Post on 12-Jan-2017
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PENGARUH SUPLEMENTASI DAUN WARU (Hibiscus tiliaceus L.)
TERHADAP KARAKTERISTIK FERMENTASI DAN POPULASI
PROTOZOA RUMEN SECARA IN VITRO
Skripsi
Untuk memenuhi sebagai persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Sains
Disusun oleh :
DIGDYAS TIRTA BIMASMARA PUTRA NIM. M0406024
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
SKRIPSI
Pengaruh Suplementasi Daun Waru (Hibiscus tiliaceus L.) Terhadap
Karakteristik Fermentasi dan Populasi Protozoa Rumen secara In Vitro
Oleh
Digdyas Tirta Bimasmara Putra
NIM M0406024
Telah disetujui oleh pembimbing
Menyetujui tanda tangan
Pembimbing I : Tjahjadi Purwoko, M.Si .................... NIP. 197011302000031002
Pembimbing II : Hendra Herdian, S.Pt. MSc ..................... NIP. 196812211998031007
Surakarta, Desember 2010
Mengetahui
Ketua Jurusan Biologi
Dra. Endang Aggarwulan, M.Si NIP.195003201978032001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil penelitian saya sendiri
dan tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar
kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, serta tidak terdapat karya atau pendapat
yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu
dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari dapat ditemukan adanya unsur penjiplakan maka gelar
kesarjanaan yang telah diperoleh dapat ditinjau dan/atau dicabut.
Surakarta, ............................
Digdyas Tirta Bimasmara Putra
NIM. M0406024
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
PENGARUH SUPLEMENTASI DAUN WARU (Hibiscus tiliaceus L.)
TERHADAP KARAKTERISTIK FERMENTASI DAN POPULASI
PROTOZOA RUMEN SECARA IN VITRO
DIGDYAS TIRTA BIMASMARA PUTRA
Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji pengaruh pemberian daun waru (Hibiscus tiliaceus L.) terhadap karakteristik fermentasi rumen yang meliputi produksi gas, asam lemak volatil (VFA), konsentrasi amonia (NH3), dan pH serta populasi protozoa rumen secara in vitro gas test.
Percobaan disusun dengan desain eksperimen model rancangan acak lengkap yang terdiri atas kontrol negatif (P. purpureum 200 mg bahan kering) , kontrol positif (P. purpureum 200 mg bahan kering + 0,2 % monensin) dan 4 perlakuan berturut-turut adalah P. purpureum 200 mg bahan kering + daun Hibiscus tiliaceus L. 5%,10%, 15% dan 20% bahan kering. Tiap perlakuan dilakukan perulangan 3 kali . Data hasil penelitian diuji dengan Anova (Analysis of Varians), apabila ada pengaruh perbedaan dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan.
Suplementasi daun waru tidak signifikan (P>0.05) mempengaruhi nilai NH3 dan pH dibandingkan kontrol. Konsentrasi VFA total naik pada suplementasi daun waru 5% dan 10%, kemudian turun pada level 15% dan 20%. Suplementasi daun waru pada semua perlakuan signifikan (P<0.05) menurunkan populasi protozoa dan produksi gas total. Nisbah A/P dan NGR turun pada level 5,10,dan 15% kemudian naik pada level 20%. Penurunan nisbah A/P dan NGR ini berkorelasi terhadap penurunan gas metana. Disimpulkan bahwa level optimum suplementasi daun waru dalam penelitian ini adalah 10%. Pada level ini telah dapat memodifikasi karakteristik fermentasi rumen mengarah ke sintesis propionat, menurunkan populasi protozoa 43,08% dan produksi gas 11,02%, menaikkan total VFA dan tidak berpengaruh terhadap nilai pH maupun NH3. Suplementasi daun waru (Hibiscus tiliaceus L.) dapat meningkatkan proporsi propionat yang merupakan sumber energi utama bagi sapi pedaging.
Kata Kunci : Hibiscus tiliaceus L., saponin, populasi protozoa, in vitro gas test
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
The Effect of Supplementation Waru Leaves (Hibiscus tiliaceus L.) on Fermentation Characteristic and Rumen Population Protozoa In Vitro
DIGDYAS TIRTA BIMASMARA PUTRA
Department of Biology, Faculty of Mathematics and Natural Sciences, Sebelas Maret University, Surakarta.
Abstract
The purpose of this study was to examine the effect of waru leaves (Hibiscus tiliaceus L.) on rumen fermentation characteristics that include gas production, VFA, NH3, pH and rumen population protozoa by in vitro gas test.
The experiment was designed with completely randomized experimental design model consisted of negative control (P. purpureum 200 mg DM), positive control (P. purpureum 200 mg DM + 0.2% monensin) and 4 treatments, consecutive is P. purpureum 200 mg leaf DM + Hibiscus tiliaceus L. leaves 5%, 10%, 15% and 20% DM. Each treatment was replicated 3 times. Data were tested by ANOVA (Analysis of Variance), if there are differences influence will be followed by Duncan multiple range test.
Supplementation of waru leaves was not significant (P>0.05) affected the value of NH3 and pH than the control. Total VFA concentration increased on supplementation of waru leaves 5% and 10%, then decreased at the level of 15% and 20%. Supplementation of waru leaves in all treatments significantly (P<0.05) decreasing protozoa population and total gas production. A / P ratio and NGR decreased at the level of 5,10, and 15% but then increased in level of 20%. The decrease of A / P ratio and NGR is correlated to the decrease of methane gas. It was concluded that the optimum level of supplementation waru leaves in this study is 10%. At this level, it can modify rumen fermentation characteristics leads to the synthesis of propionate, reduced protozoa population 43,08% and gas production 11,02%, increasing total VFA and has no effect on the value of pH and NH3. Supplementation of waru leaves (Hibiscus tiliaceus L.) can increase the proportion of propionate which is the main energy source for beef cattle. Keywords: Hibiscus tiliaceus L., saponin, protozoa population, in vitro gas test
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
HALAMAN MOTTO
“Wujudkan impianmu dengan ketekunan, kerja keras, dan kesabaran. Walaupun
itu terasa berat tetapi tetap kerjakanlah.“
“Pergunakan kesempatan yang ada sebaik-baiknya dan berdoalah Kepada Dzat
Yang Maha Kuasa”
“Do a good something for a Brighter future”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
HALAMAN PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan kepada:
Keluargaku, Almarhum Bapak Asmoro dan Ibu
Yuli Hastuti serta Kakak-kakakku tercinta atas
doa dan kasih sayang yang tak terhingga
Bapak Tjahjadi dan Bapak Hendra atas
semangat dan nasihat yang berharga bagi
penulis
Sahabat-sahabatku di Biologi dan UPT.BPPTK
LIPI Yogyakarta serta teman-teman kost yang
telah membantu dan semangatnya selama ini
Almamater tercinta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur bagi Allah SWT, yang telah melimpahkan segala
rahmat dan hidayah-Nya yang tidak terhingga sehingga penulis dapat
menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul : “PENGARUH
SUPLEMENTASI DAUN WARU (Hibiscus tiliaceus L.) TERHADAP
KARAKTERISTIK FERMENTASI DAN POPULASI PROTOZOA RUMEN
SECARA IN VITRO ”. Penyusunan skripsi ini merupakan suatu syarat untuk
memperoleh gelar kesarjanaan strata 1 (S1) pada Jurusan Biologi, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Dalam melakukan penelitian maupun penyusunan skripsi ini penulis telah
mendapatkan banyak masukan, bantuan, dan bimbingan dari berbagai pihak yang
sangat berguna dan bermanfaat secara langsung maupun tidak langsung. Oleh
karena itu pada kesempatan yang baik ini dengan kerendahan hati penulis ingin
menyampaikan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada:
Prof. Drs. Sutarno, M.Sc., PhD., selaku dekan FMIPA Universitas Sebelas
Maret Surakarta atas ijin penelitian untuk keperluan skripsi.
Dra. Endang Anggarwulan, M.Si selaku Ketua Jurusan Biologi FMIPA
Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin dan saran dalam
penelitian sampai selesainya penyusunan skripsi.
Dr.Ir.Suharwaji, M.App.Sc, selaku Kepala Unit Pelayanan Teknis Balai
Pengembangan Proses dan Teknologi Kimia Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (UPT BPPTK LIPI) Yogyakarta yang telah memberikan ijin untuk
keperluan penelitian dan saran, sampai selesainya penyusunan skripsi.
Tjahjadi Purwoko,M.Si, sebagai dosen pembimbing I yang telah
memberikan bimbingan dan saran kepada penulis selama penelitian sampai
selesainya penyusunan skripsi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
Hendra Herdian,S.Pt.MSc, selaku dosen pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan dan arahan selama penelitian sampai selesainya
penyusunan skripsi.
Dr.Artini Pangastuti,M.Si, selaku dosen penelaah I yang telah memberikan
banyak saran dan ide pemikiran baru selama penelitian sampai selesainya
penyusunan skripsi.
Dr.Agung Budiharjo,SSi,M.Si selaku dosen penelaah II yang telah
memberikan banyak saran dan ide pemikiran baru selama penelitian sampai
selesainya penyusunan skripsi.
Estu Retnaningtyas N., M. Si, selaku dosen pembimbing akademik dan
seluruh dosen di jurusan Biologi yang telah memberikan bimbingan, dukungan,
dan petunjuk selama masa perkuliahan.
Sahabatku di Biologi, Sutikno, Rosid, Ari, Budi, Andri, Risna, Vector,
Sari, Ana, Santi, Dian, Septi, Sasti, Ria, Kiki, Fina. Segenap teman penelitian di
LIPI Sigit, Devi, Anton, terima kasih atas dukungan dan bantuannya selama
penelitian. Teman-teman di almamater Biologi FMIPA UNS dan Kos terimakasih
atas semangat dan dukungannya. Semoga skripsi ini bisa bermanfaat bagi kita
semua dan pihak-pihak yang terkait.
Surakarta, Januari 2011
Penyusun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL………………………………………………………...
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING……………………………
HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………….
HALAMAN PERNYATAAN………………………………………………
ABSTRAK…………………………………………………………………
ABSTRACT…………………………………………………………………
HALAMAN MOTTO……………………………………………………….
HALAMAN PERSEMBAHAN…………………………………………….
KATA PENGANTAR………………………………………………………
DAFTAR ISI………………………………………………………………...
DAFTAR TABEL…………………………….…………………………..…
DAFTAR GAMBAR……………………..…………………………………
DAFTAR LAMPIRAN…………………..………………………………….
DAFTAR SINGKATAN……………………………………………………
BAB I. PENDAHULUAN...............................................................................
A. Latar Belakang........................................................................................
B. Rumusan Masalah...................................................................................
C. Tujuan Penelitian ....................................................................................
D. Manfaat Penelitian ..................................................................................
BAB II. LANDASAN TEORI .........................................................................
A. Tinjauan Pustaka.....................................................................................
i
ii
iii
iv
v
vi
vii
viii
ix
xi
xiv
xv
xvi
xvii
1
1
4
4
5
6
6
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
1. Sistem Pencernakan Ruminansia ......................................................
2. Gas Metana Dalam Peternakan.........................................................
3. Gas Metana ......................................................................................
a. Deskripsi Gas Metana .................................................................
b. Sumber Gas Metana....................................................................
c. Akibat Gas Metana .....................................................................
1) Pemanasan Global.................................................................
2) Kepunahan Spesies ..............................................................
3) Penurunan Kualitas Kesehatan Lingkungan .........................
4. Reduksi Metana Melalui Penurunan Protozoa..................................
5. Penurunan Protozoa dengan Saponin................................................
6. Tumbuhan Waru (Hibiscus tiliaceus L.) sebagai Agen Penurunan
Protozoa ...........................................................................................
B. Kerangka Pemikiran ...............................................................................
C. Hipotesis .................................................................................................
BAB III. METODE PENELITIAN .................................................................
A. Waktu dan Tempat...............................................................................
B. Alat dan Bahan ....................................................................................
C. Cara Kerja / Prosedur Penelitian .........................................................
1. Preparasi Sampel Pennisetum purpureum
dan Hibiscus tiliaceus L. ................................................................
2. Analisis Proksimat Bahan .............................................................
3. Analisis Kandungan Saponin pada Daun Hibiscus tiliaceus L. ....
6
10
12
12
12
13
13
15
15
15
19
20
24
25
26
26
26
27
27
27
27
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
a. Tahap Ekstraksi Daun ..............................................................
b. Tahap pembuatan Kurva Standar .............................................
c. Tahap Penghitungan Kadar Saponin........................................
4. Preparasi Cairan Rumen dari Ternak Donor .................................
5. Desain Perlakuan...........................................................................
6. Fermentasi secara In Vitro ............................................................
7. Pengukuran Produksi Gas, VFA, Konsentrasi N-NH3,
dan pH serta Penghitungan Jumlah Protozoa ................................
D. Analisis Data........................................................................................
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN…...………………………………
A. Komposisi Kimia Bahan Penelitian…………………………………
B. Pebahasan Umum …………………………………………………..
BAB V. PENUTUP………………………………………………………….
A. Kesimpulan………………………………………………………….
B. Saran…………………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………….
RIWAYAT HIDUP PENULIS…………………………...…………………
27
28
28
28
29
29
31
32
33
33
34
50
50
50
51
71
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Komposisi Kimia Daun Waru (Hibiscus tiliaceus L.) dan
Rumput Kolonjono (Pennisetum purpureum)……………………
33
Tabel 2. Jumlah Protozoa dan Karakteristik Fermentasi Cairan Rumen
dengan Suplementasi Daun Waru (Hibiscus tiliaceus L.),
Monensin serta Kontrol. …………………………………………
34
Tabel 3. Konsentrasi Asam Asetat, Propionat, dan Butirat cairan rumen
yang mendapat perlakuan suplementasi daun waru pada taraf
yang berbeda, dan kontrol serta monensin.…………..…………..
43
Tabel 4. Nisbah Perbandingan Asetat dan Propionat serta Nilai NGR
Cairan Rumen yang Mendapat Perlakuan Suplementasi Daun
Waru pada Taraf yang Berbeda, dan Kontrol serta
Monensin………………………………………………...………
45
Halaman
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Simbiosis Protozoa dengan Metanogen ………………………… 17
Gambar 2. Hibiscus tiliaceus L.………………...…………………………… 21
Gambar 3. Bagan/skema Kerangka Pemikiran................................................ 25
Gambar 4. Diagram Jumlah Protozoa, pH, Konsentrasi NH3, VFA Total, dan Produksi Gas Cairan Rumen dengan Suplementasi Daun Waru (Hibiscus tiliaceus L.), Monensin serta Kontrol…...………
50
Gambar 5. Hibiscus tiliaceus L. dan Pennisetum purpureum yang digunakan
dalam penelitian ……………...………………………………….. 58
Gambar 6. Pengambilan Cairan Rumen dari Sapi yang Telah
Difistula ....………......................................................................... 58
Gambar 7. Percobaan in vitro gas test ………………………………………. 58
Gambar 8. Pengamatan Protozoa ……………………………………...…….. 59
Halaman
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil Analisis Komposisi Kimia Daun Hibiscus tiliaceus L. dari
Lab. Chem-mix Pratama, Yogyakarta.……… ………………… 60
Lampiran 2. Hasil Analisis VFA dari PAU UGM……...……...……………… 61
Lampiran 3. Data Hasil Penelitian...................................................................... 63
Lampiran 4. Penentuan Kadar Amonia…………… ………………………….. 64
Lampiran 5. Hasil analisis Anova dan Duncan ……..........………………....... 66
Halaman
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvii
DAFTAR SINGKATAN
Singkatan Kepanjangan
Anova
ATP
BK
CH4
CO2
FAO
g
GRK
µl
ml
mg
pH
PK
VFA
mM
NH3
NaCl
NGR
Analysis of Varians
Adenosine Triphosphate
Bahan kering
Metana
Karbondioksida
Food Agricultural Organitations
gram
Gas Rumah Kaca
mikroliter
mililiter
miligram
puissance Hidrogen
Protein Kasar
Volatile Fatty Acids
mili Mol
Amonia
Natrium klorida
Non Glucogenic Ratio
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kebutuhan bahan pangan hewani semakin hari semakin meningkat. Hal ini
seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, tingkat pendapatan, kesadaran
gizi dan kualitas hidup masyarakat. Jumlah penduduk Indonesia saat ini
diperkirakan mencapai 220 juta jiwa, dan ini merupakan jumlah penduduk
terbesar keempat di dunia. Jumlah penduduk yang besar tersebut merupakan
pangsa pasar yang luar biasa besar untuk produk ternak, karena kebutuhan bahan
pangan asal hewan (daging, susu dan telur) merupakan kebutuhan primer yang
harus dipenuhi (Rusfidra, 2005).
Protein hewani asal ternak sangat diperlukan untuk pertumbuhan,
kecerdasan dan kesehatan tubuh manusia. Sampai saat ini tingkat konsumsi
protein hewani masyarakat Indonesia masih sangat rendah, sekitar 6
gram/kapita/hari. Sementara rata-rata konsumsi penduduk dunia mencapai 26
gram/kapita/tahun (Han, 1999). Jika dibandingkan dengan tingkat konsumsi
protein hewani penduduk Malaysia, Thailand dan Fhilipina, konsumsi protein
hewani penduduk Indonesia tergolong rendah. Apalagi konsumsi protein hewani
negara-negara industri maju, seperti Inggris, AS, Jepang dan Prancis berkisar 50-
80 gram/kapita/hari (Rusfidra, 2005).
Ternak sapi merupakan hewan ternak terpenting dari jenis hewan ternak
yang dipelihara manusia sebagai sumber daging, susu, dan tenaga kerja pengolah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
lahan. Selain itu, sapi juga berperan sebagai sumber pendapatan, tabungan hidup
(bioinvestasi), aset kultural dan religius, sumber gas bio dan pupuk kandang
(Rusfidra, 2005).
Di sisi lain peternakan telah dihadapkan pada permasalahan yang cukup
serius yakni berbagai dampak yang diakibatkan dari industri peternakan itu
sendiri. Selain limbah feses dan urine, gas metana (CH4) yang cukup tinggi juga
dihasilkan dari industri peternakan ini (Suryahadi et al., 2002).
Laporan Perserikatan Bangsa Bangsa tentang peternakan dan lingkungan
yang diterbitkan pada tahun 2006 mengungkapkan bahwa, sektor peternakan
adalah salah satu penyumbang terbesar bagi krisis lingkungan yang paling serius
dalam setiap skala, mulai dari lokal hingga global. Memelihara ternak untuk
konsumsi telah menjadi salah satu penghasil gas karbondioksida (CO2) terbesar
serta menjadi satu-satunya sumber emisi gas metana (CH4) dan nitrooksida (NO)
terbesar. Sektor peternakan telah menyumbang 9% karbondioksida, 65%
nitrooksida, dan 37% gas metana. Gas metana menghasilkan gas rumah kaca 23
kali lebih besar dan nitrooksida 296 kali lebih banyak jauh di atas karbondioksida
(Badunglahne, 2010).
Di samping berdampak buruk bagi atmosfer, pembentukan metana juga
berpengaruh negatif terhadap hewan ruminansia itu sendiri, yaitu dapat
menyebabkan kehilangan energi hingga 15% dari total energi kimia yang tercerna.
Fermentasi dari pencernaan ternak (enteric fermentation) menyumbang sebagian
besar emisi gas metana yang dihasilkan peternakan. Pembentukan gas metana di
dalam rumen merupakan hasil akhir dari fermentasi pakan. Pada prinsipnya,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
pembentukan gas metana di dalam rumen terjadi melalui reduksi CO2 oleh H2
yang dikatalisis oleh enzim yang dihasilkan oleh mikroba metanogenik (Thalib,
2008). Perlu dilakukan langkah pengurangan produksi metana dari ternak
ruminansia.
Populasi protozoa di dalam rumen diketahui berbanding lurus dengan
produksi gas metana, artinya produksi gas metana berkurang bila populasi
protozoa rumen menurun (Thalib, 2008). Populasi protozoa di dalam rumen dapat
dikurangi dengan memberikan agen defaunasi protozoa seperti saponin. Hal lain
yang mempengaruhi produksi gas metana adalah karakteristik fermentasi rumen.
Karakteristik fermentasi (pola fermentasi) pada rumen yang mengarah kepada
sintesis asam propionat lebih menguntungkan. Asam propionat tersebut cenderung
menurunkan produksi energi yang terbuang dalam bentuk metana (CH4).
Umumnya yang sering digunakan sebagai pakan sapi adalah rumput
kolonjono (Pennisetum purpureum) karena mudah didapatkan. Sayangnya, kadar
serat kasar rumput kolonjono cukup tinggi sehingga memicu produksi metana
yang lebih besar. Dalam penelitian ini digunakan daun waru sebagai suplementasi.
Daun waru (Hibiscus tiliaceus L.) diketahui mengandung senyawa saponin.
Kandungan saponin dalam daun waru diharapkan dapat digunakan sebagai agen
defaunasi protozoa dan dapat mempengaruhi karakteristik fermentasi rumen, yang
pada akhirnya diharapkan dapat mereduksi gas metana dari proses peternakan,
sehingga peternakan dapat lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan .
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah pengaruh pemberian daun waru (Hibiscus tiliaceus L.)
terhadap karakteristik fermentasi yang meliputi produksi gas, VFA,
konsentrasi NH3, dan pH serta populasi protozoa rumen secara in vitro?
2. Pada level berapa pemberian daun waru (Hibiscus tiliaceus L.) paling
optimum dapat memperbaiki karakteristik fermentasi dan menurunkan
populasi protozoa rumen secara in vitro di penelitian ini?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui pengaruh pemberian daun waru (Hibiscus tiliaceus L.) terhadap
karakteristik fermentasi (produksi gas, VFA, konsentrasi NH3, pH) dan
populasi protozoa rumen secara in vitro.
2. Mengetahui level pemberian daun waru (Hibiscus tiliaceus L.) yang optimum
dapat memperbaiki karakteristik fermentasi (produksi gas, VFA, konsentrasi
NH3, pH) dan menurunkan populasi protozoa rumen secara in vitro.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
D. Manfaat Penelitian
1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat
tentang penggunaan daun waru (Hibiscus tiliaceus L.) untuk memperbaiki
karakteristik fermentasi rumen yang meliputi produksi gas, VFA, konsentrasi
NH3, dan pH serta mengetahui pengaruh pemberian daun waru dalam
menurunkan populasi protozoa rumen secara in vitro.
2. Memberikan gambaran pada level berapakah daun waru (Hibiscus tiliaceus
L.) optimum dapat memperbaiki karakteristik fermentasi dan menurunkan
populasi protozoa rumen secara in vitro.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Sistem Pencernakan Ruminansia
Pencernaan adalah rangkaian proses perubahan fisik dan kimia yang
dialami bahan makanan selama berada di dalam alat pencernaan. Proses
pencernaan makanan pada ternak ruminansia relatif lebih komplek dibandingkan
proses pencernaan pada jenis ternak lainnya (Ecoshopy, 2006).
Perut ternak ruminansia dibagi menjadi 4 bagian, yaitu retikulum (perut
jala), rumen (perut beludru), omasum (perut buku), dan abomasum (perut sejati)
Dalam studi fisiologi ternak ruminasia, rumen dan retikulum sering dipandang
sebagai organ tunggal dengan sebutan retikulorumen. Omasum disebut sebagai
perut buku karena tersusun dari lipatan sebanyak sekitar 100 lembar. Fungsi
omasum belum terungkap dengan jelas, tetapi pada organ tersebut terjadi
penyerapan air, amonia, asam lemak terbang dan elektrolit. Pada organ ini
dilaporkan juga menghasilkan amonia dan mungkin asam lemak terbang (Frances
dan Siddon, 1993). Termasuk organ pencernaan bagian belakang lambung adalah
sekum, kolon, dan rektum. Pada pencernaan bagian belakang tersebut juga terjadi
aktivitas fermentasi. Namun, belum banyak informasi yang terungkap tentang
peranan fermentasi pada organ tersebut. Proses pencernaan pada ternak
ruminansia dapat terjadi secara mekanis di mulut, fermentatif oleh mikroba rumen
dan secara hidrolis oleh enzim-enzim pencernaan (Ecoshopy, 2006).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
Pada sistem pencernaan ruminasia terdapat suatu proses yang disebut
memamah biak (ruminasi). Pakan berserat (hijauan) yang dimakan ditahan untuk
sementara di dalam rumen. Pada saat hewan beristirahat, pakan yang telah berada
dalam rumen dikembalikan ke mulut (proses regurgitasi), untuk dikunyah kembali
(proses remastikasi), kemudian pakan ditelan kembali (proses redeglutasi).
Selanjutnya, pakan tersebut dicerna lagi oleh enzim-enzim mikroba rumen.
Kontraksi retikulorumen yang terkoordinasi dalam rangkaian proses tersebut
bermanfaat untuk pengadukan digesta inokulasi dan penyerapan nutrien. Selain itu
kontraksi retikulorumen juga bermanfaat untuk pergerakan digesta meninggalkan
retikulorumen melalui retikulo-omasal orifice ( Tilman et al., 1986).
Lambung rumen sapi sangat besar, diperkirakan sekitar 3/4 dari isi rongga
perut. Lambung rumen mempunyai peranan penting untuk menyimpan makanan
sementara yang akan dimamah kembali (kedua kali). Selain itu, pada rumen juga
terjadi proses pembusukan dan peragian (Sulistyowati, 2009). Isi seluruh perut
pada sapi dewasa sekitar 90 – 208 liter. Rumen merupakan bagian perut terbesar
yang berukuran sekitar 80 % dari seluruh perut, omasum 8%, abomasum 7%, dan
retikulum 5% (Akoso, 1996).
Proses pencernaan ruminansia dimulai di ruang mulut. Di dalam ruang
mulut, ransum yang masih berbentuk kasar dipecah menjadi partikel-partikel kecil
dengan cara pengunyahan dan pembasahan dengan saliva. Dari mulut ransum
masuk kedalam rumen melalui esofagus. Di dalam rumen, proses penghancuran
partikel-partikel ransum berlanjut terus. Komponen atau bagian ransum yang
belum dapat dihaluskan di dalam rumen akan dikembalikan ke dalam ruang mulut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
dalam bentuk bolus-bolus. Oleh karena itu, setelah merumput, ternak ruminansia
biasanya berbaring dan mengunyah-ngunyah rumput ataupun hijauan lain yang
dikeluarkan kembali dalam bentuk bolus-bolus dari rumen ke mulut (Siregar,
1994).
Ransum yang sudah terproses halus di dalam rumen akan segera
mengalami proses fermentasi. Dalam proses ini berjuta-juta bakteri dan
mikroorganisme lainnya bekerja mengolah protein dan juga non-protein nitrogen
yang terdapat di dalam ransum menjadi asam-asam amino esensial (Siregar,
1994).
Adanya rumen dan kegiatan-kegiatan mikroorganisme didalamnya
menyebabkan ternak ruminansia mampu mencerna sejumlah besar hijauan
maupun pakan kasar lainnya. Bahkan, hijauan merupakan ransum pokok ternak
ruminansia. Di dalam rumen, senyawa-senyawa non-protein nitrogen dapat diubah
menjadi protein mikrobial. Oleh karena itu, kandungan protein ransum ternak
ruminansia tidak perlu setinggi dan selengkap kandungan protein ternak non-
ruminansia seperti unggas dan babi (Siregar, 1994).
Mikroba rumen membantu ternak ruminansia dalam mencerna pakan yang
mengandung serat tinggi menjadi asam lemak volatil (Volatile Fatty Acids / VFA)
yaitu asam asetat, asam propionat, asam butirat, asam valerat serta asam isobutirat
dan asam isovalerat. VFA diserap melalui dinding rumen dan dimanfaatkan
sebagai sumber energi oleh ternak. Produk metabolisme yang tidak dimanfaatkan
oleh ternak yang pada umumnya berupa gas akan dikeluarkan dari rumen melalui
proses eruktasi (Barry, et al. 1977). Namun, yang lebih penting ialah mikroba
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
rumen itu sendiri, karena biomasa mikroba yang meninggalkan rumen merupakan
pasokan protein bagi ternak ruminansia. Sauvant, et al. (1995) menyebutkan
bahwa 2/3 – 3/4 bagian dari protein yang diabsorbsi oleh ternak ruminansia
berasal dari protein mikroba.
VFA terdiri atas asam-asam organik yang mudah menguap/atsiri, mulai
dari rantai karbon satu sampai dengan rantai karbon lima, yaitu asam asetat,
propionat, butirat, dan valerat. VFA dihasilkan oleh bakteri tertentu dan
jumlahnya tergantung pada jumlah bakteri dalam rumen. Asam asetat adalah yang
paling banyak diproduksi oleh hampir semua jenis bakteri, diikuti asam propionat,
butirat, dan valerat. Komponen utama VFA adalah asam asetat, propionat, dan
butirat (Jouany, 1991; Hungate, 1966). Asam asetat yang terbentuk dalam rumen
sekitar 63% molar, asam propionat 22% molar, dan asam lainnya 15% molar
(Hungate, 1988).
Ternak ruminansia memperoleh protein untuk pertumbuhan dari pakan
yang dikonsumsi dan mikroba dalam rumen. Salah satu cara untuk
mengefisienkan protein adalah dengan meningkatkan protein mikroba melalui
peningkatan pertumbuhan mikroba rumen (Hungate, 1966). Meningkatnya jumlah
mikroba rumen mengakibatkan sintesis protein yang semakin tinggi yang diikuti
dengan pembentukan senyawa asam lemak volatil (volatile fatty acid, VFA) yang
merupakan hasil fermentasi mikroba rumen (Askar dan Abdurachman, 2002).
Degradasi dan fermentasi komponen serat pakan oleh mikroba rumen,
selain menghasilkan asam lemak mudah terbang, juga membentuk gas metana
(CH4) dan karbondioksida (CO2). Gas metana yang terbentuk berkisar 8-15% dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
energi yang dikonsumsi ternak dan merupakan komponen energi yang tidak dapat
dimanfaatkan ternak (Haryanto, 2009).
Fermentasi dari pencernaan ternak (enteric fermentation) menyumbang
sebagian besar emisi gas metana yang dihasilkan peternakan. Pembentukan gas
metana di dalam rumen merupakan hasil akhir dari fermentasi pakan. Pada
prinsipnya, pembentukan gas metana di dalam rumen terjadi melalui reduksi CO2
oleh H2 yang dikatalisis oleh enzim yang dihasilkan oleh mikrobia metanogenik.
Pembentukan gas metana di dalam rumen berpengaruh terhadap pembentukan
produk akhir fermentasi di dalam rumen, terutama jumlah mol ATP, yang
akhirnya mempengaruhi efisiensi produksi mikrobial rumen (Badunglahne, 2010).
2. Gas Metana Dalam Peternakan
Menurut Johnson dan Johnson (1995), Pelchen dan Peters (1998), gas CH4
yang dikeluarkan dari rumen mengindikasikan energi yang hilang dari tubuh
ternak ruminansia dengan variasi 7% – 12% dari energi yang terkonsumsi. Moss
(2000) menyatakan bahwa populasi ruminansia mempunyai kontribusi sebesar
12% – 15% dari pencemaran CH4 di atmosfer.
Seperti dilaporkan Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) tahun 2006,
dari industri peternakan tercatat emisi gas penyebab efek rumah kaca paling
dominan adalah metana (37%), sedangkan karbondioksida (CO2) hanya 9%.
Masih menurut FAO, dalam lingkup global pun industri peternakan penyumbang
emisi gas rumah kaca (GRK) tertinggi, yaitu 18%, bahkan melebihi emisi gas
yang berasal dari sektor transportasi, yang hanya 13% (Ikawati, 2010).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
Laporan Perserikatan Bangsa Bangsa tentang peternakan dan lingkungan
yang diterbitkan pada tahun 2006 mengungkapkan bahwa, sektor peternakan
adalah satu dari dua atau tiga penyumbang terbesar bagi krisis lingkungan yang
paling serius dalam setiap skala, mulai dari lokal hingga global. Memelihara
ternak untuk konsumsi telah menjadi salah satu penghasil gas karbondioksida
terbesar serta menjadi satu-satunya sumber emisi gas metana dan nitrooksida
terbesar. Sektor peternakan telah menyumbang 9% racun karbondioksida, 65%
nitrooksida, dan 37% gas metana (Badunglahne, 2010).
Di Indonesia, emisi metana (CH4) per unit pakan atau laju konversi metana
lebih besar karena kualitas hijauan pakan yang diberikan rendah. Semakin tinggi
jumlah pemberian pakan kualitas rendah, semakin tinggi produksi metana
(Suryahadi et al., 2002). Susetyo ( 1969 ) menyatakan, rendahnya kualitas hijauan
di Indonesia disebabkan antara lain oleh sifat pertumbuhan yang cepat sehingga
cepat berbunga dan berbiji yang mengakibatkan kandungan serat kasar tinggi.
Menurut Haryanto (2009) degradasi dan fermentasi komponen serat pakan
oleh mikroba rumen, selain menghasilkan asam lemak volatil, juga membentuk
gas metana (CH4) dan karbondioksida (CO2). Gas metana yang terbentuk berkisar
8-15% dari energi yang dikonsumsi ternak dan merupakan komponen energi yang
tidak dapat dimanfaatkan ternak. Gas ini mempunyai efek rumah kaca, yang oleh
pengamat lingkungan dinilai ikut berkontribusi terhadap berkurangnya lapisan
ozon di atmosfer bumi, sehingga meningkatkan intensitas masuknya sinar
ultraviolet dari matahari dan suhu global. Oleh karena itu, upaya untuk
mengurangi pembentukan gas metana dari proses pencernaan pakan ruminansia
perlu dilakukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
3. Gas Metana
a. Deskripsi Gas Metana
Metana adalah senyawa kimia dengan rumus kimia CH4. Ini adalah alkana
sederhana, dan komponen utama gas alam (David dan Kenneth, 2003). Metana
adalah gas dengan emisi rumah kaca 23 kali lebih ganas dari karbondioksida
(CO2), yang berarti gas ini merupakan kontributor yang sangat buruk bagi
pemanasan global yang sedang berlangsung (Nicky, 2010).
Gas metana (CH4) merupakan hasil fermentasi anaerob karbohidrat
struktural maupun non struktural oleh metanogen (mikrobia penghasil metana) di
dalam rumen ternak ruminansia, dan selanjutnya dikeluarkan ke atmosfer melalui
proses eruktasi (Santoso dan Hariadi, 2007).
b. Sumber Gas Metana
Menurut Ensiklopedia Britanica, gas metana dapat terkumpul pada
cekungan batubara. Gas metana juga dapat terbentuk akibat dekomposisi dari
tanaman yang dimakan oleh mikroba metanogen. Selain itu gas metana ada di
dalam rumen, atau hancuran tumbuhan yang sedang dicerna dalam perut sapi
(Witarto, 2008).
Sumber gas metana atau CH4 ada di mana-mana, bukan hanya dari rawa
atau lahan basah. Gas metana juga bisa muncul akibat aktivitas manusia, mulai
dari toilet di rumah tangga, lahan pertanian, dan peternakan, hingga tempat
pembuangan sampah. Namun, penghasil metana paling menonjol adalah sektor
pertanian dan peternakan (Ikawati, 2010).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
c. Akibat Gas Metana
1. Pemanasan Global
Gas metana menghasilkan gas rumah kaca 23 kali lebih besar dan
nitrooksida 296 kali lebih banyak jauh di atas karbondioksida. Pemanasan global
(global warming) pada dasarnya merupakan fenomena peningkatan temperatur
global dari tahun ke tahun karena terjadinya efek rumah kaca (greenhouse effect)
yang disebabkan oleh meningkatnya emisi gas-gas seperti karbondioksida (CO2),
karbonmonoksida (CO), gas metana (CH4), dinitrooksida (N2O),
chloroflourocarbon (CFC), yang terdiri dari haloflouricarbon (HFC) dan
perflourocarbon (PFC) serta sulfur hexaflouride (SF6) sehingga energi matahari
terperangkap dalam atmosfer bumi. Panas matahari masuk ke bumi, sebagian akan
diserap bumi dan sisanya akan dipantulkan kembali ke angkasa sebagai
gelombang panjang. Namun, panas yang seharusnya dapat dipantulkan kembali ke
angkasa, terperangkap di dalam bumi akibat meningkatnya konsentrasi gas
tersebut menyelimuti atmosfer bumi. Maka, panas matahari yang tidak dapat
dipantulkan ke angkasa akan meningkat pula yang berakibat bumi jadi semakin
panas (Badunglahne, 2010).
Pemanasan global mengakibatkan dampak yang luas dan serius bagi
lingkungan biogeofisik (seperti pelelehan es di kutub, kenaikan muka air laut,
perluasan gurun pasir, peningkatan hujan dan banjir, perubahan iklim, punahnya
flora dan fauna tertentu, migrasi fauna dan hama penyakit). Dampak bagi aktivitas
sosial-ekonomi masyarakat meliputi : (a) gangguan terhadap fungsi kawasan
pesisir dan kota pantai, (b) gangguan terhadap fungsi prasarana dan sarana seperti
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
jaringan jalan, pelabuhan dan bandara (c) gangguan terhadap permukiman
penduduk, (d) pengurangan produktivitas lahan pertanian, (e) peningkatan resiko
kanker dan wabah penyakit). Pemanasan global juga membawa satu potensi
bencana besar, yaitu mencairnya metana hydrates yakni metana beku yang
tersimpan dalam bentuk es. Jumlahnya sebanyak 3.000 kali dari metana yang ada
di atmosfer. Planet bumi menyimpan metana beku dalam jumlah yang sangat
besar yang disebut dengan metana hydrates atau metana clathrates. Metana
hydrates banyak ditemukan di kutub utara dan kutub selatan, dimana suhu
permukaan air kurang dari 00C, atau dasar laut pada kedalaman lebih dari 300
meter, dimana temperatur air ada di kisaran -200C (Badunglahne, 2010).
Pemanasan global akan membuat suhu es di kutub utara dan kutub selatan
menjadi semakin panas, sehingga metana beku yang tersimpan dalam lapisan es di
kedua kutub tersebut juga ikut terlepas ke atmosfer. Para ilmuwan memperkirakan
bahwa Antartika menyimpan kurang lebih 400 miliar ton metana beku, dan gas ini
dilepaskan sedikit demi sedikit ke atmosfer seiring dengan semakin banyaknya
bagian-bagian es di antartika yang runtuh (Badunglahne, 2010).
Pemanasan global akibat akumulasi gas-gas di atmosfer, di antaranya
metana, menimbulkan efek lanjutan, yaitu perubahan iklim dan kondisi
lingkungan bumi yang memburuk. Selama ini perhatian banyak dipusatkan untuk
menekan gas karbon. Padahal, metana-lah yang menjadi penyebab terbesar
pemanasan global. Maka, belakangan sasaran mulai diarahkan pada gas yang satu
ini (Ikawati, 2010).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
b. Kepunahan Spesies
Penghitungan jumlah rata-rata metana dalam 20 tahun terakhir meningkat
72 kali lebih besar dibandingkan dengan CO2. Bila itu terjadi, ancaman
kepunahan spesies di muka bumi akan membayang, seperti yang pernah terjadi
pada masa Paleocene-Eocene Thermal Maximum (PETM) 55 juta tahun lalu dan
pada akhir periode Permian sekitar 251 juta tahun lalu. Lepasnya gas metana
dalam jumlah besar mengakibatkan turunnya kandungan oksigen di muka bumi
ini hingga mengakibatkan punahnya lebih dari 94 persen spesies di muka bumi
(Ikawati, 2010).
c. Penurunan Kualitas Kesehatan Lingkungan
Saat ini dunia memfokuskan strategi pada pengurangan emisi CO tetapi
sedikit yang berkonsentrasi pada pengurangan emisi metana. Padahal, metana
tergolong gas berbahaya, bukan hanya menimbulkan efek GRK yang nyata,
melainkan juga membantu terbentuknya lapisan ozon di permukaan tanah yang
membahayakan bagi kesehatan manusia (Ikawati, 2010).
Kandungan metana yang tinggi akan mengurangi konsentrasi oksigen di
atmosfer. Jika kandungan oksigen di udara hingga di bawah 19,5 persen, akan
mengakibatkan aspiksi atau hilangnya kesadaran makhluk hidup karena
kekurangan asupan oksigen dalam tubuh. Meningkatnya metana juga
meningkatkan risiko mudah terbakar dan meledak di udara. Reaksi metana dan
oksigen akan menimbulkan CO2 dan air (Ikawati, 2010).
4. Reduksi Metana Melalui Penurunan Protozoa
Berbagai teknik telah dilakukan untuk menekan produksi gas metana yang
dihasilkan ternak ruminansia, antara lain melalui penggunaan bahan kimia
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
monensin (Van Nevel dan Demeyer, 1977); a-asam bromoethanesulfonat (Balch
dan Wolfe, 1979); nitrat/nitrit (Takahashi dan Young, 1991). Namun demikian,
penggunaan bahan kimia dengan konsentrasi yang tinggi dan dalam jangka waktu
yang lama dapat menyebabkan residu dalam produk ternak serta efek toksik
terhadap ternak, sehingga penggunaan bahan aditif tersebut tidak
direkomendasikan untuk digunakan dalam mengontrol produksi gas metana
(McAllister et al., 1996).
Gas metana dalam tubuh ternak dihasilkan oleh mikroba metanogen.
Mikroorganisme penghasil gas metana ini hanya bekerja dalam kondisi anaerob
dan dikenal dengan nama metanogen. Salah satu mikroorganisme penting dalam
kelompok metanogen ini adalah mikroorganisme yang mampu memanfaatkan
hidrogen dan asam asetat. Rumen sapi merupakan tempat yang cocok bagi
perkembangan metanogen. Gas metana dalam konsentrasi tertentu dihasilkan di
dalam rumen sapi tersebut (Shiddieqy, 2009). Mikroba metanogen dapat berperan
merubah asam asetat dan etanol menjadi metana (CH4) dan karbondioksida (CO2).
Mikroba metanogen pembentuk metana antara lain : Metanococcus,
Metanobacterium, dan Metanosarcina (Rahayu, 2010).
Dewasa ini penggunaan bahan pakan aditif yang bersifat alami sebagai
pengganti bahan pakan aditif yang bersifat kimiawi termasuk antibiotik dan
ionofor sebagai manipulator fermentasi dalam rumen semakin populer. Beberapa
hasil penelitian menunjukkan bahwa senyawa saponin yang terdapat dalam Yucca
schidigera efektif dalam menurunkan produksi CH4 secara in vivo (Santoso et
al., 2004) dan in vitro (Wang et al., 1998; Takahashi et al., 2000). Saponin
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
bersifat toksik terhadap protozoa dan bakteri dalam rumen, sementara sekitar 9%
– 25% dari metanogen bersimbiosis dengan cara menempel pada permukaan
protozoa (Stumm et al., 1982).
Hampir semua protozoa rumen adalah ciliata yang bersifat predator terhadap
bakteri pencerna serat, dan mikroba ini juga berperan sebagai habitat mikrobia
metanogen penghasil gas metana (Thalib, 2008). Lebih lanjut dinyatakan bahwa
populasi protozoa di dalam rumen berbanding langsung dengan produksi gas
metana, artinya produksi gas metana dapat berkurang bila populasi protozoa
rumen menurun. Dengan demikian, emisi gas metana dapat dikurangi dengan
memberikan zat defaunator protozoa seperti saponin (Thalib, 2008). Hubungan
simbiosis antara prptozoa dengan metanogen dapat dilihat pada Gambar 1.
Scaning mikroskop elektron metanogen yang menempel pada permukaan
protozoa ciliata rumen. Eremoplastron bovis (kiri), Diplodinium dentatum
(kanan).
Gambar 1. Simbiosis Protozoa dengan Metanogen (Vogels et al.,1980)
Eliminasi protozoa rumen meningkatkan jumlah bakteri selulolitik, karena
protozoa berukuran besar merupakan predator bakteri selulolitik. Dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
berkurangnya populasi protozoa maka aktivitas bakteri selulolitik di dalam rumen
meningkat, sehingga menghasilkan lebih banyak asam propionat dan lebih sedikit
gas metana. Pola fermentasi pada rumen yang mengarah kepada sintesis asam
propionat akan menguntungkan dari segi efisiensi penggunaan energi pakan.
Secara alami dengan peningkatan produksi asam propionat tersebut cenderung
menurunkan produksi energi yang terbuang dalam bentuk CH4 (Orskov dan Ryle,
1990 ; Tilman et al., 1986). Lebih lanjut dijelaskan bahwa dengan semakin
tingginya asam propionat, maka prekusor pembentuk glikogen semakin banyak,
sehingga dapat meningkatkan laju pertumbuhan ternak. Pada reaksi stoikiometri
sintesis asam propionat banyak menggunakan gas H2 sedangkan sebaliknya pada
sintesis asam asetat banyak dihasilkan gas H2. Gas hidrogen (H2) bersama-sama
dengan gas CO2 merupakan prekursuor untuk sintesis CH4.
Newbold et al. (1995) melaporkan bahwa metanogen berasosiasi dengan
protozoa ciliata dan bertanggung-jawab atas 9–25% dari metanogenesis pada
cairan rumen. Pada satu observasi, defaunasi dari rumen mengakibatkan
penyusutan penghasilan metana (Ushida et al., 1997). Pada satu studi
perbandingan dari jenis individu protozoa terhadap pemancaran/emisi metana,
disimpulkan bahwa penyingkiran/elimninasi dari Entodinium caudatum dapat
mengurangi pemancaran metana dari rumen tanpa berpengaruh kurang baik
terhadap degradasi pakan (Ranilla et al., 2007). Guo et al. (2008) meyakinkan
bahwa suplementasi dari saponin secara tidak langsung menghalangi produksi
metana dengan tidak berpengaruh negatif terhadap fungsi rumen.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
5. Penurunan Protozoa dengan Saponin
Saponin adalah glikosida terpen atau steroid yang terdistribusi luas dalam
tumbuhan, dan telah dilaporkan lebih dari 500 jenis tumbuhan mengandung
saponin (Fitroh,1997). Saponin dapat diekstraksi dengan pelarut metanol
menggunakan cara maserasi, kemudian dilanjutan pemisahan dan pemurnian
dengan kromatografi kolom vakum dan kromatografi kolom (Fitroh,1997).
Saponin mempunyai pengaruh yang lebih menguntungkan pada
ruminansia dibandingkan pada non ruminansia. Saponin dapat meningkatkan
sintesis protein mikroba rumen dan menurunkan degradabilitas protein dalam
rumen. Sumber utama protein bagi ternak ruminansia adalah protein pakan yang
lolos dari degradasi di dalam rumen (UDP) dan protein mikroba rumen.
Peningkatan sintesis protein mikroba rumen dan protein by-pass berarti
meningkatkan pasokan nutrien ke dalam intestin. Penurunan degradasi protein
dalam rumen dapat terjadi karena terbentuknya kompleks protein-saponin yang
sedikit tercerna dan terkait dengan kemampuan saponin sebagai agen defaunasi
yang menyebabkan penurunan total populasi protozoa rumen. Penurunan populasi
protozoa dapat meningkatkan aliran N bakteri rumen ke duodenum, karena
pemangsaan protozoa terhadap bakteri menurun tajam ( Suparjo, 2009).
Saponin adalah glikosida yang berinteraksi dengan kolesterol yang ada di
membran dari sel protozoa dan menyebabkan lysis sel (Hess et al. 2003).
Keberadaan kolesterol pada membran sel eukariotik (termasuk protozoa), tetapi
tidak terdapat pada sel bakteri prokariotik, memungkinkan protozoa rumen lebih
rentan terhadap saponin karena saponin mempunyai daya tarik menarik terhadap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
kolesterol. Populasi bakteri rumen tidak mengalami gangguan karena disamping
bakteri tidak mempunyai sterol yang dapat berikatan dengan saponin, bakteri
mempunyai kemampuan untuk memetabolisme faktor antiprotozoa tersebut
dengan menghilangkan rantai karbohidrat ( Suparjo, 2009).
6. Tumbuhan Waru (Hibiscus tiliaceus L.) sebagai Agen Penurun Protozoa
Waru termasuk suku malvaceae. Banyak terdapat di Indonesia, di pantai
yang tidak berawa, di tanah datar, dan di pegunungan hingga ketinggian 1700
meter diatas permukaan laut. Banyak ditanam di pinggir jalan dan di sudut
pekarangan sebagai tanda batas pagar. Pada tanah yang baik, tumbuhan itu
batangnya lurus dan daunnya kecil. Pada tanah yang kurang subur, batangnya
bengkok dan daunnya lebih lebar (Syamsuhidayat et.al, 1991).
Tumbuhan waru asli dari daerah tropika di Pasifik barat namun sekarang
tersebar luas di seluruh wilayah Pasifik dan dikenal dengan berbagai nama: hau
(bahasa Hawaii), purau (bahasa Tahiti), beach Hibiscus, Tewalpin, Sea Hibiscus,
atau Coastal cottonwood dalam bahasa Inggris. Kemampuan bertahannya tinggi
karena toleran terhadap kondisi masin dan kering, juga terhadap kondisi
tergenang. Tumbuhan ini tumbuh baik di daerah panas dengan curah hujan 800
sampai 2000mm (Wikipedia, 2010).
Pohon ini cepat tumbuh sampai tinggi 5-15 meter, garis tengah batang 40-
50 cm; bercabang dan berwarna coklat. Daun merupakan daun tunggal, berangkai,
berbentuk jantung, lingkaran lebar/bulat telur, tidak berlekuk dengan diameter
kurang dari 19 cm. Daun menjari, sebagian dari tulang daun utama dengan
kelenjar berbentuk celah pada sisi bawah dan sisi pangkal. Sisi bawah daun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
berambut abu-abu rapat. Daun penumpu bulat telur memanjang, panjang 2.5 cm,
meninggalkan tanda bekas berbentuk cincin. Bunga waru merupakan bunga
tunggal, bertaju 8-11. Panjang kelopak 2.5 cm beraturan bercangap 5. Daun
mahkota berbentuk kipas, panjang 5-7 cm, berwarna kuning dengan noda ungu
pada pangkal, bagian dalam oranye dan akhirnya berubah menjadi kemerah-
merahan. Tabung benang sari keseluruhan ditempati oleh kepala sari kuning.
Bakal buah beruang 5, tiap rumah dibagi dua oleh sekat semu, dengan banyak
bakal biji. Buah berbentuk telur berparuh pendek, panjang 3 cm, beruang 5 tidak
sempurna, membuka dengan 5 katup (Syamsuhidayat et.al, 1991).
Secara umum pengklasifikasian tanaman waru (Hibiscus tiliaceus L.)
adalah sebagai berikut :
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dikotyledonae
Bangsa : Malvales
Suku : Malvaceae
Marga : Hibiscus
Jenis : Hibiscus tiliaceus L.
(Syamsuhidayat et.al, 1991)
Gambar 2. Hibiscus tiliaceus L.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
Dalam pengobatan tradisional, akar waru digunakan sebagai pendingin
bagi sakit demam, daun waru membantu pertumbuhan rambut, sebagai obat batuk,
obat diare berdarah/berlendir, amandel. Bunga digunakan untuk obat trakhoma
dan masuk angin (Martodisiswojo dan Kolonjonokwangun, 1995). Kandungan
kimia daun dan akar waru adalah saponin dan flavonoid. Disamping itu, daun
waru juga paling sedikit mengandung lima senyawa fenol, sedang akar waru
mengandung tanin (Aishah, 1994; Syamsuhidayat et al, 1991). Chen et al telah
mengisolasi beberapa senyawa dari kulit batang waru, yaitu : skopoletin,
hibiscusin, hibiscusamide, vanilic acid, P-hydroxybenzoic acid, syringic acid, P-
hidroxybenzaldehyde, scopoletin, N-TRANS- feruloytyramine, N-CIS-
feruloytyramine, campuran beta-sitosterol dan stigmasterol, campuran sitostenone
dan stigmasta-4,22-dien-3-one. Dari uji sitotoksik senyawa-senyawa tersebut,
terdapat tiga senyawa yang mempunyai aktivitas antikanker sangat baik terhadap
sel P-388 dan sel HT-29 secara invitro dengan nilai IC 50 < 4 mug/ml.
Daun dan akar Hibiscus tiliaceus mengandung saponin dan flavonoida, di
samping itu daun juga mengandung polifenol dan akar mengandung tanin
(anonim, 2006). Daun Hibiscus tiliaceus mengandung alkaloid, asam-asam amino,
karbohidrat, asam organik, asam lemak, saponin, sesquiterpene dan
sesquiterpenoid quinon, steroid, triterpene (Bandaranayake, 2002). Berdasarkan
skrining fltokimia tangkai dan tulang daun waru mengandung senyawa fenol,
flavonoid, dan saponin (Aishah, 1994).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
Satu pohon waru dapat menghasilkan kurang lebih 50 kg daun basah atau
sekitar 8,5 kg DM pertahun. Dengan kandungan kimia protein 18,09%, serat
19,97 %, daya cerna 61 %, energi bruto 4,45 % dan bahan kering 28,24 %, daun
waru sangat cocok digunakan sebagai pakan ternak. Sapi dan kambing sangat
menyenangi daun atau cabang muda waru. Saponin yang terkandung dalam daun
waru akan memperlancar kecernaan dan sekaligus membunuh protozoa pemakan
bakteri rumen. (Rika, 2003)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
B. Kerangka Pemikiran
Ternak ruminansia menghasilkan gas metana (CH4) sebagai bentuk dari
proses metabolisme dalam tubuhnya. Gas ini dianggap sebagai salah satu bentuk
hilangnya energi dari ternak.
Gas metana merupakan salah satu penyebab efek rumah kaca dan
pemanasan global yang sangat tinggi. Hal ini merupakan ancaman bagi
kelestarian lingkungan, karena memiliki dampak yang sangat buruk dalam
berbagai segi kehidupan
Eliminasi gas metana di ternak dapat melalui proses defaunasi protozoa
dengan saponin, hal ini dilakukan karena sebagian mikrobia metanogen di dalam
rumen hidup bersimbiosis dengan protozoa.
Dalam daun tanaman waru (Hibiscus tiliaceus L.) diketahui mengandung
senyawa saponin yang cukup, sehingga hal ini dapat digunakan sebagai agen
defaunasi protozoa rumen. Untuk mengetahui potensi daun waru (Hibiscus
tiliaceus L.) sebagai agen defaunasi protozoa rumen serta untuk mengetahui
pengaruhnya pada karakteristik fermentasi rumen maka dilakukan penelitian ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
Secara bagan/skematis dapat digambarkan dengan bagan di bawah ini :
Gambar 3. Bagan/skema Kerangka Pemikiran
C. Hipotesis
Daun Hibiscus tiliaceus L. dapat mempengaruhi karakteristik fermentasi
rumen dan menurunkan populasi protozoa rumen secara in vitro
Peternakan sapi penting
tetapi
Peternakan sapi
hasilkan
gas Metana (CH4)
Metanogen
bersimbiosis dengan
Protozoa Rumen
Gas Metana (CH4) di sapi
dihasilkan oleh metanogen
Hibiscus tiliaceus L.
Saponin
Gas Metana
(CH4)
Pemanasan Global
Efek rumah kaca Bahan Kering
Defaunasi Protozoa
Reduksi Gas Metana
Lost Energi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan bulan Agustus
2010. Tempat penelitian adalah di Laboratorium Mikrobiologi, Laboratorium
Kimia Analisis, dan Laboratorium Pakan Unit Pelaksana Teknis Balai
Pengembangan Proses dan Teknologi Kimia Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia – Yogyakarta (UPT. BPPTK LIPI Yogyakarta), Desa Gading, Kec.
Playen, Kab. Gunungkidul, D.I. Yogyakarta. Analisa VFA dilakukan di Pusat
Studi Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Analisa proksimat
komponen bahan dilakukan di Lab. Chem-mix Pratama, Yogyakarta.
B. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : hemositometer,
mikroskop, mikropipet, pipet tetes, alat tulis, spatula, gelas arloji, tabung reaksi,
gelas ukur, corong, hitter, blender, timbangan analitik, syiringe 100 ml, klem,
spektrofotometer, saringan, kain, termos, dispenser, sarung tangan, kalkulator,
thermometer, pH meter, jam arloji, oven, water bath, sentrifus,dan freezer.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: cairan rumen sapi,
larutan buffer, aquades, saponin, etanol 70 %, konsentrat, rumput kolonjono
(Pennisetum purpureum) dan daun waru (Hibiscus tiliaceus L.), kertas Whatman
no.42, gas CO2 , larutan asam metafosforat 25%, formalin, NaCl, monensin
(G.200C Monensin Sodium Elanco Animal Health Division), dan metylen green.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
C. Cara Kerja / Prosedur Penelitian
1. Preparasi Sampel Pennisetum purpureum dan Hibiscus tiliaceus L.
Sampel rumput kolonjono (Pennisetum purpureum) dipotong dari Kebun
Koleksi Hijauan, BPPTK LIPI Yogyakarta pada umur + 60 hari setelah
penanaman, kemudian dicacah dengan ukuran 3–5 cm. Sampel daun Hibiscus
tiliaceus L. dikoleksi dari beberapa pohon Hibiscus tiliaceus L. yang tumbuh di
Kec. Playen, Kab. Gunungkidul, D.I. Yogyakarta yang sebelumnya telah
diidentifikasi sebagai Hibiscus tiliaceus L. Sampel daun Hibiscus tiliaceus L.
dipisahkan dari batangnya, kemudian dicacah dengan ukuran 3–5 cm juga,
kemudian bersama-sama dengan sampel rumput kolonjono dikeringkan dalam
oven 55 – 60º C selama 72 jam. Setelah sampel kering dan beratnya konstan,
selanjutnya digiling menggunakan blender kemudian disaring dengan saringan 1
mm. Kemudian, dilakukan analisa proksimat komponen bahan dan kadar saponin.
Sampel selanjutnya dipergunakan untuk percobaan in vitro.
2. Analisis Proksimat Bahan
Analisa proksimat komposisi kimia bahan mencakup kadar air, kadar abu,
kadar protein, lemak, serat kasar, dan karbohidrat dianalisakan di Lab. Chem-mix
Pratama, Yogyakarta.
3. Analisis Kandungan Saponin pada Daun Hibiscus tiliaceus L.
a. Tahap Ekstraksi Daun
Simplisia daun waru digerus dengan mortar hingga menjadi serbuk,
kemudian 0,1 gram serbuk yang telah halus diekstraksi dengan 10 mL etanol 70%
diatas penangas air suhu 800 C selama 15 menit, setelah itu disaring dengan kertas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
saring , filtrat didinginkan selanjutnya diukur absorbansinya pada panjang
gelombang 425 nm dengan larutan pembanding saponin (Sigma) (Stahl, 1985)
b.Tahap pembuatan Kurva Standar
Dibuat larutan standar saponin (Sigma) dengan 4 variasi konsentrasi yaitu
20 mg, 40 mg, 80 mg, 100 mg saponin yang masing –masing dilarutkan dalam 10
mL etanol 70%. Kemudian diukur absorbansinya dengan menggunakan
spektrofotometer UV-vis uv fis Dynamica RB-10 pada panjang gelombang 425
nm (Stahl, 1985), sehingga diperoleh kurva larutan standar saponin.
c. Tahap Penghitungan kadar Saponin
Hasil ekstraksi daun dihitung kadarnya dengan menggunakan
spektrofotometer UV-vis berdasarkan kurva larutan standar (Sigma). Kemudian
kadar yang diperoleh dikonversi ke dalam bentuk mg/gr berat kering daun dengan
rumus :
S = kadar saponin sampel x volume pengenceran
Berat sampel daun (Hary, 1998)
4. Preparasi Cairan Rumen dari Ternak Donor
Cairan rumen diproses dari donor 2 ekor sapi betina Peranakan Ongole
milik UPT. BPPTK LIPI Yogyakarta yang difistula bagian rumennya dengan
rata-rata bobot badan 337 ± 52 kg. Ternak diberi pakan pada jam 08.00 dan 15.00
WIB setiap hari dengan pakan basal yang terdiri atas rumput kolonjono (P.
purpureum) dan konsentrat (70 : 30) sesuai dengan kebutuhan hidup pokok.
Cairan rumennya diambil menggunakan aspirator dan dimasukkan dalam termos
agar suhunya konstan. Cairan rumen disaring dengan kain blacu 2 lapis untuk
menghilangkan partikel pengotor, kemudian digunakan sebagai donor cairan
rumen.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
5. Desain Perlakuan
Percobaan ini disusun dengan desain eksperimen model rancangan acak
lengkap yang terdiri atas 1 kontrol, 5 perlakuan dan tiap perlakuan dilakukan
perulangan 3 kali, sebagai berikut :
Kontrol : P.purpureum (200 mg)
Perlakuan I : P.purpureum (200 mg) + daun Hibiscus tiliaceus (5% BK)
Perlakuan II : P. purpureum (200 mg) + daun Hibiscus tiliaceus (10% BK)
Perlakuan III :P.purpureum (200 mg) + daun Hibiscus tiliaceus (15% BK)
Perlakuan IV : P.purpureum (200 mg) + daun Hibiscus tiliaceus (20%BK)
Perlakuan V : P.purpureum (200 mg) + monensin (0,2% BK)
Keterangan : BK adalah berdasarkan berat kering P.purpureum 200 mg.
Dalam percoban ini digunakan rumput kolonjono (P. purpureum). sebagai
substrat pokok. Kontrol negatif P. purpureum tanpa penambahan bahan, kontrol
positif (Perlakuan V) dengan penambahan monensin 0,2%. Monensin digunakan
karena penggunaan zat ini telah dapat mengurangi produksi gas dan memanipulasi
fermentasi rumen.
6. Fermentasi secara In Vitro
Untuk fermentasi secara invitro menggunakan metode Menke & Steingass
(1988). Metode ini dimulai dengan penimbangan substrat sebanyak yang telah
ditentukan sesuai dengan perlakuan. Substrat dimasukkan dalam syringe
berukuran 100 ml (Model Fortuna, Häberle Labortechnik, Germany). Disiapkan
larutan bufer yang terdiri dari main element solution, trace element solution,
buffer, resazurin solution, dan reduction solution. Bahan-bahan penyusunnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
sebagai berikut: Main Element Solution terdiri dari Disodium Hidrogen Phosphat,
Potassium dihidrogen Phosphat, Magnesium sulphat 7H2O dan Aquades. Trace
Element Solution terdiri dari Calcium chloride, Manganese chloride, Cobalt
chloride dan Aquades. Buffer terdiri dari Amonium Hidrogen Carbonat, Sodium
Hidrogen Carbonat dan Aquades. Resazurin Solution terdiri dari Resazurin dan
Aquades. Reduction Solution terdiri dari NaOH 1N, Na2S.7H2O dan Aquades.
Tiga puluh mililiter campuran larutan buffer dan cairan rumen (2 : 1)
diinjeksikan ke dalam setiap syringe yang telah berisi substrat sampel didalamnya
melalui selang silikon dengan dispenser yang telah diatur volumenya. Sebelum
dimasukkan ke dalam syringe, piston terlebih dahulu dilumuri dengan vaselin. Hal
ini dilakukan agar gas tidak bocor keluar. Gelembung gas yang terdapat di dalam
syringe dikeluarkan, lalu selang silikon ditutup dengan klem, posisi piston dibaca
dan dicatat pada jam ke nol (V0). Proses inkubasi kemudian dilakukan pada suhu
39oC dalam water bath incubator.
Produksi gas yang dihasilkan diamati pada selang waktu inkubasi 3, 6, 9,
12, 24 dan 48 jam. Jika posisi piston di atas 60 ml, nilai ini dicatat lalu klem
dibuka dan piston dikembalikan pada posisi 30 ml, kemudian jumlah gas
sebelumnya dicatat. Pembacaan dilakukan dengan cepat agar tidak terjadi
perubahan suhu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
7. Pengukuran Produksi Gas, VFA, Konsentrasi N-NH3, dan pH serta
Penghitungan Jumlah Protozoa
Produksi gas dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
(V48 – V0 – Gb0)
B
Keterangan :
PG = produksi gas
V48 = volume gas (ml) 48 jam
V0 = volume gas (ml) awal inkubasi
Gb0 = produksi gas rata-rata blanko pada inkubasi 48 jam
B = berat sampel uji dalam mg bahan kering pada suhu 39 0C.
BK = bahan kering dalam standar 200 mg
Setelah inkubasi 48 jam, 10 ml sub sampel cairan rumen diambil dari
masing-masing tabung dan diukur pH-nya menggunakan pH meter digital (Hanna
Hi 8520), untuk diketahui pH setelah proses fermentasi.
Sebanyak 0,4 ml sub sampel cairan rumen ditambahkan 2 ml larutan asam
metafosforat 25%, kemudian disentrifugasi pada 9000 g selama 10 menit
kemudian diambil supernatannya dan dimasukkan ke dalam freezer –20°C
sampai dengan analisis volatile fatty acids (VFA) yang meliputi asam asetat, asam
propionat dan asam butirat menggunakan kromatografi gas. Nilai konsentrasi
asam asetat (A), asam propionat (P) dan asam butirat (B) digunakan untuk
menghitung Nisbah A/P dan NGR dengan Rumus : Nisbah A/P = A/P
NGR = (A+2B+V) / (P+V)
(Orskov, 1975)
PG (ml/ mg BK 48 jam) =
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
Penghitungan Nisbah A/P dan NGR disini digunakan untuk
menggambarkan produksi gas metana. Nisbah A/P rendah menyebabkan NGR
juga rendah. NGR adalah perbandingan antara asam lemak terbang yang bersifat
non-glukogenik dan glukogenik. Nilai NGR berhubungan erat dengan produksi
gas metana. NGR dan metana mempunyai korelasi positif, yang berarti semakin
rendah nilai NGR semakin rendah pula produksi metana.
Sebanyak 2 ml sub sampel dipreparasi (disentrifugasi pada 15000 g selama
15 menit) dan dianalisis konsentrasi NH3 menggunakan metode Chaney dan
Marbach (1962).
Untuk keperluan penghitungan protozoa, 1 ml sub sampel cairan rumen
lainnya ditambahkan 0,8 ml larutan formaldehid salina yang terdiri atas 37% (v/v)
formalin dan 0,9% (w/v) NaCl dengan perbandingan 1 : 9 (Ogimoto dan Imai,
1981), kemudian ditambahkan metylen green sebagai pewarna protozoa.
Selanjutnya populasi protozoa dihitung menggunakan hemositometer di bawah
mikroskop.
D. Analisis Data
Data hasil percobaan diuji dengan menggunakan Analisis Varian (Analysis
of Varians/ANOVA), pengaruh antar perlakuan diuji dengan uji jarak berganda
Duncan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Komposisi Kimia Bahan Penelitian
Komposisi kimia dari daun waru (Hibiscus tiliaceus L.) dan rumput
kolonjono (Pennisetum purpureum) yang digunakan dalam penelitian ini dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi Kimia Daun Waru (Hibiscus tiliaceus L.) dan Rumput
Kolonjono (Pennisetum purpureum)
P. purpureum H. tiliaceus L.
Abu (% BK) 15,90 10,79
Protein (%BK) 11,50 17,08
Lemak (%BK) 3,20 3,45
Serat kasar (% BK) 29,30 22,77
Karbohidrat (% BK) 40,10 45,91
Saponin (mg/gr BK) 7,55 8,93
Total tanin (%BK) 8,01 12,90
Kandungan protein kasar (PK) dari Pennisetum purpureum dan Hibiscus
tiliaceus L. lebih tinggi dari konsentrasi minimum PK (7%) yang dibutuhkan
aktivitas mikroba (Crowder dan Chheda, 1982). Kandungan protein yang cukup
tinggi ini baik untuk kebutuhan protein ternak. Kandungan serat kasar daun waru
lebih rendah dari rumput kolonjono, hal ini sesuai untuk mengurangi produksi gas
metana. Berdasarkan teori, gas metana akan lebih besar dihasilkan jika kandungan
serat kasar juga lebih besar. Kandungan karbohidrat daun waru yang tinggi
(45.90,2% BK) baik bagi ternak sebagai sumber energi. Kandungan saponin daun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
waru yang digunakan dalam penelitian ini 8,93 mg/g BK, masih lebih rendah dari
kandungan saponin Acacia mangium Willd 16,7 mg/g BK yang digunakan dalam
penelitian Santoso dan Hariadi (2007).
B. Pembahasan Umum
Pengaruh suplementasi daun waru (Hibiscus tiliaceus L.) terhadap
karakteristik fermentasi dan populasi protozoa rumen secara in vitro disajikan
dalam Tabel 2.
Tabel 2. Jumlah Protozoa dan Karakteristik Fermentasi Cairan Rumen dengan
Suplementasi Daun Waru (Hibiscus tiliaceus L.), Monensin serta Kontrol.
Variabel Suplementasi Hibiscus tiliaceus L. monensin
0% 5% 10% 15% 20%
pH 7.06a 7.07
a 7.05
a 7.03
a 7.11
a 7.15
a
Konsentrasi NH3
(mg/100ml) 35.63
a 36.72
a 37.96
a 38.13
a 34.88
a 33.99
a
Jumlah Protozoa
(x 104/ml)
16,25d
14,50c
9,25b
9,00b
6,75a
7,25a
% Penurunan
terhadap kontrol 0,00 10,77 43,08 44,62 58,46 55,38
VFA Total
(mMol) 137.39 ab 152.93b 165.81b 127.15ab 129.54ab 106.67a
Produksi gas
(ml/200mg ) 47.17
e 44.2
d 41.97
c 40.43
c 38.47
b 18.48
a
% Penurunan
terhadap kontrol 0,00 6,11 11,02 14,29 18,44 60,82
Keterangan : Angka yang diikuti superskrip a,b,c,d yang berbeda ke arah kolom,
menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)
Angka yang diikuti superskrip huruf kecil yang sama ke arah kolom,
menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
Dari berbagai data yang terurai tersebut diatas dapat dibuat dalam bentuk
diagram seperti di bawah ini .
Gambar 4 . Diagram Jumlah Protozoa, pH, Konsentrasi NH3, VFA Total, dan
Produksi Gas Cairan Rumen dengan Suplementasi Daun Waru (Hibiscus
tiliaceus L.), Monensin serta Kontrol.
Ju
mla
h P
roto
zoa
x 1
04 s
el/m
l P
rod
uk
si G
as
(ml)
V
TA
Tota
l(m
Mol)
Ko
nse
ntr
asi
NH
3
(mg/1
00 m
l)
p
H
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
Secara umum terlihat bahwa suplementasi daun waru mampu menurunkan
populasi protozoa maupun produksi gas. Penurunan jumlah protozoa dan
penuruan produksi gas pada level 5% paling kecil. Penurunan jumlah protozoa
dan penuruan produksi gas pada level 10% dan 15% tidak menunjukkan
perbedaan nyata.
Pada level suplementasi daun waru 20% menghasilkan penurunan jumlah
protozoa yang sangat tinggi (58,46%) dan penurunan produksi gas sebesar
18,44%, tetapi pada level ini nampaknya mikroorganisme rumen terganggu. Hal
ini dapat dilihat dari produksi VFA yang lebih rendah jika dibandingkan pada
suplementasi 5% maupun 10%, lebih rendahnya produksi VFA ini mengurangi
pasokan energi untuk ternak.
Pada semua perlakuan tidak memberikan perbedaan nyata pada
konsentrasi NH3 maupun nilai pH. Dapat dikatakan bahwa suplementasi daun
waru yang optimum dan telah dapat memperbaiki karakteristik fermentasi dan
menurunkan populasi protozoa rumen adalah pada level 10%. Untuk lebih
jelasnya dari masing-masing variabel diuraikan dengan pembahasan di bawah ini.
Derajat Kesamaan (pH) Cairan Rumen
Tinggi rendahnya pH cairan rumen merupakan salah satu faktor penentu
baik tidaknya kondisi rumen untuk berlangsungnya proses fermentasi. Putra dan
Puger (1995) menyatakan bahwa aktivitas mikroba rumen membutuhkan kondisi
pH tertentu yang berhubungan dengan kondisi lingkungan rumen yang sedang
berlangsung. Derajat keasaman (pH) cairan rumen yang normal berkisar antara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
6,0-7,0, pada kisaran pH ini, pertumbuhan mikroba rumen maksimal dan aktivitas
fisiologisnya meningkat, terutama yang berhubungan dengan fermentasi rumen.
Van Soest (1994) menyatakan aktivitas bakteri selulolitik terhambat
apabila pH cairan rumen dibawah 6,2 dan aktivitas akan optimal di dalam rumen
pada pH 6,7 + 0,5 point. Losodu et al (1979) menyatakan bahwa pH cairan rumen
pada sapi yang mendapat pakan urea dengan larut 7 % rata-rata mencapai 7,5.
Nilai pH cairan rumen kontrol dalam penelitian ini adalah 7,06. Derajat
kesamaan (pH) cairan rumen yang mendapat perlakuan suplementasi daun waru
5%, 10%, 15%, 20% dan monensin 0,2% masing-masing adalah 7,07; 7,05; 7,03,
7,11 dan 7,15. Dibandingkan dengan nilai pH kontrol 7,06, terlihat adanya
kenaikan nilai pH pada perlakuan monensin 0,2% dan suplementasi daun waru
20%, masing-masing 7,11 dan 7,15. Sedangkan, nilai pH cairan rumen pada
perlakuan suplementasi daun waru 5%,10% dan 15% masing-masing 7,07; 7,05;
dan 7,03, relatif tidak berbeda dengan kontrol 7,06. Hasil analisis menyatakan
bahwa pH cairan rumen suplementasi daun waru maupun monensin tidak berbeda
dengan kontrol (P>0,05).
Kisaran pH antara 7,03-7,15 yang didapat dalam penelitian ini, masih
berada pada kisaran pH normal sebesar 5,5 – 7,2 sesuai Owens dan Goestsch
(1988) dan mengimplikasikan berlangsungnya aktivitas bakteri selulolitik yang
optimal (6,7 + 0,5 point) sesuai Van Soest (1994). Sehingga dapat disimpulkan
bahwa penambahan daun waru sampai pada level tertinggi penelitian ini (20%)
tidak berpengaruh terhadap kondisi pH cairan rumen yang normal, sehingga
aktivitas fermentasi mikroorganisme rumen tidak terganggu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
Derajat keasaman (pH) antara 7,03-7,15 yang didapat dalam penelitian ini
juga mengindikasikan terjadinya proses deaminasi yang baik. Menurut
Widyobroto et al. (1994) deaminasi berlangsung pada pH 6 sampai 7, sedang pada
pH lebih dari 7,2 atau kurang dari 4,2 deaminasi tidak berlangsung. Deaminasi
menghasilkan NH3, CO2, dan VFA, sedang pada tahap dekarboksilasi
menghasilkan amine dan CO2 akibat aktivitas dekarboksilase. pH rendah akan
menyebabkan kondisi rumen menjadi asam dan menurunkan populasi mikroba
sehingga proses proteolisis akan dihambat dan sebagai akibatnya degradasi
pakan akan turun (Madigan et al., 2003).
Konsentrasi Amonia (NH3)
Dalam penelitian ini dilakukan penentuan konsentrasi NH3 dari cairan
rumen berdasarkan Metode Chaney dan Marbach (1962). Metode didasarkan pada
reaksi indophenol yang dikatalis sehingga menghasilkan senyawa biru yang stabil.
Reaksi indophenol adalah reaksi antara NH3 dengan sodium phenat.
Pengukuran konsentrasi NH3 cairan rumen dilakukan untuk melihat
kecukupan protein mikroba di dalam rumen. Konsentrasi NH3 cairan rumen
merupakan faktor yang penting dalam menentukan laju sintesis protein mikroba.
Pengukuran konsentrasi NH3 cairan rumen juga dilakukan untuk menggambarkan
degradasi protein pakan di dalam rumen.
Amonia (NH3) adalah sumber nitrogen yang utama dan sangat penting
untuk sintesis biomassa protein mikroba rumen. Konsentrasi NH3 di dalam rumen
merupakan suatu besaran yang sangat penting untuk dikendalikan, karena sangat
menentukan optimasi pertumbuhan biomassa mikroba rumen. Sekitar 80%
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
mikroba rumen dapat menggunakan NH3 sebagai sumber nitrogen untuk
petumbuhannya (Arora, 1995).
Menurut Madigan et al. (2003), konsentrasi NH3 di dalam rumen adalah
keseimbangan antara kecepatan produksi NH3 dari makanan dan penggunaan
NH3 untuk pertumbuhan mikroba serta endogenous compounds. Widyobroto et
al. (1994) menyatakan, bakteri rumen sangat tergantung kepada konsentrasi NH3,
jika konsentrasi NH3 di dalam rumen rendah maka aktivitas bakteri dalam rumen
juga akan terhambat dan akibatnya nilai degradasi pakan akan turun. Peranan
NH3 sangat penting sebagai bahan baku untuk membentuk sel-sel mikroba rumen
dalam proses metabolisme protein.
Konsentrasi NH3 cairan rumen kontrol adalah 35,65 mg/100 ml.
Konsentrasi NH3 cairan rumen pada perlakuan suplementasi daun waru 5%, 10%,
15%, 20% dan monensin 0,2% masing-masing adalah 36,72; 37,96; 38,13; 34.88
dan 33.99 mg/100 ml. Hasil analisis menunjukkan bahwa konsentrasi NH3
suplementasi daun waru maupun monensin tidak berbeda dengan kontrol.
Konsentrasi NH3 yang didapat pada penelitian ini bervariasi antara 30 - 42
mg/100ml. Leng (1980) menyatakan bahwa konsentrasi NH3 cairan rumen
berkisar antara 1-34 mg/100 ml. Menurut Khazaal et al. (1995), konsentrasi
NH3 5 mg/100 ml cairan rumen sudah cukup untuk menunjang pertumbuhan
mikroba rumen. Untuk pertumbuhan maksimum mikroba rumen, diperlukan
konsentrasi NH3 8,5 mg/100 ml cairan rumen (Arora, 1995).
Dalam penelitian ini konsentrasi NH3 cairan rumen relatif tinggi.
Tingginya konsentrasi NH3 ini menggambarkan tingginya aktifitas bakteri di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
dalam rumen dan menggambarkan bahwa protein pakan mempunyai kelarutan
tinggi sehingga mudah didegradasi oleh mikrobia rumen.
Kemungkinan yang lain tingginya produksi NH3 disebabkan oleh daya
defaunasi dari daun waru. Dengan menurunnya protozoa maka populasi sejumlah
bakteri dapat meningkat. Dalam hal ini, diperkirakan peningkatan populasi
bakteri yang menonjol salah satunya adalah bakteri proteolitik. Argumentasi ini
dipertegas kurang lebih 35% mikroba rumen adalah bakteri proteolitik yang
mampu mendegradasi protein pakan menjadi NH3 yang selanjutnya dimanfaatkan
oleh mikroba untuk pertumbuhannya dan sisanya didaur ulang menjadi urea darah
ataupun saliva atau diekskresikan ke urin (Sutardi, T., 1976).
Jumlah Protozoa
Jumlah protozoa kontrol pada penelitian ini adalah 16,25 x 104
/ml. Jumlah
protozoa perlakuan suplementasi daun waru 5%, 10%, 15% dan 20%, serta
monensin 0,2 % masing-masing adalah 14,50; 9,25; 9,00; 6,75; serta 7,25 x 104
/ml. Pemberian perlakuan variasi suplementasi daun waru sebagai sumber saponin
dan monensin 0,2% secara nyata (P<0.05) mampu menurunkan jumlah protozoa
cairan rumen.
Penurunan jumlah protozoa sangat signifikan terlihat pada perlakuan
suplementasi daun waru 10% yang mampu menurunkan sampai 43,08%
dibandingkan dengan kontrol. Pada perlakuan suplementasi daun waru 20%
mampu menurunkan jumlah protozoa sampai 58,46% dan hasil tersebut tidak
berbeda nyata (P>0,05) dengan kontrol positif (monensin 0,2%) sebesar 55,38%.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
Penurunan jumlah protozoa disebabkan saponin dapat mengganggu
perkembangan protozoa dengan mempengaruhi permeabilitas membran sel (Patra
et al., 2006). Saponin mampu mengikat sterol yang ada di dalam membran sel.
Dengan terikatnya sterol oleh saponin maka permeabilitas membran sel
terganggu, sehingga sel dapat mengalami lisis . Populasi bakteri rumen tidak
mengalami gangguan karena membran sel bakteri tidak mempunyai sterol yang
dapat berikatan dengan saponin. Bakteri juga mempunyai kemampuan untuk
memetabolisme faktor antiprotozoa tersebut.
Dengan berkurangnya jumlah protozoa maka akan meningkatkan laju
sintesis biomassa bakteri, sehingga aliran biomassa bakteri dari rumen ke usus
akan meningkat. Protozoa memangsa bakteri yang terdapat pada cairan rumen dan
mencernanya sebagai sumber asam amino bagi pertumbuhannya, akibatnya
biomassa bakteri akan berkurang dengan lebih banyaknya jumlah protozoa.
Pengaruh ini mungkin kurang nyata pada ternak ruminansia dengan pakan basal
yang mengandung banyak partikel terlarut misalnya gula, pati dan sebagainya.
Akan tetapi jika pakan basal adalah limbah pertanian, maka pengaruh penurunan
biomassa bakteri akibat dimangsa oleh protozoa akan kelihatan nyata sekali
dengan diperpanjangnya lag phase yakni suatu keadaan dimana tidak terjadi
pencernaan sama sekali (Soetanto,2002).
Dengan penurunan populasi protozoa di dalam rumen, dapat
meningkatkan populasi bakteri rumen, terutama bakteri selulotik. Dalam hal ini,
bakteri selulotik tersebut dapat mendegradasi pakan atau zat-zat makanan secara
lebih efektif, karena ditunjang oleh ketersediaan energi (VFA) dan nitrogen dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
(NH3) yang cukup sebagai akibat fraksi terlarut yang tinggi, sehingga hasil
degradasinya lebih tinggi. Dengan ketersediaan VFA dan NH3 yang cukup dapat
meningkatkan sintesis protein mikroba (Sutardi, T., 1979).
Diperkirakan tiap ekor protozoa dapat memangsa bakteri dengan
kecepatan antara 130 - 21200 bakteri/protozoa/jam pada kondisi kepadatan bakteri
109 sel/ml. Pencernaan bakteri dalam sel protozoa dapat berkisar antara 345 –
1200 bakteri/protozoa/jam. Jumlah ini akan setara dengan 2,4 - 45 persen bakteri
bila konsentrasi protozoa mencapai 106/ml isi rumen. Jenis Entodinium dan
protozoa besar lebih selektif dalam memangsa bakteri dan lebih menyukai aneka
spesies bakteri. Sementara itu spesies Entodinia memangsa bakteri selulolitik jauh
lebih cepat daripada bakteri jenis lainnya. Kondisi optimal terjadinya predasi
adalah pH rumen sekitar 6,0 dan akan menurun apabila pH lebih tinggi atau lebih
rendah dari 6,0 (Soetanto, 2002).
Penurunan jumlah protozoa sebagai efek penambahan saponin juga
dilaporkan oleh Hanim et al. (2009) dan Patra et al. (2006) yang melaporkan
bahwa ekstrak Acacia concinna yang mengandung saponin dapat menurunkan
populasi protozoa. Makkar et al.(1998) dan Hristov et al. (1999) juga melaporkan
bahwa suplementasi ekstrak tumbuhan yang mengandung saponin menurunkan
populasi protozoa pada percobaan in vitro.
Asam Lemak Volatil (VFA)
Konsentrasi asam lemak volatil yang diamati dalam penelitian ini meliputi
asam asetat, asam propionat, dan asam butirat. Asam lemak volatil (VFA) ini
merupakan salah satu produk akhir dari fermentasi karbohidrat dan protein dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
merupakan sumber energi bagi ternak ruminansia. Hasil konsentrasi asam asetat,
asam propionat, dan asam butirat dari masing – masing perlakuan dan kontrol
dapat dilihat pada Tabel 3, sedangkan untuk Konsentrasi VFA total dapat dilihat
pada Tabel 2.
Tabel 3. Konsentrasi Asam Asetat, Propionat, dan Butirat cairan rumen yang
mendapat perlakuan suplementasi daun waru pada taraf yang berbeda, dan
kontrol serta monensin,
Suplementasi daun waru (H. tiliaceus L.)
0% 5% 10% 15% 20% monensin 0,2%
As.asetat (mM) 99.17 109.38 115.90 89.5 90.37 70.78
As.propionat (mM) 25.89 31.35 35.01 27.35 23.29 25.68
As.butirat (mM) 12.33 12.20 14.90 10.28 15.87 10.20
Konsentrasi VFA total cairan rumen kontrol dalam penelitian ini adalah
137.39 mM. Konsentrasi VFA total cairan rumen pada perlakuan suplementasi
daun waru 5%, 10%, 15%, 20% dan monensin 0,2% masing-masing adalah
152,93; 165,81; 127,15; 129,54 dan 106,67 mM. Hasil analisis menunjukkan
bahwa konsentrasi VFA total cairan rumen perlakuan monensin maupun
suplementasi daun waru berbeda (P<0,05) dibandingkan kontrol.
Data yang diperoleh dalam penelitian ini produksi VFA total berkisar
antara 106,67 sampai 165,81 mM. Produksi VFA ini merupakan kondisi yang
mencukupi untuk sintesis protein mikroba rumen optimal, sesuai dengan Van
Soest (1994) yang menyatakan bahwa kisaran VFA yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan mikroba rumen adalah 80-160 mM. Madigan et al. (2003)
menyatakan bahwa kisaran komposisi VFA dalam rumen adalah asam asetat 60
mM, propionat 20 mM dan butirat 10 mM. Menurut Forbes dan France (1993)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
konsentrasi VFA total dalam cairan rumen umumnya berkisar antara 70–130 mM,
sementara menurut Bergman (1983) berkisar antara 79–150 mM. Dalam
penelitian lain diketahui sapi dengan pemberian pakan konsentrat 40% dan
hijauan 60% dapat menghasilkan VFA sebesar 127,6 mol/liter (Nocek dan
Tamminga, 1991).
Produksi VFA total dalam penelitian ini mencerminkan pola kuadratik.
VFA total meningkat pada perlakuan 5%,10% dan menurun kembali pada
suplementasi daun waru 15%, 20%. Pada level suplementasi daun waru 15% dan
20% ini tidak berbeda nyata dengan kontrol. Pada perlakuan monensin 0,2%
produksi VFA total paling rendah 106,67. Hal ini menggambarkan proses
kecernaan serat kasar yang rendah akibat dari aktifitas bakteri selulolitik yang
kurang optimal. Kekurang optimalan bakteri selulolitik dalam mencerna serat
kasar ini dimungkinkan karena monensin sebagai produk antibiotik sintesis
mempengaruhi aktifitasnya sehingga pencernaannya kurang optimal (terganggu).
Pada perlakuan suplementasi daun waru 5% dan 10 % menghasilkan VFA
total yang lebih besar dari kontrol. Hal ini menggambarkan bahwa pada level ini
terjadi peningkatan jumlah mikroba rumen dan peningkatan kecernaan serat kasar.
Dugaan ini sejalan dengan pendapat Askar dan Abdurachman (2002) yang
menyatakan bahwa meningkatnya jumlah mikroba rumen mengakibatkan sintesis
protein yang semakin tinggi yang diikuti dengan pembentukan senyawa asam
lemak volatil (volatile fatty acid, VFA) yang merupakan hasil fermentasi mikroba
rumen. Dengan meningkatnya jumlah VFA total ini secara langsung meningkatan
pasokan energi bagi ternak dan meminimalisir kehilangan energi dari produk-
produk yang tidak berguna bagi ternak seperti metana (CH4).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
Melalui pendekatan nisbah asetat terhadap propionat (A/P), dapat dilihat
bahwa suplementasi daun waru dalam penelitian ini dapat membuat sistem
fermentasi rumen mengarah ke sintesis asam propionat (Tabel 4). Dalam
penelitian ini suplementasi daun waru dapat menyebabkan nisbah A/P perlakuan
lebih rendah dari kontrol. Nisbah A/P kontrol adalah 3,83 sedangkan nisbah A/P
suplementasi daun waru 5%, 10%, 15% dan 20%, serta monensin 0,2% masing-
masing adalah 3,49; 3,31; 3,28; 3,88 serta 2,76. Hal ini menunjukkan proporsi
propionat yang meningkat di dalam rumen dibandingkan dengan asetat.
Tabel 4. Nisbah Perbandingan Asetat dan Propionat serta Nilai NGR Cairan
Rumen yang Mendapat Perlakuan Suplementasi Daun Waru pada Taraf yang
Berbeda, dan Kontrol serta Monensin.
Suplementasi daun waru (H. tiliaceus L.)
0% 5% 10% 15% 20% monensin 0,2%
Nisbah A/P 3.83b
3.49ab
3.31ab
3.27ab
3.88b
2.76a
NGR 4.83de
4.34cde
4.16cd
4.05cd
5.24e 3.59
c
Keterangan : Angka yang diikuti superskrip (a,b) dan (c-e) huruf kecil berbeda pada baris
yang sama menyatakan perbedaan ( =0,05)
Sistem fermentasi rumen yang mengarah ke propionat juga mengakibatkan
nilai non glucogenic ratio (NGR) cenderung menurun. NGR adalah perbandingan
antara asam lemak volatil yang bersifat non-glukogenik dan glukogenik.
Peningkatan propionat yang bersifat glukogenik akan menurunkan nilai NGR.
Nilai NGR pada ransum kontrol adalah 4,83 sedangkan dengan suplementasi daun
waru 5%, 10%, 15%, dan 20% menyebabkan turunnya nilai NGR menjadi; 4,34;
4,16 ;4,05; dan. 5,24.
Nilai NGR berhubungan erat dengan produksi gas metana. NGR dan
metana mempunyai korelasi positif, yang berarti semakin rendah nilai NGR
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
semakin rendah pula produksi metana. Dalam penelitian ini suplementasi daun
waru 5,10 dan 15% menghasilkan nilai NGR lebih rendah jika dibandingkan
kontrol. Dengan lebih rendahnya nilai NGR suplementasi daun waru
dibandingkan kontrol, maka memungkinkan produksi gas metana juga berkurang.
Pada taraf suplementasi daun waru 20% nisbah A/P maupun NGR-nya
malah lebih besar dari kontrol. Hal ini menggambarkan pada level ini karakteristik
fermentasi rumen tidak baik. Dalam level suplementasi daun waru 20% ini total
VFA yang dihasilkanpun lebih rendah dari kontrol, yakni 137.39 mM (kontrol)
berbanding 129.54 mM (suplementasi daun waru 20%).
Dalam penelitian Abdl-Rahman (2010) yang menggunakan asam fumarat
– bentonit di fermentasi rumen in vitro juga dapat meningkatkan produksi asam
propionat dan meningkatkan efiisiensi fermentasi serta menurunkan
metanogenesis dan indeks pemanfaatan VFA.
Hasil penelitian Santoso dan Hariadi (2007) yang menggunakan Acacia
mangium Wild. pada Pennisetum purpureum pada level 15, 30 dan 45% dalam
100% substrat juga menunjukkan nisbah A/P yang menurun yaitu 3,39; 3,13; dan
2.93 dibandingkan kontrol 3,42, dan menghasilkan volume gas metana setelah
inkubasi 48 jam menurun secara linear sejalan dengan peningkatan konsentrasi
Acacia mangium Wild. yaitu 9,4; 8,7; 5,9 ml dari perlakuan kontrol 11,2 ml.
Hasil penelitian Yusiati et al. (2007) yang menggunakan daun ketepeng
cina yang mengandung anthraquinon setara 0; 0,5; 1,0; dan 5 ppm anthraquinon
juga menghasilkan nisbah A/P yang menurun yaitu 3,16; 2,73; 2,92; dan 2,94 dan
menghasilkan gas metana 98,40; 90,00; 70,95; 59,60 ml/72 jam.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
Peningkatan produksi propionat ini juga lebih menguntungkan untuk
pertumbuhan atau penggemukan ternak. Propionat merupakan VFA yang bersifat
glukogenik, artinya dapat menjadi prekursor dalam sintesis glukosa melalui proses
glukoneogenesis (McDonald et al., 1995). Berarti suplementasi daun waru yang
diberikan dapat berpengaruh terhadap kinerja mikroba rumen sehingga
metabolisme mengarah ke peningkatan pasokan energi untuk produksi.
Produksi Gas
Volume produksi gas kontrol dalam penelitian ini adalah 47,17 ml.
Sedangkan volume produksi gas akibat penambahan daun waru 5%, 10%, 15%
dan 20%, serta monensin 0,2% sebagai kontrol positif masing-masing adalah
44,29; 41,97; 40,43; 38,47 dan 18,48 ml/200 mg BK. Pemberian perlakuan
suplementasi daun waru pada taraf yang berbeda dan monensin 0,2%, pada
fermentasi rumput kolonjono (Penisetum purpureum) oleh mikroba rumen secara
in vitro ini dapat menurunkan produksi gas total secara nyata (P<0,05), dapat
dilihat pada Tabel 2. Tetapi, jika dibandingkan dengan monensin pengaruhnya
masih lebih kecil.
Perlakuan suplementasi daun waru 10% mampu menurunkan produksi gas
sebesar 11,02%, kemudian suplementasi daun waru 15% mampu menurunkan
produksi gas sebesar 14,29% dan kedua perlakuan ini tidak berbeda nyata. Disini
perlakuan monensin 0,2% tetap paling rendah produksi gas-nya, yakni
menghasilkan produksi gas 18,48 ml, kemudian disusul perlakuan suplementasi
daun waru 20% yang menghasilkan produksi gas 38,47 ml.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
Penurunan produksi gas yang dihasilkan dalam penelitian ini diduga
berhubungan dengan penurunan jumlah protozoa. Semakin sedikit jumlah
protozoa maka produksi gas-nya pun berkurang. Gas yang berkurang ini
kemungkinan besar adalah gas metana. Hal ini mengacu pada Machmuller et al.,
(2003). yang menyatakan bahwa protozoa memiliki hubungan ektosimbiosis
dalam transfer hydrogen interspesies dan 9 sampai 25% metanogenesis dihasilkan
dari hubungan simbiosis tersebut. H2 dan CO2 dari hasil fermentasi pakan di
dalam rumen akan diubah menjadi CH4 oleh metanogen melalui transfer hydrogen
interspesies, sehingga penurunan jumlah protozoa akan menyebabkan penurunan
produksi gas metana. Pada penelitian ini populasi protozoa cairan rumen menurun
secara nyata (P<0,05). Dengan berkurangnya populasi protozoa ini diduga
mengakibatkan pengurangan pada produksi gas metana sehingga produksi gas
secara total juga berkurang.
Dalam penelitian ini juga dihasilkan nisbah A/P serta NGR suplementasi
daun waru yang lebih rendah dari kontrol. Ini akibat dari lebih rendahnya
produksi asetat dan butirat jika dibandingkan produksi propionat setelah
suplementasi daun waru. Lebih rendahnya nisbah A/P serta NGR suplementasi
daun waru dari kontrol mengindikasikan bahwa produksi gas metana yang
dihasilkan juga lebih rendah. Sehingga, produksi gas secara total juga berkurang.
Van Soest (1994) menyatakan bahwa gas diproduksi terutama pada waktu
substrat difermentasi untuk asetat dan butirat. Fermentasi substrat pada propionat
menghasilkan gas hanya dari penyangga asam dan oleh karena itu produksi gas
relatif lebih rendah dengan produksi propionat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
Perbedaan pengaruh produksi gas yang sangat tinggi antara penambahan
suplementasi daun waru dengan penambahan monensin terjadi karena
penambahan daun waru memberikan efek terhadap populasi protozoa sehingga
jumlah protozoa turun, tetapi tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap
aktivitas bakteri yang ada di dalam rumen. Sedangkan, pemberian monensin yang
merupakan zat aditif produk sintetis sebagai manipulator fermentasi mikroba
rumen dapat menurunkan populasi protozoa, menekan populasi bakteri rumen dan
produksi metana. Hal ini mengakibatkan produksi gas-nya sangat rendah.
Penurunan produksi gas secara invitro juga terjadi dalam penelitian
Santoso dan Hariadi (2007) yang menggunakan Acacia mangium Wild. pada
Pennisetum purpureum dengan level 15%, 30% dan 45% dalam 100% substrat .
Volume gas setelah inkubasi 48 jam menurun secara linear sejalan dengan
peningkatan konsentrasi Acacia mangium Wild. yaitu 57; 48,2; dan 37,5 ml dari
perlakuan kontrol 64,7 ml. Hu et al. (2005) juga melaporkan dalam penelitiannya
yang menggunakan saponin teh 0, 0.2, 0.4 mg/ml memberikan efek defaunasi
terhadap protozoa dan menghasilkan gas yaitu 93,0; 90,5; dan 92,0 ml. Produksi
gas turun pada level 0,2 mg/ml kemudian kembali naik pada level 0,4 mg/ml.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Suplementasi daun waru (Hibiscus tiliaceus L.) mampu menurunkan
jumlah protozoa, produksi gas, Nisbah A/P dan NGR serta meningkatkan VFA
total dengan tidak mempengaruhi konsentrasi NH3 dan pH. Disimpulkan bahwa
level optimum suplementasi daun waru (Hibiscus tiliaceus L.) untuk memperbaiki
karakteristik fermentasi dan menurunkan populasi protozoa rumen adalah pada
level 10%.
B. SARAN
Perlu adanya penelitian lebih lanjut secara invivo untuk mengetahui
pengaruh suplementasi daun waru (Hibiscus tiliaceus L.) terhadap sapi secara
langsung. Misalnya pengaruh suplementasi daun waru (Hibiscus tiliaceus L.)
terhadap penambahan berat badan ternak per satuan waktu dan performa ternak.