Post on 25-Nov-2015
description
PEMERINTAH KABUPATEN BANGKALAN
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKALAN
NOMOR 10 TAHUN 2009
TENTANG
RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANGKALAN
TAHUN 2009 2029
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI BANGKALAN,
Menimbang : a. bahwa untuk mengarahkan pembangunan di Kabupaten Bangkalan
dengan memanfaatkan ruang wilayah secara berdaya guna, berhasil
guna, serasi, selaras, seimbang, dan berkelanjutan dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pertahanan keamanan,
perlu disusun Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW);
b. bahwa dalam rangka mewujudkan keterpaduan pembangunan antar
sektor, Daerah, dan masyarakat maka rencana tata ruang wilayah
merupakan arahan lokasi investasi pembangunan yang dilaksanakan
pemerintah, masyarakat, dan/atau dunia usaha.
c. bahwa telah terjadi perubahan struktur dan pola pemanfaatan ruang
wilayah yang tidak sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Daerah
Tingkat II Bangkalan Nomor 15 Tahun 1999 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Bangkalan;
d. bahwa dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun
2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan Peraturan
Daerah Propinsi Jawa Timur Nomor 2 Tahun 2006 Tentang Rencana
2
Tata Ruang Wilayah Propinsi Jawa Timur, maka strategi dan arahan
kebijaksanaan pemanfaatan ruang wilayah nasional perlu dijabarkan ke
dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bangkalan;
e. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana tersebut pada huruf a,
b, c dan d, perlu menetapkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Bangkalan dengan Peraturan Daerah.
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-
Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor
104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2013).
2. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan &
Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor
23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3469).
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699).
4. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888).
5. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377).
6. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4421).
7. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4444).
8. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2005 tentang Pengelolaaan Sampah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 69,
Tambahan Lembaran Republik Indonesia Nomor 4851);
9. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 65,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723).
3
10. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723).
11. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725).
12. UndangUndang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah
Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 84 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4739).
13. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 96, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4746).
14. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59 Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844).
15. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64 Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4849).
16. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Batu
Mineral dan Batu Bara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 4 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4959).
17. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan
Jalan.
18. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak
dan Kewajiban serta Bentuk dan Tata Cara Peran serta Masyarakat
dalam Kegiatan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1996, Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3660).
19. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 59,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3696).
4
20. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2000 tentang Tingkat Ketelitian
Peta Untuk Penataan Ruang Wilayah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2000 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3934).
21. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan
Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 45,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4385).
22. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 32,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4489).
23. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 tentang Pengelolaan air
Minum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 33,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4490).
24. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 46, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4624).
25. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 86, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4655).
26. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan antara Pemerintah Daerah Provinsi dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4737).
27. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan
Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 16,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4814).
28. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4833).
5
29. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pengelolaan
Sumber Daya Air.
30. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2009 tentang Perubahan
Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 88,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5019).
31. Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan
Kawasan Lindung.
32. Keputusan Presiden Nomor 4 Tahun 2009 tentang Badan Koordinasi
Penataan Ruang Nasional;
33. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 28 Tahun 2008 tentang Tata Cara
Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah Tentang Rencana Tata Ruang
Daerah.
34. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 30/PRT/2007 tentang
Pengelolaan Sistem Irigasi.
35. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor. 41/PRT/M/2007 Tentang
Pedoman Kriteria Teknis Kawasan Budidaya.
36. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor .11/PRT/M/2009 tentang
Pedoman Persetujuan Dalam Penetapan Rancangan Peraturan Daerah
Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi dan Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten/Kota, Beserta Rencana Rincinya.
37. Keputusan Menteri Dalam Negeri No.147 Tahun 2004 tentang Badan
Koordinasi Penataan Ruang Daerah.
38. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 63/PRT/1993 tentang Garis
Sempadan Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan Sungai
dan Bekas Sungai.
39. Peraturan Daerah Propinsi Jawa Timur Nomor 2 Tahun 2006 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Jawa Timur Tahun 2005 2020.
40. Peraturan Daerah Kabupaten Bangkalan Nomor 4 Tahun 2008 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah (Lembaran Daerah
Kabupaten Bangkalan Tahun 2008 Nomor 3/D).
Dengan Persetujuan Bersama
6
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANGKALAN
dan
BUPATI BANGKALAN
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH
KABUPATEN BANGKALAN TAHUN 2009 -2029.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Bagian Kesatu
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kabupaten Bangkalan;
2. Kepala Daerah adalah Bupati Bangkalan;
3. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Bangkalan;
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD
adalah Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bangkalan yang
berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah;
5. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan dan
ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan
makhluk lain hidup, melakukan kegiatan dan memelihara kelangsungan
kehidupannya;
6. Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang;
7. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem
jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung
kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki
hubungan fungsional;
8. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang
meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang
untuk fungsi budidaya;
7
9. Penataan ruang adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan
ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang;
10. Penyelenggaraan penataan ruang, adalah kegiatan yang meliputi
pengaturan, pembinaan, pelaksanaan dan pengawasan penataan ruang;
11. Pengaturan penataan ruang adalah upaya pembentukan landasan hukum
bagi pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat dalam penataan
ruang;
12. Pembinaan penataan ruang, adalah upaya untuk meningkatkan kinerja
penataan ruang yang diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah
daerah dan masyarakat;
13. Pelaksanaan penataan ruang adalah upaya pencapaian tujuan penataan
ruang melalui pelaksanaan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang,
dan pengendalian pemanfaatan ruang;
14. Pengawasan penataan ruang adalah upaya agar penyelenggaraan
penataan ruang dapat diwujudkan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
15. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib
tata ruang;
16. Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang;
17. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta
segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan
aspek administratif dan/ atau aspek fungsional;
18. Sistem wilayah adalah struktur ruang dan pola ruang yang mempunyai
jangkauan pelayanan pada tingkat wilayah;
19. Sistem internal perkotaan struktur ruang dan pola ruang yang mempunyai
jangkauan pelayanan pada tingkat internal perkotaan;
20. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten yang selanjutnya disingkat
RTRW Kabupaten adalah Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah
Kabupaten Bangkalan yang mengatur struktur dan pola tata ruang
wilayah Kabupaten;
21. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau
budidaya;
8
22. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama
melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya
alam dan sumber daya buatan;
23. Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama
untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam,
sumberdaya manusia dan sumber daya buatan;
24. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk atau ditetapkan
oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan
tetap;
25. Kawasan hutan lindung adalah kawasan hutan yang memiliki sifat khas
yang mampu memberikan perlindungan kepada kawasan sekitar maupun
bawahannya sebagai pengatur tata air, pencegah banjir dan erosi, serta
memelihara kesuburan tanah;
26. Hutan adalah satu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi
sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan
alam lingkungannya, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat
dipisahkan;
27. Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dan semua benda, daya,
keadaan dan makhluk hidup termasuk manusia dan perilakunya, yang
mempengaruhi kelangsungan kehidupan dan kesejahteraan manusia
serta makhluk hidup lain;
28. Daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup
untuk mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya;
29. Daya tampung lingkungan hidup kemampuan lingkungan hidup untuk
menyerap zat, energi dan atau komponen lain yang masuk atau
dimasukan kedalamnya;
30. Ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan
kesatuan utuh, menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk
keseimbangan, stabilitas dan produktivitas lingkungan hidup;
31. Kawasan resapan air adalah kawasan yang mempunyai kemampuan
tinggi untuk meresapkan air hujan, sehingga merupakan tempat
pengisian air bumi (akuifer) yang berguna sebagai sumber air;
32. Daerah aliran sungai yang selanjutnya disebut DAS adalah suatu wilayah
tertentu yang bentuk dan sifat alamnya merupakan satu kesatuan dengan
9
sungai dan anak-anak sungainya yang berfungsi menampung air yang
berasal dari curah hujan dan sumber air lainnya dan kemudian
mengalirkannya melalui sungai utama ke laut;
33. Sempadan sungai adalah kawasan sepanjang kanan kiri sungai, yang
mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi
sungai;
34. Kawasan sekitar waduk dan situ adalah kawasan di sekeliling waduk dan
situ yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan
kelestarian fungsinya.
35. Kawasan sekitar mata air adalah kawasan di sekeliling mata air yang
mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi
mata air;
36. Kawasan suaka alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di
daratan maupun di perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai
kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta
ekosistemnya yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga
kehidupan;
37. Kawasan cagar alam adalah kawasan suaka alam yang karena kondisi
alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa dan ekosistemnya atau
ekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya
berlangsung secara alami;
38. Kawasan suaka margasatwa adalah kawasan suaka alam yang
mempunyai ciri khas berupa keanekaragaman dan atau keunikan jenis
satwa yang untuk kelangsungan hidupnya dapat dilakukan pembinaan
dan perlindungan terhadap habitatnya;
39. Kawasan hutan konservasi adalah kawasan pelestarian alam untuk
tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau buatan, jenis
asli dan atau bukan asli yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian,
ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata
dan rekreasi;
40. Kawasan taman wisata alam adalah kawasan pelestarian alam yang
terutama dimanfaatkan untuk pariwisata dan rekreasi alam;
10
41. Kawasan rawan gerakan tanah adalah kawasan yang berdasarkan
kondisi geologi dan geografi dinyatakan rawan longsor atau kawasan
yang mengalami kejadian longsor dengan frekuensi cukup tinggi;
42. Kawasan rawan banjir adalah daratan yang berbentuk flat, cekungan
yang sering atau berpotensi menerima aliran air permukaan yang relatif
tinggi dan tidak dapat ditampung oleh drainase atau sungai, sehingga
melimpah ke kanan dan ke kiri serta menimbulkan masalah yang
merugikan manusia;
43. Kawasan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup diluar
kawasan lindung baik berupa kawasan perkotaan maupun kawasan
perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal/lingkungan
hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan
penghidupan;
44. Kawasan perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama
pertanian termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan
fungsi kawasan sebagai tempat permukiman pedesaan, pelayanan jasa
pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi;
45. Kawasan agropolitan adalah kawasan yang terdiri atas satu atau lebih
pusat kegiatan pada wilayah perdesaan sebagai sistem produksi
pertanian dan pengelolaan sumber daya alam tertentu yang ditunjukkan
oleh adanya keterkaitan fungsional dan hierarki keruangan satuan sistem
permukiman dan sistem agrobisnis;
46. Kawasan andalan adalah bagian dari kawasan budidaya, baik diruang
darat maupun ruang laut yang pengembangannya diarahkan untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi bagi kawasan tersebut dan kawasan
di sekitarnya;
47. Kawasan Pengembangan Utama Komoditi (KAPUK) adalah kawasan
ekonomi yang didominasi oleh satu komoditas dalam satu wilayah
kabupaten;
48. Kawasan pengembangan ekonomi terintegrasi adalah kawasan potensial
dengan berbagai komoditas komoditi yang saling terkait antar wilayah
kabupaten/kota dan dapat diolah menjadi suatu komoditas baru
khususnya komoditas olahan yang saling terkait;
11
49. Kawasan peruntukan industri adalah bentangan lahan yang diperuntukan
bagi kegiatan industri yang terdiri dari Kawasan Industri dan Zona
Industri;
50. Kawasan industri adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan industri
yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana penunjang yang
dikembangkan dan dikelola secara terpadu oleh suatu lembaga atau
institusi tertentu;
51. Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama
bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat
permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa
pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi;
52. Kawasan metropolitan adalah kawasan perkotaan yang terdiri atas
sebuah kawasan perkotaan yang berdiri sendiri atau kawasan perkotaan
inti dengan kawasan perkotaan disekitarnya yang saling memiliki
keterkaitan fungsional yang dihubunkan dengan sistem jaringan
prasarana wilayah yang terintegrasi dengan jumlah penduduk secara
keseluruhan sekurang-kurangnya 1.000.000 (satu juta) jiwa;
53. Kawasan megapolitan, adalah kawasan yang terbentuk dari 2 (dua) atau
lebih kawasan metropolitan yang memiliki hubungan fungsional dan
bentuk sebuah sistem;
54. Kawasan tertentu adalah kawasan yang ditetapkan secara nasional
mempunyai nilai strategis yang penataan ruangnya termasuk kawasan
yang diprioritaskan;
55. Kawasan khusus militer adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi
utama untuk kegiatan pertahanan dan keamanan yang terdiri dari
kawasan latihan militer, kawasan TNI Angkatan Darat, kawasan
Pangkalan TNI AU, kawasan pangkalan TNI Laut;
56. Pusat Kegiatan Nasional yang selanjutnya disebut PKN adalah pusat
permukiman yang mempunyai potensi sebagai pintu gerbang ke
kawasan-kawasan internasional dan mempunyai potensi untuk
mendorong daerah sekitarnya serta sebagai pusat jasa, pusat
pengolahan, simpul transportasi yang melayani beberapa
daerah/kabupaten dan nasional;
12
57. Pusat Kegiatan Wilayah yang selanjutnya disebut PKW adalah kota
sebagai pusat jasa, pusat pengolahan dan simpul transportasi yang
melayani beberapa kabupaten;
58. Pusat Kegiatan Lokal yang selanjutnya disebut PKL adalah kawasan
perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten/kota
atau beberapa kecamatan;
59. Pusat Pelayanan Kawasan yang selanjutnya disebut PPK adalah
kawasan kutub pertumbuhan yang berada diluar Pusat Kegiatan Lokal;
60. Pusat Pelayanan Lingkungan yang selanjutnya disebut PPL adalah
kawasan yang merupakan hinterland dari Pusat Pelayanan Kawasan;
61. Kawasan prioritas adalah kawasan yang dianggap perlu diprioritaskan
penanganannya serta memerlukan dukungan penataan ruang segera
dalam kurun waktu perencanaan;
62. Kawasan strategis kabupaten adalah wilayah yang penataan ruangnya di
prioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup
Kabupaten terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan / atau lingkungan;
63. Kawasan potensial adalah kawasan yang memiliki peran untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi bagi kawasan sekitarnya serta dapat
mewujudkan pemerataan pemanfaatan ruang;
64. Kawasan pengendalian ketat adalah kawasan yang memerlukan
pengawasan secara khusus dan dibatasi pemanfaatannya untuk
mempertahankan daya dukung, mencegah dampak negatif, menjamin
proses pembangunan yang berkelanjutan;
65. Sub Satuan Wilayah Pengembangan yang selanjutnya disingkat SSWP
adalah suatu wilayah dengan satu dan atau semua kecamatan/kota-
perkotaan didalamnya mempunyai hubungan hirarki yang terikat oleh
sistem jaringan jalan sebagai prasarana perhubungan darat, dan atau
yang terkait oleh sistem jaringan sungai atau perairan sebagai prasarana
perhubungan air;
66. Energi baru adalah bentuk energi yang dihasilkan dari sumber daya
energi yang secara alamiah tidak akan habis dan dapat berkelanjutan jika
dikelola dengan baik;
67. Energi terbarukan adalah bentuk energi yang dihasilkan oleh teknologi
baru.
13
68. Ekosistem adalah sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal
balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya;.
69. Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan untuk memenuhi
kebutuhan masa kini tanpa mengorbankan hak pemenuhan kebutuhan
generasi mendatang;
70. Daya dukung lingkungan adalah kemampuan ekosistem untuk
mendukung kehidupan organisme secara sehat sekaligus
mempertahankan produktifitas, kemampuan adaptasi dan kemampuan
memperbaruhi diri;
71. Ramah lingkungan adalah suatu kegiatan industri, jasa dan perdagangan
yang dalam proses produksi atau keluarannya mengutamakan metoda
atau teknologi yang tidak mencemari lingkungan dan tidak berbahaya
bagi makhluk hidup;
72. Ruang terbuka hijau adalah area memanjang jalur atau mengelompok,
yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman,
baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja di tanam;
73. Izin pemanfaatan ruang adalah izin yang dipersyaratkan dalam kegiatan
pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
74. Peraturan zonasi adalah ketentuan yang mengatur tentang persyaratan
pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk
setiap blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana
rinci tata ruang;
75. Orang adalah orang persorangan dan/atau korporasi;
76. Masyarakat adalah orang perorangan, kelompok orang termasuk
masyarakat hukum adat atau badan hukum;
77. Peran Serta Masyarakat adalah berbagai kegiatan masyarakat, yang
timbul atas kehendak dan prakarsa masyarakat, untuk berminat dan
bergerak dalam penyelenggaraan penataan ruang.
14
Bagian Kedua
Ruang Lingkup
Pasal 2
Ruang lingkup Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) Kabupaten Bangkalan ini mencakup visi, misi, tujuan, sasaran,
kebijakan & strategi, struktur ruang dan pola ruang wilayah kabupaten yang
meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara menurut peraturan
perundang-undangan.
BAB II
ASAS , VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI
Bagian Pertama
Asas
Pasal 3
RTRW Kabupaten Bangkalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 disusun
berdasarkan asas :
a. keterpaduan;
b. keserasian, keselarasan, dan keseimbangan;
c. keberlanjutan;
d. keberdayagunaan dan keberhasilgunaan;
e. keterbukaan;
f. kebersamaan dan kemitraan;
g. perlindungan kepentingan umum;
h. kepastian hukum dan keadilan; dan
i. akuntabilitas.
Bagian Kedua
Visi dan Misi Penataan Ruang
Pasal 4
15
(1) Visi Penataan Ruang Kabupaten Bangkalan adalah Terwujudnya
Penataan Ruang Kabupaten Bangkalan Sebagai Pintu Gerbang Madura
menuju Kota Industri, Pariwisata dan Jasa.
(2) Dalam upaya mencapai visi di atas maka misi penataan ruang antara lain
yaitu;
a. mewujudkan keseimbangan struktur ruang guna mendorong
pertumbuhan wilayah;
b. mewujudkan pola ruang yang selaras dan berkelanjutan;
c. mewujudkan terciptanya kepastian hukum dalam kegiatan usaha
sesuai rencana tata ruang serta mendorong peluang investasi
produktif;
d. mewujudkan penyediaan sarana dan prasarana wilayah secara
berkeadilan dan proporsional untuk peningkatan sumber daya
manusia yang lebih produktif, mandiri, dan berdaya saing tinggi;
e. mengintegrasikan program pembangunan yang didukung seluruh
pemangku kepentingan
Bagian Ketiga
Tujuan
Pasal 5
Penyelenggaraan penataan ruang Kabupaten Bangkalan bertujuan untuk :
a. mewujudkan penataan ruang wilayah yang sesuai dengan tatanan
kehidupan masyarakat Kabupaten Bangkalan yang religius dan
berbudaya terutama pada peranan Kabupaten Bangkalan sebagai pintu
gerbang menuju Pulau Madura khususnya pasca pembangunan
Jembatan Suramadu;
b. optimalisasi potensi sumber daya hayati dan non hayati, pembangunan
dan pengembangan wilayah yang merata di seluruh Kabupaten
Bangkalan;
c. penetapan struktur dan pola ruang yang selaras berazaskan pada
pembangunan yang berkelanjutan (Suistainable Development) dengan
tujuan utama untuk meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat
Kabupaten;
16
d. Bangkalan secara merata dan berbasis pada potensi sumber daya alam
dengan mempertimbangkan aspek sosial, ekonomi, ekologis dan
konservasi sumber daya ala
Bagian Keempat
Sasaran
Pasal 6
Sasaran penataan ruang Kabupaten Bangkalan, adalah untuk :
a. merumuskan tujuan, kebijakan dan strategi penataan ruang kabupaten;
b. merumuskan rencana struktur ruang wilayah kabupaten yang meliputi
sistem permukiman dan sistem prasarana wilayah kabupaten;
c. merumuskan rencana pola ruang wilayah kabupaten yang meliputi
kawasan lindung dan kawasan budidaya;
d. menetapkan kawasan strategis kabupaten;
e. merumuskan arahan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten yang berisi
indikasi program utama jangka menengah lima Tahunan;
f. merumuskan ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah
kabupaten yang berisi ketentuan umum peraturan zonasi, ketentuan
perizinan, ketentuan insentif dan disinsentif serta ketentuan sanksi.
Bagian Kelima
Kebijakan dan Strategi
Paragraf 1
Umum
Pasal 7
(1) Untuk mewujudkan penataan ruang wilayah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6 ditetapkan kebijakan dan strategi perencanaan ruang
wilayah; dan
(2) Kebijakan dan strategi perencanaan ruang wilayah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi: struktur ruang wilayah, pola ruang
wilayah dan penetapan kawasan strategis dan pesisir/pulau-pulau kecil.
17
Paragraf 2
Kebijakan dan Strategi Penetapan
Struktur Ruang Wilayah Kabupaten
Pasal 8
Kebijakan dan strategi penetapan struktur ruang wilayah daerah memuat :
a. kebijakan dan strategi sistem permukiman;
b. kebijakan dan strategi rencana prasarana wilayah.
Pasal 9
Kebijakan dan Strategi sistem permukiman sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 huruf (a), memuat :
a. mengendalikan perkembangan kawasan metropolitan pada wilayah
Kabupaten Bangkalan yang berada dalam lingkup wilayah Surabaya
Metropolitan Area yaitu ada wilayah Kecamatan Labang, Tragah, Kamal ,
Socah, Bangkalan dan Kecamatan Burneh yang merupakan kawasan
utama pengembangan perkotaan, dengan strategi; penentuan hirarki
perkotaan yang dibagi dalam hirarki PKN, PKL, PPK, PPL;
b. mengarahkan struktur permukiman secara berhirarki dan mengendalikan
perkembangan kawasan perkotaan agar tidak cenderung memusat
kearah kawasan metropolitan di Kabupaten Bangkalan, dengan strategi;
menata kawasan perkotaan sesuai dengan fungsi dan peran masing
masing yakni sebagai pusat kegiatan ekonomi wilayah, pusat pengolahan
dan distribusi hasil pertanian, perdagangan, jasa, pemerintahan,
pendidikan, kesehatan, serta transportasi, pergudangan dan sebagainya
c. menata pusat permukiman perkotaan SSWP direncanakan berperan
sebagai pusat-pusat pertumbuhan, dengan strategi; pembentukan desa
sebagai pusat pertumbuhan melalui konsep Agropolitan;
d. distribusi pemanfaatan ruang terbangun kawasan permukiman secara
merata untuk mencegah kawasan permukiman padat, dengan strategi;
mendorong pertumbuhan wilayah dan pemerataan pembangunan di
seluruh wilayah permukiman serta melengkapi pusat permukiman dengan
pelayanan jasa pemerintahan , pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.
18
e. membentuk ruang terbuka hijau dengan strategi; kawasan permukiman
perkotaan wajib menyediakan 30% wilayahnya sebagai Ruang Terbuka
Hijau atau yang terdiri dari Ruang Terbuka Hijau Publik sebesar 20% dan
Ruang Terbuka Hijau Privat sebesar 10%.
Pasal 10
Kebijakan dan strategi pengembangan prasarana wilayah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 huruf (b) memuat :
a. pengembangan penataan sistem transportasi, dengan strategi sebagai
berikut :
1. pengembangan prasarana transportasi darat yang meliputi
pengembangan akses suramadu, hirarki jalan, terminal penumpang,
angkutan kereta api, dan angkutan penyeberangan;
2. pengembangan prasarana transportasi laut yang meliputi
pengembangan pelabuhan internasional, pelabuhan regional,
pelabuhan khusus dan pelabuhan lokal;
b. pengembangan telematika, dengan strategi sebagai berikut :
1. pengembangan jaringan telekomunikasi ke wilayah yang memiliki
potensi tumbuhnya kegiatan ekonomi baru;
2. pengembangan fasilitas telekomunikasi perdesaan sebagai tanggung
jawab pemerintah dalam memberikan pelayanan telekomunikasi
kepada seluruh lapisan masyarakat;
3. pengembangan teknologi modern untuk meningkatkan luas daerah
pelayanan khususnya wilayah yang secara geografis memiliki lokasi
yang sulit.
c. pengembangan sumber daya air, dengan strategi sebagai berikut :
1. Pembangunan dan meningkatan volume air waduk dan embung untuk
menyediakan air baku, dengan tujuan penyehatan lingkungan untuk
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang lebih tinggi;
2. Pemanfaatan sumber air baku alternatif;
3. Pembangunan prasarana pengendali banjir;
4. Pembangunan dan pemeliharaan jaringan irigasi;
19
5. Meningkatkan kerjasama dengan instansi terkait dalam upaya
melestarikan kawasan konservasi untuk menjaga ketersediaan air
tanah yang berpengaruh terhadap volume prasarana penampungan
air.
d. pengembangan sumber daya energi, dengan strategi sebagai berikut:
1. Pembangunan pembangkit listrik baru untuk memenuhi kebutuhan
energi bagi industri dan perumahan baru yang akan dikembangkan
pada kawasan kawasan pertumbuhan baru;
2. Meningkatkan upaya eksplorasi sebagai kegiatan yang bertujuan
memperoleh informasi mengenai kondisi geologi untuk menemukan
dan memperoleh cadangan migas;
3. Peningkatan pengelolaan lingkungan akibat penambangan termasuk
pencegahan, penanggulangan pencemaran atas terjadinya kerusakan
lingkungan hidup;
e. pengembangan prasarana lingkungan, dengan strategi sebagai berikut :
1. Pembangunan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) terpadu antar
kecamatan yang dikelola bersama, secara umum pembuangan
sampah yang tidak memenuhi syarat lingkungan maka diperlukan
tempat yang jauh dari pemukiman;
2. Meningkatkan teknologi pengomposan sampah organik teknologi daur
ulang sampah non organik, teknologi pembakar pembakaran sampah
dengan incenerator serta teknologi sanitary landfil ;
3. Pengelolaan lingkungan buatan ditekankan pada pengendalian
pencemaran baik di daerah perkotaan maupun perdesaan terutama
yang berkaitan dengan perlindungan mutu air tanah, laut dan udara
serta pengelolaan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) secara
terpadu.
Paragraf 3
Kebijakan dan Strategi Penetapan Pola Ruang
Wilayah Kabupaten
Pasal 11
20
Kebijakan dan strategi penetapan pola ruang wilayah kabupaten memuat :
a. kebijakan dan strategi penetapan kawasan lindung;
b. kebijakan dan strategi pengembangan kawasan budidaya.
Pasal 12
Kebijakan dan strategi penetapan kawasan lindung sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 11 huruf (a), memuat :
(1) Penetapan kawasan lindung setempat :
a. kawasan sempadan mata air
Kebijakan : melindungi kawasan mata air dari kegiatan manusia yang
dapat mengganggu kelestarian fungsi mata air, dengan strategi;
1. pencegahan kegiatan budidaya disekitar mata air yang dapat
merusak kualitas mata air ;
2. penetapan minimum berjari-jari 200 meter dari sumber mata air
tersebut;
b. kawasan sempadan sekitar waduk/embung :
kebijakan : melindungi waduk dari kegiatan budidaya yang dapat
mengganggu kelestarian fungsi waduk, dengan strategi ;
1. pencegahan dilakukannya kegiatan budidaya disekitar waduk
yang dapat mengganggu fungsi waduk;
2. Pengendalian kegiatan yang telah ada disekitar waduk;
3. Pengamanan daerah aliran sungai.
c. kawasan sempadan sungai :
Kebijakan : melindungi dari kegiatan manusia yang dapat
mengganggu dan merusak kualitas air sungai, kondisi fisik air sungai
serta mengamankan aliran sungai, dengan strategi;
1. Pencegahan dilakukannya kegiatan budidaya disepanjang sungai
yang dapat menggangu atau merusak kualitas air kondisi fisik
dan dasar sungai serta alirannya;
2. Pengendalian kegiatan telah ada disekitar sungai;
3. Pengamanan daerah aliran sungai.
d. kawasan sempadan pantai :
21
Kebijakan : melindungi wilayah pantai dari kegiatan yang dapat
mengganggu kelestarian fungsi pantai, dengan strategi;
1. pencegahan kegiatan budidaya di sepanjang pantai yang dapat
mengganggu kelestarian fungsi pantai;
2. pencegahan adanya kawasan terbangun di sepanjang garis
pantai;
3. pada kawasan yang telah ditetapkan sebagai kawasan konservasi
maka dilarang ada peralihan fungsi dan harus mempertahankan
serta mengembangkan fungsi lindung yang ada misalnya dengan
pembentukan hutan mangrove;
4. Pengembalian fungsi lindung pantai yang telah mengalami
kerusakan.
e. kawasan sempadan hutan bakau.
Kebijakan : melindungi kawasan tempat tumbuhnya hutan mangrove
diwilayah pesisir/laut yang berfungsi untuk melindungi habitat,
ekosistem dan aneka biota laut serta melindungi pantai dari
sendimentasi, abrasi dan proses akresi (penambahan pantai) untuk
mencegah terjadinya pencemaran pantai, dengan strategi;
1. kegiatan budidaya yang dikembangkan harus disesuaikan dengan
karakterisitik setempat dan tetap mendukung fungsi lindungnya;
2. untuk tetap menjaga fungsi lindungnya maka perlu ada rekayasa
teknis dalam pengembangan kawasan pantai berhutan bakau;
3. pengembangan kawasan berhutan bakau harus disertai dengan
pengendalian pemanfaatan ruang.
(2) Penetapan kawasan pelestarian alam dan cagar budaya.
Kebijakan : pengembangan pendidikan, rekreasi dan pariwisata serta
peningkatan kualitas lingkungan sekitarnya dan perlindungan dari
pencemaran, dengan strategi;
1. mengembangkan zona-zona pemanfaatan ruang untuk
pengembangan ilmu pengetahuan, pariwisata, rekreasi dan
pendidikan;
2. pengelolaan taman wisata alam yang memadukan kepentingan
pelestarian dan pariwisata/rekreasi alam;
3. melindungi kawasan cagar budaya;
22
4. membuat peraturan pembangunan tidak boleh melebihi tinggi dari
bangunan yang bernilai tinggi/situs purbakala.
(3) Penetapan kawasan rawan bencana
Kebijakan : Perlindungan pada kawasan rawan bencana alam untuk
mengeleminasi dampak yang ditimbulkan oleh peristiwa alam, dengan
strategi;
1. penetapan wilayah rawan banjir;
2. penyediaan sistem peringatan dini (early warning system);
3. pelatihan kepada masyarakat di sekitar kawasan rawan bencana.
(4) Penetapan perlindungan bawahan
Kawasan Hutan Lindung
Kebijakan : sebagai keseimbangan hidrologis serta penyerapan air di
Kabupaten Bangkalan, dengan strategi :
1. Mengembalikan fungsi lindung bagi kawasan yang telah rusak.
2. Percepatan Rehabilitasi hutan/reboisasi hutan lindung dengan
tanaman yang sesuai dengan fungsi lindung.
kawasan Karst 1
kebijakan : sebagai perlindungan hidrologi dan ekologi di Kabupaten
Bangkalan, dengan strategi;
1. penetapan kawasan yang memiliki perbukitan karst mutlak tidak bisa
dilakukan eksploitasi dan diperlakukan sebagai kawasan konservasi;
2. percepatan reboisasi lahan yang rusak agar sifat peresapannya
masih tetap berfungsi;
3. peningkatan pengawasan kegiatan masyarakat yang berada di
kawasan tersebut.
Pasal 13
Kebijakan dan strategi pengembangan kawasan budidaya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 huruf (b), memuat :
(1) Penetapan pengembangan kawasan budidaya
a. Kawasan hutan produksi biasa
23
Kebijakan : memanfaatkan hasil hutan yang eksploitasinya dilakukan
baik dengan cara tebang pilih dan maupun tebang habis, dengan
strategi;
1. pemantauan dan pengendalian kegiatan pengusahaan hutan serta
peladangan ilegal;
2. pemanfaatan ruang pada kawasan hutan produksi konservasi
untuk kegiatan pertanian (perkebunan dan tanaman pangan)
sesuai dengan fungsinya.
b. Kawasan hutan rakyat
Kebijakan : memanfaatkan potensi hutan pada kawasan yang
pemanfaatannya dapat dialihkan untuk kegiatan lain, dengan strategi;
1. Pengembangan pola Hutan Tanaman Industri (HTI);
2. Reboisasi dan rehabilitasi lahan pada bekas tebangan HPH;
3. Penyelesaian masalah tumpang tindih dengan kegiatan budidaya
lain
(2) Kawasan pertanian
a. Pertanian lahan basah/sawah
Kebijakan : mempertahankan kawasan pertanian khususnya sawah
beriirigasi teknis dan ditingkatkan intensifikasinya, dengan
strategi;
1. Pengembangan sawah irigasi teknis atau pencetakan sawah baru
dilakukan dengan memprioritaskan perubahan dari sawah tadah
hujan menjadi sawah irigasi sejalan dengan perluasan jaringan
irigasi dan pengembangan waduk/embung;
2. Perubahan kawasan pertanian menjadi non pertanian harus diikuti
oleh pengembangan kawasan pertanian baru dengan tetap
memperhatikan luas kawasan yang dipertahankan sebagai
kawasan pertanian;
3. Pemanfaatan kawasan pertanian diarahkan untuk meningkatkan
produksi dan produktifitas tanaman pangan dengan
mengembangkan kawasan cooperative farming dan hortikultura
dengan mengembangkan kawasan good agriculture practices.
b. Kawasan perkebunan dan kawasan pertanian pangan lahan kering
24
Kebijakan : mengembangkan areal produksi perkebunan terutama
untuk komoditas utama dengan memanfaatkan dengan potensi lahan,
serta mengembangkan kawasan pertanian tanaman pangan lahan
kering, dengan strategi;
1. peremajaan dan perluasan areal tanaman perkebunan;
2. pengembangan wilayah-wilayah tanaman perkebunan sesuai
dengan potensi lahannya secara optimal;
3. pengendalian perluasan tanaman perkebunan untuk memelihara
kelestarian lingkungan;
4. pengembangan kawasan-kawasan potensial untuk pertanian
pangan lahan kering;
5. bila tidak cukup air lahan basah dapat dimanfaatkan untuk lahan
kering.
c. Kawasan peternakan
Kebijakan : mengembangkan produksi usaha ternak terutama untuk
komoditas utama dengan mengembangkan ternak unggas dan hewan
yang menjadi sektor basis masyarakat Bangkalan, dengan strategi;
1. pengembangan ternak unggulan (ternak besar-ternak kecil) sesuai
dengan potensi yang ada;
2. pengembangan kawasan peternakan dengan bermitra antara
swasta dan masyarakat.
(3) Kawasan pertambangan
Kebijakan : mengembangkan kawasan yang mempunyai potensi bahan
galian strategis/vital untuk kegiatan-kegiatan penelitian umum,
eksploitasi yang termasuk dalam wilayah kuasa pertambangan, dengan
strategi;
1. pemantauan dan pengendalian kegiatan pengusahaan pertambangan
agar tidak mengganggu fungsi lindung;
2. pengendalian fungsi lindung pada kawasan bekas pertambangan.
(4) Kawasan peruntukan industri
Kebijakan : Pengelolaan kawasan industri yang dilengkapi dengan
prasarana, sarana dan fasilitas penunjang lainnya, dengan strategi;
pengembangan kawasan perindustrian di wilayah perkotaan dan
25
perdesaaan dalam bentuk peruntukan industri besar, menengah dan
sentra industri kecil.
(5) Kawasan pariwisata
Kebijakan : mengembangkan kawasan prioritas yang memiliki objek
wisata terutama untuk wisatawan lokal dan mancanegara yang
pengembangannya diharapkan akan berdampak positif bagi kawasan-
kawasan lainnya, dengan strategi;
1. revitalisasi kawasan wisata;
2. pengembangan prasarana dan sarana kawasan wisata;
3. pembangunan kawasankawasan wisata baru untuk menunjang
keberadaan Suramadu.
(6) Kawasan permukiman
a. permukiman kota
Kebijakan : mengembangkan kawasan permukiman kota sebagai
tempat pemusatan penduduk yang ditunjang oleh penyediaan
prasarana dan sarana perkotaan yang memadai sesuai dengan
hierarki dan fungsinya, dengan strategi; penataan ruang kota
Kabupaten Bangkalan yang terdiri perkotaan Bangkalan, perkotaan
Labang dan perkotaan Tragah (Kawasan Kaki Jembatan Suramadu),
perkotaan Socah, perkotaan Burneh dan areal pengembangan
perkotaan di Kecamatan Arosbaya, Klampis dan Sepulu.
b. permukiman perdesaan
Kebijakan : mengembangkan kawasan permukiman yang terkait
dengan kegiatan budidaya pertanian yang tersebar sesuai dengan
potensi pertanian, dengan strategi;
1. pengembangan desa-desa pusat pertumbuhan;
2. penataan lingkungan permukiman desa, penyediaan fasilitas dan
utilitas desa.
Paragraf 4
Kebijakan dan Strategi Penetapan Kawasan Strategis
Wilayah Kabupaten
Pasal 14
26
Kebijakan dan strategi penetapan kawasan strategis wilayah Kabupaten
Bangkalan meliputi :
a. kebijakan dan strategi dari kawasan strategis militer;
b. kebijakan dan strategi dari kawasan strategis kawasan ekonomi;
c. kebijakan dan strategi dari kawasan sudut kepentingan sosial dan
budaya;
d. Kebijakan dan strategi dari kawasan pengendalian ketat/high control
zone;
e. Kebijakan dan strategi dari kawasan pesisir dan pulau pulau kecil.
Pasal 15
Kebijakan dan strategi dari kawasan strategis militer sebagaimana yang
dimaksud dalam Pasal 14 (a), memuat :
kebijakan : pengamanan dan melindungi tempat serta ruang disekitar
kawasan militer arsenal Batuporon di Kecamatan Kamal dan Laboratorium
senjata militer di Kecamatan Labang; dengan strategi :
a. penataan kawasan khusus militer berdasarkan karakteristik kawasan
diarahkan agar lokasinya jauh dari kegiatan umum perkotaan dan
masyarakat umum;
b. penetapan jarak bebas aman kawasan khusus militer dengan guna lahan
lainnya, terutama permukiman.
Pasal 16
Kebijakan dan strategi dari Kawasan strategis sudut Kepentingan Ketahanan
Ekonomi sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 14 (b), memuat :
kebijakan : peningkatan dan pemantapan kawasan agar dapat mendorong
pertumbuhan ekonomi wilayah dan mendorong peran wilayah dalam
perkembangan wilayah Propinsi dan Nasional; dengan strategi :
a. pengembangan Kawasan Kaki Jembatan Suramadu (KKJS);
b. pengembangan Rencana Pelabuhan Petikemas Internasional di Tanjung
Bulupandan;
27
c. pengembangan kawasan akses koridor jalan poros Suramadu;
d. pengembangan Kawasan Jalan sirip Surabaya-Madura;
Pasal 17
Kebijakan dan strategi dari Kawasan strategis sudut Kepentingan sosial
dan budaya sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 14 (c), memuat :
kebijakan : melakukan pengamanan terhadap kawasan atau melindungi
tempat serta ruang disekitar bangunan bersejarah, situs purbakala dan
kawasan dengan bentukan geologi; dengan strategi :
a. melestarikan kawasan sekitar serta memberikan gambaran berupa relief
atau sejarah yang menerangkan obyek/situs tersebut;
b. pembinaan masyarakat sekitar untuk ikut berperan menjaga peninggalan
sejarah dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat yang merata dan
adil;
c. meningkatkan nilai tambah kawasan melalui pengembangan sebagai
obyek wisata sejarah, menjaga dan melestarikan kearifan lokal (local
indigenous);
d. mengembangkan penerapan nilai budaya bangsa dalam kehidupan
masyarakat; dan
e. melestarikan situs warisan budaya bangsa.
Pasal 18
Kebijakan dan strategi dari Kawasan Pengendalian Ketat/high Control
Zone (HCZ) sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 14 (d), memuat :
kebijakan : Pengendalian terhadap kawasan yang memerlukan pengawasan
secara khusus dan dibatasi pemanfaatannya untuk mempertahankan daya
dukung, mencegah dampak negatif, menjamin proses pembangunan yang
berkelanjutan; dengan strategi : pengendalian terhadap kawasan kawasan
yang dianggap mempunyai kecenderungan perkembangan kegiatan
budidaya yang sangat tinggi, pengendalian tersebut digunakan untuk
menghindari terjadinya konflik dengan kawasan pengendalian ketat.
28
Paragraf 5
Kebijakan dan Strategi Penetapan
Kawasan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
Pasal 19
(1) Kebijakan dan strategi penetapan fungsi kawasan pesisir dan pulau-pulau
kecil, adalah meliputi ; Pengembangan kota-kota pesisir di Kabupaten
Bangkalan.
(2) Kebijakan dan strategi penetapan fungsi kawasan pesisir dan pulau-pulau
kecil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), meliputi :
a. Meningkatkan akses menuju kota-kota pesisir yang menjadi orientasi
utama di wilayah Kabupaten Bangkalan;
b. Mengembangkan pelayanan penunjang kegiatan perdagangan
internasional, berskala kecil hingga besar;
c. Meningkatkan prasarana dan sarana penunjang kegiatan social
ekonomi masyarakat;
d. Meningkatkan kegiatan ekonomi dengan sebesar-besarnya
memanfaatkan sumber daya lokal (sumber daya manusia, sumber
daya alam dan sumber daya buatan);
e. Mempertahankan dan menjaga kelestariannya dengan membatasi
pembukaan areal tambak baru yang mengakibatkan terganggunya
ekosistem di kawasan pesisir dan pulau pulau kecil.
BAB III
STRUKTUR RUANG WILAYAH
Bagian Kesatu
Umum
29
Pasal 20
Struktur pemanfaataan ruang wilayah diwujudkan berdasarkan arahan
pengembangan:
a. sistem permukiman;
b. sistem prasarana wilayah.
Bagian Kedua
Sistem Permukiman
Pasal 21
Sistem permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf a,
meliputi:
a. Sistem pusat kegiatan;
b. pengembangan perkotaan Metropolitan;
c. Pengembangan kawasan Agropolitan.
Pasal 22
(1) Hirarki sistem permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf
a, meliputi :
a. Pusat Kegiatan Nasional ( PKN ) yang meliputi : Ibukota Bangkalan,
dan kawasan perkotaan Kaki Jembatan Suramadu yang meliputi
Kecamatan Labang;
b. Pusat Kegiatan Lokal ( PKL ) : meliputi perkotaan di Kecamatan
Klampis, Tanjung bumi, Blega dan Kecamatan Tanah Merah yang
merupakan pusat dari SSWP;
c. Pusat Pelayanan Kawasan ( PPK ) : meliputi kutub pertumbuhan
desa/kelurahan yang berada di PPK ini terletak pada kawasan
perkotaan pada masing-masing kecamatan (diluar perkotaan diatas)
30
di Kabupaten Bangkalan yang terletak di sepanjang jalan utama
(arteri/kolektor dan lokal primer), keberadaan guna lahan kawasan
perdagangan dan jasa serta fasilitas umum dengan skala pelayanan
kecamatan;
d. Pusat Pelayanan Lokal ( PPL ) meliputi desa-desa yang menjadi area
hinterland PPK serta desa-desa yang berada diluar pengaruh secara
langsung perkembangan wilayah kota di Ibukota Kecamatan.
(2) Pengembangan Perkotaan Metropolitan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 20 huruf b, yaitu :
a. Perkotaan Metropolitan Bangkalan merupakan bagian dari wilayah
perkotaan Gerbangkertosusila;
b. pengembangan Kota Metropolitan Bangkalan terdiri atas kota inti,
yaitu Kota Bangkalan dan Perkotaan sekitar Kawasan Kaki Jembatan
Suramadu dan satelit utama adalah Perkotaan Socah, dan Perkotaan
Klampis;
c. perkembangan Metropolitan ini didukung oleh sistem angkutan
massal perkotaan, bus metro dan prasarana pendukung lainnya.
(3) Kawasan Agropolitan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf c,
meliputi : Kecamatan Socah Burneh Bangkalan ( SOBURBANG ),
dengan penetapan Kecamatan Socah sebagai pusat kota tani dikawasan
agropolitan.
Bagian Ketiga
Sistem Prasarana Wilayah
Pasal 23
Sistem prasarana wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf b,
meliputi :
a. sistem prasarana transportasi meliputi:
31
1. hirarki jalan;
a. sistem jaringan jalan arteri primer;
b. sistem jaringan kolektor primer;
c. sistem jaringan lokal primer.
2. prasarana transportasi darat
a. terminal penumpang tipe A;
b. jaringan kereta api;
c. angkutan penyeberangan.
3. prasarana transportasi laut
a. pelabuhan petikemas internasional;
b. pelabuhan regional;
c. pelabuhan khusus;
d. pelabuhan lokal.
b. sistem prasarana telematika;
c. sistem prasarana sumber daya air;
d. sistem prasarana energi;
e. sistem pengelolaan prasarana lingkungan.
Paragraf 1
Rencana Pengembangan Prasarana
Transportasi Jalan
Pasal 24
(1) Rencana pengembangan sistem prasarana transportasi jalan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf a angka 1, terdiri dari
sistem jaringan jalan arteri primer yang dinyatakan dalam status dan
fungsi jalan, sistem jaringan kolektor primer, sistem jaringan lokal primer.
(2) Rencana pengembangan jalan arteri primer sebagaimana dimaksud ayat
(1) dengan pengembangan ruas jalan yang melalui Surabaya Jembatan
Suramadu Labang Tragah Burneh Tanah Merah Galis Blega
32
Sampang dan terhubung langsung dari Kota Bangkalan pengembangan
jaringan jalan Interchange Burneh Arosbaya Pelabuhan Peti Kemas
Bulupandan ( Kecamatan Klampis ).
(3) Rencana Pengembangan Jalan Kolektor Primer sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), meliputi ruas :
a. jalan lintas selatan Kabupaten Bangkalan yaitu jaringan yang
menghubungkan antara Kecamatan Kamal - Kecamatan Labang -
Kecamatan Kwanyar - Kecamatan Modung - Kabupaten Sampang;
b. jalan lintas utara Kabupaten Bangkalan yaitu jaringan jalan yang
menghubungkan antara Kota Bangkalan - Kecamatan Arosbaya -
Kecamatan Klampis - Kecamatan Sepulu - Kecamatan Tanjungbumi
- Kabupaten Sampang;
c. jaringan jalan Modung Blega Konang Kokop Tanjung Bumi
yang menghubungkan wilayah pesisir selatan Kabupaten Bangkalan
dengan wilayah pesisir utara;
d. pengembangan jaringan jalan Bangkalan Burneh atau Bangkalan
Socah Morkepek Burneh sebagai jalan kolektor primer. Hal ini
sesuai dengan peran kawasan Perkotaan Bangkalan yang akan
dijadikan sebagai wilayah dengan fungsi primer perdagangan dan
jasa serta pemerintahan.
(4) Rencana Pengembangan Jalan Lokal Primer sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), meliputi ruas :
a. jaringan jalan yang menghubungkan antara Kecamatan Labang -
Desa Parseh;
b. jaringan jalan yang menghubungkan antara Kecamatan Tanah Merah
Geger Sepulu;
c. jaringan jalan yang menghubungkan Desa Socah- Desa Jaddih
(Kecamatan Socah);
d. jaringan jalan yang menghubungkan Kwanyar Barat Dasa Sumur
Koneng (Kecamatan Kwanyar);
e. jaringan jalan yang menghubungkan Desa Tanah Merah Laok Desa
Tanah Merah Dajjah (Kecamatan Tanah Merah);
f. jaringan jalan yang menghubungkan Desa Karanganyar Desa
Pandanan (Kecamatan Kwanyar);
33
g. jaringan jalan yang menghubungkan Desa Pandanan Desa
Duwekbuter Desa Alas Kokon (Kecamatan Kwanyar);
h. jaringan jalan yang menghubungkan Desa Galis Desa Banyubunih
( Kecamatan Galis);
i. jaringan jalan yang menghubungkan Desa Pakan Dajjah Desa
Lantek Barat Desa Lantek timur (Kecamatan Galis );
j. jaringan jalan yang menghubungkan Desa Pakan Kranggan Timur
Galis Paterongan (Kecamatan Galis);
k. jaringan jalan yang menghubungkan Desa Pandan Lajeng Karang
Duwek Arosbaya (Kecamatan Arosbaya );
l. jaringan jalan yang menghubungkan Arosbaya Geger Kokop;
m. jaringan jalan yang menghubungkan Desa Katol Barat Durin Barat
Konang;
n. jaringan jalan yang menghubungkan Desa Sorpah Petong
Jangkar Tanahmerah Dajah;
o. jaringan jalan yang menghubungkan Desa Landak Batangan
Binoh;
p. jaringan jalan yang menghubungkan Desa Binoh Panggalangan
Tunjung;
q. jaringan jalan yang menghubungkan Desa Dabung Lerpak Lantek
Timur;
r. jaringan jalan yang menghubungkan Desa Tlokoh Genteng
Konang;
s. jaringan jalan yang menghubungkan Desa Galis Pekandan
Brangkasdajah Modung;
t. jaringan jalan yang menghubungkan Desa Tragah Tambin
Bajeman Katetang Kwanyar Barat;
u. jaringan Jalan Desa Masaran Jl Halim Perdanakusuma.
v. Jaringan jalan frontage pada sepanjang koridor Akses Suramadu dari
Labang Burneh.
34
Pasal 25
Rencana pengembangan sistem prasarana transportasi jalan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1), adalah :
(1) Untuk mengefektifkan dan menghubungkan antara fungsi kegiatan utama
di tiap wilayah di Kabupaten Bangkalan, direncanakan sistem fungsi
jaringan jalan utama yang terdiri dari jaringan jalan primer yaitu Jalan
Poros Suramadu serta beberapa jalan yang menghubungkan antar
kecamatan di Kabupaten Bangkalan;
(2) Jalan Poros Suramadu sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) yang
melintas di wilayah perencanaan. Jalan tersebut secara langsung
maupun tidak langsung akan mempengaruhi struktur kegiatan dan tata
ruang di wilayah perencanaan, karena jaringan tersebut akan menarik
kegiatan kota/regional menyebar disepanjang jaringan utama. Sehingga
akan mempengaruhi pola struktur tata ruang secara keseluruhan. Jalan
Poros Suramadu ini melintas dari Kecamatan Labang Kecamatan
Tragah Kecamatan Burneh Kecamatan Geger Kecamatan Arosbaya
Kecamatan Klampis;
(3) Merupakan jalan yang menghubungkan pusat kegiatan di tiap PKL
dengan pusat kegiatan didalamnya.
a. jalan Arteri Primer;
b. merupakan jalan dengan persyaratan sebagai berikut :
1. Tidak boleh terganggu oleh lalu lintas dan kegiatan lokal;
2. Jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien;
3. Tidak terputus walaupun memasuki kota;
4. Memiliki kapasitas lebih besar dari volume lalu lintas jalan lainya.
(4) Pengembangan rute angkutan umum dari Kota Surabaya ke Kota
Bangkalan melalui Jembatan Suramadu.
Paragraf 2
Rencana Pengembangan Prasarana
Terminal Penumpang & Penyeberangan
Pasal 26
35
Rencana pengembangan prasarana terminal penumpang dan
penyeberangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf a, meliputi :
(1) Pembangunan Terminal tipe A di sekitar akses Suramadu.
(2) Pengembangan prasarana transportasi penyeberangan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 22 huruf b, angka 2, dengan beroperasinya
Jembatan Suramadu dengan tidak mematikan fungsi Dermaga
penyeberangan yang ada. Penyeberangan Kamal Ujung akan tetap
beroperasi dengan kapasitas dan mengoptimalkan layanan
penyeberangan.
(3) Pengembangan angkutan penyeberangan untuk prasarana wisata bahari.
Rencana Pengembangan Prasarana
Transportasi Perkeretaapiaan
Pasal 27
Rencana pengembangan prasarana transportasi perkeretaapian
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf a angka 2, meliputi :
a. melayani angkutan kereta regional maupun nasional;
b. melayani sistem angkutan masal GKS berbasis kereta api;
c. melayani simpul terminal utama : terminal penumpang laut;
d. melayani angkutan barang bagi wilayah industri dan simpul terminal
angkutan barang terutama pelabuhan;
e. revitalisasi rel kereta api Kamal Sampang - Pamekasan-Sumenep;
f. Pengembangan jalur kereta api P.Madura Surabaya.
Paragraf 3
Rencana Pengembangan Prasarana
Transportasi Laut
Pasal 28
Sistem Pengembangan prasarana transportasi laut sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 22 huruf a, angka 3, meliputi :
36
a. pembangunan pelabuhan peti kemas Tanjung Bulupandan di Kecamatan
Klampis sebagai pelabuhan peti kemas internasional;
b. pengembangan pelabuhan Telaga Biru di Kecamatan Tanjung Bumi
menjadi pelabuhan regional;
c. pembangunan pelabuhan khusus di Kecamatan Socah sebagai area
pelayanan kawasan industri Socah;
d. pengembangan pelabuhan di Kecamatan Sepulu dengan pengembangan
sebagai pelabuhan lokal.
Paragraf 4
Rencana Pengembangan Prasarana
Telematika
Pasal 29
Sistem pengembangan prasarana telematika sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 22 huruf c, adalah :
(1) Prasarana telematika yang dikembangkan, meliputi :
a. sistem kabel;
b. sistem seluler; dan
c. sistem satelit.
(2) Rencana pengembangan prasarana telematika sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), akan terus ditingkatkan perkembangannya hingga
mencapai pelosok wilayah yang belum terjangkau sarana prasarana
telematika mendorong kualitas perencanaan dan pelaksanaan
pembangunan;
(3) Rencana penyediaan infrastruktur telematika, berupa tower BTS (Base
Transceiver Station) secara bersama-sama;
(4) Untuk meningkatkan pelayanan di wilayah terpencil, pemerintah memberi
dukungan dalam pengembangan kemudahan jaringan telematika;
37
(5) Pengelolaan ada di bawah otorita tersendiri sesuai dengan peraturan
perundangan yang berlaku.
Paragraf 5
Rencana Pengembangan Prasarana
Sumber Daya Air
Pasal 30
(1) Sistem prasarana pengairan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22
huruf d meliputi jaringan air bersih (PDAM) dan irigasi;
(2) Rencana pengembangan pengairan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) disusun berdasarkan wilayah sungai;
(3) Prasarana pengairan direncanakan sesuai dengan kebutuhan
peningkatan sawah irigasi teknis dan non teknis baik untuk irigasi air
permukaan maupun air tanah;
(4) Rencana pengembangan pengairan berdasarkan wilayah sungai;
(5) Pemenuhan kebutuhan akan air bersih dan irigasi dilakukan dengan
peningkatan jaringan sampai ke wilayah yang belum terjangkau,
sedangkan irigasi dengan peningkatan saluran dari sistem setengah
teknis dan sederhana ditingkatkan menjadi irigasi teknis.
(6) Upaya penanganan untuk meningkatkan layanan fasilitas air bersih di
Kabupaten Bangkalan seperti :
a. perlindungan terhadap sumber-sumber mata air dan daerah resapan
air;
b. perluasan daerah tanggapan air; dan
c. peningkatan pelayanan dan pengelolaan air bersih oleh PDAM
dengan peningkatan sistem jaringan air bersih hingga ke wilayah
perdesaan;
d. pemenuhan kebutuhan air bersih untuk industri dan permukiman
pasca Suramadu dengan peningkatan sistem utilitas Suramadu.
(7) Upaya pengembangan pelayanan pengairan dilakukan dengan cara
membangun waduk dan embung yang meliputi :
a. waduk Blega di Kecamatan Galis;
b. embung Pangalangan 1 di Kecamatan Burneh;
38
c. embung Tambak Pocok di Kecamatan Tanjung Bumi;
d. embung Sangkiyah di Kecamatan Tanjung Bumi;
e. embung Dupok di Kecamatan Tanjung Bumi;
f. embung Paselaju di Kecamatan Tanjung Bumi;
g. embung Pangolangan 2 di Kecamatan Burneh;
h. embung Maneron di Kecamatan Sepulu;
i. embung Pakis 3 di Kecamatan Kokop;
j. embung Manoan di Kecamatan Kokop;
k. embung Kombangan 1 di Kecamatan Arosbaya;
l. embung Kombangan 2 di Kecamatan Arosbaya;
m. embung Kombangan 3 di Kecamatan Arosbaya;
n. embung Kampak di Kecamatan Arosbaya.
(8) Pemenuhan kebutuhan air bersih untuk industri dan permukiman dengan
memanfaatkan utilitas Jembatan Suramadu.
Paragraf 6
Rencana Pengembangan Prasarana
Sumber Energi
Pasal 31
(1) Pengembangan sumber daya energi sebagaimana yang dimaksud dalam
Pasal 22 huruf d dimaksudkan untuk menunjang penyediaan jaringan
energi listrik dan pemenuhan energi lainnya.
(2) Sumber daya energi adalah sebagian dari sumber daya alam yang dapat
dimanfaatkan sebagai sumber energi dan atau energi baik secara
langsung maupun dengan proses konservasi atau transportasi.
(3) Pengembangan Sarana untuk pengembangan listrik meliputi :
a. Pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Uap di Desa Gili Timur
Kecamatan Kamal;
b. Pengembangan Jaringan Saluran Udara Tenaga Ekstra Tinggi 500
KV dan saluran kabel tegangan tinggi 150 KV diperlukan untuk
menyalurkan energi listrik yang dibangkitkan oleh supply dari Pulau
Jawa-Bali, yaitu :
1) Kecamatan Burneh;
39
2) Kecamatan Geger;
3) Kecamatan Arosbaya;
4) Kecamatan Klampis;
5) Kecamatan Sepulu;
6) Kecamatan Tanjung Bumi;
7) Kecamatan Kokop;
8) Kecamatan Konang;
9) Kecamatan Kwanyar;
(4) Pengembangan pelayanan energi listrik, meliputi :
a. peningkatan daya energi listrik pada daerah-daerah pusat
pertumbuhan dan daerah pengembangan berupa pembangunan dan
penambahan gardu-gardu listrik;
b. penambahan dan perbaikan sistem jaringan listrik pada daerah-
daerah yang belum terlayani, utamanya bagi sekitar 35 % KK yang
belum memperoleh pelayanan energi listrik yang bersumber dari PLN;
serta
c. meningkatkan dan mengoptimalkan pelayanan listrik sehingga terjadi
pemerataan pelayanan diseluruh wilayah Kabupaten Bangkalan,
sehingga dapat diasumsikan bahwa setiap KK akan memperoleh
layanan jaringan listrik, sehingga tidak ada masyarakat yang belum
terlayani.
(5) Rencana pengelolaan sumber daya energi adalah untuk memenuhi
kebutuhan listrik dan energi sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Antara lain meliputi :
a. Membatasi kegiatan pengembangan di sekitar lokasi SUTT dan
SUTET;
b. Menetapkan areal konservasi di sekitar lokasi SUTT dan SUTET yaitu
sekitar 20 meter pada setiap sisi tiang listrik untuk mencegah
terjadinya gangguan kesehatan bagi masyarakat; serta
c. Menetapkan sempadan SUTT 66 kv tanah datar dan sempadan
SUTT 150 kv tanah datar.
40
Paragraf 7
Rencana Pengembangan
Sistem Prasarana Lingkungan
Pasal 32
1. Rencana pengembangan prasarana lingkungan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 22 huruf e, Pengembangan Sistem Prasarana Lingkungan
prasarana yang digunakan lintas wilayah administratif.
2. Prasarana yang digunakan lintas wilayah administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. Tempat Pemprosesan Akhir (TPA) terpadu yang dikelola bersama
untuk kepentingan antar wilayah di Kecamatan Tanah Merah;
b. Tempat Pemprosesan Akhir (TPA) Regional di Desa Buluh,
Kecamatan Socah;
c. tempat pengelolaan limbah industri B3 dan non B3.
3. Rencana pengembangan sistem prasarana lingkungan yang digunakan
lintas wilayah administratif, adalah :
a. kerjasama antar wilayah dalam hal pengelolaan dan penanggulangan
masalah sampah terutama di wilayah perkotaan;
b. pengalokasian tempat pembuangan akhir sesuai dengan persyaratan
teknis;
c. pengolahan dilaksanakan dengan teknologi ramah lingkungan sesuai
dengan kaidah teknis; serta;
d. pemilihan lokasi untuk prasarana lingkungan harus sesuai dengan
daya dukung lingkungan;
4. Upaya penanganan permasalahan sanitasi/limbah khusus rumah tangga,
meliputi :
a. pada wilayah perkotaan pengembangan sanitasi diarahkan kepada
pemenuhan fasilitas septic tank pada masing-masing KK; dan
b. pada wilayah perdesaan penanganan limbah khusus rumah tangga
dapat dikembangkan fasilitas sanitasi pada setiap KK serta fasilitas
sanitasi umum.
41
5. Penyediaan prasarana pengelolaan limbah bagi industri dan perumahan
baru yang akan didirikan dengan ketentuan; setiap industri harus memiliki
Induk Pembuangan Akhir Limbah (IPAL) baik terpadu maupun sendiri.
BAB IV
RENCANA POLA RUANG WILAYAH
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 33
Pola ruang wilayah menggambarkan rencana sebaran kawasan lindung dan
kawasan budidaya.
Bagian Kedua
Pelestarian Kawasan Lindung
Paragraf 1
Pola Ruang Untuk Kawasan Lindung
Pasal 34
(1) Pola ruang untuk kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33,
meliputi :
a. kawasan perlindungan setempat;
b. kawasan pelestarian alam & cagar budaya;
c. kawasan rawan bencana alam;
d. Kawasan perlindungan bawahan.
(2) Sebaran kawasan lindung sebagaimana dimaksud ayat (1) sebagaimana
tercantum pada lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Daerah ini.
Pasal 35
Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34
ayat (1) huruf a, meliputi :
42
a. kawasan sempadan mata air;
b. kawasan sempadan sekitar waduk/danau;
c. kawasan sempadan sungai;
d. kawasan sempadan pantai;
e. kawasan sempadan hutan bakau/mangrove.
Pasal 36
Kawasan pelestarian alam & cagar budaya sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 34 ayat (1) huruf b, meliputi:
a. kawasan pelestarian, meliputi Wanawisata Gunung Geger, Kecamatan
Geger dengan luas 30,2 Ha;
b. Cagar budaya untuk lingkungan bangunan non-gedung meliputi :
1. makam Aer Mata Ratu Ebuh seluas 560 m2 di Kecamatan
Arosbaya;
2. makam Syaichona Kholil 300 m2 di Kecamatan Bangkalan;
3. makam Agung, seluas 350 m2 di Kecamatan Arosbaya;
c. Cagar budaya untuk lingkungan bangunan gedung adalah pelestarian
bangunan Klenteng Eng An Bio seluas 435 m2 di Kecamatan
Bangkalan, Menara Mercusuar 200 m2 di Kecamatan Socah dan
Benteng Kolonial + 10.000 m2.
Pasal 37
Kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat
(1) huruf c, meliputi :
(1) Kawasan rawan longsor dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. Kecamatan Blega;
b. Kecamatan Konang.
43
(2) Kawasan rawan Banjir dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. Kecamatan Blega;
b. Kecamatan Arosbaya.
Pasal 38
Kawasan perlindungan bawahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34
ayat (1) huruf d, meliputi ; hutan lindung seluas 634,8 ha, yaitu di ;
Kecamatan Blega seluas 87,9 ha dan Kecamatan Sepulu seluas 546,9 ha.
Paragraf 2
Rencana Pengelolaan Kawasan Lindung
Pasal 39
(1) Rencana pengelolaan kawasan lindung meliputi semua upaya
perlindungan, pengawetan, konservasi dan pelestarian fungsi sumber
daya alam dan lingkungannya guna mendukung kehidupan secara serasi
yang berkelanjutan dan tidak dapat dialihfungsikan menjadi kawasan
budidaya;
(2) Rencana pengelolaan kawasan lindung dimaksud meliputi : perlindungan
setempat, kawasan pelestarian alam dan cagar budaya, kawasan rawan
bencana alam.
Pasal 40
Rencana pengelolaan kawasan yang memberi perlindungan setempat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2), adalah :
44
a. Pengelolaan kawasan perlindungan setempat sekitar mata air, adalah :
1. Penetapan perlindungan pada sekitar mata air ini adalah minimum
berjari-jari 200 meter dari sumber mata air tersebut jika di luar
kawasan permukiman dan 100 meter jika di dalam kawasan
permukiman. Terutama sungai Pocong di Kecamatan Tragah yang
merupakan sumber mata air terbesar kabupaten Bangkalan. Di
sekitar kawasan sumber air tersebut dapat ditanami dengan jenis
tanaman yang dapat mengikat air, sehingga kawasan di sekitar
sumber air juga dapat digunakan sebagai daerah resapan;
2. Untuk mata air yang terletak pada kawasan lindung, maka
perlindungan sekitarnya tidak dilakukan secara khusus, sebab pada
kawasan lindung tersebut sudah sekaligus berfungsi sebagai
perlindungan terhadap lingkungan dan air.
b. Pengelolaan kawasan perlindungan setempat sekitar waduk/danau,
adalah :
1. Perlindungan sekitar waduk/danau blega untuk kegiatan yang
menyebabkan alih fungsi lindung dan menyebabkan kerusakan
kualitas sumber air;
2. Pengelolaan Waduk Blega selain untuk irigasi, pengendali air,
perikanan, sumber energi listrik juga untuk pariwisata. Untuk itu
diperlukan pelestarian waduk beserta seluruh tangkapan air di
atasnya;
3. Pengembangan tanaman perdu, tanaman tegakan tinggi, dan
penutup tanah atau ground cover untuk melindungi pencemaran dan
erosi terhadap air; serta
4. Membatasi dan tidak boleh menggunakan lahan secara langsung
untuk bangunan yang tidak berhubungan dengan konservasi waduk.
c. Pengelolaan kawasan perlindungan setempat sempadan sungai, adalah :
1. Perlindungan pada sungai besar di luar kawasan permukiman ditetapkan
minimum 100 meter kiri-kanan sungai. Termasuk sungai besar di
Kabupaten Bangkalan ini antara lain adalah : Sungai Budduh, Sungai
Jambu, Sungai Pocong, dan Sungai Penyantren;
45
2. Perlindungan terhadap anak sungai - anak sungai diluar permukiman
ditetapkan minimum 50 meter. Termasuk pada wilayah ini adalah seluruh
anak Sungai Budduh, anak Sungai Jambu dan Anak Sungai Pocong;
3. Pada sungai besar dan anak sungai yang melewati kawasan permukiman
ditetapkan minimum 15 meter. Kawasan ini terdapat di Kecamatan
Bangkalan, Arosbaya, Konang, Blega, dan Tanjung Bumi.
d. Pengelolaan kawasan perlindungan setempat sempadan pantai, adalah :
1. perlindungan kawasan sempadan pantai 100 meter dari pasang
tertinggi dilarang mengadakan alih fungsi lindung yang menyebabkan
kerusakan kualitas pantai;
2. pada sempadan pantai dan sebagian kawasan pantai yang
merupakan pesisir terdapat ekosistem bakau, terumbu karang,
padang lamun, dan estuaria harus dilindungi dari kerusakan;
3. pada kawasan sepanjang pantai yang termasuk sebagai kawasan
lindung memiliki fungsi sebagai kawasan budidaya seperti :
permukiman perkotaan dan perdesaan, pariwisata, pelabuhan,
pertahanan dan keamanan, serta kawasan lainnya. Pengembangan
kawasan ini harus dilakukan sesuai dengan peruntukan lahan yang
telah ditentukan dalam rencana tata ruang kawasan pesisir;
4. melakukan sistem peringatan dini terhadap kemungkinan terjadinya
bencana;
5. memantapkan kawasan lindung di daratan untuk menunjang
kelestarian kawasan lindung pantai;
6. bangunan di pantai diarahkan di luar sempadan pantai, kecuali
bangunan yang harus ada di sempadan pantai seperti dermaga,
tower penjaga keselamatan pengunjung pantai;
e. Pengelolaan Kawasan Perlindungan Setempat Sempadan Hutan
Bakau/mangrove, adalah:
1. pengelolaan kawasan pantai berhutan bakau dilakukan melalui
penanaman tanaman bakau dan nipah di pantai;
2. pengembangan kegiatan budidaya di kawasan pantai berhutan
bakau;
3. Kegiatan budidaya yang dikembangkan harus disesuaikan dengan
karakteristik setempat dan tetap mendukung fungsi lindungnya;
46
4. Untuk tetap menjaga fungsi lindungnya maka perlu adanya rekayasa
teknis dalam pengembangan kawasan pantai berhutan bakau;
5. Pengembangan kawasan pantai berhutan bakau harus disertai
dengan pengendalian pemanfaatan ruang;
6. Koefisien dasar kegiatan budidaya terhadap luas hutan bakau
maksimum 30 %.
Pasal 41
Rencana pengelolaan kawasan pelestarian alam dan kawasan cagar budaya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2), adalah :
a. pengelolaan kawasan taman wisata alam, adalah :
1. Mengupayakan pengembalian fungsi lindung pada wilayah yang telah
dibuka, dengan reboisasi sesuai jenis tumbuhan dengan tegakan
yang dapat memberikan fungsi lindung;
2. Pengelolaan kawasan penyangga dengan tanaman produktif dengan
tegakan yang dapat memberikan fungsi lindung;
b. Pengelolaan kawasan cagar budaya adalah :
1. Meningkatkan pelestarian pada bangunan peninggalan sejarah dan
budaya;
2. Pada kawasan sekitar bangunan cagar budaya harus dikonservasi
untuk kelestarian dan keserasian benda cagar budaya, berupa
pembatasan pembangunan, pembatasan ketinggian, dan menjadikan
tetap terlihat dari berbagai sudut pandang;
4. Menetapkan pembatasan bangunan yang terdapat disekitar kawasan
cagar budaya;
5. Sebagai obyek daya tarik wisata sejarah.
Pasal 42
Rencana pengelolaan kawasan rawan bencana sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 39 ayat (2), adalah :
a. Pengelolaan kawasan rawan bencana longsor, adalah :
47
1. Pencegahan yaitu segala upaya dan kegiatan yang dilakukan untuk
meniadakan sebagian atau seluruh akibat bencana;
2. Mitigasi, yaitu upaya dan kegiatan yang dilakukan untuk mengurangi
atau memperkecil ancaman bencana;
b. Pengelolaan kawasan rawan bencana banjir, adalah :
1. Pelestarian dan pengelolaan Daerah Aliran Sungai secara lintas
wilayah;
2. Pembuatan tanggul pada kawasan Daerah Aliran Sungai dengan
prioritas pada kawasan dataran dan rawan banjir;
3. Mengoptimalkan fungsi kawasan lindung dan kawasan resapan air.
Pasal 43
Rencana pengelolaan kawasan lindung bawahan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 39 Ayat (2), adalah;
a. Pengelolaan kawasan hutan lindung, adalah :
1. Menjamin keberadaan hutan dengan luasan yang cukup dan sebaran
yang proporsional, baik ditinjau dari fungsi dan luasan hutan maupun
sebaran lokasi;
2. Percepatan rehabilitasi hutan/reboisasi hutan lindung dengan
tanaman yang sesuai dengan fungsi lindung
b. Pengelolaan kawasan Kars 1, adalah :
1. Kawasan yang memiliki perbukitan karst 1 mutlak tidak bisa dilakukan
eksploitasi dan diperlakukan sebagai kawasan konservasi;
2. Percepatan reboisasi lahan yang rusak agar sifat peresapannya
masih tetap berfungsi;
3. Peningkatan patroli.
Bagian Ketiga
Pengembangan Kawasan Budidaya
Paragraf 1
Pola Ruang Kawasan Budidaya
Pasal 44
48
(1) Pola ruang untuk kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal
33 meliputi:
a. Kawasan Hutan;
b. Kawasan Pertanian;
c. Kawasan Pertambangan;
d. Kawasan Peruntukan Industri;
e. Kawasan Pariwisata;
f. Kawasan Permukiman;
g. Kawasan Perdagangan dan Jasa;
h. Kawasan Ruang Terbuka Hijau;
i. Kawasan Pesisir dan pulau-pulau kecil.
(2) Sebaran kawasan budidaya sebagaimana dimaksud ayat (1)
sebagaimana tercantum pada lampiran II yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Pasal 45
Kawasan hutan produksi dan hutan rakyat seluas 12.341,63 ha,
sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 44 ayat (1) huruf a, meliputi :
a. Hutan Produksi : Kecamatan Geger luas 2180.4 ha dan Kecamatan Blega
luas 1655,61 ha;
b. Hutan Rakyat : Kecamatan Arosbaya 147,00 ha, Kecamatan Kokop 2.242
ha, Kecamatan Tanah Merah 1.231,91 ha, Kecamatan Kwanyar 846,31
ha, Kecamatan Konang 762 ha, Kecamatan Klampis 125,37 ha,
Kecamatan Sepulu 1,573 ha, Kecamatan Burneh 200 ha, Kecamatan
Tragah 732,69 ha, Kecamatan Tanjung Bumi 535,50 ha, Kecamatan
Labang 296,96 ha, Kecamatan Modung 1.209 ha, Kecamatan Galis
1.744,65 ha, Kecamatan Socah 349,00 ha.
Pasal 46
(1) Kawasan pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1)
huruf b meliputi pertanian lahan basah, lahan kering, Tahunan dan
perkebunan, peternakan dan perikanan;
49
(2) Kawasan pertanian lahan basah atau sawah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditetapkan sebagai kawasan lahan abadi pertanian pangan,
direncanakan 12161,76 ha sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
menyebar hampir semua kecamatan di Kabupaten Bangkalan;
(3) Kawasan perkebunan seluas 3846.07 ha, sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) terletak disemua Kecamatan;
(4) Kawasan peternakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
peternakan ternak besar, peternakan ternak kecil, peternakan unggas
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terletak hampir disemua
Kecamatan;
(5) Kawasan perikanan sebagaimana dimaksud dalam pada ayat (1),
meliputi : perikanan tangkap, perikanan budidaya air payau, perikanan
budidaya air tawar, dan perikanan budidaya laut, yang terletak di
Kecamatan Kamal, Labang, Kwanyar, Socah, Bangkalan, Arosbaya,
Tanjung Bumi, Sepulu, dan Klampis.
Pasal 47
(1) Kawasan pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1)
huruf c, meliputi pertambangan bahan galian golongan galian strategis,
golongan bahan galian vital dan golongan bahan galian yang tidak
termasuk kedua golongan di atas;
(2) Pertambangan galian golongan galian strategis sebagaimana dimaksud
pada ayat 1 terletak di Kecamatan Kamal, Labang, Tragah, Kwanyar,
Galis, Konang, Modung, dan Blega.
Pasal 48
(1) Kawasan peruntukan industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44
ayat (1) huruf d, terdiri atas : kawasan industrial estate, sentra industri
kecil, zona industri;
(2) Pengembangan Kawasan sentra industri kecil & menengah di wilayah
Kaki Jembatan Suramadu yang terintegrasi dengan kawasan pemukiman
50
untuk industri dan kawasan perdagangan dan jasa serta pelayanan
umum yang melayaninya di Kecamatan Labang;
(3) Pengembangan industrial estate & zona industri di Kawasan Pelabuhan
Peti Kemas Tanjung Bulupandan di Kecamatan Klampis. Kawasan
industri memiliki luas lahan sebesar 1600 ha;
(4) Pengembangan industrial estate di Kecamatan Socah dengan luas
wilayah 800 Ha;
(5) Pengembangan Zona Industri di Kecamatan Tragah dengan luas lahan
640 Ha dan menjadi kawasan peruntukan industri dengan desain zona
industri;
(6) Home industry yang menyebar, pada beberapa sentra yaitu : industri
rumah tangga batik Madura dan industri hasil laut berupa terasi di
Kecamatan Tanjung Bumi; industri gerabah / anyaman bambu di
Kecamatan Konang; Industri pembuatan kasur di kecamatan Tanah
Merah ; industri pembuatan emping melinjo di Kecamatan Burneh ;
industri pengeringan dan minuman saribuah di Kecamatan Labang;
industri pembuatan krupuk udang dan petis di Kecamatan Socah serta
beberapa industri lainnya.
Pasal 49
(1) Kawasan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 huruf e;
terdiri atas: kawasan wisata alam pegunungan dan kawasan wisata alam
pantai, kawasan budaya dan kawasan wisata minat khusus;
(2) Kawasan pariwisata alam pegunungan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), terletak di wanawisata Gunung Geger, Kecamatan Geger;
(3) kawasan pariwisata alam pantai meliputi :
a. Pantai Rongkang, Kecamatan Kwanyar;
b. Pantai Siring Kemuning, Tanjung Bumi;
c. Pantai Marina, Kecamatan Labang & Kamal.
51
(4) Kawasan pariwisata budaya meliputi :
a. Pesarean Syaichona Kholil, Kecamatan Bangkalan;
b. Makam Aer Mata, Kecamatan Arosbaya.
(5) Kawasan pariwisata minat khusus, meliputi :
a. Taman Rekreasi Kota, Kecamatan Bangkalan;
b. Taman Wisata Permainan Alam, Kecamatan Labang;
c. Taman Satwa, Kecamatan Labang.
Pasal 50
(1) Kawasan permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 huruf f,
meliputi permukiman perdesaan ;
(2) Permukiman perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi :
a. permukiman pusat perdesaan;
b. permukiman desa; dan
c. permukiman pada pusat perdusunan.
(3) Permukiman perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. permukiman perkotaan sedang; dan
b. permukiman perkotaan kecil.
Pasal 51
Kawasan Perdagangan dan jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44
huruf g, meliputi :
1) Kawasan perdagangan dan jasa di Kaki Jembatan Suramadu;
2) Kawasan perdagangan dan jasa dikawasan Pelabuhan Peti Kemas
Tanjung Bulu Pandan, Kecamatan Klampis;
3) Kawasan perdagangan dan jasa di setiap Ibu Kota Kecamatan;
4) Pada kawasan perdagangan terpadu wajib menyediakan prasarana
lingkungan, utilitas umum, area pedagang informal, dan fasilitas sosial
dengan proporsi 40% dari keseluruhan luas lahannya yang selanjutnya
diarahkan terintergrasi pada lokasi perdagangan dan jasa.
52
Pasal 52
Kawasan ruang terbuka hijau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 huruf
h, meliputi ruang terbuka hijau di perkotaan dan secara keseluruhan seperti
yang terdiri dari persawahan, tegalan, perkebunan, hutan rakyat, dan
sebagian emplacement militer.
Pasal 53
Kawasan Pesisir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 huruf i, meliputi
kawasan pesisir selatan, kawasan pesisir utara, dan pulau kecil Karang
Jamuang di perairan Laut Jawa.
Paragraf 2
Rencana Pengelolaan Kawasan Budidaya
Pasal 54
(1) Rencana pengelolaan kawasan budidaya sebagaimana dimaksud Pasal
44 ayat (1), meliputi segala usaha untuk meningkatkan pendayagunaan
lahan yang dilakukan di luar kawasan lindung, yang kondisi fisik dan
sumber daya alamnya dianggap potensial untuk dimanfaatkan, tanpa
mengganggu keseimbangan dan kelestarian ekosistem;
(2) Rencana pengelolaan kawasan budidaya sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi : kawasan hutan, kawasan pertanian, kawasan
pertambangan, kawasan industri, kawasan pariwisata, kawasan
permukiman, kawasan perdagangan dan jasa, kawasan ruang terbuka
hijau, kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil.
Pasal 55
Rencana pengelolaan kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
44 ayat (1), adalah :
a. pengolahan hasil hutan sehingga memiliki nilai ekonomi lebih tinggi dan
memberikan kesempatan kerja yang lebih banyak;
53
b. peningkatan partisipasi masyarakat sekitar hutan melalui pengembangan
hutan kerakyatan;
c. pengembangan dan diversifikasi penamanam jenis hutan sehingga
memungkinkan untuk diambil hasil non kayu, seperti buah dan getah;
d. peningkatan fungsi ekologis melalui pengembangan sistem tebang pilih,
tebang gilir dan rotasi tanaman yang mendukung keseimbangan alam;
dan
e. meningkatkan perwujudan hutan kota.
Pasal 56
Rencana pengelolaan kawasan pertanian sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 44 ayat (1), adalah :
a. sawah be