Post on 07-Aug-2015
PENGARUH GLOBALISASI TERHADAP IDENTITAS NASIONALPOSTED BY EKO BUDI WALUYO ON 9:43 PM2 COMMENTS
Indonesia adalah Bangsa yang kaya akan nilai-nilai budaya dan sejarah, yang tentunya
budaya dan sejarah tersebut mempengaruhi semua aspek kehidupan dan memberikan serta
membantu dalam pembentukan pola fikir dan paradigma masyarakat dalam bernegara dan
bertanah air.
Di era globalisasi dan jaringan informasi yang dapat di akses oleh siapapun dan
kapanpun mengakibatkan terjadinya perkembangan di segala sektor dan pemahaman baru
tentang budaya serta penerapan-penerapan akan pola yang diterapkan oleh Negara lain.
Salah satu Negara yang menjadi tujuan dan penyebaran jaringan informasi dan
budaya global adalah Indonesia, karena Indonesia adalah Negara berkembang dengan tingkat
populasi yang selalu meningkat dan ditunjang dengan fasilitas-fasilitas yang memungkinkan
untuk mengakses informasi baik itu dalam bentuk informasi data maupun informasi global
yang termasuk di dalamnya unsur-unsur budaya asing yang notabene tidaklah sesuai dengan
budaya Timur yang merupakan ciri khas Bangsa Indonesia.
Indonesia dan masyarakat dunia memiliki visi yang sama akan kemajuan dan
peningkatan taraf hidup serta kemajuan dalam system pemerintahan, tetapi apakah kemajuan
dan peningkatan taraf hidup tersebut harus mengorbankan nilai-nilai budaya yang begitu
berharga. Dan sudah semestinya sebagai generasi penerus, kita harus melestarikan budaya-
budaya Indonesia yang mulai terkontaminasi oleh budaya-budaya asing yang negatif dan
tidak membangun karateristik masyarakat Indonesia.
Insya Allah penulis akan memberikan sedikit penjelasan tentang apa itu identitas
nasional lewat semangat nasionalismenya, globalisasi dan perkembangannya serta glokalisasi
yang merupakan gabungan antara globalisasi yang dapat diterima oleh budaya lokal.
Identitas Nasional
Secara harfiah identitas adalah ciri-ciri, tanda-tanda atau jati diri yang melekat pada
sesuatu atau seseorang yang membedakannya dengan yang lain. Pengertian Identitas pada
hakikatnya merupakan manifestasi nilai-nilai budaya yang tumbuh dan berkembang dalam
aspek kehidupan suatu bangsa dengan ciri-ciri khas, dan dengan ciri-ciri yang khas tersebut
maka suatu bangsa berbeda dengan bangsa lain dalam kehidupannya.
Dengan demikian identitas nasional suatu bangsa adalah ciri khas yang dimiliki suatu
bangsa yang membedakannya dari bangsa lainnya. Namun demikian proses pembetukan
Identitas nasional bukan merupakan sesuatu yang sudah selesai, tetapi sesuatu yang terbuka
dan terus berkembang mengikuti perkembangan jaman. Akan terjadi pergeseran nilai dari
identitas itu sendiri apabila identitas itu tidak dapat dijaga dan dilestarikan, sehingga
mengakibatkan identitas global akan mempengaruhi nilai identitas nasional itu sendiri.
Secara umum terdapat beberapa dimensi yang menjelaskan kekhasan suatu bangsa.
Unsur-unsur identitas itu secara normatif, berbentuk sebagai nilai, bahasa, adat istiadat, dan
letak geografis.
Beberapa dimensi dalam identitas nasional antara lain:
1. Pola Perilaku
adalah gambaran pola perilaku yang terwujud dalam kehidupan sehari-hari,
Misalnya : adat istiadat, budaya, dan kebiasaan, ramah tamah, hormat kepada orang tua, dan
gotong royong merupakan salah satu identitas nasional yang bersumber dari adat istiadat dan
budaya. Semangat masyarakat tentang pola perilaku ini sudah mulai memudar, seiring
dengan waktu budaya ramah tamah khas Indonesia serta semangat gotong royong sudah
beralih wajah menjadi acuh tak acuh dan individualistis dan materialistis.
