Post on 03-Mar-2020
PERAN GURU AGAMA DALAM PELAKSANAAN PENDIDIKAN AGAMA
ISLAM DI SDIT FATHONA BATURAJA KABUPATEN OGAN KOMERING
ULU SUMATERA SELATAN
Oleh:
SYAHRUL RAHMAN
NIM: 105011000079
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2011
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi berjudul “Peran Guru Agama dalam Pelaksanaan Pendidikan
Agama Islam di SDIT Fathona Baturaja Kabupaten Ogan Komering Ulu
Sumatera Selatan” diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
(FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan telah dinyatakan lulus dalam
Ujian Munaqasyah pada tanggal 21 Maret 2011 di hadapan dewan penguji.
Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana S1 (S.Pd.I) dalam bidang
Pendidikan Agama.
Jakarta, 21 Maret 2011
Panitia Ujian Munaqasyah
Ketua Panitia (Ketua Jurusan/Program Studi) Tanggal Tanda Tangan
Bahrissalim, M.Ag
NIP.:19680307 199803 1 002
Sekretaris (Sekretaris Jurusan/Prodi)
Drs. Sapiudin Shidiq, M.Ag
NIP.:19670328 200003 1 001
Penguji I
Dr. Abd. Madjid Khon M.A
NIP.:
Penguji II
Dra. Sofiah MS, M.Ag
NIP.:19491123 198902 2 001
Mengetahui:
Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A
NIP.: 19571005 198703 1 003
ii
PERAN GURU AGAMA DALAM PELAKSANAAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
DI SDIT FATHONA BATURAJA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU
SUMATERA SELATAN
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK)
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)
Oleh:
SYAHRUL RAHMAN
NIM. 105011000079
Di Bawah Bimbingan:
Nurlena Rifa`i, M.A, Ph.D NIP. 19591020 198603 2 001
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2011
KEMENTERIAN AGAMA No. Dokumen : FITK-FR-AKD-089
UIN JAKARTA FORM (FR) Tgl. Terbit : 5 Januari 2009
FITK No. Revisi: : 00 Jl. Ir. H. Juanda No 95 Ciputat 15412 Indonesia Hal : 1/1
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI
Saya yang bertanda tangan di bawah ini,
Nama : Syahrul Rahman
Tempat/Tgl. Lahir : Belatung, 08 Oktober 1988
NIM : 105011000079
Jurusan / Prodi : Pendidikan Agama Islam
Judul Skripsi : Peran Guru Agama dalam Pelaksanaan Pendidikan
Agama Islam di SDIT Fathona Baturaja Kabupaten
Ogan Komering Ulu Sumatera Selatan
Dosen Pembimbing : Nurlena Rifa`i, M.A, Ph.D
dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya buat benar-benar hasil karya sendiri dan
saya bertanggung jawab secara akademis atas apa yang saya tulis. Pernyataan ini dibuat
sebagai salah satu syarat menempuh Ujian Munaqasah.
Jakarta, 21 Maret 2011
SYAHRUL RAHMAN
NIM : 105011000079
ABSTRAK
Syahrul Rahman 105011000079 Peran Guru Agama dalam Pelaksanaan
Pendidikan Agama Islam di SDIT Fathona Baturaja Kabupaten Ogan
Komering Ulu Sumatera Selatan.
Pendidikan merupakan sebuah sistem. Ketika berbicara masalah pendidikan,
kita akan menemukan beberapa komponen yang saling terikat antara yang satu
dengan yang lainnya, contoh, guru dengan murid. Keterikatan tersebut layaknya dua
sisi mata uang yang berbeda namun tidak dapat dipisahkan, guru berada di salah satu
sisi dan murid di sisi lainnya. Oleh karena itu, figur guru akan senantiasa menjadi
sorotan karena guru selalu terkait dengan komponen manapun dalam sistem
pendidikan. Guru memegang peran utama dalam pembangunan pendidikan,
khususnya yang diselenggarakan secara formal di sekolah. Guru juga sangat
menentukan keberhasilan peserta didik, terutama dalam kaitannya dengan proses
belajar-mengajar dan terhadap terciptanya proses dan hasil pendidikan yang
berkualitas. Mengingat petapa pentingnya peran guru tersebut maka timbul
pertanyaan, apa perannya dan bagaimana peran guru tersebut dilaksanakan?
Selanjutnya, selama ini banyak penelitian dalam dunia pendidikan yang
dilakukan di wilayah perkotaan dan pada lembaga-lembaga pendidikan yang secara
umum wilayah tersebut sudah maju dan lembaga pendidikannya pun dari segi sarana
dan prasarana memang bagus serta jalur akses yang didapatkan pun lebih mudah dan cepat. Dengan demikian, maka hasil yang ditemukanpun positif. Beranjak dari
fenomena ini penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang dilakukan diwilayah
pedesaan atau kota kecil untuk memberikan gambaran bagaimana proses pendidikan
dilaksanakan di sana dan dituangkan dalam bentuk skripsi dengan judul ”Peran Guru
Agama dalam Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam di SDIT Fathona Baturaja
Kabupaten Ogan Komering Ulu Sumatera Selatan”.
Penelitian ini berbentuk penelitian kuantitatif dengan menggunakan
pendekatan deskriftif analisis. Sumber data dalam penelitian ini adalah referensi
untuk memperoleh istilah-istilah, pengertian-pengertian dan pendapat-pendapat dari
para pakar dengan menelaah dan mengkaji buku-buku yang relevan dengan masalah
yang sedang diteliti dan diperolehnya teori yang relevan untuk menyusun landasan
teori yang ada hubungannya dengan pembahasan dalam penelitian ini, dan data-data
yang diambil langsung dari SDIT Fathona.
Berdasarkan prosentase data angket dari penelitian tersebut maka Peran
Guru Agama dalam Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam di SDIT Fathona Baturaja
Kabupaten Ogan Komering Ulu Sumatera Selatan menunjukkan nilai positif dengan
nilai prosentase terbanyak berkisar antara 64-95% dan dapat dikatagorikan baik.
vii
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT karena hanya dengan karunia Nya penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul : “PERAN GURU AGAMA
DALAM PELAKSANAAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SDIT
FATHONA BATURAJA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU
SUMATERA SELATAN”, sebagai persyaratan memperoleh gelar Sarjana
Pendidikan Islam (S.Pd.I) pada Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah,
Jakarta.
Shalawat beserta salam senantiasa kita curahkan kepada junjungan kita
Nabi Besar Muhammad SAW beserta sahabat, keluarga, dan pengikutnya hingga
akhir zaman. Selanjutnya penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak
akan terwujud tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak yang telah banyak
membantu penulis baik berupa moril maupun materil. Maka dari itu, dalam
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Komarudin Hidayat; selaku Rektor UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA; selaku Dekan Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Pembantu Dekan I, II, dan III Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
viii
4. Bapak Bahrissalim, M.Ag dan Drs. Sapiudin Shidiq M.Ag: Selaku Ketua
dan Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah
dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Ibu Nurlena Rifa`i, M.A, Ph.D; selaku Pembimbing dalam penulisan
skripsi ini.
6. Ibu Sofiyah M.Ag; selaku Penasehat Akademik yang telah banyak
memberikan bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan studi.
7. Dosen pengajar serta staf dan karyawan/ti Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
8. Kepala Yayasan Pendidikan Frania SDIT Fathona Baturaja Kabupaten
Ogan Komering Ulu Sumatera Selatan beserta kepala sekolah, guru, staf
dan karyawan/ti yang telah berkenan menerima penulis untuk
melaksanakan penelitian dalam rangka menyelesaikan skripsi ini.
9. Kedua Orang Tuaku, Ayahanda tersayang Zainal Hasan dan Ibunda
Nurma, yang senantiasa mencurahkan kasih sayang, perhatian dan tak
henti-hentinya memperjuangkan serta mendoakanku.
10. Keluargaku tercinta, K`Bakar, K`Burhan, Ayah Fani, Y`Mala, Y`Mawa,
Y`Ani. Saya ucapkan terima kasih atas bantuan dan dukungannya baik
materi maupun non materi yang dengan tulus ihklas kalian berikan,
Jazakumullah Khairal Jaza. Dan keponakan-keponakanku; Johan, Meri,
Rina, Leni, Novi, Edo, Adi, Fani, Tiara, Zhelin yang selalu dapat
membuatku tersenyum saat penat menghampiri.
ix
11. ”Pustaka Pribadiku” (Miftahul Jannah, S.H), yang telah memberikan
banyak pelajaran tentang kehidupan, dan menjadi motivator dalam
penyelesaian skripsi ini. Terima kasih banyak atas kesabarannya dalam
memberikan support dan do’anya.
12. Teman-teman PPKT 2010 SMK YANUSA Pondok Pinang Jak-Sel.
13. Teman-teman seperjuangan Angkatan 2005 Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
14. Teman-teman seperjuangan di HMI; K`Eko, K`Bakti, Jonson, Azru
Muhammad Bintang, Ade Suryana. dan
15. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu. Terima kasih
banyak atas do’a dan dukungannya.
Semoga semua jasa baik mereka diterima Allah SWT dan mendapatkan
pahala yang tak terhingga, Amin…Ya Robbalalamin.
Akhir kata, segala kritik dan saran yang sifatnya membangun akan penulis
terima dengan lapang dada, sekali lagi penulis ucapkan terima kasih dan mohon
maaf sebesar-besarnya apabila terdapat kesalahan dalam penulisan skripsi ini.
Jakarta, 04 Februari, 2011
Penulis
(Syahrul Rahman)
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i
LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................... ii
LEMBAR UJI REFERENSI ............................................................................. iii
LEMBAR PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ................................... iv
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ................................................ v
ABSTRAK .......................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ....................................................................................... vii
DAFTAR ISI....................................................................................................... x
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xii
BAB I PEDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1
B. Identifikasi Masalah .................................................................... 12
C. Pembatasan Masalah. ................................................................... 12
D. Perumusan Masalah .................................................................... 13
E. Tujuan Penelitian ......................................................................... 13
F. Manfaat Penelitian ....................................................................... 14
BAB II. KAJIAN TEORI
A. Hakekat Guru Agama .................................................................. 15
1. Pengertian Guru Agama .......................................................... 15
2. Kualifikasi Guru Agama ......................................................... 21
3. Peran Guru Agama ................................................................. 27
a. Guru Sebagai Pembimbing ............................................... 28
b. Guru Sebagai Pengajar ..................................................... 29
c. Guru Sebagai Pengelola Kelas ......................................... 30
d. Guru Sebagai Evaluator .................................................... 31
B. Pendidikan Agama Islam.............................................................. 38
1. Pengertian Pendidikan Agama Islam ....................................... 38
2. Dasar-dasar Pendidikan Agama Islam .................................... 39
3. Tujuan Pendidikan Agama Islam .......................................... 42
4. Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam .............................. 44
5. Fungsi Pendidikan Agama Islam ............................................ 45
6. Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam di Sekolah Dasar ....... 46
x
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat Dan Waktu Penelitian .................................................... 51
B. Pendekatan dan Metode Penelitian .............................................. 51
C. Populasi dan Sampel .................................................................... 52
D. Instrumen Penelitian .................................................................... 52
E. Teknik Pengumpulan Data ........................................................... 53
F. Teknik Pengolahan dan Analisa Data .......................................... 54
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN
A. Temuan Penelitian ....................................................................... 60
1. Gambaran Umum Objek Penelitian ........................................ 60
2. Profil SDIT Fathona Baturaja .................................................. 61
B. Deskripsi Data ............................................................................. 64
C. Analisa Data ................................................................................. 65
D. Interpretasi Data ........................................................................... 76
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan .................................................................................. 83
B. Saran-saran. ................................................................................. 85
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR REFERENSI
LAMPIRAN
xi
DAFTAR TABEL
Tabel-1. Kisi-kisi Instrumen Peran Guru Agama dalam Pelaksanaan
Pendidikan Agama Islam di SDIT Fathona Baturaja Kabupaten
Ogan Komering Ulu Sumatera Selatan Untuk Siswa .......................... 56
Tabel-2. Kisi-kisi Instrumen Peran Guru Agama dalam Pelaksanaan
Pendidikan Agama Islam di SDIT Fathona Baturaja Kabupaten
Ogan Komering Ulu Sumatera Selatan Untuk Guru Agama .............. 57
Tabel-3. Kisi-kisi Instrumen Peran Guru Agama dalam Pelaksanaan
Pendidikan Agama Islam di SDIT Fathona Baturaja Kabupaten
Ogan Komering Ulu Sumatera Selatan Untuk Kepala Sekolah .......... 58
Tabel 4 Prestasi Yang Peranah Dicapai Sekolah .............................................. 62
Tabel 5 Jumlah siswa dalam 2 Tahun Terakhir ................................................ 63
Tabel 6 Keadaan Siswa 2 Tahun Terakhir Per Juli 2009 ................................. 63
Tabel 7 Data Rombongan Belajar Tahun 2009/2010 ....................................... 63
Tabel 8 Kondisi Orang Tua Siswa TP. 2008/2009 ........................................... 64
Tabel 9. Memberikan Semangat Untuk Melaksanakan Shalat Berjamaah ....... 65
Tabel 10. Memberikan Semangat Untuk Membaca Al-Qur`an .......................... 66
Tabel 11. Memberikan Semangat Untuk Berbuat Baik ...................................... 66
Tabel 12. Memberikan Semangat Untuk Belajar Pendidikan Agama Islam ...... 67
Tabel 13. Siswa Hadir Dalam Shalat Berjamaah ................................................ 67
Tabel 14. Guru Agama Hadir Dalam Shalat Berjamaah Di Sekolah .................. 68
Tabel 15. Guru Agama Berbicara Sopan Kepada Anak Didik ........................... 68
Tabel 16. Siswa Berprilaku Baik Dengan Sesama Teman ................................. 69
Tabel 17. Siswa Rajin Membaca Al-Qur`An ...................................................... 69
Tabel 18. Guru Menjelaskan Materi Pendidikan Agama Islam Dengan Jelas ... 70
Tabel 19. Guru Agama Memberikan Pertanyaan Tentang Pelajaran Yang
Telah lalu .......................................................................................... 70
xii
Tabel 20. Guru agama memberikan kesempatan bertanya kepada sisiwa ....... 71
Tabel 21. Siswa bertanya tentang materi pendidikan agama Islam ................. 71
Tabel 22. Siswa mengerti terhadap materi-materi pendidikan agama islam ... 72
Tabel 23. Guru Agama mengawasi pelaksanaan pendidikan agama islam
dalam kegiatan shalat berjamaah di sekolah .................................... 72
Tabel 24. Guru Agama mengawasi pelaksanaan pendidikan agama islam
dalam kegiatan membaca Al-Qur`an ................................................ 73
Tabel 25. Siswa senang belajar pendidikan agama islam ................................ 73
Tabel 26. Guru agama mengajar pendidikan agama islam menggunakan alat
peraga ............................................................................................... 74
Tabel 27. Siswa belajar pendidikan agama islam di rumah ............................. 74
Tabel 28. Siswa membaca buku-buku tentang pendidikan agama islam ......... 75
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Berbicara tentang pendidikan, apalagi pendidikan agama bukanlah
merupakan persoalan yang mudah, sebab hal ini menyangkut eksistensi bangsa
di masa mendatang. Pendidikan merupakan totalitas yang mengantarkan peserta
didik untuk tumbuh dan berkembang sebagai sosok individual, sebagai anggota
keluarga, masyarakat, bangsa dan negara1. Pendidikan merupakan salah satu
sarana yang sangat penting, baik bagi masyarakat yang ada di perkotaan
maupun di pedesaan untuk mencapai kesejahteraan. Karena Pendidikan yang
diberikan dengan sengaja dari orang dewasa kepada anak dalam
pertumbuhannya, baik jasmani maupun rohani agar berguna bagi diri sendiri dan
masyarakat.2
Pendidikan agama tidak boleh lepas dari pengajaran agama, yaitu
pengetahuan yang ditujukan kepada pemahaman hukum-hukum, syarat-syarat,
kewajiban-kewajiban, batas-batas dan norma-norma yang harus dilakukan dan
diindahkan. Pendidikan agama harus memberikan nilai-nilai yang dapat dimiliki
dan diamalkan oleh anak didik, supaya semua perbuatannya dalam hidup
mempunyai nilai-nilai agama, atau tidak keluar dari tuntunan atau moral agama.3
1 Abdul Rachman Shaleh, Pendidikan Agama dan Keagamaan; Visi, Misi dan Aksi,
(Jakarta: PT.Gemawindu Pancaperkasa, 2000), Cet. 1, h. 19 2 M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis Dan Praktis, (Bandung, PT. Remaja
Rosdakarya, 1992), h. 13 3 Zakiah Daradjat, Kesehatan Mental, (Jakarta: PT. Gunung Agung, 1985), Cet. XII, h. 131
2
Pada kakekatnya pendidikan agama merupakan pembinaan terhadap pondasi
dari moral bangsa. Hal ini dibuktikan dengan adanya kenyataan bahwa tata tertib
dan ketentraman hidup sehari-hari dalam masyarakat tidak hanya semata-mata
ditentukan oleh ketentuan-ketentuan hukum saja, tetapi juga didasarkan atas ikatan
moral, nilai-nilai kesusilaan dan sopan santun yang didukung dan dihayati bersama
oleh seluruh masyarakat. Kehidupan masyarakat yang berpegang teguh pada
moralitas tak bisa diwujudkan kecuali dari pendidikan agama. Sebab moralitas yang
mempunyai daya ikat masyarakat bersumber dari agama, nilai-nilai dan norma-
norma agama.
Mengingat pentingnya arti dan peran agama bagi tata kehidupan
perseorangan maupun masyarakat, maka dalam rangka pembangunan dan
pengembangan watak bangsa haruslah bertumpu di atas landasan keagamaan yang
kokoh, dan jalan untuk mewujudkannya tiada lain kecuali hanyalah dengan
menempatkan pendidikan agama sebagai faktor dasar yang sangat penting.
Pembinaan moral manusia dan penghayatan keagamaan dalam kehidupan
seseorang sebenarnya bukan hanya sekedar mempercayai seperangkat aqidah dan
melaksanakan tata cara upacara keagamaan saja tetapi merupakan usaha yang terus
menerus untuk menyempurnakan diri pribadi dalam hubungan vertikal kepada
Tuhan dan horizontal terhadap sesama manusia sehingga terwujudlah keselarasan,
keserasian dan keseimbangan hidup menurut fitrah kejadiannya sebagai makhluk
individual, makhluk sosial, serta makhluk yang berke-Tuhanan Yang Maha Esa.
Pribadi yang seperti ini tidak datang dengan serta merta begitu saja, melainkan
harus melalui proses pendidikan yang panjang dimana unsur agama menjadi faktor
yang asasi. 4
Berkaitan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi memang
dengan sendirinya akan membantu manusia lebih mampu untuk menguasai dan
mengelola alam dengan segala potensinya. manusia menggunakan rasionalitasnya
melakukan kajian-kajian keilmuan dan teknologi, akan tetapi tanpa kemampuan
manusisa untuk menguasai diri sendiri, kamajuan yang tadinya telah dicapai akan
mengancam dan membahayakan diri sendiri. Dalam hal ini kiranya perlu diketahui
4 Abdul Rachman Shaleh, Pendidikan Agama..., h. 17
3
bahwa agama tidak mengatur ilmu pengetahuan, akan tetapi agama mewajibkan
pemeluknya untuk mempelajarinya. Ilmu pengetahuan (Sciense) hendaknya
dijadikan alat untuk memupuk dan memperkokoh keimanan dan ketaqwaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Selain itu, Gradasi manusia selain ditentukan oleh penguasaannya atas ilmu
pengetahuan juga di tentukan oleh tingkat ketaqwaan/keimanannya kepada Allah
SWT (Q.S 58:11). Ilmu pengetahuan tanpa agama buta, dan agama tanpa ilmu
pengetahuan lumpuh. Agama sebagai pedoman dan pengendali penggunaan ilmu
pengetahuan; lebih dari itu agama adalah sebagai pedoman dan pengendali hidup
seseorang. Agama bukan hanya sekedar ritualitas, tetapi pelaksanaannya harus
benar-benar dirasakan kegunaannya, menenangkan batin dan yakin akan berhasil
dalam mengatasi masalah-masalah hidupnya.5
Sejalan dengan hal itu dan dengan menyadari sepenuhnya akan hakekat
pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya, serta sesuai dengan cita-cita
bangsa Indonesia yang tertuang dalam pembukaan Undang-undang Dasar Tahun
1945 untuk mewujudkan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan
bangsa, maka pendidikan pada umumnya dan pendidikan agama pada khususnya
mempunyai peran yang sangat strategis dalam meningkatkan kualitas sumber daya
manusia dan sebagai upaya mewujudkan cita-cita nasional dibidang pendidikan
seperti yang ditegaskan dalam Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas, Pasal 3), disebutkan bahwa:
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban yang bermanfaat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.6
Bila mengacu pada Undang-undang tersebut di atas, dapat dipahami bahwa
salah satu tujuan nasional itu adalah menghasilkan manusia Indonesia yang
beriman dan bertakwa kepada Allah SWT, tentu hal itu tidak akan tercapai tanpa
melalui pendidikan agama. Pada hakekatnya pendidikan agama baru dapat berjalan
5 Rachman Shaleh, Pendidikan Agama dan Keagamaan…, h. 18
6 UU RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS dan PP No. 47 Tahun 2008 tentang
Wajib Belajar, (Bandung: Citra Umbara, 2008), Cet. 1, h. 6
4
secara efektif apabila dilaksanakan secara integral. Oleh sebab itu pelajaran agama
merupakan pelajaran inti yang dapat digunakan sebagai landasan dari pelajaran
lainnya. Ajaran-ajara agama, nilai-nilai dan norma-norma agama harus dapat
dicerna sedemikian rupa hingga mudah diserap oleh kehausan jiwa manusia
terhadap kebutuhan spiritual. Umumnya kelambanan daya serap terhadap agama
bukan disebabkan oleh ajaran agama itu sendiri, melainkan oleh karena keringnya
cernaan terhadap ajaran agama pada waktu disajikan kepada peserta didik.
Nampaknya, dunia modern seperti sekarang ini merindukan kehadiran
spiritualitas agama, namun banyak kalangan masyarakat modern merasakan kurang
puas terhadap doktrin-doktrin normatif yang ditawarkan oleh lembaga-lembaga
keagamaan yang ada, dengan mengemukakan salah satu alasan bahwa
kekurangmampuan pembawa misi agama untuk secara sistemik menyesuaikan
”bahasa” yang dipergunakan dalam diskusi-diskusinya atau pesan-pesannya dengan
perkembangan keilmuan dan kemasyarakatan, hal itu menyebabkan ”bahasa
agama” terasa kering dan kurang relevan dengan tingkat perkembangan wilayah
pengalaman manusia pada abad teknologi industri sekarang ini.7
Berkenaan dengan hal itu, Zamroni dalam Paradigma Pendidikan Masa
Depan, menjelaskan bahwa upaya untuk mewujudkan suatu sistem pendidikan
nasional yang berdasarkan pancasila harus terus dilaksanakan dan semangat untuk
itu harus terus menerus diperbaharui. Selain itu, adanya tembok yang memisahkan
antara ”dunia pendidikan” di satu pihak dan ”dunia kerja” di pihak lainnya. selama
masih adanya kesenjangan antara hasil pendidikan dengan kebutuhan tenaga kerja,
adanya kesenjangan harapan akan prestasi yang ada, selama itu pula problem
pendidikan senantiasa dibicarakan dan gaung tuntutan pembaharuan pendidikan
akan terus bergema. Ditambah lagi tantangan utama bangsa Indonesia dewasa ini
dan di masa depan adalah kemampuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya
manusia.
Dalam kaitan ini menarik untuk dikaji bagaimana kualitas pendidikan kita
dan upaya apa yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan
7 Muhammad Tholchah Hasan, Diskursus Islam dan Pendidikan; Sebuah Wacana Kritis,
(tt.p. PT. Bina Wiraswasta Insan Indonesia bekerjasama dengan Lembaga Indonesia Adi Daya, t.t.),
h. 108
5
sehingga bisa menghasilkan sumber daya manusia yang lebih berkualitas
sebagaimana yang diharapkan, agar bangsa Indonesia menjadi bangsa yang
produktif dan memiliki kepercayaan diri yang kuat sehingga mampu bersaing
dengan bangsa-bangsa lain dalam kehidupan global ini.8 Dengan kata lain,
pendidikan harus mampu menghasilkan lulusan yang mampu berpikir global (think
globally), dan mampu bertindak lokal (act loccaly), serta dilandasi oleh akhlak
yang mulia (akhlakul karimah).
E.Mulyasa juga mengutarakan bahwa kualitas pendidikan dipengaruhi
oleh penyempurnaan sistemik terhadap komponen pendidikan seperti
peningkatan kualitas dan pemerataan penyebaran guru, kurikulum yang
disempurnakan, sumber belajar, sarana dan prasarana yang memadai, iklim
pembelajaran yang kondusif, serta didukung oleh kebijakan pemerintah, baik di
pusat maupun di daerah. Dari semuanya itu, guru merupakan komponen paling
menentukan; karena di tangan gurulah kurikulum, sumber belajar, sarana dan
prasarana, dan iklim pembelajaran menjadi suatu yang berarti bagi kehidupan
peserta didik.9
Ketika berbicara masalah pendidikan, kita akan menemukan beberapa
faktor yang saling terikat antara yang satu dengan yang lainnya, contoh, guru
dengan murid. Keterikatan tersebut layaknya dua sisi mata uang yang berbeda
namun tidak dapat dipisahkan, guru berada di salah satu sisi dan murid di sisi
lainnya. Oleh karena itu, figur guru akan senantiasa menjadi sorotan karena guru
selalu terkait dengan komponen manapun dalam sistem pendidikan. Guru
memegang peran utama dalam pembangunan pendidikan, khususnya yang
diselenggarakan secara formal di sekolah. Guru juga sangat menentukan
keberhasilan peserta didik, terutama dalam kaitannya dengan proses belajar-
mengajar dan terhadap terciptanya proses dan hasil pendidikan yang berkualitas.
Dengan memperhatikan hal tersebut, pemerintahpun melakukan berbagai
upaya untuk mengembangkan standar kompetensi dan sertifikasi guru, antara lain
dengan disahkannya Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
8 Zamroni, Paradigma Pendidikan Masa Depan, (Yogyakarta: PT. Bayu Indra Grafika,
2000), Cet. 1, h. 28-33 9E.Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2008), Cet. III, h. 5
6
Dosen. Dalam Pasal 2 ayat (1) menyebutkan bahwa kedudukan guru sebagai
tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan
pendidikan anak pada usia dini pada jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai
dengan peraturan perundang-undangan; dan pada Pasal 4 menjelaskan bahwa
kedudukan guru sebagai tenaga profesional berfungsi untuk meningkatkan
martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran serta untuk meningkatkan
mutu pendidikan nasional; Kemudian ditegaskan pula pada Pasal 6, bahwa guru
sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan
nasional dan mewujudkan tujuan pedidikan nasional.10
Dengan demikian, peran
guru pada umumnya dan guru agama dalam pelaksanaan pendidikan agama Islam
khususnya perlu mendapatkan perhatian dan penanganan intensif, agar tujuan
yang termaktub dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional itu dapat
terwujudkan, sehingga nilai-nilai positif dapat diinternalisasikan oleh anak didik
kita.
