Post on 16-Oct-2021
Studi Kritik Kualitas Hadis Keutamaan Malam Nisfu Sya’ban Dalam Kitab Fadhail al-Awqaat karya Imam Baihaqi
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Jurusan Tafsir Hadis Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Ushuluddin (S.Ud)
Oleh : Dwi Aprinita Lestari NIM: 208034000001
JURUSAN TAFSIR HADITS FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 2010
Studi Kritik Kualitas Hadis Keutamaan Malam Nisfu Sya’ban Dalam Kitab Fadhail al-Awqaat karya Imam Baihaqi
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Jurusan Tafsir Hadis Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Ushuluddin (S.Ud)
Oleh : Dwi Aprinita Lestari NIM: 208034000001
Dosen Pembimbing :
Drs. Harun Rasyid, MA NIP: 19600902 198703 1 001
JURUSAN TAFSIR HADITS FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 2010
i
KATA PENGANTAR
بسم االله الرحمن الرحیم
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan nikmat, hidayah dan rahmat Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas akhir perkuliahan dalam rangka memperoleh gelar
akademis. Salawat beserta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada
Rasulullah SAW beserta keluarga, para sahabatnya serta umatnya yang selalu
mengamalkan sunnahnya.
Munculnya berbagai hambatan dan kesulitan seakan ringan berkat
bantuan dan dorongan berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis berkenan
mengucapkan terima kasih kepada beberapa pihak tertentu tanpa mengurangi
penghormatan penulis bagi pihak-pihak yang tidak mungkin disebutkan satu
persatu dalam pengantar singkat ini.
Ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya, penulis
sampaikan kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Zainun Kamal, MA. Selaku Dekan Fakultas
Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta para pembantu
dekan.
2. Bapak Drs. A.Rifqi Muchtar, MA. Selaku ketua jurusan Tafsir Hadis
Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Bapak Drs. Harun Rasyid, MA. Selaku pembimbing penulis. Terima
kasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan atas bimbingan serta
waktu luangnya yang telah diberikan kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi
4. Bapak Dr. Isa M.Salam dan Ibu Dr.Atiyatul Ulya, MA. Selaku
penguji dalam siding munaqasyah
ii
5. Kedua orangtua penulis Almarhum Ayahanda Watoni dan Ibunda
Ngadiningrum yang sabar membimbing serta mendidik dan
memberikan doa restunya
6. Suami tercinta Rohimuddin yang senantiasa setia dan sabar dalam
membimbing dalam menyelesaikan skripsi ini, kakak tercinta Donny
dan adik iparku tersayang Rosyidah, dan Mbak Nunk, Eliz.
7. Teman-teman semua yang secara langsung maupun tidak langsung
ikut andil dalam memacu, memotivasi penulis agar dapat
menyelesaikan skripsi ini.
Mudah-mudahan jasa dan amal baik tersebut mendapatkan
balasan yang setimpal dari Allah SWT, sebagai amal saleh serta
senantiasa berada dalam ampunan dan lindungan-Nya.
Akhirnya semoga skripsi yang sederhana ini dapat memberikan
sumbangan pengetahuan serta membantu bagi kemajuan seluruh civitas
akademik khususnya dalam bidang kritik hadis. Mudah-mudahan tulisan
ini bermanfaat bagi orang banyak dan membawa keberkahan di dunia
dan di akhirat. Semoga Allah SWT memberikan petunjuk ke jalan yang
benar dan mencurahkan taufik serta hidayah-Nya kepada kita sekalian.
Amin..
Jakarta, 19 Juni 2010
Penulis
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ………………………………………………………. i
DAFTAR ISI …………………………………………………………………. iii
PEDOMAN TRANSLITERASI
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah …………………………………… 1
B. Batasan dan Rumusan Masalah …………………………… 7
C. Metodologi Penelitian …………………………………….. 8
D. Tujuan Penulisan ………………………………………….. 10
E. Sistematika Penulisan …………………………………….. 10
BAB II : KITAB FADHAIL AL-AWQAAT DAN HADIS-HADIS
KEUTAMAAN MALAM NISFU SYA’BAN
A. Biografi Pengarang ……………………………………….. 12
B. Metode Penulisan Kitab Fadhail al-Awqaat ……………… 19
C. Sekilas Isi Kitab Fadhail al-Awqaat ……………………… 20
D. Hadis-hadis Keutamaan Malam Nisfu Sya’ban ………….. 21
BAB III : KRITIK SANAD KEUTAMAAN MALAM NISFU SYA’BAN
A. Melakukan Takhrij Hadis ………………………………… 24
B. Melakukan al-I’tibar ……………………………………… 28
C. Melakukan Penelitian Sanad Hadis ……………………. 29
iv
1. Pengertian Kritik Sanad ……………………………. 29
2. Kualitas Periwayat dan Kebersambungan Sanad ….. 30
3. Kriteria Persambungan Sanad Hadis ………………. 68
BAB IV : KRITIK MATAN HADIS KEUTAMAAN MALAM NISFU
SYA’BAN
A. Pengertian Kritik Matan ………………………………… 70
B. Penelitian Kualitas Matan Hadis ……………………….. 71
1. Meneliti Matan Dengan Melihat Kualitas Sanad …… 72
2. Meneliti Susunan Lafal Berbagai Matan yang semakna. 73
3. Meneliti Kandungan Matan ………………………… 74
C. Syarah Hadis …………………………………………… 76
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan …………………………………………….. 79
B. Saran-saran ……………………………………………… 79
DAFTAR PUSTAKA
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Al-Qur’an adalah wahyu Allah yang disampaikan oleh Malaikat Jibril
kepada Nabi Muhammad saw., sesuai dengan redaksi yang datang dari-Nya,
secara tawatur. Dimana Malaikat Jibril menyampaikannya sesuai dengan
redaksi kalam Allah, tanpa sedikit pun perubahan, dan ketika disimpankan
kedalam jiwa Nabi Muhammad saw., beliau merasa seperti telah terpatri di
dalam dada beliau suatu kitab.1
Kemurnian teks Al-Qur’an menyebabkan ia mempunyai kedudukan
yang istimewa. Sehingga konsep mutawatir inilah yang menjadikan al-Qur’an
bersifat qat’i al-tsubut, serta di kalangan kaum muslim tidak didapati
perbedaan pendapat menyangkut kebenaran al-Qur’an. Semuanya sepakat
meyakini bahwa redaksi ayat-ayat al-Qur’an di dalam mushaf yang dimiliki
kaum muslim di seluruh penjuru dunia dewasa ini adalah sama tanpa ada
sedikit pun perbedaan yang diterima oleh Nabi Muhammad saw., dari Allah
melalui Malaikat Jibril.2 Sebagaimana firman-Nya:
1M.Quraish Shihab, M.Quraish Shihab Menjawab:1001 Soal Keislaman Yang Patut Anda
Ketahui, (Jakarta : Lentera Hati, 2008) h.275 2 M.Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an, (Bandung : Mizan, 1996), h.107
1
2
یَتَفَكَّرُونَ وَلَعَلَّھُمْ إِلَیْھِمْ نُزِّلَ مَا لِلنَّاسِ لِتُبَیِّنَ الذِّكْرَ إِلَیْكَ وَأَنْزَلْنَا )٤٤ (
Dan Kami turunkan kepadamu al-Qur’an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka, dan supaya mereka memikirkan. (QS. an-Nahl (16): 44)
Kalaulah diteliti lebih mendalam lagi, di dalam al-Qur’an hanya
terdapat pokok-pokok yang bersifat umum bagi hukum-hukum syari’at, tanpa
ada pemaparan rincian keseluruhannya dan pencabangannya, sedangkan
Sunnah sejalan dengan al-Qur’an, menjelaskan yang mubham, merinci yang
mujmal, membatasi yang muthlaq, mengkhususkan yang umum, dan
menguraikan hukum-hukum dan tujuan-tujuannya, di samping membawa
hukum-hukum yang belum dijelaskan secara eksplisit oleh al-Qur’an yang
isinya sejalan dengan kaedah-kaedahnya dan merupakan realisasi dari tujuan
dan sasarannya. Dengan demikian, Sunnah merupakan tuntunan praktis
terhadap apa yang dibawa oleh al-Qur’an, suatu bentuk praktik yang
mengambil bentuk pengejawantahan yang beragam. Terkadang merupakan
amal yang muncul dari Rasulullah SAW. Terkadang merupakan perkataan
beliau sabdakan pada suatu kesempatan, dan terkadang merupakan perilaku
atau ucapan para sahabat Rasulullah SAW., lalu beliau melihat perilaku itu
atau mendengar ucapan itu, kemudian memberikan pengakuan. Beliau tidak
menentang atau mengingkari, tetapi hanya diam atau justru menilai baik. Itulah
yang disebut dengan taqrir.3 Karena hadis itu sendiri adalah sesuatu yang
3 M.’Ajaj al-Khatib, Pokok-Pokok Ilmu Hadis. Penerjemah M. Qadirun Nur dan Ahmad
Musyafiq (Jakarta : Gaya Media Pratama, 1998), h. 34-35
3
disandarkan kepada Nabi saw., baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir
(diamnya) maupun sifatnya.4
‘Ajaj al-Khatib dalam bukunya Pokok-Pokok Ilmu Hadis mengutip
pendapat Imam Ahmad ibn Hanbal, menyebutkan ada tiga fungsi Sunnah
terhadap al-Qur’an, yakni:
1. Menetapkan dan memperkuat apa yang telah diterangkan di dalam
al-Qur’an (bayan al-taqrir)
2. Memberikan rincian dan tafsiran terhadap ayat-ayat al-Qur’an yang
masih mujmal, memberikan taqyid ayat-ayat al-Qur’an yang masih
muthlaq, memberikan takhsis ayat-ayat yang masih umum.
3. Mewujudkan suatu hukum atau ajaran-ajaran yang tidak didapati
dalam al-Qur’an.5
Jika dilihat ke atas dapatlah disimpulkan, bahwa hukum yang terdapat
dalam Sunnah itu ada kalanya merupakan hukum-hukum yang menetapkan
hukum al-Qur’an, ada kalanya merupakan hukum-hukum yang menjelaskan al-
Qur’an, ada kalanya merupakan hukum yang tidak disinggung oleh al-Qur’an
yang dikembangkan berdasarkan qiyas atau sesuatu yang terdapat di dalamnya
(al-Qur’an), atau dengan menerangkan prinsip-prinsip dan pokok-pokoknya
yang bersifat umum. Ringkasnya, pokok penjelasan bagi ayat al-Qur’an ada
4 Mahmud Thahan, Ilmu Hadis Praktis, (Bogor : Pustaka Thariqul Izzah, 2009), h.13 5Utang Ranuwijaya, Ilmu Hadis, (Jakarta : Gaya Media Pratama, 1996), h.50-56
4
kalanya terdapat dalam al-Qur’an sendiri dan adakalanya terdapat dalam as-
Sunnah.6
Ditinjau dari kehujjahan Sunnah dalam pembentukan hukum Islam,
maka hubungan as-Sunnah dengan al-Qur’an adalah sebagai urutan yang
beriringan al-Qur’an pada tempat pertama dan sunnah pada urutan kedua
sesudah al-Qur’an, yang keduanya merupakan sumber hukum Islam dan
rujukan para mujtahid dalam pembentukan syariat Islam. Dalam masalah ini al-
Qur’an merupakan sumber pokok dan sumber pertama pembentukan hukum
Islam. Oleh karena itu, jika ada nash dalam al-Qur’an mengenai suatu hukum,
maka nash itu harus diikuti, tapi jika tidak dijumpai di dalam al-Qur’an, harus
dikembalikan kepada Sunnah Nabi saw., apabila dalam Sunnah didapati hukum
yang menentukan, maka sunnah tersebut harus diikuti.7
Kita harus membedakan Sunnah yang benar-benar berupa hukum yang
dapat dipertanggungjawabkan keotentikannya dan Sunnah yang bukan berupa
hukum, yang diragui keotentikannya (da’if).8 Dan apabila dilihat dari segi
periwayatannya, jelas berbeda antara hadis dengan al-Qur’an. Dalam menerima
wahyu (al-Qur’an) Nabi saw., secara langsung mencatat melalui sekretaris
wahyu yang telah ditunjuk dan menyampaikan (meriwayatkan) al-Qur’an pada
sahabat-sahabatnya secara umum, sehingga para sahabat bisa menghapal,
menulis al-Qur’an (wahyu) yang dibacakan oleh Nabi saw., secara langsung.
6Zufran Rahman, Kajian Sunnah Nabi SAW Sebagai Sumber Hukum Islam : Jawaban Terhadap
Aliran Ingkar Sunnah, (Jakarta : CV Pedoman Ilmu Jaya, 1995), h.108 7 Zufran Rahman, Kajian Sunnah Nabi SAW Sebagai Sumber Hukum Islam : Jawaban Terhadap
Aliran Ingkar Sunnah, h.109 8 Zufran Rahman, Kajian Sunnah Nabi SAW Sebagai Sumber Hukum Islam : Jawaban Terhadap
Aliran Ingkar Sunnah, h.109
5
Sedangkan periwayatan hadis kadangkala berlangsung mutawatir9 dan lebih
banyak yang ahad,10 sehingga tidak semua hadis dihukumi sahih, tapi ada yang
dihukumi hasan dan da’if, bahkan sampai tingkatan tertentu dihukumi palsu.
Semua itu tergantung pada banyaknya susunan periwayat yang ikut dalam
meriwayakan suatu hadis pada setiap sanad11 nya.
Pentingnya penelitian hadis dilatarbelakangi oleh beberapa faktor.
Faktor-faktor itu ada yang berkaitan dengan kedudukan hadis sebagai salah
satu sumber ajaran Islam di samping al-Qur’an; ada yang berhubungan dengan
diri Nabi SAW., dalam berbagai kapasitasnya; dan ada yang berhubungan
kesejarahan hadis itu sendiri, termasuk di dalamnya proses dan metode
penghimpunannya ke dalam berbagai kitab hadis.12 Faktor-faktor tersebut
adalah yang menyebabkan adanya penelitian sanad dan matan hadis dalam
kedudukan hadis sebagai hujjah.
Hadis sebagai sumber hukum setelah al-Qur’an memiliki peranan yang
sangat penting dalam menetapkan hukum. Maka dari itu, perlu adanya
penelitian dan pengkajian terhadap kualitas dan kedudukan hadis. Di mana
sebagian umat Islam ada yang mengamalkan hadis-hadis nisfu sya’ban, tetapi
mereka tidak mengetahui bagaimana kualitas hadis-hadis nisfu sya’ban tersebut
dan mereka tidak mengetahui apakah hadis-hadis tersebut berasal dari Nabi
saw., atau hanya perkataan sahabat dan tabi’in. Di mana pada malam nisfu
9Hadis Mutawatir adalah hadis atau khabar yang diriwayatkan oleh banyak rawi dalam setiap tingkatan (thabaqat) sanadnya, yang menurut akal dan adat kebiasaan mustahil mereka (para perawi itu) sepakat untuk menyalahi khabar tersebut dan mustahil mereka sepakat untuk berdusta.
10 Hadis Ahad adalah hadis yang diriwayatkan oleh seorang atau dua orang atau lebih, tetapi tidak cukup untuk mencapai syarat-syarat mutawatir.
11 Sanad adalah urutan para perawi hadis yang kemudian berlanjut kepada matan 12M.Syuhudi Ismail, Pengembangan Pemikiran Terhadap Hadis, (Yogyakarta: Lembaga
Pengkajian dan Pengamalan Islam (LPPI), 1996), h.18
6
sya’ban banyak orang yang terbiasa melaksanakan praktek ibadah seperti
berkumpul di masjid selepas shalat maghrib, membaca yasin dua kali, shalat
seratus rakaat, dan lain-lainnya. Mereka mengira praktek tersebut dibenarkan
oleh syariat, padahal hal tersebut tidak ditetapkan oleh syariat. Mereka
melakukan hal tersebut dengan sangat berlebihan, bahkan sebagian mereka
menganggap bahwa perayaan tersebut sebagai suatu kewajiban yang ditetapkan
oleh Allah.
Islam datang dengan petunjuk dan ajarannya yang sangat jelas. Ia
menjelaskan yang halal dan yang haram. Melalui al-Qur’an yang mengajak
manusia menuju jalan yang lurus dan juga melalui sunnah Rasul SAW., maka
akan tampaklah penjelasan apa yang halal dan apa yang haram tersebut.13
Maka hal inilah yang mendorong penulis untuk meneliti dan mengkaji
hadis-hadis tentang nisfu sya’ban khususnya yang terdapat dalam kitab Fadhail
al-Awqaat karya Imam Baihaqi. Di dalam kitab tersebut tema yang dikajinya
memuat banyak informasi tentang keutamaan berbagai waktu, hari dan bulan
tertentu. Dan kitab ini juga mengulas tentang amalan-amalan yang disunnahkan
untuk mendapatkan kemuliaan pada waktu-waktu tersebut.
Nisfu Sya’ban adalah kata majemuk yang terambil dari kata bahasa
Arab, Nisfu dan Sya’ban. Kata Nisfu berasal dari kata nashafa, yanshifu,
nashfan yang berarti mencapai tengah-tengah atau setengah.14 Sedangkan kata
13 Ahmad Asy-Syarbashi, Yas’alunaka: Tanya Jawab Lengkap tentang Agama dan
Kehidupan, Penerjemah Muhammad Alkaf, (Jakarta: Lentera, 2006) Jil.4, h. 372 14Ahmad Warson Munawwir, Kamus Arab-Indonesia Al-MUNAWWIR, (Surabaya : Pustaka
Progressif, 1997), h.1426
7
Sya’ban berarti Bulan Sya’ban15, atau bulan ke-8 tahun Hijriah.16 Jadi Nisfu
Sya’ban berarti pertengahan atau tengah-tengah bulan Sya’ban tahun hijriah.
Dalam tema nisfu sya’ban yang terdapat dalam kitab Fadhail al-
Awqaat karya Imam Baihaqi terdapat delapan hadis. Menurut penulis, dari
delapan hadis tersebut, tema nisfu sya’ban terbagi menjadi dua bagian:
Pertama, lima hadis tentang nisfu sya’ban yang berisi bahwa pada malam nisfu
sya’ban Allah SWT mengampuni dosa-dosa seluruh hambanya kecuali orang
yang musyrik, orang yang bertengkar, dan pezina. Kedua, tiga hadis tentang
nisfu sya’ban yang menganjurkan untuk menghidupkan dan mendirikan ibadah
pada malam nisfu sya’ban dan berpuasa pada siang harinya.
Dari uraian di atas penulis mencoba untuk menguraikan lebih jelas
pembahasan ini dalam judul “Studi Kritik Kualitas Hadis Keutamaan
Malam Nisfu Sya’ban Dalam Kitab Fadhail al-Awqaat karya Imam
Baihaqi”.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Agar pembahasan dalam skripsi ini tidak menjadi pembahasan yang
tidak ada ujung pangkalnya dan dimaksudkan agar pembahasannya dapat
terarah dengan baik, maka penulis membatasi permasalahan tersebut mengenai
tiga hadis keutamaan malam nisfu sya’ban yang terdapat dalam kitab Fadhail
15 Ahmad Warson Munawwir, Kamus Arab-Indonesia Al-MUNAWWIR, h.723 16 PUSAT BAHASA DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 2005), h. 1114
8
al-Awqaat karya Imam Baihaqi. Karena lima hadis dalam kitab Fadhail al-
Awqaat lainnya sudah dijelaskan kedudukan dan kualitas hadis tersebut.
