Post on 09-Mar-2019
PERAN ISTRI DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA
KELUARGA DAN KESEJAHTERAAN SUBYEKTIF
KELUARGA NELAYAN PADA SISTEM MATRILINEAL
ARINA ZULIANY
DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Peran Istri dalam Pengelolaan
Sumberdaya Keluarga dan Kesejahteraan Subyektif Keluarga Nelayan pada
Sistem Matrilineal adalah karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Januari 2013
Arina Zuliany
NIM I24080042
ABSTRACT
ARINA ZULIANY. Wife’s Role in Managing Family Resources and Subjective Well-
Being Among Matrilineal Fishermen Families. Supervised by ISTIQLALIYAH
MUFLIKHATI.
Wife’s role in managing family resources determined as her bargaining position
in planning, controlling, actuating, and managing family resources. Matrilineal system
creates a typical role of women because of it’s maternal areships. This study intended to
analyze the effect of wife’s role in managing family resources to fishermen family’s
subjective well-being. This study was placed in Batang Arau Village, Padang Selatan
Sub-District, Padang Municipality, West Sumatra, from February to March 2012. There
were 60 fishermen families involved in this study, both 30 owner fishermen and 30
laborer fishermen from Minangkabau ethnics chosen by using snowball method. Data
collection was held with guidance of questionnaire, then was analyzed with descriptive
statistics, independent sample t-test, paired sample t-test, and multiple linear regression
test. The result showed that difference between perceived norms and practice on
implementing matrilineal system was detected among fishermen families (p<0,05).
Fishermen families were in a high level of wife’s role. Subjective well-being of
fishermen’s wife was also in a high category. The were no difference of owner fishermen
and laborer fishermen’s subjective well-being (p>0,05). Subjective well-being was
affected by family size and wife’s contribution in family income.
Keywords: matrilineal, subjective well-being, wife’s contribution, wife’s role.
ABSTRAK
ARINA ZULIANY. Peran Istri dalam Pengelolaan Sumberdaya Keluarga dan
Kesejahteraan Subyektif Keluarga Nelayan pada Sistem Matrilineal. Dibimbing oleh
ISTIQLALIYAH MUFLIKHATI.
Peran istri dalam pengelolaan sumberdaya keluarga adalah posisi tawar yang
dimiliki oleh istri karena keterlibatannya dalam merencanakan, mengatur, melaksanakan,
dan mengelola sumberdaya keluarga. Sistem matrilineal menciptakan peran yang khas
pada perempuan karena sistem ini menganut garis keturunan ibu. Penelitian ini bertujuan
untuk menganalisis pengaruh peran istri dalam mengelola sumberdaya keluarga terhadap
kesejahteraan subyektif yang dirasakannya. Penelitian dilakukan di Kelurahan Batang
Arau, Kecamatan Padang Selatan, Kota Padang, Sumatera Barat, pada bulan Februari
hingga Maret 2012. Penelitian ini melibatkan 30 nelayan pemilik dan 30 nelayan buruh
bersuku bangsa Minangkabau yang dipilih secara snowball. Pengambilan data dilakukan
dengan wawancara menggunakan kuesioner, kemudian diolah dengan analisis deskriptif,
uji beda, dan uji regresi linear. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan sistem
matrilineal dalam keluarga nelayan yang diteliti menunjukkan adanya kesenjangan antara
persepsi dan praktik pelaksanaannya (p<0,05). Istri nelayan memiliki peran yang tinggi
dalam mengelola sumberdaya materi keluarga. Kesejahteraan subyektif pada istri nelayan
juga terkategori tinggi. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kesejahteraan
subyektif istri nelayan pemilik dan nelayan buruh (p>0,05). Kesejahteraan subyektif
dipengaruhi oleh besar keluarga dan kontribusi istri terhadap pendapatan.
Kata kunci: kesejahteraan subyektif, kontribusi istri, matrilineal, peran istri.
RINGKASAN
ARINA ZULIANY. Peran Istri dalam Pengelolaan Sumberdaya Keluarga dan
Kesejahteraan Subyektif Keluarga Nelayan pada Sistem Matrilineal. Dibimbing
oleh ISTIQLALIYAH MUFLIKHATI.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peran istri dalam pengelolaan
sumberdaya keluarga dan mengukur tingkat kesejahteraan subyektif istri nelayan
pemilik dan buruh serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Tujuan khususnya
adalah: (1) mengidentifikasi penerapan sistem matrilineal pada keluarga nelayan,
(2) menghitung tingkat kontribusi ekonomi istri nelayan pemilik dan buruh, (3)
menjelaskan peran istri dalam pengelolaan sumberdaya keluarga, (4)
mengidentifikasi hubungan antara karakteristik keluarga dengan tingkat kontribusi
ekonomi istri dan peran istri dalam pengelolaan sumberdaya keluarga, (5)
mengukur tingkat kesejahteraan subyektif istri nelayan pemilik dan buruh serta
faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Desain penelitian ini adalah cross sectional study dengan metode survei.
Penelitian dilakukan di Kelurahan Batang Arau, Kecamatan Padang Selatan, Kota
Padang, Sumatera Barat. Penentuan lokasi penelitian dipilih secara sengaja
(purposive). Pengambilan data dilakukan dari bulan Februari sampai Maret 2012.
Populasi dalam penelitian ini adalah keluarga nelayan di wilayah Kelurahan
Batang Arau, Sumatera Barat. Keluarga nelayan dibagi menjadi dua kelompok,
yaitu: (1) kelompok nelayan pemilik dan (2) kelompok nelayan buruh. Responden
dalam penelitian ini adalah istri nelayan. Pemilihan contoh menggunakan teknik
nonprobability sampling secara snowball dan diambil sebanyak 60 keluarga yang
terdiri dari 30 keluarga nelayan pemilik dan 30 keluarga nelayan buruh.
Data yang dikumpulkan dalam penelitian berupa data primer dan sekunder.
Data primer meliputi karakteristik istri, keluarga, lingkungan, kontribusi istri
terhadap pendapatan keluarga, penerapan sistem matrilineal dalam keluarga,
tingkat peran istri terhadap sumberdaya keluarga, dan tingkat kesejahteraan
subyektif yang dirasakan oleh istri. Data yang diperoleh lalu diolah melalui proses
pengeditan, pengkodean, pemasukan, pembersihan, dan analisis data. Variabel-
variabel diukur berdasarkan skor dan data dianalisis dengan menggunakan analisis
korelasi Pearson dan regresi linear berganda.
Seluruh contoh berasal dari Suku Minangkabau. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa nelayan pemilik lebih tua daripada nelayan buruh dengan
proporsi terbesar usia suami dan istri berada pada rentang dewasa madya untuk
nelayan pemilik dan dewasa muda untuk nelayan buruh. Pendidikan suami dan
istri nelayan pemilik lebih rendah daripada nelayan buruh dengan proporsi
terbesar berada pada tingkat SD untuk nelayan pemilik dan tingkat SMP untuk
nelayan buruh. Berdasarkan jenis pekerjaan, lebih dari separuh istri nelayan
pemilik tidak bekerja, sementara sisanya bekerja sebagai pembantu rumah tangga
dan pedagang. Adapun separuh dari istri nelayan buruh bekerja sebagai pembantu
rumah tangga, dan sisanya bekerja sebagai pedagang, sementara kurang dari
sepersepuluh istri nelayan buruh tidak bekerja. Besar keluarga nelayan pemilik
dan buruh berada pada kategori sedang (5-6 orang). Berdasarkan pendapatan
perkapita, proporsi terbesar nelayan pemilik dan nelayan buruh berada pada
kategori hampir miskin dengan kisaran pendapatan sebesar Rp306.109,00-
Rp612.216,00/kapita/bulan. Sebanyak 71,7 persen keluarga nelayan memiliki
rumah sendiri yang keseluruhan hak kepemilikannya dipegang oleh istri.
Nelayan pemilik melakukan penerapan sistem matrilineal dalam keluarga
lebih tinggi daripada nelayan buruh. Hampir seluruh keluarga nelayan pemilik
memiliki praktik yang tinggi dalam penerapan sistem matrilineal. Terdapat
perbedaan yang signifikan antara penerapan sistem matrilineal dalam keluarga
nelayan pemilik dan nelayan buruh (p<0,05).
Istri nelayan pemilik berkontribusi dalam pendapatan keluarga dengan
rataan sebesar 17,2 persen, sedangkan istri nelayan buruh sebesar 20,9 persen.
Hasil uji beda menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan
antara kontribusi istri nelayan pemilik dan nelayan buruh dalam pendapatan
keluarga.
Hampir seluruh istri nelayan (90,0%) memiliki peran yang tinggi dalam
pengelolaan sumberdaya keluarganya. Indikator pengukuran peran istri dalam
pengelolaan sumberdaya keluarga diantaranya diukur berdasarkan pembagian
peran dalam tanggung jawab dan wewenang antara suami dan istri dalam hal
peran pengelolaan keuangan, peran domestik, dan peran publik atau sosial. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa istri berperan paling dominan dalam urusan
domestik seperti dalam hal perawatan anak sehari-hari, urusan rumah tangga, dan
pemeliharaan kebersihan rumah.
Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif
signifikan antara pendidikan istri dengan perannya dalam mengelola sumberdaya
keluarga. Jika ditinjau dari masing-masing dimensi peran istri, diketahui bahwa
umur istri dan suami berhubungan positif signifikan dengan peran sosialnya.
Pendidikan istri berpengaruh positif signifikan dengan peran domestiknya, dan
penerapan matrilineal dalam keluarga berpengaruh signifikan terhadap peran
sosialnya.
Sebanyak 83,4 persen nelayan pemilik dan nelayan buruh keduanya
memiliki kesejahteraan subyektif yang tinggi. Tidak ada perbedaan yang
signifikan antara kesejahteraan subyektif nelayan pemilik dan nelayan buruh.
Hasil uji regresi linear berganda menunjukkan bahwa kesejahteraan subyektif istri
nelayan dipengaruhi oleh besar keluarga dan kontribusi istri dalam pendapatan
keluarga. Bertambahnya anggota keluarga akan meningkatkan skor kesejahteraan
subyektif yang dirasakan oleh istri, sedangkan bertambahnya persentase
kontribusi istri terhadap pendapatan keluarga akan menurunkan skor
kesejahteraan subyektif yang dirasakannya.
Kata kunci: kesejahteraan subyektif, kontribusi istri, matrilineal, peran istri.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, dan penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik,
atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan
kepentingan yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
PERAN ISTRI DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA
KELUARGA DAN KESEJAHTERAAN SUBYEKTIF
KELUARGA NELAYAN PADA SISTEM MATRILINEAL
ARINA ZULIANY
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen
DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Judul : Peran Istri dalam Pengelolaan Sumberdaya Keluarga dan
Kesejahteraan Subyektif Keluarga Nelayan pada Sistem
Matrilineal
Nama : Arina Zuliany
NIM : I24080042
Disetujui,
Dr. Ir. Istiqlaliyah Muflikhati, M.Si
Pembimbing
Diketahui,
Dr. Ir. Hartoyo, M. Sc
Ketua Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Alhamdulillaahirabbil’alamiin. Tiada kalimat yang tepat untuk disampaikan
selain kesyukuran yang tak terhingga. Puji dan syukur penulis sampaikan kepada
Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah memberikan berbagai pertolongan dan
kemudahan dalam menyelesaikan penelitian ini. Salam terindah juga ingin penulis
sampaikan pada Rasulullah Muhammad SAW., yang telah membawa rahmat bagi
seluruh alam.
Rampungnya penelitian ini tentu tidak terlepas dari dukungan dan bantuan
dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis ingin berterima kasih kepada:
1. Dr. Ir. Istiqlaliyah Muflikhati, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang
telah membimbing saya dengan penuh kesabaran dalam menyelesaikan
tugas akhir ini.
2. Dr. Ir. Dwi Hastuti, M. Sc. selaku dosen pembimbing akademik atas
bantuan dan bimbingannya selama penulis menjadi mahasiswa Departemen
Ilmu Keluarga dan Konsumen.
3. Irni Rahmayani Johan, SP., MM selaku dosen pemandu seminar hasil dan
dosen penguji Komisi Pendidikan, serta Megawati Simanjuntak, SP., M.Si
selaku dosen penguji utama yang telah memberikan masukan-masukan yang
membangun bagi perbaikan skripsi.
4. Segenap staf pengajar, pegawai, dan rekan-rekan mahasiswa Departemen
Ilmu Keluarga dan Konsumen yang selalu memberi dukungan bagi
terciptanya suasana sarat pengetahuan bagi penulis.
5. Dinas Kelautan dan Perikanan Sumbar dan para responden dari warga
Kelurahan Batang Arau, Kecamatan Padang Selatan, Sumatera Barat, atas
partisipasi dan bantuannya dalam proses pengambilan data.
6. Ibunda dan ayahanda tercinta, Dra. Any Thrisna dan Drs. Zulfahmi, MM
(alm) serta kakak dan adik penulis Zulian Fikry, S.Psi dan Muhammad
Rayyan Ramadhan. Selanjutnya kepada Opa H. Achmad Noer, Oma Hj.
Theresia, dan Elly Thrisyanti, SE., Akt. Terima kasih atas segala do’a, cinta,
dan dukungan yang begitu tulus untuk penulis.
7. Rizki Amalia, S.Si; Winda Dwi Gustiana, S.Si; Iin Khoirunnisa; RR Dewi
Suci CIA, S.Si; Dewi Sekar Mukhti, S.Si; Amania Farah, S.Si; Yayang
Ayesya, S.Si; Nisrinah Kharisma, S.Si; R Ifah Kholifah; Neneng Nurul
Sopiah; dan segenap rekan-rekan IKK 45 yang telah memberikan
sumbangan pikiran dan tenaga dalam pengerjaan skripsi ini.
8. Aldian Farabi, S.TP; Dimas Surya Utama, Fitriany Podungge, S.Pi; Nadita
Zairina Suchesdian, Siti Luthfiyyah Azizah, Susi Susanti, dan keluarga
besar Forum Indonesia Muda lainnya atas diskusi, motivasi, bantuan, serta
dukungan, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
Penelitian ini adalah salah satu perspektif untuk memotret sistem
kekerabatan yang kompleks dan terbilang langka di dunia tapi justru ada di
Indonesia: Sistem Matrilineal. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh
dari kesempurnaan. Kendati demikian, penulis berharap skripsi ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca yang membutuhkan informasi di dalamnya.
Bogor, Januari 2013
Arina Zuliany
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xiii
PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
Latar Belakang ..................................................................................... 1
Perumusan Masalah ............................................................................. 4
Tujuan Penelitian ................................................................................. 5
Kegunaan Penelitian ............................................................................ 6
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 7
Definisi Keluarga ................................................................................. 7
Fungsi Keluarga ................................................................................... 7
Pendekatan Teori Struktural-Fungsional ............................................. 7
Manajemen Sumberdaya Keluarga ...................................................... 9
Manajemen........................................................................................... 9
Sumberdaya ......................................................................................... 9
Manajemen Sumberdaya Keluarga ...................................................... 9
Peran Gender dalam Keluarga ............................................................. 10
Kesejahteraan Keluarga ....................................................................... 12
Karakteristik Sistem Matrilineal .......................................................... 14
KERANGKA PEMIKIRAN ....................................................................... 16
METODE PENELITIAN ............................................................................ 19
Desain, Lokasi, dan Waktu .................................................................. 19
Populasi dan Teknik Pengambilan Contoh .......................................... 18
Jenis dan Teknik Pengumpulan Data ................................................... 18
Pengolahan dan Analisis Data ............................................................. 24
Definisi Operasional ............................................................................ 26
HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... 29
Gambaran Umum Lokasi Penelitian .................................................... 29
Karakteristik Keluarga ......................................................................... 29
Status Usaha Nelayan .......................................................................... 29
Umur Suami dan Istri ........................................................................... 30
Pendidikan Suami dan Istri .................................................................. 31
Pekerjaan Istri ...................................................................................... 32
Besar Keluarga ..................................................................................... 32
Pendapatan Keluarga ........................................................................... 33
Halaman
2
Pendapatan Perkapita ........................................................................... 34
Aset dan Status Kepemilikan Aset Keluarga ....................................... 35
Penerapan Sistem Matrilineal dalam Keluarga .................................... 39
Persepsi Istri dalam Pengelolaan Sumberdaya Keluarga ..................... 40
Praktik Sistem Matrilineal dalam Keluarga ......................................... 40
Penerapan Sistem Matrilineal pada Keluarga Nelayan ........................ 41
Kontribusi Istri terhadap Pendapatan .................................................. 42
Peran Istri dalam Pengelolaan Sumberdaya Rumah Tangga................ 44
Hubungan Antara Karakteristik dengan Penerapan Matrilineal,
Kontribusi Istri terhadap Pendapatan Keluarga, dan Peran Istri .......... 45
Kesejahteraan Subyektif Istri ............................................................... 46
Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Kesejahteraan
Subyektif Istri ....................................................................................... 48
Pembahasan .......................................................................................... 49
Keterbatasan Penelitian ........................................................................ 52
SIMPULAN DAN SARAN ........................................................................ 53
Simpulan ............................................................................................... 53
Saran ..................................................................................................... 53
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 55
LAMPIRAN ................................................................................................ 59
RIWAYAT HIDUP .................................................................................... 69
3
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Jenis dan skala data ................................................................................ 20
2 Sebaran keluarga berdasarkan umur suami ............................................ 30
3 Sebaran keluarga berdasarkan umur istri ............................................... 30
4 Sebaran keluarga berdasarkan pendidikan suami .................................. 31
5 Sebaran keluarga berdasarkan pendidikan istri ...................................... 32
6 Sebaran keluarga berdasarkan pekerjaan istri ........................................ 32
7 Sebaran keluarga berdasarkan besar keluarga........................................ 33
8 Sebaran keluarga berdasarkan pendapatan keluarga per bulan .............. 34
9 Sebaran rataan pendapatan keluarga berdasarkan sumber ..................... 34
10 Sebaran keluarga berdasarkan pendapatan perkapita ............................. 35
11 Sebaran keluarga berdasarkan kepemilikan aset .................................... 36
12 Sebaran keluarga berdasarkan status kepemilikan aset keluarga ........... 38
13 Sebaran per item persepsi istri dalam pengelolaan sumberdaya
keluarga .................................................................................................. 39
14 Persepsi istri dalam pengelolaan sumberdaya keluarga ......................... 40
15 Sebaran per item praktik peran istri dalam sistem matrilineal ............... 41
16 Praktik sistem matrilineal dalam keluarga ............................................. 41
17 Uji beda paired sample t-test antara persepsi dan praktik matrilineal ... 42
18 Sebaran keluarga berdasarkan peran istri dalam pengelolaan
sumberdaya ............................................................................................. 43
19 Sebaran keluarga berdasarkan kontribusi istri terhadap pendapatan ..... 44
20 Hubungan antara karakteristik dengan penerapan matrilineal, .............. 45
21 Hubungan karakteristik contoh dengan dimensi peran istri dalam ........ 46
22 Sebaran keluarga berdasarkan kesejahteraan subyektif ......................... 47
23 Hubungan karakteristik, kontribusi ekonomi, dan peran istri dengan ... 47
24 Nilai koefisien regresi linier faktor-faktor yang mempengaruhi
kesejahtraan subyektif istri ..................................................................... 48
Halaman
4
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Peta lokasi penelitian ................................................................. 61
2 Korelasi semua variabel............................................................. 62
3 Sebaran per item peran istri dalam pengelolaan sumberdaya
keluarga ..................................................................................... 63
4 Sebaran per item kesejahteraan subyektif ................................. 65
5 Dokumentasi penelitian ............................................................. 69
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sumatera merupakan pulau yang memiliki sejumlah suku besar berciri khas
tradisional. Suku yang terkenal adalah Minangkabau, Aceh, Batak, Melayu, dan
ada juga sejumlah suku-suku minoritas di Sumatera sebelah timur di kawasan
hutan luas diantara sungai-sungai besar, rawa-rawa pantai dan pulau-pulau lepas
pantai (Weintré 2003). Di antara suku-suku tersebut, yang paling unik sistem
kekerabatannya adalah suku Minangkabau yang berada di Sumatera Barat.
Masyarakat Minangkabau menganut sistem matrilineal yang merupakan
sistem kekerabatan berdasarkan garis ibu. Sistem kekerabatan ini memberikan
peran yang penting bagi perempuan tidak hanya sebagai sumber keturunan, tapi
juga sebagai simbol kearifan, kebijakan, finansial, kekuatan, keindahan,
kemegahan, dan masa depan. Penguasaan perempuan terhadap basis ekonomi,
fisik, dan budaya dengan berlandaskan sistem “matrilineal-nya”, membuat
perempuan Minangkabau relatif memiliki akses penguasaan dan kemampuan
pemanfaatan ekonomis yang tinggi dan mandiri (Khaidir 2005).
Filosofi adat Minangkabau yang tertuang dalam sistem matrilineal tersebut
memberikan kedudukan ekonomis yang sangat kokoh pada perempuan. Hal ini
direalisasikan dalam sistem pewarisan (harato pusako) berupa sawah, tanah, dan
rumah yang diturunkan kepada anak perempuan. Sementara anak laki-laki
mendapatkan tuah atau kehormatan dalam bentuk gelar adat (sako) dan
kewenangan untuk mengatur anak kemenakan. Fatmariza et al. (2003)
menyimpulkan bahwa perempuan yang sudah menikah akan tetap tinggal di
rumah ibunya (rumah gadang) dan menganut sistem keluarga luas (extended
family). Perempuan mendapat kepercayaan penuh untuk mengatur rumah tangga.
Meskipun sistem kekerabatan Minangkabau adalah matrilineal, hal itu tidak
serta merta menentukan posisi perempuan dalam penentuan kebijakan publik
masyarakat. Menurut Syarizal dalam Surur (2009), posisi perempuan dalam
masyarakat matrilineal Minangkabau terbilang unik karena terdapat perbedaan
tajam antara struktur sosial dan ekonomi. Dalam kehidupan ekonomi, perempuan
Minangkabau sangat terkenal sebagai perempuan pekerja keras sehingga tidak
tergantung pada laki-laki. Namun, dalam struktur sosial, perempuan lebih banyak
2
berada pada ranah domestik, yaitu manajemen sumberdaya keluarga dan urusan
rumah tangga, sementara pembuatan keputusan secara publik banyak didominasi
oleh laki-laki yang disebut sebagai ninik mamak maupun datuk pemimpin kaum.
Abidin (2009) secara sarkastis menyatakan bahwa dalam masyarakat
Minangkabau tradisional, pada hakekatnya peranan perempuan yang seimbang
dengan laki-laki sudah melebihi apa yang diperlukan perempuan itu sendiri,
sebagaimana yang mereka perlukan dalam kehidupan masyarakat modern. Dulu,
tidak dipakai kata emansipasi, persamaan hak, atau gender sebagaimana yang
sering disuarakan oleh kaum wanita barat masa kini. Namun, setelah dikaji,
ternyata makna matrilineal dan feminisme sama-sama merujuk pada kesetaraan
hak antara laki-laki dan perempuan. Hal itu memberikan arti bahwa masyarakat
Minangkabau, terutama pada keberadaan dan posisi perempuannya, sudah
menjadi modern sebelum kata modern itu ada. Sistem matrilineal bahkan sudah
ada sebelum kata feminisme lahir.
Abidin (2009) melanjutkan, dari aspek sistem nilai, karakteristik perempuan
Minangkabau telah terpola dalam suatu pembagian kerja yang seimbang antara
laki-laki dan perempuan. Di dalam adat Minangkabau, perempuan adalah owner
(pemilik), sedangkan laki-laki adalah manager (pengurus) terhadap semua aset
keluarga matrilinealnya. Oleh karena itu, sistem matrilineal telah menempatkan
perempuan pada suatu posisi yang mengharuskannya berpikir lebih luas,
bijaksana, dan tegas terhadap putusan-putusan yang akan diambil terkait dirinya,
keluarga, dan masyarakat.
Penempatan perempuan sebagai pemilik aset keluarga matrilineal membuat
perempuan Minangkabau memegang peran yang tinggi terhadap sumberdaya
keluarganya. Hal ini mencerminkan kehidupan matrilineal di Minangkabau
memiliki perspektif gender yang unik dibandingkan dengan sistem kekerabatan
lainnya di Indonesia bahkan di dunia. Moser (2001) mendefinisikan bahwa gender
berbeda dengan jenis kelamin yang maknanya mengacu pada perbedaan fisik yang
terdapat pada laki-laki dan perempuan. Gender mengacu pada peran yang berbeda
antara laki-laki dan perempuan yang berlaku di masyarakat, serta mencakup hak
dan kewajiban yang menyertai peran itu (Riley 1997).
3
Peran gender muncul dalam setiap segi kehidupan sosial manusia, seperti
dalam institusi sosial, termasuk struktur keluarga, tanggung jawab pekerjaan
rumah tangga, pasar tenaga kerja, sekolah, kesehatan, hukum, dan kebijakan
publik. Hasil penelitian Oladeji (2008) menyatakan bahwa peran gender dan
norma gender bersifat spesifik secara budaya dan juga beragam di seluruh penjuru
dunia. Hampir di semua daerah, laki-laki dan perempuan memiliki kekuasaan,
status, dan kebebasan yang berbeda dan bervariasi secara substansial. Gender
memiliki pengaruh yang sangat kuat dalam pengambilan keputusan dan perilaku
reproduktif dalam keluarga.
Hasil penelitian Gusnita (2011) mengenai pengaruh kontribusi ekonomi
perempuan dan peran gender terhadap kesejahteraan keluarga di salah satu
komunitas matrilineal Minangkabau menunjukkan bahwa kepemilikan aset pada
perempuan Minangkabau memberikan pengaruh yang positif terhadap kontribusi
ekonomi dirinya dalam keluarga, sehingga peran gender perempuan di
Minangkabau, dalam hal ini istri, menjadi semakin signifikan. Jika peran gender
istri semakin signifikan, maka peran istri terhadap pengelolaan sumberdaya
keluarga juga semakin tinggi. Hal ini berpengaruh positif terhadap kesejahteraan
keluarga subyektif yang dirasakan oleh istri. Adapun faktor-faktor yang
berpengaruh positif terhadap peran gender perempuan ini adalah kepemilikan aset
dan kontribusi ekonomi perempuan. Sementara itu, faktor-faktor yang
berpengaruh positif terhadap kesejahteraan keluarga subyektif adalah kepemilikan
aset dan pendapatan total yang dimiliki keluarga.
Banyaknya penelitian mengenai keragaan sosial masyarakat matrilineal
Minangkabau di luar negeri menunjukkan bahwa Minangkabau bukan lagi ranah
penelitian yang perawan. Penerbitan tentang Minangkabau, baik yang ditulis oleh
para ilmuwan sosial Minangkabau, maupun oleh orang-orang asing, tampak
meningkat dalam jumlah dan keberagaman topiknya yang sebagian besar
didasarkan pada penelitian di lapangan (Beckmann 2000).
Namun, masih sedikit literatur yang menyajikan data yang empiris untuk
menjelaskan aspek manajemen sumberdaya keluarga dengan perspektif gender di
Minangkabau. Ditambah lagi dengan semakin tergerusnya nilai-nilai budaya
tradisional nusantara, tentulah cerita-cerita kaba dan tambo tradisional yang
4
menjadi rujukan untuk pengetahuan tentang matrilinealisme serta kebudayaan
yang diturunkan secara fragmentaris dari generasi ke generasi saja menjadi kurang
relevan. Oleh sebab itu, penulis tertarik untuk meneliti lebih jauh mengenai peran
istri terhadap pengelolaan sumberdaya keluarga dalam keluarga nelayan
matrilineal Minangkabau.
Perumusan Masalah
Minangkabau sebagai representasi komunitas tempat diberlakukannya
sistem matrilineal memiliki cakupan wilayah yang luas di Sumatera Barat. Daerah
asli Minangkabau yang bertahan hingga kini adalah Luhak nan Tigo, yaitu Luhak
Limo Puluah Koto, Luhak Agam, dan Luhak Tanah Data. Tiga daerah tersebut
dikenal sebagai daerah darek atau kampung halaman. Sementara itu, daerah
pesisir pantai Sumatera Barat secara adat disebut sebagai daerah rantau. Daerah
pesisir ini menjadi cikal bakal tujuan perantauan bagi pemuda asli Minangkabau.
Rumah, keluarga, kampung, serta konsep anak tertantang secara agresif dan
lantas tertransformasi di daerah pesisir perantauan ini. Masyarakat pesisir yang
sebagian besar penduduknya bekerja sebagai nelayan, diasumsikan sebagai
komunitas masyarakat di wilayah Minangkabau yang paling banyak menerima
paparan budaya luar. Dalam kehidupan masyarakat nelayan yang banyak
bercampur dengan kebudayaan lain sebagai pendatang, orang Minangkabau asli
dipaksa mempertanyakan definisi-definisi budaya yang sangat elementer dan
sudah menjadi nilai-nilai dasar. Kondisi perubahan fundamental dan tak
terhindarkan inilah yang membuat daerah pesisir Minangkabau unik dan menarik
(Hadler 2009).
Salah satu komunitas bangsa Indonesia yang teridentifikasi sebagai
golongan miskin saat ini adalah nelayan. Sedikitnya sekitar 14,58 juta jiwa atau
sekitar 90 persen dari 16,2 juta jiwa jumlah nelayan di Indonesia masih berada di
bawah garis kemiskinan (BPS 2009). Di sisi lain, nelayan mempunyai peran yang
sangat substansial dalam modernisasi peran kehidupan manusia. Nelayan
termasuk agent of development yang paling reaktif terhadap lingkungan (Hadler
2009). Sifatnya yang lebih terbuka jika dibandingkan dengan masyarakat yang
hidup di pedalaman, menjadi stimulator untuk menerima perkembangan zaman
yang lebih modern. Sifat masyarakat nelayan yang terpapar dengan berbagai
5
budaya luar ini tentu mendorong terjadinya akulturasi dengan lebih pesat,
begitupun di Sumatera Barat, khususnya Minangkabau.
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa penelitian ini
berpusat pada masalah berikut:
1. Bagaimana penerapan sistem matrilineal yang terjadi pada keluarga
nelayan?
2. Bagaimana tingkat kontribusi ekonomi istri nelayan pemilik dan
buruh?
3. Bagaimana peran istri dalam pengelolaan sumberdaya keluarga?
4. Bagaimana hubungan antara karakteristik keluarga dengan tingkat
kontribusi ekonomi istri dan peran istri dalam pengelolaan sumberdaya
keluarga serta kesejahteraan subyektif istri?
5. Bagaimana tingkat kesejahteraan subyektif istri nelayan pemilik dan
buruh serta faktor-faktor yang mempengaruhinya?
Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat peran istri
dalam pengelolaan sumberdaya materi keluarga dan kesejahteraan subyektif istri
dalam keluarga nelayan yang menganut sistem matrilineal di Sumatera Barat.
Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi penerapan sistem matrilineal yang terjadi pada
keluarga nelayan.
2. Menghitung tingkat kontribusi ekonomi istri nelayan pemilik dan buruh.
3. Menjelaskan peran istri dalam pengelolaan sumberdaya keluarga.
4. Mengidentifikasi hubungan antara karakteristik keluarga dengan tingkat
kontribusi ekonomi istri dan peran istri dalam pengelolaan sumberdaya
keluarga, serta kesejahteraan subyektif istri.
5. Mengukur tingkat kesejahteraan subyektif istri nelayan pemilik dan
buruh serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.
6
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memperkaya dimensi
literatur yang menjelaskan mengenai keragaan masyarakat nelayan dan
masyarakat matrilineal Minangkabau. Melalui penelitian ini, diharapkan kajian
mengenai manajemen sumberdaya keluarga dan peran gender dalam masyarakat
yang unik dan berbeda dari mayoritas kebudayaan masyarakat Indonesia semakin
memperkaya khazanah ilmu pengetahuan. Lebih jauh lagi, penelitian ini dapat
digunakan sebagai tambahan informasi bagi pemerintah, dinas-dinas terkait, serta
akademisi baik di bidang kebudayaan, keluarga, maupun daerah pesisir dan laut,
dalam mengambil kebijakan.
7
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi Keluarga dan Pendekatan Teori
Definisi Keluarga
Menurut Undang-Undang nomor 10 Tahun 1992 Pasal 1 Ayat 10, keluarga
adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami, istri, atau suami,
istri, dan anak. Keluarga adalah dua orang atau lebih yang memiliki ikatan darah,
perkawinan, atau adopsi dan tinggal dalam satu rumah tangga.
Rumah tangga dan keluarga adalah dua istilah yang berbeda. Keluarga
adalah unit terkecil yang menampung anggota yang terikat dalam ikatan darah,
perkawinan, atau adopsi, sementara rumah tangga adalah sebuah kesatuan dari
beberapa individu yang mengelola sumberdaya secara bersama-sama untuk
mencapai kepuasan bersama, sehingga dalam sebuah keluarga pasti terdapat
rumah tangga (bisa jadi lebih dari satu rumah tangga), akan tetapi dalam rumah
tangga bisa jadi tidak terdapat hubungan keluarga (Puspitawati 2009).
Fungsi Keluarga
Fungsi keluarga diterangkan dalam Peraturan Pemerintah nomor 21 Tahun
1994 (BKKBN 1996), dimana fungsi-fungsi tersebut ada delapan, yaitu: 1) Fungsi
Keagamaan, 2) Fungsi Sosial Budaya, 3) Fungsi Cinta Kasih, 4) Fungsi
Melindungi, 5) Fungsi Sosialisasi dan Pendidikan, 6) Fungsi Reproduksi, 7)
Fungsi Ekonomi, 8) Fungsi Pembinaan Lingkungan. Sementara itu, menurut
resolusi majelis umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), fungsi utama keluarga
adalah sebagai wahana untuk mendidik, mengasuh dan mensosialisasikan anak,
mengembangkan kemampuan seluruh anggotanya agar dapat menjalankan
fungsinya di masyarakat dengan baik, serta menciptakan kepuasan dan lingkungan
yang sehat untuk tercapainya keluarga sejahtera (Megawangi, 1999).
Pendekatan Teori Struktural-Fungsional
Pendekatan struktural fungsional merupakan salah satu pendekatan teori
sosiologi yang digunakan dalam menganalisis keluarga. Keluarga dipandang
sebagai institusi dalam masyarakat yang memiliki prinsip-prinsip yang serupa
dengan kehidupan sosial masyarakat. Pendekatan ini mengakui adanya segala
keragaman dalam kehidupan sosial yang merupakan sumber dari adanya struktur
8
dalam masyarakat. Keragaman struktur tersebut menciptakan peran yang beragam
dalam sistem (Megawangi 1999).
Selanjutnya, Megawangi (1999) menyatakan bahwa keseimbangan akan
menciptakan sebuah sistem sosial yang tertib. Ketertiban sosial ini akan tercipta
jika keluarga memiliki struktur atau strata yang jelas dan setiap individu yang ada
dalam keluarga tersebut mematuhi sistem nilai yang ada dengan menjalankan
peran dan fungsinya masing-masing. Menurut teori ini, keluarga dilihat sebagai
salah satu subsistem yang tidak terlepas dari interaksinya dengan subsistem-
subsistem lainnya yang ada dalam masyarakat. Dalam interaksi tersebut, keluarga
berfungsi sebagai pemelihara keseimbangan sosial masyarakat (equilibrium state).
Persyaratan struktural yang diperlukan oleh keluarga agar dapat berfungsi
sebagai sistem adalah: (1) diferensiasi peran yang merupakan sebentuk alokasi
peran yang harus dilakukan oleh anggota keluarga, (2) alokasi solidaritas yang
menyangkut distribusi hubungan antaranggota keluarga menurut cinta, kekuatan,
dan intensitas hubungan, (3) alokasi ekonomi yang menyangkut distribusi barang
dan jasa untuk mendapatkan hasil yang diinginkan, (4) alokasi politik yang
berkaitan dengan distribusi kekuasaan, peran, dan pengaruh dalam keluarga, serta
(5) alokasi integrasi dan ekspresi yang merupakan distribusi teknik atau cara-cara
bersosialisasi dan menunjukkan afeksi yang ditunjukkan keluarga dalam
berinteraksi (Megawangi 1999).
Pendekatan struktural-fungsional menekankan pada keseimbangan sistem
yang stabil dalam keluarga dan kestabilan sistem sosial dalam masyarakat.
Adapun asumsi dasar dalam teori ini adalah: (1) masyarakat selalu mencari titik
keseimbangan, (2) masyarakat membutuhkan kebutuhan dasar agar keseimbangan
terpenuhi, (3) kebutuhan dasar terpenuhi apabila fungsi dijalankan, (4) fungsi
terpenuhi apabila terdapat struktur demi berlangsungnya kondisi homeostatik
(Megawangi 1999).
9
Manajemen Sumberdaya Keluarga
Manajemen
Manajemen adalah upaya untuk mengelola sumberdaya yang dimiliki
seoptimal mungkin untuk mencapai hasil yang diharapkan. Proses dalam
manajemen bermula dari perencanaan hingga pelaksanaan dari penggunaan
sumberdaya untuk memenuhi kebutuhan dalam mencapai tujuan. Manajemen
memungkinkan individu dan keluarga untuk bertahan menghadapi tekanan dan
kondisi yang berubah, serta menjadi jalan untuk menghadapi masa depan.
Manajemen mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungan internal dan
eksternal dalam suatu ekosistem. Tindakan manajerial berorientasi pada tujuan
dan terkait dengan sumberdaya yang dimiliki atau yang tersedia (Deacon dan
Firebaugh 1988).
