Post on 13-Aug-2015
description
TUGAS RADIOKIMIA
PENEMUAN SINAR X
Oleh :
Andreas Asep S (K3310007)
Dhini Andriyani (K3310023)
Istiqomah Addiin (K3310044)
PENDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2013
2
BAB I
PENDAHULUAN
Wilhelm Conrad Roentgen seorang ahli fisika di Universitas Wurzburg,
Jerman, pertama kali menemukan sinar Roentgen pada tahun 1895 sewaktu
melakukan eksperimen dengan sinar katoda. Saat itu dia melihat timbulnya sinar
fluoresensi yang berasal dari krostal barium platinosianida dalam tabung Crookes-
Hittorf yang dialiri listrik. Ia segera menyadari bahwa fenomena ini merupakan suatu
penemuan baru sehingga dengan gigih ia terus menerus melanjutkan penyelidikannya
dalam minggu-minggu berikutnya. Tidak lama kemudian ditemukanlah sinar yang
disebutnya sinar baru atau sinar X. Baru di kemudian hari orang menamakan sinar
tersebut sinar Roentgen sebagai penghormatan kepada Wilhelm Conrad Roentgen.
Penemuan Roentgen ini merupakan suatu revolusi dalam dunia kedokteran
karena ternyata dengan hasil penemuan itu dapat diperiksa bagian-bagian tubuh
manusia yang sebelumnya tidak pernah dapat dicapai dengan cara-cara konvensional.
Salah satu visualisasi hasil penemuan Roentgen adalah foto jari-jari tangan istrinya
yang dibuat dengan mempergunakan kertas potret yang diletakkan di bawah tangan
istrinya dan disinari dengan sinar baru itu
.
(a) (b) (c)
Gambar 1. (a) Wilhelm Conrad Roentgen, (b) Istri W.C Roentgen, (c) Foto jari-jari
istri W.C Roentgen.
3
Roentgen dalam penyelidikan selanjutnya segera menemukan hampir semua
sifat sinar Roentgen, yaitu sifat-sifat fisika dan kimianya. Namun ada satu sifat yang
tidak sampai diketahuinya, yaitu sifat biologik yang dapat merusak sel-sel hidup.
Sifat yang ditemukan Roentgen antara lain bahwa sinar ini bergerak dalam garis
lurus, tidak dipengaruhi oleh lapangan magnetic dan mempunyai daya tembus yang
semakin kuat apabila tegangan listrik yang digunakan semakin tinggi, sedangkan di
antara sifat-sifat lainnya adalah bahwa sinar ini menghitamkan kertas potret.
Dalam makalah ini akan dijelaskan beberapa hal yang berkaitan dengan sinar
X. Semoga dengan makalah ini, bisa memberikan tambahan pengetahuan kepada para
pembaca.
4
BAB II
ISI
A. PENEMUAN SINAR X
Sinar-X ditemukan pertama kali oleh fisikawan berkebangsaan Jerman
Wilhelm C. Roentgen pada tanggal 8 November 1895. Saat itu Roentgen bekerja
menggunakan tabung. Dia mengamati nyala hijau pada tabung yang sebelumnya
menarik perhatian Crookes. Roentgen selanjutnya mencoba menutup tabung itu
dengan kertas hitam dengan harapan agar tidak ada cahaya tampak yang dapat lewat.
Namun setelah ditutup ternyata masih ada sesuatu yang dapat lewat. Roentgen
Menyimpulkan bahwa ada sinar-sinar tidak tampak yang mampu menerobos kertas
hitam tersebut.
Pada saat Roentgen menyalakan sumber listrik tabung untuk penelitian sinar
katoda, beliau mendapatkan bahwa ada sejenis cahaya berpendar pada layar yang
terbuat dari barium platino cyanida yang kebetulan berada di dekatnya. Jika sumber
listrik dipadamkan, maka cahaya pendar pun hilang. Roentgen segera menyadari
bahwa sejenis sinar yang tidak kelihatan telah muncul dari dalam tabung sinar katoda.
Karena sebelumnya tidak pernah dikenal, maka sinar ini diberi nama sinar-X. Namun
untuk menghargai jasa beliau dalam penemuan ini maka seringkali sinar-X itu
dinamai juga sinar Roentgen.