Berangkat dari permasalahan yang penulis paparkan pada latar
belakang di atas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
Bagaimana kualitas hadis yang terdapat dalam kitab Fadhail al-Awqaat karya
Imam Baihaqi tentang keutamaan malam nisfu sya’ban?
C. Metodologi Penelitian
Dalam melakukan pengkajian dan penelitian hadis-hadis yang berada
dalam kitab Fadhail al-Awqaat penulis sepenuhnya melakukan telaah
kepustakaan (library research). Sumber primer penelitian adalah kitab Fadhail
al-Awqaat karya Imam Baihaqi sedangkan sumber-sumber sekundernya adalah
kitab-kitab Rijal al-Hadis serta buku-buku yang berkaitan dengan judul
penelitian diatas.
Adapun metode dalam kegiatan dalam kegiatan penelitian hadis ini,
yaitu:
1. Melakukan takhrij hadis dari matan hadis yang telah disebut pada
judul, langkah pertama penelitian hadis ini merujuk melalui lafal
hadis dari kitab Mu’jam al-Mufahras li alfaz al-Hadis al-Nabawi
karya A.J Wensinck.
2. Mencari data yang telah diperoleh dari kitab kamus dengan merujuk
pada kitab asli yang ditunjukkan oleh kitab kamus
9
3. Menguraikan skema jalur-jalur sanad agar terlihat ada tidaknya
pendukung yang berstatus muttabi’ dan syawahid.
4. Melakukan penelitian sanad (kritik sanad) dari data yang diambil
dari kitab-kitab Rijal al-Hadis seperti Tahdzib al-Kamal, Tahdzib at-
Tahdzib, al-Jarh at-Ta’dil, dan lain-lain. Dan penelitian sanad ini
yaitu menelesuri data setiap periwayat dengan menilai keadaannya,
hubungan guru dan murid, tahun kelahiran dan tahun wafat, hingga
penilaian para ulama tentang kredibilitas perawi tersebut. Untuk
kemudian menentukan kedudukan hadis dari semua jalur.
5. Melakukan penelitian matan dari hasil penelitian sanad di atas.
6. Memberikan kesimpulan dari hasil penelitian di atas dan pesan
penting dari hadis tersebut.
Sedang dalam pembahasan skripsi ini menggunakan metode deskriptif
analisis, yakni melalui pengumpulan data dan pendapat para ulama dan pakar
untuk kemudian diteliti dan dianalisa sehingga menjadi sebuah kesimpulan
yang ilmiah.
Selain itu juga metode penulisan ini penulis juga mengacu pada buku
Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, Disertasi) yang disusun oleh
tim CEQDA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.17
17Tim CEQDA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Pedoman penulisan Karya Ilmiah
(Skrisi, Tesis, Disertasi), (Jakarta: CeQDA, 2007)
10
D. Tujuan Penulisan
Penulisan skripsi ini bertujuan untuk mengetahui kualitas hadis-hadis
keutamaan malam nisfu sya’ban yang terdapat dalam kitab Fadail al-Awqaat
karya Imam Baihaqi, serta sejauh mana kehujjahan hadis yang terdapat dalam
kitab tersebut. Dan sebagai informasi pada khalayak masyarakat ramai tentang
keutamaan malam nisfu sya’ban. Dan untuk memenuhi salah satu syarat
menempuh gelar sarjana tafsir hadis.
E. Sistematika Penulisan
Sebagaimana karya ilmiah umum lainnnya, agar penulisan penelitian
ini tersusun dan terarah dengan baik, maka penulisan penelitian ini akan
disusun secara sistematis, yang terdiri dari beberapa bab. Dan pada tiap-tiap
bab terdiri dari sub-sub bab sebagai penjelasan yang memiliki korelasi dengan
pembahasan bab-bab tersebut. Adapun sistematika penulisan ini adalah:
Bab I Pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, batasan dan
rumusan masalah, tujuan penelitian, metodologi penelitian, dan sistematika
penulisan.
Bab II Kitab Fadail al-Awqaat dan hadis-hadis keutamaan malam nisfu
sya’ban. Pada bab ini akan dibahas tentang biografi pengarang kitab Fadail al-
Awqaat, metode penulisan kitab Fadail al-Awqaat serta hadis-hadis yang
membahas tentang keutamaan malam nisfu sya’ban dalam kitab Fadail al-
Awqaat karya Imam Baihaqi.
11
Bab III kritik sanad hadis keutamaan malam nisfu sya’ban pada kitab
Fadail al-Awqaat karya Imam Baihaqi. Pada bab ini akan membahas tentang
kebersambungan sanad dan kualitas periwayat hadis yang meriwayatkan hadis-
hadis tentang keutamaan malam nisfu sya’ban pada kitab Fadail al-Awqaat
karya Imam Baihaqi.
Bab IV kritik matan hadis tentang keutamaan malam nisfu Sya’ban
dalam kitab Fadail al-Awqaat karya Imam Baihaqi. Pada bab ini akan
membahas tentang perbandingan hadis keutamaan malam nisfu sya’ban dalam
kitab Fadail al-Awqaat karya Imam Baihaqi dengan nas, serta asbab al-wurud
al-hadis atau kajian historisnya. Dan bab V merupakan uraian terakhir berupa
penutup yang berisi kesimpulan dan saran-saran.
12
BAB II
KITAB FADHAIL AL-AWQAAT DAN HADIS-HADIS KEUTAMAAN MALAM NISFU SYA’BAN
A. Biografi Pengarang
Nama lengkap penulis kitab Fadhail al-Awqaat adalah Ahmad ibn al-
Husain ibn ‘Ali ibn ‘Abdullah ibn Musa. Kunyah beliau adalah Abu Bakar dan
dijuluki dengan gelar al-Hafidz,1 lebih dikenal lagi dengan Imam al-Hafizh
Ahmad ibn Husain ibn Ali, alias Abu Bakar. Beliau merupakan ahli hadis,
lebih lengkapnya lagi Abu Bakar Ahmad ibn al-Husain ibn ‘Aliy ibn ‘Abdullah
ibn Musa al-Baihaqi.2
Imam Baihaqi dilahirkan pada tahun 384 H di bulan Sya’ban di
Khusraujird, sebuah desa kecil di pinggiran kota Baihaq, Nisabhur.3 Baihaq
adalah salah satu daerah yang terletak di Naisabur. Sedangkan Naisabur adalah
salah satu kota utama wilayah Khurasan (Afghanistan) yang banyak
menghasilkan ulama. Naisabur pertama kali dikuasai umat Islam pada masa
Umar ibn al-Khattab di bawah panglima al-Ahnaf ibn Qays.4
Pada masa hidup al-Baihaqi, wilayah Khurasan dikuasai oleh dinasti
Ghaznawiyah (999-1040). Dinasti Ghaznawiyah terbentuk pada tahun 366
H/976 M dan berakhir pada tahun 579 H/1183 M. dinasti ini mempunyai
1Ahmad ibn Husain al-Baihaqi, Kitab Fadhail al-Awqaat, (Mekkah al-Mukarramah :
Maktabah al-Manarah), h.22 2 Abu Bakar Ahmad ibn al-Husain al-Baihaqi, Kitab as-Sunan as-Saghir, (Beirut : Dar al-Fikr),
h.3 3 Ahmad ibn Husain al-Baihaqi, Kitab Fadhail al-Awqaat, h.23 4 Abdurrahman, Studi Kitab Hadis, (Yogyakarta : TERAS, 2003), h.196
12
13
peranan penting dalam melakukan islamisasi pada anak benua India
(Afghanistan, India, Pakistan) dan Transaxonia.5
Al-Baihaqi hidup pada masa dis-integrasi setelah dinasti Abbasiyah
mengalami penurunan, dan banyak daerah yang melepaskan diri serta
membentuk kerajaan-kerajaan kecil,6 dimana era disintegrasi daulat Abbasiyah
menampakan dua kecenderungan yang dominan. Pertama, merupakan
kecendrungan Abbasiyah yang mengarah pada dua percabangan kosmopolitan
Islam dan kultur keagamaan Islam. Ketika seni dan arsitektur, syair, sains, dan
bentuk-bentuk tertentu dari literature prosa merupakan ekspresi elit istana,
rezim, dan elite sejumlah kajian keagamaan Islam. Kedua, mengarah pada
keragaman yang bersifat regional. Ketika Abbasiyah semakin lemah,
Samarkand dan Bukhara, Naisabur dan Isfahan, Kairo Fez, dan Cordoba
menjadi kota-kota baru bagi peradaban Islam. Dengan menggantikan
kedudukan kultur kosmopolitan tunggal yang dikembangkan oleh Abbasiyah,
maka masing-masing kota besar tersebut melahirkan corak khusus yang
berkenaan dengan motif-motif Islam dan warisan lokal.7
Imam Baihaqi tumbuh dewasa di kota Khusraujird, di mana di desa
tersebut beliau mulai belajar ilmu qiraah, menghapal al-Qur’an, dan
mempelajari hal-hal yang mudah dari Ilmu Syari’at yang terkenal pada
zamannya dari masjid ke masjid, beliau adalah seorang yang sangat bersunguh-
sungguh dan tekun dalam menuntut ilmu kepada guru-guru di desanya. Beliau
mulai mempelajari dan mendalami hadis sejak berusia 15 tahun, dengan cara
5 Abdurrahman, Studi Kitab Hadis, h.206 6 Abdurrahman, Studi Kitab Hadis, h.203 7 Abdurrahman, Studi Kitab Hadis, h.207-208
14
menulisnya kemudian menghapalnya sehingga beliau mendalami dan
mengusai hukum-hukum syar’i.8
Menurut al-Subkiy, al-Baihaqi adalah seorang imam kaum Muslimin,
pemberi petunjuk orang beriman, da’i yang mengajak kepada agama Allah
yang kokoh, seorang faqih mulia, hafiz kabir, ahli usul yang cerdas, zahid,
wara’, merendahkan diri untuk Allah, pembela madzhab Syafi’i dalam hal
ushul maupun furu’-nya. Ia belajar fiqih dari Nashir al-‘Umari dan belajar ilmu
kalam Madzhab al-Asy’ari. Beliau bekerja keras mengarang berbagai macam
kitab. Beliau adalah ahli hadis yang paling cakap yang mampu menyatukan
perbedaan faham. Beliau cepat dalam memahami dan memiliki potensi
kecerdasan yang sangat baik.9
Imam Baihaqi pindah ke sebuah kota yang bernama Baihaq dan
kemudian menetap di kota tersebut, Baihaq adalah kota terbesar dan terluas di
Khusraujird. Di kota tersebut beliau bergaul dengan para ulama dan mengambil
ilmu dari para ulama tersebut.10
Setelah dewasa, beliau meninggalkan Baihaq dan berkelana menuntut
ilmu dari satu kota ke kota lainnya, seperti: Baghdad, Kufah, Mekah, dan kota-
kota lainnya.11 Perjalanan Imam Baihaqi dalam menuntut ilmu ke berbagai
kota dan berbagai daerah, beliau menemui guru-gurunya di berbagai kota dan
berbagai daerah untuk menuntut ilmu serta berkonsentrasi dan terfokus dalam
mempelajari sanad-sanad ‘ali, selain itu juga beliau berkelana pergi ke Irak,
kota-kota sekitar Irak (al-Jibal), dan ke Hijaz untuk belajar ilmu kepada para
8Ahmad ibn Husain al-Baihaqi, Kitab Fadhail al-Awqaat, h.24 9 Abu Bakar Ahmad ibn al-Husain al-Baihaqi, Kitab as-Sunan as-Saghir, h.4 10 Ahmad ibn Husain al-Baihaqi, Kitab Fadhail al-Awqaat, h.24 11 Imam Baihaqi, Waktu-waktu Penuh Berkah. Penerjemah Muflih Kamil (Jakarta: Qisthi Press,
2007), h.1
15
ulama. Di antara ilmu yang dikuasai oleh al-Baihaqi antara lain adalah ilmu
hadis, ‘ilal al-hadis, dan fiqih.12 Setelah sekian lama beliau melakukan
perjalanan dari kota ke kota dan dari daerah ke daerah untuk menuntut ilmu
dari guru-gurunya, Imam Baihaqi kembali lagi ke kota asalnya.13
Di antara para ulama yang menjadi guru dari al-Baihaqi adalah :
1. Al-Hakim an-Naisaburi. Imam ahli hadis pada masanya. Penyusun
kitab “al-Mustadrak ‘ala al-Sahihain” dan kitab “‘Ulum al-Hadis”,
“al-Madkhal ila Ma’rifat al-Iklil”, “Manaqib al-Syafi’I” dan
sebagainya. Al-Hakim merupakan guru al-Baihaqi di bidang hadis yang
paling utama.
2. Abu al-Hasan Muhammad ibn al-Husain al-‘Alawi al-Husna al-
Naisaburi. Seorang syaikh yang mulia, pandai, dan salih. Ia adalah guru
al-Baihaqi yang paling tua. Wafat pada bulan Jumadil Akhir tahun 401
H.
3. Abu Abdurrahman al-Sullami Muhammad ibn al-Husain ibn Musa al-
Azadi al-Naisaburi (303-412 H). Seorang hafiz, ‘alim, zahid, syaikh sufi.
Penyusun kitab “Tabaqat al-Sufiyah”.
4. Abu Sa’ad ‘Abd Malik ibn Abi ‘Usman al-Khurkusi al-Naisaburi. Ia
adalah seorang tsiqah, wara’ dan salih. Ia menyusun kitab Tafsir yang
besar, dan kitab “Dalail al-Nubuwah”, serta kitab “al-Zuhd”.
Meninggal pada bulan Jumadil al-Ula tahun 407 H.
12 Abdurrahman, Studi Kitab Hadis, h.197 13 Ahmad ibn Husain al-Baihaqi, Kitab Fadhail al-Awqaat, h.24
16
5. Abu Ishaq al-Tusi Ibrahim ibn Muhammad ibn Ibrahim. Wafat bulan
Rajab tahun 411 H.
6. Abu Muhammad ‘Abdullah ibn Yusuf ibn Ahmad al-Ashfahaniy.
Seorang tokoh tasawwuf dan ahli hadis yang tsiqah. Al-Baihaqi paling
banyak meriwayatkan hadis darinya.
Adapun para murid al-Baihaqi antara lain :
1. Abu ‘Abdullah al-Farawi Muhammad ibn al-Fadhl
2. Abu Muhammad ‘Abdu al-Jabbar ibn Muhammad ibn Ahmad al-Baihaqi al-
Khuwari.
3. Abu Nashr ‘Ali ibn Mas’ud ibn Muhammad al-Syuja’i
4. Zahir ibn Thahir ibn Muhammad
5. Abu Abdullah ibn Abi Mas’ud al-Sha’idi
6. Abu al-Ma’ali Muhammad ibn Ismail ibn Muhammad ibn al-Husaiyn
al-Farisiy al-Naisaburi
7. Al-Qadhi Abu ‘Abdullah al-Husain ibn ‘Ali ibn Fathimah al-Baihaqi
8. Ismail ibn Ahmad al-Baihaqi, anak penyusun kitab Fadhail al-Awqaat
9. Abu al-Hasan ‘Abdullah ibn Muhammad ibn Ahmad, cucu laki-laki
Imam Baihaqi
10. Al-Hafiz Abu Zakariya Yahya ibn ‘Abd al-Wahhab ibn Muhammad
ibn Ishaq ibn Mundah al-‘Abdi al-Asbahani.14
Tentang keistimewaan penulis kitab ini, Imam al-Haramain berkata:
“Tidak ada seorang ulama penganut Mazhab Syafi’I yang tidak hanya
14 Abu Bakar Ahmad ibn al-Husain al-Baihaqi, Kitab as-Sunan as-Saghir, h.6-20
17
menerima jasa Imam Syafi’i tapi juga berjasa kepadanya selain Baihaqi. Dia
sangat berjasa kepada Imam Syafi’I dikarenakan banyaknya karya yang ia tulis
untuk menyebarkan dan menjelaskan Mazhab Syafi’i.
Sementara Imam adz-Dzahabi berkata: “Seandainya Baihaqi ingin
mendirikan mazhab sendiri dan leluasa berijtihad di dalamnya, niscaya ia
mampu mewujudkan hal itu dengan keluasan ilmunya dan kedalaman
pemahamannya tentang masalah ikhtilaf (perselisihan pendapat).15
Kredibilitas imam al-Baihaqi di mata para ulama bisa dilihat dari
berbagai komentar yang ditujukan kepadanya. Di antara berbagai komentar
terhadap al-Baihaqi tersebut adalah sebagai berikut:
1. Yaqut al-Himawy: “ al-Baihaqi adalah Imam, hafiz, ahli dalam usul
al-Din, wara’, mempersatukan masa dengan agama yang kokoh. Murid
Abu ‘Abdullah al-Hakim yang akhir, tetapi mampu melebihi yang
lainnya dalam penguasaan ilmu.
2. Ibn Nashir, “Ia adalah tokoh pada zamannya. Sulit dicarikan
bandingan dalam hafalan, keteguhan dan ketsiqahan. Dia adalah syaikh
Khurasan.
3. Ibn al-Jauzi: “Ia adalah tokoh pada zamannya dalam hal hafalan dan
keteguhan, pengarang yang baik. Ia mengumpulkan ‘Ulum al-Hadis dan
usul. Ia adalah murid utama Abu ‘Abdullah al-Hakim. Dari al-Hakim ia
mentakhrijkan hadis, melakukan perjalanan dan mengumpulkan banyak
ilmu. Ia juga memiliki banyak karya tulis yang baik”.
15Imam Baihaqi, Waktu-waktu Penuh Berkah, h.1
18
4. Ibn Khalikan: “Ahli Fikih mazhab Syafi’i. hafiz kabir yang masyhur,
tokoh zamannya, mengatasi koleganya dalam penguasaan ilmu, murid
al-Hakim yang utama dalam hadis”.
5. Al-Sam’ani: “Ia adalah Imam, faqih, dan hafiz. Ia mempertemukan
antara ilmu hadis dengan pemahaman hadis”.
6. Ibn al-Asir: “Ia adalah imam dalam hadis, dan ahli fiqih mazhab
Syafi’i. 16
Al-Baihaqi banyak menulis buku, bahkan dikatakan sampai seribu
juz. Karya-karyanya meliputi bidang hadis, fikih dan ‘Aqaid.17 Di antara karya-
karya al-Baihaqi adalah sebagai berikut:
As-Sunan al-Kubra
Ma`arifat as-Sunan wa al-Atsar
Bayan al-Khata Man Akhta`a `Ala al-Shafi`i
Al-Mabsut
Al-Asma’ wa ash-Sifat
Al-I`tiqad `ala Madhhab al-Salaf Ahl al-Sunna wa al-Jama`a
Dalail al-Nubuwwah
Syu`ab al-Iman
Al-Da`wat al-Kabir
Al-Zuhd al-Kabir
Al-Arba`un al-Sughra
Al-Khilafiyyat
Fadha’il al-Awqaat
Manaqib al-Shafi`i
Manaqib al-Imam Ahmad
Tarikh Hukama al-Islam18
16 Abdurrahman, Studi Kitab Hadis, h.199-200 17 Abdurrahman, Studi Kitab Hadis, h.200
19
Pada tanggal 10 Jumadil Ula 458 H Imam Baihaqi telah berpulang ke
rahmatullah di Naisabur, dan dimakamkan di kota asalnya, Baihaq.19
B. Metode Penulisan Kitab Fadhail al-Awqaat
Kebiasaan Imam Baihaqi dalam menyusun karya-karyanya, beliau
menggunakan beberapa metode yaitu20 :
1. Imam Baihaqi menjelaskan metodologinya dalam menyusun kitab
ini dengan dikaitkan dan dikembalikan kepada ushul, agar para
peneliti hadis didalamnya benar-benar dengan sepenuh hati
melakukan penelitian hadis.
