Post on 24-Dec-2019
i
POLIGAMI DALAM PERSPEKTIF KELUARGA SALAFI
(Studi Kasus Satu Keluarga Bapak AR di Desa Sumberejo
Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam
Oleh:
SUNARNOTO
NIM: 211.11.022
JURUSAN AHWAL AL-SYAKHSHIYYAH
FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
2016
ii
iii
iv
v
MOTTO
“Kurang pikir kurang ilmu
Dirinya tentu mudah ditipu”
“Bila tampil kurang sopan
Akan tersisih dari pergaulan”
“Bukan pemuda-sembarang pemuda
Tapi pemuda tampan giat bekerja”
“Kalau kita rajin menabung
Tentu kita sangat beruntung”
Do the best, don’t feel the best, always be the best.
(Slogan Youth Association of Bidik Misi Limardhatillah IAIN Salatiga)
Penulis
vi
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan kepada:
1. Seluruh keluarga penulis: Narno (bapakku), Ngatmi (ibuku), Ichsan
Fauziah (kakakku), Siti Fathonah (adikku) yang tidak henti-hentinya
memberikan dukungan yang tak ternilai harganya.
2. Guru-guruku yang berjasa: Bapak Kyai Bahrurrozi, Mbah Kyai Slamet
Idris, Pak Asyiq Ma‟ruf, Pak Dhe Tardi, Kang M. Arba‟in yang bisa
memberi warna dalam hidupku.
3. Kang-kang pondok Tarbiyatul Muballighin: M. Mukhib, R. Fajar
Hidayatullah, M. Zainal Abidin dan lainnya. Pondok Al-Ishlah: Emha Arif
B, M. Munawar Said, M. Sigit, Khoirul Amin, Khoirul Anam, Ali Maskur,
M. Aminudin, Nahar N. Nafi‟, M. Syukron Rofiq yang pernah penulis
repoti.
4. Teman-teman Jurusan Ahwal al-Syakhshiyyah terutama angkatan 2011,
LPM DinamikA serta ikhwan dan akhwat LDK IAIN Salatiga yang super-
super.
5. Rekan dan rekanita kader IPNU-IPPNU Kabupaten Boyolali serta Sahabat
dan sahabati PMII Salatiga yang selalu memberi dukungan dan semangat
kepada penulis.
vii
KATA PENGANTAR
انؼم ػه جيغ انؼانى. انصالج ػه م ت آدو تانؼهىر فض هلل ان انذد
ا تؼد(.د انؼسب انؼجى ػه آن أصذات ياتيغ انؼهو انذكى )اي د سي يذ
Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT atas rahmat, karunia,
hidayahdan limpahan kasih sayang yang diberikan-Nya kepada peneliti sehingga
dapat menyelesaikan proses penyusunan skripsi ini. Sholawat serta salam selalu
terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menuntun manusia
menuju jalan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Skripsi ini berjudul: POLIGAMI DALAM PERSPEKTIF KELUARGA
SALAFI (Studi Kasus Satu Keluarga Bapak AR di Desa Sumberejo Kecamatan
Pabelan Kabupaten Semarang) peneliti menyadari bahwa proses penyelesaian
penyusunan skripsi ini tentu tidak terlepas dari adanya bimbingan, dukungan, dan
peran serta dari banyak pihak. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati peneliti
menyampaikan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Rektor Institut Agama Islam
Negeri (IAIN) Salatiga yang telah memberikan do‟a dan restunya dalam
penulisan skripsi ini.
viii
2. Ibu Dra. Siti Zumrotun, M.Ag. selaku Dekan Fakultas Syari‟ah IAIN
Salatiga.
3. Bapak Sukron Ma‟mun, M.Si. selaku KetuaJurusan Ahwal al-Syakhshiyyah
(AS) Fakultas Syari‟ah IAIN Salatiga dan sekaligus menjadi Dosen
Pembimbing Skripsi, yang telah memberikan banyak masukan dan nasehat
kepada peneliti selama menjalani studi program Sarjana Strata Satu (S1)
Ahwal al-Syakhshiyyah dan yang telah memberikan pengarahan dan
bimbingannya kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
4. Ibu Evi Ariyani, M.H. selaku Pembimbing Akademik (PA) yang telah
meluangkan waktu, membimbing, dan memberikan nasehat serta masukan
yang tidak ternilai harganya kepada peneliti.
5. Segenap Dosen dan Karyawan Jurusan Ahwal al-Syakhshiyyah Fakultas
Syari‟ah serta Unit Perpustakaan IAIN Salatiga yang telah mempermudah
dalam pengumpulan bahan skripsi.
6. Kepada Ayahanda, Ibunda, Kakak dan Adik tercinta, atas semua
pengorbanan, kasih sayang, senyum, air mata, dan do‟a yang selalu teriring
dalam setiap langkah peneliti.
7. Teman-teman AS 2011 yang selama ini belajar dan berjuang bersama
di kampus IAIN Salatiga. Terima kasih atas kebersamaan dan canda tawanya.
8. Semua pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu.
ix
x
ABSTRAK
Sunarnoto. 2016. Poligami Dalam Perspektif Keluarga Salafi (Studi Kasus Satu
Keluarga Bapak AR di Desa Sumberejo Kecamatan Pabelan Kabupaten
Semarang). Skripsi. Fakultas Syari‟ah. Jurusan Ahwal al-Syakhshiyyah.
Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Sukron Ma‟mun,
M.Si.
Kata kunci: Poligami, Perspektif, Keluarga, Salafi
Penelitian ini merupakan studi kasus dari satu keluarga bapak AR dalam
kaitannya tentang poligami. Pertanyaan utama yang ingin dijawab melalui
penelitian ini adalah: Pertama, apa yang melatarbelakangi poligami dalam
keluarga bapak AR, dan kedua, bagaimana konsep penataan keluarga antara istri
pertama dan istri keduanya. Tujuan penelitian ini adalah: Pertama, mengetahuai
apa yang melatarbelakangi poligami dalam keluarga bapak AR, dan kedua,
mengetahui konsep penataan keluarga/sosiologi keluarga antara istri pertama dan
istri kedua.
Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka penelitian ini menggunakan
pendekatan kualitatif deskriptif analisis yang bersifat natural setting dengan
rancangan studi yang sumber datanya berasal dari manusia (human intrustment).
Metode pengumpulan data yang dipakai oleh peneliti adalah metode interview,
metode observasi dan metode dokumentasi. Sedangkan teknik analisis data
peneliti menggunakan metode analisis dan deduksi.
Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa perkawinan poligami dapat
diterima di masyarakat dan sudah menjadi tradisi di kalangan keluarga salafi. Hal
utama yang melatarbelakangi Bapak AR melakukan poligami adalah dalam
rangka untuk merasakan yang namanya keadilan dan semata-mata untuk
menaikkan iman istri yang pertama, kedua dan bapak AR sendiri.Konsep penataan
keluarga yang dilakukan oleh Bapak AR adalah melakukan pemerataan keadilan
dalam hal nafakah dan waktu bermalam. Sengaja tidak dijadikan satuatap antara
istri pertama dengan istri kedua karena untuk mengantisipasi terjadinya
perselisihan yang tidak terduga jika bapak AR tidak berada di rumah.
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................. i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN ...................................................................... iii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ................................................ iv
HALAMAN MOTTO ............................................................................... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................... vi
KATA PENGANTAR ............................................................................... vii
ABSTRAK ................................................................................................. x
DAFTAR ISI .............................................................................................. xi
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah .......................................................... 1
B. Fokus Penelitian/Rumusan Masalah ...................................... 7
C. Tujuan Penelitian ..................................................................... 7
D. Kegunaan Penelitian/Signifikasi Penelitian ........................... 7
E. Penegasan Istilah ...................................................................... 9
F. Tinjauan Pustaka ...................................................................... 11
G. Metode Penelitian ..................................................................... 13
H. Sistematika Penulisan .............................................................. 18
xii
BAB II POLIGAMI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM ......... 20
A. Pengertian Poligami ............................................................... 20
B. Dasar Hukum Poligami ......................................................... 22
C. Sejarah Poligami .................................................................... 27
D. Syarat Poligami ...................................................................... 28
E. Poligami Rasulullah SAW ..................................................... 39
F. Manfaat dan Madharat Poligami .......................................... 32
G. Perintah Berlaku Adil ........................................................... 36
H. Pengertian Adil ....................................................................... 37
I. Hikmah Poligami ..................................................................... 38
J. Definisi Keluarga Salafi .......................................................... 41
1. Salaf ....................................................................................... 42
2. Salafi ...................................................................................... 44
3. Salafiah .................................................................................. 49
BAB III POTRET KELUARGA POLIGAMI BAPAK AR ................. 50
A. Profil Bapak AR ..................................................................... 50
B. Landasan Bapak AR dalam Berpoligami ............................ 51
C. Bapak AR Memaknai Kata “al-Adl” ................................... 51
D. Kesalafian Bapak AR dan Keluarganya .............................. 52
E. Pendidikan Bapak AR ........................................................... 53
xiii
F. Keluarga Bapak AR ............................................................... 54
G. Kondisi Ekonomi Bapak AR ................................................. 55
H. Kehidupan Keluarga Bapak AR .......................................... 57
BAB IV POLIGAMI DALAM PERSPEKTIF KELUARGA BAPAK AR
.................................................................................................... 60
A. Latar Belakang Poligami Keluarga Bapak AR ..................... 60
B. Konsep Penataan Keluarga Sakinah Bapak AR ................... 65
1. Dalam Hal Kehidupan Ekonomi ......................................... 59
2. Maghligai Rumah Tangga ................................................... 67
a. Bapak AR dengan Istri Pertama ...................................... 67
b. Bapak AR dengan Istri Kedua ......................................... 68
3. Tanggung Jawab Terhadap Anak-anak ............................. 69
4. Pengelolaan Konflik ............................................................. 70
BAB V PENUTUP ..................................................................................... 73
A. Kesimpulan ............................................................................. 73
B. Saran ........................................................................................ 73
C. Kata Penutup .......................................................................... 74
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 75
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam adalah agama yang membawa misi rahmat lial-‟ālamin (rahmat
bagi alam semesta) yang memiliki hukum universal yang senantiasa berlaku
di setiap tempat dan sepanjang zaman, dan sesuai dengan realitas dan watak
manusia mana sangat memperhatikan arti penting perkawinan. Perkawinan
atau pernikahan sebagai satu-satunya cara yang sah untuk berketurunan. Tidak
kurang dari delapan puluh (80) ayat di dalam Al-Qur‟an yang
berbicaratentang perkawinan, baik yang memakai kata nikāh (berhimpun),
maupun menggunakan kata zawwaja (berpasangan). Keserasian ayat tersebut
memberikan tuntunan kepada manusia bagaimana seharusnya menjalani
perkawinan itu dapat menjadi jembatan yang mengantarkan manusia, laki-laki
dan perempuan, menuju kehidupan sakinah (damai, tenang dan bahagia) yang
diridhai Allah subhanahu wata‟ala (SWT).
Menikah merupakan suatu keputusan manusia yang mulia karena
dengan menikah maka tujuannya dapat tercapai. Tujuan manusia menikah pun
bermacam-macam, ada yang beralasan status sosial, dapat melanjutkan
keturunan dan lain-lain.
Sebenarnya seorang laki-laki (suami) menikah dengan seorang
perempuan (istri) sudah cukup. Karena permasalahan baru diperbolehkan
2
menikah lebih dari satu orang, yang disebut poligami. Permasalahan tersebut
seperti istrinya mandul atau sakit dan lain-lain.
Pada dasarnya prinsip perkawinan adalah monogami, namun dalam
praktiknya, pilihan monogami atau poligami dianggap persoalan parsial
(pilihan sepihak). Status hukumnya akan mengikuti kondisi ruang dan waktu.
Sunnah Nabi sendiri menunjukkan betapa persoalan ini bisa berbeda dan
berubah dari satu kondisi ke kondisi lain. Karena itu, pilihan monogami atau
poligami bukanlah sesuatu yang yang didasarkan pilihan bebas, melainkan
harus selalu merujuk pada prinsip-prinsip dasar syari‟ah, yaitu terwujudnya
keadilan yang membawa kemaslahatan dan tidak mendatangkan madharat
atau kerusakan.
Indonesia sebagai negara hukum, tentu mendambakan dan berkeinginan
agar masyarakatnya taat hukum. Urgennya adalah di dalam peraturan
perundang-undangan dalam bidang keluarga yang mengeluarkan produk
hukum berupa Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 dan Kompilasi Hukum
Islam. Didalamnya mengatur kekeluargaan yang dalam perguruan tinggi
masuk dalam lingkup jurusan atau program studi Ahwal al-Syakhshiyyah
(AS).
Bukan rahasia lagi jika saat ini aturan Islam yang berkaitan dengan
masalah poligami telah dikecam oleh berbagai pihak, terutama oleh kalangan
Barat. Mereka senantiasa menyebarkan kebohongan dengan tujuan
mengelabui umat manusia untuk tidak mengenal kebenaran Islam dengan
alasan bahwa Islam adalah agama yang melegalisasi poligami, sementara
3
mereka beranggapan bahwa poligami banyak menimbulkan dampak negatif
dan hanya pantas terjadi di negara-negara terbelakang.1
Diperbolehkannya poligami tentunya berdasarkan al-Qur‟an surat An-
Nisa‟ [4]: 3 yaitu:
Artinya: “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-
hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka
kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau
empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil,
Maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu
miliki, yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat
aniaya.”
Seorang wanita yang bersedia dimadu membuktikan kerelaan dan
kepuasannya bahwa perkawinannya itu tidak akan mengakibatkan
kemudharatan, mengabaikan haknya, atau merendahkan martabatnya. Ayat di
atas cukup menjelaskan hal-hal yang telah dipahami Rasulullah, sahabat-
sahabatnya, tabi‟in, dan jumhur ulama‟ muslimin tentang hukum-hukum
berikut:
1. Boleh berpoligami paling banyak hingga empat orang istri.
2. Disyariatkan dapat berbuat adil di antara istri-istrinya. Barang siapa yang
belum mampu memenuhi ketentuan di atas, dia tidak boleh mengawini
wanita lebih dari satu orang. Seorang laki-laki yang sebenarnya meyakini
1 Musfir Al-Jahrani, Poligami dari Berbagai Persepsi, Jakarta, Gema Insani Press, 1996, hlm. 1.
4
dirinya tidak akan mampu berbuat adil, tetapi tetap melakukan poligami,
dikatakan bahwa akad nikahnya sah, tetapi dia telah berbuat dosa.
3. Keadilan yang disyaratkan oleh ayat di atas mencakup keadilan dalam
tempat tinggal, makan, dan minum, serta perlakuan lahir batin.
4. Kemampuan suami dalam hal nafkah kepada istri kedua dan anak-
anaknya.2
Berlaku adil di sini maksudnya ialah perlakuan yang adil dalam
melayani istri seperti sandang (pakaian), papan atau tempat tinggal (rumah),
pangan atau pemenuhan kebutuhan ekonomi, giliran, dan lain-lain yang
bersifat lahiriyah. Islam memperbolehkan poligami dengan syarat-syarat
tertentu. Sebelum turun ayat ini poligami sudah ada, dan pernah pula
dijalankan oleh para nabi sebelum nabi Muhammad Sallallah „alaihi wa
sallam (SAW). Dan ayat ini membatasi poligami sampai empat orang saja.
Islam memandang poligami lebih banyak membawa resiko/madharat
daripada manfaatnya. Karena manusia menurut fitrahnya (human nature)
mempunyai watak cemburu, iri hati, dan suka mengeluh. Watak-watak
tersebut akan mudah timbul dengan kadar tinggi, jika hidup dalam kehidupan
keluarga yang poligamis. Dengan demikian, poligami itu bisa menjadi sumber
konflik dalam kehidupan keluarga, baik konflik antara suami dengan istri-istri
dan anak-anak dari istri-istrinya, maupun konflik antara istri beserta anak-
anaknya masing-masing.
2 Musfir Aj-Jahrani, Poligami Dari Berbagai Persepsi, Jakarta, Gema Insani Press, 2002, hlm. 41.
5
Karena itu poligami hanya diperbolehkan apabila dalam keadaan
darurat, misalnya istri ternyata mandul, sebab menurut Islam, anak itu
merupakan salah satu dari tiga human investment yang sangat berguna bagi
manusia setelah ia meninggal dunia, yakni bahwa amalnya tidak tertutup
berkah dengan adanya keturunannya yang solih yang selalu berdoa untuknya.
Maka dalam keadaan istri mandul dan suami bukan mandul berdasarkan
keterangan medis hasil laboratorium, suami diizinkan berpoligami dengan
syarat ia benar-benar mampu mencukupi nafkah untuk semua keluarga dan
harus bersikap adil dalam pemberian nafkah lahir dan giliran waktu
tinggalnya.3
Mengutip dari Skripsi yang ditulis Emma Nayly Syifa4 tahun 2011
bahwa:
UU Perkawinan Nomor 1 tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam
(KHI) menganut kebolehan poligami bagi suami, walaupun terbatas hanya
empat orang istri. Ketentuan itu termaktub dalam pasal 3 dan 4 Undang-
Undang Perkawinan dan Bab XI pasal 55 s.d. 59 KHI. Dalam KHI antara lain
disebutkan bahwa syarat utama beristri lebih dari seorang, suami harus
mampu berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anaknya (pasal 55 ayat 2).
Selain syarat utama tersebut, ada lagi syarat lain yang harus dipenuhi
sebagaimana termaktub dalam pasal 5 UU Nomor 1 Tahun 1974, yaitu adanya
persetujuan istri dan adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin
kehidupan istri-istri dan anak-anak mereka. Perkawinan poligami adalah suatu
perkawinan yang dilakukan oleh seseorang (suami) karena adanya
sebab/alasan yang menyebabkan perkawinan itu terjadi.5
3 H. Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah: Kapita Selekta Hukum Islam, Jakarta, PT Toko Gunung
Agung, 1996, hlm. 13. 4Alumni Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga, lulus tahun 2011.