Nyala hijau yang terlihat oleh Crookes dan Roentgen akhirnya diketahui
bahwa sinar tersebut tak lain adalah gelombang cahaya yang dipancarkan oleh
dinding kaca pada tabung sewaktu elektron menabrak dinding itu, sebagai akibat
terjadinya pelucutan listrik melalui gas yang masih tersisa di dalam tabung. Pada saat
yang bersamaan elektron itu merangsang atom pada kaca untuk mengeluarkan
gelombang elektromagnetik yang panjang gelombangnya sangat pendek dalam
bentuk sinar-X. Sejak saat itu para ahli fisika telah mengetahui bahwa sinar-X dapat
dihasilkan bila elektron dengan kecepatan yang sangat tinggi menabrak atom.
5
Tergiur oleh penemuannya yang tidak sengaja itu, Roentgen memusatkan
perhatiannya pada penyelidikan sinar-X. Dari penyelidikan itu beliau mendapatkan
bahwa sinar-X dapat memendarkan berbagai jenis bahan kimia. Sinar-X juga dapat
menembus berbagai materi yang tidak dapat ditembus oleh sinar tampak biasa yang
sudah dikenal pada saat itu. Di samping itu, Roentgen juga bisa melihat bayangan
tulang tangannya pada layar yang berpendar dengan cara menempatkan tangannya di
antara tabung sinar katoda dan layar. Dari hasil penyelidikan berikutnya diketahui
bahwa sinar-X ini merambat menempuh perjalanan lurus dan tidak dibelokkan baik
oleh medan listrik maupun medan magnet.
Sinar – X adalah foton benergi tinggi (1 – 100 kEV) dengan panjang
gelombang berorde 1 A. Sinar ini biasanya diproduksi dengan cara memberondong
target dengan seberkas elektron berenergi tinggi, sebagaimana tampak di gambar 16 –
1. Energi kinetik elektron – elektron di katoda dapat diabaikan, sehingga ketika
mengenai target, elektron – elektron tersebut akan memiliki energi kinetik K = eV.
Gambar 2. Skema tabung dalam sinar - X
6
Sifat-sifat Sinar X :
Mempunyai daya tembus yang tinggi Sinar X dapat menembus bahan dengan
daya tembus yang sangat besar, dan digunakan dalam proses radiografi.
Mempunyai panjang gelombang yang pendek Yaitu : 1/10.000 panjang
gelombang yang kelihatan
Mempunyai efek fotografi. Sinar X dapat menghitamkan emulsi film setelah
diproses di kamar gelap.
Mempunyai sifat berionisasi. Efek primer sinar X apabila mengenai suatu
bahan atau zat akan menimbulkan ionisasi partikel-partikel bahan zat tersebut.
Mempunyai efek biologi. Sinar X akan menimbulkan perubahan-perubahan
biologi pada jaringan. Efek biologi ini digunakan dalam pengobatan
radioterapi.
B. PEMBUATAN SINAR – X
Sinar-X dapat terbentuk apabila partikel bermuatan misalnya elektron oleh
pengaruh gaya inti atom bahan mengalami perlambatan. Elektron – Elektron yang
diberondong tersebut dapat berinteraksi dengan atom – atom target melalui beberapa
cara berbeda. Salah satu tipe interaksi elektron – elektron tersebut adalah melalui
nukleus – nukleus bermuatan positif. Jika sewaktu – waktu muatan mengalami
percepatan, maka muatan tersebut akan menghasilkan radiasi secara kuantum akan
berwujud foton bernergi hv yang sama dengan perubahan energi kinetik elektron,
yaitu hv = Ki – Kf. Sinar-X yang tidak lain adalah gelombang elektromagnetik yang
terbentuk melalui proses ini disebut sinar-X bremsstrahlung, istilah jerman yang
berarti radiasi yang mengalami “pengereman” atau “perlambatan”.
Sinar-X yang terbentuk dengan cara demikian mempunyai energi paling tinggi
sama dengan energi kinetik partikel bermuatan pada waktu terjadinya perlambatan.
7
Gambar3. Eksitasi elektron sinar-X
Ketika terjadi perlambatan dan menimbulkan sinar-X, sinar-X yang terjadi
umumnya memiliki energi yang berbeda-beda sesuai dengan energi kinetik elektron
pada saat terbentuknya sinar-X dan juga bergantung pada arah pancarannya.
Gambar 4. Proses pembentukan sinar-X memakai tabung katoda-anoda
Suatu elektron di dalam berkas elektron dapat menghasilkan sejumlah foton
sebelum mencapai keadaan diam. Foton yang paling energik tercipta tatkala sebuah
elektron kehilangan energi kinetik awalnya dalam suatu interaksi tunggal sehingga
8
menghasilkan foton tunggal dengan frekuensi maksimum atau panjang gelombanng
minimum yang dinyyatakan dengan
hvmaks=hcλmin
=eV
Dengan demikian, proses bremsstrahlung akan menghasilkan radiasi dengan
spektrum kontinu yang memiliki frekuensi atau gelombang pemutus (cut off) yang
bergantung pada tegangan akselerasi menurut persamaan di atas.
Sinar-X dapat juga terbentuk dalam proses perpindahan elektron-elektron
atom dari tingkat energi yang lebih tinggi menuju ke tingkat energi yang lebih
rendah, misalnya dalam proses lanjutan efek fotolistrik. Sinar-X yang terbentuk
dengan cara seperti ini mempunyai energi yang sama dengan selisih energi antara
kedua tingkat energi yang berkaitan. Karena energi ini khas untuk setiap jenis atom,
sinar yang terbentuk dalam proses ini disebut sinar-X karakteristik, kelompok sinar-X
demikian mempunyai energi farik. Sinar-X karakteristik yang timbul oleh
berpindahnya elektron dari suatu tingkat energi menuju ke lintasan k, disebut sinar-X
garis K, sedangkan yang menuju ke lintasan l, dan seterusnya. Sinar-X
bremsstrahlung dapat dihasilkan melalui pesawat sinar-X atau pemercepat partikel.
Gambar 5.Cuplikan spektrum sinar X yang dipancarkan oleh perak.
9
Pada dasarnya pesawat sinar-X terdiri dari tiga bagian utama, yaitu tabung
sinar-X, sumber tegangan tinggi yang mencatu tegangan listrik pada kedua elektrode
dalam tabung sinar-X, dan unit pengatur. Bagian pesawat sinar-X yang menjadi
sumber radiasi adalah tabung sinar-X. Didalam tabung pesawat sinar-X yang
biasanya terbuat dari bahan gelas terdapat filamen yang bertindak sebagai katode dan
target yang bertindak sebagai anode. Tabung pesawat sinar-X dibuat hampa udara
agar elektron yang berasal dari filamen tidak terhalang oleh molekul udara dalam
perjalanannya menuju ke anode. Filamen yang di panasi oleh arus listrik bertegangan
rendah (If) menjadi sumber elektron. Makin besar arus filamen IF, akan makin tinggi
suhu filamen dan berakibat makin banyak elektron dibebaskan persatuan waktu.
Elektron yang dibebaskan oleh filamen tertarik ke anode oleh adanya beda
potensial yang besar atau tegangan tinggi antara katode dan anode yang dicatu oleh
unit sumber tegangan tinggi (potensial katode beberapa puluh hingga beberapa ratus
kV atau MV lebih rendah dibandingkan potensial anode), elektron ini menabrak
bahan target yang umumnya bernomor atom dan bertitik cair tinggi (misalnya
tungsten) dan terjadilah proses bremsstrahlung. Khusus pada pemercepat partikel
energi tinggi beberapa elektron atau partikel yang dipercepat dapat agak menyimpang
dan menabrak dinding sehingga menimbulkan bremsstrahlung pada dinding. Beda
potensial atau tegangan antara kedua elektrode menentukan energi maksimum sinar-
X yang terbentuk, sedangkan fluks sinar-X bergantung pada jumlah elektron
persatuan waktu yang sampai ke bidang anode yang terakhir ini disebut arus tabung It
yang sudah barang tentu bergantung pada arus filamen It. Namun demikian dalam
batas tertentu, tegangan tabung juga dapat mempengaruhi arus tabung. Arus tabung
dalam sistem pesawat sinar-X biasanya hanya mempunyai tingkat besaran dalam
milliampere (mA), berbeda dengan arus filamen yang besarnya dalam tingkat ampere.
Namun pada perkembangan selanjutnya, pada tahun 1913, Collige
menyempurnakan penemuan Rontgen dengan memodifikasi tabung yang digunakan.
Tabung yang digunakan adalah tabung vakum yang didalamnya hanya terdapat 2
10
elektroda yaitu anoda dan katoda. Tabung jenis ini kemudian disebut Hot Chatoda
Tube dan merupakan tabung yang dipergunakan untuk pesawat Rontgen
konvensional yang sekarang.