Sejalan dengan itu, Dede Rosyada memaparkan untuk mewujudkan tujuan
pendidikan nasional tidak hanya bergantung pada satu pihak yaitu guru saja, tetapi
juga ditentukan oleh murid itu sendiri. Dalam proses belajar mengajar tingkat
keberhasilannya sangat ditentukan pula oleh seberapa besar mereka merasa perlu
belajar, dan seberapa besar kesiapan mereka untuk belajar. Guru, lingkungan dan
sumber belajar lainnya hanyalah fasilitas yang dapat mereka berdayakan untuk
seoptimal mungkin memperoleh pengalaman dalam rangka meningkatkan
berbagai kompetensi yang diinginkan melalui melalui proses belajar tersebut.
Secara ideal, siswa-siswi pada tingkatan sekolah menengah atau pada tingkat
pendidikan dasar berjenjang SLTP, sebenarnya bisa dimulai untuk dilatih berpikir
kritis dan kreatif sesuai dengan dunianya, karena bentuk ideal warga negara yang
cerdas tidak saja pandai menghitung dalam matematika, pandai ilmu-ilmu fisika
atau ilmu kealaman lainnya, atau pandai berbagai bahasa, kalau tidak kritis dan
tidak kreatif, kecerdasannya akan kurang berguna.11
10
E. Mulyasa, ”Undang-undang RI No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen” dalam
Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru..., h. 228 11
Dede Rosyada, Paradigma Pendidikan Demokratis; Sebuah Model Pelibatan
Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan, (Jakarta: Prenada Media, 2004), Cet. I, h. 110-111
7
Adapun pendidikan agama di sekolah-sekolah merupakan arena yang
strategis untuk pembinaan bangsa. Manusia-manusia yang sehat jasmani dan
rohaninya, yang bertanggung jawab, cerdas, terampil, mandiri, memiliki budi
pekerti luhur, berkepribadian, disiplin dan bekerja keras serta tangguh, akan
tumbuh subur, sekiranya peserta didik mendapatkan pendidikan agama yang
cukup.
Dalam proses pendidikan, sekolah dasar menempati posisi yang sangat vital
dan strategis. Kekeliruan dan ketidak tepatan dalam melaksanakan pendidikan di
tingkat dasar ini akan berakibat fatal untuk pendidikan tingkat selanjutnya.
Sebaliknya, keberhasilan pendidikan pada tingkat ini akan membuahkan
keberhasilan pendidikan tingkat lanjutan. Sayangnya, berbagai pihak justeru
menempatkan pendidikan dasar lebih rendah daripada tingkat pendidikan yang
lain, terbukti antara lain, dengan adanya kualifikasi dan gaji guru sekolah dasar
yang berbeda dengan sekolah lanjutan.12
Bakaruddin dan Rumaya13
Senin, 9
November 2010 lalu, saat dikonfirmasi oleh penulis tentang hal tersebut,
keduanyapun dalam penjelasannya, juga membenarkan adanya kesenjangan antara
kualifikasi dan gaji guru sekolah dasar dengan sekolah lanjutan.
Sementara itu, di lain pihak, Faktor identifikasi dan meniru pada anak-
anak amat penting, sehingga mereka menjadi terbina, terdidik, dan belajar dari
pengalaman langsung. Hal ini pula yang nantinya akan mempengaruhi lebih
besar dari pada informasi atau pengajaran lewat instruksi dan petunjuk yang
disampaikan dengan kata-kata. Zakiah Daradjat mengemukakan bahwa
pendidikan, pembinaan iman, dan takwa anak belum dapat menggunakan kata-
kata (Verbal), akan tetapi diperlukan contoh yang langsung sebagai teladan,
12Zamroni, Paradigma Pendidikan Masa Depan..., h. 105
13Keduanya berprofesi sebagai guru di SDN Tanjung Besar Kecamatan Mekakau Ilir
Kabupaten OKU Selatan (sekarang). Mulai mengabdikan dirinya di dunia pendidikan sebagai guru
honorer di SDN 2 Desa Pulau Duku di Kecamatan yang sama sejak mereka menyelesaikan studinya
masing-masing di Sekolah Pendidikan Guru (SPG) Yayasan Pendidikan Islam (YPI) Teran
Batumarta Baturaja Kabupaten OKU Induk (sekarang); dan Pendidikan Guru Agama (PGA) di
Palembang Sumatera Selatan pada tahun 1987 sebagai guru honorer. Pada tahun 2003-2006,
keduanya terdaftar dalam data guru Hornas (Honor Nasional) dan guru Honda (Honor Daerah), baru
kemudian mendapatkan SK sebagai Pegawai Negeri Sipil golongan II/b dan II/a pada 1 Januari
tahun 2007 lalu di bawah naungan Depdiknas. Adapun hubungan keduanya dengan penulis adalah
sebagai kakak kandung dan kakak ipar tertua sekaligus ”guru” bagi penulis secara pribadi.
8
pembiasaan latihan yang terlaksana di dalam keluarga sesuai dengan
pertumbuhan dan perkembangan anak yang berlangsung secara alamiah.14
Pendidikan pada masa anak-anak seharusnya sudah dilakukan oleh orang
tua, yaitu dengan cara membiasakan mereka dengan tingkah laku dan akhlak
yang diajarkan agama. Beliau juga memaparkan bahwa, seharusnya para
pendidik senantiasa selalu memikirkan moral, tingkah laku, dan sikap yang
harus ditumbuhkan dan dibina pada anak didik. Ia tidak cukup sekedar
menuangkan pengetahuan ke otak anak-anak; hanya memikirkan peningkatan
ilmiah dan kecakapan serta meningkatkan ritus-ritus formal keagamaan semata.
Bila pembinaan kepribadian dan moral agama tidak disertakan dalam
pendidikan anak-anak, maka akan lahir manusia-manusi yang tinggi
pengetahuannya namun mereka tidak dapat memberikan manfaat yang betul-
betul kepada masyarakat. Mereka hanya akan memikirkan dan menggunakan
ilmu pengetahuannya untuk mencari keuntungan dan kesenangan diri sendiri.
Akhirnya, beliau menegaskan bahwa pendidikan agama tidak mungkin
terlepas dari pengajaran agama. Jika penanaman jiwa agama tak mungkin
dilakukan oleh orang tua di rumah, maka harus dilakukan dengan bimbingan
seorang guru. Untuk itu pendidikan agama harus dilanjutkan di sekolah, tidak
cukup oleh orang tua saja. Apalagi dalam masyarakat masih banyak orang tua
yang tidak mengerti agama, ditambah lagi faktor kesibukan orang tua yang
menyita banyak waktu sehingga waktu yang tersedia untuk anak-anak mereka
sangat sedikit. Akibatnya peran orang tua dalam membina mental dan akhlak
anak-anak agaknya terabaikan.15
Bidang study pendidikan agama Islam merupakan bagian dari integral dari
semua program pengajaran dan merupakan usaha bimbingan dan pembinaan
guru terhadap siswa dalam memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran
agama Islam sehingga mereka menjadi manusia yang bertakwa dan menjadi
warga negara yang baik. Pendidikan agama juga perlu diberikan kepada anak
14
Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah. (Jakarta: CV. Ruhama,
1995), Cet. II, h. 56 15
Maftuhu, ”Pendidikan Islam dan Kesehatan Mental”, Dalam Pusat Penelitian IAIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, Perkembangan Psikologi Agama & Pendidikan Islam di Indonesia; 70 tahun
Prof. Dr. Zakiah Daradjat, (Ciputat: PT. Logos Wacana Ilmu, 1999), Cet. 1, h. 103-108
9
didik sejak dini, baik dalam keluarga, masyarakat maupun sekolah. Karena,
Pendidikan agama berfungsi sebagai pengontrol, pembimbing, dan pendorong
bagi diri anak.
Oleh karena itu seorang guru (tentang guru agama) dituntut untuk
menumbuhkan sikap mental, perilaku dan kepribadian yang tentu saja
memerlukan pendekatan yang bijaksana dan hati-hati dari guru. Untuk itu
dibutuhkan kecakapan motivasi dan berpikir jauh kedepan, dengan
mencontohkan kepribadian dan keteladanan seorang guru itu sendiri sebagai
contoh atau model yang artinya setiap guru mampu memberikan contoh bagi
anak didiknya, bagaimana berbuat, bersikap dan bertingkah laku yang baik
dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, adanya peran guru agama yang
dijadikan teladan dalam pelaksanaan pendidikan agama Islam tersebut
diharapkan agar siswa bisa melihat langsung contoh dari materi-materi yang
telah disampaikan. Memberikan motivasi kepada siswa dalam merealisasikan
pendidikan agama Islam tersebut sehingga siswa terpacu untuk
melaksanakannya, seperti shalat berjamaah dan membaca al-qur`an,
dilaksanakan bertujuan untuk menambah pendidikan agama. Disinilah peran
guru agama itu sangat penting bagi pelaksanaan pendidikan agama di sekolah.
Dengan menyadari urgensi peran guru di atas, guru dan tenaga pendidik
tersebut perlu dibina, dikembangkan, dan diberikan penghargaan yang layak
sesuai dengan tuntutan visi, misi, dan tugas yang diembannya. Hal ini penting,
terutama bila dikaitkan dengan berbagai kajian dan hasil penelitian yang
menunjukkan bahwa guru memiliki peran yang sangat strategis dan juga turut
menentukan keberhasilan pendidikan dan meningkatkan kualitas pembelajaran,
serta membentuk kompetensi peserta didik. Berbagai kajian dan hasil penelitian
tersebut dikemukan oleh E. Mulyasa sebagai berikut:
1. Murphy, (1992) menyatakan bahwa keberhasilan pembaharuan
sekolah sangat ditentukan oleh gurunya, karena guru adalah pemimpin
pembelajaran, fasilitator, dan sekaligus merupakan pusat inisiatif
pembelajaran. Karena itu, guru harus senantiasa mengembangkan diri secara mandiri serta tidak bergantung pada inisiatif kepala sekolah dan
supervisor.
10
2. Brand dalam Educational leadership (1993) menyatakan bahwa
hampir semua usaha reformasi pendidikan seperti pembaharuan
kurikulum dan penerapan metode pembelajaran, semuanya bergantung
kepada guru. Tanpa penguasaan materi dan strategi pembelajaran, serta
tanpa dapat mendorong siswanya untuk belajar bersungguh-sungguh,
segala upaya peningkatan mutu pendidikan tidak akan mencapai hasil
yang maksimal.
3. Cheng dan Wong, (1996), berdasarkan hasil penelitiannya di Zhejiang,
Cina, melaporkan empat karakteristik sekolah dasar yang unggul
(berprestasi), yaitu: (1) adanya dukungan pendidikan yang konsisten
dari masyarakat, (2) tingginya derajat profesionalisme di kalangan guru,
(3) adanya tradisi jaminan kualitas (quality assurance) dari sekolah, dan
(4) adanya harapan yang tinggi dari siswa untuk berprestasi.
4. Jalal dan Mustafa, (2001), menyimpulkan bahwa komponen guru
sangat mempengaruhi kualitas pengajaran melalui (1) Penyediaan
waktu lebih banyak pada peserta didik, (2) interaksi dengan peserta
didik yang lebih intensif/sering, (3) tingginya tanggung jawab mengajar
dari guru. Karena itu, baik buruknya sekolah sangat bergantung pada
peran dan fungsi guru.16
Sehubungan dengan hasil penelitian tersebut, E. Mulyasa juga
menjelaskan setidaknya terdapat tujuh indikator yang menunjukkan lemahnya
kinerja guru dalam melaksanakan tugas utamanya mengajar yaitu: (a) rendahnya
pemahaman tentang strategi pembelajaran, (b) kurangnya kemahiran dalam
mengelola kelas, (c) rendahnya kemampuan melakukan dan memanfaatkan
penelitian tindakan kelas (classroom action research), (d) rendahnya motivasi
berprestasi, (e) kurang disiplin, (f) rendahnya komitmen Profesi, (g) serta
rendahnya kemampuan manajemen waktu.
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, tujuan pendidikan nasional kita
sudah dirumuskan dalam undang-undang. Di sana sudah digambarkan profil
manusia dan masyarkat Indonesia yang diinginkan, yakni manusia dan
masyarakat Indonesia yang religius, etis, kreatif, berkepribadian, dan patriotis.
Ringkasnya, ciri-ciri manusia berkualitas tercakup tuntas. Ambil saja satu
dimensi manusia religius yang disebut ”beriman dan bertakwa”. Dari hal itu
maka muncullah pertanyaan bagaimana merumuskan profil seorang yang
dikatakan bertakwa itu sebagai acuan dalam pendidikan secara praktikal?
Apakah seorang yang bertakwa itu adalah gambaran pribadi yang penuh
16
E.Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru..., h. 9
11
kepatuhan dalam beribadah, ataukah seseorang yang sungguh-sungguh memiliki
kepekaan dalam menangkap pesan-pesan esensial risalah diniyah? Pilihan
tentang penekanan dalam memberikan arti terhadap ”ketakwaan” itu menjadi
sangat penting, karena akan memberikan corak terhadap perwujudan program
pendidikan (Islam) yang hendak kita selenggarakan. Taruhlah misalnya, kalau
manusia takwa itu kita artikan sebagai seorang yang memiliki ”kesalehan
individu” dan sekaligus memiliki ”kesalehan sosial”, maka persoalan yang
timbul berikutnya ialah: Kapan dan dalam lingkungan pendidikan yang
bagaimana, bagian-bagian dari kesalehan tersebut dapat ditumbuhkan?17
Di SDIT (Sekolah Dasar Islam Terpadu) Fathona yang terletak di Jl. R.
Suprapto No. 469 Baturaja Kabupaten Ogan Komering Ulu (Kabupaten Induk
sekarang) Provinsi Sumatera Selatan, sebagai akibat dari otonomi daerah yang
berimplikasi juga terhadap otonomi pendidikan, maka pihak sekolah mengambil
satu kebaikan yaitu dengan mengadakan shalat Dzuhur berjamaah, tahsin dan
tahfidz al-Qur`an sebagai implementasi pelaksanaan pendidikan agama bagi
siswa siswinya.
Dengan melihat urgensi peran guru, khususnya guru agama dalam
melaksanakan rangkaian-rangkaian kegiatan pengajaran agama yang dengannya
diharapkan agar siswa siswinya mampu memahami dan mengimplementasikan
pendidikan agama yang telah diberikan, baik ketika belajar di sekolah maupun
diaplikasikan dalam kehidupan sehari-sehari. Serta dengan memperhatikan
bagaimana realita kualitas pendidikan kita dan upaya apa yang dapat dilakukan
untuk meningkatkan kualitas pendidikan sehingga bisa menghasilkan SDM yang
lebih berkualitas sebagaimana yang diharapkan, agar bangsa Indonesia menjadi
bangsa yang produktif dan memiliki kepercayaan diri yang kuat sehingga
mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain dalam kehidupan global ini. Dengan
dasar itulah penulis merasa perlu dan tertarik untuk meneliti fenomena di atas
yang kemudian dituangkan dalam bentuk sebuah skripsi dengan judul:
“Peran Guru Agama Dalam Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam
Di SDIT Fathona Baturaja Ogan Komering Ulu Sumatera Selatan”
17
Tholchah Hasan, Diskursus Islam dan Pendidikan…, h. 111
12
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian di atas, penulis mengidentifikasi beberapa masalah
sebagai berikut:
1. Kurangnya peran guru agama dalam proses pelaksanaan Pendidikan
Agama Islam.
2. Kurangnya derajat profesionalisme dan rasa tanggung jawab guru
agama dalam proses pelaksanaan Pendidikan Agama Islam.
3. Kurang efektifnya metode yang digunakan guru agama dalam
pelaksanaan Pendidikan Agama Islam.
4. Adanya faktor-faktor yang menghambat proses pelaksanaan
Pendidikan Agama Islam.
5. Kurangnya jam pelajaran untuk mata pelajaran Pendidikan Agama
Islam di sekolah.
C. Pembatasan Masalah
Untuk menghindari kekaburan pemahaman dan ruang lingkup yang
akan dibahas, kiranya perlu dikemukakan penjelasan istilah-istilah serta
pembatasan masalah antara lain:
1. Yang dimaksud dengan guru agama dalam penelitian ini adalah
guru agama Islam
2. Yang dimaksud dengan peran guru agama sebagai pendidik
(pembimbing dan pengajar) yaitu guru memberikan bantuan
kepada peserta didik berupa memberikan motivasi kepada peserta
didik dan memberikan keteladanan bagi siswa yang bersumber
dari guru serta dapat menyampaikan materi pelajaran kepada anak
didik dengan baik.
3. Peran guru agama sebagai pengelola kelas yaitu guru mampu
mengelola kelas sebagai lingkungan belajar yang baik dan dapat
menggunakan fasilitas yang ada secara maksimal serta dapat
memelihara fasilitas dengan maksimal juga.
4. Peran guru agama sebagai evaluator yaitu untuk mengetahui hasil
ujian siswa dan apakah materi yang diajarkan sudah cukup tepat.
13
5. Pengertian “Pendidikan Agama Islam” yang dimaksud adalah
kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan nilai-nilai Islam baik itu
dalam bentuk proses pembelajaran maupun kegiatan-kegiatan
yang bercirikan Islam.
Dalam pelaksanaan pendidikan agama Islam tersebut
penulis membatasinya hanya pada langkah-langkah yang harus
dilakukan oleh guru agama diantaranya: persiapan mengajar,
pembelajaran, analisa evaluasi dan kegiatan-kegiatan keagamaan.
D. Perumusan Masalah
Permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana peran guru agama sebagai pembimbing dalam
pelaksanaan pendidikan agama Islam di SDIT Fathona Baturaja?
2. Bagaimana peran guru agama sebagai pengajar dalam pelaksanaan
pendidikan agama Islam di SDIT Fathona Baturaja?
3. Bagaimana peran guru agama sebagai pengelola kelas dalam
pelaksanaan pendidikan agama Islam di SDIT Fathona Baturaja?
4. Bagaimana peran guru agama sebagai evaluator dalam pelaksanaan
pendidikan agama Islam di SDIT Fathona Baturaja?
5. Sejauh mana peran guru agama tersebut telah dilaksanakan?
E. Tujuan Penelitian
Adapun penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui peran guru agama sebagai pembimbing dalam
pelaksanaan pendidikan agama Islam di SDIT Fathona Baturaja.
2. Mengetahui peran guru agama sebagai pengajar dalam pelaksanaan
pendidikan agama Islam di SDIT Fathona Baturaja.
3. Mengetahui peran guru agama sebagai pengelola kelas dalam
pelaksanaan pendidikan agama Islam di SDIT Fathona Baturaja.
4. Mengetahui peran guru agama sebagai evaluator dalam pelaksanaan
pendidikan agama Islam di SDIT Fathona Baturaja.
5. Mengetahui tingkat pelaksanaan peran guru agama dalam
pelaksanaan pendidikan agama Islam di SDIT Fathona Baturaja.
14
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai tambahan
informasi ilmu pengetahuan tentang bagaimana pelaksanaan pendidikan
agama di lembaga-lembaga pendidikan terutama sekolah sebagai lembaga
formal, baik bagi penulis secara pribadi maupun pembaca pada umumnya
terutama yang berkiprah di bidang pendidikan serta sekaligus merupakan
sumbangan pemikiran yang dipersembahkan sebagai pengabdian kepada
Almamater, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
15
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Hakekat Guru Agama
1. Pengertian Guru Agama
Nabi Muhammad SAW diutus oleh Allah ke muka bumi dengan
tujuan untuk membebaskan manusia dari kejahilan kepada pemahaman
dan aqidah yang benar. Dapat dikatakan bahwa Rasulullah SAW diutus
untuk mengenal Allah, ajaran Islam, dan juga mengamalkan ajarannya
dengan sungguh-sungguh sehingga selamat dunia akhirat.
Hal ini menunjukkan bahwa nabi Muhammad diutus untuk menjadi
seorang guru agama yang dapat membebaskan manusia dari kesesatan dan
meluruskannya ke jalan yang baik dan benar yang diridhai Allah.
Kata guru agama terdiri dari dua kata, yaitu guru dan agama.
Pengertian guru menurut Zakiah Daradjat dkk, Guru adalah pendidik
profesional, karenanya secara implisit ia telah merelakan dirinya menerima
dan memikul sebagian tanggung jawab pendidikan yang terpikul di pundak
para orang tua.1
Menurut Ahmad Tafsir, Guru adalah pendidik yang memegang mata
pelajaran di sekolah.2 Sementara itu, Moh. Uzer Usman memandang guru
sebagai jabatan atau profesi yang membutuhkan keahlian khusus sebagai
guru. Untuk menjadi guru diperlukan syarat-syarat khusus, apalagi sebagai
1 Zakiah Daradjat, dkk., Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), Cet. 8, h.
39. 2 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2007), Cet VII, h. 75.
16
guru profesional yang harus menguasai betul seluk-beluk pendidikan dan
pengajaran dengan berbagai ilmu pengetahuan lainnya yang perlu dibina
dan dikembangkan melalui masa pendidikan tertentu dan pendidikan
prajabatan.3
Selain itu, dalam Dictionary of Education dikatakan bahwa guru
adalah: (1) seseorang yang bekerja di sebuah lingkungan yang resmi
dengan tujuan untuk memandu dan menunjukkan pengalaman
pembelajaran pada masyarakat di dalam sebuah institusi pendidikan baik
negeri maupun swasta. (2) seseorang yang karena kekayaan/pengalaman
luar biasa/pendidikan/keberadaannya di lapangan yang diberikan, mampu
mengkontribusikannya pada pertumbuhan dan perkembangan orang lain
yan mengadakan kontrak dengannya. (3) seseorang yang dilengkapi
dengan sebuah kurikulum profesional di dalam institusi pendidikan guru
dan yang mempunyai pelatihan yang diakui secara resmi dengan sebuah
penghargaan sertifikat pengajaran yang layak.4
Menurut UU No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Pasal 1
yang dimaksud dengan guru adalah pendidik profesional dengan tugas
utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai,
dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur
pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah.
Selanjutnya dijelaskan pula pada Pasal 2 ayat 1 bahwa yang dimaksud
dengan tenaga profesional mengandung arti bahwa pekerjaan guru hanya
dapat dilakukan oleh seseorang yang mempunyai kualifikasi akademik
kompetensi, dan sertifikasi pendidik sesuai dengan persyaratan untuk
setiap jenis dan jenjang pendidikan tertentu. 5
3 Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Professional, , (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2001), Edisi Kedua, h. 5 4 Syafruddin Nurdin, Guru Profesional & Implementasi Kurikulum, (Jakarta: Quantum
Teaching, 2005), Cet. III, h. 6 5 E. Mulyasa, ”Undang-undang RI No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen”, dalam
Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008), Cet. III, h.
246
17
Dari pengertian walaupun redaksinya berbeda, namun mempunyai
kesamaan maksud, yaitu bahwa guru bukan hanya sekedar pemberi ilmu
pengetahuan kepada peserta didik di depan kelas. Tetapi juga merupakan
tenaga profesional yang mempunyai kualifikasi akademik kompetensi,
yang di samping memperhatikan aspek kognitif, juga aspek afektif dan
psikomotorik pada anak didik agar timbul dan terbina secara utuh sebagai
manusia berkepribadian utuh agar maksud mendidik untuk mengantarkan
peserta didik menuju kedewasaan dapat tercapai. Serta untuk seoptimal
mungkin mengarahkan peserta didik agar mereka memperoleh pengalaman
dalam rangka meningkatkan kompetensi yang diinginkan melalui proses
belajar tersebut.
Berkenaan dengan ketiga aspek tersebut di atas, Haidar Putra
Daulay menjelaskan bahwa:
Pertama, aspek kognitif adalah upaya yang ditekankan pada
pengisian otak peserta didik (tranfer of knowledge), yaitu pemberian
materi/bahan ajar yang dimulai dari yang sederhana seperti menghafal
sampai analisis. Hal ini merupakan langkah awal untuk penanaman dan
memberikan pemahaman atas konsep-konsep dasar atau teori-teori
keilmuan kedalam otak peserta didik.
Kedua, aspek afektif yang merupakan upaya mengisi hati,
melahirkan sikap positif (tranfer of value), menumbuhkan kecintaan
kepada kebaikan dan membenci kejahatan. Hal ini berkenaan dengan
masalah emosi (kejiwaan), terkait dengan rasa suka, benci, simpati,
antipati dan lain sebagainya. Dengan demikian afektif itu adalah sikap
batin seseorang. Dengan kata lain pendidikan agama yang berorientasi
kepada ranah pembentukan afektif ini adalah pembentukan sikap mental
peserta didik ke arah menumbuhkan kesadaran beragama sebagai salah
satu bentuk penerapan hasil pelajaran yang tidak hanya pada ranah
pemikiran saja, melainkan juga memasuki ranah rasa. Karena itu sentuhan-
sentuhan emosional beragama perlu dikembangkan.
18
Ketiga, aspek psikomotorik/perbuatan (tranfer of activity), yaitu
timbulnya keinginan untuk melakukan yang baik dan menjauhi yang buruk
berdasarkan konsep bahan yang telah diperolehnya sebagai implementasi
dari materi-materi yang telah diajarkan melalui proses pembelajaran yang
direfleksikan dan teraktualisasikan ke dalam tindakan atau praktik
kehidupannya sehari-hari.6
Sementara itu, agama merupakan sesuatu yang menyangkut
kepentingan mutlak setiap manusia. Oleh karena itu, setiap orang
beragama terlibat dengan agama yang dipeluknya, maka tidaklah mudah
menarik sebuah definisi yang mencangkup semua agama. Hal tersebut
karena setiap orang yang beragama cenderung memahami agama menurut
ajaran agamanya sendiri. Hal ini pula ditambah dengan fakta bahwa dalam
kenyataan agama di dunia ini amat beragam. Namun, karena ada segi
agama yang sama, suatu rumusan umum dapat dikemukakan dengan
pengertian bahwa agama adalah kepercayaan kepada Tuhan yang
dinyatakan dengan mengadakan hubungan dengan Dia melalui upacara,
penyembahan, permohonan, dan membentuk sikap hidup manusia sesuai
dengan dasar ajaran agama tersebut.7
Di lain sisi, definisi agama dalam pengertian agama Islam, secara
terminologi sebagaimana yang diutarakan oleh Abullah Al-Masdoosi
(cendikiawan muslim asal Fakistan); menurut pandangan Islam, agama
ialah kaidah hidup yang diturunkan kepada ummat manusia, sejak manusia
digelar ke atas buana ini, dan terbina dalam bentuknya yang terakhir dan
sempurna dalam Al-Qur`an yang diwahyukan Allah kepada Nabi
Muhammad SAW, satu kaidah hidup yang memuat tuntunan yang jelas
dan lengkap mengenai aspek hidup manusia baik spritual maupun materi.8
6 Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia,
(Jakarta: Prenada Media, 2004), h. 39 7 Muhammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam (Jakarta: PT Raja Grapindo Persada,
2000), Cet III, h.39-40 8 learning.gunadarma.ac.id/.../agama_islam/bab3-agama_islam. Rabu 23 Maret 2011, Pkl.
10.30
19
Sedangkan kata Islam sendiri, berasal dari kata aslama-yuslimu-
islaman artinya tunduk, patuh, menyerahkan diri. Kata Islam diambil dari
kata dasar salama atau salima yang artinya selamat, sejahtera, tidak cacat,
tidak tercela. Islam adalah nama yang diberikan oleh Allah sendiri,
sebagaimana ayat Al-Qur`an menyebutkan Innad-dina`indallahi Al-Islam
(Q.S, 3:19). Islam merupakan agama Allah yang diwahyukan kepada para
Rasul-rasulnya untuk diajarkan kepada manusia yang dibawa dari generasi
ke generasi berikutnya. Yang disampaikan secara estafet bak mata rantai
yang sambung-menyambung, tetapi dalam satu kesatuan tugas yaitu
menyampaikan risalah ilahiyah (tauhid) yang berisikan ajaran dan
peringatan bagi manusia serta dilengkapi dengan hukum-hukum dan
ketentuan-ketentuan dari Allah sesuai dengan hajat dan kebutuhan saat itu.
Maka ketika Islam datang kepada Nabi Muhammad SAW, Islam menjadi
agama universal atas berbagai suku golongan di muka bumi dan akan
disampaikan kepada manusia sampai akhir zaman dalam satu komando
Lailaha illallah Muhammadarrasulullah. Islam bukan sekadar akhlak,
ritual ibadah harian, bukan juga hanya untuk memenuhi segi spiritual
kehidupan manusia saja, akan tetapi merangkumi semua segi dari
kehidupan ini9
Agama dalam Islam adalah cara hidup, cara berfikir, berideologi, dan
bertindak. Agama meliputi sistem-sistem politik, ekonomi, sosial, undang-
undang dan ketata-negaraan. Agama berperan dalam membentuk pribadi
insan kamil disamping juga membentuk masyarakat yang ideal, agama
menitik beratkan pembentukan moral dan spiritual sebuah masyarakat
tetapi tidak lupa juga membangun tamadun dan membina empayar yang
kukuh dan berwibawa dimata dunia. Lebih daripada itu Islam adalah cara
hidup (way of life). Agama Islam memberi jawaban kepada pertanyaan
abadi kehidupan (eternal question of life) pertanyaan tersebut adalah
darimanakah asal-usul manusia? Kemanakah mereka akan pergi dan
apakah arti kehidupan ini? Dari awal Islam telah memberikan jawaban
9 learning.gunadarma.ac.id/.../agama_islam…,
20
kepada persoalan tersebut dengan jelas. Bahkan menyediakan jalan
bagaimana manusia harus hidup agar mereka tidak sia-sia dan sesat
dengan menerangkan bahwa satu-satunya cara untuk selamat adalah
dengan menuju kearah al-sirat al-mustaqim (jalan yang lurus) Inilah yang
dinamakan agama menurut Islam, jadi apa yang dianggap agama oleh
barat adalah bukan agama (tidak lengkap) menurut Islam, ataupun Islam
bukan hanya sekadar agama dalam pengertian Barat yang sempit.10
Jadi, dari penjelasan tentang definisi guru dan agama di atas dapat
dipahami bahwa guru agama Islam adalah seorang pendidik yang
mengajarkan pendidikan agama Islam yang mencakup mata pelajaran Al-
Qur’an Hadits, Aqidah Akhlak, Fiqh dan Sejarah Kebudayaan Islam agar
kelak setelah selesai pendidikannya dapat memahami dan mengamalkan
ajaran agama Islam serta menjadikannya sebagai pandangan hidup.
Selain itu, di samping melaksanakan tugas pengajaran, yaitu
memberikan pengetahuan keagamaan, ia juga melaksanakan tugas
pendidikan dan pembinaan bagi peserta didik, ia membantu pembentukan
kepribadian, pembinaan akhlak, di samping menumbuhkan dan
mengembangkan keimanan dan ketakwaan para peserta didik, Serta ia pun
harus memperbaiki mana yang kurang baik pada mereka, karena anak
didik datang ke sekolah telah membawa berbagai nilai dan pengalaman
keagamaan yang diperolehnya dari orang tuanya masing-masing. Ada
yang sudah baik, tapi ada juga yang kurang, bahkan mungkin ada yang
tidak baik sama sekali, sesuai dengan keadaan orang tuanya masing-
masing.11
Karena itu guru agama masuk ke dalam kelas dengan segala apa
yang ada padanya. Caranya berpakaian, berbicara, bergaul, bahkan
caranya berjalan, makan, minum, duduk dan diamnya, semuanya ikut
menunjang keberhasilannya dalam melaksanakan tugas pendidikan agama
bagi peserta didik.
10
www.angelfire.com/country/maridjan/agama.htm, Rabu 23 Maret 2011, Pkl. 10.30 11
Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah. (Jakarta: CV.
Ruhama, 1995), Cet. II, h. 99-100
21
2. Kualifikasi Guru Agama
Menurut bahasa, kata kualifikasi diartikan dengan ”Pembatasan;
penggolongan; tingkatan kapabilitas; kecakapan; syarat; watak; sifat”.12
Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, definisi kualifikasi
adalah keahlian yang diperlukan untuk melakukan sesuatu, atau
menduduki jabatan tertentu. Jadi, kualifikasi mendorong seseorang untuk
memiliki suatu keahlian atau kecakapan khusus.13
Kualifikasi guru dapat
dipandang sebagai pekerjaan yang membutuhkan kemampuan yang
mumpuni. Bahkan, kualifikasi terkadang dapat dilihat dari segi derajat
lulusannya, sebagaimana dalam penjelasan UU Sisdiknas 2003, ditetapkan
bahwa guru Sekolah Dasar (SD) saja harus lulusan Strata 1 (S-1), apalagi
bagi guru yang mengajar pada tingkat Sekolah Menengah Umum (SMU).
(PP RI No 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 29
ayat 2).14
Selain itu, Perlulah disimak dengan cermat tuntutan terhadap
kualifikasi guru secara formal. Hal ini dengan jelas tercantum dalam UU
RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pada Pasal 20 yang
menyatakan sebagai berikut: “Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan,
guru berkewajiban: (b) meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi
akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan
perkebangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.”15
Berkenaan dengan hal itu, berbagai upaya peningkatan program
pendidikan kini terus direncanakan, dilaksanakan dan terus dievaluasi
untuk mencapai hasil maksimal. Hal ini tidak lain adalah perwujudan atau
refleksi dari adanya tugas yang mulia yang diemban oleh Departemen
Pendidikan Nasional dan merupakan salah satu lisensi kebijakan
12
Sutan Rajasa, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Karya Utama, 2002), h. 338 13
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia
(Jakarta: Balai Pustaka, 2007), hal. 621. 14
Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional
(SISDIKNAS), (Bandung, Citra Umbara, 2008), Cet. I, h. 74 15
E. Mulyasa, ”Undang-undang RI No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen”, dalam
standar..., h. 231
22
pemerintah untuk para guru dalam kelayakan pelaksanaan pendidikan,
sehingga profesionalisme yang dimaksudkan dapat tercapai, yang
bertujuan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualitas pendidikan
bagi generasi muda bangsa Indonesia yang diharapkan mampu memiliki
pengetahuan, ketrampilan dan akhlak mulia agar mampu tetap survive
dalam persaingan ketat di era globalisasi yang mau atau tidak mau harus
dihadapi oleh bangsa ini. Lebih luas lagi, profesionalisme guru tersebut
adalah sebagai konsekuensi logis, bahwa profesi keguruan merupakan
concern dunia pendidikan.
Hal ini pula mengisyaratkan bahwa guru sebagai ujung tombak
pengemban tugas mendidik anak-anak bangsa, yang juga merupakan agen
pembangunan dan sekaligus agen pembaharuan ditutut agar tidak
ketinggalan zaman dengan begitu pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi. Namun sebaliknya dituntut agar mampu berkreativitas dan
berinovasi seiring dengan kemajuan ilmu dan teknologi. Artinya bahwa
dalam melaksanakan tugas mendidik bangsa, guru dituntut mampu
melaksanakan tugas secara profesional, efisien dan efektif. Dengan kata
lain guru dari TK, SD,SLTP dan SMA dituntut oleh Undang-Undang
Sistem Pendidikan Nasional memeliki kualifikasi ideal, yaitu bersertifikat
S1/D IV.
Menurut Anwar Jasin yang dikutip oleh Mujtahid salah seorang
dosen Fakultas Tarbiyah UIN Maliki Malang; kualifikasi guru dapat ditilik
dari tiga hal. 16
Pertama, memiliki kemampuan dasar sebagai pendidik. Kualitas
seperti ini tercermin dari diri pendidik. Adapun persyaratan yang harus
dimiliki oleh jiwa pendidik antara lain:
a. Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
b. Berwawasan ideologi Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945
16
Mujtahid,http://www.komunitaspendidikan.blogspot.com/memahami-tentang-
kualifikasi-guru-di.html, Sabtu, 20 Nov 2010, pkl. 20.20.
23
c. Berkepribadian dewasa, terutama dalam melaksanakan fungsinya,
sebagai orangtua kedua, in loco parentis, bagi siswa-siswanya
d. Mandiri (independen judgement), terutama dalam mengambil
keputusan yang berkaitan dengan pembelajaran dan pengelolaan
kelas.
e. Penuh rasa tanggungjawab, mengetahui fungsi, tugas dan
tanggungjawabnya sebagai pendidik dan pelatih, serta mampu
memutuskan sesuatu dan melaksanakan tugasnya sesuai dengan
fungsi, tugas dan tanggungjawabnya, serta tidak menyalahkan
orang lain dalam memikul konsekuensi dari keputusannya terutama
yang berkaitan dengan pembelajaran dan pengelolaan kelas.
f. Berwibawa, mempunyai kelebihan terhadap para siswanya
terutama penguasaan materi pelajaran dan ketrampilan megerjakan
sesuatu dalam pembelajaran dan pengelolaan kelas.
g. Berdisiplin, mematuhi ketentuan peraturan dan tata tertib sekolah
dan kelas.
h. Berdedikasi, memperlihatkan ketekunan dalam melaksanakan
tugas membimbing, mengajar dan melatih para siswanya, sebagai
pengabdi atau ibadat.17
Kedua, memiliki kemampuan umum sebagai pengajar. Sebagai
pengajar, seorang guru, di samping memiliki kemampuan dasar sebagai
pendidik, juga perlu dan harus memiliki kemampuan sebagai prasyarat
untuk mencapai kemampuan khusus dalam rangka memperoleh kualifikasi
dan kewenangan mengajar. Kemampuan umum itu terdiri dari atas
penguasaan antara lain:
a. Ilmu pendidikan atau pedagogik, didaktik dan metodik umum,
psikologi belajar, ilmu-ilmu keguruan lain yang relevan dengan
jenis jenjang pendidikan.
b. Bahan kajian akademik yang relevan dengan isi dan bahan
pelajaran (kurikulum) yang diajarkannya.
17
Mujtahid,http://www.komunitaspendidikan...,
24
c. Materi kurikulum (isi dan bahan pelajaran) yang relevan dan cara-cara
pembelajaran yang digunakan sebagai pedoman kegiatan belajar
mengajar.
d. Kemahiran mengoperasionalkan kurikulum (GBPP) termasuk
pembuatan satuan pelajaran, persiapan mengajar harian, merancang
KBM, dan lain-lain.
e. Kemahiran pembelajaran dan mengelola kelas.
f. Kemahiran memonitor dan mengevaluasi program, proses kegiatan
dan hasil belajar.
g. Bersikap kreatif dan inovatif dalam melaksanakan kurikulum, serta
mengatasi masalah-masalah praktis pembelajaran dan pengelolaan
kelas.18
Ketiga, mempunyai kemampuan khusus sebagai pelatih. Kemampuan
khusus ini bertujuan untuk melatih para siswanya agar terampil menguasai
materi pelajaran. Terutama mata pelajaran yang membutuhkan keterampilan
langsung dari siswa. Karena itu, untuk memperoleh kewenangan mengajar,
guru berkewajiban menjabarkan program pembelajaran yang tertera dalam
rancangan kurikulum ke dalam sistem belajaran yang yang lebih bersifat
operasional. Untuk mempermudah dalam proses belajar mengajar, para guru
diminta memiliki keahlian khusus dalam mendesain pengajaran secara
mandiri. Materi atau mata pelajaran butuh penjabaran teknis yang harus
dilakukan guru, supaya dapat diterima oleh peserta didik dengan mudah.19
Dengan demikian, modal kualifikasi kependidikan yang ditawarkan di
atas, diharapkan bisa meringankan tugas guru dalam menghadapi masa
depan dapat terwujudkan secara tepat dan cermat. Sebab, jika tingkat
kompetitif guru yang dihadapi dengan kualifikasi kependidikan, maka
eksistensi guru akan tetap survive dengan sendirinya. Bahkan prospek masa
depannya juga akan semakin baik serta banyak yang akan membutuhkan
dan mencarinya.
18
Mujtahid,http://www.komunitaspendidikan..., 19
Mujtahid,http://www.komunitaspendidikan...,
25
Dari beberapa persyaratan guru yang dikemukan di atas menunjukkan
bahwa seorang guru terutama guru agama bukan hanya orang yang berilmu
pengetahuan saja, akan tetapi harus beriman dan bertakwa kepada Allah SWT,
sebab guru agama adalah figur Rasulullah SAW bagi ummat Islam yang
diteladani segala tingkah lakunya serta memiliki kompetensi, dimana dalam
Undang-undang No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Pasal 10 ayat 1
bahwa: ”Kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 meliputi
kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadiaan, kompetensi sosial, dan
kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi”.20
Adapun kompetensi sebagaimana yang dimaksud dalam pasal tersebut
dijelaskan bahwa:
1. Yang dimaksud dengan kompetensi pedagogik adalah kemampuan
mengelola pembelajaran peserta didik.
Kemampuan tersebut meliputi pemahaman terhadap peserta didik,
perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan
pegembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi
yang dimiliki.
2. Yang dimaksud dengan kompetensi kepribadian adalah kemampuann
kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif dan berwibawa serta
menjadi teladan peserta didik.
Mengenai kompetensi kepribadian ini, tercakup pula di dalamnya
bahwa kepribadian guru tersebut tidak hanya menjadi dasar bagi guru
untuk berperilaku, tetapi juga akan menjadi model keteladanan bagi para
siswanya dalam perkembangannya.21
20
E. Mulyasa, ”Undang-undang RI No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen”, dalam
standar..., h. 229 21
Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2006), Edisi II, h. 169.
26
Kepribadian terpadu dapat menghadapi segala persoalan dengan
wajar dan sehat, karena segala unsur dalam pribadinya bekerja seimbang
dan serasi. Pikirannya mampu bekerja dengan tenang, setiap
permasalahan dapat dipahaminya secara obyektif, memahami kelakuan
anak didik sesuai dengan perkembangan jiwa yang sedang dilaluinya.
Perasaan dan emosinya tampak stabil, optimis dan menyenangkan.
Dia dapat memikat hati anak didiknya, karena setiap anak merasa
diterima dan disayangi oleh guru, betapapun sikap dan tingkah lakunya.
Apalagi bagi anak didik yang masih kecil, guru adalah orang yang
pertama sesudah orang tua, yang mempengaruhi pembinaan kepribadian
anak didik. Cara guru berpakaian, berbicara, berjalan dan bergaul yang
juga mempunyai pengaruh terhadap anak didik. Kalaulah tingkah laku
atau akhlak guru tidak baik, pada umumnya akhlak anak didik akan rusak
olehnya, karena anak mudah terpengaruh oleh orang yang
dikaguminya.22
3. Yang dimaksud dengan kompetensi profesional adalah kemampuan
penguasan materi pelajaran secara luas dan mendalam.
Kompetensi profesional guru ini dapat dicerminkan dengan
kemampuan penguasaan materi pelajaran, kemampuan penelitian dan
penyusunan karya ilmiah, kemampuan pengembangan profesi, dan
pemahaman terhadap wawasan dan landasan pendidikan, yang
memungkinkannya untuk membimbing peserta didik untuk memenuhi
Standar Nasional Pendidikan.
4. Yang dimaksud dengan kompetensi sosial adalah kemampuan guru
sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan berinteraksi
secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru,
orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.23
22
Zakiah Daradjat, Kepribadian Guru, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 2005), Cet. Ke-4, h.
10-13 23
E. Mulyasa, ”Undang-undang RI No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen”, dalam
standar..., h. 246
27
Bagi seorang guru agama, selain diperlukan syarat-syarat untuk
menjadi guru dan memiliki kompetensi guru, juga guru hendaknya
mengetahui pula sekedar ciri perkembangan jiwa agama pada anak dalam
tiap tahap pada umur, serta mengetahui pula latar belakang dan pengaruh
pendidikan, serta lingkungan di mana si anak lahir dan di besarkan. Agar
ia dapat melaksanakan tugasnya, dengan cara yang berhasil guna dan
berdaya guna untuk mencapai tujuan pendidikan agama yang telah
ditentukan.24
3. Peran Guru Agama
Peranan adalah dari kata dasar “peran” yang ditambahkan akhiran
“an”. Peran memiliki arti ”perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki
untuk orang yang berkedudukan di masyarakat”, sedangkan peranan
adalah ”bagian dari tugas utama yang harus dilaksanakan”.25
Kata ”peran”
bisa juga di artikan dengan pemeran, pelaku, dan pemain; sedangkan
”peranan” dapat diartikan dengan fungsi, kedudukan atau bagian
kedudukan.26
Peranan adalah sesuatu yang menjadi bagian atau yang memegang
pimpinan yang terutama (di dalamnya terjadi sesuatu hal). Peranan berarti
”bagian yang harus dilakukan di dalam suatu kegiatan”.27
Peran dan kompetensi guru dalam proses belajar mengajar meliputi
banyak hal sebagaimana yang dikemukan oleh Adams dan Decey dalam
Basic Principles of Student Teaching, antara lain: guru sebagai
pembimbing, pengajar, pemimpin, pengelola kelas, dan evaluator. 28
24
Zakia Daradjat, Ilmu Jiwa Agama (Jakarta: Bulan Bintang, 2009), Cet.17, h. 77-80 25
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka, 2007), h. 870 26
Sutan Rajasa, Kamus Ilmiah Populer..., h. 468 27
Sahilun A. Nasir, Peranan Pendidikan Agama terhadap Pemecahan Problem Remaja,
(Jakarta: Kalam Mulia, 2009), Cet I, h. 9. 28
Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Professional, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2001), Edisi Kedua, h. 9
28
a. Guru Sebagai Pembimbing
Guru sebagai pembimbing dan pemberi bimbingan adalah dua macam
peranan yang mengandung banyak perbedaan dan persamaannya. Keduanya
sering dilakukan oleh guru yang ingin mendidik dan yang bersikap
mengasihi dan mencintai murid. Dalam hal ini sekurang-kurangnya yang
harus dipelihara oleh guru secara terus menerus adalah suasanan keagamaan,
keja sama, rasa persatuan, perasaan puas murid terhadap pekerjaan dan
kelasnya. Dengan terjadinya pengelolaan yang baik, maka guru akan lebih
mudah mempengaruhi murid di kelasnya dalam rangka pendidikan dan
pengajaran agama Islam khususnya.29
Peran guru dalam pelaksanaan bimbingan di sekolah dapat dibedakan
menjadi dua yaitu:
1. Tugas guru dalam layanan bimbingan di kelas:
Peran guru sebagai pembimbing dalam melaksanakan proses belajar
mengajar, sebagaimana berikut:
a) Menyediakan kondisi-kondisi yang memungkinkan setiap siswa
merasa aman, dan berkeyakinan bahwa kecakapan dan prestasi
yang dicapainya mendapat penghargaan dan perhatian.
b) Mengusahakan agar siswa dapat memahami dirinya, kecakapan-
kecakapan, sikap, minat dan pembawaan.
c) Mengembangkan sikap-sikap dasar baga tingkah laku sosial yang
baik.
d) Menyediakan kondisi dan kesempatan bagi siswa untuk
memperoleh hasil yang lebih baik.
e) Membantu memilih jabatan yang cocok, sesuai dengan bakat,
kemampuan dan minat.30
Di samping tugas-tugas tersebut, dapat melakukan tugas-tugas
bimbingan dalam proses pembelajarannya yaitu melaksanakan
kegiatan diagnostis kesulitan-kesulitan belajar dan dapat memberikan
29 Zakia Daradjat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta:Bumi Aksara,
1995), h. 266-268 30
Soetjipto Raflis Kosasi, Profesi Keguruan, (Jakarta: Rineka Cipta,2007), Cet. III, h.107
29
bantuan sesuai dengan kemampuan dan kewenangannya kepada
murid dalam memecahkan masalah pribadi.
2. Tugas guru dalam operasional bimbingan di luar kelas.
Tugas guru dalam layanan bimbingan tidak terbatas dalam
kegiatan proses belajar mengajar atau dalam kelas saja, tetapi juga
kegiatan-kegiatan bimbingan di luar kelas. Tugas-tugas bimbingan
itu antara lain:
a) Memberikan pengajaran perbaikan
b) Membeerikan pengayaan dan pengembangan bakat siswa
c) Melakukan kunjungan rumah
d) Menyelenggarakan kelompok belajar.31
Jadi guru sebagai pembimbing adalah guru yang mempunyai tugas
tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh dalam kegiatan
bimbingan dan konsoling terhadap sejumlah peserta didik, serta dapat
memberikan motivasi dalam hal belajar, menjalankan ibadah dan prilaku
baik, dan memberikan contoh atau keteladanan kepada peserta didik
dengan sumber keteladanan yaitu guru.
b. Guru Sebagai Pengajar
Menurut Raflis Kosasi sebagaimana yang dikutif oleh Nasyiruddin
bahwa, mengajar ialah suatu usaha untuk membuat siswa dapat belajar,
yaitu usaha yang dilakukan oleh guru sehingga menyebabkan adanya
perubahan tingkah laku pada diri anak. Selain itu Nasyiruddin juga
mengutarakan pendapat Nasution bahwa mengajar merupakan usaha untuk
mengatur dan mengorganisir lingkungan sehingga dapat tercipta suatu
situasi dan kondisi yang baik bagi siswa dalam belajar. Dengan demikian
anak dapat belajar secara aktif dan guru berperan sebagai pembimbing dan
pengorganisir terhadap kondisi belajar anak. Pembelajaran ini disebut
dengan (Pupil Centered) dan peran guru disebut (Manajer of Learning).32
31
Soetjipto Raflis Kosasi, Profesi Keguruan,……h. 110 32
M. Basyiruddin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, (Jakarta: Ciputat
Pers, 2002), Cet. 1 h. 19-21
30
Guru bertugas memberikan pengajaran di dalam sekolah (kelas). Ia
menyampaikan pelajaran agar peserta didik memahami dengan baik semua
pengetahuan yang telah disampaikannya. Selain dari itu Ia juga berusaha
agar terjadi perubahan sikap, keterampilan, kebiasaan, hubungan sosial,
apresiasi, dll melalui pengajaran yang diberikannya. Guru juga merupakan
personal sekolah yang memiliki kesempatan untuk bertatap muka lebih
banyak dengan siswa dibandingkan dengan personil lainnya sehingga guru
dapat leluasa dalam melaksanakan perannya.
Mengingat lingkup pekerjaan guru, seperti yang dilukiskan diatas,
maka tugas guru itu meliputi; pertama tugas pengajaran atau sebagai
pengajar, kedua tugas bimbingan dan penyuluhan termasuk juga didalamnya
guru sebagai motivator, dan ketiga tugas administrasi atau guru sebagai
”pemimpin” (manajer kelas).33
Jadi dapat disimpulkan bahwa, mengajar
adalah usaha bagaimana mengatur lingkungan dan adanya interaksi subjek
(anak) dengan lingkungannya sehingga terciptalah kondisi belajar yang baik.
Ketiga tugas tersebut dilaksanakan secara seimbang dan serasi. Tidak
boleh ada satupun yang terabaikan, karena semuanya fungsional dan saling
berkaitan dalam menuju keberhasilan pendidikan sebagai suatu kepaduan
yang tidak terpisahan.
c. Guru Sebagai Pengelola Kelas
Dalam perannya sebagai pengelola kelas, guru hendaknya mampu
mengelola kelas sebagai lingkungan belajar serta merupakan aspek dari
lingkungan sekolah yang perlu diorganisasi. Lingkungan ini diatur dan
diawasi agar kegiatan-kegiatan belajar terarah kepada tujuan-tujuan
pendidikan. Pengawasan terhadap lingkungan belajar itu turut menentukan
sejauhmana lingkungan tersebut menjadi lingkungan yang baik dan
merangsang siswa untuk belajar, memberikan rasa aman, dan kepuasan
dalam mencapai tujuan.34
33
Zakiah Daradjat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam…, h. 265 34
Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional…, h.10
31
Tujuan pengelolaan kelas ini adalah menyediakan dan
menggunakan fasilitas kelas untuk bermacam-macam kegiatan belajar
mengajar agar mencapai hasil yang baik. sedangkan tujuan khususnya
adalah mengembangkan kemampuan siswa dalam menggunakan alat-
alat belajar, menyediakan kondisi-kondisi yang memungkinkan siswa
bekerja dan belajar, Serta membantu siswa untuk memperoleh hasil
yang diharapkan.35
Sebagai pengelola kelas guru bertanggungjawab memelihara
lingkungan fisik kelasnya agar senantiasa menyenangkan untuk belajar
di dalam kelasnya. Jadi pengolahan kelas yang baik adalah
mengadakan kesempatan bagi siswa untuk sedikit demi sedikit
mengurangi ketergantungannya pada guru sehingga mampu
mambimbing kegiatannya sendiri dan tidak lupa pula menciptakn
lingkungan belajar yang baik serta dapat menggunakan fasilitas yang
ada secara optimal begitu pula dengan memeliharanya.
d. Guru Sebagai Evaluator
Dalam UUSPN 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
yaitu pada Bab XVI/Evaluasi pada Pasal 57 ayat 1 dan 2 yaitu: (1)
Evaluasi dilakukan dalam rangka pengendalian mutu pendidikan
secara nasional sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggaraan
pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan; (2) Evaluasi
dilakukan terhadap peserta didik, lembaga, dan program pendidikan
pada jalur formal dan nonformal untuk semua jenjang, satuan, dan
jenis pendidikan.36
Di dalam proses belajar mengajar guru hendaknya menjadi
seorang evaluator yang baik yaitu guru dapat mengetahui keberhasilan
dan pencapaian tujuan. Penguasaan siswa terhadap pelayanan serta
ketepatan atau keefektifan metode mengajar, guru mengetahui apakah
proses belajar yang dilakukan cukup efektif memberikan hasil yang
35
Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional…, h.10 36
Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003…, h. 31
32
baik dan memuaskan, atau sebaliknya. Guru hendaknya terus menerus
mengikuti hasil belajar yang telah dicapai oleh siswa dari waktu ke waktu.
