Post on 24-Jul-2015
1
FOTOSENSITIVITAS
Fotosensitifitas adalah respon abnormal terhadap cahaya, biasanya pada sinar
matahari, terjadi dalam hitungan menit, jam atau hari eksposur dan berlangsung hingga
minggu, bulan, dan bahkan lebih lama. Gangguan fotosensitifitas hanya terjadi pada daerah
tubuh terkena radiasi matahari (Gambar 1).
Gambar 1. Variasi paparan surya pada area tubuh yang berbeda
Ada tiga jenis fotosensitifitas akut:
1. Sunburn type response-eritema, edema, dan bula, seperti pada reaksi fototoksik obat
obatan atau phytophotodermatitis.
2. A rash response: makula, papula, atau plakat
3. Urtikaria responses
2
Berdasarkan etiologi, klasifikasi reaksi kulit terhadap sinar matahari dapat dilihat
pada tabel dibawah ini:
Drug-/Chemical-Induced Photosensitivity
Drug/chemical ninduced photosensitivity menjelaskan intereaksi radiasi UV dengan
bahan kimia /obat dalam kulit. Dua mekanisme yang dikenal: reaksi fototoksik, yang
menyebabkan reaksi fotokimia pada kulit dan reaksi fotoalergi di mana photoallergen yang
terbentuk memulai suatu respon imun dan bermanifestasi di kulit sebagai reaksi imunologi
tipe IV. Perbedaan klinis utama antara fototoksik dan fotoalergi adalah bahwa memanifestasi
seperti dermatitis kontak iritan atau kulit terbakar dan yang terakhir seperti
eczematous/dermatitis kontak alergi.
Tabel perbedaan fototoksik dan fotoalergik.
3
1. Reaksi Fototoksik
Reaksi fototoksik lebih sering ditemukan daripada reaksi fotoelergik karena
reaksi sunburn digolongkan didalamnya. Reaksi fototoksik hampir terjadi pada
hampir semua individu apabila terpajan dengan sensitizer, atau lebih tepat disebut
sebagai fototoksin.
Reaksi dapat terjadi pada pajanan pertama dan pajanan berikutnya pada tempat
lain akan menunjukkan reaksi yang serupa, sehingga reaksi fototoksik dapat
disamakan dengan reaksi iritan primer.
Beberapa contoh reaksi fototoksik adalah sunburn, dermatitis fototoksik topikal
(fitofotodermatitis, dermatitis berloque) dermatitis fototoksik sistemik.
a. Sunburn
Sunburn merupakan reaksi akut, tertunda, dan inflamasi sementara respon
kulit normal setelah terpapar radiasi UV dari sinar matahari atau sumber buatan.
Secara alami sunburn merupakan reaksi fototoksik. Sunburn ditandai dengan eritema
(Gambar A) dan jika parah ditandai dengan vesikel dan bula, edema, tenderness, dan
nyeri (Gambar B).
b. Dermatitis Fototoksik Topikal
Terjadinya kontak dengan sengaja atau penerapan fotosensitizer terapeutik,
yang diikuti oleh radiasi UVA. Agen yang paling umum menimbulkan dermatitis
fototoksik topikal tercantum pada tabel dibawah ini:
4
Rute yang paling umum melalui bentuk terapi atau pekerjaan. Gambaran klinis
seperti dermatitis kontak iritan akut berupa eritema, edema, vesikulasi, dan terbatas
pada daerah yang kontak dengan agen fototoksik. Gejala yang ditimbulkan perih,
menyengat, dan membakar bukan gatal. Penyembuhan biasanya menghasilkan
pigmentasi jelas. Jenis yang paling umum jenis dermatitis fototoksik topikal adalah
fitofotodermatitis.
i. Fitofotodermatitis
Fitofotodermatitis adalah suatu peradangan kulit yang disebabkan oleh kontak
dengan tanaman tertentu selama rekreasi atau pekerjaan paparan sinar matahari.
Respon inflamasi adalah reaksi fototoksik bahan kimia photosensitizing pada
beberapa tanaman. Umum jenis fitofotodermatitis karena paparan jeruk nipis, seledri,
dan padang rumput.
Manifestasi klinis, pasien memberikan riwayat paparan tertentu tanaman
(jeruk nipis, lemon, peterseli liar, seledri, lobak, wortel,). Gejala kulit perih, sensasi
terbakar sinar matahari, rasa sakit, kemudian pruritus. Kulit Lesi akut: eritema,
edema, vesikel, dan bula (Gambar a). Lesi dapat muncul pseudopapular sebelum
vesikel yang jelas. Sering terlihat gambaran tidak lazim, pola buatan yang
menunjukkan "outside job" (Gambar b). Tersebar di daerah area kontak, terutama
lengan, kaki, dan wajah.
ii. Derm
a titis
berloque
Pertama kali digambarkan oleh Freund tahun 1916 berupa eritema atau
pigmentasi menyerupai bentuk kalung (Perancis: berlock atau berloque) pada individu
yang mengoleskan minyak wangi sebelum terpajan sinar matahari. Kemudian
diketahui bahwa minyak tersebut mengandung minyak bergamot (bergapten, 5-
a. b.
5
methoxypsoralen) yang dihasilkan oleh sejenis buah jeruk dan dapat menimbulkan
garis-garis pigmentasi hanya di daerah mana parfum diberikan, terutama sisi leher.
Gambar dermatitis berloque. Tamapak coretan sisa hiperpigmentasi.
c. Dermatitis Fototoksik Sistemik
Terjadi pada setiap orang setelah konsumsi yang cukup dosis obat
photosensitizing dan UVR. Oleh karena itu segala usia, kedua jenis kelamin, semua
ras, dan segala jenis warna kulit. Reaksi Fototoksik sensitivitas obat lebih sering
ditemukan daripada fotoalergi sensitivitas obat. Obat memunculkan fototoksik
sistemik dermatitis tercantum dibawah ini:
6
Manifestasi klinis terjadi pada hitungan jam setelah paparan, dengan beberapa
agen seperti psoralen setelah 24 jam, dan memuncak pada 48 jam. Gejala Kulit:
membakar, menyengat, pruritus. Lesi Awal Kulit: Eritema, edema, vesikel dan
pembentukan bula terbatas pada daerah yang terkena cahaya. Reaksi eczematous tidak
terlihat pada reaksi fototoksik.
2. Reaksi Fotoalergik
Merupakan hasil dari interaksi kulit radiasi ultraviolet saja atau dengan adanya
photoallergen.
Manifestasi klinis: urtikaria akut sampai lesi papular atau eksematosa. Kelainan dapat
terjadi lebih luas daripada yang terpajan dan apabila terjadi eksaserbasi dapat berlokasi jauh
dari daerah pajanan. Kelainan bersifat polimorfi terutama eksematosa terutama rasa gatal.
Stadium akut disertai vesikel atau skuama, krusta, dan ekskoriasi. Stadium kronik berupa
likenifikasi, dan juga bisa ditemukan bentuk lain seperti urtika, dan papul. Hiperpigmentasi
lebih jarang ditemukan daripada reaksi fototoksik.
Klasifikasi
1. Yang dipacu oleh photosensitizer eksogen:
a. Photosensitizer kontak
b. Photosensitizer sistemik
2. Yang tidak berhubungan dengan photosensitizer
a. Tipe cepat: urtika solaris
b. Tipe lambat: polymorphus light eruption
Yang dipacu oleh photosensitizer eksogen:
Photosensitizer kontak
Reaksi fotoalergik dapat terjadi akibat pemakaian berbagai macam bahan
secara topikal, antara lain aftershave lotion, tabir matahari psoralen, dan salisilanilid
halogen serta zat turunannya yang terkandung didalam bahan antibakteri atau
antimikotik. Penggunaan trichlosalicylatenilide (TSCA) dalam sabun, deodoran, dan
bahan lain untuk membunuh bakteri merupakan penyebab terbanyak reaksi fototoksik.