2. Lambang-Lambang
adalah sesuatu yang menggambarkan tujuan dan fungsi Negara. lambang-lambang ini
biasanya dinyatakan dalam undang-undang, Misalnya : Bendera, Bahasa, dan lagu
Kebangsaan.
3. Alat-alat perlengkapan
adalah Sejumlah perangkat atau alat-alat perlengkapan yang digunakan untuk
mencapai tujuan yang berupa bangunan, peralatan dan tekhnologi, misalnya : bangunan
candi, Masjid, Gereja, Peralatan manusia seperti pakaian Adat, dan teknologi Bercocok
tanam : dan teknologi seperti kapal laut, Pesawat terbang, dan lainnya
4. Tujuan yang Ingin dicapai
Identitas yang bersumber dari tujuan ini bersifat dinamis dan tidak tetap seperti :
Budaya Unggul, presentasi dalam bidang tertentu. Sebagai sebuah bangsa yang mendiami
sebuah Negara, tujuan bersama bangsa Indonesia telah tertuang dalam pembukaan UUD 45,
Yakni kecerdasan dan kesejahteraan bersama bangsa Indonesia. Dan dalam usaha tersebut
pemerintah seharusnya lebih memperhatikan dunia pendidikan, peningkatan pendidikan akan
mempengaruhi kesejahteraan rakyat Indonesia secara tidak langsung.
2.2 Unsur-unsur Pembentukan Identitas Nasional
Salah satu identitas bangsa Indonesia adalah ia dikenal sebagai sebuah bangsa yang
majemuk. Kemajemukan Indonesia dapat dilihat dari sisi sejarah, kebudayaan, suku bangsa,
agama dan bahasa.
1. Sejarah
Indonesia adalah Negara yang begitu kaya akan nilai sejarah, itu dao=pat dibuktikan
dari berbagai tulisan pakar tentang sejarah perjuangan dan usaha dalam merebut
kemerdekaan. Sejarah juga mencatat, sebelum menjadi sebuah identitas negara bangsa yang
Modern, bangsa Indonesia pernah mengalami masa kejayaan yang gemilang. Semangat juang
bangsa Indonesia dalam mengusir penjajah menurut banyak kalangan telah menjadi ciri khas
tersendiri bagi bangsa Indonesia yang kemudian menjadi salah satu unsur pembentuk
identitas nasional Indonesia.
2. Kebudayaan
Aspek kebudayaan yang menjadi unsur pembentuk identitas nasional meliputi tiga
unsur yaitu : akal budi, peradaban dan pengetahuan. Akal Budi bangsa Indonesia, misalnya
dapat dilihat pada sikap ramah dan santun bangsa Indonesia . Sedangkan unsur Identitas
peradabannya, salah satunya tercermin dari keberadaan dasar negara Pancasila sebagai
kompromi nilai-nilai bersama ( shared values ) bangsa Indonesia yang majemuk, sebagai
bangsa maritim, kehandalan bangsa Indonesia dalam pembuatan kapal pinisi di masa lalu
merupakan identitas pengetahuan bangsa Indonesia yang tidak memiliki oleh bangsa lain di
dunia.
3. Suku Bangsa
Kemajemukan merupakan Identitas lain bangsa Indonesia. Namun demikian , lebih
dari sekedar kemajemukan yang bersifat alamiah tersebut, tradisi, tradisi bangsa Indonesia
untuk hidup bersama dalam kemajemukan merupakan hal lain yang harus terus
dikembangkan dan dibudayakan, kemajemukan alamiah bangsa Indonesia dapat dilihat pada
keberadaan lebih dari 300 kelompok suku, beragam bahasa, budaya dan keyakinan yang
mendiami kepulauan nusantara.
