Transcript of REALITAS PENGAWASAN DI TUBUH PEMERINTAHAN DESA …
153
Abstrak - Realitas Pengawasan di Tubuh Pemerintahan Desa terha- dap
Korupsi Tujuan Utama - Penelitian bertujuan untuk mengetahui
pengawasan realisasi anggaran desa menghadapi korupsi. Metode –
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Be berapa
pihak yang terkait dalam proses realiasai anggaran desa menjadi
informan dalam penelitian ini. Temuan Utama – Penelitian ini
menemukan bahwa secara menyeluruh pengawasan yang terjadi di
tingkat desa sudah berjalan dengan baik dan pengendalian korupsi
bisa berjalan. Hanya saja masih terdapat kelemah an yang berkaitan
dengan pengawasan yaitu sumber daya ma nusia yang kurang mampu.
Selain itu, korupsi pemerintah desa dalam realisasi penganggaran
desa memang ada walaupun tidak banyak Implikasi Teori dan Kebijakan
– Pelatihan peningkatan kapasitas perlu dilaksanakan untuk
meningkatkan kemampuan perangkat desa dalam mengawal keuangan desa.
Pada sisi lainnya, sosialisasi kepada ma syarakat mengenai seluruh
rencana dan realisasi program desa diper lukan supaya pengawasan
berjalan secara maksimal. Kebaruan Penelitian - Penelitian ini
mengevaluasi pengawasan desa yang sudah berjalan dalam menghadapi
korupsi. Abstract - The Reality of Supervision in the Village
Government against Corruption Main Purpose - This study aims to
determine the supervision of realizing the village budget against
corruption. Method - This study uses a qualitative descriptive
method. Several parties involved in the village budget realization
process become the informants. Main Findings - This study finds
that overall supervision at the village level was running well and
corruption control was working. It is just that there are still
weaknesses related to supervision, namely inadequate hu- man
resources. In addition, village government corruption in the
village budget realization does exist, although not much. Theory
and Practical Implications - Capacity building training needs to be
carried out to increase the capacity of village officials in
guarding vil- lage finances. On the other hand, socialization to
the community regarding all plans and realization of village
programs is needed so that supervision runs optimally. Novelty -
This study evaluates existing village surveillance in the face of
corruption.
Volume 12 Nomor 1 Halaman 153-172 Malang, April 2021 ISSN 2086-7603
e-ISSN 2089-5879
Mengutip ini sebagai: Anisah, H. N., & Falikha tun. (2021).
Realitas Peng awasan di Tubuh Peme rintahan Desa terhadap Korupsi
Jurnal Akun tansi Multipara digma, 12(1), 153172.https://doi .
org/10.21776/ub. ja m a l . 2 0 2 1 . 1 2 . 1 . 0 9
REALITAS PENGAWASAN DI TUBUH PEMERINTAHAN DESA TERHADAP KORUPSI
Helmi Nur Anisah, Falikhatun
Universitas Sebelas Maret, Jl. Ir. Sutami No.36, Surakarta
57126
Tanggal Masuk: 22 November 2020 Tanggal Revisi: 21 April 2021
Tanggal Diterima: 30 April 2021
Surel: helminuranisah06@gmail.com
Kata kunci:
Jurnal Akuntansi Multiparadigma, 2021, 12(1), 153-172
154 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 12, Nomor 1, April
2021, Hlm 153-172
Korupsi adalah permasalahan serius yang banyak terjadi di
negaranegara Asia. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya berita dan
pengungkapan kasus korupsi di ma syarakat luas. Perilaku korupsi
pu blik ter jadi diakibatkan oleh beberapa faktor seper ti
kepentingan pribadi, status, serta faktor lingkungan (Azim et al.,
2017). Korupsi bisa terjadi sewaktuwaktu dalam pengelolaan
keuangan desa. Tindak korupsi sangat ren tan terjadi dalam
kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban kare na
itu perlu memperhatikan pengawasan akuntansi. Kegiatan akuntansi
pemerintah publik sangat penting yang me rupakan inti dalam
kegiatan penyusun an dan pelaksa naan keuangan pemerintah desa.
Keuangan desa perlu dikelola de ngan asas transparan si,
partisipatif, akuntabel serta dilaksanakan secara tertib dan
disiplin anggaran. Adan ya transparansi dan akuntabilitas dalam
pencatatan akuntansi diharapkan desa bisa mengelola keuangan serta
melakukan pelaporan secara transparan baik dalam pendapatan maupun
pengelolaan pembelan jaan anggaran (Kuruppu et al., 2016; Moon ti
& Ahmad, 2019). Selain itu, desa bisa menyediakan informasi
lengkap dan akurat yang bisa dipertanggugjawabkan serta bisa
digunakan sebagai evaluasi ekonomi masa lalu dan bahan pertimbangan
pengambilan keputusan ekonomi bagi pihak eksternal di masa yang
akan datang. Penyampaian in formasi dalam bentuk laporan keuangan
secara terbuka oleh pemerintah desa atas semua aktivitas
pengelolaan sumber daya publik sangat penting untuk dilaksanakan.
Ketika proses perencanaan hingga tanggung jawab dilaksanakan dengan
baik dan diiringi dengan pengawasan yang ketat diharapkan bisa
terhindar dari tindak korupsi.
UndangUndang Republik Indonesia Nomor 6 pasal 72 Tahun 2014 telah
meng amanatkan bahwa dana desa harus menjadi bagian dari
pertimbangan pemerintah pusat kepada daerah. Selama tahun 2015
sampai 2019 dana desa telah dimanfaatkan untuk membangun 191 ribu
km jalan desa, 50 ribu Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), 8.900 unit
pasarpasar desa, 24 Pos Pelayanan Ter padu (Posyandu),irigasi
sebanyak 58 ribu, dan embung sebanyak 4.100. Penggunaan keuangan
desa sudah terealisasi de ngan baik tetapi fakta yang terjadi
menunjukkan bahwa kesejahteraan masyarakat belum maksimal atau bisa
dikatakan pelaksanaan keuangan desa tidak sesuai dengan
regulasi
yang berlaku. Terlihat saat penyusunan Ren cana Anggaran Biaya
Desa (RAB Desa) tidak selaras dengan Rancangan Pembangunan Jangka
Menengah Desa (RPJMDes), volume rencana kegiatan tidak sesuai
dengan pagu anggaran kabupaten, dan tim penyusun ser ta pelaksana
tidak sesuai dengan kualifikasi yang ada dalam peraturan pemerintah
dan menteri. Anggaran desa memberikan sum bangan terbesar kasus
korupsi dibanding kan sektor lain. Korupsi tersebut menjadi salah
satu kerugian terbesar.
Faktor penyebab korupsi yaitu pro ses pembinaan dan pengawasan
dari pusat masih lemah, sumber daya manusia dalam melaksanakan
pengelolaan keuangan ku rang ahli (Antlöv et al., 2016; Sour,
2020; Yulianto, 2016). Maka, dapat disimpulkan bahwa pengawasan
terhadap pengelolaan dan pelaporan APBDes masih lemah. Jika
pengawasan dari pemerintah pusat terhen ti atau tidak terstruktur
dengan baik akan menyebabkan kondisi desa semakin buruk seperti
pertanggungjawaban tidak terarah, korupsi semakin banyak, dan
penggunaan dana tanpa melihat pagu. Terdapat bebe rapa kelemahan
pengelolaan keuangan desa me liputi keterbatasan sumber daya yang
ber kompeten, pelaksanaan kegiatan keuang an yang belum sesuai
regulasi, program pembangunan dan pemberdayaan belum terlaksana de
ngan seimbang, serta kurang nya pengendalian internal baik oleh
kepala desa maupun perangkat desa (Nguyen et al., 2017). Ada nya
kondisi tersebut masih terjadi korupsi besar yang dilakukan oleh
aparatur desa (Lo, 2020). Terbukti selama berjalan nya peme
rintahan masih banyak terjadi penyimpang an, korupsi, dan konflik
kepen tingan (Doig, 2014). Maka, perlu dilihat bagaimana peng
awasan yang dilaksanakan di desa tersebut selama periode
pelaksanaan keuangan desa.
Sudah dilaksanakan banyak penelitian mengenai korupsi bidang
keuangan desa. Penelitian tersebut mengenai pemahaman dan peran
masyarakat mengenai penting nya mencegah korupsi dengan
melaksanakan pengamatan serta membandingkannya de ngan peraturan
yang berlaku (Anggreni et al., 2020). Pertanggungjawaban kepala
desa juga perlu diketahui berhubungan dengan pengelolaan keuangan
desa (Funk & Owen, 2020; Hemtanon & Gan, 2020; Mimba et
al., 2013). Proses pendeteksian kecurangan da lam pengelolaan
keuangan desa perlu dilak sanakan supaya bisa menemukan
solusi
Anisah, Falikhatun, Realita Pengawasan di Tubuh Pemerintahan Desa
terhadap Korupsi 155
untuk keberlanjutan keuangan pemerintah desa (Rakhman, 2019).
Banyak faktor yang mempengaruhi tindakan korupsi seperti motivasi,
rasionalisasi, kompetensi sumber daya manusia, dan pengawasan
(Feldman, 2020; Woodside, 2020). Jika beberapa pene litian
tersebut hanya mencari tahu mengenai pemahaman, faktorfaktor, dan
cara men deteksi terjadinya kecurangan akuntansi di pemerintahan
desa. Oleh karena itu, penu lis menilai bahwa penelitian tersebut
hanya sebatas mendeteksi terjadinya kecurangan akuntansi ataupun
korupsi. Korupsi pada dasarnya merupakan kejadian yang sangat
berbahaya. Pengawasan sangat diperlukan untuk menghindari tindakan
korupsi terse but. Pembeda penelitian ini dengan sebe lumnya
yaitu untuk melihat dan mendalami proses pengawasan yang berjalan
di Angga ran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) dalam menghadapi
korupsi serta memberi kan solusi jika terdapat permasalahan da
lam pengawasan APBDes.
Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami proses pengawasan di
tingkat pemerintah desa dalam mengelola Anggar an Pendapatan dan
Belanja Desa (APBDes) supaya terhindar dari kecurangan akuntan si
dan korupsi. Harapannya dengan pelak sanaan penelitian ini bisa
membantu desa untuk meningkatkan kedisiplinan proses akuntansi.
Kemudian, hasil penelitian bisa digunakan sebagai pedoman evaluasi
bagi peraturan mengenai pengelolaan keuangan ditingkat pemerintah
desa.
METODE Pendekatan studi kasus digunakan
oleh peneliti untuk mengungkapkan pene litian yang meringkas dan
menggambarkan
kondisi pengawasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes).
Desa Kedung lengkong dipilih sebagai objek penelitian karena salah
satu desa maju dan memiliki tempat wisata serta pengolahan limbah
se cara mandiri. Proses pengambilan data ada lah dengan observasi
dan wawancara secara langsung. Proses wawancara dilaksanakan secara
semistruktur (in-depth interview) de ngan menyiapkan garis besar
pertanyaan se suai kondisi. Saat pelaksanaan wawancara peneliti
mengembangkan pertanyaan sesuai jawaban informan (Broadhurst, 2015;
Elman et al., 2016). Tahapan pengumpulan data pertama yaitu
observasi untuk memastikan secara pasti mengenai langkahlangkah
pe nelitian yang akan dilaksanakan. Kedua, tahap eksplorasi yaitu
penentuan objek pe nelitian yang akan dijadikan tempat peneli
tian. Ketiga, yaitu tahap pengumpulan data dengan narasumber yang
sudah diperoleh. Tahap keempat adalah tahap konfirmasi data
penelitian untuk menguji kebenaran data yang sudah dikumpulkan
dengan regu lator.
