Post on 07-Mar-2019
1
Struktur Komunitas Ikan di Ekosistem Padang Lamun di Perairan Desa Teluk Bakau
Kecamatan Gunung Kijang Kabupaten Bintan
Siti Waheda
Mahasiswa, Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, sitiwaheda91@gmail.com
Dr. Febrianti Lestari, S.Si, M.Si
Program Studi Mamajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, febilestary@gmail.com
Andi Zulfikar, S. Pi, MP
Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, andizulfikar@rocketmail.com
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus s/d November 2015. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui struktur komunitas ikan di ekosistem padang lamun dilihat dari kelimpahan,
frekuensi kehadiran dan keanekaragaman serta kondisi kualitas perairannya. Penelitian ini
menggunakan metode survey dengan tujuan untuk memperoleh data secara faktual di
lapangan.Stasiun penelitian ditentukan dengan metode purposive sampling. Stasiun penelitian
ditentukan berdasarkan kerapatan lamun yang berbeda yaitu kerapatan rendah, sedang dan
tinggi. Pengambilan data ikan dilakukan dengan cara observasi langsung terhadap ikan sebagai
makrofauna yang hidup di lamun dilakukan melalui cara penangkapan menggunakan jaring
insang (gill net) tetap100 x 1,5 mesh size : 1,5 Inch. Ukuran mata jaring menjadi batasan dalam
penelitian ini, ikan yang di data hanya ikan yang tertangkap pada jaring insang yang digunakan.
Jumlah total ikan yang didapatkan pada penelitian di perairan Teluk Bakauyaitu 13
spesies dari 286 individu ikan. Kelimpahan relatif spesies Lethrinus ornatus 20 %, Gerres oyana
15 %, Lutjanus ehrenbergii 12 %, Lutjanus carponotatus 11 %, Sargocentron rubrum 8 %,
2
Calotomus spinidens 9 %, Choerodon anchorago 5 %, Chelmon rostratus 5 %, Siganus
punctatus 5 %, Siganus guttatus 2 %, Gerres erythrourus 3 %, Crenimugil crenilabis 2 % dan
Epinephelus corallicola 3 %. Kelimpahan spesies tertinggi yaitu Lethrinus ornatus sebesar 20
%, kelimpahan terendah yaitu Crenimugil crenilabis dan Siganus guttatus dengan nilai 2 %.
Teluk Bakau memiliki rata-rata nilaiindeks keanekaragaman 2,343, nilai indeks keseragaman
0,91, dan nilai indeksdominansi 0,50. Hasil penelitian menunjukkan keanekaragaman ikan di
perairanTeluk Bakau kategori sedang.
Kata kunci: Ikan, Analisis Kelimpahan, Keanekaragaman, Teluk Bakau
3
Struktur Komunitas Ikan di Ekosistem Padang Lamun di Perairan Desa Teluk Bakau
Kecamatan Gunung Kijang Kabupaten Bintan
Siti Waheda
Mahasiswa, Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, sitiwaheda91@gmail.com
Dr. Febrianti Lestari, S.Si, M.Si
Program Studi Mamajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, febilestary@gmail.com
Andi Zulfikar, S. Pi, MP
Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, andizulfikar@rocketmail.com
ABSTRACT
This research was conducted in August s / d November 2015. This study aims to determine
the structure of fish communities in seagrass ecosystems views of abundance, frequency of
attendance and the diversity and quality conditions waters. This study uses a survey in order to
obtain factual data on research lapangan.Stasiun determined by purposive sampling method.
Research station is determined based on the different densities of seagrass density is low,
medium and high. Fish data retrieval is done by direct observation of the fish as macrofauna that
live in seagrass done through fishing methods using gill nets (gill net) tetap100 x 1,5 mesh size:
1.5 Inch. Mesh size to be a limitation in this study, the data only fish in the fish caught in gill
nets were used.
