Post on 08-Nov-2020
PENGALAMAN KEPALA PERAWAT RUANGAN DALAM
PENERAPAN GAYA KEPEMIMPINAN ISLAM DI RUMAH SAKIT
SYARIF HIDAYATULLAH
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)
OLEH :
YOGA TEGUH GUNTARA
NIM: 1110104000024
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1435 H/ 2014 M
iii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES
NURSING SCIENCE STUDY PROGRAM
Undergraduate Thesis, July 2014
Yoga Teguh Guntara, ID Number: 1110104000024
Experience Room Head Nurse in Implementing Islamic Leadership Style
A Study at Syarif Hidayatullah Hospital
Xviii + 83 pages + 1 draft + 1 Table + 7 appendixes
ABSTRACT
Islamic leadership style is model of leadership style applied by the Prophet
Muhammad SAW. Islamic leadership style is applied, namely Syura (deliberation), ‘Adl bil
qisth (justice, with equality), dan Hurriyyah al-kalam (freedom of expression) and along with
the values of Islam in the Islamic leadership style.
This research aims to gain an overview of the meaning of meaning Head Nurse
experience in the application of Islamic leadership style. This research is a qualitative one
with descriptive phenomenology design through in-depth interviews. Participants were
occupied as Head Nurse at the Hospital room Syarif Hidayatullah, set directly (purposive)
with the principle of suitability (appropriateness) and sufficiency (adequacy). Retrieval of
data and research conducted during the month of June 2014. Data collected in the form of
recording in-depth interviews and analysis with Collazi method.
This research identified four themes Syura (deliberation);‘Adl bil qisth (justice, with
equality); Hurriyyah al-kalam (freedom of expression) and along with the values of Islam in
the Islamic leadership style. The results of this research can provide a picture of the room
Head Nurse experience in the application of Islamic leadership style at Syarif Hidayatullah
Hospital already skilled leadership during the process, but the application is still not
maximized. Required further research on in-depth exploration of how to get more
comprehensive results from room Head Nurse experience in the application of Islamic
leadership style, as well as subsequent researchers can choose a wider scope and complex so
get more complete data.
Keywords: Experience, Islamic Leadership Style, Room Head Nurse
Reference: 59 (1990-2014)
iv
FAKULTAS KEDKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
Skripsi, Juli 2014
Yoga Teguh Guntara, NIM: 1110104000024
Pengalaman Kepala Perawat Ruangan dalam Penerapan Gaya Kepemimpinan Islam di
Rumah Sakit Syarif Hidayatullah
Xviii + 83 halaman + 1 bagan + 1 Tabel + 7 lampiran
ABSTRAK
Gaya kepemimpinan Islam merupakan model gaya kepemimpinan yang diterapkan
oleh Nabi Muhammad SAW. Gaya kepemimpinan Islam yang diterapkan yaitu Syura
(permusyawaratan), ‘Adl bil qisth (keadilan, disertai kesetaraan), dan Hurriyyah al-kalam
(kebebasan berekspresi) dan disertai dengan nilai-nilai Islam dalam gaya kepemimpinan
Islam.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran makna dari arti pengalaman
Kepala Perawat Ruangan dalam penerapan gaya kepemimpinan Islam. Penelitian ini
merupakan penelitian kualitatif dengan desain fenomenologi deskriptif melalui wawancara
mendalam. Partisipan meliputi yang menjabati sebagai Kepala Perawat Ruangan di Rumah
Sakit Syarif Hidayatullah ditetapkan secara langsung (purposive) dengan prinsip kesesuaian
(appropriateness) dan kecukupan (adequancy). Pengambilan data dan penelitian dilakukan
selama bulan Juni 2014. Data yang dikumpulkan berupa hasil rekaman wawancara mendalam
dan analisis dengan metode Collazi.
Penelitian ini mengidentifikasi empat tema yaitu Syura (Permusyawaratan); Adl bil
qisth (Keadilan, disertai kesetaraan); Hurriah al-kalam (Kebebasan berekspresi); dan Nilai-
nilai Islam dalam gaya kepemimpinan Islam. Hasil penelitian ini dapat memberikan
gambaran kepada Kepala Perawat Ruangan mengenai pengalaman Kepala Perawat Ruangan
dalam penerapan gaya kepemimpinan Islam di Rumah Sakit Syarif Hidayatullah sudah
terterapkan selama proses kepemimpinannya, akan tetapi dalam penerapannya masih belum
maksimal. Diperlukan penelitian selanjutnya mengenai eksplorasi lebih mendalam mengenai
cara untuk mendapatkan hasil lebih luas dari pengalaman Kepala Perawat Ruangan dalam
penerapan gaya kepemimpinan Islam, serta peneliti selanjutnya dapat memilih ruang lingkup
yang lebih luas dan kompleks sehingga mendapatkan data yang lebih lengkap.
Kata Kunci: Pengalaman, Gaya Kepemimpinan Islam, Kepala Perawat Ruangan
Daftar Bacaan: 59 (1990-2014)
M
viii
RIWAYAT HIDUP
Nama : Yoga Teguh Guntara
Tempat, tanggal lahir : Jakarta, 07 April 1992
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
Status : Belum Menikah
Alamat : Desa Lundang, Jorong Panampuang Kecamatan Ampek Angkek,
Kab. Agam, Sumatra Barat
No Hp : 0857-1453-6223
Email : yogateguhguntara@gmail.com
Riwayat Pendidikan :
1. SD Negeri 11 Bonjol Alam (1998-2004)
2. MTs Swasta Pon-Pes Diniyyah Pasia (2004-2007)
3. MA Swasta Pon-Pes Diniyyah Pasia (2007-2010)
4. S-1 Ilmu Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (2010-2014)
Pengalaman Organisasi:
1. Anggota Organisasi Pondok Pesantren Modern Diniyyah (OPPMD) (2007-2008)
2. Sekretaris Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FKIK (2012-2013)
3. Anggota Senat Mahasiswa (SEMA) Universitas, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah (2013-2014)
Pengalaman Seminar dan Training :
1. Seminar Nursing as partner Society and delivering Public health 2011
2. Seminar Uji Kompetensi Nasional Perawat: Meningkatkan Peran dan Mutu Profesi
Keperawatan dalam Menghadapi Tantangan Global 2012
3. Workshop Keperawatan “Update Diagnosa NANDA, Aplikasi ISDA dan Diagnostic
Reasoning” 2012
4. Training Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) 2013
5. National Leadership Training “World No Tobacco” 2013
6. Kegiatan Advokasi Pelatihan Kader Anti Narkoba Di Perguruan Tinggi melalui
Mahasiswa FISIP DKI Jakarta oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) 2014
ix
Skripsi Ini Penulis Persembahkan
“Dan seandainya semua pohon yang ada dibumi dijadikan pena, dan lautan dijadikan tinta, ditambah lagi tujuh lautan sesudah itu, maka belum akan habislah kalimat-kalimat Allah
yang akan dituliskan, sesungguhnya Allah maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (QS. Lukman: 27)
Alhamdulillah…. dengan ridha-Mu ya Allah…..
Amanah ini telah selesai, sebuah langkah usai sudah. Cinta telah ku gapai, namun itu bukan akhir dari perjalanan ku, melainkan awal dari sebuah perjalanan.
