Post on 28-Oct-2015
ALCOHOL: BLOOD & BODY FLUID ANALYSIS
PENDAHULUAN
Alkohol banyak terdapat dalam berbagai minuman dan sering menimbulkan
keracunan. Etil alkohol (EA), bahan psikoaktif di minuman beralkohol, tersedia secara
universal. Alkohol adalah sebuah obat yang legal, walaupun kebanyakan orang
meminum secara berlebihan, sehingga banyaknya peningkatan untuk menjadi peminum
berat dan kadang-kadang menjadi ketergantungan alkohol; sebagian kecil dari mereka
yang kecanduan terhadap alkohol dapat didiagnosa klinis sebagai alkoholik.1,2,3
Gambar 1. Efek Buruk Alkohol terhadap Tubuh4
1
Alkohol terdapat pada berbagai jenis minuman, misalnya3:
1. Alkohol absolut: 99,9%
2. Rectified spirit (alkohol yang dimurnikan): 90%
3. Methylated spirit (alkohol denaturasi): 95%
4. Rum dan minuman keras lainnya: 50-60%
5. Whisky, Gin, dan Brandy: 40-45%
6. Port, Sherry: 20%
7. Anggur (Wines): 10-15%
8. Bir: 4-8%
9. Berbagai jenis minuman keras daerah: 5-10%
Konsumsi alkohol yang sembarangan umumnya terkait dengan kekerasan dan
penyakit. Alkohol bersifat racun bagi otak. Di berbagai negara-negara alkohol memiliki
kaitan yang merugikan dengan masalah kesehatan publik terutama pada kerugian
masyarakat yang langsung memiliki hubungan dengan penyakit yang berkaitan dengan
alkohol dan juga secara tidak langsung berhubungan dengan kecelakaan. Obat yang
paling sering terdeteksi oleh baik laboratorium klinis dan toksikologi forensik, EA adalah
penyebab utama atau kontributor kematian terkait obat, dan merupakan katalis utama
dalam trauma nonfatal. Withdrawal etanol adalah masalah serius dan berpotensi
mengancam nyawa. Untuk alasan itu, EA telah dianggap sebagai bahan yang unik, baik
secara historis dan dalam praktek.2,3,5
EA adalah obat yang paling sering dianalisis oleh toksikologis dalam konsultasi
dengan pemeriksa medis, koroner, seorang dokter di gawat darurat, direksi pusat
pengendalian racun, dan polisi. Spesimen yang optimal diperlukan untuk analisis yang
akurat oleh teknisi laboratorium sebagai praktisi toksikologi analitis, dan mengevaluasi
hasil analisis oleh para ahli sebagai penafsiran toksikologis.2
ALKOHOL
Dalam kimia, alkohol (atau alkanol) adalah istilah yang umum untuk senyawa
organik apa pun yang memiliki gugus hidroksil (-O H ) yang terikat pada atom karbon,
yang ia sendiri terikat pada atom hidrogen dan atau atom karbon lain. Atau setiap kelas
dari senyawa organik yang mengandung gugus fungsional hidroksil (-OH) kecuali
senyawa yang gugus OH-nya terikat pada suatu cincin aromatik, yang disebut fenol.
2
Contoh senyawa alkohol yang biasa ditemukan di bagian kedokteran forensik dan
toksikologi adalah metanol, etanol, n-propanol, dan ethylene glicol. Jenis alkohol yang
akan dibahas yaitu etanol yang memiliki subtansi psikoaktif dan sering ditemukan dalam
minuman beralkohol (bir, anggur, dan minuman keras yang disuling).6
Meskipun alkohol apapun dapat bersifat toksik jika tertelan dalam jumlah yang
cukup besar, istilah alkohol toksik secara tradisional merujuk kepada isopropanol,
metanol, dan etilena glikol. Pengenalan dan pengobatan yang cepat terhadap pasien yang
mengalami intoksikasi zat ini dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas yang terkait
dengan alkohol.7
ETANOL
Kata alkohol sering dipakai untuk menyebut etanol, yang juga disebut grain
alcohol; dan kadang untuk minuman yang mengandung alkohol. Hal ini disebabkan
karena memang etanol yang digunakan sebagai bahan dasar pada minuman tersebut,
bukan metanol, atau grup alkohol lainnya. Begitu juga dengan alkohol yang digunakan
dalam dunia farmasi. Alkohol yang dimaksudkan adalah etanol. Sebenarnya alkohol
dalam ilmu kimia memiliki pengertian yang lebih luas lagi. Kelas penting adalah alkohol
asiklik sederhana, rumus umum untuk CnH2n+1OH. Dari mana, etil alkohol (etanol;
CH3CH2OH/ C2H5OH) adalah hidrokarbon berat molekul rendah, yang berasal dari
fermentasi gula dan sereal. Alkohol murni berupa cairan yang bening, mudah menguap,
dan mempunyai aroma yang khas. Zat ini secara luas tersedia baik sebagai minuman dan
sebagai bahan dalam ekstrak makanan, obat batuk dan flu, dan obat kumur.3,5,7
Etanol digunakan sebagai terapi dalam pengelolaan keracunan oleh ethylene
glycol, methanol, dan alkohol toksik lainnya, seperti dietilena glikol, glikol trietilen,
propilen glikol, dan butil eter etilena glikol. Etanol adalah cairan yang mudah menguap,
mobile, higroskopis, tidak berwarna, mudah terbakar. Cairan ini memiliki bau yang
menyenangkan dan rasa terbakar. Etanol intravena (IV) tersedia sebagai larutan premiks
5% atau larutan% 10 dan sebagai solusi 95% untuk pengenceran. Larutan ini biasanya
dilarutkan dalam dextrose 5% dalam air.7
Metabolisme
3
Etanol dengan cepat diserap di mukosa lambung (20%) dan usus halus (80%).
Konsentrasi alkohol dalam darah sudah bisa ditemukan dalam waktu 5-10 menit setelah
meminum alkohol, mencapai konsentrasi puncak 20-60 menit setelah konsumsi.
Dibutuhkan waktu yang lama agar kadar puncak alkohol dalam darah ini bisa
menyebabkan habituasi (ketergantungan) dan keadaan lainnya seperti gastritis dan
hiperemia. Proses absorbsi semakin cepat jika terdapat air dalam saluran usus atau
lambung dalam keadaan kosong. Wine (anggur) merupakan jenis minuman yang paling
cepat penyerapannya.3,5
Etanol, metanol, dan etilena glikol semua dimetabolisme oleh enzim alkohol
dehydrogenase (ADH), sebuah famili isoenzim yang mengkonversi alkohol ke aldehida
yang sesuai dengan menggunakan bentuk teroksidasi dari dinukleotida adenin
nikotinamid sebagai suatu kofaktor. Produk metanol dan metabolisme etilen glikol
bertanggung jawab atas toksisitasnya. Afinitas dari ADH untuk ethanol adalah sekitar
100 kali lipat lebih besar daripada afinitas untuk metanol atau etilen glikol, sehingga
menghalangi konversi metanol atau etilen glikol ke aldehida dan asam dan
memungkinkan penghapusan dari senyawa induk dengan klirens endogen atau
menggunakan metode eliminasi ekstrakorporeal.7
Penanganan Alkohol oleh Hati
Alkohol adalah suatu contoh obat yang terutama dimetabolisasi di hati (90%).
Sisa yang 10% dieksresikan melalui kulit, paru-paru, kelenjar liur dan ginjal. Alkohol
bisa menjadi sumber energi yang baik di mana setiap 1 gram dapat menghasilkan 7
kalori.5,8
Setelah diserap, etanol akan diubah menjadi asetaldehida. Konversi ini melibatkan
3 enzim tersenidiri yaitu sitokrom P450 isoenzyme mikrosoma CYP2E1, enzim berbasis-
sitosol alkohol dehidrogenase (ADH), dan sistem katalase peroksisom. Asetaldehida
kemudian diubah menjadi asetat, yang dikonversi menjadi asetil Co A, dan akhirnya
karbon dioksida dan air.3
Metabolisme alkohol di hati mengikuti dua jaras. Jaras pertama menggunakan
enzim, alkohol dehidrogenase, dan menghasilkan produk akhir asetaldehida.
4
Asetaldehida kemudian diubah menjadi asetat dan ion-ion hidrogen. Reaksi-reaksi ini
berlangsung di sitoplasma dan mitokondria hepatosit.8
Jaras metabolisme kedua, yang disebut jaras sistem pengoksidasi etanol mikrosom
(microsomal ethanol oxidizing system, MEOS) berdasarkan nama enzim-enzim spesifik
yang berperan, berlangsung di retikulum endoplasma dan terutama digunakan oleh
individu yang telah lama mengkonsumsi alkohol secara berlebihan. Jaras ini
menghasilkan pembentukan asetaldehida dan radikal bebas. Radikal bebas, dan
asetaldehida yang dihasilkan oleh kedua jaras di atas, sangat merusak sel-sel hati.8
Jaras MEOS juga bersifat merusak karena salah satu enzim yang diperlukan untuk
menjalankan jaras ini, sitokrom P-450, juga penting untuk transformasi toksin dan obat
lain serta kelebihan vitamin larut lemak oleh hati. Apabila lebih banyak digunakan untuk
mendetoksifikasi alkohol, maka enzim ini tidak dapat menjalankan peran lainnya.
Dengan demikian, pecandu alkohol rentan terhadap kerusakan yang ditimbulkan oleh
berbagai macam toksin dan obat, serta efek toksik sebagian vitamin. Koenzim lain pada
metabolisme alkohol adalah nikotinamid adenin dinukleotida (NAD). NAD juga
diperlukan oleh banyak proses metabolisme, termasuk siklus Krebs untuk memetabolisasi
zat-zat gizi, pembentukan ATP, dan memungkinkan hati melaksanakan glukoneogenesis.
