presentasi TBI

Post on 04-Jul-2015

580 views 9 download

Transcript of presentasi TBI

BELINDA ALVIA EDISON (0806461253)DEANE NURMAWATI (0806461303)DEVINA SAGITA R. (0806461335)DINAR MEGANINGRUM (0806461354)ERNIS LUSIYANA (0806461410)FENDI SANJAYA (0806461442)FLAVIA PINASTHIKA W. S. (0806461455)I. A. SABRINA PUTRI (0806461511)

TRANSAKSI BISNIS INTERNASIONAL: PERJANJIAN PATUNGAN

Deane Nurmawanti0806461303

Transaksi Bisnis Internasional

`

TRANSAKSI BISNIS( Berdasarkan Pihak yang Terlibat )

Transaksi Bisnis Dalam Negeri

Transaksi Bisnis yang dilakukan oleh dua pihak yang datang dari dua hukum yang sama.

Contoh: Transaksi Bisnis yang dilakukan oleh dua perusahaan Indonesia atau dua orang Indonesia

Transaksi Bisnis Internasional

Dimana Dua Pihak yang melakukan Transaksi bisnis datang dari dua hukum yang berbeda

Contoh: Perjanjian Perusahaan Indonesia dengan Perusahaan Asing

Transaksi Bisnis Internasional

Bisnis Internasional meliputi transaksi bisnis antara pihak-pihak dari lebih daripada satu negara dengan hukum yang berbeda. Transaksi ini dapat terjadi dalam berbagai bentuk dan dapat melibatkan masing-masing perusahaan, kelompok perusahaan, dan atau lembaga-lembaga pemerintah.

Beberapa alasan yang membedakan antara Bisnis Internasional dengan Bisnis Dalam Negeri :

1. Negara-negara yang terlibat mungkin menggunakan

mata uang yang berbeda.

2. Adanya sistem hukum di setiap negara yang berbeda-

beda, sehingga di butuhkan penyesuaian.

3. Adanya perbedaan budaya di setiap masing-masing

negara.

4. Ketersedian sumber daya yang berbeda si setiap negara.

Aktivitas-aktivitas Bisnis Internasional

• Menurut sejarah, aktivitas sejarah internasional pertama kali berbentuk Ekspor dan Impor.

• Bentuk utama kedua bisnis internasioanal adalah Investasi Internasional, yaitu ; modal yang di pasok oleh penduduk suatu negara ke penduduk negara lainnya.

• seiring perkembangan zaman dan teknologi aktivitas bisnis internasional dapat juga mempunyai bentuk-bentuk lain, di antaranya lisensi, waralaba, dan kontrak manajemen.

Hambatan dalam bisnis internasional

• Batasan perdagangan dan tarif bea masuk• Perbedaan bahasa, social budaya/cultural• Kondisi politik dan hokum/perundang-

undangan• Hambatan operasional

“ Bentuk-Bentuk lain dari Transaksi Bisnis Internasional”

ERNIS LUSIYANA0806461410

Bentuk-bentuk lain dari Transaksi Bisnis Internasional

• Franchising• Kerjasama Patungan:

a. Joint Ventureb. Joint Enterprisec. Joint Operation

Franchising

• Pemberian sebuah lisensi oleh franchisor (pemberi waralaba) kepada franchisee (pihak lain atau penerima waralaba) berdasarkan suatu kontrak. Lisensi tersebut dapat memberikan hak kepada franchisee untuk menggunakan merek dagang franchisor dan seluruh elemen yang diperlukan untuk menjalankan bisnisnya dengan dasar-dasar yang telah ditentukan.

• Contoh : Mulai dari jenis fast food seperti Kentucky Fried Chicken (KFC), McDonald’s, Pizza Hut, sampai ke fitness centre.

Kerjasama Patungan• Suatu bentuk kerjasama yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih yang didasarkan pada suatu

perjanjian tertentu. Bentuk dari kerjasama patungan ini dapat berbentuk:

a. Joint Ventureadalah suatu usaha kerjasama yang dilakukan antara penanaman modal asing dengan modal nasional berdasarkan suatu perjanjian/kontrak.

Pengertian joint venture menurut Prof. Erman Rajagukguk ialah suatu kerja sama antara pemilik modal asing dengan pemilik modal nasional berdasarkan perjanjian, jadi pengertian tersebut lebih condong pada joint venture yang bersifat internasional.

