Post on 06-Aug-2015
description
Perlindungan Hukum Terhadap Warisan Kebudayaan Tradisional
ditinjau dari Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
disusun untuk memenuhi tugas Pelatihan Karya Tulis Hukum
Kelompok Studi Hukum FH-UNPAD
MEGA MEIRINA
110110100270
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PADJAJARAN
BANDUNG
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki wilayah yang luas, terbentang dari Aceh
sampai ke Papua. Ada 17.000 lebih pulau yang tersebar di seluruh kedaulatan Republik
Indonesia, yang terdiri atas 8.651 pulau yang bernama dan 8.853 pulau yang belum
bernama.1 Di samping kekayaan alam dengan keanekaragaman hayati dan nabati,
Indonesia dikenal dengan keberagaman warisan budayanya.
Disadari atau tidak, kekayaan ragam warisan budaya yang datang dari beberapa
wilayah dan provinsi, menjadi bukti bahwa Indonesia mempunyai keunikan yang tidak
ditemukan di Negara lain.
Munculnya kasus-kasus penjiplakan warisan kebudayaan di Indonesia akhir-akhir ini .
Misalnya saja mengenai kasus lagu rasa sayange dan reog ponorogo yang tiba-tiba
diakui sebagai kebudayaan asli dari Negara Malaysia yang tentu saja meresahkan
kebudayaan Indonesia. Pemahaman kesenian sebagai cultural property (harta benda
budaya) oleh pihak Indonesia mengakibatkan kasus ini dipandang sebagai pelanggaran
hak cipta.
Disamping itu, beraneka ragam warisan budaya Indonesia lainnya harus pula turut
dilindungi dan dipertahankan eksistensi nya agar tidak punah seiring dengan
perkembangan zaman. Misalnya seperti lagu-lagu daerah, tarian klasik Jawa Barat,
Batik tradisional dari pekalongan yang memiliki motif unik dan dibuat secara
konvensional, Gambang Semarang, dan lain-lain. Yang semuanya itu termasuk
kedalam folklore Indonesia yang didalamnya mencakup seni, music, vocal, tari, yang
pengaturannya dilindungi oleh Undang-undang Nomor 19 tahun 2002 tentang Hak
Cipta.
1 Sodjuangan Situmorang, ”Pentingnya Dokumentasi Toponimi untuk Mendukung Tata Pemerintahan yang
Baik”, makalah dalam The 13th Asia South East & Pacific South West Divisional Meeting, Jakarta, 2006.
Perlindungan hukum dibidang hak cipta yang perlu diperhatikan menyangkut tiga aspek
yaitu aturan hukumnya, unsur aparat hukumnya, serta budaya hukum masyarakat.
B. Identifikasi Masalah
1. Bagaimana pengaturan mengenai warisan kebudayaan tradisional menurut
Undang-Undang nomor 19 tahun 2002 ?
2. Apakah Undang-Undang nomor 19 tahun 2002 sudah memadai dalam
memberikan perlindungan hukum terhadap warisan kebudayaan tradisional ?
