Post on 21-Dec-2016
UNIVERSITAS INDONESIA
METAFORA DALAM PIDATO CHARLES DE GAULLE
PADA PERANG DUNIA II
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana S1
BINTARTI MAYANG SARI
0806355506
FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA UNIVERSITAS
INDONESIA
PROGRAM STUDI SASTRA PRANCIS
DEPOK
JULI 2012
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
dan rahmatNya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan
dalam rangka memenuhi salah satu syarat meraih gelar Sarjana Humaniora pada
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa,
tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sangatlah sulit bagi saya untuk
menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada
1. Ibu Dr. Myrna Laksman-Huntley selaku dosen pembimbing skripsi. Terima
kasih banyak atas waktu, bantuan, dan dukungan yang diberikan. “Masukan”
dari Ibu selalu dapat memotivasi saya untuk segera menyelesaikan tugas akhir
ini. Begitu pula dengan kesabaran dan kepedulian Ibu dalam mendengarkan
dan meluruskan jalan pikiran saya yang selalu diakhiri dengan nasehat
berharga. Proses penulisan skripsi ini akan selalu membekas di ingatan saya,
begitu pula dengan kebaikan dan jasa Ibu.
2. Para penguji: Ibu Ayu Basoeki Harahap, M.Si. dan Ibu Prof. Dr. Rahayu
Surtiati Hidayat yang telah membaca dan memberi masukan. Tidak terkira
rasa syukur saya mendapat pembaca yang begitu teliti, kritis, dan sabar
sehingga saya paling tidak dapat mengusahakan kesempurnaan penelitian ini.
Tanpa revisi dari Ibu sekalian, tentu skripsi ini akan sangat kurang menggigit.
3. Ibu Irzanti Sutanto, M.Hum. Waktu yang Ibu luangkan untuk memberi
konsultasi dan nasehat, bahkan sebelum skripsi ini mendapat bentuknya dan
masih berada di awang-awang. Inspirasi yang Ibu berikan sejak mata kuliah
Semantik di semester empat sampai saya memutuskan memilih tema skripsi di
semester lima adalah salah satu hal yang sangat saya syukuri. Selain itu,
terima kasih atas kesediaan Ibu meminjamkan buku-buku langka dan luar
biasa membantu.
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
vi
4. Pembimbing akademis, Bapak Prof. Dr. M. I. Djoko Marihandono S.S., M.Si,
yang selalu memberi perhatian setiap baik saat saya galau atau tidak dengan
proses akademis yang rumit.
5. Para dosen, baik dari luar maupun dari program studi Sastra Prancis yang
telah memberikan ilmu berharga.
6. Teman-teman program studi Sastra Prancis, terutama angkatan 2008.
7. Lilih yang banyak memberi masukan, dukungan, dan serial Gumiho. Lilih
serta Zulfa dan Safiek, teman galau berjibaku mengurus Beasiswa Unggulan
di sela-sela kesibukan menyusun skripsi. Nisya, Raisha, Wanda, Muthia,
pengalaman kita bersama begitu indahnya. Andit dan Tiwi, teman ngebolang
dan ngerandom sms, kita harus sering bertualang! Rosita, Yohanna, Aisha
teman horor. Yang terakhir ini (dan Nadia) juga teman berbagi Kpop. Pupu,
Gadis, Sito, Bagas (atas foto-foto luar biasa, favorit para postcrosser), Dina,
Jessy (salah satu teman skripsier), dan banyak lagi. Kak Karita yang selalu
bersedia menerima gangguan meski sibuk kuliah dan magang, semoga saya
segera menyusul. Kak Dorce dan Stella yang memberi saran dan berbagi
pengalaman tentang kelas dan skripsi.Jika ada yang terlewat mohon maaf
karena ini dibuat pagi sebelum pengumpulan terakhir.
8. Indri, Yesica, Gustika, Arina, Dian Sartika (Gepe), Asti, Nanda, Icha, Meisha,
Hani, Andi, Arif, Gayo, Sifa, Ibel, semua teman SMP/SMA yang tidak pernah
lelah menambah kenangan manis di dalam memori saya (termasuk obrolan
dari Gepe yang sudah sidang sebelumnya).
9. Teman seberang lautan yang dengan baik hati selalu menunjukkan kepedulian
pada kemajuan skripsi ini dengan menanyakan kabarnya (juga kabar saya,
haha). Juga kartu posnya. Saya selalu senang mengobrol dengan Anda,
(terutama saat la nuit blanche atau subuh sebelum beraktivitas) dan selalu
berharap yang terbaik pula bagi Anda.
10. Bude Sisca dan Om Bambang atas bantuannya yang sangat berharga.
11. Para Bude, Pakde, Tante, Om, dan sepupu (terutama Inggrid yang menjadi
saksi perjuangan) yang memberikan dukungan dan doa.
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
ix
ABSTRAK
Nama : Bintarti Mayang Sari
Program Studi : Sastra Prancis
Judul : Metafora dalam Pidato Charles De Gaulle
Skripsi ini menganalisis metafora yang ditemukan dalam pidato De Gaulle pada
tanggal 11 November 1941. Dalam menganalisis metafora yang ditemukan dalam
pidato De Gaulle pada tanggal 11 November 1941 penulis menggunakan teori yang
dikemukakan oleh Lakoff dan Johnson. Setelah dianalisis metafora yang banyak
terdapat dalam pidato De Gaulle adalah metafora dari konkret ke abstrak.
Penggunaan metafora-metafora tersebut digunakan De Gaulle untuk mengekspresikan
perasaan secara tepat dan untuk mempengaruhi perasaan pendengarnya. Analisis ini
juga menunjukkan gambaran pandangan hidup De Gaulle sebagai individu dan kepala
negara, yaitu pantang menyerah dan semangat cinta pada tanah air yang dapat
dicontoh oleh semua orang untuk memajukan bangsanya.
Kata kunci:
Metafora, pidato, Charles De Gaulle
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
x
ABSTRACT
Name : Bintarti Mayang Sari
Study Program : French Studies
Title : Metaphor Studies in De Gaulle’s speeches
Key words:
Metaphor, speech, De Gaulle
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................... i
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME…………………..... ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS………………………… iii
LEMBAR PENGESAHAN………………………………………………… iv
KATA PENGANTAR………………………………………………........... v
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH…………..… vii
ABSTRAK………………………………………………………………..... viii
ABSTRACK………………………………………………………………. ix
ABSTRACTION………………………………………………………….. x
DAFTAR ISI ………………………………………………………………. xi
DAFTAR TABEL…………………. ……………………………………… xiii
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………….. xiv
1. PENDAHULUAN………………………...…………………………… 1
1.1 Latar Belakang…………………………………………………. 2
1.2 Rumusan Masalah……………………………………………… 5
1.3 Tujuan Penelitian………………………………………………. 6
1.4 Manfaat Penelitian……………………………………………… 6
1.5 Ruang Lingkup………………………………………………… . 6
1.6 Metodologi Penelitian…………………………………………… 7
1.6.1 Metode Penelitian……………………………………. .. 7
1.6.2 Sumber Data…………………………………............. .. 7
1.6.3 Teknik Analisis Data………………………………… .. 7
2. KERANGKA TEORI………………………………………….. ……….. 9
2.1 Jenis makna………...................................................................... .. 9
2.2 Metafora ……................................................................................ 10
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
xii
2.3 Analisis Metafora Kognitif………………………………………. 12
2.3.1 Source Domain, Target Domain,
Correspondences/Mapping……………………………………………… … 13
2.3.2 Highligting dan Hiding…………………………………….. 13
2.3.3 Image Schema……………………………………………….. 14
3. ANALISIS……………………………………………………………… .. 18
3.1 PERJUANGAN adalah PERJALANAN………………………… 18
3.2 SEMANGAT PERSATUAN adalah API……………………… ... 24
3.3 KEBEBASAN adalah KOMODITI BERHARGA………………. 30
3.4 NEGARA/KEMENANGAN adalah ORANG…………………… 34
3.5 PERANG adalah PERTUNJUKKAN……………………………. 38
3.6 NEGARA adalah BANGUNAN…………………………………. 42
3.7 HARAPAN adalah CAHAYA…………………………………… 45
3.8 PENJAJAHAN adalah KEGELAPA/PENJARA………………… 46
3.9 Konsep Metafora dalam Pidato De Gaulle……………………….. 49
4. KESIMPULAN…………………………..……………………………… 52
DAFTAR REFERENSI……………………………………………….…….. 56
Lampiran……………………………………………………………………… 58
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Pemetaan konseptual metafora PERJUANGAN adalah
PERJALANAN…………………………………………….... 23
Tabel 3.2 Pemetaan konseptual metafora SEMANGAT PERSATUAN adalah
API…………………………………………………………… 29
Tabel 3.3 Pemetaan konseptual metafora KEBEBASAN adalah KOMODITAS
BERHARGA………………………………………………… 33
Tabel 3.4 Pemetaan konseptual metafora NEGARA/KEMENANGAN adalah
ORANG……………………………………………………… 37
Tabel 3.5 Pemetaan konseptual metafora PERANG adalah
PERTUNJUKKAN…………………………………………… 41
Tabel 3.6 Pemetaan konseptual metafora NEGARA adalah BANGUNAN 44
Tabel 3.7 Pemetaan konseptual metafora HARAPAN adalah CAHAYA.. 46
Tabel 3.8 Pemetaan konseptual metafora PENJAJAHAN adalah
KEGELAPAN/PENJARA……………………………………… 48
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1…………………………………………………………………… 56
Lampiran 2…………………………………………………………………… 61
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
1
Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap teks memiliki tujuan komunikatif, termasuk pidato. Terlebih, pidato
merupakan sarana komunikasi langsung antara seorang orator dan khalayak ramai
yang bersifat persuasif (Keraf, 1991). Oleh karena itu, kemampuan komunikatif
untuk menyampaikan pesan yang dimaksud sangatlah penting karena
keberhasilannya tidak hanya berdasarkan menarik atau tidak materi yang
disampaikan tetapi juga cara pembicara menyampaikannya sehingga mampu
memengaruhi massa (West dan Turner, 2008). Berpidato merupakan keahlian
yang penting di dalam masyarakat demokratis. Selain penguasaan materi,
pemilihan kata akan sangat menunjang pembicara dalam memformulasikan ide-
idenya (Keraf, 1991). Sering kali orator menciptakan makna baru dari kata atau
ungkapan yang telah memiliki arti harfiah agar pesannya tercapai. Tidak hanya
dalam pidato, dalam kehidupan sehari-hari kita selalu dikelilingi kata dan bahasa
yang memiliki makna tertentu. Pemaknaan dan kesan di dunia ini begitu luas
sedangkan kata yang tersedia terbatas. Oleh karena itu, pengungkapan dengan
makna nonharfiah tidak asing lagi. Misalnya kita sudah akrab dengan ungkapan,
"Berdiri di atas kaki sendiri". Ungkapan ini tentu saja tidak sekadar berhubungan
dengan sistem kinetis manusia, tetapi masyarakat langsung dapat memahaminya
sebagai analogi dari kemandirian ekonomis, sosial, budaya, dan politis.
Suatu ide yang bersifat politis akan terlalu rumit bagi kalangan tertentu
yang kurang bersinggungan dengan ranah ini. Oleh karena itu, penyampaian ide
dibantu oleh proses metaforis. Boers menyatakan bahwa metafora terutama
mengakomodasi pemetaan berbagai konsep, terutama yang abstrak, ke dalam
konsep yang konkret (dalam Gibbs, 1999). Dalam Gibbs (1999), Johnson dan
Ibarretxe-Antuñano sepakat bahwa metafora tidak sekadar gaya bahasa, tetapi
menyusun atau memberi struktur dalam pemikiran manusia (1999, h.41). Seperti
yang dikemukakan Aristoteles (dalam West dan Turner, 2008), metafora adalah
alat penting dalam pidato yang membantu sesuatu menjadi lebih mudah dipahami
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
2
Universitas Indonesia
dan lebih menarik karena menghindari bahasa sederhana yang terlalu
membosankan dan bahasa terlalu rumit yang membuat frustasi pendengar.
Beberapa tokoh politis terkenal menggunakan metafora dalam pidatonya.
Misalnya metafora yang ditemukan dalam pidato De Gaulle pada tanggal 11
November 1941, Nous sommes maintenant un bloc inébranlable (Kita sekarang
adalah blok yang tak tertembus). Dalam kamus Le Robert de poche 2011 (2010),
bloc memiliki makna ‘masse solide et pesant, éléments groupé en une masse
homogène’1. Prancis yang bersatu diibaratkan sebagai sebuah blok yang kuat dan
tangguh. Prancis yang seperti itu adalah Prancis yang memiliki daya juang tinggi
yang mampu bertahan menghadapi gempuran lawan.
Dari contoh di atas, metafora dalam pidato De Gaulle menimbulkan efek
tertentu yang akan berbeda dari kata bermakna harfiah. Dengan metafora,
pendengar akan lebih mudah berada dalam ranah yang dimaksudkan De Gaulle
sehingga pidatonya menjadi lebih efektif. Pendengar akan mampu menangkap
pesan itu dengan membayangkan sebuah blok kokoh dan mengasosiasikannya
dengan diri sendiri atau dengan masyarakat Prancis. Pembandingan itu membuat
mereka lebih paham betapa kuat diri mereka. De Gaulle dan pendengarnya
memiliki pengalaman sama sehingga perumpaan kekokohan dan kekuatan daya
berterima.
Menurut Lakoff dan Johnson (1980), metafora tidak hanya terdapat dalam
bahasa atau hanya berkaitan dengan bahasa, tetapi menyerap dalam kehidupan
sehari-hari, melingkupi pikiran dan tingkah laku kita. Metafora dalam suatu
bahasa dapat bersifat universal karena berhubungan dengan sistem konseptual
manusia, yakni hal mendasar dari pemikiran manusia dan bersifat sistematis
(Knowles dan Moon, 2008). Pemikiran mendasar itu dapat melalui interaksi sosial
dan kesamaan pengalaman. Keabstrakan yang sulit dideskripsikan termediasi
melalui proses metaforis. Melalui teori kognitif dari Lakoff dan Johnson, peneliti
dapat menelusuri pemetaan konsep antarranah, yakni ranah sumber dan ranah
sasaran yang merupakan konsep utama dalam mengidentifikasi metafora kognitif.
Pemetaan ini akan tersimpulkan dalam struktur atau kategori metafora. Sudut
1(massa yang utuh dan berat, unsur-unsur yang menyatu atau berkumpul menjadi
satuan massa yang homogen)
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
3
Universitas Indonesia
pandang ini juga membantu menunjukkan hal konseptual dalam pikiran
pembicara ke hal nyata berupa bahasa.
Bahasa sebagai alat ekspresi dapat menunjukkan konsep suatu masyarakat,
bagaimana mereka memandang dunia, menanggapi lingkungan sekitar, dan
berinteraksi satu sama lain (Lakoff dan Johnson, 1980). Siregar (2009)
memberikan contoh: di negara berbahasa Inggris ada ungkapan, TIME IS
MONEY. Ungkapan ini merupakan salah satu struktur metafora yang sering kita
dengar. Menurut teori metafora konseptual, TIME adalah ranah sasaran dan
MONEY adalah ranah sumber. Dalam pikiran masyarakatnya, waktu merupakan
sesuatu yang berharga seperti uang. Pemikiran ini dapat disimpulkan dengan
melihat pemetaan yang terjalin dalam hubungan antarranah. Di dalam bahasa
Indonesia, meskipun juga terdapat ungkapan yang serupa, waktu adalah uang,
pada kenyataannya, masyarakat lebih menganut peribahasa “Biar lambat asal
selamat” (Siregar, 2009). Oleh karena itu, dapat dipahami bahwa ungkapan waktu
adalah uang hanya merupakan pinjaman dari bahasa Inggris.
Cowie (2009), Knowles dan Moon (2005), Laksana (2006), West dan Turner
(2008), dan Ullmann (1964) sepakat bahwa metafora memiliki fungsi penting
dalam bahasa dan berkaitan dengan masyarakat, yakni sebagai alat untuk
menciptakan pengertian baru, menjelaskan, menggambarkan, mengungkapkan,
menilai suatu ide, menghibur, menghidupkan bahasa, sumber polisemi dan
sinonimi, mendorong penafsiran, dan membangun makna baru. Aspek kebahasaan
dalam pidato menarik untuk dibahas karena dalam pidato akan terungkap
semangat zaman serta pengungkapan ide yang khas (Keraf, 1991). Hal itu akan
terlihat dari penggunaan bahasa secara efektif dan efisien.
Keraf mengungkapkan bahwa berbahasa secara efektif dapat menjamin bahwa
amanat yang ingin disampaikan betul-betul dapat diterima tepat dan utuh oleh
yang mendengar atau yang membacanya (1991). West dan Turner juga
menyebutkan, salah satu strategi agar persuasi menjadi efektif dan pidato menjadi
lebih menggugah adalah dengan menggunakan metafora (2004).
Penelitian mengenai metafora sudah banyak dilakukan, seperti oleh
Susasmiyati (2004), mahasiswa Program Studi Sastra Indonesia, Universitas
Indonesia, mengenai jenis-jenis metafora serta alat yang digunakan Soekarno
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
4
Universitas Indonesia
dalam pidatonya pada era revolusi kemerdekaan. Untuk mengklasifikasi metafora,
ia menggunakan pendekatan kognitif dari Lakoff dan Johnson (1980). Dari
penelitian ini ia mengetahui pandangan hidup Soekarno sebagai individu dan
pemimpin bangsa.
Penelitian lain mengenai metafora dilakukan oleh Tan (1996), mahasiswa
Program Studi Sastra Prancis, Universitas Indonesia. Dalam skripsinya, Tan
meneliti jenis metafora dan jenis metonimi yang terdapat dalam berita surat kabar
Prancis dengan menggunakan teori Ullmann (1964). Hasil penelitian itu
menunjukkan kaitan makna secara metaforis dan metonimis dengan pelanggaran
kolokasi. Penggunaan makna secara metaforis dan metonimis menyebabkan
makna kalimat yang unsur-unsurnya mengalami pelanggaran kolokasi tetap
berterima. Teori yang sama digunakan Fabriyanti (2008), mahasiswa Program
Studi Sastra Prancis, Universitas Indonesia, untuk meneliti jenis metafora dalam
komik Prancis. Dari penelitian itu ia menyimpulkan bahwa ada hubungan konteks
cerita dengan pemilihan metafora binatang dalam jenis komik tertentu.
Penelitian terdahulu tersebut belum ada yang membahas mengenai
metafora dalam teks pidato berbahasa Prancis meskipun penelitian mengenai
metafora dalam bahasa Prancis telah dilakukan dengan menggunakan korpus serta
bidang berbeda. Dalam penelitian ini, akan dibahas metafora dalam bidang politik
yang terdapat dalam pidato De Gaulle.
Secara historis, pidato yang disampaikan presiden pertama Republik V
Prancis dan tokoh penting dalam pembebasan Prancis pada masa Perang Dunia II
itu memiliki pengaruh yang signifikan bagi masyarakat Prancis (dalam artikel
How De Gaulle speech). Pidatonya pada masa pendudukan Jerman tahun 1940--
1945 mampu mengobarkan semangat rakyat Prancis yang sudah putus asa dan
hampir menyerah (Dreyfus, 1996). De Gaulle yang saat itu menjabat sebagai
Brigadir Jenderal menyingkir ke Inggris. Ia menolak keputusan Pemerintah Vichy
yang menyerah pada Jerman dan membacakan pidatonya melalui radio BBC di
London pada tanggal 18 Juni 1940. Ia menyerukan kepada semua rakyat Prancis
agar bertahan terhadap pendudukan Nazi dan mulai mengatur “Pejuang Prancis
Bebas” bersama dengan para perwira buangan Prancis di Inggris (De Gaulle).
Bahkan, pidatonya pada masa Perang Dunia II dianggap sebagai faktor utama
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
5
Universitas Indonesia
keluarnya Prancis sebagai pemenang bersama Sekutu (dalam artikel How De
Gaulle speech, 2010).
