Post on 31-Dec-2015
description
Skenario 2
Nenek yang Lemas
Ny.Marzuki, perempuan, 58 tahun, datang ke praktek dr.Beny dengan keluhan lemas dan cepat
lelah sejak 1 bulan yang lalu. Pada anamnesis, didapat keluhan lain yaitu sering nyeri didaerah
ulu hati yang bertambah nyeri setelah makan, tidak nafsu makan, mual, sering bersendawa, rasa
asam dan pahit pada mulut, dada terasa terbakar, dan perut terasa cepat kenyang padahal makan
hanya sedikit. Sejak dua minggu yg lalu tinja Ny.Marzuki berwarna kehitaman.
Pada pemeriksaan fisik Wajah terlihat pucat, didapatkan TD 110/80 mmHg, nadi 115x/menit,
pernapasan 26x/menit, dan suhu tubuh normal. Konjungtiva dan telapak tangan pucat, nyeri
tekan didaerah epigastrium. Didapatkan Hb 9 g/dl, dan ditemukan darah samar pada tinja.
Setelah memastikan diagnosis klinis, dr.Beny lalu memberikan obat sementara dan merujuk
Ny.Marzuki ke dr.Ibrahim, spPD .
1
Step 1
(Tidak ada Kata-kata yang belum di mengerti)
2
Step 2
1. Apa sajakah DD berdasarkan gejala dan tanda pada kasus?
2. Etiologi apa sajakah yang mungkin menjadi penyebab patogenesis pada kasus?
3. Patogenesis dan interpretasi ditemukannya darah samar?
4. Apa yang menyebabkan tinja berwarna kehitaman?
5. Menandakan apa vital sign pada pasien?
6. Pemeriksaan penunjang apa sajakah yang dapat dilakukan?
7. Bagaimana penatalaksanaan pada pasien?
3
Step 3
1. Berdasarkan tanda dan gejala klinis didapatkan bahwa pasien mengalami dispepsia yang
merupakan kumpulan gejala/syndrome klinik yang didasari pada suatu penyakit tertentu
misalnya :
Gastritis
Ulkus peptik
GERD
Syndroma zollinger-ellison
2. Etiologi yang mungkin bisa menyebebkan patogenesis penyakit pada kasus antara lain:
Helicobacter pylori
Obat-obatan (NSAID, Narkotika)
Trauma
Stress
Autoimun
3. Patogenesis
Etiologi (Misal : H. pylori)
Peningkatan asam lambung
Perusakan mukosa
Mukosa perdarahan
4
4. Tinja berwarna kehitaman menandakan terdapat zat besi berlebih pada tinja hal ini dapat
menunjukan berbagai hal salah satunya terdapat perdarahan pada saluran pencernaan
atas.
5. Vital sign pada pasien menunjukan rujukan normal sedangkan ketidaknormalan terdapat
pada keadaan umum dan Hb yang menunjukan pasien mengalami anemia. Anemia bisa
disebabkan oleh berbagai hal, jika di rujuk dengan gejala klinik maka bisa disimpulkan
ada hubungan anemia bisa saja disebabkan adanya perdarahan saluran cerna.
6. Pemeriksaan penunjang
Endoskopi
Radiografi/ rongent barrium
UBT (untuk infeksi H.pylori)
Biopsi mukosa
Analisis cairan lambung
Pemeriksaan darah samar
7. Penatalaksanaan
Non-Medikamentosa :
Istirahat
Makan yang cukup
Menghindari stressor
Stop alkohol
Hindari pemakaian NSAID
Medikamentosa
ARH2 : Ranitidin
Sukralfat
Antasida
Omeprazole
Amoxicilin/klaritromisin/metronidazole
5
Step 4
1. Dyspepsia syndrome
Dispepsia berasal dari bahasa Yunani (Dys-), berarti sulit , dan (Pepse), berarti
pencernaan Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari rasa
tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan.
Keluhan refluks gastroesofagus klasik berupa rasa panas di dada (heartburn) dan
regurgitasi asam lambung, kini tidak lagi termasuk dispepsia.
Pengertian dispepsia terbagi dua, yaitu :
1. Dispepsia organik
Bila telah diketahui adanya kelainan organik sebagai penyebabnya. Sindroma
dispepsi organik terdapat kelainan yang nyata terhadap organ tubuh misalnya tukak
(luka) lambung, usus dua belas jari, radang pankreas, radang empedu, dan lain-lain.
2. Dispepsia nonorganik atau dispepsia fungsional, atau dispesia nonulkus (DNU)
Bila tidak jelas penyebabnya. Dispepsi fungsional tanpa disertai kelainan atau
gangguan struktur organ berdasarkan pemeriksaan klinis, laboratorium, radiologi, dan
endoskopi (teropong saluran pencernaan).
Setiap orang dari berbagai usia dapat terkena dispepsia, baik pria maupun wanita. Sekitar
satu dari empat orang dapat terkena dispepsia dalam beberapa waktu Seringnya, dispepsia
disebabkan oleh ulkus lambung atau penyakit acid reflux. Jika anda memiliki penyakit
acid reflux, asam lambung terdorong ke atas menuju esofagus (saluran muskulo
membranosa yang membentang dari faring ke dalam lambung). Hal ini menyebabkan
nyeri di dada. Beberapa obat-obatan, seperti obat anti-inflammatory, dapat menyebabkan
dispepsia. Terkadang penyebab dispepsia belum dapat ditemukan.
Penyebab dispepsia secara rinci adalah:
1. Menelan udara (aerofagi)
6
2. Regurgitasi (alir balik, refluks) asam dari lambung
3. Iritasi lambung (gastritis)
4. Ulkus gastrikum atau ulkus duodenalis
5. Kanker lambung
6. Peradangan kandung empedu (kolesistitis)
7. Intoleransi laktosa (ketidakmampuan mencerna susu dan produknya)
8. Kelainan gerakan usus
9. Stress psikologis, kecemasan, atau depresi
10. Infeksi Helicobacter pylory
Manifestasi Klinis Klasifikasi klinis praktis, didasarkan atas keluhan/gejala yang
dominan, membagi dispepsia menjadi tiga tipe :
• Dispepsia dengan keluhan seperti ulkus (ulkus-like dyspepsia), dengan gejala:
a. Nyeri epigastrium terlokalisasi
b. Nyeri hilang setelah makan atau pemberian antasid
c. Nyeri saat lapar
d. Nyeri episodik
• Dispepsia dengan gejala seperti dismotilitas (dysmotility-like dyspesia), dengan gejala:
a. Mudah kenyang
b. Perut cepat terasa penuh saat makan
c. Mual
d. Muntah
e. Upper abdominal bloating (bengkak perut bagian atas)
f. Rasa tak nyaman bertambah saat makan
• Dispepsia nonspesifik (tidak ada gejala seperti kedua tipe di atas) .
