Post on 02-May-2018
PENINGKATAN KETERAMPILAN SPEAKING BAHASA INGGRIS MELALUI
METODE ROLE PLAYING BAGI SISWA KELAS V SDN ROJONITEN BANTUL
TAHUN AJARAN 2016/2017
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Yogyakarta untuk
Memenuhi Sebagian Persyaratan
guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh Arvindari Dwi
Dasanti NIM
10108244083
JURUSAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
JUNI
2017
v
MOTTO
“Gantungkanlah Cita-citamu setinggi langit. Bermimpilah setinggi langit. Jika
engkau jatuh, engkau akan jatuh diantara bintang-bintang” (Soekarno)
“It doesn’t matter if you try and try and try again, and fail. It doesn’t matter if you
try and fail, and fail to try again” (Charles Kettering)
vi
PERSEMBAHAN
Ayah dan Ibu
Almamater UNY
Agama, Nusa, dan Bangsa
vii
PENINGKATAN KETERAMPILAN SPEAKING BAHASA INGGRIS MELALUI
METODE ROLE PLAYING BAGI SISWA KELAS V SDN ROJONITEN BANTUL
TAHUN AJARAN 2016/2017
Oleh Arvindari Dwi
Dasanti NIM
10108244083
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan speaking Bahasa Inggris
melalui metode Role Playing pada siswa kelas V SDN Rojoniten Bantul
Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) model Kemmis dan
Taggart. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus dan masing-masing siklus terdiri
dari dua kali pertemuan. Subjek penelitian adalah siswa kelas V SDN Rojoniten tahun
ajaran 2016/2017 yang berjumlah 21 siswa. Metode pengumpulan data mengunakan
lembar observasi aktivitas siswa dan soal tes unjuk kerja speaking. Teknik analisis data
yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis deskriptif kuantitatif dan kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa melalui penggunaan Role Playing dapat
meningkatkan keterampilan speaking Bahasa Inggris pada siswa kelas V SDN Rojoniten.
Peningkatan dibuktikan dengan hasil skor rata-rata pre test sebesar 53,23 (kategori
kurang); siklus I sebesar 64,69 (kategori cukup); siklus II sebesar 75 (kategori baik).
Selain hasil tersebut, siswa juga menjadi lebih lancar dalam berbicara menggunakan kosa
kata Bahasa Inggris di depan siswa lain.
Kata kunci : keterampilan speaking, Bahasa Inggris, Role Playing
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, hidayat, dan karunia-Nya. Hanya
dengan pertolongan dari Allah penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“PENINGKATAN KETERAMPILAN SPEAKING BAHASA INGGRIS MELALUI
METODE ROLE PLAYING BAGI SISWA KELAS V SDN ROJONITEN BANTUL
TAHUN AJARAN 2016/2017”. Penyusunan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi sebagian
persyaratan guna memperoleh gelar sarjana pendidikan jurusan Pendidikan Guru Sekolah
Dasar, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta.
Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari dukungan dan bimbingan dari berbagai pihal. Oleh
karena itu, dengan kerendahan hati perkenankanlah penulis menyampaikan ucapan terima
kasih kepada:
1. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah
memberikan fasilitas, kemudahan, dan izin penelitian.
2. Ketua Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar yang telah memberikan izin dalam
penyusunan skripsi ini.
3. Bapak Dr. Ali Mustadi, M.Pd. selaku dosen pembimbing I yang telah meluangkan
waktu untuk memberikan bimbingan dan arahan sehingga penyusunan skripsi ini
terselesaikan.
4. Ibu Septia Sugiarsih, M.Pd. selaku dosen pembimbing II yang selalu bersedia
memberikan bimbingan, semangat, dan arahan pada penulis sejak awal penyusunan
skripsi ini.
5. Seluruh dosen jurusan Pendidikan Sekolah Dasar yang telah memberikan banyak ilmu,
wawasan, dan pengalamannya selama penulis mengikuti perkuliahan.
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL......................................................................
HALAMAN PERSETUJUAN.......................................................
HALAMAN PERNYATAAN.......................................................
HALAMAN PENGESAHAN.......................................................
HALAMAN MOTTO....................................................................
HALAMAN PERSEMBAHAN....................................................
HALAMAN ABSTRAK................................................................
KATA PENGANTAR....................................................................
DAFTAR ISI..................................................................................
DAFTAR TABEL..........................................................................
DAFTAR GAMBAR....................................................................
DAFTAR LAMPIRAN................................................................
Hal
i
ii
iii
iv
v
vi
vii
viii
x
xii
xiii
xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah............................................................ 6
C. Batasan Masalah.................................................................. 7
D. Rumusan Masalah............................................................... 7
E. Tujuan Penelitian................................................................ 7
F. Manfaat Penelitian.............................................................. 7
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Keterampilan Berbahasa................................................... 9
B. Pembelajaran Bahasa Inggris di Sekolah Dasar............... 11
C. Keterampilan speaking di Sekolah Dasar.......................... 16
D. Metode Role Playing ........................................................ 21
E. Metode Role Playing dalam Pembelajaran Speaking
Bahasa Inggris................................................................... 25
F. Kajian Penelitian yang Relevan.......................................... 30
G. Kerangka Berpikir.............................................................. 30
xi
H. Hipotesis Tindakan............................................................. 30
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian................................................................. 33
B. Setting Penelitian.............................................................. 33
C. Subjek Penelitian.............................................................. 34
D. Desain Penelitian.............................................................. 34
E. Teknik Pengumpulan Data............................................... 35
F. Instrumen Penelitian......................................................... 37
G. Teknik Analisis Data........................................................ 38
H. Kriteria Keberhasilan........................................................ 39
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian...................................................................... 40
B. Pembahasan........................................................................... 62
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan........................................................................... 69
B. Saran..................................................................................... 69
DAFTAR PUSTAKA................................................................ 71
LAMPIRAN.............................................................................. 73
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Kerangka berpikir peningkatan kemampuan speaking Bahasa Inggris siswa..
hal
31
Tabel 2. Data pre-test Reading dan Speaking kelas V tahun ajaran 2016/2017..............
73
Tabel 3. Data nilai keterampilan speaking siswa siklus I pertemuan 1.........................
74
Tabel 4. Data nilai keterampilan speaking siswa siklus I pertemuan 2.........................
75
Tabel 5. Data nilai keterampilan speaking siswa siklus II pertemuan 1.......................
76
Tabel 6. Data nilai keterampilan speaking siswa siklus II pertemuan 2......................
77
Tabel 7. Peningkatanketerampilan speaking siswa pada setiap aspek........................
78
Tabel 8. Tabel lembar observasi rating scale...............................................................
87
xiii
DAFTAR GAMBAR
hal
Gambar 1. Desain PTK model Kemmis dan Taggart............................................ 34
Gambar 2. Diagram peningkatan aspek-aspek selama proses tindakan................ 43
Gambar 3. Diagram nilai speaking siswa siklus I pertemuan 1............................ 48 Gambar 4. Diagram nilai speaking siswa siklus I pertemuan 2........................... 51
Gambar 5. Diagram nilai speaking siswa siklus II pertemuan 1.......................... 57
Gambar 6. Diagram nilai speaking siswa siklus II pertemuan 2......................... 59
Gambar 7. Diagram peningkatan keterampilan Speaking siswa.......................... 61
Gambar 8. Foto kegiatan siklus 1......................................................................... 90
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
hal
Lampiran 1. Data pre-test Reading dan Speaking kelas V tahun ajaran 2016/2017....... 73
Lampiran 2. Data nilai keterampilan speaking siswa siklus I pertemuan 1.................... 74
Lampiran 3. Data nilai keterampilan speaking siswa siklus I pertemuan 2.................... 75
Lampiran 4. Data nilai keterampilan speaking siswa siklus II pertemuan 1.................. 76
Lampiran 5. Data nilai keterampilan speaking siswa siklus II pertemuan 2.................. 76
Lampiran 6. Peningkatan keterampilan speaking siswa pada setiap aspek..................... 77
Lampiran 7. Tabel Nilai Siswa...................................................................................... 78
Lampiran 7. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran......................................................... 80
Lampiran 8. Lembar Observasi Rating Scale.............................................................. 88
Lampiran 9. Foto Kegiatan Siklus 1 dan 2..................................................................... 90
Lampiran 10. Lembar Unjuk Kerja Siswa...................................................................... 94
Lampiran 11. Permohonan Izin Penelitian……………………………………………... 100
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bahasa Inggris merupakan bahasa internasional yang digunakan oleh
banyak negara-negara di dunia untuk bersosialisasi satu dengan lainnya. Oleh
sebab itulah banyak sekolah-sekolah khususnya Sekolah Dasar (SD) yang
memasukkan Bahasa Inggris sebagai mata pelajaran muatan lokal di sekolah
mereka mulai dari kelas IV sampai kelas VI. Sama halnya seperti
pembelajaran bahasa pada umumnya, pembelajaran Bahasa Inggris juga
diarahkan untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan bahasa sesuai
dengan Standar Isi No. 23 Tahun 2006 yaitu: mendengarkan (listening) ,
membaca (reading), menulis (writing) dan yang terakhir berbicara (speaking)
(Badan Standar Nasional Pendidikan, 2006: 357). Keempat keterampilan
diatas hendaknya dapat disampaikan guru dengan strategi pembelajaran
menarik yang dapat mengembangkan pemahaman dan keterampilan siswa.
Guru tidak hanya merencanakan pembelajaran tetapi juga mengembangkan
keahlian dan metode baru, dan membuat siswa lebih tertarik. Guru hendaknya
tidak hanya berfokus pada satu aspek pembelajaran tetapi juga pada setiap
aspek, karena keterampilan satu aspek akan mendukung keterampilan aspek
lainnya.
Pelaksanaan program pembelajaran Bahasa Inggris unuk jenjang SD
sebagai salah satu kurikulum muatan lokal perlu disusun dengan baik sebagai
bekal siswa nantinya dalam menghadapi perkembangan zaman. Secara resmi
2
kebijakan tentang memasukkan pelajaran Bahasa Inggris di SD sesuai dengan
Depdikbud RI No. 0487/1992, Bab VIII, yang menyatakan bahwa SD dapat
menambah mata pelajaran dalam kurikulumnya, asalkan pelajaran itu tidak
bertentangan dengan tujuan pendidikan nasional. Sesuai dengan undang-
undang tersebut, Bahasa Inggris bisa menjadi salah satu mata pelajaran muatan
lokal di SD untuk mengenalkan siswa pada Bahasa Inggris yang sudah dipakai
di banyak negara. Dengan mengenalkan siswa pada Bahasa Inggris lebih awal,
siswa juga mempunyai pengetahuan lebih tentang Bahasa Inggris untuk
melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.
Tetapi di jenjang Sekolah Dasar, Bahasa Inggris masih kurang
mendapatkan perhatian yang maksimal. Hal tersebut sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Ni Made Ratmaningsih di Buleleng pada tahun 2006 yang
menunjukkan bahwa penyelenggaraan pengajaran Bahasa Inggris di SD tidak
ditangani oleh guru yang memang berkompetensi mengajar Bahasa Inggris,
dimana terdapat sekitar 80% guru SD yang mengajar Bahasa Inggris tidak
mempunyai latar belakang pendidikan Bahasa Inggris sebelumnya.
Kebijakan diatas juga ditambah dengan SK Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan No. 060/U/1993 Tanggal 25 Februari 1993 yang memuat tentang
dimungkinkannya program Bahasa Inggris sebagai muatan lokal SD, dan
dapat dimulai pada kelas empat SD, hingga muncul peraturan Menteri
Pendidikan Nasional No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi dan
Kompetensi Dasar Bahasa Inggris untuk SD. Sebagai muatan lokal, banyak
siswa menganggap pembelajaran Bahasa Inggris lebih sulit dipelajari
3
dibandingkan pembelajaran muatan lokal lain misalnya bahasa Jawa. Untuk
itu siswa dibutuhkan untuk terus belajar mengembangkan kemampuan Bahasa
Inggris mereka. Tetapi banyak siswa SD banyak bosan dengan kegiatan
belajar saat ini yang hanya terfokus pada teori-teori dan soal-soal. Salah
satunya di SD Rojoniten, siswa pada saat pembelajaran berlangsung tidak
fokus pada pelajaran tetapi pada hal lain misalnya membaca buku cerita,
mengobrol/mengganggu temannya. Hal tersebut menyebabkan nilai mata
pelajaran Bahasa Inggris siswa yang menurun.
Metode pembelajaran akan sangat berpengaruh agar siswa tertarik untuk
mengikuti suatu pembelajaran. Cepat atau lambatnya seorang siswa dalam
mempelajari Bahasa Inggris harus banyak diberikan praktek berbicara atau
speaking. Oleh karena itu Saat belajar Bahasa Inggris, siswa perlu
menggunakan kegiatan atau interaksi yang efektif dan menyenangkan agar
siswa tidak bosan dengan pembelajaran. Banyak siswa yang sudah bosan
dengan kegiatan-kegiatan pembelajaran. Hal itu menjadi salah satu penyebab
turunnya motivasi siswa untuk belajar Bahasa Inggris.
Berdasarkan penelitian Dra. Charlotte A. Harun, MPd. & Siti Nadiroh,
SPd. Role Play dalam Pembelajaran speaking di Kelas III Sekolah Dasar
laboratorium UPI kampus Cibiru kecamatan Cileunyi kabupaten Bandung,
kemampuan lisan siswa khususnya speaking sangat rendah, sehingga
mengakibatkan minimnya prestasi siswa dalam mata pelajaran Bahasa Inggris.
agar pembelajaran speaking Bahasa Inggris memperoleh hasil yang baik, Dra.
Charlotte A. Harun, MPd. & Siti Nadiroh, SPd.menyampaikan bahwa para
4
guru perlu menciptakan proses belajar-mengajar yang lebih menyenangkan
dan lebih praktis.
Hal tersebut juga terjadi di SD Rojoniten kelas V tahun ajaran
2016/2017. Berdasarkan hasil observasi pada tanggal 1 dan 8 februari 2017,
ditemukan bahwa kemampuan speaking siswa di SD Rojoniten masih rendah.
Hal tersebut dibuktikan dengan banyaknya siswa yang belum memenuhi nilai
KKM pada aspek speaking. Banyak nilai siswa yang kurang dari 75. Kurang
dari 10 siswa diantara 21 siswa yang memenuhi KKM.
Saat kegiatan pembelajaran Bahasa Inggris berlangsung banyak siswa
yang gaduh tidak memperhatikan pembelajaran. kegiatan pembelajaran
cenderung berpusat pada guru. Pembelajaran Bahasa Inggris lebih serinng
dilakukan dengan mengerjakan soal di buku atau di papan tulis. Guru jarang
melakukan praktek speaking Bahasa Inggris untuk meningkatkan keterampilan
speaking Bahasa Inggris siswa. Padahal untuk meningkatkan keterampilan
speaking Bahasa Inggris siswa, guru perlu mengajarkan keterampilan speaking
dari yang termudah menuju yang lebih sulit agar siswa cepat mengalami
perkembangan dalam aspek-aspek seperti pronunciation, fluency, intonation,
dan expression.
Keterampilan speaking Bahasa Inggris bukan merupakan suatu hal yang
mudah untuk dipelajari bagi siswa karena masih merupakan hal yang asing
bagi mereka. Butuh waktu yang lebih untuk mempelajarinya agar kemampuan
speaking menjadi meningkat karena Bahasa Inggris merupakan hal yang masih
baru bagi siswa. Siswa masih terpengaruh dengan kebiasaan menggunakan
5
bahasa sehari-hari yang mereka gunakan untuk berbicara yang mempunyai
pelafalan yang berbeda yang juga berbeda arti dan pelafalannya. Siswa juga
masih banyak yang lupa kata-kata dalam Bahasa Inggris. Tetapi banyak siswa
yang masih takut dan malas untuk mempelajari keterampilan speaking Bahasa
Inggris. Hal itulah yang membuat kekhawatiran siswa akan membuat
kesalahan dan takut jika siswa lain tidak paham atau menertawakannya
menjadi tidak hilang. Karena itulah banyak siswa masih takut untuk
melakukan praktek speaking Bahasa Inggris. Hal tersebut menyebabkan
kemampuan speaking Bahasa Inggris menjadi rendah.
Dalam rangka mengembangkan pembelajaran speaking Bahasa Inggris
siswa, maka perlu adanya metode yang menarik. Salah satunya yaitu metode
Role Playing. Dengan menggunakan metode Role Playing, siswa menjadi
aktif karena terlibat langsung dalam mata pelajaran hal tersebut akan membuat
siswa tertarik pada materi atau suatu mata pelajaran. Selain membuat siswa
tertarik pada mata pelajaran, keterampilan speaking Bahasa Inggris siswa juga
akan meningkat karena metode tersebut dapat meningkatkan keterampilan
speaking siswa dengan mempraktekkan secara langsung sesuai peran yang
diberikan. Dengan Role Playing siswa bisa secara langsung masuk dalam
aktivitas komunikasi menggunakan Bahasa Inggris yang akan
mengembangkan keterampilan penggunaan Bahasa Inggris mereka.
Minimnya praktek speaking yang dilakukan oleh siswa, mengakibatkan
keterampilan speaking siswa SD Rojoniten menjadi lebih rendah daripada
keterampilan writing maupun listening. Berdasarkan uraian di atas, peneliti
6
memilih metode Role Playing untuk meningkatkan keterampilan speaking
dalam kegiatan pembelajaran Bahasa Inggris, karena metode tersebut dapat
digunakan untuk menciptakan suasana pembelajaran Bahasa Inggris yang
aktif.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, masalah-masalah yang teridentifikasi
yaitu sebagai berikut:
1. Keterampilan speaking Bahasa Inggris siswa kelas V SD Rojoniten masih
rendah.