5Emma Nayly Syifa, Perkawinan Poligami Menurut Hukum Islam dan Perundang-undangan di
Indonesia: Studi Kasus Pelaku Poligami di Desa Suruh Kec. Suruh Kab. Semarang 2011,
Salatiga, Jurusan Syari‟ah STAIN Salatiga, 2011, hlm.2- 3.
6
Di dalam KHI pasal 57 dijelaskan bahwa alasan-alasan bagi suami
berpoligami adalah:
1. Istri tidak dapat melayani suami seperti pada umumnya.
2. Istri mengalami cacat badan atau penyakit yang tidak kunjung sembuh.
3. Istri tidak melahirkan keturunan.6
Yang terjadi dalam satu keluarga salafi di Desa Sumberejo Kecamatan
Pabelan Kabupaten Semarang ini, adalah menarik dimana terdapat keluarga
salafi yang menjalankan poligami. Keluarganya sangat harmonis. Hipotesis
yang penulis peroleh adalah bahwa poligami yang dilakukan adalah karena
untuk meningkatkan iman istri pertama, kedua dan pelaku poligami (suami).
Serta semata-mata untuk merasakan dan menjalankan konsep keadilan yang
pernah diajarkan oleh Rasulullah SAW.
Dari uraian-uraian tersebut serta minimnya data dan bahan yang akan
dibutuhkan dalam pembahasan tentang POLIGAMI DALAM
PERSPEKTIF KELUARGA SALAFI (Studi KasusSatu Keluarga Bapak
AR di Desa Sumberejo Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang, maka
penulis bermaksud untuk meneliti dan membahas lebih lanjut tentang
beberapa permasalahan yang berkaitan dengan berpoligaminya keluarga salafi.
6Ibid, hlm. 3.
7
B. Fokus Penelitian/Rumusan Masalah
Sebagai basicquestionatau pokok permasalahan yang berangkat dari
latar belakang masalah, maka penulis mengambil beberapa hal yang dapat
dijadikan sebagai rumusan masalah atau fokus penelitian, adalah sebagai
berikut:
1. Apa yang melatarbelakangi poligami dalam keluarga Bapak AR?
2. Bagaimanakonsep penataan keluarga antara istri pertama dan istri kedua?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan fokus penelitian diatas, maka penelitian ini bertujuan:
1. Mengetahui apa yang melatarbelakangi poligami dalam keluarga bapak
AR.
2. Mengetahui konsep penataan keluarga/sosiologi keluarga antara istri
pertama dan istri kedua.
D. Kegunaan Penelitian/Signifikasi Penelitian
Dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara
teoritis maupun secara praktis. Secara Teoritis penelitian ini diharapkan dapat
menambah pengetahuan tentang permasalahan sosiologi keluarga dan
memperkaya khazanah kasus hukum Islam pada civitas akademik Fakultas
Syari‟ah jurusan Ahwal al-Syakhshiyyah (AS), khususnya tentang poligami.
Selain hal itu juga dapat dijadikan bahan bacaan tentang hukum Islam dan
8
sosiologi keluarga. Sehingga mampu memberi sumbangan dan solusi pada
permasalahan yang terjadi di masyarakat.
Secara praktis hasil penelitian ini juga bermanfaat bagi masyarakat
umum. Masyarakat dapat mengetahui adanya praktik poligami yang sah baik
menurut syariat (hukum Islam) dan sah menurut hukum (perundang-
undangan) yang berlaku.
Bagi pemerintah, penelitian ini dapat memberikan masukan akan
adanya praktik poligami (baik sah secara agama dan sah secara hukum) yang
berada di kelurahan Sumberejo, menata ulang (memaksimalkan) tugas pokok
dan fungsi Kantor Urusan Agama (KUA) dalam mensosialisasikan pencatatan
nikah serta jika ingin melakukan poligami harus melalui izin Pengadilan
Agama (PA).
Penelitian ini penting bagi Kementerian Agama sehingga dapat
memberikan pembinaan keluarga yang ingin berpoligami, memberikan
penyuluhan kepada masyarakat terhadap pentingnya pencatatan nikah dan
keabsahan poligami secara hukum sehingga anak-anak mempunyai status
hukum yang sah dan tetap.
Manfaat praktis bagi jurusan AS adalah memberikan informasi tentang
praktik poligami yang sesuai dengan hukum Islam, perundang-undangan di
Indonesia dan keluarga Salafi. Bagi KUA memberikan sumbangan pemikiran
yang berguna bagi pihak-pihak yang berkepentingan dengan masalalah
9
poligami. Terakhir bagi masyarakat, yaitu memberikan sumbangan
pengetahuan tentang praktik poligami sesuai dengan fakta yang ada.
E. Penegasan Istilah
Sebelum memulai dalam penyusunan skripsi ini, perlu penulis
kemukakan bahwa judul skripsi ini adalah: POLIGAMI DALAM
PERSPEKTIF KELUARGA SALAFI (Studi Kasus Satu Keluarga Bapak
AR di Desa Sumberejo Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang). Untuk
menghindari kekeliruan penafsiran dan kesalah-pahaman serta pengertian
yang simpang siur, maka penulis kemukakan pengertian dan penegasan judul
skripsi ini sebagai berikut:
1. Poligami
Poligami adalah seorang suami memiliki banyak istri. Poligami
juga berarti ikatan perkawinan yang salah satu pihak (suami) mengawini
beberapa (lebih dari satu) isteri dalam waktu yang bersamaan.
2. Perspektif
Perspektif adalah pengharapan, peninjauan, tinjauan, pandangan
luas.7
3. Keluarga
Termaktub dalam UU Nomor 10 Tahun 1992 Pasal 1 Ayat 10,
keluarga menurut sejumlah ahli adalah sebagai unit sosial-ekonomi
terkecil dalam masyarakat yang merupakan landasan dasar dari semua
7 Pius A. Partanto & M. Dahlan al-Barry, Kamus Ilmiah Populer, Arkola, Surabaya, 1994, hlm.
592.
10
institusi, merupakan kelompok primer yang terdiri dari dua atau lebih
orang yang mempunyai jaringan interaksi interpersonal, hubungan darah,
hubungan perkawinan, dan adopsi.8
4. Salafi
Salaf berasal dari fi‟il madhi, fi‟il mudhori‟ dan isim masdar:
salafa, yaslufu dan salafan yang berarti terdahulu atau telah lalu.9 Salafi
adalah metodologi berpikir salaf tanpa melibatkan label-label lain. Salafi
juga adalah mereka yang menjaga kemurnian akidah Islam dari hal-hal
yang berbau syirik atau hal-hal yang bid‟ah, yang sebenarnya tidak
masuk dalam bagian akidah Islam.10
5. Studi
Studi adalah pelajaran, penggunaan waktu dan pikiran untuk
memperoleh ilmu pengetahuan.11
6. Kasus
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Kasus adalah
keadaan yang sebenarnya dari suatu urusan atau perkara; keadaan atau
kondisi khusus yang berhubungan dengan seseorang atau suatu hal; soal;
perkara;.12
8 Herien Puspitawati, Konsep dan Teori Keluarga, Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen-
Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor, 2013, hlm. 1. 9 Prof. Dr. H. Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, PT Mahmud Yunus Wa Dzurriyyah,
Jakarta, 2007, hlm. 178. 10
Andi Aderus, Karakteristik Pemikiran Salafi di Tengah Aliran-Aliran Pemikiran Keislaman,
Jakarta, Kementerian Agama RI, 2011, hlm. 63. 11
WJS. Poerwadarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia,Jakarta, Balai Pustaka, 1999,hlm. 965. 12
Ibid, hlm. 420.
11
Karya ini dibuat penulis bertujuan menganalisis tentang bagaimana
pelaku poligami dapat menegakkan sistem keadilan seperti yang diajarkan
oleh syari‟at Islam (al-Qur‟an dan Hadis). Benarkah dalam praktik poligami
orang telah mampu menegakkan keadilan dengan memenuhi apa-apa yang
dibutuhkan oleh istri dan anak-anaknya. Sebagaimana kita tahu bahwa peran
pelaku poligami dituntut lebih besar dari yang bukan berpoligami karena
tanggung jawab yang lebih besar terhadap keluarga.
F. Tinjauan Pustaka
Banyak karya ilmiah atau penulisan yang membahas tentang kasus-
kasus poligami, tetapi tidak menutup kemungkinan untuk terus dikaji dan
ditelusuri lebih dalam lagi. Banyaknya kasus yang berhubungan dengan
poligami mendorong penulis mencoba mengungkap fenomena tersebut
dengan mengamati dalam praktik kehidupan pasangan poligami. Dengan
demikian diharapkan penelitian ini tidak sama dengan yang sudah ada. Pada
umumnya kajian kasus poligami – sejauh pengkajian penulis – hanya terbatas
pada teori saja, seperti pada penulisan skripsi yang ditulis oleh Sudibyo yang
berjudul “Konsep Keadilan Dalam Berpoligami menurut hukum Islam”
menjelaskan bahwa konsep adil dalam perkawinan poligami harus sesuai
dengan apa yang ada di dalam aturan Islam serta penerapan konsep keadilan
yang benar menurut al-Qur‟an dan hukum Tuhan. Menurutnya, adil disini
tidak hanya adil dalam pemberian nafkah saja tetapi juga adil terhadap
pembagian terhadap cinta dan kasih sayang kepada istri-istrinya seperti
12
pembagian jatah malam dan nafkah lahiriah maupun batiniah. Bukan hanya
itu, adil terhadap pemberian kasih sayang kepada anak-anaknya pun harus
diperhatikan yaitu dengan memberikan hak-hak mereka secara penuh dan
tidak berbuat aniaya kepada mereka.
Emma Nayly Syifa menjelaskan dalam skripsinya bahwa:
Begitu juga karya dari Siti Mulyani (1997:18) yang mengangkat tema
“Poligami Dalam PerspektifKeadilan Jender”dalam karyanya dijabarkan
bahwa poligami yang dilakukan oleh suami terhadap istri adalah merupakan
suatu perbuatan yang sangatmerendahkan kaum perempuan karena terdapat
unsur diskriminasi sosial maupun kejiwaan. Tidak hanya itu, jika dilihat dari
sisi suami itu sendiri maka tampak sangat jelas unsur yang terkandung di
dalamnya lebih mementingkan kepentingan pribadi ketimbang dari sisi kaum
perempuan yang jelas-jelas lebih merasakan dampak dari poligami itu sendiri.
Jelas di sini bahwa kaum perempuan merasa seperti tersisihkan karena adanya
sebab yang menjadi alasan-alasan bagi suami untuk berpoligami seperti yang
telah disebutkan di atas.13
Emma Nayly Syifa juga membandingkan dengan skripsi lain karya M.
Sholihan, yaitu:
Berbeda dengan karya-karya di atas, M. Sholihan (1993:30) “Poligami
Dalam Perspektif Fazlur Rahman”menjelaskan bahwa Fazlur Rahman
memaparkan pendapat bahwa adanya kontradiksi diantara izin untuk beristri
sampai empat orang dan keharusan untuk berlaku adil kepada mereka dengan
pernyataan tegas bahwa keadilan terhadap istri-istri tersebut adalah mustahil.
Menurut penafsiran yangtradisional izin untuk berpoligami itu mempunyai
kekuatan hukum, sedang keharusan untuk berbuat adil kepada mereka
walaupun sangat penting, terserah kepada kebaikan si suami (walaupun
Hukum Islam yang tradisional memberikan hak kepada kaum wanita untuk
meminta pertolongan atau perceraian apabila mereka dianiaya atau dikejami
oleh suami mereka). Dari sudut pandang agama yang normatif keadilan
terhadap istri yang memiliki posisi lemah itu tergantung kepada kebaikan
suami, walaupun pasti akan dilanggar. Sebaliknya modernis-modernis muslim
cenderung untuk mengutamakan keharusan untuk berbuat adil tersebut, bahwa
perlakuan adil tersebut adalah mustahil, mereka mengatakan bahwa izin untuk
13
Emma Nayly Syifa, Perkawinan Poligami Menurut Hukum Islam dan Perundang-undangan di
Indonesia: Studi Kasus Pelaku Poligami di Desa Suruh Kec. Suruh Kab. Semarang 2011,
Salatiga, Jurusan Syari‟ah Program Studi Ahwal al-Syakhshiyyah (AS) STAIN Salatiga, 2011,
hlm. 9.
13
berpoligami itu hanya untuk sementara waktu dan tujuan tertentu saja. Beliau
memang membenarkan pendapat di atas bahwa izin berpoligami merupakan
hukum, sedang sanksinya adalah untuk mencapai ideal moral yang harus
diperjuangkan masyarakat karena poligami itu tidak dapat dihilangkan begitu
saja.14
Dari berbagai penelitian yang berkaitan dengan poligami yang
dilakukan oleh beberapa peneliti, mereka meninjau dari segi takhrij hadis
tentang poligami, dan poligami menurut ulama madzhab. Dan belum ada yang
membahas tentang keluarga salafi dalam memahami poligami. Oleh karena itu
peneliti mencoba membahas sebuah tema yang berkaitan dengan pemahaman
tentang poligami dalam Islam yang dilakukan oleh keluarga salafi dengan
mengambil judul „Poligami Dalam Perspektif Keluarga Salafi (Studi Kasus
Satu Keluarga Bapak AR di Desa Sumberejo Kecamatan Pabelan Kabupaten
Semarang)‟.
G. Metode Penelitian
Metode dalam hal ini diartikan sebagai salah satu cara yang harus
dilakukan untuk mencapai tujuan dengan menggunakan alat-alat tertentu,
sedangkan penelitian adalah suatu usaha untuk menemukan, mengembangkan
dan menguji suatu pengetahuan, usaha dimana dilakukan menggunakan
metode-metode tertentu.
14
Emma Nayly Syifa, Perkawinan Poligami Menurut Hukum Islam dan Perundang-undangan di
Indonesia: Studi Kasus Pelaku Poligami di Desa Suruh Kec. Suruh Kab. Semarang 2011,
Salatiga, Jurusan Syari‟ah STAIN Salatiga, 2011, hlm. 9-10.
14
Adapun metode yang digunakan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian dan Pendekatan
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian lapangan (field research) yaitu peneliti terjun langsung ke
lapangan guna mengadakan penelitian pada objek yang dibahas yaitu
bagaimana tingkat pengetahuan keluarga salafi terhadap disyariatkannya
(diperbolehkannya) poligami dalam al-Qur‟an.
Terkait dengan kajian penelitian ini, maka peneliti menggunakan
pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif digunakan apabila data-data
yang dibutuhkan berupa sebaran-sebaran informasi yang tidak perlu
dikuantifikasi. Peneliti memilih jenis pendekatan ini karena beberapa
pertimbangan yaitu, menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila
berhadapan langsung dengan kenyataan yang ada. Dengan pendekatan ini
peneliti bisa mendapatkan data yang akurat, dikarenakan peneliti bertemu
atau berhadapan langsung dengan informan.
2. Kehadiran Peneliti
Dalam penelitian ini kehadiran peneliti merupakan hal yang utama
dan penting karena seorang peneliti secara langsung mengumpulkan data
yang ada di lapangan. Dalam hal ini peneliti menggunakan pendekatan
psikologis untuk memperoleh data yang relevan sesuai dengan tujuan
penelitian, yaitu dengan mencari informan guna melengkapi data.
Sedangkan status peneliti dalam hal mengumpulkan data diketahui oleh
informan secara jelas guna menghindari kesalah-pahaman antara peneliti
15
dengan informan. Kehadiran peneliti untuk mencoba menggali lebih jauh
tentang poligami dan melibatkan secara langsung subyek peneliti, dengan
kata lain penelitian ini telah diketahui oleh subyek penelitaian.
3. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di desa Sumberejo kecamatan Pabelan
kabupaten Semarang. Peneliti memilih lokasi ini karena para informan
bertempat tinggal di desa Sumberejo. Sumberejo merupakan tempat
tinggal masyrakat yang heterogen. Namun keluarga Salafi ini mampu
berbaur dengan masyarakat majemuk. Pada penelitian ini, peneliti fokus
(mengadakan penelitian) di kelurga Salafi yang terdapat di Sumberejo.
4. Data dan Sumber Data
Adapun jenis data yang penulis pergunakan dalam penulisan skripsi
ini meliputi:
a. Data primer, yaitu data yang diperoleh langsung berupa beberapa
keterangan-keterangan dan fakta langsung yang diperoleh dari
lapanganan melalui wawancara dengan para informan dan pihak-
pihak yang dipandang mengetahui obyek yang diteliti. Dalam hal ini
adalah keterangan dari pihak laki-laki (suami) dan perempuan (istri)
di keluarga Salafi Desa Sumberejo, Kecamatan Pabelan, Kabupaten
Semarang.
b. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari pihak lain, tidak
langsung diperoleh oleh peneliti dari subjek penelitiannya dalam
16
format dokumentasi.15
Metode dokumentasi dilakukan dengan
menelusuri data berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah
dan sebagainya.
5. Teknik Pengumpulan Data
a. Metode Wawancara
Metode wawancara yaitu sebuah dialog yang dilakukan oleh
pewawancara untuk memperoleh informasi dari terwawancara.16
Adapun metode wawancara yang dilakukan dengan tanya jawab
secara lisan mengenai masalah-masalah yang ada dengan
berpedoman pada daftar pertanyaan sebagai rujukan yang telah
dirumuskan sebelumnya. Wawancara akan dilakukan terhadap pelaku
maupun orang terdekat seperti keluarga, tetangga, maupun pihak-
pihak yang mengetahui praktik perkawinan poligami di Desa
Sumberejo.
b. Observasi
Observasi adalah suatu cara pengumpulan data dengan jalan
pengamatan secara langsung mengenai objek penelitian. Metode ini
penulis gunakan sebagai langkah awal untuk mengetahui kondisi
objektif mengenai objek penelitian.