The total number of fish were obtained in studies in Gulf waters Bakauyaitu 13 286
individual species of fish. The relative abundance of species Lethrinus ornatus 20 %, Gerres
oyana 15 %, Lutjanus ehrenbergii 12 %, Lutjanus carponotatus 11 %, Sargocentron rubrum 8
%, Calotomus spinidens 9 %, Choerodon anchorago 5 %, Chelmon rostratus 5 %, Siganus
punctatus 5 %, Siganus guttatus 2 %, Gerres erythrourus 3 %, Crenimugil crenilabis 2 %
Epinephelus corallicola 3 %. The highest species richness is Lethrinus ornatus by 20%, ie the
lowest abundance Siganus guttatus and Crenimugil crenilabis with a value of 2%. Teluk Bakau
had an average of 2,343 nilaiindeks diversity, uniformity index value of 0.91, and the value
indeksdominansi 0.50. The results showed the diversity of fish in Bakau perairanTeluk medium
category.
Keywords: Fish, Abundance Analysis, Diversity, Teluk Bakau
4
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lamun sebagai habitat biota berfungsi
sebagai tempat perlindungan dan tempat
menempel berbagai hewan dan tumbuh-
tumbuhan (algae). Disamping itu, peranan
padang lamun adalah sebagai daerah
asuhan, padang pengembalaan dan tempat
makanan dari berbagai jenis ikan herbivora
dan ikan–ikan karang (coral fishes), dimana
sebagian besar ikan penghuni padang lamun
adalah ikan-ikan juvenil dan apabila telah
dewasa akan menghabiskan hidupnya pada
tempat lain. (Kikuchi dan Peres 1977;
Hutomo 1985 dalam Azkab, 1999).
Kabupaten Bintan terletak antara 2000’
Lintang Utara sampai 1020’ Lintang Selatan
dan 1040 Bujur Timur Sebelah Barat – 108
0
Bujur Timur sebelah Timur. Luas wilayah
Kabupaten Bintan 87.717,84 Km2 dengan
luas perairan 86.398, 33 Km2 (98,49%) dan
luas daratan hanya 1,391.51 Km2 (1,51%
dari luas keseluruhan). Wilayah daratan
terdiri dari pulau besar dan kecil yang
jumlahnya sebanyak 2002 buah (BPS
Kabupaten Bintan, 2006). Pulau-pulau
tersebut di kelilingi oleh perairan sehingga
kawasan tersebut berpotensi untuk
pengembangan budidaya laut, salah satunya
budidaya lamun.
Menurut penelitian Widodo (2013), Jenis
lamun yang ditemukan di perairan Teluk
Bakau yaitu Cymodoceae serrulata,
Enhalus acoroides, Thalassiahempirichii,
Thalassadendrom. Lingkungan padang
lamun akan menentukan struktur komunitas
ikan yang berasosiasi dengannya. Semakin
banyak ikan yang berasosiasi menandakan
bahwa kondisi kesehatan padang lamun di
perairan dalam keadaan baik.
B. Rumusan Masalah
Padang lamun merupakan tempat
berbagai jenis ikan berlindung, mencari
makan, bertelur, dan membesarkan
anaknya. Berdasarkan hal tersebut dapat
dirumuskan permasalahan pada penelitian
ini yaitu bagaimanakah struktur komunitas
ikan di ekosistem padang lamun perairan
Desa Teluk Bakau dilihat dari segi
kelimpahan, frekuensi, indeks nilai penting,
indeks keanekaragaman (H’), indeks
dominasi (C), dan indeks keseragaman (E).
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui struktur komunitas ikan
di ekosistem padang lamun dan kondisi
kualitas perairan Desa Teluk Bakau
Kepulaun Riau.
5
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini dapat
memberikan informasi kepada masyarakat
setempat pemerintah daerah, instnsi terkait
mengenai komposisi jenis-jenis ikan di
padang lamun di Perairan Teluk Bakau,
Bintan, Kepulauan Riau, dan dapat
memberikan informasi potensi sumberdaya
perikanan di perairan padang lamun.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Struktur komunitas merupakan suatu
kajian ekologi yang mempelajari suatu
ekosistem perairan yang berhubungan
dengan kondisi atau karakteristik perairan.
Struktur komunitas menggambarkan
interaksi antar jenis dalam usaha
memperebutkan sumberdaya yang tersedia
(Soedibjo, 2006 dalam Rostika, 2014).
Komunitas adalah kumpulan dari berbagai
macam populasi – populasi organisme yang
saling berinteraksi dan menempati suatu
daerah atau habitat tertentu (Odum, 1993
dalam Rostika, 2014). Struktur komunitas
dapat ditinjau dari komposisi jenis,
kepadatan jenis, kemerataan jenis,
keanekaragaman jenis, dominasi jenis, pola
sebaran jenis, dan biomassa jenis dalam
suatu ekosistem (Nybakken, 1992).
Ekosistem padang lamun dalam
ekosistem di laut dangkal yang produktif
mempunyai peran yang sangat penting.
Salah satu ekosistem pesisir yang memiliki
produktivitas primer tinggi adalah padang
lamun. Massa daun lamun juga akan
menurunkan pencahayaan matahari di siang
hari, melindungi dasar perairan dan
memungkinkan pengembangan lingkungan
mikro pada dasar vegetasi sehingga
merupakan habitat potensial bagi komunitas
ikan untuk berlindung, mencari makan, dan
memijah (Aswandy dan Azkab, 2000).
Berbagai jenis ikan yang bernilai
ekonomi penting menjadikan padang lamun
sebagai tempat mencari makan, berlindung,
bertelur, memijah, dan sebagai daerah
asuhan. Komposisi ikan di padang lamun
sangat beragam berdasarkan waktu dan area
sehingga tidak dapat di generalisasi secara
sedarhana (Hogarth, 2007 dalam
Rahmawati, 2012). Menurut Adrim (2006)
dalam Rostika (2014) terdapat beberapa
suku ikan yang umum dijumpai di padang
lamun, antara lain yaitu Apogonidae,
Blennidae, Gerridae, Gobiidae,
Hemiramphidae, Labridae,Leiognathidae,
Lethrinidae, Lutjanidae, Monacanthidae,
Mugilidae,Nemipteridae, Syngnathoidae,
Siganidae, Scaridae dan Tetraodontidae.
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
Agustus hingga November 2015 pada
6
kawasan pasang-surut di Ekositem Padang
Lamun Perairan Desa Teluk Bakau
Kecamatan Gunung Kijang Kabupaten
Bintan, Provinsi Kepulauan Riau (KEPRI).
B. Alat dan Bahan Penelitian
Alat dan bahan yang digunakan dalam
penelitian dapat di lihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Alat/instrumen yang digunakan
dalam penelitian
No Alat Kegunaan
1 Roll Meter Mengukur Plot
2 Alat Tulis Mencatat Data
3 Kamera Dokumentasi
4 Jaring Insang
100x1.5 Inchi
Menangkap Ikan
5 GPS Menentukan titik koordinat
6 Refaktometer Mengukur salinitas air
7 Multitester Meengukur DO, pH dan
Suhu air
C. Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan metode
survey dengan tujuan untuk memperoleh
data secara faktual di lapangan. Data yang
dikumpulkan berupa data primer dan
sekunder.
D. Jenis Data Peneltian
Jenis penelitian ini adalah penelitian
yang bersifat survey atau observasi yang
tidak melakukan perlakuan khusus terhadap
objek yang akan diteliti. Dalam penelitian
ini data yang dikumpulkan terdiri dari :
1. Data primer, meliputi struktur
komunitas dan jumlah individu ikan
yangtertangkap berdasarkan luasan
alat tangkap pada jaring insang.
2. Data sekunder, meliputi jenis, dan
persentase tutupan lamun di lokasi
penelitian.
Penentuan Stasiun Pengamatan
Stasiun penelitian ditentukan dengan
metode purposive sampling. Stasiun
penelitian ditentukan berdasarkan kerapatan
lamun yang berbeda mengacu dari
penelitian (Widodo, 2013). Dalam
penelitian ini terdapat 3 stasiun, yaitu
stasiun 1 terletak di perairan dengan
kerapatan lamun tertinggi pada koordinat N
01º 10’ 0,00”, E 104° 35’ 8,00”, stasiun 2
terletak di perairan dengan kerapatan lamun
sedang pada koordinat N 01° 09’ 55,05”, E
104° 35’ 8,25” dan stasiun 3 terletak pada
perairan dengan kerapatan lamun terendah
pada koordinat N 01° 35’ 44,55”, E 104°
35’ 10,60” diperairan Desa Teluk Bakau
Kabupaten Bintan (Gambar 1).
7
Gambar 1. Peta lokasi penelitian di
perairan Desa Teluk Bakau
Sumber : Peta Basemap Bintan 2012
Pengambilan Data Ikan
Pengambilan data ikan dilakukan dengan
cara observasi langsung terhadap ikan
sebagai makrofauna yang hidup di lamun
dilakukan melalui cara penangkapan
menggunakan jaring insang (gill net) tetap,
dengan mengadopsi metode dari Apriyanto
(2014) dan Rostika (2014). Jaring yang
digunakan memiliki spesifikasi panjang 100
m, lebar 1,5 m dan ukuran mata jaring 1,5.
Gambar 2. penempatan jaring insang
Gambar 3. Jaring insang tetap
Baku Mutu Air Laut (Kep.Men LH, no. 51
tahun 2004).
IV. METODE ANALISIS DATA
A. Kelimpahan
Kelimpahan menurut Brower et al.,
(1997) yaitu jumlah individu persatuan luas
atau volume, dengan rumus sebagai berikut
:N =
Keterangan:
N = Kelimpahan individu jenis ke-i
(Individu/m2)
Σn = Jumlah jenis individu yang diperoleh
tiap stasiun
A = Luas daerah pengamatan (m2)
B. Kelimpahan Relatif
Kelimpahan relatif dihitung dengan
rumus Shannon-Wiener (Odum, 1997) yaitu
KR = ni / N x 100%
Keterangan :
KR = Kelimpahan relatif
Ni = Jumlah individu setiap jenis (ekor)
\N = Jumlah individu seluruh jenis yang
berhasil terjaring.
C. Frekuensi dan Frekuensi Relatif
Frekuensi (Fi) adalah peluang suatu
jenis ditemukan dalam titik sampel yang
diamati. Sedangkan Frekuensi Relatif (FR)
adalah perbandingan antara frekuensi jenis
ke-i (F) dan jumlah frekuensi untuk seluruh
jenis (Fachrul, 2007). Rumus yang
digunakan untuk menghitung frekuensi dan
frekuensi relatif yaitu :
8
D. Indeks Nilai Penting
Indeks nilai penting (INP) digunakan
untuk menghitung dan menduga secara
keseluruhan dari peranan satu jenis di dalam
suatu komunitas. Semakin tinggi nilai INP
suatu jenis relatif terhadap jenis lainnya,
maka semakin tinggi peranan jenis tersebut
pada komunitasnya. Rumus yang digunakan
dalam menghitung INP yaitu rumus yang
dimodifikasi dari Fachrul (2007) :
INP = FR + KR
Keterangan :
INP = Indeks nilai penting
FR = Frekuensi relatif
KR = Kelimpahan relative
E. Indeks Keanekaragaman (‘H)
Untuk melihat Indeks
keanekaragaman digunakan metode
Shannon – Wiener dalam Krebs (1978) di
setiap stasiun yaitu :
H’ = -Σ pi Log2 pi
P1=
Keterangan :
H’ = Indeks keanekaragaman jenis
ni = Jumlah ikan jenis i yang terjaring
N = Jumlah total ikan yang terjaring
Bila :
H’< 1, Keanekaragaman rendah dengan
jumlah individu tidak seragam dan salah
satu spesiesnya ada yang dominan.
1 ≤ H’≤ 3, Keragaman sedang dengan
jumlah individu tiap spesies tidak seragam
tapi tidak ada yang dominan.
H’>3, Keragaman tinggi dengan jumlah
individu setiap spesies seragam dan tidak
ada yang dominan.
F. Indeks Dominasi (C)
Nilai indeks dominansi memberikan
gambaran tentang dominansi ikan dalam
suatu komunitas ekologi, yang dapat
menerangkan bilamana suatu spesies ikan
lebih banyak terdapat selama pengambilan
data. Rumus indeks dominansi Simpson (C)
(Odum, 1997, dalam Fachrul 2007) yaitu :
Keterangan :
C = Indeks Dominansi Simpson,
N = Jumlah individu seluruh spesies,
ni = Jumlah individu dari spesies ke-i.
Kisaran nilai indeks dominansi
berkisar antara 0 – 1. Nilai C mendekati 1
maka semakin kecil keseragaman suatu
populasi dan terjadi kecendrungan suatu
jenis yang mendominansi populasi tersebut.
9
Kisaran indeks dominansi adalah sebagai
berikut :
00,0 < C ≤ 0,30 : Dominansi rendah
0,30 < C ≤ 0,60 : Dominansi sedang
0,60 < C ≤ 1,00 : Dominansi tinggi
G. Indeks Keseragaman (E)
Penghitungan mengenai keseragaman
bertujuan untuk melihat apakah spesies
yang ada disuatu ekosistem berada dalam
keadaan seimbang atau tidak serta bertujuan
untuk melihat apakah terjadi persaingan
pada ekosistem tersebut. Rumus dari indeks
keseragaman Pielou (E), menurut Pielou
(1966) dalam Odum (1997) yaitu:
Keterangan :
E = Indeks Keseragaman
H’ = Indeks Keanekaragaman
S = Jumlah Jenis
keseragaman organisme dalam suatu
komunitas berada pada kondisi tertekan.
keseragaman jenis organisme dalam
Komunitas berada pada kondisi labil, dan
keseragaman organisme dalam suatu
komunitas berada pada kondisi stabil.
V. HASIL DAN PEBAHASAN
A. Komposisi Jenis dan Kerapatan
Lamun
Berdasarkan hasil pengamatan, jenis
ikan di 9 plot di perairan Desa Teluk Bakau
Kecamatan Gunung Kijang Kabupaten
Bintan didapatkan total ikan yang
tertangkap berjumlah 286 ekor ikan dari 13
jenis ikan, dan ditemukan juga jenis biota
lain yang tertangkap pada jaring insang
yaitu Seahorses (kuda laut). Jumlah jenis
ikan yang didapatkan di bagi atas beberapa
kategori yaitu :
a. Ikan Herbivora yaitu spesies Siganus
punctatus dan Siganus guttatus.
b. Ikan target yaitu spesies Lutjanus
ehrenbergii, Lutjanus carponotatus,
Lethrinus ornatus, Cheilinus
chlorourus, Crenimugil crenilabis,
Choerodon anchorago, Siganus
punctatus, Siganus guttatus dan
Epinephelus corallicola.
c. Ikan indikator yaitu spesies Chelmon
rostratus.
Kategori kumpulan ikan yang berasosiasi
dengan lamun yaitu :
a. Menetap dengan menghabiskan
hidupnya di padang lamun dari
juvenil sampai siklus hidup dewasa,
tetapi memijah diluar padang lamun
10
yaitu Gerres oyena dan Gerres
erythrourus.
b. Menetap hanya pada saat tahap
juvenile yaitu Siganus punctatus,
Siganus guttatus dan Lethrinus
ornatus.
c. Menetap sewaktu-waktu atau
singgah hanya mengunjungi padang
lamun untuk berlindung atau
mencari makan yaitu spesies
Lutjanus ehrenbergii,Lutjanus
carponotatus, Sargocentron rubrum,
Cheilinus chlorourus,Choerodon
anchorago, Chelmon rostratus,
Crenimugil crenilabis,Epinephelus
corallicola.
Ikan yang paling banyak di jumpai
di padang lamun yaitu ikan Lethrinus
ornatus karena ikan tersebut hidupnya
berkelompok kecil di daerah padang lamun
dan pasir serta puing-puing dari terumbu
pesisir dan laguna hingga kedalaman 30 m.
B. Kelimpahan Ikan yang didapatkan
di Perairan Teluk Bakau
Kelimpahan ikan yang ditemukan di
stasiun 1 di temukan 13 spesies yang dapat
pada gambar 4
Jumlah total spesies yang didapatkan
di stasiun 1 dengan 3 kali pengulangan yaitu
13 spesies dari 136 individu ikan. Pada
(Gambar 4) memperlihatkan 13 spesies ikan
dominan dengan kelimpahan spesies
tertinggi adalah Lethrinusornatus dengan
proporsi sebesar 19 dan kelimpahan spesies
terendah yaitu Crenimugil crenilabis 2 dan
Siganus puntatus.
Indeks Nilai Penting jenis ikan pada
stasiun 1 adalah spesies Lethrinus ornatus
dengan nilai 26,28% . Salah satu faktor
tingginya jumlah ikan dan jumlah spesies
yang didapatkan yaitu kerapatan lamun
yang juga tinggi pada stasiun 1 ini. Semakin
rapat kondisi lamun maka tingkat
perlindungan semakin tinggi dan
kelimpahan ikan semakin besar.
Terjadi penyediaan pangan dan
tempat untuk berlindung dari predator serta
di menjadikan seluruh ikan yang hidup
dilamun. Penutupan lamun yang berbeda
19%
14%
11% 10% 8%
8%
4%
5%
4% 2%
3% 2% 3% 7%
Kelimpahan Relatif Lethrinus ornatus 25
Gerres oyana 17
Lutjanus ehrenbergi 20
11
pada tiap lokasi penelitian memberikan
dampak paa kelimpahan ikan. Kelimpahan
ikan yang di temukan di stasiun 2 di
temukan 13 spesies yang dapat dilihat pada
gambar 5.
Jumlah spesies ikan yang didapatkan
di stasiun 2 dengan 3 kali pengulangan yaitu
13 spesies dari 82 individu ikan. Pada
(Gambar 5) memperlihatkan spesies
tertinggi adalah Lethrinus ornatus dengan
proporsi sebesar 24 dan spesies ikan
terendah yaitu Siganus guttatus dengan nilai
1. Indeks Nilai Penting spesies ikan tertinggi
pada stasiun 2 adalah spesies Lethrinus
ornatus dengan proporsi nilai 34,07%
Jumlah spesies dan individu yang ditemukan
berbeda dengan stasiun 1, hal ini
dikarenakan pada stasiun 2 kerapatan lamun
dalam kategori sedang. Kelimpahan ikan
yang di temukan di stasiun 3 di temukan 13
spesies yang dapat dilihat pada gambar 6
Jumlah total ikan yang didapatkan di
stasiun 3 dengan 3 kali pengulangan yaitu
13 spesies dari 68 individu ikan. Pada
(Gambar 6) memperlihatkan kelimpahan
spesies tertinggi adalah Gerres oyana
dengan proporsi sebesar 21% dan Letrinus
ornatus 19% , kelimpahan terendah yaitu
Siganus punctatus 2% stasiun 3 jumlah
individu dan jumlah spesies ikan yang
didapatkan paling sedikit dibanding sengan
stasiun lainnya, hal ini disebabkan oleh
kerapatan lamun yang juga rendah pada
stasiun ini. Indeks nilai penting (INP)
spesies ikan tertinggi pada stasiun 3 yaitu
spesies Gerres oyana.
24%
13%
7% 13% 10%
9%
5%
6% 5%
1%
3% 3% 1%
Kelimpahan Relatif
Lethrinus ornatus
Gerres oyana
19%
21%
10% 9% 7%
12%
3%
4%
4% 2%
3% 2%
4%
Kelimpahan Relatif
Lethrinus ornatus
Gerres oyana
Lutjanus ehrenbergi
12
C. Indeks Keanekaragaman (H’),
Indeks Keseragaman (E), Indeks
Dominansi (C) di Perairan Teluk
Bakau
Struktur komunitas ikan yang
dianalisa meliputi Indeks Keanekaragaman,
indeks keseragaman dan indeks dominansi.
Nilai indeks dominansi memberikan
gambaran tentang dominansi ikan dalam
suatu komunitas ekologi, yang dapat
menerangkan bilamana suatu spesies ikan
lebih banyak terdapat selama pengambilan
data (Margalef 1958 dalam Apriyanto
2014). Makin besar nilai H, Cdan E
menunjukkan komunitas makin beragam,
dengan kata lain rendahnya nilainilai indeks
tersebut menunjukkan adanya dominasi
jenis tertentu (Odum, 1971dalam
Apriyanto, 2014). Tinggi rendahnya nilai
indeks keanekaragaman jenis dapat
disebabkan oleh beberapa faktor,
diantaranya jumlah jenis dan spesies yang
didapat, adanya individu yang didapat lebih
mendominasi dari individu lainnya, dan
kondisi dari ekosistemnya (padang lamun)
sebagai habitat dari fauna (Daget, 1976
dalam Rostika, 2014).
Berdasarkan hasil perhitungan nilai
indeks keanekaragaman (H’), indeks
keseragaman (E), indeks dominansi (C) dan
Indeks Nilai Penting ikan pada 3 titik
koordinat penelitian, didapatkan nilai yang
cukup bervariasi. Indeks keanekaragaman,
keseragaman, dan dominansi menunjukkan
keseimbangan dalam pembagian jumlah
individu setiap jenis dan juga menunjukkan
kekayaan jenis (Odum, 1971 dalam
Apriyanto, 2014).
Menurut Connollly dan Hindell
(2006) dalam Rahmawati dkk (2012),
kerapatan dan luas area padang lamun
mendukung kelimpahan dan
keanekaragaman ikan karena padang lamun
menyediakan ketersediaan habitat untuk
kumpulan ikan. Menurut Odum (1997), jika
indeks keanekaragaman H’≤ 2,0 maka
keanekaragaman tergolong rendah, 2,0 ≤
H’≤ 3,0 tergolong sedang dan H’ ≥ 3
tergolong tinggi. Semakin lebat padang
lamun, maka keanekaragaman dan
kelimpahan spesies ikan juga makin
meningkat (Masrizal dan Azhar, 2001
dalam Apriyanto 2014).
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Struktur komunitas ikan di ekosistem
padang lamun terdiri atas kompossisi jenis
ikan. Dengan kelimpahan jenis ikan di Desa
Teluk Bakau dari keseluruhan jenis ikan
yang di dapatkan sebesar 20% jenis ikan
individu/m² dan INP tertinggi di tentukan
pada jenis ikan Lethrinus Ornatus dengan
nilai 29,56%, dan INP yang terendah di
13
tentukan pada jenis ikan Crenimugil
Crenilabus dengan nilai 9,33%.
Keanekaragaman (H’) pada perairan Teluk
Bakau dalam kategori tinggi, keseragaman
(E) pada perairan teluk bakau tergolong
sedang, sedangkan dominansi (c) pada
perairan Teluk Bakau tergolong rendah.
Kondisi Pengukuran parameter
perairan, suhu rata-rata di perairan Teluk
Bakau menunjukkan suhu dalam keadaan
stabil, begitu juga dengan oksigen terlarut
dalam keadaan baik, untuk pH nilai yang
didapatkan di perairan Teluk Bakau dalam
keadaan normal. Sedangkan untuk nilai rata-
rata salinitas di perairan Teluk Bakau tidak
terdapat perbedaan yang sinifikan diantara
semua stasiun pengamatan.
B. Saran
Perlu dilakukannya penelitian lanjutan
mengenai konektivitas ikan di lamun
dengan karang di perairan Desa Teluk
Bakau, karena antara kedua ekosistem
tersebut saling berhubungan antara satu
dengan yang lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Agustian, 2015 Struktur Komunitas Ikan di
Ekosistem Padang Lamun di
Perairan Teluk Dalam
Kabupaten Bintan, Skripssi,
Universitas Maritim Raja Ali
Haji, Tanjungpinang
Allen, G.R. Steene R. Humann P. Deloach
N. (2003). Reef fish identification
tropical pacific. Singapore.
Apriyanto, H.S. 2014 Struktur Komunitas
Ikan di Ekosistem Padang Lamun
DesaBerakit Kabupaten Bintan,
Skripsi, Universitas Maritim Raja
Ali HajiTanjungpinang.
Aswandy, I dan M.H. Azkab. 2000.
Hubungan fauna dengan padang
lamun. Oseana, 25(3):19-24.
Azkab, M.H. 1999. Pedoman Inventarisasi
Lamun. OSEANA, Volume
XXIV,Nomor 1. Hal 1-16.
Puslitbang Oseanologi-LIPI.
Jakarta.
Bappeda Kab. Bintan. 2010. Potensi
Ekosistem Penting dan Kondisi
Hidrologisnya di Wilayah Bintan
Bagian Timur, Badan
PerencanaanDaerah Kabupaten
Bintan Provinsi Kepulauan Riau.
Brower, J.E., J.H. Zar, and C.N. Von Ende.
1990. Field and laboratory
methods for general
ecology. Wim. C. Brown Co.
Pub.Dubuque. Iowa. 237p.
Dorenbosch, M., G. G. G. Monique, I.
Nagelkerken, G. van der Velde.
2005. Distribution of Coral Reef
Fishes Along a Coral Reef–
Seagrass Gradient: Edge Effects
and Habitat Segregation. Mar
Ecol Prog Ser299 : 277 – 28.
Fachrul, M. F. 2007. Metode Sampling
Bioekologi. PT Bumi Aksara.
Jakarta.
14
Fahmi dan Adrim, M., 2009, Deversitas
pada Komunitas Padang Lamun
di Periran Pesisir Kepulauan
Riau, Oseanologi dan Limnologi
di Indonesia,35 (1) : 75-90, Pusat
Penelitian Oceanografi-Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia,
Jakarta.
Gillanders, B.M. 2006. Seagrasses, fish and
fisheries. In: Larkum, A.W.D.,
R.J. Orth & C.M. Duarte (eds.).
Seagrasses: biology, ecology and
conservation. Published By
Springer. Netherlands. 503-
530pp.
Heriman, M., 2006, Struktur Komunitas
Ikan yang Berasosiasi dengan
Ekosistem Padang Lamun di
Perairan Tanjung Merah
Sulawesi Utara, Skripsi,Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Hutomo, M dan Djamali, 1977. Komunitas
Ikan pada Padang Lamun
(Seagrass,) di Pantai Selatan
Pulau Tegah, Gugusan Pulau
Pari. LIPI, Jakarta
Hutomo, M. 1985. Telaah Ekologik
Komunitas Ikan padang lamun
(Seagrass, Antophyta) di perairan
Teluk Banten. Disertasi Fakultas
Pasca SarjanaIPB. Bogor. 299 pp.
Kementerian Negara Lingkungan Hidup.
2003. Keputusan Menteri
Lingkungan Hidup No. 51 Tahun
2004 tentang Penetapan Baku
Mutu Air Laut Untuk Biota
Laut. Jakarta.
Krebs, 1978.Ecology.The Experimental
Analysis of Distribution and
Abundance. Third Editin. Harper
and Row Distribution.New York.
Nontji. A. 2007. Lautan Nusantara.
Djambatan. Jakarta
Nybakken, J. W. 1992. Biologi Laut Suatu
Pendekatan Ekologi. Cetakan ke-
2. PT. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta
Odum. 1997. Biologi umum. Jakarta:
Gramedia.
Rahmawati, S, Fahmi, dan Yusup, S.D.,
2012, Komunitas Padang Lamun
dan Ikan Pantai di Perairan
Kendari Sulawesi Tenggara, Ilmu
Kelautan, 17 (4) : 190-198,
Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia, Jakarta.
Rostika, 2014 Struktur Komunitas Ikan
Padang Lamun di Perairan Teluk
Baku Pulau Bintan Kepulauan
Riau, Skripsi, Universitas
Maritim Raja Ali
Haji,Tanjungpinang.