Sindroma dispepsia dapat bersifat ringan, sedang, dan berat, serta dapat akut atau kronis
sesuai dengan perjalanan penyakitnya. Pembagian akut dan kronik berdasarkan atas
jangka waktu tiga bulan. Nyeri dan rasa tidak nyaman pada perut atas atau dada mungkin
disertai dengan sendawa dan suara usus yang keras (borborigmi). Pada beberapa
penderita, makan dapat memperburuk nyeri; pada penderita yang lain, makan bisa
7
mengurangi nyerinya. Gejala lain meliputi nafsu makan yang menurun, mual, sembelit,
diare dan flatulensi (perut kembung). Jika dispepsia menetap selama lebih dari beberapa
minggu, atau tidak memberi respon terhadap pengobatan, atau disertai penurunan berat
badan atau gejala lain yang tidak biasa, maka penderita harus menjalani pemeriksaan.
Pemeriksaan
Pemeriksaan untuk penanganan dispepsia terbagi beberapa bagian, yaitu:
1. Pemeriksaan laboratorium biasanya meliputi hitung jenis sel darah yang lengkap dan
pemeriksaan darah dalam tinja, dan urine. Dari hasil pemeriksaan darah bila ditemukan
lekositosis berarti ada tanda-tanda infeksi. Pada pemeriksaan tinja, jika tampak cair
berlendir atau banyak mengandung lemak berarti kemungkinan menderita malabsorpsi.
2. Seseorang yang diduga menderita dispepsia tukak, sebaiknya diperiksa asam lambung.
Pada karsinoma saluran pencernaan perlu diperiksa petanda tumor, misalnya dugaan
karsinoma kolon perlu diperiksa CEA, dugaan karsinoma pankreas perlu diperiksa CA
19-9
3. Barium enema untuk memeriksa kerongkongan, lambung atau usus halus dapat
dilakukan pada orang yang mengalami kesulitan menelan atau muntah, penurunan berat
badan atau mengalami nyeri yang membaik atau memburuk bila penderita makan.
4. Endoskopi bisa digunakan untuk memeriksa kerongkongan, lambung atau usus kecil
dan untuk mendapatkan contoh jaringan untuk biopsi dari lapisan lambung. Contoh
tersebut kemudian diperiksa dibawah mikroskop untuk mengetahui apakah lambung
terinfeksi oleh Helicobacter pylori. Endoskopi merupakan pemeriksaan baku emas, selain
sebagai diagnostik sekaligus terapeutik.
Pengobatan dispepsia mengenal beberapa golongan obat, yaitu:
1. Antasid 20-150 ml/hari
Antasid akan menetralisir sekresi asam lambung. Campuran yang biasanya terdapat
dalam antasid adalah Al(OH)3, Mg(OH)2, dan Mg trisiikat. Sifatnya hanya simptomatis,
8
untuk mengurangi rasa nyeri.
2. Antikolinergik
Kerja obat ini tidak spesifik. Obat yang agak selektif yaitu pirenzepin bekerja sebagai anti
reseptor muskarinik yang dapat menekan sekresi asam lambung sekitar 28-
43%.Pirenzepin juga memiliki efek sitoprotektif.
3. Antagonis reseptor H2
Golongan obat ini banyak digunakan untuk mengobati dispepsia organik atau esensial
seperti tukak peptik. Contoh obatnya adalah simetidin, roksatidin, ranitidin, dan
famotidin.
4. Penghambat pompa asam (proton pump inhibitor =PPI)
Golongan obat ini mengatur sekresi asam lambung pada stadium akhir dari proses sekresi
asam lambung. Contoh obatnya adalah omeprazol, lansoprazol, dan pantoprazol.
5. Sitoprotektif
Prostaglandin sintetik seperti misoprotol (PGE1) dan enprostil (PGE2). Selain bersifat
sitoprotektif, juga menekan sekresi asam lambung oleh sel parietal. Sukralfat berfungsi
meningkatkan sekresi prostaglandin endogen, yang selanjutnya memperbaiki
mikrosirkulasi, meningkatkan produksi mukus, dan meningkatkan sekresi bikarbonat
mukosa, serta membentuk lapisan protektif yang bersenyawa denganprotein sekitar lesi
mukosa saluran cerna bagian atas.
6. Golongan Prokinetik Obat yang termasuk golongan ini, yaitu sisaprid, domperidon,
dan metoklopramid. Golongan ini cukup efektif untuk mengobati dispepsia fungsional
dan refluks esofagitis dengan mencegah refluks dan memperbaiki bersihan asam lambung
(acid clearance)
7. Psikoterapi dan psikofarmaka (obat antidepresi dan cemas) pada pasien dengan
dispepsia fungsional, karena tidak jarang keluhan yang muncul berhubungan dengan
faktor kejiwaan seperti cemas dan depresi.
9
2. Gastritis
Secara sederhana definisi gastritis adalah proses inflamasi pada mukosa dan submukosa
lambung. Gastritis terbagi dua menjadi:
1. Gastritis akut
Merupakan kelainan klinis akut yang jelas penyebabnya dengan tanda dan gejala yang
khas. Biasanya ditemukan sel radang akut dan neutrofil.
2. Gastritis kronik
Penyebabnya tidak jelas, sering bersifat multifaktor dengan perjalanan klinik yang
bervariasi. Kelainan ini berkaitan erat dengan infeksi H. Pylori.
Patofisiologi
Terdapat gangguan keseimbangan faktor agresif dan faktor defensif yang berperan dalam
menimbulkan lesi pada mukosa.
1. Faktor Agresif pada Gastritis
• Asam lambung
• Pepsin
• AINS
• Empedu
• Infeksi virus
• Infeksi bakteri: H. Pylori
• Bahan korosif: asam dan kuat
2. Faktor Defensif pada Gastritis
• Mukus
• Bikarbonat mukosa
• Prostaglandin mikrosirkulasi
1. Gastritis Akut
Gastritis akut adalah proses peradangan mukosa akut yang biasanya bersifat transien
(sementara). Peradangan mungkin disertai perdarahan ke dalam mukosa dan, pada kasus
10
yang lebih parah, terlepasnya mukosa epitelial (erosi). Bentuk erosive yang parah ini
merupakan penyebab penting pedarahan saluran cerna akut.
Patogenesis.