Teknik analisis data penelitian dilak sanakan diawali dengan
pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan pengambi lan
simpulan atas data yang sudah dipapar kan serta membandingkan
hasil penelitian dengan penelitian terdahulu (Dumez, 2015; Elman et
al., 2016). Pengujian kebenaran data peneliti menggunakan teknik
tria ngu l asi data dengan beberapa narasumber yang berbeda yaitu
perangkat desa, BPD, Ma syarakat dan Dinas Pemberdayaan dan Ma
syarakat Desa (Dispermades). Proses pe ngumpulan data yang
dilaksanakan pada 1 januari 2020 melibatkan banyak pihak dan
melakukan proses perpanjangan untuk me
Tabel 1. Daftar Informan (Samaran)
Nama Informan Jabatan Keterangan Suyamto Sekretaris Desa
Koordinator keuangan desa Widodo Bendahara Desa Pembantu
koordinator keuangan
desa Suryanto Tim Pelaksana Keuangan Desa Pelaksana lapangan
keuangan
desa Tining Dinas Pemberdayaan Masyarakat
dan Desa (Dispermasdes) Boyolali Regulator
Agus Wakil Pendamping desa kecamatan Pembina Keuangan Desa Keca
matan Simo
Isti Badan Permusyawaratan Desa Penerima manfaat Keuangan
Desa
156 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 12, Nomor 1, April
2021, Hlm 153-172
menuhi kebutuhan data. Tujuannya adalah supaya data yang diperoleh
valid. Adapun Tabel 1 menyajikan informan yang ber hubungan dengan
penelitian ini.
HASIL DAN PEMBAHASAN Implementasi pengawasan keuangan
desa terhadap korupsi. Peristiwa korupsi keuangan desa merugikan
negara karena pada dasarnya keuangan desa adalah mi lik negara.
Pemberantasan tindak korupsi keuangan desa perlu dilaksanakan.
Upaya yang bisa dilakukan yaitu mengajak kelom pok dari
Inspektorat Daerah dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa untuk
melaksanakan sosialisasi berkaitan dengan bahaya korupsi keuangan
desa. Selain itu, sosialisasi bermanfaat untuk menguatkan kapasitas
pemerintah desa membangun pengelolaan keuangan desa tanpa korupsi.
Sesuai Permendagri 20/2018 kegiatan so sialisasi wajib
dilaksanakan dalam setiap proses kegiatan desa. Pemerintah desa
juga bisa melaksanakan evaluasi setiap pelak sanaan kegiatan.
Evaluasi dilaksanakan se suai dengan peraturan desa mengenai
Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa. Kegiatan evalusai
dilaksanakan oleh bupa ti/walikota yang melibatkan kepala desa.
Dokumen yang dievaluasi oleh bupati/ wa likota yaitu berkaitan
dengan rancangan peraturan APB Desa. Setelah evaluasi sele sai
dokumen tersebut harus dijadikan pera turan desa mengenai APB
Desa. Selain pera turan desa, evaluasi juga dilaksanakan oleh
sekretaris desa yang berhubungan de ngan laporan keuangan dan
kegiatan. Setelah evaluasi oleh sekretaris desa selesai, hasil nya
harus diserahkan kepada kepala desa untuk disetujui. Adanya
kegiatan sosialisasi dan evaluasi sangat penting untuk diperha
tikan. Kedua proses tersebut dapat mem bantu desa bebas dari
tindakan kecurangan.
Keuangan desa diatur dalam Permen dagri 20/18 mengenai Pengelolaan
Keuang an Desa. Permendagri tersebut mengatur tentang teknis
pengelolaan keuangan da lam desa berawal dari tahap perencanaan
hingga pertanggungjawaban yang meli batkan masyarakat dan seluruh
pemerin tah desa. Kekuasaan dalam pengelolaan keuang an desa
dipegang oleh kepala desa dan didukung oleh tim Pelaksana Penge
lolaan Keuangan Desa (PPKD). Sumber keuang an desa yang dikelola
oleh tin PPKD ber asal dari berbagai sumber di antaranya pendapat
an transfer, pendapatan asli desa,
dan pendapatan lain. Selain itu, keuangan desa digolongkan untuk
penerimaan pem biayaan Sisa Lebih Penggunaan Anggaran (SiLPA),
pencairan dana cadangan, dan hasil penjual an kekayaan desa. Ada
juga penge luaran pembiayaan yaitu pendirian dana cadangan serta
penyertaan modal.
Pendapatan, belanja, dan pembiayaan dikelola dengan beberapa
tahapan. Perta ma, melaksanakan perencanaan di mana sekretaris
desa melaksanakan koordina si perancangan sesuai kebijakan,
prinsip, teknis,dan hal khusus lainnya. Perencanaan rancangan
keuangan melibatkan ba nyak pi hak untuk mewujudkan keterbukaan
pada seluruh lapisan masyarakat. Kedua, tahap pelaksanaan keuangan
desa yang dilaku kan melalui rekening kas desa. Bagi desa yang
tidak mempunyai rekening desa pro ses transaksi menggunakan
pengesahan dalam bentuk tanda tangan kaur keuangan dan kepala desa.
Ketiga, tahap penatau sahaan dilaksanakan oleh kaur keuangan
dengan membuat laporan keuangan. Lapor an tersebut diverifikasi
oleh sekretaris desa yang kemudian akan disampaikan kepa da kepala
desa. Keempat, tahap pelaporan yang di sampaikan setiap satu
semester ke pada Bupati dan masyarakat dengan mem buat papan
penguguman serta pertemuan. Hal tersebut bertujuan agar masyarakat
bisa mengetahui dan mengontrol kegiatan desa secara tidak langsung.
Kelima, tahap pertanggungjawab an yang dilaksanakan se tiap akhir
tahun berupa laporan keuangan, lapora daftar program sektoral , dan
realisa si kegiatan serta program lain yang berada di desa. Lapor
an tersebut adalah laporan terakhir dalam penyelenggaraan pemerin
tahan (Indrawati, 2017). Berkaitan dengan pelaksanaan tahap
pengelolaan keuangan, pemerintah desa diberikan hak otonomi ya itu
hak untuk mengelola keuangan desanya secara mandiri dan bertanggung
jawab.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) adalah rencana
keuangan ta hunan Pemerintah Desa. Peraturan Menteri Dalam Negeri
No 20 Tahun 2018 me ngenai Pengelolaan Keuangan Desa memberikan
penjelasan bahwa proses pengawasan dan pembinaan dikoordinasi
pertama kali oleh Direktur Jenderal Bina Pemerintahan Desa dan
Inspektorat Jenderal Kementerian Da lam Negeri. Kedua dilaksanakan
oleh peme rintah daerah provinsi yang berfokus pada komposisi
keuangan desa. Ketiga dilak sanakan oleh bupati/walikota yang
berkoor
Anisah, Falikhatun, Realita Pengawasan di Tubuh Pemerintahan Desa
terhadap Korupsi 157
dinasi dengan APIP daerah kabupa ten untuk mengawasi jalannya
pengelolaan keuangan desa.
Koordinasi pengelolaan keuangan desa dipegang oleh kepala desa yang
berperan menetapkan kebijakan dalam pelaksanaan Anggaran Pendapatan
dan Belanja (APB Desa), kebijakan mengenai pengelolaan barang yang
dimiliki desa, melaksanakan kegiatan untuk menciptakan biaya dalam
APB Desa, menetapkan pelaksana keuang an desa hingga menyetujui
anggaran yang diajukan. Kepala desa dalam pelaksanaan keuangan desa
dibantu oleh tim Pelaksana Pengelolaan Keuangan Desa (PPKD). PPKD
terdiri atas sekretaris, kaur, kasi, dan kaur keuangan desa. Tugas
sekretaris desa ada lah mengoordinasi penyusunan dan pelak sanaan
kebijakan, rancangan, peraturan, perubahan, dan (APBDesa). Selain
itu, tugas sekretaris untuk mengoordinasi tugas dari perangkat desa
sebagai tim TPKD dan pe nyusunan laporan keuangan. Verifikasi RAK
Desa serta bukti penerimaan dan pengeluar an juga menjadi tugas
sekretaris desa.
Selama proses pengelolaan keuang an desa tidak semuanya berjalan
dengan bersih teratur seratus persen dari penyim
panganpenyimpangan. Salah satu tindak an yang terjadi yaitu
korupsi yang banyak dilakukan oleh pejabat pemerintah desa terutama
kepala desa. Kejadian korupsi di Kabupaten Boyolali sudah terjadi
beberapa kali. Hal ini sesuai yang dijelaskan oleh Ti ning pada
pernyataan sebagai berikut:
“...di Boyolali ada sih mbak penye lewengan korupsi di APBDesnya.
Kemarin ada kepala desa yang menggelapkan keuangan desa un tuk
kepetingan pribadi...ya kami tidak berani menyebutkan sia pa dan
di mananya mbak. Kasus yang udah terjadi kayak peng gelapan pajak,
PAD, dan sedikit di dana desa, bahkan sempat ada kepala desa yang
ditahan karena korupsi...ooo iya pada dasarnya mbak korupsi itu
didukung ba nyak faktor. Menurut kami faktor yang peluang
menimbulkan ko rupsi seperti kebutuhan pribadi, adanya kesempatan,
keinginan mendalam dari pelaku eee, dan kerja sama antarrekan yang
pal ing riskan mbak...” (Tining).
Pernyataan Tining diperkuat dengan hasil wawancara dengan Agus dan
Isti di kecamatan dan BPD yang memberikan ke terangan bahwa memang
korupsi itu ada di dalam pemerintahan desa. Bentuk korupsi bisa
bebagai macam tidak hanya dari segi uang saja tetapi bisa dalam
bentuk lainnya. Adapun pernyataan lebih rinci ditunjukkan pada
kutipan berikut ini:
“...apalagi sekarang dengan ada nya keuangan desa yang bersum ber
dari dana desa mbak. Sejak 2017 saya disini ada beberapa perangkat
desa pintar mencari celah bagaimana kegiatan bisa masuk kebidang
dana desa, se perti ada desa yang memasukkan sarana prasarana
olahraga. Itu kan salah satu korupsi kecil...” (Agus).
“...eee masalah pelaksanaan keuangan desa yang bebas dari korupsi
itu mungkin bisa dibilang, gimana ya mbak hmmm.. mungkin bebas
korupsi tapi masih ada se dikit penyelewengan namun tidak cukup
merugikan desa maupun rakyatya...” (Isti).
Pernyataan Agus dan Isti menunjukkan bahwa korupsi memang dapat
terjadi dalam kondisi kegiatan terkecil seperti pembelian sarana
prasarana, hingga kondisi terbesar seperti pembangunan
infrastruktur desa. Korupsi keuangan desa dilatarbelakang i oleh
beberapa hal yaitu adanya peluang melakukan, kebutuhan mendesak,
keingin an untuk memasukkan seluruh kegiatan ke dalam keuangan
desa, dan adanya fak tor dukungan atau kerja sama di satu pe
merintah desa serta kurangnya kemampuan dalam mengelola keuangan.
Feldman (2020) dan Woodside (2020) menyebutkan bahwa tingginya
sifat rasionalisasi dan rendahnya kompetensi SDM akan menyebabkan
terjadi korupsi di keuangan desa. Banyak perilaku yang bisa
dilakukan oleh pengelola keuang an desa untuk melancarkan tindakan
ko rupsi, mulai dari penambahan akun dalam laporan keuangan dan
memasukkan kegiat an yang tidak semestinya dalam pelaksa naan
lapangan.
Pada dasarnya kegiatan korupsi bisa dilakukan sewaktuwaktu. Desa
Kedung
158 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 12, Nomor 1, April
2021, Hlm 153-172
lengkong selama ini berjalan lancar tan pa penyelewengan, tetapi
tidak dipungkiri suatu saat akan ada korupsi. Hal itu sesuai
penjelasan Suyamto dan Widodo sebagai berikut:
“...memang selama ini kami dalam melaksanakan keuangan desa
berjalan dengan lancar mbak, be bas dari penyelewengan dan tin
dakan kecurangan apa pun itu. Tetapi kami tidak memungkiri ke
depannya mungkin akan ada sebuah korupsi mbak, karena kan kondisi
berbedabeda mbak. Emm maksudnya kondisi sese orang beda, mungkin
setelah ini ada perangkat desa yang menye lewengkan anggaran tanpa
keta huan bisa saja karena kebutuh an, pengetahuan yang dimiliki
rendah, dorong an temanteman. Ya intinya kita tetap berusaha untuk
menghindari, tetapi kalau masalah terjadi atau tidak mung kin
tergantung situasi mbak...” (Suyamto).
