadi ril sebuah kapal. Seiring penemuan teknologi las (welding technology)
menggantikan teknologi keling (riveting technology), maka teknologi perakitan
kapalpun mengalami evolusi teknologi.
Teknologi untuk merakit kapal mengalami perkembangan mulai dari sistem
komponen atau metode tradisional/konvensional sampai dengan sistem blok atau
metode moderen.
Mempelajari sejarah perkembangan teknologi produksi kapal memberikan
suatu pemahaman secara menyeluruh kelebihan dan kekurangan suatu metode,
serta pengaplikasiannya di galangan-galangan.
URAIAN BAHAN PEMBELAJARAN PERKEMBANGAN TEKNOLOGI PRODUKSI KAPAL
Sebelum teknologi las ditemukan, tiap kapal dibangun dengan cara/urutan
yang sama yaitu setelah lunas diletakkan gading-gading diletakkan baru kemudian
memasang pelat setahap demi setahap, layaknya pembangunan kapal kayu.
Proses ini diistilahkan berorientasi sistem (system oriented) artinya lunas
dirakit sebagai sebuah sistem, kemudian sistem ganding-gading di rakit, tahap
berikutnya sistem kulit dan seterusnya sampai utuh menjadi kapal.
Sekarang ini, setelah teknologi las menggantikan sistem keling (riveting) pengembangan metode/teknologi pembangunan kapal memungkinkan dapat dilakukan. Menurut Eyres (2007), berkat teknologi las bagian-bagian seperti gading- gading dapat langsung disatukan dengan pelat kulit, lunas dapat dilas dengan bagian geladak dan sekat sekaligus membentuk panel, sub-blok atau bahkan blok. Teknologi las juga membuat banyak pekerjaan perakitan dapat dilakukan dengan baik dengan tingkat akurasi, efesiensi dan keamanan yang tinggi dilandasan peluncuran maupun di bengkel-bengkel kerja. Blok telah dikerjakan dengan menggunakan teknologi las dapat ditegakkan (erected) antara blok dengan blok lain membentuk sebuah kapal. Proses ini diistilahkan berorientasi zone (zone oriented).
Menurut Chirillo (1983), perkembangan teknologi produksi kapal menjadi
empat tahapan, berdasarkan teknologi yang digunakan dalam proses pengerjaan
lambung dan outfitting. Evolusi perkembangan teknologi produksi kapal,
sebagaimana terlihat pada gambar 3.1.
PENDEKATAN KONVENSIONAL/TRADISIONAL Conventional Hull Construction dan Outfitting (Pendekatan Sistem)
Tahapan pertama ini, diberi nama tahapan sistem/tradisional karena pekerjaan
dipusatkan pada masing-masing sitem fungsional yang ada dikapal. Kapal
direncanakan dan dibangun sebagai suatu system.
Pertama lunas diletakkan, kemudian gading-gadingnya dipasang dikulitnnya. Bila badan kapal hampir selesai dirakit pekerjaan outfitting dimulai. Pekerjaan outfitting direncanakan dan dikerjakan sistem demi sistem, seperti pemasangan ventilasi, sistem pipa, listrik dan mesin.
Metode ini merupakan metode yang paling konvesional dengan tingkat produktifitas masih sangat rendah, karena semua lingkup pekerjaan dilakukan secara berurutan dan saling ketergantungan satu sama lain sehingga membutuhkan waktu yang sangat lama. Mutu hasil pekerjaan sangat rendah karena hampir seluruh pekerjaan dilakukan secara manual di building berth, kondisi tempat kerja kurang mendukung dari segi keamanan, kenyamanan, dan kemudahan/posisi kerja.
Pengorganisasian pekerjaan sistem demi sistem seperti ini merupakan halangan untuk mencapai produktifitas yang tinggi. Mengatur dan mengawasi pekerjaan pembuatan kapal menggunakan ratusan pekerja adalah sukar.
Kegagalan seorang pekerja menyelesaikan suatu pekerjaan yang diperlukan oleh pekerja lain sering mengakibatkan”overtime” untuk pekerja tersebut, dan idleness bagi pekerja yang lain. Selain itu, hampir semua aktivitas produksi dikerjakan di-building berth pada posisi yang relative sulit. Semua keadaan di atas pada prisipnya sangat menghalangi usaha-usaha untuk menaikkan produktifitas. Pada gambar 3.2 s/d gambar 3.8 memperlihatkan kapal dibangun dengan pendekatan konvensiona/tradisional.
Hull Block Construction Method dan Pre Outfitting (Sistem Seksi atau Blok Konvesional)
Tahapan ini, dimulai dengan digunakannya teknologi pengelasan pada pembuatan kapal. Proses pembuatan badan kapal kemudian menjadi proses pembuatan blok-blok atau seksi-seksi di las, seperti seksi geladak dan kulit dan lain- lain, yang kemudian dirakit menjadi badan kapal. Perubahan ini diikuti dengan perubahan pekerjaaan outfitting, dimana pekerjaan ini dapat dikerjakan pada blok dan pada badan kapal yang sudah jadi. Perubahan ini dikenal dengan pre-outfitiing.
Tahapan kedua ini masih dipertimbangkan tradisional, karena design, material defenition dan procurement masih dikerjakan sistem demi sistem. Sedang proses produksinya diorganisasi berdasarkan zone atau block, sehingga tahapan ini juga dikenal sebagai ”sistem/stage”. Karena adanya dua aspek yang bertentangan antara perencanaan dan pengerjaannya, banyak kesempatan untuk perbaikan produktifitas masih tidak dapat dilakukan.
Pada gambar 3.9 memperlihatkan pembuatan kapal menggunakan teknologi keling dan pada gambar 3.10 memperlihatkan pembuatan kapal menggunakan teknologi las serta gambar 3.11 memperlihatkan pembuatan kapal menggunakan pendekatan sistem seksi.
PENDEKATAN MODEREN Proses Lane Construction dan Zone Outfitting atau Full Outfitting Block System (FOBS)
Tahapan berikutnya diberi nama zone/area/stage. Kebanyakan galangan di Jepang dan Eropa menggunakan sistem ini. Evolusi dari teknologi pembangunan kapal moderen dari metode tradisional dimulai pada tahapan ini. Tahapan ini ditandai dengan process lane construction dan zone outfitting, yang merupakan aplikasi group teknologi (GT) pada hull construction dan outfitting work. GT adalah suatu metode analitis untuk secara sistematik menghasilkan produk dalam kelompok-kelompok yang mempuyai kesamaan dalam perencanaan maupun proses produksinya.
Pada gambar 3.12 s/d gambar 3.17 memperlihatkan aplikasi GT pada pekerjaan fabrikasi komponen terbuat dari pelat, profil dan pipa.
Process lane dari segi praktis adalah suatu seri work station (bengkel) yang dilengkapi dengan fasilitas produksi (mesin, peralatan dan tenaga kerja dengan keahlian tertentu) untuk membuat satu kelompok produk yang mempuyai kesamaan dalam proses produksinya. Suatu contoh pengelompokkan adalah sebagai berikut: pertama adalah process lane untuk subassembly bentuk datar, kurva dan bentuk kompleks. Dengan pengelompokan seperti ini, berarti galangan mengelompokkan proses produksi berdasarkan kesamaan proses produksi, yang memungkinkan
pekerja berpengelaman mengerjakan-pekerjaan di bengkel kerja. Ini adalah suatu faktor yang penting untuk mencapai produkstifitas tinggi.
Zone outfitting adalah teknologi kedua yang membedakan tahapan ini dengan
metode tradisional. Istilah zone outfitting berarti membagi pekerjaan ini menjadi
region/zone, tidak berdasarkan sistem fungsionalnya. Karakteristik berikutnya dari metode
ini adalah dibaginya pekerjaan outfitting menjadi tiga stage atau tahap, ialah
on-unit, on-block, dan on-board (Lamb.T,1985) dan (Storch,dkk,1995). Galangan
moderen secara sistematik berusaha meminimalkan pekerjaan outfitting on-board.
Integrated Hull Construction, Outfitting and Painting (IHOP) Tahapan keempat ditandai dengan suatu kondisi dimana pekerjaan
pembuatan badan kapal, outfitting dan pengecatan sudah diintegrasikan. Keadaan ini
digunakan untuk menggambarkan teknologi yang paling maju di industri perkapalan,
yang telah dicapai IHI Jepang. Pada tahapan ini proses pengecatan dilakukan
sebagai bagian dari proses pembuatan kapal yang terjadi dalam setiap stage. Selain
itu karakteristik utama dari tahapan ini adalah digunakannya teknik-teknik
manajemen yang bersifat analitis, khususnya analisa statistik untuk mengontrol
proses produksi atau yang dikenal sebagai accuracy control system.
Pada gambar 3.18 diperlihatkan sebuah sub-blok pekerjaan teritegrasi dengan
outfitting dengan pengecatan (IHOP). Serta gambar 3.19 memperlihatkan on-unit
outfitting (salah satu modul dikamar mesin).
PENUTUP SOAL-SOAL LATIHAN MANDIRI
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan teknologi produksi kapal tradisional atau
berorientasi sistem?.
2. Jelaskan apa yang dimaksud dengan teknologi produksi kapal moderen atau
berorientasi produk?.
3. Jelaskan dan berikan contoh perbedaan antara teknologi produksi tradisional dengan
moderen.
4. Apa pengertian process lane?
5. Mengapa teknologi produksi kapal secara tradisional sulit mencapai tingkat produktifitas
tinggi?
TUGAS MAHASISWA BERKELOMPOK
1. TUJUAN TUGAS II Menjelaskan karakteristik teknik-teknik produksi kapal.
2. URAIAN TUGAS a. Objek Garapan Literatur / Kajian Pustaka b. Yang Harus dikerjakan
dan batasan-batasan Membuat makalah dengan isi: 1. Menjelaskan sejarah teknik produksi kapal. 2. Membedakan karakter tiap teknik produksi
kapal 3. Menarik simpul
c. Metode/Cara pengerjaan dan Acuan yang digunakan
• Studi literatur • Teori-teori desain produksi kapal • Mengidentifikasi ciri-ciri tiap teknologi
produksi kapal mencakup sejarah, klasifikasi dan teknologi yang digunakan
3. Kriteria Penilaian • Ketepatan wakti penyelesaian • Sistematika sajian • Kemutakhiran • Kejelasan argumentasi pengambilan
keputusan DAFTAR BACAAN Carmichael A.W, 1919, Practical Ship Production First Edition, McGraw-Hill Book
Company Inc, New York, diakses Juli 2011, http://www.archive.org/details /practicalshippro00carmich.
Chirillo,L.D.,R.D.Chirillo.,Y.Okayama.,1983, Integrated Hull Outfitting and Painting, NSRP, Maritime Administration in cooperation with Todd Facific Shipyard Corp, USA.
Eyres D. J.,2007, Ship Construction Sixth edition, Butterworth-Heinemann is an imprint of Elsevier,Linacre House, Jordan Hill, Oxford.
Jonson.C.S., L.D.Chirillo, 1979, Outfit Planning, NSRP with U. S. Department Of Transportation Maritime Administration.
Lamb Thomas, 1986, Engineering for Ship Production (SP-9), SNAME, U. S. Department Of Commerce Maritime Administration, Washington,D.C.
Storch,R.L., Hammon,C.P., and Bunch,H-M., 1995, Ship Production Second Revision, Cornell Maritime Press, Centreville.
Okayama,Y, L.D.Chirillo, 1982, Product Work Breakdown Structure, NSRP, Maritime Administration in cooperation with Todd Facific Shipyard Corp, USA.
http://www.nsrp.org, The National Shipbuilding Research Program (NSRP),
PENDAHULUAN
Proses pembangunan kapal pada dasarnya terdiri dari tiga kegiatan utama
yaitu desain/rancangan kapal, desain produksi kapal dan pengkonstruksian. Desain
produksi kapal merupakan istilah yang diberikan kepada desainer kapal saat ini, yang
bertugas khusus membuat detail rancangan untuk fabrikasi. Juga menentukan
metode dan teknik produksi yang dapat mengurangi jenis pekerjaan produksi,
menyederhanakan kerumitan kerja, dan menentukan kebutuhan riil peralatan dan
fasilitas kerja, berdasarkan kualitas hasil pekerjaan yang disyaratkan.
Saat ini fakta memperlihatkan bahwa keseluruhan rekayasa desain dibuat
sedemikian rupa untuk memastikan bahwa proses produksi dapat terlaksana secara
baik. Dengan demikian desain produksi kapal berupaya untuk memadupadankan
keinginan pemesan, dengan kualitas, pelayanan dan kemampurawatan produk yang
dihasilkan serta menghemat/menekan anggaran pembangunan.
Memahami desain produksi kapal dapat membantu mahasiswa dalam
pemahaman proses pembangunan kapal, khususnya penerapan konsep teknologi
produksi berorientasi produk mencakup rancangan blok, mendefenisikan material,
perencanaan, penjadwalan dan pengendalian produksi yang bermuara pada upaya
untuk meningkatkan produktifitas.
Dengan memahami konsep perincian struktur kerja (WBS) dan grup teknologi
akan menjadi modal dasar mahasiswa dalam mengaplikasikan konsep teknologi produksi
berorientasi produk (PWBS).
MATERI PEMBELAJARAN DESAIN KAPAL DAN DESAIN PRODUKSI KAPAL
Desain produksi kapal (design for ship production) merupakan defenisi yang biasa digunakan oleh insinyur produksi sejak akhir tahun 1950, yang bertugas/berfungsi untuk mengurai keterkaitan antara proses desain (process design) dengan desain produksi (production design). Desain produksi meliputi mempersiapkan informasi rancangan dalam mendefenisikan produksi. Sedangkan proses desain mencakup pengembangan rencana produksi. Walaupun demikian desain produksi tidak terbatas hanya untuk desain untuk produksi tetapi juga desain atau pemilihan peralatan, metode, dan urutan produksi yang hemat biaya.
Seorang desainer tidak akan pernah membuat rancangan secara baik apabila tidak tahu bagaimana desain dihasilkan. Secara jelas, dalam masa spesialisasi, desainer tidak dapat menyentuh/ mengetahui keduanya (desain kapal dan desain produksi), artinya secara fungsi keduanya masing-masing terpisah ke dalam insinyur desain dan insinyur industri. Dalam pekerjaan keseluruhan diharuskan ada komunikasi secara baik antara keduanya, walaupun dalam suatu organisasi ini menjadi kendala dan sulit dilakukan dan umumnya di dalam suatu industri hanya berhasil secara parsial/terpisah.
Guna menjawab permasalahan ini, seorang desainer kapal harus mampu mempersiapkan diri untuk bertanggungjawab secara penuh terhadap produktifitas suatu desain. Untuk itu, desainer kapal harus dapat mempelajari secara baik tentang proses produksi dan pembiayaan produksi.
Desain produksi harus mampu mendefenisikan dan secara hati-hati dalam mendesain sebuah produk sehingga cocok dengan persyaratan operasional, spesifikasi teknis, biaya produksi (mengurangi jumlah pekerjaan), mudah dibuat dan berkualitas. Fakta saat ini, bahwa seorang desainer kapal harus mempuyai komitmen kuat menghasilkan desain yang hemat biaya (cost effectiveness). Untuk itu desainer kapal mempuyai tanggungjawab tambahan untuk memahami efesiensi, proses produksi dan metode-metode perakitan. Bagaimanapun desainer kapal harus dapat menerima ini, sebab jika tidak dapat berpengaruh pada biaya produksi sehingga dampaknya fatal bagi galangan.
Saat ini peluang dan kewajiban seorang desainer kapal adalah mampu mendesain kapal dengan total biaya seminimal mungkin. Peluang ini hanya dapat didapat apabila desainer kapal tidak mengisolasi diri, hal ini hanya dapat dilakukan
apabila dalam membuat desain mengetahui fasilitas, teknik dan metode-metode produksi di galangan. Ini mengharuskan hubungan baik kedua belah pihak dan kerjasama antara departemen perencanaan dan produksi.
Desainer kapal tidak dapat secara efektif mendesain produksi tanpa
mengetahui bagaimana sebuah kapal di rakit.Artinya kendala utama untuk
mendesain produksi kapal adalah pengembangan pengetahuan tentang rancang
bangun kapal. Hal ini dapat dicapai apabila setiap galangan mengembangkan
spesifikasi produksi galangan dan rencana pembangunan (building plan) setiap
kapal yang dirakit yang dimulai terlebih dahulu dengan membuat detail perencanaan.
Desainer kapal harus secara konstan merujuk pada spesifikasi yang ada
dalam kontrak pembangunan untuk mencapai persyaratan kinerja kapal sesuai
standar kualitas. Jalan keluarnya adalah setiap galangan harus mempunyai
spesifikasi produksi dan produktibilitas. Spesifikasi produksi yang dimaksud adalah
mencakup daftar fasilitas, kapasistas peralatan, jalur kritis/batas kritis, standar-
standar, desain detail, serta pendekatan dan teknik-teknik perakitan dan
penginstalasian. Selanjutnya departemen perencanaan harus berdasarkan
spesifikasi produksi dalam mengembangkan desain dan detail perencanaan kapal.
Umumnya salah satu dokumen untuk melengkapi informasi produksi dari
departemen perencanaan yaitu rencana pembangunan (building plan). Jelasnya
rencana pembangunan berdasarkan spesifikasi produksi, yang diaplikasikan secara
detail untuk setiap kapal. Dalam hal ini defenisi batasan modul, urutan perakitan sub-blok
dan modul, urutan penegakan modul (erection sequence), perluasan advanced
outfitting, jadwal induk perakitan. Berdasarkan hal ini departemen perencanaan
mengembangkan daftar gambar dan persiapan jadwal. Rencana pembangunan
harus dikembangkan berdasarkan masukan dari personil departemen produksi dan
perencanaan meliputi detail, pengetahuan desain kapal, detail perencanaan, proses
produksi, perakitan dan penegakan modul (erection).