Pengertian lain menyebutkan bahwa joint venture adalah Suatu perusahaan baru yang didirikan bersama-sama oleh beberapa perusahaan yang berdiri sendiri dengan menggabungkan potensi usaha termasuk modal dalam perbandingan yang telah ditetapkan menurut perjanjian yang sama-sama disetujui.

Kerjasama Patunganb. Joint Enterprise

Bentuk kerjasama Joint Enterprise adalah kerjasama antara penanaman modal asing dengan penanaman modal dalam negeri (nasional) dengan membentuk suatu perusahaan atau badan hukum. Joint enterprise lazimnya berupa PT.

c. Joint Operationmerupakan kerjasama operasi dua badan atau lebih yang sifatnya sementara hanya untuk melaksanakan suatu proyek tertentu sampai proyek tersebut selesai dikerjakan, tanpa pihak-pihak membentuk suatu badan hukum baru/tersendiri sebagai badan yang mempunyai usaha tertentu.Contoh: dalam hal proyek jasa konstruksi

Perbedaan

JOINT VENTURE JOINT ENTERPRISE JOINT OPERATION

Bentuk kerjasama usaha patungan yang dapat membentuk suatu perusahaan (badan hukum) baru atau tidak. Jadi, dalam hal ini, joint venture merupakan suatu bentuk kerjasama yang belum tentu membentuk suatu badan hukum baru.

Bentuk kerja sama usaha patungan dengan membentuk suatu perusahaan atau badan hukum baru.

Bentuk kerjasama operasi dua badan atau lebih untuk melaksanakan suatu proyek tertentu sampai proyek tersebut selesai dikerjakan, tanpa membentuk suatu badan hukum baru/tersendiri.

Belinda Alvia Edison(0806461253)

JOINT VENTURE

Pengertian umum:

• Suatu perusahaan baru yang didirikan bersama-sama oleh beberapa perusahaan yang berdiri sendiri dengan menggabungkan potensi usaha termasuk modal dalam perbandingan yang telah ditetapkan menurut perjanjian yang sama-sama disetujui.

Pengertian Menurut Prof. Erman Rajagukguk

• Suatu kerja sama antara pemilik modal asing dengan pemilik modal dalam negeri berdasarkan perjanjian. (joint venture bersifat internasional) pentingnya unsur asing dalam Joint venture

Unsur-Unsur Joint Venture

Transaksi Bisnis Internasional

Investasi (Penanaman Modal Langsung) Joint Venture

Dasar Hukum

UU No.25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal Asing

UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

Joint Venture

•Membuatn Joint Venture Agreement sebagai dasar pendirian joint venture company•Perusahaan Joint Venture harus didirikan dalam bentuk Badan Hukum Indonesia dan harus berbentuk P.T. Didirikan di wilayah Indonesia dan tunduk pada UUPT (Pasal 5 ayat 2 UUPMA)•Jenis Usaha harus sesuai dengan DNI (Daftar negatif Investasi)•Bentuk usaha tertutup dan bentuk usaha terbuka (pasal 12 UU no.25 Tahun 2007)

Keuntungan dan Kerugian

KEUNTUNGANKEUNTUNGAN KERUGIAN

a. Meningkatkan devisa melalui penghasilan ekspor

b. Menciptakan kesempatan lapangan kerja

c. Kesempatan alih teknologi dan ketrampilan bagi negara penerima modal

d. Meningkatkan pendapatan negara melalui Pajak

e. Link internationalf. Pengembangan SDA negara

penerima modalg. Memperkuat jenis industri dan

produksi lokal

a. Dominasi campur tangan asing . terhadap perekonomian, dan politik negara penerima modal

b. Melemahkan indutri bisnis lokalc. Pengenalan teknologi yang tidak

tepatd. Kemungkinan rusaknya lingkungan

hidupe. Pengaruh sosial terhadap penduduk

melalui pengenala perilaku dan pola konsumsi yang tidak diinginkan

TAHAP PERSIAPAN DALAM TBI

I.A. Sabrina Putri0806461511

TAHAP DALAM TBI

TAHAP PERSIAPAN(PREPARATION

PHASE)

TAHAP PELAKSANAAN

KONTRAK(PERFORMANCE

PHASE)