Informasi yang diperoleh melalui evaluasi ini merupakan umpan balik
(feedback) terhadap proses belajar mengajar.37
Guru hendaknya mampu dan terampil dalam melaksanakan
penilaian, karena dengan penilaian guru dapat mengetahui prestasi yang
dicapai siswa setelah melaksanakan proses belajar mengajar akan terus
menerus ditingkatkan untuk memperoleh hasil yang optimal. Dan materi
yang sudah disampaikan itu tepat sehingga mendapatkan hasil yang
optimal pula.
Adapun tujuan dan fungsi evaluasi hasil pada dasarnya dapat
digolongkan ke dalam empat katagori:
1. Untuk memberikan umpan balik (feedback) kepada guru sebagai
dasar untuk memperbaiki proses belajar mengajar.
2. Untuk menentukan angka kemajuan/hasil belajar masing-masing
murid yang menjadi bahan pertimbnagan untuk menentukan
kenaikan kelas dan penentuan lulus atau tidaknya murid.
3. Untuk menempatakan murid dalam situasi belajar-mengajar yang
tepat, sesuai dengan tingkat kemampuan yang dimiliki murid.
4. Untuk mengenal latar belakang (psikologi, fisik, dan lingkungan)
murid yang mengalami kesulitan-kesulitan belajar, yang hasilnya
dapat digunakan sebagai dasar dalam memecahkan kesulitan-
kesulitan tersebut.38
Pelaksanaan fungsi pertama dan kedua lebih ditekankan kepada
guru sebagai pengajar, sedangkan pelaksanaan fungsi ketiga dan
keempat lebih merupakan tanggung jawab bimbingan dan penyuluhan.
Sehubungan dengan keempat fungsi yang dikemukan di atas, evalusi
hasil belajar dapat digolongkan atas empat jenis pula:
37
Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional…, h. 11-12 38
Abdul Rachman Shaleh, Pendidikan Agama dan Keagamaan, (Jakarta, PT. Gemawindu
Pancaperkasa, 2000), Cet. 1, h. 75-76
33
1. Evaluasi Formatif
Evaluasi formatif adalah evalusi yang dilaksanakan untuk
keperluan memberi umpan balik (feedback) kepada guru
sebagai dasar untuk memperbaiki proses belajar-mengajar dan
melaksanakan pelayanan khusus bagi siswa. Hal ini lebih
ditujukan untuk keperluan menyempurnakan proses belajar-
mengajar yang dalam prosedur pelaksanaannya cenderung
dibatasi pada penilaian terhadap aspek pengetahuan (cognitive)
dan/atau ketrampilan (psychomotor) yang dapat diadakan
beberapa kali dalam setiap semester dengan menggunakan
pendekatan criterien referenced yaitu memberikan informasi
tentang apakah seorang siswa telah menguasai tujuan
instruksional yang diinginkan atau belum, bukan untuk
membedakan antara siswa yang satu dengan siswa yang lain.
Karenanya, pendekatan ini cocok untuk keperluan:
a) Menilai efektifitas suatu program pengajaran yang
diberikan.
b) Menilai sejauh mana siswa telah menguasai
kemampuan-kemampuan di dalam suatu program
tertentu yang merupakan persyaratan untuk dapat
mengikuti program selanjutnya.
2. Evaluasi Sumatif
Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilaksanakan untuk
keperluan memberikan angka kemajuan belajar siswa yang
sekaligus dapat digunakan untuk memberikan laporan kepada
orang tua, penentuan kenaikan kelas, dan sebagainya yang
lebih ditujukan untuk keperluan memberikan angka. Dalam
prosedur pelaksanaannya tidak terbatas hanya pada penialaian
terhadap aspek pengetahuan (cognitive) dan/atau ketrampilan
(psychomotor) saja, tetapi juga ranah nilai/sikap/rasa yang
diadakan diakhir dalam setiap semester, dengan menggunakan
34
pendekatan norma referenced yaitu menggambarkan
kemampuan seorang murid dibandingkan dengan teman-
temannya yang lain dalam kelas yang sama (norma kelompok).
Dengan pendekatan ini, test disusun untuk dapat membedakan
siswa yang satu dengan siswa yang lain dalam hal penguasaan
mereka terhadap materi/bahan pelajaran. Karenanya,
pendekatan ini lebih tepat diterapkan untuk keperluan
pemberian angka, kenaikan kelas, ataupun seleksi.
3. Evaluasi Penempatan
Evaluasi penempatan adalah evaluasi yang dilaksanakan
untuk keperluan menempatkan siswa pada situasi belajar-
mengajar yang tepat, sesuai dengan tingkat kemampuan yang
dimilikinya.
4. Evaluasi Diagnostik
Adalah evaluasi yang dilaksanakan untuk mengenal latar
belakang (psikologi, fisik, dan lingkungan) murid yang
mengalami kesulitan-kesulitan belajar, yang hasilnya dapat
digunakan sebagai dasar dalam memecahkan kesulitan tersebut.
Evaluasi jenis ini erat hubungannya dengan kegiatan bimbingan
dan penyuluhan di sekolah39
Adapun dalam penjelasan Slameto, guru memiliki peran atau
tugas yang meliputi diantaranya:
1. Sebagai perencana pengajaran, guru diharapkan mampu untuk
merencanakan kegiatan belajar-mengajar yang efektif. Untuk
itu, guru harus menguasai hal-hal yang berhubungan dengan
kegiatan mengajar, seperti merumuskan tujuan, memilih bahan,
memilih metode, menetapkan evaluasi, dan sebagainya.
39
Abdul Rachman Shaleh, Pendidikan Agama dan Keagamaan…, h. 76-77
35
2. Sebagai pengelola pengajaran, guru harus mampu mengelola
situasi dan kondisi kegiatan belajar-mengajar yang kondusif
sehingga siswa dapat belajar secara efektif dan efisien.
3. Sebagai motivator, guru harus mampu menimbulkan,
memelihara, dan meningkatkan motivasi siswa untuk belajar.
4. Sebagai pembimbing dalam proses pembelajaran, guru
diharapkan mampu untuk mengenal dan memahami setiap siswa
baik secara individu maupun kelompok sehingga guru dapat
membantu permasalahan siswa dengan memberikan bimbingan
yang tepat.40
Menurut Mohammad Surya dalam kutipan Tohirin bahwa guru
memiliki peranan yang sangat luas dan dapat dilihat dari berbagai
aspek, tidak hanya terbatas pada peranannya di sekolah. Adapun
peranan guru tersebut antara lain:
1. Dari aspek lingkungan
a) Di sekolah, guru berperan sebagai pendidik, pengajar,
perancang dan pengelola pengajaran serta hasil
pembelajaran siswa.
b) Di keluarga, guru berperan sebagai family educator.
c) Di masyarakat, guru berperan sebagai social developer
(Pembina masyarakat), social motivator (pendorong
masyarakat), social innovator (penemu masyarakat) dan
sebagai social agent (agen masyarakat).
2. Dari segi dirinya pribadi (self oriented), guru memiliki peranan
sebagai seorang pengabdi masyarakat, pelajar yang senantiasa
belajar dari pengalaman-pengalamannya guna pengembangan
keilmuannya, suri tauladan dan pengganti orang tua yang
memberikan rasa aman bagi anak didiknya.
40 Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta: RINEKA
CIPTA, 1995), Cet III, h. 98-100.
36
3. Dari segi aktivitas pengajaran dan administrasi pendidikan, guru
memiliki peranan sebagai pengambil inisiatif, seorang ahli dalam
bidangnya, wakil masyarakat di sekolah, penegak disiplin,
administrator, pemimpin generasi muda dan penerjemah kepada
masyarakat.
4. Dari segi psikologis, peran guru meliputi sebagai pakar psikologi
belajar, komunikator yang baik, inovator, memiliki kreatifitas
yang tinggi dan petugas kesehatan mental guna memahami
kondisi kejiwaan siswa dalam kegiatan pembelajaran dan
bimbingan.41
Menurut Muhaimin, tugas guru PAI adalah berusaha secara sadar
untuk membimbing, mengajar dan atau melatih siswa agar dapat:
1. Meningkatkan keimanan dan ketakwaannya kepada Allah swt
yang telah ditanamkan dalam lingkungan keluarga.
2. Menyalurkan bakat dan minatnya dalam mendalami bidang
agama serta mengembangkannya secara optimal, sehingga dapat
dimanfaatkan untuk dirinya sendiri maupun bagi orang lain.
3. Memperbaiki kesalahan-kesalahan, kekurangan-kekurangan dan
kelemahan-kelemahannya dalam keyakinan, pemahaman dan
pengamalan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari.
4. Menangkal dan mencegah pengaruh negatif dari kepercayaan,
paham, atau budaya lain yang membahayakan dan menghambat
perkembangan keyakinan siswa.
5. Menyesuaikan diri dengan lingkungannya, baik lingkungan fisik
maupun lingkungan sosial yang sesuai dengan ajaran Islam.
6. Menjadikan ajaran Islam sebagai pedoman hidup untuk mencapai
kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
41
Tohirin, Psikologi Pembelajaran…, h. 165-167.
37
7. Mampu memahami, mengilmui pengetahuan agama Islam
secara menyeluruh sesuai dengan daya serap siswa dan
keterbatasan waktu yang tersedia.42
Menurut Zakiah Daradjat dalam bukunya”Pendidikan Islam
Dalam Keluarga Dan Sekolah” menjelaskan bahwa guru agama berbeda
dengan guru-guru bidang studi lainnya. Guru agama selain melaksanakan
tugas pengajaran dalam menyampaikan ilmu-ilmu agama dalam rangka
meningkatkan keimanan dan ketakwaan anak didiknya, ia juga
melaksanakan tugas pendidikan dan pembinaan bagi peserta didik, seperti
membentuk kepribadian dan pembinaan akhlak anak didiknya.43
Dari beberapa pendapat yang dikemukakan di atas, dapat dipahami
bahwa betapa guru agama mempunyai andil/peran yang sangat penting
dalam pelaksanaan pendidikan agama Islam, baik itu di lembaga
pendidikan formal maupun non formal terutama tugasnya sebagai
pembimbing. Guru bukan hanya sekedar pemberi ilmu pengetahuan
kepada peserta didik di depan kelas, tetapi juga merupakan tenaga
profesional yang mempunyai kualifikasi akademik, selain memperhatikan
aspek kognitif, juga aspek afektif dan psikomotorik pada anak didik agar
timbul dan terbina secara utuh sebagai manusia berkepribadian utuh agar
maksud mendidik untuk mengantarkan peserta didik menuju kedewasaan
dapat tercapai. Serta untuk seoptimal mungkin mengarahkan peserta didik
agar mereka memperoleh pengalaman dalam rangka meningkatkan
kompetensi yang diinginkan melalui proses belajar tersebut. Ringkasnya
guru agama dengan berbagai perannya tersebut dituntut untuk dapat
menumbuhkembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab.
42
Muhaimin, et al, Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan Pendidikan
Agama di Sekolah, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004), Cet. III, h. 83.
43
Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, (Jakarta: CV
Ruhama, 1995), Cet. II, h. 99.
38
B. Pendidikan Agama Islam
1. Pengertian Pendidikan Agama Islam
Mengenai pengertian pendidikan agama Islam ini, penulis mencoba
memaparkan dari berbagai pendapat para tokoh pendidikan, diantaranya:
Menurut Zakiah Daradjat, pendidikan agama Islam adalah usaha
berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar kelak setelah
selesai pendidikannya dapat memahami, menghayati dan mengamalkan
ajaran agama Islam serta menjadikannya sebagai pandangan hidup (way of
life).44
Pendidikan agama diartikan sebagai suatu kegiatan yang bertujuan
untuk membentuk manusia agamis dengan menanamkan aqidah keimanan,
amaliah, dan budi pekerti atau akhlak yan terpuji untuk menjadi manusia
yang takwa kepada Allah SWT.45
Menurut Muhaimin, Pendidikan Agama Islam adalah upaya
mendidikan agama Islam atau ajaran Islam dan nilai-nilainya agar menjadi
way of life (pandangan dan sikap hidup) seseorang.46
Abdul Madjid dan Dian Andayani mendefinisikan Pendidikan
Agama Islam adalah usaha sadar yang dilakukan pendidik dalam rangka
mempersiapkan peserta didik untuk meyakini, memahami dan
mengamalkan ajaran Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran atau
pelatihan yang telah ditentukan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.47
Menurut Sahilun A. Nasir mendefinisikan bahwa pendidikan
agama Islam adalah suatu usaha yang sistematis dan pragmatis dalam
membimbing anak didik yang beragama Islam dengan cara yang
sedemikian rupa, sehingga ajaran-ajaran Islam itu benar-benar dapat
menjiwai, menjadi bagian yang integral dalam pribadinya, dimana ajaran-
44
Zakiah Daradjat, dkk., Ilmu Pendidikan..., h. 86. 45
M. Basyiruddin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama Islam...,h. 4 46
Muhaimin, Nuansa Baru Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006),
Edisi I, h. 5. 47
Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi,
(Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 2004), Cet I, h. 132.
39
ajaran menjadi pengontrol terhadap perbuatan, pemikiran dan sikap
mentalnya.48
Sedangkan menurut H.M Arifin, dalam ”Kapita Selekta
Pendidikan (Islam dan Umum), adalah usaha pembinaan dan
pengembangan pendidikan agama dimana dititik beratkan pada
internalisasi nilai iman, Islam dan Ihsan dalam pribadi manusia muslim
yang berilmu pengetahuan luas.49
Jadi, pendidikan agama Islam adalah suatu usaha dan upaya
pendidikan jasmani dan rohani yang bernafaskan Islam guna menyiapkan
peserta didik agar dapat merealisasikan nilai-nilai Islam tersebut dalam
kehidupannya sehari-hari baik untuk dirinya sendiri atau pun kepada orang
lain.
2. Dasar-dasar Pendidikan Agama Islam
Pelaksanaan pendidikan agama Islam di sekolah mempunyai
landasan dasar yang kuat. Dasar tersebut menurut Zuhairini dkk dapat
ditinjau dari berbagai segi, yaitu:
a. Dasar Yuridis/Hukum. Dasar pelaksanaan pendidikan agama
berasal dari perundang-undangan yang secara tidak langsung dapat
menjadi pegangan dalam melaksanakan pendidikan agama di
sekolah secara formal. Dasar yuridis tersebut terdiri dari dasar
ideal, yaitu dasar falsafah negara Pancasila yaitu Ketuhanan yang
Maha Esa. Dasar struktural/konstitusional, yaitu UUD`45 dalam
Bab XI Pasal 29 ayat 1 dan 2, yang berbunyi: 1) Negara
berdasarkan atas Ketuhanan yang Maha Esa; 2) Negara menjamin
kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya
masing-masing dan beribadah menurut agama dan kepercayaannya
itu.
48
Sahilun A. Nasir, Peranan Pendidikan Agama..., h. 11-12. 49
H.M Arifin, Kapita Selekta Pendidikan; Islam dan Umum, (Jakarta: Bumi Aksara,
1995), h. 4-5
40
b. Aspek Sosio-Psikologis, yaitu dasar yang berkenaan dengan aspek
kejiwaan kehidupan bermasyarakat. Hal ini didasarkan bahwa manusia
dalam hidupnya, baik sebagai individu maupun sebagai anggota
masyarakat dihadapkan pada hal-hal yang terkadang membuat hatinya
tidak tenang sehingga memerlukan adanya pegangan hidup (agama).
Mereka merasakan bahwa dalam jiwanya ada suatu perasaan
yang mengakui adanya Zat yang Maha Kuasa, tempat mereka
berlindung dan tempat mereka memohon pertolongan-Nya. Hal
semacam ini dirasakan oleh masyarakat yang masih primitif maupun
masyarakat modern.
c. Aspek Religius, yaitu dasar/landasan yang bersumber dari ajaran
agama. Menurut ajaran Islam pendidikan agama adalah perintah Tuhan
dan merupakan perwujudan ibadah kepada-Nya. Seperti perintah untuk
menyeru dan mengajak manusia kepada jalan yang benar dengan
hikmah dan pelajaran yang baik (Q.S. 16:104), perintah untuk
menyampaikan ajaran agama kepada orang lain walau hanya sedikit
(Al-Hadits).50
Berkenaan dengan aspek religius ini, Zakiah Daradjat
mengemukakan bahwa dasar-dasar pendidikan agama Islam meliputi
beberapa hal, yaitu:
1) Al-Qur’an
Ajaran-ajaran yang terkandung dalam al-qur’an meliputi dua
dasar pokok, yaitu aqidah (berhubungan dengan masalah keimanan)
dan syari’ah (berhubungan dengan amal). Begitu pula mengenai
pendidikan, banyak dibicarakan dalam ayat-ayat Al-Qur’an. Sebagai
contoh kisah Lukman mengajari anaknya (Q.S. 31: 12-19) yang
menggariskan prinsip materi pendidikan yang meliputi masalah
iman, akhlak, ibadah, sosial dan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu
pendidikan Islam harus menggunakan Al-Qur`an sebagai sumber
utama dalam merumuskan berbagai teori tentang pendidikan Islam.
50
Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis…, h. 132-134
41
Dengan kata lain, pendidikan Islam harus berlandaskan ayat-ayat
Al-Qur`an yang penafsirannya dapat dilakukan berdasarkan
ijtihad yang disesuaikan dengan perubahan dan pembaharuan.
2) Sunnah
Sunnah berisi pedoman untuk kemaslahatan manusia dalam
berbagai aspek kehidupan dan untuk membina umat manusia
seutuhnya atau muslim yang bertakwa. Semuanya tergambar
dalam kepribadian dan cara hidup Rasulullah. Untuk itu guru
pendidikan agama Islam diharapkan mampu menunjukkan
kualitas ciri-ciri kepribadian yang baik sebagaimana tergambar
dalam kepribadian Rasulullah Saw yang menjadi suri tauladan
bagi umat manusia.
3) Ijtihad
Seiring berkembangnya zaman, maka berkembang pula
permasalahan-permasalahan hidup dalam berbagai aspek,
termasuk aspek pendidikan. Untuk itu, ijtihad perlu dilakukan
tetapi dalam melakukan ijtihad harus berpedoman pada Al-
Qur’an dan Sunnah.51
Jadi dari uraian di atas jelaslah bahwa, pelaksanaan pendidikan
agama Islam baik itu yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun
masyarakat mempunyai landasan atau dasar yang jelas dan kuat. Dengan
demikian pendidikan agama Islam dalam tataran operasionalnya
diharapkan dapat dilaksanakan secara sistematis dan terarah sehingga
tujuan ynag diharapkan melalui proses pendidikan agama tersebut dapat
tercapai sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yang bukan hanya
mencetak manusia yang mempuni dalam bidang ilmu pengetahuan dan
teknologi saja, tetapi juga mampu untuk meningkatkan keimanan dan
ketakwaan kepada Allah SWT.
51 Zakiah Daradjat, dkk., Ilmu Pendidikan..., h. 19-24.
42
3. Tujuan Pendidikan Agama Islam
Menurut Abdul Madjid dan Dian Andayani yang dikutip dari
kurikulum PAI bahwa:
Tujuan pendidikan agama Islam di sekolah atau madrasah adalah
untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan melalui
pemberian dan pemupukan pengetahuan, penghayatan, pengamalan
serta pengalaman peserta didik tentang agama Islam sehingga
menjadi manusia muslim yang terus berkembang dalam hal
keimanan, ketakwaannya, berbangsa dan bernegara, serta untuk
dapat melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.52
Menurut Muhaimin, dari tujuan pendidikan agama Islam tersebut
terdapat beberapa dimensi yang harus ditingkatkan dalam kegiatan
pembelajaran pendidikan agama Islam, yaitu:
a. Dimensi keimanan peserta didik terhadap ajaran agama Islam.
b. Dimensi pemahaman atau penalaran (intelektual) serta keilmuan
peserta didik terhadap ajaran agama Islam.
c. Dimensi penghayatan atau pengalaman batin yang dirasakan oleh
peserta didik dalam menjalankan ajaran Islam.
d. Dimensi pengamalannya, dalam arti bagaimana ajaran Islam yang
telah diimani, dipahami dan dihayati atau diinternalisasi oleh peserta
didik itu mampu menumbuhkan motivasi dalam dirinya untuk
menggerakkan, mengamalkan dan menaati ajaran agama dan nilai-
nilainya dalam kehidupan pribadi sebagai manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Allah swt serta mengaktualisasikannya dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.53
Sementara itu, menurut Hasan Langgulung tujuan pendidikan agama
Islam bermuara pada penyerahan diri kepada Tuhan yang Maha Esa.
Sama artinya dengan do`a yang selalu kita baca dalam tiap shalat yaitu
”..sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku, semuanya
52
Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam…, h. 135. 53
Muhaimin, et al, Paradigma Pendidikan Islam..., 78
43
adalah untuk Allah, Tuhan seru sekalian alam”, begitu pula dengan
firman Allah ”tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali agar
mereka menyembah kepada-Ku” (Q.S. 51:56 ). Menyembah atau
”ibadah” dalam pengertian yang luas berarti mengembangkan sifat-sifat
Tuhan pada diri manusia menurut petunjuk Allah. Mengembangkan
sifat-sifat ini pada manusia ialah ibadah. Baik itu ibadah formal (ibadah
makhdloh) misalnya Allah memerintahkan manusia melakukan shalat
lima waktu, dengan demikian manusia menjadi suci, dari segi rohani,
pikiran dan jasmaninya. Begitu pula dengan ibadah-ibadah formal
lainnya seperti puasa, zakat, dan haji. Kalau diikuti pula dengan ibadah-
ibadah non formal (ibadah ghairu makhdloh) seperti berdagang,
menuntut ilmu, bersosialisasi yang semuanya dilakukan menurut syarat-
syarat yang ditentukan oleh syariah tentulah sifat-sifat Tuhan yang
lainnya pun berkembang pada diri manusia dan semakin mendekati
kesempurnaan.54
Dari berbagai penjelasan di atas, dapat dipamami bahwa tujuan
pendidikan agama Islam adalah untuk menjadikan siswa mampu
memahami, menghayati, dan mengamalkan pendidikan agama Islam
dalam artian mampu mengaktualisasikan nilai-nilai ajaran agama dalam
perilaku kehidupan sehari-hari. menumbuhkan dan meningkatkan
keimanan dan ketakwaan melalui pemberian pengetahuan, penghayatan,
pengamalan serta pengalaman peserta didik tentang agama Islam
sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang dalam hal
keimanan, ketakwaan, berbangsa dan bernegara, serta merupakan usaha
yang terus menerus untuk menyempurnakan diri pribadi dalam hubungan
vertikal kepada Tuhan dan horizontal terhadap sesama manusia sehingga
terwujudlah keselarasan, keserasian dan keseimbangan hidup menurut
fitrah kejadiannya sebagai makhluk individual, makhluk sosial, serta
makhluk yang berke-Tuhanan Yang Maha Esa.
54
Hasan Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Al Husna Baru,
2003), Cet. V (Edisi Revisi), h. 297-300
44
4. Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam
Sebagaimana telah kita ketahui bahwa inti dari ajaran pokok Islam
meliputi tiga aspek, yaitu aspek keimanan (Aqidah) mencangku seluruh
arkanul iman, aspek keislaman (Syariat) mencangkup arkanul Islam,
aspek ihsan (Akhlak) mencangkup seluruh ahklakul karimah. Tiga inti
ajaran pokok ini kemudian dijabarkan dalam bentuk rukun iman, rukun
Islam dan akhlak. Dari ketiganya lahirlah beberapa keilmuan agama yaitu
Ilmu Tauhid, Ilmu Fiqh dan Ilmu Ahklak.55
Kemampuan dasar umum yang harus dicapai di SD yaitu:
a. Beriman kepada Allah SWT dan lima rukun iman yang lain dengan
mengetahui fungsi serta terefleksi dalam sikap, perilaku, dan
akhlak peserta didik dalam dimensi vertikal maupun horizontal.
b. Dapat membaca Al-Qur`an surat-surat pilihan dengan benar,
menyalin dan mengartikannya.
c. Mampu beribadah dengan baik dan benar sesuai dengan tuntutan
syariat Islam terutama ibadah mahdhah.
d. Dapat meneladani sifat, sikap, dan kepribadian rasullullah SAW
serta khulafaur Rasyidin.56
Adapun ruang lingkup bahan pelajaran pendidikan agama Islam di
sekolah dasar yang tergambar dalam kompetensi dasar umum di atas
tersebut dirinci menjadi aspek:
1) Al-Quran.
2) Keimanan
3) Akhlak
4) Fiqih atau Ibadah.
55
Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam dalam Sistem..., h. 38 56
Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam…, h.144
45
Ruang lingkup pembahasan, luas dan mendalamnya pembahasan,
tergantung pada jenis lembaga pendidikan yang bersangkutan, tingkatan
kelas, tujuan, dan tingkat kemampuan anak didik. Untuk sekolah-sekolah
agama tentunya pembahasannya lebih luas, mendalam dan terperinci dari
pada sekolah-sekolah umum, demikian pula perbedaan untuk tingkat
terendah dan tingkatan yang lebih tinggi.
5. Fungsi Pendidikan Agama di Sekolah
Menurut Abdul Madjid dan Dian Andayani bahwa pendidikan agama
Islam di sekolah dan madrasah berfungsi untuk memotivasi siswa
melakukan perbuatan yang baik agar dalam dirinya tercipta kepribadian
yang berakhlak terpuji dan untuk mengembangkan mental keagamaan
serta memberikan pengetahuan agar siswa paham megenai ajaran-ajaran
agama. Lebih rinci lagi, pendidikan agama Islam berfungsi sebagai
wahana untuk:
a. Pengajaran tentang ilmu pengetahuan keagamaan secara umum
(alam nyata dan nir-nyata), sistem dan fungsionalnya.
b. Penanaman nilai, yaitu sebagai pedoman hidup untuk mencari
kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat
c. Pengembangan, yaitu meningkatkan keimanan dan ketakwaan
peserta didik kepada Allah SWT, yang telah ditanamkan mulai dari
dalam lingkungan keluarga agar terus berkembang secara optimal
sesuai dengan tingkat perkembangannya.
d. Penyesuaian mental, yaitu menyesuaikan diri dengan lingkungannya
baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial dan dapat mengubah
lingkungannya sesuai dengan ajaran agama Islam.
e. Penyaluran, yaitu untuk menyalurkan anak-anak yang memiliki bakat
khusus di bidang agama Islam agar bakat tersebut dapat berkembang
secara optimal sehingga dapat dimanfaatkan untuk dirinya sendiri
dan bagi orang lain.