Hal tersebut menunjukkan bahwa pidato memiliki peran luas dan
kedudukan penting dalam masyarakat. Akan tetapi, kajian semantis pidato De
Gaulle belum dilakukan secara mendalam, padahal di dalamnya ditemukan gejala
metafora yang menarik, seperti metafora yang ditemukan dalam pidatonya pada
tahun 1941 di hadapan anak-anak di malam Natal. De Gaulle mengatakan
“mesdames les nations” (para nyonya bangsa). Ia mengibaratkan suatu bangsa
sebagai seorang nyonya yang dapat lebih atau kurang cantik dan berani
dibandingkan “nyonya” lain, Les nations, vous savez, sont comme des dames, plus
ou moins belles, bonnes et braves. Bangsa Prancis juga diibaratkan nyonya yang
paling baik, cantik, dan berani, parmi mesdames les nations, aucune n’a jamais
été plus belle, meilleure, ni plus brave que notre dame la France. Ia juga
menyebutkan Jerman sebagai tetangga yang kurang ajar, kasar, dan iri hati, Mais
la France a une voisine brutale, rusée, jalouse : l’Allemagne.
Penggunaan metafora dengan menunjukkan perumpamaan yang kuat dapat
membuat khalayak membayangkan adegan yang digambarkan. Pembuat pidato
dapat mendefinisikan berbagai istilah yang ia gunakan dengan
mempertimbangkan ide yang mirip dengan pemikirannya sendiri. Dengan cara
seperti itu, ia dapat menemukan mata rantai untuk mencocokkan pemikirannya
dengan pemikiran khalayak sehingga tidak kehilangan perhatian dan memiliki
kesempatan untuk membujuk khalayaknya (West dan Turner, 2004). Efisiensi
bahasa adalah bagaimana seorang pembicara menggunakan alat atau cara, seperti
metafora untuk menyampaikan sesuatu dengan hasil sebesar-besarnya (Keraf,
1991).
1.2 Rumusan Masalah
Melihat penggunaan metafora dalam pidato De Gaulle, peneliti hendak
mengetahui struktur metafora yang terdapat dalam pidatonya. Struktur yang
dimaksud adalah kategori metafora yang didapat dari menyimpulkan pemetaan
antarranah. Dengan mengetahui berbagai struktur itu, pesan utama yang hendak
disampaikan dalam pidatonya melalui metafora terungkap.
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
6
Universitas Indonesia
1.3 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan metafora yang digunakan De
Gaulle dalam pidatonya pada masa Perang Dunia II.
Untuk dapat mencapai tujuan, sasaran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Mengungkapkan kategori metafora dalam pidato De Gaulle.
2. Menemukan makna metafora dalam pidato De Gaulle.
1.4 Manfaat Penelitian
Dalam penelitian terdahulu telah dikemukakan penggunaan metafora dalam
komik dan surat kabar Prancis, tetapi belum ada penelitian mengenai metafora
Prancis dalam pidato. Oleh karena itu, penelitian ini dapat menyumbang
pengetahuan mengenai metafora dalam teks pidato berbahasa Prancis dalam
bidang semantik. Dari penelitian terdahulu, terdapat kajian mengenai metafora
dalam pidaro berbahasa Indonesia. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi
bagi kajian selanjutnya yang lebih mendalam mengenai perbandingan kebudayaan
antara pidato berbahasa Prancis dan pidato berbahasa Indonesia.
1.5 Ruang Lingkup
Penelitian ini akan dibatasi pada ungkapan metaforis yang terdapat dalam
pidato De Gaulle pada tahun 1941. Pada tahun itu, De Gaulle harus mampu
menjaga semangat yang telah tersulut dan sekaligus bernegosiasi secara aktif
dengan Inggris dan Amerika Serikat untuk berkolaborasi mengalahkan Jerman,
apalagi setelah situasi yang semakin memanas dengan kesertaan Jepang dalam
perang (De Gaulle, 1954). Dalam pidatonya, De Gaulle harus mampu
menyampaikan pesan secara tepat, terutama kepada rakyat Prancis, bahwa kerja
sama dengan sekutu akan menguntungkan perlawanan Prancis dalam mengusir
Jerman.
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
7
Universitas Indonesia
1.6 Metodologi penelitian
Metodologi penelitian disajikan dalam tiga subbab, yakni metode penelitian,
teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data. Subbab metode penelitian,
menjelaskan jenis metode yang digunakan dalam penelitian ini. Subbab teknik
pengumpulan data menjabarkan sumber data dan unit analisis. Terakhir, subbab
teknik analisis data menjelaskan pendekatan yang digunakan dalam analisis serta
tahapan analisis data.
1.6.1 Metode penelitian
Metode penelitian adalah kualitatif dengan pendekatan semantik kognitif.
Penelitian ini mengutamakan kedalaman penghayatan terhadap objek penelitian
yang sedang dikaji secara empiris. Dengan metode ini penggunaan metafora
dalam pidato dapat dianalisis secara mendalam sehingga tujuan penelitian dapat
tercapai, yaitu mendeskripsikan jenis metafora dalam pidato De Gaulle.
1.6.1 Teknik Pengumpulan Data
Subbab derajat kedua ini terdiri atas dua butir, yakni sumber data dan unit
analisis. Dalam sumber data dijelaskan alasan pemilihan data. Butir unit analisis
menerangkan data yang dianalisis dalam penelitian ini. Berikut teknik
pengumpulan data.
1. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah pidato De Gaulle pada tahun 1941. Ada
41 pidato yang disampaikan De Gaulle pada tahun ini. Dalam penelitian ini, hanya
dua dari pidatonya yang dianalisis, yakni pidato yang disampaikannya pada
pertemuan orang Prancis di Inggris pada tanggal 15 November 1941 dan pidato
yang disampaikannya melalui radio pada tanggal 24 Desember 1941 sebagai
pesan malam Natal untuk anak-anak Prancis. Pidato pertama dipilih karena
disampaikannya langsung di hadapan perwakilan Prancis pada bulan November,
setelah serangkaian pertempuran dan kerja sama dengan Sekutu maupun berbagai
negara Asia dan Afrika. Ia biasanya menyampaikan pidato kepada rakyatnya
melalui radio. Pidato kedua merupakan yang pertama dan ditujukan untuk anak-
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
8
Universitas Indonesia
anak. Oleh karena itu, menarik mengamati perbedaan metafora yang mungkin ia
gunakan pada kedua pidato itu.
2. Unit Analisis
Unit analisis adalah semua ungkapan metaforis yang terdapat dalam pidato De
Gaulle pada tanggal 15 November dan 24 Desember 1941.
1.6.2 Teknik analisis data
Data yang telah terkumpul dianalisis dengan menggunakan pendekatan kognitif
menurut Lakoff dan Johnson (1980). Berikut ini adalah tahapan analisis data.
1. Setelah data terkumpul, mencari ranah sumber.
2. Menyusun data ke dalam kategori penamaan metafora.
3. Mendeskripsikan hubungan antara ranah sasaran dan ranah sumber.
4. Dalam memerikan hubungan antara ranah sasaran dan ranah sumber,
makna tiap data langsung dijelaskan. Interpretasi makna dilakukan tanpa
melepas konteks luar bahasa, yakni dengan merujuk pada konteks kekinian
pada saat pidato disampaikan. Selain itu, setiap data tidak terlepas dari
kaitan dengan kalimat sebelum atau sesudahnya.
5. Menyimpulkan hasil analisis data.
Bagian selanjutnya dalam penelitian ini terdiri atas tiga bab. Bab kedua
merupakan kerangka teori. Bab ini menjelaskan teori-teori yang menjadi acuan
penelitian. Bab ketiga adalah analisis. Bab ini menguraikan hasil pengolahan data
dan analisis berdasarkan metode dan model yang telah dijelaskan di dalam bab
sebelumnya. Bab terakhir adalah kesimpulan. Bab ini berisi kesimpulan hasil
analisis data dan saran untuk peneliti selanjutnya.
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
9
Universitas Indonesia
BAB 2
KERANGKA TEORI
2.1 Jenis makna
Sesuai dengan teori makna yang telah dikemukakan di atas, unsur acuan juga
diturutkan dalam pengertian makna. Oleh karena itu, ada baiknya melihat teori
makna dari Bloomfield. Bloomfield (1933) mengemukakan dua jenis makna,
yaitu makna pusat (normal atau central meaning) dan makna sampingan
(marginal atau metaphoric atau transferred meaning). Sebuah penanda dapat
mempunyai lebih dari satu acuan. Bila yang diacu adalah acuan utama atau acuan
pertama, yaitu acuan harfiah yang bermakna denotatif dan dapat dimengerti
bentuk fisiknya, penanda tersebut mengacu pada makna pusatnya. Menurut
Knowles dan Moon (2004), makna harfiah atau makna literal mengacu pada
sesuatu yang konkret. Penanda yang mengacu pada referen lain disebut makna
sampingan yang pemahamannya bersifat konotatif. Makna nonharfiah atau makna
nonliteral mengacu pada sesuatu yang abstrak atau memiliki kualitas abstrak.
Telah disebutkan oleh Bloomfield bahwa makna dapat bersifat denotatif jika
merujuk pada acuan utama atau bersifat konotatif jika mengacu pada acuan lain.
Penjabaran mengenai sifat makna ini dikemukakan pula oleh Keraf (1991) yang
membagi makna menjadi dua, yaitu makna konotatif dan makna denotatif. Kata
denotatif adalah kata yang tidak mengandung makna tambahan sedangkan makna
kata yang mengandung arti tambahan atau nilai rasa tertentu di samping makna
dasar disebut makna konotatif.
Dalam kalimat tikus-tikus semakin ganas berkeliaran di loteng rumah, acuan
pertama pembaca adalah binatang pengerat yang semakin agresif. Akan tetapi
apabila dikatakan, tikus-tikus berdasi semakin gemuk memakan uang negara,
pembaca harus mengacu pada hal lain karena kita tahu tikus tidak memakai dasi.
Apabila pembaca memaksakan acuan pertama, yaitu binatang pengerat, hal
tersebut akan menjadi tidak logis. Akan tetapi, apabila pembaca mengacu pada
para koruptor, kalimat tersebut akan dapat diterima. Penanda yang mengacu pada
referen lain inilah yang disebut makna sampingan yang pemahamannya bersifat
konotatif.
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
10
Universitas Indonesia
Dari ketiga teori di atas, dapat disimpulkan bahwa makna utama mengacu
pada acuan harfiah yang konkret dan bersifat denotatif, sedangkan makna
sampingan bersifat konotatif, abstrak, dan mengacu pada referen lain.
2.2 Metafora
Terdapat dua pendekatan berbeda mengenai metafora, yakni metafora
tradisional dan metafora berdasarkan pendekatan kognitif yang disebut metafora
konseptual. Kedua metafora ini perlu ditampilkan di sini untuk memudahkan
pemahaman. Berikut adalah penjabaran metafora berdasarkan kedua pandangan
itu.
2.2.1 Metafora Tradisional
Metafora biasa dianggap sebagai gaya bahasa yang terutama memiliki
unsur dekoratif semata, yakni untuk menghias bahasa (Siregar, 2003). Oleh
karena itu, ruang lingkup metafora tradisional hanya dalam pembahasan gejala
bahasa. Lehmann dan Martin-Brethet (2002) mengemukakan bahwa metafora
dalam pemahaman tradisional merupakan majas atau trope yang berdasarkan
persamaan, yang memberikan suatu kata sebuah makna lain sebagai perbandingan
implisit. Pengertian yang serupa juga diberikan oleh Parera (2004) dan Laksana
(2006), yakni bahwa metafora merupakan perbandingan berdasarkan persamaan
yang tidak merujuk pada makna harfiahnya. Menurut Le Guern (1973), persamaan
itu mempertahankan makna harfiah sehingga suatu metafora dapat dimengerti.
Dari pemaparan mengenai pengertian metafora di atas, dapat disimpulkan bahwa
metafora adalah perbandingan implisit antara dua hal yang berdasarkan persamaan
tanpa kata penghubung dan tidak merujuk pada makna harfiahnya. Dua hal di sini
bukanlah konsep tetapi membandingkan dua istilah.
Dalam pendekatan tradisional, proses metaforis tidak sistematis, tetapi
berdasarkan pergeseran sebagian komponen makna (Lehman dan Martin-Brethet,
2002). Misalnya, dalam ungkapan pembersihan pajak. Sebagian komponen
makna ‘pembersihan’, yakni ‘menghilangkan kotoran’ bergeser. Dalam proses
metaforis, bukan kotoran yang dihilangkan, melainkan oknum yang melaksanakan
aturan pajak secara tidak benar. Oknum itu diperbandingkan dengan kotoran.
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
11
Universitas Indonesia
‘Menghilangkan’ dibandingkan dengan, misalnya, pemecatan oknum yang
bersalah itu. Akan tetapi, menurut pendekatan tradisional, tidak ada suatu sistem
konseptual yang mendasari pemilihan ungkapan metaforis ini.
2.2.2 Metafora Konseptual/Kognitif
Pendekatan lain dikemukakan oleh Lakoff dan Johnson (1980). Menurut
mereka, dasar dari metafora adalah memahami satu hal dengan istilah lain.
Metafora membandingkan dua ranah konsep. Oleh karena itu, disebut metafora
konseptual karena pemahaman konseptual suatu ranah merujuk pada ciri ranah
konseptual lain. Pemilihan suatu kata atau ungkapan metaforis tidaklah arbitrer,
tetapi berdasarkan suatu sistem tertentu. Dari sini, sistem konseptual manusia
dapat terlacak karena kebanyakan bersifat metaforis. Metafora membentuk cara
pikir, cara merasa, dan tingkah laku (Lakoff dan Johnson, 1980). Metafora
berhubungan erat dengan hal paling mendasar dari pemikiran manusia. Agar lebih
jelas, penulis mengutip contoh yang dikemukakan Lakof dan Johnson, yaitu
konsep ARGUMENT dan metafora ARGUMENT IS WAR. Dalam suatu perdebatan
kita sering mendengar ungkapan seperti,
“Dia menyerang semua titik lemah argumen saya”
“Strategi orang itu lemah”
“Saya selalu kalah berdebat dengannya”
“Dia mengahabisi semua pendapatnya”
“Dia menembak tepat sasaran”
“Mereka berdua terlibat perang kata yang seru”
Banyak hal yang dilakukan dalam perdebatan disusun sebagian oleh
konsep perang. Kenyataannya, ungkapan tersebut tidak hanya sekadar
mengatakan sesuatu dalam istilah perang, tetapi pola pikir juga turut terbentuk
sesuai konsep yang digunakan. Seseorang benar-benar dapat kalah atau menang
dalam perdebatan. Kita menggunakan taktik agar memenangkannya. Seseorang
dapat kalah karena argumennya yang lemah diserang. Cara seseorang berdebat
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
12
Universitas Indonesia
disusun sebagian oleh struktur metafora ARGUMENT IS WAR. Seandainya
perdebatan tidak dilihat dengan istilah perang, konsep kita tentang perdebatan
juga ikut berubah. Misalnya, dalam ARGUMENT IS DANCE, tidak ada lagi
ungkapan kalah atau menang perang dan perencanaan strategi. Kita tidak lagi
melihat orang yang berdebat dengan kita sebagai lawan. Kita mungkin akan
memandang perdebatan sebagai sesuatu yang indah, penuh harmoni, dan
memerlukan keseimbangan. Cara kita membicarakan dan melakukan perdebatan
juga berubah, bahkan mungkin perdebatan tidak lagi dilihat sebagai perdebatan,
tetapi muncul dengan istilah lain yang lebih sesuai. Ada persamaan antara sistem
konseptual dengan pengalaman yang kita miliki. Dari contoh di atas ada
persamaan antara ide ARGUMENT dan ide WAR.
Knowles dan Moon (2005) mengemukakan bahwa metafora yang sudah
dianggap tidak lagi metaforis karena penggunaan sehari-hari disebut metafora
klise atau dead metaphor. Misalnya, dalam ungkapan my spirits rose. Dalam
metafora tradisional ungkapan ini dianggap tidak lagi bersifat metaforis, tetapi
sudah bermakna harfiah. Berbeda dengan pendekatan kognitif. Dalam pendekatan
ini, tidak ada metafora klise. Knowles dan Moon (2005). Saaed (1997), dan
Siregar (2003). mengungkapkan bahwa metafora mati atau klise, dalam
pembahasan tradisional, merupakan bagian dari sistem metafora yang tetap hidup
dan akan berkembang secara berkelanjutan. Ungkapan my spirits rose adalah
bagian dari struktur metafora UP-DOWN, yakni HAPPY IS UP (Saeed, 1997).
Menurut paradigma kognitif, konsep itu dapat memunculkan istilah baru.
Misalnya istilah uppers untuk obat stimulan serta downers untuk obat penenang.
Dalam penjabaran teori metafora di atas, terdapat beberapa perbedaan
pandangan antara tradisional dan konseptual. Berikut ini ditampilkan secara
ringkas perbedaan metafora dari kedua pandangan itu.
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
13
Universitas Indonesia
Tabel 2.1 Perbedaan Metafora Tradisional dan Metafora Konseptual
Metafora Tradisional Metafora Konseptual
Metafora adalah gaya bahasa Metafora bukan sekadar bahasa
figuratif atau gaya bahasa yang hanya
berfungsi memperindah bahasa, tetapi
juga menstruktur pemikiran
Pendekatan tradisional hanya
menganggap metafora sebagai bagian
dari bahasa, tidak menyerap dalam
sistem konsep manusia
Tidak bersifat linguistis, atau berada di
dalam ranah bahasa semata, tetapi
berhubungan erat dengan sistem
konseptual manusia
. Proses yang terjadi adalah pergeseran
sebagian komponen makna
Pendekatan tradisional menganggap
bahwa metafora terbentuk berdasarkan
persamaan. Persamaan merupakan
kriteria agar terbentuk hubungan
metaforis.
Proses yang terjadi dalam hubungan
metaforis adalah pemetaan atau
persesuaian antarranah. Analisis
metafora dilakukan untuk mengetahui
bagaimana bekerjanya. Pemilihan
ungkapan metaforis tidaklah arbitrer,
tetapi sistematis serta berdasarkan pada
pengalaman.
Metafora klise dalam pendekatan
tradisional dianggap telah bermakna
harfiah
Menurut pendekatan konseptual,
metafora yang dianggap mati di dalam
pandangan tradisional tetap hidup dan
justru menunjukkan bahwa metafora
merupakan bagian dari sistem
konseptual
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
14
Universitas Indonesia
Metafora membandingkan dua istilah
Metafora membandingkan ranah
konsep. Metafora merupakan
pemahaman konseptual ranah dengan
merujuk pada ranah konseptual lain.
Metafora membantu kita memahami berbagai persoalan dengan lebih
mudah dan digunakan untuk memahami konsep abstrak. Pemahaman mengenai
metafora dapat bersifat universal karena, menurut Lakoff dan Johnson (1980),
pada dasarnya sistem konseptual manusia memiliki kesamaan. Meskipun begitu,
beberapa metafora berdasarkan pada budaya tertentu.
Metafora merupakan bagian penting dari sistem pemikiran manusia. Kita
berbicara dan berpikir secara metaforis. Hal ini berdasarkan penelitian Lakoff dan
Johnson (1980) bahwa sebagian besar dari kita saat dihadapkan pada ungkapan
metaforis, tidak kembali ke makna harfiahnya dulu, tetapi langsung memaknainya
secara metaforis. Akan tetapi, kita sering tidak menyadari bahwa pemikiran kita
sangat metaforis. Metafora konseptual dapat menjadi bahasan yang menarik
karena mengupas metafora dari sudut pandang yang berbeda dari yang sering
ditemui. Metafora biasanya hanya dikenal sebagai unsur dekoratif dalam bahasa,
padahal menurut teori semantik kognitif, metafora terbentuk secara sistematis dan
konseptual yang pada gilirannya membentuk cara pandang terhadap sesuatu.
2.3 Analisis metafora konseptual/kognitif
Salah satu analisis makna dalam pendekatan ini dikemukakan dengan
sistematisasi metafora menurut Lakoff dan Johnson (1980). Sistematisasi
metafora berdasarkan pada tiga hal, yakni source domain (ranah sumber), target
domain (ranah sasaran), dan correspondences/mappings (persesuaian/pemetaan),
highliting (penyorotan) dan hiding (penyembunyian), serta image schema (skema
citra). Dari unsur-unsur sistematisasi itu, dapat terungkap skema tertentu (skema
citra) yang akan menunjukkan sistem metafora.
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
15
Universitas Indonesia
Berikut ini akan diuraikan mengenai unsur-unsur dalam analisis makna metafora
konseptual.
2.3.1 Ranah Sumber, Ranah Sasaran, Persesuaian/Pemetaan
Knowles dan Moon (2004) menyatakan bahwa metafora konseptual
menyamakan dua area konsep. Istilah ranah sumber (selanjutnya disingkat RSu)
digunakan untuk menyatakan area konsep tempat metafora digambarkan, dalam
contoh di atas adalah WAR. Pengategorisasian ARGUMENT is WAR berdasarkan
pilihan kata yang digunakan untuk menggambarkan atau mengungkapkan ide
dalam perdebatan. Kata yang digunakan, seperti “menyerang”, “kalah”, “perang”
berada dalam medan makna ranah konsep WAR. Oleh karena itu, penamaan
metafora ini memiliki RSu WAR. Ranah sasaran (selanjutnya disingkat RSa)
adalah area konsep tempat metafora digunakan, yaitu ARGUMENT. Istilah ini
dapat disamakan dengan istilah dalam penerjemahan, bahasa yang diterjemahkan
adalah SUMBER dan bahasa yang disasar adalah SASARAN.
Di antara dua area tersebut terdapat hubungan, yang disebut persesuaian
atau pemetaan. Hubungan ini dapat tercipta berkat adanya experiential bases
(Lakoff dan Johnson, 1980). RSa dan RSu ini dimasukkan ke dalam struktur atau
kategori metafora yang sesuai yang ditampilkan dalam huruf kapital. Penulisan ini
untuk menunjukkan bahwa yang dimaksudkan adalah konsep. Untuk selanjutnya,
istilah struktur dan kategori metafora digunakan dalam analisis ini. Keduanya
memiliki makna sama dalam analisis metafora konseptual. Pemakaian istilah ini
secara bergantian adalah untuk menghindari pengulangan.
Ciri khas atau konsep tradisional di area konsep atau RSu dari WAR adalah
barikade pertahanan atau barisan prajurit di RSa ARGUMENT, ciri khas itu cocok
atau terpetakan dengan fakta atau kepercayaan yang dimiliki dan digunakan
seseorang untuk memperkuat posisi mereka dalam perdebatan. Barikade ini
memiliki titik lemah yang musuh coba untuk temukan dan serang agar menang.
Hal sama juga terpetakan dalam perdebatan, titik lemah yang dapat diserang
lawan , misalnya data yang tidak lengkap, informasi yang tidak benar, atau fakta
yang tidak akurat. Beberapa ciri dalam ranah konsep WAR, seperti yang telah
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
16
Universitas Indonesia
disebutkan di atas terpetakan dalam ARGUMENT. Sebaliknya, ada beberapa ciri
yang tidak ditampakkan.
Penelitian Siregar (2003) merupakan salah satu analisis metafora dengan
paradigma semantik kognitif. Ia meneliti pola-pola metafora dan sistem yang
mengatur metafora untuk memetakan perubahan kemasyarakatan yang terlacak
melalui ungkapan metaforis. Data yang digunakan bersumber dari media pers
cetak setelah Reformasi 1998. Penelitian ini dilakukan untuk mengamati
perubahan masyarakat setelah pemerintahan Orde Baru berakhir. Sumber data
berasal dari media pers, selain didapatkan dengan mudah, karena melalui data ini
perubahan masyarakat dapat dilihat melalui pernyataan yang dikutip secara
langsung ataupun tidak langsung dari pelaku politik seperti elit politis,
pemerintahan, dan pengamat.
Penelitian ini merupakan salah satu dari penelitian metafora konseptual yang
berhubungan dengan ranah politik terlengkap. Analisis dilakukan dalam dua
tahap. Pertama, mengumpulkan data ungkapan metaforis. Kedua, menentukan
sistem metafora berdasarkan telaah semantik polisemi dan hiponimi. Setelah itu,
memuat data dan hasil pengamatan dalam format tabulasi. Dengan tabulasi, ciri
yang terdapat dalam data metaforis dan ciri yang mendukung kategorisasi
metafora dapat ditampilkan serentak. Model tabel dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut.
Tabel 1. Pemetaan konseptual metafora SASARAN adalah SUMBER
RANAH SASARAN RANAH SUMBER
Pemahaman interpretatif metaforis
dalam ranah SUMBER
Pemahaman interpretatif nonmetaforis
dalam ranah SUMBER
Model di atas apabila diterapkan pada contoh struktur metafora ARGUMENT
IS WAR atau DEBAT adalah PERANG, sebagai berikut.
RANAH SASARAN RANAH SUMBER
Dalam perdebatan argumen menjadi
senjata
Dalam berperang membutuhkan senjata
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
17
Universitas Indonesia
Dalam perdebatan, titik lemah lawan
debat adalah argumennya yang lemah
Dalam perang, titik lemah lawan
diserang agar menang
Argumen yang kuat merupakan
pertahanan dan menjadi faktor
kemenangan
Dalam perang, benteng atau senjata
mutakhir merupakan pertahanan dan
faktor kemenangan
Penelitian Siregar (2003) menjadi rujukan karena merupakan salah satu
contoh analisis teks bermuatan politik dalam pandangan semantik kognitif yang
ditampilkan secara ringkas. Penggunaan tabel diperlukan untuk memudahkan
analisis serta pembacaan. Di dalam tabel akan terlihat jelas struktur dari sebuah
ranah konsep yang digambarkan melalui struktur ranah konsep lain. Selanjutnya
analisis dalam penelitian ini menggunakan istilah bahasa Indonesia. Penggunaan
istilah ini semata untuk memudahkan penamaan.
2.3.2 Penyorotan dan Penyembunyian
Lakoff dan Johnson (1980) menyatakan tidak semua aspek RSu terpetakan
dalam RSa. Dalam teori metafora konseptual, pemetaan selektif ciri RSu ke RSa
disebut penyorotan, ciri lain yang tidak ditampakkan disebut penyembunyian.
Apabila RSu itu berubah, pemetaan dan ciri penyorotan juga berubah. Dalam
ARGUMENT IS WAR, beberapa ciri RSu WAR tidak ditampakkan, seperti adanya
kemungkinan perjanjian, perdamaian, gencatan senjata, dan kompromi. Ciri yang
ditonjolkan adalah menyerang, bertahan, menyusun strategi, dan bagaimana
kemenangan dapat diperoleh.
Oleh karena itu, hubungan antara area konsep tidaklah keseluruhan, tetapi
hanya sebagian. Jika hubungan itu bersifat total, suatu konsep menjadi konsep
lain, tidak sekadar dimengerti dalam istilah konsep lain tersebut. ARGUMENT
yang memiliki hubungan total dengan WAR tidak lagi dilihat dalam struktur WAR,
tetapi sudah menjadi konsep WAR. Tidak ada lagi konsep ARGUMENT karena
telah melebur di dalam konsep WAR. Hubungan antarranah tidak lagi dapat dilihat
karena sudah menjadi kesatuan. Semua ciri dalam konsep ARGUMENT adalah
semua ciri dalam konsep WAR, termasuk ciri penyembunyian.
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
18
Universitas Indonesia
2.3.3 Skema citra
Skema citra adalah bentuk penting dari struktur konseptual dalam semantik
kognitif karena hal-hal abstrak di dunia ini dijelaskan melalui sesuatu yang
bersifat fisik (Saeed, 1997). Johnson yang dikutip Saeed (1997) mengungkapkan
salah satu jenis skema citra yang sering digunakan dalam penelitian linguistik,
yakni skema jalan (path schema). Skema ini mencerminkan kehidupan kita. Setiap
perjalanan memiliki awal dan akhir, melewati serangkaian tempat dan menuju ke
arah tertentu. Berdasarkan hal tersebut, skema ini juga memiliki titik awal (A),
titik akhir (B), dan serangkaian lokasi yang menghubungkan keduanya (ditandai
dengan panah).
A jalan B
Skema ini memiliki sejumlah implikasi:
a. Oleh karena A dan B dihubungkan oleh serangkaian lokasi, maka dari
titik A ke B terdapat titik-titik lanjutan yang harus dilewati.
b. Jalan cenderung dihubungkan dengan pergerakan langsung yang
terarah, yaitu dari A ke B.
c. Ada hubungan dengan waktu karena seseorang yang melintasi sebuah
jalan pasti memerlukan waktu. Oleh karena itu dapat disimpulkan
bahwa semakin jauh jalannya semakin banyak waktu yang dibutuhkan.
Skema ini menyoroti tujuan dari penggunaan metafora untuk menjelaskan
suatu ranah konsep abstrak. Kita membicarakan sesuatu untuk menyampaikan
pesan tertentu. Pesan ini melewati jalan yang dapat terlacak melalui metafora.
Oleh karena itu, skema ini dapat digunakan pula untuk menunjukkan sistem dari
struktur metafora. Skema yang diidentifikasikan Johnson ini merupakan salah satu
yang termudah dan sederhana yang dapat dilakukan sesuai dengan keterbatasan
waktu dalam penelitian ini. Skema ini terdiri atas sumber, jalan, dan sasaran.
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
19
Universitas Indonesia
Menurut Johnson dalam Williams (2008), sumber adalah asal mula atau titik awal
sebuah gerakan. Jalan adalah rentetan lokasi yang saling berdekatan atau
berhubungan yang dilewati objek yang bergerak. Sasaran adalah tujuan atau titik
akhir sebuah gerakan. Skema ini berangkat dari pemahaman bahwa setiap
konseptualisasi proses apapun melibatkan sebuah gerakan. Dari skema ini dapat
tergambar proses konseptualisasi metafora dan kaitan antarkonsep.
Metafora menghasilkan kesimpulan tertentu (Siregar, 2003). Skema ini dapat
membantu memahami sistematisasi konsep karena satu konsep merupakan sumber
dari konsep lain yang selanjutnya dapat ditarik sebuah kesimpulan. Di antara
konsep sumber dan sasaran, terdapat konsep lain yang saling mengaitkan.
Misalnya, dalam contoh sistem metafora LIFE IS A JOURNEY yang dikemukakan
Johnson (1993) dalam Forceville (2006). Sistem ini disusun atas struktur kecil
yang dapat dikaitkan dalam skema jalan. BIRTH IS A STRARTING POINT
sebagai sumber. GROWING UP IS TRAVELING sebagai jalan. Terakhir, DEATH
IS END POINT sebagai sasaran. Dalam skema ini terlihat jelas alur dari
kehidupan yang memiliki awal, perjalanan (path), dan akhir.
Dapat disimpulkan, ciri metafora konseptual adalah:
1. Metafora ini menyamakan dua ranah konsep, yakni ranah tempat metafora
terlihat (ranah sumber atau source domain: WAR) dan ranah tempat metafora
digunakan (ranah sasaran atau target domain: ARGUMENT).
2. Penyamaan antarranah ini berdasarkan pada persesuaian atau pemetaan
(correspondence atau mapping) elemen di antara kedua ranah. Kedua ranah
dihubungkan oleh persesuaian (correspondence) yang ditandai ciri tertentu. Ciri
tertentu ini tidak terungkap semua dalam area lain.. Hubungan antara sumber dan
target area ini dapat membentuk skema citra yang dapat menunjukkan konsep
besar metafora dalam teks.
3. Persesuaian atau pemetaan bukanlah kesamaan (similiarity) antarelemen
dua ranah, tetapi merupakan korelasi atau keterkaitan (correlation) antara aspek
dan ciri di dalam kedua ranah di tingkat konseptual atau pemikiran.
4. Pemetaan tidak bersifat arbitrer tetapi berakar pada pengetahuan pada
kebudayaan, bahasa, pengalaman sehari-hari, dan aktivitas fisik. Misalnya,
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
20
Universitas Indonesia
HAPPY IS UP. Postur tegak biasanya menunjukkan kondisi emosional positif.
Sebaliknya. SAD IS DOWN, bermuara dari sikap tubuh saat sedih, seperti
menundukkan kepala dan menurunkan bahu.
Sistematisasi metafora berdasarkan:
1. Pengalaman dan pemahaman budaya
2. Fisik (postur tubuh, ekspresi wajah, gerak tubuh)
Setelah mengumpulkan ungkapan metaforis, pengamatan berikutnya adalah
menemukan ranah sumber. Kemudian dilakukan pemetaan konseptual antara
ranah sumber dan ranah sasaran yang ditampilkan dalam tabel. Terakhir,
menyimpulkan. Kesimpulan yang ditarik dari proses ini disesuaikan dengan
pengetahuan dan dibatasi sesuai dengan keadaan pada saat pidato disampaikan.
Mengenai penamaan kategori metafora (yang ditulis dengan huruf kapital)
dilakukan dengan menarik hubungan antarranah yang dianggap memiliki karakter
dari keseluruhan konsep. Penilaian ini berdasarkan pengetahuan terhadap budaya,
telaah semantik polisemi, dan telaah medan makna. Dalam pengategorisasian
metafora, dapat terjadi satu data masuk dalam beberapa kelas.
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
21 Universitas Indonesia
BAB 3
ANALISIS
Dalam bab ini analisis disajikan berdasarkan teori yang telah disebutkan di
bab terdahulu. Analisis ditampilkan dalam subbab. Judul subbab merupakan nama
untuk klasifikasi atau kategori metafora yang didapat dengan menyimpulkan hasil
analisis. Penamaan itu menggunakan huruf kapital dengan format SASARAN
adalah/sebagai SUMBER. Setiap subbab memuat data metaforis yang dianggap
mendukung pemilihan nama untuk kategori metafora. Penggunaan satu data untuk
lebih dari satu analisis sangat mungkin terjadi dan akan diperlakukan sebagai data
baru. Data disusun dengan penomoran latin (1, 2, 3,…. ).
Data dalam bahasa Prancis diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia yang
ditampilkan dalam tanda kurung ((…)). Kata, frasa, atau klausa yang menunjukkan
gejala metaforis digarisbawahi untuk memudahkan pembacaan. Setiap data
dilengkapi rujukan yang menunjukkan letak paragraf dan baris dalam sumber data.
Sumber data dicantumkan di halaman lampiran yang telah diberi nomor baris dan
penebalan untuk setiap data yang digunakan. Di dalam penjelasan setiap data,
beberapa kata atau frasa yang merupakan kata kunci dalam pemetaan konseptual
metafora ditebalkan. Pemetaan metafora ditampilkan di dalam tabel. Di setiap analisis
diberikan kesimpulan kecil yang ditampilkan sebagai butir.
Sumber data adalah dua pidato De Gaulle pada tanggal 15 November dan 24
Desember 1941. Dari pencuplikan data, terkumpul 28 data metaforis. Sebanyak 25
data didapatkan dari pidato pada tanggal 15 November, sedangkan sisanya didapatkan
dari pidato pada tanggal 24 Desember. Berikut analisis metafora konseptual pidato
De Gaulle tanggal 15 November dan 24 Desember 1941.
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
22
Universitas Indonesia
3.1 PERJUANGAN adalah PERJALANAN
De Gaulle dalam pidatonya pada tanggal 15 November 1941, menggunakan kata
seperti le chemin (jalan), les étapes (langkah), la route (jalan), le voyageur
(pengelana), dan la marche (langkah, gerak jalan) yang bermakna metaforis.
1. Le voyageur qui gravit la montée s'arrête parfois quelques instants pour
mesurer le chemin parcouru et s'orienter vers le but. [paragraf 1, baris 1--2]
(Pengelana yang sedang mendaki kadang berhenti sebentar untuk mengukur
jalan yang ditempuh dan mengarah ke tujuan.)
2. Ainsi avons-nous jugé bon de nous rassembler aujourd’hui, sur l’initiative
émouvante des Français de Grande-Bretagne, pour nous réconforter nous-
mêmes par le spectacle de notre union et nous affermir sur le dur chemin de
la lutte pour la patrie. [paragraf 2, baris 2--5]
(Kita pun telah menilai sebaiknya kita bersatu saat ini, mengikuti prakarsa
yang menggetarkan hati dari rakyat Prancis di Inggris, untuk menentramkan
diri kita sendiri dengan pertunjukan persatuan dan agar memantapkan kita di
atas jalan keras perjuangan untuk tanah air.)
3. Vers ce but, nous avons marché sans hésiter et sans fléchir.
[paragraf 4, baris 29--30]
(Menuju cita-cita itu, kita telah berjalan tanpa meragu dan tanpa mengalah.)
4. Chacun sait quelles furent les étapes, toujours dures, parfois cruelles, de
notre marche en avant. [paragraf 5, baris 36--37]
(Masing-masing mengetahui langkah perjalanan kita ke depan, selalu sukar,
terkadang kejam.)
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
23
Universitas Indonesia
5. La route que le devoir nous impose est longue et dure. [paragraf 18, baris 165]
(Jalan yang dipaksakan kepada kita oleh kewajiban panjang dan sulit.)
Pada data (1), pejuang Prancis yang sedang menghadapi Jerman diibaratkan
sebagai pengelana yang sedang mendaki lereng terjal “la montée”. Setelah beberapa
waktu, Prancis seperti halnya pengelana berhenti sebentar untuk mengukur kekuatan
dan mengambil jarak untuk melihat sudah seberapa dekat dengan tujuan. Pengelana
ini harus mendaki sekuat tenaga dan mengerahkan segala kemampuan karena
menghadapi kendala yakni medan pertempuran yang tidak mudah, tetapi sangat
terjal. Prancis pun harus berjuang keras agar dapat berdaulat kembali karena
pertempuran demi pertempuran yang mereka alami sangat menguras tenaga dan
pikiran. Musuh yang dihadapi pun bukan sembarangan, yakni tentara yang dipimpin
oleh seorang Hitler yang ambisius dan yang melakukan segalanya untuk
mendapatkan apa yang diinginkannya.
Dengan mengukur kemampuan serta mengamati keadaan, mereka dapat
mempersiapkan diri menghadapi segala kemungkinan dan menyusun strategi yang
tepat. Pengelana mengembara biasanya menemukan daerah baru yang mungkin
menjanjikan sesuatu, begitu juga dengan Prancis. Akhir perjuangan mereka pun
diharapkan akan meraih kemenangan untuk tanah air. Mereka berharap, dengan
segala perjuangan yang mereka lakukan, akan sampai di tempat yang menyenangkan
untuk menetap. Perumpamaan yang digunakan De Gaulle adalah untuk memompakan
semangat rakyat Prancis. Ia berharap Prancis tidak akan menyerah dan meyakinkan
mereka seberat apa pun halangan, mereka akan dapat mengatasinya. Seperti halnya
pengelana, meski harus berhenti setiap beberapa saat, akan sampai ke tujuan pada
akhirnya.
Pada data (2), De Gaulle kembali mengingatkan bahwa perjuangan yang
harus ditempuh tidaklah mudah dan merupakan jalan yang penuh rintangan, le dur
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
24
Universitas Indonesia
chemin de la lutte. Akan tetapi, berbagai kendala itu harus diambil demi satu tujuan,
yakni untuk kemenangan tanah air, pour la patrie. Perjuangan yang sedang mereka
lakukan bermula dari prakarsa orang Prancis yang berada di Inggris (l’initiative
émouvante des Français de Grande-Bretagne), yang dipimpin langsung oleh dirinya.
Dengan begitu, secara tidak langsung, dengan menyebutkan prakarsa ini, ia juga ingin
menunjukkan bahwa ia berperan sebagai pemimpin dalam perjuangan ini.
Pada data (3), De Gaulle mengajak rakyatnya untuk tidak ragu berjuang
meraih kemenangan. Ia mengatakan: […] nous avons marché sans hésiter et sans
fléchir ([…] kita telah berjalan tanpa meragu dan tanpa mngalah). Jika seseorang
berjalan dengan keraguan dan tanpa arah, ia akan tersesat dan tidak lekas sampai
tujuan karena terlalu banyak berpikir tanpa membuat keputusan yang pasti.
Menurutnya, apa yang telah mereka lakukan selama ini dalam perjuangan telah benar,
yakni tetap fokus berjuang dengan keyakinan dan kepercayaan diri bahwa tujuan
mereka membebaskan Prancis dari pendudukan Jerman akan tercapai. Apabila
mereka melakukannya dengan ragu, hasil yang diraih tidak akan maksimal dan hanya
akan menjadi kendala dalam perjuangan. Di dalam perjalanan, setiap langkah yang
diambil memiliki risiko. Begitu pun dengan perjuangan. Diperlukan tekad dan
keyakinan bahwa perjuangan mereka akan membuahkan hasil. Memang, seperti
halnya perjalanan yang tidak selalu lancar, perjuangan pun pasti menghadapi
kesulitan. Hal ini kembali ia utarakan, seperti terlihat dalam data (4).
Setiap orang telah mengetahui risiko dan kesulitan yang dihadapi selama
perjuangan ini tidak pernah mudah dan kadang kejam. Apabila suatu perjalanan
dilakukan tanpa pengetahuan serta keinsafan bahwa tidak semua jalan yang dilalui
akan mudah, akan berbahaya bagi yang melakukan perjalanan. Jika perjuangan
dimulai dengan memikirkan masalah terburuk, mereka akan selalu siap menghadapi
berbagai kondisi, yang tidak terduga sekali pun. […] notre marche en avant
(perjalanan kita ke depan) adalah tujuan dari perjuangan ini. De Gaulle mengatakan,
memang setiap perjuangan selalu kejam dan sukar, setiap pejuang telah mengetahui
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
25
Universitas Indonesia
keadaan itu. Kesukaran yang dihadapi dapat berasal dari musuh maupun dari dalam
pergerakan. Dengan tetap fokus ‘ke depan’, mereka akan segera meraih tujuan.
Tujuan tidak tercapai secara instan. Sebaliknya, perjuangan yang mereka
hadapi sangat keras dan membutuhkan waktu, seperti terungkap dalam data (5).
Jarak yang ditempuh dalam setiap perjalanan memakan waktu tertentu, seperti halnya
perjuangan,.tidak hanya waktu, tetapi juga tenaga dan pikiran. Perbekalan yang
memadai sangat penting dalam kelancaran perjalanan. Mulai dari awal pergerakan
sampai tercapainya cita-cita pasti melewati berbagai kemungkinan dan tidak dapat
diselesaikan dalam waktu semalam. Oleh karena itu, perjuangan pun membutuhkan
segala persiapan dan strategi untuk menghadapi pertempuran sulit serta ketahanan
agar tidak lekas putus asa. Apabila pejuangnya berpikir bahwa hanya dengan
berjuang keras semalaman kebebasan Prancis dapat segera teraih, tentu itu hal yang
naif. Untuk itulah, De Gaulle kembali menekankan sukar dan panjangnya perjuangan
yang harus mereka lakukan.
Pemilihan kata pada pidato ini, le chemin (jalan), les étapes (langkah), la
route (jalan), le voyageur (pengelana), dan la marche (langkah, gerak jalan) dapat
mengerucut pada satu konsep, yakni PERJALANAN. Dalam metafora ini
PERJUANGAN dikonseptualkan melalui struktur konsep PERJALANAN dan
melewati beberapa tempat. Dalam konsep ini, perjuangan dilihat dalam struktur
perjalanan yang memiliki durasi, awal, tujuan akhir, dan berbagai tempat yang harus
didatangi. Selain itu, perjuangan seperti halnya perjalanan, memerlukan pula tekad
dan keyakinan.
Salah satu harapan dalam setiap perjalanan adalah selamat sampai di tujuan.
Dalam perjuangan, kemenangan menjadi cita-cita akhir yang diharapkan. Perjalanan
dapat dilakukan secara individual atau bersama dengan teman yang terasa lebih
menyenangkan dan membuat perjalanan tidak lagi terasa sulit. Perjuangan pun dapat
dilakukan sendiri atau bersama-sama. Apabila dilakukan sendiri, segala kesulitan
harus dihadapi dan diselesaikan seorang diri yang tentu tidak mudah. De Gaulle
dalam pidatonya mengatakan bahwa persatuan menguatkan perjuangan (data 2).
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
26
Universitas Indonesia
Lebih khusus lagi perjalanan ini bukan untuk bersenang-senang, melainkan
perjalanan sulit karena di dalam pidatonya De Gaulle menggunakan kata sifat seperti
dur (keras) dan cruelle (kejam). Tabel di bawah ini menjelaskan pemetaan konseptual
dari data metaforis yang telah disebutkan.
Tabel 3.1 Pemetaan konseptual metafora PERJUANGAN adalah PERJALANAN
RANAH SASARAN RANAH SUMBER
Pejuang Pengelana (data 1)
Perjuangan Perjalanan (data 4), mendaki lereng terjal
(data 1), melewati jalan yang panjang dan
sukar (data 2 dan 5), berjalan (data 3)
Tujuan perjuangan dan cita-cita Tujuan perjalanan: pergerakan ke depan
(data 4)
Strategi perjuangan Rencana perjalanan: berhenti sebentar
untuk mengecek keadaan sekeliling (data
1)
Tekad dan keyakinan dalam perjuangan Tekad dan keyakinan dalam melakukan
perjalanan: tahap keraguan dan berpikir
(data 3)
Medan pertempuran Lereng terjal (data 1), jalan (data 5)
Keadaan selama perjuangan Keadaan selama perjalanan: jalan
sekeliling (data 1), selalu sukar dan
kejam
(data 4)
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
27
Universitas Indonesia
Kendala dalam perjuangan Kendala dalam perjalanan: lereng terjal
(data 1), jalan yang keras (data 2 dan 5)
Membutuhkan waktu dan tenaga Jarak perjalanan : melewati beberapa
tahap atau pemberhentian (data 5)
Dari proses pemetaan metafora yang dijabarkan pada tabel di atas, dapat
disimpulkan sebagai berikut.
Perjuangan pasti tidak mudah.
Perjuangan memiliki tujuan yang jelas.
Rintangan pasti ada, namun terasa ringan jika bersatu.
Perjuangan tidak memiliki tujuan jelas.
Rintangan yang dihadapi terasa jauh lebih berat, rakyat terpecah belah.
3.2 SEMANGAT PERSATUAN adalah API
Idenya mengenai persatuan dapat disimpulkan melalui struktur metafora
SEMANGAT PERSATUAN adalah API. Hal ini dapat terlihat dari data berikut yang
diambil dari pidatonya pada tangal 15 November 1941,
6. C'est de ce foyer qu'a jailli, chaque jour plus haute et plus ardente, la grande
flamme française qui nous a désormais trempés. [paragraf 2, baris 14--16]
(Dari pendiangan itu, telah memancar setiap hari semakin tinggi dan berkobar,
lidah api besar Prancis yang kini telah merendam kita.)
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
28
Universitas Indonesia
7. Une nation qui paye si cher les fautes de son régime, politique, social, moral
et la défaillance ou la félonie de tant de chefs, une nation qui subit si
cruellement les efforts de désagrégation physique et morale que déploient
contre elle l’ennemi et ses collaborateurs, une nation dont les hommes, les
femmes, les enfants, sont affamés, mal vêtus, point chauffés, dont 2 millions de
jeunes gens sont tenus captifs, pendant des mois et des années, dan des
baraques de prisonniers, des camps de concentration, des bagnes ou des
cachots, une nation à qui ne sont offertes, comme solution et comme
espérance, que le travail forcé pour le compte de l’ennemi, le combat contre
ses propres enfants et ses fidèles alliés, le repentir d’avoir osé se dresser face
aux frénésies conquérantes d’Hitler et le rite des prosternations devant
l’image du Père-la Défaite, cette nation est nécessairement un foyer couvant
sous le cadre. [paragraf 15, baris 130--140]
(Sebuah bangsa yang membayar begitu mahal kesalahan rezimnya, politis,
sosial, moral, dan kelemahan atau pengkhianatan pemimpinnya, sebuah
bangsa yang mengalami kejamnya usaha pemecahabelahan fisik dan moral
yang membentang di hadapannya, musuh dan kolaboratornya, sebuah bangsa
yang laki-laki, perempuan, anak-anaknya kelaparan, berpakaian compang-
camping, tidak terhangati, yang dua juta anak mudanya ditahan selama
berbulan-bulan dan bertahun-tahun di berbagai barak tahanan, di kamp
konsentrasi, di bui atau di ruang bawah tanah, sebuah bangsa yang hanya
ditawari, sebagai solusi dan harapan, kerja paksa untuk kepentingan
musuhnya, pertempuran melawan anaknya sendiri dan sekutu setianya, rasa
penyesalan karena telah berani menentang hiruk pikuknya para pemenang
Hitler dan ritual penghormatan di depan gambar Bapak Kekalahan, bangsa itu
adalah api yang membara dalam sekam.)
8. Si la situation de notre patrie écrasée, pillée, trahie, exige que nous nous
absorbions dans la tâche de la guerre, nous ne pouvons nous détacher de ce
que peut et doit être le destin intérieur de la nation. Nous le pouvons d'autant
moins que le désastre momentané de la France a bouleversé de fond en
comble les fondements mêmes de son existence, emporté les institutions
qu'elle pratiquait antérieurement, altéré profondément la condition de chaque
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
29
Universitas Indonesia
individu et, par-dessus tout, jeté dans les âmes mille ferments passionnés.
[paragraf 15, baris 123--128]
(Jika situasi tanah air kita yang tertindas, hancur, terkhianati menuntut kita
terserap dalam tugas perang, kita tidak dapat terlepas dari apa yang bisa dan
harus menjadi nasib dalam negara kita. Kita dapat melakukannya, lebih kecil
dari kerusakan sementara Prancis yang telah mengubrak-abrik keseluruhan
dasar yang sama dari eksistensinya, yang telah membawa institusi yang
dilaksanakannya di luar, merusak secara mendalam kondisi setiap individu
dan di atas semua itu, menghentakkan dalam jiwanya ribuan biang yang
menggelegak.)
Pada data (6), foyer memiliki konotasi hangat, bersifat kekeluargaan, pusat
aktivitas di suatu bangunan karena merupakan tempat berkumpul. Prancis sebagai
satu keluarga besar harus bersatu karena rakyat Prancis yang bersatu merupakan
sumber kekuatan perjuangan mereka. Semangat seperti api yang dapat dibuat,
berkobar, lalu kemudian mati. Menurut Le Robert de poche 2011 (2010) tremper
memiliki komponen makna ‘mouiller fortement, plonger un solide dans un liquide
pour imbiber, rester plongé dans un liquide ’ (terendam suatu cairan sampai basah
kuyup, merendam suatu benda padat di dalam cairan). Cairan itu mengelilingi benda
dan meresapi pori-pori benda itu sehingga tidak ada bagian yang luput. Semangat
yang meresap itu membuat kuat dan mampu memengaruhi sekitarnya karena
dipenuhi harapan dan antusiasme.
Pada data (7), De Gaulle menyoroti keadaan Prancis dalam perang. Wilayah
Prancis saat diduduki Jerman terbagi dua, yakni daerah bagian utara dan selatan.
Pemerintahan saat itu, Vichy yang menyerah pada Jerman dianggap sebagai
pengkhianat oleh De Gaulle. Rakyat Prancis memang sangat menderita karena kalah
perang. Kelaparan, ketiadaan penghangat, kerja paksa, dan penahanan membuat
rakyat semakin tersiksa. Akan tetapi, menurut De Gaulle justru segala penderitaan
dan tekanan berada di bawah Nazi itu harus diwaspadai musuh karena dapat
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
30
Universitas Indonesia
membangkitkan semangat luar biasa dan memengaruhi aksi perlawanan. Seperti
yang diungkapkan De Gaulle:
…cette nation est nécessairement un foyer couvant sous le cadre.
(bangsa itu niscaya bara api dalam sekam)
Penderitaan dan penghinaan itu menjadi pemicu rakyat Prancis untuk berjuang
semakin gigih demi mendapat kehidupan yang bebas dan lebih baik. Bangsa Prancis
yang menderita diibaratkan sebagai api dalam sekam yang dapat berkobar setiap saat
dan biasanya menyulut ledakan yang dahsyat meski hanya berasal dari bara kecil.
‘Sekam’ yang menutupi semangat Prancis saat itu adalah tekanan dari Nazi. Hal ini
kembali diungkapkan De Gaulle pada kalimat:
[…] le désastre momentané de la France […] jeté dans les âmes mille
ferments passionnés.
([…] kerusakan sementara Prancis […] menghentakkan dalam jiwanya ribuan
biang yang menggelegak.)
Yang dimaksud le désastre momentané de la France pada data (8) adalah
pendudukan Prancis oleh tentara musuh, yakni Jerman. Kekalahan ini ditafsirkan De
Gaulle sebagai ‘kerusakan sementara’. Oleh karena bersifat sementara, kerusakan itu
pastilah tidak parah dan dapat segera diperbaiki. Kerusakan itu justru memompa
semangat rakyat Prancis untuk semakin gigih, keluar dari penderitaan. Bahkan ia
mengatakan bahwa segala kesengsaraan itu menjadi biang fermentasi. Biang
merupakan ragi atau bakteri yang hidup dalam proses fermentasi. Saat proses ini
terjadi, terjadi perubahan komponen dasar “induk” ragi, seperti yang terjadi pada
fermentasi kacang kedelai menjadi tempe. Proses ini juga menimbulkan panas.
Dalam pidatonya, De Gaulle menyatakan bahwa ‘kerusakan’ yang terjadi di Prancis
menimbulkan semangat. Jiwa rakyat Prancis seolah ditaburi ragi yang dapat
memanaskan dan mengubah penderitaan menjadi energi positif. Api sama seperti
semangat dalam jiwa yang merupakan simbol kehidupan.
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
31
Universitas Indonesia
Penggunaan kata flamme (lidah api), ferments (ragi), foyer (pendiangan) dapat
merucut pada satu konsep, yakni API. API merupakan konsep yang digunakan De
Gaulle untuk menstruktur konsep SEMANGAT, atau lebih spesifik SEMANGAT
PERSATUAN. Hal ini, misalnya, terlihat melalui kalimat di dalam pidatonya pada
tanggal 15 November 1941 berikut.
Nous sommes des Français de toutes origines, de toutes conditions, de toutes
opinions, qui avons décidé de nous unir dans la lutte pour notre pays. […] Mais,
c’est d’une telle abnégation, autant que d’une telle cohésion, que nous tirons notre
force. C'est de ce foyer qu'a jailli, chaque jour plus haute et plus ardente, la grande
flamme française qui nous a désormais trempés. [paragraf 2, baris 9--16]
(Kita adalah orang Prancis dari segala asal usul, segala kondisi, segala pendapat, yang
telah memutuskan untuk bersatu dalam perjuangan untuk negara kita. […] Akan
tetapi, dari pengorbanan, dan juga kepaduan, kita mengerahkan kekuatan. Dari
pendiangan itu, setiap hari semakin tinggi dan berkobar, lidah api besar Prancis yang
kini membasahi kita telah memancar.)
Dalam kalimat di atas, De Gaulle mengungkapkan bahwa Prancis bersatu
dalam perjuangan untuk Tanah Air. Kemudian, dalam kalimat selanjutnya ia
mengatakan bahwa ‘pengorbanan dan kepaduan…’ merupakan kekuatan yang
menjadi sumber atau ‘pendiangan’ dari semangat mereka. Kepaduan kembali
ditegaskan sebagai sumber kekuatan dalam kalimat berikut.
pour nous réconforter nous-mêmes par le spectacle de notre union
[15 November 1941, paragraph 1, baris 3--4]
(untuk menentramkan diri kita sendiri dengan pertunjukan persatuan)
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
32
Universitas Indonesia
Api bersifat panas dan memanaskan sekelilingnya. Api juga mudah menyebar
jika sudah tersulut karena sifatnya yang dinamis, seperti halnya semangat yang dapat
meluas dan memengaruhi orang lain. Hal ini ditunjukkan melalui penggunaan kata
sifat ardente dan kata kerja tremper dalam data (6). Sejak zaman prasejarah, api
merupakan lambang kehidupan. Semangat juga menunjukkan adanya kehidupan,
yang dapat dilihat dari penggunaan kata sifat passionnés dalam data (8). Semangat
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) memiliki makna ‘roh kehidupan yang
menjiwai segala makhluk, kekuatan, perasaan hati, nafsu, gairah’. Seperti halnya api
yang dapat dinyalakan, semangat pun dapat dibangkitkan. Dalam pidatonya De
Gaulle mengungkapkan bahwa penderitaan dan kesengsaraan peranglah yang menjadi
pemicu semangat mereka (data 6, 7, dan 8). Semangat dapat memengaruhi tindakan
seseorang, seperti yang dikatakan De Gaulle, yakni untuk mempererat persatuan (data
6). Ia juga menyatakan dalam pidatonya tanggal 15 November 1941 (paragraf 2, baris
2--5) bahwa persatuan rakyat Prancis menguatkan perjuangan berat sekalipun: […] de
nous rassembler aujourd’hui […] pour nous réconforter […]et nous affermir […]
([…] menyatukan kita hari ini […] untuk menguatkan […] dan meyakinkan kita
[…]). Persatuan inilah yang menjadi strategi sekaligus persiapan mereka menghadapi
musuh, yang akan memberi kekuatan mereka. Pemetaan konseptual metafora ini
dapat dilihat melalui Tabel 3.2 berikut.
Tabel 3.2 Pemetaan konseptual metafora SEMANGAT PERSATUAN adalah API
RANAH SASARAN RANAH SUMBER
Semangat dapat menimbulkan gairah Kobaran api bersifat penuh gairah (data 6
dan 8)
Semangat dapat memengaruhi orang lain:
meskipun awalnya hanya kecil
Api dapat menjalar luas: meskipun hanya
berasal dari bara kecil (data 6 dan 7)
Semangat dapat dibangkitkan Api dapat dibuat: di pendiangan (data 6)
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
33
Universitas Indonesia
Semangat menimbulkan kekuatan Api dapat membakar dan panas (data 6
dan 7)
Semangat menunjukkan kehidupan Api memberikan kehidupan (data 8)
Semangat dapat memengaruhi tindakan Api dapat menyulut ledakan (data 7)
Semangat bersatu mempererat
kekeluargaan
Api menunjukkan kehangatan, tempat
orang berkumpul (data 6)
Dari pemetaan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut.
Semangat bersatu sangat penting dalam perjuangan.
Dengan bersatu perjuangan lebih kuat.
Tanpa semangat persatuan, perjuangan akan mudah dihentikan musuh.
3.3 KEBEBASAN adalah KOMODITAS BERHARGA
Di dalam pidatonya pada tanggal 15 November 1941, De Gaulle menggunakan
kata kerja coûter (berharga) dan payer (membayar), seperti yang terlihat dalam data
metaforis berikut.
9. Chacun de nous est seul à connaître, dans le secret de son coeur, ce qu'il lui
en a coûté. [paragraf 2, baris 12--13]
(Setiap dari kita adalah sendirian dalam mengalami, di dalam rahasia hatinya,
berapa harga yang harus dikeluarkan.)
10. Les peuples libres ont fait, maintenant, assez de cruelles expériences pour
avoir appris ce que signifie la communauté des droits et des devoirs et ce qu'il
en coûte de lui être infidèle. [paragraf 14, baris 118--120]
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
34
Universitas Indonesia
(Rakyat merdeka kini telah mendapat cukup pengalaman pahit untuk mengerti
arti masyarakat yang menghormati persamaan hak dan kewajiban serta harga
jika tidak setia kepadanya.)
11. Tous ont payé assez cher pour savoir que leur idéal commun ne pourrait être
qu’une charte platonique sans l’établissement de la sécurité réelle et pratique
de chacun et sans l’organisation de la solidarité internationale.
[paragraf 14, baris 120--122]
(Semua telah membayar cukup mahal untuk mengetahui bahwa cita-cita
bersama mereka hanya akan menjadi sebuah piagam platonik tanpa bangunan
keamanan nyata dan praktis dan tanpa organisasi solidaritas internasional)
Pada data (9), kata coûter (berharga) menunjukkan suatu harga dari sesuatu. Kata ini
juga menunjukkan kesulitan, jerih payah, dan pengorbanan yang harus dilakukan
demi mendapatkan sesuatu yang memiliki harga itu. Seperti yang dinyatakan De
Gaulle dalam pidatonya pada tanggal 15 November 1941,
Je ne commettrai pas l’indélicatesse d’insister sur ce que cela représente, au total, de
souffrances et de sacrifices. [paragraf 2, baris 11--12]
(Saya tidak akan melakukan lancang untuk menekankan bahwa ini secara
keseluruhan merupakan penderitaan dan pengorbanan.)
Kalimat di atas menunjukkan bahwa sebenarnya penderitaan dan pengorbanan rakyat
Prancis tidak hanya dalam perjuangannya melawan musuh, tetapi jauh lebih besar.
Kemudian ia menyambung (data 9) bahwa setiap orang telah mengetahui sendiri jerih
payah yang harus dikerahkan. Ini menunjukkan upaya dan pengorbanan yang harus
dilakukan untuk mendapatkan apa yang mereka ingini sangat besar. Sesuatu yang
memiliki nilai tukar tinggi biasanya adalah komoditas berharga dan terbatas.
Pada data (10), setelah mengalami pengalaman pahit, yakni dikuasai musuh,
rakyat menjadi sadar betapa berharga kebebasan dan akibat yang harus ditanggung
karena tidak memilikinya lagi. Ketiadaan persamaan hak dan kewajiban menandakan
ketiadaan kebebasan. Pengorbanan dan perjuangan dibutuhkan untuk
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
35
Universitas Indonesia
mendapatkannya kembali. Harga itu dibayar cukup mahal seperti dikatakan di:
“semua telah membayar cukup mahal untuk mengetahui bahwa cita-cita bersama
mereka […]” (data 11). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), mahal
memiliki makna ‘jarang ada, sukar didapat, tidak mudah’. Di sini ia menyatakan
bahwa bangsa Prancis saat itu tidak memiliki atau kehilangan sesuatu yang sangat
berharga dan harus membayarnya atau menanggung akibatnya. Pada saat itu yang
tidak dimiliki Prancis adalah kebebasan karena berada di bawah pendudukan
Jerman. Kebebasan itu harus diraih kembali dengan cara apa pun, sesulit apa pun,
karena tidak ada harga yang dapat ditebus kecuali mengerahkan segala daya juang
untuk mengusir Jerman dan memenangkan perang. Kini cita-cita mereka adalah
meraih kembali kebebasan. Usaha mereka haruslah usaha bersama karena memang
tidak mudah untuk meraihnya kembali.
Kebebasan tersebut direbut dari mereka karena ketiadaan sistem
keamanan yang kuat dan kerja sama dengan negara lain, sans l’établissement de la
sécurité réelle et pratique de chacun et sans l’organisation de la solidarité
internationale (data 11). Akibatnya, mereka harus membayar dengan harga tinggi
untuk mendapatkannya kembali. Kebebasan itu penting karena tanpanya suatu
bangsa mengalami kesengsaraan seperti kelaparan dan terpenjara, seperti yang ia
nyatakan dalam pidatonya pada tanggal 15 November 1941,
[…] une nation qui subit si cruellement les efforts de désagrégation physique et
morale que déploient contre elle l’ennemi et ses collaborateurs, une nation dont les
hommes, les femmes, les enfants, sont affamés, mal vêtus, point chauffés, dont 2
millions de jeunes gens sont tenus captifs, pendant des mois et des années, dan des
baraques de prisonniers, des camps de concentration, des bagnes ou des cachots, une
nation à qui ne sont offertes, comme solution et comme espérance, que le travail
forcé pour le compte de l’ennemi, […].[paragraf 15, baris 131--137]
([…]sebuah bangsa yang mengalami kejamnya usaha pemecahabelahan fisik dan
moral yang membentang di hadapannya, musuh dan kolaboratornya, sebuah bangsa
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
36
Universitas Indonesia
yang laki-laki, perempuan, anak-anaknya kelaparan, berpakaian compang-camping,
tidak terhangati, yang dua juta anak mudanya ditahan selama berbulan-bulan dan
bertahun-tahun di berbagai barak tahanan, di kamp konsentrasi, di bui atau di ruang
bawah tanah, sebuah bangsa yang hanya ditawari, sebagai solusi dan harapan, kerja
paksa untuk kepentingan musuhnya, […])
Kesengsaraan itu benar-benar dirasakan sangat pedih oleh rakyat Prancis,
(Chacun de nous est seul à connaître, dans le secret de son cœur […]). Selain itu,
kebebasan berharga karena merupakan hak asasi setiap manusia. Di dalam kebebasan
setiap orang akan memiliki kesempatan untuk menentukan berbagai pilihan dan tidak
akan selalu dipaksa melakukan hal yang tidak diinginkan, seperti kerja paksa untuk
musuhnya. Kebebasan merupakan komoditas berharga karena bangsa yang merdeka
akan lebih sejahtera dan bebas melakukan apapun yang terbaik untuk rakyatnya,
termasuk membebaskannya dari kelaparan. Akan tetapi, kebebasan ternyata harus
dijaga karena dapat terenggut dan untuk mendapatkannya kembali dibutuhkan
pengorbanan yang tidak sedikit. Pemetaan metafora dapat dilihat lebih jelas di dalam
Tabel 3.3 berikut.
Tabel 3.3 Pemetaan konseptual metafora KEBEBASAN adalah
KOMODITAS BERHARGA
RANAH SASARAN RANAH SUMBER
Diperlukan usaha bersama untuk
mendapatkannya
Dengan usaha bersama komoditas
berharga dapat diraih (data 11)
Kebebasan tidak didapatkan secara
cuma-cuma
Komoditas berharga mahal,
disebabkan antara lain oleh
jumlahnya terbatas (data 11)
Membutuhkan pengorbanan untuk Untuk memilikinya harus
menukarkan sejumlah uang atau
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
37
Universitas Indonesia
mendapatkannya
barang sesuai dengan harga
(data 9 dan 10)
Perjuangan besar dibutuhkan untuk
mendapatkan kemenangan seutuhnya
Semakin mahal dan sulit dimiliki,
semakin berharga komoditas itu
(data 9)
Kebebasan dapat direnggut karena
kelemahan sistem keamanan
Komoditas berharga dapat direbut
jika tidak hati-hati menjaganya
(data 11)
Dari pemetaan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut.
Kebebasan menjamin banyaknya pilihan.
Hidup lebih bahagia, kebahagiaam tidak ada harganya.
Tampa kebebasan, tidak banyak pilihan tersedia.
Hidup tidak bahagia.
3. 4 NEGARA/KEMENANGAN adalah ORANG
Di dalam pidatonya, De Gaulle mempersonifikasikan negara dan kemenangan seperti
yang terlihat di dalam data berikut.
12. Donnant, donnant ! nous ne cesserons pas, jusqu’au dernier soir de la
dernière bataille, de nous tenir, fidèles et loyaux, aux côté de la vieille
Angleterre. [15 November 1941, paragraf 10, baris 92--94]
(Kamu memberi, saya memberi! kita tidak akan berhenti, sampai malam
terakhir pertempuran terakhir, kita tidak akan berhenti untuk setia dan loyal di
samping sahabat lama Inggris.)
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
38
Universitas Indonesia
13. Eh, bien ! parmi mesdames les nations, aucune n’a jamais été plus belle,
meilleure, ni plus brave que notre dame la France.
[24 Desember 1941, paragraf 2, baris 5--6]
(Ternyata, di antara nyonya-nyonya bangsa, tidak ada yang secantik, sebaik,
atau pun sepemberani nyonya Prancis kita.)
14. Mais la France a une voisine brutale, rusée, jalouse : l’Allemagne.
[24 Desember 1941, paragraf 2, baris 6--7]
(Akan tetapi, Prancis memiliki seorang tetangga kasar, licik, dan cemburu:
Jerman.)
15. Car, c’est un fait que la France, malgré la stupeur d’une défaite militaire
méritée par ses chefs, mais non par elle-même, malgré le trouble jeté dans
son âme par la trahison d'hommes qu'elle considérait comme symboles de
l'honneur, malgré la pression de l’ennemi, exercée tantôt sous la forme de
violences sans nom, tantôt par offres doucereuses d’allégement et de
collaboration, malgré un régime abject de police et de persécutions, malgré
l’effort acharné de corruption des esprits par propagande unilatéral, c’est un
fait que la France ne s’est nullement abandonée.
[15 November 1941, paragraf 6, baris 44--50]
(Sebabnya adalah kenyataan bahwa Prancis, meski terpana karena kakalahan
militer yang pantas untuk para komandannya, bukan untuknya sendiri ; meski
kegalauan yang dilemparkan ke dalam jiwanya karena pengkhianatan orang
yang dianggapnya sebagai simbol kehormatan ; meski tekanan musuh yang
dilaksanakan dalam bentuk kekerasan tanpa nama, atau oleh bujuk rayu untuk
bersekutu dan bekerja sama ; meski sebuah rezim yang sangat mengekang dan
membantai, meski usaha perusakan semangat dikerahkan dengan propaganda
sepihak, ternyata, Prancis sama sekali tidak ditelantarkan.)
16. Chers enfants de France, vous recevrez bientôt une visite, la visite de la
Victoire. [24 Desember 1941, paragraf 7, baris 40--42]
(Putra Prancis tercinta, kalian akan segera mendapat kunjungan, kunjungan
Kemenangan.)
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
39
Universitas Indonesia
Pada data (12), Inggris disandingkan dengan kata vieille (sahabat lama).
Selain merujuk pada usia negara itu, dapat juga sebagai tanda kekerabatan atau
kasih sayang, seperti dijelaskan di dalam kamus Le Robert de poche 2011 (2010).
Vieille (tua) memiliki konotasi akrab. Negara Inggris dianggap sebagai teman karib
Prancis dalam Perang Dunia II menghadapi Jerman. Akan tetapi kerja sama antara
Inggris dan Prancis haruslah saling menguntungkan, seperti yang De Gaulle katakan,
“Donnant, donnant“ (kamu memberi, saya memberi).
Pada data (13), De Gaulle yang menyampaikan pidatonya sebagai pesan Natal
untuk anak-anak Prancis menyebut les nations (bangsa-bangsa) sebagai Mesdames
(para nyonya). Penyebutan ini untuk memberikan penghormatan kepada mereka dan
kedudukan politis setiap negara. Dalam kamus Le Robert de poche 2011 (2010),
madame dan dame ‘nyonya’ memiliki makna panggilan hormat terhadap perempuan
atau dapat pula berarti ‘wanita’ dan ‘ibu’. Dame juga memiliki makna lain, yakni
wanita terhormat dari kalangan bangsawan. Konsep negara distrukturalisasi ke dalam
konsep manusia. Negara seperti manusia, memiliki kedudukan sosial dan memiliki
penyebutan tertentu sesuai dengan kelasnya. Pemilihan kata mesdames dan dame
merujuk pada peran tradisional perempuan sebagai pengayom, pemberi kehidupan,
dan pemberi makan anak. Seperti negara yang selalu melimpahkan sumber daya alam
untuk kesejahteraan rakyatnya. Seorang dame juga merupakan figure yang harus
dihormati. Ini berarti setiap negara memiliki kelas sosial, peran, dan harus saling
menghormati karena memiliki kedudukan setara.
Meskipun begitu, seperti halnya dalam masyarakat, tetap ada yang unggul dan
lebih baik daripada yang lain. De Gaulle menganggap Prancis sebagai yang tercantik,
terbaik, dan paling pemberani di antara semua bangsa hebat. Kata-kata sifat itu
biasanya melekat pada karakteristik manusia. Manusia memiliki keindahan fisik yang
dapat dilihat dan dinikmati orang lain. Manusia juga dapat memiliki sifat pemberani
dan kualitas atau keahlian yang menjadikannya lebih unggul dari yang lain. Begitu
pula dengan negara. Setiap negara memiliki batas geografis dan keindahan alam.
Ada negara yang unggul dalam persenjataan yang menjadikan pertahannya paling
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
40
Universitas Indonesia
kuat serta memiliki keunggulan lain seperti sumber daya alam melimpah, letak
geografis yang strategis, dan sumber daya manusia yang berkualitas. Perjuangan
yang terus dilakukan Prancis meski sebagian wilayahnya telah dikuasai merupakan
tindakan berani. Prancis, menurut De Gaulle, seperti seorang wanita terhormat yang
memiliki segala keunggulan di kelasnya.
Struktur sosial masyarakat yang diterapkan pada negara juga terlihat pada
data (14). Jerman merupakan salah satu tetangga terdekat Prancis. Di dalam
kehidupan sosial, manusia hidup berdampingan dengan manusia lain. Begitu pun
dengan tempat tinggal. Manusia memiliki tetangga yang hidup berdekatan
dengannya. Jerman merupakan tetangga negara Prancis. De Gaulle, seperti pada data
(13), juga memerikan karakteristik Jerman seperti menjelaskan karakter manusia,
yakni “brutale, rusée, jalouse” ‘kasar, licik, iri hati’. Jerman yang melanggar
kedaulatan negara Prancis seperti manusia yang bersikap kasar dan licik, yang
melakukan pelecehan secara fisik ataupun mental pada manusia lain.
Pada data (15), negara seolah memiliki jiwa dan dapat berada dalam kondisi
kehilangan kesadaran, la stupeur, seperti manusia. De Gaulle menyatakan bahwa
negara menyerah pada musuh karena “kelinglungan militer”. Kekalahan ini
menyebabkan kebingungan rakyatnya. Negara yang memiliki batas geografis, seperti
manusia yang memiliki fisik, kadang mengalami kondisi tidak menentu. Seperti
manusia sakit, suatu negara yang berada dalam keadaan kalah karena batas
kedaulatannya dilanggar, menjadi lemah. Akan tetapi perjuangan Prancis tidak
sendiri, ia tidak diabaikan. Negara lain pun memiliki visi sama untuk mengalahkan
Jerman. Ini semakin menegaskan konseptualisasi negara di dalam struktur manusia,
yakni manusia sebagai makhluk sosial yang hidup dalam masyarakat.
Pada data (16), kemenangan dipersonifikasikan oleh De Gaulle.
Memenangkan perang seperti mendapat kunjungan menyenangkan dari seorang
sahabat, seperti yang ia ungkapkan di kalimat selanjutnya setelah data (16) berikut.
Ah! comme elle sera belle, vous verrez !..
(Ah ! betapa cantiknya ia, lihatlah sendiri!)
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
41
Universitas Indonesia
Seperti di dalam kehidupan masyarakat, manusia sebagai makhluk sosial pun kerap
mendapat tamu. Kunjungan seperti ini adalah salah satu upaya untuk mempererat
hubungan yang biasa dilakukan antarteman atau kolega. Kemenangan, la victoire,
bagaikan sahabat Prancis yang selalu ada di sisinya. De Gaulle ingin menegaskan
bahwa Prancis tidak akan lama kalah. Ia memberi semangat pada anak-anak Prancis
bahwa kemenangan akan segara datang karena ia tidak pernah jauh dari Prancis.
Hubungan internasional yang melibatkan banyak negara, seperti kehidupan sosial
masyarakat.
Ungkapan metaforis dalam sumber data pidato kedua jauh lebih sedikit
dibandingkan data pidato yang disampaikan sebelumnya. Pidato 24 Desember
ditujukan kepada anak-anak yang memiliki tingkat bahasa berbeda dibandingkan
orang dewasa. Anak-anak belum menguasai bahasa secara lengkap. Ranah konsep
yang digunakan De Gaulle pun masih sederhana.
Berbeda dengan pidato tanggal 15 November yang disampaikan di hadapan
perwira dan orang Prancis di Inggris, De Gaulle tidak menempatkan diri sebagai
jenderal pemimpin perang. Akan tetapi sebagai seseorang yang merasa perlu
menjelaskan situasi penuh penderitaan rakyat Pranxis agar dapat dimengerti anak-
anak. Oleh karena itu, ia menggunakan analogi yang dirasa cukup akrab dengan anak-
anak, seperti dame (nyonya) dan voisine (tetangga). Kengerian beserta segala strategi
dan pemikiran rumit dalam perang dapat terakomodasi dan dipahami anak-anak
dengan menjelaskan kedudukan setiap negara yang dilihat dalam ranah konsep
ORANG. Penyederhanaan ini sekaligus memberikan semangat, bahwa Prancis yang
merupakan “nyonya” terbaik dan tercantik dalam lingkungannya, “hanya” diganggu
oleh “tetangga” yang kasar dan iri hati. Ia juga menekankan bahwa “kunjungan
kemenangan” akan segera tiba. Untuk lebih jelas, pemetaan konseptual metafora
diperlihatkan dalam Tabel 3.4 berikut.
Tabel 3.4 Pemetaan konseptual metafora NEGARA/KEMENANGAN adalah
MANUSIA
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
42
Universitas Indonesia
SASARAN SUMBER
Negara memiliki usia Manusia bertambah tua, bertambah usia
(data 12)
Kedudukan negara satu sama lain Kelas sosial dalam kehidupan
bermasyarakat: penyebutan tertentu:
Nyonya (data 13)
Hubungan internasional antarnegara Kehidupan sosial: bertetangga, ada
kecemburuan (data 14)
Negara memiliki batas geografis Manusia memiliki fisik (data 13 dan 14)
Pelanggaran kedaulatan terhadap suatu
negara
Pelecehan fisik terhadap manusia lain
(data 14)
Keindahan pemandangan suatu negara Kecantikan fisik manusia (data 13)
Sumber Daya Alam melimpah, Sumber
Daya Manusia berkualitas, letak strategis
Manusia memiliki kualitas yang dapat
membuatnya unggul: la meilleure (data
13)
Negara dapat diserang dan menjadi
lemah
Manusia dapat sakit dan berada dalam
kondisi tidak sadar (data 14)
Negara yang sedang berperang dapat
memenangkan pertempuran
Kehidupan sosial: menerima kunjungan
(data 16)
Data metaforis di atas dapat disimpulkan sebagai berikut.
Hubungan antarnegara dapat bersifat positif.
Hasil dari hubungan positif saling menguntungkan.
Hubungan antarnegara bersifat negatif.
Hubungan negatif merugikan negara lain.
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
43
Universitas Indonesia
3.5 PERANG adalah PERTUNJUKAN
Dalam pidatonya tanggal 15 November 1941, De Gaulle menggunakan kata-kata le
spectacle (pertunjukan), le drame (drama), point culminant (klimaks), apparance
(tampilan), caricature (karikatur), dan microphone (mikrofon) seperti pada data
berikut.
17. Ainsi avons-nous jugé bon de nous rassembler aujourd’hui, sur l’initiative
émouvante des Français de Grande-Bretagne, pour nous réconforter nous-
mêmes par le spectacle de notre union et nous affermir sur le dur chemin de
la lutte pour la patrie. [paragraf 1, baris 2--5]
(Kita pun telah menilai sebaiknya kita bersatu saat ini, mengikuti prakarsa
yang menggetarkan hati dari rakyat Prancis di Inggris, untuk menentramkan
diri kita sendiri dengan pertunjukan persatuan dan agar memantapkan kita di
atas jalan keras perjuangan untuk tanah air.)
