Sejarah - Kesultanan Aceh Darussalam

Post on 05-Dec-2014

722 views 6 download

description

Materi pelajaran Sejarah SMA kelas X mengenai kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia pada masa lampau, khususnya Kesultanan Aceh Darussalam.

Transcript of Sejarah - Kesultanan Aceh Darussalam

Kesultanan Aceh Darussalam

Kelompok 5:Dicky Marsellino (09)Hanif Hibatullah E. (13)Livia Intan Dwi L. (16)Sandyarini Melati I. (19)

SEJARAH KESULTANAN ACEH

• Kesultanan Aceh Darussalam merupakan salah satu kerajaan Islam yang pernah berdiri di Indonesia.

• Kesultanan Aceh memulai pemerintahannya ketika Kerajaan Samudera Pasai sedang berada di ambang keruntuhan, yaitu sekitar abad ke-14.

• Kesultanan Aceh didirikan oleh Sultan Ali Mughayat Syah pada tahun 1496.

A. Letak Geografis

• Kesultanan Aceh Darussalam berdiri di provinsi Aceh, Indonesia.

• Kesultanan Aceh terletak di utara pulau Sumatera dengan ibu kota Kutaraja (Bandar Aceh Darussalam).

• Pada awalnya kesultanan ini berdiri di atas wilayah Kerajaan Lamuri, kemudian mereka menundukan dan menyatukan wilayah kerajaan Daya, Pedir, Lidie, Nakur dan pada tahun 1524 wilayah kerajaan Samudera Pasai dan kerajaan Aru.

Kesultanan Aceh Darussalam

B. Kondisi Sosial Masyarakat-Mata Pencaharian-

• Mata pencaharian utama rakyat Aceh adalah berdagang.• Aceh memiliki banyak komoditas yang diperdagangkan,

antara lain :– Minyak tanah dari Deli,– Belerang dari Pulau Weh dan Gunung Seulawah,– Kapur dari Singkil,– Kapur Barus dan menyan dari Barus,– Emas di pantai barat,– Sutera di Banda Aceh.

• Namun, yang menjadi komoditas unggulan untuk diekspor adalah lada.

B. Kondisi Sosial Masyarakat-Mata Pencaharian-

• Di ibukota Aceh juga terdapat banyak pandai emas, tembaga, dan suasa yang mengolah barang mentah menjadi barang jadi.

• Sedangkan lumbung beras bagi kesultanan ini adalah Pidie (Kabupaten Pidie).

• Produksi terbesar Aceh terjadi pada tahun 1820 dimana nilai ekspor Aceh diperkirakan mencapai 1,9 juta dollar Spanyol.

B. Kondisi Sosial Masyarakat-Organisasi Sosial-

• Masyarakat Aceh mengenal beberapa lapisan sosial. Di antaranya ada empat golongan masyarakat, yaitu :a) Golongan keluarga sultan b) Golongan ulèëbalangc) Golongan ulama d) Golongan rakyat biasa

B.Kondisi Sosial Masyarakat-Organisasi Sosial-

a) Golongan keluarga sultan: Keturunan bekas sultan-sultan yang pernah berkuasa. Panggilan yang lazim untuk keturunan sultan ini adalah ampon dan cut.

b) Golongan ulèëbalang: Keturunan dari golongan keluarga sultan. Biasanya mereka bergelar Teuku.

c) Golongan ulama: Keturunan pemuka agama. Biasanya mereka bergelar Teungku atau Tengku.

d) Golongan rakyat biasa: Keturunan suku Aceh biasa.

Namun, sekarang ini sistem organisasi sosial suku Aceh sudah tidak begitu terlihat lagi.

SISTEM DAN STRUKTUR PEMERINTAHAN

KESULTANAN ACEH

• Dari awal berdiri hingga keruntuhannya, Kesultanan Aceh Darussalam tercatat telah berganti sultan hingga tiga puluh kali lebih.

• Berikut ini merupakan para sultan/sultanah Aceh yang terkenal : Sultan Ali Mughayat Syah (1496-1528) Sultan Ala ad-Din Ri`ayat Syah al-Kahar (1577-1589) Sultan Ala`udin Ri`ayat Syah Said Al-Mukammal Ibnu

Sultan Firmansyah (1589-1604) Sultan Iskandar Muda Johan Pahlawan Meukuta

Alam (1607-1636) Sultanah (Ratu) Tsafiatu' ddin Taj 'Al-Alam / Puteri

Sri Alam (1641-1675) Sultan Muhammad Daud Syah (1874-1903)

Sultan Muhammad Daud Syah

• Ketika dipimpin oleh Sultan Ala ad-Din Ri`ayat Syah al-Kahar, Kesultanan Aceh Darussalam sudah memiliki undang-undang yang terangkum dalam kitab Qanun Syarak Kesultanan Aceh Darussalam.

• Undang-undang ini berbasis pada Al-Quran dan Hadits yang mengikat seluruh rakyat dan bangsa Aceh.

• Di dalamnya, terkandung berbagai aturan mengenai kehidupan bangsa Aceh, termasuk syarat-syarat pemilihan pegawai kerajaan.

• Pada era kepemimpinan Sultan Ala`udin Ri`ayat Syah Said Al-Mukammal Ibnu Sultan Firmansyah, kesultanan diperintah oleh Sultan dengan bantuan lima orang besar (tokoh-tokoh yang dihormati), bendahara, dan empat syahbandar.

• Selanjutnya, pada masa Sultan Iskandar Muda dirumuskan perundang-undangan yang terkenal dengan sebutan Adat Makuta Alam yang disadur dan dijadikan landasan dasar oleh sultan-sultan setelahnya.

• Susunan pemerintahan Kesultanan Aceh pada masa Sultan Iskandar Muda menempatkan Sultan sebagai penguasa tertinggi pemerintahan (bidang eksekutif, legislatif, dan yudikatif).

• Sebagai penguasa tertinggi, Sultan memiliki hak-hak istimewa, antara lain:– Pembebasan orang dari segala macam hukuman.– Membuat mata uang.– Memperoleh hak panggilan kehormatan “Deelat”

atau “Yang Berdaulat”.– Mempunyai kewenangan untuk mengumumkan

dan memberhentikan perang.

• Dalam menjalankan roda pemerintahan, Sultan Aceh dibantu oleh beberapa lembaga pendukung kesultanan, yaitu:1. Majelis Musyawarah2. Pengadilan Sultan (Mahkamah Agung)3. Majelis Wazir (Dewan Menteri)

• Sultan juga dibantu oleh dua orang Sekretaris Kesultanan yang terdiri dari dua gelar, yaitu:

1. Teuku Keureukon Katibumuluk Sri2. Teuku Keureukon Katibulmuluk Sri Indramuda

• Selain itu, Sultan Aceh Darussalam bertindak sebagai Panglima Tertinggi Angkatan Perang dan Pemimpin Tertinggi Kepolisian.

• Selain sultan, ada juga Ulèëbalang, panglima Sagoe (panglima sagi), kepala Mukim, dan Keuchiek atau Geuchiek.

• Ulèëbalang mengepalai unit pemerintahan nanggroe.• Panglima Sagoe (panglima sagi) memimpin unit

pemerintahan Sagi .• Kepala Mukim menjadi pimpinan unit pemerintahan

mukim yang terdiri dari beberapa gampong.• Keuchiek atau Geuchiek yang menjadi pimpinan unit

pemerintahan gampong (kampung).• Sedangkan pemimpin yang mengurus masalah

keagamaan adalah Tengku Meunasah, Imam Mukim, Kadli dan para Teungku.

KEBUDAYAAN MATERIAL

• Arsitektura. Masjid

Masjid Indrapuri Aceho Masjid ini dibangun pada masa pemerintahan Sultan

Iskandar Muda. o Dilihat dari bentuk atapnya, seni arsiteknya merupakan

hasil perpaduan kebudayaan Islam dengan kebudayaan Hindu Sumatera.

Masjid Raya Baiturrahmano Masjid Raya Baiturrahman pertama kali dibangun

oleh Sultan Iskandar Muda pada tahun 1612 M, tapi riwayat lain menyebutkan bahwa yang mendirikan Masjid Raya Baiturrahman adalah Sultan Alaidin Mahmudsyah pada tahun 1292 M.

o Sewaktu Belanda menyerang kota Banda Aceh pada tahun 1873, masjid ini dibakar. Namun, Belanda membangun kembali masjid ini pada tahun 1875.

Masjid Indrapuri Aceh

Masjid Raya Baiturrahman (tahun 1910 - 1930)

b. Keraton Keraton Meuligue

(Istana Dalam Darud Donya)o Istana Dalam Darud Donya telah terbakar pada

masa perang antara Aceh dengan Belanda.o Di belakang keraton ini, terdapat taman dengan

pemandangan yang sangat indah, yaitu Taman Putroe Phang .

o Selain itu, pintu belakang Keraton ini disebut dengan Pinto Khob.

o Kini, bagian inti dari Istana Dalam Darud Donya yang merupakan tempat kediaman Sultan Aceh, telah berubah menjadi Keraton Meuligoe yang digunakan sebagai Pendopo Gubernur Aceh.

Keraton Meuligue

c. Makam Makam Sultan Ali Mughayat Syah

o Makam ini berada di Kandang XII Banda Aceh.o Di batu nisan pendiri Kesultanan Aceh Darussalam ini,

disebutkan bahwa Sultan Ali Mughayat Syah meninggal dunia pada 12 Dzulhijah tahun 936 Hijriah atau pada 7 Agustus 1530.

o Dengan ditemukannya makam Sultan Ali Mughayat Syah, keterangan mengenai keberadaaan Kesultanan Aceh Darussalam semakin terkuak.

Makam Sultan Iskandar Mudao Makam ini pernah hilang dan rusak akibat dari perang

antara Aceh dengan Belanda.o Setelah hilang selama ratusan tahun, Makam Sultan

Iskandar Muda yang telah berusia tiga abad akhirnya berhasil ditemukan dan kemudian dipugar kembali.

o Kini, lokasi makam ini berada tepat di samping keraton Meuligoe Aceh .

Makam Sultan Ali Mughayat Syah

Makam Sultan Iskandar Muda

d. Benteng Benteng Indra Patra

o Benteng ini dibangun pada masa Pra-Islam, yaitu oleh Raja Kerajaan Lamuri pada abad ke-7 Masehi.

o Kala itu, benteng Indra Patra dibangun untuk membendung sekaligus membentengi masyarakat kerajaan Lamuri dari gempuran meriam-meriam yang berasal dari Kapal-kapal Perang Portugis.

o Di masa Sultan Iskandar Muda, benteng ini juga dipergunakan sebagai benteng pertahanan bagi Kesultanan Aceh dari serangan musuh yang datang dari arah laut.

o Saat ini, tinggal dua dari tiga benteng yang masih berdiri kokoh.

Benteng Indra Patra

• Seni Lukis (Kaligrafi Arab) Seni kaligrafi Arab merupakan salah satu kesenian

yang ada dalam suku Aceh. Kaligrafi ini biasanya dilukis di atas kanvas yang

bertujuan sebagai hiasan dinding di dalam rumah atau masjid dengan melukiskan Asmaul Husna dan sebagainya.

Kesenian ini banyak terlihat pada berbagai ukiran masjid, rumah adat, alat upacara, perhiasan, dan sebagainya.

• Seni Pahat Seni pahat yang ada pada suku Aceh adalah

memahat hiasan pada rumah adat atau nisan. Seni pahat yang diaplikasikan pada rumah adat

menunjukkan kepemilikan dan status sosial pemiliknya.

Sedangkan seni pahat yang diaplikasikan pada nisan menunjukkan status sosial yang dikuburkan, dan juga memberikan informasi nama dan tahun serta tanggal wafat dari tokoh yang dikuburkan.

• KasusastraanBeberapa karya kasustraan yang terkenal adalah;a. Hikayat Malem Dagangb. Hikayat Banta Beuransahc. Hikayat Perang Goempeunid. Hikayat Prang Sabie. Kisah Abdullah Hadatf. Bustanus Salatin (Taman Para Raja)g. Asrar al-Arifin (Rahasia Orang yang Bijaksana)h. Syair Si Burung Pingaii. Syair Dagang j. Syair Perahu.

KEBUDAYAAN NON-MATERIAL

• Bahasa Bahasa asli yang digunakan rakyat Aceh, yaitu

bahasa Aceh, Gayo, Aneuk Jamee, Singkil, Alas, Tamiang, Kluet, Devayan, Sigulai,Pakpak, Haloban, Lekon dan Nias.

Bahasa Aceh termasuk dalam rumpun bahasa Chamic, cabang dari rumpun bahasa Melayu-Polinesia dan rumpun bahasa Austronesia.

Kini, bahasa Aceh dituturkan di 10 kabupaten dan 4 kota di Aceh.

• Agama Sebagian besar penduduk di Aceh menganut

agama Islam. Banyak ahli sejarah baik dalam maupun luar

negeri yang berpendapat bahwa agama Islam pertama sekali masuk ke Indonesia melalui Aceh.

Dari 13 suku asli yang ada di Aceh, hanya suku Nias yang tidak semuanya memeluk agama Islam.

Sekarang, selain Islam ada juga penduduk Aceh yang menganut agama Kristen dan Kong Hu Cu.

• Seni Taria. Tari Saman

Tari ini diciptakan oleh seorang ulama besar dari Samudra Pasai untuk media dakwah Islam di pegunungan Leuser yang penduduknya bersuku bangsa Gayo, di bagian Tenggara Aceh.

Tarian ini mencerminkan pendidikan, keagamaan, sopan santun, kepahlawanan, kekompakan dan kebersamaan.

b. Rapai Geleng Kesenian ini dilakukan oleh tiga belas

laki-laki/perempuan yang duduk berbanjar. Masing-masing memegang alat tabuh sambil

bernyanyi bersama. Antara gerak dan musik yang dimainkan bersenyawa.

Tari Saman

MASA KEJAYAAN KESULTANAN ACEH

• Kesultanan Aceh mengalami masa ekspansi dan pengaruh terluas pada masa kepemimpinan Sultan Iskandar Muda

• Pada masa kepemimpinannya, Aceh menaklukkan Pahang yang merupakan sumber timah utama.

• Pada tahun 1629, kesultanan Aceh melakukan penyerangan terhadap Portugis di Malaka dalam upaya memperluas dominasi Aceh atas Selat Malaka dan semenanjung Melayu.

• Sayangnya, ekspedisi ini gagal, meskipun pada tahun yang sama Aceh menduduki Kedah dan banyak membawa penduduknya ke Aceh.

Ekspedisi Militer Sultan Iskandar Muda

• Pada masa itu juga, Aceh merupakan salah satu pusat perdagangan yang sangat ramai di Asia Tenggara.

• Permintaan akan lada, yang kala itu menjadi komoditas yang cukup laku di pasaran Eropa, terus meningkat sehingga harganya pun melambung tinggi.

• Dalam keadaan demikian, bisa dikatakan hampir seluruh bandar dagang dan pelabuhan yang ada di seantero Sumatra dan Malaya, telah berada di dalam koordinasi kekuasaan Sultan Iskandar Muda.

Jalur Perdagangan Aceh pada Abad ke-17

• Selain itu, Kerajaan Aceh juga memiliki hubungan diplomatik dengan Inggris dan dinasti Usmani di Turki.

• Pada masa Iskandar Muda, Aceh pernah mengirim utusan ke Turki Usmani dengan membawa hadiah.

• Kunjungan ini diterima oleh Khalifah Turki Usmani dan ia mengirim hadiah balasan berupa sebuah meriam dan penasehat militer untuk membantu memperkuat angkatan perang Aceh.

KERUNTUHAN KESULTANAN ACEH

• Memasuki paruh kedua abad ke-18, Aceh mulai terlibat konflik dengan Belanda dan Inggris.

• Pada akhir abad ke-18, wilayah kekuasaan Aceh di Semenanjung Malaya, yaitu Kedah dan Pulau Pinang dirampas oleh Inggris.

• Tahun 1871, Belanda mulai mengancam Aceh, dan pada 26 Maret 1873, Belanda secara resmi menyatakan perang terhadap Aceh. Namun, Belanda gagal menaklukkan Aceh.

• Pada 1883, 1892 dan 1893, perang kembali meletus, namun, lagi-lagi Belanda gagal merebut Aceh.

• Memasuki abad ke-20, Belanda menyusupkan seorang pakar budaya dan tokoh pendidikan Belanda, Dr. Snouck Hugronje, ke dalam masyarakat adat Aceh.

• Snouck Hugronje menyarankan kepada pemerintah kolonial Hindia Belanda agar mengubah fokus serangan yang selama ini selalu berkonsentrasi ke Sultan dan kaum bangsawan, beralih kepada kaum ulama karena tulang punggung perlawanan rakyat Aceh adalah kaum ulama.

• Secara detail, Snouck Hugronje menyimpulkan hal-hal yang harus dilakukan untuk dapat menguasai Aceh, antara lain :– Hentikan usaha mendekat Sultan dan orang besarnya,– Jangan mencoba-coba mengadakan perundingan dengan musuh

yang aktif, terutama jika mereka terdiri dari para ulama,– Rebut lagi Aceh Besar,– Untuk mencapai simpati rakyat Aceh, giatkan pertanian,

kerajinan, dan perdagangan,– Membentuk biro informasi untuk staf-staf sipil, yang

keperluannya memberi mereka penerangan dan mengumpulkan pengenalan mengenai hal ikhwal rakyat dan negeri Aceh,

– Membentuk kader-kader pegawai negeri yang terdiri dari anak bangsawan Aceh.

• Saran Snouck Hugronje membuahkan hasil, Belanda akhirnya sukses menaklukkan Aceh.

• Pada tahun 1903, kekuatan Kesultanan Aceh Darussalam semakin melemah seiring dengan menyerahnya Sultan M. Daud kepada Belanda.

• Setahun kemudian, tahun 1904, hampir seluruh wilayah Aceh berhasil dikuasai Belanda.

• Namun, sebenarnya Aceh tidak pernah tunduk sepenuhnya terhadap penjajah. Perlawanan yang dipimpin oleh tokoh-tokoh adat dan masyarakat tetap berlangsung.

• Selain itu, kemunduran Kesultanan Aceh juga disebabkan adanya perang saudara yang memperebutkan kekuasaan di antara pewaris tahta kesultanan.

HIKMAH-HIKMAH YANG DAPAT DIAMBIL

1. Meneladani Sultan Iskandar Muda yang dalam menegakkan keadilan tidak pandang bulu.

2. Menjaga kerukunan antar sesama, tidak seperti para pewaris tahta kesultanan yang berebut kekuasaan.

3. Meniru rakyat Aceh yang menjunjung tinggi rasa nasionalisme bangsa, mereka bersedia melakukan apa saja untuk mengusir Belanda dari wilayah mereka.

4. Tidak mudah menyerah dalam menghadapi berbagai tantangan seperti rakyat Aceh yang pantang menyerah saat melawan para penjajah.