46
f. Pencegahan, yaitu untuk menangkal hal-hal negatif dari
lingkungannya atau dari budaya lain yang dapat membahayakan
dirinya dan menghambat perkembanganya menuju manusia
Indonesia seutuhnya.
g. Perbaikan, yaitu untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan,
kekurangan-kekurangan dan kelemahan-kelemahan peserta didik
dalam keyakinan, pemahaman dan pengalaman dalam ajaran sehari-
hari. 57
Jadi, fungsi pendidikan agama Islam adalah untuk memotivasi siswa
melakukan perbuatan yang baik agar dalam dirinya tercipta kepribadian
yang berakhlak terpuji dan untuk mengembangkan mental keagamaan
serta memberikan pengetahuan agar siswa paham mengenai ajaran agama.
6. Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam Di Sekolah Dasar
Kedudukan pendidikan agama Islam sebagai mata pelajaran yang
diajarkan di sekolah sebagai upaya penyampaian ilmu pengetahuan agama
Islam tidak hanya untuk difahami dan dihayati tetapi juga diamalkan
dalam kehidupan sehari-hari, misalnya kemampuan siswa dalam
melaksanakan wudlu, shalat, puasa, dan ibadah-ibadah lain yang sifatnya
hubungan dengan Allah (ibadah makhdlho), dan juga kemampuan siswa
dalam beribadah yang sifatnya hubungan antar sesama manusia, misalnya
siswa bisa melakukan zakat, sadaqah, jual beli, dan lain-lain yang
termasuk ibadah dalam arti luas (ibadah ghairu makhdloh).
Pendidikan agama Islam sebagai mata pelajaran pun wajib diikuti
oleh seluruh siswa yang beragama Islam pada semua satuan, jenis, jenjang,
dan jalur sekolah. Hal ini sesuai dengan UUD 1945 yang menjamin warga
Negara untuk beribadah menurut agamanya masing-masing. Pendidikan
agama Islam merupakan usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik
meyakini, memahami, menghayati, dan mengamalkan agama Islam
57 Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam…, h. 134-135.
47
melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan untuk mewujudkan
pribadi muslim yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT.
Adapun kewajiban pelaksanaan Pendidikan agama dan pendidikan
agama Islam di sekolah umum dan semua jenjang bisa kita lihat pada
UUSPN 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yaitu pada Bab X
Kurikulum pada Pasal 37 ayat 1 yaitu: Kurikulum pendidikan dasar dan
menengah wajib memuat:
a. Pendidikan agama f. Pendidikan kewarganegaran
b. Bahasa g. Mtk
c. Ips h. Ipa
d. Seni dan budaya i. Pendidikan jasmani dan olah raga
e. Keterampilan/kejuruan j. Muatan lokal.58
Lebih lanjut dalam penjelasan pasal 37 ayat 1 bagian “a” di atas bahwa:
“Pendidikan agama dimaksud untuk membentuk peserta didik menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa serta
berakhlak mulia”.59
Dengan demikian, pendidikan umum dan pendidikan agama pada
khususnya, sebagai mata pelajaran menjadi bagian integral yang tidak bisa
dipisahkan satu sama lain, melainkan saling melengkapi dan saling
memperkaya antara satu dengan yang lainnya. Maka dalam kerangka
operasionalnya, pelaksanaan pengajaran pendidikan umum dengan
pengajaran pendidikan agama Islam harus saling mengisi, melengkapi, dan
memperkaya baik secara konsep (bahan ajar) maupun praktek pendidikan.
Pendidikan agama Islam dapat diartikan sebagai suatu kegiatan
yang bertujuan untuk membentuk manusia yang agamis dengan
menanamkan akidah keimanan, amaliah dan budi pekerti, untuk menjadi
manusia yang takwa kepada Allah SWT. Untuk tercapainya tujuan secara
58
Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003…,h. 21 59
Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003…, h. 51
48
efektif dalam pembelajaran pendidikan agama Islam perlu diperhatikan
cara-cara penyajian bahan pelajaran agama Islam pada siswa, serta strategi
atau pendekatan yang dipakai dalam pengajaran pendidikan agama Islam
lebih banyak dikemukakan pada suatu model pengajaran “seruan’’ atau
“ajaran” yang bijaksana dan pembentukan sikap manusia (afektif).
Hal ini diajarkan sebagaimana yang terkandung dalam Al-Qur`an
“Ajaklah (manusia) pada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan nasihat yang
baik, dan berdiskusilah secara baik dengan mereka” (Q.S. 16 : 125).
Dengan berpedoman pada makna ayat tersebut ada dua pendekatan yang
dipakai untuk menyeru/mengajak orang lain agar taat dan patuh terhadap
perintah Allah, yakni (1) hikmah, dan (2) mauidzah (nasehat). Sedangkan
teknik yang dipakai adalah salah satunya dengan melakukan diskusi secara
tertib dan baik.60
Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan dan dapat
dipertanggungjawabkan secara didaktis pedagogis, maka salah satu cara
yang dapat diterapkan dalam pengajaran pendidikan agama Islam yang
efektif dan efisien adalah dengan menggunakan alat peraga dengan
maksud memberikan kejelasan secara realita terhadap pesan yang
disampaikan, sehingga dapat dimengerti dan dipahami oleh siswa. Dengan
alat peraga, diharapkan proses pengajaran terhindar dari verbalisme yaitu
siswa hanya tahu kata-kata yang diucapkan oleh guru tetapi tidak tahu
maksudnya. Selain itu alat peraga juga dapat mengefisienkan waktu yang
memang untuk pelajaran agama masih sangat sedikit bila melihat
banyaknya materi yang harus disampaikan kepada siswa, terutama di
sekolah-sekolah umum.
Untuk itu, sangat diperlukan alat peraga dalam pengajaran terutama
pada siswa tingkat dasar. Disamping juga didukung dengan adanya sarana
dan fasilitas yang memadai seperti laboratorium agama, disamping masjid,
laboratorium agama tersebut dilengkapi dengan sarana dan fasilitas yang
60
M. Basyiruddin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama Islam...,h. 4-5
49
membawa peserta didik untuk lebih menghayati agama, misalnya video
yang bernapaskan keagamaan, musik dan nyanyian, syair, puisi, foto-foto
keagamaan, alat-alat peraga pendidikan agama, dan lain sebagainya yang
merangsang emosional keberagamaan peserta didik.61
Diantara hal yang perlu diingat dan selalu disadari oleh guru agama
ialah anak-anak pada umur sekolah dasar sedang dalam pertumbuhan
kecerdasan cepat, khayal dan fantasinya sedang subur dan kemampuan
untuk berpikir logis sedang dalam pertumbuhan.62
Oleh karena itu, cerita-
cerita beragamaan akan lebih menarik perhatian mereka. Kegiatan
keagamaan lainnya yang juga menarik minat mereka adalah yang tidak
asing bagi mereka dan mengandung gerak, mereka gembira untuk aktif
dalam upacara dan kegiatan keagamaan misalnya melakukan ibadah sosial,
praktik cara berwudlu dan shalat berjamaah di sekolah dan sebagainya.
Selain itu, pengaruh teman sebaya pada anak usia sekolah dasar
mendapatkan tempat yang layak karena kegiatan keagamaan yang
dilakukan secara bersama-sama menyenangkan bagi mereka.63
Hendaknya guru agama dalam mendekatkan ajaran agama itu
kedalam kehidupan sehari-khari. Dekatkanlah anak kepada Tuhan, dengan
menonjolkan sifat pengasih dan penyayang-Nya. Sehingga melalui
sikapkasih sayang itu akan melatih anak untuk saling menyayangi satu
sama lain, melalui tindakan-tindakan yang dirasakan dan dilakukan
langsung oleh anak seperti tolong menolong sesama temannya dan
sebagainya.
Di samping itu, perlu disadari bahwa anak-anak sampai umur 12
tahun, belum mampu berpikir abstrak (Maknawi), oleh karena itu agama
harus diberikan dalam jangkauannya yaitu kehidupannya. Disinilah letak
pentingnya pembiasaan-pembiasaan dalam pendidikan pada umumnya dan
pendidikan agama khususnya.
61
M. Basyiruddin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama Islam...,h. 7-8 62
Zakia Drajat, Ilmu Jiwa Agama…., h. 72 63
Abdul Rachman Shaleh, Pendidikan Agama dan Keagamaan…, h. 23-24
50
Hubungan anak dengan orang tuanya, mempunyai pengaruh dalam
perkembangan agama si anak. Si anak mulai mengenal Tuhan melalui orang
tua dan lingkungan keluarganya, serta kata-kata, sikap, tindakan dan
perbuatan orang itu sangat mempengaruhi perkembangan agama pada anak.
Si anak yang merasakan adanya hubungan hangat dengan orang tuanya,
merasa bahwa ia disayangi dan dilindungi serta mendapatkan perlakuan
baik, biasanya akan mudah menerima dan mengikuti kebiasaan orang tuanya
dan sebaliknya akan cenderung kepada agama. Akan tetapi sebaliknya,
hubungan yang kurang serasi, penuh ketakutan dan kecemasan, akan
menyebabkan sukarnya perkembangan agama pada anak64
Jadi perkembangan agama pada anak tidak hanya dipengaruhi oleh
peran guru saja, akan tetapi peran orang tua dan lingkungan itu juga sangat
mendukung untuk perkembangan agamanya. Karena pendidik atau
pembimbing pertama adalah orang tua, lingkungan baru kemudian guru.
64
Zakia Drajat, Ilmu Jiwa Agama…, h. 70
51
51
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Jadwal Penelitian
Tempat yang dijadikan objek penelitian ini adalah SDIT Fathona yang
terletak di JL. R. Suprapto No. 469 Baturaja Kabupaten Ogan Komering Ulu
Sumatera Selatan. Adapun waktu yang ditargetkan untuk pelaksanaan penelitian
ini pada bulan Desember tahun 2010.
B. Pendekatan dan Metode Penelitian
Untuk memudahkan data, fakta dan informasi yang mengungkapkan dan
menjelaskan permasalahan dalam penelitian ini, penulis menggunakan penelitian
kuantitatif riset. Penelitian ini merupakan salah satu pendekatan dalam penelitian
yang lebih ditekankan pada data yang dapat dihitung untuk menghasilkan
penafsiran kuantitatif yang kokoh.
Dan juga menggunakan pendekatan deskriptif analisis, yaitu pendekatan
yang menggambarkan keadaan yang sebenarnya dari fenomena objek yang
diteliti secara kuantitatif.
Sedangkan motode yang digunakan dalam pengumpulan data pada
penelitian ini adalah melalui penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan.
Metode Penelitian Kepustakaan (Library Recearch) penulis lakukan untuk
memperoleh istilah-istilah, pengertian-pengertian dan pendapat-pendapat dari
para pakar dengan menelaah dan mengkaji buku-buku yang relevan dengan
52
masalah yang sedang diteliti dan diperolehnya teori yang relevan pula untuk
menyusun landasan teori yang ada hubungannya dengan pembahasan dalam
penelitian ini, yaitu peran guru agama dalam pelaksanaan pendidikan agama
Islam di SDIT Fathona Baturaja Kabupaten Ogan Komering Ulu Sumatera
Selatan.
Sedangkan metode penelitian lapangan (Field Research) dimaksudkan agar
memperoleh fakta, data dan informasi yang lebih obyektif dan akurat mengenai
masalah yang sedang diteliti dengan terjun langsung ke lokasi penelitian yaitu
SDIT Fathona Baturaja Kabupaten Ogan Komering Ulu Sumatera Selatan.
C. Popupasi dan Sampel
Yang menjadi unit analisis data dalam penelitian ini adalah siswa-siswi
SDIT Fathona Baturaja Kabupaten Ogan Komering Ulu Sumatera Selatan yang
baru berdiri lebih kurang selama 4 (Empat) tahun yang baru memiliki 4 (Empat)
kelas dengan jumlah keseluruhan siswa 233 orang. Mengingat keterbatasan
waktu dalam penelitian ini maka penulis menggunakan populasi terjangkau yaitu
siswa-siswi kelas III dan IV dengan jumlah 58 orang. Maka dalam penelitian ini,
penulis menggunakan seluruh jumlah populasi terjangkau yakni 58 siswa
tersebut. dalam hal ini penulis mengacu pada pendapat Suharsimi Arikunto
dalam menentukan jumlah sampel, yakni apabila subjeknya kurang dari 100
lebih baik diambil semua (penelitian populasi). Selanjutnya jika jumlah
subjeknya besar atau lebih dari 100 maka dapat diambil antara 10-15% atau 20-
25% atau lebih. 1
D. Instrumen Penelitian
Untuk mendapatkan informasi mengenai peran guru agama dalam
pelaksanaan pendidikan agama Islam sebagai pembimbing, pengajar, pengelola
kelas, dan peran guru agama sebagai evaluator, maka dalam penelitian ini
menggunakan instrumen penelitian dalam bentuk angket dan wawancara. Angket
ini berbentuk quesioner yang diperuntukan kepada siswa.
1 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Renika
Cipta,2006), Cet. 13, h. 134
53
Adapun untuk mendapatkan informasi mengenai; (1) Peran guru agama
sebagai pembimbing, yaitu: (a) Guru menjadi motivator, adalah untuk
mengetahui frekuensi guru memberikan motivasi kepada siswa. (b) Guru
menjadi tauladan (keteladanan) yaitu untuk mengetahui keteladanan guru dalam
bentuk akhlak. (2) Peran guru agama sebagai pengajar, yaitu melalui pengkajian
agama Islam dengan memberikan materi pendidikan agama Islam. (3) Peran
guru agama sebagai pengelola kelas, yaitu: (a) Mengelola kelas dengan
menciptakan lingkungan belajar yang baik. (b) Mengelola kelas dengan
penggunaan dan pemeliharaa fasilitas, yaitu apakah fasilitas sudah digunakan
secara optimal atau belum dan apakah fasilitas yang ada dipelihara dengan baik
atau belum. (4) Peran guru agama sebagai evaluator, yaitu dengan mengevaluasi
hasil nilai ujian siswa dan menambah pengetahuan pendidikan agama Islam bagi
siswa. Maka, penulis menggunakan instrumen penelitian dalam bentuk
wawancara yang diperuntukan kepada guru agama dan kepala sekolah
E. Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik yang digunakan dalam menghimpun dan mengumpulkan
data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah:
1. Study Dokumenter
Adalah pengumpulan dan pengambilan data yang di peroleh
melalui pengumpulan dokumen-dokumen. Yaitu pengumpulan data-data
dan informasi yang diperlukan dalam membantu penyelesaian penelitian
ini, seperti sejarah berdirinya, struktur organisasi, keadaan guru, siswa
dan karyawan, serta kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler di SDIT Fathona
Baturaja Kabupaten Ogan Komering Ulu Sumatera Selatan.
2. Wawancara
Pengumpulan data dengan melakukan wawancara secara langsung
kepada responden untuk memperoleh informasi yang berhubungan
dengan masalah penelitian yang sedang dikaji atau pengumpulan data
yang digunakan untuk memperoleh informasi langsung dari sumbernya.2
Dalam hal ini, penulis mengadakan wawancara secara langsung kepada
2 Subana. dkk, Statistik Pendidikan, (Bandung: Pustaka Setia, 2005), Cet. II, h. 29
54
kepala sekolah dan guru bidang study pendidikan agama Islam di SDIT
Fathona Baturaja Kabupaten Ogan Komering Ulu Sumatera Selatan
untuk mengetahui peran guru agama dalam pelaksanaan pendidikan
agama Islam di sekolah tersebut.
2. Angket atau Quesioner
Sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh
informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya atau hal-
hal yang dia ketahui.3 Angket ini ditujukan kepada siswa-siswi SDIT
Fathona Baturaja, dan digunakan untuk memperoleh data tentang peran
guru agama dalam pelaksanaan pendidikan agama Islam di sekolah
tersebut. Adapun angket tersebut menggunaan pertanyaan-pertanyaan
tertutup dan semi terbuka dengan alternatif jawaban selalu, kadang-
kadang dan tidak pernah. Untuk pertanyaan semi terbuka dengan
meminta alasan responden terhadap alternatif jawaban yang dipilihnya.
F. Teknik Pengolahan dan Analisa Data
1. Teknik Pengolahan Data
Data-data yang diperoleh melalui angket, kemudian diproses melalui
beberapa tahapan. Adapun dalam pengolahan data, penulis menempuh
tahapan-tahapan sebagai berikut:
a. Editing; Dalam pengolahan data yang pertama kali dilakukan adalah
editing. Ini berarti bahwa semua angket harus diteliti satu persatu
tentang kelengkapan dan kebenaran pengisian angket tersebut
sehingga terhindar dari kekeliruan dan kesalahan.
b. Tabulating; Selanjutnya adalah mentabulasikan atau memindahkan
jawaban-jawaban responden ke dalam tabel, kemudian dicari
persentasinya untuk dianalisis. Adapun data yang diperoleh dari hasil
wawancara diolah tanpa menggunakan daftar atau tabulasi dan angka
persentase. Dalam hal ini penulis mendeskripsikan data tersebut secara
sistematis, logis dan bermakna kemudian dipadukan dengan data yang
diperoleh melalui angket.
3 Suharsimi Arikunto, Prosedur penelitian Suatu pendekatan Praktek,,,,, h 151
55
c. Analisa dan interpretasi; Yaitu membunyikan data kualitatif dalam
bentuk verbal (kata-kata) sehingga kata-kata persentase menjadi
bermakna.
d. Kesimpulan; Kesimpulan yang penulis maksud adalah memberikan
kesimpulan dari hasil analisa dan interpretasi data.
2. Teknik Analisa Data
Setelah data terkumpul dari hasil pengolahan data, maka penulis perlu
menganalisa data yang telah ada. Langkah-langkah selanjutnya dalam
pengolahan lanjutan atau menganalisis adalah sebagai berikut:
a. Mengecek nama dan kelengkapan identitas responden
b. Mengecek kelengkapan data
c. Mengecek macam isian dan pengolahan data sesuai dengan
pendekatan penelitian. Yaitu pengolahan data yang diperoleh dengan
menggunakan rumus atau aturan yang ada, sesuai dengan pendekatan
dan desain penelitian.
Penggunaan teknik analisa data dalam penelitian disesuakan dengan
tujuan yang hendak dicapai. Berdasarkan jenis data yang dikumpulkan yaitu
data kualitatif yang kemudian diubah menjadi data kuantitatif. Oleh karena
itu dalam menganalisa data, penulis menggunakan rumus statistic persentase,
yaitu:
F
P = x100 N
P = Angka Persentase
F = Frekuensi yang sedang dicari persentasenya
N = Number of Cases (jumlah frekuensi atau banyaknya individu
yang menjadi resvonden)
100 = Bilangan tetap (konstanta)4
4 Anas Sudijono, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta: PT. Grapindo Persada, 2005), h.
41
60
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Temuan Penelitian
1. Gambaran Umum Objek Penelitian
Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Fathona berada di jl. R. Suprapto
No. 469 Baturaja, Kelurahan Kemalaraja Kecamatan Baturaja Timur Kabupaten
Ogan Komering Ulu , Sumatera Seatan. (SDIT) Fathona merupakan lembaga
pendidikan di bawah naungan Yayasan Pendidikan Frania. Berdasarkan
permintaan masyarakat sekitarnya yang ternyata sudah sejak lama
mengharapkan adanya lembaga pendidikan dasar yang bernuansa Islami namun
tetap memiliki kualitas pendidikan umum atau sesuai dengan garis kebijakan
pemerintah. Maka lahirlah Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Fathona yang
didirikan di atas luas tanah 2500 M2 dengan luas bangunan 201 M2.
Pada tahun 2008, tepat pada tahun pertama berdirinya (SDIT) Fathona
dapat dikatakan cukup mendapatkan sambutan hangat dari masyarakat, hal ini
dibuktikan dengan pada tahun pertamanya beroperasi (TP. 2008-2009) telah
menerima siswa dengan jumlah 38 orang untuk siswa kelas 1 (satu), dan 20
orang siswa pindahan dari sekolah-sekolah dasar lainnya untuk kelas 2 (dua).
Jadi pada tahun pertama berdirinya (SDIT) Fathona telah memiliki 58 orang
61
siswa dengan 3 (tiga) jumlah rombel. Sebuah awal yang cukup mengesankan
sehingga pada tahun kedua (2009-2010) sudah memiliki 3 (tiga) kelas dengan
jumlah keseluruhan siswa 128 dengan 7 (tujuh) rombel. Hingga tahun ke tiga
sampai tahun ke empat (2010-2011) telah mencapai 233 siswa dengan 11
(sebelas) rombel yang berasal dari daerah Air Pauh, Komplek Perumahan R.S
Halindo dan sekitarnya dan dengan jumah tenaga pengajar 19 (Orang) dari
berbagai lulusan Perguruan tinggi baik dalam maupun luar daerah Baturaja
seperti Kota Palembang, Lampung dan Lombok.
Perkembangan ini menunjukkan adanya respon positif dari masyarakat
akan kehadiran Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Fathona yang bukan
hanya menggunakan pembelajaran terpadu, namun juga mengedepankan
pendidikan Islam.
2. Profil Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Fathona Baturaja
a. Nama Sekolah : SD Islam Terpadu Fathona
b. Alamat Sekolah : Jln. R. Suprapto No. 469 Baturaja OKU
c. Kelurahan : Kel. Kemalaraja
d. Kecamatan : Baturaja Timur
e. Kabupaten/Kota : Ogan Komering Ulu/Baturaja
f. Nama Kepala Sekolah : Erlinda, S.Pd
g. NSS : -
h. NPSN : 10646318
i. Status Sekolah : Swasta
j. Izin Operasional : 420/150/III/XIV/2009
k. Akta Notaris : Anwar Junaidi, SH No. 27
l. Tahun didirikan : 2008
m. Tahun beroperasi : 2008/2009
n. Luas tanah : 2500 M2
o. Luas Bangunan : 201 M2
p. Status tanah : Milik Sendiri
62
q. Visi dan Misi SDIT Fathona Baturaja
Visi SDIT Fathona Baturaja adalah mengembangkan potensi anak
menuju generasi yang ber-Akhlaqul Karimah, cerdas dan terampil, dengan
mengedepankan kualitas dan kemandirian dalam menghadapi tantangan
global di masa depan.
Sedangkan Misi dari SDIT Fathona Baturaja adalah:
1) Mengoptimalkan potensi subyek didik dengan metode yang
berbasis kompetensi
2) Menjadikan sekolah sebagai laboratorium hidup Masyarakat
Madani
3) Mengembangkan Manajemen sesuai dengan dinamika pendidikan
4) Mengembangkan sumber daya manusia yang berkualitas
5) Mengantarkan subyek didik menuju manusia beraklaqul
Karimah,cerdas,terampil dan bermutu sesuai dengan potensinya.
r. Prestasi yang pernah dicapai sekolah
Adapun prestasi yang pernah dicapai oleh sekolah dapat dilihat dari table
berikut:
Tabel 4. Prestasi yang pernah dicapai sekolah
No Kegiatan Tingkat Penyelenggara Prestasi Tahun
1
2
Lomba Dai
Cilik
Lomba
Menggambar
Kabupaten
Kabupaten
Radio Leanpuri
PKS
Juara 2
Juara II
2010
2009
s. Keadaan guru, siswa dan orang tua siswa.
Untuk menunjang proses belajar mengajar perlu didukung oleh tenaga
pengajar/karyawan (guru,tata usaha,dan penjaga sekolah). Adapun untuk
mengetahui informasi data tentang keadaan tenaga pangajar/atau karyawan
tersebut dapat dilihat pada lampiran. Selanjutnya untuk mengetahui jumlah
siswa dapat dilihat pada tabel berikut:
63
Tabel 5. Jumlah siswa dalam 2 Tahun Terakhir
Tahun
Pelajaran
Jumlah siswa SDIT Fathona
Jumlah Kelas I Kelas II Kelas III Kelas IV
L P JML L P JML L P JML L P JML
2008/2009 15 23 38 13 7 20 - - - - - - 58
2009/2010 40 30 70 15 23 38 13 7 20 - - - 128
2010/2011 60 45 105 40 30 70 15 23 38 13 7 20 233
Jumlah Seluruh Siswa SDIT Fathona sampai Juli 2010 adalah 231 Siswa ( Kls 1 -4 )
Tabel 6. Keadaan Siswa 2 Tahun Terakhir Per Juli 2009
Tabel 7. Data Rombongan Belajar Tahun 2009/2010
Tahun
Pelajaran
Jumlah siswa SDIT Fathona
Daya
Tampung Pendaftaran
Kelas I Kelas II Kelas III
L P JML L P JML L P JML
2008/2009 15 23 38 13 7 20 - - - 60 58
2009/2010 40 30 70 15 23 38 13 7 20 140 128
No Kelas Oleh Siswa Tiap Kelas Total
Jumlah
siswa
Jumlah
Romb.
Belajar 1a 1b 1c 1d 2a 2b 2c 2d 3a 3b 4a
1 I 19 19 - - 20 - - - - - - 58 3
2 II 17 17 18 18 19 19 - - 20 - - 128 7
3 III 26 27 25 27 17 17 18 18 19 19 20 231 11
Total Seluruh siswa/Rombongan 417 21
64
Tabel. 8 Kondisi Orang Tua Siswa Tahun Pelajaran 2008/2009
No Pekerjaan Jml
(%)
Penghasilan/bln
(Rp)
Jml
(%) Pendidikan
Jml
(%)
1
2
3
4
PNS/TNI/Polri
Kary. Swasta/BUMN
Wiraswasta
Lain-lain
< 500.000
501.000 – 1.000.000
1.001.000.-2.000.000
2.001.000 –3.000.000
> 3.001.000
-
SD
SMP
SMA
S1
S2
S3
-
-
-
Selanjutnya, dalam suatu lembaga pendidikan, struktur organisasi sangat penting
perannya. Struktur organisasi merupakan gerak langkah yang diatur secara kontrol
disipliner agar dapat bekerja sama dengan baik antara satu pihak dengan pihak
lainnya, penempatan personil yang sesuai dengan keahliannya dalam struktur
organisasi merupakan faktor yang akan menentukan tingkat keberhasilan
organisasi. Untuk gambaran bagan garis struktural Yayasan Pendidikan Fania SDIT
Fathona ini dapat di lihat pada lampiran.
B. Deskripsi Data
Pengumpulan data yang diperoleh baik melalui wawancara maupaun
penyebaran angket adalah merupakan data yang kongkrit, hal ini dimaksudkan
unutk mengetahui peran guru agama dalam pelaksanaan pendidikan agama Islam di
SDIT Fathona Baturaja Kabupaten Ogan Komering Ulu Sumatera Selatan.