15
S. Azwar, Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya, Yogyakarta, Pustaka Pelajar Offset, 2007,
hlm. 91. 16
Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta, PT Rineka Cipta, hlm. 145.
17
c. Dokumentasi
Mencari data mengenai beberapa hal, baik yang berupa catatan
dan data dari Keluarga Salafi di Desa Sumberejo. Metode ini
digunakan sebagai salah satu pelengkap dalam memperoleh data.
6. Analisis Data
Data mentah yang telah dikumpukan oleh peneliti tidak akan ada
gunanya jika tidak dianalisis. Analisis data merupakan bagian yang amat
penting dalam metode ilmiah, karena dengan dianalisis data tersebut
dapat diberi arti makna yang berguna dalam memecahkan masalah
penelitian.17
Dalam analisis ini penulis menggunakan analisis deskriptif yang
mendeskripsikan tentang pemahaman keluarga Salafi di DesaSumberejo
Kecamatan Pabelan tentang syariat Islam terutama ayat tentang
diperbolehkannya poligami.
7. Pengecekan Keabsahan Data
Keabsahan data merupakan hal yang sangat penting dalam
penelitian, karena dari data itulah nantinya akan muncul beberapa teori.
Untuk memperoleh keabsahan temuan, penulis akan menggunakan
teknik-teknik perpanjangan kehadiran peneliti di lapangan, observasi
yang diperdalam, triangulasi (menggunakan beberapa sumber, metode,
teori), pelacakan kesesuaian dan pengecekan anggota. Jadi temuan data
tersebut bisa diketahui keabsahannya.
17
Moh. Nazir, MetodePenelitian, Jakarta, Ghalia Indonesia, 1988, hlm. 405.
18
8. Tahap-tahap Penelitian
Dalam penelitian ini dilakukan dengan berbagai tahap. Pertama pra
lapangan, dimana peneliti menentukan topik penelitian, mencari
informasi tentang ada tidaknya praktik pernikahan poligami tersebut tidak
sesuai undang-undang yang berlaku, lebih-lebih di luar syariat Islam.
Tahap selanjutnya peneliti terjun langsung ke lapangan atau lokasi
penelitian untuk mencari data informan dan pelaku serta melakukan
observasi, dokumentasi dan wawancara terhadap informan yaitu pelaku
yang melangsungkan pernikahan dengan praktik poligami.
Tahap akhir yaitu penyusunan laporan atau penelitian dengan cara
menganalisis data atau temuan dari penelitian kemudian memaparkannya
dengan narasi deskriptif.
H. Sistematika Penulisan
Dalam suatu penelitian ilmiah, adanya suatu pembahasan yang
sistematis, guna mempermudah pembaca dalam memahami penelitian ini.
Maka keseluruhan bentuk pembahasan dalam penulisan ini disusun secara
sistematis sebagai berikut:
BAB I: Pendahuluan
Bab I ini memuat kajian mengenai Latar Belakang Masalah, Rumusan
Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Penegasan Istilah,
Metodologi Penelitian yang berisi tentang Pendekatan dan Jenis Penelitian,
19
Kehadiaran Peneliti, Lokasi Penelitian, Sumber Data, Prosedur Pengumpulan
Data, Tahap-tahap Penelitian dan Sistematika Penulisan.
BAB II: Poligami Dalam Perspektif Hukum Islam
Dalam bab ini terdapat penelitian terdahulu, PengertianPoligami, Dasar
Hukum Poligami, Sejarah Poligami, Syarat Poligami Dalam Islam, Perintah
Berlaku Adil, Pengertian Adil, Hikmah Poligami, Definisi Kelurga Salafi.
BAB III: Potret Keluarga Bapak AR
Dalam bab ini akan menggambarkan tentang kondisi sosialobjek yang
akan diteliti yang meliputi yang melatarbelakangi poligami dalam keluarga
bapakAR dan konsep penataan keluarga antara istri pertama dan istri kedua.
BAB IV: Poligami Dalam Perspektif Bapak AR
Dalam bab ini memaparkan hasil penelitian yang meliputi: Selayang
pandang keluarga Salafi Sumberejo, analisis data pengetahuan poligami,
pengetahuan konsep keluarga Salafi, penilaian keluarga Salafi terhadap
poligami dan sosiologi keluarganya.
BAB V: Kesimpulan dan Penutup
Bab terakhir berisi tentang penutup yang meliputi, kesimpulan dan
saran-saran. Hasil penelitian yang diambil dari hasil penelitian dari judul
hingga proses pengambilan kesimpulan dan saran-saran bagi berbagai pihak
yang bersangkutan dalam penelitian ini.
20
BAB II
POLIGAMI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
A. Pengertian Poligami
Kata poligami berasal dari bahasa Yunani, yaitu poly atau polus yang
berarti banyak dan gamein atau gamos yang berarti kawin atau perkawinan.
Kalau kedua kata tersebut digabungkan menjadi poligami, maka artinya
adalah perkawinan yang banyak atau dengan ungkapan lain adalah
perkawinan antara seorang dengan dua orang atau lebih namun cenderung
diartikan perkawinan satu orang suami dengan dua istri atau lebih.18
Poligami merupakan salah satu dinamika dalam hukum perkawinan.
Poligami adalah ikatan perkawinan dalam hal mana suami mengawini lebih
dari satu istri dalam waktu yang sama.19
Poligami ada dua macam, yaitu
Poligini dan Poliandri. Poligini artinya permaduan atau beristri lebih dari satu.
Jenis poligami yang kedua yaitu poliandri, artinya perkawinan dengan lebih
dari satu laki-laki.
Keuntungan-keuntungan poligami yang disebut oleh Georges Anquetil
seorang ahli sosiologi Perancis, adalah sebagai berikut:
1. Poligami menekan merajalelanya prostitusi (lenyap, seperti yang kita lihat
pada kaum Mormon).
18
Ahmad Maulana, dkk., Kamus Ilmiah Populer Lengkap, Yogyakarta, Absolut, 2004, hlm. 407. 19
Siti Musdah Mulia, Islam Menggugat Poligami, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 2004, hlm.
43.
21
2. Poligami dengan demikian melenyapkan salah satu sumber penyakit kotor,
yang membunuh jenis bangsanya.
3. Poligami akan memungkinkan berjuta-juta wanita melaksanakan haknya
akan kecintaan dan keibuan, yang kalau tidak, akan terpaksa hidup tak
bersuami karena sistem monogami.
4. Poligami akan mengurangi sebab-sebab drama-drama perceraian yang
tidak terhitung banyaknya, kejahatan-kejahatan karena percintaan,
kemunafikan dalam rumahtangga-rumahtangga yang kurang sehat, bencana
mundurnya angka penduduk, pembunuhan anak-anak, menyerahkan bayi-
bayi pada Bantuan Umum.
5. Poligami akan memungkinkan si suami memelihara kesehatan wanita yang
hamil dan wanita yang bersalin tanpa menyerahkan dirinya kepada bahaya-
bahaya, petualangan-petualangan dengan gadis-gadis yang bisa dipesan
dengan karcis (yang jumlahnya kita ketahui di Paris, dan yang dua pertiga
(2/3) di antaranya sakit syphilis).
6. Poligami akan melenyapkan “mati-syahid” kaum bastard yang celaka,
poligami akan memeperbaiki jenis bangsa dengan anak-anak yang bagus-
bagus, semuanya sah, dan setiap wanita akan bisa melaksanakan
pekerjaannya dengan gembira).” 20
20
Asghar Ali Engineer, Pembebasan Perempuan, Yogyakarta, LKIS, 2003, hlm. 29
22
B. Dasar Hukum Poligami
Syariat poligami dan pembatasannya terdapat dalam dua ayat firman
Allah sebagai berikut:
Artinya: “…Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua,
tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat
berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak
yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada
tidak berbuat aniaya.”(Q.S. an-Nisa‟: 3)
ن ذسرطيؼا ذؼدنا أ انساء تي ن فال دسصرى يم كم يهاذ فررزا ان
ؼه قح كان ئ ذر قا ذصهذا فا للا .زديا غفزا كا
Artinya: Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara istri-
istri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, Karena
itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai),
sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. dan jika kamu
mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan),
Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. (Q.S. An-Nisa‟: 129).
Rasulullah SAW telah menjelaskan keutamaan beristri lebih dari
satu sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhari dalam sahihnya ini. Said bin
Jubair berkata:
ػث اس: م خيس ر قال ني ات ج فا جد؟ قهد: ال قال: فرز ح أكثسا ساء. ذز األي
Artinya: “Berkata kepadaku Ibnu Abbas: „Apakah engkau telah kawin?‟
Jawabku: „Belum.‟ Berkata beliau: „Kawinlah, sesungguhnya
yang paling baik dari umat ini adalah yang banyak kaum
wanitanya.”
Berdasarkan UU Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan, maka hukum
perkawinan di Indonesia menganut asas monogami, baik untuk pria maupun
23
untuk wanita (vide pasal 3 (1) UU Nomor 1 tahun 1974). Hanya apabila
dikehendaki oleh yang bersangkutan, karena hukum dan agama dari yang
bersangkutan mengizinkannya, seorang suami dapat beristri lebih dari
seorang.
Pada zaman sekarang ini praktik poligami menuai berbagai macam
tanggapan dan pendapat tentang hukumnya, diantara pendapat-pendapat
ulama tentang hukum poligami: M. Quraish Shihab21
dalam menafsirkan Q.S.
An-Nisa‟ [4] ayat 3, tidak membuat satu peraturan tentang poligami, dan tidak
pula mewajibkan poligami ataupun menganjurkannya, jadi Q.S. An-Nisa‟ [4]
ayat 3 hanya berbicara tentang bolehnya poligami. Bolehnya poligami itupun
hanya sebagai pintu darurat, artinya pintu itu tidak boleh (haram) dibuka
apabila tidak dalam keadaan darurat, seperti seorang istri yang mandul atau
seorang istri yang terjangkit penyakit parah yang sulit untuk disembuhkan,
lalu bagaimana suaminya apabila menghadapi keadaan tersebut? Bagaimana
ia akan menyalurkan kebutuhan biologisnya atau memperoleh dambaan anak?
Saat itulah pintu poligami baru bisa dibuka. Jadi untuk membuka pintu
poligami itu syaratnya berat, poligami itu mirip pintu darurat dalam sebuah
pesawat terbang, yang boleh dibuka hanya dalam keadaan emergency
tertentu.22
Muh. Abduh berpendapat Poligami hukumnya hanya ada dua yaitu
boleh dan tidak boleh (haram). Boleh apabila dalam keadaan memaksa seperti
istri tidak bisa mengandung, juga kebolehan poligami mensyaratkan suami
21
Penulis buku Tafsir Al-Misbah. 22
A. Nikmah Mukhlisin, Hukum Poligami Dalam Perspektif Islam.html. Diakses 20 Maret 2016,
pukul 12:06 WIB.
24
harus berbuat adil terhadap istri-istrinya, ini ada syarat yang sangat berat,
seandainya manusia bersikeras ingin berlaku adail tetap saja manusia tidak
bisa berlaku adil dalam membagi kasih sayangnya.23
Muhammad Asad berpendapat bahwa kebolehan poligami untuk beristri
maksimal empat (Q.S. An Nisa‟ [4] ayat 3) dibatasi dengan syarat juga yaitu
“apabila kamu takut, tidak mampu berbuat adil maka kawinilah satu saja“
karena beliau berpendapat untuk membuat perkawinan majemuk/poligami itu
hanya sangat mungkin dalam kasus-kasus yang luar biasa dan dalam kondisi
yang luar biasa juga“.24
Masjfuk Zuhdi berpendapat bahwa Islam memandang poligami lebih
banyak membawa resiko atau madharat dari pada manfaatnya, karenanya
manusia menurut fitrahnya manusia mempunyai watak cemburu, iri hati dan
suka mengeluh, watak-watak tersebut akan mudah timbul dalam kadar yang
tinggi jika hidup dalam kehidupan keluarga yang poligamis, oleh sebab itu
hukum asal perkawinan dalam Islam adalah monogami. Dengan demikian
poligami hanya diperbolehkan bila dalam keadaan darurat, misalnya
istrimandul, atau istri terkena penyakit yang menyebabkan tidak bisa
memenuhi kewajibannya sebagai seorang istri.25
Aktivis Kaum Feminis Liberal Prof. Dr. Siti Musdah Mulia di dalam
bukunya yang berjudul “Islam Menggugat Poligami“ mengharamkan syari‟at
poligami karena dianggap sebagai pelanggaran terhadap HAM. Hal ini
23
Khoiruddin Nasution, Riba dan Poligami: Sebuah Studi atas Pemikiran Muhammad Abduh,
Jakarta, Pustaka Pelajar, 1996, hlm. 100. 24
Asghar Ali Engineer, PembebasanPerempuan, Yogyakarta, LKIS, 2003, hlm. 117. 25
Masjfuk Zuhdi, MasailFiqhiyyah, Jakarta, CV. Haji Masagung, 1989, hlm.12.
25
tampak jelas pada bab kesimpulan: “Kesimpulannya, aspek negatif poligami
lebih besar daripada aspek positifnya. Dalam istilah agama, lebih banyak
mudharatnya ketimbang maslahatnya dan sesuai dengan kaidah fiqhiyah
segala sesuatu yang lebih banyak mudharatnya harus dihilangkan. Mengingat
dampak buruk poligami dalam kehidupan sosial, poligami dapat dinyatakan
haram lighairih (haram karena eksesnya). Karena itu, perlu diusulkan
pelarangan poligami secara mutlak sebab dipandang sebagai kejahatan
terhadap kemanusiaan (crime against humanity) dan pelanggaran terhadap hak
asasi manusia”.26
Banyak ulama yang menentang judul bukunya karena tidak tepat, Islam
tidak menggugat Poligami, yang benar seharusnya “Siti Musdah Mulia
Menggugat Poligami” karena dialah yang menggugat, bukan Islam.
Dari berbagai macam pendapat mengenai Hukum Poligami sepanjang
yang penulis ketahui. Aqidah yang kita punya mestinya membimbing kita
untuk percaya bahwa Islam membolehkan (dibedakan dari
menganjurkan/mensunahkan) berpoligami tetapi dengan berbagai macam
syarat yang teramat berat dan penuh ancaman, bahkan Nabi pun melarang Ali
radhiyallahu „anhu (r.a.) untuk memadu Fathimah yang menurut keyakinan
penulis, bukan karena emosi beliau, tetapi karena ilmu danpengetahuan beliau
yang luas terhadap kemungkinan yang akan terjadiserta domino effect-nya
terhadap perkembangan Islam yang baru sajalahir. Namun pun begitu,
26
Siti Musdah Mulia, Islam Menggugat Poligami, 2004, hlm. 193-194.
26
Rasulullah tidak melarang umat untuk berpoligami karena Allah saja
membolehkannya dengan Q.S. [4]: 2-3.
Jadi menurut penulis, jalan keluarnya adalah dengan melarang apa yang
dibolehkan oleh Allah seperti yang banyak disuarakan oleh para pendukung
gerakan feminis akhir-akhir ini, tetapi seharusnya memberikan pemahaman
tentang ajaran Islam terkait poligami dengan segala seluk-beluknya. Selain
itu, umat tidak boleh salah paham terhadap peran Islam dalam mengatur dan
memperkecil peluang untuk berpoligami. Pemerintah Indonesia telah
mengatur masalah poligami ini melalui produk hukumnya yang berupa UU
nomor 1 Tahun 1974 Pasal 3, 4 dan 5 yang bunyinya sebagai berikut:
1. Pasal 3
a. Pada asasnya seorang pria hanya boleh memiliki seorang isteri. Seorang
wanitahanya boleh memiliki seorang suami.
b. Pengadilan, dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristeri
lebih dari seorang apabila dikendaki oleh pihak-pihak yang
bersangkutan.
2. Pasal 4
a. Dalam hal seorang suami akan beristri lebih dari seorang, sebagaimana
tersebut dalam pasal 3 ayat (2) Undang-undang ini, maka ia wajib
mengajukan permohonan ke Pengadilan di daerah tempat tinggalnya.
b. Pengadilan dimaksud dalam ayat (1) pasal ini hanya memberi izin
kepada suami yang akan beristri lebih dari seorang apabila:
1) Istri tidak dapat memnjalankan kewajibannya sebagai istri;
27
2) Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat
disembuhkan;
3) Istri tidak dapat melahirkan keturunan.
3. Pasal 5
a. Untuk dapat mengajukan permohonan ke Pengadilan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) Undang-undang ini harus memenuhi
syarat-syarat berikut:
1) Adanya persetujuan dari istri/istri-istri;
2) Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-
keperluan hidup istri-istri dan anak-anak mereka.
3) Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri-istri
dan anak-anak mereka.
C. Sejarah Poligami
Poligami sudah berlangsung sejak jauh sebelum datangnya Islam.
Orang-orang Eropa yang sekarang kita sebut Rusia, Yugoslavia,
Cekoslovakia, Jerman, Belgia, Belanda, Denmark, Swedia dan Inggris
semuanya adalah bangsa-bangsa yang berpoligami. Demikian juga bangsa-
bangsa Timur seperti Ibrani dan Arab mereka juga berpoligami. Karena itu
tidak benar apabila ada tuduhan bahwa Islam yang melahirkan aturan tentang
poligami, sebab nyatanya aturan poligami yang berlaku sekarang ini juga
28
hidup dan berkembang di negeri-negeri yang tidak menganut Islam, seperti
Afrika, India, Cina, dan Jepang.27
Agama Nasrani pada mulanya tidak mengharamkan poligami, karena
tidak ada satupun dalam Injil yang secara tegas melarang poligami. Apabila
orang-orang Kristen di Eropa melaksanakan monogami tidak lain hanyalah
karena kebanyakan seperti orang Yunani dan Romawi sudah lebih dulu
melarang poligami, kemudian setelah mereka memeluk agama Kristen mereka
tetap mengikuti kebiasaan nenek moyang mereka yang melarang poligami.
Dengan demikian, peraturan tentang monogami atau kawin dengan seorang
istri bukanlah peraturan dari agama Kristen yang masuk ke negeri mereka,
tetapi monogami adalah peraturan lama yang sudah berlaku sejak mereka
menganut agama berhala. Gereja hanya meneruskan larangan poligami dan
menganggapnya sebagai peraturan dari agama, padahal lembaran-lemabaran
dari Kitab Injil sendiri tidak menyebutkan adanya larangan poligami.28
D. Syarat Poligami
Dalam Poligami tercatat beberapa alasan-alasan yang dianggap
membolehkan terjadinya, seperti yang tercantum pada UU Nomor 1 tahun
1974 pasal 40 dan Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 57 yaitu:
1. Istri tidak dapat melayani suami seperti pada umumnya.
27
Emma Nayly Syifa, Perkawinan Poligami Menurut Hukum Islam dan Perundang-undangan di
Indonesia: Studi Kasus Pelaku Poligami di Desa Suruh Kec. Suruh Kab. Semarang 2011,
Salatiga, Jurusan Syari‟ah STAIN Salatiga, 2011, hlm. 19. 28
Ibid, hlm. 19-20.
29
2. Istri mengalami cacat badan atau penyakit yang tidak kunjung sembuh.
3. Istri tidak dapat melahirkan keturunan.29
Selain alasan-alasan di atas, pelaku poligami harus mendapat
persetujuan dari istri terlebih dahulu baik secara lisan mapupun tulisan
(tertulis) dan persetujuan tersebut harus disebutkan di depan sidang
pengadilan. Pada saat proses pengizinan berpoligami disini (suami) harus bisa
menunjukkanbukti-bukti kepada Pengadilan Agama bahwa suami tersebut
sanggup menghidupi keluarga dan anak-anaknya, baik dari istri pertama
mapun kedua, serta berlaku adil sesuai dengan syariat agama yang telah
ditetapkan. Bukti-bukti tersebut antara lain dengan melampirkan surat
keterangan mengenai penghasilan suami yang ditandatangani oleh bendahara
tempat bekerja atau dengan menunjukkan surat keterangan pajak penghasilan
atau dengan surat keterangan lain yang dapat diterima oleh Pengadilan.
Permohonan izin poligami dapat dikabulkan oleh pihak Pengadilan
Agama menurut pertimbangan majelis hakim yaitu dengan melihat
persetujuan dari istri pertama tentang kesediaannya dipoligami atau tidakdan
ada beberapa pengajuan persyaratan yang terdapat di dalam UU Nomor 1
tahun 1974. Apabila ada salah satu persyaratan yang diajukan oleh pemohon
itu kurang, maka Pengadilan Agama berhak memutuskan menolak
berpoligami.30
29
Ibid, hlm. 20. 30
Emma Nayly Syifa, Perkawinan Poligami Menurut Hukum Islam dan Perundang-undangan di
Indonesia: Studi Kasus Pelaku Poligami di Desa Suruh Kec. Suruh Kab. Semarang 2011,
Salatiga, Jurusan Syari‟ah STAIN Salatiga, 2011, hlm. 20.
30
E. Poligami Rasulullah SAW
Rasulullah mengawini Sayyidah Khadijah binti Khuwailid ketika beliau
berumur 25 tahun. Pada waktu itu, Khadijah adalah seorang janda yang telah
berumur 40 tahun lebih tua daripada Rasulullah 25 tahun. Selama 25 tahun
mereka hidup bersama, yaitu 15 tahun sebelum diangkat jadi Nabi dan 10
tahun setelah diangkat. Khadijah r.a. meninggal dunia 3 tahun sebelum hijrah.
Setelah kepergian Khadijah, sekitar tiga tahun, Rasulullah tidak menikah lagi.
Kemudian Rasulullah mengawini Aisyah binti Abu Bakar dan Saudah binti
Zum‟ah dalam waktu berdekatan.Salah seorang sejarawan menyebutkan
bahwa akad nikah Rasulullah dengan Aisyah dilakukan sebelum menikah
dengan Saudah sebelum Aisyah.31
Rasulullah baru memadu istrinya setelah berumur 53 tahun; artinya
beliau berpoligami setelah berusia tua. Padahal, nafsu seksual laki-laki akan
menurun pada umur empat puluh-an dan hal itu telah dibuktikan oleh
penelitian ilmiah. Waktu yang dihabiskan Rasulullah untuk beristri satu
adalah masa ketenangan dan kemantapan beliau.Adapun masa singkat
yangtidak lebih 10 tahun, masa beliau berpoligami adalah masa pergolakan,
perjuangan dan peperangan. Hal itu membuktikan beliau berpoligami bukan
31
Musfir Aj-Jahrani, Poligami Dari Berbagai Persepsi, Jakarta, Gema Insani Press, 2002, hlm. 93.
31
karena dorongan syahwat,tetapi untuk kepentingan pelaksanaan syariat dan
kepentingan urusan politik serta kemanusiaan.32
Disebutkan dalam Sirah Nabi SAW, beberapa istri Rasulullah:
1. Khadijah binti Khuwailid
2. Aisyah binti Abu Bakar
3. Saudah binti Zum‟ah
4. Zainab binti Jahasyi al-„Asadiyyah
5. Ummu Salamah binti Abi Umayyah bin al-Mughirah
6. Hafshah binti Umar ibnul Khattab
7. Ummu Habibah Ramlah binti Abi Sufyan bin Harb
8. Juwairiyyah binti al-Harits al-Khuza‟iyyah
9. Shafiyyah bin Hayyi bin Akhtab
10. Maimunah binti al-Harits
11. Zainab binti Khuzaimah ibnul Harits
12. Asma binti an-Nu‟man al-Kindiyyah
13. Umrah binti Yazid al-Kilabiyyah
Ibnu Hisyam mengatakan bahwa Rasulullah SAW hanya menggauli
sebelas orang istrinya. Dua orang lagi, yaitu Asma binti an-Nu‟man dan
Umrah binti Yazid al-Kilabiyyah, beliau kembalikan kepada keluarganya
setelah satu-persatu diberi harta untuk mengobati kesedihannya.
32
Ibid, hlm. 93-92.
32
F. Manfaat dan Madharat Poligami
Tidak diragukan lagi bahwa poligami jika dilihat dari satu sisi akan
mempunyai manfaat yang sangat berarti bagi pelakunya, tetapi jika dilihat dari
sisi lain sebaliknya akan menimbulkan banyak madharat. Sisi pertama,
poligami akan menimbulkan banyak manfaat, diantaranya:
1. Dalam hal negara dimana jumlah perempuan lebih banyak dari pada laki-
laki, maka poligami dapat mengatasi masalah krisis perkawinan. Karena
jika harus dipaksakan satu laki-laki dengan satu perempuan maka akan
terjadi kesenjangan bagi wanita yang tidak memiliki jodoh. Demikian
juga bagi laki-laki yang mempunyai nafsu super ekstra kuat, jika hanya
memiliki satu perempuan saja dan di saat itu pula istri sedang ada
halangan/datang bulan dan ia mempunyai kemampuan dan memenuhi
syarat poligami maka ia akan tersiksa jika ia tidak poligami.
2. Dalam hal istri tidak melahirkan keturunan, karena sakit, mandul dan
karena sebab lain maka poligami dapat dijadikan sebagai solusi bagi
suami untuk mengatasi masalah keturunan. Jika suami tidak mengambil
cara ini, apakah suami rela dengan kondisi tidak mempunyai anak karena
disebabkan istri mandul? Jika suami harus dipaksakan dengan kondisi
seperti itu, tentu istri juga menzalimi suami karena ia telah mengekang
suami harus menerima dengan kondisi istri tidak melahirkan keturunan.
Sisi kedua adalah madharat poligami, diantaranya:
33
a. Kemungkinan suami tidak berlaku adil. Sebagai contoh misalnya,
kedua istrinya melahirkan anak perempuan dengan selisih hanya
beberapa minggu. Untuk anak dari istri mudanya dilaksanakan
kenduri, sedangkan untuk anak dari istri tuanya tidak diadakan upacara
apa-apa. Bisa jadi adik bungsunya ini menjadi pemberontak karena dia
tidak pernah merasakan kasih sayang dari bapaknya.
b. Poligami berpotensi menciptakan rasa cemburu bagi sesama istri. Jika
dipahami jiwa perempuan sangat sensitif dalam hal segala yang
berhubungan dengan cinta. Apapun bentuknya yang dapat menyerang
kemerdekaannya akan selalu ditolak oleh perempuan, terutama hal-hal
yang berhubungan dengan rasa cinta. Dalam istilah sinis poligami
sebenarnya merupakan tindakan penyimpangan di dalam perkawinan
pada umumnya:
1) Nikah poligami, sebagaimana telah penulis uraikan di atas, dimana
poligami itu merupakan perkawinan yang bertujuan untuk
mengatasi masalah suami tetapi dibalik itu menimbulkan masalah
baru yang dibebankan kepada istri yang dipoligami, istilah lain
mengatasi masalah, tetapi menimbulkan masalah.
2) Nikah mut‟ah, atau dengan istilah lain disebut kawin kontrak.
Dikatakan kawin kontrak karena orang hanya akan menikahi
perempuan yang ia kehendaki hanya untuk waktu tertentu, misalnya
satu (1) minggu atau 1 bulan. Setelah lewat waktu yang dijanjikan
maka habis dengan sendirinya. Perkawinan model ini tidak ada
34
tujuan memperoleh atau memelihara keturunan, melainkan hanya
untuk memenuhi keperluan syahwat semata. Perkawinan model ini
dulu oleh Rasulullah SAW, diperbolehkan dan berjalan tidak lama,
tetapi kemudian Rasulullah melarang bentuk perkawinan ini,
sebagaimana disebut di dalam Hadis Riwayat Ibnu Majah:
د ا راع يايا اناس ا ك د نكى في االسر و انقيايح ذ يا ان ي للا دس ا اال
Artinya:Wahai manusia sesungguhnya dahulu saya mengizinkan
kawin mut‟ah kepada kamu sekalian, tetapi ingat sekarang
Allah SWT telah mengharamkan hingga hari qiamat.
Di dalam Hadis lain disebutkan sebagai berikut:
زسل للا ػه ات اتي طانة ا و ػ نذ ػ و خيثس يرؼح انساء ي
سيح س اال انذ
Artinya: Dari Ali bin Abi Thalib bahwa sesungguhnya Rasulullah SAW
melarang kawin mut‟ah pada perang Khaibar dan melarang
memakan daging Himar Jinak.
Al-Khattabi menegaskan bahwa hukum keharaman kawin mut‟ah itu
telah ijma‟ (sepakat) ulama‟ kecuali sebagian Ulama Syi‟ah saja yang tidak
mengharamkan. Hukum keharaman nikah mut‟ah itu bahkan menurut Imam
al-Baihaqi dari Ja‟far bin Muhammad mengatakan bahwa nikah mut‟ah itu
termasuk zina.
3). Nikah Sirri. Istilah kawin sirri, baik di dalam kitab fikih maupun di
dalam UU Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan tidak diatur
dengan jelas, tetapi secara tekstual di dalam UU Nomor 1 tentang
perkawinan dapat dipahami pada Bab I Pasal 1 disebutkan bahwa
perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan
35
seorang wanita sebagi suami istri dengan tujuan membentuk
keluarga (rumah tangga) yang bahagia kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa. Pada pasal 2 ayat 1 disebutkan bahwa
perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-
masing agamanya dan kepercayaannya itu. Pada ayat 2 dijelaskan
bahwa tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Menurut penulis kawin sirri sah menurut agamnya, tetapi dari segi
perundang-undangan belum memenuhi kriteria, yaitu adanya pencatatan.
Pencatatan menurut penjelasan UU Nomor 1 tahun 1974 atau Peraturan
Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 tentang penjelasan UU Nomor 1 tahun 1974
tentang perkawinan ditegaskan bahwa pencatatan perkawinan dari mereka
yang melangsungkan perkawinan menurut agama Islam dilakukan oleh
pegawai pencatat sebagaimana dimaksud dalam UU Nomor 32 tahun 1954
tentang pencatatan nikah talak dan rujuk.
Tegasnya Pegawai Pencatat Nikah itu adalah Pejabat KUA setempat.
Perkawinan yang tidak memenuhi syarat ini, termasuk kawin sirri tidak
mempunyai akibat hukum, sehingga dikhawatirkan jika dikemudian hari
terjadi perselisihan yang mengakibatkan perceraian semua hak-hak wanita
yang dikawini sirri, seperti hak nafkah, rumah tempat tinggal, hak anak, hak
saling mewarisi tidak dapat dituntut di muka pengadilan, dan ini sangat
merugikan kepada pihak wanita yang dinikahi secara sirri.
36
G. Perintah Berlaku Adil
Al-Qur‟an adalah kitab suci yang memuat asas dan nilai dasar
pandangan hidup Islami. Salah satu tema sentral di dalam kitab ini adalah
perintah kepada seluruh umat manusia yang beriman kepada Allah sang Maha
Pencipta supaya berlaku adil dan menegakkan keadilan yang berdasarkan
kebenaran.
Perintah berlaku adil dalam Islam meliputi semua bidang dan aspek
kehidupan, sejak dari soal-soal pribadi dan keluarga. Seorang muslim
diwajibkan adil ketika menegakkan hukum, adil dalam mendamaikan perkara
atau perselisihan, adil terhadap musuh, adil terhadap istri, adil terhadap anak,
bahkan adil terhadap diri sendiri.
Sebagaimana yang diungkapkan Quraish Shihab33
dalam bukunya
Wawasan Al-Qur‟an, bahwa keadilan yang dibicarakan dan dituntut oleh Al-
Qur‟an amat beragam, tidak hanya pada proses penetapan hukum atau
terhadap pihak yang berselisih, melainkan Al-Qur‟an juga menuntut keadilan
terhadap diri sendiri, baik ketika berucap, menulis, dan bersikap batin.
Firman Allah:
ذإد يأيسكى أ للا ئ ا تانؼدل ئ ذذك ان اس أ رى تي ئذا دك ها ا األيااخ ئن أ
يؼا تصيسا ) س كا للا ئ ا يؼظكى ت ؼ (85للا
Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada
yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila
menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan
dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-
33
M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur‟an (Tafsir Maudhu‟i atas Pelbagai Persoalan Umat),
Mizan, Bandung, cet. IX, 1999, hlm. 112.
37
baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar
lagi Maha Melihat. (Q.S. an-Nisa‟ [4]: 58).
Dalam hal ini merupakan tugas kaum muslimin sekaligus sebagai
akhlak, yaitu menunaikan amanat-amanat kepada yang berhak menerimanya
dengan memutuskan hukum dengan adil diantara “manusia” sesuai dengan
ajaran Allah.
H. Pengertian Adil
Keadilan adalah kata jadian dari kata “adil” yang terambil dari bahasa
Arab “adl”. Kamus-kamus bahasa Arab (al-I‟tidaalu: masdarnya I‟tidala yang
berarti “persamaan”). Persamaan tersebut sering dikaitkan dengan hal-hal
yang bersifat immaterial. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “adil”
diartikan: 1) tidak berat sebelah/tidak memihak, 2) berpihak kepada
kebenaran, dan 3) sepatutnya/tidak sewenang-wenang.
Keadilan diungkapkan oleh Al-Qur‟an antara lain dengan kata-kata al-
„adl, al-qisth, al-mizan, dan dengan menafikan kezaliman, walaupun
pengertian keadilan tidak selalu menjadi antonim kezaliman. „Adl, yang
berarti “sama”, memberi kesan adanya dua pihak atau lebih, karena jika hanya
satu pihak, tidak akan terjadi “persamaan”.34
34
M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur‟an (Tafsir Maudhu‟i atas Pelbagai Persoalan Umat),
Mizan, Bandung, cet. IX, 1999, hlm. 111.
38
Paling tidak ada empat makna keadilan yang dikemukakan oleh para
pakar agama, yaitu:35
1. Pertama, adil dalam arti “sama”. Si A dikatakan adil, karena yang
dimaksud adalah bahwa dia memperlakukan sama atau tidak membedakan
seseorang dengan yang lain. Tetapi harus digarisbawahi bahwa persamaan
yang dimaksud adalah dalam hak.
2. Kedua, adil dalam arti “seimbang”. Keseimbangan ditentukan pada suatu
kelompok yang di dalamnya terdapat beragam bagian yang menuju satu
tujuan tertentu, selama syarat dan kadar tertentu terpenuhi oleh setiap
bagian.
3. Ketiga, adil adalah perhatian terhadap hak-hak individu dan memberikan
hak-hak itu kepada setiap pemiliknya. Pengertian inilah yang didefinisikan
dengan “menempatkan sesuatu pada tempatnya” atau memberi pihak lain
haknya melalui jalur yang terdekat.
4. Keempat, adil yang dinisbatkan pada Ilahi. Adil di sini berarti “memelihara
kewajaran atas berlanjutnya eksistensi, tidak mencegah kelanjutan
eksistensi dan perolehan rahmat sewaktu terdapat banyak kemungkinan
untuk itu”.
I. Hikmah Poligami
Islam adalah agama yang mengatur tentang kemasyarakatan. Islam
mempunyai konsep kemanusiaan yang luhur, harus dibebankan kepada
35
Ibid, hlm. 114-116.
39
manusia untuk menegakkannya dan harus disebarluaskan kepada seluruh umat
manusia. Risalah Islamiyah tidak akan tegak tanpa ada kekuatan yang
mendukung. Pemerintah harus mengelola segala segi, seperti pertahanan
keamanan, pendidikan, industri, perdagangan, dan sektor-sektor lain yang
menunjang tegaknya suatu pemerintahan. Semuanya itu tidak akan sempurna
tanpa adanya orang-orang yang hidup pada tiap generasi yang banyak
jumlahnya. Jalan untuk mendapatkan massa yang banyak ini ialah dengan
kawin dan memperbanyak keturunan.
Negara-negara yang maju banyak membutuhkan sumber daya manusia
untuk tenaga kerja maupun untuk keperluan pertahanan keamanan. Di negara-
negara yang sedang dilanda peperangan tidak jarang rakyatnya gugur di
medan perang dan banyak janda-janda yang harus dilindungi. Tidak ada jalan
yang terbaik untuk melindungi mereka selain dengan mengawini mereka dan
tidak ada jalan untuk menggantikan orang yang gugur di peperangan itu selain
dengan memperbanyak keturunan, dan poligami adalah jalan untuk
memperbanyak keturunan.
Demikian pula di beberapa negara, yang penduduk perempuannya lebih
banyak dari laki-lakinya, seperti yang lazim terjadi di negara yang habis
berperang. Bahkan pertambahan jumlah kaum perempuan pasti terjadi pada
banyak negara meskipun dalam suasana damai, karena kesibukan kerja
menyebabkan kaum lelaki cepat tua dan berarti membuat mereka cepat mati,
oleh karenanya jumlah kaum perempuan akan lebih banyak dari kaum laki-
laki. Perbedaan jumlah ini mengharuskan adanya poligami untuk menjaga dan
40
melindungi perempuan. Apabila mereka dibiarkan hidup sendiri mereka lebih
mudah terombang-ambing dan gampang terjerumus ke dalam perbuatan nista
yang akan merusak kehidupan masyarakat, akhlak mereka akan rusak dan
mereka akan merana sendirian.
Seorang laki-laki bisa mempunyai kesanggupan untuk berketurunan
lebih kuat daripada perempuan. Laki-laki sanggup melaksanakan tugas
biologisnya sejak ia baligh sampai usia akhirnya. Sedang kaum perempuan
tidak mampu melaksanakannya di waktu sedang haid, nifas, hamil dan waktu
menyusui. Kesanggupan kaum perempuan untuk berketurunan terbatas
sampai usia antara 40 tahun hingga 50 tahun, sedangkan kaum lelaki sanggup
sampai usia 60 tahun lebih.
Apabila perempuan dalam keadaan seperti tersebut di atas tidak dapat
melaksanakan fungsinya sebagai seorang istri lantas apa yang harus dilakukan
oleh suaminya? Apakah ia harus menyalurkannya kepada istrinya yang halal
untuk menjaga kehormatannya ataukah ia harus mencari penyaluran seperti
yang dilakukan oleh binatang? Tanpa perkawinan sah? Padahal Islam secara
tegas melarang pelacuran. Firman Allah SWT:
فادشح كا ا ئ ال ذقستا انز (43ساء سثيال )
Artinya: Dan janganlah kamu mendekati zina, Sesungguhnya zina itu adalah
suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk. (Q.S. al-
Isra‟[17]: 32).
Kadang-kadang ada seorang suami mempunyai istri berpenyakit atau
mandul yang tidak dapat diharapkan sembuhnya, padahal si istri ingin tetap
41
bersama suaminya, sedang suami menginginkan adanya anak serta punya istri
yang dapat mengatur rumah tangganya. Dalam keadaan seperti ini apakah
suami harus tetap rela dengan menanggung beban yang menyedihkan? Tetap
bersama istrinya yang berpenyakit atau mandul, yang tidak dapat mengatur
rumah tangganya, dan beban itu harus dipikul suami sendirian? Ataukah si
istri harus diceraikan padahal ia masih mencintai suaminya dan suami juga
masih mencintainya, ia tidak mau menyakiti istri dengan menceraikan
istrinya? Ataukah kasih sayang suami istri itu tetap diteruskan tetapi suami
kawin dengan perempuan lain tanpa harus berpisah dengan istri lama dan
kemaslahatan keduanya masih tetap terjaga? Inilah petunjuk terbaik yang
lebih layak untuk diterima.
Kadang-kadang juga ada seorang laki-laki yang karena kejiwaannya
atau karena fisiknya sangatkuat nafsu seksnya, ia belum akan puas kalau
hanya dilayani oleh seorang istri, maka sebagai gantinya agar ia tidak
mengambil gundik yang akan merusakkan moralnya, ia diijinkan untuk
memuaskan nafsu (gharizahnya) dengan jalan yang halal, yaitu berpoligami.
J. Definisi Kelurga Salafi
Masalah salafi telah banyak dikaji oleh ulama-ulama terdahulu
meskipun mereka memberikan peristilahan yang berbeda-beda. Ada yang
menamakan akidah Ahl al-Sunnah wa al-Jamaah, karena Ahl al-Sunnah tidak
bisa dipisahkan dengan salafi. Keduanya konsisten terhadap al-Qur‟an dan
42
Sunnah Rasulullah SAW, yaitu mendahulukan kedua sumber ini dari produk
pemikiran yang lain.
1. Salaf
Perlu penulis jelaskan seputar hakikat salaf, salafi dan salafiah.
Ditinjau dari segi bahasa, salaf berasal dari kata bahasa Arab: Salafa (Fi‟il
Madhi), Yaslufu (Fi‟il Mudhori‟) dan Salafan wa Sulufan (Isim
Masdarnya), yang apabila ditulis menjadi:
اف ه س –ا ف ه س – ف ه س ي – ف ه س 36
Salafa berarti terdahulu sebagaiman dalam ungkapan al-umam al-
salifah yang berarti generasi terdahulu.37
Salaf dengan makna ini sinonim dengan kata qablu (قثم), dan menjadi
antonim dari kata khalaf (خهف) atau ba‟du (تؼد) yang berarti datang
kemudian.
Kata salaf ditemukan dalam Al-Qur‟an berulang kali yang
kesemuanya berarti masa lampau, di antara firman Allah SWT, yang
menyebutkan kata salaf adalah sebagai berikut:
a. Surah al-Zukhruf [43]: 56, Allah SWT, berfirman:
( يثال نآلخسي (85فجؼهاى سهف ا
Artinya: Dan Kami jadikan mereka kelompok yang terdahulu serta
menjadi perempuan bagi kelompok yang datang kemudian.
36
Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, Ciputat, Mahmud Yunus Wa Dzurriyyah, 2010, hlm.
178. 37
Andi Aderus, Karakteristik Pemikiran Salafi di Tengah Aliran-Aliran Pemikiran Keislaman,
Jakarta, Kementerian Agama RI, 2011, hlm. 52.
43
Pengertian salaf pada ayat tersebut adalah umat para nabi dan
rasul terdahulu, mereka dianggap sebagai contoh dan perumpamaan
dalam ketaatan dan kekufuran. Penggunaan kata salaf dari ayat tersebut
berlaku secara umum untuk seluruh umat yang terdahulu tanpa batas
pada satu kurun waktu tertentu.
b. Surat al-Nisa‟ [4]: 22, Allah SWT berfirman:
ساء يقرا فادشح كا انساء ئال يا قد سهف ئ كذا يا كخ آتاؤكى ي ال ذ
(33سثيال )
Artinya: Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang Telah
dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang Telah
lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci
Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh).
c. Suratal-Nisa‟[4]: 23, Allah SWT berfirman:
تاخ تاخ األر خاالذكى اذكى ػ اذكى أخ تاذكى اذكى يد ػهيكى أي دس
اخ سائكى أي ضاػح انس اذكى ي أخ اذكى انالذي أزضؼكى أي األخد
زتائثكى انالذي في نى ذكا دخهرى فا سائكى انالذي دخهرى ت دجزكى ي
األخري ؼا تي ذج أ أصالتكى ي دالئم أتائكى ان ري فال جاح ػهيكى ت
غف كا للا ا )ئال يا قد سهف ئ ا زدي (34ز
Artinya: Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu
yang perempuan38
; saudara-saudaramu yang perempuan, 38
Maksud ibu di sini ialah ibu, nenek dan seterusnya ke atas. dan yang dimaksud dengan anak
perempuan ialah anak perempuan, cucu perempuan dan seterusnya ke bawah, demikian juga yang
lain-lainnya. Sedang yang dimaksud dengan anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu,
menurut Jumhur ulama termasuk juga anak tiri yang tidak dalam pemeliharaannya.
44
Saudara-saudara bapakmu yang perempuan; Saudara-saudara
ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-
saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari
saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang
menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu
istrimu (mertua); anak-anak istrimu yang dalam
pemeliharaanmu dari istri yang Telah kamu campuri, tetapi
jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu
ceraikan), Maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan
diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu);
dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang
bersaudara, kecuali yang Telah terjadi pada masa lampau;
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Kata „salafa‟ pada ayat-ayat tersebut berarti masa lampau atau masa
yang telah berlalu tanpa ada batasannya, hal itu sejalan dengan arti leksikal
kata salaf yang terdapat dalam beberapa kamus yang populer seperti lisan
al-Arab.
2. Salafi
Kata “salafi” adalah bentuk nisbat terhadap kata al-salaf. Secara
epistimologis, kata al-salaf sendiri bermakna “orang-orang yang hidup
sebelum zaman kita”.39
Adapun secara terminologis, al-salaf mengacu
pada sebuah hadis nabi riwayat Bukhari dan Muslim yang berbunyi:
“Sebaik-baik manusia adalah (yang hidup) di masaku, kemudian yang
mengikuti mereka (tabi‟in), kemudian yang mengikuti mereka (tabi‟ at-
tabi‟in)”.
Dari hadis ini, al-salaf dapat dimaknai sebagai “generasi tiga abad
pertama sepeninggal Rasulullah”, yakni para sahabat, para tabi‟in
(pengikut Nabi setelah masa tabi‟in). Oleh karena itu, seorang Salafi
39
Abu al-Fadhl Muhammad ibnu Manzhur: Qamus Lisan al-Arab, Dar as-Shadir, Beirut, Lebanon
1410 H, Cet.ke-1, entri Sa-La-Fa, jilid 6, hlm. 330.
45
berartiseseorang yang mengikuti ajaran para sahabat Nabi SAW, tabi‟in
dan tabi‟ at-tabi‟in.40
Dari definisi di atas, sebenarnya tidak ada yang salah dengan klaim
salafi ini. Sebab, setiap muslim tentu mengakui legalitas kedudukan para
sahabat Nabi SAW dan dua generasi terbaik umat Islam sesudahnya
(tabi‟in dan tabi‟ at-tabi‟in). Siapa pun yang mengaku muslim sedikit
banyak memiliki kadar ke”salafi”an dalam dirinya, meskipun ia tidak
menggembar-gemborkan bahwa ia seorang salafi. Sebab, sejatinya maksud
dari salafi tidak lain adalah Islam itu sendiri.41
Ditinjau dari segi sejarah, para ulama berbeda persepsi dalam
mendefinisikan salafi. Perbedaan tersebut timbul akibat dari sisi pandang
mereka yang berbeda dalam melihat siapa sebenarnya yang dimaksud
dengan salafi, atau sampai kurun waktu mana gelar salafi itu semestinya.
Penamaan salafi dengan konotasi ini memiliki dua makna:
a. Manusianya
Yaitu orang yang hidup dalam masa dan kurun waktu tertentu.
Kurun waktu inilah yang menjadi perdebatan, sampai kapan gelar salafi
itu bisa diberikan sehingga muncullah pengelompokan kurun waktu
seputar penamaan salafi.
40
Dari kata ini kita kemudian sering mendengar kata lainnya, seperti Salafuna Shalih (generasi
pendahulu kita yang saleh-salah), Salafiyah (yang berarti ajaran atau paham Salaf) atau
Salafiyun/Salafiyin yang merupakan bentuk plural dari kataSalafi. 41
Syaikh Idarham, Ulama Sejagad Menggugat Salafi Wahabi, Yogyakarta, Pustaka Pesantren,
2011, hlm. 34.
46
1) Sahabat dan Tabi‟in
Penamaan salaf kepada sahabat dan tabi‟in hampir ditemukan
pada setiap buku yang mengkaji masalah salafi, bahkan mereka
dikenal dengan salafal-saleh, sehingga umat Islam yang mengikuti
cara hidup dan langkah-langkah mereka dalam kehidupan beragama
disebut dengan salafi.
Ada yang membatasi penamaan salaf pada dua generasi
tersebut, sementara generasi setelahnya bukan lagi salaf tetapi
sudah menjadi khalaf, meski demikian, mereka yang konsisten
mengikuti alur hidup sahabat dan tabi‟in dapat dikategorikan
sebagai salafi.42
Pemahaman seperti ini memberikan indikasi bahwa imam
empat madzhab bukan salaf, tetapi mereka adalah salafi karena
mereka konsisten dalam memahami agama sama seperti sahabat
dan tabi‟in.
Pendapat yang masih membatasi salafi pada dua generasi
pertama, sahabat dan tabi‟in beralasan bahwa sahabat dan tabi‟in
adalah dua generasi yang masih hidup dalam iklim yang telah
dibentuk Rasulullah SAW, di Madinah, sehingga kemungkinan
tradisi, budaya dan peradaban Islam benar-benar masih murni hasil
gemblengan Rasulullah SAW. Di samping itu, umat Islam belum
42
Sayyid Abdul Aziz al-Sailiy, al-aqidah al-Salafiyah baina al-Imam Ibn Hanbal wa al-Imam Ibn
Taimiyyah, Kairo, Dar al-Manar, 1993, hlm. 26.
47
terlalu banyak bersentuhan dengan peradaban lain di negeri yang
telah dibebaskan oleh umat Islam.
2) Tiga abad pertama umat Islam
Peristilahan salaf dan salafi erat kaitannya dengan kurun
waktu dan bukan orang perorangan, atau kelompok, karena di
antara para sahabat dan tabi‟in tidak semuanya salaf al-saleh,
diantara mereka ada yang memiliki akhlak yang jauh dari nilai-nilai
keislaman, sehingga dalam berbagai hal ditemukan hukum hudud
dan cambuk bagi mereka yang melakukan pelanggaran.
b. Metodologinya
Yaitu metodologi salaf yang dianut oleh sekelompok orang,
sehingga arah pemikiran mereka disebut dengan pemikiran salafi. Salafi
tidak terikat dengan kurun waktu atau generasi, tetapi salafi senantiasa
bergulir dari masa ke masa dan tidak pernah berhenti dengan terhentinya
sebuah kurun waktu atau generasi, karena salafi lebih bertuju pada cara
berpikir, bersikap serta metodologi yang digunakan dalam beragama.
Seseorang boleh jadi dari segi waktu diluar batas salaf, tetapi dari segi
cara berfikir dan metodologi beragama yang digunakan maka ia adalah
salafi.
Para ulama berusaha mencarikesimpulan siapa sebenarnya yang
berhak menyandang label salafi, apakah mereka yang menamakan
dirinya sebagai salafi kemudian bergabung dengan ikatan salafiah, atau
cukup melihat sikap dan metode beragama yang dipakai. Mustafa
48
Hilmi43
memberikan kesimpulan bahwa salafi adalah mereka yang
cukup memiliki tiga kriteria,44
siapapun orangnya maka ia berhak
menyandang nama salafi, kriteria tersebut adalah:
1). Memandang agama Islam sebagai satu kesatuan
2). Pemikiran Salafi adalah kemajuan beragama
3). Memiliki jati diri dan bukan penjiplak
Salafi juga adalah mereka yang menjaga kemurnian akidah Islam
dari hal-hal yang berbau syirik atau hal-hal yang bid‟ah, yang
sebenarnya tidak masuk dalam bagian akidah Islam. Penulis lebih
cenderung mendefinisikan salafi yang berarti metodologi berpikir salaf
tanpa melibatkan label-label lain. Salafi juga adalah para ulama yang
menjaga ketat kemurnian Akidah Islam, yang memiliki pemahaman
mendalam tentang agama Islam serta merealisasikannya dalam
kehidupan, baik perkataan, keyakinan maupun perbuatan secara lahir
dan batin, yaitu mereka yang memegang prinsip-prinsip berikut:
a. Mereka yang mengatakan kami beriman sebagaimana para sahabat
dan tabi‟in beriman serta ulama-ulama yang solih mengembalikan
segala persoalan umat kepada Al-Qur‟an dan Hadis.
b. Umat Islam yang berpegang teguh pada Al-Qur‟an dan Hadis.
c. Umat Islam yang mengembalikan segala persoalannya kepada Al-
Qur‟an dan hadis baik dari sisi akidah maupun dari segi yang lain,
43
Guru besar pada fakultas Dar al-Ulum Universitas Cairo Mesir. 44
Mustafa Hilmi, Qowaid al-Manhaj al-Salafi (Cet, II; Iskandariah: Dar al-Da‟wah, 1991, hlm.
209.
49
kesemua ini dilakukan sebagai ikutan kepada para sahabat dan
tabi‟in.
d. Umat Islam yang tidak bertaqlid kepada siapa-siapa, tetapi
menjadikan Rasulullah sebagai contoh teladan dalam
kehidupannya.45
3. Salafiah
Salafiah berarti organisasi, ikatan, atau pemikiran yang menghimpun
orang-orang yang menamakan dirinya salafi, dengan demikian salafiah
berarti sebuah kelompok yang mengikat diri dalam sebuah wadah yang
ingin konsisten dengan kelompok terdahulu, atau sebuah pemikiran yang
mengacu pada metodologi kaum salaf.46
Penelusuran makna salaf, salafi dan salafiah dapat dipahami bahwa
salaf, salafi serta salafiah tidak bisa dipisahkan. Lahirnya salafi karena
keinginan keras untuk mempertahankan metode beragama yang dipegangi
oleh salaf, keinginan keras tersebut mendorong terbentuknya komunitas
tersendiri yang terikat dalam sebuah wadah yang disebut dengan salafiah.47
45
Abu Usman Ismail bin Abd Rahman Al-Sabuny, Aqidah al-Salaf, al-Kurdy, Kairo, 1325 H, hlm.
236. 46
Andi Aderus, Karakteristik Pemikiran Salafi di Tengah Aliran-Aliran Pemikiran Keislaman,
Jakarta, Kementerian Agama RI, 2011, hlm. 76. 47
Ibid, hlm. 76.
50
BAB III
POTRET KELUARGA BAPAK AR
A. Profil Bapak AR
Bapak AR48
adalah seorang laki-laki yang dilahirkan pada tanggal 30
Juli 1963. Artinya saat ini bapak AR berusia 53 tahun. Bapak AR tentunya
berkewarganegaraan Indonesia dengan suku Jawa, berpostur tubuh bisa
dibilang standar dengan tinggi badan 165 cm. Agama bapak AR adalah Islam
yang taat beragama dan pengetahuan agama yang tidak diragukan lagi. Orang
tuanya adalah pendiri dan pengasuh pesantren di pondok pesantren di salah
satu kecamatan di kabupaten Semarang pada waktu itu yang sampai sekarang
masih diperingati haulnya tiap bulan rajab.
Bapak AR selain belajar dari orang tuanya sendiri, juga memiliki
riwayat pendidikan yang baik. Mulai dari Sekolah Dasar (SD), Sekolah
Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Aliyah (MA). Selama di belajar di
MAN di Porwodadi bapak AR juga belajar di pondok pesantren di Porwodadi.
Pendidikan Informal bapak ARberjumlah sembilan puluh sembilan (99)
guru (sesuai jumlah asma‟ul husna) yang diperolehnya dengan menyantri dan
tabarukan. Al-Qur‟an beliau pelajari di Kudus dengan pengasuh K.H. Arwani.
Bapak AR juga pernah bertabarukan dengan Habib Lutfi Pekalongan dan
masih banyak lainnya.
48
AR adalah bukan nama asli. Sebenarnya namanya adalah dua kata yang peneliti singkat AR.
Merupakan nama seorang yang berpoligami dimana peneliti melihat langsung prosesi nikah
sirrinya di tahun 2008.
51
Pekerjaan utama bapak AR sekarang adalah berdagang sembako dan
membuat kerajinan di rumahnya. Kehidupan ekonomi keluarga bapak AR bisa
dikatakan menengah keatas.
B. Landasan Bapak AR dalam Berpoligami
Alasan bapak AR dalam berpoligami yang dapat diterima adalah
Mengikuti Rasulullah; tatkala wafat beliau meninggalkan Sembilan orang
istri.Tanpa ada keraguan, Rasulullah adalahteladan yang baik bagi kaum
muslimin dalam semua urusan, kecuali hal yang dikhususkan bagi beliau.
Allah SWT berfirman:
ذكس للا و اآلخس اني يسج للا كا ج دسح ن أس نكى في زسل للا نقد كا
ا (32) كثيس
Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan
yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharat (rahmat)
Allahdan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut nama
Allah.” (Q.S. al-Ahzab: 21).
C. Bapak AR Memaknai Kata “al-Adl”
Bapak AR mengutarakan dalil:
دسصرى ن انساء ذؼدنا تي ذسرطيؼا أ ن
52
Artinya: Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-
isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian. (An-Nisa‟
[4]: 129).
Manusia hanya berusaha untuk berlaku adil, karena yang bisa berlaku
adil hanyalah Allah SWT. Sesuai firman Allah dalam Surat At-Tiin ayat 8,
yang artinya bukankah Allah hakim yang paling adil?.
D. Kesalafian Bapak AR dan Keluarganya
Pendapat narasumber bisa peneliti terima juga bahwa yang namanya
keluarga salafi adalah keluarga yang beragama islam tentunya yang
mengetahui ajaran keempat Imam Madzhab yang terkenal. Keempat Imam
Madzhab tersebuta adalah Imam Maliki, Imam Hanafi, Imam Hambali dan
Imam Syafi‟i. Salafi di Indonesia terutama menganut Ahlus Sunnah Wal
Jamaah adalah lebih condong hanya mengikuti Imam Syafi‟i. Salafi di
Indonesi yang menganut paham Wahabi, yaitu Salafi Wahabi lebih condong
pada Imam Hambali yang mana lebih mengikuti pemikiran Ibnu Taimiyah.
Pelaku poligami dari keluarga salafi yang informasi peneliti dapatkan
bahwa alasan melakukan poligaminya bisa diterima. Meningkatkan Iman Istri
yang pertama dan kedua serta pelaku poligami sendiri yang disini adalah
suami. Alasan beliau sudah tentu pengetahuan yang di atas peneliti karena
sudah ke ranah ilmu hakikat.
Pelaku poligami tentu juga tidak ada niat menyengsarakan istri pertama
dan anak-anaknya. Ketika beliau waktu akan menikahi calon istri kedua
53
adalah dengan alasan menolong. Bisa dalam hal ekonomi dan psikologis.
Tidak ada niatan dalam hatinya untuk menceraikan istri pertama baru
menikahi istri kedua. Pada waktu akad ijab qobul walapun dilakukan dengan
nikah sirri, istri pertama juga diajak di lokasi ijab qobul. Menyaksikan secara
langsung, yang mana itu kebijaksanaan bapak yang mengijabkan yang
menganjurkan mengajaknya dan menanyai kesediaannya untuk dipoligami.
Sampai sekarang keluarga bapak AR rukun-rukun saja, walaupun antara
istri pertama dan kedua tidak dalam satu rumah. Masalah keadilan bapak AR
laksanakan. Keadilan yang meliputi nafkah lahir dan batin.
E. Pendidikan Bapak AR
Bapak AR terlahir dari keluarga yang taat beragama. Terdidik dari
lingkungan pesantren karena orang tuanya juga pendiri dan pengasuh.
Pendidikannya terdiri dari pendidikan formal dan informal.
1. Pendidikan Formal
Pendidikan formal bapak AR ditempuh di SD Reksosari, SMP NU
Suruh, dan MAN Purwodadi.
2. Pendidikan Informal
Taman Pendidikan al-Qur‟an (TPQ) Ar-Rohmah Reksosari,
Madrasah Diniyyah Darul Ulum Reksosari, Pondok Pesantren Tajul Ulum
Brabo Purwodadi, Pondok Pesantren Ringin Agung Kediri yaitu khusus
mondok kitab kuning dan nahwu-sorof. Bertabarukan (ngalab berkah:
Jawa, yang maksudnya menguatkan ilmu yang telah diterima) di Pondok
54
Pesantren Lasem yang diasuh oleh Mbah Amin, Pondok Pesantren Ploso,
Habib Muh di Jogja, Habib Abdullah di Kendal, Gus Miek, Banten,
Sumatra, Madura: Habib Sholeh, Magelang dan lain-lain.49
F. Keluarga Bapak AR
Bapak AR sebagai kepala keluarga bisa membawa dan memimpin
keluarganya sebagai keluarga yang harmonis. Harmonis karena peran bapak
AR yang maksimal dengan didukung pengetahuan beliau yang tinggi,
terutama dalam bidang agama dan ekonomi yang cukup. Cara berfikir beliau
sudah mencapai tingkatan hakikat. Pengetahuan beliau tentang syari‟ah pun
sudah baik. Makanya beliau berani memutuskan untuk berpoligami.
1. Istri Pertama Bapak AR
Bapak AR menikah dengan Ibu MS50
pada usia 25 tahun. Bapak AR
menikahi ibu MS tanpa pacaran. Sebelum menikahi ibu MS, dulu bapak
AR melihat ibu MS hanya dua kali. Pertama, ketika masih duduk di bangku
Madarasah Ibtidaiyah (MI). Kedua, ketika bapak AR menginjak usia
remaja, dan waktu ibu MS diajak orang tuanya bersilaturrahmi ke
pesantren ataupun rumah orang tua bapak AR.
Prosesi melamar ibu MS pada waktu itu bapak AR melamar sendiri ke
orang tuanya ibu MS. Baru besoknya orang tua bapak AR menguatkan
(mentaukidi) lamarannya.
49
Wawancara, 2 Juni 2016. 50
MS adalah bukan nama asli. Adalah istri pertama bapak AR.
55
Bapak AR menjalin keluarga dengan istri pertama sudah dikaruniai
tiga orang putra. Anak sulungnya kelahiran tahun 1992 dengan jenis
kelamin laki-laki. Anak kedua baru lulus Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK) di tahun 2016 ini dengan jenis kelamin laki-laki juga. Si bungsu
masih duduk di bangku MI kelas 4 dengan berjenis kelamin perempuan.
2. Istri Kedua Bapak AR
Bapak AR menikahi ibu MN51
yaitu pada tahun 2008. Beliau
menikah dengan istri kedua dengan cara sirri, yang dilaksanakan di
salah satu desa di kabupaten Boyolali. Peneliti melihat secara langsung
prosesi nikah sirri tersebut. Tentunya sah secara agama Islam karena
syarat dan rukun sudah terpenuhi pada waktu itu.
Bapak AR dapat membawa ibu MN dan anak-anaknya (sudah
mempunyai 2 orang putra dengan suami sebelumnya) menjadi keluarga
bahagia. Antara ibu MS dan ibu MN tidak ada perseteruan ataupun
percekcokan bahkan perselisihan.
G. Kondisi Ekonomi Bapak AR
Poligami yang dilakukan dapat harmonis dilatarbelakangi pelakunya
memiliki ekonomi yang mapan dan pengetahuan agama yang baik. Selama
peneliti berkunjung dan berwawancara di kediaman bapak AR, peneliti
melihat kekayaannya meliputi:
51
MN adalah bukan nama asli yang merupakan istri kedua dari bapak AR.
56
1. Rumah
Bapak AR memiliki rumah dua (desain rumah desa yang digabung
jadi satu) dengan ukuran kurang lebih 20 m x 12 m. Bahan dasar bangunan
adalah kayu jati dengan lantai sudah berkeramik.
2. Properti
Properti yang bapak AR miliki diantaranya TV fullset, dan laptop
yang digunakan anak pertamanya bekerja di toko cutting sticker di daerah
Desa Reksosari Kecamatan Suruh. Kulkas dan meja kursi diletakkan di
rumah belakang sebagai tempat khusus keluarga.
3. Mobil
Mobil carry berwarna merah terparkir di garasi pada waktu peneliti
melakukan wawancara. Plat H (Kabupaten Semarang) yang biasanya
digunakan untuk belanja barang-barang sembako dan snack ciki-ciki yang
tiap hari para pedagang kecil-kecil di sekitar desa Sumberejo pada
mengambil (kulakan) di rumah bapak AR.
4. Sawah
Bapak AR juga memiliki sawah yang luas, tetapi pengelolaannya
adalah sistem dikerjakan tetangganya yang ketika panen bapak AR
menerima separo (bahasa Jawa yang artinya setengah) dari hasil panen.
Ketika berwawancara di rumah bapak AR terdapat sepuluh karung gabah
yang merupakan satu panen yang sudah dibagi dengan tetangganya yang
menggarap sawah.
57
5. Kendaraan
Kendaraan roda dua (motor) merk ShogunR yang dimiliki bapak AR
yang biasanya digunakan anak pertamanya untuk bekerja di toko stiker.
Bapak AR belum membelikan motor untuk anak keduanya karena baru saja
lulus SMK dan belum meminta dan belum terlalu membutuhkannya.
H. Kehidupan Keluarga Bapak AR
Bapak AR bersikukuh keluarganya adalah keluarga salafi. Salafi yang
beliau maksud adalah orang islam yang mengetahui ajaran keempat Imam
Madzhab yang masyhur dan berkembang di Indonesia. Imam Madzhab
tersebut adalah Imam Syafi‟i, Imam Ahmad bin Hanbal, Imam Hanafi, Imam
Maliki. Beliau mengikuti ajaran keempat Imam Madzhab tersebut dan yang
lebih banyak diikuti adalah ajaran dari Imam Syafi‟i karena sesuai dengan
ideologinya yang mengikuti ajaran Ahlus Sunnah Wal Jamaah.
Perkembangan keluarga salafi di Sumberejo adalah dimulai dari bapak
AR ini mengajak satu keluarganya. Karena bapak AR adalah seorang putra
dari seorang Kiai maka banyak orang-orang, keluarga dan warga di Desa
Sumberejo mengikuti ajarannya. Bapak AR sekarang juga merupakan seorang
tokoh agama di Desa Sumberejo.
58
Foto ketika berwawancara dengan narasumber:
Foto Narasumber dengan putra kedua dari istri pertama:
59
Foto narasumber, yaitu bapak AR (tengah) dengan anak pertama (kiri) dan
anak kedua (kanan) dari istri yang pertama:
60
BAB IV
POLIGAMI DALAM PERSPEKTIF KELUARGA BAPAK AR
A. Latar Belakang Poligami Bapak AR
Bapak AR memutuskan untuk melakukan poligami, yang pertama
karena termotivasi untuk belajar adil. Beliau juga berkeinginan merasakan
sebuah poligami yang disahkanoleh Allah SWT. Kemudian bapak AR juga
berkata, “Kedua, saya mempunyai tanggung jawab pada saat ingin melakukan
poligami, semata-mata menolong seseorang atau wanita yang perlu sangat
perlu sekali untuk ditolong. Pada saat itu misalkan saya mengetahui imannya
sangat lemah, ekonominya juga sangat lemah. Sehingga bagaiman saya untuk
membangkitkan ekonomi dan keimanan. Jadi, saya mengambil suatu
kebijaksanaan, dia harus dipoligami. Tanpa saya poligami kemungkinan besar
untuk meningkatkan kualitas keimanannya tidak bisa”.
Bapak AR juga mempunyai alasan yang terkuat mengapa beliau
memutuskan untuk poligami adalah untuk menaikkan keimanan istri yang
pertama. Beliau menambahkan, “Karena apa, faktor iman itu hanya dilandasi
dengan lima (5) kata, yaitu 1). Sabar, 2). Ngalah (Jawa), 3). Loman (Jawa), 4).
Narimo (Jawa), dan 5). Ikhlas. Iman yang kuat adalah saya ulangi lagi sabar,
narimo, ngalah, loman dan ikhlas. Dipoligami ikhlas tidak, narimo tidak. Ini
untuk menaikkan kualitasnya. Tanpa ada niat seperti itu tidak ada alasan yang
kuat untuk poligami”.
61
“Kalau hanya cukup hartanya itu bukan poligami yang disahkan oleh
Allah SWT. Poligami yang disahkan oleh Allah itu untuk mengangkat derajat
iman istri yang pertama. Bukan untuk menyengsarakan. Kalau hanya sebatas
kemampuan harta, misalkan karena sugih, penghasilanku lebih dari dua juta,
bahkan sampai dua puluh juta, sampai satu milyar. Itu semua untuk alasan
melakukan poligami belum cukup”, tambahnya.
Kedua, karena saya memiliki cita-cita untuk menaikkan iman istri saya
yang pertama, juga untuk menaikkan iman saya sendiri. Kenapa bisa? Bapak
AR mencontohkan, dengan mengangkat benda dipraktikkan dengan cara
mengajak saya. Kalau kita memiliki iman yang tinggi, namanya jodoh harus
seimbang. Biar seimbang bagaimana? Ayo kita angkat. Ringan sama dijinjing,
berat sama dipikul.Sama-sama mengangkat. Sama tidak derajatnya? Inilah
suami istri, harus memiliki kualitas yang sama di hadapan Allah SWT.
Dasarnya adalah sesuai dalam surat At-Tahrim [66]: 6:
انذجازج ػهيا يالئكح قدا ان اس ا هيكى از أ فسكى آيا قا أ ا ان ري غالظ يا أي
يا للا شداد ال يؼص يا يإيس يفؼه (5) أيسى
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu
dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu;
penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak
mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada
mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.
Beliau memaknai “Reksanen awakmu, awake dewe (Jawa) kualitas
imannya bagaimana, keluarga kita soko genine neroko (Jawa)”. Jika ini
mampu, kuat untuk menaikkan iman, istri pertama, kedua dan saya sendiri
62
maka anak-anak akan menjadi solih dan salihah. Tetapi kalau ini tidak mampu
maka anak pun yang akan menjadi korban. Kenapa demikian, alasannya saya
jelas. Kalau ini kualitas imannya tidak terangkat, pikirannya goyah, hatinya
goyah, sehingga akan mempengaruhi anak-anaknya.
Kalau istri yang kedua mampu adalah wajar, karena dia sudah siap dari
awal. Dia tahu saya sudah mempunyai anak dan istri. Baru istri yang pertama
ini belum tentu. Menyikapi yang demikian apa yang harus kita lakukan selain
dari pada pasrah dan tawakal kepada Allah SWT, maka istri yang pertama
akan mampu. Bapak AR juga mengetahui kalau saya melihat prosesi nikah
sirrinya. Awalnya istri pertama berontak, lambat laun, di tengah perjalanan,
step by step akhirnya mampu menerima.52
”Proses awal saya bisa poligami adalah pada waktu itu sekitar delapan
tahun yang lalu tepatnya tahun 2008, saya bertemu dengan seseorang yang
sangat perlu ditolong sekali, kemudian dia fakir sekali, miskin sekali, tidak
mempunyai pekerjaan dan tidak mempunyai penghasilan. Dia
dikesampingkan oleh suaminya, tidak terurus. Alasan terkuat saya, dia
menikahnya itu tidak sah karena sudah mempunyai suami direbut. Jadi dalam
jangka punya suami terhadap orang lain dan ini direbut oleh lelaki yang
kedua”, katabapak AR. Bapak AR yang menengahi setelah suami yang
pertama tadi melepas dan suami yang merebut tadi tidak bertanggungjawab.
52
Wawancara, 3 Juni 2016.
63
Peneliti menanyakan kepada bapak AR bagaiman konsep bapak
mengatur keluarga terutamadalam hal keadilan?
Masalah keadilan sebetulnya urusan poligami itu hanya milik
Allah SWT semata. Sedangkan keadilan yang tertera pada poligami itu
sesuai dengan kemampuan manusianya masing-masing, dalam rangka
seadil-adilnya, jangan sampai membedakan antara istri kesatu dengan
istri kedua. Atau sebaliknya istri yang kedua dengan istri yang kesatu.
Sama dengan halnya kita mempunyai anak lebih dari satu, dua,
tiga dan empat. Melakukan anak dan istri harus sama dan bijaksana.
Keadilan itu sama. Kalau anak itu misalnya diberi uang saku seribu,
yang kedua juga seribu. Pada saat sesuai kebutuhan masing-masing.
Misalkan pada saat SD, anak pertama diberi uang saku seribu
rupiah, maka anak yang kedua juga harus diberi seribu rupiah. Tapi
perbedaannya dalam hal mereka melanjutkan ke sekolah lanjutan,
karena kebutuhan sudah berbeda. Bisa jadi uang sakunya menjadi dua
ribu rupiah atau lima ribu rupiah karena ditambah kebutuhan
transportasi. Itulah perbedaannya. Apakah itu adil? Adil. Sesuai
dengan kebutuhan.53
Begitu pula poligami dengan istri yang pertama, harus seadil
adilnya dalam hal nafkah. Baik itu nafkah dhohir (lahir) dan nafkah
batin. Harus bersikap adil atau bijaksana. Seperti halnya seorang
Hakim. Hakim itu juga sama dalam hal mengadili. Tidak pandang bulu
53
Wawancara, 8 Juni 2016
64
baik itu anak sendiri, sama saudara sendiri atau orang lain. Kalau
selama itu dia melakukan kesalahan juga harus divonis. Kalau keadilan
yang sebenarnya, yang hakiki adalah hanya milik Allah SWT.54
Dalam hal menggauli istri, istri pertama satu hari, maka istri
kedua pun juga harus satu hari. Kalau istri yang kedua dua hari, maka
istri yang pertama pun juga dua hari. Keseimbangan itu pun tidak bisa
maksimal seperti keadilan sesungguhnya sesuai kehendak Allah SWT.
“Yang namanya istri adalah jodoh. Jodoh nanti ketemunya adalah
sama, seimbang sampai dunia dan akhirat. Bukan semata-mata untuk
kenikmatan di dunia saja. Bukan untuk pelampiasan nafsu. Kalau untuk
pelampiasan nafsu, semua orang mampu. Ini yang kebanyakan orang
tidak mampu, yaitu untuk menaikkan kualitas iman. Yang rata-rata
manusia tidak tahu. Rata-rata orang melakukan poligami untuk
pelampiasan nafsu. Misalkan karena istriku yang pertama kurang
cantik, kurang sabar, kurang santun, kurang taat. Makanya mereka
mencari pelampiasan ke orang lain.”, tambahnya.
Bapak AR warga Desa Sumberejo Kecamatan Pabelan
Kabupaten Semarang mengungkapkan bahwa melakukan poligami
adalah dalam rangka untuk merasakan yang namanya keadilan dan
semata-mata untuk menaikkan iman istri yang pertama, kedua dan
bapak AR sendiri. Bapak AR menikah dengan istri yang pertama pada
tahun 1990, kemudian menikah lagi pada tahun 2008.
54
Wawancara dengan bapak AR pada hari rabu 1 Juni 2016 pada pukul 19.30 (habis sholat isya‟
berjamaah)
65
Bapak AR melakukan poligami adalah pada waktu itu sekitar
delapan tahun yang lalu tepatnya tahun 2008.Bapak AR bertemu
dengan seseorang yang sangat perlu ditolong sekali, ibu MN fakir
sekali, miskin sekali, tidak mempunyai pekerjaan dan tidak mempunyai
penghasilan. Ibu MN dikesampingkan oleh suaminya dan tidak terurus.
Alasan terkuat bapak AR mempoligami ibu MN adalah karena
menikahnya ibu MT dengan suami sebelumnya itu tidak sah karena
sudah mempunyai suami dan direbut. Jadi dalam jangka punya suami
terhadap orang lain dan ini direbut oleh lelaki yang kedua. Bapak AR
yang menengahi setelah suami yang pertama tadi melepas dan suami
yang merebut tadi tidak bertanggungjawab.
B. Konsep Penataan Keluarga Sakinah Bapak AR
1. Dalam Hal Kehidupan Ekonomi
Bapak AR berusaha berlaku adil terhadap kedua istrinya dan
anak-anaknya. Beliau mengutarakan bahwa sebetulnya urusan poligami
itu hanya milik Allah SWT semata. Sedangkan keadilan yang tertera
pada poligami itu sesuai dengan kemampuan manusianya masing-
masing, dalam rangka seadil-adilnya, beliau tidak membedakan antara
istri kesatu dengan istri kedua. Atau sebaliknya istri yang kedua dengan
istri yang kesatu.
Gambaran beliau bapak AR dalam menafkahi anak-anaknya dan
kedua istrinya yaitu sama halnya kita mempunyai anak lebih dari satu,
66
dua, tiga dan empat. Melakukan anak dan istri harus sama dan
bijaksana. Keadilan itu sama. Kalau anak itu misalnya diberi uang saku
seribu, yang kedua juga seribu, sesuai kebutuhan masing-masing.
Misalkan pada saat SD, anak pertama diberi uang saku seribu
rupiah, maka anak yang kedua juga harus diberi seribu rupiah. Tapi
perbedaannya dalam hal mereka melanjutkan ke sekolah lanjutan,
karena kebutuhan sudah berbeda. Bisa jadi uang sakunya menjadi dua
ribu rupiah atau lima ribu rupiah karena ditambah kebutuhan
transportasi. Itulah perbedaannya. Adil yang sesuai dengan kebutuhan.
Begitu pula poligami dengan istri yang pertama, harus seadil-
adilnya dalam hal nafaqoh. Baik itu nafaqoh dhohir (lahir) dan nafaqoh
batin. Harus bersikap adil atau bijaksana. Seperti halnya seorang
Hakim. Hakim itu juga sama dalam hal mengadili. Tidak pandang bulu
baik itu anak sendiri, sama saudara sendiri atau orang lain. Kalau
selama itu dia melakukan kesalahan juga harus divonis. Kalau keadilan
yang sebenarnya, yang hakiki adalah hanya milik Allah SWT.
Dalam hal menggauli istri, istri pertama satu hari, maka istri
kedua pun juga harus satu hari. Kalau istri yang kedua dua hari, maka
istri yang pertama pun juga dua hari. Keseimbangan itu pun tidak bisa
maksimal seperti keadilan sesungguhnya sesuai Allah SWT.
67
2. Maghligai Rumah Tangga
a. Bapak AR Dengan Istri Pertama
Bapak AR dalam menjalin hubungan berkeluarga dengan Ibu
MS sudah cukup lama. Sekitar dua puluh enam tahun lamanya
hidup berkeluarga dan sudah dikaruniai tiga orang anak.
“Tentunya dalam berkeluarga kami sekarang selalu bekerja
sama”, kata bapak AR. Beliau menambahkan juga bahwa, sekarang
yang kami utamakan adalah masa depan anak-anak kami. Kami
berikan bekal mereka ilmu dengan pendidikan yang cukup. Ilmu
yang akan menjaga kita, tetapi harta yang harus kita jaga.
Pekerjaan yang dilakukan antara bapak AR dengan ibu MS
adalah berjualan secara bersama-sama.Mereka berjualan sembako
dan jajanan snack di Pasaraya dengan menggunakan mobil
carrynya.Kemudian setelahsampai di rumah Sumberejo, para
tetangga ataupun pedagang kecil-kecil mengambil dari rumah
bapak AR. Bisa dikatakan pasangan romantis.
Kemudian untuk bimbingan dalam hal ibadah juga bisa
dikatakan romantis dan harmonis.Peneliti pada waktu itu
wawancara di bulan ramadhan, bapak AR dan ibu MS serta anak-
anaknya pada sholat tarawih di masjid.Bapak AR juga mendapat
jadwal sebagai imam sholat tarawih di masjid.
68
Penempatan kamar untuk anak-anak bapak AR juga sudah
disendirikan.Penataan rumah yang leter L terlihat lebih
rapi.Keharmonisan dan kerja sama yang baik peneliti waktu
wawancara kedua pada malam hari sehabis sholat isya‟ juga, bapak
AR dan ibu MS sedang membuat kerajian atau karya tangan yaitu
membuat besek (wadah) tempat ikan bandeng, ketika sudah banyak
ada pedagang yang mengambil dan membelinya langsung datang
ke Sumberejo.
b. Bapak AR Dengan Istri Kedua
Bapak AR menikahi Ibu MT pada tahun 2008. Kurang lebih
sudah delapan tahun lamanya bapak AR dalam menjadi kepala
keluarga. Bapak AR selalu berusaha memberi yang terbaik buat
istri dan anak-anaknya. Walaupun bukan anak darah dagingnya,
beliau bapak AR masih mempunyai belas kasihan.
Nafkah lahir yang utama adalah nafkah lahir yang bapak AR
berikan sekira cukup untuk beberapa hari beliau tinggal di istri
pertama ibu MS. “Nafkah batin tentu ketika jatah hari saya di istri
saya yang kedua, tentu tanpa saya jelaskan secara detail anda sudah
paham”, penjelasan bapak AR.
Ketika mengantar belanja (kulakan) di Pasaraya dengan ibu
MS, bapak AR juga pernah minta izin untuk menengok ibu MN
yang di daerah pasar sapi.Kerukunan bisa terlihat kebersamaanya
ketika ibu MN sakit di rumah, setelah belanja sempat bapak AR
69
mengajak ibu MS untuk menjenguk ibu MN. Sengaja bapak AR
tidak menjadikan satu atap di Sumberejo.
3. Tanggung Jawab Terhadap Anak-Anak
a. Anak-anak Bapak AR dengan Ibu MS
Sudah bisa dikatakan orang tua yang bertanggungjawab
terhadap putra-putrinya. Buktinya Bapak AR dan Ibu MS bisa
menyekolahkan anaknya sampai tamat sekolah menengah atas.
Anak pertama berjenis kelamin laki-laki adalah kelahiran tahun
1991. Sekarang sudah bekerja di toko yang menjual stiker-stiker
untuk sepeda motor. Memproduksi stiker dan service dalam
pemasangan di motor-motor dan sepeda onthel. Anak kedua
juga berjenis kelamin laki-laki yang bernama AK55
. Mas AK
baru saja lulus Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di tahun
2016 ini. Sembari menunggu ijazahnya keluar dia sudah
magang di bengkel tetangganya karena sesuai jurusan mas AK
yaitu otomotif. Anak ketiganya adalah berjenis kelamin
perempuan yang pada tahun 2016 ini naik kelas enam (6)
Sekolah Dasar (SD).
Kesalafian di keluarga bapak AR sangat dijaga. Prinsip
anak harus belajar di pesantren yang salaf merupakan suatu
keharusan. Pondok Salafi yang mengkaji kitab-kitab kuning
yang mana sangat mendalami dalam hal ilmu fikih. Karena
55
AK merupakan nama singkatan. Anak kedua bapak AR dengan istri pertama.Umurnya 18 tahun
di tahun 2016 ini.
70
bapak AR sebagai kepala keluarga sangat prihatin di jaman
globalisasi seperti sekarang. Ketika anak-anak tidak dibentengi
dengan ilmu-ilmu agama, iman yang kuat khawatir akan
terbawa arus globalisasi. Dampak globalisasi yang begitu
memprihatinkan terutama kemajuan teknologi.
b. Anak-anak Bapak AR dengan Ibu MN
Selama menjalin hubungan kekeluargaan dengan ibu
MN bapak AR tidak dikaruniai anak, mungkin belum. Motivasi
utama bapak AR menikahi ibu MT adalah bukan untuk
mendapat keturunan yang banyak. Sudah saya jelaskan di atas
tentang alasan terkuat beliau.
Ketika dinikahi bapak AR ibu MN sudah mempunyai
seorang anak laki-laki dan waktu itu sudah Sekolah Menengah
Atas (SMA). Tentu bapak AR waktu itu membatu biayanya
sampai lulus SMA. “Anak saya sekarang sudah bekerja dan
untuk doa yang terbaik saya terus berikan untuk yang terbaik
untuk anak-anak saya”, kata bapak AR.
4. Pengelolaan Konflik
Keluarga adalah sangat berharga, di dalam keluarga dapat
menjadi tempat bagi kita untuk bisa merasakan suka cita, di dalam
keluarga cinta kasih dapat diajarkan, dan di dalam keluarga Allah
bisa hadir. Keluarga yang harmonis konflik di antara anggota
71
keluarga tidak jarang terjadi, penyebabnya bisa bermacam-macam.
Terkadang konflik yang terjadi dapat semakin menguatkan ikatan
dalam keluarga, tetapi tak jarang juga yang berujung dengan
permusuhan jangka panjang yang tak kunjung menemukan solusi
untuk mengatasinya.
Allah SWT tidak pernah menginginkan umat-Nya saling
terlibat dalam konflik, apalagi jika dilakukan dalam keluarga.
Kehidupan ini hendaknya senantiasa selalu diisi dengan
kebahagiaan, namun jika pertikaian dalam keluarga tak dapat
dihindarkan bersedialah untuk mengalah, kendalikan emosi, segera
untuk menyelesaikannya, jangan biarkan berlarut-larut.
Pernah terjadi beberapa kesalahpahaman terhadap istri
pertama yaitu ibu MS dan istri kedua yaitu ibu MN, diantaranya:
1. Kadang merasa tidak dihargai
Ada kalanya kurangnya rasa kasih diantara istri pertama dan
kedua. Kadang diantara mereka merasa tidak dihargai. Alih-
alih ingin merasa dihargai, maka suami mencoba untuk terlebih
dahulu menghargai istri, lunakan ego dan berusaha sekuat
tenaga untuk menghargainya. Suami harus bisa menjadi
pembawa perubahan terhadap situasi yang selama ini sudah
terjadi dalam keluarga.
72
2. Kecemburuan
Kecemburuan di dalam keluarga itu bisa menunjukkan adanya
rasa cinta yang dalam di dalam keluarga. Kenalilah dengan
baik hal-hal apa saja yang membuat kita merasa iri, daripada
mencemburui kita alangkah lebih baik menggali potensi diri
kita sendiri dan berusaha menampilkan keunikan kita dengan
sebaik mungkin, intinya kita harus percaya diri dengan apa
yang kita miliki.
3. Komunikasi kadang tidak lancar
Komunikasi yang terjalin dengan baik di dalam sebuah
keluarga adalah satu hal yang sangat penting untuk terciptanya
keharmonisan, namun bila komunikasi antara suami dan istri
atau orang tua dengan anak-anak tidak berjalan lancar, maka
keluarga tersebut tidak akan bisa bertahan. Maka suami
seorang kepala keluarga, sebagai "nahkoda" dalam sebuah
rumah tangga adalah pemegang pucuk pimpinan, dan
semestinya suami seharusnya bertanggung jawab dalam
terciptanya komunikasi yang lancar antar istri pertama dan
kedua.
73
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Latar belakang bapak AR melakukan poligami adalah untuk merasakan
yang namanya keadilan, menolong ibu MN, meningkatkan iman ibu
MS, ibu MN dan bapak AR sendiri. Mempelajari dan mentaati ajaran
syariat agama Islam tentu suatu kewajiban seorang yangberagama
Islam. Bapak AR termasuk seseorang yang berbeda dengan yang
lainnya, apa yang dilakukannya bisa dibilang irrasional (khariq al-
„adah), melihat keterangannya ketika belajar di Kudus, dia berangkat
dari Purwodadi setiap malam Jum‟at dengan berjalan kaki.
2. Konsep penataan keluarga bapak AR adalah melakukan pemerataan
keadilan dalam hal nafakah dan waktu bermalam.Sengaja tidak
dijadikan satu atap antara istri pertama dengan istri kedua karena
untukmengantisipasi terjadinya perselisihan yang tidak terduga jika
bapak AR tidak berada di rumah.
B. Saran
1. Pelaku Poligami
a. Suami
Mengajarkan kepada orang-orang yang inginberpoligami atau yang
sudah berpoligami, untuk memahami bagaimana konsep adil dalam
74
perkawinan poligami secara benar.Setelah menikah istri kedua
secara sirri, hendaknya pernikahannya segera dicatatkan di Kantor
Urusan Agama (KUA) dan izin Pengadilan Agama (PA) terlebih
dahulu.
b. Istri
Memberikan panutan yang baik kepada para istri dalam
menghadapi persoalan hidup yang dihadapi, serta menjadi contoh
yang baik bagi para pelaku lainnya.
C. Kata Penutup
Demikian skripsi ini kami buat semoga dapat dijadikan suatu
pembelajaran serta saran ilmu pengetahuan dimasa yang akan datang.
Wallahu a‟lam Bi al-showwāb.
75
DAFTAR PUSTAKA
Aderus, Andi. 2011. Karakteristik Pemikiran Salafi di Tengah Aliran-Aliran
Pemikiran Keislaman. Jakarta: Kementerian Agama RI.
Al-Sabuny, Abu Usman Ismail bin Abd Rahman. 1325 H. Aqidah al-Salaf. Kairo: al-
Kurdy.
Al-Sailiy, Sayyid Abdul Aziz. 1993. al-Aqidah al-Salafiyah baina al-Imam Ibn
Hanbal wa al-Imam Ibn Taimiyyah. Kairo: Dar al-Manar.
Arikunto. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT
Rineka Cipta.
Azwar, S. 2007. Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar Offset.
Engineer, Asghar Ali. 2003. Pembebasan Perempuan. Yogyakarta: LKIS.
Idahram, Syaikh. 2011. Ulama Sejagad Menggugat Salafi Wahabi. Yogyakarta:
Pustaka Pesantren.
Mulia, Siti Musdah. 2004. Islam Menggugat Poligami. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Musfir Al-Jahrani, Musfir. 1996. Poligami dari Berbagai Persepsi. Jakarta: Gema
Insani Press.
Nasution, Khoiruddin. 1996. Riba dan Poligami: Sebuah Studi atas Pemikiran
Muhammad Abduh. Jakarta: Pustaka Pelajar.
Nazir, Moh. 1988. MetodePenelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Partanto, Pius A. & al-Barry, M. Dahlan. 1994. Kamus Ilmiah Populer. Arkola:
Surabaya.
Poerwadarminto, WJS. Kamus Umum Bahasa Indonesia.
Syifa, Emma Nayly. 2011. Perkawinan Poligami Menurut Hukum Islam dan
Perundang-undangan di Indonesia: Studi Kasus Pelaku Poligami di
Desa Suruh Kec. Suruh Kab. Semarang 2011. Skripsi Jurusan Syari‟ah
STAIN Salatiga: Salatiga.
Yunus, Mahmud. 2010. Kamus Arab Indonesia. Ciputat: PT. Mahmud Yunus Wa
Dzurriyyah.
76
Zuhdi, Masjfuk. 1989. MasailFiqhiyyah. Jakarta: CV. Haji Masagung.
_____________. 1996. Masail Fiqhiyah-Kapita Selekta Hukum Islam. Jakarta: PT
Toko Gunung Agung.
77
78
DAFTAR NILAI SKK
Nama : SUNARNOTO
NIM : 211.11.022
Fakultas/Jurusan : Syariah/Ahwal al-Syakhshiyyah (AS)
Pembimbing Akademik (PA) : Ibu Evi Ariyani, M.H.
NO. JENIS KEGIATAN PELAKSANAAN JABATAN NILAI
1. Piagam Penghargaan-Orientasi
Pengenalan Akademik dan
Kemahasiswaan (OPAK),
dengan Tema “Revitalisasi
Gerakan Mahasiswa di Era
Modern Untuk Kejayaan
Indonesia” oleh Dewan
Mahasiswa (DEMA) STAIN
Salatiga.
20-22 Agustus 2011 Peserta 3
2. Sertifikat-Achievement
Motivation Training (AMT),
dengan Tema “Membangun
23 Agustus 2011 Peserta 2
79
Mahasiswa Cerdas Emosi,
Spiritual, dan Intelektual” oleh
STAIN Salatiga.
3. Piagam Penghargaan-Orientasi
Dasar Keislaman (ODK),
dengan Tema “Menemukan
Muara Sebagai Mahasiswa
Rahmatan Lil Alamin” oleh
STAIN Salatiga.
24 Agustus 2011 Peserta 2
4. Sertifikat-Seminar
Entrepreneurship dan Koperasi
oleh Koperasi Mahasiswa
(KOPMA) & Kajian Study
Ekonomi Islam (KSEI)
STAIN Salatiga.
25 Agustus 2011 Peserta 2
5. Sertifikat-User Education
(Pendidikan Pemakai) oleh
UPT Perpustakaan STAIN
Salatiga.
19 September 2011 Peserta 2
6. Sertifikat Penghargaan-
Kegiatan Malam Keakraban
(MAKRAB) Mahasiswa
Syariah, dengan Tema
8 Oktober 2011 Peserta 2
80
“Bertajuk Semalam Sehati”
oleh Himpunan Mahasiswa
Jurusan (HMJ) Syariah
STAIN Salatiga.
7. Piagam Penghargaan-Kegiatan
IBTIDA‟ Lembaga Dakwah
Kampus (LDK) Darul Amal
STAIN Salatiga, Dengan
Tema “Muslim Diary-Catatan
Harian Mahasiswa Rabbani”.
8-9 Oktober 2011 Peserta 3
8. Sertifikat-Seminar Ekonomi
Islam, dengan Tema “Peran
Ekonomi Islam Dalam
Mengatasi Krisis Ekonomi
Global” oleh Jurusan Syariah
STAIN Salatiga.
14 Januari 2012 Peserta 2
9. Piagam Penghargaan-
Pelatihan Sholat Khusyu‟di
Biro Konsultasi Psikologi
“TAZKIA” Majelis Doa
Mawar Allah STAIN Salatiga.
29 Januari 2012 Peserta 3
10. Piagam Penghargaan-TEKAD
1,dengan Tema “Meniti Jalan
11-12 Februari 2012 Peserta 2
81
Dakwah Menuju Ruhyah
Sejati” oleh LDK Darul Amal
STAIN Salatiga.
11. Piagam Penghargaan-Masa
Penerimaan Anggota Baru
(MAPABA), dengan Tema
“Revormulasi Nalar
Organisasi Menuju Kesadaran
Kolektifitas Berorganisasi”
oleh Pergerakan Mahasiswa
Islam Indonesia (PMII)
Komisariat Joko Tingkir
Salatiga.
23-25 Maret 2012 Peserta 3
12. Sertifikat-Seminar dengan
Tema “Urgensi Media dalam
Mencerahkan Umat” oleh
LDK Darul Amal STAIN
Salatiga.
30 April 2012 Pesetrta 2
13. Piagam Penghargaan-
Pelatihan Advokasi, dengan
Tema “Anggaran Percepatan
Pembanguna dan
Kesejahteraan Masyarakat
16-17 Mei 2012 Peserta 3
82
Kota Salatiga” oleh DEMA
dan HMJ Syariah STAIN
Salatiga.
14. Piagam Penghargaan-
SEMINAR NASIONAL
Ekonomi Syariah, dengan
Tema “Ekonomi Syariah:
Bukan Ekonomi Biasa-
Penerapan Nilai-Nilai Syariah
dalam Praktik Perekonomian”
oleh KSEI STAIN Salatiga.
2 Juni 2012 Peserta 6
15. Sertifikat-Panitia
Akhirussanah Ma‟had STAIN
Salatiga 2012.
7 Juni 2012 Panitia 2
16. Piagam Penghargaan-Kegiatan
Public Hearing II, dengan
Tema “Evaluasi Kinerja
Lembaga Menanggapi Public
Hearing I” oleh Senat
Mahasiswa (SEMA) STAIN
Salatiga.
20 Juni 2012 Peserta 2
17. Certificate-PYRAMID
ENGLISH COURSE.
10 Juli-9 Agustus
2012
Peserta 3
83
18. Surat Keputusan (SK) Ketua
STAIN Salatiga, Tentang
Pengangkatan Panitia OPAK
Jurusan Syariah STAIN
Salatiga tahun 2012.
8 September 2012 Panitia 2
19. Piagam Penghargaan-Panitia
Orientasi Mahasiswa Syariah
(ORMAS), dengan Tema
“Membangun Pribadi
Mahasiswa Melalui Analisa
Sosial Ke-Syariah-an” oleh
HMJ Syariah STAIN Salatiga.
9 September 2012 Panitia 2
20. Sertifikat-MAPABA PMII
Joko Tingkir Salatiga 2012,
dengan Tema “Membangun
Militansi Kader Menuju
Mahasiswa yang Ideal”.
05-07 Oktober 2012 Panitia 3
21. Sertifikat-Dialog Publik dan
Silaturahim Nasional, dengan
Tema “Kemanakah Arah
Kebijakan BBM? Mendorong
Subsidi BBM untuk Rakyat”
oleh PMII Kota Salatiga.
10 November 2012 Panitia 6
84
22. Surat Keputusan (SK) Ketua
STAIN Salatiga, Tentang
Pengangkatan Anggota
Komisi Pemilihan Umum
Mahasiswa (KPUM) STAIN
Salatiga Tahun 2012.
20 November 2012 Anggota 4
23. Sertifikat-Lomba Karya Tulis
Ilmiah Tingkat Perguruan
Tinggi Negeri (PTN) Se-
Indonesia, dengan Tema
“Membangun Pendidikan
Moral Berkarakter Ulul Albab
Sebagai Pilar Kebangkitan
Bangsa” oleh Keluarga Besar
Mahasiswa Bidik Misi
(KBMB) Universitas Islam
Negeri (UIN) Maulana Malik
Ibrahim Malang.
13 Maret 2013 Peserta -
24. Piagam Penghargaan-JUARA
HARAPAN II Lomba Karya
Tulis Ilmiah Tingkat PTN Se-
Indonesia, dengan Tema
“Membangun Pendidikan
13 Maret 2013 Juara Harapan
II
4
85
Moral Berkarakter Ulul Albab
Sebagai Pilar Kebangkitan
Bangsa” dalam rangka Acara
Dies Natalis KBMB UIN
Maulana Malik Ibrahim
Malang.
25. Sertifikat-Konggres
Mahasiswa Bidik Misi
Perguruan Tinggi Agama
Islam Negeri (PTAIN) Se-
Indonesia, dengan Tema
“Menggapai Asa, Meraih
Prestasi, dan Mewujudkan
Generasi Emas Indonesia
Bersama Bidik Misi” oleh
KBMB UIN Maulana Malik
Ibrahim Malang.
14-17 Maret 2013 Peserta 3
26. Sertifikat-SEMINAR
NASIONAL, dengan Tema
“Membangun Pendidikan
Moral Berkarakter Ulul Albab
Sebagai Pilar Kebangkitan
Bangsa” oleh UIN Maulana
16 Maret 2013 Peserta 6
86
Malik Ibrahim Malang.
27. Surat Keputusan (SK) Ketua
STAIN Salatiga, Tentang
Penyelenggara Pendidikan
Pers Mahasiswa Tingkat Dasar
(PPMTD) STAIN Salatiga
tahun 2013.
3 April 2013 Panitia 2
28. Sertifikat-Pelatihan Jurnalistik
Tingkat Lanjut (PJTL), dengan
Tema “Idealisme Mahasiswa
Sebagai Modal Utama
Penggerak Jurnalistik
Kampus” oleh Lembaga Pers
Mahasiswa (LPM) DinamikA.
6-7 April 2013 Panitia 3
29. Sertifikat-SEMINAR
NASIONAL Dan DIALOG
PUBLIK, dengan Tema
“Minimnya Pasokan Energi
Dalam Negeri; Pembatasan
Subsidi BBM Dan Peran
Masyarakat Dalam
Penghematan Energi” oleh
HMJ Tarbiyah & Syariah
20 April 2013 Peserta 6
87
STAIN Salatiga.
30. Sertifikat-MILAD XI, dengan
Tema “Satukan Cinta dalam
Dekapan Ukhuwah Menuju
Umat Madani” oleh Panitia
MILAD XI LDK Darul Amal
STAIN Salatiga.
14 Juni 2013 Panitia 2
31. Sertifikat-SEMINAR
NASIONAL Dan DIALOG
PUBLIK, dengan Tema
“Penyesuaian Harga BBM
Bersubsidi” oleh HMJ Syariah
STAIN Salatiga.
27 Juni 2013 Peserta 6
32. Surat Keterangan-Kegiatan
“Penguatan Rekonsiliasi
Elemen Masyarakat dalam
rangka Peningkatan Wawasan
Kebangsaan” oleh Badan
Kesatuan Bangsa Politik dan
Perlindungan Masyarakat
Provinsi Jawa Tengah.
28 Agustus 2013 Peserta 2
33. Sosialisasi Pancasila, Undang-
Undang Dasar (UUD) Negara
24 Oktober 2013 Peserta 6
88
Republik Indonesia Tahun
1945, Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI)
dan Bhinneka Tunggal Ika
oleh Majelis Permusyawaratan
Rakyat Republik Indonesia
(MPR-RI).
34. Sertifikat-Sosialisasi 4 Pilar
Kebangsaan Dan SEMINAR
NASIONAL, dengan Tema “4
Pilar Kebangsaan Untuk
Mempertegas Karakter Ke-
Indonesiaan” oleh MPR RI
dan Ikatan Pelajar Nahdlatul
Ulama (IPNU).
24 Oktober 2013 Peserta 6
35. Sertifikat-Pelatihan Kaligrafi
Lukis oleh Jam‟iyyatul Qurra‟
wal Huffadz (JQH) STAIN
Salatiga.
14 Desember 2013 Peserta 3
36. IJAZAH-Kursus Pembina
Pramuka Mahir Tingkat Dasar
(KMD) oleh Gerakan Pramuka
Kwartir Cabang Kota Salatiga-
03-08 Maret 2014 Peserta 3
89
Pusat Pendidikan dan
Pelatihan Gerakan Pramuka
Kota Salatiga.
37. Sertifikat-Public Hearing,
dengan Tema “STAIN Menuju
IAIN Dari Mahasiswa Oleh
Mahasiswa Untuk
Mahasiswa” oleh SEMA 2014
STAIN Salatiga.
10 Juni 2014 Peserta 3
38. Sertifikat-Gerakan Santri
Menulis Sarasehan Jurnalistik
Ramadhan 2014 oleh Suara
Merdeka.
8 Juli 2014 Peserta 2
39. Sertifikat-Rebana dalam
Gebyar Seni Qur‟aniyy (GSQ)
Umum VI Se-Jawa Tengah,
dengan Tema “Aktualisasi
Makna dan Syi‟ar Al-Qur‟an
sebagai Sumber Inspirasi”
oleh JQH Al-Furqon STAIN
Salatiga.
5 November 2014 Peserta 2
40. Surat Pengesahan Pimpinan
Pusat (PP) IPNU Tentang
22 Desember 2014 Pengurus 4
90
Susunan Pengurus Pimpinan
Cabang IPNU Kabupaten
Boyolali Masa Khidmat 2014-
2016.
41. Sertifikat-Masa Kesetiaan
Anggota (MAKESTA) PC
IPNU oleh PC IPNU Kab.
Boyolali.
10-11 Mei 2015 Peserta 3
42. Sertifikat-Seminar Bisnis
Online dalam Acara Festival
Seni dan Olah Raga oleh
Badan Eksekutif Mahasiswa
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Islam IAIN Surakarta.
20 Mei 2015 Peserta 2
43. Sertifikat-WORKSHOP
Pengembangan Desain Modul
Pendidikan Toleransi, HAM
dan Perdamaian di Pesantren
oleh Center for the Study for
Religion and Culture (CSRC)
UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta dan Konrad-Adenauer-
Stiftung (KAS) dengan
24 Mei 2015 Peserta 2
91
dukungan bantuan hibah Uni
Eropa.
44. Sertifikat-Latihan Kader Muda
(LAKMUD) PC IPNU oleh
PC IPNU Kabupaten Sragen.
29-31 Mei 2015 Peserta 3
45. Sertifikat-SEMINAR
NASIONAL dengan Tema
“Peran Mahasiswa Syariah
dan Hukum dalam
Pembangunan Bangsa” oleh
DEMA Fakultas Syariah IAIN
Salatiga.
27 Juni 2015 Peserta 8
46. Sertifikat-Pelatihan
Manajemen TPQ dengan
Tema “Mendongeng Cerita
Islam dan Membuat Alat
Peraga Edukatif (APE)” oleh
Youth Association of
Bidikmisi Limardlotillah (Ya
Bismillah) IAIN Salatiga.
04 Juli 2015 Peserta 3
47. Sertifikat-PEMATERI dalam
acara Pesantren Kilat 1436 H
di SMP Negeri 1 Salatiga.
7-8 Juli 2015 Pemateri 3
92
93
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Data Pribadi
Nama : SUNARNOTO
Jenis kelamin : Laki-laki
Tempat, : Boyolali, 13 Desember 1993
tanggal lahir
Kewarganegaraan : Indonesia
Status perkawinan : Belum menikah
Tinggi, berat badan : 165 cm, 53 kg
Kesehatan : Baik
Agama : Islam
Alamat asal : Ngaren RT/RW 002/001, Kec. Juwangi, Kab. Boyolali
Alamat tinggal : Sanggrahan, Tingkir Lor, Tingkir, Salatiga
(Pon. Pes Al-Ishlah Tingkir Lor)
HP : 0899 5623 568 / 085.800.675.933
E-mail : sunar131293@yahoo.co.id
Pendidikan
>>Formal
- TK Tunas Rimba II Telawa (Lulus Tahun 1999)
- SD N 1 Ngaren, Juwangi (Lulus Tahun 2005)
- MTs Nurul Islam Juwangi, Boyolali (Lulus Tahun 2008)
94
- MA Negeri Suruh, Kab. Semarang (Jurusan IPA) (Lulus Tahun 2011)
- IAIN Salatiga (Lulus Tahun 2016)
>>Non Formal
- Madrasah Diniyyah Awaliyyah Desa Ngaren
- Madrasah Diniyyah Darul Ulum Suruh
- Pon. Pes Tarbiyatul Muballighin Reksosari, Suruh
- Pon. Pes Al-Ishlah Tingkir Lor, Salatiga
- Kursus Bahasa Inggris di Pare, Kediri
Prestasi Yang Pernah Diraih
- Juara Harapan II Lomba Karya Tulis Ilmiah (LKTI) Perguruan Tinggi
Negeri (PTAIN) Se-Indonesia
- Penerima Beasiswa Bidik Misi
Kemampuan
1. Kemampuan Komputer (MS Word, MS Excel, MS Power Point)
2. Kemampuan Internet
Organisasi
- Pengurus Cabang (PC) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII)
Kota Salatiga
- Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) DinamikA IAIN Salatiga
- Lembaga Dakwah Kampus (LDK) Darul Amal IAIAN Salatiga
- Pimpinan Cabang (PC) Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) Kab.
Boyolali