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Definisi warisan budaya
Warisan budaya dapat didefinisikan sebagai perangkat-perangkat simbol kolektif yang
diwariskan oleh generasi-generasi sebelumnya dari kolektivitas pemilik simbol
tersebut.2
Pengertian mengenai warisan budaya juga dapat ditemukan pada Konvensi UNESCO
tahun 1972 tentang perlindungan warisan budaya dan warisan alam dunia. Konvensi
yang dilakukan pada tanggal 16 November 1972 saat general conference UNESCO itu
mendefinisikan warisan budaya sebagai berikut, “Warisan dari masa lampau, yang kita
nikmati saat ini dan akan kita teruskan kepada generasi yang akan datang”.3
B. Definisi Hak Cipta
Menurut Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Hak Cipta adalah “hak eksklusif bagi
pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan, memperbanyak ciptaannya, atau
2 Rindya Fanny Kusumaningtyas, Tesis mengenai Hak Cipta terhadap Karya Seni Batik Tradisional Kraton Surakarta, , Fakultas Hukum Universitas Dipenogoro, Semarang, 2009:613 Ibid
memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi batasan-batasan menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku”.4
World Intellectual Property Organization (WIPO) memberikan pengertian tentang hak
cipta sebagai berikut: “ Hak cipta adalah terminologi hukum yang menggambarkan hak-
hak yang diberikan pada pencipta untuk karya-karya mereka dalam bidang seni dan
sastra.”5
Pasal 1 Austersweet 1912 menyebutkan: “ Hak cipta adalah hak tunggal daripada
pencipta, atau hak dari yang mendapatkan hak tersebut atas hasil ciptaannya dalam
lapangan kesusasteraan, pengetahuan dan kesenian, untuk mengumumkan dan
memperbanyak dengan mengingat pembatasan-pembatasan yang ditentukan undang-
undang.”6
Pasal V Universal Copyright Convention juga menyatakan : “ Hak cipta meliputi hak
tunggal si pencipta untuk membuat, menerbitkan, dan memberi kuasa untuk membuat
terjemahan dari karya yang dilindungi perjanjian ini.”7
C. Jenis-Jenis Ciptaan dan Jangka Waktu Perlindungan menurut Undang-Undang
Hak Cipta
Jenis-jenis ciptaan yang dilindungi dengan hak cipta sebagaimana diatur dalam pasal
12 ayat (1) UUHC adalah:8
1. Buku, program komputer, pamflet, perwajahan, (layout) karya tulis yang
diterbitkan, dan semua hasil karya tulis yang lain
2. Ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan lain yang sejenis
3. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan
4. Lagu atau musik dengan atau tanpa teks
5. Drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim
4 Undang-undang no. 19 tahun 20025 Nur Endang Trimargawati, Jurnal Hukum: Penerapan Hukum Hak Cipta Seni Batik Pekalongan sebagai Komoditas Internasional, halaman 76 Ibid, halaman 87 Ibid8 Sudaryat S.H, M.H,dkk. Hak Kekayaan Intelektual, PT Oase Media, Bandung, 2010:47-48
6. Seni rupa dalam segala bentuk, seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni
kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase dan seni terapan
7. Arsitektur
8. Peta
9. Seni batik
10.Fotografi
11.Sinematografi
12.Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, basis data, dan karya lain dari hasil
pengalihwujudan
Menurut pasal 29 ayat (1) dan ayat (2) UUHC, hak cipta atas ciptaan berupa buku,
pamflet, dan semua hasil karya tulisan lain, drama atau drama musical, tari,
koreografi, segala bentuk seni rupa-seperti seni lukis, seni pahat, dan seni patung-,
seni batik, lagu atau music dengan atau tanpa teks, arsitektur, ceramah, kuliah,
pidato, dan ciptaan sejenis lain, alat peraga, peta, terjemahan, tafsir, saduran, dan
bunga rampai berlaku selama hidup pencipta dan terus berlangsung hingga lima
puluh tahun setelah pencipta meninggal dunia. Apabila penciptanya lebih dari satu
orang, jangka waktu perlindungannya berlaku selama hidup pencipta yang
meninggal paling akhir dan berlangsung hingga lima puluh tahun sesudahnya.9
Pasal 30 UUHC 2002 mengatur tentang jangka waktu perlindungan hak cipta
terhadap ciptaan-ciptaan derivatif, dan pasal 31 UUHC 2002 mengatur tentang
jangka waktu perlindungan hak cipta atas ciptaan yang dipegang dan dilaksanakan
oleh Negara dan hak cipta atas ciptaan yang dilaksanakan oleh penerbit.10
Disamping jenis ciptaan yang telah disebutkan sebelumnya, terdapat pula ciptaan
yang dilindungi oleh UUHC, sebagaimana yang dituangkan dalam ketentuan pasal
10 ayat (2) UUHC 2002 yang menyatakan: 11
a. Negara memegang hak cipta atas karya peninggalan prasejarah, sejarah dan
benda budaya nasional lainnya.
9 Ibid, halaman 4810 Nur Endang Trimargawati, Jurnal Hukum: Penerapan Hukum Hak Cipta Seni Batik Pekalongan sebagai Komoditas Internasional, halaman 1011 Ibid, halaman 9
b. Negara memegang hak cipta atas folklore dan hasil kebudayaan rakyat yang
menjadikan milik bersama seperti cerita, hikayat, dongeng, legenda, babad, lagu,
kerajinan tangan, koreografi, tarian, kaligrafi, dan karya seni lainnya.
D. Folklor
Pasal 10 UUHC No 19 tahun 2002 yang berjudul “Hak Cipta atas ciptaan yang
penciptanya tidak diketahui”, menetapkan :12
a. Negara memegang hak cipta atas karya peninggalan prasejarah, sejarah dan
benda budaya nasional lainnya.
b. Negara memegang hak cipta atas folklore dan hasil kebudayaan rakyat yang
menjadikan milik bersama seperti cerita, hikayat, dongeng, legenda, babad, lagu,
kerajinan tangan, koreografi, tarian, kaligrafi, dan karya seni lainnya.
c. Untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaan tersebut pada ayat (2), orang
yang bukan warga Negara Indonesia harus terlebih dahulu mendapat ijin dari
instansi terkait dalam masalah tersebut
d. Ketentuan lebih lanjut mengenai hak cipta yang dipegang oleh Negara
sebagaimana dimaksud dalam pasal ini diatur dengan peraturan pemerintah
Hak cipta atas folklore dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama,
perlindungannya berlaku tanpa batas waktu (Pasal 31 ayat (1)a). pasal ini jelas
bertujuan melindungi karya-karya tradisional.
12 Ibid
BAB III
PEMBAHASAN
Mengacu pada Undang-Undang hak cipta, maka ciptaan dari warisan kebudayaan
Indonesia mendapat perlindungan hukum karena termasuk dalam lingkup seni, sastra
dan ilmu pengetahuan menurut pasal 12 Undang-undang Hak Cipta. Ciptaan yang ada
dalam ketentuan tersebut dilindungi di wilayah dalam negeri maupun luar negeri.
Warisan budaya tradisional di Indonesia termasuk folklore yang dilindungi oleh Undang-
Undang Hak Cipta, sebagaimana yang dituangkan dalam ketentuan pasal 10 ayat (1)
dan (2) UUHC. Selain itu, dijelaskan pula di dalam pasal 31 ayat 1a UUHC bahwa Hak
Cipta atas folklore dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama,
perlindungannya berlaku tanpa batas waktu. Pasal ini jelas bertujuan melindungi karya-
karya tradisional.
Walaupun tujuan pasal 10 ditujukan secara khusus untuk melindungi budaya penduduk
asli, akan sulit bagi masyarakat tradisional untuk menggunakannya demi melindungi
karya-karya mereka berdasarkan beberapa alasan, yaitu:13
a. Kedudukan pasal 10 UUHC belum jelas penerapannya jika dikaitkan dengan
berlakunya pasal-pasal lain dalam UUHC. Misalnya, bagaimana jika suatu
folklore yang dilindungi berdasarkan pasal 10 ayat (2) tidak bersifat asli
sebagaimana disyaratkan dalam pasal 1 ayat (3) ? Undang-undang tidak
menjelaskan apakah folklore semacam ini mendapatkan perlindungan hak cipta
meskipun merupakan ciptaan tergolong folklore yang keasliannya sulit dicari atau
dibuktikan
b. Suku-suku etnis atau suatu masyarakat tradisional hanya berhak melakukan
gugatan terhadap orang-orang asing yang mengeksploitasi karya-karya
tradisional tanpa seijin pencipta karya tradisional, melalui Negara cq. Instansi
terkait
13 Ibid, halaman 19
Undang-undang melindungi kepentingan para pencipta karya tradisional apabila
orang asing mendaftarkan di luar negeri. Akan tetapi dalam kenyataan belum ada
hasil usaha Negara melindungi karya-karya tradisional yang dieksploitasi oleh bukan
warga Negara Indonesia di luar negeri. Selain itu, Sangat tidak mungkin, bagi
pemerintah dalam waktu dekat ini akan menangani penyalahgunaan kekayaan
intelektual bangsa Indonesia di luar negeri, mengingat krisis politik, sosial, dan
ekonomi yang masih berkepanjangan sampai sekarang. Instansi-instansi terkait
yang dimaksud dalam pasal 10 ayat (3) untuk memberikan izin kepada orang asing
yang akan menggunakan karya-karya tradisional yang belum ditunjuk.14
Perangkat hukum yang telah ditetapkan dalam Undang-undanga nomor 19 tahun
2002 mengenai hak cipta belum mencukupi kebutuhan masyarakat akan perlunya
perlindungan ekspresi folklore/budaya tradisional. Perlindungan tersebut diajukan