Ibu…… Ayah……
Tiada cinta yang paling suci selain kasih sayang ayahanda dan ibundaku Setulus hatimu bunda, searif arahanmu ayah
Doamu hadirkan keridhaan untukku, Petuahmu tuntunkan jalanku Pelukmu berkahi hidupku, di antara perjuangan dan tetesan doa malammu
Dan sebait doa telah merangkul diriku, Menuju hari depan yang cerah Kini diriku telah selesai dalam studiku
Dengan kerendahan hati yang tulus, bersama keridhaan-Mu ya Allah, Kupersembahkan skripsi ini untuk yang termulia, Ayahanda ……
Ibunda …………dan Adik-adikku ……..,
Terima kasih atas cintanya, semoga karya ini dapat mengobati beban kalian walau hanya sejenak, semua jasa-jasa kelian tak kan dapat kulupakan.
Semoga Allah berserta kita semua Untuk tulusnya persahabatan yang telah terjalin, spesial buatnya
Sahabat-sahabatku, …,
Terima kasih…. Semoga persahabatan kita menjadi persaudaraan yang abadi selamanya, Bersama kalian warna indah dalam hidupku, suka dan duka berbaur dalam
kasih, Serta terima kasih kepada semua pihak yang telah menyumbangkan bantuan dan doa dari awal hingga akhir yang tidak mungkin disebutkan satu persatu.
Kesuksesan bukanlah suatu kesenangan, bukan juga suatu kebanggaan, Hanya suatu perjuangan dalam menggapai sebutir mutiara keberhasilan…
Semoga Allah memberikan rahmat dan karunia-Nya
Amiin…
x
KATA PENGANTAR
السلام عليكن ورحمة الله وبركاته
Puji dan syukur kehadirat Al-Qowy, Dzat yang selalu memberikan rahmat,
hidayah, dan kekuatan kepada penulis, karena hanya dengan izin-Nya penyusunan
skripsi yang berjudul “Pengalaman Kepala Perawat Ruangan dalam Penerapan
Gaya Kepemimpinan Islam di Rumah Sakit Syarif Hidyatullah” dapat
diselesaikan. Sholawat dan salam selalu tercurahkan kepada Khotamul Anbiya’
wal Mursalin Muhammad Ibnu Abdilah SAW.
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana
keperawatan pada Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Melalui penyusunan skripsi ini,
banyak hal yang telah penulis peroleh terutama dalam menambah pengetahuan
penulis yang berhubungan dengan aplikasi mata kuliah.
Penulis Juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
memberi bantuan, dorongan, dan do’a serta kerjasama. Penulis menyadari tidak
akan mampu membalas jasa-jasa tersebut, hanya lantuanan do’a semoga Ar-
Rahman memberikan balasan dengan khoirul-jaza yang dapat mengantarkan ke
pintu ridho dan Surga-Nya. Terkhusus kepada:
1. Bapak Prof. Dr, Komarudin Hidayat selaku Rektor Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Prof. Dr. dr, MK. Tadjudin, Sp. And. selaku Dekan Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
xi
3. Bapak Ns.Waras Budi Utomo, S. Kep, MKM selaku Ketua Program Studi
Ilmu Keperawatan dan Ibu Eni Nuraini Agustini, S.Kep, M.Sc selaku
Sekretaris Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak Jamaludin, S. Kp, M. Kep. dan Ibu Maftuhah, M. Kep., PhD selaku
dosen pembimbing skripsi yang meluangkan waktu dan dengan sabar
memberikan arahan, saran, dan perbaikan serta motivasi kepada penulis
selama perkuliahan hingga penyusunan skripsi ini.
5. Ibu Maulina Handayani, S.Kp., M.Sc, Bapak Jamaludin, S. Kp, M. Kep.
dan Ibu Maftuhah, M. Kep., PhD selaku Dosen Penguji Skripsi, terima
kasih sebesar-besarnya atas saran dan masukan yang membangun demi
kesempurnaan skripsi ini.
6. Seluruh staf Dosen pengajar dan karyawan Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan
Ilmunya dan banyak kemudahan dalam menyelesaikan skripsi ini.
7. Kepada Orang tua tercinta, Ibunda Delli Yanti dan Ayahanda tercinta
Yurdial Yannu, yang senantiasa memberikan dukungan dan doanya dalam
menyelesaikan perkuliahan dan tugas akhir ini.
8. Kepada Direktur dan Seluruh staf Rumah Sakit Syarif Hidayatullah yang
telah membantu dan memberikan kesempatan kepada penulis untuk
melakukan penelitian di RS Syarif Hidayatullah
xii
9. Kepada seluruh Keluarga PSIK, Kakak-Kakak, Adik-Adik, khususnya
teman-teman seperjuangan Program Studi Ilmu Keperawatan angkatan
2010, yang telah membantu, memotivasi untuk sama-sama berjuang dalam
mencapai cita-cita.
10. Kepada teman-teman SEFTer yang berhati LOGOS senantiasa membantu,
mendukung dan memberikan Doa serta CS3-nya dalam proses pembuatan
skripsi ini Siti Maryam M, Hilma Azmi, Andry Septian S, Laras Ayunda
Pratama, Rustiana, Adelina Vidya, Awalia Bella Rizky P, Siti Nina
Inayah, Nurnafidah, dan Agnes Virgianti L.
Mudah-mudahan segala bantuan dan bimbingan yang telah diberikan
kepada penulis mendapat imbalan dari Allah SWT. Akhirnya penulis
berharap mudah-mudahan tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan
penulis khususnya.
والسلام عليكن ورحمة الله وبركاته
Ciputat, 10 Juli 2014
Yoga Teguh Guntara
xiii
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul.............................................................................................. i
Lembar Pernyataan....................................................................................... ii
Abstrak......................................................................................................... iii
Lembar Persetujuan...................................................................................... v
Lembar Pengesahan...................................................................................... vi
Daftar Riwayat Hidup.................................................................................. viii
Persembahan................................................................................................. ix
Kata Pengantar.............................................................................................. x
Daftar Isi....................................................................................................... xiii
Daftar Bagan................................................................................................. xvii
Daftar Tabel.................................................................................................. xviii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah........................................................................ 5
C. Pertanyaan Penelitian................................................................... 6
D. Tujuan.......................................................................................... 6
E. Manfaat Penelitian....................................................................... 6
1. Bagi Rumah Sakit....................................................................
2.Bagi Kepala Ruangan...............................................................
6
6
xiv
3.Bagi Perkembangan Institusi Keperawatan..............................
4.Bagi Peneliti..............................................................................
6
6
F. Ruang Lingkup Penelitian............................................................ 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengalaman.................................................................................. 8
B. Kepemimpinan............................................................................. 8
1.Pengertian Kepemimpinan........................................................
2.Teori-Teori Kepemimpinan......................................................
3.Gaya Kepemimpinan.................................................................
8
10
12
C. Kepala Perawat Ruangan............................................................. 15
D. Kepemimpinan Islam................................................................... 17
1 Pengertian Kepemimpinan Islam..............................................
2.Rasulullah Muhammad SAW...................................................
3.Gaya Kepemimpinan Islam (Rasulullah)..................................
