Post on 27-Dec-2019
RESPONS DAN HARAPAN PENGHAYAT KEPERCAYAAN
TERHADAP KEPUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI
NOMOR 97/PUU-XIV/2016
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh
Gelar Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh:
Renaldo Caniago
NIM : 11140321000028
JURUSAN STUDI AGAMA-AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018
iv
ABSTRAK
Renaldo Caniago
Judul Skripsi : “Respons dan Harapan Penghayat Kepercayaan Terhadap
Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 97/PUU-XIV/2016”
Penghayat kepercayaan adalah golongan atau elemen yang terdapat di
masyarakat Indonesia. Namun sayangnya, sejak masa kolonial hingga kini,
golongan atau elemen masyarakat penghayat kepercayaan masih banyak
mengalami diskriminasi dan berbagai stigma yang membelenggu mereka.
Padahal, Republik Indonesia didirikan selain untuk melepaskan diri dari
Kolonialisme Belanda & Pendudukan Jepang, juga untuk merangkul serta
memayungi seluruh golongan dan elemen masyarakatnya.
Pada pidato Pancasila 1 Juni 1945, Soekarno menyebut, “Ketuhanan yang
Berkebudayaan”. Artinya, Ketuhanan yang saling menghormati satu sama lain
dan menjunjung budaya sebagai pemersatu antar berbagai kepercayaan dan
agama. Ketuhanan yang Maha Esa, redaksi yang akhirnya resmi digunakan
sebagai sila pertama dalam Pancasila pada perkembangannya membuat monopoli
segelintir golongan yang menyebabkan diskriminasi terhadap “agama tidak
resmi”. Padahal, UUD 1945 sebagai penjabaran dari Pancasila telah menjelaskan
mengenai hak demokratis seluruh rakyat Indonesia apapun golongan
kepercayaannya. Hal tersebut menjadi pembahasan dalam penelitian ini.
Metode yang digunakan dalam kajian ini menggunakan penelitian
kepustakaan dan studi kasus lapangan dengan menggunakan medote deskriptif
analitis. Metode deskriptif analitis ini dimaksudkan untuk menguraikan masalah
serta respons penghayat kepercayaan pasca putusan Mahkamah Konstitusi Pada
UU Nomor 23 Pasal 61 dan 64 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penghayat kepercayaan sangat antusias
dengan keputusan MK dan berharap agar seluruh keputusan segara direalisasikan
oleh pemerintah.
Kata Kunci: Penghayat, Kepercayaan, Ketuhanan
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil „alamin puji syukur penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT atas segala rahmat, taufiq dan hidayah-Nya begitupun hingga skripsi
ini dengan judul “Respons dan Harapan Penghayat Kepercayaan Terhadap
Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 97/PUU-XIV/2016,” dapat terselesaikan.
Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW semoga
setiap dari kita kelak mendapat syafaat darinya.
Penulis menyadari bahwa skripsi yang jauh dari sempurna ini tidak akan
dapat selesai tanpa adanya dukungan dari banyak pihak baik secara materil
maupun moril. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak
terimakasih kepada pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini,
terutama kepada yang terhormat:
1. Dr. Hamid Nasuhi, MA selaku Dosen Pembimbing Skripsi dan selaku
Penasehat Akademik yang memberikan arahan, atas kesabaran dan
ketelitian dalam membimbing Penulis. Beliau yang telah banyak
meluangkan waktu, tenaga, fikiran dan memberikan arahan, motivasi serta
bimbingan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini.
2. Dr. Media Zainul Bahri, M.A, selaku Ketua Jurusan Studi Agama-Agama
dan Dra. Halimah Mahmudy M.A, selaku sekretaris Jurusan Studi
Agama-Agama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang selalu memberikan
pelayanan kepada mahasiswanya dengan baik.
vi
3. Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A
atas kesempatan belajar dan fasilitas yang diberikan pada Fakultas
Ushuluddin dan Filsafat.
4. Bapak Dekan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Prof. Dr. Masri Mansoer,
M.A, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Prof. Dr. Ikhsan Tanggok, M.A, selaku Wadek I bidang Administrasi
Fakultas Ushuluddin. Dr. Bustamin, M.A, selaku Wadek II bidang
Administrasi Umum. Dr. M. Suryadinata, M.A, selaku Wadek III bidang
Kemahasiswaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Seluruh Dosen Fakultas Ushuluddin, para Staff Akademik Fakultas
Ushuluddin khusus dengan bang Jamil yang membantu dalam informasi
tentang skripsi, para Staff Perpustakaan Fakultas Ushuluddin dan para
Staff Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
7. Ayahanda dan Ibunda tercinta Nasrican dan Elvi. S, dan seluruh abang
dan adik-adik yang membuat saya semangat dalam menjalankan skripsi.
8. Teman terbaik dan tersayang yang selalu mensupport dan mendukung dari
awal mula perkuliahan sampai menyelesaikan skripsi yaitu Irma Latifah
Hayatuddini.
9. Sahabat-sahabat sebagai salah satu sumber keceriaan terampuh bagi
penulis: Refi Lexmana Sanjaya, Samtoni, Moler, Zikri, Ridwan, Agus,
Idew, Wahyu.
vii
10. Untuk Almamater penulis MMI Daar El- Qolam yang berperan besar
dalam membentuk karakter penulis, mengajarkan banyak pelajaran
berharga yang semoga dapat selalu penulis amalkan dengan baik.
11. Teman-teman seperjuangan Studi Agama-Agama angkatan 2014 yang
semoga diberikan kemudahan dalam menyelesaikan tugas akhir.
12. Teman-teman KKN 3R (Rangkul, Rabak, Rumpin) atas kerjasamanya
menyelesaikan tugas-tugas KKN dengan baik.
13. Dan kepada semua orang yang saya kenal maupun yang mengenal saya,
terimakasih atas ilmu dan pengalaman yang diberikan. Berdasarkan peran-
peran beliau semua semoga mendapatkan balasan dan dilimpahi rahmat
Allah SWT. Menyadari atas banyaknya kekurangan dalam skripsi ini, oleh
sebab itu penulis berharap kiranya skripsi ini dapat dikembangkan di
kemudian hari dengan lebih baik.
Jakarta, 8 Mei 2018
Renaldo Caniago
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN .................................................................................. i
LEMBAR PERNYATAAN .................................................................................. ii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQASYAH ...................................... iii
ABSTRAK ............................................................................................................ iv
KATA PENGANTAR ............................................................................................v
DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii
BAB I .......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................................... 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................................. 6
D. Tinjauan Pustaka ......................................................................................... 7
E. Metodologi Penelitian .................................................................................. 8
F. Sistematika Penulisan ................................................................................ 11
BAB II ...................................................................................................................13
ALIRAN KEPERCAYAAN DAN PERMASALAHAN PENGHAYAT
KEPERCAYAAN.................................................................................................13
A. Aliran Kepercayaan atau Kebatinan ....................................................... 13
1. Pengertian Aliran Kepercayaan atau Kebatinan .............................. 13
2. Sejarah Legalitas Aliran Kepercayaan atau Kebatinan ................... 15
3. Macam-macam Aliran Kepercayaan .................................................. 20
B. Permasalahan Penghayat Kepercayaan .................................................. 21
BAB III ..................................................................................................................24
ix
KEPUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 97/PUU-XIV/2016 ..24
A. Undang-Undang Administrasi Kependudukan yang Digugat .............. 24
B. Proses Peradilan......................................................................................... 27
C. Keputusan Mahkamah Konstitusi ........................................................... 33
D. Pro dan Kontra Terhadap Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor
97/PUU-XIV/2016 ...................................................................................... 36
BAB IV ..................................................................................................................41
RESPONS DAN HARAPAN SERTA EKSISTENSI PENGHAYAT
KEPERCAYAAN.................................................................................................41
A. Respons Penghayat Kepercayaan Terhadap Keputusan Mahkamah
Konstitusi Nomor 97/PUU-XIV/2016 ....................................................... 41
B. Ekspektasi Dan Harapan Penghayat Kepercayaan Terhadap Keputusan
Mahkamah Konstitusi Nomor 97/PUU-XIV/2016 .................................. 52
C. Eksistensi Penghayat Kepercayaan Terhadap Keputusan Mahkamah
Konstitusi Nomor 97/PUU-XIV/2016 ....................................................... 59
BAB V....................................................................................................................63
PENUTUP .............................................................................................................63
A. Kesimpulan ................................................................................................. 63
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................66
LAMPIRAN-LAMPIRAN ..................................................................................71
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Republik Indonesia adalah negara kesatuan, negara kebangsaan, yang
didirikan untuk semua golongan, negara yang menghormati dan melindungi hak
tiap warga negara untuk beragama dan beribadat menurut agama dan
kepercayaannya itu. Bangsa Indonesia juga merupakan suatu masyarakat yang
majemuk, yang mempunyai agama, bahasa, adat istiadat, suku bangsa dan
kebudayaan yang plural. Dari segi agama khususnya, Indonesia ditempati oleh
penduduk dengan latar belakang agama yang berbeda-beda baik agama Mondial
(Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghuchu)1, maupun agama lokal
atau aliran kepercayaan (Sunda Wiwitan, Pangestu, Paguyuban Sumarah, dan lain
sebagainya). Seluruh agama tersebut bertumbuh hidup subur di Indonesia dengan
jumlah penganut yang bervariasi, dari yang minoritas sampai yang mayoritas. Hal
ini merupakan dampak dari adanya pengakuan negara yang hanya terbatas pada
enam agama di Indonesia. Istilah tersebut menimbulkan berbagai
ketidakharmonisan di antara pemeluk agama. Pemeluk agama yang sah disebut
sebagai agama (Islam, Katolik, Kristen, Hindu, Buddha, Konghuchu) dengan
predikat mayoritasnya merasa superior dibanding penganut aliran kepercayaan
1 Keenam agama Mondial ini masuk sebagai agama yang dilayani oleh pemerintah,
sebagaimana yang tertera dalam Undang-Undang Penetapan Presiden Republik Indonesia Nomor
1/PNPS Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/ atau Penodaan Agama. Pasal 1:
”Agama-agama yang di peluk oleh penduduk di Indonesia ialah Islam, Kristen, Katolik, Buddha,
Hindu, dan Konghuchu”.
2
Tuhan Yang Maha Esa atau agama lokal.2 Dalam hal ini, penulis hanya berfokus
untuk membahas tentang aliran kepercayaan yang saat ini sangat hangat untuk
diperbincangkan tentang masalah keputusan Mahkamah Konstitusi terhadap
pengisian kolom agama pada KTP (Kartu Tanda Penduduk).
Aliran kebatinan, misalnya yang terkenal di Jawa, sering disebut
"kejawen" jauh telah ada sebelum negeri ini merdeka. Aliran kebatinan adalah
aliran kepercayaan yang mendasari pemikiran bangsa Indonesia pada masa
dahulu.3 Pada mulanya, aliran kebatinan atau kepercayaan memiliki akar sejarah
pertumbuhan yang cukup panjang dan lama sejak ratusan tahun yang lampau.
Aliran ini lahir dari hasil proses perkembangan budaya, buah renungan dan
filsafat nenek moyang, yang kemudian terpaku menjadi adat istiadat masyarakat
turun temurun hingga sekarang. Mayoritas aliran kepercayaan menjadikan adat
istiadat ini sebagai pedoman ajaran yang sangat dipegang teguh yang dihayati dan
diamalkan.
Banyak masyarakat Indonesia yang belum mengetahui keberadaan aliran
kepercayaan yang ada di Indonesia sebelum adanya enam agama yang sudah
diakui oleh negera menurut perundang-undangan. Aliran kepercayaan inilah yang
ada sebelum adanya agama yang diakui oleh negara, salah satunya seperti Sunda
Wiwitan yang dipeluk oleh masyarakat Sunda di Kanekes, Lebak, Banten. Sunda
Wiwitan aliran Madrais, juga dikenal sebagai agama Cigugur (dan ada beberapa
penamaan lain) di Cigugur, Kuningan, Jawa Barat. Dan ada juga yang sudah
2 Hasse J, Diskriminasi Negara Terhadap Agama Di Indonesia (Disertasi Doktor
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat, Universitas Gadjah Mada, 2010), h. 70. 3 Kamil Kartapraja, Aliran-Aliran Kepercayaan/Kebathinan Di Indonesia (Jakarta: CV
Ridho Tarigan, 1981), h.69.
3
penulis sebutkan di paragraf pertama dan masih banyak sekali aliran kepercayaan
ini yang tersebar di seluruh pelosok Indonesia.
Aliran kepercayaan atau penghayat kepercayaan pada saat ini sangat
hangat diperbincangkan di kalangan pemerintahan, civitas akademik, dan lain-
lain. Salah satu penyebab ramainya berita terkait hal ini adalah keputusan MK
(Mahkamah Konstitusi) yang mengabulkan gugatan uji materi atas Pasal 61
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 dan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan yang mewajibkan mengisi
kolom agama di Kartu Tanda Penduduk dan Kartu Keluarga. Pada pasal ini yang
berbunyi, Pasal 61: (1) KK memuat keterangan mengenai kolom nomor KK, nama
lengkap kepala keluarga dan anggota keluarga, NIK, Jenis Kelamin, Alamat,
tempat lahir, tanggal lahir, agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan,
status hubungan dalam keluarga, kewarganegaraan, dokumen imigrasi, nama
orang tua, (2) Keterangan mengenai kolom agama sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) bagi penduduk yag agamanya belum diakui sebagai agama sesuai
dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan atau bagi penghayat
kepercayaan tidak diisi, tetapi tetap dilayani dan dicatat dalam database
Kependudukan.4 Pasal 64: (1) KTP mencantumkan gambar lambang Garuda
Pancasila dan peta wilayah negara Republik Indonesia, memuat keterangan
tentang NIK, nama, tempat tanggal lahir, laki-laki atau perempuan, agama, status
perkawinan, golongan darah, alamat, pekerjaan, kewarganegaraan, pas foto,
masa berlaku, tempat dan tanggal dikeluarkan KTP, tandatangan pemegang KTP,
4 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi
Kependudukan, Pasal 61 Ayat 1 & 2.
4
serta memuat nama dan nomor induk pegawai pejabat yang menandatanganinya.5
Gugatan ini diajukan oleh sejumlah penganut penghayat kepercayaan. Dengan
adanya keputusan ini, para penganut kepercayaan bisa mencantumkan aliran
kepercayaan di kolom agama dalam KTP yang selama ini mereka inginkan. Pada
keputusannya, Majelis Hakim berpendapat bahwa kata “agama” dalam Pasal 61
Ayat (1) dan Pasal 64 Ayat (1) bertentangan dengan UUD (Undang-Undang
Dasar) 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat
sepanjang tidak termasuk penganut aliran kepercayaan. Artinya, penganut aliran
kepercayaan memiliki kedudukan hukum yang sama dengan pemeluk enam
agama yang telah diakui pemerintah dalam memperoleh hak terkait administrasi
kependudukan. “Majelis Hakim mengabulkan permohonan para pemohon untuk
seluruhnya. Kedua, menyatakan kata „agama‟ dalam Pasal 61 Ayat (1) dan Pasal
64 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi
Kependudukan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2013 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006
bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat
secara bersyarat sepanjang tidak termasuk aliran kepercayaan,” ujar Ketua MK,
Arif Hidayat.6
5 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi
Kependudukan, Pasal 64 Ayat (1). 6 Estu Suryowati, 7 November 2017, Keputusan MK Membuat Eksistensi Penghayat
Kepercayaan Diakui Negara, nasional.kompas.com/read/2017/11/07/18573861/keputusan-
mk-membuat-eksistensi-penghayat-kepercayaan –diakui-negara, Diakses pada tanggal 15
Februari 2018 pukul 14.35 WIB.
5
Dalam hal ini, memang sudah seharusnya semua Warga Negara Indonesia
(WNI) mendapatkan regulasi, proteksi, dan fasilitasi dari negara karena bagian
dari Warga Negara Indonesia. Telah disebutkan pula dalam Undang-Undang
tersebut walau penghayat kepercayaan tidak dapat mencantumkan kolom agama
dalam KTP, tetapi mereka tetap akan dilayani. Pada kenyataannya para penganut
aliran kepercayaan masih mendapatkan diskriminasi dalam berbagai hal mengenai
masalah administrasi sipil. Mereka berhak untuk mendapatkan semua apa yang
diperlukan untuk kebutuhan hidup mereka. Hak hidup aliran kepercayaan akan
terjamin oleh negara sepenuhnya, selama mereka menghormati hak-hak orang
lain, dan bagaimana seseorang menjalankan ajaran kepercayaannya itu diserahkan
kepada masing-masing penganut aliran kepercayaan itu sendiri.7
Selama ini aliran kepercayaan mendapatkan diskrimasi terhadap
kehidupannya, karena selama ini mereka tidak mendapatkan hak-hak sipil mereka
untuk berbagai keperluan yang dibutuhkan, dan mereka harus rela mencatumkan
nama agama di KTP mereka dengan salah satu agama yang diresmikan negara.
Dengan pertimbangan hati yang berat mereka harus mengisi kolom agama mereka
dengan salah satu agama yang diakui oleh negara untuk keperluan administrasi
negara seperti: pernikahan, pendidikan, dan lain sebagainya.
Adanya gugatan para penghayat kepercayaan terhadap uji materi pada
Pasal 61 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 dan Pasal 64 Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan, menyebabkan
terkabulnya gugatan tersebut oleh Mahkamah Konstitusi pada tanggal 7
7 Budiono, Membina Kerukunan Hidup Antar Umat Beragama ( Yogyakarta: Kansius,
1983), h. 144.
6
November 2017. Dengan ini timbul berbagai respons dari penghayat kepercayaan
dan timbul polemik serta pendapat pro dan kontra dari berbagai kalangan
masyarakat Indonesia atas dikabulkannya gugatan para pengahayat kepercayaan
terhadap pengisian kolom agama penghayat kepercayaan.
Maka dari permasalahan yang telah dipaparkan, penting untuk menggali
lebih lanjut mengenai masalah tersebut. Salah satunya melalui tugas akhir ini,
yang berjudul “Respons dan Harapan Penghayat Kepercayaan Terhadap
Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 97/PUU-XIV/2016”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah dipaparkan,
permasalahan yang dikaji dalam studi ini adalah:
1. Apa saja permasalahan penghayat kepercayaan sebelum adanya
keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 97/PUU-XIV/2016?
2. Bagaimana respons dan harapan penghayat kepercayaan terhadap
keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 97/PUU-XIV/2016?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian dan penulisan skripsi
ini adalah untuk mengetahui respons penghayat kepercayaan terhadap keputusan
Mahkamah Konstitusi Nomor 97/PUU-XIV/2016 dan harapan serta eksistensi
penghayat kepercayaan pasca adanya Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor
97/PUU-XIV/2016.
7
Selain itu, penulisan skripsi ini juga bertujuan untuk memenuhi tugas akhir
proses pembelajaran di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta pada Jurusan Studi Agama-Agama Fakultas Ushuludin. Penulisan karya
ilmiah atau skripsi ini nantinya dapat dimanfaatkan sebagai dokumentasi
almamater dan bahan referensi kepada semua pihak, khususnya para peneliti dan
pemerhati yang sesuai dengan topik penelitian ini serta untuk memperoleh
kepuasan intelektual.
D. Tinjauan Pustaka
Berdasarkan pengamatan penyusun, sampai saat ini terdapat beberapa
karya buku ataupun riset yang berkaitan dengan tema penulis.
Karya bentuk Skripsi ditulis oleh Siti Umi Aqiqoh yang berjudul “Praktik-
Praktik Diskriminasi terhadap Penghayat Kepercayaan Tuhan Yang Maha Esa
(Studi Kasus Sunat Pada Kepercayaan Madrais)8”. Dalam Skripsi ini yang
ditulis oleh penulisnya menjelaskan mengenai diskriminasi yang berada di dalam
kepercayaan Madrais, terutama dalam permasalahan sunat yang ada di
kepercayaan Madrais, bahwasanya praktik sunat dalam perspektif kepercayaan
Madrais telah mewarnai Indonesia dengan kasus-kasus yang bersifat
diskriminatif, hal ini karena adanya perbedaan perspektif sunat antara
kepercayaan Madrais dengan agama Semitik. Dan tulisan ini hanya berfokus pada
satu aliran kepercayaan yang mengalami diskriminasi.
8 Siti Umi Aqiqoh, “Praktik-Praktik Diskriminasi terhadap Penghayat Kepercayaan
Tuhan Yang Maha Esa (Studi Kasus Sunat Pada Kepercayaan Madrais” Skripsi ( Fakultas
Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014).
8
E. Metodologi Penelitian
Agar memperoleh hasil yang maksimal, sistematis dan terarah dalam
penulisan skripsi ini, oleh karena itu penulis menggunakan metode sebagai
berikut:
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif, penelitian kualitatif adalah
penelitian yang menggunakan pendekatan naturalistik untuk mencari dan
menemukan pengertian atau pemahaman tentang fenomena dalam suatu latar yang
berkonteks khusus.9 Menurut Denzin dan Lincoln dalam buku Lexy J.Moleong
mengatakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar
alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan
dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada.10
Adapun menurut Saryono,
penelitian kualitatif adalah penelitian yang digunakan untuk menyelidiki,
menemukan, menggambarkan, dan menjelaskan kualitas atau keistimewaan dari
pengaruh sosial yang tidak dapat dijelaskan, diukur atau digambarkan melalui
pendekatan kuantitatif.11
Pada penelitian ini juga bersifat deskriptif analitis yakni
sebuah penelitian yang bertujuan menggambarkan gejala sosial, politik, ekonomi,
dan budaya. Dalam konteks penelitian agama, penelitian deskriptif berusaha
menggambarkan suatu paham, pandangan, keyakinan dan fenomena keagamaan.12
9 Lexy J.Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2014), h. 5. 10
Lexy J.Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, h.5. 11
Afrizal, Metodologi Penelitian Kualitatif (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2015), h.
12. 12
Media Zainul Bahri, Wajah Studi Agama-Agama Dari Era Teosofi Indonesia (1901-
1940) Hingga Masa Reformasi (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), h. 9.
9
Pendekatan kualitatif diharapkan mampu menghasilkan uraian yang
mendalam tentang ucapan, tulisan, dan perilaku yang dapat diamati dari suatu
individu, kelompok, masyarakat, dan atau organisasi tertentu dalam suatu setting
konteks tertentu yang dikaji dari sudut pandang yang utuh, komprehensif, dan
holistik.13
Dalam penelitian ini, penulis akan mengadakan penelitian terkait
respons dan harapan penghayat kepercayaaan terhadap keputusan Mahkamah
Konstitusi Nomor 97/PUU-XIV/2016.
2. Pendekatan Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan
sosiologis. pendekatan sosiologis adalah salah satu upaya untuk fokus
perhatiannya pada kehidupan masyarakat14
, pada penulisan skripsi ini penulis
mengkhususkan pada masyarakat penghayat kepercayaan.
3. Teknik Pengumpulan Data
a. Studi Kepustakaan (Library research)
Sumber literatur atau studi kepustakaan (Library Research), yaitu suatu
penelitian yang digunakan untuk mendapatkan data dari kepustakaan buku,
jurnal, ebook, dan sebagainya yang diolah untuk kemudian disimpulkan.15
Artinya mencari dan mempelajari bahan-bahan tulisan yang berkenaan
dengan objek penelitian. Penelaahan kepustakaan dilakukan untuk
13
Nuryanti Reni dan Peno Suryanto, Penelitian: Sebuah Pengantar ( Yogyakarta: UKM
Penelitian UNY, 2006), h. 6. 14
Peter Connolly, Aneka Pendekatan Studi Agama , terj. Imam Khoiri (Yogyakarta: LkiS
Yogyakarta, 2009), h. 271. 15
Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
2004), cet.1, h.3.
10
menemukan topik serta pembuatan kerangka konsep dan kerangka teori
dengan menggali data yang relevan.16
b. Penelitian Lapangan (Field research)
1) Observasi, ialah melakukan pengamatan suatu keadaan, suasana,
peristiwa, menghimpun, memeriksa, dan mencatat dokumen-dokumen
yang menjadi sumber data penelitian.17
2) Wawancara mendalam (Indepth interview), ialah pengumpulan data
dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara langsung oleh
pewawancara kepada responden.18
Wawancara dalam suatu penelitian
bertujuan untuk mengumpulkan keterangan tentang kehidupan manusia
dalam suatu masyarakat serta pendirian-pendirian mereka. Wawancara
merupakan suatu pembantu utama dari metode observasi.19
3) Dokumentasi, ialah suatu teknik pengumpulan data dengan
menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen, baik dokumen
tertulis, gambar maupun elektronik.20
Metode ini dimaksudkan untuk
memperoleh pengetahuan yang lebih luas serta wawasan yang obyektif
dan ilmiah tentang penelitian.
4. Cara pengumpulan data
Cara pengumpulan data dalam penulisan ini dilakukan melalui:
16
Sumardi Suryabrata, Metode Penelitian (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010), h.45. 17
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif (Bandung: CV Alfabeta, 2007), h. 56. 18
Irwan Soehartono, Metode Penelitian Sosial (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2008), h. 67. 19
Koentjaraningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat (Jakarta: PT. Gramedia,
1977), cet.1, h. 129. 20
Supardi, Metodologi Penelitian Bisnis (Yogyakarta: UII Press, 2005), h.138.
11
a. Usaha yang bersifat kompilatif, yaitu mengumpulkan data secara
keseluruhan baik yang bersumber dari literature maupun dari hasil
penelitian lapangan.
b. Usaha selektif komparatif, yaitu menyeleksi sumber yang dikumpulkan,
dipilih yang paling relevan dengan pokok pembahasan dengan
dibanding-bandingkan dengan data yang lain untuk mencapai penyajian
yang mengarah.
5. Teknik Penulisan
Teknik penulisan skripsi ini, penulis merujuk pada buku Pedoman Penulisan
Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis dan Desertasi) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
diterbitkan oleh Biro Akademik dan Kemahasiswaan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta tahun 2013/2014.
F. Sistematika Penulisan
Agar skripsi ini dapat terarah pada tujuan yang telah ditetapkan, maka
disusun sistematika sedemikian rupa secara sistematis yang terdiri dari lima bab
yang masing-masing menampakkan karakteristik yang berbeda namun dalam satu
kesatuan yang saling melengkapi dan berhubungan. Adapun sistematika
penulisannya sebagai berikut.
Bab pertama: Pendahuluan. Bab ini membahas tentang alasan pemilihan
judul, dengan menunjukkan faktor yang mendorong pemilihan judul skripsi.
Kemudian diikuti dengan menuliskan rumusan masalah, tujuan penelitian dan
manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metodologi penelitian, dan sistematika
12
penulisan. Secara garis besar bagian ini bertujuan sebagai landasan teoritis
metodologis dalam penelitian.
Bab kedua: Bab ini mendeskripsikan pengertian serta sejarah legalitas dan
perkembangan penghayat kepercayaan, dan membahas mengenai permasalahan-
permasalahan yang dialami oleh penghayat kepercayaan yang selama ini
mendapatkan diskriminasi akibat pengosongan kolom agama pada KK dan KTP.
Bab ketiga: Bab ini menjabarkan latar belakang keputusan Mahkamah
Konstitusi yang menjelaskan Undang-Undang yang digugat oleh para penghayat
kepercayaan, yaitu pada UU Nomor 23 pasal 61 dan 64 Tahun 2006 tentang
Administrasi Kependudukan, serta menjelaskan proses peradilan yang di
dalamnya terdapat beberapa alasan para pemohon dan akhir keputusan dari
Mahkamah Konstitusi. Serta pro dan kontra terhadap keputusan Mahkamah
Konstitusi nomor 97/PUU-XIV/2016.
Bab keempat: Dalam bab ini penulis menjabarkan respons para penghayat
kepercayaan terhadap keputusan Mahkamah Konstitusi nomor 97/PUU-
XIV/2016, serta harapan dan eksistensi penghayat kepercayaan pasca keputusan
Mahkamah Konstitusi nomor 97/PUU-XIV/2016.
Bab kelima: Bab ini merupakan bab terakhir/penutup yang berisikan
kesimpulan dari pokok permasalahan dalam kajian skripsi ini.
13
BAB II
ALIRAN KEPERCAYAAN DAN PERMASALAHAN PENGHAYAT
KEPERCAYAAN
Penulis akan menguraikan terlebih dahulu pengertian dan sejarah serta
legalitas aliran kepercayaan atau kebatinan yang berada di Indonesia. Adapun juga
permasalahan-permasalahan yang dialami oleh penghayat kepercayaan yang
selama ini mendapatkan diskriminasi akibat pengosongan kolom agama pada KK
dan KTP
A. Aliran Kepercayaan atau Kebatinan
Aliran kepercayaan atau kebatinan memiliki arti, sejarah, dan
perkembangannya di Indonesia, pada sampai saat ini aliran kepercayaan atau
kebatinan tetap eksis keberadaannya di wilayah pelosok-pelosok Indonesia.
1. Pengertian Aliran Kepercayaan atau Kebatinan
Menurut sejarah perkembangan dan kehidupan Aliran Kepercayaan atau
Kebatinan, jumlah dan macamnya selalu bertambah dan berkurang. Masing-
masing aliran mempunyai ciri khusus yang berbeda dengan yang lainnya.21
Oleh
sebab itu, nampaknya sulit untuk memberikan suatu definisi atau batasan yang
dapat mencangkup semua aliran dengan sempurna. Pengertian harfiah
memberikan, namun belum menggambarkan pengertian terminologi yang total.
21
Suwarno Imam, Konsep Tuhan Manusia, Mistik Dalam Berbagai Kebatinan Jawa
(Jakarta: PT RajaGrafindo, 2005), h. 90.
14
Aliran kepercayaan dapat disebut aliran kebatinan, kerohaniaan, kejiwaan,
kejawen, dan lain sebagainya.22
Aliran dalam KBBI berarti haluan pendapat (pandangan hidup, politik,
dsb) yang timbul dari suatu paham. Kepercayaan dari asal kata percaya mendapat
awalan „ke‟ dan akhiran „an‟ artinya iman, keyakinan, hal menganggap bahwa
sesuatu itu benar. Percaya berarti membenarkan suatu keterangan dari keterangan
yang bermacam-macam yaitu: keterangan umum, keterangan ilmiah, keterangan
falsafi, dan keterangan agama.23
Jadi, Aliran Kepercayaan adalah suatu aliran
yang berkaitan dengan alam gaib yang tidak bisa diakali oleh manusia. Dan Aliran
Kebatinan adalah aliran yang mengeluarkan kekuatan kebatinan dalam diri
manusia.
Menurut Badan Kongres Kebatinan Indonesia (BKKI) di Solo tahun 1956
menyatakan bahwa Aliran kebatinan adalah sumber asas sila Ketuhanan Yang
Maha Esa untuk mencapai budhi luhur, guna kesempurnaan hidup.24
Pengertian aliran kebatinan dari berbagai ahli di antaranya adalah Rahmat
Subagya mendefinisikan aliran kebatinan adalah segala usaha dan gerakan untuk
merealisasikan daya batin manusia.25
Menurut Sumantri Mertodipuro di dalam
buku Subagyo mengartikan aliran kebatinan adalah cara ala Indonesia
mendapatkan kebahagiaan, kebatinan memperkembangkan inner reality,
22
Suwarno Imam, Konsep Tuhan Manusia, Mistik Dalam Berbagai Kebatinan Jawa
(Jakarta: PT RajaGrafindo, 2005), h.57. 23
KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia). 24
Permadi, Pandangan Aliran Kepercayaan Terhadap Islam (Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan RI, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Direktorat Pembinaan Penghayat
Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa, 1992/1993), h.4. 25
Rahmat Subagya, Kepercayaan, Kebatinan, Kerohanian, Kejiwaan, dan Agama
(Penerbit Yayasan Kanisius, Yogyakarta, 1976), h.15.
15
kenyataan rohani.26
Sementara menurut Mr Wongsonegoro aliran kebatinan
adalam semua fikiran atau tindakan yang berdasarkan kekuatan gaib
(supernatural) yang mencari dan ingin mengetahui kenyataan di belakang
fenomena alam.27
2. Sejarah Legalitas Aliran Kepercayaan atau Kebatinan
Aliran kepercayaan atau kebatinan di Indonesia sudah ada sebelum adanya
agama pendatang dari berbagai negara, bahkan telah hadir sebelum dikenal
dengan istilah agama. Aliran kepercayaan baru populer sejak era Reformasi.
Aliran kepercayaan sering digunakan secara bergantian dengan “agama asli,”
“agama lokal,” “agama nusantara,” dan bahkan sering diidentikkan dengan
“kearifan lokal.”28
Penganutnya tersebar di berbagai daerah di Nusantara. Jumlah
mereka yang diidentifikasi dan meregistrasi diri di lembaga-lembaga negara,
seperti Kementerian Agama, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dan
Kejaksaan melalui Badan Koordinasi Pengawasan Aliran Kepercayaan
Masyarakat (Bakorpakem), berubah dari waktu ke waktu, dari 200 hingga lebih
300 kelompok/organisasi. Terakhir, menurut catatan Direktorat Kepercayaan
Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Tradisi, jumlah mereka yang teregistrasi
adalah 182 organisasi di tingkat pusat, dan lebih 1.000 organisasi di tingkat
cabang (daerah).29
26
Rahmat Subagya, Kepercayaan, Kebatinan, Kerohanian, Kejiwaan, dan Agama, h.21. 27
Rahmat Subagya, Kepercayaan, Kebatinan, Kerohanian, Kejiwaan, dan Agama , h.34. 28
Suwarno Imam, Konsep Tuhan Manusia, Mistik Dalam Berbagai Kebatinan Jawa
(Jakarta: PT RajaGrafindo, 2005), h.91. 29
Samsul Maarif, Pasang Surut Rekognisi Agama Leluhur Dalam Politik Agama Di
Indonesia (CRCS (Center for Religious and Cross-cultural Studies), Yogyakarta, 2017), h. 4-5.
16
Pada masa Demokrasi Liberal agama didefinisikan dengan sangat
eksklusif, yaitu yang memiliki kitab suci, nabi, dan pengakuan internasional.
Definisi ini menjadi penentu siapa yang dilayani (penganut agama resmi) dan
siapa yang tak dilayani (penganut kepercayaan). Tahun 1953 Pemerintahan
Demokrasi Liberal membentuk Pengawas Aliran Kepercayaan (Pakem). Lembaga
PAKEM diberi wewenang untuk mengawasi eksistensi dan kehidupan kelompok
kebatinan, tujuan pengawasannya adalah agar aliran kebatinan tidak menjadi
agama baru, dan juga untuk melindungi agama (Islam) dari pengaruh-pengaruh
negatif yang bersumber dari aliran kebatinan seperti ilmu hitam.30
Pada tanggal 19 dan 20 Agustus 1955 di Semarang telah diadakan kongres
dari berpuluh-puluh budaya kebatinan yang ada di berbagai daerah di Jawa
dengan tujuan untuk mempersatukan semua organisasi yang ada pada waktu itu.
Dari kongres pertama ini mumunculkan definisi kebatinan, sebagai berikut:
Kebatinan adalah sepi ing pamrih, rame ing gawe, mamayu hayuning bawono.”31
Kongres kedua yang diadakan pada tanggal 7-9 Agustus tahun berikutnya di Solo
sebagai lanjutannya, dihadiri oleh lebih dari 2.000 peserta yang mewakili 100
organisasi. Dalam kongres ini mendapatkan definisi kebatinan yang baru, sebagai
berikut: Kebatinan adalah sumber asas dan sila ketuhanan Yang Maha Esa, untuk
mencapai budi luhur, guna kesempurnaan hidup. Alasan digantinya definisi dari
kebatinan karena ditakutkan ada yang mengingkari adanya Tuhan Yang Maha
Esa, yaitu disebut ateisme. Pada kongres ketiga yang diadakan pada tanggal 17-20
30
Samsul Maarif, Pasang Surut Rekognisi Agama Leluhur Dalam Politik Agama Di
Indonesia , h. 26-27 31
sepi ing pamrih, rame ing gawe, mamayu hayuning bawono adalah bahasa Jawa yang
artinya Giat bekerja/membantu dengan tanpa pamrih, memelihara alam semesta /mengendalikan
nafsu.
17
Juli 1958. Dalam kongres ini dihadiri oleh Presiden Soekarno dan memberikan
amanat, memuji kebatinan yang berpegang pada Pancasila dan memperingatkan
akan bahaya klenik. Kongres keempat diadakan di Malang pada Bulan Juli 1960.
Dalam kongres ini membahas antara kebatinan dan agama pada dasarnya sama,
hanya titik berat yang berbeda. Agama menitikberatkan penyembahan pada
Tuhan, sedangkan kebatinan menekankan pada batin dan penyempurnaan
manusia.32
Selain melakukan kongres, aliran kebatinan juga mengadakan
beberapa macam seminar yang diadakan di berbagai kota di Inodnesia. Dari
seminar-seminar yang diadakan banyak persoalan yang dibahas, tentunya
mengenai kelangsungan kehidupan mereka tinggal di Indonesia, salah satunya
adalah mengusulkan pengajaran kebatinan pada sekolah-sekolah.
Pada 1965 Lahir Penetapan Presiden yaitu UU PNPS 1/1965 tentang
Penodaan Agama yang ingin melindungi agama dari penodaan oleh aliran
kepercayaan. Sebagaimana yang sudah dijelaskan pada bab sebelumnya, bahwa
Undang-Undang ini yang menimbulkan adanya agama yang diakui dan tidak
diakui oleh negara dan aliran kebatinan atau kepercayaan tidaklah masuk dalam
agama yang diakui oleh negara. Bagi negara, melalui UU. No. 1/PNPS/1965 ini,
penghayat kepercayaan diakui dan dilindungi, tetapi tidak dilayani, sekalipun
fakta di lapangan menunjukkan bahwa tidak pernah ada pelayanan terhadapnya.
Sementara, alih-alih diakui sebagai agama, kebatinan/kepercayaan justru diklaim
bertentangan dengan agama, dan penganutnya diklaim mengancam negara dan
32
Suwarno Imam, Konsep Tuhan Manusia, Mistik Dalam Berbagai Kebatinan Jawa
(Jakarta: PT RajaGrafindo, 2005), h. 93-94.
18
ketertiban umum.33
Pada saat itu aliran kepercayaan mendapat tekanan besar,
mereka dicurigai sebagai bagian dari komunisme. Timbulnya kecurigaan seperti
itu karena para komunis membela para penghayat kepercayaan. Penghayat
kepercayaan pun takut untuk melakukan berbagai kegiatannya karena tertekan dan
dituduh sebagai komunis.34
Pada 1970 nasib penghayat kepercayaan sempat membaik ketika Golkar
membentuk Sekretariat Kerjasama Kepercayaan (SKK). BKKI lalu
bertransformasi menjadi Badan Kongres Kepercayaan Kejiwaan Kerohanian
Kebatinan Indonesia (BK5I).35
Di bawah SKK Golkar, kelompok kebatinan
diminta untuk mengganti nama “kebatinan” menjadi “kepercayaan.” Seperti
terlihat sebelumnya, keduanya, “kebatinan” dan “kepercayaan”, sebenarnya
digunakan secara bergantian. Di bawah Golkar, “kepercayaan” diminta untuk
lebih dipopulerkan. Pertimbangannya adalah untuk menegaskan status hukum
(konstitusional) kelompok tersebut. Penggunaan kepercayaan bagi kelompok
tersebut dapat dikaitkan langsung dengan UUD 1945 Pasal 29. Sejak di bawah
SKK Golkar, aliran kebatinan berubah menjadi aliran kepercayaan, dan organisasi
kepercayaan secara resmi menjadi bagian dari Golkar.36
Perjuangan penghayat
kepercayaan terus berlanjut menuju legalitasnya untuk berkehidupan di Indonesia.
Para penghayat kepercayaan menyelenggarakan Simposium Nasional
33
Samsul Maarif, Pasang Surut Rekognisi Agama Leluhur Dalam Politik Agama Di
Indonesia (CRCS (Center for Religious and Cross-cultural Studies), Yogyakarta, 2017), h. 36. 34
Samsul Maarif, Pasang Surut Rekognisi Agama Leluhur Dalam Politik Agama Di
Indonesia, h. 38 35
Suwarno Imam, Konsep Tuhan Manusia, Mistik Dalam Berbagai Kebatinan Jawa
(Jakarta: PT RajaGrafindo, 2005), h. 95. 36
Samsul Maarif, Pasang Surut Rekognisi Agama Leluhur Dalam Politik Agama Di
Indonesia (CRCS (Center for Religious and Cross-cultural Studies), Yogyakarta, 2017), h. 41.
19
Kepercayaan di Yogyakarta pada tanggal 6-9 November 1970, dengan tema
“Menyoroti Dasar Hukum bagi Kehidupan Kepercayaan, kebatinan, Kejawen,
Kerohanian di Indonesia dalam Rangka Tertib Hukum Berlandaskan UUD 1945,”
yang diketuai oleh Mr. Wongsonegoro. Pada simposium ini menyimpulkan bahwa
pengertian kepercayaan Pasal 29 ayat 2 UUD 1945 dimaksudkan kebatinan,
kejiwaan, dan kerohanian. Dan menyimpulkan bahwa kedudukannya dan
fungsinya sejajar dengan agama.37
Selanjutnya pada tahun 1973 Lahir TAP MPR tentang GBHN yang
menyatakan agama dan kepercayaan adalah ekspresi kepercayaan terhadap Tuhan
Yang Maha Esa yang sama-sama 'sah', dan keduanya 'setara'. Lahir TAP MPR
Nomor 4/1978 yang menyatakan bahwa kepercayaan bukanlah agama, melainkan
kebudayaan. TAP ini juga mengharuskan adanya kolom agama (yang wajib diisi
dengan satu di antara 5 agama), tetapi pada saat ini ada 6 agama. Yang diisi dalam
formulir pencatatan sipil. Momen inilah yang paling berimbas terhadap nasib
aliran kepercayaan yang mengalami diskrimanasi secara perlahan dan sulitnya
mereka untuk mendapatkan akses pemerintahan.
Pada masa reformasi, dengan masuknya klausul-klausul HAM dalam
instrumen legal negara, para penganut kepercayaan kembali mendapat pengakuan.
Dengan instrumen HAM, para penganut kepercayaan terlindungi dari pemaksaan
untuk pindah ke agama 'resmi'. Tahun 2006 UU Administrasi Kependudukan
direvisi, tetapi tetap mendiskriminasikan penghayat kepercayaan, yaitu dengan
adanya Pasal 61 dan 64 UU nomor 23 tentang Administrasi kependudukan Tahun
37
Suwarno Imam, Konsep Tuhan Manusia, Mistik Dalam Berbagai Kebatinan Jawa
(Jakarta: PT RajaGrafindo, 2005), h. 96.
20
2006: identitas kepercayaan tidak dicatatkan dalam kolom agama.
Dengan peraturan semacam itu, menurut Samsul, negara telah melanggengkan
politik rekognisi. "(Maksud politik rekognisi itu) agama dipakai untuk
membedakan warga negara," ujar Samsul.38
Pada akhir-akhir ini munculnya berita bahwa Mahkamah Konstitusi
mengabulkan gugatan pemohon pada UU Nomor 23 Pasal 61 dan 64 Tentang
Administrasi kependudukan Tahun 2006, semua gugatan uji materi dikabulkan.
Selama ini terjadinya diskriminasi terhadap penghayat kepercayaan akibat
pengosongan kolom agama KTP mereka, pada akhirnya penganut penghayat
kepercayaan dapat mengisi kolom agama sama seperti agama yang lainnya. Dan
akan mendapatkan hak-hak sipil mereka sama seperti masyarakat yang lainnya.
Sehingga tidak muncul lagi frase „menomorduakan‟ bagi penganut kepercayaan,
dan semua akan menjadi sama dalam kedudukan hukum selaku masyarakat
Indonesia.
3. Macam-macam Aliran Kepercayaan
Kebanyakan budaya kebatinan awalnya merupakan budaya lokal saja
dengan anggota yang terbatas jumlahnya, yakni tidak lebih dari 200 orang.
Budaya seperti itu secara resmi merupakan “ aliran kecil “, seperti Penunggalan,
Perukunan Kawula Manembah Gusti, Jiwa Ayu dan Pansila Handayaningratan
38
Berita Online di akses dari https://news.detik.com/berita/3492198/rekam-jejak-
penghayat-kepercayaan-dari-orde-lama-hingga-reformasi pada tanggal 16-03-2018 jam 19.50.
21
dari Surakarta, Ilmu Kebatinan Kasunyatan dari Yogyakarta, Ilmu Sejati dari
Madiun, dan Trimurti Naluri Majapahit dari Mojokerta dan lain-lain.39
Sebagian kecil dari budaya kebatinan ini biasanya mempunyai anggota tak
lebih dari 200 orang namun ada yang beranggotakan lebih dari 1000 orang yang
tersebar di berbagai kota dan terorganisasi dalam cabang-cabang. Dan lima aliran
tersebar adalah Hardopusoro dari Purworejo, Susila Budi Darma (SUBUD) yang
asalnya berkembang di Semarang, Paguyupan Ngesti Tunggal (Pangestu) dari
Surakarta, Paguyuban Sumarah dan Sapta Darma dari Yogyakarta.40
B. Permasalahan Penghayat Kepercayaan
Penghayat kepercayaan mengalami berbagai permasalahan dan diskriminasi
semenjak pengosongan kolom agama pada KK dan KTP. Penghayat kepercayaan
dianggap bukan agama (hanya budaya), sehingga penghayat kepercayaan
dipandang lebih rendah dari penganut agama, yang mengakibatkan para
penghayat kepercayaan sulit dan tidak berani menampakkan jati diri mereka.
Penghayat kepercayaan juga kerap dianggap sebagai aliran sesat dari agama yang
menyimpang, sehingga sering dikategorikan aliran sesat, dan harus dikembalikan
pada induk agamanya, serta harus dibina pada pemahaman agama yang benar.
Pada masalah pekerjaan, penghayat kepercayaan merasa kesulitan dalam
mencari pekerjaan, karena pada setiap lamaran harus mencantumkan kolom
agama. Sedangkan pada KTP penghayat kepercayaan tidak memiliki kolom
39
Suwarno Imam, Konsep Tuhan Manusia, Mistik Dalam Berbagai Kebatinan Jawa
(Jakarta: PT RajaGrafindo, 2005), h. 56. 40
Petir Abimanyu, Buku Pintar Aliran Kebatinan (Yogyakarta: Laksana, 2014), h.5.
22
agama yang mengakibatkan tidak mendapatkan pekerjaan. Di dalam situs online
pun untuk lamaran pekerjaan tidak ada pilihan untuk para penghayat kepercayaan,
yang ada adalah 6 agama yang sudah diakui oleh negara.
Hak-hak yang diatur dalam peraturan dan perundang-undangan dianggap
tidak berlaku bagi penghayat kepercayaan, contoh untuk menjadi TNI/POLRI
serta PNS yang tidak bisa bagi penghayat kepercayaan serta tidak bisa untuk
berpartisipasi dalam bentukan pemerintahan (Forum Kerukunan Umat Beragama).
Para penghayat menyebutkan berbagai masalah sering dihadapi oleh penghayat
kepercayaan. Aparatur pemerintah di kabupaten atau kota hingga kelurahan
seringkali mempersulit pencatatan pernikahan, penerbitan akta kelahiran bahkan
akta kematian bagi penghayat kepercayaan dan tidak disediakan tempat
pemakaman umum bagi penghayat kepercayaan. Di sekolah, anak-anak penghayat
kepercayaan dipaksa untuk masuk kelas agama tertentu, dikarenakan kurikulum
mengenai aliran kepercayaan tidak ada di mata pelajaran.41
Semua kesulitan ini biasanya berujung pada pemaksaan untuk ikut agama
tertentu dengan alasan kemudahan administrasi pencatatan yang mengakibatkan
penganut aliran kepercayaan menyusut. Sejak Orde Lama, mereka hidup di tengah
peraturan politik yang keras antara kelompok agama dan komunis. Perlindungan
penghayat kepercayaan terombang-ambing dalam kepentingan politik. Pemerintah
kala itu menerbitkan Peraturan No. 1/PNPS Tahun 1965 Tentang pencegahan
penyalahgunaan, dan/atau penodaan agama yang kian menyudutkan penghayat
kepercayaan sehingga banyak masyarakat menuding mereka sebagai bagian dari
41
Cakra Arganata, Organisasi Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
diakses dari http://orgbudidaya.blogspot.com/2015/10/sejarah-penghayat-kepercayaan-
terhadap.html.
23
Partai Komunis Indonesia (PKI). Padahal, ketentuan dalam UU PNPS No. 1
Tahun 1965 ini tidak berarti bahwa agama-agama lain dilarang di Indonesia.
Penganut agama-agama di luar 6 agama di atas mendapat jaminan penuh seperti
yang diberikan oleh Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 dan selama tidak melanggar
peraturan perundang-undangan di Indonesia.
24
BAB III
KEPUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 97/PUU-XIV/2016
Pada bab ini menjelaskan latar belakang Keputusan Mahkamah Konstitusi
yang mengabulkan gugatan para Pemohon pada uji materi Undang-Undang
Nomor 23 Pasal 61 dan 64 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 24 Pasal 61 dan 64
Tahun 2013 Tentang Administrasi Kependudukan. Serta membahas pro dan
kontra terhadap keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 97/PUU-XIV/2016.
A. Undang-Undang Administrasi Kependudukan yang Digugat
Undang-Undang tentang Administrasi Kependudukan yang digugat oleh
para Pemohon adalah pada UU Nomor 23 Pasal 61 dan 64 Tahun 2006 Tentang
Administrasi Kependudukan. Undang-Undang ini menyatakan pada Pasal 61 ayat
(1) “KK memuat keterangan mengenai kolom nomor KK, nama lengkap kepala
keluarga dan anggota keluarga, NIK, jenis kelamin, alamat, tempat lahir, tanggal
lahir, agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, status hubungan dalam
keluarga, kewarganegaraan, dokumen imigrasi, nama orang tua.” Ayat (2)
“Keterangan mengenai kolom agama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi
penduduk yang agamanya belum diakui sebagai agama berdasarkan ketentuan
Peraturan Perundang-undangan atau bagi penghayat kepercayaan tidak diisi,
tetapi tetap dilayani dan dicatat dalam database Kependudukan”. Pasal 64 ayat
(1) KTP-el mencantumkan gambar lambang Garuda Pancasila dan peta wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia, memuat elemen data penduduk, yaitu NIK,
25
nama, tempat tanggal lahir, laki-laki atau perempuan, agama, status perkawinan,
golongan darah, alamat, pekerjaan, kewarganegaraan, pas foto, masa berlaku,
tempat dan tanggal dikeluarkan KTP-el, dan tanda tangan pemilik KTP-el.” Ayat
(5) Elemen data penduduk tentang agama sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
bagi Penduduk yang agamanya belum diakui sebagai agama berdasarkan
ketentuan Peraturan Perundang-undangan atau bagi penghayat kepercayaan
tidak diisi, tetapi tetap dilayani dan dicatat dalam database kependudukan.”42
Pada Undang-Undang yang digugat oleh para Pemohon menitikberatkan
pengisian kolom “agama” pada Kartu Keluarga (KK) dan Kartu Tanda Penduduk
(KTP) elektronik. Pengisian kata agama dalam KK dan KTP-el bermulai dari
sejarah Undang-Undang PNPS Nomor 1 tahun 1965 tentang Pencegahan dan
Penodaan Agama. Penjelasan Pasal 1 dijelaskan bahwa negara mengakui
keberadaan 6 agama yang selama ini telah ada dan dipeluk oleh masyarakat
Indonesia. Keenam agama itu adalah Islam, Katolik, Protestan, Hindu, Buddha
dan Konghucu.43 Maka yang dapat mencantumkan kolom agama adalah agama
yang sudah diakui oleh negara.
Agar tidak ada permasalahan di kemudian hari, dibuat ketentuan yang
mengatur tentang agama yang “belum” diakui oleh negara, dan itu
mengkosongkan kolom agama dalam KTP para penganut agama ataupun aliran
kepercayaan yang belum diakui oleh negara Indonesia. Landasan pengosongan
kolom agama dalam KTP didasarkan pada Pasal 64 ayat (2) Undang-Undang
42
UU nomor 24 Tahun 2013 Tentang Administrasi Kependudukan Pasal 61 ayat (1) dan
(2) serta Pasal 64 ayat (1) dan (5). 43
UU PNPS Tahun 1965 Tentang Pencegahan atau Penyalahgunaan dan Penodaan
Agama.
26
Nomor 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, bunyi pasal tersebut
adalah: “Keterangan tentang agama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi
Penduduk yang agamanya belum diakui sebagai agama berdasarkan ketentuan
Peraturan Perundang-undangan atau bagi penghayat kepercayaan tidak diisi,
tetapi tetap dilayani dan dicatat dalam database kependudukan”. Dari Pasal 64
ayat (2) di atas, ada beberapa agama serta aliran kepercayaan yang belum diakui
oleh negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, tidak diisi
atau dengan kata lain dikosongkan. Dengan catatan yang didapat dari pasal di
atas, meskipun kolom agama dalam KTP tidak dicantumkan atau dikosongkan,
namun dalam database kependudukan tetap dilayani dan dicatat. Tetapi tetap saja
bagi agama atau pengahayat kepercayaan yang belum diakui oleh negara
mengalami diskriminasi dalam hak-hak sipil mereka.
Selain dalam KTP-el, ternyata dalam Kartu Keluarga pun sama dalam hal
ketentuan pencantuman kolom agama bagi penghayat dan agama yang belum
diakui negara. Hal ini dapat kita baca dalam Pasal 61 ayat (2) Undang-Undang
Nomor 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, adapun bunyinya
adalah: “(2) Keterangan rnengenal kolom agama sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) bagi Penduduk yang agamanya belum diakui sebagai agama berdasarkan
ketentuan Peraturan Perundang-undangan atau bagi penghayat kepercayaan tidak
diisi, tetapi tetap dilayani dan dicatat dalam database Kependudukan.” Database
kependudukan sendiri adalah segala informasi kependudukan yang diolah dan
disimpan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah di daerah. Jadi, berdasarkan
ketentuan Pasal 64 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 tahun 2006 tentang
27
Administrasi Kependudukan, pengosongan agama dapat dilakukan kepada agama
yang belum diakui secara resmi oleh negara, sebagaimana yang diatur dalam
Undang-Undang Nomor 1 tahun 1965 tentang Pencegahan dan
Penodaan Agama.44
B. Proses Peradilan
Para penggugat dalam melakukan uji materi pada Undang-Undang yang
mereka gugat berasal dari berbagai proses di Mahkamah Konstitusi. Selain itu,
terdapat alasan-alasan Pemohon pada pasal yang mereka gugat kepada
Mahkamah Konstitusi.
Para penggugat telah mengajukan permohonan pada tanggal 28 September
2016 yang diterima di Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi berdasarkan Akta
Penerimaan Berkas Permohonan Nomor 195/PAN.MK/2016 dan telah dicatat
dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi pada tanggal 20 Oktober 2016 dengan
nomor 97/PUU-XIV/2016, yang telah diperbaiki dan diterima kepaniteraan
Mahkamah pada tanggal 22 November 2016. Para pemohon di antaranya,45
adalah:
1. Nama : Nggay Mehang Tana / sebagai pemohon I
Pekerjaan : Petani/pekebun
Alamat : Walakari, RT 13/04, Kelurahan Wunga, Kecamatan
Haharu, Sumba Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur.
2. Nama : Pagar Demanra Sirait / sebagai pemohon II
44
Analisa Pengosongan Kolom Agama Pada Kartu Tanda Penduduk, diakses dari
http://www.hukumpedia.com/twtoha/analisa-pengosongan-kolom-agama-di-dalam-kartu-tanda-
penduduk , tanggal 03/Maret/2018 pukul 17.00 WIB. 45
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 97/PUU-XIV/2016.
28
Pekerjaan : Pelajar/Mahasiswa
Alamat : Gopgopan, Sampuara, Kecamatan Uluan, Kabupaten Toba
Samosir, Provinsi Sumatera Utara
3. Nama : Arnol Purba / sebagai pemohon III
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : LKII Veteran Deli, Medan Belawan, Sumatera Utara
4. Nama : Carlim / sebagai pemohon IV
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Cikandang, RT 02/02, Cikandang, Kersana, Kabupaten
Brebes, Jawa Tengah
Para pemohon mempunyai beberapa alasan dengan gugatan mereka, dan
menganggap selama ini mendapatkan diskriminasi selama tinggal di negara
sendiri. Diskriminasi menurut Theodorson dalam buku saku untuk kebebasan
beragama memahami diskriminasi, adalah perlakuan yang tidak seimbang
terhadap perorangan, atau kelompok, berdasarkan sesuatu, biasanya bersifat
kategorikal, atau atribut-atribut khas, seperti berdasarkan ras, kesukubangsaan,
agama, atau keanggotaan kelas-kelas sosial. Istilah tersebut biasanya untuk
melukiskan suatu tindakan dari pihak mayoritas yang dominan dalam
hubungannya dengan minoritas yang lemah, sehingga dapat dikatakan bahwa
perilaku mereka itu bersifat tidak bermoral dan tidak demokratis.46
Dengan jelas
Theodorson mengartikan arti dari diskriminasi, tidak lain bagi para pemohon yang
telah mengalami diskrimanasi di negara ini sebagai kaum minoritas, tetapi jumlah
46
Fulthoni, dkk., buku saku untuk kebebasan beragama memahami diskriminasi (Jakarta
Selatan: The Indonesian Legal Resource Center (ILRC), 2009), h.3.
29
para penghayat kepercayaan di Indonesia tidak juga sedikit, ada kurang lebih 12
juta warga penganut penghayat kepercayaan dan mereka semua tentu ingin
mendapatkan regulasi, fasilitasi, dan proteksi dari pemerintah sebagai warga
negara.
Mereka telah mendapatkan diskriminasi dengan bersifat perlakuan tidak
seimbang serta dinomorduakan oleh negara. Para pemohon ini adalah pemeluk
kepercayaan yang belum diakui negara menurut perundang-undangan. Gugatan
para pemohon yaitu pada pengosongan kolom agama di dalam KK dan KTP-el,
sehingga mereka tidak mendapatkan hak-hak sipil seperti masalah pendidikan,
kesehatan dan lain sebagainya.
Republik Indonesia sebenarnya sudah menjamin secara konstitusional,
jaminan konstitusional kebebasan beragama/berkeyakinan yang ada dalam UUD
Negara RI 1945 belum memiliki aturan operasional yang memadai untuk
penegakannya. Jaminan Konstitusional kebebasan beragama atau berkeyakinan
sebagaimana tercantum dalam Pasal 28E ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 29 ayat
(1) dan ayat (2) merupakan landasan normatif yang menuntut penjabaran lebih
lanjut bagaimana jaminan konstitusional tersebut ditegakkan.47
Dengan adanya
jaminan ini, para penghayat kepercayaan tentu harus mendapatkan hak-haknya
sebagai warga negara yang bebas untuk berkayakinan atau beragama, tidak ada
satupun seseorang atau kelompok membatasi mereka untuk berkeyakinan selama
tidak melanggar aturan-aturan dan norma-norma dari pemerintah.
47
Khairul Fahmi, dkk., Dokumen Kebijakan Penghapusan Diskriminasi Agama/
Keyakinan (Jakarta: Pustaka Masyarakat Setara, 2011), h. 3.
30
Beberapa alasan-alasan para pemohon dalam gugatan uji materi UU
Nomor 23 Tahun 2006 Pasal 61 dan 64 Tentang Administrasi Kependudukan.
Alasan-alasan ini yang memperkuat gugatan para pemohon untuk menggugat
Undang-Undang yang membuat para pemohon mengalami diskriminasi.
Pertama, Ketentuan Pasal 61 ayat (1) dan ayat (2) juncto Pasal 64 ayat (1)
dan ayat (5) UU Administrasi Kependudukan bertentangan dengan prinsip negara
hukum yang dijamin dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945. Pada Pasal 1 ayat (3)
UUD 1945 menyatakan, “Negara Indonesia adalah Negara Hukum”, di dalam
negara hukum, aturan perundang-undangan yang tercipta harus berisi nilai-nilai
keadilan bagi semua orang. Salah satu prinsip negara hukum adalah perlindungan
Hak Asasi Manusia (HAM). Adanya prinsip seperti ini negara harus bertanggung
jawab untuk melindungi, menghormati, dan memenuhi seluruh hak warga
negaranya. Dengan ini keberadaan Pasal 61 ayat (1) dan ayat (2) juncto Pasal 64
ayat (1) dan ayat (5) UU Administrasi Kependudukan melanggar hak asasi
penghayat kepercayaan selaku warga negara. Pada pasal ini sangat berpotensi
menghilangkan hak warga negara untuk mendapatkan KK dan KTP-el, meskipun
tetap dilayani dan dicatat dalam database kependudukan. Untuk para penghayat
kepercayan kolom agama pada KTP mereka tidak diisi atau distrip, oleh sebab itu
maka terjadi masalah bagi penghayat kepercayaan dalam mengurus kebutuhannya
sehari-hari. Pemohon II yang merupakan dari kepercayaan Parmalim di Sumatera
Utara terpaksa memilih agama yang diakui demi mendapatkan dalam proses
pembuatan KTP-el. Padahal, sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 huruf a UU
31
Administrasi Kependudukan yang menyatakan bahwa setiap penduduk
mempunyai hak untuk memperoleh Dokumen Kependudukan.48
Kedua, ketentuan Pasal 61 ayat (1) dan ayat (2) juncto Pasal 64 ayat (1)
dan ayat (5) UU Administrasi Kependudukan bertentangan dengan kepastian
hukum dan perlakuan yang sama di hadapan hukum yang dijamin Pasal 28D ayat
(1) UUD 1945. UUD 1945 telah menegaskan atas jaminan kepastian hukum dan
perlakuan yang sama bagi setiap warga negara, sebagaimana Pasal 28D ayat (1)
menyatakan, “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan
kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.”
Keberadaan Pasal a quo mengandung penafsiran yang berbeda, karena pada kata
“agama” dalam pasal a quo hanya diisi oleh agama yang diakui menurut peraturan
perundang-undangan dan khusus penghayat kepercayaan tidak diisi karena belum
diakui sebagai agama berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan,
tetapi tetap dilayani dan dicatat dalam database kependudukan. Hal ini juga tidak
adanya perlakuan yang sama dengan agama-agama lainnya yang dapat mengisi
kolom agama pada KK dan KTP-el mereka, dan karena hal ini pasal a quo
menunjukkan tidak ada kesetaraan dalam hukum bagi warga negara, yakni
membedakan pengurusan KK dan KTP-el antara penghayat kepercayaan dengan
warga negara lainnya. Dengan tidak diisinya kolom agama sebagai elemen data
kependudukan di dalam KK dan KTP-el, telah terlanggar hak-hak para pemohon.
Sebagaimana dialami oleh keluarga pemohon 1, dengan identitasnya sebagai
penganut kepercayaan Marapu, keluarga mereka melangsungkan pernikahan
48
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 97/PUU-XIV/2016, h. 2-16.
32
dengan adat dan tidak diakui oleh negara, sehingga sulit mendapatkan akta
perkawinan dan Kartu Kelurga (KK).49
Ketiga, ketentuan Pasal 61 ayat (1) dan ayat (2) juncto Pasal 64 ayat (1)
dan ayat (5) UU Administrasi Kependudukan melanggar jaminan kesamaan warga
negara di hadapan hukum yang dijamin Pasal 27 ayat (1) UUD 1945. Dalam Pasal
27 ayat (1) UUD 1945 menyatakan, “Setiap Warga Negara bersamaan
kedudukannya di dalam Hukum dan Pemerintahan dan wajib menjunjung Hukum
dan Pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya,” dengan ini negara sejatinya
tidak membedakan warga negaranya dengan warga negara yang lain, semua sama
di mata hukum tidak ada pengecualian, dan dalam Pasal 2 huruf b UU
Administrasi Kependudukan, yaitu: “Pelayanan yang sama dalam Pendaftaran
Penduduk dan Pencatatan Sipil,” dalam pasal ini dijelaskan semua berhak
mendapatkan pelayanan yang sama tanpa terkecuali. Namun terdapat
pengecualian atau pembedaan perlakuan dalam Pasal 61 ayat (1) dan Pasal 64 ayat
(5) UU Administrasi Kependudukan. Sebab pasal Undang-Undang a quo
menyebutkan “bagi penduduk yang agamanya belum diakui atau penganut
kepercayaan, kolom agamanya tidak diisi.” Hal ini jelas merupakan pembedaan
perlakuan yang bertentangan dengan UUD 1945, khususnya Pasal 27 ayat (1)
UUD 1945. Perlakuan tidak diisinya kolom agama bagi penghayat kepercayaan
melanggar prinsip persamaan warga negara dihadapan hukum dan pemerintahan.50
Keempat, ketentuan Pasal 61 ayat (1) dan ayat (2) juncto Pasal 64 ayat (1)
dan ayat (5) UU Administrasi Kependudukan bertentangan dengan Pasal 28I ayat
49
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 97/PUU-XIV/2016, h.16-21. 50
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 97/PUU-XIV/2016, h.21-26.
33
(2) UUD 1945. Dalam Pasal 28I ayat (2) UUD 1945 menyatatakan, ”setiap orang
berhak bebas atas perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan
berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang besifat diskriminatif
itu.” Dari pasal yang digugat oleh para pemohon adalah bahwa kolom agama para
penghayat kepercayaan agar dikosongkan, ini adalah sebagai tindakan
diskriminatif bagi penghayat kepercayaan atau bagi agama yang belum diakui
oleh negara melalui perundang-undangan. Dengan dikosongkannya kolom agama
pada KTP-el pemohon IV yang berasal dari kepercayaan Sapto Darmo,
pemakaman keluarga mereka ditolak di pemakaman umum manapun. Dengan ini
pasal-pasal yang pemohon gugat secara mau tidak mau telah mendorong
pemerintahan di daerah melakukan tindakan diskriminatif atas nama hukum.51
Dari berbagai alasan itu semua kita dapat melihat adanya tindakan
diskriminatif bagi penghayat kepercayaan dengan dikosongkannya kolom agama
pada KK dan KTP-el, dan penulis menganggap pasal a quo sudah melanggar hak
asasi manusia sebagaimana para pemohon pun adalah warga negara Indonesia
yang seharusnya pemerintah menjaga, mengayomi dan tetap melayani sama
seperti warga negara yang lainnya.
C. Keputusan Mahkamah Konstitusi
Keputusan yang diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi :
1. Mengabulkan permohonan dan Pemohon untuk seluruhnya;
51
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 97/PUU-XIV/2016, h.27-31.
34
2. Menyatakan kata “agama dalam Pasal 61 ayat (1) dan Pasal 64 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi
Kependudukan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor
24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2006 tentang Administrasi Kependudukan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2013 Nomor 232 dan Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5475) bertentangan dengan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai
kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak termasuk
“kepercayaan;
3. Menyatakan Pasal 61 ayat (2) dan Pasal 64 ayat (5) Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang
Administrasi Kependudukan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2013 Nomor 232 dan Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5475) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan
hukum mengikat;
4. Memerintahkan pemuatan Putusan ini dalam Berita Negara Republik
Indonesia sebagaimana mestinya.
Demikian diputus dalam Rapat Permusyawaratan Hakim yang dihadiri oleh
sembilan Hakim Konstitusi yaitu Arief Hidayat selaku Ketua merangkap anggota,
35
Anwar Usman, Suhartoyo, Wahiduddin Adams, Saldi Isra, I Dewa Gede Palguna,
Aswanto, Maria Farida Indrati, dan Manahan M.P Sitompul, masing-masing
sebagai anggota, pada hari Rabu, tanggal delapan belas, bulan Oktober, tahun dua
ribu tujuh belas, yang diucapkan dalam Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi
terbuka untuk umum pada hari Selasa, tanggal tujuh, bulan November, tahun dua
ribu tujuh belas, selesai diucapkan pukul 10.27 WIB, oleh tujuh Hakim Konstitusi
yaitu Arief Hidayat selaku Ketua merangkap anggota, Anwar Usman, Suhartoyo,
Wahiduddin Adams, Salda Isra, I Dewa Gede Palguna, Aswanto, Maria Farida
Indrati, dan Manahan M.P Sitompul, masing-masing sebagai anggota, dengan
didampingi oleh Syukri Asy‟ari sebagai Panitera Pengganti, serta dihadiri oleh
Pemohon/kuasanya, Presiden atau yang mewakili, Dewan Perwakilan Rakyat atau
yang mewakili dan Pihak Terkait/kuasanya.52
Proses dalam persidangan gugatan penghayat kepercayaan pada akhirnya
Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan untuk seluruhnya pada hari
Selasa tanggal 7 November 2017 . Dan Menyatakan kata “agama” dalam Pasal 61
ayat (1) dan Pasal 64 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang
Administrasi Kependudukan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat
secara bersyarat sepanjang tidak termasuk “kepercayaan.”
Dengan keputusan akhir dari Mahkamah Konstitusi, maka semua
penghayat kepercayaan merasa apresiatif terhadap keputusan Mahkamah
Konstitusi yang sudah mengadili dengan seadil-adilnya semua gugatannya. Akhir
52
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 97/PUU-XIV/2016, h.54-155.
36
perjungan mereka berbuah manis dan pada saat ini mereka mendapatkan hak-
haknya sama seperti dengan warga negara lainnya. Mereka akhirnya dapat
mencantumkan kolom agama sebagai penghayat kepercayaan sehingga
mendapatkan fasilitas, regulasi dan proteksi dari pemerintahan setempat.
Mahkamah Konstitusi menghimbau hanya mencatat dengan kata “penghayat
kepercayaan” bukan dengan nama dari salah satu penghayat kepercayan. Lebih
lanjut lagi untuk kedepannya tidak ada lagi tindakan diskriminatif bagi penghayat
kepercayaan yang berada di seluruh Indonesia, sehingga menimbulkan keadilan
untuk semua warga negara.
D. Pro dan Kontra Terhadap Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor
97/PUU-XIV/2016
Beragam pandangan bermunculan pasca Mahkamah Konstitusi (MK)
mengabulkan gugatan para penghayat kepercayaan dan memutuskan bahwa
penghayat kepercayaan bisa memasukkan kolom agama pada Kartu Keluarga
(KK) dan Kartu Tanda Penduduk (KTP). Pandangan ini ada pro dan kontra
terhadap keputusan Mahkamah Konstitusi, dari sinilah penulis akan memaparkan
bagaimana pandangan masyarakat dengan adanya keputusan final dari Mahkamah
Konstitusi (MK) dan dengan berbagai alasan mereka mendukung atau tidaknya
keputusan tersebut.
Respons datang dari Yunahar Ilyas, Ketua Bidang Tarjih, Tajdid, dan
Tabligh PP Muhammadiyah, yang mempertanyakan alasan MK mengabulkan
gugatan pemohon. Ia berkeyakinan jika kepercayaan yang dianut para penghayat
37
bukanlah agama, sehingga ia nilai tak perlu dimasukkan ke kolom agama dalam
KTP. Pendapatnya selaras dengan mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah
yang sekarang menjabat sebagai Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama
Indonesia, Din Syamsudin.53
Din Syamsudin mengatakan di detiknews.com :
“ini sungguh disesalkan bahkan dipertanyakan mengapa demikian.
Selain ini concern pertimbangan MUI adalah adanya gelagat dan gejala
melakukan distorsi, deviasi terhadap tafsir dari konstitusi. Memang MK
memiliki kewenangan untuk memliki tafsir bahkan keputusannya final dan
mengikat tetapi tidak bisa semena-mena memberikan tafsir yang bertentangan
dengan kesepakatan nasional yang telah ada”54
Sudah dijelaskan di bab sebelumnya bahwa MK mengabulkan seluruh
gugatan para penghayat kepercayaan dengan berbagai alasan, menurut penulis
sudah seharusnya MK mengabulkan para gugutan para pemohon, karena mereka
selama ini mendapatkan diskriminasi dan dinomorduakan dengan agama yang
lainnya. Mereka kesulitan mendapatkan hak-hak sipil dan jaminan-jaminan dari
negara, tentunya mereka juga sebagai warga negara harus mendapatkan perhatian
dari pemerintahan dengan tidak adanya diskriminasi.
Pendapat lainnya muncul dari Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia
(MUI) KH Ma‟ruf Amin, ia menilai keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang
mengesahkan pencantuman aliran kepercayaan dalam kolom agama di KTP dan
Kartu Keluarga (KK) kurang memperhatikan aspek-aspek kesepakatan. Ia
menerangkan, masalah aliran kepercayaan ini sudah ada kesepakatan politik yang
53
Diakses dari https://tirto.id/pembakuan-definisi-agama-yang-penuh-pro-dan-kontra-
czVV, pada hari Selasa 20/03/2018, pukul 06.30. 54
Diakses dari http://m.detik.com/news/berita/3738186/wantim-mui-sesalkan-keputusan-
mk-yang-anggap-kepercayaan-setara-agama, pada hari Selasa 20/03/2018 pukul 07.20.
38
di dalam TAP MPR Nomor IV/MPR/1978 juga sudah disepakati bahwasannya
aliran kepercayaan bukan agama melainkan adalah sebuah budaya dan di bawah
naungan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (KEMENDIKBUD).55
Oleh sebab itu, aliran kepercayaan tidaklah masuk dalam kategori agama menurut
kiai Ma‟ruf Amin. Dan keputusan MK tersebut tidak adanya kesepakatan
melainkan adanya kesapakatan politik, Itu yang dinyatakan oleh Ketua Umum
Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ma‟ruf Amin.
Dari penjelasan yang di atas terlihat pendapat masyarakat yang kontra atau
menolak dengan keputusan Mahkamah Konsititusi (MK) mengenai pengisian
kolom agama pada Kartu Keluarga dan KTP-el para penghayat kepercayaan.
Selain itu, terdapat masyarakat yang mendukung dengan keputusan Mahkamah
Konstitusi yang mengabulkan untuk pengisian kolom agama pada Kartu Keluarga
dan KTP-el para penghayat kepercayaan. Dukungan ini ada dari berbagai
kalangan masyarakat.
Kekeputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan permohonan
uji materi penghayat kepercayaan masuk kolom agama pada Kartu Keluarga (KK)
dan Kartu Tanda Penduduk (KTP) mendapat dukungan dari Sosiolog Universitas
Indonesia (UI), Thamrin Amal Tomagola. Menurut dia, dengan keputusan MK ini
maka eksistensi penghayat aliran kepercayaan bisa diakui negara.
"Saya senang sekali sama Arief Hidayat (Ketua MK) karena
kalimatnya bagus sekali. Agama impor kita akui, masa agama leluhur tidak
kita akui. Benar itu," ucap Thamrin di Komisi Pemilihan Umum (KPU).
55
Diakses darihttp://www.hidayatullah.com/berita/nasional/read/2017/11/15/128127/mui-
keputusan-mk-soal-aliran-kepercayaan-merusak-kesepakatan-bernegara, pada hari Selasa
20/03/2018 pukul 07.20.
39
Dia menerangkan, dalam Undang-Undang (UU) Administrasi
Kependudukan sebenarnya tidak ada kata pengakuan. Begitu juga tak ada
ketentuan dalam UU yang menyatakan bahwa negara mengakui enam agama yang
ada di Indonesia. Pengakuan enam agama hanya keterangan yang ada pada salah
satu ayat. Dengan ini akan ada perubahan sosial di masyarakat setelah eksistensi
penghayat aliran kepercayaan diakui negara. Perubahan itu terutama tentang status
dan hak sipil warga negara penghayat kepercayaan. Mereka dapat mengakses hak-
hak sipil mereka seperti agama yang lainnya.56
Para penghayat kepercayaan kini dapat melaporkan ke pemerintah
setempat jikalau mengalami diskriminasi atau dikucilkan oleh seseorang atau
kelompok lainnya. Karena mereka sudah berhak mendapatkan kesamaan di depan
hukum dan setara di mata hukum.
Pendapat yang mendukung dengan adanya keputusan Mahkamah
Konstitusi ini juga disampaikan oleh Ketua Jurusan Studi Agama-agama UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, Media Zainul Bahri. Media mengatakan di dalam
status facebooknya “Saya Dukung Hak-Hak Sipil Penghayat Kepercayaan,”
dengan pernyataan ini tentu sudah sangat jelas bahwa ia mendukung penuh pada
keputusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan untuk pengisian kolom
agama pada Kartu Keluarga dan KTP-el para penghayat kepercayaan. Media
menjelaskan bahwa jika suatu agama sudah tidak lagi relevan dengan kemajuan
zaman, tidak bisa menjawab persoalan dari kebutuhan manusia, dan sudah tidak
56
Diakses dari https:///www.jawapos.com/read/2017/11/08/167238/sosiolog-ui-agama-
impor-kita-akui-masa-agama-leluhur-tidak, tanggal 20/03/2018 pukul 21.20.
40
relevan lagi, agama atau aliran tersebut pasti akan di tinggal atau akan punah
dengan sendirinya. Contohnya seperti agama Yunani Kuno, Romawi Kuno yang
sudah tidak menarik lagi dan tinggal sejarahnya saja.57
Dilihat dari penjelasan yang dipaparkan oleh Media, ia sangat mendukung
sekali dengan keputusan MK, ia merasa bersyukur dengan keputusan tersebut.
Karena sudah cukup lama para penghayat kepercayaan mengalami diskiriminasi
dari zaman ke zaman dan dari waktu ke waktu. Dengan ini negara wajib untuk
memproteksi, memfasilitasi pada semua agama termasuk aliran kepercayaan atau
kebatinan.
57
Dilihat dari Status facebook Mediaa Zainul Bahri, pada tanggal 21 November 2017
pukul 21.23
41
BAB IV
RESPONS DAN HARAPAN SERTA EKSISTENSI PENGHAYAT
KEPERCAYAAN
A. Respons Penghayat Kepercayaan Terhadap Keputusan Mahkamah
Konstitusi Nomor 97/PUU-XIV/2016
Para penghayat kepercayaan di Indonesia bisa bernapas lega. Perjuangan
mereka mendapat pengakuan negara dalam catatan administrasi kependudukan
telah dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Dengan adanya keputusan
Mahkamah Konstitusi (MK) terdapat berbagai macam respons dari penghayat
kepercayaan. Respons ini tentu sangat disambut dengan antusias bagi para
penghayat kepercayaan yang selama ini mendapatkan diskriminasi selama mereka
tinggal di negara ini.
Pengertian diskriminasi dalam ruang lingkup hukum hak asasi manusia
Indonesia dapat dilihat dalam Pasal 1 Ayat (3) UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang
Hak Asasi Manusia yang berbunyi, “Diskriminasi adalah setiap pembatasan,
pelecehan, atau pengucilan yang langsung atau tak langsung didasarkan pada
pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan,
status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik, yang
berakibat pengurangan, penyimpangan, atau penghapusan, pengakuan,
pelaksanaan atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam
kehidupan baik individual maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi,
hukum, sosial, budaya, dan aspek kehidupan lainnya”.58
58
UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
42
Diskriminasi merujuk kepada pelayanan yang tidak adil terhadap individu
tertentu, di mana layanan ini dibuat berdasarkan karakteristik yang diwakili oleh
individu tersebut. Diskriminasi merupakan suatu kejadian yang biasa dijumpai
dalam masyarakat manusia, ini disebabkan karena kecenderungan manusia untuk
membeda-bedakan yang lain, semua ini dialami oleh para penghayat kepercayaan
yang berada dan hidup di Indonesia. Hampir seluruh penghayat kepercayaan
mengalami diskriminasi dengan berbagai bentuk macamnya, karena mereka
semua dibeda-bedakan dengan para penganut agama yang lainnya. Dengan ini,
setelah adanya keputusan Mahkamah Konstitusi semua penghayat apresiatif
terhadap pemerintah yang mengabulkan gugatan para pemohon yang mengajukan
permohonan pengisian kolom agama pada KK (Kartu Keluarga) dan KTP-el.
Sudah seharusnya penghayat kepercayaan mendapatkan status tertulis dari
pemerintah mengenai hal kolom agama pada KK (Kartu Keluarga) dan KTP
(kartu Tanda Penduduk), mengingat mereka sebagai Warga Negara Indonesia dan
mereka memiliki keinginan untuk mendapatkan hak yang sama seperti para agama
yang lainnya.59
Dengan adanya keputusan yang sudah final, Anto dari penghayat
perjalanan sangat senang sekali dengan keputusan MK yang selama ini ia
harapkan dan idamkan-idamkan dengan penghayat lainnya. Permasalahan yang
timbul selama status agama yang dikosongkan adalah sulitnya mendapatkan
pendidikan formal bagi para generasi, tak jarang mereka mendapatkan
diskriminasi mengenai kolom agama yang kosong. Ditambah sulit untuk
59
Wawancara pribadi dengan Anto dari penghayat aliran Perjalanan, Jakarta, 20 Maret
2018
43
mendapatkan pekerjaan yang dikarenakan terpaksa untuk memilih salah satu
agama yang tidak mereka kehendaki.60
Naen sebagai penghayat Sapta Darma mengaku sejak Mahkamah
Konstitusi (MK) menerima judicial review dengan mengeluarkan keputusan
pembatalan Pasal 61 Ayat 1 dan Pasal 64 Ayat 1 UU Administrasi
Kependudukan, masyarakat penganut aliran kepercayaan di Surabaya lebih
merasa tenang dan percaya diri karena dihargai hak-haknya sebagai warga negara.
Menurut Naen, meski melalui Pasal 61 Ayat 1 dan Pasal 64 Ayat 1 UU
Administrasi Kependudukan negara mengakui keberadaan penganut kepercayaan,
namun aturan yang mewajibkan kolom agama pada KTP mereka dikosongi sering
menimbulkan persoalan dan ketidaknyamanan.
“Terutama berkaitan dengan hak-hak sipil kami, seperti perkawinan, akte
kelahiran, dan KTP. Karena kolom agama harus dikosongi, sering timbul stigma
negatif di masyarakat, dianggap tidak beragama, tidak bertuhan atau ateis. Maka,
penganut Sapta Darma berpencar identitas agama KTP-nya, yang di Jawa
kebanyakan memilih Islam, di Bali Hindu,” papar dia.61
Aliran kepercayaan Tri Sabdo Tunggal Indonesia adalah salah satu
penghayat yang hanya mengolah batin dan tidak mempermasalahkan agama.
Semua agama sama menurut mereka dan sama-sama menyembah Tuhan. Pada
umumnya penghayat kepercayaan itu identik dengan Jawa, tetapi Tri Sabdo
Tunggal tidak, para anggotanya dari berbagai daerah. Salah satu narasumber yang
60
Wawancara pribadi dengan Anto dari penghayat aliran Perjalanan, Jakarta, 20 Maret
2018 61
http://www.koran-jakarta.com/anggota-sapta-darma-berharap-tak-ada-stigma-negatif-
lagi/, diakses pada hari Selasa, tanggal 17 April 2018, Pukul 13.00 WIB.
44
diwawancarai adalah bapak Surachman Nasution, ia adalah orang kelahiran Batak,
dan sekarang menjadi ketua dari Tri Sabdo Tunggal Indoensia. Beliau
diamanatkan oleh pendahulu mereka untuk menjadi ketua, dan mereka tidak
mempermasalahkan. Aliran ini berkembang ke berbagai penjuru Indonesia dan
yang terbanyak yaitu di pulau Jawa dan penganut yang banyak yaitu orang Jawa
dan Sunda.62
Surachman dari penghayat Tri Sabdo Tunggal Indonesia setuju dengan
pemerintah dan menghargai dengan keputusan MK. Dengan keputusan ini
membuat nafas lega bagi para penghayat kepercayaan yang mengalami diskrimasi
selama ini. Semua ini berkat perjuangan para penghayat kepercayaan demi
mendapatkan keadilan bagi kehidupan mereka semua.63
Narasumber berikutnya ialah Nasrul Haq, generasi kedua dari penghayat
Mekar Budi, aliran kepercayaan yang didirikan oleh mertua dari Nasrul Haq,
bernama Haji Budi Trisno bin Haji Dawud pada sekitar tahun 1960-an. Ia adalah
seorang spiritualis, ia juga senang dengan ilmu kebatinan dari sejak remaja. Nama
Mekar Budi pun berasal dari pendirinya yaitu Budi Trisno. Ajaran yang diajarkan
adalah mengenai budi pekerti, tingkah laku yang baik untuk sesama manusia,
tidak berbuat jahat. Tujuan ajarannya yaitu menjadi manusia yang berbudi pekerti
luhur, baik kepada seluruh isi alam semesta ini.64
62
Wawancara pribadi dengan Surachman Nasution ketua dari penghayat Tri Sabdo
Tunggal Indonesia, Jakarta, 04 April 2018. 63
Wawancara pribadi dengan Surachman Nasution ketua dari penghayat Tri Sabdo
Tunggal Indonesia, Jakarta, 04 April 2018. 64
Wawancara pribadi dengan Nasrul Haq dari penghayat Mekar Budi, Jakarta, 04 April
2018.
45
Dengan adanya sosialisasi seperti ini akan membuat para masyarakat
sekitar mengetahui para penghayat kepercayaan yang sebelumnya tidak diketahui
oleh masyarakat. Dari dulu para penghayat berjuang untuk memenuhi hak asasi
mereka yang selama ini terdiskriminasi. Padahal kepercayaan ini sudah ada
sebelum adanya agama impor, seperti Islam, Kristen, Buddha, Hindu, dan
Konghuchu. Mereka tidak mendapatkan hak-hak sipil mereka layaknya para
peganut agama yang lainnya.
Nasrul sebagai penghayat harus terus menjaga kepercayaan ini agar terus
terjaga dengan baik untuk kedepannya. Nasrul sebagai penghayat Mekar Budi
senang dan mendukung dengan keputusan Mahkamah Konstitusi yang
mengabulkan permohonan para pemohon untuk mengisi kolom agama pada KK
dan KTP. Tetapi Nasrul menyayangkan masih belum adanya kesetaraan antara
penghayat dengan agama yang sudah diakui tersebut, dari masalah pemakaman,
perkawinan dan hak-hak sipil mereka.65
Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada Pada 7 November 2017
kemarin menjadi angin segar juga bagi penganut kepercayaan Paguyuban
Sumarah. MK (Mahkamah Konstitusi) telah memutuskan bahwa para
penganut/penghayat kepercayaan, seperti Tukul, bisa menulis kepercayaannya di
kolom agama. Artinya, para penghayat tidak perlu lagi menumpang dengan
agama lain untuk bisa diakui identitas kependudukannya, atau mengosongkan
kolom agama. MK menegaskan terkait kata "agama" dalam pasal 61 ayat 10 &
pasal 64 ayat (2) UU No. 23 Tahun 2006 yang intinya kolom agama hanya bisa
65
Wawancara pribadi dengan Nasrul Haq dari penghayat Mekar Budi, Jakarta, 04 April
2018.
46
diisi 6 agama resmi dan mengosongkan kolom itu bagi penanut kepercayaan,
bertentangan dengan UUD negara RI 1945. Landasannya adalah keadilan sosial.66
Narasumber berikutnya adalah Sukamto, salah satu penasehat MLKI
(Majelis Luhur Kepercayaan Indonesia). Saat ditanyakan mengenai keputusan
Mahkamah Konstitusi, Sukamto sangat senang dengan keputusan Mahkamah
Konstitusi dan meminta Mendagri segara untuk mengimplementasikannya
terhadap keputusan tersebut. Sampai saat ini terlihat masih mengambang
keputusan tersebut walau sudah hampir 5 bulan dari hasil keputusan yang
diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi.
Permasalahan yang Sukamto rasakan semenjak menjadi penghayat
kepercayaan yaitu dianggap sebagai orang kafir, tetapi ia tidak ada masalah
dengan ucapan-ucapan orang kepadanya. Pada saat diwawancarai beliau sangat
santai menjawab “saya sih bodo amat orang bilang apa,” kata Sukamto sambil
tertawa santai. Sukamto sendiri berusaha melakukan penyusuaian diri dengan
masyarakat sekitar yang ia tinggali. Ketika ada lebaran yaitu hari raya umat
Muslim, ia juga bersilaturahmi dengan tetangga-tetangganya yang mayoritas
adalah penganut Islam. Dengan pemerintah Sukamto sangat senang demi
melindungi segenap warga negaranya yang sudah lama mengalami diskriminasi
dan saat ini akan mendapatkan hak-hak nya sama seperti yang lain.67
Dari penghayat Parmalim penulis menanyakan tanggapan mengenai
keputusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan permohonan pengisian
66
https://kumparan.com/nurul-nur-azizah/cerita-tukul-penganut-paguyuban-sumarah-di-
pasar-minggu, diakses pada hari Selasa, tanggal 17 April 2018. Pukul 15.10 WIB. 67
Wawancara pribadi dengan Sukamto dari penghayat kepercayaan Sapta Darma dan
beliau adalah penasehat dari organisasi MLKI (Majelis Luhur Kepercayaan Indonesia), Jakarta, 04
April 2018.
47
kolom agama pada KK dan KTP-el, Satti dari Penghayat Parmalim sangat senang
dan bersemangat menyambut kekeputusan MK yang mengabulkan untuk
pengisian kolom agama pada KK dan KTP untuk para penghayat kepercayaan,
karena setelah sekian lama akhirnya dapat mencantumkan kolom agama pada KK
maupun KTP.
Adapun permasalahan yang didapatkan ketika mengosongkan kolom
agama pada KK dan KTP adalah pada masalah pekerjaan. Mereka disuruh dan
harus memilih antara satu dari 6 agama yang diakui di Indonesia. Karena kalau
tidak memilih maka proses selanjutnya tidak akan dilanjutkan oleh suatu
perusahaan. Dan tentunya mereka akan kehilangan pekerjaan akibat kolom agama
mereka yang dikosongkan. Ada pun ketika para penghayat tidak mengisi kolom
agama di KTP, mereka disebut oleh masyarakat sekitar menyembah setan dan
sering disebut dengan ajaran sesat. Mereka pun selalu memberi penjelasan kepada
masyarakat agar mereka mengerti apa yang mereka anut selama ini, dan tidak
menganggap dengan stigma-stigma negatif. Karena mereka sebagai penghayat
ingin hidup tenang dan tentram di negara yang di tinggali dan mendapat hak-hak
yang sama seperti agama yang lain, yang mendapatkan regulasi, proteksi, dan
fasilitasi dari negara.68
Respons dari Nggay Mehang Tana misalnya, seorang petani penganut
kepercayaan Komunitas Marapu di Sumba Timur, Pulau Sumba, mengaku
mengalami kesulitan dalam banyak hal. Sebagai contoh perkawinan antar-
pemeluk kepercayaan dari Komunitas Marapu yang dilakukan secara adat tidak
68
Wawancara Pribadi dengan Satti dari Penghayat Parmalim Sumatera Utara, Jakarta, 9
April 2018.
48
diakui negara. Akibatnya anak-anak mereka kesulitan mendapat akta kelahiran
dan KTP elektronik. Untuk mendapatkan KTP elektronik dengan mudah, sebagian
penganutnya terpaksa berbohong menuliskan agama di luar kepercayaannya pada
KTP elektronik. Padahal jumlah penganut kepercayaan Marapu di Sumba Timur
berjumlah 21 ribu orang dan di Pulau Sumba sebanyak 40 ribu. Berdasarkan data
yang digunakan MK, pada 2008 penganut kepercayaan Marapu menempati urutan
ketiga setelah Kristen Protestan dan Katolik. Jumlah mereka terus menyusut
secara drastis dari waktu ke waktu karena mengikuti aturan administrasi.69
Para penganut kepercayaan Komunitas Marapu bersyukur dengan
dikabulkan permohonan yang mereka ajukan kepada Mahkamah Konstitusi, dan
berharap agar segera menindak lanjuti keputusan tersebut dengan secepatnya.
Pada hari senin tanggal 9 April 2018 ada acara yang dilakukan rutin oleh
organisasi MLKI (Majelis Luhur Kepercayaan Indonesia) yang dinamakan
Sarasehan Malam Anggoro Kasih. Sejarah berdirinya organisasi MLKI yaitu Pada
tanggal 25-28 November 2012 telah dilaksanakan Kongres Nasional Kepercayaan
Terhadap Tuhan yang maha Esa, Komunitas Adat dan Tradisi yang
diselenggarakan oleh Direktorat Pembinaan Kepercayaan terhadap Tuhan yang
Maha Esa dan Tradisi, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan. Kongres dihadiri sebanyak 750 orang peserta yang terdiri dari
Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa, Komunitas Adat dan
Tradisi dari 33 (tiga puluh tiga) provinsi di Indonesia. Salah satu rekomendasi dari
69
https://tirto.id/keputusan-mk-dan-diskriminasi-terhadap-penghayat-kepercayaan-czKW,
diakses pada hari Selasa, tanggal 17 April 2018, pukul 16.15 WIB.
49
peserta kongres adalah pembentukan wadah tunggal bagi Penghayat Kepercayaan
terhadap Tuhan yang Maha Esa dan Komunitas Kepercayaan Adat.
Maka dalam rangka melaksanakan rekomendasi tersebut, kemudian pada
tanggal 24-27 September 2013, Direktorat Pembinaan Kepercayaan terhadap
Tuhan yang Maha Esa melaksanakan Tindak Lanjut Kongres untuk pembentukan
wadah tunggal kepercayaan, sehingga dibentuklah Tim Persiapan Pembentukan
Wadah Nasional Kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa. Dan pada tanggal
13 Oktober 2014 dalam pembukaan Sarasehan Nasional Kepercayaan terhadap
Tuhan yang Maha Esa di Keraton Ngayogjakarta, sekaligus dideklarasikan Wadah
Nasional Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa, yang diberi nama
Majelis Luhur Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa Indonesia,
dilanjutkan pelantikan Dewan Musyawarah Pusat oleh Wakil Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan, Prof. Wiendu Nuryanti, PhD.70
Salah satu wakil dari MLKI yang diwawancarai bernama Rohmat, sebagai
ketua MLKI bagian DKI Jakarta. Saat diwawancarai, Rohmat sebagai penghayat
kepercayaan serta sebagai penghayat perjalanan sangat senang dan berterima
kasih dengan keputusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan pengisian
kolom agama pada KK dan KTP, dan mungkin seluruh penghayat ikut senang dan
berterima kasih dengan keputusan tersebut. Atas keputusan MK itu adalah sebuah
kemajuan bagi mereka semua bangsa Indonesia dan menyadari bahwa selain 6
agama di Indonesia ada penghayat kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Penghayat kepercayaan ini yang sebelumnya terdiskrimanasi, para penghayat juga
70
https://www.mlki.or.id/sejarah-mlki/ diakses pada hari Selasa, tanggal 17 April 2018,
pukul 14.45 WIB.
50
memenuhi kewajiban mereka sebagai warga negara dan mereka pun meminta agar
dipenuhi hak nya sama seperti yang lainnya.71
Rohmat mengatakan bahwasanya masih banyak sekali masyarakat maupun
pemerintah yang tidak mengerti atau tidak mengetahui para penghayat
kepercayaan. Para penghayat kepercayaan tidak berkhotbah untuk segala
macamnya, para penghayat memprioritaskan pada laku dan perbuatan yang baik
kepada seluruh manusia dan jadi sebagai suri tauladan. Dari hal kecil yang di
ceritakan oleh Rohmat bahwa pada tingkat Rukun Tetangga (RT) pun masih
banyak yang tidak mengetahui dengan adanya para penghayat kepercayaan, jadi
mereka perlu untuk mensosialisasikan terlebih dahulu. Pemerintah pun masih
merapatkan untuk mengusulkan penulisan kolom agama pada KTP dan KK para
penghayat kepercayaan, dengan menuliskan kepercayaan saja atau ditulis dengan
nama di antara nama-nama para penghayat kepercayaan.
Pada zaman dulu pun para penghayat kepercayaan sudah terdiskriminasi
dari para penjajah. Para penghayat dianggap sebagai kafir, animisme dan lain-lain.
Permasalahan juga datang dari MUI (Majelis Ulama Indonesia), mereka tidak
menyetujui dengan keputusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan
permohanan penghayat kepercayaan mengisi kolom agama pada KK dan KTP.
“Terserah mereka menganggap kami sebagai kafir atau yang menjijikan
sebagaimana kotoran sapi atau lain-lainnya,” tutur Rohmat ketua MLKI (Majelis
Luhur Kepercayaan Indonesia) khusus Ibukota Jakarta. Jawaban Rohmat terlihat
71
Wawancara pribadi dengan Rohmat dari Penghayat Perjalanan dan beliau adalah Ketua
MLKI (Majelis Luhur Kepercayaan Indonesia) DKI Jakarta, Jakarta, 09 April 2018.
51
santai dengan respons MUI dan tidak merasa berkecil hati, dan lambat laun semua
akan mengetahui kebenerannya.72
Ada yang lain dari salah satu penghayat kepercayaan, yaitu Sri Murni.
Dilihat dari berita dari kumparan yang mendatangi rumah dari penghayat Sri
Murni yang bernama Suprayetno, setelah berbincang ringan, Suprayetno langsung
bercerita mengenai organisasi yang diikutinya. Sri Murni didirikan oleh Ibrahim
Musa pada tahun 1949. Sri Murni menganut nilai hidup yang paling mulia yaitu
kejujuran. “Karena kita harus jujur pada diri sendiri,” tutur Suprayetno di Cipete
Utara, Jakarta Selatan. Suprayetno menambahkan, anggota yang sudah mendalami
nilai-nilai dari Organisasi Kebatinan Sri Murni tidak akan berbohong atau
melanggar sumpah yang pernah diucapkan. Sebab, ada kekuatan alam yang akan
menghukum secara langsung.
Saat ditanya soal keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang
memutuskan para penganut kepercayaan dapat mencantumkan kepercayaan kolom
agama di KTP yang selama ini dikosongkan, Suprayetno pesimistis. Baginya,
pada kenyataannya aliran kepercayaan diperlakukan berbeda di masyarakat. Ia
menyebut banyak yang harus pemerintah persiapkan terlebih dahulu untuk
mengakui aliran kepercayaan.
"Hanya baru disahkan, kayak orang mah undang-undang itu dicobakan.
Jadi jangan terlalu divoniskan itu sudah berlaku," tutur Suprayetno.73
Dengan ini
suprayetno meanggap pesimis dengan keputusan dari Mahkamah Konstitusi,
72
Wawancara pribadi dengan Rohmat dari Penghayat Perjalanan dan beliau adalah Ketua
MLKI (Majelis Luhur Kepercayaan Indonesia) DKI Jakarta, Jakarta, 09 April 2018. 73 https://kumparan.com/okky-ardiansyah1510132712039/penganut-kepercayaan-sri-
murni-pesimistis-dengan-keputusan-mk, diakses pada hari Selasa, tanggal 17 April 2018, Pukul
15.30 WIB.
52
karena ia melihat dari kenyataannya sampai sekarang belum adanya tidak lebih
lanjut dari pemerintah yang berwenang. Tetapi ini adalah keputusan tertinggi
sehingga pemerintah harus dan wajib mengimplementasikannya.
B. Ekspektasi Dan Harapan Penghayat Kepercayaan Terhadap Keputusan
Mahkamah Konstitusi Nomor 97/PUU-XIV/2016
Setiap manusia mempunyai harapan. Manusia yang tanpa harapan, berarti
manusia itu mati dalam hidup. Orang yang akan meninggal sekalipun mempunyai
harapan, biasanya berupa pesan-pesan kepada ahli warisnya. Harapan tersebut
tergantung pada pengetahuan, pengalaman, lingkungan hidup, dan kemampuan
masing-masing. Harapan berasal dari kata „harap‟ yang berarti keinginan supaya
sesuatu terjadi; sehingga harapan berarti sesuatu yang diinginkan dapat terjadi.74
Dengan demikian harapan menyangkut masa depan para penghayat
kepercayaan yang berada di Indonesia. Misalnya, Hanif yang hanya mampu
membeli sepeda, biasanya tidak mempunyai harapan untuk membeli mobil.
Seorang yang mempunyai harapan yang berlebihan tentu menjadi buah tertawaan
orang banyak. Berhasil atau tidaknya suatu harapan tergantung pada usaha orang
yang mempunyai harapan.
Pada contoh yang sedang hangat dibicarakan adalah para penghayat
kepercayaan yang memperjuangkan hak-hak sipil mereka yang selama ini tidak
mereka dapatkan, dan berjuang penuh semangat dengan penghayat kepercayaan
yang lainnya demi mendapatkan keadilan dari pemerintah. Mereka semua
74
KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia).
53
mengharapkan hak-hak sipil mereka sama dengan agama yang lainnya. Semua
perjuangan mereka pun berhasil dan membawa angin segar untuk semua
penghayat kepercayaan. Pada tanggal 7 November 2017 Mahkamah Konstitusi
(MK) akhirnya mengabulkan permohonan uji materi terkait ketentuan
pengosongan kolom agama di KTP dan KK dengan nomor perkara 97/PUU-
XIV/2016 yang diajukan oleh beberapa penganut kepercayaan.
Ke depan, mereka bisa mencantumkan kepercayaan pada kolom agama di
KTP dan KK. Mahkamah Konstitusi pula menyatakan kata "agama" dalam Pasal
61 ayat (1) dan Pasal 64 (1) UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi
Kependudukan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan
hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak termasuk "kepercayaan”.
Terkait pada keputusan Mahkamah Konstitusi terdapat berbagai harapan
yang diharapkan oleh para penghayat kepercayaan untuk kehidupan mereka
kedepannya. Berbagai narasumber penulis temukan menuai beberapa harapan
yang mereka harapkan untuk selanjutnya yang mengenai kehidupan mereka.
Harapan salah satu dari penghayat perjalanan yaitu Anto, ia adalah seorang
mahasiswa di universitas Jakarta.
Harapan kedepannya, agar lebih mudah bagi mereka untuk mendapatkan
kesetaraan pendidikan, mendapatkan pekerjaan dan juga dapat diterima dengan
lebih baik oleh masyarakat umum mengenai pengisian kolom agama kami tanpa
ada perlawanan atau intimidasi, mengingat mereka pun warga negara yang sah,
“ajaran kami berasal dari leluhur asli pribumi pertiwi Indonesia yang lebih jauh
54
berkembang bahkan sebelum agama-agama lain datang. Jadi saya rasa kesamaan
hak berwarga negara sudah seharusnya kami dapatkan,” tutur Anto.75
Dari paparan yang Anto katakan, waktu semenjak ia kecil mendapatkan
kesulitan untuk masalah pendidikan. Banyak dari penghayat kepercayaan
mengalami kesulitan ketika di sekolah, mereka mengikuti pelajaran agama yang
diajari di sekolah bukan pelajaran mengenai aliran kepercayaan. Para penghayat
kepercayaan berharap untuk mendapatkan fasilitas pelajaran keagamaan yang
harusnya mereka ikuti, yaitu pelajaran tentang aliran kepercayaan.
Pada kasus pekerjaan, lamaran pekerjaan di situs online itu tidak pernah
terdapat dihadirkan kepercayaan, menandakan bahwa kepercayaan itu tidak belum
pernah disetarakan dengan anak-anak bangsa. Penghayat kepercayaan berharap
untuk Kementerian Ketenagakerjaan dan Dinas Tenaga Kerja dan Dinas
Pendidikan untuk membuka secara umum agar anak-anak penghayat kepercayaan
tidak terkena diskriminasi.
Harapan pun muncul dari Satti sebagai penghayat kepercayaan Parmalim,
dengan adanya kekeputusan ini maka seluruh penghayat kepercayaan yang berada
di Indonesia mendapat kesempatan dan tempat yang sama seperti agama
mayoritas yang lain. Dan semoga tidak ada lagi para penghayat yang malu
mengakui jati dirinya sebagai penghayat kepercayaan, yang selama ini mereka
sangat merasa dikucilkan oleh orang-orang sekitar yang menganggap mereka
dengan stigma negatif. Semua harapan yang diharapkan oleh para penghayat tentu
75
Wawancara Pribadi dengan Anto dari penghayat aliran Perjalanan, Jakarta, 20 Maret
2018.
55
ingin menjadi warga yang sama seperti warga negara lainnya yang mendapatkan
perlindungan dan hak-hak yang sama.76
Surachman Nasution dari penghayat aliran Tri Sabdo Tunggal Indonesia
bersuara, harapan kedapan pemerintah harus memperhatikan para penghayat, dan
harapannya dapat membuat dialog bersama dengan para pemuka-pemuka agama,
kalau tokoh-tokoh agama itu bertemu menurut beliau kita semua akan hidup
rukun dan aman sejahtera. Karena dengan diadakannya dialog satu di antara yang
lain akan dapat memahami suatu ajarannya masing-masing dan bisa saling untuk
menghargai bukan untuk saling menjatuhkan. Hidup di negara Indonesia ini
beraneka ragam macamnya, salah satunya agama, maka dari itu kita harus saling
menghargai untuk menuju kehidupan yang lebih baik dan tentunya akan hidup
rukun antar sesama warga negara Indonesia.77
Sepertinya sangat penting untuk pemerintah dan para penghayat
kepercayaan serta masyarakat untuk melakukan dialog bersama, serta berkumpul
untuk mengadakan suatu agenda yang akan mensosialisasikan keberadaan para
penghayat kepercayaan. Karena selama ini sebagian besar para warga Indonesia
tidak mengetahui keberadaan penghayat kepercayaan, padahal jumlah mereka
yang berada di Indonesia sampai 12 juta jiwa. Dengan diadakannya pertemuan
dan dialog antar pemuka agama serta para masyarakat, maka diharapkan akan
menimbulkan rasa persaudaraan dan persatuan sesama Warga Negara Indonesia.
Serta tidak ada lagi stigma-stigma negatif yang dilontarkan dari masyarakat untuk
76
Wawancara Pribadi dengan Satti dari Penghayat aliran Parmalim Sumatera Utara,
Jakarta, 9 April 2018. 77
Wawancara pribadi dengan Surachman Nasution ketua dari penghayat Tri Sabdo
Tunggal Indonesia, Jakarta, 04 April 2018.
56
para penghayat kepercayaan, karena penghayat kepercayaan pun ingin hidup
tenang di mana mereka bertempat tinggal.
Dari pertemuan penulis dengan salah satu penghayat Mekar Budi
mengharapkan dapat menyetarakan bagi kehidupan para penghayat dan para
pemeluk agama yang sudah diakui oleh negara, sehingga menimbulkan
ketentraman dan kesejahteraan umat manusia di Indonesia dan tidak adanya lagi
diskriminasi-diskriminasi bagi kelompok minoritas seperti para penghayat ini.
Bukan saja para penghayat yang minoritas tetapi semua masyarakat yang
dianggap sebagai masyarakat minoritas yang mengalami diskriminasi. Dan
diharapkan adanya tempat pemakaman umum bagi para penghayat yang sama
layaknya dengan agama-agama lain yang mendapatkan fasilitasnya serta fasilitas-
fasilitas lain yang dapat memakmurkan kehidupan mereka di Indonesia.78
Di sini
tampak Nasrul sangat mengharapkan adanya persamaan dan kesetaraan para
penghayat kepercayaan dengan penganut agama yang lainnya. Penganut agama
yang sudah diresmikan oleh pemerintah mendapatkan hak-hak sipil mereka,
sedangkan para penghayat kepercayaan terhambat atau tidak mendapatkan hak-
hak sipil mereka karena kolom agama pada KTP-el mereka kosong. Dibutuhkan
kesetaraan hak untuk para masyarakat dalam hal-hal yang mengenai kelangsungan
kehidupan mereka, agar mendapatkan kehidupan yang sejahtera dan damai.
Mengenai pemakaman yang dikatakan oleh Nasrul, diharapkan untuk
memberikan fasilitas, Carlim dari penganut Sapto Darmo yang diceritakan oleh
Sukamto sebagai penghayat aliran Sapta Darma, Sukamto menceritakan salah satu
78
Wawancara pribadi dengan Nasrul Haq dari penghayat Mekar Budi, Jakarta, 04 April
2018.
57
di antara saudara dari Carlim meninggal dunia dan hendak dimakamkan di tempat
pemakaman umum. Ketika masyarakat sekitar rumah Carlim mengetahui bahwa
ia dari penghayat kepercayaan, maka timbul pelarangan untuk pemakaman
penghayat Sapto Darmo, sehingga jenazah dimakamkan di karangan rumah
mereka sendiri. Para penghayat kepercayaan sangat berharap untuk pemerintah
daerah memfasilitasi tempat pemakaman umum bagi para penghayat
kepercayaan.79
Sukamto berharap sebagai penghayat kepercayaan yaitu berharap untuk
segera mengimplementasikan seluruh keputusan yang sudah disahkan oleh
Mahkamah Konstitusi. Khususnya kemendagri segara membuat kebijakan terbaru
mengenai administrasi kependudukan bagi para penghayat kepercayaan. Tuntutan
dari penghayat kepercayaan bukan tentang masalah sejajar dengan agama-agama
yang ada di Indonesia, tetapi tuntutan kami hanya untuk mendapatkan hak-hak
sipil yang sama dengan agama-agama lainnya. Dari masalah pendidikan, menjadi
pegawai negeri untuk diberi peluang bagi penghayat kepercayaan. Bagi Sukamto
tidak ada masalah dengan kebijakan yang menaruh para penghayat di dirjen
pendidikan dan kebudayaan, yang terpenting adalah untuk memenuhi hak-hak
sipil para penghayat kepercayaan.80
Disisi lain ada harapan dari Rohmat sebagai ketua MLKI (Majelis Luhur
Kepercayaan Indonesia) DKI Jakarta, ia mengatakan untuk segara melaksanakan
79
Wawancara pribadi dengan Sukamto dari penghayat kepercayaan Sapta Darma dan
beliau adalah penasehat dari organisasi MLKI (Majelis Luhur Kepercayaan Indonesia), Jakarta, 04
April 2018. 80
Wawancara pribadi dengan Sukamto dari penghayat kepercayaan Sapta Darma dan
beliau adalah penasehat dari organisasi MLKI (Majelis Luhur Kepercayaan Indonesia), Jakarta, 04
April 2018.
58
keputusan Mahkamah Kosntitusi dan jangan ada lagi hambatan untuk
merealisasikannya dan segera untuk mensosialisasikannya kepada seluruh
masyarakat Indonesia dan khususnya untuk para penghayat kepercayaan.
kemudian untuk seluruh nya tidak ada lagi keraguan untuk melaksanakannya
karena ini adalah keputusan Mahkamah Konstitusi yang tertinggi di Indonesia dan
harus dipatuhi untuk semua kalangan. “apasih yang ditakuti kepada kami jikalau
kami berkembang?,” kata Rohmat.
Dengan ini memang sudah banyak sekali yang memandang negatif dengan
keadaan para penghayat yang tinggal di Indonesia, banyak yang menganggap
sebagai penjajah dan tentu ditakuti oleh masyarakat Indonesia. Stigma inilah yang
harus pemerintah luruskan kepada seluruh kalangan masyarakat bahwa para
penghayat itu bukanlah apa yang mereka pikirkan selama ini.
Kita lihat berbagai kasus yang ada di Indonesia ini, tidak banyak dan
hampir tidak ada kriminalisasi yang dilakukan oleh para penghayat kepercayaan.
Rohmat pun yakin tidak ada penghayat kepercayaan yang melakukan pelanggaran
hukum. Kita pun sudah sangat melihat secara jelas kasus korupsi yang marak
sekali terjadi di Indonesia dan membuat Indonesia sangat terpuruk dengan
banyaknya hutang ke berbagai negara.81
Sama dengan Mulo Sitorus yaitu ketua MLKI (Majelis Luhur
Kepercayaan Indonesia) Pusat, saat ditanya harapannya pasca keputusan
Mahkamah Konstitusi. Ia berharap agar pemerintah, khususnya pada
pemerintahan Jokowi pada saat ini, untuk segera merealisasikan seluruh
81
Wawancara pribadi dengan Rohmat dari Penghayat Perjalanan dan beliau adalah Ketua
MLKI (Majelis Luhur Kepercayaan Indonesia) DKI Jakarta, Jakarta, 09 April 2018.
59
keputusan yang sesuai dengan keputusan Mahkamah Konstitusi.82
Retno pun dari
aktivis penghayat kepercayaan dan sebagai penghayat Kepribaden, ia sangat
mengharapkan sebuah realisasi yang real dari pemerintah. Karena selama ini ia
merasakan kurang perhatiannya pemerintah terhadap penganut penghayat
kepercayaan. Perlu adanya perhatian yang lebih untuk penghayat kepercayaan
agar lebih percaya diri untuk menunjukkan jati dirinya yang selama ini kurang
terlihat.83
C. Eksistensi Penghayat Kepercayaan Terhadap Keputusan Mahkamah
Konstitusi Nomor 97/PUU-XIV/2016
Penghayat kepercayaan yang sudah diketahui di seluruh Indonesia
berjumlah 12 juta jiwa manusia, jumlah ini tentu tidak lah sedikit. Dari berbagai
penghayat dan kepercayaan lokal tersebar di seluruh pelosok Indonesia dan
jumlah organisasi para penghayat sangat banyak. Setelah adanya pengakuan dari
pemerintah dengan keputusan Mahkamah Konstitusi, eksistensi penghayat
kepercayaan mulai terlihat yang sebelumnya mereka tidak berani menampilkan
dirinya. Satti dari penghayat Parmalim mengatakan sudah lama para penghayat
tidak berani menampakkan dirinya sebagai penghayat kepercayaan, karena takut
mendapatkan stigma negatif dari masyarakat. Setelah adanya keputusan ini,
82
Wawancara pribadi dengan Mulo Sitorus dari penghayat Parmalim dan beliau adalah
Ketua MLKI (Majelis Luhur Kepercayaan Indonesia) Pusat, Jakarta 18 April 2018. 83
Wawancara pribadi dengan Retno dari penghayat Kepribaden, Jakarta, 18 April 2018
60
penghayat bisa lebih eksis dalam menjalankan aktivitasnya karena sudah
mempunyai legalitas dari pemerintah.84
Sukamto menerangkan bahwa masa depan para penghayat tentunya akan
lebih sejahtera dan lebih setara dengan warga yang lainnya, walaupun belum
sepenuhnya terpenuhi kebutuhan mereka dengan yang lainnya. Dengan beriring
nya waktu para penghayat akan hidup lebih aman dan nyaman serta tidak adanya
diskriminasi kembali terhadap mereka, semua akan hidup bersama dengan
beraneka ragam budaya, suku, agama dan lain-lainnya.85
Pemerintah pun diharapkan untuk konsekuen pada masalah keputusan
Mahkamah Konstitusi ini, semua ini agar semua penghayat kepercayaan lebih
terarah dan lebih baik dalam kehidupannya. Sebaliknya jika pemerintahan
Republik Indonesia tidak konsekuen pada masalah ini, maka kehidupan para
penghayat kepercayaan akan lebih tidak terarah dan tidak sejahtera.86
Para penghayat tentunya akan lebih sejahtera dan lebih setara dengan
warga yang lainnya, walaupun belum sepenuhnya terpenuhi kebutuhan mereka
dengan yang lainnya. Dengan beriringnya waktu para penghayat akan hidup lebih
aman dan nyaman serta tidak adanya diskriminasi kembali terhadap mereka,
semua akan hidup bersama dengan beraneka ragam budaya, suku, agama dan lain-
lainnya. “Semua akan baik-baik saja, dan tidak ada lagi perbedaan di antara kami
84
Wawancara pribadi dengan Satti dari penghayat aliran Parmalim, Jakarta 16 April
2018. 85
Wawancara pribadi dengan Sukamto dari penghayat kepercayaan Sapta Darma dan
beliau adalah penasehat dari organisasi MLKI (Majelis Luhur Kepercayaan Indonesia), Jakarta, 04
April 2018. 86
Wawancara pribadi dengan Mulo Sitorus dari penghayat Parmalim dan beliau adalah
Ketua MLKI (Majelis Luhur Kepercayaan Indonesia) Pusat, Jakarta 18 April 2018.
61
dan mereka.” Tutur Nasrul.87
Anto dari penghayat Perjalanan mengatakan setelah
adanya keputusan ini, para penghayat lainnya akan merasa mudah untuk
mendapatkan pendidikan bagi para generasi, dan akan terus berkembang dengan
perkembangan zaman.88
Terlihat dalam acara Sarasehan Malam Anggora Kasih, acara ini rutin
terlaksana setiap kurang lebih satu bulan sekali. Setiap acara ini diselenggarakan
di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) dan dihadiri dari berbagai penghayat
kepercayaan. Pada acara ini yaitu acara organisasi MLKI (Majelis Luhur
Kepercayaan Indonesia) diikuti oleh organisasi yang berada di wilayah DKI
Jakarta. Tampak di sini bahwa penghayat kepercayaan masih eksis dalam
menjalankan aktvitas-aktivitas mereka sebagai penghayat kepercayaan, sehingga
dapat menjalankan komunikasi yang lebih baik di antara organisasi atau
paguyuban. Pada daerah lainnya pun MLKI melakukan berbagai kegiatan dan
tidak hanya di wilayah DKI Jakarta. Namun eksistensi mereka kurang terlihat dan
terdengar oleh masyarakat sekitar, sehingga banyak masyarakat yang belum
mengetahui dengan adanya penganut penghayat kepercayaan. Dengan adanya
keputusan ini dan sudah banyak media yang meliput, sangat diharapkan
masyarakat mengetahui keberadaan dan eksistensi para penghayat kepercayaan.
Salah satunya adalah Rohmat sebagai Ketua MLKI bagian wilayah DKI
Jakarta yang menghadiri acara malam Anggoro Kasih. Pada kesempatan itu,
Rohmat mengatakan akan memprioritaskan“Puan Hayati”. Puan Hayati adalah
87
Wawancara pribadi dengan Nasrul Haq dari penghayat Mekar Budi, Jakarta, 04 April
2018. 88
Wawancara pribadi dengan Anto dari penghayat aliran Perjalanan, Jakarta, 20 Maret
2018
62
kader-kader perempuan yang akan melahirkan keturunan, mereka yang
diprioritaskan untuk mengembangkan aliran penghayat kepercayaan, karena kami
tidak rekrutmen pada masyarakat yang lain terkecuali mereka simpatik terhadap
ajaran kami. Dengan adanya prioritas ini, maka kedepannya akan lebih
berkembang generasi-generasi penghayat kepercayaan. “karena pada dasarnya
kami adalah anggota penghayat kepercayaan yang turun menurun, yang cinta
leluhur, cinta tanah air dan cinta budaya,” Tutur Rohmat.89
Untuk ke depannya penghayat kepercayaan pasca adanya keputusan
Mahkamah Konstitusi mengenai kolom agama pada KK dan KTP akan
mendapatkan hak-hak sipil sama seperti agama-agama yang lainnya. Tidak ada
lagi diskriminasi yang akan mereka dapatkan sebelum-sebelumnya, semua akan
sama di depan hukum tidak ada pengecualian karena mereka sudah legal hidup
bersama dengan warga negera lainnya. “Dan bagaimana kedepannya itu sudah ada
yang mengaturnya,” tutur Sukamto.90
Setelah adanya keputusan ini semua permasalahan yang menjadi hambatan
tidak akan terjadi kembali, seperti apa yang semua sudah penulis jelaskan pada
bab-bab sebelumnya, serta eksistensi dan masa depan para penghayat akan lebih
baik lagi dari sebelumnya. Seluruh penghayat kepercayaan berhak mendapatkan
hak-hak yang sama dan setara demi terbentuknya masyarakat yang makmur dan
sejahtera.
89
Wawancara pribadi dengan Rohmat dari Penghayat Perjalanan dan beliau adalah Ketua
MLKI (Majelis Luhur Kepercayaan Indonesia) DKI Jakarta, Jakarta, 09 April 2018. 90
Wawancara pribadi dengan Sukamto dari penghayat kepercayaan Sapta Darma dan
beliau adalah penasehat dari organisasi MLKI (Majelis Luhur Kepercayaan Indonesia), Jakarta, 04
April 2018.
63
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sudah hampir setengah tahun berlalu sejak Mahkamah Konstitusi
mengeluarkan keputusan mengenai pengisian kolom agama pada KK dan KTP-el
pada penghayat kepercayaan. Ini pun yang menjadi peluang pencantuman
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam kolom KTP elektronik dan
data kependudukan lainnya. Pada saat ini implementasi dari keputusan Mahkamah
Konstitusi belum terlaksana sepenuhnya. Terdapat beberapa kendala dan berputar-
putar tak menentu hingga menerbitkan rasa curiga ini hanyalah kepentingan
politik sesaat.
Sudah sangat lama kelompok penghayat kepercayaan yang selama ini
meyakini dengan tekun dan merawat spritual leluhur Nusantara, kepercayaan ini
pun diyakini sebelum adanya 6 agama yang masuk ke Nusantara. Namun sangat
disayangkan keberadaan mereka tak diketahui banyak orang dan dinafikan
keberadaannya karena negara tak mengakui kepercayaan mereka.
Terdapat berbagai permasalahan yang mereka dapatkan selama kolom
agama pada KTP-el dikosongkan. Masalah pendidikan, khususnya pada masa
sekolah para penghayat kepercayaan. Mereka terpaksa mengikuti mata pelajaran
agama yang mereka tidak anut. Contohnya penghayat yang mengikuti sekolah
dengan latar belakang pendidikan Islam, tentunya ada mata pelajaran agama
Islam. Dengan ini penghayat ingin pula ada kurikulum pelajaran yang mengenai
aliran kepercayaan.
64
Serta perkawinan yang dilangsungkan oleh penghayat kepercayaan dengan
adat kepercayaannya masing-masing, perkawinan mereka dianggap sah secara
adat oleh para penghayat kepercayaan, tetapi tidak sah dalam urusan administrasi
perkawinan pada disdukcapil serta tidak dicatat di dalam akta pernikahan. Semua
ini menimbulkan kepada keturunan mereka yang akan tidak dapat akta kelahiran,
dan akan mendapatkan stigma negatif dari sekitar masyarakat mereka tinggal.
Pada persoalan pekerjaan, banyak dari penghayat kepercayaan kesulitan
dalam pencarian pekerjaan. Semua itu diakibatkan pada persyaratan yang
mengsyaratkan untuk calon pelamar harus mengisi kolom agama. Dan pada
formulir pekerjaan tidak ada kolom agama selain 6 agama yang sudah diresmikan
oleh negara, sehingga menimbulkan kegagalan bagi penghayat untuk melamar
pekerjaan. Adapun stigma yang dilontarkan oleh masyarakat bahwa mereka tidak
mempunyai agama serta dianggap Ateis.
Masih banyak permasalah yang mereka dapatkan, semua kewajiban
sebagai warga negara sudah mereka lakukan sama seperti warga negara lainnya.
Tetapi pada masalah hak-hak para penghayat kepercayaan tidak setara atau tidak
sama dengan warga negara lainnya. Dengan itu para penghayat mengajukan
permohonan dan pengujian materi pada UU Nomor 23 Pasal 61 dan 64 Tahun
2006 Tentang Administrasi Kependudukan. Pembedaan perlakuan dan
ketidaksetaraan inilah yang diterobos oleh keputusan MK. Memang benar dalam
keputusannya MK tidak menyamakan antara agama dan kepercayaan, namun
walau berbeda, sebagai sesama warga negara kedua kelompok itu harus
65
diperlakukan setara dan tanpa pembedan atas dasar apapun, termasuk
kepercayaan.
Dengan adanya keputusan Mahkamah Konstitusi, seluruh masyarakat
penghayat kepercayaan merasa apresiatif dan sangat senang sekali dengan
keputusan yang bijaksana dari Mahkamah Konstitusi dan pemerintahan yang
berwenang. Penuh harapan dari para penghayat kepercayaan kepada pemerintah
untuk segara mengimplemantasikan semua keputusan Mahkamah Konstitusi
dengan sebenar-benarnya. Mengadakan pertemuan atau dialog bersama untuk
pemuka-pemuka agama yang dilakukan secara rutin, serta tidak ada lagi
perbedaan dan diskriminasi terhadap penghayat kepercayaan dan dilakukannya
perlakuan yang setara di antara warga negara lainnya. Dengan ini akan
menimbulkan kehidupan yang sejahtera dan damai bagi seluruh rakyat Indonesia.
66
DAFTAR PUSTAKA
Abimanyu, Petir. Buku Pintar Aliran Kebatinan dan Ajarannya. Yogyakarta:
Laksana, 2014.
Achmad, Nur. Pluralitas Agama kerukunan dalam keragaman. Jakarta: Penerbit
Buku Kompas, 2001.
Afrizal. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2015.
Ahmad, Nur (Ed). Pluralitas Agama; Kerukunan dan Keragaman. Jakarta:
Kompas, 2001.
Azwar, Syaifudin. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001.
Bahri, Media Zainul. Wajah Studi Agama-Agama Dari Era Teosofi Indonesia
(1901-1940) Hingga Masa Reformasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2015.
Connolly, Peter. Aneka Pendekatan Studi Agama, terj. Imam Khoiri. Yogyakarta:
LkiS Yogyakarta, 2009.
Diputhera, Oka. Makna Kerukunan Umat Beragama. Jakarta: Majelis Ulama
Indonesia, 1996.
Fahmi, Khairul, dkk. Dokumen Kebijakan Penghapusan Diskriminasi Agama/
Keyakinan. Jakarta: Pustaka Masyarakat Setara, 2011.
Fulthoni, dkk. buku saku untuk kebebasan beragama memahami diskriminasi.
Jakarta Selatan: The Indonesian Legal Resource Center (ILRC).
Hadiwijono, Harun. Kebatinan dan Injil. Jakarta Pusat: BPK Gunung Mulia,
1983.
Imam, Suwarno. Konsep Tuhan Manusia, Mistik Dalam Berbagai Kebatinan
Jawa. Jakarta: PT RajaGrafindo, 2005.
J, Hasse. Diskriminasi Negara Terhadap Agama Di Indonesia (Disertasi Doktor
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat, Universitas
Gadjah Mada, 2010.
67
Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2014.
Koentjaraningrat. Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT. Gramedia,
1977.
Maarif, Samsul. Pasang Surut Rekognisi Agama Leluhur Dalam Politik Agama Di
Indonesia. CRCS (Center for Religious and Cross-cultural Studies),
Yogyakarta, 2017.
Permadi. Pandangan Aliran Kepercayaan Terhadap Islam. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan RI, Direktorat Jenderal Kebudayaan,
Direktorat Pembinaan Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang
Maha Esa, 1992/1993.
Prastowo. Memahami Metodologi Penelitian: Suatu Tinjaun Teoritis dan Praktis.
Yogyakarta: Arruz Media, 2011.
Rahnip. Aliran Kepercayaan dan Kebatinan Dalam Sorotan. Surabaya : Penerbit
Pustaka progressif, 1997.
Aqiqoh, Siti Umi. Skripsi yang berjudul “Praktik-Praktik Diskriminasi terhadap
Penghayat Kepercayaan Tuhan Yang Maha Esa (Studi Kasus Sunat
Pada Kepercayaan Madrais, Skripsi (Fakultas Ushuluddin UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2014).
Soehartono, Irwan. Metode Penelitian Sosial. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2008.
Subagya, Rahmat. Kepercayaan, Kebatinan, Kerohanian, Kejiwaan, dan Agama.
Penerbit Yayasan Kanisius, Yogyakarta, 1976.
Sufa‟at, M. Beberapa Pembahasan Tentang Kebatinan. Yogyakarta: Kota
Kembang, 1985.
Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV Alfabeta, 2007.
Supardi. Metodologi Penelitian Bisnis. Yogyakarta: UII Press, 2005.
Suryabrata, Sumardi. Metode Penelitian. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010.
68
Zed, Mestika. Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
2004. cet.1.
Sumber Internet atau berita online
Suryowati, Estu. 7 November 2017, Keputusan MK Membuat Eksistensi
Penghayat Kepercayaan Diakui Negara, diakses dari
http://nasional.kompas.com/read/2017/11/07/18573861/keputusan-mk-
membuat-eksistensi-penghayat-kepercayaan –diakui-negara.
Analisa Pengosongan Kolom Agama Pada Kartu Tanda Penduduk, diakses dari
http://www.hukumpedia.com/twtoha/analisa-pengosongan-kolom-
agama-di-dalam-kartu-tanda-penduduk , tanggal 03/Maret/2018.
Berita Online diakses dari https://news.detik.com/berita/3492198/rekam-jejak-
penghayat-kepercayaan-dari-orde-lama-hingga-reformasi pada tanggal
16-03-2018 jam 19.50.
Artikel diakses dari http://rimbaspiritual.blogspot.co.id/, pada tanggal 18 Maret
2018 pukul 21.55 WIB.
https://tirto.id/pembakuan-definisi-agama-yang-penuh-pro-dan-kontra-czVV,
diakses pada hari Selasa 20/03/2018
http://m.detik.com/news/berita/3738186/wantim-mui-sesalkan-keputusan-mk-
yang-anggap-kepercayaan-setara-agama, diakses pada hari Selasa
20/03/2018
http://www.hidayatullah.com/berita/nasional/read/2017/11/15/128127/mui-
keputusan-mk-soal-aliran-kepercayaan-merusak-kesepakatan-bernegara,
diakses pada hari Selasa 20/03/2018
https:///www.jawapos.com/read/2017/11/08/167238/sosiolog-ui-agama-impor-
kita-akui-masa-agama-leluhur-tidak, diakses tanggal 20/03/2018
http://www.koran-jakarta.com/anggota-sapta-darma-berharap-tak-ada-stigma-
negatif-lagi/, diakses pada hari Selasa, tanggal 17 April 2018, Pukul
15.00 WIB.
69
https://kumparan.com/nurul-nur-azizah/cerita-tukul-penganut-paguyuban-
sumarah-di-pasar-minggu, diakses pada hari Selasa, tanggal 17 April
2018. Pukul 15.10 WIB.
https://tirto.id/keputusan-mk-dan-diskriminasi-terhadap-penghayat-kepercayaan-
czKW, diakses pada hari Selasa, tanggal 17 April 2018, pukul 16.15
WIB.
http://m.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/18/04/06., diakses
pada hari Selasa, tanggal 17 April 2018, pukul 16.40 WIB.
https://www.mlki.or.id/sejarah-mlki/ diakses pada hari Selasa, tanggal 17 April
2018, pukul 14.45 WIB.
https://kumparan.com/okky-ardiansyah1510132712039/penganut-kepercayaan-
sri-murni-pesimistis-dengan-keputusan-mk, diakses pada hari Selasa,
tanggal 17 April 2018, Pukul 15.30 WIB.
Status facebook Mediaa Zainul Bahri, diakses pada tanggal 21 November 2017
pukul 21.23
Undang-Undang
Undang-Undang Nomor 23 Pasal 61 dan 64 Tahun 2006 Tentang Administrasi
Kependudukan.
UU PNPS Tahun 1965 Tentang Pencegahan atau Penyalahgunaan dan Penodaan
Agama.
PP No. 9 tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan.
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 97/PUU-XIV/2016
UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
Wawancara
Wawancara pribadi dengan Anto dari penghayat aliran Perjalanan, Jakarta, 20
Maret 2018
70
Wawancara pribadi dengan Surachman Nasution ketua dari penghayat Tri Sabdo
Tunggal Indonesia, Jakarta, 04 April 2018.
Wawancara pribadi dengan Nasrul Haq dari penghayat Mekar Budi, Jakarta, 04
April 2018.
Wawancara pribadi dengan Sukamto dari penghayat kepercayaan Sapta Darma
dan beliau adalah penasehat dari organisasi MLKI (Majelis Luhur
Kepercayaan Indonesia), Jakarta, 04 April 2018.
Wawancara Pribadi dengan Satti dari Penghayat Parmalim Sumatera Utara,
Jakarta, 9 April 2018.
Wawancara pribadi dengan Rohmat dari Penghayat Perjalanan dan beliau adalah
Ketua MLKI (Majelis Luhur Kepercayaan Indonesia) DKI Jakarta,
Jakarta, 09 April 2018.
Wawancara pribadi dengan Mulo Sitorus dari penghayat Parmalim dan beliau
adalah Ketua MLKI (Majelis Luhur Kepercayaan Indonesia) Pusat,
Jakarta, 18 April 2018.
Wawancara pribadi dengan Retno dari penghayat Kepribaden, Jakarta, 20 April
2018.
71
LAMPIRAN-LAMPIRAN
72
LAMPIRAN 1
SURAT BUKTI WAWANCARA
73
LAMPIRAN II
Surat Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 97/PUU-XIV/2016
74
75
LAMPIRAN III
SURAT KETERANGAN WAWANCARA
76
77
78
79
80
81
82
83
LAMPIRAN IV
PERTANYAAN WAWANCARA
1. Bagaimana tanggapan anda pasca keputusan Mahkamah Konstitusi yang
mengabulkan permohonan mengenai pengisian kolom agama pada KK dan
KTP-el?
2. Apa saja permasalahan yang anda dapatkan selama tidak mengisi kolom
agama pada KTP?
3. Setelah adanya keputusan Mahkamah Konstitusi, apa harapan anda
sebagai penghayat kepercayaan untuk ke depannya?
4. Bagaimana masa depan penghayat kepercayaan pasca adanya keputusan
Mahkamah Konstitusi?
5. Bagaimana pendapat anda mengenai respons pemerintah terhadap
keputusan MK?
84
LAMPIRAN V
HASIL WAWANCARA
Wawancara dengan Sukamto
1. Bagaimana tanggapan anda pasca keputusan Mahkamah Konstitusi yang
mengabulkan permohonan mengenai pengisian kolom agama pada KK dan
KTP-el?
saya sangat senang dengan keputusan Mahkamah Konstitusi dan
Mendagri segara untuk mengimplementasikannya terhadap keputusan
tersebut. Sampai saat ini terlihat masih mengambang keputusan dari MK,
walau sudah hampir 5 bulan dari hasil keputusan yang diputuskan oleh
Mahkamah Konstitusi.
2. Apa saja permasalahan yang anda dapatkan selama tidak mengisi kolom
agama pada KTP?
Permasalahan yang saya rasakan semenjak menjadi penghayat
kepercayaan yaitu dianggap sebagai orang kafir, tetapi saya tidak ada
masalah dengan ucapan-ucapan orang kepada saya, saya sendiri berusaha
melakukan penyusuaian diri dengan masyarakat sekitar yang saya tinggali.
Ketika ada lebaran yaitu hari raya umat Muslim, saya juga bersilaturahmi
dengan tetangga-tetangganya yang mayoritas adalah penganut Muslim.
Dengan pemerintah saya sangat senang demi melindungi segenap warga
negaranya yang sudah lama mengalami diskriminasi dan saat ini akan
mendapatkan hak-haknya sama seperti yang lain.
85
3. Setelah adanya keputusan Mahkamah Konstitusi, apa harapan anda
sebagai penghayat kepercayaan untuk ke depannya?
Harapan saya sebagai penghayat kepercayaan yaitu berharap untuk
segera mengimplementasikan seluruh keputusan yang sudah disahkan oleh
Mahkamah Konstitusi. Khususnya kemendagri segara membuat kebijakan
terbaru mengenai administrasi kependudukan bagi para penghayat
kepercayaan.
Tuntutan dari penghayat kepercayaan bukan tentang masalah
sejajar dengan agama-agama yang ada di Indonesia, tetapi tuntutan kami
hanya untuk mendapatkan hak-hak sipil yang sama dengan agama-agama
lainnya. Dari masalah pendidikan, menjadi pegawai negeri untuk diberi
peluang bagi penghayat kepercayaan. Bagi saya tidak ada masalah dengan
kebijakan yang menaruh para penghayat di dirjen pendidikan dan
kebudayaan, yang terpenting adalah untuk memenuhi hak-hak sipil para
penghayat kepercayaan.
4. Bagaimana masa depan penghayat kepercayaan pasca adanya keputusan
Mahkamah Konstitusi?
Masa depan penghayat kepercayaan pasca adanya keputusan
Mahkamah Konstitusi mengenai kolom agama pada KK dan KTP akan
mendapatkan hak-hak sipil sama seperti agama-agama yang lainnya. Tidak
ada lagi diskriminasi yang akan mereka dapatkan sebelum-sebelumnya,
semua akan sama di depan hukum tidak ada pengecualian karena mereka
sudah legal hidup bersama dengan warga negera lainnya.
86
5. Bagaimana pendapat anda mengenai respons pemerintah terhadap
keputusan MK?
Tentu saya sangat apresiatif mengenai respons pemerintah terhadap
penghayat kepercaaan, pemerintah mulai dapat melirik para penganut
penghayat kepercayaan.
Wawancara dengan Rohmat
1. Bagaimana tanggapan anda pasca keputusan Mahkamah Konstitusi yang
mengabulkan permohonan mengenai pengisian kolom agama pada KK dan
KTP-el?
Saya sebagai penghayat kepercayaan dan sebagai penghayat
perjalanan sangat senang dan berterima kasih dengan keputusan
Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan pengisian kolom agama pada
KK dan KTP, dan mungkin seluruh penghayat pun ikut senang dan
berterima kasih dengan keputusan tersebut. Atas keputusan MK itu adalah
sebuah kemajuan bagi kita semua bangsa Indonesia dan menyadari bahwa
selain 6 agama di Indonesia ada penghayat kepercayaan kepada Tuhan
Yang Maha Esa. Para penghayat juga memenuhi kewajiban mereka
sebagai warga negara dan mereka pun meminta agar dipenuhi haknya
sama seperti yang lainnya.
87
2. Apa saja permasalahan yang anda dapatkan selama tidak mengisi kolom
agama pada KTP?
Permasalahan yang sering didapatkan adalah kesulitan mencari
pekerjaan, karena setiap pelamar wajib mengisi kolom agama pada
lamaran, sedangkan di KTP para penghayat kolom agama distrip.
3. Setelah adanya putusan Mahkamah Konstitusi, apa harapan anda sebagai
penghayat kepercayaan untuk ke depannya?
Harapan saya sebagai penghayat khususnya penghayat Perjalanan
untuk segara melaksanakan putusan Mahkamah Kosntitusi dan jangan lagi
dihambat-hambat untuk merealisasikannya dan segera untuk
mensosialisasikannya kepada seluruh masyarakat Indonesia dan khususnya
untuk para penghayat kepercayaan. kemudian untuk seluruhnya tidak ada
lagi keraguan untuk melaksanakannya karena ini adalah keputusan
Mahkamah Konstitusi yang tertinggi di Indonesia dan harus dipatuhi untuk
semua kalangan.
Dengan ini memang sudah banyak sekali yang memandang negatif
dengan keadaan para penghayat yang tinggal di Indonesia, banyak yang
menganggap sebagai penjajah dan tentu ditakuti oleh masyarakat
Indonesia. Stigma inilah yang harus pemerintah luruskan kepada seluruh
kalangan masyarakat bahwa para penghayat itu bukanlah apa yang mereka
pikirkan selama ini. Kita lihat berbagai kasus yang ada di Indonesia ini,
tidak banyak dan hampir tidak ada kriminalisasi yang dilakukan oleh para
penghayat kepercayaan. Saya pun yakin tidak ada penghayat kepercayaan
88
yang melakukan pelanggaran hukum. Saya sudah sangat melihat secara
jelas kasus korupsi yang marak sekali terjadi di Indonesia dan membuat
Indonesia sangat terpuruk dengan banyaknya hutang ke berbagai negara.
4. Bagaimana masa depan penghayat kepercayaan pasca adanya keputusan
Mahkamah Konstitusi?
Ada program khusus bagi penghayat kepercayaan, yaitu Puan
Hayati. Puan hayati ini adalah para wanita penurus penghayat
kepercayaan, yang diharapkan untuk memberikan keturunan sehingga
adanya terus menerus kaderisasi dari penghayat kepercayaan. Sehingga
masa depan penghayat kepercaan akan terus terjadinya kaderisasi.
5. Bagaimana pendapat anda mengenai respons pemerintah terhadap putusan
MK?
Saya senang dengan pemerintah yang sudah memberi kami
peluang demi mendapatkan hak-hak sipil kami sebagai warga negara
lainnya.
Wawancara dengan Satti
1. Bagaimana tanggapan anda pasca keputusan Mahkamah Konstitusi yang
mengabulkan permohonan mengenai pengisian kolom agama pada KK dan
KTP-el?
Saya sangat senang dan bersemangat menyambut kekeputusan MK
yang mengabulkan untuk pengisian kolom agama pada KK dan KTP untuk
para penghayat kepercayaan, karena setelah sekian lama akhirnya kami
dapat mencantumkan kolom agama pada KK maupun KTP kami.
89
2. Apa saja permasalahan yang anda dapatkan selama tidak mengisi kolom
agama pada KTP?
Permasalahan yang saya dapatkan ketika mengosongkan kolom
agama pada KK dan KTP adalah pada masalah pekerjaan. Mereka disuruh
dan harus memilih antara satu dari 6 agama yang diakui di Indonesia.
Karena kalau tidak memilih maka proses selanjutnya tidak akan
dilanjutkan oleh suatu perusahaan. Dan tentunya mereka akan kehilangan
pekerjaan akibat kolom agama mereka yang di kosongkan. Ada pun ketika
kami para penghayat tidak mengisi kolom agama di KTP, kami disebut
oleh masyarakat sekitar menyembah setan dan sering disebut dengan
ajaran sesat. Kami pun selalu memberi penjelasan kepada masyarakat agar
mereka mengerti apa yang kami anut selama ini, dan tidak menganggap
dengan stigma-stigma negatif. Karena kami pun sebagai penghayat ingin
hidup tenang dan tentram di negara yang kami tinggali dan mendapat hak-
hak yang sama seperti agama yang lain, yang mendapatkan regulasi,
proteksi, dan fasilitasi dari negara. Dan tidak ada lagi diskriminasi untuk
para penganut penghayat yang merasa dikucilkan selama ini.
3. Setelah adanya keputusan Mahkamah Konstitusi, apa harapan anda
sebagai penghayat kepercayaan untuk ke depannya?
Harapan saya sebagai penghayat kepercayaan, dengan adanya
keputusan ini maka seluruh penghayat kepercayaan yang berada di
Indonesia mendapat kesempatan dan tempat yang sama seperti agama
mayoritas yang lain. Dan semoga tidak ada lagi para penghayat yang malu
90
mengakui jati dirinya sebagai penghayat kepercayaan, yang selama ini
mereka sangat merasa dikucilkan oleh orang-orang sekitar yang
menganggap mereka dengan stigma negatif. Semua harapan yang
diharapkan oleh para penghayat tentu ingin menjadi warga yang sama
seperti warga negara lainnya yang mendapatkan perlindungan dan hak-hak
yang sama
4. Bagaimana masa depan penghayat kepercayaan pasca adanya keputusan
Mahkamah Konstitusi?
Masa depan para penghayat tentunya akan lebih baik dari yang
sebelumnya, karena sudah mendapatkan pengakuan dari negara. Namun
ini juga merupakan suatu tantangan bagi kami, karena meskipun MK
sudah memutuskan dan mengabulkan untuk mengisi kolom agama pada
KK dan KTP para penghayat kepercayaan, masyarakat tidak semua dapat
menerima kehadiran penghayat, dengan itu perlu adanya dialog bersama
dan diadakannya pertemuan untuk saling berdialog bersama dan tidak
saling menjatuhkan satu dengan yang lainnya.
5. Bagaimana pendapat anda mengenai respons pemerintah terhadap
keputusan MK?
Menurut saya pemerintah tergolong lambat dalam mengambil
keputusan ini, mengingat bahwa para penghayat kepercayaan sudah lama
di Indonesia, bahkan jauh sebelum agama-agama lain masuk ke negeri ini.
91
Wawancara dengan Surachman Nasution
1. Bagaimana tanggapan anda pasca keputusan Mahkamah Konstitusi yang
mengabulkan permohonan mengenai pengisian kolom agama pada KK dan
KTP-el?
Saya sebagai penghayat Tri Sabdo Tunggal Indonesia setuju
dengan pemerintah dan menghargai keputusan MK. Dengan keputusan ini
membuat nafas lega bagi para penghayat kepercayaan yang mengalami
diskrimasi selama ini. Semua ini berkat perjuangan para penghayat
kepercayaan demi mendapatkan keadilan bagi kehidupan mereka semua.
2. Apa saja permasalahan yang anda dapatkan selama tidak mengisi kolom
agama pada KTP?
Selama ini ada beberapa warga yang mengatakan bahwa kami
adalah agama sesat dan menimbulkan stigma negatif, tetapi saya tidak
mempersalahkannya. Karena orang itu tidak mengetahui ajaran kami.
3. Setelah adanya keputusan Mahkamah Konstitusi, apa harapan anda
sebagai penghayat kepercayaan untuk ke depannya?
Harapan saya kedapan, pemerintah harus memperhatikan para
penghayat, dan harapannya dapat membuat dialog bersama dengan para
pemuka-pemuka agama, kalau tokoh-tokoh agama itu bertemu kita semua
akan hidup rukun dan aman sejahtera. Karena dengan diadakannya dialog
satu di antara yang lain akan dapat memahami suatu ajarannya masing-
masing dan bisa saling untuk menghargai bukan untuk saling
menjatuhkan. Hidup di negara Indonesia ini beraneka ragam macamnya,
92
salah satunya agama, maka dari itu dari beraneka ragam tersebut
seharusnya membuat kita harus saling menghargai untuk menuju
kehidupan yang lebih baik dan tentunya akan hidup rukun antar sesama
warga negara Indonesia.
4. Bagaimana masa depan penghayat kepercayaan pasca adanya keputusan
Mahkamah Konstitusi?
Masa depan penghayat kepercayaan, ini kan belum sampe apa yang
diinginkan, dan masih menuntut. Saya berpendapat untuk ditiadakan
kolom agama seperti negara sekuler, untuk menghilangkan perselisihan
dari agama tersebut.
5. Bagaimana pendapat anda mengenai respons pemerintah terhadap
keputusan MK?
Saya senang dengan respons pemerintah yang selama ini sudah
mendengarkan suara para penghayat kepercayaan yang sedang
memperjuangkan hak-hak penghayat kepercayaan.
Wawancara dengan Nasrul Haq
1. Bagaimana tanggapan anda pasca keputusan Mahkamah Konstitusi yang
mengabulkan permohonan mengenai pengisian kolom agama pada KK dan
KTP-el?
Saya sebagai penghayat Mekar Budi senang dan mendukung dengan
keputusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan permohonan para
pemohon yang memohon untuk mengisi kolom agama pada KK dan KTP.
93
Tetapi saya menyayangkan masih belum adanya kesetaraan antara
penghayat dengan agama yang sudah diakui tersebut, dari masalah
pemakaman, perkawinan dan hak-hak sipil mereka.
2. Apa saja permasalahan yang anda dapatkan selama tidak mengisi kolom
agama pada KTP?
Permasalahannya masih banyak masyarakat yang belum
mengetahui sebagian dari penghayat kepercayaan. Jadi timbul banyak
pertanyaan bagi mereka yang belum mengetahuinya, sehingga timbul
stigma negatif.
3. Setelah adanya keputusan Mahkamah Konstitusi, apa harapan anda
sebagai penghayat kepercayaan untuk ke depannya?
Harapan saya agar dapat menyetarakan bagi kehidupan para
penghayat dan para pemeluk agama yang sudah diakui oleh negara,
sehingga menimbulkan ketentraman dan kesejahteraan umat manusia di
Indonesia dan tidak adanya lagi diskriminasi-diskriminasi bagi kelompok
minoritas seperti para penghayat ini. Bukan saja para penghayat yang
minoritas tetapi semua masyarakat yang dianggap sebagai masyarakat
minoritas yang mengalami diskriminasi. Dan diharapkan adanya tempat
pemakaman umum bagi para penghayat yang sama layaknya dengan
agama-agama lain yang mendapatkan fasilitasnya serta fasilitas-fasilitas
lain yang dapat memakmurkan kehidupan mereka di Indonesia.
94
4. Bagaimana masa depan penghayat kepercayaan pasca adanya keputusan
Mahkamah Konstitusi?
Masa depan para penghayat tentunya akan lebih sejahtera dan lebih
setara dengan warga yang lainnya, walaupun belum sepenuhnya terpenuhi
kebutuhan mereka dengan yang lainnya. Dengan beriringnya waktu para
penghayat akan hidup lebih aman dan nyaman serta tidak adanya
diskriminasi kembali terhadap mereka, semua akan hidup bersama dengan
beraneka ragam budaya, suku, agama dan lain-lainnya.
5. Bagaimana pendapat anda mengenai respons pemerintah terhadap
keputusan MK?
Dengan ini saya apresiatif dengan respons pemerintah dengan
adanya keputusan Mahkamah Konstitusi, secara tidak langsung kehidupan
para penghayat akan lebih baik lagi untuk ke depannya.
Wawancara dengan Anto
1. Bagaimana tanggapan anda pasca keputusan Mahkamah Konstitusi yang
mengabulkan permohonan mengenai pengisian kolom agama pada KK dan
KTP-el?
Saya sebagai penghayat Perjalanan senang dan mendukung dengan
keputusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan permohonan para
pemohon yang memohon untuk mengisi kolom agama pada KK dan KTP.
Tetapi saya menyayangkan untuk pengimplementasiannya kurang
95
diperhatikan sampai saat ini, sehingga masih banyak timbul pertanyaan
mengenai hal putusan tersebut.
2. Apa saja permasalahan yang anda dapatkan selama tidak mengisi kolom
agama pada KTP?
Permasalahan yang saya alami yaitu sulitnya mendapatkan
pendidikan yang setara dengan penganut agama yang lainnya. Sehingga
saya harus mengikuti pelajaran agama yang tidak saya yakini.
3. Setelah adanya keputusan Mahkamah Konstitusi, apa harapan anda
sebagai penghayat kepercayaan untuk ke depannya?
Harapan saya agar dapat menyetarakan bagi kehidupan para
penghayat dan para pemeluk agama yang sudah diakui oleh negara,
sehingga menimbulkan ketentraman dan kesejahteraan umat manusia di
Indonesia dan tidak adanya lagi diskriminasi-diskriminasi bagi kelompok
minoritas seperti para penghayat ini. Dan khususnya untuk masalah
pendidikan, kami para penghayat kepercayaan mengharapkan
mendapatkan kurikulum mengenai aliran kepercayaan.
4. Bagaimana masa depan penghayat kepercayaan pasca adanya keputusan
Mahkamah Konstitusi?
Masa depan para penghayat tentunya akan lebih sejahtera dan lebih
setara dengan warga yang lainnya, walaupun belum sepenuhnya terpenuhi
kebutuhan mereka dengan yang lainnya. Dengan beriringnya waktu para
penghayat akan hidup lebih aman dan nyaman serta tidak adanya
96
diskriminasi kembali terhadap kami, semua akan hidup bersama dengan
beraneka ragam budaya, suku, agama dan lain-lainnya.
5. Bagaimana pendapat anda mengenai respons pemerintah terhadap
keputusan MK?
Dengan ini saya apresiatif dengan respons pemerintah dengan
adanya keputusan Mahkamah Konstitusi, secara tidak langsung kehidupan
para penghayat akan lebih baik lagi untuk ke depannya.
Wawancara dengan Retno
1. Bagaimana tanggapan anda pasca keputusan Mahkamah Konstitusi yang
mengabulkan permohonan mengenai pengisian kolom agama pada KK dan
KTP-el?
Saya sangat berterima kasih kepada seluruh hakim yang sudah
mengabulkan permohonan kami yang mengenai pengisian kolom agama
dalam KK dan KTP, dan berterima kasih kepada penghayat yang sudah
memperjuangkan ini yang sampai akhirnya dikabulkan seluruh
permohonan kami.
2. Apa saja permasalahan yang anda dapatkan selama tidak mengisi kolom
agama pada KTP?
Permasalahan yang dialami yaitu pada masalah perkawinan, karena
pemerintah tidak mencatatkan akta pernikahan kita di administrasi
kependudukan. Sehingga anak-anak kami sulit mendapatkan akta
kelahiran.
97
3. Setelah adanya keputusan Mahkamah Konstitusi, apa harapan anda
sebagai penghayat kepercayaan untuk ke depannya?
Harapan saya pasca adanya keputusan MK adalah untuk selalu
memperhatikan kami sebagai penghayat kepercayaan dan perkenalkan
kami keseluruh masyarakat Indonesia, karena hampir semua masyarakat
belum mengetahui dengan keberadaan penghayat kepercayaan.
4. Bagaimana masa depan penghayat kepercayaan pasca adanya keputusan
Mahkamah Konstitusi?
Masa depan penghayat kepercayaan akan jauh lebih baik, karena
kami akan mendapatkan hak-hak sipil yang sama seperti agama yang
lainnya. Sehingga dengan adanya keputusan ini akan tidak terjadi kembali
diskriminasi-diskriminasi.
5. Bagaimana pendapat anda mengenai respons pemerintah terhadap
keputusan MK?
Respons pemerintah sangatlah baik, dan ini adalah sebuah
kemajuan bagi kami sebagai penghayat yang akan terus memperjuangkan
hak-hak sipil kami.
Wawancara dengan Mulo Sitorus
1. Bagaimana tanggapan anda pasca keputusan Mahkamah Konstitusi yang
mengabulkan permohonan mengenai pengisian kolom agama pada KK dan
KTP-el?
Saya sangat senang sekali dengan akhir keputusan MK yang
mengabulkan untuk pengisian kolom agama bagi penghayat kepercayaan.
98
2. Apa saja permasalahan yang anda dapatkan selama tidak mengisi kolom
agama pada KTP?
Permasalahan yang sering terjadi yaitu pada masalah kesulitan
mendapat pekerjaan, karena sebagian besar syarat untuk masuk atau
melamar pekerjaan yaitu mengisi kolom agama, sedangkan KTP
penghayat kepercayaan distrip yang mengakibatkan sulit mendapat
pekerjaan.
3. Setelah adanya keputusan Mahkamah Konstitusi, apa harapan anda
sebagai penghayat kepercayaan untuk ke depannya?
Harapan saya yaitu kepada pemerintahan Jokowi untuk segara
merealisasikan seluruh keputusan Mahkamah Konstitusi, karena ini semua
yang kami tunggu-tunggu. Segara putuskan dalam pengisian kolom agama
dalam KTP, baik ditulis hanya kepercayaan saja atau ditulis dengan salah
satu nama aliran kepercayaan.
4. Bagaimana masa depan penghayat kepercayaan pasca adanya keputusan
Mahkamah Konstitusi?
Masa depan penghayat kepercayaan tentu akan lebih baik lagi, dan
pasti akan ada semangat baru bagi penghayat kepercayaan.
5. Bagaimana pendapat anda mengenai respons pemerintah terhadap
keputusan MK?
Selama ini respons pemerintah sudah baik dalam menjalankan
tugasnya, dan sekarang kita sebagai penghayat hanya bisa menunggu hasil
baik dari keputusan Mahkamah Konstitusi.
99
100
LAMPIRAN VI
FOTO KEGIATAN LAPANGAN
101
102