Transcript of Profil Industri Petrokimia
Cover Industri Kimia Hulu2Profil Industri Petrokimia
I. Pendahuluan Sesuai dengan amanah Undang-Undang No. 3 Tahun 2014
tentang Perindustrian, peran pemerintah dalam mendorong kemajuan
sektor industri ke depan dilakukan secara terencana serta disusun
secara sistematis dalam suatu dokumen perencanaan. Dokumen
perencanaan tersebut harus menjadi pedoman dalam menentukan arah
kebijakan pemerintah dalam mendorong pembangunan sektor industri
dan menjadi panduan bagi seluruh pemangku kepentingan yang terlibat
dalam pembangunan industri nasional.
Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) disusun sebagai
pelaksanaan amanat pasal 8 ayat 1, Undang-Undang No. 3 tahun 2014,
dan menjadi pedoman bagi pemerintah dan pelaku Industri dalam
perencanaan dan pembangunan Industri sehingga tercapai tujuan
penyelenggaraan Perindustrian. RIPIN memiliki masa berlaku untuk
jangka waktu 20 tahun, dan bila diperlukan dapat ditinjau kembali
setiap 5 (lima) tahun.
Di dalam RIPIN telah ditentukan ditentukan 10 industri prioritas
yang dikelompokkan kedalam industri andalan, industri pendukung dan
industri hulu sebagai berikut :
Industri Andalan
1.Industri Pangan
3.Industri Tekstil, Kulit, Alas Kaki dan Aneka
4.Industri Alat Transportasi
6.Industri Pembangkit Energi
Industri
10.Industri Kimia Dasar Berbasis Minyak bumi dan gas dan
Batubara
Kesepuluh Industri prioritas tersebut merupakan bagian dari Bangun
Industri Nasional. Bangun industri nasional berisikan industri
andalan masa depan, industri pendukung, dan industri hulu, dimana
ketiga kelompok industri tersebut memerlukan modal dasar berupa
sumber daya alam, sumber daya manusia, serta teknologi, inovasi dan
kreativitas. Pembangunan industri di masa depan tersebut juga
memerlukan prasyarat berupa ketersediaan infrastruktur dan
pembiayaan yang memadai, serta didukung oleh kebijakan dan regulasi
yang efektif. Adapun bagan Bangun Industri Nasional bisa dilihat
seperti Gambar 1 berikut.
Gambar 1 Bangun Industri Nasional
3 Profil Industri Petrokimia 2014
Sebagai salah satu bagian dari industri hulu, yaitu kelompok
Industri Kimia Dasar Berbasis Minyak bumi dan gas dan Batubara,
Industri Petrokimia Hulu diharapkan menjadi pendukung industri
andalan. Industri petrokimia menjadi salah satu industri strategis
baik ditinjau dari posisinya dalam struktur Produk Domestik Bruto
(PDB) industri manufaktur maupun dalam konteks keterkaitan dengan
industri hilir lain seperti, plastik, serat sintetik, karet
sintetik, kosmetik, pupuk, tekstil, dan lain-lain.
Gambar 2 Produk Akhir Industri Petrokimia Hulu dan Hilir
Industri petrokimia di Indonesia sangat diuntungkan oleh kondisi
potensi sumber bahan baku (minyak bumi, gas alam, batubara dan
biomassa) dan potensi pasar di dalam negeri yang cukup besar.
Adapun Industri Petrokimia Hulu yang dikembangkan di Indonesia
sesuai RIPIN (Rencana Induk Pengembangan Industri Nasional)
2015-2035 adalah: Etilena; Propilena; Butadiene; Benzena; Toluena;
p-Xylena; o- Xylena; Metanol; Ammonia; dan Asam Formiat.
Industri petrokimia hulu dapat dikategorikan sebagai jenis industri
yang padat modal (capital intensive), padat teknologi (technology
intensive) dan lahap energi (energy intensive). Industri petrokimia
hulu merupakan industri strategis yang mempunyai keterkaitan luas
dengan industri petrokimia antara dan petrokimia hilir, sehingga
untuk peningkatan efisiensi dan daya saing pembangunannya dapat
dilakukan secara terintegrasi.
4 Profil Industri Petrokimia 2014
Gambar 3 Industri Petrokimia Hulu dan Hilir
II. Bahan Baku Industri Petrokimia Hulu
Sumber bahan baku (feedstock) Industri petrokimia hulu berasal dari
sumber minyak bumi (naphta, kondensat), gas alam, batu bara, serta
biomassa yang dapat menghasilkan senyawa-senyawa olefin, aromatik,
gas sintesa, dan senyawa-senyawa organik lainnya yang dapat
diturunkan dari bahan-bahan tersebut, yang memiliki nilai tambah
lebih tinggi daripada bahan bakunya.
Ketersediaan bahan baku dan utilitas merupakan pendukung penting
bagi keberlangsungan industri petrokimia hulu di Indonesia.
Keduanya merupakan dua pertiga komponen biaya produksi dalam
industri ini. Suplai bahan baku yang berkesinambungan serta harga
yang kompetitif adalah faktor penting. Feedstock tersebut disamping
untuk bahan baku industri petrokimia dasar juga digunakan sebagai
bahan energi.
5 Profil Industri Petrokimia 2014
II.1. Sumberdaya dan Cadangan Minyak Bumi Indonesia
Meskipun jumlahnya tidak besar namun Indonesia memiliki potensi
cadangan minyak bumi terbukti sebesar 4 miliar barrel dengan
tingkat produksi sekitar 950 ribu barel per hari. Berdasarkan data
Kementerian Energi Sumber dan Daya Mineral (ESDM), potensi sumber
daya berbasis minyak bumi terbesar terdapat pada wilayah pulau
Sumatera bagian tengah, Kalimantan Timur, dan pulau Jawa bagian
barat - timur.
Gambar 4. Cadangan Minyak Bumi Indonesia
(Sumber: Kementerian ESDM)
6 Profil Industri Petrokimia 2014
Selama sepuluh tahun terakhir, laju penurunan cadangan terbukti
minyak bumi sebesar 92,5 juta barel per tahun, atau dengan kata
lain selama sepuluh tahun cadangan minyak dan kondensat nasional
hilang sebesar 1 miliar barel.
Gambar 5. Cadangan Minyak Bumi Indonesia 2004 - 2013 (Miliar
Barel)
Sumber: Handbook of Energy and Economic Statistic of Indonesia
2014, Kementerian ESDM
Dibandingkan tahun 2010, ketersediaan cadangan minyak bumi
Indonesia pada tahun 2011 mengalami penurunan hingga 0,03 miliar
barel menjadi 7,73 miliar barel termasuk di dalamnya cadangan blok
Cepu. Dengan rata-rata tingkat produksi 0,329 miliar barel,
ketersediaan cadangan minyak bumi di Indonesia saat ini hanya cukup
untuk memenuhi kebutuhan minyak bumi Indonesia hingga 23 tahun ke
depan.
Hingga akhir tahun 2011, produksi minyak Indonesia mencapai 902
ribu barel per hari, terdiri dari minyak 794 ribu barel per hari
dan kondensat 108 ribu barel per hari . Nilai ini lebih rendah 4,5%
dibandingkan produksi minyak Indonesia tahun sebelumnya dan target
produksi/lifting minyak bumi di dalam APBN-P 2011 sebesar 945 ribu
barel per hari.
7 Profil Industri Petrokimia 2014
Produksi naphtha Indonesia sebagai salah satu bahan baku utama
dalam industri petrokimia hulu selama sepuluh tahun terakhir
cenderung fluktuatif. Sejak tahun 2004, produksi naphtha tertinggi
tercapai pada tahun 2011 sebanyak 26,8 juta barel namun terus
menurun pada tahun-tahun berikutnya. Hingga Januari 2013, produksi
naphtha Indonesia tercatat sebanyak 23, 8 juta barel.
Gambar 6. Produksi Naphtha Indonesia 2004 - 2013 (Ribu Barel)
Sumber: Handbook of Energy and Economic Statistic of Indonesia
2014, Kementerian ESDM
II.2. Sumberdaya dan Cadangan Gas Alam Indonesia
Pada 2013 potensi cadangan gas Indonesia cukup besar yaitu mencapai
150,39 triliun cubic feet (TSCF) dengan cadangan terbukti 101,54
TSCF dan cadangan potensial 48,85 TSCF. Sementara tingkat produksi
gas alam Indonesia mencapai 2,97 TSCF pada tahun 2013. Berdasarkan
data Kementerian Energi Sumber dan Daya Mineral (ESDM), cadangan
gas bumi terbesar terdapat pada wilayah perairan Natuna, Kalimantan
Timur, Sumatera Selatan dan Papua.
8 Profil Industri Petrokimia 2014
Gambar 7. Sebaran Cadangan Gas Alam di Indonesia Tahun 2012
(Sumber: Kementerian ESDM)
9 Profil Industri Petrokimia 2014
Gambar 8. Cadangan Gas Alam Indonesia Tahun 2000 – 2013 (TSCF)
(Sumber: Handbook of Energy and Economic Statistic of Indonesia
2014, Kementerian ESDM
Gambar 9. Produksi Gas Alam Indonesia (MMSCF) Sumber: Handbook of
Energy and Economic Statistic of Indonesia 2014, Kementerian
ESDM
TS CF
II.3. Sumberdaya dan Cadangan Batubara Indonesia
Batubara yang dapat digunakan sebagai bahan baku industri
petrokimia adalah batubara biasa dan batubara yang berbentuk coal
bed methane. Kedua jenis batubara ini sangat besar jumlahnya dan
belum tergarap secara optimal. Berikut adalah peta persebaran
potensi sumberdaya batubara.
Gambar 10. Peta Persebaran Sumber Daya dan Cadangan Batubara
Indonesia
(Sumber: Kementerian ESDM)
11 Profil Industri Petrokimia 2014
Gambar 11. Peta Persebaran Sumber Daya dan Cadangan Batubara dan
CBM Indonesia
(Sumber: Kementerian ESDM)
Ketersediaan sumberdaya dan cadangan batubara Indonesia relatif
lebih besar dibandingkan dengan sumberdaya fosil lainnya walaupun
jumlahnya hanya sebesar 3,3% cadangan dunia. Pada tahun 2013,
sumberdaya batubara Indonesia sebanyak 120.525 juta ton dengan
cadangan sebesar 31.361 juta ton. Jumlah ini tersebar di beberapa
provinsi di Indonesia. Berdasarkan Tabel 1, sumberdaya dan cadangan
batubara terbesar berada di wilayah provinsi Sumatera Selatan dan
Kalimantan Timur dengan total masing-masing provinsi tersebut
sebesar 62.405 juta ton dan 61.417 juta ton (Kajian Supply Demand
Energi 2014, Kementerian ESDM).
12 Profil Industri Petrokimia 2014
Tabel 1. Sumber Daya dan Cadangan Batubara Indonesia Per 1 Januari
2013 (Juta Ton)
Sumber: Handbook of Energy and Economic Statistic of Indonesia
2014, Kementerian ESDM
II.4. Kilang minyak dan gas bumi serta batubara
Kapasitas kilang minyak Indonesia pada 2014 mencapai 1,1157 juta
barel per hari. Sedangkan produksi minyak Indonesia yang dapat
diolah di kilang dalam negeri hanya sekitar 649.000 barel per hari.
Untuk tahun 2015, kapasitas kilang Indonesia diperkirakan sebesar
1,167 juta barel per hari sedangkan produksi minyak yang bisa
diolah Indonesia hanya sebesar 719.000 barel per hari. Kilang
minyak
13 Profil Industri Petrokimia 2014
milik PT Pertamina terletak di Dumai, Sungai Pakning, Plaju, Cepu,
Balikpapan, Kasim, Cilacap dan Balongan. Sementara kilang milik
swasta yaitu TPPI (Trans Pacific Petrochemical Indotama) dan TWU
(Tri Wahana Universal). Ada satu kilang swasta dalam proses
pembangunan yaitu TWU II dan direncanakan akan dibangun Residual
Fluid Catalytic Cracking (RFCC) Cilacap.
Gambar 12. Peta Infrastruktur Minyak bumi dan gas Nasional per
Januari 2011
(Sumber: Kementerian ESDM)
III. Rantai Nilai (pohon industri) Industri Petrokimia
III.1. Ruang Lingkup Industri Petrokimia
Industri petrokimia secara umum dapat didefinisikan sebagai
”industri yang berbahan baku utama produk minyak bumi dan gas
(naphta, kondensat, gas alam), batubara, serta biomassa; yang
mengandung senyawa-senyawa olefin, aromatik, gas sintesa, dan
organik lainnya yang dapat diturunkan dari bahan-bahan tersebut,
untuk menghasilkan produk-produk yang memiliki nilai tambah lebih
tinggi daripada bahan bakunya.”
Industri petrokimia dasar termasuk dalam Klasifikasi Baku Lapangan
Usaha Indonesia (KBLI ) 20117: Industri Kimia Dasar Organik yang
Bersumber dari Minyak Bumi, Gas Alam, dan Batubara. Kelompok ini
mencakup usaha industri kimia dasar organik yang menghasilkan bahan
kimia, yang bahan bakunya berasal dari minyak bumi dan gas bumi
maupun batu bara, seperti ethylene, propilene, benzena, toluena,
caprolactam termasuk pengolahan coal tar.
Industri petrokimia dapat dikelompokkan ke dalam 3 (tiga) golongan,
yaitu:
1. Industri petrokimia hulu (dasar) Industri petrokimia dasar
merupakan industri paling hulu dalam rangkaian industri petrokimia,
memproses bahan baku berupa naphta dan/atau kondensat menjadi
olefin, aromatik, dan parafin. Contoh : industri olefin (ethylene,
propiline, butadiane, dll), industri aromatik (benzene, toluene,
xylene, dll), industri berbasis C-1 (ammonia, methanol).
2. Industri petrokimia antara Industri petrokimia antara adalah
industri yang memproses bahan baku olefin, aromatik (produk
industri petrokimia hulu) menjadi produk- produk turunannya seperti
vinyl chloride, styrene, ethylene glycol, dll.
3. Industri petrokimia hilir Industri petrokimia hilir adalah
industri yang mengolah bahan yang dihasilkan oleh industri
petrokimia antara menjadi berbagai produk akhir yang digunakan oleh
industri atau konsumen akhir (industrial dan consumer goods).
Contoh: Polietilena (HDPE, LDPE, LLDPE); Polipropilena (PP);
Polistirena (PS); Polivinilkhlorida (PVC); PET, karet sintetis
(ABS), serat sintetis (polyester, nilon), dll.
15 Profil Industri Petrokimia 2014
III.2. Rantai Nilai Industri Petrokimia
Industri petrokimia pada dasarnya berbahan baku dari minyak mentah
dan gas bumi. Indonesia sebagai negara yang kaya akan sumber daya
minyak bumi dan gas alam seharusnya bisa mengembangkan industri
petrokimia agar menjadi lebih maju.
Turunan industri petrokimia yang berasal dari minyak bumi saat ini
yang industrinya sudah ada sebagian besar masih berada di sektor
hulu antara lain industri olefin, aromatic, ethylene, propylene,
butadiene, benzene, toluene, dan xylene. Turunan dari produk
ethylene dan propylene sebagian sudah dapat diproduksi di Indonesia
dan sebagian masih belum dikembangkan. Selanjutnya turunan dari
produk ethylene dan propylene ini pada sektor hilirnya digunakan
untuk pembuatan plastik.
Sementara itu, untuk turunan dari produk butadiene, benzene,
toluene, dan xylene sebagian masih dalam pembangunan di Indonesia.
Turunan dari produk tersebut pada sektor hilirnya dibutuhkan untuk
pembuatan karet sintetis dan serat sintetis, pelarut, bahan
pelembut/plasticizer, dan bahan pembersih.
Di Indonesia, industri petrokimia turunan gas alam masih sangat
terbatas. Di sektor hulu, industri yang sudah ada adalah industri
ammonia dan methanol. Turunan ammonia hanya urea beserta produksi
lanjutannya, sedangkan turunan methanol adalah industri
formaldehyde, potensi produk turunan lainnya adalah acrylonitrile,
caprolactam, methionine, nylon 6, methyl tertier butyl ether
(MTBE), dimethyl ether (DME), acetic acid (dry process), polyvinyl
alcohol (Poval) dan sebagainya.
Namun demikian, selama penyediaan gas sering menjadi sentral
penyebab terganggunya aktifitas industri petrokimia (terutama
pupuk). Karenanya dalam beberapa tahun terakhir ini muncul gagasan
untuk menggunakan gas dari batu bara baik gas hasil gasifikasi
batubara maupun gas dari coal bed methane sebagai bahan baku
industri kimia di masa-masa mendatang.
16 Profil Industri Petrokimia 2014
Gambar 13. Pohon Industri Petrokimia
17 Profil Industri Petrokimia 2014
IV. Kondisi saat ini Industri Petrokimia Industri Petrokimia
termasuk dalam kelompok industri Pupuk, Kimia dan barang dari
karet. Pertumbuhan industri petrokimia tahunan rata- rata 2009 –
2013 adalah sebesar 4,6 persen. Nilai Produk Domestik Bruto sektor
ini. Seperti terlihat pada tabel 2, pada tahun 2010 mencapai 176,21
triliun, tahun 2013 meningkat lagi menjadi 230,24 triliun,
sedangkan sampai triwulan 3 tahun 2014 telah mencapai 180,66
triliun.
Tabel 2. PDB Sektor Industri Pupuk, Kimia dan Barang dari
Karet
Industri Pupuk, Kimia dan barang dari karet 2009 2010 2011 2012
2013 Nilai PDB (Miliar Rupiah) 162.879,2 176.212,4 189.700,0
216.863,8 230.236,1 Pertumbuhan (Persen) 1,64 4,70 3,95 10,50 2,21
Kontribusi Terhadap PDB Industri Non Migas (Persen) 12,85 12,73
12,21 12,62 12,21
Sumber: Badan Pusat Statistik
Bila dilihat dari kontribusinya terhadap PDB sektor industri non
migas , sub sektor industri Pupuk, Kimia dan barang dari karet ini
cukup memberikan kontribusi yang besar. Pada tahun 2009, sub sektor
ini memberikan kontribusi sebesar 12,85 persen dari total PDB
sektor industri non migas , kemudian pada tahun 2010 menjadi 12,73
persen, tahun 2011 mencapai 12,21 persen, tahun 2012 menjadi 12,62
persen dan tahun 2013 menjadi 12,21 persen.
Dilihat Dari data investasi, industri petrokimia termasuk dalam sub
sektor industri kimia dan farmasi, pertumbuhan Penanaman Modal
Dalam Negeri (PMDN) selama 2009 – 2013 rata-rata tahunan adalah
25,27 persen, sedangkan untuk Penanaman Modal Asing (PMA) sebesar
38,56 persen. Pada tahun 2009, nilai proyek baru yang berasal dari
penanaman modal dalam negeri mencapai Rp. 5,86 trilliun, sedangkan
yang berasal dari penanaman modal asing mencapai US$ 1,18 Miliar
seperti telihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Nilai Investasi Sektor Industri Kimia dan Farmasi
Ind. Kimia dan Farmasi 2009 2010 2011 2012 2013 PMDN (dalam Miliar
Rupiah) 5,850.0 3,266.0 2,711.9 5,069.5 8,886 PMA (dalam Juta US$)
1,183.1 793.4 1,467.4 2,769.8 3,142.3
Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM)
18 Profil Industri Petrokimia 2014
IV.1. Pelaku Utama Industri Petrokimia Dasar (Hulu) Perusahaan di
industri petrokimia hulu di Indonesia adalah PT Chandra Asri
Petrochemical (industri petrokimia hulu dengan basis olefin), PT
Trans Pacific Petrochemical Indotama (industri petrokimia hulu
dengan basis aromatik), serta PT Kaltim Methanol Industri dan
PT.Kaltim Pacific Amoniak (industri petrokimia hulu dengan basis C1
(Metana). Kapasitas produksi pelaku industri petrokimia hulu
tersebut diatas dapat dilihat pada Tabel 4 berikut.
Tabel 4. Pelaku Utama Industri Petrokimia Hulu di Indonesia
Produsen Lokasi Produk Kapasitas Produksi (Ton)
PT. Chandra Asri Petrochemical
PT . Trans Pacific Petrochemical Indotama
Tuban, Jawa Timur
100.000 (o-xylene) PT Kaltim Methanol Industri
Bontang, Kalimantan Timur
Untuk mencapai industri petrokimia yang kompetitif dalam persaingan
internasional dengan mendapatkan pasokan yang stabil dan
kompetitif, maka diperlukan suatu kerjasama menyeluruh yang
melibatkan semua pemangku kepentingan dan keterkaitan harmonis
terutama antara industri primer (refinery/minyak bumi dan gas )
dengan industri petrokimia hulu dan industri petrokimia hulu dengan
industri petrokimia antara maupun hilir.
Untuk mendukung hal tersebut, Kementerian Perindustrian telah
mencanangkan pengembangan klaster industri petrokimia. Pendekatan
klaster ini digunakan mengingat industri petrokimia memiliki
keterkaitan yang kuat secara horizontal dan vertikal dengan
industri hilirnya dan sub-sektor industri/sektor ekonomi
lainnya.
19 Profil Industri Petrokimia 2014
Berdasarkan Roadmap Industri Petrokimia, klaster industri
petrokimia, terdiri dari:
1. Klaster industri petrokimia hulu berbasis olefin di Cilegon,
Banten.
Gambar 14 PT. CHANDRA ASRI PETROCHEMICAL, Tbk
2. Klaster industri petrokimia hulu berbasis aromatic di Tuban,
Jawa Timur.
3. Klaster industri petrokimia hulu berbasis metana di Bontang,
Kalimantan Timur.
Gambar 15. Peta Sebaran Industri Petrokimia Hulu
Bontang, Kalimantan Timur PT Kaltim Methanol Industri PT.Kaltim
Pasifik Amoniak
Cilegon, Banten PT Chandra Asri Petrochemical
Tuban, Jawa Timur PT Trans Pasific Petrochemical Indotama
20 Profil Industri Petrokimia 2014
IV.3. Penawaran dan Permintaan Industri Petrokimia Hulu
Penawaran Selama 2007-2012 produksi ethylene sangat ftuktuatif
dengan trend cenderung menurun -1,66% rata-rata per tahun. Pada
tahun 2007 produksi ethylene tercatat mencapai 574.570 ton,
kemudian di tahun berikutnya menurun menjadi 551.580 ton, lalu
susut lagi menjadi 512.780 ton di tahun 2009.
Pada tahun 2010, produksi ethylene melonjak menjadi 580.400 ton,
lalu di tahun 2011 merosot kembali menjadi 500.325 ton dan pada
tahun 2012 meningkat menjadi 517.100 ton.
Sementara itu, dalam 2 tahun terakhir ini produksi propylene
cenderung menyusut, sehingga secara keseluruhan selama 2007-2012
pertumbuhannya terkesan negatif Pada tahun 2007 produksi propylene
diketahui mencapai 474.325 ton, kemudian di tahun berikutnya turun
menjadi 440.627 ton, lalu meningkat menjadi 489.925 ton di tahun
2009. Pada tahun 2010, produksi propylene naik menjadi 528.560 ton,
tetapi di tahun 2011 susut menjadi 429.250 ton, tetapi pada tahun
2012 hanya 380.400 ton.
Permintaan olefin di dalam negeri cenderung terus meningkat,
sementara kapasitas industrinya relatif terbatas, maka untuk
memenuhi permintaan tersebut terpaksa dilakukan impor. Selama
2007-2012 impor ethylene mengalami pertumbuhan yang sangat pesat,
mencapai 25,82% rata-rata per tahun, kemudian propylene mengalami
pertumbuhan 13,22% rata-rata per tahun, sedangkan butadiene dalam
periode yang sama impornya cenderung menurunan dengan penyusutan
-1,67% rata-rata per tahun. Sementara itu, kegiatan ekspor olefin
Indonesia baru dimulai di tahun 2009, volume ekspor propylene
sebanyak 70.532 ton dengan nilai sekitar US$ 4.923 ribu. Di tahun
berikutnya, selain propylene Indonesia juga mengekspor ethylene
dengan jumlah sekitar 15.856 ton senilai US$ 20.250 ribu.
Supply olefin untuk pasar di dalam negeri ditentukan berdasarkan
jumlah produksi ditambah impor kemudian dikurangi dengan volume
ekspornya. Dengan asumsi ini maka pada tahun 2007 supply ethylene
di Indonesia tercatat mencapai 835.527 ton kemudian di tahun
berikutnya naik menjadi 993.349 ton lalu pada tahun 2009 meningkat
lagi menjadi 1.176.494 ton, dan pada tahun 2012 mencapai 1.220.278
ton. Dengan demikian selama periode 2007-2012, pertumbuhan supply
ethylene mencapai 8,22% rata-rata per tahun, seperti terlihat pada
Tabel 5 berikut.
21 Profil Industri Petrokimia 2014
Tabel 5. Penawaran Industri Petrokimia Hulu (dalam Ton) Komoditi
Uraian 2009 2010 2011 2012 2013*
Produksi 512.780 580.400 500.325 517.100 Impor 663.714 589.529
674.595 716.585 628.278 Ekspor 0 0 15.856 13.407 11.680 Supply
1.176.494 1.169.929 1.159.064 1.220.278 616.598 Produksi 489.925
528.560 429.250 380.400 Impor 269.171 224.945 233.937 292.383
185.558 Ekspor 0 84.435 41.149 35.415 5.678 Supply 759.096 669.070
622.038 637.368 179.880 Produksi 0 0 0 0 Impor 35.220 42.328 49.109
42.768 39.661 Ekspor 0 0 16.239 176.119 90.359 Supply 35.220 42.328
32.870 (133.351) (50.698) Produksi 299.147 381.321 484.193 124.790
Impor 163.183 152.794 150.091 212.959 213.241 Ekspor 137.641
216.593 298.298 4.191 20.919 Supply 324.689 317.522 335.986 333.558
192.322 Produksi 0 0 0 0 Impor 109.836 102.874 114.116 122.441
123.829 Ekspor 0 0 0 0 0 Supply 109.836 102.874 114.116 122.441
123.829 Produksi 518.500 726.520 700.000 272.500 Impor 679.216
813.048 659.739 677.285 679.216 Ekspor 148.810 423.416 567.104
27.586 111.422 Supply 1.048.906 1.116.152 792.635 922.199 567.794
Produksi 5.381.138 5.275.681 5.139.948 5.005.018 Impor 49.130
93.058 84.749 338.737 49.130 Ekspor 1.180.812 1.162.979 1.067.927
959.889 793.510 Supply 4.249.457 4.205.760 4.156.770 4.383.867
(744.380) Produksi 684.623 496.222 509.709 456.856 Impor 76.974
192.224 275.947 261.866 341.455 Ekspor 495.100 430.788 476.837
438.742 486.818 Supply 266.497 257.658 308.819 279.980
(145.362)
Ammonia
Methanol
Ethylene
Propylene
Butadiene
Benzene
Toluene
Xylene
Keterangan: *) Data tahun 2013 merupakan data proyeksi. Sumber:
Dit. Industri Kimia Dasar Kementerian Perindustrian, diolah
Pusdatin.
22 Profil Industri Petrokimia 2014
Dalam periode yang sama trend supply propylene mengalami
pertumbuhan yang cenderung menurun sebesar 0,16% per tahun. Jika
pada tahun 2007 supply propylene mencapai 648.168 ton, maka di
tahun berikutnya mengalami kenaikan menjadi 691.103 ton, kemudian
pada tahun 2009 turun menjadi 688.564 ton. Pada tahun 2010, supply
propylene kembali mengalami penurunan, yakni menjadi 669.070 ton,
lalu turun lagi menjadi 652.038 ton di tahun 2011 tetapi pada tahun
2012 meningkat menjadi 637.368 ton.
Fluktuasi selama 2007-2012 menyebabkan angka pertumbuhan supply
butadiene cenderung menurun (1,24%) rata-rata per tahun. Pada tahun
2007 supply butadiene tecatat mencapai 49.802 ton, kemudian di
tahun berikutnya berikutnya susut menjadi 41.799 ton, lalu turun
lagi menjadi 35.220 ton dan pada tahun 2012 mencapai 42.768
ton.
Permintaan Di Indonesia, ethylene dikonsumsi oleh industri ethylene
glycol, industri ethyl benzene, ethylene dichloride serta industri
polyethylene dan dalam jumlah relatif kecil dikonsumsi oleh sektor
industri lain. Industri pengguna ethylene yang terbesar selama ini
adalah industri polyethylene, disusul oleh industri ethylene
dichloride, kemudian industri ethylene glycol dan yang paling
sedikit adalah industri ethyl benzene.
Propylene di Indonesia saat ini dikonsumsi antara lain oleh
industri acrylic acid, industri oxo alcohol dan industri
polyproylene. Di Indonesia, propylene sebagian besar digunakan di
sektor industri polypropylene. Kemudian industri oxo alcohol
(2-Ethyl Hexanol) dan paling sedikit digunakan di sektor industri
acrylic acid.
Di lndonesia butadiene dikonsumsi secara tetap oleh industri
styrene butadiene rubber (SBR), industri styrene butadiene latex
(SBL) dan industri acrylonitrile butadiene styrene (ABS). Selama
kurun waktu 2007 -2008. Konsumsi butadiene oleh industri ABS terus
meningkat, sedangkan konsumsi oleh industri SBR dan SBI. Sangat
fluktuatif dengan trend-nya cenderung menyusut, seperti terlihat
pada Tabel 6 berikut.
23 Profil Industri Petrokimia 2014
Tabel 6. Permintaan Industri Petrokimia Hulu (dalam Ton) Komoditi
Uraian 2009 2010 2011 2012 2013*
Konsumsi 1.176.494 1.169.929 1.159.064 1.220.287 1.331.658 Impor
663.714 589.529 674.595 716.585 628.278 Demand 1.840.208 1.759.458
1.833.659 1.936.872 1.959.936 Konsumsi 688.564 38.775 42.912 43.602
654.478 Impor 269.171 224.945 233.937 292.383 185.558 Demand
957.735 669.070.461 622.038.254 637.367.509 179.879.959 Konsumsi
22.230 42328 49109 42768 47488 Impor 35.220 42.328 49.109 42.768
39.661 Demand 57.450 84.656 98.218 85.536 87.149 Konsumsi 324.689
317.522 335.986 333.558 350.468 Impor 163.183 152.794 150.091
212.959 213.241 Demand 487.872 470.316 486.077 546.517 563.709
Konsumsi 109.816 102.874 114.116 109.516 135.649 Impor 109.836
102.874 114.116 122.441 123.829 Demand 219.652 205.748 228.232
231.957 259.478 Konsumsi 1.048.906 1.116.153 792.636 922.199
1.064.528 Impor 679.216 813.048 659.739 677.285 679.216 Demand
1.728.122 1.929.201 1.452.375 1.599.484 1.743.744 Konsumsi
4.321.455 4.205.760 4.156.669 4.383.866 4.576.899 Impor 49.130
93.058 84.749 338.737 49.130 Demand 4.370.585 4.298.818 4.241.418
4.722.603 4.626.029 Konsumsi 266.497 257.658 308.819 279.980
304.433 Impor 76.974 192.224 275.947 261.866 341.455 Demand 343.471
449.882 584.766 541.846 645.888
Ammonia
Methanol
Ethylene
Propylene
Butadiene
Benzene
Toluene
Xylene
Keterangan: *) Data konsumsi tahun 2013 merupakan data proyeksi.
Sumber: Dit. Industri Kimia Dasar Kementerian Perindustrian, diolah
Pusdatin.
24 Profil Industri Petrokimia 2014
V. Penutup
Peluang pasar olefin Sepanjang kurun waktu 2015-2019 diperkirakan
Indonesia akan mengalami kekurangan supply ethylene dalam jumlah
yang cukup besar. Berdasarkan data Direktorat Industri Kimia Dasar
Kementerian Perindustrian, pada tahun 2013 kekurangan supply
(shortage) ethylene sudah lebih dari maksimum kapasitas industri
didalam negeri saat ini dan tahun 2019 shortage tersebut
diperkirkan akan mencapai 1,5 kali kapasitas maksimum industri
ethylene yang sebesar 600.000 ton per tahun.
Industri dalam negeri diperkirakan akan mengalami kekurangan
pasokan (shortage) propylene, tetapi dalam jumlah yang relatif
kecil. Kekurangan pasokan propylene merupakan peluang investasi dan
diperkirakan akan terjadi mulai tahun 2019, yang jumlahnya
mendekati 200.000 ton.
Pembangunan pabrik butadiene yang dilakukan oleh PT Chandra Asri
Petrochemical dengan kapasitas 100.000 ton per tahun dan telah
beroperasi sejak kuartal IV 2013 dengan utilisasi sebesar 75% telah
membangkitkan industri antara dan hilir dari produk butadiene,
yaitu karet sintetis. Diharapkan, dengan dibangunnya pabrik ini
dapat memenuhi permintaan akan produk butadiene terutama untuk
industri dalam negeri yang diperkirakan akan terus meningkat hingga
2019.
Peluang pasar Aromatik Peluang pasar ditentukan berdasarkan
kemampuan industri dalam memenuhi permintaan pasar atau industri
pemakainya. Jika industri tidak mampu memenuhi permintaan tersebut,
berarti terjadi peluang bagl investor baru atau peluang bagi
existing investor untuk melakukan perluasan.
Diperkirakan hingga 2019, Indonesia akan mengalami surplus benzene.
Penyediaan (supply) paraxylene oleh produsen dalam negeri saat ini
sudah tidak mencukupi, terlebih untuk tahun-tahun mendatang. Pada
tahun 2019, kekurangan pasok paraxylene sudah menyamai kapasitas
industri yang ada saat ini.
Meski tidak ada penambahan kapasitas produksi ortho-xylene, namun
karena industri pemakai produk petrokimia ini masih terbatas, maka
di tahun-tahun mendatang diperkirakan akan terjadi kelebihan pasok
orthoxylene bilamana produsen yang ada beroperasi pada kapasitas
penuh.
25 Profil Industri Petrokimia 2014
Setelah PT. TPPI memutuskan untuk tidak memproduksi toluene di
tahun 2007, maka kebutuhan toluene di Indonesia tiap tahun harus
dipasok dan impor. Hal ini sebetulnya merupakan peluang bagi
investor terjun di sektor industri toluene.
Peluang pasar Ammonia Saat ini beberapa produsen pupuk urea tengah
merencanakan untuk melakukan optimasi dan juga pembangunan unit
baru. Perluasan kapasitas urea tersebut sudah pasti diikuti dengan
perluasan kapasItas industri ammonia. Diperkirakan tanpa penambahan
kapasitas saat ini, maka di tahun-tahun mendatang tetap saja
Indonesia akan mengalami over supply ammonia, jika produsen ammonia
beroperasi pada kapasitas penuh.
Peluang pasar Methanol Selanjutnya dapat diperkirakan bahwa di
tahun-tahun mendatang hingga 2019, Indonesia masih akan mengalami
surplus methanol, mana kala perusahaan yang ada beroperasi pada
kapasitas penuh.
Cover Industri Petrokimia 1
1. Profile Industri Petrokimia