4.Karakter Pemimpin Islam.........................................................
17
19
22
32
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI ISTILAH
A. Kerangka Konsep......................................................................... 41
B. Definisi Istilah.............................................................................. 42
BAB IV METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian.................................................................. 43
B. Lokasi dan Waktu Penelitian....................................................... 44
C. Pengumpulan Data....................................................................... 44
D. Informan Penelitian...................................................................... 47
xv
E. Tehnik Pengumpulan Data........................................................... 48
F. Validasi Data................................................................................ 49
G. Tehnik Analisis Data.................................................................... 52
H. Etika Penelitian............................................................................ 53
BAB V HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian......................................... 55
B. Hasil Penelitian............................................................................ 55
1.Karakteristik Partisipan.............................................................
2.Hasil Analisis Tematik..............................................................
55
56
Tema 1. Syura (permusyawaratan)............................................
Tema 2. Adl bil qisth (keadilan, disertai kesetaraan).................
Tema 3. Hurriah al-kalam (kebebasan berekspresi)..................
Tema 4. Nilai-nilai Islam dalam gaya kepemimpinan Islam.....
56
58
60
62
BAB VI PEMBAHASAN
A. Interpretasi Hasil Penelitian dan Diskusi..................................... 71
Tema 1. Syura (permusyawaratan)............................................
Tema 2. Adl bil qisth (keadilan, disertai kesetaraan)...............
Tema 3. Hurriah al-kalam (kebebasan berekspresi)..................
Tema 4. Nilai-nilai Islam dalam gaya kepemimpinan Islam....
71
74
76
78
B. Keterbatasan Penelitian................................................................ 81
xvi
BAB VII PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................... 82
B. Saran............................................................................................. 83
1.Institusi Keperawatan................................................................
2.Peneliti Selanjutnya...................................................................
3.Pelayanan Keperawatan............................................................
83
83
83
Daftar Pustaka
Lampiran
xvii
DAFTAR BAGAN
Nomor Bagan Judul Bagan Hal
3.1 Konsep pikir 41
xviii
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel Judul Tabel Hal
5.1 Matriks Analisis Tematik 65
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemimpin adalah seseorang yang mempergunakan wewenang dan
kepemimpinannya untuk mengarahkan orang lain serta bertanggung jawab atas
pekerjaan orang tersebut dalam mencapai suatu tujuan (Hasibuan, 2009 dalam
Warouw., dkk, 2013). Pemimpin memiliki kemampuan memberi inspirasi kepada
orang lain untuk berkerjasama sebagai suatu kelompok, agar dapat mencapai suatu
tujuan. Pemimpin mempengaruhi lingkungan dan orang lain untuk tujuan yang
diinginkan (Suarli & Bahtiar, 2010).
Kepemimpinan adalah kemampuan untuk memberikan pengaruh yang
konstruktif untuk melakukan suatu usaha kooperatif mencapai tujuan yang sudah
direncanakan. Maka, pemimpin itu harus mahir melaksanakan kepemimpinannya, jika
dia ingin sukses dalam melakukan tugas-tugasnya (Kartono, 2011 dalam Warouw.,
dkk, 2013). Kepemimpinan dalam keperawatan yang dipimpin oleh Kepala Perawat
Ruangan merupakan penerapan pengaruh dan bimbingan yang ditujukan kepada staf
keperawatan untuk menciptakan kepercayaan dan ketaatan sehingga timbul kesediaan
melaksanakan tugas dalam rangka mencapai tujuan bersama secara efektif dan efisien
(Putri, 2011).
Kepala Perawat Ruangan merupakan seorang tenaga perawatan profesional
yang diberi tanggung jawab dan wewenang memimpin dalam mengelola kegiatan
pelayanan keperawatan di satu ruang rawat (Depkes, 1994 dalam Simanullang 2013).
Kepala Perawat Ruangan bertanggung jawab untuk memimpin dan mengorganisasi
kegiatan pelayanan dan asuhan keperawatan (Swanburg, 2001).
2
Pimpinan keperawatan harus mampu memimpin, meminta, meyakinkan,
mendesak dan membujuk stafnya untuk melakukan sesuatu pada kapan klien dan
rekan kerja memerlukan bantuan mereka, tidak berdasarkan atas kesukaan mereka
tetapi pada apa yang seharusnya dilakukan demi tercapainya tujuan asuhan
keperawatan (Putri, 2011).
Kepemimpinan diikuti oleh gaya kepemimpinan. Gaya Kepemimpinan erat
hubungannya dengan kematangan dalam bidang pekerjaan maupun dalam bidang
psikologis, maka dalam memimpin seseorang akan mempunyai gaya yang berbeda-
beda dengan seorang pemimpin lainnya. Selain itu, gaya kepemimpinan seseorang
bukanlah semata-mata bergantung pada watak seorang pemimpin saja, tetapi ada
kecendrungan dari seseorang pemimpin untuk menggunakan gaya kepemimpinan
yang berbeda dalam menghadapi bawahan yang beraneka ragam tingkat
kedewasaannya (Moeljono, 2008).
Islam merupakan agama dan sistem kehidupan yang menghubungkan antara
individu yang menghubungkan antara individu dengan berbagai dimensi kehidupan
ini. Pemimpin dalam Islam tidak sekedar mengarahkan, membawahi, memerintah.
Tapi lebih kepada teladan dan tanggung jawab. Hanya mereka mempunyai intuisi
pemimpin yang bisa melakukannya. Siapa pun yang ingin sukses menjadi pemimpin,
maka sebaiknya ia banyak belajar dari gaya leadership Rasulullah Muhammad SAW
(shallallâhu 'alaihi wa sallam). Bagi beliau, pemimpin itu tidak saja mendireksi,
membawahi, meluruskan tapi lebih dari itu adalah amanah besar, baik kepada
manusia maupun kepada Allah. Power kepemimpinan beliau leadership yang
dibimbing oleh wahyu dan bersinergi dengan kepekaan dan kecerdasan telah
melahirkan keputusan-keputusan yang terarah, terukur dan tepat sasaran (Fathi, 2009).
3
Nabi Muhammad SAW (shallallâhu 'alaihi wa sallam) memberi teladan
melalui kepemimpinan dengan contoh, selalu selangkah di depan untuk diikuti yang
lain beliau melakukannya tanpa menunjukkan arogansi, tetapi menunjukkan
keberanian tetap rendah hati. Dalam prosesnya beliau, dipandang sebagai manusia
yang memilki integritas tinggi, bersemangat menuntaskan misi dan penuh kasih dalam
membantu pengikutnya menuju jalan yang benar (Noor, 2011).
Beliau, menerapkan tiga gaya kepemimpinan Islam: Syura (permusyawaratan),
‘Adl bil qisth (keadilan, disertai kesetaraan), dan Hurriyyah al-kalam (kebebasan
berekspresi). Ketiga gaya kepemimpinan terapan ini berjalan seiring dengan lima
ajaran yang menegaskan aspek-aspek sistem nilai Islam penting, yaitu: Al-akmal asy-
syakhshi atau integritas pribadi, Tawiyah al-shilah atau perbaikan hubungan,
Fa’iliyyah al-qiyadiyyah atau daya kepemimpinan, Makarim al-akhlaq atau perilaku
etis, dan Tahzib al-akhlaq atau peningkatan moral melalui pengetahuan spiritual.