Seluruh pertanyaan yang diajukan melalui wawancara kepada kepala sekolah
dan juga kepada guru agama serta pertanyaan yang diajukan melalui angket kepada
siswa dengan mudah dapat dijawab dan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya,
sehingga memudahkan penulis dalam penyusunan karya ilmiah.
Setelah data terkumpul, maka langkah selanjutnya adalah melakukan
pengolahan untuk diidentifikasi pokok permasalahan yang diteliti. Kemudian
langkah senjutnya adalah menganalisis data tersebut.
65
C. Analisis Data
Setelah data terkumpul, maka langkah selanjutnya adalah melakukan
penganalisisan terhadap data tersebut. Hasil wawancara dan angket dibawah ini
akan memberikan penjelasan tentang peran guru agama dalam pelaksanaan
pendidikan agama Islam di SDIT Fathona Baturaja Kabupaten Ogan Komering Ulu
Sumatera Selatan. Angket yang disebar penulis kepada responden sebanyak 58
responden (siswa) yang merupakan keseluruhan siswa kelas III dan IV SDIT
Fathona Baturaja Kabupaten Ogan Komering Ulu Sumatera Selatan.
Dari data yang dihimpun, penulis jabarkan dengan tekhnik analisis deskriftif,
yaitu terlebih dahulu menyusun data-data ke dalam tabel-tabel frekuensi untuk
selanjutnya dilakukan interpretasi dengan menggunakan rumus persentase
sebagaiman dijelaskan sebelumnya pada bab III. Hasil angket tersebut dimasukan
dalam tabulasi yang merupakan proses mengubah data dan instrumen pengumpulan
data (angket) menjadi angka persentase, dapat dilihat pada tabel-tabel berikut:
1. a. Peran guru agama sebagai pembimbing yaitu sebagai motivator:
Tabel 9
Memberikan semangat untuk melaksanakan shalat
Alternatif Jawaban F %
Selalu 53 91
Kadang-kadang 4 7
Tidak pernah 1 2
Jumlah 58 100
Tabel diatas menunjukkan bahwa persentase terbesar 91% siswa menjawab
selalu, yaitu guru agama selalu memberikan semangat untuk melaksanakan
shalat, dan 7% siswa menjawab kadang-kadang, yaitu guru agama kadang-
kadang memberikan semangat untuk melaksanakan shalat, sedangkan 2%
lainnya menjawab tidak pernah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa guru agama
SDIT Fathona selalu memberikan semangat untuk melaksanakan shalat.
66
Tabel 10
Memberikan semangat untuk membaca al-Qur`an
Tabel diatas menunjukkan bahwa persentase terbesar 64% siswa menjawab
selalu, yaitu guru agama selalu memberikan semangat untuk membaca Al-
Qur`an, dan 33% siswa menjawab kadang-kadang, yaitu guru agama kadang-
kadang memberikan semangat untuk membaca Al-Qur`an, sedangkan 3%
lainnya menjawab tidak pernah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa guru agama
SDIT Fathona selalu memberikan semangat untuk membaca Al-Qur`an.
Tabel 11
Memberikan semangat untuk berbuat baik
Alternatif Jawaban F %
Selalu 53 91
Kadang-kadang 5 9
Tidak pernah - -
Jumlah 58 100
Tabel di atas menunjukan bahwa persentase terbesar 91% siswa menjawab
selalu, yaitu guru agama selalu memberikan semangat untuk berbuat baik. Dan
persentase terkecil 9% bahwa siswa menjawab kadang-kadang, yaitu guru
agama kadang-kadang memberikan semangat untuk berbuat baik. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa guru agama SDIT Fathona selalu memberikan
semangat untuk berbuat baik.
Alternatif Jawaban F %
Selalu 37 64
Kadang-kadang 19 33
Tidak pernah 2 3
Jumlah 58 100
67
Tabel 12
Memberikan semangat untuk belajar Pendidikan Agama Islam
Alternatif Jawaban F %
Selalu 54 93
Kadang-kadang 4 7
Tidak pernah - -
Jumlah 58 100
Tabel di atas menunjukan bahwa persentase terbesar 93% bahwa siswa menjawab selalu,
yaitu guru agama selalu memberikan semangat untuk belajar pendidikan agama Islam.
Dan persentase terkecil 7% bahwa siswa menjawab kadang-kadang, yaitu guru agama
kadang-kadang memberikan semangat untuk belajar pendidikan agama Islam. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa guru agama SDIT Fathona selalu memberikan semangat untuk
belajar pendidikan agama Islam.
Tabel 13
Siswa hadir dalam shalat berjamaah
Alternatif Jawaban F %
Selalu 40 69
Kadang-kadang 17 29
Tidak pernah 1 2
Jumlah 58 100
Tabel di atas menunjukan bahwa persentase terbesar 69% siswa menjawab selalu, yaitu
siswa selalu hadir dalam shalat berjamaa di sekolah, dan 29% siswa menjawab kadang-
kadang, yaitu siswa kadang-kadang hadir dalam shalat berjamaah di sekolah. Sedangkan
persentase terkecil 2% bahwa siswa menjawab tidak pernah. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa siswa selalu hadir dalam shalat berjamaah di sekolah
68
1. b. Peran guru agama sebagai pembimbing, yaitu sebagai keteladanan:
Tabel 14
Guru agama hadir dalam shalat berjamah di sekolah
Alternatif Jawaban F %
Selalu 45 78
Kadang-kadang 10 17
Tidak pernah 3 5
Jumlah 58 100
Tabel di atas menunjukan bahwa prosentase terbesar 78% siswa menjawab
selalu, yaitu guru agama selalu hadir dalam shalat berjamaah di sekolah, dan
17% siswa menjawab kadang-kadang, yaitu guru agama kadang-kadang hadir
dalam shalat berjamaah di sekolah. Sedangkan 5% lainnya siswa menjawab
tidak pernah, yaitu guru agama tidak pernah hadir dalam shalat berjamaah di
sekolah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa guru agama SDIT Fathona selalu
hadir dalam shalat berjamaah di sekolah.
Tabel 15
Guru agama berbicara sopan kepada anak didik
Alternatif Jawaban F %
Selalu 54 93
Kadang-kadang 4 7
Tidak pernah - -
Jumlah 58 100
Tabel di atas menunjukan bahwa persentase terbesar 93% siswa menjawab
selalu, yaitu guru agama selalu berbicara sopan kepada siswa. Dan persentase
terkecil 7% bahwa siswa menjawab kadang-kadang, yaitu guru agama kadang-
kadang berbicara sopan kepada siswa. Sehingga dapat disimpulkan bahwa guru
agama SDIT Fathona selalu berbicara sopan dengan siswa.
69
Tabel 16
Siswa berprilaku baik dengan sesama teman
Alternatif Jawaban F %
Selalu 31 53
Kadang-kadang 27 47
Tidak pernah - -
Jumlah 58 100
Tabel di atas menunjukan bahwa persentase terbesar 53% bahwa siswa
menjawab selalu, yaitu siswa selalu berprilaku baik dengan temannya. Dan
persentase terkecil 47% bahwa siswa menjawab kadang-kadang, yaitu siswa
kadang-kadang berprilaku baik dengan temannya. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa siswa SDIT Fathona selalu berprilaku baik dengan temannya.
Tabel 17
Siswa rajin membaca al-Qur`an
Alternatif Jawaban F %
Selalu 25 43
Kadang-kadang 32 55
Tidak pernah 1 2
Jumlah 58 100
Tabel di atas menunjukan bahwa persentase terbesar 55% siswa menjawab
kadang-kadang, yaitu siswa kadang-kadang membaca Al-Qur`an, dan 43%
siswa menjawab selalu, yaitu siswa selalu membaca Al-Qur`an. sedangkan
persentase terkecil 2% bahwa siswa menjawab tidak pernah, yaitu siswa tidak
pernah membaca Al-Qur`an. Sehingga dapat disimpulkan bahwa siswa SDIT
Fathona rajin dalam membaca Al-Qur`an.
70
2. Peran guru agama sebagai pengajar, yaitu untuk pengkajian agama
Islam
Tabel 18
Menjelaskan materi-materi pendidikan agama Islam dengan jelas
Alternatif Jawaban F %
Selalu 51 88
Kadang-kadang 6 10
Tidak pernah 1 2
Jumlah 58 100
Tabel di atas menunjukan bahwa persentase terbesar 88% siswa menjawab
selalu, yaitu guru agama selalu menjelaskan materi-materi pendidikan agama
Islam dengan jelas, dan 10% bahwa siswa menjawab kadang-kadang, yaitu guru
agama kadang-kadang menjelaskan materi-materi pendidikan agama Islam
dengan jelas. Sedangkan persentase terkecil 2% siswa menjawab tidak pernah,
yaitu guru agama tidak pernah menjelaskan materi-materi pendidikan agama
Islam dengan jelas. Sehingga dapat disimpulkan bahwa guru SDIT Fathona
selalu menjelaskan materi-materi pendidikan agama Islam dengan jelas.
Tabel 19
Guru agama memberikan pertanyaan tentang pelajaran yang telah lalu
Alternatif Jawaban F %
Selalu 44 76
Kadang-kadang 13 22
Tidak pernah 1 2
Jumlah 58 100
Tabel di atas menunjukan bahwa persentase terbesar 76% siswa menjawab
selalu, yaitu guru agama selalu memberikan pertanyaan tentang pelajaran yang
telah lalu, dan 22% bahwa siswa menjawab kadang-kadang, yaitu guru agama
kadang-kadang memberikan pertanyaan tentang pelajaran yang telah lalu.
Sedangkan persentase terkecil 2% bahwa siswa menjawab tidak pernah.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa guru SDIT Fathona selalu memberikan
pertanyaan tentang pelajaran yang telah lalu.
71
Tabel 20
Guru agama memberikan kesempatan bertanya kepada siswa
Alternatif Jawaban F %
Selalu 43 74
Kadang-kadang 15 26
Tidak pernah - -
Jumlah 58 100
Tabel di atas menunjukan bahwa persentase terbesar 74% bahwa siswa
menjawab selalu, yaitu guru agama selalu memberikan kesempatan untuk
bertanya kepada siswa, dan 26% bahwa siswa menjawab kadang-kadang, yaitu
guru agama kadang-kadang memberikan kesempatan untuk bertanya kepada
siswa. Sehingga dapat disimpulkan bahwa guru SDIT Fathona selalu
memberikan kesempatan untuk bertanya kepada siswa.
Tabel 21
Siswa bertanya tentang materi pendidikan agama Islam
Alternatif Jawaban F %
Selalu 22 38
Kadang-kadang 33 57
Tidak pernah 3 5
Jumlah 58 100
Tabel di atas menunjukan bahwa persentase terbesar 57% siswa menjawab
kadang-kadang, yaitu siswa kadang-kadang bertanya tentang materi pendidikan
agama Islam, dan 38% bahwa siswa menjawab selalu, yaitu siswa selalu
bertanya tentang materi pendidikan agama Islam. Sedangkan prosentase terkecil
5% bahwa siswa menjawab tidak pernah, yaitu siswa tidak pernah bertanya
tentang materi pendidikan agama Islam. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
siswa SDIT Fathona kadang-kadang bertanya tentang materi pendidikan agama
Islam
72
Tabel 22
Siswa mengerti terhadap materi-materi pendidikan agama Islam
Alternatif Jawaban F %
Selalu 43 74
Kadang-kadang 15 26
Tidak pernah - -
Jumlah 58 100
Tabel di atas menunjukan bahwa persentase terbesar 74% bahwa siswa
menjawab selalu, yaitu siswa selalu mengerti terhadap materi-materi pendidikan
agama Islam. Dan persentase terkecil 26% bahwa siswa menjawab kadang-
kadang, yaitu siswa kadang-kadang mengerti terhadap materi-materi pendidikan
agama Islam. Sehingga dapat disimpulkan bahwa siswa SDIT Fathona selalu
mengerti terhadap materi-materi pendidikan agama Islam.
3. a. Peran guru agama sebagai pengelola kelas, yaitu untuk mengelola kelas
Tabel 23
Guru agama mengawasi pelaksanaan pendidikan agama Islam
dalam kegiatan shalat berjamaah di sekolah
Alternatif Jawaban F %
Selalu 40 69
Kadang-kadang 13 22
Tidak pernah 5 9
Jumlah 58 100
Tabel di atas menunjukan bahwa persentase terbesar 69% siswa menjawab selalu,
yaitu guru agama selalu mengawasi pelaksanaan pendidikan agama Islam dalam
kegiatan shalat berjamaah di sekolah, dan 22% bahwa siswa menjawab kadang-
kadang, yaitu guru agama kadang-kadang mengawasi pelaksanaan pendidikan
agama Islam dalam kegiatan shalat berjamaah di sekolah. Sedangkan persentase
terkecil 9% bahwa siswa menjawab tidak pernah. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa guru SDIT Fathona selalu mengawasi pelaksanaan pendidikan agama Islam
dalam kegiatan shalat berjamaah di sekolah.
73
Tabel 24
Guru agama mengawasi pelaksanaan pendidikan agama Islam
dalam kegiatan membaca Al-Qur`an
Alternatif Jawaban F %
Selalu 28 48
Kadang-kadang 24 42
Tidak pernah 6 10
Jumlah 58 100
Tabel di atas menunjukan bahwa persentase terbesar 48% siswa menjawab
selalu, yaitu guru agama selalu mengawasi pelaksanaan pendidikan agama Islam
dalam membaca Al-Qur`an, dan 42% bahwa siswa menjawab kadang-kadang,
yaitu guru agama kadang-kadang mengawasi pelaksanaan pendidikan agama
Islam dalam membaca Al-Qur`an. Sedangkan persentase terkecil 10% bahwa
siswa menjawab tidak pernah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa guru SDIT
Fathona masih kurang dalam mengawasi siswa dalam membaca Al-Qur`an.
Tabel 25
Senang belajar pendidikan agama Islam
Alternatif Jawaban F %
Selalu 55 95
Kadang-kadang 3 5
Tidak pernah - -
Jumlah 58 100
Tabel di atas menunjukan bahwa persentase terbesar 95% siswa menjawab
selalu, yaitu siswa selalu senang belajar pendidikan agama Islam. Dan
persentase terkecil 5% bahwa siswa menjawab kadang-kadang, yaitu siswa
kadang-kadang senang belajar pendidikan agama Islam. Jadi dapat disimpulkan
bahwa siswa selalu senang belajar pendidikan agama Islam
74
3. b. Peran guru agama sebagai pengelola kelas, yaitu untuk penggunaan
dan pemeliharaan fasilitas.
Tabel 26
Guru agama mengajar pendidikan agama Islam menggunakan alat peraga
Alternatif Jawaban F %
Selalu 18 31
Kadang-kadang 24 41
Tidak pernah 16 28
Jumlah 58 100
Tabel di atas menunjukan bahwa persentase terbesar 41% siswa menjawab
kadang-kadang, yaitu guru agama kadang-kadang mengajar pendidikan agama
Islam menggunakan alat peraga, dan 31% bahwa siswa menjawab selalu, yaitu
guru agama selalu mengajar pendidikan agama Islam menggunakan alat peraga.
Sedangkan persentase terkecil 28% bahwa siswa menjawab tidak pernah, yaitu
guru agama tidak pernah mengajar pendidikan agama Islam menggunakan alat
peraga. Sehingga dapat disimpulkan bahwa guru SDIT Fathona masih kurang
dalam menggunakan alat peraga.
4. a. Peran guru agama sebagai evaluator, yaitu untuk mengevaluasi
Tabel 27
Belajar pendidikan agama Islam di rumah
Alternatif Jawaban F %
Selalu 40 69
Kadang-kadang 18 31
Tidak pernah - -
Jumlah 58 100
75
Tabel di atas menunjukan bahwa persentase terbesar 69% siswa menjawab
selalu, yaitu siswa selalu belajar pendidikan agama Islam di rumah. Dan
persentase terkecil 31% bahwa siswa menjawab kadang-kadang, yaitu siswa
kadang-kadang belajar pendidikan agama Islam di rumah. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa siswa SDIT Fathona selalu belajar pendidikan agama
Islam di rumah.
b..Peran guru agama sebagai evaluator, yaitu untuk menambah
pengetahuan pendidikan agama Islam
Tabel 28
Membaca buku-buku tentang pendidikan agama Islam
Alternatif Jawaban F %
Selalu 33 57
Kadang-kadang 25 43
Tidak pernah 0 -
Jumlah 58 100
Tabel di atas menunjukan bahwa persentase terbesar 57% siswa menjawab
selalu, yaitu siswa selalu belajar membaca buku-buku tentang pendidikan agama
Islam di rumah. Dan persentase terkecil 34% bahwa siswa menjawab kadang-
kadang, yaitu siswa kadang-kadang membaca buku-buku tentang pendidikan
agama Islam di rumah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa siswa SDIT Fathona
selalu membaca buku-buku tentang pendidikan agama Islam di rumah.
76
D. Interpretasi Data
Berdasarkan data keseluruhan yang telah diuraikan pada temuan penelitian,
dapat diketahui bahwa peran guru agama sebagai pembimbing yaitu sebagai
motivator, mayoritas siswa menjawab selalu dengan persentase sebesar 91% guru
memberikan semangat untuk melaksanakan shalat, 64% guru memberikan
semangat dalam membaca Al-Qur`an, 91% guru memberikan semangat untuk
berbuat baik, 93% guru memberikan semangat untuk belajar pendidikan agama
Islam, 69% siswa hadir dalam shalat berjamaah. Demikian pula dari hasil
wawancara membuktikan bahwa guru agama selalu berusaha untuk memberikan
motivasi kepada anak didik dalam beribadah, belajar maupun berprilaku baik agar
apa yang telah guru agama sampaikan dapat diimplementasikan dalam kehidupan
sehari-hari anak didik dengan baik. Hal ini biasa dilakukan dan dipantau melalui
buku penghubung serta dibantu dan dimulai dari keluarga siswa masing-masing1
Dengan demikian guru itu adalah orang yang membimbing, mengarahkan dan
membina anak didik menjadi manusia yang matang dalam sikap dan
kepribadiannya, sehingga tercerminlah dalam tingkah lakunya sehari-hari nilai-nilai
agama islam. Sebagaimana kemampuan dasar yang harus dicapai di SD salah satu
diantaranya mampu beribadah dengan baik dan benar sesuai dengan tuntunan
syari`at Islam terutama ibadah mahdhah.2
Peran guru sebagai pembimbing yaitu sebagai keteladanan, mayoritas siswa
menjawab selalu dengan persentase sebesar 78% guru agama hadir dalam shalat
berjamaah, 93% guru berbicara sopan kepada anak didik, 53% siswa berprilaku
baik kepada teman, 43% siswa rajin membaca Al-Qur`an. Hal ini dipertegas
dengan hasil wawancara bahwa guru agama dalam shalat berjamaah yang
dilaksanakan di sekolah sering hadir dan menjadi imam serta terkadang
1 Syarif Hidayatullah, Guru Pendidikan Agama Islam, Wawancara Pribadi, Baturaja, 09
Desember 2010 2 Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, (Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya, 2004), Cet. 1, h. 144-145
77
memberikan kesempatan kepada siswa untuk menjadi imam sebagai wahana
pelatihan dan pembiasaan, namun jika guru agama berhalangan hadir atau ada
keperluan mendesak saja, maka digantikan oleh guru lain untuk mengawasi atau
menjadi imam, dan dalam pelaksanaannya guru agama dibantu oleh guru-guru yang
lain, apalagi guru umum di SDIT Fathona Baturaja ini juga dianggap sebagai guru
agama.3
Sebagaimana salah satu diantara syarat menjadi guru agama itu bukan hanya
orang yang berilmu pengetahuan saja, akan tetapi juga harus beriman dan bertakwa
kepada Allah SWT, sebab guru agama adalah figur rasulullah bagi umat Islam yang
diteladani segala tingkah lakunya. Guru sebagai pembimbing adalah guru yang
mempunyai tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh dalam
kegiatan bimbingan dan konseling terhadap sejumlah peserta didik, menjalankan
ibadah dan berprilaku baik, dan memberikan contoh atau keteladanan kepada
peserta didik dengan sumber keteladanan yaitu guru.
Peran guru agama sebagai pengajar yaitu untuk pengkajian agama Islam,
mayoritas siswa menjawab selalu dengan persentase sebesar 88% guru agama
selalu menjelaskan materi-materi pendidikan agama Islam dengan jelas, 76% guru
memberikan pertanyaan tentang pelajaran yang telah lalu, 74% guru memberikan
kesempatan bertanya kepada siswa, 38% siswa bertanya tentang materi pendidikan
agama Islam dan 57% lainnya menjawab kadang-kadang dengan alasan karena
mereka telah mengerti dan paham dengan materi yang disampaikan, terbukti
dengan persentase sebesar 74% siswa mengerti terhadap materi-materi pendidikan
agama Islam. Hal ini ditunjukan pula dari hasil wawancara bahwa guru agama
dalam mengajar sangat memperhatikan kondisi siswa karena hal tersebut sangat
menunjang materi-materi yang akan disampaikan sehingga siswa merasa senang,
nyaman, tertarik dan semangat untuk belajar dan dapat mengerti terhadap materi
yang telah dijelaskan oleh guru serta menjadikan siswa aktif dengan melibatkan
3 Syarif Hidayatullah, Guru Pendidikan Agama…, Baturaja, 09 Desember 2010
78
mereka secara langsung dalam kegiatan tersebut dengan cara praktek dan dengan
memberikan pancingan-pancingan melalui pertanyaan-pertanyaan yang diberikan
oleh guru. Sedangkan dalam kegiatan belajar mengajar itu sendiri guru selain
menggunakan kurikulum umum juga ditambah dengan kurikulum khusus seperti
tahfidz juz 30, tahsin dan baca tulis Al-Qur`an serta hafalan doa-doa dan hadits.
jadi dalam implementasinya memadukan kedua kurikulum tersebut sehingga
adanya keseimbangan antara pelajaran umum dan agama.4
Selain itu, hal ini pula menjadi indikasi bahwa pihak sekolah terutama kepala
sekolah, memang telah menjalankan tugas dan perannya sebagai pemimpin. Hal ini
dapat dilihat dari bagaimana kepala sekolah betul-betul memperhatikan proses
belajar mengajar di SDIT Fathona. Salah satu diantaranya adalah dengan
mengadakan micro teaching antar sesama guru, tiap-tiap guru memberikan kritik
dan saran kepada satu sama lainnya tentang bagaimana menyampaikan materi yang
sesuai dengan keadaan anak didik baik dari karakteristik kelas maupun dari segi
tingkatannya. Selain itu, dengan melihat kedisiplinan guru seperti kehadiran guru
dalam KBM dan mengevaluasi dengan melihat hasil ujian atau nilai rata-rata kelas
siswa dan perkembangan tingkah laku mereka, serta dengan mengadakan sidak atau
supervisi yang dilakukan secara dadakan atau tanpa ada pemberitahuan sebelumnya
kepada para guru untuk melihat ada tidaknya kesenjangan antara konsep saat micro
teaching antar sesama guru dengan realitanya saat mengajar di kelas, yang
kemudian berdasarkan hasil penilaian tersebut bisa dilakukan pergantian posisi atau
peralihan guru yang disesuaikan dengan pemahaman karakteristik siswa.5
Pada umumnya anak-anak pada umur sekolah dasar sedang dalam
pertumbuhan kecerdasan cepat, khayal dan fantasinya sedang subur dan
kemampuan untuk berpikir logis sedang dalam pertumbuhan. Oleh karenya, yang
harus diperhatikan juga oleh seorang guru adalah sifat khas pada anak seperti
4 Syarif Hidayatullah, Guru Pendidikan…, Baturaja, 09 Desember 2010
5 Erlinda, Kepala SDIT Fathona, Wawancara Pribadi, Baturaja: 09 Desember 2010
79
ketidaktahuan dan kurang pengalaman, untuk itu sekurang-kurangnya yang harus
dipelihara oleh guru secara terus-menerus adalah suasana keagamaan, kerjasama,
rasa persatuan, dan perasaan puas pada murid terhadap pekerjaan dan kelasnya.
Dengan terjaganya pola hubungan dan pengelolaan yang baik, maka guru akan
lebih mudah mempengaruhi murid di kelasnya dalam rangka pendidikan dan
pengajaran agama Islam khususnya.6
Peran guru agama sebagai pengelola kelas yaitu untuk mengelola kelas,
mayoritas siswa menjawab selalu dengan persentase sebesar 69% guru mengawasi
pelaksanaan pendidikan agama Islam dalam shalat berjamaah, 48% guru
mengawasi pelaksanaan pendidikan agama Islam dalam membaca al-Qur`an, dan
95% siswa senang belajar pendidikan agama Islam. Demikian pula dari hasil
wawancara membuktikan bahwa guru agama ketika sebelum memulai pelajaran,
guru menciptakan suasana yang menyenangkan bagi siswa sehingga siswa
semangat dalam belajar yang selanjutnya cukup membantu dalam memberikan
pemahaman materi kepada siswa, dan sesudah penyampaian materi guru
memberikan pertanyaan kepada siswa, jika siswa tersebut bisa menjawab
pertanyaan dengan baik dan benar maka diberikan reward seperti pujian, tepuk
tangan, penulisan bintang di bukunya atau pun nilai tambah. Dan bagi siswa yang
dinilai belum mengerti terhadap materi pendidikan agama Islam, maka dilakukan
pendekatan secara intensif baik itu kepada siswanya maupun dengan orang tua
siswa dengan menggunakan buku penghubung atau pun di panggil ke sekolah,
setelah itu baru diberikan pelajaran atau bimbingan khusus yang dilaksanakan
setelah jam pelajaran selesai bahkan sampai siswa tersebut dikarantinakan.7
Pendidikan agama Islam dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang
bertujuan untuk membentuk manusia yang agamis dengan menanamkan akidah
keimanan, amaliah dan budi pekerti, untuk menjadi manusia yang bertakwa kepada
6Zakiah Daradjat, Metodik Khusus Pendidikan Agama Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), h.
265-268 7 Syarif Hidayatullah, Guru Pendidikan Agama..., Baturaja, 09 Desember 2010
80
Allah SWT. Untuk tujuan yang telah ditetapkan secara efektif dalam pembelajaran
pendidikan agama Islam pada siswa perlu diperhatikan cara-cara penyajian
pembelajaran agama Islam pada siswa, serta strategi dan pendekatan yang dipakai
dalam pengajaran pendidikan agama Islam lebih banyak ditekankan pada suatu
model pengajaran “seruan atau ajakan” yang bijaksana, sehingga anak didik
menjadi senang terhadap pelajaran pendidikan agama islam.
Peran guru agama sebagai pengelola kelas yaitu untuk penggunaan dan
pemeliharaan fasilitas, siswa menjawab selalu dengan persentase sebesar 31% guru
agama mengajar pendidikan agama Islam dengan menggunakan alat peraga, 41%
siswa menjawab kadang-kadang, serta sebesar 28% siswa menjawab tidak pernah.
