Post on 30-Dec-2015
description
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tugas perkembangan pada masa remaja menuntut perubahan besar
dalam peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Perubahan
besar yang dimaksud salah satunya adalah ketika masa kanak-kanak dan masa
puber terdapat pertentangan dengan lawan jenis, masuk masa remaja berarti
mempelajari hubungan baru lawan jenis dengan tujuan bagaimana bergaul
dengan lawan jenis dan teman sebaya. Sehingga agar tugas perkembangan
remaja dalam hal ini adalah siswa kelas XI SMK Diponegoro 1 Rawamangun
Jakarta Timur tersebut optimal maka perlu adanya bimbingan dan konseling
yang terkait dengan aspek pribadi-sosial individu. Syamsu Yusuf (2009:55),
salah satunya adalah memiliki kemampuan berinteraksi sosial (human
relationship), yang diwujudkan dalam bentuk hubungan persahabatan,
persaudaraan atau silaturahmi dengan sesama manusia.
Berkaitan dengan hubungan sosial, remaja harus menyesuaikan diri
dengan orang di luar lingkungan keluarga, dan kelompok teman sebaya (peer
group). Kuatnya pengaruh kelompok sebaya terjadi karena remaja lebih
banyak berada di luar rumah bersama dengan teman sebaya. saling
mencontoh atau meniru, bisa saling curhat dan berbagi. Kelompok teman
sebaya memiliki aturan dan norma sosial tertentu yang harus dipatuhi oleh
remaja sebagai anggota kelompoknya.
2
Didalam kelompok remaja lebih banyak bergantung dengan aturan
dan norma yang berlaku dalam kelompok, disebabkan oleh adanya motivasi
remaja untuk menuruti ajakan dalam kelompoknya cukup tinggi, karena
menganggap aturan kelompok adalah yang paling benar serta ditandai dengan
berbagai usaha yang dilakukan remaja agar diterima dan diakui
keberadaannya dalam kelompok. Kondisi emosional yang labil pada remaja
juga turut mendorong individu untuk lebih mudah melakukan konformitas.
Kebutuhan untuk diterima dalam kelompok sebaya menyebabkan
remaja melakukan perubahan dalam sikap dan perilaku sesuai dengan
perilaku anggota kelompok teman sebaya. Hal ini disebutkan oleh Hurlock
(1980:213) yang menjelaskan demikian pula bila anggota kelompok mencoba
minum alkohol, obat-obat terlarang atau merokok, maka remaja cenderung
mengikutinya tanpa memperdulikan akibatnya bagi diri mereka sendiri. Hal
tersebut tidak mengherankan, karena terkadang remaja begitu ingin diterima
sehingga akan melakukan apapun sesuai penilaian dan persetujuan dari
kelompok teman sebaya agar diterima dan diakui keberadaannya dalam
kelompok.
Sarwono (2009:106) melakukan tindakan yang sesuai dengan norma
sosial dalam psikologi sosial dikenal sebagai konformitas. Baron dkk. (dalam
Sarwono, 2009:106) Konformitas adalah suatu bentuk pengaruh sosial
dimana individu mengubah sikap dan tingkah lakunya agar sesuai dengan
norma sosial. Dari pengertian konformitas yang disebutkan oleh para ahli
maka dapat disimpulkan bahwa konformitas merupakan perilaku sama
3
dengan orang lain sesuai dengan norma yang ada. Kiesler & Kiesler (dalam
Sarwono, 2001:173) Adanya konformitas dapat dilihat dari perubahan
perilaku atau keyakinan karena adanya tekanan dari kelompok, baik yang
sungguh-sungguh ada maupun yang dibayangkan saja.
Tekanan yang terjadi didalam kelompok baik langsung maupun tidak
langsung akan menyebabkan perubahan prilaku remaja. perubahan ini terjadi
sebagai usaha remaja untuk menyesuaikan diri dengan norma kelompok.
Remaja yang tidak menyesuaikan diri dengan norma kelompok akan
menyebabkan kesenjangan antar anggota kelompok. Kuatnya pengaruh
norma kelompok pada perilaku remaja memicu munculnya perilaku-perilaku
yang tidak sesuai dengan norma masyarakat.
Agar remaja sebagai peserta didik berkembang sesuai tujuan
pendidikan dibutuhkan suatu upaya mengembangkan dan memfasilitasi
potensi peserta didik. Upaya ini merupakan bagian dari tanggung jawab
bimbingan dan konseling disekolah diorientasikan pada upaya memfasilitasi
perkembangan peserta didik yang meliputi aspek pribadi, sosial, karir dan
belajar.
Havighurst (dalam Hurlock, 1994:220) berpendapat bahwa kelompok
teman sebaya adalah suatu kelompok yang terdiri dari remaja yang
mempunyai usia, sifat, dan tingkah laku yang sama dan ciri-ciri utamanya
adalah timbul persahabatan. Konsep konformitas seringkali digeneralisasikan
untuk masa remaja karena dari banyak penelitian terungkap, salah satunya
adalah penelitian Solomon Asch (dalam Sarwono, 2009:107-108)
4
menunjukan bahwa orang cenderung melakukan konformitas. Yang kedua
penelitian yang dilakukan oleh Rambe (dalam Sarwono, 2009:111-112)
terkait tawuran remaja yang menunjukan hasil remaja memiliki
kecenderungan untuk melakukan konformitas.
Hal tersebut dapat dimengerti mengingat pada masa remaja proses
pemantapan diri sedang berlangsung sehingga remaja akan lebih rentan
terhadap pengaruh perubahan dan tekanan yang ada di sekitarnya. Dari
beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan Dasar utama dari konformitas
adalah ketika individu melakukan aktivitas dimana terdapat dorongan yang
kuat untuk melakukan sesuatu yang sama dengan yang lainnya, walaupun
tindakan tersebut merupakan cara-cara yang menyimpang. Remaja yang
mempunyai tingkat konformitas tinggi akan lebih banyak tergantung pada
aturan dan norma yang berlaku dalam kelompoknya, sehingga remaja
cenderung mengatribusikan setiap aktivitasnya sebagai usaha kelompok,
bukan usahanya sendiri. Monks, dkk, (2006:283) Apabila kelompok tersebut
dirasa menguntungkan maka remaja akan berbuat sesuai dengan tuntutan
(pemimpin-pemimpin) kelompoknya. maka kecenderungan melakukan
konformitas semakin banyak.
Konformitas terhadap tekanan teman sebaya pada remaja dapat
menjadi positif dan negatif. konformitas remaja yang positif yaitu seperti
keterlibatan remaja dengan kumpulan atau sebuah organisasi yang
mengumpulkan uang untuk kegiatan kemanusiaan, menghabiskan waktu
dengan anggota dari perkumpulan dan dengan mengajak juga terlibat dalam
5
kegiatan-kegiatan yang positif; sedangkan konformitas remaja yang negatif
yaitu seperti menggunakan bahasa yang asal-asalan, mencuri, coret mencoret,
dan mempermainkan orang tua dan guru.
Berdasarkan uraian tersebut dapat dikatakan bahwa teman sebaya
merupakan sumber penghargaan lebih besar daripada ibu dan ayah mereka
Hal ini dapat terjadi karena dalam hubungan dengan teman sebaya tidak
ditemui adanya pengharapan dan tuntutan yang membebani sebagaimana
halnya dari orang tua.
Hubungan dengan teman sebaya yang ditujukan dengan interaksi
yang terus terjalin dengan teman sebaya membuat remaja mempersepsi
dirinya berdasarkan cerminan dari penilaian teman sebaya. Penilaian orang
lain menurut persepsi individu yang bersangkutan dan penilaian diri yang
dilakukan oleh dirinya sendiri mempengaruhi konsep diri remaja
Hurlock (1980) mengemukakan, konsep diri merupakan inti dari pola
perkembangan kepribadian seseorang yang akan mempengaruhi berbagai
bentuk sifat. Jika konsep diri positif, anak akan mengembangkan sifat-sifat
seperti kepercayaan diri, harga diri dan kemampuan melihat dirinya secara
realistis, sehingga akan menumbuhkan penyesuaian yang baik. Sebaliknya
apabila konsep diri negatif, dapat membentuk kepribadian remaja yang tidak
sehat seperti rendah diri, tidak percaya diri, pemalu dan sebagainya. konsep
diri mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap perilaku individu, yaitu
individu akan bertingkah laku sesuai dengan konsep diri yang dimiliki.
6
Menurut pendapat Hurlock diatas dapat diambil kesimpulan bahwa
Konsep diri sangat mempunyai peranan penting untuk menyeimbangkan
prilaku remaja dengan tatacara perilaku pergaulannya dengan teman
sebayanya. remaja juga tidak terjebak pada prilaku konformitas yang dapat
menyebabkan kerugian pada dirinya. Maka dari itu perlu adanya bimbingan
agar remaja dapat berkembang dan tumbuh secara optimal sehingga dapat
mengetahui bakat dan minatnya.
Realitas yang terjadi dari hasil pengamatan peneliti ketika beberapa
bulan memberikan layanan bimbingan konseling disekolah terjadi venomena
dikalangan remaja dalam hal ini adalah siswa. hasil dari pengamatan tersebut
venomena yang terjadi banyak di kalangan remaja dalam melakukan
hubungan interaksi sosial membentuk kelompok kecil untuk saling berbagi,
bercerita, mengobrol, bercanda, dan lain sebagainya. Uniknya prilaku anggota
kelompok tersebut memiliki kesamaan baik dalam menggunakan bahasa, cara
bercanda, maupun gaya hidup. Seperti : ayo men kita ke kantin, sama Ae
kaya temen gue, speak ae lu, ah dia mah ngehe dan lain sebagainya.
Venomena prilaku tersebut mengantarkan peneliti kedalam pertanyaan
apakah konsep diri yang mendasari remaja untuk melakukan konformitas.
Berdasarkan permasalahan di atas maka peneliti ingin melakukan
penelitian dengan judul “Hubungan Konsep Diri Remaja Dengan
Konformitas Teman Sebaya”
7
B. Identifikasi Masalah
Dalam rumusan masalah ini peneliti mencoba mengangkat
permasalahan siswa Sekolah Menengah Atas karena merupakan masa remaja
madya dengan segala bentuk perubahan dan permasalahan. terutama dalam
bidang pribadi dan sosial yang harus di hadapi menuju kedewasaan. Adapun
identifikasi masalah ini adalah :
1. Bagaimana gambaran umum perilaku konformitas teman sebaya yang
dilakukan remaja kelas XI SMK Diponegoro 1 Jakarta Timur pada
Tahun Ajaran 2012-2013?
2. Bagaimana gambaran umum konsep diri pada remaja kelas XI SMK
Diponegoro 1 Jakarta Timur pada Tahun Ajaran 2012-2013?
3. Apakah terdapat hubungan yang signifikan antara konsep diri remaja
dengan konformitas teman sebaya di kelas XI SMK Diponegoro 1
Jakarta Timur pada Tahun Ajaran 2012-2013?
