Sesi 4: Desain Akhir -...

Post on 01-Sep-2019

10 views 0 download

Transcript of Sesi 4: Desain Akhir -...

3/18/2015

1

BETON PRATEGANG TKS - 4023

Dr.Eng. Achfas Zacoeb, ST., MT.

Jurusan Teknik Sipil

Fakultas Teknik

Universitas Brawijaya

Sesi 4:

Desain Akhir

Desain Akhir Pada bagian ini akan dikontrol apakah penampang pendahuluan memenuhi persyaratan atau tidak (misalnya tegangannya). Kontrol perhitungan meliputi :

1. Penentuan letak tendon.

2. Perhitungan gaya prategang (Ta dan T).

3. Cek luas penampang beton (Ab), apakah sesuai dengan nilai awal (jika tidak sesuai, maka dilakukan perhitungan ulang).

4. Perhitungan luas tendon (Aa).

5. Cek penampang (tegangan yang terjadi pada beton).

3/18/2015

2

Desain Akhir (lanjut)

Pada tahapan ini ada 3 (tiga) kemungkinan

persyaratan atau kriteria yang dapat diambil :

1. Tegangan tarik pada beton tidak diijinkan, baik

dalam keadaan awal maupun akhir.

2. Tegangan tarik pada beton diijinkan, tetapi

kekuatannya tidak diperhitungkan.

3. Tegangan tarik pada beton diijinkan, dan

kekuatannya diperhitungkan.

Kondisi 1 : Desain Elastis, tidak diijinkan tegangan

tarik pada beton, baik dalam keadaan awal maupun akhir

Pada bagian akan dibahas disain akhir untuk

penampang akibat lenturan berdasarkan teori elastik

tanpa terjadi tegangan tarik pada penampang beton

baik pada saat awal (peralihan) maupun saat akhir

(beban kerja).

3/18/2015

3

Kondisi 1 : (lanjut)

Gambar 5. Distribusi tegangan, tanpa tegangan tarik pada beton

Kondisi 1 : (lanjut)

1. Perhitungan Letak Tendon (ea)

Sesudah kondisi peralihan (keadaan awal), C akan

berada tepat pada titik teras bawah (Tb), maka

harga t1 dan t2 dapat dihitung sebagai berikut :

(8) b

21a

b

a

I

y.t.T

A

T 0

3/18/2015

4

Kondisi 1 : (lanjut)

(9)

20

1

1

0

b

21

b

a

b

a

b

b

b

21a

b

a

i

y.t

A

T

A

T

A.I

A.y.t.T

A

T

210

b

21

b

a

i

y.t

A

T

Kondisi 1 : (lanjut)

maka,

(10)

sehingga harga t1 menjadi :

(11)

012

b

21

i

y.t

2

2

b

y

it 1

3/18/2015

5

Kondisi 1 : (lanjut)

dengan cara yang sama, harga t2 diperoleh :

(12)

letak tendon sejauh ea dari cgc :

ea = t1 + z1 (13)

dengan z1 adalah lengan momen keadaan awal :

(14)

1

2

b

y

it 2

a

bs

T

Mz 1

Kondisi 1 : (lanjut)

Mbs adalah momen akibat berat sendiri yang dihitung

dari penampang pendahuluan.

Ta = T(1 - T)

T dihitung dari pers. (4) atau (6)

T = total prosentase kehilangan prategang.

20% (untuk sistem post-tensioning)

25% (untuk sistem pre-tensioning)

3/18/2015

6

Kondisi 1 : (lanjut)

Mbs adalah momen akibat berat sendiri yang dihitung

dari penampang pendahuluan.

Ta = T(1 - T)

T dihitung dari pers. (4) atau (6)

T = total prosentase kehilangan prategang.

20% (untuk sistem post-tensioning)

25% (untuk sistem pre-tensioning)

Kondisi 1 : (lanjut)

2. Perhitungan T dan Ta

Dasarnya adalah tegangan pada keadaan akhir

dengan letak cgs sejauh ea dari cgc dari pers. (13),

maka :

atau

(15)

2z.TMt

2z

MtT

3/18/2015

7

Kondisi 1 : (lanjut)

dengan, z2 = ea + t2

(16) ΔT1

TTa

3. Perhitungan Luas Penampang Beton (Ab)

a. Berdasarkan keadaan awal (Gambar 5.a)

sehingga : (17)

h

y.σσ

h

y

σ

σ awalb

r

awalb

r 22

..yσ

h.TTA

2awalb

a

r

ab

Kondisi 1 : (lanjut)

b. Berdasarkan keadaan akhir (Gambar 5.c)

sehingga : (18)

diambil nilai Ab yang terbesar dari kedua

persamaan diatas (pers. 17 dan 18), dibandingkan

dengan Ab dari disain pendahuluan. Bila sesuai

atau OK, perhitungan dapat dilanjutkan. Bila tidak,

penampang beton harus diubah (revisi).

h

y.σσ

h

y

σ

σ akhirb

r

akhirb

r 11

..yσ

h.TTA

2akhirbr

b

3/18/2015

8

Kondisi 1 : (lanjut)

4. Perhitungan Luas Tendon (Aa)

a. Berdasarkan kondisi awal

(19)

awala

aa

σ

TA

perlu

b. Berdasarkan kondisi akhir

(20)

akhiraa

σ

TA

perlu

Dari kedua harga Aa yang dihitung berdasarkan pers. (19) dan (20), dipilih yang terbesar untuk penentuan jumlah tendon yang diperlukan.