Patogenesis belum sepenuhnya dipahami, sebagian karena mekanisme normal untuk
proteksi mukosa lambung belum semuanya jelas. Gastritis akut sering berkaitan dengan
hal berikut: Pemakaian NSAID (terutama aspirin) dalam jumlah besar, konsumsi alkohol
berlebihan, merokok, pemakaian obat kemoterapi antikanker, uremia, infeksi sistemik
(misal, salmonelosis), stress berat (misal, trauma, luka bakar, pembedahan), iskemia dan
syok, upaya bunuh diri dengan cairan asam dan basa, trauma mekanis (misal, NGT),
pasca gastrektomi distal disertai refluks bahan yang mengandung empedu.
Diperkirakan terjadi satu atau lebih pengaruh berikut:
• gangguan lapisan mukus lekat,
• rangsangan sekresi asam disertai difusi balik ion hidrogen ke dalam epitel superfisial,
• berkurangnya pembentukan bikarbonat oleh sel epitel superfisial,
• berkurangnya aliran darah ke mukosa,
• kerusakan epitel lambung.
• H.pylori juga dapat menyebabkan infeksi akut tetapi proses ini biasanya lolos dari
perhatian pasien.
Gambaran Klinis. Gastritis akut mungkin sama sekali tidak bergejala, dapat
menyebabkan nyeri epigastrium dengan keparahan bervariasi disertai mual dan muntah,
atau bermanifestasi sebagai hematemesis, melena, dan pengeluaran darah yang dapat
mematikan bergantung pada keparahan kelainan anatomic yang dicapai. Secara
keseluruhan, gastritis adalah salah satu penyebab utama hematemesis, terutama pada
pecandu alkohol.
2. Gastritis Kronis
Gastritis kronis didefinisikan sebagai peradangan mukosa kronis yang akhirnya
menyebabkan atrofi mukosa dan metaplasia epitel. Penyakit ini memiliki subkelompok
11
kausal yang tersendiri dan pola kelainan histologik yang berbeda-beda di berbagai tempat
di dunia. Di dunia Barat, prevalensi perubahan histologik yang menunjukkan gastritis
kronis melebihi 50 % untuk semua populasi usia lanjut.
Patogenesis. Sejauh ini, keterkaitan etiologic terpenting adalah dengan infeksi kronis
oleh Helicobacter pylori. Organisme ini adalah patogen yang memiliki angka infeksi
tertinggi di negara yang sedang berkembang. Di daerah yang endemic, infeksi ini
tampaknya berjangkit pada masa anak dan menetap selama berpuluh tahun. Sebagian
besar orang terinfeksi juga mengalami gastritis, tetapi asimtomatik.
H. pylori adalah bakteri batang gram negatif, berbentuk S, tidak invasive, tidak
membentuk spora, dan berukuran + 3,5 x 0,5 µm. Gastritis terjadi karena kombinasi
pengaruh enzim dan toksin bakteri serta pengeluaran zat kimia merugikan oleh respon
imun tubuh. Pasien dengan gastritis kronis dan H. pylori biasanya memperlihatkan
perbaikan gejala bila mendapatkan terapi antimikroba, akan tetapi perbaikan pada
gastritis kroniknya memerlukan waktu lebih lama dan dapat terjadi kekambuhan.
Bentuk lain gastritis kronis adalah gastritis autoimun yang terjadi akibat autoantibody
terhadap sel parietal kelenjar lambung, khususnya terhadap enzim penghasil asam H+,
K+-ATPase. Cedera autoimun menyebabkan kerusakan kelenjar dan atrofi mukosa
sehingga faktor intrinsic dan asam berkurang. Defisiensi faktor intrinsik menyebabkan
anemia pernisiosa terkait dengan penyerapan vitamin B12. Bentuk gastritis ini paling
sering ditemukan di Skandinavia, berkaitan dengan penyakit autoimun lain, seperti
tiroiditis Hashimoto dan penyakit Addison.
Gambaran Klinis. Gastritis kronis biasanya tidak atau sedikit menimbulkan gejala; dapat
timbul rasa tidak enak di abdomen atas serta mual dan muntah. Apabila pada gastritis
autoimun terjadi banyak kehilangan sel parietal, biasanya terdapat hipoklorhidria atau
aklorhidria (mengacu pada kadar asam klorida di lumen lambung) dan hipergastrinemia.
Kadar gastrin serum biasanya dalam kisaran normal atau sedikit meningkat. Yang
terpenting adalah hubungan gastritis kronis dan terjadinya ulkus peptik dan karsinoma
12
lambung. Sebagian besar pasien dengan ulkus peptik mengalami infeksi H. pylori. Resiko
karsinoma lambung pada penderita gastritis kronis dengan H.pylori meningkat sekitar
lima kali lipat. Sementara penderita gastritis kronis autoimun memiliki resiko karsinoma
sekitar 2%-4%.
Perjalanan Alamiah Gastritis
Gastritis kronik akibat H.pylori secara garis besar dibagi menjadi gastritis kronik non
atropi predominasi antrum dan gastritis kronik atropi multifokal. Ciri khas gastritis kronik
non atropi predominasi antrum adalah inflamasi moderat sampai berat mukosa antrum,
sedangkan inflamsi di korpus ringan atau tidak ada sama sekali. Pasien-pasien ini
biasanya asimptopatik tetapi memiliki resiko menjadi tukak duodent. Gastritis kronik
atropi multifokal mempunyai ciri-ciri khusus sebagai berikut: terjadi inflamasi pada
hampir seluruh mukosa, seringkali snagat berat berupa atropi atau metaplasia setempat
pada daerah antrum dan korpus. Gastritis kronik multifokal merupakan faktor resiko
penting displasia epitel mukosa dan karsinoma gaster. Gastritis kronik atrofik
predominasi korpus atau sering disebut gastritis kronik autoimun. Setelah beberapa tahun
kemudian akan diikuti anemia pernisiosa dan defisiensi besi.
3. GERD
Gastroesophageal Reflux Disease (GERD), merupakan gerakan membaliknya isi lambung
(mengandung asam dan pepsin) menuju esophagus. GERD juga mengacu pada berbagai
kondisi gejala klinik atau perubahan histology yang terjadi akibat refluks gastroesofagus.
Ketika esophagus berulangkali kontak dengan material refluk untuk waktu yang lama, dapat
terjadi inflamasi esofagus (esofagitis refluks) dan dalam beberapa kasus berkembang
menjadi erosi esofagus (esofagitis erosi).