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas maka permasalahan yang
dapat dibatasi pada hubungan konsep diri remaja dengan konformitas teman
sebaya di kelas XI SMK Diponegoro 1 Jakarta Timur pada Tahun Ajaran
2012-2013
D. Rumusan Masalah
Apakah ada hubungan konsep diri remaja dengan konformitas teman
sebaya di kelas XI SMK Diponegoro 1 Jakarta Timur pada Tahun Ajaran
8
2012-2013
E. Tujuan Penelitian
Tujuan dari meneliti masalah ini adalah untuk mengetahui hubungan
konsep diri remaja dengan konformitas teman sebaya di kelas XI SMK
Diponegoro 1 Jakarta Timur pada Tahun Ajaran 2012-2013
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk:
1. Memperoleh khazanah keilmuan dalam bidang Bimbingan dan
Konseling yang dapat dijadikan referensi bagi peneliti selanjutnya.
2. Memberikan sumbangan bagi ilmu pengetahuan khususnya di bidang
Bimbingan dan Konseling tentang hubungan konsep diri remaja dengan
konformitas teman sebaya
3. bagi orang tua, penelitian ini dapat digunakan agar dapat memperoleh
gambaran tentang keadaan remaja saat ini dan lebih memberikan
perhatian, penghargaan dan mengarahkan anak kepada hal-hal positif
agar memiliki konsep diri yang positif.
4. bagi siswa, penelitian ini dapat dijadikan sebagai bekal pengetahuan
dalam mengenal dan memahami pentingnya konsep diri yang positif
dalam kehidupan sehari-hari sehingga remaja tidak terjebak dan terbawa
oleh pengaruh negatif dari konformitas teman sebaya
9
BAB II
KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS
A. KAJIAN TEORI
1. KONFORMITAS
a. Pengertian Konformitas
Baron, dkk 2008 (Sarwono: 2009:105) mendefinisikan konformitas
adalah suatu bentuk pengaruh sosial dimana individu mengubah sikap
dan tingkah lakunya agar sesuai dengan norma sosial.
Sedangkan menurut Sarwono (2001:182) berpendapat bahwa
konformitas adalah prilaku sama dengan orang lain yang didorong oleh
keinginan sendiri.
Konformitas terhadap kelompok teman sebaya ternyata merupakan
suatu hal yang paling banyak terjadi pada masa remaja. Agar remaja
dapat diterima dalam kelompok acuan maka penampilan fisik merupakan
potensi yang dimanfaatkan untuk memperoleh hasil yang menyenangkan
yaitu merasa terlihat menarik atau merasa mudah berteman.
Konformitas muncul pada masa remaja awal yaitu antara 13 tahun
sampai 16 atau 17 tahun, yang ditunjukkan dengan cara menyamakan diri
dengan teman sebaya dalam hal berpakaian, bergaya, berperilaku,
berkegiatan dan sebagainya. Sebagian remaja beranggapan bila mereka
berpakaian atau menggunakan aksesoris yang sama dengan yang sedang
diminati kelompok acuan, maka timbul rasa percaya diri dan kesempatan
10
diterima kelompok lebih besar. Oleh karena itu, remaja cenderung
menghindari penolakan dari teman sebaya dengan bersikap konform atau
sama dengan teman sebaya. seperti yang diungkapkan oleh Shepard
(Kamanto, 2004:175) yang mendefinisikan konformitas merupakan
bentuk interaksi yang di dalamnya seseorang berprilaku terhadap orang
lain sesuai dengan harapan kelompok.
Sears (1985:76) memandang konformitas sebagai bentuk khusus
dari ketaatan yang dilakukan karena adanya tekanan kelompok. Bentuk
tekanan kelompok sebagai motif untuk berprilaku konfrom mencakup
harapan untuk diberi penghargaan dari kelompok atau untuk menghindari
hukuman, Theodore, (1985:321)
Zebua dan Nurdjayadi mengungkapkan Konformitas adalah satu
tuntutan yang tidak tertulis dari kelompok teman sebaya terhadap
anggotanya namun memiliki pengaruh yang kuat dan dapat menyebabkan
munculnya perilaku-perilaku tertentu pada remaja-anggota kelompok
tersebut (http://abudaud2010.blogspot.com/2010/08/konformitas.html: di
akses pada tanggal 22 Mei 2013).
Sears (1985:76) berpendapat bahwa bila seseorang menampilkan
perilaku tertentu karena disebabkan oleh orang lain menampilkan
perilaku tersebut, disebut konformitas.
Zebua dan Nurdjayadi (Swandono dkk, 2013:9) mengemukakan
bahwa konformitas pada remaja umumnya terjadi karena mereka tidak
ingin dipandang berbeda dengan teman-temannya. Pada remaja, tekanan
teman sebaya lebih dominan. Hal ini disebabkan oleh besarnya keinginan
11
untuk menjaga harmonisasi dan penerimaan sosial dalam kelompok.
Kiesler & Kiesler (Sarwono, 2001:172) menyatakan bahwa
konformitas adalah perubahan prilaku atau keyakinan karena adanya
tekanan dari kelompok baik yang sungguh-sunggu ada maupun yang
dibayangkan saja.
Dengan demikian secara garis besar konformitas adalah
kecenderungan berperilaku sama dengan orang lain akibat adanya
tekanan individu atau kelompok. Tekanan tersebut dapat berupa tekanan
secara langsung atau tidak langsung dengan tujuan supaya individu
diterima orang lain atau terhindar dari masalah.
b. Teman Sebaya
Hurlock (1980:214) Kelompok sebaya memberikan sebuah dunia
tempat kawula muda dapat melakukan sosialisasi dalam suasana di mana
nilai-nilai yang berlaku bukanlah nilai-nilai yang ditetapkan oleh orang
dewasa melainkan oleh teman-teman seusianya.
Menurut Santoso (1992:82-85) Dalam kelompok sebaya individu
merasakan adanya kesamaan satu dengan yang lainya seperti di bidang
usia, kebutuhan dan tujuan yang dapat memperkuat kelompok. di antara
anggota kelompok merasakan adanya tanggung jawab di atas
keberhasilan dan kegagalan kelompoknya.
Sedangkan menurut Syamsu Yusuf (2000:60) Teman sebaya adalah
sekelompok anak yang mempunyai kesamaan dalam minat, nilai-nilai,
sifat-sifat kepribadian dan pendapat. Kesamaan inilah yang menjadi
12
faktor utama pada anak dalam menentukan daya tarik hubungan
interpersonal dengan teman seusianya.
Kelompok teman sebaya disebut juga “peer groups” yakni
kelompok anak sebaya yang dapat berinteraksi dan bersosialisasi. Dalam
berinteraksi dan bersosialisasi secara tidak langsung remaja akan
menemukan nilai-nilai yang telah lakukan atau disepakati oleh teman
sebayanya.
Teman sebaya yaitu suatu kelompok anak-anak yang memiliki
tingkat usia dan ciri-ciri yang sama dan memiliki kesenangan yang sama.
(http://zaturasmith34.blogspot.com/2013/03/definisi-teman-sebaya.html.
diakses 14 Mei 2013).
Chaplin. J.P. (2000:357) mendefinisikan teman sebaya merupakan
satu kelompok dengan mana anak mengasosiasikan dirinya. Dengan kata
lain teman sebaya merupakan sekelompok kawan yang seusia atau yang
memiliki persamaan, baik secara sah maupun secara psikologi
Dengan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa yang
dimaksud dengan teman sebaya adalah suatu kelompok baru yang
anggotanya di luar anggota keluarga yang mempunyai kesamaan nilai-
nilai, sifat-sifat, pendapat, minat dan usianya rata-rata sejajar atau relatif
sama. Biasanya mereka sering bertemu sehingga timbul keakraban serta
dapat memberikan rasa aman yang satu dengan yang lainnya.
13
c. Konformitas Teman Sebaya
Konformitas dapat terjadi dalam beberapa bentuk dan
mempengaruhi aspek-aspek kehidupan remaja. Konformitas (conformity)
muncul ketika individu meniru sikap atau tingkah laku orang lain di
karenakan tekanan yang nyata maupun yang dibayangkan oleh mereka.
Tekanan untuk mengikuti teman sebaya menjadi sangat kuat pada masa
remaja.
Konformitas terhadap tekanan teman sebaya, remaja dapat menjadi
positif dan negatif. Remaja terlibat dengan tingkah laku sebagai akibat
dari konformitas yang negatif, seperti menggunakan bahasa yang asal-
asalan, mencuri, coret mencoret, dan mempermaikan orang tua dan guru.
Namun banyak konformitas pada remaja yang tidak negatif dan
merupakan keinginan untuk terlibat dalam dunia teman sebaya, misalnya
berpakaian seperti teman-temannya dan ingin menghabiskan waktu
dengan anggota dari perkumpulan. Keadaan seperti ini dapat melibatkan
aktivitas sosial yang baik, misalnya ketika suatu perkumpulan
mengumpulkan uang untuk alasan yang benar.
Kesimpulannya, konformitas teman sebaya merupakan ide yang
umum dalam kehidupan remaja. Kekuatannya dapat diamati pada hampir
tiap sisi kehidupan remaja, pilihan mereka atas baju yang ingin dipakai,
musik yang ingin didengarkan, bahasa, nilai-nilai, aktivitas liburan dan
lain-lain. Orang tua, guru dan orang dewasa lainnya dapat membantu
remaja untuk menghadapi tekanan teman sebaya.
14
d. Jenis Konformitas
Menurut Myers (Sarwono, 2009:111) terdapat dua jenis
konformitas, yaitu compliance dan acceptance.
1). Compliance
Individu bertingkah laku sesuai dengan tekanan kelompok,
sementara secara pribadi ia tidak menyetujui tingkah laku tersebut.
2). Acceptance
Tingkah laku dan keyakinan individu sesuai dengan tekanan
kelompok yang diterimanya.
e. Aspek-Aspek Konformitas
Konformitas sebuah kelompok acuan dapat mudah terlihat dengan
adanya ciri-ciri yang khas. Sears (1985:85-87) mengemukakan secara
eksplisit bahwa konformitas remaja ditandai dengan adanya tiga hal
sebagai berikut:
1). Kekompakan
Kekuatan yang dimiliki kelompok acuan menyebabkan
remaja tertarik dan ingin tetap menjadi anggota kelompok. Eratnya
hubungan remaja dengan kelompok acuan disebabkan perasaan suka
antara anggota kelompok serta harapan memperoleh manfaat dari
keanggotaannya. Semakin besar rasa suka anggota yang satu
terhadap anggota yang lain, dan semakin besar harapan untuk
memperoleh manfaat dari keanggotaan kelompok serta semakin
15
besar kesetiaan mereka, maka akan semakin kompak kelompok
tersebut. Kekompakan tersebut dapat dipengaruhi oleh hal-hal
sebagai berikut:
a). Penyesuaian Diri
Kekompakan yang tinggi menimbulkan tingkat
konformitas yang semakin tinggi. Alasan utamanya adalah
bahwa bila orang merasa dekat dengan anggota kelompok lain,
akan semakin menyenangkan bagi mereka untuk mengakui kita,
dan semakin menyakitkan bila mereka mencela kita.
kemungkinan untuk menyesuaikan diri akan semakin besar bila
kita mempunyai keinginan yang kuat untuk menjadi anggota
sebuah kelompok tertentu.
b). Perhatian terhadap Kelompok
Peningkatan konformitas terjadi karena anggotanya
enggan disebut sebagai orang yang menyimpang. Seperti yang
telah kita ketahui, penyimpangan menimbulkan resiko ditolak.
