Psikologi islami

Post on 27-May-2015

2.430 views 4 download

Transcript of Psikologi islami

1990 :Terjemahan the Dilemma of Moslem Psychologist : › Versi Yogyakarta - Versi Jakarta

1989-1994 : Jurnal Kalam, Media Pemikiran Psikologi Islami

1994, 1996, 1997, 1998, 2000 : Simposium Nasional Psikologi Islami, Dialog Nasional Pakar Psikologi Islami

2004 : Konggres Asosiasi Psikologi Islami 2005 : Temu lmiah Nasional Psikologi Islami

1

1989-1994 : KMP UGM : JURNAL KALAM 1992-NOW: FOSIMAMUPSIIMAMUPSI 1994-NOW : FPSI UMS, UMM, UNISBA,

UNPAD, UNDAR, UI, UNDIP, UIN SAHID : SIMPOSIUM, KONGGRES, SEMINAR NASIONAL PSIKOLOGI ISLAMI

1995-NOW : FPSI UII, UMS, [UAD ?], FPSI UIN SAHID, DKK [DULU IAIN]

2

Psikologi Barat: › Kandungan Mati

Psikologi Islami : › Sebelum lahir Pasca

kematian

3

Psikologi Islam ialah corak psikologi berlandaskan citra manusia menurut ajaran Islam, yang mempelajari keunikan dan pola prilaku manusia sebagai ungkapan pengalaman intraksi dengan diri sendiri, lingkungan sekitar dan alam kerohanian, dengan tjuan menngkatkan kesehatan mental dan kualitas keberagamaan (Hanna Djumhanna Bastaman, 1996;45).

psikologi Islam adalah kajian Islam yang berhubungan dengan aspek-aspek dan prilaku kejiwaan manusia, agar secara sadar ia dapat membentuk kwalitas diri yang lebih sempurna dan mendapatkn kebahagiaan hidup didunia dan di akherat.

psikologi Islam didasarkan atas sumber otentik yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah. (Jamaluddin Ancok dan Fuad Nasori: 1995;139).

Psikologi Islam diharapkan dapat memberikan kontribusi positif bagi pembentukan pribadi manusia ideal (insan kamil). Karena kita sadari, Psikologi Barat (modern) ternyata tidak bisa memberikan jawaban secara lebih utuh terhadap problem-problem manusia yang begitu unik.

Psikologi Barat, manusia hanya diletakkan dalam tinjauan yang bersifat egosentris, sedangkan manusia itu sendiri memiliki rangkaian kemanusiannya yang lebih lengkap, yaitu jasad (tubuh), ruh, nafs (jiwa) dan qalb (hati). Jika manusia hanya ditinjau dari satu sisi saja, maka sosok manusia tidak akan pernah terpotret secara utuh.

kehadiran Psikologi Islam sebagai mazhab kelima menjadi keniscayaan. Terlepas masih pro-kontra penamaan Psikologi Islam maupun Psikologi Islami dan sebagainya, Psikologi Islam menjadi lahan ”ijtihad intelektual” yang tidak pernah habis.

Psikologi Islam mendasarkan kerangka teori dan bangunan penelitian didasarkan pada nilai-nilai Alquran, Hadits dan warisan (turats) intelektual Islam masa lalu.

Sejarah lahirnya psikologi islam diawali pada tahun 1976 yang berasal dari kesimpulan Prof. Kadir Yahya yang menyatakan bahwa psikologi itu suatu pedoman, tetapi tasawuf adalah ruhnya. Kemudian pada tahun 1979 Fuad Nashori mempresentasikan tentang “psikologi agamawi” yang mengintegrasikan konsep manusia dan psikologi tasawuf islam.

Dan pada tahun 1992 beliau menulis di jurnal Ulumul Qur'an yang mengungkapkan tentang Islamisasi sains dan psikologi sebagai fokus telaah. Pada tahun 1994 diadakan simposium nasional psikologi islam di UMS dan telah menghasilkan rumusan tentang adanya Ilmu Psikologi Islam.

1. jika Psikologi Barat merupakan produk pemikiran dan penelitianempiric, Psikologi Islam , sumber utamanya adalah wahyu Kitab Suci AlQur'an, yakni apa kata kitab suci tentang jiwa, dengan asumsi bahwaAlloh SWT sebagai pencipta manusia yang paling mengetahui anatomikejiwaan manusia. Selanjutnya penelitian empiric membantu menafsirkankitab suci.

2. Jika tujuan Psikologi Barat hanya tiga; menguraikan, meramalkandan mengendalikan tingkah laku, maka Psikologi Islam menambah duapoin; yaitu membangun perilaku yang baik dan mendorong orang hinggamerasa dekat dengan Alloh SWT.

3. Jika konseling dalam Psikologi Barat hanya di sekitar masalahsehat dan tidak sehat secara psikologis, konseling Psikologi Islammenembus hingga bagaimana orang merasa hidupnya bermakna, benar danmerasa dekat dengan Alloh SWT

Manusia adalah makhluk yang berfikir, merasa dan berkehendak, dankehendaknya dipandu oleh apa yang dipikirkan dan apa yang dirasakan.Jiwa manusia bekerja secara sistemik, dan ditopang oleh lima subsistem.

Jiwa (disebut nafs) merupakan sisi dalam manusia, ia bagaikan ruangan yang sangat luas dan didalamnya terdapat bagian-bagian sebagai subsistemnya, terdiri dari `aql (mind), qalb (hati), bashirah (hati nurani), syahwat (motiv) dan hawa (hawa nafsu). Tingkat keluasan jiwa manusia berbeda-beda dipengaruhi oleh factor hereditasdan proses interaksi psikologis sepanjang hidupnya.

1. Aqal adalah problem solving capacity, tugasnya berfikir. Akal tidak bisa memutuskan kebenaran tapi ia bisa menemukan kebenaran.Kebenaran intelektual sifatnya relatip

2. Qalb(hati), . merupakn alat untuk memahami realita,. Sesuatu yang tidak rationil masih bisa difahami oleh qalb . Dalam system nafsaniqalb merupakan pusat pengendali sistem , yang memimpin kerja jiwa manusia.

Di dalam qalb ada berbagai kekuatan dan penyakit; seperti iman, cinta dengki, keberanian, kemarahan, kesombongan, kedamaian,kekufuran dan sebagainya

Qalb memiliki otoritas memutuskan sesuatu tindakan, oleh karena itu segala sesuatu yang disadari oleh qalbberimplikasi kepada pahala dan dosa.

Apa yang sudah dilupakan oleh qalb masuk kedalam memory nafs (alam bawah sadar), dan apa yang sudahdilupakan terkadang muncul dalam mimpi. Sesuai dengan namanya qalb,ia sering tidak konsisten.

3. Bashirah, adalah pandangan mata batin sebagai lawan dari pandangan mata kepala. Berbeda dengan qalb yang tidak konsisten, bashirah selalu konsisten kepada kebenaran dan kejujuran. Ia tidak bisa diajak kompromi untuk menyimpang dari kebenaran. Bashirah disebut juga sebagai nuraniy, dari kata nur, .Bashirah adalah cahaya ketuhanan yang ada dalam hati

4. Syahwat adalah motiv kepada tingkahlaku. Semua manusia memilikisyahwat terhadap lawan jenis, bangga terhadap anak2, menyukai bendaberharga, kendaraan bagus, ternak dan kebun. Syahwat adalah sesuatu yang manusiawi dan netral.

5. Hawa adalah dorongan kepada obyek yang rendah dan tercela.Perilaku kejahatan, marah, frustrasi, sombong, perbuatan tidak bertanggung jawab, korupsi, sewenang-wenang dan sebagainya bersumber dari hawa. Karakteristik hawa adalah ingin segera menikmati apa yang diinginkan tanpa mempedulikan nilai-nilai moralitas.

Pertama, adanya problem metodologis yang sampai saat ini belum sepenuhnya disepakati.

Kedua, integrasi psikologi dengan Islam masih bertaraf teoritik dan belum pada tataran aplikatif.

Ketiga, masalah diagnosis persoalan psikologis. Sampai saat ini, Psikologi Islam belum memiliki alat tes dalam mengukur kriteria-kriteria tertentu

Keempat, dalam training psikologis yang dilakukan oleh praktisi muslim, kalau boleh dijustifikasi sebagai produk Psikologi Islam, sesungguhnya telah menunjukkan prestasi yang spektakuler. Sebut saja Ary Ginanjar Agustian dengan ESQ (Emosional Spiritual Quetiont) nya.

Dalam kasus yang hampir serupa, terapi-terapi ruqyah telah menjadi psikoterapi alternatif bagi umat Islam. Tujuan terapi ini adalah untuk menghilangkan gangguan kejiwaan pada umat karena gangguan sihir, makhluk halus atau lainnya

Kelima, kerancuan kurikulum Psikologi Islam di perguruan tinggi. Penyajian kurikulum Psikologi Islam yang ditawar kan oleh Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI) masih bersifat sparatis. Artinya, psikologi Islam masih dipahami sebagai matakuliah yang memiliki bobot SKS seperti mata kuliah yang lain.

ruang lingkup psikologi modern terbatas pada tiga dimensi; fisik-biologis, kejiwaan dan sosio kultural, maka ruang lingkup psikiologi Islam disamping tiga hal tersebut juga mencakup dimensi kerohanian, dimensi spiritual, suatu wilayah yang tak pernah disentuh oleh psikologi barat karena perbedaan pijakan

Psikologi Islam akan mengkaji jiwa dengan memperhatikan badan, keadaan badan manusia sebagai cerminan jiwanya, jadi ekspresi badan adalah salah satu fenomena kaejiawaan.

Kajian tentang manusia meliputi komponen-komponen yang oleh para ilmuwan Islam berbeda pendapat tentang apa saja, kedudukan dan fungsi dari komponen-komponen tersebut

Abdul Razak Al-Kasyani, misalnya mejelaskan bahwa komponen- komponen yang ada dalam diri manusia meliputi ruh, jiwa, hati, dan akal. Menurut Al-Kasyani pada awalnya adalah substansi ruh dan substansi jasad. Setelah keduanya sulit berkomunikasi diciptakanlah jiwa yang merupakan perantara tubuh/jasad dengan ruh. Bisa dikatakan bahwa jiwa terletak antara tubuh dan ruh. Selanjutnya, letak dari hati adalah antara jiwa dan ruh.

Amir bin Usman Al-Makky, sebagaimana diungkapkan oleh Shigeru Kamada, membagi komponen manusia terdiri dari empat tataran, yaitu: raga (tan), qalbu (dil), ruh (jan), dan rahasia (sir). Imam Al-Gazali menghadirkan istilah-istilah ruh, akal, hati, nafsu syahwat, dan-Nafsu ghadhab. Hati adalah raja, akal adalah perdana

menteri, nafsu syahwat adalah tax collector pengumpul pajak, sedangkan-Nafsu ghadhab adalah diumpamakan sebagai polisi. Ruh adalah bagian akal yang paling tinggi.

Abdul Mujib dan Yusuf Mudzakkir membagi komponen rohani atas qalbu, akal, dan-Nafsu. (Fuad Nasari, Potensi-Potensi Manusia; 111-112)

Ahmad Mubarak menegaskan bahwa subsistem jiwa terdiri atas: qalbu, ruh, akal dan basyrah. Qalbu adalah alat untuk memahami realita dan nilai-nilai. Qalbu memiliki karakter tidak konsisten. Akal merupakan alat potensi untuk menerima ilmu pengetahuan. Ruh merupakan substansi dalam jiwa manusia yang memliki sifat-sifat positif secara alamiah.

Terakhir adalah basyirah, yaitu ketajaman hati atau kecerdasan dan kemantapan dalam agama, dan keyakinan dalam hal agama dan realitas. (A. Mubarak, Jiwa Dalam Al-Qur’a; 109-112).

ruang lingkup psikologi Islam pada awalnya adalah manusia yang memiliki dua substansi asal, yatu ruh dan tubuh (jasad, jism). Ketika keduanya bertemu, maka lahirlah substansi ketiga yaitu jiwa.

Jiwa ini bukanlah alat, tetapi ia merupakan sub sistem di mana komponen-komponen yang ada di dalam dirinya berada dalam wadaq jiwa itu. Wadaq jiwa tersebut terdiri atas qalbu, akal, dan-Nafsu. Bagaimana kualitas jiwa sangat bergantung kepada tingkat berfungsinya alat-alat yang bekerja dalam wadaq jiwa tersebut.

latar belakang bagi perlunya kehadiran psikologi Islam yang telah banyak disebutkan oleh para ahli psikologi, yang pertama, Islam mempunyai sudut pandang yang fundamental terhadap diri manusia dan segala keadaannya, berbeda dengan sudut pandang psikologi konvensional (barat) baik dari aspek filosofi, metodologi, dan pendekatannya.

Al-qur’an sebagai sumber pertama Islam mempunyai pandangan-pandangan sendiri tentang manusia, melalui Al-Qur’an Allah memberitahukan banyak tentang rahasia-rahasia manusia. Untuk mengetahui tentang hakikat manusia secara filosofis Al-Qur’an menjadi acuan utama bagi pengembangan ilmu psikologi. Psikologi barat yang berkembang saat ini mempunyai kelemahan- kelemahan yang bersifat fundamentalis, baik secara filosofis maupun secara praktis.

Psiko analisis Sigmund Freud ,menganggap sinting (delusi) orang yang percaya Tuhan dan aliran behavioristik tidak peduli akan adanya Tuhan. Hal ini akan mendorong akan pentingnya adanya psikologi yang berwawasan theosentris (berketuhanan) yaitu psikologi Islam.

kedua adalah adanya kesadaran bahwa psikologi modern menghadapi beragam krisis. Ahli-ahli psikologi modern baik dari kalangan muslim maupun non muslim telah melontarkan sejumlah kritik terhadap psikologi modern

Malik B. Badri seorang ilmuwan muslim dari Sudan telah melakukan koreksi teoritis dan praktis terhadap psikologi modern

Gordon Westland (1978) seorang ilmuwan psikologi barat memandang bahwa krisis psikologi modern telah berkembang sedemikian jauh hingga dapat dikategorikan menjadi berbagai macam krisis. Diantaranya adalah krisis kegunaan (The usefullness crisis), krisis laboratorium (Laboratory crisis), krisis filsafat (The philosophical crisis), krisis profesi (The professional crisis), krisis etika (The ethical crisis), dan krisis resolusi (The resolution crisis). (Jamaluddin Ancok dan Fuad Nasori: 1995; 139).

Tugas psikologi Islam berbeda debgan psikologi barat, psikologi barat hanya menerangkan (explanation) memprediksi (prediction) dan mengontrol (countroling) terhadap prilaku manusia. Sedang psikologi Islam menerangkan, memprediksi, mengontrol dan mengarahkan untuk memperolrh ridho Allah. Jadi misi utama psikologi Islam adalah menyelamatkan manusia dan mengantarkan manusia untuk memenuhi kecenderungan alaminya dan fitrahnya untuk kembali kepada Allah SWT.

Psikologi Islam dibangun dengan menggunakan Al-Qur’an sebagain acuan utamanya dan Al-qur’an diturunkan bukan semata-mata untuk umat Islam melainkan untuk kebaikan manusia (Q.S. 14: 1) karena itu psikologi Islam dibangun dengan arah untuk kesejahteraan manusia. Tujuan utama pengembangan psikologi Islam adalah untuk memecah kan problem dan mengembangkan potensi individual dan komunal manusia melalui cara yang tepat dalam memahami hidup mereka.

Sumber psikologi Islam tidak hanya al-Qur’an dan Sunah tetapi juga pemikiran para ulama, oleh karena itu kami akan mencoba mengungkapkan salah satu sumber psikologi Islam yaitu “tasawuf” yang oleh barat di sebut istilah “sufisme”. Sufisme adalah dimensi batiniah (esoterik), dalam agama Islam sebagai sisi lain dari demensi lahiriah (eksoterik), dan banyak pihak yang berkeyakinan bahwa tasawuf merupakan inti dari ajaran Islam

Sufisme Islam dapat di jadikan sebagai pertimbangan dalam mengembangkan psikologi Islam, seperti ar-ruh, an-nafsu, al-aqlu, al-qolbu, kondisi psycho mistis, penyakit hati dan berbagai macam metode untuk meningkatkan derajat kemanusian menuju insan kamil (Fuad Nashari, 1994; 105).