5. Pemeriksaan Penampang Pada langkah terakhir, perhitungan menyangkut 2 (dua) hal sebagai berikut :

a. Perhitungan total kehilangan prategang yang terjadi.

b. Perhitungan tegangan-tegangan yang terjadi pada beton.

Kondisi 1 : (lanjut)

3/18/2015

9

Kondisi 1 : (lanjut)

b

bs

b

2aa

b

a

I

M

I

y.e.T

A

T

b

t

b

1aa

b

a

I

M

I

y.e.T

A

T

b.1. Kondisi Awal

Pada serat atas :

(21)

Pada serat bawah :

(22)

Kondisi 1 : (lanjut)

b

bs

b

2aa

b

a

I

M

I

y.e.T

A

T

b

t

b

1aa

b

a

I

M

I

y.e.T

A

T

b.2. Kondisi Akhir

Pada serat atas :

(23)

Pada serat bawah :

(24)

3/18/2015

10

Kondisi 1 : (lanjut)

Tegangan-tegangan yang terjadi, yang dihitung

berdasarkan persamaan (21), (22), (23) dan (24)

harus lebih kecil dari tegangan beton yang diizinkan

menurut peraturan yang berlaku.

Catatan :

Tanda negatif (-) : tekan

Tanda positif (+) : tarik

Kondisi 2 : Disain Elastis, dengan mengijinkan

tegangan tarik tetapi kekuatannya tidak diperhitungkan

Pada bagian sebelumnya telah dibahas disain

penampang beton prategang tanpa mengizinkan

terjadinya tegangan tarik diseluruh penampang beton.

Persyaratan ini seringkali boros, dan tidak dapat

diterima. Sejak semula ide beton prategang adalah

menciptakan beton yang selalu mendapatkan tekanan,

dimana tegangan tarik tidak diizinkan pada beban

kerja. Dengan pengalaman dan pengetahuan yang

didapat mengenai perilaku beton prategang, banyak

ahli sekarang berpendapat bahwa tegangan tarik pada

batas-batas tertentu dapat diizinkan

3/18/2015

11

Kondisi 2 : (lanjut)

Gambar 6. Distribusi tegangan, diizinkan tegangan tarik tetapi

tidak diperhitungkan kekuatannya

Kondisi 2 : (lanjut)

awalσ

σ

h

hh

b

b

1

1

awalσσ

awalσ.hh

bb

b

1

akhirσσ

akhirσ.hh

bb

b

2

Nilai h1 dan h2 dapat dihitung sebagai berikut :

Kondisi Awal

(25)

atau

(26)

(27)

3/18/2015

12

Kondisi 2 : (lanjut)

a

bsa

T

Mte 11

dyhea 22

Selanjutnya dicari perilaku penampang, baik dalam

keadaan awal maupun keadaan akhir.

1. Perhitungan Letak Tendon (ea)

Kondisi Awal

(28)

Kondisi Akhir

(29)

Kondisi 2 : (lanjut)

222

2222

a

t

a

2

t

et

MT

etz,z

MT

ΔT1

TTa

2. Perhitungan gaya prategang (T dan Ta)

Perhitungan letak tendon (ea) berdasarkan

kondisi akhir.

(30)

dan

(31)

3/18/2015

13

Kondisi 2 : (lanjut)

z1

a

bsai

awalb

ab

t

T

Me

TA

z1awalb

1ab

y.σ

h.TA

3. Perhitungan Luas Penampang Beton (Ab)

Kondisi Awal

Bila ada pergeseran tendon :

(32)

Bila tidak ada pergeseran tendon :

(33)

Kondisi 2 : (lanjut)

4. Perhitungan Luas Tendon (Aa)

Untuk menghitung luas tendon yang diperlukan,

dapat digunakan kembali pers. (19) dan (20).

5. Pemeriksaan Penampang

Langkah ini sama seperti pada langkah terakhir

pada disain elastis, dengan tegangan tarik tidak

diijinkan terjadi pada beton. Perhitungan tegangan-

tegangan yang terjadi pada beton menggunakan

pers. (21), (22), (23) dan (24).

3/18/2015

14

Kondisi 3 : Disain Elastis, dengan mengijinkan

tegangan tarik dan kekuatannya diperhitungkan

Cara ini dipergunakan dengan pengertian bahwa

tegangan yang diperhitungkan tidak tepat bila

tegangan tarik melampaui tegangan retak beton.

Kondisi tegangan yang diinginkan adalah sama seperti

terlihat pada Gambar 7. dengan memperhitungkan

kekuatan tarik betonnya. Karena kekuatan tarik beton

diperhitungkan, maka penampang dihitung secara

penuh.

Kondisi 3 : (lanjut)

Gambar 7. Distribusi tegangan yang diinginkan

3/18/2015

15

Kondisi 3 : (lanjut)

Perhitungan :

ea = t11 + z1 (34)

dengan : z1 = z11 + z12

z11 akibat adanya kekuatan tarik

z12 akibat momen Mbs

sehingga :

b

211a21b

I

yz.Tσ

Kondisi 3 : (lanjut)

(35)

(36)

2a

b1b

y.T

I.zσz 11

a

bs

T

Mz 12

3/18/2015

16

Thanks for Your Attention and

Success for Your Study!