Karateristik yang ada pada pribadi Nabi Muhammad SAW, melambangkan jenis
kepemimpinan yang harus dimiliki setiap pemimpin. Keagungan kepemipinan Nabi
Muhammad SAW merupakan sumber inspirasi bagi berbagai tipe orang berpengaruh,
baik itu negarawan, raja, komandan dan militer, maupun pemipin politik (Noor, 2011).
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah (Muhammad) itu suri tauladan
yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah” (QS Al-Ahzab [33] :21).
4
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Saipul (2009) didapatkan bahwa
kecendrungan gaya kepemimpinan situasional yang diterapakan di Rumah Sakit Islam
Banyuwangi. Hasil penelitian disertasi yang dilakukan oleh Yuswanto (2013) yang
berjudul Pengembangan Model Kepemimpinan Keperawatan di Rumah Sakit Kelas A
di Indonesia, menunjukkan bahwa dari 5 model kepemimpinan dalam literatur yaitu
model kepemimpinan efektif, tranformasional, transaksional, visioner dan servant
leadership mendukung terbentuknya rancangan model kepemimpinan keperawatan
Indonesia yang dapat merupakan alternatif model kepemimpinan untuk diterapkan
kepala ruang di rumah sakit kelas A di Indonesia.
Hasil penelitian penilaian empiris prinsip-prinsip kepemimpinan Islam oleh
Ahmad dan Ogunsola OK (2011) pada fungsi kepemimpinan seperti yang diadopsi
oleh administrator akademik dalam International Islamic University, Malaysia
didapatkan bahwa, administrator akademik dijiwai dengan prinsip-prinsip
kepemimpinan Islam. Penelitian juga menunjukkan bahwa, pendekatan
kepemimpinan lebih disukai digunakan dalam hubungannya dengan transaksional
alternatif dan gaya transformasional, sedangkan sumber pengetahuan dari Quran dan
Sunnah diberi prioritas tertinggi sebagai sumber pengembangan prinsip-prinsip
kepemimpinan.
Hasil dari studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di Rumah Sakit
Syarif Hidayatullah, bahwa Rumah Sakit Syarif Hidayatullah merupakan Rumah
Sakit yang bernuansa Islami sesuai dengan visi dan misi Rumah Sakit. Dalam bidang
keperawatan di Rumah Sakit Syarif Hidayatullah, terdapat 5 orang Kepala Perawat
Ruangan sebagai pemimpin dalam keperawatan dan 2 orang Supervisi Kepala
Perawat Ruangan.
5
Berdasarkan dari ulasan diatas, dikarenakan masih belum banyaknya riset atau
penelitian mengenai penerapan atau aplikasi gaya kepemimpinan Islam oleh kepala
perawat ruangan di Rumah Sakit. Maka, peneliti tertarik ingin meneliti tentang
“Pengalaman Kepala Perawat Ruangan dalam Penerapan Gaya Kepemimpinan
Islam di Rumah Sakit Syarif Hidayatullah”
B. Rumusan Masalah
Kepemimpinan dalam keperawatan merupakan penerapan pengaruh dan
bimbingan yang ditujukan kepada staf keperawatan untuk menciptakan kepercayaan
dan ketaatan sehingga timbul kesediaan melaksanakan tugas dalam rangka mencapai
tujuan bersama secara efektif dan efisien (Putri, 2011). Kepala Perawat Ruangan
bertanggung jawab untuk memimpin dan mengorganisasi kegiatan pelayanan dan
asuhan keperawatan (Swanburg, 2000 dalam Simanullang 2013).
Gaya kepemimpinan Islam yang ditunjukkan oleh Nabi Muhammad SAW
dan nilai-nilai islam yang ditanamkan oleh beliau dapat dijadikan sebagai inspirasi
bagi para pemimpin termasuk pemimpin dalam keperawatan. Sehingga, dengan model
gaya kepemimpinan Rasulullah yaitu: Syura (permusyawaratan), ‘Adl bil qisth
(keadilan, disertai kesetaraan), dan Hurriyyah al-kalam (kebebasan berekspresi) dan
nilai- nilai Islam yang ditanamkan oleh beliau dalam gaya kepemimpinannya dapat
memotivasi dan mempengaruhi lingkungan dan orang lain dan untuk mencapai tujuan
yang diinginkan oleh suatu kelompok atau organisasi (Noor, 2011).
Peneliti ingin meneliti, pengalaman Kepala Perawat Ruangan dalam
penerapan gaya kepemimpinan Islam yang mengandung nilai-nilai Islam seperti yang
diterapkan oleh Nabi Muhammad SAW (shallallâhu 'alaihi wa sallam), di Rumah
Sakit Syarif Hidayatullah.
6
C. Pertanyaan Penelitian
Bagaimana pengalaman Kepala Perawat Ruangan dalam penerapan gaya
kepemimpinan Islam di Rumah Sakit Syarif Hidayatullah ?
D. Tujuan Penelitian
Mengetahui pengalaman Kepala Perawat Ruangan dalam penerapan gaya
kepemimpinan Islam di Rumah Sakit Syarif Hidayatullah.
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Rumah Sakit
Hasil penulisan penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
mengenai penerapan gaya kepemimpinan Islam yang dapat diterapkan di Rumah
Sakit.
2. Bagi Kepala Perawat Ruangan
Hasil penulisan penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
mengenai penerapan gaya kepemimpinan Islam yang dapat diterapkan oleh
Kepala Perawat Ruangan terhadap stafnya di Rumah Sakit.
3. Bagi perkembangan Institusi keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan ilmu
pengetahuan dalam bidang keperawatan, khususnya Manajemen Dalam
Keperawatan mengenai penerapan gaya kepemimpinan Islam.
4. Bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi dokumen akademik yang berguna
untuk dijadikan acuan penelitian selanjutnya.
7
F. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah yang bertujuan untuk
mengetahui pengalaman Kepala Perawat Ruangan dalam penerapan gaya kepemimpinan
Islam di Rumah Sakit Syarif Hidayatullah.
Jenis penelitian ini adalah dengan metode pendekatan fenomenologi deskriptif
yang tujuannya untuk memahami dan mendapatkan informasi mendalam dari pengalaman
gaya kepemimpinan Kepala Perawat Ruangan dalam penerapan gaya kepemimpinan
Islam. Informan dalam penelitian ini adalah Kepala Perawat Ruangan dan Supervisor
Kepala Perawat Ruangan di Rumah Sakit Syarif Hidayatullah. Penelitian ini dilakukan
pada bulan Juni 2014.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengalaman
Pengalaman merupakan proses melakukan, melihat dan memiliki hal-hal yang
terjadi, keterampilan atau pengetahuan yang didapatkan melalui sesuatu dan lamanya
waktu yang telah dihabiskan melakukan sesuatu pada diri seseorang (www.merriam-
webster.com).
B. Kepemimpinan
1. Pengertian Kepemimpinan
Pemimpin adalah seseorang yang mempergunakan wewenang dan
kepemimpinannya untuk mengarahkan orang lain serta bertanggung jawab atas
pekerjaan orang tersebut dalam mencapai suatu tujuan (Hasibuan, 2009 dalam
Warouw., dkk, 2013). Pemimpin memiliki kemampuan memberi inspirasi kepada
orang lain untuk berkerjasama sebagai suatu kelompok, agar dapat mencapai suatu
tujuan. Pemimpin mempengaruhi lingkungan dan orang lain untuk tujuan yang
diinginkan (Suarli & Bahtiar, 2010).
Kepemimpinan merupakan suatu proses mengenai pengarahan dan usaha
untuk mempengaruhi kegiatan yang berhubungan dengan anggota kelompok
(Umar, 2000). Kepemimpinan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi
kelompok demi tercapainya tujuan organisasi (Khoir, 2011). Kepemimpinan
merupakan seni untuk membuat orang lain mengikuti kehendak kita dan
meyakinkan orang lain. Atau dengan kata lain, kepemimpinan adalah proses untuk
mempengaruhi (Manz dan Charles, dalam Dwiwibawa dan Riyanto 2008).
9
Kepemimpinan memegang peranan sangat penting dalam manajemen
organisasi. Kepemimpinan dibutuhkan manusia karena adanya keterbatasan-
keterbatasan tertentu pada diri manusia. Kepemimpinan didefinisikan ke dalam
ciri-ciri individual, kebiasaan, cara mempengaruhi orang lain, interaksi,
kedudukan dalam organisasi dan persepsi mengenai pengaruh yang sah.
Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk
mencapai tujuan yang antusias (David, 1985 dalam Baihaqi 2010).
Menurut Ariani (2003) menjelaskan bahwa kepemimpinan merupakan
proses pemberian pengaruh yang tidak memaksa. Pemimpin mempunyai pengikut
yang secara sukarela melaksanakan tugas-tugasnya dengan keahlian dan
intelektualnya sebagai sumber kekuasaan. Kekuasaan tersebut digunakan untuk
memelihara fleksibilitas dan memperkenalkan perubahan.
Menurut Wahjosumidjo (1987, dalam Tim Pengembang Ilmu Pedidikan
FIP-UPI 2007) menjelaskan bahwa butir-butir pengertian dari berbagai
kepemimpinan pada hakikatnya memberikan makna:
a. Kepemimpinan adalah suatu yang melekat pada diri seorang pemimpin yang
berupa sifat-sifat tertentu seperti: kepribadian (personality), kemampuan
(Ability), dan kesanggupan (capability).
b. Kepemimpinan adalah rangkaian kegiatan (activity) pemimpin yang tidak
dapat dipisahkan dengan kedudukan (posisi) serta gaya dan perilaku pemimpin
itu sendiri.
c. Kepemipinan adalah sebagai proses antar hubungan atau interaksi antara
pemimpin, pengikut dan situasi.
10
Kepemimpinan adalah tentang kekuasaan. Kekuasaan adalah kapasitas
untuk mempengaruhi, membujuk, dan mengilhami orang lain (Harari, 2005).
Kepemimpinan dalam keperawatan (kepala ruangan) merupakan penerapan
pengaruh dan bimbingan yang ditujukan kepada staf keperawatan untuk
menciptakan kepercayaan dan ketaatan sehingga timbul kesediaan melaksanakan
tugas dalam rangka mencapai tujuan bersama secara efektif dan efisien. Pimpinan
keperawatan harus mampu memimpin, meminta, meyakinkan, dan mendesak dan
membujuk stafnya untuk melakukan tetapi pada kapan klien dan rekan kerja
memerlukan bantuan mereka, tidak berdasarkan atas kesukaan mereka tetapi pada
apa yang seharusnya dilakukan demi tercapainya tujuan asuhan keperawatan
(Putri, 2011).
Hasil penelitian disertasi yang dilakukan oleh Yuswanto (2013) yang
berjudul Pengembangan Model Kepemimpinan Keperawatan di Rumah Sakit
Kelas A di Indonesia, menunjukkan bahwa dari 5 model kepemimpinan dalam
literatur yaitu model kepemimpinan efektif, tranformasional, transaksional,
visioner dan servant leadership mendukung terbentuknya rancangan model
kepemimpinan keperawatan Indonesia yang dapat merupakan alternatif model
kepemimpinan untuk diterapkan kepala ruang di rumah sakit kelas A di Indonesia.
2. Teori-teori Kepemimpinan
Nursalam (2011) menjelaskan berbagai teori-teori kepemimpinan sebagai
berikut:
a. Teori Bakat (Trait Theory)
Teori bakat menentukan bahwa setiap orang adalah pemimpin (pemimpin
dibawa sejak lahir bukan didapatkan) dan mereka mempunyai karakteristik
11
tertentu yang membuat mereka lebih baik dari orang lain. Teori ini disebut
juga sebagai Great Man Theory.
b. Teori Perilaku
Teori perilaku lebih menekankan pada apa yang dilakukan pemimpin dan
bagaimana seorang manajer menjalankan fungsinya. Perilaku seseorang
dipengaruhi oleh adanya pengalaman bertahun-tahun dalam kehidupannya.
Oleh karena itu, kepribadian seseorang cenderung sangat bervariasi dan
berbeda-beda akan mempengaruhi gaya kepemimpinan yang digunakan.
c. Teori Kontigensi dan Situasional
Teori ini menekankan bahwa manajer yang efektif adalah manajer yang
melaksanakan tugasnya dengan mengkombinasi antara faktor bawaan, perilaku,
dan situasi.
d. Teori Kontemporer
Teori ini menekankan pada keempat komponen penting dalam suatu
pengelolaan, yaitu manajer/pemimpin, staf dan atasan, pekerjaan, serta
lingkungan. Dia menekankan dalam melaksanakan suatu manajemen seorang
pemimpin harus mengintegrasikan keempat unsur tersebut untuk mencapai
tujuan organisasi. Teori kontemporer tersebut juga perlu didukung oleh
motivasi, interaksi, dan teori transfomasi.
e. Teori Interaktif
Menurut Schein (1970, dalam Nursalam 2011) menekankan bahwa staf atau
pegawai adalah manusia sebagai suatu sistem terbuka yang selalu berinteraksi
dengan sekitarnya dan berkembang secara dinamis. Sistem tersebut dianggap
suatu sistem yang terbuka jika terjadi adanya perubahan energi dengan
lingkungan asumsi teori ini sebagai berikut:
12
1) Manusia memiliki karakteristik yang sangat kompleks. Mereka
mempunyai motivasi yang bervariasi dalam melakukan suatu pekerjaan.
2) Motivasi seseorang tidak tetap, tetapi berkembang sesuai perubahan waktu
3) Tujuan bisa berbeda pada situasi yang berbeda pula
4) Penampilan seseorang dan produktivitas dipengaruhi oleh tugas yang
harus diselesaikan, kemampuan seseorang, pengalaman, dan motivasi.
5) Tidak ada strategi yang paling efektif bagi pemimpin dalam setiap situasi.
3. Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan pada dasarnya merupakan suatu cara bagaimana
seseorang pemimpin mempengaruhi, mengarahkan, memotivasi, dan
mengendalikan bawahannya dengan cara-cara tertentu, sehingga bawahan dapat
menyelesaikan tugas pekerjaannya secara efektif dan efisien (Purwanto, 2006).