7
Secara klinis erupsi berbentuk papular, likenoid, dan ekzematosa. Dasar reaksi
tersebut adalah reaksi hipersensitivitas tipe lambat, sehingga lesi akan timbul dalam
waktu beberapa jam sampai beberapa hari setelah pajanan dengan spektrum sinar
ultraviolet gelombang panjang.
Gambaran histopatologik: perubahan epidermis berupa akantosis, spongiosis,
dan pembentukan vesikel disertai infiltrat padat sel radang bulat disekitar pembuluh
darah. Gambaran klinis dan histopatologiknya mirip dengan gambaran dermatitis
kontak alergik. Pemeriksaan penunjang dengan uji tempel dengan sinar (photopatch
test).
8
Photosensitizer sistemik
Reaksi terhadap photosensitizer sistemik lebih jarang ditemukan daripada
Photosensitizer kontak dan mekanismenya juga belum diketahui secara pasti.
Meskipun dapat timbul reaksi alergik terhadap griseofulvin, beberapa antihistamin,
pemanis artifisial kalsium siklamat sulfonamid, klorotiazid, dan sulfonirurea.
Waktu reaksi berlangsung lamabat, berupa papul likenoid sampai perubahan
ekzematosa. Meskipun kelainan biasanya cepat menghilang, tetapi ditemukan juga
keadaan yang persisten (persiten light reactivity)
Gambaran histopatologik memperlihatkan keadaan likenoid berupa sebukan
padat sel radang bulat berbentuk pita didaerah subepidermal disertai sebukan sel
radang bulat disekitar pembuluh darah dermis bagian bawah. Pemeriksaan penunjang
melalui tes provokasi dengan pemberian obat secara sitemik yang dicurigai sebagai
penyebab, secara sistemik diikuti penyinaran.
Yang tidak berhubungan dengan photosensitizer
Tipe cepat: urtika solaris
Karakteristik lesi berupa urtika dikelilingi oleh daerah eritematosa,
meskipun kadang-kadang terlihat urtika multiple disertai pseudopodi. Lokasi
biasanya didaerah terpajan, tetapi dapat timbul diseluruh tubuh, meskipun
daerah yang terlihat sinar matahari bersifat lebih toleran. Waktu reaksi
berkisar antara beberapa detik sampai beberapa menit dan urtikaria yang
timbul sesuai dengan arah pajanan. Lesi dapat menetap untuk beberapa menit
sampai beberapa jam bergantung pada intensitas pajanan.
9
Urtikaaria solaris dapat dipacu oleh spektrum berbagai varietas
panajang gelombang kurang dari 370nm.
Tipe lambat: polymorphus light eruption
Secara klinis gamabaran bervariasi, dapat menyerupai prurigo atau
kadang-kadang menyerupai eritema multiforme. Beberapa lesi dapat bersatu
membentuk plakat, dengan lokalisasi didaerah muka. Biasanya terdapat satu
bentuk lesi yang menonjil dan umumnya adalah lesi ekzematosa. Terdapat
dugaan bahwa 30-50% penderita PMLE akan mengalami kelainan klinis berat
pada pajanan pertama, sedangkan pada pajanan berikutnya kelainan tersebut
akan semakin ringan hingga menimbulkan keadaan yang disebut sebagai
fonomen hardening.
10
Daftar Pustaka
Soebaryo, RW. 2007. Fotosensitivitas. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, [ed].
Ilmu Penyakit Kulit Kelamin. Edisi 4. Jakarta:FKUI; hal 182-188.
Fitzpatrick, TB. 2008. Photosensitivity, Photo-induced disorders, and Disorders by
ionizing Radiation. Dalam: Johnson A, Richard KW, [ed]. Fitzpatrick’s Color Atlas
and Synopsis of Clinical Dermatology. Edisi 6. The mcgraw-hill companies; hal.232-
248.
Andrews. 2006. Photosensitivity. Dalam James W, Berger TG, Elston DM, [ed].
Andrews’ Disease of The Skin Clinical Dermatology. Edisi 10. Canada:WB Saunders
Company; Chapter 3.hal 32.