Post on 18-Jan-2021
PENGARUH LAMA WAKTU
FERMENTASI LIMBAH BUAH NANAS
(Ananas comosus L.Merr) MENGGUNAKAN
Aspergillus niger TERHADAP KUALITAS
FISIK DAN KANDUNGAN NUTRIEN
SKRIPSI
Oleh :
Adi Prasetya Kusuma
NIM. 135050101111188
PROGRAM STUDI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018
PENGARUH LAMA WAKTU
FERMENTASI LIMBAH BUAH NANAS
(Ananas comosus L.Merr) MENGGUNAKAN
Aspergillus niger TERHADAP KUALITAS
FISIK DAN KANDUNGAN NUTRIEN
SKRIPSI
Oleh :
Adi Prasetya Kusuma
NIM. 135050101111188
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas
Peternakan Universitas Brawijaya
PROGRAM STUDI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Adi Prasetya Kusuma, lahir di
Tangerang pada tanggal 09 Maret 1995, anak pertama dari
Bapak Suparman S.pd. dan Ibu Sri Wuryani. Penulis
mengawali jenjang pendidikan pertama dari TK Amanah
Tangerang dengan lulus pada tahun 2001, kemudian lulus
SDIT Al-Ijtihad Kuta Bumi Tangerang pada tahun 2007, lulus
SMP Negeri 1 Pasar Kemis, Tangerang pada tahun 2010, dan
lulus SMA Negeri 15 Kota Tangerang pada tahun 2013.
Penulis menempuh jenjang perguruan tinggi dengan menjadi
mahasiswa Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya
Malang melalui jalur SNMPTN Undangan pada tahun 2013.
Kegiatan yang pernah diikuti penulis selama kuliah yaitu aktif
dalam kegiatan perkuliahan baik kegiatan belajar dan
praktikum dari semester 1 hingga semester 6, penulis juga
aktif dalam kegiatan organisasi mahasiswa Barisan Orang
Sukses yang bergerak dibidang kewirausahaan sebagai
anggota. Penulis juga aktif dalam kegiatan Badan Eksekutif
Mahasiswa selama satu periode menjabat sebagai Menteri
Pemuda dan Olahraga. Selain itu, penulis juga aktif dalam
kegiatan akademik sebagai asisten praktikum salah satu mata
kuliah. Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapang di PT
Surya Mitra Farm, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur pada
Tahun 2016 dan terakhir melaksanakan penelitian skripsi di
Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas
Peternakan Universitas Brawijaya pada tahun 2017.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Yang
Maha Esa atas limpahan Rahmat dan Hidayah-Nya, penulis
dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Lama
Waktu Fermentasi Limbah Buah Nanas (Ananas comosus
(L.) Merr) Menggunakan Aspergillus niger terhadap
Kualitas Fisik dan Kandungan Nutrien”. Skripsi ini disusun
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Strata satu
(S-1) Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan
Universitas Brawijaya. Penulisan tugas akhir ini tidak lepas
dari motivasi, bantuan dan bimbingan dari banyak pihak.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan
terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyelesaian pengerjaan skripsi ini, diantaranya kepada yang
terhormat:
1. Bapak Suparman, Ibu Sriwuryani sebagai orang tua serta
adik Yunita Ayu Nur Fadillah yang tak henti memberikan
doa, semangat, dukungan moral dan materiil sehingga
dapat menyelesaikan studi.
2. Prof. Dr. Ir. Siti Chuzaemi, MS selaku Pembimbing
Utama dan Dr. Ir. Mashudi, M.Agr. Sc. selaku
Pembimbing Pendamping yang telah memberikan saran
dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini.
3. Prof. Dr. Ir. Luqman Hakim, MS., Dr. Agus Susilo, S.Pt.
MP., dan Artharini Irsyammawati S.Pt. MP. selaku
Penguji yang telah bersedia menguji dan memberikan
banyak kritik dan saran membangun sebagai syarat untuk
menyelesaikan studi.
4. Prof. Dr. Sc. Agr. Ir. Suyadi, MS. selaku Dekan Fakultas
Peternakan Universitas Brawijaya, yang telah banyak
memberi masukan dan kemudahan dalam penyelesaian
studi ini.
5. Dr. Ir. Sri Minarti, MP. selaku Ketua Jurusan Fakultas
Peternakan Universitas Brawijaya, yang telah banyak
membina kelancaran proses studi.
6. Dr. Agus Susilo, SPt. MP. selaku Ketua Program Studi
Peternakan Universitas Brawijaya, yang telah banyak
membina kelancaran proses studi.
7. Dr. Ir. Mashudi, M.Agr. Sc. selaku Ketua Minat Nutrisi
dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas
Brawijaya, yang telah banyak membina kelancaran proses
studi.
8. Bapak Sugiyono dan Saudari Alik Tisna Wati selaku
Laboran Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas
Peternakan Universitas Brawijaya Malang yang telah
memfasilitasi segala aktivitas penelitian.
9. Eva, Binti, dan Amel sebagai partner selama proses
penelitian sehingga penelitian dapat selesai dan berjalan
dengan baik.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam
penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan saran dan masukan untuk perbaikan skripsi ini.
Pada akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat
bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada
umumnya.
Malang, 20 Agustus 2018
Penulis
THE EFFECT LENGTH OF
FERMENTATION OF PINEAPPLE FRUIT
WASTE (Ananas comosusu L.Merr) USING
Aspergillus niger AGAINST THE PHYSICAL
QUALITY AND NUTRIENT CONTENT
Adi Prasetya Kusuma1)
, Siti Chuzaemi2)
and Mashudi2)
1) Student of Animal Husbandry, Brawijaya University,
Malang 2) Lecturer of Animal Husbandry, Brawijaya University,
Malang
E-mail: adiprasetyakusuma17@gmail.com
ABSTRACT
The purpose of this research was to know how long
the fermentation of waste pineapple fruit with Aspergillus
niger 2% to the physical quality and nutrient content also to
get the best fermentation length on, physical quality and
nutrient content. The material in this research is the dried
pineapple fruit waste in the form of a Crown, the pineapple
peels, the pineapple eyes, the axis and Aspergillus niger. The
methods used in the study was an experiment with Completely
Randomized Design. The experiment with 3 treatments and 4
replicates. Three treatments who P0 (pineapple waste without
treatment), P1 (pineapple waste + Aspergillus niger 2% during
four days), P2 (pineapple waste + Aspergillus niger 2% during
six days). The results showed the physical characteristics of
mixed waste pineapple fruit with Aspergillus niger produces
the color of green tanned until yellowish green, having the
fragrance fresh and acid, the resulting texture not hard and not
malleable, and almost no fungi in all treatment or the existence
of fungi slightly only. The analysis proximate showed that
waste fermentation length of pineapple fruit waste using
Aspergillus niger 2 % gave highly significant (P<0.01) to
changes in the nutrients DM, OM, CP, and did not gave
significantly different (P>0.05) on CF. It could be concluded
that fermentation of pineapple fruit waste using Aspergillus
niger 2% and fermented for 4 days increased physical quality
and nutrient content value.
Keywords: pineapple fruit waste, fermentation, and
Aspergillus niger.
DAFTAR ISI
Isi Halaman
RIWAYAT HIDUP .................................................... i
KATA PENGANTAR ............................................... iii
ABSTRACT ................................................................ v
RINGKASAN .............................................................. vii
DAFTAR ISI ............................................................... xi
DAFTAR TABEL………………………………...... xiii
DAFTAR GAMBAR .................................................. xiv
DAFTAR LAMPIRAN ............................................. xv
BAB I PENDAHULUAN .......................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................. 3
1.3 Tujuan Penelitian .................................................... 3
1.4 Kegunaan Penelitian ............................................... 3
1.5 Kerangka Pikir ........................................................ 3
1.6 Hipotesis ................................................................. 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................... 11
2.1 Nanas (Ananas comosus (L.) Merr) ........................ 11
2.1.1 Morfologi Tanaman Nanas ............................ 12
2.2 Limbah Buah Nanas .............................................. 13
2.2.1 Kandungan Nutrien Nanas ...........................15
2.3 Aspergillus niger .................................................... 16
2.4 Fermentasi .............................................................. 20
2.5 Kualitas Fisik .......................................................... 23
BAB III MATERI DAN METODE PENELITIAN 27
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian .................................. 27
3.2 Materi Penelitian .................................................... 27
3.2.1 Bahan ............................................................ 27
3.2.2 Bahan Kimia ................................................ 27
3.2.3 Alat .............................................................. 28
3.3 Metode Penelitian ................................................... 29
3.3.1 Pembuatan Fermentasi Limbah Buah Nanas 29
3.4 Prosedur Penelitian ................................................. 31
3.5 Variabel Penelitian ................................................. 32
3.6 Analisis Data ......................................................... 32
3.7 Batasan Istilah ........................................................ 33
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................... 35
4.1 Kualitas Fisik Fermentasi Limbah Buah Nanas ..... 35
4.1.1 Warna ........................................................... 36
4.1.2 Aroma ........................................................... 36
4.1.3 Tekstur .......................................................... 37
4.1.4 Keberadaan Jamur ....................................... 38
4.2 Kandungan Nutrien Limbah Buah Nanas .............. 39
4.2.1 Kandungan Bahan Kering (BK) .......................... 40
4.2.2 Kandungan Bahan Organik (BO) ........................ 42
4.2.3 Kandungan Protein Kasar (PK) ........................... 43
4.2.4 Kandungan Serat Kasar (SK) .............................. 45
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .................... 47
5.1 Kesimpulan ............................................................ 47
5.2 Saran ...................................................................... 47
DAFTAR PUSTAKA ................................................ 49
Lampiran ..................................................................... 59
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Kandungan Nutrien Buah Nanas ...................... 16
2. Penilaian Fermentasi Berdasarkan
Kualitas Fisik .................................................... 25
3. Karakteristik Fisik Campuran Limbah
Buah Nanas dengan Aspergillus niger .............. 35
4. Rataan Kandungan Nutrien Limbah
Buah Nanas ....................................................... 39
5. Rataan Kandungan Nutrien Limbah
Buah Nanas Masing- Masing Perlakuan .......... 40
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Kerangka Pikir ................................................. 8
2. Buah Nanas ...................................................... 12
3. Aspergillus niger ............................................. 17
4. Prosedur Penelitian ......................................... 31
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Prosedur Penentuan Bahan Kering (BK) ..... 59
2. Prosedur Penentuan Kadar Bahan
Organik (BO) .............................................. 61
3. Prosedur Penentuan Kadar Protein
Kasar (PK) ................................................... 63
4. Prosedur Pengukuran Serat Kasar (SK) ....... 66
5. Analisis Statistik Uji Warna ........................ 69
6. Analisis Statistik Uji Aroma ....................... 72
7. Analisis Statistik Uji Tekstur ...................... 75
8. Analisis Statistik Uji Keberadaan Jamur .... 78
9. Analisis Statistik Bahan Kering (BK) ......... 81
10. Analisis Statistik Bahan Organik (BO) ........ 83
11. Analisis Statistik Protein Kasar (PK) ........... 87
12. Analisis Statistik Serat Kasar (SK) .............. 90
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Buah nanas (Ananas comosus L.Merr) merupakan
salah satu jenis buah tropis yang terdapat di Indonesia dengan
penyebaran merata. Buah nanas banyak dimanfaatkan oleh
sebagian besar masyarakat untuk kebutuhan konsumsi. Selain
dikonsumsi dalam kondisi segar, nanas juga banyak digunakan
sebagai bahan baku industri perkebunan dengan berbagai hasil
produk macam olahan nanas seperti selai, manisan, sirup,
dodol, keripik, buah kaleng dan lain-lain. Berdasarkan data
dari Anonimous (2016) produksi buah nanas pada tahun 2016
adalah sebesar 1.396.153 ton. Pencapaian tersebut
menghasilkan limbah dari buah nanas yang mencapai 27%
dari total produksi buah nanas (Nurhayati dan Berliana, 2014).
Limbah buah nanas terdiri dari : kulit, mata, dan hati.
Kulit nanas mengandung air 81,72%, karbohidrat 17,53%,
protein 4,41%, gula pereduksi 13,65%, dan serat kasar 20,87%
(Wijana dkk, 1991). Sedangkan Nurhayati dan Berliana (2014)
menjelaskan bahwa kulit nanas masih memiliki nilai gizi yang
baik yaitu bahan kering (BK) 88,95%, abu 3,82%, serat kasar
(SK) 27,09%, protein kasar (PK) 8,78%, dan lemak kasar (LK)
1,15%. Limbah buah nanas yang tidak dimanfaatkan akan
menimbulkan beberapa masalah diantaranya pencemaran
udara karena mengandung gas-gas yang terjadi perombakan
dan menimbulkan bau yang tidak sedap, terjadi kekurangan O2
karena selama perombakan oleh mikroorganisme memerlukan
oksigen untuk mendukung pertumbuhannya serta terjadi
2
pelepasan gas metan (CH4) dan CO2 yang menaikkan emisi
penyebab efek rumah kaca yang memicu global warming.
Salah satu usaha yang diupayakan untuk mengatasi
permasalahan tersebut adalah dengan memanfaatkan limbah
buah nanas yang telah difermentasi sebagai bahan pakan
alternatif sumber serat, mengingat selama ini sebagian besar
peternak menggunakan jerami padi sebagai sumber pakan
serat. Potensi kulit nanas sebagai sumber pakan ternak cukup
tinggi dan menjanjikan, karena jika dilihat kandungan serat
kasar (SK) yang tidak terlalu tinggi dalam kulit dan bonggol
nanas tersebut dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan
tambahan melalui fermentasi bakteri Aspergillus niger.
Aspergillus niger termasuk kapang yang mempunyai
miselium bercabang dan berseptat. Kapang umumnya bersifat
aerob dan tumbuh baik pada kisaran suhu 25 – 30oC, namun
Aspergillus niger dapat tumbuh pada kisaran suhu 35 – 37oC.
Aspergillus niger dalam media pertumbuhan dapat langsung
mengkonsumsi molekul-molekul sederhana seperti gula dan
komponen lain yang larut disekitar hifa, namun untuk
molekul-molekul yang lebih kompleks seperti selulosa, pati
dan protein harus dipecah terlebih dahulu sebelum masuk
kedalam sel (Arnata, 2009). Pertumbuhan yang baik dari
kapang diharapkan dapat memproduksi enzim selulase dalam
jumlah yang banyak sehingga dapat digunakan untuk
merombak dan menurunkan serat kasar. Berpengaruh secara
optimal pada presentase Neutral Detergent Fiber (NDF), Acid
Detergent Fiber (ADF), hemiselulosa, selulosa, dan lignin
agar dapat menjadi pakan alternative yang berkualitas baik.
3
1.2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana pengaruh lama fermentasi limbah buah nanas
dengan Aspergillus niger 2% terhadap kualitas fisik dan
kandungan nutrien.
2. Berapa lama waktu yang dibutuhkan agar dihasilkan
fermentasi limbah buah nanas dengan Aspergillus niger
2% menghasilkan kualitas fisik dan kandungan nutrien
terbaik.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan pelaksanaan penelitian ini adalah :
1. Mengetahui pengaruh lama fermentasi limbah buah nanas
dengan Aspergillus niger 2% terhadap kualitas fisik dan
kandungan nutrien.
