Post on 06-Dec-2015
description
Trimetil kitosan klotida (TMC)/ Fe (III) Nanopartikel
sebagai Anion Exchanger pada Pemisahan Polifenol dan
Protein dalam Biji Kokoa
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah yang dibimbing oleh
Dr. Ani Mulyasuryani, Ms.
Disusun oleh :
Ayu Rahayu Anggraeni
125090200111047
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2015
Pendahuluan
Kakao merupakan salah satu hasil pertanian utama di Indonesia. Biji kakao yang biasa
diolah pada umumnya mengandung 54 % lemak (asam oleat, asam strearat, asam palmiat,dan
lainnya), 31 % karbohidrat (glukosan dan serat), 11 % protein (arginin, glutamin, dan leusin),
3 % polifenol (flavanol dan proansianidin) dan kurang dari 1 % mineral (Zack, 2012). Kakao
mengandung senyawa polifenol, yang dapat bertindak sebagai antioksidan yang bermanfaat
bagi kesehatan manusia. Kelompok senyawa polifenol yang banyak terdapat pada kakao
adalah flavonoid golongan flavanol. Flavanol umumnya terdapat dalam bentuk senyawa
tunggal seperti katekin dan epikatekin dan juga berbentuk senyawa oligomer seperti
prosianidin (Paembong, 2012)
Gambar 1. Struktur Catechin, Epicatechin, dan Prosianidin (Kofink, Papagianopoulos,
& Galensa, 2007)
Ekstraksi senyawa polifenol telah dilakukan dengan berbagai cara diantaranya ekstraksi
konvensional (ekstraksi cai-cair) dan dengan kromatograficair kinerja tinggi, HPLC (Budi,
2005; Jin dan Row, 2007). Ekstraksi cair-cair merupakan metode yang paling sering
digunakan dikarenakan memiliki tidak membutuhkan instrumentasi yang rumit (Budi, 2005)
dan memiliki tingkat perolehan yang baik yaitu sekitar (72-76%) (Ritter, Zimmermann, &
Galensa, 2009). Metode ekstraksi fasa padat, SPE, dapat digunakan sebagai metode alernatif
2
untuk pemisahan senyawa polifenol dalam kokoa. Sebagai perbandingan dengan ekstraksi
cair-cair, metode SPE memiliki perolehan sebesar 90-97 % dan hasil pengulangan yang baik.
Selain itu metode SPE dapat digunakan untuk memisahkan senyawa polifenol dengan protein
pada kokoa untuk pemekatan senyawa katekin (Ritter, Zimmermann, & Galensa, 2009).
Prinsip Pemisahan
Pemisahan katekin dari biji kokoa dengan metode ekstraksi fasa padat didasarkan pada
adsorbsi anion yang terbentuk pada pH 10 oleh resin anion dan kemudian di desorbsi kembali
dengan asam klorida pada pH 6,5, pH 5 dan pH 2. Pada pH tinggi, katekin (pKa1 = 8,64,
pKa2= 9,741) dan Epikatekin (pKa1= 8,69, pKa2 = 9,49) (Muzolf-Panek, Gliszczyn´ska-S
´wigło, Szymusiak, & Tyrakowska, 2012) akan melpaskan ikatan -H pada –OH dan
membentuk anion R-O- dengan penambahan ion OH- dari basa (Bo, JianMin, YuQi, &
HuiZhou, 2008). Sehingga memungkinkan katekin mengangalami pertukaran ion dalam
catridge. Disamping polifenol, biji kokoa juga mengandung protein arginin (pI = 11,15)
(Kirste, Arginin, 1998), glutamin (pI = 3,22) (Kirste, 1998) dan leusin (pI = 5,98) (Kirste,
Leucine, 1998), asam amino tersebut (glutamin dan leusin) akan membentuk muatan negatif
pada pH 10. Sehingga menyebabkan kedua fraksi ini akan ikut tertahan di dalam kolom.
Maka dari itu dilakukan pemisahan lebih lanjut pada tahapan desorpsi dengan menggunakan
asam klorida pH 6,5, 5dan 2, sehingga ketiga fraksi, katekin dan epikatekin, glutamin dan
leusin, akan terelusi secara bertahap sesuai dengan perubahan muatan yang terjadi pada
masing-masing molekul.
Gambar 2. Struktur (a) leusin, (b) arginin dan (c) glutamin (Kirste, 1998)
Pada penelitian ini digunakan kitosan termodifikasi amina quatentener, N,N,N-trimetil
kitosan klorida (TMC) yang terkapsulasi nanopartikel Fe. Modifikasi pada kitosan mampu
meningkatkan biokompabilitas, biodegradabilitas dan tingkat toksisitas yang rendah, TMC
juga menunjukkan aktivitas antimikroba, E.coli. TMC terkpsulasi Fe menunjukkan
peningkatan pengikatan anion dibandingkan polimer tanpa kapsulasi. Menurut penelitian yang
telah dilakukan, TMC-Fe menunjukkan tingkat retensi 2 kali lebih besar dibandingkan
polimer asli. Hal ini disebabkan oleh kemampuan solubilitas air yang meningkat dari TMC
sehingga analit terdifusi lebih baik (Sayed & Jardine, 2015).
3
Mekanisme
a. Adsorpsi
b. Desorpsi
4
Teknik
1. Pembuatan TMC-Fe (III) nanopartikel
TMC disintesis menggunakan metode yang dilaporkan oleh Polnok et al (2004).
kitosan (1,09 gram), NaI (2,41 gram) dan 20% NaOH (5 mL) ditambahkan ke dalam
larutan N-metil-2-pirolidin (NMP) (30mL). Reaksi homogenasi dilakukan pada suhu
60 oC selama 20 menit. Kemudian ditambahkan MeI (6 mL) dan direfluks selama 1
jam. Padatan mengendap setelah didinginkan dan penambahan campuran etanol dan
dietil eter (100 mL, 1:1). Endapan yang dihasilkan disaring dan dikeringkan pada
kondisi vakum.
Sintesis enkapsul TMC-Fe (III) nanopertikel dilakukan engan metode yang dilaporkan
oleh Trasi et al (2010).TMC (0,43 gram) dilarutkan dalam 0,5% asam asetat (200 mL)
dan ditambahkan FeCl3.6H2O (2,95 gram). Kemudian larutan amonium hidroksida
25% (200 mL) ditambahkan dengan cepat ke dalam larutan coklat dibawah sonikasi
pada 50 oC, dan disonikasi lebih lanjut selama 40 menit. Endapan coklat disaring dan
dicuci dengan air.
5
2. Pembuatan larutan polifenol standar
Larutan standar katein dan epikatein (0,2mg/mL) dipersiapkan dengan melarutkan
standar dalam metanol 70%. Larutan standar (10 mL) ditambahkan buffer amino etil
alkohol pH 10 (5 mL) (Gottumukkala, Nadimpalli, Sukala, & Subbaraju, 2014).
3. Preparasi Biji Kakao
Biji kakao dikeringkan dan dihaluskan. Sebuk kakao (100 mg) ditambahkan metanol
70 % (20 mL). Larutan dihomogenkan dengan vortex selama 90 menit dan
disentrifugasi dengan kecepatan 5000 rpm selama 10 menit. Larutan dipisahkan dari
endapannya dengan dekantasi. Ditambahkan buffer amino etil alkohol pH 10 (5 tetes)
ke dalam filtrat (10mL) (Gottumukkala, Nadimpalli, Sukala, & Subbaraju, 2014).
4. Aplikasi pemisahan polifenol dengan SPE
a. Tahap Adsorpsi
Kolom dicuci sebanyak 3 kali dengan metanol 70% pH 10 (5mL). Larutan standar
0,2 mg/mL pH 10 disimpan dalam tempat sampel dan dialirkan kedalam kolom
yang berisi cartridge dengan kecepatan alir 25 mL per menit. Hasil elusi
ditampung dalam tabung reaksi.
b. Tahap Desorpsi
Larutan HCl dengan konsentrasi 3.10-7 M (pH 6,5, 10 mLs) dialirkan kedalam
kolom dengan kecepatan alir 25 mL per menit, hasil elusi ditampung pada tabung
reaksi 1. Desorpsi dengan HCl konsentrasi 10-5 M (pH 5) ditampung pada tabung
2dan desorpsi dengan HCl konsentrasi 10-2 M (pH 2) ditampung pada tabung 2.
Tahap 4a dan 4b dilakukan juga pada larutan sampel.
5. Analisis kadar hasil ekstraksi
Larutan hasil delusi pada tabung 1 diukur serapannya dengan spektrofotometer UV
pada panjang gelombang maksimum, 279 nm (BPPI, 2000)
%katekin= Et 279Ec 279
×WsW
× 100 %
Dimana
Et 279 adalah absorban larutan contoh pada panjang gelombang 279 nm
Ec 279 adalah absorban larutan standar pada panjang gelombang 279 nm
Ws adalah berat katekin standar dinyatakan dalam mg
W adalah berat contoh gambir dinyatakan dalam mg
6
Design
7
Analit
TMC-Fe nanopartikel
Ekstrak
DAFTAR PUSTAKA
Bo, Z., JianMin, X., YuQi, L., & HuiZhou, L. (2008). Synthesis of amino-silane modified magnetic silica adsorbents and application for adsorption of flavonoids from Glycyrrhiza uralensis Fisch. Science in China Series B : chemistry, 51, 145-151.
BPPI. (2000). uji flavonoid dalam gambir. Standar Nasional Indonesia (SNI).Gottumukkala, R. V., Nadimpalli, N., Sukala, K., & Subbaraju, G. V. (2014). Determination
of Catechin and Epicatechin Content in Chocolates by High-Performance Liquid Chromatography. International Scholarly Research Notices, 2014, 1-5.
Kirste, B. (1998, 01 23). Arginin. Dipetik 10 2, 2015, dari http://www.chemie.fu-berlin.de/chemistry/bio/aminoacid/arginin_en.html
Kirste, B. (1998, 01 23). Glutamic acid. Dipetik 10 02, 2015, dari http://www.chemie.fu-berlin.de/chemistry/bio/aminoacid/glu_en.html
Kirste, B. (1998, 02 02). Leucine. Dipetik 10 02, 2015, dari http://www.chemie.fu-berlin.de/chemistry/bio/aminoacid/leucin_en.html
Kofink, M., Papagianopoulos, M., & Galensa, R. (2007). (-)-Catechin in cocoa and chocolate : occurance and analysis of atypical flavan-3-ol enansiomer. molecules, 12, 1274-1288.
Muzolf-Panek, M., Gliszczyn´ska-S´wigło, A., Szymusiak, H., & Tyrakowska, B. (2012). The influence of stereochemistry on the antioxidant properties of catechin. Eur Food Res Technol, 235, 1001–1009.
Paembong, A. (2012). Mempelajari perubahan kandungan polifenol biji kakao (Theobroma cacao L) dari hasil fermentasi yang diberi perlakuan larutan kapur. Dalam Skripsi. Makassar: Universitas Hasanudin.
Polnok, A., Borchard, G., Verhoef, J., Sarisuta, N., & Junginger, H. (2004). Influence of methylation process on the degree of quaternization of N-trimethyl chitosan chloride. Eur. J. Pharm. Biopharm, 57, 77–83.
Ritter, C., Zimmermann, B. F., & Galensa, R. (2009). Chiral separation of (+)/(−)-catechin from sulfated and glucuronidated metabolistes in human plasma after cocoa consumption. Anal Bio Chem.
Sayed, S., & Jardine, A. (2015). Chitosan Derivatives as Important Biorefinery Intermediates.Quaternary Tetraalkylammonium Chitosan Derivatives Utilized in Anion Exchange Chromatography for Perchlorate Removal. International Journal of Molecular Sciences, 16, 9064-9077.
Treutter, D. (2006). Significane of flavonoid in plant resistance : A review. Environ. Chem. Lett., 4, 147-157.
Tsai, Z., Wang, J., Kuo, H., Shen, C., Wang, J., & Yen, T. (2010). Preparation and characterization of ferrofluid stabillized with biocompatible chitosan and dextran sulfate hybrid biopolymer as a potential magnetic resonance imaging (MRI) T2 contrast agent. J. Magn. Mater, 322, 208-213.
Zack, J. (2012). Raw chocolate health benefits & profile. Dipetik 10 2, 2015, dari builtlean: http://www.builtlean.com/2012/04/12/raw-chocolate
8