Sumberdaya
Sumberdaya adalah alat atau kekayaan yang tersedia untuk menyelesaikan
persoalan atau masalah. Deacon dan Firebaugh (1988) mendefinisikan
sumberdaya sebagai alat atau bahan yang tersedia dan diketahui potensinya untuk
memenuhi keinginan. Sumberdaya juga didefinisikan sebagai segala bentuk
komoditi, baik secara materi dan non materi yang bisa memuaskan kebutuhan
fisik dan psikologis individu (Rettig dan Leichtentritt 1998). Sumberdaya ini
mencakup cinta, status, informasi, uang, barang, dan jasa.
Sumberdaya materi adalah sumberdaya yang digunakan untuk memuaskan
kebutuhan fisik, yaitu uang dan aset. Sementara itu, sumberdaya non materi
adalah sumberdaya yang digunakan untuk memuaskan kebutuhan psikologis dan
relatif tidak berwujud, seperti cinta, status, informasi, dan jasa.
Manajemen Sumberdaya Keluarga
Menurut Iskandar (2007), manajemen sumberdaya keluarga adalah
kemampuan keluarga untuk meraih hasil dalam rangka mencapai tujuan yang
telah ditetapkan sebelumnya melalui kegiatan suami, istri, anak-anak, dan anggota
lainnya. Oleh karena itu, fungsi-fungsi dalam manajemen sumberdaya keluarga
menjadi sangat penting.
10
Adapun fungsi dalam manajemen sumberdaya keluarga menurut Deacon
dan Firebaugh (1988) ada empat, yaitu:
1. Perencanaan (Planning)
Perencanaan dilakukan untuk menentukan tujuan berdasarkan kebutuhan
dan sumberdaya yang dimiliki secara keseluruhan serta menetukan cara
terbaik untuk memenuhi tujuan itu. Perencanaan merupakan proses yang
penting dalam manajemen, karena tanpa perencanaan, fungsi-fungsi
lainnya tidak dapat berjalan.
2. Pengorganisasian (Organizing)
Pengorganisasian dilakukan dengan tujuan membagi suatu kegiatan
besar menjadi kegiatan-kegiatan yang lebih sederhana. Pengorganisasian
memudahkan keluarga untuk melakukan pengawasan dan menentukan
sumberdaya yang dibutuhkan untuk melaksanakan kegiatan tersebut.
Pengorganisasian dapat dilakukan dengan menentukan tugas yang harus
dikerjakan, siapa yang bertanggung jawab atas tugas tersebut,
bagaimana tugas tersebut diselesaikan, dan berapa lama waktu yang
dibutuhkan untuk menyelesaikannya.
3. Pelaksanaan (Actuating)
Pelaksanaan adalah membuat perencanaan menjadi kenyataan.
Pembagian tugas yang telah disepakati dilaksanakan dalam keluarga.
4. Pengawasan (Controlling)
Pengawasan adalah suatu tindakan untuk mengusahakan agar semua
anggota keluarga berusaha mencapai tujuan sesuai dengan perencanaan
yang telah disepakati. Dalam fungsi pengawasan ini, jika diperlukan,
akan dilakukan penyesuaian standar antaranggota keluarga.
Peran Gender dalam Keluarga
Konsep Gender
Menurut Moser (2001), gender berbeda dengan jenis kelamin yang
maknanya mengacu pada perbedaan fisik yang terdapat pada laki-laki dan
perempuan. Gender mengacu pada peran yang berbeda antara laki-laki dan
perempuan yang berlaku di masyarakat, serta mencakup hak dan kewajiban yang
11
menyertai peran itu (Riley 1997). Hasil penelitian Oladeji (2008) menyatakan
bahwa peran gender dan norma gender bersifat spesifik secara budaya dan juga
beragam di seluruh penjuru dunia. Hampir di semua daerah di dunia, laki-laki dan
perempuan memiliki kekuasaan, status, dan kebebasan yang berbeda dan
bervariasi secara substansial. Gender memiliki pengaruh yang sangat kuat dalam
pengambilan keputusan dan perilaku reproduktif dalam keluarga. Gender
menciptakan peran yang berbeda antara laki-laki dan perempuan. Besarnya porsi
pembagian peran dan tanggung jawab ini diasosiasikan sebagai peran gender.
Semakin seimbang peran gender, berarti semakin banyak tanggung jawab yang
dibagi bersama antara laki-laki dan perempuan.
Peran
Peran adalah suatu bagian yang dimainkan seseorang dalam suatu
pengaturan sosial yang dipengaruhi oleh norma kepantasan dan kepatutan. Suatu
peran mengindikasikan tugas, tanggung jawab, kualifikasi, atau sesuatu yang
diharapkan dari seseorang berdasarkan statusnya. Adapun peran gender maknanya
adalah norma yang diterima dalam masyarakat yang dihubungkan dengan sifat
laki-laki atau perempuan dalam suatu masyarakat tertentu.
Menurut Puspitawati (2012), berkaitan dengan peran gender, terdapat istilah
kegiatan produktif, reproduktif, dan kemasyarakatan yang digunakan dalam
analisis gender, yang bermakna: (1) kegiatan produktif atau peran publik yaitu
kegiatan yang dilakukan anggota masyarakat dalam mencari nafkah, (2) kegiatan
reproduktif atau peran domestik yaitu kegiatan yang berhubungan erat dengan
pemeliharaan dan pengembangan keluarga serta menjamin keberlangsungan
sumberdaya manusia dalam keluarga yang biasanya dilakukan bersamaan dengan
tanggung jawab domestik tanpa menghasilkan uang, dan (3) kegiatan sosial atau
peran kemasyarakatan yang berkaitan dengan kegiatan politik dan sosial budaya.
Peran Istri
Peran istri dalam pengelolaan sumberdaya keluarga adalah posisi tawar
yang dimiliki oleh istri karena keterlibatannya dalam merencanakan, mengatur,
dan mengelola sumberdaya keluarga serta mencakup penguasaannya terhadap
faktor-faktor ekonomi baik materi maupun non materi. Ashraf et al. (2006)
12
menemukan bahwa pendapatan harus berada dalam wewenang istri dalam upaya
untuk meningkatkan posisi tawar mereka dalam rumah tangga, bukan hanya
dihasilkan oleh istri.
Duflo (2003) dan Rangel (2005) yang menemukan bahwa peningkatan pada
kontribusi ekonomi istri diartikan sebagai meningkatnya peran istri dalam
pengelolaan dan penguasaan sumberdaya keluarga yang akhirnya akan membawa
kepada tingkat kepuasan yang lebih baik dari perspektif istri. Namun, perlu
diperhatikan bahwa pendapatan yang lebih tinggi saja tidak cukup untuk membuat
istri merasa lebih sejahtera. Hal yang terpenting adalah memberikan akses yang
memadai kepada istri dalam mengatur pendapatan dan meningkatkan peran istri
dalam mengelola sumberdaya materi dan non materi berdasarkan uang yang telah
dialokasikan (Ashraf et al. 2006).
Di masa yang semakin modern ini, perempuan tampak semakin berperan di
ranah publik termasuk dalam mencari nafkah. Hal tersebut mendorong perempuan
untuk ikut serta berperan dalam sektor ekonomi demi menambah penghasilan
keluarga dalam pemenuhan kebutuhan. Berkaitan dengan hal ini, menurut
Puspitawati 1998, terdapat 2 (dua) strategi yang dilakukan oleh keluarga dalam
mengatasi masalah keuangan, yaitu: (1) generating additional income atau
menambah penghasilan dan (2) cutting back expenses atau melakukan
penghematan. Perempuan yang bekerja, dalam hal ini, melakukan peningkatan
sumberdaya keluarga dengan cara bekerja hingga mampu berkontribusi dalam
menambah pendapatan keluarga.
Kesejahteraan Keluarga
Pengertian Kesejahteraan Keluarga
Kesejahteraan adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial, material,
maupun spiritual yang diliputi rasa keselamatan, kesusilaan, dan ketenteraman
lahir batin yang memungkinkan setiap warga negara untuk mengadakan usaha-
usaha pemenuhan kebutuhan jasmani, rohani, dan sosial yang sebaik-baiknya bagi
diri, keluarga, serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak asasi serta
kewajiban manusia sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
13
Faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan keluarga antara lain
(Syarief dan Hartoyo 1993):
1. Faktor ekonomi.
Kemiskinan dapat menghambat upaya peningkatan pembangungan
sumberdaya yang dimiliki keluarga, akhirnya dapat menghambat upaya
peningkatan kesejahteraan keluarga.
2. Faktor budaya.
Kualitas kesejahteraan keluarga ditandai oleh adanya kemantapan
budaya yang dicerminkan dengan penghayatan dan pengamalan nilai-
nilai luhur budaya bangsa. Kemantapan budaya diharapkan mampu
memperkokoh keluarga dalam melaksanakan fungsinya.
3. Faktor teknologi.
Peningkatan kesejahteraan keluarga harus didukung oleh
pengembangan teknologi. Keberadaan teknologi dalam proses produksi
harus diakui telah mampu meningkatkan kapasitas dan efisiensi
produksi. Penguasaan teknologi ini berkaitan dengan tingkat
pendidikan, kualitas sumberdaya manusia, dan kepemilikan modal.
4. Faktor keamanan.
Keberhasilan pelaksanaan pembangunan dalam rangka peningkatan
kesejahteraan masyarakat ditentukan oleh adanya stabilitas keamanan
yang terjamin.
5. Faktor kehidupan beragama.
Kesejahteraan keluarga juga menyangkut masalah kesejahteraan
spiritual. Setiap keluarga diberi hak untuk dapat mempelajari dan
menjalankan syariat agamanya masing-masing tanpa memaksakan
agama yang satu kepada yang lain.
6. Faktor kepastian hukum.
Peningkatan kesejahteraan keluarga menuntut adanya jaminan atau
kepastian hukum.
14
Kesejahteraan Keluarga Subyektif
Kesejahteraan digolongkan menjadi dua, yaitu kesejahteraan obyektif dan
kesejahteraan subyektif. Kesejahteraan obyektif hanya dinilai berdasarkan
kepuasan finansial atau materi. Menurut Krueger (2009), kesejahteraan subyektif
adalah pengukuran tingkat kepuasan dan kebahagiaan seseorang secara subyektif
terhadap keadaannya dalam waktu tertentu. Kesejahteraan subyektif ini
berhubungan erat dengan kepuasan. Kesejahteraan subyektif dibagi menjadi
kesejahteraan materi dan non materi. Hal ini berarti semakin tinggi tingkat
kepuasan individu atau keluarga, maka semakin tinggi kesejahteraan subyektif
yang dirasakannya.
Hasil penelitian Simanjuntak (2010) menyatakan bahwa peningkatan akses
terhadap sumberdaya fisik dan non fisik keluarga seperti keuangan, makanan,
maupun aset akan memberikan kepuasan subyektif yang lebih tinggi. Hal ini
didukung oleh hasil penelitian Gusnita (2011) mengenai kesejahteraan subyektif
yang menunjukkan bahwa kesejahteraan subyektif perempuan bekerja di
Sumatera Barat dipengaruhi oleh: (1) kepemilikan aset atau peran terhadap
sumberdaya keluarga dan (2) pendapatan total keluarga. Aset adalah sumberdaya
atau kekayaan yang dimiliki. Aset berperan sebagai alat pemuas kebutuhan, baik
fisik maupun hedonik. Oleh karena itu, keluarga yang memiliki aset lebih banyak
cenderung lebih sejahtera dibandingkan yang memiliki aset terbatas.
Karakteristik Sistem Matrilineal
Sistem Kekerabatan Garis Keturunan Ibu
Sistem matrilineal adalah suatu sistem yang mengatur kehidupan dan
ketertiban suatu masyarakat yang terikat dalam suatu jalinan kekerabatan dalam
garis ibu. Seorang anak laki-laki atau perempuan merupakan klen dari perkauman
ibu. Ayah tidak dapat memasukkan anaknya ke dalam klen-nya sebagaimana yang
berlaku dalam sistem patrilineal. Oleh karena itu, waris dan pusaka diturunkan
menurut garis ibu pula (Abidin 2009).
Sistem matrilineal menegaskan bahwa perempuan diposisikan sebagai
pengikat, pemelihara dan penyimpan, sebagaimana diungkapkan pepatah adatnya
amban puruak atau tempat penyimpanan. Itulah sebabnya dalam penentuan
15
peraturan dan perundang-undangan adat, perempuan tidak diikut sertakan.
Perempuan menerima bersih tentang hak dan kewajiban di dalam adat yang telah
diputuskan sebelumnya secara adat.
Menurut Radjab (1969) dalam Abidin (2009), sistem matrilineal mempunyai
ciri-ciri sebagai berikut:
1. Keturunan dihitung menurut garis ibu.
2. Suku terbentuk menurut garis ibu.
3. Tiap orang diharuskan kawin dengan orang luar sukunya (exogami).
4. Kekuasaan di dalam suku, menurut teori, terletak di tangan “ibu”, tetapi
jarang sekali dipergunakan karena bersifat kekuasaan domestik.
5. Perkawinan bersifat matrilokal, yaitu suami mengunjungi atau tinggal
di rumah istrinya.
6. Hak-hak dan pusaka diwariskan oleh mamak kepada kemenakannya.
Suami dan anak laki-laki dalam keluarga tidak punya hak atas
kepemilikan harta pusaka.
Keunggulan dari sistem ini adalah mampu bertahan walaupun sistem
patrilineal muncul sebagai sebuah sistem kekerabatan yang lain. Sistim matrilieal
tidak hanya jadi sebuah “aturan” saja, tetapi telah menjadi semakin kuat menjadi
suatu budaya, jalan hidup, hingga menjadi kecenderungan yang paling dalam dari
diri setiap orang Minangkabau.
Laki-laki Minang cenderung untuk menyerahkan harta pusaka dan warisan
dari hasil pencahariannya sendiri kepada anak perempuannya, yang seharusnya
dibagi menurut hukum faraidh. Anak perempuan itu nanti menyerahkan pula
kepada anak perempuan keturunan selanjutnya. Proses tersebut terus berlangsung
dari generasi ke generasi. Namun, pewarisan seperti ini hanya berlaku untuk harta
pusaka tinggi milik kaum dalam suku, bukan harta pencaharian suami istri. Harta
pencaharian suami istri diwariskan secara hukum Islam.
16
17
KERANGKA PEMIKIRAN
Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat. Keluarga sejahtera
merupakan landasan awal terciptanya masyarakat yang madani. Kesejahteraan
suatu keluarga dapat dilihat dari segi fisik, ekonomi, sosial, dan psikologis.
Keluarga harus dapat menciptakan sumberdaya yang berkualitas agar dapat
menjadi input yang baik bagi masyarakat. Perempuan, dalam hal ini istri, adalah
pemegang tanggung jawab besar dalam mendidik anak-anaknya sehingga menjadi
sumberdaya manusia yang berkualitas.
Penelitian ini ingin melihat sejauh mana peran istri pada masyarakat yang
menganut sistem matrilineal atau menurut garis keturunan ibu, sehingga penting
untuk mengetahui karakteristik istri, karakteristik keluarga, dan karakteristik
lingkungan. Karakteristik istri dan keluarga yang terdiri dari umur, pendapatan,
lama pendidikan, besar keluarga, status kepemilikan aset keluarga, dan penerapan
sistem matrilineal dalam keluarga akan berpengaruh terhadap kontribusi ekonomi
istri dan selanjutnya terhadap peran istri dalam pengelolaan sumberdaya keluarga.
Terdapat hubungan yang positif antara kontribusi ekonomi istri dengan
perannya di dalam keluarga. Sementara, kepemilikan yang tinggi atas sumberdaya
materi ataupun non materi akan meningkatkan kepuasan istri terhadap perkawinan
yang akhirnya akan membawa pada kepuasan subyektif yang lebih tinggi untuk
istri. Kesejahteraan akan tercapai dengan maksimal apabila kerjasama atau
kemitraan antara suami dan istri dalam keluarga tercipta dengan optimal. Peran
gender bagi seorang istri secara tradisional adalah di sekitar sektor domestik,
sementara suami berperan pada sektor publik. Diferensiasi peran ini akan
memberikan pengaruh pada kesejahteraan subyektif istri dalam keluarga.
Umur, pekerjaan, dan lama pendidikan istri dapat mempengaruhi
kesejahteraan baik secara langsung maupun tidak langsung. Kontribusi ekonomi
dan tingkat peran istri dapat berpengaruh terhadap kesejahteraan subyektif istri.
Hal inilah yang akan diteliti lebih jauh di keluarga nelayan matrilineal
Minangkabau. Bagan kerangka pemikiran secara lengkap dapat dilihat pada
Gambar 1.
Gambar 1 Kerangka Pemikiran Operasional
Penerapan Sistem
Matrilineal dalam
Keluarga
- Persepsi
- Praktik
Kesejahteraan
Subyektif
Peran Istri
dalam Pengelolaan
Sumberdaya
Rumah Tangga
Kontribusi Istri
terhadap
Pendapatan
Keluarga
Karakteristik Istri:
- Umur
- Lama Pendidikan
- Pekerjaan
Karakteristik
Keluarga:
- Umur Suami
- Lama Pendidikan
Suami
- Pekerjaan Suami
- Besar Keluarga
- Pendapatan
Keluarga
- Status Kepemilikan
Aset
18
METODE PENELITIAN
Desain, Lokasi, dan Waktu
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan desain
cross sectional study, yaitu data dikumpulkan pada satu waktu untuk memperoleh
gambaran karakteristik istri. Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Batang Arau,
Kecamatan Padang Selatan, Kota Padang, Sumatera Barat. Pemilihan lokasi
penelitian dilakukan secara sengaja berdasarkan pertimbangan bahwa daerah ini
merupakan wilayah pesisir yang masih kental dengan nuansa budaya
Minangkabau dan menganut sistem matrilineal. Selain itu, berdasarkan data BPS
2010, Kelurahan Batang Arau merupakan pusat pengembangan minapolitan
wilayah Sumatera Barat yang memiliki populasi nelayan terbesar di provinsi ini,
yaitu sebanyak 1721 jiwa. Pengambilan data dilakukan selama dua bulan, yaitu
dari bulan Februari sampai Maret 2012.
Populasi dan Teknik Pengambilan Contoh
Populasi dalam penelitian ini adalah keluarga nelayan di wilayah Kelurahan
Batang Arau, Sumatera Barat. Dalam penelitian ini, keluarga nelayan dibagi
menjadi dua kelompok, yaitu: (1) kelompok nelayan pemilik, dan (2) kelompok
nelayan buruh. Responden dalam penelitian ini adalah istri nelayan. Metode
pemilihan contoh yang digunakan ialah teknik nonprobability sampling secara
snowball dan diambil sebanyak 60 keluarga contoh. Pengambilan contoh secara
snowball dilakukan karena tidak adanya data yang valid mengenai daftar nama
nelayan pemilik dan buruh di Kelurahan Batang Arau, maka data mengenai hal
tersebut ditanyakan kepada Ketua PKK setempat, setelah itu dilakukan
pengambilan contoh dengan bertanya kepada responden mengenai tetangganya
sesama nelayan buruh atau nelayan pemilik. Secara bertahap, jumlah responden
terkumpul sebanyak 30 keluarga nelayan pemilik dan 30 keluarga nelayan buruh.
