Post on 12-Dec-2015
description
REFERAT
PENGARUH ASAM MEFENAMAT TERHADAP KEJADIAN
PENUTUPAN DINI DUCTUS ARTERIOSUS PADA TRIMESTER
KETIGA KEHAMILAN
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat
Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Obstetri & Ginekologi
Rumah Sakit Umum Daerah Panembahan Senopati Bantul
Disusun oleh :
Herlambang Surya Perkasa
2008 031 0034
Diajukan kepada Yth.:
Dr. dr. H. M. Ani Ashary, Sp. OG (K)
BAGIAN ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL
2013
LEMBAR PENGESAHAN
REFERAT
PENGARUH ASAM MEFENAMAT TERHADAP KEJADIAN
PENUTUPAN DINI DUCTUS ARTERIOSUS PADA KEHAMILAN
TRIMESTER AKHIR
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat
Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Obstetri & GinekologiRumah Sakit Umum Daerah Panembahan Senopati Bantul
Disusun oleh:Herlambang Surya Perkasa
2008 031 0034
Telah dipresentasikan dan disetujui pada:Hari :
Tanggal : Januari 2013
Mengetahui,Dosen Pembimbing & Penguji Klinik
Dr.dr. H. M. Ani Ashary, Sp.OG (K)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penggunaan obat pada wanita hamil memerlukan pertimbangan lebih
khusus karena risiko tidak hanya pada ibu saja, tetapi juga pada janin yang
dikandungnya. Risiko yang paling dikhawatirkan adalah timbulnya kecacatan
pada janin atau bayi yang lahir nantinya, baik berupa cacat fisik maupun cacat
fungsional. Hal yang perlu dipertimbangkan adalah apakah manfaat dari
penggunaan obat lebih besar dari pada risikonya, sehingga ibu dapat melahirkan
bayi yang sehat dengan selamat.
Tidak ada obat yang secara mutlak dianggap aman untuk digunakan pada
masa kehamilan. Efek teratogenik tidak hanya dalam bentuk kecacatan fisik saja
(malformasi), tetapi juga pertumbuhan yang terganggu, karsinogenesis, gangguan
fungsional atau mutagenesis. Kecacatan janin akibat obat diperkirakan sekitar 3%
dari seluruh kelahiran cacat.
Risiko paling tinggi untuk menimbulkan efek teratogenik adalah
penggunaan obat pada trimester pertama, lebih tepatnya minggu ke-3 sampai
dengan ke-8 dimana sebagian besar organ utama dibentuk. Setelah minggu ke-8
jarang terjadi anomali struktur karena organ utama sudah terbentuk pada fase ini.
Pada trimester II dan III, efek teratogenik lebih kepada kecacatan fungsional.
Efek teratogenik salah satunya dapat disebabkan oleh paparan sinar
radiologi yang berbahaya (ex: sinar X), penggunaan obat sedative, obat
kemoterapetik, hormonal/kortikosteroid dan golongan NSAID. Penggunaan obat
prostaglandin antagonisme pada ibu hamil di trimester akhir seperti penggunaan
dari obat anti inflamasi (NSAID) (ex : asam mefenamat dan yang lain), dapat
menyebabkan menutupnya saluran atau duktus arteriosus. Hal ini berkaitan
dengan penghambatan enzim Siklooksigenase (COX) induksi -2 (sebuah isoform
COX-produksi prostaglandin).
Asam mefenamat merupakan obat pereda nyeri yang digolongkan sebagai NSAID
(Non Steroidal Antiinflammatory Drugs). Asam mefenamat biasa digunakan
untuk mengatasi berbagai jenis rasa nyeri, namun lebih sering diresepkan
untuk mengatasi sakit gigi, nyeri otot, nyeri sendi dan sakit ketika atau menjelang
haid. Pada kehamilan, indikasi pemberian asam mefenamat adalah pada
kehamilan preterm, HIS yang belum pada waktunya dan untuk menghilangkan
rasa sakit yang ditimbulkan dari efek kehamilan tersebut.
Duktus arteriosus merupakan pembuluh darah yang menghubungkan
aliran darah pulmonal (arteri pulmonalis) ke aliran darah sistemik (aorta) dalam
masa kehamilan (fetus). Saluran ini biasanya menutup dalam 48 jam setelah bayi
lahir. Hubungan ini (shunt) diperlukan oleh karena sistem respirasi fetus yang
belum bekerja di dalam masa kehamilan tersebut. Aliran darah balik fetus akan
bercampur dengan aliran darah bersih dari ibu (melalui vena umbilikalis)
kemudian masuk ke dalam atrium kanan dan kemudian dipompa oleh ventrikel
kanan kembali ke aliran sistemik melalui duktus arteriosus, dan hanya sebagian
yang diteruskan ke paru.
Mekanisme penutupan duktus arteriosus yang diakibatkan oleh asam
mefenamat belum banyak diteliti, hampir semua penelitian yang ditemui belum
ada yang menyebutkan penjelasan secara pasti mengenai mekanisme tersebut.
Oleh karena itu, referat ini disusun guna mengupas lebih jauh dengan metode
pustaka untuk menjelaskan efek asam mefenamat terhadap penutupan dini ductus
arteriosus pada kehamilan trimester III.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Ductus Arteriosus
1. Definisi
Duktus arteriosus adalah pembuluh darah yang berasal dari arkus aorta ke
VI pada janin yang menghubungkan aliran darah dari arteri pulmonal ke aliran
darah sistemik (aorta desendens) dalam masa kehamilan (fetus). Hubungan ini
(shunt) ini diperlukan oleh karena sistem respirasi fetus yang belum bekerja di
dalam masa kehamilan tersebut. Aliran darah balik fetus akan bercampur dengan
aliran darah bersih dari ibu (melalui vena umbilikalis) kemudian masuk ke dalam
atrium kanan dan kemudian dipompa oleh ventrikel kanan kembali ke aliran
sistemik melalui duktus arteriosus. Normalnya duktus arteriosus berasal dari arteri
pulmonalis utama (atau arteri pulmonalis kiri) dan berakhir pada bagian superior
dari aorta desendens, ± 2-10 mm distal dari percabangan arteri subklavia kiri.
Pada bayi normal duktus tersebut menutup secara fungsional 10 – 15 jam setelah
lahir dan secara anatomis menjadi ligamentum arteriosum pada usia 2 –3 minggu.
Bila tidak menutup disebut Duktus Arteriosus Patent (Patent Ductus Arteriosus :
PDA).