4. Agama
Keanekaragam Agama merupakan identitas lain dari kemajemukan alamiah
Indonesia. Menyukuri nikmat kemajemukan pemberian Allah dapat dilakukan dengan salah
satunya, sikap dan tindakan untuk tidak memaksakan keyakinan dan tradisi suatu agama, baik
mayoritas maupun minoritas atas kelompok lainnya.
5. Bahasa
Bahasa adalah salah satu atribut identitas nasional Indonesia.
Sekalipun Indonesia memiliki ribuan bahasa daerah, kedudukan bahasa Indonesia sebagai
bahasa penghubung ( lingua franca ) berbagai kelompok etnis yang mendiami kepulauan
nusantara memberikan nilai identitas tersendiri bagi bangsa Indonesia.
Globalisasi
Secara umum globalisasi adalah suatu perubahan sosial dalam bentuk semakin
bertambahnya keterkaitan antara masyarakat dengan faktor-faktor yang terjadi akibat
transkulturisasi dan perkembangan teknologi modern. Istilah globalisasi dapat di terapkan
dalam berbagai konteks sosial, budaya, ekonomi, dan sebagainya memahami globalisasi
adalah suatu kebutuhan, mengingat majemuknya fenomena tersebut. Menurut Stiglitz sebagai
mana dikutip sugeng bahagijo dan darmawan triwinowo disatu sisi globalisasi menbawa
potensi dan akselerasi pertumbuhan ekonomi banyak Negara, peningkatan standar hidup serta
perluasan akses atas informasi dan teknologi, disisi lain telah membawa kesenjangan utara-
selatan serta kemiskinan global.
Globalisasi merupakan fenomena berwajah majemuk, seperti diuraikan scolte(2000),
sebagai mana dikutip Sugeng Bahagijo dan darmawan triwibowo, bahwa globalisasi sering
diidentikkan dengan: 1. internasionalisasi yaitu hubungan antar Negara, meluasnya arus
perdagangan dan penanaman modal; 2.liberalisasi yaitu pencabutan pembatasan-pembatasan
pemeritah untuk membuka ekonomi tanpa pagar (borderless world) dalam hambatan
perdagangan, pembatasan keluar masuk mata uang, kendali devisa dan ijin masuk suatu
Negara (visa); 3. Universalisasi yaitu ragam hidup seoerti makanan Mc Donald, kendaraan,
di seluruh pelosok penjuru dunia; 4. Westernisasi atau Amerikanisasi yaitu ragam hidup dan
budaya barat atau amerika; 5. De-teroterialisasi, yaitu perubahan-perubahan geografi
sehingga ruang sosial dalam perbatasan, tempat dan distance menjadi berubah.
Istilah globalisasi telah menjadi istilah umum yang dibicarakan oleh setiap orang
hingga diskusi ilmiah dalam lingkungan akademik.
Beberapa unsur penting yang terkait dengan globalisasi adalah:
1. Global Space ( Dunia maya)
Globalisasi informasi ditunjukan dengan semakin pesatnya penggunaan media
elektronik dalam mengirim dan menerima informasi, surat kabar, radio dan televisi tidak lagi
merupakan sumber utama informasi; kehadiran internet telah memudahkan informasi dunia
diterima oleh siapapun dipenjuru pelosok dunia. Jika radio dan televisi masih dapat di awasi
dan diatur oleh kekuasan politik sebuah Negara, tidak demikian dengan media internet.
Dengan media internet, memungkinkan pengiriman informasi dalam jumlah yang
tidak terbatas, dalam waktu yang lebih cepat, dan dengan biaya lebih murah. Melalui media
internet siapapun dapat mengirim dan mengakses informasi tanpa persyaratan lisensi atau
bukti kompetensi apapun.
