Post on 30-Oct-2020
SISTEM DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN NELAYAN
DI PPI UJONG BAROH DAN TPI KUALA BUBON
KABUPATEN ACEH BARAT
SKRIPSI
BUKHARI
06C10432043
PROGRAM STUDI PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS TEUKU UMAR
MEULABOH, ACEH BARAT
2013
SISTEM DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN NELAYAN
DI PPI UJONG BAROH DAN TPI KUALA BUBON
KABUPATEN ACEH BARAT
SKRIPSI
BUKHARI
06C10432043
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan pada
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Teuku Umar
PROGRAM STUDI PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS TEUKU UMAR
MEULABOH, ACEH BARAT
2013
LEMBARAN PENGESAHAN
Judul : Sistem Distribusi Hasil Tangkapan Nelayan Di PPI Ujong Baroh
dan TPI Kuala Bubon Kabupaten Aceh Barat.
Nama : Bukhari
Nim : 06C10432043
Program Studi : Perikanan
Menyetujui,
Komisi Pembimbing
Ketua Anggota
Ir. Said Mahjali, MM Muhammad. Rizal, S.Pi, M.Si
NIDN : 0110116502 NIDN : 0111018301
Mengetahui,
Ketua Program Studi Perikanan Dekan Fakultas Perikanan
Muhammad. Rizal, S.Pi, M.Si Uswatun Hasanah, S.Si, M.Si
NIDN : 0111018301 NIDN : 0121057802
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Gampong Tanjong Bungong tanggal 17
Mei 1987 dengan nama lengkap BUKHARI sebagai anak dari
pasangan Bapak Sabirin dan Ibu Samsidar. Penulis
menyelesaikan pendidikan Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN)
pada tahun 1999 di MIN Putim Gampong Putim Kecamatan
Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat, pada tahun 2002 penulis menyelesaikan
Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di MTsN Model I Meulaboh di Kabupaten
Aceh Barat, menyelesaikan Sekolah Menengah Kejuruan pada tahun 2005 di
SMK Negeri 2 Meulaboh di Kabupaten Aceh Barat. Penulis melanjutkan
pendidikan pada Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan diperguruan tinggi
Universitas Teuku Umar Meulaboh, dan lulus pada tahun 2013 dengan judul
skripsi “Sistem Distribusi Hasil Tangkapan Nelayan Di PPI Ujong Baroh Dan
TPI Kuala Bubon Kabupaten Aceh Barat”
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Sistem Distribusi Hasil Tangkapan
Nelayan di PPI Ujong Dan TPI Kuala Bubon adalah karya saya sendiri dengan
arahan dosen pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya ilmiah yang ditertibkan
maupun tidak ditertibkan, dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi.
Alue Peunyareng, 23 Agustus 2013
Bukhari
06C10432043
RINGKASAN
Bukhari dengan judul skripsi “Sistem Distribusi Hasil Tangkapan Nelayan Di
PPI Ujong Baroh Dan TPI Kuala Bubon” di bawah bimbingan Ir. Said Mahjali,
M.M sebagai pembimbing utama dan Muhammad Rizal, S.Pi,M.Si, sebagai
pembimbing kedua.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Sistem Distribusi Hasil
Tangkapan Nelayan di Ujong Baroh dan Kuala Bubon Kecamatan Johan
Pahlawan dan Kecamatan Bubon Kabupaten Aceh Barat secara Survey. Adapun
masalah dalam penelitian ini adalah apakah sistem distribusi hasil tangkapan
nelayan berjalan dengan lancar. Penelitian ini bermanfaat bagi peneliti dalam
melihat mengaplikasikan dan memperdalam pengetahuan dibidang ilmu perikanan
serta melengkapi persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana pada Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Teuku Umar.
Penelitian ini dilakukan pada sistem distribusi hasil tangkapan nelayan di PPI
ujong baroh dan TPI kuala di ujong baroh dan kuala bubon kecamatan johan
pahlawan dan kecamatan bubon kabupaten aceh barat Ruang lingkup penelitian
ini hanya berbatas pada masalah bagaimana sistem aktivitas distribusi hasil
tangkapan nelayan yang di daratkan di PPI ujong dan TPI kuala bubon serta
bagaimana pemanfaatan kapasitas fasilitas distribusi hasil tangkapan. Penelitian
ini menggunakan dengan metode survei yaitu metode penelitian dengan
melibatkan sejumlah responden yang merupakan stakeholder adalah praktisi yang
banyak memiliki informasi yang terkait.
Penanganan hasil tangkapan nelayan di PPI ujong baroh terhadap hasil tangkapan
yang di daratkan terbagi menjadi 3 tahap.di mulai sejak hasil tangkapan di
daratkan,kedua disimpan dan kemudian di angkut ke daerah tujuan ketiga kegiatan
ini saling berkaitan dan harus dalam rantai dingin untuk menjaga agar hasil
tangkapan tidak mengalami rigor mortis( kekakuan/kejang).distribusi hasil
tangkapan nelayan meliputi ikan tuna,cakalang,tongkol,udang,kembung,tenggiri
dan cumi-cumi,dengan tujuan distribusi medan,sigli,takengon,subussalam ,sigli
jalur distribusi hasil tangkapan yang di lakukan di ujong baroh.distribusi hasil
tangkapan berdasarkan tujuan pemasaran. Distribusi berdasarkan asal hasil
tangkapan distribusi berdasarkan tujuan meliputi sebagai berikut:,tangkapan laut,
nelayan, TPI, toke bangku, distribusi, grosir, pegencer, konsumen.
LEMBAR PENGESAHAN PEGUJI
Skripsi/tugas akhir dengan Judul :
SISTEM DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN NELAYAN DI PPI UJONG
BAROH DAN TPI KUALA BUBON
KABUPATEN ACEH BARAT
Yang di Susun Oleh:
Nama : BUKHARI
Nim : 06C10432043
Fakultas : Perikanan dan Ilmu kelautan
Program studi : perikanan
SUSUNAN DEWAN PENGUJI
1. Ir.Said Mahjali, MM ..............................................
(Dosen Pembimbing Ketua)
2. Muhammad Rizal, S.Pi. M.Si, ..............................................
(Dosen Pembimbing Anggota)
3. Uswatun Hasanah, S.Si. Msi, ..............................................
(Dosen Penguji I)
4. Erlita, S.Pi. ..............................................
(Dosen Penguji II)
Alue Peunyareng, 23 Agustus 2013
Dekan
Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan
Uswatun Hasanah, S.Si, M.Si
NIDN: 9901006379
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Hasil perikanan mempunyai peranan yang penting dan strategis dalam
pembangunan perekonomian nasional terutama dalam meningkatkan perluasan
kesempatan kerja, pemerataan pendapatan, dan peningkatan taraf hidup bangsa
pada umumnya, nelayan kecil, pembudidayaan ikan kecil dan pihak-pihak
pelaku usaha di bidang perikanan dengan tetap memelihara lingkungan,
kelestarian dan ketersediaan sumber daya ikan (Keputusan Menteri Kelautan Dan
Perikanan, 2007).
Mewujudkan peranan tersebut, hasil perikanan Indonesia harus dapat
mengikuti persyaratan yang dapat menjamin mutu dan keamanan yang
diinginkan oleh konsumen sehingga dapat bersaing di pasar internasional yang
akhirnya akan menjaga kestabilan dan meningkatkan produksi dan sekaligus
pemasaran hasil perikanan (Keputusan Menteri Kelautan Dan Perikanan, 2007).
Berdasarkan UU No. 45 tahun 2009, tentang perikanan dijelaskan bahwa
Penangkapan ikan adalah kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak
dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau cara apa pun, termasuk kegiatan
yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan,
mendinginkan, menangani, mengolah, dan/atau mengawetkannya, dan Pelabuhan
Perikanan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan perairan di sekitarnya
dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan
sistem bisnis perikanan yang digunakan sebagai tempat kapal perikanan.
2
bersandar, berlabuh, dan/atau bongkar muat ikan yang dilengkapi dengan fasilitas
keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang perikanan.
Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Ujung Baroh dan Tempat Pelelangan
Ikan (TPI) Bubon mempunyai potensi yang sangat besar dalam mendistribusikan
hasil tangkapan, hal ini terlihat dari aktivitas penting yang dilakukan mulai dari
penanganan hasil tangkapan, penyimpanan (warehousing) hasil tangkapan,
pengangkutan hasil tangkapan, pengawasan pencatatan ( inventory control) dan
informasi pasar. hasil tangkapan mudah busuk maka diperlukan aktivitas
distribusi hasil tangkapan di PPI Ujung Baroh dan TPI Bubon yang cepat dan
terorganisir, aktivitas distribusi yang penting antara lain penanganan hasil
tangkapan, sarana penunjang aktivitas distribusi hasil tangkapan dan jalur
distribusi hasil tangkapan. Agar aktivitas distribusi berjalan dengan lancar maka
pendaratan dan penyimpanan hasil tangkapan harus sangat diperhatikan agar tetap
terjaganya mutu dari hasil tangkapan ikan.
Keragaman aktivitas yang terjadi dalam proses pendistribusian hasil
tangkapan di PPI Ujung Baroh dan TPI Bubon, dapat menggambarkan baik atau
buruknya aktivitas yang dilakukan terhadap hasil akhir yang diharapkan yaitu
mutu dari hasil tangkapan itu sendiri.
Selain itu, penelitian yang sejenis belum pernah dilakukan di Pangkalan
Pendaratan Ikan (PPI) Ujung Baroh dan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Kuala
Bubon kabupaten Aceh Barat, maka perlu dilakukan suatu penelitian mengenai
Distribusi Hasil Tangkapan Nelayan yang di daratkan di Pangkalan Pendaratan
Ikan (PPI) Ujung baroh dan Tempat pelelangan ikan (TPI) Kuala bubon
Kabupaten Aceh Barat Provinsi Aceh.
3
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan uraian yang telah di ungkapkan Di atas
maka permasalahan yang akan di analisis dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana sistem aktivitas distribusi hasil tangkapan nelayan yang
didaratkan di PPI Ujong Baroh dan TPI Kuala Bubon ?
2. Bagaimana pemanfaatan kapasitas fasilitas distribusi hasil tangkapan ?
1.3. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui sistem aktivitas distribusi hasil tangkapan nelayan yang di
daratkan di PPI Ujong Baroh dan TPI Kuala Bubon.
2. Menentukan tingkat pemanfaatan kapasitas fasilitas distribusi hasil
tangkapan.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain :
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi Pemerintah
dan pihak lain, dalam upaya mencari sistem distribusi yang tepat pada PPI
Ujong Baroh dan TPI kuala Bubon dalam upaya untuk meningkatkan
pendapatan nelayan.
2. Untuk menambah ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan hasil
tangkapan dan pemasaran di PPI Ujong Baroh dan TPI Kuala Bubon.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sistem
Pengertian Sistem dalam pengertian yang paling umum adalah
sekumpulan benda yang memiliki hubungan di antara mereka. Kata sistem sendiri
berasal dari bahasa Latin (systēma) dan bahasa Yunani (sustēma) adalah suatu
kesatuan yang terdiri komponen atau elemen yang dihubungkan bersama untuk
memudahkan aliran informasi, materi atau energi (James Havery, 2008).
Sistem adalah suatu kesatuan prosedur atau komponen yang saling
berkaitan satu dengan yang lain nya bekerja bersama sama sesuai dengan aturan
yang di terapkan sehingga membentuk suatu tujuan yang sama dimana dalam
sebuah sistem bila terjadi satu bagian saja yang tidak bekerja atau rusak maka
suatu tujuan bisa terjadi satu bagian saja yang tidak bekerja atau rusak maka suatu
tujuan bisa terjadi kesalahan hasil nya atau ouput nya (James Havery, 2008).
