Post on 25-Jul-2019
DUNIA EKSISTENSIAL WIRACARITA ADIRIMA
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Disusun Oleh:
Albertus Harimurti
NIM : 089114133
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2013
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
i
DUNIA EKSISTENSIAL WIRACARITA ADIRIMA
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Disusun Oleh:
Albertus Harimurti
NIM : 089114133
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2013
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
Aku mencintai manusia.
Bukan aku, cinta, dan manusia dalam makna apapun,
kecuali dalam makna sebenarnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
Untuk setiap existenz
yang tidak bisa hidup tanpa sesuatu
yang lebih besar daripada dirinya sendiri,
yang merupakan kebebasan dan hidupnya.
Dalam Keberadaan sekaligus Ketiadaan,
kasunyatan dan kemampuan-mencipta
menerakan jejaknya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya, mahasiswa Universitas Sanata Dharma dengan identitas di bawah ini:
Nama : Albertus Harimurti
NIM : 089114133
Fakultas/Jurusan/Prodi : Psikologi
menyatakan bahwa skripsi ini merupakan karya sendiri dan belum pernah
diajukan guna mencapai derajat kesarjanaan di perguruan tinggi manapun. Karya
tulis ini tidak memuat karya atau bagian dari karya orang lain, kecuali yang telah
disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Jika terdapat bukti adanya plagiasi, saya bersedia derajat kesarjanaan saya
dicabut.
Yogyakarta, 13 Juni 2013
Yang menyatakan,
Albertus Harimurti
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
DUNIA EKSISTENSIAL WIRACARITA ADIRIMA
Albertus Harimurti
ABSTRAK
Manusia dan dunia tidak bisa dipisahkan. Keduanya saling menciptakan. Untuk
memahami manusia, maka harus memahami dunianya, dan sebaliknya. Penelitian ini menyelidiki
kaitan antara dunia dengan diri. Konteks referensi yang diangkat adalah mengenai
fundamentalisme keagamaan. Penelitian ini berusaha mengetahui dunia fundamentalis lewat
pembangunan dunia yang dilakukan seorang fundamentalis lewat hubungannya dengan dunia yang
membatasi kebebasan eksistensialnya (Umwelt), dunia sosialnya (Mitwelt), serta hubungannya
dengan dirinya sendiri (Eigenwelt). Metode penelitian yang digunakan adalah fenomenologi
eksistensial. Pengumpulan data dilakukan lewat wawancara semi terstruktur dengan partisipan satu
orang. Pemilihan partisipan dilakukan lewat dasar pengalaman berjihad partisipan. Verifikasi data
dilakukan dengan validasi intrasubjektif dan intersubyektif untuk memperkuat penafsiran data.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengalaman sebagai fundamentalis yang dialami partisipan
merupakan cara meng-Ada dengan ―kembali ke nabi‖ (Umwelt), menjadi berguna bagi orang lain
(Mitwelt), sikap anarkis (Umwelt), serta mempraktekkan teori ke dalam aksi (Eigenwelt).
Kata kunci: Fundamentalis agama, Umwelt, Mitwelt, Eigenwelt, Fenomenologi Eksistensial
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
THE EXISTENTIAL WORLD OF ADIRIMA’S EPIC
Albertus Harimurti
ABSTRACT
Human and the world can not be separated. Both are co-constituted. To understand
human being, we should understand his world, and vice versa. This study explores the relationship
between the self to world. The reference context of the study is religious fundamentalism. This
study sought to know the fundamentalist world construction through the relation with a world that
restrict his existential freedom (Umwelt), relation toward social world (Mitwelt), and his relation
with himself (Eigenwelt). The method used is an existential phenomenology. The data was
collected through semi-structured interviews with one participant. Selection of the participant is
based on his jihad experience. Data verification is done by intrasubjective and intersubjective
validation to strengthen the interpretation of the data. The results showed that the experience as a
fundamentalist as experienced by the participant is the “way to be” through “go back to the
prophet” (Umwelt), significance for others (Mitwelt), anarchist attitude (Umwelt), and putting
theory into practice (Eigenwelt).
Key words : Religious Fundamentalist, Umwelt, Mitwelt, Eigenwelt, Existential Phenomenology
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya Mahasiswa Universitas Sanata
Dharma
NAMA : ALBERTUS HARIMURTI
NIM : 089114133
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada
Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
Dunia Eksistensial Wiracarita Adirima
supaya dipergunakan sebagaimana mestinya untuk kepentingan akademis.
Dengan demikian, pihak Perpustakaan Universitas Sanata Dharma berhak
untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya di
internet atau media lain demi kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari
saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama
saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Terima kasih.
Dibuat di Yogyakarta,
Pada tanggal: 13 Juni 2013
Yang menyatakan,
Albertus Harimurti
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
KATA PENGANTAR
Jika setiap pendidik maupun peserta didik berpandangan seperti Albert
Einstein—bahwa pendidikan adalah sebuah hadiah berharga—niscaya sebuah
karya tulis dipahami sebagai perwujudan proses menjadi. Sebaliknya, jika
pendidikan dipahami sebagai kewajiban yang membebani, maka pemahaman fatal
karya tulis sebagai sebuah ―syarat‖; tidak terhindarkan.
Berangkat dari rasa ingin tahu penulis serta keresahan kolektif terhadap
fundamentalisme, karya tulis berjudul ―Dunia Eksistensial Wiracarita Adirima‖
ini diwujudnyatakan. Judul yang tertera mengindikasikan bahwa dalam kreasi
karya ini diskursus mengenai fundamentalisme dibingkai dalam pemikiran
eksistensial yang diuraikan dan dieksplorasi lewat analisis psikologi eksistensial.
Harapannya, karya tulis ini dapat menjadi sumbangan tersendiri bagi disiplin ilmu
psikologi dan masyarakat pada umumnya serta kepada penulis pada khususnya.
Lewat ruang ini, penulis memberikan penghargaan linuhung bagi semua
pihak yang secara langsung maupun tidak langsung membantu proses penelitian
ini. Terima kasih penulis haturkan kepada:
1. Being sekaligus kebenaran yang disebut dalam banyak nama serta
dilukis dalam banyak rupa.
2. Ibu Monica Eviandaru Madyaningrum, M.Psych. sebagai pembimbing
sekaligus existenz yang senantiasa ing ngarsa sung tuladha, ing
madya mangun karsa, tut wuri handayani bagi penulis. Matur nuwun
untuk schole dan proses pembelajarannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
3. Direksi Universitas Sanata Dharma serta segenap staf dan pengelola
Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma. Terima kasih untuk
pelayanannya menuju jendela kehidupan.
4. Bapak Fransciscus Xaverius Tohari, Ibu Veronica Eni Widi Muryani,
serta Felix Chandra Noveriawan untuk 24 tahun pendidikan dalam
sebuah wiyata mandala kecil bernama ―keluarga‖.
5. Bapak Machmudi Hariono dan Mas Noor Huda Ismail untuk segala
proses, persahabatan, serta pengalaman berharganya.
6. Kolase dalam sebuah fase: ITJAS (Ikatan Tjatjat Asmara) dan mereka
yang sentimentil; Abraham Barkah, Adhitya Hari, Aji Maundri,
Alexander Widyawan, Arga Yudha, Arya Primaditya, Bayu
Mahendra, Budi Setiyana, Christella Suryo, Danar Prakoso, Dani
Sayekti, Debora Ratri, Dias Aditya, Dionisius Ryan, Dody Nugroho,
Dyan Martikatama, Fajar Budi, Febriana Nurselly, Galih Pambudi,
Gilang Pradipta, Hanif Jemmy, Hariyono Teguh, Indra Hermawan,
Kalpika Narantaka, Krisna Yudha, Maharestu Sadya, Mandana, Maria
Eliza, Mario Heimbach, Petrus Andy, Pramesti Dewi, Ratna Ayu,
Rimpi Karuniasti, Ristina Mauliana, Sesilia Narendra, Setya Dharma,
Setyo Adi Sejati, Timotius Aditya, Tino Adika, Vita Dharmaadi,
Wahyu Kristianto, Wahyu Setia Jati, Wieana Oktami, Yosef Andank.
7. Être-pour-soi maupun être-en-soi yang tidak dapat penulis sebutkan
satu persatu. Terima kasih.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
Akhirnya, penulis menyadari bahwa prinsip ignoramus et ignorabimus
(kita tidak tahu dan tidak akan tahu) menjadi basis dalam peziarahan intelektual
manusia. Dan tentunya, sebagai pengalaman pertama penulis, karya ini tidak lepas
dari kejanggalan teknis maupun analisis. Oleh karena itu, penulis sangat
berterimakasih untuk segala kritik dan saran yang konstruktif—yang tentunya
akan semakin menyahihkan karya tulis ini. Terima kasih.
Yogyakarta, 13 Juni 2013
Albertus Harimurti
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……................................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN………............................................................. iii
HALAMAN MOTTO.……..........………………........................................... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN..….………….….......................................... v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA..................................... vi
ABSTRAK....................................................................................................... vii
ABSTRACT...................................................................................................... viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH…................ ix
KATA PENGANTAR..................................................................................... x
DAFTAR ISI................................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR....................................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................... xvii
BAB I. PENGANTAR................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah........................................................... 1
B. Rumusan Masalah..................................................................... 8
C. Tujuan Penelitian...................................................................... 9
D. Manfaat Penelitian.................................................................... 9
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA.................................................................. 10
A. Fundamentalisme..................................................................... 10
B. Analisis Eksistensial…............................................................. 15
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
1. Being-in-the-world............................................................ 18
2. Tiga Mode Dunia.............................................................. 22
3. Being dan Nonbeing.......................................................... 27
C. State of Being Fundamentalisme Agama................................. 32
D. Peta Konsep Penelitian……………….................................... 40
BAB III. DESAIN PENELITIAN…............................................................ 41
A. Pendekatan Penelitian Fenomenologi Eksistensial.................. 41
B. Fokus Penelitian....................................................................... 45
C. Sumber Data Penelitian............................................................ 45
D. Teknik Pengumpulan Data dan Sampling................................ 46
E. Teknik Analisis dan Interpretasi Data...................................... 47
F. Verifikasi Data......................................................................... 49
BAB IV. PELAKSANAAN PENELITIAN, LIFE-HISTORY,
ANALISIS DATA & HASIL PENELITIAN,
DAN PEMBAHASAN.................................................................... 51
A. Pelaksanaan Penelitian.............................................................. 51
B. Life-History…........................................................................... 55
C. Analisis Data dan Hasil Penelitian........................................... 64
1. Mitsein-Mitdasein.............................................................. 65
2. Umwelt............................................................................... 71
3. Mitwelt............................................................................... 75
4. Eigenwelt........................................................................... 90
D. Pembahasan.............................................................................. 112
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
1. Kembali ke Nabi (Umwelt)............................................... 117
2. Orang yang Ibaratnya Ingin Berguna (Mitwelt)............... 123
3. Anarkisme (Umwelt)......................................................... 128
4. Teori Tanpa Praktek: Hambar (Eigenwelt)....................... 130
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN...................................................... 143
A. Kesimpulan.............................................................................. 143
B. Saran........................................................................................ 145
1. Bagi Keluarga dan Masyarakat........................................ 145
2. Bagi Eksponen Agama dan Masyarakat.......................... 146
3. Bagi Peneliti Fenomenologi dengan Subjek
Fundamentalis.................................................................. 147
DAFTAR PUSTAKA….................................................................................. 149
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Struktur Pemikiran Fundamentalis............................................. 14
Gambar 2. Struktur Pemikiran Non-Fundamentalis..................................... 15
Gambar 3. Orang yang Sehat Hidup secara Simultan di Umwelt, Mitwelt,
dan Eigenwelt............................................................................. 26
Gambar 4. Analogi Dunia Yusuf dalam Limas Segitiga.............................. 135
Gambar 5. Dunia Eksistensial Yusuf sebagai Fundamentalis...................... 142
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Informed Consent ...................................................................... 155
Lampiran 2. Interview Protocol ..................................................................... 157
Lampiran 3. Listing and Preliminary Grouping
(Reduction and Elimination)..................................................... 160
Lampiran 4. Clustering and Thematizing
the Invariant Constituents......................................................... 219
Lampiran 5. Thematic Portrayal.................................................................... 228
Lampiran 6. Individual Textural Descriptions............................................... 233
Lampiran 7. Individual Structural Descriptions ............................................ 245
Lampiran 8. Textural-Structural Synthesis..................................................... 248
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang Masalah
Pernah termaktub pada suatu waktu yang sangat jauh dari hari ini
―....kebenaran yang diajarkan Buddha dan Siwa itu sesungguhnya satu jua.
Mereka memang berbeda-beda. Namun, pada hakikatnya sama. Karena tidak
ada kebenaran yang mendua.‖ Kata-kata ini, yang dituliskan Mpu Tantular,
lahir satu kali dan agaknya hidup abadi. Begitu abadi sehingga ketika
dihadapkan dengan masalah kehidupan beragama dan pluralitas di Indonesia
saat ini masih relevan. ―Dalang‖ dari masalah kehidupan beragama dan
pluralitas ini kemudian disebut sebagai: fundamentalisme—yang notabene
adalah sebuah paham.
Fundamentalisme dipahami sebagai sikap terhadap keyakinan
seseorang yang memuat kebenaran fundamental, dasar, intrinsik, esensial, dan
tak bercela mengenai kemanusiaan dan ketuhanan (Altemeyer & Hunsberger,
1992; Moaddel & Karabenick, 2008; Williamson, Hood, Ahmad, Sadiq, &
Hill, 2008). Hood, Hill, dan Williamson (2005) berpendapat bahwa label ini
dapat digunakan sepanjang kelompok ini menolak pluralitas terhadap kitab
suci (modernitas). Menurut kaum fundamentalis, pluralitas kitab suci ini
menyangkal penyingkapan rahasia Tuhan.
Meskipun fundamentalisme memiliki definisi dan ciri yang sama,
namun gejala sosial tersebut harus dipahami secara kontekstual. Menurut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
Herriot (2009), konteks yang dimaksud di sini adalah konteks sosial maupun
konteks psikologis. Pada waktu dan tempat yang berbeda, alasan seorang atau
sekelompok fundamentalis melabeli ‗yang lain‘ sangatlah berbeda. Oleh
karena itu, ketika kita menyebut seseorang atau sekelompok orang adalah
kaum fundamentalis, kita perlu mencari latar belakang fundamentalisme yang
terjadi sesuai konteks sosial dan psikologis yang ada.
Kita ambil contoh fundamentalisme Taliban (Afghanistan) dengan
fundamentalisme kelompok penyerang Ahmadiyah (Indonesia). Keduanya
memiliki kesamaan ciri dasar bahwa ideologi di luar mereka tidak dapat
ditoleransi dan bertujuan untuk membentuk sebuah sistem teokrasi yang
berlandaskan syariah. Namun mereka memiliki karakteristik yang berlainan.
Taliban berhasrat untuk menaklukkan Afghanistan dan membentuk kembali
khalifah Islam (Rashid, 2001), sedangkan kelompok penyerang Ahmadiyah
memiliki tendensi bahwa pihak mayoritas menindas yang minoritas (Program
Studi Agama dan Lintas Budaya [PSALB], 2012). Perbedaan inilah yang
menunjukkan pentingnya melihat fenomena fundamentalisme secara
kontekstual.
Meskipun harus dipahami secara kontekstual, namun dapat dipahami
bahwa ada sejumlah karakteristik utama fundamentalisme secara global.
Karakteristik utama adalah prinsip intratekstualitas (intratextuality). Menurut
Hood et al. (2005), para fundamentalis memandang bahwa isi kitab suci secara
literal adalah benar adanya dan satu-satunya sumber dari makna. Dalam hal ini
berarti para fundamentalis menjadikan kitab suci sebagai sebuah otoritas yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
menempatkan pengalaman manusia di bawahnya. Tidak ada sumber di luar
teks yang dapat mengatakan kebenaran mutlak dari kehidupan. Lebih jauh
lagi, dapat kita katakan bahwa isi teks tidak bisa dipengaruhi apapun atau
siapapun, mereka yang skeptis dan mempertanyakan isi dari teks akan
mengalami penolakan dari para fundamentalis (Hood, Hill, & Spilka, 2009).
Mirisnya, beberapa teks yang tertulis dalam kitab suci akan menjadi
beresiko lewat penafsiran yang literal (intratextual). Padahal, jika dilihat dari
kitab suci berbagai agama besar di dunia, kita dapat menemukan beberapa
kalimat yang tertulis dalam kitab suci yang secara fundamental justru
mendukung humanisme dan perdamaian, bukan kekerasan antar agama (Rg.
Weda X.191; Matius 22:37-39; Al-Baqarah 213; Karaniya Metta Sutta). Lain
halnya jika penafsiran dilakukan secara selektif. Ketika selektivitas ini terjadi,
kita akan sampai pada pemahaman bahwa apa yang ada dalam kitab suci
menjadi beresiko.
Hood et al. (2005) mengelaborasi bahwa fundamentalis melakukan
proses selective scriptural ini sebagai bentuk dari justifikasi terhadap
pandangannya. Sebagai contoh adalah fundamentalis Protestan yang memiliki
dasar dari beberapa teks tertentu dalam Alkitab, salah satunya adalah pada;
“Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani,
bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu
memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang
telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-
Nya yang ajaib…” (1 Petrus 2:9)
Kutipan ayat di atas menjadi basis justifikasi fundamentalis Protestan.
Dengan kata lain, ayat tersebut telah melewati proses selective scriptural.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
Proses selective scriptural ini merupakan bentuk fragmentasi isi kitab suci.
Kitab suci yang seharusnya dipahami secara menyeluruh justru mengantar
pada interpretasi yang kurang tepat ketika dipahami secara selektif. Proses
selective scriptural yang pragmatis dan mengalami penyimpangan interpretatif
ini akan menjadi berbahaya jika dikenakan dalam pemahaman terhadap kata
―bangsa yang terpilih‖, ―imamat yang rajani‖, ―bangsa yang kudus‖, ―umat
kepunyaan Allah sendiri‖.
Di Indonesia, fundamentalisme ditengarai menjadi pemicu beragam
kasus kekerasan. Pada tahun 2010, tercatat ada 39 kasus kehidupan beragama,
sedangkan tahun 2011 ada 36 kasus menyangkut kehidupan beragama
(PSALB, 2012). Kasus yang terjadi meliputi pengalihfungsian, pembekuan,
penyegelan, penutupan atau penggusuran rumah ibadah, maupun ancaman
atau perusakan, mulai dari pelemparan batu ke bangunan rumah ibadah sampai
pada pembakaran dan teror serta ledakan bom bunuh diri di tempat ibadah.
Secara kuantitatif, tidak terjadi perubahan yang signifikan berkaitan dengan
masalah kedua ini. Namun secara kualitatif mengalami peningkatan dengan
digunakannya modus bom bunuh diri (dalam satu kasus masjid di Cirebon dan
satu kasus gereja di Solo).
Terang saja gerakan fundamentalisme yang dimanifestasikan dalam
berbagai bentuk yang berbau kekerasan komunal (perusakan, bom bunuh diri)
dan ―dihiasi‖ intrik politik (sistem teokrasi, SKB Tiga Menteri), meresahkan
sekaligus membahayakan keadaan sosial maupun psikologis masyarakat luas.
Berdasarkan apa yang telah diuraikan, maka signifikansi studi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
fundamentalisme dan kaitannya dengan resiko sosial yang mengancam perlu
dilakukan. Jika memungkinkan justru kita meretas serta melakukan tindakan
preventif terhadap hal tersebut. Untuk meretas serta melakukan tindakan
preventif, maka salah satu hal yang diperlukan adalah memahami kehidupan
para fundamentalis.
Sebagaimana kelompok fundamentalis memiliki karakteristik berdasar
konteks, maka guna mencapai pemahaman yang komprehensif, Victoroff
(2005) menganjurkan penelitian dengan melakukan kontak langsung dengan
kaum fundamentalis. Selain dibutuhkannya kontak langsung, ditemukan juga
bahwa perilaku yang terjadi dalam fundamentalis dideterminasikan oleh
sebuah kombinasi dari faktor bawaan, faktor biologis, faktor awal
perkembangan, faktor kognitif, temperamen, pengaruh lingkungan, dan
dinamika kelompok. Dari faktor-faktor tersebut, aspek biologis (e.g.
Jakubowska & Oniszczenko, 2010; Watson, Chen, & Hood, 2011) dan sosial
(e.g. Altemeyer, 2004; Blogowska & Saroglou, 2011; Gribbins & Vandenberg,
2011) telah dihadirkan. Namun, menjadi tidak adekuat dengan absennya nilai-
nilai hidup (filosofi) yang dipegang dan makna yang dicipta oleh
fundamentalis itu sendiri. Oleh karena itu, penelitian terpadu lewat level
analisis dan penggambaran mengenai contoh fundamentalis perlu dilakukan.
Menanggapi gagasan Victoroff (2005), penelitian ini akan berusaha
melakukan kontak langsung terhadap fundamentalis dalam rangka pemahaman
akan aspek biologis, sosiologis, sekaligus aspek filosofis. Kerangka teoritis
yang secara tepat mengakomodir ketiga aspek tersebut adalah pemaknaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
dunia kaum fundamentalis. Kontak langsung akan membantu pemahaman
mengenai dunia mereka secara langsung. Lewat mengenal dunia kaum
fundamentalis, pemahaman komprehensif mengenai fundamentalis sebagai
seorang manusia akan tercapai.
Dunia yang dimaksud adalah dunia makna (Lebenswelt) sesuai
pemahaman Edmund Husserl (dalam Abidin, 2007). Dunia ini diciptakan
(dimaknakan) dan dihidupi oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari. Dunia
eksistensial—sebagaimana kita akan menyebut selanjutnya—merupakan
pemaknaan atas dunia disertai proses membangun dunia dalam koridor
psikologi eksistensial. Secara singkat, rentang sejarah psikologi eksistensial
sangat erat kaitannya dengan pemikiran Edmund Husserl, Martin Heidegger,
Ludwig Binswanger, Medard Boss, dan Rollo May.
Groth (2008) mengelaborasi bahwa manusia yang sehat adalah
manusia yang eksis di dunia (the existing person atau the exister). Manusia
yang eksis berarti berada dalam otentisitasnya. Otentisitas ini dipahami
sebagai realisasi kebebasan manusia. Kebebasan ini merupakan wujud dasein
(Ada-di-sana) dalam kondisi being-in-the-world. Guna memahami being-in-
the-world, maka kita harus memahami being (Ada) dan world (dunia). Kedua
kutub ini membangun sebuah relasi dialektis dalam dinamikanya.
Being dalam hal ini dipahami sebagai eksistensi manusia itu sendiri.
Dengan demikian, seperti dikatakan sebelumnya, untuk memahami manusia
berarti harus memahami dunianya. Dan untuk memahami dunia
eksistensialnya, maka kita harus memahami mode dunia eksistensial manusia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
Cara memahami dunia eksistensial seseorang adalah memahaminya
lewat tiga mode dunia. Mode dunia pertama adalah Umwelt. Umwelt dipahami
sebagai dunia fisiologis maupun kultural sejauh itu menempatkan manusia
dalam kondisi yang minim kebebasan untuk memilih. Kedua adalah Mitwelt
yang dipahami dalam hubungan antara aku dengan orang lain. Orang lain
dalam hal ini juga diposisikan sebagai subyek, bukan sekadar obyek. Mode
terakhir adalah Eigenwelt. Eigenwelt dipahami sebagai dunia pribadi yang
berisi nilai-nilai dan potensialitas seseorang.
Ketiga dunia ini yang membentuk seseorang dalam kondisi being-in-
the-world. Ketiga dunia ini bersifat dialektis dan beroperasi secara serentak
dalam dunia eksistensial setiap orang. Sifat melekat antara seseorang dengan
dunianya memungkinkan pemahaman bahwa untuk memahami seseorang,
maka kita harus memahami dunianya. Erwin Straus (dalam May, 1958)
mengatakannya dengan baik; ―To understand the compulsive, we must first
understand his world.‖
Guna memahami dunia seorang fundamentalis, penelitian ini akan
mengangkat kasus Yusuf Adirima. Yusuf adalah seorang mantan mujahidin.
Selama 2 tahun Yusuf berjihad atas nama Moro Islamic Liberation Front
(MILF) melawan pemerintahan Filipina. Tujuannya adalah berlatih perang
untuk melakukan solidaritas dengan berjihad di Poso. Sekembalinya dari
Filipina, Yusuf tidak memiliki kesempatan lagi untuk berjuang di Poso
berkaitan dengan adanya perjanjian Malino. Yusuf kemudian justru ditangkap
dengan dakwaan sebagai tersangka terorisme. Veteran perang MILF ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
ditangkap polisi pada tahun 2002 dikarenakan terbukti menyimpan amunisi di
rumah kontrakannya bersama Mustofa dan ketiga temannya. Perjuangan jihad
inilah yang mendasari peneliti untuk menghadirkan kasus dan pengalaman
Yusuf sebagai sebuah single-case studies dalam penelitian.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti merasa penting untuk meneliti
dunia eksistensial kaum fundamentalis agama. Lewat pemahaman dunia
eksistensial para fundamentalis pula, kita akan mampu menemukan bagaimana
dunia itu dibentuk. Oleh karena itu, untuk mencapai pemahaman akan solusi
terhadap masalah fundamentalisme, kita harus memulainya dengan memahami
seperti apa dan bagaimana mereka membangun dunia. Harapannya;
pemahaman akan dunia Yusuf ini dapat menjadi cermin kecil untuk
mengetahui seperti apa dan bagaimana seorang fundamentalis membangun
dunianya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan apa yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana gambaran dunia eksistensial (Umwelt, Mitwelt, Eigenwelt)
Yusuf sebagai seorang fundamentalis?
2. Bagaimanakah proses pembangunan dunia eksistensial (Umwelt, Mitwelt,
Eigenwelt) Yusuf sebagai seorang fundamentalis?
3. Bagaimana kesalingterkaitan antara ketiga mode dunia itu satu sama lain?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mendeskripsikan dunia eksistensial (Umwelt, Mitwelt, Eigenwelt) Yusuf
sebagai seorang fundamentalis.
2. Mengetahui proses pembangunan dunia eksistensial (Umwelt, Mitwelt,
Eigenwelt) Yusuf sebagai seorang fundamentalis.
3. Mengetahui kesalingterkaitan antara ketiga mode dunia itu satu sama lain.
D. Manfaat Penelitian
Hasil studi ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pengayaan
bagi psikologi eksistensial berkaitan dengan dunia eksistensial Yusuf sebagai
seorang fundamentalis. Gambaran serta proses membangun dunia eksistensial
yang dialami Yusuf akan memberikan gambaran psikologis dalam mendekati
persoalan psikologis seorang fundamentalis secara tepat.
Dengan mengetahui bagaimana gambaran serta proses membangun
dunia eksistensial yang dialami Yusuf maka hasil studi ini dapat menjadi
pertimbangan tersendiri bagi pembuat maupun pemerhati kebijakan dalam
memahami fundamentalisme. Dengan memahaminya, maka tindakan preventif
sekaligus penemuan akan solusi dapat dicapai.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Fundamentalisme
Medio abad ke-20, Allport (1950) menemukan tesisnya yang
menyatakan bahwa agama adalah bentuk pengejaran makna (pursuit of
meaning) dari individu. Selain tesis dari Allport, hasil penelitian Silberman
(dalam Emmons & Paloutzian, 2003) menunjukkan bahwa ada tiga hal yang
menyatakan agama sebagai sistem makna dan mempengaruhi emosi. Pertama,
agama menentukan emosi dan level intensitas emosi. Kedua, keyakinan
mengenai alam dan Tuhan mempengaruhi emotional well-being. Ketiga,
agama menawarkan kesempatan untuk mengalami pengalaman emosional
yang unik lewat kedekatan dengan yang bersifat kudus.
Frankl (1984) mengelaborasi bahwa sistem makna yang dimaksud di
sini adalah kumpulan keyakinan dan teori yang digunakan seseorang atau
kelompok untuk menghadapi realita. Sistem makna ini kemudian akan
menjadi motor penggerak frame of reference (Frankl, 1968). Frame of
reference sendiri didefinisikan Feist & Feist (2008) sebagai sebuah filosofi
atau cara pandang terhadap suatu hal pada seseorang. Frame of reference
sendiri bersifat dinamis dan bisa berubah kapan saja tergantung pengalaman
hidup.
Sebagai sebuah sistem makna dalam dunia sosial, agama mengikuti
aliran jaman secara dinamis. Rambo (dalam Lamb & Bryant, 1999)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
menyatakan bahwa tradisi religius berubah dari satu kelompok ke kelompok
lainnya atau terjadi proses intensifikasi keyakinan religius dan praktiknya.
Perubahan ini merupakan bentuk dari konversi keagamaan. Paloutzian,
Richardson, & Rambo (1999) mendefinisikan konversi keagamaan sebagai
sebuah pengalaman transformasional yang berpengaruh amat besar yang
melibatkan persinggungan dinamis antara seseorang dengan kejadian,
ideologi, institusi, ekspektasi, dan pengalaman.
Definisi konversi tersebut juga sesuai ketika diterapkan dalam
fundamentalisme. Adanya persinggungan seseorang dengan kejadian,
ideologi, institusi, ekspektasi, dan pengalaman yang lalu membentuk sebuah
pengalaman transformasional. Pengalaman transformasional ini mengacu pada
perubahan, seperti yang telah disebutkan, sistem makna dan frame of
reference. Konversi berupa perubahan sistem makna dan frame of reference
ini ditunjukkan dengan dogmatisasi isi kitab suci yang diikuti dengan sikap
maupun cara berpikir konservatif, bersifat rigid terhadap cara pandang
terhadap out-group, intoleran, dan bersinggungan pada kebenaran mutlak
kelompok ini mampu memunculkan karakter otoriter yang cenderung
merugikan interaksi antar manusia (Altemeyer, 2004; Altemeyer &
Hunsberger, 1992; Gribbins & Vandenberg, 2011).
Beberapa temuan (Altemeyer & Hunsberger, 1992; Moaddel &
Karabenick, 2008; Williamson, Hood, Ahmad, Sadiq, & Hill, 2008)
mendukung bahwa fundamentalisme dipahami sebagai sikap terhadap
keyakinan seseorang yang memuat kebenaran fundamental, dasar, intrinsik,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
esensial, dan tak bercela mengenai kemanusiaan dan ketuhanan. Hood et.al.
(2005) berpendapat bahwa label ini dapat digunakan sepanjang kelompok ini
menolak pluralitas terhadap kitab suci (modernitas).
Jika agama memiliki posisi kuat dalam kendali sistem makna, otomatis
paham fundamentalisme yang menjadi produk konversi ideologi menjadi
pemerintahan baru dalam frame of reference seseorang. Menurut McAdams
(1993), kaum eksistensialis Kristen maupun Yahudi percaya bahwa setiap
manusia bertanggungjawab menciptakan makna di dunia. Oleh karena itu,
setiap orang akan ‗berperang‘ secara heroik dalam rangka mencapai makna.
Masih senada dengan McAdams, Hood et.al. (2005) mengklaim bahwa sebuah
sistem makna dapat digagas sebagai sekelompok keyakinan atau teori
mengenai realitas yang termasuk di dalamnya teori dunia (keyakinan
mengenai yang lain dan situasi) dan teori diri (keyakinan akan diri sendiri).
Hood et.al. (2005) menguraikan bahwa sekelompok keyakinan atau
teori utama kehidupan para fundamentalis adalah kitab suci dari agama
masing-masing. Pekerjaan, relasi personal, cara merawat anak, perkembangan
diri, prestasi kerja dan lebih banyak lagi didasari oleh isi kitab suci. Oleh
karena itu penting untuk dipahami bahwa perjuangan untuk mencari makna
dari para fundamentalis dapat didefinisikan dan diinterpretasikan lewat kitab
suci yang ada. Agama, sesuai dengan pemaknaan para fundamentalis, menjadi
filosofi hidup utama yang kemudian berhadapan dengan makna personal
(Baumeister dalam Hood et.al., 2005) dan menyediakan sense of coherence
(Antonovsky, dalam Hood et.al., 2005; Emmons, dalam Hood et.al., 2005).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
Ada perbedaan yang sangat mencolok antara kitab suci suatu agama
dengan buku-buku ilmu pengetahuan. Dalam The God Delusion, Richard
Dawkins (2006) menyatakan bahwa buku mengenai ilmu pengetahuan
cenderung lebih fleksibel dibandingkan dengan kitab suci suatu agama. Jika
ada kesalahan isi dalam buku ilmu pengetahuan, maka akan dilakukan revisi
sesuai dengan bukti terbaru yang ada. Namun, berbeda dengan isi kitab suci,
isi kitab suci sangatlah rigid dan tidak bisa diganggu gugat. Inilah yang
kemudian akan mempengaruhi rigiditas seorang fundamentalis.
Kritikan mengenai rigiditas kitab suci ini secara menarik disajikan
dalam kumpulan parabel The Song of the Bird karya Anthony de Mello
(1984). Dengan sinisme yang tidak berlebihan, De Mello menyampaikan
bahwa; “Scripture, like the Sabbath, is for human beings, not human beings
for Scripture”.
Seperti disampaikan De Mello bahwa ―manusia untuk kitab suci‖
adalah sebuah metafora yang terarah kepada para fundamentalis. Hood et.al.
(2005) menggambarkan cara berpikir seorang fundamentalis lewat sebuah
mapping yang tergambar dalam Gambar 1.1.
Dalam gambar dapat dipahami bahwa sumber pemikiran seorang
fundamentalis adalah teks suci (sacred texts) yang dipahami secara literal dan
dipercaya sebagai the words of God menjadi sebuah prinsip intratext
(principle of intratextuality) kemudian dianggap menghasilkan kebenaran
absolut (absolute truth). Lingkaran bulat penuh menandakan pembatas dengan
keyakinan sekitar (peripheral belief). Dengan demikian karena lingkaran
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
penuh mengindikasikan batas yang kurang permeabel maka seorang
fundamentalis membuat sebuah penjara ideologi yang bersumber teks suci
semata. Keyakinan sekitar tidak berpengaruh terhadap struktur pemikiran,
justru keyakinan sekitar dipahami sebagai domain dari struktur berpikir dari
tiga hal yang menciptakan interelasi dalam lingkaran.
Lain halnya dengan struktur pemikiran seorang non-fundamentalis
(dalam Gambar 1.2.) yang memiliki lingkaran dengan garis putus-putus dan
adanya korelasi antara keyakinan sekitar dengan tiga variabel dalam lingkaran
yang menciptakan interelasi. Garis putus-putus menunjukkan bahwa
pemikiran non-fundamentalis bersifat permeabel sehingga ada sebuah dialog
internal yang terjadi antara bentuk pemikiran non-fundamentalis dengan dunia
luar yang menghasilkan keseimbangan struktur berpikir.
Gambar 1. Struktur pemikiran fundamentalis
Sumber : Hood et al., 2005
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
Lewat kedua gambar dan uraian di atas, ditunjukkan bahwa ada
pemahaman dan konstruksi dunia yang berbeda antara fundamentalis dengan
non-fundamentalis. Konstruksi dunia yang terbentuk ini akan dipahami lewat
cakrawala berpikir eksistensialisme.
B. Analisis Eksistensial
Apa yang dipikirkan dunia tidak banyak bedanya.
Rembrandt harus melukis. Apakah dia melukis
dengan baik atau jelek, tidak jadi soal baginya;
melukis adalah sarana yang membuatnya menjadi
seorang manusia yang utuh.
—Irving Stone, Lust for Life
Sekitar usia 30-an, seorang psikoanalis Sullivanian Amerika menderita
tubercolosis (TBC). Dia merasakan kehidupan sehari-harinya sarat akan
kecemasan sebagai akibat dari penyakitnya. Di sanatorium sambil membaca,
Gambar 2. Struktur pemikiran non-fundamentalis
Sumber : Hood et al., 2005
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
dia menunggu kemungkinan untuk sembuh, cacat seumur hidup, atau bahkan
mati. Tapi dalam proses medikasi yang diberikan, justru dia menemukan
bahwa kecemasan manusia yang mendalam merupakan akibat dari ketidakber-
ada-annya (nonbeing). Orang itu adalah Rollo Reese May. Berkiblat pada
psikoanalisis Freud serta eksistensialisme Kierkegaard dan Nietzche, May
melakukan penelusuran mengenai pendekatan psikologi eksistensial yang
telah didahului sekaligus berpondasi pada ontologi Heidegger; daseinanalytik.
Dalam kelanjutannya, Ludwig Binswanger (1958) menyebut analisis
eksistensial sebagai daseinanalyse atau analisis dasein—berbeda dengan
daseinanalytik yang merupakan hermeneutika dari being sebagai eksistensi.
Daseinanalyse merupakan analisis fenomenologis dari eksistensi manusia
(dasein). Analisis eksistensial, merupakan bentuk penyempurnaan dan
perlawanan terhadap metode ilmiah yang melanggengkan depersonalisasi.
―The person is not a thing, a substance, not an object‖, kata Heidegger (1962),
―Any psychical objectification of acts, and hence any way of taking them as
something psychical, is tantamount to depersonalization‖. Analisis ini
berusaha menjawab pertanyaan; ―Are we seeing him or her in their real
world?‖ (Taylor, 2009).
Sebelum memahami dasein, kita harus memahami manusia terlebih
dahulu. Manusia dalam ranah psikologi eksistensial bisa dipahami dalam
horizon Kierkegaard dan Nietzche. May (1961) percaya bahwa Kierkegaard
dan Nietzche lebih akurat dalam menggambarkan manusia sebagai organisme
yang membuat nilai-nilai; prestise, kemampuan, kelemahlembutan, cinta. Nilai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
ini jauh lebih penting jika disejajarkan dengan kesenangan dan bahkan lebih
penting dibandingkan bertahan hidup sekalipun. Sebagaimana dikatakan
Frankl (1984): “Man, however, is able to live and even to die for the sake of
his ideals and values!”
Setelah kita memahami gambaran manusia dalam horizon psikologi
eksistensial, maka pemahaman mengenai dasein akan dibabarkan. Secara
etimologis, dasein berasal dari dua suku kata yakni da yang berarti there; dan
sein yang berarti being, to exist, or be alive. Istilah ini merujuk pada posisi
entitas manusia. Dasein yang dapat memposisikan diri dalam satu cara atau
cara lain serta entah bagaimana caranya selalu memposisikan diri disebut
―existence‖ (Existenz). Dengan demikian, existence sendiri merupakan
manifestasi dari dasein. “The word „existence‟, kata Gombrowics (1971),
“means only conscious human existence, only inasmuch as one is conscious of
existence. Men who live in an unconscious manner have no existence”.
Kehidupan manusia dalam ketidaksadaran ini dapat dibayangkan
melalui berbagai literatur seperti The Sane Society (1955) karangan Erich
Fromm. Lewat literatur ini, kita dapat membayangkan kondisi manusia secara
kolektif maupun individual sekitar satu abad yang lalu. Dalam masyarakat
yang memilki aktivitas ekonomi tinggi, proses kuantifikasi dan abstraksifikasi
akan berimbas dalam setiap bidang kehidupan. Misalnya sikap manusia
terhadap barang, terhadap orang, bahkan terhadap dirinya sendiri. Kedua
proses ini menciptakan teralienasinya manusia dari barang, orang, maupun
dirinya sendiri. Secara mental, manusia menjadi ―sakit‖ akibat modernisme.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
Dalam himpitan modernisme yang melahirkan manusia yang
cenderung ―sakit‖ secara eksistensial ini, May (dalam Ewen, 2003)
menemukan (kembali) bahwa setiap manusia, secara inheren, memiliki
kebutuhan untuk eksis di dunia. Manusia yang sehat secara mental adalah
manusia yang eksis di dunia (the existing person). Manusia yang eksis berarti
dasein dalam kondisi being-in-the-world.
1. Being-in-the-world
Ada dua kutub aktif dalam terminologi being-in-the-
world. Pertama adalah being (Ada) dan kedua adalah world
(dunia). Kedua kutub ini membangun sebuah relasi dialektis
dalam dinamikanya.
Martin Heidegger (1962) memaparkan being sebagai
konsep universal yang tidak dapat didefinisikan sehingga makna
dari being sendiri masih tersamar. Konsekuensi logis dari samar
ini adalah prinsip yang menuntut untuk terus memunculkan
pertanyaan mengenai being itu sendiri. Being yang individual dan
subjektif ini, dalam terminologi Heidegger, disebut dasein.
Sebagai kontinuitas dari ide Heidegger, Jean-Paul Sartre
(1956) membabarkan bahwa ada dua cara meng-Ada secara
radikal. Dalam hal ini Sartre membedakan antara être-en-soi
(Ada-pada-dirinya) dan être-pour-soi (Ada-bagi-dirinya). Sartre
menyebut Ada-pada-dirinya sebagai Ada (being) yang sifatnya
objektif dan Ada-bagi-dirinya sebagai eksistensi. Jika Ada-pada-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
dirinya merupakan Ada pada benda-benda dan ada begitu saja,
maka Ada-bagi-dirinya merupakan ciri khas manusia yang
ditandai kesadaran, bersifat subjektif dan individual. Dalam dua
cara meng-Ada ini, dasein setara dengan Ada-bagi-dirinya.
Menurut May (1958), cukup sulit untuk mendefinisikan
being secara konstitusional. May menyatakan bahwa manusia
adalah being yang berada di sana sekaligus dia memiliki ―di sana‖
dalam pemahaman bahwa dia dapat mengetahui bahwa dia di sana
dan mengambil bagian (take a stand) dengan referensi terhadap
fakta (dasein). ―Di sana‖ bukanlah suatu tempat, tapi suatu ―di
sana‖ partikular yang menjadi milik individu tersebut, titik
partikular dalam waktu maupun ruang eksistensi dalam momen
yang ada (given moment). Manusia adalah being yang sadar akan,
kemudian bertanggungjawab terhadap, eksistensinya.
Aspek kedua yang perlu dipahami dalam terminologi
being-in-the-world adalah world. Husserl (dalam Valle & King,
1978) menyebut bahwa dunia yang dimaksud dalam ranah
eksistensialisme adalah dunia yang diciptakan (dimaknakan) dan
dihidupi oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari (Lebenswelt).
Oleh karena itu, dunia manusia bukan dunia fisik belaka,
melainkan juga dunia makna. Menyambung gagasan Husserl,
May (1958) mengklaim bahwa dunia didefinisikan sebagai
struktur dari hubungan yang penuh arti, di mana seseorang eksis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
dan dalam disain masing-masing juga turut berpartisipasi. Dunia
di sini bermuatan kejadian yang telah berlalu yang
mengkondisikan eksistensi seseorang dan semua pengaruh
deterministik yang bekerja pada diri seseorang. Sebuah ungkapan
yang akan ditemukan dalam diskursus eksistensialisme; manusia
yang membangun dan menyusun dunia.
In dalam istilah being-in-the-world memiliki makna
eksistensial. Aspek yang ada dalam in adalah keterlibatan
(concerned with), keterikatan (preoccupation), komitmen
(commitment), serta keakraban (familiarity). Dengan demikian,
dunia di sini dipahami sebagai dunia yang di dalamnya manusia
ikut terlibat, terikat, memiliki komitmen, dan akrab. Dunia ini
terus berkembang, tergantung dari manusia sendiri sebagai
pencipta makna dan dunianya sendiri (dunia yang subjektif).
Van Kaam (1969) membabarkan bahwa manusia selalu
siap untuk keluar dari dirinya lalu hidup di dunia. Manusia
melibatkan dirinya secara berkesinambungan dalam tingkatan
realitas tertentu di sekitarnya. Manusia berinteraksi secara aktif
dengan segala hal dan berproses dengan organisme diri dan
sekitarnya. Dalam waktu bersamaan, manusia menjadi subjek di
dunia dan, secara berkesinambungan juga, menjadikan dunia
sebagai tempat pembongkaran makna. Oleh karena itu, untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
menjadi manusia pada dasarnya adalah untuk eksis. To exist
sendiri ekuivalen dengan terminologi being-in-the-world.
Feist & Feist (2008) mengklaim bahwa tanda penghubung
pada istilah ―being-in-the-world‖ merujuk pada keutuhan
(oneness) antara subjek (person) dan objek (world). Hal tersebut
menunjukkan adanya relasi dialektis yang terjadi antara subjek
dan objek. Oleh karena fokus yang tidak parsial, psikologi
eksistensial cenderung bersifat holistis atau dalam bahasa Taylor
(2009) dipahami sebagai studi mengenai ―total person in his life
context‖.
Eksplorasi May (1983) lebih lanjut menyatakan bahwa
being yang dimaksud bersifat partisipatif atas kondisinya atau
keadaan yang terjadi selama proses being something. Dapat
dipahami juga sebagai pola kemampuan yang unik dari individu
(May, 1961). Dengan demikian, dasar dari being something
adalah mengetahui kondisi eksternal (self-awareness) maupun
internalnya (self-consciousness).
Ditinjau dari perspektif eksistensial, being-in-the-world
menjadi masalah tersendiri bagi manusia abad ke-20 (dalam
Western tradition). Pergantian kehidupan manusia yang
berdasarkan akal saja mulai merambah dunia dan industrialisme
pada pertengahan abad ke-19. Implikasinya, penekanan terhadap
teknis dan aplikasi akal pada hal teknis mencapai tingkat yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
eksesif. Pada saat yang sama, muncullah eksponen profetik
seperti Kierkegaard, Nietzche dan Marx (May, 1967). Lewat
eksplorasi para eksponen profetik ini, May (1958) menguraikan
bahwa manusia kehilangan sense of being dan kemudian
kehilangan dunianya. Tidak hanya mengalami pengalaman
alienasi dari dunia manusia sekitarnya, namun manusia juga
mengalami penderitaan di dalam dirinya. Dia menjadi asing
dengan dunia naturalnya (alienasi epistemologis).
Ada yang menarik secara historis dari kondisi psikologis
manusia. Pada jaman Freud (abad ke-19 dan transisi ke abad ke-
20), histeria menjadi masalah utama dalam masyarakat. Pada abad
ke-20, masalah berupa skizoid lebih mendominasi dibandingkan
histeria. Ini berarti menunjukkan bahwa setiap waktu dan ruang
sosiopsikologis tertentu memiliki sekaligus mengusung problema
yang berbeda. Dengan kata lain, meminjam bahasa May (1958),
―World is never something static…It is rather dynamic pattern.”
2. Tiga Mode Dunia
Menurut perspektif psikologi eksistensial, dasein yang
berada dalam kondisi being-in-the-world merupakan indikator
yang menentukan orang sehat. Karena kita hidup dalam dunia
(world) yang kompleks, maka ketika kita membicarakan
mengenai being-in-the-world (maupun dasein) otomatis akan
berhadapan dengan konteks world. Ada tiga mode dunia yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
secara simultan menjadi formatur dasein, yakni; Umwelt, Mitwelt,
dan Eigenwelt (uraian mengenai mode dunia ini telah didahului
oleh Binswanger dan Boss). Sebagaimana dikatakan May (1958)
bahwa ketiganya sama sekali bukan dunia, melainkan tiga mode
yang secara simultan membentuk kondisi dasein (being-in-the-
world).
Secara literal, Umwelt berarti ―world around‖ atau ―dunia
sekitar‖. Umwelt dipahami sebagai dunia internal dan eksternal
objek yang membentuk kita secara fisiologis dan lingkungan
secara fisik. Pada umumnya disebut sebagai dunia biologis
manusia (May, 1958).
Menurut May (1958), semua organisme memiliki dunia
natural ini. Dalam animal beings dan human beings, Umwelt
meliputi kebutuhan biologis (needs), dorongan (drives), insting
(instincts). Dengan demikian, meskipun manusia tidak memiliki
self-consciousness maka dia juga tetap akan eksis di dunia ini.
May (1958) mengelaborasi bahwa Umwelt adalah dunia berisi
hukum alam, siklus alam, tidur dan bangun, dilahirkan dan mati,
hasrat dan pelepasan, dunia keterbatasan dan determinisme
biologis, dunia tempat manusia mengalami ke-terlempar-an dan
setiap dari kita harus menyesuaikan diri dalam cara-cara tertentu.
Umwelt berkaitan erat dengan psikoanalisis Freud yang
menjadi kajian sebelumnya dari May. Oleh karena itu Umwelt
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
meliputi berbagai macam aspek biologis seperti yang telah
dipaparkan di atas. Dalam dunia ini manusia dipandang semata-
mata sebagai objek determinisme.
Namun kita tidak hanya hidup dalam Umwelt. Kita juga
hidup dalam Mitwelt. Mitwelt, secara literal, berarti ―with-world‖
atau ―dengan-dunia‖ atau dunia sosial bersama orang lain. Feist &
Feist (2008) menyatakan bahwa kita harus berrelasi dengan orang
lain selayaknya orang. Jika kita menganggap mereka objek, maka
kita melulu hidup dalam ranah Umwelt.
Pengaruh Interpersonal Theory Sullivan ditemukan dalam
kajian mengenai Mitwelt. Gagasan Sullivan mengenai need for
others dapat dipahami dalam kehidupan manusia yang berada
pada ranah dunia sosial yang notabene membantunya proses
perkembangan psikologis (Ewen, 2003). ―Personality”, kata
Sullivan (dalam Ewen, 2003), “can never be isolated from the
complex of interpersonal relationships in which the person lives”.
Oleh karena itu, semua kegiatan manusia adalah kegiatan sosial,
baik itu proses fisik maupun proses mental seperti mimpi dan
fantasi. Dengan demikian, menurut Sullivan, hubungan
interpersonal menerima tokoh fiktif sebagai lawan relasi manusia
(Hall & Lindzey, 1978).
Ketiga adalah Eigenwelt yang secara literal berarti ―own-
world‖ atau ―dunia pribadi‖. Eigenwelt adalah dunia psikologis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
dari diri seseorang, kekuatan (potensialitas), dan nilai-nilainya.
Dunia ini secara singkat merupakan bentuk relasi dengan oneself.
Dalam dunia ini, sisi humanistik dari psikologi eksistensial sangat
kentara. Seperti apa yang menjadi konsentrasi Rogers dan Frankl
bahwa manusia merupakan subjek aktif yang memiliki kapasitas
untuk mengatasi problemanya.
Eigenwelt mensyaratkan self-awareness, self-relatedness
yang secara unik hadir dalam human being. Dalam mode ini, kita
memahami bahwa kita adalah pusat dari eksistensi kita serta
mengenal potensi-potensi khusus kita. Potensi-potensi yang
dimaksud adalah seperti kapasitas menilai, memilih, dan nilai-
nilai. Ketika kita menggunakan potensi kita, maka peneguhan
terhadap eksistensi diri akan dicapai. Lebih jauh lagi, mode ini
menjadi jelas ketika kita menilai dengan akurat apa yang kita suka
atau tidak suka, apa yang kita butuhkan atau tidak butuhkan, yang
secara personal mengevaluasi pengalaman.
Pengaruh Carl Rogers dengan Person-Centered Theory-nya
seirama dengan Eigenwelt. Rogers (1961) memandang bahwa ada
tendensi bawaan yang mengembangkan sifat konstruktif pada
manusia; potensialitas untuk menjadi sehat. Hal ini kemudian
dikenal dengan istilah aktualisasi diri. Oleh karena itu, jika dilihat
dari perspektif Rogers, maka perilaku bukan disebabkan karena
sesuatu yang terjadi di masa lalu, melainkan disebabkan oleh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
tegangan dan kebutuhan saat ini. Ini menunjukkan bahwa mode
Eigenwelt vis-a-vis dengan mode Umwelt.
Dalam Love and Will, May (1969) membentangkan bentuk
cinta beserta eksistensinya dalam tiga dunia yang secara simultan
membentuk dasein. Tradisi barat (Western tradition) mengenal
empat macam cinta, yakni; sex, eros, philia, dan agape. Sex dan
eros termasuk dalam dunia biologis manusia atau berarti dalam
Umwelt. Philia atau cinta terhadap teman berada dalam ranah
dunia sosial manusia, yang berarti berada dalam Mitwelt. Terakhir
agape yang berada dalam Eigenwelt.
Lebih jauh lagi May mencapai kesimpulan bahwa setiap
pengalaman cinta yang otentik merupakan paduan dari empat
bentuk cinta tersebut dengan komposisi yang berbeda. Atau
Gambar 3. Orang yang sehat hidup secara simultan di Umwelt, Mitwelt, dan Eigenwelt
Sumber : Feist & Feist, 2008
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
dengan kata lain merupakan hasil dinamika yang simultan antara
Umwelt, Mitwelt, dan Eigenwelt.
3. Being dan Nonbeing
Manusia adalah satu-satunya makhluk di
dunia yang sadar suatu saat mereka akan
mati…Meskipun manusia mengetahui hari
mereka di dunia terbatas dan semua akan
berakhir di saat mereka tak
mengharapkannya, manusia membuat
hidupnya laksana pertempuran yang senilai
makhluk yang hidup kekal…Mereka tak
punya apapun untuk dipertaruhkan—karena
kematian tidak bisa dihindari.
—Paulo Coelho, The Pilgrimage
Kematian adalah kecemasan paling fundamental pada
manusia. Manusia tidak bisa memilih untuk lahir, namun dia bisa
memilih untuk mati; bahkan tanpa memilih, suatu saat dia akan
mati. Menurut Herman Feifel (1961), penyelidikan lebih lanjut
mengenai sikap terhadap kematian dapat memperkaya dan
memperdalam pemahaman kita mengenai reaksi adaptif maupun
maladaptif terhadap stres dan teori kepribadian pada umumnya.
Feifel (1961) mengumpulkan berbagai literatur mengenai
sikap terhadap kematian dan mendapatkan bukti yang
menegaskan bahwa kematian merupakan hal paling nyata yang
membawa manusia ke status nonbeing. Oleh karena itu, yang
menjadi kecemasan manusia paling riil dalam kehidupannya
adalah kematian. Yalom (1980) mengklaim bahwa sebagian besar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
energi manusia digunakan untuk melakukan penyangkalan
terhadap kematian.
May (dalam Feist & Feist, 2008) mengklaim bahwa
kematian bukanlah sebuah fakta yang relatif, melainkan absolut.
Kesadaran dari kematian memberikan eksistensi dan sebuah
kualitas absolut mengenai apa yang akan dilakukan setiap waktu.
Hidup menjadi terasa lebih vital dan berarti ketika kita
menghadapkannya pada kemungkinan terhadap kematian. Senada
dengan apa yang disampaikan May, Yalom (1980) berpendapat
bahwa kesadaran akan kematian menjadi onset manusia untuk
―mencelupkan‖ diri dalam kehidupan. Kecemasan terhadap
kematian ini dalam pembentukan struktur karakter manusia dan
menghasilkan kecemasan yang memberi tekanan nyata dalam
pembangunan pertahanan psikologis.
Melalui kajian berbagai literatur sejarah manusia, Feifel
(1961) berpendapat bahwa gagasan mengenai kematian
merupakan misteri eternal dalam berbagai sistem pemikiran
religius maupun filsafat. Ini membuktikan bahwa kapasitas
manusia untuk memahami konsep masa depan dan, tentu saja,
kematian yang tidak dapat terhindarkan. Karena sifatnya yang
tidak terhindarkan, maka kematian berimplikasi terhadap reaksi
universal terhadap realita bahwa tidak seorangpun terbebas dari
hal tersebut. Kemudian dalam bidang psikologi, muncul Freud
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
yang mengklaim bahwa ketidaksadaran terhadap kematian
terproyeksikan dalam diri manusia yang kemudian muncul lewat
tendensi self-destruction.
Kecemasan sendiri memiliki sumber yang berbeda dengan
ketakutan. Jika kecemasan berasal dari ancaman mental, maka
ketakutan berasal dari ancaman fisik. Dalam bahasa Yalom
(1980) dikatakan bahwa ketakutan menyerang bagian permukaan
manusia, bukan pondasi manusia. Dengan demikian, dinamika
kecemasan dipahami secara ontologis; berhubungan dengan
eksistensi manusia.
Sama seperti Heidegger maupun Binswanger, secara
ontologis, May (1958) memahami kecemasan sebagai ancaman
terhadap dasein. Berbeda dengan Freud yang mengeksplorasi
kecemasan dari tiga sumber yang berbeda, konsep kecemasan
dalam psikologi eksistensial diderivasikan dari perselisihan antara
being dan ancaman nonbeing. Tidak ada batasan pasti mengenai
intensitas kecemasan yang sehat dengan yang tidak. Hanya saja,
manusia yang sehat secara mental tidak kehilangan fungsi diri
sebagai makhluk yang mengatasi kodrat dan keadaannya
(alloplastic).
Being dan nonbeing adalah negasi. Dalam bahasa Sartrean
nonbeing memiliki padanan kata dengan nothingness. Menurut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
Sartre (1956), secara konstitutif, pendek kata nothingness dapat
dipahami sebagai berikut :
Nothingness does not itself have being, yet it is
supported by being. It comes into the world by the
for-itself and is the recoil from fullness of self-
contained being which allows consciousness to
exist as such. (hal.551)
May (1958) mengklaim bahwa nonbeing merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari being. Untuk memahami konsep eksis,
seseorang juga perlu menyadari fakta bahwa ada kemungkinan
dia tidak eksis. Dalam setiap momen, dia menempuh pinggiran
jurang yang terjal dengan kemungkinan untuk binasa
(annihilation). Dia tidak pernah dapat melarikan diri dari fakta
kematian yang akan tiba pada waktu yang tidak tentu di masa
depan. Eksistensi selalu dibayang-bayangi oleh nonbeing.
Konfrontasi dengan nonbeing membuat eksistensi memiliki
vitalitas (vitality) dan kesiapan (immediacy) serta menaikkan
tingkat consciousness terhadap dirinya, dunianya, dan segala
sesuatu di sekitarnya.
Namun, konfrontasi selalu diikuti dengan status. May
(1958) mengelaborasi bahwa kegagalan dalam menghadapi
nonbeing adalah munculnya konformisme. Konformisme
memunculkan karakter manusia yang membiarkan dirinya
terendam dalam lautan respon dan sikap yang kolektif, ditelan
oleh das Man, serta secara bersamaan kehilangan kesadaran
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
(awareness), potensialitas, dan karakteristik apapun yang
membuat dia unik dan menjadi seorang original being. Kapasitas
untuk menghadapi nonbeing terilustrasikan dalam kemampuan
seseorang untuk menerima kecemasan (anxiety), permusuhan
(hostility), dan agresi (aggresion); bahwa hal tersebut ada di
dalam samudra kejiwaan manusia. Menerima memiliki arti yang
tidak dangkal. Menerima berarti toleran tanpa adanya unsur
represi dan dapat menggunakannya sejauh hal tersebut
konstruktif.
Sepanjang pengalamannya bersama klien dan dalam
kiblatnya terhadap Freudian, Wolson (2005) menemukan bahwa
manifestasi kecemasan memiliki akar yang sama; ketakutan
terhadap kematian secara psikis, atau dengan kata lain; nonbeing.
Implikasinya, kebutuhan mendasar manusia adalah psychic
survival. Hal ini telah terlihat sepanjang perjalanan kehidupan
manusia. Bayi menghadapi ketakutan kematian psikis dengan
mengembangkan struktur psikis (self dan object-relations) dan
tindakan defensif untuk memastikan psychic survival-nya.
Pengembangan struktur psikis dan tindakan defensif tersebut
menjadi sarana pembentukan sense of being. Dengan demikian,
kehidupan manusia adalah dialektika tanpa henti dari being untuk
mengatasi nonbeing.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
C. State of Being Fundamentalisme Agama
Dalam sebuah perjumpaan, maka akan terjadi perubahan dalam diri
masing-masing aktor. Ketika antar manusia mengalami relasi interpersonal,
tegangan atau konflik akan muncul diikuti kecemasan.
Kierkegaard (1997) mengilustrasikan kecemasan sebagai ―the dizziness
of freedom, the awareness of the possibility of being able.‖ Kecemasan adalah
kebebasan yang sedang bingung, kesadaran bahwa ada kemungkinan untuk
menjadi lebih (mampu). Lebih jauh lagi Kierkegaard mengatakan bahwa
kecemasan adalah realitas kebebasan sebagai sebuah potensialitas sebelum
kebebasan tersebut terwujud. Goldstein (dalam May, 1963) mengelaborasi
bahwa kebebasan dikapitulasikan, secara individual maupun kolektif, dengan
harapan agar bisa mengatasi kecemasan yang tidak tertanggungkan.
Kecemasan tidak tertanggungkan inilah yang kemudian mendorong Fromm
(1955) yang secara menarik menyatakan bahwa di abad ke-20 manusia
kehilangan individualitasnya—man is dead!
Fromm (1942) menguraikan bahwa kecemasan yang tidak
tertanggungkan dan individualitas yang hilang ini mewujud dalam kesendirian
yang tidak tertanggungkan (unbearable aloneness) dan ketidakberdayaan yang
tidak tertanggungkan (unbearable powerlessness). Kesendirian dan
ketidakberdayaan ini kemudian menciptakan perasaan inferior terhadap
sekitar. Inferioritas ini mendorong individu untuk menggabungkan diri ke
dalam sesuatu yang lebih besar dibanding dengan dirinya sendiri atau sesuatu
yang dianggap lebih superior.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
Penggabungan individu ini menunjukkan bahwa ada kekuatan lebih
tinggi di luar dirinya. Kekuatan superior ini menuntut individu untuk
mematuhinya (Fromm, 1942). Inilah yang kemudian mewujud dalam istilah
―hukum alam‖, ―nasib manusia‖, maupun ―kehendak Tuhan‖. Oleh karena itu,
melalui indoktrinasinya, agama memenuhi syarat untuk menjadi salah satu
kekuatan superior.
Tidak heran apabila pola penggabungan diri ke dalam yang lebih
superior kemudian juga muncul pada para fundamentalis agama. Ketakutan
manusia akan ketiadaan (dalam bentuk ketidakberdayaan dan kesendirian)
mendorong manusia untuk mengatasinya lewat figur yang lebih superior dan
sempurna. Figur ini kemudian dihadirkan dalam wujud Tuhan—yang dalam
bahasa Freud adalah the exalted father. Tuhan kemudian diorganisasikan
sehingga menghadirkan sebuah wujud pasti dari organisasi kehidupan berupa
agama. Menurut Fromm (1992), pembentukan lembaga, organisasi, atau
kelompok-kelompok tertentu merupakan cara menyalurkan agresi. Tidak
jarang cara ini menyebabkan ketertundukan terhadap berhala baru sebagai
imbas dari hubungan otoritatif yang tidak membebaskan (otoritas irasional).
Masih berkaitan dengan otoritas agama, sebuah penelitian yang
dilakukan oleh Moaddel & Karabenick (2008), dengan subjek fundamentalis
agama di Mesir dan Arab Saudi, menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda
dengan apa yang diklaim oleh Fromm. Individu dengan level fundamentalisme
yang cenderung tinggi bersandar pada otoritas agama sebagai sumber
pengetahuan mengenai peran sosio-politis agama, mendukung hukum agama,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
fatalistik, dan merasa tidak aman. Kondisi fatalistik ini kemudian mengantar
pada ketidakberdayaan dan menciptakan sebuah kondisi kebahagian yang
tidak terrealisasikan (unrealizability of happiness). Sedangkan perasaan tidak
aman ditampilkan dalam pandangan hidup responden yang cenderung tidak
aman dan tidak dapat diprediksi. Kebahagiaan yang tidak terrealisasikan serta
sikap fatalistik ini menunjukkan bahwa masyarakat cenderung tidak sehat dan
individu dirugikan (Fromm, 1942).
Konformitas yang tinggi dan destruksi kepribadian menjadi tera bahwa
masyarakat tidak sehat dan cenderung merugikan individu. Akar konformitas
dan destruksi kepribadian tersebut adalah intensitas sense of being yang
meredup akibat adanya kekuatan luar yang mengendalikan individu.
Meredupnya sense of being ini diikuti terciptanya massa anonim dan kaum
konformis yang mengalami alienasi dari dunianya (May, 1958). Sebaran
penelitian (e.g. Altemeyer, 2004; Ji & Ibrahim, 2007; Moaddel & Karabenick,
2008) menunjukkan bahwa pola serupa juga ditemukan dalam ideologi yang
cenderung rigid seperti fundamentalisme. Massa yang anonim dan kaum
konformis inilah yang kemudian dikendalikan oleh kekuatan mahadahsyat
yang tidak terlihat dalam wujud perintah sosial (dogma agama).
Sebagaimana elaborasi May (1958), konformisme merupakan
manifestasi dari nonbeing. Meredupnya sense of being menyulut kemerosotan
karakter manusia yang membiarkan dirinya terendam dalam lautan respon dan
sikap yang kolektif. Manusia ditelan oleh das Man. Secara simultan, manusia
mulai kehilangan kesadaran (awareness), potensialitas, dan karakteristik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
lainnya. Manusia menjadi tidak unik dan bukan lagi seorang original being.
Kapasitas untuk menghadapi nonbeing yang tidak mumpuni menjadi pematik
yang memunculkan kecemasan (anxiety), permusuhan (hostility), dan agresi
(aggresion) yang tidak sehat secara mental.
Secara ontologis, kecemasan sudah ada dibarengi dengan manusia
terlahir ke dunia. Kecemasan ini kemudian mengalami represi ke dalam
unconsciousness. Akibatnya, kesadaran bahwa hal tersebut sudah ada dalam
samudra kejiwaan manusia semakin dangkal. Tingkat kesadaran yang
terhambat ini diikuti dengan terhambatnya penerimaan keadaan secara toleran
sehingga cara mengatasi kecemasan cenderung kurang konstruktif.
Ketidakmampuan menerima dengan sehat ini menyebabkan terhambatnya
proses self-transcending (transendensi diri).
Dalam keadaan ini, proses psikis berjalan begitu defensif. Struktur
psikis yang seharusnya berkembang dalam dunia eksistensial manusia
mengalami disturbansi. Disturbansi eksistensial yang bekerja dalam proses
mental manusia mengalami pergolakan. Konflik internal ini mempengaruhi
tiga mode dunia yang secara simultan membentuk kondisi dasein (being-in-
the-world), yakni; Umwelt, Mitwelt, dan Eigenwelt.
Sama halnya dengan manusia pada umumnya, konstelasi kebutuhan
biologis, dorongan, maupun insting terus-menerus berdinamika dalam Umwelt
para fundamentalis. Sebagai contohnya adalah agresi, yang dalam konteks ini
dipahami sebagai sebuah dorongan. Agresi, yang dasarnya bersifat netral dan
mengarahkan manusia kepada kehidupan, mengalami penyimpangan dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
cenderung menjadi destruktif. Para fundamentalis cenderung memiliah-milah
mana yang out-group dan in-group (Gribbins & Vandenberg, 2011; Herriot,
2009). Proses mental yang defensif dengan mudah terbentuk dalam kondisi
ini.
Di sisi lain, Sullivan mengklaim bahwa need for others mendorong
manusia untuk tetap tergabung dalam komunitas (Ewen, 2003). Demikian juga
dengan apa yang terjadi terhadap para fundamentalis. Kecenderungan untuk
membentuk eksklusivitas dengan anggota yang memiliki cara pandang dunia
yang sama sangatlah besar. Komunitas eksklusif yang terbentuk ini memiliki
karakter yang sama dengan karakter individu yang menjadi anggotanya;
memiliki resistensi terhadap kebaruan, reaktif, serta defensif. Resistensi dan
proses defensif akan membuat batasan tertentu di dalam Mitwelt. Hal ini dapat
dipahami dalam kecenderungan seorang fundamentalis yang lebih memilih
untuk menolong in-group. Dalam kasus ini konsep extrinsic religious
orientation Allport & Ross (1967) mengambil peranan penting terhadap
manifestasi proses mental dalam perilaku. Proses terbentuknya konformitas
yang reaktif dan defensif dapat dipahami dalam konteks ini.
Status manusia sebagai entitas utuh bermain peran yang besar dalam
terciptanya paham fundamentalisme. Manusia menempatkan diri dan melihat
yang lainnya sebagai eksistensi yang berdiri sendiri-sendiri. Dalam keadaan
tertentu manusia menempatkan diri sebagai subjek dan objek bagi dunia yang
telah dicipta dan dimakna oleh dirinya sendiri sebagai eksistensi yang berdiri
sendiri. Oleh karena itu, proses pemaknaan yang dinamis terus berlangsung
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
dalam ranah Eigenwelt. Masalahnya adalah sumber makna para fundamentalis
yang terbatas. Sesuatu yang menyatukan mereka dalam in-group, misalnya
kitab suci. Ciri intratextual pada para fundamentalis membatasi dan semakin
mengaburkan fungsi dirinya sebagai sebuah being yang berdiri di antara being
di sekitarnya. Separasi eksistensi dari individu lain diikuti dengan separasi
terhadap dunianya sendiri menjadi akibat wajar dari kiblatnya pada
intratextual.
Alhasil, fundamentalis memiliki dunia eksistensial baru yang terbentuk
lewat pemaknaan yang holistis dari tiga mode dunia yang bekerja secara
simultan. Dunia ini begitu rapat, namun bukan berarti tidak permeabel. Pilihan
eksistensial para fundamentalis untuk sementara waktu dikendalikan oleh
frame of reference yang didasarkan pada teks suci, konservatisme, cara
pandang yang kaku, intoleransi, dan kebenaran mutlak pada kelompok.