2. Mendapat lama fermentasi limbah buah nanas terbaik
dengan Aspergillus niger 2% yang menghasilkan kualitas
fisik dan kandungan nutrien terbaik.
1.4. Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian ini adalah sebagai informasi
dalam fermentasi limbah buah nanas menggunakan
Aspergillus niger 2% dengan lama waktu optimal yang
menghasilkan kualitas terbaik ditinjau dari kualitas fisik dan
kandungan nutrien.
1.5. Kerangka Pikir
Fermentasi merupakan metode bioteknologi yang
sederhana yang sudah lazim digunakan untuk meningkatkan
kualitas bahan pakan. Bahan pakan ternak ruminansia masih
4
mengandalkan rumput atau hijauan yang memiliki kandungan
nutrien yang belum memenuhi kebutuhan nutrien ternak
ruminansia. Pengaruh musim yang ada di Indonesia
menyebabkan peternak kesulitan mencari bahan pakan hijauan
yang kontinyu untuk diberikan pada ternak. Penggunaan bahan
pakan ternak yang berasal dari limbah pertanian merupakan
upaya penganekaragaman bahan pakan dan mengurangi
ketergantungan akan impor bahan pakan. Ketersediaan limbah
pertanian yang ada disekitar lokasi peternakan akan dapat
menekan biaya produksi. Sebagaimana diketahui biaya paling
besar dalam suatu usaha peternakan adalah biaya pakan, yakni
mencapai 60% dari biaya produksi peternakan.
Salah satu usaha yang diupayakan untuk mengatasi
permasalahan tersebut adalah dengan memanfaatkan limbah
buah nanas yang telah difermentasi sebagai bahan pakan
alternatif sumber serat. Limbah buah nanas merupakan limbah
yang dihasilkan dari pengolahan kripik, selai, maupun sirup
nanas. Nurhayati dan Berliana (2014) menyatakan bahwa
apabila diasumsikan 30% buah nanas adalah kulit, maka
limbah yang tersedia bersumber dari kulit nanas dan dapat
mencemari lingkungan adalah 22.444 ton. Limbah buah nanas
dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak, sehingga
meningkatkan nilai ekonomis. Wijana dkk (1991) Kulit nanas
mengandung air 81,72%, karbohidrat 17,53%, protein 4,41%,
gula pereduksi 13,65%, dan serat kasar 20,87%.
Ketersediaan limbah buah nanas yang dapat dikatakan
cukup melimpah merupakan faktor utama dalam pembuatan
fermentasi limbah buah nanas sebagai alternatif pakan sumber
serat. Berdasarkan sifatnya limbah buah nanas merupakan
bahan yang mudah rusak atau membusuk jika tidak segera
dilakukan penanganan cepat, hal ini dikarenakan kandungan
5
kadar air limbah buah nanas yang cukup tinggi mencapai 80%
lebih yang menyebabkan limbah buah nanas ini mudah rusak
atau busuk jika tidak langsung dilakukan penanganan. Guna
mengatasi permasalahan ini pada penelitian dilakukan
penanganan dengan cara fermentasi. Fermentasi ini dilakukan
untuk meningkatkan nilai kandungan nutrisi, komponen serat
dan juga mencegah terjadinya kerusakan atau pembusukan
pada limbah buah nanas tersebut. Kulit nanas merupakan
produk limbah pertanian yang mengandung kadar air tinggi
sehingga mudah rusak apabila tidak segera diproses.
Fermentasi dapat dijadikan salah satu cara yang efektif dalam
mengatasi masalah tersebut (Ginting, 2007).
Potensi limbah buah nanas sampai saat ini sebagai
sumber pakan ternak cukup tinggi, Karena tingkat rendemen
sekitar 15%, dapat diartikan bahwa hasil dari limbah kulit
nanas dan limbah perasan daging buah berkisar 85% dari
produksi nanas. Terdapat sekitar 596 ribu ton per tahun limbah
kulit nanas yang dapat digunakan sebagai bahan pakan ternak
alternatif. Kulit nanas memiliki nutrien yang cukup tinggi
yaitu Bahan Kering 14,22%, Protein Kasar 3,50%, Serat Kasar
19,69%, Lemak Kasar 3,49% dan Neutral Detergent Fibre
(NDF) 57,27% dan merupakan sumber energi dengan
kandungan Gross Energy 4481 kkal/kg (Ginting, 2005). Kulit
nanas masih memiliki nutrien yang cukup baik yaitu bahan
kering 88,95%, abu 3,82%, serat kasar 27,09%, protein kasar
8,78% dan lemak kasar 1,15%. Kulit nanas berpotensi sebagai
sumber pakan ternak (Nurhayati, 2013). Mengingat limbah
nanas yang belum banyak dimanfaatkan dan hanya dibuang
sehingga akan menimbulkan masalah lingkungan atau
pecemaran lingkungan maka pemanfaatan limbah buah nanas
perlu diperhatikan untuk mengatasi hal tersebut. Salah satu
6
alternatif pemanfaatan dari limbah buah nanas yaitu dapat
dilakukan adalah dengan fermentasi. Fermentasi merupakan
suatu reaksi oksidasi atau reaksi dalam sistem biologi yang
menghasilkan energi dimana donor dan aseptor adalah
senyawa organik (Puspita, 2012).
Lama fermentasi dipengaruhi oleh faktor-faktor yang
secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap
proses fermentasi. Ada banyak faktor yang mempengaruhi
fermentasi antara lain substrat, suhu, pH, oksigen, dan
mikroba yang digunakan. Substrat merupakan bahan baku
fermentasi yang mengandung nutrien-nutrien yang
dibutuhkan oleh mikroba untuk tumbuh maupun
menghasilkan produk fermentasi. Nutrien yang paling
dibutuhkan oleh mikroba baik untuk tumbuh maupun untuk
menghasilkan produk fermentasi adalah karbohidrat.
Karbohidrat merupakan sumber karbon yang berfungsi
sebagai penghasil energi bagi mikroba, sedangkan nutrien lain
seperti protein dibutuhkan dalam jumlah lebih sedikit dari
pada karbohidrat (Azizah, 2012). Salah satu jenis kapang
yang dapat digunakan dalam proses fermentasi limbah buah
nanas ini yaitu kapang Aspergillus niger.
Aspergillus niger termasuk genus Aspergillus, famili
Eurotiaceae dan ordo Eurotiales. Kapang ini mempunyai
miselium bercabang dan berseptat. Kapang umumnya bersifat
aerob dan tumbuh baik pada kisaran suhu 25 – 300oC, namun
genus Aspergillus dapat tumbuh pada kisaran suhu 35 –
370oC. Kapang ini dapat tumbuh dengan baik pada suhu 300
oC
dengan pH optimum 7,0 atau agak asam dan besifat tidak
tahan panas. Aspergillus niger dalam media pertumbuhan
dapat langsung mengkonsumsi molekul-molekul sederhana
seperti gula dan komponen lain yang larut disekitar hifa,
7
namun untuk molekul-molekul yang lebih kompleks seperti
selulosa, pati dan protein harus dipecah terlebih dahulu
sebelum masuk kedalam sel (Arnata, 2009). Aspergillus niger
memiliki keunggulan, yaitu menghasilkan enzim ekstraseluler
dengan aktivitas tinggi serta mudah dalam pemeliharaannya.
Selain itu, secara ekonomi mikroba tersebut mudah didapat
dengan harga yang relatif murah dan mampu berkembang
pada media yang biayanya juga relatif murah serta
ketersediaanya mudah didapatkan (Murni dkk., 2011).
Aspergillus niger merupakan kapang yang dapat
digunakan untuk menghasilkan berbagai jenis asam seperti
asam oksalat, asam-2- hidroksipropana-1,2,3-trikarboksilat,
asam glukonat dan beberapa jenis enzim seperti pektinase, α-
amylase, asparaginase, selulase, proteinase, lipase, katalase,
glukosa oksidase dan fitase (Wuryanti, 2008). Hasil analisis
proksimat menunjukkan bahwa penggunaan Aspergillus niger
1%, 2% dan 3% pada fermentasi kulit singkong mengalami
peningkatan pada kandungan Bahan Kering (BK) dan Bahan
Organik (BO) (Nurlaili dkk., 2013). Waktu yang paling
optimal untuk proses fermentasi menggunakan Aspergillus
niger yaitu 4 hari (Mirwandhno dkk., 2006). Menurut Ria,
Nora dan Lia (2012) penambahan Aspergillus niger pada
ampas sagu pada proses fermentasi dapat menghasilkan nilai
nutrien terbaik, yaitu peningkatan kadar protein 16,27%.
Konsep kerangka pemikiran dalam penelitian ini disajikan
pada Gambar 1.
8
Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian
Industri Peternakan Indonesia
Potensi limbah buah nanas sangat melimpah
(376.961 ton/tahun). Limbah nanas memiliki
kandungan Bahan Kering 88,95%, Protein Kasar
8,78%, Serat Kasar 27,09%, Lemak Kasar 3,49%
(Nurhayati dan Berliana, 2014)
Limbah nanas terfermentasi dengan
Aspergillus niger
Pakan Hijauan/Limbah pertanian
Hasil analisis proksimat
menunjukkan bahwa penggunaan
Aspergillus niger 1%, 2% dan 3%
pada fermentasi kulit singkong
mengalami peningkatan pada
kandungan Bahan Kering (BK)
dan Bahan Organik (BO)
(Nurlaili dkk., 2013). Waktu yang
paling optimal untuk proses
fermentasi menggunakan
Aspergillus niger yaitu 4 hari
(Mirwandhno dkk., 2006)
Fermentasi
Pakan Konsentrat
Kandungan Nutrien
(BK, BO, PK, SK)
Kualitas Fisik
(Warna, Aroma,
Tekstur, Jamur)
Kendala: Limbah buah nanas memiliki
kandungan nutrien yang masih rendah
Fermentasi menggunakan Aspergillus niger dengan
lama inkubasi yang berbeda (0, 4 dan 6 hari)
9
1.6. Hipotesis
Fermentasi limbah buah nanas menggunakan
Aspergillus niger 2% dengan lama waktu yang berbeda
berpengaruh positif terhadap kualitas fisik dan kandungan
nutrien.
10
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Nanas (Ananas comosus (L.) Merr)
Nanas diperkiran berasal dari Amerika Selatan,
tanaman nanas (Ananas comosus (L.) Merr) pertama kali
ditemukan oleh orang Eropa pada tahun 1493 di pulau
Caribbean yang kemudian tanaman ini dinamai Guadalupe.
Pada akhir abad ke- 16, penjelajah Portugis dan Spanyol
memperkenalkan Ananas comosus (L.) Merr ke benua Asia.
Afrika dan Pasifik Selatan merupakan negara-negara di mana
Ananas comosus (L.) Merr masih berkembang saat ini. Pada
abad 18 Ananas comosus (L.) Merr mulai dibudidayakan di
Hawaii, satu-satunya negara di Amerika di mana tanaman ini
masih tumbuh. Selain Hawaii, negara-negara lain yang secara
komersial tumbuh nanas termasuk Thailand, Filipina, China,
Brasil dan Meksiko. Tanaman nanas merupakan tanaman buah
berupa semak yang memiliki nama ilmiah Ananas comosus
(L.) Merr memiliki nama daerah danas (Sunda) dan neneh
(Sumatera). Dalam bahasa Inggis disebut Pineapple dan
orang-orang Spanyol menyebutnya Pina. Pada abad ke-16
orang Spanyol membawa nanas ini ke Filipina dan
Semenanjung Malaysia, masuk ke Indonesia pada abad ke-15,
(1599) (Lawal, 2013).
Keberadaan tanaman nanas hampir merata di seluruh
Indonesia. Daerah - daerah di Indonesia yang dikenal sebagai
daerah penghasil nanas adalah Sumatera (Palembang), Jawa
Timur (Blitar, Kediri dan Tulungagung) dan Jawa Barat
(Bogor). Buah nanas (Ananas comosus (L.) Merr) dapat
dipanen sepanjang tahun sehingga produksi nanas di Indonesia
2
cukup banyak (Wignyanto, Suharjono dan Novita, 2001).
Nanas (Ananas comosus (L.) Merr) merupakan salah satu buah
tropis yang memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi. Buah
nanas selain digemari masyarakat untuk konsumsi buah segar,
juga merupakan bahan baku industri buah kalengan dan olahan
seperti selai, sirup dan lain-lain (Irfandi, 2005).
2.1.1. Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Nanas
Klasifikasi ilmiah atau taksonomi dari nanas menurut
Kwartaningsih dan Mulyati (2005) yaitu sebagai berikut :
Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan)
Division : Spermatopyta (tumbuhan berbiji)
Kelas : Liliopsida (monokotil)
Ordo : Farinosae
Family : Bromeliaceae
Genus : Ananas
Spesies : Ananas comosus (Merr.) L.
Gambar 2. Buah Nanas (Ananas comosus (L.) Merr)
Sumber : https://id.wikipedia.org/wiki/Nanas
3
Nanas (Ananas comosus (L.) Merr) adalah buah yang
memiliki mata yang banyak dan memiliki warna kuning
keemasan. Pohon nanas sendiri dapat tumbuh subur di daerah
beriklim tropis seperti di Indonesia dengan masa panen relatif
singkat, yaitu antara 2 sampai 3 kali setahun (Puspita, 2012).
Menurut Irfandi (2005) Nanas yang telah
dibudidayakan di Indonesia dikelompokkan menjadi 4 grup
yaitu :
1. Spanyol (Spanish), ciri -cirinya mempunyai daun panjang,
ukuran daun kecil, berduri halus sampai kasar, buah bulat,
mata buah pipih besar dengan jumlah sedikit, warna buah
kuning, misalnya Nanas Merah dan Nanas Buaya.
2. Cayenne, ciri-cirinya daunnya tidak berduri atau berduri
hanya pada ujung -ujungnya dan ukuran durinya kecil-
kecil. Buahnya besar, silindris, rasanya agak asam, warna
hijau kekuningan, mata buah agak datar, misalnya Smoth
Cayenne hijau, minyak dan lain-lain.
3. Abacaxi, ciri-cirinya mempunyai daun panjang, berduri
kasar, buah berbentuk kerucut, bertangkai panjang, batang
buah putih seperti Cayenne Lisse.
4. Queen, ciri -cirinya daunnya pendek, berduri tajam dan
durinya membelah kebelakang, Buah kerucut, rasanya
manis, warna kuning kemerahan dan mata buah menonjol,
misalnya Nanas Bogor atau Palembang.
2.2 Limbah Buah Nanas (Ananas comosus (L.) Merr)
Nanas adalah salah satu buah yang banyak dikonsumsi
oleh masyarakat, akan tetapi hanya bagian daging buahnya
saja yang dimanfaatkan, sedangkan bagian bonggol, dan
kulitnya hanya menjadi limbah buangan saja atau digunakan
sebagai pakan ternak. Limbah kulit nanas ini termasuk limbah
4
organik yang masih mengandung banyak nutrisi yang dapat
dimanfaatkan apabila dibiarkan begitu saja tanpa penanganan
yang tepat akan mencemari lingkungan (Wahyuni, 2005).