sebagai langkah antisipasi eksploitasi dan pencurian ekspresi budaya tradisional
yang semakin menguat melalui paten dan klaim dari pihak asing. Namun
perlindungan hukum tersebut seharusnya tidak membatasi ruang gerak bagi
komunitas yang mengembangkan budaya dengan mengizinkan penggunaan non
komersil ekspresi folklore/ budaya tradisional.15
Kepemilikan ekspresi folklore/budaya tradisional diberikan kepada Negara melalui
sebuah lembaga yang mengatur dan membina komunitas budaya guna menghindari
konflik yang terjadi karena ekspresi folklore/budaya tradisional di Indonesia
seringkali tidak dimiliki oleh satu kelompok saja. Selain itu, kepemilikan Negara
terhadap ekspresi folklore/ budaya tradisional juga dapat menghindari eksploitasi
pihak asing terhadap daerah-daerah jika kepemilikan ekspresi budaya tradisional
dikembalikan kepada daerah.16
14 Purba Afrillyana, TRIPs-WTO dan hukum hak kekayaan intelektual Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, 2005:266 15 Noor Chasanah, Tesis mengenai Eksistensi Gambang Semarang dan Perlindungan Hukumnya Menurut Undang-Undang Hak Cipta, Fakultas Hukum Universitas Dipenogoro, Semarang, 2009:20516 Ibid
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Warisan budaya tradisional mendapat perlindungan hukum karena termasuk ke
dalam ranah Hak Cipta, diatur dalam ketentuan pasal 10, pasal 12, pasal 29-31
Undang-undang nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta.
Sebagai contoh, batik sebagai ekspresi budaya Tradisional (folklore) yang tidak
diketahui siapa penciptanya dilindungi berdasarkan pasal 10 ayat (2) Undang-
Undang Hak Cipta tahun 2002.
Namun dalam implementasi di lapangan, UUHC belum bisa mengakomodir hal
tersebut. Dalam aturan hukumnya masih perlu penyempurnaan karena
permasalahan dibidang Hak Cipta yang khususnya mengenai warisan budaya
tradisional belum semua dapat tertampung.
B. SARAN
Demi tercapainya perlindungan hukum bagi warisan budaya tradisional, hal-hal
yang dapat dilakukan antara lain:
1. Pemerintah dapat melibatkan perusahaan swasta nasional yang produknya
banyak dibuat berdasarkan pengetahuan tradisional Indonesia. Selain itu,
eksistensi dan hak-hak masyarakat adat yang terabaikan perlu dilindungi.
Menghidupkan kembali hukum adat dan mengakomodasikannya ke dalam
peraturan perundang-undangan Hak Kekakayaan Intelektual mengenai
penyelesaian sengketa antara kelompok masyarakat.
2. Pemerintah kota dan provinsi perlu membuat peraturan daerah atau
peraturan kepala daerah mengenai realisasi dari pasal 10 ayat (2) UUHC
tahun 2002. Dan mengadakan pelatihan untuk mewujudkan perlindungan
terhadap warisan budaya.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Purba Afrillyana, TRIPs-WTO dan hukum hak kekayaan intelektual Indonesia, Rineka
Cipta, Jakarta, 2005
Sodjuangan Situmorang, ”Pentingnya Dokumentasi Toponimi untuk Mendukung Tata
Pemerintahan yang Baik”, makalah dalam The 13th Asia South East & Pacific South
West Divisional Meeting, Jakarta, 2006
Sudaryat S.H, M.H,dkk. Hak Kekayaan Intelektual, PT Oase Media, Bandung, 2010
Jurnal Hukum
Nur Endang Trimargawati, Jurnal Hukum: Penerapan Hukum Hak Cipta Seni Batik
Pekalongan sebagai Komoditas Internasional,
Tesis
Noor Chasanah, Tesis mengenai Eksistensi Gambang Semarang dan Perlindungan
Hukumnya Menurut Undang-Undang Hak Cipta, Fakultas Hukum Universitas
Dipenogoro, Semarang, 2009
Rindya Fanny Kusumaningtyas, Tesis mengenai Hak Cipta terhadap Karya Seni Batik
Tradisional Kraton Surakarta, , Fakultas Hukum Universitas Dipenogoro, Semarang,
2009
Peraturan Perundang-undangan
Undang-Undang Nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta