Post on 04-Aug-2015
Sekilas Pandang : Sistem Saraf Manusia
Oleh: Rusly (russell.eclair@gmail.com)
1. Anatomi dan Fisiologi Sistem Saraf Manusia
Sistem saraf manusia dengan segala kompleksitasnya tersusun atas
triliyunan unit- unit satuan terkecil yang disebut neuron (neuron) dengan
kapabilitas mulai dari 1000 bahkan melebihi 200.000 interkoneksi (Junqueira,
2005). Di otak saja setidaknya ada 100 milyar neuron yang membentuk jaring-
jaring diseluruh tubuh dimana informasi saling dipertukarkan (Parker, 2007).
Neuron adalah unit yang mempunyai satu inti sel, sitoplasma dan
organela- organela sebagaimana sel pada umumnya, terdapat juga juluran
sitoplasma yang terdiri atas dendrit dan akson. (Guyton, 2007). Walaupun secara
strutural, neuron hampir sama dengan sel pada umumnya tetapi neuron tidak
memiliki kemampuan memperbanyak diri. Hal ini mengakibatkan kerusakan pada
neuron dapat bersifat permanen (Saladin, 2003).
Sistem saraf manusia tersusun atas 3 komponen utama yakni masukan
(input) sensorik, intergrasi neural dan keluaran (output) motorik. Masukan
sensorik dimulai dari komponen yang menerima dan meneruskan informasi dalam
bentuk impuls listrik dari reseptor- organ indera. Impuls ini akan diteruskan
kedalam intergrasi sistem saraf yakni, sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi.
Disini informasi tersebut akan diterima, diolah dan disimpan atau diteruskan
dalam bentuk impuls balik. Impuls balik berupa keluaran motorik disampaikan ke
organ efektor untuk melaksanakan tugas sebagaimana respons atas informasi yang
diterima tersebut. Maka rangkaian inilah sistem saraf (Saladin, 2003).
Skema 2.1. Sistem saraf secara sederhana menggambarkan korelasi antara input
dan output serta asosiasinya dengan ingatan yang disimpan (Snell, 2006a).
Menurut Guyton (2007), lebih dari 99 % informasi yang masuk ke dalam
sistem saraf pusat akan dihilangkan. Fungsi intergratif ini mengeliminasi sebagian
masukan ketika perhatian tidak dicurahkan kepada masukan tersebut. Seperti tidak
disadarinya tekanan saat duduk dan persinggungan kulit dengan pakaian.
Skema 2.2. Subdivisi sistem saraf (Sheerwood, 2010).
Fungsi sistem saraf sendiri sangatlah penting dan meliputi aspek individu
dan terkait satu sama lainnya melibatkan seluruh divisisi di dalam dan diluar
sistem saraf. Seperti saat mengatur homeostasis dalam tubuh (kondisi intrinsik),
selain kontrol sistem saraf diperlukan juga kontrol endokrin yang pada dasarnya
saling terkait antara hipotalamus dan hipofisis, sehingga disebut sebagai sistem
neuroendokrin. Menurut Junqueira (2005), fungsi saraf dapat dibagi menjadi dua
kelas besar yakni stabilitas kondisi intrinsik dan ekstrinsik. Kondisi ekstrinsik
disini dimaksud adalah bagaimana indvidu berhubungan sosial dalam
lingkungannya. Oleh karena itu, tidaklah berlebihan jika dikatakan kesejahteraan
individu itu sendiri sangat dipengaruhi oleh fungsi sistem sarafnya (Mader, 2004).
2. Neuron sebagai Zarah Terkecil dalam Sistem Saraf
Dengan begitu banyaknya tugas yang diemban sistem saraf, sebenarnya
sistem saraf terbangun dari neuron yang memiliki struktur hampir sama. Adapun
tiga bagian utama dari neuron, adanya soma (tubuh sel) atau perikaryon dan
tonjolan sitoplasma yang disebut axon dan dendrit. Badan sel/ soma terbangun
atas nukleus, sitoplasma dan sitoskeleton sebagaimana sel pada umumya. Badan
sel ini merupakan pusat kontrol pada neuron. Pada sitoplasma dapat dijumpai
mitokondria sebagai pusat energi dan sintesa protein pada retikulum endoplasma
kasar dimana dapat dijumpai ribosom (Saladin, 2003). Butir- butir nissl yang
tampak pada sediaan mikroskopis merupakan retikulum endoplasma dan ribosom
kasar yang berenang bebas dalam sitoplasma. Granul- granul yang terdapat pada
sitoplasma umumnya merupakan glikogen, lipid, melanin dan lipofuscin.
Lipofuscin merupakan produk sisa dari penghancuran organela yang rusak dan
tertumpuk selama kehidupan. Sitoskeleton yang terdiri dari mikrotubul dan
neurofibril merupakan penopang pada neuron dan pengarah gerakan granul
neurotransmitter pada bonggol sinaptik (Junqueira, 2005).
Walaupun tidak dijumpai sentriola sebagaimana kemampuan mitosis sel
tetapi neuron mampu bertahan hingga lebih dari 100 tahun dalam menjalankan
fungsinya. Neuron juga ditopang oleh processus atau tonjolan berupa axon dan
dendrit. Axon (terkadang disebut neurit) yang menerima sinyal dari neuron lain
biasanya bercabang banyak sedangkan axon pada arah sebaliknya memiliki
cabang yang sedikit dan bahkan neuron di otak dan retina banyak dijumpai yang
tidak bercabang. Pada terminal of aborization axon barulah ditemui cabang
kolateral. Walaupun jumlahnya tidak sebanyak dendrit, kemampuan akson dalam
penghantaran impuls listrik lebih cepat (Saladin, 2003). Hal ini karena pada
proksimal akson terdapat area trigger zone yang merupakan axon hillock dengan
banyak pompa ion dan insial segmen dari mielin. Axon terdiri axoplasma yang
merupakan sitoplasma dan membran axon disebut sebagai axolemma (Junqueira,
2005). Diluar itu terdapat mielin yang dibentuk oleh sel glia. Ditinjau dari
keberadaan axon, axon yang tidak memiliki mielin banyak dijumpai di sistem
saraf pusat dan beberapa di sistem saraf tepi sedangakan axon dengan mielin
sangat sering dijumpai di sistem saraf tepi. Mielin ini sebenarnya terlibat dalam
penghataran listrik dan reparasi akson. Penyempitan antara satu mielin dengan
lainnya disebut nodus Ranvier yang terlibat dalam loncatan dan peningkatkan
kecepatan impuls. Distal dari axon dijumpai bonggol sinaps yang terlibat dalam
komunikasi sinaps antar neuron baik secara kimia maupun listrik (Mader, 2004).