Tabung yang digunakan adalah tabung vakum yang didalamnya hanya
terdapat 2 elektroda yaitu anoda dan katoda. Katoda / filamen tabung rontgen
dihubungkan ke transformator filamen. Transformator filamen ini akan memberi
supply sehingga mengakibatkan terjadinya pemanasan pada filamen tabung rontgen,
sehingga terjadi Thermionic Emission, dimana elektron-elektron akan membebaskan
diri dari ikatan atomnya, sehingga akan banyak terjadi elektron bebas dan
terbentuklah awan elektron.
Anoda dan katoda di hubungkan dengan transformator tegangan tinggi 10 KV
– 150 KV. Primer HTT diberi tegangan AC ( bolak-balik ) maka akan terjadi garis-
garis gaya magnet ( GGM ) yang akan berubah – ubah bergantung dari besarnya arus
yang mengalir. Akibat dari perubahan garig-garis gaya magnet ini akan menyebabkan
timbulnya gaya gerak listrik ( GGL ) pada kumparan sekunder, yang besarnya
tergantung dari setiap perubahan fluks pada setiap perubahan waktu ( E = - d Φ / dt ).
Dari proses ini didapatkanlah tegangan tinggi yang akan disuplay ke elektroda tabung
rontgen.
Pada saat anoda mendapatkan polaritas + dan katoda mendapat polaritas maka
elektron-elektron bebas yang ada disekitar katoda akan ditarik menuju anoda,
akibatnya terjadilah suatu loop ( rangkaian tertutup) maka akan terjadi arus elektron
yang berlawanan dengan arus listrik yang kemudian disebut arus tabung. Pada saat
yang bersamaan, elektron-elektron yang ditarik ke anoda tersebut akan menabrak
anoda dan ditahan. Jika tabrakan elektron tersebut tepat diinti atom disebut peristiwa
Breamstrahlung dan apabila menabraknya dielektron dikulit K, disebut K
Karakteristik. Akibat tabrakan ini maka terjadi hole-hole karena elektron-elektron
yang ditabrak tersebut terpental. Hole-hole ini akan diisi oleh elektron-elektron lain.
11
Perpindahan elektron ini akan menghasilkan suatu gelombang elektromagnetik yang
panjang gelombangnya berbeda-beda. Gelombang elektromagnetik dengan panjang
gelombang 0,1 – 1 A inilah yang kemudian disebut sinar X atau sinar Rontgen .
Gambar 6. Hot Chatode Tube
C. PEMBUATAN KARAKTERISTIK SPEKTRUM SINAR – X
Sinar X dipancarkan dalam transisi antara berbagai tingkat energi terisi yang
lebih rendah dari sebuah atom. Elektron – elektron terdalam terikat sedemikian
kuatnya sehingga ukuran lebar antara tingkat energinya memadai bagi pemancaran
foton dalam rentang panjang gelombang sinar – X. Sebaliknya ikatan elektron –
elektron terluar relatif lemah, dan lebar antara tingkat energinya hanyalah beberapa
elektronvolt; dengan demikian transisi antara tingkat – tingkat ini hanyalah
memberikan foton dalam spektrum cahaya tampak. Transisi “optik” ini akan dibahas
pasal berikut.
Karena semua kulit terdalam sebuah atom terisi penuh, maka transisi sinar – X
tidak akan pernah terjadi dalam keadaan normal. Sebagai contoh, sebuah eletron 2p
tidak akan pernah terjadi dalam keadaan normal. Sebagai contoh, sebuah elektron 2p
tidak dapat bertransisi ke subkulit 1s, karena semua atom setelah hidrogen memiliki
12
subkulit 1s yang terisi penuh. Untuk dapat mengamati transisi seperti ini, kita harus
membebaskan sebuah elektron dari subkulit 1s. Ini dapat dilakukan dengan
menembaki atom dengan berkas elektron (atau partikel lain) yang dipercepat hingga
mencapai energi yang cukup memadai untuk menendang keluar sebuah elektron 1s
setelah bertumbukan dengannya. (ini memerlukan tegangan pemercepat sekitar
10.000 V).
Begitu kita berhasil membebaskan satu elektron dari subkulit 1s, elektron dari
suatu subkulit lebih tinggi akan dengan segera bertransisi untuk mengisi kekosongan
tersebut, dengan memancarkan sebuah foton sinar – X dalam proses ini. Tentu saja,
energi foton sama dengan beda energi keadaan awal dan akhir elektron yang
bertransisi.