Gaya kepemimpinan diartikan sebagai perilaku atau cara yang dipilih dan
dipergunakan pemimpin dalam mempengaruhi pikiran, perasaan, sikap, dan
perilaku organisasinya (Nawawi, 2003 dalam Setiawan 2010). Menurut Rivai
(2002, dalam Lingga 2011) ada tiga macam gaya kepemimpinan yang
mempengaruhi bawahan agar sasaran organisasi tercapai, yaitu:
a. Gaya Kepemimpinan Otoriter
Kepemimpinan otoriter disebut juga kepemimpinan direktif atau diktator.
Pemimpin memberikan instruksi kepada bawahan, menjelaskan apa yang harus
dikerjakan, selanjutnya karyawan menjalankan tugasnya sesuai dengan yang
diperintahkan oleh atasan. Gaya kepemimpinan ini menggunakan metode
pendekatan kekuasaan dalam mencapai keputusan dan pengembangan
strukturnya, sehingga kekuasaanlah yang paling diuntungkan dalam organisasi.
13
Lippits dan White dalam Nursalam (2011) menggambarkan ciri-ciri
kepemimpinan otoriter:
1) Wewenang mutlak berada pada pimpinan
2) Keputusan dan kebijakan selalu dibuat oleh pimpinan
3) Komunikasi berlangsung satu arah dari pimpinan kepada bawahan
4) Pengawasan terhadap sikap, tingkah laku, perbuatan atau kegiatan para
bawahan dilakukan secara ketat
5) Prakarsa harus selalu berasal dari pimpinan
6) Tidak ada kesempatan bagi bawahan untuk memberikan saran,
pertimbangan atau pendapat
7) Tugas-tugas bawahan diberikan secara instruktif
8) Lebih banyak kritik dari pada pujian
9) Pimpinan menuntut prestasi sempurna dari bawahan tanpa syarat
10) Pimpinan menuntut kesetiaan tanpa syarat
11) Cendrung adanya paksaan, ancaman, dan hukuman
12) Kasar dalam bersikap
13) Tanggung jawab keberhasilan organisasi hanya dipikul oleh pimpinan
b. Gaya Kepemimpinan Demokratis
Gaya kepemimpinan ini ditandai oleh adanya suatu struktur yang
pengembangannya menggunakan pendekatan pengambilan keputusan yang
kooperatif. Dalam gaya kepemimpinan ini, ada kerjasama antara atasan dengan
bawahan. Dibawah kepemimpinan demokratis bawahan cendrung bermoral
tinggi, dapat berkerja sama, mengutamakan mutu kerja dan dapat
mengerahkan diri sendiri.
14
Lippits dan White dalam Nursalam (2011) menggambarkan ciri-ciri
kepemimpinan demokratis:
1) Wewenang pimpinan tidak mutlak
2) Pimpinan bersedia melimpahkan sebagian wewenang kepada bawahan
3) Keputusan dibuat besama antara pimpinan dan bawahan
4) Komunikasi berlangsung timbal balik
5) Pengawasan dilakuakan secara wajar
6) Prakarsa dapat datang dari bawahan
7) Banyak kesempatan dari bawahan untuk menyampaikan saran dan
pertimbangan
8) Tugas-tugas yang kepada bawahan lebih bersifat permintaan daripada
instruktif
9) Pujian dan kritik seimbang
10) Pimpinan mendorong prestasi sempurna para bawahan dalam batas
masing- masing
11) Pemimpin meminta kesetian bawahan dengan wajar
12) Pimpinan memperhatikan perasaan dalam bersikap dan bertindak
13) Terdapat suasana saling percaya, saling menghormati, dan saling
menghargai
14) Tanggung jawab keberhasilan organisasi ditanggung bersama-sama
c. Gaya Kepemimpinan Bebas (Laisses Faire)
Gaya kepemimpinan ini memberikan kekuasaan penuh pada bawahan, struktur
organisasi bersifat longgar, pemimpin bersifat pasif. Peran utama pimpinan
adalah menyediakan materi pendukung dan berpartisipasi jika diminta
bawahan.
15
Lippits dan White dalam Nursalam (2011) menggambarkan ciri-ciri
kepemimpinan Bebas (Laisses Faire):
1) Pemimpin melimpahkan wewenang sepenuhnya kepada bawahan
2) Pimpinan hanya lebih banyak dibuat oleh bawahan
3) Kebijakan kebanyakan dibuat oleh bawahan
4) Pimpinan hanya berkomunikasi apabila diperlukan oleh bawahan
5) Hampir tidak ada pengawasan terhadap tingkah laku bawahan
6) Prakarsa selalu berasal dari bawahan
7) Hampir tidak ada pengarahan dari pimpinan
8) Peranan pimpinan sangat sedikit dalam kegiatan kelompok
9) Kepentingan pribadi lebih penting dari kepentingan kelompok
10) Tanggung jawab keberhasilan organisasi dipikul oleh perorangan.
C. Kepala Perawat Ruangan
Kepala Perawat Ruangan adalah seorang tenaga perawatan professional
yang diberi tanggung jawab dan wewenang memimpin dalam mengelola kegiatan
pelayanan keperawatan di satu ruang rawat (Depkes, 1994 dalam Simanullang
2013). Kepala Perawat Ruangan bertanggung jawab untuk memimpin dan
mengorganisasi kegiatan pelayanan dan asuhan keperawatan (Swanburg, 2000
dalam Simanullang 2013), meliputi :
1. Struktur Organisasi
Struktur Organiasi terdiri dari: struktur, bentuk, dan bagan. Berdasarkan
keputusan Direktur rumah sakit dapat ditetapkan struktur organisasi untuk
menggambarkan pola hubungan antar bagian atau staf atasan baik vertikal
maupun horizontal.
16
2. Pengelompokan Kegiatan
Setiap organisasi memiliki serangkaian tugas atau kegiatan yang harus
diselesaikan untuk mencapai tujuan. Pengelompokan kegiatan dilakukan untuk
memudahkan pembagian tugas pada perawat sesuai dengan pengetahuan dan
keterampilan yang mereka miliki serta sesuaikan dengan kebutuhan klien.
Metoda penugasan tersebut antara lain : metode fungsional, metode alokasi
klien/keperawatan total, metode tim keperawatan, metode keperawatan primer,
dan metode moduler.
3. Koordinasi Kegiatan
Kepala ruangan sebagai koordinator kegiatan harus menciptakan kerjasama
yang selaras satu sama lain dan saling menunjang untuk menciptakan suasana
kerja yang kondusif. Selain itu, perlu adanya pendelegasian tugas kepada ketua
tim atau perawat pelaksana dalam asuhan keperawatan.
4. Evaluasi Kegiatan
Kegiatan yang telah dilaksanakan perlu dievaluasi untuk menilai apakah
pelaksanaan kegiatan sesuai rencana. Kepala Ruang berkewajiban untuk
memberi arahan yang jelas tentang kegiatan yang akan dilakukan. Untuk itu
diperlukan uraian tugas dengan jelas untuk masing-masing staf dan standar
penampilan kerja.
5. Kelompok Kerja
Kegiatan diperlukan kerjasama antar staf dan kebersamaan dalam kelompok,
hal ini untuk meningkatkan motivasi kerja dan perasaan keterikatan dalam
kelompok untuk meningkatkan kualitas kerja dan mencapai tujuan pelayanan
dan asuhan keperawatan.