Etiologi dan faktor resiko
Umur dapat mempengaruhi terjadinya GERD, karena seiring dengan pertambahan umur
maka produksi saliva, yang dapat membantu penetralan pH pada esofagus, berkurang
sehingga tingkat keparahan GERD dapat meningkat. Jenis kelamin dan genetik tidak
13
berpengaruh signifikan terhadap GERD. Faktor resiko GERD adalah kondisi
fisiologis/penyakit tertentu, seperti tukak lambung, hiatal hernia, obesitas, kanker, asma,
alergi terhadap makanan tertentu, dan luka pada dada (chest trauma). Sebagai contoh, pada
pasien tukak lambung terjadi peningkatan jumlah asam lambung maka semakin besar
kemungkinan asam lambung untuk mengiritasi mukosa esofagus dan LES.
Patofisiologi
Faktor kunci pada perkembangan GERD adalah aliran balik asam atau substansi berbahaya
lainnya dari perut ke esofagus. Pada beberapa kasus, refluks gastroesofageal dikaitkan
dengan cacat tekanan atau fungsi dari sfinkter esofageal bawah (lower esophageal
sphincter/LES). Sfinkter secara normal berada pada kondisi tonik (berkontraksi) untuk
mencegah refluks materi lambung dari perut, dan berelaksasi saat menelan untuk membuka
jalan makanan ke dalam perut. Penurunan tekanan LES dapat disebabkan oleh (a) relaksasi
sementara LES secara spontan, (b) peningkatan sementara tekanan intraabdominal, atau (c)
LES atonik.
Masalah dengan mekanisme pertahanan mukosa normal lainnya, seperti faktor anatomik,
klirens esofageal (waktu kontak asam dengan mukosa esofageal yang terlalu lama),
resistensi mukosa, pengosongan lambung, epidermal growth factor, dan pendaparan saliva,
juga dapat berkontribusi pada perkembangan GERD. Faktor agresif yang dapat mendukung
kerusakan esofageal saat refluks ke esofagus termasuk asam lambung, pepsin, asam
empedu, dan enzim pankreas. Dengan demikian komposisi, pH dan volume refluksat serta
durasi pemaparan adalah faktor yang paling penting pada penentuan konsekuensi refluks
gastroesofageal.
Tanda dan gejala
Gejala klinis GERD digolongkan menjadi 3 macam, yaitu gejala tipikal, gejala atipikal,
dan gejala alarm.
1. Gejala tipikal (typical symptom)
14
Adalah gejala yang umum diderita oleh pasien GERD, yaitu: heart burn, belching
(sendawa), dan regurgitasi (muntah)
2. Gejala atipikal (atypical symptom)
Adalah gejala yang terjadi di luar esophagus dan cenderung mirip dengan gejala penyakit
lain. Contohnya separuh dari kelompok pasien yang sakit dada dengan elektrokardiogram
normal ternyata mengidap GERD, dan separuh dari penderita asma ternyata mengidap
GERD. Kadang hanya gejala ini yang muncul sehingga sulit untuk mendeteksi GERD dari
gejala ini. Contoh gejala atipikal: asma nonalergi, batuk kronis, faringitis, sakit dada, dan
erosi gigi.
3. Gejala alarm (alarm symptom)
Adalah gejala yang menunjukkan GERD yang berkepanjangan dan kemungkinan sudah
mengalami komplikasi. Pasien yang tidak ditangani dengan baik dapat mengalami
komplikasi. Hal ini disebabkan oleh refluks berulang yang berkepanjangan. Contoh gejala
alarm: sakit berkelanjutan, disfagia (kehilangan nafsu makan), penurunan berat badan yang
tidak dapat dijelaskan, tersedak. Penting untuk diperhatikan bahwa keparahan gejala tidak
selalu berkaitan dengan keparahan esofagitis, tetapi berkaitan dengan durasi reflux. Pasien
dengan penyakit yang nonerosif dapat menunjukkan gejala yang sama dengan pasien yang
secara endoskopi menunjukkan adanya erosi esophagus.
Diagnosis
Cara yang paling baik dalam diagnosa adalah dengan melihat sejarah klinis, termasuk
gejala yang sedang terjadi dan faktor resiko yang berhubungan. Endoskopi tidak perlu
dilakukan pada pasien yang mengalami gejala tipikal, terutama jika pasien merespon baik
terhadap pengobatan GERD. Endoskopi dilakukan pada pasien yang tidak merespon terapi,
pasien yang mengalami gejala alarm, atau pasien yang mengalami gejala GERD terus
menerus. Selain endoskopi, tes yang sering digunakan untuk diagnosa adalah pengamatan
refluksat ambulatori, dan manometri.
15
1. Endoskopi dilakukan untuk melihat lapisan mukosa pada esophagus, sehingga
dapat diketahui tingkat keparahan penyakit (erosif atau nonerosif) dan
kemungkinan komplikasi yang telah terjadi, karena memungkinkan visualisasi dan
biopsi mukosa esofagus.
2. Pengamatan refluksat ambulatori meliputi pengamatan pH refluksat. Pengamatan
ini berguna untuk mengetahui paparan asam yang berlebih pada mukosa esofagus
dan menentukan hubungan gejala yang dialami dengan paparan asam tersebut.
Pasien diminta untuk mencatat gejala-gejala yang dialami selama pengamatan pH
sehingga dapat diketahui hubungan gejala dengan pH dan efektivitas
pengobatannya.
3. Manometri esophageal digunakan untuk penempatan probe yang tepat dalam
pengukuran pH dan untuk mengevaluasi peristaltik serta pergerakan esofagus
sebelum operasi antirefluks. Metode ini mengukur tekanan pada lambung, LES,
esofagus, dan faring.
Terapi
Terapi GERD ditujukan untuk mengurangi atau menghilangkan gejala-gejala pasien,
mengurangi frekuensi atau kekambuhan dan durasi refluks esofageal, mempercepat
penyembuhan mukosa yang terluka, dan mencegah berkembangnya komplikasi.
Terapi diarahkan pada peningkatan mekanisme pertahanan yang mencegah refluks dan /
atau mengurangi faktor-faktor yang memperburuk agresifitas refluks atau kerusakan
mukosa. Secara spesifik, yaitu:
1. Mengurangi keasaman dari refluksat.
2. Menurunkan volume lambung yang tersedia untuk direfluks.
3. Meningkatkan pengosongan lambung.
4. Meningkatkan tekanan LES.
5. Meningkatkan bersihan asam esofagus.
6. Melindungi mukosa esophagus.
Terapi GERD dikategorikan dalam beberapa fase, yaitu:
16
Fase I: mengubah gaya hidup dan dianjurkan terapi dengan menggunakan antasida
dan/atau OTC antagonis reseptor H2 (H2RA) atau penghambat pompa proton (PPI).
Fase II: intervensi farmakologi terutama dengan obat penekan dosis tinggi.
Fase III: terpai intervensional (pembedahan antirefluks atau terapi endoluminal).