Orang yang terlalu sering menyimpang pada saat-saat yang
penting diperlukan, tidak menyenangkan, dan bahkan bias
dikeluarkan dari kelompok. Semakin tinggi perhatian seseorang
dalam kelompok semakin serius tingkat rasa takutnya terhadap
penolakan, dan semakin kecil kemungkinan untuk tidak
meyetujui kelompok.
16
2). Kesepakatan
Pendapat kelompok acuan yang sudah dibuat memiliki tekanan
kuat sehingga remaja harus loyal dan menyesuaikan pendapatnya
dengan pendapat kelompok. Kesepakatan tersebut dapat di pengaruhi
oleh hal-hal sebagai berikut:
a). Kepercayaan
Penurunan melakukan konformitas yang drastis
karena hancurnya kesepakatan disebabkan oleh faktor
kepercayaan. Tingkat kepercayaan terhadap mayoritas akan
menurun bila terjadi perbedaan pendapat, meskipun orang yang
berbeda pendapat itu sebenarnya kurang ahli bila dibandingkan
anggota lain yang membentuk mayoritas. Bila seseorang sudah
tidak mempunyai kepercayaan terhadap pendapat kelompok,
maka hal ini dapat mengurangi ketergantungan individu
terhadap kelompok sebagai sebuah kesepakatan.
b. Persamaan Pendapat
Bila dalam suatu kelompok terdapat satu orang saja tidak
sependapat dengan anggota kelompok yang lain maka
konformitas akan turun. Kehadiran orang yang tidak sependapat
tersebut menunjukkan terjadinya perbedaan yang dapat
berakibat pada berkurangnya kesepakatan kelompok. Jadi
dengan persamaan pendapat antar anggota kelompok maka
konformitas akan semakin tinggi.
17
c. Penyimpangan terhadap pendapat kelompok
Bila orang mempunyai pendapat yang berbeda dengan
orang lain dia akan dikucilkan dan dipandang sebagai orang
yang menyimpang, baik dalam pandangannya sendiri maupun
dalam pandangan orang lain. Bila orang lain juga mempunyai
pendapat yang berbeda, dia tidak akan dianggap menyimpang
dan tidak akan dikucilkan. Jadi kesimpulan bahwa orang yang
menyimpang akan menyebabkan penurunan kesepakatan
merupakan aspek penting dalam melakukan konformitas.
3). Ukuran Kelompok
Serangkaian eksperimen menunjukan bahwa konformitas akan
meningkat bila ukuran mayoritas yang sependapat juga meningkat
setidak-tidaknya sampai tingkat tertentu,
Eksperimen yang dilakukan oleh Asch (1951) yang mengubah
ukuran mayoritas dari dua sampai 16 orang untuk melakukan aktifitas
yang sama dan pada waktu yang bersamaan menghasilkan. tingkat
konformitas yang paling tinggi ukuran kelompok yang optimal adalah
tiga atau empat orang. Asch (Sears, 1985:88-89). Dengan demikian
berdasarkan hasil eksperimen yang dilakukan oleh Asch menyimpulkan
bahwa tingkat konformitas yang paling kuat terjadi antara tiga sampai
empat orang. lebih dari tiga sampai empat orang tingkat konformitas
tidak sekuat tiga atau empat orang.
18
Berbeda dengan Penelitian yang dilakukan oleh Wilder (1977)
yang berbanding terbalik dari penelitian Asch. Wilder memberikan
kejelasan bahwa yang menimbulkan perbedaan konformitas yang terjadi
bukan jumlah orang semata-mata. Hasil penelitian Wilder menyimpulkan
bahwa pengaruh kelompok pada konformitas tidak terlalu besar akan
tetapi yang menjadi pengaruh utamanya adalah jumlah pendapat lepas
(independent opinion) dari kelompok yang berbeda atau dari individu,
Wilder (Sears, 1985:90)
Dengan demikian hasil penelitian Wilder menjelaskan ukuran
kelompok diatas tiga atau empat orang hanya sedikit mempengaruhi
konformitas bila kelompok bertindak sebagai suatu kesatuan jumlah
individu dalam kelompok tersebut tidak akan menimbulkan pengaruh.
Akan tetapi penilaian lepas dari orang di luar kelompok dapat
meningkatkan konformitas.
f. Faktor Yang Mempengaruhi Konformitas
Ada empat faktor yang perlu diperhatikan yang dapat
mempengaruhi konformitas (Baron dan Byrne, 2003:56-57), yaitu:
1). Kohesivitas
Kohesivitas dapat didefinisikan sebagai derajat ketertarikan
yang dirasa individu terhadap suatu kelompok. Semakin besar
kohesivitas, maka akan tinggi keinginan individu untuk melakukan
konformitas terhadap kelompok. Sebaliknya jika kohesivitas rendah
tekanan terhadap konformitas juga rendah. Sarwono (2001:182-185)
19
menambahkan kohesivitas adalah perasaan keterpaduan, antar
anggota kelompok. Semakin besar keterpaduan atau cohesiveness
maka semakin besar pula pengaruhnya pada perilaku individu.
Dengan demikian kohesivitas memunculkan efek yang kuat terhadap
konformitas
2). Ukuran kelompok
Sehubungan dengan hal ini masih terdapat perdebatan
mengenai besar kecilnya jumlah anggota dalam suatu kelompok
yang mempengaruhi konformitas. Namun jika jumlah anggota
melebihi tiga orang akan meningkatkan konformitas. Besarnya
kelompok, kelompok yang kecil lebih memungkinkan melakukan
konformitas daripada kelompok yang besar. Sarwono (2001:183).
Sedangkan Winder, 1977 (Sears, 1985:90) berkesimpulan bahwa
pengaruh ukuran kelompok terhadap konformitas tidak terlalu besar.
Jumlah pendapat lepas dari kolompok berbeda atau dari individu
merupakan faktor pengaruh utama. Bond dan Smith, 1996 (Baron
dan Byrne, 2003:57) mengungkapkan studi-studi terkini menemukan
bahwa konformitas cenderung meningkat seiring dengan
meningkatnya ukuran kelompok. jadi semakin besar kelompok
tersebut maka semakin besar pula kecenderungan kita untuk ikut
serta.
3). Norma Sosial
Ada dua macam norma sosial yaitu norma deskriptif dan
20
norma injungtif. Norma deskriptif adalah norma yang
mendeskirpsikan apa yang sebagian besar orang lakukan dan norma
injungtif adalah norma yang menetapkan apa yang harus dilakukan.
(Sears dkk, 2009: 259) pengaruh normatif terjadi ketika kita
mengubah prilaku kita untuk menyesuaikan diri dengan norma
kelompok atau standar kelompok agar kita diterima secara sosial.
Individu sering menyesuaikan prilkunya sesuai dengan norma yang
ada agar individu tersebut diterima dengan baik oleh lingkungan
sekitarnya. Theodore (1985:321) mengungkapkan sebagian besar
konformitas muncul kerena adanya norma-norma
2. KONSEP DIRI
a. Pengertian Konsep Diri
Menurut Burns (Clara R. P, 1988:2) konsep diri adalah hubungan
antara sikap dan keyakinan tentang diri kita sendiri sedangkan menurut
Wrightsman, dkk 1993 (Sarlito, 2009:53) mengemukakan bahwa konsep
diri merupakan sekumpulan keyakinan dan perasaan seseorang mengenai
dirinya. Perasaan dan keyakinan seseorang berkaitan dengan bakat,
minat, kemampuan, penampilan dan lain sebagainya. Seseorang yang
memiliki keyakinan dengan mempunyai handphone tidak bagus tidak
dapat dihargai oleh orang lain maka ketika ia mengeluarkan
handphonenya orang tersebut akan hilang kepercayaan dirinya karena
takut tidak dihargai orang lain.
Sarlito W. Sarwono (2009:54) Konsep diri pada dasarnya
21
merupakan suatu skema, yaitu pengetahuan yang terorganisasi mengenai
sesuatu yang kita gunakan untuk menginterpretasikan pengalaman.
Sedangkan Clara R. P (1988:3) berpendapat bahwa konsep diri
merupakan sikap dan pandangan individu terhadap seluruh keadaan
dirinya. Hal ini berkaitan dengan intropeksi diri dan persepsi diri. ketika
telah melakukan sesuatu atau melihat sesuatu yang akhirnya menjadikan
apa yang dilihat dan dirasakan sebagai pembelajaran diri.
Dengan demikian konsep diri dapat diartikan secara umum
sebagai keyakinan, pandangan atau penilaian seseorang, perasaan dan
pemikiran individu terhadap dirinya yang meliputi kemampuan, karakter,
maupun sikap yang dimiliki individu. Konsep diri merupakan penentu
sikap individu dalam bertingkah laku, artinya apabila individu cenderung
berpikir akan berhasil, maka hal ini merupakan kekuatan atau dorongan
yang akan membuat individu menuju kesuksesan. Hal ini sependapat
dengan dengan Fitts (Agustiani, 2009:139) yang mengatakan bahwa
konsep diri berpengaruh kuat terhadap tingkah laku seseorang.
Sebaliknya jika individu berpikir akan gagal, maka hal ini sama saja
mempersiapkan kegagalan bagi dirinya. Monks (2006:22) berpendapat
bahwa konsep diri (self-concep) dan harga diri (self-esteem) akan turun
bila seseorang tidak dapat melaksanakan tugas perkembangan dengan
baik.
Berdasarkan pendapat para ahli diatas, maka dapat disimpulkan
bahwa pengertian konsep diri dapat meliputi:
22
1). Siapa individu menurut individu
2). Dalam posisi mana individu berada
3). Apa yang baik dan yang tidak baik yang dilakukan Individu
Konsep diri positif cenderung menyenangi dan menghargai diri
mereka sendiri menghadapi suatu permasalahan dengan berfikir positif
dan menerima perbedaan. Individu dengan konsep diri yang positif juga
memiliki rasa aman dan percaya diri yang tinggi, memiliki kepercayaan
dan keyakinan diri untuk menanggulangi masalah dengan jiwa besar.
Sedangkan individu yang memiliki konsep diri yang negatif hanya
memperhatikan dirinya sendiri sepanjang waktu, tidak pernah puas, takut
kehilangan sesuatu,, takut tidak diakui, iri kepada mereka yang memiliki
kelebihan
Dalam konteks pendidikan terdapat karakter siswa yang memiliki
konsep diri yang positif dan negatif. Hurlock mengemukakan bahwa ciri-
ciri konsep diri siswa yang menunjukan kecenderungan positif dalam hal
kesadaran hubungan dengan lingkungan, perbedaan penampilan antara
laki-laki dalan perempuan, peduli akan penampilan diri, sikap
bertanggung jawab, memiliki kepercayaan diri, dan melihat sesuatu lebih
objektif dan realistis.