Tanpa NAD, dapat terjadi hipoglikemia dan penimbunan asam laktat. Hipoglikemia
adalah masalah yang cukup signifikan pada pecandu alkohol yang biasanya kekurangan
gizi. Penimbunan asam laktat dapat menyebabkan gout karena peningkatan asam laktat
akan mengurangi ekskresi asam urat oleh ginjal.8
Polimorfisme genetik yang mengkode untuk dehidrogenase alkohol, jumlah
alkohol yang dikonsumsi, dan frekuensi di mana etanol dikonsumsi semua
mempengaruhi kecepatan metabolisme. pecandu alkohol kronis dan orang dengan
penyakit hati yang berat telah meningkatkan tingkat metabolisme. Namun, sebagai aturan
umum, etanol dimetabolisme pada tingkat 20-25 mg/dL pada nonalkoholik tetapi pada
tingkat yang bertambah pada pecandu alkohol kronis.3
Perhatian dan Kontraindikasi
Etanol harus digunakan hati-hati pada anak-anak dan pengguna pemula dewasa
karena mereka mungkin mengalami koma pada konsentrasi etanol darah 200 mg/dL.
5
Pengaruh etanol adalah aditif atau sinergis dengan berbagai depresan sistem saraf pusat
lainnya (SSP).7
Kombinasi etanol dengan obat lain yang dimetabolisme oleh ADH (misalnya,
ethylene glycol, metanol, isopropanol) dapat mengakibatkan konsentrasi darah yang lebih
tinggi, meningkatkan efek, dan memperpanjang waktu paruh obat-obat lain tersebut.7
Hipoglikemia lebih mudah berkembang pada pasien dengan persediaan glikogen
hati yang kecil atau terganggu, seperti anak-anak dan pengguna etanol kronis. Efek
hipoglikemik etanol tidak tergantung dosis.7
Etanol harus digunakan hati-hati pada pasien dengan disfungsi kardiovaskular
yang diketahui dan pada populasi etnis tertentu. Pada dosis 1 mg/kg, ethanol
menghasilkan disfungsi mitokondral, dengan resultan penurunan pengiriman oksigen
perifer dan metabolisme, dan mungkin mengakibatkan hipoksia atau syok.7
Sekuele kardiovaskular dapat berkembang sebagai akibat efek simpatomimetik
yang melibatkan pelepasan katekolamin (tanggapan inotropik dan kronotropik positif,
vasokonstriksi, dan hipertensi), yang mungkin menjadi sekunder untuk reaksi
asetaldehida dengan kelompok jaringan sulfhidril.7
Penggunaan bersama etanol dengan disulfiram atau obat lainnya yang
menghambat dehidrogenase aldehid (misalnya, griseofulvin, trichloroethylene,
formamide) dapat menghasilkan sindrom asetaldehida (mual, muka kemerahan, dan
ketidakstabilan otonom). Asetaldehida juga bekerja pada hati untuk menekan fungsi
mitokondria, menurunkan oksidasi asam lemak, meningkatkan glikogenolisis, dan
menurunkan glukoneogenesis. Efek ini dapat dihasilkan dengan konsentrasi etanol yang
digunakan untuk terapi. Inhibitor lain asetaldehida dehidrogenase termasuk
metronidazole; obat antidiabetik sulfonilurea; fungisida, thiram; jamur supa teropong,
Coprinus atramentarius; dan lain-lain. Orang Asia sering memiliki varian dehidrogenase
aldehid aktif yang menyebabkan mereka memiliki kadar asetaldehida tinggi ketika
terpapar etanol, dengan perkembangan selanjutnya dari intoleransi etanol.7
Sebagai aturan umum, janin lebih berisiko dari kekacauan metabolisme dari
alkohol toksik dari efek etanol itu sendiri. Namun, etanol masuk dengan mudah ke ASI,
dan tingkat janin dapat melebihi tingkat ibu. Menyusui harus dihindari selama
6
pengobatan etanol. Terapi etanol merupakan kontraindikasi pada kasus jarang
hipersensitivitas yang diketahui (anafilaksis) terhadap etanol.7
KERACUNAN ALKOHOL
Keracunan Alkohol Akut
Terdiri dari 3 tahap3:
1. Tahap merasa dalam keadaan senang.
Pasien sadar dan merasa senang karena penekanan pada pusat-pusat hambatan di
otak. Keadaan ini disebut fenomena pelepasan (release phenomenon). Tahap ini bisa
berlangsung lama dan dapat terlihat pada semua kasus. Tanda-tandanya:
(i) Muka merah
(ii) Pasien sangat banyak berbicara
(iii) Pasien kehilangan pengendalian diri
(iv) Gangguan pada pengendalian gerakan-gerakan halus, misalnya meminum
air, memasukkan benang ke dalam jarum. Ada kalanya pasien menjadi:
(v) Berperilaku kasar
(vi) Bersifat sentimental
(vii) Inkoordinasi
(viii) Pupil sedikit mengalami dilatasi dan bereaksi terhadap cahaya
(ix) Pernafasan berbau alkohol.
Perlahan-lahan pasien akan memasuki tahap kebingungan,
2. Tahap kebingungan
Keadaan ini adalah akibat penekanan pada pusat-pusat lainnya pada otak sehingga
berkaitan dengan:
(a) Inkoordinasi-ataksia atau gerakan yang lambat.
(b) Pasien tidak dapat berjalan lurus.
(c) Percakapan tidak jelas, inkoheren dan sengau.
(d) Penglihatan kabur.
Kemudian pasien akan memasuki fase setengah sadar dan akhirnya menjadi tidak
sadarkan diri. Pada tahap ini pasien masih bisa dihubungkan dengan suara yang kuat
atau cubitan.
7
3. Tahap koma. Sebelum memasuki tahap ini pasien masih dapat sembuh dan kembali
pada tahap pertama. Tetapi perlahan-lahan pasien akan memasuki tahap koma.
(a) Pernafasan lambat dan mendengkur
(b) Denyut nadi cepat dan halus
(c) Pasien tidak dapat dibangunkan walaupun dengan guncangan yang keras.
(d) Suhu tubuh di bawah normal
(e) Pupil sedikit mengalami konstriksi
(f) Kematian terjadi karena:
(i) Penekanan pada pusat otak yang lebih tinggi
(ii) Anoksia otak akut
(iii) Pneumonia atau edema paru-paru
(g) Sebelum kematian mungkin mengalami kejang-kejang.
Dosis fatal:
Dosis bukan hanya tergantung dari jumlah yang diminum tetapi juga tergantung pada
kebiasaan seseorang dan jenis minumannya. Misalnya alkohol absolut sebanyak 5 oz
bisa berakibat fatal. Untuk anak-anak berusia di bawah 12 tahun, alkohol absolut
sebanyak 2 oz juga sudah berakibat fatal.3
Bagi orang dewasa, dosis sebanyak 150-200 mL alkohol absolut dianggap sudah
bisa berakibat fatal.3
Periode fatal:
Jika alkohol diminum dalam jumlah yang banyak oleh seseorang yang tidak mempunyai
kebiasaan minum alkohol, bisa menyebabkan kematian dalam beberapa menit.3
Periode fatal biasanya antara 12-24 jam, pada beberapa kasus bisa agak panjang
yaitu antara 5-6 hari.3
Penatalaksanaan
Jika pengobatan diberikan pada saat yang tepat sebelum pasien masuk dalam tahap koma,
yaitu ketika refleks tubuh sudah tidak ada dan mata mengalami konstriksi dan tidak
bereaksi terhadap cahaya, maka kemungkinan besar dapat sembuh.3
(a) Untuk mengeluarkan racun bisa diupayakan agar pasien muntah secara
mekanis yaitu dengan menekan orofaring. Zat kimia perangsang muntah
hanya digunakan jika keadaan umum pasien cukup baik.
8
(b) Bilas lambung harus dilakukan walaupun pasien dalam keadaan tidak dapat
dikendalikan. Bahan yang diperoleh dari bilasan lambung yang pertama
diambil untuk pemeriksaan kimia, kemudian bilas lambung dilanjutkan
sampai hasil bilasan lambung tidak mengandung bau alkohol.
(c) Berikan minuman hangat seperti teh atau kopi.
(d) Pernafasan buatan serta oksigen diberikan jika ditemuan adanya tanda-tanda
penekanan pernafasan.
(e) Obat stimulansia seperti coramine, nitkethamide diberikan dalam bentuk
suntikan.
(f) Upayakan agar suhu tubuh pasien selalu hangat.
(g) Untuk mengatasi asidosis, diberikan soda bikarbonat melalui oral.
(h) Jika pasien gelisah diberikan Mephenesin dengan dosis 1-3 gr.
(i) Jika perlu diberikan 1000 cc glukosa 10% serta garam fisiologis secara
intravena, ke dalam larutan tersebut ditambahkan insulin 15 unit, Vitamin B1
200 mg, Niasinamida 200 mg, dan vitamin C 1000 mg.
(j) Antibiotik diberikan sebagai tindakan profilaksis terhadap infeksi paru-paru.
Pasien diawasi dan diperhatikan adanya tanda-tanda penyembuhan, yaitu:3
1. Pasien kembali memasuki tahap kebingungan.
2. Ukuran pupil kembali normal.
3. Mulai timbul gejala mual dan muntah.
Gambaran Post-Mortem3
Pemeriksaan luar:
1. Kaku mayat dan pembusukan lebih lambat terjadi. Mayat penderita bisa
bertahan lebih lama.
2. Kongesti pada konjungtiva sangat jelas.
Pemeriksaan dalam:
1. Bau alkohol bisa tercium dari isi lambung dan organ tubuh lainnya.
2. Dinding lambung hiperemis, berwarna merah dan isi lambung berwarna coklat.
3. Organ tubuh lainnya mengalami kongesti.
9
4. Edema otak sangat jelas terlihat dari jarak antara girus otak yang semakin
sempit.
Bagian tubuh yang diperlukan untuk pemeriksaan kimia:
1. Darah
2. Paru-paru
3. Otak
Pada bahan yang diambil tidak boleh ditambahkan zat pengawet dan pemeriksaan
dilakukan sesegera mungkin.
Keracunan Alkohol Kronis
Keadaan ini terjadi karena meminum alkohol dalam jangka waktu yang lama. Korban
biasanya adalah penderita psikosis atau neurosis, sehingga alkohol digunakan sebagai
pelarian dari kenyataan hidup.3
Gejala yang dialami:3
(a) Nafsu makan menurun, mual, muntah dan diare
(b) Tremor pada tangan dan lidah
(c) Gangguan daya ingat dan kemampuan menilai
(d) Jika telah berlangsung lama bisa menyebabkan hipoproteinemia yang
mengakibatkan edema anasarka.
(e) Selain mengalami stress psikologis, pasien juga mengalami neuritis perifer dan
demensia yang akan semakin nyata pada tahap akhir.
(f) Pasien kemudian secara tiba-tiba mengalami koma dan pingsan.
Penatalaksanaan3
(a) Keadaan ini biasanya merupakan masalah psikiatri karena berbagai masalah
yang melatarbelakangi kebiasaan minum alkohol tersebut.
(b) Kebiasaan minum alkohol harus dikurangi dengan memberikan Tablet
Antabuse (Tetra erthylthiuram disulphide) dengan dosis 0,25 sampai 0,75
gram per hari. Tablet Antabuse hanya diberikan dengan persetujuan pasien
karena keadaan pasien akan sangat memburuk jika setelah mendapat Antabuse
pasien kembali minum alkohol. Untuk tujuan yang sama, bisa juga diberikan
tablet Temposil (Citrated calcium carbimide) dengan dosis 50 mg per hari.
10
(c) Makanan dengan gizi yang seimbang.
(d) Pemberian multivitamin untuk mengatasi adanya defisiensi. Pemberian
vitamin ini harus tetap diberikan untuk jangka waktu yang cukup lama.
Gambaran Post-Mortem3
(a) Mukosa lambung tampak menunjukkan hiperemia dan hipertrofi.
(b) Hati dan ginjal mengalami kongesti. Pada hati terdapat infiltrasi lemak dan
perubahan sirosis.
(c) Jantung membesar dan menunjukkan adanya infiltrasi lemak.
Mabuk Alkohol
Keadaan mabuk adalah jika seseorang meminum alkohol dalam jumlah yang sangat
banyak sehingga orang tersebut tidak dapat menguasai dirinya baik secara fisik dan
mental, dengan demikian dia tidak mampu untuk bertindak dengan baik dan aman pada
dirinya sendiri dan orang lain di sekitarnya.3
Kepentingan dari Segi Mediko-Legal3
1. Alkoholisme adalah keadaan di mana setelah meminum alkohol secara
berlebihan seseorang tidak dapat menjaga kesehatannya, tidak mampu
melakukan kegiatan bermasyarakat, atau keduanya. Secara farmakologi
dampak yang terjadi akibat toleransi dan ketergantungan tubuh.
Dampak yang terjadi dari segi mediko-legal adalah:
Kecelakaan lalu lintas
Kecelakaan industri
Gangguan hubungan antar pribadi (masalah perkawinan)
Cedera
Pembunuhan
2. Alkohol bisa diperiksa melalui darah dan urine. Hal ini sangat berguna untuk
menerangkan mengenai kasus kematian mendadak, kecelakaan lalu lintas, dll.
Pada beberapa kecelakaan industri, sering seorang tersangka menyatakan
bahwa dirinya dalam keadaan mabuk sebagai upaya pembelaan.
11
Kadar alkohol dalam darah sangat bervariasi bergantung kepada oksidasi jaringan.
Kadar alkohol dalam urine lebih stabil tetapi hasil pemeriksaan melalui urine ini menjadi
kurang bermakna karena senyawa lainnya seperti aseton, eter, paraldehida juga bisa
menunjukkan hasil pemeriksaan seperti alkohol.
Kadar alkohol dalam darah dan dampaknya adalah sebagai berikut:
Kadar Alkohol dalam Darah
1. 0,1% Orang akan merasa gembira
2. 0,15% Batas keamanan untuk mengemudikan kendaraan bermotor di jalan raya.
3. 0,2% Tingkat intoksikasi menengah
4. 0,2-0,4% Kesadaran menurun mengakibatkan delirium dan stupor
5. 0,5% Koma
6. 0,6% Asfiksia darah
Reaksi alkohol pada setiap orang berbeda-beda dan reaksi alkohol pada orang
yang sama juga berbeda-beda pada setiap waktu bergantung pada faktor lingkungan dan
sifat dasar orang tersebut.
Alkohol merupakan penyebab ketergantungan dan keracunan yang paling sering.
Seorang dokter akan sering menghadapi masalah seperti ini. Dengan demikian harus ada
suatu bentuk pendekatan yang sistematis untuk memeriksa pasien.
ANALISIS DARAH DAN CAIRAN TUBUH
Dalam konteks ini tugas ahli patologi forensik atau ahli forensik lainnya, seperti
toksikologi interpretif, adalah untuk memutuskan apakah EA mempengaruhi fungsi
psikologis, perilaku, dan fisiologis antemortem subyek (Tabel 1). Dalam penyelidikan
kematian medikolegal resmi masalah tambahan timbul mengenai peran EA dalam
kematian individu (Tabel 2).2
Tabel 1 Peran primer ahli medikolegal dalam menilai dampak etil alkohol pada orang
yang hidup2
Penentuan dampak pada fungsi fisiologis
Evaluasi pengaruh pada perilaku dalam kegiatan multitask
Pengoperasian kendaraan bermotor (DUI atau DWI)
12
Keterampilan pada kontrol mesin
Kegiatan terkait tempat kerja
Penilaian dari pengaruh dalam perilaku sosial
DUI, driving under influence, DWI, driving while intoxicated.
Tabel 2 Pertanyaan oleh ahli dalam memutuskan peran etil alkohol (EA) dalam
penyelidikan kematian medikolegal2
Apakah EA penyebab semata-mata dalam kematian?
Apakah EA bertindak sebagai sinergis untuk racun lain, menyebabkan kematian bila
tidak ada toksin sendiri yang bertanggung jawab atas kematian itu?
Bagaimana BAC, diukur postmortem, mempengaruhi perilaku segera
sebelum kematian?
Apakah makna BAC pada saat cedera dalam kasus kematian yang tertunda?
BAC, blood alcohol consentration. Biasanya dilaporkan dalam gram persen (g%).
Batasan legal untuk mengemudi di sebagian besar negara bagian adalah 0,080 g%.9
Penilaian efek EA selalu mengandalkan spesimen yang dikumpulkan, disimpan,
diangkut, dianalisis, dan dilaporkan dengan benar dari subjek. Agar dapat memperoleh
kesimpulan yg baik secara ilmiah mengenai efek dan modus kerja EA, maka para ahli
medikolegal harus mengetahui disposisi serta apa yang terjadi pada EA dalam tubuh
setelah dikonsumsi. Proses yang korelatif dan intelektual ini pada gilirannya bersandar
pada pemahaman yang menyeluruh tentang interaksi antara hasil kuantitatif darah atau
matriks cairan lainnya. Secara signifikan ditambah dengan hasil analisis yang ekstensif
adalah pemahaman yang baik tentang toleransi individu terhadap EA. Ketika faktor-
faktor yang saling berhubungan ini dikendalikan, para ahli telah memenuhi syarat secara
hukum untuk menawarkan pendapat berdasarkan bukti dalam pengaturan medikolegal
(Tabel 3).2
Tabel 3 Tanggung Jawab ahli mengevaluasi etil alkohol dalam darah dan cairan tubuh2
Berfungsi sebagai toxicologist interpretif
Menguasai ilmu termutakhir tentang apa yang terjadi pada alhokol, dan disposisinya
dalam tubuh
13
Memahami efek fisiologis, perilaku, dan psikologis alkohol pada manusia
Mengawasi pengumpulan dan analisis tepat spesimen cairan
Memelihara atau mengkonfirmasi rantai untuk transportasi spesimen
Kenali keterkaitan antara konsentrasi alkohol dalam darah dan cairan tubuh
Mengkorelasikan temuan laboratorium dengan otopsi dan latar belakang baik kematian
atau peristiwa
Memberikan pendapat ahli yang ilmiah pada efek kuantitatif alkohol
Ahli toksikologi analitik telah dengan terpercaya mengidentifikasi dan mengukur
EA di hampir semua jaringan tubuh, cairan, dan sekresi (Tabel 4). Dalam pengaturan
klinis sampel yang diinginkan adalah darah vena dikumpulkan tepat
melalui venepuncture, dari mana serum biasanya dipisahkan dan dianalisis secara
enzimatis. Nafas, air liur, dan, dengan kualifikasi, urin, berfungsi sebagai pengganti
atau komplemen saat flebotomi secara hukum atau praktis merupakan kontraindikasi.2
Tabel 4 Cairan tubuh yang cocok untuk analisis etil alkohol dalam investigasi
medikolegal2
Darah (darah utuh, plasma, serum)a Isi lambung dan usus kecil proksimal
Urina Sumsum tulang
Vitreous humor Cairan “dekomposisi”
Cairan cerebrospinala Cairan dari tubuh yang dibalsem
Salivaa Hematoma intrakranial yang tidak terdeteksi
Empedu Keringata
Cairan sinovial Cairan ketubana
Cairan perikardial Air Susu Ibua
Cairan dialisisa Bilas lambunga
Darah yang keluar dari rongga tubuh Muntahan yang diaspirasia
Air mataa Cairan pleuraaSampel tidak terbatas pada otopsi; dapat dikumpulkan selama hidup dari rumah sakit
atau klinik.
14
Standar emas dalam pengujian kadar EA dalam cairan postmortem untuk tujuan
medikolegal adalah darah lengkap oleh headspace gas chromatography (HS-GC). Dalam
hal untuk interval postmortem pendek sebelum permulaan dekomposisi, studi yang tak
terhitung jumlahnya telah membentuk rasio perbandingan konsentrasi EA seluruh darah
postmortem (blood alcohol consentration atau BAC) dengan matriks lainnya (Tabel 5).
Dekomposisi postmortem dapat secara palsu meningkatkan BAC karena produksi
endogen oleh pertumbuhan berlebih dari flora normal, fermentatif
dalam usus, dengan peningkatan artifaktual besar (> 0,20%) dilaporkan dalam beberapa
kasus. Vitreous humor adalah media perbandingan yang dapat diandalkan untuk
membedakan konsumsi antemortem dari produksi postmortem. Cairan intravaskular dari
tubuh yang dibalsem mungkin digunakan secara selektif untuk memperkirakan BAC
antemortem yang dibandingkan dengan cairan yang mudah menguap konstitutif pada
pembalseman.2
Tabel 5 Ringkasan rasio: cairan tubuh dengan konsentrasi alkohol darah keseluruhan2
Spesimen Rasio rata-rata atau kisarannya
Serum atau plasma 1,0-1,15
Vitreous humor 1,05-1,34
Urine 1,17-1,5
Empedu 1,03-1,10
Cairan cerebrospinal 1.1
Air liur 1,08-1,12
Cairan perikardial Variabel
Cairan sinovial 1,01-1,32
Air mata 1,08-1,20
Cairan ketuban 0,5
Sumsum tulang 0,34-0,53
Isi lambung Variabel
Cairan pleura Variabel
Organ padat tidak dibahas dalam diskusi
Otak 0,65-0,96 (tergantung tempat)
15
Hati 0.6
Ginjal 0,7
Otot rangka 0,89-0,91
Limpa Variabel
Testis “Kolerasi tinggi”
Gangguan mengemudi karena alkohol terus menjadi masalah besar di negara maju
dunia dan menjadi masalah yang signifikan di negara berkembang. Beberapa
kemajuan telah dicapai dalam abad 20 belakangan ini dengan penurunan
timbulnya gangguan mengemudi. Kecenderungan itu masih berlanjut, tetapi yang
berwenang memantau situasi dan melanjutkan upaya mereka untuk menurunkan
tingkatnya lebih jauh. Mereka terutama prihatin bahwa tingkatnya akan naik lagi dalam
menghadapi persepsi publik bahwa masalah ini sebagian besar telah diselesaikan. Di
Kanada, Parlemen baru-baru ini melakukan peninjauan undang-undang gangguan
mengemudi. Akibatnya, beberapa perubahan hukuman diberlakukan dan studi lebih
lanjut dalam masalah mengemudi karena narkoba dianjurkan. Bagaimanapun batasan ini
dapat berbeda diantaranya tergantung pada tradisi negara, gaya hidup, dan tidak sedikit
bermacam kekuatan politik, dan pendapat publik. Diberbagai negara di Eropa sebuah
batasan BAC 50mg per 100ml dilaksanakan, mengingat Norwedia dan Swedia telah
mengadopsi permulaan dari 20mg per 100g darah (21mg per 100ml). Inggris, Irlandia,
dan kebanyakan Amerika dan juga propinsi lain dari Kanada lebih toleransi mengemudi
setelah minum minuman keras: batasan alkohol darah yang diizinkan adalah 80mg per
100ml. Di Amerika batasan awal alkohol yang diatur untuk pengemudi adalah 100mg per
100ml (Tabel 2).10
Metode yang dianjurkan untuk analisis alkohol pada cairan tubuh berlajut menjadi
head space gas chromatography (HSGC). Sampling head space di atas suatu larutan
cairan tubuh menghilangkan kebutuhan untuk langsung menyuntikkan larutan itu ke
dalam kolom GC dengan pengendapan resultan bahan protein pada kolom. Kromatografi
gas lebih disukai dalam konteks forensik karena prosedur ini memungkinkan pemisahan
alkohol (etanol) dari zat mudah menguap umum yang lain (metanol, aseton, dan
isopropanol). Laboratorium rumah sakit rutin menganalisa sampel darah untuk kadar
16
alkohol pada pasien ruang gawat darurat untuk tujuan diagnostik menggunakan
metodologi enzim.10
GC memanfaatkan jumlah waktu yang senyawa perlukan untuk mencapai akhir
kolom dan dapat dideteksi. Ini berarti bahwa, meskipun jarang, dua senyawa bisa sampai
pada kolom di lokasi yang sama dan, akibatnya, analis tidak akan bisa membedakan
antara kedua senyawa tersebut. Metode ini metode standar analisis dulu pada tahun 1980
dan masih digunakan di banyak laboratorium di Amerika Serikat saat ini. Data yang
diperoleh dibandingkan dengan sistem klasifikasi yang dikembangkan pada akhir 1970-
an dan awal 1980-an oleh Biro Alkohol, Tembakau, dan Senjata Api:
Kelas 1: Lampu minyak sulingan. Sulingan dalam kisaran C4 (butana) untuk C12
(Dodekan) + dengan puncak alkana besar kurang dari C9 (nonane). Contoh
termasuk banyak cairan pemantik rokok.
Kelas 2: Bensin. Semua merek dan kualitas dari bensin otomotif.
Kelas 3: Sulingan minyak bumi medium. Sulingan dalam kisaran C8 (oktan) untuk C12.
Contohnya termasuk beberapa alkohol mineral dan alat pembakar arang.
Kelas 4: Kerosine. Sulingan dalam kisaran C9 untuk C16 (heksadekana). Contohnya
termasuk minyak alat pemanas rumah.
Kelas 5: Sulingan minyak bumi berat. Sulingan dalam kisaran C8 untuk C23 (tricosane).
Contohnya termasuk bahan bakar diesel.9
Gambar 2. Data kromatografi gas9
17
American Society of Testing Material (ASTM) mengembangkan sistem
klasifikasi baru yang menggunakan seluruh informasi yang dapat diperoleh dengan
analisis GC / MS. Sistem ini disebut ASTM 1387-95 dan semua cairan yang dapat
menyala dipisahkan menjadi enam kelas- lima kelas yang pertama adalah sama dengan
kelas cairan dapat menyala Biro Alkohol, Tembakau, dan Senjata Api -dengan kelas
keenam (Kelas 0) memiliki lima subkelas sebagai berikut:
Kelas 0: senyawa lain-lain. Kelas ini meliputi semua produk non-distilat kecuali
untuk bensin otomotif. Kelas lain-lain ini dibagi lagi ke dalam lima sub-
kelas.
Kelas 0,1: pelarut teroksigenasi. Komponen tunggal dan produk
dicampur yang mengandung komponen oksigen. Contohnya termasuk
banyak pengencer pernis.
Kelas 0.2: produk Isoparaffinic. Produk terdiri hanya dari rantai alkana
bercabang alkana (isoparafin). Contohnya termasuk banyak pengencer
cat tidak berbau cat dan alat pembakar arang.
Kelas 0,3: Produk n-alkana. Produk hanya terdiri dari alkana normal.
Contohnya termasuk minyak lilin.
Kelas 0.4: produk aromatik. Produk terdiri dari senyawa aromatik.
Contohnya termasuk pelarut khusus beberapa pembersih dan kendaraan
insektisida.
Kelas 0,5: produk Naphthenic-paraffinic. Produk terdiri dari alkana
rantai siklik dan bercabang. Contohnya termasuk beberapa lampu
minyak tidak berbau, alat pembakar arang, dan pelarut khusus.9
BAC, yang khas terletak pada saat penerimaan dan analisis dari spesimen yang
diperoleh pada waktu yang berlainan, tergantung di atas semua pada toleransi individu
yang unik dan penyerapan, distribusi, dan metabolisme obat. Korelasi dari BAC ke
tingkat yang terdeteksi pada cairan tubuh tertentu dari satu atau lebih kompartemen tubuh
lainnya terutama enting dalam penyelidikan kematian karena beberapa alasan:
(1) dukungan keandalan tingkat dalam darah dalam mengevaluasi tingkat
keracunan;
18
(2) usahakan ke cairan tubuh lain ketika sampel darah memuaskan tidak tersedia
atau terkontaminasi, dan
(3) jaminan mutu dan kemampuan pengujian.
Analisis korelatif seperti itu mengharuskan dibentuknya rasio distribusi relatif dan deviasi
standar dari rata-rata. Idealnya, masing-masing lembaga penyelidikan harus membentuk
parameter berdasar-pengalaman sendiri. Para ahli juga dapat merujuk kepada banyak
studi menetapkan rasio perbandingan (dengan estándar deviasi dan rentang) antara
tingkat EA darah lengkap dan cairan biologis dan jaringan lainnya (Tabel 5).2
METODE ANALISIS
Metode yang digunakan untuk mengukur kadar alkohol dalam cairan tubuh adalah
sama tanpa menghiraukan apakah spesies tersebut hidup atau mati. Walaupun, ada
perbedaan tergantung pada alkohol tersebut diukur pada bagian cair dari spesies yang
hidup misalnya darah, urin, atau saliva (air ludah). Metode analisis khusus diperlukan
untuk analisis EA karena gangguan potensial oleh beragam zat volatil dalam spesimen
postmortem. Metode laboratorium untuk analisis EA di spesimen biologi diklasifikasikan
sebagai kimia, biokimia, dan instrumental. Bertahun-tahun metode untuk mengukur
alkohol dalam cairan tubuh telah mengalami perubahan yang drastis. Antara tahun 1900
dan 1950 metode nonspecific wet-chemical mendominasi. Analisis wet-chemical
termasuk penyulingan atau mikrodifusi memanfaatkan karakteristik volatilitas alkohol
yang melekat, yang memungkinkan untuk pemisahan, oksidasi, dan deteksi berikutnya.
Contoh yang terkenal darri metodologi kimia ini adalah Breathalyzer yang dikembangkan
oleh Borkenstein tahun 1954. Diawal tahun 1950an metode biokimia, prosedur enzimatik
yang lebih selektif muncul dengan menggunakan enzim alkohol dehydrogenase (ADH)
yang diperoleh dari hati kuda ataupun ragi. Saat ini metode fisiokimia selektif digunakan
untuk menganalisa alkohol dalam caiaran tubuh seperti gas chromatography (GC), high-
performance liquid chromatography (HPLC), dan gas chromatography–mass
spectrometry (GC-MS).2
19
Gambar 3. Data kromatografi gas/spektometri massa8
Kromatografi Gas
GC merupakan metodologi yang paling umum untuk pengukuran EA dalam
spesimen biologi postmortem, karena spesifisitas, kepekaan, dan reproduktifitasnya.
EA telah diukur dengan beberapa metode GC, termasuk ekstraksi berbasis pelarut,
pengendapan protein, dan teknik distilasi, injeksi langsung, atau analisis headspace.
Analisis headspace dan teknik injeksi langsung adalah pilihan aplikasi saat ini. Teknik
injeksi langsung umumnya memerlukan injeksi sampel cair ke dalam kromatografi gas
dilengkapi dengan flame ionization detector (FID). Spesimen mungkin sebuah sampel
murni, sebuah endapan protein sampel, atau sampel dilusi spesimen dengan larutan
internal standar (umumnya, 1-propanol dan t-butanol).2
HS-GC dual-kolom hampir sepenuhnya spesifik untuk EA. Ini adalah metode uji terbukti
yang dapat diterima di sebagian besar pengadilan yang hasil analitisnya menjadi dasar
kesaksian ahli. HS-GC dengan FID tepatnya mendeteksi EA pada konsentrasi serendah
0,01 g dl-1. Ini juga membedakan EA dari alkohol lain, aldehida, keton, dan analit lainnya
dalam campuran. Teknik analisis headspace secara fisik
mengandalkan hukum Henry dimana rasio dari zat terlarut dalam larutan tergantung pada
20
temperatur, tekanan, dan konsentrasi dari medium fluida. Jumlah zat mudah menguap
yang diukur di headspace di atas medium cair sebanding dengan konsentrasi cairan
mudah menguap dalam larutan. Prosedur headspace menggunakan sampel darah yang
diencerkan dengan air larutan standar internal, yang ditempatkan di botol kecil, tertutup.
Setelah inkubasi menghasilkan campuran menguap, yang mencakup gas pembawa yang
lembam, headspace (fasa gas) disuntikkan ke dalam sistem tertutup melalui port injeksi
tunggal. Suntikan terbagi menjadi dua kolom kapiler yang melekat (Fase stasioner (s)),
secara tidak tetap, dilapisi untuk berinteraksi seperti yang diduga dengan analit yang
diperhatikan. EA pada awalnya terpisah, berdasarkan parameter dan kolom GC yang
tepat dikalibrasi, dan kemudian dihitung menggunakan teknik yang dibantu komputer.
Pemisahan senyawa yang mudah menguap, sebagai fase uap ini dilakukan melalui kolom,
tergantung pada afinitas yang relatif berbeda dari masing-masing analit untuk fase
stasioner. Sebuah detektor pada akhir kolom, yang dirancang untuk FID, dari waktu ke
waktu menciptakan sinyal-sinyal listrik yang dikonversi ke hasil kuantitatif. Selain
suhu, analisis yang optimal juga tergantung pada kondisi di mana uap berada pada
kesetimbangan dengan spesimen cair, kecepatan aliran gas pembawa, bahan yang
membungkus kolom, panjang kolom, dan jenis detektor. Singkatnya, waktu retensi
[menit] diskrit absolute atau relatif yang digambarkan pada kromatogram gas
memberikan analisis kualitatif, sedangkan ketinggian puncak atau area untuk setiap
analisis menghasilkan analisis kuantitatif (Gambar 1). Meskipun teknik GC-MS adalah
tes yang paling pasti untuk analisis EA, tes ini tidak secara luas digunakan di
laboratorium forensik karena mereka memerlukan keahlian dan lebih mahal.2
21
Gambar 4. Kromatogram gas (dual-kolom headspace gas chromatography dengan flame
ionization detector (HS-GC-FID) dengan kedua kolom menggambarkan waktu retensi
dan tingkat methanol, etanol, isopropanol, dan aseton dengan standar internal, n-propanol
dan isobutanol.2
Metode Biokimia - Immunoassays
22
Rumah Sakit dan laboratorium klinis biasanya menerapkan metode enzimatik,
memanfaatkan ADH, untuk menentukan EA dalam darah dan urine karena kromatograf
gas seringkali tidak tersedia. Alat yang berbasiskan reaksi kimia ini mirip dengan reaksi
enzimatik in vivo yang mengendalikan metabolisme EA. Koenzim, nicotinamide adenin
dinukleotida (NAD), berkurang karena hasil sampingan dari reaksi oksidasi EA terhadap
asetaldehida. Berbagai perangkap reagen, misalnya, hidrazin atau semicarbazide,
menangkap asetaldehida dan mendorong metabolisme oksidatif EA ke arah kanan.
Reaksi ini menyebabkan pengurangan bentuk NAD, NADH, yang dapat diukur pada 340
nm. Pelemahan energi radiasi adalah metode enzimatis yang telah dimodifikasi dengan
menggunakan NADH yang dihasilkan oleh reaksi NAD/etanol yang dikatalisasi oleh
ADH. Produk NADH digabungkan dengan pewarna biru tiazol untuk membentuk sebuah
chromogen. Pengukuran fluoresensi menghitung EA dalam spesimen cair.2
Metode enzimatik otomatis adalah cara yang cepat dan mudah untuk mendeteksi
EA. Namun, tidak memiliki kekhususan dari HS-GC karena kehadiran alkohol lain
seperti isopropanol dapat mengganggu secara kimiawi dan menghasilkan hasil positif
palsu yang tidak meyakinkan. Tidak seperti HS-GC, reaksi antigen-antibodi dipengaruhi
oleh reaksi silang dengan zat lainnya dalam darah dan karena alasan itu tidak dianggap
sebagai metode yang dapat diandalkan untuk pengujian BAC dalam konteks yuridis atau
medicolegal.2
Seleksi dan Pengumpulan Spesimen di Subjek Yang Masih Hidup
Penusukan vena yang baru dilakukan terdiri dari penggunaan antiseptik alkohol
pada kulit (misalnya, povidone iodine) dan penarikan dari alikuot vena kubiti atau
seluruh darah kapiler ujung jari oleh jarum steril ke botol steril tertutup. Antikoagulan
dan-penghambat mikroorganisme dari bahan kimia biasanya ditambahkan. Yang
penting, darah vena tidak secara tepat mencerminkan BAC otak, yang akhirnya
mendefinisikan efek biokimia dari EA, kecuali penyerapan dan distribusi EA telah
lengkap pada saat pengumpulan (Tabel 6).2
Tabel 6. pengumpulan, pengangkutan, dan penyeimpanan darah dari subjek yang masih hidup yang dapat diterima.2
Penggunaan antiseptic yang tidak mudah menguap pada kutaneus
23
Penusukan perkutaneus dari vena cubiti atau pembuluh kapiler di ujung jari
Pengambilan sampel dengan jarum yang steril ke tempat penyimpanan yang steril
Tabung pengumpul kedap udara yang terbuat dari gelas dapat digunakan
Isi tempat penyimpanan secukupnya untuk menghindari evaporasi
Gunakan tempat penyimpanan yang bersih tanpa antikoagulan yang
memungkinkan darah menjadi gumpalan (untuk serum)
Gunakan pengawet/antikoagulan (untuk whole blood dan plasma)
o Sodium florida 1-2%
o EDTA atau potassium oksalat
Pelabelan yang tepat, formulir permintaan pemeriksaan laboratorium, dan
serangkaian pengamanan pada atau dengan tempat penyimpanan
Pendinginan (40c) atau segera dikirimkan ke laboratorium
Mencatat resep dan disposisi specimen dengan mendapatkan analis
Analisis atau penyimpanan specimen (pendinginan atau pembekuan: - 200c)
Dikumpulkan secara acak, urin yang pertama kali keluar umumnya bernilai hanya
untuk mengkonfirmasikan adanya EA, karena konsentrasi alcohol dalam urine (UAC)
dipengaruhi beberapa variable yang tidak terkendali. Sejak, tahun 1990 air liur atau
cairan mulut, telah diakui sebagai matrik yang memuaskan di tempat pengujian untuk
EA, baik kualitatif dan semiquantitative, berlaku untuk tempat kerja atau keadaan klinis
seperti departemen darurat.2
Seleksi dan Pengumpulan Spesimen Postmortem
Jika mungkin, pemulihan ketersediaan darah antemortem atau perimortem,
komponen darah, atau cairan tubuh lainnya (Tabel 4) dari korban, yang dikumpulkan oleh
pemeriksa atau tenaga medis, adalah praktek yang disarankan setelah mendeklarasikan
kematian. Sampel yang lebih awal dikumpulkan seringkali memberikan informasi yang
lebih akurat mengenai masalah keracunan antemortem oleh EA daripada sampel yang
berasal dari otopsi, terutama jika diobati selama beberapa periode waktu yang mencakup
24
resusitasi cairan. Hal ini berlaku khususnya dalam hal eksanguinisasi traumatis, prosedur
operasi yang mendesak, dan perawatan rumah sakit yang berkepanjangan sebelum
kematian. Untuk keduanya yaitu subjek yang masih hidup dan yang sudah mati, perlu
untuk mempertimbangkan potensi adanya pengenceran antemortem karena pemberian
terapi darah dan cairan lainnya.2
Dalam kebanyakan kasus postmortem, terdapat peluang yang lebih besar yang
tidak diragukan lagi - berbeda dengan keterbatasan dalam arena klinis - untuk
mengumpulkan berbagai spesimen biologis untuk analisis laboratorium (Tabel 7). Dalam
kondisi yang optimal, penggunaan beberapa spesimen pada saat otopsi dari berbagai
kompartemen dan subcompartments tubuh membantu mendukung keakuratan hasil
kuantitatif yang diberikan dan sehingga mempermudah interpretasi yang optimal.2
Tabel 7. Pengumpulan sampel rutin untuk analisa etil alcohol setelah kematian2
Darah intravascular (sentral dan perifer), seperti yang tersedia:
o ≥ 50 ml, seperti yang tersedia, dari setiap tempat melalu jarum dan tabung
bersih yang berlubang besar
o Vacutainer yang bertutup abu-abu yang tersedia di pasaran atau
o Tempat penyimpanan dari kaca sebesar 30 ml dengan 250 mg NaF 9=1-
2% NaF) atau
o Tabung uji polipropilen dengan penutup berulir yang bergaris Teflon
o Diaspirasi dari gerbang jantung, aorta supraalvular, arteri pulmonal, vena
cava
o Phlebotomy perkutaneus atau secara langsung dari vena femoris (atau
subklavia)
o Didinginkan/dibekukan (4-200c) secepatnya sebelum diantarkan ke
laboratorium
Urin intravesika
o ≥250 ml, seperti yang tersedia
o Diaspirasi dengan jarum ke tabung melalui kubah dari kandung kemih
yang membengkak
25
o Aspirasi secara langsung setelah sistotomi superior dari kandung kemih
yang telah kolaps
o Awetkan dalam tempat penyimpanan yang bersih, lebih baik dengan NaF
o Dinginkan/bekukan hingga pada saat akan dilakukan analisa
Cairan vitreous ocular
o ≥4-6 ml, seperti yang tersedia
o Oftalmosentesis dengan jarum yang besar dengan tabung 5 atau 10 ml
o Hindari aspirasi yang terlalu bertenaga untuk mencegah kerusakan retina
o Awetkan dalam tempat penyimpanan yang bersih dengan NaF
o Dinginkan/bekukan hingga pada saat akan dilakukan analisa
Cairan serebrospinal
o ≥2-6 ml, seperti yang tersedia
o Lebih dipilih: aspirasi melalui jarum/tabung secara langsung dari serebral
cistern atau kanalis servikalis proksimal setelah pembukaan tengkorak
o Hindari perkutaneus suboccipital atau penusukan lumbal secara buta
karena potensi terkontaminasi dengan analit dan jaringan paraspinal
o Awetkan dalam tempat penyimpanan yang bersih, lebih baik dengan NaF
o Dinginkan/bekukan hingga pada saat akan dilakukan analisa
Cairan sinovia
o ≥2-4 ml, seperti yang tersedia
o Arthrocentesis perkutaneus (sendi lutut) melalui jarum/tabung yang bersih
o Awetkan dalam tempat penyimpanan yang bersih dengan NaF
o Dinginkan/bekukan hingga pada saat akan dilakukan analisa
Isi lambung/usus halus
o Setelah menghilangkan penghalang seperti esophagus, usus besar,
duodenum, pancreas
o Tempatkan semua isi kedalam tempat penyimpanan volumetric yang
bersih
Melalui penekanan perut, menekan isi keluar dari segmen
esophagus atau melalui gastrotomi pada daerah yang relative
26
avaskular
o Hitung dan kenali isi (makanan, cairan, kotoran, benda asing)
o Awetkan 50 ml sampel yang sama dalam tempat penyimpanan yang bersih
o Awetkan 100 ml sampel yang tidak sama (cairan/padat/setengah padat)
dalam tempat penyimpanan yang bersih
o Dinginkan/bekukan hingga dilakukan analisa
Empedu
o Kumpulkan dan hitung semua kandungan cairan (<0,5-65 ml)
o Choledochocystocentesis melalui jarum/tabung yang bersih sebelum
eviserasi hepatic
o Awetkan dalam tempat penyimpanan yang bersih
o Dinginkan/bekukan hingga pada saat akan dilakukan analisa
Hematoma intracranial (epidural, subdural) yang telah disekuesterasi
o Hitung dan pindahkan jumlah maksimal cairan dan gumpalan pada
tengkorak yang terbuka
o Awetkan dalam tempat penyimpanan yang bersih
o Dinginkan/bekukan hingga pada saat akan dilakukan analisa
Masalah paling penting yang sedang diperdebatkan berkaitan dengan
pengumpulan sampel darah sebelum pembusukan dalam praktek otopsi medicolegal
kontemporer adalah fenomena perbedaan BAC di satu tempat dengan tempat yang lain,
baik di dalam kasus dan antar kasus. Secara tradisional,''darah jantung'' atau''pusat''darah
(darah diaspirasi baik dari ruang jantung utuh, pembuluh darah besar intrapericardial
yang timbul dan keluar dari jantung, atau campuran dari tempat ini) telah secara rutin
dikumpulkan untuk analisis EA. Praktek ini telah dibenarkan dalam sudut pandang
berbagai penelitian yang tidak menemukan signifikansi secara statistik kandungan EA
antara darah jantung dan darah femoralis (''darah perifer''). Eksperimen yang terkontrol
terbaru yang menangani masalah ini dirancang untuk mengumpulkan cairan dari
beberapa tempat (cairan perikardial, vena paru kiri, aorta, jantung kiri, arteri paru-paru,
27
vena kava superior, vena cava inferior, jantung kanan, vena paru kanan, vena femoralis,
dan perut), baik secara simultan atau pada interval yang telah ditetapkan, dan pada suhu
lingkungan yang berbeda. Percobaan tersebut telah menunjukkan kekacauan, BAC yang
tidak dapat dipredeksi yang bergantung tempatnya pada saat otopsi dalam beberapa
kasus, artefak yang dikaitkan dengan difusi sederhana dari EA yang berasal dari lambung
atau kerongkongan pada daerah yang berdekatan dan pada sirkulasi.2
Darah dan Konstituennya
Dalam sampling postmortem, tersedianya whole blood masih tetap menjadi
spesimen yang paling diinginkan untuk analisis. Mengingat bukti kontemporer, beberapa
menyarankan pengumpulan pada saat otopsi setidaknya dua sampel darah, satu perifer
dan satu sampel pusat komplementer, jika spesifik kasus mengizinkan. Untuk
menghindari artefak dan kesulitan dengan redistribusi postmortem, sangat disarankan
bahwa penyidik medicolegal mengumpulkan darah perifer sebagai sampel yang optimal,
yang diambil dengan menggunakan jarum yang lebar, jarum bersih dengan jarum suntik
yang diambil dari vena femoralis dan, bila contoh tersebut tidak dapat dikumpulkan,
dapat juga diambil dari vena iliaka eksternal atau vena subklavia. Hal ini diperlukan
untuk menghindari ''pemerahan” vena untuk mencegah percampuran darah dengan cairan
jaringan.2
Container bersih yang dirancang khusus digunakan untuk pengumpulan spesimen.
Tergantung pada jenis spesimen dan desain, yang tertutup oleh karet, tabung pengumpul
yang terbuat dari kaca mungkin berisi natrium fluorida, heparin, kalium oksalat, EDTA,
atau tidak ada tambahan sama sekali. Kerja antikoagulan dan bakteriostatik dari natrium
fluorida yang optimal untuk mempertahankan dan menyimpan darah yang diambil pada
saat otopsi. Jika darah dianalisis dengan GC, wadah plastik merupakan wadah yang
paling optimal. Untuk analisis bahan yang mudah menguap, beberapa contoh harus
dipertahankan dalam ulir yang berlapis Teflon diatasnya untuk mencegah difusi.2
Selain potensi perubahan artifactual postmortem dari satu tempat ke tempat yang
lain, BAC yang berasal dari berbagai daerah dari sirkulasi yang intak dan konsentrasi EA
di kompartemen tubuh lainnya bervariasi selama fase penyerapan metabolisme EA. Oleh
karena itu, perlu untuk dengan tegas menentukan sumber sampel atau tempat
28
pengumpulan whole blood. Arteri BAC mungkin setidaknya 40% lebih tinggi dari vena
BAC dalam fase penyerapan. Hal ini sama pentingnya bahwa spesimen darah tidak boleh
dicampur dari berbagai sumber, seperti percampuran darah pusat dan perifer.2
Pengumpulan darah dari kantung perikardial dan cairan yang berdarah yang
diambil dari rongga tubuh ekstravaskuler (yang bukan darah!), terutama pada trauma,
adalah spesimen toksikologi yang kurang dapat diandalkan untuk menghitung jumlah
EA, tetapi dapat digunakan jika ini adalah satu-satunya sumber yang berhubungan darah.
Cairan yang dikumpulkan atau yang berdarah mungkin memiliki level EA yang lebih
rendah atau yang lebih tinggi dibandingkan pada darah intravaskuler per se (pusat atau
perifer), sehingga dapat membuat interpretasi yang berarti dari BAC yang dilaporkan
hampir mustahil. Jika sampel tersebut satu-satunya yang diperoleh, BAC antemortem
hanyalah sebuah perkiraan saja. Cairan berdarah dari permukaan tubuh atau dari tempat
yang relevan tidak dapat diandalkan, sumber yang tidak tepat untuk evaluasi toksikologi.2
Dalam mengumpulkan sampel darah pada saat otopsi ada faktor yang
mempengaruhi konsentrasi EA yang tidak berhubungan dengan teknik antemortem.
Difusi EA dalam jumlah yang signifikan dari kerongkongan atau perut ke dalam rongga
perikardial yang berdekatan dan jantung mungkin terjadi, dan menjadi meningkat secara
signifikan karena peningkatan interval postmortem. Namun, jika terdapat periode waktu
yang singkat, diukur dalam jam, antara minum terakhir dan kematian, difusi EA dari usus
ke darah jantung tidak akan besar. Dalam keadaan dimana otopsi dilakukan dalam 48 jam
setelah kematian, difusi alkohol dari usus ke jantung relatif tidak signifikan. Sebagaimana
telah diketahui, tempat darah di vena femoralis atau subclavia (perifer) lebih dipilih dari
pada darah pusat. Sampel ini mungkin sulit untuk didapatkan karena volume yang tidak
mencukupi dan dalam kasus hipovolemia traumatis (tanda jantung kosong). Karena EA
didistribusikan ke total air tubuh, penting sebelum onset pembusukan untuk
mempertimbangkan kadar air sampel darah dalam menafsirkan BAC. Sebagai contoh,
sampel dengan hematokrit yang rendah (volume sel darah merah terhadap volume darah
total) menghasilkan EA dengan tingkat yang lebih tinggi karena volume air yang lebih
besar. Dalam kasus hipovolemia yang signifikan, diperlukan pengambilan sampel
kompartemen lainnya. Ketika yang tersisa telah terbakar, ruang vaskular hanya dapat
berisi darah yang menggumpal atau anhidrat,''bekuan” panggang. Sebuah sampel harus
29
dikumpulkan meskipun level EA hanya memiliki sedikit makna tanpa terkait dengan
konsentrasi EA dalam matriks lain yang tersedia.2
Pengambilan sampel postmortem “secara buta” melalui pericardiocentesis
perkutan prekordial untuk mengumpulkan darah dilarang dan harus dihindari. Specimen
darah sentral berisi darah yang diambil dengan cara pengamatan langsung dari jantung
atau pembuluh darah besar. Singkatnya, pensukan dada eksternal “secara buta” tidak
dianggap sebagai prosedur yang dapat diterima untuk pengumpulan sampel darah untuk
analisis EA berikutnya. Peningkatan palsu EA dalam cairan berdarah yang dikumpulkan
oleh penusukan dada eksternal dapat dikonfirmasi dengan analisis vitreous humor
postmortem atau urin. Tanpa otopsi, dianjurkan untuk mengumpulkan darah perifer.2
Berbeda dengan praktek laboratorium klinis, sebagian besar laboratorium
toksikologi forensik yang menganalisis sampel postmortem melaporkan BAC dari
seluruh darah yang diawetkan dalam natrium fluoride. Namun, karena kebanyakan ahli
forensik sering dipanggil untuk menginterpretasikan hasil dari atau menganalisis sampel
serum atau plasma antemortem ini, adalah tugas pada ahli untuk menilai hasil yang
berbeda dari berbagai spesimen. Para peneliti menyimpulkan bahwa menggunakan
serum, plasma, atau whole blood untuk analisis EA menghasilkan hasil ekuivalen yang
setara untuk tujuan klinis dan forensik, selama laporan akhir dengan jelas menentukan
spesimen (serum, plasma, darah utuh). Dalam sebagian besar kondisi fisiologis, serum
atau plasma mengandung lebih banyak air sebesar 10-20% daripada volume yang sama
dari whole blood. Tingkat EA yang terkait, tapi hanya sedikit, lebih tinggi dalam sampel.
Rasio EA rata-rata dari whole blood terhadap serum atau plasma adalah sekitar 1:1.15.2
Vitreous Humor
Sebagai sebuah ukuran pengendalian mutu, kuantisasi pembanding EA dalam
humor vitreous humor postmortem (VAC; konsentrasi alkohol dalam vitreous) adalah
cara yang sangat baik untuk menafsirkan BAC, baik pusat maupun perifer. Karena
keutuhan, globe intraorbital yang relative avaskular secara anatomis terisolasi dari
jaringan atau cairan lain, ia berfungsi sebagai kompartemen yang baik untuk
mendapatkan vitreous humor murni, steril yang biasanya digunakan untuk kuantisasi.
Biasanya, VAC tertinggal sekitar 1-2 jam dibelakang BAC pada kesetimbangan
30
metabolisme. Oleh karena itu, BAC dalam fase absorbsi lebih tinggi dari VAC. Pada
plateau atau fase kesetimbangan, rasio rata-rata BAC: VAC yang dilaporkan adalah
1:1.05-1.34 berdasarkan kandungan air yang berbeda dari matriks ini. Pada fase
postabsorptive atau eliminasi, VAC lebih tinggi dari BAC. Analisis perbandingan
tersebut sangat membantu dalam menentukan apakah almarhum berada di fase absorptif
atau penghapusan pada saat kematian. Mengingat rasio BAC: VAC yang tercatat dengan
baik, referensi untuk VAC juga sangat berguna dalam menyimpulkan BAC yang
mungkin pada saat kematian ketika darah intravaskuler atau cairan tubuh lainnya tidak
tersedia.2
Seperti dalam semua ekstrapolasi yang berdasarkan pada tingkat EA
ekstravaskuler dalam matriks, pendekatan konservatif selalu berhati-hati dalam
memperkirakan BAC dari VAC pada saat otopsi. Rasio distribusi EA (VAC: BAC)
(darah femoralis) dapat menunjukkan variasi yang luas dalam penelitian terbaru. Peneliti
merekomendasikan pendekatan konservasi dengan membagi VAC postmortem dengan
2,0 untuk sampai pada perkiraan dari BAC yang setara (femoralis), yang, walaupun lebih
rendah dari nilai yang sebenarnya, kemudian dapat ditawarkan dengan tingkat
kepercayaan yang lebih tinggi di arena medicolegal.2
Cairan Tubuh Yang Lain
Ketika darah atau vitreous humor tidak tersedia, seperti pada dekomposisi,
trauma, atau kontaminasi, cairan jaringan yang lain dapat digunakan untuk menduga
jumlah EA, yang mudah larut dalam air. Idealnya, karena tingkat alkohol dalam sistem
saraf pusat mempengaruhi secara langsung perilaku dan aktivitas, sampel terbaik untuk
pengukuran konsentrasi EA adalah otak. Jelas, ini tidak tepat untuk individu yang masih
hidup. Meskipun otak biasanya tersedia di otopsi, itu bukan pilihan spesimen karena
beberapa alasan:2
1. Darah dari kompartemen vaskular biasanya lebih mudah untuk diperoleh dan
diproses.
2. Penentuan BAC yang cukup tepat dapat mencerminkan pengaruh EA pada otak.
31
3. Sampling secara simultan dari berbagai daerah otak menghasilkan perbedaan
yang signifikan pada konsentrasi EA.
4. Lebih praktis, secara teknis lebih efisien, dan ekonomis untuk menganalisis darah
secara teratur ketika ada keterlibatan kasus pembebanan volume yang tinggi.
Jaringan dan sampel lainnya digunakan sebagai alternatif darah adalah urin, isi
lambung, sumsum tulang, empedu, hematoma intraserebral dan paradural, cairan sinovial,
cairan cerebrospinal (CSF), dan catalog yang lain pada Tabel 4 (selain organ padat,
misalnya, hati, ginjal, otak, limpa dan paru-paru, jantung, otot polos atau otot rangka,
sebuah topik yang tidak relevan dengan diskusi ini). Banyak peneliti yang telah
melaporkan jangkauan dan rasio EA yang telah ditentukan dalam berbagai cairan tubuh
terhadap BAC (Tabel 5). Penelitian yang terbatas menunjukkan bahwa cairan sinovial
dari sendi utuh berfungsi, telah dapat diperoleh sebagai pengganti untuk humor vitreous
dalam memperkirakan BAC perimortem. Tabulasi ini berharga dan menghasilkan
kesimpulan yang berhubungan dengan BAC ketika darah intravaskular tidak tersedia.
Estimasi BAC harus dinyatakan secara konservatif dalam kisaran yang luas ketika
mereka berasal dari cairan biologis ekstravaskuler (atau jaringan). Jika cairan biologis
selain spesimen darah perifer dikumpulkan, konsentrasi EA berasal dari perut atau cairan
lambung (alcohol dalam cairan lambung: GAC) dapat dirujuk untuk meningkatkan
akurasi perkiraan BAC. Satu penelitian dari 60 kasus autopsi menyarankan bahwa GAC
> 0,5 g dl-1 Pada kematian menunjukkan adanya kemungkinan baru saja mencerna dan
bahwa subjek berada di fase preabsorptive, dan, lebih lanjut, bahwa subyek dengan 0,5 <
g dl GAC -1 dapat dianggap pada keadaan postabsorptive. Dengan kesadaran bahwa
penghilangan EA dari perut, khususnya dalam kehidupan minum yang nyata, dipengaruhi
oleh beberapa variabel tentang akhir kegiatan minum dan waktu puncak BAC,
perbandingan ini dapat meningkar - karena tidak adanya riwayat yang dapat dipercaya -
estimasi keadaan farmakokinetik dari setiap individu pada saat kematian.2
CSS dapat digunakan untuk analisis EA, namun kegunaan tingkat EA pada CSF
adalah nilai yang terbatas menurut penelitian menunjukkan bahwa EA tidak mencapai
CSF dalam konsentrasi maksimum hingga 3 jam setelah akhir minum dan juga
menunjukkan penundaan dalam keseimbangan distribusi. Jika kelangsungan hidup
32
posttraumatic individu memanjang, analisis postmortem EA dari sekuestrasi hematoma
intraserebral atau paradural mungkin bermanfaat dalam mengestimasi BAC secara
retrospektif pada saat cedera.2
Air Seni
Dengan kualifikasi, urin berpotensi menjadi media yang dapat diterima untuk
memperkirakan BAC dan menentukan tahap farmakokinetik subjek pada saat
pengumpulan. Sampel yang disukai adalah urin ureter. EA yang dikeluarkan dari
sirkulasi ginjal sebagai filtrat glomerular sebelum pencampuran dengan air di tubulus
hampir mirip dengan yang di kandungan air dari darah dalam kompartemen vaskuler.
Secara klinis atau pada otopsi, pengumpulan urin ureter tidak praktis. Kandung kemih
merupakan wadah penyimpanan urin yang tereliminasi hingga berkemih. Dalam
ketiadaan kondisi patologis atau keadaan yang terkait obat yang mempengaruhi produksi
urin, urin secara terus menerus masuk dan terkumpul dalam kandung kemih. Ini
mengandung konsentrasi EA yang bergantung variabel waktu dan volume.2
Faktor pengganggu pada pengumpulan melekat pada pengukuran UAC. Dalam
subjek yang masih hidup, urin yang tersimpan harus dikosongkan dan spesimen urin
berikutnya dikumpulkan dari waktu ke waktu (30-60menit) tanpa konsumsi EA atau
perubahan pasca pengosongan. Jika, misalnya, setelah ditangkap karena diduga
mengemudi di bawah pengaruh alkohol (DUI), pengosongan pertama diikuti segera
(30menit) dengan penggambilan sampel darah vena dan kemudian pembuangan kedua
(60menit (kisaran 30-130)), referensi yang terbatas untuk UAC / BAC telah dibentuk
untuk memperkirakan BAC vena subjek. Pengosongan urin yang dilakukan satu kali
seharusnya hanya digunakan sebagai uji kualitatif untuk EA. Urinalisis Toksikologi,
meski sering didasarkan pada satu kali pengosongan dalam prakteknya, umumnya sedikit
atau tidak ada nilai per se untuk memperkirakan BAC individu pada waktu yang telah
diberikan.2
Pada otopsi, UAC mencerminkan jumlah total atau yang terintegrasi dari BAC
yang berbeda intra vitam dari waktu ke waktu, mencakup berbagai tahapan metabolism
EA. Urin yang terkumpul hanya memperkirakan konsentrasi urin rata-rata selama waktu
pengumpulan. UAC yang terkuantifikasi dapat digunakan untuk perkiraan BAC secara
33
kasar dalam kerangka waktu tersebut. Rasio UAC : BAC rata-rata yang dilaporkan adalah
1:1.33, tetapi kisaran yang ditentukan secara eksperimental lebih besar, dilaporkan dari
1:0.21 hingga 1:2.17-2.44. Perbandingan UAC : BAC juga dapat digunakan untuk
menggambarkan tahap metabolisme individu ini pada saat pengumpulan spesimen: fase
penyerapan UAC : BAC < 1,0; fase postabsorptive UAC : BAC> 1.3.2
Spesimen Yang Didekomposisi Atau Dibalsem
Pembalseman intravaskuler secara menyeluruh membuat darah menjadi media yang tak
tersedia untuk menentukan BAC preembalming. Humor vitreous dapat berfungsi sebagai
pengganti yang cocok. Dalam kasus tersebut ahli toksikologi harus menganalisis sampel
dari cairan pembalseman untuk membandingkan dengan VAC. Secara umum, banyak
cairan pembalseman, biasanya terdiri dari formaldehida, baik yang tidak mengandung EA
atau memiliki tingkat yang relatif rendah dibandingkan dengan volatil lainnya. Pada
cairan pembalseman yang diproduksi secara komersial, volatil lain mungkin termasuk
aseton, metanol, isopropanol, dan kadang-kadang EA. Formula yang khas membedakan
volatil dalam produk pembalseman sudah tersedia. Kesulitan teknis yang lain dalam
analisis EA dalam kasus penggalian-pembalseman muncul ketika dehidrasi jaringan atau
sintesis alkohol postmortem hadir setelah lama terkubur. EA dapat meningkat dalam
tubuh yang belum dibalsem secara tepat waktu. Oleh sebab itu BAC mungkin
disebabkan oleh produksi EA postmortem.2
Dekomposisi postmortem , bahkan pada tahap awal, salah meningkatkan BAC
dan mempersulit tugas ahli toksikologi untuk melakukan intepretasi. Flora fermentatif.,
terutama bakteri, jamur dan ragi, memasuki kompartemen vaskuler postmortem,
memetabolisme glukosa atau protein, dan menghasilkan EA endogen yang secara
kimiawi identik dengan yang ada di minuman beralkohol. Disebabkan oleh isolasi relatif
dari proses pembusukan, urin yang berasal dari kandung kemih dan vitreous humor, yang
berada di kompartemen relatif steril, kadang-kadang luput dari fenomena ini.2
Laporan peneliti BAC postmortem setinggi 0,22% disebabkan oleh produksi
endogen,. Dalam dekomposisi moderat sampai berat, analisis secara simultan baik humor
vitreous atau urin tanpa EA mendukung kesimpulan bahwa BAC postmortem ini
disebabkan oleh mikroorganisme fermentasi endogen. Badan yang telah disimpan dalam
34
lingkungan yang dingin biasanya akan memiliki produksi alkohol endogen yang minimal.
Fermentasi endogen juga berlaku bagi korban tenggelam, yang sering mengalami
perubahan decompositional yang parah bahkan di daerah beriklim sedang. Selain itu,
faktor pengenceran dapat terjadi, terutama tenggelam di air segar. Oleh karena itu, BAC
yang diukur dari sampel postmortem mungkin sebenarnya lebih rendah daripada tingkat
yang sebenarnya. Variasi khusus pada saat ini tidak diketahui karena kurangnya
penelitian di bidang ini.2
Pembentukan EA endogen oleh mikroorganisme tidak unik untuk periode
postmortem. pertimbangan tersebut juga relevan dengan subjek yang hidup, khususnya
dicontohkan oleh subyek dengan komplikasi metabolik diabetes mellitus dengan infeksi
saluran kencing, atau sepsis. Pada penderita diabetes, perbedaan antara BAC dan UAC, di
mana UAC menunjukkan peningkatan jumlah EA abnormal, mungkin disebabkan retensi
urin dan inkontinensia. Sebagai hasil dari fenomena ini, UAC postmortem pada penderita
diabetes tidak dapat diandalkan.2
RINGKASAN
Dalam evaluasi atau efek mematikan EA, sepesimen yang dikumpulkan dan
ditangani secara tepat diperlukan untuk kedua analitis dan ahli toksikologi interpretatif.
Saat ini ada consensus yang hampir universal bahwa spesimen antemortem dan
postmortem yang lebih disukai adalah whole blood perifer. Sebuah faktor pengganggu
yang mempengaruhi penafsiran BAC pada periode postmortem awal adalah perbedaan
antar tempat yang terjadi sesekali di level EA. Untuk evaluasi yang optimal dan jika
sumber daya mengijinkan, pengumpulan secara simultan whole blood perifer dan sebagai
cadangan, diinginkan sampel pusat cadangan. Cairan ekstravaskuler lain atau analit
dengan rasio perbandingan EA dengan whole blood dapat dimanfaatkan sebagai ukuran
dari efeknya pada otak. Humor vitreous adalah pelengkap yang memuaskan untuk BAC
perifer dan harus dikumpulkan secara rutin untuk analisis EA. Beberapa faktor penting
mempengaruhi rasio distribusi dan harus dipertimbangkan. Terutama di antaranya adalah
tahap distribusi alkohol pada saat pengumpulan. Spesimen yang optimal dikumpulkan di
plateau BAC maksimum atau selama fase eliminasi. Meskipun penyelidikan riwayat
35
secara rinci dan sampling postmortem secara menyeluruh, penyidik medicolegal mungkin
mampu melalui otopsi untuk menentukan tahap farmakokinetik individu pada saat
kematian. Jika, misalnya, spesimen dikumpulkan selama tahap penyerapan, selanjutnya
total distribusi tubuh tidak tercapai. Evaluasi BAC yang dilaporkan dari sampel yang
membutuhkan pengenalan dari pembatasan ini tidak tersedia. Melakukan penafsiran
perbandingan rasio whole blood BAC ekstravaskuler pada matriks secara hati-hati adalah
sesuatu yang berharga untuk membuat estimasi dari BAC pada saat kematian ketika
sampel darah yang cocok tidak tersedia. Dengan dekomposisi atau pembalseman,
penafsiran BAC sangat sulit dilakukan bahkan ketika matriks lainnya dianalisis.2
Dalam subjek yang hidup plasma atau serum adalah cairan tubuh yang dapat
diterima untuk interpretasi jika dirancang sedemikian rupa. Sampel urin yang
dikumpulkan dengan benar digunakan secara hati-hati untuk memperkirakan BAC ketika
darah tidak tersedia. Air liur telah dapat diterima sebagai cairan tubuh yang cocok untuk
analisis EA dan pemantauan keracunan dalam berbagai macam keadaan klinis.2
DAFTAR PUSTAKA
1. Bagian Kedokteran Forensik FKUI. Alkohol. Bagian Kedokteran Forensik
FKUI. Ilmu Kedokteran Forensik. FKUI. Jakarta. 1997; 113-120.
2. Hunsaker, D.M., and Hunsaker III J.C. Blood and Body Fluid Analysis.
James, JP., Byard R., et al. Encyclopedia of Forensic and Legal Medicine.
First Edition. Academic Press. Salt Lake City. 2005. P. 29-38
36
3. Chadha, P.V., DR. Alkohol. Chadha, P.V., DR. Catatan Kuliah Ilmu Forensik
dan Toksikologi [Hand Book of Forensic Medicine and Toxicology (Medical
Jurisprudence) for Medical Students & Practitioners]. Edisi V. Widya
Medika. Jakarta. 1995. hal. 291
4. Brett, P. Should you Drink Alcohol. [online]. Available from:
http :// pastorbrett.wordpress.com/2008/12/04/should-you- drink-alcohol/
5. Levine, M.D., MD, Toxicity, Alcohols. [online]. Available from:
www.emedicine.com
6. Kumala, P., et al. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Edisi 25. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta. 1998. Hal. 29.
7. Seifert, S.A. Ethanol. Caravati, EM., et al. Medical Toxicology. Third
Edition. Lippincott Williams & Wilkins.Philadelphia. 2004; 196-197
8. Corwin, E.J. Hati. Corwin, E.J. Buku Saku Patofisiologi. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta. 2001. Hal. 566.
9. Chisum, W.J. Crime Reconstruction. Mozayani A., and Noziglia C. The
Forensic Laboratory Handbook Procedures and Practice. Humana Press.
New Jersey. 2006. P. 76; 105-114
10. Hodgson, B.T., MSc., Walter L., MSc., et al. Toxicology Report. [online].
Available from:
http://www.interpol.int/public/Forensic/IFSS/meeting13/Reviews/Toxicology.
pdf.
37