Keadaan tersebut membawa beberapa akibat sosial dan budaya :
Pertama, mengecilnya ruang dan waktu yang mengakibatkan hampir tidak ada
kelompok orang atau bagian dunia yang hidup dalam isolasi. Informasi tentang keadaan di
tempat lain atau situasi orang lain dapat menciptakan suatu pengetahuan umum yang lebih
luas dan aktual dari ada yang ada sebelumnya, informasi ini pada giliranya dapat
menimbulkan suatu solidaritas global yang melintasi kelompok etnis, batas teritorial negara,
atau kelompok agama. Pada saat yang sama, informasi yang serba canggih ini dapat pula
memberikan kemudahan bagi seseorang atau suatu kelompok untuk bergabung dengan
kelompok kejahatan lintas negara untuk merancang kejahatan internasional yang terorganisir.
jaringan terorisme internasional dapat dimasukan ke dalam kelompok ini.
Kedua, dalam bidang politik, batas-batas teritorial suatu negara menjadi kurang
berfungsi. Batas negara tidak lagi menjadi batas informasi, karena seorang yang berada di
sebuah kampung di Jayapura, misalnya, dapat berhubungan langsung lewat internet dengan
seseorang di New York atu di kota Roma.
Ketiga, semua kategori dalam social space menjadi tidak relavan lagi. Perbedaan
sosial seperti umur, jenis kelamin, agama, status sosial, besarnya pendapatan, pejabat atau
rakyat, tingkat pendidikan menjadi tidak lagi menjadi penting dalam konteks infomasi
melalui jalur internet.
Tantangan Masa Depan Dalam Gelombang Globalisasi
Beberapa yang menjadi tantangan besar dan bersama, mengutip pendapat Tilaar, yang
diakibatkan gelombang globalisasi adalah sebagai berikut:
1. Program melawan kemiskinan. Globalisasi bukan hanya memberikan banyak nilai positf tetapi
juga dapat mengakibatkan semakin miskinnya negara-negara yang sumber daya manusianya
rendah, serta kurangnya sumber daya alam. Masalah kemiskinan bukan hanya milik suatu
masyarakat tetapi merupakan tanggung jawab intenasional. Kesenjangan antara Negara kaya
dan Negara miskin semakin melebar di dalam era globalisasi apabila tidak diambil langkah
untuk membantu yang lemah.
2. Memperjuangkan dan melaksanakan Hak Asasi Manusia. Gelombang globalisasi dapat saja
mengijak-injak hak asasi manusia apabila motif yang mendasari perubahan sosial dan
ekonomi semata-mata berdasarkan frofit. Hak Asasi Manusia perlu dijaga dan dikembangkan
oleh karena itu dengan menghormati Hak Asasi Manusia maka demokrasi akan semakin
berkembang. Oleh sebab itu, hak asasi manusia harus menjadi agenda internasional untuk
menjadi bentang dari arus globalisasi yang dapat bersifat dehomanisasi.
3. Menciptakan dan memelihara tatanan dunia yang aman. Perdangangan bebas, hak asasi tidak
dapat dilakukan di dalam negara yang kacau. Kini manusia berlomba-lomba untuk
menciptakan dunia yang lebih makmur dan kemakmuran itu hanya dapat diwujudkan di
dalam kerja sama internasional yang aman. Oleh sebab itu, berbagai upaya untuk
meningkatkan kerjasama multilateral haruslah dipacu.
4. Perlu diwujudkan tatanan ekonomi dankeuangan yang baru. Lembaga-lembaga ekonomi dan
keuangan lama yang dilahirkan pada masa perang dingin seta tatanan dunia yang lama,
seperti badan-badan IMF, World bank, WTO, perlu ditata kembali supaya lebih sesuai
dengan tuntutan hidup internasional yang baru.
5. Melindungi dan memelihara planet bumi sebagai satu-satunya tempat kehidupan bersama
manusia.Oleh kerena itu tanggung jawab ekosistem merupakan tanggung jawab bersama
masyarakat dunia.
6. Kerja sama regional perlu di kembangkan di dalam rangka kerja sama internasional. Bahkan
Alan Rugman di dalam bukunya The end of Globalization menyatakan bahwa sebenarnya
kerja sama internasional tertumpu pada kerja sama regional, bahkan kerja sama bilateral atau
kerja sama nasional dalam rangka kerja sama regional tersebut.
Salah satu konsep yang ikut berkembang bersama globalisasi adalah glokalisasi.
Istilah glokalisasi dipopulerkan oleh Roland Robertson pada tahun 1977 dalam konfrensi
“Globalization and Indigenous Culture”. Secara umum glokalisasi adalah penyesuaian
produk global dengan karakter lokal. Ada juga yang berpendapat glokalisasi adalah berfikir
global bertindak lokal. Menurut Eko Budiarjo guru besar Universitas Diponegoro glokalisasi
adalah glokalisasi dengan cita rasa lokal.
Dalam wilayah budaya , glokalisasi dimaknai dengan munculnya interpretasi produk-
produk global dalam konteks lokal yang dilakukan oleh masyarakat didalam berbagai
wilayah budaya. Interpretasi lokal masyarakat tersebut kemudian juga membuka
kemungkinan adanya pergeseran makna atas nilai budaya. Dalam proses glokalisasi medium
bahasa juga di pergunakan.
Hal ini yang mengakibatkan banyak terjadi penyimpangan terhadap nilai-nilai yang
dulunya sangat dominan pada kalangan masyarakat dan dijalankan dengan sepenuh hati,
sekarang sudah menjadi barang yang aneh dan langka. Pengaruh globalisasi terhadap
masyarakat yang ditransformasikan ke dalam budaya Indonesia yang akhirnya akan
mensinergikan budaya-budaya “Timur” Indonesia terhadap budaya “Barat” yang cenderung
kepada Liberalisme dalam usaha pencapaian Glokalisasi yang meminimalisasi bahkan
menghilangkan budaya-budaya Indonesia yang terkenal dengan keramahtamahan dan
kesopanan.
Nasionalisme dan Globalisasi
Salah satu isu penting yang mengiringi gelombang demokrasi adalah munculnya
wacana multikulturisme. Multikulturisme adalah kesediaan menerima kelompok lain secara
sama sebagai kesatuan tanpa memedulikan perbedaan budaya, etnik, gender, bahasa maupun
agama. Gerakan multicultural muncul pertama kali di Kanada dan Australia sekitar 1950-an.
Multikultural menjadi semacam respon kebijakan baru dalam keragaman.dengan kata
lain, adanya komunitas yang berbeda saja tidak cukup, karena yang terpenting adalah
komunitas tersebut diperlukan sama oleh warga Negara maupan Negara.
Menurut Achmad Fedyani Safiudin menyatakan ada tiga cara pandang atau
pemahaman orang tentang multikulturisme, yaitu; 1. Popular; 2. Akademik; 3. Politis.
Karakter masyarakat multikultur adalah toleran. Mereka hidup dalam semangat
peacepul co-existace, hidup berdampingan secara damai. Dalam perspektif multikulturisme,
baik individu maupun kelompok hidup dalam societal cohesion tanpa kehilangan identitas
etnik dan kultur mereka.Ini adalah harapan kita semua, bagaimana kita dapat mengadopsi nilai dan budaya dari luar yang baik bagi bangsa ini serta adanya badan pengawasan serta pengembangan budaya asli Indonesia dari Pemerintah, jangan sampai budaya tersebut menjadi terkikis dan hilang dari masyarakatnya sendiri, akibat dari arus globalisasi yang begitu
Hakikat kemerdekaan suatu negara akan tampak disaat negara itu dapat menghargai
dan menjunjung tinggi nilai-nilai budayanya sendiri, dan selalu membuka diri terhadap nilai
positif dari luar baik itu yang berbentuk budaya, ekonomi, politik, dan lain-lain.
Keberagaman adalah suatu berkah dari Pengatur Alam Semesta ini, dan sebagai suatu
bangsa yang beragama kita seharusnya dapat menghargai keberagaman global serta dapat
memilih serta memilah yang terbaik untuk diterpakan di Negara tercinta Republik Indonesia.