Meskipun demikian, inner dynamism terus berdinamika sepanjang si individu
hidup. Sifat dunia eksistensial yang terbentuk ini juga sama seperti dunia
eksistensial pada umumnya; dinamis.
Sebagaimana dunia eksistensial yang cenderung dinamis, pemahaman
religius juga memuat dinamisme di dalam dunia eksistensial manusia.
Beberapa sumber menyampaikan ada satu dunia yang bersifat religius dan
transpersonal yang erat kaitannya dengan tiga mode dunia lainnya, yakni
Uberwelt (Rowan, 2012). Pemahaman religius ini menciptakan pengalaman
transformasional yang erat melekat dalam tiga mode dunia. Persinggungan
selalu terjadi dalam perubahan sebagaimana tegangan dan konflik selalu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
terjadi dalam pertemuan. Mengacu pada James (1902), dalam kondisi seperti
ini konversi bisa terjadi secara gradual; setiap saat dan setiap waktu.
Ekuivalen dengan apa yang telah diuraikan sebelumnya,
fundamentalisme merupakan wujud dari merosotnya sense of being manusia.
Manusia tidak secara aktif produktif menciptakan makna atau mencari makna
dari sekitarnya sehingga berakibat fatal pada tidak terbaharuinya frame of
reference. Penerimaan secara sehat terhadap kebaruan (modernisasi disertai
nilai-nilainya) tidak berjalan dengan baik. Unsur represi dan karakter yang
destruktif kemudian mudah terbentuk dari tendensi konservatif. Dalam hal ini,
resistensi terhadap nilai baru yang tidak sesuai dengan frame of reference
dengan mudah akan muncul.
Lebih jauh lagi, produk nilai modernisme menciptakan manusia yang
inferior secara psikis dan cenderung takut untuk bebas (Fromm, 1942; 1955).
Keterikatannya terhadap objek tertentu yang menjadi produknya sendiripun
semakin kuat. Objek inilah yang lalu oleh Fromm disebut berhala. Berhala di
sini memiliki antonim dengan fungsi agama sebagai ―jalan‖ bagi kehidupan
manusia. Fungsi agama tidak lagi seperti apa yang disampaikan Jung sebagai
sebuah jalan menuju individuasi atau dalam eksistensialisme menjadi jalan
menuju the existing person, namun justru suatu produk yang melanggengkan
depersonalisasi.
Schumaker (1995) benar ketika menyebutkan bahwa, seperti apa yang
disampaikan Freud, agama merupakan wujud ketidakberdayaan manusia. Di
lain pihak, dalam konteks ini, Schumaker (1995) salah ketika mengklaim
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
bahwa agama meningkatkan kesehatan mental. Hal tersebut bukanlah sebuah
keniscayaan. Tidak semua penganut agama selamat; dalam konteks semakin
meningkat kesehatan mentalnya.
Dengan tepat Fromm (1955) menggambarkan bahwa semangat dunia
modern adalah abstraksifikasi dan kuantifikasi. Abstraksifikasi dan
kuantifikasi ini menunjukkan bahwa dunia merupakan sesuatu yang diperintah
logika dan rasionalitas manusia. Ketika dihadapkan dengan pemaknaan agama
yang semata-mata bersumber pada logika, transitional object yang menjadi
esensi keberadaan agama sebagai sumber makna semakin menjauhkan
manusia dari penyadaran diri. Atau dengan kata lain, tidak semua individu
yang menganut agama mengalami peningkatan kesadaran yang dalam literatur
psikologi disebutkan sebagai “aha” experience (May, 1958).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Modern World
dan
Nilai-nilai yang
dibawa
Persinggungan
dengan
frame of reference
Pencarian
makna sebagai
pegangan dan
filosofi hidup Berpedoman
terhadap kitab
suci/dogma
- Konservatisme
- Rigiditas
- Anti modernisme
- Intoleransi
Penemuan makna,
frame of reference
menjadi ketat
FUNDAMENTALISME
Kuantifikasi
dan
Abstraksifikasi
Inner dynamism dalam tiga
mode dunia:
Umwelt, Mitwelt, Eigenwelt
Manusia yang kehilangan
sense of being
dan kehilangan dunianya
Kecemasan terhadap
NONBEING
Proses
BEING-SOMETHING
D. Peta Konsep Penelitian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
BAB III
DESAIN PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian Fenomenologi Eksistensial
Berrelasi dengan manusia berarti berrelasi dalam bahasa makna;
termasuk juga makna yang digunakan untuk membangun dan menyusun
dunianya. Bertolak dari hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk
mendeskripsikan (mencapai kejelasan) dunia yang dihidupi dasein. Lewat
penggalian dinamika mode dunia Umwelt, Mitwelt, dan Eigenwelt disertai
pemahaman Mitsein dan Mitdasein, dunia yang dikonstruksi oleh Yusuf
sebagai fundamentalis agama akan dapat diketahui. Melalui deskripsi yang
dikembangkan, akan diperoleh kejernihan informasi mengenai bagaimana para
fundamentalis memaknai dan menyusun dunia mental-eksistensialnya.
Riccoeur (1967) mengklaim bahwa dunia yang dipahami ini bersifat
eksistensial karena menjadi horizon yang kita hayati. Dunia sebagai horizon
ini mendahului setiap objek. Untuk dapat memahami dinamika dunia, maka
digunakan metode kualitatif fenomenologi eksistensial. Metode fenomenologi
eksistensial adalah metode bagi dan diarahkan pada problematik pokok, yakni
problematik eksistensial (Riccoeur, 1967). Dengan metode ini, pemahaman
akan dunia eksistensial akan tercapai.
Menurut Moustakas (1994), diri (self) dan dunia (world) adalah
komponen makna yang tidak dapat dipisahkan. Dasar berpikir bahwa manusia
dan dunia tidak terpisahkan dengan otomatis menciptakan prinsip ke-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
salingmenciptakan (co-constitutionality)—manusia dan dunia saling
menciptakan (Valle & King, 1978). Dengan pondasi seperti itu, maka
dinamika mode dunia Umwelt, Mitwelt, dan Eigenwelt dapat dipahami secara
objektif sekaligus subjektif.
Pemahaman secara objektif sekaligus subjektif ini menegaskan bahwa
inti diri seseorang tidak pernah dapat diketahui lewat diagnosis, analisis, dan
evaluasi; metode ini menghancurkan keseluruhan (wholeness) dan menyisakan
parsialitas diri. Sebagaimana slogan dari para fenomenolog, zu den sachen
selbst (terarah kepada benda itu sendiri), maka cara untuk menghargai
seseorang sebagai manusia adalah melihatnya dengan caranya melihat dirinya.
Untuk melihat manusia dengan caranya melihat dirinya, Moustakas (1994)
membentangkan proses bertingkat dalam penelitian fenomenologis, yakni;
Epoche, Phenomenological Reduction, Imaginative Variation, dan Synthesis.
Sebagaimana slogan fenomenologi, peniadaan interpretasi empiris dan
peneguhan eksistensial dilakukan dalam proses penelitian fenomenologis.
Kemurnian data dipahami sebagai kebebasan data dari presuposisi. Oleh
karena itu, sikap apriori harus dihindari selama proses penelitian berlangsung;
kita harus mengambil sikap abstain. Dengan cara seperti itu, maka kita akan
melihat apa yang benar-benar ada. Proses ini disebut sebagai Epoche.
Moustakas (1994) menyatakan bahwa, lewat purifikasi consciousness, peneliti
diajak untuk melakukan invalidasi, inhibisi, dan pendiskualifikasian
pengetahuan maupun pengalaman sebelumnya. Peningkatan consciousness
akan berimpak pada apa yang kita lihat, pikirkan, imajinasikan, dan rasakan;
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
menjadi cenderung sesuai dengan apa yang ada. Tujuan dari semua itu adalah
pembuangan prasangka dari peneliti agar dicapai kebaruan dalam mengalami
sesuatu dan lebih jauh lagi; suatu kemurnian data dari pengalaman partisipan.
Proses inti selanjutnya adalah Phenomenological Reduction. Proses ini
dilakukan dengan penggambaran lewat susunan bahasa (textural language)
mengenai apa yang terlihat. Pendeskripsian, yang dilakukan dalam tahap ini,
sarat akan kegiatan internal dari kesadaran, pengalaman sebagaimana adanya,
irama dan hubungan antara phenomenon dengan diri. Ada dua proses yang
secara kronologis harus dilakukan; pertama adalah bracketing, dan kedua
adalah horizonalizing. Bracketing dilakukan dengan cara menempatkan segala
hal di luar bahasan penelitian sehingga didapat yang semata-mata dalam ranah
topik dan pertanyaan penelitian. Dalam horizonalizing, setiap pernyataan
awalnya diperlakukan memiliki nilai yang setara. Kemudian pernyataan yang
tidak relevan, repetitif, atau melebihi batasan dari topik dan pertanyaaan
dihapus. Dengan demikian, akan tersisa makna tekstural dan unsur pokok
phenomenon yang tidak menyimpang dari topik dan pertanyaan atau disebut
juga horizons. Setelah horizons diperoleh, pengelompokan horizons dalam
tema dilakukan dan disusul dengan pengorganisasian horizons dan tema ke
dalam sebuah deskripsi tekstural yang memiliki koherensi satu sama lain.
Secara gradual, tahap Phenomenological Reduction ditempuh dengan
cara pre-refleksi, refleksi, kemudian reduksi—untuk mencapai esensi alami
dari phenomenon. Kita dituntut untuk memperoleh suatu alternatif baru dari
phenomenon yang menjadi fokus kita, oleh karenanya kita melakukan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
hubungan intersubjektif dengan orang lain berkaitan dengan makna
pengalaman. Proses recheck dalam perspektif orang lain ini oleh Husserl
disebut communalization. Walhasil, akurasi phenomenon dan kompleksitas
makna akan meningkat dengan cara ini.
Proses inti ketiga adalah Imaginative Variation. Tujuan dilakukannya
Imaginative Variation adalah mencari berbagai kemungkinan makna melalui
penggunaan imajinasi, mengutak-atik frames of reference, mendekati
phenomenon dari perspektif berlainan. Tujuan dari semua itu adalah
pencapaian deskripsi struktural dari pengalaman. Faktor yang mendasari
pengalaman dieksplorasi dalam proses ini. Langkah-langkah dalam
Imaginative Variation adalah; (1) Secara sistematis melakukan utak-atik
terhadap berbagai kemungkinan makna struktural yang mendasari makna
tekstural. Kemudian (2) mengenal tema-tema yang mendasari atau konteks
yang menceritakan kemunculan phenomenon. Selanjutnya adalah (3)
mempertimbangkan struktur universal yang menimbulkan perasaan dan
pemikiran berdasarkan phenomenon; seperti struktur waktu, ruang, perhatian
jasmani, materialitas, kausalitas, hubungan dengan diri, atau relasi dengan
orang lain. Dan terakhir adalah (4) mencari contoh yang secara jelas
mengilustrasikan tema struktural yang saling berkaitan dan memudahkan
pegembangan deskripsi struktural dari phenomenon.
Proses inti terakhir adalah Synthesis. Synthesis di sini merujuk pada
sintesis makna dan esensi. Proses ini ditempuh dengan cara intuitif yang
membaurkan makna menjadi satu kesatuan yang utuh dari dasar tekstural dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
deskripsi struktural ke dalam pernyataan yang terunifikasi oleh esensi
pengalaman saecara menyeluruh. Hasil sintesis menghadirkan esensi pada
waktu dan tempat tertentu lewat imajinasi dan refleksi peneliti secara
mendalam dari phenomenon.
B. Fokus Penelitian
Penelitian ini berfokus pada dunia eksistensial Yusuf sebagai seorang
fundamentalis. Partisipan penelitian yang berjumlah satu orang
mengindikasikan bahwa penelitian ini adalah single-case studies yang didekati
lewat fenomenologi eksistensial.
C. Sumber Data Penelitian
Colaizzi (dalam Leroux, Sperlinger, & Worrell, 2007) menyatakan
bahwa dalam studi fenomenologi kita membutuhkan partisipan yang: (1) telah
mengalami phenomenon yang diselidiki, (2) mampu untuk memberikan
deskripsi verbal dari pengalaman. Bebasis dari pemahaman tersebut, sumber
data penelitian diperoleh dari Yusuf sebagai seorang partisipan penelitian yang
mengalami phenomenon menjadi seorang fundamentalis dan secara intensif
tertarik untuk memahami dirinya dan maknanya.
Dengan mencapai pemahaman terhadap phenomenon, penelitian ini
melakukan upaya kritis terhadap teori bahwa ciri khas fundamentalis adalah
intratekstualitas. Selain itu, menurut peneliti kasus Yusuf termasuk unik dan
ekstrim. Yusuf berjihad untuk mencari kebenaran dan kesempurnaan agama,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
bukan hanya sekadar yang selama ini menjadi desas-desus bahwa masalah
ekonomi atau pribadi yang neurotik menjadi latar belakang fundamentalisme.
Menurut Yin (dalam Wilig, 2008) upaya kritis terhadap teori serta keunikan
dan keekstriman kasus dapat menjadi alasan untuk memilih desain single-case
studies.
D. Teknik Pengumpulan Data dan Sampling
Pengumpulan data utama dilakukan dengan wawancara. Menurut
Wilig (2008), lewat wawancara, peneliti mendapatkan kesempatan untuk
berbicara mengenai aspek khusus kehidupan atau pengalaman partisipan. Di
samping itu, wawancara memungkinkan eksplorasi mengenai pengalaman
historis dari partisipan (Cresswell, 2009). Selain itu, kesulitan untuk
melakukan observasi langsung akan teratasi lewat wawancara.
Wawancara yang dilakukan adalah wawancara semi terstruktur.
Wawancara jenis ini memungkinkan interviewer untuk mengendalikan
atmosfer serta alur dari wawancara lewat pertanyaan sehingga tujuan dari
penelitian akan didapat secara lebih terstruktur. Wawancara akan dilakukan
hingga diperoleh data yang mencukupi untuk menjawab pertanyaan penelitian.
Oleh karena itu, intensitas wawancara tidak bisa diprediksikan maupun
ditentukan sebelumnya. Pertanyaan dalam pengumpulan data dilakukan
dengan cara membentuk pertanyaan yang bersifat umum kemudian dielaborasi
lewat pertanyaan khusus.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
Creswell (2007) menyatakan bahwa pertanyaan dalam penelitian
secara bertahap diawali dengan central question kemudian dilanjutkan dengan
subquestion. Berbasis pada hal tersebut, maka wawancara akan diawali
dengan pertanyaan yang mengantar pada grand tour (central question)
pengalaman hidup partisipan kemudian diikuti dengan pertanyaan yang lebih
spesifik (subquestion). Baik dalam central question maupun subquestion akan
disajikan pertanyaan terbuka, bersifat mengembangkan (membabarkan), dan
tidak mengarahkan.
E. Teknik Analisis dan Interpretasi Data
Sebagaimana dikatakan Boss (1963), bidikan daseinanalytic adalah
melihat phenomenon dalam dunia kita; bagaimana dunia dan phenomenon
berhadapan dengan kita. Selain itu, lewat daseinanalytic kita diajak
menghidupi phenomenon hingga kesadaran akan apa yang diceritakan dunia
dan phenomenon kepada kita semakin meningkat. Dengan meningkatnya
kesadaran, meningkat pula kapasitas kita untuk menangkap makna dan esensi
dari phenomenon itu sendiri.
Dalam proses daseinanalytic ini digunakan metode van Kaam untuk
memancing dasein dan phenomenon menampakkan diri. Moustakas (1994)
merangkum langkah analisis van Kaam sebagai berikut:
1. Pembuatan daftar dan pengelompokkan awal
Tahapan ini dilakukan dengan membuat daftar pernyataan yang relevan
terhadap pengalaman (horizonalization).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
2. Reduksi dan eliminasi
Reduksi dan eliminasi bertujuan untuk menentukan konstituen invarian
lalu menguji tiap pernyataan dengan dua keperluan:
a. Apakah hal tersebut memuat momen pengalaman yang menjadi
kebutuhan dan konstituen yang cukup untuk memahaminya?
b. Apakah mungkin untuk membuat abstraksi dan melabelinya? Jika ya,
itulah horizon pengalaman. Pernyataan yang tidak ditemukan dalam
kebutuhan di atas lalu dieliminasi. Pernyataan yang overlapping,
repetitif, dan samar-samar juga dieliminasi atau dihadirkan dalam
istilah yang lebih terperinci. Horizon yang tersisa adalah konstituen
invarian dari pengalaman.
3. Pengelompokkan dan tematisasi konstituen invarian
Tugas dalam tahap ini adalah mengelompokkan konstituen invarian dari
pengalaman yang berhubungan dengan label tematik. Konstituen yang
dikelompokkan dan dilabeli merupakan tema inti dari pengalaman.
4. Identifikasi final konstituen invarian dan tema dengan penerapan: Validasi
Dalam rangka proses validasi, dilakukan pemeriksaan antara konstituen
invarian dan penyertaan temanya dengan rekaman lengkap dari partisipan.
(1) Apakah secara eksplisit mereka mengekspresikannya dalam transkripsi
yang lengkap? (2) Apakah mereka kompatibel jika tidak diekspresikan
secara eksplisit? (3) Jika tidak eksplisit dan kompatibel, mereka tidak
relevan dengan pengalaman peneliti dan seharusnya dihapus.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
5. Dengan menggunakan konstituen invarian dan tema yang relevan dan telah
divalidasikan, kemudian dilakukan proses pembangunan konsepsi antar
interpreter ke dalam sebuah deskripsi tekstural individual dari pengalaman
dengan menyertakan contoh verbatim dari transkripsi wawancara.
6. Membangun konsepsi tiap interpreter dalam bentuk deskripsi struktural
individual berdasarkan deskripsi tekstural individual dan imaginative
variation dari pengalaman interpreter.
7. Membangun konsepsi tiap partisipan lewat deskripsi makna secara
tekstural-struktural dan esensi dari pengalaman dengan menggabungkan
konstituen invarian dan tema.
F. Verifikasi Data
Menurut van Kaam (1969), untuk melakukan verifikasi data, dilakukan
validasi intrasubjektif dan intersubjektif. Validasi intrasubjektif terdiri dari
prosedur yang menguji penyesuaian esensial terhadap eksplikasi perilaku yang
sama dalam sebuah variasi situasi acak ketika eksplikasi ini ditunjukkan oleh
seorang peneliti. Validasi ini dilakukan dengan memperoleh deskripsi naif dari
persepsi spontan phenomenon dari partisipan. Variasi dari situasi yang konstan
dapat dibedakan dengan situasi lainnya. Lewat cara ini, akan diperoleh
struktur fundamental yang terlihat dalam perilaku yang memiliki kesamaan.
Validasi intersubjektif memiliki analogi cara yang sama dengan validasi
intrasubjektif, bedanya adalah dilakukan oleh beberapa interpreter yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
kredibel. Dengan membuat deskripsi naif mengenai phenomenon, dibuat
perbandingan kritis dari deskripsi dan uraian yang telah terkumpul.
Hasil dari sintesis makna dan esensi adalah berbentuk deskripsi
tekstural-struktural dan esensi pengalaman. Deskripsi ini akan disajikan
kepada partisipan dengan tujuan pemeriksaan keseluruhan data, penambahan
data, atau koreksi data (Moustakas, 1994). Proses ini bertujuan untuk
memperoleh data, yang dalam literatur kualitatif, mengandung sifat yang
terpercaya (trustworthy), asli dan benar (authenticy), dan kredibel (credible).
Langkah ini juga termasuk proses validasi intersubjektif.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
BAB IV
PELAKSANAAN PENELITIAN, LIFE-HISTORY, ANALISIS
DATA & HASIL PENELITIAN, DAN PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Penelitian
Dalam sebuah tulisannya, Rollo May mengurai pendek mengenai
perjumpaan (encounter). Menurut May, ―It [encounter] has the power to
grasp and move one deeply.‖ Jika dipahami tanpa simplifikasi, akan
ditemukan makna kata-kata tersebut tanpa harus mereduksinya. Perjumpaan
bukan sekadar kontak fisik. Perjumpaan adalah juga kontak psikis. Dalam
perjumpaan, manusia akan berhadapan dengan afeksi-afeksi seperti senang,
bosan, gelisah, cemas, maupun merasa terharu. Hal ini serupa dengan proses
perjumpaan yang dilakukan sebelum pengambilan data, ketika pengambilan
data, maupun setelah pengambilan data.
Perjumpaan dengan Yusuf dilakukan pertama kali pada tanggal 5 Mei
2012. Ketika itu perjumpaan terjadi di warung kuliner yang menjadi usaha
Yusuf sampai saat ini. Dalam diskusi sebuah komunitas para ex-combatant
dari berbagai macam agama, Yusuf menjadi salah satu dari peserta diskusi.
Bagi penulis, perjumpaan ini berhasil meruntuhkan prasangka bahwa orang
yang pernah dilabeli garis keras akan sulit untuk menjadi manusia dengan
pandangan kebanyakan. Ternyata Yusuf adalah orang yang terbuka dan
menghargai pandangan keagamaan yang berbeda.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
Awalnya, penulis tidak mampu memahami apa yang membuat orang-
orang tertentu meniadakan manusia yang lain. Pada dasarnya penulis
membenci peperangan. Namun, penulis yakin bahwa yang bisa dibenci dari
manusia adalah sikapnya, bukan manusianya itu sendiri. Dalam hal ini, penulis
mulai berdinamika dengan inner world-nya. Adalah sulit untuk memahami
orang yang dibenci. Perubahan perspektif untuk memandang Yusuf sekadar
sebagai objek penelitian terjadi di sini. Dengan demikian, tradisi positivistik
sebisa mungkin direduksi selama proses penelitian ini.
Pada langkah selanjutnya sebelum pelaksanaan pengambilan data,
penulis berusaha membangun interaksi dengan Yusuf seoptimal mungkin. Hal
ini diharapkan dapat membangun efektivitas interaksi sehingga akan muncul
rasa percaya Yusuf terhadap penulis. Dengan meningkatnya level rasa
percaya, maka penyingkapan diri yang diuraikan oleh Yusuf akan semakin
tereksplorasi. Dengan penyingkapan diri yang kompleks ini, kredibilitas
penelitian dapat dicapai.
Berbasis pendekatan eksistensial, Yusuf diperlakukan layaknya the
existing person. Penulis memandang Yusuf berpusat pada dirinya. Sebagai
manusia, Yusuf merupakan exsistenz yang sadar akan keberadaannya. Oleh
karena itu, apa yang muncul dalam setiap perkataannya adalah apa yang ada
dalam level kesadarannya.
Pada tanggal 2 Desember 2011, interview tahap awal dilaksanakan di
salah satu lokasi kerja Yusuf (Kusumawardhani). Interview ini dilakukan
dalam ruang terpisah dengan karyawan lain. Ada sekitar 4 karyawan yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
berada di warung makan tersebut. Selama proses interview, ada beberapa
karyawan yang keluar masuk dan terpaksa menjadi distraktor selama dinamika
interview. Yusuf
terkesan dalam keadaan terburu-buru. Dia harus ke
warungnya yang lain (Tembalang) dan mengambil motor di bengkel. Sebelum
interview, Yusuf sempat bertanya bagaimana jika interview dilakukan di
warung yang satunya (Tembalang). Namun karena pertimbangan waktu dan
lokasi yang cukup jauh dari posisi saat itu, interview tetap dilakukan di tempat
awal.
Selama interview dilakukan, banyak kalimat penegasan yang
dimunculkan. Yusuf terlihat sangat atraktif dalam berkomunikasi. Dia
menggunakan tangan dan gerakan non-verbal lain untuk membuat cerita yang
benar-benar meyakinkan. Sesekali, Yusuf mencoba melakukan recall terhadap
memory masa lalunya. Namun berdasarkan kedalaman uraian dan capaian,
interview masih perlu dilakukan, keseluruhan data yang didapat belum
menggambarkan personalitas Yusuf. Data yang muncul masih bersifat
superfisial. Data yang diperoleh masih berupa pengalaman yang bersifat
material. Penggalian data belum menyentuh personalitas Yusuf. Untuk
keperluan kedalaman data, dilakukan interview lebih lanjut.
Interview II dilakukan pada tanggal 15 Januari 2013 pukul 16.40-17.30
di lokasi kerja Yusuf yang berada di Tembalang. Kondisi lingkungan kerja,
berupa warung dan tempat yang cenderung ramai, membuat mudahnya
distraksi terjadi. Misalnya ketika ada konsumen yang duduk di dekat proses
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
interview. Meskipun demikian, keterbukaan Yusuf dalam menyampaikan
pendapatnya dengan cara yang berapi-api sangat membantu proses interview.
Interview III masih dilakukan pada tanggal yang sama dengan
Interview II. Setelah Yusuf melakukan ibadah sholat Maghrib dan Isya, pada
pukul 18.52-19.35 interview dilanjutkan. Sedangkan interview IV dilakukan
pada tanggal 16 Januari 2013 pada pukul 13.35-14.58 di rumah teman Yusuf.
Lokasi sangat kondusif. Suasana tenang, jauh dari ramai kendaraan, dan cuaca
cerah. Suasana sangat mendukung dan rasa santai tercipta selama interview.
Distraktor juga semakin berkurang dibandingkan interview lainnya. Pada
tanggal 17 Januari 2013 pukul 16.20-17.04 dilakukan interview V. Interview
dilakukan di tempat yang sama dengan interview II dan III. Interview V
dilakukan dalam kondisi Yusuf yang sedang kurang fit akibat kurang tidur,
tapi hal ini tidak menjadi masalah berarti.
Sama seperti interview I, gerakan non-verbal banyak dimunculkan
pada interview II, III, IV, dan V. Kalimat pengulangan juga banyak
dilontarkan. Ciri khas Yusuf dalam memberikan contoh adalah dengan
menciptakan sosok imajiner dari masa lalu sehingga kesan pembicaraan yang
dia lakukan sangat dialogis. Wajahnya penuh ketegasan dalam menyampaikan
segala informasi mengenai dirinya, meskipun informasi yang dia berikan lebih
seperti informasi kolektif, bukan individual. Ada kesan difusi tanggung jawab
dalam informasi yang disampaikan (penggunaan kata ―kita‖). Yusuf mencoba
memberikan pemahaman bahwa secara kolektif, orang-orang di sekitarnya
juga berada dalam dunia yang serupa dengan dirinya. Yusuf lebih banyak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
berbicara wacana; yang berarti melekat makna kolektif dalam setiap kata.
Namun, ketika diberikan dengan pertanyaan tertutup, Yusuf cenderung lebih
mampu untuk menyatakan makna personalnya meskipun Yusuf tetap
mengarahkan ke kondisi sesuai keumuman. Misalnya dalam:
I : Berarti artinya yang konsep amar ma‟ruf nahi munkar itu
memang kontekstual sekali, artinya setiap daerah berbeda?
P1 : Iya, berbeda. Betul. Karena ada permasalahan-
permasalahan yang dihadapi orang Semarang dengan
orang Poso dengan orang Filipin berbeda. Begitu.
Proses interview banyak diwarnai dengan cerita-cerita yang
nampaknya dangkal tapi bila ditelusuri lebih dalam mampu memancing Yusuf
untuk mengungkap dunianya. Kemampuan interviewee sangat dibutuhkan di
sini, sayang sekali interviewee kurang asertif terhadap pertanyaan-pertanyaan
yang seharusnya dilontarkan. Misalnya mengenai transisi dari ritual NU yang
sarat budaya menuju ke (mendekati) ritual yang berdasarkan Al-Qur‘an.
Dalam hal ini data yang diperoleh masih sangat minim. Selain itu, dalam
interview naratif (16-17 Januari 2013) belum diperoleh data yang kaya makna.
Kesan interview masih seperti penelusuran jurnalistik. Namun, hal ini tidak
berarti data yang diperoleh tidak memiliki signifikansi.
B. Life-History
Yusuf adalah seorang pria cerdas, berusia 37 tahun, dan memiliki latar
belakang agama Islam. Yusuf terkesan sebagai pribadi yang berapi-api dan
atraktif dalam berkomunikasi serta tegas. Dia juga pandai menyesuaikan diri
dengan lingkungan baru. Sifatnya ini membuat Yusuf cenderung terbuka dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
mengenal banyak orang. Saat ini Yusuf dikenal sebagai seorang wirausahawan
kuliner di Jawa Tengah. Dia dikenal ulet dan ambisius dalam menghidupi
usahanya. Dia menyukai bentuk bisnis makanan karena bisa bertemu dengan
banyak orang dari berbagai profesi dan karakter.
Data kronologis yang diberikan Yusuf pertama kali adalah pada usia 3
tahun. Pada usia tersebut, Yusuf dikirim ke orang tua angkat dengan
pertimbangan biaya hidup. Di daerah kelahiran Yusuf, ada sebuah tradisi unik.
Keluarga bisa menitipkan anaknya ke keluarga lain yang menyediakan diri
untuk merawat anak. Kebetulan, keluarga angkat ini adalah mereka yang
menikah namun tidak mendapatkan keturunan. Yusuf yang anak kelima
kemudian dikirim ke keluarga angkatnya. Selain alasan jumlah keluarga,
alasan kepercayaan lokal juga berdampak pada pengiriman Yusuf ke keluarga
angkatnya. Yusuf memiliki weton yang sama dengan ayahnya, yakni Jumat
Pon. Dalam kepercayaan Jawa, jika dalam keluarga ada yang nunggal weton
(memiliki weton yang sama) akan berdampak ala (buruk) serta punggel (salah
satu akan mati). Berdasarkan dua alasan tersebut, Yusuf kemudian dikirim
kepada keluarga angkatnya.
Dalam keluarga angkat ini, Yusuf bersama kesebelas lainnya yang juga
merupakan anak angkat dari orang tua angkatnya. Masa kecil Yusuf sama
seperti anak-anak desa pada umumnya; mandi di sungai, bermain, sekolah,
membantu orang tua, dan belajar mengaji. Yusuf lahir dan tinggal di pusat
agama Islam di Jawa Timur. Tidak heran jika belajar mengaji dan nuansa
agama sangat kental dalam kehidupannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
Dari kelas 1 SD sampai kelas 3 SD, Yusuf tidak mendapatkan ranking
di kelas. Mulai kelas 4 SD, dengan bantuan belajar dari saudaranya yang juga
guru, Yusuf memiliki waktu belajar yang lebih ketat. Hasilnya adalah bahwa
Yusuf mendapatkan ranking di kelasnya. Yusuf juga mendapatkan
kepercayaan gurunya untuk menjadi ketua kelas. Mulai kelas 5 SD, Yusuf
diikutkan pembinaan-pembinaan belajar oleh SD-nya dengan tujuan untuk
diikutsertakan dalam lomba antar pelajar.
Mulai memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi, yakni SMP,
Yusuf merasa ada perbedaan yang cukup signifikan daripada kehidupan
sebelumnya. Selain jarak SMP yang semakin jauh, Yusuf tertarik dengan guru
agama di sekolahnya. Alasan yang membuatnya tertarik dengan guru
agamanya adalah pelajaran membaca Al-Qur‘an, mengaji, dan memiliki
disiplin yang tinggi. Yusuf menyukai metode cerita yang digunakan gurunya
untuk mengajar. Selain tertarik dengan guru agama, Yusuf juga mengidolakan
guru matematikanya. Sebab-musabab ketertarikannya adalah karena pribadi
guru matematika, yang selain menyukai lagu yang berbau ketuhanan juga
pintar mengaji.
Jarak yang ditempuh Yusuf selama perjalanan ke SMP, sekitar 12
kilometer, membuatnya merasa lelah sebelum masuk kelas. Yusuf lebih
memilih untuk duduk di bangku tengah. Bukan karena rasa lelah dan ngantuk
akibat perjalanan selama ke sekolah, namun lebih karena ketidakmampuan
mental. Yusuf merasa tidak percaya diri untuk duduk di depan. Duduk di
depan berarti harus siap untuk ditanyai oleh guru.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
Pada tahun 1992, Yusuf lulus dari SMP dan mendaftarkan diri di
sebuah SMA Negeri favorit di Jombang. Di SMA, Yusuf melihat
ketidakadilan sistem. Maksud Yusuf adalah bahwa ada beberapa temannya
yang terdaftar di SMA lewat jalur belakang. Di masa SMA pula, Yusuf mulai
lebih aktif dalam keanggotaan suatu komunitas. Komunitas pertama yang
diikuti Yusuf adalah teater dan kedua adalah Pramuka.
Ketika itu, mulai muncul dorongan provokatif dari kakak kelas yang
menyatakan bahwa dia harus belajar mengaji dan belajar agama. Porsi
pelajaran agama di sekolah sangatlah kurang. Kaderisasi remaja masjid di
sekolahnya ini menciptakan motivasi untuk belajar agama dan
menggabungkan diri dalam komunitas remaja masjid di sekolahnya.
Di remaja masjid inilah petualangannya menjadi semakin seru. Dia
merasa menemukan komunitas yang selama ini diharapkannya. Yusuf
mendapatkan cerita dari kakak kelasnya mengenai perjuangan ikhwanul
muslimin di belahan bumi yang berbeda. Yusuf mulai mengenal berbagai
pergerakan kaum muslim seperti Hizbut Tahrir. Meskipun demikian, di sela
kesibukannya dalam komunitas remaja masjid, dia tetap bisa membagi
waktunya dengan kegiatan kepramukaan.
Yusuf merasa bangga dengan komunitas remaja masjid. Meskipun para
anggotanya mendapatkan stigma dari anggota ekstrakurikuler lain bahwa
remaja masjid adalah kumpulan orang bodoh, namun mereka dapat
membuktikan bahwa kaum berprestasi sebagian besar adalah dari remaja
masjid. Hal ini semakin memacu semangat Yusuf dalam mengabdikan diri
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
dalam remaja masjid. Dia semakin ketinggalan dalam pelajaran, namun dia
merasa bangga dengan apa yang dilakukannya.
Pernah suatu saat, Yusuf bersama teman-temannya mengadakan acara
nonton bareng film mengenai Perang Bosnia. Acara itu dihentikan oleh Sospol
Jombang; yang notabene ketika itu acara tersebut dituduh sebagai tindakan
subversif oleh rezim Soeharto. Hal tersebut membuat Yusuf semakin tertarik
untuk melihat video tersebut. Diam-diam dia lalu meminjam langsung ke
empunya video. Alhasil, video itu berdampak luas terhadap cara pandang
Yusuf. Yusuf termotivasi dengan Perang Bosnia (selain Perang Irak).
Bayangan mengenai Bosnia menjadi imajinasi tersendiri bagi Yusuf.
Muncullah solidaritas terhadap muslim dalam taraf internasional.
Suatu kali bersama teman-teman remaja masjid, dia melakukan bakti
sosial di daerah Madura. Yusuf keheranan dengan muslim di Madura yang
menurutnya sangat primitif dan mengalami keleleran dalam hidupnya. Yusuf
kaget; bagaimana bisa gaya hidup Islam di Madura begitu terbengkalai. Hidup
yang terbengkalai dalam artian Yusuf adalah muslim tapi tidak sadar sholat
dan tidak sadar kebersihan. Muncullah keprihatinan, kali ini terhadap muslim
di Madura.
Ada satu konflik yang mendatangkan impresi herois bagi Yusuf.
Ketika itu Yusuf kelas 3 SMA. Sekolahnya melarang penggunaan jilbab dalam
foto ijazah dengan alasan kesukaran untuk diterima di dunia kerja. Yusuf dan
teman-temannya, yang melihat irasionalitas aturan ini, mengumpulkan tanda
tangan mendukung kebebasan berekspresi; dalam hal ini foto ijazah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
menggunakan jilbab. Memakai jilbab adalah tuntunan muslimah, maka itu
tidak salah. Yusuf menjadi eksponen penting ketika itu. Dia menjadi juru
bicara dalam demo kecil-kecilan itu. Yusuf sampai datang ke Departemen
Agama dan meminta surat keterangan diperbolehkannya penggunaan jilbab
dalam foto ijazah. Yusuf membuktikan bahwa apa yang dilakukannya itu
adalah sebuah kebenaran. Tidak ada aturan yang bisa membatasi ekspresi
mereka.
Daya kritis yang mulai muncul sejak kelas 2 SMA ini terus tumbuh
lewat jalur buku dan kakak kelas di remaja masjid. Tradisi menganggap senior
sebagai panutan merupakan hal yang lumrah pada saat itu. Muncullah
anggapan mengenai upacara yang menjadi peninggalan rezim Soeharto,
pengajian yang layaknya doa tanpa solusi, dan kasus pro-kontra foto ijazah di
atas.
Meningkatnya kepekaan Yusuf terhadap lingkungan sekitar diikuti
dengan daya kritis dalam gelora mudanya. Melihat kenyataan lingkungan
hukum yang memprihatinkan, pandangan yang dipegang Yusuf semakin
mengarah ke anarkisme. Dia semakin kontra dengan pemerintahan.
Menurutnya, di negara ini tidak ada asas tunggal, GBHN dan UU hanya
sekedar formalitas belaka. Sebagai contoh misalnya pasal 28 UUD 1945 yang
hanya tinggal hukum tanpa praktek. Dalam hal ini, Yusuf mencapai
kesimpulan bahwa peraturan-peraturan tersebut kaya akan nilai-nilai kosong.
Sebagai penegas kekosongan ini, sekaligus patokan hidupnya, Al-Qur‘an
muncul untuk mengatasi segala macam prahara di sekitarnya. Menurut Al-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
Qur‘an, ―Barangsiapa yang berhukum selain hukum Islam, dia orang yang
zalim‖, dan Yusuf yakin akan hal itu. Namun, sampai tataran ini, daya
berontak Yusuf masih dalam taraf idealisme. Dia belum sampai ke action.
Di kelas 3 itu pula Yusuf memiliki cita-cita yang sudah mulai realistis.
Dia ingin kuliah di universitas negeri kemudian jika lulus nanti bisa mendidik
mereka yang lebih muda agar lebih memahami Islam. Namun, hal ini kandas
dengan tidak diterimanya dia di UMPTN. Kemudian dia memutuskan untuk
tidak kuliah. Dia memilih mondok selama satu tahun, dari 1995-1996. Belajar
di pondok pesantren menjadi kompensasi bagi cita-citanya. Dia mendapatkan
ilmu agama lebih banyak, membaca Hadis, Al-Qur‘an, dan belajar bahasa
Arab lebih mendalam. Lewat sekolah di pondok, dia mendapatkan bentangan
historis Islam di Indonesia. Dengan demikian, sensibilitas Yusuf terhadap
pemerintahan di Indonesia semakin naik, khususnya dengan aturan yang tidak
sesuai ketika dibenturkan pandangannya.
Secara khusus, Yusuf juga mulai memperhatikan ayat-ayat tertentu
dalam Al-Qur‘an, misalnya Al-Baqarah 216: Diwajibkan atas kamu
berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi
kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula)
kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui,
sedang kamu tidak mengetahui. Ayat-ayat serupa ini kemudian dikaji secara
kritis. Pengkajian ini membawa pemahaman bahwa Islam harus bangkit,
dalam arti memegang posisi kunci. Contohnya dengan diberlakukannya
peraturan daerah berdasarkan pada syariat seperti di Aceh.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
Yusuf juga mengharapkan kaum muslim untuk masuk ke dalam Islam
secara keseluruhan (kafah). Hal ini ditafsirkan bahwa semua yang menjadi
pegangan hidupnya adalah Islam yang murni. Islam yang berdasarkan Al-
Qur‘an dan Hadis. Masuk Islam haruslah memeluknya secara totalitas.
Di saat yang sama, sumber arus bacaan dari Solo dan Lamongan
semakin deras. Bacaan mengenai jihad di Afghanistan juga mulai masuk.
Kunjungan dan diskusi berkaitan dengan keberadaan muslim juga semakin
kencang. Kala itu, dia memutuskan untuk keluar dari pondok dan memulai
bekerja dengan membuka bengkel, distributor batik, lalu jasa fotokopi.
Syahdan, Yusuf memutuskan untuk mendaftarkan diri untuk berjihad
di Poso. Dia ditolak karena tidak memiliki skill yang memadai untuk turut
serta dalam jihad. Penolakan ini justru menjadi awal dari perjalanan jihad
panjang Yusuf. Yusuf dibawa guide menuju Filipina secara ilegal. Di Filipina
inilah muncul kembali kosmpolitanisme muslim yang tadinya hanya terbatas
dalam dunia abstrak Yusuf. Kini dia menghadapi apa yang benar-benar nyata.
Dia hidup di dunia nyata. Dia melihat kampung mujahidin. Dia melihat remaja
menenteng M-16, dan ini bukan sekadar foto maupun film saja. Ini nyata.
Kemudian selama 2 tahun itu Yusuf berjihad atas nama Moro Islamic
Liberation Front (MILF) melawan pemerintahan Filipina.
Di Indonesia-lah, kemudian, dia ditahan sebagai tersangka terorisme.
Veteran perang MILF ini ditangkap polisi pada tahun 2002 dikarenakan
terbukti menyimpan amunisi di rumah kontrakannya bersama Mustofa dan
ketiga temannya. Yusuf divonis sepuluh tahun penjara. Namun, sekitar lima
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
tahun kemudian, Yusuf dibebaskan karena berkelakuan baik. Dia mengaku
jera terlibat aksi terorisme karena hukuman penjara. Lebih jauh lagi Yusuf
menyebutkan bahwa keterpisahan, antipati, serta prasangka yang muncul dari
pihak keluarga maupun lingkungan sosialnya menjadi masalah sekaligus
tanggungjawabnya yang baru. Tidak heran jika kemudian Yusuf mengaku
bahwa dia akan berpikir dua kali jika ada pihak tertentu yang mengajaknya
terlibat kembali tindak kekerasan atas nama agama.
Lewat perenungan internal, Yusuf memantapkan bahwa Yusuf yang
sekarang bukan lagi seorang fundamentalis. ―Di Filipina itu sudah mentok‖,
ungkap Yusuf, ―pelabuhan akhir bahasanya, tujuan. Soalnya di sana ya sudah
apa-apa didapatkan‖. Selain kepentingan untuk berjihadnya telah usai,
kerinduan terhadap keluarganya menuntun Yusuf untuk pulang ke Indonesia.
―Akhirnya‖, ungkap Yusuf, ―saya menganggap keluarga juga bagian dari
hidup saya. Saya datang dengan banyak visi dan misi kepada mereka. Ada
juga yang memaklumi kondisi saya. Dan sampai sekarang ini.‖
Di Indonesia, Yusuf melihat kenyataan di penjara yang acuh tak acuh
dengan kebutuhan rohani para tahanan. Di Indonesia pula Yusuf menemukan
cita-citanya kembali untuk menjadi panutan, kali ini bagi para mantan teroris
yang mendapat stigma dari masyarakat. Dia ingin membuktikan bahwa dia
telah kembali ke jalannya dulu; jalan yang lurus.
Namun, satu hal yang masih tidak diterima Yusuf hingga kini; label
sebagai mantan teroris. Ia mengaku tidak pernah beraksi sebagai teroris meski
dipidana dalam kasus tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
C. Analisis Data dan Hasil Penelitian
Fungsi wawancara sebagai metode koleksi data mengangkat tema-tema
makna yang dikonstruksi Yusuf muncul ke permukaan. Tema-tema ini
dikelompokkan berdasarkan dunia luar (material) dan dunia mental-
eksistensial. Dunia material dalam hal ini dilabeli dengan Mitsein dan
Mitdasein. Sedangkan dunia mental-eksistensial dipahami dalam tiga mode;
Umwelt, Mitwelt, dan Eigenwelt. Wawancara dimulai dengan menanyakan
bagaimana kehidupan Yusuf sebelum menjadi seorang pejuang dan selama
menjadi seorang pejuang. Pertanyaan ini terus dikembangkan lewat
penggalian fakta-fakta sosial maupun psikologis seputar kehidupan Yusuf dan
konteks sosial sepanjang perjalanan Yusuf menjadi seorang pejuang
keagamaan. Data kualitatif yang diperoleh merupakan hasil dari dinamika
Yusuf dengan dunia material. Interelasi ini ditunjukkan dengan adanya
keakraban, keterlibatan, keterikatan, dan komitmen Yusuf di dalamnya.
Berdasarkan data kualitatif yang diperoleh, analisis fenomenologis
dilakukan dengan memetakan data ke dalam dunia. Dimulai dengan reduksi
dan eliminasi terhadap data yang kurang relevan, pengolahan data dilanjutkan
dengan tematisasi konstituen invarian sesuai Mitsein-Mitdasein, Umwelt,
Mitwelt, dan Eigenwelt. Peta pengalaman yang diperoleh kemudian dirangkai
dalam bentuk gambaran tematik (thematic portrayal), dan secara berurutan
dilanjutkan dengan pengkonstruksian deskripsi tekstural individual, deskripsi
struktural individual, dan sintesis tekstural-struktural atas esensi yang ada
dalam pengalaman Yusuf.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
1. Mitsein-Mitdasein
Manusia hidup berhadapan dengan fakta-fakta sosial. Fakta
sosial ini dapat dipahami sebagai sebuah tatanan human society yang
berbasis persaudaraan dan keramahtamahan atau disebut Mitsein.
Sedangkan jika berupa manusia lain maka disebut Mitdasein. Ketika
berhadapan dengan fakta-fakta dan orang lain ini, muncul tegangan dan
timbullah kecemasan. Waktu ketika manusia berhadapan dengan fakta-
fakta ini disebut dengan perjumpaan (encounter). Perjumpaan dengan
being di luar dirinya akan menimbulkan suatu perubahan tertentu.
Berikut ini merupakan rangkaian fakta yang membentuk Mitsein-
Mitdasein.
a. Efek lingkungan dan perubahannya
Lingkungan dalam konteks ini menggambarkan keadaan
(circumtances) yang kaya akan asupan informasi mengenai
kehidupan muslim internasional. Yusuf mendapatkan suplai
informasi mengenai pergerakan sejak masa SMA. Yusuf
menganggap bahwa berbagai asupan informasi mengenai kehidupan
muslim ini memiliki pengaruh yang kuat terhadap diri Yusuf.
Mereka [Al-Irsyad] punya visi untuk membersihkan
ajaran Islam. Makna membersihkan ajaran Islam tu
berkenaan dengan cara ibadat. Contoh orang
meinggal di 3 hari, 7 hari, 10 hari. Itukan Hindu.
Konsep Hindu. Kemudian diislamkan oleh Wali
Songo, cuma oleh orang-orang al-Irsyad itu nggak
mau dilanjutkan sekarang. Itu tradisi sudah dulu.
Sekarang harus kita tinggalkan. Itu konsep
Wahhabi. Muhammadiyah juga begitu. Hampir
mirip. Muhammadiyah kan Ahmad Dahlan Jogja.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
Itu juga kuat. Dia bisa masuk ke Jawa Timur, itu
juga benturan-benturan. Termasuk saya
memahaminya. Saya tertarik. Ketika saya SMA tu
kok ada perbedaan ya antara orang tahlilan dan
ndak. Runut dan tidak. Maka saya, permasalahan,
dari mana sih kok iso beda. Saya runut gitu lho.
Dari orang NU saya sebenarnya mulai tertarik
dengan orang-orang Muhammadiyah. Caranya.
Nah, ada buku-buku literatur dari al-Mukmin. Iya
to, termasuk Ponorogo. Wah ketoke kita harus
berdiri di atas semua kelompok. Oo, fiqih-nya
begini-begini-begini. Oya. (987-1010)
Meskipun demikian, Yusuf belum memahami mengenai
pergerakan muslim internasional. Dia hanya mengetahui tentang
istilah-istilah dalam dunia pergerakan muslim seperti Ikhwanul
Muslimin. Yusuf mendapatkan asupan informasi ini dari kakak
senior di remaja masjid. Selain mendapatkan informasi ini, Yusuf
juga dimotivasi untuk lebih memperbanyak intensitas belajar agama.
Cuma kakak kelas ini sudah mulai variasi Mas.
Contoh ada yang sudah mulai ngojok-ngojok‟i,
“Kamu itu sekolah, belajar agama 2 jam, kurang!
Harus belajar agama, harus ngaji. Kalau perlu
mendatangkan kyai. Mereka mau kaderisasi.
Direkrut. “Kamu kalau ngaji, nanti tak datengkan
gurunya, tapi harus nyari teman 1-2-3, minimal
orang 5. Nyari ya!”, gitulah. Nanti terus diajak ke
rumahnya dia. Ya intinya juga dijelaskan, “Saya ini
dulu kelas 1 gini, tukang gelut, tapi ada Remaja
Masjid saya sudah menghindari gelut.”, contohnya
seperti itulah. Saya sudah mulai seneng membaca
Qur‟an. “Bacalah!”, ajakan-ajakan gitulah, kita
kan jadi termotivasi.“Jadi, pergolakan Islam di
Mesir..”, sambil cerita gini, “itu mempengaruhi
dunia kampus. Jadi kalau kita generasi muda terus
ikut perubahan-perubahan yang membawa kebaikan
mahasiswa. Contohnya revolusi di Iran”, misalnya,
dia itu Cuma memberikan gambaran-gambaran
kayak gitu, “Ada Ikhwanul Muslimin memimpin
gerakan di Mesir sampai munculnya Ikhwanul
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
Muslimin yang menjalar ke seluruh dunia.”,
contohnya seperti itu. Itu hanya orasi. Saya
ndengerin, tapi waktu itu belum ngeh kok saya harus
jadi fungsionaris PKS, PK Partai Keadilan, waktu
itu belum ada PKS. (1805-1832)
Informasi yang didapat tidak hanya sekadar lewat komunikasi
langsung, namun juga lewat media digital. Adanya konflik muslim di
dunia internasional menjadi insiden yang biasa dilihat Yusuf lewat
video. Menurut Yusuf, konflik ini bukan menjadi inspirasi baginya,
namun terus terngiang di dalam kepala Yusuf.
Lha saya melihatnya karena itu konflik di Eropa,
saya katakan sejak awal bule itu tidak selamanya
non-Islam. Bule Islam. Lho itu juga diusir, itu juga
dibom, bom kuat sekali untuk tentara Beruang
Merah. Tapi saat itu belum ada Beruang
Merah...apa gitu. Saya sempat, jadi waktu itu saya
baca majalah, majalah PKS, PK Sabili di situ waktu
itu ada Sabili ya kalau sampeyan lihat. Jadi majalah
Sabili itu bahasanya kalau dikatakan jenengan,
keras jug wong di situ ada gambarnya mbawa
senjata, terus bendera tulisannya La‟ilah
La‟illawah, seperti itu. Jadi memotivasi, ternyata
perlawanan itu tidak di Irak aja, di Bosnia juga ada.
Lha itu ya, kemudian progresnya saya katakan
bukan inspirasi tapi kan saya ingat betul Bosnia tu
seperti ini. (2002-2018)
Dari video-video itu pula Yusuf melihat bahwa negara
superior seperti Rusia dapat ditaklukan lewat perjuangan bersama.
Peristiwa seperti ini menimbulkan impresi tersendiri bagi Yusuf.
Karena rasa kagum atas berbagai peristiwa itu, Yusuf mulai mencari
tahu lewat berbagai media seperti majalah islami, buku-buku,
maupun buku putih dari berbagai tokoh seperti Azahari dan Abu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
Bakar Ba’asyir. Bahkan rasa terkesannya itu terus berlangsung
hingga dia mengikuti pelatihan militer.
Saya datang ke Al-Islam Lamongan. Pondoknya
Amrozy itu lho. Pondok Al-Mukmin itu udah pecah.
Mana pecahannya? Lamongan. Ah Lamongan deket,
naik bis. Main ke sana kenalan sama ee pondoknya.
Wis, pokoknya kenalanlah sama… Pulang lagi.
Besok dateng lagi bulan depan. Pulang lagi. Kenal
santrinya, tak ajak ke tempat saya. Ngobrol, kurang
lebih begitu lah. Nah, dari situ terus ada buku-buku
jihad itu. Itu saya mulai mengenal. Buku-buku jihad
Afghanistan. Kalau jihad secara umum tadi sudah
lihat. “Itu lho, alumni Afghanistan. Disegani.”, kok
iso disegani alumni Afghanistan. “Itu lho ustad”,
Ustad Mukhlas. (2572-2586)
b. Kekecewaan kolektif terhadap lingkungan
Setelah lulus SMA, Yusuf melanjutkan ke pondok. Di
pondok, Yusuf mendapatkan informasi yang semakin kompleks.
Kekayaan informasi ini meningkatkan daya kritis terhadap sekitar
yang tidak sesuai pandangan kelompok. Dari pondok jugalah Yusuf
memperoleh kajian kritis Islam. Dari sana, Yusuf mendapatkan
pemahaman bahwa Islam harus bangkit.
Nah, dari kajian-kajian kritis itu kan kita bisa
melihat bahwa umat Islam itu mestinya harus
bangkit. Cuma kan bangkitnya harus di mana,
kapan, bagaimana nggak tahu. Bangkit tu ya punya
posisi kunci. Ya dari bupati, bupatinya membimbing
secara Islam. Mengayomi secara Islam.
Menunjukkan bahwa Islam itu begini-begini
diterapkan dalam Perda. Seperti Aceh lah kurang
lebih, kalau muslim Perda-nya begini-begini. Itu
yang diharapkan. Kalau saya melihat begini
pemahamannya. (2465-2475)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
Kekecewaan terhadap pemerintah ini mendorong orang-orang
yang tidak setuju dengan pemerintah karena praktek hukum maupun
demokrasi yang buruk, termasuk Yusuf, terus menyoroti
pemerintahan yang tidak sarat akan keadilan. Mereka yang tidak
setuju dengan pemerintah kemudian menggabungkan diri dengan
ormas-ormas tertentu yang memiliki kemiripan dengan pandangan
personal mereka. Termasuk Yusuf dalam hal ini mulai bersentuhan
dengan Hidayatullah.
c. Masuknya ideologi jihad Afghanistan dan munculnya anarkisme
Pada saat yang hampir bersamaan, rezim Soeharto lengser
setelah melalui perjalanan yang menorehkan noda bangsa. Selain
memberi kebebasan dalam media, lengsernya Pak Harto mendorong
munculnya tokoh pergerakan agama. Tokoh-tokoh ini sebenarnya
sudah ada ketika rezim Soeharto, hanya karena state of control yang
melemah, kemudian muncul ke permukaan.
Lengsernya Pak Harto itu terus terang di Indonesia
semakin bebas. Termasuk peredaran VCD, video,
contoh seperti itu. Kemudian dakwah, kalau
dikatakan ekstrim dulu, subversif ditangkap.
Sekarang sudah bebas. Seruan-seruan yang
mengajak. Termasuk saya ini melihat atau
mendengar atau menimang-nimang seruan ini ndak
salah. (177-184)
Unsur jihad Afghanistan sendiri sudah masuk secara gradual
sebelum Pak Harto lengser. Hal ini memiliki dasar historis, bahwa
sejak awal sejarah Indonesia telah memiliki konsep Nasionalis dan
Islam. Mereka yang memegang konsep Islam merasa kecewa dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
praktek hukum yang menyimpang dari kaum Nasionalis. Chaos
negara ini memudahkan masuknya unsur-unsur dari luar yang
bertentangan dengan nasionalisme. Pada waktu itu pula, tahun 1999,
konflik Ambon-Poso juga membuka peluang untuk menjadi lahan
berjihad.
Nha, termasuk idealisme jihad dari Afghanistan. Itu
diusung, kalau dari ikhwanul muslimin dibentukkan
di Indonesia berupa parlemen kan. Itu tidak mutlak,
karena ikhwanul muslimin suatu roh, sementara
PKS itu hanya partai. Itu ada perbedaan, secara
parlemen ataupun secara roh. Roh pergerakan.
Kemudian dari unsur jihad, jihad dari Afghanistan
itu banyak alumni-alumni dari Indonesia yang
belajar ke sana. Makna belajar itu karena
ketidakmampuan mujahidin Indonesia untuk
mendapatkan ilmu-ilmu militer. Mungkin seperti itu.
Jadi terbatas. Bisa mendapatkan ilmu-ilmu militer
tapi harus lewat formal negara. Akmil misalnya,
atau apa. Atau secara sembunyi mungkin seperti
Aceh itu. Atau mungkin sendiri seperti Poso dan
Ambon, jadi secara sembunyi. Tapi idealisme jihad
sendiri sudah diusung ke Indonesia. Makna
komunitas itu bisa berarti orang-orangnya. Bisa
berarti ajarannya. Termasuk buku panduan itu ya.
(433-454)
Jadi seolah-olah Ambon dan Poso itu adalah solusi
bagi mereka untuk berjihad. Dekat, terjangkau,
gampang, selebihnya kalau saya melihat, saya
secara pribadi melihat konflik Bosnia di Eropa. Itu
terinspirasi bahwa negara Eropa-pun ada konflik
Islam. (572-578)
Pihak tertentu yang mengalami kekecewaan dengan
pemerintah cenderung memunculkan sifat permusuhan terhadap
pemerintah yang mengarah ke anarkisme. Anarkisme ini
mendapatkan justifikasinya dengan hukum Islam yang menurut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
pihak ini adalah lebih baik. Dengan hukum Islam, diskriminasi dan
keadilan bisa dicapai.
2. Umwelt
Dalam mode dunia Umwelt, manusia berada dalam suatu dunia
yang membuatnya harus tunduk dan menghalangi tercapainya
otentisitas dari Ada (exsistenz). Menurut Karl Jaspers (2005), exsistenz
merupakan pengalaman dari kebebasan yang subyektif dalam lingkup
situasi yang pasti (ekuivalen dengan être-pour-soi para Sartrean).
Umwelt sendiri berupa dunia internal maupun eksternal yang
membentuk lingkungan fisiologis dan fisik. Kondisi ini mewujud dalam
insting, kebutuhan, dorongan, maupun hereditas sosial seperti tradisi.
Karena informasi biologis yang ada dalam data kurang adekuat, maka
data yang diolah adalah kondisi kultural yang menuntut tercapainya
harapan tertentu (hereditas sosial). Kondisi kultural ini memaksa Yusuf
untuk tunduk terhadapnya sehingga pilihan bebas, sebagai syarat utama
existenz, dalam kondisi ini sangatlah minim.
a. Keadaan global dan efeknya
Menurut Yusuf, arus global menimpa dan dirasakan semua
orang; termasuk Yusuf. Arus global ini merupakan kekuatan
lingkungan yang besar dan mampu merubah siapa saja. Bagi Yusuf,
pengalaman arus global ini merupakan pengalaman kolektif.
He‟em, yang bersama yang global gitu lho. Jadi,
arus global itu ndak hanya menimpa saya
sebenarnya. Banyak yang hampir mirip
[pengalaman]. (313-315)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
Selama Yusuf merasakan efek arus global (yang sayangnya
tidak diuraikan secara rinci), Mitsein dalam rupa konflik mendorong
Yusuf untuk mengangkat konsep memeluk Islam secara kafah.
Konsepsi ini diperkuat oleh keadaan yang cenderung memiliki
karakteristik yang sama. Menjalankan Islam secara kafah berarti
kembali ke segala aturan dengan patokan Al-Qur‘an, Rasuna, Hadis,
dan nabi. Segala patokan tersebut menjadi otoritas eksternal yang
mengatur eksistensi Yusuf.
….ketika kita melihat Al-Qur‟an misalnya, contoh;
ya saya tidak menjelaskan secara detail, tapi kan
dari ayat-ayat-ayat-ayat itu kita bisa memahami
bahwa konflik ini akan terus bergulir di dunia ini.
Tidak mesti di Irak, tidak mesti di Amerika tapi
termasuk di Indonesia. (589-594)
Patokan menjalani agama Islan] Ya sama, Al-
Qur‟an dan Rasuna ya. Adapun perkataan Amien
Rais, perkataan Gus Dur, itu kan perkataan
manusiawi. Selebihnya saya lebih khusus mengkaji
kepada kitab. Jadi Al-Qur‟an, Hadis, sama
tunjangan-tunjangan kitab yang terpercaya. Makna
kitab yang terpercaya tetap bersumber pada itu.
Bukan kepada personal. (1255-1262)
Khusus, saya memang selalu memperhatikan ayat-
ayat jihad. Misalnya Qut‟ba, Al-Mukital, dalam Al-
Qur‟an diwajibkan berperang. Padahal perang itu
sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi sesuatu yang
kamu benci tu baik buat kamu [Al-Baqarah 216].
(2439-2445)
Dalam menyikapi arus global ini, sebagai sumber nilai dalam
konteks yang baru, Al-Qur‘an, Rasuna, Hadis, dan nabi menjadi
pegangan. Al-Qur‘an (Mitsein) merupakan objek eksternal di luar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
Yusuf. Dengan demikian, ada unsur ketertundukan terhadap objek-
objek tersebut. Dengan tunduk terhadap objek-objek eksternal
tersebut, Yusuf merasa dapat menghadapi arus global yang
menggilas kehidupan.
b. Kepatuhan terhadap orang sekitar dan dogma
Arus global yang penuh ketidakpastian disertai penyegaran
sekaligus penguatan konsep-konsep secara terus menerus, membuat
Yusuf terikat dalam konsepsi. Konsepsi dalam hal ini adalah dalam
wujud harakah (pergerakan) dalam Islam disertai dengan ideologi
jihad. Ayat-ayat jihad yang diperhatikan secara khusus oleh Yusuf
menjadi solusi teoritis terhadap kewajiban untuk menjalankan Islam
secara kafah. Keharusan untuk menjalankan secara kafah ini, secara
pragmatis dilakukan lewat penegakan konsep amar ma‘ruf nahi
munkar dalam rupa yang berbeda sesuai konteks. Hal ini dilakukan
karena untuk bisa berjihad secara fisik maka harus bisa menegakkan
Islam.
Ya dikatakan pergolakan itu ya kamu harus amar
ma„ruf nahi munkar. Terus misalnya, walaupun
wujudnya beda-beda. Misalnya FPI, sweeping
misalnya, sweeping-nya miras, terus tempat-tempat
gelap. Lha itu kan sudah realisasi dari FPI. Tapi itu
salah satu gitu lho maksud saya. Nah, baru setelah
dia kembali dari men-sweeping, dia kembali ke jihad
besar. Jihad naf, ya itu menang, itu sok opo,
gropyok sana, datang ke monas, datang ke mana. Itu
prestasi kamu. Tapi setelah pulang, kamu jangan
bangga dulu. Wong itu, diskotik tak tutup mbek
pasukanku. Seneng. Tapi kamu setelah pulang
jangan bangga dulu, lha makna bangga pulang
lebih besar dari peristiwa itu. Tapi proses
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
penutupan itu sudah dilakukan. Nah, bagi orang-
orang yang punya idealisme jihad syaratnya harus
bisa menegakkan Islam. Makna menegakkan Islam
seperti tadi. Ketika Poso meminta bantuan, ya harus
datang. Ketika Ambon mengalami, harus datang.
(856-876)
Kewajiban berarti memuat keharusan. Konsep harakah, amar
ma‘ruf nahi munkar, serta jihad memuat unsur dogmatis dalam
pelaksanaanya. Dogmatis sediri memiliki implikasi tanpa kritik.
Ketika daya kritik melemah, maka sensibilitas terhadap nilai baru
melemah dan menciptakan keadaan self-closure yang cenderung
close-mindedness.
Dalam kondisi ini, kepatuhan menjadi tema besar. Baik
kewajiban, keharusan, serta dogma merupakan wujud dari
kepatuhan. Kepatuhan berarti kehilangan kebebasan. Kehilangan
kebebasan ini juga terjadi dalam kepatuhan Yusuf untuk bersabar
dalam mengikuti guide (Mitdasein). Kehilangan kebebasan ini
menciptakan keadaan yang membuat Yusuf tidak mampu secara
eksistensial untuk menentukan hidupnya.
Lha ternyata kelompok ini di Poso itu ndak
disambut. Karena nggak bisa apa-apa. Gitu lho.
Karena saya sudah niat dari rumah percaya sama
guide, percaya sama Mujahidin yang di Kalimantan.
(264-268)
Dan ndilalah ketika sampai di Poso itu saya
percaya, “Lho kamu jangan masuk Poso!”, “Oke
siap, saya tidak masuk Poso.” Terus ke mana? Ikut
guide, diajak lagi, perjalanan jauh, sampai di
perbatasan Malaysia. Muncul pertanyaan, katanya
kita mau jihad? Kok malah ke Nunukan. Tiga hari
perjalanan. (677-684)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
Saya yakin kini hidup di luar negeri. Karena saya
tidak punya paspor gitu kan. Karena dengan paspor
itu menunjukkan, saya ini solider dengan muslim
Poso, tapi kenapa saya dibawa ke sini, Malaysia.
Saya manut. Saya mau bersabarlah, bahasanya itu
bersabar. Apa sih rahasia dibalik perjalanan ini?
(697-703)
Kepatuhan terhadap Mitsein maupun Mitdasein ini semakin
mereduksi Yusuf sebagai manusia yang memiliki kehendak bebas
untuk melakukan determinasi diri (self-determination). Kehendak
bebas yang terenggut ini membuat Yusuf berada dalam situasi yang
minim akan kebebasan eksistensial.
3. Mitwelt
Sekadar untuk memperoleh kebenaran tentang diri saya, orang
lain diperlukan. “All real life is encounter”, kata Buber (dalam
Solomon, 2005). Maka dalam mode dunia Mitwelt, Yusuf membangun
relasi dengan dunia sosialnya. Relasi yang dimaksud merupakan
hubungan antar manusia, Yusuf dengan manusia lain. Esensi dari
hubungan ini adalah perjumpaan yang merubah antara dua orang yang
berjumpa.
a. Solidaritas dan kosmopolitanisme muslim
Solidaritas merupakan hal yang sangat umum dalam mode
dunia Mitwelt. Ketika kita berbicara mengenai solidaritas, maka kita
berbicara mengenai solidaritas dengan intensionalitas terhadap orang
lain. Kosmopolitanisme di sini merujuk pada solidaritas sosial.
Kosmopolitanisme merupakan sebuah paham yang berupa rasa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
setuju dengan yang dicita-citakan dan nilai-nilai dalam suatu grup;
merasakan bahwa kita memperoleh dukungan orang berpengaruh di
sekitar kita (significant being).
Apa yang dialami Yusuf adalah bahwa rasa solidaritas
menciptakan munculnya kosmopolitanisme muslim internasional. Di
lain pihak, Yusuf merasa prihatin dengan apatisme muslim.
Apatisme sendiri dipahami sebagai wujud pertentangan dengan
solidaritas.
Betapa muslim yang belajar Al-Qur‟an, belajar ilmu
kitab-kitab itu yang menjadikan…hanya buku dan
buku. Lalu ketika dia melihat misalnya ada pondok
pesantren 13 desa muslim hilang, dia cuek-cuek
saja. Dan versi saya saat itu, solidaritasnya kurang.
“Waa, itu kan muslim di mana, di Sulawesi, kita
muslim di Jawa. Nggak ada hubungannya.” Itu kan
yang salah. (228-236)
Ya sebenarnya kalau bentuk solidaritas itu kan
sudah lama ya Mas ya. Sebelum Ambon dan Poso
pun tahun 92. Perang Teluk itu kan Irak, George
Bush sama Saddam Hussein waktu itu ya. Itu sudah
memunculkan empati muslim Indonesia. Yo wis
mulai dari menggambar Saddam Hussein,
menggambar Osama bin Laden. Itu juga nilai-
nilainya tu terpompa. Terpacu sebenarnya. Wah,
saya kalau pakai kausnya Osama bin Laden bangga.
Karena melawan Amerika. Irak aja dikeroyok orang
banyak. Itu kuat. Itu negeri muslim. Terpisah dari
kita melihat siapa Irak. Tapi kenyataannya negeri
Muslim gitu. Nah, dari situ juga orang terinpirasi
“Saya harus solidaritas ke sana.” (556-570)
Berangkat ke Poso kan. Begitu kelompok Surabaya
berangkat ke Poso, melihat bahwa saat ini ada
pergolakan. “Mas,” ee contoh, “kamu mau ngapain
ke sini?”, “Saya mau jihad ini, membantu kaum
muslimin, mau solidaritas.” (655-660)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
Solidaritas dan kosmopolitanisme mengantar Yusuf untuk
hidup dalam dunia baru yang sebelumnya tidak pernah dia jajaki.
Kehidupan baru berarti melekat persoalan baru. Dan persoalan ini
nantinya juga akan memuat tanggung jawab baru.
b. Permusuhan dan otherness
Meskipun unsur kosmopolitanisme melekat dalam diri Yusuf,
namun pertentangan dengan paham lain dalam satu agama tidak bisa
dihindari. Salah satunya adalah dengan Imam meskipun sama-sama
muslim. Selain itu, Yusuf juga menyatakan bahwa ada diskrepansi
konsep pandangan agamanya secara personal dengan pandangan
kaum Salafi meskipun sama-sama Islam. Dalam kasus ini muncul
tendensi otherness. Otherness dipahami sebagai sebuah kategori
fundamental dari pikiran manusia sebagai ekspresi dualitas (De
Beauvoir, dalam Solomon 2005). Otherness muncul akibat tegangan
yang terjadi akibat pemahaman antara self dan other adalah berbeda.