Ketika membebaskan elektron 1s, kita menciptakan suatu kekosongan dalam
kulit K. Semua sinar X yang dipancarkan dalam proses mengisi kekosongan ini
dikenal sebagai sinar X kulit K, atau secara singkat sinar X K. (sinar X ini
dipancarkan dalam transisi yang datangnya dari kulit L, M, N, . . . , tetapi mereka
dikenal oleh kekososngan yang mereka isi, bukan oleh kulit asal mereka). Sinar X K
yang berasal dari kulit n = 2 (kulit L) dikenal sebagai sinar X Kα, dan sinar X K yang
berasal dari tingkat – tingkat yang lebih tinggi dikenal sebagai Kβ, K γ , dan seterusnya.
Gambar 7 menggambarkan transisi – transisi ini.
Dapat pula terjadi bahwa penembakan atom dengan berkas elektron dapat
membebaskan sebuah eletron dari kulit L, dan elektron dari tingkat – tingkat tertinggi
akan segera berpindah ke bawah mengisi kekosongan itu. Foton yang dipancarkan
dalam berbagai transisi ini dikenal sebagai sinar X L. Sinar X deret L berenergi
rendah dikenal sebagai Lα, dan sinar X L lainnya dinamai menurut urutan
pertambahan energi seperti yang diperlihatkan pada gambar 7.
13
Gambar 7. Deret Sinar – X
D. RELASI MOSELEY
Kita belum meninjau beda energi dari subkulit dalam kulit utama. Sebagai
contoh, sinar X Lα dapat berasal dari salah satu subkulit tingkat n = 3 (3s, 3p, 3d) dan
berakhir pada salah satu subkulit tingkat n = 2 (2s, 2p). Karena energi berbagai
transisi ini agak berbeda , maka akan terdapat banyak sekali sinar X Lα, tetapi energi
masing - masing kecil sekali dibandingkan terhadap beda energi antara sinar X Lα dan
Lβ. Dalam praktek ternyata kita tidak melihat pemisahan energi yang kecil ini.
Marilah kita tinjau sinar X Kα secara lebih terinci. Sebuah elektron pada kulit
L dihalangi oleh dua elektron 1s, sehingga muatan inti efektif yang dirasakannya
adalah Zefektif≅ Z – 2. Apabila salah satu elektron 1s tersebut dibebaskan guna
menciptakan sebuah kekosongan dalam kulit – K, maka hanya elektron 1s tersisa
yang menghalangi kulit L, sehingga Zefektif≅ Z – 1. (Dalam perhitungan ini, kita
mengabaikan efek halang oleh elektron – elektron terluar karena sangat kecil; rapat
probabilitasnya memang tidak nol di dalam orbit kulit – L, tetapi pengaruhnya pada
Zefektif kecil sekali sehingga dapat diabaikan). Sinar X Kα dengan demikian dapat
dianalisis sebagai transisi dari kulit n = 2 ke kulit n = 1 dalam atom elektron satu
14
dengan Zefektif≅ Z – 1. Didapati bahwa frekuensi transisi Kα dalam sebuah atom
dengan nomor atom Z diberi oleh
v=3 c R∞
4(Z−1)2 (8.1)
Jika kita merajah data √v sebagai fungsi dari Z, akan kita peroleh sebuah
grafik garis lurus dengan kemiringan (3 c R∞/4)1/2. Gambar 8 adalah contoh gambar
rajahan tersebut. (Secara kebetulan, hasil ini tidak bergantung pada anggapan kita
mengenai nilai sebenarnya dari efek halang. Artinya, kita dapat saja menulis Zefektif≅ Z
– k, dengan nilai k suatu bilangan tidak diketahui, mungkin dekat ke 1. Satu – satunya
perubahan dalam gambar rajahan kita adalah pada titik potongnya. Jadi, kita tetap
memperoleh grafik garis lurus dengan kemiringan yang sama).
Metode ini memberi kita suatu cara yang sangat ampuh namun sederhana
untuk menentukan nomor atom Z suatu atom, sebagaimana pertama kali diperagakan
pada tahu 1913 oleh fisikawan muda Inggris, H. G. J. Moseley. Ia mengukur energi
sinar – X Kα (dan lainnya) dari berbagai unsur dan dengan demikian menentukan
nomor atomnya. Moseley adalah fisikawan pertama yang memperagakan hubungan
linear yang diperlihatkan pada gambar 8; grafik seperti ini kini dikenal sebaga grafik
Moseley. Penemuannya memberikan suatu cara baru untuk mengukur nomor atom
berbagai unsur.
Gambar 8.
15
Berikut pengukuran Moseley dari panjang gelombang garis Kα
Gambar 9. Tabel pengukuran Moseley dari Panjang Gelombang Garis Kα
Sebelumnya, unsur dalam susunan berkala disusun berdasarkan pertambahan
massa. Moseley kemudian menemukan bahwa terdapat beberapa unsur yang tidak
mengikuti aturan tersebut; unsur dengan Z yang lebih besar memiliki massa yang
lebih kecil (lihat, misalnya, kobal dan nikel atau iodin dan telurium). Ia juga
menemukan beberapa kotak kosong dalam susunn berkala yang berhubungan dengan
unsur yang belum ditemukan; sebagai contoh, unsur radioaktif alam teknetium (Z =
43) (yang hanya dapat dihasilkan dalam laboratorium) belum dikenal ketika Moseley
melakukan penelitiannya, tetapi ia memperlihatkan adanya sebuah kotak kosong
(dalam susunan berkala) pada Z = 43.
16
Dalam sumber lain juga dijelaskan bahwa Moseley menemukan bahwa
frekuensi – frekuensi n untuk deret – deret sinar – x K dan L yang teramati dapat
dicocokkan menurut reaksi
V1/2 = A(Z – Z0)
Dengan Z merupakan nomor atom materil target, sedangkan A dan Z0
merupakan konstanta yang bergantung pada transisi tertentu yang akan diamati.
Untuk deret K, secara eksperimen ditemukan bahwa Z0 = 1 dan nilai a sedikit berubah
bergantung pada transisi – transisi Kα, Kβ, . . . yang akan diamati. Untuk deret L, Z0 =
7,4 dan sekali lagi ditemukan variasi kecil di A untuk garis – gars Lα, Lβ, dan
seterusnya.
Selanjutnya dilakukan pengukuran juga oleh Moseley dari panjang gelombang
garis Lα.
17
Gambar 10. Tabel Pengukuran Moseley dari Panjang Gelombang Garis Lα
Walaupun teori Bohr dikembangkan untuk atom – atom yang tidak saling
berinteraksi dalam keadaan gas, teori ini juga sanggunp menjelaskan sifat – sifat atom
di dalam material padat yang atom – atomnya berinteraksi sangat kuat satu sama lain.
Pertimbangan tersebut digunakan untuk memproduksi transisi – transisi sinar – X
yang hanya berlangsung di antara ikatan kuat elektron – elektron terdalamnya. Ketika
atom – atom tersebut terikat secara bersama – sama untuk membentuk suatu zat
padat, tingkat – tingkat energi elektron – elektron terluarnya akan berbeda
dibandingkan dengan keadaan dalam wujud gas. Bagaimanapun juga, elektron –
elektron terdalamnya, lantaran terikat sangat kuat, akan tetap berada dalam kondisi
18
yang sama ketika material tersebut mengalami perubahan wujud dari keadaan gas
menjadi zat padat atau cair.
E. DIFRAKSI SINAR – X
Apabila suatu bahan dikenai sinarX maka intensitas sinarX yang
ditransmisikan lebih kecil dari intensitas sinar datang. Hal ini disebabkan adanya
penyerapan oleh bahan dan juga penghamburan oleh atomatom dalam material
tersebut. Berkas sinar yang dihantarkan tersebut ada yang saling menghilangkan
karena fasenya berbeda dan ada juga yang saling menguatkan karena fasenya sama.
Berkas sinar – X yang saling menguatkan disebut sebagai berkas difraksi.
Persyaratan yang harus dipenuhi agar berkas sinarX yang dihamburkan
merupakan berkas difraksi dikenal sebagai Hukum Bragg. Hukum Bragg menyatakan
bahwa perbedaan lintasan berkas difrasi sinarX harus merupakan kelipatan panjang
gelombang, secara matematis dirumuskan :
nλ = dsinθ
dengan n bilangan bulat 1, 2, 3 ...... adalah panjang gelombang sinarX adalah jarak
antar bidang, dan θ adalah sudut difraksi.
Keadaan ini membentuk pola interferensi yang saling menguatkan untuk
sudutsudut yang memenuhi hukum Brag. Gejala ini dapat diamati pada grafik
hubungan antara intensitas spektrum karakteristik sebagai fungsi sudut 2θ. Untuk
menentukan sudut θ dalam kristal/anoda adalah sistem kristal/atom dan parameter
atauarah difraksi ditentukan oleh bentuk dan ukuran sel satuannya. Yang dapat
dipahami bahwa semakin besar sudut difraksi, maka jarak antar bidang (h,
k, l) semakin kecil.
F. UJUNG ABSORPSI SINAR – X
Ketika seberkas sinar – x dilewatkan melalui suatu material, beberapa dari
fotonnya akan berinteraksi dengan atom – atom material sehingga mengakibatkan
foton – foton tersebut terlempar dari berkas. Proses – proses interaksi utama yang
19
bertanggung jawab terhadap reduksi intensitas setiap berkas foton adalah efek
fotolistrik, hamburan compton, dan penggabungan pasangan. Lantaran sinar – x
memiliki energi dalam rentang 1 – 100 keV. Oleh karena itu, intesitas sebuah berkas
sinar – x hana akan direduksi oleh separuh dari proses – proses di atas, dengan efek
fotolistrik menjadi mekanisme yang dominan.
Intensitas i dari seberkas sinar – x monokromatik yang telah melakukan
penetrasi ke dalam material target sedalam x dinyatakan oleh persamaan berikut
I = I0e-µx
Dengan I0 adalah intensitas berkas datang dan µ adalah koefisien absorpsi material.
Kuantitas µ bergantung pada atom – atom target dan energi foton – foton sinar – x.
Anggaplah bahwa µ untuk material target diukur sebagai fungsi energi sinar –
x datang. Ketika energi ini mengalami kenaikan, koefisien absorpsi akan berkurang
karena begitu sedikitnya foton – foton dengan energi tertinggi yang memproduksi
fotoelektron atau mengalami hamburan Compton. Penurunan ini berlanjut hingga
energi sinar – x menjadi setara dengan energi ikat salah satu elektron inti. Sampai di
sini, banyak elektron yang mendadak siap melakukan emisi fotolistrik. Keadaan ini
menyebabkan nilai suatu penurunan yang telah ditandai di dalam intensitas tranmisi
sinar – x, atau yang ekuivalen dengannya, mengalami kenaikan nilai koefisien
absorpsi yang mendadak. Kenaikan µ yang tajam terjadi pada energi – energi ikat dari
setiap elektron – elektron inti dan kenaikan ini akan menghasilkan ujung absorpsi
seperti yang diperlihatkan di Gambar 11 (a). Pengukuran energi – energi ujung
absorpsi K, L, . . . selanjutnya dipergunakan untuk menentukan energi – energi ikat
elektron – elektron yang bersesuaian.
Dengan pengecualian untuk ujung K, secara aktual setiap ujung absorpsi
terdiri dari sejumlah puncak berdekatan yang bersesuaian dengan struktur halus dari
tingkat – tingkat energi tertentu Gambar 11.
20
Gambar 11.
G. EFEK AUGER
Dalam pembahasan di atas diasumsikan bahwa fotoelektron dihasilkan oleh
sinar – x yang datang dari sumber eksternal. Nyatanya, sinar – x dapat saja
diemisikan oleh suatu transisi atom yang terserap oleh elektron di dalam atom yang
sama. Sehingga menghasilkan pelepasan elektron Auger (dibaca OZEY).
H. FLUORESENSI SINAR – X
Foton – foton sinar – x dapat digunakan untu mngeksitasi atau melepaskan
elektron – elektron inti. Hasil dari transisi – transisi ke tingkat yang lebih rendah
ketika atom kembali ke keadaan dasar akan menghasilkan foton – foton sinar – x
tambahan dengan energi yang lebih kecil daripada energi sinar – x yang datang.
Fenomena ini dikenal sebagai fluoresensi sinar – x.
21
BAB III
KESIMPULAN
1. sinar-X adalah gelombang cahaya yang dipancarkan oleh dinding kaca pada
tabung sewaktu elektron menabrak dinding itu, sebagai akibat terjadinya
pelucutan listrik melalui gas yang masih tersisa di dalam tabung.