Struktur neuron. (a) multipolar neuron (b) pelindung mielin (c) neurofibril soma
(d) Badan Nissl (Saladin, 2003).
Tipe- tipe neuron; multipolar neuron, unipolar neuron, interneuron pada sebelah
kiri (Mader, 2004) dan bipolar neuron, anaxonic neuron pada sisi sebelah kanan
(Saladin, 2003).
Secara struktural, neuron dibagi menjadi beberapa tipe yakni, multiple
neuron, bipolar neuron, uniploar neuron dan aaxonic neuron. Multiple neuron
memiliki satu akson dan banyak dendrit yang terdapat terutama di sistem saraf
pusat. Tipe saraf ini yang paling banyak dijumpai di sistem saraf. Bipolar neuron
memiliki satu akson dan satu dendrit dapat dijumpai pada neuron retinal, neuron
olfaktorius dan ganglia vestibulokoklear. Unipolar neuron/ pseudounipolar yang
sebenarnya hasil diferensiasi bipolar neuron hanya memiliki satu porcessus
dengan soma berada di lateral processus ini sering dijumpai pada ganglia sensoris
(Mader, 2004). Pseudounipolar neuron memiliki processus panjang yang kerap
dianggap sebagai akson bermielin. Selain ketiga tipe umum diatas, pada otak dan
mata juga dijumpai neuron tanpa axon yang disebut anaxonic neuron. Neuron tipe
ini berfungsi secara khusus memproses kontras visual (Saladin, 2003). Pada
ganglia simpatis dan ganglia sensoris dapat pula dijumpai binuclear neuron
dengan dua badan sel (Junqueira, 2005).
Neuron juga dibagi berdasarkan cara kerjanya yaitu, neuron sensoris,
motorik dan interkoneksi (Junqueira, 1997: 160). Neuron sensoris menghantarkan
impuls saraf dari alat indera ke sistem saraf pusat yang menjalar naik (afferent
division), dendrit neuron sensorik berhubungan dengan reseptor dan axon
berhubungan dengan neuron lainnya. Pada arah sebaliknya, neuron motorik
menghantarkan informasi dari sistem saraf pusat ke organ efektor yang menjalar
turun (efferent division), dendrit neuron motorik berhubungan dengan neuron
lainnya dan axon berhubungan dengan organ efektor (Saladin, 2003). Neuron
konektor (Interneuron) menghubungkan antara sensorik dan motorik. Untuk
mengakomodasi fungsinya, neuron ini memiliki banyak processus (Junqueira,
1997: 177) biasanya terlibat dalam fungsi refleks (Sherwood, 2010).
Diantara satu neuron dengan neuron lainnya terdapat sel glia yang
berperan dalam melindungi, menutrisi neuron dari kerusakan. Berbeda dengan
neuron, sel glia mampu melakukan mitosis. Selama perkembangan embriologinya,
sel glia berdiferensiasi dari bagian neural plate yang sama dengan neuronnya.
Seperti sel di neural tube banyak membentuk neuron dan sel glia (astrosit,
oligodendrosit ,mikroglia dan ependimal) di sistem saraf pusat sebaliknya ke arah
lateral, neural crest berdiferensiasi pada neuron dan sel glia (sel schwann dan sel
satelit) pada sistem saraf tepi (Junqueira, 2005).
3. Impuls Saraf sebagai Komunikasi dalam Tubuh
Komunikasi antar jaringan yang dilakukan dalam tubuh setidaknya melalui
dua cara yaitu, hormon dan sinyal listrik. Melalui sistem saraf, komunikasi yang
dilakukan antar jaringan yakni melalui bentuk sinyal listrik. Menurut Parker
(2007), komunikasi ini dibentuk melalui rangsangan dimana neuron yang
terangsang oleh suatu stimulus akan menyebabkan perubahan kimia- kelistrikan
ion- di permukaan membran dan menghasilkan gelombang listrik yang relatif
sama tergantung posisi saraf tersebut dan frekuensinya. Komunikasi ini disebut
sebagai impuls saraf.
Pergerakan impuls saraf di dalam sebuah neuron. Tengah axon menunjukan arah
impuls dan perpindahan ion sepanjang membran neuron (Parker, 2007).
Pada saraf tanpa mielin, potensial aksi/ impuls saraf akan diinisiasi
axolemma dan pada saraf bermielin dimulai dari trigger zone dan nodus Ranvier.
Dalam keadaan tidak aktif, membran axon terpolarisasi pada potensial istirahat
axon sebelah dalam bermuatan negatif (-70 mV) dan membran luar bermuatan
positif karena kation (ion Na+) berada diluar membran. Saat impuls datang maka
akan terjadi depolarisasi yakni, axoplasma bermuatan postif (+30 mV) karena
pompa natrium terbuka dan kation masuk. Dalam waktu singkat (5 mS), pompa
kalium akan membuka mengembalikan kelistrikan dalam axoplasma menjadi
potensial istirahat ini dinamakan repolarisasi (Saladin, 2003). Kecepatan rambatan
impuls saraf ini bergantung pada diameter dan keberadaan mielin. Dengan
keberadaan mielin atau semakin besar diameternya semakin cepat rambatannya.
Karena potensial aksi dapat melompati mielin menuju nodus Ranvier selanjutnya
(Mader, 2004).
Pada titik temu axon dan dendrit akan dijumpai bonggol sinaps. Umumnya
komunikasi sinaps antar neuron melalui perantara kimia selain melalui loncatan
listrik. Impuls akan membuka pompa kalsium yang memacu vesikel
neurotransmitter yang telah ada di bonggol sinaps untuk melekat ke membran
(Parker, 2007). Seiring dengan melekarnya vesikel ke membran akan
mengeluarkan neurotransmitter ke celah sinpas. Neurotransmitter di reseptor kanal
ion pada membran postsinaps akan menjalankan sifatnya- eksitatorik atau
inhibitorik. Jika neurotransmitter bersifat eksitatorik maka mempunyai efek
depolarisasi. Jika sifat inhibitorik, akan menimbulkan efek hiperpolarisasi
dengan membuka ion klorida (Mader, 2004). Kemudian untuk mencegah efek ini
berkelenjutan maka dalam waktu singkat, neurotransmiter akan dihancurkan oleh
enzim di mebran postsinaps.
Bonggol sinaps. Bagian yang berwarna terang merupakan impuls yang diteruskan
pada membran presinaps. Membran postsinaps terdapat kanal- kanal ion yang
menerima neurotransmitter (Parker, 2007).
Menurut Guyton (2007), neurotransmiter tidak sama pada seluruh sistem
saraf tubuh. Setidaknya berikut adalah neurotransmiter yang terutama di dalam
tubuh seperti, asetilkolin (eksitator dan inhibitor – terkait lokasi), norepinefrin
(eksitator dan inhibitor– terkait lokasi), dopamin (inhibitor) , glisin (inhibitor),
GABA (inhibitor), glutamat (eksitator), serotonin (inhibitor), nitrat oksida
(eksitator).
4. Transportasi Akson
Akson sangat bergantung pada soma karena ketiadaan ribosom dan
retikulum endoplasma kasar. Hal ini berbeda dengan dendrit yang yang komposisi
plasmanya sama dengan soma (Junqueira, 2005). Transpor ini akan dilakukan
melalui sitoskeleton sepanjang akson (Saladin, 2003).
Berdasarkan arahnya, transportasi ini dibagi menjadi anterograde flow dan
retrograde flow. Anterograde flow membawa keperluan akson yang disintesis
soma dengan bantuan kinesin, protein terkait mikrotubul sebagai penggerak.
Terbagi dalam 3 kecepatan, pada kecepatan rendah (0,5 – 10 mm/ hari) yang
dibawa protein dan filamen. Kecepatan sedang (10 - 20 mm/ hari) yang dibawa
mitokondria sementara neurotransmitter akan ditransfer dengan sangat cepat (20 –
400 mm/ hari). Pada retrograde flow biasanya dalam kecepatan cepat diperlukan
dyenin sebagai penggerak (Saladin, 2003). Molekul yang dibawa berupa sisa
metabolisme seperi lipofuscin dan peroksidase, dan hasil endositosis seperti toksin
dan virus, seperti toksin tetanus, virus polio dan sebagainya (Junqueira, 2005).
5. Mekanisme Reparasi Cedera Neuron
Karena tidak terlindungi secara kuat, serabut saraf tepi sangat mudah
mengalami kerusakan (Saladin, 2003). Ditambah lagi ketidakmampuan regenerasi
Neuron. Namun dengan bantuan perikarion (soma), pertumbuhan cabang neuron
masih dimungkinkan (Junqueira, 1997). Sementara neuron yang rusak akan
mengalami degenerasi akan dibersihkan dari sistem untuk digantikan dengan
jaringan parut – tugas sel glia. (Sherwood, 2010).
Mekanisme reparasi processus neuron yang rusak dimungkinkan dengan
soma dan neurilemma yang masih utuh (Parker, 2007). Kehidupan segmen
proksimal yang masih berhubungan dengan perikarion masih terakomodasi
sebaliknya segmen distal yang terputus harus mengalami degenerasi. Pada
beberapa minggu pertama (bisanya selama 2 minggu), butir- butir nissl akan
mengalami disolusi dengan penurunan jumlah basofil sitoplasma yang disebut
kromatolisis. Kemudian sitoplasma akan mengalami peningkatan yang diikuti
nukleus bermigrasi ke perifer. Pada waktu yang bersamaan, segmen distal
mengalami degenerasi dan makrofag menghilangkan debris kecuali neurilemma
dan endoneurium. Kemudian pada minggu ketiga, sel efektor mengalami atrofi
gradual dari sebelumnya dan sel schwann mulai dibentuk dari sisa neurilemma
dan endoneurium, sel- sel ini dibuat semacam tabung untuk mengarahkan tunas
segmen proksimal yang kemudian tumbuh 3- 5 mm/hari. Pada bulan ketiga, maka
reparasi neuron telah siap. Jika akson tidak dapat masuk ke tabung yang dibentuk
neurilemma maka pertumbuhan segmen proksimal berantakan dan organ efektor
akan terus mengalami atrofi karena denervasi (Junqueira, 1997: 185).
Jika tidak ada neurilemma maupun endoneurium akan menyebabkan
neuroma yaitu pembengkakan bonggol dengan nyeri spontan. Pada saraf tipe
campuran jika terjadi interposisi antara serat sensoris dan end plate serat motorik
maka fungsi efektor juga tidak akan terbentuk (Junqueira, 1997: 186).
Mekanisme perbaikan dari waktu ke waktu (Junqueira, 2005) dan degenerasi
axon distal yang terputus (Parker, 2007)
6. Protektor dan Pendukung Viabilitas Sistem Saraf Pusat
Menurut Patrick (2007), “Regenerasi alami jarang terjadi dalam serat saraf
otak dan sumsum tulang.” Oleh karena keterbatasannya, perlindungan yang kuat
mutlak diperlukan pada sistem saraf pusat terlebih fungsinya yang esensial bagi
kehidupan manusia.
Neuroglia membangun 90% sistem saraf pusat. Neuroglia berguna dalam
menopang viabilitas sistem saraf pusat. Neuroglia dibedakan dengan neuron yang
menghantarkan impuls saraf, neuroglia mempertahankan metabolisme dan
kelangsungan hidup saraf ditambah kemampuan neuroglia yang dapat
memperbanyak diri. Untuk sistem saraf pusat ada 4 jenis neuroglia yakni, astrosit,
oligodendrosit, ependimal dan mikroglia (Sherwood, 2010).
Neuroglia bersama neuron di sistem saraf pusat (Saladin, 2003).
Astrosit dinamakan sesuai bentuknya yang seperti bintang (astro= bintang).
Selama perkembangan sistem saraf pusat sistem saraf yang begitu kompleks
memerlukan tuntunan agar berdiferensiasi ke arah yang tepat, astrosit akan
bertindak sebagai perancah perkembangan neuron. Tonjolan/ prosesus astrosit
merupakan sawar otak. Astrosit akan mengisi ruangan kosong bekas sel neuron
rusak yang dibersihkan dengan jaringan parut (sklerosis) - astrositosis. Ketika
neurotransmiter inhibitorik seperti GABA dan eksitatorik seperti Glutamat dalam
jumlah banyak di cairan ekstraselular maka akan diserap oleh astrosit. Selain
neurotransmiter, astrosit juga menyerap jumlah kalium berlebih yang dapat
mengganggu perbedaan potensial membran. Selain itu, astrosit juga dianggap
berkomunikasi dengan sel neuron dan neuroglia lainnya dengan pelepasan ion
kalsium ketika glutamat melekat pada reseptor sel astrosit (Sherwood, 2010).
Oligodendrosit seperti sel schwann berfungsi untuk membentuk mielin
mengelilingi akson. Ependimal berfungsi untuk membatasi rongga ventrikel dan
kanalis sentralis, bahkan terlibat dalam mengalirkan cairan serebrospinal dengan
sel silia-nya. (Junqueira, 2005).
Tabel 2.1. tipe neuroglia dengan masing- masing fungsinya (Saladin, 2003).
Type Function
Neuroglia di Sistem Saraf Pusat
Astrosit 1. Melindungi permukaan otak dan neuron yang tidak
memiliki sinaptik (substantia grisea)
2. Memberikan bentuk sistem saraf pusat
3. Menginduksi pembentukan sawar darah di otak
4. Menutrisi neuron
5. Membentuk faktor pertumbuhan untuk menstimulasi
pertumbuhan neuron
6. Berkomunikasi dengan neuron dan mungkin
mempengaruhi proses sinapsis
7. Menyerap neurotransmitter dan ion kalium dari cairan
ekstraselular otak
8. Menjaga komposisi cairan ekstraselular otak
9. Mengisi ruang kosong bekas neuron yang degenratif
Ependimal Membatasi pembentukan rongga neural tube secara
embriologi dan membentuk cairan serebrospinal
Oligodendrosit Membentuk mielin di otak dan sumsum tulang
Microglial Memfagosit dan menghancurkan mikroorganisme, benda
asing dan jaringan saraf yang rusak
Neuroglia di Sistem Saraf Tepi
Sel Schwann Membentuk neurilemma dan mielin, membantu regenerasi
neuron yang rusak
Sel satelit Fungsi masih belum diketahui
Selain perlindungan di tingkat sel oleh neuroglia, proteksi mekanik juga
diperlukan. Misalnya otak yang dilindungi oleh kranium dan medula spinalis oleh
columma verterbrata. Selain perlindungan mekanik tersebut, sistem saraf masih
dilindungi oleh meningen dan cairan serebrospinal. Tidak seperti organ tubuh
lainnya, kapiler pembuluh darah yang mengantarkan oksigen, nutrisi dan
keperluan metabolisme lainnya juga harus melalui sawar otak yang sangat
protektif.
Potongan bidang frontalis pada sinus
sagitalis superior yang dirotasi 90o dengan
menunjukan bagian- bagian meningen
(Parker, 2007).
Meningen tersusun atas 3 lapisan yakni, duramater, araknoid mater,
piamater. Selain melapisi dan memberi bantalan sistem saraf pusat melalui cairan
serebrospinal di arakhnoid mater, meningen juga memberikan nutrisi bagi sistem
saraf pusat karena pada piamater memiliki banyak pembuluh darah (Mader, 2004:
146). Lapisan- lapisan pada meningen pun diberi nama sesuai fungsinya yakni
mater yang berarti ibu. Duramater merupakan lapisan terkuat dari meningen
dimana terdiri atas 2 lapisan. Kedua lapisan ini pada bagian tertentu akan
membentuk sinus dura/vena yang merupakan parit untuk pengembalian darah dan
cairan serebrospinal masuk ke dalam sistem sirkulasi. Araknoid mater bebentuk
seperti jaring laba- laba (araknoid = seperti laba- laba) memiliki ruangan
dibawahnya dengan piamater yang disebut dengan ruang subarakhnoid. Di
ruangan ini berisi cairan serebrospinal dan terdapat vilus araknoidalis untuk
menyerap cairan serebrospinal untuk diteruskan ke sinus (Sherwood, 2010). Pada
sumsum tulang belakang, piamater secara interval memanjang ke dinding sekitar
sumsum tulang belakang, yang dikenal sebagai ligamentum dentikulatum,
berguna untuk mencegah pergerakan sumsum tulang di dalam kanal sepanjang
kolumna vertebralis (Saladin, 2003) diakhiri pada ligamentum kosigeal pada
ujung filum terminalis (Snell, 2006b).
Cairan serebrospinal merupakan bantalan bagi jaringan sistem saraf pusat
yang lunak. Selain meredam guncangan dan mencegah benturan dengan tulang,
pertukaran metabolit pada cairan interstitium otak lebih besar dipengaruhi oleh
cairan serebrospinal daripada komposisi plasma darah. Dibentuk dari pleksus
koroideus yang terdapat di ruang ventrikel lateral otak. Pada atap ventrikel kuartus
terdapat 3 lubang ke ruang subarakhnoid menurut Hollisand (1974), ventrikulus
quartus terletak eksentrik di dorsal medula spinalis, dinding dorsalnya lebih tipis.
Sementara tekanan cairan serebrospinal dapat dipertahankan di 10 mmHg dengan
sirkulasi setiap tiga kali perhari dalam jumlah 125-150 mL (Sherwood, 2010).
Aliran cairan serebrospinalis dari pleksus
koroideus mengisi ruangan ventrikel
hingga ruang subaraknoid (Parker, 2007)
Pembuluh darah otak sangat diatur ketat, jauh lebih ketat daripada kapiler
darah pada bagian tubuh lainnya. Meskipun hiperkalemia terjadi, konsentrasi ion
K+ relatif konstan di cairan interstitium otak. Pada sawar otak, kapiler hampir
tidak memiliki pori disatukan oleh taut erat. Zat laruk lemak (O2, CO2, alkohol
dan hormon steroid) mampu melewati mebran sel kapiler. Air dapat dengan
mudah berdifusi sedangkan zat lain (glukosa, asam amino dan ion- ion) dibawa
oleh messenger bersesuaian agar dapat terikat ke membran untuk kemudian
masuk menembus membran sel. Hal ini dimaksudkan agar sistem saraf pusat
dapat terlindungi dari fluktuasi kimia berlebih dan berbahaya (Sherwood, 2010).
Perbandingan
kapiler umum dan
Sistem sawar otak
(Sherwood, 2001).
7. Sistem Saraf Pusat sebagai Pusat Pengolahaan Informasi
Secara embriologi, sistem saraf pusat manusia berasal dari ectoderm yang
membentuk neural plate kemudian menebal membentuk lubang neural tube
hingga menjadi beberapa daerah yang berbeda yang dapat dikelempokan secara
anatomis dan fungsionalnya (Junqueira, 2005).
Skema 2.3. Perkembangan embriologis sistem saraf pusat (Furqonita, 2005a).
Pada perkembangan primer ada tiga daerah yakni, prosensefalon,
mesensefalon dan rombensefalon. Ketiga daerah ini akan berkembang ke tahap
sekunder dimana prosensefalon akan membentuk telensefalon dan diensefalon
hingga masing- masing berdiferensiasi membentuk otak besar, otak kecil, batang
otak dan medula spinalis (Snell, 2006a). Medial neural tube akan membentuk
ventrikel dan kanalis sentralis. Aqueduktus serebralis (dikenal sebagai aqueduktus
sylvii) menghubungkan ventrikel ketida dan keempat. Pada ventrikel keempat
terdapat 3 foramen yang menghubungkannya dengan araknoid mater dari
meningens, 2 foramen Luschka di lateral dan 1 foramen Magendei di medial
(Furqonita, 2005a)
7.1 Serebrum
Serebrum adalah bagian otak manusia yang terbesar. Serebrum merupakan
tempat terminal dari impuls sensoris yang masuk sebelum respon motorik
dikeluarkan. Proses berpikir seperti belajar, daya ingat, bahasa dan sebagainya
yang diperlukan manusia dalam kehidupan adalah intergrasi yang diproses di
serebrum (Mader, 2004). Serebrum dibagi menjadi 2 bagian yakni, serebrum kiri
dan kanan yang dihubungkan oleh korpus kalosum yang mengandung 300 juta
akson (Sherwood, 2010). Substansia grisea merupakan lapisan korteks serebri di
bagian luar dan massa lain membentuk nukleus basalis yang terbenam di dalam
substansia alba. Substansia grisea yang berwarna abu- abu merupakan soma,
dendrit dan neuroglia. Sedangkan substansia alba yang berwarna putih disebabkan
mielin yang komposisinya merupakan 80% lipid (Junqueira, 1997).
Area fungsional korteks serebri, area brodmann (Furqonita, 2005a).
Serebrum memiliki 4 pasang lobus yang mempunyai area untuk
menanggung jawabi aktivitas yang berlainan. Masing- masing lobus terdapat area
dengan spesialisasi yang lebih terinci. Area motorik primer tepat di anterior sulkus
sentralis, daerah ini memberikan perintah ke otot- otot rangka kontralateral yang
mengontrol masing- masing tubuh secara yang bebeda (Mader, 2004).
Kemampuan kontrol sensorik ditanggung jawabi oleh area somatosensori primer.
Area ini terletak di posterior sulkus sentralis dan terletak di lobus parietalis.
Informasi dari somatostetik dan propriosepsi diterima di daerah ini. Homunkulus
adalah pemetaan lokasi dan kontrol korteks motorik/ sensorik pada beberapa
bagian. Luas presentasi homunkulus motorik sebanding dengan tingkat kesulitan
dan ketepatan kontrol motorik. sensorik yang diperlukan oleh (Sherwood, 2010).
Homunkulus sesorik dan motorik (Furqonita, 2005a).
Untuk kontrol motorik, terdapat area motorik suplementer di medial
hemisfer yang berhubungan dengan persiapan pemrograman rangkaian gerakan
kompleks. Ada lagi area pramotorik di lateral hemisfer yang penting dalam
orientasi tubuh dengan tuntunan informasi dari korteks parietalis.Terdapat area
asosiasi yang terlibat dalam fungsi yang lebih kompleks. Terdapat 3 area asosiasi
yakni, korteks asosiasi prafrontalis yang terlibat dalam fungsi eksekutif (Guyton,
2007), korteks asosiasi parietalis- temporalis-oksipitalis yang memberitahukan
lingkungan sekitar secara lengkap dengan menyatukan informasi dari lobus
parietalis (sensoris somatik), temporalis (auditorik) dan oksipitalis (visual) dan
yang terakhir korteks asosiasi limbik berkaitan dengan emosi dan motivasi secara
ekstensif ketelibatan dalam memori eksplisit- episodik (Sheerwood, 2010).
Kemampuan berbahasa terdapat di area brocca dan wernicke (Mader,
2004). Area brocca bertanggung jawab untuk kemampuan berbicara dengan
mengontrol otot- otot artikulasi dan area wernicke berhubungan dengan
kemampuan pemahaman bahasa (Sherwood, 2010).
Sebagaimana dijelaskan bahwa terdapat masa substansia grisea yang
berada di dalam substantia alba disebut nuklei basalis (ganglia basalis). Informasi
yang melewati nukleus basalis ini terintergrasi dengan serabut motorik dimana
impuls akan diaktivasi atau dibatasi agar pola gerakan yang tidak berguna dapat
dieliminasi (Mader, 2004). Tidak seperti serbelum yang lebih terlibat dalam
keseimbangan dan mampu meningkatkan impuls motorik, ganglia basalis hanya
dapat mengeliminasi dan terlibat dalam gerakan yang volunter, postur tubuh dan
penyangga. (Sherwood, 2010).
Potongan frontalis otak untuk menunjukan area ganglia basalis yang merupakan
substansia grisea di dalam substansia alba (Furqonita, 2005a).
7.2 Regio Diensefalon
Hipotalamus dan talamus adalah regio yang dimaksud diensefalon yang
mengelilingi ventrikel ketiga. Hipotalamus merupakan lantai dari ventrikel ketiga
yang berfungsi dalam mengatur banyak fungsi homeostasis, seperti pengaturan
suhu, rasa lapar, jumlah cairan dengan pelepasan hormon untuk mengontrol rasa
haus dan pengeluaran urin, terlibat dalam pengaturan homeostasis yang lebih luas
dengan melibatkan sistem saraf otonom dan endokrin (sistem neuroendokrin).
Juga berperan dalam pola perilaku dan emosi dalam sistem limbik (Guyton, 2007)
Terdapat juga kelenjar pinealyang memproduksi melantonin, salah satu kimia
yang terlibat dalam siklus tidur (Snell, 2006b).
Talamus terletak di sisi dan atap ventrikel ketiga. Talamus befungsi
sebagai stasiun penyambung dan intergrasi sinaps untuk pengolahan pendahuluan
semua masukan sensorik dalam perjalanan sebelum ke korteks. Impuls sensorik
akan diarahkan korteks somatosensorik yang sesuai. Talamus juga menentukan
kesadaran kasar terhadap sensasi tetapi intensitas dan lokasi tetap dilakukan
korteks serebri. Talamus juga dapat memperkuat impuls motorik yang diteruskan
ke efektor (Sherwood, 2010).
Talamus yang terletak diatas batang otak, beberbentuk seperti telur bedampingan
merupakan stasiun pengantar (Parker, 2007).
7.3 Serebelum
Seperti serebrum, serebelum dipisahkan menjadi 2 hemisfer yang terletak
di fossa cranii posterior terpisah dengan batang otak oleh ventrikel quartus.
Namun serebelum memiliki hubungan dengan bagian- bagian disekitarnya yakni
penduculus cerebellaris superior dengan mesensefalon, penduculus cerebellaris
media dengan pons dan penduculus cerebellaris inferior dengan medulla
oblongata (Snell, 2006b). Serebelum memiliki intergrasi dengan bagian otak
lainnya. Serebelum menerima input sensorik dari mata, telinga, persendian dan
kaki dalam menjaga keseimbangan tubuh dengan mengeluarkan output ke otot-
otot rangka dalam menjaga keseimbangan (Mader, 2004).
7.4 Batang otak
Batang otak terdiri dari otak tengah, pons dan medula oblongata. Otak
tengah bertindak sebagai stasiun penguhubung antara batang otak dengan
serebrum. Otak tengah banyak memiliki serabut aferen dan eferen (Snell, 2006a).
Pons banyak mengandung axon transversal yang berada diantara
serebelum dan sistem saraf pusat lainnya (Snell, 2006a). Pons bersama medula
oblongata juga berfungsi dalam mengatur refleks gerakan kepala sebagai respons
terhadap rangsangan penglihatan dan pendengaran (Mader, 2004). Medula
oblongata menyalurkan serabut asenden dan densenden seperti bagian brainstem
lainnya(Snell, 2006b). Medulla oblongata memiliki fungsi refleks dalam mengatur
pernapasan, denyut jantung, pelebaran- penyempitan pembuluh darah. Selain itu
juga terdapat refleks lainnya seperti muntah, batuk, bersin, bersedu dan menelan
(Sherwood, 2010).
Saraf kranial yang keluar dari batang otak (Furqonita, 2005b).
Selain fungsi tersebut, batang otak memiliki sebagian besar inti- inti saraf
kranial. Menurut Furqonita (2005b), otak tengah misalnya memiliki inti saraf
kranial ketiga dan keempat, pons memiliki inti saraf kranial kelima sampai
ketujuh sedangkan medula oblongata memiliki inti saraf kranial kedelapan hingga
keduabelas. Disepanjang batang otak berjalan suatu jaringan yang berseling
menerima dan mengintergrasikan seluruh sinaps yang disebut formasio retikularis
sampai ke thalamus terlibat dalam kesadaran. Serat- serat yang naik ini akan
mengaktifkan korteks dan memberikan kewaspadaan melalui sistem aksivasi
retikuler yang juga disusun serat- serat tersebut (Sherwood, 2010).
7.5 Sumsum tulang
Sumsum tulang belakang terletak di dalam rongga kolumna vertebralis.
Dengan panjang sekitar 45 cm dan tebal 1,8 cm memanjang dari vertebra servikal
I hingga vertebra lumbal III saat lahir. Karena pertumbuhan tulang vertebra jauh
lebih cepat dari sumsum tulang belakang sehingga saat dewasa, sumsum tulang
sebatas vertebra lumbal I (Saladin, 2003). Di bagian inferior regio servikal
terdapat pembesaran (intumescentia) yang mempersarafi daerah extremitas atas.
Hal serupa terjadi di lumbosakralis mempersarafi extremitas bawah. Dibawah
pembesaran lumbosakralis terdapat penyempitan membentuk corong yang mana
dari regio lumbosakralis ini keluar serabut saraf yang mengisi kolumna vertebra
L2 - S5 disebut cauda equina (Snell, 2006b).
Pada sumsum tulang, lapisan luar disusun substansia alba dan dibagian
dalam substansia grisea yang membentuk gambaran seperti huruf H (Mader,
2004). Dari substantia grisea terdapat 2 akar yang keluar yakni, akar dorsal yang
mengandung saraf sensorik aferen sedangkan substansia alba terdapat 2 akar
yakni, akar ventral yang mengandung saraf motorik eferen. Masing- masing
substansia ini tersusun kumpulan serabut yang disebut kolom atau funiculi, pada
substansia alba terdapat funiculus dorsal, lateral dan ventral (Saladin, 2003: 485)
sedangkan pada substantia grisea terdapat funiculus anterior (ventral), posterior
(dorsal) dan intermedia pada regio torakalis (Putz, 2006: 345).
Penampang transversal sumsum tulang belakang manusia berikut columna
vertebralis yang melindunginya (Parker, 2007).
Di sepanjang sumsum tulang belakang terdapat berkas- berkas saraf yang
dikelompokan menjadi traktus. Traktus ini berawal atau berakhir di bagian otak
tertentu. Dalam traktus ini bisa mengalami penyilangan (decussation) maka tujuan
pengontrolan tubuh adalah berlawanan terhadap asal perintah disebut sebagai
kontralateral. Sebaliknya, traktus yang tidak mengalami penyilangan mengontrol
bagian tubuh sesuai asalnya, ipsilateral (Saladin, 2003). Pembagian traktus
berdasarkan arah impuls yakni, traktus asendens dan traktus desendens, biasanya
dinamakan berdasarkan asal dan ujungnya (Sherwood, 2004). Traktus asendens
mengantarkan impuls sensorik yang terbagi atas 3 orde yaitu, Orde pertama
membawa impuls dari sumsum tulang belakang ke batang otak. Orde kedua
membawa impuls hingga stasiun penghubung- talamus dan yang terakhir orde
ketiga berakhir di korteks serebri (Snell, 2006a). Traktus desendens dibagi
menjadi dua yakni, upper motor neuron yang dimulai dari soma di korteks serebri
atau batang otak dan aksonnya berkahir di lower motor neuron di batang otak atau
medula spinalis (Saladin, 2003).
Traktus sumsum tulang belakang pada T4 (Saladin, 2003).
Menurut Sherwood (2001), “Refleks adalah respons yang terjadi secara
otomatis tanpa usaha sadar.” Dengan demikian, refleks adalah suatu reaksi yang
cepat, tanpa disadari, stereotipikal terhadap kelenjar atau otot karena stimulasi.
Selain melibatkan suatu gerakan nyata(Saladin, 2003).
Tabel 2.2. Traktus Spinal Mayor (Saladin, 2003)
Traktus Kolum Penyilangan Fungsi
Traktus Asendens (Sensorik)
Fasikulus
Gracilis
Dorsal Medula Posisi - pergerakan
Ekstremitas, sentuhan dalam,
nyeri viseral, getaran,
dibawah T6
Fasikulus
Kuneatus
Dorsal Medula Sama seperi fasikulus
gracilis, diatas T6
Spinotalamikus Lateral
Ventral
Medula
Spinalis
Sentuhan ringan, gatal, suhu,
nyeri dan tekanan
Spinoserebellar
Dorsalis
Lateral - Propriosepsi
Spinoserebellar
Ventralis
Lateral Medual
Spinalis
Sama seperi spinocerebellar
dorsalis
Traktus Desendens (Motorik)
Kortikospinal
lateralis
Lateral Medula Kontrol halus extremitas
Kortikosinal
ventralis
Vetral - Kontrol halus extremitas
Tektospinal Lateral dan
ventral
Otak tengah Refleks memutar kepala
sebagai repons terhadap suara
dan visual
Retikulospinal
lateralis
Lateral - Postur dan keseimbangan.
Regulasi terhadap nyeri
Retikulospinal
medialis
Ventral - Seperi retikulospinal lateralis
Vestibulospinal Ventral - Keseimbangan dan postur
tubuh
Gerak refleks timbul ketika impuls masuk tanpa dikelola di otak, melalui
interneuron impuls dilanjutkan ke saraf motori (Mader, 2004). Jalannya impuls
pada suatu refleks disebut lengkung refleks.
Refleks regang otot merupakan manifestasi yang paling sederhana.
Kumparan otot yang merupakan reseptor akan mengirim informasi berupa
panjang otot atau kecepatan perubahan panjang otot medula spinalis melalui saraf
aferen dan dari interneuron akan dikirimkan informasi ke otot tersebut. Ketika
otot diregangkan secara tiba- tiba, impuls akan merangsang eksitasi yang timbul
menyebabkan refleks kontraksi pada otot yang teregang dan otot- otot sinergisnya
dalam menjaga keseimbangan tubuh. Sehingga gerakan tubuh dapat dipertahankan
dengan umpan balik semacam ini. Refleks tendo salah satunya refleks patela
merupakan salah satu bentuk refleks lainnya. Refleks tendon golgi yang akan
menghambat refleks apabila tegangan pada tendon meningkat. Hal ini dilakukan
dalam mencegah otot robek (Guyon, 2007). Selain itu, refleks yang paling nyata
adalah refleks nyeri (refleks nosiseptif) adalah suatu refleks fleksor anggota tubuh
dalam merespons stimulus nyeri pada kulit guna menjauhkan bagian tubuh dari
rangsangan nyeri. Pola ini sering disebut juga refleks menarik (Sherwood, 2010).