Jenis dan Teknik Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan
data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara dengan panduan kuesioner
terstruktur, yaitu karakteristik istri, keluarga, kontribusi istri terhadap pendapatan
20
keluarga, penerapan sistem matrilineal dalam keluarga, tingkat peran istri dalam
mengelola sumberdaya keluarga, dan tingkat kesejahteraan subyektif yang
dirasakan oleh istri.
Data sekunder diperlukan untuk memperkaya dan menunjang analisis data
primer. Data sekunder diperoleh dari dinas-dinas terkait seperti Dinas Kelautan
dan Perikanan, Kantor Badan Pusat Statistik, Kantor Kecamatan, dan Kantor
Kelurahan di lokasi penelitian. Variabel penelitian, jenis data, dan skala data
dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Jenis dan skala data
No. Variabel Satuan Skala Saat
Analisis Jenis Data
1. Karakteristik Istri
a. Umur Istri tahun Rasio Primer
b. Lama Pendidikan Istri tahun Rasio Primer
c. Pekerjaan Nominal Primer
2. Karakteristik Keluarga Rasio
a. Umur Suami tahun Rasio Primer
b. Lama Pendidikan Suami tahun Nominal Primer
c. Pekerjaan Suami - Primer
d. Besar Keluarga orang Rasio Primer
e. Pendapatan per kapita Rp/bln Rasio Primer
f. Pendapatan keluarga
berdasarkan sumber
persen Rasio Primer
g. Aset - Nominal Primer
h. Status Kepemilikan Aset - Nominal Primer
3. Kontribusi Istri terhadap
Pendapatan Keluarga
persen Rasio Primer
4. Penerapan Sistem Matrilineal
dalam Keluarga
Primer
a. Persepsi Peran Istri terhadap
Pengelolaan Sumberdaya
Materi
skor Interval Primer
b. Peran Istri dalam Praktik indeks Interval Primer
5. Tingkat Peran Istri
berdasarkan Pembagian Peran
Gender dalam Keluarga
indeks Interval Primer
6. Kesejahteraan Subyektif Istri
(Subjective Quality of Life)
skor Interval Primer
7. Data kondisi geografis - - Sekunder
8. Data kependudukan - - Sekunder
Data hasil tangkapan ikan - - Sekunder
21
Pengukuran Variabel Penelitian dan Pengelompokannya
Variabel dalam penelitian ini ditetapkan berdasarkan atas kerangka
pemikiran yang disesuaikan untuk mencapai tujuan penelitian. Variabel dalam
penelitian dan pengukurannya dijelaskan sebagai berikut:
1. Karakteristik istri dan karakteristik keluarga meliputi:
a. Umur istri dan suami
Berdasarkan Papalia, Old, dan Friedman (2008), kategori umur
dewasa adalah dewasa muda (19-40 tahun), dewasa madya (40-60
tahun), dan dewasa tua (>60 tahun).
b. Lama pendidikan
Lama pendidikan diukur berdasarkan tahun yang dikelompokkan
menjadi 0 tahun, 1-6 tahun, 7-9 tahun, 10-12 tahun, 10-12 tahun, 13-
16 tahun, dan >16 tahun.
c. Pekerjaan istri dan suami
Pekerjaan meliputi pekerjaan tetap dan pekerjaan tambahan. Istri
bekerja sebagai pedagang ataupun pembantu rumah tangga, sementara
suami bekerja sebagai nelayan dengan kapal sendiri dan buruh
nelayan.
d. Besar keluarga
Besar keluarga dikelompokkan berdasarkan BKKBN (1998) yang
terdiri atas tiga kategori, yaitu keluarga kecil (≤4 orang), keluarga
sedang (5-7 orang), dan keluarga besar (>7 orang).
e. Status kepemilikan aset
Status kepemilikan aset terdiri atas sendiri, bersama, dan atas nama
istri. Selanjutnya dikelompokkan berdasarkan persentase kepemilikan.
f. Pendapatan per kapita
Pendapatan per kapita adalah pendapatan keluarga dibagi dengan
jumlah anggota keluarga. Selanjutnya, dikategorikan menjadi miskin
(<Rp306.108), hampir miskin (Rp306.109-Rp612.216), dan
menengah ke atas (>Rp612.217) berdasarkan Garis Kemiskinan
Sumatera Barat (BPS 2010) yaitu pada nominal
Rp306.108/kapita/bulan. Pengelompokan ini mengacu kepada
22
Puspitawati et al. (2009) yang mengategorikan miskin setara dengan
<1GK, hampir miskin setara dengan 1-2 GK, dan menengah ke atas
setara dengan >2 GK.
2. Kontribusi istri terhadap pendapatan keluarga
Kontribusi istri terhadap pendapatan keluarga diukur dengan
persentase pendapatan istri terhadap pendapatan total keluarga dengan
rumus sebagai berikut:
Kontribusi = Pendapatan Istri (Rupiah/bulan) x 100%
Pendapatan Keluarga Total (Rupiah/bulan)
Selanjutnya, persentase kontribusi istri dikelompokkan menjadi tujuh
kategori, yaitu:
a. 0,0%
b. 0,1%-10,0%
c. 10,1%-20,0%
d. 20,1%-30,0%
e. 30,1%-40,0%
f. 40,1%-50,0%
g. 50,1%-60,0%
3. Penerapan sistem matrilineal dalam keluarga
a. Persepsi istri mengenai pengelolaan sumberdaya
Persepsi istri diukur dengan enam butir pernyataan tentang sistem
matrilineal, dengan pilihan jawaban (1) Sangat setuju, (2) Setuju, (3)
Tidak setuju dan (4) Sangat tidak setuju. Selanjutnya, jawaban
diberikan skor sebagai berikut:
Skor 1= untuk jawaban (1) Sangat setuju dan (2) Setuju
Skor 0= untuk jawaban (3) Tidak setuju dan (4) Sangat tidak setuju
Persepsi istri diolah dalam bentuk indeks, dengan rumus:
Indeks = skor capaian-skor terendah x 100%
skor tertinggi-skor terendah
Kemudian, persepsi istri dikategorikan menjadi tiga, yaitu:
a. Rendah (< 60%)
b. Sedang (60 %-80%)
c. Tinggi (>80%)
23
b. Praktik pengelolaan sumberdaya materi dalam sistem matrilineal
Praktik pengelolaan sumberdaya keluarga diukur dengan enam
butir pernyataan yang sejalan dengan persepsi isteri, dengan pilihan
jawaban: (1) Terjadi dan (2) Tidak terjadi. Selanjutnya, jawaban
diberikan skor sebagai berikut:
Skor 1= untuk jawaban (1) Terjadi
Skor 0= untuk jawaban (3) Tidak terjadi
Praktik matrilineal diolah dalam bentuk indeks, dengan rumus:
Indeks = skor capaian-skor terendah x 100%
skor tertinggi-skor terendah
Kemudian, praktik matrilineal dikategorikan menjadi tiga, yaitu:
a. Rendah (< 60%)
b. Sedang (60 %-80%)
c. Tinggi (>80%)
4. Peran istri dalam pengelolaan sumberdaya keluarga
Peran istri dinilai dengan menggunakan pertanyaan mengenai
distribusi tanggung jawab dalam pengambilan keputusan dalam
keluarga yang diukur dengan skala likert. Setiap butir pertanyaan
diberikan lima pilihan jawaban, yaitu: (1) Istri saja, (2) Istri dominan,
(3) Istri dan suami bersama-sama, (4) Suami dominan, dan (5) Suami
saja. Selanjutnya, jawaban diberikan skor sebagai berikut:
Skor 5 = untuk jawaban nomor (1) Istri saja
Skor 4 = untuk jawaban nomor (2) Istri dominan
Skor 3 = untuk jawaban nomor (3) Istri dan suami secara bersama
Skor 2 = untuk jawaban nomor (4) Suami dominan
Skor 1 = untuk jawaban nomor (5) Suami saja
Peran istri diolah dalam bentuk indeks, dengan rumus:
Indeks = skor capaian-skor terendah x 100%
skor tertinggi-skor terendah
Kemudian, indeks peran istri dikategorikan menjadi tiga, yaitu:
a. Peran istri rendah (<33,3%)
b. Peran istri sedang (33,3 %-66,7%)
c. Peran istri tinggi (>66,7%)
24
5. Tingkat kesejahteraan secara subyektif (subjective quality of life)
Pengukuran tingkat kesejahteraan subyektif didasarkan atas tingkat
kepuasan yang dirasakan oleh istri atas kondisi yang dirasakannya.
Tingkat kepuasan subyektif istri dikategorikan menjadi sangat tidak
puas (skor 1), cukup puas (skor 2), tidak puas (skor 3), puas (skor 4),
dan sangat puas (skor 5), berdasarkan 30 butir pertanyaan yang
dimodifikasi dari Iskandar (2007), Muflikhati (2010), dan Irzalinda
(2010). Pengategorian ditentukan dengan cut-off point yang membagi
kesejahteraan subyektif istri menjadi tiga kategori, yaitu:
a. Rendah (< 60%)
b. Sedang (60 %-80%)
c. Tinggi (>80%)
Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh melalui kuesioner penelitian diolah dengan langkah-
langkah: transfer, coding, editing, entry, cleaning, dan analisis data. Analisis data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dan analisis
inferensia. Analisis inferensia yang digunakan adalah uji beda dan uji regresi
linear berganda.
Analisis deskriptif digunakan untuk menganalisis karakteristik istri dan
keluarga. Analisis deskriptif bertujuan untuk mengetahui karakteristik setiap
variabel pada contoh penelitian. Data dan informasi yang diperoleh disajikan
dalam bentuk tabulasi. Statistik dasar yang digunakan bagi data kuantitatif adalah
rata-rata, standar deviasi, maksimum, dan minimum. Sementara itu, untuk data
kualitatif digunakan proporsi. Data statistik deskriptif ini diolah menggunakan
program Microsoft Excel 2007 dan SPSS 16,0.
Adapun analisis statistik inferensia yang digunakan dalam penelitian ini
adalah:
1. Uji Beda Independent Samples T-Test
Uji beda Independent Samples T-Test digunakan untuk melihat perbedaan
karakteristik istri dan karakteristik keluarga pada keluarga nelayan pemilik
dan nelayan buruh.
25
2. Uji Beda Paired Samples T-Test
Uji beda ini digunakan untuk melihat perbedaan penerapan sistem
matrilineal pada keluarga nelayan dengan membandingkan antara persepsi dan
praktik yang terjadi dalam keluarga.
3. Analisis Korelasi Pearson
Analisis korelasi Pearson digunakan untuk mengetahui hubungan antara
karakteristik keluarga dengan penerapan sistem matrilineal, kontribusi istri
terhadap pendapatan, dan peran istri. Selain itu, diukur pula hubungan antara
karakteristik contoh dengan dimensi peran istri dalam pengelolaan
sumberdaya keluarga. Hubungan antara karakteristik keluarga, kontribusi
ekonomi, dan peran istri dalam pengelolaan sumberdaya keluarga dengan
kesejahteraan subyektif istri juga diolah dengan analisis korelasi Pearson ini.
4. Analisis Regresi Linear Berganda
Analisis regresi linear berganda digunakan untuk menganalisis faktor-faktor
yang berpengaruh terhadap kesejahteraan subyektif istri.
Adapun rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
Y= α+β1X1+ β2X2+ β3X3+β4X4+ β5X5+ β6X6
Keterangan:
Y= Kesejahteraan subyektif istri (skor)
α = galat
X1= Umur istri (tahun)
X2= Lama pendidikan istri (tahun)
X3= Besar keluarga (orang)
X4= Pendapatan keluarga (Rp/bulan)
X5= Persepsi peran istri (skor)
X6= Kontribusi istri terhadap pendapatan (persen)
β1, β2, β3, β4, β5, β6= koefisien regresi
26
Definisi Operasional
Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang anggotanya terikat oleh
perkawinan, pertalian darah, atau adopsi.
Karakteristik keluarga adalah ciri-ciri demografis yang dimiliki keluarga
meliputi umur, lama pendidikan, dan jumlah anggota keluarga.
Karakteristik istri adalah ciri-ciri demografis istri yang meliputi umur,
pekerjaan, pendapatan, dan lama pendidikan.
Umur adalah lama masa kehidupan individu yang dinyatakan dalam tahun dan
diukur berdasarkan ulang tahun terakhir.
Besar keluarga adalah banyaknya jumlah orang yang tinggal dalam satu rumah
dan masih menjadi tanggungan keluarga.
Nelayan adalah individu yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan
di laut.
Nelayan pemilik adalah nelayan yang memiliki alat tangkap untuk melaut.
Nelayan buruh adalah nelayan yang bekerja pada nelayan pemilik karena tidak
memiliki perahu atau alat tangkap sendiri.
Pendapatan total keluarga adalah pendapatan yang diterima oleh istri, suami,
dan anggota keluarga lain yang sudah bekerja, dinyatakan dalam rupiah.
Pendapatan utama adalah pendapatan yang diperoleh dari pekerjaan yang
dilakukan dengan pemakaian waktu lebih banyak dan pendapatan paling
besar dibandingkan pekerjaan lain, dinyatakan dalam rupiah.
Pendapatan tambahan adalah pendapatan dari pekerjaan yang dilakukan dengan
pemakaian waktu lebih sedikit, dinyatakan dalam rupiah.
Pendidikan adalah mencakup tingkat pendidikan yang dinyatakan dalam interval
dan lamanya pendidikan formal yang diukur dalam tahun.
Kontribusi istri terhadap pendapatan adalah persentase pendapatan yang
diperoleh istri terhadap pendapatan total keluarga.
Peran istri dalam pengelolaan sumberdaya keluarga adalah posisi tawar yang
dimiliki oleh istri karena penguasaan atas faktor-faktor ekonomi baik materi
maupun non materi, dinyatakan dalam indeks dan diukur dengan skala
likert.
27
Kesejahteraan subyektif istri adalah tingkat kepuasan ibu rumah tangga
terhadap kehidupannya secara fisik dan non fisik serta pada gaya
manajemen sumberdaya keluarganya, dinyatakan dalam persen dan diukur
dengan skala likert.
Sistem matrilineal adalah suatu sistem masyarakat yang menghitung garis
keturunannya berdasarkan garis ibu dan suami bermukim di sekitar pusat
keluarga istrinya.
Penerapan sistem matrilineal adalah persepsi istri mengenai pengelolaan
sumberdaya keluarga berdasarkan sistem matrilineal dan praktik sistem
matrilineal yang dilakukan dalam keluarga, diukur dengan skala likert dan
dinyatakan dalam skor.
29
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Kondisi Geografis dan Kependudukan
Kelurahan Batang Arau termasuk dalam wilayah administratif Kecamatan
Padang Selatan, Kota Padang, Provinsi Sumatera Barat. Kecamatan Padang
Selatan terbentang seluas 10,03 Km2 antara 0
0 58’ LS dan 100
0 21’’ 11’ BT (BPS
2010). Luas Kelurahan Batang Arau adalah 0,34 Km2. Batas wilayah Kelurahan
Batang Arau sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Padang Barat dan
Kecamatan Padang Timur, sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera
Indonesia, sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Lubuk Begalung, dan
sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Indonesia (Lampiran 1).
Dilihat dari aspek kependudukan, data dari Kelurahan Batang Arau
menunjukkan jumlah penduduk pada tahun 2011 adalah 4.500 jiwa yang terdiri
dari 2.266 laki-laki dan 2.280 perempuan. Pekerjaan masyarakat Kelurahan
Batang Arau mayoritas sebagai nelayan, yaitu sejumlah 852 jiwa dengan perincian
425 orang buruh nelayan dan 427 orang nelayan pemilik. Selain itu, pekerjaan lain
warga Kelurahan Batang Arau adalah berdagang (325 jiwa), PNS (52 jiwa),
TNI/Polri (12 jiwa), swasta (115 orang), dan pengangguran (429 jiwa).
Agama yang dianut oleh penduduk Kelurahan Batang Arau cukup beragam,
mulai dari Islam, Kristen, Katolik, Hindu dan Budha. Terdapat satu masjid
sebagai rumah ibadah umat Islam dan satu pengajian perempuan yang
diselenggarakan di masing-masing RW setiap minggu. Kegiatan warga lainnya
adalah Siskamling, Posyandu, Klub Voli, Klub Sepakbola, Arisan, dan Wirid di
masjid setempat.
Karakteristik Keluarga
Status Usaha Nelayan
Contoh yang dipilih dalam penelitian ini adalah keluarga nelayan dengan
kategori status usaha yang berbeda. Separuh dari keluarga (50,0%) adalah nelayan
pemilik dan separuh lainnya (50,0%) adalah buruh nelayan. Seluruh contoh
berasal dari Suku Minangkabau.
30
Umur Suami dan Istri
Berdasarkan kategori umur, secara umum lebih dari separuh keluarga
nelayan (60,0%) berada pada pada kategori dewasa madya. Rata-rata umur
nelayan pemilik (49,7) lebih besar daripada rata-rata umur nelayan buruh (39,3).
Hasil uji beda menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara
umur nelayan buruh dan nelayan pemilik. Hal ini dikarenakan nelayan yang
berprofesi sebagai buruh cenderung lebih muda daripada yang menjadi nelayan
pemilik (Tabel 2).
Tabel 2 Sebaran keluarga berdasarkan umur suami
Umur suami Pemilik Buruh Total
n % n % n %
Dewasa muda 3 10,0 18 60,0 21 35,0
Dewasa madya 24 80,0 12 40,0 36 60,0
Dewasa tua 3 10,0 0 0,0 3 5,0
Total 30 100,0 30 100,0 60 100,0
Min-maks (tahun) 37-70 29-49 29-70
Rataan ± SD (tahun) 49,7 ± 8,3 39,3 ± 6,0 44,5 ± 8,9
p-value 0,000**
Keterangan : **=signifikan pada selang kepercayaan 99%
Berdasarkan pengategorian yang sama dengan variabel umur suami, secara
keseluruhan, separuh (50,0%) dari istri nelayan berada pada kategori umur dewasa
muda. Hampir tiga perempat (70,0%) istri buruh nelayan berada pada kategori
dewasa muda. Sementara itu, lebih dari separuh istri nelayan pemilik berada pada
kategori dewasa madya (63,3%). Terdapat perbedaan yang signifikan antara umur
istri nelayan buruh dengan istri nelayan pemilik. Hal ini bermakna bahwa istri
nelayan buruh cenderung lebih muda daripada istri nelayan pemilik (Tabel 3).
