Post on 24-Mar-2016
description
1
Esidi: Juni/Tahun. II/2012 Ongkos Cetak: Rp. 500,-
Perhutani, Biang Utama Konflik
Kehutanan
JAKARTA, KOMPAS.com -
Survei Perkumpulan untuk Pembaharuan Hukum Berbasis Masyarakat dan
Ekologis (Huma) menunjukkan fakta bahwa
konflik kehutanan semakin mencemaskan. Tercatat ada 69 konflik yang dijumpai di
10 provinsi, meliputi Riau, Sumatera Barat, Jambi,
Banten, Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah,
Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Selatan.
Yang menyesakkan, masyarakat selalu
berada dalam posisi termarjinal atau
terpinggirkan dalam setiap konflik kehutanan. -- Andiko
Konflik tersebut terjadi di wilayah seluas 843.879 hektar atau sekitar lima kali luas daratan Provinsi DKI Jakarta. Jumlah itu dipercaya masih bisa bertambah bila mengikutsertakan wilayah
lain, misalnya Papua. Koordinator Eksekutif Huma, Andiko, mengatakan bahwa
konflik kehutanan mayoritas terjadi antara Kementerian Kehutanan, Perhutani dan Taman Nasional dengan masyarakat lokal. Perhutani tercatat sebagai biang utama konflik, dengan
prosentase konflik dengan masyarakat sebesar 41% dan masyarakat adat 3%. Sementara itu, konflik antara masyarakat
dan Taman Nasional sebesar 10%. "Yang menyesakkan, masyarakat selalu berada dalam posisi
termarjinal atau terpinggirkan dalam setiap konflik kehutanan,"
kata Andiko dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (17/11/2011). Contoh nyata adalah konflik antara masyarakat Battang
Barat, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan, ketika wilayah yang telah didiaminya itu ditetapkan sebagai hutan lindung.
"Masyarakat dijebloskan ke penjara, padahal secara historis
mereka menempati hutan lindung jauh sebelum kawasan itu ditetapkan," jelas Sainal Abidin, Direktur Eksekutif Wallacea,
Palopo. Berdasarkan tata batas yang ditetapkan di Taman Wisata
Alam Ba'Tang di wilayah itu, masyarakat dianggap menduduki
wilayah yang hanya diperuntukkan bagi konservasi. Kussarianto dari Mitra Lingkungan Hidup Kalimantan dan Nia
Ramadhaniaty dari Rimbawan Muda Indonesia Bogor menyatakan, penyebab konflik-konflik tersebut adalah tumpang tindihnya kebijakan dan tak adanya pelibatan masyarakat di dalam
pembuatan kebijakan itu. Kussarianto mengatakan, salah satunya adalah tumpang tindih kebijakan perizinan.
Di Kalimantan Tengah, izin perkebunan bisa berada di kawasan hutan yang telah ada pemanfaatan kayu atau pun tambangnya. Ada sekitar 316 unit perusahaan perkebunan yang
beroperasi dengan luas area mencapai 3,75 juta hektar di kawasan itu.
"Sedangkan konsesi tambang ada sekitar 669 di seluruh provinsi dengan luas area 2,74 juta hektar," katanya.
2
Sementara menurut Nia, masyarakat juga tidak dilibatkan pada kasus perluasan Taman
Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) berdasarkan SK MenHut
No 175/2003. Dia mengungkapkan, masyarakat lokal memang sempat
dikumpulkan untuk membahas zonasi. Namun, soal zonasi sama
sekali tak disentuh dan akhirnya daftar hadir justru dipakai sebagai legitimasi seolah mereka setuju.
"Yang terjadi di masyarakat itu, mereka (pihak taman
nasional) melakukan pemalsuan tanda tangan, seolah mereka menyetujui adanya konsultasi
publik itu," jelas Nia. Atas permasalahan yang
terjadi, Huma merekomendasikan adanya perbaikan pada tumpang tindih perizinan dan kebijakan.
Selain itu, perlu upaya resolusi konflik yang lebih menyeluruh.
Andiko dan Itan juga menyerukan perlunya pelibatan masyarakat lokal dan adat dalam
penyelesaian konflik maupun kebijakan perizinan. Selama ini,
perhatian pada masyarakat adat sangat kurang, bahkan tak lebih diperhatikan daripada orang utan.
Sumber: http://sains.kompas.com/read/2011/11/18/17430359/Perhutani.Biang.Utama.Konflik.Kehutanan
KEBANGKINAN NASIONAL: SEMANGAT PERSATUAN UNTUK
MEWMBANGUN BANGSA
(Oleh: Kristian Sinulingga, Ketua Cabang GmnI Sumedang)
Jika kita berbicara tentang Hari Kebangkitan Nasional, semangat yang
tentunya kita bawa untuk membangun bangsa adalah semangat persatuan.
Bung Karno pernah berkata, bahwa tak ada kemerdekaan bangsa yang dapat
diraih tanpa persatuan. Apa yang pernah dikatakan Bung Karno pada saat itu,
tentu masih relevan bagi Bangsa Indonesia saat ini, yaitu bagaimana semangat
persatuan pula lah yang dapat membawa bangsa kita saat ini untuk keluar dari
krisis dan penindasan yang melanda masyarakat Indonesia.
Banyak peristiwa yang sudah kita lihat, dengar dan ketahui melalui
berbagai media yang dapat memberikan kepada informasi tentang bagaimana
keadaan bangsa kita saat ini. Mulai dari kondisi ekonomi yang berantakan dan
pro terhadap kapitalis asing yang menyengsarakan rakyat kecil, kondisi politik
yang carut marut, dimana para elit penguasa kita hanya sibuk mengurusi
partainya masing – masing, sampai kepada kondisi sosial-budaya yang masih
belum mendapat perhatian serius dari pemerintah kita saat ini. Hal tersebut
diatas memperlihatkan kepada kita bahwa kondisi bangsa kita saat ini dalam
keadaan memprihatinkan.
Hal-hal diatas tentu saja semakin membuat kita sebagai rakyat
Indonesia semakin gelisah dengan keadaan diatas. Bagaimana tidak, kebijakan
pemerintah yang tidak pro rakyat seperti kasus BBM, kasus persengketaan
tanah yang tak kunjung usai dan selalu dimenangkan oleh pihak yang
berkuasa dan korporasi besar, konflik agraria yang tak kunjung selesai dan
lain sebagainya semakin membuat rakyat Indonesia menjadi “korban” dari
kebijakan pemerintah, bukannya semakin mensejahterakan rakyat Indonesia.
Himpitan ekonomi yang semakin mendesak, pendapatan yang tak sebanding
dengan kebutuhan untuk hidup layak tentu membuat kita semakin sengsara
dan makin tertindas.
Melihat kondisi diatas, belum lagi krisis yang melanda bangsa kita di
hampir segala bidang kehidupan kita, seharusnya membuat kita sebagai rakyat
Indonesia semakin sadar bahwa apa yang dikerjakan oleh pemerintah kita saat
ini tentu sangat tidak sesuai dan bertentangan dengan semangat dan cita-cita
negara Indonesia merdeka yang dahulu diperjuangkan oleh para pendiri
bangsa dan pahlawan kita saat itu.