2. Siswa di SD Rojoniten banyak yang masih takut melakukan kesalahan saat
praktek speaking, sehingga mereka kurang tertarik untuk belajar Bahasa
Inggris, khususnya speaking.
3. Banyak siswa yang gaduh tidak memperhatikan pembelajaran saat guru
menjelaskan pelajaran karena kegiatan pembelajaran masih kurang
menarik bagi siswa, dimana siswa lebih fokus pada hal lain misalnya
membaca buku-buku bergambar.
4. Kegiatan pembelajaran yang hanya terbatas pada buku sehingga siswa
bosan untuk berlatih berbicara Bahasa Inggris.
5. Kegiatan pembelajaran Bahasa Inggris masih didominasi pada
mengerjakan soal-soal di buku Bahasa Inggris.
6. Metode yang digunakan guru tidak bervariasi dan kurang menarik bagi
siswa untuk belajar speaking.
7
C. Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka penelitian ini dibatasi pada
penelitian ini masalah dibatasi pada rendahnya keterampilan speaking Bahasa
Inggris siswa kelas V SD.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah di atas, maka masalah yang dirumuskan
dalam penelitian ini adalah bagaimana meningkatkan keterampilan speaking
Bahasa Inggris siswa kelas V SD Rojoniten melalui metode Role Playing?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk
meningkatkan keterampilan speaking Bahasa Inggris melalui metode Role
Playing pada kelas V SD Rojoniten.
F. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi Siswa:
a. Dapat memberikan pengalaman baru dalam belajar Bahasa Inggris
khususnya speaking dengan menggunakan metode Role Playing.
b. Melatih siswa untuk berbicara Bahasa Inggris dengan
menggunakan metode Role Playing.
8
c. Kegiatan pembelajaran diharapkan lebih menarik bagi siswa
sekaligus untuk mengurangi rasa takut siswa pada pelajaran Bahasa
Inggris.
2. Bagi Guru
a. Guru dapat menggunakan metode Role Playing dalam
pembelajaran Bahasa Inggris khususnya untuk belajar speaking.
b. Dapat dijadikan alternatif bagi guru agar dalam kegiatan
pembelajaran tidak hanya dengan metode ceramah dan fokus pada
soal-soal. Karena jika guru lebih banyak berbicara, siswa akan
menjadi pasif.
3. Bagi Sekolah
Dapat menjadi masukan bagi sekolah dalam mendukung kegiatan
pembelajaran pembelajaran Bahasa Inggris di SD Rojoniten.
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Keterampilan Berbahasa
Salah satu fungsi utama bahasa adalah untuk menyampaikan pesan dari
satu orang ke orang lainnya. Setiap manusia di dunia ini harus mempunyai
keterampilan berbahasa untuk bersosialisasi dengan lingkungan sekitar
mereka. Dengan bahasa, kita dapat menyampaikan perasaan, pikiran, salam
dan rasa simpati kepada mereka. Berbicara untuk mengungkapkan keinginian
sudah diperoleh oleh manusia sejak mereka masih bayi. Iskandarwassid dan
Dadang Suhendar (2009: 241) menyatakan bahwa keterampilan berbicara
pada hakikatnya merupakan keterampilan memproduksi arus sistem bunyi
artikulasi untuk menyampaikan kehendak, kebutuhan perasaan dan keinginan
kepada orang lain. Manusia belajar menggunakan bahasa ibu untuk
berkomunikasi dengan sekitarnya sejak ia bayi. Kegiatan belajar bahasaa
dipengaruhi beberapa tahapan. Dari mulai mendengarkan, memikirkannya,
lalu menirukannya.
Jenjang pendidikan Sekolah Dasar adalah jenjang dimana siswa
mempunyai rasa ingin tahu dan motivasi yang tinggi. Hal tersebut dapat
dimanfaatkan dalam kegiatan pembelajaran Bahasa Inggris karena Bahasa
Inggris masih baru bagi siswa. Untuk menarik siswa agar tertarik dengan
pembelajaran Bahasa Inggris dibutuhkan kerjasama guru dengan siswa. Wina
Sanjaya (2010: 26) mengungkapkan bahwa proses kerja sama antara guru dan
siswa dalam memanfaatkan segala potensi dan sumber yang ada baik potensi
10
yang bersumber dari dalam diri siswa itu sendiri seperti minat, bakat, dan
kemampuan dasar yang dimiliki termasuk gaya belajar maupun potensi yang
ada di luar diri siswa seperti lingkungan, sarana dan sumber belajar sebagai
upaya untuk mencapai tujuan belajar tertentu.
Berdasarkan pendapat Wina Sanjaya tersebut, guru bisa memanfaatkan
guru dan siswa bisa bersama-sama untuk mencapai tujuan pembelajaran
dengan proses yang telah dirancang. Dimyati dan mudjono (2002: 157)
mengungkapkan pembelajaran merupakan proses yang diselenggarakan oleh
guru untuk mendidik siswa dalam memperoleh pengetahuan, keterampilan,
dan sikap. Pengetahuan tidak hanya difokuskan pada satu aspek saja, tetapi
semua aspek yang ada dalam diri siswa.
Berbagai aspek dalam Bahasa Inggris harus dikuasai siswa untuk
mendukung siswa dalam bersosialisasi di kehidupan zaman yang semakin
maju. James Paul Gee (2014: 2) mengungkapkan, language serves a great
function in our lives. Giving and getting information is by no means the only
one. Of course, language does allow us to-inform each other. Berdasarkan
pendapat James tersebut, bahasa merupakan salah satu hal yang penting
dalama kehidupan manusia. Dengan bahasa, manusia dapat bertukar informasi
satu dengan lainnya.
Dalam era globalisasi yang semakin maju, manusia tidak hanya
membutuhkan bahasa ibu untuk berkomunikasi. Hal tersebut juga
diungkapkan oleh Rebecca Galbeano (2011: 324), Because a multicultural
world needs citizens with language proficiency, language specialists
11
encourage the maintenance and development of native-language skills in
bilingual children. Dalam perkembangan zaman yang semakin maju siswa
juga harus diberikan keterampilan berbahasa tidak hanya Bahasa ibu saja.
Sekolah memasukkan Bahasa Inggris kedalam salah satu muatan lokal untuk
membantu siswa menghadapi era yang semakin maju apalagi di kota kita yang
sering berdatangan turis asing. James (2014: 2) mencontokan jika ada orang
lain memberikan salam pada kita “how are you”, tetapi kemudian kita tidak
bisa membalas salam dari mereka maka apa yang ada dipikiran orang
tersebut? Bisa saja mereka berpikir bahwa kita adalah orang yang sombong.
Keterampilan menggunakan Bahasa Inggris dimulai sejak Sekolah Dasar
bahkan kanak-kanak karena Bahasa Inggris sudah dianggap sebagai bahasa
global. Pengalaman belajar Bahasa Inggris di Indonesia cenderung kurang
menyenangkan bagi anak-anak. Anak-anak memandang bahwa Bahasa Inggris
merupakan bahasa yang sulit bagi anak-anak di Indonesia. Banyak anak-anak
yang memilih lebih baik diam daripada berbuat kesalahan. Padahal membuat
kesalahan merupakan hal yang wajar bagi orang yang sedang belajar.
B. Pembelajaran Bahasa Inggris di Sekolah Dasar
Pemilihan Bahasa Inggris sebagai muatan lokal dalam kegiatan belajar di
Sekolah dasar didasari oleh pertimbangan bahwa Bahasa Inggris merupakan
bahasa Internasional yang akan menjadi bekal siswa untuk berkomunikasi di
era globalisasi. Masuknya mata pelajaran Bahasa Inggris di Sekolah Dasar
juga dimulai sejak munculnya kebijakan Departemen Pendidikan dan
12
Kebudayaan (Dekdikbud) No. 0487/1992, Bab VIII yang menyatakan bahwa
Sekolah Dasar dapat menambah mata pelajaran dalam kurikulumnya, asalkan
mata pelajaran tersebut tidak bertentangan dengan tujuan pendidikan nasional
(Iisrohli Irawati, 2012). Setelah munculnya kebijakan tersebut, banyak
Sekolah Dasar yang memasukkan Bahasa Inggris sebagai mata pelajaran yang
masuk dalam muatan lokal yang dimulai dari kelas IV SD.
Sehubungan dengan masuknya pelajaran Bahasa Inggris dalam muatan
lokal atau mulok di SD, Permendiknas No. 22-23/2006 tentang Standar Isi dan
Standar Kompetensi Lulusan menyebutkan bahwa pembelajaran Bahasa
Inggris di tingkat SD/MI diarahkan untuk mengembangkan kererampilan-
keterampilan membaca, menulis, berbicara, dan mendengarkan agar lulusan
mampu berkomunikasi dalam Bahasa Inggris pada tingkat literasi
performative. Yang dimaksud pada tingkat performative ini adalah, lulusan
mampu membaca, menulis, mendengarkan, dan berbicara dengan simbol-
simbol yang bermanfaat bagi lulusan untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih
tinggi.
Sebagai muatan lokal, Bahasa Inggris merupakan bahasa asing yang
dipelajari setelah anak mempelajari Bahasa Indonesia. Alokasi waktu yang
disediakan sekolah untuk mata pelajaran Bahasa Inggris juga tidak boleh
melebihi alokasi waktu mata pelajaran Bahasa Indonesia. Sementara itu
dalam kurikulum 2013 yang sedang dikembangkan hampir di seluruh sekolah
di Indonesia, menyebutkan bahwa Bahasa Inggris bisa tetap masuk dalam
mulok yang diajarkan di sekolah. Pembelajaran Bahasa Inggris di Sekolah
13
Dasar merupakan langkah positif untuk memperkenalkan Bahasa Inggris
kepada siswa. Hal itu karena saat SD adalah saat dimana siswa memiliki
motivasi yang tinggi untuk belajar. Selain itu siswa SD mempunyai rasa ingin
tahu yang besar pada banyak hal baru salah satunya Bahasa Inggris, sehingga
sangat tepat jika siswa diperkenalkan Bahasa Inggris.
Ahmad Izzan (2010: 26) mengungkapkan bahwa ketika seorang anak,
dalam proses belajar di sekolah, harus mempelajari suatu bahasa asing,
sebenarnya ia menghadapi masalah yang sama yaitu melalui tahap
pengenalan, pendengaran, dan pengucapan. Tetapi, tahap yang ditempuh tentu
dalam wujud yang sangat berbeda dalam segi suara, kosakata, tata kalimat dan
juga tulisan. Berdasarkan pendapat Ahmad Izzan tersebut, dianjurkan agar
siswa sering berlatih berbicara dengan menggunakan Bahasa Inggris.
Keterampilan berbahasa yang ada pada anak-anak sudah dimulai dari anak
masih bayi. Meskipun saat bayi anak belum bisa mengucapkan satu katapun,
tetapi dengan mendengarkan terus menerus kata-kata yang diucapkan oleh
orang yang ada di sekitarnya, bayi akan mulai belajar bahasa. Pada saat anak
berada dijenjang Sekolah Dasar, keterampilan berbahasa yaitu menyimak,
berbicara, membaca, dan menulis berkaitan erat satu sama lain.
Banyak siswa di Indonesia yang tidak menguasai semua aspek tersebut
dengan baik. Siswa yang terampil menulis ada yang kurang terampil
berbahasa, siswa yang terampil membaca ada yang kurang terampil menulis
dan ada pula siswa yang terampil berbicara kurang terampil dalam menyimak.
14
Siswa tidak hanya perlu meningkatkan pengetahuan berupa materi
berupa grammar saja saja dalam pembelajaran Bahasa Inggris tetapi juga cara
penggunaannya dalam kehidupan sehari-hari karena bahasa adalah sesuatu
untuk bersosialisasi satu dengan yang lain. Pembelajaran dalam Bahasa
Inggris yang masih mengutamakan kebenaran (accuracy) dalam soal-soal
berbahasa dan penguasaan aturan grammar akan membuat siswa menjadi
bosan untuk mengikuti pelajaran. Banyak siswa yang gaduh disaat sedang
pembelajaran berlangsung. Mereka tidak memperhatikan pelajaran karena
tidak diberi kesempatan untuk terlibat langsung dalam kegiatan pembelajaran
karena jika siswa tidak siswa akan kesulitan dan kaku dalam kemampuan
bahasanya.
Mengajarkan anak untuk berkomukasi tidak hanya dengan melalui
materi saja, siswa juga harus melakukannya dengan praktek Berbicara Bahasa
Inggris. dengan menggunakan praktek, guru dapat menilai kefasihan (fluency)
dalam berbicara. Tetapi guru juga tidak bisa terlalu memaksa siswa untuk
terdengar fasih seperti native speaker, yang terpenting adalah mengajarkan
siswa untuk sedikit demi sedikit meningkatkan kemampuan speaking Bahasa
Inggris sedikit demi sedikit.
Untuk meningkatkan keterampilan berbicara, kegiatan belajar bahasa
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Selain guru bahasa sendiri, banyak yang
dibutuhkan guru bahasa dalam kegiatan belajar mengajar. Guru juga
memperhatikan materi dan waktu pembelajaran Bahasa Inggris dilakukan
karena siswa harus berlatih menggunakan bahasa yang diajarkan oleh guru.
15
Materi yang terlalu berat tentu saja tidak bisa diajarkan pada siswa Sekolah
dasar karena siswa mempelajari Bahasa Inggris dengan tujuan untuk
menguasainya dan menggunakannya untuk berkomunikasi.
Metode atau cara pembelajaran Bahasa Inggris juga harus diperhatikan
oleh guru agar siswa memperhatikan proses belajar mengajar. Perhatian siswa
kepada materi pelajaran adalah syarat agar siswa dapat menguasai materi.
Tugas seorang guru untuk menciptakan perhatian siswa adalah dengan
menciptakan metode pembelajaran yang menarik untuk menarik minat siswa.
Tetapi terkadang siswa akan semakin berkurang minat untuk belajar Bahasa
Inggris saat hasil belajar mereka tidak seperti yang mereka harapkan.
Dalam kegiatan pembelajaran Bahasa Inggris di Sekolah Dasar banyak
siswa yang kurang memperhatikan apa yang dijelaskan oleh guru dikarenakan
siswa kurang memahami materinya atau metode yang kurang membuat
interaksi yang efektif di dalam kelas. Seperti halnya dengan menulis, berbicara
dan membaca, seharusnya keterampilan mendengarkan atau menyimak juga
mendapatkan perhatian guru. Siswa harus diberikan strategi untuk
mengembangkan keterampilan menyimak mereka.berikut cara-cara agar siswa
bisa lebih memperhatikan kegiatan pembelajaran:
Isyarat non lisan seperti mengangguk untuk menunjukan
persetujuan dengan pembicara
Merespons inti yang dikatakan pembicara
Mengembangkan inti pembicaraan yang dibuat oleh orang lain
Mendorong pembicara lebih lanjut dengan mengimprovisasi
pertanyaan yang tepat
Mempertanyakan/memberikan kritik inti pembicaraan yang
diutarakan oleh orang lain
16
C. Keterampilan Speaking di Sekolah Dasar
Keterampilan speaking atau berbicara merupakan salah satu keterampilan
berbahasa yang selalu kita gunakan dalam kehidupan sehari-hari untuk
berkomunikasi dengan orang lain. Tarigan (2008: 16) menyebutkan bahwa
berbicara adalah kemampuan seseorang dalam mengucapkan bunyi-bunyi
artikulasi atau kata-kata yang bertujuan untuk mengekspresikan, menyatakan,
serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan orang tersebut.
Sedangkan menurut Mulgrave (dalam Tarigan, 2008: 16) berbicara bukan
sekedar pengucapan bunyi-bunyi atau kata-kata tetapi berbicara merupakan
suatu alat untuk mengomunikasikan gagasan-gagasan yang disusun sesuai
dengan kebutuhan pendengar. Dengan berbicara, seseorang bisa
menyampaikan gagasan dan perasaannya kepada orang lain
Perkembangan kemampuan speaking atau berbicara Bahasa Inggris
siswa didasari oleh kemampuan anak mendengarkan lagu-lagu atau
tayangan-tayangan yang mereka lihat di televisi. Dengan banyak
mendengarkan tersebut, keterampilan Bahasa Inggris anak akan
berkembang secara alami. Cara tersebut juga dapat membuat anak
memperoleh lebih banyak kosa kata Bahasa Inggris yang akan mereka
gunakan dalam percakapan yang akan mereka ucapkan. Pengucapan
Bahasa Inggris dengan pelafalan yang benar, bunyi bahasa, kata, frasa, dan
kalimat yang diungkapkan siswa akan dimengerti oleh siswa lainnya.
Soenardi Djiwandono (2008:124), menyatakan beberapa unsur yang
merupakan bagian dari kemampuan berbicara antara lain:
17
a) Kejelasan pelafalan (intelligibility)
b) Kelancaran pelafalan (fluency)
c) Ketepatan pelafalan (accuracy), dan
d) Kewajaran (native-like)
Kemampuan siswa dalam belajar Bahasa Inggris tidak akan cepat
berkembang jika hanya disuruh untuk menulis atau membaca saja. Tetapi
kemampuan siswa juga tidak cepat berkembang jika hanya menghafal teks
saja. Kemampuan speaking siswa bisa didapat dari meihat atau mendengar.
Dengan cara itu, siswa bisa merekam hal yang mereka lihat atau dengar dalam
otak mereka. Misalnya seorang keturunan Cina yang lama tinggal di Jogja
yang telah mendengar dan melihat kebiasaan orang Jogja pasti akan bisa
sedikit demi sedikit mengikuti bahasa atau kehidupan di Jogja. Begitu pula
dengan Bahasa Inggris, siswa yang sedikit demi sedikit belajar berbicara atau
mendengar Bahasa Inggris pasti akan bisa berbicara Bahasa Inggris meskipun
kata-kata yang digunakan masih asing jika didengarkan.
Dalam mempraktekkan Bahasa Inggris, siswa terkadang melakukan
kesalahan-kesalahan. Kesalahan tersebut datang dari berbagai alasan. David
Ridell (2003: 142) menyebutkan beberapa alasan siswa melakukan kesalahan
dalam berbicara Bahasa Inggris, diantaranya:
a) First language interference
b) Forgetfulness
c) Lack of understanding
d) Slip of tongue
e) Unclear teaching
f) Incorrect model
g) Incorrect application of rules
h) Habitual
18
i) Unawarnes, and
j) Lack of practice
Sering sekali guru meningkatkan keterampilan berbicara siswa hanya
menggunakan metode drilling pembelajaran Bahasa Inggris. Gerald Kelly (2004:
16) menyatakan bahwa drilling adalah kegiatan dalam pembelajaran Bahasa
Inggris dimana guru mengucapkan kata dalam Bahasa Inggris kemudian siswa
mengikutinya. Tetapi seiring dengan perkembangan zaman, banyak siswa yang
mulai bosan dan tidak tertarik dengan kegiatan tersebut.
Menurut Zang dalam (Eka Kurniasih, 2011: 77) mengungkapkan bahwa
speaking and reading skills depends on student’s understanding a text and most
importantly , lets them apply the information they have read into authentic
speaking practice that improves their fluency.
Berdasarkan pendapat Zang tersebut, keterampilan speaking siswa
berdasarkan apa yang telah siswa pahami dan praktek yang telah siswa lakukan
untuk meningkatkan kelancaran dalam berbahasa. Untuk meningkatkan minat
siswa dalam melakukan praktek speaking Bahasa Inggris, untuk itulah Role
Playing bisa menjadi salah satu alternatif agar siswa berminat untuk melakukan
praktek speaking.
Kegiatan yang menarik minat siswa sekaligus dapat meningkatkan
kemampuan berbicara atau speaking Bahasa Inggris siswa selain dengan
menggunakan metode drilling adalah dengan menggunakan metode Role Playing.
Dengan metode Role Playing,Siswa bisa belajar untuk berinteraksi dengan siswa
lain dengan berbicara Bahasa Inggris. Dengan metode Role Playing pula sumber
kegiatan belajar Bahasa Inggris tidak hanya terfokus pada soal-soal pada buku
pelajaran. Hymes (dalam Syukur Ghazali, 2000:119) menyatakan bahwa
kemampuan berbahasa tidak hanya melibatkan pengetahuan tata bahasa,
19
melainkan juga pengetahuan tentang siapa, kapan, dan bagaimana situasi
perbincangan pada saat seorang pembicara berbicara. Sesuai dengan pendapat
Hymes tersebut, Role Playing dapat belajar tentang menjadi siapa, kapan dan
bagaimana siswa berkomunikasi menggunakan Bahasa Inggris. Siswa bisa belajar
bagaimana berkomunikasi menggunakan Bahasa Inggris dengan orang lain dan
dapat pula menambah perbendaharaan kosa kata Bahasa Inggris yang dimiliki
siswa. Bertambahnya kosa kata yang berasal dari berbagai sumber menyebabkan
semakin banyak perbendaharaan kata yang dimiliki oleh siswa yang dapat
membantu siswa untuk meningkatkan pengertiannya.
Saat ini sudah Banyak Sekolah Dasar yang memasukkan Bahasa Inggris ke
dalam pelajaran muatan lokal mereka. Biasanya Bahasa Inggris diajarkan di
Sekolah Dasar kelas IV-VI. Hal ini dilakukan untuk memperkenalkan Bahasa
Inggris sejak dini.
Sesuai dengan BSNP, standar kompetensi dan kompetensi dasar keterampilan
berbicara Bahasa Inggris untuk SD/MI khususnya kelas V adalah sebagai berikut:
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
1. Mengungkapkan instruksi sangat
sederhana dengan
tindakan dalam
konteks sekolah
1.1.Bercakap-cakap untuk menyertai tindakan secara berterima yang melibatkan tindak
tutur: memberi contoh melakukan sesuatu,
memberi aba-aba, dan memberi petunjuk
1.2.Bercakap-cakap untuk meminta/memberi
jasa/barang secara berterima yang
melibatkan tindak tutur: meminta bantuan,
memberi bantuan, meminta barang, dan
memberi barang
20
5. Mengungkapkan
instruksi dan
informasi sangat
sederhana dalam
konteks sekolah
1.1.Bercakap-cakap untuk menyertai tindakan
secara berterima yang melibatkan tindak
tutur: memberi contoh melakukan sesuatu,
memberi aba-aba, dan memberi petunjuk
1.2.Bercakap-cakap untuk meminta/memberi
jasa/barang secara berterima yang
melibatkan tindak tutur: meminta bantuan,
memberi bantuan, meminta barang, dan
memberi barang
1.3.Bercakap-cakap untuk meminta/memberi
jasa/barang secara berterima yang
melibatkan tindak tutur: memberi
informasi, memberi pendapat, dan
meminta kejelasan
1.4.Mengungkapkan kesantunan secara
berterima yang melibatkan ungkapan: do
you mind.. dan Shall we…
Berdasarkarkan SK dan KD di atas, aktivitas yang bisa digunakan dalam
kegiatan speaking adalah kegiatan bermain peran. Tetapi tentu akan sulit jika
siswa langsung diminta untuk memerankan suatu peran tanpa latihan terlebih
dahulu dengan menggunakan Bahasa yang belum mereka kuasai. Guru perlu
memberi waktu kepada siswa untuk mempelajari dialog yang akan mereka
bawakan.
Terdapat beberapa aspek yang dapat dijadikan sebagai fokus penilaian.
Cameron (2001: 230) menyajikan beberapa aspek yang dapat dijadikan sebagai
fokus dalam kegiatan berbicara siswa sebagai berikut:
a. Kosakata (vocabulary)
1) Memahami makna kata atau frase.
2) Mengingat kata atau frase.
3) Pengetahuan mengenai serangkaian kata tematis.
4) Pemilhan kata atau frase yang tepat dalam wacana
5) Pelafalan kata atau frase
b. Wacana.
1) Ketepatan dalam berujar.
21
2) Kefasihan berbicara.
3) Merespon atau melakukan inisiatif dalam dialog.
4) Memahami wacana dalam tingkat kalimat.
5) Memahami teks lisan, cerita, lagu, dialog, rima, dll
6) Menghasilkan wacana yang diperluas, menceritakan kembali cerita
asli.
c. Tata bahasa
1) Kompleksitas klausa atau frasa yang dipahami dan dihasilkan
2) Keakuratan morfologi dan tata kalimat yang digunakan dalam
pemahaman dan produksi ujaran
3) Penggunaan secara kreatif keseluruhan unsur bahasa yang dipelajari
4) Metabahasa pemahaman dan penggunaan.
D. Metode Role Playing
Bahasa Inggris khususnya speaking banyak dianggap sebagai pelajaran
yang sulit karena Bahasa Inggris merupakan suatu bahasa yang masih asing
bagi siswa. Tetapi ada pula yang menganggap pelajaran tersebut merupakan
pelajaran favorit. Salah satu yang membuat Bahasa Inggris menjadi pelajaran
yang menarik adalah kegiatan pembelajarannya. Jeremy Harmer (2001:271)
menyebutkan bahwa salah satu kegiatan yang bisa diterapkan guru dalam
kegiatan berbicara yaitu simulation and Role Playing .
Dengan mendengarkan Bahasa Inggris, anak akan mampu menirukan
ucapan yang ia dengarkan. Karena dengan mendengarkan, siswa bisa belajar
berbicara Bahasa Inggris lebih banyak karena cenderung berbeda antara
penulisan dan pengucapan. Ada banyak cara yang bisa digunakan untuk
meningkatkan keterampilan berbicara Bahasa Inggris salah satunya dengan
berdialog. Berdialog juga bisa suatu latihan atau praktek penggunaan Bahasa
Inggris karena pembelajaran Bahasa Inggris tidak cukup hanya pada teori saja.
Salah satu latihan atau praktek yang bisa digunakan dalam kegiatan
22
pembelajaran Bahasa Inggris adalah Role Playing. Siswa bisa belajar sambil
bermain dengan metode Role Playing.
Martha Taylor Dever (2001: 3) mengungkapkan Adults play an
important role in children’s sociodramatic play. They assist children in
extending their play themes and interests, enrich their language and plot
development, and facilitate as children explore and practice literacy.
Berdasarkan pendapat Martha tersebut dalam kegiatan Role Playing ataupun
sociodrama guru mempunyai peran yang penting. Guru memilihkan tema yang
akan dimainkan oleh siswa, membuat skenario drama, dan menjelaskan situasi
yang akan dimainkan oleh siswa karena dalam pemainan Role Playing siswa
diminta untuk memamahmi peran dan dialog yang diberikan.
Pada intinya Role Playing merupakan sebuah contoh dari “learning by
doing”. Role atau peran adalah siswa yang harus aktif mengaplikasikan
pengetahuan, keterampilan, dan pemahaman untuk dapat berbicara dan
bertindak dengan baik. Dan play yang artinya bermain adalah siswa
menggunakan imajinasi mereka dan bersenang-senang dalam memperaagakan
bagian mereka pada sebuah lingkungan.
Helena Ceranic (2011: 71) mengatakan Memberikan peran karakter
tertenu kepada siswa dapat membantu mereka mengembangkan bahasa dan ide
yang tepat terhadap tugas – hal ini juga memastikan bahwa ada cukup
pandangan dan posisi kontradiktif untuk mengembangkan dan
mempertahankan debat dalam sebuah penampilan. Misalnya, untuk tugas
ulasan film, saya mengubahnya menjadi suatu format dimana satu siswa
23
menjadi presenter, mewawancarai para tamu, siswa lain menjadi sutradara film
dan kemudian dua siswanya berperan sebagai guru Bahasa Inggris dan siswa
GCSE. Cara ini memberikan konteks yang lebih besar kepada tugas untuk
dikerjakan, dan tidak membuat siswa merasa seolah-olah mereka hanya
melakukan percakapan tidak resmi tentang pandangan mereka sendiri.
Menurut pendapat Helena tersebut siswa bisa belajar untuk berperan sebagai
orang lain dan memahami pekerjaan orang tersebut.
Prasetyo (2001: 72) mengatakan pembelajaran dengan Role
Playing adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui
pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Pengembangan imajinasi
dan penghayatan itu dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh
hidup atau benda mati. Metode ini banyak melibatkan siswa dan membuat
siswa senang belajar serta metode ini mempunyai nilai tambah, yaitu: a) dapat
menjamin partisipasi seluruh siswa dan memberi kesempatan yang sama untuk
menunjukkan kemampuannya dalam bekerjasama hingga berhasil, dan b)
permainan merupakan pengalaman yang menyenangkan bagi siswa .
Satu kelas akan dibagi menjadi beberapa grup dan setiap grup akan
bergiliran untuk melakukan Role Playing di depan kelas. Siswa akan
melakukan kegiatan speaking melalui Role Playing di depan kelas dan siswa
lain menyimak Role Playing temanya. Dengan kegiatan Role Playing tersebut,
siswa akan semakin banyak melakukan praktek speaking Bahasa Inggris.
Dengan kegiatan Role Playing, siswa juga tidak hanya bisa belajar berbicara,
tetapi juga bisa belajar berinteraksi dengan berdialog menggunakan Bahasa
24
Inggris. Tukiran juga menyatakan bahwa Role Playing merupakan sosiodrama
yang berasal dari kata sosio dan drama, sosio berarti masyarakat menunjukkan
pada kegiatan-kegiatan sosial. Dan drama adalah mempertontonkan atau
memperlihatkan.
Hal tersebut jika Role Playing dilakukan oleh siswa dalam Bahasa
Inggris, diharapkan agar siswa bisa berlatih untuk bersosialisasi dengan
masyarakat tidak hanya menggunakan bahasa ibu saja melainkan juga dengan
menggunakan bahasa luar dengan baik.
Tujuan bermain peran menurut Hamalik (2008:199) dalam Tukiran
(2011: 40) adalah:
1. belajar dengan berbuat , para siswa melakukan peranan tertentu sesuai
dengan kenyataan yang sesungguhnya. Tujuannya untuk mengembangkan
keterampilan-keterampilan interaktif atau keterampilan-keterampilan
reaktif.
2. Belajar melalui peniruan (imitasi). Para siswa pengamat drama
menyamakan diri dengan pelaku (aktor) dan tingkah laku mereka.
3. Belajar melalui balika. Para pengamat mengomentari atau menanggapi
Meskipun Role Playing mempunyai banyak manfaat unuk kemajuan speaking
Bahasa Inggris siswa, tetapi juga tidak dapat dihindari bahwa Role Playing juga
mempunyai kelemahan-kelemahan dalam pelaksanaannya. Role Playing
membutuhkan waktu yang lebih banyak untuk mengatur skenario yang akan
dimainkan oleh siswa agar mereka mengerti.
25
E. Metode Role Playing dalam Pembelajaran Speaking Bahasa Inggris
Dalam kegiatan pembelajaran Bahasa Inggris, banyak guru yang masih
menguasai kelas sehingga siswa kurang mendapatkan kesempatan untuk
meningkatkan kemampuan berbicara Bahasa Inggris mereka. Kebanyakan
guru hanya mengutamakan nilai daripada keterampilan siswa. Padahal, dengan
meningkatnya keterampilan siswa akan meningkatkan nilai mereka. Semakin
banyak praktek yang dilakukan siswa akan semakin mudah siswa untuk
mendapatkan kelancaran Bahasa Inggris. Kelancaran (fluency) adalah suatu
yang didambakan oleh semua pelajar yang belajar Bahasa Inggris. Siswa ingin
berbicara Bahasa Inggris seperti orang Inggris atau Amerika. Metode adalah
salah satu faktor yang penting dalam peningkatan kemampuan berbicara
siswa. Dengan metode Role Playing siswa tidak bosan karena bisa belajar
sambil bermain. Lesley Hendy (2001: 2) mengatakan using drama activities
with young children puts them on the path of a creative journey and helps
them to develop their social, cognitive, and language skills. Berdasarkan
pendapat Lesley Hendy tersebut, siswa tidak hanya belajar berBahasa Inggris
dengan lancar tetapi juga belajar untuk bersosialisasi dengan yang lain.
Kelebihan menggunakan metode role play dalam belajar Bahasa Inggris
adalah:
1) Para siswa akan merasa lebih bebas dalam berbicara, relatif tidak
ada rasa takut salah, bahkan seringkali timbul canda tawa pada
saat mempraktekkan role play.
26
2) Siswa pendiam bisa mendapat kesempatan untuk mengekspresikan
diri dan berbicara dengan lebih terbuka.
3) Mengajak berpikir kreatif dengan berkreasi membuat dialog.
4) Memberi kebebasan bagi siswa untuk mempraktekkan kemampuan
berbicaranya dalam situasi yang menyenangkan.
5) Membangun motivasi dan partisipasi yang intens.
6) Ruangan kelas yang terbatas seolah-olah menjadi dunia
yang tak terbatas dengan kesempatan yang luas untuk
membangun percakapan.
7) Tetapi untuk siswa Sekolah Dasar tentu saja jangan dipaksakan
untuk mengajarkan mereka berbicara lancar seperti orang Inggris
karena yang penting bagi siswa seusia mereka menurut saya adalah
mereka mampu berkomunikasi yang didengarkan dan dimengrti
oleh siswa lain atau dengan kata lain prakomunikatif.
8) Prakomunikatif adalah aktifitas komunikasi yang belum dapat
disebut komunikatif benar-benar karena belum ada unsur yang
diperlukan agar komunikasi itu disebut wajar.
Menurut Ahmad Izzan (2010: 87), aktivitas prakomunikatif ini menyajikan
beberapa hal berikut:
a. “Teknik Dialog”, yakni menghafalkan kalimat-kalimat dalam
sebuah dialog dan mendramatisasikannya secara lancar sebelum
melatih dengan drill struktur dan kosakata. Hal ini mengingatkan
kita kepada audiolingual. Untuk latihan prakomunikatif, langkah
ini dapat digunakan. Penghafalan dialog ini berguna untuk
menambah kelancaran pengucapan kalimat-kalimat dan
mengurangi keraguan dalam lafal (mengeluarkan bunyi BT)
27
b. Dramatisasi atau tindakan, misalnya, berjalan (walking), berlari
(running), tersenyum (smilling), dan tertawa (laughing). Guru
dapat bertanya sambil melakukan tindakan itu, misalnya: “What i
am doing?” yang dijawab dengan “You’re walking, running,
smilling, laughing: dan sebagainya.
c. Teknik tanya jawab. Sebelumnya, menentukan materi dasar
pelajaran yang meliputi struktur dan kosakata. Misalnya, guru
sudah mengajar bentuk lampau kata kerja dalam Bahasa Inggris
serta kosa kata dalam ranah rumah tangga pelajar. Guru bertanya:
“What did do this morning at 07:00?” para pelajar menjawab: “I
went by bus to school”
Cepat atau lambatnya siswa berbicara Bahasa Inggris akan berbeda satu
sama lain. Dengan diberikan praktek bicara secara lisan, siswa akan cepat
untuk belajar Bahasa Inggris. Banyak metode yang bisa digunakan untuk
praktek bicara Bahasa Inggris siswa agar siswa tidak merasa bosan, salah
satunya adalah metode Role Playing. Dengan menggunakan metode Role
Playing, pelajaran tidak hanya akan terfokus pada buku dan papan tulis saja.
Dengan Role Playing, siswa bisa belajar Bahasa Inggris sedikit demi sedikit
dengan memerankan apa yang ada di kehidupan sehari-hari, pembelajaran
juga bisa disisipi dengan humor sehingga siswa tidak merasa bosan. Sesuai
dengan pendapat David Riddel (2003: 52)
“The dramadic methode valuable because actions can make the
meanings of words clearer and more certain then can explanations or
descriiptions; and so the mind remembers them better. Translations,
explanations, definition, are but pharaphrases, mere verbal
equivalents, of a word’s essence, in meaning. Whereas the action of
living person can precisely and vividly express the full meaning of the
word in the context which gives it its role and significance”
Menurut pendapat david Riddel tersebut, pembelajaran dengan
memerankan apa yang siswa kata-kata yang siswa katakan, kata-kata tersebut
akan lebih merekat erat di ingatan siswa daripada dengan metode yang lain.