Sedangkan ciri-ciri konsep diri yang negatif tampak pada
perasaan rendah diri sehingga cenderung menyesuaikan diri secara
berlebihan, berusaha memperoleh persetujuan lingkungan, egosentrik,
23
mengabaikan peraturan dan hukum-hukum yang diharapkan untuk
dipatuhi, tidak mampu mempelajari apa yang benar dan apa yang salah,
serta tidak dapat bertanggung jawab.
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa seseorang
yang memiliki konsep diri yang positif ditandai oleh penilaian diri secara
realistis, bersikap positif pada diri sendiri dan orang lain, percaya diri
(self-confidence), memiliki ketegasan dan spontan, optimistis, mampu
menangani masalah atau konflik pribadi secara efektif, tampil bebas,
memiliki kehangatan dalam hubungan sosial, memiliki harapan hidup,
dan mampu merencanakan sesuatu untuk perwujudan harapan-harapan
hidupnya secara positif dan dinamis.
pemahaman individu tentang segala potensi, memahami
kelebihan dan kelemahan yang dimiliki akan membantu individu dalam
menghadapi tuntutan jaman, sehingga tidak terbawa arus, mampu
menyesuaikan diri dan pada akhirnya mampum hidup di masyarakat
dengan memiliki konsep diri yang positif
b. Aspek-Aspek Konsep Diri
Konsep diri merupakan gambaran mental yang dimiliki oleh
seorang individu memiliki tiga aspek yaitu pengetahuan yang dimiliki
individu mengenai dirinya sendiri, pengharapan yang dimiliki individu
untuk dirinya sendiri serta penilaian mengenai diri sendiri (Calhoun dan
Acocella, 1990:67-71).
24
1). Pengetahuan
Dimensi pertama dari konsep diri adalah pengetahuan.
Pengetahuan yang dimiliki individu merupakan apa yang individu
ketahui tentang dirinya. Hal ini mengacu pada istilah-istilah
kuantitas seperti usia, jenis kelamin, kebangsaan, pekerjaan dan lain-
lain dan sesuatu yang merujuk pada istilah kualitas, seperti individu
yang egois, baik hati, tenang, dan bertemparemen tinggi.
Pengetahuan bisa diperoleh dengan membandingkan diri individu
dengan kelompok pembandingnya. Pengetahuan yang dimiliki
tidaklah menetap sepanjang hidupnya. Pengetahuan bisa berubah
dengan cara merubah tingkah laku individu tersebut atau dengan cara
mengubah kelompok pembanding.
2). Harapan
Dimensi kedua dari konsep diri adalah harapan. Selain
individu mempunyai satu set pandangan tentang dirinya, individu
juga memiliki apa di masa mendatang. Rogers dalam Calhoun dan
Acocella (1990:71). Singkatnya, setiap individu mempunyai
pengahrapan bagi dirinya sendiri dan pengharapan tersebut berbeda-
beda pada setiap individu.
3). Penilaian
Dimensi terakhir dari konsep diri adalah penilaian terhadap diri
sendiri. Individu berkedudukan sebagai penilai terhadap dirinya
sendiri setiap hati, penilaian terhadap diri sendiri adalah pengukuran
25
individu tentang keadaannya saat ini dengan apa yang menurutnya
dapat dan terjadi pada dirinya. Berdasarkan uaraian di atas dapat
disimpulkan bahwa konsep diri yang dimiliki setiap individu terdiri
dari tiga aspek, yaitu pengetahuan tentang diri sendiri, harapan
mengenai diri sendiri dan penilaian mengenai diri sendiri.
Dengan demikian dapat disimpulkan pengetahuan adalah apa
yang individu ketahui tentang dirinya baik dai segi kualitas maupun
kuantitas, pengetahuan ini bisa diperoleh dengan membandingkan diri
dengan kelompok pembanding dan pengetahuan yang dimiliki individu
bisa berubah-ubah. Harapan adalah apa yang individu inginkan untuk
dirinya di masa yang akan datang dan harapan bagi setiap orang
berbedabeda. Sedangkan penilaian adalah pengukuran yang dilakukan
individu tentang keadaan dirinya saat ini dengan apa yang menurut
dirinya dapat terjadi.
c. Jenis Konsep Diri
Proses perkembangan individu dalam kehidupannya akan
memepengaruhi konsep dirinya sehingga membentuk dua jenis konsep
diri yang pertama adalah konsep diri positif dan konsep diri negatif. R.B.
Bruns 1993 (Hutagalung, 2007:23) konsep diri terbagi atas konsep diri
negatif dan konsep diri yang positif. Menurut James F. Calhoun, dkk
(1990: 72-73) konsep diri negatif adalah satu pandang seseorang tentang
dirinya sendiri benar-benar tidak teratur. Dia tidak memiliki perasaan
kesetabilan dan keutuhan diri. Dia benar-benar tidak tau siapa dia apa
26
kekuatan dan kelemahannya. F. Calhoun, dkk (1990: 72-74) dasar konsep
diri positif adalah berupa penerimaan diri dan juga dapat memahami dan
menerima sejumlah fakta yang sangat bermacam-macam tentang dirinya
sendiri.
Hutagalung, (2007:25) indivdiu yang memiliki konsep diri negatif
cenderung tidak dapat mengarahkan kasih sayangnya kepada orang lain
karena pada permukaannya mereka banyak sekali mencurahkan
waktunya untuk mencintai diri mereka sendiri. Sedangakn Konsep diri
positif cenderung menyenangi dan menghargai diri mereka sendiri
sebagaimana sikap mereka terhadap orang lain mereka juga termasuk
orang yang terbuka dan orang yang tidak mengalami hambatan untuk
berbicara dengan orang lain.
Secara garis besar individu yang memiliki konsep diri yang
positif yaitu individu yang dapat memahami dan menerima segala
sesuatu yang ia miliki serta mempunyai cara pandang yaang positif dari
segala sesuatu yang terjadi dalam kehidupannya sehingga mereka dapat
menumbukan penyesuaikan sosial yang baik. Sedangkan individu yang
memiliki konsep diri negatif tidak dapat memahami dan menerima
segala sesuatu yang ia miliki serta mempunyai cara pandang yang tidak
realisitis sehingga dalam kehidupannya mereka mengalami penyesuaikan
sosial yang kurang baik.
27
Syamsu Yusuf (2009:146) Berpendapat Ciri-ciri pribadi dan
prilaku orang yang memiliki konsep diri yang positif dan negatif adalah
sebagai berikut.
1). Ciri konsep diri yang positif.
a). Merasa yakin dan percaya diri untuk mengatasi masalah yang
dihadapai pada dirinya
b). Merasa setara dengan orang lain tidak merasa rendah diri dan
tidak sombong dalam bersosialisasi
c). Tidak mengharapkan pujian dari orang lain dan menerima pujian
dengan sewajarnya
d). Mampu bangkit kembali dan memperbaiki diri ketika mengalami
kegagalan
e). Memiliki solidaritas dan kepedulian sosial yang tinggi
2). Ciri konsep diri negatif
a). Marah ketika dikritik oleh orang lain dan tidak mau dikritik
b). Senang dipuji dan berharapa mendapat pujian dari orang lain
c). Bersikap sombong Suka mencela dan meremehkan orang lain
d). Kurang bisa akrab dengan teman karena merasa kurang
disenangi dan merasa diremehkan oleh temannya
e). Bersikap pesimis dan kurang percaya diri
28
d. Faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri
Fitts (Agustiani, 2009:139) mengemukakan bahwa perkembangan
konsep diri seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara
lain:
1). Pengalaman
Pengalaman interpersonal yang memunculkan perasaan
positif dan perasaan berharga. Pengalaman ini mengacu pada
hubungan interpersonal yang dilakukan oleh individu tersebut,
terutama hubungan-hubungan interpersonal dengan keluarga. Hal ini
disebabkan karena hubungan interpersonal pertama yang dilakukan
oleh individu dimulai dalam keluarga. Fitt (Agustiani, 2009:142) diri
keluarga menunjukan perasaan dan harga diri seseorang dalam
kedudukannya sebagai anggota keluarga. Di dalam keluarga inilah
individu mulai merasakan dirinya diterima atau ditolak, dan mulai
membentuk harapan-harapan terhadap suatu tujuan hidup juga
terhadap tingkah laku
2). Kompetensi dalam area yang dihargai oleh individu dan orang lain.
Seseorang tidak dapat begitu saja menilai bahwa ia memiliki
fisik yang baik tanpa adanya reaksi dari orang lain yang
memperlihatkan bahwa secara fisik ia memang menarik. Begitu juga
seseorang tidak dapat menilai bahwa ia memiliki diri pribadi yang
baik tanpa adanya reaksi orang lain disekitarnya yang menunjukan
bahwa ia memiliki pribadi yang baik.
29
3). Aktualisasi diri, atau implementasi dan realisasi dari potensi pribadi
yang sebenarnya.
Menurut Willey (Calhoun dan Acocella, 1990:76) dalam
perkembangan konsep diri yang digunakan sebagai sumber pokok
informasi adalah interaksi individu dengan orang lain. Baldwin dan
Holmes (Calhoun dan Acocella, 1990:77) juga mengatakan bahwa
konsep diri adalah hasil belajar individu melalui hubungannya
dengan orang lain. Yang dimaksud dengan “orang lain” menurut
Calhoun dan Acocella (1990:77-78) yaitu:
a). Orang tua
Orang tua adalah kontak sosial yang paling awal yang
dialami oleh seseorang dan yang paling kuat. Informasi yang
diberikan oleh orang lain dan berlangsung hingga dewasa
(Copersmith dalam Cahoun dan Acocella, 1990:77),
mengatakan bahwa anak-anak yang tidak memiliki orangtua,
disia-siakan oleh orangtua akan memperoleh kesukaran dalam
mendapatkan informasi tentang dirinya sehingga hal ini akan
menjadi penyebab utama remaja memiliki konsep diri yang
negatif.
b). Teman Sebaya
Kawan sebaya menempati posisi kedua setelah orangtua
dalam mempengaruhi konsep diri. Peran yang diukur dalam
30
kelompok sebaya sangat berpengaruh terhadap pandangan
individu mengenai jati dirinya sendiri.
c). Masyarakat
Masyarakat sangat menentukan fakta-fakta yang ada
pada seorang anak, seperti siapa bapaknya, ras dan lain-lain
sehingga hal ini berpengaruh terhadap konsep diri yang dimiliki
seorang individu.
Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
individu tidak lahir dari konsep diri. Konsep diri terbentuk seiring dengan
perkembangan individu. konsep diri adalah interaksi individu dengan
orang lain, yaitu orangtua, kawan sebaya serta masyarakat.
e. Konsep Diri Remaja
Menurut Hurlock (1980:235) pada masa remaja terdapat 8 kondisi
yang mempengaruhi konsep diri yang dimilkinya, yaitu:
1). Usia kematangan
Remaja yang matang lebih awal diperlukan hampir sama
seperti orang dewasa akan mengembangkan konsep diri yang
menyenagkan sehingga dapat menyesuaikan diri dengan baik. Tetapi
apabila remaja matang terlambat dan diperlukan seperti anak-anak
akan merasa bernasib kurang baik sehingga kurang bisa
menyesuaikan diri.
31
2). Penampilan diri
Penampilan diri yang berbeda bisa membuat remaja merasa
rendah diri. Daya tarik fisik yang dimiliki sangat mempengaruhi
dalam pembuatan penilaian tentang ciri kepribadian seorang remaja.
3). Kepatutan gender
Kepatutan gender dalam penampilan diri, minat dan perilaku
membantu remaja mencapai konsep diri yang baik. Ketidak patutan
gender membuat remaja sadar diri dan hal ini memberi akibat buruk
pada perilakunya.
4). Nama dan julukan
Remaja peka dan merasa malu bila teman-teman
sekelompoknya menilai namanya buruk atau bila mereka memberi
nama dan julukan yang bernada cemoohan.
5). Hubungan keluarga
Seorang remaja yang memiliki hubungan yang dekat dengan
salah satu anggota keluarga akan mengidentifikasi diriya dengan
orang tersebut dan juga ingin mengembangkan pola kepribadian
yang sama.
6). Teman-teman sebaya
Ketika kanak-kanak, konsep diri yang terbentuk lebih banyak
dipengaruhi oleh lingkungan terdekatnya yaitu keluarga, namun
ketika memasuki masa remaja, ia mempunyai hubungan yang lebih
luas daripada hanya sekedar hubungan dalam lingkungan
32
keluarganya. Ia mempunyai lebih banyak teman, lebih banyak
kenalan dan sebagai akibatnya, ia mempunyai lebih banyak
pengalaman. Semakin banyak interaksi remaja dengan teman
sebayanya, maka konsep diri pun akan semakin berkembang.
Akhirnya anak akan memperoleh konsep diri yang baru dan berbeda
dari apa yang sudah terbentuk dalam lingkungan rumahnya.
Teman-teman sebaya mempengaruhi pola kepribadian remaja
dalam dua cara, yaitu: a) konsep diri remaja merupakan cerminan
dari anggapan tentang konsep teman-temannya tentang dirinya, dan
b) ia berada dalam tekanan untuk mengembangkan ciri-ciri
kepribadian yang diakui oleh kelompok. Dalam interaksinya,
kelompok teman sebaya memiliki “syarat-syarat” yang harus
dipenuhi, yang dapat menyebabkannya diterima atau justru ditolak
oleh kelompoknya.
Teman sebaya mempengaruhi pola kepribadian remaja dalam
dua cara. Pertama, konsep diri remaja merupakan cerminan dari
anggapan tentang konsep teman-teman tentang dirinya. Kedua,
seorang remaja berada dalam tekanan untuk mengembangkan ciri-
ciri kepribadian yang diakui oleh kelompok.
7). Kreativitas
Remaja yang semasa kanak-kanak didorong untuk kreatif
dalam bermain dan dalam tugas-tugas akademis, mengembalikan
perasaan individualitas dan identitas yang memberi pengaruh yang
33
baik pada konsep dirinya, sebaliknya, remaja yang sejak awal masa
kanak-kanak didorong untuk mengikuti pola yang sudah diakui akan
kurang mempunyai pasangan identitas dan individualitas.
8). Cita-cita
Bila seseorang remaja memiliki cita-cita yang realistik, maka
akan mengalami kegagalan. Hal ini akan menimbulkan perasaan
tidak mampu dan reaksi-reaksi bertahan dimana remaja tersebut akan
menyalahkan orang lain atas kegagalannya. Remaja yang realistis
pada kemampuannya akan lebih banyak mengalami keberhasilan
daripada kegagalan. Hal ini akan menimbulkan kepercayaan diri dan
kepuasan diri yang lebih besar yang memberikan konsep diri yang
lebih baik.
f. Pengertian Remaja dan Ciri-Cirinya
1). Pengertian Remaja
Menurut Hurlock (1980:206) masa remaja adalah usia dimana
individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa usia dimana anak
tidak lagi merasa di bawah tingkat orang yang lebih tua melainkan
berada dalam tingkatan yang sama.
Monks (2006:259) mengatakan bahwa anak remaja sebetulnya
tidak mempunyai tempat yang jelas ia tidak termasuk golongan anak
tetapi ia juga tidak termasuk golongan orang dewasa atau golongan
tua, remaja berada di antara anak dan orang dewasa.
34
Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-
kanak menuju masa dewasa sehingga remaja tidak memperoleh
status orang dewasa dan juga tidak lagi memiliki status kanak-kanak.
Remaja masih harus menemukan tempat dalam masyarakat. Pada
umumnya remaja masih belajar di sekolah menengah maupun di
perguruan tinggi adapaun yang bekerja mereka tidak memiliki
pekerjaan yang tetap.
Konopka (Agustiani, 2009:9) membagi masa remaja menjadi
tiga bagian, yaitu:
a). Masa remaja awal (12-15 tahun)
Pada masa ini individu berfokus pada penerimaan bentuk
dan kondisi fisik serta adanya konformitas yang kuat dengan
teman sebaya.
b). Masa remaja pertengahan (15-19 tahun)
Pada masa ini ditandai dengan berkembangnya
kemampuan berfikir yang baru. Dimasa ini teman sebaya
memepunyai peranan penting namun individu mampu
mengarahkan diri sendiri.
c). Masa remaja akhir (19-22 tahun)
Pada masa ini remaja menjadi lebih matang dan
mempunyai keinginan yang kuat untuk diterima dalam
kelompok teman sebaya dan orang dewasa.
35
Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa
remaja dari sisi psikologis, remaja adalah masa di mana remaja
mengalami perubahan usia, perubahan emosi dan hal-hal yang
bersifat abstrak. Dari sisi fisik, remaja adalah usia di mana remaja
mengalami perubahan beberapa organ fisiknya. Sedangakan ditinjau
dari sisi biologis, remaja adalah mereka yang berusia 12-22 tahun.
2). Ciri-Ciri Masa Remaja
Adapun mengenai ciri-ciri masa remaja, menurut Hurlock
(1992:207) adalah sebagai berikut:
a). Masa remaja sebagai periode yang penting
Semua periode dalam rentang kehidupan adalah penting,
namun kadar pentingnya berbeda-beda. Ada periode yang
penting karena akibat fisik dan ada lagi karena akibat
psikologis. Pada periode remaja, kedua-duanya sama-sama
penting.
Pada awal masa remaja, perkembangan fisik yang cepat
disertai dengan perkembangan mental yang cepat. Semua
perkembangan ini berdampak pada perlunya penyesuaian
mental dan perlunya membentuk sikap, nilai, dan minat baru.
b). Masa remaja sebagai periode peralihan
Periode peralihan tidak berarti terputus dengan atau
berubah dari apa yang telah terjadi sebelumnya, melainkan
sebuah peralihan dari satu tahap perkembangan ke tahap
36
perkembangan berikutnya, berarti apa yang telah terjadi
sekarang dan yang akan datang.
Dalam setiap periode peralihan, status individu tidaklah
jelas dan terdapat keraguan akan peran yang harus dilakukan.
Pada masa ini, remaja bukan lagi seorang anak dan juga bukan
seorang dewasa. Status remaja yang tidak jelas ini juga
menguntungkan karena status memberi waktu kepadanya untuk
mencoba gaya hidup yang berbeda dan menentukan pola
perilaku, nilai, dan sifat yang sesuai bagi dirinya.
c). Masa remaja sebagai periode perubahan
Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku selama masa
remaja, sejajar dengan tingkat perubahan fisik. Selama masa
awal remaja, ketika perubahan fisik terjadi dengan pesat,
perubahan perilaku dan sikap juga berlangsung pesat, demikian
pula sebaliknya. Ada empat perubahan yang bersifat universal
yaitu:
1) Intensitas meningginya emosi bergantung pada tingkat
perubahan fisik dan psikologis yang terjadi.
2) Perubahan tubuh, minat, dan peran yang diharapkan oleh
kelompok sosial untuk dipesankan, menimbulkan masalah
baru.
3) Dengan berubahnya minat dan pola perilaku, maka nilai-nilai
juga berubah.
37
4) Sebagian remaja bersikap ambivalen terhadap setiap
perubahan.
d). Masa remaja sebagai usia bermasalah
Setiap periode mempunyai masalahnya tersendiri, namun
masalah masa remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi
baik oleh laki-laki maupun anak perempuan. Ada dua alasan
berkaitan dengan kesulitan tersebut yaitu pertama, sepanjang
masa kanak-kanak, masalah sebagian diselesaikan oleh orang
tua dan guru-guru sehingga sebagian remaja tidak
berpengalaman dalam mengatasi masalah. Kedua, karena para
remaja merasa diri mandiri sehingga mereka ingin mengatasi
masalahnya sendiri, dan menolak bantuan orang tua dan guru-
guru.
e). Masa remaja sebagai masa mencari identitas
Pada tahun-tahun awal masa remaja, penyesuaian diri
dengan kelompok masih tetap penting bagi anak laki-laki dan
perempuan. Lambat laun mereka mulai mendambakan identitas
diri dan tidak puas lagi dengan kesamaan dengan teman-teman
dalam segala hal seperti sebelumnya.
f). Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan bagi
orang dewasa
Majeres (Hurlock, 1992:208) mengungkapkan bahwa
“banyak anggapan populer tentang remaja yang mempunyai arti
38
yang bernilai, dan sayangnya banyak diantaranya yang bersifat
negatif”. Anggapan stereotip budaya bahwa remaja adalah anak-
anak yang tidak rapih, tidak dapat dipercaya dan cenderung
merusak, menyebabkan orang dewasa yang harus membimbing
dan mengawasi kehidupan remaja muda takut bertanggung
jawab dan bersikap tidak simpatik terhadap perilaku remaja
yang normal. Stereotip popular juga mempengaruhi konsep diri
dan sikap remaja terhadap dirinya.
g). Masa remaja sebagai masa yang tidak realistis
Remaja cenderung melihat dirinya sendiri dan orang lain
sebagaimana yang ia inginkan dan bukan sebagaimana adanya,
terlebih dalam hal cita-cita. Dengan bertambahnya pengalaman
pribadi dan pengalaman sosial, meningkatnya kemampuan untuk
berfikir rasional, remaja yang lebih besar memandang diri
sendiri,keluarga, teman-teman, dan kehidupan pada umumnya
secara lebih realistis. Dengan demikian, remaja tidak terlampau
banyak mengalami kekecewaan seperti ketika masih lebih muda.
Ini adalah salah satu kondisi yang menimbulkan kebahagiaan
yang lebih besar pada remaja.
h). Masa remaja sebagai ambang masa dewasa
Dengan semakin dekatnya usia kematangan, para remaja
menjadi gelisah untuk meninggalkan stereotip belasan tahun dan
untuk memberikan kesan bahwa mereka sudah hampir dewasa.