Setelah konsep berbeda, saya mulai bertanya ni.
Secara ilmiah, kamu [Muhammadiyah] kenapa kok
berbeda dengan orang NU? Dijelaskan. Kami
berbeda dengan orang NU karena konsep-
konsepnya Jawa. Konsep Indonesia. Konsep Hindu.
Sementara kami menggunakan konsepya nabi.
Konsep Arab Kurang lebih seperti itulah, sehingga
cara-cara yang ditempuh oleh NU tu terlalu ribet.
Identik dekat dengan, ya campurlah dengan Hindu.
Hampir sama. Lhoh, Islam kok slametan, roh‟e itu 3
hari masih di rumah. 40 hari menjauh dikit. 1000
hari baru jauh. Kok bisa konsep seperti itu
darimana? Karena dalam konsep Islam meninggal
ya meninggal, terputus. Kecuali tiga; amalnya,
sodaqohnya jariah, sama ilmunya yang bermanfaat.
(1011-1027)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
Kalau Salafi sebenarnya saya tidak cocok dari, dari
cara penyampaian. Jadi mereka betul, metodenya
menghindari fitnah misalnya. Tapi metode
penghindarannya kadang terlalu, terlalu berat di
hadapan umat. Sehingga kalau disuruh bergabung
dengan Salafi saya nggak bisa. Kemudian Salafi
cara mengkajinya tentang jihad itu juga sudah beda.
Karena sudah ada unsur politik. Menurut saya.
Karena Salafi itu melihat kalau jihadnya itu Ambon
dan Poso kemudian dilakukan secara berjamaah, itu
ndak boleh. Jadi gini, orang jihad, itu tidak usah
pake baiat. Padahal makna jihad bersama-sama kan
ada janji. Saya mengangkat si fulan kan sebagai
ketua. Dalam posisi jihad ini. Tapi dalam Salafi
ndak ada. (1061-1088)
Ya saya katakan menantang saya. Contoh misalnya
berjamaah, PKS berpartai itu sesat. Ikut partai saja
sesat. Lha teman-teman yang saya yang PK kan
sesat buat dia. Sama.Terus majalah kalau ada
fotonya Osama bin Laden, gambar-gambar siapa itu
bid‟ah. Nggak boleh majalah ada gambarnya itu.
Gambarnya siapa; Osama bin Laden, Pak Harto,
gambarnya siapa nggak boleh. Majalahnya dia itu
gini, tulisan tok. TV itu sesat. Macem-macem di situ.
Rumah itu nggak boleh ada TV-nya. Itu ketua kelas
saya, eh, ketua Remaja Masjid saya. Pak Imam.
Nuturi anak buahnya. Karena kebetulan saya yang
dituturi, ya Pak Imam punya pemahaman, tidak bisa
dipaksakan kepada saya dong. Itu sudah mulai
berselisih. Betul, sudah mulai berselisih. “Kamu
tidak boleh mengaji dengan ustad itu, ustad ini
nggak boleh, ustad ini nggak boleh…..sesuai dengan
salaf”.(2086-2104)
Tendensi otherness ini termanifestasikan dari consciousness
ketika dihadapkan dengan dunia nyata. Namun, karena otherness
sifatnya inheren dalam diri manusia, maka perbedaan paham menjadi
sebuah fakta empiris dan cenderung menimbulkan kecemasan ketika
self dan other mengalami perjumpaan. Kecemasan ini kemudian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
menimbulkan tegangan. Jika tegangan tidak bisa diatasi secara
konstruktif maka akan berujung konflik. Konflik yang dibawa ke
tataran interpersonal akan cenderung memunculkan permusuhan
(hostility).
c. Kehendak untuk menganut dan dianut
Menurut Yusuf, senior adalah panutan. Sebagai orang yang
pernah menjadi junior, Yusuf telah mengalami dirinya menjadi
seorang penganut. Dan dalam masa selanjutnya dia yang akan
menjadi panutan bagi juniornya. Dalam panutan dan penganut
melekat arti untuk mengasimilasikan diri satu sama lain. Pengaruh
lingkungan yang kuat membuat logika sosial ini menjadi tradisi,
meskipun pada dasarnya Yusuf bebas memilih apakah dia akan
menganut atau tidak.
Ya kalau apa ya, 2 SMA sendiri kan tidak lepas dari
senior. Senior tu kakak kelas. Itu jadi tradisi
menganggap senior itu panutan itu sudah lumrah.
Atau kita di luar misalnya, di Masjid misalnya,
sholat. Sholat, duduk, ada sekelompok pengajian.
Karena kita merasa tidak bisa dan menganggap
orang-orang yang duduk itu lebih dulu belajar, kita
pun datang orang yang manut gitu. Ya sama dengan
apa ya, pengaruh lingkungan, pengajian mana? Yo.
Pengajian mana? Yo. Itu contohnya seperti itu.
Pengajian ini kok doa melulu, nggak punya solusi
kepada umat. Misalnya begitu. (2192-2204)
Sampai sini saya belajar, di saat-saat belajar ini
kita ultimatum ni “Saya harus masuk kampus ITS,
saya harus masuk kampus Unair, saya harus masuk
kampus Unibraw, negeri.” Lha dari sana saya
punya cita-cita kalau apa ya, kalau pemahaman di
kampus kan senior, pinter, nanti bisa jadi follower
adik-adik, diikuti adik-adik. Nanti aku bisa mendidik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
adik-adik untuk mengerti Islam. Arahnya ke sana.
(2263-2271)
Dalam menganut dan dianut melekat kehendak dipengaruhi
dan mempengaruhi orang lain. Hal ini menunjukkan bahwa ada
relasi yang sifatnya resiprokal antar manusia—antara Yusuf dengan
dunia. Dan dalam relasi yang sifatnya resiprokal (perjumpaan) ini,
perubahan pemahaman akan dunia niscaya terus berubah.
Selain pemahaman akan dunia yang resiprokal dengan Ada
yang lain, relasi di sini juga memuat mode Umwelt. Berkaitan
dengan kepatuhan pada bagian Umwelt, pada bagian kehendak untuk
menjadi penganut dan dianut merupakan paduan antara dua mode
dunia; Umwelt dan Mitwelt. Umwelt ketika relasi ini terjadi sebagai
relasi subyek-obyek, dan Mitwelt ketika relasi ini terjadi sebagai
relasi subyek-subyek.
d. Sorge
Sorge (terminologi yang digunakan Heidegger) dipahami
sebagai sebuah kepedulian (caring) yang memunculkan tanggung
jawab (taking care). Rasa tanggung jawab atas apa yang terjadi ini
memunculkan sikap dan kehendak untuk mengatasi keberadaan
Yusuf di antara Mitdasein. Rasa tanggung jawab ini diarahkan
terhadap umat Islam di Poso. Yusuf merasa prihatin dengan dirinya
yang hanya santai-santai saja melihat konflik Poso, padahal teman-
temannya melakukan amaliah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
Itu mereka itu menganggap amaliah tu perang tu
belum selesai. Ng, anu, amaliah itu artinya ya.
Amaliah itu bahasanya orang ya ee, sedang berbuat.
Jadi sedang berbuat ini ya. Wah, saya ini di Jawa
Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat kok santai-santai
saja diem-diem saja. (10-16)
Kesantaian dan ketidakikutannya dalam amaliah tersebut
membuat Yusuf merasa tidak tergabung dalam Islam secara kolektif.
Karenanya, identitas sosialnya sebagai seorang muslim merasa
tertantang. Menyadari identitasnya sebagai muslim tidak terpenuhi,
terciptalah keinginan untuk turut serta ke Poso karena teman-
temannya turut berbondong-bondong.
Nah, waktu itu saya hanya berpikiran begini;
kelompok-kelompok yang berangkat ke Ambon dan
Poso, itu kok berbondong-bondong, sementara saya
kok tidak. (192-195)
Kita juga nggak tahu. Itu ada unsur di balik itu saya
nggak tahu. Tahu-tahu berbondong-bondong.
Berbondong-bondongnya temen-temen ini membuat
saya pengen ikut. (219-223)
Keinginan untuk tergabung dan berbondong-bondong ini
dipahami dalam mode Umwelt. Namun, seiring berjalannya waktu,
keinginan Yusuf berubah menjadi tidak sekadar berbondong-
bondong, melainkan menjadi berguna. Penjelasan menjadi berguna
akan dijelaskan dalam ―kehendak untuk menjadi signifikan‖.
Agar tergabung dalam kolektivitas, Yusuf menggabungkan
diri dalam suatu kelompok mujahidin. Ketika sudah masuk, dia
menyadari bahwa kelompoknya berbeda dengan kelompok lain.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
Begitu ustad Abu menjadi tokoh di Jogja dengan
kongres MMI-nya, ada versinya Erfan Esnawas, ada
versinya M. Tholib. Kita sudah berbeda, nah,
walaupun nanti pecah lagi ya MMI jadi JAT karena
ada konflik intern. (20-24)
Ternyata perbedaan antar kelompok mujahidin bukan maslah
yang besar bagi Yusuf. Di atas perbedaan itu, justru Yusuf lebih
prihatin melihat kaum muslim yang apatis terhadap konflik di
Indonesia Timur. Rendahnya rasa solidaritas terhadap muslim
merupakan kesalahan yang fatal.
Betapa muslim yang belajar Al-Qur‟an, belajar ilmu
kita-kitab itu yang menjadikan…hanya buku dan
buku. Lalu ketika dia melihat misalnya ada pondok
pesantren 13 desa muslim hilang, dia cuek-cuek
saja. Dan versi saya saat itu, solidaritasnya kurang.
“Waa, itu kan muslim di mana, di Sulawesi, kita
muslim di Jawa. Nggak ada hubungannya.” Itu kan
yang salah. (228-236)
Dalam keadaan sorge, Yusuf menunjukkan adanya perluasan
rasa peduli dari dirinya sendiri ke arah luar diri yang terwujud dalam
solidaritas terhadap muslim. Selain itu, Yusuf juga mampu
menerima perbedaan paham antar penganut Islam. Penerimaan
perbedaan ini merupakan implikasi dari penempatan muslim ke
dalam konteks yang lebih luas—universal.
e. Rasa tanggung jawab
Bagi Yusuf, keluarga merupakan tempat di mana dia mulai
pergi dan akan pulang. Setelah mengikuti pelatihan militer di Moro
selama dua tahun, kerinduan kepada keluarga mengantarnya pulang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
ke Indonesia. Baginya, keluarga merupakan hal yang sangat berarti.
Keluarga adalah bagian dari hidup Yusuf.
Di Filipina itu sudah mentok, pelabuhan akhir
bahasanya, tujuan. Soalnya di sana ya sudah apa-
apa didapatkan. Yo wis namanya manusia
meninggalkan keluarga mesti kelingan yo. Wah,
saya ni sudah lama….bahasanya tu kalau kangen ya
kangen wong jenenge keluarga udah 2 tahun nggak
pernah tegur sapa terus mereka bagaimana sih saat
ini? Kepada saya. Akhirnya saya menganggap
keluarga juga bagian dari hidup saya. Saya datang
dengan banyak visi dan misi kepada mereka. Ada
juga yang memaklumi kondisi saya. Dan sampai
sekarang ini. (2624-2637)
Setelah berpulang dari Moro, Yusuf tinggal selama 5 bulan
bersama keluarganya. Akhirnya, petualangannya ke Moro terungkap
setelah Yusuf tertangkap dalam kasus terorisme. Pada awal
penangkapan Yusuf, muncul antipati dan prasangka dari pihak
keluarga.
[Muncul negative thinking terhadap penerimaan diri
di keluarga] Iya, sempat. Karena mereka bisa
antipati kan. Di antara saudara-saudara kan juga,
“Walah….diurusi.”, misale. Kalau apa ya, kalau
prasangka iya, ada. Cuma kan ada yang nampak,
ada yang tidak. Ada yang, ya biasa-biasa aja, ya
mereka kan mau nggak mau juga keluarga. Terus
kalau sudah di dalem apa yang dilakukan, kan
nggak juga neko-neko gitu lho. (1437-1447)
Antipati dan prasangka ini muncul karena keluarga tidak
mengetahui apapun yang terjadi mengenai Yusuf. Seperti telah kita
ketahui bahwa demi memperjuangkan apa yang diyakininya, Yusuf
rela untuk tidak jujur terhadap keluarga. Ketika apa yang dilakukan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
Yusuf selama ini terungkap, muncullah rasa bersalah karena telah
berbohong dengan keluarga.
Ya kita kan ijin ke keluarga nggak jujur. Kita kan
kerja ke Malaysia. Saya mau merantau, gitu aja.
Jangan harapkan saya. Paling sama mbakyu,
“Mbakyu, pamitan mbakyu, saya mau ke luar Jawa.
Ya, kebetulan saya kemarin ada bekal.” Kan waktu
itu saya bekerja terus njual motor juga to. “Nih tak
kasih 500 untuk keponakan saya.” Macem-
macemlah. Kita artinya baik gitu lho. Saya tak kerja,
nanti tak cari uang banyak ya nanti tak bantulah
sekolahan ponakan-ponakan. (351-361)
Ya satu, merasa bersalah ya. Karena kita sudah
memberikan kebohongan kepada keluarga.
Bersalah, terus kita saat ini, waktu itu ya. Jadi
sudah berpisah 2 tahun di Filipina, sekarang
berhadapan dengan hukum. Iya kan. Kita ndak tahu
berapa waktu itu. Kalau berapa waktu itu selama 5
tahun berarti selama 5 tahun kita menjadi hilang
dari keluarga. Plus 2 tahun yang lalu. (1409-1417)
Rasa bersalah Yusuf berakar pada kegagalannya memenuhi
harapan keluarga. Apa yang dibutuhkan keluarga ternyata berbeda
dengan apa yang dilakukan oleh Yusuf. Hal ini membuat Yusuf
merasa memiliki hubungan yang renggang dengan keluarga. Selain
karena rasa bersalah yang ditanggung Yusuf, rasa tanggung jawab
terhadap hubungannya dengan keluarga juga menjadi alasan Yusuf
untuk terus membangun komunikasi yang baik dengan keluarga.
Bentuk komunikasi ini dilakukan Yusuf saat di penjara.
Nah, di saat kita hilang selama di penjara itu, kita
membangun komunikasi yang bagus dengan
keluarga. Kirim surat misalnya, itu kita lakukan itu.
Karena mereka mau tak mau itu tadi, jadi tanggung
jawab. Nasehat. Surat, “Aku hari ini….”, misalnya
aku berada satu blok dengan orang Cina, Muslim
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
misalnya. Kasunya senjata api di temanggung,
misalnya. Atau kasusnya narkoba misalnya. Itu
diceritakan. Artinya ada image yang dibangun oleh
keluarga tu ketika di penjara tu kenal para penjahat.
“Wo, jangan-jangan kamu di dalam disiksa terus?”,
“Ndak, saya bergaul dengan temen-temen dengan
bagus, mereka juga suka kalau ada pengajian.”,
misalnya. Dari sana orang di keluarga ketika kita
tinggalkan 5 tahun merasa besar hati. Bahwa ketika
saya menjalani di penjara nggak ada masalah.
Tidak menambah masalah. Terus bentuk
pertanggungjawaban kepada keluarga selesai.
(1417-1436)
Setelah terbebas dari penjara, kontrol keluarga terhadap
Yusuf semakin meningkat. Kekhawatiran keluarga terhadap Yusuf
meningkat. Tapi, dalam hal ini Yusuf justru tidak menjauhi keluarga.
Yusuf berusaha meyakinkan keluarga bahwa kini ia sedang
melakukan penataan ulang hidupnya, oleh karena itu dia melakukan
silaturahmi dengan keluarga; selain karena kehilangan waktu
bersama keluarga. Keluarga menerima status Yusuf sebagai tahanan
teroris.
Tapi ini karena kita punya latar belakang di rumah.
Contoh peristiwa Aceh. Der! Rumah telepon, “Mas,
kowe nengdi posisimu? Kowe ojo melu-melu neng
Aceh.” Itu kan bentuk responsif dari rumah. Duer!
Tembak mati di Solo. Ke Dapoer Bistik misalnya.
Temen-temen, eh, Keluarga di Jawa Timur sana,
“Weh, telpon Solo.” Telepon lagi. (1401-1408)
Ya kan kekhawatiran mereka dengan khayalan akan
menghilangkan keluarga, menjauhi keluarga, itu
nggak terjadi gitu lho. Terus nanti kamu terlibat
dengan jaringan ini, jaringan Noordin, jaringan
mana, jaringan Cilacap, muncul-muncul itu lho
Mas. Ndak, kekhawatiran kita tepis dengan seperti
ini. Contoh; saya keluar ya, saya bekerja. Ibu
Bapak, eh Ibu, Bulek, Mbakyu, Adik saya ajak ke
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
sini. Ini lho saya. Menunjukkan jiwa dia itu yakin,
Masku sekarang ini, anakku sekarang ini sedang
memberikan penataan ulang, dengan keluarga, istri
diajak ke sana. Ini lho. Itu juga bagian dari PR
tersendiri. Kegiatan tersendiri buat saya. Satu
sebagai mantan, kedua dalam kasus hal yang sama.
(1449-1465)
Terus kemudian beban-beban keluarga saat ini
meyakinkan keluarga bahwa saya tidak akan terlibat
lagi dengan kasus-kasus. Maksud nggak Mas. Aceh,
del! Oo, Yusuf nggak terlibat. Polres Cirebon, Yusuf
nggak terlibat. Jadi semakin yakin bahwa Yusuf ini
anu gitu lho. Ho‟o, kembali lagi gitu lho, kembali ke
yang lurus. (1696-1704)
Selain dari sisi komunikasi yang terus dibangun secara
konstruktif, menurut Yusuf, tidak ada permasalahan perbedaan ritual
dengan keluarga. Meskipun ada perbedaan, Yusuf tetap
membicarakannya secara dialogis. Yusuf menguraikan kepada ibu
mengenai ritual keagamaan yang dipegang Yusuf berbeda dengan
ibunya. Perbedaan ini tidak menjadi masalah yang berarti untuk terus
berusaha meyakinkan keluarga bahwa Yusuf telah kembali ke jalan
yang lurus.
[Cara pandang dan keluarga] Belum sempat saya
utarakan. Saya nggak pernah membicarakan hal-hal
itu. Mas, adikku, ponakanku sekolah jihad yo! Ndak,
sama sekali. Ada nilai-nilai yang unsurnya begitu
mendekat ke keluarga saya untuk apa ya, untuk ya
itu tadi. Untuk masa-masa hilang. 2 tahun hilang itu
kan blas lho Mas gak ono kabar. Jadi seolah-olah
bahkan hadirnya saya bagi temen-temen itu seolah-
olah sesuatu yang nggak disangka gitu lho. Padahal
kita sudah menyangka, kita sudah mati. Gitu lho.
Udah 2 tahun nggak ada kabar coba. Piye jal? Nek
sampeyan ngilang, keluarga rak nggoleki. Woo,
saiki neng Jo..neng Semarang, 3 dino. Yo mending.
Iso ngabari. Neng kono blas. [Ritual agama yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
berbeda dengan keluarga] Ya saya tetep monggo ya,
silakan kalau kamu berbeda dengan saya monggo.
Karena saya juga mendiamkan to.
“Jangan..jangan!” Ndak. Kan kebetulan adik itu
kan pandai agama ya. Cuma ala NU ya. Cuma
dialog. “Wis, kalau caramu seperti itu ya monggo,
itu cara kamu…” (1571-1594)
Jadi mereka menerima apa adanya. Untuk masalah
ritualnya, itu sudah masalah orang tua, yo piye
meneh. Kecuali kita sampaikan. Contoh kejawen,
budaya kejawen itu kan kalau lahirnya kembar
dibuang, wetone podo, terus adik nglangkahi Mas,
eh Mbakyu, adik nglangkahi Mbakyu nikah itu lho.
Hampir sama seperti itu. Lha itu, tak jelaskan.
Kalau kejawen seperti ini ajarannya, lha itu yang
dianut oleh Ibu. Kalau saya itu sudah nggak
berlaku. Itu nggak boleh dalam Islam. Jadi tidak
memaksakan, tapi menyampaikan. Jadi Ibuk tu,
maunya saya dengan uraian ini mau berpikir ulang.
(1620-1634)
Selain membangun komunikasi dengan keluarga, Yusuf juga
membangun komunikasi yang bagus dengan dunia luar. Yusuf
mencoba menjaga silaturahmi dengan teman-teman mantan teroris
didasarkan oleh rasa kemanusiaan. Yusuf menggunakan kenaikan
prestise sebagai mantan tahanan Nusakambangan untuk fungsi
muamalah. Dia juga melakukan sosialisasi lagi dengan masyarakat.
Kemudian untuk masalah kacamata jihad, memang
untuk hari ini, hari ini kan temen-temen sebagian
besar masih dipenjara. Misalnya sekarang dia
dalam proses mengurus surat pembebasan, “Mas,
tolong sampeyan ke kejaksaan!”, misalnya, “Tolong
ambilkan surat pengantar dari kejaksaan bahwa
saya benar-benar tidak punya kasus lagi.”… Surat
ini juga penting, aku dengan dia, sama-sama di
dalem karena merasakan bagaimana susahnya.
Kalau njenengan bingung, nemui siapa. Kalau saya
udah pengalaman. Itu contoh. Jadi aku dengan
mereka itu hampir sama, kemudian, itu sisi-sisi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
persamaan dalam hal mempermudah surat... Saya
sering berkunjung. Saya makna berkunjung itu kan
satu; Nusa Kambangan itu kan bagian dari sejarah
hidup saya Mas ya. Kedua; saya tidak tahu kasus
kamu dengan negara itu apa, itu urusan kamu. Tapi
dari satu sisi kemanusiaan, artinya paseduluran, ...
(1294-1270)
Kepala desa, kebetulan kepala desa itu kemarin
kasus juga. Jadi let setaun bar bebas, kena kasus
sertifikat, dia dipenjara di Jombang. Saya njenguk…
“Cuma nanti Pak Lurah kau diganggu…ini
pemnbelaan juga sih, nanti kalau ada preman-
preman itu nganggu, bentuk fisik kepada Pak Lurah,
nanti bilangin aja. Siapa orangnya, orang mana,
nanti biar saya yang mukul, kalau perlu KPLP, apa
kepala lapasnya saya yang mukul… Nah, itu
berkenaan dengan muamalah. Jadi dengan Pak
Lurah tetep hormat saya. Beliau sebagai orang yang
dulu ngurus PB, mempermudah bahwa saya
diterima di masyarakat. (1654-1696)
Dalam tema ini, rasa tanggung jawab Yusuf dicurahkan
terhadap dunia sosialnya (Mitwelt). Bagi Yusuf, membangun
komunikasi yang bagus dengan orang lain merupakan wujud rasa
tanggung jawab. Dunia sosial bagi Yusuf memiliki signifikansi
tersendiri bagi kehidupannya. Yusuf merasa bahwa orang-orang di
sekitarnya membantu dia selama hidupnya. Tidak heran apabila
kemudian Yusuf menjadikan dunia sosial sebagai curahan rasa
tanggung jawab.
f. Kehendak untuk menjadi signifikan
Yusuf memahami bahwa pemerintah adalah posisi yang
netral dan oportunis. Bagi Yusuf, posisi netral sama dengan tidak
punya pendirian. Muncul pikiran yang dualistis dalam memandang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
pemerintah. Selain itu, oportunis merujuk pada kecurigaaan
tersendiri bahwa ada oknum pemerintah tertentu yang memanfaatkan
konflik demi mencapai vested interest-nya.
Kalau saya berada di kubunya mujahidin berarti
saya ikut jihad. Kalau saya netral di tempatnya
pemerintah, berarti saya orang tidak punya
pendirian. Dari sisi itu, berarti pemerintah selama
ini cuma penengah atau pihak ketiga. [Oknum
berkepentingan]….tapi fungsi jihad karena orang
tahu bahwa ketika kaum muslim ini dibakar
semangatnya pasti akan cepat terbakar. Sehingga
orang-orang pihak ketiga tu menilai “Wah, ini
bisa dimanfaatkan.” (510-520)
Yusuf tidak setuju dengan hal tersebut, menurut Yusuf, kalau
ada muslim yang konflik, ―saya harus membela‖. Baginya ini adalah
sebuah keniscayaan. Ini menunjukkan bahwa netralitas tidak ditolerir
dalam kasus ini.
Yang jelas ketika saya melihat konsep itu ternyata
di negara bule, negara Kristen sana aja umat
Islam juga konflik. Tidak selamanya orang bule itu
non-Islam. Kadang-kadang ada Islamnya juga. Itu
suatu image yang tergambar pada benak saya
mereka itu kalau bule, kalau Muslim, kalau ada
konflik ya kita harus datang ke sana membela.
(580-587)
Menjadi berguna atau menjadi signifikan bagi pihak di luar
dirinya adalah kehendak Yusuf. Kehendak untuk menjadi berguna
merupakan akar dari seluruh tema yang muncul dalam Mitwelt.
Karena berkehendak untuk berguna maka Yusuf belum mencapai
level yang menurutnya dia adalah ―orang yang signifikan‖ atau
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
dengan kata lain; dia merupakan orang yang sepele dan kehilangan
signifikansinya (loss of significance).
Ya saya memandangnya begini, saya orang yang ibaratnya
ingin berguna. Dalam arti menyumbangsih gitu lho untuk
kelompok besar. (362-365)
4. Eigenwelt
Mode dunia dalam Eigenwelt mensyaratkan self-awareness, self-
relatedness yang secara unik hadir dalam human being. Dalam mode
ini, kita memahami bahwa kita adalah pusat dari eksistensi kita serta
mengenal potensi-potensi khusus kita. Potensi-potensi yang dimaksud
adalah seperti kapasitas menilai, memilih, dan nilai-nilai. Ketika kita
menggunakan potensi kita, maka peneguhan terhadap eksistensi diri
akan dicapai. Lebih jauh lagi, mode ini menjadi jelas ketika kita menilai
dengan akurat apa yang kita suka atau tidak suka, apa yang kita
butuhkan atau tidak butuhkan, yang secara personal mengevaluasi
pengalaman. Adalah sesuatu yang jelas bahwa apa yang menjadi pilihan
(own-choices) Yusuf merupakan contoh jelas dari mode dunia ini.
a. Ketertarikan dengan tokoh di sekitarnya
Pada masa SMP, Yusuf tertarik dengan guru agama karena
kepandaian guru agama dalam membaca Al-Qur‘an dan mengaji.
Keahlian agama yang dimiliki guru agama menjadi pondasi Yusuf
untuk merasa tertarik dengan guru agama. Namun, selain kehlian
agama yang dimiliki guru agama, Yusuf juga menyukai sisi disiplin
yang terarah pada kebersihan yang diterapkan oleh guru agama.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
Lha mulai SMP itu sudah mulai berpikir. Ada guru
agama, kebetulan saya suka sama guru agama. Nek
guru agama tu cincinnya diletakkan di meja tu kita
takut, padahal gurunya nggak ada di situ. Ujian
misalnya. Wah, kita ujian. “Siapa yang ngepek?”
tik, terus dia pergi, guru. Pada nggak mau, takut
ngepek. Ada cincinnya. Jangan-jangan cincinnya itu
tau. Itu jenis-jenis itu kepercayaan kan Mas. [alasan
suka] Ya mungkin baca Qur‟annya, ngajinya,
mungkin ngglidik kalau kukunya panjang digebuki.
Ternyata harus dibersihkan. Ho‟o, enak. Enjoy. Tapi
kan dari sisi disiplin mengenai kuku, rambut
gondrong dikit dipotong, nggak boleh. Macem-
macem yang sifatnya itu kebersihan itu bagus gitu
lho menurut saya. (1749-1766)
Seperti dikatakan di atas bahwa keahlian agama menjadi
pondasi Yusuf untuk merasa tertarik dengan guru agama, Yusuf juga
tertarik dengan sosok lain yang serupa. Yusuf tertarik dengan Pak
Abdul Kholib, guru matematika, yang menyukai lagu-lagu yang
arahnya ketuhanan dan pintar mengaji. Dapat ditemukan di sini
bahwa ada kesamaan karakter pada significant being yang disukai
Yusuf. Keduanya sama-sama pandai dalam hal agama. Pola ini
mendapat pengulangan sekaligus penguatannya dalam kehidupan
Yusuf selanjutnya.
Pak Abdul Kholib saya datang ke rumahnya.
Ternyata yang disetel lagu-lagunya Ebiet G. Ade. Itu
kan berkenaan dengan hamba dengan Tuhan, iya to,
tafakur bencana alam. “Wuh, lagunya kok bagus
ya?” Terus lain kali misalnya Bimbo. Wujudnya ke
arah sana. Arahnya kepada Tuhan. Dari seperti itu
saya mulai tertarik kepribadian guru matematika
tapi kok senengannya Bimbo. Terus ketika puasa kok
malah memimpin, kalau dulu ada pondok
Ramadhan, jadi nginep di sekolahan. Nginep di
sekolahan. “Kae kok ketoke guru matematika pinter
ngaji yo yo‟an? Ojo-ojo Pak Kyai.” (1777-1789)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
b. Ketertarikan dengan konsep “kembali ke nabi”
Yusuf tertarik dengan konsep dalam Muhammadiyah karena
―kembali ke nabi‖. Dalam jalannya kembali ke nabi, Yusuf memilih
untuk tidak terikat aliran dalam agama Islam dengan tujuan untuk
kembali ke Islam. Bagi Yusuf, Islam adalah Islam, bukan Islam yang
dibatasi oleh parsialitas aliran (Eigenwelt).
Lhoh, Islam kok slametan, roh‟e itu 3 hari masih di
rumah. 40 hari menjauh dikit. 1000 hari baru jauh.
Kok bisa konsep seperti itu darimana? Karena
dalam konsep Islam meninggal ya meninggal,
terputus. Kecuali tiga; amalnya, sodaqohnya jariah,
sama ilmunya yang bermanfaat. Itu yang terus
mengalir dan tidak putus-putus... Jadi konsep-
konsep seperti itu yang dipaparkan Muhammadiyah,
saya tertarik. Oiya, besok saya tinggalkan deh
tradisi itu. Saya ngomong ke keluarga saya seperti
itu... Konsep seperti itu digagas oleh
Muhammadiyah dan bagus. Terus Muhammadiyah
menawarkan pendidikan. Ada SMP SMA
Muhammadiyah. Ada kampus. Justru ini lebih
mendekati keperluan umat daripada tadi. Bancakan,
terus ngumpul bareng satu lapangan, istiqosah, kaul
misalnya atau apa. Padahal menurut saya kalau itu
memang dilakukan oleh nabi, nabi melakukan hal
itu. Nabi kan ndak. O, ini kyai sing melakukan.
(1011-1060)
Sebenarnya kalau saya dulu, konsep-konsep jihad
atau konsep-konsep pemahaman NU, kemudian
meningkat bertambah jadi Muhammadiyah-lah.
Bahasa garis besarnya seperti itu. Kemudian kita
sudah mulai sinkron dengan tidak terikat kepada
organisasi… Kita hanya mencontoh sikap-sikap
Muhammadiyah, tapi saya bukan orang
Muhammadiyah. Begitu maksudnya. Misalnya orang
Muhammadiyah tidak tahlilan. Kan saya juga tidak
tahlilan. Tidak kunut subuh juga tidak kunut subuh,
tapi saya bukan orang Muhammadiyah. Saya ingin
kembali sebagaimana Islam. Jadi Islam itu apa yang
diajarkan ya Islam. Nanti kalau saya ke
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
Muhammadiyah orang NU mesti benci kepada
orang Muhammadiyah. Saya kalau NU,
Muhammadiyah benci sama orang NU. Timbal-
balik. Tapi kalau saya posisinya saya bukan NU
bukan Muhammadiyah saya Islam, Islam, Islam tok
gitu lho ndak ada Islam NU Islam Muhammadiyah.
(1232-1254)
Bagi Yusuf, menganut Islam secara kafah berarti
menjalankan aturan agama yang didasarkan atas segala apa yg
dinukilkan dari nabi; baik perbuatan, perkataan, sikap, maupun
kebiasaan. Apa yang dinukilkan nabi memiliki terjemahan apa yang
tertulis di kitab suci. Yusuf mempraktekan purifikasi terhadap ajaran
nabi yang telah banyak ditambah-tambahi. Namun ketika terjadi
rigiditas terhadap praktek agama, kepatuhan terhadap dogma tidak
dapat dihindari. Hal ini berhubungan erat dengan tema yang ada
dalam mode Umwelt, yakni kepatuhan. Ketika hidup dalam mode
ini; maka apa yang tertulis di kitab suci adalah apa yang harus
dilakoni. Bukan lagi karena aku yang ―kembali ke nabi‖ (Eigenwelt).
c. Komunitas menjadi jembatan munculnya keberanian dan daya
kritis
Pada masa SMA, Yusuf menggabungkan diri dalam
komunitas remaja masjid. Komunitas ini memiliki impresi akan
kebanggan tersendiri dalam diri Yusuf. Kebanggaan tersendiri
menjadi remaja masjid memunculkan kesiapan untuk berkarya dalam
remaja masjid. Kesiapan berkarya ini juga membuka diri Yusuf
untuk semakin melibatkan diri dalam komunitas ini. Tentu saja
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
dengan keterlibatan dalam komunitas ini Yusuf mendapat banyak
kenalan maupun asupan informasi selama tergabung dalam remaja
masjid.
Cuma dari sisi saya ketika menjadi remaja masjid
itu bangga, kenapa? Di saat orang lain itu nggak
mau ngurusi hal ini, cerdas cermat agama Islam se-
kabupaten Jombang, itu kan suatu kebanggan
tersendiri. Dan undangan itu menyebar di 30 SD,
MI di seluruh Jombang. Terus saya kenal sama
orang Departemen Agama; Pak Salim, termasuk
macem-macem guru-guru agama, guru-guru agama
ya. (1915-1924)
Keterlibatannya dalam remaja masjid juga mengantar Yusuf untuk
mengenal mengenai pergolakan Islam internasional. Pergolakan
yang menurut Yusuf berkesan adalah perang Bosnia. Ketika itu
Yusuf menonton film Perang Bosnia yang oleh pemerintah dianggap
subversif. Baginya, Srebrenica massacre ini terngiang-ngiang terus
di pikirannya. Bayangan mengenai pembantaian ini menjadi
imajinasi tersendiri bagi Yusuf.
Perang Bosnia itu video, cuma oleh sospol, sospol tu
waktu itu Pak Harto ya. Pak Harto itu punya sospol
tu di DPRD ya, berarti Pemda. Ada namanya sospol
untuk mengamati gerakan-gerakan subversif.
Termasuk nyetel video Bosnia itu dianggap
subversif... Saya belum pernah lihat film Bosnia,
maka saya nglobi Pak Salim. “Pak, saya kasih
pinjem.” Itu ada video. “Ya nanti habis nyetel
kembalikan saya.”, “Ya.” Disetel. Tak lihat tu
konflik. Tak kembalikan selesai. (1974-1997)
Selain film Perang Bosnia yang berkesan itu, Yusuf juga
memiliki impresi khas ketika bakti sosial di Madura. Yusuf benar-
benar turun langsung ke masyarakat dan melihat langsung masalah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
umat Islam. Dari situ muncul keprihatinan akibat muslim di Madura
yang kurang memperhatikan ibadah. Keprihatinannya memunculkan
kepedulian terhadap Islam di sekitarnya (sorge). Keadaan yang tidak
mendukung dijalankannya Islam secara kafah terjadi di Madura.
Dari sana saya mulai terketuk juga, ternyata
seprimitif-primitifnya sini tu walaupun dia orang
Madura katanya Islamnya banyak toh kenyataan
seperti ini keleleran, macem-macem. Di tengah
hutan, terbengkalai, nggak tahu sholat, terus
kemudian minum langsung dari sungai, mandi juga
langsung dari sungai. Itu Mas, aku kaget ya melihat
gaya....Islam kok seperti ini. Ya, apa ya, melihat dari
fakta kemudian saya melihat dari konsep ajaran.
Misalnya disuruh sholat 5 waktu, lha wong iki we
adus pisan neng njero kali lanang-wedok campur,
misalnya. Lha terus piye? (2046-2066)
Selain daya kritis, Yusuf juga menunjukkan bahwa dia berani
berkonflik dengan pihak yang tidak adil. Dalam hal ini adalah
sekolahnya yang membuat aturan irasional. Pada waktu itu sekolah
melarang penggunaan jilbab dalam foto ijasah dan ini tidak sesuai
dengan tuntunan muslimah. Untuk mencapai kebenaran bersama,
Yusuf menganggap aturan irasional ini pantas untuk diperdebatkan.
Jadi orang yang menyetorkan foto ijasah pakai
jilbab, itu harus dibuka jilbabnya. Atau potret
sekolahan....“Ee, Pak, saya mau nanya Pak. Kita
sekolah kan SMA 2 Pak. Kalau kita menghargai
kebebasan Pak, kebebasan berekspresi. Okelah
kalau Bapak melihat orang kayak orang Pramuka,
orang OSIS, sementara kami Remaja Masjid punya
citra tersendiri. Kemudian kami punya jilbab ini ya.
Mbak-mbak putri itu ya. Itu kalau sudah sepakat
mau nyetorkan foto pakai jilbab apa salahnya Pak?
Satu. Dua, undang-undang yang mengatur itu mana
Pak? Kalau langsung dari Menteri, tunjukkan
Menterinya.”, ya saya sampai seperti itu, “Kalau
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
dari Depag, apa bunyinya? Sekarang apa bedanya
kita sebagai pelajar, kemudian Bapak-bapak
sebagai guru pengajar kemudian Bapak-bapak
melihat madrasah aliyah di depan kita.”, saya
tunjuk itu. “Madrasah Aliyah, dulu kita sholat Jumat
di sana. Lha itu saja ijazahnya saya tahu betul,
mereka juga pakai jilbab. Langsung di bawah
Departemen Agama. Kenapa boleh? Sementara kita
kok nggak boleh.... Terus setelah persidangan itu
selesai, besoknya perwakilan ke Departemen
Agama, minta SK. SK dari kementerian bahwa
ijasah tu boleh pakai jilbab. Saya fotokopi. Saya
tunjukkan Kepala Sekolah, langsung diem Kepala
Sekolah. Iya betul itu. “Pak, SK dari menteri agama.
Silakan diperiksa keaslian. Kalau ini palsu, bisa
dituntut, Departemen Agama.” Bingung dia, karena
ya mungkin sentimen. Karena ada beberapa melihat
gelagat. (2105-2179)
Pola membela kebenaran di atas terus mendapatkan
penguatannya di dalam remaja masjid. Di komunitas inilah muncul
heroisme dalam memperjuangkan apa yang dianggap benar baginya.
Identitas kelompok yang cenderung kuat meningkatkan kebangaan
serta keberaniannya untuk memperjuangkan yang menjadi
kebenarannya.
Setelah itu setelah juara 1 tadi kita mendapat ya
mungkin ada unsur “Kita ini juara 1, masak hanya
berhadapan dengan keputusan Kepala Seolah kok
kita mundur gitu lho.” Hampir seperti itu, ada nilai
opo ya, heroisme dalam diri-diri kami. Kami tu
sungguh-sungguh gitu lho memakmurkan Masjid di
sekolahan. Terus begitu saya kelas 3, kader kelas 1,
kelas 2 sudah siap. Jadi makna pengkaderan itu
pengajian keputrian banyak, keputraan juga banyak,
terus kemudian pengajian bersama banyak. (2180-
2191)
Terjadinya penguatan kelompok membuat Yusuf memiliki
dinamisme keberanian ketika menghadapi apa yang berada di luar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
kebenarannya. Wujud dari penguatan sendiri tampil dalam rasa
bangga yang membuatnya terlibat aktif dalam komunitas.
d. Keberpihakan terhadap hukum Islam
Proses membandingkan antara dua hal yang berbeda disertai
dengan penilaiannya sendiri merupakan wujud mode Eigenwelt.
Yusuf melihat ketumpulan praktek UU di Indonesia. Hal ini
mendatangkan konklusi bahwa hukum hanya sekadar nilai kosong.
Dikatakan nilai kosong karena aturan hukum hanya sekadar kata-
kata belaka tanpa ada penerapan yang memadai. Hal ini
menunjukkan bahwa praktek hukum Indonesia sangat kontras
dengan praktek hukum Islam.
Kontrasnya penerapan hukum ini, di mana hukum Islam
dipandang lebih baik, mendatangkan apatisme terhadap praktek
hukum negara. Proses komparasi antara kedua hukum ini menjadi
sebuah implikasi dari otherness yang termanifestasikan dalam
permusuhan. Permusuhan dalam arti adanya unsur untuk menentang
atau melawan. Di samping praktek hukum yang buruk, bagi Yusuf
ketentuan demokrasi juga menyimpang jika dilihat dari perjalanan
historis bangsa.
Ya berkenaan dengan undang-undang lah. Undang-
undang kan, misalnya kita pasal 28 ya, ya
kemerdekaan berserikat berkumpul mengeluarkan
bebas mengeluarkan pendapat secara lisan maupun
tulisan. Itu aja sudah ada pembatasan ketika kita
menulis dilarang, dibredel misale, itu kan sudah
ndak sesuai undang-undang lagi. Lha kita
menghafalkan itu sudah bosan gitu lho. Hafal cuma
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
nilai-nilai kosong. Halah GBHN nggak perlu,
undang-undang nggak perlu dan asas tunggal nggak
ada. (2213-2234)
Misalnya Pak Harto. Pak Harto itu 95 sudah
menjabat presiden itu tahun…20 tahun ya, eh 25 ya.
Sekitar 28 tahun ya. Pelita 1 Pelita 2 Pelita 3 tu.
Kita juga sebagai orang Islam melihat memang
orang Islam itu memang kalau amir ketua jamaah
itu diangkat sampai mati. Betul. Tapi itu kan
ketentuannya Islam, bukan ketentuan demokrasi.
Tapi kalau ketentuan demokrasi kan jadi presiden,
jadi presiden, kan nggak ada tuntunannya. Kan gitu,
gak ada aturannya. Lha itu juga sudah mulai ada
perbedaan. Mestinya Pak Harto sudah lengser.
Terus sejarah juga dengan Pak Karno, dengan
DI/TII itu juga diutarakan. Perbandingan sejarah.
(2312-2326)
Diskrepansi terhadap praktek hukum Indonesia ini
memunculkan kekecewaan, baik secara sosial maupun personal
Yusuf. Di sisi lain, Yusuf melihat keapikan penerapan hukum Islam.
Yusuf sering mengadakan dialog dengan teman-temannya untuk
menunjukkan bahwa perjuangan Indonesia adalah untuk berjihad
maka seharusnya diberi kemudahan untuk mengisinya dengan ajaran
Islam.
Hal-hal yang aneh tentang undang-undang apa sih,
apalagi dalam ayat Al-Qur‟an misalnya
“Barangsiapa yang berhukum selain hukum Islam,
dia orang yang dzolim.” misalnya. Nah, itu kan
tekstual ayat ketika melihat kita bersama dengan
DPR-MPR. Ya kan kita GBHN komplit, ada MPR
ada DPR, legislatif, yudikatif, kan dipelajari semua.
Lha dari situ saya sudah mulai jenuh gitu lho
melihat eee di satu sisi saya jurusan biologi
kemudian satu sisi, PMP misalnya Pendidikan
Moral Pancasila waktu itu ya. Itu tidak pernah saya
gagas, saya her dapat 5 ndak ada masalah. Karena
tidak ada beban, untuk kelas 2 kelas 3 sudah mulai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
tertanam keberanian meninggalkan itu. Tapi
walaupun itu sifatnya itu masih idealisme. Oo, aku
ini ini gitu lho. Tapi belum ada action gitu lho.
Kalau jaman sekarang kan ada action-action teroris
itu kan sudah action. Bukan hanya ndak setuju,
kalau perlu mberontak. (2234-2254)
Daya kritis sekaligus rasa kecewa ini berkelindan dalam
sebuah sikap anti. Anti memiliki konotasi ketidaksetujuan dan
memusuhi. Dengan demikian sarat akan unsur melawan. Yusuf
mengindentikkan sikap anti ini dengan keinginan untuk
memberontak.
e. Rasa ingin tahu terhadap jihad meningkat
Asupan informasi mengenai jihad yang didapat dari orang
sekitar, buku, majalh, maupun video sejak SMA terus meningkat
ketika dia belajar di pondok. Rasa ingin tahu yang meningkat ini
juga kadang kala ditunjukkan Yusuf secara berani dan terbuka.
Yusuf menyatakan keinginan maupun pendapat kepada orang di
sekitarnya mengenai pemahaman dirinya Dan menurutnya,
pertanyaan yang dia tanyakan cenderung tidak ditanyakan oleh
teman-teman di pondok.
Kadang ada sempet pertanyaan sama dosen. “Pak,
eee kalau kita mendirikan negara Islam apa salah?”
Sempat nanya begitu saya. Di antara temen-temen
yang lain nggak berani. Tapi saya terbuka. “Kita
jujur saja, Pak. IAIN di seluruh Indonesia
melahirkan sarjana agama. Lha kebetulan saya ini
fakultas syariah, Pak. Kita kalau bicara syariah ya
syariah Islam. Kalau bicara syariah dalam hukum,
fakultas hukum UGM sudah ngajarkan.” Saya
bilang gitu. “Fakultas Unibraw, Unair sudah
mengajarkan semua.” Saya bilang gitu. Kenapa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
100
kita, terus kemudian fakultas syariah kemudian mau
berprinsip pengantar ilmu hukum umum atau
bagaimana. Kurang anu kan, kurang fair, kita kan
fakultas syariah, mestinya mengkaji hukum-hukum
syariah. (237-253)
Rasa ingin tahu yang besar mengenai jihad membuat Yusuf
tidak menemukan kesesuaian pandangan dalam kelompok di
pondoknya. Menurutnya cara berpikir Yusuf berbeda dengan para
penghuni. Hal ini kemudian mendorongnya keluar dari pondok.
Untuk mendapatkan asupan informasi mengenai jihad, Yusuf lalu
mempelajarinya lewat dialog dan buku.
Selama saya berbisnis itu sudah mulai banyak rasa
ingin tahu. Saya datang ke pondok Al-Mukmin. Tapi
bermain tok, dolan. Saya lewat mana saat itu,
pokoknya Solo-lah. Saya lewat waktu itu, oo ini lho
pondok Al-Mukmin. Saya datang ke Al-Islam
Lamongan. Pondoknya Amrozy itu lho. Pondok Al-
Mukmin itu udah pecah. Mana pecahannya?
Lamongan. Ah Lamongan deket, naik bis. Main ke
sana kenalan sama ee pondoknya. Wis, pokoknya
kenalanlah sama… Pulang lagi. Besok dateng lagi
bulan depan. Pulang lagi. Kenal santrinya, tak ajak
ke tempat saya. Ngobrol, kurang lebih begitu lah.
Nah, dari situ terus ada buku-buku jihad itu. Itu
saya mulai mengenal. Buku-buku jihad Afghanistan.
Kalau jihad secara umum tadi sudah lihat… Pulang
mbawa buku mbawa batik, kenal sama itu tadi, Al-
Islam Al-Mukmin, terus dari Sahadah Boyolali.
Sudah mulai kenal. Terus saya pernah mengajar di
sekolah Muhammadiyah selama 6 bulan. Lumayan.
Ya ke pondok, ngaji, terus ke kota Malang,
silaturahmi ke Surabaya, ke Al-Falah. Ya pokoknya
kaya keliling gitu aja…. (2568-2609)
Rasa ingin tahu ini juga berbasis pada keyakinannya
mengenai Islam di Indonesia. Menurut Yusuf, Islam sudah punya
warna sendiri sehingga negara tidak perlu ada. Warna yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
dimaksud Yusuf adalah identitas Islam. Karena identitas yang telah
kuat ini, negara tidak berhak membatasi pergerakan umat Islam.
Orang yang secara jelas-jelas, okelah atas nama
tugas negara tapi kok disalahgunakan dengan
peristiwa yang sangat besar itu. Contoh lagi ada
hal-hal yang lain. Yang sifatnya itu ya mungkin
komji. Komando jihad, musro, laskar jihad terus
berangkat ke Ambon dan Poso itu sudah ada
runtutan-runtutan tersendiri. Kita yang nglihat “Oh,
ternyata negara ini tidak perlulah…” Dalam arti
membatasi pergerakan yang ada di kubu umat
Islam. Karena umat Islam sendiri sudah punya
warna sendiri gitu lho Mas. (498-509)
f. Concern terhadap konflik
Jika sebelumnya jihad hanya sebatas pandangan, maka pada
kali ini Yusuf ingin merealisasikan pandangannya. Keinginannya
untuk terlibat langsung lewat jihad mulai muncul. Muncullah
ketertarikan untuk tergabung dalam ormas, tapi bukan sekadar
menjadi anggota. Yusuf memilih untuk melibatkan diri bukan atas
dasar kepentingan kelompok, melainkan karena kehendak yang dia
ingini.
Jadi tertarik di sini saya, tertarik bukan mau jadi
anggota gitu ndak. Saya bukan tipe seperti itu. Saya
tertarik ingin termasuk di dalamnya. Dalam arti
pribadi. Jadinya hanya anggota. Kalau anggota,
“Pak, saya anggotanya JAT, saya anggota MMI,
saya anggota perwakilan Pemuda Muhammadiyah”
ndak. Itu hanya formalitas. Ini terlibat langsung ini.
(254-261)
Ketertarikannya untuk berjihad didasari oleh pemahamannya
akan jihad. Menurutnya untuk berjihad melawan diri sendiri maka
sebagai syaratnya harus berjihad secara fisik seperti para mujahidin.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102
Pada saat itu, Poso adalah lahan berjihad terdekat dari pulau Jawa.
Oleh karena itu daripada harus ke Afghanistan, dia memilih untuk
menuntaskan jihadnya di Poso. Muncullah dorongan dari dalam hati
untuk mengetahui konflik Poso dengan melihatnya sendiri. Selain
untuk menuntaskan jihadnya dan terlibat langsung, dorongan ini
berjalin kuat dengan rasa senangnya pada perang.
....dari kaum muslimin sendiri, intern, bahwa orang-
orang yang tertarik dengan dunia konflik itu tidak
hanya satu. Tapi banyak. Kenapa? Ketika mereka
menerima ideologi jihad dari buku-buku, dari
literatur, dari pemahaman dia mau pergi ke
Afghanistan jauh tapi dia melihat konsep yang
dekat, ya Ambon dan Poso itu. “Wah ini lho betul-
betul jihad!” Ndak usah jauh-jauh ke Afghanistan,
ke Irak, atau ke Amerika. Realisasi itu yang
menyebabkan perbedaan. Termasuk saya pribadi
melihat konflik itu konflik jihad betul. (521-532)
Tapi ingin melihat konflik itu langsung, ada apa sih?
Lhah, berkenaan dengan ini, dengan seneng perang
ya. (224-226)
g. Kesiapan untuk berjihad
Kekecewaan, sorge, solidaritas, serta ketertarikannya secara
pribadi untuk terlibat langsung dalam konflik mendorong Yusuf
untuk merealisasikan jihad secara fisik. Dengan demikian,
muncullah kesiapan untuk berjihad. Kesiapannya untuk berjihad juga
terwujudkan lewat penggabungan dirinya dalam laskar jihad.
Bersama laskar jihadnya, Yusuf kemudian berangkat ke Poso.
Namun, sesampainya di Poso Yusuf mengalami penolakan karena
pengalaman yang minim.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
103
Meskipun mengalami penolakan, demi mencapai tujuan awal,
Yusuf memutuskan untuk mengikuti dan mempercayakan dirinya
pada guide (Lihat pada bagian Umwelt: Kepatuhan) . Mengikuti dan
mempercayakan dirinya pada guide menandakan bahwa Yusuf
bersedia mengatasi ketidakmampuan dengan bersedia dididik. Oleh
karena itu, bukan masalah besar jika dia harus mengikuti pelatihan.
Asalkan, nantinya dia akan bisa ikut berjihad di Poso. Yusuf yakin
bahwa konflik agama di Ambon dan Poso sangat dahsyat, makanya
dia harus terlibat. Demi mencapai hal tersebut, Yusuf memutuskan
untuk mengikuti pelatihan militer.
Dari situ tadi, ketika di Filipin tadi “Kamu ngapain
belajar perang? Lhoh, kan ada konflik Ambon dan
Poso. Itu perang Indonesia Timur.” Gedhe. Dan itu
lebih dahsyat dari Filipin kan mestinya. (104-108)
Dorongan untuk mengikuti pelatihan tergolong dalam mode
Mitwelt karena dipahami Yusuf sebagai fungsi solidaritas dan
manifestasi kosmopolitanisme di Indonesia. Sedangkan kepatuhan
terhadap guide merupakan wujud Umwelt seperti telah diuraikan
sebelumnya. Namun, keinginan untuk belajar perang merupakan
percampuran antara Mitwelt dan Eigenwelt, antara solidaritas dan
keinginan atas dasar ketertarikan. Ketika semuanya ini dikembalikan
ke Yusuf dan dia memaknai jihad sebagai sebuah cara untuk
mempraktekkan teori, maka Yusuf memahaminya dalam mode
Eigenwelt. Bagian pemahaman praktek ini akan dijelaskan oleh
bagian di bawah ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104
h. Praktek ideologi
Ideologi dalam hal ini merupakan paduan atau penyesuaian
antara apa yang ada dalam diri Yusuf dan pandangan yang
diperolehnya. Pada dasarnya, Yusuf merupakan orang yang senang
perang dan memiliki ketertarikan terhadap masalah konflik umat
Islam (Eigenwelt). Di lain pihak, untuk menjadi kafah, maka dia
harus membela umat Islam yang sedang berkonflik lewat jihad. Jika
tidak, maka dapat dikatakan bahwa dia memeluk Islam secara tidak
kafah (Umwelt). Untuk mencapai sintesis antara kedua mode dunia
tersebut, maka Yusuf belajar ilmu perang secara militer. Yusuf
mengatakan bahwa kehendak untuk berjihad sudah bulat sehingga
dia berani untuk belajar ilmu sekaligus praktek militer.
Dengan tidak diterimanya [Poso]. Ya ibaratnya
kuliah dulu lah. Iya to, biar tahu ilmunya. Kalau
modal uwong tok, perang nggo pedang ki ngapain.
Kan gitu, nggak efektif. Kalau dengan ilmu bom
tahu kan enak. (119-123)
Selain karena keinginan personalnya dan kesenangan
terhadap perang, diskriminasi dan ketidakadilan terhadap Islam juga
memicu Yusuf membangun suatu dinamisme kebencian. Kebencian
ini membuat Yusuf berkesimpulan bahwa perang bisa menjadi
solusi. Oleh karena itu, Yusuf memandang latihan militer, secara
nilai Islam yang diniatkan sebagai i‟daad, adalah sah. Karena latihan
ini adalah sebentuk solusi. Baginya, latihan dianggap sah sejauh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
105
berbenturan dengan kepentingan. Yusuf memahami ―kepentingan‖
sebagai keberadaan konflik yang melibatkan Islam.
Cuma saya secara prinsip ya, secara prinsip melihat
latihan militer itu sebenarnya versi saya sah-sah
saja. Sepanjang itu secara nilai Islam itu diniatkan
sebagai i‟daad, persiapan. Kalau mau latihan bagi
saya ya monggo. Seperti kemarin saya menjalani di
Moro tu latihan. Tetapi dalam kondisi tertentu,
kondisi tertentu karena terpaksa, berbenturan
dengan kepentingan, ya kayak kepentingan Ambon-
Poso. Itu kan kepentingan Mas. Itu baru diterapkan.
(1171-1192)
Selama latihan perang itu berlangsung, ada banyak
pengalaman baru yang menarik. Menurut Yusuf, praktek sebagai
mujahidin seolah-olah meresap ke dalam jiwa, jika cuma teori terasa
hambar. Yusuf memahami bahwa apa yang diperoleh dari agama
adalah apa yang harus dipraktekkan dalam kehidupan. Dengan
praktek, kepuasan secara batin akan meningkat dan tentu, seperti
telah dikatakannya, bersifat meresap ke dalam jiwa.
Ya tentu kalau kita antara teori itu seolah-olah apa
ya, hambar ya. Tapi kalau praktek, yang dipegang
itu seolah-olah meresap ke seluruh jiwa. (804-807)
Pengalaman barunya ini membuat Yusuf merasa tidak
percaya dengan apa yang dialaminya. Dia tidak percaya bahwa kali
ini dia akan mempraktekkan teori tentang berjihad fisik telah dia
peroleh dari berbagai sumber. Praktek teori ini tidak seperti yang dia
inginkan. Awalnya, dia menginginkan untuk praktek di Poso, namun
kini dia justru di Filipina. Yusuf justru bingung kenapa dia harus ke
Filipina. Namun, setelah melihat keadaan di Filipina, mulai tertanam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
106
keyakinan bahwa dia sedang berada di negeri muslim yang gagah.
Dia mulai menyerap informasi mengenai keadaan di Filipina. Yusuf
kemudian mencintai negeri tersebut meskipun dia merasa tidak
percaya dengan keberadaannya di medan perang karena yang
diimpikannya kini menjadi kenyataan.
Masuk ke jantungnya, namanya camp-nya MILF itu
besar. Satu kecamatan. Itu ada gedung-gedung. Itu
gedung apa Pak? Gedung militer. Kok ada
militernya. Saya mulai tertarik. Itu apa itu? Bengkel
pembuatan bom. Itu bengkel pembuatan roket. Itu
pasar. Tak delok pasarnya juga gedhe. Lha dari situ
sudah mulai tertarik. Berarti kota kecil tadi tu
pintunya. Dari situ sudah mulai tertanam. Saya di
negeri muslim yang gagah, gitu. Dari situ sudah
mulai tertarik bahwa saya cinta negeri itu. (744-
755)
Yaaa, ya ambillah antara sesuatu yang nonsens,
sesuatu yang mimpi dengan nyata. Jadi seolah-olah
tu anu. Seolah-olah malah nggak percaya. Ternyata
kemarin baru baca sekarang sudah jadi kenyataan.
Ya kita mbaca tu tahun 98 ya. Tahun 2000, dua
tahun kemudian, dua tahun setengah baru terbukti.
(808-814)
i. Adanya diversitas perjuangan
Bagian ini berhubungan dengan pemahaman dunia dalam
mode Umwelt. Pada bagian kepatuhan telah disampaikan bahwa
sensibilitas seorang fundamentalis terhadap nilai baru melemah dan
menciptakan keadaan self-closure yang cenderung close-mindedness
terhadap dunia luar (selam hal tersebut menentang isi kitab suci).
Dalam hal ini akan diuraikan bahwa hal tersebut benar, namun ketika
dunia dipahami dalam mode Eigenwelt maka hal tersebut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
107
sepenuhnya salah. Tidak semua perjuangan yang mengatasnamakan
Islam dapat dianggap benar.
Untuk dapat berjuang membela umat Islam, Yusuf
melanjutkan hidupnya dengan latihan militer di Filipina. Namun,
bukan berarti tujuan awal Yusuf berubah. Yusuf tetap ingin berjuang
di Poso setelah belajar perang di Filipina. Ketika Yusuf kembali dari
Filipina dan ingin berjuang di Poso ternyata Poso sudah tidak
membutuhkan ruang perang lagi. Baginya, konflik di Poso ini
berbasis pada kepentingan kesejahteraan umat Islam sehingga Yusuf
ingin melibatkan diri di dalamnya.
Ketika saya tahun 2002 pulang, mau masuk Poso,
sudah bisa perang ya di sana, Poso sudah tidak
membutuhkan ruang perang lagi karena sudah ada
Malino 1 Malino 2. Ndak ke sanalah saya. Jadi
walaupun ada keinginan, karena pembimbingan,
pembinaan, pelatihan yang ada di Filipina itu sudah
komplit. Jadi sejak perlawanan, menata senjata,
bagaimana perang, bagaimana gerilya, bagaimana
logistik semuanya sudah dipraktekkan semua. (59-
69)
Meskipun dia ikut berjuang, namun di sisi lain, Yusuf tidak
setuju dengan aksi yang bersifat parsial karena cenderung
menghidupkan konflik. Aksi bersifat parsial ini menurut Yusuf tidak
berbasis pada kepentingan umat Islam. Berbeda dengan konflik Poso
yang punya misi dan kepentingan tersendiri bagi kesejahteraan umat
Islam. Jadi, meskipun Yusuf memiliki perhatian terhadap konflik,
namun bukan semata-mata konflik yang tanpa kepentingan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
108
Melebarnya konflik yang tanpa kepentingan, menurutnya, bukan hal
yang sesuai dengan dirinya.
Adapun cara pandang saya, detik ini, detik ini ya, ee
misalnya nyerbu pos polisi. Menurut Pak Yusuf
bagaimana sih? Bagi saya termasuk gereja Jebres
ya di Solo, sekarang ini temen-temen ini melakukan
perlawanan karena, apa ya istilahnya, parsial
artinya dewe-dewe. Isone iki neng Poso pos polisi
Solo, eh pos Poso. Iki kok isone, ho‟o, neng gereja
Jebres gereja. Neng Mapolres Cirebon tak sikate
misale. Hampir sama. Kemiripan antar Cirebon
dengan Solo itu sudah ndak ada hubungan. Mereka
kalau ada yang sama, pos polisi targetnya. Tapi kok
polisi, satu orang lagi, nembak lagi. Lha ini pos,
kantor polisi bom. Karena sudah dewe-dewe. Sudah
ndak ada koordinasi. Ini layak ndak, ini bagaimana,
ndak ada pertimbangan. Menyikapi yang seperti itu,
saya termasuk dengan yang tidak setuju, tidak
sependapat dengan action-action seperti itu. (1192-
1211)
j. Hukum Indonesia benar-benar bobrok dalam prakteknya
Bagian ini menguraikan dunia Yusuf di dalam penjara yang
menjadi jawaban nyata atas poin membandingkan praktek hukum di
Indonesia dengan hukum Islam. Secara kronologis, bagian selama di
penjara ini terjadi setelah Yusuf berjuang di Filipina. Pengalaman
atas hukum di penjara dapat diidentifikasikan sebagai pengalaman
Yusuf sebagai seorang fundamentalis karena adanya similaritas pada
kebencian terhadap hukum, kebencian terhadap pemerintah, dan
pembelaan atas muslim.
Komparasi atas praktek hukum di Indonesia yang buruk
dengan hukum Islam yang baik mengalami penguatan ketika berada
di penjara. Yusuf semakin meyakini bahwa praktek hukum di
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
109
Indonesia banyak celanya. Fasilitas ibadah di penjara yang sangat
minim menujukkan tidak disalurkannya dana yang seharusnya
digunakan bagi kesejahteraan tahanan. Kesejahteraan yang diabaikan
ini menunjukkan bahwa negara berusaha mengucilkan Yusuf dan
teman-teman teroris lainnya agar mentalnya jatuh. Rasa benci
terhadap pemerintah meningkat disertai dengan adanya prasangka.
Karenanya, level permusuhan dan anti-pemerintah semakin
meningkat.
Kemudian proses, proses kubi, proses remisi, dari
sana kita bisa melihat cara pandang negara
terhadap kami. Gimana sih kami diperlakukan oleh
negara. Negara saat itu menganggap kami extra
ordinary, kejahatan luar biasa ya. Tapi negara tidak
mengimbangi, makna tidak mengimbangi mungkin
ya fasilitas, mungkin ya berupa perlakuan… Dari
situ kita melihat negara sebagai negara yang ingin
mengucilkan kami sebagai tahanan teroris itu agar
mental kami jatuh, agar kami tidak diberi
kesempatan, dipisahkan dari narapidana lain.
Padahal narapidana lain itu kan juga muslim gitu
lho. Ada kewajiban, misalnya pesantren. Ramadhan.
Mestinya dicampur, ada diskriminasi. Ndak boleh
khotbah misalnya. Banyak hal yang lain, yang
sifatnya itu perbedaan negara dengan kami.
Sehingga perlawanan dari sisi ideologi, “Oo
ternyata negara tu negara yang bejat.”, klaim dari
kami para teroris dari sisi seperti itu. (1109-1142)
Pengabaian kesejahteraan tahanan ini dipahami sebagai
apatisme pemerintah terhadap kehidupan rohani para tahanan. Selain
apatis, sekali lagi Yusuf menekankan bahwa hukum Indonesia benar-
benar bobrok, kontras dengan hukum Islam. Ketimpangan hukum ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
110
memperkuat pandangan bahwa hukum Indonesia tidak layak
diterapkan dan keyakinan bahwa hukum Islam wajib diterapkan.
Jadi mereka tu haus agama. Saya katakan haus
agama kan itu tadi, dipenjara dipakani tok. Tapi
nggak dibimbing rohaninya. (1506-1509)
Bentuk daripada negara ini memperlakukan yang
tidak tepat dzolim-lah. Mereka balas dendam
misalnya. Ya mungkin berkaitan dengan tembak
mati, ya kan misalnya. Eksekusi Amrozy. Belum
waktunya sudah dieksekusi. Baru 6 tahun. Macem-
macemlah. Jadi cara pandang saya dengan negara,
adapun hukum, misalnya maling ayam dihukum 2
tahun. Koruptor 2 tahun. Koruptor 2 milyar 2 tahun.
Maling ayam, bunga, waktu itu bunga gelombang
cinta. Nyuri itu aja hukumannya 2 tahun. Contoh.
Berarti betul-betul tidak adil. Berarti hukum
Indonesia tidak layak diterapkan. Sementara hukum
Islam wajib diterapkan. Contoh seperti itu.
Perbandingan ideologi maksud saya. Betul-betul
bobrok hukum Indonesia, betul-betul bagusnya
hukum Islam. Dari keyakinan. (1152-1170)
Kehidupan rohani yang terabaikan menghambat seseorang
untuk memeluk Islam secara kafah. Hal ini membuat Yusuf prihatin
sekaligus tidak menyukai sistem di penjara yang sangat tidak sesuai
dengan harapannya. Ditambah lagi dengan fakta yang dia peroleh
bahwa hukum di Indonesia tidak adil. Implikasinya adalah bahwa
rasa permusuhan yang semakin sengit tidak bisa dihindari.
k. Keyakinan bahwa Allah Maha Penolong, maka kita harus
berpasrah kepada-Nya
Bagi Yusuf, perang jihad merupakan pengalaman spiritual
dengan Allah lewat berkorban dan menyerahkan diri ke Allah.
Dengan pengorbanan dan penyerahan diri, Yusuf yakin bahwa Allah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
111
memberikan pertolongan terhadap pihak yang menderita. Keyakinan
ini yang kemudian membuat Yusuf yakin bahwa dia akan mampu
bertahan selama perang. Dan dalam waktu mendatang masih bisa
bertemu kembali dengan keluarga.
Saat ini kan saya hidup, dua tahun ya, dua tahun
saat saya hidup di luar sana. Berada di tengah-
tengah muslim yang jelas-jelas menderita. Ketika
Allah memberikan pertolongan, ya Allah
memberikan pertolongan dengan cara Allah gitu
lho. (330-335)
Jadi kalau pengalaman spiritual dengan Allah ya
saya yakin kalau nanti memang aku meninggal di
sini, di Filipin ini, bumi Filipin; menerima anu gitu
lho, ya pengorbananku lah bumi Islam di Filipin.
Hanya sebatas itu, kemudian selebihnya ya saya
serahkan sama Allah. (336-342)
Saya punya keluarga, selama dua tahun saya tinggal
ya saya yakin suatu saat Allah akan mempertemukan
aku dengan keluarga. Kalau saya tidak syahid gitu
lho. Karena keyakinannya itu tertanam banget gitu
lho. (342-346)
Dengan berada di jalan Allah dan membela mereka yang
jelas-jelas menderita, Yusuf yakin bahwa dia berada di tempat yang
benar dan berada pada pihak yang lemah. Keyakinan ini memberikan
kekuatan bagi Yusuf sehingga dia berani untuk menyerahkan jiwa
maupun raga kepada Allah.
Saya juga tidak berdiri di tempat yang salah. Saya
yakin tidak di tempat yang salah, wong saya berada
di tengah-tengah orang yang lemah kok. (347-350)
Penyerahan diri ini muncul begitu kuat ketika sedang berada
di medan perang. Selama berperang, dia tawakal kepada Allah saat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
112
nyawa terancam sehingga muncul harapan hidup. Tawakal kepada
Allah bukan berarti lalu menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah.
Selain menyerahkan diri, dia juga berusaha dengan kekuatannya.
Meskipun demikian, dia masih sangsi akan apa yang terjadi.
Menurutnya, secara manusiawi, dia akan mati karena peluru musuh.
Namun, karena tawakal kepada Allah dia bisa selamat.
Ya mungkin yang jelas-jelas saat yang menentukan
mungkin saat hidup mati, saat-saat bombardir
misalnya. Yang, jadi kita berada di killing zone,
pesawat itu kan, pokoknya dibombardir lah. Di
tengah-tengah itu muncul harapan hidup, maksud
nggak? Jadi menurut logika, bomnya itu ratusan.
Kita kan mati itu. Tapi ternyata juga masih hidup.