Setelah persalinan terjadi perubahan sirkulasi dan fisiologis yang dimulai
segera setelah eliminasi plasenta dari neonatus. Adanya perubahan tekanan,
sirkulasi dan meningkatnya pO2 akan menyebabkan penutupan spontan duktus
arteriosus dalam waktu 2 minggu. Duktus arteriosus yang persisten (PDA) akan
mengakibatkan pirai (shunt) L-R yang kemudian dapat menyebabkan hipertensi
pulmonal dan sianosis.
Gambar 1. Sirkulasi darah pada janin
Dinding duktus arteriosus terutama terdiri dari lapisan otot polos (tunika
media) yang tersusun spiral. Diantara sel-sel otot polos terdapat serat-serat elastin
yang membentuk lapisan yang berfragmen, berbeda dengan aorta yang memiliki
lapisan elastin yang tebal dan tersusun rapat (unfragmented). Sel-sel otot polos
pada duktus arteriosus sensitif terhadap mediator vasodilator prostaglandin dan
vasokonstriktor (pO2).
Setelah persalinan terjadi perubahan sirkulasi dan fisiologis yang dimulai
segera setelah eliminasi plasenta dari neonatus. Adanya perubahan tekanan,
sirkulasi dan meningkatnya pO2 akan menyebabkan penutupan spontan duktus
arteriosus dalam waktu 2 minggu.
Ductus arteriosus biasanya paten selama hidup janin, yang merupakan
struktur penting dalam perkembangan janin karena memberi kontribusi terhadap
aliran darah ke seluruh organ-organ janin dan struktur. Dari minggu 6 dan
seterusnya kehidupan janin, ductus bertanggung jawab untuk sebagian besar
keluar ventrikel kanan, dan memberikan kontribusi 60% dari cardiac output
jumlah seluruh kehidupan janin. Hanya sekitar 5-10 % dari arus keluar nya
melewati paru-paru.
Patensi ini dipertahankan terus-menerus oleh produksi prostaglandin E2
(PGE2) oleh ductus. Penutupan ductus sebelum kelahiran dapat menyebabkan
gagal jantung kanan. Prostaglandin antagonisme, seperti penggunaan ibu dari obat
anti inflamasi (NSAID), dapat menyebabkan penutupan janin dari duktus
arteriosus.
2. Penutupan Duktus Arteriosus
Pada janin, tekanan oksigen relatif rendah, karena sistem paru tidak
berfungsi. Ditambah dengan tingkat tinggi prostaglandin beredar, ini bertindak
untuk menjaga terbuka ductus. Tingginya tingkat hasil prostaglandin dari jumlah
sedikit sirkulasi paru-paru dan tingkat produksi yang tinggi di dalam plasenta.
Saat lahir, plasenta akan dihapus, menghilangkan sumber utama produksi
prostaglandin, dan paru-paru membesar, mengaktifkan organ yang paling
prostaglandin dimetabolisme. Selain itu, dengan terjadinya respirasi normal,
oksigen ketegangan dalam darah nyata meningkat. Resistensi pembuluh darah
paru menurun dengan kegiatan ini.
Biasanya, penutupan fungsional dari duktus arteriosus terjadi sekitar 15 jam
hidup pada bayi yang sehat lahir di panjang. Hal ini terjadi oleh kontraksi tiba-
tiba dinding otot duktus arteriosus, yang berhubungan dengan peningkatan
tekanan parsial oksigen (PO2) bertepatan dengan napas pertama. Pergeseran
preferensial aliran darah terjadi; darah bergerak menjauh dari ductus dan
langsung dari ventrikel kanan ke paru-paru. Sampai penutupan fungsional
selesai dan PVR lebih rendah dari SVR, beberapa aliran kiri ke kanan terjadi
sisa dari aorta melalui ductus dan ke dalam arteri paru.
Meskipun ductus neonatal tampaknya sangat sensitif terhadap perubahan
tekanan oksigen arteri, alasan sebenarnya untuk penutupan atau patensi
persisten sangat kompleks dan melibatkan manipulasi oleh sistem saraf
otonom, mediator kimia, dan otot-otot duktus.
Keseimbangan faktor yang menyebabkan relaksasi dan kontraksi menentukan
nada vaskular pada duktus. Faktor utama yang menyebabkan relaksasi tingkat
tinggi prostaglandin, hipoksemia, dan produksi oksida nitrat dalam duktus.
Faktor-faktor yang mengakibatkan kontraksi mencakup tingkat prostaglandin
menurun, meningkat PO2, peningkatan endotelin-1, norepinefrin, asetilkolin,
bradikinin, dan penurunan reseptor PGE. Peningkatan prostaglandin
sensitivitas, dalam hubungannya dengan ketidakmatangan paru yang
menyebabkan hipoksia, memberikan kontribusi terhadap peningkatan
frekuensi patent ductus arteriosus (PDA) pada neonatus prematur. Meskipun
penutupan fungsional biasanya terjadi dalam beberapa jam pertama
kehidupan, penutupan anatomi benar, di mana ductus kehilangan kemampuan
untuk membuka kembali, akan dibutuhkan beberapa minggu. Sebuah tahap
kedua penutupan yang berhubungan dengan proliferasi fibrosa intima selesai
dalam 2-3 minggu.
Cassels dkk didefinisikan ketekunan sebenarnya dari ductus arteriosus sebagai
hadiah patent ductus arteriosus (PDA) pada bayi lebih dari 3 bulan [2] Dengan
demikian, patensi setelah 3 bulan dianggap abnormal., Dan pengobatan harus
dipertimbangkan pada saat ini, meskipun urgensi jarang diperlukan. Beberapa
trah anjing, seperti strain tertentu dari pudel, memiliki prevalensi besar patent
ductus arteriosus (PDA).
Penutupan spontan setelah 5 bulan jarang terjadi pada bayi penuh panjang.
Waktu tidak diobati, pasien dengan patent ductus arteriosus besar (PDA)
berada pada risiko mengembangkan Sindrom Eisenmenger, dimana PVR bisa
melebihi SVR, dan shunting kiri ke kanan yang biasa berbalik ke arah kanan-
ke-kiri.
Pada tahap ini, PVR ireversibel, penutupan patent ductus arteriosus (PDA)
merupakan kontraindikasi, dan transplantasi paru mungkin satu-satunya
harapan untuk kelangsungan hidup jangka panjang.