2.2. Pelabuhan Perikanan
Menurut Ditjen Perikanan Deptan RI, pelabuhan perikanan adalah
pelabuhan yang secara khusus menampung kegiatan masyarakat baik di lihat dari
aspek produksi, pengolahan maupun aspek pemasarannya, pelabuhan perikanan
sebagai tempat pelayanan umum bagi masyarakat nelayan dan usaha perikanan,
sebagai pusat pembinaan dan peningkatan kegiatan ekonomi perikanan yang
dilengkapi dengan fasilitas di darat dan di perairan sekitarnya untuk digunakan
sebagai pangkalan operasional tempat berlabuh, bertambat, mendaratkan hasil,
penanganan, pengolahan, distribusi dan pemasaran hasil perikanan (BAPPENAS,
2008).
5
Menurut Lubis (2006), mengemukakan bahwa pelabuhan perikanan adalah
suatu wilayah perpaduan antara wilayah daratan dan lautan yang dipergunakan
sebagai pangkalan kegiatan penangkapan ikan dan dilengkapi dengan berbagai
fasilitas sejak ikan didaratkan sampai ikan didistribusikan, serta berfungsi untuk
berlabuh dan bertambatnya kapal yang hendak bongkar muat hasil tangkapan ikan
atau mengisi bahan perbekalan melaut.
Menurut Direktorat Jenderal Perikanan (1994), Pelabuhan perikanan
merupakan prasarana yang mendukung peningkatan pendapatan nelayan juga
sekaligus mendorong investasi di bidang perikanan. Selanjutnya dapat ditarik
kesimpulan bahwa pelabuhan perikanan merupakan pusat pengembangan
ekonomi perikanan ditinjau dari aspek produksi, pengolahan dan pemasaran, baik
berskala lokal, nasional, maupun internasional.
Pengembangan ekonomi perikanan tersebut hendaknya ditunjang oleh
industri perikanan baik hulu maupun hilir dan pengembangan sumber daya
manusia khususnya masyarakat nelayan (Lubis, 2006).
Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor:
PER.16/MEN/2006 tentang Pelabuhan Perikanan, Pelabuhan Perikanan dibagi
menjadi 4 kategori utama, yaitu PPS (Pelabuhan Perikanan Samudera), PPN
(Pelabuhan Perikanan Nusantara), PPP (Pelabuhan Perikanan Pantai), dan PPI
(Pangkalan Pendaratan Ikan). Pelabuhan tersebut dikategorikan menurut kapasitas
dan kemampuan masing-masing pelabuhan untuk menangani kapal yang datang
dan pergi serta letak dan posisi pelabuhan (Direktorat Pelabuhan Perikanan,
2005).
6
2.2.1. Fungsi Pelabuhan Perikanan
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Tahun 2004 tentang
Perikanan Pasal 41, fungsi dan peran Pelabuhan Perikanan adalah sebagai pusat
penanganan dan pemasaran ikan hasil tangkapan. Setelah ikan hasil tangkapan
tersebut ditangani dengan baik, maka ikan hasil tangkapan tersebutdapat
dipasarkan atau didistribusikan.
Menurut Lubis (2000), fungsi pelabuhan perikanan dapat dikelompokkan
berdasarkan pendekatan kepentingan, sebagai berikut: 1) fungsi maritim (tempat
kontak nelayan dengan pemilik kapal), 2) fungsi komersial (menjadi tempat awal
untuk mempersiapkan distribusi produksi perikanan melalui transaksi pelelangan
ikan), dan 3) fungsi jasa (jasa pendaratan ikan, jasa kapal penangkap ikan, jasa
penanganan mutu ikan).
Fungsi pokok pelabuhan perikanan adalah sebagai pusat pengembangan
perikanan di bidang produksi, pengolahan dan pemasaran, (Ditjen Perikanan,
1979). Untuk itu diperlukan sarana untuk meningkatkan produksi, pengolahan dan
pemasaran ikan. Dengan tersedianya sarana tersebut maka pelabuhan perikanan
dapat merupakan tempat pemusatan kegiatan masyarakat, hal ini terlihat dari
fungsi pelabuhan perikanan, yaitu:
1) Bidang produksi, yaitu bahwa pelabuhan perikanan sebagai tempat para
nelayan untuk melakukan kegiatan-kegiatan produksinya, mulai dari memenuhi
kebutuhan perbekalan melaut sampai membongkar hasil tangkapannya.
2) Bidang pengolahan, yaitu bahwa pelabuhan perikanan menyediakan sarana-
sarana yang dibutuhkan untuk mengolah hasil tangkapannya.
7
3) Bidang pemasaran, yaitu bahwa pelabuhan perikanan merupakan pusat
pengumpulan dan tempat awal pemasaran hasil tangkapannya
b. Peranan Pelabuhan Perikanan
Pelabuhan Perikanan berperan sebagai terminal yang menghubungkan
kegiatan usaha di luat dan di darat ke dalam suatu sistem usaha dan berdaya guna
tinggi (Murdiyanto, 2004). Sedangkan menurut pendapat Lubis (2000), peranan
pelabuhan perikanan meliputi beberapa aktivitas, antara lain: 1) pusat aktivitas
produksi, 2) pusat aktivitas distribusi, dan 3) pusat kegiatan masyarakat nelayan.
2.2.2. Tipe Pelabuhan Perikanan
Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
16/MEN/2006, klasifikasi besar/kecilnya skala usaha pelabuhan perikanan
dibedakan menjadi empat tipe pelabuhan, sebagai berikut:
1. Tipe A (Samudera), Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS): diperuntukkan
bagi kapal perikanan yang dioperasikan di perairan samudera yang lazim
digolongkan ke dalam armada perikanan jarak jauh sampai ke perairan laut
teritorial, ZEEI, dan laut lepas.
2. Tipe B (Nusantara), Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN): diperuntukkan
bagi kapal perikanan yang beroperasi di perairan Nusantara yang lazim
digolongkan ke dalam armada perikanan jarak sedang sampai ke perairan
ZEEI dan laut teritorial.
3. Tipe C (Pantai), Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP): diperuntukkan bagi
kapal perikanan yang beroperasi di perairan pantai/pedalaman, perairan
kepulauan dan laut teritorial.
8
4. Tipe D (Pangkalan Pendaratan Ikan), Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI):
diperuntukkan bagi kapal perikanan yang beroperasi di perairan pedalaman
dan perairan.
2.2.3. Fasilitas Pelabuhan Perikanan
Kondisi suatu pelabuhan perikanan dapat dilihat dari fasilitas dan aktivitas
yang ada. Kapasitas dan jenis fasilitas yang ada di suatu pelabuhan perikanan
umumnya akan menentukan skala atau tipe dari suatu pelabuhan dan akan
berkaitan pula dengan skala usaha perikanannya. Fasilitas-fasilitas tersebut
selanjutnya akan berkembang sesuai dengan kemajuan usaha perikanannya.
Berkembangnya fasilitas-fasilitas tersebut dapat berarti bertambahnya fasilitas
baru dan atau bertambahnya kapasitas dari fasilitas yang telah ada. Dengan kata
lain jenis dan kapasitas yang ada berkembang sesuai dengan kebutuhan
operasional pelabuhan (Lubis, 2006). Pelabuhan perikanan dalam pelaksanaan
fungsi dan perannya dilengkapi dengan berbagai fasilitas. Fasilitas-fasilitas
tesebut berupa fasilitas pokok, fasilitas fungsional dan fasilitas penunjang.
1). Fasilitas Pokok
Fasilitas pokok atau juga dikatakan infrastruktur adalah fasilitas dasar
yang diperlukan oleh suatu pelabuhan perikanan guna melindungi tempat tersebut
dari gangguan alam, tempat tambat labuh dan bongkar muat sehingga kapal aman
keluar masuk (Anonymous, 2004 vide Indrianto 2006). Fasilitas-fasilitas pokok
tersebut antara lain terdiri dari:
(1) Dermaga merupakan bangunan yang berfungsi sebagai tempat berlabuh dan
bertambatnya kapal, bongkar muat hasil tangkapan dan mengisi bahan perbekalan
9
untuk keperluan di laut (Lubis, 2006). Tipe dermaga ada tiga yaitu wharf/quay,
bulkhead/quaywall, dan pier/jetty.
(2) Kolam pelabuhan adalah perairan pelabuhan untuk masuknya kapal yang akan
bersandar di dermaga. Menurut Murdiyanto (2004), kolam pelabuhan menurut
fungsinya terbagi dua yaitu berupa:
a. Alur pelayaran yang merupakan pintu masuk kolam pelabuhan sampai ke
dermaga (navigational channels)
b. Kolam putar yaitu daerah perairan untuk berputarnya kapal (turning basin)
(3) Breakwater adalah struktur bangunan kelautan yang berfungsi khusus untuk
melindungi pantai atau daerah di sekitar pantai terhadap pengaruh gelombang
laut. Menurut Pradoto vide Lubis (2006), bahwa ditinjau dari bentuk
bangunannya, breakwater terdiri atas beberapa tipe antara lain tipe timbunan dan
tipe dinding tegak.
(4) Alat bantu navigasi adalah alat bantu yang berfungsi untuk memberikan
peringatan atau tanda terhadap bahaya yang tersembunyi, misalnya batu karang di
suatu perairan dan memberikan petunjuk pada waktu kapal akan keluar masuk
pelabuhan atau ketika kapal akan merapat dan membuang jangkar. Alat bantu
yang biasa digunakan adalah :
a. Pelampung Dan Channel Markers, Digunakan Terutama Untuk Memberi
Tanda Pada Pantai Bagi Kapal Yang Akan Keluar Masuk Pelabuhan Dan
Jalur Pelayaran;
b. Lampu Navigasi, Diletakkan Untuk Memberitahukan Suatu Bangunan
Kelautan Antara Lain Pier, Warf, Breakwater.
10
c. Mercusuar, Merupakan Bangunan Menara Yang Tinggi Dengan Lampu Di
Atasnya Yang Berfungsi Untuk Membimbing Kapal Sepanjang Perjalannya
Mendekati Pelabuhan Akan Bahaya-Bahaya Seperti Adanya Karang Dan
Pendangkalan.
d. Nstalasi Lampu Jajar Atau Suar Penuntun, Berfungsi Khusus Untuk
Memberikan Petunjuk Bagi Kapal Agar Berlayar Dengan Aman,
terutamapada daerah sempit yang berbahaya, seperti belokan pada alur
pelayaran maupun pintu masuk pelabuhan (Hanan, 2006).
2). Fasilitas Fungsional
Menurut Lubis (2006), fasilitas fungsional dikatakan juga suprastruktur
adalah fasilitas yang berfungsi untuk meninggikan nilai guna dari fasilitas pokok
sehingga dapat menunjang aktivitas di pelabuhan. Fasilitas-fasilitas ini tidak harus
Ada semuanya di suatu pelabuhan namun dapat disediakan secara bertahap
sesuai dengan kebutuhan operasional pelabuhan perikanan tersebut. Fasilitas
fungsional tersebut antara lain adalah:
(1) Fasilitas pemasaran hasil perikanan seperti Tempat Pelelangan Ikan (TPI),
merupakan tempat untuk melelang ikan hasil tangkapan, dimana terjadi
pertemuan antara penjual dengan pembeli (pedagang atau agen perusahaan
perikanan) (Lubis, 2006). Keberadaan TPI di daerah produksi baik di pusat
pendaratan ikan maupun pelabuhan perikanan sangatlah penting.