Berdasarkan kandungan nutrisi kulit buah nanas
mengandung karbohidrat dan gula yang cukup tinggi. Kulit
buah nanas mengandung 81,72% air, 20,8% serat kasar,
17,53% karbohidrat, 4,41% protein dan 13,65% gula reduksi
(Wijana, et al., 1991) Kandungan karbohidrat yang cukup
tinggi tersebut kulit buah nanas memungkinkan untuk di
manfaatkan sebagai bahan baku pembentukan selulosa melalui
proses fermentasi dengan bantuan bakteri Gluconacetobacter
xylinus. Hasil analisis proksimat berdasarkan berat basah,
menurut Bayu dan Pamungkas (2003) limbah kulit buah nanas
antara lain terdiri atas air 86,70%, protein 0,69%, lemak
0,02%, abu 0,48%, serat basah 1,66%, dan karbohidrat
10,54%. Buah nanas memiliki kadar air yang tinggi hingga
mencapai kurang lebih 80-90% sehingga mudah sekali
mengalami perubahan fisik, kimiawi maupun fisiologis.
Apabila tidak segera dipasarkan atau dilakukan penanganan
lebih lanjut maka mutunya akan cepat menurun sehingga
harganya sangat murah bahkan tidak laku dijual. Buah nanas
dapat dibuat menjadi berbagai macam produk olahan pangan
sebagai salah satu alternative untuk mengantisipasi terjadinya
kerusakan atau pembusukan (Tahir et al., 2008).
Nanas merupakan salah satu jenis buah-buahan yang
banyak dihasilkan di Indonesia. Dari data stastistik, produksi
nanas di Indonesia untuk tahun 1997 adalah 542,856 ton
dengan nilai konsumsinya 16,31 kg/kapita/th (Anonimous,
2011). Semakin meningkatnya produksi nanas, maka limbah
yang dihasilkan akan semakin meningkat pula.
5
2.2.1. Kandungan Nutrien Nanas
Limbah nanas telah terbukti menjadi pakan alternatif
yang layak untuk digunakan sebgai sumber serat pada sapi
lokal Thailand. Limbah buah nanas memilik manfaat
diantaranya dalam hal peningkatan kepadatan kalori, nilai
kecernaan, dan pemanfaatan pakan dibandingkan jerami
pangola (Suksathit et.al., 2011). Limbah buah nanas terdiri
dari dua tipe, yaitu 1) sisa tanaman buah nanas yang terdiri
dari daun, tangkai dan batang. 2) limbah pengalengan nanas
yang terdiri dari kulit, mahkota, pucuk, inti buah, dan ampas
nanas. Limbah pengalengan nanas merupakan hasil samping
dari industri pengolahan buah nanas. Jumlah limbah buah
nanas mencapai 60-80% dari total produksi buah nanas.
Proporsi limbah pengalengan buah nanas terdiri dari 56%
kulit, 17% mahkota, 15% pucuk, 5% hati, 2% hiasan, dan 5%
ampas nanas (Murni., dkk., 2011). Kulit nanas merupakan
produk limbah pertanian yang mengandung kadar air tinggi
sehingga mudah rusak apabila tidak segera diproses.
Fermentasi dapat dijadikan salah satu cara yang efektif dalam
mengatasi masalah tersebut (Ginting, 2007). Tabel 1 berikut
ini menunjukan kandungan nutrien dari buah nanas.
6
Tabel 1. Kandungan nutrien buah nanas segar
No. Kandungan Nutrien Jumlah
1 Kalori 52,00 Kal
2 Protein 0,40 g
3 Lemak 0,20 g
4 Karbohidrat 16,00 g
5 Fosfor 11,00 x 10-3 g
6 Zat Besi 0,30 x 10-3 g
7 Vitamin A 130,00 SI
8 Vitamin B1 0,08 x 10-3 g
9 Vitamin C 24,00 x 10-3 g
10 Air 85,30 g
Sumber : Pawignya (2011).
Keterangan : berdasarkan 100 gram buah nanas segar
2.3 Aspergillus niger
Klasifikasi ilmiah dari Aspergillus niger menurut
Inggrid dan Suharto (2012) adalah sebagai berikut:
Domain : Eukaryota
Phylum : Ascomycota
Kelas : Eurotiomycetes
Ordo : Eurotiales
Famili : Trichocomaceae
Genus : Aspergillus
Spesies : Aspergillus niger
7
Gambar 3. Aspergillus niger
Sumber : https://en.wikipedia.org/wiki/Aspergillus_niger
Aspergillus niger adalah anggota dari genus
Aspergillus yang mencakup seperangkat jamur yang umumnya
dianggap aseksual, meskipun bentuk sempurna (bentuk yang
bereproduksi secara seksual) telah ditemukan. Aspergillus
niger umumnya ditemukan tumbuh sebagai saprofit pada daun
mati, gandum yang disimpan, tumpukan kompos dan vegetasi
yang membusuk lainnya.
Mikroorganisme Aspergillus niger digunakan secara
luas sebagai suatu organisme fermentasi industri untuk
produksi asam sitrat dan asam glukonat serta enzim yang
digunakan dalam produksi makanan dan berbagai aplikasi
industri (Machida and Gomi, 2010). Aspergillus niger dapat
tumbuh cepat dengan menggunakan nutrisi yang ada
disekelilingnya. Molekul–molekul sederhana seperti
monosakarida yang terlarut disekeliling hifa dapat diserap
langsung oleh hifa, tetapi polimer–polimer seperti amilum atau
selulosa harus dipecah dulu oleh enzim-enzim ekstraseluler
yang dihasilkan oleh Aspergillus niger menjadi molekul–
molekul yang lebih sederhana sebelum diserap ke dalam sel
Aspergillus niger dikenal sebagai salah satu mikroorganisme
yang memiliki kemampuan tinggi untuk menghasilkan enzim
asparaginase. Biotin berperan dalam membantu pertumbuhan
8
sel mikroorganisme. Pengamatan terhadap pengaruh
penambahan biotin pada media pertumbuhan Aspergillus niger
terhadap produksi perlu dilakukan sebagai langkah awal
sebelum proses industri. Aspergillus niger merupakan kapang
yang dapat digunakan untuk menghasilkan berbagai jenis asam
seperti asam oksalat, asam-2-hidroksipropana-1,2,3-
trikarboksilat, asam glukonat dan beberapa jenis enzim seperti
pektinase, α-amylase, asparaginase, selulase, proteinase,
lipase, katalase, glukosa oksidase dan fitase (Wuryanti, 2008).
Aspergillus niger termasuk ke dalam jamur jenis
kapang. Aspergillus niger mempunyai cirri-ciri yang khas
yaitu tubuh terdiri dari benang yang bercabang-cabang disebut
hifa, kumpulan hifa disebut miselium, tidak mempunyai
klorofil dan hidup heterotrof (Fardiaz,1988). Aspergillus niger
mempunyai bagian yang khas yaitu hifanya yang berseptat,
spora yang bersifat aseksual dan tumbuh memanjang diatas
stigma, mempunyai sifat aerobik, sehingga dalam
pertumbuhannya membutuhkan oksigen dalam jumlah yang
cukup. Aspergillus niger dapat tumbuh pada suhu 35-37oC
(optimum), 6-8oC (minimum), 45-47oC (maksimum).
Kisaran pH yang dibutuhkan 2,8-8,8 dengan
kelembaban 80-90%. Habitat Aspergillus niger kosmopolit
diaerah tropis dan subtropics, mudah didapatkan dan diisolasi
dari udara, tanah, dan air (Fardiaz,1988). Enzim dihasilkan
oleh semua makhluk hidup untuk mengkataslis reaksi biokimia
dalam tubuh makhluk hidup tersebut hingga reaksi-reaksi itu
dapat berlangsung lebih cepat. Aktivitas enzim dilingkungan
yang terjadi pada berbagai sumber mikroorganisme seperti
bakteri dan jamur. Mikroorganisme ini menghasilkan enzim
intraseluler dan enzim ekstraseluler. Enzim intraseluler
merupakan enzim yang langsung digunakan didalam sel yang
9
ditemukan pada bagian membrane dari sebuah organ sel.
Enzim ekstraseluler merupakan enzim yang dilepas dari sel
untuk menghidrolisis polimer seperti selulosa, hemiselulosa,
lignin, atau juga untuk memfasilitasi kebutuhan
metabolismenya (Maier, Pepper dan Gerba, 2000).
Peningkatan konsentrasi ammonia ini berbanding lurus
dengan menigkatnya kandungan protein pada onggok
fermentasi menggunakan Aspergillus niger karena ammonia
merupakan hasil hidrolisis protein pakan oleh mikroba rumen
yang dirombak menjadi ammonia .Penggunan level
Aspergillus niger yang optimal untuk proses fermentasi
adalah 2% yaitu dapat menigkatkan konsentrasi ammonia
menjadi 7,72 mM. Pada penambahan level Aspergillus niger
2% sudah dapat menigkatkan konsentrasi ammonia walapun
pada level 6% terjadi peningkatan konsentrasi ammonia yang
lebih tinggin karena pada level 6% akan membutuhkan stater
Aspergillus niger lebih banyak sehingga kurang efisien.
Selain itu pada level 4% terjadi penurunan kosentrasi
ammonia menjadi 6,82 Mm. Hal tersebut menunjukan bahwa
penambahan Aspergillus niger dengan level 2% pada onggok
perlakuan sudah cukup baik (Suherman dkk, 2013).
Kapang yang sering digunakan dalam teknologi
fermentasi antara lain Aspergillus niger. Aspergillus niger
merupakan salah satu jenis Aspergillus yang tidak
menghasilkan mikotoksin sehingga tidak membahayakan
(Gray, 1970). Proses fermentasi menggunakan kapang, selain
pembentukan miselium selalu diikuti oleh pembentukan
spora yang berguna untuk pembuatan inokulum pada
proses fermentasi. Inokulum yang berupa spora merupakan
starter yang baik dalam fermentasi (Purwadaria et al.,1995).
Keberadaan spora dapat membuat turunnya daya cerna
10
produk fermentasi dibandingkan dengan sel miselium dan
merupakan bahan pencemar bagi kesehatan manusia,
sehingga untuk alasan ini mutan yang hilang kemampuan
berspora pada suhu tertentu akan mempunyai keuntungan.
Aspergillus mempunyai ukuran 4-5 cm, terdiri dari
suatu lapisan basal yang kompak berwarna putih hingga
kuning dan suatu lapisan konidiofor yang lebat yang berwarna
cokelat tua hingga hitam. Kepala konidiofor berwarna hitam,
berbentuk bulat. Vesikula bulat hingga semi bulat dan
berdiameter 50-100 μm. Konidia berbentuk bulat hingga semi
bulat berukuran 3,5-4,5 μm. Berwarna cokelat memiliki
ornamentasi berupa tonjolan dan duri-duri yang tidak
beraturan (Gandjar, 1999). Serat kasar terdiri dari selulosa,
hemiselulosa, dan lignin. Selulosa dan hemiselulosa
merupakan komponen dinding sel tumbuhan dan tidak dapat
dicerna oleh ternak monogastrik. Hewan ruminansia
mempunyai mikroorganisme rumen yang memiliki
kemampuan untuk mencerna selulosa dan hemiselulosa
(Suparjo, dan Raguati, 2003).
2.4 Fermentasi
Fermentasi berasal dari bahasa latin “Ferfere ”yang
berarti mendidihkan. Seiring perkembangan teknologi, definisi
fermentasi meluas menjadi semua proses yang melibatkan
mikroba untuk menghasilkan suatu produk yang disebut
metabolis primer dan sekunder dalam suatu lingkungan yang
dikendalikan. Pada mulanya istilah fermentasi digunakan
untuk menunjukan proses pengubahan glukosa menjadi etanol
yang berlangsung secara anaerob. Namun, kemudian istilah
fermentasi berkembang lagi menjadi seluruh perombakan
senyawa organik yang dilakukan mikroba (Jannah, 2010).
11
Utama dkk. (2010) menambahkan bahwa fermentasi
merupakan suatu proses perubahan kimia pada substrat
organik baik karbohidrat, protein, lemak atau lainnya melalui
kegiatan katalis kimia yang dikenal sebagai enzim dan
dihasilkan oleh jenis mikroba spesifik. Senam dkk. (2011)
menambahkan bahwa Untuk meningkatkan kualitas limbah
pertanian itu dapat dilakukan melalui fermentasi menggunakan
campuran mikroba serta penambahan suplemen yang
diperlukan oleh sapi. Bahan yang difermentasi akan
mengalami peningkatan kandungan nitrogennya, serta akan
mempermudah proses pencernaan di dalam tubuh hewan
ternak, karena produk fermentasi telah mengalami
perombakan oleh mikrorganisme menjadi molekul yang lebih
sederhana. Untuk itu proses fermentasi sangat baik dilakukan
untuk merombak bahan baku pakan yang masih mengandung
serat kasar tinggi agar mudah dicerna oleh ternak.
Kumalaningsih dkk. (2016) menyatakan bahwa fermentasi
merupakan proses yang relatif murah dan mampu
menyederhanakan karbohidrat kompleks serta meningkatkan
protein sehingga nilai gizi bahan yang terfermentasi lebih
tinggi daripada bahan asalnya. Peningkatan protein terjadi
disebabkan oleh adanya aktivitas mikroba dan terjadi
penambahan protein dari massa sel mikroba akibat
pertumbuhannya selama proses fermentasi berlangsung.
Teknologi fermentasi sudah sering dilakukan untuk
meningkatkan kandungan zat makanan dan menurunkan
kandungan zat antinutrisi. Dalam proses fermentasi substrat
yang digunakan harus mengandung unsur karbon (C) dan
nitrogen (N) yang dibutuhkan mikroba untuk pertumbuhan.
Hasil fermentasi sangat tergantung pada bahan pakan sebagai
bahan dasar (substrat), macam mikroba atau inokulum, dan
12
kondisi lingkungan yang sangat mempengaruhi pertumbuhan
dan metabolisme mikroba tersebut (Anggraeny dan Umiyasih,
2009). Hastuti dkk. (2011) menyatakan bahwa dalam proses
fermentasi, enzim-enzim selulase dari berbagai mikroba
selulolitik dapat melakukan penetrasi dengan lebih mudah
dalam bahan pakan berserat tersebut, sehingga dapat
menurunkan serat kasar yang pada akhirnya meningkatkan
kecernaan. Dalam pelaksanaan fermentasi, lama fermentasi
merupakan salah satu faktor yang harus diperhatikan. Lama
fermentasi yang singkat mengakibatkan terbatasnya
kesempatan dari mikroba untuk terus berkembang, sehingga
komponen substrat yang dapat dirombak menjadi massa sel
juga akan sedikit tetapi dengan waktu yang lebih lama berarti
memberi kesempatan bagi mikroba untuk tumbuh dan
berkembang biak (Kasmiran, 2011). Lunar dkk. (2012)
menyatakan bahwa jumlah populasi mikroba sangat
menentukan kualitas produk akhir, dimana semakin tinggi
populasi Aspergillus niger akan menghasilkan besaran enzim
selulase yang semakin tinggi pula sehingga kuantitas serat
kasar yang dirombak oleh enzim selulase semakin tinggi.
Perlakuan pada dosis inokulum 0,2% dan lama fermentasi 120
jam merupakan perlakuan yang optimum untuk menghasilkan
serat kasar produk fermentasi terendah yaitu 10,10%.
Aspergillus niger bekerja optimal dalam
menghasilkan enzim selulase dengan substrat padat berupa
kulit durian pada waktu fermentasi 120 jam dan kadar protein
yang dihasilkan sebesar 0,40%. Aktivitas enzim selulase yang
diperoleh adalah sebesar 1.07 mg/L. Waktu fermentasi 120
jam merupakan fase eksponensial dimana pada fase tersebut
perbanyakan jumlah sel sangat banyak, aktivitas sel meningkat
dan enzim banyak dihasilkan (Ariyani dkk., 2014). Idiawati
13
dkk. (2014) menyatakan bahwa aktivitas enzim selulase akan
semakin meningkat seiring dengan bertambahnya waktu
fermentasi. Akan tetapi, terjadi pula penurunan seiring dengan
bertambahnya waktu fermentasi. Waktu fermentasi terbaik
pada fermentasi padat dengan Aspergillus niger bervariasi.
Hal ini dapat dilihat pada penelitian terdahulu yaitu 96 jam
atau 4 hari.
Mirwandhono dkk. (2006) menyatakan bahwa
fermentasi Aspergillus niger dapat menaikkan kadar protein
kasar, lemak kasar, dan kadar abu tepung kulit ubi kayu dan
terjadi penurunan bahan kering dan serat kasar tepung kulit ubi
kayu. Fermentasi Aspergillus niger yang terbaik untuk
menaikkan kadar protein kasar dan menurunkan serat kasar
pada lama fermentasi 4 hari karena pada lama fermentasi 6
hari kecenderungan meningkatnya kadar protein kasar tidak
signifikan lagi dan kadar serat kasar mulai naik.
2.5 Kualitas Fisik
Salah satu pengujian kualitas fermentasi adalah
dengan pengamatan fisik. Beberapa faktor utama dalam
penentuan kualitas fisik yaitu warna, tekstur, aroma, dan
keberadaan jamur. Fermentasi yang berkualitas baik adalah
yang menghasilkan aroma asam dimana asam tersebut
menandakan bahwa proses fermentasi di dalam silo berjalan
dengan baik (Hidayat, 2014).
Warna merupakan salah satu indikator kualitas fisik,
yang mana apabila warna setelah proses fermentasi
menyerupai warna asal bahan pakan merupakan kualitas yang
baik dan yang berwarna minyimpang dari warna asal
merupakan bahan pakan berkualitas rendah. Secara umum,
14
hasil fermentasi yang baik menurut Siregar (1996), adalah
sebagai berikut :
a. Warna fermentasi pakan yang baik adalah
sesuai bahan awal yang digunakan.
b. Aroma asam, tapi segar dan harum khas
fermentasi, karena mengandung asam laktat,
bukan bau yang menyengat.
c. Nilai pH dapat digolongkan menjadi empat
kategori, yaitu sangat baik (pH 3,2 – 4,2), baik
(pH 4,2 – 4,5), sedang (pH 4,5 – 4,8), buruk
(pH 3,2 – 4,2) (Santi, 2012)
d. Tekstur tidak menggumpal dan memiliki
kandungan air yang rendah.
e. Tidak berjamur pada pakan fermentasi karena
dalam proses fermentasi apabila oksigen telah
habis terpakai, pernafasan akan berhenti
dalam keadaan demikian jamur tidak dapat
tumbuh dan hanya bakteri saja yang masih
aktif terutama bakteri pembentuk asam
(Kaiser et al., 2004). Kualitas fisik fermentasi
secara umum dapat dilihat pada Tabel 2.
15
Tabel 2. Penilaian fermentasi berdasarkan kualitas fisik
Kualitas Kualitas
Fermentasi
Baik Sedang Jelek
Warna Hijau terang
Sampai
Hijau
kekuningan
Hijau tua,
hijau
kuning atau
hijau
sampai hijau
kecoklatan
kebiruan,
abu-abu,
Kecoklatan Coklat
Aroma Asam Agak tengik
dan bau
Sangat
tengik, bau
amonia. amonia, dan
busuk.
Tekstur Kokoh,
lembut dan
Bahan lebih
lembut dan
Berlendir,
jaringan
sulit
dipisahkan mudah
dipisahkan
lunak,
mudah
dari serat. dari serat hancur,
berjamur
Sumber : Filya and Sucu (2007)
16
1
BAB III
MATERI DAN METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi dan
Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya
pada 24 September – 30 Oktober 2017.
3.2. Materi Penelitian
3.2.1. Bahan
1. Limbah nanas kering berupa mahkota, kulit luar mata
dan hati yang didapat dari PT. Bintang Buah yang
beralamat di Desa Bedali, Kecamatan Ngancar,
Kabupaten Blitar.
2. Aspergillus niger dengan kepadatan ± 3×107 yang
didapat dari Pusat Studi Pangan dan Gizi Universitas
Gadjah Mada Yogyakarta.
3.2.2. Bahan Kimia
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
limbah buah nanas, Aspergillus niger. Bahan analisis protein
kasar (PK) adalah aquadest, katalisator (selenium gemisch),
batu didih, H2SO4 0,1 N, H2SO4 pekat (95-97%), NaOH 0,1
N, NaOH 40%, Indikator (2 gram methyl red + methyl blue
per liter etnol 96%). Bahan analisis serat kasar (SK) aqudest,
H2SO4 0,3 N, HCl0,3 N, NaOH 1,5 N, Asam Etilen Diamin
Tetraasetat (EDTA).
2
3.2.3. Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini,
meliputi plastik klip, timbangan analitik kapasitas 5 kg,
sendok, bak, sarung tangan, jarum, thermometer. Peralatan
yang digunakan dalam analisis kandungan nutrisi:
1. Oven
2. Eksikator
3. Penjepit
4. Timbangan analitik
5. Tanur 550º- 600
6. Eksikator
7. Cawan porselin
8. Beaker glass (300 ml)
9. Gelas ukur (5 ml)
10. Erlenmeyer (300 ml)
11. Labu didih kjeldhal (50 ml)
12. Pipa volume 25 ml atau dispenser
13. Buret (50 ml)
14. Alat destilasi.
3
3.3. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah percobaan
di laboratorium dengan menganalisis kualitas fisik dan
kandungan nutrien pada pakan yang terdiri dari limbah buah
nanas. Pakan difermentasi menggunakan jamur (Aspergillus
niger) sebanyak 2% dari jumlah limbah buah nanas. Limbah
buah nanas yang digunakan pada setiap sampel adalah 1000 g,
sehingga penambahan Aspergillus niger sebanyak 20g/sampel.
Percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL)
dengan 3 perlakuan dan 4 kali ulangan. Perlakuan tersebut
adalah sebagai berikut :
P0 = Limbah nanas kering tanpa perlakuan 0 hari.
P1 = Limbah nanas kering + Aspergillus niger 2% 4 hari.
P2 = Limbah nanas kering + Aspergillus niger 2% 6 hari
3.3.1. Pembuatan Fermentasi Limbah Buah Nanas
Pembuatan Fermentasi Limbah Buah Nanas dengan
menggunakan Aspergillus niger adalah
sebagai berikut:
a. Limbah buah nanas berupa mata, kulit dan mahkota
dipotong kecil kecil dengan panjang kurang lebih 1-2
cm.
b. Limbah buah nanas dioven 60°C sampai mencapai
bahan kering ( BK) ± 40% selama ± 2 hari.
c. Ditimbang sebanyak 1000g dan dimasukan ke
baskom.
d. Ditimbang Aspergillus niger 2% dari total sampel.
e. Limbah buah nanas dicampur dengan Aspergillus
niger sesuai perlakuan.
4
f. Dikemas dalam kantong plastik, pengemasan dibantu
dengan alat vacum untuk menciptakan kondisi
anaerob.
g. Diikat dengan tali raffia dan dilapisi plastik.
h. Difermentasi sesuai perlakuan.
5
3.4.Prosedur Penelitian
Gambar 4. Prosedur Penelitian.
Limbah nanas
Dipotong kecil-kecil berkisar 2-3cm
Dioven 60° C sampai mencapai
BK±40% selama± 2 hari
Ditimbang sebanyak 1000 g
Ditambah
Aspergillus niger
2%
P0 P1 P2
Lama diinkubasi 4
hari
Lama
diinkubasi 6
hari
Kualitas Fisik
(Warna, Aroma,
Tekstur, Jamur)
Tanpa Perlakuan Di inkubasi
Kandungan Nutrien
(BK, BO, PK, SK)
Disiapkan Alat dan Bahan
6
3.5. Variabel Penelitian
1. Penentuan kualitas fisik berupa warna, aroma,
tekstur, dan keberadaan jamur dilakukan secara
organoleptik menggunakan 20 panelis semi terlatih.
Hasil analisis ini berupa skor 1-5 untuk karakteristik
fisik dengan mengisi kuisioner.
2. Penentuan kandungan nutrien berupa BK, BO, PK,
dan SK dilakukan menggunakan analisis proksimat
yang disajikan pada Lampiran 1.
3.6. Analisis Data
Data yang diperoleh akan ditabulasi dengan
menggunakan program Microsoft Excel, kemudian dianalisa
statistik menggunakan analisis ragam (ANOVA). Apabila
diperoleh hasil yang signifikan maka dilanjutkan dengan Uji
Jarak Berganda Duncan (BJBD) (Steel dan Torrie, 1993).
Keterangan:
Yijk = nilai yang diamati
= nilai tengah populasi
= pengaruh perlakuan i
= pengaruh galat
i = perlakuan 1,2,dan 3
k = ulangan 1,2,3 dan 4
7
3.7. Batasan Istilah
1. Limbah nanas : Bagian-bagian dari buah nanas yang
bersifat buangan berupa kulit luar, mata
dan hati
2. Aspergillus
niger
: Kapang yang dapat digunakan untuk
menghasilkan berbagai jenis asam
seperti asam oksalat, asam-2-
hidroksipropana-1,2,3-trikarboksilat,
asam glukonat dan beberapa jenis enzim
seperti pektinase, α-amylase,
asparaginase, selulase, proteinase,
lipase, katalase, glukosa oksidase dan
fitase.
3. Fermentasi : Suatu proses terjadinya perubahan kimia
pada suatu substrat organik melalui
aktivitas enzim yang dihasilkan oleh
mikroorganisme.
1
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Kualitas Fisik Fermentasi Limbah Buah Nanas
(Ananas comosus (L.) Merr)
Kualitas fisik merupakan indikator keberhasilan dari
pembuatan pakan fermentasi. Parameter fisik diantaranya
adalah aroma, warna, tekstur, dan keberadaan jamur.
Karakteristik fisik hasil fermentasi limbah buah nanas (Ananas
comosus (L.) Merr) menggunakan Aspergillus niger dapat
dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Rataan kualitas fisik fermentasi limbah buah
nanas dengan Aspergillus niger
Karakteristik Perlakuan
P0 P1 P2
Warna 3,44 b ± 1,13 2,73a ± 1,06 2,31a ± 0,89
Aroma 3,24a ± 1,05 3,26a ± 1,00 4,11b ± 1,01
Tekstur 2,33a ± 0,82 2,51a ± 0,92 3,69b ± 1,29
Keberadaan
Jamur
2,11a ± 1,09 2,26a ± 0,85 2,43a ± 1,05
Keterangan : 1) superskrip berbeda (a-b) pada tabel yang sama
memberikan pengaruh yang sangat berbeda nyata
(P<0,01)
2
4.1.1. Warna
Pengujian kualitas fisik warna dilakukan dengan
pengamatan sampel dengan menggunakan penglihatan panelis.
Umumnya warna fermentasi yang baik adalah hijau atau
kecokelatan. Data pada Tabel 3. Menunjukkan bahwa lama
waktu fermentasi limbah buah nanas yang berbeda
menggunakan Aspergillus niger menghasilkan warna hiajau
kecokelatan sampai hijau kekuningan.
Perubahan warna yang terjadi disebabkan oleh
peningkatan suhu fermentasi anaerob berlangsung, seperti
yang dijelaskan oleh Reksohadiprodjo (1988) perubahan
warna yang terjadi pada tanaman yang mengalami proses
fermentasi terjadi karena proses respirasi aerobik yang
berlangsung selama persediaan oksigen masih ada hingga
persediaan gula tanaman habis. Gula akan teroksidasi menjadi
CO2 dan air sehingga terjadi panas yang mengakibatkan
temperatur naik. Apabila temperatur tidak terkendali maka
pakan fermentasi akan berwarna cokelat tua hingga hitam. Hal
ini menyebabkan turunnya nilai nutrien pada pakan.
Abdelhadi, Santini, and Galgiostro (2005), menyatakan bahwa
fermentasi yang baik memiliki warna yang tidak jauh berbeda
dengan warna bahan bakunya.
4.1.2. Aroma
Pengujian karakteristik fisik aroma fermentasi limbah
buah nanas menggunakan Aspergillus niger dengan lama
waktu fermentasi yang berbeda didapatkan bahwa rata-rata
perlakuan memiliki aroma segar dan sedikit asam hal ini
berdasarkan seluruh data panelis yang ada. Pada perlakuan P2
dengan lama inkubasi 6 hari memiliki dominasi rata-rata
3
aroma sedikit asam dibandingkan dengan perlakuan yang
lainnya. Fermentasi yang baik memiliki aroma asam segar
karena mengandung asam laktat, bukan aroma yang
menyengat (Lamid, et al., 2012). Aroma asam fermentasi
pakan disebabkan karena pada proses fermentasi terjadi
penguraian nutrien khususnya karbohidrat menjadi asam
organik. Kurnianingtyas et al., (2012), aroma dihasilkan
selama proses fermentasi disebabkan dalam proses pembuatan
bakteri anaerob aktif bekerja menghasilkan asam organik.
Terbentuknya asam pada waktu fermentasi mengakibatkan
penurunan pH, keadaan ini menghambat proses respirasi,
proteolisis, dan mencegah aktifnya bakteri Clostridia.
Fermentasi Clostridia akan menimbulkan bau busuk (Mc
Donald, 2002). Pada perlakuan fermentasi limbah buah nanas
menggunakan Aspergillus niger dengan lama fermentasi
berbeda didapatkan hasil sedikit asam dan aroma khas
fermentasi yang baik.
4.1.3 Tekstur
Berdasarkan hasil dari uji karakteristik fisik tekstur
yang terdapat pada Tabel 2. menunjukkan bahwa lama
fermentasi berbeda memiliki pengaruh yang sangat berbeda
nyata (P<0,01) terhadap tekstur pakan fermentasi. Perlakuan
terbaik pada P1 karena memiliki tekstur yang baik, yaitu tidak
terlalu keras dan juga tidak terlalu lunak. Hal ini ditunjukkan
dari data panelis yang mengatakan P1 memiliki tekstur sedikit
lunak. Hal ini sesuai dengan Raldi dkk., (2015) menyatakan
bahwa tekstur fermentasi yang baik adalah sesuai dengan
tekstur bahan awal dan tidak terlalu lunak. Hal tersebut
didukung oleh pendapat Kartadisastra (1997) bahwa
4
fermentasi berkualitas baik yaitu mempunyai tekstur segar
yang masih seperti bahan baku awal.
Tekstur padat dan keras dihasilkan karena penurunan
pH yang cepat pada proses fermentasi sehingga menekan
pertumbuhan mikroba pembusuk. (Heinritz, 2011 dalam
Kurnianingtyas, dkk 2012) menyatakan pH yang rendah akan
menyebabkan mikroba pembusuk tidak dapat tumbuh
sehingga tekstur yang dihasilkan padat dan tidak berlendir.
4.1.4 Keberadaan Jamur
Berdasarkan hasil uji karakteristik fisik keberadaan
jamur yang terdapat pada Tabel 2. menunjukkan bahwa lama
fermentasi berbeda memberikan pengaruh yang tidak berbeda
nyata (P>0,05). Pengujian keberadaan jamur yang dilakukan
oleh para panelis didapatkan hasil bahwa hampir semua
perlakuan tidak terdapat adanya jamur atau hanya sedikit
keberadaan jamur yang terdapat pada limbah buah nanas
terfermentasi. Hal ini disebabkan dalam proses fermentasi
terdapat bakteri anaerob saja yang masih aktif terutama
bakteri pembentuk asam. Bakteri anaerob tersebut
berkembang dengan baik karena adanya penggunaan sumber
karbon yang menstimulasi perkembangan bakteri asam laktat
yang mengubah karbohidrat bahan menjadi asam laktat
sehingga pH rendah. pH yang kurang dari 4 akan dapat
menghambat tumbuhnya jamur dan terbentuknya lendir.
Kondisi anaerob didalam silo tercapai dengan baik sehingga
jamur sukar untuk tumbuh. Tidak adanya jamur disebabkan
karena tidak adanya oksigen dalam silo, sehingga hanya
bakteri anaerob yang masih aktif untuk proses ensilase (Raldi,
dkk., 2015).
5
4.2. Kandungan Nutrien Limbah Buah Nanas
(Ananas comosus (L.) Merr)
Hasil analisis proksimat kandungan nutrien bahan
baku yaitu limbah buah nanas dan Aspergillus niger dapat
dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Rataan kandungan nutrien limbah buah
nanas
Bahan BK (%) BO*(%) PK*(%) SK*(%)
Limbah
Buah Nanas
11,6 93,56 6,75 13,23
Keterangan : Hasil analisis Laboratorium Nutrisi dan Makanan
Ternak Fakultas Peternakan Universitas
Brawijaya (2017).
* Berdasarkan 100% BK.
Kandungan nutrien limbah buah nanas segar pada
Tabel 4. dihasilkan pada penelitian ini adalah BK 11,66%,
Abu 6,44% dan BO 93,56%. Hal tersebut tidak jauh berbeda
dengan penelitian Pranata dkk. (2017) yang menyatakan
bahwa limbah buah nanas masih memiliki nutrisi yang baik
yaitu bahan kering 12,90% dan Abu 6,58%. Hal tersebut
ditambahkan oleh Zahera (2015) bahwa limbah buah nanas
memiliki kandungan BK 20,0%, Abu 8,2%, dan BO sebesar
92,8%, hal ini menandakan bahwa limbah buah nanas
memiliki potensi yang cukup bagus sebagai sumber pakan
ternak. Mulyadi, Wijana, dan Fajrin (2015) menjelaskan
bahwa kandungan nutrien pada setiap buah nanas memiliki
perbedaan hal ini dikarenakan perbedaan varietas tanaman,
umur panen, dan lokasi penanaman. Hasil analisis kandungan
6
nutrien fermentasi limbah buah nanas menggunakan
Aspergillus niger dengan lama waktu inkubasi berbeda pada
masing-masing perlakuan yang telah difermentasi disajikan
pada Tabel 5.
Tabel 5. Rataan kandungan nutrien pakan limbah
buah nanas yang difermentasi pada masing-
masing perlakuan.
Perlakuan BK(%) BO*(%) PK*(%) SK*(%)
P0 40,15b ±
0,90
93,56b ±
0,18
6,75a ±
0,51
13,23a ±
2,21
P1 32,77a ±
0,86
92,79a ±
0,28
9,55b ±
0,69
14,69a ±
1,18
P2 31,73a ±
1,53
92,80a ±
0,26
9,02b ±
0,41
16,85b ±
1,52
Keterangan : a-b) Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama
memberikan perbedaan yang sangat nyata
(P<0,01)
*Berdasarkan 100% BK
4.2.1 Kandungan Bahan Kering (BK)
Data pada Tabel 5. menunjukkan bahwa kandungan
nutrisi limbah buah nanas yang difermentasi menggunakan
Aspergillus niger dengan lama fermentasi yang berbeda
mengalami perubahan dibandingkan pada limbah buah nanas
yang tidak difermentasi (P0). Kurniawan dkk. (2016)
menjelaskan bahwa fermentasi menyebabkan penurunan
kandungan BO yang diikuti dengan penurunan kandungan BK
yang dimanfaatkan mikroba sebagai sumber energi akibat
terjadi serangkaian reaksi kimiawi. Kandungan BO juga
menurun akibat terjadi penguraian oleh aktivitas mikroba yang
7
menghasilkan enzim sehingga dapat mendegradasi BO dan
kandungan Abu menjadi naik.
Lama waktu inkubasi yang berbeda mempengaruhi
kandungan bahan kering. Persentase kandungan bahan kering
pakan disajikan pada Tabel 5. Hasil analisis proksimat
kandungan nutrien limbah buah nanas dengan lama waktu
fermentasi yang berbeda menggunakan Aspergillus niger
memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01)
terhadap perubahan kandungan nutrisi Bahan Kering tersaji
pada Lampiran 9. Terjadi penurunan kandungan bahan kering
seiring dengan semakin lama waktu fermentasi limbah buah
nanas. Kandungan BK tertinggi terdapat pada perlakuan P0
dengan BK 40,15%, kemudian diikuti dengan P1 32,77%, dan
P2 31,73%. Perlakuan terbaik pada P1 dan P2 karena memiliki
kandungan BK yang paling ideal dibandingkan perlakuan
lainnya yaitu dengan BK 32,77% dan 31,73%. Hal ini sesuai
dengan pendapat Kaiser, et al. (2004) menyatakan bahwa
kandungan BK yang mengindikasikan fermentasi berkualitas
baik adalah yang memiliki kandungan BK antara 30-40%.
Pakan fermentasi yang kandungan bahan kering terlalu tinggi
beresiko terbakar dan yang memiliki kadar bahan kering
terlalu rendah beresiko ditumbuhi jamur.
Menurut Surono dkk (2006), ketersediaan karbohidrat
dan protein berperan besar untuk poliferasi bakteri asam laktat
dalam fermentasi karena karbohidrat dimanfaatkan sebagai
sumber energi dan kerangka karbon. Selama proses fermentasi
akan terjadi kehilangan bahan kering yang dipengaruhi oleh
respirasi dan fermentasi. Respirasi menyebabkan kandungan
zat makanan banyak yang terurai sehingga menurunkan
kandungan bahan kering dan bahan oganik, sedangkan
fermentasi akan menghasilkan asam laktat dan air. Hal in juga
8
sesuai dengan Imsya dkk., (2014), bahwa menurunnya
kandungan BK terjadi karena adanya perombakan oleh
mikroorganisme (bakteri dan jamur) yang digunakan untuk
pertumbuhannya dan dalam fermentasi akan terjadi
peningkatan kadar air dalam substrat karena penguraian BK
oleh bakteri yang digunakan sebagai sumber energi untuk
pembentukan sel baru. Penurunan kandungan BK juga terjadi
akibat perombakan nutrien limbah nanas oleh bakteri yang
menghasilkan energi dan terjadi perubahan kadar air, hal ini
terjadi akibat evaporasi hidrolisis, substrat atau produksi air
metabolik. Sebagian molekul air akan keluar dari produk
sehingga berat kering produk cenderung berkurang setelah
fermentasi.
4.2.3 Kandungan Bahan Organik (BO)
Hasil analisis proksimat kandungan nutrien limbah
buah nanas dengan lama waktu fermentasi yang berbeda
menggunakan Aspergillus niger memberikan pengaruh yang
berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap perubahan kandungan
nutrisi Bahan Organik tersaji pada Lampiran 10. Data pada
Tabel 5. menunjukkan bahwa kandungan BO tertinggi pada P0
93,56% dan terendah pada P1 92,79%. Perubahan kimiawi
yang terjadi selama proses fermentasi akibat aktivitas mikroba
yang mendegradasi salah satu komponen dari BO yaitu SK
sehingga mikroba memanfaatkan sebagai sumber karbon
untuk perkembangan, pertumbuhan dan aktivitasnya. Proses
fermentasi terjadi perubahan BO sebagai akibat dari reaksi
biokimia yang ditimbulkan enzim-enzim yang dihasilkan oleh
bakteri akan merombak BO seperti selulosa, hemiselulosa, PK
dan lemak menjadi molekul yang lebih sederhana sehingga
9
dalam proses perombakkan tersebut akan terjadi kehilangan
sebagian BK karena BO bisa berubah menjadi CO2 dan H2O
(Murai, 2000).
Penurunan dan peningkatan BO antar perlakuan
diduga disebabkan oleh perbedaan jumlah kandungan Water
Soluble Carbohydrates (WSC) dan nilai pH pada masing-
masing perlakuan. McDonald (2002) yang menyatakan bahwa
selama proses fermentasi berlangsung akan terjadi penurunan
bahan organik (BO), karena dipengaruhi oleh respirasi dan
fermentasi. Penurunan kandungan BO dapat dicegah dengan
mempercepat penurunan pH selama fermentasi dengan cara
penambahan aditif dan peningkatan kadar Water Soluble
Carbohydrate (WSC).
4.2.4 Kandungan Protein Kasar (PK)
Hasil analisis proksimat kandungan nutrien limbah
buah nanas dengan lama waktu fermentasi yang berbeda
menggunakan Aspergillus niger memberikan pengaruh yang
berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap perubahan kandungan
nutrisi Protein Kasar tersaji pada Lampiran 11. Peningkatan
kandungan PK pada masing-masing perlakuan limbah buah
nanas yang telah difermentasi menggunakan Aspergillus niger
meningkat, pada awalnya tanpa perlakuan (P0) sebesar 6,75%
mengalami peningkatan pada perlakuan hari ke 4 (P1) sebesar
9,55% dkemudian mengalami penurunan seiring
bertambahnya waktu fermentasi yaitu pada hari ke 6 (P2)
sebesar 9,02%. Peningkatan protein diduga karena adanya
penambahan protein yang disumbangkan oleh sel mikroba
akibat pertumbuhannya yang menghasilkan produk protein sel
10
tunggal (PST) atau biomassa sel yang mengandung sekitar 40-
65% protein (Krisnan et al., 2005).
Penurunan PK pada proses fermentasi ini disebabkan
karena pada lama waktu fermentasi 6 hari pertumbuhan
Aspergillus niger sudah pada death phase (fase kematian)
sehingga mengalami lisis dan protein yang terkandung di
dalam selnya terurai menjadi non protein misalnya berupa
amonia, hal ini menyebabkan kadar PK dari produk fermentasi
menjadi turun. Idiawati dkk (2014) mengatakan bahwa
aktivitas enzim selulase akan semakin meningkat seiring
dengan bertambahnya waktu fermentasi. Akan tetapi, terjadi
pula penurunan seiring dengan bertambahnya waktu
fermentasi karena konsentrasi substrat mulai menurun,
sehingga menyebabkan laju pertumbuhan menurun. Menurut
Riswandi (2014), menyatakan bahwa perubahan hasil
fermentasi pakan terjadi akibat aktivitas mikroba dan
terjadinya interaksi antara hasil degradasi oleh enzim atau
mikroba dengan komponen yang ada dalam bahan pakan. Hal
ini juga sesuai dengan Wina (2005), bahwa terjadinya
penurunan protein disebabkan oleh adanya degradasi protein
selama proses penyimpanan karena aktivitas mikroba dan larut
dalam air. Mikroba yang menyebabkan penurunan protein
adalah jenis proteolitik. Protein akan dirombak oleh mikroba
proteolitik menjadi asam amino dan NH3 selama proses
fermentasi sehingga akan mengakibatkan penurunan protein.
Perlakuan terbaik didapat pada perlakuan P1 karena
terjadi peningkatan protein kasar yang cukup tinggi mencapai
9,55%. Peningkatan ini diduga terjadi karena bakteri mampu
menggunakan bagian dari substrat untuk pertumbuhan dan
pembentukan protein mikroba selama proses fermentasi
dengan sempurna. Selain itu juga waktu terbaik fermentasi
11
menggunakan Aspergillus niger yaitu 4 hari yang juga
merupakan lama waktu inkubasi dari perlakuan P1.
Peningkatan PK pada perlakuan yang terjadi selama proses
fermentasi berlangsung dipengaruhi oleh adanya kerja dari
mikroba dan adanya protein yang disumbangkan oleh tubuh
mikroba akibat pertumbuhan. Menurut Anggorodi (2005),
bahwa kandungan protein kasar setelah fermentasi sering
mengalami peningkatan yang disebabkan karena mikroba
mempunyai pertumbuhan dan perkembangbiakan yang baik,
dapat mengubah lebih banyak komponen penyusun yang
berasal dari tubuh mikroba itu sendiri yang akan
meningkatkan kandungan protein kasar dari substrat. Hal ini
juga sesuai dengan pendapat Diana et al., (2008), yang
menyatakan bahwa prinsip utama pembuatan fermentasi
adalah menghentikan pernafasan dan penguapan sel-sel
tanaman, mengubah karbohidrat menjadi asam laktat oleh
bakteri asam laktat, dan menahan aktivitas enzim dan bakteri
pembusuk.
4.2.4 Kandungan Serat Kasar (SK)
Hasil analisis proksimat kandungan nutrien limbah
buah nanas dengan lama waktu fermentasi yang berbeda
menggunakan Aspergillus niger memberikan pengaruh yang
berbeda nyata (P<0,05) terhadap perubahan kandungan nutrisi
Serat Kasar tersaji pada Lampiran 12. Data pada Tabel 5.
diketahui bahwa kandungan SK semakin meningkat seiring
dengan bertambahnya waktu fermentasi, dapat dilihat dari
kandungan SK limbah buah nanas tanpa perlakuan P0 sebesar
13,23%, P1 14,69%, kemudian meningkat hingga 16,85% pada
P2. Peningkatan SK pada proses fermentasi disebabkan karena
12
terjadi akumulasi SK seiring dengan perkembangbiakan
Aspergillus niger yang dikuti dengan meningkatnya miselium.
Hal ini sesuai dengan penelitian Mirwandhono dkk (2006)
yang menyatakan bahwa kandungan serat kasar pakan hasil
fermentasi dipengaruhi oleh pertumbuhan jamur (miselium)
pada kapang, sehingga semakin lama waktu fermentasi maka
akan semakin menghasilkan pertumbuhan miselium yang lebat
dan terjadi peningkatan kandungan serat kasar. Hal ini juga
didukung oleh Ria, Nora dan Lia (2012), menyatakan bahwa
semakin lama waktu inkubasi pada proses fermentasi maka
kandungan serat kasar semakin tinggi pula. Hal ini disebabkan
oleh pertumbuhan kapang yang ikut menyumbang serat kasar
yang berasal dari miselium sehingga semakin banyak massa
sel makin tinggi kadar seratnya.
1
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini adalah:
1. Fermentasi limbah buah nanas menggunakan
Aspergillus niger 2% dengan lama fermentasi 4
hari dapat merubah karakteristik fisik limbah
buah nanas baik dari warna, aroma, dan tekstur.
2. Fermentasi limbah buah nanas menggunakan
Aspergillus niger 2% dengan lama fermentasi 4
hari merupakan waktu optimal untuk
menghasilkan nilai kandungan nutrien terbaik
dengan kandungan sebesar BO 92,79%, PK
9,55%, SK 14,69%.
5.2. Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai
fermentasi limbah buah nanas menggunkan Aspergillus niger
2% dengan lama waktu fermentasi (0, 4, dan 6 hari) terhadap
kecernaan secara in vivo.
2
1
DAFTAR PUSTAKA
Abelhadi, L.O., F.J. Santini, and G.A. Gagliostro. 2005. Corn
silase of high moisture corn supplements for beef
heifers grazing temperate pasture effects on
performance ruminal fermentation and in situ pasture
digestion. Anim. Feed Sci. Technol. 118:63-78.
Anggorodi. R. 2005. Ilmu Makanan Ternak Umum. Gadjah
Mada University. Press. Yogakarta.
Anggraeny, Y.N., dan U. Umiyasih. 2009. Pengaruh
fermentasi Saccharomyces cerevisiae terhadap
kandungan nutrisi dan kecernaan ampas pati aren
(Arenga pinnata merr.). JITV. 19(2): 256-262.
Anonimous. 2011. Metode Analisis Etanol.
http://pkimorg1a.blogspot.com/2012/10/metode-
Analisis-etanol.html. Diakses tanggal 3 Agustus 2017.
Anonimous. 2016. Produksi Buah-buahan dan Sayuran
Tahunan di Indonesia. Badan Pusat Statistik, Jakarta
AOAC. 2005. Official Methods Of Analysis. Association Of
Official Analytical Chemists : Washington.
Ariyani S.B., Asmawit dan P.P. Utomo. 2014. Optimasi Waktu
Inkubasi Produksi Enzim Selulase oleh Aspergillus
niger Menggunakan Fermentasi Substrat Padat.
Biopropal Industri. 5(2): 61-67.
Arnata, I W. 2009. Teknologi Bioproses Pembuatan Bioetanol
dari Ubi Kayu Menggunakan Trichodermaviride,
Aspergillus niger dan Saccharomyces cerevisiae.
Thesis Master, IPB, Bogor.
2
Azizah, N., A.N. Al-Baarri., dan S. Mulyani. 2012. Pengaruh
Lama Fermentasi Terhadap Kadar Alkohol, pH, dan
Produksi Gas pada Proses Fermentasi Bioetanol Dari
Whey dengan Substitusi Kulit Nanas. Jurnal Aplikasi
Teknologi Pangan. 1(2): 72-78.
Baker, E, S. 2006. Aspergillus niger Genomics: Past, Present
and Into The Future. Medical Mycology. 44 : 17-21
Fardiaz, D. 1988. Pengenalan Proses Hulud Milk dalam
Fermentasi Pangan Industrial. Pusat antar Universitas
Pangan dan Gizi, IPB.
Filya I. and E. Sucu. 2007. The Effect of Bacterial Inoculants
and a Chemical Preservative on the Fermentation and
Aerobic Stability of whole-crop Cereal Silages.
J.Anima.Sci. 20(13):378-384.
Gandjar, I., R.A. Samson., K. Van De Tweel-Vermeulen., A.
Oetari dan I. Santosa.1999. Pengenalan Kapang
Tropik Umum. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.
Gervais, P. 2008. Water Relations in Solid Fermentation. In:
Pandey A, Soccol CR, C. Larroche (Eds). Current
Developmentsin Solid-state Fermentation. Asiatech
Publisher Inc. New Delhi.
Ginting, S.P. 2005. Sinkronisasi Degradasi Protein dan
Energi dalam Rumen untuk Memaksimalkan Produksi
Protein Mikroba. WARTAZOA. 15(1) : 1-10.
Ginting, N. 2007. Teknologi Pengolahan Limbah Peternakan.
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
3
Gray, W.D., 1970. The Use of Fungi as Food and in
FoodProcessing.Ohio: CRC Press.
Hadiati, S. dan N.L.P. Indriyani. 2008. Budidaya Nenas. Balai
Penelitian Tanaman Buah Tropika: Sumatera Barat.
Hastuti, D., N.A Shofia. dan I.M Baginda. 2011. Pengaruh
Perlakuan Teknologi AMOFER (Amoniasi
Fermentasi) Pada Limbah Tongkol Jagung Sebagai
Alternatif Pakan Berkualitas Ternak Ruminansia.
MEDIAGRO. Vol. 7, No. 1, Hal. 55-65.
Heinritz, S.N., S.D. Martens, P. Avila and S. Hoedtrke. 2012.
The Effect of Inoculant Andsucrose Anddition on The
Silage Quality of Tropical Forage Leguminosaes With
Varying Ensilability. Animal Feed Science
Technology. 174: 201-210.
Hidayat, N. 2014. Karakteristik dan Kualitas Silase Rumput
Raja Menggunakan Berbagai Sumber dan Tingkat
Penambahan Karbohidrat Fermentable. Jurnal
Agripet. 14 (1): 42-49.
Hungate, R. E. 1996. The Rumen and Its Microbes. Academic
Press, New York.
Idiawati, N., E.M. Harfinda dan L. Arianie. 2014. Produksi
Enzim Selulase Oleh Aspergillus niger pada Ampas
Sagu. Jurnal Natur Indonesia. 16(1) : 1-9.
Imsya, A., E.B. Laconi., K.G. Wiryawan., dan Y. Widyastuti.
2014. Biodegradasi Lignoselulosa dengan
Phanerochaete chrysosporium terhadap Perubahan
4
Nilai Gizi Pelepah Sawit. Jurnal Peternakan Sriwijaya.
3(2): 12-19.
Inggrid, M. dan I. Suharto. 2012. Fermentasi Glukosa Oleh
Aspergillus niger Menjadi Asam Glukonat. Lembaga
Penelitian dan Pengabdian Masyarakat. Universitas
Katolik Parahayangan.
Irfandi. 2005. Karakterisasi Morfologi Lima Populasi Nanas
(Ananas comosus (L.) Merr.). Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor.
Jannah. A.M. 2010. Proses Fermentasi Hidrolisat Jerami Padi
untuk Menghasilkan Bioetanol. Jurnal Teknik Kimia.
1(1): 46-47.
Kaiser, A.G., J.W. Piltz,. H.M. Burns and N.W. Griffiths.
2004. Successful Silage. Dairy Australia and New
South Wales Department Of Primary Industries.
Kartadisastra, H. R. 1997. Penyediaan dan Pengelolaan Pakan
Ternak Ruminansia (Sapi, Kerbau, Domba, Kambing).
Gramedia Pustaka Utama : Jakarta.
Kasmiran, A. 2011. Pengaruh Lama Fermentasi Jerami Padi
dengan Mikroorganisme Lokal Terhadap Kandungan
Bahan Kering, Bahan Organik, dan Abu. LENTERA.
11(1) :48-52.
Krisnan, R. 2005. The Effect of Aplication of Tea Waste
(Cammelia sinensis) Fermented With Aspergillus
niger on Broiler. JITV. 10(1): 1-5.
Kurnianingtyas, I.B., P. R. Pandansari., I. Astuti., S. D.
Widyawati dan W. P. S. Suprayogi. 2012. Pengaruh
5
Macam Akselerator Terhadap Kualitas Fisik, Kimiawi
dan Biologis Silase Rumput Kolonjono. Tropical
Animal Husbandry. 1(1) : 7-14.
Kurniawan, H., R. Utomo, dan L. M. Yusiati.2016. Kualitas
Nutrisi Ampas Kelapa (Cocos Nucifena) Fermentasi
Menggunakan Asppergillus Niger. Buletin Peternakan.
40(1) : 26-23.
Kwartiningsih, E. Dan S. N. Mulyati. 2005. Fermentasi Sari
Buah Nanas Menjadi Vinegar. Ekuilibrium. 4(1) : 8-
12.
Lamid. M, Ismudiono, Koestono, S. Chusniati dan Vina. 2012.
Karakteristik Silase Pucuk Tebu (Saccharum
offinarum, Linn) dengan Penambahan Lactobacillus
plantarum. Jurnal Agroveteriner. Universitas
Airlangga. Surabaya. 1(1): 1-10.
Lawal, D. 2013. Medicinal, Pharmacological and
Phytochemical Potentials of Annona comsus Linn.
Peel – A Review. Bayero Journal of Pure and Applied
Sciences. 6(1) : 101-104.
Machida, M. and K. Gomi. 2010. Aspergillus : Molecular
Biology and Genomics. Caister Academic Press.
Norfolk, UK.
McDonald I. 2002. A Revised Model for Estimation of Protein
Degradation in the Rumen. J Agric. Sci. Camb 96:
251-252.
Mirwandhono, E.,I. Bachari dan D. Sitomorang. 2006. Uji
Nilai Nutrisi Kulit Ubi Kayu yang Difermentasi
6
dengan Aspergillus niger. Jurnal Agribisnis
Peternakan. 2(3) : 91-95.
Mulyadi, A.F., S. Wijana, L.L. Fajrin. 2015. Pemanfaatan
Nanas (Ananas comosus L.) Subgrade sebagai Friut
Leather Nanas Guna Mendukung Pengembangan
Agroindustri Di Kediri: Kajian Penambahan
Karaginan dan Sorbitol. Jurnal Agroteknologi. 9(2):
1-11.
Murni, S.W., S.D. Kholisoh, D.L. Tanti. dan E.M. Petrissia.
2011. Produksi, Karakterisasi, dan Isolasi Lipase Dari
Aspergillus niger. Prosiding Seminar Nasional Teknik
Kimia “Kejuangan”.
Naseer, Z. 2014. Feed Analytical Techniques. Pakistan
Agricultural Research Council, Pakistan.
Nurhayati. 2013. Penampilan Ayam Pedaging yang
Mengkonsumsi Pakan Mengandung Kulit Nanas
Disuplementasi dengan Yoghurt. Agripet 13 (02) : 15-
20
Nurhayati, N. dan Berliana. 2014. Perubahan Kandungan
Protein dan Serat Kasar Kulit Nanas yang
Difermentasi dengan Plain Yoghurt. Jurnal Ilmiah
Ilmu-ilmu Peternakan.Universitas Jambi. 15(1).
Nurlaili, F., Suparwi dan T.H. Sutardi. 2013. Fermentasi Kulit
Singkong (Manihot utilissima Pohl) Menggunakan
Aspergillus niger Pengaruhnya Terhadap Kecernaan
Bahan Kering (KBK) Dan Kecernaan Bahan Organik
(KBO) Secara In Vitro. Jurnal Ilmiah Peternakan. Vol.
1, No. 3, Hal : 856-864.
7
Parakkasi, A. 1983. Ilmu Gizi dan Makanan Ternak
Monogastrik. Angkasa. Bandung.
Pawignya, H. 2011. Pembuatan Protein Sel Tunggal dari
Limbah Nanas dengan Proses Fermentasi. Jurnal
Teknik Kimia.
Pranata A, S. Chuzaemi., Marjuki. 2017. Kecernaan Bahan
Kering (KcBK), Kecernaan Bahan Organik (KcBO)
dan Konsentrasi Volatile fatty acid (VFA) secara In
Vitro Silase Campuran Pakan Lengkap Berbasis Kulit
Nanas dengan Berbagai Leguminosa. Skripsi.
Purwadaria, T, T. Haryati, A.P. Sinurat, J. Darma, and T.
Pasaribu.1995. In vitro nutrient value of coconut meal
fermented with Aspergillus niger NRRL 337 at
different enzimatic incubation temperatures. 2nd
Conference on Agricultural Biotechnology Jakarta,
13-15 June 1995.
Puspita, C.P. 2012. Kualitas Fruitghurt Hasil Fermentasi
Limbah Nanas (Ananas comosus) dengan
Penambahan Lactobacillus bulgaricus pada
Konsentrasi Yang Berbeda. Jurusan Pendidikan
Biologi FKIP UMS.
Raldi M. Kojo., Rustandi., Y. R. L. Tulung dan S. S.
Malalantang. 2015. Pengaruh Penambahan Dedak
Padi dan Tepung Jagung terhadap Kualitas Fisik
Silase Rumput Gajah (Pennisetum purpureum cv.
hawaii). Jurnal Zootek. 35(1) :21-29
Reksohadiprodjo, S,. 1988. Pakan Ternak Gembala. BPFE,
Yogyakarta.
8
Ria F., I. Nora dan D. Lia. 2012. Pengaruh Waktu Fermentasi
Campuran Trichoderma reesei Dan Aspergillus niger
Terhadap Kandungan Protein Dan Serat Kasar
Ampas Sagu. JKK. 1(1): 35-39.
Riswandi. 2014. Kualitas Silase Eceng Gondok (Eichhornia
crassipes) dengan Penambahan Dedak Halus dan Ubi
Kayu. J. Peternakan Sriwijaya 3(1): 1-6
Semaun, R. 2010. Evaluasi Nilai Nutrisi Kombinasi
Fermentasi Jerami Jagung dan Dedak Kasar dengan
Penambahan Aspergillus niger.
Steel, R.G. dan J.H. Torrie, 1993. Prinsip dan Prosedur
Statistika (Pendekatan Biometrik). Penerjemah B.
Sumantri. Gramedia Pustaka Utama.
Suherman, K., Suparwi Dan T. Widiyastuti. 2013. Konsentrasi
VFA Total dan Amonia Pada Onggok yang
Difermentasi Dengan Aspergillus niger Secara In
Vitro. Jurnal Ilmiah Peternakan. 1(3): 827-834.
Suksathit, S., C. Wachirapakorn, and Y. Opatpatanaki. 2011.
Effects of levels of ensiled pineapple waste and
pangola hay fed as roughage sources on feed intake,
nutrient digestibility and ruminal fermentation of
Southern Thai native cattle. J. Sci. Technol.
Songklanakarin 33 (3), 281-289.
Suparjo,S. S dan Raguati. 2003. Pengaruh Penggunaan Pakan
Berserat Tinggi dalam Ransum Ayam Pedaging
terhadap Organ Dalam. Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu
Peternakan. 6(1): 14-32.
9
Surono, M. Soejono dan S.P.S. Budhi. 2006. Kehilangan
Bahan Kering dan Bahan Organik Silase Rumput
Gajah pada Umur Potong dan Level Aditif yang
Berbeda. J. Indon. Trop. Anim. Agric 31.
Tahir, I. S. Sumarsih dan S.D. Astuti. 2008. Kajian
Penggunaan Limbah Buah Nenas Lokal (Ananas
Comosus, L) Sebagai Bahan Baku Pembuatan Nata
Fruit Waste Of Local Pineapple (Ananas Comosus, L)
As Nata Media. Makalah Seminar Nasional Kimia
XVIII, Jurusan Kimia Fmipa UGM. Yogyakarta
Wahyuni, S. 2005. Pemanfaatan Kulit Nanas (Ananas
comosus) Sebagai Bahan Baku Pembuatan Cuka
Dengan Penambahan Acetobacter aceti. Prodi
Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan Dan Ilmu
Pengetahuan Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Widodo. 2003. Mikrobiologi Pangan dan Industri Hasil
Ternak. Yogyakarta: Lactica Press.
Wignyanto, Suharjono dan Novita. 2001. Pengaruh
Konsentrasi Gula Reduksi Sari Hati Nanas Dan
Inokulum Saccharomyces cerevisiae Pada Fermentasi
Etanol. Jurnal Teknologi Pertanian, Vol. 2, NO. 1 :
68-77.
Wijana S, S. Kumalaningsih, U. Setyowati , Efendi dan N.
Hidayat. 1991. Optimalisasi Penambahan Tepung
Kulit Nanas dan Proses Fermentasi pada pakan
Ternak terhadap Peningkatan Kualitas Nutrisi.
ARMP (Deptan). Universitas Brawijaya. Malang.
Wina, E. 2005. Teknologi Pemanfaatan Mikroorganisme
Dalam Pakan untuk Meningkatkan Produktivitas
10
Ternak Ruminansia di Indonesia. Sebuah Review.
Watazoa. 15(4): 173-186.
Winarno, F. G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta.
Wirakusumah. 2000. Buah dan Sayuran Untuk Terapi. Jakarta
: P.T Penebar Swadaya.
Wuryanti. 2008. Pengaruh Penambahan Biotin Pada Media
Pertumbuhan Terhadap Produksi Sel Aspergillus
niger. BIOMA. 10(2) : 46-50.
1
Lampiran 1. Prosedur Penentuan Bahan Kering
(AOAC, 2005)
Prinsip :
Kadar air dalam bahan pakan akan menguap
seluruhnya bila dipanaskan dengan suhu 105ºC. Bahan yang
tertinggal setelah penguapan disebut bahan kering.
Alat :
1. Cawan porselin atau aldisk
2. Oven
3. Eksikator (Silica Gel Biro)
4. Penjepit
5. Timbangan analitik
Prosedur penentuan kadar bahan kering udara :
1. Ditimbang kertas berat (A g) dan ditimbang
sampel 150-200 gram. Kemudian ditimbang kertas
+ sampel berat (B g).
2. Di oven kertas + sampel dengan suhu 60º-70º C
selama 12-24 jam.
3. Dikeluarkan sampel dari oven dan diangin-
anginkan selama 2-3 jam kemudian ditimbang
berat (C g).
4. Kemudian dihitung kadar bahan kering dari data
yang diperoleh dengan rumus:
2
Prosedur penentuan kadar bahan kering oven :
1. Dioven cawan porselin dengan suhu 105ºC selama
1 jam.
2. Dikeluarkan cawan porselin dari oven dan
dimasukan kedalam eksikator dan ditunggu
selama 1 jam, kemudian ditimbang cawan porselin
berat (A g).
3. Ditimbang sampel 3-5 gram dan dimasukan
kedalam cawan, kemudian ditimbang cawan +
sampel tersebut berat (B g).
4. Di oven cawan + sampel dengan suhu 105ºC
selama 24 jam,
5. Dikeluarkan cawan + sampel dari oven dan
dimasukan kedalam eksikator selama 1 jam,
kemudian ditimbang berat (C g).
6. Kemudian dihitung kadar bahan kering dari data
yang diperoleh dengan rumus :
Rumus perhitungan kadar bahan kering (BK)
sebenarnya :
3
Lampiran 2. Prosedur Penentuan Kadar Bahan Organik
(BO)
(AOAC, 2005)
Prinsip :
Seluruh bahan organik pada bahan akan terbakar habis
bila dipanaskan dengan suhu 550º- 600 dan bahan yang
tertinggal disebut Abu.
Alat :
1. Tanur 550º- 600
2. Eksikator
3. Cawan porselin
4. Timbangan analitik
5. Penjepit
Prosedur kerja :
1. Dimasukan cawan porselin ke dalam tanur 550º-
600 selama 1 jam.
2. Diambil cawan porselin dari tanur dan dimasukkan ke
dalam eksikator selama 1 jam .
3. Ditimbang cawan porselin berat (A g).
4. Ditimbang sampel sebanyak 3-5 gram (B g).
Kemudian sampel dimasukkan ke dalam cawan
porselin.
5. Dimasukkan cawan porselin + sampel kedalam tanur
550º- 600 selama 4 jam.
6. Dikeluarkan cawan + sampel dari tanur dan
dimasukkan ke dalam eksikator selama 1 jam,
kemudian ditimbang berat (C g).
4
7. Kemudian dihitung kadar abu dengan rumus :
Keterangan :
A = Berat cawan porselin (g)
B = Berat cawan porselin + sampel (g) sebelum
ditanur
C = Berat cawan porselin + sampel (g) setelah
ditanur
BO = Bahan Organik
5
Lampiran 3. Prosedur Penentuan Kadar Protein Kasar
(PK)
(AOAC, 2005)
Prinsip :
Asam sulfat pekat dengan katalisator dapat memecah
asam N organik dalam bahan menjadi Ammonium Sulfat dan
dalam suasana basa akan melepaskan NH3yang kemudian
didestilasi. Hasil dari proses destilasi ditampung dalam beaker
glass yang berisi H2SO4 0,1 N dan indikator campuran,
larutan tersebut dititrasi dengan NaOH 0,1 N sampai warna
berubah.
Alat :
1. Beaker glass (300 ml)
2. Timbangan analitik
3. Gelas ukur (5 ml)
4. Erlenmeyer (300 ml)
5. Labu didih kjeldhal (50 ml)
6. Pipa volume 25 ml atau dispenser
7. Buret (50 ml)
8. Alat destilasi
Bahan :
1. Aquadest
2. Katalisator
3. Batu didih
4. H2SO4 0,1 N
5. H2SO4 pekat (95-97%)
6. NaOH 0,1 N
7. NaOH 40%
8. Indikator (2 gram methyl red + methyl blue per
liter etnol 96%)
6
Prosedur kerja :
Secara garis besar prosedur penentuan kandungan protein
kasar ada 3 tahap yaitu :
A. Destruksi
1. Ditimbang kertas minyak, berat (A g), diambil
sampel 0,3 g untuk bahan yang protein rendah
atau 0,2 g untuk bahan yang mengandung protein
tinggi, tuangkan pada kertas minyak dan
ditimbang kertas minyak + sampel berat (B g).
Dimasukan sampel ke dalam labu Kjeldhal.
2. Ditambahkan 1,3 g katalisator dan batu didih,
kemudian tambahkan 5 ml H2SO4 pekat.
3. Didestruksi sampai warna menjadi hijau,
kemudian didiamkan sejenak agar suhu turun.
4. Ditambahkan 60 ml aquadest (dibagi 4 kali
penuangan), di kocok dan dimasukkan larutan ke
dalam erlenmeyer 300 ml.
B. Destilasi
1. Diambil beaker glass 300 ml dan di isi dengan
H2SO4 0,1 N sebanyak 25 ml. Ditambahkan 3
tetes indikator mix, warna menjadi ungu,
kemudian letakan beaker glass dibawah ujung alat
destilasi (ujung alat destilasi harus masuk kedalam
cairan penampum, agar tidak ada NH3 yang
hilang).
2. Ditambahkan 20 ml NaOH 40% dalam erlenmeyer
hasil detruksi, kemudian dengan cepat pasang
dalam alat destilasi.
3. Selama destilasi warna tetap ungu, proses destilasi
selesai apabila larutan di dalam erlenmeyer 300
ml mulai mendidih.
7
C. Titrasi
1. Beaker glass yang berisi hasil sulingan dititrasi
dengan NaOH 0,1 N sampai warna berubah
menjadi hijau jerni, misal jumlah NaOH untuk
titrasi (C ml).
2. Dibuat blako, caranya sama seperti diatas tetapi
tidak memakai sampel, misal jumlah NaOH untuk
titrasi blako (D ml).
Data yang diperoleh dihitung dengan
menggunakan rumus :
Keterangan :
A = Berat kertas minyak
B = Berat kertas minyak + sample
C = Jumlah NaOH untuk titrasi sampel
D = Jumlah NaOH untuk titrasi blako
PK = Protein kasar
n NaOH = Normalitas NaOH 0,1 N
0,014 = Berat molekul NaOH
6,25 = Faktor konversi kasar N dalam
protein
( )
8
Lampiran 4. Prosedur Pengukuran Serat Kasar (SK)
(AOAC, 2005)
Prinsip :
Serat merupakan senyawa yang tidak larut jika direbus
terus menerus dalam larutan H2SO4 0,3 N dan NaOH 1,5 N.
Tujuan pemberian H2SO4 adalah untuk menguraikan senyawa
N dalam bahan, sedangkan penambahan NaOH untuk
menguraikan senyawa lemak dalam bahan sehingga mudah
larut. Sisa bahan yang tidak terurai setelah proses perebusan
kemudian pemanasan pada tanur 550-600 merupakan abu,
maka jumlah serat pada bahan pakan dapat diketahui dengan
mengurangi berat residu pertama dengan berat residu setelah
diabukan.
Alat :
1. Beaker glass (300 ml)
2. Timbangan analitik
3. Alat untuk mendidihkan
4. Eksikator
5. Oven 105
6. Tanur 550-600
Bahan :
1. Aquadest
2. H2SO4 0,3 N
3. HCl0,3 N
4. NaOH 1,5 N
5. Asam Etilen Diamin Tetraasetat (EDTA)
9
Prosedur kerja :
1. Ditimbang kertas minyak berat (A g), diambil sampel
1 g dan diletakkan di atas kertas minyak dan
ditimbang kertas minyak + sampel berat (B g).
2. Diletakkan sampel kedalam beaker glass.
3. Ditambahkan H2SO4 0,3 N sebanyak 50 ml kemudian
didihkan selama 30 menit.
4. Ditimbahkan 25 ml NaOH 1,5 N kemudian didihkan
selama 25 menit.
5. Ditambahkan 0,5 gram EDTA kemudian didihkan
selama 5 menit.
6. Diambil beaker glass dari pemanas.
7. Dituwangkan cairan yang ada di beaker glass ke
cawan filtrasi.
8. Dibilas beaker glass dengan aquades panas (sedikit
mungkin) dan dituwangkan sisa cairan kedalam cawan
filtrasi.
9. Ditambahkan 50 ml HCl 0,3 N kemudian didiamkan 1
menit kemudian dihisap dengan pompa vacuum.
10. Ditambahkan 10 ml aquades panas (dituangkan
berkala sampai 5 kali).
11. Ditambahkan 40 ml aceton dan didiamkan 1 menit
kemudian dihisap sampai kering.
12. Dioven pada suhu 140 selama 1,5 jam.
13. Dimasukan ke dalam eksikator selama 1 jam,
kemudian ditimbang berat (C g)
14. Dipanaskan pada tanur dengan suhu 550-600 selama
2 jam.
15. Dimasukkan ke dalam eksikator selama 1 jam,
kemudian ditimbang berat (D g).
16. Kemudian dihitung Kadar Serat Kasar dari data yang
diperoleh dengan rumus :
10
Keterangan :
A = Berat Kertas Minyak
B = Berat Kertas Minyak + Sampel
C = Berat Kertas Minyak + Sampel sebelum
dioven
D = Berat Kertas Minyak + Sampel setelah
dioven
SK = Serat Kasar
11
Lampiran 5. Analisis Statistik Uji Warna
Panelis
P0 P1 P2 Total
U1 U2 U3 U4 U1 U2 U3 U4 U1 U2 U3 U4
1 5 4 4 4 4 4 3 4 2 1 2 1 38
2 4 3 4 1 3 1 3 4 2 2 2 2 31
3 4 4 1 4 1 3 5 3 1 1 4 1 32
4 3 5 4 2 2 3 3 3 2 2 1 2 32
5 2 4 4 4 3 3 3 3 2 1 3 2 34 6 4 2 4 3 3 4 1 4 5 2 2 4 38
7 4 4 4 4 1 3 3 2 2 2 1 2 32
8 3 2 4 5 3 2 3 3 4 3 3 4 39
9 4 4 5 2 1 3 1 3 3 2 2 2 32 10 5 2 5 5 2 3 3 3 2 3 3 2 38
11 5 5 2 4 5 2 2 4 4 2 3 3 41
12 2 2 4 2 2 3 1 4 2 3 2 3 30
13 4 5 4 2 1 3 3 3 2 2 3 3 35 14 4 3 4 3 2 3 2 2 4 3 4 3 37
15 3 4 3 1 5 1 4 4 2 2 2 2 33
16 4 3 3 4 3 3 2 4 2 1 2 3 34
17 2 3 4 2 1 1 2 4 2 3 3 1 28 18 5 2 2 4 2 3 1 3 1 3 2 2 30
19 4 1 2 4 5 2 3 1 2 3 2 1 30
20 4 4 5 2 3 3 2 2 2 3 3 1 34 Total 75 66 72 62 52 53 50 63 48 44 49 44 678
275 218 185
Rata - Rata
4 3 4 3 3 3 3 3 2 2 2 2
3 3 2
SD 0,97 1,17
1,10
1,25
1,35
0,88
1,05
0,88
1,05
0,77
0,83
0,95
1,135 1,067 0,894
12
Perlakuan Ulangan
Jumlah Rata-
rata sd
U1 U2 U3 U4
P0 3,75 3,30 3,60 3,10 13,75 3,44 0,29
P1 2,60 2,65 2,50 3,15 10,90 2,73 0,29
P2 2,40 2,20 2,45 2,20 9,25 2,31 0,13
Total 8,75 8,15 8,55 8,45 33,90
(∑ ∑
)
( )
∑
= (3,752 + 3,30
2 + 3,60
2 +...+2,20
2) – 95,7675
= 3,15
∑
= [(13,75² + 10,90² + 9,25²)/4] – 95,7675
= 2,59
13
a. Tabel Anova
SK db JK KT F
hitung
F
0,05
F
0,01
Perlakuan 2 2,59 1,2956 20,7761 4,256 8,021
Galat 9 0,56 0,0623
Total 11
F hitung > F tabel 1% menunjukkan bahwa perlakuan
memberikan pengaruh yang sangat berbeda nyata (P<0,01)
Uji Jarak Berganda Duncan
SE √
√
( )
Tabel Nilai Kritis UJBD 1%
P 2 3 4 5
Nilai Jarak R
(5,566,1%) 4,596 4,787 4,906 4,986
Nilai UJBD 1% 0,5739 0,5977 0,6126 0,6226
Tabel Kodifikasi
Perlakuan Rataan Notasi
P2 2,31 a
P1 2,73 a
P0 3,44 b
14
Lampiran 6. Analisis Statistik Uji Aroma
Panelis
P0 P1 P2 Total
U1 U2 U3 U4 U1 U2 U3 U4 U1 U2 U3 U4
1 4 4 5 4 5 4 4 4 5 5 5 5 54
2 4 3 4 4 4 2 3 3 5 4 3 3 42
3 3 4 4 5 2 3 4 4 4 2 2 5 42
4 4 4 3 4 3 4 3 3 4 3 5 2 42
5 3 4 4 4 4 2 4 3 5 2 4 3 42 6 2 5 4 2 2 3 4 4 3 5 2 5 41
7 4 4 2 4 4 4 3 3 2 3 4 5 42
8 3 4 4 1 2 3 4 3 3 5 2 3 37
9 3 4 3 2 3 4 3 3 4 4 5 5 43 10 4 3 2 4 5 2 3 3 5 3 4 3 41
11 2 4 4 1 5 4 2 4 5 4 5 3 43
12 4 2 4 1 1 1 3 3 5 5 4 5 38
13 1 4 4 3 4 3 4 4 5 3 5 3 43 14 4 2 3 4 4 1 4 4 5 4 3 3 41
15 2 3 4 2 2 4 1 3 4 4 5 3 37
16 3 4 1 4 4 4 3 3 5 5 5 5 46
17 4 2 3 3 2 3 4 4 5 5 4 5 44 18 1 3 4 2 5 4 4 3 5 4 4 5 44
19 3 1 2 4 3 1 1 4 5 5 4 5 38
20 4 4 4 3 5 4 3 3 5 5 4 5 49 Total 62 68 68 61 69 60 64 68 89 80 79 81 849
259 261 329
Rata - Rata
3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 4
3 3 4
SD 1,02 0,99
0,99
1,23
1,28
1,12
0,95
0,50
0,89
1,03
1,05
1,10
1,058 1,003 1,019
15
Perlakuan Ulangan
Jumlah Rata-
rata sd
U1 U2 U3 U4
P0 3,10 3,40 3,40 3,05 12,95 3,24 0,19
P1 3,45 3,00 3,20 3,40 13,05 3,26 0,21
P2 4,45 4,00 3,95 4,05 16,45 4,11 0,23
Total 11,00 10,40 10,55 10,50 42,45
(∑ ∑
∑ )
( )
JK total ∑ ∑
JK perlakuan ∑ (∑ )
JK galat
16
a. Tabel Anova
SK db JK KT F
hitung F 0,05 F 0,01
Perlakuan
(T) 2 1,985 0,9925 22,8672 4,256 8,0215
Galat (E) 9 0,39062 0,0434
Total 11
F hitung > F tabel 1% menunjukkan bahwa perlakuan
memberikan pengaruh yang sangat berbeda nyata (P<0,01)
Uji Jarak Berganda Duncan
SE √
√
( )
Tabel Nilai Kritis UJBD 1%
P 2 3 4 5
Nilai Jarak R
(5,566,1%) 4,596 4,787 4,906 4,986
Nilai UJBD 1% 0,4788 0,4986 0,5110 0, 5194
Tabel Kodifikasi
Perlakuan Rataan Notasi
P0 3,24 a
P1 3,26 a
P2 4,11 b
17
Lampiran 7. Analisis Statistik Uji Tekstur
Panelis
P0 P1 P2 Total
U1 U2 U3 U4 U1 U2 U3 U4 U1 U2 U3 U4
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12
2 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 2 14
3 1 1 2 2 1 2 1 1 2 1 1 2 17
4 1 2 2 2 2 2 1 1 2 1 2 2 20
5 1 2 2 2 2 2 1 2 2 3 4 2 25 6 2 2 2 2 2 2 2 2 4 4 4 3 31
7 2 2 2 2 2 2 2 2 4 4 4 4 32
8 2 2 2 2 2 3 2 2 4 4 4 4 33
9 2 2 2 2 2 3 2 3 4 4 4 4 34 10 2 2 2 2 3 3 2 3 4 4 4 4 35
11 2 2 2 2 3 3 3 3 4 4 4 4 36
12 2 3 2 2 3 3 3 3 4 4 4 4 37
13 2 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 4 39 14 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 5 41
15 3 3 3 3 4 3 3 3 4 4 5 5 43
16 3 3 3 3 4 3 3 3 4 5 5 5 44
17 3 3 3 3 4 3 3 3 5 5 5 5 45 18 3 4 3 3 4 3 3 3 5 5 5 5 46
19 3 4 3 3 4 3 4 4 5 5 5 5 48
20 4 4 4 4 2 4 4 4 5 5 5 5 50 Total 43 49 47 47 52 52 47 50 73 72 75 75 682
186 201 295
Rata - Rata
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
2 3 4
SD 0,88 0,94
0,75
0,75
1,05
0,75
0,99
0,95
1,18
1,43
1,37
1,29
0,823 0,928 1,298
18
Perlakuan Ulangan
Jumlah Rata-
rata sd
U1 U2 U3 U4
P0 2,15 2,45 2,35 2,35 9,30 2,33 0,13
P1 2,60 2,60 2,35 2,50 10,05 2,51 0,12
P2 3,65 3,60 3,75 3,75 14,75 3,69 0,08
Total 8,40 8,65 8,45 8,60 34,10
(∑ ∑
∑ )
( )
JK total ∑ ∑
JK perlakuan ∑ (∑ )
JK galat
19
a. Tabel Anova
SK db JK KT F
hitung
F
0,05
F
0,01
Perlakuan (T) 2 4,36 2,181 184,78 4,256 8,0215
Galat (E) 9 0,106 0,0118
Total 11
F hitung > F tabel 1% menunjukkan bahwa perlakuan
memberikan pengaruh yang sangat berbeda nyata (P<0,01)
Uji Jarak Berganda Duncan
SE √
√
( )
Tabel Nilai Kritis UJBD 1%
P 2 3 4 5
Nilai Jarak R
(5,566,1%) 4,596 4,787 4.906 4.986
Nilai UJBD 1% 0,0645 0,0671 0,0688 0,0699
Tabel Kodifikasi
Perlakuan Rataan Notasi
P0 2,33 a
P1 2,51 a
P2 3,69 b
20
Lampiran 8. Analisis Statistik Uji Keberadaan Jamur
Panelis
P0 P1 P2 Total
U1 U2 U3 U4 U1 U2 U3 U4 U1 U2 U3 U4
1 1 4 3 2 2 2 2 2 3 4 3 4 32
2 4 1 1 1 1 4 2 1 3 3 4 2 27
3 2 1 3 3 1 2 2 2 3 2 1 4 26
4 1 2 2 1 3 3 2 1 3 4 2 1 25
5 2 1 3 2 1 1 1 3 4 3 1 2 24 6 1 2 3 1 2 2 1 2 1 4 3 3 25
7 2 1 1 3 2 1 3 2 4 5 3 1 28
8 2 2 2 2 1 2 1 2 1 2 1 2 20
9 2 2 4 1 4 3 2 2 3 1 2 2 28 10 2 2 2 3 3 1 2 3 2 4 3 2 29
11 1 3 2 2 1 2 4 3 3 2 4 3 30
12 2 1 1 3 3 1 2 2 2 2 2 4 25
13 5 4 5 4 2 3 3 2 3 2 2 1 36 14 3 2 2 3 2 3 2 3 1 2 1 2 26
15 4 3 3 1 1 2 3 2 5 3 3 1 31
16 2 4 2 3 1 1 2 1 1 2 2 3 24
17 1 3 3 1 2 2 4 3 2 1 2 2 26 18 4 3 2 3 3 3 1 2 3 2 1 3 30
19 1 1 1 3 3 2 2 1 1 2 3 2 22
20 1 1 4 4 2 4 3 2 3 2 3 1 30 Total 43 43 49 46 40 44 44 41 51 52 46 45 544
181 169 194
Rata - Rata
2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 2 2
2 2 2
SD 1,23 1,09
1,10
1,03
0,92
0,95
0,89
0,69
1,15
1,10
0,98
1,02
1,099 0,857 1,053
21
Perlakuan Ulangan
Jumlah Rata-
rata sd
U1 U2 U3 U4
P0 2,15 2,15 2,45 2,30 9,05 2,26 0,14
P1 2,00 2,20 2,20 2,05 8,45 2,11 0,10
P2 2,55 2,60 2,30 2,25 9,70 2,43 0,18
Total 6,70 6,95 6,95 6,60 27,20
(∑ ∑
∑ )
( )
JK total ∑ ∑
JK perlakuan ∑ (∑ )
JK galat
22
a. Tabel Anova
SK db JK KT F
hitung
F
0,05
F
0,01
Perlakuan (T) 2 0,195 0,0977 4,721 4,256 8,022
Galat (E) 9 0,186 0,02069
Total 11
F hitung < F tabel 5% menunjukkan bahwa perlakuan
memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05)
Uji Jarak Berganda Duncan
SE √
√
( )
Tabel Nilai Kritis UJBD 1%
P 2 3 4 5
Nilai Jarak R
(5,566,1%) 4,596 4,787 4.906 4.986
Nilai UJBD 1% 0,0854 0,0889 0,0911 0,0926
Tabel Kodifikasi
Perlakuan Rataan Notasi
P0 2,11 a
P1 2,26 a
P2 2,43 a
23
Lampiran 9. Analisis Statistik Bahan Kering (BK)
Perlakua
n
Ulangan Jumla
h
Rata
-rata
SD
U1 U2 U3 U4
P0 38,85 40,30 40,85 40,60 160,60 40,15 0,9
0
P1 31,60 33,35 33,49 32,65 131,09 32,77 0,8
6
P2 33,90 30,60 31,70 30,70 126,90 31,73 1,5
3
Total 104,3
5
104,2
5
106,0
4
103,9
5
418,59
FK
JK total ∑ ∑
JK perlakuan ∑ (∑ )
JK galat
24
Tabel Anova
Kesimpulan : F hitung > F Tabel 1% menunjukkan bahwa
perlakuan tersebut memberikan pengaruh yang
sangat berbeda nyata (P<0,01)
Uji Jarak Berganda Duncan
Perhitungan JND 1%:
SE √
√
( )
Tabel Nilai Kritis UJBD 1%
P 2 3 4
JND 1% 4,74 5 5,14
JNT 2,70113 2,84929 2,92907
SK Db JK KT F
hitung
F
0,05
F
0,01
Perlakuan 2 168,674 84,337 64,9268 4,26 8,02
Galat 9 11,6906 1,29896
Total 11 180,364
25
Tabel Penotasian
Perlakuan Rataan Notasi
P2 31,73 a
P1 32,77 a
P0 40,15 b
26
Lampiran 10. Analisis Statistik Bahan Organik (BO)
Perlakua
n
Ulangan Jumla
h
Rata
-rata
SD
U1 U2 U3 U4
P0 93,56 93,65 93,72 93,31 374,24 93,56 0,1
8
P1 92,44 92,87 93,12 92,75 371,20 92,80 0,2
8
P2 92,62 92,56 92,91 93,11 371,20 92,80 0,2
6
Total 278,6
2
279,0
8
279,7
5
279,1
7
1116,62
FK
JK total ∑ ∑
JK perlakuan ∑ (∑ )
JK galat
27
Tabel Anova
Kesimpulan : F hitung > F Tabel 1% menunjukkan bahwa
perlakuan tersebut memberikan pengaruh yang
sangat berbeda nyata (P<0,01)
Uji Jarak Berganda Duncan
Perhitungan JND 1%:
SE √
√
( )
Tabel Nilai Kritis UJBD 1%
P 2 3 4
JND 1% 4,74 5 5,14
JNT 0,57713 0,60879 0,62584
SK Db JK KT F
hitung
F
0,05
F
0,01
Perlakuan 2 1,55047 0,77524 13,0731 4,26 8,02
Galat 9 0,5337 0,0593
Total 11 2,08417
28
Tabel Penotasian
Perlakuan Rataan Notasi
P1 92,80 a
P2 92,80 a
P0 93,56 b
29
Lampiran 11. Analisis Statistik Protein Kasar (PK)
Perlakuan Ulangan Jumlah Rata-
rata
SD
U1 U2 U3 U4
P0 6,04 6,84 6,87 7,25 27,00 6,75 0,51
P1 8,91 9,05 10,35 9,88 38,19 9,55 0,69
P2 9,19 9,51 8,61 8,77 36,08 9,02 0,41
Total 24,14 25,40 25,83 25,90 101,27
FK
JK total ∑ ∑
JK perlakuan ∑ (∑ )
JK galat
30
Tabel Anova
Kesimpulan : F hitung > F Tabel 1% menunjukkan bahwa
perlakuan tersebut memberikan pengaruh yang
sangat berbeda nyata (P<0,01)
Uji Jarak Berganda Duncan
Perhitungan JND 1%:
SE √
√
( )
Tabel Nilai Kritis UJBD 1%
P 2 3 4
JND 1% 4,74 5 5,14
JNT 1,29441 1,36542 1,40365
SK Db JK KT F
hitung
F
0,05
F
0,01
Perlakuan 2 17,6762 8,8381 29,6284 4,26 8,02
Galat 9 2,68468 0,2983
Total 11 20,3609
31
Tabel Penotasian
Perlakuan Rataan Notasi
P0 6,75 a
P2 9,02 b
P1 9,55 b
32
Lampiran 12. Analisis Statistik Serat Kasar (SK)
Perlakuan Ulangan Jumlah Rata-
rata
SD
U1 U2 U3 U4
P0 13,18 13,16 10,59 16,00 52,93 13,23 2,21
P1 15,07 13,73 16,20 13,77 58,77 14,69 1,18
P2 15,76 18,89 17,13 15,61 67,39 16,85 1,52
Total 44,01 45,78 43,92 45,38 179,09
FK
JK total ∑ ∑
JK perlakuan ∑ (∑ )
JK galat
33
Tabel Anova
Kesimpulan : F hitung < F Tabel 5% menunjukkan bahwa
perlakuan tersebut memberikan pengaruh yang berbeda nyata
(P<0,05)
Uji Jarak Berganda Duncan
Perhitungan JND 1%:
SE √
√
( )
Tabel Nilai Kritis UJBD 1%
P 2 3 4
JND 1% 4,74 5 5,14
JNT 4,01333 4,23347 4,352
SK Db JK KT F
hitung
F
0,05
F
0,01
Perlakuan 2 26,4585 13,2293 4,61342 4,26 8,02
Galat 9 25,80803 2,86756
Total 11 52,2665
34
Tabel Penotasian
Perlakuan Rataan Notasi
P0 13,23 a
P2 14,69 a
P1 16,85 b