B. Peredaran Darah Janin
Peredaran darah janin tidak dapat dipisahkan dari peredaran darah ibu.
Sewaktu mudigah tumbuh, pada permulaan yang mempunyai peranan penting
dalam memberikan nutrisi ke embrio (pembentukan dan peredaran darah janin)
adalah yolk sac, yang hanya berfungsi sampai usia kehamilan 10 minggu. Seiring
dengan perkembangan mudigah maka organ-organ tubuh fetus pun mulai
terbentuk termasuk di dalamnya plasenta dan pembuluh darah, sehingga
pemberian nutrisi oleh yolk sac pada janin diambil alih oleh plasenta.
Sirkulasi darah janin dalam rahim tidak sama dengan sirkulasi darah pada
bayi dan anak. Dalam rahim, paru-paru tidak berfungsi sebagai alat pernafasan,
pertukaran gas dilakukan oleh plasenta. Darah mengalir dari plasenta ke janin
melalui vena umbilikalis yang terdapat dalam tali pusat. Jumlah darah yang
mengalir melalui tali pusat sekitar 125 ml/kg/Bb per menit atau sekitar 500 ml per
menit.
Melalui vena umbilikalis dan duktus venosus, darah mengalir ke dalam
vena cafa inferior, bercampur darah yang kembali dari bagian bawah tubuh,
masuk atrium kanan di mana aliran darah dari vena cafa inferior lewat melalui
foramen ovale ke atrium kiri, kemudian ke ventrikel kiri melalui arkus aorta,
darah dialirkan ke seluruh tubuh. Darah yang mengandung karbondioksida dari
tubuh bagian atas, memasuki ventrikel kanan melalui vena cafa
superior.Kemudian melalui arteri pulmonalis besar meninggalkan ventrikel kanan
menuju aorta melewati duktus arteriosus. Darah ini kembali ke plasenta melaui
aorta, arteri iliaka interna dan arteri umbilikalis untuk mengadakan pertukaran gas
selanjutnya. Foramen ovale dan duktus arteriosus berfungsi sebagai saluran/jalan
pintas yang memungkinkan sebagian besar dari cardiac output yang sudah
terkombinasi kembali ke placenta tanpa melalui paru-paru.
Gambar 2. Sirkulasi peredaran darah janin
Mula-mula darah yang kaya akan oksigen dan nutrisi yang berasal dari
plasenta masuk ke janin melalui vena umbilikus yang bercabang dua setelah
memasuki dinding perut yaitu :
a. Cabang yang kecil bersatu dengan vena porta, darahnya beredar dalam hati dan
kemudian diangkut melalui vena hepatika ke vena cava inferior.
b. Cabang satunya lagi duktus venosus arantii yang langsung masuk ke dalam
vena cava inferior.
Darah dari vena cava inferior masuk ke atrium kanan dan sebagian besar
darah dari atrium kanan akan dialirkan ke atrium kiri melalui foramen ovale.
Sebagian kecil darah dari atrium kanan masuk ke ventrikel kanan bersama-sama
dengan darah yang berasal dari vena cava superior.
Darah dari ventrikel kanan ini dipompakan ke paru-paru melalui arteri
pulmonalis, karena adanya tahanan dari paru-paru yang belum mengembang maka
darah yang terdapat pada arteri pulmonalis sebagian akan dialirkan ke aorta
melalui duktus arteriosus bothalli dan sebagian kecil akan menuju paru-paru dan
selanjutnya ke atrium sinistra melaui vena pulmonalis.
Sementara itu darah yang terdapat pada atrium kiri kemudian dialirkan ke
ventrikel kiri dan diteruskan ke seluruh tubuh melaui aorta guna memberikan
oksigen dan nutrisi bagi tubuh bawah. Cabang aorta bagian bawah ini menjadi 2
(dua) arteri hipograstika interna yang mempunyai cabang arteri umbilikalis.
Darah yang miskin nutrisi dan banyak karbondioksida serta sisa
metabolisme akan dikembalikan ke plasenta melalui arteri umbilikalis ke plasenta
melalui arteri umbilikalis untuk diteruskan ke ibu.
C. Perkembangan Janin
1. Perkembangan janin pada trimester pertama
Proses pembentukan antara sperma dan telur yang memberikan informasi
kepada tubuh bahwa telah ada calon bayi dalam rahim, kemudian pembuahan
terjadi pada akhir minggu kedua,dan bayi berbentuk embrio Ukuran rata-rata 2-4
mm, pada minggu keenam. Sistem pencernaan dan pernafasan mulai dibentuk,
pucuk-pucuk kecil yang akan berkembang menjadi lengan kaki pun mulai tampak,
pada minggu ketujuh jantung telah dibagi menjadi bilik kanan dan bilik kiri,
begitu pula dengan saluran udara yang terdapat di dalam paru-paru panjangnya
sekitar 5-13 mm dan beratnya 0,8 gram. Pada minggu ke-8 anggota tangan serta
kaki juga terbentuk walaupun belum sempurna Panjang kira-kira 14-20 mm. Pada
minggu ke-9 Panjang kira-kira 14-20 mm, detak jantungnya bisa mendengar
dengan Doppler.kemudian pada minggu ke-10 semua organ penting yang telah
terbentuk mulai bekerjasama panjang 32 -43 mm dan berat 7 gram. Pada akhir
semester pertama Janin mencapai panjang 76 mm dan beratnya 19 gram, bentuk
wajah bayi lengkap, ada dagu dan hidung kecil. Jari-jari tangan dan kaki yang
mungil terpisah penuh. Usus bayi telah berada di dalam rongga perut. plasenta
berkembang untuk menyediakan oksigen, nutrisi dan pembuangan sampah bayi.
2. Perkembangan janin pada trimester kedua
Pada awal trimester kedua panjangnya 80-110 mm dan beratnya 25 gram,
lehernya semakin panjang dan kuat. Kelenjar prostat bayi lakilaki berkembang
dan ovarium turun dari rongga perut menuju panggul. Pada minggu berikutnya
Bayi telah mempunyai tulang yang kuat dan mulai bisa mendengar suara. Akhir
minggu ini, beratnya 49 gram dan panjang 113 mmDalam proses pembentukan ini
system peredaran darah adalah yang pertama terbentuk dan berfungsi. Kemudian
Rambut, kening, bulu mata bayi mulai tumbuh dan garis kulit pada ujung jari
mulai terbentuk. Sidik jari sudah mulai terbentuk, pada minggu ke-19 beratnya
226 gram dengan panjang hampir 16 cm, otak bayi telah mencapai jutaan saraf
motorik karenanya ia mampu membuat gerakan sadar seperti menghisap jempol
pada minggu berikutnya kulit bayi mulai membuat lapisan dermis, epidermis dan
subcutaneous Gerakan bayi semakin pelan karena beratnya sudah 340 gram dan
panjangnya 20 cm. Kuku tumbuh pada minggu ini. Pada akhir semester ini paru-
paru bayi mulai menghasilkan surfaktan yang menjaga kantung udara tetap
mengembang dan tulang bayi semakin mengeras dan bayi menjadi bayi yang
semakin kuat, Berat bayi sudah mencapai 650-670 gram dengan tinggi badan 34-
37 cm (Aurel, 2009).
3. Perkembangan janin pada trimester ketiga
Minggu pertama trimester ketiga Berat bayi sudah mencapai 650-670
gram dengan tinggi badan 34-37 cm, paru-paru, hati dan system kekebalan tubuh
masih harus dimatangkan. Namun jika ia dilahirkan, memiliki peluang 85% untuk
bertahan . Minggu ke-27 Berat umum bayi seusia si kecil 870-890 gram dengan
tinggi badan 36-38 cm. Bayi sudah bisa mengedipkan matanya selain itu retina
matanya telah mulai terbentuk. Minggu ke-29berat badannya 1100-1200 gram,
dengan tinggi badan 37-39 cm. Aktifitas otaknya yang berkaitan dengan
pendengarannya dan pengelihatannya sudah berfungsi. Minggu ke-31
perkembangan fisik bayi sudah mulai melambat pada fase ini. Berat badan bayi
1550-1560 gram dengan tinggi 41-43 cm. Perkembangan fisik mulai sempurna,
bayi sudah mulai melambat pada fase ini, hanya berat badan bayilah yang akan
bertambah. Minggu ke-34 bayi berada di pintu rahim berat badan bayi 2000-2010
gram, dengan tinggi badan sekitar 45-46 cm. Bayi sudah dapat membuka dan
menutup mata apabila mengantuk dan tidur. Minggu ke- 36 Saat ini paru-paru
bayi sudah bekerja baik Berat badan bayi 2400- 2450 gram, dengan tinggi badan
47-48 cm. Pada akhir semester ketiga kepala bayi turun ke ruang pelvic Berat
badan bayi di minggu ini 2700- 2800 gram, dengan tinggi 48-49 cm. Bentuk bayi
semakin membulat dan kulitnya menjadi merah jambu Bayi sudah bisa melihat
adanya cahaya diluar rahim. Bayi pada saat ini sedang belajar untuk mengenal
aktifitas harian, selain itu bayi juga sedang belajar untuk melakukan pernafasan
walaupun pernafasannya masih dilakukan di dalam air (Aurel, 2009).
D. Asam Mefenamat
1. Definisi
Asam Mefenamat adalah termasuk obat pereda nyeri yang digolongkan sebagai NSAID
(Non Steroidal Antiinflammatory Drugs). Asam mefenamat biasa digunakan
untuk mengatasi berbagai jenis rasa nyeri, namun lebih sering diresepkan
untuk mengatasi sakit gigi, nyeri otot, nyeri sendi dan sakit ketika atau menjelang
haid.Seperti juga obat lain, tentunya asam mefenamat dapat menyebabkan efek
samping.Contoh yang sering terjadi adalah merangsang dan merusak lambung.
Sebab itu, asammefenamat sebaiknya tidak diberikan pada pasien yang mengidap
gangguanlambung,dan sebaiknya diberikan pada saat lambung tidak dalam kondisi
kosong atausetelah makan
Nama & Struktur Kimia N-(2,3-Xylyl) antranilic acid. Sifat fisiko kimia
Pemberian serbuk hablur, putih atau hampir putih; melebur pada suhu lebih
kurang 230 derajat C disertai peruraian, larut dalam larutan alkali hidroksida; agak
sukar larut dalam kloroform; sukar larut dalam etanol dan dalam methanol; praktis
tidak larutdalam air. Asam mefenamat memiliki kelarutan yang kecil dalam air
(0,0041 g/100ml) kelarutan asam mefenamat yang kecil didalam air menjadi tahap
penentu kecepatan terhadap bioavailabilitasnya adalah laju disolusi
asammefenamat dalam media aqueous.
Gambar 2. Struktur Kimia dari asam mefenamat
Rumus Molekul : C15H15NO2
Berat Molekul : 241.29
Asam mefenamat digunakan sebagai analgesik. Asam mefenamat sangat
kuat terikat pada protein plasma, sehingga interaksi dengan obat antikoagulan
harus diperhatikan. Efek samping terhadap saluran cerna sering timbul misalnya
dyspepsia dan gejala iritasi lain terhadap mukosa lambung. Adapun nama dagang
obat yang mengandung asam mefenamat adalah mefamat, mefinter, mefix,
megastan, panstonal forteponstan, pondex, ponala.
Karena asam mefenamat termasuk kedalam golongan (NSAID), maka
kerja utama kebanyakan nonsteroidal antiinflammatory drugs (NSAID) adalah
sebagai penghambat sintesis prostaglandin, sedangkan kerja utama obat
antiradang glukokortikoid menghambat pembebasan asam arakidonat.
Asam mefenamat bekerja dengan membloking aktivitas dari suatu enzim
dalam tubuh yang dinamakan siklooksigenase. Siklooksigenase adalah enzim
yang berperan pada beberapa proses produksi substansi kimia dalam tubuh, salah
satunya adalah prostaglandin. Prostaglandin diproduksi dalam merespons
kerusakan/adanya luka atau penyakit lain yang mengakibatkan rasa nyeri,
pembengkakan dan peradangan. Prostaglandin (PG) sebenarnya bukan sebagai
mediator radang, lebih tepat dikatakan sebagai modulator dari reaksi radang.
Sebagai penyebab radang, PG bekerja lemah, berpotensi kuat setelah
berkombinasi dengan mediator atau substansi lain yang dibebaskan secara lokal,
autakoid seperti histamin, serotonin, PG lain dan leukotrien. Prostaglandin paling
sensibel pada reseptor rasa sakit di daerah perifer. Prostaglandin merupakan
vasodilator potensial, dilatasi terjadi pada arteriol, prekapiler, pembuluh sfingter
dan postkapiler venula. Walaupun PG merupakan vasodilator potensial tetapi
bukan sebagai vasodilator universal. Selain PG dari alur sikooksigenase juga
dihasilkan tromboksan. Tromboksan A2 berkemampuan menginduksi agregasi
platelet maupun reaksi pembebasan platelet.
2. Farmakokinetika
Asam mefenamat diabsorbsi dengan cepat dari saluran gastrointestinal
apabila diberikan secara oral. Kadar plasma puncak dapat dicapai 1 sampai 2 jam
setelah pemberian 2x250 mg kapsul asam mefenamat; Cmax dari asam
mefenamat bebas adalah sebesar 3.5µg/mL dan T1/2 dalam plasma sekitar 3
sampai 4 jam. Pemberian dosis tunggal secara oralsebesar 1000 mg memberikan
kadar plasma puncak sebesar 10 µg/mL selama 2 sampai 4 jam dengan T1/2
dalam plasma sekitar 2 jam. Pemberian dosis ganda memberikan kadar plasma
puncak yang proporsional tanpa adanya bukti akumulasi dari obat. Pemberian
berulang asammefenamat (kapsul 250 mg) menghasilkan kadar plasma puncak
sebesar 3.7 sampai 6.7µg/mL dalam 1 sampai 2.5 jam setelah pemberian masing-
masing dosis. Asam mefenamat memiliki dua produk metabolit, yaitu
hidroksimetil dan turunan suatu karboksi, keduanya dapat diidentifikasi dalam
plasma dan urin. Asam mefenamat danmetabolitnya berkonjugasi dengan asam
glukoronat dan sebagian besar diekskresikan lewat urin, tetapi ada juga sebagian
kecil yang melalui feces. Pada pemberian dosis tunggal, 67%dari total dosis
diekskresikan melalui urin sebagai obat yang tidak mengalami perubahan
atausebagai 1 dari 2 metabolitnya. 20-25% dosis diekskresikan melalui feces pada
3 hari pertama.
3. Farmakodinamika
Asam mefenamat dapat digunakan untuk menghilangkan rasa nyeri sedang
dalam berbagai kondisi seperti nyeri otot, nyeri sendi, nyeri ketika atau menjelang
haid, sakit kepaladan sakit gigi. Secara terperinci efek dari asam mefenamat antara
lain:
1.Nyeri perut ketika masa menstruasi (dysmenorrhoea)
2.Pendarahan yang tidak normal pada saat menstruasi
3.Sakit kepala
4.Penyakit yang disertai dengan radang
5.Nyeri otot (myalgia)
6.Osteoarthritis
7.Nyeri dan inflamasi
8.Nyeri pada saat melahirkan
9.Nyeri ketika dioperasi
10.Sakit gigi
Karena asam mefenamat termasuk kedalam golongan (NSAID), maka
kerja utama kebanyakan nonsteroidal anti inflammatory drugs (NSAID) adalah
sebagai penghambat sintesis prostaglandin, sedangkan kerja utama obat anti
radang glukokortikoid menghambat pembebasan asam arakidonat. Asam
mefenamat bekerja dengan membloking aktivitas dari suatu enzim dalam tubuh
yang dinamakan siklooksigenase. Siklooksigenase adalah enzim yang berperan
pada beberapa proses produksi substansi kimia dalam tubuh, salah satunya adalah
prostaglandin. Prostaglandin diproduksi dalam merespons kerusakan/adanya luka
atau penyakit lain yangmengakibatkan rasa nyeri, pembengkakan dan peradangan.
Prostaglandin (PG) sebenarnya bukan sebagai mediator radang, lebih tepat
dikatakan sebagai modulator dari reaksi radang.Sebagai penyebab radang, PG
bekerja lemah, berpotensi kuat setelah berkombinasi denganmediator atau
substansi lain yang dibebaskan secara lokal, autakoid seperti histamin,serotonin,
PG lain dan leukotrien. Prostaglandin paling sensibel pada reseptor rasa sakit
didaerah perifer. Prostaglandin merupakan vasodilator potensial, dilatasi terjadi
pada arteriol, prekapiler, pembuluh sfingter dan postkapiler venula. Walaupun PG
merupakan vasodilator potensial tetapi bukan sebagai vasodilator universal. Selain
PG dari alur sikooksigenase jugadihasilkan tromboksan. Tromboksan A2
berkemampuan menginduksi agregasi platelet maupun reaksi pembebasan
platelet.
4. Efek Samping dan Dosis
Efek samping asam mefenamat yang paling menonjol adalah
kemampuannya merangsang dan gejala iritasi terhadap mukosa lambung. Oleh
karena itu, asam mefenamat sebaiknya tidak diberikan pada pasien yang
mempunyai sakit mag atau gangguan lambung lainnya. Risiko perdarahan
lambung ini akan lebih besar lagi pada peminum alkohol.
Untuk mengurangi risiko gangguan lambung, sebaiknya obat-obat yang
mengandung asam mefenamat dikonsumsi bersama makanan atau susu. Selain
dapat menyebabkan gangguan lambung (kembung, nyeri, keram, dan perdarahan
lambung), Asam mefenamat juga dapat menyebabkan sakit kepala, pusing, diare,
mual dan muntah bagi orang-orang yang peka. Kadang-kadang juga dapat terjadi
gangguan penglihatan dan pendengaran, penglihatan menjadi kabur dan telinga
berdenging. Asam mefenamat juga dapat menyebabkan kantuk. Karena itu, orang
yang sedang mengonsumsi asam mefenamat dilarang mengendarai kendaraan,
menjalankan mesin, dan melakukan aktivitas lain yang memerlukan kesadaran
tinggi. Perdarahan yang cukup parah di lambung dapat terjadi jika mengonsumsi
asam mefenamat dalam jangka waktu cukup lama ditandai dengan kotoran
(faeces) berubah warna menjadi kehitaman, atau terdapat bercak-bercak darah dan
terjadi muntah darah. Over dosis asam mefenamat biasanya ditandai dengan mual,
muntah, perdarahan lambung, pusing, sakit kepala, diare, telinga berdenging,
penglihatan kabur, berkeringat banyak, napas melemah, kejang, dan dapat
mengakibatkan kematian. Selain tidak boleh diberikan kepada penderita gangguan
lambung dan peminum alkohol, asam mefenamat juga tidak boleh diberikan
kepada orang-orang yang alergi terhadap salah satu obat golongan NSAIDS
(misalnya yang mengandung ketoprofen, naproxen,diclofenac, fenoprofen,
flurbiprofen, indomethacin, nabumetone, oxaprozin, piroxicam, danlain-lain),
penderita gangguan jantung, ginjal, atau hati, dan penderita hipertensi (tekanan
darah tinggi).
Wanita hamil juga sebaiknya tidak mengonsumsi asam mefenamat, sebab
walaupun belum dapat dipastikan asam mefenamat dapat membahayakan janin di
dalam kandungan, beberapa obat yang satu golongan dengan asam mefenamat
terbukti dapat mengganggu perkembangan jantung janin di dalam kandungan.
Asam mefenamat juga dapat keluar bersama air susu ibu (ASI). Oleh karena
itu,wanita menyusui sebaiknya tidak mengonsumsi asam mefenamat. Asam
mefenamat sebaiknya juga tidak diberikan pada anak-anak atau pasien usia lanjut,
sebab dapat menyebabkan efek samping yang lebih parah. Karena efek toksiknya
maka di Amerika Serikat obat ini tidak dianjurkan untuk diberikan kepada anak
dibawah 14 tahun dan wanita hamil, dan pemberiannya tidak lebih dari 7 hari.
Dosis asam mefenamat adalah 2-3 kali 250-500 mg sehari. Dosis yang dianjurkan
untuk nyeri akut pada dewasa dan anak diatas 14 tahun adalah 500 mg sebagai
dosis awal yang di ikuti dengan 250 mg tiap 6 jam bila diperlukan, biasanya tidak
lebih dari satu minggu. Untuk mengatasi nyeri haid, dosis yang dianjurkan adalah
500 mg sebagai dosis awal yang diikuti dengan 250 mg tiap 6 jam, penggunaan
tidak boleh lebih dari 2 sampai 3 hari yang dimulai saat menstruasi hari pertama
atau pada saat adanya rasa nyeri.Sediaan yang beredar di pasaran: Ponstan,
mefinal, mefamat, stanza, molasic dan lain sebagainya.
E. Kelainan pada Duktus Arteriosus
a. Patent Ductus Arteriosus
Patent Ductus Arteriosus (PDA) adalah tetap terbukanya duktus arteriosus
setelah lahir, yang menyebabkan dialirkannya darah secara langsung dari aorta
(tekanan lebih tinggi) ke dalam arteri pulmonal (tekanan lebih rendah). Aliran kiri
ke kanan ini meneyebabkan resirkulasi darah beroksigen tinggi yang jumlahnya
semakin banyak dan mengalir ke dalam paru serta menambah beban jantung
sebelah kiri. Usaha tambahan dari ventrikel kiri untuk memenuhi peningkatan
kebutuhan ini menyebabkan pelebaran dan hipertensi atrium kiri yang progresif.
Dampak semuanya ini adalah meningkatnya tekanan vena dan kapiler
pulmoner, menyebabkan terjadinya edema paru. Edema paru ini menimbulkan
penurunan difusi oksigen dan hipoksia, dan terjadi kontriksi arteriol paru yang
progresif. Akan terjadi hipertensi pulmoner dan gagal jantung kanan jika keadaan
ini tidak dikoreksi melalui terapi medis atau bedah. Penutupan PDA terutama
tergantung pada respon konstriktor dari duktus terhadap tekanan oksigen dalam
darah. Faktor lain yang mempengaruhi penutupan duktus adalah pengaruh kerja
prostalglandin, tahanan pulmoner dan sistemik, besarnya duktus, dan keadaan si
bayi (prematur atau cukup bulan). PDA lebih sering terdapat pada bayi prematur
dan kurang dapat ditoleransi karena mekanisme kompensasi jantungnya tidak
berkembang baik dan pirai kiri ke kanan itu cenderung lebih besar.
b. Epidemiologi
Kejadian patent ductus arteriosus (PDA) diperkirakan pada anak-anak
lahir di Amerika adalah antara 0,02% dan 0,006% dari kelahiran hidup. Insiden
ini meningkat pada anak yang lahir prematur (20% pada bayi prematur usia
kehamilan hingga 60% pada mereka <28 minggu> 32 minggu kehamilan), anak-
anak dengan riwayat asfiksia perinatal. Selain itu, 30% bayi berat lahir rendah
(<2500 g) mengalami patent ductus arteriosus (PDA). Saudara kandung juga
memiliki peningkatan insiden.
Asfiksia perinatal biasanya hanya menunda penutupan ductus, dan, dari
waktu ke waktu, ductus biasanya menutup tanpa terapi khusus. Sebagai lesi
terisolasi, patent ductus arteriosus (PDA) merupakan 5-10% dari semua lesi
jantung bawaan. Ini terjadi pada sekitar 0,008% dari kelahiran prematur hidup.
Tidak ada data mendukung predileksi ras. Namun, ada yang dominan perempuan
(wanita-pria rasio 2:1) jika patent ductus arteriosus (PDA) tidak terkait dengan
faktor risiko lainnya. Pada pasien yang paten ductus arteriosus (PDA) dikaitkan
dengan paparan teratogenik tertentu, seperti rubella bawaan, kejadian sama antara
kedua jenis kelamin..
c. Etiologi
Penyebab terjadinya penyakit jantung bawaan belum dapat diketahui
secara pasti, tetapi ada beberapa faktor yang diduga mempunyai pengaruh pada
peningkatan angka kejadian penyakit jantung bawaan :
2) Faktor Prenatal :
-Ibu menderita penyakit infeksi : Rubella.
-Ibu alkoholisme.
-Umur ibu lebih dari 40 tahun.
-Ibu menderita penyakit Diabetes Mellitus (DM) yang memerlukan insulin.
-Ibu meminum obat-obatan penenang atau jamu.
-Bayi yang lahir prematur (kurang dari 37 minggu)
2) Faktor Genetik :
-Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan.
-Ayah / Ibu menderita penyakit jantung bawaan.
-Kelainan kromosom,
-Lahir dengan kelainan bawaan yang lain.
-Prematuritas
-Penyebab lain
d. Patofisiologi
Hemodinamika, segera setelah bayi lahir, tali pusat dipotong dan mulai
bernafas, paru-paru berkembang, tahanan pembuluh darah paru berkurang,
tekanan di aorta lebih besar daripada di arteria pulmonalis, timbul pirau dari kiri
ke kanan (dari aorta ke arteria pulmonalis melalui PDA). Dengan membaiknya
keadaan paru-paru, tahanan pembuluh darahnya makin berkurang, perbedaan
tekanan dengan aorta menjadi lebih besar, pirau dari aorta ke arteria pulmonalis
makin banyak, darah di arteria pulmonalis lebih banyak, timbul sembab paru serta
gejala klinis yang nyata.
Kegagalan kontraksi duktus arteriosus pada neonatus prematur terjadi
karena metabolisme prostaglandin berkurang karena paru-paru belum matang.
Selanjutnya, reaktivitas tinggi untuk prostaglandin dan sensitivitas kalsium
berkurang menjadi oksigen dalam sel otot polos vaskular berkontribusi terhadap
kontraksi duktus. Tidak adanya kontraksi duktus arteriosus saat neonatus
mungkin disebabkan karena metabolisme prostaglandin gagal kemungkinan besar
disebabkan oleh hipoksemia, asfiksia, atau peningkatan aliran darah paru, gagal
ginjal, dan gangguan pernapasan. Siklooksigenase (COX) induksi -2 (sebuah
isoform COX-produksi prostaglandin) dan ekspresi juga dapat mencegah
penutupan duktus. Pengaktifan protein G-coupled reseptor EP4 oleh PGE2,
prostaglandin utama mengatur nada duktal menyebabkan relaksasi otot duktus
halus.
Selama akhir kehamilan, penurunan kadar prostaglandin menyebabkan
penyempitan duktus arteriosus. Dengan demikian, bantal intimal bersentuhan dan
menutup jalan ductus lumen.
e. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis PDA pada bayi prematur sering disamarkan oleh
masalah-masalah lain yang berhubungan dengan prematur (misalnya sindrom
gawat nafas). Tanda-tanda kelebihan beban ventrikel tidak terlihat selama 4 – 6
jam sesudah lahir. Bayi dengan PDA kecil mungkin asimptomatik, bayi dengan
PDA lebih besar dapat menunjukkan tanda-tanda gagal jantung kongestif (CHF),
diantaranya :
Tidak biru
Tidak mau menetek
Takipnea, takikardia, nasalflaring
Berkeringat
Denyut nadi sangat keras, tekanan nadi melebar (“pulsus celer”)
Hati membesar Infeksi saluran pernafasan bagian bawah berulang.
Kadang-kadang terdapat tanda0tanda gagal jantung.
Machinery mur-mur persisten (sistolik, kemudian menetap, paling nyata
terdengar di tepi sternum kiri atas)
Tekanan nadi besar (water hammer pulses) / Nadi menonjol dan meloncat-
loncat.
Takhikardia (denyut apeks lebih dari 170), ujung jari hiperemik.
Resiko endokarditis dan obstruksi pembuluh darah pulmonal.
Infeksi saluran nafas berulang, mudah lelah.
Retraksi dada.
Hipoksemia
Peningkatan kebutuhan ventilator (sehubungan dengan masalah paru)
Jika PDA memiliki lubang yang besar, maka darah dalam jumlah yang
besar akan membanjiri paru-paru. Anak tampak sakit, dengan gejala berupa:
1. tidak mau menyusu
2. berat badannya tidak bertambah
3. berkeringat
4. kesulitan dalam bernafas
5. denyut jantung yang cepat.
Timbulnya gejala tersebut menunjukkan telah terjadinya gagal jantung
kongestif, yang seringkali terjadi pada bayi prematur.
BAB III
PEMBAHASAN
Asam mefenamat adalah termasuk obat pereda nyeri yang digolongkan
sebagai NSAID (Non Steroidal Anti Inflammatory Drugs). Asam mefenamat
seperti pada golongan NSAID lainnya memiliki kerja utama sebagai penghambat
sintesis prostaglandin. Asam mefenamat bekerja dengan membloking aktivitas
dari suatu enzim dalam tubuh yang dinamakan siklooksigenase. Siklooksigenase
adalah enzim yang berperan pada beberapa proses produksi substansi kimia dalam
tubuh, salah satunya adalah prostaglandin. Prostaglandin diproduksi dalam
merespons kerusakan/adanya luka atau penyakit lain yang mengakibatkan rasa
nyeri, pembengkakan dan peradangan.
Prostaglandin merupakan vasodilator potensial, dilatasi terjadi pada
arteriol, prekapiler, pembuluh sfingter dan postkapiler venula. Walaupun PG
merupakan vasodilator potensial tetapi bukan sebagai vasodilator universal. Selain
PG dari alur sikooksigenase juga dihasilkan tromboksan. Tromboksan A2
berkemampuan menginduksi agregasi platelet maupun reaksi pembebasan
platelet.
Penggunaan asam mefenamat pada ibu hamil di trimester ketiga
merupakan hal yang masih diperdebatkan karena penggunaan asam mefenamat
atau golongan NSAID lainnya diperkirakan memiliki dampak yang tidak
diinginkan terjadi terhadap janin di dalam rahim ibu. Diketahui NSAID
merupakan obat yang memiliki kerja utama sebagai agen anti prostaglandin,
sedangkan pada trimester akhir pada ibu hamil, prostaglandin sangatlah
dibutuhkan sebagai vasodilator pada duktus arteriosus yang menyambungkan
antara pembuluh darah aorta dengan arteri pulmonalis agar tetap membuka
(patent). Normalnya pada masa kehamilan duktus arteriosus tetap terbuka agar
sirkulasi darah pada janin tetap berjalan untuk menyuplai aliran darah ke seluruh
tubuh sesuai dengan fisiologi, sedangkan ketika proses kelahiran dan tangisan
pertama terjadi normalnya duktus arteriosus akan menutup yang disebakan karena
meningkatnya tekanan oksigen di paru-paru dan menurunnya tahanan pada
pembuluh-pembuluh darah. Menurut FDA USA bahwa pemberian asam
mefenamat pada kehamilan trimester III mempunyai kategori D, yang berarti
terdapat bukti risiko pada janin, tetapi keuntungan pemakaiannya pada wanita
hamil lebih dipertimbangkan selain risikonya. (misalnya jika obat sangat
dibutuhkan untuk penyelamatan kehidupan pasien atau pada penyakit yang sangat
serius dimana obat lainnya tidak efektif).
Waktu yang tepat untuk pemberian inhibitor prostaglandin, seperti
indometasin, masih diperdebatkan, termasuk perdebatan mengenai pemberian
indometasin sebagai profilaksis. Pada pemberian untuk profilaksis, bayi dapat
terpapar zat/obat-obatan yang tidak bermanfaat jika pada akhirnya duktus dapat
menutup dengan sendirinya. Di sisi lain, penanganan yang terlambat akan
meningkatkan kejadian morbiditas pada bayi serta menurunkan angka
keberhasilan penutupan PDA secara farmakologis.
Pada bayi prematur (kurang dari 37 minggu) duktus dipertahankan tetap
terbuka oleh prostaglandin yang kadarnya masih tinggi, karena memang belum
waktunya bayi lahir. Karena itu duktus arteriosus persisten pada bayi prematur
dianggap sebagai developmental patent ductus arteriosus, bukan struktural patent
ductus arteriosus seperti yang terjadi pada bayi cukup bulan. Pada bayi prematur
dengan penyakit membran hialin (sindrom gawat nafas akibat kekurangan
surfaktan), ductus arteriosus persisten sering bermanifestasi setelah sindrom
gawat nafasnya membaik.
Kegagalan kontraksi duktus arteriosus pada neonatus prematur terjadi
karena metabolisme prostaglandin berkurang karena paru-paru belum matang.
Selanjutnya, reaktivitas tinggi untuk prostaglandin dan sensitivitas kalsium
berkurang menjadi oksigen dalam sel otot polos vaskular berkontribusi terhadap
kontraksi duktus. Tidak adanya kontraksi duktus arteriosus saat neonatus mungkin
disebabkan karena metabolisme prostaglandin gagal kemungkinan besar
disebabkan oleh hipoksemia, asfiksia, atau peningkatan aliran darah paru, gagal
ginjal, dan gangguan pernapasan. Siklooksigenase (COX) induksi -2 (sebuah
isoform COX-produksi prostaglandin) dan ekspresi juga dapat mencegah
penutupan duktus. Pengaktifan protein G-coupled reseptor EP4 oleh PGE2,
prostaglandin utama mengatur nada duktal menyebabkan relaksasi otot duktus
halus.
Selama akhir kehamilan, penurunan kadar prostaglandin menyebabkan
penyempitan duktus arteriosus. Dengan demikian, bantal intimal bersentuhan dan
menutup jalan ductus lumen.
Contohnya penggunaan obat-obat NSAID (Non Steroidal
Antiinflammatory Drugs) akan menyebabkan hipotensi pada janin. Obat yang
diberikan kepada wanita hamil umumnya dapat melalui plasenta. Transfer obat
melalui membran plasenta terjadi secara difusi pasif. Faktor – faktor yang
mempengaruhi proses transfer ini adalah : konsentrasi dalam darah ibu, aliran
darah plasenta, sifat fisikokimia obat (berat molekul rendah, obat yang larut dalam
lemak, non-polar, dan tidak terionisasi akan lebih mudah melewati membran
plasenta), hanya obat yang berada dalam bentuk bebas dari ikatan protein yang
dapat melewati membran plasenta.
BAB IV
KESIMPULAN
Ductus arteriosus merupakan saluran yang menghubungkan antara aorta
dan arteri pulmonalis yang mempunyai peran yang sangat penting dalam
perkembangan janin selama masa intrauterin. Selama masa perkembangan janin,
pemberian obat-obatan harus hati-hati, baik di trimester I, II dan III, hal ini
dikarenakan beberapa obat yang memiliki efek teratogenik, diantaranya obat
sedative dan NSAID.
Asam mefenamat merupakan golongan NSAID yang sering diresepkan
oleh dokter selama masa perkembangan janin atas indikasi tertentu. Pada tulisan
referat ini, didapatkan kesimpulan bahwa pemberian asam mefenamat pada ibu
hamil, khususnya trimester III, ternyata tidak direkomendasikan, karena dapat
menyebabkan penutupan dini ductus arteriosus.
Pemberian asam mefenamat memiliki efek positif terhadap ductus
arteriosus jika pada janin tersebut terdiagnosa patent ductus arteriosus (PDA)
setelah dilahirkan, karena asam mefenamat mempunyai efek antiprostaglandin
sehingga menyebabkan penutupan dini arteriosus.
DAFTAR PUSTAKA
Ito, K., Niida, Y., Sato, J., Owada, E., Ito, K., Umetsu, M. Pharmacokinetics of mefenamic acid in preterm infants with patent ductus arteriosus. Pediatrics International; Vol.36, Issue 4, p.387–391.
Lee, J., Lee, Y., Shin, S. 1993. Treatment Of PDA In Premature Newborns With Mefenamic Acid. Medical Journal, The Yeunginam Univ; Vol. 10; No.2
Lee, SL., Kim, CS., Sin, JB., Byun, S., Hwang, CH., Chung, K., Kim, J., Kwon, T. 2004. Effects Of Mefenamic Acid In Term Infants With Hemodynamically Significant Patent Ductus Arteriosus. Research Paper, 24th International Congress Of Pediatrics Cancun, Mexico August 15 – 20.
Manuaba, Ida Bagus. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana. Bab III, Hal. 117-119. Jakarta : EGC
Merchant, R. & Sakhalkar. 1994. Patent ductus arteriosus in the newborn. Arch Dis Child Fetal Neonatal; 70; F71.
Morris, JL., Rosen, DA., Rosen, KR. 2003. Nonsteroidal Anti-Inflammatory Agents in Neonates. Review Article, Pediatric Drugs:Volume 5 - Issue 6 - pp 385-405
Narayanan, M. & Clyman, R.I. 2003. Pharmacology Review :pharmacologic Closure of Patent Ductus Arteriosus in the neonate. Neoreviews; American Academy of Pediatrics;4;e215
Overmeire, B., Follens, I., Hartmann, S. 1997. Treatment of Patent ductus arteriosus with ibuprofen. Arch Dis Child Fetal Neonatal; F179-F184.
Park, HJ., Jung, YS., Kim, NS., Kim, CR., Kim, H., Moon, SJ. 2001. A Comparative Study of the Effects of Intravenous Indomethacin and Oral mefenamic Acid in the Treatment of Premature Infants with Patent Ductus Arteriosus. J Korean Pediatr Soc;44(1):32-39
Rahayuningsih, S., Sumarna, N., Firman, A., Sinaga, Y. 2004. Terapi Nonsteroid Anti Inflammatory Drug (NSAID) Pada Bayi Prematur dengan Duktus Arteriosus Persisten. Sari Pediatri; Vol. 6, No. 2, September 2004: 71-74
Wiknjosastro, Hanifa. 1999. Ilmu Kebidanan. Jakarta : YBP-SB