Lha itu pertama, saat-saat yang indah... Karena, ya
itu mungkin tawakal ya, Allah, kalau memang
Engkau bisa menyelamatkan ya diselamatkan
kenyataannya. Iya kan. Ratusan lho Mas anu, peluru
itu. (1519-1539)
[Peluru dijatuhkan] Ya ndredeg to. Secara
manusiawi ndredeg nek keno, ndredeg nek mati gitu
lho. Tapi karena usaha manusiawi, begitu ada
pesawat ngeeenng lerrr, kita langsung tidur, di
selokan. Masuk ke dalam, kan banyak bukit-bukit
itu, kan bisa masuk ke…untuk keamanan. Kalau
jatuhnya di lapangan, deerrr! Mungkin kita kena.
Mbok tidur‟o mungkin kena ya. Tapi kalau
bergelombang kan…lherr! Goyangannya iya, kayak
gempa. (1540-1549)
D. Pembahasan
Manusia dan dunia adalah satu kesatuan, keseluruhan struktural.
Dalam hal ini tanda penghubung dalam terminologi being-in-the-world
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
113
memberikan pemahaman yang mendasar. Ada interelasi antara diri dan dunia
yang sifatnya resiprokal. Diri membentuk dunia, vice versa.
Dunia seseorang tidak akan terpahami dengan sekadar penggambaran
yang kompleks lagi canggih mengenai lingkungannya. Lingkungan sendiri
merupakan salah satu mode dunia yang di dalamnya menuntut manusia untuk
menyesuaikan diri (Umwelt). Oleh karenanya, untuk mendefinisikan dunia
dengan istilah yang murni objektif sangatlah tidak mungkin. Begitu juga untuk
mendefinisikannya secara subjektif.
Dunia sendiri dipahami dalam pengertian sebuah struktur hubungan
yang penuh arti, di mana seseorang eksis dan dalam disain seperti apa dia
berpartisipasi. Dunia sebaiknya digunakan dalam arti disain-dunia yang
diletakkan oleh setiap manusia pada segala sesuatu yang eksis, lewat mana dia
menginterpretasikan segala yang eksis, dan dari mana dia memperoleh konteks
referensi yang menentukan eksistensi seseorang (dasein).
Dunia ini juga meliputi kejadian masa lalu yang mengkondisikan
eksistensi dan semua variasi pengaruh deterministik yang berjalan dalam aku.
Seseorang sadar, membawa, berproses, membentuk, membangun, serta
berelasi dengan kejadian tersebut pada setiap waktu merupakan sebuah wujud
pengkonstruksian dan pembangunan dunia.
Namun, cara mengkonstruksi dunia tidak terbatas pada kejadian yang
telah lalu dan dalam situasi historis tertentu, melainkan juga terbuka pada
setiap kemungkinan di masa depan. Ini berarti dunia bukan sekadar kultur di
mana kita hidup, melainkan juga melibatkan kita dalam mode Eigenwelt. Di
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
114
mode inilah potensialitas manusia berada. Mode ini menunjukkan bahwa
manusia berbeda dengan hewan maupun tumbuhan. Manusia mampu untuk
mengatasi keadaan—alloplastic.
Keadaan sendiri bukanlah sesuatu yang tidak berubah, keadaan adalah
kumpulan dari persinggungan yang rentan berubah. Oleh karenanya, dunia
merupakan suatu proses dinamis sepanjang aku memposisikan kesadaran
diriku bahwa aku sedang dalam proses membentuk dan mendisain.
Pemahaman mengenai manusia yang selalu berada dalam suatu proses
membentuk dan mendisain dunia akan mengantarkan kita kepada pemahaman
mengenai dunia Yusuf. Untuk mengetahui dunia Yusuf, maka yang harus
dilakukan adalah menemukan pola-pola dinamis dalam pengalamannya. Dan
untuk menemukan pola dinamis pengalaman ini maka kita perlu menguraikan
konteks di mana eksistensinya ber-Ada. Bagaimanapun, penelitian ini
bertujuan untuk memahami fundamentalisme Yusuf. Oleh karena itu
gambaran kehidupan Yusuf dalam kesehariannya mendapatkan perhatian
pokok.
Namun sebelum memasuki gambaran kehidupan Yusuf secara khusus,
maka akan diuraikan secara singkat gambaran kehidupannya secara luas.
Gambaran ini bertujuan untuk melihat Yusuf sebagai manusia yang hidup
bersama manusia-manusia lain dan memiliki pengalaman bersama (das Man).
Gambaran ini akan diawali dengan kondisi yang digambarkan Yusuf dengan
arus global.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
115
Menurut Yusuf, arus global menimpa semua orang tanpa terkecuali.
Jika pengalamannya menjadi seorang fundamentalis memiliki similaritas atau
justru mewakili dari orang-orang yang dilabeli fundamentalis, maka itu
bukanlah hal yang mengherankan. Yusuf menyatakan bahwa dia hidup di
tengah-tengah mujahidin namun dia sendiri bukan kelompoknya. Secara
pribadi, Yusuf tertarik ingin termasuk di dalamnya dan ―terlibat langsung‖.
Yusuf memahami perbedaan dirinya dengan orang lain (otherness dalam das
Man).
Perbedaan dirinya terhadap orang lain ini mengambil konsekuensi
bahwa meskipun memiliki pengalaman yang sama, namun cara Yusuf
membangun dunianya berbeda. Cara membangun dunia yang berbeda ini
dinarasikan oleh Yusuf selama proses wawancara berlangsung.
Dari hasil wawancara, dapat dipahami bahwa ada tiga motif utama
baginya untuk menjadi seorang fundamentalis. Pertama adalah keinginannya
untuk menegakkan konsep amar ma‟ruf nahi munkar sebagai jalan pemelukan
Islam secara kafah (Umwelt). Kedua adalah rasa tidak tergabungnya dalam
kolektivitas (Mitwelt). Dan ketiga adalah kehendak untuk mewujudkan teori
ke dalam praktek. Di samping itu, secara pribadi Yusuf tertarik dengan konflik
dan perang yang juga meliputi rasa ingin tahu sekaligus terlibat langsung
dalam proses perang dan konflik tersebut (Eigenwelt). Tiga motif ini yang
kemudian menjadi tema-tema kuat dalam dunia Yusuf.
Motif pertama, yakni keinginan Yusuf untuk ―menegakkan konsep
amar ma‟ruf nahi munkar sebagai jalan pemelukan Islam secara kafah‖ berada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
116
dalam mode Umwelt. Motif ini berada dalam mode Umwelt karena dipahami
Yusuf dalam konteks ―kembali ke nabi‖. ―Kembali ke nabi‖ memuat
keyakinan yang sifatnya dogmatis. Sifat dogmatis ini mendatangkan
kepatuhan sehingga menghadirkan kondisi yang minim dengan aspek-aspek
eksistensi yang dapat dikontrol Yusuf lewat kapasitas untuk memilih.
Implikasinya adalah dogma bersifat superior.
Rasa ―tidak tergabungnya dalam kolektivitas‖ sendiri berada dalam
mode Mitwelt meskipun berkelindan dengan mode Umwelt. Jika ditilik
penyebab (cause) awal Yusuf menggabungkan diri dalam kelompok adalah
karena orang lain berbondong-bondong. Dalam perjalananannya, Yusuf
menyatakan bahwa dia ingin menjadi berguna (reason). Memilih sikap sebagai
sesuatu yang disebabkan (cause) adalah menganggap diri sebagai obyek
determinisme. Misalnya berlari karena dikejar anjing mengindikasikan bahwa
kita mendapat ancaman dan berlari merupakan wujud dorongan
menyelamatkan diri. Di sisi lain, memilih sikap sebagai sesuatu yang menjadi
dasar (reason) merupakan hal yang khas manusia. Oleh karena itu, kita dapat
mengatakan bahwa ―alasan Yusuf menggabungkan diri dalam kolektivitas‖,
namun tidak untuk ―penyebab Yusuf menggabungkan diri dalam kolektivitas‖.
Karena yang terakhir ini hanya akan membawa pemahaman kita terhadap
mode Umwelt.
Secara pribadi, Yusuf tertarik dengan konflik dan perang yang
melibatkan kaum muslim. Ketertarikan selalu memuat rasa ingin tahu. Rasa
ingin tahu ini tentu saja akan diakhiri dengan pengejaran kepuasan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
117
(contentedness; bukan releasedness). Untuk memperoleh kepuasan, Yusuf
melibatkan diri secara langsung dalam proses konflik dan perang. Kepuasan
dalam horizon contented dipahami sebagai sebuah ketercapaian peneguhan
diri dan nilai dari Yusuf. Peneguhan diri dan nilai Yusuf terwujud dalam
keyakinannya bahwa teori tanpa praktek adalah hambar. Yusuf
mengekspresikannya dalam kata-kata yang begitu bernas; ―praktek seolah-
olah meresap ke seluruh jiwa‖. Dalam pemaknaan seperti ini maka mode
dunia berada dalam Eigenwelt.
Untuk kejelasan pemahaman struktur dunia, lebih jauh lagi akan
diudari simpul-simpul yang mengikat dunia sehingga akan ditemukan saripati
dunia eksistensial Yusuf. Ada empat dunia tempat dasein ber-Ada. Empat
dunia dalam pengalaman fundamentalisme itu adalah dunia ―kembali ke nabi‖
(Umwelt), dunia ―orang yang ibaratnya ingin berguna‖ (Mitwelt), dunia
anarkisme (Umwelt), dan dunia yang menganut prinsip ―teori tanpa praktek:
hambar‖ (Eigenwelt). Berikut ini adalah uraian mengenai dunia tersebut.
1. Kembali ke Nabi (Umwelt)
Jika pada bagian Eigenwelt dalam analisa data dikatakan
ketertarikan untuk ―kembali ke nabi‖ maka pada bagian ini adalah proses
―kembali ke nabi‖. Ada perbedaan di antara keduanya. Jika yang pertama
berkaitan dengan pilihan dan kebebasan eksistensial, maka yang kedua
merupakan sebuah cara untuk ber-Ada.
Bagi Yusuf, menjadi seorang fundamentalis adalah cara dia untuk
―kembali ke nabi‖. ―Kembali ke nabi‖ memiliki makna aplikatif untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
118
beragama dengan mengembalikan segala aturan dengan patokan Al-
Qur‘an, Rasuna, Hadis, dan nabi. Hal ini memiliki kesamaan dengan klaim
Sardar & Davies (dalam Hood et. al, 2005) bahwa, bagi muslim, Qur‗an
adalah kata-kata Tuhan. Kata-kata Tuhan ini berisi tulisan esensial dari
keyakinan bagi muslim untuk menyetujui Qur‗an sebagai perintah, narasi
literal dari kata-kata Tuhan. Oleh karena sifatnya yang direktif, maka kata-
kata Tuhan ini memuat otoritas, begitu juga dengan Rasuna dan Hadis.
Dengan mengembalikan segala aturan berpatok pada Al-Qur‘an,
Rasuna, Hadis, dan nabi, Yusuf bertujuan untuk kembali sebagaimana
Islam. Menurutnya Islam adalah apa yang diajarkan adalah Islam dengan
sumbernya adalah kitab suci seperti disebut di atas. Dengan demikian bagi
Yusuf menjadi seorang fundamentalis adalah ―kembali ke nabi‖.
Untuk memahami dunia ―kembali ke nabi‖ Yusuf, maka yang
pertama harus kita lihat adalah konteks referensi Yusuf. Konteks referensi
―kembali ke nabi‖ adalah agama. Suatu keniscayaan bahwa dengan
agama, Yusuf membangun keterlibatan (concerned with), keterikatan
(preoccupation), komitmen (commitment), serta keakraban (familiarity).
Dengan demikian, untuk memahami dunia ―kembali ke nabi‖ Yusuf,
penguraian mengenai hubungan antara Yusuf dengan agama perlu
dilakukan. Pemahaman mengenai agama sendiri diperoleh dari keluarga,
orang-orang di sekitar Yusuf, serta dunia material secara keseluruhan.
Keluarga dan orang-orang di sekitar Yusuf, dalam hal ini adalah
Mitdasein, memegang peranan tertentu dalam kehidupan Yusuf. Bahkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
119
dapat dikatakan juga keluarga dan orang-orang di sekitar Yusuf memiliki
keberartian yang besar untuk Yusuf. Signifikansi keluarga dan orang lain
terwujudnyatakan dalam rasa tanggung jawab yang begitu besar terhadap
Mitdasein ini. Relasi Yusuf dengan Mitdasein ini dapat kita pahami saat
dan setelah Yusuf di penjara. Namun karena tujuan dari pembahasan
adalah pemahaman akan dunia eksistensial, maka uraian mengenai rasa
tanggung jawab pada masa saat dan setelah Yusuf di penjara tidak
mendapat perhatian intensif. Intensifikasi uraian akan lebih diarahkan
dalam dunia Yusuf dalam prosesnya membangun dunia sebelum Yusuf
ditangkap karena keterlibatannya.
Lewat hubungan dengan orang-orang di sekitarnya, Yusuf
memperoleh peneguhan diri. Peneguhan diri ini termanifestasikan dalam
identitas dan keberartiannya lewat menerjunkan diri ke dalam hubungan
dengan orang di sekitarnya. Hal ini sudah ditunjukkan dalam
pengalamannya semasa SMA. Yusuf memperoleh identitas dan
keberartian lewat komunitas remaja masjid. Selain mendapatkan
pengalaman dalam komunitas, Yusuf merasa bangga terhadap komunitas
remaja masjid.
Kebanggaan ini mendorong Yusuf untuk siap berkarya bagi remaja
masjid. Dalam hal ini, berkarya dipahami lewat komitmen terhadap remaja
masjid yang begitu besar. Yusuf merelakan waktunya untuk kemajuan
remaja masjid. Yusuf rela meninggalkan kelas untuk mengantarkan
undangan untuk acara yang diadakan remaja masjid. Kerelaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
120
meninggalkan kelas ini, yang sifatnya repetitif, menumbuhkan heroisme
dalam diri Yusuf. Heroisme ini muncul dalam batasan kepekaan islami.
Kepekaan islami ini merujuk pada segala sesuatu yang berkaitan dengan
keadilan dalam islam.
Kepekaan yang mewujud dalam pengalaman heroik ditunjukkan
dengan perlawanan Yusuf terhadap peraturan pihak sekolah. Pihak
sekolah melarang penggunaaan jilbab dalam foto ijazah dan Yusuf menilai
bahwa hal tersebut tidak adil. Yusuf memandang bahwa pelarangan
penggunaan jilbab tidak sesuai dengan tuntunan muslimah. Tak pelak
Yusuf kemudian menghimpun kekuatan protes lewat tanda tangan dan
memberanikan diri berkonflik dengan pihak sekolah.
Lewat komunitas remaja masjid, Yusuf bertemu dengan orang-
orang yang baginya berpengaruh. Orang-orang ini adalah senior dari
Yusuf. Senior sendiri bagi Yusuf adalah seorang yang menjadi panutan.
Para panutan ini kemudian membuka cakrawala baru bagi Yusuf.
Pemaparan mengenai pergerakan muslim internasional mulai diterima
Yusuf lewat senior. Pemaparan ini mengantarkan Yusuf kepada
ketertarikan terhadap pergerakan muslim pada umumnya dan Perang
Bosnia pada khususnya. Ketertarikan Yusuf ini menciptakan sebuah
atmosfer kosmopolitanisme dalam diri Yusuf. Bagi Yusuf, Dia tidak
―melihat dari sisi siapa musuhnya,‖ tapi dia ―melihat muslimnya‖
(Mitwelt). Lewat dalil ―melihat muslimnya‖, terjadi atensi yang sifatnya
selektif dalam kehidupan Yusuf selanjutnya. Lewat atensi tersebut, Yusuf
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
121
menceburkan dirinya untuk semakin mempelajari Islam lewat orang-orang
di sekitarnya.
Yusuf juga mempelajari Islam lewat kunjungan dan diskusi
berkaitan dengan keberadaan muslim. Dia melakukan pengkajian kritis
terhadap Islam dan kemudian dihubungkan dengan kehidupan bernegara.
Pengkajian ini dilakukannya bersama kelompoknya. Yusuf melakukan
kunjungan ke Solo dan Lamongan. Selama kunjungan itu, asupan
informasi terhadap jihad dan pergolakan Islam mencapai titik
kulminasinya. Yusuf menemukan bahwa perjuangan Indonesia adalah
untuk berjihad maka seharusnya diberi kemudahan untuk mengisinya
dengan ajaran Islam. Tidak heran bila kondisi ini semakin meningkatkan
daya kritis Yusuf terhadap dunia luar.
Daya kritis yang terbentuk dalam diri Yusuf ternyata terbatasi oleh
dogma-dogma seperti amar ma‟ruf nahi munkar, harakah, maupun jihad.
Kepatuhan terhadap dogma merupakan sebuah jalan untuk memeluk Islam
secara kafah. Kehidupan pun lalu seakan-akan dibatasi dan diarahkan
terhadap Yusuf. Selain dari significant being, Yusuf memperoleh dogma-
dogma ini lewat membaca buku dan menonton film (Mitsein).
Yusuf membacai beragam buku mengenai jihad dan Islam.
Baginya, buku putih Abu Bakar Ba‘asyir mempengaruhi cara pandang
Yusuf terhadap negara. Misalnya ketika Yusuf memperoleh informasi
mengenai kasus Tanjung Priok. Baginya, pembantaian yang dilakukan
dalam insiden tersebut menimbulkan emosi yang mendalam dalam diri
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
122
Yusuf. Emosi ini adalah berupa simpati. Simpati yang dimaksud adalah
rasa ikut serta merasakan kesusahan para korban.
Selain itu, Yusuf membaca majalah dan menonton film yang
berkaitan dengan pergolakan Islam internasional. Kedua media tersebut
―memotivasi‖ karena ―ternyata perlawanan itu tidak di Irak aja, di Bosnia
juga ada.‖ Seperti diungkapkannya bahwa Yusuf mendapat pengaruh dari
membaca majalah-majalah yang dalam standar normal termasuk beraliran
garis keras.
Perlu digarisbawahi kembali bahwa ―kembali ke nabi‖ adalah
sebuah cara kembali yang bersifat paradoks. Dalam kondisi ini, ―kembali
ke nabi‖ membentuk sebuah otoritas irasional. Otoritas irasional di sini
dipahami sebagai kekuasaan yang sifatnya justru membatasi manusia
sebagai homo sapiens; makhluk bijak. Atau seperti dikatakan di awal
bahwa kekuatan superior ini menghadirkan kondisi yang minim dengan
aspek-aspek eksistensi yang dapat dikontrol Yusuf lewat kapasitas untuk
memilih (Umwelt).
Di antara Mitsein dan Mitdasein yang telah diuraikan di atas,
orang-orang di sekitar Yusuf memegang peranan yang jauh lebih penting
dalam pemeliharaan eksistensi Yusuf. Pemeliharaan eksistensi Yusuf
ditunjukkan lewat hubungannya yang begitu intensif dengan orang di
sekitarnya. Hubungan dengan orang lain ini bertujuan untuk menciptakan
rasa keberartian (sense of significance) yang akan diuraikan di bawah ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
123
2. Orang yang Ibaratnya Ingin Berguna (Mitwelt)
Rasa keberartian (sense of significance) dan kehilangan keberartian
(loss of significance) mendapatkan perhatian pokok dalam uraian ini.
Kedua rasa tersebut, dalam hal ini, berada dalam horizon rasa tidak
tergabungnya dalam kolektivitas. Karena tidak tergabung dalam
kolektivitas, Yusuf mengalami kehilangan keberartian. Seperti
digambarkan olehnya bahwa dia ―orang yang ibaratnya ingin berguna‖.
Keinginan untuk berguna ini secara otomatis menggambarkan keadaan
merasa tidak berguna.
Keadaan merasa tidak berguna ini merupakan impak dari ketidak-
kafah-an. Ketidak-kafah-an ini merupakan kegagalan untuk patuh terhadap
dogma. Kegagalan untuk patuh terhadap dogma berarti tidak kafah. Dalam
dogma memeluk Islam secara kafah sendiri hanya ada dua kemungkinan;
―kafah‖ atau ―tidak kafah‖. Untuk mencapai dasein maka diperlukan
status Ada atau dengan kata lain ―kafah‖. ―Tidak kafah‖ atau tidak sesuai
dogma mengantar kepada status nonbeing sehingga Ada tidak tercapai.
Status nonbeing ini sendiri akan menciptakan kehilangan keberartian.
Karena tidak terlibat penuh dalam Islam (terutama dalam masalah
konflik), Yusuf memandang dirinya tidak kafah.
Dalam dunia Yusuf, Nietzche (1954) benar bahwa; ―One man goes
to his neighbor because he seeks himself; another because he would lose
himself.‖ Lewat menerjunkan diri dan perjumpaan dengan masyarakat,
Yusuf mencari dirinya. Perjumpaan dengan masyarakat ini memiliki
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
124
sebuah misi untuk menjadi orang yang berguna. Alasan inilah yang
mendasari Yusuf untuk menggambarkan dirinya seperti ―orang yang
ibaratnya ingin berguna‖. Yusuf memahami berguna dalam arti
menyumbangsih untuk kelompok besar. Yusuf menginginkan hidupnya
lebih bermakna. Lewat kerangka untuk menjadi berguna ini, pemahaman
mengenai dunia Yusuf akan semakin mungkin dimengerti.
Menjadi orang berguna dalam konteks ini sudah berbatas pada
―kembali ke nabi‖. Oleh karena itu yang ingin ditemukan Yusuf adalah
jawaban atas pertanyaan bagaimana aku bisa ―kembali ke nabi‖ sekaligus
berguna bagi orang lain. Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka
pemahaman atas makna rasa berguna akan dielaborasi.
Menurut Yusuf, untuk mencapai posisi sebagai seorang yang
berguna, maka dia harus ―berbuat‖. Dorongan untuk ikut ―berbondong-
bondong‖ (drive for togetherness) menjadi bagian dari penyesuaian
terhadap keadaan. Yusuf merasa tidak berarti ketika dia tidak tergabung
dalam kelompok. Namun, dalam hal ini, Yusuf memaknai lingkungan
sekitarnya dalam ranah Umwelt. Penyesuaian terhadap keadaan di sekitar
membuktikan bahwa Yusuf memahami ―berbuat‖ dalam ranah Umwelt.
Namun, pemahaman mengenai makna ―berbuat‖ ini terkonversi
dari mode Umwelt ke dalam mode Mitwelt. Konversi ini ditunjukkan
dengan adanya perubahan dari sekadar ―berbondong-bondong‖ menjadi
rasa solidaritas dan merasa menjadi bagian dari Islam secara luas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
125
(kosmopolitan). Rasa solidaritas dan kosmopolitanisme ini kemudian yang
menggerakan Yusuf untuk ―berbuat‖.
Rasa solidaritas yang berubah wujud dan meluas menjadi
kosmopolitanisme inilah yang menjadi fundamen dalam Mitwelt. Rasa
solidaritas sendiri berakar dari, meminjam istilah Heidegger, sorge. Sorge
dipahami sebagai kepedulian. Kepedulian ini berupa keprihatinan terhadap
kondisi dasein yang tidak eksis. Dapat dipahami bahwa kepedulian ini
bersifat membuka diri terhadap Mitdasein maupun Mitsein. Keterbukaan
ini menempatkan eksistensi untuk mengalami perjumpaan dengan Ada
lain sehingga ada keniscayaan terjadinya perjumpaan yang merubah. Oleh
karena itu pemaknaan dunia dalam mode Mitwelt akan cenderung lebih
menonjol.
Bukan berarti kemudian mode Umwelt tersisihkan. Kedua mode
dunia ini berkelindan satu sama lain. Dengan tidak ―berbuat‖ atau diam
saja melihat konflik, Yusuf adalah orang yang apatis terhadap
permasalahan muslim. Apatisme berarti ketidakpedulian, dan
ketidakpedulian berarti ketidaktercapaian menuju laku ―kembali ke nabi‖
(Umwelt). Yusuf membandingkannya dengan apa yang termaktub dalam
Qur‘an; ―Wahai orang-orang beriman, masuklah kamu itu ke dalam Islam
secara keseluruhan.‖—secara kafah.
Words of God ini merupakan tantangan tersendiri bagi Yusuf
karena statusnya yang sebagai kebenaran tanpa cela (innerant truth).
Terciptalah sebuah ketegangan moral dalam dirinya. Ketegangan moral ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
126
memegang asumsi bahwa khitah agama adalah sebagai tuntunan
kehidupan. Ketegangan moral ini dengan sendirinya berada dalam ranah
ketegangan eksistensial karena pada akhirnya akan dihadapkan pada
pemilihan. Dan dalam ketegangan ini yang harus dipilih adalah menjadi
berguna atau tidak berguna.
Tapi Yusuf telah memilih untuk menjadi berguna. Dari sekian
banyak kontingensi yang mungkin, berpartisipasi dalam kelompok
mujahidin merupakan hal yang akan mengantar dirinya menuju
kebergunaan sekaligus ke-kafah-an. Kelompok ini direduksi menjadi
semata-mata sebuah cara untuk mencapai sesuatu. Nishitani (1961)
mengklaim bahwa ketika memandang agama dari perspektif ini hanya
akan menunjukkan degenerasi dari agama. Memandang agama dari
kacamata utilitaris hanya akan membawa kita ke sumber elementer
kehidupan yang melihat hidup sebagai sesuatu yang tidak berguna.
Di atas semua itu, yang penting dicatat dalam hal ini bahwa
fundamentalisme Yusuf didasari dengan intensionalitas agar menjadi
orang yang berguna. Intensi ini juga ditunjukkan lewat keinginan Yusuf
untuk menjadi panutan bagi juniornya. Bagi Yusuf, panutan bukanlah
sebuah hal yang sepele.
Menjadi panutan adalah sebuah cita-cita. Oleh karena itu keinginan
Yusuf untuk mengenyam bangku perkuliahan hanya sekadar menjadi
sarana untuk mencapai tujuan menjadi senior adalah hal yang masuk akal.
Bagi Yusuf, ―pemahaman di kampus kan senior, pinter, nanti bisa jadi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
127
follower adik-adik, diikuti adik-adik. Nanti aku bisa mendidik adik-adik
untuk mengerti Islam. Arahnya ke sana.‖
Menjadi penganut dan panutan merupakan tradisi yang bersifat
turun-temurun (sosio-genetik). Sebelum menjadi panutan, Yusuf lebih
dahulu telah menjadi penganut para senior. Tradisi penganut-panutan,
yang sifatnya sosio-genetik ini, merupakan wujud mode Umwelt.
Sedangkan keadaan sebagai penganut atau panutan ini dialami Yusuf
dalam mode Mitwelt.
Ketidakterpisahan antar mode dunia ini mengantarkan kita dalam
pemahaman bahwa Umwelt, Mitwelt, dan Eigenwelt bukanlah sebuah
tahapan. Oleh karena itu tidak mengherankan apabila untuk menjadi orang
berguna Yusuf memanifestasikannya dalam mode Umwelt. Hal ini
menekankan pada kita bahwa kita memiliki kebebasan yang secara teoritis
absolut, namun secara praktis terbatas. Atau seperti kata Frankl (1988)
bahwa kita bebas namun tidak bisa menggunakan kebebasan itu secara
arbitrer, bahwa kita harus menggunakannya secara bertanggungjawab.
Sebagai pemaknaan atas mode dunia Umwelt, yang lagi-lagi dibatasi
dalam dunia ―kembali ke nabi‖ dan implementasinya dalam kehidupan
sosial bernegara, maka akan diuraikan mengenai akibat wajar dari
keinginan untuk kembali ke nabi yang berkelindan dengan keinginan
untuk menjadi berguna; yakni anarkisme.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
128
3. Anarkisme (Umwelt)
Anarkisme dalam hal ini dipahami sebagai sebuah prinsip yang
melawan terhadap pemerintah dan negara, termasuk di dalamnya hukum
yang dalam pembahasan ini akan diuraikan lebih. Dari pemahaman
tersebut, dapat dimengerti bahwa anarkisme bersifat teleologis. Dengan
demikian, anarkisme selalu mencari jalan. Jalan ini bertujuan untuk
mengatasi keadilan. Bagi fundamentalis, jalan menuju keadilan ini
diejawantahkan dalam kebencian dan ketidaksetujuan dengan negara dan
pemerintah (Hidayat, 2009). Uraian di bawah ini akan menjelaskan
mengenai sangkan-paraning anarkisme ini.
Menurut Yusuf, praktek hukum di Indonesia tumpul, banyak
celanya dan diskriminatif. Praktek hukum yang buruk ini mengantar Yusuf
pada kesimpulan bahwa hukum di Indonesia bernilai kosong saja sehingga
―hukum Indonesia tidak layak diterapkan. Sementara hukum Islam wajib
diterapkan...Betul-betul bobrok hukum Indonesia, betul-betul bagusnya
hukum Islam.‖ Sebagai contoh Yusuf menguraikan mengenai praktek
UUD 1945 pasal 28 mengenai kebebasan berpendapat. Baginya, pasal itu
bernilai kosong. Pasal itu kehilangan fungsi aplikatifnya dalam kondisi
status kontrol dari pemerintah yang terlampau ketat. Bagi Yusuf, hal
tersebut menjadi bukti nyata bahwa praktek hukum di Indonesia kosong
lagi tumpul.
Sikap kritis ini mengalami perubahan menjadi sebuah sikap anti.
Jika kritis lebih mengandung sikap untuk memperbaiki hukum yang ada,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
129
maka anti mengandung sikap memusuhi hukum. Sikap anti ini tercermin
dalam kehendak untuk menggunakan hukum yang berbasis Al-Qur‘an.
Keyakinan akan buruknya praktek hukum ini diperkuat dengan dunia
Yusuf yang ―kembali ke nabi‖. Menurut Yusuf, hukum islam dapat
dikatakan bagus, sebagai contoh dalam Al-Qur‘an tertulis; ―Barangsiapa
yang berhukum selain hukum Islam, dia orang yang dzolim.‖ Dari keadaan
ini, Yusuf mulai merasa jenuh terhadap praktek hukum di Indonesia.
Sikap anti dan kejenuhan terhadap praktek hukum di Indonesia ini
menumbuhkan sikap memusuhi. Sikap memusuhi merupakan
kecenderungan yang terarah pada nonbeing. Orang yang tidak menerima
adanya permusuhan adalah yang terarah pada nonbeing. Menerima
memiliki arti yang tidak dangkal. Menerima berarti toleran tanpa adanya
unsur represi dan dapat menggunakannya sejauh hal tersebut konstruktif.
Ketertarikan Yusuf terhadap perang serta implementasi ilmu perang
menjadi manifestasi dari ketidakmampuan mentransendensikan
permusuhan dan agresi secara konstruktif.
Di samping anti terhadap hukum, Yusuf juga mengembangkan
sikap anti terhadap negara. Sikap anti terhadap negara ini diejawantahkan
dalam apatisme terhadap pelajaran PMP serta upacara bendera yang
dipercaya sebagai peninggalan orde baru. Yusuf memahami bahwa
―upacara peninggalannya Pak Harto‖.
Menurut Yusuf, dirinya adalah seorang yang disiplin. Namun,
karena ketidakdisiplinan aparatus negara terhadap tugasnya, keinginan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
130
untuk merubah keadaan agar ―kembali ke nabi‖ menjadi tidak dapat
dihindari. Seperti kata Charles Olson dalam puisinya; what does not
change / is the will to change, maka keinginan Yusuf, dan diteguhkan
kelompoknya, untuk menggantikan hukum negara dengan hukum islam
haruslah dilakukan. Itu semua perlu dilakukan agar perbaikan negara
dicapai. Namun perlu kita ingat bahwa selama dalam intensi untuk
―kembali ke nabi‖, maka sikap anarkis, jenuh, anti, maupun apatis masih
dipahami dalam mode Umwelt.
Seperti sudah dielaborasi singkat pada bagian sebelumnya,
anarkisme sebagai jalan untuk ―kembali ke nabi‖ dan menjadi ―orang yang
berguna‖ belum mencapai titik kulminasi. Titik kulminasi yang dimaksud
adalah status pemelukan secara kafah. Untuk memeluk secara kafah,
Yusuf memerlukan untuk melakukan jihad secara fisik. Menurut Yusuf,
syarat untuk melakukan jihad besar melawan diri sendiri adalah dengan
melakukan jihad fisik. Jihad fisik dalam hal ini merupakan praktek dari
teori jihad yang telah diperoleh Yusuf dari buku, film, maupun orang di
sekitarnya.
4. Teori Tanpa Praktek: Hambar (Eigenwelt)
Dari pengamatannya terhadap konflik agama yang terjadi, Yusuf
menemukan bahwa muslim mengalami penindasan dan ketidakadilan.
Padahal ―umat Islam sendiri sudah punya warna sendiri.‖ Warna yang dia
maksud bahwa Islam telah memiliki karakter sosial yang kukuh secara
historis. Hal ini ditunjukkan dengan sejarah adanya konsep Islam dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
131
nasional dalam negara. Di samping itu, simpati yang muncul dari
pembantaian dan pembumihangusan muslim di berbagai tempat ini
mendorong Yusuf untuk merefleksikan hidupnya (lebih tepatnya;
eksistensinya).
Dari hasil pengamatan terhadap dirinya tersebut Yusuf
berkesimpulan bahwa dirinya apatis terhadap konflik di sekitarnya. Yusuf
juga melihat bahwa orang-orang di lingkungan sekitarnya juga sama
apatisnya dengan hanya belajar tentang Islam namun mengacuhkan
konflik yang terjadi dengan muslim di daerah lain. Kita tahu bahwa
Indonesia merupakan negara dengan tradisi kolektivis yang masih cukup
kuat, tidak mengherankan apabila dalam sikap apatis melekat penilaian
yang sifatnya buruk secara moral. Untuk menjadi tidak apatis, Yusuf
menginginkan sebuah perbaikan sosial bagi dirinya sendiri. Perbaikan
sosial ini berkaitan dengan penindasan dan ketidakadilan, dia tidak suka
melihat hal tersebut.
Wajarnya, perbaikan sosial ini bukanlah sebuah menghadapi
kenyataan dengan nilai-nilai, namun lebih terhadap pengatasan atas
masalah yang terjadi. Yusuf menyatakan bahwa jika hanya terus berteori
itu hambar, ―tapi kalau praktek, yang dipegang itu seolah-olah meresap ke
seluruh jiwa.‖ Untuk itu Yusuf kemudian mencari cara-cara berpraktek
jihad. Sebagai solusi atas permasalahan tersebut, Yusuf melakukan
pencarian nilai-nilai yang dapat mengatasi kebalauan eksistensinya. Nilai-
nilai tersebut diperoleh melalui buku-buku jihad, film jihad, maupun
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
132
sharing pengalaman dengan orang-orang di sekitarnya. ―When the
question of the truth is raised subjectively, reflection is directed
subjectively to the nature of the individual's relationship;‖ kata
Kierkegaard (dalam May, 1958) ―if only the mode of this relationship is in
the truth, the individual is in the truth, even if he should happen to be thus
related to what is not true.‖
Pada waktu yang sama, terjadi transisi dari pemerintahan yang
represif ke pemerintahan yang cenderung longgar (Umwelt). Hal ini
membuat kondisi yang memungkinkan untuk mencuatnya nilai-nilai jihad
dan konflik karena state of control yang melemah. Meskipun manusia
hidup dalam suatu masyarakat, tapi yang akan menentukan pilihan-pilihan
eksistensial adalah manusia itu sendiri secara individual. “Man is
responsible for what he is…We are alone, without excuses. This is what I
mean when I say that man is condemned to be free”, Sartre
mengatakannya dengan baik. Kebebasan membuat manusia harus
menentukan pilihan eksistensial disertai konsekuensinya. Dampaknya,
dalam kebebasan ini merekah kebingungan eksistensial (sense of
confusion) karena manusia harus membuat pilihan eksistensial.
Kebingungan eksistensial ini dialami oleh Yusuf dalam masyarakat
berselimut rasa kebersamaan dalam sebuah otoritas yang sama—yang
diideologisasi—yakni Tuhan.
Untuk mengatasi kebingungan eksistensial sekaligus mencapai
kepuasan eksistensial (contentedness) maka Yusuf diharuskan untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
133
memilih sikap maupun perilaku yang sesuai terhadap nilai-nilai dan
potensialitas diri. Nilai-nilai sendiri diperoleh Yusuf lewat lingkungan.
Lingkungan, hasil transfer of power dan kondisi yang memungkinkan
konflik dialami Yusuf secara habitual, mengkonstruksi suatu dunia
material sebagai hasil kristalisasi rasa solidaritas terhadap kaum muslim
yang tertindas dan kecenderungan untuk memeluk Islam secara kafah.
Secara simultan, rasa solidaritas (Mitwelt) dan kecenderungan untuk
memeluk secara kafah (Umwelt) melahirkan kosmopolitanisme. Rasa
solidaritas dan kecenderungan memeluk secara kafah yang melahirkan
kosmopolitanisme kemudian mendorong terciptanya rasa kebersamaan
(sense of togetherness).
Di sisi lain, Yusuf menemukan bahwa untuk menjadi kafah,
seseorang harus melakukan jihad besar. Jihad besar adalah untuk
melakukan perang terhadap hawa nafsu diri. Sebelum melakukan perang
besar terhadap diri sendiri ini adalah tuntutan untuk melakukan jihad
secara fisik. Jihad secara fisik dipahami dalam operasionalisasi seperti ikut
berperang dalam konflik yang melibatkan agama. Secara dogmatis
konseptual, jihad yang disebut terakhir ini bertujuan menegakkan amar
ma„ruf nahi munkar. Amar ma„ruf nahi munkar sendiri berarti mengajak
kepada kebaikan dan mencegah kemunkaran. Seperti kita tahu bahwa baik
dan munkar galibnya berhubungan erat dengan dogma agama—mengarah
ke nilai moral.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
134
Jihad secara fisik yang bertujuan mengajak kepada kebaikan dan
mencegah kemunkaran ini menuntut praktek langsung dalam kehidupan.
Atau dengan kata lain, menuntut perbenturan terhadap dunia eksternalnya.
Nilai dalam amar ma„ruf nahi munkar sendiri baru nyata ketika sudah
dilaksanakan dalam sebuah aksi yang praktis (practical action).
Dengan demikian untuk meneguhkan diri lewat pencapaian
kepuasan eksistensial sekaligus mengatasi keber-Ada-annya Yusuf
mengikuti jihad fi sabilillah. Peziarahan eksistensial sekaligus spiritual ini
juga disertai keyakinan bahwa ―ini adalah perjuangan di tempat yang
benar dan niscaya Allah memberikan pertolongan‖ terhadap pihak yang
menderita. Tentu saja dengan harapan setelah itu bisa melakukan jihad
besar—melawan hawa nafsu diri sendiri.
***
Dari keempat pemahaman mengenai dunia, pemaknaan dunia ―kembali
ke nabi‖ adalah yang paling dominan. ―Kembali ke nabi‖ mengisyaratkan
bahwa Yusuf ingin mencapai kesempurnaan agama. Guna membuat dunia
Yusuf lebih terpahami, dunia Yusuf dapat dianalogikan ke dalam sebuah limas
segitiga. Dalam limas segitiga terdapat alas berbentuk segitiga dan tiga garis
rangka yang berdiri dari sudut-sudut alas segitiga tersebut. Dalam dunia
Yusuf, ―kembali ke nabi‖ menjadi alas limas tersebut dan ketiga pemaknaan
dunia lainnya (―Orang yang ibaratnya ingin berguna‖, ―Anarkisme‖, dan
―Teori tanpa praktek: Hambar‖) adalah garis rangka yang berdiri pada setiap
sudut alas limas tersebut. Alas dan ketiga garis rangka tersebut membentuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
135
sebuah titik yang integratif. Ruang dalam limas yang terbentuk dari alas, garis
rangka, dan titik integratif tersebut merupakan horizon dunia yang terbentuk.
Titik integratif sendiri dianalogikan sebagai kesempurnaan beragama.
Pemahaman ―kembali ke nabi‖ yang menjadi alas dalam limas tersebut
bersifat subjektif. Subjektif yang dimaksud adalah bahwa pemahaman ini akan
kembali lagi pada subjek yang memaknai ―kembali ke nabi‖ sehingga nantinya
sikap maupun perilaku yang diambil akan sangat variatif antara orang-orang
yang ingin ―kembali ke nabi‖. Sifat subjektif ini berakar dari pemaknaan
individu sendiri terhadap pemahaman ―kembali ke nabi‖.
Adalah hal yang wajar bahwa pemahaman seturut subyektivitas
individu ini selanjutnya dimuati nilai positif maupun negatif dari masyarakat.
Tidak dapat ditampik bahwa penilaian menjadi implikasi wajar dari kehidupan
individu di tengah masyarakat dan bahwa setiap individu memuat kapasitas
untuk menilai. Selanjutnya yang menjadi tera mana yang positif dan mana
yang negatif adalah efek lebih lanjut dalam kehidupan. Negatif jika cenderung
Keterangan:
x : Kembali ke nabi (alas)
y : Titik integratif
a : Orang yang ibaratnya ingin berguna
b : Anarkisme
c : Teori tanpa praktek: Hambar
x
c b
a
y
Gambar 4. Analogi dunia Yusuf dalam limas segitiga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
136
destruktif bagi diri dan orang lain, serta positif jika cenderung konstruktif bagi
diri (pemeliharaan eksistensi) dan orang lain (pemeliharaan Mitdasein).
Selain kecenderungan konstruktif dan destruktif tersebut, kongruensi
antara sikap maupun perilaku sesuai hak asasi manusia juga menjadi tera
apakah sikap maupun perilaku seseorang masuk dalam ranah yang konstruktif,
baik secara individual maupun komunal (Cohrs, Maes, Moschner, &
Kielmann, 2007). Jika sikap dan perilaku memuat anasir penghargaan bagi hak
asasi manusia, maka sikap dan perilaku tersebut konstruktif. Sikap dan
perilaku yang mendukung hak asasi manusia adalah berupa ekualitas.
Ekualitas ini menyokong kehidupan manusia sehingga hak-hak individual
tidak terkacaukan (ada kontrol sosial). Dengan tidak terkacaukannya hak-hak
individual maka manusia menjadi bebas. Jika ditilik dari syarat berkaitan
dengan hak asasi manusia ini, maka ada diskrepansi antara sikap dan perilaku
Yusuf terhadap hak asasi manusia. Diskrepansi ini berupa tiadanya ekualitas
dan kebebasan manusia yang dilawan, maupun Yusuf sebagai yang melawan.
Meskipun demikian, ditiadakannya ekualitas dan kebebasan manusia (saat
melawan outgroup) dipahami sebagai reaktivitas. Reaktivitas ini kemudian
mendorong Yusuf untuk ―kembali ke nabi‖ lewat jihad fisik.
Bagaimanapun, horizon ―kembali ke nabi‖ dipengaruhi oleh berbagai
pengalaman religius yang terlewati. Pengalaman religius yang dimaksud
adalah pengalaman yang berkaitan dengan penerimaan dogma agama.
Penerimaan dogma agama secara tidak reflektif dan tidak kritis akan berimbas
pada ketidakmatangan religius (Allport, 1950). Lebih jauh lagi,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
137
ketidakmatangan religius menjadi indikasi bahwa seseorang tidak menganut
agama secara sehat.
Salah satu yang menjadi indikasi ketidakmatangan religius adalah
sentimen dalam bentuk permusuhan (Allport, 1950). Selain menjadi indikasi
ketidakmatangan religius, permusuhan juga menunjukkan kapasitas
menghadapi nonbeing yang tidak mumpuni. Data yang diperoleh dari
penelitian ini menunjukkan bahwa permusuhan muncul sebagai akibat konflik
yang telah terjadi di daerah lain (dalam penelitian ini adalah konflik Poso dan
Sarajevo) dan diperkuat dengan kesalahan tafsir isi kitab suci secara
fragmentatif. Permusuhan ini kemudian termanifestasikan ke dalam aksi
destruktif yang terjadi dalam diri seorang fundamentalis. Destruktivitas
sendiri, menurut Fromm (1942), dikasatmatakan (dalam penelitian ini adalah
ketika berperang) dengan penghilangan pihak lain di luar otoritas.
Dalam permusuhan, dunia di luar diri dan kelompok dipahami dalam
cakrawala yang harus dilawan (Mitwelt). Apa yang dilawan Yusuf adalah
mereka yang menindas saudara seagamanya, termasuk pemerintahan Filipina.
Perlawanan ini diperkuat dengan intensi untuk mencapai kesempurnaan dalam
agama (Umwelt). Tidak jarang untuk mencapai kesempurnaan agama ini para
fundamentalis kerap mengambil jalur kekerasan atau jihad secara fisik. Jihad
secara fisik, yang juga bersifat destruktif, inilah yang kemudian diterapkan
oleh Yusuf. Manusia lain yang dilawan cenderung diobjektivikasi sebagai
sesuatu yang dijadikan sarana mencapai kesempurnaan agama. Lebih jauh
lagi, diri sendiri dijadikan sebagai budak yang harus mempertahankan agama.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
138
Dalam pemaknaan yang dilakukan Yusuf ini, terjadi dominasi untuk
menjadikan nabi sebagai kiblat dalam menjalankan agama sekaligus otoritas
tertinggi. Otoritas sendiri memiliki makna lebih lanjut bahwa ada yang
superior dan ada yang inferior. Dalam hal ini Yusuf adalah sebagai sosok yang
inferior. Inferioritas ini termanifestasikan dalam keinginannya untuk berguna
maupun keinginannya ―kembali ke nabi‖. Inferioritas ini menyebabkan diri
sebagai otoritas atas pengambilan keputusan digantikan oleh prinsip ―kembali
ke nabi‖. Dengan demikian, terjadi pergeseran otoritas dari diri menjadi
prinsip ―kembali ke nabi‖.
Adanya pergeseran otoritas ini sesuai dengan tesis Fromm (1942)
bahwa individu melakukan mekanisme pelarian diri di bawah kekuatan
superior di luar diri yang kemudian bisa membuat diri merasa aman—dalam
hal ini agama. Rasa aman yang diperoleh Yusuf adalah berupa terpenuhinya
perasaan ingin berguna. Namun, adanya otoritas yang mengikat ini kemudian
menghalangi terciptanya kebahagiaan individu (Moaddel & Karabenick,
2008). Konsekuensi ketidakbahagiaan ini tampil dalam rupa penyesalan dan
rasa bersalah atas apa yang dilakukannya. Selain terciptanya
ketidakbahagiaan, menurut perspektif psikologi eksistensial, adanya
pemaknaan yang cenderung eksesif dalam mode Umwelt (dalam hal ini
keinginan untuk ―kembali ke nabi‖), menciptakan kondisi ketidaksehatan
secara mental (May, 1983).
Di samping ketidaksehatan tersebut, tidak dapat dinafikan bahwa
manifestasi dogma dalam bentuk melawan dan melakukan tindak kekerasan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
139
dalam rangka ―kembali ke nabi‖ berkonotasi nilai yang cenderung negatif.
Penilaian nilai yang cenderung negatif ini dapat dipahami lewat melihat akibat
dalam dunia sosial, khususnya keluarga. Yusuf menyebutkan bahwa
keterpisahan, antipati, serta prasangka yang muncul dalam keluarga maupun
lingkungan sosialnya menjadi masalah sekaligus tanggungjawabnya yang
baru. Sikap dunia sekitar yang cenderung memarginalkan ini adalah wujud
ketidaksetujuan akan apa yang dilakukan Yusuf. Dengan kata lain, dunia
sekitar Yusuf tidak merasa sentosa dengan apa yang dilakukan Yusuf.
Lain lagi dengan cara ―kembali ke nabi‖ yang diterapkan oleh beberapa
orang tertentu, misalnya Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Selama hidupnya,
Gus Dur mengangkat tema pluralisme dan pribumisasi Islam (Muryadi, 2010).
Cara Gus Dur untuk ―kembali ke nabi‖ termanifestasikan dalam pandangan
yang lebih adaptif berupa pluralisme dan pribumisasi Islam. Arah pluralisme
dan pribumisasi Islam ini menuju pada pandangan bahwa manusia lain adalah
saudara dan tiap manusia merupakan kesatuan universal yang membentuk
harmoni kedamaian. Arah pandangan ini merupakan mode pemaknaan dalam
dunia Mitwelt. Dalam kasus kedua ini cara Gus Dur ―kembali ke nabi‖ dan
efek psikologis yang diberikan masyarakat cenderung lebih konstruktif (laku
kritis, bukan anti). Oleh karena itu, ada perbedaan pemaknaan dunia dalam
kasus pertama (Umwelt) dan kasus kedua (Mitwelt). Perbedaan pemaknaan ini
didasari dari pengalaman individu sebelumnya serta nilai-nilai yang terbentuk
dalam diri individu, misalnya konstruksi yang telah terjadi melalui keluarga
dan pendidikan. Dengan kata lain, pemaknaan dunia di luar kelompok sebagai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
140
sesuatu yang harus dilawan untuk mencapai kesempurnaan religius ini dapat
termanifestasikan ke dalam banyak tindakan yang memuat unsur nilai positif
maupun negatif.
Dari komparasi dua kasus di atas, kesimpulannya adalah bahwa
pemaknaan terhadap dogma bisa menembus segala mode pemaknaan dunia.
Baik itu Umwelt, Mitwelt, bahkan Eigenwelt. Jika dimaknai dalam mode
Umwelt, maka kapasitas untuk menilai dan kapasitas untuk memilih manusia
terreduksi (May, 1958). Reduksi ini ditunjukkan dengan keberadaan manusia
yang menjadi reaktif sebagai akibat dari rangkaian aktivitas yang sekadar
menyesuaikan diri dengan kekuatan di luar diri. Dalam mode ini, manusia
menjadikan dirinya sebagai alat untuk mencapai kesempurnaan dogma agama
(manusia-bagi-agama). Pola manusia-bagi-agama justru berlawanan dengan
apa yang menjadi khitah agama monoteistik. Fungsi agama monoteisme bagi
manusia adalah sebagai jalan keselamatan (Dhavamony, 1995). Sebagai
sebuah jalan, pola yang muncul seharusnya bukan manusia-bagi-agama,
melainkan agama-bagi-manusia.
Dalam mode Mitwelt, dogma agama yang diimbangi dengan kapasitas
menilai yang konstruktif akan menciptakan kondisi sentosa dan perdamaian
dalam kehidupan manusia. Namun, jika dalam mode kedua ini kapasitas
menilai dan memilih cenderung destruktif, maka reduksi mode pemaknaan ke
dalam mode Umwelt tidak akan terhindarkan (May, 1983). Ketika dogma
dipahami dalam mode Eigenwelt, maka pengembangan diri lewat nilai-nilai
dan pengembangan visi humanis dalam diri seseorang akan tercapai.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
141
Bagaimanapun dampak pemaknaan dalam mode Eigenwelt ini akan cenderung
konstruktif atau, dalam bahasa Allport (1950), akan dicapai kematangan
religius. Dalam kelanjutannya, yang tentu masih nisbi, manifestasi
pengembangan diri ini juga akan cenderung ramah dan konstruktif dalam
dunia sosial. Bukankah, selain bertanggungjawab terhadap dirinya, manusia
juga bertanggungjawab terhadap sang liyan?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Gambar 5. Dunia eksistensial Yusuf sebagai fundamentalis
Y
MITSEIN
-Kitab suci
-Dogma
-Film Dokumenter
-Majalah
MITDASEIN
-Guru
-Senior
-Teman-teman
-Tokoh Agama
Being-in-the-World
DASEIN
dalam proses menjadi
Umwelt Kembali ke nabi Amar ma’ruf nahi munkar,
intratekstualitas, jihad secara fisik,
kafah
Anarkisme Intratekstualitas, praktek hukum
yang kosong
Mitwelt Orang yang ibaratnya
ingin berguna Solidaritas, kosmopolitanisme,
sorge, mencari diri dengan menjadi
berarti bagi orang lain
Eigenwelt Teori tanpa praktek:
Hambar Bertanggungjawab terhadap
eksistensi, pengalaman spiritual
dengan Tuhan
(masih dalam horizon untuk
memeluk Islam secara kafah)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
143
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Sebagai seorang fundamentalis, Yusuf membangun dunia eksistensial
yang sarat akan mode Umwelt. Mode Umwelt yang paling berpengaruh adalah
“kembali ke nabi”. Secara intensional, horizon dunia dipahami dalam mode
Umwelt. Semua yang dilakukan harus memungkinkannya tetap berpegang
pada prinsip “kembali ke nabi”.
Prinsip “kembali ke nabi” ini tumbuh subur sebagai implikasi dari
Mitsein dan Mitdasein. Mitsein dalam hal ini berupa kitab suci, buku-buku
jihad, majalah, maupun film-film mengenai pergolakan muslim internasional.
Sedangkan Mitdasein dalam hal ini adalah orang-orang di sekitar Yusuf
seperti guru agama, kakak senior, Abu Bakar Ba’asyir, dan mujahidin yang
menjadi inspirasi Yusuf.
Cara “kembali ke nabi” cukup variatif. Sebagai syarat mutlak, Yusuf
meletakkan pondasi dunia yang dibangunnya pada Al-Qur’an, Rasuna, Hadis,
dan nabi sendiri. Lebih jauh lagi, Yusuf memandang bahwa hukum Indonesia
berlawanan dengan hukum yang didasarkan pada Al-Qur’an, Rasuna, Hadis,
dan nabi. Oleh karena itu ayat yang dipilih “Barangsiapa yang berhukum
selain hukum Islam, dia orang yang dzolim.”, tepat mengarah ke jantung
seorang fundamentalis yang menganut intratekstualitas. Kata-kata ini
“bertuah” dan memiliki pengaruh terhadap aksi Yusuf dalam dunia sosialnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
144
Awalnya, aksi dipahami secara konstruktif dalam wujud daya kritis,
namun kemudian aksi ini berubah menjadi anti. Anti inilah yang merupakan
bentuk yang kurang konstruktif. Anti ini merupakan perpanjangan dari
caranya ―kembali ke nabi‖ yang mewujud dalam anarkisme.
Cara lain untuk ―kembali ke nabi‖ adalah menempuh proses jihad
secara fisik. Yusuf harus melewati proses ini karena untuk ―kembali ke nabi‖
disyaratkan proses jihad secara fisik. Setelah berhasil berhasil secara fisik,
maka dia baru bisa berjihad melawan dirinya sendiri. Dan konon, jihad
melawan dirinya sendiri ini merupakan klimaks dari perjuangan ―kembali ke
nabi‖.
Selain karena ingin ―kembali ke nabi‖, Yusuf juga ingin menjadi
berguna (Mitwelt). Ketika keinginan untuk ―kembali ke nabi‖ dan keinginan
untuk menjadi berguna ini berkolaborasi, maka yang dihasilkan adalah
perjuangan. Perjuangan dalam hal ini adalah menjadi mujahidin. Dia ingin
bersolidaritas.
Dengan mengatakan ―ingin berguna‖, muncul implikasi rasional bahwa
kini sedang dalam keadaan ―tidak berguna‖. Agaknya apa yang dituliskan
Doetoyevsky (2001) memang abadi. Bahwa ―ia tak suka kalau hidupnya
hampa; ia selalu ingin sesuatu yang bermakna‖ muncul kembali dalam kasus
ini. Rasa tidak berguna ini membuat Yusuf ingin menjadi seorang yang berarti
bagi orang di sekitarnya. Oleh karena itu, berguna menuntut intensionalitas
terhadap kondisi eksternal.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
145
Berjuang atau tidak berjuang adalah pilihan yang harus diambil Yusuf.
Jika ingin ―kembali ke nabi‖, maka dia harus berjuang. Oleh karena itu,
keputusan untuk berjuang atau tidak merupakan wujud liberum arbitrium
(kehendak bebas) dari Yusuf. Yusuf kemudian memutuskan untuk turut
berjuang (keputusannya ini bisa jadi purely free atau purely determined).
Yusuf memutuskan untuk berjuang karena ingin ―kembali ke nabi‖,
namun lebih jauh dari itu, Yusuf memiliki kehendak untuk menyempurnakan
teori ke dalam praktek (Eigenwelt). Kehendaknya inilah yang
mengembalikannya sebagai Yusuf-for-itself atau apa yang dikatakan Sartre
sebagai être-pour-soi. Meskipun tetap tidak bisa dikatakan bahwa kehendak
ini adalah benar-benar purely free.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian mengenai dunia eksistensial Yusuf
sebagai fundamentalis ini, ada empat saran yang dapat diberikan:
1. Bagi Keluarga dan Masyarakat
a. Pada ranah keluarga dan masyarakat (Mitdasein), diperoleh data yang
menunjukkan bahwa fundamentalis cenderung memisahkan diri dari
kehidupan keluarga dan masyarakat di luar kelompoknya. Sebaliknya,
karena kesadaran akan relasi dengan keluarga dan masyarakat yang
semakin renggang, Yusuf memutuskan untuk menyudahi perjuangan
jihad fisiknya. Oleh karena itu, diperkuatnya kontrol keluarga dan
masyarakat memegang urgensi dalam mencapai solusi. Harapannya,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
146
dengan semakin kuatnya kontrol keluarga maupun masyarakat, maka
horizon dunia seseorang akan semakin luas sehingga tidak terbatasi
oleh keyakinan partikular kelompok.
b. Ekspresi religius, dalam mencapai kesempurnaan beragama, yang
mengarah ke luar diri berbenturan dengan kehidupan sosial.
Bercermin dari Yusuf, ekspresi religius dalam diri seorang
fundamentalis memungkinkan akibat yang destruktif bagi diri dan
orang lain (di luar kelompok partikular). Oleh karena itu, penekanan
mengenai ekspresi religius yang lebih ramah dan konstruktif bagi diri
dan orang lain (di luar kelompok partikular) perlu ditekankan dalam
level keluarga maupun masyarakat. Ekspresi religius yang ramah dan
konstruktif memiliki makna mengandung visi kemanusiaan yang
berakar pada cinta kehidupan.
2. Bagi Eksponen Agama dan Masyarakat
a. Penafsiran teks secara konstruktif akan sangat membantu meretas
fundamentalisme. Konstruktif dalam hal ini merujuk pada pemahaman
yang rasional dan humanis—tanpa mengesampingkan yang spiritual.
Pemahaman ini bisa dimulai oleh para eksponen agama yang memiliki
pengaruh kuat dalam agamanya (primus inter pares). Meskipun ini
strategi yang sudah klasik, namun karena hasil penelitian
menunjukkan bahwa rigiditas dan penafsiran yang selektif dan salah
tafsir masih terjadi, maka strategi tersebut harus terus digalakkan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
147
b. Masih berkaitan dengan saran pertama, kasus Yusuf menggambarkan
bahwa guna mencapai kesempurnaan dalam agama (dalam penelitian
ini ―ke-kafah-an‖), para fundamentalis cenderung meng-objek-kan
orang maupun kelompok di sekitarnya. Objektifikasi merupakan
proses pemaknaan orang lain yang semata-mata dalam mode Umwelt.
Dan ini fatal. Oleh karena itu, penekanan terhadap agama-bagi-
manusia bukan manusia-bagi-agama sebaiknya ditekankan secara
repetitif dalam kehidupan global. Dengan pemahaman bahwa agama-
bagi-manusia maka alasan keberadaan (raison d‟être) agama akan
dikembalikan pada khitahnya sebagai sebuah ―jalan‖ sehingga
ideologi yang cenderung keras dapat diretas. Dengan diretasnya
divergensi ideologi yang keras, maka pandangan agama yang berpihak
pada manusia niscaya akan mewujud.
3. Bagi Peneliti Fenomenologi dengan Subjek Fundamentalis
a. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dasein (Yusuf sebagai seorang
fundamentalis) berada dalam proses menjadi dengan pengaruh yang
cukup besar dari Mitsein dan Mitdasein. Oleh karena itu, jika kita
ingin meretas fundamentalisme, maka fokusnya bukanlah pada aktor
garis depan, melainkan penggalian akar fundamentalisme. Menggali
akar berarti menggali dalam Mitsein dan Mitdasein. Tafsir akan
berbagai hal seperti ayat dalam kitab suci, dogma, film dokumenter,
majalah, serta eksponen fundamentalis dan pengaruhnya yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
148
cenderung terarah pada terciptanya radikalisme (fundamentalisme
dengan kekerasan) haruslah diberi perhatian khusus.
b. Penelitian mengenai dinamika pembuatan keputusan untuk keluar
dari kelompok fundamentalis yang menghalalkan kekerasan juga
perlu dilakukan. Subjek yang memungkinkan adalah mereka yang
pernah menjadi pejuang dalam agama. Dasarnya bahwa ―decision
guide‖ seorang fundamentalis adalah apa yang ada dalam agama—
seperti kitab suci maupun cara hidup nabi. Dinamika pembuatan
keputusan tersebut menjadi semacam antiklimaks dari dunia
fundamentalisme. Dengan memahami dinamika pembuatan
keputusan ini, manusia mendapatkan tempatnya yang tepat, sebagai
mana Paul Tillich (dalam May, 1967) mengungkapkannya dengan
bernas, ―Man becomes truly human only at the moment of decision.‖
Memang tidak serta merta mampu meretas kekerasan atas nama
agama. Namun setidaknya, dengan memahami antiklimaks tersebut,
kesadaran manusia akan pentingnya perdamaian terus meningkat—
dan, mungkin saja: kekerasan itu teretas!
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
149
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Z. (2007). Analisis eksistensial sebuah pendekatan alternatif untuk
psikologi dan psikiatri. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Allport, G. W. (1950). The individual and his religion. New York: Macmillan.
Allport, G. W., & Ross, J.M. (1950). Personal religious orientation and prejudice.
Journal of Personality and Social Psychology, 5(4), 432-443.
Altemeyer, B. (2004). Highly dominating, highly authoritarian personalities. The
Journal of Social Psychology, 144(4), 421-447.
Altemeyer, B., & Hunsberger, B. (1992). Authoritarianism, religious
fundamentalism, quest, and prejudice. International Journal for the
Psychology of Religion, 2(2), 113–133.
Binswanger, L. (1958). The case of Ellen West (Werner M. Mendel & Joseph
Lyons, Terj.). Dalam R. May, E. Angel, & H.F. Ellenberger (Eds.),
Existence: A new dimension in psychiatry and psychology (hal. 237-364).
New York: Basic Books, Inc.
Blogowska, J., & Saroglou, V. (2011). Religious fundamentalism and limited
prosociality as a function of the target. Journal for the Scientific Study of
Religion, 50(1), 44-60.
Boss, M. (1994). Psychoanalysis and daseinanalysis (Ludwig B. Lefebre, Terj.).
New York: Basic Books, Inc.
Buber, M. (2005). I and thou. Dalam R.C. Solomon (Ed.), Existentialism (hal.
318-329). New York: Oxford University Press, Inc.
Coelho, P. (1987). The pilgrimage (Eko Indriantanto, Terj.). Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.
Cohrs, J.C., Maes, J., Moschner, B., & Kielmann, S. (2007). Determinants of
human rights attitudes and behavior: A comparison and integration of
psychological perspectives. Political Psychology, 28(4), 441-469.
Creswell, J.W. (2007). Qualitative inquiry and research design choosing among
five traditions. California: Sage Publications, Inc.
Creswell, J.W. (2009). Research design: Qualitative, quantitative, and mixed
methods approaches (ed. ke-3). California: Sage Publications, Inc.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
150
Dawkins, R. (2006). The god delusion. London: Bantam Press.
De Beauvoir, S. (2005). The second sex. Dalam R.C. Solomon (Ed.),
Existentialism (hal. 296-307). New York: Oxford University Press, Inc.
De Mello, A. (1984). The song of the bird. New York: Image Books.
Dhavamony, M. (1995). Fenomenologi agama (Kelompok Studi Agama
Driyarkara, Trans). Yogyakarta: Kanisius.
Doestoyevsky, F. (2001). Kejahatan dan hukuman (Ahmad F. Tarigan, Trans.).
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. (Karya asli terbit tahun 1865)
Emmons, R. A., & Paloutzian, R. (2003). Psychology of religion. Annual Review
of Psychology, 54, 377–402.
Ewen, R.B. (2003). An introduction to theories of personality (ed. ke-6). New
Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Inc.
Feifel, H. (1961). Death—relevant variable in psychology. Dalam R. May (Ed.),
Existential psychology (hal. 61-74). New York: Random House, Inc.
Feist, J. & Feist, G.J. (2008). Theories of personality (ed. ke-7). New York:
McGraw-Hill Primis.
Frankl, V.E. (1968). The doctor and the soul: New approach to the neurotic
personality which emphasizes man‟s spritual values and the quest for
meaning in life. New York: Knopf, Inc.
Frankl, V.E. (1984). Man‟s search for meaning (ed. rev.). New York: Washington
Square Press.
Frankl, V.E. (1988). The will to meaning. New York: Meridian.
Fromm, E. (1942). Fear of freedom. London: Routledge & Kegan Paul Ltd.
Fromm, E. (1955). The sane society. New York: Rinehart & Company, Inc.
Fromm, E. (1992). The anatomy of human destructiveness. New York: Henry
Holt.
Gombrowics, R. (1971). A guide to philosophy in six hours and fifteen minutes.
Paris: Payot & Rivages.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
151
Gribbins, T., & Vandenberg, B. (2011). Religious fundamentalism, the need for
cognitive closure, and helping. The International Journal for the Psychology
of Religion, 21, 106-114.
Groth, M. (2008). Authenticity in existential analysis. Existential Analysis, 19(1),
81-101.
Hall, C.S. & Lindzey, G. (1978). Teori-teori psikodinamik (klinis) (A.
Supratiknya, Terj.). Yogyakarta: Kanisius.
Herriot, P. (2009). Religious fundamentalism: Global, local, and personal. New
York: Routledge.
Heidegger, M. (1962). Being and time (John Macquarrie & Edward Robinson,
Terj.). Southampton: The Gamelot Press Ltd.
Hidayat, K. (2012). Radikalisme islam menyusup ke SMU. Dalam Sarlito W.
Sarwono (Ed.), Terorisme di Indonesia (hal. 119-123). Jakarta: Alvabet.
Hood, R.W., Jr., Hill, P.C., & Williamson, P. (2005). The psychology of religious
fundamentalism. New York: The Guilford Press.
Hood, R.W., Jr., Hill, P.C., & Spilka, B. (2009). The psychology of religion (ed.
ke-4). New York: Guilford Press.
Jakubowska, U., & Oniszczenko, W. (2010). The role of personality, cognitive,
environmental and genetic factors as determinants of RF: A twin study in a
Polish sample. Studia Psychologica, 52(3), 253-263.
James, W. (2002). The varieties of religious experience: A study in human nature.
London: Routledge. (Karya asli terbit tahun 1902)
Jaspers, K. (2005). Philosophy. Dalam R.C. Solomon (Ed.), Existentialism (hal.
162-170). New York: Oxford University Press, Inc.
Ji, C.H., & Ibrahim, Y. (2007). Islamic religiosity in right-wing authoritarian
personality: The case of Indonesian muslims. Review of Religious Research,
49(2), 128-146.
Kierkegaard, S. (1997). The essential Kierkegaard (Howard V. Hong & Edna H.
Hong, Trans). New Jersey: Princeton University Press.
Lamb, C., & Bryant, M.D. (1999). Religious conversion: Contemporary practices
and controversies. London: Cassell.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
152
Leroux, P., Sperlinger, D., & Worrell, M. (2007). Experiencing vulnerability in
psychotheraphy. Existential Analysis, 18(2), 315-328.
May, R. (1958). Contributions of existential psychotherapy. Dalam R. May, E.
Angel, & H.F. Ellenberger (Eds.), Existence: A new dimension in psychiatry
and psychology (hal. 37-91). New York: Basic Books, Inc.
May, R. (1961). The emergence of existential psychology. Dalam R. May (Ed.),
Existential psychology (hal. 11-51). New York: Random House, Inc.
May, R. (1967). Psychology and the human dilemma. New York: W.W. Norton &
Company, Inc.
May, R. (1969). Love and will. New York: Dell Publishing CO., Inc.
May, R. (1983). The discovery of being. New York: W.W. Norton & Company,
Inc.
McAdams, D.P. (1993). The stories we live by: Personal myths and the making of
the self. New York: The Guilford Press.
Moaddel, M. & Karabenick, S.A. (2008). Religious fundamentalism among young
muslims in Egypt and Saudi Arabia. Social Forces, 86(4),1675-1710.
Moustakas, C. (1994). Phenomenological research methods. California: Sage
Publications, Inc.
Muryadi, W. (2010, Januari 4-10). Sang pendobrak dari Tebuireng. Majalah
Tempo, 3846, 103-108.
Nietzche, F. (1954). Thus spoke Zarathustra (Walter Kaufmann, Terj.). New
York: Penguin Books.
Nishitani, K. (2005). What is religion? Dalam R.C. Solomon (Ed.), Existentialism
(hal. 338-342). New York: Oxford University Press, Inc.
Paloutzian, R. F., Richardson, J. T., & Rambo, L. R. (1999). Religious conversion
and personality change. Journal of Personality, 67(6), 1047–1079.
Program Studi Agama dan Lintas Budaya. (2012). Laporan tahunan kehidupan
beragama di Indonesia 2012. Yogyakarta: Sekolah Pascasarjana Universitas
Gadjah Mada.