Kualitas desain produksi menjadi hal yang sangat penting, jika kualitas desain baik,
mudah di fabrikasi, utilisasi fasilitas tinggi hal ini dapat mencapai kualitas produk
tinggi. Sebelum konsep dan aplikasi desain produksi kapal di uji, sangat berguna
melakukan review dengan persyaratan umum berupa faktor-faktor utama dalam
pengoperasian galangan dan pengaruh biaya dalam perakitan kapal.
Review Pertama berupa pemahaman proses pembangunan kapal yang konsepnya terlihat pada gambar 4.1.
• Pendefinisian produksi (Production Definition) Mencakup perencanaan, pengadaan material, data manufaktur.
• Proses fabrikasi (component process) Proses bahan baku menjadi komponen-komponen struktur lambung dan outfitting.
• Proses perakitan (assembly process) Proses perakitan komponen struktur lambung dan unit outfitting.
• Proses penegakan kapal (ship joining process)
• Proses pengabungan struktur modul dengan permesinan, perlengkapan dan sistem lain.
Kesemua tahapan diatas dikendalikan dengan dua sistem yaitu kendali mutu
(quality control) serta pengendalian produksi dan material (production and material
control).
Kedua, peninjauan terhadap biaya perakitan kapal dapat dihasilkan dengan
melihat “Lembar Ringkasan Estimasi Biaya Kapal”. Ringkasan estimasi ini dapat
dilihat pada tabel 1.
GROUP TECHNOLOGY (GT) Model ekonomi pembangunan kapal dikembangkan berdasarkan kebutuhan
dan pengukuran biaya yang digunakan dalam pembangunan kapal. Mengetahui
sumber utama pembiayaan dan bagaimana pengukurannya, biasanya berbeda
caranya untuk mengetahui bagaimana pembiayaan dikontrol/dikendalikan. Dasar
untuk melakukan pengendalian pembiayaan biasanya melalui perbaikan organisasi
manajemen dan produksi. Pengorganisasian kerja dapat dilakukan dengan
mengaplikasikan Teknologi Grup.
Teknologi Grup (GT), biasa juga disebut manufaktur famili (family manufaktur-
FM), digunakan untuk manajemen proses industri yang dimaksudkan untuk
pengembangan sistem yang sangat efesien yang dimulai dengan pengklasifisian dan
tata kode. Dalam dunia sains, sistem klasifikasi sangat esensial dalam organisasi
data gunanya untuk menganalisa dan mengsintesa fasilitas, memformulasikan
hipotesa, percobaan, membuat deduksi, dan pada akhirnya dapat mengeneraliasi
aplikasi-aplikasi praktis.Artinya sistem klasifikasi hanya digunakan sebagai alat dan
teknik-teknik oleh ilmuwan. Namun, GT di inovasi lebih luas dalam manajemen
proses manufaktur, bukan hanya teknik untuk pengendalian material, komponen,
perakitan dan lain-lain.
GT juga bisa disebut sel manufaktur (cellular manufacturer). Kata “sel” merupakan
hal esensial atau infomasi penting untuk memahami apa dan bagaimana
GT dapat diaplikasikan di pembangunan kapal. Dalam mekanisasi industri, dimana
GT sudah sangat ekstensif diaplikasikan, sel dimaksudkan sebagai sejumlah grup
mesin-mesin dan orang-orang yang mengoperasikannya. Secara umum operator
mesin telah ditraining untuk dapat mengoperasikan seluruh mesin yang ada dalam
sel. Untuk komponen-komponen yang mempuyai jadwal masing-masing, sel dijadwal dan
dibebankan dengan komponen-komponen yang diklasifikasi berdasarkan bentuk,
material, ukuran dll, kedalam sebuah famili. Pada gambar 4.2 diperlihatkan tata letak mesin
sesuai dengan prinsip GT.
Penggunaan famili dimaksudkan untuk mengurangi jumlah penomoran dari komponen-komponen yang berbeda, begitu juga jumlah operasi, ukuran beban/volume kerja. Dengan demikian tujuan utama GT untuk mengurangi proses pekerjaan penyimpangan/ pergudangan sejauh yang diiginkan. Keuntungan tambahan yaitu bahwa operator yang telah ditraining untuk mengoperasikan seluruh mesin yang ada dalam sel dapat juga menjadi inspector mesin. Bila sel telah dibebankan pekerjaan, pekerja dapat menyelesaikan pekerjaan dalam waktu singkat.
GT telah diaplikasikan pada industri pembangunan kapal di Jepang, Britania, dan Rusia. Laporan telah mengidentifikasi bahwa aplikasi ini sukses diterapkan dalam ranah pembangunan kapal seperti:
• Rasionalisasi desain.
• Pengembangan secara efektif sistem perencanaan produksi dengan menganalisa ukuran-ukuran, bentuk-bentuk, variasi, dan proses produk.
• Mengurangi variasi struktur ukuran material.
• Memperbaiki penyampaian informasi perencanaan pada bengkel-bengkel kerja melalui pengklasan dan pengkodean produk.
• Memperbaiki organisasi dan tata letak bengkel-bengkel kerja menggunakan analisa statistik pada aliran dan proses produk.
WORK BREAKDOWN STRUCTURE (WBS) Setiap pengelolaan sesuatu pekerjaan selalu didekati dengan pertanyaan apa,
dimana, kapan dan sumber daya apa yang dibutuhkan?. Spesifikasi ini secara umum membentuk sebuah proses total ke dalam bagian-bagian yang lebih kecil. Sistem yang digunakan untuk mengendalikan pekerjaan yang dibuat dalam bagian-bagian yang lebih kecil disebut dengan perincian struktur kerja atau Work Breakdown Structure (WBS). WBS ini diklasifikasikan sebagai sebuah sistem. WBS umumnya digunakan dalam pembangunan kapal baik yang berorientasi sistem (tradisional) maupun produk (moderen). SYSTEM-WORK BREAKDOWN STRUCTURE (SWBS)
Perincian struktur kerja berorientasi sistem (SWBS) digunakan secara penuh untuk estimasi awal dan memulai tahapan sebuah desain. Angkatan Laut Amerika mendeskripsikan struktur kerja berorientasi sistem, dengan nama Navy Ship Work Breakdown Structure.
SWBS ini digunakan melalui:
“ …..sebuah siklus hidup kapal dimulai dari desain awal dan studi biaya
melalui penetapan bagian-bagian dan perencanaan produksi
mencakup biaya, berat, spesifikasi, efektifitas dan fungsi sistem,
desain, produksi, dan perawatan”.
Dalam SWBS semua klasifikasi grup didefenisikan dalam tiga digit angka numerik
berdasarkan sistem fungsionalnya. Ada 10 grup utama, hanya dua diantaranya yang
tidak digunakan sebagai bagian utama dalam etimasi biaya dan laporan kemajuan
pekerjaan. Kesepuluh grup utama tersebut adalah:
000 Panduan Umum dan Administrasi.
100 Lambung Kapal.
200 Instalasi Propulsi.
300 Instalasi Listrik.
400 Komando dan Pemantauan
500 Sistem Mesin Bantu
600 Perlengkapan dan perabot.
700 Persenjataan.
800 Integrasi/perencanaan.
900 Perakitan Kapal dan Layanan Pendukung.
Setiap grup utama dibuat dalam hirarki pembagian dengan merinci menjadi subgroup
dan elemen-elemen. Subgrup dibuat dengan tiga digit angka numerik yang mana
setiap angka terakhir adalah nol (0). Tiga digit angka numerik lain disebut kode
elemen. Sebagai contoh lihat ilustrasi pada gambar 4.3.
PRODUCT-WORK BREAKDOWN STRUCTURE (PWBS) Skema klasifikasi perincian pekerjaan berdasarkan produk antara dapat di lihat
dari perspektif pembagian/perincian struktur pekerjaan berorientasi produk (PWBS-
product oriented work breakdown structure). Komponen-komponen dan sub-
assembly digrupkan secara permanen berdasarkan karakteristik dan klasifikasinya
dengan memperhatikan atribut-atribut desain dan manufaktur. Tipikal parameter
khusus sistem klasifikasinya seperti bentuk, dimensi, toleransi, bahan serta jenis dan
kerumitan pengoperasian mesin produksi. Skema klasifikasi sedapat mungkin dapat
diaplikasikan untuk manufaktur sehingga dibutuhkan tata kode dalam proses
pencatatan data.
Konsep PWBS dideskripsikan menggunakan GT (group technology) dan FM
(family manufacture). Logikanya PWBS membagi proses produksi kapal menjadi tiga
jenis pekerjaan yaitu:
Klasifikasi pertama adalah : Hull Construction, Outfitting dan Painting. Dari ketiga
jenis pekerjaan tersebut masing-masing mempunyai masalah dan sifat yang berbeda
dari yang lain. Selanjutnya, masing-masing pekerjaan tersebut dibagi lagi ke dalam
pekerjaan fabrikasi dan assembly. Subdivisi assembly inilah yang terkait dengan
zona dan yang merupakan dominasi dasar bagi zona di siklus manajemen
pembangunan kapal. Zona yang berorientasi produk, yaitu Hull Blok Construction
Method (HBCM) dan sudah diterapkan untuk konstruksi lambung oleh sebagian
besar galangan kapal.
Klasifikasi kedua adalah mengklasifikasi produk berdasarkan produk antara
(interim product) sesuai dengan sumber daya yang dibutuhkan, misalnya produk
antara di bengkel fabrication, assembly dan bengkel erection. Sumber daya tersebut
meliputi :
• Bahan (Material), yang digunakan untuk proses produksi, baik langsung maupun tidak langsung, misalnya pelat baja, mesin, kabel, minyak, dan lain – lain.
• Tenaga Kerja (Manpower), yang dikenakan untuk biaya produksi, baik langsung atau tidak langsung, misalnya tenaga pengelasan, outfitting dan lain – lain.
• Fasilitas (Facilities), yang digunakan untuk proses produksi, baik langsung maupun tidak langsung, misalnya, gedung, dermaga, mesin, perlengkapan, peralatan dan lain – lain.
• Biaya (Exspenses), yang dikenakan untuk biaya produksi, baik langsung maupun tidak langsung, misalnya, desain, transportasi, percobaan laut (sea trial), seremoni, dan lain-lain.
Klasifikasi ketiga adalah klasifikasi berdasarkan empat aspek produksi, hal ini dimaksudkan untuk mempermudah pengendalian proses produksi. Aspek pertama dan kedua adalah system dan zone, merupakan sarana untuk membagi desain kapal ke masing – masing bidang perencanaan untuk di produksi. Dua aspek produksi lainnya yaitu area dan stage merupakan sarana untuk membagi proses kerja mulai dari pengadaan material untuk pembangunan kapal sampai pada saat kapal diserahkan kepada owner. Definisi dari keempat aspek produksi tersebut adalah sebagai berikut:
• System adalah sebuah fungsi struktural atau fungsi operasional produksi,
misalnya sekat longitudinal, sekat transversal, sistem tambat, bahan bakar
minyak, sistem pelayanan, sistem pencahayaan, dan lain – lain.
• Zona adalah suatu tujuan proses produksi dalam pembagian lokasi suatu produk,
misalnya, ruang muat, superstructure, kamar mesin, dan lain – lain.
• Area adalah pembagian proses produksi menurut kesamaan proses produksi
ataupun masalah pekerjaan yang berdasarkan pada:
⎯ Bentuk (misalnya melengkung dengan blok datar, baja dengan struktur
aluminium, diameter kecil dengan diameter besar pipa, dan lain - lain)
⎯ Kuantitas (misalnya pekerjaan dengan jalur aliran, volume outfitting on-block
untuk ruang mesin dengan volume outfitting on-block selain untuk ruang
mesin, dan lain - lain).
⎯ Kualitas (misalnya kelas pekerja yang dibutuhkan, dengan kelas fasilitas yang
dibutuhkan, dan lain - lain).
⎯ Jenis pekerjaan (misalnya, penandaan (marking), pemotongan (cutting),
pembengkokan (bending), pengelasan (welding), pengecetan (painting),
pengujian (testing), dan lain – lain. Dan
⎯ Hal lain yang berkaitan dalam pekerjaan.
• Stage adalah pembagian proses produksi sesuai dengan urutan pekerjaan,
misalnya sub-pembuatan (sub-steps of fabrication), sub-perakitan (sub-
assembly), perakitan (assembly), pemasangan (erection), perlengkapan on-unit
(outfitting on-unit), perlengkapan on-block (outfitting on-block), dan perlengkapan
on-board (outfitting on-board).
Secara natural elemen-elemen PWBS dideskripsikan sebagaimana terlihat pada
gambar 4.4.
Hull Blok Construction Method (HBCM) Tingkat manufaktur atau tahapan untuk Hull Blok Construction Method
didefinisikan sebagai kombinasi dari operasi kerja yang mengubah berbagai
masukan ke dalam produk antara (interim products) yang berbeda, seperti bahan
baku (material) menjadi part fabrication, part fabrication menjadi sub block assembly
dan lain – lain.
Secara praktis untuk perencanaan perakitan badan kapal terdiri dari tujuh
level/tingkat manufaktur, seperti terlihat pada gambar 4.5.
Perencanan aliran pekerjaan dimulai dari level blok-blok, kemudian dibagi-bagi
turun sampai ke level fabrikasi komponen.
Pengelompokan umum aspek-apek produk yang disajikan dalam gambar 4.6
adalah kombinasi horisontal yang mencirikan berbagai jenis paket pekerjaan yang
diperlukan dan dilakukan untuk setiap tingkat, sedangkan kombinasi vertikal dari
berbagai jenis paket pekerjaan menunjukkan jalur proses (proses lane) untuk
pekerjaan konstruksi lambung yang berkaitan dengan urutan dari bawah ke atas
menunjukkan tingkat pekerjaan, sedangkan dalam proses perencanaan dilakukan
dengan urutan dari atas ke bawah berdasarkan aspek-aspek produksi.
Gambar 4.6. Klasifikasi dari aspek produksi Hull Block Construction Method (HBCM). (Sumber: Okayama, 1982, halaman 15) Wahyuddin 61
Alokasi produk untuk setiap paket pekerjaan dioptimasi berdasarkan ukurannya, dapat dijadikan dasar untuk menentukan produktifitas pekerjaan. Beberapa pengulangan-pengulangan dapat dilakukan, tetapi tingkat produktifitas yang dapat dicapai tergantung pengelompokan problem area untuk setiap level-level manufaktur.
Produktifitas maksimun dapat tercapai apabila pekerjaan teralokasi secara penuh dalam kelompok-kelompok paket pekerjaan sesuai dengan aspek-aspek produk di atas dan kemampuan untuk memberikan respon cepat terhadap ketidakseimbangan pekerjaan, seperti pemindahan/pergeseran pekerja-pekerja diantara level manufaktur dan atau aliran pekerjaan tanpa kehilangan/membuang waktu, atau membuat perubahan jadwal pekerjaan dalam jangka pendek.
Fabrikasi Komponen-komponen (Part Fabrication) Sebagaimana diperlihatkan pada gambar 4.6, Part Fabrication adalah tingkat
pertama manufaktur. Tahap ini memproduksi komponen-komponen atau zona-zona
untuk perakitan badan kapal menjadi bagian-bagian yang tidak bisa dibagi lagi.
Paket-paket pekerjaan dikelompokkan dalam zone, problem area, dan stage.
Perbedaan dasar problem area bergantung bahan baku, bahan jadi, proses
fabrikasi dan fasilitas yang digunakan seperti:
• Parallel parts from plate (pelat datar beraturan)
• Non parallel part from plate (pelat datar tidak beraturan)
• Internal part from plate (komponen internal dari pelat)
• Part from rolled shape (komponen dari bentukan roll)
• Other parts (komponen-komponen yang lain misalnya pipa, dan lain – lain). Stage ditentukan berdasarkan kesamaan jenis dan ukuran-ukuran, sebagai berikut: • Penyambungan pelat atau nil.
• Penandaan dan pemotongan.
• Pembengkokan atau nil. Nil diindikasikan tidak ada dalam aspek-aspek produk, atau pengkodean dan
kategorinya tidak ada (left blank) atau dilangkahi/diabaikan dari aliran proses.
Komponen-komponen yang akan dibengkokan dalam jumlah banyak, problem
area-nya dapat dibagi-bagi berdasarkan ketersediaan sumber daya, seperti:
• Tekan biasa (bentuk kurva yang tidak dalam dengan satu aksis).
• Tekan kuat (flens bracket)
• Line heating dengan mesin (bentuk kurva yang tidak dalam dengan dua aksis)
• Line heating dengan tangan (bentuk kurva yang dalam dengan dua aksis dan untuk memperbaiki semua jenis komponen)
Tipikal pengelompokkan paket-peket pekerjaan untuk fabrikasi komponen-
komponen diilustrasikan seperti terlihat pada gambar 4.7. Setiap komponen
memperlikatkan zona perakitan badan kapal yang tidak bisa dibagi lagi.
Gambar 4.7. Part fabrication yang tidak dapat dibagi lagi
(Sumber: Storch,dkk, 1995,halaman 72)
Perakitan komponen (Part Assembly) Part Assembly adalah tingkat manufaktur kedua yang khusus atau di luar
aliran kerja utama (main work flow). Tipikal paket-paket pekerjaan ini digroupkan atau
dikelompokkan ke dalam probleam area sebagai berikut :
• Built-up parts (komponen asli, seperti profile T, profile L, atau bentuk-bentuk yang
tidak di rol)
• Sub-blok parts (seperti komponen yang harus disatukan dengan las, secara
konsisten misalnya pemasangan bracket dengan face plate atau pelat datar,
terlihat pada gambar 4.8)
Stage dibagi menjadi :
• Perakitan-perakitan. • Pembengkokan atau nil.
Gambar 4.8. Part Assembly yang berada di luar aliran kerja utama
(Sumber: Storch,dkk, 1995, halaman 72)
Perakitan Sub-blok (Sub-block Assembly) Sub-block Assembly adalah tingkat manufaktur ketiga, sebagaimana di
tunjukkan pada gambar 4.5 dan 4.6. Zona secara umum adalah menyatukan
komponen dengan las, meliputi memfabrikasi sejumlah komponen-komponen dan
atau merakit komponen-komponen, ini dilakukan ke dalam panel saat perakitan blok.