Hal ini membuktikan dari hasil wawancara bahwa untuk penggunaan fasilitas yang
ada di SDIT Fathona Baturaja terutama fasilitas ibadah seperti mushallah bahkan
ruang lab dan kelas, Al-Qur`an serta kartu-kartu kecil yang berisikan doa sehari-
hari dan hadits-hadits sudah dimanfaatkan secara maksimal. Dalam pemeliharaan
fasilitas tersebut sudah dilaksanakan dengan baik, yaitu kartu-kartu kecil yang
berisikan doa sehari-hari dan hadits-hadits sudah dicetak menjadi buku dan ditata
rapih di lemari kaca, mushalah serta ruang kelas dan lab dijaga kerapihan dan
kebersihannya. Namun untuk alat peraga dalam pembelajaran masih kurang.
Hal tersebut di atas dikarenakan memang masih minimnya fasilitas yang
ada disekolah. Oleh karena itu, guru harus lebih kreatif untuk mengamati dan
memanfaatkan alam sekitar. Selain itu, siswa lebih tertarik jika mereka terlibat
secara langsung dalam kegiatan tersebut dengan mempraktekkannya. Hal ini
ditunjukkan dengan kurangnya antusiasi siswa dalam mengikuti PBM saat
disajikan film dan gambar-gambar sebagai alat peraga dalam pelaksanaan
pendidikan agama Islam.8 Demikian juga selaras dengan apa yang diutarakan oleh
kepala SDIT Fathona bahwa untuk fasilitas masih sangat terbatas dan boleh
dikatakan belum puas dengan fasilitas yang ada, hal ini karena selain umur sekolah
8 Syarif Hidayatullah, Guru Pendidikan Agama…, Baturaja: 09 Desember 2010
81
masih baru juga masih dalam tahap pembangunan dan pengembangan khususnya
untuk di lokasi yang baru. Jadi untuk alat peraga bisa diatasi dengan kreatifitas guru
seperti dengan menggunakan atau memanfaatkan alam sekitar atau dengan praktek
langsung.9
Peran guru agama sebagai evaluator yaitu untuk mengevaluasi, siswa
menjawab selalu dengan persentase sebesar 69% bahwa siswa belajar pendidikan
agama Islam di rumah, 57% siswa membaca buku-buku tentang pendidikan agama
Islam. Demikian pula hasil wawancara membuktikan bahwa guru agama
melakukan penilaian terhadap pelaksanaan pendidikan itu berdasarkan kerajinan
dan kemampuan serta akhlak siswa yang juga ditunjukkan dengan kebiasaan guru
agama untuk selalu memberikan tugas-tugas latihan dan pertanyaan-pertanyaan
secara lisan tentang materi yang telah diberikan sebelumnya kepada siswa setiap
hendak pulang sekolah. Setelah berdoa bersama bagi siswa yang bisa menjawab
pertanyaan tersebut dipersilahkan meninggalkan ruang kelas terlebih dulu dan bagi
yang belum bisa menjawab pertanyaannya harus menunggu sampai siswa tersebut
bisa menjawab pertanyaan yang diajuan oleh guru.10
Demikian juga yang
diutarakan oleh Islaini, Salah seorang wali murid kelas IV SDIT Fathona Baturaja.
Perlu diingat bahwa anak-anak sampai umur 12 tahun, belum mampu
berpikir abstrak, oleh karena itu agama harus diberikan dalam jangkauannya yaitu
sesuai dengan kehidupannya. Disinilah letak pembiasaan-pembiasaan dalam
pendidikan pada umumnya dan pendidikan agama pada khususnya, seperti
pembiasaan dalam melaksanakan ibadah, pembiasaan dalam belajar, baik di
sekolah maupun di rumah dan lain sebagainya.11
9 Erlinda, Kepala SDIT Fathona…, Baturaja: 09 Desember 2010
10 Syarif Hidayatullah, Guru Pendidikan Agama…, Baturaja: 09 Desember 2010
11 Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama (Jakarta: Bulan Bintang, 2009), Cet. XVII, h. 69-70
82
Dari penjelasan di atas, secara garis besar peran guru agama dalam
pelaksanaan pendidikan agama Islam di SDIT Fathona Baturaja Kabupaten Ogan
Komering Ulu Sumatera Selatan dapat dikatan sudah baik dalam menajalankan
berbagai tugas dan tanggungjawabnya sebagai pembimbing, pengajar, pengelola
kelas, dan sebagai evaluator. Namun masih ada sebagian hal dari peran tersebut
belum optimal, dimana masih ada nilai hasil persentase tersebut masih rendah. Hal
ini harus diantisipasi dengan diadakan control serta evaluasi, baik secara langsung
oleh kepala sekolah dan guru agama maupun melalui rapat secara berkala demi
peningkatan mutu kegiatan belajar mengajar pada umumnya maupun dalam
pelaksanaan pendidikan agama Islam pada khususnya.
Selain peningkatan kualitas teknis, keberadan sarana dan prasarana utama
maupun sarana pendukung perlu diperbaiki. Misalnya kerapihan dan kebersihan
ruang kelas, fasilitas yang masih kurang perlu diadakan. Begitu pula keberadaan
sarana penunjang seperti alat atau media pembelajaran yang masih minim sehingga
tidak mengandalkan alam dan daya kreatifitas guru saja.
73
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari semua paparan diatas, maka dapat penulis sampaikan sebagai berikut:
1. Peran guru agama sebagai pembimbing dalam pelaksanaan pendidikan
agama Islam di SDIT Fathona Baturaja Kabupaten Ogan Komering Ulu
Sumatera Selatan, mayoritas siswa menjawab selalu dengan prosentase
sebesar 91% guru memberikan semangat untuk melaksanakan shalat, 64%
guru memberikan semangat untuk membaca Al-Qur`an, 91% guru
memberikan semangat untuk berbuat baik, 93% guru memberikan semangat
untuk belajar pendidikan agama Islam, 69% siswa hadir dalam shalat
berjamaah, 78% guru agama hadir dalam shalat berjamaah, 93% guru
berbicara sopan santun kepada anak didik, 53% siswa berprilaku baik
dengan teman, 43% siswa rajin membaca Al-Qur`an.
2. Peran guru agama sebagai pengajar dalam pelaksanaan pendidikan agama
Islam di SDIT Fathona Baturaja Kabupaten Ogan Komering Ulu Sumatera
Selatan, mayoritas siswa menjawab selalu dengan prosentase sebesar 88%
guru agama selalau menjelaskan materi-materi agama Islam dengan jelas,
76% guru memberikan pertanyaan terhadap pelajaran yang telah lalu, 74%
74
guru memberikan kesempatan bertanya kepada siswa, 38% siswa selalu dan
57% siswa kadang-kadang bertanya tentang materi pendidikan agama Islam,
74% siswa mengerti terhadap materi-materi pendidikan agama Islam.
3. Peran guru agama sebagai pengelola kelas dalam pelaksanaan pendidikan
agama Islam di SDIT Fathona Baturaja Kabupaten Ogan Komering Ulu
Sumatera Selatan, mayoritas siswa menjawab selalu dengan prosentase
sebesar 69% guru mengawasi pelaksanaan pendidikan agama Islam dalam
kegiatan shalat berjamaah di sekolah, 48% guru mengawasi pelaksanaan
pendidikan agama Islam dalam kegiatan membaca Al-Qur`an, 95% siswa
senang belajar pendidikan agama Islam, 31% guru mengajar pendidikan
agama Islam menggunakan alat peraga.
4. Peran guru agama sebagai evaluator dalam pelaksanaan pendidikan agama
Islam di SDIT Fathona Baturaja Kabupaten Ogan Komering Ulu Sumatera
Selatan, mayoritas siswa menjawab selalu dengan prosentase sebesar 69%
siswa belajar pendidikan agama Islam di rumah, 57% siswa membaca buku-
buku tentang pendidikan agama Islam.
75
B. SARAN-SARAN
1. Kepada kepala sekolah dalam mengembangkan kegiatan belajar-mengajar
bidang Pendidikan Agama Islam agar dapat meningkatkan kualitas
pendidikan yang lebih baik di masa yang akan datang seperti menggunakan
metode pembelajaran yang lebih bervariasi dan mengadakan macam-macam
buku tentang Pendidikan Agama Islam.
2. Kepada para guru agar senantiasa terus berusaha dan bekerjasama dalam
menjaga dan mengembangkan serta meningkatkan perannya baik itu sebagai
pembimbing, pengajar, pengelola kelas, maupun sebagai evaluator
terkhusus kepada guru agama dalam pelaksanaan Pendidikan Agama Islam,
terutama dari segi bimbingan kepada peserta didik dalam membaca Al-
Qur`an, dan penggunaan alat peraga sehingga pelaksanaan Pendidikan
Agama Islam di SDIT Fathona ini menjadi lebih baik lagi.
3. Kepada para siswa agar bersemangat untuk belajar Pendidikan Agama Islam
di sekolah yaitu dengan cara melaksanakan shalat, membaca Al-Qur`an
berbuat baik, berbicara sopan, membaca buku-buku pendidikan dan
mengikuti pelajaran agama dengan sungguh-sungguh dan mengikuti segala
kegiatan keagamaan yang ada di sekolah, agar bisa mendalami Pendidikan
Agama Islam yang menjadi tuntunan hidup untuk masa yang akan datang,
karena pendidikan agama sangat penting untuk bekal hidup baik di dunia
maupun di akhirat.
DAFTAR PUSTAKA
A.Nasir, Sahilun, Peranan Pendidikan Agama terhadap Pemecahan Problem
Remaja, Jakarta: Kalam Mulia, 1999.
Ali, Muhammad Daud, Pendidikan Agama Islam , Jakarta: PT Raja Grapindo
Persada, 2000.
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: PT.
Rineka Cipta, 2006.
Arifin, H.M, Kapita Selekta Pendidikan Islam dan Umum, Jakarta: Bumi Aksara,
1995.
B.Uno, Hamzah, Profesi Kependidikan: Problema, Solusi dan Reformasi Pendidikan
di Indonesia, Jakarta: Bumi Aksara, 2008.
Daradjat, Zakiah, dkk., Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2009.
------------, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: Bulan Bintang, 2009.
------------, Kepribadian Guru, Jakarta: Bulan Bintang, 2005.
------------, Kesehatan Mental, Jakarta: PT. Gunung Agung, 1985.
------------, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, Jakarta: Bumi Aksara: 1995.
------------, Pendidika Islam dalam Kelurga dan Sekolah, Jakarta: CV. Ruhama,1995.
Daulay, Haidar Putra, Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional di
Indonesia, Jakarta: Prenada Media, 2004.
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Bandung: CV Diponegoro,
2003.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta:
Balai Pustaka, 2007.
Erlinda, Wawancara, Baturaja, 09 Desember 2010.
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah,
Pedoman Penulisan Skripsi, Jakarta: 2007.
Langgulung, Hasan, Asas-asas Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Pustaka Al-Husna
Baru, 2003.
Madjid, Abdul dan Andayani, Dian, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi;
Konsep dan Implementasi Kurikulum 2004, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2004.
Muhaimin, et al, Paradigma Pendidikan Islam; Upaya Mengefektifkan Pendidikan
Agama di Sekolah, Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2004.
-------------, Nuansa Baru Pendidikan Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2006.
Mujtahid-http://www.komunitaspendidikan.blogspot.com/.../memahami-tentang-
kualifikasi-guru. Sabtu, 20 Nov 2010, Pkl. 20.20
Mulyasa, E, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, Bandung: PT. Remaja
Rordakarya, 2008.
------------, Menjadi Guru Profesional; Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan
Menyenangkan, Bandung: PT. Remaja Rordakarya, 2005.
Nurdin, Syafruddin, Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum, Jakarta:
Quantum Teaching, 2005.
Purwanto, M. Ngalim Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, Bandung, PT. Remaja
Rosdakarya, 1992.
Pusat Penelitian IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Perkembangan Psikologi Agama
dan Pendidikan Islam di Indonesia; 70 tahun Prof. Dr. Zakiah Daradjat,
Ciputat: Logos Wacana Ilmu, 1999.
Rahman Shaleh, Abdul, Pendidikan Agama dan Keagamaan; Visi, Misi dan Aksi,
Jakarta: Gemawindu Pancaperkasa, 2000.
Rajasa, Sutan, Kamus Ilmiah Populer, Surabaya: Karya Utama, 2002.
Rosyada, Dede, Paradigma Pendidikan Demokratis; Sebuah Model Pelibatan
Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan, Jakarta: Kencana,
2004.
Subana, et.al, Statistik Pendidikan, Bandung: Pustaka Setia, 2005.
Sudijono, Anas, Pengantar Statistik Pendidikan, Jakarta: PT. Grapindo Persada,
2005.
Soetjipto dan Kosasi, Raflis, Profesi Keguruan, Jakarta: Rineka Cipta, 2007.
Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, Jakarta: Rineka Cipta,
2010.
Syarif Hidayatullah, Wawancara, Baturaja, 09 Desember 2010.
Tafsir, Ahmad , Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2007.
Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2006.
Tholchah Hasan, Muhammad, Diskursus Islam dan Pendidikan; Sebuah Wacana
Kritis, tt.p., PT. Bina Wiraswasta Insan Indonesia bekerjasama dengan
Lembaga Indonesia Adi Daya t.t.
Usman, M. Basyiruddin, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, Jakarta: Ciputat
Pers, 2002.
UU RI Nomor 20 Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS),
Jakarta: Asa Mandiri, 2006.
Uzer Usman, Moh, Menjadi Guru Professional, Bandung: PT Remaja Rosda Karya,
2006.
Zamroni, Paradigma Pendidikan Masa Depan, Yogyakarta: PT. Bayu Indra Grafika,
2000.
SUBJEK N0 ITEM SOAL
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
A C C A A A C A A B A A B A A C C A C A B
B A B B A A A A A A B B B B A B A A A A B
C A B A A A A A B B A A A B A B C A C B B
D B A B A A A A B A A B A B A A A A B A A
E B B B A A A A A B A B A B A A B A B B A
F A A A A A A A A B A A A A A A A A B A A
G B A A A A A B A A A A B A B B B A B B A
H A A A A A A A A A A A A A A B A A B A A
I A A A A A A A B C A A A B A B C A C B B
J A A A A A C B B B B B A A A C B A B A A
K A A A A A A A A A A A A B A A A A B A B
L A A A A A A A B B A A B B B B C A C A A
M A B A B C A B B B C A B B B C C B C A B
N A A A A A C A B A A A B B A A A A C B B
O A A A A A A A A B A A B A A C A A C A A
P A A A A B B A A A A A A A A A A A A A A
Q A A A A A A A A B A B A B A A A A C B A
R A A A A A A A A A A A A B A C B A B A A
S A B A A B A A B B B A B B B A B A B A A
T A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A
U A B A A B B A A B B A A B A B B A A B A
V A A A A A A A B B A A A A B A B A C A B
W A A A A A A A B B A A A A B A B A C A A
X A B A B B A A B B A A A B B A B A B A A
Y A B A B B A A B B A B B B A B A B B B B
Z A B A A A A A A B A A A B A B A A B A B
AA A B A A B B A B A A A B B B A B A B A A
BB A B A A A A A A A A B B C A A A A C A A
CC A B A A A A A A B A B B C A A B A C A A
DD A C A A A B A A B A B A C B A B A A A A
EE A B A A B A A B B A A A B A A B A A B B
FF A A A B B B A B A B C B B B A A A B A B
GG A B A A A A A A A A A A A A A A A A A A
HH A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A
II A B A A A A A B B A A A B B A B A B B B
JJ A B A A A A A B B A B A B B A B A B A B
KK A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A
LL A A A A B A A A A A A A A A A A A B A A
MM A B A A A B A B B A B B B B A A B C A B
NN A A A A A A A A B A A A B A A B A A B B
OO A A A A B B A B B A A A B A B B A C A A
PP A A A A B A A B B A A A B A B C A C A B
QQ A A A A A A A A B A A A A A A A A A A A
RR A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A
SS A A A A A A A A A A A A B A A A A A A B
TT A A A A A B A B A A A A A A B A A B A A
UU A A A A A A A A A A A A A A A A A A A A
VV A A A A B A A B B A A A B A A B A A B B
WW A A A A A A A A A A A A A A A A A B A B
XX A A A A B A A B A A A A B A A B A A A A
YY A A A A A A A A B A A A A A A A A B B A
ZZ A A A A B B A B A A A A B B A B A A A B
AAA A A B A B A B B B B A B B A A B A B B B
BBB A A A A A A A A A A A A A A A A A B A A
CCC A B A A A A A B B A B A B A A B A A B B
DDD B B B A A A A A B A B A B B A B A B B B
EEE A A A A B A A A A A A A B A B B A C B B
FFF A A A A B B A B B A A A A A A A A B B A
ALTERNATIF
JAWABAN
JUMLAH JAWABAN PER-ITEM SOAL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
(A) 53 37 53 54 40 45 54 31 25 51 44 43 22 43 40 28 55 18 40 33
(B) 4 19 5 4 17 10 4 27 32 6 13 15 33 15 13 24 3 24 18 25
(C) 1 2 0 0 1 3 0 0 1 1 1 0 3 0 5 6 0 16 0 0
KISI-KISI WAWANCARA
Nama Responden : Erlinda, S.Pd
Jabatan : Kepala Sekolah
Tempat Wawancara : Di SDIT Fathona Baturaja
Hari/Tanggal : Kamis, 09 Desember 2010
Pokok Pembicaraan
1. Bagaimana pelaksanaan Pendidikan Agama Islam di sekolah ini, serta peran
apa yang ibu lakukan terkait dengan pelaksanaan Pendidikan Agama Islam di
sekolah ini?
2. Bagaimana pandangan ibu tentang fasilitas dalam pelaksanaan Pendidikan
Agama Islam di sekolah ini, serta usaha apa yang ibu lakukan dalam
pengadaan fasilitas tersebut?
3. Sarana dan prasarana apa yang sangat menunjang dalam pelaksanaan
Pendidikan Agama Islam di sekolah ini, serta apakah sarana dan prasarana
tersebut sudah ada di sekolah ini?
4. Apakah fasilitas yang ada sudah dikontrol kelayakannya?
5. Bagaimana cara ibu untuk mengetahui keberhasilan guru agama dalam
menyampaikan materi ajar?
6. Selama setahun berapa kali guru agama diwajibkan untuk memberikan
laporan pelaksanaan Pendidikan Agama Islam?
Jawaban
1. Pendidikan agama Islam di sekolah ini dilaksanakan enam jam dalam satu
minggu. Empat jam untuk penjelasan materi secara umum dan dua jam
berikutnya untuk pendalaman materi seperti hafalan hadits-hadits dan doa-
doa. Biasanya setelah dijelaskan di dalam kelas, anak-anak dibawa keluar
kelas untuk melakukan praktek. Khusus pada hari jum`at setelah doa bersama
anak-anak shalat duha berjama`ah diikuti dengan tahfidz juz 30 dan tahsin al-
Qur`an. Dan saya selaku kepala sekolah mengawasi kegiatan tersebut.
2. Untuk fasilitas masih terbatas, jujur kita belum puas dengan fasilitas yang
ada. kita juga bekerjasama dengan masyarakat dalam hal pengadaan fasilitas
seperti fasilitas untuk pelaksanaan shalat, selama ini kita menggunakan
masjid yang terletak di dalam lokasi sekolah ini, tapi untuk anak-anak kelas
tiga dan empat karena mereka belajar di gedung/lokasi yang baru yang saat
ini masih dalam pembangunan maka kita menggunakan ruang lab atau ruang
kelas masing-masing. Untuk alat peraga bisa diatasi dengan kreatifitas guru
seperti menggunakan/memanfaatkan alam sekitar dan atau dengan praktek
langsung tadi.
3. Sarana dan prasarana yang sangat menunjang adalah fasilitas ibadah untuk
anak-anak. seperti mushalah, tempat wudlu dan al-Qur`an, karena usia SD itu
masa penempaan/pembiasaan. Jadi, setelah diberikan pelajaran/teori di kelas
anak-anak dapat langsung dibimbing dan dibiasakan untuk
mempraktekkannya. Untuk fasilitas penunjang seperti al-Qur`an dan tempat
wudlu alhamdulillah sudah ada dan kita memisahkan tempat wudlu anak
laki-laki dan perempuan untuk mengoptimalkan bimbingan dan pengawasan
kepada anak-anak. Kalau untuk mushalah seperti yang saya katakan tadi, kita
menggunakan masjid yang ada di dalam lokasi sekolah ini, tapi sekarang
untuk anak-anak kelas tiga dan empat karena mereka belajar di gedung/lokasi
yang baru yang saat ini masih dalam pembangunan maka kita menggunakan
ruang lab atau ruang kelas masing-masing.
4. Saya rasa fasilitas yang ada disekolah ini sudah dikontrol kelayakannya
dengan baik dan layak untuk digunakan.
5. Untuk bisa mengetahui keberhasilan guru dalam menyampaikan materi saya
mengadakan micro teaching antar sesama guru, tiap-tiap guru memberikan
kritik dan sarannya, jadi bukan hanya saya saja yang memberikan kritik dan
saran. Selain itu, saya melihat dari nilai raport guru yang didasarkan pada
kelengkapan administrasi guru seperti RPP dan satpel baik itu persemester
maupun pertahun yang dibuat oleh guru tersebut, kemudian kedisiplinan guru
seperti kehadiran dalam KBM, selanjutnya evaluasi dengan melihat hasil
ujian atau nilai rata-rata kelas anak-anak dan perkembangan tingkah laku
mereka, serta dengan supervisi di kelas yang saya lakukan tanpa ada
pemberitahuan sebelumnya. Dari supervisi itu akan terlihat apakah ada
kesenjangan antara konsep saat micro teaching antar sesama guru dengan
realitanya di kelas, dan itu ada poin tersendiri bagi saya. Kemudian
berdasarkan nilai raport tersebut bisa dilakukan pergantian posisi/peralihan
guru yang disesuaikan dengan pemahaman karakteristik siswa.
6. Sebenarnya untuk pemantauan itu dilakukan setiap hari seperti pemeriksaan
RPP dan satpel yang ditangani oleh bunda Lika, wakil kepala sekolah bagian
kurikulum. Dan untuk laporan kegiatan pelaksanaan Pendidikan Agama
Islam dilakukan satu kali per-tiga bulan.
Baturaja, 09 Desember 2010
Interviewer Responden
Syahrul Rahman Erlinda, S.Pd
KISI-KISI WAWANCARA
Nama Responden : Syarif Hidayatullah, S.Pd.I
Jabatan : Guru Agama
Tempat Wawancara : Di SDIT Fathona Baturaja
Hari/Tanggal : Kamis, 09 Desember 2010
Pokok pembicaraan
1. Bagaimana pelaksanaan Pendidikan Agama Islam di sekolah, dan apakah Bapak
memberikan motivasi dalam kegiatan beribadah secara continu, serta bagaimana
bentuk motivasinya?
2. Apakah Bapak hadir dalam shalat berjamaah di sekolah setiap hari?
3. Materi Pendidikan Agama Islam yang Bapak gunakan di sekolah ini sesuai
dengan kurikulum, atau ada materi tambahan lain?
4. Apakah Bapak mengawasi pelaksaanaan Pendidikan Agama Islam dalam
kegiatan beribadah dibantu oleh guru lain?
5. Bagaimana menurut Bapak tentang keberhasilan pelaksanaan Pendidikan Agama
Islam dalam kegiatan beribadah?
6. Bagaimana cara Bapak dalam memberikan kegiatan untuk pelaksanaan
Pendidikan Agama Islam dalam beribadah agar dapat dilaksanakan oleh anak
didik dengan baik, dan kegiatan apa saja yang telah diberikan selama ini?
7. Bagaimana Bapak menciptakan suasana belajar yang kondusif di dalam kelas?
8. Di dalam pelaksanaan Pendidikan Agama Islam, apakah fasilitas atau alat yang
sangat membantu dalam kegiatan tersebut, dan bagaimana cara untuk pengadaan
fasilitasnya?
9. Fasilitas apa saja yang sudah ada, dan apakah fasilitas tersebut sudah digunakan
secara maksimal?
10. Apakah fasilitas yang sudah ada dipelihara dengan baik, dan bagaimana cara
pemeliharaannya?
11. Bagaimana cara bapak/ibu untuk mengetahui keberhasilan siswa dalam
memahami materi Pendidikan Agama Islam yang telah diberikan, dan bagaimana
cara bapak/ibu dalam mengevaluasi kegiatan pembelajaran Pendidikan Agama
Islam, Apakah penilaian itu berdasarkan aspek kerajinan siswa atau pengetahuan
saja atau dari keduanya?
12. Metode apa yang Bapak/ibu gunakan dalam pelaksanaan pembelajaran
pendidikan Agama Islam?Bagaimana cara/tindakan apa yang Bapak/Ibu lakukan
untuk menangani siswa yang belum mengerti atau paham tentang materi
Pendidikan Agama Islam?
Jawaban
1. Untuk Pendidikan Agama Islam dikembalikan ke teknis lapangan dan untuk
prakteknya di sekolah sudah cukup baik dan saya selalu berusaha untuk
memberikan motivasi kepada siswa dalam beribadah, belajar, maupun
berprilaku baik agar apa yang telah saya sampaikan dapat diimplementasikan
dalam kehidupan mereka. Hal ini biasa dilakukan dan dipantau melalui buku
penghubung tetapi juga harus ada kesadaran dari masing-masing siswa yang
dibantu oleh dan dimulai dari keluarga mereka masing-masing.
2. Ya, tentu saja. Apalagi saya sebagai guru bidang studi. Untuk shalat jama`ah
saya menjadi imam tetapi terkadang saya juga meminta anak-anak untuk
menjadi imam sebagai wahana pelatihan dan pembiasaan kepada mereka.
3. Ya, untuk materi yang disampaikan disesuaikan dengan kurikulum umum tetapi
juga ditambah dengan kurikulum khusus seperti praktek wudlu dan shalat,
tahfidz juz 30, tahsin dan baca tulis al-Qur`an serta hafalan doa-doa dan hadits.
Jadi kita memadukan kedua kurikulum tersebut sehingga adanya keseimbangan
antara pelajaran umum dan agama.
4. Dalam implementasinya guru agama dibantu oleh guru-guru lain terutama
dalam hal ibadah seperti dalam pelaksanaan praktek wudlu dan shalat, serta
menyimak dan menambah hafalan, doa-doa dan hadits oleh wali kelas yang
biasanya dilakukan sebelum pulang sekolah. Bagi kami, guru umum di sekolah
ini juga merupakan guru agama.
5. Kalau berdasarkan standar KKM nilai minimal itu 70 maka sudah bisa
dikatakan berhasil, tapi bagi saya pribadi nilai itu belum cukup karena kalau
untuk pelajaran umum siswa bisa mendapat nilai 100, mengapa untuk pelajaran
agama tidak bisa? Bagi saya berhasil itu bila sudah sempurna mencapai 100%
dalam memahami pembelajaran. Jadi, jika masih ada siswa yang belum paham,
berarti masih ada tanggungjawab yang harus saya selesaikan dan itu PR bagi
saya.
6. Dalam pelaksanaannya, saya menyampaikan materi dengan belajar sambil
bermain, bernyanyi, dengan cerita-cerita tentang sahabat nabi atau cerita-cerita
yang dapat mendorong anak untuk melaksanakan ibadah tersebut dan yang tak
kalah pentingnya adalah bagaimana caranya agar bisa menjadi contoh bagi
anak-anak, karena mereka lebih cenderung meniru. Dan kegiatan yang telah
diberikan adalah praktek wudlu dan shalat, tahfidz juz 30, tahsin dan baca tulis
al-Qur`an serta hafalan doa-doa dan hadits.
7. Saya kembalikan kepada anak-anak maunya seperti apa, tapi tetap ada control
dari saya. Karenanya saya berusaha agar anak-anak merasa senang terlebih
dahulu. Saat anak-anak sudah merasa nyaman, senang, maka dengan sendirinya
mereka akan semangat dalam belajar. Selanjutnya cukup memudahkan untuk
memberikan pemahaman tentang materi yang disampaikan. Selain itu saya juga
memberikan reward seperti pujian, tepuk tangan atau nilai tambah seperti
penulisan bintang di buku mereka sehingga kadang-kadang ketika sampai di
rumah, mereka bersorak gembira ”horee.. saya dapat bintang”.
8. Fasilitas yang sangat membantu selain buku cetak dan fasilitas ibadah seperti
mushalah, tempat wudlu dan al-Qur`an adalah alam sekitar, karena alam adalah
sumber pengetahuan. Oleh karenanya guru harus lebih kreatif untuk mengamati
dan memanfaatkannya. Pernah dulu saya menggunakan media audio visual
(pemutaran film/gambar-gambar) tapi sepertinya anak-anak kurang tertarik
karena mereka lebih senang jikalau melibatkan mereka secara langsung dalam
kegiatan tersebut atau praktek langsung. Selain itu, saya mengharapkan alat
peraga seperti patung yang bisa digerakkan untuk praktek shalat. Tapi
sayangnya saya tidak bisa mengadakannya karena saya tidak bisa mendesainnya
sendiri, mangkanya diganti dengan anak-anak yang mempraktekkannya sendiri.
9. Untuk fasilitas ibadah seperti tempat wudlu dan al-Qur`an alhamdulillah sudah
ada, tetapi untuk tempat prakteknya selain menggunakan masjid yang terletak di
dalam lokasi sekolah ini, kita masih menggunkan ruang lab dan ruang kelas
masing-masing. kalau buku cetak, kartu-kartu kecil yang bertuliskan doa sehari-
hari dan hadits-hadits sudah ada dan kini sudah dicetak menjadi buku serta
sudah dimanfaatkan sebagaimana mestinya dan bisa dikatakan secara maksimal,
karena fasilitas tersebut menunjang proses belajar mengajar dalam pelaksanaan
Pendidikan Agama Islam di sekolah ini.
10. Mengingat pengadaan fasilitas tersebut menggunakan biaya, sudah barang tentu
dan insyaallah fasilitas tersebut sudah dipelihara dengan baik, seperti dengan
menjaga kerapihan dan kebersihannya serta untuk buku-buku diletakkan dan
disusun dengan rapih di dalam lemari kaca.
11. Untuk mengetahui kemampuan siswa dalam memahami materi pendidikan
agama islam, setiap mau pulang sekolah saya selalu memberikan pertanyaan-
pertanyaan secara lisan kepada anak-anak terkait dengan materi-materi yang
telah diberikan sebelumnya. Jadi setelah doa bersama, bagi anak-anak yang bisa
menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dipersilahkan meninggalkan kelas
lebih dulu. Namun, bagi yang belum bisa menjawab terus dikasih pertanyaan-
pertanyaan hingga salah satu dari pertanyaan-pertanyaan tersebut ada yang bisa
mereka jawab. Selain itu, saya juga memberikan soal-soal latihan. Sedangkan
untuk penilaian berdasarkan kerajinan dan kemampuan serta akhlak siswa. Dan
untuk raport kita mempunyai tiga buah raport, raport mid semester, raport
umum/dari Diknas dan raport khusus.
12. Langkah awal yang dilakukan bila ada siswa yang belum paham dengan
bahan/materi ajar, kita mencari tau apa penyebabnya dengan lebih kooperatif
dalam komunikasi baik itu dengan siswa secara langsung di sekolah maupun
dengan orang tuanya yang dilakukan dengan buku penghubung. setelah itu baru
kita tindak lanjuti dengan memberikan motivasi yang dikembangkan
dari/berdasarkan materi yang telah diberikan sebelumnya. Bahkan sampai ada
yang dikarantina bagi siswa yang orang tuanya super sibuk dan diberikan privat
serta perhatian dan bimbingan secara khusus.
Baturaja, 09 Desember 2010
Interviewer Responden
Syahrul Rahman Syarif Hidayatullah, S.Pd.I
ANGKET UNTUK SISWA
SEKOLAH DASAR ISLAM TERPADU FATHONA BATURAJA
KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SUMATERA SELATAN
Nama Murid :............................................... Nama Ayah :..............................................
Jenis Kelamin :.............................................. Nama Ibu :..............................................
Kelas :............................................... Agama Ayah :………………………..........
Agama :……………………............... Agama Ibu :……………………………..
Alamat :………………………………………………………………………......................
………………………………………………………………………………………
Petunjuk!!!
Berilah tanda silang (X) pada salah satu huruf a, b dan c pada lembar jawaban yang
sesuai dengan pilihanmu dan apabila ada perintah untuk memberikan alasan, maka
berikanlah alasan terhadapat jawaban yang kamu pilih!
1. Bapak/ibu guru agama memberikan semangat untuk melaksanakan shalat?
a. Selalu
b. Kadang-kadang
c. Tidak pernah
2. Bapak/ibu guru agama memberikan semangat untuk membaca al-Qur`an?
a. Selalu
b. Kadang-kadang
c. Tidak pernah
3. Bapak/ibu guru agama memberikan semangat untuk berbuat baik?
a. Selalu
b. Kadang-kadang
c. Tidak pernah
4. Bapak/ibu guru agama memberikan semangat untuk belajar Pendidikan Agama Islam?
a. Selalu
b. Kadang-kadang
c. Tidak pernah
5. Saya hadir dalam shalat berjamaah?
a. Selalu
b. Kadang-kadang
c. Tidak pernah
Berikan alasan terhadap jawaban yang adik pilih:………….................................................
................................................................................................................................................
................................................................................................................................................
6. Bapak/ibu guru agama hadir dalam shalat berjamaah di sekolah?
a. Selalu
b. Kadang-kadang
c. Tidak pernah
7. Bapak/ibu guru agama berbicara sopan dengan anak didik (siswa)?
a. Selalu
b. Kadang-kadang
c. Tidak pernah
8. Dalam bergaul/bermain dengan sesama teman saya berprilaku baik?
a. Selalu
b. Kadang-kadang
c. Tidak pernah
Berikan alasan terhadap jawaban yang adik pilih:………….................................................
................................................................................................................................................
................................................................................................................................................
9. Saya rajin membaca al-Qur`an?
a. Selalu
b. Kadang-kadang
c. Tidak pernah
Berikan alasan terhadap jawaban yang adik pilih:………….................................................
................................................................................................................................................
................................................................................................................................................
10. Bapak/ibu guru agama menjelaskan materi-materi Pendidikan Agama Islam dengan jelas
sehingga adik dapat mengerti atau paham dengan materi tersebut?
a. Selalu
b. Kadang-kadang
c. Tidak pernah
11. Bapak/ibu guru agama memberikan pertanyaan tentang pelajaran yang telah lalu atau
yang telah dipelajari sebelumnya?
a. Selalu
b. Kadang-kadang
c. Tidak pernah
12. Bapak/ibu guru agama memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya mengenai
pelajara yang telah dipelajari?
a. Selalu
b. Kadang-kadang
c. Tidak pernah
13. Saya bertanya kepada guru agama tentang materi Pendidikan Agama Islam?
a. Selalu
b. Kadang-kadang
c. Tidak pernah
Berikan alasan terhadap jawaban yang adik pilih:………….................................................
................................................................................................................................................
................................................................................................................................................
14. Saya paham atau mengerti terhadap materi-materi Pendidikan Agama Islam yang sudah
dijelaskan oleh guru agama?
a. Selalu
b. Kadang-kadang
c. Tidak pernah
15. Bapak/ibu guru agama mengawasi pelaksanaan Pendidikan Agama Islam dalam shalat
berjamaah?
a. Selalu
b. Kadang-kadang
c. Tidak p ernah
16. Bapak/ibu guuru agama mengawasi pelaksanaan Pendidikan Agama Islam dalam
membaca al-Qur`an?
a. Selalu
b. Kadang-kadang
c. Tidak pernah
17. Saya senang belajar Pendidikan Agama Islam dengan bapak/ibu guru agama?
a. Selalu
b. Kadang-kadang
c. Tidak pernah
Berikan alasan terhadap jawaban yang adik pilih:………….................................................
................................................................................................................................................
................................................................................................................................................
18. Bapak/ibu guru agama dalam mengajar pendidikan agama islam sudah menggunkan alat
peraga (Fasilitas)?
a. Selalu
b. Kadang-kadang
c. Tidak pernah
19. Saya belajar pendidikana agama islam di rumah?
a. Selalu
b. Kadang-kadang
c. Tidak pernah
20. Saya membaca buku-buku tentang pendidikan agama islam?
a. Selalu
b. Kadang-kadang
c. Tidak pernah
Jakarta, 25 Oktober 2010
Nomor : Istimewa
Lampiran : 1 (Satu) Berkas
Perihal : Pengajuan Proposal Skripsi
Kepada Yth.
Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
di-
Tempat
Assalamu`alaikum Wr. Wb
Salam sejahtera saya sampaikan, semoga Bapak senantiasa dalam lindungan Allah SWT
dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Selanjutnya saya yang bertanda tangan
dibawah ini:
Nama : SYAHRUL RAHMAN
NIM : 105011000079
Semester : XI
Jurusan : Pendidikan Agama Islam
Dengan ini bermaksud mengajukan Proposal Skripsi dengan judul ”Peran Guru Agama
dalam Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam di SDIT Fathona Baturaja
Kabupaten Ogan Komering Ulu Sumatera Selatan”. Sebagai bahan pertimbangan,
berikut ini saya sertakan lampiran proposal skripsi.
Demikianlah pengajuan proposal ini saya sampaikan, atas perhatian dan persetujuan
bapak, saya haturkan terimakasih.
Wassalamu`alaikum Wr. Wb
Dosen Pembimbing Seminar Proposal Pemohon
Nurlena Rifa`i, M.A, Ph.D SYAHRUL RAHMAN
NIP.19591020 198603 2 001 NIM. 1050110000 79
Mengetahui:
Dosen Penasehat Akademik
Dra. Sofiyah MS, M.Ag
NIP. 19491123 198902 2 001
iii
UJI REFERENSI
Seluruh referensi yang di gunakan dalam penulisan skripsi yang berjudul
“Peran Guru Agama dalam Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam di SDIT
Fathona Baturaja Kabupaten Ogan Komering Ulu Sumatera Selatan” yang
ditulis oleh Syahrul Rahman NIM: 105011000079, Program Studi
Pendidikan Agama Islam Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta, telah diuji kebenarannya oleh dosen pembimbing skripsi pada
tanggal 18 Februari 2011.
Jakarta, 18 Februari 2011
Dosen Pembimbing Skripsi
Nurlena Rifa`i, M.A, Ph.D
NIP. 19591020 198603 2 001
57
TABEL 1 (UNTUK SISWA)
KISI-KISI INSTRUMEN PERAN GURU AGAMA DALAM PELAKSANAAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
DI SDIT FATHONA BATURAJA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SUMATERA SELATAN
No Pertanyaan
Pokok Sub Pertanyaan Indikator
Pertanyaan
Tertutup
Pertanyaan
Semi
Terbuka
No. Item Jumlah
Item
1.
2.
Peran guru
agama sebagai
pembimbing
Peran guru
agama sebagai
pengajar
1.1 Motivator
1.2. Keteladanan
2.1. Pengkajian
Agama Islam
Mengetahui
frekuensi guru
memberikan
motivasi kepada
siswa
Mengetahui
keteladanan guru
dalam ibadah dan
akhlak
Memberikan
materi pendidikan
agama Islam
1,2,3,4
6,7,9
10,11,12,14
5
8
13
1,2,3,4,5
6,7,8,9
10,11,12,13,14
5
4
5
57
3.
4.
Peran guru
agama sebagai
pengelola kelas
Peran guru
agama sebagai
evaluator
3.1. Mengelola
Kelas
3.2. Penggunaan
dan
pemeliharaan
fasilitas
4.1.Mengevaluasi
Menciptakan
lingkungan belajar
yang baik
Mengetahui
fasilitas sudah
digunakan secara
optimal atau
belum
Mengetahui
fasilitas yang
sudah ada
dipelihara dengan
baik atau belum
Mengetahui hasil
ujian siswa
Menambah
pengetahuan
pendidikan agama
Islam
15,16
-
18
19
20
-
17
-
-
-
15,16
17
18
19
20
2
1
1
1
1
58
TABEL 2 (UNTUK GURU AGAMA)
KISI-KISI INSTRUMEN PERAN GURU AGAMA DALAM PELAKSANAAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
DI SDIT FATHONA BATURAJA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SUMATERA SELATAN
No Pertanyaan Pokok Sub Pertanyaan Indikator No. Item Jumlah
Item
1. Peran guru agama
sebagai pembimbing
1.1 Motivator
Mengetahui frekuensi guru memberikan motivasi
kepada siswa 1 1
1.2 Keteladanan Mengetahui keteladanan guru dalam ibadah dan
akhlak 2 1
2 Peran guru agama
sebagai pengajar
2.1 Pengkajian Agama
Islam Memberikan materi pendidikan agama Islam 3 1
3. Peran guru agama
sebagai pengelola kelas
3.1 Mengelola Kelas Menciptakan lingkungan belajar yang baik 4,5,6,7 4
3.2 Penggunaan dan
pemeliharaan fasilitas
Mengetahui fasilitas sudah digunakan secara
optimal atau belum 8,9 2
Mengetahui apakah fasilitas yang sudah ada
dipelihara dengan baik atau belum 10 1
4 Peran guru agama
sebagai evaluator 4.1 Mengevaluasi
Mengetahui hasil ujian siswa 11 1
Menambah pengetahuan pendidikan agama Islam 12 1
59
TABEL 3 (UNTUK KEPALA SEKOLAH)
KISI-KISI INSTRUMEN PERAN GURU AGAMA DALAM PELAKSANAAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
DI SDIT FATHONA BATURAJA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SUMATERA SELATAN
No Pertanyaan Pokok Sub Pertanyaan Indikator No. Item Jumlah
Item
1.
Peran guru agama
sebagai pengelola
kelas
1.1 Mengelola Kelas Menciptakan lingkungan belajar yang baik 1 1
1.2 Penggunaan dan
pemeliharaan fasilitas
Mengetahui fasilitas sudah digunakan
secara optimal atau belum 2, 3 2
Mengetahui apakah fasilitas yang sudah
ada dipelihara dengan baik atau belum
4 1
2. Peran guru agama
sebagai evaluator 2.1 Mengevsaluasi
Mengetahui hasil ujian siswa 5 1
Menambah pengetahuan pendidikan agama
Islam 6 1
TABEL PROSENTASE DARI DATA ANGKET
F N Konstanta Prosentase
1 58 100 1,72
2 58 100 3,45
3 58 100 5,17
4 58 100 6,90
5 58 100 8,62
6 58 100 10,34
7 58 100 12,07
8 58 100 13,79
9 58 100 15,52
10 58 100 17,24
11 58 100 18,97
12 58 100 20,69
13 58 100 22,41
14 58 100 24,14
15 58 100 25,86
16 58 100 27,59
17 58 100 29,31
18 58 100 31,03
19 58 100 32,76
20 58 100 34,48
21 58 100 36,21
22 58 100 37,93
23 58 100 39,66
24 58 100 41,38
25 58 100 43,10
26 58 100 44,83
27 58 100 46,55
28 58 100 48,28
29 58 100 50,00
30 58 100 51,72
31 58 100 53,45
32 58 100 55,17
33 58 100 56,90
34 58 100 58,62
35 58 100 60,34
36 58 100 62,07
37 58 100 63,79
38 58 100 65,52
39 58 100 67,24
40 58 100 68,97
41 58 100 70,69
42 58 100 72,41
43 58 100 74,14
44 58 100 75,86
45 58 100 77,59
46 58 100 79,31
47 58 100 81,03
48 58 100 82,76
49 58 100 84,48
50 58 100 86,21
51 58 100 87,93
52 58 100 89,66
53 58 100 91,38
54 58 100 93,10
55 58 100 94,83
56 58 100 96,55
57 58 100 98,28
58 58 100 100,00
B
A
B
NO.
FOOT
NOTE
REFERENSI HAL
SKRIPSI
HAL
REFERENSI PARAF
1
1
Abdul Rachman Shaleh, Pendidikan Agama
dan Keagamaan; Visi, Misi dan Aksi, (Jakarta:
PT.Gemawindu Pancaperkasa, 2000), Cet. 1.
1 19
2
M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan
Teoritis Dan Praktis, (Bandung, PT. Remaja
Rosdakarya, 1992).
1 13
3 Zakiah Daradjat, Kesehatan Mental, (Jakarta:
PT. Gunung Agung, 1985), Cet. XII 1 131
4 Abdul Rachman Shaleh, Pendidikan Agama..., 2 17
5 Abdul Rachman Shaleh, PendidikanAgama…, 3 18
6
UU RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang
SISDIKNAS dan PP No. 47 Tahun 2008
tentang Wajib Belajar, (Bandung: Citra
Umbara, 2008), Cet. 1
3 6
7
Muhammad Tholchah Hasan, Diskursus Islam
dan Pendidikan; Sebuah Wacana Kritis, (tt.p.
PT. Bina Wiraswasta Insan Indonesia
bekerjasama dengan Lembaga Indonesia Adi
Daya, t.t.)
4 108
8
Zamroni, Paradigma Pendidikan Masa
Depan, (Yogyakarta: PT. Bayu Indra Grafika,
2000), Cet. 1
5 28-33
9
E.Mulyasa, Standar Kompetensi dan
Sertifikasi Guru, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2008), Cet. III
5 5
10 E. Mulyasa, Standar Kompetensi..., 6 228
11
Dede Rosyada, Paradigma Pendidikan
Demokratis; Sebuah Model Pelibatan
Masyarakat dalam Penyelenggaraan
Pendidikan, (Jakarta: Prenada Media, 2004),
Cet. I,
6 110-111
12 Zamroni, Paradigma Pendidikan..., 7 105
13 Bakaruddin dan Rumaya Senin, 9 November
2010. 7 Konfirmasi
14
Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam
Keluarga dan Sekolah. (Jakarta: CV. Ruhama,
1995), Cet. I
8 56
15
Mastuhu, Perkembangan Psikologi Agama &
Pendidikan Islam di Indonesia; 70 tahun Prof.
Dr. Zakiah Daradjat, (Ciputat: PT. Logos
Wacana Ilmu, 1999), Cet. 1.
8 103-108
16 E.Mulyasa, Standar Kompetensi..., 10 9
17 Tholchah Hasan, Diskursus Islam…, 11 111
2
1 Zakiah Daradjat, dkk., Ilmu Pendidikan Islam,
(Jakarta: Bumi Aksara, 2009), Cet. 8. 15 39
2
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam
Perspektif Islam, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2007), Cet 7.
15 75
3
Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru
Profesional, , (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2001), Edisi Ke-2.
16 5
4
Syafruddin Nurdin, Guru Profesional &
Implementasi Kurikulum, (Jakarta: Quantum
Teaching, 2005), Cet. 3.
16 6
5 E. Mulyasa, Standar Kompetensi..., 16 226
6
Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam dalam
Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia,
(Jakarta: Prenada Media, 2004)
18 39
7
Muhammad Daud Ali, Pendidikan Agama
Islam (Jakarta: PT Raja Grapindo Persada,
2000), Cet 3.
18 39-40
8 Learning.gunadarma.ac.id/.../agama_islam 18 Rabu 23
Maret 2011
Pkl 10.30
9 Learning.gunadarma.ac.id/.../agama_islam.. 19 Rabu 23
Maret 2011
10 www.angelfire.com/country/maridjan/agama.
html 20
Rabu 23
Maret 2011
Pkl 10.30
11
Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam
Keluarga dan Sekolah. (Jakarta: CV. Ruhama,
1995), Cet. 2,
20 99-100
12 Sutan Rajasa, Kamus Ilmiah Populer,
(Surabaya: Karya Utama, 2002), 21 338
13
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan
Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia
(Jakarta: Balai Pustaka, 2007), Cet. 4.
21 621
14
Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003,
Tentang Sistem Pendidikan Nasional
(SISDIKNAS), (Bandung, Citra Umbara, 2008),
Cet. 1,
21 74
15 E. Mulyasa, Standar Kompetensi..., 21 231
16
Mujtahid.http://www.komunitaspendidikan.bl
ogspot.com/memahami-tentang-kualifikasi-
guru-di.html, Sabtu, 20 Nov 2010, pkl. 20.20.
22
Sabtu, 20
Nov 2010,
pkl. 20.20
17 Mujtahid.http://www.komunitaspendidikan 23 Sabtu, 20
Nov 2010
18 Mujtahid.http://www.komunitaspendidikan 24 Sabtu, 20
Nov 2010
19 Mujtahid.http://www.komunitaspendidikan 24 Sabtu, 20
Nov 2010
20 E. Mulyasa, Standar Kompetensi..., 25 229
21
Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan
Agama Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2006), Edisi Ke-2.
25 169
22 Zakiah Daradjat, Kepribadian Guru, (Jakarta:
PT. Bulan Bintang, 2005 26 10-13
23 E. Mulyasa, Standar Kompetensi..., 26 246
24 Zakia Daradjat, Ilmu Jiwa Agama (Jakarta:
Bulan Bintang, 2009), Cet.17. 27 77-80
25 Departemen Pendidikan, Kamus Besar..., 27 870
26 Sutan Rajasa, Kamus Ilmiah Populer..., 27 468
27
Sahilun A. Nasir, Peranan Pendidikan Agama
terhadap Pemecahan Problem Remaja,
(Jakarta: Kalam Mulia, 2009)
27 9
28
Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru
Professional, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2001), Edisi Ke-2
27 9
29 Zakia Daradjat, Metodik Khusus Pengajaran
Agama Islam, (Jakarta:Bumi Aksara, 1995) 28 266-268
30 Soetjipto Raflis Kosasi, Profesi Keguruan,
(Jakarta: Rineka Cipta,2007), Cet. 3. 28 107
31 Soetjipto Raflis Kosasi, Profesi Keguruan..., 29 110
32
M. Basyiruddin Usman, Metodologi
Pembelajaran Agama Islam, (Jakarta: Ciputat
Pers, 2002), Cet. 1
29 19-21
33 Zakiah Daradjat, Metodik Khusus…, 30 265
34 Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru…, 30 10
35 Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru…, 31 10
36 Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003…, 31 31
37 Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru…, 32 11-12
38 Abdul Rachman Shaleh, Pendidikan Agama..., 32 75-76
39 Abdul Rachman Shaleh, Pendidikan Agama..., 34 76-77
40
Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang
Mempengaruhinya, (Jakarta: RINEKA
CIPTA, 1995), Cet 3.
35 98-100
41 Tohirin, Psikologi Pembelajaran…, 36 165-167
42
Muhaimin, et al, Paradigma Pendidikan
Islam; Upaya Mengefektifkan Pendidikan
Agama di Sekolah, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2004), Cet. 3.
37 83
43 Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam..., 37 99
44 Zakiah Daradjat, dkk., Ilmu Pendidikan..., 38 86
45 M. Basyiruddin Usman, Metodologi..., 38 4
46
Muhaimin, Nuansa Baru Pendidikan Islam,
(Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2006),
Edisi I
38 5
47
Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan
Agama Islam Berbasis Kompetensi,
(Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 2004)
38 132
48 Salihun A.Nasir, Peranan Pendidikan..., 39 11-12
49 H.M Arifin, Kapita Selekta Pendidikan (Islam
dan Umum), (Jakarta: Bumi Aksara, 1995) 39 4-5
50 Majid dan Andayani, Pendidikan…, 40 132-134
51 Zakiah Daradjat, dkk., Ilmu Pendidikan..., 41 19-24
52 Majid dan Andayani, Pendidikan…, 42 135
53 Muhaimin, et al, Paradigma Pendidikan..., 42 78
54
Hasan Langgulung, Asas-asas Pendidikan
Islam, (Jakarta: Pustaka Al Husna Baru,
2003), Cet. 5.
43 297-300
55 Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam…, 44 38
56 Majid dan Andayani, Pendidikan…, 44 144
57 Majid dan Andayani, Pendidikan…, 46 134-135
58 Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003…, 47 21
59 Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003…, 47 51
60 M. Basyiruddin Usman, Metodologi..., 48 4-5
61 M. Basyiruddin Usman, Metodologi..., 49 7-8
62 Zakiah Drajat, Ilmu Jiwa Agama…., 49 72
63 Abdul Rachman Shaleh, Pendidikan Agama..., 49 23-24
64 Zakiah Drajat, Ilmu Jiwa Agama…, 50 70
3
1
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian
Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Renika
Cipta,2006), Cet. 13
52 134
2 Subana. dkk, Statistik Pendidikan, (Bandung:
Pustaka Setia, 2005), Cet. 2. 53 29
3 Suharsimi Arikunto, Prosedur penelitian..., 54 151
4
Anas Sudijono, Pengantar Statistik
Pendidikan, (Jakarta: PT. Grapindo Persada,
2005)
55 41
Jakarta 18 Februari 2011
SYAHRUL RAHMAN
4
1
Syarif Hidayatullah, Guru Pendidikan Agama
Islam, Wawancara Pribadi, Baturaja, 09
Desember 2010.
76 Wawancara
2 Majid dan Andayani, Pendidikan…, 76 144-145
3 Syarif Hidayatullah, Guru Pendidikan…, 77 Wawancara
4 Syarif Hidayatullah, Guru Pendidikan…, 78 Wawancara
5 Erlinda, Kepala SDIT Fathona, Wawancara
Pribadi, Baturaja: 09 Desember 2010. 78 Wawancara
6 Zakiah Daradjat, Metodik Khusus…, 79 265-268
7 Syarif Hidayatullah, Guru Pendidikan…, 79 Wawancara
8 Syarif Hidayatullah, Guru Pendidikan…, 80 Wawancara
9 Erlinda, Kepala SDIT Fathona…, 81 Wawancara
10 Syarif Hidayatullah, Guru Pendidikan…, 81 Wawancara
11 Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama…, 81 69-70