Tabel 3 Sebaran keluarga berdasarkan umur istri
Umur istri Pemilik Buruh Total
n % n % n %
Dewasa muda 9 30,0 21 70,0 30 50,0
Dewasa madya 19 63,3 9 30,0 28 46,7
Dewasa tua 2 6,7 0 0,0 2 3,3
Total 30 100,0 30 100,0 60 100,0
Min-maks (tahun) 27-61 27-46 27-61
Rataan ± SD (tahun) 44,7 ± 8,0 35,9 ± 6,5 40,3 ± 8,5
p-value 0,000**
Keterangan : **=signifikan pada selang kepercayaan 99%
31
Pendidikan Suami dan Istri
Pendidikan akan mempengaruhi pengetahuan dan kemampuan seseorang
dalam menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan. Tabel 4 menunjukkan
bahwa secara keseluruhan, kurang dari separuh suami (38,3%) berada pada
kategori lama pendidikan 7-9 tahun. Hal ini berarti kurang dari separuh suami
menamatkan pendidikan hingga sekolah menengah pertama (SMP).
Suami yang bekerja sebagai buruh nelayan memiliki rata-rata lama
pendidikan sebesar 9,13 tahun. Lebih dari separuh (56,7%) buruh nelayan berada
pada kategori lama pendidikan 7-9 tahun (SMP). Sementara itu, separuh (50%)
dari suami yang bekerja sebagai nelayan pemilik menyebar pada kategori lama
pendidikan ≤6 tahun. Hal ini berarti separuh dari nelayan pemilik hanya
menamatkan pendidikan hingga sekolah dasar (SD).
Tidak terdapat suami yang bersekolah hingga jenjang perguruan tinggi.
Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara pendidikan nelayan pemilik dan
nelayan buruh karena pendidikan nelayan buruh hampir sama tinggi dengan
nelayan pemilik (Tabel 4).
Tabel 4 Sebaran keluarga berdasarkan pendidikan suami
Pendidikan suami Pemilik Buruh Total
n % n % n %
SD/sederajat (≤6 tahun) 15 50.0 5 16,7 20 33,3
SMP/sederajat (7-9 tahun) 6 20.0 17 56,7 23 38,4
SMA/sederajat (10-12 tahun) 9 30.0 8 26,3 17 28,3
Perguruan tinggi (>12 tahun) 0 0,0 0 0,0 0 0,0
Total 30 100.0 30 100,0 60 100,0
Min-maks (tahun) 0-12 6-12 0-12
Rataan ± SD (tahun) 8.0 ± 3.0 9,1 ± 2.0 8,6 ± 2,6
p-value 0,118
Berdasarkan pengategorian yang sama dengan variabel pendidikan suami,
pendidikan istri nelayan berada pada rentang 0 sampai 12 tahun. Hampir separuh
(48,3%) dari istri nelayan memiliki kategori pendidikan pada rentang ≤6 tahun
atau setara dengan SD. Sebanyak 56,7 persen istri buruh nelayan berada pada
kategori pendidikan 7-9 tahun. Hal ini berarti bahwa lebih dari separuh istri buruh
nelayan telah menamatkan pendidikan hingga SMP.
Lama pendidikan istri nelayan pemilik berada pada rentang 0-12 tahun dan
lebih dari separuhnya (53,3%) menyebar terbanyak pada kategori ≤6 tahun. Hal
32
ini berarti bahwa lebih dari separuh istri nelayan pemilik hanya menamatkan
pendidikan hingga SD. Tidak terdapat istri nelayan yang bersekolah hingga
jenjang perguruan tinggi. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara
pendidikan istri nelayan buruh dan nelayan pemilik karena tingkat pendidikan istri
nelayan pemilik hampir setara dengan istri nelayan buruh (Tabel 5).
Tabel 5 Sebaran keluarga berdasarkan pendidikan istri
Pendidikan istri Pemilik Buruh Total
n % n % n %
SD/sederajat (≤6 tahun) 16 53,3 13 43,3 29 48,3
SMP/sederajat (7-9 tahun) 9 30,0 17 56,7 26 43,3
SMA/sederajat (10-12 tahun) 5 16,7 0 0,0 5 8,4
Perguruan tinggi (>12 tahun) 0 0,0 0 0,0 0 0,0
Total 30 100,0 30 100,0 60 100,0
Min-maks (tahun) 0-12 6-9 0-12
Rataan ± SD (tahun) 7,3 ± 3.0 7,6 ± 1,5 7,5 ± 2,4
p-value 0,635
Pekerjaan Istri
Istri yang bekerja akan mampu membantu perekonomian keluarga. Secara
keseluruhan, sebanyak hampir tiga perempat istri nelayan (30,0%) tidak bekerja,
sisanya memiliki pekerjaan dan penghasilan sendiri, yaitu pembantu rumah tangga
(40,0%) dan pedagang (30,0%). Hasil uji beda menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan antara istri nelayan pemilik dan nelayan buruh dalam hal pekerjaan.
Sebagian besar (86,7%) persen istri buruh nelayan bekerja dan lebih dari separuh
(53,30%) istri nelayan pemilik tidak bekerja. Istri nelayan pemilik yang bekerja
hanya sebesar 53,3 persen dan sisanya tidak bekerja (Tabel 6).
Tabel 6 Sebaran keluarga berdasarkan pekerjaan istri
Jenis Pekerjaan Pemilik Buruh Total
n % n % n %
Tidak Bekerja 16 53,3 2 6,7 18 30,0
Pembantu Rumah Tangga 8 26,7 15 50,0 24 40,0
Pedagang 6 20,0 13 43,3 18 30,0
Total 30 100,0 30 100,0 60 100,0
Besar Keluarga
Besar keluarga adalah jumlah seluruh anggota keluarga yang masih menjadi
tanggungan orang tua. Besar keluarga dikategorikan menjadi keluarga kecil
(jumlah anggota keluarga lebih kecil atau sama dengan empat orang), keluarga
33
sedang (jumlah anggota keluarga antara lima sampai enam orang), dan keluarga
besar (jumlah anggota keluarga lebih besar atau sama dengan tujuh orang).
Berdasarkan pengamatan di lapangan, diketahui bahwa besar keluarga
nelayan berada pada kategori keluarga sedang. Tabel 7 menunjukkan bahwa
secara keseluruhan, lebih dari separuh keluarga nelayan (60,0%) berada pada
kategori keluarga sedang (5-6 orang). Besar keluarga terkecil adalah tiga orang
dan besar keluarga terbesar adalah sembilan orang.
Sebagian besar keluarga buruh nelayan (70,0%) berada pada kategori
keluarga sedang dengan rentang antara empat orang hingga delapan orang.
Sementara itu, separuh contoh (50,0%) dari kalangan nelayan pemilik berada pada
kategori besar keluarga sedang dengan jumlah anggota paling sedikit tiga orang
dan paling banyak sembilan orang. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan
antara besar keluarga nelayan pemilik dengan nelayan buruh.
Tabel 7 Sebaran keluarga berdasarkan besar keluarga
Besar Keluarga Pemilik Buruh Total
n % n % n %
Keluarga kecil (≤ 4 orang) 9 30,0 3 10,0 12 20,0
Keluarga sedang (5-6 orang) 15 50,0 21 70,0 36 60,0
Keluarga besar (≥ 7 orang) 6 20,0 6 20,0 12 20,0
Total 30 100,0 30 100,0 60 100,0
Min-maks (orang) 3-9 4-8 3-9
Rataan± SD (orang) 5,4 ± 1,6 5,6 ± 1,0 5,5 ± 1,1
p-value 0,495
Pendapatan Keluarga
Pendapatan keluarga diperoleh dari jumlah pendapatan yang diperoleh
suami dan istri per bulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir separuh
nelayan pemilik dan lebih dari separuh nelayan buruh berada pada kategori
pendapatan antara satu hingga dua juta rupiah per bulan. Rataan pendapatan
keluarga nelayan pemilik lebih tinggi daripada nelayan buruh. Meskipun
demikian, tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara pendapatan keluarga
nelayan pemilik dan nelayan buruh (Tabel 8).
34
Tabel 8 Sebaran keluarga berdasarkan pendapatan keluarga per bulan
Pendapatan keluarga
(Rp/bulan)
Pemilik Buruh Total
n % n % n %
0-1.000.000 3 10,0 1 3,3 4 6,7
1.000.001-2.000.000 11 36,7 18 60,0 29 48,3
2.000.001-3.000.000 6 20,0 11 36,7 17 28,3
3.000.001-4.000.000 2 6,7 0 0,0 2 3,3
4.000.001-5.000.000 1 3,3 0 0,0 1 1,7
5.000.001-6.000.000 1 3,3 0 0,0 1 1,7
6.000.001-7.000.000 0 0,0 0 0,0 0 0,0
7.000.001-8.000.000 6 20,0 0 0,0 6 10,0
Total 30 100,0 30 100,0 55 100,0
Min-maks (Rp) 1.000.000-8.000.000 800.000-2.600.000 800.000-8.000.000
Rataan (Rp) ± SD 2.394.400±1.679.482 1.936.667±408.937,5 2.144.727±1.181.670
p-value 0,195
Tabel 9 menunjukkan bahwa dalam keluarga nelayan, dominasi suami
dalam hal pendapatan masih tinggi. Suami berkontribusi sebesar 85,9 persen
sementara istri hanya berkontribusi sebesar 14,1 persen. Hal ini dikarenakan
hanya terdapat sedikit istri yang bekerja di luar rumah untuk menghasilkan
pendapatan tambahan. Pendapatan istri nelayan pemilik relatif lebih tinggi
daripada istri nelayan buruh. Hal ini menunjukkan bahwa istri nelayan buruh yang
bekerja di luar rumah dituntut oleh tekanan ekonomi yang membuatnya harus
mencari pendapatan tambahan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Hasil
pengamatan di lapangan juga mendukung hal ini. Istri buruh nelayan bekerja tidak
semata-mata untuk mengaktualisasikan diri, tapi cenderung karena dituntut
tekanan ekonomi.
Tabel 9 Sebaran rataan pendapatan keluarga berdasarkan sumber
Sumber Pemilik Buruh Total
Rp/bulan % Rp/bulan % Rp/bulan %
Suami 3.777.000,0 89,3 1.520.000,0 78,5 2.648.500,0 85,9
Istri 451.666,67 10,7 416.666,7 21,5 434.166,7 14,1
Total 4.228.666,7 100,0 1.936.666,7 100,0 3.082.666,7 100,0
Pendapatan Perkapita
Pendapatan perkapita per bulan diperoleh dari hasil pembagian antara
pendapatan total keluarga per bulan dengan jumlah anggota keluarga. Pendapatan
keluarga perkapita per bulan dikategorikan berdasarkan garis kemiskinan Provinsi
Sumatera Barat pada tahun 2010. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara
keseluruhan, lebih dari separuh keluarga nelayan (56,7%) berada pada kategori
35
hampir miskin, dengan perincian lebih dari tiga perempat keluarga buruh nelayan
(76,7%), dan hampir separuh keluarga nelayan pemilik (36,7%) terkategori
hampir miskin dengan rentang antara Rp160.000,00/kapita/bulan sampai
Rp7.666.666,66/kapita/bulan dan rata-rata sebesar Rp638.392,62/kapita/bulan.
Lebih dari seperempat keluarga contoh (26,7%) berada pada kategori miskin yaitu
kurang dari Rp306.108,00/kapita/bulan (Tabel 10).
Tabel 10 Sebaran keluarga berdasarkan pendapatan perkapita
Pendapatan perkapita
(Rp/bulan)
Pemilik Buruh Total
n % n % n %
Miskin (< 306.108) 9 30,0 7 23,3 16 26.7
Hampir Miskin (306.109-612.216) 11 36,7 23 76,7 34 56.7
Menengah ke atas (>612.217) 10 33,3 0 0,0 10 16.6
Total 30 100,0 30 100,0 60 100,0
Min-maks (Rp) 166.666,0-
7.666.666,0
160.000,0-
475.000,0
160.000,0-
7.666.666,0
Rataan (Rp) ± SD 924.868,7±
1.476.836,4
351.916,5±
739.769,9
638.392,6±
1.076.217,3
p-value 0,018*
Keterangan : * =signifikan pada selang kepercayaan 95%
Aset dan Status Kepemilikan Aset Keluarga
Aset dalam penelitian ini adalah sumberdaya materi milik keluarga yang
mempunyai nilai ekonomi. Aset yang dimiliki keluarga nelayan terdiri dari alat
transportasi, alat tangkap, barang berharga, barang elektronik, dan tabungan
(Tabel 11). Status kepemilikan aset keluarga dikategorikan menjadi milik istri,
milik suami, dan milik bersama (Tabel 12).
Hanya nelayan pemilik yang memiliki alat transportasi sendiri untuk melaut.
Sebanyak 6,7 persen nelayan mempunyai kapal motor ukuran sedang atau disebut
sebagai kapal tonda untuk melaut. Nelayan dengan kapal jenis ini melaut
sebanyak dua trip dalam satu bulan. Satu trip melaut memerlukan waktu dua
minggu untuk musim banyak ikan. Beberapa hari istirahat di darat, lalu minggu
berikutnya melayar lagi selama dua minggu. Apabila dalam kondisi musim biasa,
nelayan dengan kapal tonda hanya melaut satu trip dalam sebulan. Apabila musim
paceklik atau hujan badai yang parah, nelayan memilih untuk tidak melaut dengan
kapal tonda.
Kapal tonda yang berukuran sedang ini memerlukan anak buah kapal (ABK)
sekitar 13 orang sampai 15 orang, ditambah satu orang kapten dan satu orang
36
navigator. Oleh sebab itu, nelayan pemilik membutuhkan nelayan buruh sebagai
pekerja ABK di kapal tonda. Pembagian hasil dalam pelayaran ini adalah satu
bagian untuk buruh, dua bagian untuk kapten (pemilik kapal) dan dua bagian
untuk navigator. Jenis ikan yang ditangkap dengan menggunakan armada ini
biasanya ikan-ikan besar seperti tuna, cakalang, tongkol, kakap, tenggiri, layur,
dan sisik yang diburu hingga Kepulauan Mentawai.
Tabel 11 Sebaran keluarga berdasarkan kepemilikan aset
Jenis Aset
Memiliki
Tidak Memiliki
n % n %
Alat transportasi
- Kapal motor (tonda) 4 6,7 56 93,3
- Perahu motor robin 26 43,3 34 56,7
- Mobil 1 1,7 59 98,3
- Motor 43 71,7 17 28,3
- Sepeda 21 35,0 39 65,0
Alat tangkap 29 48,3 31 51,7
Barang berharga
- Rumah 43 71,7 17 28,3
- Emas 11 18,3 49 81,7
Barang elektronik
- Televisi 58 96,7 2 3,3
- Radio 34 56,7 26 43,3
- Kulkas 37 61,7 23 38,3
- Pemutar VCD/DVD 40 66,7 20 33,3
- Telepon genggam 42 70,0 18 30,0
- Kipas angina 44 73,3 16 26,7
- Mesin Cuci 16 26,7 44 73,3
- Dispenser 41 68,3 19 31,7
- Perangkat suara 36 60,0 24 40,0
- Komputer 4 6,7 56 93,3
- Laptop 13 21,7 47 78,3
- Tape recorder 19 31,7 41 68,3
- Rice Cooker/Magic Jar 48 80,0 12 20,0
- Play Station 16 26,7 44 73,3
- Blender 28 46,7 32 53,3
Tabungan 8 13,3 52 86,7
37
Sementara itu, hampir separuh (43,3%) nelayan melaut dengan
menggunakan perahu motor robin dengan mesin tempel milik sendiri. Perahu
motor jenis ini berukuran kecil, hanya seukuran sampan tradisional yang hanya
mampu membawa dua sampai tiga orang. Perahu ditempeli mesin robin di bagian
buritan dengan sebuah tali untuk menghidupkan mesin dan sebuah pedal untuk
mengarahkan jalannya perahu.
Nelayan dengan perahu motor robin ini melaut dengan frekuensi trip harian.
Nelayan berangkat pukul empat pagi dan kembali lagi pukul delapan pagi untuk
menjual hasil tangkapan. Nelayan dengan armada jenis ini tidak membutuhkan
bantuan ABK, sehingga nelayan hanya melaut sendiri, berdua dengan anak laki-
laki, atau berdua dengan saudara laki-lakinya. Nelayan dengan armada perahu
motor robin ini didominasi oleh laki-laki yang berumur dewasa madya hingga
dewasa tua. Hal ini diduga karena nelayan yang berumur lebih muda cenderung
untuk memilih pekerjaan lain yang lebih menjanjikan.
Separuh dari nelayan (50,0%) tidak memiliki armada alat transportasi
apapun untuk melaut. Nelayan jenis ini lebih memilih untuk menjadi ABK di
kapal-kapal yang berukuran sedang dan besar atau disebut juga sebagai nelayan
buruh. Adapun kepemilikan alat transportasi melaut ini hampir sepenuhnya
dipegang oleh suami sebagai kepala keluarga dan pengguna utama armada
tersebut.
Hampir tiga perempat nelayan (71,7%) memiliki motor sebagai alat
transportasi darat. Sebanyak 41,9 persen dari kepemilikan motor nelayan tersebut
dimiliki oleh istri. Sedangkan kepemilikan motor yang dimiliki oleh suami dan
bersama berturut-turut sebesar 25,6 persen dan 32,6 persen.
Tidak ada keluarga nelayan yang memiliki hak kepemilikan atas tanah,
karena tanah di Kecamatan Batang Arau dan sekitarnya hanya memperoleh hak
pakai dari pemilik tanah adat. Penduduk di kecamatan ini berhak untuk
mendirikan bangunan namun tidak diizinkan untuk melakukan praktik jual beli
tanah. Hampir tiga perempat (71,7%) nelayan memiliki rumah sendiri. Seluruh
bangunan rumah yang dimiliki nelayan (100,0%), hak kepemilikannya dipegang
oleh istri. Hal ini berimplikasi pada peran absolut yang dimiliki istri terhadap
sumberdaya materi keluarga berupa rumah.
38
Seluruh barang elektronik dan tabungan yang dimiliki oleh keluarga nelayan
dipandang sebagai harta bersama yang dimiliki bersama pula oleh suami dan istri.
Adapun barang elektronik yang paling banyak dimiliki oleh sebagian besar
nelayan (96,7%) adalah televisi. Sebagian besar nelayan (80,0%) memiliki magic
jar untuk alat bantu memasak nasi. Sementara itu, hampir tiga perempat nelayan
memiliki kulkas (61,7%), telepon genggam (70,0%), pemutar VCD/DVD
(66,7%), kipas angin (73,3%), dispenser (68,3%), dan perangkat suara (60,0%).