39
Berpakaian dan bertindak seperti orang dewasa ternyata
belumlah cukup, oleh karena itu remaja mulai memusatkan diri
pada perilaku yang dihubungkan dengan status dewasa. Mereka
menganggap bahwa perilaku ini akan memberikan citra yang
mereka inginkan.
3) Tugas Perkembangan Remaja
Tugas perkembangan pada batas tertentu memiliki sifat yang
khas disetiap kehidupan seseorang hal ini sependapat dengan Monks
(2006:21) yang mengungkapkan bahwa perkembangan dilukiskan
sebagai suatu proses yang membawa seseorang kepada suatu pola
tingkah laku yang lebih tinggi. Lebih tinggi berarti mengandung
lebih banyak differensiasi lebih luas dan lebih banyak kemungkinan-
kemungkinannya. Havighurst (Monks, 2006:260-261) menjelaskan
tugas perkembangan remaja berdasarkan penelitian lintas-budaya
pada masa usia 12-18 tahun adalah sebagai berikut:
a). Perkembangan aspek-aspek biologis
b). Menerima peranan dewasa berdasarkan pengaruh kebiasaan
masyarakat sendiri
c). Mendapatkan kebebasan emosional dari orang tua dan atau
orang dewasa yang lainnya
d). Mendapatkan pandangan hidup sendiri
e). Merealisasi suatu identitas sendiri dan dapat mengadakan
partisipasi dalam kebudayaan pemuda sendiri
Sedangkan Hurlock (180:209) berpendapat tugas
perkembangan pada masa remaja menuntut perubahan besar dalam
40
sikap dan pola prilaku anak. Perubahan besar yang dimaksud salah
satunya adalah ketika masa kanak-kanak dan masa puber terdapat
pertentangan dengan lawan jenis, masuk masa remaja berarti
mempelajari hubungan baru lawan jenis dengan tujuan bagaimana
bergaul dengan lawan jenis dan teman sebaya. Hal ini tidaklah
mudah bagi proses masa perkembangan remaja. Blos (Sarlito W.
Sarwono, 2003:24) berpendapat bahwa perkembangan pada
hakikatnya adalah usaha penyesuaian diri untuk secara aktif
mengatasi stress dan mencari jalan keluar baru dari berbagai masalah
dalam proses penyesuaian diri menuju kedewasaan.
Selanjutnya Hurlock (1980:209) menjelaskan tentang beberapa
tugas perkembangan remaja yang seharusnya bisa dilakukan oleh
remaja adalah sebagai berikut:
a). Menerima keadaan fisik
Seringkali remaja sulit menerima keadaan fisiknya.
Karena merasa kecewa dengan pertumbuhan fisiknya yang tidak
sesuai dengan harapannya. Diperlukan waktu untuk
memperbaiki persepsi tersebut dan dengan interaksi sosialnya
diharapkan remaja dapat mempelajari cara-cara memperbaiki
penampilan diri.
b). Menerima peran seks dewasa yang diakui masyarakat
Pada anak laki-laki tidak banyak ditemui kesulitan.
Mereka telah didorong sejak awal masa kanak-kanak. Tapi anak
41
perempuan membutuhkan dorongan untuk memainkan peran
sederajat, sehingga mereka mampu menyesuaikan dirinya dalam
masyarakat.
c). Mempelajari hubungan baru dengan lawan jenis
Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui hal ihwal jenis dan
bagaimana harus bergaul dengan lawan jenis.
d). Mengembangkan perilaku sosial yang bertanggung jawab
Sebagian besar remaja ingin diterima oleh teman
sebayanya, tetapi hal ini sering diperoleh dengan perilaku yang
oleh orang dewasa dianggap tidak bertanggung jawab.
e). Persiapan perkawinan
Kecenderungan kawin muda menyebabkan persiapan
perkawinan merupakan tugas perkembangan yang paling
penting dalam tahun-tahun remaja.
Sarlito w. Sarwono (2003:24-25) ada tiga tahap perkembangan
remaja :
a). Remaja Awal
Seorang remaja pada tahap ini masih terheran-heran akan
perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuhnya sendiri dan
dorongan yang menyertai perubahan-perubahan itu. Perubahan
fisik yang terjadi membuat remaja mudah terangsang terhadap
lawan jenis. Kepekaan yang berlebihan ini yang ditambah
dengan berkurangnya kendali terhadap “ego” menyebabkan
42
remaja awal sulit untuk mengerti dan dimengerti oleh orang
dewasa
b). Remaja Madya
Pada tahap ini remaja merasa senang kalau banyak teman
yang menyukainya dan ada kecenderungan untuk “narsis” serta
menyukai teman yang memiliki sifat yang sama dengan dirinya.
Selain itu ia juga berada dalam kondisi kebingungan dalam
kondisi emosi yang terjadi dalam dirinya.
c). Remaja Akhir
Tahap ini adalah masa konsolidasi menuju periode dewasa
dan ditandai dengan pencapaian lima hal, yaitu:
1). Minat yang makin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek
2). Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang lain
dalam pengalaman baru
3). Terbentuknya identitas seksual yang tidak akan berubah lagi
4). Egosentrisme (Terlalu mementingkan diri sendiri dibanding
dengan orang lain)
5). Muncul persepsi yang membatasi diri pribadinya dengan
masyarakat umum
B. Kerangkan Berfikir
Kerangka berfikir merupakan tahapan yang harus ditempuh untuk
merumuskan hipotesis dengan mengkaji hubungan teoritis antarvariabel
penelitian dimana setelah hubungan variabel tersebut didukung oleh teori yang
43
dirujuk setelah itu dilakukan perumusan hipotesis. Adapun kerangka pemikiran
dalam penelitian yang dilakukan penulis adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1
Kerangka Berfikir
C. Hipotesis
Hipotesis atau hipotesa merupakan jawaban sementara yang masih
praduga dalam suatu masalah. Hipotesis yang digunakan pada penelitian ini
adalah hipotesis asosiatif atau hubungan. Sugiyono (2012:89) Hipotesis
asosiatif adalah suatu pernyataan yang menunjukan dugaan tentang hubungan
antara dua variabel atau lebih. Adapun pada hipotesis penelitian ini adalah
sebagai berikut:
KONFORMITAS
- Kohesivitas
- Ukuran Kelompok
- Norma Sosial
KONSEP DIRI
Konsep diri + Konsep diri -
Percaya diri Tidak mau dikritik
Tidak merasa
rendah diri
Senang dipuji
Tidak
mengharapkan
pujian dari orang
lain
Sombong
Dapat
memperbaiki diri
dalam kegagalan
Tidak bisa
berteman akrab
karena minder
Memiliki
solidaritas tinggi
Tidak percaya diri
44
H a. Ada hubungan positif dan signifikan antara konsep diri remaja dengan
konformitas teman sebaya
H o. Tidak ada hubungan positif dan signifikan antara konsep diri remaja
dengan konformitas teman sebaya
45
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Variabel Penelitian
Pada penelitian ini peneliti menggunakan dua variabel yaitu variabel
bebas dan variabel terikat. Sugiyono (2012:04) mengemukakan variabel
bebas adalah merupakan variabel yang mempengaruhi. Sedangkan variabel
terikat adalah yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat. Adapun variabel
pada penelitian ini adalah konsep diri sebagai variabel bebas dan konformitas
sebagai variabel terikat.
B. Definisi Operasional Variabel
1. Konsep diri remaja
Konsep diri remaja merupakan sekumpulan keyakinan dan
penilaian terhadap dirinya yang meliputi kemampuan, karakter,
penampilan diri maupun sikap yang dimiliki oleh remaja dalam hal ini
yang dimaksud remaja adalah siswa SMK 1 Diponegoro Jakarta Timur
2. Konformitas teman sebaya
Konformitas teman sebaya adalah kecenderungan berprilaku sama
dengan orang lain akibat adanya tekanan individu atau kelompok. Tekanan
46
tersebut dapat berupa tekanan secara langsung atau tidak langsung dengan
tujuan supaya individu diterima orang lain atau terhindar dari masalah.
C. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian tentang hubungan konsep diri remaja dengan konformitas
teman sebaya dilaksanakan di SMK Diponegoro 1, Jalan Sunan Giri No.01
Rawamangun Jakarta Timur. Waktu penelitian dimulai dari bulan januari-juli
2013 yang diawali dengan pembuatan proposal penelitian yang kemudian
dilanjutkan proses penelitian dan laporan akhir penelitian.
Adapun hal yang menjadi dasar dalam pemilihan tempat penelitian
yang pertama adalah karena dalam penelitian ini yang menjadi objek
penelitian adalah remaja yang berstatus sebagai pelajar yang kedua SMK
Diponegoro 1 Jakarta Timur dekat dengan tempat tinggal peneliti sehingga
hal ini dapat memudahkan peneliti dalam melakukan penelitian.
D. Jenis Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah metode
penelitian kuantitatif suatu metode yang berlandaskan pada filsafat
postpositivisme. Metode ini telah memenuhi kaidah-kaidah ilmiah yaitu
konkrit/empiris, obyektif, terukur, rasional, dan sistematis. Sugiyono
(2010:13).
47
Sugiyono (2010:27) Proses penelitian kuantitatif bersifat linier dimana
langkahnya jelas mulai dari rumusan masalah, berteori, berhipotesis,
mengumpulkan data, analisis data, membuat kesimpulan dan saran. Dengan
demikian penelitian kuantitatif berangkat dari suatu kerangka teori, ataupun
gagasan para ahli yang kemudian menjadi permasalahan beserta
pemecahanya dalam bentuk data empiris dilapangan. Dalam menggunakan
penelitian kuantitatif dituntut menggunakan angka mulai dari pengumpulan
data, penafsiran terhadap data yang diperoleh, dan penampilan dari hasil data.
menurut Arikunto, (2010:27) Kesimpulan penelitian akan lebih baik apabila
disertai dengan tabel, grafik, bagan, gambar atau penampilan lain.
E. Populasi dan Sempel
1. Populasi
Sugiyono (2012:61) populasi adalah wilayah generalisasi yang
terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik
tertentu. Sehingga peneliti dapat mempelajarinya dan kemudian dapat
ditarik kesimpulan. Sedangkan menurut Arikunto (2010:173) Populasi
adalah keseluruhan objek penelitian. Objek penelitan adalah siswa kelas
XI SMK Diponegoro 1 Jakarta Timur, adapun jumlah spesifikasi populasi
siswa kelas XI SMK Diponegoro 1 Jakarta Timur sebayak 97 siswa. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini :
48
Tabel 3.1
Populasi penelitian
No Kelas Jumlah Siswa
1 XI Multi Media 29 Siswa
2 XI Akuntansi 19 Siswa
3 XI Administrasi Perkantoran 29 Siswa
4 XI Tekhnik Komputer dan Jaringan 20 Siswa
Total 97 Siswa
2. Sampel
Sempel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti
Arikunto (2010:174). Penelitian sempel apabila peneliti bermaksud untuk
menggeneralisasikan hasil kesimpulan penelitan bagi populasi. Adapun
cara pengambilan sample yang digunakan adalah teknik proportional
random sampling yang berarti pengambilan sampel dari anggota populasi
secara acak dan berstrata secara proposional. Sampel ini dilakukan ketika
anggota populasinya hetergen (tidak sejenis). populasi penelitan tidak
semuanya menjadi sample penelitian melainkan hanya perwakilan dari
jumlah populasi.
Pengambilan sample penelitian peneliti merujuk pada hasil
pengembangan Isaac dan Michael. Untuk tingkat kesalahan, 1%, 5%, dan
10% . Populasi SMK Diponegoro 1 Jakarta Timur kelas XI berjumlah 97
siswa maka berdasarkan tabel Isaac dan Michael sample yang dapat
dijadikan sebagai penelitian sebanyak. 71 siswa dengan tingkat kesalahan
10% . Sugiyono, (2012:71). Jumlah pengambilan sampel secara random
sampling dapat dilihat pada tabel berikut ini :
49
Tabel 3.2
Sampel Penelitian
No Kelas Jumlah Siswa Sampel
1 XI Multi Media 29 Siswa 29/97 X 71 = 21
2 XI Akuntansi 19 Siswa 19/97 X 71 = 14
3 XI Administrasi Perkantoran 29 Siswa 29/97 X 71 = 21
4 XI Tekhnik Komputer dan Jaringan 20 Siswa 20/97 X 71 = 15
Total 97 Siswa 71 Siswa
F. Teknik Pengumpulan data
Untuk memperoleh data tentang gambaran konsep diri remaja dan
konformitas teman sebaya diperlukan teknik untuk mengungkapnya. Teknik
pengungkapan yang digunakan pada penelitian ini menggunakan teknik
pengumpulan data angket tertutup. Dimana responden diminta untuk memilih
satu jawaban yang sesuai dengan karakteristik dirinya dengan cara
memberikan tanda (X) atau tanda checklist (√). Riduwan (2011:72)
Model skala pengukuran yang digunakan pada pengungkapan data
penelitian dengan menggunakan skala likert. Riduwan (2011:87) sekala likert
digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang. Likert
menggunakan alternatif respons pernyataan subjek skala 5 (lima). Kelima
alternatif respons tersebut diurutkan dari kemungkinan kesesuaian tertinggi
sampai dengan kemungkinan kesesuaian terendah. yaitu :
50
Tabel 3.3
Skoring Skala Likert
No Jawaban Skor
+ -
1 Sangat Sering (SS) 5 1
2 Sesuai (SE) 4 2
3 Kadang-Kadang (KD) 3 3
4 Tidak Sesuai (TS) 2 4
5 Sangat Tidak Sesuai (STS) 1 5
Adapun kreteria jawaban adalah sebagai berikut:
1. Sangat Sesuai (SS), berarti terjadi dari 81-100%
2. Sesuai (SE), berarti terjadi dari 61%-80%
3. Kadang-Kadang (KD), berarti terjadi dari 41%-60%
4. Tidak Sesuai (TS), berarti terjadi dari 21%-40%
5. Sangat Tidak Sesuai (STS), berarti terjadi dari 0%-20%
G. Langkah-Langkah Penyusunan Instrumen
Rancangan butir pengungkap yang akan disusun untuk instrumen
dapat digambarkan melalui kisi-kisi instrumen yang terdiri dari berbagai
aspek dan indikator penelitian. Untuk lebih jelasnya kisi-kisi instrumen dapat
dilihat pada tabel berikut ini:
Tebel 3.4
Kisi-kisi Faktor Yang Mempengaruhi Konformitas
Faktor Indikator No. Item + -
Kohesivitas - Mencerminkan drajat
ketertarikan individu
- Terdapat rasa keterpaduan
atau kesamaan
1, 5, 8,
9,13,
1, 5, 8, 1
51
Ukuran
Kelompok
- Memiliki jumlah anggota
kelompok lebih 3 orang
- Memiliki keinginan yang
sama antar anggota
kelomok.
12, 6, 3,7 12, 3 6
Norma
Sosial
- Menuruti kesepakatan
kelompok
- Terbuka terhadap tekanan
sosial yang terjadi
- Mendapat dukungan untuk
menolak pendapat anggota
kelompok yang lain.
10, 2, 4,
11,14,15
2,4 10,11
Selanjutnya kisi-kisi instrumen penelitian konsep diri dapat dilihat
pada tabel berikut ini :
Tabel 3.5
Kisi-Kisi Konsep Diri
Faktor Indikator No item + -
Konsep diri
Positif
- Memiliki keyakinan dalam
mengatasi masalah
- Mudah bergaul, Rendah diri
dan tidak sombong
- Tidak mengharapkan pujian
dari orang lain
- Mampu memotivasi diri
dalam keterpurukan dan
berintropeksi diri
- Memiliki kepekaan sosial
7, 14
2, 17
10, 19
4, 12
16, 3
7
2
10, 19
4, 12
16
14
17
-
-
3
Konsep diri
negatif
- Tidak suka mendapat
kritikan
- Berharap mendapat pujian
dari orang lain
- Sombong dan meremehkan
orang lain
- Kurang bisa menjalin
keakraban dengan teman
- Pesimis dan kurang percaya
diri
5, 11
15, 6
13, 20
8, 18
19, 1
5, 11
15, 6
13
8
19
-
-
20
18
19
52
H. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen
1. Uji Validitas Instrumen
Uji validitas dan reliabilitas instrumen menggunakan analisis
Product Moment dengan rumus. Sugiyono (2012:228) :
(∑ ) (∑ ) (∑ )
√* ∑ (∑ ) + * ∑ (∑ ) +
Dimana :
r = koefisien korelasi
n = banyaknya sampel penelitian
x = lingkungan keluarga
y = pilihan karir
Sugiyono, (2012:373) Jika hasil korelasi Product Moment butir
pernyataan tersebut lebih besar dari 0,306 dengan N=71 maka butir
pernyataan tersebut valid. Sebaliknya jika korelasi butir pernyataan lebih
kecil dari 0,306 maka butir pernyataan tersebut tidak valid. Berikut ini
disajikan hasil uji coba validitas instrumen.
Tabel 3.6
Nomor Item Valid dan Tidak Valid
Instrumen Konformitas
No. Item yang Valid No. Item yang Tidak Valid
2,3,4,5,7,8,9,10,11,12 1, 6
53
Tabel 3.7
Nomor Item Valid dan Tidak Valid
Instrumen Konsep Diri
No. Item yang Valid No. Item yang Tidak Valid
1,2,4,5,6,8,9,10,11,12,14,16
,18,19,20
3,7,13,15,17
2. Uji Realibilitas Instrumen
Apabila hasil uji reliabilitas seluruh butir instrumen sebesar 0,600
(Sugiyono, 2012:231) maka instrumen tersebut adalah reliabel. Artinya
instrumen tersebut dapat digunakan sebagai alat pengumpul data yang
akan menghasilkan jawaban yang konsisten.
Tabel 3.8
Koefiseinsi Realibilitas
Interval Koefisiensi Tingkat Hubungan
0,00 - 0,199
0,20 - 0,399
0,40 - 0,599
0,60 - 0,799
0,80 - 1,000
Sangat Rendah
Rendah
Sedang
Kuat
Sangat Kuat
Dari hasil perhitungan data dengan menggunakan software SPSS
17 pada 12 item pernyataan konformitas diperoleh sebesar 958
(terlampir) berdasarkan pada tabel 3.7 diatas maka dapat disimpulkan
instrumen tersebut reliabel. Sedangkan untuk 15 item pernyataan konsep
diri diperoleh sebesar 934 (terlampir) berdasarkan pada tabel 3.7
54
diatas maka dapat disimpulkan instrumen tersebut reliabel. Hal ini
menunjukan bahwa kedua instrumen pernyataan tersebut layak
digunakan sebagai alat ukur penelitian.
I. Teknik Analisis Data
Dalam analisis data yang diperoleh peneliti menggunakan teknik
Spearman Rank. Sugiyono (2012:245) dengan rumus:
p = 1 – 6 ∑ d2
n ( n2
– 1 )
keterangan :
p = Koefesien korelasi Spearman Rank
∑ d2 = Total kuadrat slisih antar ranking
N = Jumlah sampel penelitian
59
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data Hasil Penelitian
1. Karakteristik Responden
Hasil penelitian peneliti, menggambarkan karakteristik responden
berdasrkan jenis kelamin gambaran tersebut dapat dilihat dalam tabel
sebagai berikut :
Tabel 4.1
Jenis kelamin responden
Siswa kelas XI SMK Diponegoro 1 Jakarta Timur
No Jenis Kelamin Siswa
Laki-Laki Perempuan
1 20 Siswa 51 Siswa
2 Jumlah keseluruhan 71 Siswa
Jumlah keseluruhan responden penelitian 71 siswa yang terdiri dari
20 laki-laki dan 51 perempuan dimana jumlah responden tersebut terbagi
dalam kelas Tekhnik Komputer dan Jaringan, Multimedia, Akuntasi, dan
Administrasi Perkantoran.
60
2. Deskripsi Data Konsep Diri dan Konformitas
Berdasarkan angket yang telah diberikan kepada responden diperoleh
data X (konsep diri remaja) dan Y (konformitas teman sebaya) dengan
hasil skor total jawaban responden sebagai berikut :
Tabel 4.2
Skor Hasil Instrumen
Variabel X (Konsep Diri Remaja) dan Y (Konformitas)
Siswa Kelas XI SMK Diponegoro 1 Jakarta Timur
No Responden Skor Variabel
X Y
1 A 63 53
2 B 59 41
3 C 62 49
4 D 70 56
5 E 62 48
6 F 62 51
7 G 61 52
8 H 63 50
9 I 62 51
10 J 63 54
11 K 57 50
12 L 58 42
13 M 61 49
14 N 69 55
15 O 58 46
16 P 60 49
17 Q 66 53
18 R 63 52
19 S 63 51
20 T 61 53
21 U 69 56
22 V 61 49
23 W 64 50
24 X 64 53
25 Y 66 51
26 Z 50 38
27 AA 61 48
28 AB 62 52
61
29 AC 58 50
30 AD 58 49
31 AE 69 53
32 AF 61 50
33 AG 59 45
34 AH 61 49
35 AI 57 51
36 AJ 55 44
37 AK 62 50
38 AL 59 47
39 AM 66 53
40 AN 67 56
41 AO 66 48
42 AP 60 50
43 AQ 63 49
44 AR 60 47
45 AS 66 52
46 AT 70 56
47 AU 60 47
48 AV 60 46
49 AW 59 46
50 AX 55 43
51 AY 62 50
52 AZ 66 49
53 BA 61 46
54 BB 63 49
55 BC 63 46
56 BD 64 48
57 BE 70 55
58 BF 55 44
59 BG 64 52
60 BH 57 46
61 BI 55 44
62 BJ 56 47
63 BK 55 46
64 BL 58 43
65 BM 58 46
66 BN 64 47
67 BO 66 51
68 BP 64 52
69 BQ 65 51
70 BR 63 48
71 BS 61 47
62
Setelah didapat skor akhir variabel X (konsep diri remaja) dan Y
(konformitas teman sebaya) maka dapat di ketahui nilai range, mean,
standard deviasi dan varian sebagai berikut :
Adapun frekuensi untuk variabel X (konsep diri) dan Y (konformitas
teman sebaya) dapat juga digambarkan dalam bentuk diagram yaitu
sebagai berikut :
Grafik 4.1
Diagram Variabel X (Konsep Diri Remaja)
Tabel 4.3
Deskriptif Statistik Variabel X dan Y
N Range Mean Std. Deviation Variance
KonsepDiri 71 20.00 61.7042 4.09318 16.754
Konformitas 71 18.00 49.1549 3.73267 13.933
Valid N
(listwise)
71
63
Grafik 4.2
Diagram Variabel Y (Konformitas Teman Sebaya)
B. Analisis Data
Hasil analisi data variabel X (konsep diri remaja) dan Y (konformitas
teman sebaya) dapat diketahui pada tebel berikut ini :
Tabel 4.4
Hasil Analisis Korelasi Variabel X dan Y
VAR00001 VAR00002
Konsep Diri Product 1 .789**
Sig. (2-tailed) .000
N 71 71
Konformitas Product .789** 1
Sig. (2-tailed) .000
N 71 71
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
64
Berdasarkan hasil pengolahan data tersebut dapat diinterpretasikan
terdapat hubungan yang signifikan antara konsep diri remaja dengan
konformitas teman sebaya, karena berdasarkan tabel di atas signifikasi
korelasi menunjukan nilai 789 sama dengan 0,789 lebih besar dari
pada nilai 0,227 dengan taraf signifikansi 5%. Dengan demikian maka
Ho berada pada daerah penolakan dan Ha diterima artinya terdapat hubungan
yang positif dan signifikan antara konsep diri remaja dengan konformitas
teman sebaya.
Untuk mengetahui signifikansi koefisien korelasi dapat dihitung
menggunakan uji t sebagai berikut :
√
√
0,789 √
0,789 √
0,789 √
Hasil perhitungan uji t diatas diperoleh 3,82 lebih besar dari
pada 1,980 dengan taraf kesalahan 5% uji dua fihak dan dk 69,
sehingga Ha diterima yang berarti terdapat hubungan yang positif dan
signifikan antara konsep diri remaja dengan konformitas teman sebaya.
65
C. Pembahasan Hasil Penelitian
Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan analisa koefesien
korelasi dimana nilai korelasinya 0.789 maka diketahui sebesar 0,622
artinya kontribusi konsep diri terhadap konformitas sebanyak 62%, dan 38%
ditentukan oleh faktor lain seperti pola asuh orang tua. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa hubungan konsep diri remaja dengan konformitas teman
sebaya pada siswa kelas XI di SMK Diponegoro 1 Rawamangun Jakarta Timur
terdapat hubungan yang positif dan signifikan.
Konsep diri dapat diartikan secara umum sebagai keyakinan, pandangan
atau penilaian seseorang, perasaan dan pemikiran individu terhadap dirinya
yang meliputi kemampuan, karakter, maupun sikap yang dimiliki individu
Calhoun dan Acocella (1990:77-78) mengemukakan bahwa salah satu
faktor yang mempengaruhi konsep diri remaja adalah teman sebaya begitu juga
dengan ungkapan Hurlock (1980:235) yang menyatakan konsep diri remaja
selain di pengaruhi oleh lingkungan terdekatnya yaitu keluarga di pengaruhi
juga oleh teman sebanya. Semakin banyak interaksi remaja dengan teman
sebayanya maka konsep diri pun akan semakin berkembang.
Sedangkan teman sebaya memiliki kecenderungan kesamaan dalam
minat, nilai-nilai, sifat-sifat kepribadian dan pendapat. Kesamaan inilah yang
menjadi daya tarik hubungan interpersonal dengan teman seusianya. Sehingga
memiliki kecendrungan untuk berprilaku konfromitas sangat mudah dilakukan.
Hal ini sesuai dengan penjelasan Shepard (Kamanto, 2004:175), yang
66
mendefinisikan konformitas merupakan bentuk interaksi sosial yang di
dalamnya seseorang berprilaku terhadap orang lain sesuai dengan harapan
kelompok.
Interaksi sosial juga berdampak terhadap perkembangan konsep diri
individu. Sehingga remaja yang melakukan konformitas salah satunya didasari
oleh konsep dirinya. Mengapa demikian, karena alasan remaja melakukan
konformitas mempunyai keterpaduan dengan ciri-ciri konsep diri remaja.
Zebua dan Nurdjayadi (Swandono dkk, 2013:9), konformitas pada
remaja umumnya terjadi karena mereka tidak ingin dipandang berbeda dengan
teman-temannya. Pandangan ini muncul untuk melakukan konformitas karena
adanya penilaian diri. Sedangkan penilaian diri menurut Calhoun dan Acocella,
(1990:67-71) merupakan aspek dari konsep diri. Sehingga konsep diri memiliki
peranan atau kontribusi dalam individu untuk melakukan konformitas.
Dengan demikian prilaku konformitas teman sebaya dapat dilakukan oleh
remaja yang memiliki jenis konsep diri yang positif maupun konsep diri yang
negatif. Adapun kuatnya kecenderungan prilaku konformitas teman sebaya
yang bersifat positif maupun negatif pada remaja yang memiliki konsep diri
yang positif dan negarif perlu adanya penelitan lebih lanjut.
67
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di SMK Diponegoro 1
Rawamangun Jakarta Timur dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Konsep diri remaja adalah konsep diri yang semakin berkembang baik
yang dihasilkan dari interaksinya dengan keluarga maupun dengan
interaksinya diluar keluarganya, baik itu teman-temannya maupun
pengalaman-pengalamannya.
2. Konformitas teman sebaya, remaja dapat menjadi positif dan negatif.
Seperti remaja terlibat dengan tingkah laku sebagai tidak baik adalah
akibat dari konformitas yang negatif. Begitupun sebaliknya.
3. Sebagaimana hasil perhitungan korelasi antara konsep diri remaja dan
konformitas teman sebaya diperoleh hasil pengolahan data
adalah 0.789 dan adalah 0.277, dapat di sebut juga lebih
besar daripada dengan taraf signifikasi 5%. Dengan demikian
hasil penelitian mendukung hipotesis (Ha) yang menyatakan terdapat
hubungan positif dan signifikan antara konsep diri remaja dengan
konformitas teman sebaya pada siswa kelas XI SMK Diponegoro 1
Rawamangun Jakarta Timur.
68
B. Saran
Berdasarkan pada kesimpulan, maka peneliti memberikan saran sebagai
berikut :
1. Bagi Guru
Penelitian ini dapat membantu guru khususnya guru bimbingan dan
konseling untuk lebih memberikan layanan pribadi dan sosial kepada
siswa dan mengarahkan siswa untuk terlibat aktif dalam kegiatan
ekstrakulikuler pelayanan yang diberikan dapat mengembangkan
kreatifitas siswa. Kegiatan ekstrakulikuler juga dapat membantu siswa
untuk mengembangkan konsep diri yang positif dan membantu siswa
terhindar dari prilaku konformitas yang negatif.
2. Bagi Orangtua
Diharapkan pada orang tua agar selalu menanamkan nilai-nilai agama,
norma dan etika disertai dengan rasa penuh kasih sayang dan perhatian
kepada anak agar terbentuk pada anak memiliki konsep diri yang
positif, mamapu berprilaku sesuai norma dan dapat bermasyarakat
dengan baik tanpa melakukan prilaku konformitas yang tidak baik.
3. Bagi Siswa
Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu siswa sebagai bekal
pengetahuan dalam mengenal dan memahami pentingnya konsep diri
yang positif dalam kehidupan sehari-hari sehingga remaja tidak terjebak
dan terbawa konformitas yang bersifat negatif.
69
DAFTAR PUSTAKA
Agustiani, Hendriyanti. (2009). Psikologi Perkembangan. Bandung: Refika
Aditama
Ali, Muhammad dan Asrori, Muhammad. (2012). Psikologi Remaja. Jakarta:
Bumi Aksara
Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:
Rineka Cipta.
Baron, Robert A & Byrne, Donn. 2005. Psikologi Sosial. Jakarta: Erlangga.
Cahoun, J.F. and Acocella, J.R. (1990). Psikologi tentang penyesuaian dan
Hubungan Kemanusiaan (Terjemahan). Edisi 3. Semarang: IKIP
Semarang Press.
Chaplin, C.P. (2000). Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada
Hurlock, Elizabeth. (1997). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga.
Hutagalung, Inge. (2007). Pengembangan Kepribadian. Jakarta: PT. Macana Jaya
Cemerlang
Monks, F.J., Knoers, A. M. P., Haditono, S.R. (1991). Psikologi Perkembangan:
Pengantar dalam berbagai bagiannya (cetakan ke-7). Yogya: Gajah
Mada University Press
Newcomb, Theodore M. dkk (1985). Psikologi Sosial. Edisi 3. Bandung: CV.
Diponegoro.
Pudjijogyanti, Clara R. (1988). Konsep Diri Dalam Pendidikan. Jakarta: ARCAN
Riduwan. (2011). Belajar Mudah Penelitian Untuk Guru-Karyawan dan Peneliti
Pemula. Bandung: Alfabeta
Santoso, Slamet. (1992). Dinamika Kelompok. Jakarta: Bumi Aksara
Sarwono, Sarlito W. dan Meinarno Eko A. (2009). Psikologi Sosial. Jakarta:
Salemba Humanika
70
Sarwono, Sarlito Wirawan. (2003). Psikologi Remaja. Edisi Revisi. Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada
Sarwono, Sarlito Wirawan. (2001). Psikologi Sosial. Jakarta: Balai Pustaka
Sears, David O. dkk (2009). Psikologi Sosial. Edisi 15. Jakarta: Prenada Media
Grup
Sears, Davis O. dkk (1985). Psikologi Sosial (Terjemahan). Jilid 2. Jakarta:
Erlangga
Sobur, Alex. (2003). Psikologi Umum. Bandung: CV. Pustaka Setia
Sugiyono. (2012). Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta
Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta
Sunarto, Kamanto. (2004). Pengantar Sosiologi. Edisi Revisi. Jakarta: Lembaga
Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
Swandono. dkk (2013). Konformitas Dalam Novel Teenlit Rahasia Bintang Karya
Dyan Nuranindya. Surakarta: Jurnal Penelitian BASASTRA
Yusuf L.N, Syamsu. (2000). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Yusuf L.N, Syamsu. (2009). Program Bimbingan Konseling di Sekolah. Bandung:
RIZQI Press
http://abudaud2010.blogspot.com/2010/08/konformitas.html
http://zaturasmith34.blogspot.com/2013/03/definisi-teman-sebaya.html