Karena keberagam merupakan hadiah dari Allah SWT yang harus kita syukuri dan harus
menjadi pembelajaran bagi kita semua, Allah menciptakan manusia bersuku-suku dan
berbangsa-bangsa adalah untuk saling kenal-mengenal untuk bersama-sama mendapatkan
gelar taqwa. Taqwa dalam konteks universal dan global adalah terciptanya masyarakat dunia
yang madani dan selaras dengan ajaran dan perintah Allah SWT. Hal ini termaktub dalam
ayat Suci al-Qur’an yang berbunyi :
Artinya : “Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu
damaikan antara keduanya! tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang
melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. kalau dia Telah surut,
damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil; Sesungguhnya Allah
mencintai orang-orang yang berlaku adil”.(QS. Al-Hujuraat : 9)
Semangat bersatu dalam mencari Ridha dan Cinta Allah pasti akan dapat menangkal
segala bentuk negative globalisme, karena dengan semangat ridha dan cinta kepada Allah
maka kita dapat mentransformasikan segala kaidah agama kedalam budaya dan kita dapat
menyesuaikan tindakan-tindakan atau aksi yang terstruktur lewat kacamata agama, Allah
pasti menolong dan menyelamatkan Bangsa ini dari pengaruh negative arus globalisasi,
seperti yang sebutkan Allah dalam Al-Qur’anul Karim :Artinya : “Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-
sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak,
atau anak-anak atau Saudara-saudara ataupun keluarga mereka. meraka Itulah orang-orang yang Telah
menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang
daripada-Nya. dan dimasukan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai,
mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka, dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan
rahmat)-Nya. mereka Itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa Sesungguhnya hizbullah itu adalah
golongan yang beruntung”. (QS. Al-Mujaadilah : 22)
Ketidakharmonisan' Antarlembaga Negara ?‘Ketidakharmonisan’ Antarlembaga Negara ?
Publik hari-hari ini menyaksikan ‘ketidakharmonisan’ antarlembaga negara yakni antara Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Mahkamah Agung (MA). BPK merasa berwenang untuk memeriksa MA terkait dengan uang perkara tahun 2005-2006, sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak. Pejabat MA menolak pemeriksaan, konon uang tersebut bukan milik negara, tetapi milik pihak ketiga yang berperkara. Kabar terakhir dikatakan seorang pejabat BPK, bahwa tidak ada pertentangan institusional dengan MA.Tulisan ini tidak hendak mengurai ihwal uang perkara atau siapa benar-siapa salah diantara kedua lembaga tersebut yang menjadi pemicu ‘ketidakharmonisan’. Namun
ingin menggarisbawahi bahwa ‘ketidakharmonisan’ antarlembaga negara sering disebabkan dan juga dibiarkan terkondisi seperti itu oleh beberapa hal. Pertama, ketidakjelasan wilayah kewenangan antarlembaga sehingga tumpang tindih. Ketidakjelasan sering dibiarkan karena terkait kepentingan internal lembaga-lembaga tersebut. Dampaknya terjadi tarik-menarik antarlembaga. Kedua, tidak adanya koordinasi dan kerjasama antarlembaga yang lintassektoral bahkan sampai eksekusi kebijakan bersama. Disini terlihat jelas dengan tidak adanya cara pandang dari sudut pemerintahan dan negara, bahwa semua tidak bisa jalan tanpa kebersamaan antarlembaga. Yang dikedepankan justru ego sektoralnya atau esprit de corps-nya masing-masing.