Kurang dari separuh nelayan (46,7%) memiliki blender. Status kepemilikan aset
selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12 Sebaran keluarga berdasarkan status kepemilikan aset keluarga
Jenis Aset
Persentase Kepemilikan
Istri Suami Bersama
n % n % n %
Alat Transportasi
- Kapal motor (tonda) 0 0,0 3 75,0 1 25,0
- Perahu motor robin 0 0,0 26 100,0 0 0,0
- Mobil 1 100,0 0 0,0 0 0,0
- Motor 18 41,9 11 25,5 14 32,6
- Sepeda 6 28,6 5 23,8 10 47,6
Alat tangkap 0 0,0 29 100,0 0 0,0
Barang Berharga
- Rumah 43 100,0 0 0,0 0 0,0
- Emas 11 100,0 0 0,0 0 0,0
Barang Elektronik
- Televisi 0 0,0 0 0,0 58 100,0
- Radio 9 26,5 3 8,8 22 64,7
- Kulkas 5 13,5 6 16,2 26 70,3
- Pemutar VCD/DVD 5 12,5 3 7,5 32 80,0
- Telepon genggam 10 23,8 6 14,3 26 61,9
- Kipas angina 14 31,8 0 0,0 30 68,2
- Mesin Cuci 0 0,0 0 0,0 16 100,0
- Dispenser 0 0,0 0 0,0 41 100,0
- Perangkat suara 3 8,3 3 8,3 30 83,4
- Komputer 0 0,0 0 0,0 4 100,0
- Laptop 0 0,0 0 0,0 13 100,0
- Tape recorder 0 0,0 0 0,0 19 100,0
- Rice Cooker/Magic Jar 0 0,0 7 14,6 41 85,4
- Play Station 0 0,0 0 0,0 16 100,0
- Blender 0 0,0 0 0,0 28 100,0
Tabungan 0 0,0 0 0,0 8 100,0
39
Penerapan Sistem Matrilineal dalam Keluarga
Persepsi Istri dalam Pengelolaan Sumberdaya Keluarga
Sistem matrilineal merupakan sistem kehidupan tradisional masyarakat
Minangkabau dari zaman dahulu. Adanya sistem matrilineal ini telah menjadi
landasan bagi hampir seluruh tata kehidupan bermasyarakat di Minangkabau,
mulai dari hal yang sederhana dalam lingkup keluarga hingga hal yang kompleks
dalam lingkup nagari atau daerah. Seiring dengan perkembangan zaman,
penerapan sistem ini dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Minangkabau telah
mengalami pergeseran makna dan realita. Untuk mengukur pergeseran makna
budaya Matrilineal tersebut, dilakukan uji beda antara persepsi istri dalam
pengelolaan sumberdaya keluarga dengan praktik pengelolaan sumberdaya
keluarga yang dilaksanakan sehari-hari.
Tabel 13 Sebaran per item persepsi istri dalam pengelolaan sumberdaya keluarga
No. Pernyataan
Setuju
(skor=1)
Tidak
Setuju
(skor=0)
n % n %
1. Istri memiliki hak atas kepemilikan aset tetap (seperti
rumah, tanah, kendaraan, dll).
59 98,3 1 1,7
2. Istri secara sadar meminta atau diberikan wewenang
agar aset tertentu didaftarkan atas namanya agar
dapat diwariskan kepada anak perempuan dalam
keluarga.
45 75,0 15 25,0
3. Istri berhak untuk berunding bersama suami ataupun
keluarga besar untuk pengeluaran yang sifatnya besar
atau pembayarannya jangka panjang.
55 91,7 5 8,3
4. Istri berhak atas seluruh pendapatan suami 55 91,7 5 8,3
5. Istri memiliki hak penuh atas pendapatannya sendiri 58 96,7 2 3,3
6. Istri bertindak sebagai pengelola utama keuangan
keluarga
60 100,0 0 0,0
Min-maks 3,0-6,0
Rataan persepsi±SD (skor) 5,5±0,6
Tabel 13 menunjukkan bahwa hampir seluruh istri memiliki persepsi yang
sesuai dengan budaya Matrilineal dalam menanggapi pernyataan bahwa dirinya
memiliki hak atas kepemilikan aset, hak untuk berunding bersama suami atau
keluarga besar terkait pengeluaran yang besar atau pembayaran yang sifatnya
jangka panjang, hak untuk memperoleh nafkah dari pendapatan suami, dan hak
untuk mengelola pendapatan sendiri. Seluruh istri menyatakan setuju bahwa
40
dirinya adalah pengelola utama keuangan keluarga. Hal ini sesuai dengan falsafah
Minangkabau yang menyatakan bahwa perempuan adalah ambun puruak kuncian
rangkiang (pemegang utama hak atas pengelolaan sumberdaya kaumnya).
Lebih dari separuh istri menyatakan bahwa dirinya secara sadar meminta
atau diberikan wewenang agar aset tertentu didaftarkan atas nama dirinya agar
dapat diwariskan kepada anak perempuan dalam keluarga. Adapun pernyataan-
pernyataan tersebut merupakan sebagian dari nilai-nilai dasar sistem matrilineal
yang dianut masyarakat Minangkabau.
Apabila dibagi berdasarkan karakteristik pekerjaan suami, maka diketahui
bahwa istri nelayan pemilik dan buruh berada pada kategori tinggi dalam hal
persepsinya mengenai pengelolaan sumberdaya keluarga berdasarkan sistem
matrilineal (Tabel 14). Hal ini bermakna bahwa baik istri nelayan pemilik
maupun istri nelayan buruh sama-sama memiliki pandangan dan pengetahuan
yang baik mengenai hak-hak mereka sebagai perempuan dalam sistem matrilineal.
Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara persepsi istri nelayan pemilik dan
istri nelayan buruh dalam hal pengelolaan sumberdaya keluarga berdasarkan
sistem matrilineal.
Tabel 14 Persepsi istri dalam pengelolaan sumberdaya keluarga
Kategori Pemilik Buruh Total
n % n % n %
Rendah (<60%) 0 0 1 3,3 1 1,7
Sedang (60%-80%) 0 0 1 3,3 1 1,7
Tinggi (>80%) 30 100,0 28 93,4 58 96,6
Total 30 100,0 30 100,0 60 100,0
Min-maks 83,3-100,0 50,0-100,0 50,0-100,0
Rataan±SD (persen) 92,7±10,4 91,6±12,2 92,2±10,4
p-value 0,000**
Keterangan : **=signifikan pada selang kepercayaan 99%
Praktik Sistem Matrilineal dalam Keluarga
Pernyataan yang sama digunakan untuk mengetahui penerapan nilai-nilai
tersebut dalam praktik keseharian keluarga. Tabel 15 menunjukkan hanya pada
pernyataan bahwa istri berhak atas seluruh pendapatan suami dan istri bertindak
sebagai pengelola utama keuangan keluarga yang dipraktikkan oleh sebagian
besar keluarga nelayan.
41
Tabel 15 Sebaran per item praktik peran istri dalam sistem matrilineal No. Pernyataan Terjadi
(skor=1)
Tidak terjadi
(skor=0)
n % n %
1. Aset tetap seperti rumah, tanah, dan kendaraan yang
dimiliki keluarga berada dalam hak milik istri
(didaftarkan atas nama istri).
43 71,7 17 28,3
2. Sumberdaya materi yang dimiliki saat ini akan
diwariskan kepada anak perempuan dalam bentuk harato
pusako.
30 50,0 30 50,0
3. Selalu berunding dengan suami ataupun keluarga besar
terkait pengeluaran yang besar atau jangka panjang.
32 53,3 28 46,7
4. Memperoleh pendapatan dari suami setiap bulannya
secara rutin.
49 81,7 11 18,3
5. Mempergunakan pendapatan pribadi (dari usaha selain
nafkah suami) sesuai keinginan sendiri.
45 75,0 15 25,0
6. Istri yang selama ini memegang wewenang untuk
membelanjakan, mengelola, dan mengatur pola
pembelanjaan uang dari pendapatan dalam keluarga.
60 100,0 0 0,0
Min-maks 2,0-6,0
Rataan praktik±SD (skor) 4,32±1,2
Nelayan pemilik melakukan praktik sistem matrilineal dalam keluarga lebih
tinggi daripada nelayan buruh. Lebih dari tiga perempat keluarga nelayan pemilik
memiliki praktik yang tinggi dalam penerapan sistem matrilineal, sedangkan pada
nelayan buruh hanya kurang dari separuh yang berada pada kategori tinggi.
Terdapat perbedaan yang signifikan antara praktik peran istri dalam sistem
matrilineal pada keluarga nelayan pemilik dan nelayan buruh. Data selengkapnya
dapat dilihat di Tabel 16.
Tabel 16 Praktik sistem matrilineal dalam keluarga
Kategori Pemilik Buruh Total
n % n % n %
Rendah (<60%) 0 0,0 13 43,3 13 21,7
Sedang (60%-80%) 5 16,7 13 43,3 18 30,0
Tinggi (>80%) 25 83,3 4 13,4 29 48,3
Total 30 100,0 30 100,0 60 100,0
Min-maks 0,0-83,3 13,4-43,3 21,7-48,3
Rataan±SD (persen) 85,5±11,3 58,3-16,2 71,9±66,7
p-value 0,000**
Keterangan : **=signifikan pada selang kepercayaan 99%
Penerapan Sistem Matrilineal pada Keluarga Nelayan
Hasil uji beda paired sample t-test antara persepsi dan praktik matrilineal
menunjukkan bahwa persepsi istri mengenai pengelolaan sumberdaya keluarga
42
berdasarkan sistem matrilineal menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan
dibandingkan dengan praktik yang terjadi di dalam keluarga. Hal ini bermakna
bahwa telah terjadi pergeseran makna dan nilai budaya dalam penerapan sistem
matrilineal pada keluarga nelayan di Minangkabau. Secara perseptual, istri tahu
akan nilai-nilai dan hak yang diberikan oleh sistem ini terhadap kedudukan
dirinya di keluarga, namun dalam pelaksanaannya ternyata tidak demikian. Hasil
uji beda dapat dilihat pada tabel 17.
Tabel 17 Uji beda paired sample t-test antara persepsi dan praktik matrilineal Rata-rata Persepsi Rata-rata Praktik
Penerapan sistem
matrilineal dalam keluarga
(skor)
5,53 4,32
p-value 0,000**
Keterangan : **=signifikan pada selang kepercayaan 99%
Kontribusi Istri terhadap Pendapatan
Kontribusi istri terhadap pendapatan adalah persentase pendapatan yang
diperoleh istri terhadap pendapatan total keluarga. Istri yang bekerja akan
memiliki kontribusi yang lebih besar terhadap pendapatan total keluarga dan
membantu suami dalam pemenuhan kebutuhan rumah tangga. Berdasarkan hasil
penelitian, diketahui bahwa secara keseluruhan, sebagian besar istri nelayan
memiliki kontribusi yang rendah terhadap pendapatan keluarga. Hal ini karena
hanya sebagian kecil dari istri nelayan yang bekerja. Sebagian besar istri nelayan
hanya tinggal di rumah dan menjadi ibu rumah tangga.
Hampir separuh istri nelayan pemilik tidak berkontribusi terhadap
pendapatan keluarga, sementara hanya kurang dari sepersepuluh istri nelayan
buruh yang tidak berkontribusi. Hal ini menunjukkan bahwa lebih banyak istri
nelayan pemilik yang bekerja untuk membantu keuangan keluarga dibandingkan
istri nelayan buruh. Lebih dari separuh istri nelayan buruh berada pada kategori
kontribusi antara 20,1%-30,0% terhadap pendapatan keluarga. Tidak terdapat
perbedaan yang signifikan antara kontribusi istri nelayan pemilik dan istri
nelayan buruh terhadap pendapatan keluarga (Tabel 18).
43
Tabel 18 Sebaran keluarga berdasarkan kontribusi istri terhadap pendapatan
Kontribusi (%) Pemilik Buruh Total
n % n % n %
0,0 17 56,6 2 6,7 19 31,7
0,1-10,0 0 0,0 0 0,0 0 0,0
10,1-20,0 2 6,7 9 30,0 11 18,3
20,1-30,0 4 13,3 18 60,0 22 36,7
30,1-40,0 4 13,3 0 0,0 4 6,6
40,1-50,0 2 6,7 1 3,3 3 5,0
50,1-60,0 1 3,3 0 0,0 1 1,7
Total 30 100,0 30 100,0 60 100,0
Min-maks (persen) 0,0-54,5 0,0-50,00 0,0-54,5
Rataan (persen) ± SD 17,2±14,473 20,9±18,917 19,6±9,347
p-value 0,376
Peran Istri dalam Pengelolaan Sumberdaya Rumah Tangga
Peran adalah keikutsertaan seseorang untuk mengambil keputusan atas
sesuatu dalam suatu kegiatan. Peran mengindikasikan suatu tugas, tanggung
jawab, kualifikasi, atau wewenang seseorang. Peran istri dalam pengelolaan
sumberdaya keluarga adalah posisi tawar yang dimiliki oleh istri karena
keikutsertaannya dalam merencanakan, mengelola, dan mengambil keputusan atas
faktor-faktor ekonomi keluarga, baik materi maupun non materi, dinyatakan
dalam indeks dan diukur dengan skala likert. Peran istri dalam pengelolaan
sumberdaya keluarga dibagi menjadi tiga indikator, yaitu peran dalam mengelola
keuangan, peran domestik, dan peran publik atau sosial, kemudian dikategorikan
menjadi rendah, sedang, dan tinggi berdasarkan indeks.
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa hampir seluruh istri nelayan
(90,0%) memiliki peran yang tinggi dalam mengelola sumberdaya keluarganya.
Indikator pengukuran peran istri dalam pengelolaan sumberdaya keluarga
diantaranya diukur berdasarkan pembagian peran gender dalam tanggung jawab
dan wewenang antara suami dan istri dalam hal peran pengelolaan keuangan,
peran domestik, dan peran publik atau sosial.
Hampir tiga perempat (73,3%) keluarga nelayan hanya didominasi oleh istri
saja dalam melaksanakan peran pengelolaan keuangan keluarga, mengatur,
mencatat, dan menganggarkan keuangan keluarga. Sementara itu, dalam
perencanaan keuangan keluarga dan pemegang hak milik atas aset tetap seperti
rumah dan kendaraan, hampir separuh dari istri nelayan cenderung berperan lebih
dominan. Kepemilikan aset tetap yang lebih dominan dipegang oleh istri ini
44
diduga karena masih adanya pengaruh nilai budaya matrilineal Minangkabau
dalam keluarga nelayan.
Selanjutnya, dalam melaksanakan peran perawatan anak sehari-hari baik
saat sakit maupun sehat, serta peran pemeliharaan domestik, hampir seluruh
kegiatan tersebut (90,0%) dikelola oleh istri saja. Sedangkan peran dalam aktivitas
sosial di luar rumah dalam hal pelaporan keluhan atas pelayanan PAM, Telkom,
atau PLN, serta turut aktif dalam aktivitas sosial di lingkungan rumah, menjadi
tokoh masyarakat, mengikuti pengajian di masjid, dan kegiatan sosial di luar
rumah, lebih dari separuh (76,7%) istri dan suami dalam keluarga nelayan bekerja
sama dalam melaksanakannya, sehingga peran istri berada pada kategori sedang.
Suami berperan dominan dalam pemenuhan keperluan properti rumah yang
rusak dan suku cadang kendaraan. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan
bahwa tingginya peran istri dalam pengelolaan sumberdaya keluarga disebabkan
oleh tingginya keikutsertaan istri dalam pelaksanaan manajemen sumberdaya
keluarga dan kepemilikan aset tetap (Tabel 19). Sebaran per item pertanyaan
untuk peran istri dalam pengelolaan sumberdaya keluarga dapat dilihat pada
Lampiran 3.
Tabel 19 Sebaran keluarga berdasarkan peran istri dalam pengelolaan
sumberdaya
Kategori Keuangan Domestik Publik Total
n % n % n % n %
Rendah (<33,3%) 2 3,3 0 0,0 0,0 0,0 0 0,0
Sedang (33,3 %-66,7%) 14 23,3 6 10,0 46 76,7 6 10,0
Tinggi (>66,7%) 44 73,4 54 90,0 14 23,3 54 90,0
Total 60 100,0 60 100,0 60 100,0 60 100,0
Min-maks 28,0-100,0 50,0-100,0 34,0-100,0 37,0-100,0
Rataan±SD 73,8±17,322 86,8±13,678 57,5±14,535 72,7±12,480
Tabel 19 menunjukkan bahwa dalam peran keuangan, lebih dari separuh
istri berada pada kategori tinggi. Peran istri dalam urusan domestik juga berada
pada kategori tinggi, sedangkan peran publik istri nelayan berada pada kategori
sedang. Namun, secara keseluruhan, peran istri berada pada kategori tinggi. Hal
ini berarti istri nelayan memiliki keikutsertaan dan tanggung jawab yang tinggi
dalam mengelola sumberdaya keluarganya.
45
Hubungan Antara Karakteristik dengan Penerapan Matrilineal, Kontribusi
Istri terhadap Pendapatan Keluarga, dan Peran Istri
Tabel 20 menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif signifikan antara
pendidikan istri dengan perannya dalam mengelola sumberdaya keluarga. Hal ini
berarti peran istri akan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya
pendidikan istri.. Pendapatan istri dan suami juga berhubungan dengan kontribusi
istri terhadap pendapatan. Adapun hubungan pendapatan suami dengan kontribusi
istri terhadap pendapatan adalah negatif. Hal ini bermakna semakin tinggi
pendapatan suami, istri pun semakin sedikit berkontribusi dalam ekonomi
keluarga. Dapat diketahui bahwa istri nelayan yang diteliti akan ikut bekerja
apabila pendapatan dari suami dianggap kurang.
Adapun jika ditinjau dari masing-masing dimensi peran istri, diketahui
bahwa umur istri dan suami berhubungan positif signifikan dengan peran
sosialnya. Pendidikan istri berpengaruh positif signifikan dengan peran
domestiknya, dan penerapan matrilineal dalam keluarga berpengaruh sangat
signifikan terhadap peran sosialnya. Selain itu, semakin tua usia suami dan istri,
maka peran sosialnya akan semakin meningkat. (Tabel 20).
Tabel 18 Hubungan antara karakteristik dengan penerapan matrilineal,
kontribusi istri terhadap pendapatan keluarga, dan peran istri
Variabel
Penerapan
Matrilineal
Kontribusi
Pendapatan
Istri
Peran Istri
dalam
MSDK
Umur istri (tahun) .225 -.149 -.009
Umur suami (tahun) .235 -.122 .030
Pendidikan istri (tahun) -.007 -.041 .310 *
Pendidikan suami (tahun) -.162 -.062 .059
Besar keluarga (orang) -.135 .236 -.151
Pendapatan istri (Rp/bln) .119 .643 ** .125
Pendapatan suami (Rp/bln) .228 -.317 * -.063
Keterangan : * =signifikan pada selang kepercayaan 95%
**=signifikan pada selang kepercayaan 99%
Dalam masyarakat pesisir Kota Padang yang diteliti, nilai-nilai budaya
matrilineal masih dianut dalam kehidupan bermasyarakat. Terbukti dengan
hubungan yang signifikan antara umur suami dan penerapan matrilineal dengan
dimensi sosial peran istri dalam pengelolaan sumberdaya keluarga (Tabel 21).