4. Helicobacter pylori
Helicobacter pylori tinggal menempel pada permukaan dalam lambung melalui interaksi
antara membran bakteri lektin dan oligosakarida yang spesifik dari glikoprotein membran
sel-sel epitel lambung. Mekanisme utama dari bakteri ini dalam menginisiasi
pembentukan luka adalah melalui produksi racun VacA. Racun VacA akan
menghancurkan keutuhan sel-sel tepi lambung melalui berbagai cara, diantaranya adalah
melalui pengubahan fungsi endolisosom, peningkatan permeabilitas parasel,
pembentukan pori dalam membran plasma, atau apoptosis (pengaktifan bunuh diri sel).
Lokasi infeksi Helicobacter pylori di bagian bawah lambung dan mengakibatkan
peradangan hebat, yang sering kali disertai dengan komplikasi pendarahan dan
pembentukan lubang-lubang. Peradangan kronis pada bagian distal lambung
meningkatkan produksi asam lambung dari bagian badan atas lambung yang tidak
terinfeksi. Ini menambah perkembangan tukak lebih besar di usus duabelas jari.
Pada beberapa individu, Helicobacter pylori juga menginfeksi bagian badan lambung.
Bila kondisi ini sering terjadi, menghasilkan peradangan yang lebih luas yang tidak hanya
mempengaruhi borok di daerah badan lambung tetapi juga kanker lambung. Kanker
lambung merupakan kanker penyebab kematian kedua di dunia.
Peradangan di lendir lambung juga merupakan faktor risiko tipe khusus tumor limfa
(lymphatic neoplasm) di lambung, atau disebut dengan limfoma MALT (mucosa
associated lymphoid tissue, jaringan limfoid yang terkait dengan lendir). Infeksi
17
Helicobacter pylori berperan penting dalam menjaga kelangsungan tumor. Limfoma-
limfoma dapat merosot saat bakteri-bakteri itu dibasmi dengan antibiotik.
Helicobacter pylori hanya terdapat pada manusia dan telah menyesuaikan diri di
lingkungan lambung. Hanya sebagian kecil individu terinfeksi berkembang menjadi
penyakit lambung. Bakteri Helicobacter pylori sendiri sangat beragam dan galur-galurnya
berbeda dalam banyak hal, seperti perekatan ke lendir lambung dan kemampuan
menimbulkan peradangan. Walau pada satu individu terinfeksi, semua bakteri
Helicobacter pylori (HP) tidak identik, dan selama jalur infeksi kronis, bakteri
menyesuaikan diri terhadap perubahankondisi-kondisi di lambung. Sifat HP sangat
kompleks, dan boleh dikatakan mempunyai berbagai senjata, sehingga bisa ’survive’
didalam lingkungan yang sangat asam dari lambung/ gaster/ maag.
1. HP dapat merubah lingkungan mikro disekitarnya menjadi bersifat agak basa, sehingga
dia bisa tinggal dan berkoloni dilapisan lendir mukosa lambung.
2. HP mempunyai alat flagella, untuk membor mukosa lambung, sehingga bisa lebih
mudah masuk kedalam dasar kripta/ cekungan mukosa dan menetap ditempat itu.
3. HP mempengaruhi sistem imunitas tubuh kita untuk tidak mengenali dirinya sebagai
benda asing/non-self, melainkan sebagai bagian organ jaringan lambung/self
sehingga tidak dapat dikenali sebagai ‘invader’ atau penyusup yang harus
diberantas oleh sel limfosit-T. Maka luputlah bakteri HP dari penyisiran sistem imun
kita, karena HP tidak terdeteksi sebagai benda asing/non-self.
4. HP bisa resisten terhadap terapi yang diberikan, dengan cara bakteri tersebut membuat
zat anti terhadap bahan aktif anti-mikroba yang diberikan.
Dan banyak lagi senjata yang dimiliki HP, sehingga dampak yang ditimbulkan oleh
peradangan lambung oleh HP menjadi semakin kompleks. Terutama bila HP tidak
terdeteksi, maka bakteri akan terus berkembang-biak meluas membentuk tukak lambung,
displasia, adenoma dan akhirnya kanker lambung yang sangat ditakuti. Dan semenjak
ditemukan bakteri HP, maka paradigma bahwa ’sakit maag disebabkan oleh asam lambung
berlebih’ telah bergeser menjadi ’sakit maag disebabkan oleh infeksi/peradangan lambung
oleh kuman HP’. Sudah tentu akibat perubahan paradigma tersebut akan juga pasti
18
mempengaruhi pengobatan sakit maag. Maka tidak mengherankan saat ini pasien gastritis
akan diberikan antibiotika yang sesuai untuk HP, bila ternyata pada pemeriksaan biopsi
endoskopi lambung pasien ditemukan HP positif.
Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan fisik dapat menunjukkan adanya nyeri, nyeri tekan epigastrik atau distensi
abdominal. Bising usus mungkin tidak ada. Pemeriksaan dengan barium terhadap saluran
Gastrointestinal atas dapat menunjukkan adanya ulkus, namun endoskopi adalah prosedur
diagnostic pilihan. Endoskopi Gastrointestinal atas digunakan untuk mengidentifikasi
perubahan inflamasi, ulkus dan lesi. Melalui endoskopi mukosa dapat secara langsung
dilihat dan biopsy didapatkan. Endoskopi telah diketahui dapat mendeteksi beberapa lesi
yang tidak terlihat melalui pemeriksaan sinar X karena ukuran atau lokasinya. Feces dapat
diambil setiap hari sampai laporan laboratorium adalah negatif terhadap adanya darah.
Pemeriksaan sekretori gaster merupakan nilai yang menentukan dalam mendiagnosis
aklorhidria (tidak terdapat asam hidroklorida dalam getah gaster) dan sindrom zollinger-
ellison. Nyeri yang hilang dengan makanan atau antasida, dan tidak adanya nyeri yang
timbul juga mengidentifikasikan adanya ulkus. Adanya H. Pylory dapat ditentukan dengan
biopsy dan histology melalui kultur, meskipun hal ini merupakan tes laboratorium khusus.
Ada juga tes pernafasan yang mendeteksi H. Pylori, serta tes serologis terhadap antibody
pada antigen H. Pylori.
19
Step 5
1. Ulkus peptik
2. Terapi pilihan pada infeksi H.pylori
3. Indikasi rujuk dan rawat inap
20
Step 6
(Belajar Mandiri)
21
Step 7
1. Ulkus Peptik
Ulkus peptikum adalah kerusakan atau hilangnya jaringan mukosa, submukosa
sampai lapisan otot (muskularis propia) dari saluran cerna bagian atas yang berkaitan
dengan asam, pepsin dalam patogenesisnya. Lokasi ulkus peptikum yang paling sering
adalah di bulbus duodenalis (90%) dan kurvatura minor lambung. Namun ulkus peptikum
juga dapat terjadi di daerah esofagus bagian distal, lengkung duodenum, jejunum atau sisi
jejunum dari gastrojejunostomi, pilorus, dan divertikulum Meckel. Dewasa ini tukak
lambung dan tukak duodenum dianggap sebagai dua penyakit yang berlainan dalam
patogenesisnya. Namun secara patologi anatomis, gejala klinis, perjalanan penyakit dan
komplikasi kedua kelainan tersebut serupa, sehingga dikelompokkan sebagai satu penyakit,
ulkus peptikum.
Ulkus peptikum merupakan suatu penyakit yang sering diderita oleh umat
manusia di seluruh dunia pada semua kelompok umur. Di negara-negara Barat, angka
kejadian ulkus peptikum cukup tinggi dan menurut catatan angka statistik yang didasarkan
atas pemeriksaan radiologi dan otopsi, sekitar 10% dari jumlah penduduk s.epanjang
hidupnya pernah mengalami ulserasi peptik. Ulkus peptikum bertanggung jawab atas 7.500
kematian per tahun dan 400.000 individu yang cacat, dengan kerugian ekonomi sebanyak 4
mil yar dollar per tahun di Amerika saja. Di Indonesia insidensi penyakit ini masih relatif
rendah bila dibandingkan dengan negara-negara Barat. Kaum laki-laki lebih banyak
menderita ulkus peptikum dari pada kaum wanita dengan perbandingan 3–4 : 1
Ulkus duodenum
Tukak duodenum merupakan suatu penyakit yang kronis dan sering kambuh. Sekitar 60%
tukak duodenum yang telah sembuh, kumat kembali dalam waktu 1 tahun dan 80–90%
kambuh dalam waktu 2 tahun.
22
1. Etiologi dan patogenesis
Meskipun dewasa ini telah banyak diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya
tukak duodenum, namun pathogenesis penyakit ini belum diketahui seluruhnya. Sekresi
asam lambung bertanggung jawab atas timbulnya tukak duodenum, namun faktor-faktor
yang menyebabkan individu peka terhadap ulserasi duodenum masih belum diketahui.
Timbulnya tukak duodenum dianggap sebagai akibat ketidakseimbangan .antara sekresi
asam lambung-pepsin dengan resistensi mukosa lambung atau duodenum.
2. Gambaran Klinis
Gejala tukak duodenum yang paling sering adalah nyeri di daerah epigastrium. Rasa nyeri
ini sering kali diutarakan seperti terbakar atau perih, namun kemungkinan batasnya tidak
jelas, boring atau aching atau perasaan tertekan atau penuh di perut atau sebagai sensasi
lapar. Sekitar 10% penderita mengeluh rasa nyeri di sebelah kanan dari pertengahan
epigastrium. Rasa nyeri khas terjadi antara 90 menit sampai 3 jam setelah makan. Akibat
rasa nyeri ini, penderita sering terbangun pada malam hari. Rasa nyeri biasanya
menghilang dalam waktu beberapa menit setelah makan atau minum antasida. Hal ini
sesuai dengan pola: painfood- relief: nyeri timbul bila lambung kosong dan menghilang
setelah diberi makanan atau alkali.
3. Diagnosis
Nyeri di daerah epigastrium yang berkurang setelah diberi makanan atau antasida memberi
kesan ke arah tukak duodenum. Namun banyak penderita yang memperlihatkan
gejalagejala seperti ulkus, pada pemeriksaan radiografi dan endoskopi tidak terlihat tanda-
tanda adanya ulkus. Pemeriksaan barium meal saluran cerna bagian atas bermanfaat untuk
mcngidcntifikasi adanya tukak duodenum dan mcrupakan metode yang lazim untuk
menegakkan diagnosis. Pada pemcriksaan sinar X, tukak duodenum terlihat sebagai suatu
kawah yang terpisah (diskret) di bagian proksimal bulbus duodenum. Pada kasus-kasus
dengan deformitas yang berat, yang sering dijumpai pada pendcrita tukak duodenum kronis
berulang, dapat timbul kesulitan-kesulitan dalam mengidentifikasi adanyanya ulkus(3).
Bagaimanapun, pemeriksaan endoskopi pada kasus ini mempunyai keuntungan-
keuntungan, yaitu:
23
1). Dapat mendeteksi tukak duodenum yang tidak terlihat pada pemeriksaan radiografi dan
penderita dengan deformitas yang berat serta ulkus yang samar-samar
2). Dapat mengidentifikasi ulkus yang sangat kecil atau superfisial
3). Bila ada perdarahan, dapat ditentukan sumbernya
4). Padakasus dengan kecurigaan adanya keganasan dapat dilakukan biopsi
5). Brushing secara terarah dapat dikerjakan untuk pemeriksaan sitologi bila ada
kemungkinan keganasan.
4. Pengobatan
Tujuan utama pengobatan adalah :
1) Mengurangi rasa sakit
2) Menyembuhkan tukak
3) Mencegah residif dan komplikasi
Obat-obat spesifik yang dewasa ini tersedia dan dianjurkan dalam pengobatan tukak
duodenum adalah :
1) Antasida
Antasida yang ideal harus memenuhi beberapa kriteria, yaitu: mampu menetralkan asam,
tidak diadsorbsi oleh saluran cerna, sedikit atau tidak mengandung natrium, dengan
pemberiandosis berulang dapat ditoleransi oleh penderita dan tidak menimbulkan efek
samping. Kalsium karbonat merupakan antasida yang kuat dan murah. Pada proses
penetralan asam, kalsium karbonat diubah menjadi kalsium klorida dalam lambung.
Kalsium karbonat dapat menyebabkan acid rebound, konstipasi, mual, muntah, perdarahan
saluran cerna dan disfungsi ginjal. Keadaan gawat sekali yang dapat terjadi akibat
pemberian kalsium karbonat adalah hiperkalsemia, kalsifikasi metastatik, alkalosis,
azotemia, terutama terjadi pada penggunaan yang kronik dari kalsium karbonat bersama
susu dan antasida lain (milk alkali syndrome ). Karena efek samping yang sangat
merugikan ini, kalsium karbonat tidak.dianjurkan untuk pengobatan ulkus peptikum.
Natrium bikarbonat dapat menetralkan HCl lambung karena daya larutnya tinggi dan reaksi
kimianya sebagai berikut :
24
NaHCO3 + HCl NaCl + H2O + CO2
Karbondioksida yang terbentuk dalam lambung akan menimbulkan efek karminatif yang
menyebabkan sendawa. Dapat terjadidistensi lambung dan perforasi. Selain itu natrium
bikarbonat cenderung meneetuskan timbulnya alkalosis sistemik, sehingga
tidak dianjurkan untuk digunakan sebagai antasida dalam pengobatan ulkus peptikum.
Aluminium hidroksida; reaksi yang terjadi di lambung adalah :
Al(OH)3 + 3HCl AlCl3 + 3H20
Daya menetralkan asam lambungnya lambat, tetapi masa kerjanya lebih panjang. Efck
samping yang utama adalah konstipasi. Hal ini dapat diatasi dengan memberikan antasida
garam Mg. Gangguan absorbsi fosfat dapat terjadi sehingga menimbulkan sindrom deplesi
fosfat disertai osteomalasia. Magnesium hidroksida merupakan antasida yang kuat yang
menetralkan asam klorida dengan menghasilkan magnesium kloridadan air. Magnesium
hidroksida menyebabkan pelunakan tinja. Efek laksatif magnesium hidroksida dan efek
konstipasi aluminium hidroksida dapat diatasi dengan menggunakan preparat kombinasi
kedua antasida tersebut.
2) Antagonis reseptor H2
Simetidin dan ranitidin menghambat reseptor H2 secara selektif dan reversibel.
Perangsangan reseptor H2 akan merangsang sekresi cairan lambung, sehingga pada
pemberian simetidin atau ranitidin sckresi asam lambung dapat dihambat. Walaupun tidak
lengkap, simetidin dan ranitidin dapat menghambat sekresi asam lambung akibat
perangsangan muskarinik atau gastrin. Efek samping kedua obat ini kira-kira sama,
terutama nyeri kepala, mual, muntah dan reaksi-reaksi kulit. Simetidin dapat menimbulkan
ginekomastia, sedangkan ranitidin tidak karena tidak berefek antiadrogenik.
3) Obat-obat antikolinergik
Obat-obatan tikolinergik seperti sulfasatrofin, bekerja dengan menghambat efek asetilkolin
pada reseptor muskarinik. Obatobat ini menurunkan sekresi asam lambung, namun tidak
seefektif antagonis reseptor H2. Banyak penelitian membuktikan bahwa obat-obat
antikolinergik ini memperlambat penyembuhan atau memperberat gejala-gejala tukak
duodenum; oleh karena itu tidak dianjurkan untuk pengobatan tukak duodenum. Pirenzepin
25
merupakan derivat benzodiazepin yang memiliki khasiat antikolinergik yang lebih kurang
selektif. Reseptorreseptor muskarin di sel-sel lambung yang memegang peran pada sekresi
HCI dan pepsin dirintangi, sehingga produksinya dikurangi. Produksi lendir tidak
dikurangi. Pirenzepin mempunyai kemampuan menghambat sekresi asam lambung lebih
besar dibanding obat-obat antikolinergik yang lain. Selain itu pirenzepin memiliki daya
protektif, yaitu melindungi mukosa lambung terhadap HCI.
4) Obat pelapis mukosa (coating agent)
Yang termasuk jenis obat ini adalah sukralfat dan senyawa bismut koloid. Obat-obat ini
bekerja dengan cara meningkatkan produksi prostaglandin endogen dan meningkatkan
sekresi mukus, sehingga dapat meningkatkan daya sitoprotektif mukosa. Sukralfat juga
dapat membentuk suatu kompleks dengan protein dari dasar ulkus, yang melindunginya
terhadap HC1, pepsin dan empedu. Efek samping sukralfat adalah konstipasi. Senyawa
bismut koloid juga bekerja dengan membentuk suatu koagulan bismut-protein yang dapat
melindungi ulkus terhadap
proses digesti asam-pepsin
5) Prostaglandin
Berbagai prostaglandin, terutama prostaglandin E (PGE1dan PGE2) mempunyai sifat
selain sitoprotektif juga anti-sekretoris. Prostaglandin akan merangsang sekresi bikarbonat
dan memproduksi lendir dari mukosa gastro-duodenal, dan akan mcningkatkan aliran darah
di mukosa, serta memperbaharui sel epitel yang rusak. Pada dosis terapeutis yang diberikan
dapat mengurangi sekresi asam lambung baik basal maupun, setelah rangsangan. Efek
samping obat ini yaitu diare pada 10% penderita. Mengingat bahwa obat ini juga
mempengaruhi kontraksi uterus, maka merupakan kontraindikasi pada wanita hamil.
6) Diet
Berbagai macam diet dianjurkan dalam pengobatan tukak duodenum. Namun tidak ada
bukti bahwa bland diet (diet yang digunakan untuk menetralkan keasaman cairan lambung)
seperti susu, krim, gelatin, sup, nasi, mentega, telur, daging lunak, ikan, keju dan tapioka
26
cukup bermanfaat. Diet susu dan krim tidak memperlihatkan perbaikan tukak duodenum;
bahkan diet tersebut berkaitan dengan timbulnya milk-alkali syndrome.
Ulkus Gaster
Sekitar 55% tukak lambung terjadi pada laki-laki. Secara khas, tukak lambung dalam dan
meluas sampai di sebelah atas mukosa lambung. Hampir semua tukak lambung jinak
terletak di antrum, pada suatu zona tepat di sebelah distal dari sambungan mukosa antrum
dengan mukosa korpus ventrikuli yang mensekresi asam. Lokasi sambungan ini
bermacam-macam, terutama pada kurvatura minor lambung. Tukak lambung jarang terjadi
pada kurvatura mayor lambung. Tukak lambung hampir selalu disertai gastritis dan
berbagai atrofi mukosa yang mengenai antrum.
1. Etiologi dan patogenesis
Asam-pepsin tampaknya memegang peranan penting dalam patogenesis tukak lambung.
Sekitar 10% sampai 20% penderita tukak lambung juga menderita tukak duodenum.
Penderita dengan kedua jenis tukak tersebut mempunyai pola sekresi asam
seperti penderita tukak duodenum. Patogenesis tukak lambung dipengaruhi oleh banyak
faktor. Sebagian besar peneilitian menunjukkan bahwa resistensi mukosa
lambung dan/atau trauma mukosa lambung merupakan factor yang paling renting. Kadar
gastrin serum meningkat pada beberapa penderita tukak lambung, namun peningkatan ini
terbatas pada penderita hiposekresi asam lambung. Juga dijumpai keterlambatan
pengosongan lambung. Diperkirakan bahwa regurgitasi isi duodenum, terutama yang
mengandung empedu, dapat mencetuskan trauma mukosa lambung dan kemudian berlanjut
dengan ulserasi lambung.