“...sebagai bendahara yang ber tanggung jawab atas seluruh
keuangan desa emang angel mbak, ya sebisa mungkin me nertibkan
pelaksanaan keuangan desa agar sesuai dengan RAB yang sudah dibuat
dan terhindar dari korupsi. Pengalaman saya selama ini memang susah
menjalankan keuang an desa yang baik, apala gi menjalankan
realisasi lapang an itu butuh pengawasan ketat supaya penyimpangan
yang tidak diinginkan terjadi mbak...” (Wido do),
Pernyataan Suyamto dan Widodo diperkuat dengan penjelasan dari Agus
yang menyatakan bahwa selama ini belum ada ko rupsi di desadesa
kecamatan Simo. Bahkan Agus juga menyatakan bahwa belum ada ke
giatan yang menunjukkan indikasi korupsi di Desa Kedunglengkong.
Hasil wawancara nya disajikan sebagai berikut:
“...kalau kami melihat pengelo laan keuangan di Kedunglengkong
berjalan dengan lancar,belum ada tindakan korupsi ataupun
penyelewengan lainnya. Kare na kami selalu membimbing dan
mengawasi setiap kegiatan yang dilaksanakan. Desa pun juga me
minta petunjuk dari kami selaku pembimbing jika ada kesulitan...”
(Agus).
Desa Kedunglengkong selama ini aman dari tindakan kecurangan
korupsi. Pelaksa naan keuangan dilaksanakan sesuai pera turan
yang berlaku dan bersih. Koordinator keuangan desa menjelaskan
bahwa memang tindakan korupsi tidak akan bisa dihindari oleh siapa
pun. Hal ini bergantung kondisi dan situasi serta siapa yang akan
melak sanakan pengelolaan keuangan desa. Ko rupsi keuangan desa
bisa terjadi kapan saja sesuai keadaan lingkungan (Mookherjee,
2014; Walton, 2016). Luasnya kekuasaan seseorang dalam organisasi
juga akan men dorong korupsi (Antlöv et al., 2016).
Desa Kedunglengkong memiliki tim PPKD pengelolaan keuangan desa
yang se mentara ini ditempati oleh sekretaris desa karena jabatan
kepala desa masih kosong. Sekretaris desa sebagai penanggung jawab
penuh dalam pengelolaan dibantu oleh kaur dan kasi. Pengelolaan
keuangan desa dikua sai oleh kaur keuangan desa. Pelaksanaan
keuangan pemerintah desa Kedunglengkong selama ini terlaksana
selaras dengan pera turan yang berlaku. Proses penyusunan RAK Desa
dipimpin oleh kepala desa pada awal tahun. Pelaksanaan dan
koordinasi mengenai pelaksanaan keuangan desa oleh sekretaris desa.
Ketika proses keuangan desa seluruh masyarakat ikut serta pastisi
pasi di setiap kegiatan yang diwakilkan ke pada Badan
Permusyawaratan Desa (BPD). Seluruh kegiatan dipertanggungjawabkan
melalui pertemuanpertemuan rutin yang diadakan oleh desa.
Pemahaman mengenai keuangan desa di Kedunglengkong sudah sesuai
dengan peraturan yang berlaku. Proses pengelolaan juga dilaksanakan
sesuai peraturan yang berlaku. Perencanaan RAK desa dimulai dengan
tingkat RT yang akan mengumpul kan masyarakat untuk diajak diskusi
ber sama. Setelah RT memperoleh usulan dari masyarakat hasilnya
akan dibawa ke disku si tingkat dusun yaitu Musyawarah Dusun
(Musdus). Kegiatan Musdus akan dikumpul kan aspirasi dari semua
masyarakat desa, kemudian akan dipilih mana yang menjadi skala
prioritas terlebih dahulu untuk dilak
Anisah, Falikhatun, Realita Pengawasan di Tubuh Pemerintahan Desa
terhadap Korupsi 159
sanakan. Program yang dihasilkan dalam Musdus akan dibawa ke
musyawarah ting kat desa yaitu musyawarah rencana pem bangunan
desa (musrengbangdes). Mus rengbangdes adalah kegiatan penting
dalam mendukung keberhasilan keuangan desa. Musrengbangdes desa
Kedungkong dihadi ri oleh kepala desa, bendahara, sekretaris, kaur
dan kasi, dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sebagai perwakilan
masyarakat. Konsep dari desa sesuai dengan peratur an menteri desa
yang berfokus pada prio ritas utama desa. Adanya ketertiban proses
pelaksanaan membuat korupsi yang terjadi sangat minim atau hampir
tidak ada selama periode berjalan. Hal ini sesuai dengan pen
jelasan Suryanto dan Widodo pada kutipan sebagai berikut.
“...proses berjalan kan, ya kan kayak bulan Januari di sini kita
mengadakan musrengbangdes. Lha musrengbangdes kita meng undang
masyarakat RT RW dan tokoh masyarakat. Dari tokoh masyarakat dan
sebagainya itu kita menerima usulan dari mereka mbak. Mereka di
bidang pemba ngunan mana, prioritas di mana. Misalnya di sini kita
kan mengam bil keputusan dari proses musya warah tersebut”
(Suryanto).
“...selama periode saya di sini se jak 4 tahun terakhir,
alhamdulil lah mbak belum ada kejadian yang mngarah ke korupsi.
Palingan ada masalah sitik saat pertanggung jawaban dilaksanakan,
kadang ada yang junjing mbak. Nah itu go- lek i siji-siji mbak ndi
sing kurang ndi sing luwih...” (Widodo).
Partisipasi sangat penting di Desa Ke dunglengkong saat proses
pengambilan keputusan. Hampir di setiap kegiatan meli batkan
banyak partisipasi dari masyarakat, perangkat desa, dan pihak yang
berkepen tingan dalam kegiatan desa (Jacka & Chen grui,
2016). Anggreni et al. (2020) mene mukan bahwa partisipasi sangat
penting dilaksanakan dalam setiap kegiatan untuk menghindari
korupsi. Proses keuangan desa dilakukan dengan musyawarah bersama
masyarakat di seluruh desa yang menja di unsur penting (Triani,
2018). Partisipasi masyarakat di pengelolaan keuangan dana
desa adalah salah satu bentuk dan upa ya memberikan peran dalam
pembangun an desa (Wahyudi et al., 2019). Partisipasi masyarakat
meliputi tiga aspek yaitu Mus rengbagdes, pelaksanaan pengawasan
pro gram, dan pelaksanaan program dana desa sendiri. Partisipasi
masyarakat bisa dire alisasikan dengan tenaga, pikiran, pera
latan, dan kemampuan sesuai bidang yang dimiliki (Sofe, 2020).
Sesuai keadaan mas yarakat Kedunglengkong tidak sepenuhnya
mengenai keuangan desa, tetapi masyarakat itu pen ting dalam
mendukung pengawasan keuang an desa. Pada dasarnya masyarakat desa
sudah berkomitmen untuk memaha mi dan menjalankan seluruh kegiatan
desa melalui sarana dan prasarana yang dise diakan. Kegiatan
Musrengbangdes juga sa ngat penting dalam membentuk pengelolaan
keuangan desa yang bebas dari korupsi. Ke dunglengkong
melaksanakan kegiatan mus rengbangdes dengan melibatkan seluruh
ba gian masyarakat tujuannya supaya seluruh lapisan masyarakat
memiliki peran dalam kegiatan pengawasan desa. Walaupun masih ada
beberapa pihak masyarakat yang belum mengetahui secara penuh
pentingnya peng awasan pengelolaan keuangan desa, tetapi
pemerintah Desa Kedunglengkong berusaha untuk selalu memberikan
pembinaan dan pelatihan. Secara menyeluruh dapat dilihat bahwa
pengawasan pengelolaan keungan desa dengan melibatkan partisipasi
ma syarakat dan pihak eksternal sangat ampuh dalam menghadapi
korupsi.
Pemerintah desa sadar akan ada nya pengawasan dari berbagai pihak.
Pen ting untuk mengetahui mengenai penga wasan keuangan desa dan
fungsinya secara menyeluruh. Selain itu, desa memiliki kon sep
uang dari rakyat dan untuk rakyat. Pendirian pemerintah desa kuat
pada keya kinan tersebut. Masyarakat, regulator, dan stakeholder
juga memiliki hak dan kewa jiban ikut serta mengawasi kondisi
keuang an desa. Hal ini sesuai yang diterangkan Suyamto dan Widodo
sebagai berikut:
“Sebelumnya Anggaran Pendapat an dan Belanja Desa (APBDes) sendiri
adalah dana yang bersum ber dari APBN untuk desa. Pro ses
pembentukan APBDes melalui musrenbangdes yang dihadiri oleh RT, RW,
tokoh agama, tokoh pendidikan, kelompok kesehatan, dan kelompok
PKK. APBDes terdi
160 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 12, Nomor 1, April
2021, Hlm 153-172
ri atas Alokasi Dana Desa (ADD) dan Dana Desa (DDs). Kalau ADD
digunakan untuk gaji, tunjangan, pemberdayaan, kader kesehatan, dan
lainnya yang tidak berhubun gan dengan pembangunan, se dangkan
DDs itu digunakan khu sus untuk pembangunan. Nah, mbak dari situ
kita bisa melihat bahwa pengawasan APBDes mer upakan salah satu
kegiatan yang dilaksanakan untuk terlaksana nya seluruh dana yang
diperoleh desa...kemudian setiap transak si pengeluaran sekarang
melalui Badan Usaha Milik Desa (BUM Des), jadi seluruh pembelian
misal material melalui BUMDes. Kemu dian ketika ingin mendapatkan
keuntungan maka pihak BUMDes bisa membeli barang di toko milik
pribadinya tetapi dengan harga yang sama sesuai ketentuan yang
telah ditetapkan” (Suyamto).
“...njih mbak, saya sebenarnya pemahaman tentang pengawasan perlu
diketahui. Desa selalu mem berikan keterbukaan pada ma syarakat,
pembina desa, maupun daerah untuk mengecek secara rutin tentang
keuangan kita ter utama Desa Kedunglengkong ini. Gini mbak, enten
ee pengawasan niku saget membantu desa di siplin sehingga korupsi
tidak akan terjadi. Selain itu bisa mem permudah saya mbak membuat
lapor an...”(Widodo).
Peran aktif faktorfaktor pendukung pengawasan keuangan desa memang
sa ngat penting. Pernyataan Suyamto dan Widodo dikuatkan dengan
penjelasan dari Ti ning bahwa pemahaman mengenai APBDes, ke
terbukaan, dan kedisiplinaan itu sangat penting dalam mendukung
pengawasan. Adapun pernyataan lengkapnya sebagai berikut:
“...nek masalah keterbukaan dan pengawasan yang saya ketahui
desadesa selama ini sudah ter buka dan mengawal dengan baik.
Pemantauan kami lakukan me mang tidak setiap saat tapi kami selalu
memperhatikan bagaimana
desa bertindak karena itu adalah tanggung jawab besar kami mbak,
nggeh sebisa mungkin kami akan selalu memberikan terbaik. Toh nanti
kalau terjadi korupsi kami juga yang akan mengurusi mbak...”