46
Tabel 19 Hubungan karakteristik contoh dengan dimensi peran istri dalam
pengelolaan sumberdaya keluarga Variabel Keuangan Domestik Sosial
Umur istri (tahun) -.152 -.108 .258
Umur suami (tahun) -.164 -.100 .366 **
Pendidikan istri (tahun) .268 * .381 * .111
Pendidikan suami (tahun) .105 .162 -.127
Besar Keluarga (orang) -.101 -.200 -.078
Pendapatan istri (Rp/bulan) -.005 -.190 .147
Pendapatan suami (Rp/bulan) -.164 -.038 .074
Pendapatan keluarga (Rp/bulan) -.158 -.011 .090
Penerapan matrilineal (skor) -.204 -.090 .372 **
Kontribusi ekonomi istri (persen) .125 .170 .130
Kesejahteraan subyektif (skor) -.065 -.143 -.171
Keterangan : * =signifikan pada selang kepercayaan 95%
**=signifikan pada selang kepercayaan 99%
Kesejahteraan Subyektif Istri
Kesejahteraan adalah hasil dari pengelolaan sumberdaya keluarga untuk
mencapai suatu keadaan yang mencukupi baik secara fisik, ekonomi, maupun
psikologis. Kesejahteraan yang dinilai berdasarkan tingkat kepuasan psikologis
disebut juga sebagai kesejahteraan subyektif. Kesejahteraan subyektif istri adalah
tingkat kepuasan istri terhadap kehidupannya secara fisik dan non fisik serta pada
gaya manajemen sumberdaya keluarganya, dinyatakan dalam persen dan diukur
dengan skala likert. Adapun pengategorian untuk kesejahteraan subyektif istri
antara lain rendah (kurang dari 60 persen), sedang (antara 60 persen hingga 80
persen), dan tinggi (di atas 80 persen).
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa sebagian besar istri nelayan
(83,3%) memiliki kesejahteraan subyektif yang tinggi. Sebanyak 41,7 persen
nelayan pemilik dan nelayan buruh keduanya memiliki kesejahteraan subyektif
yang tergolong tinggi. Hasil uji beda menunjukan bahwa tidak ada perbedaan
yang signifikan antara kesejahteraan subyektif nelayan pemilik dan nelayan buruh
(Tabel 20). Hal ini didukung fakta bahwa mayoritas istri nelayan menyatakan
puas dan sangat puas pada seluruh item pertanyaan yang mengukur kesejahteraan
subyektif istri (Lampiran 4).
Responden menyatakan sangat puas pada kondisi fisik dan psikologis anak,
dan puas terhadap kondisi psikologis, perekonomian, tempat tinggal, aset, dan
hubungan komunikasi baik dalam internal keluarga inti maupun keluarga luas.
Responden juga merasa puas dengan hubungannya dengan suami dan anak-anak
47
serta lingkungan pertetanggaan. Kesejahteraan subyektif bersifat sangat personal,
berkaitan dengan kepuasan psikologis dan emosional terhadap kondisi diri dan
keluarga. Maka, dapat dikatakan bahwa contoh cenderung mensyukuri apapun
yang diperoleh sehingga perasaan puas terhadap kondisi keluarganya dapat
tercapai dengan baik.
Tabel 20 Sebaran keluarga berdasarkan kesejahteraan subyektif
Kategori Pemilik Buruh Total
n % n % n %
Rendah (<60,0%) 2 6,6 0 0,0 2 3,3
Sedang (60,00%-80,0%) 3 10,0 5 16,6 8 13,3
Tinggi (>80,0%) 25 83,4 25 83,4 50 83,4
Total 30 100,0 30 100,0 60 100,0
Min-maks (persen) 56,8-99,3 74,2-87,7 56,8-94,2
Rataan (persen) ± SD 82,2±10,1 81,8±2,9 81,8±6,0
p-value 0,595
Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa kesejahteraan subyektif istri
berhubungan negatif signifikan dengan pendapatan istri dan kontribusi ekonomi
istri dalam keluarga (Tabel 23). Artinya, semakin tinggi pendapatan istri, maka
semakin besar kontribusinya, semakin istri merasa tidak puas terhadap kondisi diri
dan keluarganya. Hal ini unik, diduga terjadi karena istri bekerja bukan untuk
mengaktualisasikan diri, melainkan untuk memenuhi kebutuhan keluarga yang
dirasa kurang bisa dipenuhi suami. Alasan lainnya adalah ketidakpuasan yang
menjadi sifat dasar manusia. Secara psikologis, manusia tidak pernah merasa puas
terhadap hal-hal yang dimilikinya hari ini.
Tabel 21 Hubungan karakteristik, kontribusi ekonomi, dan peran istri dengan
kesejahteraan subyektif istri Variabel Kesejahteraan Subyektif Istri
Umur istri (tahun) -.102
Umur suami (tahun) -.190
Pendidikan istri (tahun) -.036
Pendidikan suami (tahun) .066
Besar Keluarga (orang) .213
Pendapatan istri (Rp/bulan) -.351 **
Pendapatan suami (Rp/bulan) .023
Pendapatan keluarga (Rp/bulan) -.025
Penerapan matrilineal (skor) .069
Kontribusi ekonomi istri (persen) -.334 **
Peran istri dalam MSDK (skor) -.146
Keterangan : **=signifikan pada selang kepercayaan 99%
48
Manusia selalu mengharapkan yang lebih baik di masa yang akan datang.
Oleh sebab itu, kesejahteraan subyektif yang diukur berdasarkan tingkat kepuasan
psikologis menunjukkan hasil yang bertolak belakang dengan pendapat bahwa
perempuan bekerja akan meningkatkan kesejahteraannya, yang diukur
berdasarkan kepuasan materi atau finansial.
Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Kesejahteraan Subyektif Istri
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kesejahteraan subyektif istri diuji
menggunakan uji regresi linier berganda. Adapun model regresi linier berganda
terdiri ini terdiri dari enam variabel independen yaitu umur istri, pendidikan istri,
besar keluarga, pendapatan keluarga, peran istri, dan kontribusi istri dalam
pendapatan, sedangkan kesejahteraan subyektif istri sebagai variabel dependen.
Model ini memiliki nilai Adjusted R square sebesar 0,167. Hal ini berarti,
variabel-variabel independen secara bersama-sama berpengaruh terhadap
kesejahteraan subyektif sebesar 16,7 persen sedangkan sisanya (83,3%)
dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti (Tabel 24).
Tabel 22 Nilai koefisien regresi linier faktor-faktor yang mempengaruhi
kesejahteraan subyektif istri
Variabel
Koefisien β
Tidak
terstandarisasi
Terstandarisasi .Sig
Konstanta 130,385 - 0,000 **
Umur istri (tahun) -0,208 -0,189 0,134
Pendidikan istri (tahun) 0,285 0,074 0,579
Besar keluarga (orang) 2,369 0,332 0,012 *
Pendapatan keluarga (rupiah) -2,401E-7 -0,095 0,459
Peran istri (skor) -0,038 -0,062 0,636
Kontribusi istri (persen) -0,283 -0,441 0,001 **
F 2,968*
0,167
0,014
Adjusted R Square
Sig.
Keterangan : *=signifikan pada selang kepercayaan 95%
**=signifikan pada selang kepercayaan 99%
Hasil uji regresi linier berganda (Tabel 24) menunjukkan bahwa besar
keluarga berpengaruh positif signifikan dengan koefisien regresi sebesar 2,369
dan kontribusi istri berpengaruh negatif signifikan dengan koefisien regresi
sebesar 0,283 terhadap kesejahteraan subyektif istri. Artinya, dengan
bertambahnya satu orang anggota keluarga, maka akan meningkatkan skor
49
kesejahteraan subyektif yang dirasakan oleh istri sebesar 2,369. Bertambahnya
satu persen kontribusi istri terhadap pendapatan keluarga akan menurunkan skor
kesejahteraan subyektif yang dirasakannya sebesar 0,283.
Pembahasan
Kedudukan perempuan di Sumatera Barat dipengaruhi oleh budaya
matrilineal yang menjadi nilai dasar kehidupan orang suku Minangkabau.
Pandangan tentang gender di masyarakat Minangkabau penting untuk dipelajari
karena keunikan praktik pelaksanaannya dibandingkan dengan daerah lain di
Indonesia.
Konsep gender tidak dapat dipisahkan dengan konsep ekologi manusia yang
menyangkut saling ketergantungan antara manusia dan lingkungan sekitar yang
sesuai dengan aturan norma kultural yang dianut. Sumatera Barat, dalam hal ini,
menganut kultur sistem matrilineal yang mengatur akses, kontrol, peran, dan
fungsi laki-laki dan perempuan baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat
sesuai dengan garis keturunan ibu. Masyarakat Minangkabau secara ideal
mengatur bahwa kedudukan perempuan setara dengan laki-laki. Bahkan, pada
beberapa hal, perempuan memiliki akses dan kontrol lebih tinggi daripada laki-
laki, seperti pengaturan hak waris dan kepemilikan aset tetap. Di Minangkabau,
hak atas kepemilikan aset tetap seperti rumah, tanah, dan kendaraan cenderung
berada dalam penguasaan istri.
Populasi dalam penelitian ini adalah keluarga nelayan pemilik dan nelayan
buruh di Kecamatan Batang Arau, Kelurahan Padang Selatan, Kota Padang,
Sumatera Barat. Contoh yang diambil dalam penelitian ini adalah istri nelayan,
baik yang bekerja maupun tidak bekerja. Masyarakat nelayan Minangkabau yang
diteliti memiliki keunikan dari karakteristik kehidupan sosialnya yang rentan
terhadap pengaruh budaya luar. Begitupun dengan konsep sistem matrilineal yang
dianut oleh suku Minangkabau, dalam hal ini nelayan, tampaknya telah
mengalami pergeseran makna.
Teori ekologi yang dijelaskan oleh Brofenbrenner (1981) yang telah
dimodifikasi oleh Puspitawati (2012) menyatakan bahwa konsep kesetaraan dan
keadilan gender berada pada sistem makro, dimana terdapat keterkaitan antara
keluarga dan lingkungan dalam melihat perubahan budaya. Selain itu, model yang
50
dikembangkan dalam teori ini juga relevan untuk melihat pengaruh budaya secara
makro terhadap lingkungan ekso, meso, dan mikro tempat keluarga berkembang
sesuai dengan kultur sosial budaya yang berlaku setempat.
Istri lebih banyak berperan pada ranah domestik daripada mengurusi
keuangan atau berkiprah di ranah sosial. Adapun peran yang didominasi oleh istri
adalah perawatan anak sehari-hari, urusan rumah tangga, dan urusan keluarga. Hal
ini sesuai dengan budaya Minangkabau yang memberikan wewenang kepada
perempuan dalam mengurusi rumah tangga dan menjadi pewaris atas harta pusaka
keluarga matrilinealnya. Proses tersebut berlangsung terus menerus dari generasi
ke generasi (Abidin 2009). Namun, perempuan tidak dapat memangku fungsi
pemimpin kelompok ke ranah sosial di luar keluarga. Jika suami berhalangan,
fungsi keluar ini diwakili oleh pemimpin keluarga yang paling dekat
kekerabatannya, yaitu saudara laki-laki ibu (Beckmann 2000).
Dalam penelitian ini, kesejahteraan subyektif istri ditinjau berdasarkan
pengaruh kontribusi istri terhadap pendapatan keluarga dan peran istri dalam
pengelolaan sumberdaya rumah tangga. Selain itu, kesejahteraan subyektif istri
juga dipengaruhi oleh karakteristik individu dan keluarganya seperti umur,
pendidikan istri, dan besar keluarga. Hal lain yang memberikan pengaruh adalah
penguasaan istri atas aset dan sumberdaya keluarga. Semakin istri memiliki hak
kepemilikan atas aset dan sumberdaya keluarga, maka semakin tinggi pula rasa
kepuasan yang dirasakan istri, meski mayoritas istri nelayan tidak bekerja.
Nelayan pemilik dan nelayan buruh yang diteliti berada pada status hampir
miskin dengan sebagian besar istri tidak bekerja. Adapun istri yang bekerja
mayoritas adalah istri nelayan buruh yang memiliki pendapatan lebih rendah
daripada nelayan pemilik. Guhardja et al. (1992) menyatakan bahwa individu dan
keluarga berpendapatan rendah biasanya mempunyai orientasi untuk masa
sekarang saja daripada orientasi untuk masa depannya dalam perspetif waktu.
Oleh karenanya, kontribusi pendapatan istri tergolong rendah. Hal yang menarik
dari kontribusi pendapatan istri nelayan ini adalah semakin tinggi kontribusinya
maka semakin rendah kesejahteraan subyektif yang dirasakannya. Sejalan dengan
hal ini, Andriyadi (2000) menyatakan bahwa tinggi rendahnya kontribusi ekonomi
wanita ditentukan oleh jumlah anggota keluarga atau rumah tangga yang bekerja
51
mencari nafkah dan memperoleh pendapatan berupa uang. Apabila kontribusi
ekonomi istri tinggi, maka kebutuhan dapat terpenuhi dan meningkatkan
kesejahteraan obyektif keluarga.
Kontribusi istri terhadap pendapatan berpengaruh negatif terhadap
kesejahteraan subyektif. Hal ini dapat dijelaskan dengan fakta di lapangan yang
menunjukkan bahwa istri yang bekerja dan berkontribusi dalam pendapatan
keluarga kebanyakan adalah istri nelayan buruh yang berpendapatan rendah.
Sehingga, motif istri dalam bekerja di luar rumah adalah untuk membantu
keuangan keluarga yang kekurangan, bukan sebagai ajang aktualisasi diri. Adapun
hasil penelitian Hayati (2011) menunjukkan bahwa kontribusi ekonomi istri
terhadap pendapatan keluarga berpengaruh positif terhadap kesejahteraan
obyektif.
Kesejahteraan subyektif istri ditinjau berdasarkan pengaruh kontribusi istri
terhadap pendapatan keluarga dan peran istri dalam pengelolaan sumberdaya
rumah tangga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesejahteraan subyektif istri
dipengaruhi besar keluarga dan kontribusi pendapatan istri. Hal lain yang
memberikan pengaruh adalah penguasaan istri atas aset dan sumberdaya keluarga.
Semakin istri memiliki hak kepemilikan atas aset dan sumberdaya keluarga, maka
semakin tinggi pula rasa kepuasan yang dirasakan istri. Sejalan dengan hasil
penelitian Rachmawati (2010), yang menyatakan bahwa kesejahteraan subyektif
dipengaruhi secara negatif oleh kontribusi ekonomi istri.
Besar keluarga berpengaruh positif terhadap kesejahteraan subyektif istri.
Hal ini berarti meskipun masyarakat Minangkabau secara adat mengutamakan
perempuan dalam segala hal, tapi peran dan fungsi nature perempuan dalam
pengasuhan dan pemeliharaan keluarga tidak mengalami pergeseran nilai karena
sudah diatur sedemikian rupa oleh norma budaya setempat. Semakin banyak
anggota keluarga yang diurus di dalam keluarga, maka semakin tinggi pula
kepuasan yang dirasakan oleh istri. Hal ini sejalan dengan pendapat Nurulfirdausi
(2010), yang menyatakan bahwa besar keluarga berpengaruh positif signifikan
terhadap kesejahteraan subyektif istri.
Peran gender dalam keluarga nelayan yang diteliti lebih dititikberatkan
kepada peran istri dalam pengelolaan sumberdaya rumah tangga. Berkaitan
52
dengan peran gender tersebut, digunakan istilah-istilah dalam analisis gender
Moser dan Harvard (Puspitawati 2012) yang mencakup peran domestik, peran
publik, dan peran kemasyarakatan. Dalam masyarakat Minangkabau yang
mengutamakan perempuan, ternyata peran gender yang terjadi dalam keluarga
masih dominan dipegang oleh istri. Peran gender istri nelayan pemilik dan
nelayan buruh dalam penelitian ini sama-sama berada pada kategori tinggi. Hal ini
diduga karena besarnya alokasi waktu melaut yang dihabiskan suami di luar
rumah, sehingga istri berperan lebih besar dalam mengelola rumah tangga.
Namun, tingginya peran istri dalam mengelola sumberdaya keluarga ini
justru memberikan pengaruh positif terhadap kesejahteraan subyektif yang
dirasakannya. Hal ini diduga karena istri nelayan memiliki penguasaan yang
absolut terhadap hak atas kepemilikan rumah dan benda berharga, sehingga istri
nelayan memperoleh rasa aman dalam hal finansial.
Penelitian ini memberikan pandangan yang sedikit berbeda dari konsep
gender secara umum karena tatanan masyarakat yang diteliti juga memiliki
kekhasan yang tidak dimiliki oleh masyarakat lain di Indonesia. Kesejahteraan
subyektif perempuan dari perspektif gender ternyata tidak hanya dipengaruhi oleh
kiprah perempuan di luar rumah, namun bisa jadi dengan pengabdian perempuan
di dalam keluarganya, perempuan merasakan kesejahteraan dan kepuasan secara
psikologis. Demikian pula dengan kesejahteraan, penelitian ini menunjukkan
bahwa kesejahteraan tidak hanya bisa diraih dengan kecukupan materi, namun
bisa dirasakan dengan kepuasan batin dalam menjalankan peran dan fungsi dalam
keluarga yang dianut oleh masyarakat setempat.
Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan dalam penelitian ini adalah tidak diketahuinya jumlah sampel
antara nelayan pemilik dengan nelayan buruh, sehingga tidak bisa dilakukan
pengambilan sampel secara acak proporsional. Untuk mengatasi hal ini, peneliti
melakukan pengambilan sampel dengan metode purposive secara snowball. Hal
ini menyebabkan hasil penelitian hanya dapat menerangkan kondisi masyarakat
nelayan yang diteliti, akan tetapi tidak bisa di generalisasi pada masyarakat
Matrilineal yang lebih luas.
53
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Penelitian ini menunjukkan bahwa telah terjadi pergeseran makna kultural
pada sitem Matrilineal di kalangan masyarakat nelayan yang diteliti. Sebagian
besar istri nelayan memiliki kontribusi ekonomi yang rendah terhadap pendapatan
keluarga. Istri nelayan buruh menunjukkan kontribusi yang lebih tinggi daripada
istri nelayan pemilik. Istri nelayan berperan tinggi dalam pengelolaan sumberdaya
rumah tangga, baik istri nelayan buruh maupun istri nelayan pemilik. Adapun
faktor yang mempengaruhi peran istri dalam mengelola sumberdaya adalah
pendidikan istri, pekerjaan istri, dan besar keluarga. Kesejahteraan subyektif yang
dirasakan oleh istri nelayan buruh dan nelayan pemilik berada pada kategori
tinggi, yang menunjukkan bahwa istri nelayan buruh dan nelayan pemilik
keduanya merasakan kepuasan psikologis yang tinggi terhadap keluarganya.
Kesejahteraan subyektif istri dipengaruhi oleh besar keluarga dan kontribusi istri
terhadap pendapatan.
Saran
Istri nelayan perlu diberikan pengetahuan untuk meningkatkan kemampuan
dan keterampilan dirinya, sehingga bisa turut meningkatkan kondisi
perekonomian keluarga. Kesehatan fisik keluarga dan kualitas hubungan
komunikasi dengan keluarga inti dan keluarga luas juga penting untuk
ditingkatkan. Selain itu, nilai-nilai dasar sistem matrilineal perlu untuk
dipertahankan dan diwariskan kepada generasi penerus, oleh karenanya
diperlukan dukungan dari pemerintah dan instansi pendidikan untuk menanamkan
pengetahuan mengenai sistem matrilineal pada generasi muda. Untuk penelitian
selanjutnya, disarankan untuk menggunakan metode pengambilan contoh acak
proporsional agar memperoleh hasil bisa digeneralisir.