18. Mais peut-être le drame de la guerre est-il à son point culminant ?
(Akan tetapi, mungkin drama perang berada di titik klimaks?)
[paragraph 18, baris 167--168]
19. Nous savons que l’immense majorité des Français, dans laquelle nous nous
comptons, a définitivement condamné, à la fois les abus anarchiques d’un
régime en décadence, ses gouvernements d’apparence, sa justice influence,
ses combinaisons d’affaires, de prébendes et de privilèges, et l’affreuse
tyrannie des maîtres esclaves de l’ennemi, leurs caricatures de lois, leur
marché noir, leurs serments imposés, leur discipline par délation, leurs
microphones dans les antichambres. [paragraf 16, baris 145--151]
(Kita tahu bahwa sebagian besar rakyat Prancis, tumpuan harapan kita, benar-
benar telah menolak keras penyalahgunaan anarkis sebuah rezim bobrok,
pemerintahan penebar citra, hukumnya yang menekan, KKN, serta tirani
mengerikan para tuan, budak musuh, hukum konyol mereka, pasar gelap
mereka, sumpah mereka yang palsu, displin mereka berdasarkan pengaduan,
mikrofon mereka di ruangan.)
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
44
Universitas Indonesia
Pada data (17), De Gaulle mengatakan bahwa persatuan rakyat Prancis adalah
‘pertunjukan’ yang dapat menguatkan perjuangan mereka. Persatuan mereka adalah
sesuatu yang harus dipertontonkan karena merupakan dasar kekuatan mereka
dalam menghadapi musuh. Ia juga mengungkapkan bahwa perang adalah drama (data
18). Di dalam kamus Le Robert de poche 2011 (2010), drame memiliki makna ‘genre
théâtral comportant des pièces dont l’action généralement tragique, s’accompagne
d’éléments réalistes et comiques ’ (lakon teater yang bersifat dramatis dan tragis,
tentang kehidupan sehari-hari dan jenaka). Drama dimainkan oleh sekelompok aktor
dan aktris. Perang Dunia II, seperti yang dijalani Prancis pun, melibatkan pemimpin
beberapa negara. Perang seperti sebuah lakon drama yang bersifat tragis karena
setiap kemenangan dan akhir peperangan pasti memakan korban dan ada pihak yang
kalah.
Drama memiliki plot atau alur cerita, mulai dari permulaan, klimaks, sampai
penyelesaian. Klimaks merupakan kejadian paling penting atau paling menarik.
Begitu pula dengan perang. Perkembangan perang, mulai dari peristiwa yang
memicunya sampai pada kejadian terpenting dan tergawat. De Gaulle
mempertanyakan puncak perang ini yang menurutnya sampai pada saat kekalahan
Jerman dan sekutunya, seperti yang ia ungkapkan di dalam pidatonya pada tanggal 15
November berikut ini,
Mais peut-être le drame de la guerre est-il à son point culminant ? Peut-être
l'Allemagne commence-t-elle à subir, à son tour, la fascination du désastre qui
n'avait, longtemps, paralysé que ses ennemis ? [paragraf 18, baris 167--169]
(Akan tetapi, mungkin drama perang berada di titik klimaks? Mungkin Jerman mulai
merasakan juga pesona malapetaka yang pernah lama sekali hanya melumpuhkan
musuh-musuhnya?)
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
45
Universitas Indonesia
Peristiwa ini dapat menjadi paling penting dan genting karena dapat menentukan
akhir perang. Apakah Prancis dapat menang dan lepas dari pendudukan Jerman atau
tidak.
Pada data (19), pemilihan kata apparence (citra) semakin menegaskan bahwa
dalam perang tampilan atau reputasi penting, seperti halnya tampilan dan reputasi
suatu pertunjukan. Di dalam perang, propaganda kerap dilakukan dengan
menyampaikan pidato. Mikrofon merupakan alat yang hampir ada di setiap
pertunjukan. Untuk keperluan propaganda, mikrofon menjadi penting untuk menarik
perhatian khalayak.
De Gaulle mengungkapkan pula caricature de lois (karikatur hukum). caricature
di dalam Le Robert de poche 2011 (2010) memiliki makna ‘ce qui évoque sous une
forme déplaisante ou ridicule’ (gambar olok-olok, konyol, dan menggelikan). Hukum
yang dipaksakan musuh seperti karikatur yang konyol dan mengejek karena
bertentangan dengan hukum negara yang ditaklukkan dan terjadi pelanggaran
kemanusiaan. Pemetaan konseptual metafora dapat dilihat di dalam Tabel 3.5
berikut.
Tabel 3.5 Pemetaan konseptual metafora PERANG adalah PERTUNJUKAN
RANAH SASARAN RANAH SUMBER
Perang melibatkan pemimpin dunia Pertunjukan dimainkan oleh sekelompok
aktor dan aktris (data 17 dan 18)
Di dalam perang, masing-masing kubu
saling unjuk kekuatan
Pertunjukan menampilkan suatu aksi
yang patut dilihat (data 17)
Perang terdiri atas serentetan peristiwa.
Ada peristiwa paling penting dan paling
gawat.
Drama memiliki alur cerita, termasuk
klimaks, yang merupakan bagian
terpenting (data 18)
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
46
Universitas Indonesia
Reputasi negara-negara yang terlibat Penampilan di dalam pertunjukan
(data 19)
Alat propaganda: mikrofon Salah satu alat yang sering digunakan
dalam suatu pertunjukan: mikrofon
(data 19)
Peraturan dari negara yang menang
terhadap yang kalah merupakan ejekan
terhadap kedaulatan.
Karikatur merupakan gambar olok-olok
yang konyol dan menggelikan
(data 19)
Dari pemetaan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut.
Perang adalah ajang saling unjuk kekuatan.
Perang bersifat tragis dan dramatis.
Perang harus dimenangkan.
Rakyat selamat.
Rakyat yang kalah dalam perang.
Rakyat menderita.
3.6 NEGARA adalah BANGUNAN
Dalam pidato tanggal 15 November 1941, De Gaulle menggunakan kata-kata une
poussière (debu), un bloc (balok), crouler (runtuh), ramasser (memungut), balayer
(menyapu), échafaudage (perancah), dan bâti (dibangun), seperti terdapat dalam data
berikut.
20. Nous étions une poussière d’hommes. [paragraf 5, baris 39--40]
(Kita tadinya manusia yang dianggap setitik debu.)
21. Nous sommes maintenant un bloc inébranlable. [paragraf 5, baris 40]
(Kita sekarang adalah blok tak tertembus.)
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
47
Universitas Indonesia
22. Au moment où tout paraissait crouler dans le désastre et dans le désespoir, il
s'agissait de savoir si ce grand et noble pays livré à l'ennemi par la plus
atroce trahison de l'Histoire, trouverait parmi ses enfants des hommes assez
résolus pour ramasser son drapeau. [paragraf 3, baris 17--20]
(Pada saat semua kelihatan runtuh di dalam malapetaka dan keputusasaan,
persoalannya adalah mengetahui apakah negara sebesar dan seluhur ini, yang
takluk pada musuh karena pengkhianatan paling keji dalam sejarah,
menemukan di antara putra-putrinya, manusia-manusia yang bertekad cukup
kuat untuk merebut benderanya.)
23. Nous tenons pour nécessaire qu'une vague grondante et salubre se lève du
fond de la nation et balaie les causes du désastre pêle-mêle avec
l'échafaudage bâti sur la capitulation. [paragraf 16, baris 151--153]
(Kami perlu berpendapat bahwa sebuah gelombang naik yang menyegarkan
dan bergemuruh dari haribaan bangsa ini dan menyapu penyebab bencana
yang kacau balau dengan perancah yang dibangun di atas penyerahan.)
Pada data (20), De Gaulle mengatakan bahwa tadinya rakyat Prancis adalah
manusia yang dianggap setitik debu. Debu memiliki konotasi kotor, tidak berguna,
dan harus disingkirkan. Dalam Le Robert de poche 2011 (2010), poussière bermakna
‘terre desséchée réduite en particules très fines’ (tanah yang mengering yang hancur
menjadi partikel-partikel yang sangat halus). Prancis yang tidak memiliki semangat
dan dapat dengan mudahnya diduduki musuh, seperti debu yang tidak berarti. De
Gaulle bahkan menekankan hanya “setitik debu” yang semakin menguatkan
ketidakberdayaannya.
Pada data (21), rakyat Prancis dikatakan sebagai blok kokoh yang tidak
tertembus. Menurut kamus Le Robert de poche 2011 (2010), bloc memiliki makna
‘éléments groupés en une masse homogène’ (unsur-unsur yang menyatu atau
berkumpul menjadi satuan massa yang homogen). Rakyat Prancis yang sebelumnya
adalah setitik debu tidak berarti telah menyatu dan sulit ditembus. Artinya, Prancis
menjadi kuat karena persatuan.
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
48
Universitas Indonesia
Pada data (22), bangunan dapat roboh, seperti sebuah negara yang dapat
kalah oleh negara lain jika memiliki pertahanan yang lemah. Kata crouler (runtuh)
biasanya berkaitan dengan bangunan. Bangunan memiliki ruang-ruang seperti negara
yang terdiri atas beberapa wilayah. Penggunaan kata ramasser (merebut)
menyoroti aspek sesuatu yang dapat dipegang dan memiliki bentuk. Pada data
(23), kata balayer (menyapu) menyoroti aspek ruang dan bentuk. Hal ini koheren
dengan konsep bangunan yang memiliki ruang dan bentuk. Pemetaan konseptual
metafora dapat dilihat dalam Tabel 3.6 berikut.
Tabel 3.6 Pemetaan konseptual metafora NEGARA adalah BANGUNAN
Dari pemetaan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut.
Negara bangkit dari kekalahan.
Negara kuat dan dapat bertahan.
Negara terpuruk dan tidak dapat bangkit.
Negara rapuh, rakyat sengsara.
3. 7 HARAPAN adalah CAHAYA
Dalam pidato tanggal 15 November 1941, De Gaulle menggunakan kata lumière
d’espérance (cahaya harapan), seperti pada data berikut.
RANAH SASARAN RANAH SUMBER
Negara memiliki wilayah dan batas
geografis
Bangunan memiliki ruang, bentuk yang
dapat dipegang dan disapu (data 20, 21,
22 dan 23)
Negara dapat diserbu dan kalah Bangunan roboh (data 22)
Negara memiliki sistem pertahanan Bangunan terdiri atas tiang penyangga
(data 22)
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
49
Universitas Indonesia
24. Il s'agissait de savoir enfin si, dans la nuit de la servitude, la nation ne verrait
plus briller aucune lumière d’espérance française pour soutenir son esprit, de
résistance et faire la preuve qu’elle restait solidaire du parti de la liberté.
[paragraf 3, baris 17--20]
(Persoalannya adalah mengetahui apakah, akhirnya, di malam pengabdian, bangsa
itu tidak akan lagi melihat gemilang cahaya harapan Prancis untuk menyokong
semangat perlawanan dan membuktikan bahwa ia tetap setia dalam golongan
kebebasan.)
Pada data (24), cahaya adalah energi yang memungkinkan mata manusia melihat
segalanya dengan jelas. Menurut Le Robert de poche 2011 (2010), lumière (cahaya)
memiliki makna ‘ce par quoi les choses sont éclairées’ (yang membuat sesuatu
diterangi, menjadi jelas). De Gaulle menyatakan bahwa harapan seperti cahaya.
Harapan adalah sesuatu yang diinginkan. Dengan adanya harapan, semangat dapat
dijaga karena tujuan dari perjuangan terarah dengan pasti, yakni tercapainya
kebebasan. Selain itu, cahaya biasanya menunjukkan kehidupan karena banyak
aktivitas yang memerlukan cahaya. Begitu pula dengan harapan. Harapan adalah
simbol kekuatan sekaligus kehidupan karena hanya manusia hidup saja yang
memilikinya. De Gaulle juga mengatakan bahwa “cahaya harapan Prancis” gemilang.
Sesuatu yang cemerlang dapat terlihat dengan jelas meski dari kejauhan serta
mengandung keindahan, begitu pula harapan Prancis. Harapan itu sangat jelas seperti
cahaya yang memandu dalam kegelapan. Harapan pun menjadi salah satu sumber
kekuatan perjuangan Prancis. Pemetaan konseptual metafora dapat dilihat melalui
Tabel 3.7 berikut.
Tabel 3.7 Pemetaan konseptual metafora HARAPAN adalah CAHAYA
RANAH SASARAN RANAH SUMBER
Harapan mengarahkan tujuan Dengan cahaya semua dapat terlihat jelas
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
50
Universitas Indonesia
Harapan simbol kekuatan dan kehidupan:
soutenir son esprit
Cahaya adalah simbol kehidupan dan
merupakan energi
Dari pemetaan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut.
Setiap perjuangan harus memiliki harapan.
Harapan menguatkan semangat.
Perjuangan terasa lebih ringan.
Perjuangan tanpa memiliki harapan.
Perjuangan terasa berat.
3. 8 PENJAJAHAN adalah KEGELAPAN/PENJARA
Dalam pidato tanggal 15 November 1941, De Gaulle menggunakan kata la nuit
(malam), s’éteindre (padam), prisonnier (terpenjara), nuage (awan), dan aveugler
(membutakan), seperti pada data berikut.
25. Il s'agissait de savoir enfin si, dans la nuit de la servitude, la nation ne verrait
plus briller aucune lumière d’espérance française pour soutenir son esprit, de
résistance et faire la preuve qu’elle restait solidaire du parti de la liberté.
[paragraf 3, baris 26--28]
(Persoalannya adalah mengetahui jika akhirnya, di malam pengabdian, bangsa
itu tidak akan lagi melihat gemilang cahaya harapan Prancis untuk
menyokong semangat perlawanan dan membuktikan bahwa ia tetap setia
kawan dalam golongan kebebasan.)
26. Il s'agissait de savoir si la voix de la France allait entièrement s'éteindre ou,
pire encore, si le monde pourrait penser la reconnaître dans la détestable
contrefaçon qu’en font l’ennemi et les traîtres. [paragraf 3, baris 23--26]
(Persoalannya adalah mengetahui apakah suara Prancis akan sepenuhnya
padam atau, lebih buruk, apakah dunia akan dapat berpikir untuk
mengingatnya sebagai rekayasa buruk yang dicitrakan oleh musuh dan para
pengkhianat.)
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
51
Universitas Indonesia
27. Par-dessus tout, nous avons rétabli dans notre peuple prisonnier les liens de
l’unité française avec la volonté de résistance pour la vengeance et de
redressement pour la grandeur. [paragraf 5, baris 41--43]
(Di atas semua itu, kita telah memperbaiki jalinan persatuan Prancis di antara
rakyat kita yang terpenjara, dengan kemauan melawan untuk membalas
dendam dan tegak kembali demi kebesaran.)
28. C’est un fait que la France a su discerner, au travers du nuage de sang et de
larmes dont on tentait de l’aveugler, que la seule voie qui mène au salut est
celle qu’ont choisie pour elle ceux de ses enfants qui sont libres.
[paragraf 6, baris 50--52]
(Adalah kenyataan bahwa Prancis telah dapat mengamati, di antara awan
darah dan air mata yang diusahakan oleh musuh untuk membutakannya,
bahwa satu-satunya jalan yang menuju pada kehormatan adalah yang telah
dipilih bagi Prancis oleh anak-anaknya yang merdeka.)
Pada data (25), De Gaulle menyatakan la nuit de la servitude (malam
pengabdian). Pengabdian pada tanah air ditunjukkan dengan melakukan perjuangan
membebaskan Prancis dari pendudukan Jerman. Pengabdian itu seolah dilakukan
hanya pada malam hari. Malam hari adalah waktu untuk beristirahat, telah gelap, dan
biasanya sepi. Akan tetapi, karena berada di bawah pengawasan penjajah, perjuangan
dilakukan tidak secara terbuka, tetapi diam-diam, seperti gerakan bawah tanah yang
bergiat pada malam hari.
Pada data (26), suara menyoroti aspek kebebasan bersuara. La voix (suara)
dalam kamus Le Robert de poche 2011 (2010) memiliki makna ‘ensemble des sons
produits par les vibrations des cordes vocales’ (kumpulan bunyi yang dihasilkan dari
getaran pita suara). Kata ini juga memiliki makna figuratif, yaitu ‘expression de
l’opinion, droit de donner son opinion’ (pernyataan pendapat, hak memberi pendapat,
dukungan). Suara diibaratkan sebagai kebebasan karena hanya dalam kondisi yang
bebas atau merdeka, seseorang dapat menyatakan pendapatnya. Hal tersebut tidak
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
52
Universitas Indonesia
akan ditemukan di negara terjajah karena segala sesuatu akan dikontrol sesuai
kepentingan pihak penguasa. Kebebasan Prancis diibaratkan “padam” sepenuhnya.
Padam digunakan untuk menggantikan “kebebasan yang hilang”. Kebebasan akan
mati atau hilang jika Prancis tidak bertahan melawan penjajah.
Pada data (27), kata “prisonnier” menyoroti aspek ketiadaan kebebasan.
Rakyat yang terjajah seolah dipenjara di dalam negaranya sendiri. Mereka dibatasi
oleh hukum yang hanya menguntungkan penjajah. Pada data (28), awan memiliki
konotasi suram, mendung yang menghalangi sinar matahari. Rakyat yang terjajah
tidak dapat berekspresi lebih bebas sehingga kesulitan menyalurkan segala beban.
Akibatnya adalah kurang bahagia. Pendudukan Jerman, menurut De Gaulle,
merupakan percobaan untuk membutakan atau menipu rakyat Prancis bahwa mereka
tidak memiliki harapan sama sekali untuk bebas kembali. Seperti seorang yang tidak
dapat melihat, ia akan selalu tersandung dan sulit memilih jalan yang benar.
Pemetaan konseptual dapat dilihat melalui Tabel 3.8 berikut.
Tabel 3.8 Pemetaan konseptual metafora PENJAJAHAN adalah
KEGELAPAN/PENJARA
RANAH SASARAN RANAH SUMBER
Dalam posisi terjajah, pergerakan tidak
dapat dilakukan dengan bebas
Pada malam hari, aktivitas dan suara
harus lebih diredam daripada saat siang
hari (data 25)
Tidak ada kebebasan berpendapat dalam
penjajahan
Suara dipadamkan (data 26)
Penjajah membatasi rakyat terjajah Penjara membatasi tahanan (data 27)
Rakyat terjajah tidak bahagia dan selalu
dirundung kesedihan
Saat mendung, suasana muram
(data 28)
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
53
Universitas Indonesia
Penjajahan banyak menipu rakyat
terjajah demi kepentingan sendiri
Membutakan seseorang menyesatkan dan
membuatnya dalam kesulitan
(data 28)
Dari pemetaan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut.
Penjajahan merupakan kekejaman karena merebut hak asasi manusia.
Penjajahan dapat dihentikan.
Rakyat sejahtera.
Penjajahan tetap berlanjut.
Rakyat tidak bahagia.
3.9 Kategori Metafora dalam Pidato De Gaulle
Dari dua pidato De Gaulle pada tahun 1941 yang dianalisis, terungkap
delapan kategori metafora, yaitu
PERJUANGAN adalah PERJALANAN
SEMANGAT PERSATUAN adalah API
KEBEBASAN adalah KOMODITAS BERHARGA
NEGARA/KEMENANGAN adalah ORANG
PERANG adalah PERTUNJUKAN
NEGARA adalah BANGUNAN
HARAPAN adalah CAHAYA
PENJAJAHAN adalah KEGELAPAN/PENJARA
Struktur PERJUANGAN adalah PERJALANAN dapat dibuktikan melalui
lima data metaforis (data 1, 2, 3, 4, 5 dan data 12, 13, 14, 15, 16). Ranah konsep
PERJUANGAN terlacak melalui metafora PERJALANAN. Data yang terkumpul
untuk struktur ini adalah salah satu dari yang terbanyak. Hal ini menunjukkan bahwa
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
54
Universitas Indonesia
PERJUANGAN tidaklah mudah namun sangat penting dan konsepnya harus
tersampaikan kepada khalayak. PERJALANAN dianggap lebih mudah dipahami dan
tidak membuat rumit sekaligus tidak terlalu menyederhanakan konsep
PERJUANGAN. De Gaulle mencoba memberikan pandangan berbeda mengenai
perjuangan. PERJUANGAN yang terlihat berat menjadi terasa lebih ringan dalam
struktur PERJALANAN.
Steruktur tersebut bersumber pada struktur metafora PENJAJAHAN adalah
KEGELAPAN/PENJARA dan PERANG adalah PERTUNJUKKAN. Perjuangan
dilakukan karena ada penjajahan dan perang. Tujuan dari perjuangan ini adalah
kebebasan. Untuk meraihnya diperlukan semangat dan harapan. Ranah konsep
KEBEBASAN menjadi sasaran dari ranah konsep sumber, yakni PENJAJAHAN dan
PERANG. Jalan untuk meraih sasaran terlihat dalam ranah konsep PERJUANGAN,
HARAPAN, dan SEMANGAT.
Ranah konsep metafora dalam pidato De Gaulle yang saling terkait seperti
dijelaskan di atas dapat digambarkan dengan menggunakan skema jalan dengan
skema SUMBER-JALAN-SASARAN (dalam Saeed, 1997). SASARAN menjadi
tujuan dari ranah konsep SUMBER. Dari analisis yang telah dilakuakan,
PENJAJAHAN dan PERANG menjadi sumber dan tujuan atau sasarannya adalah
KEBEBASAN. Ranah konsep NEGARA yang terlacak melalui metafora ORANG
dan BANGUNAN memiliki kaitan dengan struktur metafora yang telah disebutkan di
atas, namun tidak dapat dimasukkan ke dalam skema jalan karena berperan sebagai
“pelaku” dan “tempat”. Skema ini hanya menggambarkan proses konseptualisasi atau
pemahaman seseorang mengenai suatu peristiwa.
Skema konsep adalah sebagai berikut.
SUMBER : PENJAJAHAN adalah KEGELAPAN/PENJARA
PERANG adalah PERTUNJUKAN
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
55
Universitas Indonesia
JALAN : SEMANGAT PERSATUAN adalah API
PERJUANGAN adalah PERJALANAN
HARAPAN adalah CAHAYA
SASARAN : KEBEBASAN adalah KOMODITAS BERHARGA
Berdasarkan analisis metafora, dapat disimpulkan bahwa untuk melawan
penjajahan dan mendapatkan kebebasan, diperlukan semangat persatuan dan harus
terus menumbuhkan harapan. Penjajahan yang seperti penjara menyulutkan semangat
persatuan dan menguatkan perjuangan yang kemudian menimbulkan harapan akan
tercapainya kebebasan. Selain itu, penjajahan menimbulkan kesadaran bahwa
kebebasan merupakan sesuatu yang berharga dan patut dijaga sebaik mungkin.
Negara dianggap sebagai pelaku yang terlibat dalam perang, sekaligus harus tetap
dijaga, seperti menjaga sebuah bangunan. Bangunan yang runtuh, seperti negara yang
kalah, dan harus selalu dilindungi dan didirikan agar tegak kembali karena dengan
bangunan yang kuat, penghuni di dalamnya pun merasa aman dan tentram.
Penyusunan skema ini menyertakan enam kategori metafora yang memiliki kaitan
logis yang ditemukan dalam pidato De Gaulle. Banyaknya kategori tidak
memungkinkan penyusunan sistem metafora yang hanya terdiri atas satu sumber, satu
path, dan satu sasaran.
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
56 UNIVERSITAS INDONESIA
BAB 4
KESIMPULAN
Metafora bukan sekadar gejala bahasa atau hanya berkaitan dengan ranah
linguistis. Metafora sekaligus dapat menunjukkan pemikiran atau konsep dan
meresap secara lebih luas dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, pemilihan
kata seseorang tidaklah acak melainkan sesuai dengan struktur tertentu yang telah
terbentuk berdasarkan pengetahuan dan budaya yang dimilikinya (Siregar, 2003).
Kegunaan metafora telah disadari sejak lama, namun masih terbatas pada fungsi
memperindah bahasa, seperti yang sering ditemukan dalam puisi dan sajak.
Sementara itu, metafora konseptual, menurut Lakoff dan Johnson (1980), metafora
terdapat di berbagai teks. Sifatnya yang utama adalah sebagai alat memperlancar
komunikasi.
Metafora yang ditemukan dalam teks politis, seperti pidato, menunjukkan
bahwa metafora sangat lentur dan dapat dimanfaatkan seluas-luasnya dalam
masyarakat. Berbagai konsep yang terungkap dalam pidato De Gaulle, dapat dilacak
dengan menganalisis metafora. Pesan utama yang hendak disampaikan pun terungkap
dengan menyimpulkan kategori/struktur metafora yang diuraikan di bab terdahulu.
Melalui pengategorisasian tersebut, De Gaulle menggunakan metafora untuk
menyampaikan bahwa perang menimbulkan penjajahan yang selalu membuat
rakyat mendambakan kebebasan. Oleh karena itu, diperlukan perjuangan yang
harus dilakukan dengan semangat dan harapan agar perang dapat dimenangkan.
Dengan demikian, kemenangan negara itu memberikan kebebasan pada rakyat.
Dari kaitan yang ditampilkan dalam skema jalan di bab terdahulu, ditemukan bahwa
metafora dalam pidato De Gaulle digunakan untuk menyampaikan pesan bahwa
dalam setiap perjalanan akan sampai di titik akhir. Dalam pidatonya, akhir dari
perang adalah kemenangan Prancis.
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
57
Universitas Indonesia
Melihat kategori dalam pidato De Gaulle, metafora digunakan sebagai alat
untuk memberi lebih banyak kesan kepada pendengarnya. Hal ini untuk memudahkan
pendengar membayangkan dan memahami pesan yang disampaikan De Gaulle,
terutama untuk menjelaskan kerumitan situasi politis pada saat itu. Metafora dalam
pidato De Gaulle menunjukkan konsep dan cara pandangnya terhadap situasi aktual.
De Gaulle menggunakannya terutama untuk menyemangati rakyat Prancis untuk tetap
berjuang dan tidak putus asa dalam kesengsaraan perang, tanpa membebani mereka
lebih berat lagi dengan kata lugas. Dengan metafora, perjuangan yang berat
dikesankan lumrah karena dilakukan atas dasar cinta pada kebebasan dan tanah air.
Dengan demikian, metafora merupakan fasilitas untuk menyampaikan gagasan dan
opini tanpa terlalu menyederhanakannya sehingga isi pesan tetap berbobot dan
hasilnya tetap sesuai dengan keinginan pembicara.
Analisis ini juga menunjukkan gambaran pandangan hidup De Gaulle sebagai
individu dan kepala negara, yaitu pantang menyerah dan semangat cinta pada tanah
air yang dapat dicontoh oleh semua orang untuk memajukan bangsanya. Selain itu,
dari penelitian ini didapatkan pula bahwa penggunaan metafora harus sesuai dengan
tingkat penguasaan bahasa penerima pesan.
Dalam pidato yang disampaikan di hadapan anak-anak, misalnya, De Gaulle
hanya menggunakan sedikit metafora, dibandingkan dengan pidato yang
disampaikannya di hadapan orang dewasa. De Gaulle harus menjelaskan kepada
anak-anak, awal perang sampai pendudukan sebagian wilayah Prancis oleh musuh.
Selain itu, ia juga perlu membangkitkan semangat dan harapan. Metafora yang
digunakannya dalam pidato ini tidak rumit karena memakai istilah yang sudah akrab
bagi anak-anak. Hal ini berbeda dengan metafora yang digunakannya dalam
pertemuan dengan orang dewasa, yang memiliki tingkat penguasaan bahasa yang
lebih tinggi. Tujuan utama adalah menyampaikan gagasan dan opini, siapa pun
penerima pesan, sehingga keindahan dan kerumitan bahasa bukanlah unsur utama.
Penggunaan metafora kepada anak-anak dalam proporsi yang tepat justru dapat
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
58
Universitas Indonesia
memudahkan penjelasan antara istilah atau fenomena rumit tanpa terlalu
menyederhanakannya.
Penelitian metafora dalam pidato De Gaulle ini merupakan kajian awal.
Tindak lanjut dalam penelitian yang lebih mendalam dengan data yang lebih luas
sangat mungkin dilakukan. Penelitian metafora konseptual dalam pidato politis telah
banyak dilakukan, namun belum ada penelitian menyeluruh untuk membandingkan
struktur metafora dalam pidato Prancis dan Indonesia. Akan sangat menarik melihat
persamaan dan perbedaan konsep antarbudaya yang tercermin melalui penggunaan
metafora. Interaksi antara pikiran dan bahasa sebagai salah satu hasil kebudayaan
dapat dilihat dengan sudut pandang lain. Selain itu, perubahan cara pandang yang
terlihat dari metafora yang digunakan dapat membantu dalam pemecahan masalah
sosial. Penelitian seperti itu dapat bersifat antarranah yang mencakup berbagai
bidang, seperti budaya, sosial, politis, dan ekonomis.
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
59 UNIVERSITAS INDONESIA
DAFTAR REFERENSI
Bloomfield, L. (1933). Language. London: Allen & Unwin.
Forceville, C. J. (2006). The source-path-goal schema in the autobiographical journey
documentary: McElwee, Van der Keuken, Cole. New review of film and
television studies, 4(3), 241-261. May 31, 2012.
http://dare.uva.nl/document/44241.
Cowie, A. P. (2009). Semantics. Oxford : Oxford University Press.
De Gaulle, C. (1941, November). Discours de l’Albert Hall, Londres, 11
novembre 1941. November 1, 2010. http://www.charles-de-gaulle.org/pages/l-
homme/accueil/discours/pendant-la-guerre-1940-1946/discours-de-l-albert-
hall-londres-11-novembre-1941.php
De Gaulle, C. (1941, Desember). Message de noël adressé aux enfants de France
depuis Londres par le général de Gaulle, 24 décembre 1941. November 1,
2010. http://www.charles-de-gaulle.org/pages/l-homme/accueil/discours/
pendant-la-guerre-1940-1946/message-de-noël-adressé-aux-enfants-de-
france-depuis-londres-par-le-général-de-gaulle-24-décembre-1941.php
De Saussure, F. (1949). Cours de linguistique générale. Paris: Payot.
Fabriyanti, F. (2008). Metafora dalam komik. Depok: Skripsi Sarjana, Fakultas Ilmu
Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia.
François-Georges, D. (1996). Histoire de la Résistance. Édition de Fallois: Paris
Gibbs, JR., W. Raymond, & G. Steen (ed.). (1999). Metaphor in cognitive linguistics.
Amsterdam: John Benjamin Publisihing Company.
How De Gaulle speech changed fate of France. (18 Juni, 2010). BBC News. Oktober
12, 2010. http://news.bbc.co.uk/2/hi/programmes/newsnight/8747121.stm.
Keraf, G. (1991). Diksi dan gaya bahasa. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Knowles, M., & R. Moon. (2005). Introducing metaphor. London: Routledge.
Laksana, A. S. (2006). Creative writing: tips dan strategi menulis cerpen dan novel.
Jakarta: Mediakita.
Lakoff, G. & M. Johnson. (1980). Metaphors we live by. Chicago: The University of
Chicago Press.
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
59 UNIVERSITAS INDONESIA
La société Dictionnaires Le Robert. (2010). Le Robert de poche 2011. Paris:
Dictionnaires Le Robert.
Le Guern, Michel. (1973). Sémantique de la métaphore et de la métonymie. Paris :
Librairie Larousse.
Lehmann, A., & F. Martin-Brethet. (2002). Introduction à la lexicologie. Sémantique
et morphologie. Liège : Nathan.
Mortureux. (2001). La lexicologie entre langue et discours. Armand Colin : Paris.
Palmer, F. R. (1976). Semantics. Cambridge: Cambridge University Press .
Parera, J. D. (2004). Teori semantik. Jakarta :Erlangga.
Saeed, J. I. 2000. Semantics. Oxford :Blackwell Publishers.
Siregar, B. U. (2009). Emosi dan kebudayaan dalam metafora. Kongres Internasional
Masyarakat Linguistik Indonesia (KIMLI), Malang 5-7 November 2009.
Malang: Universitas Negeri Malang. September 23, 2011
http://sastra.um.ac.id/wp-content/uploads/2010/01/104-Bahren-Umar-Siregar-
LTBI-UAJ-Emosi-dan-Kebudayaan-dalam-Metafora.pdf.
Susasmiyati, T. R. (2004). Metafora dalam pidato kenegaraan soekarno era revolusi
kemerdekaan. Depok: Skripsi Sarjana, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya
Universitas Indonesia.
Tan, T. T. (1996). Metafora dan metonimi pada berita surat kabar Prancis. Depok:
Skripsi Sarjana, Fakultas Sastra Universitas Indonesia.
Tim penyusun. (2008). Kamus besar bahasa Indonesia ed. ke-4. Jakarta: GPU
Ullmann, S. (1964). Semantics: an introduction to the science of meaning.
Oxford:Blackwell.
West, R., & L. H. Turner. (2008). Pengantar teori komunikasi. Jakarta: Salemba
Humanika.
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
60
UNIVERSITAS INDONESIA
La société Dictionnaires Le Robert. (2010). Le Robert de poche 2011. Paris:
Dictionnaires Le Robert.
Le Guern, Michel. (1973). Sémantique de la métaphore et de la métonymie. Paris :
Librairie Larousse.
Lehmann, A., & F. Martin-Brethet. (2002). Introduction à la lexicologie. Sémantique
et morphologie. Liège : Nathan.
Mortureux. (2001). La lexicologie entre langue et discours. Armand Colin : Paris.
Palmer, F. R. (1976). Semantics. Cambridge: Cambridge University Press .
Parera, J. D. (2004). Teori semantik. Jakarta :Erlangga.
Saeed, J. I. 2000. Semantics. Oxford :Blackwell Publishers.
Siregar, B. U. (2009). Emosi dan kebudayaan dalam metafora. Kongres Internasional
Masyarakat Linguistik Indonesia (KIMLI), Malang 5-7 November 2009.
Malang: Universitas Negeri Malang. September 23, 2011
http://sastra.um.ac.id/wp-content/uploads/2010/01/104-Bahren-Umar-Siregar-
LTBI-UAJ-Emosi-dan-Kebudayaan-dalam-Metafora.pdf.
Susasmiyati, T. R. (2004). Metafora dalam pidato kenegaraan soekarno era revolusi
kemerdekaan. Depok: Skripsi Sarjana, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya
Universitas Indonesia.
Tan, T. T. (1996). Metafora dan metonimi pada berita surat kabar Prancis. Depok:
Skripsi Sarjana, Fakultas Sastra Universitas Indonesia.
Tim penyusun. (2008). Kamus besar bahasa Indonesia ed. ke-4. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Ullmann, S. (1964). Semantics: an introduction to the science of meaning.
Oxford:Blackwell.
West, R., & L. H. Turner. (2008). Pengantar teori komunikasi. Jakarta: Salemba
Humanika.
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
Lampiran 1 : Pidato De Gaulle pada tanggal 15 November 1941
Discours de l'Albert Hall, Londres, 11 novembre 1941
Le général de Gaulle s'adresse aux Français présents en Grande-Bretagne au cours d'une
manifestation organisée à l'Albert Hall de Londres.
Le voyageur qui gravit la montée s'arrête parfois quelques instants pour mesurer le 1
chemin parcouru et s'orienter vers le but. Ainsi avons-nous jugé bon de nous rassembler 2
aujourd'hui, sur l'initiative émouvante des Français de Grande-Bretagne, pour nous 3
réconforter nous-mêmes par le spectacle de notre union et nous affermir sur le dur chemin 4 de la lutte pour la patrie. Cela nous sera facile, car, malgré le tumulte de la guerre, jamais 5
encore nous n'avons plus clairement discerné ce que nous sommes, ce que nous voulons et 6
pourquoi nous sommes certains d'avoir choisi la meilleure part pour le service de la France. 7
Ce que nous sommes ? Rien n'est plus simple que de répondre à cette question. Il y aura dix-8
sept mois demain qu'elle a été posée et résolue. Nous sommes des Français de toutes origines, de 9
toutes conditions, de toutes opinions, qui avons décidé de nous unir dans la lutte pour notre pays. 10
Tous l'ont fait volontairement, purement, simplement. Je ne commettrai pas l'indélicatesse 11
d'insister sur ce que cela représente, au total, de souffrances et de sacrifices. Chacun de nous est 12
seul à connaître, dans le secret de son cœur, ce qu'il lui en a coûté. Mais, c'est d'une telle 13
abnégation, autant que d'une telle cohésion, que nous tirons notre force. C'est de ce foyer qu'a 14
jailli, chaque jour plus haute et plus ardente, la grande flamme française qui nous a 15
désormais trempés. 16
Car c'est à l'appel de la France que nous avons obéi. Au moment où tout paraissait crouler 17
dans le désastre et dans le désespoir, il s'agissait de savoir si ce grand et noble pays livré à 18
l'ennemi par la plus atroce trahison de l'Histoire, trouverait parmi ses enfants des hommes 19 assez résolus pour ramasser son drapeau. Il s'agissait de savoir si un Empire intact de 60 20
millions d'habitants ne contribuerait d'aucune manière à la lutte pour la vie ou pour la mort de la 21
France. Il s'agissait de savoir si, aux côtés de nos braves alliés, qui poursuivaient le combat pour 22
leur salut et pour le nôtre, il ne resterait pas un seul morceau belligérant de nos terres. Il 23
s'agissait de savoir si la voix de la France allait entièrement s'éteindre ou, pire encore, si le 24
monde pourrait penser la reconnaître dans la détestable contrefaçon qu'en font l'ennemi et 25
les traîtres. Il s'agissait de savoir enfin si, dans la nuit de la servitude, la nation ne verrait 26
plus briller aucune lumière d'espérance française pour soutenir son esprit de résistance et 27
faire la preuve qu'elle restait solidaire du parti de la liberté. 28
Tel fut, au premier jour, notre but, tel il demeure aujourd'hui, sans que rien en soit changé. Vers 29
ce but, nous avons marché sans hésiter et sans fléchir. Quand on saura avec quels moyens, je 30
crois bien que le monde en marquera quelque étonnement. Nous n'avions ni organisation, ni 31
troupes, ni cadres, ni armes, ni avions, ni navires. Nous n'avions point d'administration, de 32
budget, de hiérarchie, de règlements. Bien peu, en France, nous connaissaient et nous n'étions, 33
pour l'étranger, que des risque-tout sympathiques sans passé et sans avenir. 34
Or, il ne s'est pas passé un jour sans que nous ayons grandi. 35
Chacun sait quelles furent les étapes, toujours dures, parfois cruelles, de notre marche en 36
avant. Chacun peut imaginer les difficultés matérielles et morales que nous avons dû surmonter. 37
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
(Lanjutan)
Chacun connaît l'étendue des territoires, le degré de force militaire, la valeur de l'influence, que 38
nous avons pu reporter dans la guerre au seul service de la patrie. Nous étions une poussière 39
d'hommes. Nous sommes maintenant un bloc inébranlable. Nous nous sommes rendu à 40
nous-mêmes le droit d'être des Français fiers et libres. Par-dessus tout, nous avons rétabli 41
dans notre peuple prisonnier les liens de l'unité française avec la volonté de résistance pour 42
la vengeance et de redressement pour la grandeur. 43
Car, c'est un fait que la France, malgré la stupeur d'une défaite militaire méritée par ses 44
chefs, mais non par elle-même, malgré le trouble jeté dans son âme par la trahison 45
d'hommes qu'elle considérait comme symboles de l'honneur, malgré la pression de 46
l'ennemi, exercée tantôt sous la forme de violences sans nom, tantôt par offres doucereuses 47
d'allégements et de collaboration, malgré un régime abject de police et de persécutions, 48
malgré l'effort acharné de corruption des esprits par propagande unilatérale, c'est un fait 49
que la France ne s'est nullement abandonnée. C'est un fait que la France a su discerner, au 50
travers du nuage de sang et de larmes dont on tentait de l'aveugler, que la seule voie qui 51
mène au salut est celle qu'ont choisie pour elle ceux de ses enfants qui sont libres. 52
Il n'y a pas, à cet égard, la moindre distinction à faire entre les Français de Brazzaville, de 53
Beyrouth, de Damas, de Nouméa, de Pondichéry, de Londres, et les Français de Paris, de Lyon, 54
de Marseille, de Lille, de Bordeaux, de Strasbourg. Sauf une poignée de malheureux et une 55
chambrée de misérables qui, par panique, folie ou intérêt, ont spéculé sur la défaite de la patrie et 56
qui dominent provisoirement par la tromperie, la prison ou la famine, la nation n'a jamais 57
marqué une pareille unanimité. On peut dire, littéralement, que ceux des Français qui vivent ne 58
vivent plus que pour vouloir la libération nationale. Et l'on peut dire aussi que, pour 40 millions 59
de Français, l'idée même de la victoire se confond avec celle de la victoire des Français Libres. 60
Il est aisé de s'expliquer qu'à mesure que nous devenions une réalité grandissante et surtout à 61
mesure que se dévoilait l'adhésion secrète de la France, beaucoup d'hommes se soient souciés, 62
chez nous et à l'étranger, de connaître quels sont au juste nos caractères et nos desseins ? Si dure 63
et si longue que doive être la guerre, son aboutissement sera un certain ordre national et 64
international. Rien n'est plus naturel que de s'interroger sur ce que veut, à ce point de vue, 65
réaliser cette grande force neuve qui s'appelle la France Libre, en attendant que, par la victoire, 66
elle se confonde avec la France tout court. 67
Il est vrai qu'à cette question : "Que veut la France Libre ?" certains, qui ne lui sont de rien, se 68
hâtent souvent de répondre à sa place. Aussi nous est-il arrivé de nous voir prêter à la fois les 69
intentions les plus contradictoires, soit par l'ennemi, soit par cette sorte d'amis qui, sans doute à 70
force de zèle, ne peuvent contenir à notre endroit l'empressement de leurs soupçons. L'une des 71
rares distractions que m'accorde ma tâche présente consiste à rapprocher parfois ces diverses 72
affirmations. Car il est plaisant d'observer que les Français Libres sont jugés, le même jour, à la 73
même heure, comme inclinant vers le fascisme, ou préparant la restauration d'une monarchie 74
constitutionnelle, ou poursuivant la rétablissement intégral de la République parlementaire, ou 75
visant à remettre au pouvoir les hommes politiques d'avant-guerre, spécialement ceux qui sont 76
de race juive ou d'obédience maçonnique, ou enfin poussant au triomphe de la doctrine 77
communiste. Quant à notre action extérieure, nous entendons les mêmes voix déclarer, suivant 78
l'occasion ou que nous sommes des anglophobes dressés contre la Grande-Bretagne, ou que nous 79
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
(Lanjutan)
travaillons, au fond, de connivence avec Vichy, ou que nous nous fixons pour règle de livrer à 80
l'Angleterre les territoires de l'Empire français à mesure qu'ils se rallient. Il y a peu d'apparence 81
que ce que nous pourrons dire ou faire mette un terme à ces allégations. Mais il y a quelque 82
importance à ce que nous affirmions, devant nous-mêmes et devant les autres, quelle est notre 83
politique. 84
L'article 1er de notre politique consiste à faire la guerre, c'est-à-dire à donner la plus grande 85
extension et la plus grande puissance possibles à l'effort français dans le conflit. Il va de soi que, 86
dans tous les domaines, notre action se combine étroitement avec celle de nos alliés et plus 87
directement avec celle de l'Empire britannique. C'est qu'en effet l'Angleterre a eu l'incomparable 88
mérite et le magnifique courage de faire face, seule, au destin quand il était le plus menaçant et 89
qu'en outre ce grand peuple, qu'on taxe parfois d'un certain manque d'imagination, n'en a pas 90
moins discerné aussitôt par l'esprit et le cœur d'un Churchill, qu'une poignée d'évadés français 91
avaient emporté avec eux l'âme éternelle de la France. Donnant, donnant ! nous ne cesserons 92
pas, jusqu'au dernier soir de la dernière bataille, de nous tenir, fidèles et loyaux, aux côtés 93 de la vieille Angleterre. En même temps, nous appelons de nos vœux le moment où les 94
circonstances pourront nous permettre d'apporter un concours - aussi modeste qu'il soit d'abord - 95
à l'héroïque résistance de nos alliés russes. Nous nous tenons en étroite liaison avec nos alliés 96
polonais, tchécoslovaques, grecs, yougoslaves, hollandais, belges, norvégiens, solidarité à nos 97
yeux capitale parce que le sort de leur territoire et celui du nôtre présentent les mêmes caractères 98
de résistance nationale et d'inexpiable oppression et parce que nous ne concevons pas la 99
libération de l'Europe sans leur juste restauration et la réparation du martyre qu'ils endurent. 100
Nous sommes unis sans réserves avec l'action morale et matérielle des États-Unis, sans laquelle 101
il ne saurait y avoir de victoire et nous usons, avec gratitude, du concours que, par tant de 102
moyens, ils fournissent à ceux qui combattent pour la liberté du monde. Nous nous efforçons de 103
justifier et de développer les réconfortantes sympathies que prodiguent à la France, dans sa lutte 104
et dans ses épreuves, tant de nations de l'univers. 105
Mais, quelque prix que nous attachions à ces liens qui nous aident et qui nous obligent, nous 106
entendons, dans l'intérêt commun, que notre effort présent et futur demeure l'effort propre de la 107
France et nous sommes d'autant plus ardents à servir ses intérêts, à représenter ses droits et à 108
accomplir ses devoirs que nous savons que sa cause est la cause même des peuples libres. Rien 109
ne saurait nous détourner de suivre la vocation séculaire de notre pays. Mais rien ne pourrait 110
nous faire oublier que sa grandeur est la condition sine qua non de la paix du monde. Il n'y aurait 111
pas de justice si justice n'était pas rendue à la France ! 112
C'est pourquoi nous combattons pour que cette guerre de trente ans, déchaînée en 1914 par 113
l'agression allemande, soit terminée et sanctionnée de telle manière que la France en sorte intacte 114
dans tout ce qui lui appartient, créditée de tout ce qu'elle a perdu et garantie dans sa sécurité. 115
Nous ne séparons pas, d'ailleurs, ce qui est dû à notre pays de ce qui est dû aux nations qui 116
furent ou qui demeurent nos alliées ou associées dans les mêmes épreuves et contre le même 117
ennemi. Les peuples libres ont fait, maintenant, assez de cruelles expériences pour avoir 118
appris ce que signifie la communauté des droits et des devoirs et ce qu'il en coûte de lui 119
être infidèle. Tous ont payé assez cher pour savoir que leur idéal commun ne pourrait être 120
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
(Lanjutan)
qu'une charte platonique sans l'établissement de la sécurité réelle et pratique de chacun et 121
sans l'organisation de la solidarité internationale. 122
Si la situation de notre patrie écrasée, pillée, trahie, exige que nous nous absorbions dans la 123
tâche de la guerre, nous ne pouvons nous détacher de ce que peut et doit être le destin intérieur 124
de la nation. Nous le pouvons d'autant moins que le désastre momentané de la France a 125
bouleversé de fond en comble les fondements mêmes de son existence, emporté les 126
institutions qu'elle pratiquait antérieurement, altéré profondément la condition de chaque 127 individu et, par-dessus tout, jeté dans les âmes mille ferments passionnés. Si l'on a pu dire 128
que cette guerre est une révolution, cela est vrai pour la France plus que pour tout autre peuple. 129
Une nation qui paye si cher les fautes de son régime, politique, social, moral et la 130
défaillance ou la félonie de tant de chefs, une nation qui subit si cruellement les efforts de 131
désagrégation physique et morale que déploient contre elle l'ennemi et ses collaborateurs, 132
une nation dont les hommes, les femmes, les enfants, sont affamés, mal vêtus, point 133
chauffés, dont 2 millions de jeunes gens sont tenus captifs, pendant des mois et des années, 134
dans des baraques de prisonniers, des camps de concentration, des bagnes ou des cachots, 135
une nation à qui ne sont offertes, comme solution et comme espérance, que le travail forcé 136
pour le compte de l'ennemi, le combat contre ses propres enfants et ses fidèles alliés, le 137
repentir d'avoir osé se dresser face aux frénésies conquérantes d'Hitler et le rite des 138
prosternations devant l'image du Père-la-Défaite, cette nation est nécessairement un foyer 139 couvant sous la cendre. Il n'y a pas le moindre doute que, de la crise terrible qu'elle traverse, 140
sortira, pour la nation française, un vaste renouvellement. 141
Est-il besoin de dire que ce ne sont pas les Français Libres qui ne voudraient jamais contrarier 142
une telle transformation ? Bien au contraire, ils prétendent être, par excellence, en mesure d'y 143
contribuer par l'exemple qu'ils donnent de leur union et de leur dévouement au service de la 144
patrie et par le fait qu'eux-mêmes se font un cœur et un esprit nouveaux. Nous savons que 145
l'immense majorité des Français, dans laquelle nous nous comptons, a définitivement 146
condamné, à la fois les abus anarchiques d'un régime en décadence, ses gouvernements 147
d'apparence, sa justice influencée, ses combinaisons d'affaires, de prébendes et de 148
privilèges, et l'affreuse tyrannie des maîtres esclaves de l'ennemi, leurs caricatures de lois, 149
leur marché noir, leurs serments imposés, leur discipline par délation, leurs microphones 150
dans les antichambres. Nous tenons pour nécessaire qu'une vague grondante et salubre se 151
lève du fond de la nation et balaie les causes du désastre pêle-mêle avec l'échafaudage bâti 152 sur la capitulation. Et c'est pourquoi, l'article 2 de notre politique est de rendre la parole au 153
peuple, dès que les événements lui permettront de faire connaître librement ce qu'il veut et ce 154
qu'il ne veut pas. 155
Quant aux bases de l'édifice futur des institutions françaises, nous prétendons pouvoir les définir 156
par conjonction des trois devises qui sont celles des Français Libres. Nous disons : "Honneur et 157
Patrie," entendant par là que la nation ne pourra revivre que dans l'air de la victoire et subsister 158
que dans le culte de sa propre grandeur. Nous disons : "Liberté, Égalité, Fraternité," parce que 159
notre volonté est de demeurer fidèles aux principes démocratiques que nos ancêtres ont tirés du 160
génie de notre race et qui sont l'enjeu de cette guerre pour la vie ou la mort. Nous disons 161
"Libération" et nous disons cela dans la plus large acception du terme, car, si l'effort ne doit pas 162
se terminer avant la défaite et le châtiment de l'ennemi, il est d'autre part nécessaire qu'il ait 163
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
(Lanjutan)
comme aboutissement, pour chacun des Français, une condition telle qu'il lui soit possible de 164
vivre, de penser, de travailler, d'agir, dans la dignité et dans la sécurité. Voilà l'article 3 de notre 165
politique ! 166
La route que le devoir nous impose est longue et dure. Mais peut-être le drame de la 167 guerre est-il à son point culminant ? Peut-être l'Allemagne commence-t-elle à subir, à son 168
tour, la fascination du désastre qui n'avait, longtemps, paralysé que ses ennemis ? Peut-être 169
l'Italie sera-t-elle bientôt, une fois de plus, suivant le mot de Byron : "La triste mère d'un empire 170
mort ?" Mais, quels que doivent être le terme et le prix de la victoire, nous y avons marqué la 171
place de notre patrie. Il n'y a plus maintenant, pour nous, d'autre raison, d'autre intérêt, d'autre 172
honneur, que de rester, jusqu'au bout, des Français dignes de la France. 173
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
Lampiran 2 : Pidato De Gaulle pada tanggal 24 Desember 1941
Message de noël adressé aux enfants de France depuis Londres par le général de
Gaulle, 24 décembre 1941
Quel bonheur, mes enfants, de vous parler ce soir de Noël. Oh ! je sais que tout n'est pas gai, 1
aujourd'hui, pour les enfants de France. Mais je veux, cependant, vous dire des choses de fierté, 2
de gloire, d'espérance. 3
Il y avait une fois : la France ! Les nations, vous savez, sont comme des dames, plus ou moins 4
belles, bonnes et braves. Eh bien ! parmi mesdames les nations, aucune n'a jamais été plus 5
belle, meilleure, ni plus brave que notre dame la France. Mais la France a une voisine 6 brutale, rusée, jalouse : l'Allemagne. L'Allemagne, enivrée d'orgueil et de méchanceté, a 7
voulu, un beau jour, réduire en servitude les nations qui l'entouraient. Au mois d'août 1914, elle 8
s'est donc lancée à l'attaque. 9
Mais la France a réussi à l'arrêter sur la Marne, puis à Verdun. D'autres grandes nations, 10
l'Angleterre, l'Amérique, ont eu ainsi le temps d'arriver à la rescousse. Alors, l'Allemagne, dont 11
le territoire n'était nullement envahi, s'est écroulée tout à coup. Elle s'est rendue au Maréchal 12
Foch. Elle a demandé pardon. Elle a promis, en pleurant, qu'elle ne le ferait plus jamais. Il lui 13
restait d'immenses armées intactes, mais il ne s'est pas trouvé un seul Allemand, pas un seul ! 14
pour tirer même un coup de fusil après la capitulation. 15
Là-dessus, les nations victorieuses se sont séparées pour aller chacune à ses affaires. C'est ce 16
qu'attendait l'Allemagne. Profitant de cette naïveté, elle s'est organisée pour de nouvelles 17
invasions. Bientôt, elle s'est ruée de nouveau sur la France. Et, cette fois, elle a gagné la bataille. 18
L'ennemi et ses amis prétendent que c'est bien fait pour notre nation d'avoir été battue. Mais la 19
nation française, ce sont vos papas, vos mamans, vos frères, vos sœurs. Vous savez bien, vous, 20
mes enfants, qu'ils ne sont pas coupables. Si notre armée fut battue, ce n'est pas du tout parce 21
qu'elle manquait de courage, ni de discipline. C'est parce qu'elle manquait d'avions et de chars. 22
Or, à notre époque, tout se fait avec des machines, et les victoires ne peuvent se faire qu'avec les 23
avions, les chars, les navires, qui sont les machines de la guerre. Seulement, malgré cette défaite, 24
il y a toujours des troupes françaises, des navires de guerre et des navires marchands français, 25
des escadrilles françaises, qui continuent le combat. Je puis même vous dire qu'il y en a de plus 26
en plus et qu'on parle partout dans le monde de ce qu'ils font pour la gloire de la France. 27
Pensez à eux, priez pour eux, car il y a là, je vous assure, de très bons et braves soldats, marins 28
et aviateurs, qui auront à vous raconter des histoires peu ordinaires quand ils seront rentrés chez 29
eux. Or, ils sont sûrs d'y rentrer en vainqueurs, car nos alliés, les Anglais et les Russes, ont 30
maintenant des forces très puissantes, sans compter celles que préparent nos alliés les 31
Américains. Toutes ces forces, les Allemands n'ont plus le temps de les détruire, parce que, 32
maintenant, en Angleterre, en Russie, en Amérique, on fabrique d'immenses quantités d'avions, 33
de chars, de navires. Vous verrez un jour toute cette mécanique écraser les Allemands 34
découragés et, à mesure qu'ils reculeront sur notre territoire, vous verrez se lever de nouveau une 35
grande armée française. 36
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
(Lanjutan)
Message de noël adressé aux enfants de France depuis Londres par le général de
Gaulle, 24 décembre 1941
Quel bonheur, mes enfants, de vous parler ce soir de Noël. Oh ! je sais que tout n'est pas gai, 1
aujourd'hui, pour les enfants de France. Mais je veux, cependant, vous dire des choses de fierté, 2
de gloire, d'espérance. 3
Il y avait une fois : la France ! Les nations, vous savez, sont comme des dames, plus ou moins 4
belles, bonnes et braves. Eh bien ! parmi mesdames les nations, aucune n'a jamais été plus 5
belle, meilleure, ni plus brave que notre dame la France. Mais la France a une voisine 6 brutale, rusée, jalouse : l'Allemagne. L'Allemagne, enivrée d'orgueil et de méchanceté, a 7
voulu, un beau jour, réduire en servitude les nations qui l'entouraient. Au mois d'août 1914, elle 8
s'est donc lancée à l'attaque. 9
Mais la France a réussi à l'arrêter sur la Marne, puis à Verdun. D'autres grandes nations, 10
l'Angleterre, l'Amérique, ont eu ainsi le temps d'arriver à la rescousse. Alors, l'Allemagne, dont 11
le territoire n'était nullement envahi, s'est écroulée tout à coup. Elle s'est rendue au Maréchal 12
Foch. Elle a demandé pardon. Elle a promis, en pleurant, qu'elle ne le ferait plus jamais. Il lui 13
restait d'immenses armées intactes, mais il ne s'est pas trouvé un seul Allemand, pas un seul ! 14
pour tirer même un coup de fusil après la capitulation. 15
Là-dessus, les nations victorieuses se sont séparées pour aller chacune à ses affaires. C'est ce 16
qu'attendait l'Allemagne. Profitant de cette naïveté, elle s'est organisée pour de nouvelles 17
invasions. Bientôt, elle s'est ruée de nouveau sur la France. Et, cette fois, elle a gagné la bataille. 18
L'ennemi et ses amis prétendent que c'est bien fait pour notre nation d'avoir été battue. Mais la 19
nation française, ce sont vos papas, vos mamans, vos frères, vos sœurs. Vous savez bien, vous, 20
mes enfants, qu'ils ne sont pas coupables. Si notre armée fut battue, ce n'est pas du tout parce 21
qu'elle manquait de courage, ni de discipline. C'est parce qu'elle manquait d'avions et de chars. 22
Or, à notre époque, tout se fait avec des machines, et les victoires ne peuvent se faire qu'avec les 23
avions, les chars, les navires, qui sont les machines de la guerre. Seulement, malgré cette défaite, 24
il y a toujours des troupes françaises, des navires de guerre et des navires marchands français, 25
des escadrilles françaises, qui continuent le combat. Je puis même vous dire qu'il y en a de plus 26
en plus et qu'on parle partout dans le monde de ce qu'ils font pour la gloire de la France. 27
Pensez à eux, priez pour eux, car il y a là, je vous assure, de très bons et braves soldats, marins 28
et aviateurs, qui auront à vous raconter des histoires peu ordinaires quand ils seront rentrés chez 29
eux. Or, ils sont sûrs d'y rentrer en vainqueurs, car nos alliés, les Anglais et les Russes, ont 30
maintenant des forces très puissantes, sans compter celles que préparent nos alliés les 31
Américains. Toutes ces forces, les Allemands n'ont plus le temps de les détruire, parce que, 32
maintenant, en Angleterre, en Russie, en Amérique, on fabrique d'immenses quantités d'avions, 33
de chars, de navires. Vous verrez un jour toute cette mécanique écraser les Allemands 34
découragés et, à mesure qu'ils reculeront sur notre territoire, vous verrez se lever de nouveau une 35
grande armée française. 36
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012
(Lanjutan)
Mes chers enfants de France, vous avez faim, parce que l'ennemi mange notre pain et notre 37
viande. Vous avez froid, parce que l'ennemi vole notre bois et notre charbon, vous souffrez, 38
parce que l'ennemi vous dit et vous fait dire que vous êtes des fils et des filles de vaincus. Eh 39
bien ! moi, je vais vous faire une promesse, une promesse de Noël. Chers enfants de France, 40
vous recevrez bientôt une visite, la visite de la Victoire. Ah! comme elle sera belle, vous 41
verrez !.. 42
43
Metafora dalam..., Bintarti Mayang Sari, FIB UI, 2012