2. Sifat-sifat Sinar X antara lain mempunyai daya tembus yang tinggi, mempunyai
panjang gelombang yang pendek, mempunyai efek fotografi, mempunyai sifat
berionisasi, dan mempunyai efek biologi.
3. Sinar yang terbentuk dari proses perpindahan elektron-elektron atom dari tingkat
energi tinggi ke tingkat energi rendah disebut dengan sinar X karateristik.
4. Sinar-X bremsstrahlung mempunyai energi paling tinggi sama dengan energi
kinetik partikel bermuatan pada waktu terjadinya perlambatan.
5. Peristiwa Breamsstrahlung adalah peristiwa dimana elektron yang tertarik ke
anoda akan menabrak anoda dan tertahan, dimana tabrakan itu tepat berkenaan di
inti atom.
6. Proses Bremsstrahlung akan menghasilkan radiasi dengan spektrum kontinu yang
memiliki frekuensi atau gelombang pemutus (cut off) yang bergantung pada
tegangan akselerasi.
7. Pesawat sinar-X terdiri dari tiga bagian utama, yaitu tabung sinar-X, sumber
tegangan tinggi yang mencatu tegangan listrik pada kedua elektrode dalam
tabung sinar-X, dan unit pengatur.
8. Hot Chatoda Tube merupakan tabung yang dipergunakan untuk pesawat Rontgen
konvensional yang sekarang.
9. Persyaratan yang harus dipenuhi agar berkas sinarX yang dihamburkan
merupakan berkas difraksi dikenal sebagai Hukum Bragg.
10. Relasi Moseley digunakan untuk menentukan no atom Z suatu aom (secara
sederhana).
22
11. Proses – proses interaksi utama yang bertanggung jawab terhadap reduksi
intensitas setiap berkas foton adalah efek fotolistrik, hamburan compton, dan
penggabungan pasangan. Lantaran sinar – x memiliki energi dalam rentang 1 –
100 keV
12. Hasil dari transisi – transisi ke tingkat yang lebih rendah ketika atom kembali ke
keadaan dasar akan menghasilkan foton – foton sinar – x tambahan dengan
energi yang lebih kecil daripada energi sinar – x yang datang. Fenomena ini
dikenal sebagai fluoresensi sinar – x
23
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.____.Radiasi Sinar X. Dalam http://annehira.com diakses pada Sabtu 16
Maret 2013 pada 7:35:36 PM
Anonim.2010.Asal Usul Penemuan Sinar X. Dalam
http://laboraturiumbpn.blogspot.com diakses pada Rabu 6 Maret 2013 pada
9:57:13 PM
Anonim.2010.Penemuan Sinar X. Dalam http://forum.upi.edu diakses pada Rabu 6
Maret 2013 pada 7:50:34 AM
Anonim.2011.Elektron Auger. Dalam http://komikfisika.com diakses pada Sabtu 16
Maret 2013 pada 7:22:58 PM
Anonim.2012. Prinsip Fluororesensi. Dalam http://gilangpermanapatty.blogspot.com
diakses pada sabtu, 16 Maret 2013 pada 7:32:29 PM
Fahik, surya.2012.Sejarah Penemuan Sinar X serta Cara Kerjanya. Dalam
http://suryafahik.blogspot.com diakses pada Rabu 6 Maret 2013 pada 7:50:12
AM
Gautreau, Ronald dan William Savin. 2006. Scaum’s OutlinesFisika Modern Edisi
Kedua. Erlangga : Jakarta
Kaplan, Irving. 1963. Nuclear Physics. Addison – Wesley Publishing Company, Inc ;
London
Krane, Kenneth. 1992. Fisika Modern. Penerbit Universitas Indonesia (UI Press) :
Jakarta
Pauli, james.2012.BAB 1 Pengenalan Sinar X. Dalam http://slideshare.net diakses
pada Rabu 6 Maret 2013 pada 8:34:44 AM
Rizqi, M A.2011.Hukum Bragg. Dalam http://mylife-diechemie.blogspot.com diakses
pada Sabtu 16 Maret 2013 pada 8:12:45 PM
24
Tijar, ainut.2012.8-11-1895: Penemuan Sinar Ronsen (X-Rays) Penemuan “Tak
Sengaja” Oleh Wilhelm Rontgen Itu Jadi Keajaiban Medis. Dalam
http://ainuttijar.blogspot.com diakses pada Rabu 6 Maret 2013 pada 8:17:59
AM
25