Bersamaan refleks fleksi, pada tubuh kontralateral akan melakukan
ekstensi. Refleks ini disebut refleks ekstensor silang. Ekstensi ini bertujuan agar
tubuh keseluruhan ditarik dari stimulus nyeri dengan ekstensi ekstremitas atas
(Guyton, 2007) dan menopang tubuh dalam keadaan tidak seimbang karena
refleks fleksi pada salah satu extremitas bawah (Sherwood, 2010).
8. Sistem Saraf Tepi antara Sistem Saraf Pusat dan Efektor
Serat saraf berkumpul yang disebut saraf. Satu unit akson akan ditutupi
mielin yang dihasilkan oleh sel schwann dan dibagain luar sel schwann ini
terdapat satu lapisan fibrous yang disebut basal lamina/ endoneurium (Saladin,
2003). Beberapa akson ini berkumpul menjadi suatu fasikel yang dibungkus oleh
perineurium. Beberapa fasikel ini akan membentuk serat yang diselubungi
perineurium (Junqueira, 2005).
Sebuah serat saraf memiliki lapisan- lapisan pembungkus dan jaringan ikat kuat
memberikan perlindungan (Parker, 2007).
Sistem saraf tepi dibagi menjadi dua divisi utama yakni sensorik (aferen)
dan motorik (eferen). Pada kontrol motorik, ada divisi somatik dan divisi otonom,
berdasarkan kontrol yang terjadi secara sadar dan tidak sadar (Saladin, 2004).
Secara anatomis, divisi utama ini dapat dibagai berdasar tempat keluarnya- saraf
kranial ataupun saraf spinal (Mader, 2004).
Tabel 2.3. Dua belas pasang saraf kranial dan beberapa saraf spinal (Mader, 2004).
Saraf Kranial Tipe Lokasi Awal Lokasi Tujuan
Olfaktori (I) Sensoris Olfactory bulb Reseptor olfaktori
Optik (II) Sensoris Talamus Retina untuk
penglihatan
Okulomoti (III) Motor Otak tengah Otot penglihatan, pupil
(Termasuk Kelopak
mata dan lensa)
Troklearis (IV) Motor Otak Tengah Otot penglihatan
Trigeminal (V) Campuran Pons Gigi, mata, kulit dan
lidah
Abdusens (VI) Motor Pons Otot penglihatan
Facial (VII) Campuran Pons Otot wajah (ekspresi
wajah) dan kelenjar
saliva
Vestibulokoklearis
(VIII)
Sensor Pons Telinga bagian dalam
(Pendengaran dan
keseimbangan)
Glosofaringeal
(IX)
Campuran Medula Oblongata Faring
Vagus (X) Campuran Medula Oblongata Organ tubuh dalam
Aksesorius (XI) Motor Medula Oblongata Otot leher dan
punggung
Hipoglosus (XII) Motor Medula Oblongata Otot lidah
Saraf Spinal Keterlibatan Fungsi
Muskulokutaneus C5 – T1 Otot lengan sisi anterior dan kulit lengan
bawah
Radialis C5 – T1 Otot lengan sisi posterior dan kulit lengan
bawah dan tangan
Medianus C5 – T1 Otot lengan bawah, otot dan kulit tangan
Ulnaris C5 – T1 Otot lengan bawah dan tangan, kulit tangan
Frenikus C3 – C5 Diafragma
Intercostal T2 – T12 Otot intercostalis, abdomen, kulit trunkus
Femoral L2 – L4 Otot dan kulit extremitas bawah
Sciatic L4 – S3 Otot dan kulit extremitas bawah
Ganglion adalah adalah kumpulan soma neuron dan neuroglia- sel satelit
yang berfungsi sebagai stasiun penyambung yang mentransmisikan impuls saraf.
Neuron ganglion sensorik biasanya pseudounipolar dan berakhir di substansia
grisea sumsum tulang. Neuron ganglion otonom (motorik) berupa multipolar pada
saraf otonom (Junqueira, 1997). Letak ganglion simpatis lebih dekat ke sistem
saraf pusat dengan neurotransmiter norepinefrin sedangkan ganglion parasimpatis
lebih dekat ke organ efektor dengan neurotransmiter asetilkolin (Mader, 20004).
Distribusi saraf simpatis dan parasimpatis (Mader, 2004).
Referensi
Parker Steve, “Sistem Saraf”, Ensiklopedia Tubuh Manusia (2007), hal. 66- 92.
Snell Richard. 2006a. Neuroanatomi Klinik. Edisi Kelima. Jakarta: EGC.
__________ 2006b. Anatomi Klinik. Edisi Keenam. Jakarta: EGC.
Hollinshead William Henry. 1974. Textbook of Anatomy. Edisi Ketiga. New York:
Harper and Row Publishing, Inc..
Guyton Arthur C., Hall John E.. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi
Kesebelas. Jakarta: EGC.
Sherwood Lauralee. 2010. Physiology from Cell to System. Edisi Ketujuh. Kanada:
Brooks/Cole.
Sherwood Lauralee. 2001. Fisiologi dari Sel ke Sistem. Edisi Kedua. Jakarta:
EGC.
Saladin Kenneth. 2003. Anatomy & Physiology: A Unity of Form and Function.
Edisi Ketiga. New York: McGraw-Hill.
Mader Sylvia S.. 2004. Understanding Human Anatomy Physiology. Edisi Kelima.
New York: McGraw-Hill.
Junqueira Carlos L., Carneiro Josè, Kelley Roberto. 2005. Basic Histology: Text
and Atlas. Edisi Kesebelas. New York: McGraw-Hill.
Furqonita Deswaty. (2005a), Sistem Saraf – Cerebrum, lecture handouts:
Anatomi, Universitas Indonesia, Jakarta.
Furqonita Deswaty. (2005b), Diencephalon dan Batang Otak, lecture handouts:
Anatomi, Universitas Indonesia, Jakarta.
Putz Reinhard, Pabst Reinhard. 2006. Atlas Anatomi Manusia Sobotta Jilid 1.
Edisi Keduapuluhdua. Jakarta: EGC.