2. Gambaran klinis
Seperti pada tukak duodenum, gejala yang paling sering dijumpai pada tukak lambung
adalah nyeri di daerah epigastrium. Rasa nyeri ini dapat menyerupai tukak duodenum,
namun beberapa penderita tukak lambung mengalami rasa nyeri yang tidak menghilang
dengan pemberian makanan dan bahkan dapat dicetuskan atau diperberat dengan
pemberian makanan. Tukak yang letaknya di kurvatura minor lambung bagian
27
atas dapat menimbulkan rasa nyeri dada depan. Kadang-kadang rasa nyeri ulkus peptikum
hanya dirasakan di punggung setinggiruas tulang punggung VIII – X, terutama pada tukak
yang mengalami penetrasi ke pankreas. Nausea dan muntah yang timbul pada tukak
duodenum hampir selalu menunjukkan adanya obstruksi saluran keluar dari lambung
(gastric outlet), sedangkan pada tukak lambung gejala ini dapat terjadi tanpa adanya
obstruksi mekanik.
3. Diagnosis
Riwayat penyakit dapat bermanfaat untuk memperkirakan adanya tukak lambung, namun
tidak begitu khas seperti tukak duodenum. Dua cara utama untuk menegakkan wkak
lambung adalah pemeriksaan barium meal dan endoskopi. Secara radiologis pada
tukak lambung ditemukan suatu kawah dari ulkus yang disebut niche. Bila ditemukan
gambaran tersebutperlu dibedakan antara jinak dan ganas. Bentuk tukak yang jinak
umumnya bulat atau oval dengan dinding yang teratur; sedangkan bentuk yang ganas
mempunyai tepi yang ireguler, dasar yang kasar ireguler, mukosa di sekitar tukak tidak
licin dengan lipatan mukosa yang seperti terpotong di jalan dan berbentuk seperti tabuh
genderang. Untuk memastikan diagnosis serta untuk membedakan antara bentuk jinak
dengan ganas, perlu dilakukan biopsi secara endoskopi. Pada tukak yang jinak, secara
mikroskopis di bawah tukak akan tampak lapisan eksudat inflamasi akut, sebelah
dalamnya terdapat lapisan nekrosis fibrinoid, jaringan granulasi dan jaringan parut. Tepi
tukak tampak edema yang berisi sel eritrosit dari sel inflamasi. Muskularis mukosa di
sekitar kawah ulkus biasanya menebal.
4. Pengobatan
Antasida efektif untuk pengobatan tukak lambung; karena hipersekresi asam lambung tidak
khas pada tukak lambung, maka diperlukan dosis antasida yang lebih kecil dibanding pada
tukak duodenum. Antagonis reseptor H2 dan sukralfat kira-kira sama efektifnya
dengan antasida untuk pengobatan tukak lambung. Dosis yang dianjurkan sama pada
penderita tukak duodenum. Beberapa ahli menganjurkan penggunaan obat antikolinergik
untuk pengobatan tukak lambung, tetapi obat tersebut mempunyai banyak efek samping,
28
cenderung menurunkan kecepatan pengosongan lambung yang telah terganggu; dan
kenyataannya penderita wkak lambung yang mendapatkan pengobatan
ini, proses kesembuhannya lebih lama. Oleh karena itu obat tersebut tampaknya tidak
dianjurkan untuk pengobatan tukak lambung. Karena salisilat berkaitan dengan timbulnya
tukak lambung, maka penderita dilarang untuk minum salisilat. Alkohol juga
sebaiknya dicegah, karena memberikan efek trauma terhadap mukosa lambung. Diet susu
dan krim tidak memperlihatkan manfaat yang bermakna dalam pengobatan tukak lambung.
Natrium karbenoksolon banyak digunakan untuk pengobatan tukak lambung di berbagai
negara. Obat ini dapat menurunkan gejala-gejala dan mempercepat penyembuhan tukak
lambung. Karbenoksolon tidak menurunkan sekresi asam lambung namun meningkatkan
sekresi dan viskositas mukus lambung serta meningkatkan daya hidup sel epitel mukosa
lambung: Sayangnya obat ini mempunyai efek seperti aldosteron, sehingga
dapatmenyebabkan retensi natrium dan air dan pengeluaran kalium. Obat ini belum beredar
di Indonesia.
2. Terapi Infeksi Helicobacter pylori
Jika terdapat infeksi H.pylori, pada saat ini indiikasi yang telah disetujui secara universal
untuk melakukan eradikasi yang ada hubungannya dengan tukak peptik. Dan yang
berhubungan dengan low grade B cell lymphoma. Eradikasi dilakukan dengan kombinasi
antara berbagi antibiotik dan proton pump inhibitor (PPI). Antibiotika yang dianjurkan
adalah klaritomisin, amoksisilin, metronidazol, dan tetrasiklin. Bila PPI dan kombinasi
dua antibiotika gagal dianjurkan menambahkan bismuth subsalisilat/subsitral.
3. Semua masalah ulkus peptik dan gastritis diperbolehkan rawat jalan dengan catatan
pasien melakukan semua yang disarankan dokter dan mengikuti terapi medikamentosa.
Namun jika ada tanda-tanda komplikasi maka diharuskan pasien melakukan rawat inap.
Komplikasi diantaranya :
1. Tanda-tanda perdarahan saluran cerna
2. Adanya penetrasi/perforasi
3. Adanya stenosis pylorik
29
Indikasi rujik, apabila penanganan yang dilakukan mengalami kegagalan atau terjadi
perburukan klinis.
30
KESIMPULAN
1. Ny.Marzuki mengalami sindrome dyspepsia yg merupakan menisfestasi klinis dr suatu
pnykit saluran cerna : Gastritis, ulkus peptikum, GERD
2. Penyebab utama penyakit Ny.Marzuki dikarenakan terjadinya peningkatan as.lambung yg
diakibatkan beberapa faktor misalnya infeksi H.pylori, stress, Trauma, konsumsi alkohol
dan obat-obatan yg bersifat iritan bagi saluran cerna
3. Pemeriksaan dpt berupa endoskopi, analisis darah samar, radiologi, UBT (Jika etiologi
H.Pylori)
4. Pengobatan yg dpt diberikan jk sudah terjd ulkus: Ranitidin, omenazole, antasida,
sukralfat, antibiotik (Amoxicilin/metronidazole)
31
DAFTAR PUSTAKA
• Buku ajar IPD UI edisi V
• Farmakologi ulasan bergambar, edisi 2. widya medika
• G.Katzung, Betram. Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi 10. EGC
• Jawetz. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi 20. EGC
• Repisatory FK USU 2010
• medicaNet.com
32