54
55
DAFTAR PUSTAKA
Abidin M. 2009. Sistim Kekeluargaan Matrilineal. http://blogminangkabau.word
press.com/2009/01/04/perempuan-minangkabau-di-masa-depan/ [diakses
tanggal 27 November 2011].
Andriyadi Y. 2000. Pengaruh Kontribusi Ekonomi Wanita Bekerja terhadap Pola
Pengambilan Keputusan dan Tingkat Kesejahteraan dalam Rumah
Tangga Nelayan [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian. Institut Pertanian
Bogor.
Ashraf N, Karlan D, Yin W. 2006. Female empowerment: impact of a
commitment savings product in the Philippines. Center Discussion
Paper 949.
Beckmann F von B. 2000. Properti dan Kesinambungan Sosial: Kesinambungan
dan Perubahan dalam Pemeliharaan Hubungan-Hubungan Properti
Sepanjang Masa di Minangkabau. Simbolon E, penerjemah; editor.
Jakarta: Penerbit Grasindo. Terjemahan dari: Property and Continuity of
the Society.
[BPS] Badan Pusat Statistik Sumatera Barat. 2009. Perkembangan Indikator
Sosial Ekonomi Indonesia. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
______ 2010. Jumlah Penduduk Sumatera Barat. Sumbar. http://sumbar.bps.go.id.
[diakses pada 29 September 2010].
Deacon RE, Firebaugh FM. 1988. Family Resource Management Principles and
Applications Second Edition. Massachusetts: Alin and Bacon Inc.
Duflo E. 2003. Intrahousehold Resource Allocation in Cote d'Ivoire: Social
Norms, Separate Accounts and Consumption Choices. M.I.T. Working
Paper.
Fatmariza Y, Nasution Z, Priyatama N. 2003. Kajian Pengembangan Pusat
Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan (P2TP2) Provinsi
Sumatera Barat. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Guhardja S, Syarief H, Hartoyo, Puspitawati H. 1993. Pengembangan
Sumberdaya Keluarga. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia
Gusnita W. 2011. Pengaruh Kontribusi Ekonomi Perempuan dan Peran Gender
terhadap Kesejahteraan Keluarga (Kasus di Kecamatan Ampek Angkek,
Kabupaten Agam, Sumatera Barat) [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor.
Hadler J. 2009. Sengketa Tiada Putus. Berlian S, penerjemah; editor. Jakarta:
Freedom Institute. Terjemahan dari: Moslems and Matriachs: Cultural
Resilience in Indonesia through Jihad and Colonialism.
Hayati L. 2011. Kontribusi Ekonomi, Peran Ganda Perempuan, dan Kesejahteraan
Keluarga Buruh Pabrik (Kasus di Kecamatan Dramaga-Kabupaten
Bogor). [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian
Bogor.
56
Irzalinda V. 2010. Kontribusi Ekonomi, Peran Istri, dan Kesejahteraan Keluarga
di Kota dan Kabupaten Bogor (Studi Kasus pada Istri di Kelurahan Situ
Gede, Kecamatan Bogor Barat) [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekologi
Manusia Institut Pertanian Bogor.
Iskandar A. 2007. Analisis Praktik Manajemen Sumberdaya Keluarga dan
Dampaknya terhadap Kesejahteraan Keluarga di Kabupaten dan Kota
Bogor [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Khaidir A. 2005. Minangkabau sebagai Basis Kultural dan Pemberdayaan
Perempuan. http://www.cimbuak.net [diakses tanggal 15 Februari 2011]
Megawangi R. 1994. Gender Perspectives in Early Childhood Care and
Development in Indonesia, The consultative group on early childhood
care and development, Indonesia.
_____________ 1999. Membiarkan Berbeda: Sudut Pandang Baru tentang Relasi
Gender. Bandung: Penerbit Mizan.
Moser RM. 2001. Reproductive health issue for refugees in Latin America.
Journal of Personal Communication.
Muflikhati I. 2010. Analisis dan Pengembangan Model Peningkatan Kualitas
Sumberdaya Manusia dan Kesejahteraan Keluarga di Wilayah Pesisir
Provinsi Jawa Barat [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor.
Nurulfirdausi. 2010. Analisis Pengaruh Kontribusi Ekonomi Perempuan dan
Manajemen Keuangan Keluarga terhadap Kesejahteraan Keluarga pada
Keluarga Tenaga Kerja Wanita (TKW). [skripsi]. Bogor: Fakultas
Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor.
Oladeji D. 2008. Gender roles and norms factors influencing reproductive
behavior among couples in Ibadan, Nigeria. Journal of Anthropologist
10 (2): 133-138.
Papalia DE, Olds SW, Feldman RD. 2008. Perkembangan Manusia Edisi 10,
Marswendy B, penerj. Jakarta: Salemba Humanika. Terjemahan dari:
Human Development, ed 10th
.
Pusptawati H. 2009. Sistem dan Dinamika Keluarga. Departemen Ilmu Keluarga
dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia. Institut Pertanian Bogor.
___________. 2012. Gender dan Keluarga. Bogor: IPB Press.
Rachmawati. 2010. Strategi Koping dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Kesejahteraan Subyektif pada Keluarga Penerima Program Keluarga
Harapan (PKH). [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekologi Manusia Institut
Pertanian Bogor.
Rangel, M. 2005. Alimony Rights and Intrahousehold Allocation of Resources:
Evidence from Brazil. Harris School Working Paper Series 05.
Rettig KD, Leichtentritt RD.1998. A general theory for perceptual indicators of
family life quality. Social Indicators Research 47 (3): 307.
57
Riley NE. 1997. Gender, power and population change. Population Bulletin 52(1):
2-48.
Simanjuntak M. 2010. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesejahteraan
Keluarga dan Prestasi Belajar Anak pada Keluarga Penerima Program
Keluarga Harapan [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian
Bogor.
Surur M. 2009. Bundo Kanduang Bicara Gender. Depok: Tankinaya Institute.
Syarief H, Hartoyo. 1993. Aspek dalam Kesejahteraan Keluarga: Seminar
Menyongsong Abad 21 dan Peranannya dalam Pengembangan
Sumberdaya Indonesia. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Weintré J. 2003. Organisasi Sosial dan Kebudayaan Kelompok Minoritas
Indonesia: Studi Kasus Masyarakat Orang Rimba di Sumatra (Orang
Kubu Nomaden) [disertasi]. Jogjakarta: Program Studi Indonesia
Kerjasama Pendidikan Tersier Indonesia – Australia Universitas Gadjah
Mada Yogyakarta.
58
59
LAMPIRAN
60
61
Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian
Lampiran 2 Korelasi antar variabel (Pearson Product Moment Correlations)
Variabel X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14
X1 1
X2 .924**
1
X3 -.122 -.205 1
X4 -.172 -.271* .691
** 1
X5 .119 .036 -.129 -.022 1
X6 -.103 -.068 .166 .075 .041 1
X7 .032 .052 .273* .404
** -.150 .281
* 1
X8 .017 .040 .283* .396
** -.137 .401
** .992
** 1
X9 -.061 -.077 .130 .184 .198 -.085 .032 .019 1
X10 .225 .235 -.007 -.162 -.135 .119 .228 .234 .043 1
X11 .204 .215 -.024 -.182 -.125 .084 .184 .187 .050 .939**
1
X12 -.110 -.087 -.020 .073 .259 .915**
-.245 .036 -.071 -.052 -.039 1
X13 -.009 .030 .310* .059 -.151 .125 -.063 -.043 -.017 .017 .051 .172 1
X14 -.102 -.190 .036 .066 .213 -.351**
.023 -.025 .137 .069 .039 -.343* -.146 1
*= signifikan pada selang kepercayaan 95% **=signifikan pada selang kepercayaan 99%
XI : Umur Istri (tahun)
X2 : Umur Suami (tahun)
X8 : Pendapatan keluarga (Rp/bln)
X9 : Persepsi istri mengenai sistem matrilineal (skor)
X3 : Pendidikan Istri (tahun) X10 : Praktik matrilineal dalam keluarga (skor)
X4 : Pendidikan Suami (tahun) X11 : Penerapan matrilineal (skor)
X5 : Besar Keluarga (orang) X12 : Kontribusi istri dalam pendapatan keluarga (persen)
X6 : Pendapatan istri (Rp/bln) X13 : Peran istri dalam pengelolaan sumberdaya keluarga (indeks)
X7 : Pendapatan suami (Rp/bln) X14 : Kesejahteraan subyektif (skor)
62
Lampiran 3 Sebaran keluarga berdasarkan peran gender dalam pengelolaan
sumberdaya keluarga
No
. Pertanyaan
Suami
Saja
Suami
Lebih
Domi-
nan
Istri dan
Suami
Bersa-
ma
Istri
Lebih
Domi-
nan
Istri
Saja
A. Manajemen Keuangan Keluarga
1. Perencanaan keuangan keluarga 0,0 0,0 33,3 43,3 23,3
2. Mengelola keuangan keluarga
(mengatur, mencatat, dan
menganggarkan)
0,0 6,7 11,7 25,0 56,7
3. Melakukan pembelanjaan per bulan
untuk keperluan rumah tangga
0,0 0,0 8,3 13,3 71,7
4. Mencari jalan keluar masalah
keuangan
5. Melakukan pinjaman di bank 8,3 15,0 53,3 10,0 13,3
6. Mencari pinjaman pada
tetangga/keluarga
0,0 6,7 25,0 36,7 31,7
7. Pemegang hak milik atas aset tetap
(rumah, tanah, kendaraan,dll)
0,0 3,3 11,7 43,3 41,7
8. Perencanaan pendidikan anak 0,0 3,3 23,3 15,0 58,3
B. Aktivitas domestik
9. Perawatan fisik anak sehari-hari 0,0 0,0 13,3 18,3 68,3
10. Perawatan fisik anak saat sakit 0,0 0,0 10,0 5,0 85,0
11. Mendampingi anak belajar 0,0 0,0 10,0 21,7 68,3
12. Memandikan anak 0,0 0,0 13,3 18,3 68,3
13. Menyuapi anak 0,0 0,0 10,0 20,0 70,0
14. Mengantar anak
ke sekolah/pengajian
0,0 0,0 10,0 23,3 66,7
15. Menidurkan anak 0,0 3,3 6,7 18,3 71,7
16. Membersihkan rumah 0,0 0,0 6,7 20,0 73,3
17. Mencuci dan menyetrika pakaian 0,0 0,0 10,0 10,0 80,0
18. Menyediakan makanan untuk
keluarga
0,0 3,3 6,7 18,3 71,7
19. Memelihara perabotan rumah 0,0 3,3 10,0 8,3 78,3
20. Mencuci kendaraan 3,3 15,0 60,0 3,3 18,3
C. Aktivitas publik
21. Bekerja di luar rumah 10,0 16,7 53,3 13,3 6,7
22. Bertanggung jawab atas masalah
ekonomi di luar rumah
10,0 13,3 13,3 60,0 3,3
23. Membayar tagihan ke PLN,
Telkom, dan PAM
0,0 6,7 3,3 38,3 51,7
24. Belanja ke pasar untuk keperluan
keluarga dan anak
0,0 6,7 6,7 60,0 33,3
25. Belanja ke pasar untuk membeli
keperluan properti rumah yang
sudah rusak (kran air, pompa, alat-
alat listrik, atau cat dinding rumah)
di toko bangunan
0,0 58,3 13,3 6,7 21,7
26. Belanja ke pasar untuk keperluan
spare part kendaraan di bengkel
atau toko alat-alat pertukangan
6,7 60,0 13,3 10,0 10,0
63
64
27. Melaporkan keluhan atas pelayanan
(baik PAM, Telkom, Bank atau
PLN) ke kantor yang bersangkutan
0,0 0,0 50,0 10,0 40,0
28. Bertanggung jawab atas aktivitas
sosial di lingkungan rumah (aktif
terlibat di RT, RW, ataupun
pengurus masjid)
0,0 0,0 71,7 15,0 13,3
29. Menjadi tokoh masyarakat 0,0 0,0 75,0 15,0 10,0
30. Aktif mengikuti pengajian di
masjid
0,0 0,0 76,7 13,3 10,0
31. Aktif mengikuti kegiatan sosial di
sekitar rumah
0,0 0,0 83,3 6,7 10,0
65
Lampiran 4 Sebaran keluarga berrdasarkan kesejahteraan subyektif istri
No. Pertanyaan
Sangat
Tidak
Puas
Tidak
Puas
Cukup
Puas
Puas
Sangat
Puas
1. Kondisi psikologis keluarga (cinta kasih,
saling memiliki, dan saling membantu)
0,0 11,7 0,0 60,0 28,3
2. Kondisi perekonomian keluarga sehari-
hari
0,0 23,3 1,7 63,3 11,7
3. Kondisi tempat tinggal 0,0 13,3 0,0 73,3 13,3
4. Keadaan aset yang miliki 0,0 3,3 1,7 68,3 26,7
5. Kondisi mental dan spiritual 0,0 6,7 0,0 81,7 11,7
6. Kondisi kesehatan fisik 0,0 23,3 0,0 71,7 5,0
7. Cara keluarga bertahan dari tekanan
akibat stres ataupun ekonomi
0,0 0,0 0,0 93,3 6,7
8. Gaya pengaturan alokasi waktu di dalam
keluarga
0,0 8,3 3,3 81,7 6,7
9. Gaya pengelolaan, pembelanjaan, dan
tabungan keuangan keluarga
0,0 1,7 1,7 71,7 25,0
10. Gaya manajemen stress saat mengalami
masalah
0,0 3,3 0,0 75,0 21,7
11. Gaya manajemen pekerjaan di keluarga 0,0 8,3 0,0 81,7 10,0
12. Hubungan komunikasi dengan
orangtua/mertua
3,3 11,7 0,0 58,3 26,7
13. Hubungan komunikasi dengan
kerabat/sanak saudara
0,0 8,3 3,3 73,3 15,0
14. Hubungan komunikasi dengan tetangga 0,0 1,7 0,0 71,7 26,7
15. Hubungan komunikasi dengan suami
dan anak-anak
3,3 3,3 0,0 51,7 41,7
16. Perasaan optimis untuk menyongsong
masa depan
3,3 6,7 0,0 60,0 30,0
17. Pembagian tugas dan tanggung jawab
dengan suami
0,0 8,3 0,0 80,0 11,7
18. Keterlibatan dalam aktivitas ekonomi
dan mencari nafkah
0,0 8,3 0,0 80,0 11,7
19. Keterlibatan dalam aktivitas sosial dan
pertetanggaan di sekitar tempat tinggal
0,0 8,3 0,0 75,0 16,7
20. Kepuasan terhadap pengetahuan,
kemampuan, dan keterampilan diri
0,0 21,7 0,0 60,0 18,3
21. Perasaan terhadap kesehatan fisik anak 5,0 3,3 0,0 43,3 48,3
22. Perasaan terhadap kesehatan mental
anak
5,0 0,0 1,7 41,7 51,7
23. Perasaan terhadap pencapaian akademik
anak di sekolah
1,7 5,0 0,0 45,0 48,3
24. Perasaan terhadap perilaku sosial yang
ditunjukkan anak
1,7 0,0 0,0 53,3 45,0
25. Perasaan terhadap kebersihan rumah dan
pekarangan
1,7 5,0 0,0 71,7 21,7
26. Perasaan terhadap pendapatan yang
diperoleh dari suami
3,3 13,3 0,0 66,7 16,7
27. Kepuasan terhadap kesehatan fisik
suami
5,0 5,0 0,0 71,7 18,3
66
28. Kepuasan terhadap kesehatan mental
suami
3,3 8,3 1,7 68,3 18,3
29. Kepuasan terhadap kebutuhan seksual
dengan suami
3,3 6,7 0,0 65,0 25,0
30. Perasaan terhadap hubungan komunikasi
dengan suami
3,3 8,3 0,0 73,3 15,0
31. Perasaan terhadap perilaku suami dalam
membantu pekerjaan rumah tangga
3,3 5,0 0,0 68,3 23,3
67
Lampiran 6 Dokumentasi Penelitian
68
69
RIWAYAT HIDUP
ARINA ZULIANY, lahir di Padang pada tanggal 3 Juni
1991. Penulis merupakan anak kedua dari tiga
bersaudara dari pasangan Zulfahmi (alm) dan Any
Thrisna. Pada tahun 2002 penulis menamatkan sekolah
dasar di SD Kartika 1-11 Padang, kemudian di SMP
Negeri 8 Padang pada tahun 2005 dan di SMA Negeri
10 Padang pada tahun 2008. Pada tahun yang sama,
penulis berkesempatan untuk melanjutkan pendidikan
strata 1 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB
(USMI) di Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen,
Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor
untuk gelar mayor dan Kebijakan Agribisnis untuk gelar minor.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai trainer dan tim
manajemen di Golden Training Indonesia (GTI) tahun 2012. Penulis aktif dalam
mengikuti kompetisi karya tulis ilmiah seperti Program Kreativitas Mahasiswa
bidang Pembedayaan Masyarakat. Proposal PKM yang diketuai penulis didanai
oleh DIKTI pada tahun 2009 dan 2010, berjudul “Menyentuh Remaja Dengan
Hati, Menuju Perilaku Reproduksi Sehat Remaja Perkotaan di Bogor” dan
“Membingkai Sejarah dalam Kartu dan Film Pendek untuk Meningkatkan Minat
Belajar Sejarah dan Jiwa Nasionalisme di Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan
Cibungbulang, Kabupaten Bogor”.
Selain itu, penulis juga ikut terlibat dalam beberapa kegiatan sosial dan
entrepreneurship, diantaranya pegiat Rumah Belajar FIM regional Bogor,
Relawan Gempa Sumatera Barat September pada 2009 oleh Palang Merah
Indonesia (PMI), Relawan Erupsi Merapi pada Januari 2011 dalam IPB Goes to
Field, serta bisnis pembenihan dan pembesaran ikan nila merah pada tahun 2011.
Penulis merupakan alumni sekaligus peserta terbaik dalam pelatihan Forum
Indonesia Muda (FIM) angkatan 10 dan berkesempatan untuk mengikuti studi
banding bisnis dalam Echelon 2011 Startup Bussiness Conference Singapore pada
tahun 2011.
Penulis pernah menjadi trainer dalam Course of Public Speaking and
English Communication Skills yang diadakan oleh Ikatan Pelajar Mahasiswa
Minang (IPMM) tahun 2011 dan Upgrading BEM FPIK “Ekspansi Biru” pada
tahun yang sama. Penulis menerbitkan tulisan di Majalah Komunitas edisi Maret
2011 dan Tim Penulis Buku “Insan Mutiara Emas” pada tahun 2012. Penulis
melaksanakan Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Desa Giri Tirta, Kelurahan
Pejawaran Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2011.