Post on 23-Oct-2015
description
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pertarnbahan jumlah penduduk, meningkatnya industrialisasi, dan meningkatnya
aktivitas manusia, mengakibatkan bertambahnya limbah yang masuk ke lingkungan. Limbah
adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi seperti kegiatan industri,
pertanian, maupun domestik (rumah tangga) yang kehadirannya pada suatu tempat tertentu
tidak dikehendaki lingkungan (www.wikipedia.org). Buangan yang berasal dari sisa kegiatan
kantin, rumah tangga, atau pemukiman umumnya menghasilkan ,limbah cair yang
mengandung bahan organik yang tinggi. Pada konsentrasi dan kuantitas tertentu, kehadiran
limbah organik ini dapat berdampak negatif bagi kualitas perairan dan kelangsungan hidup
biota yang ada di perairan tersebut.
Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengolah limbah organic adalah
metode biologi. Penggunaan metode biologi memiliii beberapa keuntungan bila dibandingkan
dengan metode fisika atau metode kimia. Dari segi biaya, metode biologi relatif lebii murah
karena langsung memanfaatkan sumber daya (agen biologi) yang ada di alam. Metode biologi
juga merupakan metode yang efektif untuk menghilangkan bahan pencemar (Ismanto, 2005)
Pengolahan limbah secara biologi dapat dilakukan melalui pemanfaatan tumbuhan air dan
aktivitas mikroorganisme (hakteri).
Menuntt Widjaja (2004), tumbuhan air merupakan kumpulan dari berbagai golongan
tumbuhan, sebagian kecil terdiii dari lumut dan paku-pakuan, sebagian besar terdiri dari
spermatophyta atau tumhuhan yang sebagian atau seluruh daur hidupnya berada di air.
Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu mengenai pengolahan air limbab menggunakan
tumbuhan air, terdapat beberapa tumbuhan air yang dapat digunakan dalam pengolahan air
limbah. Tumbuhan air tersebut antara lain adalah kayu apu (Pistia stratiotes), kangkung
(Ipomoea aquatica), eceng gondok (Eichhornia crassipes), kiambang (Salvinia molests),
gulma itik (Lentiza sp ), serta berbagai tipe tumbuhan air mencuat dan tenggelam masing-
masing tumbuhan air tersebut memiliki kemampuan yang berbeda dalam mengolah air
limbah. Lemna sp. sering digunakan dalam pengolahm air limbah karena ukurannya yang
kecil sehingga mernudahkan penanganan clan pemanenannya.
Bakteri mempunyai peranan penting dalam dekomposisi bahan organik. Secara umum
terdapat dua tipe bakteri berdasarkan kebutuhan akan oksigen, yaitu bakteri aerob dan bakteri
anaerob. Bacillus sp. merupakan salah satu jenis bakteri aerob atau fakultatif anaerob yang
efektif sebagai agen biologi dalam pengolahan limbah organik. Selain telah diapliisikan di
lapangan, Bacillus sp. Telah diproduksi secara komersial (Poemomo, 2004). Bakteri lain
yang dapat digunakan adalah Chromobacterium sp. yang bersifat fakultatif anaerob.
Beberapa penelitian mengenai pengolahan limbah organik menggunakan metode
biologi telah dilaksanakan, seperti yang dilakukan oleh Rudiyanto (2004), Sirait (2005),
Ismanto (2005), Mursalin (2007), Muchtar (2007), serta beberapa peneliti lain. Umumnya
para peneliti hanya menggunakan salah satu agen biologi, berupa tumbuhan air saja atau
bakteri saja. Dari hasil penelitian tersebut telah diketahui beberapa jenis tumbuhan air atau
bakteri yang efektif dalam mengolah limbah organik. Oleh karena itu, periu dilakukan
penelitian mengenai kombiiasi pernanfaatan tumbuhan air dan bakteri yang efektif untuk
mengolah limbah organik.
BAB II
ISI
A. Air Limbah
Air limbah merupakan air buangan dari sisa kegiatan dotnestik, industry Rrumah
tangga, air tanah, serta buangan lainnya. Sesuai dengan sumernya, maka air limbah
mempunyai komposisi yang sangat bervariasi dari setiap tempat dan setiap saat. Menurut
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 112 Tahun 2003, air limbah domestik
adalah air limbah yang berasal dari usaha dan atau kegiatan peinukiman (real estate), rumah
makan, perkantoran, pemiagaan, apartemen dan asranla. Secara garis besar, zat-zat yang
terdapat dalam air limbah dapat dikelompokkan sebagaimana yang disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2. Skema pengelompokan bahan yang terkaudung pada air limbah. Sumnber:
Sugiharto (1987).
Pengetahuan mengenai sifat-sifat limbah akan sangat membantu dalam penetapan
metode penanganan dan pembuangan limbah yang efektif. Penanganan secara biologis cocok
dilakukan pada limbah cair yang mengandung bahan padatan organik terlarut (Jenie dan
Rahayu, 1993).
B. Bahan Organik
Limbah organik merupakan limbah yang mengandung bahan-bahan seperti
karbohidrat, protein, lemak, minyak, detergen, atau surfaktan (Sugibarto, 1987: Garno, 2004).
Semua bahan organik mengandung unsur karbon (C) berkombinasi dengan satu atau lebih
elemen lainnya. Umumnya bahan organik tersusun oleh unsur-unsur C, H, dan 0, namun
beberapa bahan 0~ganik ada yang mengandung N, S, P, dan Fe.
Sumber utama baban organik di perairan adalah sampah organik dan limbah domestik
(Abel, 1989). Bahan organik dalam air limbah berada dalam bentuk terlarut (dissolved),
koloid, maupun partikulat (Suryadiputra, 1995). Bahan-bahan tersebut ada yang mudah temai
(biodegradable) dan ada yang sukar terurai (non biodegradable). Pada umumnya kandungan
bahan organik yang dijumpai dalam air limbah terdiri dari 40-60% protein, 25-50%
karbobidrat, dan 10% lainnya berupa lemak atau minyak (Sugiharto, 1987).
C. Bioremediasi
Bioremediasi merupakan proses degradasi secara biologis bahan organic menjadi
senyawa lain misalnya CO2, CH4, H20, garam anorganik, biomassa, dan hasil samping yang
sedikit lebih sederhana dari senyawa semula. Proses ini didasarkan pada siklus karbon,
sehingga bentuk senyawa organik dan anorganik didaur ulang melalui reaksi oksidasi dan
reduksi (Citroreksoko, 1996). Menurut Sa'id dan Fauzi (1996) bioremediasi diartikan sebagai
proses penyehatan (remediasi) secara biologis terhadap komponen lingkungan yang telah
tercemar.
Proses bioremediasi bergantung pada kemampuan organisme yang digunakan
(mikroba, tanaman, atau hewan) dan sistem yang dioperasikan pada jangka waktu tertentu.
Proses bioremediasi akan berlangsung optimal pada pH dan suhu tertentu, serta hams
tersedianya cukup nutrisi dan oksigen bagi organisme yang memanfaatkan. Perlakuan
teknologi bioremediasi dapat dilakukan melalui beberapa proses antara lain: bioaugmentasi,
biofilter, biostimulasi, bioreaktor, bioventing, pengomposan, fitoremediasi, dan landfarming
(Bacher dan Herson, 1994 in Citroreksoko, 1996).
Pengolahan limbah secara biologi yang telah dilakukan umumnya menggunakan
teknik bioaugmentasi. Bioaugmentasi diartikan sebagai perlakuan bioremediasi dengan
penambahan knltur bakteri terhadap medium yang terkontaminasi, sering digunakan dalam
bioreaktor dan sistem ex situ (kontaminan atau limbah dipindahkan dari lokasi asal dan
diperlakukan dengan bioreactor sistem terbuka atau sistem tertutup). Penerapan proses
bioremediasi lainnya yang telah dilakukan adalah fitoremediasi, yaitu proses remediasi yang
menggnnakan tanaman hijau sebagai agen biologi. Aplikasi fitoremediasi umumnya
digunakan untuk pengolahan air limbah dengan tingkat pencemaran sedang dengan nilai
BOD < 300 mg/l (Gray dan Biddlestone, 1995 in Subroto, 1996).
Bioremediasi mempunyai aplikasi luas yang seringkali tidak dapat dilakukan oleh
metode fisika dan kimia, terutarna untuk pengolahan limbah organik. Teknik bioremediasi
yang telah dilakukan yaitu melalui pemanfiiatan
agen biologi berupa tumbuhan air atau bakteri. Beberapa penelitian bioremediasi dalam
mengolah limbah organik disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Beberapa penelitian bioremediasi dalam mengolah limbah organik.
Bioremediasi mempakan salah satu alternatif pengolahan limbah yang telah lama
dikenal oleh masyarakat. Proses ini merupakan pengolahan secara biologi yang memiliii
beberapa keuntungan dan kerugian dalam penerapannya. Pada Tabel 2 disajikan beberapa
keuntungan dan kemgian dari bioremediasi.
Tabel 2. Keuntungan dan kerugian bioremediasi
Sumber: Citroreksoko (1996), Wisjnuprapto (1996), dan Subroto (1996).
D. Bakteri
Populasi mikroorganisme tertinggi yang berperan dalam pengolahan air limbah adalah
bakteri. Bakteri mempakan kelompok protista bersel tunggal yang menggunakan bahan
organik terlarut sebagai bahan makanannya (Suryadiputra, 1995). Bakteri dapat digolongkan
atas kemampuannya dalam menggunakan oksigen sebagai terminal penerima elektron dalam
reaksi oksidasi atau reduksi. Jika air limbah mengandung oksigen dan dapat mendukung
keberadaan bakteri aerob maka kondisi tersebut diiatakan sebagai aerobi, dan
dikatakan anaerobik jika tidak mengandung oksigen (Suryadiputra, 1995).
Salah satu bakteri yang bermanfaat dalam pengolahan air limbah adalah Bacillus sp.
yang bersifat aerob atau fakultatif anaerob (Pelczar and Reid, 1958). Bakteri ini merupakan
bakteri gram positif dengan sel berbentuk batang. Ujung sel tampak persegi, bundar,
memncing, atau lancip seperti ujung cerutu. Ujung sel terpisah dan adakalanya tetap saliig
melekat satu dengan lainnya (Pelczar dan Chan, 1986). Morfologi Bacillus sp. dapat dilihat
pada Gambar 3.
Gambar 3. Bacillus sp. (Sumber: dokumentasi pribadi).
Klasifikasi Bacillus sp. menmt Cohn (1872) in www.wikipedia.org adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Divisi : Firmicates
Kelas : Bacilli
Ordo : Bacillales
Famili : Bacillaceae
Genus : Bacillus
Bacillus sp. merupakan organisme yang hidup bebas atau merupakan organisme
patogen. Pada kondisi liigkungan yang buruk, sel Bacillus sp. Akan memproduksi endospora
herbentuk oval yang dapat beristirahat (dorman) dalam jangka waktu yang panjang.
Peran utama bakteri pada liigkungan perairan adalah menguraikan biomassa organik
dan mendaur ulang berbagai elemen penting (nitrogen, posfor, dan sulfur) yang terdapat pada
berbagai macam bahan organik yang masuk ke perairan (Sigee, 2005). Bacillus sp. dapat
mendekomposisi protein yang menghasilkan bahan-bahan anorganik dan membentuk H2S.
Bakteri jenis lain yang juga berperan dalam pengolahan air limbah adalah
Chromobacterium sp. Chromobacterium sp. merupakan hakteri gram negative dengan sel
berbentuk batang kecil. Ukuran sel sekitar 0,6-0,9pm x 1,5-3,Opm. Morfologi
Chromobacteriunz sp. dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Chromobacterium sp. (Sumber: dokumentasi pribadi).
Klasifikasi Chromobacteriunz sp. menurut www.gem.re.kr adalah sebagai berikut:
Kingdom : Bacteria
Intermediate rank 1 : Proteobacteria
Intermediate rank 2 : Betaproteobacteria
Intermediate rank 3 : Neisseriales
Intermediate rank 4 : Neisseriaceae
Genus : Chronzobacterium
Bakteri ini tergolong bakteri yang inotil, pergerakannya dibantu oleh flagel tunggal
yang terdapat pada ujung sel tubuh. Chromobacterium sp. termasuk dalam golongan
fakultatif anaerob dengan kisaran pemimbuhan pada suhu 15-40°C. Pertumbuban optimum
dicapai pada kisaran suhu 30-35OC (www.ebi.ac.uk). Dalam www.microbionet.comau
dijelaskan bahwa bakteri ini berperan dalam mereduksi nitrat menjadi nitrit dan dapat
memfermentasikan karbohidrat.
E. Proses Penguraian Bahan Organik oleh Bakteri
Mekanisme penghilangan bahan organik dalam air limbah berlangsung melalui tiga
proses penting yaitu (Suryadiputra, 1995):
1. Transfer
Proses ini merupakan suatu usaha bakteri untuk mengubah bahan organic karbon di
air limbah menjadi karbondioksida, air, amonia, dan energi (proses katabolisnle). Bahan
organik terlarut (dari jenis biodegradable) akan langsung masuk terserap ke dalam sel bakteri
melalui dindiig sel atau membran bakteri (proses ini disebut juga absorbsi). Jika bahan
organik di perairan dalam bentuk partikulat atau suspensi koloid inaka pengambilan bahan
organik oleh bakteri berlangsung secara adsorbsi, yaitu lewat proses penempelan bahan
organik di permukaan dinding sel bakteri.
2. Konversi
Langkah ini mempakan kelanjutan dari proses transfer. Pada proses ini akan terjadi
perubahan dari ketersediaan makanan di air limbah menjadi sel-sel bakteri baru,
menggunakan energi yang diperoleh dari proses transfer. Proses ini dikenal dengan istilah
anabolisme.
3. Flokulasi
Langkah ini menggambarkan bahwa jika bakteri teiah kenyang dan aktivitasnya men-
maka mereka akan tenggelam pada kondisi air yang tenang (stagnan). Berkumpulnya flok-
flok bakteri pada dasar perairan dapat menjadi penyebab peningkatan bahan organik di
perairan.
F. Reaksi Penguraian Bahan Organik
Proses pengolahan air limbah yang memanfaatkan peranan bakteri sesungguhnya
mempakan usaha pemindahan (transformasi) bahan pencemar di air ke dalam bentuk
biomassa bakteri. Menurut Abel (1989), aktivitas mikroorganisme terhadap bahan organik
menghasilkan bahan organik sederhana serta bahan anorganik seperti N dan P yang akan
menjadi nutrien bagi fotosintesis tanaman. Reaksi yang dilakukan bakteri terhadap masukan
bahan organik yaitu
(Polprasert, 1989):
Bahan organik (CHONS) + 02 + bakteri aerob -+ C02 + NH3 + energi ........ (1).
Bahan organik + 02 + bakteri aerob + energi -+ CsH70zN (bakteri barn) .. (2).
Dari reaksi 1, dapat dietahui bahwa hasil penguraian bahan organik dapat berupa COz
dan NH,, serta produk lain untuk reaksi lebih lanjut. Melalui pernanfaatan bahan organik,
bakteri dapat melakukan pertumbuhan sehingga terjadi peningkatan jumlah koloni bakteri di
perairan. Bacillz~s sp. efektif dalam mendekomposisi protein, sedangkan Chromobacterium
sp. Cenderung mendekomposisi karhohidrat (Sigee, 2005). Pemecahan protein dan
karbohidrat secara umum digambarkan pada diagram berikut:
a. Protein 3 peptida 3 asam amino3 amonium 3 protoplasma
bakteri dan amonia ........................( 1).
b. Karbohidrat 3 gula sederhana 3 asam organik 3 protoplasma
bakteri dan C02 .............................. (2).
G. Pertumbuhan Bakteri
Dalam pengolahan limbah dengan oksidasi biologis, bakteri adalah mikroorganisme
utama yang mendegradasi limbah organik untuk mendapatkan energi. Energi tersebut
dibutuhkan untuk membentuk sel baru. Pembentukan selsel baru tidak terlepas dari
kebutuhan utama yang harus tersedia dalam jumlah yang memadai yaitu terminal penerima
elektron, makronutrien, mikronutrien, serta lingkungan yang sesuai (Suryadiputra, 1995).
Jika kondisi perairan mendukung untuk pembentukan sel baru, maka pertumbuhan
bakteri akan berjalan optimal. Kurva pertumbuhan bakteri dari waktu ke waktu tersaji pada
Gambar 5.
Gambar 5. Kurva Pertumbuhan Bakteri (Sumber: McKinney 2004).
Keterangan :
a Lag e. Accelerating Death
b. Log Growth f. Log Death
c. Declining Growth g. Death
d. Stationary
Selama lag phase, jumlah bakteri tidak mengalami peningkatan, akan tetapi terjadi
adaptasi bakteri untuk memetabolisme substrat (bahan organik) yang baru. Setelah berhasil
beradaptasi, bakteri mulai memasuki fase log growth. Pada fase ini, terjadi pertumbuhan
bakteri secara cepat. Laju metabolisme bakteri maksimum, terjadi penggandaan bakteri yang
dikenal dengan generation time. Bakteri mengalami fase log sampai mendekati batas akhir
metabolisme. Produk akhir dari metabolisme diakumulasikan pada cairan di sekitar bakteri.
Setelah beberapa waktu, laju metabolisme menjadi Iambat yang dikenal dengan fase
declining growth. Pada akhir fase ini bakteri mencapai jumlah maksimum dan memasuki fase
stationaly, yaitu jumlah bakteri akan konstan dalam jangka waktu yang lama. Selanjutnya
akan mulai terjadi kematian bakteri yang diienal dengan fase accelerafing death. Jumlah
bakteri menurun drastic akibat kematian pada fase log death. Akhirnya laju kernatian menjadi
lambat dan bakteri mencapai fase akhir, yaitu death phase (Pelczar dan Chan,
1986;McKinney 2004).\
H. Tumbuhan Air
Salah satu jenis tumbuhan air yang dapat digunakan dalam mengolah limbah adalah
Lemna sp. Menurut Brix (1993), makrofita yang berada di perairan dapat mengurangi bahan
pencemar melalui asimilasi bahan-bahan tersebut ke dalam jaringan tubuh serta menyediakan
lingkungan yang sesuai untuk mikroorganisme yang mendekomposisi bahan pencemar yang
ada.
Klasifiasi Lemna sp. adalah sebagai berikut (www.plants.usda.gov):
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Superdivisi : Spennatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Subkelas : Arecidae
Ordo : Kales
Famili : Lemnaceae
Genus : Lemna
Nama umum : Duckweeds, Gulma itik (lokal).
Lemna sp. inerupakan jenis tumbuhan air tipe mengapung bebas yang memiliki
thallus yang tereduksi, dengan pertumbuhan vegetatif yang cepat. Estimasi dari kecepatan
reproduksi Lemna sp. dari luas awal 6,4 cm2 dalam 55 hari akan menutupi hampir setengah
hektar (Widjaja, 2004). Tumbuhan ini terdiri atas dam-daun yang datar berukuran kecil dan
berbentuk oval. Ukuran diameter daun berkisar antara satu millimeter sampai beberapa
millimeter (Novotny and
Olem, 1994). Morfologi Lemna sp. dapat diliiat pada Gambar 6.
Gambar 6. Lemna sp. (Sumber: dokumentasi pribadi)
Lemna sp. merupakan tumbuhan air yang ditemukan di perairan tawar seluruh dunia.
Tumbuhan ini memiliki beberapa manfaat penting dari segi ekologi maupun ekonomi. Selain
telah diaplikasikan sebagai agen pengolah limbah, duckweeds dapat juga dimanfaatkan
sebagai makanan ternak (itik dan babi), bahan pangan konsulnsi bagi manusia, pupuk
organik, serta sebagai mulsa (penutup) pada lahan pertanian.
I. Faktor Lingkungan
Kualitas air limbah dapat ditentukan melalui pengukuran beberapa factor lingkungan
yaitu parameter fisika dan kimia perairan. Beberapa faktor liigkungan yang dapat digunakan
dalam penentuan kualitas perairan antara lain:
1. Suhu
Air limbah umumnya memiliii suhu yang lebih tinggi disebabkan kegiatan rumah
tangga dan industri (Metclaf and Eddy, 2003). Perubahan sul~u berpengaruh terhadap proses
fisika, kimia, dan biologi di suatu perairan. Peningkatan suhu menyebabkan penurunan
kelarutan gas dalam air, misalnya 02, C02, N2, C&, dan sebagainya (Haslam, 1995 in
Effendi, 2003). Peningkatan suhu juga menyebabkan terjadinya peningkatan dekomposisi
bahan organik oleh mikroba (Effendi, 2003).
Hindarko (2003) menyatakan bahwa kehidupan bakteri dalam air limbah sangat
tergantung pada suhu. Aktivitas mikroorganisme umumnya berlangsung optimal pada kisaran
suhu 15-35 "C. Aktivitas biologis-fisiologis di dalam ekosistem air saugat dipengaruhi oleh
suhu. Menurut hukum Van't Hoffs, kenaikan temperatur sebesar 10 OC akan meningkatkan
laju metabolisme, menyebabkan konsumsi oksigen meningkat, serta menyebabkan kelarutan
oksigen
dalam air menjadi berkurang (Barus, 2002).
2. pH
Air limbah dengan konsentrasi limbah yang tidak netral akan menyulitkan proses
biologis, sehingga mengganggu proses penjernihannya (Sugiharto, 1987). Nilai pH
mempengarulli toksisitas suatu senyawa kimia. Pada perairan dengan pH rendah, banyak
ditemukan senyawa amonium yang dapat terionisasi. Pada suasana alkalis (pH tinggi) lebii
banyak ditemukan amonia yang tidak terionisasi dan bersifat toksik (Effendi, 2003).
Bakteri pada umumnya tumbuh dengan baik pada pH netral dan alkalis. pH optimum
untuk pertumbuhan bakteri berada pada kisaran 6,s-7,5. Umumnya bakteri tahan terhadap
perubahan kecil pH dalam rentang 6-9 (Sidharta, 2000).
3. Dissolved Oxygen (DO)
Dissolved Oxygen (DO) merupakan konsentrasi gas oksigen yang terlarut dalam air.
Kandungan oksigen terlarut sangat penting bagi biota perairan untuk melangsungkan
metabolisme tubuhnya. Selain ity oksigen terlarut juga diperlukan untuk dekomposisi bahan
organik. Jika kandungan bahan organic tinggi, maka oksigen terlarut yang dibutuhkan untuk
mendekomposisi bahan organik tersebut juga tinggi.
Berdasarkan ketergantungan terhadap keberadaan DO, maka dapat dibedakan tiga
kelompok mikroorganisme (Sidharta, 2000) yaitu:
a. Mikroorganisme obligat aerob yang mampu menghasilkan energi hanya melalui respirasi
dan melakukan dekomposisi pada kondisi aerob, sehingga sangat tergantung dengan
keberadaan DO.
b. Mikroorgankme obligat anaerob yang hanya dapat hidup dalam lingkungan bebas oksigen,
biasanya bersifat toksik.
c. Mikroorganisme fakultatif anaerob yang tumbuh dengan adanya oksigen, bersifat
aerotoleran, tidak dapat memanfaatkan oksigen, serta memperoleh energi hanya dari proses
peragian.
4. Chemical Oxygen Demand (COD)
Air limbah yang memiliki kandungan bahan organik tinggi umurnnya akan memiliki
nilai COD yang besar. Hariyadi et al. (1992) menyatakan bahwa COD merupakan banyaknya
oksigen (mgtl) yang dibutuhkan dalam kondisi khusus untuk mengoksidasi zat-zat organik
secara kimiawi, menghasilkan CO2 dan H2O. Nilai COD meningkat sejalan dengan
meningkatnya kandungan bahan organik di perairan. Uji COD dapat mengoksidasi beberapa
komponen yang tidak dapat dioksidasi oleh mikroorganisme secara biologis. Hal inilah yang
menyebabkan nilai COD selalu lebih besar dibandingkan nilai BOD (Hindarko,2003).
5. Kekeruhan
Kekeruhan pada air limbah disebabkan oleh adanya bahan tersuspensi seperti bahan
organik, mikroorgankme, dan partikel-partikel cemaran lain (Jenie dan Rahayu, 1993).
Kekeruhan merupakan ukuran yang menggunakan efek cahaya sebagai dasar untuk mengukur
keadaan air (Hindarko, 2003). Menurut Metcalf and Eddy (2003), pengukuran kekeruhan
merupakan salah satu tes yang digunakan untuk mengindikasikan kualitas air limbah
berdasarkan jumlah koloid dan bahan tersuspensi.
6. Total Dissolved Solid (TDS)
TDS adalah bahan-bahan terlarut (diameter < 10"-10" mm) bempa senyawa-senyawa
kimia dan bahan-bahan lainnya yang tidak tersaring pada kertas saring berdiameter 0,45 pm.
Penyebab TDS biasanya bahan-bahan anorganik berupa ion-ion umurn yang dijunlpai di
perairan (Effendi, 2003). Umumnya TDS pada air tawar berkisar antara 0-1000 mgll. Nilai
TDS sangat dipengaruhi oleh pelapukan batuan, limpasan dari tanah, dan pengaruh
antropogenik (bempa limbah industri dan domestik).
7. Amonia (NH;)
Alnonia di perairan dapat berasal dari dekomposisi bahan organik yang banyak
mengandung senyawa nitrogen (protein). Dekomposisi bahan organic yang mengandung
nitrogen umumnya dilakukan oleh mikroba. Proses ini dikenal dengan amonifkasi (Hariyadi
et al., 1992). Amonia dapat juga berasal dari ekskresi organisme, reduksi nitrit oleh bakteri,
pemupukan, reduksi gas nitrogen (N2) yang berasal dari difusi udara, limbah industri, dan
limbah domestik.
Jika oksigen terlarut di perairan tersedia, maka amonia akan mengalami oksidasi
melalui reaksi nitrifkasi sebagai berikut:
1. Proses nitritasi yang mengoksidasi amonium menjadi nitrit oleb bakteri
Nitrosotnonas
2. Proses nitratasi yaitu oksidasi nitrit menjadi nitrat oleh bakteri Nitrobacter
Toksisitas anonia terhadap organisme akuatik akan meningkat jika terjadi penurunan kadar
oksigen terlarut, pH, dan suhu. Konsentrasi amonia akan meningkat seiriig dengan
meningkatnya pH (Barus, 2002). Kadar amonia yang
tinggi mempakan indikasi adanya pecemaran bahan organik (Effendi, 2003).
8. Ortofosfat (pod3')
Fosfor terdapat dalam air limbah sebagai fosfat dalam bentuk ortofosfat dan polifosfat
(Jenie dan Rahayu, 1993). Ortofosfat mempakan fosfor dalam bentuk anorganik yang dapat
langsung dimanfaatkan dan mudah diserap oleh organisme ototrof untuk pertumbuhannya
(Effendi, 2003). Ortofosfat merupakan bagian dari total fosfat. Bila kadar ortofosfat dalam air
rendah (< 0,01 mgll) maka perturnbuhan fitoplankton dan organisme ototrof laiiya akan
terhambat.
Senyawa ortofosfat merupakan faktor pembatas di perairan bila kadarnya <0,009
mgll. Kisaran ortofosfat optimum sebesar 0,09-1,80 mgll. Pada air limbah yang mengandung
bakteri, pembentukan ortofosfat akan berlangsung lebih cepat dari pada air bersih. Bakteri
memiliki peran penting dalam penyediaan ortofosfat di perairan (Sidharta, 2000).