17
Menurut Marquis dan Huston (2010, dalam Simanullang 2013), kepala
ruangan sangat berperan dalam penjadwalan, pengembangan perawat, sosialisasi
perawat, dan mengadakan pelatihan untuk perawat. Kepala Ruangan haruslah
menunjukkan bahwa ia memilki kemampuan bekerja harmonis, bersikap objektif
dalam menghadapi persoalan dalam pelayanan keperawatan melalui pengamatan,
dan objektif juga dalam menghadapi tingkah laku stafnya. Kepala Ruangan harus
peka akan kodrat manusia yang punya kelebihan dan kekurangan, memerlukan
bantuan orang lain dan mempunyai kebutuhan yang bersifat pribadi dan sosial
(Mininjaya, 2004 dalam Simanullang 2013).
D. Kepemimpinan Islam
1. Pengertian Kepemimpinan Islam
Kepemimpinan di dalam Islam adalah suatu hal yang inheren, serta
merupakan salah satu subsistem Islam yang mencakup pengaturan seluruh aspek
kehidupan secara prinsipal. Islam mengatur niat, amal, tujuan sekaligus sumber
kehidupan, otak manusia, kemudian mengatur proses hidup, perilaku dan tujuan
hidup. Dalam Islam seorang pemimpin dan yang dipimpin harus mempunyai
keberanian untuk menegakkan kebenaran yang dilakasanakan melalui prinsip
kepemimpinan, yaitu melaksanakan kewajiban kepemimpinan dengan penuh rasa
tanggung jawab seorang pemimpin dan melaksanakan hak berpartisipasi bagi
yang dipimpin (Feisal, 1995 dalam Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI
2007).
Menurut Shihab dalam Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI (2007)
menjelaskan bahwa Islam menyebutkan kepemimpinan dengan beberapa istilah
nama, diantaranya imamah (imam), imarah (pengatur), dan wilayah (wali), yang
semuanya itu pada hakikatnya adalah amanah (tanggung jawab).
18
Menurut Celik (2002) kepemimpinan dalam Islam didasarkan pada
kepercayaan dan menekankan ketulusan, integritas dan kasih sayang. Hal ini dianggap
sebagai kontrak psikologis antara pemimpin dan pengikutnya menjamin bahwa ia akan
mencobanya terbaik untuk membimbing mereka, untuk melindungi mereka, dan
memperlakukan mereka dengan adil. Kepemimpinan dalam Islam berakar dalam
keyakinan dan patuh kepada Sang Pencipta (Allah SWT). Ini berpusat pada melayani
Sang Pencipta. Ini berarti bahwa seorang pemimpin muslim bertindak sesuai dengan
perintah dari Sang Pencipta dan Rasul-Nya , dan harus mengembangkan karakter moral
Islam.
Kepemimpinan dalam Islam erat kaitannya dengan model kepemimpinan
yang diterapkan oleh Rasulullah. Rasulullah Muhammad SAW (shallallâhu
'alaihi wa sallam) memberi teladan melalui kepemimpinan dengan contoh, selalu
selangkah di depan untuk diikuti yang lain beliau melakukannya tanpa
menunjukkan arogansi, tetapi menunjukkan keberanian tetap rendah hati. Dalam
prosesnya Nabi Muhammad SAW, dipandang sebagai manusia yang memilki
integritas tinggi, bersemangat menuntaskan misi dan penuh kasih dalam
membantu pengikutnya menuju jalan yang benar (Noor, 2011).
Kepemimpinan dalam Islam merupakan hal pokok bagi kepribadian islami
dan sudah banyak diberi contoh oleh Nabi Muhammad SAW (shallallâhu 'alaihi
wa sallam), yang telah menjadikan dirinya sebagai Da’iyah (seseorang yang
melakukan dakwah) untuk menjadi seorang pemimpin, baik secara de jure
maupun de facto, dalam membimbing orang lain menuju jalan yang lurus
(Ihdinasshiratal mustaqim) (Noor, 2011).
Suatu kepemimpinan dalam Islam, haruslah mempunyai kekuatan iman
atau keyakinan untuk mencapai tujuan, keuletan, dan ketabahan untuk dapat
mencapai berbagai target yang telah dicanangkan melalui beberapa individu yang
19
berpegang teguh pada ajaran agama mereka dan memahami tugas dan
tanggungjawab yang diamananahkan kepada mereka (Fathi, 2009).
2. Rasulullah Muhammad SAW
Nabi Muhammad SAW (shallallâhu 'alaihi wa sallam) adalah manusia
fenomenal dalam sepanjang sejarah kehidupan dan peradaban manusia. Ia adalah
manusia biasa, namun memiliki keistimewaan-keistimewaan yang langsung
diberikan Allah kepadanya (Gulen, 2002).
“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki diantara kamu,
tetapi ia adalah utusan (rasul) Allah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah
Maha Mengetahui segala sesuatu” (QS Al-ahzab [33]: 40).
Nabi Muhammad lahir 12 Rabi’ul Awwal tahun 570 M, putra Abdullah,
saudagar miskin dari keluarga terhormat dalam suku Quraisy yang berkuasa. Nabi
Muhammad menjadi yatim piatu ketika berumur 6 tahun, kemudian dibesarkan
oleh kakeknya, Abdul Muthalib, lalu pamannya, Abu Thalib. Pada umur 24 tahun
beliau berkerja untuk seorang janda kaya, Khadijah dan kemudian mereka
menikah. Mereka dikaruniai 6 orang anak, tetapi dua putra mereka meninggal
ketika kecil. Menerima wahyu pertama kali di Gua Hira, melalui perantara
malaikat jibril. Allah mengutus Rasulullah untuk membimbing manusia menuju
kebenaran dan membersihkan mereka dari dosa-dosa. Orang-orang yang
dicerahkan oleh Rasulullah menemukan jalan menuju Kehadiran Ilahi dan
mendapat derajat kemanusiaan tertinggi (Adair, 2010).
20
Rasulullah dikenal sebagai orang yang benar dan jujur bahkan sebelum
Islam datang. Penduduk Mekkah, bahkan kaum kafir sekalipun, menyebutnya Al-
amin (yang dapat dipercaya) (Gulen, 2002). Beliau dalam semua sisi
kehidupannya adalah teladan yang agung dan utama bagi manusia sebab
kesempurnaan dalam segala sesuatu. Inilah sisi yang akan kita paparkan dalam
pasal ini untuk menjelaskan pada kita bahwa tidak ada kesempurnaan bagi
manusia seperti apapun hebatnya dalam segala keadaan kecuali dengan mengikuti
contoh Rasullah. Ini adalah bukti bahawa ia adalah utusan-Nya (Hawwa, 2007).
