Post on 20-Jul-2015
5/17/2018 Pengelolaan Keuangan Daerah - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pengelolaan-keuangan-daerah-55b07b6ad9815 1/7
A. Pengelolaan Keuangan Daerah
Peraturan pemerintah No 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah
mendefinisikan Keuangan Daerah sebagai semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka
penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk
didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah
tersebut. yang dimaksud daerah di sini adalah pemerintah daerah yang merupakan daerah
otonom berdasarkan peraturan perundang-undangan. Daerah otonom ini terdiri dari
pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten dan pemerintah kota. karena pemerintah
daerah merupakan bagian dari pemerintah (pusat) maka keuangan daerah merupakan
bagian tak terpisahkan dari keuangan Negara.
Timbulnya hak akibat penyelenggaraan pemerintah daerah tersebut
menimbulkan aktivitas yang tidak sedikit. Hal itu harus diikuti dengan adanya suatu
sistem pengelolaan keuangan daerah untuk mengelolanya. Pengelolaan keuangan daerah
sebagaimana dimaksud, merupakan subsistem dari sistem pengelolaan keungan negara
dan merupakan elemen pokok dalam penyelenggaraan pemerintahaan daerah. Untuk
menjamin pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah tersebut maka hendaknya sebuah
pengelolaan keuangan daerah meliputi keseluruhan dari kegiatan-kegiatan perencanaan,
pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan
daerah.
Dalam rangka pengelolaan keuangan daerah yang akuntabel dan transparan,
pemerintah daerah wajib menyampaikan pertanggungjawaban, berupa : 1) Laporan
Realisasi Anggaran, 2) Neraca, 3) Laporan Arus Kas, dan 4) Catatan atas Laporan
Keuangan yang disusun sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan dan diaudit oleh
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
B. Permasalahan yang Terjadi
Penerimaan pendapatan asli daerah (PAD) dari 19 sektor retribusi di Kota Palembang
tidak mencapai target. Hal ini diketahui dari laporan keterangan pertanggungjawaban (LKPJ)
pada saat Rapat Paripurna DPRD Ke-4.
5/17/2018 Pengelolaan Keuangan Daerah - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pengelolaan-keuangan-daerah-55b07b6ad9815 2/7
Tercatat, dari target Rp90,795 miliar (M), penerimaan retribusi hanya terealisasi
Rp80,007 M, atau sePemkotr 88,1%.Retribusi yang diterima tersebut bersumber dari 22 jenis
retribusi yang dikelola. Dari 22 jenis tersebut, yang mencapai target hanya retribusi
pemakaian kekayaan daerah dan retribusi penggantian biaya KTP dan akta catatan sipil.
Sementara yang lainnya tidak mencapai target.
Adapun rincian 19 retribusi yang tidak mencapai target itu, yaitu retribusi izin
mendirikan bangunan (IMB), retribusi usaha pemotongan hewan dan perikanan, retribusi
pemeriksaan alat pemadam kebakaran, retribusi izin pembuangan limbah cair, dan retribusi
pelayanan kesehatan. Untuk pelayanan kesehatan dari Dinkes ini,target ini tak tercapai
karena dana klaim Jamsoskes adalah dana bantuan sosial, sehingga tidak bisa dijadikan PAD
sesuai dengan juknis program tersebut.
Sementara, untuk pajak daerah, terdapat 10 jenis yang dikelola Pemkot Palembang.
Dari 10 jenis ini,hanya satu jenis pajak yang tak mencapai target.Jenis pajak tersebut adalah
hiburan yang hanya 95,06%, atau Rp5,96 M dari target Rp6,27 M, yang secara keseluruhan
di kelola Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda). Sementara pajak lainnya melebihi target
yang ditentukan. Nilai realisasi pajak yang didapatkan mencapai Rp207,7 M dari target
Rp172,1 M, atau 120,7%.
Tidak tercapainya pajak hiburan tersebut karena faktor penurunan film asing di
bioskop yang penayangannya dibatasi. Akibatnya, omzetnya pun menurun. Sementara, hasilpengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan pada 2011, ditargetkan Rp25,5 M, dan
terealisasi Rp35,1 M atau terealisasi 137%. Nilai ini didapatkan dari bank Sumsel Babel dan
PDAM Tirta Musi, yang pendapatannya melebihi target. Sedangkan PD Pasar Palembang
Jaya hanya Rp589 juta dari target Rp1 M, atau terealisasi 58,9%. Sedangkan, PT SP2J hanya
Rp10,9 juta dari target Rp70 juta atau terealisasi 15,6%.
Pemasukan Pemkot Palembang juga berasal dari dana perimbangan. Tahun lalu
ditargetkan sebesar Rp1.091 triliun dan terealisasi Rp1.093 atau terealisasi 100,2%.
Sementara, target pendapatan daerah Kota Palembang 2011 lalu mencapai Rp1,932 triliun
dan terealisasi Rp1,895 triliun. Upaya yang akan dilakukan seperti melaksanakan pembinaan
terhadap wajib pajak daerah melalui tatap muka dan media. Sedangkan,untuk retribusi
daerah,akan menerapkan sanksi hukum terhadap wajib retribusi yang tidak memenuhi
kewajibannya sesuai perda yang berlaku.
5/17/2018 Pengelolaan Keuangan Daerah - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pengelolaan-keuangan-daerah-55b07b6ad9815 3/7
Untuk PBB, Pemkot juga akan meremajakan data. Sebelumnya, Kepala Dispenda
Kota Palembang Sumaiyah MZ mengatakan, pengelolaan PBB pada 2012 ini, sudah
diberikan secara penuh oleh pemerintah pusat kepada Pemkot Palembang melalui
pihaknya.Dengan begitu,Pemkot dapat mengelola pendapatan daerah ini dengan lebih fokus.
Retribusi adalah pemungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian
ijin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk
kepentingan orang pribadi atau badan (UU nomor 34 tahun 2000 jo. UU nomor 18 tahun
1997). Retribusi daerah dibagi atas tiga golongan yaitu :
1. Retribusi Jasa Umum,
2. Retribusi Jasa Usaha, dan
3. Retribusi Perijinan Tertentu.
Salah satu retribusi yang bermasalah ialah retribusi Ijin Mendirikan Bangunan yang
merupakan pembayaran atas pemberian ijin mendirikan bangunan oleh Pemerintah Daerah
kepada orang pribadi atau badan, termasuk merubah bentuk bangunan, biaya penelitian atau
pemeriksaan konstruksi dan biaya sempadan. Wajib retribusi adalah orang pribadi atau badan
yang menurut peraturan perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan
pembayaran retribusi. Masa retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu yang merupakan
batas waktu bagi wajib retribusi untuk memanfaatkan Ijin Mendirikan Bangunan atau untuk
memulai pelaksanan pembangunan.Sebagaimana diketahui bahwa beberapa atau sebagian besar pemerintah daerah belum
mengoptimalkan penerimaan retribusi karena masih mendapat dana dari pemerintah pusat.
Upaya untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah perlu dikaji pengelolaan untuk
mengetahui berapa besar potensi yang riil atau wajar, tingkat keefektifan dan efisiensi.
Peningkatan retibusi yang memiliki potensi yang baik akan meningkatkan pula pendapatan
asli daerah.
Pada dasarnya sistem pengelolaan keuangan yang transparan dan akuntabel itu sudah
menjadi kebutuhan dalam rangka terciptanya good governance dan clean government yang
menjadi simbol reformasi pemerintahan secara umum. Untuk itu upaya percepatan terhadap
keberhasilan pembaruan (reformasi) manajemen keuangan bagi pemerintah daerah sudah
selayaknya mendapat perhatian serius. Pengelolaan keuangan daerah sering menghadapi
masalah ketika perencanaan dan penganggaran tidak dilakukan dan berjalan dengan baik.
5/17/2018 Pengelolaan Keuangan Daerah - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pengelolaan-keuangan-daerah-55b07b6ad9815 4/7
Gagal dalam merencanakan sesungguhnya merencanakan sebuah kegagalan. Adapun yang
menajadi permasalahan dalam penganggaran keuangan daerah diantaranya:
1. Intervensi hak budget DPRD terlalu kuat dimana anggota DPRD sering mengusulkan
kegiatan-kegiatan yang menyimpang jauh dari usulan masyarakat yang dihasilkan dalam
Musrenbang. Jadwal reses DPRD dengan proses Musrenbang yang tidak match misalnya
Musrenbang sudah dilakukan, baru DPRD reses mengakibatkan banyak usulan DPRD
yang kemudian muncul dan merubah hasil Musrenbang. Intervensi legislative ini
kemungkinan didasari motif politis yakni kepentingan untuk mencari dukungan
konstituen sehingga anggota DPRD berperan seperti sinterklas yang membagi-bagi
proyek. Selain itu ada kemungkinan juga didasari motif ekonomis yakni membuat proyek
untuk mendapatkan tambahan income bagi pribadi atau kelompoknya dengan mengharap
bisa intervensi dalam aspek pengadaan barang (procurement) atau pelaksanaan kegiatan.
Intervensi hak budget ini juga seringkali mengakibatkan pembahasan RAPBD memakan
waktu panjang untuk negosiasi antara eksekutif dan legislative. Salah satu strategi dari
pihak eksekutif untuk “menjinakkan” hak budget DPRD ini misalnya dengan
memberikan alokasi tertentu untuk DPRD missal dalam penyaluran Bantuan Sosial
(Bansos) ataupun pemberian “Dana Aspirasi” yang bisa digunakan oleh anggota DPRD
secara fleksibel untuk menjawab permintaan masyarakat. Di salah satu kabupaten di
Kaltim, dana aspirasi per anggota DPRD bisa mencapai 2 milyar rupiah per tahun.2. Pendekatan partisipatif dalam perencanaan melalui mekanisme musrenbang masih
menjadi retorika. Perencanaan pembangunan masih didominasi oleh: Kebijakan kepala
daerah, hasil reses DPRD dan Program dari SKPD. Kondisi ini berakibat timbulnya
akumulasi kekecewaan di tingkat desa dan kecamatan yang sudah memenuhi kewajiban
membuat rencana tapi realisasinya sangat minim.
3. Proses Perencanaan kegiatan yang terpisah dari penganggaran, Karena
ketidakjelasan informasi besaran anggaran, proses Musrenbang kebanyakan masih
bersifat menyusun daftar belanja (shopping list) kegiatan. Banyak pihak seringkali
membuat usulan sebanyak-banyaknya agar probabilitas usulan yang disetujui juga
semakin banyak. Ibarat memasang banyak perangkap, agar banyak sasaran yang terjerat.
4. Ketersediaan dana yang tidak tepat waktu. Terpisahnya proses perencanaan dan
anggaran ini juga berlanjut pada saat penyediaan anggaran. APBD disahkan pada bulan
5/17/2018 Pengelolaan Keuangan Daerah - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pengelolaan-keuangan-daerah-55b07b6ad9815 5/7
Desember tahun sebelumnya, tapi dana seringkali lambat tersedia. Bukan hal yang aneh,
walau tahun anggaran mulai per 1 Januari tapi sampai bulan Juli-pun anggaran program
di tingkat SKPD masih sulit didapatkan.
5. Breakdown RPJPD ke RPJMD dan RPJMD ke RKPD seringkali tidak nyambung
(match). Ada kecenderungan dokumen RPJP ataupun RPJM/Renstra SKPD seringkali
tidak dijadikan acuan secara serius dalam menyusun RKPD/Renja SKPD. Kondisi ini
muncul salah satunya disebabkan oleh kualitas tenaga perencana di SKPD yang terbatas
kuantitas dan kualitasnya. Dalam beberapa kasus ditemui perencanaan hanya dibuat oleh
Pengguna Anggaran dan Bendahara, dan kurang melibatkan staf program sehingga
banyak usulan kegiatan yang sifatnya copy paste dari kegiatan yang lalu dan tidak
visioner.
6. Kualitas RPJPD, RPJM Daerah dan Renstra SKPD seringkali belum optimal.
Beberapa kelemahan yang sering ditemui dalam penyusunan Rencana tersebut adalah;
indicator capaian yang seringkali tidak jelas dan tidak terukur (kalimat berbunga-bunga),
data dasar dan asumsi yang seringkali kurang valid, serta analisis yang kurang mendalam
dimana jarang ada analisis mendalam yang mengarah pada “how to achieve” suatu
target.
7. Terlalu banyak “order” dalam proses perencanaan dan masing-masing ingin menjadi
arus utama misalnya gender mainstreaming, poverty mainstreaming, disaster mainstreaming dll. Perencana di daerah seringkali kesulitan untuk menterjemahkan isu-
isu tersebut. Selain itu “mainstreaming” yang seharusnya dijadikan “prinsip gerakan
pembangunan” seringkali malah disimplifikasi menjadi sector-sektor baru, misalnya isu
poverty mainstreaming melahirkan lembaga Komisi Pemberantasan Kemiskinan padahal
yang seharusnya perlu didorong adalah bagaimana setiap SKPD bisa berkontribusi
mengatasi kemiskinan sesuai tupoksinya masing-masing. Demikian pula isu gender, juga
direduksi dengan munculnya embel-embel pada Bagian Sosial menjadi “Bagian Sosial
dan Pemberdayaan Perempuan” misalnya.
8. Koordinasi antar SKPD untuk proses perencanaan masih lemah sehingga kegiatan
yang dibangun jarang yang sinergis bahkan tidak jarang muncul egosektoral. Ada suatu
kasus dimana di suatu kawasan Dinas Kehutanan mendorong program reboisasi tapi
disisi lain Dinas Pertambangan memprogramkan ekploitasi batubara di lokasi tersebut.
5/17/2018 Pengelolaan Keuangan Daerah - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pengelolaan-keuangan-daerah-55b07b6ad9815 6/7
9. SKPD yang mempunyai alokasi anggaran besar misal Dinas Pendidikan dan Dinas
PU seringkali tidak mempunyai tenaga perencana yang memadai . Akibatnya proses
perencanaan seringkali molor. Hal ini sering diperparah oleh minimnya tenaga Bappeda
yang mampu memberikan asistensi kepada SKPD dalam penyusunan rencana.
10. APBD kabupaten/Kota perlu evaluasi oleh Pemprop. Disisi lain Pemprop mempunyai
keterbatasan tenaga untuk melakukan evaluasi tersebut. Selain itu belum ada instrument
yang praktis yang bisa digunakan untuk evaluasi anggaran tersebut. Hal ini berakibat
proses evaluasi memakan waktu agak lama dan berimbas pada semakin panjangnya
proses revisi di daerah (kabupaten/kota).
11. Kualitas hasil Musrenbang Desa/Kecamatan seringkali rendah karena kurangnya
Fasilitator Musrenbang yang berkualitas. Fasilitasi proses perencanaan tingkat desa
yang menurut PP 72 tahun 2005 diamanahkan untuk dilaksanakan oleh Pemerintah
Kabupaten (bisa via Pemerintah Kecamatan) seringkali tidak berjalan. Proses fasilitasi
hanya diberikan dalam bentuk surat edaran agar desa melakukan Musrenbang, dan jarang
dalam bentuk bimbingan fasilitasi di lapangan.
12. Pedoman untuk Musrenbang atau perencanaan (misal Permendagri 66 tahun 2007)
cukup rumit ( complicated) dan agak sulit untuk diterapkan secara mentah-mentah di
daerah pelosok pedesaan yang sebagian perangkat desa dan masyarakatnya mempunyai
banyak keterbatasan dalam hal pengetahuan, teknologi dll.13. Dalam praktek penerapan P3MD, pendekatan pemecahan masalah yang HANYA
melihat ke AKAR MASALAH saja dapat berpotensi menimbulkan bias dan
oversimplifikasi terhadap suatu persoalan. Contoh kasus nyata; di sebuah desa di
daerah masyarakat dan pemerintah mengidentifikasi bahwa rendahnya pengetahuan
masyarakat disebabkan tidak adanya fasilitas sumber bacaan di wilayah itu. Sebagai
solusinya mereka kemudian mengusulkan untuk dibangunkan “gedung perpustakaan”.
Ternyata setelah gedung perpustakaan dibangun, sampai beberapa tahun berikutnya
perpustakaan tersebut tidak pernah berfungsi bahkan kemudian dijadikan Posko Pemilu.
Mengapa demikian? Hal itu terjadi karena mereka hanya berpikir soal membangun
gedung, tetapi lupa berpikir dan mengusulkan bagaimana menyediakan buku/bahan
bacaan untuk perpustakaan itu, lupa mengusulkan kepengurusan untuk mengelola
perpustakaan itu dll. Kondisi seperti diatas mungkin tidak akan terjadi kalau mereka
5/17/2018 Pengelolaan Keuangan Daerah - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/pengelolaan-keuangan-daerah-55b07b6ad9815 7/7
berpikir dulu soal “outcome” misalnya meningkatkan minat baca 50 % warga
masyarakat. Dari outcome tersebut nantinya bisa diidentifikasi output yang diperlukan
misalnya: adanya gedung perpustakaan, buku atau bahan bacaan, tenaga pengelola
perpustakaan, kesadaran masyarakat untuk datang ke perpustakaan dll. Dari contoh kasus
itu nampaknya untuk pemerintah dan masyarakat memang perlu didorong untuk
memahami alur berpikir logis (logical framework ) sebuah perencanaan. Selain itu pola
pikir yang ada yang cenderung berorientasi “Proyek” (yang berorientasi jangka pendek
dan berkonotasi duit) menjadi orientasi “Program” (orientasi jangka panjang dan lebih
berkonotasi sebagai gerakan pembangunan).