Tipikal paket-paket pekerjaan dikelompokkan ke dalam probleam area untuk :
• Kesamaan ukuran dalam jumlah yang sangat besar, seperti gading-gading besar,
penumpu tengah, wrang-wrang dan lain-lain.
• Kesamaan ukuran dalam jumlah kecil.
Stage diklasifikasikan sebagai berikut :
• Perakitan
• Back assembly atau nil.
Setelah selesai back assembly komponen-komponen dan rakitan komponen
dapat dipasang dari kedua sisi. Back assembly juga ditambahkan setelah pemutaran
rakitan. Sebagai contoh diperlihatkan pada gambar 4.9.
Gambar 4.9. Sub‐block Assembly berdasarkan tingkat kesulitan (Sumber: Storch,dkk, 1995, halaman 73)
Semi-block and Block Assembly dan Grand-Block Joining Blok adalah merupakan kunci zona untuk perakitan badan kapal yang
terindikasi seperti terlihat pada gambar 4.5 dan 4.6. Blok direncanakan dalam tiga level perakitan, yaitu :
• Semi-block assembly (perakitan semi blok)
• Block assembly (perakitan blok)
• Grand-block joining (penggabungan blok). Hanya perakitan blok yang menjadi aliran utama pekerjaan, level-level lain dianjurkan digunakan sebagai alternatif perencanaan. Semua perencanaan didasarkan atas konsep pengelompokan paket-paket pekerjaan dalam probleam area dan stage. Semi block dirakit sebagai zona terpisah dari zona kunci (blok), semi- block kemudian dirakit ke dalam blok menjadi blok induk sehingga proses ini kembali masuk ke dalam aliran utama pekerjaan.
Penggabungan blok-blok (kombinasi beberapa blok-blok menjadi blok besar disisi dekat landasan pembangunan) mengurangi waktu kerja yang dibutuhkan untuk penegakan blok (erection) di landasan pembangunan. Dalam penggabungan blok- blok sedapat mungkin harus stabil, membutuh area dan volume yang besar, sehingga harus difasilitasi untuk pekerjaan out-fitting on block dan pengecatan. Zona semi-block, perakitan blok dan penggabungan blok besar (grand block) menjadi rentang perubahan dari blok menjadi kapal diperlihatkan pada gambar 4.6.
Problem area pada level semi-block pembagiannya sama dengan level sub-
blok. Kebanyakan semi-semi blok ukurannya kecil dan berbentuk dua dimensi, dapat
dihasilkan menggunakan fasilitas perakitan sub-blok. Dalam perencanaan kerja, yang menjadi inilah yang menjadi poin pembeda dalam memisahkan perakitan semi-block dari perakitan blok. Pengelompokan stage semi-block sama saja dengan sub-sub blok seperti diperlihatkan pada gambar 4.6.
Level perakitan blok terbagi dalam problem area menggunakan fitur pembeda dari panel yang dibutuhkan sebagai dasar untuk penambahan komponen, rakitan komponen, dan / atau sub-blok, serta untuk keseragaman terhadap waktu kerja yang diperlukan. Karakteristik ini menentukan apakah platens atau jig pin yang diperlukan, atau blok yang mana harus dimulai dirakit dan selesai pekerjaannya berbarengan. Karena keunikannya, blok bangunan atas ditangani secara terpisah.Untuk membagi problem area, definisi yang diperlukan adalah: • Flat (datar)
• Special flat (datar khusus)
• Curve (kurva atau lengkung)
• Curve (kurva khusu)
• Superstructure (bangunan atas) Karena variasi waktu kerja dan atau jig yang diperlukan, khusus blok datar dan kurva
khusus tidak dirakit di fasilitasyang dirancang dalam alur kerja yang awal dan
penyelesaian pekerjaannya serempak. Dengan demikian membutuhkan pendekatan
pekerjaan yang diistilahkan job-shop (pekerjaan temporer). Jika jumlah blok-blok
yang dihasikan sedikit, diklasifikasikan paling kurang ada lima problem area yang
harus dipertimbangkan.
Sebagaimana diperlihatkan pada gambar 4.6, fase problem area level perakitan
block terbagi atas:
• Penggabungan pelat.
• Pemasangan gading-gading.
• Perakitan.
• Back assembly atau nil.
Stage level perakitan blok adalah mengkombinasikan panel dengan
komponen, rakitan komponen, dan atau sub-blok, dan kadang-kadang dengan semi
blok.
Dengan pertimbangan normal pada level penggabungan blok-blok (grand
block), klasifikasi problem area hanya dibagi tiga, yaitu:
• Panel datar.
• Panel kurva.
• Bangunan atas. Stage pada level ini dibagi menjadi:
• Penggabungan atau nil.
• Penegakan blok awal atau nil.
• Back pre-erection atau nil.
Untuk kapal-kapal kecil, tahapan penegakan blok awal dianjurkan pada
penggabungan grand-blokcs, yang berguna untuk mengkreasi grand-grand blocks.
Gambar 4.10 sampai dengan gambar 4.20 memperlihatkan hubungan antara
semi-blok, blok dan grand-block pada pengerjaan aktual pembangunan kapal general
kargo 22000 DWT.
Penegakan Blok-Blok Badan Kapal (Hull Erection) Penegakan blok-blok (erection) adalah level terakhir dari pembangunan kapal
yang menggunakan pendekatan zona. Problem area pada level ini adalah:
• Haluan atau bagian depan badan kapal (fore hull).
• Ruang muatan (cargo hold).
• Ruangan mesin (engine room).
• Buritan atau bagian belakang badan kapal (aft hull).
• Bangunan atas. Stage secara sederhana terbagi atas:
• Erection.
• Pengujian dan percobaan kapal (test).
Pengujian pada tingkat ini seperti tes tangki, sangat penting ketika sebuah
produk antara (interim Product) selesai. Ini diperlukan untuk pemeriksaan dan
pengujian yang dilakukan sesuai dengan spesifikasi paket. Hasilnya dicatat dan
analisis untuk dilakukan perbaikan lebih lanjut. Ilustrasi erection dapat dilihat pada
gambar 4.21 dan 4.22.
ZONE OUTFITTING METHOD (ZOFM) Perencanaan Outfitting adalah terminologi yang digunakan untuk
mengambarkan/mendeskripsikan alokasi sumber daya untuk pekerjaan penginstalan
komponen-komponen kapal selain struktur lambung kapal. Saat ini banyak
diaplikasikan perencanaan outfitting dengan nama Metode Zone Outfitting (ZOFM)
yang sebelumnya adalah metode Conventional Outfitting.
Metode ZOFM dianjurkan untuk diaplikasikan pada galangan-galangan
dengan keuntungan-keuntungan adalah :
1. Meningkatkan keselamatan kerja.
2. Mengurangi biaya-biaya produksi.
3. Kualitas baik.
4. Produktifitas tinggi.
Tujuan dan keuntungan yang diperoleh dengan penerapan ZOFM, seperti
terlihat pada gambar 4.23.
ZOFM merupakan konsekuensi alami dari HBCM, keduanya dikerjakan
dengan logika yang sama. Galangan mengerjakan perakitan secara ZOFM dapat
dilakukan secara independen (berdiri sendiri) ataupun dapat digabung saat
pekerjaan blok-blok lambung kapal.
Apabila dikerjakan bersamaan dengan pekerjaan blok lambung seperti yang
tertera dalam kontrak design tentunya akan terjadi perubahan secara signifikan
jumlah paket-paket pekerjaan mencakup pekerjaan desain, identifikasi material,
pengadaan, fabrikasi komponen/bagian, dan perakitan. Hal ini penting diketahui
untuk melihat sejauh mana kemajuan pekerjaan instalasi (outfitting).
Perencana HBCM mendefenisikan produk-produk antara mulai dari lambung
sebagai zone, kemudian membagi menjadi zona-zona blok dan zona blok dibagi
menjadi zona sub-blok dan seterusnya. Proses ini dinyatakan selesai jika bagian-
bagian tidak bisa dibagi lagi.Pembagian-pembagian zona ini secara alami
mempertimbangkan secara khusus tingkatan atau level manufaktur.
Perencana ZOFM harus berdasar pada rancangan zone perakitan lambung.
Namun demikian tidak menutup kemungkinan zone outfitting dapat dibuat secara
independen.
On-Unit, On-Block, Dan On-Board Outfitting On-unit yang merujuk pada zone dapat didefeniskan sebagai penataan/
peletakan/pemasangan perlengkapan/peralatan/suku cadang yang dirakit secara tersendiri dari struktur lambung. perakitan seperti ini disebut on-unit outfitting. Perakitan seperti ini dapat meningkatkan keamanan serta mengurangi jam-orang dan durasi/waktu yang dialokasikan untuk on-block dan on-board outfitting.
On-block untuk keperluan outfitting/instalasi mengacu pada hubungan yang lebih fleksibel antara blok dan zona. Perakitan fitting (perlengkapan) pada setiap struktural sub-rakitan (misalnya, semi-blok, blok, dan blok besar), disebut sebagai on- block outfitting. Zona berlaku untuk daerah yang diinstalasi, pemasangan peralatan/perlengkapan di langit-langit dari sebuah blok yang dilakukan terbalik adalah sebuah zona sedangkan pemasangan peralatan/perlengkapan di atas geladak setelah blok dibalik merupakan zona lain.
On-board adalah sebuah divisi atau zona untuk paket-paket pekerjaan
perakitan perlatan/perlengkapan selama penegakan (ereksi) lambung dan setelah
peluncuran. Sebuah zona ideal perlengkapan on-board menghindari kebutuhan bubar
dan / atau terus-menerus relokasi sumber daya, terutama pekerja.
Sebuah zona ideal on-board oufitting adalah menghindari /mengurangi
kebutuhan dispersi dan/ atau relokasi terus-menerus sumber daya, terutama pekerja.
secara umum, kompartemen didefinisikan sebagai kulit, sekat, dek atau partisi
lainnya yang cocok. bahkan seluruh ruang muatan, tanki-tangki, kamar mesin,
geladak bangunan atas, atau geladak cuaca dapat menjadi zona berguna untuk
tahap akhir on-board outifitting.
Perencana ZOFM,merinci pekerjaan outfit ke dalam paket-paket pekerjaan,
dan pertimbangkan komponen-komponen oufit untuk semua sistem dalam zona on-board
dan mencoba untuk memaksimalkan jumlah dipasang/diinstalasi pada zona on-
block. Tujuannya adalah untuk meminimalkan pekerjaan outfit selama dan setelah
ereksi lambung.
Optimalisasi ukuran paket pekerjaan dapat dicapai ketika isi pekerjaan hampir
seragam. Keseimbangan paket-paket pekerjaan didasarkan pertimbangan
mengkelompokkan komponen ke dalam aspek produk zona, problem area dan
stage. Faktor-faktor yang mempengaruhi keseimbangan kerja, seperti alokasi tenaga
kerja dan penjadwalan. tujuan lain dari perencana ZOFM meliputi:
1. Pemindahan posisi pekerjaan fitting (instalasi), terutama las, dari posisi sulit ke
posisi lebih mudah yaitu down hand , sehingga dapat mengurangi baik jam-
orang dan jangka waktu yang diperlukan.
2. Memilih dan merancang komponen yang dapat diatur kedalam grup fitting untuk
pemasangan/perakitan on-unit, sehingga simpliying perencanaan dan penjadwal-
an dengan menjaga berbagai jenis pekerjaan yang terpisah pada tingkat
manufaktur paling awal.
3. Memindahkan pekerjaan dari ruang tertutup, sempit, tinggi, atau tidak aman ke
tempat-tempat terbuka, luas, dan rendah, sehingga memaksimalkan keamanan
dan akses untuk penanganan material.
4. Perencanaan secara simultan/kompak,paket- paket pekerjaan, sehingga men-
gurangi waktu instalasi secara keseluruhan.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, secara praktis
perencanaan outfitting dibagi dalam enam tingkat manufaktur seperti yang
ditunjukkan pada gambar 4.24. Tingkatan komponen, unit, dan grand-unit dieksekusi
independen dari zona struktural lambung tempat komponen dan unit akan dipasang.
Tingkatan on-block dan on-board, tentu saja, sepenuhnya tergantung pada entitas
struktural.
Pengelompokan khas aspek produk ditampilkan dalam gambar 4.25 berupa
kombinasi secara Horisontal yang mencirikan berbagai jenis paket pekerjaan yang
diperlukan dan pekerjaan yang harus dilakukan untuk setiap tingkat manufaktur.
Kombinasi secara vertikal dari berbagai jenis paket pekerjaan menunjukkan jalur
proses alur kerja yang sesuai dengan ZOFM.
Perencana ZOFM, perlu menyeimbangkan antara perencanaan dan penjadwalan dan
koordinasi antara pekerjaan konstruksi lambung, outfitting, dan pengecatan.
Pada gambar 4.26 s/d 4.28, masing-masing diperlihatkan on-unit, on-block dan on-
board outfitting.
ZONE PAINTING METHOD (ZPTM) ZPTM adalah penambahan alamia dari logika yang digunakan pada HBCM
dan ZOFM. Dalam hal ini pekerjaan pengecatan mengalami proses transfer dari
metode yang secara tradisional dilakukan di landasan pembangunan atau di
dermaga outfittting, ke metode yang mengitegrasikan pekerjaan pengecatan dengan
pekerjaan perakitan lambung dan proses instalasi secara menyeluruh pada level-
level manufaktur baik pada perakitan awal, perakitan sub-blok sampai perakitan dan
penegakan blok.
Tipikal pekerjaan pengecatan pada dasarnya sama dengan proses perakitan
dimana pekerjaan tersusun dalam sebuah hirarki menjadi sebuah level-level
manufaktur sebagaimana terlihat pada gambar 4.29.
Aplikasi pekerjaan ini sukses apabila memperhatikan persyaratan-persyaratan
sebagai berikut:
1. Interval pengecatan antara lapisan pertama dengan lapisan berikutnya harus lebih
pendek dari periode paparan yang diijinkan.
2. Setiap perakitan blok lambung diselesaikan dengan meminimalkan pekerjaan
persiapan permukaan dan pengecatan ulang akibat pekerjaan pemotongan,
pemasangan dan pengelasan.
Pengerjaan dasar (shop primers) untuk pelat dan bentuk-bentuk lain seharusnya tidak
menghalangi efesiensi pekerjaan pemotongan dan pengelasan.
Tujuan utama perencanaan untuk memindahkan/mengeser pekerjaan pengecatan ke
level-level manufaktur sebelum pengecatan on-board adalah untuk:
• Pergeseran posisi dari posisi di atas kepala ke posisi dibawah tangan,
dari tempat tinggi ke tempat rendah, dan dari tempat terbatas ke tempat yang mudah
diakses.
• Memfasilitasi penggunaan bangunan yang dapat mengendalikan suhu dan
kelembaban, terutama untuk pekerjaan pelapisan yang rumit,
• Menyediakan lingkungan yang lebih aman tanpa perangkat luar biasa
(extraordinary devices) yang akan membebani para pekerja,
• Mencegah terjadinya in‐process rust dan pengerjaan ulang,
• Minimalkan penggunaan panggung kerja/peranca terutama hanya untuk
persiapan permukaan dan pengecatan, dan
• Tingkat beban bekerja di seluruh proses pembuatan kapal dihindari dengan
volume pekerjaan yang besar terutama dalam tahap akhir yang bisa
menunda/memperlambat (jeapordize) penyerahan kapal sesuai yang dijadwalkan.
Pengelompokan khas pekerjaan pengecatan yang terkait dengan paket
pekerjaan ditinjau dari kandungan aspek produk seperti terlihat pada gambar 4.30.
Karakteristik kombinasi secara horizontal adalah berupa berbagai jenis paket
pekerjaan yang diperlukan dan cukup untuk pekerjaan yang harus dilakukan pada
setiap level pekerjaan. Kombinasi vertikal menunjukkan jalur proses untuk alur kerja pengecatan.
Jelasnya,perencana harus mampu untuk menyeimbangkan dan
mengkoordinasikan perencanaan dan penjadwalan antara pekerjaan konstruksi
lambung, outfitting dan pengecatan. Contoh dari sistem pengecatan yang diterapkan
sesuai dengan ZPTM seperti terlihat dalam gambar 4.31.
Pengerjaan Dasar Pengecatan (Shop Primer Painting)
Pada level manufaktur ini, mengaplikasikan pekerjaan persiapan permukaan
dan mengaplikasikan pengerjaan dasar pada bahan baku sebelum dikerjakan untuk
menjadi struktur atau komponen outfitting.
Pembagian/perincian problem area pada tahapan ini berupa adalah:
• Pelat.
• Bentuk‐ Bentuk (kurva, double kurva) dan lainnya.
Kategori stage pada tahapan ini adalah:
• Shot Blasting (pembersihan menggunakan pasir silika yang ditembakkan).
• Pengecatan.
Gambar 4.31. Sistem Pengecatan berdasarkan Zone Painting Method (ZPTM) (Sumber: Stroch, dkk, 1995, halaman 92)
Pengecatan Dasar (Primer Painting)
Pada level ini diaplikasikan anti-korosi, mencakup epoxy dan anorgank seng- silikat, yang merupakan lapisan pertama diterapkan pada komponen atau divisi on- board (sebagaimana didefinisikan dalam ZOFM), atau blok (sebagaimana didefinisikan dalam HBCM) . Problem area dikelompokkan menjadi: • Jenis‐jenis cat , yaitu, konvensional, epoxy, anorganik seng‐silikat, dan lain‐lain.
• jumlah lapisan.
• Jenis zona.
Pengklasifikasian pekerjaan untuk setiap komponen, blok atau on‐board ke dalam problem area,
dimaksudkan untuk mengantisipasi:
• Terbakarnya atau rusaknya permukaan yang telah dicat saat pekerjaan pada level‐level manufaktur
baik HBCM maupun ZOFM sukses diselesaikan.
• Sulitnya merubah/mengeser kondisi‐kondisi pengecatan (misalnya dari posisi dibawah tangan
menjadi posisi di ats kepala, dari tempat rendah ke tempat tinggi, dari yang renggang ke
berdekatan,dll).
• Kebutuhan untuk merawat hasil pekerjaan.
Pertimbangan-pertimbangan ini lagi menunjukkan bahwa ZPTM, ZOFM, dan
perencanaan HBCM harus dikoordinasikan. Perencana pekerjaan pengecatan harus
mempertimbangkan tersebut di atas untuk setiap zona di semua tingkat manufaktur
ZOFM dan HBCM. Tahapan (stage) pada tingkat ini dipisahkan ke dalam fase‐fase
berikut:
• Persiapan permukaan.
• Membersihkan.
• Touch‐up.
• Pengecatan.
• Persiapan permukaan setelah pembalikan blok atau nil.
• Membersihkan setelah pembalikan blok atau nil.
• Touch‐up setelah blok turnover (pembalikan) atau nil.
• Pengecatan setelah pembalikan blok atau nil.
Pekerjaan‐pekerjaan pengecatan dasar yang dipadukan dengan ZOFM pada
tingkat manufaktur ini dilaksanakan tepat sebelum tahapan pemasangan langit‐langit
dan pembalikan blok dikerjakan, sebelum tahapan pemasangan onfloor. Nil berlaku
jika blok yang tidak diputar.
Pengecatan Akhir Lapisan Bawah
Tahapan manufaktur ini dikenal sebagai tingkat semifinal dalam aplikasi pekerjaan
pengecatan. Penggunaan klasifikasi zona pada tahapan ini, yaitu:
1. Komponen‐komponen (dalam ukuran besar atau yang menjadi relatif tidak dapat
diakses setelah pemasangan/penginstalan on‐board, seperti tiang‐tiang, lengan
derek muatan (boom), sisi bawah tutup palka, dll).
2. Unit‐unit yang harus dipasang on‐board.
3. Terinstalasi pada blok‐blok.
4. Pembagian on‐board.
5. Nil (berlaku jika khusus pada epoksi).
Pembagian Problem Area‐nya adalah:
1. Jenis cat.
2. Jumlah mantel.
3. Jenis zona.
4. Perancah (panggung kerja) hanya diperlukan untuk pekerjaan pengecatan.
Klasifikasi paket pekerjaan secara stage sama seperti untuk tingkat pengecatan
dasar.
Pengecatan Akhir Pengecatan akhir adalah level manufaktur final di ZPTM. Klasifikasi Zona,
Problem area dan stage sama seperti di level pekerjaan pengecatan lapisan akhir,
kecuali bahwa tahap akhir terkait dengan pemutaran blok tidak berlaku.
PENUTUP SOAL-SOAL LATIHAN MANDIRI 1. Jelaskan defenisi desain produksi atau desain untuk produksi?
2. Mengapa desain untuk produksi penting dalam proses pembangunan kapal?
3. Pembangunan kapal berorientasi produk atau PWBS mempuyai tiga elemen, jelaskan
masing-masing ketiga elemen tersebut?
4. Jelaskan perbedaan antara pekerjaan outfitting on-unit, on-block dan on-board.
5. Jelaskan tipikal level pekerjaan ZPTM.
TUGAS MAHASISWA BERKELOMPOK
1
TUJUAN TUGAS III
Menjelaskan ciri desain produksi berorientasi sistem dan produk.
2 3
URAIAN TUGAS a. Objek Garapan b. Yang Harus dikerjakan dan batasan-batasan c. Metode/Cara pengerjaan dan Acuan yang digunakan Kriteria Penilaian
Literatur/ Kajian Pustaka Membuat paper (makalah) dengan isi: 1. Menjelaskan ciri desain produksi berorientasi sistem. 2. Menjelaskan ciri desain produksi berorientasi produk. 3. Menjelaskan keterkaitan antara desain dan perencanaan produksi kapal. 4. Menarik simpulan • Studi literatur • Teori-teori dasar desain kapal. • Teori-teori desain produksi kapal. • Mengidentifikasi perbedaan desain prosuksi
pendekatan system dengan produk. • Ketepatan waktu penyelesain • Sistematika sajian • Kemutahiran literatur. • Kejelasan argumentasi pengambilan • keputusan
DAFTAR BACAAN Bruce George J, 1987, Ship Design for Production—Some UK Experience, NSRP
ship production Symposium, New Orleans, Louisiana.
Jonson.C.S., L.D.Chirillo, 1979, Outfit Planning, NSRP with U. S. Department Of
Transportation Maritime Administration.
Lamb Thomas, 1986, Engineering for Ship Production (SP-9), SNAME, U. S.
Department Of Transportation Maritime Administration, Washington,D.C.
Naval Surface Warfare Center, 1984, Process Lanes Feasibility Study (CD Code
2230), Bethesda, MD: U. S. Department Of Transportation Maritime
Administration, Avondale Shipyards, INC, New Orleans, Louisiana.
Naval Surface Warfare Center, 1985, Design for Production Manual. Volume 1.
Design/Production Integration (CD Code 2230). Bethesda, MD: SNAME,
Diakses 11 Nopember 2011 dari http://stinet.dtic.mil/cgibin/GetTRDoc?AD
=ADA454574 &Location=U2&doc=GetTRDoc.pdf.
Naval Surface Warfare Center, 1985, Design for Production Manual. Volume 2. Design/Production Integration (CD Code 2230). Bethesda, MD: SNAME,
Diakses 11 Nopember2011 dari http://stinet.dtic.mil/cgibin/GetTRDoc?AD
=ADA445624 &Location=U2&doc=GetTRDoc.pdf.
Naval Surface Warfare Center, 1985, Design for Production Manual. Volume 3.
The Application of Production Engineering (CD Code 2230). Bethesda,
MD: SNAME, Diakses 11 Nopember 2011 dari http://stinet.dtic.mil/cgibin
/GetTRDoc?AD=ADA454575&Location=U2&doc=GetTRDoc.pdf.
Storch,R.L., Hammon,C.P., and Bunch,H-M., 1995, Ship Production Second
Revision, Cornell Maritime Press, Centreville.
Okayama,Y, L.D.Chirillo, 1982, Product Work Breakdown Structure, NSRP, Maritime
Administration in cooperation with Todd Facific Shipyard Corp, USA.
http://www.nsrp.org, The National Shipbuilding Research Program (NSRP), diaks
Juli 2011.
PENDAHULUAN
Pembangunan kapal berorientasi produk pada dasarnya terdiri dari dua
kegiatan utama yaitu proses desain dan pengkonstruksian. Proses desain mencakup
desain awal (basic design), Desain fungsional (functional design), Desain Transisi
(transition design) dan Desain Detail atau Desain Gambar Kerja (Detail Design).
Pengkonstruksian atau perakitan kapal secara riil mencakup empat level manufaktur
yaitu level fabrikasi, perakitan awal, perakitan blok dan penegakan blok (erection)
sampai penyerahan (delivery). Salah satu item dalam proses desain adalah membuat
rancangan blok kapal yang akan dijadikan patokan dasar dalam membuat desain
produksi kapal.
Rancangan blok kapal terdiri dari dua tahapan yaitu prarancangan blok dan
optimasi rancangan blok kapal. Prarancangan blok atau rancangan blok awal berupa
pendefenisian batasan blok dan jumlah blok sedangkan optimasi rancangan blok
dilakukan dengan dengan mengoptimasi secara teknis rancangan blok dengan
ketersediaan sumber daya galangan terutama peralatan material handling dan luas
area pembangunan.
Pendekatan metode pembelajaran yang dilakukan agar mahasiswa mampu
membuat rancangan blok kapal adalah dengan menggunakan project based learning,
yaitu membuat tugas rancangan blok lambung secara mandiri. Tugas dibuat runtut
dan sistematis sehingga mahasiswa mampu memahami serta mengaplikasikan
konsep PWBS dalam pembangunan kapal, terutama aspek pekerjaan HBCM, ZOFM
dan ZPTM.
URAIAN BAHAN PEMBELAJARAN PROSES DESAIN BERORIENTASI PRODUK
Proses desain dalam pembangunan kapal berorientasi produk atau menggunakan
pendekatan PWBS dapat dilihat pada gambar 76.
Gambar 5.1. Proses desain pembangunan kapal berorientasi produk
(Sumber: Stroch, dkk, 1995, halaman 64)
Pada gambar 5.1 terlihat transformasi desain kapal menjadi desain untuk
produksi mulai dari basic design yaitu rencana umum, konstruksi tengah kapal,
prarancangan blok dan lain-lain yang diterjemahkan ke dalam functional design
berupa gambar-gambar untuk lambung berupa bukaan kulit, seksi-seksi, konstruksi
profil, rencana pola pemotongan, rencana fabrikasi dan assembly. Diagram-diagram
untuk geladak, akomodasi, permesinan dan kelistrikan berupa diagram perpipaan,
rancangan sistem-sistem, dan diagram instalasi kabel.
Transformasi berikut adalah membuat transition design berupa perencanaan
dan gambar untuk lambung mencakup daftar komponen-komponen blok lambung,
rancangan blok. Perencanaan dan gambar komposit mencakup tata letak perpipaan
dan komponen, tata letak instalasi kabel.
Transformasi paling akhir adalah detail design yaitu perancangan gambar-
gambar kerja, untuk lambung mencakup rencana dimensi blok, rencana penegakan blok,
rencana perakitan panel datar, rencana perakitan panel kurva, dan rencana
pemotongan. Untuk permesinan dan kelistrikan mencakup gambar kerja
pemasangan pipa dan komponen, pemasangan perabot, serta gambar kerja
pemasangan kabel dan rencana pemotongan kabel.
Keluaran desain berorientasi produk dapat dilihat pada gambar 5.2 s/d 5.5.
Gambar 5.2. Keluaran/hasil tahapan basic design
(Sumber: Naval Surface Warfare Center, 1985, halaman 2‐2/103)
90 Gambar 5.5. Keluaran/hasil tahapan detail design (Sumber: Naval Surface Warfare Center, 1985, halaman 2-2/503)
METODE PENGEMBANGAN BLOK
Pada pembangunan kapal berorientasi produk atau sistem blok. Badan
(lambung) kapal dibagi menjadi blok–blok, dimana setiap blok merupakan seksi-seksi
bidang yang dihubungkan satu dengan yang lainnya, sehingga menjadi blok dengan
segala perlengkapan dan instalasinya yang ada di dalam blok yang sudah dipasang
sebelum blok blok tersebut diangkat dengan alat angkat (crane) ke Building Berth
untuk diadakan penyambungan (erection), sehingga dapat mengurangi pekerjaan
pada building berth.
Sistem blok adalah suatu sistem yang membagi seluruh badan kapal menjadi
beberapa bagian atau blok dan tiap-tiap blok dibuat pada suatu tempat yang terpisah
dan bila tiap-tiap blok tersebut selesai maka blok-blok ini disambung.
Pengembangan pembangunan kapal sistem blok terdiri dari dua metode yaitu:
• Metode seksi assembly.
• Metode berlapis.
Metode Seksi Assembly Metode ini difokuskan pada pengembangan erection pada arah vertikal dan
penurunan ditetapkan untuk satu blok dari dasar ke upper deck. Gambar 5.6
memperlihatkan situasi penurunan blok pada hari kalender ke n setelah keel laying.
Gambar 5.6. Metode Perakitan Seksi Asembly (Sumber: PAL Indonesia, 2000, halaman 68)
keterangan : 1. n1 hari kalender keel laying: kamar mesin dan bagian bagian tangki parsial
telah lengkap.
2. n2 hari kalender setelah keel laying: bagian belakang kapal/stern dan bagian-
bagian tangki telah menyambung.
3. n3 hari kalender setelah keel laying: bagian belakang/stern dan bagian
depan/bow telah selesai atau lengkap.
Kelebihan dari metode ini adalah : 1. Oleh karena pembangunannya ditetapkan bahwa satu tangki pada satu waktu,
maka pemeriksaan tangki menjadi cepat dan penggunaan perlatan dan
permesinaan untuk ditangki menjadi mudah.
2. Pelaksanaan grand assembly dari blok-blok didarat menjadi lebih mudah dan
dapat diharapkan terjadinya peningkatan effesiensi yang tinggi, sebab adanya
derajat keselamatan kerja yang tinggi.
Kelemahan dari metode ini, yakni :
1. Karena pengembangan awal dari dasar kapal tidak memungkinkan waktu kosong
antara pembangunan dari kapal-kapal berbeda tidak dapat diserap, sehingga
menyulitkan untuk menyamaratakan beban pekerja.
1. pekerjaan yang campur aduk akan sering terjadi sehingga akan memperbesar
pengaruh buruk pada lingkungan kerja.
2. Karena pekerjaan pada dasar kapal, sekat melintang, pelat kulit, upper deck dan
bagian yang lain dicampur atau dengan kata lain dikerjakan bersamaan maka
ketebalan pelat dan ukurannya berbeda,sehingga hal ini akan menimbulkan
kondisi naik dan turun dalam pembuatan distibusi pekerjaan untuk para pekerja
akan menjadi sulit. Oleh karena itu keadaan nait dan turunnya dalam batas area
dan pembagian pekeja lebih seperti yang sering terjadi selama tahap assembly.
Metode Berlapis ( Layered Method) Metode ini difokuskan pada perakitan pada arah memanjang dari blok
permulaan, sehingga perakitannya dimulai dari blok dasr (bottom). Kemudian sekat
melintang, sekat memanjang dan pelat kulit dapat dikembangkan. Gambar 5.7
memperlihatkan situasi penurunan blok hari ke n setelah keel laying.
Gambar 5.7. Metode perakitan berlapis (Sumber: PAL Indonesia,2000, halaman 67)
keterangan :
1. n1 hari kalender keel laying: perakitan dari bagian dasar.
2. n2 hari kalender setelah keel laying: perakitan bagian bawah dari sekat-sekat dan pelat
kulit.
3. n3 hari kalender setelah keel laying: pengembangan bagian atas sekat-sekat dan pelat
kulit dan perakitan upper deck.
Kelebihan dari metode ini adalah :
1. Oleh karena suatu pertimbangan bahwa sejumlah pekerja akan terlibat pada saat
pelaksanaan erection, maka waktu luang yang terjadi sebelum dan setelah
peluncuran kapal dapat diatasi dengan cepat. metode ini sangat efektif untuk
perakitan awal pada bagian dasar yang relatif melibatkan jumlah pekerja lebih
besar.
2. Sebab pekerja-pekerja yang sama dapat terlibat dalam pekerjaan yang sama
dalam suatu waktu/masa yang sudah pasti, penyempurnaan dalam efesiensi tidak
diharapkan melalui spesialisasi.
3. Tidak ada pekerjaan kearah vertikal dan pekerjaan yang campur aduk dapat
dihindari,sehingga lingkungan kerja dapat menjadi baik, kerja menjadi aman dan
hal ini akan meningkatkan efesiensi besar.
4. Jika hanya metode pelapisan yang digunakan, maka secara sekwen lokasi-lokasi
pekerja akan bergerak/berpindah dari dasar kapal ke sekat melintang dan sekat
memanjang, pelat kulit dan akhirya ke upper deck, sehingga pekerjaan tersebut
dapat diselesaikan dengan hanya beberapa pekerja saja dan hal ini
mempermudah untuk membagi rata pekerjaan. Oleh karena blok-blok yang sama
dikerjakan dalam waktu yang sama, maka langkah untuk outomatisasi dan
penggunaan permesinan pada tahap di assembly menjadi lebih mudah.
Kelemahan dari metode ini , yakni :
1. Dibandingkan dengan perakitan kearah memanjang, maka penyelesaian
pekerjaan kearah vertikal akan menjadi lambat, sehingga penyelesaian
kompartemen kapal secara individual akan menjadi lambat dan inspeksi tangki-
tangki dan pekerjaan outfitting akan menjadi menurun. Secara umum keinginan
untuk memperpendek waktu pembangunan dan peningkatan produksi tidap dapat
diharapkan.
2. Derajad deformasi dari bentuk kapal menjadi besar, khususnya permintaan pada
bagian depan (bow) dan belakang (stern) kapal akan bertambah besar sehingga
ketepatan akhir dari kapal akan menjadi jelek.
TATA KODE (CODING SYSTEM) Ratusan atau puluhan jumlah blok kapal yang sudah dibagi-bagi agar dapat
diurus dan diatur selama pembangunan (seperti pemesanaan material, perencanaan
jadwal kerja, jadwal kerja perakitan, perencanaan tenaga, pengendalian material,
suku cadang dan lain-lain), maka semua blok perlu diberi suatu nama dengan
membuat tata kode. Kode/Nama menjadi key primer dalam membedakan entitas-
entitas blok, sub-blok, panel, dan komponen-komponen dalam suatu kapal.
Penamaan atau pengkodean blok dibuat berdasarkan pada singkatan-
singkatan, yang sesuai dengan nama konstruksinya dan nomor urut sesuai dengan
konstruksinya. Sebagai contoh penamaan/pengkodean blok yang digunakan oleh
galangan PT. PAL Indonesia (persero) Surabaya:
Pada tabel 5.1 diperlihatkan nama blok dan nama singkatan. Tabel 5.1 Nama blok dan Nama Singkatan
NO NAMA BANGUNAN NAMA SINGKATAN
1 2 3 1 Cargo hold bottom shell BS 2 Cargo hold bilge strake GS 3 Cargo hold side shell SS 4 Cargo hold bilge shell GS 5 Cargo hold topside tank side shell GB 6 Cargo hold bottom structure (single bottom) BC 7 Cargo hold bottom structure (double bottom) DB 8 Cargo hold bilge structure GC 9 Cargo hold bilge hopper GC
10 Cargo hold side shell structure SS 11 Cargo hold upper deck UD 12 Cargo hold topside tank bottom UH 13 Cargo hold transverse bulkhead TB 14 Cargo hold transverse bulkhead hopper HP 15 Cargo hold longitudinal bulkhead LB 16 Cargo hold 2nd deck 2D 17 Cargo hold 3rd deck 3D 18 Cargo hold 4th deck 4D 19 Cargo hold partial deck PD 20 Cargo hold cell guide structure CE 21 Cargo hold CR box gir CB 22 Cargo hold hold hatch coaming HT 23 Cargo hold bulwark BU 24 Engine room bottom shell ABS
Lamb Thomas (1985), mengembangkan struktur pengklasifikasian dan sistem
pengkodean untuk pembangunan kapal dengan nama Shipbuilding Classification and Coding System (SCSS). SCSS menggunakan 17 digit nomor, nomor-nomor ini
bervariasi tergantung dari produk, sebagai contoh untuk produk struktur pelat
menggunakan 17 digit, tetapi pada produk perakitan awal hanya menggunakan 11
digit.
Digit pertama sampai sepuluh digunakan untuk mengklasifikasi desain,
sedangkan digit sebelas sampai tujuh belas digunakan untuk mengklasifikasi proses.
Struktur SCSS adalah sebagai berikut:
FIRST DIGIT (digit pertama) SHIP GROUP Pembagian kapal kedalam sistem-sistem utama,
sebagai rujukan dapat menggunakan pendekatan
SWBS dari Angkatan Laut Amerika
Serikat.
SECOND DIGIT BASE PRODUCT Pembagian produk dasar yang biasa
digunakan galangan, sebagai contoh plate dan
seksi-seksi, dll.
THIRD DIGIT TYPE
Pembagian produk dasar berdasakan variasi
tipenya, sebagai contoh seksi berbentuk datar,
sudut, channel, tee dll.
FOURTH DIGIT MATERIAL
Pendefenisian material berdasarkan
persyaratan spesifikasi dan kualitas. FIFTH DIGIT SIZE CLASSIFICATION – LENGTH
Digit keenam sampai kesepuluh digunakan mengklasifikasikan secara berbeda bergantung keadaan sebagai mana berikut: SIXTH DIGIT FOR PLATE – WIDTH
FOR SECTIONS - WEB DEPTH SEVENTH DIGIT FOR PLATE – THICKNESS
FOR SECTIONS - FLANGE WIDTH EIGHTH DIGIT FOR PLATE – SHAPE
FOR SECTIONS - WEB THICKNESS
NINTH DIGIT FOR PATE - HOLES AND SLOTS FOR SECTIONS - FLANGE THICKNESS
TENTH DIGIT FOR PLATE - EDGE PREPARATION FOR SECTIONS - END CUT
Digit kesebelas sampai dengan ketujuhbelas digunakan mengklasifikasi
proses fabrikasi dan pengisntalan/pemasangan produk-produk untuk membangun kapal
, adalah sebagai berikut:
ELEVENTH DIGIT PRE-PROCESSING TREATMENT dentifikasi berbagai macam
pekerjaan/kegiatan perbaikan persiapan
proses untuk semua produk.
TWELFTH DIGIT CUTTING
Identifikasi proses pemotongan
THIRTEENTH DIGIT FORMING
Identifikasi proses pembentukan
FOURTEENTH DIGIT CONNECTION TYPE
Identifikasi jenis/tipe sambungan digunakan
untuk mengklasifikasikan produk.
FIFTTEENTH DIGIT WORK POSITION
Identifikasi posisi-posisi pekerjaan untuk
menyambung/menyatukan produk.
SIXTEENTH DIGIT WORK STATION
Identifikasi stasiun-stasiun kerja atau bengkel-
bengkel dimana produk diinstalasi atau dibuat.
SEVENTEENTH DIGIT EQUIPMENT USED
Identifikasi jenis peralatan/perlengkapan yang
digunakan di statiun kerja untuk membuata
atau menginstal produk.
Gambar 5.8. memperlihatkan detail sistem kode dan contoh penggunaan SCSS
sebagai mana terlihat pada gambar 5.9.
SPESIFIKASI MATERIAL Material-material yang digunakan dalam pembangunan kapal umumya
didiskusikan pemakaiannya terutama pada perakitan badan kapal, outfitting dan pengecatan. Oleh karena kompleksnya persyaratan sebuah bangunan kapal sehingga material yang digunakan pun bervariasi. Saat ini kebanyakan kapal dibuat dari logam. Logam yang paling dominan digunakan adalah baja (steel) dengan berbagai tingkatan (grade), untuk pertimbangan berat atau stabilitas kapal kadang-kadang digunakan aluminium di bangunan atas.
Secara umum baja dibagi menjadi tiga tipe/jenis, yaitu pearlitic, martensitic dan austenitic. Baja pearlitic atau mild steel atau baja lunak memiliki sifat yang umumnya mudah untuk di olah, ditangani dan di las. Baja martensitic atau higher-strength steels atau baja keras mempunyai sifat mekanik yang lebih baik dari baja lunak. Baja jenis ketiga adalah austenitic steels, pembuatannya kebanyakan dipadukan dengan elemen-elemen seperti nikel dan mangan. Baja- baja ini, termasuk baja tahan karat atau stainless steels, yang sifatnya tahan terhadap proses pengkaratan tetapi sama dengan baja keras membutuhkan penanganan/perlakuan khusus untuk pengelasan.
Isi/sifat baja, sebagai struktur logam, harus mensyaratkan empat kategori yaitu:
• Kuat dan daya tahan tinggi.
• Tidak mudah retak.
• Kekuatan patah baik.
• Tahan terhadap korosi.
Jenis baja yang digunakan pada pembangunan kapal-kapal niaga yaitu baja karbon rendah, baja karbon sedang atau ordinary-strength steel. Baja karbon tinggi dan paduan baja juga digunakan. Baja-baja ini dapat digunakan tetapi sifatnya harus sama atau paling tidak sama dengan baja sedang,yaitu kekuatan besar/baik, ketahanan terhadap pengkaratan baik, dan tidak mudah patah. Sifat-sifat baja dinyatakan dengan variasi tingkatan atau grade yang komposisinya tergantung proses pembuatannya .
Struktur-struktur baja yang digunakan untuk perakitan konstruksi kapal yang bersifat komersial di Amerika Serikat disertifikasi oleh American Bereau of Shipping (ABS), di Indonesia dengan Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) dan lain-
lain. Pada gambar 5.10 diperlihatkan variasi tingkatan baja sedang menurut
ABS rules.
Berdasarkan ukuran dan bentuknya material yang digunakan pada
pembangunan kapal yaitu pelat, pipa, profil dan lain-lain. Material ini umunya
dibuat berdasarkan spesifikasi standar ABS, ASTM, BSI, JIS, LRS dan BKI.
Pada gambar 5.11 diperlihatkan spesifikasi standar untuk material pelat
baja (steels plate). Gambar 5.12 memperlihatkan spesifikasi ukuran untuk
material pelat baja.
OPTIMASI RANCANGAN BLOK KAPAL Tujuan utama dari metode pembangunan blok kapal adalah suatu upaya
bagaimana agar beban pembangunan kapal pada building berth (dock) dapat
lebih ringan dan waktu pembangunannya dapat lebih singkat. Dari suatu
lambung kapal dibagi menjadi beberapa puluh atau beberapa ratus blok
(tergantung dari ukuran blok) dan dirakit pada bengkel assembly. Pembagian
blok tersebut mengacu dari perhitungan yang telah dijelaskan sebelumnya
berdasarkan dari unit-unit assembly, dengan kata lain pembagian blok (block
division) ini akan menentukan banyaknya jumlah unit-unit blok yang akan
diloading/ diturunkan. Oleh karena itu, mengapa beberapa blok
pembangunannya dilaksanakan secara kombinasi dalam bentuk suatu Grand
Assembly, yaitu proses assembly di darat dan erection di building berth/graving
dock, sehingga dalam hal ini unit-unit assembly akan berbeda dengan unit-unit
erection.
Meskipun ada banyak tipe blok-blok yang sangat dipengaruhi dari ukuran
dan bentuknya, namun tipe/bentuk blok-blok tersebut secara umum dapat
dikelompokkan/ dikategorikan seperti terlihat pada gambar 5.13.
Pembagian blok tersebut didasarkan pada pembangunan sesuai
shipbuilding line chart (SBLC) atau jadwal induk, yaitu lama waktu
pembangunan, metode pembangunan, spesifikasi kapal, gambar-gambar
rancang bangun/basic design (gambar rencana umum, gambar potongan
melintang di tengah-tengah kapal, gambar sekat melintang kapal dan beberapa gambar-
gambar lain yang sesuai dengan kontrak dan kapasitas peralatan dari
galangan kapal tersebut.
Blok-blok tersebut biasanya dibagi dan dihitung dengan ukuran yang
sesuai untuk mendapatkan keadaan-keadaan sebagai berikut:
1. Titik awal dimulainya erection.
2. Kapasitas crane di bengkel assembly dan di bengkel erection.
3. Keadaan-keadaan pada tahap assembly.
4. Keadaan-keadaan permukaan pelat pada waktu pemutaran blok di bengkel. assembly.
5. Keadaan-keadaan selama pembangunan di dok/ building berth.
6. Keadaan-keadaan yang berhubungan dengan pekerjaan outfitting.
7. Dan lain-lain.
Beberapa keadaan ini kadang-kadang satu dengan yang lainnya saling
bertentangan, sehingga tidak semua keadaan yang optimum tersebut dapat
selalu ditemukan. Kesulitan-kesulitan di dalam pembagian blok terletak pada
kebutuhan untuk memilih antara memenuhi atau mengabaikan kondisi-kondisi
tersebut di atas, disesuaikan dengan kepentingan galangan atau bangunannya.
Titik Awal Erection
Langkah pertama dalam pembagian/ division adalah menetapkan blok mana yang akan diturunkan lebih dahulu untuk setiap kontruksi. Oleh karena setiap galangan menggunakan metode-metode pembangunan yang berbeda, maka ada beberapa kegiatan yang demikian tadi dan masing-masing dinamakan sebagai: 1. Erection dengan satu titik (one point erection).
2. Erection dengan lebih dari satu titik (multiple point erection).
3. Pembangunan secara berlapis.
4. Assembly seksi.
5. Dan lain-lain.
Titik dimulainya erection ditentukan oleh gambaran utilitas dari setiap
galangan. Biasanya dalam kaitannya dengan keinginan untuk mengawali
pekerjaan outfitting di bagian buritan kapal (stern part) dan kamar mesin, maka
ditentukan satu titik awal erection-nya di bagian blok kamar mesin atau bagian
dari blok kamar mesin tersebut di bagian sisi depan.
1. Keputusan ini akan memberi kelonggaran waktu pelaksanaan pekerjaan
outfitting lebih awal di bagian belakang kapal (stern section) dan di kamar mesin.
2. Keputusan ini memberikan kesetaraan distribusi jam orang untuk divisi
produksi, dan penggunaan arah dari kegiatan-kegiatan kritis (critical path)
selama waktu pembangunan berjalan.
3. Penempatan blok secara sederhana dan stabil (bisa memindahkan
bulkhead).
KAPASITAS CRANE Kapasitas Crane Pada Area Assembly
Dalam galangan kapal besar crane-crane, ban berjalan (conveyor) dan
alat-alat transportasi yang digunakan di area assembly mempunyai kapasitas
yang lebih dari pada berat blok-blok yang direncanakan, sehingga pembatasan
pembagian blok relatif kecil. Galangan-galangan kapal yang ada saat ini saling
mengembangkan ukuran kapal-kapal yang akan dibangun dan telah mengijinkan
peningkatan berat blok, sehingga kapasitas crane di area assembly menjadi
faktor utama. Dalam hal ini, perlu mempertimbangkan kondisi-kondisi cara
pengangkatan dengan bermacam-macam crane, ketinggian peng-angkatan, dan
faktor-faktor lain dalam menentukan berat blok-blok dan dimensinya yang maksimum.
Kapasitas Crane Di Tempat Pembangunan Kapal Di galangan-galangan besar dan modern , dok-doknya dilengkapi dengan
goliath crane atau gantry crane yang bisa memindahkan blok-blok melebihi
kapasitas dari crane dok yang biasanya ada, sehingga berat maksimum blok
yang akan diangkat dapat disesuaikan dengan berat pembagian blok. Dalam hal
ini jarang kapasitas crane menjadi faktor pembatas pembuatan blok di area
perakitan. Faktor utama biasanya berat maksimum dari blok-blok raksasa di area grand assembly.
Pada galangan-galangan yang mempunyai banyak jib crane disekitar tempat pembangunan kapal, perlu sebuah diagram tata letak (layout) crane yang akurat dan mempertimbangkan kapasitas angkatnya. Harus ada perhatian khusus masalah keamanan ketika menggunakan dua crane atau lebih untuk mengangkat sebuah blok dengan memperhitungkan titik gravitasinya.
Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam menggunakan crane kaitannya dengan rancangan blok badan kapal, yaitu: 1. Dicoba membuat blok-blok sebesar kapasitas crane yang diijinkan.
2. Yakinkan bahwa berat bermacam-macam blok kurang lebih sama.
3. Hati-hati mempertimbangkan kapasitas alat-alat transportasi (crane, forklift,
dsb) dari area assembly (perakitan).
4. Yakinkan bahwa pelaksanaan merubah posisi/ membalik, memindahkan dan
mengangkat blok-blok tersebut adalah mudah.
KONDISI PEMBANGUNAN DAN ROTASI PADA BASIS ASSEMBLY
Pertama, untuk menjaga akurasi blok dalam fabrikasi, perlu membuat bentuk blok sehingga blok-blok itu tidak deformasi selama assembly.
Kedua, suatu metode pembagian yang perlu membuat penguat utama ketika pemindahan dan pembalikkan blok-blok tidak diijinkan. Ini tidak perlu merubah ukuran blok-blok sebaliknya pengikatan sebuah struktur terpisah mungkin memperkuat sebuah blok, sehingga penguat tidak diperlukan. Ini suatu yang harus dipertimbangkan secara hati-hati pada gambar.
Contoh, apabila deck beam dibagi oleh sebuah bulkhead, deck beam mungkin memerlukan penguat ketika pemindahan atau pembalikan tanpa diikat bulkhead. Dalam hal seperti ini, perencanaan harus dibuat mengikat bulkhead ke deck sehingga tidak perlu membuat penguat. Sebagai suatu kondisi untuk rotasi pada pelat permukaan, bentuk dari blok-blok dalam seksi pararel harus dibuat semirip mungkin, sehingga sejumlah dari keperluan kerja untuk setiap blok kurang lebih adalah rata. Sama adalah benar untuk struktur-struktur seksi haluan dan seksi buritan, yaitu blok-blok yang bentuknya semirip mungkin harus dirakit pada basis yang sama. Ini membuat pemerataan dari sejumlah keperluaan pekerjaan untuk setiap blok menjadi mudah.
Dalam beberapa hal, supaya memperbaiki penggunaan rasio dari basis-
basis assembly, dimensi-dimensi maksimum dari blok-blok ditetapkan
sebelumnya sehingga blok-blok akan tetap dalam mengatur dimensi dasar.
Sebagai suatu hasil, ini perlu membagi blok-blok sehingga bertemu kondisi-kondisi ini.
Lebih jauh, dari konsep perpindahan sebanyak mungkin pekerjaan
erection ke pekerjaan lapangan (yard), ini lebih menguntungkan untuk membuat
blok-blok sebesar mungkin, tetapi jika blok-blok dibuat terlalu besar kemudian
rasio pelaksanaan di lapangan akan jatuh/ rendah.
Untuk mengatasi problem-problem seperti di atas, maka blok-blok yang
telah selesai di tempat assembly tersebut dipindahkan ke tempat grand
assembly yang dekat dengan tempat pembangunan kapal atau dok/building
berth. Dimana blok-blok tersebut selanjutnya dirakit menjadi bentuk blok-blok
yang lebih besar lagi.
1. Ini harus mempermudah menjaga bentuk dan akurasi blok-blok.
2. Akurasi dapat diperbaiki dengan melaksanakan single-line butts (pada pelat
kulit dan stiffenery in line).
3. Blok-blok harus dibuat sampai mendekati bentuk persegi, sehingga usaha
untuk menjaga akurasi bentuk-bentuk blok lebih sederhana dan selain itu
kemungkinan masih ada dead space kecil dalam tahap proses assembly ini.
4. Blok-blok harus dibagi sesuai dengan fasilitas welding automatis dan
automatisasi keselamatan kerja di assembly.
5. Bentuk-bentuk blok dan ukurannya sedapat mungkin harus dibuat agar dapat
tertutup secara bersama-sama, sehingga jumlah dari pekerjaan dapat diatur
secara merata (panjang dari blok harus terdiri dari beberapa panjang tangki
atau beberapa jarak gading).
6. Hindari bentuk pembagian blok yang memerlukan penguat pada saat diankat
dengan crane.
7. Bentuk dan ukuran dalam pembagian blok harus tetap benar (pas) terhadap
equipment dan kapasitas (ukuran) mesin-mesin dari berbagai macam
bengkel yang memprosesnya.
8. Harus diperhatikan dengan mempertimbangkan ketinggian kemampuan daya
angkat crane, pembalikan blok-blok dan cara keluar dari bengkel pada saat
menentukan ukuran-ukuaran blok tersebut.
9. Agar dipersiapkan sarana untuk tempat penyimpanan blok sementara (block
stock) dan bila mungkin agar blok-blok tersebut ditumpuk.
10. Bila blok-blok tersebut disubkontrakkan, agar diyakinkan bahwa kapasitas
pabrik dari subkontraktor dan rute penyerahan blok-blok tersebut dapat
dilaksanakan dengan kondisi yang singkat.
KONDISI-KONDISI FABRIKASI PADA BUILDING BERTH 1. Penghematan waktu untuk menurunkan blok.
Bentuk blok harus disesuaikan dengan perlengkapan yang dapat menghemat
waktu penggunaan crane pada saat menurunkan blok-blok tersebut. Oleh
karena itu, blok-blok harus dibagi sedemikian rupa sehingga tetap stabil pada
saat diturungkan
2. Sederhanakan cara penempatanya.
Diusahakan penempatanya blok dapat dipercepat dan bentuk lambung dijaga
agar tetap tepat/akurat. Sebab pembagian blok tersebut dapat
mengakibatkan pengaruh pada hasil pengukuran pada hasil ukuran utama
kapal (misalnya panjang, lebar dan tinggi kapal), sehingga harus
dipertimbangkan benar secara hati-hati pada saat perencanaan.
3. Penghematan kerja da dalam blok/building berth.
Dalam kaitanya untuk menghemat kerja di dalm dok/building berth, maka
pekerjaan yang diperlukan untuk penyambungan-penyambungan blok harus
dapat dikurangi dan jumlah dari potongan-potongan yang menyertainya
harus dikurangi. Metode yang lainnya adalah dengan membangun blok-blok
yang lebih besar yang masih memungkinkan.
4. Ciptakan lingkungan kerja yang baik.
Diusahakan untuk menghilangkan penyambungan-penyambungan blok yang
sulit dilaksanakan pada dok/building berth, misalnya pekerjaan yang harus
dilaksanakan dengan posisi overhead, bekerja ditempat yang sangat tinggi,
di tempat yang sempit, dan sebagainya. Untuk lebih jelasnya, bila
penyambungan-penyambungan berada di lokasi sumur bilga ruang muat
kapal (hold bilge well) dari kapal cargo atau di dalam tangki kecil (small tank)
di dalam dasar ganda dari kamar mesin, maka sangat sulit bagi pekerja untuk
di dalam ruang tersebut atau bola memungkinkan agar di beri ventilasi
yang mencukupi. Oleh karena itu, dengan penyesuaian posisi-posisi
penyambungan, maka akan memungkinkan untuk diutilisasikan bagian-
bagian dari bangunan lambung kapal untuk suatu pekerjaan di lantai/ floor,
sehingga peralatan scaffolding menjadi tidak diperlukan lagi. Hal-hal yang
demikian tadi akan dipertimbangkan dengan sangat hati-hati pada saat
melakukan pembagian blok-blok tersebut.
Secara umum dalam optimasi rancangan dan perakitan blok badan kapal,
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
1. Berat dari pada blok-blok tersebut harus dibuat merata dan pertimbangan
yang dibuat adalah bahwa bentuk dari pada blok-blok yang mirip dibuat
berulang-ulang.
2. Yakinkan bahwa proses penurunan blok tersebut sederhana.
3. Gunakan sistem sambungan dengan sistem satu garis lurus/ single line butt.
4. Yakinkan bahwa derajat kebebasan yang diijinkan sangat tinggi dalam
sekuens penurunan blok-blok tersebut.
5. Yakinkan bahwa penenpatan blok-blok tersebut dapat dilakukan secara
independen/ mandiri disesuaikan dengan keadaan di sekitar blok-blok tersebut.
6. Pastikan untuk menggunakan mesin las automatis.
7. Pastikan bahwa semua panjang pengelasan di dok/ building berth adalah pendek.
8. Hindarkan pekerjaan pengelasan lurus/butt welding untuk penyambungan-
penyambungan blok di konstruksi bagian dalam dan gunakan fillet welding
bila memungkinkan sebagai metode campuran (sandwiching method).
9. Pastikan bahwa proses pengaturan dan bongkar pasang dari scaffolding mudah.
10. Pastikan bahwa dalam pembuatan pembagian blok tersebut sudah dengan
mempertimbangkan memberi ruang, sehingga bagian dari bangunan blok
tersebut dapat digunakan untuk penempatan scaffolding (atau dicoba untuk
membuat part-patr yang demikian tadi secara tetap).
11. Hindarkan dalam rencana pembagian blok ini dari cara menempatkan
scaffolding di sisi belakang deck.
12. Jangan menempatkan posisi penyambungan-penyambungan dalam lokasi
yang berdekatan.
13. Blok-blok yang berbentuk kubus seperti F.P Tank, A.P Tank dan stern frame yang cenderung mempunyai ruang kerja sempit perlu dicoba dulu untuk dibuat agar memungkinkan orang bisa bekerja dengan leluasa.
14. Pilihlah posisi-posisi dimana tangki-tangki dan ruang-ruang muat bisa sejak awal sudah tetap/ pasti.
15. Cobalah untuk membuat semua pekerjaan dalam posisi datar/flat.
16. Jangan menempatkan lapisan-lapisan blok dari bottom shells pada launching way.
17. Hindarkan gangguan antara lapisan-lapisan blok dari kulit dasar/bottom shells dan keel blocks.
HUBUNGAN-HUBUNGAN DENGAN OUTFITTING
Secara konvensional, pekerjaan outfitting telah berubah dari semula dikerjakan di dok/building berth menjadi dikerjakan di dalam bengkel-bengkel, dan dalam kaitannya untuk mendapatkan efisiensi kerja, telah dilaksanakan pekerjaan outfitting sejak awal di blok-blok. Oleh karena itu, dalam tahun-tahun yang baru saja lewat, oleh karena kebutuhan dan untuk perbaikan sistem di masa datang pada pekerjaan outfitting, pmbangunan yang merata dan upaya untuk melaksanakan pekerjaan outfitting sejak dini, maka telah dilaksanakan metode unit outfitting sebagai upaya untuk meningkatkan effesiensi dari sistem block outfitting yang konvensional.
Pada saat menentukan pembagian blok, maka hubungan-hubungan antara pembagian blok dengan block outfitting dan unit outffiting harus dipertimbangkan dengan hati-hati, sehingga dapat diperoleh effesiensi yang cukup tiinggi tidak hanya pada konstruksi lambung saja tetapi juga pada pekerjaan outfitting dapat dilakukan dengan secara rasional. Dengan kata lain, hal ini diperlukan untuk mempertimbangkan pembagian blok dari sudut pandang pembangunan secara keseluruhan. Pada beberapa unit outfitting yang besar, bagian dari kulit, pilar-pilar dan bagian-bagian yang datar dari konstruksi lambung dimasukkan dalam unit-unit outfitting, dan menjadi bagian dari outfitting. Lebih jauh, pondasi-pondasi mesin yang terpisah di dalam kamar mesin akan dijadikan satu sebagai blok-blok yang terpisah, dan unit-unit outfitting akan diturunkan sebagai blok-blok,sehingga mengakibatkan unit outfitting menjadi bertambah besar.
1. Bagian dari stren dan kamar mesin merupakan bagian yang paling berat dari outfitting.
2. Dicoba untuk memasukkan block outfitting sebanyak mungkin.
3. Dicoba untuk menyiapkan unit outfitting, dan dibuat pertimbangan agar unit-unit outfitting
tersebut tidak rusak selama blok-blok tersebut diturunkan.
4. Yakinkan bahwa outfitting di kapal disiapkan.
Pada gambar 5.14 sampai dengan 5.16 memperlihatkan rancangan blok
kapal.
DIMENSI DAN BERAT BLOK Setelah rancangan blok telah selesai direncanakan, selanjutnya adalah
mendefenisikan dimensi dan menentukan berat blok. Pendekatan dalam
menentukan dimensi blok sama saja dengan teknik-teknik yang digunakan
dalam sistem accuracy control.
Berat blok ditentukan dengan mengakumulasi seluruh berat komponen
pembentuk struktur kapal. Berat komponen pembentuk struktur kapal dapat
ditentukan dengan persamaan 1 berikut:
Berat (kg) = Volume Komponen (m3) x Massa jenis Baja (kg/m3)........(1)
Pada gambar 5.17 diperlihatkan formula untuk menentukan berat komponen
kapal, misalnya pelat datar dan profil L.
Pelat datar:
Volume pelat datar = Panjang (L) x Lebar (W) x tinggi (Th)
Berat pelat datar = Volume pelat datar x Massa jenis baja (SG)
Profil L:
Volume pelat datar = L x (W1 + W2) x Th
Berat pelat datar = Volume pelat datar x Massa jenis baja (SG)
Massa jenis baja adalah sebesar 7850 kg/m3 atau 7,85 ton/m3 tetapi untuk
keperluan praktis biasanya sebesar 8 ton/m3.
PENUTUP SOAL LATIHAN MANDIRI 1. Jelaskan hasil/keluaran dari tahapan desain awal (basic design)
2. Apa perbedaan antara metode pengembangan blok seksi assembly dengan
metode berlapis.
3. Sebutkan dan jelaskan jenis material baja yang biasa digunakan dalam
pembangunan kapal?
4. Mengapa kapasitas alat angkat dan luas area pembangunan digunakan
untuk mengoptimasi secara teknis rancangan blok kapal?.
5. Berapa besarnya massa jenis baja?
TUGAS MAHASISWA PROJECT BASED LEARNING 1
1 TUJUAN TUGAS Merancang Pembagian Blok Kapal 2 URAIAN TUGAS a. Objek Garapan Rancangan Pembagian Blok Kapal b. Yang Harus
dikerjakan dan batasan-batasan
Membuat laporan 1. Merancang sistem tata kode blok kapal. 2. Menelusuri data spesifikasi material pelat dan profil yang dijual dipasaran. 3. Merencanakan panjang sambungan blok 4. Menggambar pembagian blok awal kapal. 5. Mengoptimasi rancangan blok berdasarkan sumber daya 6. Menentukan dimensi dan berat blok awal kapal 7. Menyusun skenario perakitan. 8. Menarik simpulan
c. Metode/Cara pengerjaan dan Acuan yang digunakan
• Studi pustaka • Diberikan tugas untuk direncanakan
blok kapal berdasarkan pendekatan produk.
• Teori desain produksi orientasi system dan produk.
• Katalog spesifikasi material pelat dan profil yang dijual dipasaran.
• Teori mekanika teknik, ilmu bahan, teknologi pengelasan dan gambar teknik.
3 Kriteria Penilaian • Ketepatan waktu penyelesain
• Ketepatan analisa • Kemampuan mengaplikasikan program
komputer dalam menggambar • Kemampuan mengkomunikasikan hasil
rancangan. • Sistematika sajian dan Kemutahiran
literatur • Kejelasan argumentasi pengambilan
keputusan
DAFTAR BACAAN Butler Don, 2000, Guide to Ships Repair Estimates (in man-hours), Butterworth-
Heinemann, Oxford. Bruce George J, 1987, Ship Design for Production—Some UK Experience,
NSRP ship production Symposium, New Orleans, Louisiana. Bunch M. Howard., 1987, A Study of the Construction Planning and
Manpower Sche-dules for Building the Multi Purpose Mobilization Ship, PD 214, In a Shipyard of the People’s Republic Of China,NSRP ship production Symposium, New Orleans, Louisiana.
Continental Hardware, 2000, Products Handbook Structural Steel, Continental Steel LTD, PTE, diakses pada www.conseteel.com.sg, Agustus 2011.
Gray William O, 2008, Performance of Major US Shipyards in 20th/21st Century, SNAME Journal of Ship Production, Vol. 24, No. 4, November 2008, pg 202–213.
Lamb Thomas, 1986, Engineering for Ship Production (SP-9), SNAME, U. S. Department Of Transportation Maritime Administration, Washington,D.C.
Naval Surface Warfare Center, 1984, Process Lanes Feasibility Study (CD Code 2230), Bethesda, MD: U. S. Department Of Transportation Maritime Administration, Avondale Shipyards, INC, New Orleans, Louisiana.
Naval Surface Warfare Center, 1985, Design for Production Manual. Volume 1. Design/Production Integration (CD Code 2230). Bethesda, MD: SNAME, Diakses 11 Nopember 2011 dari http://stinet.dtic.mil/ cgibin/GetTRDoc?AD=ADA454574 &Location=U2&doc=GetTRDoc.pdf.
Naval Surface Warfare Center, 1985, Design for Production Manual. Volume 2. Design/Production Integration (CD Code 2230). Bethesda, MD: SNAME, Diakses 11 Nopember 2011 dari http://stinet.dtic.mil/ cgibin/GetTRDoc?AD=ADA445624 &Location=U2&doc=GetTRDoc.pdf.
Naval Surface Warfare Center, 1985, Design for Production Manual. Volume 3. The Application of Production Engineering (CD Code 2230). Bethesda, MD: SNAME, Diakses 11 Nopember 2011 dari http://stinet.dtic.mil/cgibin/GetTRDoc?AD=ADA454575&Location=U2&doc =GetTRDoc.pdf.
PAL Indonesia, 2000, Training Penyegaran: Sistem Managemen Pembangunan Kapalaru; Perencanaan Produksintuk Manajer, bbnbnb PT.PAL Indonesia, Surabaya.
Storch,R.L., Hammon,C.P., and Bunch,H-M., 1995, Ship Production Second Revision, Cornell Maritime Press, Centreville.
PENDAHULUAN Produksi kapal dengan metode produksi yang dikenal dengan product work
breakdown structure (PWBS). Pelaksanaan metode ini secara maksimal harus
ditunjang dengan suatu sistem accuracy control (A/C). Sistem ini perlu dikembangkan
menjadi standard galangan dalam memproduksi kapal, yang dimaksudkan untuk
mempersingkat waktu, menekan biaya, dan meningkatkan mutu produksi.
Siklus sistem accuracy control yang dianalogikan sama dengan siklus dasar
manajemen untuk setiap proses industri. Siklus ini mencakup fungsi perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi, dengan mempelajari fungsi-fungsi tersebut mahasiswa
dapat memahami sistem operasi accuracy control dan memahami pentingya peran
accuracy control dalam pembangunan kapal khususnya yang berorientasi produk
(PWBS).
URAIAN BAHAN PEMBELAJARAN TERMINOLOGI DAN DEFENISI ACCURACY CONTROL (A/C)
Pengertian A/C masih sering simpang siur dan dicampuradukkan dengan QA
dan QC, seperti dikatakan beberapa ahli teknologi produksi kapal. Namun para ahli
tersebut memeliki kesamaan persepsi mengenai ketiga hal tersebut diatas.
Salah satu metode pelaksanaan konsep tersebut adalah statistical quality control (SQC), atau dalam indusri kapal dikenal dengan accuracy control (A/C) sistem ini dapat dikatakan sebagai bagian dari Quality Control, yang lingkup pekerjaanya dititikberatkan pada proses pekerjaan desain dan produksi, khususnya untuk mencapai tingkat ketepatan ukuran yang tinggi terhadap pembuatan komponen- omponen produksi disetiap proses pekerjaan. Hal ini dapat dicapai dengan penggunaan metode-metode statistik dalam rangka peningkatan detail-detail disain dan metode-metode pelaksanaan produksi secara terus menerus melalui mekanisme perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Mekanisme ini dikembangkan dari teori W. Deming (ahli statistik Amerika).
Accuracy control adalah penggunaan metode statistik dan analisa oleh pelaksanaan produksi untuk memonitor dan mengontrol ketepatan dari proses-proses pekerjaan produksi yang bertujuan untuk memperkecil kesalahan dan pekerjaan ulang yang pada akhirnya dapat mempertinggi produktivitas. A/C juga dapat didefinisikan sebagai suatu penggunaan teknik-teknik statistik untuk memonitor, mengontrol, dan menyempurnakan detail-detail desain dan metode-metode kerja secara terus menerus dalam rangka terus meningkatkan produktivitas.
Untuk menyamakan persepsi mengenai sistem accuracy control (A/C), maka prinsip dasar mengenai sistem ini perlu diketahui secara jelas. Sistem A/C bukan memperbaiki kerusakan atau penyimpangan yang terjadi, melainkan mempelajari penyebab-penyebab penyimpangan tersebut untuk menghindari atau memperkecil terjadinya penyimpangan dimensi pada proses yang sama. Usaha-usaha preventif tersebut dilakukan dengan mempelajari variabel-variabel utama yang terkait yaitu: 4M meliputi: man, machine, material, method. Dari hasil evaluasi dan analisa data atau variasi-variasi penyimpangan yang terjadi pada setiap proses produksi, akan diberikan rekomendasi penyempurnaan yang diperlukan untuk menghindari terjadinya hal yang sama pada proses-proses produksi berikutnya, misalnya penyempurnaan gambar-gambar kerja dan standar-standar kerjanya, kalibrasi mesin- mesin produksi dan alat-alat ukur, training/retraining tenaga kerja, atau rekomendasi mengenai penanganan material.
Hal ini sama dengan JSQS (Japanese Ship Building Quality Standard) yang j juga sudah dipakai di beberapa galangan besar di Indonesia, dimana berisi ketentuan-ketentuan batas toleransi yang diperkenankan, agar mutu end-product yang disyaratkan dapat tercapai. Sistem A/C di sini berfungsi secara preventif, yaitu
usaha-usaha yang diperlukan untuk menghindari sekecil mungkin terjadinya
kesalahan atau produk-produk diluar batas toleransi yang ditentukan.
QUALITY ASSURANCES (QA) QA adalah tidak sama dengan A/C, dimana A/C merupakan proses yang
berlangsung terus menerus (on-going process) yang berkaitan dengan ukuran-
ukuran konstruksi di galangan, sedangkan QA berfungsi setelah pekerjaan selesai
dikerjakan (after the fact verification). QA pada dasarnya menunjukkan bahwa produk
yang selesai dikerjakan adalah memuaskan dan sesuai dengan semua ketentuan
yang telah disepakati. QA disini menegaskan bahwa kapal yang selesai dibangun
sesuai dengan disainnya, baik secara keseluruhan maupun setiap bagian/ sistem
yang ada secar tersendiri, dengan demikian inspeksi QA juga terus berjalan selama
proses pembangunannnya hingga kapal tersebut diserahkan ke pihak pemesan,
tetapi kegiatannya dititikberatkan pada pelaksanaan pengawasan terhadap semua
ketentuan yang telah disepakati dan menyangkut semua sistem yang ada dikapal.
Perincian mengenai ketentuan-ketentuan QA, diklasifikasikan oleh Storch, et al
(1995) sebagai berikut:
1. Steel Process Quality Assurance, meliputi: pengetesan kualitas pengelasan dan
pengecoran, pemeriksaan x-ray, radio isotop, ultrasonic dan magnetic particle
procedure, kekedapan kompartemen, kelurusan dari pada komponen-komponen
konstruksi dan kerataan dari pelat dasar, dek, sekat dan kulit..
2. Outfit Process Quality Assurance, meliputi: pengetesan sistem demi sistem dari setiap
komponen, yang terdiri dari permesinan, kelistrikan, perpipaan, ventilasi, sistem
pendingin dan sistem dek.
QUALITY CONTROL (QC) Menurut konsep IHI, juga dibedakan antara A/C dan Q/C, dimana A/C
merupakan suatu proses kontrol yang nyata dan terbatas pada proses perencanaan
dan kontrol produksi, sementara QC merupakan suatu aktivitas management yang
mengontrol sistem-sistem yang ada di galangan secara keseluruhan. Beberapa
definisi QC adalah sebagi berikut:
1. Suatu penggunaan hasil-hasil kontrol dalam bentuk chart yang diperoleh dari
sampel-sampel yang rutin diambil selama proses produksi. Untuk mengamankan
proses-proses dalam rangka mempertahankan kualitas yang diharapkan.
1. Suatu sistem manajeman untuk memprogramkan dan mengkoordinasikan
kegiatan pemeliharaan kualitas dan usasha-usaha meningkatkan kualitas dari
pada kelompok-kelompok yang ada dalam organisasi produksi dalam rangka
menghasilkan suatu produk yang ekonomis dan memuaskan pihak pemakai.
2. Suatu sistem pengujian kesalahan-kesalahan secara sistematik untuk
mendapatkan cara-cara pemecahan yang perlu dilakukan, misalnya mengadakan
training untuk mengurangi kesalahan dan membuat alternatif-alternatif prosedur
untuk menghindari terjadinya kesalahan.
TUJUAN DAN MANFAAT SISTEM ACCURACY CONTROL Tujuan pokok penerapan sistem A/C adalah sebagai berikut:
1. Jangka pendek: Memonitor pekerjaan-pekerjaan konstruksi pada proses
produksi untuk memperkecil kesalahan dan pekerjaan ulang pada proses
erection di building berth.
2. Jangka penjang: Menetapkan suatu sistem manajemen yang dapat memberikan
perkembangan informasi secara kualitatif yang dapat digunakan untuk terus
meningkatkan produktivitas.
Implementasi sistem A/C secara langsung memberikan beberapa
keuntungan/manfaat sebagai berikut :
• Mempersingkat waktu produksi
• Meningkatkan kualitas hasil produksi
• Memperkecil penggunaan jam-orang
• Meningkatkan utilitas peralatan-peralatan
• Memperkecil material yang terbuang
• Mempermudah manajemen dalam mengontrol dan memonitor pekerjaan.
SPESIFIKASI TOLERANSI
A/C merupakan suatu pekerjaan yang menganalisa variasi-variasi dimensi
yang muncul pada kondisi opersi normal di setiap pekerjaan, sehingga toleransi-
oleransi pada setiap proses pekerjaan harus ditentukan untuk mengontrol proses
akumulasi dari variasi pada akhir proses. Toleransi terbagi dalam dua kelompok,
antara lain :
1. End - product tolerances : Toleransi yang ditetapkan oleh biro klasifikasi dan atau pihak pemesan.
2. Interim – product tolerances :
Toleransi yang ditetapkan oleh pihak galangan kapal untuk menjamin tercapainya
syarat-syarat end–product toleransi.
Pergeseran yang terjadi pada sambungan (joint gaps) yang tidak berada pada
batas-batas toleransi yang diisyaratkan harus dilakukan pekerjaan ulang. Batas-batas
toleransi tersebut berada pada standard range, seperti pada gambar 6.1.
Gambar 6.1. Standard range dan batas toleransi dalam Sistem A/C
(Sumber: : Chirillo, et al ,1982 pg 6)
Pekerjaan ulang antara lain dilakukan dengan gas cutting apabila kelebihan
ukuran atau menggunakan back strip welding apabila kekurangan. Namun proses
kerja ulang sesungguhnya yang sering terjadi pada tahap ercection, meliputi:
pembongkaran, pembersihan, pemotongan, penyetelan dan pengelasan. Hal ini
membutuhkan jam orang tambahan yang cukup besar, mutu kurang baik, dan
kebutuhan material menjadi bertambah.
VARIABEL UTAMA SUMBER DAYA MANUSIA (SDM)
Usaha peningkatan efisiensi kedalam atau pendayagunaan potensi sumber
daya galangan secara maksimal banyak bertumpu kepada potensi sumber daya
manusia, khususnya mengenai tingkat keterampilan, motivasi, tanggung jawab,
disiplin, rasa memiliki, kreativitas, dan kemampuan manajerial. Faktor-faktor ini
membutuhkan proses dan sulit dibeli seperti halnya fasilitas/ peralatan-peralatan dari
segi SDM, hal yang lebih mudah diperoleh/dibeli adalah menambah jumlah tenaga kerja dan mengadakan pelatihan keterampilan.
Pelaksanaan sistem A/C secara jangka panjang akan sangat menunjang faktor-faktor tersebut di atas, terutama melalui self-checking oleh pekerja terhadap hasil pekerjaannya. Hal ini akan membangkitkan rasa tanggung jawab, ras memiliki, kepuasan, dan kreativitas mereka. Konsep sistem A/C juga mensyaratkan pelaksanaan self checking, sehingga konsep sistem A/C dan teknis pelaksanaannya perlu disebarluaskan ke seluruh tenaga kerja terkait, melalui program-program pelatihan formal dan non formal. Untuk pelaksanaan sistem A/C, tenaga kerja dikelompokkan dan dialokasikan menurut kualifikasi/ tingkat keterampilan, pengalaman kerja, sikap/ karakter dan kebutuhan akan tingkat ketepatan dimensi yang diterapkan.
Selain tenaga kerja produksi langsung, tenaga kerja tak langsung yang terkait dengan A/C perlu memiliki kualifikasi tinggi, terutama perencanaan A/C pada tahap disain, dan personil yang ditunjuk untuk mengevaluasi dan menganalisis data hasil pengukuran untuk menyempurnakan detail desain dan petunjuk kerjanya. Bidang- bidang disiplin ilmu yang diperlukan di sini meliputi teknik perkapalan, teknik mesin, teknik industri, dan teknik statistik.
Kesempurnaan gambar-gambar kerja dan petunjuk-petunjuk pelaksanaannya sangat diperlukan, agar pelaksana produksi dapat bekerja seoptimal mungkin dan sesuai dengan gambar dan standar-standar kerjanya. PERALATAN
Pada kelompok ini terutama meliputi mesin-mesin produksi yang melakukan
proses secara langsung terhadap material atau produk antara (interim product),
antara lain: mesin potong, mesin las, dan mesin bending. Mesin-mesin ini perlu
dikelompokkan /diidentifikasi menurut tipe/jenis dan karakteristik operasi dan data
operasi mesinnya. Pengaruh operasi setiap mesin terhadap bentuk dan dimensi
produk yang dihasilkan perlu dipelajari. Peralatan lain yang perlu diperhatikan adalah
alat-alat ukur yang digunakan antara lain: rollmeter dan theodolit kedua alat ukur ini
harus mempunyai ketepatan yang tinggi dan konsistensi kerja mesin-mesin dan alat-
alat ukur tersebut harus tetap terjaga, dan dilakukan kalibrasi seara teratur.
Pada galangan-galangan yang telah menggunakan mesin-mesin potong
otomatis atau NC cutting, konsistensi kerja dan sifat-sifat operasinya perlu
diidentifikasi secara jelas, agar memungkinkan dilakukannya sekali setting mesin
untuk sejumlah produk sejenis untuk menjaga ketetapan dimensi produk sesuai
prediksi disain atau penyimpangan-penyimpangan yang terjadi tetap dalam toleransi
yang diperkenankan, mesin potong harus dioperasikan sesuai ketentuan yang ada,
seperti: posisi nozzle terhadap marking, torch dan lain-lain.
Proses kerja mesin yang kurang konsisten, akan dilakukan langkah-langkah,
seperti menambah jumlah sampel atau memperbaiki elemen-elemen tertentu pada
mesin tersebut. Mesin-mesin yang sulit terkontrol atau memperlihatkan hasil kerja
yang terlalu jauh menyimpang (sesuai upper/lower control limit pada control chart)
perlu diadakan langkah-langkah, misalnya menghentikan proses kerja mesin untuk
diadakan perbaikan atau kalibrasi yang telah ditentukan. Demikian halnya dengan
jenis-jenis mesin lainnya yang turut mempengaruhi ketetapan dimensi produk.
MATERIAL Perubahan-perubahan dimensi material sebagai akibat pengaruh sifat mekanis
material terhadap perlakuan selama proses produksi (fabrikasi, sub-assembly, assembly, dan ereksi) perlu diidentifikasi. Akumulasi perubahan atau penyimpangan tersebut akan dijadikan pertimbangan dalam pembuatan penyempurnaan gambar- gambar kerja dan petunjuk-petunjuk produksinya. Dimensi sebenarnya yang dikehendaki untuk suatu komponen pada tahap akhir dari proses produksi(erection) dapat diperoleh dengan memberi penambahan dimensi pada tahap disain berdasarkan hasil perhitungan yang menggunakan persamaan penggambungan variasi (variation merging equation).
Variasi dimensi suatu kelompok material dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: jenis proses (cutting, welding, bending), jenis dan kondisi operasi mesin, tenaga kerja, dan metode kerja. Konsistensi sifat mekanis material terhadap suatu proses produksi akan memudahkan membuat prediksi yang tepat, sehingga ketepatan dimensi produk-produk antara semakin terjamin, sifat mekanis dengan spesifikasi teknik dan perlakuan proses yang sama, dapat memberi sifat mekanis atau penyimpangan yang berbeda. Hal ini dimungkinkan karena perbedaan treatment dari masing-masing pabrik material tersebut. Selain itu juga dapat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan tempat penyimpanan atau tempat dan waktu proses produksi dilakukan, khususnya cuaca dan temperatur.
Sifat mekanis meterial yang digunakan akan menjadi pertimbangan dalam
pemberian margin dari desain mould loft. Pada setiap tahap produksinya, data
material yang perlu dikontrol dan diukur antara lain : dimensi panjang, lebar dan
diagonal, sesuai kondisi proses dan reference line yang telah ditentukan. Marking
untuk out fitting seperti posisi penembusan pipa dan lain-lain, juga harus
diperhatikan. Penyimpangan dimensi diluar toleransi pada suatu proses produksi akan
menyebabkan penyimpangan dalam bentuk dua dimensi atau tiga dimensi pada
saat penyambungan blok.
METODE KERJA Seperti telah dijelaskan sebelumnya, metode kerja juga akan sangat
mempengaruhi produ-produk yang dihasilkan dan teknik pelaksanaan A/C yang
tepat. Misalnya proses produksi atau metode kerja yang dilakukan secara manual
akan berbeda dengan yang dilakukan dengan mesin-mesin otomatis, produk yang
dibuat secara parsial akan berbeda yang dilakukan secara massal, downhand
welding akan berbeda dengan vertical, horizontal atau overhead welding dan lain-lain.
Metode dan prosedur kerja suatu produk sedapat mungkin dilaksanakan
secara konsisten dan ditentukan pada tahap desain. Oleh karena itu, pelaksana
rekayasa desain harus memperhatikan umpan balik dari produksi dan lebih
menguasai potensi sumber daya produksi yang ada, agar gambar-gambar kerja yang
diberikan dapat dilaksanakan dengan baik dan sempurna oleh pelaksana produksi,
seperti welding sequences, erection network dan petunjuk-petunjuk praktis lainnya.
SIKLUS MANAJEMEN Siklus manajemen sistem accuracy control yang dianalogikan sama dengan
siklus dasar manajemen untuk setiap proses industri. Siklus ini mencakup fungsi
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi, seperti terlihat pada gambar 6.2.
PERENCANAAN Perencanaan accuracy control sangat esensial untuk memastikan sistem A/C
berfungsi sebagaimana mestinya. Pekerjaan ini dapat dilakukan bersamaan dengan
pekerjaan desain, rekayasa dan perencanaan.
Gambar 6.3 memperlihatkan garis besar proses perencanaan accuracy
control dan hubungan antara desain, rekayasa dan perencanaan.
Apabila variasi-variasi yang terjadi pada setiap tahapan produksi sebagaimana
terlihat pada gambar 6.4, salah satu aspek perencanaan A/C mengindikasi
bagaimana menetukan aksi/respon untuk mengurangi pekerjaan ulang saat erection.
Gambar 6.2. Siklus manajemen sistem accuracy control
(Sumber: : Chirillo,dkk ,1982 halaman 8)
Gambar 6.5 memperlihatkan aktifitas-aktifitas A/C yang harus dilakukan/
diaplikasikan. Prinsip dasar, peran perencanaan A/C adalah sebagai berikut:
1. Menentukan letak titik dan dimensi vital yang kritis dalam hal ketepatan ukuran blok.
2. Menentukan titik kritis yang perlu diperiksa dan menentukan garis referensi pada
blok, sub-blok, seksi dan komponen-komponen blok yang telah dirakit.
3. Menentukan lokasi-lokasi dan besar toleransi-toleransi yang diperkenankan.
4. Menentukan dimana dan berapa besar margin yang diberikan serta langkah-
langkah atau petunjuk-petunjuk praktis tertentu terhadap bagian-bagian yang
hendak dipotong.
5. Menentukan proses kerja yang mana perlu diadakan pemeriksaan ukuran-ukuran.
6. Menentukan jumlah sampel komponen-komponen yang harus diukur sesuai
dengan metode sampling di setiap proses peroduksi.
Menentukan batas toleransi, standar-standar penyusutan (allowances) dan
kelebihan (margin) pada instruksi-instruksi kerja.
Gambar 6.2 memperlihatkan bahwa perencanaan A/C dapat dibagi menjadi tiga
aspek yaitu; perencanaan awal, perencanaan detail (persiapan instruksi kerja) dan
standarisasi.
Perencanaan Awal Perencana harus mempertimbangkan/memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
• Bagaimana mengkreasi blok-blok berdasarkan fasilitas yang tersedia digalangan.
• Bagaimana merencanakan kulit lambung agar mencapai bentuk yang lebih baik
dengan fasilitas dan teknik pembengkokan yang tersedia.
• Bagaimana merakit blok yang tepat dengan bagian-bagian yang terbuka untuk
kepentingan zone outfitting.
Untuk melaksanakan studi tersebut secara sistematis, perencana harus memiliki
akses ke gambar-gambar,seperti rencana umum, konstruksi tengah kapal, rencana
garis dan skema yang diusulkan untuk pembagian blok dan bukaan kulit. Perencana,
yang ditugaskan di tingkat departemen konstruksi lambung dan bagian bengkel
fabrikasi, sub-assembly, perakitan blok, dan bagian ereksi, dilengkapi gambar-
gambar oleh departemen desain. Sebagai sebuah rutinitas, informasi yang sama
tersedia untuk perencana yang telah ditugaskan bertanggungjawab terhadap A/C.
Studi-studi ini juga menggunakan penggabungan-variasi, berdasarkan
penilaian statistik yang diperoleh dari kinerja normal pada stasiun kerja, dan
mengusulkan detail desain, assemby, dan urutan ereksi, toleransi yang optimal dan
sesuai.
Skema akhir berupa umpan balik ke desainer, yang mengembangkan
tonggak-tongak/kunci rencana, seperti bukaan kulit, rencana blok, dan akhirnya
instruksi kerja, yang semuanya mengandung persyaratan melaksanakan AC.
Perencanaan Detail Pertimbangan akurasi kontrol dalam perencanaan detail benar-benar
merupakan analisis proses, dari sudut pandang A/C. Melalui analisis tersebut,
masalah dapat dipecahkan dengan mengatur dimensi tertentu . Dengan kata lain,
untuk mendapatkan akurasi yang diperlukan untuk proses akhir, maka perlu proses
sebelumnya diindentifikasi khusus yang secara signifikan berkontribusi pada akhir
atau penggabungan variasi. Jadi, A/C dianalisis dengan mengidentifikasi secara
kuantitatif baik proses kerja dan rincian desain yang perlu diperbaiki.
Tentu saja, penentuan tersebut tidak dibuat semata-mata dari sudut pandang
A/C saja. teknik akurasi kontrol adalah alat analisis manajemen yang berkontribusi
terhadap analisis proses. Alat ini merupakan sarana yang digunakan oleh galangan
kapal sebagai entitas untuk menghimpun dan memperoleh manfaat kuantitatif dari
pengalaman penerapan akurasi. Metode kontrol akurasi dalam perencanaan detail
adalah penting karena secara signifikan berpengaruh pada proses konstruksi
lambung keseluruhan untuk tujuan mengurangi pekerjaan ereksi.
Gambar 6.6. Vital point pada komponen (fabrikasi)
(Sumber: Abidin Zainal, 1996, halaman IV-14)
Gambar 6.7. Vital point pada blok lengkung (perakitan blok)
(Sumber: Abidin Zainal, 1996, halaman IV‐16)
Proses perencanaan menghasilkan keputusan awal berupa karakter-karakter
akurasi dari awal sampai akhir produk yang secara khusus berdasarkan aturan
klasifikasi dan pemilik. Dalam bingkai adanya arus balik, seorang perencana A/C,
harus mampu mengidentifikasi titik dan dimensi penting (vital point dan vital
dimension) yang dapat diperbaiki saat berlangsungnya proses ereksi, perakitan blok
atau yang lainnya.
Vital point merupakan titik acuan untuk melakukan pengukuran untuk
menjamin ketepatan dimensi dari komponen pada tahap fabrikasi sampai dengan
ketepatan blok pada saat erection.
Pada gambar 6.6 diperlihatkan vital point pada komponen, gambar 6.7
memperlihatkan vital point pada blok lengkung dan gambar 6.8 memperlihatkan vital
point zona bidang lengkung.
Berdasarkan aspek-aspek penting tersebut, seorang perencana A/C harus
memastikan hal-hal tersebut melalui instruksi kerja atau dengan cara lain, tukang
gambar skala satu-satu dan oleh orang-orang yang diberi tanggungjawab dalam
menyampaikan informasi tersebut, misalnya titik-titik pemeriksaan dan garis-garis
referensi harus sudah termasuk dalam data NC, template-template dan lembaran
periksa (check sheet).
Standarisasi Penetapan standar-standar pada tahap perencanaan A/C adalah hal yang
sangat penting sebab jika variasi-variasi pada setiap proses produksi akan di analisa
secara statistik. Standar-standar tersebut adalah:
1. Standar kelebihan (excess).
2. Standar penyusutan (allowance shrinkage).
3. Standar garis dasar dan titik pertemuan.
4. Standar prosedur pengukuran.
5. Standar fabrikasi dan skema perakitan.
6. Standar informasi A/C pada instruksi kerja.
Pada gambar 6.9 diperlihatkan simbol-simbol yang di gunakan dalam instruksi
kerja accuracy control.
PELAKSANAAN Self Checking
Prosedur pekerjaan pada setiap tahap produksi dilengkapi dengan sistem self
checking, dimana pekerjaan belum dianggap selesai apabila pekerja belum
melaksanakan pengecekan sendiri terhadap pekerjaannya berdasar petunjuk kerja
yang ditentukan.
Self checking dilaksanakan dengan cara membandingkan ukuran-ukuran pada
hasil pekerjaan dengan gambar kerja dan standar yang digunakan. Hasil pengukuran
pada produk dicatat pada lembar periksa (check sheet) yang formatnya disesuaikan
dengan dengan produk yang diukur. Lembar periksa ini menjadi alat bantu dalam
memeriksa hasil pekerjaan dan sarana untuk memberi komentar dan saran-saran
apabila diperlukan untuk memastikan kebenaran hasil pengukuran.
Self checking selain dilakukan oleh pekerja pelaksana juga dilakukan oleh
koordinator pekerja (mandor) dan supervisi yang lebih tinggi. Berdasarkan data check
sheet mandor membuat peta kendali, yang berguna untuk memonitor apakah proses
yang dilaksanakan dalam keadaan terkendali.
Menurut storch, (1985) manfaat pelaksanaan A/C dengan menggunakan Self
checking bagi tenaga kerja adalah:
• Meningkatkan kreativitas, motivasi, rasa memiliki dan kepuasan bagi pekerja.
• Mendukung proses profesionalisme pekerja.
• Memudahkan manajemen dalam mengorganisasi, mengontrol, dan
mengendalikan pekerjaan-pekerjaan produksi.
• Memudahkan dan menganalisa penyebab-penyebab kesalahan pelaksanaan
pekerjaan dan mengadakan perbaikan-perbaikan secara tepat.
Gugus Tugas A/C (group A/C) Pelaksanaan sistem A/C akan sangat tepat jika dibetuk suatu gugus tugas
(tim). Oleh Chrillo.L.D (1982) dikatakan bahwa kunci keberhasilan pelaksanaan A/C
adalah penempatan orang—orang yang potensial pada posisi-posisi kritis pada
beberapa tahun pertama sebagai A/C engineers.
Setiap orang yang terpilih sebaiknya memiliki pengalaman kerja sekitar 8
tahun dalam bidang bangunan kapal dan manajer-manajer memiliki pengalaman
dalam bidang A/C, sebab akan selalu bergelut dengan metode-metode analitis dan
bertanggung jawab dalam mencapai suatu kemajuan yang nyata.
Pada gambar 6.10 diperlihatkan lembar periksa (check sheet) accuracy
control. Contoh pemeriksaan dan pengukuran pada komponen, rakitan sub-blok dan
blok dapat dilihat pada gambar 6.11 s/d 6.13.
Dewasa ini telah dikembangkan sistem pengukuran dan pemeriksaan yang
terintegrasi dengan aplikasi komputer seperti sistem ACMAN, MONMOS, dan V-
STARS.
Menurut Yuuzaki.M (1992),melaporkan bahwa tahun 1990 sistem MONMOS
digunakan beberapa galangan di Jepang setelah mengalami pengujian selama lima
tahun. Analisis konfigurasi sistem 3-D ini dapat dilihat pada gambar 6.14.
Gambar 6.14. Analsis konfigurasi sistem 3-D MONMOS
(Sumber: Yuuzaki.M, 1992, halaman 7A1-3)
Menurut Shimizu Hideki (2002), melaporkan proses patok duga perbandingan
antara sistem MONMOS dan V-STARS, yang hasilnya menyimpulkan bahwa sistem
V-STARS lebih superior dibanding MONMOS yaitu untuk 30 titik pengukuran pada
blok yang ketinggianya kurang dari 3 meter, jumlah total waktu yang dibutuhkan
untuk menuntaskan pengukuran berkisar 1/6 s/d 1/4 kali lebih rendah dari waktu
yang dibutuhkan MONMOS.
Sistem V-STARS menggunakan digital camera dengan 6,300,000 pixels,
sebagaimana terlihat pada gambar 6.15.
EVALUASI Evaluasi mencakup analisis dan rekomendasi yang diberikan baik yang
berdasar regular dan urgent, sebagaimana terlihat pada gambar 6.16.
Analisa Reguler (Regular Analysis) Analisa reguler adalah analisa yang dilaksanakan setiap evaluasi (rutin).
Langkah-langkah operasional analisa ini adalah: • Menyelidiki secara detail data yang telah ada.
• Menyelidiki alat-alat ukur yang digunakan dalam pengukuran.
• Meninjau ulang metode-metode kerja.
• Mempelajari kelebihan-kelebihan ukuran. Poin-poin yang perlu diperhatikan dalam analisa reguler adalah: Analisis nilai rata-rata
Analisis nilai rata-rata dilakukan untuk mengantisipasi penyimpangan yang
terjadi pada proses produksi, meliputi:
• Nilai rata-rata untuk gap.
• Nilai rata-rata untuk penyusutan.
• Nilai rata-rata untuk deformasi.
• Nilai rata-rata akibat penyimpangan metode kerja.
Analisis standar deviasi
Analisis standar deviasi adalah hal penting dalam sistem accuracy control
terutama dalam menentukan variasi. Variasi didefenisikan sebagai akar pangkat dua
dari standar deviasi, dengan variasi penyimpangan-penyimpangan yang terjadi pada
awal dan akhir proses dapat diketahui.
Sebagai contoh standar deviasi untuk panjang pembujur yang difabrikasi
secara manual, tiba-tiba bertambah panjang dan pendek secara bergantian.
Analisisnya; selidiki bagaimana dan siapa yang mengerjakan fabrikasi,
metode-metodenya, urutan pengerjaanya harus dianalisa secara teliti.
Tindakan: ada beberapa alternatif pemecahan yang perlu dilakukan, antara
lain sekurang-kurangnya ada satu pekerja yang memotong pembujur sebelum di
bengkokkan. Ketepatan harus diperbaiki (tentunya dengan mempelajari besar yang
harus dikurangi berdasarkan standar deviasi) dan ketepatan terhadap panjang yang
dibuang.
Sebuah laporan tentang erection sebuah kapal curah sebesar 167000 DWT,
mencatat bahwa pekerjaan ulang hanya sebesar 32 % dari total panjang gap,
sebagaiman terlihat pada gambar 6.17.
Analisa Mendesak (Urgent Analysis) Analisis ini dilaksanakan pada saat sampel-sampel menunjukkan bahwa
produk telah melewati batas-batas toleransi yang telah ditetapkan, sehingga perlu
dilakukan penghentian proses produksi.
PENUTUP SOAL-SOAL LATIHAN MANDIRI 1. Apa pengertian sistem accuracy control?.
2. Jelaskan perbedaan antara accuracy control (A/C), jaminan kualitas (QA) dan
kendali mutu (QC).
3. Mengapa dalam sistem accuracy control perlu ditetapkan sebuah standar, misalya
standar kelebihan?.
4. Jelaskan siklus manajemen sistem accuracy control.
TUGAS MAHASISWA BERKELOMPOK 1. TUGAS VII Menjelaskan sistem accuracy control 2. TUGAS a. Objek Garapan Membuat laporan
a. Objek Garapan Membuat laporan (makalah) dengan isi:
b. Yang Harus dikerjakan dan batasan-batasan
1. Menjelaskan pengertian, tujuan dan manfaat sistem accuracy control 2. Menjelaskan tahap perencanaan sistem accuracy control. 3. Menjelaskan tahap pelaksanaan sistem accuracy control. 4. Menjelaskan tahap evaluasi sistem accuracy control.
c. Metode/Cara pengerjaan dan Acuan yang digunakan
• Literatur/ Kajian Pustaka • Teori system accuracy control. • Teori konstruksi kapal • Teori ilmu ukur , statistik dan gambar teknik. • Mengidentifikasi komponen yang berpengaruh
dalam system AC.
3. Kriteria Penilaian • Ketepatan waktu penyelesain • Menemukan contoh penerapan sistem AC • Menganalisis hasil identifikasi sistem AC.
DAFTAR BACAAN Abidin Zainal, Ma’ruf Buana, dan Sunarto 1996, Studi Teknis Pelaksanaan Accuracy
Control Pada PT.Dok dan Perkapalan Surabaya, Skripsi Jurusan Teknik Perkapalan Universitas Hasanuddin, Makassar.
Chirillo,L.D.,R.D.Chirillo.,S.Nanishi.,1982, Process Analysis Via Accuracy Control, NSRP, U.S. Department Of Transportation Maritime Administration, Washington,D.C.
Chirillo,L.D.,R.D.Chirillo.,Y.Okayama.,1983, Integrated Hull Outfitting and Painting, NSRP, Maritime Administration in cooperation with Todd Facific Shipyard Corp, USA.
Lamb Thomas, 1986, Engineering for Ship Production (SP-9), SNAME, U.S. Department Of Transportation Maritime Administration, Washington,D.C.
Manninen Markku, Kaisto Ilkka, 1996(a), 3D Positioning of a Ship Block at Hull Erection; Practice Report, A.M.S. Ltd with Leica AG, Heerbrugg, Switzerland.
Manninen Markku, Kaisto Ilkka, 1996(b), 3D Measurement and Analysis of a Ship Block; Practice Report, A.M.S. Ltd with Leica AG, Heerbrugg, Switzerland.
Shimizu Hideki, 2002, Evaluation of Three Dimensional Coordinate Measuring Methods for Production of Ship Hull Blocks, Proceedings of The Twelfth (2002) International Offshore and Polar Engineering Conference, ISBN 1- 880653-58-3, Kitakyushu, Japan.
DAFTAR PUSTAKA Anonim,2008,Undang-Undang Republik Indonesia No. 17 Tahun 2008 Tentang
Pelayaran, Kementerian Sekertaris Negara, Jakarta. Abidin Zainal, Ma’ruf Buana, dan Sunarto 1996, Studi Teknis Pelaksanaan
Accuracy Control Pada PT.Dok dan Perkapalan Surabaya, Skripsi Jurusan Teknik Perkapalan Universitas Hasanuddin, Makassar.
Arwin,ML, dkk, 2005,Laporan Kerja Praktek; Galangan Kapal PT.Batamec, Batam, Jurusan Teknik Perkapalan, Universitas Hasanuddin, Makassar.
Butler Don, 2000, Guide to Ships Repair Estimates (in man-hours), Butterworth-Heinemann, Oxford.
Bruce George J, 1987, Ship Design for Production—Some UK Experience, NSRP ship production Symposium, New Orleans, Louisiana.
Bunch M. Howard., 1987, A Study of the Construction Planning and Manpower Sche-dules for Building the Multi Purpose Mobilization Ship, PD 214, In a Shipyard of the People’s Republic Of China,NSRP ship production Symposium, New Orleans, Louisiana.
Carmichael A.W, 1919, Practical Ship Production First Edition, McGraw-Hill Book Company Inc, New York, diakses Juli 2011, http://www.archive.org/details /practicalshippro00carmich.
Chirillo,L.D.,R.D.Chirillo.,S.Nanishi.,1982, Process Analysis Via Accuracy Control, NSRP, U.S. Department Of Transportation Maritime Administration, Washington,D.C.
Chirillo,L.D.,R.D.Chirillo.,Y.Okayama.,1983, Integrated Hull Outfitting and Painting, NSRP, Maritime Administration in cooperation with Todd Facific Shipyard Corp, USA.
Continental Hardware, 2000, Products Handbook Structural Steel, Continental Steel LTD, PTE, diakses pada www.conseteel.com.sg, Agustus 2011.
Eyres D. J.,2007, Ship Construction Sixth edition, Butterworth-Heinemann is an imprint of Elsevier,Linacre House, Jordan Hill, Oxford.
Faltinsen O.M,2005, Hydrodynamics of High-Speed Marine Vehicles, Cambridge University Press, Cambridge, UK.
Gray William O, 2008, Performance of Major US Shipyards in 20th/21st Century, SNAME Journal of Ship Production, Vol. 24, No. 4, November 2008, pg 202–213.
Jonson.C.S., L.D.Chirillo, 1979, Outfit Planning, NSRP with U. S. Department Of Transportation Maritime Administration.
Lamb Thomas, 1986, Engineering for Ship Production (SP-9), SNAME, U.S. Department Of Transportation Maritime Administration, Washington,D.C.
Molland A.F,2008, The Maritime Engineering Reference Book; A Guide to Ship Design, Construction, and Operation, Elsevier, Oxford, UK.
Matulja Tin, Fafandjel Nikša, Zamarin Albert, 2009, Methodology for Shipyard Production Areas Optimal Layout Design, http//www.google.co.id, diakses September 2011. Wahyuddin
Manninen Markku, Kaisto Ilkka, 1996(a), 3D Positioning of a Ship Block at Hull Erection; Practice Report, A.M.S. Ltd with Leica AG, Heerbrugg, Switzerland.
Manninen Markku, Kaisto Ilkka, 1996(b), 3D Measurement and Analysis of a Ship Block; Practice Report, A.M.S. Ltd with Leica AG, Heerbrugg, Switzerland.
Naval Surface Warfare Center, 1984, Process Lanes Feasibility Study (CD Code 2230), Bethesda, MD: U. S. Department Of Transportation Maritime Administration, Avondale Shipyards, INC, New Orleans, Louisiana.
Naval Surface Warfare Center, 1985, Design for Production Manual. Volume 1. Design/Production Integration (CD Code 2230). Bethesda, MD: SNAME, Diakses 11 Nopember 2011 dari http://stinet.dtic.mil/cgibin/GetTRDoc?AD =ADA454574 &Location=U2&doc=GetTRDoc.pdf.
Naval Surface Warfare Center, 1985, Design for Production Manual. Volume 2. Design/Production Integration (CD Code 2230). Bethesda, MD: SNAME, Diakses 11 Nopember 2011 dari http://stinet.dtic.mil/cgibin/GetTRDoc?AD =ADA445624 &Location=U2&doc=GetTRDoc.pdf.
Naval Surface Warfare Center, 1985, Design for Production Manual. Volume 3. The Application of Production Engineering (CD Code 2230). Bethesda, MD: SNAME, Diakses 11 Nopember 2011 dari http://stinet.dtic.mil/cgibin /GetTRDoc?AD=ADA454575&Location=U2&doc=GetTRDoc.pdf.
Okayama,Y, L.D.Chirillo, 1982, Product Work Breakdown Structure, NSRP, Maritime Administration in cooperation with Todd Facific Shipyard Corp, USA.
Paik Jeom K. and Anil K.T.,2007, Ship-Shaped Offshore Installations; Design, Building, And Operation, Cambridge University Press, New York
PAL Indonesia, 2000, Training Penyegaran: Sistem Managemen Pembangunan Kapal Baru; Perencanaan Produksi Untuk Manajer, PT.PAL Indonesia, Surabaya.
Shimizu Hideki, 2002, Evaluation of Three Dimensional Coordinate Measuring Methods for Production of Ship Hull Blocks, Proceedings of The Twelfth (2002) International Offshore and Polar Engineering Conference, ISBN 1- 880653-58-3, Kitakyushu, Japan.
Storch,R.L,1985, Facilitating Accuracy Control in Shipbuilding, Elsevier science publishers B.V, Holland.
Storch,R.L,Gribskov.J.R,1985, Accuracy Control for U.S.Shipyards, Journal Ship Production, Vol.1, No.1, pg. 64-77.
Storch,R.L,Giesy.P.J,1986, The Use Computer Simulation of Merged Variation to Predict Rework Levels on Ships’s Hull Blocks, Journal Ship Production, Vol.4, No.3, pg. 155-168.
Storch,R.L.,Hammon,C.P.,and Bunch,H-M.,1995, Ship Production Second Revision, Cornell Maritime Press, Centreville.
Tupper.E.C.,2004,Introduction to Naval Architecture, Third Edition. Butterworth & Heinemann, Oxford.
Yuuzaki Masaaki, 1992, An Approach to a New Ship Production System Based on Advanced Accuracy Control, The National Shipbuilding Research Program, Ship Production Symposium Proceedings: Paper No. 7A-1,New Orleans, Lousuana.
Verma.A K, Saghal.J.L, 2010, Quality Assurance as a Strategic Tool for Efficient Operations and Sustained Maintenance for Ship Building Industry, IE(I) Journal–MR, vol 90, India.
Van Dokkum Klaas,2003, Ship Knowledge A Modern Encyclopedia, Dokmar, Enkhuizen, Netherlands.
Watson D.G.M,2002,Practical Ship Design. Elseiveir Science Ltd, London. http://www.google.co.id.,lecture1 introduction; ship production, diakses desember 2010. ........................................,lecture13a launching; ship production, diakses desember 2010. http://www.pal.co.id., PT.PAL Indonesia, diakses 10 Juni 2011. http://www.nsrp.org., The National Shipbuilding Research Program (NSRP), diakses
Juli 2011.