Sisindiran.. "Upah saya, per orang buruh sadap getah pinus di Perum Perhutani KPH Sumedang BKPH Manglayan Timur Rp. 2.200,- per Kg, kerja dari dagi s/d sore selama 15 hari dari per bulan 2 kali sadapan. Tadi pak Jafar Sidik sampaikan upah yg disediakan Perum Perhutani Rp. 3.000,- per Kg hasil kunjungan kerja ke lapangan Perum Perhutani BKPH Manglayang Timur tgl 24 Juni. Upahnya saja tdk memenuhi hidup keluarga, lalu kemana Rp. 800,- per Kg yg seharusnya kami terima selama hampir 2 tahun?" *Cuplikan pertanyaan kang Onang, buruh tani anggota STN-PRM Ds. Banyuresmi dalam Rapat Kerja (Raker) di DPR Sumedang 26 Juni yg di hadiri Asda 2 Pemda Sumedang, Komisi B DPRD Sumedang, Dinas-Dinas terkait Pemda Sumedang, Perum Perhutani, LMDH di 4 desa di kec. Sukasari, Kades 4 desa di Kec. Sukasari, STN-PRM dan GMNI Sumedang*
3
Lalu dimana posisi kita saat ini? apa yang
sudah kita lakukan untuk ikut membangun
bangsa ini? apakah kita sudah menyerah pada
keadaan dan kemudian pasrah akan apa yang
terjadi kedepannya? Apakah memang kita tak
berhak untuk menentukan nasib kita sendiri,
memperjuangkan nya sampai kita mendapat
kesejahteraan? Dan apakah memang sudah tak
ada lagi yang peduli pada nasib bangsa ini,
kondisi negara kita, kesejahteraan
masyarakatnya?
Kita. Kitalah yang seharusnya menjadi
jawaban dari setiap permasalahan diatas. Kita
yang masih peduli akan bangsa dan rakyat
Indonesia. kitalah, rakyat Indonesia yang
seharusnya ikut ambil bagian dalam
memperjuangkan apa yang menjadi hak dan
kebutuhan kita. Kita kaum petani, kaum nelayan,
kaum buruh, dan rakyat miskin tertindas lainnya.
Bersama dengan seluruh elemen masyarakat
lainnya, kitalah yang menjadi aktor dan roda
penggerak perubahan bagi bangsa kita, perubahan
keadaan sosial yang terjadi saat ini. Dengan
semangat persatuan, bersatu untuk membangun
bangsa, maka kita dapat bersama-sama
membangun kekuatan untuk melakukan
perubahan kearah yang lebih baik. Hanya dengan
persatuan, maka kita dapat melawan ketidak-
adilan yang terjadi.
Momentum Hari Kebangkitan Nasional
saat ini seharusnya menjadi refleksi bagi kita
semua untuk menemukan kembali semangat
persatuan yang telah hilang dari jati diri kita
sebagai sebuah bangsa. Semoga ini menjadi awal
bagi kita semua untuk mau bersatu membangun
bangsa ini, mulai dari lingkungan kita, sampai
kepada bangsa dan negara kita. MERDEKA!!
VERGADERING: RAPAT AKBAR ATAU RAPAT UMUM
(Oleh: Anonim) Vergadering atau rapat akbar atau rapat umum tentu saja bukan kata baru. Tentu juga
bukan tindakan baru. Bila ingat hari kebangkitan nasional setiap tanggal 20 Mei, betapa kita di ingatkan pada masa-masa kebangkitan kaum pergerakan Indonesia yang penuh gegap gempita dan sorak-sorai perjuagan. Berbagai organisasi modern dilahirkan; Boedi Oetomo, Sarekat Islam, ISDV dan lain-lain. Modern dalam artian kepemimpinan organisasi tak lagi di dasarkan atas kharisma dan aturan anutan pemimpin tertentu, tetapi pada cita-cita dan asas modern yang menjadi landasan gerak organisasi.
Di sini dibutuhkan diskusi-diskusi, rapat-rapat organisasi dan kongres-kongres organisasi untuk memilih pemimpin mupun maupun menentukan program-program perjuangan. Perjuangan bersenjata yang tidak terorganisasi secara modern pun mulai di tinggalka. Kaum pergerakan lebih memilih membangun alat perjuangan modern: organisasi dan ilmu pengetahuan berserta cara berfikir modern. Dengan begitu perubahan kesadaran akan cita-cita dan arah perjuangan menjadi penting. Nasionalisme, sosialisme, demokrasi menjadi gagasan yang dibawa kaum pergerakan menggeser pemikiran tradisionalyang feodal, mistik dan tahayul.