28
Menurut Wicaksono (2016) langkah-langkah dalam menerapkan metode
Role Playing antara lain:
1) Guru atau pembimbing perlu menyusun atau menyiapkan tentang
skenario yang akan ditampilkan di kelas.
2) Guru membentuk siswa dalam kelompok.
3) Guru memberikan penjelasan pada siswa tentang kompetensi-
kompetensi yang ingin dicapai melalui kegiatan pembelajaran Role
Playing.
4) Kemudian, guru memanggil siswa yang telah ditunjuk untuk
memainkan peran sesuai dengan skenario yang telah disiapkan oleh
guru.
5) Masing-masing siswa berada dalam kelompoknya, kemudian siswa
tersebut melakukan pengamatan pada siswa yang sedang
memperagakan skenarionya.
6) Guru meminta masing-masing kelompok untuk menyusun dan
menyampaikan hasil kesimpulan berdasarkan skenario yang
dimainkan oleh kelompok lain.
7) Pada langkah akhir, guru memberikan kesimpulan dari kegiatan
Role Playing yang dilakukan bersama siswa. Kesimpulan dari
kegiatan Role Playing yang diberikan guru bersifat umum.
Penggunaan Role Playing dalam kegiatan pembelajaran bisa dimulai dari
kegiatan yang mudah menuju yang kompleks. Dengan penggunaan Role
playing dalam kegiatan pembelajaran dapat membuat siswa mengalami
29
pemahaman tertentu dan sekaligus keterampilan tertentu salah satunya
ketermpilan speaking.
Menurut mel silberman, Ph. D (2013:144), banyak pilihan yang berkenaan
dengan perkembangan peran dan situasi dimana drama berlangsung,
diantaranya:
1. Improvisasi, peserta dapat diberikan skenario umum dan diminta
untuk mengisi sendiri rinciannya.
2. Peran tertentukan, peserta diberikan serangkaian instruksi yang
telah disiapkan dengan baik dan menyebutkan fakta-fakta
mengenai peran yang mereka peragakan dan bagaimana mereka
harus bertindak.
3. Peran setengah tertentukan, peserta diberikan informasi tentang
situasi dan karakter yang akan diperagakan namun tidak diberitahu
tentang bagaimana cara menangani situaasi.
4. Putar kembali kehidupan, pserta bisa memperagakan diri mereka
dalam situasi yang benar-benar telah mereka hadapi.
5. Sandiwara yang siap diperankan, peserta bisa diminta untuk
mengembangkan sketsa permainan mereka sendiri.
6. Pembacaan drama, peserta bisa diberi naskah yang telah disiapkan
sebelumnya untuk diperagakan.
30
F. Kajian Penelitian yang Relevan
Penelitan yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang
dilakukan oleh Kustiyah (2013) dengan judul peningkatan speaking dengan
strategi pengamatan objek secara langsung siswa Kelas V SDN Nglewan.
Tujuan penelitian ini untuk meningkatkan speaking melalui pengamatan objek
secara langsung oleh siswa. Jenis penelitian yang digunakan adalah PTK. Di
SDN Nglewan tersebut juga memiliki kendala-kendala diantaranya siswa malu
berbicara di depan kelas, siswa masih sulit mengungkapkan kata-kata Bahasa
Inggris, dan siswa masih takut jika disuruh berbicara di depan kelas.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kustiyah menunjukkan penerapan
strategi pengamatan objek secara langsung dalam pembelajaran speaking
dapat meningkatkan proses pembelajaran siswa kelas V SD Nglewan,
Kecamatan Sambit, Kabupaten Ponorogo dengan nilai rata-rata pada siklus
pertama 63,35 dan siklus kedua 80,11.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kustiyah, diharapkan dengan
metode Role Playing dimana siswa juga memperhatikan objek secara
langsung juga dapat meningkatkan keterampilan speaking Bahasa Inggris
siswa.
G. Kerangka Berpikir
Banyak siswa di Sekolah Dasar yang msih merasa takut uuntuk belajar
Bahasa Inggris karena kurangnya latihan yang mereka lakukan, mereka
menganggap Bahasa Inggris merupakan pelajaran yang membosankan karena
31
banyak hal yang tidak mereka pahami saat pembelajaran sehingga
menyebabkan prestasi siswa rendah. Metode Role Playing merupakan salah
satu metode yang tepat untuk meningkatkan prestasi siswa tersebut.
Role Playing merupakan metode yang aru bagi siswa untuk belajar Bahasa
Inggris. Dengan metode baru tersebut akan berkurang rasa jenuh siswa untuk
belajar.metode Role Playing yang penulis pilih pada penelitian ini adalah
siswa memerankan kegiatan yang kira-kira pernah siswa alami di kehidupan
sehari-hari merekan dengan menggunakan kosa kata Bahasa Inggris dan
kalimat yang mudah bagi siswa. Berikut data- data yang diukur melalui
metode role playing
Tabel 1. Bagan kerangka berpikir peningkatan kemampuan speaking Bahasa
Inggris siswa melalui metode Role Playing
Speaking Rendah
Metode Role Playing
1) Dapat memberikan kesempatan
untuk bekomunikasi secara aktif.
2) Siswa dapat praktek berbicara
menggunakan Bahasa Inggris
Data-data yang diukur:
1) Pronunciation
a) Kejelasan, kejelasan dalam mengucapkan kata Bahasa
Inggris.
b) Ketepatan, mengucapkan kata dalam Bahasa Inggris
dengan benar.
2) Fluency
a) Pelafalan, pengucapan lafal vokal dan konsonan
Bahasa Inggris dengan benar.
3) Intonation
a) Nada suara, pengucapan dengan nada dan intonasi yang
sesuai.
4) Expression
a) Ekspresi peran, berbicara disertai dengan ekspresi yang
sesuai
32
H. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian teori, kerangka berpikir, maka dapat diajukan
hipotesis yaitu “Metode Role Playing dapat meningkatkan Keterampilan
Speaking Siswa Kelas V SDN Rojoniten”
33
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
secara kolaboratif. Suharsimi Arikunto (2002:82) menyatakan bahwa
penelitian tindakan adalah penelitian tentang hal-hal yang terjadi di
masyarakat atau sekelompok sasaran dan hasilnya langsung dapat
dikenakan pada masyarakat yang bersangkutan. Pada umumnya, penelitian
tindakan dilakukan untuk memperbaiki atau meningkatkan kondisi
sebelum dilakukan penelitian tindakan. Penelitian ini dilakukan untuk
meningkatkan keterampilan speaking Bahasa Inggris siswa kelas V SD
Rojoniten.
B. Setting Penelitian
Penelitian ini dilakukan di kelas V SD Rojoniten, Gadingsari,
Sanden, Bantul dengan jumlah siswa 21 siswa dengan jumlah siswa
putra 11 dan siswa putri 10 dimana Bahasa Inggris sudah diajarkan di
kelas tersebut.
34
C. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas V SD Rojoniten,
Gadingsari, Sanden, Bantul yang berjumlah 21 siswa, 11 siswa putra dan
10 siswa putri.
D. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
model PTK Kemmis dan Taggart yang merupakan pengembangan dari
konsep dasar yang diperkenalkan oleh Kurt Lewin. Model yang
dikemukakan oleh Kemmis dan Taggart ada 3 tahap yaitu: perencanaan,
tindakan & pengamatan, dan refleksi. Adapun gambaran pelaksanaan
model yang disampaikan oleh Kemmis dan Taggart tersebut dapat dilihat
dari gambar sebagai berikut:
Keterangan :
1. Plan (perencanaan)
2. Act & observe (pelaksanaan & observasi)
3. Reflect (refleksi)
Gambar 1. Desain PTK model Kemmis dan Taggart (Suharsimi Arikunto,
2006:93)
35
Tahapan-tahapan di atas berbentuk siklus yang dapat berlangsung secara
berulang-ulang sampai tujuan penelitian tercapai yaitu sebagai berikut:
Pada tahap perencanaan, menjelaskan apa, mengapa, kapan, di mana, oleh
siapa, dan dan bagaimana tindakan tersebut dilakukan. Dalam pelaksanaan
rencana tindakan ini dituangkan dalam bentuk Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran. Pada tahap Pelaksanaan berisi tentang implementasi atau
penerapan tindakan di kelas yang diteliti. Pada tahap ini guru harus selalu ingat
dan berusaha mentaati apa yang sudah dirumuskan dalam rencana tindakan.
Kegiatan pengamatan yang dilakukan oleh pengamat pada saat berlangsungnya
tindakan. Tindakan diberikan oleh guru sedangkan peneliti menjadi observer.
Refleksi tindakan merupakan kegiatan untuk mengemukakan kembali apa yang
sudah dilakukan. Kegiatan ini lebih tepat dilaksanakan ketika guru pelaksana
sudah selesai melakukan tindakan , kemudian mengimplementasikan rancangan
tindakan.
E. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, digunakan bebarapa teknik pengumpulan data. Teknik
tersebut adalah observasi, tes, dan catatan lapangan.
a. Observasi
Observasi adalah cara untuk menjelaskan kegiatan-kegiatan yang dipelajari
selama penelitian berlangsung. Dengan observasi, peneliti dapat mengumpulkan
data yang menghasilkan informasi tentang kegiatan pembelajaran yang
36
berlangsung. Metode observasi dilakukan dengan cara mengamati kegiatan
selama proses kegiatan pembelajaran dengan media lagu yang dilakukan oleh
observer di depan kelas. Di samping itu juga dilakukan pengamatan terhadap
aktivitas siswa dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar. Dari segi proses
pelaksanaan pengumpulan data, observasi dibagi menjadi dua, yaitu observasi
berperan serta dan observasi tanpa berperan serta dalam penelitian. Observasi
berperan serta adalah observasi di mana peneliti akan ikut serta dalam tindakan
yang dilakukannya. Sementara observasi tanpa berperan serta adalah observasi
dimana peneliti tidak ikut berperan serta dalam tindakan yang dilakukannya.
Observasi tidak terstuktur adalah observasi yang tidak dipersiapkan secara
sistematis tentang apa yang diobservasikannya. Pemilihan observasi sebagai alat
pengumpul data penelitian akan mampu mengumpulkan data secara efektif dan
objektif jika dilaksanakan dengan cermat. Agar observasi berjalan dengan baik,
maka diperlukan alat atau instrumen observasi. Instrumen observasi pada PTK
merupakan pedoman bagi observer untuk mengamati hal-hal yang diamati.
b. Tes
Tes mempunyai berbagai jenis salah satunya adalah tes berdasarkan cara
pengerjaannya. Endang Poerwanti dan Masduki (2008:9) menyatakan salah satu
tes tersebut adalah tes unjuk kerja, pada tes ini peserta didik diminta melakukan
sesuatu sebagai indikator pencapaian kompetensi yang berupa psikomotor. Tes
digunakan untuk mengukur keterampilan speaking Bahasa Inggris subjek.
c. Catatan Lapangan
Catatan lapangan adalah catatan yang berisi segala jenis kegiatan yang
37
dilakukan selama penelitian berlangsung. Dalam hal ini catatan lapangan
mencakup berbagai aspek pembelajaran di kelas, suasana kelas, pengelolaan
kelas, hubungan interaksi siswa dengan guru maupun sebaliknya dll. Catatan
lapangan dibuat peneliti dengan tulisan tangan dan menggunakan kata-kata
singkatan agar memudahkan dalam menuliskan berbagai hal yang terjadi selama
proses tindakan berlangsung.
F. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan peneliti untuk
mengumpulkan data secara akurat. Beberapa instrumen penelitian yang peneli
gunakan untuk mengumpulkan data adalah sebagai berkut:
1. Lembar observasi rating scale
Lembar observasi digunakan sebagai lembar pengamatan yang digunakan
untuk mengukur kemampuan speaking Bahasa Inggris siswa selama pembelajaran
berlangsung. Lembar observasi rating scale ini menggunakan skala skor 1,2,3,4.
Lembar observasi ini juga digunakan sebagai bahan refleksi siklus berikutnya.
Lembar observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar untuk
menilai aktivitas siswa. Lembar observasi siswa digunakan untuk mendapatkan
data hasil unjuk kerja siswa secara individu.
2. Soal tes unjuk kerja speaking
Tes unjuk kerja ini digunakan untuk mengumpulkan data tentang
keterampilan speaking Bahasa Inggris siswa. Tes unkuk kerja yang
38
dilakukan siswa adalah dengan ucapan yang benar, dapat dimengerti, dan
dapat diterima.
G. Teknik Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini dilakukan secara deskriptif kuantitatif. Data
kuantitatif didapat dari hasil kegiatan belajar siswa, dibandingkan dari sebelum
dan sesudah tindakan.
1. Analisis data observasi
Data yang diperoleh selama melakukan observasi terhadap kegiatan
pembelajaran siswa dihitung dengan presentase dan dianalisis secara
deskriptif.
2. Analisis data nilai tes analisis data nilai tes diperoleh melalui:
Nilai akhir siklus = x 100
Hasil analisis data nilai tes tersebut kemudian akan didasarkan pada
kategori rentang nilai menurut pendapat Suharsimi Arikunto (2012:281)
Tabel 2. Rentang nilai menurut Suharsimi Arikunto (2012:281)
Rentang Nilai Kategoi
80-100 Baik Sekali
66-79 Baik
56-65 Cukup
40-55 Kurang
30-39 Gagal
39
H. Kriteria Keberhasilan
Kriteria keberhasilan dalam penelitian ini adalah jika 75% siswa kelas V
tuntas KKM 70.
40
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. HASIL PENELITIAN
1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di SD Rojoniten yang
beralamat di Patihan, Gadingsari, Sanden, Bantul. SD Rojoniten ini terletak di
dekat pantai Goa Cemara yang suasana di sekitar SD masih asri. Meskipun
jauh dari perkotaan, kondisi gedung dan fasilitas SD Rojoniten masih
dibilang bagus. Tepat di depan SD terdapat lapangan yang biasa digunakan
untuk berolah raga siswa dan terkadang digunakan oleh penduduk sekitar
untuk menjemur hasil panen. Sedangkan disamping SD terdapat bangunan
pasar kecil yang sudah lama tidak digunakan oleh penduduk. Kegiatan
belajar mengajar di SD Rojoniten dimulai pada pukul 07.00-12.45.
Sarana dan prasarana yang ada di SD Rojoniten sudah cukup
memadai untuk kegiatan belajar mengajar. SD Rojoniten memiliki 6 ruang
kelas, selain ruan tersebut terdapat lab. Komputer, ruang kepala sekolah,
perpustakaan, ruang guru, mushola, dan juga terdapat dapur kecil di
belakang ruang guru.
SD Rojoniten mempunyai tenaga pengajar berjumlah 13 guru, 1
petugas TU, dan 1 penjaga sekolah. Di SD Rojoniten mempunyai cukup
banyak ekstrakurikuler diantaranya pramuka, tari, karawitan, drumband,
TPA, dan Bahasa Inggris untuk siswa yang masih duduk dibangku kelas 1-3
41
SD.
2. Deskripsi Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas V SD Negeri Rojoniten
tahun ajaran 2016/2017. Jumlah siswa adalah 21 siswa yang terdiri dari 10
siswa laki-laki dan 11 siswa perempuan. Keterampilan speaking Bahasa
Inggris siswa kurang jika dibandingkan dengan keterampilan writting dan
reading. Hal tersebut karena kegiatan pembelajaran banyak fokus pada
kegiatan writting dan reading. Keterampilan listening siswa juga dinilai
kurang karena siswa sangat sulit fokus pada pembelajaran. banyak siswa
yang gaduh saat kegiatan pembelajaran dimulai, sehingga siswa lain juga
terganggu untuk fokus pada pembelajaran.
3. Deskripsi Data Sebelum Penelitian
Sebelum melakukan tindakan penelitian, peneliti melakukan tahap
pra tindakan terlebih dahulu yang berupa observasi terhadap aktivitas
belajar siswa dalam proses pembelajaran Bahasa Inggris yang dilakukan
oleh kelas V SDN Rojoniten. Tahap observasi ini dilakukan untuk
mengetahui aktivitas belajar siswa sebelum dilakukan penelitian.
Sebelum penerapan metode Role Playing, kegiatan pembelajaran
masih berpusat pada guru. Beberapa siswa sangat gaduh dan tidak
memperhatikan guru saat memberikan penjelasan. Guru sangat sulit untuk
mengkondisikan beberapa siswa laki-laki yang gaduh di kelas. Ada pula
42
siswa yang tidak fokus pada pembelajaran saat dilakukan observasi
dikarenakan ada peneliti yang ikut masuk ke dalam kelas. Ada juga siswa
yang melakukan kegiatan lain seperti menggambar saat pelajaran
berlangsung.
Kemampuan siswa dalam mengucapkan kosa kata Bahasa Inggris
terbilang masih kurang. Banyak kesalahan-kesalahan antara bunyi vokal
Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia. Perbendaharaan kosa kata Bahasa
Inggris siswa juga masih kurang mencukupi. Banyak siswa yang belum
mengetahui arti dari kata Bahasa Inggris yang didengarkan atau diucapkan.
Kegiatan pembelajaran Bahasa Inggris siswa lebih terfokus pada soal-soal
dalam buku latihan daripada praktek.
Dari hasil pengamatan yang dilakukan sebelum penelitian, dapat
dilihat bahwa motivasi siswa untuk belajar Bahasa Inggris masih kurang.
Banyak siswa yang tidak mengerjakan tugas Bahasa Inggris dengan
sungguh-sungguh dan mengganggu teman lain. Kegiatan pembelajaran
Bahasa Inggris juga lebih difokuskan pada kegiatan mendengarkan,
mengerjakan soal dan mengesampingkan kegiatan berbicara, sehingga
banyak siswa yang mempunyai nilai yang kurang.
Banyak siswa yang sudah tuntas dalam kegiatan reading dan writing
tetapi mempunyai nilai kurang dalam hal speaking. Banyak siswa yang
masih dibawah KKM, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran
halaman 71. Saat siswa diminta untuk maju ke depan membaca dengan
Bahasa Inggris, siswa malu dan membacanya secara perlahan dan tidak
43
terdengar oleh siswa lain.
Dari data tersebut, dapat dilihat bahwa keterampilan speaking siswa
lebih rendah dibandingkan dengan keterampilan reading. Rata-rata
keterampilan reading adalah 70,33 sedangkan rata-rata keterampilan
speaking hanya 53,23. Jika dikategorikan, keterampilan reading siswa
adalah dalam kategori cukup dan keterampilan speaking siswa masih dalam
kategori kurang karena Nilai KKM yang diharapkan adalah 70. Sebanyak
61,90% siswa sudah memenuhi nilai KKM reading dan hanya 19,04%
siswa yang memenuhi nilai KKM speaking. Data tersebut dapat dilihat
dalam diagram sebagai berikut:
Tabel peningkatan yang terjadi selama proses tindakan adalah sebagai
berikut:
100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
Siklus 1 (1) Siklus 1 (2) Siklus 2 (1) Siklus 2 (2)
Pronunciation
Fluency
Intonation
Expression
Gambar 2. Peningkatan aspek-aspek selama proses tindakan
44
Menurut tabel diatas, menunjukkan peningkatan-peningkatan yang
terjadi dari keempat aspek karena siswa berlatih dan mencoba praktek
speaking secara berulang-ulang. Dari sebelum tindakan siswa masih
dibawah KKM sampai dengan siklus II yang memenuhi KKM.
4. Pelaksanaan Penelitian Tindakan Siklus I
a. Perencanaan
Pelaksanaan penelitian diawali dengan tahap perencanaan. Pada
tahap ini peneliti menemui guru dan menyiapkan seluruh rencana tindakan
yang akan dilakukan pada siklus I yaitu dengan membuat naskah drama
yang akan dipakai untuk menerapkan metode Role Playing. Peneliti telah
menyiapkan naskah drama yang sesuai dengan SK dan KD Bahasa Inggris
dan meminta pendapat guru. Setelah itu peneliti dan guru merancang
tindakan yang akan dilakukan selanjutnya antara lain:
b. Menetapkan waktu yang akan digunakan untuk pelaksanaan
penelitian tindakan kelas setiap Rabu dan Jumat pada jam
07.00-08.10
c. Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
tentang Kompetensi Dasar yang harus dicapai oleh siswa
dengan menggunakan metode Role Playing. Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran tersebut disusun oleh peneliti dan
diajukan kepada guru yang bersangkutan.
45
d. Mempersiapkan sumber dan alat pembelajaran yang akan
digunakan dalam setiap kali pelaksanaan tindakan yaitu
naskah Role Playing, dan lembar observasi siswa .
e. Melaksanakan simulasi kegiatan Role Playing agar siswa
mengerti bagaimana pelaksanaan kegiatan belajar dengan
metode Role Playing.
Siklus 1 dilakukan dengan Kompetensi Dasar “Bercakap-cakap untuk
menyertai tindakan secara berterima yang melibatkan tindak tutur; memberi
contoh melakukan sesuatu, memberi aba-aba,, dan memberi petunjuk”. Pertemuan
ini dilakukan dengan dua kali pertemuan yang dilaksanakan pada hari Rabu dan
Jumat 15 dan 17 februari 2017.
1) Pelaksanaan tindakan siklus I pertemuan I
Pelaksanaan tindakan siklus I pertemuan pertama ini dilakukan pada hari
jumat pada tanggal 15 februari 2017 pada pukul 07:00-08:10. Kegiatan
pembelajaran dimulai dengan berdoa bersama dan menyanyikan salah satu lagu
nasional. Sebelum kegiatan dimulai, guru mengucapkan salam dan
mengumumkan pada siswa bahwa akan dimulai kegiatan Role Playing yang akan
dilakukan oleh semua siswa kelas V.
Materi yang digunakan untuk penerapan metode Role Playing adalah
tentang bertanya dan memberi informasi yang sederhana. Banyak siswa yang
masih takut dan belum siap untuk melakukan kegiatan pembelajaran dengan
menggunakan metode Role Playing karena siswa belum pernah menggunakan
46
metode tersebut selama pembelajaran berlangsung.
Guru membagikan setiap siswa selembar kertas berupa naskah dialog yang
akan dilakukan siswa. Naskah dialog tersebut berisi tentang cara memberi salam,
meminta informasi, memberi informasi seperti “Hello, how do you do?” “I’m
fine” “I have to do my homework” Sebelum siswa melakukan Role Playing
tersebut, siswa diminta oleh guru untuk membaca bersama-sama membacakan
naskah drama yang diberikan. Siswa diminta untuk mengikuti guru berbicara
sesuai dengan peran yang ada dalam naskah drama. Saat berlatih dengan guru
membaca bersama-sama, Suara yang dikeluarkan siswa terdengar keras. Setelah
berlatih membaca naskah drama bersama-sama, guru bertanya kepada siswa
tentang isi dari cerita yang ada dalam dialog yang baru saja diberikan. Banyak
siswa yang menjawab pertanyaan guru dengan tepat.
Setelah selesai berlatih dengan guru, dan mendengarkan tujuan yang
disampaikan oleh guru, peneliti memperkenalkan diri kepada siswa. Siswa telah
dibagi menjadi 10 kelompok secara heterogen oleh guru yang akan diminta untuk
mempraktekkan Role Playing di depan kelas. Sebelum melakukan praktek di
depan kelas, setiap siswa pindah tempat duduk sesuai dengan kelompok masing-
masing. Siswa berlatih secara individu dengan kelompok mereka masing-masing.
Setelah itu dilanjutkan dengan praktek setiap kelompok bergantian di
depan kelas. Banyak kelompok yang mempunyai nilai kurang dalam kegiatan
pertama Role Playing, misalnya:eye contact pada lawan bicara, kurang percaya
diri, siswa masih lambat dalam mengucapkan kalimat berBahasa Inggris, banyak
jeda saat melakukan dialog, ekspresi yang tidak sesuai dengan isi cerita, gerakan
47
yang masih kaku, tidak menggunakan gesture saat berbicara, kepala menunduk
dan sebagainya.
Peneliti mengamati kegiatan Role Playing siswa dari belakang. Tetapi
saat peneliti mengamati dari bangku belakang, suara siswa tidak dapat terdengar
sampai belakang. Peneliti tidak dapat mendengarkan pengucapan Bahasa Inggris
siswa secara jelas maupun tepat karena banyak suara siswa yang sangat kecil,
sehingga peneliti harus mengamati siswa dari kursi depan.
Pembagian kelompok diatur oleh guru sesuai dengan kemampuan-
kemampuan siswa. Guru membagi secara acak, siswa yang mempunyai
kemampuan lebih dalam Bahasa Inggris dengan siswa yang mempunyai
kemampuan kurang dalam pembelajaran Bahasa Inggis. Banyak siswa yang
menolak dengan pilihan kelompok guru, ada pula siswa-siswa yang mematuhi
perintah guru. Setiap kelompok berjumlah 2 siswa untuk melakukan dialog
dengan menggunakan Bahasa Inggis. Pada saat pertama melakukan dialog dalam
Role Playing, siswa belum bisa berdialog tanpa menggunakan naskah. Siswa
masih membaca dan masih takut melakukan kesalahan-kesalahan sehingga suara
siswa masih terdengar kecil.
Meskipun masih membaca naskah, siswa masih banyak membuat
kesalahan dalam melakukan Role Playing. Banyak siswa yang masih sulit untuk
mengucapkan kata dalam Bahasa Inggris dengan lafal yang tepat. Selain itu,
intonasi dan interaksi dengan teman dialog juga kurang. Hal tersebut dapat dilihat
di tabel pada lampiran halaman 73.
48
Berdasarkan tabel tersebut, terlihat banyak siswa masih kurang
mempelajari materi yang dipraktekkan. hal tersebut menyebakan banyak siswa
yang belum mencapai nilai nilai cukup. Rata-rata siswa dalam aspek lafal 52,57,
rata-rata aspek kelancaran 49,04, rata-rata aspek intonasi 61,42, dan rata-rata
aspek 54,52. Hasil tersebut mengalami peningkatan hanya sebesar 2% dari
sebelumnya 53,23. Banyak siswa juga masih sulit untuk tidak memegang naskah
saat melakukan praktek.
70
60
50
40 Lafal
Kelancaran
30 Intonasi
Ekspresi 20
10
0
Nilai
Gambar 3. Diagram nilai speaking siswa siklus I pertemuan 1
a) Aspek lafal (pronunciation)
Dalam aspek lafal, sejumlah 13 siswa masih kurang dalam melafalkan kata
dalam Bahasa Inggris, 3 siswa dengan cukup baik, dan hanya 3 siswa bisa
mengucapkan kosa kata dalam Bahasa Inggris dengan lafal yang baik. Sejumlah
49
16 siswa masih kesulitan dalam mengucapkan kata “I’m also fine”“good idea”
“I must start doing homework”. “I have some apples, mereka masih
mengucapkan kosa kata tersebut sama seperti tulisan dengan menggunakan ejaan
Bahasa Indonesia.
b) Aspek kelancaran (Fluency)
Dalam aspek kelancaran, 5 siswa tergolong baik, 2 siswa tergolong cukup
dan 14 siswa siswa masih kurang. Kurangnya aspek kelancaran siswa ini terjadi
karena kurangnya latihan dan praktek speaking yang dilakukan siswa. 15 siswa
masih terpengaruh dengan komunikasi dengan bahasa ibu.
c) Aspek Intonasi (Intonation)
Dalam aspek intonasi, 10 siswa tergolong baik, 10 siswa tergolong cukup,
dan hanya 1 siswa yang masih tergolong kurang. Kurangnya aspek intonasi
tersebut karena siswa tidak menggunakan tinggi rendah nada dalam kalimat tanya
atau kalimat perintah. Misalnya dalam kalimat “how do you do?” seharusnya
dengan menggunakan nada yang lebih tinggi, tetapi siswa menggunakan nada
datar. Hal tersebut akan mengurangi emosi dalam komunikasi yang dilakukan.
d) Aspek Ekspresi (Expression)
dalam aspek ekspresi, 4 siswa tergolong cukup dan 17 siswa masih
tergolong kurang. Siswa mengalami banyak kesalahan pada ekspresi muka dan
gestur pada saat melakukan Role Playing. Banyak siswa hanya menunduk dan
malu untuk saling bertatap muka dengan lawan bicara.
Pada kegiatan akhir siklus pertama, guru menutup kegiatan pembelajaran
50
Bahasa Inggris dengan memberikan arahan kepada siswa tentang bagaimana cara
melakukan dialog menggunakan Bahasa Inggris dengan lebih baik. Guru
memberikan motivasi kepada siswa untuk terus tetap belajar berbicara Bahasa
Inggris agar semakin lancar berbicara Bahasa Inggris. setelah itu guru dan peneliti
menutup kegiatan pembelajaran.
2) Pelaksanaan tindakan siklus I pertemuan 2
Pelaksanaan tindakan siklus I pertemuan 2 dilaksanakan pada hari Jumat
tanggal 17 februari 2017 pada pukul 07.00-08.10. Sebelum memulai kegiatan
pembelajaran, siswa berdoa secara bersama sama dan setelah itu menyanyikan
salah satu lagu nasional. guru mengucapkan salam serta dilanjutkan
mengkondisikan siswa agar siap mengikuti pelajaran dengan tertib. Setelah siswa
dipersiapkan untuk menerima pelajaran, seperti menyuruh siswa untuk
mengeluarkan naskah yang telah dibagikan pada hari rabu.
Guru meminta siswa untuk duduk sebangku dengan kelompok masing-
masing agar bisa dengan mudah untuk berlatih dengan teman sekelompoknya.
Naskah yang akan digunakan oleh siswa masih sama seperti sebelumnya.
Sebelum itu guru meminta siswa untuk mempelajari dan menghafal di rumah
sebelum mempraktekkannya lagi di depan kelas. Setelah itu, satu per satu
kelompok dipanggil oleh guru untuk maju ke depan mempraktekkan apa yang
telah di pelajari di rumah.
Berdasarkan pengamatan peneliti, kegiatan Role Playing yang dilakukan
51
siswa pada tanggal 17 mengalami peningkatan jika dibandingkan pada saat
sebelumnya siswa belum memahami naskah drama yang akan dibawakan. Hal ini
dapat dilihat dalam tabel di lampiran halaman 74.
80
70
60
50 Lafal
40 Kelancaran
Intonasi 30
Ekspresi
20
10
0
Nilai
Gambar 4. Diagram nilai speaking siswa siklus I pertemuan 2
Menurut diagram diatas, telah terjadi peningkatan dalam setiap aspek
dibandingkan dengan siklus sebelumnya aspek lafal 64,28, aspek kelancaran
64,52, aspek intonasi 66,90, dan aspek ekspresi 63,09. Hal ini telah mengalami
peningkatan 15% dari siklus sebelumnya.
a) Aspek lafal (pronunciation)
Dalam aspek lafal, sejumlah 9 siswa dalam kategori baik dalam
melafalkan kata dalam Bahasa Inggris, 7 siswa dengan cukup baik, dan hanya 5
siswa yang mengucapkan kosa kata dalam Bahasa Inggris dengan lafal yang
kurang. Data tersebut menunjukkan terjadinya peningkatan daripada pertemuan
52
sebelumnya. Sejumlah 16 siswa yang masih kesulitan dalam mengucapkan kata
“I’m also fine”“good idea” “I must start doing homework”. “I have some
apples, pada pertemuan kedua siswa sudah bisa mengucapkan kata“I’m also
fine” dan “good idea” dengan lafal yang tepat.
b) Aspek kelancaran (Fluency)
Dalam aspek kelancaran, 6 siswa tergolong baik, 13 siswa tergolong cukup
dan 2 siswa siswa masih kurang. Aspek kelancaran ini juga mengalami
peningkatan dibandingkan dengan pertemuan sebelumnya. Peningkatan aspek
kelancaran ini dikarenakan siswa diberikan waktu selama seminggu untuk berlatih
sebelum melakukan praktek speaking kembali. Pengaruh Bahasa ibu saat
berkomunikasi menggunakan Bahasa Inggris menjadi berkurang.
c) Aspek Intonasi (Intonation)
Dalam aspek intonasi, 14 siswa tergolong baik, 7 siswa tergolong cukup.
Dalam aspek intonasi pertemuan ke 2 siklus I ini, tidak mengalami peningkatan
yang berarti dibandingkan dengan pada pertemuan pertama. Banyak siswa masih
melupakan penggunaan tinggi rendah nada dalam komunikasi.
d) Aspek Ekspresi (Expression)
dalam aspek ekspresi, 8 siswa dalam kategori baik, 7 siswa tergolong
cukup dan 6 siswa masih tergolong kurang. Siswa mengalami peningkatan dalam
penggunaan ekspresi saat melakukan dialog. Siswa mulai percaya diri untuk
melakukan tatap muka, menggunakan gestur, dan meggunakan ekspresi muka.
53
3) Refleksi Tindakan Siklus I
Setelah pelaksanaan tindakan siklus I selesai, peneliti menganalisis hasil
belajar yang diperoleh siswa selama pembelajaran pada siklus I. Menurut peneliti,
ada beberapa masalah yang perlu dicarikan jalan keluarnya. Berikut adalah
beberapa masalah yang menghambat jalannya kegiatan Role Playing siswa:
a) Siswa masih menggunakan kertas saat maju ke depan melakukan
Role Playing, hal ini dikarenakan siswa masih belum hafal dan
belum paham isi cerita yang akan ia bawakan.
b) Banyak siswa yang kurang percaya diri saat di depan kelas
melakukan Role Playing sehingga ada siswa yang membelakangi
penonton, menutup muka mereka dengan kertas, suara yang di
keluarkan sangat kecil dan sebagainya.
c) Keadaan kelas yang sangat gaduh saat teman mereka maju ke
depan kelas. Banyak siswa yang menertawakan, mengolok-olok,
dan asyik bermain sendiri.
d) Siswa masih banyak yang kurang tertarik dengan pelajaran Bahasa
Inggris, karena merasa pelajaran Bahasa Inggris sulit untuk
dipelajari.
e) Jam pelajaran Bahasa Inggris yang kurang, padahal kegiatan Role
Playing membutuhkan waktu yang cukup banyak untuk berlatih
agar siswa bisa memahami isi cerita.
Setelah ditemukan beberapa masalah seperti diatas, peneliti dan guru
54
berdiskusi untuk mencari jalan keluar agar pertemuan berikutnya kendala-kendala
yang ada dalam siklus I menjadi berkurang. Solusi pertama adalah guru
mewajibkan siswa untuk melakukan praktek Role Playing di depan kelas tanpa
menggunakan teks. Guru membebaskan untuk berlatih dengan teman sesuai
pilihannya agar timbul rasa percaya diri untuk lebih giat berlatih.
Banyak siswa yang mempunyai minat kurang dan rasa percaya diri yang
kurang terhadap Bahasa Inggris. Siswa masih takut atau malu saat melakukan
kesalahan pengucapan Bahasa Inggris. Oleh karena itu solusi yang kedua adalah
guru memberikan motivasi dan meningkatkan rasa percaya diri siswa agar siswa
tidak takut dan malu untuk melakukan kesalahan saat belajar Bahasa Inggris
dengan metode Role Playing. Selain itu, pada pertemuan sebelumnya guru
menjelaskan tentang isi cerita dan memberikan contoh cara menggunakan ekspresi
yang benar saat berkomunikasi. Solusi ketiga adalah guru meminta siswa untuk
berlatih di rumah sebelum praktek di sekolah sehingga, jam pelajaran Bahasa
Inggris tidak banyak berkurang untuk berlatih sebelum melakukan praktek.
5. Pelaksanaan Tindakan Siklus II
Pelaksanaan Tindakan siklus II secara garis besar masih sama dengan
pelaksanaan tindakan siklus I. Peneliti berkolaborasi dengan guru dalam kegiatan
pembelajaran Bahasa Inggris menggunakan metode Role Playing. Guru bertugas
melaksanakan kegiatan belajar mengajar sesuai dengan RPP yang telah disusun
dan peneliti bertugas untuk mengamati dan mengobservasi kegiatan pembelajaran
yang berlangsung.
55
a) Pelaksanaan Tindakan Siklus II Pertemuan 1
Dalam pelaksanaan Tindakan Siklus II umumnya masih sama dengan
pelaksanaan tindakan siklus I. Peneliti dan guru merancang pelaksanaan
pembelajaran dengan menggunakan metode Role Playing dengan mengacu hasil
belajar siswa pada pelaksanaan tindakan siklus I. Hal tersebut untuk mengurangi
berbagai kendala yang ada pada siklus I. Berdasarkan hasil refleksi siklus I,
peneliti dan guru merancang kegiatan pembelajaran. Peneliti dan guru menyusun
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) tentang Kompetensi Dasar yang harus
dicapai siswa dengan menggunakan metode Role Playing.
Pelaksanaan tindakan siklus II dilaksanakan pada tanggal 22 Februari
2017 pada pukul 07:00-08:10. Pelaksanaan siklus II ini tidak jauh berbeda dengan
pertemuan pada siklus I. Sebelum memulai pembelajaran, siswa berdoa dan
dilanjutkan dengan menyanyikan salah satu lagu wajib nasional. Setelah itu guru
mengucapkan salam dan mengkondisikan siswa untuk memulai pembelajaran.
Guru mulai membagikan selembar kertas yang berisi naskah Role Playing
yang baru yang akan dipraktekkan siswa pada siklus ke II. Setelah kertas
dibagikan, guru meminta siswa untuk membaca cerita tersebut bersama-sama.
Setelah siswa selesai membaca bersama-sama, guru bertanya kepada murid apa isi
dari cerita yang ada dalam naskah drama tersebut. Siswa saling menjawab
pertanyaan dari guru.
Kemudian guru meminta siswa untuk berpindah tempat duduk sesuai
dengan pasangan mereka seperti sebelumnya, agar bisa berlatih bersama. Guru
56
memberikan contoh tentang pengucapan Bahasa Inggris dengan lafal dan intonasi
yang benar saat nanti akan maju ke depan. Guru dan peneliti memberikan contoh
bagaimana cara melakukan Role Playing di depan kelas agar siswa bisa
memahami dan tidak banyak membuang waktu karena siswa kurang paham
bagaimana cara memerankannya di depan kelas. Setelah siswa memahami
bagaimana cara mempraktekkannya, siswa tiap kelompok maju dan peneliti
menilai bagaimana perkembangan Speaking siswa.
a) Aspek lafal (pronunciation)
Dalam aspek lafal, sejumlah 1 siswa masih kurang dalam melafalkan kata
dalam Bahasa Inggris, 5 siswa dalam kategori cukup, 3 siswa dengan sangat baik,
dan hanya 11 siswa bisa mengucapkan kosa kata dalam Bahasa Inggris dengan
lafal yang baik. Setelah sebelumnyabanyak siswa masih sulit dalam
mengucapkan“I’m also fine”“good idea” “I must start doing homework”. “I
have some apples dengan lafal yang benar, pada siklus ke 2 ini siswa mengalami
peningkatan yang banyak. Hampir semua siswa bisa mengucapkan kata –kata
tersebut dengan lafal yang cukup baik.
b) Aspek kelancaran (Fluency)
Dalam aspek kelancaran, 6 siswa tergolong sangat baik, 7 siswa tergolong
baik dan 6 siswa siswa tergolong cukup, dan 1 siswa masih kurang. Telah terjadi
peningkatan dalam aspek fuency daripada pertemuan sebelumnya.
c) Aspek Intonasi (Intonation)
Dalam aspek intonasi, 4 siswa tergolong sangat baik, 9 siswa tergolong
57
baik, 6 siswa tergolong cukup, dan hanya 2 siswa yang masih tergolong kurang.
Siswa yang sebelumnya masih kurang dalam aspek intonasi masih belum
mengalami peningkatan dalam pertemuan di siklus II.
d) Aspek Ekspresi (Expression)
Dalam aspek ekspresi, 11 siswa baik dan 10 siswa dan tergolong cukup.
Siswa mengalami banyak kesalahan pada ekspresi muka dan gestur pada saat
melakukan Role Playing. Banyak siswa hanya menunduk dan malu untuk saling
bertatap muka dengan lawan bicara. Nilai speaking siswa dapat dilihat dalam tabel
di lampiran halaman 75. Aspek lafal 69,52, aspek kelancaran 71,42, aspek
intonasi 69,28, dan aspek ekspresi 67,61. Berikut diagram nilai keterampilan
speaking siswa siklus II pertemuan 1
72
71
70
69 Lafal
Kelancaran
68 Intonasi
Ekspresi 67
66
65
Nilai
Gambar 5. Diagram nilai speaking siswa siklus II pertemuan 1
Berdasarkan data diatas, sudah menunjukkan terjadi peningkatan dari siklus
58
I. Meskipun rata-rata aspek pronunciation, intonation dan interaction masih
dibawah KKM yang diharapkan.
b) Pelaksanaan Tindakan Siklus II Pertemuan 2
Pelaksanaan Tindakan Siklus II Pertemuan 2 diawali pada jam 07:00 pada
tanggal 29 februari 2017. Kegiatan pembelajaran dilakukan dengan melanjutkan
kegiatan pada pertemuan sebelumnya yaitu melanjutkan maju tiap kelompok ke
depan kelas. Seperti sebelumnya, peneliti mengobservasi bagaimana
perkembangan Speaking siswa daripada saat Role Playing pertemuan sebelumnya.
Menurut peneliti, siswa mengalami peningkatan dalam aspek-aspek yang
dinilai yaitu pelafalan, intonasi, kelancaran dan interaksi saat melakukan Role
Playing. Siswa sudah banyak mempelajari kosa kata dari Role Playing yang
mereka bawakan.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti melalui lembar
observasi, telah ada perubahan yang lebih baik dari kegiatan Role Playing
sebelumnya yang dilakukan oleh siswa. Siswa sudah merasa lebih percaya diri
saat melakukan Role Playing dan banyak peningkatan dalam pengucapan Bahasa
Inggris siswa daripada sebelum dilakukan tindakan. Berikut diagram akhir
kegiatan Role Playing siswa kelas V SD N Rojoniten:
59
78
77
76
75 Lafal
Kelancaran
74 Intonasi
Ekspresi 73
72
71
Nilai
Gambar 6. Diagram nilai speaking siswa siklus II pertemuan 2
Dari diagram diatas dapat dilihat peningkatan-peningkatan dalam Speaking
Bahasa Inggris menggunakan metode Role Playing. Dalam aspek pronunciation,
85% siswa telah memenuhi KKM, dalam aspek fluency 90% siswa telah
memenuhi KKM, dalam aspek intonation 90% siswa telah memenuhi KKM dan
yang terakhir aspek expression 76% siswa telah memenuhi nilai KKM. Secara
keseluruhan, keterampilan speaking siswa dari keempat aspek telah meningkat
dari mulai sebelum tindakan sampai dengan siklus II, meskipun ada beberapa
siswa yang masih dibawah KKM. Rata-rata nilai siswa juga telah memenuhi
KKM yang diharapkan
6. Refleksi
Setelah dilakukan analisis dalam dua siklus dan berdiskusi dengan guru,
penerapan metode Role Playing dalam mata Pelajaran Bahasa Inggris sudah
berjalan sesuai rencana dan sudah terlihat hasilnya dengan adanya peningkatan
60
skor siswa dari mulai pra tindakan sampai dengan siklus 2. Jika pada siklus 1
hanya beberapa siswa yang mau mengikuti kegiatan pembelajaran dengan Role
Playing, tetapi pada siklus 2 hampir semua siswa sudah bisa mengikuti dan
menikmati kegiatan pembelajaran dengan menggunakan metode Role Playing.
Pada siklus 1 siswa juga banyak yang tidak mau untuk bekerja sama dengan
kelompok yang telah dipilih oleh guru sehingga siswa tidak banyak waktu untuk
berlatih bersama. Tetapi pada siklus 2 terjadi peningkatan dalam kerjasama siswa.
Guru memacu keaktifan dan rasa percaya diri siswa agar siswa mau bekerja sama
dengan semua teman mereka tanpa pilih-pilih.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada siklus 1 dan siklus 2, diperoleh
refleksi dan perbaikan sebagai berikut:
Refleksi Perbaikan
Siswa masih membaca dan tidak
bersuara keras yang membuat
siswa lain tidak mendengar, hal ini
karena siswa tidak percaya diri.
Siswa menutup muka mereka
dengan kertas saat melakukan
praktek di depan kelas karena
merasa malu banyak yang
menertawakan.
Jam pelajaran Bahasa Inggris yang
kurang menyebabkan siswa
kurang dalam mempelajari naskah
yang akan mereka praktekkan.
Siswa memilih teman kelompok
mereka sendiri-sendiri dan
menyebabkan waktu latihan
menjadi berkurang.
Sebelum melakukan praktek di
depan kelas, siswa diberikan
waktu untuk berlatih terlebih
dahulu.
Siswa yang gaduh, menertawakan
siswa yang di depan, dan asyik
main sendiri diharuskan
menggantikan siswa di depan
kelas.
Siswa diminta untuk mempelajari
naskah dengan teman mereka
tidak hanya di sekolah.
Anggota kelompok dibagi oleh
guru sehingga siswa tidak pilih-
pilih anggota kelompok mereka
61
Pada akhir siklus 2 juga terjadi peningkatan keterampilan Speaking siswa
dengan menggunakan metode Role Playing. Hal tersebut dapat dilihat dengan
hasil belajar siswa yang meningkat dari siklus 1 sampai siklus 2. Sebanyak 90%
siswa sudah memenuhi kriteria ketuntasan atau lebih dari 75% dari 21 siswa.
Peningkatan aspek-aspek keterampilan Speaking siswa pada siklus 1 dan 2 dapat
dilihat dalam diagram sebagai berikut:
90
80
70
60
Lafal 50
Kelancaran 40
Intonasi
30 Ekspresi
20
10
0
Siklus 1(1) Siklus 1 (2) Siklus 2 (1) Siklus 2 (2)
Gambar 7. diagram peningkatan keterampilan Speaking siswa dari siklus 1
menuju siklus 2
Dari tabel yang terlihat diatas, menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan
keterampilan Speaking siswa dari mulai siklus 1 menuju siklus 2. Dan telah
tercapai target yang telah diinginkan pada siklus 2, maka penelitian dihentikan
pada siklus 2.
Penerapan metode Role Playing pada pembelajaran Bahasa Inggris dibuktikan
mampu meningkatkan keterampilan Speaking siswa. Siswa menjadi lebih aktif
62
dalam kegiatan pembelajaran dan tidak menadikan siswa bosan mengikuti
kegiatan pembelajaran karena kegiatan pembelajaran yang lebih terfokus pada
guru.
B. PEMBAHASAN
Secara keseluruhan, hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan
menggunakan metode Role Playing terjadi peningkatan keterampilan speaking
Bahasa Inggris siswa kelas V SD N Rojoniten. Misalnya dalam aspek
pronunciation siswa menjadi lebih jelas dalam mengucapkan kata “excuse me”,
“who is this?”, “what are you doing here?”, “can i borrow” dengan bunyi vokal
dan konsonan Bahasa Inggris. peningkatan tersebut terjadi setelah siswa
melakukan praktek speaking menggunakan metode Role Playing. Sebelum
menggunakan metode Role Playing, siswa kurang jelas dalam aspek lafal,
kelancaran maupun intonasi karena kurang berlatih.
Pada siklus 1 pertemuan pertama, hampir belum ada peningkatan dalam
kegiatan speaking siswa. Masih banyak kesalahan yang dilakukan oleh siswa
dalam mengucapkan kosa kata seperti “excuse me” “who is this” dan sebagainya.
Siswa masih mengucapkan berbagai kosa kata Bahasa Inggris seperti saat mereka
mengucapkan kosa kata dalam Bahasa Indonesia. Hal tersebut dikarenakan dalam
pertemuan pertama, waktu untuk berlatih sebelum melakukan praktek speaking
kurang sehingga siswa kurang berlatih untuk mengucapkan kosa kata-kosa kata
Bahasa Inggris. Kurangnya waktu ini disebabkan karena pembagian kelompok
63
siswa dan perkenalan metode Role Playing kepada siswa. Dalam pembagian
kelompok, banyak siswa yang sulit untuk bekerja sama. Banyak siswa yang pilih-
pilih teman kelompok. Setelah dilakukan praktek Role Playing, guru memberikan
petunjuk tentang cara pengucapan dan ekspresi yang tepat saat berkomunikasi
menggunakan kosa kata Bahasa Inggris.
Pada pertemuan kedua, kegiatan pembelajaran langsung menuju topik
pembelajaran. sebelumnya, siswa telah diberi kesempatan seminggu untuk
berlatih sebelum melakukan praktek kembali. Guru juga telah memberikan
petunjuk tenang pengucapan-pengucapan dan ekspresi dalam berkomunikasi
menggunakan Bahasa Inggris dengan tepat. Setelah peneliti menganalisis hasil
observasi pada pertemuan kedua, banyak siswa masih tidak bisa berkomunikasi
menggunakan Bahasa Inggris dengan aspek-aspek yang sesuai. Banyak siswa
masih tidak bisa lepas dari catatan dan kurang menggunakan laal yang sesuai.
Nilai rata-rata siswa juga masih belum mencapai KKM, meskipun sudah ada
peningkatan dalam setiap aspek dari sebelumnya. Dari aspek pronunciation
sebelumnya hanya 14% siswa yang memenuhi KKM, pada pertemuan kedua naik
menjadi 42% siswa memenuhi KKM. Aspek fluency pada pertemuan pertama
hanya 23% yang memenuhi KKM, pada pertemuan kedua menjadi 28%. Aspek
intonation pada pertemuan pertama sebanyak 47% yang memenuhi KKM, pada
pertemuan kedua meningkat menjadi 66,66% yang memenuhi KKM, dan yang
terakhir aspek expression pada pertemuan pertama sebanyak 23% siswa
memenuhi KKM kemudian meningkat menjadi 38,09% pada pertemuan kedua.
Pada pertemuan pertama di siklus II, dilakukan beberapa perubahan. Pada
64
siklus 1 siswa masih banyak yang membawa catatan untuk dibaca, tetapi pada
siklus ke II, catatan yang dimiliki siswa diambil dan siswa diharuskan untuk
praktek speaking tanpa menggunakan catatan. Siswa juga sudah diberikan arahan
oleh guru tentang pelafalan, ekspresi dan intonasi pada akhir siklus I. Meskipun
tidak melihat catatan, banyak siswa sudah bisa praktek dan siswa juga sudah
banyak hafal apa yang akan dikatakan. Tetapi ada pula siswa yang tidak hafal
kalimat yang akan dikatakan sehingga menjadi kurang percaya diri yang
menyebabkan kesalahan terjadi saat ditengah-tengah praktek. Siswa menjadi
gugup dan berhenti berbicara karena lupa.
Pada pertemuan kedua siklus II, siswa melakukan praktek Role Playing tanpa
bantuan catatan. Sesuai rencana sebelumnya, pada pertemuan kedua siklus II ini
siswa sudah banyak yang melakukan praktek speaking tanpa menggunakan
catatan dan telah berhasil memenuhi KKM yang telah ditentukan. Hal tersebut
karena pada pertemuan pertama siswa sudah diberi peringatan oleh guru bahwa
pada pertemuan berikutnya siswa tidak boleh menggunakan catatan untuk
berbicara. Siswa diberi kesempatan untuk berlatih selama seminggu. Pada
pertemuan kedua siklus kedua, terjadi peningkatan dalam aspek pronunciation
dari siklus sebelumnya. Jika sebelumnya pembelajaran Bahasa Inggris khususnya
aspek pronunciation pembelajaran hanya dilakukan dengan menggunakan buku
saja, tetapi setelah menggunakan kegiatan Role Playing, keterampilan
pronunciation siswa juga mengalami peningkatan. Keterampilan tersebut
menningkat setelah pembelajaran dilakukan dengan pendekatan komunikasi.
Siswa berlatih meningkatkan aspek pronunciation dengan cara berkomunikasi
65
dengan orang lain.
Seperti yang dikatakan oleh (Celce-Murcia, Marrianne., M. Brinton, Donna,.
& M.Godwin, Janet (2008:7), Using language to communicate should be central
in classroom language instruction. This focus on language as communication
brings renewed urgency to the teaching of pronunciation, since both empirical
and anecdotal evidence indicates that there is a threshold level of pronunciation
for nonnative speakers of english.
Dalam kelas, kebanyakan kegiatan pembelajaran lebih fokus pada buku dan
membaca daripada berlatih berkomunikasi langsung. Tetapi sebenarnya dengan
buku siswa tidak hanya bisa berlatih membaca tetapi juga bisa meningkatkan
pronunciation mereka. Saat siswa telah memahami apa yang ia baca maka siswa
juga dapat menceritakan informasi yang telah ia dapat dai membaca, hal tersebut
juga sesuai dengan pendapat Zang (2009:34)
“integrating speakig and reading skills depens students’ understanding of the
reading material, reveals any problem they have understanding a text, and, most
importantly, lets them apply the information they have read into authentic
speaking practice that improves their fluency”.
Selain fluency yang meningkat, kosa kata Bahasa Inggris siwa juga menjadi
bertambah.setelah dilakukan penelitian, peneliti mengetahui bahwa keterampilan
speaking Bahasa Inggris siswa bisa ditingkatkan dengan menggunakan metode
Role Playing. Tetapi peningkatann keterampilan speaking siswa tersebut tidak
langsung terlihat pada sekali tindakan. Diperlukan praktek dan waktu untuk siswa
berlatih, karena Bahasa Inggris merupakan bahasa yang masih asing bagi siswa.
Dalam siklus 1, siswa memang masih kurang lancar dalam mengucapkan kosa
kata Bahasa Inggris, mereka masih mengucapkan kosa kata Bahasa Inggris seperti
apa yang tertulis di buku dengan Bahasa Indonesia. Siswa juga tidak
menggunakan intonasi seperti saat bertanya. Padahal intonation merupakan aspek
66
yang penting dalam Role Playing seperti yang dikatakan oleh Jeremy Harmer
(2009: 28) “Intonation is also used to convey emotion, involvement, and
empathy” menurut pendapat Jeremy tersebut, intonasi menunjukkan emosi dan
rasa empati. Jika dialog tanpa adanya intonasi, maka dialog akan menjadi datar.
Tetapi setelah siswa diberi waktu untuk berlatih selama 2 siklus, siswa menjadi
lebih lancar dalam mengucapkan kosa kata Bahasa Inggris sekaligus
menunjukkan inonasi. Sebelum peneliti melakukan tindakan, pada tahap pra
tindakan sebanyak 21 siswa kurang memiliki keterampilan dalam hal Speaking
Bahasa Inggris karena pembelajaran difokuskan pada writting dan reading.
Banyak siswa merasa bosan dengan kegiatan pembelajaran yang konvensional
sehingga tidak fokus pada kegiatan pembelajaran. untuk itulah peneliti pelakukan
tindakan dengan menerapkan metode Role Playing dalam kegiatan pembelajaran
Bahasa Inggris guna meningkatkan keterampilan dan hasil belajar Bahasa Inggris
siswa kelas V SD N Rojoniten.
Setelah diterapkan metode Role Playing dalam kegiatan Pembelajaran Bahasa
Inggris, terlihat terjadinya peningkatan dalam keterampilan Speaking siswa dan
hasil belajar mulai dari siklus 1 menuju siklus 2. Siklus 1 siswa masih kurang
jelas dalam mengucapkan kata “excuse me”, “how do yo do?”, setelah siklus ke 2
keterampilan siswa sudah meningkat dalam pengucapan meminta tolong dan
memberi informasi dalam Bahasa Inggris. Hal tersebut telah mencapai nilai KKM
yaitu 70. Meskipun mencapai hasil yang telah diharapkan, masih ada 2 siswa yang
masih dibawah KKM.
Melalui Role Playing, siswa bisa meningkatkan aspek fluency dan intonation
67
karena praktek mengucapkan Bahasa Inggris tidak hanya mendengarkan dari guru
saja. Semakin banyak siswa berlatih berbicara dalam Bahasa Inggris, semakin
lancar ia akan berbicara Bahasa Inggris. siswa dapat mengucapkan kosa kata
Bahasa Inggris dengan lancar dan dimengerti oleh pendengar. Tetapi meskipun
siswa telah sering belatih, tetapi jika siswa tidak pernah mendengarkan
pengucapan Bahasa Inggris yang tepat, keterampilan pronunciation siswa sulit
meningkat, hal demikian sesuai dengan pendapat dari Jeremy Harmer (2001: 185)
yang menyatakan bahwa, “The key to successful pronunciation teaching,
however, is not so much getting students to produce correct sounds or intonation
tunes, but rather to have them listen and notice how english spoken-either on
audio or videotape or from the theacher themselves”. Menurut pendapat Jeremy
tersebut, siswa harus mendengarkan dan mengetahui bagaimana pengucapan
Bahasa Inggris yang benar.
Dalam aspek expression, siswa berbicara tidak disertai dengan ekspresi yang
sesuai dengan kalimat yang dikatakan. Siswa tidak melakukan ekspresi yang
sesuai dengan lawan bicara. Padahal, sesuai dengan pendapat dari Souhila
Benabadji (2007:44) “in terms of social interaction & cultural awareness, role-
play have affective effects since they bring the outside world into the classroom”
Dengan menerapkan metode Role Playing dalam kegiatan pembelajaran Bahasa
Inggris, keterampilan speaking dalam aspek expression juga meningkat karena
siswa dapat belajar bersosialisasi seperti saat di luar sekolah ke dalam kelas
dengan menggunakan Bahasa Inggris. siswa tidak hanya belajar bahasa melalui
buku atau kata-kata saja tetapi juga sekaligus belajar menyatukan ekspresi dan
68
bahasa tersebut, sesuai dengan pendapat Heldenbrand (2003:31) “Incorporate
speaking with their bodies and words” Sesuai pendapat Heldenbrand tersebut,
komunikasi dengan orang lain tidak hanya menggunakan bibir saja, tetapi juga
membaurkan antara pembicaraan dan gerak tubuh atau ekspresi.
Dengan ekspresi yang dikeluarkan tubuh, kita juga akan menambah makna
dari komunikasi yang dilakukan. Misalnya berbicara “thanks for your help”
dengan menggunakan ekspresi senyum dan tanpa menggunakan senyum pasti
akan mempunyai perbedaan makna. Ucapan “thanks for your help” dengan
senyum akan menandakan bahwa orang tersebut merasa senang telah dibantu dan
jika tidak menggunakan ekspresi sama sekali, lawan bicara akan bingung dengan
ucapan tersebut. Ekspresi muncul tidak hanya dari muka saja tetapi juga dengan
gesture. Misalnya melambaikan tangan, bertepuk tangan, memeluk, dan
sebagainya.
69
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa
metode Role Playing dapat meningkatkan keterampilan speaking Bahasa Inggris
kelas V SD N Rojoniten, Sanden, Bantul. Oleh karena itu sekolah perlu
menyediakan sarana dan prasarana yang mendukung untuk melakukan kegiatan
belajar dengan menggunakan metode Role Playing, karena dengan menggunakan
metode Role Playing minat siswa dalam belajar meningkat. Hal tersebut dapat
dilihat dari bagaimana peningkatan keterampilan speaking Bahasa Inggris setelah
menggunakan metode Role Playing. Keterampilan speaking siswa mulai
mengalami peningkatan mulai dari siklus I setelah dilakukan metode Role Playing
dengan langkah-langkah: persiapan, menjelaskan langkah kegiatan pembelajaran,
pembagian kelompok, latihan kelompok, pelaksanaan pembelajaran, dan
observasi.
70
B. Saran
Berdasarkan hasil kesimpulan penelitian diatas peneliti memberikan beberapa
saran yaitu:
1. Bagi Sekolah
Pihak sekolah diharapkan membeikan sarana dan prasaran bagi
sekolah agar guru dapat melakukan kegiatan pembelajaran dengan
menggunakan metode Role Playing.
2. Bagi siswa
Siswa diharapkan tidak bosan dan lebih berani dalam menuangkan
ekspresi dalam kegiatan pembelajarn. Role Playing tidak hanya salah satu
metode agar keterampilan speaking siswa juga lebih meningkat, selain itu
siswa juga lebih aktif dan berani dalam menuangkan ekspresi saat kegiatan
pembelajaran.
3. Bagi guru
Metode Role Playing telah berhasil meningkatkan keaktifan siswa
dalam kegiatan pembelajaran. oleh karena itu diharapkan guru tidak hanya
menerapkan metode Role Playing dalam mata pelajaran Bahasa Inggris saja,
tetapi juga dalam mata pelajaran lainnya.
71
DAFTAR PUSTAKA
AR, Syamsudin & Damaianti, Vismaia. (2007). Metode Penelitian
Pendidikan. Bandung: Bahasa. Rosda.
Benabadji, Souhila.(2006). Improving Students’ Fluency through Role-
Playing/. Oran. University of Oran.
Brown, Douglas. (2007). Prinsip Pembelajaran dan Pengajaran Bahasa.
Amerika: Pearson Education.
Celce, Murcia Mariane, Brintn, M. Donna, & Goodwin, Janet. (2008).
Teaching Pronunciation. United States of America: Cambridge
University Press.
Ceranic, Hellena. (2011). Panduan Bagi Guru Bahasa Inggris. Erlangga:
Jakarta.
Colombo, Michaela. (2012). Teaching English Language Learners. SAGE
publications: Singapore.
Dimyati & Moedjono.(2002). Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta:
Jakarta.
Djiwandono, Soenardi.(2008).Tes Bahasa: Pegangan Bagi Guru Bahasa.
Indeks: Jakarta.
Elizabert E. Barkley, K & Patricia, Cross. (2012) Collaborative Learning
techniques ., Claire Howell Major. 2012. Penerbit Nusa Media: Ujung
Berung Bandung.
Galeano, Rebbeca. (2011). Scaffolding Productive Language Skills trough
Sociodramatic Play.The trong:Amerika: Amerika.
Harmer, Jeremy. (2002). The Practice of English Language Teaching.
Longman: England.
Heldenbrand. (2003). Drama Technique in english Language Learning. The
Korea TESOL Journal. Vol 6.
Hendy Lesley & Toon. (2001). Supporting Drama and Imaginative play in the
Early Years.Buckingham:Open University Press.
Iskandarwassid & Suhendar, Dadang. (2008). Strategi Pembelajaran Bahasa.
PT Remaja Rosdakarya: Bandung.
Izzan, Ahmad..(2010). Metodologi Pembelajaran Bahasa Inggris. Humaniora:
Bandung.
Joyce, Bruce, Weil Marsha & Calhoun Emily. (2015. Models of Teaching:
Pearson: Amerika.
72
K.E., Suyanto. (2008). English for Young Learner: Melejitkan Potensi Siswa
melalui English Class yang Fun, Asik, dan Menarik. Bumi Aksara:
Jakarta.
Kelly, Gerald. (2004). How To Teach Pronunciation. Bluestone Press:
Oxfordshire.
Kurniasih, Eka.(2011).Teaching the Four Language Skills in Primary EFL
Classroom:Some Considerations.Sekolah Pelangi Kasih National-
Plus:Jakarta.
Paul Gee, James. (2014). An Introduction to Discourse Analysis Theory an
Method. Routledge: London.
Rachmawati, Yuli, Muanayah Mukhlisatun & Alamsari Endah.
(2013).Teaching Speaking Skills By Using Role Playing of THE Fifth
Grade Students of Minu KH. Mukmin Sidoarjo.Jurnal Pendidikan
Bahasa Inggris STKIP PGRI Sidoarjo: Sidoarjo.
Riddell, David. (2003). Teaching English as a Foreign Language.
Contempory Books: Chicago.
Rusajadi, Jodih.(2010). Terampil BerBahasa Inggris. PT Indeks: Jakarta.
Sanjaya, Wina.(2009). Penelitian Tindakan Kelas. Kencana:Jakarta.
Siberman, Mel. (2010). 101 Cara Pelatihan & Pembelajaran Aktif. PT Indeks.
Jakarta.
Siberman, Mel & Aurbach, Carol. (2013). Active Training , Pedoman Praktis
Tentang Teknik, Desain, Contoh Kasus, & Kiat. Nusa Media. Bandung.
Suharsimi, Arikunto. (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Rineka Cipta: Jakarta.
Taylor Dever Martha. 2001. Socio-Dramatic Play as a Vehicle for
Curriculum Integration in First Grade. Merrill-Cazier Library: Utah
State University.
Wicaksono, A., dkk. 2016. Teori Pembelajaran Bahasa: Suatu Catatan
Singkat Edisi Revisi. Yogyakarta: Garudhawaca. Diakses dari
https://portal-ilmu.com/metode-role-playing/ pada tanggal 26 Mei 2017,
pukul 08:51.
73
LAMPIRAN
Lampran 1. Data pre-test Reading dan Speaking kelas V tahun ajaran 2016/2017
Tabel 2. Data hasil nilai Reading dan Speaking kelas V sebelum
tindakan tahun ajaran 2016/2017
No. Nama Reading Speaking
1. S1 78 61
2. S2 55 40
3. S3 49 44
4. S4 80 65
5. S5 78 70
6. S6 76 49
7. S7 75 54
8. S8 60 40
9. S9 82 75
10. S10 60 40
11. S11 75 59
12. S12 80 70
13. S13 80 75
14. S14 76 53
15. S15 65 50
16. S16 60 35
17. S17 55 30
18. S18 60 45
19. S19 76 54
20. S20 79 60
21. S21 78 49
Nilai Tertinggi 82 75
Nilai Terendah 55 30
Rata-rata 70,33 53,23
74
Lampiran 2. Tabel nilai keterampilan speaking siswa siklus I pertemuan 1
Tabel 3. Data nilai keterampilan speaking siswa siklus I
pertemuan 1
No. Nama Lafal Kelancaran Intonasi Ekspresi
1. S1 65 70 75 60
2. S2 40 45 50 40
3. S3 45 50 50 45
4. S4 70 75 75 60
5. S5 50 70 75 60
6. S6 50 45 50 40
7. S7 45 45 50 40
8. S8 55 50 70 70
9. S9 65 70 70 70
10. S10 45 40 50 45
11. S11 70 65 60 50
12. S12 70 60 75 70
13. S13 60 70 75 75
14. S14 45 40 50 50
15. S15 40 40 50 50
16. S16 50 45 50 50
17. S17 40 40 40 40
18. S18 50 45 70 60
19. S19 50 45 75 70
20. S20 50 40 60 50
21. S21 45 40 70 50
Rata-rata 52,57 49,04 61,42 54,52
Nilai tertinggi 70 75 75 75
Nilai terendah 40 40 40 40
75
Lampiran 3. Tabel nilai keterampilan speaking siswa siklus I pertemuan 2
Tabel 4. Data nilai keterampilan speaking siswa siklus I
pertemuan 2
No. Nama Lafal Kelancaran Intonasi Interaksi
1. S1 60
55
70
75
70
55
65
60
75
60
70
70
70
60
65
55
50
55
75
65
70
65
70
70
70
65
65
60
65
75
60
65
65
70
65
60
50
50
60
75
65
65
70
75
75
70
70
70
60
70
70
55
60
70
75
60
60
55
50
70
75
75
70
70
65
65
70
65
55
70
70
70
55
55
70
70
60
55
50
50
65
70
65
60
2. S2
3. S3
4. S4
5. S5
6. S6
7. S7
8. S8
9. S9
10. S10
11. S11
12. S12
13. S13
14. S14
15. S15
16. S16
17. S17
18. S18
19. S19
20. S20
21. S21
Nilai Tertinggi 75 75 75 70
Nilai Terendah 50 50 50 50
Rata-rata 64,28 64,52 66,90 63,09
76
Lampiran 4. Tabel nilai keterampilan speaking siswa siklus II pertemuan 1
Tabel 5. Data nilai keterampilan speaking siswa siklus II
pertemuan 1
No. Nama Lafal Kelancaran Intonasi Ekspresi
1. S1 65
60
50
70
70
75
60
75
85
70
80
60
70
75
70
65
70
65
80
75
70
50
60
75
75
80
80
70
80
80
60
75
60
75
75
75
60
70
65
75
80
80
70
50
50
80
75
75
55
70
85
65
70
65
70
65
60
65
75
75
75
80
80
75
60
60
75
75
65
60
70
70
60
65
50
75
65
75
65
70
70
75
65
75
2. S2
3. S3
4. S4
5. S5
6. S6
7. S7
8. S8
9. S9
10. S10
11. S11
12. S12
13. S13
14. S14
15. S15
16. S16
17. S17
18. S18
19. S19
20. S20
21. S21
Nilai Tertinggi 80
50
80
50
80
50
75
65 Nilai Terendah
Rata-rata 69,52 71,42 69,28 67,61
77
Lampiran 5. Tabel nilai keterampilan speaking siswa siklus II pertemuan 2
Tabel 6. Data nilai keterampilan speaking siswa siklus II
pertemuan 2
No. Nama Lafal Kelancaran Intonasi Ekspresi
1. S1 75
70
80
80
85
75
70
75
85
70
65
80
80
75
80
65
70
65
80
75
70
75
75
75
75
80
80
70
80
85
70
75
80
75
80
80
60
70
65
75
80
80
85
80
75
85
75
80
75
70
85
70
70
80
80
65
80
65
70
75
85
85
80
80
80
70
75
75
65
75
80
85
75
65
75
75
65
75
65
70
70
75
65
75
2. S2
3. S3
4. S4
5. S5
6. S6
7. S7
8. S8
9. S9
10. S10
11. S11
12. S12
13. S13
14. S14
15. S15
16. S16
17. S17
18. S18
19. S19
20. S20
21. S21
Nilai Tertinggi 85
65
85
60
85
65
85
65 Nilai Terendah
Rata-rata 74,76 75,28 76,90 73,09
78
Lampiran 6. Tabel Nilai Siswa Dari siklus 1 sampai siklus 2
No Nama Siklus 1 (1) Siklus 1 (2) Siklus 2 (1) Siklus 2 (2)
1. S1 67,25 66,25 65 78,75
2. S2 43,75 66,25 57,5 76,25
3. S3 47,5 70 71,25 75
4. S4 70 71,25 75 78,75
5. S5 65 67,5 75 75
6. S6 46,25 61,25 73,75 75
7. S7 45 63,75 61,25 72,5
8. S8 61,25 66,25 73,75 76,25
9. S9 68,75 72,5 80 85
10. S10 45 57,5 63,75 71,25
11. S11 61,25 68,75 73,5 68,75
12. S12 68,75 68,75 58,75 78,75
13. S13 70 71,25 72,5 77,5
14. S14 46,25 61,25 70 71,25
15. S15 45 60 70 78,75
16. S16 48,75 52,5 63,75 63,75
17. S17 40 50 71,25 70
18. S18 53,75 62,5 68,75 68,75
19. S19 57,5 73,75 76,28 78,75
20. S20 50 67,75 75 76,25
21. S21 62,5 66,25 76,25 76,25
Nilai Tertinggi 70 73,75 80 85
Nilai Terendah 40 50 57,5 63,75
Rata-rata 55,4 65,1 70,1 74,88
79
Lampiran 7. Tabel peningkatan keterampilan speaking siswa pada semua aspek
Rata-rata hasil Belajar terlihat meningkat pada semua aspek yaitu lafal,
kelancaran, intonasi dan ekspresi.
Tabel 7. Peningkatanketerampilan speaking siswa pada setiap aspek
No.
Keterangan Aspek Siklus 1 Siklus 2 Peningkatan
1. Nilai Maksimal Lafal 75 85 10
Kelancaran 75 85 10
Intonasi 75 85 10
Interaksi 70 85 15
2. Nilai Minimal Lafal 50 65 15
Kelancaran 50 60 10
Intonasi 50 65 15
Interaksi 50 65 15
3. Rata-Rata Lafal 64,28 75,47 11,19
Kelancaran 64,52 75,28 10,76
Intonasi 66,90 76,90 10
Interaksi 63,09 70 6,91
4. Memenuhi KKM Lafal 9 19 10
Kelancaran 6 19 13
Intonasi 14 19 5
Interaksi 8 17 9
5. Tidak Memenuhi KKM
Lafal 12 2 10
Kelancaran 15 2 13
Intonasi 7 2 5
Interaksi 13 4 9
80
Lampiran 8. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)
SD : SD N Rojoniten
Mata Pelajaran : Bahasa Inggris
Kelas /Semester : V
Alokasi Waktu : 2x35 menit
A. Standar Kompetensi
Berbicara
6. Mengungkapkan instruksi dan informasi sangat sederhana dalam
konteks sekolah
B. Kompetensi Dasar
Berbicara
6.1. Bercakap-cakap untuk menyertai tindakan secara berterima yang
melibatkan tindak tutur: memberi contoh melakukan sesuatu, memberi
aba-aba, dan memberi petunjuk.
6.2. Bercakap-cakap untuk meminta/memberi barang secara berterima yang
melibatkan tindak tutur: meminta bantuan, memberi bantuan, meminta
barang, dan memberi barang.
6.3. Bercakap-cakap untuk meminta/memberi informasi yang melibatkan
tindak tutur: memberi informasi, memberi pendapat, dan meminta
kejelasan
6.4. Mengungkapkan kesantunan secara berterima yang melibatkan ungkapan:
do you mind... dan shall we
C. Tujuan Pembelajaran
81
Berbicara
6.1.1. Siswa dapat bercakap-cakap untuk memberi contoh melakukan
sesuatu.
6.1.2. Siswa dapat bercakap-cakap untuk memberi petunjuk.
D. Metode Pembelajaran
Pendekatan : Student Centered
Metode : Role Playing
E. Karakter siswa yang diharapkan : Dapat dipercaya ( trustworthiness )
Rasa Hormat dan perhatian
( respect )
Tekun ( diligence )
Tanggung jawab ( responsibility )
Berani ( courage )
F. Langkah-langkah kegiatan pembelajaran
Pertemuan pertama
1. Kegiatan Pendahuluan
a. Siswa bersama-sama mengawali pelajaran dengan berdoa
bersama dan menyanyikan lagu nasional.
b. Guru mengawali pelajaran dengan memberikan contoh
dialog Bahasa Inggris
c. Guru bertanya kepada siswa tentang arti kalimat-kalimat
yang ada dalam dialog
d. Guru menjelaskan tentang metode Role Playing
2. Kegiatan Inti
a. Siswa dibagi kedalam kelompok-kelompok secara acak,
siswa tidak boleh memilih anggota kelompok sendiri-
sendiri.
b. Setelah berkumpul dengan teman sekelompoknya, siswa
berlatih berlatih membaca naskah dialog dengan teman
sekelompoknya.
82
c. Setelah siswa selesai latihan, siswa maju perkelompok untuk
meakukan praktek di depan kelas.
d. Semua siswa diminta untuk memperhatikan agar bisa
menanyakan hal yang tidak dimengerti kepada guru.
e. Guru melakukan tanya jawab tentang praktek yang
dilakukan setiap kelompok.
3. Kegiatan Penutup
a. Guru memperbaiki kesalahan yang dilakukan oleh siswa,
kesalahan tersebut antara lain kesalahan pengucapan,
kesalahan penyebutan kosa kata, ekspresi yang menjadi
fokus bahasan.
b. Guru memberikan kesimpulan tentang kegiatan
pembelajaran yang telah dilakukan.
c. Guru memberikan penghargaan kepada kelompok terbaik
dalam melakukan praktek Role Playing.
d. Guru memberikan motivasi dan saran kepada siswa agar
pertemuan berikutnya lebih baik.
Pertemuan Kedua
4. Kegiatan Pendahuluan
e. Siswa bersama-sama mengawali pelajaran dengan berdoa
bersama dan menyanyikan lagu nasional.
f. Guru mengawali pelajaran dengan mengulang kegiatan
pembelajaran sebelumnya.
g. Guru menjelaskan tentang metode Role Playing
5. Kegiatan Inti
a. Guru bertanya kepada siswa tentang praktek pembelajaran
yang dilakukan sebelumnya. Tentang apa naskah yang
diperankan.
b. Guru menjelaskan kepada siswa tentang kesalahan yang
dilakukan sebelumnya dan bagaimana cara memperbaikinya.
83
c. Guru bertanya apakah siswa sudah berlatih dengan
kelompok masing-masing tanpa menggunakan teks.
d. Setiap kelompok maju ke depan kelas untuk melakukan
praktek tanpa menggunakan teks.
e. Siswa lain memperhatikan kelompok yang di depan dan
mencatat kesalahan yang dilakukan.
f. Setelah semua selesai melakukan praktek, setiap siswa
mengungkapkan kesalahan-kesalahan yang mereka
temukan.
g. Guru menjelaskan kepada siswa tentang hal-hal yang belum
dipahami siswa.
6. Kegiatan Penutup
a. Siswa dan guru menyimpulkan pembelajaran tentang lafal,
kelancaran, intonasi, dan ekspresi yang benar.
b. Guru memberikan penghargaan bagi kelompok yang
melakukan praktek terbaik.
G. Alat/Sumber Belajar
1. Naskah percakapan
2. Alat peraga yang berkaitan dengan dengan nnaskah percakapan
H. Penilaian :
1. Teknik : Unjuk kerja
84
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)
SD : SD N Rojoniten
Mata Pelajaran : Bahasa Inggris
Kelas /Semester : V
Alokasi Waktu : 2x35 menit
G. Standar Kompetensi
Berbicara
7. Mengungkapkan instruksi dan informasi sangat sederhana dalam
konteks sekolah
H. Kompetensi Dasar
Berbicara
6.5. Bercakap-cakap untuk menyertai tindakan secara berterima yang
melibatkan tindak tutur: memberi contoh melakukan sesuatu, memberi
aba-aba, dan memberi petunjuk.
6.6. Bercakap-cakap untuk meminta/memberi barang secara berterima yang
melibatkan tindak tutur: meminta bantuan, memberi bantuan, meminta
barang, dan memberi barang.
6.7. Bercakap-cakap untuk meminta/memberi informasi yang melibatkan
tindak tutur: memberi informasi, memberi pendapat, dan meminta
kejelasan
6.8. Mengungkapkan kesantunan secara berterima yang melibatkan ungkapan:
do you mind... dan shall we
I. Tujuan Pembelajaran
Berbicara
85
6.1.3. Siswa dapat bercakap-cakap untuk memberi contoh melakukan
sesuatu.
6.1.4. Siswa dapat bercakap-cakap untuk memberi petunjuk.
J. Metode Pembelajaran
Pendekatan : Student Centered
Metode : Role Playing
K. Karakter siswa yang diharapkan : Dapat dipercaya ( trustworthiness )
Rasa Hormat dan perhatian
( respect )
Tekun ( diligence )
Tanggung jawab ( responsibility )
Berani ( courage )
Pertemuan Pertama
L. Langkah-langkah kegiatan pembelajaran
1. Kegiatan Pendahuluan
a. Siswa bersama-sama mengawali pelajaran dengan berdoa
bersama dan menyanyikan lagu nasional.
b. Guru mengawali pelajaran dengan memberikan contoh
dialog Bahasa Inggris yang baru.
c. Guru bertanya kepada siswa tentang arti kalimat-kalimat
yang ada dalam dialog.
2. Kegiatan Inti
a. Guru membagi naskah kepada setiap kelompok dan
meminta setiap kelompok berdiskusi untuk membagi peran
sesuai yang ada di naskah.
b. Setelah selesai dibagi, guru mengajarkan kepada siswa
bagaimana cara memerankan Role Playing.
c. Setelah guru selesai memberikan contoh, siswa diminta
untuk mencoba bersama-sama membaca naskah.
86
d. Setelah itu, guru meminta satu persatu untuk mencoba maju
ke depan untuk mempraktekkan seperti apa yang telah
dicontohkan oleh guru.
e. Setelah selesai praktek, guru memberikan saran kepada
siswa jika ada kesalahan lafal, kelancaran, intonasi, dan
ekspresi.
3. Kegiatan Penutup
a. Guru memperbaiki kesalahan yang dilakukan oleh siswa,
kesalahan tersebut antara lain kesalahan pengucapan,
kesalahan penyebutan kosa kata, ekspresi yang menjadi
fokus bahasan.
b. Guru memberikan penghargaan kepada kelompok yang
terbaik dalam mempraktekkan Role Playing.
c. Guru memberikan motivasi kepada siswa agar pertemuan
berikutnya lebih baik.
Pertemuan Kedua
1. Kegiatan Pendahuluan
a. Siswa bersama-sama mengawali pelajaran dengan berdoa
bersama dan menyanyikan lagu nasional.
b. Guru mengawali pelajaran dengan mengulang kegiatan
pembelajaran sebelumnya dan menanyakan kepada siswa
apakah masih ada yang tidak dimengerti saat berlatih di
rumah.
2. Kegiatan Inti
a. Guru meminta setiap kelompok untuk mengulang praktek
maju ke depan dan memperbaiki kesalahan sebelumnya.
b. Siswa lain memperhatikan kelompok yang di depan dan
mencatat kesalahan yang dilakukan.
c. Setelah selesai praktek, guru menjelaskan tentang lafal,
kelancaran, dan saran yang benar.
87
3. Kegiatan Penutup
a. Guru memberikan penghargaan kepada kelompok yang
terbaik dalam mempraktekkan Role Playing.
b. Guru memberikan motivasi kepada siswa agar siswa
termotivasi untuk lebih giat lagi belajar.
H. Alat/Sumber Belajar
3. Naskah percakapan
4. Alat peraga yang berkaitan dengan dengan nnaskah percakapan
I. Penilaian :
2. Teknik : Unjuk kerja
88
Lampiran 8. Lembar Observasi Rating Scale
Lembar Observasi Rating Scale
No. Aspek Pernyataan 4 3 2 1
1. Pronunciation
(Lafal)
1. Siswa mengucapkan Bahasa Inggris dengan jelas
2. Mengucapkan Bahasa Inggris dengan tepat.
3. Dapat mengucapkan kata Bahasa Inggris sesuai dengan
vokal Bahasa Inggris.
4. Dapat mengucapkan kata Bahasa Inggris sesuai dengan
bunyi konsonan Bahasa
Inggris.
5. Pengucapan Bahasa Inggris secara wajar, tidak dibuat-buat.
6. Tidak banyak kesalahan pengucapan yang dipengaruhi
oleh bahasa pertama.
2. Fluency
(Kelancaran)
7. Tidak berbicara dengan tergesa-gesa dan juga tidak
terlalu lambat.
8. Berbicara tidak tersendat- sendat
9. Berbicara secara lancar dan percaya diri
10. Tidak banyak jeda saat melakukan dialog
11. Durasi pengucapan kalimat tidak terlalu lama.
12. Pengucapan Bahasa Inggris dapat dimengerti
oleh pendengar.
13. Tidak banyak pengulangan kata yang
89
tidak perlu.
3. Intonation
(intonasi/nada)
14. Siswa berbicara dengan memperhatikan tinggi
rendah nada.
15. Memberikan tekanan pada suasana tegang, marah dll.
16. Memberikan jeda sebagai batas intonasi.
17. Perbedaan antara kalimat
tanya dan perintah jelas
dan tidak datar.
18. Berbicara dengan suara keras.
4. Expression
(Ekspresi)
19. Ekspresi sesuai dengan suasana yang dibicarakan.
20. Gerakan luwes atau tidak kaku.
21. Eye contact dengan lawan bicara.
22. Menggunakan gesture yang sesuai dan
mendukung apa yang
dibicarakan.
23. Tidak ragu-ragu atau malu saat melakukan Role
Playing
24. Berdiri tegak kepala tidak menunduk malu.
25. Tidak membelakangi penonton.
90
Keterangan:
4: Sangat Baik 3: Baik 2: Cukup 1: Kurang
Nilai = x 100
Rentang Nilai Kategoi
80-100 Baik Sekali
66-79 Baik
56-65 Cukup
40-55 Kurang
30-39 Gagal
91
Lampiran 9. Foto Kegiatan Siklus 1
Siswa bertanya kepada guru bagaimana cara membaca dialog
Siswa melakukan pembagian kelompok
92
siswa melakukan latihan Role Playing
93
Siswa melakukan latihan dialog tanpa menggunakan naskah
94
Lampiran 10. Lembar Unjuk Kerja
Doing Homework Together
Ryan : Hello John, How do you do?
John : Oh..Hello Ryan..I’m fine, and you?
Ryan : Me too.. let’s play football!
John : I’m sorry I have to go home
Ryan : Why?
John : I have homework today
Ryan : I think it will be helpful for us to doing it together
John : oh.. of course it will be very interesting, I have some apples for us too
Ryan : Oh I see. I think it’s good idea
Ryan : Tank you for your suggestion, John
John : You’re welcome
95
Met an old friend
Ryan: Oh Hi John! What are you doing here?
(Ryan: Hai John! Apa yang kamu lakukan disini?)
John: Oh.. Hi Ryan.. I’m working here
(Oh..Hai Ryan.. Aku bekerja disini)
Ryan : What is your occupation here?
(Apa pekerjaanmu John?)
John : I’m a chef
(Aku seorang koki/ Juru masak)
Ryan : Where do you work as a chef?
(Dimana kamu bekerja sebagai koki?)
John : I work in Mulia Hotel
(Aku bekerja di Hotel Mulia)
Ryan : How long have you been working in the hotel?
(Berapa lama kamu telah bekerja di hotel?)
John : I have been working there almost 5 years
(Aku telah bekerja selama hampir 5 tahun)
Ryan : Are you happy with your job ?
96
(Apakah kamu senang dengan pekerjaanmu?)
John : Yes, I am verry happy with my job. And, what is your job, Ryan?
(Ya, aku sangat senang dengan pekerjaanku. Apa pekerjaanmu, Ryan?)
Ryan : I am a policeman
(Aku seorang polisi)
John : That is a great job. Okay, I have to go. Nice to meet you, Ryan. See you
later!
(Itu adalah pekerjaan yang bagus. Oke, aku harus pergi. Senang bertemu
denganmu, Ryan. Sampai jumpa nanti)
Ryan : Nice to meet you too, John. See you later!
(Senang bertemu denganmu juga, John. Sampai jumpa nanti)
97
What??‼
Narrator: One morning at Nia’s house.
(the sound of phone ringtone)
Nia: Hello.
Mita: Hello. Is this Nia?
Nia: Yes, Who is this?
Mita: It is me, Mita.
Nia: Oh, hi Mita. What’s up?
Mita: You left something at my house.
Nia: Oh, sorry, I forgot. Can you take it to my house? It’s very important.
Mita: Sure.
Nia: OK, thank you, See you later.
Mita: Bye.
Narrator: Mita is on his way to Nia’s house when suddenly she remembers
something
Mita: Oh my god, I’m late for school.
(Someone riding a bicycle comes across, then stops)
Mita: Excuse me, Andi, do you know Nia?
Andi: Yes, she is my classmate
98
Mita: Good. Can you give this to her? It’s very important. (Mita gives the thing)
Andi: Sure. (Andi takes the thing)
Mita: Thanks.
(a robber is looking at them from behind)
Narrator: Andi is on his way to Nia’s house when suddenly he remembers
something
Andi: Oh my God, I have to go to the supermarket
(Someone playing a ball comes across, then stops)
Andi: Excuse me, Toni, do you know Nia?
Toni: Yes, she is my friend
Andi: Good. Can you give this to her? It’s very important. (Andi gives the thing)
Toni: Sure. (Toni takes the thing)
Andi: Thanks.
(a robber is looking at them from behind)
Narrator: Toni is on his way to Nia’s house when suddenly he remembers
something
Toni: Oh my, it’s time to watch football
(Someone carrying and reading books comes across, then stops)
99
Toni: Excuse me, Dina, do you know Nia?
Dina: Yes, she is my friend
Toni: Good. Can you give this to her? It’s very important. (Toni gives the thing)
Dina: Sure. (Dina takes the thing)
Toni: Thanks.
(a robber is looking at them from behind)
Narrator: Dina is on his way to Nia’s house when suddenly someone stops him
The robber: Stop there! Give me that!
Dina: No way!
(the robber takes the thing and tries to run away when Dina shouts for help)
Dina: Help!
(When the robber tries to run away, suddenly Nia, Andi, Mita, Toni comes)
Nia: Hey, that’s mine. (pointing at the thing)
(the robber and open it)
(Mita, Andi, Toni, Dina, and the robber are surprised)
All: What??‼
Nia: (Laugh)
100