TAHAP PENGEGAKAN

HUKUM KONTRAK(ENFORCEMENT

PHASE)

TAHAP PERSIAPANASPEKBUDAYA

ASPEK HUKUM

ASPEK PRAKTIS

ASPEK BUDAYA

• Peranan LawyerAS Lawyer memegang peranan penting dalam negosiasi Timur Lawyer tidak memegang peranan penting dalam tahap negosiasi

• Peranan Kontrak dalam Transaksi BisnisAS Kontrak adalah dokumen hukumTimur Kontrak adalah simbol kerjasama

ASPEK HUKUM

CHOICE OF LAW

Example: Governing Law. 7.1 This Agreement shall be governed by and

construed in accordance with the laws of The Republic of Indonesia

Cont’d

• Choice of Law menentukan hukum mana yang berlaku dalam kontrak yang akan mempengaruhi pendirian joint venture company.

• Di Indonesia joint venture agreement yang dibentuk seringkali memilih hukum Indonesia sebagai Choice of Law. Hal ini dikarenakan adanya ketentuan dalam Undang-Undang Penanaman Modal UU No. 25 Tahun 2007 pasal 5 ayat (2) bahwa Penanaman modal asing wajib

1) Berbentuk perseroan terbatas 2) Tunduk pada hukum Indonesia3) berkedudukan di dalam wilayah RI

Cont’dJika tidak terdapat Choice of Law

Teori Lex Loci Contractus

• Hukum dimana kontrak tersebut dibuat/ditandangtangani

Teori Lex Loci Solutionis

• Hukum dari tempat dimana kontrak tersebut dilaksanakan.

Teori Proper Law

• Hukum yang dipakai adalah hukum dimana peristiwa bersangkutan memiliki koneksitas yang paling erat.

The most characteristic Connection

•Hukum dalam pihak yang akan melakukan prestasi yang paling karakteristik adalah sebagai choice of law.

ASPEK PRAKTIS

Draft kontrak harus diterima dalam waktu yang cukup untuk membahasnya

Melihat pasal-pasal dalam kontrak Pembahasan target. Contoh: Royalti dan Divestasi Saham.

Mengenai Divestasi saham pada Keputusan Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 5/ SK/ 1967 Tentang Persyaratan Pemilikan saham Nasional dan Perusahaan Penanaman Modal Asing pasal 1 menyatakan PMA harus berbentuk usaha patungan dengan modal nasional sekurang-kurangnya 20% pada saat pendirian dan meningkat sekurang-kurangnya 51% dalama jangka waktu 15 tahun.

Tahap persiapan berakhir pada saat kontrak ditandatangani.

Flavia Pinasthika0806461455

Tahap pelaksanaan

Tahap Pelaksanaan Kontrak

Aspek Budaya Aspek Hukum Aspek Praktis

Aspek Budaya

Perlu diperhatikan aspek-aspek budaya pihak-pihak yang terkait dalam kontrak, untuk menghindari perasaan tersinggung salah satu pihak.

Aspek Hukum

Langkah apa yang harus dilakukan apabila terjadi perubahan peraturan perundang-undangan selama berlangsungnya kontrak?

Perjanjian Franchise berlangsung selama 10 tahun, dapat

diperpanjang

Perjanjian Joint venture berlangsung selama perusahaan joint venture berdiri

Jangka waktu yang berbeda-beda dalam kontrak

Satu kali pengiriman barang Pengiriman barang untuk satu tahun

Aspek Praktis

Perlunya memperhatikan aspek-aspek praktis dalam pelaksanaan kontrak.

Bagaimana apabila salah satu pihak tidak dapat memenuhi isi perjanjian?

• Quality Control• Tata Cara Pengiriman dan Pembayaran

• Standarisasi Produk

Fendi Sanjaya, 0806461442

TAHAP PENEGAKAN HUKUM KONTRAK

Tahap Penegakan Hukum Kontrak

• Aspek Budaya (Cultural Aspect)• Aspek Hukum (Legal Aspect)• Aspek Praktis (Practical Aspect)

Aspek Budaya (Cultural Aspect)

• Terjadinya sengketa ;• Pengenalan budaya mitra transaksi dalam

menyelesaikan sengketa ;• Litigasi atau Non-Litigasi.

Aspek Hukum (Legal Aspect)

• Sistem penyelesaian sengketa menurut hukum, litigasi, dan non-litigasi;

• Pengakuan terhadap putusan arbitrase luar negeri;

• Pelaksanaan putusan pengadilan asing.

Aspek Praktis (Practical Aspect )

• Cost and benefit ratio;• Lebih kepada perhitungan ekonomi daripada

prestige.

Tahap Penegakan Hukum Kontrak

• Aspek Budaya (Cultural Aspect)• Aspek Hukum (Legal Aspect)• Aspek Praktis (Practical Aspect)

Aspek Budaya (Cultural Aspect)

• Terjadinya sengketa ;• Pengenalan budaya mitra transaksi dalam

menyelesaikan sengketa ;• Litigasi atau Non-Litigasi.

Aspek Hukum (Legal Aspect)

• Sistem penyelesaian sengketa menurut hukum, litigasi, dan non-litigasi;

• Pengakuan terhadap putusan arbitrase luar negeri;

Aspek Praktis (Practical Aspect )

• Cost and benefit ratio untuk Arbitrase;• Lebih kepada perhitungan ekonomi daripada

prestige.

Dinar Meganingrum(0806461354)

“ Trading Coorporation of pakistan limited vs PT Bakrie & Brothers”

Trading Corporation of Pakistan Limited vs. PT. Bakrie & Brothers

Trading Corporation of Pakistan Limited Bakrie & Brothers

Rosemuss Shipping Inc. Liberia

Larita(s) Pte. Ltd. Singapore

PARA PIHAK

KASUS POSISI

Kontrak jual beli (No. 058/PO/11.N/1979) kelapa sawit mentah antara PT. Bakrie & Brothers dan Trading Corporation of Pakistan Limited.

Bakrie Bothers telah menutup kontrak pembelian minyak kelapa sawit mentah (Crude Palm Oil) dengan pihak Larita (s) Pte. Ltd Singapura sebanyak 5000 m/t dengan harga US$ 670/ MT.

Bakrie Brothers mengadakan Charter Party dengan maskapai Rosemuss Shipping Inc. Liberia untuk pengangkutan minyak mentah kelapa sawit tersebut.

Pihak Larita(s) Pte. Ltd telah gagal memenuhi kontrak pembelian sebanyak 5000 m/t minyak kelapa sawit mentah tersebut sehingga kapal yang telah siap di pelabuhan Singapura tidak jadi memuat minyak kelapa sawit mentah yang dimaksud dan tidak dapat mengantarkannya ke tujuan

Bakrie Brothers mendalilkan bahwa pasal 14 kontrak (No. 058/PO/11.N/1979) For Crude Palm Oil tanggal 21 November 1979 menentukan bahwa penjual akan mengadakan Performance Bond untuk pelaksanaan kontrak.

Performance Bond tersebut akan dikeluarkan oleh Citibank of Pakistan Karachi dengan nilai 3% dari nilai total barang dalam Froforma yang ditentukan oleh pembeli dalam 15 hari sejak diterima tawaran pembantah tanggal 21/11/1979.

Bakrie Brothers selaku penjual telah memenuhi kewajiban tersebut.

Menurut Trading Corporation of Pakistan Limited, Bakrie Brothers tidak dapat memenuhi isi kontrak dan tidak bersedia membayar ganti rugi, maka Trading Corporation of Pakistan Limited mengajukan masalahnya kepada Badan Arbitrase, Federation of Oils, Seed, and Fats Association Ltd. yang berkedudukan di London, Inggris.

• Melalui putusan No. 2282 tanggal 8 September 1981, membebani pihak Bakrie Brothers selaku penjual untuk membayar kepada pembeli sebagai ganti rugi sebesar US$ 98.510.74.

BADAN ARBITRASEFederation of Oils, Seed, and Fats Association Ltd

• Dalam putusannya No. 64/Pdt/G/1984/PN. JKT.SE mengabulkan bantahan termohon.

PENGADILAN NEGERI JAKARTA SELATAN

• Pemohon selaku pihak yang dikalahkan mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Jakarta. Pengadilan Tinggi Jakarta dengan putusan No. Sip/Pdt/1985/PT.DKI menguatkan putusan Pengadilan Negeri tersebut.

PENGADILAN TINGGI JAKARTA

• Permohonan kasasi Trading Corporation of Pakistan Limited, ditolak oleh Mahkamah Agung. Mahkamah Agung dalam pandangannya tidak dapat memebenarkan keberatan-keberatan yang dikemukakan oleh

MAHKAMAH AGUNG

ALASAN PENOLAKAN PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL

PENGADILAN NEGERI JAKARTA SELATAN

Putusan arbitrase tersebut tidah sah karena putusan

arbitrase tersebut dibuat di Inggris sedangkan menurut

azas resiprositas yang tercantum dalam Keppres No. 34/1981 Inggris tidak berhak

memutus perkara arbitrase ini sebab Contracting Statenya

adalah Indonesia dan Pakistan bukan Indonesia dan Inggris.

Pandangan lainnya adalah bahwa keputusan tersebut

bertentangan dengan prosedur pengambilan putusan oleh

badan arbitrase karena termohon tidak diberi

kesempatan untuk membela diri dan tidak pernah didengar pendapatnya sehingga putusan

tersebut tidak memenuhi syarat.

PENGADILAN TINGGI JAKARTA

Menyatakan bahwa tidak ada hal-hal yang dapat

melemahkan putusan majelis Hakim Pengadilan pertama (Pengadilan Negeri Jakarta

Selatan)

MAHKAMAH AGUNGJudex Facti tidak salah dalam

menerapkan hukum. Keputusan Judex Facti

tersebut, menurut MA tidak bertentangan dengan UU No. 14/1970 pasal 10 ayat 3, UU No. 14/1985 pasal 30, pasal 636 RV, 637 RV, 639 RV, dan

642 RV. Lebih lanjut, MA tidak dapat membenarkan keberatan

Pemohon Kasasi yang menyatakan bahwa Judex

Factie telah salah menafsirkan pasal V:1 sub b Konvensi New

York 1958 Keppres RI No. 34/1985.

• Eksekuatur adalah pemberian titel ekskutorial pada putusan arbitrase agar putusan tersebut dapat dipaksakan pelaksanaannya.

• Dengan berlakunya UU No. 30/1999, kewenangan eksekuator Mahkamah Agung berpindah ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Kecuali jika, putusan arbitrase internasional menyangkut negara Republik Indonesia sebagai salah satu pihak dalam sengketa, maka pelaksanaan putusannya hanya dapat dilakukan setelah memperoleh exequatur dari Mahkamah Agung yang kemudian dilimpahkan ke pengadilan Negri Jakarta Pusat.

Kasus E. D. & F. Man (Sugar) Ltd. v. Yani Haryanto

Devina Sagita Ratnaningtyas0806461335

Posisi Kasus

• 1982. Yani Haryanto mengadakan perjanjian jual beli gula dengan eksportir Inggris E.D. & F. Man Sugar Ltd.

• Pelaksanaan kontrak ternyata mengalami kegagalan karena Yani Haryanto menolak melaksanakan perjanjian jual beli tersebut dengan alasan bahwa import gula itu merupakan kewenangan BULOG (Badan Urusan Logistik). Keputusan Presiden (Keppres) No. 43 Tahun 1971, tanggal 14 Juli 1971 tentang Kebijaksanaan Pemerintah dalam bidang pengadaan beras, gula, dan lain-lain oleh BULOG

• MA: Perjanjian batal demi hukum karena bertentangan dengan ketertiban umum

Pasal V ayat (1) Konvensi New York 1958

Permohonan untuk pelaksanaan keputusan arbitrase asing bisa ditolak atas permintaan pihak terhadap siapa keputusan tersebut akan dilaksanakan, apabila ia dapat membuktikan antara lain bahwa “The parties to the agreement referred to in article II were, under the law applicable to them, under some incapacity, or the said agreement is not valid under the law to which the parties have subjected it or, failing any indication thereon, under the law of the country where the award was made.”

Alasan lain

Jika badan yang berwenang di negara di mana keputusan tersebut diminta untuk diakui dan dilaksanakan menemukan bahwa “the recognition or enforcement of the award would be contrary to the public policy of that country” (Pasal V ayat (2) b)

Asas Ketertiban Umum

Pasal 3 ayat (3) Perma No. 1 Tahun 1990 tentang Tata Cara Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing

Pasal V ayat (2) huruf b Konvensi New York 1958