Setidaknya begitulah kaum pergerakan memahami bagaimana ilmu pengetahuan Eropa telah mengalahkan dan menaklukan perjuangan gagah berani nenek miyang bangsa Indonesia. Cara perjuangan baru itupun diramaikan dengan kemunculan surat kabar-surat kabar, selebaran-selebaran teater-teater, lagu-lagu perjuangan, pemogokan-pemogokan buruh, pengakuan kembali tanah-tanah kaum tani dan vergadering (rapat akbar/rapat umum). Bentuk vergadering tentunya banyak menyita perhatian kaum pergerakan sebab dalam vergadering bisa saja dimunculkan selebaran-selebaran, teater-teater dan perunjukan-pertunjukan rakyat lainnya.
Persiapannya tentu juga tidak sebentar. Hampir kebanyakan tokoh pergerakan, mulai dari mereka yang berkumpul di lingkaran Serikat Islam (SI) dengan Tjokroaminoto sebagai pusat, sampai Indische Partij dengan Tjipto Mangoekoesoema dan Wouwes Dekker sebagai
4
pusat, memanfaatkan vergadering untuk menyampaikan tuntutan-tuntutan mendesak rakyat dan menjadikannya ajang pembelejetan kolonialisme. Para jurnalis yang kemudian tampil memimpin SI (Serikat Islam) pun tak lagi hanya menulis tapi juga berbicara dalam vergadering-vergadering. Demikianlah setidaknya Takashi Shiraishi mencatat; Di pusat-pusat SI, baik di pimpin pusat maupun di Bandung yang menjadi pusat oposisi, para jurnalislah yang tampil di muka.
Penjelasannya sederhana saja, karena SI bergerak untuk kepentingan perluasan saja. Kunci untuk melakukannya adalah surat kabar dan vergadering dan hanya jurnalis yang tau bagaimana cara menulis dalam surat kabar dan berbicara dalam vergadering-vergadering kepada orang-orang yang tidak dikenal dalam jumlah yang tidak diketahui. Akan tetapi para jurnalis yang memimpin SI sudah tidak seperti dulu lagi. Kini mereka tidak hanya menulis artikel, memberi komentar terhadap surat pembaca, menyunting dan menerbitkan surat kabar saja, tetapi juga mengorganisir dan berbicara dalam vergadering. Mendengar keluhan anggota-anggota SI yang dibawa ke hadapan mereka dan berunding dengan penguasa untuk menyelesaikan konflik yang timbul anara anggota SI dengan orang lain serta antara SI dengan penguasa setempat. Mereka telah menjadi pemimpin pergerakan yang profesional yang bersenjatakan keahlian menyediakan waktu 24 jam sehari untuk SI dan mencari penghasilan juga dari jabatan tersebut. Sebelumnya tidak ada orang yang hidup dengan cara seperti itu.
*Tema: "Kebangkitan Bangsa:
Reforna Agraria dan Pertanian kolektif Tumpangsari/Agro Ekologis untuk Pembebasan Nasional" *Narasumber:
Walhi Jawa Barat. GMNI Sumedang. STN-PRM Sumedang. *Waktu dan tempat:
Minggu, 20 Mei 2012. Sekertariat STN-PRM, Desa Genteng
Aksi menuntut Posko Pembela
kaum Tani (STN-PRM dan GMNI Sumedang). Rabu, 20 Juni 2012.
Rapat Kerja (Raker) di DPR Sumedang yg di hadiri Asda 2 Pemda Sumedang, Komisi B DPRD Sumedang, Dinas-Dinas terkait Pemda Sumedang, Perum Perhutani, LMDH di 4 desa di kec. Sukasari, Kades 4 desa di Kec. Sukasari, STN-PRM dan GMNI Sumedang. Selasa, 26 Juni 2012.
Serikat Tani Nasional Politik Rakyat Miskin (STN-PRM) Sumedang Phone: 085720016176 email: stnprmsumedang@yahoo.co.id
Weblog: stnprmsumedang.blogspot.com