(Tining)
Pernyataan Tining menunjukkan bah wa selama ini desa dan
pemerintah memang benar ikut dalam pengawasan pengelolaan keuangan
desa. Hal ini memperkuat bah wa desa memiliki pengawasan yang
ketat dari berbagai penjuru untuk terhindar dari korupsi. Selama
ini pelaksanaan keuangan Desa Kedunglengkong menunjukkan bahwa
pemerintah desa sebagai pelaksana keuang an desa memiliki
kewajiban untuk melak sanakan proses keuangan bebas korupsi karena
dapat merugikan banyak pihak. Da lam proses pengelolaan terdapat
beberapa kelemahan yaitu kemampuan sumber daya manusia masih
terbatas, sosialisasi masih kurang, dan pelatihan khusus pemerintah
desa belum terlaksana dengan baik. Kurang nya kompetensi sumber
daya manusia dapat menimbulkan permasalahan di bidang per
tanggungjawaban. Sesuai hasil penelitian sebelumnya yang
dilaksanakan oleh Abidin (2015) dan Wijayanti & Hanafi (2018)
bahwa pengetahuan mengenai keuangan desa sa ngat penting demi
keberhasilan pengawasan dalam pemerintah desa. Jika pengetahuan
perangkat desa dan masyarakat kurang me ngenai keuangan desa dapat
menyebabkan celah korupsi. Perlu dilaksanakan sosialisasi mengenai
makna dan fungsi keuangan desa di setiap desa. Rendahnya
sosialisasi dapat menyebabkan masyarakat tidak mengetahui sumber
dan penggunaan keuangan desa. Dari situ dapat timbul tindak pidana
korup si karena perangkat desa akan meremehkan ketika masyarakat
tidak tahu dan korupsi makin besar. Bidang pertanggungjawaban yang
lemah dapat membuat manipulasi data oleh perangkat desa. Lemahnya
pengawasan akan menyebabkan pertanggung jawaban kurang serta
kecurang an akuntansi sema kin meningkat.
Masyarakat memiliki sifat yang per hatian pada seluruh tindakan
yang dilak sanakan oleh pemerintah desa. Sekecil apapun tindakan
yang dilakukan desa, maka masyarakat ikut memperhatikan. Ti dak
hanya masyarakat tetapi pihak inspek torat juga akan terjun
langsung ketika men dengar adanya tindakan korupsi keuangan
Anisah, Falikhatun, Realita Pengawasan di Tubuh Pemerintahan Desa
terhadap Korupsi 161
desa. Hal ini sesuai yang dijelaskaan oleh Widodo sebagai
berikut:
“Kemudian, mengenai korupsi adalah kegiatan kecurangan yang
merugikan masyarakat maupun perangkat desa itu sendiri. Mi salnya
mbak menjadi kepala desa nah di situ mbak melakukan ko rupsi
terhadap dana desa pasti akan merugikan banyak pihak. Tidak hanya
itu, bahkan pemba ngunan tidak akan sesuai kuali tas jadi
infrastruktur cepat rusak seperti yang terlihat. Alhamdu lillah
selama saya menjabat se bagai bendahara belum ada kasus korupsi,
karena di sini ketika in gin malaksanakan pembangunan atau
kegiatan maka uangnya akan diberikan di akhir sesudah acara selesai
atau ketika membangun itu dalam bentuk material tidak uang. Di sini
sangat takut untuk melaksanakan korupsi karena kita itu punya tiga
pengawas dan pelaporan yaitu kecamatan, Dinas Perhubungan
Masyarakat dan Desa (Dispermasdes), dan yang sangat rentan yaitu
inspektorat pajak” (Widodo).
Perwakilan masyarakat juga memberi kan penjelasan bahwa kegiatan
kecil dalam setiap kegiatan pengelolaan dan pengawasan keuangan
desa sangat berarti. Tidak perlu banyak tindakan, tetapi dengan
memulai pengelolaan keuangan dengan tertib maka akan terhindar dari
penyelewengan. Hal ini ditunjukkan oleh pernyataan Isti pada kuti
pan sebagai berikut:
“... saya selalu ikut mbak nek ada acaraacara desa. Papan pengu
muan tentang uang desa untuk apa biasanya ditempel dipojok prapatan
desa mbak e, ya saya se bagai pekerja guru sekaligus BPD tentunya
harus sadar mbak ten tang pentingnya ikut partisipasi dan
mengawasi desa. kalau bu kan dimulai dari kita masyarakat kecil,
siapa lagi gitukan ya mbak. Eee saya berudaha untuk selalu
mengontrol masyarakat dengan memberikan arahan pada seti ap RT
untuk meminta keluhan
atau masukanuntuk desa melalui Musyawarah Dusun...” (Isti).
Pernyataan Widodo menjelaskan bah wa Desa Kedunglengkong dalam
melak sanakan keuangan desa selalu berhatihati. Pihak pemerintah
desa sadar bahwa banyak pihak yang akan dirugikan jika sampai ter
jadi korupsi. Selain itu, pengawasan yang ketat dari berbagai pihak
juga menjadi salah satu faktor pendukung kesuksesan keuang an
desa. Pada sisi lainnya, Isti menerangkan masyarakat mengetahui apa
yang ada di desa melalui MMT atau papan pengumuman yang ditempel di
setiap desa. Sebagai ma syarakat kecil sudah sepatutnya ikut mem
perhatikan desanya, karena perhatian kecil dari masyarakat akan
meningkatkan kes ejahteraan desa maupun masyarakat. Isti juga
menjelaskan bahwa selama ini sebagai koordinator antara masyarakat
dengan pe merintah desa selalu meminta dan mengum pulkan
masyarakat untuk ikut memberikan masukan walaupun secara tidak
langsung melalui musyawarah dusun. Terdapat juga pendamping
kecamatan yang terus berputar dari satu desa ke desa lainnya supaya
pelak sanaan keuangan desa terarah.
Pendamping desa melakukan tugas pendampingan meliputi proses
perencanaan hingga pertanggungjawaban, pelaksanaan pengelolaan
layanan sosial, pengembang an usaha milik desa, pengembangan
sarana, dan masih banyak lagi. Peningkatan kemampuan pemerintah
desa, pengorganisasian kelom pok masyarakat, dan peningkatan
keahlian kader untuk mendorong kader baru yang berkualitas juga
salah satu pendamping an yang dilaksanakan. Selain itu, koordniasi
antarpendamping desa dan kecamatan sa ngat perlu dilaksanakan
untuk keberhasilan tugas yang dilaksanakan. Pendamping Ke camatan
Simo sebagai pihak yang diberi tu gas untuk memberikan
pendampingan desa juga memberikan keterangan mengenai pen gawasan
pengelolaan keuangan desa yang telah berjalan. Pendamping desa
bertugas untuk mengawal dalam seluruh pembinaan mulai dari
perencanaan hingga pertang gungjawaban harus ikut serta dalam mem
perbaiki pengawasan pengelolaan keuangan desa terhadap korupsi.
Korupsi sangat pen ting untuk diperhatikan sesuai kajian yang
dilakukan oleh Kadir & Moonti (2018) dan Satriajaya et al.
(2017) yang menunjukkan bahwa korupsi keuangan dana desa memili ki
dampak pada pemerintah desa. Terdapat
162 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 12, Nomor 1, April
2021, Hlm 153-172
banyak dampak meliputi saat pembuatan RAB tidak selaras dengan
kesepakatan awal, kejadian kepala desa mempertanggung jawabkan
pembiayaan tidak sesuai sumber nya, melakukan peminjaman dana
sementa ra dengan mealihkan ke tabungan pribadi, pemangkasan
sumber dana desa oleh orang yang tidak bertanggung jawab, membentuk
kegiatan fiktif, melakukan mark-up honor, pembayaran ATK yang
melebihi harga nyata, penghasilan pajak tidak dimasukkan ke da lam
keuangan, dan lainnya.
Pengawasan dan pendampingan APB Des memiliki peran krusial dalam
rangka menghindari korupsi. Hal ini menjadi penga kuan dari Tining
dan Agus dalam melakukan tugasnya. Mereka merasa bahwa pendam
pingan dan pengawasan membuat setiap kegiatan desa dapat terpantau.
Adapun per nyataan lengkapnya tercermin pada kutipan sebagai
berikut:
“...kami sebagai pihak tertinggi di Kedinasan desadesa Boyolali
se lalu mengawasi jalannya keuang an desa mbak. Setiap kegiatan
selalu kami minta pertanggungja bannya melalui pembuatan lapor
an. Ya memang pemerintah pusat hanya ingin mengetahui penyerap
annya sebarapa, tidak ingin tahu untuk apa dan bagaimana. Dari situ
kami diberi perintah untuk mengawal, makanya kami mem berikan
syarat berupa pemberian laporan akhir disetiap kegiatan supaya kami
tahu sampai mana nya dengan terperinci mbak...” (Ti ning).
“...proses pengawasan tidak ha nya dari pendamping kecamatan,
tetapi juga ada pengawasan dari pemerintah Boyolali. Setiap pe
ngelolaan keuangan desa dilapor kan persemester untuk mengen
dalikan korupsi. Selain itu mbak, proses pencairan keuangan desa
dilakukan setelah SPJ dibuat. Pemerintah juga menyediakan pelatihan
rutin, pendamping seti ap satu desa dipegang satu pen damping...”
(Agus). Pernyataan Tining dan Agus menun
jukkan bahwa selama ini pemerintah sudah memberikan pendampingan
kepada setiap
desa. Selain itu, setiap desa juga disediakan pendamping untuk
menjalankan fungsi pe ngelolaan maupun pengawasan. Dukungan dari
pemerintah pusat Boyolai juga dibe rikan pada setiap desa berupa
pembuatan laporan akhir yang wajib setiap kegiatan. Desa
Kedunglengkong mendapatkan pelatih an dari pemerintah daerah dan
berhak un tuk meminta bantuan pendamping desa jika menemui
kesulitan. Dari situ terlihat bahwa memang pengawasan pemerintah
selama ini berjalan secara rutin baik melalui pelatihan maupun
pendampingan desa.
Sesuai penelitian terdahulu menunjuk kan bahwa desa mempunyai
sistem keuang an berbeda yang terhubung ke Pendapat an Asli Desa
(PAD) dan APBN (Sugiharti & Ramdan, 2019). Pelaksanaan
pengelolaan keuang an desa oleh pemerintah telah se laras dengan
peraturan yang berlaku. Su dah banyak desa yang bisa patuh pada
pera turan peng awasan pengelolaan keuangan desa. Proses
pelaksanaan keuangan desa sudah ada perbaikan baik dari administra
si, pelaporan, maupun pencapaian program (Abidin, 2015). Indikator
pengukuran setiap proses pengelolaan keuangan desa terdiri atas
perencanaan, pelaksanaan, penatau sahaan, pelaporan, dan
pertanggungjawab an (Rakhman, 2019). Pelaksanaan pen gawasan
kecamatan Simo sudah berjalan dengan baik. Banyak pihak yang
terlihat dalam proses pengawasan yaitu kabupaten Boyolali dan
pendamping desa. Tidak hanya mendam ping i, tetapi juga memberikan
arah an, pelatihan ketika pemerintah desa tidak mampu melaksanakan
tugas. Demi meng hindari korupsi, proses pencairan keuangan desa
dilaksanakan di akhir setelah Sistem Pertanggungjawaban (SPJ)
terbentuk dan ter laporkan ke pusat.
Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (Dispermasdes) merupakan
salah satu organisasi yang memiliki tugas untuk membantu
pelaksanaan urusan pemerintah daerah yang berkaitan dengan bidang
pem berdayaan masyarakat dan desa. Salah satu tugas Dispermasdes
yaitu mengawal jalan nya keuangan desa dan melaporkannya ke pusat.
Dinas tersebut memberikan pelatihan secara langsung setiap satu
tahun sebanyak dua sampai tiga kali. Kegiatan tersebut se bagai
salah satu cara memantau pelaksa naan keuangan desa. Kegiatan
pengawasan juga dilaksanakan pada setiap usaha yang dimiliki oleh
desa karena tempat tersebut merupakan salah satu bagian yang juga
fatal
Anisah, Falikhatun, Realita Pengawasan di Tubuh Pemerintahan Desa
terhadap Korupsi 163
saat terjadi korupsi. Selama ini dinas melak sanakan pengawasan ke
Desa Kedungleng kong melalui pendamping desa, tidak secara
langsung. Hanya beberapa kasus dinas akan melaksanakan peninjauan
secara langsung. Walaupun begitu, dinas tetap melaksanakan
peninjuauan dengan rutin dan selalu siap membantu. Hal ini sesuai
yang dijelaskan oleh Tining pada pernyataan sebagai berikut:
“...pada dasarya tahapan keuang an desa itu sudah diatur pelak
sanaan dan akibat jika terjadi sebuah penyelewengan, Kami se laku
pembina daerah tetap ikut serta dalam pengawasan, wa laupun tidak
secara langsung mbak, Pertemuan rutin selalu kami laksanakan.
Transparan si selalu kami utamakan dalam memimpin. Dibayangkan
saja ya mbak, bagaimana desa akan melaksanakan penyelewengan jika
peraturan sudah menegas kan bahwa setiap pelaksanaan keuangan
pasti terkontrol kare na proses LPJ dilakukaan setelah kegiatan
selesai. Kebijakan dari kabupaten, yang jelas dana desa setiap
tahun akan kami kawal. BUMDes juga kita kawal...penga wasan tidak
hanya dilaksanakan dari pusat. Kenyataannya setiap kegiatan tokoh
masyarakat di syaratkan harus diikutkan. Mulai dari proses
perencanaan hingga tanggung jawab. Jadi dari situ kecil kemungkinan
akan terjadi penyelewengan...oh ya mbak me mang ada beberapa kasus
korupsi yang terjadi di lingkup kabupaten Boyolali. Kasusnya ada
desa yang menyelewengkan, di mana kepa la desa tidak memasukkan
hasil penjualan bengkok ke Pendapatan Asli Desa (PAD) dan
menyeleweng an pendapatan pajak...” (Tining).
Pernyataan Tining menunjukkan bah wa tindakan korupsi sangat kecil
kemung kinan dilaksanakan secara besarbesaran jika desa taat pada
aturan yang berlaku. Dukungan kepala desa dalam pengawasan
pengelolaan keuangan desa mempunyai pe
ran yang sangat penting untuk keberhasilan pengawasan oleh
daerah.
Hal ini selaras dengan penelitian ter dahulu yang menemukan bahwa
pemerin tah kabupaten memberikan arahan supaya kepala desa tidak
melakukan tindakan se wenangwenang, serta harus bertanggung jawab
penuh pada desa yang di pimpimnya (Mimba et al., 2013). Anggreni et
al. (2020) menerangkan bahwa pencegahan korupsi dilaksanakan salah
satunya dengan meli batkan peran masyarakat dalam setiap ke
giatan yang telah diatur dalam permendagri. Imawan et al. (2019)
menyatakan bahwa akuntabilitas kepada pemerintah kabupa ten
dilaksanakan dengan pembentukan SPJ berkala dan memasang banner,
publikasi program yang sudah terealisasi melalui pa pan pengumuman
setiap dusun. Tujuannya agar pemerintah percaya pada pemerintah
desa dan dapat meningkatkan keikutserta an masyarakat dalam
kegiatan desa. Sesuai hasil wawancara dengan pihak pemerintah
kabupaten bahwa pengawasan oleh pemer intah kabupaten di Desa
Kedunglengkong terlaksana dengan baik melalui pendam ping desa.
Memang pihak kabupaten tidak dapat terjun langsung ke lapangan
teta pi menyediakan sarana untuk menunjang pelaksanaan keuangan
desa. Kegiatan pela tihan rutin untuk perwakilan pemerintah desa
dilaksanakan hampir disetiap periode. Perangkat desa diberikan
pelatihan berupa pengelolaan keungan desa yang benar dan baik
selaras dengan peraturan yang berlaku. Selain itu, desa juga
dikawal oleh pemerin tah kabupaten dalam pendirian Badan Usa ha
Milik Desa (BUM Desa). Pelatihan pem bentukan BUM Desa memang
belum bisa terealisasi di lapangan karena masih banyak desa yang
kesusahan dalam menentukan BUM Desa sesuai potensi yang dimiliki
desa. Kedunglengkong juga mengalami kesulitan dalam mengembangkan
BUM Desa sesuai potensi desa yang dimiliki.
Pernyataan Tining juga menunjukkan bahwa memang terdapat
penyelewengan ko rupsi terjadi di beberapa desa. Namun, di Desa
Kedunglengkong sampai saat ini belum ada tindakan korupsi yang
terjadi. Pelaksa naan pengelolaan keuangan desa yang di pimpin
oleh sekretaris desa berjalan dengan lancar. Memang terdapat
sedikit keterlam batan dalam hal pelaporan SPJ, tetapi hal
164 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 12, Nomor 1, April
2021, Hlm 153-172
tersebut tidak menjadi masalah. Pemerintah Desa Kedunglengkong
tetap menjalankan kegiatan yang ada di desa dengan memper hatikan
etika yang tercantum dalam pera turan bupati Boyolali.
Pengawasan keuangan desa sangat penting untuk mencegah tindakan
korup si. Pengawasan dilaksanakan dari ber bagai pihak, mulai dari
Inspektorat Jenderal (Ke menDes, KemenKeu, dan KemenDagri), Badan
Pengawasan Keuangan dan Pemban gunan (BPKP), dan Badan
Permusyawaratan Desa (BPD). BPD menjadi wakil masyarakat sebagai
pengawas. Setiap pembentukan dan pelaksanaan program BPD selalu
memberi kan masukan serta pendampingan. Tindak pidana korupsi di
Desa Kedunglengkong ma sih minim terjadi sesuai dengan penjelan
Isti dan Tining pada kutiipan sebagai berikut:
“...selaku BPD kami selalu in gin melihat keberhasilan desa.
Pelaksanaan program desa un tuk menyejahterakan masyarakat sampai
saat ini belum ada keja dian yang berarti. Di mana ma sih aman
mbak...saya sendi ri me nyadari bahwa memang pelaksanaan keuangan
desa itu berat karena banyak mata yang akan memperhatikan. Mulai
dari pro ses musdus hingga mus des ma syarakat ikut mengawasi.
Kemudian mbak, proses musreng bangdes seluruh lapisan pemerin tah
desa dan masyarakat ikut jadi satu. Desa Kedunglengkong ada lah
salah satu desa yang selama ini belum pernah terjadi tindakan
penyelewengan...” (Isti).
“...bimbingan itu sangat penting untuk kami berikan kepada setiap
desa mbak. Setelah kita bimbing tentunya harapan ke depan desa bisa
lebih amanah dalam menge lola keuangan desa. Cuma yang harus
diperhatikan desadesa itu mengenai komitmen pelaksanaan supaya
tidak tejadi korupsi mbak. Kita sebagai pengawas pusat sela lu
memberikan arahan pada desa secara langsung saat pertemuan
dilaksanakan” (Tining).
Pernyataan Isti menunjukkan bahwa Badan Permusyawaratan Desa
memiliki pe
ran yang begitu penting dalam pengawasan pengelolaan keuangan desa.
BDP Desa Ke dunglengkong selalu berharap desanya maju dan bebas
dari korupsi. BPD menganggap memang masyarakat juga memiliki peran
aktif dalam mengawasi jalannya keuangan desa baik proses hingga
pelaporan. BPD selalu diikutsertakan untuk memberikan masukan,
evaluasi dan bimbingan dalam perencanaan keuangan desa dan pelaksa
naan keuangan desa oleh tim PPKD secara terus menerus, sehingga
seluruh kegiatan tidak terlepas dari pengawasan. Adapun penjelasan
Tining menggambarkan juga bahwa pemerintah kabupaten juga memili
ki peran yang sangat penting dalam proses pengawasan keuangan desa.
Sesuai dengan hasil penelitian terdahulu disebutkan bah wa BPD
mempunyai peran penting sehinga dibutuhkan dalam pengawasan
keuangan desa (Hooper, 2017; Jayasinghe & Wickra masinghe,
2011). Pengawasan oleh BPD se lama ini hanya formalitas saja,
tetapi tetap penting karena merupakan salah satu per wakilan
masyarakat dalam memantau pe merintah desa melaksanakan tugas
(Sour, 2020). Pelaksanaan pengawasan yang lemah akan mengakibatkan
penyelewengan akan meningkat. Desa kedungkong selama pelak sanaan
keuangan desa memang mengalam i beberapa hambatan seperti kemampuan
SDM yang tidak memenuhi. Proses pelapor an juga tenjadi sedikit
masalah, di mana terjadi keterlambatan karena pelaksanaan lapangan
yang tidak tepat waktu. Koordina si yang kurang menyebabkan Tim
Pelaksa na Keuangan Desa (TPKD) bekerja kurang maksimal, sehingga
meyebabkan sedikit pembengkakan anggaran. Kelemahan terse but
tidak menyebabkan Desa Kedungleng kong lemah dan terjadi korupsi
karena BPD serta anggota pemerintah desa selalu ikut menyelesaikan
permasalahan bersamasa ma.
Kegiatan pengawasan dilaksanakan supaya kegiatan penyelenggaraan
kegiatan berjalan sesuai perUndangudangan. Un dangudang Hukum
Pidana telah menyebut kan masyarakat memiliki peran dalam upaya
pencegahan korupsi. Pembinaan dan penga wasan diatur dalam
Permendagri 20/2018 bab V. Peraturan tersebut menunjukkan bahwa
menteri melaksanakan kegiatan pem binaan dan pengawasan
dikoordinasi oleh pihak Direktur Jenderal Bina Peme rintah Desa dan
Inspektur Jenderal Kemen terian Dalam Negeri selaras dengan fungsi
dan tu
Anisah, Falikhatun, Realita Pengawasan di Tubuh Pemerintahan Desa
terhadap Korupsi 165
gas. Kegiatan desa sangat beresiko terhadap tindakan korupsi.
Sekecil apa pun kesalahan desa masyarakat akan ikut memberikan ma
sukan. Desa Kedunglengkong telah melak sanakan program desa dengan
melibatkan masyarakat secara langsung. Setiap bulan perangkat desa
melaksakanan program den gan memberikan kesempatan masyarakat ikut
berpartisipasi. Hal ini se suai yang di jelaskan oleh Suyamto,
Isti, dan Tining pada kutipan sebagai berikut:
“APBDes perlu diawasi agar ti dak terjadi penyalahgunaan dana
karena hal itu bisa merugikan banyak pihak. Misal mbak ada
pembangunan kemudian membeli material dengan kualitas rendah, sudah
pasti akan cepat rusak dan masyarakat akan protes pada kita. Jadi
sebelum pembangunan kita pastikan material sesuai atur an dan
setelah pembangunan kita akan ukur pakai alat” (Suyamto).
“...iya memang mbak masyarakat selalu ikut berpartisipasi walau
pun secara tidak langsung melalui RT...” (Isti).
“... yang dikebayanan atau RT itu belum ada pengumuman menge nai
realisasi APBDes. Selain itu, juga seharusnya desa lewat kadus
setiap pertemuan disampaikan kepada masyarakat pengertian APBDes
dan ini biaya dari mana ya seharusnya dijelaskan terlebih dahulu
mbak...” (Tining).
Pernyataan ketiga informan tersebut menunjukkan bahwa pemahaman
perang kat desa mengenai APBDes sudah sesuai Permendagri No. 20
Tahun 2018. Penga wasan terhadap dana desa cukup ketat se suai
yang telah dijelaskan bahwa ketika pe rancangan diikuti oleh
beberapa pihak yaitu RT, RW, Tokoh Agama, dan PKK. Terlihat bahwa
masyarakat ikut serta dalam penga wasan keuangan desa. Selain itu,
pemerin tah mempunyai peran penting juga dalam mencegah korupsi
baik dalam pengelolaan maupun penyampaian informasi kepada pi hak
yang berkepentingan. Pemerintah pusat dan daerah mempunyai peran
yang sangat penting dalam pengawasan agar desa tidak bertindak
dengan semenamena (Mimba et
al., 2013). Setiap tahun selalu ikut men dampingi dan mengawal
jalannya keuang an desa. Perangkat desa memiliki fungsi penting
dalam pengelolaan keuangan desa, maka penting melaksanakan
penguatan ke mampuan (Kadir & Moonti, 2018). Adanya perangkat
yang memiliki kemampuan se cara mendalam akan mendukung penga
wasan terhadap pelaksanaan APBDes be rawal dari perencanaan,
pelaksanaan, dan pertanggungjawaban. Proses keuangan desa tersebut
dilaksanakan secara teratur. Oleh karena itu, akan semakin banyak
desa yang mematuhi aturan sehingga secara otomatis terhindar dari
korupsi (Harun et al., 2019).
Pemerintah dinas selalu berusaha un tuk membimbing desa supaya
berjalan de ngan jujur. Mendukung desa terhindar dari korupsi,
maka dinas memfailitasinya de ngan mengadakan laporan
berteknologi. Hal ini sesuai yang dijelaskan oleh Tining dan
Suyamto pada pernyataan sebagai berikut:
“...kami memberikan tugas kepa da desa berupa pelaporan SPJ.
Memang pemerintah pusat tidak mensyaratkan adanya SPJ. Pusat hanya
ingin mengetahui terserap berapa persen. Maka kami dibe bani untuk
mengawal, ya kami memberikan syarat seperti itu. Se lain itu,
pertanggungjawaban se lama ini difasilitasi dengan peng gunaan
Sistem keuangan Desa (Siskeudes). Disana sudah ada format dana ini
untuk apa saja dan masuknya kebagian mana saja mbak jadi
enak...mendukung sistem keuangan desa kami selalu melakukan
pelatihan dan menye diakan pendamping masingma sing kecamatan
jika mengalami kesulitasn mbak...” (Tining).
“...setiap kegiatan akan dilapor kan melalui komputerisasi mbak,
sampai sekarang sistemnya sis kuedes mbak,...” (Suyamto).
Pernyataan Suyamto sesuai dengan jawaban Tining bahwa sistem
pelaporan per tanggungjawaban keuangan desa sudah di fasilitasi
dengan sistem keuangan desa (Sis keudes). Siskeudes di setiap desa
berjalan efektif sejak tahun 2017 hingga sekarang. Siskeudes
diciptakan oleh Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP)
agar
166 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 12, Nomor 1, April
2021, Hlm 153-172
meningkatkan tata kelola keuangan desa. Di dalam sistem ini
terdapat dokumen yang cukup banyak seperti Perdes Desa, RAB APBDes,
realisasi APBDes, laporan pertang gungjawaban yang berkaitan
dengan pelak sanaan APBDes, laporan kekayaan yang dimiliki desa
dan sumber dana desa, serta laporan lainnya. Penerapan sistem ini
tidak terlepas dari adanya pelatihan. Setiap peri ode pelatihan
selalu dilaksanakan oleh dis permasdes. Pelatihan dilaksanakan
dengan tujuan agar pengguna sistem tidak meng alam i kesulitan. Di
setiap kecamatan juga disediakan koordinator yang khusus me layani
bimbingan Siskeudes, sehingga jika terjadi kesulitasn bisa bertanya
langsung tanpa harus pergi ke kabupaten.
Walaupun memang secara teknologi sudah disediakan lengkap tetapi
SPJ dalam bentuk fisik harus dilaporkan. Tujuannya adalah supaya
dispermasdes bisa memini malisasi korupsi. Memang pemerintah pusat
selama ini tidak pernah mensyaratkan SPJ, tetapi dispermasdes yang
diberikan tangg gungjawab penuh untuk mendampingi desa
mensyaratkannya supaya tetap terkontrol. Sesuai dengan hasil
penelitian sebelumnya dinyatakan bahwa untuk mendukung gerak an
pengelolaan keuangan desa dari korupsi memang paling tepat dengan
pengawasan melalui teknologi tepat guna (Kadir & Moonti, 2018).
Sistem keuangan desa memiliki peran yang sangat penting dalam
proses pertang gungjawaban pemerintah desa dan peng awasan oleh
pihak kabupaten Dilham et al., 2020). Tujuan dari aplikasi
Siskuedes ada lah untuk membantu pemerintah desa. Jika
penyelenggaraan tata kelola berjalan dengan baik harapannya masalah
hukum dapat ter hindar (Triani, 2018). Desa Kedunglengkong
melaksanakan pelaporan keuangan melalui apliakasi Siskeudes. Mulai
dari pelaporan rancangan keuangan desa, laporan perse mester
kegiatan, dan laporan akhir keuang an desa. Sistem Keuangan Desa
memiliki manfaat yang banyak bagi bendahara desa dalam meringankan
tugas pelaporan. Selain itu, pemerintah kabupaten dapat memantau
perkembangan secara penuh melalui sistem tersebut.
Sistem memang mendukung penga wasan desa, tetapi pemeriksanaan
secara manual juga penting dilaksanakan. Perang kat Desa
Kedunglengkong selalu melaku kan pencegahan keuangan desa terhadap
tindak an korupsi dengan melaksanakan pemeriksaan berkala. Salah
satu kegiatan
nya yaitu kegiatan pemeriksaan barang/ jasa yang digunakan supaya
tidak terjadi penyelewengan korupsi. Hal ini sesuai yang dijelaskan
Widodo dan Agus pada kutipan sebagai berikut:
“...kalau mengenai pengawasan dilakukan setiap saat mbak, ter
gantung kondisi dan kegiatanya. Kalau kegiatan bulanan maka
pengawasannya melalui pelapor an bulanan, terus kalau kegiat an
seluruhnya atau satu periode biasanya ketika ada kejanggalan maka
pihak inspektorat akan langsung ke sini. Ya agar tidak ter jadi
korupsi, itu tadi kami melaku kan upaya dengan uang diakhir jadi
setelah selesai baru akan me nerima uangya. Atau ketika pem
bangunan dalam bentuk materi al dan harus dicek berkala jalan
pembangunannya. Pengecek an dilakukan agar tidak terjadi jual
barang seenaknya oleh pihak yang tidak bertanggung jawab...” (Wido
do).
“...pengawasan juga dilakukan oleh masyarakat. Masyarakat bisa
melihat hasil rancangan dan reali sasi di papan penguguman. Bi
asanya kami print dalam bentuk MMT sehingga masyarakat bisa
mengetahui danmengawal semua jalannya kegiatan...contoh mbak ketika
ada satu kadus yang tidak setuju dengan pembagian dana desa maka
mereka bisa melaku kan pengajuan protes melalui Lokdus”
(Agus).
Pernyataan Widodo dan Agus memper lihatkan bahwa Desa
Kedunglengkong sela lu memberikan informasi kepada pihak yang
memiliki kepentingan dengan memasang MMT. Siapa saja dapat
mengakses informasi yang disediakan oleh desa. Ketika terdapat
perbedaan pendapat, maka pihak yang ber sangkutan bisa langsung
menyampaikan dalam pertemuan yang rutin diadakan. Pada prinsipnya
Desa Kedunglengkong telah beru saha semaksimal mungkin untuk
mewadahi aspirasi dan memberikan akses pada pihak berkepentingan.
Tinggal pengawasan dilak sanakan agar tidak terjadi penyeleweng an
korupsi dana oleh pihak yang tidak bertang
Anisah, Falikhatun, Realita Pengawasan di Tubuh Pemerintahan Desa
terhadap Korupsi 167
ggung jawab dan seluruh kegiatan berjalan dengan lancar.
Proses pengawasan bisa mencegah tindakan penyimpangan dalam
pemalsu an catatan akuntansi yang dapat menim bulkan
ketidakwajaran dalam pengelolaan keuangan desa (Jones &
Beattie, 2015). Menghindarkan korupsi dari pemerintah desa bisa
dilaksanakan dengan memben tuk kelompok pengawas internal yang
ber fungsi melaksanakan pengawasan di setiap kegiatan, baik
perencanaan, pelaksanaan, maupun pertanggungjawaban (Zhang &
Holzer, 2020). Pengawas internal tersusun atas kepala desa,
sekretaris desa, benda hara desa, kaur, kadus, ataupun staf yang
ikut berperan di pemerintah desa. Kesatuan desa bisa berjalan
bersama dengan baik jika diiringi dengan kekompakan.
Proses pengawasan dilakukan secara langsung dan tertulis melalui
pelaporan setiap kegiatan dan akhir tahun di Desa Kedung lengkong.
Hal ini sesuai dengan per nyataan Suyamto dan Tining pada kutipan
sebagai berikut:
“pada umumnya pengawasan dilaksanakan di setiap kegiatan, terutama
pada saat proses pelak sanaan penyaluran hasil dana desa dariAPBN
ke kaduskadus. Kebe tulan di sini ada 21 RT dan 5 RW. Di situ
ketika kegiatan mu lai dilakukan maka akan dilak sanakan
pengawasan langsung maupun tidak langsung. Seperti pembangunan
talut akan dimintai pertanggung jawaban berupa foto ketika pihak
perangkat desa ti dak bisa langsung terjun ke lapa ngan, itu
adalah salah satu ben tuk peng awasan kami. Kami juga memilih
perwakilan masyarakat yang bisa dipercaya untuk meme gang kegiat
an yang berhubungan de ngan dana desa. Kami juga me nyalurkan dana
untuk pendidikan masyarakat seperti ada komunitas ibuibu membuat
kukusan atau tempat untuk menanak nasi dari bambu. Berhubungan
dengan ke giatan tersebut kami selalu meng adakan pertemuan dan
menanya kan kemajuan setiap keahliannya sehingga tidak membuang
uang desa dengan percuma...sedang kan pengawasan kecamatan
seti
ap bulan. Kemudian pengawasan dari Inspektorat sesuai waktu atau
biasaya satu tahun ang garan, atau bahkan dilaksanakan
sewaktuwaktu saat ada kegiatan yang menjanggal dan menuju tin
dakan korupsi...” (Suyamto).
“...pengawasan iki sangat penting mbak dalam pelaksanaan semua
kegiatan, tidak hanya keuangan desa tapi di semua organisasi...”
(Tining).
Pernyataan Suyamto dan Tining menunjukkan bahwa pengawasan dilaku
kan sewaktuwaktu dengan bantuan tokoh masyarakat yang terpercaya.
Semua pihak selalu terangsang terhadap sedikit tindakan yang memicu
korupsi. Baik masyarakat, ke camatan maupun pihak inspektorat
perlu waspada. Pengawasan dilaksanakan bisa melalui foto, pertemuan
rutin, dan selalu memantau perkembangan setiap kegiatan. Selaras
dengan hasil penelitian sebelum nya ditunjukkan bahwa pihak
kabupaten, inspektorat, dan masyarakat juga ikut ser ta dalam
pengawasan (Sugiharti & Ram dan, 2019). Pengawasan tertulis
dilakukan dengan pelaksanaan administrasi keuang an secara tertib
waktu dan merealisasikan penye rapan keuangan desa sesuai dengan
program yang telah ditetapkan (Abidin, 2015). Kegiatan pengawasan
tidak tertulis yaitu dengan meningkatkan nilainilai ke arifan
lokal (Jones & Beattie, 2015), inovasi (Dilham et al., 2020),
serta keagamaan. Kea rifan lokal yang ada di Desa Kedunglengkong
yaitu pengadaan tahlilan bersama, pengaji an setiap malam kamis
secara bergilir, dan adanya acara wiwit desa demi terlaksananya
desa yang baik. Inovasi Desa Kedungleng kong yaitu dengan
mengadakan pembuatan kerajinan dan pelatihan bersamasama di balai
desa seperti pembuatan produk baru, pelaksanaan keuangan desa
dengan cara baru, dan lainnya. Tidak lepas dari kegiat an
spiritual yaitu selalu melaksanakan iba dah berjamaah di masjid.
Pemerintah desa meyakini bahwa selalu ada pengawasan dari sang
pencipta. Keyakinan sangat penting da lam penghindaran
kosupsi.
Kemungkinan tindakan korupsi mun cul dalam pemerintahan desa cukup
besar. Namun, dengan pengawasan yang ketat akan memperkecil adanya
tindakan korupsi keuangan desa. terlihat bahwa pengawasan
168 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 12, Nomor 1, April
2021, Hlm 153-172
di pemerintah Desa Kedunglengkong sudah terlaksana dari berbagai
penjuru dari ting kat masyarakat desa hingga pemerintah pusat.
Jika tindakan korupsi terjadi maka akan diberikan sanksi kepada
pihak yang bersangkutan. Hal ini sesuai dengan pen jelasan
Suyamto, Widodo, dan Tining pada pernyataan sebagai berikut:
“...ketika penyelewengan sudah terjadi maka pemerintah desa harus
melakukan tindakan tegas bagi kepemimpinan selanjutnya agar baik
dan tidak terjadi korup si. Karena pada dasarnya korupsi akan
menghilangkan kepercayaan masyarakat pada perangkat desa, bahkan
yang tidak melakukan akan terkena imbasnya mbak...” (Suyamto)
“Jika penyelewengan telah terjadi maka perangkat yang berkaitan
akan diberhentikan dari jabatan nya. Selama ini alhamdulillah be
lum pernah ada kejadian korupsi secara besarbesaran. Tetapi dulu
sebelum periode saya ini pernah terjadi kegiatan yang menyele
weng. Namun, kita akan melihat seberapa besar penyelewengan
terjadi. Ketika hanya kecil tidak merugikan, maka akan disuruh
mengganti sebesar penyeleweng an. Tetapi saat penyelewengan
merugikan banyak pihak, maka akan diberhentikan dari jabatan”
(Widodo).
“...eh ya jika korupsi benarbenar terjadi dan nyata di sebuah desa
maka kami akan tegas membe rikan sanksi sesuai yang ada di
undangundang, bahkan hukum an penjara bisa diambil jika ko rupsi
mengarah ke tindakan yang menimbulkan kerugian besar mbak...”
(Tining).
Tindakan korupsi sangat fatal da lam pemerintahan desa. Bagi
pelaku akan langsung mendapatkan hukuman bahkan pemecatan secara
tidak hormat Sesuai ha sil wawancara dapat diambil kesimpulan
bahwa ketika perangkat yang sudah keta huan melakukan penyimpangan
maka akan ditindak lanjut bahkan pidana. Mookherjee
(2014) menemukan bahwa memang korup si sangat rentan terjadi di
sebuah oganisasi khususnya pemerintahan. Saat korupsi ter jadi,
tidak hanya mendapatkan rugi sesaat tetapi hinaan lisan dari
masyarakat bah kan hukuman berat ketika penyelewengan sampai ke
tingkat inspektorat (Mimba et al., 2013). Maka, dalam penghindaran
korupsi dilakukan proses sistem pencairan setelah selesai kegiatan.
Meningkatkan kepercayan publik pentingnya pelaksanaan keuangan desa
sesuai etika yang ada (Nikmatuniayah, 2015). Desa harus selalu
berhatihati da lam melaksanakan kegiatan keuangan desa.
Sekretaris desa sebagai wakil dari kepala desa selalu mengingatkan
anggotanya untuk melaksanakan tugas dengan disiplin sesuai
peraturan yang berlaku.
Fakta pengawasan dan cara peng- hindaran korupsi dalam pengelolaan
keuangan desa. Pelaksanaan pengelolaan keuangan desa selama ini
sudah berjalan dengan lancar tanpa adanya korupsi dan belum ada
tindakan yang dapat merugikan berbagai pihak. Pengawasan berjalan
de ngan lancar dalam perencanaan, pelaksa naan, penatausahaan dan
pertanggung jawaban. Hanya terdapat beberapa faktor yang
memperlemah pengawasan desa yaitu kurangnya kemampuan SDM dan
kurang nya edukasi kepada masyarakat mengenai pentingnya
pengawasan bersama. Desa bisa meningkatkan pengawasan dalam
pengelo laan keuangan tidak lepas dari dukungan dari anggotanya.
Maka perlu dilaksanakan beberapa upaya untuk lebih meningkatkan
kemampuan SDM dan masyarakat. Cara untuk mengatasi permasalahan
yang terja di yaitu dengan melakukan pelatihan dan memberikan
edukasi pada masyarakat.
Kualitas sumber daya harus dipenuhi karena jika tidak akan
menyebabkan penge lolaan keuangan desa tidak maksimal. Se lain
itu, dampak rendahnya kualitas sumber daya manusia menyebabkan
pengawasan melemah. Perlu dilakukan pelatihan khu sus meningkatkan
kualitas perangkat desa se perti pelatihan peningkatan ka pasitas
perangkat desa dan Badan Permu syawaratan Desa (BPD). Baik secara
praktik maupun te ori yang dilandaskan pada peraturan yang
berlaku. Deng (2017) menyatakan bahwa memang kualitas sumber daya
manusia sa ngat mempengaruhi penghindar an fraud saat pengelolaan
keuangan desa, terutama dari segi kompetensi yang dimiliki
masingma sing perangkat desa. Kualitas pemahaman
Anisah, Falikhatun, Realita Pengawasan di Tubuh Pemerintahan Desa
terhadap Korupsi 169
sumber daya manusia me ngenai keuangan desa juga perlu
diperhatikan. Pemahaman perangkat desa dan pihak berkepentingan
sangat penting di dalam pencegahan ko rupsi keuangan desa (Mir et
al., 2019). Per lu diperhatikan yaitu keseimbangan antara hukum
dan sudut pandang seluruh perang kat desa mengenai pentingnya
kepatuhan. Dasar hukum yang perlu dipahami yaitu un dangundang,
peraturan pemerintah, pera turan bupati, peraturan desa, dan
peratur an larangan tindakan korupsi. Pemahaman tersebut dapat
meminimalisasi korupsi dan meningkatkan kewaspadaan dalam menge
lola keuangan desa.
Selama ini mata masyarakat hanya ter tuju pada realisasi
pembangunan fisik, tidak mengawasi realisasi nonpembangunan. So
sialisasi perlu diberikan kepada masyarakat supaya mengetahui
sumber, pelaksanaan, dan realisasi keuangan desa. Setelah pe
ngetahuan masyarakat meningkat mengenai keuangan desa, maka
keikutsertaan ma syarakat dalam mengawasi keuangan desa semakin
meningkat. Perlu ditanamkan pada pemerintah desa dan masyarakat
penting nya pengawasan bersama. Alawattage et al. (2019) dan Kim
(2018) menyebutkan bah wa memberikan edukasi berupa pelatihan
penyu sunan APBDes sangat penting bagi semua pihak yang ikut dalam
kegiatan peng a wasan desa.
Jika tindakan korupsi terlanjur terjadi, penghindaran korupsi bisa
dengan melak sanakan pengawasan secara rutin, melaku kan
manajemen perencanaan dengan ter struktur, dan melakukan evaluasi
atas dana desa yang sudah terserap. Jika korupsi belum terjadi,
peran satuan tugas dana desa harus ditingkatkan, pemerintah dan ma
syarakat bersama mengawal dana desa, BPD meminta pasrtisipasi
mayarakat dan pengawasan te rus dilakukan. Pada dasarnya
pendamping an desa memiliki tujuan untuk meningkat kan
efektivitas, kapasitas, dan akuntabilitas di pemerintah desa,
meningkatkan kesadar an masyarakat dalam menggunakan hak
partisipatifnya meningkatkan program an tarsektor dalam desa,
serta meng optimalkan aset desa tanpa membedakan satu dengan yang
lainnya. Pendamping an dilaksanakan secara bertahap pada ma
syarakat sesuai dengan kebutuhan wilayah, nilai APBDesa, dan
jangkauan kegiatan. Pemerintah provin si, daerah, dan desa
melaksanakan upaya pemberdayaan masyarakat dengan melak sanakan
program berkelanjutan baik dari
sumber daya manusia, penyediaan sarana, maupun manajemen.
Pencegahan korupsi bisa dilakukan juga dengan melaksanakan Sistem
Pengendalian Internal (SPI) secara tertib dan berkesinambungan,
peningkatan kompetensi yang dimiliki perangkat desa da lam
mengelola keuangan desa (Purnamawa ti & Adnyani, 2019),
melakukan hubungan langsung dengan badan pengawas keuangan
independen yang diamanati oleh pemerintah pusat dalam pengawasan
keuangan desa yang sudah disusun (Mookherjee, 2014), serta perlu
adanya dukungan moralitas kepada perangkat desa (Wijayanti &
Hana fi, 2018), dan melakukan pemisahan tugas dalam pemerintahan
(Prabowo & Suhernita, 2018). Selain itu, pemerintah bisa
melaku kan peng awasan dengan evaluasi faktor risiko kecurangan
dengan lebih signifikan (Boyle et al., 2015; Krah & Mertens,
2020). Mencegah adanya korupsi selain dengan pengawasan, pemerintah
bisa meningkat kan sistem desentralisasi dalam pemerin tahan (Lui
& Li, 2015). Hal tersebut penting dilakukan karena
desentralisasi memiliki peran yang sa ngat penting dalam pelaksa
naan pengelolaan keuangan desa.
SIMPULAN Secara menyeluruh pengawasan yang
terjadi di tingkat desa sudah berjalan de ngan baik dan
pengendalian korupsi bisa ber jalan. Hanya saja masih terdapat
kelemah an yang berkaitan dengan pengawasan yaitu SDM kurang
mampu. Korupsi pemerintah desa dalam APBDes memang ada walaupun
tidak banyak. Kejadian tersebut disebab kan oleh beberapa hal
yaitu adanya pelu ang untuk melakukan, tekanan dari kebu tuhan
atau teman, dan rasionalisasi yaitu membenarkan seluruh
penyimpangan yang dilakukan. Maka, perlu adanya peningka tan
pengawasan di tingkat pemerintah desa secara langsung dan tidak
langsung dengan menunjuk orang terpercaya, menerapkan sistem
teknologi modern, dan menyalurkan keuangan dalam bentuk nontunai.
Kegiat an ini dapat mendeteksi korupsi dengan ce pat sehingga
pihak yang tidak bertanggung jawab tidak bisa menyalahgunakan
keuang an yang berada di desa secara berkelanjut an. Keberhasilan
pengawasan desa bisa terdukung dengan adanya pembinaan dan
pengawasan dari pemerintah kabupaten, pendamping kecamatan, dan
pemerintah pusat serta dukungan internal pemerintah desa.
170 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 12, Nomor 1, April
2021, Hlm 153-172
Secara global penelitian ini memberi kan implikasi keharusan bagi
pemerintah desa untuk mengupayakan peningkatan kuali tas
pengawasan. Pemerintah daerah dan pusat juga harus melaksanakan
kewa jiban membimbing jalannya keuangan desa de ngan menciptakan
sistem pengawasan de ngan dukungan regulasi dan teknologi mo
dern. Moralitas dan kedisplinan serta nilai Pancasila harus
ditingkatkan untuk men dukung keberhasilan keuangan desa tanpa
korupsi. Keterbatasan penelitian ini adalah tidak dapat
menggambarkan bagaimana keadaan pengawasan secara umum desa yang
ada di Indonesia.
UCAPAN TERIMA KASIH Keberhasilan penelitian ini tidak lepas dari
dukungan berbagai pihak. Terima kasih ke pada temanteman yang
bersedia ikut serta membantu dokumentasi penelitian. Teri ma kasih
juga pada pihak pemerintah Desa Kedunglengkong dan Dinas
Pemberdayaan Masyarakat yang sudah bersedia meluang kan waktu
dalam proses wawancara pene litian.
DAFTAR RUJUKAN Abidin, M. Z. (2015). Tinjauan atas Pelak
sanaan Keuangan Desa dalam Men dukung Kebijakan Dana Desa. Jurnal
Ekonomi dan Kebijakan Publik, 6(1), 6176.
https://doi.org/10.22212/jekp. v6i1.156
Alawattage, C., Graham, C., & Wickra masinghe, D. (2019).
Microaccountabil ity and Biopolitics: Microfinance in a Sri Lankan
Village. Accounting, Organi- zations and Society, 72, 3860.
https:// doi.org/10.1016/j.aos.2018.05.008
Anggreni, N. M. M., Ariyanto, D., Suprasto, H. B., & Dwirandra,
A. A. N. B. (2020). Successful Adoption of the Village’s Financial
System. Accounting, 6(6), 11291138. https://doi.org/10.5267/j.
ac.2020.7.005
Antlöv, H., Wetterberg, A., & Dharmawan, L. (2016), Village
Governance, Community Life, and the 2014 Village Law in Indo
nesia. Bulletin of Indonesian Economic Studies, 52(2), 161183.
https://doi.or g/10.1080/00074918.2015.1129047
Azim, M. I., Sheng, K., & Barut, M. (2017). Combating
Corruption in a Microfi nance Institution. Managerial Auditing
Journal, 32(4/5), 445462. https://doi.
org/10.1108/MAJ0320161342
Boyle, D. M., Dezoort, F. T., & Hermanson, D. R. (2015). The
Effect of Alternative Fraud Model Use on Auditors’ Fraud Risk
Judgments. Journal of Account- ing and Public Policy, 34(6),
578596. https://doi.org/10.1016/j.jaccpub pol.2015.05.006
Broadhurst, K. (2015). Qualitative Inter view as Special
Conversation (Af ter Removal). Qualitative Social Work, 14(3),
301–306. https://doi. org/10.1177/1473325015578501
Deng, F. (2017). AntiCorruption in Chinese Urban Planning: The
Case of Adjust ing FAR. Cities, 70, 6572. https://doi.
org/10.1016/j.cities.2017.06.022
Doig, A. (2014). Roadworks Ahead ? Address ing Fraud, Corruption
and Conflict of Interest in English Local Government. Local
Goverment Studies, 40(5), 670 686. https://doi.org/10.1080/030039
30.2013.859140
Dilham, A., Yulinda, & Sembiring, B. K. F. (2020). Village
Office Development Model for EGovernment Based Vil lage Apparatus
Performance. Interna- tional Journal of Management, 11(5), 358365.
https://doi.org/10.34218/ IJM.11.5.2020.035
Dumez, H. (2015). What is a Case, and What is a Case Study?
Bulletin of Sociological Methodology, 127(1), 43–57. https://
doi.org/10.1177/0759106315582200
Elman, C., Gerring, J., & Mahoney, J. (2016). Case Study
Research: Putting the Quant Into the Qual. Sociological Methods
& Research, 45(3), 375–391. https://doi.
org/10.1177/0049124116644273
Feldman, D. L. (2020). The Efficacy of An tiCorruption
Institutions in Italy. Pub- lic Integrity, 22(6), 590605. https://
doi.org/10.1080/10999922.2020.1739 362
Funk, K. D., & Owen, E. (2020). Consequenc es of an
AntiCorruption Experiment for Local Government Performance in Bra
zil. Journal of Policy Analysis and Man- agement, 39(2), 444468.
https://doi. org/10.1002/pam.22200
Harun, H., Mir, M., Carter, D., & An, Y. (2019). Examining the
Unintended Out comes of NPM Reforms in Indonesia. Public Money and
Management, 39(2), 8694. https://doi.org/10.1080/09540
962.2019.1580892
Hemtanon, W., & Gan, C. (2020). An Empir ical Analysis of Thai
Village Funds and
Anisah, Falikhatun, Realita Pengawasan di Tubuh Pemerintahan Desa
terhadap Korupsi 171
Saving Groups’ Financial Performance. Banks and Bank Systems,
15(2), 153 166. https://doi.org/10.21511/ bbs.15(2).2020.14
Hopper, T. (2017). Neopatrimonialism, Good Governance, Corruption
and Account ing in Africa: Idealism vs Pragmatism. Journal of
Accounting in Emerging Economies, 7(2), 225248. https://doi.
org/10.1108/JAEE1220150086
Imawan, A., Irianto, G., & Prihatiningtias, Y. W. (2019). Peran
Akuntabilitas Pemer intah Desa dalam Membangun Keper cayaan
Publik. Jurnal Akuntansi Multi- paradigma, 10(1), 156175.
https://doi. org/10.18202/jamal.2019.04.10009
Jacka, T., & Chengrui, W. (2016). Village SelfGovernment and
Representation in Southwest China. Journal of Contempo- rary Asia,
46(1), 7194. https://doi.org /10.1080/00472336.2015.1047252
Jayasinghe, K., & Wickramasinghe, D. (2011). Power Over
Empowerment: En countering Development Accounting in a Sri Lankan
Fishing Village. Criti- cal Perspectives on Accounting, 22(4),
396414. https://doi.org/10.1016/j. cpa.2010.12.008
Jones, G., & Beattie, C. (2015). Local Gov ernment Internal
Audit Compliance. Australasian Accounting, Business and Finance
Journal, 9(3), 5971. https:// doi.org/10.14453/aabfj.v9i3.5
Kadir, Y., & Moonti, R. M. (2018). Pencega han Korupsi dalam
Pengelolaan Dana Desa. Jurnal IUS Kajian Hukum dan Keadilan. 6(3),
430442. https://doi. org/10.29303/ius.v6i3.583
Kim, Y. (2018). Analyzing Account ability Relationships in a Cri
sis: Lessons from the Fukushima Disaster. American Review of Public
Ad- ministration, 48(7), 743760. https://
doi.org/10.1177/0275074017724224
Krah, R., & Mertens, G. (2020). Democracy and Financial
Transparency of Local Governments in SubSaharan Africa. Meditari
Accountancy Research, 28(4), 681699. https://doi.org/10.1108/
MEDAR0820190539
Kuruppu, C., Adhikari, P., Gunarathna, V., Ambalangodage, D.,
Perera, P., & Karunarathna, C. (2016). Participatory Budgeting
in a Sri Lankan Urban Coun cil: A Practice of Power and Domina
tion. Critical Perspectives on Accounting,
41, 117. https://doi.org/10.1016/j. cpa.2016.01.002
Lo, S. S. H. (2020). Comparative Corruption Scandals in Macau: The
Cases of Ao ManLong and Ho ChioMeng. Public Administration and
Policy: An Asia-Pa- cific Journal, 23(1), 4757. https://doi.
org/10.1108/PAP1120190034
Lui, H., & Li, X. (2015). Government De centralisation and
Corporate Fraud : Evidence from Listed StateOwned Enterprises in
China. China Journal of Accounting Studies, 3(4), 320347.
https://doi.org/10.1080/21697213.20 15.1100090
Mimba, N. P. S. H., Helden, G. J. V., & Til lema, S. (2013).
The Design and Use of Performance Information in Indonesian Local
Governments under Diverging Stakeholder Pressures. Public Adminis-
tration and Development, 33(1), 1528.
https://doi.org/10.1002/pad.1612
Mir, M., Harun, H., & Sutiyono, W. (2019). Evaluating the
Implementation of a Mandatory Dual Reporting System: The Case of
Indonesian Local Govern ment. Australian Accounting Review, 29(1),
8094. https://doi.org/10.1111/ auar.12232
Mookherjee, D. (2014). Accountability of Lo cal and State
Governments in India: An Overview of Recent Research. Indian Growth
and Development Review, 7(1), 1241. https://doi.org/10.1108/IGDR
1220130049
Moonti, R. M., & Ahmad, I. (2019). Bud get Supervision and
Mechanism by an Administrative Village in Indonesia. Sriwijaya Law
Review, 3(2), 176186. https://doi.org/10.28946/slrev.Vol3.
Iss2.252.pp176186
Nguyen, T. V., Bach, T. N., Le, T. Q., & Le, C. Q. (2017).
Local Governance, Corruption, and Public Service Quality: Evidence
from a National Survey in Vietnam. In- ternational Journal of
Public Sector Man- agement, 30(2), 137153. https://doi.
org/10.1108/IJPSM0820160128
Nikmatuniayah. (2015). Kinerja dan Etika Pelayanan Sektor Publik
dalam Up aya Meningkatkan Kepercayaan Ma syarakat. Jurnal
Akuntansi Multipa- radigma, 6(3), 341551. https://doi.
org/10.18202/jamal.2015.12.6030
Prabowo, H. Y., & Suhernita, S. (2018). Be Like Water:
Developing a Fluid Corrup
172 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 12, Nomor 1, April
2021, Hlm 153-172
tion Prevention Strategy. Journal of Fi- nancial Crime, 25(4),
9971023. https:// doi.org/10.1108/JFC0420170031
Purnamawati, I. G. A., & Adnyani, N. K. S. (2019). Peran
Komitmen, Kompetensi, dan Spiritualitas dalam Pengelolaan Dana
Desa. Jurnal Akuntansi Multipa- radigma, 10(2), 227240.
https://doi. org/10.18202/jamal.2019.08.10013
Rakhman, F. (2019). Budget Implementa tion in a Risky Environment:
Evidence from the Indonesian Public Sector. Asian Review of
Accounting, 27(2), 162 176. https://doi.org/10.1108/ARA01
20180020
Satriajaya, J., Handajani, L., & Putra, I. N. N. A. (2017).
Turbulensi dan Legalisasi Kleptokrasi dalam Pengelolaan Keuang an
Desa. Jurnal Akuntansi Multipa- radigma, 8(2), 244261.
https://doi. org/10.18202/jamal.2017.08.7052
Sofe, A. A. (2020). Assessment of Corrup tion in the Humanitarian
Assistance in Puntland State of Somalia. Journal of Fi- nancial
Crime, 27(1), 104118. https://
doi.org/10.1108/JFC0220190017
Sour, L. (2020). New Development: Integra tion of Budget and
Governmental Ac counting in Mexican States. Public Mon- ey and
Management, 40(7), 519522. https://doi.org/10.1080/09540962.20
20.1763066
Sugiharti, D. K., & Ramdan, A. (2019). Mewujudkan Desa Bebas
Korupsi Melalui Pengelolaan Keuangan Desa Terpadu. Pandecta: Jurnal
Penelitian Ilmu Hukum, 14(6), 5772. https://doi.
org/10.15294/pandecta.v14i1.16729
Triani, N. N. (2018). Praktik Pengelolaan Keuangan Dana Desa.
Jurnal Akuntansi Multiparadigma, 9 (1), 136155. https://
doi.org/10.18202/jamal.2018.04.9009
Wahyudi, S., Achmad, T., & Pamungkas, I. D. (2019).
Whistljeblowing System and Fraud Early Warning System on Village
Fund Fraud: The Indonesian Experi ence. International Journal of
Financial Research, 10(6), 211217. https://doi.
org/10.5430/ijfr.v10n6p211
Walton, G. W. (2016). Silent Screams and Muffled Cries: The
Ineffectiveness of An tiCorruption Measures in Papua New Guinea.
Asian Education and Develop- ment Studies, 5(2), 211226. https://
doi.org/10.1108/AEDS0120160005
Wijayanti, P., & Hanafi, R. (2018). Pencegah an Fraud pada
Pemerintahan Desa. Jurnal Akuntansi Multiparadigma, 9(2),
331345.https://doi.org/10.18202/ja mal.2018.04.9020
Woodside, A. G. (2020). Interventions as Experiments: Connecting
the Dots in Forecasting and Overcoming Pandem ics, Global Warming,
Corruption, Civil Rights Violations, Misogyny, Income In equality,
and Guns. Journal of Business Research, 117, 212218. https://doi.
org/10.1016/j.jbusres.2020.05.027
Yulianto, T. P. (2016). Good Governance Pe ngelolaan Keuangan Desa
Me nyongsong Berlakunya UndangUn dang No. 6 Tahun 2014. Berkala
Akun- tansi dan Keuangan Indonesia (BAKI), 1(1), 114.
https://doi.org/10.20473/ baki.v1i1.1694