Ego KelembagaanJauh sebelum BPK dan MA ‘tidak harmonis’, BPK juga ‘kurang harmonis’ dengan Kejaksaan Agung (Kejagung) soal uang pengganti yang belum disetor atau ditagih. Dalam kasus dugaan korupsi BLBI, BPK dan Kejagung secara tidak langsung juga berpotensi ‘tidak harmonis’ dengan Bank Indonesia (BI) sebagai pihak yang mengeluarkan BLBI dulu. Publik awam tidak tahu menahu soal kewenangan dan koordinasi antarlembaga. Mestinya diantara mereka sendiri sudah ada aturan main, masing-masing mempunyai peran, semangat korps diutamakan bukan untuk unjuk gigi terhadap lembaga lain, tetapi untuk menjalankan profesionalisme. Nyatanya seperti ada ego sektoral untuk merasa lebih berwenang dan ‘lebih diatas angin’ diantara sesama lembaga-lembaga tersebut.Dengan dalih untuk kepetingan negara, upaya mengkritisi lembaga lain tentu saja menimbulkan ‘ketidakharmonisan’ yang tidak perlu seperti diatas. Antarlembaga harusnya mempunyai skema dan mekanisme internal yang lintaslembaga untuk selalu meningkatkan harmonisasi diantara ritme kerjanya yang saling kait mengait. Dan bukannya membangun benteng kepentingannya masing-masing. Persoalannya, setiap lembaga itu seperti mempunyai kepentingan masing-masing, sehingga tidak mungkin harmonisasi diantara lembaga negara tanpa mengusik kepentingan itu. Dus hal ini diperberat lagi jika antarlembaga negara merasa lebih diatas dari yang lain.Di mata publik ‘ketidakharmonisan’ antarlembaga diatas sangat tidak produktif dan cenderung bisa dikatakan, apa tidak ada persoalan lain yang lebih penting dan urgen. Bayangkan disatu pihak BPK berhak memeriksa dan dipihak lain MA mempunyai alasan untuk menolak diperiksa. Pertanyaannya, sebetulnya undang-undang menyuruh BPK untuk memeriksa MA, terkait uang perkara tersebut atau tidak. Jika masih abu-abu mengapa pemerintah, lembaga negara, tidak duduk bersama dengan DPR untuk segera membuat kejelasan kewenangan lembaga negara. Atau jangan-jangan sengaja dibikin tidak jelas, abu-abu dan mengambang dengan harapan bisa mengakomodasi kepentingan tertentu karena tidak ada ketetapan hukum yang tetap. Lalu soal BPK dengan Kejagung terkait uang pengganti. Apakah BPK merasa sebagai lembaga superbodi yang ‘diatas angin’, sebagai auditor yang ditakuti misalnya yang bisa memeriksa Kejagung soal uang pengganti. Terkesan BPK mempunyai kartu as untuk memeriksa dengan kecurigaan atas pengelolan uang negara. Disisi lain Kejagung juga perlu membenahi manajemen administrasi pelaporan uang pengganti. Apalagi perannya sebagai lembaga penuntutan perkara hukum bagi negara. Kejagung mestinya sudah mempunyai mekanisme manajemen pelaporan uang penganti yang tidak menimbulkan curiga bagi seorang auditor dari BPK. Bukankah kecurigaan dalam makna positif sudah menjadi kebiasaan jaksa dalam penuntutan terhadap dugaan pelanggaran hukum.
Putuskan Kebijakan BersamaBeberapa waktu lalu kita juga mengetahui penilaian BPK atas aset debitor BLBI yang
lebih kecil dari yang diakui pemerintah dan BPPN, sehingga ada kemungkinan negara dirugikan. Sejalan dengan Kejagung yang akan mengusut dugaan korupsi kasus BLBI. Kejagung sudah memanggil mantan ketua lembaga bentukan pemerintah BPPN. Usut-mengusut kasus BLBI mau tidak mau menempatkan Kejagung ‘berseberangan’ dengan BI sebagai pihak yang mengeluarkan BLBI. Bagi logika publik terkesan memang ada proyek besar yang sedang dibongkar Kejagung ihwal kasus BLBI, ada ‘pertanyaan’ BPK terhadap nasib uang pengganti di Kejagung dan uang perkara di MA. Semuanya berdalih tidak merugikan atau untuk mengelola dan menyelamatkan uang negara/rakyat. Sayangnya bahwa itu harus dilakukan dengan ‘ketidakharmonisan’ antarlembaga yang hanya menguras ego sektoral dan ego korpsnya.Baiklah kita menelaah dari logika publik soal BLBI. BLBI dikeluarkan oleh BI sebagai lender of the last resort perbankan nasional yang saat krisis kolaps. Terlepas bahwa kolapsnya bank-bank itu disebabkan oleh krisis moneter regional, suksesi Orde Baru – Soeharto dan kroniisme, pertanyaannya mestinya saat BLBI dikucurkan peran Kejagung dilibatkan. Lembaga-lembaga hukum seperti Departemen Kehakiman, MA, Kejagung dll sebagai lembaga yang melek hukum dimintai masukannya oleh pemerintah saat itu, apakah pengucuran BLBI layak hukum atau tidak. Berpotensi dikorupsi atau tidak, dst. Ini berarti lembaga negara yang melek hukum mestinya lebih proaktif didepan, mengawal bahkan diajak menyetujui setiap kebijakan pemerintah (eksekutif). Hal ini sepertinya tumpang tindih kewenangan, yudikatif membawahi eksekutif. Namun tujuannya tidak kesitu, tetapi agar langkah eksekutif tidak tersandung kemungkinan pelanggaran hukum seperti kecurigaan korupsi pada kasus BLBI itu. Benteng hukum diadakan sejak awal dan mengawal kebijakan eksekutif, bukan seperti sekarang yang cenderung mengawasi dan menuntut di belakang kebijakan pemerintah yang sudah lewat. Mestinya sebelum kebijakan pemerintah diambil, lembaga-lembaga yang melek hukum memberi saran bahwa jika kebijakan itu diambil ada resiko hukum yang harus ditanggung.Bahkan tidak menutup kemungkinan Kejagung diminta persetujuannya untuk mengawal sebuah kebijakan agar bebas dari tuntutan hukum dikemudian hari, karena diawasi melekat oleh kejaksaan atau mereka yang melek hukum. Tujuannya agar kebijakan dikemudian hari tidak menjadi bancakan empuk bulan-bulanan hukum seperti kasus BLBI. Jika ini bisa dilakukan hubungan antarlembaga akan lebih harmonis dan tidak saling menuntut dalam berbagai kasus di kemudian hari. Padahal inti dasarnya masing-masing lembaga ingin menyelamatkan negara atau uang rakyat. BI ingin menyelamatkan ekonomi nasional dengan BLBI, tapi Kejagung dalam mengusut BLBI juga ingin menyelamatkan uang rakyat yang diduga korupsi. Jika niat sama baiknya, mengapa tidak sedari awal menyamakan persepsi dan langkah ?Bersama-sama mengawal kebijakan-kebijakan tanpa diboncengi oleh kepentingan dan ego kelembagaan. Demikian juga terhadap BPK, mengapa tidak dilibatkan sejak awal dalam penilaian aset debitor yang dijual yang ternyata menurut BPK nilainya lebih kecil dibandingkan penilaian pihak lain. Akhirnya BPK seolah memberikan penilaian buruk atas kerja BPPN. Demikianlah jika ego kelembagaan eksekutif berhak menjalankan kebijakan-kebijakannya yang diambil tanpa peduli dengan resiko hukum, akuntabilitas keuangan dst pada akhirnya menjadi perkara di kemudian hari. Jika ini terus terjadi jalannya negara dan pemerintahan tidak akan sinergi, karena terjadi saling membenarkan, saling ganjal bahkan saling tuntut dikemudian hari, padahal kasus baru sudah menumpuk untuk diselesaikan
Soal
Tugas individual
Jelaskan nilai kelebihan dari globalisasi dengan ilustrasi singkat realitas kasus terhadap identitas nasional?
UTS
Mengapa dalam Hubungan antar lembaga negara masih terdapat ketidakharmonisan dan bagaimana cara menyelesaikanya
Dkumpulkan tanggal 6