Post on 23-Oct-2015
description
Role of the eNOS-NO system in Regulating the antiproteinuric effects of VEGF
receptor 2 inhibition in diabetes
Ketika teori regulasi dari Vascular endothelial growth factor (VEGF) pertama kali
dijelaskan satu dekade yang lalu menggunakan model tikus yang dibuat diabetes, hal tersebut
sepertinya dapat menjelaskan peranan hal ini dalam patogenesis nefropati pada diabetes.
Peranannya ada 2, yaitu VEGF glomerular yang menurun atau terjadi peningkatan gangguan
VEGF sebagai kompensasi untuk memproteksi ginjal. Sejak saat itu, mulai dilakukan banyak
penelitian untuk menjelasakan VEGF/VEGF receptor-2 ( VEFGR-2) mungkin berperan
dalam perkembangan ginjal pada hemeostatis glomerular dewasa, dan pada penyakit ginjal.
Sebagai contoh, pemakaian anti-VEGF yang sering dipakai dalam bidang onkologi (karena
mempunyai efek anti angiogenesis nya), dimana dengan memblok sinyal VEGF pada
reseptornya dapat menjadikan hipertensi, proteinuriam dan cedera yang cukup signifikan
pada cedera ginjal.
Sebaliknya, dalam beberapa penelitian diabetes ditemukan efek lain dalam blokade
VEGF. Efek lainnya yang bermanfaat dalam diabetes adalah ketika diberikan obat-obatan
yang mensensitisasi VEGF/VEGFR-2, terdapat efek dalam menghambat terjadinya
albuminuria. Namun hal ini belum diketahui lebih jauh apakah ada faktor ekstrinsik lainnya
yang mempengaruhi kerja sistem VEGF/VEGFR-2 dalam glomerulus.
Salah satu faktor resiko yang mungkin mempengaruhi respon terhadap sistem
VEGF/VEGFR-2 adalah enzim vasodilator, endothelial nitric oxide synthase (eNOS). Dalam
penelitian sebelumnya efek albuminuria dalam penghambatan VEGFR-2 diketahui terganggu
pada tikus yang secara genetik mempunyai defisiensi eNOS.
Untuk mengetahui apakah kerja eNOS lebih jauh lagi dalam penghambatan VEGF,
dilakukan penelitian eksperimental pada tikus yang diabetes. Tujuan penelitian ini adalah
untuk menentukan apakah proteinuria yang diinduksi oleh penghambatan VEGF terjadi tanpa
ada faktor eksternal yang mempengaruhi pada sistem vaskuler, dan untuk mengetahui apakah
respon antiproteinuria dari VEGFR-2 pada keadaan diabetes disebabkan oleh adanya aktivitas
dari ENOS.
Metode:
Penelitian 1
Penelitian pertama menggunakan tikus-tikus yang berumur 8 minggu, kemudian
dipilih secara acak untuk mendapatkan polysorbate 80 atau vandetanib, masing-masing
kelompok memakai 4 tikus. Vandetanib adalah inhibitor VEGFR-2 tirosin kinase yang poten
dengan selektifitas yang tinggi terhadap kinase yang lain termasuk VEGFR-1, erbB2, MEK,
CDK-2, Tie-2, IGFR-1R, PDK, PDGFRβ, dan AKT. Hewan coba diberikan polisorbat atau
vandetanib selama 14 hari, kemudian dihentikan untuk diamati selama 10 hari sejak
dihentikannya pemberian obat. Tekanan darah sistolik dan eksresi protein urin dinilai pada
hari sebelum pemberian obat, hari ke-14, dan hari ke-24. Tekanan darah diukur pada ekor
tikus dengan mtode plethysmography. Untuk pengukuran eksresi protein urin, tikus yang
telah diberikan obat-obatan dipisahkan dalam kandang sendiri kemudian dibiarkan selama 2-
3 jam. Tikus kemudian diberikan banyak minum dan diambil 5mL urin yang disimpan dalam
suhu -20oC untuk analisis yang berkelanjutan dengan menggunakan analyzer Olympus.
Penelitian 2
Tikus yang berumur 8 minggu dipilih secara acak untuk mendapatkan streptozotocin
(STZ) (tikus diabetes n=10) dam cairan sitrat (tikus non diabetes n=8) dengan diinjeksikan
pada ekornya setelah dipuasakan pada malam hari sebelumnya. Hewa coba kemudian
dimonitor selama 24 jam.
Penelitian 3
Tikus yang berumur 8 minggu dipilih secara acak untuk mendapatkan STZ
(n=25)atau sitrat (n=8) dengan diinjeksikan pada ekornya setelah dipuasakan pada malam
hari sebelumnya. Tikus tikus yang diabetes (yang diberikan STZ) kemudian secara acak
diberikan polisorbat 80 (n=11), 25 mg/kg vandetanib (n=10), dan 25 mg/kg vandetanib
ditambah NOS inhibitor N-nitro-L-arginine methyl ester (L-NAME, 20 mg/kg) selama 24
hari.
Semua tikus dikondisikan dalam ruangan dengan suhu 22±1oC, diberikan pakan dan
minuman sebanyak-banyaknya. Setiap minggu tikus di ukur berat badan dan glukosa
darahnya. Tikus yang diabetes mendapatkan injeksi insulin 3 kali seminggu untuk
meningkatkan berat badannya. TD sistolik dan eksresi protein urinnya diperiksa seperti yang
sudahdijelaskan tadi, dan GFR nya diukur dengan pemberian single-shot 99m-technetium
diethylenetriamine pentaacetic acid (Tc99m-DTPA). Eksresi nitrit diukur dengan nitrite
colorimetric assay kit.
Untuk diperiksa ginjalnya. Tikus mendapatkan anestesi natrium pentobarbital
(60mg/kg) yang diinjeksikan secara intraperitoneal. Arteri renal dextra dan sinistra tikus di
klem, dan ginjalnya diangkat. Ginjal kiri tikus ditimbang dan disimpan dalam suhu -80oC
untuk dianalisis susunan selnya. Ginjal kanan diris secara transversal dan direndam dalam
formalin 10% selama 24 jam. Jaringan kemudian diberikan paraffin untuk kemudian dibaca
dalam mikroskop.
Seluruh prosedur eksprerimen telah mendapatkan ijin etik dari St. Vincent’s
Hospital animal Ethics Commitee (melbourne, australia) dan St. Michael Hospital Animal
Care Committee (toronto, kanada).
Real time PCR
Untuk menentukan ekspresi gen pada ginjal tikus , jaringan yang disimpan dalam
suhu -80oC dilakukan homogenisasi. RNA secara keseluruhan diberikan RQ1 DNAse untuk
membuang DNA genom. RNA ditranskripsikan secara terbalik dengan alat High-Capacity
cDNA Reverse Transcription Kit. Pengukuran ekspresi gen eNOS menggunkan SYBR green
pada alat ABI prism 7900HT Fast PCR system. Data kemuadian dianalisis dengan Applied
Biosystems Comparative CT Method.
Immnunoblotting
Immunobloting ginjal tikus dilakukan pada membran nitroselulosa dan dengan
antibodi dengan perbandingan antibodi:eNOS 1:1000, phospo-eNOS ser1177 1:1000 dan β-
actin 1:5000. Setelah diinkubasi dengan antibodi sekunder yang terkonjugasi HRP, protein
dideteksi dengan sistem elektrochemiluminescence. Densitometry dilakukan dengan alat
Image J version 1.39.
Immunohistochemistry
Immunohistochemistry eNOS dan marker makrofag CD68 dilakukan dengan
antibodi primer dengan komposisi eNOS:1:400 dan ED-1 1:100. Kemudian diinkubasi
dengan HRP dan sebelum diwarnai dengan Haematoxylin ,diberikan label terlebih dulu
dengan mengunakan Liquid Diaminobenzidine dan Substrat Chromogen System. Dalam
setiap irisan ginjal, ilfiltrasi makrofag ditentukan dengan immunostaining ED-1 yang dipilih
secara acak dalam pembesaran 100x pada 10 lapang pandang yang berbeda.
Index Glomerulosklerosi
80 glomerulus diperiksa dengan pewarnaan PAS untuk setiap tikus. Derajat sklerosis
ditentukan secara subjektif dari skala 0 sampai 4 dengan rincian; 0= normal, 1= area sklerosis
<25%, 2= area sklerosis 25-50%, 3= area sklerosis 50-75%, dan 4= area sklerosis 75-100%.
Glomerulosklerosis didefinisikan sebagai kedaaan dimana adanya penebalan membran,
hipertrofi mesangial dan oklusi kapiler. Indes Glomerulosklerosis (GSI) dihitungdnegan
menggunakan rumus GSI = Σfi (i).
Analisis statistik
Data dipresentasikan sebagai rerata (mean). Signifikansi statistikal ditentukan
dengan menggunakan Student’s t-test untuk 2 kelompok, atau one-way ANOVA dengan
perbandingan Newman-Keuls post hoc untuk kelompok > 2. Semua analisis statistik
dilakukan dengan menggunakan GraphPad Prism Verison 5.cc for Mac. Nilai P < 0,05
dianggap sebagai signifikan.
HASIL
Proteinuria yang diinduksi oleh VEGFR-2 inhibitor dapat menyebabkan terjadinya
hipertensi
Untuk mengetahui apakah peningkatan penignkatan eksresi protein urin terjadi
secara independen dalam peningkatan tekanan darah atau kedua hal ini berhubungan, peneliti
memberikan vandetanib dan polisorbat setiap hari selama 14 hari. Pada hari ke 14, eksresi
protein urin meningkat secara signifikan pada tikus yang diberikan vandetanib. Setelah
pemberian vandetanib dihentikan dan dimonitor selama 10 hari, tidak terdapat penignkatan
yang signifikan. Sebaliknya tekanan darah sistol tidak mengalami perubahan sejak awal
pengukuran , dan setelah dihentikan pemberian vandetanib, tekanan darah sistolnya
meningkat.
Tikus yang diabetes menunjukkan peningkatan ekspresi eNOS dan ekresi metabolit
nitrit oksida.
Untuk memeriksa ekspresi eNOS dan produksi NOS pada keadaan diabetes, hewan
coba dibuat dalam keadaan diabetes dengan pemberian STZ selama 24 hari. Dibandingkan
dengan tikus non diabetes, mRNA dan protein eNOS meningkat secara signifikan pada tikus
yang diabetes. Untuk mengkonfirmasi bahwa ekspresi eNOS adalah hasil aktivitas biologis,
dilakukan immunobloting dengan antibodi yang berikatan pada eNOS pada saat
terfosforilisasi pada SR 1177, yang mengindikasikan adanya aktivasi enzim. Hasilnya
menunjukkan bahwa terdapat peningkatan aktivitas dari eNOS yang terlihat pada peningkatan
eksresi nitrit pada urin tikus yang diabetes. Pada kedua kelompok kontrol dan diabetes,
protein eNOS hanya terbatas pada sel endotel dari arteriol dankapiler glomerulus.
Diabetes mencegah proteinuria yang diinduksi oleh VEGFR-2 inhibitor
Setelah mengetahui bahwa terjadi aktivitas NO pada ginjal tikus yang
diabetes,selanjutnya peneliti memeriksa apakah hewan coba tersebut terlindungi dari efek
VEGFR-2 inhibitor dengan vandetanib. Pemberian vandetanib ternyata meningkatkan
deposisi matrix mesangial pada tikus diabetes dibandingkan dengan tikus non
diabetes.akumulasi makrofag dalam korteks renalis pada tikus diabetes juga meningkat pada
tikus yang diberi vandetanib. Sebaliknya, pemberian penghambat NOS L-NAME
menghasilkan terjadinya proteinuria masif.
PEMBAHASAN
Keja biologis dari VEGF/VEGFR-2 pada glomerulus bertangggung jawab terhadap
perubahan keseimbangan isoform dan faktor eksternal. Awalnya diketahui bahwa diabetes
berhubungan dengan pengaktifan sistem eNOS-NO, yang kita ketahui sebagai regulator
penting padapenghambatan VEGF. Pada saat yang sama, ditemukan juga proteinuria pada
hewan coba diabetes yang diberikan VEGFR-2 inhibitor contohnya vandetanib. Hasil
tersebut menggaris bawahi peran penting dari eNOS-System dalam meregulasi efek dari
VEGF/VEGFR-2 pada glomerulus dan efek yang mungkin tersembunyi yang mungkin bisa
muncul pada fenotip ginjal tertentu.
Meskipun hipertensi dan proteinuria dapat muncul secara bersamaan pada pasien
yang diberikan anti-VEGF, hubungan antara kedua efek samping tersebut belum sepenuhnya
dapat dijelaskan. Hal tersebut terlihat dari penelitian dengan pemberian vandetanib dosis
rendah (15 mg/Kg), peningkatan protein urin terjadi secara terpisah dengan perubahan
tekanan darah. Pada penelitian ini, mengkonfirmasi bahwa kerusakan ginjal yang
berhubungan dengan blokade dari VEGFR-2 bukan akibat dari hipertensi yang terkait.
Peningkatan eksresi protein urin meningkat secara signifikan pada tikus non diabetes yang
diberikan vandetanib selama 10 hari, namun tekanan darahnya tidak ikut serta meningkat.
Lebih jauh lagi, penghentian blokade pada VEGFR-2 tidak emnghasilkan perbaikan
permselektifitas glomerulus. Pengigkatan tekanan darah pada hewan coba tersebut, selain
karena disebabkan oleh penghentian pemberian vandetanib, dapat diakibatkan oleh adanya
paparan yang terus menerus terhadap blokade VEGFR-2 yang dapat menimbulkan disfungsi
ginjal dan proteinuria, sebagaimana ditemukan juga pada beberapa pasien CKD yang
mendapat terapi antibodi.
Sumber utama VEGF pada ginjal adalah podosit, dimana Growth Factor berbanding
terbalik dengan laju urin dan memediasi munculnya efek primer dengan berikatan pada
VEGFR-2 pada permukaan sel endotel glomerulus. Penelitian yang dilakukan Eremina et al
pada 2003 menunjukkan peran penting VEFG dalam pembentukan dan perkembangan
glomerulus. Sselain peran utamanya dalam membentuk pembuluh darah, VEGF juga
diketahui sebagai salah satu mediator dengan permeabilitas yang tinggi, 50.000 lebih poten
dibandingkan histamine dalam molaritasnya. Berdasarkan perannya dalam pertumbuhan sel,
de Vriese dan kawan kawan menyusun sebuah hipotesis bahwa penghambatan VEGF dapat
mencegah munculnya disfungsi renal lebih awal dan menunjukkan efek albuminuria dari
blokade VEGF pada diabetes. Saat ini diketahui bahwa kuantitas dan tipe isoform dari VEGF
sendiri secara dramatis memperngaruhi permeabilitas dari glomerulus. Pengaruh sistem
eNOS-NO pada respon VEFG juga sepertinya menunjukkan efek yang sama.
Salah satu gejala yang muncul dalam nefropati diabetes adalah pengaktifan eNOS-
NO system. Peran eNOS pada patogenesis penyakit ginjal sangat rumit. Pada satu sisi, tidak
adanya eNOS yang berikatan dengan substrat tertentu dapat menyebabkan stress oksidatif
pada diabetes, disisi lain pada tikus yang dimodifikasi dengan delesi pada gen eNOSnya,
dapat menyebabkan albuminuria masif. Pada hewan coba penelitian ini,paneliti mengamati
bahwa aktivitas ENOS meningkat pada keadaan yang diabetes. Penignkatan aktivasi ENOS
kemungkinan juga berhubungan dengan proteinuria yang terjadi akibat dari blokade VEGFR-
2, yang terlihat pada tikus diabetes yang diberi vandetanib mengeksresikan protein urin yang
lebih rendah dibanding tikus lainnya. Adanya efek yang berbeda pada penghambatan
VEGFR-2 mungkin dapat menjelaskan adanya interaksi antara VEGF dan sistem eNOS yang
memainkan peranan penting dalam beberapa tingkatan filtrasi barrier.
KESIMPULAN
Dalam penelitian ini peneliti menemukan bahwa ekspresi eNOS yang diinduksi oleh
keadaan diabetes pada tikus, memodulasi respon terhadapt blokade VEGF. Perlu dilakukan
penelitianlebih lanjut apakah hal ini juga terjadi pada manusi yang mendapatkan terapi yang
sama dengan perlakuan pada tikus coba.