(2) Slipway atau docking merupakan suatu landasan dengan kelandaian tertentu
yang dibangun di pantai untuk meluncurkan ke laut ataupun menaikkan kapal
dari dan ke daratan. Alat ini biasanya digunakan untuk membangun dan
mereparasi kapal. Slipway digunakan untuk membangun atau merawat kapal
11
dibawah tonase kotor sekitar 1000 GT, untuk kapal-kapal yang lebih besar
digunakan galangan kapal jenis yang lain (Wikipedia, 2009).
(3) Pabrik es bertujuan untuk menghasilkan es yang dipergunakan untuk
mempertahankan mutu ikan pada saat operasi penangkapan, di TPI dan
selama pengangkutan ke pasar atau ke pabrik.
(4) Fasilitas navigasi pelayaran dan komunikasi seperti telepon, internet, SSB,
rambu-rambu, lampu sonar dan menara pengawas. Tangki air tawar dan
tangki pengisian bahan bakar merupakan bagian dari fasilitas perbekalan.
(5) Fasilitas penanganan dan pengolahan hasil perbaikan seperti transit sheed dan
laboratorium pembinaan mutu.
(6) Fasilitas perkantoran seperti kantor administratif pelabuhan.
(7) Fasilitas transportasi seperti alat-alat angkut ikan dan es.
(8) Fasilitas pengolahan limbah seperti IPAL.
3). Fasilitas Penunjang/ Tambahan
Fasilitas tambahan adalah fasilitas yang secara tidak langsung
meningkatkan peranan pelabuhan atau para pelaku mendapatkan kenyamanan
melakukan aktivitas di pelabuhan,adapun Fasilitas penunjang diantaranya adalah :
(1) Fasilitas pembinaan nelayan seperti balai pertemuan nelayan
(2) Fasilitas pengelola pelabuhan seperti mess operator, pos jaga dan pos
pelayanan terpadu
(3) Fasilitas sosial dan umum seperti tempat peribadatan, mandi cuci kaskus
(MCK), dan kantin/warung
(4) Fasilitas kios IPTEK
12
(5) Fasilitas administrasi : Kantor pengelola pelabuhan, ruang operator, kantor
syahbandar dan kantor bea cukai.
2.3. Distribusi/Pemasaran
Dalam pengertian ekonomi, produksi dan distribusi (marketing) adalah
kegiatan yang bertalian dengan penciptaan atau penambahan kegunaan daripada
barang dan jasa (Hanafiah dan Saefuddin, 2006). Secara makro, pelabuhan
perikanan dapat berfungsi sebagai pembuka akses bagi distribusi dan perdagangan
komoditas perikanan dari suatu wilayah tertentu. Peran ini semakin terlihat
terutama pada daerah-daerah yang belum berkembang yang dicirikan dengan
kondisi infrastruktur transportasi yang minim. Pada kondisi ideal, mekanisme
pemasaran yang terjadi adalah setelah ikan didaratkan di dermaga adalah ikan
langsung ditangani oleh ABK kapal tersebut maupun TKBM (Tenaga Kerja
Bongkar Muat) dari kapal tersebut. Selama proses pembongkaran, ikan disortir
menurut jenis, ukuran dan mutu. Setelah itu kemudian dilakukan proses
penimbangan di lapak masing-masing atau didepan gedung TPI. Proses
penimbangan ada yang benar-benar menggunakan timbangan atau hanya dikira-
kira saja. Apabila ikan hasil tangkapan telah terjual kepada bakul, maka bakul
membayar uang retribusi kepada TPI setelah proses penimbangan selesai.
Selain itu, pelabuhan perikanan dapat menciptakan mekanisme pasar yang
memungkinkan semua pihak yaitu nelayan sebagai penjual ikan dan bakul sebagai
pembeli ikan mendapatkan harga yang layak. Mekanisme ini dimungkinkan
karena perdagangan ikan di pelabuhan dilakukan dengan menggunakan sistem
lelang, Pelayanan yang diberikan pelabuhan pada aktifitas distribusi dan
13
pemasaran ini di antaranya adalah penyediaan Tempat Pelelangan Ikan, tempat
parkir dan lain-lain.
2.3.1. Fungsi Distribusi
Pelabuhan perikanan juga berfungsi sebagai tempat untuk menciptakan
mekanisme pasar yang menguntungkan baik bagi nelayan maupun bagi pedagang.
Dengan demikian maka sistem pemasaran dari tempat pelelangan ikan ke
konsumen harus diorganisir secara baik dan teratur. Pelelangan ikan adalah
kegiatan awal dari pemasaran ikan di pelabuhan perikanan untuk mendapatkan
harga yang layak khususnya bagi nelayan. Proses pemasaran berawal dari ikan-
ikan yang telah didaratkan dibawa ke gedung pelelangan ikan untuk dicatat
jumlah dan jenisnya. Setelah itu ikan disortir dan diletakkan pada keranjang atau
basket plastik, selanjutnya dilaksanakan pelelangan dan dicatat hasil transaksinya
(Lubis, 2006).
Namun sering terjadi pada banyak pelabuhan di Indonesia, penyortiran
telah dilakukan di atas kapal sehingga setelah ikan sampai di tempat pelelangan,
ikan tidak perlu disortir lagi. Pedagang atau bakul ikan mengambil ikan-ikan yang
telah dilelang atau dibeli secara cepat, kemudian ikan diberi es untuk
mempertahankan mutunya. Selanjutnya ikan dipasarkan dalam bentuk segar dan
diangkut dengan truk-truk atau mobil-mobil bak terbuka dan/atau mobil-mobil
yang telah dilapisi dengan styrofoam atau dilengkapi dengan sarana pendingin
(Lubis, 2006).
14
2.3.2. Unsur-unsur Distribusi
Dalam pendistribusian hasil tangkapan dari pelabuhan perikanan ke
hinterland-nya dapat melalui transportasi darat, laut, dan udara. Transportasi darat
sendiri dapat menggunakan mobil maupun kereta api (Lubis et al., 2010). Barang
hasil perikanan berupa bahan makanan mempunyai sifat cepat atau mudah rusak
(perishable), oleh karena itu pengangkutannya perlu dilaksanakan dengan alat
pengangkutan yang dilengkapi dengan alat atau mesin pendingin (Hanafiah dan
Saefuddin, 2006).
Menurut Hanafiah dan Saefuddin (1983) yang diacu dalam Yundari (2005),
beberapa unsur atau yang dapat mempengaruhi kelancaran pemasaran atau
penyaluran hasil perikanan adalah:
1) pembongkaran ikan dari perahu atau kapal tidak berjalan lancar,
2) macam-macam pungutan yang dibebankan kepada nelayan dan pedagang ikan,
3) penyampaian informasi pasar yang sangat minim.
2.3.3. Peranan Distribusi
Pemasaran produk perikanan adalah suatu kegiatan ekonomi yang
memindahkan produk dari sektor produksi ke sektor konsumsi yang umumnya
melibatkan berbagai lembaga pemasaran di pelabuhan perikanan. Mulai dari
proses awal pemindahan ikan dari kapal ke darat yang melibatkan institusi bakul,
kemudian transaksi jual beli ikan yang dilakukan antara nelayan/pemilik kapal
dengan pedagang pengumpul, distribusi ikan ke luar pelabuhan yang juga
melibatkan eksportir, hingga perusahaan jasa pendukung seperti penyewaan
coldstorage, truk, dan sejenisnya (Direktorat Pelabuhan Perikanan, 2005). Di sini
15
sangat terlihat jelas bagaimana peranan distribusi yang sangat penting yaitu ikan
dari kapal bisa dinikmati oleh masyarakat.
Menurut Lubis et al. (2010), kualitas pemasaran produksi perikanan
merupakan hal penting yang berkaitan dengan pengelolaan suatu pelabuhan
perikanan karena kualitas pemasaran ini akan berkaitan dengan harga. Untuk
mengetahui apakah kualitas pemasaran hasil tangkapan bagus atau tidak
dibandingkan dengan rata-rata kualitas pemasaran di tingkat propinsi atau
nasional, dapat dilakukan melalui pendekatan indeks relatif nilai produksi. Faktor-
faktor yang mempengaruhi indeks relatif nilai produksi hasil tangkapan adalah
bergantung pada banyak variabel, antara lain metode penangkapan, tipe
pemasaran (lokal, nasional, ekspor), tipe spesies ikan hasil tangkapan, penanganan
hasil tangkapan di kapal dan di pelabuhan.
Dunia usaha dewasa ini ditandai dengan makin tajamnya persaingan. Oleh
karena itu, peranan distribusi/ pemasaran semakin penting dan merupakan ujung
tombak setiap perusahaan. Keberhasilan suatu perusahaan ditentukan oleh
keberhasilan pemasarannya (Sofajan, 1987). Artinya, setiap perusahan sebelum
melakukan kegiatan usahanya terlebih dahulu memikirkan tentang akses
pemasaran, karena kalau tidak demikian maka tentu akan mendapat kesulitan
ketika hasil produksi akan dipasarkan. Masalah pemasaran produk perikanan,
kalau dilihat dari hukum permintaan dan penawaran, menunjukkan bahwa
produksi ikan sedikit atau banyak tidak menunjukan perbedaan yang berarti bagi
pendapatan nelayan.
Di sisi lain, penerimaan lembaga-lembaga non produsen yang terlibat
dalam tataniaga hasil perikanan, meningkat seiring dengan peningkatan hasil
16
tangkapan. Hal ini menunjukkan bahwa masih ada kelemahan dalam sistem
pemasaran, sehingga nelayan tidak menikmati hasil yang diperoleh secara
maksimal.
2.4. Penanganan Hasil Tangkapan
2.4.1 Transportasi Hasil Tangkapan
Transportasi atau pengakutan merupakan bergeraknya atau pemindahan
produk dari tempat produksi atau tampat penjualan ketempat dimana produk
tersebut akan dipakai. Untuk memaksimalkan keuntungan yang didapat oleh pihak
produsen salah satunya perlu dilakukan pemilihan alternatif jenis transportasi
yang digunakan. Terdapat dua resiko apabila kegiatan pengangkutan hasil
tangkapan perikanan terlambat yaitu dapat menurunkan harga barang ditempat
yang dituju dan menurunkan kualitas barang. Oleh kerana itu ketepatan waktu
perlu diperhatikan disamping pemilihan jenis transportasi yang baik untuk
menekankan biaya pendistribusian hasil tangkapan, (Hanafiah dan Saefuddin.
1983 dalam Malik JS. 2006).
Jika suatu produk tidak tersedia disaat konsumen membutuhkannya
maka dipastikan bahwa produk tersebut gagal dipasarkan. Agar hal tersebut tidak
terjadi maka ada beberapa hal yang harus diperhatikan, menurut (Mc Donald.
1993 dalam Malik JS. 2006), :
1. Cara Pengangkutan yang akan digunakan.
2. Jadwal Penyampaian Produk.
17
2.4.2. Penyimpanan Hasil Tangkapan
Hal-hal yang harus di antisipasi oleh pengelola suatu PP/PPI bila
produksi hasil tangkapan yang didaratkan sedikit antara lain pihak pelabuhan
harus cepat tanggap dengan cara menganalisis penyebab produksi sedikit dan/atau
menurun, dari mana produk bisa didapatkan kembali, serta usaha-usaha apa yang
harus dilakukan agar kapal mau datang ke PP/PPI. Sebaliknya apabila produksi
hasil tangkapan yang didaratkan banyak, maka pengelola pelabuhan harus
mencari ide untuk dapat memanfaatkan produksi yang melimpah dalam bentuk
olahan atau menyimpannya dalam cold storage. Produksi perikanan yang
didaratkan di suatu pelabuhan menurun, antara lain karena harga ikan di PP/PPI
tidak layak, lokasi PP/PPI berjauhan dengan lokasi perumahan nelayan (untuk
perikanan skala kecil), daerah pemasarannya jauh atau terdapat permasalahan
dalam pendistribusian ikan setelah didaratkan di PP/PPI, potensi perikanan di
fishing ground-nya sudah menurun, tidak terdapatnya fasilitas yang diperlukan
dan atau beberapa fasilitas yang ada sudah rusak, serta tidak terdapatnya
pengorganisasian aktivitas yang baik di PP/PPI (Lubis et al., 2010).
Melakukan persiapan-persiapan untuk menyimpan hasil tangkapan
dilakukan sesuai SOP :
1) Pembersihan darah, pembuangan isi perut, dan pencucian sebelum
penyimpanan dilakukan dengan cermat sesuai SOP
2) Proses penyimpanan hasil tangkapan dilakukan dengan cepat dan cermat
sesuai SOP
3) Menempatkan hasil tangkapan di atas dek
4) Persiapan penanganan hasil tangkap di atas dek dilaksanakan sesuai prosedur
18
5) Penanganan hasil tangkapan di atas dek dilaksanakan sesuai prosedur
6) Penyortiran dan pemilihan ikan dilakukan dengan teliti sesuai prosedur
7) Pengaruh sinar matahari dan angin dicermati untuk menghindari kerusakan
hasil tangkapan
8) Menerapkan prosedur untuk menyimpan hasil tangkapan
9) Prosedur penyimpanan hasil tangkapan dengan berbagai sistem diterapkan
sesuai SOP
10) Penanganan dan penyimpanan produk beku dilakukan dengan cermat sesuai
SOP
11) Upaya–upaya untuk mempertahankan kondisi penyimpanan, pendinginan,
pembekuan dilakukan sesuai SOP
12) Menerapkan kegiatan penanganan ikan secara higienis
13) Aspek higienis para petugas betul-betul dipersiapkan sesuai SOP
14) Dek dan peralatannya disiapkan dengan cermat sesuai prosedur penyiapan
peralatan yang higienis
15) Menyiapkan palka dilakukan dengan terampil sesuai SOP
2.4.3. Pendaratan Hasil Tangkapan
Penanganan hasil tangkapan merupakan proses yang dilakukan terhadap
ikan hasil tangkapan yang bertujuan untuk menjaga mutu hasil tangkapan.
Penerapan penanganan yang tepat terhadap suatu hasil tangkapan maka dapat
menghasilkan hasil tangkapan yang memiliki mutu terjamin. Penanganan hasil
tangkapan harus berpedoman pada prinsip penanganan hasil tangkapan agar hasil
tangkapan yang akan didistribusikan tetap terjamin mutunya. Prinsip dalam
penanganan hasil tangkapan adalah ikan yang akan ditangani harus segera
19
diawetkan atau didinginkan (menjalani rantai dingin) dan ikan harus ditangani
secara cermat, cepat dan menerapkan aspek sanitasi higienis (bersih). Pada
prinsipnya adalah mempertahankan suhu rendah ikan selama proses penanganan
hingga ikan diserahkan ke konsumen.
Menurut Dassow (1963) vide Soetopo (1979), kesegaran ikan yang
didaratkan tergantung pada perlakuan pertama, kecepatan dalam penanganan dan
acara penyimpanan di kapal. Ikan dapat menjadi lebih segar jika disimpan dalam
pecahan es atau pendingin lainnya. Tahap-tahap penanganan hasil tangkapan yang
baik antara lain:
1) Mengangkat ikan secepatnya dari dalam air.
2) Mencuci hasil tangkapan ikan dari lumpur dan kotoran lainnya.
3) Memisahkan ikan menurut jenis, ukuran dan kebutuhan.
4) Membuang insang dan isi perut untuk ikan-ikan besar dan mencuci dengan air
bersih.
5) Menyimpan ikan dalam pecahan es secukupnya atau pendingin lainnya sampai
temperatur 00C, mengalirkan es yang meleleh dan menghindari tekanan dari
atas.
Untuk memenuhi hal tersebut ada beberapa cara penanganan ikan segar
yang dapat dilakukan, yaitu: penggaraman, pendinginan dan pembekuan (Wistati,
1997). Menurut Ilyas (1983), metode pendinginan ikan yang sudah umum
diterapkan secara komersial dapat dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu:
1) Pendinginan dengan es (icing).
2) Pendinginan dengan udara dingin (chilling in cold air).
3) Pendinginan dengan air dingin (chilling in cold water).
20
Penanganan hasil tangkapan yang bertujuan mempertahankan mutu hasil
tangkapan dilakukan sejak ikan ditangkap, selama di pelabuhan perikanan hingga
ikan tersebut didistribusikan. Setelah ikan tertangkap, sebaiknya ikan langsung
ditangani dengan baik agar tidak terjadi kerusakan pada tubuh ikan sehingga
menurunkan mutu ikan tersebut. Sesampainya di pelabuhan perikanan, ikan juga
harus mengalami penanganan yang tepat hingga proses pendistribusian dilakukan.
Oleh karena itu, sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, penanganan
terhadap hasil tangkapan dapat dibedakan menjadi dua yaitu penanganan selama
di atas kapal dan penanganan selama di darat (pelabuhan perikanan). Menurut
Wistasti (1997), dalam penanganan ikan segar di atas kapal haruslah dilakukan
langkah-langkah berikut ini agar didapatkan hasil tangkapan yang bermutu tinggi :
1). Wadah palka harus memenuhi persyaratan biologi, teknik, sanitasi, dan
higienis serta mematuhi peraturan yang berlaku.
2). Penanganan hasil tangkapan harus segera sesaat setelah ikan dinaikkan ke
dek;
3). Ikan yang tertangkap dengan alat tangkap trawl, cantrang, lampara dasar dan
dogol harus dicuci dari kotoran-kotoran yang melekat.
4). Ikan yang tertangkap dengan alat tangkap pancing dan bubu harus segera
dimatikan untuk memperpanjang masa rigor mortis.
5). Ikan harus ditangani secara hati-hati dan cermat.
6). Ikan harus disortir menurut jenis, ukuran dan mutunya.
7). Ikan yang berukuran besar harus disiangi, kemudian dicuci dengan air bersih;
21
8). Baik ikan yang utuh maupun yang telah disiangi harus segera didinginkan
sampai sekitar 00C dengan mempertahankan suhu tersebut selama
penyimpanan hingga didaratkan.
9) Pendinginan dapat dilakukan dengan cara pengesan, dalam udara dingin atau
air laut yang didingikan.
10). Apabila pendinginan dilakukan dengan pengesan maka es yang digunakan
harus menutupi seluruh tubuh ikan, perbandingan es dengan ikan
dipertahankan paling tidak 1:1.
Hasil tangkapan yang didaratkan di pelabuhan perikanan harus segera pula
ditangani secara tepat berdasarkan prinsip penanganan hasil tangkapan Hasil
tangkapan harus mengalami penanganan yang cepat, cermat dan menerapkan
aspek sanitasi dan higienis serta mempertahankan kondisi ikan tetap dingin.
Penanganan hasil tangkapan di darat merupakan proses lanjutan dari
penanganan hasil tangkapan di atas kapal, serta bertujuan untuk mempertahankan
mutu ikan sejak didaratkan hingga didistribusikan kepada konsumen akhir.
Penanganan ikan hasil tangkapan yang dilakukan selama di darat biasanya dengan
penggaraman untuk ikan yang akan dijadikan ikan asin dan pengesan untuk ikan
yang masih dalam keadaan segar.
Penanganan hasil tangkapan selama di darat pada prinsipnya meliputi
(Ilyas, 1983):
1) Penanganan ikan pada pendaratan dan pengumpulan.
2) Penanganan ikan di pusat pengolahan.
3) Penanganan ikan selama pengangkutan.
4) Penanganan ikan selama pengeceran.
22
2.5. Fasilitas Distribusi Hasil Tangkapan.
Fasilitas dan pelayanan kepelabuhanan yang terkait penanganan hasil
tangkapan merupakan fasilitas serta pelayanan ke pelabuhan yang dimiliki oleh
pelabuhan perikanan yang berperan penting dalam proses penanganan hasil
tangkapan selama berada di pelabuhan perikanan. Fasilitas dan pelayanan ke
pelabuhan tersebut diduga dapat secara langsung memberikan pengaruh terhadap
mutu serta kesegaran ikan hasil tangkapan yang sedang ditangani. Jika fasilitas
dan pelayanan ke pelabuhanan terkait penanganan hasil tangkapan dapat berfungsi
secara optimal, dapat dikatakan bahwa semakin optimal pula proses penanganan
hasil tangkapan. Fasilitas dan pelayanan kepelabuhanan terkait penanganan hasil
tangkapan antara lain meliputi penyediaan ruang pelelangan (TPI) dan sarana
hasil tangkapan (wadah/basket, alatangkut hasil tangkapan dan lain-lain),
penyediaan air bersih, penyediaan pabrik es, penyediaan penjagaan kebersihan,
penyediaan pengawasan mutu hasil tangkapan yang dijual di TPI, penyediaan
ruang pendingin (cool room), penyediaan ruang pembeku dan penyimpanan (cold
storage), dan lain-lain.
Beberapa fasilitas dan pelayanan kepelabuhanan yang terkait dengan
penanganan hasil tangkapan berupa tempat pelelangan ikan (TPI), air bersih,
pabrik es dan cold storage akan dikemukakan lebih rinci sebagai berikut :
2.5.1. Gedung Tempat Pelelangan Ikan (TPI)
Fungsi gedung TPI adalah sebagai tempat untuk melelang hasil tangkapan,
dimana terjadi pertemuan antara penjual dengan pembeli (pedagang atau agen
perusahaan perikanan) (Lubis, 2006). Selain itu, TPI juga berfungsi untuk
23
melindungi hasil tangkapan agar tidak terkena sinar matahari secara langsung
yang dapat menurunkan mutu hasil tangkapan. Gedung TPI melindungi hasil
tangkapan sejak sebelum dilakukan pelelangan, saat pelelangan dan saat setelah
pelelangan. Gedung TPI yang baik harus memiliki persediaan air bersih, wadah
dan alat angkut hasil tangkapan serta lantai TPI harus miring pada kedua sisinya
agar tidak ada air yang menggenang di TPI setelah terjadinya proses pelelangan.
Tempat pelelangan ikan juga harus memiliki saluran air untuk menampung air
ataupun kotoran yang dihasilkan dari proses pelelangan. Kebersihan TPI harus
dijaga setiap saat karena jika TPI tidak terawat kebersihannya maka akan
memberikan pengaruh terhadap penurunan mutu ikan hasil tangkapan yang
dilelang di gedung TPI tersebut.
Letak dan pembagian ruang di gedung TPI juga harus direncanakan
supaya aliran produk perikanan dapat berjalan dengan cepat. Hal ini dengan
pertimbangan bahwa produk perikanan cepat mengalami penurunan mutu (Lubis,
2006). Karena dengan lancarnya aliran produk perikanan, maka dapat
menghambat aktivitas bakteri yang berpengaruh terhadap penurunan mutu ikan.
Ruangan yang terdapat pada gedung TPI dibagi menjadi (Lubis, 2006):
(1) Ruang sortir, yaitu tempat membersihkan, menyortir dan memasukkan hasil
tangkapan ke dalam peti atau keranjang; (2) Ruang pelelangan, yaitu tempat
menimbang, memperagakan dan melelang hasil tangkapan;(3) Ruang pengepakan,
yaitu tempat memindahkan hasil tangkapan ke dalam peti lain dengan diberi es
dan atau garam, selanjutnya siap untuk dikirim;(4) Ruang administrasi pelelangan
terdiri atas loket-loket untuk pembayaran transaksi hasil tangkapan, gudang
peralatan lelang, ruang duduk untuk peserta lelang, toilet dan ruang cuci umum.
24
2.5.2. Air Bersih
Air bersih diperlukan sebagai salah satu bahan perbekalan melaut dan
penanganan hasil tangkapan selama di pelabuhan perikanan. Selama melaut, air
bersih dipergunakan untuk air minum, memasak atau konsumsi bagi nelayan.
Selama di pelabuhan perikanan, air bersih digunakan untuk mencuci ikan hasil
tangkapan, membersihkan lantai TPI, bahan baku pembuat es dan kegiatan lain
yang terdapat di pelabuhan perikanan seperti perkantoran, perumahan dan industri
pengolahan. Fasilitas dan pelayanan air bersih yang terdapat di suatu pelabuhan
perikanan harus mampu menyediakan dan memenuhi kebutuhan akan air bersih
demi tetap lancarnya kegiatan operasional yang terdapat di pelabuhan perikanan.
Sebagai contoh pelabuhan perikanan yang telah memiliki fasilitas kepelabuhanan
perikanan terkait air bersih, PPS Nizam Zachman merupakan pelabuhan perikanan
yang telah mampu memenuhi kebutuhan terhadap air bersih. Menurut Hadianti
(2010), PPS ini memiliki fasilitas pelayanan air tawar dengan kapasitas yang
mencapai 2.400 ton per harinya dengan jumlah pemasok air tawar sebanyak 3
perusahaan. Perusahaan tersebut adalah PT. Palyja, PT. Tirta Sejahtera Abadi
(TSA) dan PT. Centra Niaga Eropindo (CNE).
2.5.3. Pabrik es
Es merupakan bahan yang dipergunakan dalam kegiatan operasi melaut
maupun dalam penanganan hasil tangkapan yang berfungsi untuk
mempertahankan mutu hasil tangkapan. Kebutuhan es selama melaut disesuaikan
dengan lamanya waktu operasi dan perkiraan jumlah ikan yang akan ditangkap.
Sehingga diharapkan es yang dibawa selama melaut cukup untuk
25
mempertahankan mutu hasil tangkapan hingga hasil tangkapan didaratkan di
pelabuhan perikanan. Namun, untuk penanganan hasil tangkapan, jumlah
kebutuhan es harus disesuaikan dengan ikan hasil tangkapan yang didaratkan
sehingga ikan dapat dipertahankan mutunya hingga ke tangan konsumen. Oleh
karena itu, pabrik es atau unit pelayanan es harus mampu menyediakan dan
memenuhi kebutuhan nelayan terhadap es sebagai perbekalan selama melaut dan
penanganan hasil tangkapan selama di pelabuhan perikanan. Salah satu pelabuhan
perikanan yang telah memiliki pabrik es yang pembangunannya ditujukan untuk
memenuhi kebutuhannya sendiri adalah PPS Nizam Zachman (Lubis, 2010).
2.5.4. Cold Storage
Cold storage merupakan ruang atau tempat yang digunakan untuk
membekukan dan menyimpan hasil tangkapan yang belum habis dilelang ataupun
dijual. Untuk mempertahankan mutu hasil tangkapan yang disimpan, maka dalam
proses pembekuan dan penyimpanan digunakan suhu yang rendah hingga -20oC.
Hal ini dimaksudkan untuk menghambat aktivitas pembusukan oleh bakteri di
dalam tubuh ikan hasil tangkapan.
Menurut Misran (1985) yang diacu dalam Aziza (2000), sistem rantai
pemasaran yang terdapat di beberapa pelabuhan perikanan atau pangkalan
pendaratan ikan di Indonesia, yaitu:
1) TPI → pedagang besar → pedagang lokal → pengecer → konsumen.
2) TPI → pedagang besar → pedagang lokal → konsumen.
3) TPI → pengecer → konsumen.
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat
Penelitian ini di lakukan di PPI Ujong Baroh dan TPI Kuala Bubon
Kabupaten Aceh Barat Provinsi Aceh pada Bulan Oktober s/d Desember 2012.
3.2. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada
Tabel 1.
Tabel 1. Alat yang digunakan didalam penelitian
No. Alat dan Bahan Fungsi
1. Alat tulis dan buku Untuk mencatat hasil kuisioner
2. Camera Untuk pengambilan data gambar
3. Kuisioner Sebagai bahan pencari data
Sumber : Data Primer
3.3. Metode Penelitian
Dilakukan Penelitian dengan menggunakan metode survei. Penggunaan
survey dalam metode penelitian dengan melibatkan sejumlah responden yang
merupakan stakeholder adalah praktisi yang banyak memiliki banyak informasi
yang terkait (Bungin, 2009).
3.4. Teknik Pengambilan Data
Teknik pengambilan sample dalam penelitian ini menggunakan teknik
penentuan sample secara sengaja ( Purposive Sampling ) yaitu menetapkan orang-
orang yang memahami atau menguasai masalah yang di teliti.
27
Pada penelitian ini, data yang dikumpulkan adalah data primer dan data
sekunder adapun Data primer yang di peroleh dari survei wawancara responden di
lapangan dan data sekunder di peroleh dari dinas DKP dan BPS Kabupaten Aceh
Barat
3.4.1. Data Primer
Merupakan data yang langsung di dapat dari lapangan dengan cara
pengamatan langsung ,wawancara dengan mengunakan kuesioner kepada
responden secara individu/responden yang berkaitan dengan pola sistem produksi,
sistem distribusi dan daerah distribusi yang di tuju.
Berdasarkan penelitian ini jumlah responden dalam penelitian ini adalah
16 orang yang untuk memiliki responden yang lain oleh karena itu untuk lebih
jelas dapat di lihat tabel 2.
Tabel 2. Responden penelitian yang di tetapkan pada penelitian ini :
No Sumber Data Informasi Jumlah
responden
1.
Petugas PPI Ujung
Baroh dan TPI Kuala Bubon
Jumlah ikan yang didistribusi di PPI
Ujung Baroh dan Kuala Bubon 2 orang
2. Nelayan PPI Ujung Baroh dan TPI Kuala
Bubon
a. Daerah distribusi yang di tuju b. Jenis ikan yang didistribusikan
30 orang
3. Pengusaha perikanan
a Jumlah ikan yang didistribusikan per
bulan
b. Jumlah nilai ( Rp ) ikan yang
didistribusikan per bulan;
4 orang
4.
Pedagang ikan di PPI
Ujung Baroh dan TPI
Kuala Bubon
a. Jumlah produksi ikan yang
didistribusikan
b. Nama ikan yang didistribusikan
4 orang
5. Jumlah 40 orang
Sumber : Data Primer
28
3.4.2. Data Sekunder
Data sekunder yang di peroleh dalam penelitian ini dari kantor DKP dan
BPS Aceh Barat adapun data sekunder yang di ambil dapat dilihat pada tabel 3
berikut ini.
Tabel 3. Data responden dalam penelitian
No Sumber Data Informasi
1. Dinas Kelautan dan
Perikanan Kabupaten
Aceh barat
a. Jumlah produksi, nilai produksi dan jenis yang
didaratkan di PPI Ujung Baroh tahun 2007-
2011;
b. Jumlah unit armada di PPI Ujung Baroh tahun
2007-2011;
c. Jumlah nelayan di PPI tahun 2007-2011;
Badan Pusat Statistik
dan DKP Kabupaten
Aceh Barat
a. Jumlah produksi dan nilai produksi ikan
yang didaratkan tahun 2007-2011;
b. Jumlah armada penangkapan Kabupaten
Aceh Barat tahun 2007-2011;
c. Jumlah nelayan Kabupaten Aceh barat tahun
2007-2011;
3. Bappeda Kabupaten Aceh Barat
Peta Kabupaten Aceh Barat
3.5. Metode Analisa Data
Metode analisa data yang digunakan adalah metode deskriptif. Menurut
Saati,T.L ( 2001), metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan interpretasi
yang tepat. Penelitian Deskriftif mempelajari masalah-masalah dalam Masyarakat.
Analisa deskriptif digunakan untuk mengetahui jumlah ikan yang
ditrisbusikan per bulan, daerah distribusi dan jumlah nilai distribusi (Rp) yang
diperoleh dari data Primer, data tersebut akan ditampilkan dalam bentuk tabel dan
diagram.
29
3.5.1. Aktifitas Distribusi Hasil Tangkapan
Aktifitas distribusi hasil tangkapan di PPI dan TPI di analisis
menggunakan analisis diskriptif terhadap aktifitas yang ada di PPI dan TPI
aktifitas distribusi hasil tangkapan meliputi kegiatan penanganan terdiri dari
pendaratan ,penyimpanan ,pengangkutan ,sarana penunjang hasil tangkapan dan
jalur distribusi hasil tangkapan
3.5.2. Pemanfaatan Kapasitas Fasilitas Fungsional
a. Luas Gedung Pelelangan
Luas gedung pelelangan yang dibutuhkan dapat dihitung dengan
menggunakan rumus yang dikemukakan Direktorat Jend. Perikanan, (1981) yaitu
sebagai berikut:
NxP
S = ————
Rx α
Dimana :
S = luas gedung pelelangan (m2)
N = jumlah produksi rata-rata setiap hari (ton)
P = jumlah tempat yang didaratkan oleh hasil tangkapan per hari (m2/ton)
R = frekwensi putaran lelang per hari
Error! Reference source not found.= perbandingan ruang lelang dengan
gedung lelang (0,271).
b. Area parkir
Standar bakunya : -Mobil/Truk : 5 x 2,5 m²/unit, Sepeda/ motor : 2x2,5m²/unit
Becak : 3 x 2,5 m²/unit
30
c. Penyediaan air bersih
Standar bakunya : - Kebutuhan ABK = 20 liter/orang/hari
- Kebutuhan cuci ikan = 1 liter/kg ikan
- Pencucian lantai lelang = 1,5 liter/m²
- Kebutuhan penghuni,dll = 10% dari kebutuhan total
31
IV. KEADAAN UMUM PENELITIAN
4.1. Keadaan Geografis, Topografis, Iklim, Dan Penduduk
1) Geografis dan topografis
Secara geografis, Kabupaten Aceh Barat terletak pada koordinat 04006'
- 04047' Lintang Utara dan 95
052' - 96
030' Bujur Timur. Serta merupakan bagian
Barat dari wilayah Propinsi Aceh dengan batas-batas wilayah yaitu sebelah utara
berbatasan dengan Kabupaten Aceh Jaya dan Pidie, sebelah timur berbatasan
dengan Kabupaten Nagan Raya dan Aceh Tengah, sebelah selatan berbatasan
dengan Samudera Hindia dan Sebelah barat berbatasan dengan Samudera Hindia
(BPS Kab. Aceh Barat, 2011)
Dengan luas wilayah kabupaten Aceh Barat mencapai 2.927.95 Km2
atau
seluas 292.795 Ha, sedangkan panjang garis pantai diperhitungkan 50,55 Km luas
laut 233 Km2. Kabupaten ini memiliki empat Kecamatan yang berbatasan
langsung dengan Samudera Hindia dan merupakan Kecamatan pesisir yaitu
kecamatan Johan Pahlawan, Meureubo, Samatiga dan kecamatan arongan
lambalek. Dan kecamatan daratan ada 8 (delapan) meliputi yaitu kaway XVI,
Sungai Mas, Pantee Ceuremen, Panton Reu, Bubon, Woyla Barat dan Woyla
Timur.
Kabupaten Aceh Barat terletak pada ketinggian 0-1000 meter di atas
permukaan laut yang merupakan dataran rendah dan mempunyai lereng dengan
kemiringan lebih dari 40% meliputi lebih kurang 29,25% dari luas daerah yang
mempunyai tinggi tempat lebih dari 500 meter di atas permukaan laut. Dataran
tinggi terletak di bagian Timur dan Utara dimana terdapat gunung-gunung yang
32
berbatasan dengan Kabupaten Aceh Jaya, Nagan Raya, dan Aceh Tengah,
sedangkan bagian Barat dan Selatan merupakan dataran rendah persawahan
dan lautan (Badan Pusat Statistik, 2010).
2) Keadaan iklim
Daerah Kabupaten Aceh Barat memiliki iklim tropis dengan suhu rata-
rata26°C-33°C pada siang hari dan 23-25oC pada malam hari. Curah hujan da
gelombang terjadi pada bulan September sampai Februari. Musim kemarau terjadi
pada bulan Maret sampai Agustus. Setiap tahun dijumpai periode bulan basah dan
bulan kering dimana bulan basah. (Badan Pusat Statistik, 2010).
3) Keadaan penduduk
Jumlah penduduk di Kabupaten Aceh Barat pada tahun 2010 adalah
sebesar 1.669.437 jiwa. Penduduk yang bermata pencaharian sebagai pem-
budidaya ikan dan nelayan adalah sebanyak 27.172 jiwa atau 1,58% (Tabel 1).
Jumlah penduduk Johan Pahlawan yang tercatat oleh Badan Pusat Statistik
pada tahun 2010 adalah 56.050 orang, yang terdiri dari laki-laki sebanyak 26.950
orang dan perempuan sebanyak 26.130 orang (Badan Pusat Statistik, 2010).
4.2. Keadaan Umum Perikanan Kabupaten Aceh Barat
Kabupaten Aceh Barat berdasarkan panjang garis pantai, diperkirakan luas
perairan pantai dengan 12 mil berkisar 7.299 Km2 dan stock kehidupan populasi
ikan lestari diestimasikan setiap tahun mencapai 68.810,6 ton, sementara kawasan
lepas 12 mil sampai batas ZEE 200 mil populasi lestari diestimasikan masing-
masing stock ikan pelagis 19.907,3 ton dan ikan domersal 14.598 ton (Dinas
Kelautan dan Perikanan, 2011).
33
Selanjutnya dikatakan bahwa sesuai dengan potensi sumberdaya
perikanan yang tersedia, maka peningkatan kontribusi sub sektor Kelautan dan
Perikanan di Kabupaten Aceh Barat dilaksanakan melalui peningkatan usaha-
usaha yang meliputi usaha penangkapan di laut, budidaya air tawar, budidaya air
payau, dan penangkapan di perairan umum, serta rehabilitasi hutan mangrove.
Pengembangan usaha penangkapan di perairan pantai yang masih
potensial dilaksanakan melalui motorisasi dan modernisasi unit penangkapan.
Jenis alat tangkap yang dikembangkan adalah trammel net, gillnet, pancing rawai,
dan mini purse seine dengan menggunakan perahu motor temple dan kapal
motor. Disamping itu akan ditempuh pula usaha diversifikasi melalui perbaikan
teknis penangkapan dan penggunaan beberapa jenis alat tangkap pada setiap unit
penangkapan untuk meningkatkan efisiensi usaha (Dinas Perikanan dan Kelautan
Aceh Barat, 2011).
4.3. Keadaan Umum Perikanan Tangkap Ujong Baroh dan Kuala Bubon
4.3.1. Letak TPI Ujong Baroh dan Kuala Bubon
Tempat Pelelangan Ikan Ujong Baroh terletak di Gampong Ujong Baroh
kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat terletak di daerah pusat kota
Meulaboh sedangkan TPI Kuala Bubon terletak di Gampong Kuala Bubon
Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh Barat, terletak di daerah pesisir dan
berdekatan dengan muara sungai Samatiga jarak TPI Kuala Bubon dengan pusat
kecamatan Samatiga adalah ± 3 km atau sekitar 8 menit, dengan kota kabupaten
Aceh Barat sejauh ±15 km dengan lama perjalanan sekitar 20-30 menit, serta
dengan ibu kota propinsi adalah ± 240 km yang dapat ditempuh antara 4 jam.
34
4.3.2. Fasilitas PPI Meulaboh
Tingkat pengoperasian di Pelabuhan Perikanan sangat dipengaruhi oleh
keberadaan fasilitas, karena fasilitas adalah salah satu saran pendukung dari
kegiatan yang dilakukan nelayan baik itu kegiatan penjualan,penempatan hasil
pendapatan ikan nelayan, pengepakan, dan pendaratan hasil perikanan. Fasilitas
yang terdapat di PPI Meulaboh terdiri atas fasilitas pokok, fasilitas fungsional dan
fasilitas penunjang.
1). Fasilitas Pokok
Fasilitas pokok yang terdapat di PPI Meulaboh terdiri atas lahan, dermaga,
kolam pelabuhan, drainase. Fasilitas fungsional terdiri atas kantor administrasi,
Tempat Pelelangan Ikan (TPI), instalasi air bersih, instalasi listrik pabrik Es,
genset, cold storage dan gedung pengepakan. Fasilitas penunjang yang terdapat di
PPI Meulaboh meliputi semua fasilitas yang menunjang aktivitas atau memberi
kemudahan bagi pelaku dunia usaha (Nelayan, Pedagang, Pengolah), misalnya
Balai pertemuan nelayan, Musholla, Pos jaga, Kios nelayan dan MCK umum,
Kondisi fasilitas pokok pada umumnya berfungsi baik dalam keadaan
kurang memadai pada sebagian fasilitas seperti, lahan PPI, dermaga, kolam
pelabuhan, tiap-tiap permasalahan yang terjadi pada fasilitas membuat aktivitas
nelayan sedikit terganggu. Untuk lebih jelasnya, fasilitas yang terdapat di PPI
Meulaboh dapat dilihat pada Tabel 4 di bawah ini :
35
Tabel 4. Fasilitas PPI Meulaboh Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh
Barat No Fasilitas Ukuran Fungsi Jumlah Kondisi
Fasilitas Pokok
1 Lahan Pelabuhan 1 Ha Aktif 2 Baik
2 Dermaga 80 m Aktif 2 Baik
3 Kolam pelabuhan 1.000 x 30 m
Aktif 2 Baik
4 Drainase/parit 400 m Aktif 2 Baik
5 Bolard Aktif 1 Baik
Fasilitas Fungsional
1 Perkantoran Tidak Aktif 1 Tidak Baik
2 Tempat Pelelangan Ikan
(TPI) 360 m
2 Aktif 2 Baik
3 Instalasi Air bersih Aktif 1 Baik
4 Instalasi listrik Aktif 1 Baik
5 Pabrik Es 80 m2 Aktif 1 Baik
6 Genset Belum dibutukan 3 -
7 Gedung Pengepakan Aktif 1 Baik
8 Cold Storage Tidak Aktif 1 Tidak Baik
Fasilitas Penunjang
1 Balai pertemuan nelayan 20 x10 m Aktif 1 Baik
2 Musholla 10 x 8 m Aktif 1 Baik
3 Kios nelayan 5 x 8 m Aktif 1 Baik
4 Mck umum Aktif 1 Baik
5 Pos jaga Aktif 2 Baik
Sumber: DKP Kabupaten Aceh Barat periode tahun 2011; diolah kembali
Keterangan : 1 : Berfungsi dengan baik
2 : Berfungsi dalam keadaan tidak memadai
3 : Dalam keadaan baik tapi belum berfungsi
Berdasarkan tabel 8, dapat dilihat bahwa keadaan dari fasilitas yang ada di
Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Ujong baroh tidak semuanya berada dalam
keadaan berfungsi dengan baik. Faktor ini dapat menjadi penghambat dalam
aktifitas – aktifitas yang di lakukan oleh masyarakat umum, dan khususnya
masyarakat nelayan yang beraktifitas setiap harinya di Pangkalan Pendaratan Ikan
(PPI) Ujong baroh.
36
2). Fasilitas Penunjang
a. Gedung aula
Aula yang dimiliki PPI Ujong Baroh berjumlah satu unit dengan luas 400 m .
Aula tersebut digunakan sebagai tempat musyawarah dan bale duek pakat nelayan
dalam pengelolaan dan pengambilan keputusan dalam sebuah acara.
b. Mushola
PPI Ujong Baroh memiliki fasilitas mushalla seluas 4 x 6 m yang berjumlah 1
unit. Mushola tersebut sering digunakan oleh nelayan dan pedagang sebagai
tempat ibadah dan memperoleh air bersih untuk kebutuhan melaut, Selain itu
semua nelayan sangat membutuhkan Mushalla tersebut.
c. Pos keamanan
Pos keamanan atau pos jaga di PPI Ujong Baroh berjumlah satu unit
yang terletak di gerbang/pintu masuk pelabuhan. Luas pos tersebut adalah 4 m2.
Pos tersebut digunakan oleh petugas pelabuhan sebagai tempat untuk menarik
biaya bagi kendaraan yang masuk ke pelabuhan, Guna untuk memperbaikan
gedung-gedung yang harus diperbaiki/rusak.
d. MCK
PPI Ujong Baroh dilengkapi dengan dua unit fasilitas MCK (mandi, cuci,
kakus) dengan luas total 12 m2. MCK tersebut terletak di sebelah mushala.
Kondisi fasilitas tersebut bersih dan berfungsi dengan baik MCK juga sangat
berguna bagi pengunjung dan para Masyarakat yang datang ke PPI Ujong Baroh.
37
3). Fasilitas Penunjang
a. Gedung Tempat Pelelangan Ikan (TPI)
Gedung TPI milik PPI Ujong Baroh, yaitu TPI Pelabuhan seluas 360 m2, TPI
tersebut masih beroperasi sampai sekarang, selain itu TPI juga mempunyai
kapasitas yang sangat bagus yang di bangun oleh Non Govermen Organisaton
(NGO).
b. Kantor administrasi pelabuhan
Kantor administrasi pelabuhan terdiri dari kantor PPI Ujong Baroh, kantor
KUB, Kantor PPI Ujong Baroh memiliki gedung 2 tingkat dengan luas ± 300 m2
dan KUB memiliki luas 24 m2.
c. Menara air dan instalasi
PPI Ujong Baroh memiliki satu unit menara air berkapasitas 35 m3 dan satu
unit pompa air, menara air tersebut digunakan untuk air bersih dan sebagai
fasilitas air wudhuk untuk melakukan shalat.
d. Listrik dan instalasi
Sumber listrik di PPI Ujong Baroh yang bersumber dari Perusahaan Listrik
Negara (PLN) yang letaknya di Meulaboh dengan adanya Aliran listrik semua
aktifitas yang ada ada di PPI lancar.
e. Pagar keliling
Pagar keliling yang ada di PPI Ujong Baroh berada dalam kondisi bagus tapi
kurang terawat dimana catnya sudah mulai melepuh, bahkan sebagian kecil telah
hilang dan tidak terpasang dengan tegak. Pagar tersebut memiliki panjang ±
200 m, dengan demikian pagar yang ada di PPI Ujong Baroh tidak berpengaruh
dengan aktifitas PPI.
38
4.3.3. Potensi perairan laut
Produksi perikanan yang dihasilkan oleh nelayan di Aceh Barat terutama
ikan dan udang belum mampu memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat
setempat. Untuk pengembangan Dinas Kelautan dan Perikanan Aceh Barat selain
bisa memenuhi target konsumsi ikan masyarakat sasaran lain yaitu dapat menarik
investor dari dalam maupun luar daerah. Adapun produksi perikanan yang ada di
Kabupaten Aceh Barat seperti ditunjukan pada Tabel 5 berikut ini.
Tabel 5 Jumlah dan Jenis Produksi Hasil Tangkapan.
No Jenis Produksi Produksi (Ton) Nilai (Rp)
1.
2.
3.
4.
Ikan
Kepiting
Udang
Cumi-cumi
11.234.44
44.6
1.432.29
12,4
252.774.900
1.338.000
57.291.600
310.000
Jumlah 12.723.73 311.714.500
Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Aceh Barat, 2012
4.3.4. Unit penangkapan ikan
1. Kapal/perahu penangkapan ikan
Kapal/perahu penangkapan ikan yang beroperasi di TPI Ujong Baroh dan
Kuala Bubon dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu jenis perahu tanpa
motor (PTM) dan perahu motor (PM). Perahu motor terdiri dari kapal motor
kurang dari 3-5 GT.
Masyarakat nelayan dalam usaha penangkapan ikan pada saat ini masih
mengunakan peralatan tradisional. Hal ini dapat dilihat dari penggunaan armada
penangkapan yang rata-rata berukuran kecil, sedangkan populasi perikanan
tangkap di perairan Aceh Barat masih stabil dan belum menganggu keseimbangan
39
biota perairan. Jumlah dan jenis armada tangkap yang masih dipergunakan oleh
nelayan dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Jumlah perahu dan jenis armada tangkap di Kabupaten Aceh Barat
No Kecamatan Perahu Tampa Motor Perahu Motor Kapal Motor
1.
2.
3.
4.
Johan Pahlawan
Samatiga
Arongan Lambalek
Meureubo
20
27
103
9
333
152
0
159
1 (Kapal Troli)
Jumlah 159 644 1
Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Aceh Barat, 2012
2. Alat Tangkap
Alat tangkap merupakan alat yang dipakai oleh para nelayan yang ada di
di PPI Ujong Baroh Dan TPI Kuala Bubon yaitu berupa pukat cincin, Pancing
Tonda ( troll line ), Alat tangkap ini biasanya dioperasikan untuk menangkap
ikan-ikan pelagis yang mempunyai nilai ekonomis yang tinggi,alat pancing yang
di tarik ( drag line ),alat pancing rawai ( long line ). Jumlah alat tangkap di
Kabupaten Aceh Barat dapat dilihat pada tabel 7.
Tabel 7. Jumlah Alat Tangkap di Kabupaten Aceh Barat
No Jenis Alat Tangkap Tempat Jumlah
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Pukat Payang
Pukat Pantai
Jaring Hanyut
Tramel Net
Pancing Rawai
Pancing Tonda
Jaring Hanyut
Tramel Net
Pancing Rawai
PPI Ujong Baroh
PPI Ujong Baroh
PPI Ujong Baroh
PPI Ujong Baroh
PPI Ujong Baroh
PPI Ujong Baroh
TPI Kuala Bubon
TPI Kuala Bubon
TPI Kuala Bubon
12 Buah
8 Buah
16 Buah
17 Buah
110 Buah
44 Buah
105 Buah
26 Buah
17 Buah
Jumlah 355 Buah
Sumber : PPI Ujong Baroh dan TPI Kuala Bubon, 2012
40
Dari penjelasan tabel diatas bahwa di PPI Ujong Baroh memiliki jenis alat
tangkap yang memadai di banding dengan TPI Kuala Bubon dikarenakan nelayan
Ujong Baroh lebih banyak dibandingkan dengan TPI Kuala Bubon.
3. Nelayan
Undang-undang Perikanan Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan,
Pasal I poin 10, 11, 12, dan 13 dijelaskan bahwa nelayan adalah orang yang mata
pencahariannya melakukan penangkapan ikan. Nelayan kecil adalah orang yang
mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan untuk memenuhi kebutuhan
hidup sehari-hari. Pembudidaya ikan adalah orang yang mata pencahariaanya
melakukan pembudidayaan ikan. Pembudidaya ikan kecil adalah orang yang mata
pencahariaanya melakukan pembudidayaan ikan untuk memenuh kebutuhan
hidup sehari-hari.
Dalam statistik perikanan perairan umum, nelayan adalah orang yang
secara aktif melakukan operasi penangkapan ikan di perairan umum. Penduduk
Aceh Barat yang berkerja disektor perikanan pada saat ini baik perikanan laut
muapun perikanan darat berjumlah 2.648 jiwa dan tersebar diberbagai kecamatan.
Untuk lebih jelas, jumlah penduduk yang bermata pencarian sebagai nelayan dan
petani nelayan sampai pada tahun 2006 dapat dilihat pada Tabel 5 di bawah ini.
Adapun jumlah nelayan menurut yang terdapat di Kabupaten Aceh Barat dapat
dilihat pada Tabel 8.
41
Tabel 8. Jumlah Nelayan
No Kecamatan Serok Sungai ABK Pawang Pawang
pemilik
Total
Nelayan
1 Samatiga 31 47 250 97 33 458
2 Johan
Pahlawan 40 27 1230 180 121 1598
3 Meurebo 17 27 272 74 31 421
4 Arongan
lambalek 21 103 43 3 1 171
Jumlah 109 204 1.795 354 186 2.648
Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Aceh Barat, 2012
4.4. Kegiatan di TPI
a). Pelelangan hasil tangkapan
Pelelangan di TPI berjalan lancar, pemasaran hasil tangkapan dilakukan
oleh pihak yang menjual hasil tangkapan, yaitu nelayan kepada pedagang
pengumpul atau pihak industri langsung. Biasanya nelayan juragan atau pemilik
alat tangkap yang mendapat hasil tangkapan banyak seperti pada alat tangkap
pancing, rawai dan jaring, menjual hasil tangkapannya dengan melalui pihak
perantara.
Hasil tangkapan yang berjumlah banyak dapat dijual ke luar daerah seperti
seperti Kabupaten Aceh Jaya dan Pidie baik secara langsung ataupun melalui
pihak perantara. Sedangkan hasil tangkapan yang berjumlah sedikit biasanya
dijual kepada para toke bangku yang sudah menunggu di dermaga dan TPI saat
hasil tangkapan didaratkan. Pedagang toke bangku dan muge yang menunggu di
dermaga menjual hasil tangkapan langsung ke konsumen tanpa perantara.
42
b). Penanganan ikan
Penanganan ikan dilakukan sejak ikan ditangkap dengan cara disimpan di
dalam palka kapal dan diberi es. Sebelum terisi oleh hasil tangkapan, palka
dijadikan tempat untuk menyimpan es sejak dilakukan persiapan perbekalan.
Setiap kapal berbeda jumlah palkahnya sesuai dengan ukuran kapal. Semakin baik
penanganan hasil tangkapan yang diperoleh dari penangkapan, tentu mutunya
lebih bagus dibandingkan mutu hasil tangkapan yang tidak diberi penanganan
yang baik.
c). Pengangkutan Hasil Tangkapan
Kegiatan distribusi hasil tangkapan di PPI Ujong Baroh dan TPI Kuala
Bubon memiliki beberapa aspek penting antara lain transportasi, penyimpanan
dan informasi pasar. Ketiga aspek tersebut akan sangat menentukan cara
pendistribusian hasil tangkapan, kondisi hasil tangkapan yang akan
didistribusikan di PPI Ujong Baroh Dan TPI Kuala Bubon , biaya distribusi, harga
hasil tangkapan di pasar, serta untung ruginya pihak distributor hasil tangkapan
dari proses penjualan di daerah distribusi atau di daerah pemasarannya. Alat
transportasi darat yang biasa digunakan untuk mengangkut hasil tangkapan berupa
mobil pick up/colt (L300 dan Carry). Transportasi darat berupa mobil pick up
rata-rata mampu membawa muatan mencapai 2,7 Ton. Pasar yang menjadi daerah
tujuan pendistribusian hasil tangkapan diluar daerah meliputi beberapa Kabupaten
(Aceh Jaya, Pidie, Bireun, Blang Pidie) dan Provinsi Sumatera Utara (Medan).
43
d). Pendistribusian hasil tangkapan
Proses distribusi dimulai dari hasil tangkapan yang telah disortir
didaratkan ke dermaga dan dibawa ke tempat pembeli yang telah menunggu
di sekitar dermaga atau di TPI. Hasil tangkapan yang diperjualbelikan di dermaga
tidak ditimbang terlebih dahulu, tetapi beratnya diketahui dari ukuran wadah
yang sudah biasa dipakai, yaitu wadah plastik yang berkapasitas 10-20 kg dan
keranjang fiber yang berkapasitas 100-125 kg. Sebaliknya pedagang yang berada
di TPI melakukan penimbangan hasil tangkapan yang telah dibeli dari beberapa
nelayan dan pedagang kecil. Kemudian dilakukan transaksi penjualan dengan
harga yang sesuai dengan mutu ikan.
44
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Sistem Distribusi Hasil Tangkapan
Nelayan yang berbasis di PPI Ujong Baroh Meulaboh dan TPI Kuala
Bubon memiliki cara tersendiri dalam menanggani hasil tangkapan di atas kapal.
Saat hasil tangkapan berada di atas kapal, nelayan memberikan perlakuan khusus
terhadap hasil tangkapanya. Nelayan Tuna, Tongkol, Madidihang dan Cakalang
biasanya secepat mungkin memastikan dicuci bersih dan selanjutnya nelayan
melakukan pernyotiran / greeding terhadap ikan tangkapan berdasarkanjenis ikan
selanjutnya ikan tersebut dimasukkan kedalam palkah yang sudah di isi es curah
atau es balok.
Penangganan hasil tangkapan di PPI Ujong Baroh terhadap hasil
tangkapan yang didaratkan terbagi menjadi 3 (tiga) tahap. Dimulai sejak hasil
tangkapan di daratkan, di simpan dan kemudian diangkut ke daerah tujuan. Ketiga
kegiatan ini saling berkaitan dan harus dalam rantai dingin untuk menjaga agar
hasil tangkapan tidak mengalami Rigor mortis (Kekakuan/Kejang) yang
menyebabkan penurunan kualitas hasil tangkapan. Rigor mortis adalah kekakuan
yang terjadi secara bertahap sesuai dengan lamanya waktu pasca kematian hingga
24 jam setelahnya.
5.1.1. Pendaratan
Aktivitas pendaratan hasil tangkapan dimulai dengan membongkar hasil
tangkapan dari palka sampai ikan diangkut ke pelelangan ikan atau tempat
pendaratan ikan lainnya. Pada saat kapal mendarat di PPI Ujong Baroh Meulaboh
45
dan TPI Kuala Bubon Samatiga, para awak kapal melakukan pembongkaran hasil
tangkapan dan mendaratkan hasil tangkapannya.
Semua kapal melakukan aktivitas pendaratan hasil tangkapan di dermaga
di bagian barat berdekatan dengan TPI. Hasil tangkapan di keluarkan dari palkah
kemudian dimasukkan ke dalam keranjang dan diangkat ke atas deck. Saat hasil
tangkapan berada diatas deck dilakukan penyortiran sesuai dengan jenis, ukuran
dan mutunya kemudian ditempatkan di keranjang yang berbeda untuk
mempermudah pelelangan dan penimbangan. Setelah hasil tangkapan didaratkan
PPI, aktivitas pelelangan ini berlangsung dari pagi hari pukul 05.00 WIB sampai
12.00 WIB, sedangkan pelelangan di TPI Kuala Bubon Samatiga pelelangan ini
berlangsung dari pagi hari pukul 06.00 WIB sampai 14.00 WIB.
5.1.2. Penyimpanan hasil penangkapan
Proses penyimpanan yang dilakukan di PPI ujong Baroh dan Kuala bubon
adalah penyimpanan ikan yang diletakkan di dalam Cold Storage, Kulkas dan
Fiber. Berhubung Cold Storage dan kulkas mengalami kerusakan selama 3 hari
serta belum adanya perbaikan maka ikan disimpan kedalam fiber dengan ukuran
fiber 80 X 1 meter. Lama penyimpanan ikan lebih kurang sampai 3 hari atau
lebih tergantung kondisi banyak tidaknya peminat pembeli ikan. Agar ikan tetap
segar maka dilakukan pemberian es batu di atas tubuh ikan, es batu dibeli
langsung ke pabrik es.
46
5.1.3. Penanganan Hasil tangkapan
Sebelum hasil tangkapan diperoleh palkah dijadikan tempat penyimpanan
es sejak dilakukan persiapan perbekalan. Setelah didapatkan hasil ikan maka ikan
disimpan di dalam palkah yang diberi es. Saat tibanya di darat maka ikan
langsung dilelang ke pedagang enceran. Dari pedagang enceran membawa ikan
tersebut kepasar tradisional untuk dijual ke konsumen. Apabila ikan hasil lelangan
tidak habis dibeli oleh pedagang enceran maka ikan langsung dimasukan ke dalam
fiber yang diberi es. Tujuannya untuk dapat menjaga kesegaran ikan agar tidak
mengalami proses pembusukan yang lebih cepat.
5.1.4. Pengangkutan hasil tangkapan
Pengangkutan hasil tangkapan di PPI Ujong Baroh Meulaboh dan TPI
Kuala Bubon Samatiga yaitu pengangkutan melalui darat. Pengangkutan ini
dikelola oleh pihak swasta. Alat transportasi darat yang biasa digunakan untuk
mengangkut hasil tangkapan berupa mobil pick up/colt (L300 dan Carry).
Transportasi darat berupa mobil pick up rata-rata mampu membawa muatan
mencapai 2,7 Ton. Pasar yang menjadi daerah tujuan pendistribusian hasil
tangkapan nelayan terbagi menjadi pasar antar Kabupaten yang meliputi daerah
(Aceh Jaya, Pidie, Bireun, Blang Pidie Dan Medan).
Pasar lokal yang ada di Kabupaten Aceh Barat dan sekitarnya menerima
pasokan hasil tangkapan dari beberapa pelabuhan diantaranya TPI Panggong, dan
TPI Kuala Bubon. Hasil tangkapan berupa ikan segar yang dominan dijual berupa
tongkol, cakalang, tuna, kembung, cumi-cumi dan udang. Kelima komoditi
perikanan ini dijual hampir seragam di setiap pedagang yang ada di pasar
47
tradisional di Aceh Barat, disamping pengangkutan dengan kendaraan roda 4
(empat) pada pengangkutan darat juga menggunakan roda 2 (dua) seperti sepeda
motor dan roda 3 (tiga) seperti becak untuk mengantarkan hasil tangkapan
perikanan yang dibawa kebeberapa wilayah sekitar dalam Kabupaten Aceh Barat.
Seiring dengan meningkatnya permintaan konsumsi ikan di Kabupaten
Aceh Barat menyebabkan peningkatan permintaan produk ikan laut. Untuk
memenuhi kebutuhan gizi pada tubuh maka masyarakat dapat membeli ikan di
pasar tradisional.
5.2. Sarana Penunjang Aktivitas Distribusi
Hasil penulusuran dari Stakeholder dan masyarakat terhadap kondisi
fasilitas distribusi hasil tangkapan di PPI Ujong Baroh Meulaboh dan TPI Kuala
Bubon Samatiga menunjukan bahwa terdapat beberapa fasilitas yang tidak
tersentuh dan masih berfungsi dalam keadaan tidak memadai atau kurang optimal.
Hasil dari penelusuran terhadap Stakeholder dan masyarakat menyatakan
bahwa permasalahan dari fasilitas distribusi hasil tangkapan di PPI Ujong Baroh
dan TPI Kuala Bubon dalam kegiatan distribusi hasil tangkapan memerlukan
fasilitas yang memadai baik pada saat pra dan pasca, pada saat pra distribusi bisa
kita perhatikan aktifitas untuk penjagaan mutu masih kurang hal ini terlihat dari
penangganan panen yang masih banyak kekurangan karena hanya mengandalkan
fiber untuk menyimpan hasil tangkapan tersebut.
48
5.3. Jalur Distribusi
1. Adapun jalur distribusi hasil tangkapan yang dilakukan di Ujong Baroh dapat
dilihat pada gambar 1.
Distribusi Hasil Tangkapan
Distribusi berdasarkan Distribusi berdasarkan
Asal hasil tanggapan Tujuan pemasaran
Tangkapan Laut Pemasaran
Di Kota dan Desa
Nelayan
TPI
Toke Bangku
Grosir Distribusi
Pengencer
Konsumen
Gambar 1. Saluran Distribusi Hasil Tangkapan di PPI Ujong Baroh
Sumber : Data primer, 2012
49
15%
3 0 %
2 0 %2 9 %
6 %
2. Adapun gerafik distribusi hasil tangkapan yang dilakukan di Ujong Baroh dapat
dilihat pada gambar 2.
Keterangan :
Grosir : 29 %
Kota dan Desa : 20 %
Luar Daerah : 30 %
Pengencer : 15 %
Konsumen : 6 %
Gambar 2. Grafik Distribusi Hasil Tangkapan di PPI Ujong Baroh
Sumber : Data primer, 2012
5.3.1. Informasi Pasar di PPI Ujong Baroh dan TPI Kuala Bubon
Informasi pasar berfungsi sebagai penyeimbangan permintaan dan
penawaran untuk menghindari fluktuasi harga akibat kelebihan komoditi di pasar.
Kegunaan informasi pasar bagi nelayan adalah sebagai pertimbangan dalam
melakukan operasi penangkapan ikan tentang jenis dan jumlah ikan dibutuhkan
dan harga jual di pasar. Walaupun harganya disesuaikan melalui proses
pelelangan, akan tetapi untuk informasi pasar di PPI Ujong Baroh Meulaboh dan
50
TPI Kuala Bubon Samatiga masih sangat rendah pengaktifnya dimana untuk
informasi tersebut masih susah untuk kita lihat di papan informasi yang ada.
5.3.2. Pemetaan Kualitas Hasil Tangkapan di PPI Ujong Baroh
Hasil tangkapan yang didistribusikan di lokal maupun ke beberapa daerah
harus memenuhi standar kualitas sesuai dengan permintaan konsumen dan standar
mutu. Uji mutu dilakukan untuk produk-produk hasil tangkapan dalam keadaan
segar maupun produk-produk olahan. Produk-produk hasil tangkapan yang di
distribusi ke daerah-daerah biasanya dalam bentuk ber es dan segar. Sehingga
kualitas ikan yang tersedia di Kabupaten Aceh Barat akan selalu mempunyai
brand tersendiri dan efeknya ikan yang akan dikeluarkan ke daerah dan provinsi
lain akan terjaga mutu dan kuantitasnya.
5.3.3. Pemetaan Harga/Nilai Hasil Tangkapan di PPI Ujong Baroh
Harga produk hasil tangkapan nelayan yang di jual dalam lokal dan
kedaerah-daerah lainya bervariasi sesuai dengan pasar dan daerahnya. Harga dasar
dalam penjualan hasil tangkapan kepasar lokal dan daerah lainnya merupakan
harga ikan hasil pelelangan kemudian harga akan disesuaikan dengan biaya lainya
yang dikeluarkan oleh pedagang pengecer. Harga ikan di Tempat Pelelangan Ikan
PPI Ujong Baroh Meulaboh untuk ikan Cakalang Rp17.000. ,Tongkol Rp 12.000.,
Kembung Rp 25.000. , Tenggiri Rp 30.000. Tuna Rp 30.000. , Cumi-cumi Rp 30.000.,
Udang Rp 52.000.
Ketentuan harga dibeberapa daerah sangat di pengaruhi oleh kulaitas
produk perikanan. Semakin baik kualitasnya maka semakin tinggi harganya.
Hingga saat ini pasar di daerah luar Kabupaten Aceh Barat merupakan pasar yang
51
paling tinggi dalam memberikan harga per jenis produk perikaan dibandingkan
dengan daerah lokal. Harga ini juga sebanding dengan penangganan dan
pengujian mutu yang harus dilakukan untuk menjaga agar produk perikanan
tersebut dalam keadaan baik dan layak konsumsi. Harga rata-rata produk ikan
segar berdasarkan jenis dan daerah distribusinya dapat dilihat pada tabel 9.
Tabel 9. Harga Rata-Rata Produk Hasil Penangkapan Berdasarkan Jenis dan
Daerah Distribusi
No Jenis
Ikan
Daerah dan Harga ikan @Rp/kg
Medan Aceh
Jaya
Nagan
Raya
Banda
Aceh
Blang
Pidie Pidie Bireun
1 Tuna 45.000
2 Cakalang 23.000 18.000 18.000 25.000 20.000 23.000 25.000
3 Tongkol 30.000 15.000 14.000 18.000 73.000 20.000 25.000
4 Udang 80.000
5 Kembung 35.000 22.000 20.000 28.000 20.000 25.000 28.000
6 Tenggiri 35.000 21.000 20.000 25.000 22.000 26.000 30.000
7 Cumi-
cumi 38.000 30.000 30.000 35.000 32.000 33.000 35.000
Sumber : diolah
Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa produk ikan segar lebih banyak di
distribusikan dengan jenis ikan yang lebih beragam. Produk ikan segar berupa
ikan tuna memiliki harga yang lebih tinggi dibandingkan jeni ikan lainya.
Produk-produk ikan yang segar dapat memiliki nilai/harga dan permintaan yang
tinggi pula disebabkan karena kulitas ikan tersebut bisa dipertahankan dalam
jangka waktu yang lama. Biasanya hasil tangkapan tersebut terlebih dahulu
disimpan di tempat yang steril dan pendinginnya cukup/suhu rendah.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kelautan dan Perikanan . 2009 UU No. 45 Tahun 2009 tentang
perikanan,Baruna Ilmu Indonesia Cianjur
Dinas Perikanan dan kelautan Aceh Barat 2007. Data Laporan Tahunan Dinas
Perikanan dan kelautan Kabupaten Aceh Barat tahun 2007, Dinas
Perikanan Kabupaten Aceh Barat
Direktorat Jenderal Perikanan (1994). Aspek produksi, Pemasaran dan
Pengembangan Ekonomi. Cianjur, Baruna Ilmu Indonesia.
Bungin,B 2009. Metode penelitian Kualitatif
Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan RI No 01 Men 2007.Tentang
Persyaratan Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Dan Proses
Produksi Pengolahan dan Distribusi
Mubyarto, 1972. Pengantar Ekonomi Pertanian LP3ES,Yogyakarta
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor 23 Tahun 2010. Petunjuk
teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Bidang Kelautan dan Perikanan
tahun 2011, http://infohukum.kkp.go.id/files permen/PER 23/ MEN
2010.pdf
Riduwan .2004.Metode Dan Teknik Menyusun Tesis. Bandung, Penerbit Alfabeta.
Saaty,T. L.2001. Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin
.PT. Pustaka Bina Pressindo. Jakarta.
Saifuddin A .2004. Reabilitas & Validitas. Jakarta. Pustaka Pelajar.Jakarta
Soekartawi. 1990. Teori Ekonomi Produksi, Dengan Pokok Bahasan Analisis
Fungsi Cobb-Douglas, Rajawali Pers. Jakarta
Subagyo, 2006. Metode Penelitian Dalam Teori Dan Praktek. Jakarta, Rineka
Cipta
.