2. Susunan yang baik, yang terdiri dari beberapa bab. Dan beliau
memulainya dengan membahas keutamaan bulan Rajab, Sya’ban,
Ramadhan, Syawal, Dzulhijjah, dan Muharram. Beliau juga
membagi pembahasan dalam kitab tersebut kedalam 28 bab
3. Pada setiap bab disertai dengan ayat-ayat yang berkaitan dengan
pembahasan bab kemudian disebutkan juga hadis dan atsar.
4. Periwayatan hadis dan atsar yang terdapat dalam kitab fadhail al-
awqaat berdasarkan pada metode-metode para muhadditsin.
5. Kemudian membandingkannya dengan berbagai permasalahan
fiqhiyah yang disertai dengan tanya jawabnya.
18 Imam Baihaqi, Waktu-waktu Penuh Berkah, h.2 19 Ahmad ibn Husain al-Baihaqi, Kitab Fadhail al-Awqaat, h.28 20 Ahmad ibn Husain al-Baihaqi, Kitab Fadhail al-Awqaat, h.60
20
6. Beliau juga mengumpulkan riwayat-riwayat yang bertentangan
atau hadis-hadis kontradiksi agar dapat dijadikan pelajaran bagi
para peneliti hadis
7. Menjelaskan kosakata asing yang terdapat dalam matan hadis
maupun dalam ayat yang terdapat dalam matan hadis tersebut.
8. Menggunakan persyaratan hadis shahih yang ditetapkan oleh
Imam al-Bukhari dan Imam Muslim, atau salah satu diantara
mereka
9. Terkadang beliau juga menyebutkan kota dimana beliau belajar
hadis dari guru-gurunya.
C. Sekilas Isi Kitab Fadhail al-Awqaat
Kitab Fadhail al-Awqaat karya Imam Baihaqi ini terkenal karena
memiliki kedudukan yang sangat tinggi dan mulia serta susunannya yang
sangat indah dan bagus, yang terdiri bari beberapa tema. Di mana di dalamnya
terdapat informasi tentang keutamaan berbagai waktu, hari dan bulan tertentu.
Seperti keutamaan bulan Rajab, Sya’ban, Ramadhan, Syawwal, Dulhijjah dan
Muharram, keutamaan hari jum’at, senin dan kamis.
Kitab ini juga mengulas tentang amalan-amalan yang disunnahkan
untuk mendapatkan kemuliaan pada waktu-waktu tersebut. Melalui kitab ini,
kita akan mengetahui kenapa kita disunnahkan berpuasa pada hari senin dan
kamis, ada apa dengan malam nisfu sya’ban, mengapa disunnahkan mandi
21
pada hari jumat, dan masih banyak lagi keutamaan waktu lain yang akan
diungkap.
Hadis-hadis yang dinukil oleh Imam Baihaqi dalam kitab ini berasal
dari berbagai sumber yang terpercaya dengan penjelasan kosakata asing yang
terdapat dalam matan hadis dan disertai dengan takhrij yang teliti dan cermat.
Sehingga setiap lembar dari kitab ini menjadi sangat penting untuk dibaca dan
kemudian diamalkan untuk menambah perbendaharaan amal baik kita di
akhirat kelak.
D. Hadis-hadis Keutamaan Malam Nisfu Sya’ban
Adapun hadis-hadis yang terdapat dalam kitab Fadhail al-Awqaat, yang penulis
teliti dalam pembahasan skripsi ini ada tiga hadis:
بن یوسف / و أبو عبداالله إسحاق بن محمد , أخبرنا أبو عبداالله الحافظ - ١أخبرنا أبو العباس محمد بن : قالوا, السواس و أبو بكر محمد بن الحسن
حَدَّثَنَا ھشام : قال, حَدَّثَنَا یزید بن محمد بن عبدالصمد الدمشقي: قال, یعقوبوابن (, عن الأوزاعي, مادحَدَّثَنَا أبو خلید و ھو عتبة بن ح: قال, بن خالد
عن مالك , عن مكحول, عن أبیھ, ثابت بن ثوبان نوھو عبدالرحمن ب) ثابت االله یَطَّلِعُ قَالَ وَسَلَّمَ عَلَیْھِ االله صَلَّى النبي عَنْ ,عن معاذ بن جبل, بن یخامر
إِلَّا خَلْقِھِ لِجَمِیعِ رُفَیَغْفِ , شَعْبَانَ مِنْ النِّصْفِ لَیْلَةِ فِي خَلْقِھِ تبارك و تعالى إِلَى مُشَاحِنٍ أَوْ لِمُشْرِكٍ
Dari Mu’adz ibn Jabal, dari Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya Allah memperhatikan malam nisfu sya’ban dimana Dia akan mengampuni dosa seluruh makhluk-Nya kecuali orang yang musyrik atau orang yang bermusuhan.”21
21Abu Abdullah al-Hafizh menuturkan dari Abu Abdullah Ishaq ibn Muhammad ibn
Yusuf as-Sus dan Abu Bakar Muhammad ibn Hasan dari Abu Abbas ibn Yakub dari Yazid ibn Muhammad ibn Abdi Shamad ad-Dimasyqi bahwa Hisyam ibn Khalid menuturkan dari Abu
22
أخبرنا أبو إسحاق : قال, بن یوسف الأصفھاني) عبداالله(حَدَّثَنَاأبو محمد - ٢, حَدَّثَنَامحمد بن علي بن زید الصائغ, )المكي(إبراھیم بن أحمد بن فراس
بِيأَ ابْنُ أخبرنا: قال, الرَّزَّاقِ عَبْدُ حَدَّثَنَا : قال, عَلِيٍّ بْنُ الْحَسَنُ حَدَّثَنَا: قال عَنْ , جَعْفَرٍ بْنِ االله عَبْدِ عَنْ, مُعَاوِیَةَ عَنْ , مُحَمَّدٍ بْنِ إِبْرَاھِیمَ عَنْ , سَبْرَةَ
االله صَلَّى االله رَسُولُ قَالَ : قَالَ طَالِبٍ رضي االله عنھ أَبِي بْنِ عَلِيِّ عَنْ , أَبِیھِ , وَصُومُوا یومھَا لَیْلَتھَا فَقُومُوا شَعْبَانَ مِنْ النِّصْفِ لَیْلَةُ كَانَ إِذَا وَسَلَّمَ عَلَیْھِ , فَأَرْزُقَھُ مُسْتَرْزِقٌ أَلَا , لَھُ فَأَغْفِرَ مُسْتَغْفِر أَلَا: تبارك و تعالى یَقُولُ االله فَإِنَّ الْفَجْرُ یَطْلُعَ حَتَّى ,كَذَا أَلَا, سائل فأعطیھ أَلَا
Dari Ali ibn Abu Thalib berkata: Rasulullah saw bersabda: “Apabila malam nisfu Sya’ban tiba, dirikanlah shalat pada malamnya dan berpuasalah pada siangnya. Karena, sesungguhnya Allah SWT berseru, ‘Siapa yang meminta ampun pada malam ini, niscaya Aku akan mengampuninya; siapa yang meminta rezeki (pada malam ini), niscaya Aku akan memberinya rezeki; siapa yang meminta sesuatu kepada-Ku (pada malam ini), niscaya Aku akan mengabulkan permintaannya; siapa yang meminta ini dan itu, niscaya Aku akan memberinya apa yang ia minta, hingga terbit fajar.”22
: قال, حَدَّثَنَا أبو العباس محمد بن یعقوب : قال, أخبرنا أبو عبداالله الحافظ - ٣حَدَّثَنَا أبو الأسود : قال, حَدَّثَنَا محمد بن محمد بن إسحاق الصغاني
عن الضحاك بن , عن زبیر بن سلیم, حَدَّثَنَا ابن لھیعة: قال, المصريسمعت : موسى الأشعري یقول سمعت أبا: قال, أَبِیھِ عَنْ , عبدالرحمن
فِي الدُّنْیَا السَّمَاءِ إِلَى یَنْزِلُ ربنا :وَسَلَّمَ یقول عَلَیْھِ االله صَلَّى االله رَسُولَ مُشَاحِنٍ أَوْ مُشْرِكٍ إِلَّا ,لِأَھل الأرض فَیَغْفِرُ , شَعْبَانَ النِّصْفِ مِنْ
Abu Musa al-Asy’ari berkata: Rasulullah saw bersabda: “Tuhan kita turun ke langit dunia pada malam nisfu sya’ban untuk memberi ampunan kepada seluruh penduduk bumi kecuali orang musyrik dan orang yang meninggalkan persatuan umat.”23
Khulaid-Utbah ibn Hammad-dari Auza’I dan Ibnu Tsabit- Abdurrahman ibn Tsabit ibn Tasuban dari ayahnya dari Makhul, dari Malik ibn Yakhamir.
22 Dari Abu Ishaq Ibrahim ibn Ahmad ibn Firas al-Makki, dari Muhammad ibn Ali ibn Zaid ash-Shaigh, menuturkan hasan ibn Ali dari Abdur Razaq, dari ibnu Sabrah, dari Ibrahim ibn Muhammad, dari Mu’awiyah, dari Abdullah ibn Ja’far, dari ayahnya.
23Abu Abdullah al-Hafizh menuturkan dari Abu Abbas Muhammad ibn Ya’kub, dari Muhammad ibn Ishaq ash-Shagani, dari Abu Aswab al-Miishri, dari Ibnu Lahi’ah, dari Zubair ibn Salim dari Dhahhak ibn Abdurrahman dari ayahnya.
23
24
BAB III
KRITIK SANAD KEUTAMAAN MALAM NISFU SYA’BAN
A. Melakukan Takhrij Hadis
Secara etimologis, takhrij (تخریج ) berasal dari kata kharroja (خرج)
yang berarti tampak atau jelas. Sedangkan secara terminologis, takhrij menurut ahli
hadis berarti bagaimana seseorang menyebutkan dalam kitab karangannya suatu
hadis dengan sanadnya sendiri.1
Jadi takhrij hadis adalah penelusuran atau pencarian hadis pada berbagai
kitab sebagai sumber asli dari hadis yang bersangkutan, yang mana di dalam sumber
itu dikemukakan secara lengkap matan dan sanad hadis yang bersangkutan.
Kegiatan takhrij hadis bagi seorang peneliti hadis sangatlah penting, tanpa
melakukannya maka akan sulit diketahui asal usul riwayat hadis yang akan diteliti.2
Dan takhrij hadis tersebut bertujuan untuk menunjukan sumber hadis-hadis dan
menerangkan ditolak atau diterimanya hadis-hadis tersebut.3 Dengan demikian, ada
beberapa hal yang menyebabkan pentingnya kegiatan takhrij hadis dalam
melaksanakan penelitian hadis, yaitu:
1. Untuk mengetahui asal usul riwayat hadis yang akan diteliti.
2. Untuk mengetahui seluruh riwayat bagi hadis yang akan diteliti
1 Agil Husin Munawwar dan Ahmad Rifqi Muchtar, Metode Takhrij Hadis,
(Semarang: Bina Utama 1994), h.2 2 M. Syuhudi Isma’il, Metode Penelitian Hadis Nabi SAW (Jakarta: Bulan Bintang,
1992), h.43-45 3Agil Husin Munawwar dan Ahmad Rifqi Muchtar, Metode Takhrij Hadis, h.4
24
25
3. Untuk mengetahui ada atau tidak adanya syahid dan mutabi’ pada
sanad yang akan diteliti.4
4. Untuk memperkenalkan sumber-sumber hadis, kitab-kitab asal di mana
suatu hadis berada beserta ulama yang meriwayatkannya.
5. Untuk menambah perbendaharaan sanad hadis-hadis melalui kitab-
kitab yang ditunjukinya.
6. Untuk memperjelas keadaan sanad
7. Untuk memperjelas hukum hadis dengan banyak riwayatnya itu
8. Untuk mengetahui pendapat-pendapat para ulama sekitar hukum hadis
9. Untuk memperjelas perawi hadis yang samar, karena terkadang kita
dapati seorang perawi yang belum ada kejelasan namanya.
10. Untuk dapat menafikan pemakaian “AN” dalam periwayatan hadis
oleh seorang perawi mudallis. Dengan didapatinya sanad yang lain
yang memakai kata yang jelas ketersambungan sanadnya, maka
periwayatan yang memakai “AN” tadi akan tampak pula
ketersambungan sanadnya.
11. Untuk menghilangkan kemungkinan terjadinya percampuran riwayat.
12. Untuk dapat membatasi nama perawi yang sebenarnya. Hal ini karena
kemungkinan saja ada perawi-perawi yang mempunyai kesamaan gelar.
Dengan adanya sanad yang lain, maka nama perawi itu akan menjadi
jelas.
13. Untuk memperkenalkan periwayatan yang tidak terdapat dalam satu
sanad.
4 M. Syuhudi Isma’il, Metode Penelitian Hadis Nabi SAW, h. 45-50
26
14. Untuk memperjelas arti kalimat yang asing yang terdapat dalam satu
sanad.
15. Untuk menghilangkan hukum ‘Syadz” (kesendirian riwayat yang
menyalahi riwayat tsiqat) yang terdapat pada suatu hadis melalui
perbandingan riwayat.
16. Untuk membedakan hadis yang mudraj (yang mengalami penyusupan
sesuatu) dari yang lainnya.
17. Untuk mengungkapkan keragu-raguan dan kekeliruan yang dialami
oleh seorang perawi.
18. Untuk mengungkap hal-hal yang terlupakan atau diringkas oleh
seorang perawi.
19. Untuk membedakan antara prooses periwayatan yang dilakukan
dengan lafal dan yang dilakukan dengan makna (pengertian) saja.
20. Untuk menjelaskan masa dan tempat kejadian timbulnya hadis atau
sebab-sebab timbulnya hadis. Melalui perbandingan sanad-sanad yang
ada maka asbab al-wurud dalam hadis tersebut akan dapat diketahui
dengan jelas
21. Untuk mengungkap kemungkinan terjadinya kesalahan percetakan
dengan melalui perbandingan-perbandingan sanad yang ada.5
Sesuai dengan cara para ulama mengumpulkan hadis-hadis, dapatlah dikatakan
bahwa metode-metode takhrij hadis disimpulkan dalam lima macam metode:6
5 Agil Husin Munawwar dan Ahmad Rifqi Muchtar, Metode Takhrij Hadis, h.6 6 Agil Husin Munawwar dan Ahmad Rifqi Muchtar, Metode Takhrij Hadis, h.15
27
1. Metode takhrij hadis menurut lafal pertama hadis.
Kitab yang digunakan untuk kegiatan ini adalah kitab al-Jami’ ash-
Shagir, kitab al-Fath al-Kabir, dan kitab Jam’u al-Jawami’ karya al-Hafizh
Jalaludin Abul Fadl Abdu ar-Rahman ibn Abi Bakr Muhammad al-Khudhairy
as-Suyuthi as-Syafi’i, kitab al-Jami’ al-Azhar karya al-Imam al-Hafizh Abdu ar-
Rauf ibn Taju ad-Diin Ali ibn al-Haddady al-Manawy al-Qahiry asy-Syafi’i, dan
kitab Hidayat al-Baary karya as-Sayyid Abdur-Rahim ibn ‘Anbar ath-Thahawy.
2. Metode takhrij hadis menurut lafal-lafal yang terdapat dalam hadis.
Kitab yang digunakan untuk kegiatan ini adalah kitab al-Mu’jam al-
Mufahras Li Alfaazh al-Hadits an-Nabawy karya A. J. Wensinck dan kawan-
kawan, yang diterjemahkan oleh Muhammad Fuad Abdu al-Baqy.
3. Metode takhrij hadis menurut perawi terakhir.
Kitab yang digunakan untuk kegiatan ini adalah kitab Musnad Ahmad
bin Hambal
4. Metode takhrij hadis menurut tema hadis.
Kitab yang digunakan untuk kegiatan ini adalah Kitab Kanzu al-ummaal
oleh al-Hindy, Kitab Muntakhab Kanzu al-Ummaal oleh al-Hindy, kitab Miftah
Kunuz al-Sunnah oleh Wensinck, Kitab al-Mughny ‘An Hamli al-Asfar oleh al-
‘Iraqy, kitab Nashbu al-Rayah oleh al-Zayla’iy, kitab al-Dirayah oleh Ibnu Hajar,
kitab al-Talkhish al-Habir oleh Ibnu Hajar, kitab Muntaqaa al-Akhbar oleh Ibnu
Taimiyah, kitab Bulugh al-Maram oleh Ibnu Hajar, kitab Taqrib al-Asanid oleh
a-‘Iraqi, kitab al-Targhib Wa al-Tarhib oleh al-Mundziry, kitab al-Zawajir oleh
Ibnu Hajar al-Haitamy, kitab al-Durr al-Mantsur oleh al-Suyuthi, kitab Fath al-
28
Qadir oleh al-Syaukany, kitab Tafsir ibnu Katsir, kitab al-Kaaf al-Syaaf oleh
Ibnu Hajar, kitab al-Khashaaish al-Kubra oleh al-Suyuthi, kitab Manahil al-
Shafaa oleh al-Suyuthi, kitab Siirah Ibnu Katsir, dan kitab Subul al-Huda Wa
al-Rasyad oleh al-Syaamy.
5. Metode takhrij hadis menurut klasifikasi jenis hadis.
Kitab yang digunakan untuk kegiatan ini adalah Kitab al-Azhaar al-
Mutanaatsirah Fii al-Akhbar al-Mutawaatirah karya Imam as-Suyuti, Kitab al-
Ittihaafaat al-saaniyah Fii al-Ahaadits al-Qudsiyah karya al-madani, kitab al-
Ahaadits al-Qudsiyah dari Lembaga al-Qur’an dan Hadis, Kitab al-Maqashid al-
Hasanah karya Imam Sakhawi, Kitab Kasyfu al-Khafaa karya al-‘Ijluuni, Kitab
al-Maraasiil karya Imam Abu Daud, Kitab Tanziih al-Syari’ah karya Ibnu ‘Iraq,
dan Kitab al-Mashnuu’ karya al-Qaari.
B. Melakukan al-I’tibar
Menurut istilah ilmu hadis, al-I’tibar berarti menyertakan sanad-sanad yang lain
untuk suatu hadis tertentu. Yang hadis itu pada bagian sanad-nya tampak hanya terdapat
seorang periwayat saja dengan menyertakan sanad-sanad yang lain tersebut akan dapat
diketahui apakah ada periwayat yang lain ataukah tidak ada untuk bagian sanad dari
sanad hadis yang dimaksud.7 Dengan dilakukannya al-I’tibar maka akan terlihat dengan
jelas seluruh jalur sanad hadis yang teliti, demikian juga dengan nama-nama
periwayatnya, dan metode periwayat yang digunakan untuk masing-masing periwayat
yang bersangkutan. Jadi kegunaan al-I’tibar adalah untuk mengetahui keadaan sanad
7 M. Syuhudi Isma’il, Metode Penelitian Hadis Nabi SAW, h. 114
29
hadis seluruhnya, dilihat dari ada tidak adanya pendukung berupa periwayat yang
berstatus mutabi’8 dan syahid9. Melalui al-I’tibar akan dapat diketahui apakah sanad
hadis yang diteliti memiliki mutabi’ dan syahid atau kah tidak.