Rashid, A. (2001). Taliban: Militant Islam, oil and fundamentalism in central
asia. United States: Yale University Press.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
153
Riccoeur, P. (1967). Fenomenologi eksistensial. Dalam K. Bertens (Ed.),
Fenomenologi eksistensial (hal. 338-342). Jakarta: Penerbit Universitas
Atma Jaya.
Rogers, C.R. (1961). On becoming a person: A therapist‟s view of psychotherapy.
London: Constable & Company Ltd.
Rowan, J. (2012). Existentialism and the transpersonal. Existential Analysis,
23(1), 113-119.
Sartre, J.P. (1956). Being and nothingness (Hazel E. Barnes, Terj.). New York:
Citadel Press.
Schumaker, J.F. (1995). The corruption of reality: A unified theory of religion,
hypnosis, and psychopatology. New York: Prometheus Books.
Stone, I. (1934). Lust for life (Rahmani Astuti, Terj.). Jakarta: PT Serambi Ilmu
Pustaka.
Taylor, E. (2009). The mystery of personality: A history of psychodynamic
theories. New York: Springer.
Valle, R.S., & King, M. (1978). An introduction to existential-phenomenological
thought in psychology. Dalam Z. Abidin (Ed. Terj.), Analisis eksistensial
sebuah pendekatan alternatif untuk psikologi dan psikiatri. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada.
Van Kaam, A. (1966). Existential foundation of psychology. Pittsburg: Duquesne
University Press.
Victoroff, J. (2005). The mind of the terrorist: A review and critique of
psychological approaches. Journal of Conflict Resolution, 49(1), 3-42.
Watson, P.J., Chen, Z., & Hood, R.W., Jr. (2011). Biblical foundationalism and
religious reflection: Polarization of faith and intellect oriented
epistemologies within a Christian ideological surround. Journal of
Psychology and Theology,39(2), 111–121.
Wilig, C. (2008). Introducing qualitative research in psychology (ed. ke-2). New
York: Open University Press.
Wiiliamson, P., Hood, R.W., Jr., Ahmad, A., Sadiq, M., & Hill, C.P. (2008). The
intratextual fundamentalism scale: Cross-cultural application, validity
evidence, and relationship with religious orientation and the big 5 factor
markers. Mental Health, Religion & Culture, 13(7-8), 721-747.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
154
Wolson, P. (2005). The existential dimension of psychoanalysis (EDP): Psychic
survival and the fear of psychic death (nonbeing). Psychoanalytic Review,
92(5), 675-699.
Yalom, I.D. (1980). Existential therapy. New York: Basic Books, Inc.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
155
LAMPIRAN 1
Informed Consent
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
156
INFORMED CONSENT
Saya adalah mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma
yang akan melakukan penelitian mengenai fundamentalisme agama. Dalam
rangka proses penelitian ini, saya mohon bantuan Saudara untuk berpartisipasi
menjadi partisipan dalam penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk memahami
dunia eksistensial fundamentalis agama. Adapun pertimbangan saya memilih
Saudara sebagai partisipan adalah karena Saudara memiliki pengalaman menjadi
seorang pejuang atas nama agama. Guna mencapai kejelasan arah penelitian,
Saudara berhak untuk mempertanyakan hal-hal yang berkaitan dengan penelitian
ini sebelum berpartisipasi.
Pengumpulan data akan dilakukan dengan metode wawancara. Saya akan
meminta Saudara untuk menjawab pertanyaan terkait dengan proses menjadi
seorang pejuang keagamaan. Karena ini merupakan proses menceritakan
pengalaman yang terjadi, mungkin Saudara harus mengingat-ingat pengalaman
tersebut. Selama proses wawancara berlangsung, saya akan menggunakan digital
recorder untuk merekam wawancara. Wawancara akan dilakukan kapanpun
Saudara merasa nyaman untuk bercerita. Proses wawancara ini akan
dilangsungkan dalam durasi secukupnya, sepanjang Saudara masih merasa
nyaman untuk bercerita. Intensitas wawancara tidak dapat diprediksi hingga
pengalaman yang diceritakan telah memadai untuk mencapai tujuan penelitian.
Lewat menjadi partisipan, Saudara akan dapat merefleksikan kembali
pengalaman Saudara. Selain hal tersebut, partisipasi Saudara dalam berbagi
pengalaman berharga ini akan memberikan sumbangsih tersendiri bagi orang lain
yang mengetahui pengalaman Saudara. Partisipasi Saudara juga akan berperan
dalam sumbangsih keilmuan dalam disiplin psikologi pada khususnya.
Tanda tangan Saudara menyatakan bahwa Saudara telah memutuskan
untuk berpartisipasi dalam penelitian ini namun tidak mengikat keberadaan
Saudara untuk tetap menjadi partisipan hingga penelitian berakhir. Terima kasih.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
157
LAMPIRAN 2
Interview Protocol
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
158
Interview Protocol
Waktu wawancara :
Tanggal :
Tempat :
Interviewer :
Interviewee :
Posisi Interviewee :
Pertanyaan:
1. Bagaimana pengalaman Mas pernah tergabung dalam organisasi yang dilabeli
garis keras?
2. Bagaimana ideologi yang Mas gunakan sebagai pedoman saat itu? (Diikuti
dengan elaborasi semaksimal mungkin.)
3. Bagaimana perasaan dan pikiran Mas terhadap orang lain ketika Mas masih
memegang teguh ideologi tersebut? (Diikuti dengan elaborasi semaksimal
mungkin.)
4. Bagaimana keberadaan Mas dalam organisasi yang Mas ikuti saat itu? (Diikuti
dengan elaborasi semaksimal mungkin.)
5. Bagaimana hubungan Mas dengan keluarga, orang dekat, serta tetangga Mas
saat itu? (Diikuti dengan elaborasi semaksimal mungkin.)
6. Ketika mengikuti organisasi tersebut, bagaimana Mas memandang
perkembangan diri Mas? (Diikuti dengan elaborasi semaksimal mungkin.)
7. Apakah Mas merasa menemukan hambatan dalam hidup ketika mengikuti
organisasi tersebut? Jika ya, hambatan apa saja yang Mas temukan? (Diikuti
dengan elaborasi semaksimal mungkin.)
8. Menurut Mas, bagaimana orang lain memandang status Mas saat itu? (Diikuti
dengan elaborasi semaksimal mungkin.)
9. Bagaimana Mas memandang status Mas saat itu? (Diikuti dengan elaborasi
semaksimal mungkin.)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
159
10. Menurut Mas, apakah ketika itu Mas menjalani hidup yang ideal? (Jawaban
―ya‖ maupun ―tidak‖ diikuti dengan elaborasi semaksimal mungkin.)
(Ucapan terima kasih untuk berpartisipasi dalam wawancara. Yakinkan dia mengenai
respon yang bersifat konfidensial dan kesanggupan untuk wawancara selanjutnya.)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
160
LAMPIRAN 3
Listing and Preliminary Grouping
(Reduction and Elimination)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
161
Listing and Preliminary Grouping — Reduction and Elimination
Baris
Jawaban Tematik
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
Jadi kalau konflik di Indonesia itu saya melihat
satu tempat di Indonesia Timur, Ambon dan
Poso. Cuman tahun 2000 sudah mulai
merembet ke pulau Jawa. Yaitu saya
melihatnya begini; karena sebagian besar yang
terlibat di Ambon dan Poso itu juga dari Jawa.
Baik yang muslim maupun non-muslim.
Berimbas ke itu, temen-temen yang pulang dari
Ambon atau pulang dari Poso, tergabung dalam
kelompoknya Amrozi ya waktu itu ya 2000. Itu
mereka itu menganggap amaliah tu perang tu
belum selesai. Ng, anu, amaliah itu artinya ya.
Amaliah itu bahasanya orang ya ee, sedang
berbuat. Jadi sedang berbuat ini ya. Wah, saya
ini di Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat
kok santai-santai saja diem-diem saja.
Saya melihat ketika deklarasi Jogja fraksi
MMI, Majelis Mujahidin Indonesia. Waktu itu
kebetulan yang menjadi tokoh kan ustad Abu.
Begitu ustad Abu menjadi tokoh di Jogja
dengan kongres MMI-nya, ada versinya Erfan
Esnawas, ada versinya M. Thalib. Kita sudah
berbeda, nah, walaupun nanti pecah lagi ya
MMI jadi JAT karena ada konflik intern. Nah,
ketika saya masuk ke Indonesia, 2002. 2002 itu
saya masuk. Nah, dari sana pergulatan antara
Ambon, Poso, Filipina, Jawa. Saya katakan
Jawa ya Jawa, Sumatra, Bali yang waktu itu
menurut saya tiga pulau ini asal-usul
bergolaknya di Indonesia Timur.
Ketika saya masuk ke Indonesia, tahun 2002,
ya dengan pengalaman selama 2 tahun di
Filipin, itu saya melihat begini; jadi ada
konteks perang melawan Amerika. Karena
waktu itu Amerika sudah masuk di pangkalan
militer di Filipin. Dia menggunakan apa
istilahnya, Filipin sebagai kontrol untuk Asia
Tenggara, ya salah satu kontrol sih, saya nggak
tahu untuk yang lainnya.
Nah, perlawanan bangsa Moro untuk merdeka
itu sejak dulu sebenarnya. Jadi Filipin merdeka
tapi Moro tidak dimerdekakan. Tetap dijajah
dengan konspirasinya dengan macem-macem.
Ketika tahun 2000, pecahnya apa, pecahnya
Konflik agama
menjalar ke Jawa dari
Indonesia Timur.
(1-6)
Merasa santai,
padahal teman yang
lain amaliah.
(11-16)
Menyadari adanya
perbedaan
kelompoknya dengan
kelompok lain.
(20-24)
Ada konteks perang
melawan Amerika.
(33-39)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
162
Listing and Preliminary Grouping — Reduction and Elimination
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
88
89
90
bom Natal itu itu sebelum ada bom Natal saya
berangkat ke sana. Karena Natal kan 2000,
Desember kan berarti ya. Itu saya Januari sudah
masuk sana. Tapi konfliknya yang di sana juga
konflik horizontal maupun vertikal. Jadi,
anulah istilahnya konfliknya anu; pelik. Sudah
turun temurun. Nah, ada peristiwa Natal itu
saya menganggap begini; Oo, ternyata di pulau
Jawa sekarang juga bergolak. Itu menurut saya
juga imbas dari Ambon dan Poso. Jadi, kalau
Ambon dan Poso tidak bergolak, saya yakin di
Jawa ndak bergolak.
Ketika pertama kali saya datang ke Poso
ditolak ―Kamu tidak bisa apa-apa. Kamu harus
belajar perang.‖ Belajar perang. Ketika saya
tahun 2002 pulang, mau masuk Poso, sudah
bisa perang ya di sana, Poso sudah tidak
membutuhkan ruang perang lagi karena sudah
ada Malino 1 Malino 2. Ndak ke sanalah saya.
Jadi walaupun ada keinginan, karena
pembimbingan, pembinaan, pelatihan yang ada
di Filipina itu sudah komplit. Jadi sejak
perlawanan, menata senjata, bagaimana perang,
bagaimana gerilya, bagaimana logistik
semuanya sudah dipraktekkan semua.
Cuman peristiwa Moro itu kan karena
Mujahidin Filipina MILF dengan pemerintah
Filipina itu sudah skala nasional, artinya di
segala lini. Setiap kota bahkan ada. Jadi kalau
ada pengeboman gereja, penyerangan di
kampung muslim. Itu sudah biasa. Sudah biasa.
Presiden datang, misalnya, presiden helikopter
ada pengeboman jarak 100 meter 500 meter
sudah biasa. Karena yang diincar presiden,
waktu itu Arroyo ya. Jadi Joseph Estrada turun
jadi Arroyo. Jadi sudah biasa di sana. Tapi kan
jadi tidak biasa ketika di Indonesia kan. Ada
perbedaannya di situ, saya melihatnya ada dua
sisi yang berbeda. Misalnya ledakan Poso, di
Tentena, ataupun di mana tu, di daerah. Mana
daerah Poso yang tanah runtuh. Itu sudah
konflik. Itu sewaktu-waktu bisa meledak. Bom
pasar ―Derr!‖, apalagi pembunuhan di hutan
polisi di sikat. Ah, itu sudah hari-hari. Hari-hari
tu dinikmati seperti itu.
He‘e, sudah menjadi ndak aneh gitu lho. Nggak
Konflik di Ambon
dan Poso berimbas ke
Jawa.
(51-56)
Mengalami
penolakan karena
pengalaman yang
minim.
(57-59)
Mengatasi
ketidakmampuan
dengan belajar.
(59)
Ada keinginan untuk
berjuang setelah
belajar, namun sudah
tidak dibutuhkan di
Poso.
(64-69)
Sudah terbiasa
menghadapi konflik
agama.
(73-80)
Konflik agama di
Indonesia memiliki
perbedaan dengan di
Filipina, meskipun
rentan sekali untuk
terjadi.
(80-86)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
163
Listing and Preliminary Grouping — Reduction and Elimination
91
92
93
94
95
96
97
98
99
100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127 128 129 130 131 132 133 134 135 136
aneh. Karena sudah ada dua pasukan kuat.
Karena sebelum dieksekusinya Fabianus Tibo,
mereka kan sudah kuat, jadi apa saja. Jadi kalau
Ambon, kita bicara Ambon tu juga ada
kompleks tersendiri karena ada RMS, Republik
Maluku Selatan kan, itu juga ada unsur. Namun
apakah Jakarta punya kepentingan untuk
menggerakkan, saya tidak tahu, kita sama-sama
tidak tahu. Tapi dimudahkannya mendapatkan
senjata, menunjukkan bahwa Jakarta saya yakin
juga cawe-cawe. Kan ndak mungkin, senjata
datang dengan sendirinya tu ndak mungkin.
Mudah didapat, mudah dijualbelikan.
Dari situ tadi, ketika di Filipin tadi ―Kamu
ngapain belajar perang? Lhoh, kan ada konflik
Ambon dan Poso. Itu perang Indonesia Timur.‖
Gedhe. Dan itu lebih dahsyat dari Filipin kan
mestinya.
Pulau Sulawesi aja udah gedhenya kayak gitu.
Ambon aja gedhenya kayak gitu, ya to? Kalau
skalanya Filipin sama Indonesia itu
sebelumnya secara apa ya, batas negara ya
berbeda. Tapi secara dukungan Mujahidin ya
ndak ada bedanya. Mujahidin ada yang ―Mas,
kirimi senjata!‖, kirimi 17 pucuk M-16. Itu
sudah lumrah. Mindanao nyebrang Manado,
masuk ke Maluku masuk ke Poso itu sudah
biasa.
Dengan tidak diterimanya [Poso]. Ya ibaratnya
kuliah dulu lah. Iya to, biar tahu ilmunya.
Kalau modal uwong tok, perang nggo pedang
ki ngapain. Kan gitu, nggak efektif. Kalau
dengan ilmu bom tahu kan enak.
Jadi, pembelajaran di Filipin dan Moro itu
menurut saya sangat luar biasa, karena di sana
belajar seperti itu ndak asing. Jadi kalau seperti
seruan jihad Aceh, ya di GAM itu ya, itu saya
menganggap itu lumrah-lumrah saja. Itu kan
propinsi Aceh, propinsi Maluku, propinsi
Sulawesi Tengah. Kecil, kecil, kecil. Ya itu aja,
adapun kebebasan belajar di Moro lebih enak,
karena kita belajar di induk yang besar. MILF
itu, jadi dia mengayomi. Kamu latihan mbok
sampai ilmumu mateng, sampai ngebom apa,
santai. Diayomi gitu. Bener. MILF yang
melakukan, padahal yang melakukan adalah
Kompleksitas latar
belakang konflik
agama di Ambon
disertai keyakinan
cawe-cawe dari
Jakarta.
(93-103)
Belajar perang
dikarenakan
keyakinan akan
dahsyat nya konflik
agama di Ambon dan
Poso.
(105-108)
Kesamaan dukungan
antar mujahidin.
(113-118)
Belajar perang agar
memiliki bekal
berjuang.
(119-123)
Menikmati
pembelajaran di
Moro karena MILF
mengayomi.
(124-135)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
164
Listing and Preliminary Grouping — Reduction and Elimination
137 138 139 140 141 142 143 144 145 146 147 148 149 150 151 152 153 154 155 156 157 158 159 160 161 162 163 164 165 166 167 168 169 170 171 172 173 174 175 176 177 178 179 180 181 182
kelompok-kelompok Mujahidin yang bergerak
dewe-dewe.
Terus kemudian camp, kita menginduk camp
itu lebih nyaman. Kenapa? Alat tidak usah beli.
Praktek, tinggal kita mendukung program-
program kaum Mujahidin gitu lho. Logistik
nggak usah susah-susah. Kita nglobi pasukan
yang di sana sudah ada, tinggal mbawa. Itu tu
ada keuntungan, tapi kalau kita di Poso kita
harus ke pasar, ada aparat polisi. Ada koramil,
kan begitu. Itu sudah ada unsur yang berbeda.
Jadi pengalaman itu diadopsi, di-drop ke mana,
ke Poso.
Kalau amaliah dan jihad kan gini Mas, jadi ee
ketika kamu meninggalkan Filipin masuk ke
Indonesia itu harus dilanjutkan dengan ilmu
perang. Jadi tidak nganggur. Maksud ya. Tidak
pengangguran, wong wis duwe ijasah kok,
sarjana kok pengangguran kan ibaratnya seperti
itu. Dari sini, saya harus punya cita-cita.
Misalnya melakukan 15 peledakan dalam
tempo satu tahun. Planning-lah. Ini, ini, ini oo
saya punya sini. Itu memang idealnya begitu.
Jadi lulus, saya sebagai master man, kemudian
menggerakkan.
Kemudian, ee pengalaman di sana apakah akan
berguna di Indonesia? Sangat berguna. Sangat
berguna. Karena saya melihat ya, jadi eee
Timor Timur, Timor Leste itu kan keluar dari
Indonesia. Ya nggak? Itu saja, itu ada
kepentingan Filipin di sana. Salah satu
kepentingan kemungkinannya Filipina. Ya saya
tidak tahu apakah Filipina nanti disetir oleh
Amerika, Amerika membawa pasukannya di
dalam pasukan Filipin. Atau lewat pintunya
Australi, sama-sama ndak tahu. Tapi yang jelas
Filipin sendiri punya kepentingan di sana. Kita
kaji hal ini karena kita hidup di Filipin, kita itu
menyadari Filipina itu tidak sendiri juga.
Karena dia punya konspirasi untuk Indonesia.
Lengsernya Pak Harto itu terus terang di
Indonesia semakin bebas. Termasuk peredaran
VCD, video, contoh seperti itu. Kemudian
dakwah, kalau dikatakan ekstrim dulu,
subversif ditangkap. Sekarang sudah bebas.
Seruan-seruan yang mengajak. Termasuk saya
Dimudahkan dalam
pembelajaran di
Moro.
(139-144)
Implementasi hasil
belajar di Moro
ketika berada di
Indonesia.
(151-156)
Adanya kedudukan
struktural dalam
berjihad.
(160-161)
Pemahaman fungsi
pelatihan.
(163-168)
Rasa curiga adanya
intervensi Amerika
terhadap Filipin dan
Indonesia.
(169-174)
Lengsernya Pak
Harto menimbulkan
kebebasan dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
165
Listing and Preliminary Grouping — Reduction and Elimination
183 184 185 186 187 188 189 190 191 192 193 194 195 196 197 198 199 200 201 202 203 204 205 206 207 208 209 210 211 212 213 214 215 216 217 218 219 220 221 222 223 224 225 226 227 228
ini melihat atau mendengar atau menimang-
nimang seruan ini ndak salah. Pak Harto
sekarang sudah lengser, orang-orang yang dulu
dicap komando jihad, orang-orang yang dulu
dicap dengan usro, orang-orang….macem-
macem. Pengeboman Borobudur. Macem-
macem. Kan ini sudah rentetan ya.
Ketika Pak Harto lengser itu mulai mencuat,
tokoh-tokoh ini. NII, DI/TII, itu sudah
mencuat. Nah, waktu itu saya hanya berpikiran
begini; kelompok-kelompok yang berangkat ke
Ambon dan Poso, itu kok berbondong-
bondong, sementara saya kok tidak.
Ada apakah peristiwa di Indonesia Timur itu,
sebesar apa. Karena video yang kita terima, 13
desa lenyap. Di Poso. Jadi ada indikasi bahwa
Fabianus Tibo dan siapa…da Silva itu
menggerakkan orang anti-Jawa gitu. Kemudian
image orang anti-Jawa itu benar nggak. Tapi
dari kalangan Mujahidin itu bukan anti-Jawa.
Ya memang asal mulanya anti-Jawa mungkin,
kita tidak tahu ya karena Jawa menguasai
daerah sana. Tapi tahu-tahu ada muslim,
Masjid, pondok pesantren itu jadi target. Itu
jadi move juga bahwa orang yang tidak setuju
ketempatan orang Kristen kemudian kita
datang mendirikan pondok, habis. Dan itu
setelah didata oleh para relawan ya memang
betul. Jadi data semua KK yang wilayahnya RI
itu hilang semua.
Hilang, manusianya mana, hangus. Dan
jenazahnya ditemukan jadi konflik laut danau
Poso itu kan gitu. Terus relawan mengecek,
menguburkan. Dari sana muncul image,
perjuangan di Poso ini ndak berhenti. Ya
apakah karena Tommy Soeharto dipenjara atau
Pak Harto sendiri lengser. Kita juga nggak
tahu. Itu ada unsur di balik itu saya nggak tahu.
Tahu-tahu berbondong-bondong. Berbondong-
bondongnya temen-temen ini membuat saya
pengen ikut.
Tapi ingin melihat konflik itu langsung, ada
apa sih? Lhah, berkenaan dengan ini, dengan
seneng perang ya. Jadi kita SMA,waktu SMA,
kemudian kuliah dua semester aja. Itu hanya
membandingkan. Betapa muslim yang belajar
media.
(177-189)
Lengsernya Pak
Harto mendorong
munculnya tokoh
pergerakan agama.
(190-192)
Rasa tidak tergabung
dalam kolektivitas.
(192-195)
Rasa ingin tahu
mengenai peristiwa di
Indonesia Timur.
(196-197)
Penghancuran
infrastruktur Islam di
Indonesia Timur.
(197-212)
Ketidaktahuan faktor
yang mendasari
konflik Poso.
(213-220)
Keinginan untuk turut
serta ke Poso karena
teman-temannya turut
berbondong-
bondong.
(221-223)
Keinginan untuk
melihat konflik
secara langsung
karena ketertarikan
terhadap perang.
(224-226)
Prihatin melihat
kaum muslim yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
166
Listing and Preliminary Grouping — Reduction and Elimination
229 230 231 232 233 234 235 236 237 238 239 240 241 242 243 244 245 246 247 248 249 250 251 252 253 254 255 256 257 258 259 260 261 262 263 264 265 266 267 268 269 270 271 272 273 274
Al-Qur‘an, belajar ilmu kita-kitab itu yang
menjadikan…hanya buku dan buku. Lalu
ketika dia melihat misalnya ada pondok
pesantren 13 desa muslim hilang, dia cuek-
cuek saja. Dan versi saya saat itu,
solidaritasnya kurang. ―Waa, itu kan muslim di
mana, di Sulawesi, kita muslim di Jawa. Nggak
ada hubungannya.‖ Itu kan yang salah.
Kadang ada sempet pertanyaan sama dosen.
―Pak, eee kalau kita mendirikan negara Islam
apa salah?‖ Sempat nanya begitu saya. Di
antara temen-temen yang lain nggak berani.
Tapi saya terbuka. ―Kita jujur saja, Pak. IAIN
di seluruh Indonesia melahirkan sarjana agama.
Lha kebetulan saya ini fakultas syariah, Pak.
Kita kalau bicara syariah ya syariah Islam.
Kalau bicara syariah dalam hukum, fakultas
hukum UGM sudah ngajarkan.‖ Saya bilang
gitu. ―Fakultas Unibraw, Unair sudah
mengajarkan semua.‖ Saya bilang gitu. Kenapa
kita, terus kemudian fakultas syariah kemudian
mau berprinsip pengantar ilmu hukum umum
atau bagaimana. Kurang anu kan, kurang fair,
kita kan fakultas syariah, mestinya mengkaji
hukum-hukum syariah.
Jadi tertarik di sini saya, tertarik bukan mau
jadi anggota gitu ndak. Saya bukan tipe seperti
itu. Saya tertarik ingin termasuk di dalamnya.
Dalam arti pribadi. Jadinya hanya anggota.
Kalau anggota, ―Pak, saya anggotanya JAT,
saya anggota MMI, saya anggota perwakilan
Pemuda Muhammadiyah‖ ndak. Itu hanya
formalitas. Ini terlibat langsung ini. Nah,
kelompok-kelompok di Jawa Timur itu hendak
berbondong-bondong ke sana, maka saya
menggabungkan diri. Lha ternyata kelompok
ini di Poso itu ndak disambut. Karena nggak
bisa apa-apa. Gitu lho. Karena saya sudah niat
dari rumah percaya sama guide, percaya sama
Mujahidin yang di Kalimantan.
Jadi tidak diterimanya saya itu karena itu,
―Kamu itu siapa? Ahlinya apa? Kalau kamu
mantan tentara sih ndakpapa, kamu ndak bisa
apa-apa.‖ Karena kita kan juga anu kan, saya
juga relawan. Apa yang kau bisa. Dokter juga
bukan. Nggak ada manfaatnya gitu lho. Nah,
apatis terhadap
konflik di Indonesia
Timur.
(226-236)
Keberanian dan
keterbukaan untuk
menyatakan
keinginan kepada
orang lain.
(238-253)
Ketertarikan untuk
tergabung dalam
ormas bukan sekadar
menjadi anggota.
(254-261)
Meskipun mengalami
penolakan, tetap
percaya pada guide
karena sudah
memiliki niat.
(264-268)
Mengatasi
ketidakmampuan
dengan bersedia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
167
Listing and Preliminary Grouping — Reduction and Elimination
275 276 277 278 279 280 281 282 283 284 285 286 287 288 289 290 291 292 293 294 295 296 297 298 299 300 301 302 303 304 305 306 307 308 309 310 311 312 313 314 315 316 317 318 319 320
mungkin para Mujahidin di sana menganggap
potensi, ―Kamu mau nggak dididik?‖ Ya jelas
mau, wong jawabannya sudah niat sejak awal.
Jadi temen-temen SMA temen-temen kuliah itu
lho ―Kamu kok bergabung dengan Laskar Jihad
itu alasane opo? Kok rono jihad pake pedang ki
maksudmu opo? Wong mungsuhe...‖ Ya
memang ada yang pake tangan tapi mereka
bersenjata, dari Fretelin. Ada versi-versi gitu
lho Mas. Jadi yang kita denger itu mereka di
sana dipersenjatai oleh pihak asing. Lha kamu
durung mangan durung medang ditembak
―dyarr!‖, lha itu kan contoh-contohnya yang
nyata itu, mosok pedang.
Ya memang jaman Belanda bambu runcing
melawan bom. Itu kan ndak bisa diulang
nalarnya jaman Belanda sama sekarang ya beda
lah. Karena sekarang lebih modern, lebih
pintar, lebih canggih. Ndak mungkin gitu lho.
Dulu kan gerilya dengan bambu runcing.
Mintik-mintik keluar dari tank disuduk pakai
bambu runcing iso, sekarang kan.....dibarikade
tembak ―dorr!‖ jarak 100 meter wis............
Itu yang berkaitan dengan suasana yang
sifatnya umum. Saya menganggap umum
mengapa? Karena, eee, masing-masing pihak
yang terlibat konflik itu punya latar belakang
tersendiri. Laskar Jihad kenapa kok berangkat
jihad ke Ambon ndak ke Poso? Kenapa temen-
temen di Jawa Timur grupnya Amrozi dan
Pondoknya itu kok ke Poso? Terus kemudian
berangkat ke Bali. Itu juga saya tidak tahu
kenapa memilih, tapi secara global saya
melihat pengaruh dari Noordin M. Top dan Dr.
Azahari itu ketika terlibat di Ambon tu
menganggap bahwa konflik itu belum selesai.
Habis itu konflik kok malah dibawa ke pulau
Jawa.
He‘em, yang bersama yang global gitu lho.
Jadi, arus global itu ndak hanya menimpa saya
sebenarnya. Banyak yang hampir mirip.
Jadi kita kan hidup di tengah-tengah di antara
orang-orang Mujahidin ya, jadi di tengah-
tengah para Mujahidin itu walaupun saya
bukan kelompoknya. Sementara saya ini ada di
tengah-tengah kelompoknya MILF, saya bukan
dididik karena sudah
niat sejak awal.
(270-277)
Dipertanyakan oleh
teman-teman karena
berjihad minim
senjata.
(278-288)
Irelevansi penerapan
tradisi masa lalu
dengan saat ini.
(289-297)
Setiap konflik
memiliki latar
belakang yang
berbeda-beda.
(300-306)
Pengaruh Noordin M.
Top dan Dr.Azahari
terhadap konflik di
Jawa.
(306-312)
Arus global dirasakan
semua orang,
termasuk Yusuf.
(313-315)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
168
Listing and Preliminary Grouping — Reduction and Elimination
321 322 323 324 325 326 327 328 329 330 331 332 333 334 335 336 337 338 339 340 341 342 343 344 345 346 347 348 349 350 351 352 353 354 355 356 357 358 359 360 361 362 363 364 365 366
kelompoknya MILF, tapi ketika MILF
mendapat perlakuan. Peperangan misalnya,
mungkin mereka dalam kondisi yang jelas-jelas
terlihat pada saya tu terusir, mengungsi, jadi
korban, kemudian terdesak. Ya saya berada di
tengah-tengah itu ikut melawan. Ketika mereka
menembaki kita, ya kita membalas menembaki
mereka. Ketika masuk ke wilayah kita, kita
serang mereka biar mereka mundur.
Saat ini kan saya hidup, dua tahun ya, dua
tahun saat saya hidup di luar sana. Berada di
tengah-tengah muslim yang jelas-jelas
menderita. Ketika Allah memberikan
pertolongan, ya Allah memberikan pertolongan
dengan cara Allah gitu lho.
Jadi kalau pengalaman spiritual dengan Allah
ya saya yakin kalau nanti memang aku
meninggal di sini, di Filipin ini, bumi Filipin;
menerima anu gitu lho, ya pengorbananku lah
bumi Islam di Filipin. Hanya sebatas itu,
kemudian selebihnya ya saya serahkan sama
Allah. Saya punya keluarga, selama dua tahun
saya tinggal ya saya yakin suatu saat Allah
akan mempertemukan aku dengan keluarga.
Kalau saya tidak syahid gitu lho. Karena
keyakinannya itu tertanam banget gitu lho.
Saya juga tidak berdiri di tempat yang salah.
Saya yakin tidak di tempat yang salah, wong
saya berada di tengah-tengah orang yang lemah
kok. Satu kampung dibombardir, mengungsi.
Ya kita kan ijin ke keluarga nggak jujur. Kita
kan kerja ke Malaysia. Saya mau merantau,
gitu aja. Jangan harapkan saya. Paling sama
mbakyu, ―Mbakyu, pamitan mbakyu, saya mau
ke luar Jawa. Ya, kebetulan saya kemarin ada
bekal.‖ Kan waktu itu saya bekerja terus njual
motor juga to. ―Nih tak kasih 500 untuk
keponakan saya.‖ Macem-macemlah. Kita
artinya baik gitu lho. Saya tak kerja, nanti tak
cari uang banyak, ya nanti tak bantulah
sekolahan ponakan-ponakan.
Ya saya memandangnya begini, saya orang
yang ibaratnya ingin berguna. Dalam arti
menyumbangsih gitu lho untuk kelompok
besar. Entah di bidang apa. Saya tidak pernah;
aku kepingin dadi medisnya, aku kepengin dadi
Berada di tengah
MILF dan ikut
berjuang bersama
MILF karena ikut
diserang.
(316-329)
Keyakinan bahwa
Allah memberikan
pertolongan terhadap
pihak yang
menderita.
(330-335)
Pengalaman spiritual
dengan Allah lewat
berkorban dan
menyerahkan diri ke
Allah.
(336-342)
Keyakinan untuk
mampu bertahan dan
bertemu keluarga.
(342-345)
Keyakinan berada di
tempat yang benar
dan berada pada
pihak yang lemah.
(347-350)
Ketidakjujuran demi
memperjuangkan apa
yang diyakininya.
(351-361)
Keinginan untuk
menjadi berguna bagi
pihak di luar dirinya.
(362-369)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
169
Listing and Preliminary Grouping — Reduction and Elimination
367 368 369 370 371 372 373 374 375 376 377 378 379 380 381 382 383 384 385 386 387 388 389 390 391 392 393 394 395 396 397 398 399 400 401 402 403 404 405 406 407 408 409 410 411 412
tukang gawa pelurunya, aku kepingin jadi
asistennya Pak Adnan Arshyal, aku pengen
pengawalnya komandan jihad; ndak. Sama
sekali. Apa saja akan saya ikuti. Ketika dalam
hutan ya dalam hutan. Ketika saya harus ke
pasar ya ke pasar. Ketika kita sedang otong-
otong senjata untuk perlawanan ya ikut otong-
otong. Ketika suruh nembak ya nembak. Kan
gitu. Itu hampir sama, apa yang dijalani itu
kayaknya nggak kita planning sama sekali.
Ya sekarang ini kan gini Mas, jadi 2002 saya
turun ke Indonesia itu kaget juga. Bali I itu
saya kaget. Jadi, Juli saya masuk, Bom Bali
kan Oktober ya.
Dari enam bulan bertahan itu, tek! Bom Bali.
Kaget‘e. Kok Bom Bali ya? Siarkan ini-ini.
Ndelok TV. Ndelok radio Sinta. Tak pantau
terus. Dicurigai ini-ini-ini macem-macem. Ada
yang mikro nuklir. Itu sampai hancur. Loh-loh-
loh. Beneran kayak gitu‘e. Tapi saya
―Woowww!‖ gitu ndak. Oo gitu to efeknya.
Bule-bule to yang jadi target. Bukan lagi orang
Kristen Ambon, Kristen Poso. Beda lagi
konsepnya.
Ternyata secara ideologi mereka mengakui
bahwa itu adalah produknya Al-Qaeda. Jadi
bukan Moro, juga bukan. Cuma pemicunya
memang Ambon dan Poso. Sebagian besar
santrinya pondok Al-Islam digerakkan. Kenal
semua saya. Penangkapan di mana-mana. Tapi
waktu itu anu, saya tidak tertarik untuk ke Bali
atau apa gitu.
Oo, saya kemarin waktu mau masuk ke
Indonesia dikasih guide. Dikasih alamat guide.
Nyoh, alamat. Kalau kamu butuh pekerjaan,
nih! Makna pekerjaan tu nggolek duit, mangan
ngono lho Pak. Mustofa Kudus. Baru ingat
saya. Yo wis aku tak pamitan, merantau kok.
Jadi sebetulnya konsep apa ya, konsep
mujahidin kan eee sejak, ya kalau dalam RI
Republik Indonesia itu kan tahun 45 ya. 45 itu
sudah muncul gejolak sebenarnya. Jadi
munculnya 45, Pak Karno itu. Kemudian
munculnya DI/TII 48 ya. Kartosuwiryo.
Kemudian secara runutan, kita juga tidak bisa
eee menyebabkan aspek yang lain, misalnya
Menjalani perintah
terhadap apa yang
harus dilakukan.
(370-376)
Rasa kaget terjadinya
peristiwa Bom Bali I.
(377-380)
Rasa kaget muncul,
bukan karena
besarnya ledakan
yang terjadi,
melainkan efeknya.
(381-387)
Perbedaan konsep
sasaran Bom Bali
denganAmbon dan
Poso.
(388-390)
Ideologi Bom Bali
mengadopsi dari Al-
Qaeda meskipun
dilatarbelakangi
konflik Ambon dan
Poso.
(391-394)
Merantau bekerja
untuk memenuhi
kebutuhan; makan.
(401-404)
Historisitas
kemunculan konsep
mujahidin. (405-415)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
170
Listing and Preliminary Grouping — Reduction and Elimination
413 414 415 416 417 418 419 420 421 422 423 424 425 426 427 428 429 430 431 432 433 434 435 436 437 438 439 440 441 442 443 444 445 446 447 448 449 450 451 452 453 454 455 456 457 458
munculnya PKI. Itu kan juga sama-sama
menentang RI ya. Jadi turun-temurun kemudian
ada partai Islam, termasuk Masyumi. Itu juga
dalam silsilah seorang muslim atau muslim
yang punya harakah. Harakah itu pergerakan,
itu tidak luput dari analisa mereka. Jadi mereka
belajar. Kemudian dari luar negeri, biasanya
unsur luar negeri itu negeri-negeri muslim,
contohnya India, Mesir. Jadi ketika kita
kuliahpun mendapatkan materi pergolakan
Islam di Indonesia, pergolakan Islam di luar
negeri. Itu tidak menutup kemungkinan semua
informasi dari luar itu masuk. Termasuk
kelompok-kelompok yang mengusung
pendapat itu. Jadi baik yang dari Mesir datang
ke Indonesia membawa, komunitas lah
istilahnya, terus datang ke Indonesia
menyebarkan.
Ya, bisa disebut ikhwanul muslimin. Itu yang
lumrah ya. Tapi unsur-unsur yang lain kan
banyak. Nha, termasuk idealisme jihad dari
Afghanistan. Itu diusung, kalau dari Ikhwanul
Muslimin dibentukkan di Indonesia berupa
parlemen kan. Itu tidak mutlak, karena
Ikhwanul Muslimin suatu roh, sementara PKS
itu hanya partai. Itu ada perbedaan, secara
parlemen ataupun secara roh. Roh pergerakan.
Kemudian dari unsur jihad, jihad dari
Afghanistan itu banyak alumni-alumni dari
Indonesia yang belajar ke sana. Makna belajar
itu karena ketidakmampuan mujahidin
Indonesia untuk mendapatkan ilmu-ilmu
militer. Mungkin seperti itu. Jadi terbatas. Bisa
mendapatkan ilmu-ilmu militer tapi harus lewat
formal negara. Akmil misalnya, atau apa. Atau
secara sembunyi mungkin seperti Aceh itu.
Atau mungkin sendiri seperti Poso dan Ambon,
jadi secara sembunyi. Tapi idealisme jihad
sendiri sudah diusung ke Indonesia. Makna
komunitas itu bisa berarti orang-orangnya. Bisa
berarti ajarannya. Termasuk buku panduan itu
ya.
Ya memang sejak awal Indonesia itu kan punya
konsep Islam dan nasional. Ya kan. Dari
konsep Islam dan nasional itu menyebabkan
kubu-kubu Islam yang kecewa makna kecewa
Adanya konsep
harakah dalam Islam.
(415-418)
Masuknya informasi
mengenai harakah ke
Indonesia. (418-430)
Masuknya ideologi
jihad dari
Afghanistan dalam
rupa roh. (433-439)
Pencarian ilmu
militer di Afganistan.
(440-445)
Pemerolehan ilmu
militer lewat
pelatihan secara
klandestin didasarkan
dari idealisme jihad
Afghanistan. (447-
454)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
171
Listing and Preliminary Grouping — Reduction and Elimination
459 460 461 462 463 464 465 466 467 468 469 470 471 472 473 474 475 476 477 478 479 480 481 482 483 484 485 486 487 488 489 490 491 492 493 494 495 496 497 498 499 500 501 502 503 504
itu dengan perlakuan nasional. Mungkin model
Pak Harto, Pak Habibie, Bu Mega. Itu ada
kekecewaan tersendiri bagi umat Islam. Itu tu
diwujudkan dalam aneka bentuk. Dan yang
lebih parah lagi, bukan lebih parah, maksud
saya yang mengambil bahwa kami tidak setuju
dengan pemerintahan yang ada. Lha itu secara
ideologi sudah berbeda. Bahwa saya, kami;
dengan negara sudah berbeda. Dan tidak mau
dengan negara.
Walaupun masih banyak yang ikut dengan
pemerintah, tapi golput kan banyak. Tapi tidak
ada unsur ideologi. Tapi karena sudah ada
ideologi, maka kami menyatakan diri tidak ikut
pemilu.
Ya ideologi seperti ini masih umum, artinya
begini; kalau ideologi jihad sendiri kan eee
lebih condong kepada arah fisik. Ya walaupun
secara dakwah ada ya. Dakwah bagaimana
kamu harus menghindari kontak dengan
pemerintah, kontak dengan TNI, dalam arti
tidak usah jadi kepolisian atau tentara gitu ya.
Jadi itu sudah tertanam keinginan bagi
kelompok-kelompok ini. Gak usahlah jadi
tentara, gak usahlah, gak usahlah jadi pegawai
negeri. Itu sempat ada, karena itu juga
pemikiran yang runut.
Waktu itu saya melihat ustad Abu Ba‘akar
Baasyir kan mengeluarkan buku putih.
Pembelaan. Termasuk buku-buku kasus
Tanjung Priok. Nha, buku putih ini juga
mempengaruhi cara pandang saya melihat
konsep perbedaan dengan negara misalnya.
Ya, misalnya kasus Tanjung Priok tidak selesai.
Pelaku ya, kita juga tidak tahu. LB Mudari atau
siapa tidak dijadikan tersangka misalnya.
Karena itu sudah ada korban betul gitu lho
yang menurut kami secara umat Islam itu
menarik simpati. Secara saya pribadi menarik
simpati. Lho, kok bisa ya? Orang yang secara
jelas-jelas, okelah atas nama tugas negara tapi
kok disalahgunakan dengan peristiwa yang
sangat besar itu. Contoh lagi ada hal-hal yang
lain. Yang sifatnya itu ya mungkin komji.
Komando jihad, musro, laskar jihad terus
berangkat ke Ambon dan Poso itu sudah ada
Adanya dikotomi
pemerintahan di
Indonesia menjadi
sumber kekecewaan.
(455-468)
Adanya unsur
ideologi menjadi
pemicu anarkisme.
(469-473)
Adanya dakwah
mengenai anarkisme.
(474-485)
Pengaruh buku putih
dari Ustad Abu
Ba‘akar Baasyir.
(486-491)
Munculnya simpati
untuk umat Islam
yang tertindas akibat
penyalahgunaan
kekuasaan. (492-501)
Islam sudah punya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
172
Listing and Preliminary Grouping — Reduction and Elimination
505 506 507 508 509 510 511 512 513 514 515 516 517 518 519 520 521 522 523 524 525 526 527 528 529 530 531 532 533 534 535 536 537 538 539 540 541 542 543 544 545 546 547 548 549 550
runtutan-runtutan tersendiri. Kita yang nglihat
―Oh, ternyata negara ini tidak perlulah…‖
Dalam arti membatasi pergerakan yang ada di
kubu umat Islam. Karena umat Islam sendiri
sudah punya warna sendiri gitu lho Mas.
Kalau saya berada di kubunya mujahidin
berarti saya ikut jihad. Kalau saya netral di
tempatnya pemerintah, berarti saya orang tidak
punya pendirian. Dari sisi itu, berarti
pemerintah selama ini cuma penengah atau
pihak ketiga.
….tapi fungsi jihad karena orang tahu bahwa
ketika kaum muslim ini dibakar semangatnya
pasti akan cepat terbakar. Sehingga orang-
orang pihak ketiga tu menilai ―Wah, ini bisa
dimanfaatkan.‖ Itu yang pertama. Yang kedua,
dari kaum muslimin sendiri, intern, bahwa
orang-orang yang tertarik dengan dunia konflik
itu tidak hanya satu. Tapi banyak. Kenapa?
Ketika mereka menerima ideologi jihad dari
buku-buku, dari literatur, dari pemahaman dia
mau pergi ke Afghanistan jauh tapi dia melihat
konsep yang dekat, ya Ambon dan Poso itu.
―Wah ini lho betul-betul jihad!‖ Ndak usah
jauh-jauh ke Afghanistan, ke Irak, atau ke
Amerika. Realisasi itu yang menyebabkan
perbedaan. Termasuk saya pribadi melihat
konflik itu konflik jihad betul. Ya saya terlepas
dari penjenengan menganalisa saya terpengaruh
atau tidak. Tapi saya melihat itu konflik jihad,
karena kedua kubu sudah sama-sama
bersenjata, sudah punya sama-sama pemimpin.
Maka mereka layak di antara dua ini. Kalau
ndak ke sini ya ke sini. Nah, ada konsep ketika
kita melihat Tibo di Poso ya; Tibo, da Silva,
atau siapa itu, ketika menggerakan orang non-
Islam di Poso untuk berbenturan dengan
muslim di Poso itu saya tidak tahu latar
belakang apa yang me-melatarbelakanginya.
Tapi kenyataannya mereka sudah melakukan,
entah dia ee tidak suka dengan orang jawa.
Bukan orang Islam ya saya katakan. Mungkin
orang jawa, cuma kebetulan besar yang hadir di
sana sebagian besar orang jawa. Sehingga
muncul pemicunya. Dari situ orang tertarik,
―Wuh ternyata muslim dari jawa dibunuh,
warna sendiri
sehingga negara tidak
perlu ada. (501-509)
Pemahaman akan
pemerintahan sebagai
posisi yang netral.
(510-515)
Pemanfaatan jihad
oleh pemerintahan
yang oportunis. (516-
520)
Ketertarikan terhadap
konflik sebagai
impak dari ideologi
jihad. (520-523)
Realisasi ideologi
jihad di Poso dipicu
oleh pembantaian
Muslim di Poso.
(524-555)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
173
Listing and Preliminary Grouping — Reduction and Elimination
551 552 553 554 555 556 557 558 559 560 561 562 563 564 565 566 567 568 569 570 571 572 573 574 575 576 577 578 579 580 581 582 583 584 585 586 587 588 589 590 591 592 593 594 595 596
dibantai..Oo ada 13 kelurahan.‖, misalnya. Dan
itu kenyataan memang banyak banget. Melihat
pemakaman tahun 1999 tu kita melihat melalui
video maupun keterangan orang yang sudah
mondar mandir ke sana. Betul.
Ya sebenarnya kalau bentuk solidaritas itu kan
sudah lama ya Mas ya. Sebelum Ambon dan
Poso pun tahun 92. Perang Teluk itu kan Irak,
George Bush sama Saddam Hussein waktu itu
ya. Itu sudah memunculkan empati muslim
Indonesia. Yo wis mulai dari menggambar
Saddam Hussein, menggambar Osama bin
Laden. Itu juga nilai-nilainya tu terpompa.
Terpacu sebenarnya. Wah, saya kalau pakai
kausnya Osama bin Laden bangga. Karena
melawan Amerika. Irak aja dikeroyok orang
banyak. Itu kuat. Itu negeri muslim. Terpisah
dari kita melihat siapa Irak. Tapi kenyataannya
negeri Muslim gitu. Nah, dari situ juga orang
terinpirasi ―Saya harus solidaritas ke sana.‖
Tapi solidaritas ke sana itu sudah mulai hilang
dengan solidaritas ke Ambon dan Poso. Jadi
seolah-olah Ambon dan Poso itu adalah solusi
bagi mereka untuk berjihad. Dekat, terjangkau,
gampang, selebihnya kalau saya melihat, saya
secara pribadi melihat konflik Bosnia di Eropa.
Itu terinspirasi bahwa negara Eropa-pun ada
konflik Islam. Ya kan, itu Bosnia kan Eropa,
muslim Eropa. Pakta Warsawa atau….saya
juga ndak tahu. Yang jelas ketika saya melihat
konsep itu ternyata di negara bule, negara
Kristen sana aja umat Islam juga konflik. Tidak
selamanya orang bule itu non-Islam. Kadang-
kadang ada Islamnya juga. Itu suatu image
yang tergambar pada benak saya mereka itu
kalau bule, kalau Muslim, kalau ada konflik ya
kita harus datang ke sana membela. Hampir
seperti itu. Jadi konsep ini muncul. Kemudian
ketika kita melihat Al-Qur‘an misalnya,
contoh; ya saya tidak menjelaskan secara
detail,tapi kan dari ayat-ayat-ayat-ayat itu kita
bisa memahami bahwa konflik ini akan terus
bergulir di dunia ini. Tidak mesti di Irak, tidak
mesti di Amerika tapi termasuk di Indonesia.
Atau Thailand yang terdekat. Thailand Selatan
kebetulan kan singgungannya kepada orang
Munculnya empati
Muslim dalam kasus
internasional. (556-
570)
Ambon dan Poso
sebagai solusi
berjihad karena
secara geografis lebih
memungkinkan.
(571-575)
Kalau ada muslim
yang konflik, saya
harus membela. (575-
588)
Al-Qur‘an menjadi
pegangan dan
menuliskan bahwa
konflik itu akan terus
bergulir. (588-607)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
174
Listing and Preliminary Grouping — Reduction and Elimination
597 598 599 600 601 602 603 604 605 606 607 608 609 610 611 612 613 614 615 616 617 618 619 620 621 622 623 624 625 626 627 628 629 630 631 632 633 634 635 636 637 638 639 640 641 642
Budha ya. Jadi rezimnya,junta militernya
Thailand itu juga dengan Filipin..em apa,
dengan Thailand Selatan itu juga agak gesek
gitu lho. Atau ada unsur bahwa Thailand
Selatan dekat dengan Malaysia, dengan
Kelantang. Kelantang di negeri sembilan ini
kebetulan dominasinya agak kuat, Pas (tokoh).
Pas ini lawannya Mahatir Muhammad.
Berseberangan dengan Mahatir. Dia kubu, ya
dikatakan sayap kanan. Dari inspirasi itu,
―Wuh, ternyata di Malaysia juga ada bentuk
perlawanan.‖contoh seperti itu. Nah, kemudian
ketika saya tertarik dengan Poso, dan saya
harus melihat betul. Kalau selama ini kan cerita
dari orang, buku, VCD, tenan ora? Hampir
meyakinkan. Aku pengen meyakinkan lagi
dengan datang sendiri, maka dengan keinginan
seperti itu saya harus datang. Termotivasi, kita
terlepas dari uang ya. ―Mas, kowe tak kek‘i
duit mangakat‘o!‖, ndak. Itu memang dorongan
dalam hati. Ingin tahu. Karena konsep yang
dipelajari dari buku-buku-buku saja kita hanya
tahunya buku. Iya kan, keterangan, tulisan tapi
tidak tahu betul ini fakta di lapangan ini seperti
apa sih. Kenapa sih terjadi perlawanan seperti
itu? Pembantaian seperti itu? Konflik seperti
itu? Karena sudah saling, dari posisi diserang
gantian serang gantian serang. Terus. Dari
konsep seperti itu saya melihat dua kubu ini
sama-sama kuat di Poso. Lha, kemudian ada
aparat. Kita kan sudah muncul, aparat ya,
aparat pihak tengah. Saya katakan pihak tengah
itu antara adil dan tidak kita tidak tahu ya.
Yang jelas ketika aparat sudah datang ke sana,
ada dua bentuk. Ya saya tidak tahu apa dari
pihak non-Islam itu juga menganggap aparat
datang itu musuh. Karena mereka menghalangi
kan. ―Wah, aku arep nyerang wong muslim kok
dihalangi aparat?‖ Yo bisa jadi itu suatu, suatu
perjuangan buat mereka. Mau nyerang muslim
kok ada aparat, itu juga ikut. Sama. Non-Islam.
Islam. Aparat. Kemudian Islam sendiri melihat
aparat bagaimana sih? Ketika aparat ini
dianggap menyerang dia, mujahidin, sama.
Atau termasuk eksekusi Tibo, saya tidak tahu
ya, apakah eksekusi Tibo menimbulkan ekses.
Dorongan dari dalam
hati untuk
mengetahui konflik
Poso dengan
melihatnya sendiri.
(608-626)
Kehadiran aparat
sebagai musuh. (626-
650)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
175
Listing and Preliminary Grouping — Reduction and Elimination
643 644 645 646 647 648 649 650 651 652 653 654 655 656 657 658 659 660 661 662 663 664 665 666 667 668 669 670 671 672 673 674 675 676 677 678 679 680 681 682 683 684 685 686 687 688
Yang jelas mesti. Jadi orang-orang yang
mengeksekusi Tibo, bertiga itu, pengikutnya
tentu akan benci kepada polisi. Lha itu jelas.
Nah, dari pihak Islam juga hampir begitu,
sama. Maka orang-orang yang dieksekusi Polri,
TNI, pembasmian Tanah Lunto. Itu sudah
muncul dilematis perlawanan. Bahwa polisi
saat ini bagian dari musuh.
Jadi, ya secara umum hampir sama dengan
sebagian orang-orang yang berangkat. Itu
solider, pertama solider Mas. Datang, ayo kita
datang. Ternyata dikabulkan, saya masuk
kelompok Surabaya. Berangkat ke Poso kan.
Begitu kelompok Surabaya berangkat ke Poso,
melihat bahwa saat ini ada pergolakan. ―Mas,‖
ee contoh, ―kamu mau ngapain ke sini?‖, ―Saya
mau jihad ini, membantu kaum muslimin, mau
solidaritas.‖, ―Lho di sini tidak dibutuhkan.‖,
―Lho, kok aneh?‖, ―Lho kamu bisa apa?‖
Memang saya datang waktu itu hanya sebatas
sebagai seseorang yang punya skill jualan,
bengkel, wartel, fotokopi. Terus ngapain di
sana? Dipertanyakan. ―Ada solusi yang lain.
Kamu harus latihan militer dulu.‖, ―Ya, siap,
saya mau latihan militer di Poso.‖, ―Oo, bukan
di Poso...‖ Ada image, saya tidak tahu
kelompok besar di balik itu apa. Saya kan
waktu itu kan betul-betul awam. Saya mau
gabung dengan mujahidin, mujahidin siapa?
Tapi di sana tokoh-tokohnya sudah pinter.
Contoh; siapa yang datang, siapa yang
menempati, siapa yang memberi arahan, siapa
yang menganter, siapa yang mau mengurus
perjalanan. Itu sudah, posko-posko sendiri
sudah banyak. Dan ndilalah ketika sampai di
Poso itu saya percaya, ―Lho kamu jangan
masuk Poso!‖, ―Oke siap, saya tidak masuk
Poso.‖ Terus ke mana? Ikut guide, diajak lagi,
perjalanan jauh, sampai di perbatasan
Malaysia. Muncul pertanyaan, katanya kita
mau jihad? Kok malah ke Nunukan. Tiga hari
perjalanan. Tiga hari Mas. Kapal, sak
transitnya ya. Transitnya mungkin 12 jam, 6
jam gitu. Karena keluar-masuk penumpang,
bongkar barang muatan barang. Itu seperti itu.
Saya lihat, lhoh, apa bedanya? Cuma dari sana
Adanya kesamaan
latar belakang
berjihad: solidaritas.
(651-660)
Kesiapan diri untuk
mengikuti pelatihan
jihad secara militer.
(661-680)
Kesabaran dan
kepatuhan terhadap
guide. (680-710)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
176
Listing and Preliminary Grouping — Reduction and Elimination
689 690 691 692 693 694 695 696 697 698 699 700 701 702 703 704 705 706 707 708 709 710 711 712 713 714 715 716 717 718 719 720 721 722 723 724 725 726 727 728 729 730 731 732 733 734
saya bisa melihat; ternyata saudara-saudara
saya di Kalimantan juga banyak, di Indonesia
ada banyak. Ini mana ini? Ini masih Indonesia,
itu ada Bank Indonesia, ada kantor kecamatan.
Ini masih Indonesia Mas, tapi kok ringgit
beredar di sini. Peso beredar di sini. Oo, ini
perbatasan. Dollar ada. Dollar Singapur,
dollar… Akhirnya begini, lha masuk ke
Malaysia. Saya yakin kini hidup di luar negeri.
Karena saya tidak punya paspor gitu kan.
Karena dengan paspor itu menunjukkan, saya
ini solider dengan muslim Poso, tapi kenapa
saya dibawa ke sini, Malaysia. Saya manut.
Saya mau bersabarlah, bahasanya itu bersabar.
Apa sih rahasia dibalik perjalanan ini? Begitu
sampai Malaysia, paspor diminta. Lhoh,
stempelnya kan Malaysia ini. Kita mau
menyeberang ke Filipina. Tanpa paspor. Lho,
saya waktu itu juga mulai bertanya. Ya, saya
memang ada sih MILF. Itu hanya sebatas
wacana Mas. Wacana itu sesuatu yang tidak
jelas gitu lho. Apa Abu Sayyaf, terus mau apa.
Perjalanan lagi Mas. Dari perjalanan itu, rasa
simpati saya pada muslim Poso sudah mulai
bergeser. Oo, ternyata di Filipina itu juga ada
muslimnya. Kebetulan waktu itu berhadapan
dengan Manila ya, Manila itu peninggalan
Portugis-Spanyol ya. Jadi kedudukan Spanyol
waktu itu direalisasi oleh Joseph Estrada
sebagai rezim yang anti Filipina Selatan. Nah,
mulai, saya mulai tertarik. Umpama saya harus
bergabung dengan Filipina Selatan. Untuk
menentang, Joseph Estrada di Manila dengan
seluruh kebijakan. Karena dalam perjalanan,
contoh; saya masuk di Filipin, saya ngaji, ―Lho
Mas, ngajinya jangan keras-keras. Ganggu.
Kiri-kanan non-Islam, bisa dilaporkan polisi.‖
Lha mujahidin ini anak kecil, 17 tahun, 16
tahun bawa M-16. Cek poin kendaraan.
Periksa, bawa, ya hampir sama. Karena itu
masing-masing kan. Begitu masuk, makan
siang ni saya. Makan siang sudah mulai tertarik
ni, lhoh dia punya M-16. Kampung ini, lhoh
kok ndak ada....., oo kampung mujahidin. Lha,
makan saya, tak pikir sudah sampai. Belum
Mas, kita akan naik ojek lagi. Waktu itu sekitar
Pergeseran rasa
simpati terhadap Poso
ke Filipina karena
adanya muslim yang
dibatasi dalam
melakukan ritual.
(711-725)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
177
Listing and Preliminary Grouping — Reduction and Elimination
735 736 737 738 739 740 741 742 743 744 745 746 747 748 749 750 751 752 753 754 755 756 757 758 759 760 761 762 763 764 765 766 767 768 769 770 771 772 773 774 775 776 777 778 779 780
25.000. Berapa kilo ngojeknya. Sekitar 15 kilo
lebih. Naik trail itu lho. Katanya mujahidin
kok, tadi sudah perkampungan mujahidin kok
masuk lagi ke mana ini. Masuk lagi. Ya 15
kilonan. Kurang lebih. Sini bandara [Ahmad
Yani] lebih ya. Saya melihat dalam perjalanan
itu ada kampung kecil. Anak-anak bersenjata.
Terus ada air minum to, berhenti minum. Woo,
gratis ya. Lha itu gini-gini-gini. Masuk lagi.
Masuk ke jantungnya, namanya camp-nya
MILF itu besar. Satu kecamatan. Itu ada
gedung-gedung. Itu gedung apa Pak? Gedung
militer. Kok ada militernya. Saya mulai
tertarik. Itu apa itu? Bengkel pembuatan bom.
Itu bengkel pembuatan roket.
Itu pasar. Tak delok pasarnya juga gedhe. Lha
dari situ sudah mulai tertarik. Berarti kota kecil
tadi tu pintunya. Dari situ sudah mulai
tertanam. Saya di negeri muslim yang gagah,
gitu. Dari situ sudah mulai tertarik bahwa saya
cinta negeri itu. Ketika kita membaca literatur
di Indonesia, jihad itu kan. Diceritakan
mujahidin punya perkampungan dengan
persenjataan yang komplit. Membawa pedang
tidak dilarang, membawa M-16 tidak dilarang.
Baru buku Mas, tapi saya melihat; nyata! Jadi
ada konteks antara nyata dengan buku. Kalau di
Indonesia ini, di Jawa, mbaca sudah Mas.
Mbaca-mbaca. Opo iyo itu ya ada. Terus ada
foto mujahidin mbawa senjata lagi di pos jaga.
Buku-buku. Saya gunting saya tempel buat
kliping. Dari majalah-majalah itu. Sekarang
aku lihat nyata, ketemu orangnya, ketemu
anaknya, ketemu ibuknya, ketemu
komunitasnya yang besar.
Ya apa ya, perasaan kayak wibawa gitu ya.
Mungkin karena itu tadi, pengaruh bacaan.
Mungkin ya. Ketika kita membaca itu kok
gagah-men. Sementara ketika aku mbawa buku
gini, kita melihat polisi kan wedi to? Contoh
seperti itu. Oiya kalau mujahidin mestinya
gagah seperti itu. Mestinya. Tapi kan dari rasa
kliping. Oo ternyata, misalnya polisi bawa
senjata, tak kliping kan nggak layak. Ya tahu,
jelas polisi, tentara gitu lho. Ngapain tak
kliping. Lha ini mujahidin, wong biasa, wong
Fase awal tertarik
berjuang di Filipina.
(726-751)
Tertanam keyakinan
sedang berada di
negeri musim yang
gagah dan mencintai
negeri tersebut. (752-
755)
Melihat perbedaan
antara perkampungan
mujahidin yang nyata
dengan apa yang
sebatas buku saja.
(755-769)
Melihat mujahidin
yang menenteng
senjata sebagai sosok
yang berwibawa dan
gagah. (770-797)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
178
Listing and Preliminary Grouping — Reduction and Elimination
781 782 783 784 785 786 787 788 789 790 791 792 793 794 795 796 797 798 799 800 801 802 803 804 805 806 807 808 809 810 811 812 813 814 815 816 817 818 819 820 821 822 823 824 825 826
sipil, bersenjata. Yo kan gagah Pak. Bahwa,
apa tu, saya sempat ini; anti-udara. Ada
posternya di majalah. Mujahidin megang
senjata, tak gunting juga tak tempel. Gagah
banget ya. Dia bukan jendral, bukan letnan,
bukan kapolres, kapolda bukan. Tapi pegang
senjata. He‘e, dari situ, dari unsur situ. Jadi
bukan unsur secara formalnya. Tapi secara
wibawanya. Saya mengkliping itu seolah-
seolah saya dream, mimpi ya, kapan ya kayak
seperti itu. Waduh, aku kalah ya sama itu, itu
kayaknya masih muda. Ya umur 10 tahun, 12-
15 tahun lah gambar dari isi cerita. Itu sudah
megang senjata. Misalnya kalau kita melihat
martir. Martir itu bomber ya. Itu kan pakai gini,
pakai roket jejer-jejer. Gagah sekali, ini kok
ditakuti sama Amerika. Hampir sama seperti
itu, maksud mengkliping itu agar opo yo, aku
seneng mbek kliping iki lho. Seolah-olah
kliping ini menunjukkan aku. Ho‘o, hal yang
luar biasa. Dan itu bagaimana kalau terjadi
pada saya dan tidak di tempat yang tidak
seperti ini. Nggak mungkin di Indonesia.
Ya tentu kalau kita antara teori itu seolah-olah
apa ya, hambar ya. Tapi kalau praktek, yang
dipegang itu seolah-olah meresap ke seluruh
jiwa.
Yaaa, ya ambillah antara sesuatu yang nonsens,
sesuatu yang mimpi dengan nyata. Jadi seolah-
olah tu anu. Seolah-olah malah nggak percaya.
Ternyata kemarin baru baca sekarang sudah
jadi kenyataan. Ya kita mbaca tu tahun 98 ya.
Tahun 2000, dua tahun kemudian, dua tahun
setengah baru terbukti. Karena konsep jihad
waktu saya kuliah, cuma perdebatan aja. Jihad
itu kayak apa sih? Oo, jihadnya harus sperti
Rasullulah begini-begini-bgini. Terus di
kampus beda lagi nanti di pondok itu. Ooo
jihad tu mendirikan pesantren sebanyak-
banyaknya, terus hapal Qur‘an. Konsep-konsep
seperti itu kan perdebatan Mas.
Kalau saya melihat ya, memang kalau konsep
perjuangan diri sendiri ya betul. Ada syaratnya.
Jadi, tidak harus diri sendiri. Ada syaratnya.
Jadi makna syarat itu begini; ee ini kajiannya
hampir sama sebenarnya. Misalnya nabi ya,
Identifikasi diri
terhadap mujahidin.
(797-803)
Praktek sebagai
mujahidin seolah-
olah meresap ke
dalam jiwa, jika cuma
teori terasa hambar.
(804-807)
Rasa tidak percaya
dengan
keberadaannya
sekarang. (808-814)
Adanya perbedaan
konsep dalam
berjihad. (814-821)
Konsep berjihad
terhadap diri sendiri
memiliki syarat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
179
Listing and Preliminary Grouping — Reduction and Elimination
827 828 829 830 831 832 833 834 835 836 837 838 839 840 841 842 843 844 845 846 847 848 849 850 851 852 853 854 855 856 857 858 859 860 861 862 863 864 865 866 867 868 869 870 871 872
nabi itu kan perang badar. Perang badar itu
disebutkan di sana; kalau perang badarnya nabi
kalah, umat Islam lenyap. Tapi kalau perang
badarnya menang, diharapkan bisa menular
turun-temurun. Tapi dalam kenyataannya
perang badar menang. Nah, ketika menang ini,
mereka juga kadang anu lupa. Kemenangan itu
seolah-olah dari mereka. Makanya timbul
bangga. Nah, rasa bangga itu dalam diri sendiri.
Maka Nabi menamakan, ―Kita barusan dari
perang kecil…..‖, lhoh kok bisa ya Nabi, wong
perang badar itu antara hidup-matinya Islam.
Kalau perang-perang yang lain kan bukan
hidup matinya Islam. Lha ini kan hidup
matinya Islam. Kok ke perang besar, perang
besar adalah hawa nafsu. Setelah menang ini
seolah-olah bangga, lupa diri. Itu yang
diingatkan oleh Nabi. Nah, orang sekarang
kalau dikatakan jihad itu nafes, jihad jiwa. Itu
betul. Tapi kan harus melalui suatu screening
perjuangan yang besar. Misale puasa tok. Lha
puasa‘e ya bukan perjuangan. Berjuang dengan
diri sendiri, dari tidak makan pagi sampai
makan sore. Perjuangan, tapi bukan itu secara
hakiki. Kalau saya melihat, konsepnya seperti
itu betul, jihad naf, memerangi diri sendiri, ada
syaratnya. Kita harus melalui, syaratnya harus
melakukan sesuatu yang pergolakan besar.
Dalam Islam.
Ya dikatakan pergolakan itu ya kamu harus
amar ma„ruf nahi munkar. Terus misalnya,
walaupun wujudnya beda-beda. Misalnya FPI,
sweeping misalnya, sweeping-nya miras, terus
tempat-tempat gelap. Lha itu kan sudah
realisasi dari FPI. Tapi itu salah satu gitu lho
maksud saya. Nah, baru setelah dia kembali
dari men-sweeping, dia kembali ke jihad besar.
Jihad naf, ya itu menang, itu sok opo, gropyok
sana, datang ke monas, datang ke mana. Itu
prestasi kamu. Tapi setelah pulang, kamu
jangan bangga dulu. Wong itu, diskotik tak
tutup mbek pasukanku. Seneng. Tapi kamu
setelah pulang jangan bangga dulu, lha makna
bangga pulang lebih besar dari peristiwa itu.
Tapi proses penutupan itu sudah dilakukan.
Nah, bagi orang-orang yang punya idealisme
tersendiri. (822-855)
Penegakan konsep
amar ma„ruf nahi
munkar dalam rupa
yang berbeda sesuai
konteks. (856-907)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
180
Listing and Preliminary Grouping — Reduction and Elimination
873 874 875 876 877 878 879 880 881 882 883 884 885 886 887 888 889 890 891 892 893 894 895 896 897 898 899 900 901 902 903 904 905 906 907 908 909 910 911 912 913 914 915 916 917 918
jihad syaratnya harus bisa menegakkan Islam.
Makna menegakkan Islam seperti tadi. Ketika
Poso meminta bantuan, ya harus datang. Ketika
Ambon mengalami, harus datang.
Iya betul, misalnya NTB ya. NTB dikatakan
waktu itu ya. Itu mungkin bukan prestasi, baru
suatu statement secara umum. Mau memerangi
hawa nafsu. Tapi ketika NTB terjadi dengan
Ahmadiyah misalnya. Ada idealisme bahwa
Ahmadiyah India itu nabi baru, nabi ke-26, itu
juga bagian dari jihad. Maka itu ada konflik
kan itu. Konflik dengan Ahmadiyah di NTB.
Itu juga bagian dari jihad. Jadi makna jihad
bagi diri sendiri terus kita memerangi diri
sendiri, tapi melihat konteks di lingkungan
ndak. Dari situ saya yang melihat ada konsep
syarat.
Syarat. Harus ada syaratnya. Jadi boleh
memerangi diri sendiri, tapi ada syaratnya.
Ho‘o, kalau sudah melakukan. Jadi saya
katakan sesuatu yang besar banyak. Misalnya
contoh; Bromo misalnya, gunung Bromo, kan
sedekah. Nyembah gunung-lah. Apalagi, Nyi
Roro Kidul misalnya, Jogja. Itu juga….amar
ma‟ruf nahi munkar. Cuma ketika saya ke
Filipin, karena konsepnya konsep militer amar
ma‟ruf-nya ya mencegah Joseph Estrada
memusnahkan etnis muslim, umat Islam di
Filipina Selatan.
[konsep amar ma‟ruf nahi munkar itu memang
kontekstual sekali, artinya setiap daerah
berbeda?] Iya, berbeda. Betul. Karena ada
permasalahan-permasalahan yang dihadapi
orang Semarang dengan orang Poso dengan
orang Filipin berbeda. Begitu.
Kliping itu ya. Jadi ada perbedaan sekarang,
malah sekarang tu seolah-olah hal-hal yang
sifatnya ngumpulin gambar tu ya bolehlah.
Seperti saya facebook ya. Facebook saya
simbolnya anak kecil di Filipin. Itu hanya
sebatas kecintaan saya, simpati saya kepada
muslim Filipin dalam Moro. Afghanistan
misalnya, atau Irak misalnya saat itu. Atau
Palestine mungkin ya, anak-anak Palestine
bawa senjata bawa batu misalnya. Bagus di
facebook. Itu hanya empati-simpati. Padahal itu
Ada perbedaan
pandangan setelah
dan sebelum
menerapkan ilmu
jihad di medan
perang. (908-922)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
181
Listing and Preliminary Grouping — Reduction and Elimination
919 920 921 922 923 924 925 926 927 928 929 930 931 932 933 934 935 936 937 938 939 940 941 942 943 944 945 946 947 948 949 950 951 952 953 954 955 956 957 958 959 960 961 962 963 964
juga dzohir saja, tapi itu belum bentuk praktek.
Nah saat ini, eh saat itu maksud saya, ketika
saat itu saya melihat saya itu sudah ada di
medan jihad. Saya sudah menerapkan ilmu.
Jadi siapa saja yang berkubu dengan Manila,
dengan Estrada, dengan seluruh pasukannya.
Walaupun dia itu ada sebagian mujahidin di
Filipin sendiri, walaupun ada muslim yang
dibayar oleh Manila, untuk jadi tentaranya
Manila. Itu juga termasuk bagian dari musuh.
Jadi bentuk perlawanan sampai seperti itu,
karena konsep jihad harus bergabung dengan
timnya MILF. Di luar timnya MILF jadi dia
melawan kita. Jadi proses-proses peperangan di
Filipin itu, saya menganggap ini lho jihad
kami. Saya katakan jihad kami, tidak berbeda
dengan Afghanistan. Afghanistan berhadapan
dengan sekutu. Atau dengan Rusia mungkin.
Tapi ini berhadapan dengan Manila.
Iya betul. Jadi kalau konsep-konsep perlawanan
saya lihat gini; kalau di Al-Quth Jerusalem itu
ada perbedaan Mas. Itu kan tanah suci. Jadi,
umat Islam sebelum berkiblat ke Mekkah itu
kiblatnya adalah masjid Aqsa. Tempatnya
Ishak, Ishak. Kemudian Rasullulah
diperintahkan berkiblat ke Mekkah sekarang,
hari ini. Tapi itu tetap tanah sucinya umat
Islam. Karena di sana nabi Isra Mi‘raj. Jadi
saking sucinya bagi umat Islam ini dianggap
bagian dari tanah suci. Bahkan perintahnya
nabi tu ziarahlah kamu ke tiga tempat; Mekkah,
Madinah dan Aqsa Jerusalem. Karena itu
bagian dari tanah suci Islam. Ndak mungkin
kalau Yahudi mengkalim punyanya dia sendiri.
Kalau adil dibagi. Tapi kenyataannya kan ndak.
Punyanya orang Yahudi. Kami melihat
konspirasi untuk jihad. Sementara kami kalau
bisa membebaskan Filipin, maka kami akan
membebaskan Masjidil Aqsa. Jadi seperti itu.
Walaupun secara mujahidin dari Filipin, ee dari
Palestine datang ke Filipin, e Palestina ke
Afghanistan mereka juga punya image yang
sama bahwa saya ke Afghanistan belajar, saya
ke Filipin belajar. Nanti pulang ke Filipin, saya
ingin melawan Yahudi, baik melalui Hamas
maupun yang lain-lain yang berkenaan dengan
Mengganggap siapa
saja yang berada di
luar tim adalah
musuh. (923-932)
Menyetarakan jihad
di MILF dengan
kasus jihad lainnya.
(932-976)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
182
Listing and Preliminary Grouping — Reduction and Elimination
965 966 967 968 969 970 971 972 973 974 975 976 977 978 979 980 981 982 983 984 985 986 987 988 989 990 991 992 993 994 995 996 997 998 999
1000
1001
1002
1003
1004
1005
1006
1007
1008
1009
1010
tentara Israel. Pemukiman itu. Itu, itu contoh
aja, jadi kalau memang inspirasi jihad pertama
itu memang sebagian dari konsepnya Palestine
secara mendasar. Karena beliau, tokohnya,
Abdul Azam karena beliau dari Palestine terus
berangkat jihad ke Afghanistan. Karena
ketidakmampuan Abdul Azam untuk
memimpin jihad di Palestine. Maka beliau
pergi ke Afghanistan untuk menimba ilmu,
mencukupkan ilmu kemudian melakukan
perlawanan di sana. Dan itu intinya ingin
membebaskan Palestina.
Ee, sebenarnya konsep Islam awal saya pahami
tu konsep Islam NU. Nahdatul Ulama. Secara
umum. Ya tahlilan, ya mejid, ya bedug, ya
sholawatan, kurang lebih konsepnya seperti itu.
Yasinan, tahlilan. Itu konsep pertama. Itu saya
memasuki jenjang SMA, ada tokoh-tokoh al-
Irsyad. Ada Muhammadiyah. Ada dua kubu,
baik Muhammadiyah maupun al-Irsyad itu
dicap Wahhabi. Karena bersumber dari Arab
ya.
Mereka [Al-Irsyad] punya visi untuk
membersihkan ajaran Islam. Makna
membersihkan ajaran Islam tu berkenaan
dengan cara ibadat. Contoh orang meninggal di
3 hari, 7 hari, 10 hari. Itukan Hindu. Konsep
Hindu. Kemudian diislamkan oleh Wali Songo,
cuma oleh orang-orang al-Irsyad itu nggak mau
dilanjutkan sekarang. Itu tradisi sudah dulu.
Sekarang harus kita tinggalkan. Itu konsep
Wahhabi. Muhammadiyah juga begitu. Hampir
mirip. Muhammadiyah kan Ahmad Dahlan
Jogja. Itu juga kuat. Dia bisa masuk ke Jawa
Timur, itu juga benturan-benturan. Termasuk
saya memahaminya. Saya tertarik. Ketika saya
SMA tu kok ada perbedaan ya antara orang
tahlilan dan ndak. Runut dan tidak. Maka saya,
permasalahan, dari mana sih kok iso beda. Saya
runut gitu lho. Dari orang NU saya sebenarnya
mulai tertarik dengan orang-orang
Muhammadiyah. Caranya. Nah, ada buku-buku
literatur dari al-Mukmin. Iya to, termasuk
Ponorogo. Wah ketoke kita harus berdiri di atas
semua kelompok. Oo, fiqih-nya begini-begini-
begini. Oya.
Perubahan pandangan
keagamaan dari yang
cenderung NU ke
yang cenderung
Muhammadiyah
karena masalah ritual.
(977-1010)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
183
Listing and Preliminary Grouping — Reduction and Elimination
1011
1012
1013
1014
1015
1016
1017
1018
1019
1020
1021
1022
1023
1024
1025
1026
1027
1028
1029
1030
1031
1032
1033
1034
1035
1036
1037
1038
1039
1040
1041
1042
1043
1044
1045
1046
1047
1048
1049
1050
1051
1052
1053
1054
1055
1056
Setelah konsep berbeda, saya mulai bertanya
ni. Secara ilmiah, kamu [Muhammadiyah]
kenapa kok berbeda dengan orang NU?
Dijelaskan. Kami berbeda dengan orang NU
karena konsep-konsepnya Jawa. Konsep
Indonesia. Konsep Hindu. Sementara kami
menggunakan konsepya nabi. Konsep Arab
Kurang lebih seperti itulah, sehingga cara-cara
yang ditempuh oleh NU tu terlalu ribet. Identik
dekat dengan, ya campurlah dengan Hindu.
Hampir sama. Lhoh, Islam kok slametan, roh‘e
itu 3 hari masih di rumah. 40 hari menjauh
dikit. 1000 hari baru jauh. Kok bisa konsep
seperti itu darimana? Karena dalam konsep
Islam meninggal ya meninggal, terputus.
Kecuali tiga; amalnya, sodaqohnya jariah, sama
ilmunya yang bermanfaat. Itu yang terus
mengalir dan tidak putus-putus. Maka kita
sebagai anak, ―Oiya, kalau begitu betul ya.‖
Bisa dibilang gitu. Karena itu konsep
didasarkan Hadis. Sementara orang-orang
harus nganu, ngumpul ya satu kampung baca
Qur‘an semua pahalanya kita kirim ke ibuk,
misalnya. Ee, kok bisa begitu ya. Kok bisa
dikirim. Berarti orang semakin kaya, bisa
ngumpulkan seribu orang. Nggaji orang mbaca
Qur‘an, dikirim ke ibu kan bisa. Berarti
konsepnya bisa dibeli dengan uang dong.
Contoh seperti itu Mas.Jadi konsep-konsep
seperti itu yang dipaparkan Muhammadiyah,
saya tertarik. Oiya, besok saya tinggalkan deh
tradisi itu. Saya ngomong ke keluarga saya
seperti itu. Misalnya seperti itu. Saya nanti
kalau saya meninggal ndak usah seperti ini.
Nanti kamu susah. Aku meninggal, udah nggak
meninggalkan apa-apa kamu utang ke sana
untuk nyari makanan. Untuk mbancaki saya.
Itu sudah tradisi Hindu. Kalau bisa, saya punya
utang apa misalnya. Saya punya utang si fulan
100.000, itu bayaren ben neng akherat aku gak
nduwe tanggungan utang. Konsep seperti itu
digagas oleh Muhammadiyah dan bagus. Terus
Muhammadiyah menawarkan pendidikan. Ada
SMP SMA Muhammadiyah. Ada kampus.
Justru ini lebih mendekati keperluan umat
daripada tadi. Bancakan, terus ngumpul bareng
Konsep dalam
Muhammadiyah yang
menarik karena
―kembali ke nabi‖.
(1011-1060)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
184
Listing and Preliminary Grouping — Reduction and Elimination
1057
1058
1059
1060
1061
1062
1063
1064
1065
1066
1067
1068
1069
1070
1071
1072
1073
1074
1075
1076
1077
1078
1079
1080
1081
1082
1083
1084
1085
1086
1087
1088
1089
1090
1091
1092
1093
1094
1095
1096
1097
1098
1099
1100
1101
1102
satu lapangan, istiqosah, kaul misalnya atau
apa. Padahal menurut saya kalau itu memang
dilakukan oleh nabi, nabi melakukan hal itu.
Nabi kan ndak. O, ini kyai sing melakukan.
Kalau Salafi sebenarnya saya tidak cocok dari,
dari cara penyampaian. Jadi mereka betul,
metodenya menghindari fitnah misalnya. Tapi
metode penghindarannya kadang terlalu, terlalu
berat di hadapan umat. Sehingga kalau disuruh
bergabung dengan Salafi saya nggak bisa.
Kemudian Salafi cara mengkajinya tentang
jihad itu juga sudah beda. Karena sudah ada
unsur politik. Menurut saya. Karena Salafi itu
melihat kalau jihadnya itu Ambon dan Poso
kemudian dilakukan secara berjamaah, itu ndak
boleh. Jadi gini, orang jihad, itu tidak usah
pake baiat. Padahal makna jihad bersama-sama
kan ada janji. Saya mengangkat si fulan kan
sebagai ketua. Dalam posisi jihad ini. Tapi
dalam Salafi ndak ada.
O yang Salafi ndak pake. Ndak pake baiat,
ndak pake jamaah. Jamaah itu komandannya
siapa, wakilnya itu siapa, penanggungjawabnya
siapa, amirnya siapa. Makanya kalau JAT,
Jamaah Anshorut Tauhid, saiki ustad Abu itu
oleh teman-teman Salafi disebut sebagai
jamaah bid‘ah. Tidak ada jamaah. Lha itu
berbeda, sementara keyakinan saya, JAT
adalah salah satu jamaah. MMI, kemarin
dengar ya, kongres MMI di Jogja kan. MMI itu
juga salah satu bentuk jamaah. Terus ada lagi
jamaah Hizbut Tahrir. Hizbut Tahrir tu…..
Jadi kalau apa ya, ditahan, kemarin-kemarin 5
tahun, sekarang kan tidak ditahan nih. Memang
dari sisi cara pandang, tetep berbeda.
Perbedaannya mungkin ketika kita di dalam ni
kan ya banyak temen-temen ya. Kita kan
kumpul nih. Jadi kumpul dari kasus A, B, C, D
yang mereka juga memiliki pola pemahaman
yang berbeda. Jadi kacamata di dalem yang kita
gunakan waktu itu, karena waktu itu kita sudah
menjalani proses hukum ya, maka perbedaan
yang didapat di dalam hukum, hukum dalam
praktek maksud saya ya. Hukum yang dalam
praktek itu kan eee ya banyak celanya. Artinya
hukum Indonesia ini masih lemah. Masih
Diskrepansi konsep
pandangan agama
dengan pandangan
kaum Salafi. (1061-
1088)
Memandang praktek
hukum di Indonesia
yang banyak celanya.
(1089-1109)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
185
Listing and Preliminary Grouping — Reduction and Elimination
1103
1104
1105
1106
1107
1108
1109
1110
1111
1112
1113
1114
1115
1116
1117
1118
1119
1120
1121
1122
1123
1124
1125
1126
1127
1128
1129
1130
1131
1132
1133
1134
1135
1136
1137
1138
1139
1140
1141
1142
1143
1144
1145
1146
1147
1148
lemah, ya mungkin tentang permainan uang,
tentang bagaimana pilih kasih, koruptor sama
maling ayam, itu sudah terlihat jelas di dalam
gitu lho. Terus diskriminasi perlakuan, itu
hukum dalam praktek. Jadi bagaimana kami
diisolasi, kemudian yang lainnya diberi
kebebasan. Itu dialami. Kemudian proses,
proses kubi, proses remisi, dari sana kita bisa
melihat cara pandang negara terhadap kami.
Gimana sih kami diperlakukan oleh negara.
Negara saat itu menganggap kami extra
ordinary, kejahatan luar biasa ya. Tapi negara
tidak mengimbangi, makna tidak mengimbangi
mungkin ya fasilitas, mungkin ya berupa
perlakuan. Contoh fasilitas, kita ni kan tahanan
teroris ni, kan akrab dengan Al-Qur‘an, akrab
dengan masjid, akrab dengan ya mushola lah.
Mestinya kalau meng…apa ya, bentuk selnya,
karantinanya, kita ya layak. Tempat sholat juga
layak, mestinya seperti itulah kurang lebih.
Tapi perlakuan yang diterima kami ndak seperti
itu, ndak sempurna. Sehingga kami mengkritik
negara ni, apa ya istilahnya, dana untuk
penahanan kami tu ndak disalurkan kepada
kami. Karpet misalnya untuk sholat berjamaah,
sholat Jumat. Banyak hal, air wudhu, air mandi.
Nggak layak. Dari situ kita melihat negara
sebagai negara yang ingin mengucilkan kami
sebagai tahanan teroris itu agar mental kami
jatuh, agar kami tidak diberi kesempatan,
dipisahkan dari narapidana lain. Padahal
narapidana lain itu kan juga muslim gitu lho.
Ada kewajiban, misalnya pesantren.
Ramadhan. Mestinya dicampur, ada
diskriminasi. Ndak boleh khotbah misalnya.
Banyak hal yang lain, yang sifatnya itu
perbedaan negara dengan kami. Sehingga
perlawanan dari sisi ideologi, ―Oo ternyata
negara tu negara yang bejat.‖, klaim dari kami
para teroris dari sisi seperti itu. Ada pun secara
fisik, fisik di dalem kita mendengar suatu
action di Poso, action di Mapolres, action di
mana lah. Itu suatu luapan, ―Wah betul itu!
Lakukan!‖, misalnya seperti itu. Jadi Marriot 2,
contoh Marriot 2 ya. Atau Bali 2 lah. Bali 2
saya di dalem ya. Bali 2 saya masih di dalem,
Negara dipandang
bejat karena fasilitas
ibadah di penjara
sangat minim. (1110-
1142)
Merasa bangga jika
ada yang meneruskan
perjuangan jihad.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
186
Listing and Preliminary Grouping — Reduction and Elimination
1149
1150
1151
1152
1153
1154
1155
1156
1157
1158
1159
1160
1161
1162
1163
1164
1165
1166
1167
1168
1169
1170
1171
1172
1173
1174
1175
1176
1177
1178
1179
1180
1181
1182
1183
1184
1185
1186
1187
1188
1189
1190
1191
1192
1193
1194
kita masih menganggap ada Bali susulan.
Apakah mesti mereka generasi kami. Kan
nggak mesti. Tapi dari kebanggaan tersendiri
kami yakin, ―Woo, tu lho coba…‖ Bentuk
daripada negara ini memperlakukan yang tidak
tepat dzolim-lah. Mereka balas dendam
misalnya. Ya mungkin berkaitan dengan
tembak mati, ya kan misalnya. Eksekusi
Amrozy. Belum waktunya sudah dieksekusi.
Baru 6 tahun. Macem-macemlah. Jadi cara
pandang saya dengan negara, adapun hukum,
misalnya maling ayam dihukum 2 tahun.
Koruptor 2 tahun. Koruptor 2 milyar 2 tahun.
Maling ayam, bunga, waktu itu bunga
gelombang cinta. Nyuri itu aja hukumannya 2
tahun. Contoh. Berarti betul-betul tidak adil.
Berarti hukum Indonesia tidak layak
diterapkan. Sementara hukum Islam wajib
diterapkan. Contoh seperti itu. Perbandingan
ideologi maksud saya. Betul-betul bobrok
hukum Indonesia, betul-betul bagusnya hukum
Islam. Dari keyakinan.
Cuma saya secara prinsip ya, secara prinsip
melihat latihan militer itu sebenarnya versi saya
sah-sah saja. Sepanjang itu secara nilai Islam
itu diniatkan sebagai i‟daad, persiapan.
Kalau mau latihan bagi saya ya monggo.
Seperti kemarin saya menjalani di Moro tu
latihan. Tetapi dalam kondisi tertentu, kondisi
tertentu karena terpaksa, berbenturan dengan
kepentingan, ya kayak kepentingan Ambon-
Poso. Itu kan kepentingan Mas. Itu baru
diterapkan. Tapi kalau di Jawa ini kan belum,
belum ada kepentingan. Cuma sebagian besar
dari temen-temen yang bergerak di Aceh tu kan
berdasarkan kepentingan. Nanti setelah dari
sini, kita akan action di pulau Jawa. Ada
lanjutan bahasanya. Nah, peristiwa Mapolres
Cirebon, peristiwa polisi di Solo, peristiwa
polisi di Poso, peristiwa di mana saja yang
sifatnya tu kontak. Antara densus dengan polisi
atau dengan instansi misalnya. Waktu peristiwa
bom Utan Kayu, bom buku ya, itu juga indikasi
dari nganu, kemampuan pelatihan. Adapun cara
pandang saya, detik ini, detik ini ya, ee
misalnya nyerbu pos polisi. Menurut Pak Yusuf
(1142-1154)
Ketimpangan hukum
memunculkan
pandangan bahwa
hukum Indonesia
tidak layak
diterapkan dan
keyakinan bahwa
hukum Islam wajib
diterapkan. (1154-
1170)
Memandang latihan
militer, secara nilai
Islam yang diniatkan
sebagai i‟daad,
adalah sah. (1171-
1174)
Latihan dianggap sah
sejauh berbenturan
dengan kepentingan.
1175-1192)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
187
Listing and Preliminary Grouping — Reduction and Elimination
1195
1196
1197
1198
1199
1200
1201
1202
1203
1204
1205
1206
1207
1208
1209
1210
1211
1212
1213
1214
1215
1216
1217
1218
1219
1220
1221
1222
1223
1224
1225
1226
1227
1228
1229
1230
1231
1232
1233
1234
1235
1236
1237
1238
1239
1240
bagaimana sih? Bagi saya termasuk gereja
Jebres ya di Solo, sekarang ini temen-temen ini
melakukan perlawanan karena, apa ya
istilahnya, parsial artinya dewe-dewe. Isone iki
neng Poso pos polisi Solo, eh pos Poso. Iki kok
isone, ho‘o, neng gereja Jebres gereja. Neng
Mapolres Cirebon tak sikate misale. Hampir
sama. Kemiripan antar Cirebon dengan Solo itu
sudah ndak ada hubungan. Mereka kalau ada
yang sama, pos polisi targetnya. Tapi kok
polisi, satu orang lagi, nembak lagi. Lha ini
pos, kantor polisi bom. Karena sudah dewe-
dewe. Sudah ndak ada koordinasi. Ini layak
ndak, ini bagaimana, ndak ada pertimbangan.
Menyikapi yang seperti itu, saya termasuk
dengan yang tidak setuju, tidak sependapat
dengan action-action seperti itu. Dari satu sisi.
Adapun sisi yang lain mungkin mereka
semangat untuk apa ya hmmm, kalau di
Ambon-Poso mungkin menghidupkan kembali
konflik. Mungkin ya. Menghidupkan kembali
konflik dengan identik, jadi peristiwa ee
sebelum-sebelumnya, Ambon-Poso ni maksud
saya. Ambon-Poso tu masih ada rentetannya.
Jadi orang yang non-Islam dengan menyusun
kekuatannya, muslim dengan menyusunnya.
Sama-sama. Hadir densus itu karena itu tadi,
sama-sama. Dan itu masih saya anggap, saya
anggap masih akan laten dan masih akan
rawan. Dua daerah itu, Ambon dan Poso. Kalau
di Indonesia, di Jawa itu, saya katakan tadi
karena parsial seperti kemarin penembakan di
Poso ya atau NTB ya, NTB. Itu bentuknya
sudah lokal-lokal. Solo tembak mati, ditabrak
tembak mati ya. Terus apalagi, penangkapan di
mana lagi. Itu sudah sendiri-sendiri. Jadi sudah
tidak terkait secara global.
Sebenarnya kalau saya dulu, konsep-konsep
jihad atau konsep-konsep pemahaman NU,
kemudian meningkat bertambah jadi
Muhammadiyah-lah. Bahasa garis besarnya
seperti itu. Kemudian kita sudah mulai sinkron
dengan tidak terikat kepada organisasi. Contoh:
saya dulu NU berubah jadi Muhammadiyah
misalnya. Pemikiran Muhammadiyah. Kita
hanya mencontoh sikap-sikap Muhammadiyah,
Ketidaksetujuan
dengan aksi yang
bersifat parsial karena
cenderung
menghidupkan
konflik. (1192-1231)
Ketidakterikatan
dengan aliran dalam
Islam dengan tujuan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
188
Listing and Preliminary Grouping — Reduction and Elimination
1241
1242
1243
1244
1245
1246
1247
1248
1249
1250
1251
1252
1253
1254
1255
1256
1257
1258
1259
1260
1261
1262
1263
1264
1265
1266
1267
1268
1269
1270
1271
1272
1273
1274
1275
1276
1277
1278
1279
1280
1281
1282
1283
1284
1285
1286
tapi saya bukan orang Muhammadiyah. Begitu
maksudnya. Misalnya orang Muhammadiyah
tidak tahlilan. Kan saya juga tidak tahlilan.
Tidak kunut subuh juga tidak kunut subuh, tapi
saya bukan orang Muhammadiyah. Saya ingin
kembali sebagaimana Islam. Jadi Islam itu apa
yang diajarkan ya Islam. Nanti kalau saya ke
Muhammadiyah orang NU mesti benci kepada
orang Muhammadiyah. Saya kalau NU,
Muhammadiyah benci sama orang NU.
Timbal-balik. Tapi kalau saya posisinya saya
bukan NU bukan Muhammadiyah saya Islam,
Islam, Islam tok gitu lho ndak ada Islam NU
Islam Muhammadiyah. Ditambah-tambah.
[Patokan menjalani agama Islan] Ya sama, Al-
Qur‘an dan Rasuna ya. Adapun perkataan
Amien Rais, perkataan Gus Dur, itu kan
perkataan manusiawi. Selebihnya saya lebih
khusus mengkaji kepada kitab. Jadi Al-Qur‘an,
Hadis, sama tunjangan-tunjangan kitab yang
terpercaya. Makna kitab yang terpercaya tetap
bersumber pada itu. Bukan kepada personal.
Kalau Amien Rais kan figur. Nurcholish
Madjid kan figur. Gus Dur kan figur juga.
Mereka fatwa misalnya. Lha fatwa ini saya
kembalikan, Al-Qur‘annya bagaimana sih.
Fatwanya dia. Itu contoh aja sih, jadi ketika
orang NU harus milih PKB misalnya, kalau
nggak milih dosa misalnya. Lhoh kok dosa dan
tidak tergantung PKB. Ndak boleh. Amien Rais
juga begitu, semuanya harus ikut PAN
misalnya, kader Muhammadiyah harus ikut
PAN. Siapa yang mengharuskan kan nggak
ada. Itu contoh. Jadi pem-bully-an dalam partai
itu kan kembali ke masing-masing, kalau saya
ndak nerima PAN ya nggak masalah. Saya
nggak menerima PKB nggak masalah. Jadi
pendapat Muhammad, pendapat
Muhammadiyah sendiri, NU sendiri, saya
sendiri. Walaupun ada kemiripan banyak
dengan Muhammadiyah. Dan saya memang
setuju dengan visi-misinya pendidikan
Muhammadiyah itu bagus. Kan bagus, karena
lebih tuntutan zaman kan ya. Tapi kalau NU
kan tradisional, masih tertututp dengan science
lah. Bahasanya seperti itu. Tapi itu hanya
untuk kembali ke
Islam. (1232-1254)
Kembalinya segala
aturan dengan
patokan Al-Qur‘an,
Rasuna, Hadis, dan
nabi. (1255-1293)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
189
Listing and Preliminary Grouping — Reduction and Elimination
1287
1288
1289
1290
1291
1292
1293
1294
1295
1296
1297
1298
1299
1300
1301
1302
1303
1304
1305
1306
1307
1308
1309
1310
1311
1312
1313
1314
1315
1316
1317
1318
1319
1320
1321
1322
1323
1324
1325
1326
1327
1328
1329
1330
1331
1332
istilah-istilah, dua istilah itu. Kemudian Pak
Yusuf sekarang ini, misalnya tadi, tadi saya
sholat ya. Bagaimana tuntunannya? Saya pakai
tuntunannya nabi, pakai aturan. Dzikir juga
begitu, habis sholat kan ada dzikir doa-doanya.
Apa yang dilakukan? Ya doa sebagaimana
nabi, selebihnya saya ngaak ikut gitu.
Kemudian untuk masalah kacamata jihad,
memang untuk hari ini, hari ini kan temen-
temen sebagian besar masih dipenjara. Teman-
temen yang masih ada yang umur 15 tahun, ada
yang 18 tahun, ada yang 20 tahun. Sementara
saya dulu kan 10, jadi masih ada. Saya dengan
mereka, tetep apa ya, ya kayak kenal sama Mas
Hari gitu lho. Misalnya sekarang dia dalam
proses mengurus surat pembebasan, ―Mas,
tolong sampeyan ke kejaksaan!‖, misalnya,
―Tolong ambilkan surat pengantar dari
kejaksaan bahwa saya benar-benar tidak punya
kasus lagi.‖ Kan ada tu orang punya kasus. Ya
ada orang ikut ngrampok, pengeboman,
mascem-macem karena ada kasus banyak.
Biasanya dalam jaksa tu ada daftarnya. Lha
temen saya tu misalnya, ―Mas, tolong uruskan
surat bahwa saya ndak punya…‖, ―Pak Jaksa,
ini si fulan ndak punya surat kasus lagi ndak?‖,
―Ndak ada.‖, ya udah diterbitkanlah surat
nggak punya kasus. Siap untuk dibebaskan.
Surat ini juga penting, aku dengan dia, sama-
sama di dalem karena merasakan bagaimana
susahnya. Misalnya nyuruh orang, nyuruh Mas
Hari misalnya. Mas Hari kan belum pernah
berkenalan dengan jaksa. Belum pernah
bersentuhan dengan jaksa. Arep ngomong dari
mana. Terus nggak ngerti jalannya kan. Lha
saya orang yang sudah tau, ―Pak Kalsipidum,
saya ngurus si fulan teroris ini-ini-ini‖. Sekian.
―Oya Mas, 3 hari lagi.‖ Gampang kan. Kalau
njenengan bingung, nemui siapa. Kalau saya
udah pengalaman. Itu contoh. Jadi aku dengan
mereka itu hampir sama, kemudian, itu sisi-sisi
persamaan dalam hal mempermudah surat.
―Mas, ini ada temen dari Malaysia yang
ditahan, besok bebas.‖ Ditahan di imigrasi, ya
imigrasi kan dia bebas dari penjara Nusa
Kambangan kan begitu keluar nggak boleh
Menjaga silaturahmi
dengan teman-teman
mantan teroris
didasarkan oleh rasa
kemanusiaan. (1294-
1370)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
190
Listing and Preliminary Grouping — Reduction and Elimination
1333
1334
1335
1336
1337
1338
1339
1340
1341
1342
1343
1344
1345
1346
1347
1348
1349
1350
1351
1352
1353
1354
1355
1356
1357
1358
1359
1360
1361
1362
1363
1364
1365
1366
1367
1368
1369
1370
1371
1372
1373
1374
1375
1376
1377
1378
berkeliaran karena nggak punya KTP.
Berkunjung. Saya sering berkunjung. Saya
makna berkunjung itu kan satu; Nusa
Kambangan itu kan bagian dari sejarah hidup
saya Mas ya. Kedua; saya tidak tahu kasus
kamu dengan negara itu apa, itu urusan kamu.
Tapi dari satu sisi kemanusiaan, artinya
paseduluran, ―Piye, aku saiki aku dodolan
bistik? Ngko nek cukup tak gawakne bistik, tak
gawakne opo jenenge…roti.‖ Aku kemarin hari
kurban misalnya, hari kurban kita ada kambing
satu ekor. Tak masakkan di rumah saya. Saya
masukkan kulkas, besok perjalanan ke Cilacap
7 jam, tak panaskan dulu terus tak sajikan.
―Yok, makan dulu yok!‖ Lha ini, hampir
seperti itu. Adapun, ―Mas, kowe saiki dadi
bocahku, harus ngurusi luar.‖ Nggak seperti
itu. Karena itu sudah hubungannya dengan,
dengan pemahaman. Masuk Mas. Kamu punya
anak buah di luar misalnya lho. Tolong
gerakkan ini-ini nggak mungkin. Dan saya
hanya berkunjung, ― Kondisimu gimana hari ini
sehat? Saya ada kambing kurban. Ayo makan
bersama.Sholat kamu bagaimana? Surat
pembebasan kamu bagaimana? Remisimu
bagaimana? Keluarga sudah datang belum ke
sini?‖ Seperti itu. Jadi hampir sama. Karena
mereka itu di Nusa Kambangan jadi asing
kalau nggak ada keluarga yang njenguk. Lha di
saat saya mampu, ada perjalanan, ada temen
yang ngajak ya ayo. Tak pertemukan. Contoh
Mas Eko tadi, Mas Eko PUSHAM ya, ―Mas,
saya ingin silaturahmi.‖, yo ayo bareng. Kita
bareng-bareng ke sana mbawa apa sih, kalau
mereka kan buah-buahan nggak ada. Ini kan
panen rambutan, ayo kita bawakan. Jambu
suka? Suka. Salak, ayo salak, bawakan. Jadi
ngobrol.
Iya, betul-betul. Ho‘o. Jadi, ketika kita di
dalem itu kan sudah mulai terkuak ya semua
ya. Walaupun saya di Moro saya tutupi dari
keluarga. 100% nggak tahu keluarga. Saya
begitu mulai tertangkap, lha di situ kita sudah
mulai jujur dengan keluarga. Bahwa saya
selama ini saya pelatihan perang di Moro.
Nggak bekerja, nggak cari uang. Kita jujur
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
191
Listing and Preliminary Grouping — Reduction and Elimination
1379
1380
1381
1382
1383
1384
1385
1386
1387
1388
1389
1390
1391
1392
1393
1394
1395
1396
1397
1398
1399
1400
1401
1402
1403
1404
1405
1406
1407
1408
1409
1410
1411
1412
1413
1414
1415
1416
1417
1418
1419
1420
1421
1422
1423
1424
utarakan. Terus mau gimana lagi. Di saat
seperti itu, fungsi keluarga, ―Wis, kamu
mbesok kalau sudah keluar udah sungguh-
sungguh aja, usaha seperti kebanyakan umat.‖
Belajar dagang ini itu. Itu juga masukan yang
bagus dari keluarga. Karena bentuk tanggapan
moral. Karena mau nggak mau, teroris itu kan
seseorang, mau nggak mau punya anak,
keluarga, itu juga bagian dari dakwah dia.
Contoh ya; misalnya saya muslim, saya punya
adik, mas, mbakyu. Mereka juga nggak sholat
misalnya. Kan juga bagian dari dakwah saya.
Nah, contoh seperti itu. Itu kewajiban dari saya
sebagai seorang teroris. Kebetulan mereka
menjenguk ke penjara. Apa sih yang saya mau
utarakan? Ya nasehat. Mungkin saat ini aku
dipenjara, kalau dari sisi umur aku masih
bebas, ya bisa ketemu lagi. Ya kalau ndak, ya
itu tadi, saya berwasiat untuk adik, untuk mas,
untuk bapak, umi. Sholat misalnya atau apa,
ngaji. Bentuk-bentuk yang sifatnya tu saya
kira; kalau tadi kan kita senasib di penjara ya.
Tapi ini karena kita punya latar belakang di
rumah. Contoh peristiwa Aceh. Der! Rumah
telepon, ―Mas, kowe nengdi posisimu? Kowe
ojo melu-melu neng Aceh.‖ Itu kan bentuk
responsif dari rumah. Duer! Tembak mati di
Solo. Ke Dapoer Bistik misalnya. Temen-
temen, eh, Keluarga di Jawa Timur sana,
―Weh, telpon Solo.‖ Telepon lagi.
Ya satu, merasa bersalah ya. Karena kita sudah
memberikan kebohongan kepada keluarga.
Bersalah, terus kita saat ini, waktu itu ya. Jadi
sudah berpisah 2 tahun di Filipina, sekarang
berhadapan dengan hukum. Iya kan. Kita ndak
tahu berapa waktu itu. Kalau berapa waktu itu
selama 5 tahun berarti selama 5 tahun kita
menjadi hilang dari keluarga. Plus 2 tahun yang
lalu. Nah, di saat kita hilang selama di penjara
itu, kita membangun komunikasi yang bagus
dengan keluarga. Kirim surat misalnya, itu kita
lakukan itu. Karena mereka mau tak mau itu
tadi, jadi tanggung jawab. Nasehat. Surat, ―Aku
hari ini….‖, misalnya aku berada satu blok
dengan orang Cina, Muslim misalnya. Kasunya
senjata api di temanggung, misalnya. Atau
Penerimaan keluarga
terhadap Yusuf
sebagai tahanan
teroris. (1371-1402)
Meningkatnya
kontrol keluarga
terhadap Yusuf.
(1402-1408)
Munculnya rassa
bersalah karena telah
berbohong dengan
keluarga. (1409-
1417)
Membangun
komunikasi yang
bagus dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
192
Listing and Preliminary Grouping — Reduction and Elimination
1425
1426
1427
1428
1429
1430
1431
1432
1433
1434
1435
1436
1437
1438
1439
1440
1441
1442
1443
1444
1445
1446
1447
1448
1449
1450
1451
1452
1453
1454
1455
1456
1457
1458
1459
1460
1461
1462
1463
1464
1465
1466
1467
1468
1469
1470
kasusnya narkoba misalnya. Itu diceritakan.
Artinya ada image yang dibangun oleh
keluarga tu ketika di penjara tu kenal para
penjahat. ―Wo, jangan-jangan kamu di dalam di
siksa terus?‖, ―Ndak, saya bergaul dengan
temen-temen dengan bagus, mereka juga suka
kalau ada pengajian.‖, misalnya. Dari sana
orang di keluarga ketika kita tinggalkan 5 tahun
merasa besar hati. Bahwa ketika saya menjalani
di penjara nggak ada masalah. Tidak
menambah masalah. Terus bentuk
pertanggungjawaban kepada keluarga selesai.
[Muncul negative thinking terhadap
penerimaan diri di keluarga] Iya, sempat.
Karena mereka bisa antipati kan. Di antara
saudara-saudara kan juga, ―Walah….diurusi.‖,
misale.
Kalau apa ya, kalau prasangka iya, ada. Cuma
kan ada yang nampak, ada yang tidak. Ada
yang, ya biasa-biasa aja, ya mereka kan mau
nggak mau juga keluarga. Terus kalau sudah di
dalem apa yang dilakukan, kan nggak juga
neko-neko gitu lho. Maksud Mas ya. Jadi
makna neko-neko memasukkan senjata api
misalnya, kan nggak mungkin. Ya kan
kekhawatiran mereka dengan khayalan akan
menghilangkan keluarga, menjauhi keluarga,
itu nggak terjadi gitu lho. Terus nanti kamu
terlibat dengan jaringan ini, jaringan Noordin,
jaringan mana, jaringan Cilacap, muncul-
muncul itu lho Mas. Ndak, kekhawatiran kita
tepis dengan seperti ini. Contoh; saya keluar
ya, saya bekerja. Ibu Bapak, eh Ibu, Bulek,
Mbakyu, Adik saya ajak ke sini. Ini lho saya.
Menunjukkan jiwa dia itu yakin, Masku
sekarang ini, anakku sekarang ini sedang
memberikan penataan ulang, dengan keluarga,
istri diajak ke sana. Ini lho. Itu juga bagian dari
PR tersendiri. Kegiatan tersendiri buat saya.
Satu sebagai mantan, kedua dalam kasus hal
yang sama. Sementara dengan temen-temen
yang di dalem, terus terang, saya sampai detik
inipun mau melupakan lagi nggak bisa. Di
Semarang ada 14 orang. 14 orang kita
tunjukkan. Temen-teman Mas, buka puasa
saiki, Senen. Temen-temen kan puasa. Kamu
keluarga ketika di
penjara sebagai
pertanggungjawaban
terhadap keluarga.
(1417-1436)
Munculnya antipati
dan prasangka dari
pihak keluarga.
(1437-1447)
Meyakinkan keluarga
bahwa Yusuf
sekarang sedang
melakukan penataan
ulang hidupnya.
(1447-1465)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
193
Listing and Preliminary Grouping — Reduction and Elimination
1471
1472
1473
1474
1475
1476
1477
1478
1479
1480
1481
1482
1483
1484
1485
1486
1487
1488
1489
1490
1491
1492
1493
1494
1495
1496
1497
1498
1499
1500
1501
1502
1503
1504
1505
1506
1507
1508
1509
1510
1511
1512
1513
1514
1515
1516
punya masakan, buat buka sekali-kali. Yo
ndakpapa. Ini harganya berapa, kita sesuaikan,
kita kirim. Saya sendiri yang ngirim. Saya
nganter, ini untuk buka bersama temen-temen.
Artinya ada balance, tidak menutup
kemungkinan prasangka itu masih ada, ―Waa,
kamu tu masih begini…‖, ndak, kita hanya
menjaga silaturahmi tadi, tali persaudaraan.
Perkara nanti si…..14 orang kan macem-
macem. Ada yang seumur hidup, ada yang mau
bebas, ada yang anaknya 2, ada yang anaknya
jauh. ―Mas, besok ini libur Natal, libur Natal
itu boleh berkunjung. Ini anak-anak pas liburan
sekolah kan? 24-1 kan? Iya kan? Tolong dari
Kudus dianter.‖, ―Iya Pak, kebetulan saya lagi
nyantai juga.‖ Saya anter.
Sebenarnya gini, ada hal yang ee tertentu ya. Di
saat mungkin kalau kita dipenjara kenal
penjahat-penjahat gitu ya. Perampok misalnya.
Itu ada sisi-sisi. Mbok perampok itu kan serem
ya. Tapi begitu kita deket secara sisi
manusianya, secara sisi keluarganya, kadang
mereka dalam hati juga nggak seganas yang dia
maksud. Merampok bank menembak nasabah
misale. Nggo clurit misale. Itu pada
kenyataannya akan tetap dekat selama 4 bulan
5 bulan. Itu ndak seperti yang digambarkan. Itu
juga menarik buat saya. Orang ngliat tato
seluruh tubuh ya, lanang, ketok sangar. Wua
sangar penjahat. Kan nggak mesti begitu. Kita
takut karena lihat tatonya, padahal nggak juga.
Begitu saya dekati, saya ajak ngaji, dialog hati
ke hati, ramah orangnya. Malah iso guyon.
Bener, ini kisah nyata. Jadi watak… Karena
kalau dipenjara mereka tato ya, tato kadang
simbol kekecewaan juga. Jadi mereka tu haus
agama. Saya katakan haus agama kan itu tadi,
dipenjara dipakani tok. Tapi nggak dibimbing
rohaninya. Saya dari satu sisi unsurnya
bimbingan, ayo kita ngaji. Saya tunjukkan ayat
yang membuat hati tenang, itu juga selama 5
tahun saya lakukan tu ya seneng saya. Ada
karena dia betul-betul butuh setetes air
misalnya, maksud nggak. Kehausan rohaninya.
Ketika saya tunjukkan sholat, ayo sholat tak
bimbing. Apa yang kamu nggak bisa dalam hal
Menjaga silaturahmi
dengan teman-teman
mantan tahanan
terorisme. (1465-
1486)
Melihat muslim di
penjara yang haus
rohaninya. (1487-
1518)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
194
Listing and Preliminary Grouping — Reduction and Elimination
1517
1518
1519
1520
1521
1522
1523
1524
1525
1526
1527
1528
1529
1530
1531
1532
1533
1534
1535
1536
1537
1538
1539
1540
1541
1542
1543
1544
1545
1546
1547
1548
1549
1550
1551
1552
1553
1554
1555
1556
1557
1558
1559
1560
1561
1562
sholat? Baca Al-Fatehah Pak. Ayo kita ngajar
ngaji Iqrok. Seneng dia, berbunga-bunga.
Terngiang-ngiang ya. Ya, apa ya. Ya mungkin
yang jelas-jelas saat yang menentukan mungkin
saat hidup mati, saat-saat bombardir misalnya.
Yang, jadi kita berada di killing zone, pesawat
itu kan, pokoknya dibombardir lah. Di tengah-
tengah itu muncul harapan hidup, maksud
nggak? Jadi menurut logika, bomnya itu
ratusan. Kita kan mati itu. Tapi ternyata juga
masih hidup. Lha itu pertama, saat-saat yang
indah. Betul. Jadi menurut perkiraan tentara
Filipin, karena sudah dijatuhkan 100 bom. Kok
yo ijik hidup gitu lho. Aku heran. Padahal bom
itu jatuh ya sekitar 20 meter. Blurr! Kita tidur
selama roket jatuh, peluru, jaraknya TV situ.
TV kena, kita nggak kena. Padahal jelas,
gerakannya situ. Itu ada saat-saat indah di situ,
―Wah, ternyata ndak ya.‖ Karena, ya itu
mungkin tawakal ya, Allah, kalau memang
Engkau bisa menyelamatkan ya diselamatkan
kenyataannya. Iya kan. Ratusan lho Mas anu,
peluru itu. Pung! Pung! Pung!
[Peluru dijatuhkan] Ya ndredeg to. Secara
manusiawi ndredeg nek keno, ndredeg nek mati
gitu lho. Tapi karena usaha manusiawi, begitu
ada pesawat ngeeenng lerrr, kita langsung tidur,
di selokan. Masuk ke dalam, kan banyak bukit-
bukit itu, kan bisa masuk ke…untuk keamanan.
Kalau jatuhnya di lapangan, deerrr! Mungkin
kita kena. Mbok tidur‘o mungkin kena ya. Tapi
kalau bergelombang kan…lherr! Goyangannya
iya, kayak gempa.
Kita pulang, ada Malino Poso ya, Poso seolah-
olah berarti ya sudah. Para mujahidin di Poso
sendiri aja sudah nggak ada konflik, kita
pulang. Maka, misi keluarga yang saya
utamakan. Jadi saya kalau adaptasi penting ya,
tetep ada. Karena kaku ya. Tapi kalau misi
keluarga saya tetep, wong saya sudah 2 tahun
meninggalkan, saya harus pandai; ndatangi
kakak, silaturahmi, ―Ponakanku sudah gedhe,
siapa namanya…‖ misalnya, karena nggak tahu
mungkin. Terus kalau ada rejeki ya makan
bareng. Nginep; ―Aku tak nginep sini ya!‖ Itu
contoh. Karena itu juga ada bentuk adaptasi
Muncul harapan
hidup ketika dalam
peperangan jihad.
(1519-1535)
Tawakal kepada
Allah saat nyawa
terancam. (1535-
1539)
Keyakinan bahwa
secara manusiawi
akan mati karena
peluru musuh. (1540-
1549)
Silaturahmi dengan
keluarga karena
kehilangan waktu
bersama keluarga.
(1550-1570)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
195
Listing and Preliminary Grouping — Reduction and Elimination
1563
1564
1565
1566
1567
1568
1569
1570
1571
1572
1573
1574
1575
1576
1577
1578
1579
1580
1581
1582
1583
1584
1585
1586
1587
1588
1589
1590
1591
1592
1593
1594
1595
1596
1597
1598
1599
1600
1601
1602
1603
1604
1605
1606
1607
1608
untuk 2 tahun. Tapi ditanya; ―Kowe enak neng
Malaysia?‖, ―Enak, susah.‖, Cuma ada alibi
palsu, itu tadi. Iya kan. Tapi dari sisi
pendekatan saya ingin, kalau, ini saya ini
keluarga saya. Kalau dari saya terus gini.
Walaupun dia mendapatkannya hal-hal yang
palsu dari saya. Tapi saya tetap pendekatan.
Karena setiap pertanyaan mesti dilontarkan to.
[Cara pandang dan keluarga] Belum sempat
saya utarakan. Saya nggak pernah
membicarakan hal-hal itu. Mas, adikku,
ponakanku sekolah jihad yo! Ndak, sama
sekali. Ada nilai-nilai yang unsurnya begitu
mendekat ke keluarga saya untuk apa ya, untuk
ya itu tadi. Untuk masa-masa hilang. 2 tahun
hilang itu kan blas lho Mas gak ono kabar. Jadi
seolah-olah bahkan hadirnya saya bagi temen-
temen itu seolah-olah sesuatu yang nggak
disangka gitu lho. Padahal kita sudah
menyangka, kita sudah mati. Gitu lho. Udah 2
tahun nggak ada kabar coba. Piye jal? Nek
sampeyan ngilang, keluarga rak nggoleki. Woo,
saiki neng Jo..neng Semarang, 3 dino. Yo
mending. Iso ngabari. Neng kono blas.
[Ritual agama yang berbeda dengan keluarga]
Ya saya tetep monggo ya, silakan kalau kamu
berbeda dengan saya monggo. Karena saya
juga mendiamkan to. ―Jangan..jangan!‖ Ndak.
Kan kebetulan adik itu kan pandai agama ya.
Cuma ala NU ya. Cuma dialog. ―Wis, kalau
caramu seperti itu ya monggo, itu cara
kamu…‖ Contoh, dia ngadakan, orang
kampung ni tahlilan. Kurang lebih yang hadir
sekitar 30 orang. Saya waktu itu juga hadir,
―Mas, nanti sampeyan ngasih sambutan ya.‖
Yang terbaru habis keluar, ngasih sambutan,
saya sambutan, ―Terima kasih jamaah
pengajian hadir di rumah saya.‖, aku begitu,
―Kebetulan saya sendiri baru 1 bulan keluar
dari Nusa Kambangan.‖, misalnya ya, saya
jelaskan di situ, ―Bahwa karena ternyata ada
hal-hal yang aneh yang selama 5 tahun ini,
bapak-bapak.‖ Kan ada bapak-bapak,
kesempatan saya berbicara di hadapan warga.
Ada hal-hal yang aneh yang ditanyakan, nanti
bisa bersama saya. Saya sudah longgar. Saya
Tidak ada
permasalahan
perbedaan ritual
dengan keluarga, tapi
tetap
membicarakannya
secara dialogis.
(1571-1594)
Sosialisasi lagi
dengan masyarakat.
(1594-1621)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
196
Listing and Preliminary Grouping — Reduction and Elimination
1609
1610
1611
1612
1613
1614
1615
1616
1617
1618
1619
1620
1621
1622
1623
1624
1625
1626
1627
1628
1629
1630
1631
1632
1633
1634
1635
1636
1637
1638
1639
1640
1641
1642
1643
1644
1645
1646
1647
1648
1649
1650
1651
1652
1653
1654
sudah bebas. Intinya, bahwa saya menjalani 5
tahun. Saya utarakan di hadapan warga. Saya
masih proses BB [bebas bersyarat], jadi setiap
bulan saya harus menghadap ke Polda Jatim
untuk absensi bahwa saya masih ada di
Indonesia, satu. Terus masih eksis dengan
masyarakat. Lha itu contoh ya. Hal-hal yang
utama. Jadi masyarakat mulai percaya, ―Lhoh,
ternyata Pak Yusuf sudah mulai kembali lagi.‖,
dalam arti kembali sebagaimana masyarakat
biasa. Surat-surat ke Polsek, sama…sudah saya
kompliti. Lha itu contoh seperti itu. Jadi
mereka menerima apa adanya. Untuk masalah
ritualnya, itu sudah masalah orang tua, yo piye
meneh. Kecuali kita sampaikan. Contoh
kejawen, budaya kejawen itu kan kalau
lahirnya kembar dibuang, wetone podo, terus
adik nglangkahi Mas, eh Mbakyu, adik
nglangkahi Mbakyu nikah itu lho. Hampir
sama seperti itu. Lha itu, tak jelaskan. Kalau
kejawen seperti ini ajarannya, lha itu yang
dianut oleh Ibu. Kalau saya itu sudah nggak
berlaku. Itu nggak boleh dalam Islam. Jadi
tidak memaksakan, tapi menyampaikan. Jadi
Ibuk tu, maunya saya dengan uraian ini mau
berpikir ulang.
Ho‘o, karena ada juga yang eksklusif. Temen-
temen teroris itu kan, ho‘o, kasus-kasus yang
meninggalkan keluarga. Terus mengecam
keluarga. Kan banyak juga. Karena ya itu tadi,
kubu-kubu yang mendapatkan yang hampir
sama dikatakan Wahhabi. Sementara
keluarganya Jogja-Solo kan mbek klenik to ya.
Mbok cekelan gaman kan kadang langsung
bentrok. Lha itu kadang kurang bijaksana.
Padahal dalam anjuran Islam kan, ―Berdebatlah
dengan mereka dengan iya aqsan, dengan jalan
yang terbaik.‖ Dengan bijaksana misalnya,
sampaikan betul, jangan langsung frontal. Yang
dimaksud seperti itu. Kebetulan saya dengan
keluarga di Surabaya itu agak, agak apa ya,
satu dituakan ya mungkin karena saya sempet
pulang dari NK ini kan naik peringkat gitu lho.
Maksud nggak Mas? Jadi, penjahat di
kampung, ―Wueh, NK…‖ Contohnya seperti,
contoh aja Mas. Kepala desa, kebetulan kepala
Menguraikan kepada
ibu mengenai ritual
keagamaan yang
dipegang Yusuf
berbeda dengan
Ibunya. (1621-1634)
Menyampaikan hal-
hal berkaitan dengan
ritual secara
bijaksana. (1635-
1648)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
197
Listing and Preliminary Grouping — Reduction and Elimination
1655
1656
1657
1658
1659
1660
1661
1662
1663
1664
1665
1666
1667
1668
1669
1670
1671
1672
1673
1674
1675
1676
1677
1678
1679
1680
1681
1682
1683
1684
1685
1686
1687
1688
1689
1690
1691
1692
1693
1694
1695
1696
1697
1698
1699
1700
desa itu kemarin kasus juga. Jadi let setaun bar
bebas, kena kasus sertifikat, dia dipenjara di
Jombang. Saya njenguk. Saya njenguk ke
penjara Jombang. Njenguk, saya serahkan
KTP, saya njenguk. Pak Lurah gimana
keadaannya? Bekas lurah maksude. Dulu yang
ngurus PB saya dia. Tanda tangan lurah kan,
menerima kehadiran ini dengan pegawasan
Polres, Polsek. Mungkin dia yang tanda tangan.
Saya njenguk. Udahlah Pak Lurah, sekarang
kan kena kasus ni, ya Pak Lurah di dalem tu
untuk ngunggah sabar. Untuk instropeksilah
bahasanya. Kesalahan saya apa, da mudah-
mudahan Pak Lurah sudah merasakan, ―Ini lho
penjara.‖ Saya dulu seperti ini tapi 5 tahun
setengah. Pak Lurah paling nanti banter-
banter‘o 1 tahun setengan atau 2 tahun lah yo.
Itu senilai sekitar hampir 100 jutanan. Sertifikat
tanah. Penggelapan. Lurah, tanah desa. Cuma
nanti Pak Lurah kau diganggu…ini
pemnbelaan juga sih, nanti kalau ada preman-
preman itu nganggu, bentuk fisik kepada Pak
Lurah, nanti bilangin aja. Siapa orangnya,
orang mana, nanti biar saya yang mukul, kalau
perlu KPLP, apa kepala lapasnya saya yang
mukul. Aku sampai bilang gitu karena itu tadi
ee kayak prestise itu naik. Karena lulusan NK
itu kan medeni, ―Penjahat lokal‘e sok..‖ Misale
seperti itu. Contohnya gitu. Polres misalnya,
kita kan sudah urusan sama Mabes Polri, Polres
aja masih mikir kok ngobrol-ngobrol sama
saya, ―Oya Mas, ya Mas…‖ Betul, itu kisah
nyata. Ini ni, ini kayak apa ya, apa hati, apa
jenenge PD PD. Iya lah, saya sudah berhadapan
dengan Polda Metro, dengan Mabes Polri.
Neng Polres kecil to Mas, Polda kecil to Mas.
Itu contoh. Termasuk di penjara. Penjara
Jombang kecil lagi. Nah, itu berkenaan dengan
muamalah. Jadi dengan Pak Lurah tetep hormat
saya. Beliau sebagai orang yang dulu ngurus
PB, mempermudah bahwa saya diterima di
masyarakat. Terus kemudian beban-beban
keluarga saat ini meyakinkan keluarga bahwa
saya tidak akan terlibat lagi dengan kasus-
kasus. Maksud nggak Mas. Aceh, del! Oo,
Yusuf nggak terlibat. Polres Cirebon, Yusuf
Kenaikan prestise
sebagai mantan
tahanan
Nusakambangan
digunakan untuk
fungsi muamalah.
(1648-1696)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
198
Listing and Preliminary Grouping — Reduction and Elimination
1701
1702
1703
1704
1705
1706
1707
1708
1709
1710
1711
1712
1713
1714
1715
1716
1717
1718
1719
1720
1721
1722
1723
1724
1725
1726
1727
1728
1729
1730
1731
1732
1733
1734
1735
1736
1737
1738
1739
1740
1741
1742
1743
1744
1745
1746
nggak terlibat. Jadi semakin yakin bahwa
Yusuf ini anu gitu lho.
Ho‘o, kembali lagi gitu lho, kembali ke yang
lurus. Adapun dialog tentang, perdebatan,
kadang-kadang di antara ikhwan-ikhwan tu ya,
di antara temen-temen misalnya saya sudah
bebas, Semarang Mas Ardi bebas, Mas Agung
bebas, Mas Wawan bebas, Mas Azis bebas.
Banyak sekali yang sudah bebas Mas. Wiwid
sudah bebas. Banyak di sini. Ada 12 orang
lebih, mereka juga punya visi-misi berbeda.
Saya menghormati mereka. Wah, aku nggak
mau, ini-ini-ini. Ya monggo. Saya nggak mau
njenguk lagi temen-temen di penjara. Nanti
ketularan. Yo monggo. Tau-tau seperti itu. Jadi
ini kisah nyata. Wah, saya tak deket dengan
Mas Yusuf, karena Mas Yusuf itu punya kreasi,
punya kemauan. Punya, punya usaha yang
kadang-kadang temen itu seneng gitu lho. Ya
udah, ayo. Aku tidak mengikat dirimu karena
kita sama-sama dipenjara dulu, kamu sekarang
masih proses PB…..
Cuma setelah kelas 4 karena saya sudah dapat
nomor 1, mulai saya diangkat jadi ketua kelas.
Kelas 4.
Nah, sejak dari kelas 2 itu, cuma ada 18
orang….. Mulai ketua tu ya mulai berpikir
sebenarnya. Saya ini ketua kelas ya dijadikan
panutan. Kadang ya tidak semua, nyiapkan
upacara, terus kalau ngasih jadwal piket, paling
seperti itu tok, terus sama njajan. Jadi mulai
apa, kelas 4 itu sudah mulai dididik dandanan.
Jadi kalau orang tua ndak, ya ikatan koperasi
nabung.
Terus saya dititipkan. Kalau dalam bahasa
ajaran kejawen, tadi saya katakan itu Bapak-
Ibu saya itu kuat. Jadi satu sisi ajaran pondok
tapi pondoknya nggak begitu kuat. Justru
kejawen. Kalau aku dipertemukan dengan
Bapak, nanti akan sakit-sakiten seumur hidup.
Atau mati salah satu.
Karena wetonnya sama. Ho‘o, nek digatukke
sak omah, nggak cocok. Lha itu diserahkan itu
mbokde. Dari sejarah seperti itu. Tapi itu saya
sudah tidak menggagas itu, karena saya
menganggap Ibu angkat saya tu Ibu saya. Jadi
Berusaha meyakinkan
keluarga bahwa
Yusuf telah kembali
ke jalan yang lurus.
(1696-1704)
Menghargai pilihan
teman-teman yang
dulu satu penjara.
(1704-1722)
Mendapatkan prestasi
yang superior mulai
kelas 4. (1723-1725)
Menempatkan posisi
sebagai seorang
panutan. (1726-1734)
Pemisahan dengan
orang tua kandung
karena kepercayaan
dalam kejawen.
(1735-1741)
Tidak
mempermasalahkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
199
Listing and Preliminary Grouping — Reduction and Elimination
1747
1748
1749
1750
1751
1752
1753
1754
1755
1756
1757
1758
1759
1760
1761
1762
1763
1764
1765
1766
1767
1768
1769
1770
1771
1772
1773
1774
1775
1776
1777
1778
1779
1780
1781
1782
1783
1784
1785
1786
1787
1788
1789
1790
1791
1792
sudah hampir, saya...yo ketemu sih sering tapi
kita nggak tahu..
Lha mulai SMP itu sudah mulai berpikir. Ada
guru agama, kebetulan saya suka sama guru
agama. Nek guru agama tu cincinnya
diletakkan di meja tu kita takut, padahal
gurunya nggak ada di situ. Ujian misalnya.
Wah, kita ujian. ―Siapa yang ngepek?‖ tik,
terus dia pergi, guru. Pada nggak mau, takut
ngepek. Ada cincinnya. Jangan-jangan
cincinnya itu tau. Itu jenis-jenis itu
kepercayaan kan Mas.
Ya mungkin baca Qur‘annya, ngajinya,
mungkin ngglidik kalau kukunya panjang
digebuki. Ternyata harus dibersihkan.
Ho‘o, enak. Enjoy. Tapi kan dari sisi disiplin
mengenai kuku, rambut gondrong dikit
dipotong, nggak boleh. Macem-macem yang
sifatnya itu kebersihan itu bagus gitu lho
menurut saya. Nah, guru agama tu, ―Besok,
kalau punya rejeki, mondok ya.‖, ―Oya.‖,
―Nanti akan menerima ilmu yang banyak.‖
Padahal kita kan SMP itu kan, kenapa kok
dididik untuk ke arah sana.
―Wah anaknya Pak Kyai ya?‖, anaknya Pak
Kyai baru boleh dipanggil ―Gus‖, karena
menghormati Bapak. Itu sejarah ―Gus‖ di
Jombang. Saya waktu SMP cuek aja. Mbok
anake kyai, nyapo. Gelut yo gelut. Nakal yo
digebuk.
Pak Abdul Kholib saya datang ke rumahnya.
Ternyata yang disetel lagu-lagunya Ebiet G.
Ade. Itu kan berkenaan dengan hamba dengan
Tuhan, iya to, tafakur bencana alam. ―Wuh,
lagunya kok bagus ya?‖ Terus lain kali
misalnya Bimbo. Wujudnya ke arah sana.
Arahnya kepada Tuhan. Dari seperti itu saya
mulai tertarik kepribadian guru matematika tapi
kok senengannya Bimbo. Terus ketika puasa
kok malah memimpin, kalau dulu ada pondok
Ramadhan, jadi nginep di sekolahan. Nginep di
sekolahan. ―Kae kok ketoke guru matematika
pinter ngaji yo yo‘an? Ojo-ojo Pak Kyai.‖
Kebiasaan ngantuk di kelas itu ya saya
termasuk yang suka. Kecapekan, gobyos,
apalagi habis upacara, jam 9, setengah 11 itu
masa lalu,
menganggap ibu
angkat sebagai ibu
yang sebenarnya.
(1744-1748)
Tertarik dengan guru
agama karena
kepandaiannya baca
Al-Qur‘an dan
mengaji. (1749-1758)
Menyukai sisi
disiplin yang terarah
pada kebersihan yang
diterapkan oleh guru
agama. (1762-1766)
Diberi anjuran untuk
mondok oleh guru
agama namun masih
mempertanyakannya.
(1766-1770)
Keberanian untuk
berkelahi dan
membela diri,
sekalipun dengan
anak kyai. (1771-
1776)
Tertarik dengan Pak
Abdul Kholib yang
menyukai lagu-lagu
yang arahnya
ketuhanan dan pintar
mengaji. (1777-1789)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
200
Listing and Preliminary Grouping — Reduction and Elimination
1793
1794
1795
1796
1797
1798
1799
1800
1801
1802
1803
1804
1805
1806
1807
1808
1809
1810
1811
1812
1813
1814
1815
1816
1817
1818
1819
1820
1821
1822
1823
1824
1825
1826
1827
1828
1829
1830
1831
1832
1833
1834
1835
1836
1837
1838
sudah mulai ngantuk. Tapi makna ngantuk saya
saat itu, kan kebetulan saya di tengah
bangkunya, saya nggak bisa di depan. Nggak
berani. Atau mungkin mental atau gimana
karena masuk kota ya. Saya di tengah. Ngantuk
dikit gini, buku gini kan nggak ketahuan.
Oo, ndak-ndak. Yo karena itu aja, saya kalau di
depan ditunjuk duluan, deket dengan guru.
Biasanya kan, ―Apa jawabannya? Apa PR-
nya?‖ kan gitu. Itu juga dari sisi anu ndak, dari
sisi apa namanya, ngantukan itu. Tapi memang
betul-betul nggak kuat aku.
Cuma kakak kelas ini sudah mulai variasi Mas.
Contoh ada yang sudah mulai ngojok-ngojok‘i,
―Kamu itu sekolah, belajar agama 2 jam,
kurang! Harus belajar agama, harus ngaji.
Kalau perlu mendatangkan kyai.‖
Mereka mau kaderisasi. Direkrut. ―Kamu kalau
ngaji, nanti tak datengkan gurunya, tapi harus
nyari teman 1-2-3, minimal orang 5. Nyari
ya!‖, gitulah. Nanti terus diajak ke rumahnya
dia. Ya intinya juga dijelaskan, ―Saya ini dulu
kelas 1 gini, tukang gelut, tapi ada Remaja
Masjid saya sudah menghindari gelut.‖,
contohnya seperti itulah. Saya sudah mulai
seneng membaca Qur‘an. ―Bacalah!‖, ajakan-
ajakan gitulah, kita kan jadi termotivasi.
―Jadi, pergolakan Islam di Mesir...‖, sambil
cerita gini, ―itu mempengaruhi dunia kampus.
Jadi kalau kita generasi muda terus ikut
perubahan-perubahan yang membawa kebaikan
mahasiswa. Contohnya revolusi di Iran‖,
misalnya, dia itu Cuma memberikan gamabran-
gambaran kayak gitu, ―Ada Ikhwanul Muslimin
memimpin gerakan di Mesir sampai munculnya
Ikhwanul Muslimin yang menjalar ke seluruh
dunia.‖, contohnya seperti itu. Itu hanya orasi.
Saya ndengerin, tapi waktu itu belum ngeh kok
saya harus jadi fungsionaris PKS, PK Partai
Keadilan, waktu itu belum ada PKS. Terus
mbak-mbaknya datang ngasih anu, ―Nanti
untuk yang putri-putri datang ya, ada acara
keputrian.‖ Dari situ tahu, ―Itu mbak siapa tu?‖
Sudah mulai kenal. Termasuk Hizbut Tahrir itu
siapa. Ada sosok-sosok yang kadang di SMA
itu difigurkan. Termasuk dari Departemen
Memilih bangku di
kelas dikarenakan
tidak merasa percaya
diri duduk di depan.
(1790-1804)
Kakak kelas mulai
variatif dan ada yang
mendorong untuk
memperbanyak
intensitas belajar
agama. (1805-1819)
Pemaparan
pergolakan Islam
internasional oleh
senior namun belum
paham sepenuhnya.
(1820-1853)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
201
Listing and Preliminary Grouping — Reduction and Elimination
1839
1840
1841
1842
1843
1844
1845
1846
1847
1848
1849
1850
1851
1852
1853
1854
1855
1856
1857
1858
1859
1860
1861
1862
1863
1864
1865
1866
1867
1868
1869
1870
1871
1872
1873
1874
1875
1876
1877
1878
1879
1880
1881
1882
1883
1884
Agama, Ustad saya dari Bali. Namanya Pak
Salim. Kemarin Pak Huda udah ketemu sama
Pak Salim. Jadi beliau itu dari sisi-sisi tertentu
juga mengajarkan bagaimana kritis. Contoh,
Perang Teluk dimusuhi Irak misalnya. Waktu
itu Saddam Hussein ya, Saddam Hussein itu di
Perang Teluk itu diserbu sama siapa ya waktu
itu ya..Bill Clinton..ee, ho‘o, Bill Clinton baru
George Bush ya. Bill Clinton dulu baru George
Bush senior. Waktu itu ya. Bill Clinton. Masih
ingat saya, jadi rudal patriot itu ditulisi Bill
Clinton, rudal sekat itu ditulisi Saddam
Hussein. Itu masih ingat saya. Namanya sekat,
muslim kok iso nggawe rudal. Bukan, itu dari
Rusia.
Kadang juga perang antar ekskul. Misale
Paskibraka. Paskibraka itu kaya-kaya. Gagah,
klambine putih, setiap ketemuan itu makan-
makan enak-enak. Iya betul, SMA saya itu. 2
orang dipilih sama gubernur Jawa Timur. Jawa
Timur, nasional ndak. Pengibaran 17 Agustus.
2 orang. Wah, nggaya-nggaya rek! Wah apa,
Remaja Masjid ki goblok-goblok. Contoh
seperti itu. Tapi itu yang ekskul ya, ekskul itu
kadang-kadang prestisenya sudah mulai gengsi-
gengsian. Ah, ndak ah, orang Remaja Masjid
juga pinter-pinter kok. Nah, rumor ini muncul
setelah…di lapangan upacara. Pengumuman:
juara 1, juara 1 kan suruh maju to. Juara 1,
kelas ini, Ahmad Budi Fatoni. Padahal Ahmad
Budi Fatoni wakilnya Remaja Masjid Mas.
Juara paralel, paralel itu kelas 1A-I, 9 kelas itu.
Wedok waktu itu, namanya Hilmi, sekarang
jadi dokter. Hilmi, kaget semua, berkerudung.
Anak Remaja Masjid semua. Jadi anak-anak
yang mencemooh semua bahwa Remaja Masjid
itu beku, goblok, langsung diem waktu itu.
Betul itu, kisah nyata. Saya waktu itu ya jadi
seksi, tadi, infaq sama perlengkapan aja anu,
bangga. Mungkin saya ternyata bukan saya
yang pinter, tapi ini, staf-staf Remaja Masjid
menunjukkan. Di upacara. Termasuk guru yang
suka mengejek itu isin. Iya, kayak sama
misalnya, Kimia. Kamu itu dedel Kimia!
Misalnya. Kamu ini dedel, opo, Fisika! Ya
memang itu, waktu belajar tak gunakan
Kebanggan tersendiri
menjadi remaja
masjid memunculkan
kesiapan untuk
berkarya dalam
remaja masjid. (1854-
1971)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
202
Listing and Preliminary Grouping — Reduction and Elimination
1885
1886
1887
1888
1889
1890
1891
1892
1893
1894
1895
1896
1897
1898
1899
1900
1901
1902
1903
1904
1905
1906
1907
1908
1909
1910
1911
1912
1913
1914
1915
1916
1917
1918
1919
1920
1921
1922
1923
1924
1925
1926
1927
1928
1929
1930
ekstrakurikuler. Panggilan untuk Machmudi
untuk ke Masjid karena besok untuk persiapan
untuk ke peringatan hari besar. Siap Bu Guru,
ijinpanggilan ke Masjid. Meninggalkan jam
kelas.Dari situ saya mulai kedederan di kelas.
Tapi saya bangga. Ternyata begitu sampai
Masjid ada 30 undangan. Wuekz, 30 ini beda-
beda alamat, se-kabupaten Jombang. SD-SD
itu. ―Waduh, sekretarisku kok ngene, lha iki
sing mlaku sopo iki?‖, terus aku adik kelas tak
celuk, adike Bu Guru. ―Ayo ikut, ini nganter
undangan. Ke 30 SD, se-kabupaten Jombang.
Kamu bisa naik motor to?‖, ―Bisa.‖, ―Saya
nggak bisa, aku boncengke.‖ Iya, ceritanya
gitu. ―Ya, rapopo, ayo nggak usah ijin-ijin.‖,
keliling Jombang, nganter madrasah ini SD ini
SD ini madrasah ini, 30. Lelah, pulang sekolah,
sekolah udah bubar sekolah. Saya berangkat
jam 8, jam 1 sudah bubaran. Tasku di dalam
kelas, tak ambil. Itu hari pertama. Hari kedua
nembusi Depag, nembusi opo; trofi, macem-
macem. Waktu itu ngadakan cerdas cermat.
SD, yang mengadakan Remaja Masjid saya. Ini
nanti beda lagi ketika ceramah kan. Ceramah
mendatangkan ustad dari Malang. Itu saya
sendiri, sama ketua Remaja Masjid. Keliling,
acara gitu, pokoknya saya sering meninggalkan
jam sekolah. Kalau kamu sering meninggalkan
sekolah, nggak lulus UMPTN. Nggak ketrimo
neng perguruan tinggi negeri. Itu sudah
diwanti-wanti. Cuma dari sisi saya ketika
menjadi Remaja Masjid itu bangga, kenapa? Di
saat orang lain itu nggak mau ngurusi hal ini,
cerdas cermat agama Islam se-kabupaten
Jombang, itu kan suatu kebanggan tersendiri.
Dan undangan itu menyebar di 30 SD, MI di
seluruh Jombang. Terus saya kenal sama orang
Departemen Agama; Pak Salim, termasuk
macem-macem guru-guru agama, guru-guru
agama ya. Terus besoknya lagi peringatan
Maulud, ceramahnya nanti dari universitas
IKIP Malang. Waduh, undangannya belum
sampai ke pambicara ki kapan datangnya.
Guru agama, ―Lho undangannya udah
dikasih?‖, ―Belum Pak.―, ―Ya sudah
diberangkatkan.‖, ―Ya nanti pulang sekolah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
203
Listing and Preliminary Grouping — Reduction and Elimination
1931
1932
1933
1934
1935
1936
1937
1938
1939
1940
1941
1942
1943
1944
1945
1946
1947
1948
1949
1950
1951
1952
1953
1954
1955
1956
1957
1958
1959
1960
1961
1962
1963
1964
1965
1966
1967
1968
1969
1970
1971
1972
1973
1974
1975
1976
jam 12 berangkat. Biar sampai Malang nggak
kemaleman.‖ Namanya saya, kan ketua Remaja
Masjid kan, ―Ke Malang yo, naik bis yo-yo.‖
Dandani tas‘e, masih seragaman, berangkat ke
Malang. Sampai Malang tu, padahal
berangkatnya jam 2, sampai Malang tu jam 5
meh maghrib. Jadi kita tu jalan-jalan di Malang
tu pake seragam, seragam SMA, ditangkap
sama polisi. ―Sini-sini-sini, SMA mana ni jam
segini kluyuran? Pulang-pulang-pulang dulu.‖,
―Ini dari Jombang.‖, ―Apalagi dari Jombang
ini, ngapain?‖ Aku kan nggawa proposal gini.
―Ini lho Pak, ini kan kebetulan acara ini.‖, ―Oo,
lha kamu kok pake seragam gitu, pake jaket
atau apa kek. Nggak pake apa-apa kayak gini,
nggak tahu tempatnya Malang kayak apa.‖,
―Maaf Pak.‖, ―Oo ini dosen to, yo cari
kampus.‖, ―Tadi sudah cari kampus Pak, tapi
nggak ada.‖, ―Ya udah ni rumahnya ni, ada
alamatnya ni, tak cegatke angkot.‖ Gitu, dianter
ke jalan. Angkot, sini alamatnya sini. Namanya
angkot dicegat polisi kan mau. Tapi kita kena
ongkos juga. Pulang ke Jombang, nggak ada
bis jam 9 malem. Jombang-Malang, ee,
Malang-Jombang nggak ada. Tola-toleh
terminal, semakin malem kan. Waduh piye iki.
Tanya orang, ―Pak…‖, ―Anu Mas, lewat
Arjosari aja Mas. Terminal Arjosari, nanti ke
Surabaya. Itu 24 jam.‖ Naik anngkot ke
Surabaya, padahal saya dari Malang ke
Surabaya udah sama dengan Malang-Jombang.
Sampai Surabaya jam 2 malem, bingung
meneh, pakai seragam juga. Nyegat bis dapet,
sampai Jombang subuh. Capek. Besok nggak
masuk sekolah. Ho‘o langsung pulang ke
rumah. Tapi hampir sama, itu baru Mauludan,
nanti ada acara lagi. Kalau hari besar kan Islam
banyak ya, mulai dari Maulid, terus apa
namanya. Idul Adha kuban itu, apa lagi.
Kebiasaan-kebiasaan itu tak lalui di
SMA.Cuma kan ada sisi-sisi positifnya. Yaitu
ketika kita kenal dengan orang Departemen
Agama, waktu itu kan sudah menggulirkan
Perang Bosnia ya. Perang Bosnia itu video,
cuma oleh sospol, sospol tu waktu itu Pak
Harto ya. Pak Harto itu punya sospol tu di
Ketertarikan untuk
menonton film
dokumenter perang
Bosnia meskipun saat
itu dianggap
subversif. (1971-
2001)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
204
Listing and Preliminary Grouping — Reduction and Elimination
1977
1978
1979
1980
1981
1982
1983
1984
1985
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018
2019
2020
2021
2022
DPRD ya, berarti Pemda. Ada namanya sospol
untuk mengamati gerakan-gerakan subversif.
Termasuk nyetel video Bosnia itu dianggap
subversif. Maka ketika Remaja Masjid mau
mengadakan itu, itu sebelum diadakan sudah
turun dari sospol datang. ―Siapa yang mau
mengadakan pemutaran film Bosnia di sini
Perang Eropa?‖, ―Remaja Masjid.‖, ―Tidak
boleh! Nggak urusan, tarik! Kepala sekolah
panggil.‖ Kepala sekolah dipanggil, panitia,
aku, temen-temen dipanggil. Nggak boleh,
yang lain, kalau yang lain boleh. Film The
Message. Film Mekkah tu lho, jadi Nabi lahir.
Ya itu perjalanan Mekkah, Bilal, dan
sebagainya. Itu boleh kalau itu. Lha saya
penasaran sebagai pengurus. Saya belum
pernah lihat film Bosnia, maka saya nglobi Pak
Salim. ―Pak, saya kasih pinjem.‖ Itu ada video.
―Ya nanti habis nyetel kembalikan saya.‖,
―Ya.‖ Disetel. Tak lihat tu konflik. Tak
kembalikan selesai. Cuma SMA ini kan nakal-
nakalnya orang ya, jadi makna nakal-nakalnya
orang tu saya tu nakalnya di sini jadi hampir
habis tu waktu saya di sekolah. Tidur di
sekolah. Tidur sekolah.
Lha saya melihatnya karena itu konflik di
Eropa, saya katakan sejak awal bule itu tidak
selamanya non-Islam. Bule Islam. Lho itu juga
diusir, itu juga dibom, bom kuat sekali untuk
tentara Beruang Merah. Tapi saat itu belum ada
Beruang Merah...apa gitu. Saya sempat, jadi
waktu itu saya baca majalah, majalah PKS, PK
Sabili di situ waktu itu ada Sabili ya kalau
sampeyan lihat. Jadi majalah Sabili itu
bahasanya kalau dikatakan jenengan, keras jug
wong di situ ada gambarnya mbawa senjata,
terus bendera tulisannya La‟ilah La‟illawah,
seperti itu. Jadi memotivasi, ternyata
perlawanan itu tidak di Irak aja, di Bosnia juga
ada. Lha itu ya, kemudian progresnya saya
katakan bukan inspirasi tapi kan saya ingat
betul Bosnia tu seperti ini. Jadi ketika saya
melihat Afghanistan, nanti ketika tahun berapa
tu saya melihat Afghanistan, namanya
Djahimurus, Djahimurus tu neraka untuk
Rusia. Beruang Merah tu hancur tank-nya tu
Melihat perlawanan
ikhwanul muslimin
tidak hanya di Irak
saja, namun juga di
Bosnia. (2002-2018)
Melihat fakta bahwa
kekuatan Rusia yang
begitu besar tumbang.
(2018-2033)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
205
Listing and Preliminary Grouping — Reduction and Elimination
2023
2024
2025
2026
2027
2028
2029
2030
2031
2032
2033
2034
2035
2036
2037
2038
2039
2040
2041
2042
2043
2044
2045
2046
2047
2048
2049
2050
2051
2052
2053
2054
2055
2056
2057
2058
2059
2060
2061
2062
2063
2064
2065
2066
2067
2068
bagaimana tu ada. Jadi mujahidin di shooting,
gali lubang di tengah jalan, pasangi bom,
dirapikan lagi, ada tank-nya Rusia lewat bleng!
Itu kan lha…Pasukan Rusia gagah-gagah tu
meriksa rumah tu, padahal kan di dalam rumah
sudah ada bom. Satu-satu pleeng! Itu juga apa
ya, seolah-olah kekuatan Rusia yang gedhe itu
bisa kalah. Terus supir truk, tak pikir truknya
Rusia, tapi memang truknya Rusia yang nyopir
mujahidin. Mbawa bom 1 truk. Masuk ke
markas. Itu salah satu aja. Dari sana saya
melihat ee anu, hampir kemiripan, cuma kalau
Rusia itu raksasa dunia kalau Serbia itu bagian
kecil dari negara apa Sarajevo ini apa. Ya ada
sebagian ateis, Polandia ini kan ateis juga ya.
Kawasan lah. Itu juga begitulah kurang lebih.
Saya ndak melihat dari sisi siapa musuhnya,
tapi saya melihat muslimnya.
Jadi begitu masuk gitu, kayak Magelang tu
Akmil, tapi sana bukan Akmil. Punyanya
angkatan udara itu apa, AAU. AAU gedhe
punya radar, 2 radar gedhe banget. Jadi
memantau pesawat yang masuk wilayah Jawa
Timur lah. Nah, begitu masuk ke situ ternyata
ada jalan, masuk lagi ke kampung klutuk
tengah hutan. Lha tur dakwahnya di sana. Saya
bawa beras, bawa macem-macem. Intinya kita
waktu itu ada Masjid kan mau roboh ya, dari
kayu mau mester biar agak permanen itu lho.
Kita 20 orang di sana nginep 3 hari. Itu juga
Remaja Masjid Mas. Dari sana saya mulai
terketuk juga, ternyata seprimitif-primitifnya
sini tu walaupun dia orang Madura katanya
Islamnya banyak toh kenyataan seperti ini
keleleran, macem-macem. Di tengah hutan,
terbengkalai, nggak tahu sholat, terus kemudian
minum langsung dari sungai, mandi juga
langsung dari sungai. Itu Mas, aku kaget ya
melihat gaya....Islam kok seperti ini. Ya, apa
ya, melihat dari fakta kemudian saya melihat
dari konsep ajaran. Misalnya disuruh sholat 5
waktu, lha wong iki we adus pisan neng njero
kali lanang-wedok campur, misalnya. Lha terus
piye? Iya kan hampir sama lah sama daerah
mana nggak tahu. Itu ya begitu. Cuma
konteksnya angkatan udara dengan konteksnya
Kosmopolitanisme
muslim internasional.
(2033-2040)
Keprihatinan muncul
akibat muslim di
Madura yang kurang
memperhatikan
ibadah. (2041-2075)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
206
Listing and Preliminary Grouping — Reduction and Elimination
2069
2070
2071
2072
2073
2074
2075
2076
2077
2078
2079
2080
2081
2082
2083
2084
2085
2086
2087
2088
2089
2090
2091
2092
2093
2094
2095
2096
2097
2098
2099
2100
2101
2102
2103
2104
2105
2106
2107
2108
2109
2110
2111
2112
2113
2114
penduduk muslim itu kan minoritas gitu lho
Mas. Kenapa kok angkatan udara kok tidak
ABRI masuk desa, mbangun jalannya. Jalannya
itu lho Mas, masya Allah, setapak itu lho Mas.
Anak SD sekolah jalan kaki 1 kilo. Saya dulu
mengatakan saya dulu paling susah, ada yang
susah lagi.
Terus Imam [Ketua Remaja Masjid] ini setelah
ikut Hidayatullah itu pindah ikut Jafar Umar
Tholib Yogyakarta. Dari situ saya muncul,
siapa Jafar Umar Tholib, majalahnya apa.
Karena saya waktu itu masih bagian infaq,
dikasih majalah. Ya, kadang saya beli kadang
nggak. Kadang saya baca aja. ―Untuk kamu..‖
Baca aja. Namanya baca kan pengaruh.
Pengaruh pada saya. Lha itu tadi, Jafar Umar
Tholib.
Ya saya katakan menantang saya. Contoh
misalnya berjamaah, PKS berpartai itu sesat.
Ikut partai saja sesat. Lha teman-teman yang
saya yang PK kan sesat buat dia. Sama.Terus
majalah kalau ada fotonya Osama bin Laden,
gambar-gambar siapa itu bid‘ah. Nggak boleh
majalah ada gambarnya itu. Gambarnya siapa;
Osama bin Laden, Pak Harto, gambarnya siapa
nggak boleh. Majalahnya dia itu gini, tulisan
tok. TV itu sesat. Macem-macem di situ.
Rumah itu nggak boleh ada TV-nya. Itu ketua
kelas saya, eh, ketua Remaja Masjid saya. Pak
Imam. Nuturi anak buahnya. Karena kebetulan
saya yang dituturi, ya Pak Imam punya
pemahaman, tidak bisa dipaksakan kepada saya
dong. Itu sudah mulai berselisih. Betul, sudah
mulai berselisih. ―Kamu tidak boleh mengaji
dengan ustad itu, ustad ini nggak boleh, ustad
ini nggak boleh…..sesuai dengan salaf‖.
Tapi konflik selama itu juga ada konflik,
misalnya ya, ini intern ya. Jadi orang yang
menyetorkan foto ijasah pakai jilbab, itu harus
dibuka jilbabnya. Atau potret sekolahan. Lha
sementara saya telah mengumpulkan 60 tanda
tangan yang bersedia tidak mau mengikuti
aturan kepala sekolah. Betul itu, 60 orang
dipanggil disidak sama kepala sekolah, wakil
kepala sekolah bagian kesiswaan, guru agama
2, sama guru apaan itu, guru pembimbing
Mendapatkan
pengaruh dari
membaca majalah
Islami. (2076-2085)
Perselisihan dengan
Imam akibat
perbedaan
pandangan. (2086-
2104)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
207
Listing and Preliminary Grouping — Reduction and Elimination
2115
2116
2117
2118
2119
2120
2121
2122
2123
2124
2125
2126
2127
2128
2129
2130
2131
2132
2133
2134
2135
2136
2137
2138
2139
2140
2141
2142
2143
2144
2145
2146
2147
2148
2149
2150
2151
2152
2153
2154
2155
2156
2157
2158
2159
2160
Remaja Masjid. Dipanggil, disidang 60 orang.
―Kamu ini bagaimana? Di sekolah ini nggak
ikut aturan kepala sekolah…‖, macem-macem.
―Remaja Masjid ya Remaja Masjid, tapi ini
aturan.‖ Tapi kami sudah siap. Ya saya salah
satu juru bicaranya. Juru bicaranya da 4, ketua
tadi 1, termasuk saya, termasuk ada beberapa
orang, yang lain selebihnya mendukung. Kalau
pendapat saya, saya di forum, ―Ee, Pak, saya
mau nanya Pak. Kita sekolah kan SMA 2 Pak.
Kalau kita menghargai kebebasan Pak,
kebebasan berekspresi. Okelah kalau Bapak
melihat orang kayak orang Pramuka, orang
OSIS, sementara kami Remaja Masjid punya
citra tersendiri. Kemudia kami punya jilbab ini
ya. Mbak-mbak putri itu ya. Itu kalau sudah
sepakat mau nyetorkan foto pakai jilbab apa
salahnya Pak? Satu. Dua, undang-undang yang
mengatur itu mana Pak? Kalau langsung dari
Menteri, tunjukkan Menterinya.‖, ya saya
sampai seperti itu, ―Kalau dari Depag, apa
bunyinya? Sekarang apa bedanya kita sebagai
pelajar, kemudian Bapak-bapak sebagai guru
pengajar kemudian Bapak-bapak melihat
madrasah aliyah di depan kita.‖, saya tunjuk
itu. ―Madrasah Aliyah, dulu kita sholat Jumat
di sana. Lha itu saja ijazahnya saya tahu betul,
mereka juga pakai jilbab. Langsung di bawah
Departemen Agama. Kenapa boleh? Sementara
kita kok nggak boleh. Apakah ada sentimen
dari Kepala Sekolah atau dari guru-guru
sendiri? Itu sampai debat. Terus, ―Ya sudah,
kalau ijasah kalian nggak laku ya terserah.‖
Sampai seperti itu. Itu sampai anu, sampai
move-lah. ―Keputusan terakhir, terserah kalian
mau mengikuti aturan sekolah atau tidak. Saya
sebagai guru pembimbing, guru-guru, Kepala
Sekolah, tidak menjamin ijasah kalian akan
lakuu di luar.‖ Ya untuk kerjaan, untuk… Itu
mungkin emosi juga, ada unsur-unsur emosi.
Cuma kami sebagai Remaja Masjid kan
kesatuan yang kompak. Sudah tanda tangan
hitam di atas putih ya. Disetorkan di Kepala
Sekolah, mejanya Kepala Sekolah. Iya. Itu tadi
yang dipanggil juara 1 ada di situ. Hadir di situ.
Dia mendukung, paakai jilbab. Dia nggak mau,
Berkonflik dengan
sekolahkarena aturan
yang tidak sesuai
dengan tuntunan
muslimah. (2105-
2179)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
208
Listing and Preliminary Grouping — Reduction and Elimination
2161
2162
2163
2164
2165
2166
2167
2168
2169
2170
2171
2172
2173
2174
2175
2176
2177
2178
2179
2180
2181
2182
2183
2184
2185
2186
2187
2188
2189
2190
2191
2192
2193
2194
2195
2196
2197
2198
2199
2200
2201
2202
2203
2204
2205
2206
ijasahku nggak laku ya nggak papa. Tapi
buktinya dia masuk kedokteran jadi dkter
sekarang. Tapi itu romantika waktu itu. Jadi
pergeseran kontra dengan sekolahan waktu itu.
Ya karena kajian setiap minggu kan ada
keputrian, diajar untuk berjilbab, itu adalah
tuntunan muslimah gitu lho. Contoh kalau kita
ijasah nggak pakai jilbab kan kita dilihat orang
banyak. Macem-macemlah istilahnya. Terus
setelah persidangan itu selesai, besoknya
perwakilan ke Departemen Agama, minta SK.
SK dari kementerian bahwa ijasah tu boleh
pakai jilbab. Saya fotokopi. Saya tunjukkan
Kepala Sekolah, langsung diem Kepala
Sekolah. Iya betul itu. ―Pak, SK dari menteri
agama. Silakan diperiksa keaslian. Kalau ini
palsu, bisa dituntut, Departemen Agama.‖
Bingung dia, karena ya mungkin sentimen.
Karena ada beberapa melihat gelagat.
Setelah itu setelah juara 1 tadi kita mendapat ya
mungkin ada unsur ―Kita ini juara 1, masak
hanya berhadapan dengan keputusan Kepala
Seolah kok kita mundur gitu lho.‖ Hampir
seperti itu, ada nilai opo ya, heroisme dalam
diri-diri kami. Kami tu sungguh-sungguh gitu
lho memakmurkan Masjid di sekolahan. Terus
begitu saya kelas 3, kader kelas 1, kelas 2
sudah siap. Jadi makna pengkaderan itu
pengajian keputrian banyak, keputraan juga
banyak, terus kemudian pengajian bersama
banyak.
Ya kalau apa ya, 2 SMA sendiri kan tidak lepas
dari senior. Senior tu kakak kelas. Itu jadi
tradisi menganggap senior itu panutan itu sudah
lumrah. Atau kita di luar misalnya, di Masjid
misalnya, sholat. Sholat, duduk, ada
sekelompok pengajian. Karena kita merasa
tidak bisa dan menganggap orang-orang yang
duduk itu lebih dulu belajar, kita pun datang
orang yang manut gitu. Ya sama dengan apa
ya, pengaruh lingkungan, pengajian mana? Yo.
Pengajian mana? Yo. Itu contohnya seperti itu.
Pengajian ini kok doa melulu, nggak punya
solusi kepada umat. Misalnya begitu.
Contohnya begitu. Misalnya kemiskinan kan
jelas. Terus apa lagi, apa lagi. Terus itu yang
Munculnya heroisme
dalam
memperjuangkan
komunitas remaja
masjidnya. (2180-
2191)
Menganggap senior
sebagai panutan.
(2192-2202)
Daya kritis terhadap
sekitar yang tidak
sesuai pendangan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
209
Listing and Preliminary Grouping — Reduction and Elimination
2207
2208
2209
2210
2211
2212
2213
2214
2215
2216
2217
2218
2219
2220
2221
2222
2223
2224
2225
2226
2227
2228
2229
2230
2231
2232
2233
2234
2235
2236
2237
2238
2239
2240
2241
2242
2243
2244
2245
2246
2247
2248
2249
2250
2251
2252
kedua. Berkenaan dengan lingkungan misalnya
sekolah, lingkungan, misalnya upacara. Wah,
upacara peninggalannya Pak Harto, ajarane Pak
Harto. P4 misalnya, itu sama. Jadi kelas 2 kelas
3 itu mulai kritis. Ya salah satu contohnya yang
kemarin kasus jilbab itu.
Ya berkenaan dengan undang-undang lah.
Undang-undang kan, misalnya kita pasal 28 ya,
ya kemerdekaan berserikat berkumpul
mengeluarkan bebas mengeluarkan pendapat
secara lisan maupun tulisan. Itu aja sudah ada
pembatasan ketika kita menulis dilarang,
dibredel misale, itu kan sudah ndak sesuai
undang-undang lagi. Lha kita menghafalkan itu
sudah bosan gitu lho. Hafal cuma nilai-nilai
kosong. Halah GBHN nggak perlu, undang-
undang nggak perlu dan asas tunggal nggak
ada.
Ya karena tidak pernah diterapkan di
Indonesia, itu aja. Ya kalau saya levelnya Jawa
Timur, Jombang ya, melihat ya nggak ada
bedanya lah fakir miskin dan anak terlantar
dipelihara negara. Kenyataannya keleleran
banyak, orang keleleran yang ndak jelas
nasibnya, betul, terus negara di mana. Coret
lagi, coret lagi. Jadi kita ketika menghayati
GBHN saja sudah mulai terasa hal-hal yang
aneh. Hal-hal yang aneh tentang undang-
undang apa sih, apalagi dalam ayat Al-Qur‘an
misalnya ―Barangsiapa yang berhukum selain
hukum Islam, dia orang yang dzolim.‖
misalnya. Nah, itu kan tekstual ayat ketika
melihat kita bersama dengan DPR-MPR. Ya
kan kita GBHN komplit, ada MPR ada DPR,
legislatif, yudikatif, kan dipelajari semua. Lha
dari situ saya sudah mulai jenuh gitu lho
melihat eee di satu sisi saya jurusan biologi
kemudian satu sisi, PMP misalnya Pendidikan
Moral Pancasila waktu itu ya. Itu tidak pernah
saya gagas, saya her dapat 5 ndak ada masalah.
Karena tidak ada beban, untuk kelas 2 kelas 3
sudah mulai tertanam keberanian meninggalkan
itu. Tapi walaupun itu sifatnya itu masih
idealisme. Oo, aku ini ini gitu lho. Tapi belum
ada action gitu lho. Kalau jaman sekarang kan
ada action-action teroris itu kan sudah action.
kelompok semakin
meningkat. (2202-
2212)
Tumpulnya praktek
UU di Indonesia
mendatangkan
konklusi bahwa
hukum hanya sekadar
nilai kosong. (2213-
2234)
Kontrasnya hukum
Indonesia dihadapkan
dengan hukum Islam
mendatangkan
apatisme terhadap
praktek hukum
negara. (2234-2258)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
210
Listing and Preliminary Grouping — Reduction and Elimination
2253
2254
2255
2256
2257
2258
2259
2260
2261
2262
2263
2264
2265
2266
2267
2268
2269
2270
2271
2272
2273
2274
2275
2276
2277
2278
2279
2280
2281
2282
2283
2284
2285
2286
2287
2288
2289
2290
2291
2292
2293
2294
2295
2296
2297
2298
Bukan hanya ndak setuju, kalau perlu
mberontak. Contoh seperti itu. Tapi waktu itu
masih ada ee apa ya, mbentur kepada
kekuasaan yang kuat, upacara ke alun-alun,
terus pakai dasi. Status kontrolnya masih tinggi
banget.
Kemudian lulus kelas 3 ya. Makna lulus ya
lulus ya, sama. Kita ikut UMPTN, saya ikut
kursus di Surabaya. Kebetulan kursus saya
deket gubernuran. Sumberardi. Surabaya itu.
Sampai sini saya belajar, di saat-saat belajar ini
kita ultimatum ni ―Saya harus masuk kampus
ITS, saya harus masuk kampus Unair, saya
harus masuk kampus Unibraw, negeri.‖ Lha
dari sana saya punya cita-cita kalau apa ya,
kalau pemahaman di kampus kan senior, pinter,
nanti bisa jadi follower adik-adik, diikuti adik-
adik. Nanti aku bisa mendidik adik-adik untuk
mengerti Islam. Arahnya ke sana.
Kemudian kebetulan juga pemilik pondok, pak
kyainya pondok itu tokoh Masyumi. Masyumi,
Majelis Syuro Muslimin Indonesia, beliau
punya pengalaman berhadapan dengan PKI 65.
Madiun itu kan ada pembantaian itu Mas. Itu
termasuk pernah diceritakan juga bagaimana
kegigihan umat Islam bertahan dari ideologinya
komunis gitu lho. Termasuk memisahkan diri
dari pernyataannya Pak Karno yang masih
mengusung yang, ajarannya Pak Karno, yang
komunis berdampingan dengan Islam. Dari situ
dijelaskan ualam Masyumi itu begini, Pak
Karno begini, dijelaskan aja. Jadi pemberian
materi-materi ini berarti ―Oo ini kajian Islam
yang lebih mengena buat saya..‖ Karena ada
unsur-unsur perbandingan politik, jadi parpol
75, terus PPP, tu mulai diberikan, disampaikan.
Ya mungkin ada unsur-unsur ateis itu lho. Anti-
Tuhan itu lho, jadi contoh-contoh yang sering
kita dengar kan ―Anak-anak, coba kamu minta
sama Tuhan, minta apa…coba sekarang minta
permen kasih permen, coba minta uang kasih
uang.‖, lha itu Tuhan nggak ada. Perbandingan
yang menyebabkan orang Islam nggak mau
dengan orang ateis. Woo, itu orang Rusia ke
antariksa neropong langit nggak ada tuhan.
Kekuatan-kekuatan yang kita anggap ateis. Dan
Bercita-cita untuk
menjadi panutan bagi
juniornya. (2259-
2271)
Mendapatkan kajian
kritis Islam. (2272-
2312)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
211
Listing and Preliminary Grouping — Reduction and Elimination
2299
2300
2301
2302
2303
2304
2305
2306
2307
2308
2309
2310
2311
2312
2313
2314
2315
2316
2317
2318
2319
2320
2321
2322
2323
2324
2325
2326
2327
2328
2329
2330
2331
2332
2333
2334
2335
2336
2337
2338
2339
2340
2341
2342
2343
2344
itu diklaim ajarannya PKI kan. Nah itu contoh
seperti itu. Kemudian berkenaan dengan
pembantaian, tahun berapa, tokoh Muso
namanya. Itu membantai. Banyak. Termasuk
perang melawan PKI saat itu. Memang sengaja
ee sebagai bahaya laten memang. Tapi kan
tetep, sebagai bahaya laten tu ditempatkan tetep
pada porsinya. Kalau peristiwa trisula..jendral
itu ya, yang 30SPKI itu ya. Itu kan ada money
policy sejarah, itu juga diungkapkan. Tidak
sampai berlebihan seperti itu. Sampai jendral
dianu…itu dipertanyakan. Tapi kalau unsur-
unsur sejarah ya kacamata Islam. Kurang lebih
begitu. Misalnya Pak Harto. Pak Harto itu 95
sudah menjabat presiden itu tahun…20 tahun
ya, eh 25 ya. Sekitar 28 tahun ya. Pelita 1 Pelita
2 Pelita 3 tu. Kita juga sebagai orang Islam
melihat memang orang Islam itu memang kalau
amir ketua jamaah itu diangkat sampai mati.
Betul. Tapi itu kan ketentuannya Islam, bukan
ketentuan demokrasi. Tapi kalau ketentuan
demokrasi kan jadi presiden, jadi presiden, kan
nggak ada tuntunannya. Kan gitu, gak ada
aturannya. Lha itu juga sudah mulai ada
perbedaan. Mestinya Pak Harto sudah lengser.
Terus sejarah juga dengan Pak Karno, dengan
DI/TII itu juga diutarakan. Perbandingan
sejarah.
Ho‘o. Kepincangan-kepincangan lah. Terus
diskriminasi dengan partai Islam. Waktu itu
kan PPP ya. PPP itu dijelaskan bagaimana
untuk wadahnya orang-orang Islam. Tapi
kenapa kok orang-orang Islam dengan ikatan
Korpri, iya to. Korpri harus Golkar. PP No. 10
menikah lebih dari 2 nggak boleh. Itu kan udah
perbincangan gitu lho, sementara Pak Kyai
sendiri sebagian besar juga mengajarkan boleh
gitu lho menikah lebih dari 1. Lha itu kan
perbedaan saja ya. Oiya ternyata jalan Islam tu
beda dengan keputusannya Pak Harto. Itu
contoh. Ditambah lagi kasus-kasus sejarah
seperti Tanjung Priok. Tanjung Priok kan fakta
sejarah diungkap di mata kuliah sejarah
misalnya. Sejarah yang terbaru ini, Tanjung
Priok, peristiwa muslim terbantai gini-gini-gini.
Tapi tidak disebutkan terbantai, tapi korban
Ketentuan demokrasi
yang menyimpang
jika dilihat dari
perjalanan historis
bangsa. (2312-2326)
Adanya diskriminasi
terhadap kaum
muslim pada rezim
Soeharto. (2327-
2439)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
212
Listing and Preliminary Grouping — Reduction and Elimination
2345
2346
2347
2348
2349
2350
2351
2352
2353
2354
2355
2356
2357
2358
2359
2360
2361
2362
2363
2364
2365
2366
2367
2368
2369
2370
2371
2372
2373
2374
2375
2376
2377
2378
2379
2380
2381
2382
2383
2384
2385
2386
2387
2388
2389
2390
konflik gitu. Konflik Tanjung Priok. Jadi antara
aparat dengan ini-ini-ini massa. Pembunuhan
massa, tapi kan masih samar gitu lho. Tapi dari
samar itu kan kita bisa melihat. Kok bisa mati
banyak? Opo jenenge, orang sipil ini bersenjata
terus melawan tentara. Mestinya kalau
korbannya banyak, orang sipil diberondong
bisa. Nggak nglawan. Lha itu logika. Iya kan.
Tentara 1, polisi, eh, warganya 3 mati. KO.
Terus itu, lha itu ada betul-betul perlawanan.
Itu dilawan bacok gini. Tapi kan nyatanya tidak
ada, korban TNI siapa. 10 orang? Nggak ada.
Sementara orang-orang Tanjung Priok itu
berapa ratus keluarrga yang hilang. Lha, contoh
seperti itu. Jadi itu itu sejarah Mas, dalam mata
kuliah disebutkan. Cuma memang dari kampus
itu sudah di-warning tidak boleh ada nada-nada
mendirikan negara sendiri. Tidak boleh. Tapi
berkeyakinan, padangan, boleh. Jadi Masyumi
kan berseberangan dengan Pak Karno. Jadi
dijelaskan, ya udah. Pancasila misalnya,
Pancasila kan digagas dengan Pak Karno.
Sementara NU, Hasyim Ashari, kakeknya Gus
Dur itu kan punya Piagam Jakarta kalau ndak
salah, itu kan ada dihapuskan dan segala
macamnya. Itu kan ulahnya Pak Karno. Jadi
unsur-unsur seperti itu, jadi Pak Karno betul-
betul anti untuk Islam. Dihapus kan itu? ―Bagi
pemeluknya..‖, jadi kata-kata ―Bagi
pemeluknya..‖ kan dikhususkan kepada Islam,
jadi itu kuat, sementara sekarang kan dihapus
itu. Itu yang dari paham dari sarjana kritis, woo
kok bisa ya dihilangkan. Berarti Kyai kita juga
Kyai orang yang lemah, nggak berani
menyuarakan. Kalau dia kuat, disuarakan dong.
Itu dari, dari wacana yang aku terima. Kita
belum bersentuhan dengan jihad ya Mas,
artinya baru wacana-wacana Indonesia. Dalam
proses pencarian itu, baru saya kuliah, terus
mulai terbentur ekonomi. Jadi saya setelah 1
tahun itu kan njagakne wong tuwo. Lha itu
contoh Mas, jadi wacana yang saya dapati
ketika berhadapan dengan kuliah dengan
pemerintahan saat itu, itu saya sedikit peka lah.
Emha Ainun Najib, di Jogja kan, Kyai Kanjeng
itu. Cak Nun itu kemudian mendirikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
213
Listing and Preliminary Grouping — Reduction and Elimination
2391
2392
2393
2394
2395
2396
2397
2398
2399
2400
2401
2402
2403
2404
2405
2406
2407
2408
2409
2410
2411
2412
2413
2414
2415
2416
2417
2418
2419
2420
2421
2422
2423
2424
2425
2426
2427
2428
2429
2430
2431
2432
2433
2434
2435
2436
pengajian Padang Bulan. Padahal pengajian
Padang Bulan ini, tafsir ada, Al-Qur‘an ada,
tapi lebih inti pada trik-trik politik. Ya saya
nggak tahu secara global nggak tahu. Tapi yang
jelas, Cak Nun sendiri juga kadang nggak
cocok sama Pak Harto waktu itu. Sampai
statement dalam pengajiannya waktu itu ―Saya
ini mewakili umat Islam di sini, jadi bukan atas
nama pertai tertentu, apalagi kuning.‖,
menyebutkan. Kuning kan jelas Golkar kan
gitu. Jadi ini contoh-contoh itu, wah saya ikut
pengajian Cak Nun seneng juga. Disebutkan.
Ya rezim itu kelemahannya begini.
Menurunkan anak, Tommy misalnya. Cak Nun
juga mengkaji, bukan kekuasaan terus
diberikan kepada anak-anaknya, Mbak Tutut
misalnya. Itu juga sudah mulai pula
berseberangan. Jadi tidak hanya saya, tapi
Emha Ainun Najib aja dengan lawan politiknya
sudah berseberangan. Jadi dia lebih condong
kepada orang-orang yang berseberangan
dengan Pak Harto. Terus dalam perkataannya
begini ―Ya sekarang kalau Pak Harto mungkin
orang Solo ya, mungkin tegak, mungkin pada
saatnya pada ini-ini nati, presiden dari Jawa
Timur-lah.‖ Makna Jawa Timur mungkin saat
itu Pak Emha itu sinyalemennya kepada Gus
Dur waktu itu. Yo mesti diberikan kesempatan,
antri lah, dia bilang gitu. Itu sudah sempat
disinggung-singgung. Tapi trik-trik politik itu
saya belum sempat banyak tahu karena lobinya
Jakarta bagaimana, lobinya lokal-lokalnya
bagaimana. Wah saya kalau menilai Pak Amien
Rais itu ya bagus. Tahun 98, sebelum
reformasi. Sebagi tokoh penggerak pemuda,
waktu itu belum ada reformasi kan Mas?
Reformasi waktu menduduki gedung MPR itu
tok to? Tapi pengajiannya Emha itu sudah
mengarah ke sana. Mendukung pola-pola yang
diterapkan Amien Rais untuk reformasi. Cak
Emha waktu itu masih se-visi lah dengan
Amien Rais. Tapi meskipun nggak sejalan ya
berikutnya. Tapi itu dengan gulingnya Pak
Harto tu prestasi juga buat Amien. Kenapa Pak
Amien nggak bisa naik? Ya karena beliau, Pak
Amien, itu bukan seorang pemimpin. Beliau
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
214
Listing and Preliminary Grouping — Reduction and Elimination
2437
2438
2439
2440
2441
2442
2443
2444
2445
2446
2447
2448
2449
2450
2451
2452
2453
2454
2455
2456
2457
2458
2459
2460
2461
2462
2463
2464
2465
2466
2467
2468
2469
2470
2471
2472
2473
2474
2475
2476
2477
2478
2479
2480
2481
2482
seorang politikus. Penggerak aja. Kurang lebih
begitu. Wacana yang saya terima itu masih
umum. Khusus, saya memang selalu
memperhatikan ayat-ayat jihad. Misalnya
Qut‘ba, Al-Mukital, dalam Al-Qur‘an
diwajibkan berperang. Padahal perang itu
sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi sesuatu
yang kamu benci tu baik buat kamu [Al-
Baqarah 216]. Itu ada uraian-uraian dari ustad-
ustad yang ngajar ngaji, ―Yok, sekarang nyoba
Indonesia, sing sugih tambah sugih. Yo to?
Sing kere tambah kere. Ayo coba saiki perang,
ben wong sugih bingung donyane piye. Mesti
akan dibagi-bagi.‖, itu contoh. Itu pengajian
yang serampangan seperti itu. Ya kan kalau
perang kan wong sugih bingung donyane. Coba
ayo kita perang aja, gpp. Hidup-mati‘e. Lha ora
perang kere, perang kere. Mendingan perang to
yo, ben wong sugih-sugih bingung. Itu contoh.
Itu secara bebas lho Mas. Jadi motivasi
ekonomi memang salah satu pemicu. Salah satu
lho ya. Ekonomi umat itu dikatakan miskin ya
memang miskin. Umat Islam, kan gitu kan.
Contone kuwi: Masjid le ngemis neng ndalan.
Contoh seperti itu, itu sempat dikaji juga.
Kenapa ini-ini-ini ssumbangan Masjid ini-ini-
ini. Keliling nggawa mobil. Njaluki
sumbangan. Perlu dikaji, Islam itu kere gitu lho
bahasane. Nah, dari kajian-kajian kritis itu kan
kita bisa melihat bahwa umat Islam itu
mestinya harus bangkit. Cuma kan bangkitnya
harus di mana, kapan, bagaimana nggak tahu.
Bangkit tu ya punya posisi kunci. Ya dari
bupati, bupatinya membimbing secara Islam.
Mengayomi secara Islam. Menunjukkan bahwa
Islam itu begini-begini diterapkan dalam Perda.
Seperti Aceh lah kurang lebih, kalau muslim
Perda-nya begini-begini. Itu yang diharapkan.
Kalau saya melihat begini pemahamannya.
Dalam Al-Qur‘an, ―Wahai orang-orang
beriman, masuklah kamu itu ke dalam Islam
secara keseluruhan.‖, secara kafah. Jangan
Cuma siji-loro. Jadi kalau pasa Islam, nek
sholat Islam, tapi nek ngurus duit ambek riba.
Contoh. Ngene, aku sholat, Allahu akbar,
sholat ya. aku puasa hari ini, saur-buka-saur-
Memiliki perhatian
khusus terhadap ayat-
ayat jihad ketika
dihaadapkan pada
realita sosial. (2439-
2474)
Konsepsi bahwa
masuk Islam haruslah
kafah. (2475-2511)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
215
Listing and Preliminary Grouping — Reduction and Elimination
2483
2484
2485
2486
2487
2488
2489
2490
2491
2492
2493
2494
2495
2496
2497
2498
2499
2500
2501
2502
2503
2504
2505
2506
2507
2508
2509
2510
2511
2512
2513
2514
2515
2516
2517
2518
2519
2520
2521
2522
2523
2524
2525
2526
2527
2528
buka. Aku naik haji, kopiah, ke Mekkah. Aku
zakat iki, bagi-bagi zakat. Kurang lebih gitu.
Tapi dia, aku nyilihke duit pakai bunga.
Berbunga itu. Riba. Berbunga. Itu namanya
nggak kafah. Haji iyo, tapi kowe gak kaffah.
Iyo tapi neng Nyi Roro Kidul njaluk pesugihan.
Haji iyo tapi koruptor. Podo wae. Keseluruhan,
totalitas. Jadi tidak boleh pilih-pilih sing enak
tok. Termasuk dari kacamata kita melihat ee
proses-proses ya banyak hal. Pernikahan harus
pakai KUA, harus beli pakai uang ini, sidang-
cerai macem-macem ya. Yang kadang itu juga
masih kelemahan umat Islam.
Bukan begitu maksudnya. Ada hal-hal yang
dipersulit. Persulit. Contoh, orang yang, ya
semuanya dalam Islam itu kadang masih
dikorupsi oleh Depag. Jadi Departemen Agama
itu juga korup. Salah satu departemen yang
koruptor. Menghasilkan korup. Departemen
Agama salah satunya to Mas. Karena dia juga
memanipulir ajaran-ajaran Islam. Contoh,
sampeyan cerai ni sama si istri, cerai, wis Pak
mbayar piro Pak dirabikke meneh. Padahal kan
nggak boleh. Yo rabi meneh yo, gawekne surat.
Padahal kan nggak boleh. Lha itu contoh
seperti itu. Itu kan jelas-jelas nggak boleh.
Contoh seperti itu. Ada hal-hal yang Islam itu
dijadikan alasan. Jadi kalau secara umum
begitu. Di samping itu saya kan punya temen
dari kuliah. Itu saya sharing. ―Kamu dari
mana?‖, ―Dari Sulawesi.‖, ―Oo Sulawesi ya,
mana? Sulawesi Selatan? Deket dengan
Hassanudin dong? Deket dengan Kahar
Muzakar‖, sampeyan tahu Kahar Muzakar?
Kahar Muzakar itu pemberontaknya masanya
Pak Karno ya. Ya bagian DI/TII-nya
Kartosuwiryo. ―Tak tanya kamu, Pak siapa itu
tadi menurutmu pemberontak atau pahlawan?‖,
―Kahar Muzakar tu pemebrontak.‖, ―Lhoh, kata
siapa?‖, saya bilang gitu, ―Kata Pak Karno. Pak
Karno kan waktu itu presiden.‖, ―Tapi kan
yang disuarakan suara umat Islam Sulawesi
Selatan, berarti dia pahlawan bagi orang Islam
Sulawesi Selatan.‖ Tak tanya lagi lebih maju
lagi. ―Pangeran Diponegoro itu pemberontak
atau pahlawan?‖, ―Pahlawan dia!‖, ―Lhoh kok
Berdialog dengan
teman-temannya
untuk menunjukkan
bahwa perjuangan
Indonesia adalah
untuk berjihad maka
seharusnya diberi
kemudahan untuk
mengisinya dengan
ajaran Islam. (2511-
2544)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
216
Listing and Preliminary Grouping — Reduction and Elimination
2529
2530
2531
2532
2533
2534
2535
2536
2537
2538
2539
2540
2541
2542
2543
2544
2545
2546
2547
2548
2549
2550
2551
2552
2553
2554
2555
2556
2557
2558
2559
2560
2561
2562
2563
2564
2565
2566
2567
2568
2569
2570
2571
2572
2573
2574
iso?‖, ngeyel ini orang. ―Pahlawan itu,
pahlawan yang gagah berani melawan
Belanda.‖, ―Dia itu pemberontak, goblok!‖,
saya bilang gitu. ―Lhoh kok bisa?‖, ―Lha kata
Belanda kan pemberontak?‖ Iya kan.
Pemberontak itu, Diponegoro itu. Jadi dialog-
dialog seperti ini aku ingin menyejukkan
bahwa ketika perjuangan umat Islam ee mbela
tanah ait. Entah yang maa, yang anu ya, yang
Sulawesi atau yang Goa, Hassanudin atau apa,
Imam Bonjol misalnya, itu mereka juga
semangatnya juga semangat melawan penjajah
untuk jihad. Mestinya ketika merdeka mereka
diberi kemudahan mengisi kemerdekaan
dengan ajaran-ajaran Islam. Karena mereka
juga pejuang.
Implementasinya jaman sekarang ada dosen
bilang, ―Mas, kalau ada orang mengajak
mendirikan negara Islam jangan mau.‖, ―Saya
mau nanya ni Pak, misalnya, misalnya ni Pak,
lha negara itu pemimpinnya dicintai rakyatnya,
terus rakyatnya itu mencintainya kemudian
mendukung dengan suara Islam. Gimana?‖,
―Lhoh, seperti Aceh nanti.‖ Contoh seperti itu,
itu sampai anu lho, sampai move ya. Jadi tahun
98 ya, 97 setelah saya lulus kuliah tu
perdebatannya juga masih. Di pengajian-
pengajian-pengajian, ya pengajian itu kan
jamannya Pak Harto sifatnya subversif. Tapi
jamannya Bu Mega, Habibie, sama Gus Dur
kan lebih longgar. Iya kan? PRD dibebaskan,
Budiman Soedjatmiko. Tapol-tapol Islam
Cipinang dibebaskan. Itu banyak itu, jadi itu
dunia baru menurut saya. Oke, itu sebenarnya
kebaikan. Misalnya Gus Dur, Gus Dur itu
bagus menurut saya. Dia berani membebaskan
orang yang kadang secara proporsional politik
dia nggak layak dihukum 20 tahun. Berbeda
pemahaman aja. Dibebaskan.
Selama saya berbisnis itu sudah mulai banyak
rasa ingin tahu. Saya datang ke pondok Al-
Mukmin. Tapi bermain tok, dolan. Saya lewat
mana saat itu, pokonya Solo-lah. Saya lewat
waktu itu, oo ini lho pondok Al-Mukmin. Saya
datang ke Al-Islam Lamongan. Pondoknya
Amrozy itu lho. Pondok Al-Mukmin itu udah
Rasa ingin tahu
mengenai jihad
meningkat lalu
mempelajarinya lewat
dialog dan buku.
(2568-2609)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
217
Listing and Preliminary Grouping — Reduction and Elimination
2575
2576
2577
2578
2579
2580
2581
2582
2583
2584
2585
2586
2587
2588
2589
2590
2591
2592
2593
2594
2595
2596
2597
2598
2599
2600
2601
2602
2603
2604
2605
2606
2607
2608
2609
2610
2611
2612
2613
2614
2615
2616
2617
2618
2619
2620
pecah. Mana pecahannya? Lamongan. Ah
Lamongan deket, naik bis. Main ke sana
kenalan sama ee pondoknya. Wis, pokoknya
kenalanlah sama… Pulang lagi. Besok dateng
lagi bulan depan. Pulang lagi. Kenal santrinya,
tak ajak ke tempat saya. Ngobrol, kurang lebih
begitu lah. Nah, dari situ terus ada buku-buku
jihad itu. Itu saya mulai mengenal. Buku-buku
jihad Afghanistan. Kalau jihad secara umum
tadi sudah lihat. ―Itu lho, alumni Afghanistan.
Disegani.‖, kok iso disegani alumni
Afghanistan. ―Itu lho ustad..‖, Ustad Mukhlas.
Yang terpidana mati. Masnya Amrozy. Itu kan
ee khotbah. Kok bagus ya, ustad siapa itu? Oo
itu dari Malaysia. Lhoh dari mana sih kok
ngajar di sini? Dia aslinya sini, di Malaysia.
Kok pakai sorban? Iya, itu ustad besar, lha
nanti setekah khotbah di sini balik lagi di
Malaysia. Aku samapai heran. Pondok ini
santrinya berapa? Ini pecahan dari Al-Mukmin,
mungkin pondoknya baru 100 orang, putranya
Cuma 100 orang. Kan sedikit to Mas. Lha
Masjidnya mana? Lha ini, ini ruang kelas ini,
bukan Masjid. Kecil. Ruang kelas buat sholat.
Nggak punya Masjid pondok itu. Jadi selama 2
tahun saya bekerja dengan batik, ada untung
saya ke Solo. Pulang mbawa buku mbawa
batik, kenal sama itu tadi, Al-Islam Al-
Mukmin, terus dari Sahadah Boyolali. Sudah
mulai kenal. Terus saya pernah mengajar di
sekolah Muhammadiyah selama 6 bulan.
Lumayan.
Ya ke pondok, ngaji, terus ke kota Malang,
silaturahmi ke Surabaya, ke Al-Falah. Ya
pokoknya kaya keliling gitu aja, pokoknya
kayak kadang bengkel tutup, jualannya tutup,
ngecer ke tempat lain aja.
Hampir 99-2000. Yo 99 itungannya, 2000 kan
saya sudah berangkat saya. 1 Januari sudah ke
Sulawesi. Lha ketika di wartel itu baru saya
mulai bersentuhan dengan pondok
Hidayatullah.
Ya kurang lebih begitu lah, antara berjualan,
kemudian mendapatkan pengalaman untuk,
untuk bidang-bidang agama yang non-jihad lho
ya, kalau yang jihad ya berdasarkan buku-buku
Mulai bersentuhan
dengan Hidayatullah.
(2614-2616)
Pengalaman jihad
didapat dari buku-
buku kemudia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
218
Listing and Preliminary Grouping — Reduction and Elimination
2621
2622
2623
2624
2625
2626
2627
2628
2629
2630
2631
2632
2633
2634
2635
2636
2637
aja, literatur, baca ―Oo ini, oo ini, oo ini.‖
Cuma begitu bersentuhan langsung di Poso,
tidak dibutuhkan langsung di Poso, kemudian
ikut ya nyari ilmu kecantol di Filipina. Di
Filipina itu sudah mentok, pelabuhan akhir
bahasanya, tujuan. Soalnya di sana ya sudah
apa-apa didapatkan. Yo wis namanya manusia
meninggalkan keluarga mesti kelingan yo.
Wah, saya ni sudah lama….bahasanya tu kalau
kangen ya kangen wong jenenge keluarga udah
2 tahun nggak pernah tegur sapa terus mereka
bagaimana sih saat ini? Kepada saya. Akhirnya
saya menganggap keluarga juga bagian dari
hidup saya. Saya datang dengan banyak visi
dan misi kepada mereka. Ada juga yang
memaklumi kondisi saya. Dan sampai sekarang
ini.
dipraktekkan dalam
pelatihan. (2617-
2624)
Pelabuhan akhir
berjihad secara fisik
adalah di Filipina.
(2624-2627)
Kerinduan untuk
bertemu dengan
keluarga disertai
tanggung jawab
terhadap keluarga.
(2627-2637)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
219
LAMPIRAN 4
Clustering and Thematizing
the Invariant Constituents
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
220
Clustering and Thematizing the Invarians Constituents
Invariant Constituents of Mitsein-Mitdasein
1. Konflik agama menjalar ke Jawa dari Indonesia Timur. (1-6)
2. Ada konteks perang melawan Amerika. (33-39)
3. Konflik di Ambon dan Poso berimbas ke Jawa. (51-56)
4. Konflik agama di Indonesia memiliki perbedaan dengan di Filipina, meskipun
rentan sekali untuk terjadi. (80-86)
5. Kompleksitas latar belakang konflik agama di Ambon disertai keyakinan
cawe-cawe dari Jakarta. (93-103)
6. Kesamaan dukungan antar mujahidin. (113-118)
7. Dimudahkan dalam pembelajaran di Moro. (139-144)
8. Implementasi hasil belajar di Moro ketika berada di Indonesia. (151-156)
9. Adanya kedudukan struktural dalam berjihad. (160-161)
10. Pemahaman fungsi pelatihan. (163-168)
11. Lengsernya Pak Harto menimbulkan kebebasan dalam media. (177-189)
12. Lengsernya Pak Harto mendorong munculnya tokoh pergerakan agama. (190-
192)
13. Penghancuran infrastruktur Islam di Indonesia Timur. (197-212)
14. Ketidaktahuan faktor yang mendasari konflik Poso. (213-220)
15. Dipertanyakan oleh teman-teman karena berjihad minim senjata. (278-288)
16. Irelevansi penerapan tradisi masa lalu dengan saat ini. (289-297)
17. Setiap konflik memiliki latar belakang yang berbeda-beda. (300-306)
18. Pengaruh Noordin M. Top dan Dr.Azahari terhadap konflik di Jawa. (306-
312)
19. Berada di tengah MILF dan ikut berjuang bersama MILF karena ikut
diserang. (316-329)
20. Rasa kaget terjadinya peristiwa Bom Bali I. (377-380)
21. Rasa kaget muncul, bukan karena besarnya ledakan yang terjadi, melainkan
efeknya. (381-387)
22. Perbedaan konsep sasaran Bom Bali dengan Ambon dan Poso. (388-390)
23. Ideologi Bom Bali mengadopsi dari Al-Qaeda meskipun dilatarbelakangi
konflik Ambon dan Poso. (391-394)
24. Merantau bekerja untuk memenuhi kebutuhan; makan. (401-404)
25. Historisitas kemunculan konsep mujahidin. (405-415)
26. Masuknya informasi mengenai harokah ke Indonesia. (418-430)
27. Masuknya ideologi jihad dari Afghanistan dalam rupa roh. (433-439)
28. Pencarian ilmu militer di Afganistan. (440-445)
29. Pemerolehan ilmu militer lewat pelatihan secara klandestin didasarkan dari
idealisme jihad Afghanistan. (447-454)
30. Adanya dikotomi pemerintahan di Indonesia menjadi sumber kekecewaan.
(455-468)
31. Adanya unsur ideologi menjadi pemicu anarkisme. (469-473)
32. Adanya dakwah mengenai anarkisme. (474-485)
33. Pengaruh buku putih dari Ustad Abu Ba‘akar Baasyir. (486-481)
34. Munculnya simpati untuk umat Islam yang tertindas akibat penyalahgunaan
kekuasaan. (492-501)
35. Pemanfaatan jihad oleh pemerintahan yang oportunis. (516-520)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
221
Clustering and Thematizing the Invarians Constituents
36. Realisasi ideologi jihad di Poso dipicu oleh pembantaian Muslim di Poso.
(524-555)
37. Munculnya empati Muslim dalam kasus internasional. (556-570)
38. Ambon dan Poso sebagai solusi berjihad karena secara geografis lebih
memungkinkan. (571-575)
39. Kehadiran aparat sebagai musuh. (626-650)
40. Adanya kesamaan latar belakang berjihad: solidaritas. (651-660)
41. Kesiapan diri untuk mengikuti pelatihan jihad secara militer. (661-680)
42. Pergeseran rasa simpati terhadap Poso ke Filipina karena adanya muslim
yang dibatasi dalam melakukan ritual. (711-725)
43. Fase awal tertarik berjuang di Filipina. (726-751)
44. Adanya perbedaan konsep dalam berjihad. (814-821)
45. Konsep berjihad terhadap diri sendiri memiliki syarat tersendiri. (822-855)
46. Ada perbedaan pandangan setelah dan sebelum menerapkan ilmu jihad di
medan perang. (908-922)
47. Menyetarakan jihad di MILF dengan kasus jihad lainnya. (932-976)
48. Perubahan pandangan keagamaan dari yang cenderung NU ke yang
cenderung Muhammadiyah karena masalah ritual. (977-1010)
49. Merasa bangga jika ada yang meneruskan perjuangan jihad. (1142-1154)
50. Menyampaikan hal-hal berkaitan dengan ritual secara bijaksana. (1635-1648)
51. Mendapatkan prestasi yang superior mulai kelas 4. (1723-1725)
52. Pemisahan dengan orang tua kandung karena kepercayaan dalam kejawen.
(1735-1741)
53. Tidak mempermasalahkan masa lalu, menganggap ibu angkat sebagai ibu
yang sebenarnya. (1744-1748)
54. Diberi anjuran untuk mondok oleh guru agama namun masih
mempertanyakannya. (1766-1770)
55. Kakak kelas mulai variatif dan ada yang mendorong untuk memperbanyak
intensitas belajar agama. (1805-1819)
56. Pemaparan pergolakan Islam internasional oleh senior namun belum paham
sepenuhnya. (1820-1853)
57. Melihat perlawanan ikhwanul muslimin tidak hanya di Irak saja, namun juga
di Bosnia. (2002-2018)
58. Melihat fakta bahwa kekuatan Rusia yang begitu besar tumbang. (2018-2033)
59. Mendapatkan pengaruh dari membaca majalah Islami. (2076-2085)
60. Daya kritis terhadap sekitar yang tidak sesuai pandangan kelompok semakin
meningkat. (2202-2212)
61. Mendapatkan kajian kritis Islam. (2272- 2312)
62. Adanya diskriminasi terhadap kaum muslim pada rezim Soeharto. (2327-
2439)
63. Mulai bersentuhan dengan Hidayatullah. (2614-2616)
64. Pengalaman jihad didapat dari buku-buku kemudian dipraktekkan dalam
pelatihan. (2617-2624)
65. Pelabuhan akhir berjihad secara fisik adalah di Filipina. (2624-2627)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
222
Clustering and Thematizing the Invarians Constituents
Invariant Constituents
of Umwelt
Invariant Constituents
of Mitwelt
Invariant Constituents
of Eigenwelt
1. Adanya konsep
harokah dalam Islam.
(415-418)
2. Arus global dirasakan
semua orang,
termasuk Yusuf. (313-
315)
3. Al-Qur‘an menjadi
pegangan dan
menuliskan bahwa
konflik itu akan terus
bergulir. (588-607)
4. Kesabaran dan
kepatuhan terhadap
guide. (680-710)
5. Penegakan konsep
amar ma„ruf nahi
munkar dalam rupa
yang berbeda sesuai
konteks. (856-907)
6. Kembalinya segala
aturan dengan patokan
Al-Qur‘an, Rasuna,
Hadis, dan nabi.
(1255-1293)
7. Memiliki perhatian
khusus terhadap ayat-
ayat jihad ketika
dihadapkan pada
realita sosial. (2439-
2474)
8. Konsepsi bahwa
masuk Islam haruslah
kafah. (2475-2511)
1. Merasa santai,
padahal teman yang
lain amaliah. (11-16)
2. Menyadari adanya
perbedaan
kelompoknya dengan
kelompok lain. (20-
24)
3. Sudah terbiasa
menghadapi konflik
agama. (73-80)
4. Belajar perang
dikarenakan
keyakinan akan
dahsyatnya konflik
agama di Ambon dan
Poso. (105-108)
5. Menikmati
pembelajaran di
Moro karena MILF
mengayomi. (124-
135)
6. Rasa curiga adanya
intervensi Amerika
terhadap Filipina dan
Indonesia. (169-174)
7. Rasa tidak tergabung
dalam kolektivitas.
(192-195)
8. Keinginan untuk
turut serta ke Poso
karena teman-
temannya turut
berbondong-
bondong. (221-223)
9. Prihatin melihat
kaum muslim yang
apatis terhadap
konflik di Indonesia
Timur. (226-236)
10. Meskipun mengalami
penolakan, tetap
percaya pada guide
karena sudah
1. Mengalami
penolakan karena
pengalaman yang
minim. (57-59)
2. Mengatasi
ketidakmampuan
dengan belajar. (59)
3. Ada keinginan untuk
berjuang setelah
belajar, namun sudah
tidak dibutuhkan di
Poso. (64-69)
4. Belajar perang agar
memiliki bekal
berjuang. (119-123)
5. Rasa ingin tahu
mengenai peristiwa di
Indonesia Timur.
(196-201)
6. Keinginan untuk
melihat konflik
secara langsung
karena ketertarikan
terhadap perang.
(224-226)
7. Keberanian dan
keterbukaan untuk
menyatakan
keinginan kepada
orang lain. (238-253)
8. Ketertarikan untuk
tergabung dalam
ormas bukan sekadar
menjadi anggota.
(254-261)
9. Mengatasi
ketidakmampuan
dengan bersedia
dididik karena sudah
niat sejak awal. (270-
277)
10. Keyakinan bahwa
Allah memberikan
pertolongan terhadap
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
223
Clustering and Thematizing the Invarians Constituents
memiliki niat. (264-
268)
11. Keinginan untuk
menjadi berguna bagi
pihak di luar dirinya.
(362-369)
12. Menjalani perintah
terhadap apa yang
harus dilakukan.
(370-376)
13. Pemahaman akan
pemerintahan sebagai
posisi yang netral.
(510-515)
14. Kalau ada muslim
yang konflik, saya
harus membela. (575-
588)
15. Melihat perbedaan
antara perkampungan
mujahidin yang nyata
dengan apa yang
sebatas buku saja.
(755-769)
16. Melihat mujahidin
yang menenteng
senjata sebagai sosok
yang berwibawa dan
gagah. (770-797)
17. Identifikasi diri
terhadap mujahidin.
(797-803)
18. Mengganggap siapa
saja yang berada di
luar tim adalah
musuh. (923-932)
19. Diskrepansi konsep
pandangan agama
dengan pandangan
kaum Salafi. (1061-
1088)
20. Menjaga silaturahmi
dengan teman-teman
mantan teroris
didasarkan oleh rasa
kemanusiaan. (1294-
pihak yang
menderita. (330-335)
11. Pengalaman spiritual
dengan Allah lewat
berkorban dan
menyerahkan diri ke
Allah. (336-342)
12. Keyakinan untuk
mampu bertahan dan
bertemu keluarga.
(342-345)
13. Keyakinan berada di
tempat yang benar
dan berada pada
pihak yang lemah.
(347-350)
14. Ketidakjujuran demi
memperjuangkan apa
yang diyakininya.
(351-361)
15. Islam sudah punya
warna sendiri
sehingga negara tidak
perlu ada. (501-509)
16. Ketertarikan terhadap
konflik sebagai
impak dari ideologi
jihad. (520-523)
17. Dorongan dari dalam
hati untuk
mengetahui konflik
Poso dengan
melihatnya sendiri.
(608-626)
18. Tertanam keyakinan
sedang berada di
negeri musim yang
gagah dan mencintai
negeri tersebut. (752-
755)
19. Praktek sebagai
mujahidin seolah-
olah meresap ke
dalam jiwa, jika cuma
teori terasa hambar.
(804-807)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
224
Clustering and Thematizing the Invarians Constituents
1370)
21. Penerimaan keluarga
terhadap Yusuf
sebagai tahanan
teroris. (1371-1402)
22. Meningkatnya
kontrol keluarga
terhadap Yusuf.
(1402-1408)
23. Munculnya rasa
bersalah karena telah
berbohong dengan
keluarga. (1409-
1417)
24. Membangun
komunikasi yang
bagus dengan
keluarga ketika di
penjara sebagai
pertanggungjawaban
terhadap keluarga.
(1417-1436)
25. Munculnya antipati
dan prasangka dari
pihak keluarga.
(1437-1447)
26. Meyakinkan keluarga
bahwa Yusuf
sekarang sedang
melakukan penataan
ulang hidupnya.
(1447-1465)
27. Menjaga silaturahmi
dengan teman-teman
mantan tahanan
terorisme. (1465-
1486)
28. Silaturahmi dengan
keluarga karena
kehilangan waktu
bersama keluarga.
(1550-1570)
29. Tidak ada
permasalahan
perbedaan ritual
dengan keluarga, tapi
20. Rasa tidak percaya
dengan
keberadaannya
sekarang. (808-814)
21. Konsep dalam
Muhammadiyah yang
menarik karena
―kembali ke nabi‖.
(1011-1060)
22. Memandang praktek
hukum di Indonesia
yang banyak celanya.
(1089-1109)
23. Negara dipandang
bejat karena fasilitas
ibadah di penjara
sangat minim. (1110-
1142)
24. Ketimpangan hukum
memunculkan
pandangan bahwa
hukum Indonesia
tidak layak
diterapkan dan
keyakinan bahwa
hukum Islam wajib
diterapkan. (1154-
1170)
25. Memandang latihan
militer, secara nilai
Islam yang diniatkan
sebagai i‟daad,
adalah sah. (1171-
1174)
26. Latihan dianggap sah
sejauh berbenturan
dengan kepentingan.
1175-1192)
27. Ketidaksetujuan
dengan aksi yang
bersifat parsial karena
cenderung
menghidupkan
konflik. (1192-1231)
28. Ketidakterikatan
dengan aliran dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
225
Clustering and Thematizing the Invarians Constituents
tetap
membicarakannya
secara dialogis.
(1571-1594)
30. Sosialisasi lagi
dengan masyarakat.
(1594-1621)
31. Menguraikan kepada
ibu mengenai ritual
keagamaan yang
dipegang Yusuf
berbeda dengan
Ibunya. (1621-1634)
32. Kenaikan prestise
sebagai mantan
tahanan
Nusakambangan
digunakan untuk
fungsi muamalah.
(1648-1696)
33. Berusaha
meyakinkan keluarga
bahwa Yusuf telah
kembali ke jalan
yang lurus. (1696-
1704)
34. Menghargai pilihan
teman-teman yang
dulu satu penjara.
(1703-1722)
35. Menempatkan posisi
sebagai seorang
panutan. (1726-1734)
36. Kosmopolitanisme
muslim internasional.
(2033-2040)
37. Perselisihan dengan
Imam akibat
perbedaan
pandangan. (2086-
2104)
38. Menganggap senior
sebagai panutan.
(2192-2202)
39. Bercita-cita untuk
menjadi panutan bagi
Islam dengan tujuan
untuk kembali ke
Islam. (1232-1254)
29. Melihat muslim di
penjara yang haus
rohaninya. (1487-
1518)
30. Muncul harapan
hidup ketika dalam
peperangan jihad.
(1519-1535)
31. Tawakal kepada
Allah saat nyawa
terancam. (1535-
1539)
32. Keyakinan bahwwa
secara manusiawi
akan mati karena
peluru musuh. (1540-
1549)
33. Tertarik dengan guru
agama karena
kepandaiannya baca
Al-Qur‘an dan
mengaji. (1749-1758)
34. Menyukai sisi
disiplin yang terarah
pada kebersihan yang
diterapkan oleh guru
agama. (1762-1766)
35. Keberanian untuk
berkelahi dan
membela diri,
sekalipun dengan
anak kyai. (1771-
1776)
36. Tertarik dengan Pak
Abdul Kholib yang
menyukai lagu-lagu
yang arahnya
ketuhanan dan pintar
mengaji. (1777-1789)
37. Memilih bangku di
kelas dikarenakan
tidak merasa percaya
diri duduk di depan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
226
Clustering and Thematizing the Invarians Constituents
juniornya. (2259-
2271)
40. Ketentuan demokrasi
yang menyimpang
jika dilihat dari
perjalanan historis
bangsa. (2312-2326)
41. Berdialog dengan
teman-temannya
untuk menunjukkan
bahwa perjuangan
Indonesia adalah
untuk berjihad maka
seharusnya diberi
kemudahan untuk
mengisinya dengan
ajaran Islam. (2511-
2544)
42. Kerinduan untuk
bertemu dengan
keluarga disertai
tanggung jawab
terhadap keluarga.
(2627-2637)
(1790-1804)
38. Kebanggan tersendiri
menjadi remaja
masjid memunculkan
kesiapan untuk
berkarya dalam
remaja masjid. (1854-
1971)
39. Ketertarikan untuk
menonton film
dokumenter perang
Bosnia meskipun saat
itu dianggap
subversif. (1971-
2001)
40. Keprihatinan muncul
akibat muslim di
Madura yang kurang
memperhatikan
ibadah. (2041-2075)
41. Berkonflik dengan
sekolah karena aturan
yang tidak sesuai
dengan tuntunan
muslimah. (2105-
2179)
42. Munculnya heroisme
dalam
memperjuangkan
komunitas remaja
masjidnya. (2180-
2191)
43. Tumpulnya praktek
UU di Indonesia
mendatangkan
konklusi bahwa
hukum hanya sekadar
nilai kosong. (2213-
2234)
44. Kontrasnya hukum
Indonesia dihadapkan
dengan hukum Islam
mendatangkan
apatisme terhadap
praktek hukum
negara. (2234-2258)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
227
Clustering and Thematizing the Invarians Constituents
43. Rasa ingin tahu
mengenai jihad
meningkat lalu
mempelajarinya lewat
dialog dan buku.
(2568-2609)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
228
LAMPIRAN 5
Thematic Portrayal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
229
Thematic Portrayal
Thematic Portrayal of Mitsein-Mitdasein
[Efek lingkungan dan perubahannya] Yusuf mendapatkan suplai informasi
mengenai pergerakan sejak masa SMA. Di SMA, kakak kelas mulai variatif dan
ada pula yang mendorong untuk memperbanyak intensitas belajar agama. Pada
waktu itu Yusuf belum memahami pemaparan pergolakan Islam internasional
yang diberikan oleh seniornya. Suplai informasi yang terus bertambah ini dikuti
dengan peristiwa-peristiwa perlawanan ikhwanul muslimin yang tidak hanya di
Irak saja, namun juga di Bosnia. Yusuf melihat fakta bahwa kekuatan Rusia yang
begitu besar tumbang. Yusuf terkesan dan terus mencari tahu lewat berbagai
media; majalah islami, buku-buku, buku putih Abu Bakar Ba‘asyir. Setelah lulus
SMA, Yusuf melanjutkan ke pondok. Di pondok, Yusuf mendapatkan informasi
yang semakin kompleks. Daya kritis terhadap sekitar yang tidak sesuai pandangan
kelompok semakin meningkat. Kajian kritis Islam juga dia peroleh. Mulailah
Yusuf bersentuhan dengan Hidayatullah.
[Kekecewaan terhadap lingkungan] Pada selang waktu yang tidak begitu
lama, rezim Soeharto lengser. Selain memberi kebebasan dalam media,
lengsernya Pak Harto mendorong munculnya tokoh pergerakan agama. Tokoh-
tokoh ini sebenarnya sudah ada ketika rezim Soeharto, hanya karena state of
control yang melemah, kemudian muncul ke permukaan. Melemahnya state of
control juga mendorong munculnya konflik agama semakin menjalar ke Jawa dari
Indonesia Timur. Konflik Ambon dan Poso ini memiliki kompleksitas latar
belakang yang diyakini merupakan hasil cawe-cawe dari Jakarta. Penghancuran
infrastruktur Islam di Indonesia Timur semakin meningkatkan kekecewaan
muslim. Hal ini dianggap sebagai diskriminasi terhadap kaum muslim.
Kekecewaan terhadap pemerintahan membangkitkan kembali konsep dikotomi
pemerintahan yang nasionalis dengan yang islamis. Hal ini menyebabkan
kekecewaan tersendiri bagi kalangan muslim tertentu. Kekecewaan ini semakin
mengangkat konsep harakah dalam muslim. Ada persinggungan ketika
dihadapkan dengan konsep jihad yang bersyarat; salah satunya bentuk jihad
Afghanistan. Konsep harakah ini kemudian dibarengi dengan masuknya ideologi
jihad dari Afghanistan dalam rupa roh.
[Masuknya ideologi jihad Afghanistan dan munculnya anarkisme] Adanya
unsur ideologi jihad Afghanistan ini menjadi pemicu anarkisme. Pemahaman
mengenai anarkisme lewat dakwah maupun kajian kritis menjadi pemicu
munculnya simpati untuk umat Islam yang tertindas akibat penyalahgunaan
kekuasaan. Muncullah empati muslim dalam kasus internasional
(kosmopolitanisme muslim). Solidaritas menjadi latar belakang dalam berjihad.
Di Indonesia, simpati ini direalisasikan lewat praktek ideologi jihad di Poso.
Karena kebutuhan untuk praktek ideologi jihad, maka muncullah kesiapan diri
untuk mengikuti pelatihan jihad secara militer. Pelatihan militer secara klandestin
ini dapat diperoleh lewat jalur Filipina maupun Afghanistan.
Thematic Portrayal of Umwelt
[Keadaan global dan efeknya] Arus global dirasakan semua orang, termasuk
Yusuf, mendapatkan pertentangannya dengan pandangan bahwa masuk Islam
haruslah kafah. Menjadi kafah berarti kembali ke segala aturan dengan patokan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
230
Thematic Portrayal
Al-Qur‘an, Rasuna, Hadis, dan nabi. Dalam menyikapi arus global ini, sebagai
sumber nilai dalam konteks yang baru, Al-Qur‘an menjadi pegangan.
[Kepatuhan terhadap dogma dan orang sekitar] Yusuf memperoleh penyegaran
konsep harakah dalam Islam disertai dengan ideologi jihad. Yusuf juga memiliki
perhatian khusus terhadap ayat-ayat jihad ketika dihadapkan pada realita sosial.
Dalam Al-Qur‘an dituliskan bahwa konflik itu akan terus bergulir. Dengan
demikian, penghalalan segala cara akan dilakukan demi penegakan konsep amar
ma„ruf nahi munkar dalam rupa yang berbeda sesuai konteks. Dalam mencapai
tujuannya berjihad, Yusuf rela untuk bersabar dan patuh terhadap guide.
Thematic Portrayal of Mitwelt
[Solidaritas dan kosmopolitanisme muslim] Rasa solidaritas menciptakan
munculnya kosmopolitanisme muslim internasional. Meskipun demikian, cara
pandang dalam agama tidak dapat dihindari sehingga menyebabkan Yusuf
berselisisih dengan Imam, meskipun sama-sama muslim.
[Permusuhan dan otherness] Yusuf menyatakan bahwa ada diskrepansi
konsep pandangan agama dengan pandangan kaum Salafi meskipun sama-sama
Islam. Di Filipina, Yusuf menjadi terbiasa menghadapi konflik agama karena
kehidupan sehari-harinya di Filipina. Yusuf menikmati pelatihan militer di MILF
karena merasa diayomi. Yusuf bersedia menjalani perintah terhadap apa yang
harus dilakukan. Yusuf mengganggap siapa saja yang berada di luar tim adalah
musuh. Yusuf melihat perbedaan antara perkampungan mujahidin yang nyata
dengan apa yang sebatas buku saja. Yusuf menemukan kegagahan dan
kewibawaan dari mujahidin yang menenteng senjata. Yusuf kemudian
mengidentifikasikan dirinya terhadap mujahidin. Setelah mengikuti pelatihan,
Yusuf merasa curiga adanya intervensi Amerika terhadap Filipina dan Indonesia.
[Kehendak untuk menganut dan dianut] Menurut Yusuf, senior adalah
panutan; sehingga dia bercita-cita untuk menjadi panutan bagi juniornya.
[Sorge] Pada saat melihat teman-temannya amaliah dengan konflik Poso, dia
prihatin dengan dirinya. Dia masih merasa santai, padahal teman yang lain
amaliah. Yusuf merasa tidak tergabung dalam Islam secara kolektif. Muncullah
keinginan untuk turut serta ke Poso karena teman-temannya turut berbondong-
bondong. Kemudian Yusuf menggabungkan diri dalam suatu kelompok
mujahidin, dia menyadari adanya perbedaan kelompoknya dengan kelompok lain.
Namun di sisi lain, Yusuf prihatin melihat kaum muslim yang apatis terhadap
konflik di Indonesia Timur.
[Rasa tanggung jawab] Ketika di penjara, Yusuf terus membangun
komunikasi yang bagus dengan keluarga sebagai pertanggungjawaban terhadap
keluarga meskipun pada awalnya muncul antipati dan prasangka dari pihak
keluarga. Demi memperjuangkan apa yang diyakininya, Yusuf rela untuk tidak
jujur terhadap keluarga. Namun, akhirnya muncul rasa bersalah karena telah
berbohong dengan keluarga. Setelah terbebas dari penjara, kontrol keluarga
terhadap Yusuf semakin meningkat. Yusuf berusaha meyakinkan keluarga bahwa
kini ia sedang melakukan penataan ulang hidupnya, oleh karena itu dia melakukan
silaturahmi dengan keluarga; selain karena kehilangan waktu bersama keluarga.
Keluarga menerima status Yusuf sebagai tahanan teroris. Menurut Yusuf, tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
231
Thematic Portrayal
ada permasalahan perbedaan ritual dengan keluarga, tapi tetap membicarakannya
secara dialogis. Yusuf menguraikan kepada ibu mengenai ritual keagamaan yang
dipegang Yusuf berbeda dengan Ibunya. Yusuf terus berusaha meyakinkan
keluarga bahwa Yusuf telah kembali ke jalan yang lurus. Yusuf mencoba menjaga
silaturahmi dengan teman-teman mantan teroris didasarkan oleh rasa
kemanusiaan. Yusuf menggunakan kenaikan prestise sebagai mantan tahanan
Nusakambangan untuk fungsi muamalah. Dia juga melakukan sosialisasi lagi
dengan masyarakat.
[Kehendak untuk menjadi signifikan] Yusuf memahami bahwa pemerintah
adalah posisi yang netral. Dia tidak setuju, menurut Yusuf, kalau ada muslim yang
konflik, saya harus membela. Semua itu didasari oleh keinginan untuk menjadi
berguna bagi pihak di luar dirinya.
Thematic Portrayal of Eigenwelt
[Ketertarikan dengan tokoh di sekitarnya] Pada masa SMP, Yusuf tertarik
dengan guru agama karena kepandaian guru agama dalam membaca Al-Qur‘an
dan mengaji. Selain itu, dia menyukai sisi disiplin yang terarah pada kebersihan
yang diterapkan oleh guru agama. Dia juga tertarik dengan Pak Abdul Kholib,
guru matematika, yang menyukai lagu-lagu yang arahnya ketuhanan dan pintar
mengaji. Yusuf juga menyatakan bahwa dia memiliki keberanian untuk berkelahi
dan membela diri, sekalipun dengan anak kyai.
[Ketertarikan dengan konsep ―kembali ke nabi‖] Yusuf tertarik dengan
konsep dalam Muhammadiyah karena ―kembali ke nabi‖. Yusuf memilih untuk
tidak terikat aliran dalam agama Islam dengan tujuan untuk kembali ke Islam.
[Komunitas menjadi jembatan munculnya keberanian dan daya kritis] Pada
masa SMA, Yusuf menggabungkan diri dalam komunitas remaja masjid.
Kebanggan tersendiri menjadi remaja masjid memunculkan kesiapan untuk
berkarya dalam remaja masjid. Yusuf mendapat banyak asupan informasi selama
tergabung dalam remaja masjid. Salah satunya adalah ketertarikan untuk
menonton film dokumenter perang Bosnia meskipun saat itu dianggap subversif.
Dalam proses bakti sosial bersama remaja masjid, muncul keprihatinan akibat
muslim di Madura yang kurang memperhatikan ibadah. Yusuf juga berani
berkonflik dengan sekolah karena aturan yang tidak sesuai dengan tuntunan
muslimah. Di komunitas inilah muncul heroisme dalam memperjuangkan apa
yang dianggap benar baginya.
[Keberpihakan terhadap hukum Islam] Di lain pihak, Yusuf melihat
ketumpulan praktek UU di Indonesia. Hal ini mendatangkan konklusi bahwa
hukum hanya sekadar nilai kosong. Kontrasnya praktek hukum Indonesia
dihadapkan dengan praktek hukum Islam mendatangkan apatisme terhadap
praktek hukum negara. Selain itu, ketentuan demokrasi juga menyimpang jika
dilihat dari perjalanan historis bangsa. Melihat keapikan penerapan hukum Islam,
Yusuf sering mengadakan dialog dengan teman-temannya untuk menunjukkan
bahwa perjuangan Indonesia adalah untuk berjihad maka seharusnya diberi
kemudahan untuk mengisinya dengan ajaran Islam.
[Rasa ingin tahu terhadap jihad meningkat] Rasa ingin tahu Yusuf mengenai
jihad kemudian meningkat. Yusuf lalu mempelajarinya lewat dialog dan buku.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
232
Thematic Portrayal
Hal ini ditunjukkan lewat keberanian dan keterbukaan untuk menyatakan
keinginan maupun pendapat kepada orang lain. Menurutnya, Islam sudah punya
warna sendiri sehingga negara tidak perlu ada.
[Concern terhadap konflik] Di sisi lain, muncul ketertarikan untuk tergabung
dalam ormas, tapi bukan sekadar menjadi anggota. Yusuf memiliki ketertarikan
personal terhadap konflik sebagai impak dari ideologi jihad. Oleh karena itu,
muncul dorongan dari dalam hati untuk mengetahui konflik Poso dengan
melihatnya sendiri.
[Kesiapan untuk berjihad] Sesampainya di Poso, Yusuf mengalami penolakan
karena pengalaman yang minim. Meskipun mengalami penolakan, Yusuf tetap
percaya pada guide karena sudah memiliki niat untuk berjihad. Yusuf bersedia
mengatasi ketidakmampuan dengan bersedia dididik karena sudah memiliki niat
sejak awal. Kemudian Yusuf memutuskan untuk mengikuti pelatihan militer.
Yusuf yakin bahwa konflik agama di Ambon dan Poso sangat dahsyat.
[Praktek ideologi] Yusuf mengatasi ketidakmampuan dengan belajar perang
agar memiliki bekal berjuang. Yusuf ingin tahu mengenai peristiwa di Indonesia
Timur. Yusuf tertarik untuk melihat konflik secara langsung karena ketertarikan
terhadap perang. Yusuf memandang latihan militer, secara nilai Islam yang
diniatkan sebagai i‟daad, adalah sah. Latihan dianggap sah sejauh berbenturan
dengan kepentingan. Menurut Yusuf, praktek sebagai mujahidin seolah-olah
meresap ke dalam jiwa, jika cuma teori terasa hambar. Ketika di Filipina, mulai
tertanam keyakinan bahwa dia sedang berada di negeri musim yang gagah dan
Yusuf kemudian mencintai negeri tersebut meskipun dia merasa tidak percaya
dengan keberadaannya di medan perang karena yang diimpikannya kini menjadi
kenyataan.
[Adanya diversitas perjuangan] Ada keinginan untuk berjuang setelah belajar,
namun sudah tidak dibutuhkan di Poso. Meskipun dia ikut berjuang, namun di sisi
lain, Yusuf tidak setuju dengan aksi yang bersifat parsial karena cenderung
menghidupkan konflik.
[Ternyata praktek hukum Indonesia benar-benar bobrok] Ketika di penjara,
Yusuf semakin mendapati pengalaman yang membenarkan pandangannya
mengenai praktek hukum di Indonesia. Yusuf memandang praktek hukum
Indonesia yang banyak celanya. Negara dipandang bejat karena fasilitas ibadah di
penjara sangat minim. Ini menujukkan bahwa pemerintah apatis terhadap
kehidupan rohani para tahanan. Ketimpangan hukum ini memperkuat pandangan
bahwa hukum Indonesia tidak layak diterapkan dan keyakinan bahwa hukum
Islam wajib diterapkan.
[Keyakinan bahwa Allah Maha Penolong, maka kita harus berpasrah kepada-
Nya] Yusuf yakin bahwa Allah memberikan pertolongan terhadap pihak yang
menderita. Baginya, perang jihad merupakan pengalaman spiritual dengan Allah
lewat berkorban dan menyerahkan diri ke Allah. Dia yakin bahwa dia mampu
bertahan dan bertemu keluarga selama pelatihan militer. Yusuf yakin berada di
tempat yang benar dan berada pada pihak yang lemah. Selama perang, dia tawakal
kepada Allah saat nyawa terancam sehingga muncul harapan hidup. Menurutnya,
secara manusiawi, dia akan mati karena peluru musuh namun karena tawakal, dia
bisa selamat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
233
LAMPIRAN 6
Individual Textural Descriptions
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
234
Individual Textural Descriptions
Individual Textural Description of Yusuf’s Being Fundamentalist
Deskripsi tekstural dikonstruksi dari tema dan pembatasan horizon
pengalaman. Pada deskripsi tekstural ini akan disajikan gambaran jelas mengenai
apa yang terjadi selama Yusuf menjadi seorang fundamentalis.
1. Mitsein-Mitdasein
Yusuf mendapatkan suplai informasi mengenai pergerakan sejak masa
SMA ―Kemudian berkenalan dengan istilah-istilah ikhwanul muslimin itu
sudah mulai kelas 2 SMA.‖ Di SMA, kakak kelas mulai variatif dan ada pula
yang mendorong untuk memperbanyak intensitas belajar agama, ―Contoh ada
yang sudah mulai ngojok-ngojok‘i, ―Kamu itu sekolah, belajar agama 2 jam,
kurang! Harus belajar agama, harus ngaji. Kalau perlu mendatangkan kyai.‖
Pada waktu itu Yusuf belum memahami pemaparan pergolakan Islam
internasional yang diberikan oleh seniornya. Suplai informasi yang terus
bertambah ini dikuti dengan peristiwa-peristiwa perlawanan ikhwanul
muslimin yang tidak hanya di Irak saja, namun juga di Bosnia. ―Jadi
memotivasi, ternyata perlawanan itu tidak di Irak aja, di Bosnia juga ada. Lha
itu ya, kemudia progresnya saya katakan bukan inspirasi tapi kan saya ingat
betul Bosnia tu seperti ini.
Yusuf melihat fakta bahwa kekuatan Rusia yang begitu besar tumbang.
Yusuf terkesan dan terus mencari tahu lewat berbagai media; majalah islami,
buku-buku, buku putih Abu Bakar Ba‘asyir. ―Nah, dari situ terus ada buku-
buku jihad itu. Itu saya mulai mengenal. Buku-buku jihad Afghanistan. Kalau
jihad secara umum tadi sudah lihat.‖
Setelah lulus SMA, Yusuf melanjutkan ke pondok. Di pondok, Yusuf
mendapatkan informasi yang semakin kompleks. Daya kritis terhadap sekitar
yang tidak sesuai pandangan kelompok semakin meningkat. Kajian kritis Islam
juga dia peroleh. ―Nah, dari kajian-kajian kritis itu kan kita bisa melihat bahwa
umat Islam itu mestinya harus bangkit. Cuma kan bangkitnya harus di mana,
kapan, bagaimana nggak tahu. Bangkit tu ya punya posisi kunci. Ya dari
bupati, bupatinya membimbing secara Islam. Mengayomi secara Islam.
Menunjukkan bahwa Islam itu begini-begini diterapkan dalam Perda. Seperti
Aceh lah kurang lebih, kalau muslim Perda-nya begini-begini. Itu yang
diharapkan.‖ Mulailah Yusuf bersentuhan dengan Hidayatullah.
Pada selang waktu yang tidak begitu lama, rezim Soeharto lengser.
Selain memberi kebebasan dalam media, lengsernya Pak Harto mendorong
munculnya tokoh pergerakan agama. Tokoh-tokoh ini sebenarnya sudah ada
ketika rezim Soeharto, hanya karena state of control yang melemah, kemudian
muncul ke permukaan. ―Lengsernya Pak Harto itu terus terang di Indonesia
semakin bebas. Termasuk peredaran VCD, video, contoh seperti itu. Kemudian
dakwah, kalau dikatakan ekstrim dulu, subversif ditangkap. Sekarang sudah
bebas. Seruan-seruan yang mengajak. Termasuk saya ini melihat atau
mendengar atau menimang-nimang seruan ini ndak salah. Pak Harto sekarang
sudah lengser, orang-orang yang dulu dicap komando jihad, orang-orang yang
dulu dicap dengan usro, orang-orang….macem-macem. Pengeboman
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
235
Individual Textural Descriptions
Borobudur. Macem-macem. Kan ini sudah rentetan ya. Ketika Pak Harto
lengser itu mulai mencuat, tokoh-tokoh ini. NII, DI/TII, itu sudah mencuat.‖
Melemahnya state of control juga mendorong munculnya konflik agama
semakin menjalar ke Jawa dari Indonesia Timur. Konflik Ambon dan Poso ini
memiliki kompleksitas latar belakang yang diyakini merupakan hasil cawe-
cawe dari Jakarta. ―Karena video yang kita terima, 13 desa lenyap. Di Poso.‖
Penghancuran infrastruktur Islam di Indonesia Timur semakin meningkatkan
kekecewaan muslim.
Hal ini dianggap sebagai diskriminasi terhadap kaum muslim.
Kekecewaan terhadap pemerintahan membangkitkan kembali konsep dikotomi
pemerintahan yang nasionalis dengan yang islamis. Hal ini menyebabkan
kekecewaan tersendiri bagi kalangan muslim tertentu. ―Jadi cara pandang saya
dengan negara, adapun hukum, misalnya maling ayam dihukum 2 tahun.
Koruptor 2 tahun. Koruptor 2 milyar 2 tahun. Maling ayam, bunga, waktu itu
bunga gelombang cinta. Nyuri itu aja hukumannya 2 tahun. Contoh. Berarti
betul-betul tidak adil. Berarti hukum Indonesia tidak layak diterapkan.
Sementara hukum Islam wajib diterapkan. Contoh seperti itu. Perbandingan
ideologi maksud saya. Betul-betul bobrok hukum Indonesia, betul-betul
bagusnya hukum Islam.‖
Kekecewaan ini semakin mengangkat konsep harakah dalam muslim.
Ada persinggungan ketika dihadapkan dengan konsep jihad yang bersyarat;
salah satunya bentuk jihad Afghanistan. Konsep harakah ini kemudian
dibarengi dengan masuknya ideologi jihad dari Afghanistan dalam rupa roh.
―Tapi idealisme jihad sendiri sudah diusung ke Indonesia. Makna komunitas
itu bisa berarti orang-orangnya. Bisa berarti ajarannya. Termasuk buku
panduan itu ya.‖
Adanya unsur ideologi jihad Afghanistan ini menjadi pemicu
anarkisme. Pemahaman mengenai anarkisme lewat dakwah maupun kajian
kritis menjadi pemicu munculnya simpati untuk umat Islam yang tertindas
akibat penyalahgunaan kekuasaan. ―Ya, misalnya kasus Tanjung Priok tidak
selesai. Pelaku ya, kita juga tidak tahu. LB Mudari atau siapa tidak dijadikan
tersangka misalnya. Karena itu sudah ada korban betul gitu lho yang menurut
kami secara umat Islam itu menarik simpati.‖
Muncullah empati muslim dalam kasus internasional
(kosmopolitanisme muslim). Solidaritas menjadi latar belakang dalam berjihad.
―Perang Teluk itu kan Irak, George Bush sama Saddam Hussein waktu itu ya.
Itu sudah memunculkan empati muslim Indonesia. Yo wis mulai dari
menggambar Saddam Hussein, menggambar Osama bin Laden. Itu juga nilai-
nilainya tu terpompa. Terpacu sebenarnya. Wah, saya kalau pakai kausnya
Osama bin Laden bangga. Karena melawan Amerika. Irak aja dikeroyok orang
banyak. Itu kuat. Itu negeri muslim.‖
Di Indonesia, simpati ini direalisasikan lewat praktek ideologi jihad di
Poso. ―Jadi seolah-olah Ambon dan Poso itu adalah solusi bagi mereka untuk
berjihad.‖
Pelatihan militer secara klandestin ini dapat diperoleh lewat jalur
Filipina maupun Afghanistan. ―….jihad dari Afghanistan itu banyak alumni-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
236
Individual Textural Descriptions
alumni dari Indonesia yang belajar ke sana. Makna belajar itu karena
ketidakmampuan mujahidin Indonesia untuk mendapatkan ilmu-ilmu militer.‖
2. Umwelt
Arus global dirasakan semua orang, termasuk Yusuf, ―Jadi, arus global
itu ndak hanya menimpa saya sebenarnya. Banyak yang hampir mirip.‖ Hal ini
mendapatkan pertentangannya dengan pandangan bahwa masuk Islam haruslah
kafah. ―Dalam Al-Qur‘an, ‗Wahai orang-orang beriman, masuklah kamu itu ke
dalam Islam secara keseluruhan.‘, secara kaffah. Jangan cuma siji-loro. Jadi
kalau pasa Islam, nek sholat Islam….‖ Menjadi kafah berarti kembali ke segala
aturan dengan patokan Al-Qur‘an, Rasuna, Hadis, dan nabi. ―Adapun
perkataan Amien Rais, perkataan Gus Dur, itu kan perkataan manusiawi.
Selebihnya saya lebih khusus mengkaji kepada kitab. Jadi Al-Qur‘an, Hadis,
sama tunjangan-tunjangan kitab yang terpercaya. Makna kitab yang terpercaya
tetap bersumber pada itu. Bukan kepada personal. Kalau Amien Rais kan figur.
Nurcholish Madjid kan figur. Gus Dur kan figur juga.‖ Dalam menyikapi arus
global ini, sebagai sumber nilai dalam konteks yang baru, Al-Qur‘an menjadi
pegangan.
Yusuf memperoleh penyegaran konsep harakah dalam Islam disertai
dengan ideologi jihad. Yusuf juga memiliki perhatian khusus terhadap ayat-
ayat jihad ketika dihadapkan pada realita sosial. ―Khusus, saya memang selalu
memperhatikan ayat-ayat jihad. Misalnya Qut‘ba, Al-Mukital, dalam Al-
Qur‘an diwajibkan berperang. Padahal perang itu sesuatu yang kamu benci.
Boleh jadi sesuatu yang kamu benci tu baik buat kamu.‖
Dalam Al-Qur‘an dituliskan bahwa konflik itu akan terus bergulir.
Dengan demikian, penghalalan segala cara akan dilakukan demi penegakan
konsep amar ma„ruf nahi munkar dalam rupa yang berbeda sesuai konteks.
―Terus misalnya, walaupun wujudnya beda-beda. Misalnya FPI, sweeping
misalnya, sweeping-nya miras, terus tempat-tempat gelap. Lha itu kan sudah
realisasi dari FPI. Tapi itu salah satu gitu lho maksud saya.‖
Dalam mencapai tujuannya berjihad, Yusuf rela untuk bersabar dan
patuh terhadap guide. ―Saya manut. Saya mau bersabarlah, bahasanya itu
bersabar. Apa sih rahasia dibalik perjalanan ini? Begitu sampai Malaysia,
paspor diminta. Lhoh, stempelnya kan Malaysia ini. Kita mau menyeberang ke
Filipina. Tanpa paspor.‖
3. Mitwelt
Rasa solidaritas menciptakan munculnya kosmopolitanisme muslim
internasional. ―Dari sana saya melihat ee anu, hampir kemiripan, cuma kalau
Rusia itu raksasa dunia kalau Serbia itu bagian kecil dari negara apa Sarajevo
ini apa. Ya ada sebagian ateis, Polandia ini kan ateis juga ya. Kawasan lah. Itu
juga begitulah kurang lebih. Saya ndak melihat dari sisi siapa musuhnya, tapi
saya melihat muslimnya.‖
Meskipun demikian, cara pandang dalam agama tidak dapat dihindari
sehingga menyebabkan Yusuf berselisisih dengan Imam, meskipun sama-sama
muslim. Dia menyatakan bahwa ada diskrepansi konsep pandangan agama
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
237
Individual Textural Descriptions
dengan pandangan kaum Salafi meskipun sama-sama Islam. ―Ya saya katakan
menantang saya. Contoh misalnya berjamaah, PKS berpartai itu sesat. Ikut
partai saja sesat. Lha teman-teman yang saya yang PK kan sesat buat dia.
Sama.Terus majalah kalau ada fotonya Osama bin Laden, gambar-gambar
siapa itu bid‘ah. Nggak boleh majalah ada gambarnya itu. Gambarnya siapa;
Osama bin Laden, Pak Harto, gambarnya siapa nggak boleh. Majalahnya dia
itu gini, tulisan tok. TV itu sesat. Macem-macem di situ. Rumah itu nggak
boleh ada TV-nya. Itu ketua kelas saya, eh, ketua Remaja Masjid saya. Pak
Imam. Nuturi anak buahnya. Karena kebetulan saya yang dituturi, ya Pak
Imam punya pemahaman, tidak bisa dipaksakan kepada saya dong. Itu sudah
mulai berselisih. Betul, sudah mulai berselisih. ‗Kamu tidak boleh mengaji
dengan ustad itu, ustad ini nggak boleh, ustad ini nggak boleh…..sesuai dengan
salaf‘.‖
Menurut Yusuf, senior adalah panutan; sehingga dia bercita-cita untuk
menjadi panutan bagi juniornya. ―Ya kalau apa ya, 2 SMA sendiri kan tidak
lepas dari senior. Senior tu kakak kelas. Itu jadi tradisi menganggap senior itu
panutan itu sudah lumrah….Kemudian lulus kelas 3 ya. Makna lulus ya lulus
ya, sama. Kita ikut UMPTN, saya ikut kursus di Surabaya. Kebetulan kursus
saya deket gubernuran. Sumberardi. Surabaya itu. Sampai sini saya belajar, di
saat-saat belajar ini kita ultimatum ni ―Saya harus masuk kampus ITS, saya
harus masuk kampus Unair, saya harus masuk kampus Unibraw, negeri.‖ Lha
dari sana saya punya cita-cita kalau apa ya, kalau pemahaman di kampus kan
senior, pinter, nanti bisa jadi follower adik-adik, diikuti adik-adik. Nanti aku
bisa mendidik adik-adik untuk mengerti Islam. Arahnya ke sana.‖
Pada saat melihat teman-temannya amaliah dengan konflik Poso, dia
prihatin dengan dirinya. Dia masih merasa santai, padahal teman yang lain
amaliah. ―....mereka itu menganggap amaliah tu perang tu belum selesai. Ng,
anu, amaliah itu artinya ya. Amaliah itu bahasanya orang ya ee, sedang
berbuat. Jadi sedang berbuat ini ya. Wah, saya ini di Jawa Timur, Jawa Tengah,
Jawa Barat kok santai-santai saja diem-diem saja.‖
Yusuf merasa tidak tergabung dalam Islam secara kolektif. Muncullah
keinginan untuk turut serta ke Poso karena teman-temannya turut berbondong-
bondong. ―Nah, waktu itu saya hanya berpikiran begini; kelompok-kelompok
yang berangkat ke Ambon dan Poso, itu kok berbondong-bondong, sementara
saya kok tidak.‖
Kemudian Yusuf menggabungkan diri dalam suatu kelompok
mujahidin, dia menyadari adanya perbedaan kelompoknya dengan kelompok
lain. ―Begitu ustad Abu menjadi tokoh di Jogja dengan kongres MMI-nya, ada
versinya Erfan Esnawas, ada versinya M. Tholib. Kita sudah berbeda, nah,
walaupun nanti pecah lagi ya MMI jadi JAT karena ada konflik intern.‖
Namun di sisi lain, Yusuf prihatin melihat kaum muslim yang apatis
terhadap konflik di Indonesia Timur. ―Betapa muslim yang belajar Al-Qur‘an,
belajar ilmu kita-kitab itu yang menjadikan…hanya buku dan buku. Lalu
ketika dia melihat misalnya ada pondok pesantren 13 desa muslim hilang, dia
cuek-cuek saja. Dan versi saya saat itu, solidaritasnya kurang. ―Waa, itu kan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
238
Individual Textural Descriptions
muslim di mana, di Sulawesi, kita muslim di Jawa. Nggak ada hubungannya.‖
Itu kan yang salah.
Sesampainya di Poso, Yusuf mengalami penolakan karena pengalaman
yang minim. Meskipun mengalami penolakan, Yusuf tetap percaya pada guide
karena sudah memiliki niat untuk berjihad. Yusuf bersedia mengatasi
ketidakmampuan dengan bersedia dididik karena sudah memiliki niat sejak
awal. Kemudian Yusuf memutuskan untuk mengikuti pelatihan militer. ―Lha
ternyata kelompok ini di Poso itu ndak disambut. Karena nggak bisa apa-apa.
Gitu lho. Karena saya sudah niat dari rumah percaya sama guide, percaya sama
Mujahidin yang di Kalimantan.‖ Yusuf yakin bahwa konflik agama di Ambon
dan Poso sangat dahsyat.
Di Filipina, Yusuf menjadi terbiasa menghadapi konflik agama karena
kehidupan sehari-harinya di Filipina. Yusuf menikmati pelatihan militer di
MILF karena merasa diayomi. ― Ya itu aja, adapun kebebasan belajar di Moro
lebih enak, karena kita belajar di induk yang besar. MILF itu, jadi dia
mengayomi. Kamu latihan mbok sampai ilmumu mateng, sampai ngebom apa,
santai. Diayomi gitu. Bener. MILF yang melakukan, padahal yang melakukan
adalah kelompok-kelompok Mujahidin yang bergerak dewe-dewe.‖
Yusuf bersedia menjalani perintah terhadap apa yang harus dilakukan.
Yusuf mengganggap siapa saja yang berada di luar tim adalah musuh. ―Jadi
siapa saja yang berkubu dengan Manila, dengan Estrada, dengan seluruh
pasukannya. Walaupun dia itu ada sebagian mujahidin di Filipin sendiri,
walaupun ada muslim yang dibayar oleh Manila, untuk jadi tentaranya Manila.
Itu juga termasuk bagian dari musuh.‖
Yusuf melihat perbedaan antara perkampungan mujahidin yang nyata
dengan apa yang sebatas buku saja. Yusuf menemukan kegagahan dan
kewibawaan dari mujahidin yang menenteng senjata. ―Ketika kita membaca
literatur di Indonesia, jihad itu kan. Diceritakan mujahidin punya
perkampungan dengan persenjataan yang komplit. Membawa pedang tidak
dilarang, membawa M-16 tidak dilarang. Baru buku Mas, tapi saya melihat;
nyata! Jadi ada konteks antara nyata dengan buku. Kalau di Indonesia ini, di
Jawa, mbaca sudah Mas. Mbaca-mbaca. Opo iyo itu ya ada. Terus ada foto
mujahidin mbawa senjata lagi di pos jaga. Buku-buku. Saya gunting saya
tempel buat kliping. Dari majalah-majalah itu. Sekarang aku lihat nyata,
ketemu orangnya, ketemu anaknya, ketemu ibuknya, ketemu komunitasnya
yang besar.‖ Pada masa kehidupan sebelumnya, Yusuf telah
mengidentifikasikan dirinya terhadap mujahidin. ―Hampir sama seperti itu,
maksud mengkliping itu agar opo yo, aku seneng mbek kliping iki lho. Seolah-
olah kliping ini menunjukkan aku. Ho‘o, hal yang luar biasa. Dan itu
bagaimana kalau terjadi pada saya dan tidak di tempat yang tidak seperti ini.
Nggak mungkin di Indonesia.‖
Setelah mengikuti pelatihan, Yusuf merasa curiga adanya intervensi
Amerika terhadap Filipina dan Indonesia. ―Ya saya tidak tahu apakah Filipina
nanti disetir oleh Amerika, Amerika membawa pasukannya di dalam pasukan
Filipin. Atau lewat pintunya Australi, sama-sama ndak tahu. Tapi yang jelas
Filipin sendiri punya kepentingan di sana. Kita kaji hal ini karena kita hidup di
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
239
Individual Textural Descriptions
Filipin, kita itu menyadari Filipina itu tidak sendiri juga. Karena dia punya
konspirasi untuk Indonesia.‖
Demi memperjuangkan apa yang diyakininya, Yusuf rela untuk tidak
jujur terhadap keluarga. Namun, akhirnya muncul rasa bersalah karena telah
berbohong dengan keluarga. ―Ya kita kan ijin ke keluarga nggak jujur. Kita kan
kerja ke Malaysia. Saya mau merantau, gitu aja....merasa bersalah ya. Karena
kita sudah memberikan kebohongan kepada keluarga.‖
Ketika di penjara, Yusuf terus membangun komunikasi yang bagus
dengan keluarga sebagai pertanggungjawaban terhadap keluarga meskipun
pada awalnya muncul antipati dan prasangka dari pihak keluarga. ―Nah, di saat
kita hilang selama di penjara itu, kita membangun komunikasi yang bagus
dengan keluarga. Kirim surat misalnya, itu kita lakukan itu. Karena mereka
mau tak mau itu tadi, jadi tanggung jawab….[Muncul negative thinking
terhadap penerimaan diri di keluarga] Iya, sempat. Karena mereka bisa antipati
kan. Di antara saudara-saudara kan juga, ‗Walah….diurusi.‘, misale. ‖
Setelah terbebas dari penjara, kontrol keluarga terhadap Yusuf semakin
meningkat. Yusuf berusaha meyakinkan keluarga bahwa kini ia sedang
melakukan penataan ulang hidupnya, oleh karena itu dia melakukan
silaturahmi dengan keluarga; selain karena kehilangan waktu bersama
keluarga. Keluarga menerima status Yusuf sebagai tahanan teroris. ―Maksud
Mas ya. Jadi makna neko-neko memasukkan senjata api misalnya, kan nggak
mungkin. Ya kan kekhawatiran mereka dengan khayalan akan menghilangkan
keluarga, menjauhi keluarga, itu nggak terjadi gitu lho. Terus nanti kamu
terlibat dengan jaringan ini, jaringan Noordin, jaringan mana, jaringan Cilacap,
muncul-muncul itu lho Mas. Ndak, kekhawatiran kita tepis dengan seperti ini.
Contoh; saya keluar ya, saya bekerja. Ibu Bapak, eh Ibu, Bulek, Mbakyu, Adik
saya ajak ke sini. Ini lho saya. Menunjukkan jiwa dia itu yakin, Masku
sekarang ini, anakku sekarang ini sedang memberikan penataan ulang, dengan
keluarga, istri diajak ke sana. Ini lho. Itu juga bagian dari PR tersendiri.
Kegiatan tersendiri buat saya. Satu sebagai mantan, kedua dalam kasus hal
yang sama.‖ Yusuf terus berusaha meyakinkan keluarga bahwa Yusuf telah
kembali ke jalan yang lurus.
Menurut Yusuf, tidak ada permasalahan perbedaan ritual dengan
keluarga, tapi tetap membicarakannya secara dialogis. Yusuf menguraikan
kepada ibu mengenai ritual keagamaan yang dipegang Yusuf berbeda dengan
Ibunya. [Cara pandang dan keluarga] Belum sempat saya utarakan. Saya nggak
pernah membicarakan hal-hal itu. Mas, adikku, ponakanku sekolah jihad yo!
Ndak, sama sekali. Ada nilai-nilai yang unsurnya begitu mendekat ke keluarga
saya untuk apa ya, untuk ya itu tadi. Untuk masa-masa hilang. 2 tahun hilang
itu kan blas lho Mas gak ono kabar. Jadi seolah-olah bahkan hadirnya saya bagi
temen-temen itu seolah-olah sesuatu yang nggak disangka gitu lho. Padahal
kita sudah menyangka, kita sudah mati. Gitu lho. Udah 2 tahun nggak ada
kabar coba. Piye jal? Nek sampeyan ngilang, keluarga rak nggoleki. Woo, saiki
neng Jo..neng Semarang, 3 dino. Yo mending. Iso ngabari. Neng kono blas.
[Ritual agama yang berbeda dengan keluarga] Ya saya tetep monggo ya,
silakan kalau kamu berbeda dengan saya monggo. Karena saya juga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
240
Individual Textural Descriptions
mendiamkan to. ‗Jangan..jangan!‘ Ndak. Kan kebetulan adik itu kan pandai
agama ya. Cuma ala NU ya. Cuma dialog. ‗Wis, kalau caramu seperti itu ya
monggo, itu cara kamu…‘.‖
Yusuf mencoba menjaga silaturahmi dengan teman-teman mantan
teroris didasarkan oleh rasa kemanusiaan. Yusuf menggunakan kenaikan
prestise sebagai mantan tahanan Nusakambangan untuk fungsi muamalah. Dia
juga melakukan sosialisasi lagi dengan masyarakat. ―Neng Polres kecil to Mas,
Polda kecil to Mas. Itu contoh. Termasuk di penjara. Penjara Jombang kecil
lagi. Nah, itu berkenaan dengan muamalah. Jadi dengan Pak Lurah tetep
hormat saya. Beliau sebagai orang yang dulu ngurus PB, mempermudah bahwa
saya diterima di masyarakat.‖
Yusuf memahami bahwa pemerintah adalah posisi yang netral. Dia
tidak setuju, menurut Yusuf, kalau ada muslim yang konflik, saya harus
membela. ―.... mereka itu kalau bule, kalau Muslim, kalau ada konflik ya kita
harus datang ke sana membela. Hampir seperti itu. Jadi konsep ini muncul.‖
Semua itu didasari oleh keinginan untuk menjadi berguna bagi pihak di
luar dirinya. ―Ya saya memandangnya begini, saya orang yang ibaratnya ingin
berguna. Dalam arti menyumbangsih gitu lho untuk kelompok besar.‖
4. Eigenwelt
Pada masa SMP, Yusuf tertarik dengan guru agama karena kepandaian
guru agama dalam membaca Al-Qur‘an dan mengaji. Selain itu, dia menyukai
sisi disiplin yang terarah pada kebersihan yang diterapkan oleh guru agama.
―Ya mungkin baca Qur‘annya, ngajinya, mungkin ngglidik kalau kukunya
panjang digebuki. Ternyata harus dibersihkan….Tapi kan dari sisi disiplin
mengenai kuku, rambut gondrong dikit dipotong, nggak boleh. Macem-macem
yang sifatnya itu kebersihan itu bagus gitu lho menurut saya.‖
Dia juga tertarik dengan Pak Abdul Kholib, guru matematika, yang
menyukai lagu-lagu yang arahnya ketuhanan dan pintar mengaji. ―Ternyata
yang disetel lagu-lagunya Ebiet G. Ade. Itu kan berkenaan dengan hamba
dengan Tuhan, iya to, tafakur bencana alam. ‗Wuh, lagunya kok bagus ya?‘.
Terus lain kali misalnya Bimbo. Wujudnya ke arah sana. Arahnya kepada
Tuhan. Dari seperti itu saya mulai tertarik kepribadian guru matematika….‖
Yusuf juga menyatakan bahwa dia memiliki keberanian untuk berkelahi
dan membela diri, sekalipun dengan anak kyai. ―Saya waktu SMP cuek aja.
Mbok anake kyai, nyapo. Gelut yo gelut. Nakal yo digebuk.‖
Yusuf tertarik dengan konsep dalam Muhammadiyah karena kembali ke
nabi. ―Sementara kami menggunakan konsepya nabi. Konsep Arab Kurang
lebih seperti itulah, sehingga cara-cara yang ditempuh oleh NU tu terlalu
ribet.‖
Yusuf memilih untuk tidak terikat aliran dalam agama Islam dengan
tujuan untuk kembali ke Islam, ―Saya ingin kembali sebagaimana Islam. Jadi
Islam itu apa yang diajarkan ya Islam. Nanti kalau saya ke Muhammadiyah
orang NU mesti benci kepada orang Muhammadiyah. Saya kalau NU,
Muhammadiyah benci sama orang NU. Timbal-balik. Tapi kalau saya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
241
Individual Textural Descriptions
posisinya saya bukan NU bukan Muhammadiyah saya Islam, Islam, Islam tok
gitu lho ndak ada Islam NU Islam Muhammadiyah.‖
Pada masa SMA, Yusuf menggabungkan diri dalam komunitas remaja
masjid. Kebanggan tersendiri menjadi remaja masjid memunculkan kesiapan
untuk berkarya dalam remaja masjid. ―Jadi anak-anak yang mencemooh semua
bahwa Remaja Masjid itu beku, goblok, langsung diem waktu itu. Betul itu,
kisah nyata. Saya waktu itu ya jadi seksi, tadi, infaq sama perlengkapan aja
anu, bangga.‖
Yusuf mendapat banyak asupan informasi selama tergabung dalam
remaja masjid. Salah satunya adalah ketertarikan untuk menonton film
dokumenter perang Bosnia meskipun saat itu dianggap subversif. Dalam proses
bakti sosial bersama remaja masjid, muncul keprihatinan akibat muslim di
Madura yang kurang memperhatikan ibadah. ―Itu Mas, aku kaget ya melihat
gaya....Islam kok seperti ini. Ya, apa ya, melihat dari fakta kemudian saya
melihat dari konsep ajaran. Misalnya disuruh sholat 5 waktu, lha wong iki we
adus pisan neng njero kali lanang-wedok campur, misalnya.‖
Yusuf juga berani berkonflik dengan sekolah karena aturan yang tidak
sesuai dengan tuntunan muslimah. Di komunitas inilah muncul heroisme dalam
memperjuangkan apa yang dianggap benar baginya. ―Hampir seperti itu, ada
nilai opo ya, heroisme dalam diri-diri kami. Kami tu sungguh-sungguh gitu lho
memakmurkan Masjid di sekolahan.‖
Di sisi lain, Yusuf juga melihat ketumpulan praktek UU di Indonesia.
kemarin kasus jilbab itu. ―Ya berkenaan dengan undang-undang lah. Undang-
undang kan, misalnya kita pasal 28 ya, ya kemerdekaan berserikat berkumpul
mengeluarkan bebas mengeluarkan pendapat secara lisan maupun tulisan. Itu
aja sudah ada pembatasan ketika kita menulis dilarang, dibredel misale, itu kan
sudah ndak sesuai undang-undang lagi. Lha kita menghafalkan itu sudah bosan
gitu lho. Hafal cuma nilai-nilai kosong. Halah GBHN nggak perlu, undang-
undang nggak perlu dan asas tunggal nggak ada....Ya karena tidak pernah
diterapkan di Indonesia, itu aja. Ya kalau saya levelnya Jawa Timur, Jombang
ya, melihat ya nggak ada bedanya lah fakir miskin dan anak terlantar dipelihara
negara. Kenyataannya keleleran banyak, orang keleleran yang ndak jelas
nasibnya, betul, terus negara di mana. Coret lagi, coret lagi. Jadi kita ketika
menghayati GBHN saja sudah mulai terasa hal-hal yang aneh.‖
Hal ini mendatangkan konklusi bahwa hukum hanya sekadar nilai
kosong. Kontrasnya praktek hukum Indonesia dihadapkan dengan praktek
hukum Islam mendatangkan apatisme terhadap praktek hukum negara. ―Hal-
hal yang aneh tentang undang-undang apa sih, apalagi dalam ayat Al-Qur‘an
misalnya ‗Barangsiapa yang berhukum selain hukum Islam, dia orang yang
dzolim.‘ misalnya. Nah, itu kan tekstual ayat ketika melihat kita bersama
dengan DPR-MPR. Ya kan kita GBHN komplit, ada MPR ada DPR, legislatif,
yudikatif, kan dipelajari semua. Lha dari situ saya sudah mulai jenuh gitu lho
melihat....‖
Selain itu, ketentuan demokrasi juga menyimpang jika dilihat dari
perjalanan historis bangsa. ―Misalnya Pak Harto. Pak Harto itu 95 sudah
menjabat presiden itu tahun…20 tahun ya, eh 25 ya. Sekitar 28 tahun ya. Pelita
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
242
Individual Textural Descriptions
1 Pelita 2 Pelita 3 tu. Kita juga sebagai orang Islam melihat memang orang
Islam itu memang kalau amir ketua jamaah itu diangkat sampai mati. Betul.
Tapi itu kan ketentuannya Islam, bukan ketentuan demokrasi. Tapi kalau
ketentuan demokrasi kan jadi presiden, jadi presiden, kan nggak ada
tuntunannya. Kan gitu, gak ada aturannya. Lha itu juga sudah mulai ada
perbedaan. Mestinya Pak Harto sudah lengser. Terus sejarah juga dengan Pak
Karno, dengan DI/TII itu juga diutarakan. Perbandingan sejarah.‖
Melihat keapikan penerapan hukum Islam, Yusuf sering mengadakan
dialog dengan teman-temannya untuk menunjukkan bahwa perjuangan
Indonesia adalah untuk berjihad maka seharusnya diberi kemudahan untuk
mengisinya dengan ajaran Islam. ―Di samping itu saya kan punya temen dari
kuliah. Itu saya sharing. ‗Kamu dari mana?‘, ‗Dari Sulawesi.‘ ‗Oo Sulawesi ya,
mana? Sulawesi Selatan? Deket dengan Hassanudin dong? Deket dengan
Kahar Muzakar‘, sampeyan tahu Kahar Muzakar? Kahar Muzakar itu
pemberontaknya masanya Pak Karno ya. Ya bagian DI/TII-nya Kartosuwiryo.
‗Tak tanya kamu, Pak siapa itu tadi menurutmu pemberontak atau pahlawan?,
‗Kahar Muzakar tu pemebrontak.‘, ‗Lhoh, kata siapa?‘, saya bilang gitu, ‗Kata
Pak Karno. Pak Karno kan waktu itu presiden.‘, ‗Tapi kan yang disuarakan
suara umat Islam Sulawesi Selatan, berarti dia pahlawan bagi orang Islam
Sulawesi Selatan‘.‖
Rasa ingin tahu Yusuf mengenai jihad kemudian meningkat. Yusuf lalu
mempelajarinya lewat dialog dan buku. ―Hal ini ditunjukkan lewat keberanian
dan keterbukaan untuk menyatakan keinginan maupun pendapat kepada orang
lain. ‗Pak, eee kalau kita mendirikan negara Islam apa salah?. Sempat nanya
begitu saya. Di antara temen-temen yang lain nggak berani. Tapi saya terbuka.
‗Kita jujur saja, Pak. IAIN di seluruh Indonesia melahirkan sarjana agama. Lha
kebetulan saya ini fakultas syariah, Pak. Kita kalau bicara syariah ya syariah
Islam. Kalau bicara syariah dalam hukum, fakultas hukum UGM sudah
ngajarkan.‘ Saya bilang gitu. ‗Fakultas Unibraw, Unair sudah mengajarkan
semua.‘ Saya bilang gitu. Kenapa kita, terus kemudian fakultas syariah
kemudian mau berprinsip pengantar ilmu hukum umum atau bagaimana.
Kurang anu kan, kurang fair, kita kan fakultas syariah, mestinya mengkaji
hukum-hukum syariah.‖ Menurut Yusuf, Islam sudah punya warna sendiri
sehingga negara tidak perlu ada.
Di sisi lain, muncul ketertarikan untuk tergabung dalam ormas, tapi
bukan sekadar menjadi anggota. ―Jadi tertarik di sini saya, tertarik bukan mau
jadi anggota gitu ndak. Saya bukan tipe seperti itu. Saya tertarik ingin termasuk
di dalamnya.‖ Yusuf memiliki ketertarikan personal terhadap konflik sebagai
impak dari ideologi jihad. Oleh karena itu, muncul dorongan dari dalam hati
untuk mengetahui konflik Poso dengan melihatnya sendiri. ―Tapi ingin melihat
konflik itu langsung, ada apa sih? Lhah, berkenaan dengan ini, dengan seneng
perang ya.‖
Yusuf mengatasi ketidakmampuan dengan belajar perang agar memiliki
bekal berjuang. Yusuf ingin tahu mengenai peristiwa di Indonesia Timur.
Yusuf tertarik untuk melihat konflik secara langsung karena ketertarikan
terhadap perang. Yusuf memandang latihan militer, secara nilai Islam yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
243
Individual Textural Descriptions
diniatkan sebagai i‟daad, adalah sah. Latihan dianggap sah sejauh berbenturan
dengan kepentingan. ―Cuma saya secara prinsip ya, secara prinsip melihat
latihan militer itu sebenarnya versi saya sah-sah saja. Sepanjang itu secara nilai
Islam itu diniatkan sebagai i‟daad, persiapan….Kalau mau latihan bagi saya ya
monggo. Seperti kemarin saya menjalani di Moro tu latihan. Tetapi dalam
kondisi tertentu, kondisi tertentu karena terpaksa, berbenturan dengan
kepentingan, ya kayak kepentingan Ambon-Poso. Itu kan kepentingan Mas. Itu
baru diterapkan.‖
Karena kebutuhan untuk praktek ideologi jihad, maka muncullah
kesiapan diri untuk mengikuti pelatihan jihad secara militer. ―Kamu mau nggak
dididik?. Ya jelas mau, wong jawabannya sudah niat sejak awal.‖
Menurut Yusuf, praktek sebagai mujahidin seolah-olah meresap ke
dalam jiwa, jika cuma teori terasa hambar. Ketika di Filipina, mulai tertanam
keyakinan bahwa dia sedang berada di negeri muslim yang gagah dan Yusuf
kemudian mencintai negeri tersebut meskipun dia merasa tidak percaya dengan
keberadaannya di medan perang karena yang diimpikannya kini menjadi
kenyataan. ―Dari situ sudah mulai tertanam. Saya di negeri muslim yang gagah,
gitu. Dari situ sudah mulai tertarik bahwa saya cinta negeri itu.‖
Ada keinginan untuk berjuang setelah belajar, namun sudah tidak
dibutuhkan di Poso. Meskipun dia ikut berjuang, namun di sisi lain, Yusuf
tidak setuju dengan aksi yang bersifat parsial karena cenderung menghidupkan
konflik. ―Adapun cara pandang saya, detik ini, detik ini ya, ee misalnya nyerbu
pos polisi. ‗Menurut Pak Yusuf bagaimana sih?‘ Bagi saya termasuk gereja
Jebres ya di Solo, sekarang ini temen-temen ini melakukan perlawanan karena,
apa ya istilahnya, parsial artinya dewe-dewe. Isone iki neng Poso pos polisi
Solo, eh pos Poso. Iki kok isone, ho‘o, neng gereja Jebres gereja. Neng
Mapolres Cirebon tak sikate misale. Hampir sama. Kemiripan antar Cirebon
dengan Solo itu sudah ndak ada hubungan. Mereka kalau ada yang sama, pos
polisi targetnya. Tapi kok polisi, satu orang lagi, nembak lagi. Lha ini pos,
kantor polisi bom. Karena sudah dewe-dewe. Sudah ndak ada koordinasi. Ini
layak ndak, ini bagaimana, ndak ada pertimbangan. Menyikapi yang seperti itu,
saya termasuk dengan yang tidak setuju, tidak sependapat dengan action-action
seperti itu.‖
Ketika di penjara, dia semakin mendapati pengalaman yang
membenarkan pandangannya mengenai praktek hukum di Indonesia. Yusuf
memandang praktek hukum di Indonesia yang banyak celanya. ―Jadi kalau apa
ya, ditahan, kemarin-kemarin 5 tahun, sekarang kan tidak ditahan nih. Memang
dari sisi cara pandang, tetep berbeda. Perbedaannya mungkin ketika kita di
dalam ni kan ya banyak temen-temen ya. Kita kan kumpul nih. Jadi kumpul
dari kasus A, B, C, D yang mereka juga memiliki pola pemahaman yang
berbeda. Jadi kacamata di dalem yang kita gunakan waktu itu, karena waktu itu
kita sudah menjalani proses hukum ya, maka perbedaan yang didapat di dalam
hukum, hukum dalam praktek maksud saya ya. Hukum yang dalam praktek itu
kan eee ya banyak celanya. Artinya hukum Indonesia ini masih lemah. Masih
lemah, ya mungkin tentang permainan uang, tentang bagaimana pilih kasih,
koruptor sama maling ayam, itu sudah terlihat jelas di dalam gitu lho. Terus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
244
Individual Textural Descriptions
diskriminasi perlakuan, itu hukum dalam praktek. Jadi bagaimana kami
diisolasi, kemudian yang lainnya diberi kebebasan.‖
Negara dipandang bejat karena fasilitas ibadah di penjara sangat minim.
Ini menunjukkan bahwa pemerintah apatis terhadap kehidupan rohani para
tahanan. ―Gimana sih kami diperlakukan oleh negara. Negara saat itu
menganggap kami extra ordinary, kejahatan luar biasa ya. Tapi negara tidak
mengimbangi, makna tidak mengimbangi mungkin ya fasilitas, mungkin ya
berupa perlakuan. Contoh fasilitas, kita ni kan tahanan teroris ni, kan akrab
dengan Al-Qur‘an, akrab dengan masjid, akrab dengan ya mushola lah.
Mestinya kalau meng…apa ya, bentuk selnya, karantinanya, kita ya layak.
Tempat sholat juga layak, mestinya seperti itulah kurang lebih. Tapi perlakuan
yang diterima kami ndak seperti itu, ndak sempurna. Sehingga kami mengkritik
negara ni, apa ya istilahnya, dana untuk penahanan kami tu ndak disalurkan
kepada kami. Karpet misalnya untuk sholat berjamaah, sholat Jumat. Banyak
hal, air wudhu, air mandi. Nggak layak. Dari situ kita melihat negara sebagai
negara yang ingin mengucilkan kami sebagai tahanan teroris itu agar mental
kami jatuh, agar kami tidak diberi kesempatan, dipisahkan dari narapidana
lain.‖
Ketimpangan hukum ini memperkuat pandangan bahwa hukum
Indonesia tidak layak diterapkan dan keyakinan bahwa hukum Islam wajib
diterapkan.
Yusuf yakin bahwa Allah memberikan pertolongan terhadap pihak yang
menderita. ―Saat ini kan saya hidup, dua tahun ya, dua tahun saat saya hidup di
luar sana. Berada di tengah-tengah muslim yang jelas-jelas menderita. Ketika
Allah memberikan pertolongan, ya Allah memberikan pertolongan dengan cara
Allah gitu lho.‖
Baginya, perang jihad merupakan pengalaman spiritual dengan Allah
lewat berkorban dan menyerahkan diri ke Allah. Dia yakin bahwa dia mampu
bertahan dan bertemu keluarga selama pelatihan militer. ―….nanti memang aku
meninggal di sini, di Filipin ini, bumi Filipin; menerima anu gitu lho, ya
pengorbananku lah bumi Islam di Filipin. Hanya sebatas itu, kemudian
selebihnya ya saya serahkan sama Allah. Saya punya keluarga, selama dua
tahun saya tinggal ya saya yakin suatu saat Allah akan mempertemukan aku
dengan keluarga. Kalau saya tidak syahid gitu lho.‖
Yusuf yakin berada di tempat yang benar dan berada pada pihak yang
lemah. ―Saya juga tidak berdiri di tempat yang salah. Saya yakin tidak di
tempat yang salah, wong saya berada di tengah-tengah orang yang lemah kok.‖
Selama perang, dia tawakal kepada Allah saat nyawa terancam sehingga
muncul harapan hidup. Menurutnya, secara manusiawi, dia akan mati karena
peluru musuh namun karena tawakal, dia bisa selamat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
245
LAMPIRAN 7
Individual Structural Descriptions
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
246
Individual Structural Descriptions
Individual Structural Description of Yusuf’s Being Fundamentalist
Pada bagian ini akan disajikan gambaran jelas yang mendasari dinamika
pengalaman. Gambaran ini berupa tema dan kualitas yang digambarkan oleh
pengalaman. Struktur pengalaman diekspresikan dalam sebuah frame of reference
sebagai impak atas kesalingterhubungan antara Mitsein-Mitdasein dengan
Umwelt, Mitsein-Mitdasein dengan Mitwelt, serta Mitsein-Mitdasein dengan
Eigenwelt. Masing-masing dinamika memiliki keunikan tersendiri yang secara
simultan berdinamika di dalam eksistensi Yusuf.
Mitsein-Mitdasein merupakan dunia di luar exsistenz yang
mempengaruhinya. Mitsein berupa Ada di sekitanya, sedangkan Mitdasein berupa
dasein di sekitarnya. Dalam pengalaman Yusuf, Mitsein-Mitdasein ditunjukkan
dengan adanya eksponen dan konflik, penguatan konsepsi-konsepsi yang sifatnya
militan seperti harakah, dan roh-roh kolektif lain seperti hukum, empati, dan
sumber informasi yang menjadi stimulus bagi penciptaan makna oleh Yusuf.
Umwelt diekspresikan dengan adanya kultur di luar diri yang tidak bisa
dikontrol untuk membuat pilihan. Justru hal ini yang menjadi basis filosofis bagi
Yusuf. Kultur itu terdapat dalam kitab suci dan konsepsi-konsepsi keagamaan.
Dengan adanya batasan dari Umwelt, Yusuf mengalami ketertutupan terhadap hal-
hal lain yang secara moral maupun sosial masih bisa dikembangkan.
Mitwelt diekspresikan secara kuat lewat kehilangan signifikansi dan rasa
kebersamaan yang saling berjalin. Karena kehilangan signifikansi, rasa
kebersamaan muncul sebagai solusi. Demikian juga, rasa kebersamaan yang
lemah membuat Yusuf kehilangan signifikansi. Kosmpolitanisme muncul sebagai
bentuk solusi atas rasa ketidakberartian dan berjalin dengan Umwelt dalam hal
konsepsi agama. Perjuangan fisik dilakukan atas dasar sinergi antara konsepsi
agama dan keinginan untuk berguna. Perjuangan fisik merupakan hal yang sah-
sah saja selama itu berbasis kepentingan. Kepentingan ini merupakan bahasa
teknis dari solidaritas. Selepas berjuang secara fisik, Yusuf tetap mengasah
kemampuan sosialisasinya dan menjaga relasi dengan orang lain, termasuk dalam
hal ini keluarga.
Eigenwelt diekspresikan lewat keyakinan terhadap being di luar dirinya;
Tuhan. Keyakinan akan Tuhan memberikannya keberanian dan kekuatan disertai
kepasrahan. Yusuf menjadi berani dan kuat sekaligus tunduk. Keinginan untuk
‗mengalami‘ menjadi penyempurnaan dalam menjalankan agama. Agama tidaklah
dipahami secara teoritis, tapi juga harus praktis. Praktis dalam hal ini adalah
menjalankan agama secara ekstrinsik. Apa yang dia perjuangkan adalah semata-
mata melawan ketidakadilan dari yang superior sehingga menumbangkan superior
dan menegakkan apa yang didapatnya di Umwelt menjadi tujuan akhirnya.
Ada interelasi antara Mitsein-Mitdasein, Umwelt, Mitwelt, dan Eigenwelt.
Kehidupan yang dinamis tercermin dari Mitsein. Sebagai manusia, Yusuf adalah
dasein yang yang menafsirkan tanda-tanda (afeksi, pikiran, maupun sikap) dan
mengkonstruksinya menjadi sebuah basis filosofis dalam dirinya. Ketika Yusuf
menafsirkannya lewat Umwelt, maka yang terbentuk adalah yang tak teratasi oleh
pilihannya. Ketika dia menafsirkannya dalam ranah Mitwelt, maka kepentingan
sekitar menjadi prioritas dalam hidupnya. Kemudian ketika ditafsirkan dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
247
Individual Structural Descriptions
tataran Eigenwelt, maka Yusuf menciptakan keadaan berdasarkan hasil pilihan
eksistensialnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
248
LAMPIRAN 8
Textural-Structural Synthesis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
249
Textural-Structural Synthesis
Textural-Structural Synthesis of Yusuf’s Being Fundamentalist
Bagian ini menyajikan integrasi yang dilakukan terhadap deskripsi
tekstural dan struktural yang menghasilkan sebuah sintesis makna dan esensi dari
pengalaman. Horizon pengalaman yang dialami Yusuf selama menjadi seorang
fundamentalis dipetakan ke dalam empat aspek pokok. Aspek pertama adalah
sebuah keadaan (circumtances) dari being di luar dasein Yusuf. Persaudaraan
yang didasari oleh solidaritas dan hospitalitas (fellowship based on solidarity and
friendliness) mempengaruhi dan dipengaruhi oleh aspek-aspek sisanya. Aspek ini
disebut sebagai Mitsein-Mitdasein. Mitsein jika berupa being lain, sedangkan
Mitdasein jika berupa dasein. Tiga aspek lainnya merupakan dunia mental-
eksistensial sebagai wujud ‗pemaknaan atas‘ dan bekerja secara simultan
membentuk being-in-the-world Yusuf. Ketiga mode dunia itu adalah Umwelt,
Mitwelt, dan Eigenwelt. Aspek-aspek ini dimiliki setiap manusia, namun karena
sifatnya yang unik dan dinamis tidak ada dua atau lebih manusia yang memiliki
sintesis makna yang sama.
1. Mitsein-Mitdasein
Mitdasein diekspresikan dengan munculnya significant being yakni
eksponen yang mengusung nilai-nilai agama sebagai wujud pencarian
kebenaran dan kekecewaan terhadap dunia material. Interelasi dengan para
eksponen ini memungkinkan keadaan transfer of power dalam hal pilihan,
pembuatan keputusan, preferensi, maupun interpretasi terhadap suatu
keadaan. Terciptalah suatu kondisi kolektif yang bersifat close-mindedness.
Pada waktu yang sama, terjadi transisi dari pemerintahan yang represif
ke pemerintahan yang cenderung longgar (Mitsein). Hal ini membuat kondisi
yang memungkinkan untuk mencuatnya nilai-nilai jihad dan konflik karena
state of control yang melemah. Lingkungan, hasil transfer of power dan
kondisi yang memungkinkan konflik dialami secara habitual, mengkonstruksi
suatu dunia material sebagai hasil kristalisasi rasa solidaritas terhadap kaum
muslim yang tertindas dan kecenderungan untuk memeluk Islam secara
kafah. Secara simultan, rasa solidaritas dan kecenderungan untuk menjadi
kafah melahirkan kosmpolitanisme.
2. Umwelt
Salah satu wujud Mitsein adalah arus global. Arus global sendiri
menimpa semua orang. Ketika globalitas ini terbentur dengan act of valuing
yang secara natural telah melekat pada manusia, dalam diri Yusuf terjadi
dilema untuk membuat pilihan, pembuatan keputusan, preferensi, maupun
interpretasi terhadap suatu keadaan. Arus global ini menciptakan sebuah
keadaan (circumtances) yang tidak dapat dikontrol lewat pilihan Yusuf.
Keadaan yang cenderung kolektivis ini menyebabkan ketidakmampuan
mengontrol keadaan sehingga menciptakan ketidakmampuan diri (self-
powerlessness). Dilema ini mendorong Yusuf mencari external value.
External value diperoleh dari konsepsi yang disediakan oleh agama. Sifat
value berubah dari yang memiliki dasar kehendak, perasaan, maupun harapan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
250
Textural-Structural Synthesis
menjadi sebuah keharusan (have to). Keharusan ini muncul sebagai impak
atas pemahaman terhadap konsepsi Tuhan agama yang sifatnya otoriter.
Kebenaran yang muncul menjadi kebenaran yang tanpa cela (inerrant truth).
Dengan dasar kebenaran yang tanpa cela ini, keyakinan untuk memeluk Islam
secara kafah semakin dikuatkan.
3. Mitwelt
Pemahaman akan innerant truth yang sama menciptakan sebuah rasa
kebersamaan (sense of togetherness). Selain itu, rasa kebersamaan juga
muncul dari perpanjangan sorge; prihatin, memahami diri sendiri dan
bertanggungjawab atas keberadaannya. Rasa kebersamaan ini
dimanifestasikan dalam solidaritas dalam dunia yang terselimuti
kosmopolitanisme. Karena kehilangan signifikansi terhadap diri sendiri,
sebagai kompensasi; keharusan untuk menjadi signifikan terhadap orang lain.
Dalam hal ini, Yusuf menemukan dirinya (identitas personal) lewat identitas
sosial. Dengan menjadi berguna bagi orang lain, maka hidup akan lebih
berarti.
Yusuf merasa tidak berarti ketika dia tidak tergabung dalam kelompok,
kolektivitas di sini memegang peranan yang signifikan. Kolektivitas ini juga
mendorong munculnya tradisi penghormatan terhadap individu dalam
perjuangannya dalam agama. Tingkat prestise Yusuf naik dengan
partisipasinya dalam perjuangan mencapai kebenaran agama. Demi mencapai
identitas personalnya, Yusuf menjadi individu yang sarat akan rasa kesiapan
(readiness) dan kesediaan (willingness). Siap dan sedia dalam istilah ini
merujuk pada permusuhan terhadap mereka yang lain (otherness). Rasa
kebersamaan ini menjadi solusi untuk mengatasi kecemasan sosial. Dengan
menjadi berguna bagi orang lain, maka hidup akan lebih berarti.
Ketidakadilan terhadap muslim juga menjadi dasar perlawanan Yusuf
secara anarkis. Hukum yang tidak pada prakteknya dan bernilai kosong
merupakan hal yang bertentangan dengan apa yang disebut ―kembali ke
nabi‖. Diskrepansi ini menimbulkan anarkisme. Anarkisme merupakan wujud
dari amar ma„ruf nahi munkar.
4. Eigenwelt
Rasa tertarik terhadap significant being membuat Yusuf cenderung
untuk membuat identifikasi diri dengan mereka. Identifikasi diri membuat
Yusuf menjadi kehilangan identitas personalnya, meskipun meningkatkan
self-esteem di lain pihak. Dalam rangka pencarian identitas personalnya,
Yusuf memiliki pegangan inerrant truth. Inerrant truth mengarah pada
sesuatu yang sifatnya otoriter; yakni Tuhan. Akhirnya semua perbuatan
kembali kepada otoritas ini dan hidupnya merupakan bentuk kepasrahan
terhadap Tuhan lewat jalan iman. Iman bukanlah sesuatu yang mendatangkan
kepastian akan suatu keadaan. Namun iman ini merupakan akibat dari adanya
Tuhan. Dengan demikian, Yusuf mencoba mengatasi ketidakpastian dengan
jalan kepastian. Yusuf memahami bahwa hidupnya adalah berkorban dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
251
Textural-Structural Synthesis
menyerahkan diri ke Allah. Kepastian (atau kebenaran) ini memiliki nilai
kebertujuan untuk melawan superioritas.
Pengalaman adalah hal yang nyata daripada sekadar kitab. Pemahaman
ini mendorong realisasi nilai-nilai jihad ke dalam perbuatan. Personal
concern terhadap aksi-aksi atau konflik meningkat dan menjadi penguatan
tersendiri untuk mengeksekusi apa yang menjadi kehendaknya. Kehendak ini
muncul sebagai kesadaran atas pentingya rasa untuk mengalami (to
experiencing).
Kehendak untuk mengalami merupakan wujud dari menjalankan Islam
secara kafah. Teori yang didapat selayaknya dipraktekkan ke dalam bentuk
aksi. Yusuf menyadari adanya diversitas perjuangan antar mujahidin,
otherness dan kecenderungan menciptakan konflik menjadi latar belakang
pemahaman akan diversitas ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI