Post on 30-Nov-2021
SKRIPSI
PENERAPAN HAK KHIYAR PADA JUAL BELI ISTISHNA’
(Studi Kasus Jual Beli Batu Bata Di Desa Sumber Agung
Kec. Seputih Mataram Lampung Tengah)
Oleh:
Suci Hadiyanti
NPM.13104514
Jurusan : Ekonomi Syariah (Esy)
Fakultas : Ekonomi dan Bisnis Islam
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) METRO
1439/2018
ii
ii
PENERAPAN HAK KHIYAR PADA JUAL BELI ISTISHNA‟
(Studi Kasus Jual Beli Batu Bata di Desa Sumber Agung
Kec. Seputih Mataram Lampung Tengah)
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Memenuhi Sebagai Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi (SE)
Oleh:
Suci Hadiyanti
NPM.13104514
Pembimbing I : Siti Zulaikha, S.Ag., MH
Pembimbing II : Imam Mustofa, M.S.I
Jurusan : Ekonomi Syariah (Esy)
Fakultas : Ekonomi dan Bisnis Islam
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) METRO
1439/2018
iii
iii
iv
iv
v
v
PENERAPAN HAK KHIYAR PADA JUAL BELI ISTISHNA’
(Studi Kasus Jual Beli Batu Bata di Desa Sumber Agung
Kec. Seputih Mataram Lampung Tengah)
ABSTRAK
Oleh
SUCI HADIYANTI
Islam memberikan keleluasan untuk memilih untuk membatalkan akad
jual beli atau meneruskan akad jual yaitu dalam bentuk hak khiyar. Begitupun
dalam jual beli yang menggunakan sistem istshna‟ atau pemesanan. Diadakannya
khiyar oleh syara‟ agar antara penjual dan pembeli dapat memikirkan
kemaslahatan masing-masing lebih jauh, supaya tidak terjadi penyesalan
dikemudian hari lantaran merasa tertipu atau rugi. Dengan demikian, penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui penerapan hak khiyar pada jual beli istishna‟ dalam
jual beli batu bata desa Sumber Agung Kec. Seputih Mataram Lampung Tengah.
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) dengan
metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan observasi,
wawancara dan dokumentasi, serta teknik analisis data kualitatif dengan
menggunakan metode berfikir induktif. Yaitu pengambilan kesimpulan dimulai
dari pertanyaan atau fakta-fakta khusus menuju pada kesimpulan yang bersifat
umum. Data dan fakta hasil pengamatan lapangan disusun, diolah, dikaji
kemudian ditarik maknanya dalam pernyataan atau kesimpulan yang bersifat
umum.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan hak khiyar dalam
transaksi jual beli batu bata secara umum sudah sesuai dengan konsep istishna‟
meskipun belum maksimal, karena tidak semua penjual memahami arti khiyar.
Dalam praktiknya, penjual akan memberikan ganti rugi kepada pembeli jika batu
bata yang dijual terdapat kerusakan setelah terjadi transaksi jual beli. Namun,
tidak semua kerusakan batu bata diganti rugi oleh penjual. Hanya sebagian saja
dari kerusakan batu bata yang diganti. Hal ini yang menjadikan penerapan khiyar
dalam transaksi jual beli batu bata belum maksimal.
vi
vi
vii
vii
MOTTO
Artinya: (Bukan demikian), sebenarnya siapa yang menepati janji
(yang dibuat)nya dan bertakwa, Maka Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang bertakwa. (QS. Al-Imron (3): 76)
viii
viii
HALAMAN PERSEMBAHAN
Puji Syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta
berkahnya kepada peneliti sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan
lancar.
Skripsi ini peneliti persembahkan kepada:
1. Ayahanda Hadi Sutrisno dan Ibunda Seri yang selalu memberikan cinta,
kasih sayang, membimbing, mendo‟akan juga memberikan dukungan baik
moril maupun materil demi keberhasilan studiku. Terimakasih atas
cintamu, sayangmu, lelahmu, pesanmu, dukamu dan marahmu adalah jalan
yang indah bagiku.
2. Adikku Endah Aulia yang selalu mendukung dan mendoakan dengan tulus
sehingga saya mampu untuk melanjutkan pendidikan.
3. Untuk sahabat-sahabatku tersayang khususnya (Umi N.f, Septi, Ro‟is,
Azizah, Lilis) yang telah banyak membantu baik dalam mencari ilmu
maupun memberi dukungan moril dan senantiasa bersama dalam suka
maupun duka selama menuntut ilmu di Kampus tercinta.
4. Rekan-rekan seperjuangan. Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam angkatan
2013, terutama keluarga besar Ekonomi Syariah kelas B angkatan 2013.
Terimakasih atas persahabatan yang telah kalian tebarkan.
5. Almamaterku tercinta Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Metro.
ix
ix
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT atas
limpahan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
Penelitian skripsi ini adalah sebagai salah satu bagian dari persyaratan untuk
menyelesaikan pendidikan program Strata Satu (S1) Jurusan Ekonomi Syariah
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN Metro guna memperoleh gelar Sarjana
Ekonomi (S.E). Selama menyelesaikan skripsi ini, peneliti telah menerima banyak
bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Ucapan terima kasih peneliti
sampaikan kepada:
1. Ibu Prof. Dr. Hj. Enizar, M.Ag, selaku Rektor IAIN Metro.
2. Ibu Dr.Widhiya Ninsiana, M.Hum selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Islam.
3. Ibu Rina El maza, M.E.Sy selaku Ketua Jurusan Ekonomi Syariah.
4. Ibu Siti Zulaikha, S.Ag., MH, selaku Dosen Pembimbing Akademik dan
Dosen Pembimbing I yang di tengah kesibukannya, beliau masih dengan
sabar membimbing dan memberikan pengarahan sehingga skripsi ini dapat
peneliti selesaikan.
5. Bapak Imam Mustofa, M.S.I, selaku Dosen Pembimbing II yang telah
memberikan waktu, bimbingan, motivasi dan petunjuk sehingga skripsi
ini dapat peneliti selesaikan.
6. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam Jurusan Ekonomi
Syariah yang telah memberikan banyak ilmu pengetahuan dan pengalaman
kepada peneliti.
7. Bapak Marno dan Bapak Dartam selaku pemilik industri batu bata yang
telah memberikan izin untuk melakukan penelitian sehingga skripsi ini
dapat peneliti selesaikan.
8. Masyarakat pembeli batu bata yang bersedia memberikan informasi yang
peneliti butuhkan sehingga skripsi ini dapat peneliti selesaikan.
9. Semua pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu yang telah
membentu peneliti sehingga skripsi ini dapat peneliti selesaikan.
x
x
xi
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ...................................................................................... i
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN ......................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... iv
ABSTRAK ........................................................................................................ v
HALAMAN ORISINALITAS PENELITIAN .............................................. vi
HALAMAN MOTTO ...................................................................................... vii
HALAMAN PERSEMBAHAN ....................................................................... viii
KATA PENGANTAR ...................................................................................... ix
DAFTAR ISI ..................................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .......................................................................... 1
B. Pertanyaan Penelitian .............................................................................. 7
C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian .............................................................. 8
D. Sistematika Penulisan ............................................................................. 8
E. Penelitian Relevan ................................................................................... 10
BAB II LANDASAN TEORI
A. Jual Beli Istishna‟ .................................................................................... 13
1. Pengertian Istishna‟ ........................................................................... 13
2. Dasar Hukum Istishna‟ ..................................................................... 14
3. Rukun dan Syarat Istishna‟ ............................................................... 16
4. Ketentuan Jual Beli Istishna‟ ............................................................ 17
B. Hak Khiyar .............................................................................................. 19
1. Pengertian Khiyar.............................................................................. 19
xii
xii
2. Macam-Macam Hak Khiyar .............................................................. 20
3. Hikmah Disyariatkannya Khiyar ...................................................... 25
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Dan Sifat Penelitian........................................................................ 26
B. Sumber Data ........................................................................................... 27
C. Teknik Pengumpulan Data ...................................................................... 29
D. Teknik Penjamin Keabsahan Data ......................................................... 32
E. Teknis Analisa Data ............................................................................... 33
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ....................................................... 34
1. Sejarah dan Profil Desa Sumber Agung Kecamatan Seputih Mataram
Lampung Tengah ............................................................................. 34
2. Visi dan Misi Desa Sumber Agung Kecamatan Seputih Mataram
Lampung Tengah ............................................................................. 38
B. Penerapan hak khiyar pada jual beli Istishna‟ di Desa Sumber Agung
Kecamatan Seputih Mataram Lampung Tengah ..................................... 39
C. Analisis penerapan hak khiyar pada jual beli Istishna‟ di Desa Sumber
Agung Kecamatan Seputih Mataram Lampung Tengah ........................ 45
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................. 52
B. Saran ........................................................................................................ 52
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
xiii
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
1. Surat Keputusan Bimbingan
2. Out Line
3. Alat Pengumpulan Data
4. Surat Izin Research
5. Surat Tugas Research
6. Nota Dinas
7. Kartu Bimbingan Konsultasi Skripsi
8. Dokumentasi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hukum mengenai muamalah telah dijelaskan oleh Allah di
dalam Al-Qur‟an dan dijelaskan pula oleh Rasulullah dalam As-Sunah
yang suci. Muamalah inilah yang harus digali manusia dari masa kemasa
karena seiring dengan perkembangan hidup manusia yang selalu berubah.1
Pada dasarnya manusia dalam kehidupannya dituntut melakukan suatu
usaha untuk mendatangkan hasil dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya.
Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia selalu berinteraksi dengan
sesamanya untuk mengadakan transaksi ekonomi, salah satunya adalah
jual beli.
Jual beli merupakan salah satu aktivitas bisnis yang sudah
berlangsung cukup lama dalam masyarakat. Transaksi jual beli yang sudah
menjadi kegiatan sehari-hari di masyarakat ini bermacam-macam baik
dalam bentuk barang yang telah jadi maupun barang yang belum jadi atau
barang mentah yang mulanya harus memesan terlebih dahulu. Ada
beberapa jenis transaksi jual beli dalam Islam, salah satunya yaitu
transaksi jual beli istishna‟. Istisna‟ yaitu akad jual barang pesanan di
1Mujiatun Ridawati, Konsep Khiyar „Aib Dan Relevansinya Dengan Garansinya dalam
Tafaqquh (Lombok: IAI Qamarul Huda Bagu Lombok Tengah) Vol.1, no.1, Juni 2016, h. 58.
2
antara dua belah pihak dengan spesifikasi dan pembayaran tertentu.
Barang yang dipesan belum diproduksi atau tidak tersedia dipasaran.2
Syarat utama istishna‟ adalah spesifikasi barang dapat
ditentukan dengan jelas. Selanjutnya kedua belah pihak harus berakal
(cakap bertindak hukum), kerelaan (tidak ingkar janji), menyatakan
kesanggupan untuk membuatkan barang tersebut, barang yang dipesan
mempunyai kriteria dan ukuran yang jelas, dan barang yang dipesan tidak
termasuk barang yang dilarang agama.3
Penjual menerima pesanan dari pembeli. Kemudian penjual
berusaha membuat barang pesanan yang dipesan oleh pembeli berdasarkan
spesifikasi yang telah disepakati. Kedua belah pihak bersepakat atas harga
serta sistem pembayaran, apakah pembayaran dilakukan dimuka, melalui
cicilan atau ditangguhkan sampai suatu waktu pada masa yang akan
datang.4 Kontrak istishna‟ menciptakan kewajiban moral bagi perusahaan
untuk memproduksi barang pesanan pembeli. Sebelum perusahaan mulai
memproduksinya, setiap pihak dapat membatalkan kontrak dengan
memberitahukan sebelumnya kepada pihak yang lain. Namun, apabila
perusahaan sudah memulai produksinya, kontrak istishna‟ tidak dapat
diputuskan sepihak.
2 Siti Mujiatun, Jual Beli Dalam Perspektif Islam: Salam Dan Istisna‟, Dalam Jurnal Riset
Akuntansi dan Bisnis, (Sumut: Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Sumater Utara)
vol.13, No.2, September 2013, h. 203 3 Nurul Huda, Lembaga Keuangan Islam: Tinjauan Teoritis dan Praktis, (Jakarta:
Kencana, 2012), h. 55 4 Muhammad Syafi‟i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktek, (Jakarta: Gema
Insani, 2001), Edisi 1, Cet. Ke-2, h. 113
3
Meskipun waktu penyerahan tidak harus ditentukan dalam akad
istishna‟, pembeli dapat menetapkan waktu penyerahan maksimum yang
berarti bahwa jika perusahaan terlambat memenuhinya, pembeli tidak
terikat untuk menerima barang dan membayar harganya. Namun, harga
dalam istishna‟ dapat dikaitkan dengan waktu penyerahan. Jadi, boleh di
sepakati bahwa apabila terjadi keterlambatan penyerahan harga dapat di
potong jumlah tertentu perhari keterlambatan.5
Islam memberikan keleluasan untuk memilih untuk
membatalkan akad jual beli atau meneruskan akad jual yaitu dalam bentuk
hak khiyar.6 Khiyar dibagi menjadi tiga macam:
1. Khiyar Majlis
Khiyar majlis yaitu penjual dan pembeli boleh memilih
antara dua pilihan meneruskan atau membatalkan akad jual beli
tersebut selama keduanya masih berada di tempat jual beli. Khiyar
majlis diperbolehkan dalam semua bentuk jual beli. Hal ini didasarkan
pada hadis RasulullahSAW yang diriwayatkan Bukhori dan Muslim
yakni: “Penjual dan pembeli boleh khiyar selama belum berpisah”.
Dari hadis tersebut diketahui bahwa bila keduanya telah berpisah dari
tempat akad tersebut, maka khiyar majlis tidak berlaku lagi, batal.
2. Khiyar Syarat
Khiyar syarat ialah penjualan yang di dalamnya disyaratkan
sesuatu baik oleh penjual maupun oleh pembeli seperti seseorang
berkata “saya jual rumah ini dengan harga Rp. 100.000.000,00 dengan
syarat khiar selama tiga hari. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah
SAW yaitu: “engkau boleh khiyar pada segala barang yang telah
engkau beli selama tiga hari tiga malam” (Riwayat Baihaqi dan Ibnu
Majah).
3. Khiyar „Aib
Khiyar „Aib (cacat) ialah hak memilih di mana pembeli
boleh mengembalikan barang yang dibelinya apabila pada barang yang
dibeli terdapat cacat pada benda yang diperjualbelikan dan cacat itu
tidak diketahui pemiliknya pada saat akad berlangsung. Seperti yang
diriwayatkan Ahmad dan Abu Dawud dari Aisyah r.a bahwa seseorang
5 Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008), h.96
6 Shobirin, Jual Beli Dalam Pandangan Islam, dalam Jurnal Bisnis (Kudus: STAIN
KUDUS) Vol. 3, No. 2, Desember 2015, h. 256
4
membeli budak, kemudian budak tersebut disuruh berdiri di dekatnya,
didapatinya pada diri budak itu kecacatan, lalu diadukan kepada Rasul,
maka budak itu dikembalikan pada penjual.7
Diadakannya khiyar oleh syara‟ agar kedua orang tersebut dapat
memikirkan kemaslahatan masing-masing lebih jauh, supaya tidak terjadi
penyesalan dikemudian hari lantaran merasa tertipu atau rugi.
Praktek kegiatan jual beli yang berkembang di masyarakat,
penjual sering kurang memperhatikan tingkat kepuasan konsumen. Salah
satu contoh jual beli dengan pemesanan terhadap barang yang belum jadi
yaitu jual beli dalam bidang industri batu bata. Namun setelah diteliti,
tidak sedikit barang yang dikirim mengalami cacat atau rusak ketika
sampai ditangan pembeli.8
Penjual memiliki kecenderungan untuk mempersempit tanggung
jawabnya. Penjual bertanggung jawab dengan memberikan batasan waktu
kepada pembeli, apabila terdapat cacat dari barang yang di pesan. Padahal
tidak jarang pembeli baru menemukan cacat barang tersebut setelah masa
yang disediakan oleh penjual jatuh tempo. Tentu saja hal tersebut sangat
merugikan bagi pembeli karena ia tidak mendapatkan barang dengan
kondisi yang semestinya dan tidak senilai dengan harga yang dibayarkan.9
Dilihat dari praktek lapangan yang terjadi di desa Sumber
Agung Kecamatan Seputih Mataram, pelaksanaan jual beli batu bata
dengan cara dipesan, inilah yang kita kenal dengan jual beli Istishna‟.
7 Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013) h. 84.
8 Yulia Hafizah, Khiyar Sebagai Upaya Mewujudkan Keadilan Dalam Bisnis Islam,dalam
Jurnal At-Taradhi (Manado: Universitas Sam Ratulangi), Vol. 3/No. 2 /Desember/2012, h. 165. 9 Chandra Dewi Puspitasari, Tanggung Jawab Developer untuk Menanggung Cacat
Tersembunyi dalam Perjanjian Jual Beli Rumah Perumahan, dalam Jurnal Penelitian
Humaniora(Yogyakarta: FISE UNY), Vol 12, no 2, Oktober 2007, h. 4.
5
Pelaksanaan jual beli istishna‟ biasanya menunggu waktu beberapa
minggu sampai batu bata yang dipesan benar-benar selesai dan dapat
digunakan oleh pihak pemesan. Para pemesan tidak hanya yang
berdomisili di desa Sumber Agung bahkan banyak pesanan dari berbagai
desa-desa tetangga.
Berdasarkan hasil pra-survey penelitian lapangan tepatnya di
Desa Sumber Agung Kecamatan Seputih Mataram Lampung Tengah,
peneliti mewawancarai Bapak Marno salah satu penjual batu bata di desa
Sumber Agung. Menurut beliau, pelaksanaan jual beli batu bata yang
dilakukan oleh masyarakat di desa Sumber Agung adalah menggunakan
sistem pemesanan. Batu bata yang di pesan dari pembeli bukan hanya
seribu atau dua ribu batu bata saja, biasanya mencapai puluhan ribu batu
bata dalam sekali pesan. Batu bata yang di pesan biasanya dikirim dengan
menggunakan mobil truk. Batu bata yang dimasukkan ke dalam mobil
dibantu oleh kuli yang bekerja di industri tersebut. Dari sekian banyak
melakukan pengiriman dan pembuatan pesanan itu, ada juga pembeli yang
komplain dengan alasan terjadi ketidaksesuaian yang telah di pesan
dengan yang di kirimkan atau dibuatkan oleh penjual kepada si pembeli.
Kesalahan-kesalahan yang terjadi di antaranya dari bentuk batu bata yang
rusak ketika dikirim, atau waktu pengiriman yang tidak sesuai dengan
yang diperjanjikan.10
10
Prasurvey dengan Bapak Marno Selaku Pemilik Industri Batu Bata, 24 September
2017.
6
Cacat atau rusaknya batu bata tersebut bisa berupa retaknya batu
bata yang sebelumnya tidak diketahui oleh pembeli karena sistem
pembelian berupa pemesanan tetapi hal ini tidak diberitahukan penjual.
Bisa juga disebabkan karena bercampurnya batu bata yang mempunyai
kualitas bagus dan jelek ketika hendak diangkut ke mobil dan dikirim ke
pembeli. Namun terkadang cacat yang ada pada batu bata tersebut
disebabkan karena rusak ketika sedang dalam pengiriman ke lokasi atau
tempat kediaman pembeli.
Penjual yang mengetahui kerusakan tersebut banyak yang tidak
mau mengganti rugi batu bata tersebut dan akhirnya pembeli yang merasa
dirugikan. Sedangkan dalam Islam ketika seorang pembeli menemukan
adanya cacat barang yang terdapat dalam objek jual beli maka dia
mempunyai hak untuk mengembalikan barang tersebut dan mendapat ganti
yang sesuai.
Berdasarkan pra-survey dilapangan, Susanto selaku kuli
mengatakan bahwa cara jual beli batu bata tersebut dilakukan dengan si
pembeli memberikan uang muka kepada penjual agar dibuatkan batu bata.
Kemudian setelah jadi, barulah batu bata tersebut dikirim menggunakan
mobil ke kediaman pembeli. Menurut Susanto, dia sudah memasukkan
batu bata dengan kualitas bagus, tapi masih ada pembeli yang komplain
dengan alasan batu bata itu rusak ketika sampai di lokasi.
Berdasarkan keterangan bapak Dalijo selaku pembeli, beliau
merasa dirugikan ketika memesan batu bata kepada penjual dengan
7
perjanjian hanya dua minggu dan penjualpun menyetujuinya. Akan tetapi
setelah waktu tiba, batu bata yang dipesan belum selesai. Dan ketika batu
bata itu sampai dirumahnya, terdapat batu bata yang rusak. Namun ketika
dia komplain dengan penjual, penjual tidak mau mengganti rugi atas
kerusakan tersebut. Dengan alasan bahwa penjual sudah memasukkan batu
bata dengan kualitas bagus ketika hendak mengirimnya.11
Berdasarkan kenyataan dan keterangan itulah yang
melatarbelakangi penulis untuk meneliti lebih jauh mengenai penerapan
hak khiyar dalam jual beli pesanan dan membahasnya lebih lanjut dalam
bentuk skripsi yang penulis beri judul “Penerapan Hak Khiyar Pada Jual
Beli Istishna‟ (Studi Kasus Jual Beli Batu Bata desa Sumber Agung Kec.
Seputih Mataram Lampung Tengah)”.
B. Pertanyaan Penelitian
Melihat permasalahan yang ada dalam latar belakang masalah,
maka timbul pertanyaan yaitu: Bagaimana penerapan hak khiyar pada jual
beli istishna‟ dalam jual beli batu bata desa Sumber Agung Kec. Seputih
Mataram Lampung Tengah?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan yang akan dicapai oleh peneliti dalam penelitian ini adalah
untuk mengetahui penerapan hak khiyar pada jual beli istishna‟ dalam
11
Prasurvey dengan dengan beberapa pembeli batu bata Kabupaten Lampung Tengah, 15
Mei 2017.
8
jual beli batu bata desa Sumber Agung Kec. Seputih Mataram
Lampung Tengah.
2. Manfaat Penelitian
a. Secara Teoritis
Manfaat penelitian ini, secara teoritis adalah sebagai bentuk
penerapan terhadap ilmu pengetahuan, terutama terkait peneraan
hak khiyar dalam jual beli istishna‟ dan alat pemahaman mendalam
mengenai hak khiyar dalam jual beli istishna‟.
b. Secara Praktis
Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai
bahan masukan pengetahuan serta bahan bacaan bagi pihak-pihak
yang ingin mengetahui tentang penerapan hak khiyar pada jual beli
istishna‟ dan hal-hal yang terkait dengan hal tersebut.
D. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Pendahuluan merupakan bab pertama dari proposal penelitian
yang akan menghantarkan pembaca untuk mengetahui apa yang akan
diteliti, mengapa diteliti dan untuk apa penelitian ini dilakukan. Dalam bab
ini dipaparkan bahwa adanya ketidaksesuaian antara teori dengan praktek
mengenai penerapan hak khiyar pada jual beli istishna‟ dalam jual beli
batu bata yang terjadi di desa Sumber Agung Kec. Seputih Mataram
Lampung Tengah. Dengan demikian, peneliti tertarik untuk meneliti
penerapan hak khiyar pada jual beli istishna‟ dalam jual beli batu bata
9
yang terjadi di desa Sumber Agung Kec. Seputih Mataram Lampung
Tengah.
BAB II LANDASAN TEORI
Landasan teori merupakan bab kedua dalam proposal ini yang
membahas teori-teori yang berhubungan dengan hak khiyar dalam jual beli
istishna‟. Pada bab ini peneliti membahas tentang penerapan hak khiyar
dan hal-hal yang terkait dengan jual beli istishna‟. Kemudian dilanjutkan
dengan konsep umum jual beli istishna‟ yang mencakup pengertian dan
dasar hukum jual beli istishna‟, syarat dan rukun jual beli istishna‟,
perjanjian jual beli dan hak khiyar.
BAB III METODE PENELITIAN
Metode penelitian merupakan bab yang membahas mengenai
metode penelitian yang digunakan dalam penelitian seperti, sifat dan jenis
penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data, teknik penjamin
keabsahan data dan teknik analisis data. Penelitian ini bersifat deskriptif
dengan teknik pengumpulan data menggunakan metode wawancara,
observasi dan dokumentasi. Dalam penelitian ini sumber data primer
adalah penjual, pembeli serta kuli batu bata di desa Sumber Agung
Kecamatan Seputih Mataram, sedangkan sumber data sekunder diperoleh
peneliti melalui buku-buku, jurnal-jurnal dan situs internet. Kemudian
teknik keabsahan data berupa triangulasi dan teknik analisa deskriptif yang
akan memudahkan peneliti untuk mencapai tujuan penelitian.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
10
Bab hasil penelitian dan pembahasan berisi tentang temuan
peneliti yang diperoleh dari lapangan dengan metode penelitian yang telah
ditentukan sebelumnya. Dalam bab ini dipaparkan tentang penerapan hak
khiyar yang terjadi dalam jual beli istisna‟ dalam jual beli batu bata
tersebut kemudian diuraikan dengan paparan teori sebelumnya, sehingga
diperoleh hasil analisa data.
BAB V PENUTUP
Penutup memuat temuan pokok dan kesimpulan, kesimpulan
diambil peneliti dari hasil penelitian dan pembahasan pada bab
sebelumnya. Kesimpulan ini ditarik guna menjawab pertanyaan penelitian.
Dalam bab penutup ini juga terdapat saran-saran serta rekomendasi
terhadap penerapan hak khiyar pada jual beli istishna‟ yang terjadi di desa
Sumber Agung Kecamatan Seputih Mataram Lampung Tengah.
E. Penelitian Relevan
Penelitian relevan berisi tentang uraian hasil penelitian terdahulu
yang relevan dengan persoalan yang akan dikaji. Beberapa penelitian
relevain ini antara lain:
Penelitian skripsi, Jurnal penelitian Wilda Karima
“Implementasi Prinsip Khiyar E-Commerce Tahun 2010”12
. Penelitian ini
mengupas permasalahan khiyar E-Commerce dilakukan berdasarkan
kesepakatan antara pelaku usaha atau penjual dengan para konsumen
tentang adanya pembatalan perjanjian maupun pengembalian terhadap
12
Wilda Karima, “Jual Beli Melalui Media Elektronik E-Commerce Tahun 2015”, dalam
jurnal perpustakaan unsyiah.ac.id, (Banda Aceh: Penerbit Fakultas Hukum Universitas Syiah
Kuala), 4/ Desember 2015
11
suatu barang yang memilliki kerusakan atau cacat tersembunyi.
Kesimpulan yang didapat adalah pelaksanaan hak khiyar dalam praktik
perdagangan melalui elektronik (e-commerce). Perbedaannya terletak pada
obyek penelitian fokus tentang pelaksanaan hak khiyar dalam praktik
perdagangan melalui elektronik (e-commerce).
Penelitian, Laporan akhir Sri Sumaryanih, “Khiyar Dalam Jual
Beli Menurut Hukum Islam Dan Hukum Perdata Tahun 2010”13
, khiyar
dalam hukum islam dengan hukum perdata memiliki tujuan yang sama
yaitu mewujudkan ketertiban, keamanan dan melindungi hak asasi
manusia. Perbedaannya yaitu tidak ada penelitian terhadap penerapan
khiyar dilapangan.
Penelitian ketiga skripsi Indah Widiyani, “Tinjauan Ekonomi
Islam Terhadap Pelaksanaan Hak Khiyar „Aib Dipasar Seputih Banyak
Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2015”14
. Indah Widiyani, mahasiswa
IAIN metro dalam penelitiannya, menerangkan hak khiyar „aib yang
terjadi diseputar pasar seputih banyak, menyimpulkan bahwa apabila
setelah terima uang dan barang tapi ternyata memiliki aib yang diketahui
oleh pembeli maka boleh dilakukan pembatalan (khiyar „aib). Artinya
pelaksanaan khiyar aib di pasar Seputih Banyak sudah sesuai dengan
tinjauan ekonomi islam.
13
Sri Sumaryanih, “ Khiyar Dalam Jual Beli Menurut Hukum Islam Dan Hukum Perdata
Tahun 2010”, Skripsi IAIM NU Metro Tahun 2010. 14
Indah Widiyani, “ Tinjauan Ekonomi Islam Tentang Pelaksanaan Hak Khiyar „Aib Di
Pasar Seputih Banyak Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2015 ”, Skripsi IAIN Metro Tahun
2015.
12
Dari beberapa hasil penelitian yang dikemukaan di atas, dapat
diketahui bahwa penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti ini memiliki
kajian yang berbeda, walaupun memiliki fokus kajian yang sama pada
tema-tema tertentu. Akan tetapi dalam penelitian yang akan dikaji oleh
peneliti ditekankan pada jual beli batu bata yang kemungkinan tidak ada
kejujuran penjual, tanggung jawab penjual, serta belum diterapkannya hak
khiyar pada bata yang diperjual belikan di desa Sumber Agung Kecamatan
Seputih Mataram Lampung Tengah.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Jual Beli Istishna’
1. Pengertian Istishna’
Istishna‟ secara etimologis adalah masdar dari sitashna‟
asy-sya‟i, yaitu meminta membuat sesuatu.
1 Istishna‟ secara terminologi berarti memeinta kepada
seseorang untuk dibuatkan suatu barang tertentu dengan spesifikasi
tertentu. Istishna juga diartikan sebagai akad untuk membeli barang
yang akan dibuat dari seseorang. Jadi, dalam akad istishna‟ barang
yang menjadi objek adalah barang-barang buatan atau hasil karya.
Bahan dasar yang digunakan untuk membuat barang tersebut berasal
dari orang yang membuatnya.2
Ba‟i istishna adalah jual beli antara pemesan dengan
penerima pesanan atas sebuah barang atas spesifikasi tertentu.3
Menurut para ulama bai‟ istishna‟ (jual beli dengan pesanan)
merupakan suatu jenis khusus dari akad bai‟ as-salam (jual beli
salam). Barang yang dipesan belum diproduksi atau tidak tersedia di
1 Mardani, Ayat-Ayat dan Hadits Ekonomi Syariah, (Jakarta: Rajawali Press, 2011), h.199
2 Imam Mustofa, Fiqih Mu‟amalah Kontemporer, (Lampung: STAIN Jurai Siwo Metro
Lampung, 2014), h. 78 3 Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2010), h. 136
14
pasaran. Pembayarannya dapat secara kontan atau dengan cicilan
tergantung kesepakatan kedua belah pihak.4
Istishna‟ merupakan akad kontrak jual beli barang antara
dua pihak berdasarkan pesanan dari pihak lain, dan barang pesanan
akan diproduksi sesuai dengan peifikai yang telah di sepakati dan
menjualnya dengan harga dan cara pembayarannya yang telah disetujui
terlebih dahulu.5
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa
istishna‟ adalah pemesanan barang kepada pihak lain sebagai pembuat,
dimana pemesan memberikan klasifikasi yang akan dipesan. Dalam
kontrak ini, pembuat barang menerima pesanan dari pembeli. Pembuat
barang lalu berusaha melalui orang lain untuk membuat atau membeli
barang menurut spesifikasi yang telah disepakati dan menjualnya
kepada pembeli akhir.
2. Dasar Hukum Istishna’
Landasan syari‟ah mengenai transaksi istishna‟ terdapat
dalam Al-Qur‟an surat Al-Baqarah ayat 282, yang berbunyi:
6
4 Siti Mujiatun, Jual Beli Dalam Perspektif Islam: Salam Dan Istisna‟, Dalam Jurnal Riset
Akuntansi dan Bisnis, (Sumut: Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Sumater Utara)
vol.13, No.2, September 2013, h. 212 5 Ismail, Perbankan Syariah, (Jakarta: Kencana, 2011), h. 146
6 QS. Al-Baqarah (2): 282
15
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah
tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu
menuliskannya” (Q.S. Al-Baqarah: 282)
Dari ayat diatas diketahui bahwa ketika hendak melakukan
kegiatan bermuamalah dengan waktu yang ditentukan, hendaknya
menulis transaksi yang dilakukan.
Landasan hukum persyarikatan akad istishna‟ didasarkan
pada hadits Nabi SAW. Diceritakan Nabi SAW pernah memesan agar
dibuatkan cincin dari perak, seperti yang dijelaskan pada hadits
dibawah ini:
صهي الله عهي وسهم كان اراد أن عه اوس رضي الله عى ان وبي الله
خاتم. يكتب إنى انعجم فقيم ن إن انعجم لا يقبهىن إلا كتابا عهي
ف ة. قال كأوى أوظر إنى بيا ض ى يذي.فاصطىع خاتما مه فض7
Artinya: “Dari Anas r.a. sesungguhnya Nabi Saw. Pada suatu hari
hendak menuliskan surat kepada raja non Arab. Lalu, dikabarkan
kepada beliau “sesungguhnya raja-raja non Arab tidak sudi menerima
surat yang tidak distempel”, maka beliau beliaupun memesan agar ia
dibuatkan cincin stempel dari bahan perak. Anas mengisahkan
“seakan-akan sekarang ini aku dapat menyaksikan kemilau putih di
tangan beliau”.
Maksud dalam hadits di atas yaitu Rasulullah juga
melakukan akad dengan cara pemesanan seperti dalam jual beli
istishna‟.
7 H.R. Muslim
16
Menurut ulama Malikiyah, Syafi‟iyyah, dan Hanabilah,
akad jual beli istishna‟ diperbolehkan atau sah dengan landasan akad
jual beli salam, dengan catatan terpenuhinya syarat-syarat
sebagaimana disebutkan dalam salam. Diantaranya: adanya serah
terima modal (pembayaran) di majlis secara tunai.8
Madzhab Hanafi menyetujui kontrak istishna‟ dikarenakan
adanya alasan-alasan berikut:
a. Masyarakat telah banyak mempraktikannya secara luas tanpa
adanya keberatan sama sekali.
b. Dalam istishna‟ terdapat atas kebutuhan masyarakat. Orang banyak
sekali memerlukan barang yang tidak tersedia di pasar sehingga
cenderung melalukan kontrak untuk membuatkan barang.
c. Jual beli istishna‟ diperbolehkan atau sah sesuai dengan aturan
umum, selama tidak bertentangan dengan aturan syariah.9
3. Rukun dan Syarat Jual Beli Istisna’
a. Rukun Jual Beli Istishna‟
Rukun istishna‟ menurut Hanafiyah adalah ijab dan kabul. Akan
tetapi menurut jumhur ulama, rukun istishna‟ ada tiga, yaitu:
1) „Akid (para pihak yang berakad) yaitu: shani‟ (produsen/penjual)
dan mustashni‟ (orang yang memesan/konsumen), atau pembeli.
2) Ma‟qud „alaih (objek akad), yaitu „amal (pekerjaan), barang
yang dipesan dan harga.
3) Sighat ijab dan qabul.10
8 Dimyauddin Djwaini, Pengantar Fiqh, h. 138
9 Muhammad Syafi‟i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani
Pers, 200), h. 113 10
Rozalinda, Fikih Ekonomi Syariah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2016), h. 104
17
b. Syarat Jual Beli Istishna‟
1) Objek akad (atau produk yang dipesan) harus dinyatakan secara
rinci: jenis, ukuran dan sifatnya. Syarat ini sangat penting
untuk menghilangkan unsur jihalah dan gharar.
2) Produk yang dipesan berupa hasil pekerjaan atau kerajinan
yang mana masyarakat lazim memesannya, seperti sepatu,
perabot rumah tangga, dan lain-lain.
3) Waktu pengadaan produk tidak dibatasi. Jika dibatasi dengan
waktu tenggang tertentu, maka ia menjadi akad salam.11
4. Ketentuan Jual Beli Istishna’
Ada tiga ketentuan tentang jual beli istishna‟.12
a. Pertama, ketentuan tentang pembayaran:
1) Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa
uang, barang atau manfaat.
2) Pembayaran dilakukan sesuai dengan kesepakatan.
3) Pembayaran tidak boleh dalam bentuk pembebasan utang.
b. Kedua, ketentuan tentang barang
1) Harus jelas ciri-cirinya dan dapat diakui sebagai utang.
2) Harus dapat dijelaskan spesifikasinya
3) Penyerahannya dilakukan kemudian.
11
Gufron A. Mas‟adi, Fiqih Mu‟amalah Kontekstual, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2002), h. 149 12
Siti Mujiatun, Jual Beli Dalam Perspektif Islam: Salam dan Istishna‟ dalam Jurnal
Riset Akuntansi dan Bisnis, h. 214
18
4) Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan
berdasarkan kesepakatan.
5) Pembeli (mustashni‟) tidak boleh menjual barang sebelum
menerimanya.
6) Tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang sejenis
sesuai kesepakatan.
7) Dalam hal terdapat cacat atau barang tidak sesuai dengan
kesepakatan, pemesan memiliki hak khiyar (hak memilih)
untuk melanjutkan atau membatalkan akad.
c. Ketiga, penyerahan barang sebelum atau pada waktunya13
.
1) Penjual harus menyerahkan barang tepat pada waktunya
dengan kualitas dan jumlah yang telah disepakati.
2) Jika penjual menyerahkan barang dengan kualitas yang lebih
tinggi penjual tidak boleh meminta tambahan harga.
3) Jika penjual menyerahkan barang dengan kualitas yang lebih
rendah dan pembeli rela menerimanya, maka ia tidak boleh
menuntut pengurangan harga (diskon).
4) Penjual dapat menyerahkan barang lebih cepat dari waktu yang
disepakati dengan syarat: kualitas dan jumlah barang sesuai
dengan kesepakatan, dan ia tidak boleh menuntut tambahan
harga.
13
Ibid h. 215
19
5) Jika semua atau sebagian barang tidak tersedia pada waktu
penyerahan, atau kualitasnya lebih rendah dan pembeli tidak
menerimanya, maka ia memiliki dua pilihan. Pertama,
membatalkan kontrak dan meninta kembali uangnya. Kedua,
menunggu sampai barang tersedia.
B. Hak Khiyar
1. Pengertian Khiyar
Kata khiyar berasal dari bahasa arab berarti pilihan.
Pembahasan khiyar dikemukakan ulama fiqih dalam permasalahan
menyangkut transaksi dalam bidang perdata khususnya masalah
ekonomi, sebagai salah satu hak bagi kedua belah pihak yang
melakukan transaksi tersebut.14
Secara terminologi khiyar adalah
mencari kebaikan dari dua perkara, yaitu melangsungkan atau
meninggalkan jual beli.
Hak khiyar ditetapkan dalam Islam untuk menjamin
kerelaan dan kepuasan timbal balik pihak-pihak yang melakukan jual
beli. Dari satu segi memang khiyar ini tidak praktis karena
mengandung ketidakpastian suatu transaksi, namun dari segi kepuasan
pihak yang melakukan transaksi, khiyar ini termasuk jalan yang
terbaik.15
Landasan hukum khiyar dalam Al-Qur‟an memang tidak
dijelaskan secara rinci. Al-qur‟an hanya menyebutkan secara garis
14
Nasrun Haroen, Fiqih Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), h. 129 15
Nizaruddin, Fiqih Muamalah, (Yogyakarta: Idea Press, 2013) h. 122
20
besar bahwa dalam pengelolaan harta tidak boleh dengan cara bathil
sebagaimana disebutkan dalam AL-Qur‟an Surah AN-Nisa ayat 29:
) :99انىساء)
Artinya: “hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian
memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil kecuali dengan
jalan perniagaan berlaku dengan suka sama suka diantara
kamu...(Qs. An-Nisa‟: 29)16
Yang diperbolehkan dalam memakan harta orang lain
adalah dengan jalan perniagaan yang saling “berkeridhaan” (suka
sama suka) di antaramu (kedua belah pihak). Walaupun kerelaan
adalah sesuatu yang tersembunyi di lubuk hati, tetapi indikator dan
tanda-tandanya dapat terlihat. Ijab dan qabul, atau apa saja yang
dikenal dalam adat kebiasaan sebagai serah terima adalah bentuk-
bentuk yang digunakan hukum untuk menunjukkan kerelaan. Artinya
penting dalam bertransaksi itu harus saling ridho. Oleh karena itu
Islam memberikan hak khiyar terhadap orang yang melakukan jual
beli.
16
QS. AN-Nisa: 29.
21
2. Macam-Macam Hak Khiyar
a. Khiyar Majlis
Khiyar majlis adalah tempat yang dijadikan
berlangsungnya transaksi jual beli. Imam Syafi‟i dan Ahmad
berpendapat bahwa apabila jual beli telah terjadi, kedua belah
pihak mempunyai hak khiyar majlis selama mereka belum berpisah
dan menetapkan pilihannya untuk melangsungkan jual belinya.
Alasan Imam Syafi‟i adalah hadis: penjual dan pembeli
mempunyai hak khiyar majlis selama keduanya belum berpisah.17
Terkadang seseorang membeli barang kepada orang lain
karena membutuhkannya, tetapi kemudian ia menyesal karena
kemahalan harga atau adanya sesuatu yang tidak diharapkan pada
barang yang dibelinya. Oleh karena itu Rasulullah menetapkan
bagi setiap pihak untuk mempunyai hak khiyar setelah ijab qabul
untuk meneruskan atau meninggalkan jual beli selama masih dalam
satu majlis. Apabila salah seorang meninggalkan tempat akad, hak
khiyar bagi kedua pihak sudah hilang.
b. Khiyar Syarat
Khiyar syarat yaitu jika kedua pihak yang mengadakan
transaksi dengan mengajukan syarat adanya khiyar dalam akadnya
17
Siah Khosyi‟ah, Fiqih Muamalah Perbandingan, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2014) h.
126
22
atau setelah akad, yaitu semasa khiyar berlangsung, dalam tempo
sama-sama diketahui oleh kedua belah pihak.18
Khiyar syarat batal dengan ucapan dan tindakan pembeli
terhadap barang yang dibelinya dengan cara mewakafkan,
menghibbahkan atau membayar harga tersebut. Karena
tindakannya tersebut menunjukkan keridhaannya atas akad jual
beli. Rasulullah bersabda:
)رواي انبيهقي( نيال اوت بانخيار في كم سهعة ابتعتها ثلاث
Artinya: “Kamu boleh khiyar pada setiap benda yang telah dibeli
selama tiga hari tiga malam” (Riwayat Baihaqi).
Dari hadits diatas diketahui bahwa masa khiyar syarat paling lama
hanya tiga hari tiga malam terhitung dari waktu akad yang
dilakukan.
Khiyar syarat sama halnya dengan khiyar majlis hanya
berlaku pada akad-akad yang umum saja, yaitu jenis akad yang
dapat dibatalkan oleh kerelaan pihak yang menyelenggarakannya
seperti akad jual beli, ijarah (yang bersifat mengikat kedua belah
pihak).19
Sebab-sebab berakhirnya khiyar syarat adalah sebagai
berikut :
18
Saleh Al-Fauzan, Fiqih Sehari-Hari, diterjemahkan oleh Abdul Hayyie Al-Kattani,dkk,
dengan judul asli Al-Mulakhsul Fiqhi, (Jakarta: Gema Insani, 2005), h. 378 19
Yulia Hafizah, Khiyar Sebagai Upaya Mewujudkan Keadilan Dalam Bisnis Islam, dalam Jurnal At-Taradhi (Manado: Universitas Sam Ratulangi), Vol. 3/No. 2 /Desember/2012, h.
166
23
1) adanya pembatalan akad.
2) melewati batas waktu khiyar yang telah disepakati/ditetapkan.
Ada perbedaan pendapat tentang batas waktu khiyar, menurut
Imam Syafi‟I dan Abu Hanifah berpendapat bahwa jangka
waktu khiyar adalah tiga hari, sedangkan menurut Imam Malik
jangka waktu khiyar adalah sesuai dengan kebutuhan.
3) terjadi penambahan atau pengembangan dalam penguasaan
pihak pembeli baik dari segi jumlah seperti beranak atau
mengembang.
4) terjadi kerusakan pada objek akad. Jika kerusakaan tersebut
terjadi dalam penguasaan pihak penjual maka akadnya batal
dan berkhirlah khiyar. Namun apabila kerusakaan terjadi dalam
penguasaan pihak pembeli maka berakhirlah khiyar namun
tidak membatalkan akad.20
c. Khiyar „Aib
Khiyar „aib yaitu suatu hak yang diberikan kepada
pembeli dalam kontrak jual beli untuk membatalkan atau
meneruskan kontrak jika si pembeli menemukan cacat dalam
barang yang telah dibelinya sehingga menurunkan nilai barang
itu.21
Hak ini telah digariskan oleh hukum, dan pihak-pihak yang
terlibat tidak boleh melanggarnya dalam kontrak.
20
Shobirin, Jual Beli Dalam Pandangan Islam, dalam Jurnal Bisnis (Kudus: STAIN
KUDUS) Vol. 3, No. 2, Desember 2015, h. 258. 21
Mardani, Ayat-Ayat dan Hadits Ekonomi Syariah, h. 106
24
Ketetapan adanya khiyar mensyaratkan adanya barang
pengganti, baik diucapkan secara jelas atau tidak, kecuali ada
keridhoan dari yang akad. Sebaliknya, jika tidak tampak adanya
kecacatan, barang pengganti tidak diperlukan lagi.22
Apabila akad telah dilakukan dan pembeli telah
mengetahui adanya cacat pada barang tersebut dan mereka tidak
menganggap kekurangan tersebut suatu cacat yang dapat
mengurangi nilai jual atau nilai barang maka akadnya sah dan tidak
ada lagi khiyar setelahnya. Alasannya ia telah rela dengan barang
tersebut beserta kondisinya.
Namun jika pembeli belum mengetahui cacat barang
tersebut dan mengetahuinya setelah akad, maka akad tetap
dinyatakan benar dan pihak pembeli berhak melakukan khiyar
antara mengembalikan barang atau meminta ganti rugi sesuai
dengan adanya cacat.
Khiyar „aib bisa dijalankan dengan syarat sebagai
berikut23
:
1) Adanya cacat setelah akad atau sebelum diserahkan, yakni
cacat tersebut telah lama ada.
2) Pembeli tidak mengetahui adanya cacat ketika akad dan ketika
menerima barang. Sebaliknya, jika pembeli sudah mengetahui
22
Rachmat Syafe‟i, Fiqih Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2001) h. 116 23
Ibid h.117
25
adanya cacat ketika menerima barang, maka khiyar tidak
berlaku sebab ia dianggap rida.
3) Pemilik barang tidak mensyaratkan agar pembeli
membebaskan jika ada cacat. Dengan demikian, jika penjual
mensyaratkannya, tidak ada khiyar. Jika pembeli
membebaskannya, maka hak khiyar gugur.
3. Hikmah Disyariatkannya Khiyar
Islam telah memberikan hak memilih bagi pihak yang
melakukan akad. Hal itu diharapkan pihak yang mengadakan akad
tersebut dapat melakukan urusannya dengan leluasa dan dapat melihat
kemaslahatan yang ada di belakang transaksi tersebut. Sehingga, ia
dapat mengedepankan hal-hal yang mengandug kebaikan dan
menghindari hal-hal yang tidak ada maslahatnya.24
Hikmah disyariatkannya khiyar adalah untuk kemaslahatan
bagi pihak-pihak yang melakukan akad itu sendiri, memelihara
kerukunan hubungan baik serta menjalin cinta kasih diantara sesama
manusia. Adakalanya pembeli barang merasa menyesal membeli
barang karena alasan tertentu, maka dia berniat mengurungkannya.
Sekiranya hak khiyar tidak ada, akan menimbulkan penyesalan.25
Dengan disyariatkannya khiyar bertujuan untuk menghindari manusia
dari hal-hal demikian, sehingga keharmonisan, kerukunan, dan
keselamatan akan terjakin di antara sesama manusia.
24
Saleh al-Fauzan, Fiqih Sehari-hari, h. 377 25
Enang Hidayat, Fiqih Jual Beli, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2015) h. 32
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Sifat Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field
research). Penelitian lapangan merupakan suatu metode untuk
menemukan secara khusus dan realistis apa yang tengah terjadi pada
suatu saat di tengah masyarakat.1 Penelitian lapangan biasanya
membuat catatan lapangan secara ekstensif yang kemudian dibuatkan
kodenya dan dianalisis dalam berbagai cara.2Tujuan penelitian
lapangan adalah untuk mempelajari secara intensif tentang latar
belakang keadaan sekarang, dan interaksi lingkungan suatu unit sosial,
individu, kelompok, lembaga atau masyarakat.3 Penelitian lapangan di
sini adalah peneliti akan meneliti penerapan hak khiyar pada jual beli
istishna‟ dalam jual beli batu bata yang akan dilakukan kepada penjual
dan pembeli batu bata di desa Sumber Agung Kecamatan Seputih
Mataram Lampung Tengah.
1 Kartini Kartono, Pengantar Metodologi Riset Sosial, (Bandung: Mandar Maju, 1996),
h. 32. 2Lexy j Moleong, Metodelagi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosadakarya,
2014), h. 26. 3Cholid Narbuko dan Abu Achmadi, Metodologi Penelitian, ( Jakarta: Pt Bumi Aksara,
2007), h. 46.
27
2. Sifat Penelitian
Melihat dari permasalahan yang ada, maka penelitian ini
bersifat deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang
berusaha untuk menuturkan pemecahan masalah yang ada sekedar
berdasarkan data-data, juga menyajikan data menganalisis dan
menginterpretasikan.4 Menurut Juliansyah Noor penelitian deskriptif
adalah penelitian yang mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa,
kejadian, yang terjadi saat sekarang.5Menurut Husein Umar, deskriptif
adalah menggambarkan sifat sesuatu yang berlangsung pada saat
penelitian dilakukan dan memerikasa sebab-sebab dari suatu gejala
tertentu.6
Dengan sifat penelitian tersebut, peneliti dapat mengkaji
persoalan secara objektif dari objek yang diteliti, dengan data-data
yang diperlukan. Sifat penelitian ini dimaksudkan untuk
menggambarkan penerapan hak khiyar pada jual beli istishna‟ dalam
jual beli batu bata di desa Sumber Agung Kecamatan Seputih Mataram
Lampung Tengah.
B. Sumber Data
Sumber data di dalam penelitian adalah subyek dari mana data
dapat diperoleh. Menurut Lofland sumber data di dalam penelitian utama
kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan
4Ibid,
5Juliansyah Noor, Metodologi Penelitian, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group,
2011), h. 34. 6Husein Umar, Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis, (Jakarta : PT.Raja
Grafindo Persada,2009), h.22.
28
seperti dokumen-dokumen, sumber data tertulis, foto, dan lain-lain.7 Di
dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dua sumber yaitu sumber data
primer dan sumber data sekunder.
1. Sumber Data Primer
Sumber data primer merupakan yang langsung memberikan
data kepada pengumpul data.8 Sumber data primer ini diperoleh
melalui penjual dari batu bata di desa Sumber Agung Kecamatan
Seputih Mataram Lampung Tengah, kuli dari industri batu bata, dan
pembeli batu bata tersebut. Di desa Sumber Agung terdapat lima
penjual batu bata yang menjual batu bata siap pakai, namun peneliti
hanya melakukan penelitian pada dua penjual saja, yaitu penjual batu
bata terbesar di desa Sumber Agung.
Sumber data dari masyarakat dipilih berdasarkan teknik
sampling. Teknik sempling yang penulis gunakan adalah purposive
sampling, yaitu teknik pengambilan sempel sumber data dengan
pertimbangan tertentu. Memilih orang sebagai sempel, yaitu dengan
memilih orang yang benar-benar mengetahui atau memiliki
kompetensi dengan topik penelitian.9 Sesuai dengan purposive
sampling dalam penelitian ini, peneliti menggunakan 10 orang pembeli
di desa Sumber Agung maupun luar desa Sumber Agung.
7 Lexy J. Moleong, Metode penelitian Kualitatif, h.157.
8Saifuddin Azwar, Metode Penelitian, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), h. 91.
9 Nanang Martono, Metode Penelitian Kuantitatif, (Jakarta: Rajawali Press,2012), h.79.
29
2. Sumber Data Skunder
Sumber data skunder merupakan data yang diperoleh dari
pihak lain yang tidak berkaitan langsung dengan penelitian ini, seperti
data yang diperoleh dari perpustakaan dan sumber-sumber lain yang
tentunya bisa membantu terkumpulnya data yang berguna untuk
penelitian ini.10
Dengan demikian sumber data skunder adalah sumber
data yang diperoleh dari pihak lain yang tidak terkait dengan sumber
primer penelitian. Sumber data skunder yang digunakan peneliti
meliputi buku Fikih Ekonomi Syariah karangan Rozalinda, buku Fiqih
Mu‟amalah Kontemporer karangan Imam Mustofa, buku Fiqih
Muamalah karangan Nizaruddin dan kepustakaan ilmiah lainya yang
terkait dengan hak khiyar dan jual beli istishna‟.
C. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan cara mengumpulkan data
yang dibutuhkan untuk menjawab rumusan masalah penelitian.11
Teknik
kualitatif menghasilkan deskripsi lisan untuk menggambarkan kekayaan
dan kompleksitas kejadian yang terjadi dalam rancangan alamiah dari
sudut pandang partisipan.12
Metode pengumpulan data yang umumnya
digunakan dalam kancah penelitian kualitatif adalah wawancara,
observasi, dan focus group discusion. Menurut Juliansyah Noor, cara
pengumpulan data dapat menggunakan teknik wawancara (interview),
10
Sumardi Suryabrata, Metodologi Penelitian , ( Jakarta: Rajawali Press, 2014), h. 39. 11
Juliansyah Noor, Metodologi Penelitian,h. 138. 12
Uhar Suharsa Putra, Metode Penelitian Kuatitati, Kualitatif, dan Tindakan,(Bandung:
Rafika Aditama, 2012), h. 208.
30
angket (questisionnaere), pengamatan (observation), studi dokumentasi
dan focus group discussion (FGD).13
Berdasarkan hal tersebut, akan
digunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut :
1. Observasi
Observasi adalah pengamatan dan pencatatan yang
sistematis terhadap gejala-gejala yang diteliti.14
Observasi berarti
mengumpulkan data langsung dari lapangan. Pengamatan merupakan
pengumpulan data dimana peneliti mencatat informasi sebagaimana
yang mereka saksikan selama penelitian. Penyaksian terhadap
peristiwa-peristiwa itu bisa dengan melihat, mendengarkan,
merasakan, yang kemudian dicatat seobjektif mungkin.15
Untuk
mendapatkan informasi terkait permasalahan dilapangan, peneliti
melakukan observasi nonpartisipan. Observasi nonpartisipan peneliti
tidak terlibat langsung dan hanya sebagai pengamat independen.16
Observasi nonpartisipan dilakukan dengan metode
observasi tidak terstruktur untuk mengamati tentang penerapan hak
khiyar pada jual beli istishna‟ dalam jual beli batu bata di desa
Sumber Agung Kecamatan Seputih Mataram Lampung Tengah.
13
Ibid, 14
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: Alfabeta,
2015),h.145 15
W. Gulo, Metodologi Penelitian, (Jakarta: PT Grasindo, 2002) ,h. 116. 16
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, h.145
31
2. Wawancara
Menurut Moh Nazir, wawancara adalah proses memperoleh
keterengan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab, sambil
bertatap muka antar si penanya atau pewawancara dengan si penjawab
atau responden dengan menggunakan alat yang dinamakan interview
guide (panduan wawancara).17
Sementara itu menurut W. Gulo
berpedapat dalam bukunya metodologi penelitian bahwa wawancara
adalah bentuk komunikasi langsung antara peneliti dan responden.
Komunikasi berlangsung dalam bentuk tanya jawab dalam hubungan
tatap muka, sehingga gerak dan mimik responden merupakan pola
media yang melengkapi kata-kata secara verbal.18
Teknik wawancara ini dimaksudkan untuk memperoleh
data yang akurat dari sumber data primer yang dibutuhkan untuk
penelitian, wawancara akan dilakukan dengan pemilik atau penjual
batu bata. Untuk mendapatkan informasi tentang penerapan hak
khiyar pada jual beli istishna‟ dalam jual beli batu bata di desa
Sumber Agung, maka peneliti melakukan wawancara kepada bapak
Marno dan Dartam sebagai pemilik usaha industri batu batu, Susanto,
Edi, dan Irawan sebagai kuli, Dalijo, Yanto, Subandi, Darsono, Muji
dan Sutarjo merupakan pembeli yang bertempat tinggal di desa
Sumber Agung.
17
Moh Nazir, Metode penelitian, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005), h 54. 18
W. Gulo, Metodologi Penelitian, (Jakarta: PT Grasindo, 2002) h. 119.
32
3. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan pengumpulan dan pemilihan dari
dokumen seperti rekaman masa lalu yang ditulis atau dicetak dapat
berupa catatan anekdot, surat, buku harian, dan dokumen dokumen.19
Metode ini dilakukan dengan mengumpulkan data-data yang terkait
hak khiyar dan penerapannya pada jual beli istishna‟. Seperti
tanggapan masyarakat mengenai penerapan hak khiyar pada jual beli
batu bata di Desa Sumber Agung Seputih Mataram Lampung Tengah.
Dokumentasi ini digunakan untuk memperkuat data yang
dikumpulkan sebagai bukti nyata guna mendapatkan data yang
diperlukan secara maksimal.
D. Teknik Penjamin Keabsahan Data
Penelitian ini menggunakan teknik penjamin keabsahan data
triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan
pengecekan atau sebagai suatu pembanding terhadap data itu.20
Peneliti
dapat menggunakan berbagai sumber data, teori, metode dan investigator
agar informasi yang disajikan konsisten.21
Kemudian dapat pula
membandingkan suatu wawancara dengan suatu dokumen yang berkaitan.
Dengan teknik ini peneliti akan membandingkan data yang diperoleh dari
19
Ibid, 20
Lexy J Moloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, h. 330. 21
Suraya Murcitaningrum, Metodologi Penelitian Ekonomi Islam, (Bandar Lampung:
Ta,Lim Press, 2013), h. 40
33
teknik pengumpulan data sebagai penjamin keabsahan data yang akan
digunakan.
E. Teknik Analisa Data
Penelitian ini menggunakan analisis data kualitatif. Menurut
Lexy J. Moleong mengutip pendapat Bagdon yang dipaparkan dalam
bukunya yang berjudul Metode Penelitian Kualitatif, bahwa analisis data
kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data,
mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat
dikelola, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan
apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada
orang lain. 22
Data yang telah terkumpul dianalisis secara induktif dan
berlangsung secara terus menerus. Analisis data yang diakukan meliputi
mereduksi data, menyajikan data, display data, menarik kesimpulan dan
melaksanakan verifikasi.23
Oleh karena itu, di dalam penelitian ini peneliti
menggunakan metode berpikir induktif yaitu analisis yang berangkat dari
data-data khusus yang diperoleh dari penjual dan pembeli batu bata,
kemudian menarik sebuah kesimpulan umum mengenai penerapan hak
khiyar pada jual beli istishna‟ dalam jual beli batu bata di desa Sumber
Agung Kecamatan Seputih Mataram Lampung Tengah.
22
Lexy J Moloeng, Metodelagi Penelitian Kualitatif,(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2014),
h. 248. 23
Uhar Suharsaputra, Metodologi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Tindakan, h.216
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Sejarah Dan Profil Desa Sumber Agung Kecamatan Seputih
Mataram Lampung Tengah
Awal mula terbentuknya kampung Sumber Agung bermula
dari pada pertengahan tahun 1963. Jatran mengembangkan proyek
transmigrasi di Lampung.1 Bertepatan dengan pengembangan Propinsi
pada tahun 1964 disyahkan sebagai Propinsi baru dengan bepusat di
Tanjung Karang, meliputi 3 ( Tiga ) daerah Kabupaten yaitu :
a. Kabupaten Lampung Selatan di Tanjung Karang.
b. Kabupaten Lampung Tengah di Metro.
c. Kabupaten Lampung Utara di Kota Bumi.
Keberadaan di kabupaten Lampung Tengah, penduduk asli
Lampung dan suku Jawa hasil Koloni 1936. Program transmigrasi ini
dlanjutkan masa Pemerintahan Bapak Suharto tahun 1963, diantaranya
sebagian ada di Lampung Tengah, termasuk Kampung Sumber Agung,
terletak di Jalur Way Seputih. Kemudian Jtran dibentuk dengan desa
persiapan berdasarkan Abjad N,O,P,Q,R,S,T,U,V,W, Kampung Sumber
1 Hasil wawancara dengan bapak Supriyanto selaku Kepala Desa Sumber Agung pada
tanggal 15 November 2017
35
Agung, berada di urutan Huruf ”S” kemudian ditetapkan nama Desa
”SUMBER AGUNG”.2
Secara geografis desa Sumber Agung terletak di dataran
rendah dengan ketinggian tanah dari permukaan air laut 41 M, banyak
curah hujan 2.000 – 3.000 Mm/ Tahun dan suhu udara rata-rata 27-30
oC. Adapun jarak dari pusat pemerintahan kecamatan 3 Km.
3
Sedangkan batas wilayah kelurahan desa Sumber Agung
yaitu sebagai berikut:
a. Sebelah Utara berbatasan dengan kampung Varia Agung.
b. Sebelah Timur berbatasan dengan kampung Rama Iendra.
c. Sebelah Selatan berbatasan dengan kampung Rejosari Mataram
d. Sebelah Barat berbatasan dengan kampung Utama Jaya.
Setelah Sumber Agung menjadi desa definitif sekitar tahun
1964, yang dihuni beberapa rombongan transmigrasi dengan 400
Kepala Keluarga. Setelah itu langsung diadakan pemilihan kepala desa,
dengan calon 2 (dua) yaitu Bapak Tukiran dan Bapak Zaini. Kemudian
sebagai pemenangnya adalah Bapak Tukiran dan Bapak Zaini
ditetapkan sebagai sekretaris desa yang kemudian jabatan itu dikenal
dengan sebutan Carik.4
Tabel 1. Sejarah Pemerintahan Desa
Nama-Nama /Lurah/Kepala Desa
2 Ibid
3Dokumentasi profil Desa Sumber Agung Kecamatan Seputih Mataram Lampung Tengah
4Hasil wawancara dengan bapak Sutino selaku sekretaris desa (carik) di Desa Sumber
Agung pada tanggal 17 November 2017
36
Kampung Sumber Agung
No Periode Nama Kepala Desa
1 1964-1965 Tukiran
2 1965-1966 Mukiran
3 1966-1971 Enceh
4 1971-1973 Suwono
5 1973-1975 Hasanudin
6 1975-1983 Sakidi
7 1983-1988 Riswanto
8 1988-1999 Sugiharto
9 1999-2007 Sudarno
10 2007 s/d Sekarang Supriyanto
Sumber: Dokumentasi tentang profil Desa Sumber Agung Kecamatan
Seputih Mataram Kabupaten Lampung Tengah tahun 2016.
a. Data Penduduk
1) Jumlah Penduduk menurut Usia
a) Kelompok Pendidikan
NO INDIKATOR JUMLAH
1 00 – 15 Tahun 1.142 Orang
2 15 – 55 Tahun 1.339 Orang
3 Diatas 55 Tahun 954 Orang
TOTAL 3.435 Orang
Sumber: Dokumentasi RPJM Desa Sumber Agung Kecamatan Seputih
Mataram Kabupaten Lampung Tenga
b) Kelompok Tenaga Kerja
NO INDIKATOR JUMLAH
37
1 15 – 20 Tahun 540 Orang
2 20 – 30 Tahun 900 Orang
3 30 – 40 Tahun 1100 Orang
4 40 – 50 Tahun 450 Orang
5 50 Tahun keatas 202 Orang
TOTAL 3.192 Orang
Sumber: Dokumentasi RPJM Desa Sumber Agung Kecamatan Seputih
Mataram Kabupaten Lampung Tengah
2) Jumlah Penduduk menurut Mata Pencaharian
a) Pegawai Negeri Sipil : 17 Orang
b) TNI/POLRI : 2 Orang
c) Karyawan Swasta : 310 Orang
d) Wiraswasta/Pedagang : 27 Orang
e) T a n i : 1877 Orang
f) Buruh : 142 Orang
g) Pertukangan : 66 Orang
h) Pensiunan : 2 Orang
i) J a s a : 31 Orang5
2. Visi dan Misi Desa Sumber Agung Kecamatan Seputih Mataram
Lampung Tengah
5Dokumentasi profil Desa Sumber Agung Kecamatan Seputih Mataram Lampung Tengah
38
a. Visi Desa
Mewujudkan kampung Sumber Agung menjadi kampungmandiri
melalui bidang pertanian dan industri kecil.
Nilai – nilai yang melandasi :
1. Selama bertahun-tahun Kampung Sumber Agung menyandang
gelar sebagai Kampung merah atau miskin sebuah sebutan yang
sangat tidak membanggakan padahal sumber daya yang ada
cukup memadai, tetapi penangananya belum maksimal.
2. Sebagian besar warga petani dan buruh tani juga ada yang
memelihara hewan ternak meski dalam skala kecil , biasanya
hanya digunakan untuk investasi jangka pendek.6
b. Misi Desa
1. Terwujudnya kampung Sumber Agung yang mandiri secara
ekonomi dengan adanya peran dari Pemerintah.
2. Mewujudkan satu kesatuan masyarakat hukum dengan segala
potensinya dalam sistim pemerintah dan di wilayah Kampung
Sumber Agung.
3. Menciptakan suatu kondisi kehidupan yang kreatif, produktif
dan partisipatif sehingga mampu memenuhi kebutuhannya
sendiri.7
B. Penerapan Hak Khiyar Pada Jual Beli Istishna’ Di Desa Sumber
Agung Kecamatan Seputih Mataram Lampung Tengah
6 Hasil wawancara dengan bapak Supriyanto selaku Kepala Desa Sumber Agung pada
tanggal 15 November 2017 7 Ibid
39
Jual beli istishna‟ yang dilakukan di Desa Sumber Agung pada
umumnya disebut dengan jual beli pesanan barang yang dibuat sesuai
dengan keinginan konsumen. Dalam pembuatan batu bata harus dipesan
terlebih dahulu, karena dalam pembuatan batu bata membutuhkan waktu
yang lama sampai batu bata tersebut siap pakai. Pada jual beli tersebut
tidak menggunakan syarat apapun jika ingin memesan barang yang akan
dibuat.8 Pemesan hanya menjelaskan mengenai kriteria barang yang akan
dipesan tersebut. Cara pembayarannya bisa dilakukan dengan cara
diangsur atau melunasinya ketika barangnya sudah jadi. Keuntungan
menggunakan sistem pesanan dalam jual beli batu bata adalah agar penjual
tidak terburu-buru dalam mempersiapkan batu bata tersebut karena
memang harus mengalami banyak proses dalam pembuatan batu bata.9
Menurut penjual batu bata di Desa Sumber Agung, prosedur jual
beli istishna‟ sebagai berikut:
1. Penjual dan pembeli menentukan barang yang ingin dipesan terlebih
dahulu.
2. Penjual dan pembeli membuat kesepakatan lama barang di buat atau
waktu penyelesaian barang tersebut.
3. Pembeli membayar DP/uang muka/ panjar sebesar 30%
4. Barang diantar kepada pembeli, uang dibayar lunas.10
8 Hasil wawancara dengan bapak Dartam selaku penjual batu bata di Desa Sumber Agung
pada tanggal 5 November 2017 9 Ibid
10 Hasil wawancara dengan bapak Marno selaku penjual batu bata di Desa Sumber
Agung pada tanggal 27 Oktober 2017
40
Pihak pembeli membenarkan bahwa persyaratan yang diberikan
kepadanya untuk melaksanakan transaksi jual beli istishna‟ benar adanya
seperti yang dituturkan kepada penjual batu bata tersebut.11
Jual beli
pesanan atau istishna‟ yang dilakukan pada jual beli bata di desa Sumber
Agung merupakan akad yang selalu digunakan oleh para pembeli dan
penjual. Hal ini dikarenakan agar batu bata yang diinginkan sesuai dengan
waktu yang ditentukan oleh pembeli.12
Penjual dan pembeli membuat perjanjian sebelum melaksanakan
jual beli pesanan tersebut. Mengenai perjanjian jual beli batu bata,
dilakukan secara lisan atau langsung dan tidak ada perjanjian secara
tertulis. Pemesanan tersebut dapat dilakukan melalui telepon atau langsung
datang ke tempat produksi batu bata. Pihak pembeli langsung meminta
kepada penjual untuk dibuatkan batu bata dan saat itu terjadilah beberapa
perjanjian antara kedua belah pihak, kemudian terjadilah akad jual beli.
Dalam perjanjian ini penjual dan pembeli menentukan empat hal, yaitu:
1. Jumlah batu bata yang dipesan
Banyaknya batu bata yang dipesan dapat sesuai kebutuhan individu
atau untuk kebutuhan proyek. Banyaknya batu bata yang dipesan akan
mempengaruhi harga.
2. Harga
11
Hasil wawancara dengan bapak Dalijo selaku pembeli batu bata di Desa Sumber
Agung pada tanggal 30 Oktober 2017 12
Hasil wawancara dengan bapak Muji selaku pembeli batu bata pada tanggal 2
November 2017
41
Harga harus ada ketika melakukan transaksi jual beli. Agar
memudahkan para pihak, baik penjual maupun pembeli dalam
bernegosiasi mengenai barang yang akan dibeli.
3. Lama proses pembuatan batu bata.
Lamanya proses pembuatan juga merupakan hal penting yang harus
dibicarakan dalam perjanjian jual beli batu bata, karena akan
mempengaruhi proses pengiriman.
4. Ketentuan bolehnya meminta ganti rugi
Hal ini disadari oleh penjual, apabila ada pembeli yang meminta ganti
rugi karena batu bata yang dikirim mengalami kerusakan. Karena hal
tersebut merupakan resiko bagi seorang penjual.13
Risiko yang dialami dalam melakukan jual beli istishna‟ ini
apabila pembeli yang telah memesan batu bata dan barang telah
diserahkan, namun pihak pembeli belum bisa membayar sisa pembayaran
yang telah dijanjikan. Oleh karena itu, penjual memberikan tenggang
waktu kepada pembeli untuk melunasi sisa pembayaran tersebut yang
seharusnya dilakukan saat penyerahan batu bata.14
Selain itu, kelalaian
penjual yang tidak mengirimkan batu bata tersebut pada waktu yang
disepakati. Hal ini bisa menyebabkan kerugian, karena ketika batu bata
tersebut sudah dibutuhkan namun belum juga dikirim oleh penjual.15
13
Hasil wawancara dengan bapak Dartam selaku penjual batu bata di Desa Sumber
Agung pada tanggal 5 November 2017 14
Ibid 15
Hasil wawancara dengan bapak Subandi selaku pembeli batu bata di Desa Sumber
Agung pada tanggal 9 November 2017
42
Keterlambatan pengiriman batu bata ini disebabkan karena
sulitnya mendapatkan tanah liat. Karena curah hujan yang tinggi membuat
tanah menjadi lumpur dan tidak bisa digunakan sebagai bahan baku.16
Karena sulit mendapatkan bahan baku utama, maka terpaksa mencari
sampai keluar desa dengan jarak yang cukup jauh. Menurutnya, kalau
tidak saat musim hujan, biasanya bisa mencetak 15 ribu bata per harinya.
Sedangkan jika musim penghujan, tidak pasti berapa banyak dalam
mencetaknya.17
Tanggapan yang dilakukan pihak pembeli hanya sekedar
melakukan protes dan minta denda atas keterlambatan pengiriman batu
bata.18
Solusi yang diberikan apabila penjual terlambat atau lalai
mengirimkan batu bata tersebut dan kelalaiannya tersebut bukan
disebabkan adanya faktor kesengajaan, sehingga penjual dikenakan denda
5% dari pembayaran yang telah diterima.19
Batu bata yang sudah jadi atau yang sudah dibakar, dimasukkan
ke dalam mobil dan siap dikirim ke pembeli. Dalam memasukkan batu
bata tersebut, penjual dibantu oleh kuli. Batu bata yang dimasukkan adalah
batu bata yang memiliki kualitas bagus, batu bata yang patah akan
16
Hasil wawancara dengan bapak Edi selaku kuli batu bata di Desa Sumber Agung pada
tanggal 10 November 2017 17
Ibid 18
Hasil wawancara dengan bapak Yanto selaku pembeli batu bata pada tanggal 12
November 2017 19
Hasil wawancara dengan bapak Dartam selaku penjual batu bata pada tanggal 5
November 2017
43
disisihkan dan tidak akan dimasukkan ke dalam mobil.20
Setelah itu,
penjual memberikan surat jalan kepada oleh sopir yang mengantar batu
bata, yang nantinya akan diserahkan kepada pembeli. Surat jalan tersebut
berfungsi sebagai nota atau sebagai tanda bukti bahwa batu bata tersebut
sudah dikirim.21
Namun terkadang batu bata yang dikirim banyak yang
mengalami kerusakan. Oleh karena itu pembeli mengajukan komplain
kepada penjual. Hal ini bisa disebabkan karena jalan yang rusak atau tidak
rata dan ketidakhati-hatian sopir dalam membawa mobil dan terkadang
juga ada kuli yang lalai dalam pekerjaannya. Yaitu dengan asal
memasukkan batu bata tanpa memeriksa kerusakan batu bata tersebut.22
Selain kerusakan, adanya ketidaksesuaian antara batu bata yang dipesan
dan yang dikirim maupun dari segi kualitas juga menyebabkan pembeli
mengajukan komplain.23
Penjual memberikan tenggang waktu kepada pembeli yang akan
komplain dengan keadaan batu bata yang rusak. Namun, penjual hanya
memberikan waktu tiga hari. Apabila pembeli komplain melebihi
tenggang waktu yang diberikan penjual, maka penjual tidak akan
mengganti rugi batu bata yang rusak, karena sudah melebihi batas
20
Hasil wawancara dengan bapak Susanto selaku kuli batu bata di Desa Sumber Agung
pada tanggal 27 Oktober 2017 21
Hasil wawancara dengan bapak Dartam selaku penjual batu bata pada tanggal 5
November 2017 22
Hasil wawancara dengan bapak Darsono selaku pembeli batu pada tanggal 1 November
2017 23
Hasil wawancara dengan bapak Dartam selaku penjual batu bata pada tanggal 5
November 2017
44
kesepakatan.24
Dalam hal ini, secara tidak langsung penjual telah
menerapkan khiyar syarat dan khiyar aib, walaupun penjual dan pembeli
tidak memahami makna khiyar yang sebenarnya. Hal ini disebabkan
karena kurangnya ilmu pengetahuan agama masyarakat.
Bagi pembeli yang menginginkan uangnya kembali ketika ada
kerusakan pada batu bata yang dibelinya, maka penjual tidak bersedia
memberikannya. Namun penjual akan memberikan ganti rugi atas batu
bata yang rusak. Meskipun demikian, tidak semua batu bata yang rusak
diganti oleh penjual, hanya sebagian saja dari kerusakannya.25
Batu bata yang boleh dimintai ganti rugi adalah apabila 50%
dari batu bata yang dikirim mengalami rusak parah. Namun, apabila hanya
sedikit yang rusak, maka penjual tidak menerima komplain. Walaupun
demikian, hal ini dapat menyebabkan kerugian bagi pembeli.26
Meskipun
dalam perjanjian jual beli batu bata sudah disebutkan bahwa bolehnya
meminta ganti rugi yang telah disepakati kedua belah pihak, namun
penjual tidak memberikan kriteria yang jelas tentang bagaimana kerusakan
batu bata yang dimaksud. Penjual hanya mengatakan boleh meminta ganti
rugi apabila batu bata yang dikirim mengalami kerusakan. Tentu saja hal
ini menyebabkan ketidaksepahaman antara penjual dan pembeli.
24
Hasil wawancara dengan bapak Dartam selaku penjual batu bata di Desa Sumber
Agung pada tanggal 20 November 2017 25
Hasil wawancara dengan bapak Dartam selaku penjual batu bata di Desa Sumber
Agung pada tanggal 20 November 2017 26
Hasil wawancara dengan bapak Sutarjo selaku pembeli batu bata di Desa Sumber
Agung pada tanggal 19 November 2017
45
C. Analisis penerapan hak khiyar pada jual beli Istishna’ di Desa
Sumber Agung Kecamatan Seputih Mataram Lampung Tengah
Istishna‟ merupakan akad jual beli barang pesanan di antara dua
belah pihak dengan spesifikasi dan pembayaran tertentu. Barang yang
dipesan belum diproduksi atau tidak tersedia di pasaran. Pembayarannya
dapat secara kontan atau dengan cicilan tergantung kesepakatan kedua
belah pihak.27
Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa sistem jual
beli batu bata di desa Sumber Agung telah menggunakan konsep istishna‟.
Hal ini dapat dilihat dari 4 indikator, yaitu:
1. Berupa pesanan
Jual beli batu bata di desa Sumber Agung menggunakan sistem
pesanan. Karena batu bata adalah barang yang harus diproduksi
terlebih dahulu dan agar penjual tidak terburu-buru dalam
mempersiapkan batu bata. Selain itu, agar batu bata yang diinginkan
sesuai dengan waktu yang ditentukan pembeli.
2. Spesifikasi harus jelas
Ketika menggunakan sistem istishna‟, pembeli harus jelas
memberikan spesifikasi barang yang akan dipesannya. Seperti jual
beli batu bata di desa Sumber Agung, pembeli memberikan spesifikasi
bata yang akan dipesan. Contohnya bata yang dipesan harus halus.
27
Siti Mujiatun, Jual Beli Dalam Perspektif Islam: Salam Dan Istisna‟, Dalam Jurnal
Riset Akuntansi dan Bisnis, (Sumut: Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Sumater
Utara) vol.13, No.2, September 2013, h. 212
46
3. Perjanjian
Dalam jual beli istishna‟ harus ada perjanjian. Begitu pula jual beli
istishna‟ di desa Sumber Agung menggunakan akad perjanjian di awal.
Perjanjian tersebut membahas tentang jumlah batu bata yang dipesan,
harga, lama proses pembuatan batu bata, dan ketentuan bolehnya
meminta ganti rugi.
4. Cara pembayaran
Cara pembayaran dalam konsep istishna‟ tidak ditentukan atau
dilakukan sesuai kesepakatan. Bisa dilakukan di awal, diangsur, dan
diakhir. Hal ini juga yang berlaku pada pembayaran jual beli batu bata
di desa Sumber Agung. Pembeli bisa membayar ketika akad, diangsur,
atau diakhir. Pembeli juga bisa memberikan uang muka terlebih
dahulu kemudian melunasinya ketika barang sudah jadi.
Khiyar merupakan hak yang diberikan Islam untuk membatalkan
atau meneruskannya suatu akad. Dalam hal ini, khiyar yang digunakan
adalah khiyar aib. Khiyar aib merupakan pembatalan jual beli dan
pengembalian barang akibat adanya cacat dalam suatu barang yang belum
diketahui, baik aib itu ada ketika transaksi atau baru terlihat setelah
transaksi disepakati sebelum serah terima barang. Yang mengakibatkan
terjadinya khiyar disini adalah aib yang mengakibatkan berkurangnya harga
atau nilai pada barang tersebut.
47
Jika transaksi telah dilakukan dan pembeli telah mengetahui
cacat pada barang tersebut, maka transaksinya sah dan tidak ada lagi
khiyar setelahnya. Hal ini dikarenakan ia telah rela dengan kondisi barang
tersebut. Namun jika pembeli belum mengetahui cacat barang tersebut dan
mengetahuinya setelah transaksi, maka transaksi tetap dinyatakan benar
dan pihak pembeli melakukan khiyar antara mengembalikan barang atau
meminta ganti rugi karena adanya cacat.
Berdasarkan hasil temuan, ini menunjukkan bahwa penjual
sudah menerapkan praktek khiyar pada jual beli istishna‟ meskipun belum
secara sempurna. Khiyar ini terjadi disebabkan oleh dua hal, yaitu:
1. Tanggung Jawab Penjual
Adanya kesadaran bahwa penjual memiliki kewajiban menanggung
kerusakan terhadap barang atau batu bata yang diperjual belikan.
2. Agar Mendapatkan Pelanggan
Dengan penjual memberikan ganti rugi atau menerapkan khiyar, maka
pembeli pun akan berlangganan kepada penjual tersebut.
Setelah menelusuri kegiatan jual beli batu bata di desa Sumber
Agung, sebenarnya mereka telah menerapkan beberapa ketentuan-
ketentuan dalam Islam. Namun, sayangnya istilah praktek khiyar menurut
Islam tidak diaplikasikan secara menyeluruh. Padahal seharusnya penjual
perlu mengetahui konsep khiyar yang harus diikuti dengan pengetahuan
macam-macam khiyar menurut Islam, karena hal tersebut merupakan
konsep dasar dalam jual beli.
48
Kurangngnya terealisasi praktek khiyar secara sempurna
disebabkan karena kurangnya pengetahuan agama masyarakat seperti yang
dikatakan bapak Dartam. Beliau mengatakan bahwa sebagian dari pelaku
transaksi tidak mengetahui tentang praktek khiyar yang sesuai dengan
diajarkan syariat Islam. Maka dari itu mereka belum mengerti bagaimana
cara menghadapi permasalahan seputar gugatan pengembalian atau
pembatalan jual beli sewaktu-waktu itu terjadi. Bahkan beliau pun belum
terlalu paham dengan istilah khiyar.
Ketetapan adanya khiyar mensyaratkan adanya barang
pengganti, baik diucapkan secara jelas atau tidak, kecuali ada keridhoan
dari yang akad. Pada prakteknya, penjual di desa Sumber Agung sudah
menerapkan khiyar atau memberikan ganti rugi terhadap batu bata yang
terdapat cacat, namun ganti rugi tersebut diberikan ketika rusaknya
mencapai 50% dari batu bata yang dikirim. Padahal ketika ada batu bata
yang rusak walaupun kerusakannya tidak mencapai 50%, seharusnya
penjual harus tetap mengganti rugi semua kerusakan tersebut. Karena
apabila tidak diganti, hal tersebut dapat menyebabkan kerugian bagi
pembeli.
Kerusakan batu bata tidak hanya disebabkan karena faktor alam
seperti jalanan yang rusak ataupun kurangnya tanggung jawab sopir yang
tidak berhati-hati dalam mengantarkan batu bata. Namun, kualitas bahan
baku batu bata juga dapat menyebabkan kerusakan tersebut. Kualitas
bahan baku yang jelek dapat menyebabkan batu bata mudah hancur. Selain
49
kerusakan batu bata yang menjadi masalah pembeli untuk komplain,
ketidaksesuaian antara batu bata yang dipesan dengan batu bata yang
dikirim menjadi alasan pembeli untuk komplain. Seperti yang dituturkan
bapak Dartam bahwa ada pembeli yang komplain terhadap batu bata
dikarenakan batu bata yang dikirim tidak sesuai dengan keinginannya.
Pembeli tersebut memesan batu bata dengan kualitas batu bata tersebut
harus halus, namun ketika dikirim batu bata tersebut banyak yang tidak
rata. Hal ini bukan faktor kesengajaan penjual, namun disebabkan bahan
baku yang jelek atau faktor tanah yang banyak bercampur dengan kerikil.
Oleh karena itu, penjual harus memberikan ganti rugi.
Islam telah merumuskan perkara saling rela dalam proses jual
beli sebagai landasan utama. Transaksi dianggap sah menurut Islam
apabila proses jual beli tersebut memenuhi unsur saling rela antar kedua
belah pihak. Kerelaan antara kedua belah pihak dalam bertransksi syarat
mutlak keabsahannya. Berdasarkan firman Allah SWT dalam QS. An-Nisa
(4), dan hadits Nabi riwayat Ibnu Majah: “Jual beli atas dasar kerelaan
(suka sama suka)”.28
Islam mengajarkan untuk menumbuhkan ketentraman dan
kebahagiaan dalam jual beli yang diwujudkan dalam bentuk kerelaan. Hal
ini akan terwujud dengan membangun rasa kepuasan pada masing-masing
pihak. Penjual akan melepas barang dagangannya dengan ikhlas dan
menerima uang, sedangkan pembeli memberikan uang dan menerima
28
Mardani, Fiqih Ekonomi Syariah (Jakarta: Kencana, 2012) h.105
50
barang dagangannya dengan puas pula. Maka hak khiyar ditetapkan dalam
Islam untuk mengatur kerelaan dan kepuasan timbal balik pihak-pihak
yang melakukan jual beli. Dari satu segi memang khiyar ini tidak praktis
karena mengandung arti ketidakpastian suatu transaksi, namun dari segi
kepuasan pihak yang melakukan transaksi, khiyar ini termasuk jalan
terbaik dalam jual beli. Khiyar „aib bisa dijalankan dengan syarat sebagai
berikut:
4) Adanya cacat setelah akad atau sebelum diserahkan
Apabila cacat tersebut ada pada barang yang diperjual
belikan setelah akad, maka khiyar dapat dilaksanakan. Seperti halnya
jual beli batu bata di desa Sumber Agung, ketika terdapat kerusakan
batu bata ketika dalam proses pengiriman, maka khiyar bisa
dijalankan, karena kerusakan tersebut terjadi setelah akad dan bukan
sengaja disembunyikan. Oleh karena itu, penjual akan memberikan
ganti terhadap batu bata yang rusak.
5) Pembeli tidak mengetahui adanya cacat ketika akad dan ketika
menerima barang.
Seperti hal nya jual beli batu bata di desa Sumber Agung,
ketika akad pembeli tidak mengetahui akan adanya cacat atau
kerusakan pada batu bata tersebut. Maka khiyar berlaku. Namun,
apabila pembeli sudah mengetahui keadaan batu bata yang rusak
ketika akad dan menerimanya, maka khiyar tidak berlaku.
51
6) Pemilik barang tidak mensyaratkan agar pembeli membebaskan jika
ada cacat. Dengan demikian, jika penjual mensyaratkannya, maka
tidak ada khiyar. Seperti hal nya penjual batu bata di desa Sumber
Agung tidak memberikan syarat kepada pembeli agar membiarkan
cacat atau kerusakan batu bata tersebut. Maka akan ada khiyar.
Namun, jika pmbeli membebaskannya maka khiyar gugur
Dalam persoalan khiyar, Islam telah mengatur secara rinci.
Adapun praktiknya berbeda-beda karena tidak sepenuhnya berpedoman
dengan ketentuan Islam. Meskipun Islam telah menata struktur praktik
khiyar dengan akurat, namun tidak mayoritas penjual yang menerapkan
prinsipnya. Adakalanya penjual yang merasa tidak mau tahu terhadap hak
pembeli karena pada dasarnya ia hanya bertujuan mencari materi semata.
Padahal perbuatan itu tanpa disadari dapat memicu permusuhan dan
putusnya silaturahmi.
Berdasarkan uraian diatas, dapat diketahui bahwa penerapan
khiyar dalam transaksi jual beli batu bata di desa Sumber Agung sudah
dilakukan meskipun belum maksimal karena tidak semua kerusakan
diganti oleh penjual, hanya sebagian saja dari kerusakan tersebut.
Meskipun demikian pada prakteknya, secara konsep mereka telah
melakukannya. Penjual akan memberikan ganti rugi kepada pembeli
apabila batu bata yang dikirim mengalami kerusakan setelah terjadinya
transaksi jual beli. Karena penjual tidak mengetahui adanya kerusakan
dalam batu bata yang mereka jual.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan pada bab-bab sebelumnya dapat
disimpulkan bahwa penerapan hak khiyar dalam transaksi jual beli batu
bata secara umum sudah sesuai dengan konsep istishna‟ meskipun belum
maksimal. Walaupun penjual tidak mengenal kata “khiyar”, tetapi secara
konsep mereka telah melakukannya.
Sebagaimana khiyar „aib, penjual memberikan ganti rugi kepada
pembeli apabila barangnya terdapat kerusakan setelah terjadi transaksi.
Dalam prakteknya, penjual akan mengganti rugi kepada pembeli apabila
batu bata yang dikirim mengalami kerusakan setelah terjadi transaksi jual
beli. Karena penjual tidak mengetahui jika adanya kerusakan atau cacat
dalam batu bata yang mereka kirim. Hal ini sudah sesuai dengan konsep
khiyar dalam Islam. Namun, tidak semua kerusakan batu bata diganti rugi
oleh penjual. Kurangnya sosialisasi ilmu agama yang menyebabkan
penerapan khiyar pada jual beli batu bata di desa Sumber Agung belum
maksimal.
B. Saran
1. Bagi penjual
Penjual perlu teliti dalam memeriksa keadaan barang atau
batu bata, apakah ada kerusakan atau tidak. Kuli maupun sopir yang
54
mengantarkan batu bata tersebut juga harus berhati-hati dalam
melaksanakan tugasnya. Hal ini untuk menghindari pengembalian atau
permintaan ganti rugi dari pembeli karena rusak dikemudian hari.
2. Bagi pembeli
Pembeli pun harus teliti dan memeriksa batu bata yang telah
sampai di kediamannya. Apakah batu bata tersebut mengalami
kerusakan atau tidak. Apabila terdapat kerusakan hendaknya langsung
dikonfirmasi kepada penjual agar mendapatkan ganti rugi. Karena
apabila penjual baru menyadari kerusakan batu bata dan komplain
melebihi batas yang ditetapkan penjual, maka penjual tidak akan
mengganti rugi.
DAFTAR PUSTAKA
Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008
Cholid Narbuko dan Abu Achmadi, Metodologi Penelitian, Jakarta: PT Bumi
Aksara, 2007.
Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2010
Enang Hidayat, Fiqih Jual Beli, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2015
Gufron A. Mas‟adi, Fiqih Mu‟amalah Kontekstual, Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2002
Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, Jakarta: Rajawali Pers, 2013
Husein Umar, Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis, (Jakarta :
PT.Raja Grafindo Persada,2009
Imam Mustofa, Fiqih Mu‟amalah Kontemporer, Lampung: STAIN Jurai Siwo
Metro Lampung, 2014
Ismail, Perbankan Syariah, Jakarta: Kencana, 2011
Juliansyah Noor, Metodologi Penelitian, Jakarta : Kencana Prenada Media Group,
2011
Kartini Kartono, Pengantar Metodologi Riset Sosial, Bandung: Mandar Maju,
1996
Lexy j Moleong, Metodelagi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja
Rosadakarya, 2014
Mardani, Ayat-Ayat dan Hadits Ekonomi Syariah, Jakarta: Rajawali Press, 2011
Moh Nazir, Metode penelitian, Bogor: Ghalia Indonesia, 2005
Muhammad Syafi‟i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktek, Jakarta: Gema
Insani, 2001
Nanang Martono, Metode Penelitian Kuantitatif, Jakarta: Rajawali Press, 2012
Nasrun Haroen, Fiqih Muamalah, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007
Nizaruddin, Fiqih Muamalah, Yogyakarta: Idea Press, 2013
Nurul Huda, Lembaga Keuangan Islam: Tinjauan Teoritis dan Praktis, Jakarta:
Kencana, 2012
Rachmat Syafe‟i, Fiqih Muamalah, Bandung: Pustaka Setia, 2001
Rozalinda, Fikih Ekonomi Syariah, Jakarta: Rajawali Pers, 2016
Saifuddin Azwar, Metode Penelitian, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011
Saleh Al-Fauzan, Fiqih Sehari-Hari, diterjemahkan oleh Abdul Hayyie Al-
Kattani,dkk, dengan judul asli Al-Mulakhsul Fiqhi, Jakarta: Gema
Insani, 2005
Siah Khosyi‟ah, Fiqih Muamalah Perbandingan, Bandung: CV Pustaka Setia,
2014
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, Bandung:
Alfabeta, 2015
Sumardi Suryabrata, Metodologi Penelitian, Jakarta: Rajawali Press, 2014
Suraya Murcitaningrum, Metodologi Penelitian Ekonomi Islam, Bandar
Lampung: Ta,Lim Press, 2013
Uhar Suharsa Putra, Metode Penelitian Kuatitati, Kualitatif, dan Tindakan,
Bandung: Rafika Aditama, 2012
W. Gulo, Metodologi Penelitian, Jakarta: PT Grasindo, 2002
Chandra Dewi Puspitasari, Tanggung Jawab Developer untuk Menanggung Cacat
Tersembunyi dalam Perjanjian Jual Beli Rumah Perumahan, dalam
Jurnal Penelitian Humaniora(Yogyakarta: FISE UNY), Vol 12, no 2,
Oktober 2007.
Mujiatun Ridawati, Konsep Khiyar „Aib Dan Relevansinya Dengan Garansinya
dalam Tafaqquh (Lombok: IAI Qamarul Huda Bagu Lombok Tengah)
Vol.1, no.1, Juni 2016
Shobirin, Jual Beli Dalam Pandangan Islam, dalam Jurnal Bisnis (Kudus: STAIN
KUDUS) Vol. 3, No. 2, Desember 2015
Siti Mujiatun, Jual Beli Dalam Perspektif Islam: Salam Dan Istisna‟, Dalam
Jurnal Riset Akuntansi dan Bisnis, (Sumut: Fakultas Ekonomi
Universitas Muhammadiyah Sumater Utara) vol.13, No.2, September
2013
Yulia Hafizah, Khiyar Sebagai Upaya Mewujudkan Keadilan Dalam Bisnis Islam,
dalam Jurnal At-Taradhi (Manado: Universitas Sam Ratulangi), Vol.
3/No. 2 /Desember/2012
PENERAPAN HAK KHIYAR PADA JUAL BELI ISTISHNA’
(Studi Kasus Jual Beli Batu Bata di Desa Sumber Agung Kecamatan Seputih
Mataram Lampung Tengah)
OUTLINE
HALAMAN SAMPUL
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PERSETUJUAN
HALAMAN PENGESAHAN
ABSTRAK
HALAMAN ORISINILITAS PENELITIAN
HALAMAN MOTTO
HALAMAN PERSEMBAHAN
HALAMAN KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Pertanyaan Penelitian
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
D. Sistematika Penulisan
E. Penelitian Relevan
BAB II LANDASAN TEORI
A. Jual Beli Istishna‟
1. Pengertian Istishna‟
2. Dasar Hukum Istishna‟
3. Rukun dan Syarat Istishna‟
4. Ketentuan Jual Beli Istishna‟
B. Hak Khiyar
4. Pengertian Khiyar
5. Macam-Macam Hak Khiyar
6. Hikmah Disyariatkannya Khiyar
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Dan Sifat Penelitian
B. Sumber Data
C. Teknik Pengumpulan Data
D. Teknik Penjamin Keabsahan Data
E. Teknis Analisa Data
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
D. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
3. Sejarah Dan Profil Desa Sumber Agung Kecamatan Seputih Mataram
Lampung Tengah
4. Visi dan Misi Desa Sumber Agung Kecamatan Seputih Mataram
Lampung Tengah
E. Penerapan hak khiyar pada jual beli Istishna‟ di Desa Sumber Agung
Kecamatan Seputih Mataram Lampung Tengah
F. Analisis penerapan hak khiyar pada jual beli Istishna‟ di Desa Sumber
Agung Kecamatan Seputih Mataram Lampung Tengah
ALAT PENGUMPUL DATA TENTANG PENERAPAN HAK KHIYAR
PADA JUAL BELI ISTISHNA’
(Studi Kasus Jual Beli Batu Bata di Desa Sumber Agung Kecamatan Seputih
Mataram Lampung Tengah)
A. Interview/Wawancara
1. Wawancara kepada pemilik dan kuli industri batu bata desa
Sumber Agung Kecamatan Seputih Mataram Lampung Tengah:
a. Apakah anda mengetahui tentang jual beli Istishna‟?
b. Apa alasan anda melakukan jual beli dengan sistem Istishna‟ atau
pesanan?
c. Bagaimana proses pelaksanaan jual beli dengan menggunakan
sistem pesanan dalam jual beli batu bata di Desa Sumber Agung
Kecamatan Seputih Mataram Lampung Tengah?
d. Apakah anda sudah memasukkan batu bata ke dalam mobil untuk
dijual dengan kualitas yang baik?
e. Apakah ada pembeli yang komplain terhadap batu bata yang anda
jual?
f. Hal apa yang anda lakukan apabila ada pembeli yang komplain
dengan batu bata tersebut?
g. Apakah batu bata yang sudah dibeli namun terdapat rusak boleh
dikembalikan?
h. Apabila boleh, apakah ada ketentuan dalam pengembaliannya
tersebut?
i. Apakah anda akan mengganti rugi terhadap kerusakan batu bata
tersebut?
j. Berapakah batas waktu yang anda berikan terhadap komplain para
pembeli?
k. Apakah anda akan tetap mengganti rugi ketika batas waktu
komplain yang anda berikan kepada pembeli telah habis?
l. Apakah anda akan mengganti rugi apabila kerusakan batu bata
tersebut disebabkan karena faktor jalanan yang rusak?
2. Wawancara kepada pembeli batu bata di Desa Sumber Agung
Kecamatan Seputih Mataram Lampung Tengah:
a. Apakah alasan anda melakukan jual beli dengan menggunakan
sistem Istishna‟ dalam membeli batu bata tersebut?
b. Menurut anda apa kelebihan dari jual beli Istishna‟ di Desa
Sumber Agung Kecamatan Seputih Mataram Lampung Tengah?
c. Bagaimana proses pelaksanaan jual beli Istishna‟ yang anda
lakukan di Desa Sumber Agung Kecamatan Seputih Mataram
Lampung Tengah?
d. Bagaimana anda menanggapi kelalaian barang yang telah
disepakati antara anda dan pihak penjual batu bata?
e. Apa solusi yang diberikan oleh pihak penjual batu bata terhadap
permasalahan pembeli tersebut?
f. Apakah anda mendapatkan ganti rugi apabila batu bata tersebut
rusak?
B. Dokumentasi
1. Sejarah dan profil Desa Sumber Agung Kecamatan Seputih Mataram
Lampung Tengah.
2. Visi dan Misi Desa Desa Sumber Agung Kecamatan Seputih Mataram
Lampung Tengah.
3. Struktur organisasi Desa Sumber Agung Kecamatan Seputih Mataram
Lampung Tengah.
4. Dokumen terkait penerapan hak khiyar pada jual beli Istishna‟.
C. Observasi
1. Pengamatan terhadap pelaksanaan jual beli Istishna‟ di Desa Sumber
Agung Kecamatan Seputih Mataram Lampung Tengah.
2. Pengamatan terhadap penerapan hak khiyar pada jual beli Istishna‟
studi Desa Sumber Agung Kecamatan Seputih Mataram Lampung
Tengah.