C. Melakukan Penelitian Sanad Hadis
1. Pengertian Kritik Sanad
Kata kritik merupakan alih bahasa dari kata د atau dari (naqd) نق
kata ز -Sekalipun kata tersebut tidak ditemukan dalam al .(tamyiz) تمیی
Qur’an maupun dalam hadis, namun tidak perlu diperbedakan, apakah
kegiatan kritik pantas diterapkan dalam kajian hadis atau tidak, karena
disiplin ilmu kritik memang muncul belakangan. Sedangkan menurut
istilah, kritik berarti berusaha menemukan kekeliruan dan kesalahan
dalam rangka menemukan kebenaran. Kritik yang dimaksud di sini
adalah sebagai upaya mengkaji hadis Rosulullah SAW. Untuk
menentukan hadis yang benar-benar datang dari Nabi Muhammad SAW.
Menurut bahasa, kata سند sanad mengandung kesamaan arti kata
,yaitu jalan atau sandaran. Sedangkan menurut istilah hadis (thariq) طریق
sanad ialah jalan yang menyampaikan kita kepada matan hadis.
8Muttabi’ adalah periwayat yang berstatus pendukung pada periwayat yang bukan sahabat Nabi
SAW. Lih. Syuhudi, Metode Penelitian Hadis Nabi SAW, h.52 9 Syahid adalah periwayat yang berstatus pendukung yang berkedudukan sebagai dan untuk
sahabat Nabi SAW. Lih. Syuhudi, Metode Penelitian Hadis Nabi SAW, h.52
30
Jadi, penelitian kritik sanad hadis ialah penelitian, penilaian dan penelusuran
sanad hadis tentang individu perawi dan proses penerimaan hadis dari guru mereka
masing-masing dengan berusaha menemukan kekeliruan dan kesalahan dalam rangkaian
sanad untuk menemukan kebenaran, yaitu kualitas hadis (shahih, hasan dan dha’if)
Kegiatan kritik atau penelitian hadis bertujuan untuk mengetahui kualitas hadis
yang terdapat dalam rangkaian sanad hadis yang diteliti. Apabila hadis yang diteliti
memnuhi kriteria keshahihan sanad, hadis tersebut digolongkan sebagai hadis shahih
dari segi sanad.10
2. Kualitas Periwayat dan Kebersambungan Sanad
Ada tiga unsur berkenaan dengan sanad atau yang harus dimiliki oleh periwayat
hadis, yaitu:
1. Sanad bersambung
2. Periwayat bersifat ‘adil
3. Periwayat bersifat dhabith11
Kriteria periwayat ‘adil adalah beragama Islam, melaksanakan
ketentuan agama, memelihara muru’ah (sopan santun). Sedangkan
kriteria periwayat dhabit kuat ingatan kuat pula hapalannya,
membawakan hadis dan memahami apa yang didengarkan, dan
menghapalnya dari waktu membawakannya sampai waktu
menyampaikannya. Dalam kegiatan ini, peneliti dapat dimulai pada
10Bustamin dan M. Isa Salam, Metodologi Kritik Hadis (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2004),h. 5-7 11M. Syuhudi Ismail, Pengembangan Pemikiran Terhadap Hadis, (Yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Islam, 1996), h.6
31
periwayat pertama ataupun periwayat terakhir. Berikut ini adalah
kualitas periwayat hadis tentang keutamaan malam nisfu sya’ban.
1. Hadis Pertama
بن یوسف / و أبو عبداالله إسحاق بن محمد , أخبرنا أبو عبداالله الحافظ - أخبرنا أبو العباس محمد بن : قالوا, السواس و أبو بكر محمد بن الحسن
حَدَّثَنَا : قال, حَدَّثَنَا یزید بن محمد بن عبدالصمد الدمشقي: قال, یعقوب, عن الأوزاعي, حَدَّثَنَا أبو خلید و ھو عتبة بن حماد: قال, ھشام بن خالد
, عن مكحول, عن أبیھ, بانوھو عبدالرحمن بت ثابت بن ثو) وابن ثابت( قَالَ وَسَلَّمَ عَلَیْھِ االله صَلَّى النبي عَنْ ,عن معاذ بن جبل, عن مالك بن یخامر
فَیَغْفِرُ , شَعْبَانَ مِنْ النِّصْفِ لَیْلَةِ فِي خَلْقِھِ تبارك و تعالى إِلَى االله یَطَّلِعُ مُشَاحِنٍ أَوْ لِمُشْرِكٍ إِلَّا خَلْقِھِ لِجَمِیعِ
Dari Mu’adz ibn Jabal, dari Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya Allah memperhatikan malam nisfu sya’ban dimana Dia akan mengampuni dosa seluruh makhluk-Nya kecuali orang yang musyrik atau orang yang bermusuhan.”12
Dalam kegiatan ini kritik sanad (Naqd as-sanad) dimulai pada periwayat terakhir
lalu diikuti pada periwayat sebelumnya dan seterusnya sampai periwayat pertama.
a. Abu ‘Abdullah al-Hafidz
Nama lengkapnya adalah Muhammad ibn ‘Aliy ibn Hamzah al-Maruziy,
kunyahnya Abu ‘Aliy, ada juga yang mengatakan Abu ‘Abdullah al-Hafidz.
12 Abu Abdullah al-Hafizh menuturkan dari Abu Abdullah Ishaq ibn Muhammad ibn Yusuf as-
Sus dan Abu Bakar Muhammad ibn Hasan dari Abu Abbas ibn Yakub dari Yazid ibn Muhammad ibn Abdi Shamad ad-Dimasyqi bahwa Hisyam ibn Khalid menuturkan dari Abu Khulaid-Utbah ibn Hammad-dari Auza’I dan Ibnu Tsabit- Abdurrahman ibn Tsabit ibn Tasuban dari ayahnya dari Makhul, dari Malik ibn Yakhamir.
32
Guru-gurunya di bidang periwayatan hadis adalah Ishaq ibn Sulaiman ar-Razi,
Sulaiman ibn ‘Abdirrahman, Hibban ibn Musa, Ibnu Ya’kub as-Suus, Abu Bakar
Muhammad ibn al-Hasan, dan banyak lagi yang lain-lainnya. Sedangkan murid-
muridnya di bidang periwayatan hadis adalah Ahmad ibn Ja’far ibn Nasr, Ishaq ibn
Ibrahim, Ahmad ibn Muhammad ibn Hazim, dan banyak lagi yang lain-lainnya.13
Pernyataan para kritikus hadis tentang dirinya :
a. An-Nasa’i berkata : Tsiqah
b. Ibnu Hajar berkata : Abu Abdullah adalah seorang perawi yang tsiqah
c. Dan Ibnu Hibban menyebutnya dalam kitab beliau al-Tsiqaat
b. *Abu ‘Abdullah Ishaq ibn Muhammad ibn Yusuf as-Suus
Nama lengkapnya adalah Ishaq ibn Muhammad al-Ansariyu al-
Hijaziyu, kunyahnya Ibnu Ya’kub as-Suus.
Guru-gurunya di bidang periwayatan hadis adalah Rabih ibn
‘Abdirrahman, Abu al-‘Abbas Muhammad ibn Ya’kub, dan banyak lagi
yang lain-lainnya. Sedangkan murid-muridnya di bidang periwayatan hadis
adalah ‘Abdullah ibn Ibrahim al-Ghifariy, Abu ‘Abdullah al-Hafiz, dan
banyak lagi yang lain-lainnya.14
Pernyataan para kritikus hadis tentang dirinya :
a. Abu Daud berkata : Tsiqah
b. Ibnu Hajar berkata : Tsiqah
13 Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut: Dar el-Fikri) jilid 18, h.425
14 Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut: Dar el-Fikri) jilid 3, h.356
33
*Abu Bakar Muhammad ibn al-Hasan
Nama lengkapnya adalah Abu Bakar Muhammad ibn al-Hasan,
kunyahnya Ibnu Faurak. 15
Guru-gurunya di bidang periwayatan hadis adalah az-Zubair ibn al-
Mundzir ibn Abi Asiid, Yazid ibn ‘Abdulllah ibn Qasit, Abu al-Abbas
Muhammad ibn Ya’kub, dan banyak lagi yang lain-lainnya. Sedangkan
murid-muridnya di bidang periwayatan hadis adalah Safwan ibn Sulaim,
Muhammad ibn Jahdam, Abu ‘Abdullah al-Hafiz, dan banyak lagi yang lain-
lainnya.
Pernyataan para kritikus hadis tentang dirinya :
a. Ibnu Hajar berkata : Maqbul
b. Dan Ibnu Hibban menyebutnya dalam kitab beliau al-Tsiqaat
Pernyataan para kritikus hadis tersebut telah memadai untuk menetapkan
kesimpulan bahwa Abu ‘Abdullah Ishaq ibn Muhammad ibn Yusuf as-Suus dan Abu
Bakar Muhammad ibn al-Hasan adalah seorang periwayat hadis yang tsiqah. Dengan
demikian, pernyataan keduanya menerima hadis di atas dari Abu al-‘Abbas Muhammad
ibn Ya’kub tidak diragukan lagi kebenarannya. Karena telah terjadi pertemuan yang
menghubungkan antara guru dan murid di antara mereka. Itu berarti pula bahwa sanad
antara Abu ‘Abdullah Ishaq ibn Muhammad ibn Yusuf as-Suus dan Abu Bakar
Muhammad ibn al-Hasan dengan Abu al-‘Abbas Muhammad ibn Ya’kub dalam
keadaan bersambung.
c. Abu al-‘Abbas Muhammad ibn Ya’kub
15 Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut:
Dar el-Fikri) jilid 22, h.345
34
Nama lengkapnya adalah Muhammad ibn’Amr ibn al-‘Abbas, ada juga yang
mengatakan Ahmad ibn ‘Amr ibn ‘Ubaidah, kunyahnya Abu al-‘Abbas al-‘Asfariyu al-
Basriyu. W 253 H.16
Guru-gurunya di bidang periwayatan hadis adalah Sa’id ibn ‘Amir ad-
Daba’i, ‘Abdurrahman ibn Hammad, ‘Utsman ibn Zafar, ‘Utsman ibn Umar
ibn Faris, Yazid ibn Muhammad ibn ‘Abd as-Samad, dan banyak yang lain-
lainnya. Sedang murid-muridnya di bidang periwayatan hadis adalah Abu
Bakar Ahmad ibn ‘Amr ibn ‘Abd al-Khaliq, Abu Bakr Ahmad ibn Muhammad
ibn Sadaqah, Abu al-Husain ibn Abi Ma’syar, Abu ‘Abdullah Ishaq ibn
Muhammad ibn Yusuf, dan banyak yang lain-lainnya.
Pernyataan para kritikus hadis tentang dirinya :
a. Ibnu Hajar berkata : Tsiqah17
Pernyataan para kritikus hadis tersebut telah memadai untuk
menetapkan kesimpulan bahwa Abu al-‘Abbas Muhammad ibn Ya’kub adalah
seorang periwayat hadis yang tsiqah. Dengan demikian, pernyataan Abu al-
‘Abbas Muhammad ibn Ya’kub bahwa dia menerima hadis di atas dari Yazid
ibn Muhammad tidak diragukan lagi kebenarannya, karena telah terjadi
pertemuan yang menghubungkan anatara guru dan murid. Itu berarti pula
bahwa sanad antara Abu al-‘Abbas Muhammad ibn Ya’kub dengan Yazid ibn
Muhammad bersambung.
16 Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut:
Dar el-Fikri) jilid 18, h.371 17 Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut:
Dar el-Fikri) jilid 4, h. 399-400
35
d. Yazid ibn Muhammad ibn ‘Abd as-Samad ad-Dimsyiqiy
Nama lengkapnya adalah Yazid ibn Muhammad ibn ‘Abd as-Samad ibn
‘Abdillah ibn Yazid ibn Dzakwan al-Qurasyiyu, kunyahnya Abu al-Qaasim ad-
Dimsyiqiy.18
Guru-gurunya di bidang periwayatan hadis adalah Ahmad ibn Abi al-
Hawariyi, Adam ibn abi Iyyas, Muhammad ibn al-Mubarak, Hisyam ibn
Khalid al-Azraq, dan banyak yang lain-lainnya. Sedang murid-muridnya di
bidang periwayatan hadis adalah Abu Ishaq Ibrahim ibn Muhammad ibn abi
Tsabit, Ja’far ibn Muhammad, Muhammmad ibn Bakar ibn Bilal, Abu al-
‘Abbas Muhammad ibn Ya’kub al-Asaam, dan banyak yang lain-lainnya.19
Pernyataan para kritikus hadis tentang dirinya :
a. An-Nasa’I dan ad-Daaruquthniy berkata : Tsiqah
b. ‘Abdurahman ibn Abi Hatim berkata : Tsiqah, Saduq
c. Dan Ibnu Hibban menyebutnya dalam kitab beliau “Al-Tsiqaat”
d. Abu al-‘Abbas Muhammad ibn Ja’far berkata : Beliau wafat pada
tahun 276 H
e. ‘Amru ibn Duhaim berkata : Beliau wafat di Damasyqus pada malam
rabu di bulan Syawal pada tahun 276 H, dan beliau dilahirkan pada
tahun 198 H.20
18 Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut:
Dar el-Fikri) jilid 20, h.371 19Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut:
Dar el-Fikri) jilid 20, h.373 20 Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut:
Dar el-Fikri) jilid 20, h.373
36
Tak ada seorang kritikus pun yang mencela Yazid ibn Muhammad ibn ‘Abd as-
Samad. Sehingga kesimpulannya adalah beliau seorang periwayat yang tsiqah. Dengan
demikian, pernyataan Yazid ibn Muhammad ibn ‘Abd as-Samad yang mengatakan
bahwa ia menerima hadis diatas dari Hisyam ibn Khalid dengan metode al-sama’
(dengan lambang tsana), dapat dipercaya kebenarannya. Apabila dilihat dari tahun
wafat dari Yazid ibn Muhammad ibn ‘Abd as-Samad (276 H) dengan Hisyam ibn
Khalid (149 H) dapat diterima. Dimana sangat mungkin terjadinya pertemuan karena
diantara keduanya masih hidup sezaman. Itu berarti, sanad antara Yazid ibn Muhammad
ibn ‘Abd as-Samad dan Hisyam ibn Khalid dalam keadaan muttashil (bersambung).
e. Hisyam ibn Khalid
Nama lengkapnya adalah Hisyam ibn Khalid, ada juga yang mengatakan Yazid
ibn Mrwan al-Azraq, kunyahnya Abu Marwan ad-Dimsyiqiy as-Sulamiy.21
Guru-gurunya di bidang periwayatan hadis adalah Ayyub ibn Suwaid
ar-Ramliyu, al-Hasan ibn Yahya, Zaid ibn Yahya ibn ‘Ubaid, Abu Khulaid
‘Utbah ibn Hammad al-Hakamiy, dan banyak yang lain-lainnya. Sedang
murid-muridnya di bidang periwayatan hadis adalah Ishaq ibn Ibrahim,
Sulaiman ibn Muhammad, Abu Hatim Muhammad ibn Idris, Yazid ibn
Muhammad ibn ‘Abd as-Samad, dan banyak yang lain-lainnya.22
Pernyataan para kritikus hadis tentang dirinya :
21 Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut:
Dar el-Fikri) jilid 19, h.249 22Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut:
Dar el-Fikri) jilid 19, h.250
37
a. Abu hatim berkata : Saduq
b. Dan Ibnu Hibban menyebutnya dalam kitab beliau “Al-Tsiqaat”
c. ‘Amru ibn Duhaim, dan Ja’far ibn Ahmad ‘Asim, dan Abu Sulaiman
berkata : Beliau wafat pada tahun 149 H,
d. Dan ‘Amru menambahkan : beliau wafat pada hari Rabu bulan
Jumadal Ula.23
Pernyataan para kritikus hadis tersebut telah memadai untuk
menetapkan kesimpulan bahwa Hisyam ibn Khalid adalah seorang periwayat
hadis yang tsiqah. Dengan demikian, pernyataan Hisyam ibn Khalid bahwa dia
menerima hadis di atas dari Abu Khulaid tidak diragukan lagi kebenarannya.
berarti pula bahwa sanad antara Hisyam ibn Khalid dengan Abu Khulaid dapat
dikatakan dalam keadaan bersambung, dimana antara keduanya telah terjadi
pertemuan dalam hubungan sebagai murid dan guru.
f. Abu Khulaid (‘Utbah ibn Hammad)
Nama lengkapnya adalah “Utbah ibn Hammad ibn Khulaid al-Hakamiy,
kunyahnya Abu Khulaid asy-Syamiy ad-Dimsyiqiy.24
Guru-gurunya di bidang periwayatan hadis adalah Khalid ibn Yazid ibn
Salih, Said ibn Basyir, Sufyan ibn ‘Uyainah, ‘Abdurrahman ibn Tsabit ibn
Tsauban, dan banyak yang lain-lainnya. Sedang murid-muridnya di bidang
periwayatan hadis adalah Ibrahim ibn Yazid ibn Mus’ab, Ayyub ibn
23 Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut:
Dar el-Fikri) jilid 19, h.250 24 Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut:
Dar el-Fikri) jilid 12, h361
38
Muhmmad, Sulaiman ibn Ahmad ibn Muhammad, Hisyam ibn Khalid al-
Azraq, dan banyak yang lain-lainnya.25
Pernyataan para kritikus hadis tentang dirinya :
a. Abu “aliy an-Naysaburiy al-Hafiz dan abu Bakar al-Khatib berkata :
Tsiqah
b. Dan Ibnu Hibban menyebutnya dalam kitab beliau “Al-Tsiqaat”.26
Tak ada seorang kritikus pun yang mencela Abu Khulaid. Pujian orang
yang diberikan kepadanya adalah pujian yang berperingkat tinggi. Dengan
demikian pernyataan Abu Khulaid yang mengatakan bahwa ia menerima hadis
diatas dari Ibn Tsabit dengan metode al-sama’ (dengan lambing tsana), dapat
dipercaya kebenarannya. Itu berarti, sanad antara Abu Khulaid dan Ibn Tsabit
dalam keadaan muttashil (bersambung).
g. Ibn Tsabit (‘Abdurrahaman ibn Tsabit)
Nama lengkapnya adalah ‘Abdurrahman ibn Tsabit ibn Tsauban al-‘Ansiyu,
kunyahnya Abu ‘Abdullah ad-Dimsyiqiy.
Guru-gurunya di bidang periwayatan hadis adalah Hasan ibn ‘Athiyah, Khalid
ibn Ma’dan, dan ayah beliau Tsabit ibn Tsauban, dan banyak yang lain-
lainnya27.Sedangkan murid-muridnya di bidang periwayatan hadis adalah Zaid ibn al-
25Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut:
Dar el-Fikri) jilid 12, h.362 26 Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut:
Dar el-Fikri) jilid 12, h.362
27 Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut: Dar el-Fikri) jilid 11, h.130
39
Hubab, Sulaim ibn Salih, ‘Abdullah ibn Salih, Abu Khulaid ‘Utbah ibn Hammad, dan
banyak yang lain-lainnya.28
Pernyataan para kritikus hadis tentang dirinya :
a. Abu Bakar al-Atsram dari Ahmad ibn Hanbal : hadis-hadisnya mungkar
b. Ibrahim ibn ‘Abdullah ibn al-Junaid, dari Yahya ibn ma’in berkata : Salih
c. Abbas ad-Duriyu, dari Yahya ibn ma’in berkata : tak ada masalah dengan
hadis-hadisnya
d. ‘Utsman ibn Sa’id ad-Darimiy, dari Duhaim : Tsiqah
e. Abu Hatim berkata : Tsiqah
f. Dan Ibnu Hibban menyebutnya dalam kitab beliau “Al-Tsiqaat”.
g. Abu Zur’ah ad-Dimsyiqiy, dari Ibrahim ‘Abdillah ibn Zabr berkata :
beliau dilahirkan pada tahun 75 H, dan wafat pada tahun 165 H
h. Yahya ibn Ma’in berkata : beliau wafat di Baghdad.29
Pernyataan para kritikus hadis tersebut telah memadai untuk
menetapkan kesimpulan bahwa Ibn Tsabit adalah seorang periwayat hadis yang
tsiqah. Dengan demikian, pernyataan Ibn Tsabit bahwa dia menerima hadis di
atas dari Tsabit ibn Tsauban ayahnya tidak diragukan lagi kebenarannya.
Apabila dilihat dari tahun wafat dari Ibn Tsabit (165 H) dengan Tsabit ibn
Tsauban dapat diterima. Jadi sangat mungkin terjadinya pertemuan karena
diantara keduannya masih hidup sezaman. Itu berarti pula bahwa sanad antara
Ibn Tsabit dengan Tsabit ibn Tsauban dalam keadaan bersambung.
28 Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut:
Dar el-Fikri) jilid 11, h.131
29 Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut: Dar el-Fikri) jilid 11, h.132-133
40
h. Tsabit ibn Tsauban (Abiihi)
Nama lengkapnya adalah Tsabit ibn Tsauban al-‘Ansiyu asy-Syamiyu ad-
Dimsyiqiy.(Beliau adalah ayah dari ‘Abdurrhaman ibn Tsabit ibn Tsauban.
Guru-gurunya di bidang periwayatan hadis adalah Khalid ibn Ma’dan, Said ibn
al-Musayyab ‘Abdullah ibn ad-Dailamiy, Makhul asy-Syamiy, dan banyak yang lain-
lainnya. Sedangkan murid-muridnya di bidang periwayatan hadis adalah Ibrahim ibn
Jidar, anaknya ‘Abdurrahman ibn Tsabit ibn Tsauban, ‘Utsman ibn Husain Yahya
ibn Hamzah, dan banyak yang lain-lainnya.30
Pernyataan para kritikus hadis tentang dirinya :
a. ‘Utsman ibn Sa’id ad-Dirimiy, dan Mu’awiyah ibn Salih, dari Yahya ibn
Ma’in berkata : Tsiqah
b. Abu Hatim berkata : Tsiqah.31
Pernyataan para kritikus hadis tersebut telah memadai untuk
menetapkan kesimpulan bahwa Tsabit ibn Tsauban adalah seorang periwayat
hadis yang tsiqah. Dengan demikian, pernyataan Tsabit ibn Tsauban bahwa dia
menerima hadis di atas dari Makhul tidak diragukan lagi kebenarannya. berarti
pula bahwa sanad antara Tsabit ibn Tsauban dengan Makhul dapat dikatakan
dalam keadaan bersambung, dimana antara keduanya telah terjadi pertemuan
dalam hubungan sebagai murid dan guru.
i. Makhul
30 Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut:
Dar el-Fikri) jilid 3, h.228 31 Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut:
Dar el-Fikri) jilid 3, h.228
41
Nama lengkapnya adalah Makhul asy-Syamiy, kunyahnya Abu ‘Abdillah, ada
juga yang mengatakan Abu Ayyub, ada juga yang mengatakan Abu Muslim. Beliau
adalah seorang Faqih dari Damaskus.
Guru-gurunya di bidang periwayatan hadis adalah Ubay ibn Ka’ab, Anas ibn
Malik, Sa’id ibn al-Musayyab, Malik ibn Yakhamir as-Saksakiy, dan banyak lagi
yang lain-lainnya. Sedangkan murid-muridnya di bidang periwayatan hadis adalah
Ibrahim ibn Abi Hanifah al-Yamaniy, Usamah ibn Zaid, Ismail ibn abi Bakar, Tsabit
ibn Tsauban, dan banyak lagi lain-lainnya.32
Pernyataan para kritikus hadis tentang dirinya:
a. Muhammad ibn ‘Abdullah ibn ‘Amma’ berkata : Makhul adalah seorang
Imam dari negeri Syam.
b. Al-‘Ijliyu berkata : Makhul adalah seorang tabiin, tsiqah
c. Ibnu Khirasy berkata : Makhul adalah orang Syam yang saduq
d. Abu Sa’id ibn Yunus berkata : Beliau wafat pada tahun 118 H.33
Pernyataan para kritikus hadis tersebut telah memadai untuk
menetapkan kesimpulan bahwa Makhul adalah seorang periwayat hadis yang
tsiqah. Dengan demikian, pernyataan Makhul bahwa dia menerima hadis di
atas dari Malik ibn Yakhamir tidak diragukan lagi kebenarannya. berarti pula
bahwa sanad antara Makhul dengan Malik ibn Yakhamir dapat dikatakan
dalam keadaan bersambung, dimana antara keduanya telah terjadi pertemuan
dalam hubungan sebagai murid dan guru.
32 Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut:
Dar el-Fikri) jilid 18, h.356-357 33 Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut:
Dar el-Fikri) jilid 18, h.360-361
42
j. Malik ibn Yakhamir
Nama lengkapnya adalah Malik ibn Yakhamir, kunyahnya ibnu Akhamir as-
Saksakiy al-Alhaniy al-Himsiyi.
Guru-gurunya di bidang periwayatan hadis adalah ‘Abdullah ibn as-Sa’diyu,
Abdullah ibn ‘Amr, ‘Abdurrahmana ibn ‘Auf, Mu’adz ibn Jabal, dan Mu’awiyah ibn
Abi Sufyan. Sedangkan murid-muridnya di bidang periwayatan hadis adalah Jubair ibn
Nufair al-Hadramiyu, Khalid ibn Ma’dan, Sulaiman ibn Musa, Makhul Asy-Syamiy,
dan banyak lagi yang lain-lainnya.34
Pernyataan para kritikus hadis tentang dirinya :
a. Dan Ibnu Hibban menyebutnya dalam kitab beliau “Al-Tsiqaat”
b. Abu Bakar ibn Abi ‘Asim berkata : beliau wafat pada tahun 70 H.35
Pernyataan para kritikus hadis tersebut telah memadai untuk
menetapkan kesimpulan bahwa Malik ibn Yakhamir adalah seorang periwayat
hadis yang tsiqah. Dengan demikian, pernyataan Malik ibn Yakhamir bahwa
dia menerima hadis di atas dari Mu’adz ibn Jabal tidak diragukan lagi
kebenarannya. berarti pula bahwa sanad antara Malik ibn Yakhamir dengan
Mu’adz ibn Jabal dapat dikatakan dalam keadaan bersambung, dimana antara
keduanya telah terjadi pertemuan dalam hubungan sebagai murid dan guru.
k. Mu’adz ibn Jabal
Nama lengkapnya adalah Mu’adz ibn Jabal ibn ‘Amr ibn Aus ibn ‘Aidz ibn
‘Adiyu ibn Ka’ab ibn ‘Amr ibn ‘Adiyu ibn Sa’ad ibn ‘Aliy ibn Asad ibn Saridah ibn
34Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut:
Dar el-Fikri) jilid 17, h.411 35Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut:
Dar el-Fikri) jilid 17, h.411
43
Yazid ibn Jusyam ibn al-Khazraj al-Ansariyu al-Khazrajiyu, kunyahnya Abu
‘Abdirrahman al-Madaniyu, beliau adalah sahabat Rasulullah SAW.36
Gurunya di bidang periwayatan hadis adalah langsung kepada Nabi
Muhammad SAW. Dan muridnya di bidang periwayatan hadis adalah al-
Aswad ibn Hilal, Anas ibn Malik, Jabir ibn ‘Abdullah, Junadah ibn Abi
Umayyah, Malik ibn Yakhamir as-Saksakiyu, dan banyak lagi yang lain-
lainnya.37
Pernyataan para kritikus hadis tentang dirinya :
a. Asy-Sya’biy, dari Masruq berkata : Bahwa Mu’adz adalah seorang yang
patuh lagi taat pada Allah SWT, dan tidak ada sedikit pun kemusyrikan
dalam dirinya.
b. Dalam riwayat lain ada juga yang mengatakan : Bahwa Mu’adz adalah
seorang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia, dan beliau adalah
seorang yang taat pada Allah dan Rasul-Nya.
c. Abu Mushir berkata : aku membaca dalam kitab Yazid ibn ‘Abidah bahwa
Mu’adz wafat pada tahun 17 H.
d. Yahya ibn Ma’in dan ‘Aliy ‘Abdullah at-Tamimiy berkata: Mu’adz wafat
sekitar tahun 17 atau 18 H. dan Yahya menambahkan bahwa beliau wafat
pada usia 34 tahun.38
36Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut: Dar el-Fikri) jilid 18, h.163
37 Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut: Dar el-Fikri) jilid 18, h.164
38 Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut: Dar el-Fikri) jilid 18, h.166-167
44
Tidak ada seorang pun yang mencela pribadi Mu’adz ibn Jabal dalam
periwayatan hadis. Jadi, kesimpulannya beliau adalah seorang perawi yang
tsiqah. Melihat hubungan pribadinya dengan Nabi yang akrab dan dedikasinya
yang tinggi dalam membela Islam sebagai agama yang diyakininya sejak kecil,
maka Mu’adz ibn Jabal termasuk salah seorang sahabat Nabi yang tidak
diragukan kejujuran dan keshahihannya dalam menyampaikan hadis Nabi.
Lambang periwayatan yang digunakan dalam meriwayatkan hadis yang diteliti
sanadnya ini dengan menggunakan metode al-sama’. Itu berarti, Mu’adz ibn
Jabal benar-benar telah mendengar langsung hadis tersebut dari Nabi SAW.
Dengan demikian dapatlah dinyatakan bahwa hadis yang sanadnya diteliti ini
diterima langsung oleh Mu’adz ibn Jabal dari Nabi SAW. Itu berarti pula
bahwa antara Nabi dan Mu’adz ibn Jabal telah terjadi persambungan
periwayatan hadis.
Dengan argumen-argumen tersebut jelaslah bahwa sanad Imam Baihaqi
yang melalui Mu’adz ibn Jabal ini seluruh periwayatnya bersifat adil dan
dhabith (tsiqah), serta sanadnya dalam keadaan muttasil (bersambung). Itu
berarti, hadis yang diteliti ini telah memenuhi unsur-unsur kaidah keshahihan
sanad hadis, sehingga natijat (kongklusinya) dapat dinyatakan bahwa hadis
yang bersangkutan berkualitas shahih li zatih.
2. Hadis Kedua
أخبرنا أبو إسحاق : قال, بن یوسف الأصفھاني) عبداالله(حَدَّثَنَاأبو محمد - , حَدَّثَنَامحمد بن علي بن زید الصائغ, )المكي(إبراھیم بن أحمد بن فراس
أَبِي ابْنُ أخبرنا: قال, الرَّزَّاقِ عَبْدُ حَدَّثَنَا : قال, عَلِيٍّ بْنُ الْحَسَنُ حَدَّثَنَا: قال
45
عَنْ , جَعْفَرٍ بْنِ االله عَبْدِ عَنْ, مُعَاوِیَةَ عَنْ , مُحَمَّدٍ بْنِ إِبْرَاھِیمَ نْعَ , سَبْرَةَ االله صَلَّى االله رَسُولُ قَالَ : قَالَ طَالِبٍ رضي االله عنھ أَبِي بْنِ عَلِيِّ عَنْ , أَبِیھِ
, وَصُومُوا یومھَا لَیْلَتھَا وافَقُومُ شَعْبَانَ مِنْ النِّصْفِ لَیْلَةُ كَانَ إِذَا وَسَلَّمَ عَلَیْھِ , فَأَرْزُقَھُ مُسْتَرْزِقٌ أَلَا , لَھُ فَأَغْفِرَ مُسْتَغْفِر أَلَا: تبارك و تعالى یَقُولُ االله فَإِنَّ الْفَجْرُ یَطْلُعَ حَتَّى ,كَذَا أَلَا, سائل فأعطیھ أَلَا
Dari Ali ibn Abu Thalib berkata: Rasulullah saw bersabda: “Apabila malam nisfu Sya’ban tiba, dirikanlah shalat pada malamnya dan berpuasalah pada siangnya. Karena, sesungguhnya Allah SWT berseru, ‘Siapa yang meminta ampun pada mala mini, niscaya Aku akan mengampuninya; siapa yang meminta rezeki (pada malam ini), niscaya Aku akan memberinya rezeki; siapa yang meminta sesuatu kepada-Ku (pada malam ini), niscaya Aku akan mengabulkan permintaannya; siapa yang meminta ini dan itu, niscaya Aku akan memberinya apa yang ia minta, hingga terbit fajar.”39
Dalam kegiatan ini kritik sanad (Naqd as-sanad) dimulai pada periwayat terakhir lalu
diikuti pada periwayat sebelumnya dan seterusnya sampai periwayat pertama.
a. Abu Muhammad ‘Abdullah ibn Yusuf al-Asfahaniy
Nama lengkapnya adalah Muhammad ibn Yusuf ibn ‘Abdullah ibn Salam al-
Asfahaniy Guru-gurunya di bidang periwayatan hadis adalah ‘Abdullah ibn az-Zubair,
Yusuf ibn ‘Abdullah, Abu Ishaq Ibrahim ibn Ahmad al-Makiy, Abu Sa’id ‘Abdullah,
dan banyak lagi yang lain-lainnya. Sedangkan murid-muridnya adalahSyu’aib ibn
Safwan, ‘Abd al-Malik, Utsman ibn Dahhak.dan banyak lagi yang lain-lainnya.
39Dari Abu Ishaq Ibrahim ibn Ahmad ibn Firas al-Makki, dari Muhammad ibn Ali ibn
Zaid ash-Shaigh, menuturkan hasan ibn Ali dari Abdur Razaq, dari ibnu Sabrah, dari Ibrahim ibn Muhammad, dari Mu’awiyah, dari Abdullah ibn Ja’far, dari ayahnya.
46
Pernyataan para kritikus hadis tentang dirinya :
a. Dan Ibnu Hibban menyebutnya dalam kitab beliau “Al-Tsiqaat”
b. Ibnu Hajar berkata : Maqbul40
Dengan demikian, para kritikus hadis menilai positif terhadap kapasitas
Abu Muhammad ‘Abdullah dalam kegiatan transmisi hadis. Pujian orang yang
diberikan kepadanya adalah pujian yang berperingkat tinggi. Dengan demikian,
pernyataan Abu Muhammad ‘Abdullah yang mengatakan bahwa ia menerima
hadis diatas dari Abu Ishaq Ibrahim dengan metode al-sama’ (dengan lambing
tsana), dapat dipercaya kebenarannya. Itu berarti, sanad antara Abu
Muhammad ‘Abdullah dan Abu Ishaq Ibrahim dalam keadaan muttasil
(bersambung).
c. Abu Ishaq Ibrahim ibn Ahmad ibn Firaas al-Makiy
Nama lengkapnya adalah Ahmad ibn Muni’ ibn ‘Abdirrahman ibn Ishaq Ibrahim
Firaas al-Makiy.
Guru-gurunya di bidang periwayatan hadis adalah Asbat ibn
Muhammad, Ishaq ibn Isa, Ishaq ibn Yusuf, Muhammad ibn ‘Aliy ibn Zaid
dan banyak yang lain-lainnya. Sedang murid-muridnya di bidang periwayatan
hadis adalah Abu Ya’kub Ishaq ibn Ibrahim, Ja’far ibn Ahmad, al-Husain ibn
Muhammad ibn Ziyad, Abu Muhammad ‘Abdullah ibn Yusuf, dan banyak
yang lain-lainnya.
40 Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut:
Dar el-Fikri) jilid 18, h. 448
47
Pernyataan para kritikus hadis tentang dirinya :
a. An-Nasa’I dan Salih ibn Muhammad berkata : Tsiqah
b. Dan Ibnu Hibban menyebutnya dalam kitab beliau “Al-Tsiqaat”
c. Maslamah ibn Qasim berkata : Tsiqah
d. Ad-Daruquthniy berkata : tidak ada masalah dengan hadis-
hadisnya.41
Seluruh kritikus hadis di atas memuji Abu Ishaq Ibrahim. Pujian yang
diberikan orang kepadanya adalah pujian yang menunjukan bahwa Abu Ishaq
Ibrahim adalah seorang periwayat yang memiliki kualitas pribadi dan
kemampuan intelektual yang tidak diragukan. Sehingga kesimpulan yang
didapat dari keterangan tersebut adalah bahwa Abu Ishaq Ibrahim adalah
seorang yang tsiqah. Dengan demikian, pernyataan yang menyatakan bahwa
dia menerima riwayat hadis di atas dari Muhammad ibn ‘Aliy ibn Zaid as-Saig
dapat dipercaya, di mana telah terjadi pertemuan antara guru dan muridItu
berarti bahwa sanad antara Abu Ishaq Ibrahim dengan Muhammad ibn ‘Aliy
ibn Zaid as-Saig dalam keadaan bersambung.
d. Muhammad ibn ‘Aliy ibn Zaid as-Saig
Nama lengkapnya adalah ‘Aliy ibn Zaid ibn ‘Abdullah ibn Zahir ibn ‘Abdullah
ibn Zaid as-Saig.42
41 Syihabuddin Ahmad bin ‘Ali bin Hajar Al-‘Asqalani. Kitab Tahzib al-Tahzib.
(Beirut: Daar al-Fkir). jilid 1, h.84
48
Guru-gurunya di bidang periwayatan hadis adalah Ishaq ibn ‘Abdullah ibn al-
Harits, Anas ibn Hakim, Aus ibn Khalid, al-Hasan ibn ‘Ali al-Khalal, dan banyak lagi
yang lain-lainnya. Sedangkan murid-muridnya adalah Ja’far ibn Sulaiman, Hammad ibn
Zaid, Zaidah ibn Qudamah, Abu Ishaq Ibrahim al-Makiy, dan banyak lagi yang lain-
lainnya.
Pernyataan para kritikus hadis tentang dirinya :
a. Hanbal ibn Ishaq berkata : Aku mendengar Abu ‘Abdullah berkata :
Muhammad ‘Aliy ibn Zaid hadis-hadisnya lemah
b. Mu’awiyah ibn Salih, dari Yahya ibn Ma’in berkata : Da’if
c. Ya’kub ibn Syaibah berkata : Tsiqah
d. An-Nasa’I berkata : Da’if.43
Pernyataan para kritikus hadis tersebut telah memadai untuk
menetapkan kesimpulan bahwa Muhammad ibn ‘Aliy ibn Zaid as-Saig adalah
seorang periwayat hadis yang tsiqah. Dengan demikian, pernyataan
Muhammad ibn ‘Aliy ibn Zaid as-Saig bahwa dia menerima hadis di atas dari
al-Hasan ibn ‘Ali al-Khalal tidak diragukan lagi kebenarannya. Berarti sanad
antara Muhammad ibn ‘Aliy ibn Zaid as-Saig dengan al-Hasan ibn ‘Ali al-
Khalal dalam keadaan bersambung.
43 Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut: Dar el-Fikri) jilid 11, h. 448
49
e. Al-Hasan ibn ‘Ali al-Khallal
Nama lengkapnya adalah al-Hasan ibn ‘Ali ibn Muhammad al-Hudzaliy
al-Khallal Abu ‘Ali, ada juga yang mengatakan : Abu Muhammad, al-
Hulwaniy ar-Rayhaniy.44
Guru-gurunya di bidang periwayatan hadis adalah Ibrahim ibn Khalid
as-Sun’aniy, Azhar ibn Sa’d as-Saman, ‘Abdurrazzaq ibn Hammam, dan
banyak yang lain-lainnya. Sedang murid-muridnya di bidang periwayatan hadis
adalah Ibrahim ibn Ishaq, Abu Bakr Ahmad ibn ‘Amru, Ibnu Majah, dan
banyak yang lain-lainnya.
Pernyataan para kritikus hadis tentang dirinya :
b. Ya’kub ibn Syaibah berkata : Hasan adalah seorang yang tsiqah,
kokoh, dan bertaqwa.
c. An-Nasa’I berkata : Tsiqah
d. Abu Bakar al-Khatib : Hasan adalah seorang yang Tsiqah dan Hafiz
e. Abu al-Qasim al-Lalkaniy : Hasan wafat pada tahun 242, ada juga
yang menambahkan : pada bulan Dzulhijjah di Mekkah.45
Seluruh kritikus hadis di atas memuji Al-Hasan ibn ‘Ali al-Khallal.
Pujian yang diberikan orang kepadanya adalah pujian yang menunjukan bahwa
Al-Hasan ibn ‘Ali al-Khallal adalah seorang periwayat yang memiliki kualitas
pribadi dan kemampuan intelektual yang tidak diragukan. Sehingga
44 Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut:
Dar el-Fikri) jilid 4, h. 398 45 Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut:
Dar el-Fikri) jilid 4, h. 399-400
50
kesimpulan yang didapat dari keterangan tersebut adalah bahwa Al-Hasan ibn
‘Ali al-Khallal adalah seorang yang tsiqah. Dengan demikian, pernyataan yang
menyatakan bahwa dia menerima riwayat hadis di atas dari ‘Abdurrazaq ibn
Hammam dapat dipercaya. Apabila dilihat dari tahun wafat dari Al-Hasan ibn
‘Ali al-Khallal (242 H) dengan Ibnu Majah (273 H) dapat diterima, begitu pula
dengan ‘Abdurrazaq ibn Hammam (211 H). Jadi sangat mungkin terjadinya
pertemuan karena diantara keduanya masih hidup sezaman. Itu berarti bahwa
sanad antara Al-Hasan ibn ‘Ali al-Khallal dengan ‘Abdurrazaq ibn Hammam
dalam keadaan bersambung.
f. ‘Abdurrazzaq
Nama lengkapnya adalah ‘Abdurrazaq ibn Hammam ibn Naafi’ al-
Himyariy, kunyahnya Abu Bakar as-San’aniy.46
Guru-gurunya di bidang periwayatan hadis adalah Ya’kub ibn ‘Atha ibn
Abi Rabah, Yunus ibn Sulaim, Abi Bakr ibn ‘Abdillah ibn Abi Sabrah, dan
banyak yang lain-lainnya. Sedang murid-muridnya di bidang periwayatan hadis
adalah Hatim ibn Siyah al-Marwaziy, Hajjaj ibn Yusuf asy-Sya’ir, al-Hasan
ibn ‘Ali al-Khallal, dan banyak yang lain-lainnya.47
Pernyataan para kritikus hadis tentang dirinya :
a. Ahmad ibn Hanbal berkata : ‘Abdurrazaq adalah seorang yang
memiliki penglihatan yang bagus
46 Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut: Dar el-Fikri) jilid 11, h.447
47 Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut: Dar el-Fikri) jilid 11, h. 448
51
b. Ahmad ibn Hanbal dan Ya’kub ibn Syaibah berkata : beliau
dilahirkan pada tahun 126 H
c. Muhammad ibn Sa’d, dan Khalifah ibn Khayyat, dan al-Bukhari
berkata : Beliau wafat pada tahun 211 H
d. Muhammad ibn Sa’d menambahkan : yaitu pada pertengahan bulan
Syawwal.48
Pernyataan para kritikus hadis tersebut telah memadai untuk
menetapkan kesimpulan bahwa ‘Abdurrazaq adalah seorang periwayat hadis
yang tsiqah. Dengan demikian, pernyataan ‘Abdurrazaq bahwa dia menerima
hadis di atas dari Ibnu Abi Sabrah tidak diragukan lagi kebenarannya. Berarti
sanad antara ‘Abdurrazaq dengan Ibnu Abi Sabrah dalam keadaan bersambung.
g. Ibnu Abi Sabrah
Nama lengkapnya adalah Abu Bakar ibn ‘Abdullah ibn Muhammad ibn
Abi Sabrah ibn Abi Ruhm ibn ‘Abdil ‘Uzza ibn Abi Qais ibn ‘Abdi Wadd ibn
Nasr ibn Malik ibn Hisl ibn ‘Amir ibn Luay ibn Ghalib al-Qurasyiyu al-
‘Amiriy as-Sabriy al-Madaniy, ada juga yang mengatkan namanya adalah
‘Abdullah.49
Ahmad ibn Hanbal dan Abu Hatim ar-Razi berkata : beliau bernama
Muhammad. Dan beliau wafat pada masa pemerintahan Utsman ibn ‘Affan.50
48Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut:
Dar el-Fikri) jilid 11, h. 453 49 Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut:
Dar el-Fikri) jilid 21, h. 75 50 Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut:
Dar el-Fikri) jilid 21, h. 76
52
Guru-gurunya di bidang periwayatan hadis adalah Ibrahim ibn
Muhammad, Ishaq ibn ‘Abdullah, Husain ibn ‘Abdullah ibn ‘Ubaidillah, dan
banyak yang lain-lainnya. Sedang murid-muridnya di bidang periwayatan hadis
adalah ‘Abdurrrazaq ibn Hammam, ‘Abdul Malik ibn Juraij, ‘Isa ibn Yunus,
dan banyak lagi yang lainnya.51
Pernyataan para kritikus hadis tentang dirinya :
a. Salih ibn Ahmad ibn Hanbal, dari ayahnya berkata : Abu bakar
Muhammad ibn ‘Abdullah ibn Abi Sabrah memalsukan hadis, dan
Ibnu Juraij meriwayatkan darinya.
b. ‘Abdullah ibn Ahmad ibn Hanbal, dari ayahnya berkata : Bahwa Abi
Sabrah telah memalsukan hadis dan beliau adalah seoarng pendusta.
c. Al-Ghalabiy, dari Yahya ibn ma’in berkata : Hadis-hadisnya lemah.
d. ‘Ali Ibnu al-Madiniy : Abi Sabrah adalah seorang periwayat hadis
yang lemah, ada juga yang berkata : beliau adalah seorang munkir al-
hadits.
e. Ibrahim ibn Ya’kub al-Juzjaniy berkata : Hadis-hadisnya lemah.
f. Al-Bukhari : Dha’if (lemah), Munkir al-Hadits.
g. An-Nasa’I : Matruk al-Hadits (Hadis-hadisnya tidak dipakai sebagai
hujjah).52
Pernyataan para kritikus hadis tersebut telah memadai untuk
menetapkan kesimpulan bahwa Ibnu Abi Sabrah adalah seorang periwayat
51 Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut:
Dar el-Fikri) jilid 21, h. 76 52Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut:
Dar el-Fikri) jilid 21, h. 77-78
53
hadis yang dhaif. Karena di dalamnya terdapat unsur-unsur kejanggalan (syadz)
dan cacat (‘illat) yang dikemukakan dari para kritikus di atas. Walaupun telah
terjadi pertemuan antara Ibnu Abi Sabrah dan Ibrahim ibn Muhammad sebagai
murid dan guru.
h. Ibrahim ibn Muhammad
Nama lengkapnya adalah Ibrahim ibn Muhammad. Guru-gurunya di
bidang periwayatan hadis adalah Mu’awiyah ibn ‘Abdullah ibn Ja’far ibn
Abi Talib, ayahnya dan ‘Ali ibn Abi talib pada hadis keutamaan malam nisfu
Sya’ban. Sedang muridnya di bidang periwayatan hadis adalah Abu Bakar ibn
‘Abdullah ibn Abi Sabrah.53
Dan beliau meriwayatkan dari Ibnu Majah.
Penulis tidak menemukan penilaian negatife terhadap kredibilitas
Ibrahim ibn Muhammad. Sehingga penulis berkesimpulan bahwa Ibrahim ibn
Muhammad adalah seorang periwayat hadis yang tsiqah. Dengan demikian,
pernyataan Ibrahim ibn Muhammad bahwa dia menerima hadis di atas dari
Mu’awiyah ibn ‘Abdullah tidak diragukan lagi kebenarannya. Karena telah
terbukti terjadinya pertemuan yang menunjukkan hubungan guru dan murid
antara keduanya. Itu berarti pula bahwa sanad antara Ibrahim ibn Muhammad
dengan Mu’awiyah ibn ‘Abdullah bersambung (muttasil).
53Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut:
Dar el-Fikri) jilid 1, h.424
54
i. Mu’awiyah ibn ‘Abdillah ibn Ja’far
Nama lengkapnya adalah Mu’awiyah ibn ‘Abdullah ibn Ja’far ibn Abi
Talib al-Qurasyiy al-Hasyimiy al-Madaniy.
Guru-gurunya di bidang periwayatan hadis adalah Raafi’ ibn Khadij,
as-Saib ibn Yazid, dan ayahnya ‘Abdullah ibn Ja’far, ‘Abdullah ibn ‘Utbah
ibn Mas’ud, dan Ubaidillah ibn Abi Raafi’. Sedang murid-muridnya di bidang
periwayatn hadis adalah Ibrahim ibn Mas’ud, Ibrahim ibn Muhammad, Ishaq
ibn Yahya ibn Talhah ibn ‘Ubaidillah, dan banyak lagi yang lain-lainnya.54
Pernyataan para kritikus hadis tentang dirinya :
a. Al-‘Ijliy berkata : Tsiqah
b. Ibnu Hibban menyebutkan dalam kitabnya “al-Tsiqaat”55
Para kritikus hadis di atas memberikan sifat tinggi sehingga
kesimpulannya adalah Mu’awiyah ibn ‘Abdullah adalah seorang periwayat
yang tsiqah. Oleh karena itu beliau tidak diragukan pernyataannya yang
mengatakan bahwa dia menerima riwayat hadis di atas dari ayahnya, dapat
dipercaya walaupun shighat al-tahammul yang digunakan oleh Mu’awiyah ibn
‘Abdullah dalam menerima riwayat dari ayahnya adalah ‘an, tetapi terbukti
bahwa antara keduanya telah terjadi pertemuan dalam hubungan sebagai murid
dan guru. Itu berarti bahwa sanad antara Mu’awiyah ibn ‘Abdullah dengan
ayahnya dalam keadaan muttasil (bersambung).
54Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut:
Dar el-Fikri) jilid 18, h. 211 55Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut:
Dar el-Fikri) jilid 18, h.212
55
j. ‘Abdullah ibn Ja’far (Abiihi)
Nama lengkapnya adalah ‘Abdullah ibn Ja’far ibn Abi Talib al-
Qurasyiy al-Hasyimiy, kunyahnya adalah Abu Ja’far al-Madaniy, dan ibunya
bernama Asma’ bint ‘Umais al-Khats’amiyah. Beliau dilahirkan di Habsyah,
dan beliau adalah seorang anak yang pertama kali dilahirkan di Habsyah dalam
keadaan Islam. Beliau adalah seorang yang pintar, kuat, dan lembut hati.56
Guru-gurunya di bidang periwayatan hadis adalah Rasulullah SAW,
Utsman ibn ‘Affan, pamannya Ali ibn Abi Talib, ‘Ammar ibn Yasir, dan
ibunya Asma’ bint ‘Umais. Sedang murid-muridnya di bidang periwayatan
hadis adalah Ishaq ibn ‘Abdullah ibn Ja’far, Ismail ibn ‘Abdullah ibn Ja’far,
anaknya Mu’awiyah ibn ‘Abdullah ibn Ja’far, dan banyak lagi yang lain-
lainnya.57
Pernyataan para kritikus hadis tentang dirinya :
a. Az-Zubair ibn Bakkar berkata : ‘Abdullah ibn Ja’far adalah seorang
yang kuat, dan terpuji.
b. Az-Zubair ibn Bakkar berkata : Beliau wafat pada tahun 80 H, pada
masa pemerintahan ‘Abdul Malik ibn Marwan.58
Pernyataan para kritikus hadis tersebut telah memadai untuk
menetapkan kesimpulan bahwa ‘Abdullah ibn Ja’far adalah seorang periwayat
56Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut:
Dar el-Fikri) jilid 10, h.57 57Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut:
Dar el-Fikri) jilid 10, h.57 58Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut:
Dar el-Fikri) jilid 10, h.60
56
hadis yang tsiqah dengan demikian, pernyataan ‘Abdullah ibn Ja’far bahwa dia
menerima hadis di atas dari Ali ibn Abi Talib tidak diragukan lagi
kebenarannya. Apabila dilihat dari tahun wafat dari ‘Abdullah ibn Ja’far
dengan Ali ibn Abi Talib (40 H) dapat diterima. Jadi sangat mungkin
terjadinya pertemuan karena diantara keduannya masih hidup sezaman. Itu
berarti pula bahwa sanad antara ‘Abdullah ibn Ja’far dengan Ali ibn Abi Talib
bersambung. Oleh karena itu beliau tidak diragukan pernyataannya yang
mengatakan bahwa dia menerima riwayat hadis di atas dari Ali ibn Abi Talib,
dapat dipercaya walaupun shighat al-tahammul yang digunakan oleh ‘Abdullah
ibn Ja’far dalam menerima riwayat dari Ali ibn Abi Talib adalah ‘an, tetapi
terbukti bahwa antara keduanya telah terjadi pertemuan dalam hubungan
sebagai murid dan guru. Itu berarti bahwa sanad antara ‘Abdullah ibn Ja’far
dengan Ali ibn Abi Talib dalam keadaan muttasil (bersambung).
k. Ali ibn Abi Thalib(40 H)
Nama lengkapnya adalah Ali ibn Abi Talib, ‘Abdu Manaaf ibn ‘Abdil
Mutalib ibn Hasyim al-Qurasyiy, gelarnya adalah Abu al-Hasan al-Hasyimiy
Amirul Mukminin, anak dari paman Rasulullah SAW. Dan Rasulullah SAW
memberinya kunyah dengan nama Abu Turaab, dan hadis-hadisnya sangat
terkenal (masyhur). Ibunya bernama Fatimah bint Asad ibn Hasyim al-
Hasyimiyah59
Guru-gurunya di bidang periwayatan hadis adalah Rasulullah SAW,
Abu Bakar as-Siddiq ‘Abdullah (ibn Abi Quhafah, ‘Umar ibn al-Khattab, al-
59 Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut: Dar el-Fikri) jilid 13, h.293
57
Miqdad ibn al-Aswad, dan Istrinya Fatimah binti Rasulullah SAW. Sedang
murid-muridnya dalam periwayatan hadis adalah Harmalah, anaknya al-Husain
ibn ‘Ali ibn Talib, Husain ibn Safwan, ‘Abdullah ibn Tsa’labah, keponakannya
‘Abdullah ibn Ja’far ibn Abi Talib, dan banyak lagi yang lainnya.60
Tidak ada seorang pun yang mencela pribadi Ali ibn Abi Talib dalam
periwayatan hadis. Melihat hubungan pribadinya dengan Nabi yang akrab dan
dedikasinya yang tinggi dalam membela Islam sebagai agama yang
diyakininya sejak kecil, maka Ali ibn Abi Talib termasuk salah seorang sahabat
Nabi yang tidak diragukan kejujuran dan keshahihannya dalam menyampaikan
hadis Nabi. Oleh karena itu beliau tidak diragukan pernyataannya yang
mengatakan bahwa beliau menerima riwayat hadis di atas dari Nabi SAW,
dapat dipercaya walaupun shighat al-tahammul yang digunakan oleh Ali ibn
Abi Talib dalam menerima riwayat dari Nabi SAW adalah ‘an, tetapi terbukti
bahwa antara keduanya telah terjadi pertemuan dalam hubungan sebagai murid
dan guru. Itu berarti, Ali ibn Abi Talib benar-benar telah mendengar langsung
hadis tersebut dari Nabi SAW. Dengan demikian dapatlah dinyatakan bahwa
hadis yang sanadnya diteliti ini diterima langsung oleh Ali ibn Abi Talib dari
Nabi SAW. Itu berarti pula bahwa antara Nabi SAW dan Ali ibn Abi Talib
telah terjadi persambungan periwayatan hadis.
Dengan argumen-argumen tersebut dapat disimpulkan bahwa sanad
Imam Baihaqi yang melalui Ali ibn Abi Talib ini tidak seluruh periwayatnya
memenuhi kriteria sifat adil dan dhabith (tsiqah). Itu berarti, hadis yang diteliti
60 Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut:
Dar el-Fikri) jilid 13, h. 294-295
58
ini tidak memenuhi unsur-unsur kaidah keshahihan sanad hadis, sehingga
natijat (kongklusinya) dapat dinyatakan bahwa hadis yang bersangkutan
berkualitas dhaif.
3. Hadis Ketiga
: قال, حَدَّثَنَا أبو العباس محمد بن یعقوب : قال, أخبرنا أبو عبداالله الحافظ - حَدَّثَنَا أبو الأسود : قال, حَدَّثَنَا محمد بن محمد بن إسحاق الصغاني
عن الضحاك بن , عن زبیر بن سلیم, حَدَّثَنَا ابن لھیعة: قال, المصريسمعت : سى الأشعري یقولسمعت أبا مو: قال, أَبِیھِ عَنْ , عبدالرحمن
فِي الدُّنْیَا السَّمَاءِ إِلَى یَنْزِلُ ربنا :وَسَلَّمَ یقول عَلَیْھِ االله صَلَّى االله رَسُولَ مُشَاحِنٍ أَوْ مُشْرِكٍ إِلَّا ,لِأَھل الأرض فَیَغْفِرُ , شَعْبَانَ النِّصْفِ مِنْ
Abu Musa al-Asy’ari berkata: Rasulullah saw bersabda: “Tuhan kita turun ke langit dunia pada malam nisfu sya’ban untuk member ampunan kepada seluruh penduduk bumi kecuali orang musyrik dan orang yang meninggalkan persatuan umat.”61
Dalam kegiatan ini kritik sanad (Naqd as-sanad) dimulai pada periwayat
terakhir lalu diikuti pada periwayat sebelumnya dan seterusnya sampai
periwayat pertama
1. Abu ‘Abdullah al-Hafidz62
2. Abu al-‘Abbas Muhammad ibn Ya’kub63
3. Muhammad ibn Muhammad ibn Ishaq as-Saghaniy
61Abu Abdullah al-Hafizh menuturkan dari Abu Abbas Muhammad ibn Ya’kub, dari
Muhammad ibn Ishaq ash-Shagani, dari Abu Aswab al-Miishri, dari Ibnu Lahi’ah, dari Zubair ibn Salim dari Dhahhak ibn Abdurrahman dari ayahnya.
62 Lihat halaman 32 63Lihat halaman 34
59
Nama lengkapnya adalah Muhammad ibn Ishaq ibn Ja’far ibn Muhammad,
kunyahnya Ibnu Ja’far as-Saghaniy. w.270H.64
Guru-gurunya di bidang periwayatan hadis adalah Muhammad ibn
Ja’far al-Madaniy, Mu’awiyah ibn ‘Amr ibn al-Azdiy, Abi Salamah Mansur
ibn Salamah, Abi al-Aswad an-Nadr ibn ‘Abd al-Jabbar dan masih banyak
laagi yang lain-lainnya. Sedangkan murid-muridnya di bidang periwayatan
hadis adalah ‘Ali ibn Ishaq, Abu Bakar Muhammad ibn Ishaq, Muhammad ibn
Harun, Abu al-‘Abbas Muhammad ibn Ya’kub, dan masih banyak lagi yang
lain-lainnya.65
Pernyataan para kritikus hadis tentang dirinya :
a. ‘Abdurahman ibn Abi Hatim berkata : Beliau adalah seorang perawi
yang kokoh dan Saduq
b. An-Nasa’I berkata : tidak ada masalah dengan hadis-hadisnya.
c. Ibnu Hajar berkata : Tsiqah Tsabat
d. Ibnu Khirasy berkata : Tsiqah Ma’mun
e. Ad-Daruquthniy berkata : Tsiqah
f. Dan Ibnu Hibban menyebutnya dalam kitab beliau al-Tsiqaat
g. Abu Hatim ar-Razi berkata : Tsiqah
64 Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut:
Dar el-Fikri) jilid 18, h.146 65 Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut:
Dar el-Fikri) jilid 4, h.148 Yang Ts
60
Seluruh kritikus hadis di atas memuji Muhammad ibn Ishaq as-Saghaniy..
Pujian yang diberikan orang kepadanya adalah pujian yang menunjukan bahwa
Yazid ibn Harun adalah seorang periwayat yang memiliki kualitas pribadi dan
kemampuan intelektual yang tidak diragukan. Jadi kesimpulannya adalah
bahwa beliau adalah seorang periwayat yang tsiqah. Dengan demikian,
pernyataan yang menyatakan bahwa dia menerima riwayat hadis di atas dari
Abu al-Aswad al-Misriyu dapat dipercaya, dimana telah terjadi pertemuan
antara guru dan murid. Itu berarti bahwa sanad antara Muhammad ibn Ishaq as-
Saghaniy dengan Abu al-Aswad al-Misriyu dalam keadaan bersambung.
4. Abu al-Aswad al-Misriy
Nama lengkapnya adalah an-Nadr ibn ‘Abd al-Jabbar ibn Nadir al-
Muradiyu, kunyahnya Abu al-Aswad al-Misriyu.
Guru-gurunya di bidang periwayatan hadis adalah Bakar ibn Mudar,
Dimam ibn Ismail, ‘Abdullah ibn Lahi’ah, al-Laits ibn Sa’d, dan banyak lagi
yang lain-lainnya.66 Sedangkan murid-muridnya di bidang periwayatan hadis
adalah Ahmad ibn Salih al-Misriyu, Ja’far ibn Ilyas, Sa’id ibn Asad ibn Musa,
Muhammad ibn Ishaq as-Saghaniy, dan banyak lagi yang lain-lainnya.67
Pernyataan para kritikus hadis tentang dirinya :
a. Abu Hatim berkata : Saduq
b. An-Nasa’I berkata : tidak ada masalah dengan hadis-hadisnya
66Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut:
Dar el-Fikri) jilid 19, h.87 67 Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut:
Dar el-Fikri) jilid 19, h.88
61
c. Dan Ibnu Hibban menyebutnya dalam kitab beliau “Al-Tsiqaat”68
Seluruh kritikus hadis memuji Abu al-Aswad al-Misriyu. Pujian yang
diberikan kepadanya adalah pujian yang menunjukan bahwa Abu al-Aswad al-
Misriyu adalah seoarang periwayat yang memiliki kualitas pribadi dan
kemampuan intelektual yang tidak diragukan lagi. Dengan demikian,
pernyataannya yang mengatakan bahwa dia menerima riwayat hadis diatas dari
Ibnu Lahi’ah dapat dipercaya. Itu berarti bahwa sanad antara Abu al-Aswad al-
Misriyu dan Ibnu Lahi’ah dalam keadaan bersambung.
5. Ibnu Lahi’ah
Nama lengkapnya adalah ‘Abdullah ibn Lahi’ah ibn ‘Uqbah ibn Fur’an
ibn Rabi’ah ibn Tsauban al-Hadramiyu al-U’duliyu, ada juga yang mengatakan
al-Ghafiqiyu, kunyahnya Abu ‘Abdirrahman, beliau adalah seorang hakim
yang ahli fiqih di Mesir.69
Guru-gurunya di bidang periwayatan hadis adalah Ahmad ibn Khazim,
Ishaq ibn ‘Abdullah, Ja’far ibn Rabi’ah, az-Zubair ibn Sulaim, dan masih
banyak lagi yang lain-lainnya.70 Sedangkan murid-muridnya di bidang
periwayatan hadis adalah Ishaq ibn Isa, Asad ibn Musa, al-Hasan ibn Musa al-
68 Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut:
Dar el-Fikri) jilid 19, h.88 69Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut:
Dar el-Fikri) jilid 10, h.450 70 Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut:
Dar el-Fikri) jilid 10, h.451
62
Asyyab, Abu al-Aswad an-Nadr ibn ‘Abd al-Jabbar, dan masih banyak lagi
yang lain-lainnya.71
Pernyataan para kritikus hadis tentang dirinya :
a. Yahya ibn Bukair dan al-Mufadal ibn Ghassan al-Ghalabiyu berkata
: beliau dilahirkan pada tahun 96 H
b. Yahya ibn Bukair, Ahmad ibn Salih, Muhammad ibn Sa’d, al-
Mufadal ibn Ghassan, Muhammad ibn ‘Abdullah ibn ‘Abd al-
Hakam, dan Abu sa’id ibn Yunus berkata: Ibnu Lahi’ah wafat pada
tahun 174 H
c. Ibnu ‘Abd al-Hakam berkata : pada Jumadal Ula.72
Pernyataan para kritikus hadis tersebut telah memadai untuk
menetapkan bahwa Ibnu Lahi’ah adalah seorang periwayat hadis yang tsiqat.
Dengna demikian, pernyataan Ibnu Lahi’ah bahwa dia menerima hadis diatas
dari az-Zubair ibn Sulaim, tidak diragukan lagi kebenarannya dimana telah
terjadi pertemuan antara guru dan murid. Itu berarti pula bahwa sanad antara
Ibnu Lahi’ah dan az-Zubair ibn Sulaim dalam keadaan bersambung.
6. Zubair ibn Sulaim
71Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut:
Dar el-Fikri) jilid 10, h.452 72Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut:
Dar el-Fikri) jilid 10, h.458
63
Nama lengkapnya az-Zubair ibn Sulaim, dan gurunya di bidang
periwayatan hadis adalah ad-Dahak ibn ‘Abdirrahman ibn ‘Arzab sedangkan
muridnya di bidang periwayatan hadis adalah ‘Abdullah ibnu Lahi’ah.73
Tak ada seorang kritikus pun yang mencela az-Zubair ibn Sulaim.
Pujian orang yang diberikan kepadanya adalah pujian yang berperingkat tinggi.
Dengan demikian pernyataan az-Zubair ibn Sulaim yang mengatakan bahwa ia
menerima hadis diatas dari ad-Dahak ibn ‘Abdirrahman dengan metode al-
sama’ (dengan lambing tsana), dapat dipercaya kebenarannya. Itu berarti, sanad
antara az-Zubair ibn Sulaim dan ad-Dahak ibn ‘Abdirrahman dalam keadaan
muttashil (bersambung).
7. Ad-Dahak ibn ‘Abdirrahman
Nama lengkapnya adalah ad-Dahak ibn ‘Abdirrahman ibn ‘Arzab, ada
juga yang mengatakan ibn ‘Arzam, kunyahnya Abu ‘Abdirrahman, ada juga
yang mengatakan Abu Zur’ah Asy-Syamiy at-Tabraniy.
Guru-gurunya di bidang periwayatan hadis adalah Abu Musa al-
Asy’ariyu, ayahnya ‘Abdurrahman ibn ‘Arzab, ‘Abdirrahman ibn al-
Asy’ariy, dan Abu Hurairah. Sedangkan murid-muridnya di bidang
periwayatan hadis adalah Hariz ibn ‘Utsman ar-Rahabiy, az-Zubair ibn
Sulaim, ad-Dahak ibn Aiman, ‘Abdullah ibn ‘Ata’. Dan banyak lagi yang lain-
lainnya.
Pernyataan para kritikus hadis tentang dirinya :
73 Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut:
Dar el-Fikri) jilid 6, h.277
64
a. Ahmad ibn ‘Abdullah al-‘Ijliy berkata : beliau adalah seorang tabi’in
Syam yang tsiqah
b. Dan Ibnu Hibban menyebutnya dalam kitab beliau “Al-Tsiqaat”74
Pernyataan para kritikus hadis tersebut telah memadai untuk
menetapkan kesimpulan bahwa ad-Dahak ibn ‘Abdirrahman adalah seorang
periwayat hadis yang tsiqah. Dengan demikian, pernyataan ad-Dahak ibn
‘Abdirrahman bahwa dia menerima hadis di atas dari ‘Abdurrahman ibn
‘Urzab ayahnya tidak diragukan lagi kebenarannya karena telah terjadi
pertemuan antara guru dan murid.Itu berarti pula bahwa sanad antara ad-Dahak
ibn ‘Abdirrahman dengan ‘Abdurrahman ibn ‘Urzab ayahnya dalam keadaan
bersambung.
8. ‘Abdurrahman ibn ‘Urzab (Abiihi)
Nama lengkapnya adalah ‘Abdurrahman ibn ‘Urzab, ada juga yang
mengatakan ibn ‘Arzam, al-Asy’ariy, beliau adalah ayah dari ad-Dahak ibn
‘Abdirrahman ibn ‘Arzab.
Dalam periwayatan hadis beliau berguru pada Abu Musa al-Asy’ariy
dalam hadis keutamaan malam nisfu sya’ban. Sedangkan muridnya adalah
anaknya sendiri yaitu ad-Dahak ibn ‘Abdirrahman ibn ‘Arzab.75
Tak ada seorang kritikus pun yang mencela‘Abdurrahman ibn ‘Urzab.
Dengan demikian, pernyataan ‘Abdurrahman ibn ‘Urzab yang mengatakan
74 Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut:
Dar el-Fikri) jilid 9, h.161
75 Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut: Dar el-Fikri) jilid 11, h.295
65
bahwa ia menerima hadis diatas dari Abu Musa al-Asy’ariy dengan metode al-
sama’ (dengan lambing tsana), dapat dipercaya kebenarannya. Itu berarti, sanad
antara ‘Abdurrahman ibn ‘Urzab dan Abu Musa al-Asy’ariy dalam keadaan
muttashil (bersambung).
9. Abu Musa al-Asy’ariy
Nama lengkapnya adalah ‘Abdullah ibn Qais ibn Sulaim ibn Haddar ibn
Harab ibn ‘Amir ibn ‘Atar ibn Bakar ibn ‘Amir ibn ‘Adzar ibn Wail ibn
Najiyah ibn Jumahir ibn al-Asy’ariy. Kunyahnya Abu Musa al-‘Asy’ariy.76
Abu Musa al-‘Asy’ariy selain menerima riwayat langsung dari Nabi
saw juga menerima riwayat dari sahabat yang lain, di antaranya adalah Ubay
ibn Ka’ab, ‘Abdullah ibn Mas’ud, ‘Aliy ibn Abi Talib, Mu’adz ibn Jabal, dan
banyak lagi yang lain-lainnya. Sedangkan murid-muridnya adalah al-Aswad
ibn Yazid an-Nakha’I, Anas ibn Malik al-Ansariyu, Tsabit ibn Qais,
‘Abdurrahman ibn ‘Arzab, dan banyak lagi yang lain-lainnya.
Pendapat para ulama tentang Abu Musa al-‘Asy’ariy :
a. Abu Nu’aim, Muhammad ibn ‘Abdullah ibn Numair, Qa’nab ibn al-
Muharrar, Abu Bakar dan ‘Utsman berkata : Beliau wafat pada tahun
44 H
b. Ibn Barrad menambahkan : yaitu pada bulan Dzulhijjah dalam usia
mendekati 60 tahun.77
76Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut:
Dar el-Fikri) jilid 10, h.425
66
Keadilan Abu Musa al-‘Asy’ariy sebagai perawi hadis tidak diragukan
lagi apalagi bagi jumhur ulama yang berpendapat bahwa semua sahabat adalah
adil. Oleh karena itu beliau tidak diragukan pernyataannya yang mengatakan
bahwa beliau menerima riwayat hadis di atas dari Nabi SAW, terbukti bahwa
antara keduanya telah terjadi pertemuan dalam hubungan sebagai murid dan
guru. Itu berarti, Abu Musa al-‘Asy’ariy benar-benar telah mendengar
langsung hadis tersebut dari Nabi SAW. Dengan demikian dapatlah dinyatakan
bahwa hadis yang sanadnya diteliti ini diterima langsung oleh Abu Musa al-
‘Asy’ariy dari Nabi SAW. Itu berarti pula bahwa antara Nabi SAW dan Abu
Musa al-‘Asy’ariy telah terjadi persambungan periwayatan hadis.
Dengan argumen-argumen tersebut dapat disimpulkan bahwa sanad
Imam Baihaqi yang melalui Abu Musa al-‘Asy’ariy ini seluruh periwayatnya
dalam keadaan bersambung, bersifat adil dan dhabith (tsiqah). Itu berarti, hadis
yang diteliti ini memenuhi unsur-unsur kaidah keshahihan sanad hadis,
sehingga natijat (kongklusinya) dapat dinyatakan bahwa hadis yang
bersangkutan berkualitas Sahih.
3. Kriteria Persambungan Sanad Hadis
77 Jamaluddin Abil Hajjaj Yusuf al-Mizy, Tahdzibul Kamal fi Asma’i Rijal (Beirut:
Dar el-Fikri) jilid 10, h.429
67
Hadis yang terhimpun dalam kitab-kitab hadis tersebut di atas, terdiri
dari matan dan sanad. Dalam sanad hadis termuat nama-nama periwayat dan
kata-kata atau singkatan kata-kata yang menghubungkan antara masing-masing
periwayat dengan periwayat yang lainnya yang terdekat.78
Matan hadis yang sahih atau yang tampak sahih, belum tentu sanadnya
sahih. Sebab boleh jadi, dalam sanad hadis itu terdapat periawayat yang tidak
tsiqah (‘adil dan dabit).79
Kriteria persambungan sanad,80yaitu:
a. Periwayat hadis yang terdapat dalam sanad hadis yang diteliti semua
berkualitas tsiqah (‘adil dan dabit).
b. Masing-masing periwayat menggunakan kata-kata penghubung yang
berkualitas tinggi yang disepakati oleh ulama (al-Sama’), yang
menunjukan adanya pertemuan antara guru dan murid. Istilah atau
kata yang dipakai untuk cara al-Sama’ beragam, diantaranya:
haddatsana, sami’tu, sami’na, haddatsani, akhbarana, akhbarani,
‘an dan anna.
c. Adanya indikasi kuat perjumpaan antara mereka, seperti: terjadi
proses guru dan murid, tahun lahir dan wafat mereka diperkirakan
adanya pertemuan antara mereka atau dipastikan bersamaan dan
mereka belajar dan mengabdi di tempat yang sama.
78M. Syuhudi Ismail, Kaidah Keshahihan Sanad Hadis (Jakarta: Bulan Bintang,
2005), cet. Ke-5, h.217 79 M. Syuhudi Ismail, Metode Penelitian Hadis Nabi SAW, h. 82 80 Bustamin dan M.Isa Salam, Metodologi Kritik Hadis, h. 53
68
Jadi, hadis yang penulis teliti tidak seluruhnya memenuhi kriteria
persambungan sanad. Karena pada hadis kedua terdapat salah seorang perawi
yang memiliki sifat daif (lemah) yaitu Ibnu Abi Sabrah, sedangkan pada hadis
ketiga terdapat ketidakbersambungan sanad yang menunjukan terputusnya
hubungan antara murid dan guru yaitu antara Hajjaj ibn Artah dan Yahya ibn
Katsir.
69
BAB IV
KRITIK MATAN HADIS KEUTAMAAN MALAM NISFU SYA’BAN
A. Pengertian Kritik Matan
Menurut bahasa, kata matan berasal dari bahasa Arab تن yang , م
artinya punggung jalan (muka jalan), tanah yang tinggi dan keras. Sedangkan
menurut istilah matan berarti perkataan terakhir dari sanad.1 Matan menurut
ilmu hadis adalah penghujung sanad, yakni sabda Nabi Muhammad saw., yang
disebut sesudah habis disebutkan sanad. Matan hadis adalah isi hadis. Matan
hadis terbagi tiga, yaitu ucapan, perbuatan, dan ketetapan Nabi Muhammad
saw.2
Kritik matan hadis adalah proses lanjutan dari kritik terhadap sanad
hadis. Karena studi kritis terhadap sanad dan matan hadis adalah dua
metodologi yang mapan dalam penentuan kualitas hadis. Dua metode ini
berjalan seirama karena sama-sama membersihkan hadis dari berbagai
kemungkinan yang tidak benar. Kritik sanad bertujuan untuk melihat validitas
dan kapabilitas menyangkut tingkat ketaqwaan dan intelektualitas perawi hadis
serta mata rantai periwayatannya, sedangkan kritik matan bertujuan untuk
1Mahmud Thahan, Ilmu Hadis Praktis. Penerjemah Abu Fuad (Bogor: Pustaka
Thariqul Izzah, 2005), h.14 2Bustamin dan M. Isa Salam, Metodologi Kritik Hadis (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2004),h.89
69
70
menyelidiki isi atau materi hadis. Apakah hadis itu mengandung keanehan, dari
segi bahasa, rasionalitas maupun pertentangan dengan al-Qur’an.3
B. Penelitian Kualitas Matan Hadis
Dalam hubungannya dengan status kehujahan hadis, maka penelitian
sanad dan matan memiliki kedudukan yang sama pentingnya. Karena menurut
ulama hadis, suatu hadis barulah dinyatakan berkualitas shahih apabila sanad
dan matan hadis tersebut sama-sama berkualitas shahih.
Adapun langkah-langkah metodologis kegiatan penelitian matan hadis
ada tiga, yaitu:
1. Meneliti matan dengan melihat kualitas sanadnya
2. Meneliti susunan lafal berbagai matan yang semakna
3. Meneliti kandungan matan
Sedangkan yang menjadi unsur-unsur acuan utama yang harus dipenuhi
oleh suatu matan yang berkualitas shahih adalah terhindar dari syuzuz
(kejangggalan) dan terhindar dari ‘illat (cacat).
Dalam kegiatan kritik matan (naqd al-matan) ini, penulis akan berusaha
mengikuti langkah-langkah tersebut.
3Cecep Sumarna dan Yusuf Saefullah, Pengantar Ilmu Hadis, (Bandung : Pustaka
Bani Quraisy, 2004), h.99
71
1. Meneliti Matan Dengan Melihat Kualitas Sanad
Pada langkah pertama menunjukan bahwa telaah matan tidak dapat
dilepaskan dari telaah sanad sebagai satu kesatuan hadis, sehingga matan yang
sahih tetapi tidak didukung dengan sanad yang sahih tidak dapat dinyatakan
sebagai hadis yang sahih.
Dari hasil penelitian sanad hadis yang terdapat pada bab keutamaan
malam nisfu sya’ban dalam kitab Fadail al-Awqaat di atas, hadis yang diteliti
ada tiga hadis memiliki predikat sahih. Keshahihan sanad Imam Baihaqi
tersebut dapat mewakili dari para mukharrij lainnya. Dimana antara sanad-
sanad lainnya berkualitas shahih juga karena tak ada seorang kritikus pun yang
mencela mukharrij lainnya. Pujian orang yang diberikan kepadanya adalah
pujian yang berperingkat tinggi dan tertinggi. Dan sanad mukharrij antara satu
dengan lainnya dalam keadaan bersambung (muttasil).
Dengan demikian jika dilihat dari sanadnya, maka semua hadis dapat
dijadikan hujjah karena memiliki predikat sahih. Sedangkan hadis-hadis
lainnya hanya dapat dijadikan sebagai pelajaran dan tidak dapat dijadikan
sebagai hujjah. Hal itu karena dikhawatirkan masyarakat awam akan
menganggap bahwa hadis tersebut disyar’iatkan, padahal hadis tersebut sama
sekali tidak ada dalam syar’iat, atau didengar oleh orang yang tidak tahu
sehingga ia mengira hadis tersebut sahih.4
4Asyraf ibn Sa’id, Hukum Mengamalkan Hadis Dha’if, Penerjemah Neni Kurniati
(Jakarta: Pustaka Azzam, 2004) h.80
72
2. Meneliti Susunan Lafal Berbagai Matan yang Semakna
Langkah kedua yaitu dengan melakukan telaah lafaz, karena hadis yang
sampai kepada beberapa mukharrij memiliki keragaman. Hal ini juga
dipengaruhi oleh adanya hadis Nabi yang sampai kepada mukharrij lebih
bnayak bersifat riwayat Bi al-Ma’na dari pada riwayat Bi al-Lafz.
Hadis pertama dan ketiga mengindikasikan bahwa periwayatannya
dengan riwayat bi al-Lafz karena terlihat jelas perbedaaan dari bunyi lafal
kedua matan hadis tersebut, sedangkan hadis kedua mengindikasikan bahwa
hadis tersebut bersamaan maknannya. Perbedaan lafal memang ada, tetapi
tidak menjadikan perbedaan makna. Hal itu menunjukkan bahwa hadis yang
diteliti telah diriwayatkan dalam bentuk riwayat bi al-ma’na.
Untuk memperjelas adanya perbedaan lafal dimaksud, berikut ini
dikemukakan kutipan dua matan dari riwayat Ibnu Majah
, وَصُومُوا یومھَا لَیْلَتھَا فَقُومُوا شَعْبَانَ مِنْ النِّصْفِ لَیْلَةُ كَانَ إِذَا - ١ , فَأَرْزُقَھُ مُسْتَرْزِقٌ أَلَا , لَھُ فَأَغْفِرَ مُسْتَغْفِر أَلَا: االله تبارك و تعالى یَقُولُ فَإِنَّالْفَجْرُ یَطْلُعَ حَتَّى ,كَذَا أَلَا, سائل فأعطیھ أَلَا
االله فَإِنَّ نَھَارَھَا وَصُومُوا لَیْلَھَا فَقُومُوا شَعْبَانَ مِنْ النِّصْفِ لَیْلَةُ كَانَتْ ذَاإِ - ٢ فَأَغْفِرَ لِي مُسْتَغْفِرٍ مِنْ أَلَا فَیَقُولُ الدُّنْیَا سَمَاءِ إِلَى الشَّمْسِ لِغُرُوبِ فِیھَا یَنْزِلُ
الْفَجْرُ یَطْلُعَ حَتَّى كَذَا أَلَا كَذَا أَلَا فَأُعَافِیَھُ بْتَلًىمُ أَلَا فَأَرْزُقَھُ مُسْتَرْزِقٌ أَلَا لَھُ Pada kedua matan di atas adanya perbedaan lafal, tetapi perbedaan itu
tidak terlalu menonjol. Misalnya ada riwayat yang menyebutkan kata ا یومھَ ,
dan ada juga riwayat yang menyebutkan kata ا ,Dengan demikian .نَھَارَھَ
apabila ditempuh metode muqaranat terhadap perbedaan lafal pada berbagai
73
matan yang semakna, maka dapat dinyatakan bahwa perbedaan lafal tersebut
masih dapat ditoleransi.
3. Meneliti Kandungan Matan
Untuk meneliti kandungan matan hadis, penulis membandingkan matan
tersebut dengan Nas (al-Qur’an dan Hadis). Hadis pertama berisi tentang
berkah, rahmat serta ampunan Allah swt yang diturunkan pada malam nisfu
sya’ban kepada seluruh makhluknya, kecuali kepada orang-orang musyrik dan
orang-orang yang bermusuhan. Yakni Allah akan menampakan karunia-Nya
kepada hamba-hamba-Nya. Dia akan mengampuni mereka jika mereka tobat
kepada-Nya, sedangkan orang-orang yang menyekutukan Allah dan orang-
orang yang memiliki hati yang penuh dengan penyakit kedengkian dan
permusuhan, Allah tidak akan mengampuni mereka selama mereka masih
menyimpan syirik dan kedengkian.5 Hadis ini tidak bertentangan dengan al-
Qur’an bahkan sejalan dengan firman Allah SWT dalam surat asy-Syura, 42:
19-20. Hal tersebut sekaligus memberikan informasi kepada kita, bahwa hadis
yang sedang diteliti selain berfungsi sebagai penjelas terhadap ayat al-Qur’an,
juga mendapat dukungan dari ayat-ayat al-Qur’an.
مَنْ كَانَ ) ١٩(لَطِیفٌ بِعِبَادِهِ یَرْزُقُ مَنْ یَشَاءُ وَھُوَ الْقَوِيُّ الْعَزِیزُ ’االلهیُرِیدُ حَرْثَ الْآَخِرَةِ نَزِدْ لَھُ فِي حَرْثِھِ وَمَنْ كَانَ یُرِیدُ حَرْثَ الدُّنْیَا نُؤْتِھِ مِنْھَا وَمَا
)٢٠(لَھُ فِي الْآَخِرَةِ مِنْ نَصِیبٍ “Allah Maha Lembut terhadap hamba-hamba-Nya. Dia memberi rizki
kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Dialah Yang Maha Kuat lagi Maha Perkasa. Barang siapa yang menghendaki tanaman akhirat, maka akan Kami tambah tanaman itu baginya. Dan barangsiapa yang menghendaki tanaman
5Ahmad Asy-Syarbashi, Yas’alunaka: Tanya Jawab Lengkap tentang Agama dan
Kehidupan, Penerjemah Muhammad Alkaf, (Jakarta: Lentera, 2006) Jil.4, h. 370
74
dunia, maka Kami berikan dia sebagian daripadanya, sedang dia tidak memperoleh suatu bagian pun di akhirat.”
Matan hadis yang diteliti apabila diperbandingkan dengan matan hadis
lain yang lebih kuat, sudah jelas bahwa ditemukan pesan yang sangat baik bagi
umat manusia sampai kapanpun. Yaitu tentang beberapa hal tentang keutamaan
malam nisfu sya’ban. Seperti hadis yang telah diriwayatkan oleh al-Bukhari,
kitab al-adab, bab ja’alallahu al-rahmah mi’ah al-rahmah, Rasulullah SAW
bersabda:
أَخْبَرَنَا الزُّھْرِيِّ عَنْ شُعَیْبٌ أَخْبَرَنَا الْبَھْرَانِيُّ نَافِعٍ بْنُ الْحَكَمُ الْیَمَانِ وأَبُ حَدَّثَنَا وَسَلَّمَ عَلَیْھِ اللَّھُ صَلَّى اللَّھِ رَسُولَ سَمِعْتُ قَالَ ھُرَیْرَةَ أَبَا أَنَّ الْمُسَیَّبِ بْنُ سَعِیدُ جُزْءٍ ئَةَمِا الرَّحْمَةَ اللَّھُ جَعَلَ یَقُولُ
ذَلِكَ فَمِنْ وَاحِدًا جُزْءًا الْأَرْضِ فِي وَأَنْزَلَ جُزْءًا وَتِسْعِینَ تِسْعَةً عِنْدَهُ فَأَمْسَكَ. تُصِیبَھُ أَنْ خَشْیَةَ وَلَدِھَا عَنْ حَافِرَھَا الْفَرَسُ تَرْفَعَ حَتَّى الْخَلْقُ یَتَرَاحَمُ الْجُزْءِ
:وفي روایة لمسلم
الْقِیَامَةِ یَوْمَ عِبَادَهُ بِھَا یَرْحَمُ رَحْمَةً وَتِسْعِینَ تِسْعًا للَّھُا وَأَخَّرَ Dari Abu Hurairah berkata bahwa aku mendengar Rasulullah
SAW bersabda: “Allah Ta’ala. Telah menjadikan kasih sayang menjadi 100 bagian, lalu Dia menahan di sisi-Nya 99 kasih sayang dan menurunkan satu bagian ke bumi. Maka karena itulah, makhluk-makhluk saling memberikan kasih sayang, termasuk binatang yang menghilangkan kukunya dari anaknya khawatir bahaya menimpanya.” Dalam riwayat muslim disebutkan: “Dan Dia menunda 99 bagian yang Allah Ta’ala. Akan memberikan kasih sayang-Nya kepada hamba-hamba-Nya pada hari kiamat.”
75
C. Syarah Hadis
1. Menelusuri Asbab al-Wurud
Setelah penulis telusuri dalam kitab asbab al-wurud yang ditulis oleh
Ibn Hamzah al-Husaini al-Hanafi al-Dimasyqi, penulis tidak menemukan
asbab al-wurud tentang keutamaan malam nisfu sya’ban.
2. Arti Beberapa Kosakata
Kata Nisfu Sya’ban adalah kata majemuk yang terambil dari kata
bahasa Arab, Nisfu dan Sya’ban. Kata Nisfu berasal dari kata nashafa,
yanshifu, nashfan yang berarti mencapai tengah-tengah atau setengah.6
Sedangkan kata Sya’ban berarti Bulan Sya’ban7, atau bulan ke-8 tahun
Hijriah.8 Jadi Nisfu Sya’ban berarti pertengahan atau tengah-tengah bulan
Sya’ban tahun hijriah.
Dan kata رك berarti orang yang menyekutukan/menyerikatkan مش
Allah,9 sedangkan kata احن ,berarti orang yang saling bermusuhan مش
bertengkar, bercekcok.10 Hadis pertama mengenai keutamaan malam nisfu
sya’ban menjelaskan bahwa berkah, rahmat serta ampunan Allah SWT., yang
6Ahmad Warson Munawwir, Kamus Arab-Indonesia Al-MUNAWWIR, (Surabaya :
Pustaka Progressif, 1997), h.1426 7 Ahmad Warson Munawwir, Kamus Arab-Indonesia Al-MUNAWWIR, h.723 8PUSAT BAHASA DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 2005), h. 1114 9PUSAT BAHASA DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, h.768 10 Ahmad Warson Munawwir, Kamus Arab-Indonesia Al-MUNAWWIR, h.699
76
diturunkan pada malam nisfu sya’ban kepada seluruh makhluknya, kecuali
kepada orang-orang musyrik dan orang-orang yang bermusuhan.
Sebagaimana Firman Allah SWT :
إِنْ ذَّبُوكَ فَ لْ كَ مْ فَقُ ةٍ ذُو رَبُّكُ عَةٍ رَحْمَ رَدُّ وَلا وَاسِ ھُ یُ نِ بَأْسُ وْ عَ مِالْقَ)١٤٧( الْمُجْرِمِینَ
Maka jika mereka mendustakan kamu, katakanlah, “Tuhanmu mempunyai rahmat yang sangat luas, dan siksa-Nya kepada orang-orang yang berdosa tidak dapat dielakkan.”(Q.S.al-An’am : 147)
Pada malam nisfu sya’ban disunnahkan untuk dihidupkan dengan
berbagai macam ibadah, seperti zikir, tahajud, berdoa, beristigfar yang tentu
tidak sampai melanggar ketentuan syariat sebagaimana ibadah yang
dilaksanakan di malam-malam yang lain karena salat malam dan
menghidupkan malam dengan ibadah adalah hal yang dianjurkan pada semua
malam.11
Sebagaimana firman Allah SWT :
نَ لِ وَمِ دْ اللَّیْ ھِ فَتَھَجَّ ةً بِ كَ نَافِلَ ى لَ كَ أَنْ عَسَ كَ یَبْعَثَ ا رَبُّ مَقَامً)٧٩( مَحْمُودًا
“Dan pada sebagian malam, lakukanlah shalat tahajud (sebagai suatu ibadah) tambahan bagimu, mudah-mudahan Tuhan mu mengangkatmu ke tempat yang terpuji.” (Q.S.al-Isra’ : 79)
11 Ahmad Asy-Syarbashi, Yas’alunaka: Tanya Jawab Lengkap tentang Agama dan Kehidupan,
Penerjemah Muhammad Alkaf, Jil.4, h. 377
77
Sebagai hamba Allah yang daif sudah seharusnya kita berdoa dan
memperbanyak doa kepada-Nya baik di malam nisfu sya’ban atau di malam
lainnya. Karena Doa adalah suatu harapan dari seorang hamba kepada Tuhan
yang disembahnya yang tentu harapan tersebut berdasarkan keimanan seorang
hamba kepada Tuhannya. Oleh karena itu, doa yang tulus adalah dasar dari
keimanan dan keyakinan.
Meskipun banyak hadis-hadis yang menyatakan tentang keutamaan
malam nisfu sya’ban, akan tetapi tidak seorang pun berhak mengagungkan
dengan cara yang dilarang oleh Syar’i.
78
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah dikaji dan diteliti, penulis berkesimpulan bahwa hadis-hadis
tentang keutamaan malam nisfu sya’ban yang terdapat dalam kitab “Fadail al-
Awqaat” karya Imam Baihaqi semuanya bisa dipertanggungjawabkan. Dari
tiga hadis yang penulis teliti berkualitas sahih.
B. Saran-saran
Hadis merupakan sumber ajaran Islam yang kedua setelah al-Qur’an.
Selain sebagai sumber ajaran Islam yang kedua, hadis juga berfungsi sebagai
sumber dakwah (perjuangan Rasulullah SAW) dan juga mempunyai fungsi
penjelas bagi al-Qur’an. Oleh karena itu perlu diadakan pengkajian atau
penelitian hadis agar dapat diketahui apakah hadis-hadis tersebut bernilai sahih
dan benar-benar berasal dari Rasulullah SAW atau sebaliknya.
Maka menurut penulis, hadis-hadis da’if yang terdapat dalam kitab
Fadail al-Awqaat seharusnya tidak dijadikan pedoman atau acuan sebagai
sumber penetapan hukum. Jika hadis-hadis tersebut dijadikan rujukan maka
selayaknya digunakan sebagai motivasi atau pelajaran dalam kehidupan sehari-
hari.
78
79
Penulis berharap di kemudian hari ada peneliti yang meneliti lebih
lanjut hadis-hadis yang terdapat dalam kitab Fadail al-Awqaat baik per-bab
maupun seluruhnya.
Penulis berharap penulisan skripsi ini dapat memberikan manfaat
khususnya bagi penulis dan umumnya bagi khalayak masyarakat ramai.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrhaman. Studi Kitab Hadis. Yogyakarta: TERAS, 2003.
Al-‘Asqalani, Syihabuddin Ahmad bin ‘Ali bin Hajar Abu Fadl. Kitab Tahzib al-Tahzib.
Beirut: Daar al-Fkir.
Al-Baihaqi, Abu Bakar Ahmad ibn al-Husain. Kitab Fadhail al-Awqaat.
Mekkah al-Mukarramah: Maktabah al-Manarah.
Al-Baihaqi, Abu Bakar Ahmad ibn al-Husain. Kitab as-Sunan as-Saghir. Beirut:
Dar al-Fikr.
Al-Dzahabi, Muhammad bin Ahmad bin ‘Usman. Siyar A’lam al-Nubala’. Beirut: Daar
al-Fikr.
Al-Khatib, M. Ajaj. Pokok-pokok Ilmu Hadis. Jakarta: Gaya Media Pratama,
1998.
Al-Mizzi, Jamaluddin Abu al-Hajjaj Yusuf. Tahzib al-Kamal Fi ‘Asma’ al-Rijal. Beirut:
Muasassah Ar-Risalah, 1993.
Asy-Syarbashi, Ahmad. Yas’alunaka: Tanya Jawab Lengkap tentang Agama dan
Kehidupan. Penerjemah Muhammad Alkaf, Jakarta: Lentera, 2006.
Al-Qazwiniy, Abu ‘Abdullah Muhammad bin Yazid. Sunan Ibnu Majah. Beirut:
Daar al-Fikr.
Baihaqi, Imam. Waktu-waktu Penuh Berkah. Penerjemah Muflih Kamil. Jakarta:
Qisthi Press, 2007.
Bustamin, dan Salam, M.Isa. Metodologi Kritik Hadis. Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2004.
Hanbal, Abd Allah Ahmad bin. Musnad ahmad bin Hanbal. Beirut: Daar al-Fikr.
Ibn Sa’id, Asyraf. Hukum Mengamalkan Hadis Dha’if. Penerjemah Neni
Kurniati. Jakarta: Pustaka Azzam, 2004.
Ismail, M. Syuhudi. Pengembangan Pemikiran Terhadap Hadis. Jogyakarta:
Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Islam (LPPI), 1996.
Ismail, M.Syuhudi. Metode Penelitian Hadis Nabi SAW. Jakarta: Bulan Bintang,
1992.
Ismail, M.Syuhudi. Pengembangan Pemikiran terhadap Hadis. Yogyakarta: Lembaga
Pengkajian dan Pengamalan Islam (LPPI), 1996.
Ismail, M.Syuhudi. Kaidah Keshahihan Sanad Hadis. Jakarta: Bulan Bintang, Cet. Ke-3,
2005
Khon, Abdul Majid. Ulumul Hadis. Jakarta: Sinar Grafika, 2009.
Khon, Majid. dkk. Ulumul Hadis. Jakarta: Pusat Studi Wanita UIN, 2005.
Munawwar, Agil Husain dan Mucktar, Ahmad Rifqi. Metode Takhrij Hadis.
Semarang: Bina Utama 1994.
Munawir, Ahmad Warson. Kamus Arab-Indonesia Al-Munawwir. Surabaya:
Pustaka Progressif, 1997.
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka, 2005.
Ranuwijaya, Utang. Ilmu Hadis. Jakarta: Gaya Media Pratama, 1996.
Rahman, Zufran. Kajian Sunah Nabi SAW sebagai Sumber Hukum Islam:
Jawaban Terhadap Aliran Inkar Sunnah. Jakarta: CV. Pedoman Ilmu
Jaya, 1995.
Shihab, M. Quraish. M. Quraish Shihab Menjawab: 1001 Soal Keislaman yang
Patut Anda Ketahui. Jakarta: Lentera Hati, 2008.
Shihab, M. Quraish. Wawasan Al-Qur’an. Bandung: Mizan, 1996.
Sumarna, Cecep dan Saefullah, Yusuf. Pengantar Ilmu Hadis. Bandung: Pustaka
Bani Quraisy, 2004.
Thahan, Mahmud. Ilmu Hadis Praktis. Bogor: Pustaka Thariqul Izzah, 2009.
Tim CeQDA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah
(Skripsi, Tesis dan Disertasi). Jakarta: CeQDA, 2007.
Wensinck, A.J. al-Mu’jam al-Mufahras li Alfaz al-Hadis al-Nabawi ‘an al-Kutub al-
Sittah wa ‘an Sunan al-Darimi wa Muwatta Malik wa Musnad Ahmad bin
Hanbal. Leiden: Maktabah Brill, 1936.