Menurut Hawwa (2007), Setiap Rasul Allah wajib memiliki empat sifat
asasi berikut ini, sehingga pantas untuk mengemban Risalah Ilahi:
a. Ash-Shidqul Muthlaq atau kejujuran secara mutlak yang tidak rusak dalam
segala kondisi. Sekiranya setiap perkataannya diuji, pastilah sesuai dengan
kenyataan, baik ketika ia berjanji, serius, bercanda, memberi kabar, maupun
ketika bernubuat.
b. Al-Iltizamul Kamil atau komitmen dan sifat amanah yang sempurna dengan
apa yang ia serukan, sebagai wakil Allah. Tugas sebagai Rasul adalah
menyampaikan kepada manusia risalah yang dibebankan oleh Allah kepada
mereka
c. At-Tablighul Kamil atau penyampaian kandungan risalah secara sempurna dan
kontinu, disertai rasa tidak peduli pada kebencian, siksaan, kejahatan, tipu
daya, konspirasi, atau sikap kasar manusia yang menghadapi dakwahnya. Juga,
istiqamah dalam mengerjakan perintah Allah dan tidak menyeleweng dari-
Nya.
21
d. Al-Aqlul Azhim atau intelegensi yang cemerlang. Manusia tidak tunduk dan
mengikuti orang lain kecuali jika orang tersebut lebih cerdas darinya, agar
mereka merasa tenang bahwa ia tidak membawa mereka pada jalan yang salah.
Tanpa intelegensia yang cemerlang, pengemban risalah juga tidak akan
mampu meyakinkan orang lain akan kebenaran yang ia bawa. Oleh karena itu,
seorang rasul seharusnya adalah seorang yang paling cerdik, paling cerdas,
paling bijak, dan paling sempurna pengetahuannya dibandingkan manusia lain,
sehingga keberadaan dirinya sendiri bisa menjadi bukti kebenaran risalah yang
ia sampaikan.
Menurut Alwi (2009) Nabi Muhammad SAW selalu tersenyum dan ketika
menyendiri beliau selalu bertafakur. Lebih sering melihat kebawah. Tidak pernah
memotong pembicaraan lawan bicaranya dan memperlakukan orang lain sebagai
yang paling mulia dalam padangannya. Dalam kehidupan ditengah kaumnya, Nabi
Muhammad SAW selalu baik hati, riang, dan sopan terhadap semua orang. Rasul
selalu lebih dahulu memberikan salam. Rasulullah tidak suka menjadi pemimpin
yang pasif, tidak mau hanya tinggal duduk saja lalu orang melayaninya. Bagi
beliau kehadirannya untuk melayani, bukan untuk dilayani.
Menurut Al-Aqqad dalam Alwi (2009), sejarah hidup nabi itu sendiri
terdapat suri teladan yang baik. Makna uswatun hasanah ini tidak terbatas dalam
beberapa segi, melainkan dalam segala kehidupan Rasulullah. Seorang pemimpin
dapat mengambil pelajaran dari kepemimpinan Rasulullah.
22
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah (Muhammad) itu suri tauladan
yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah” (QS Al-Ahzab[33] :21).
3. Gaya Kepemimpinan Islam (Rasulullah Muhammad SAW)
Islam merupakan agama dan sistem kehidupan yang menghubungkan
antara individu yang menghubungkan antara individu dengan berbagai dimensi
kehidupan ini. Pemimpin dalam Islam tidak sekedar mengarahkan, membawahi,
memerintah. Tapi beliau lebih kepada teladan dan tanggung jawab. Hanya mereka
mempunyai intuisi pemimpin yang bisa melakukannya. Siapa pun yang ingin
sukses menjadi pemimpin, maka sebaiknya ia banyak belajar dari gaya leadership
Rasulullah. Bagi beliau, pemimpin itu tidak saja mendireksi, membawahi,
meluruskan tapi lebih dari itu adalah amanah besar, baik kepada manusia maupun
kepada Allah. Power kepemimpinan beliau leadership yang dibimbing oleh
wahyu dan bersinergi dengan kepekaan dan kecerdasan telah melahirkan
keputusan-keputusan yang terarah, terukur dan tepat sasaran (Fathi, 2009).
Nabi Muhammad SAW, menerapkan tiga gaya kepemimpinan Islam:
Syura (permusyawaratan), ‘Adl bil qisth (keadilan, disertai kesetaraan), dan
Hurriyyah al-kalam (kebebasan berekspresi) (Noor, 2011). Berikut penjelasan dari
setiapnya:
a. Syura (permusyawaratan)
Syura merupakan model dasar pengambilan keputusan, dan dalam melakukan
hal ini Al-quran menyerukan kepada para pemimpin muslim agar
bermusyawarah dengan mereka yang berpengaruh atau yang lebih memiliki
pengetahuan dan lebih paham tentang persoalan yang sedang dihadapi Syura
adalah sebuah metode yang menerapkan musyawarah diantara para pemimpin
23
dan pengikut mengenai berbagai persoalan penting terutama jika masalahnya
bersifat kritis dan membutuhkan solusi bijak (Noor, 2011).
Gaya kepemimpinan ini tampak jelas dari perintah Al-quran dalam sebuah
surah membahas perintah ini. Nabi Muhammad SAW sendiri diperintah dalam
Al-quran untuk bermusyawarah dengan shahabah (sahabat) beliau mengenai
urusan kenegaraan dan dalam pelaksanaan berbagai urusan umat pada
umumnya. Dalam hal ini, beliau menunjukkan keterbukaan dan keagungan
dalam berurusan dengan berbagai umat dan keyakinan dibawah yuridikasi
beliau. Perlu kiranya disampaikan bahwa Allah SWT (Subhanahu wata'ala)
mewajibkan syura kepada semua hamba-Nya karena Dia telah menyejajarkan
dengan kewajiban beribadah melalui shalat, zakat, dan amal shaleh (Noor,
2011).
“Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhan dan
mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputusakan) dengan musyawarah
antara mereka dan mereka menafkahkan sebagian rezki yang kami berikan
kepada mereka” (QS As-Syura [42]: 38).
Menurut Asy-syawi dalam Mohammad (2008), Syura bukanlah demokrasi,
amal ma’ruf nahu munkar pertama kali harus diterapkan dengan tujuan
mencegah kemungkaran yang timbul dari perbuatan penguasa atau dari mereka
yang berkerja untuk kepentingannya. Sebagai pedoman, syura menjadi
kewajiban jika seorang pemimpin memahami ruang lingkup operasi syura
(Noor, 2011) :
24
1) Semua fungsi administratif dan eksekutif harus menjadi hak prerogatif
pemimpin dalam pengambilan keputusan. Pemimpin yang bertanggung
jawab akan memastikan bahwa ia telah memberikan pertimbangan bijak
atas semua faktor yang relavan sebelum mengambil keputusan.
2) Masalah-masalah penting yang membutuhkan keputusan mendesak harus
dipikirkan oleh pemimpin, tetapi disajikan kepada tim untuk
dipertimbangkan dalam pertemuan tatap muka langsung atau melalui
teleconference dan video conference, seperti pada zaman sekarang.
Hasilnya harusalah berbentuk keputusan atau solusi yang disepakati.
3) Semua halaqah atau anggota tim harus bebas menyetujui, menolak, atau
mengubah usulan pemimpin tanpa merasa terkekang, selama niatnya adalah
untuk memberi manfaat. Ketidakcocokan atau perbedaan apapun tidak
boleh ditumpahkan atau dibawa ke luar ruang rapat.
4) Berbagai kebijakan, keputusan sinergis, dan rencana jangka panjang harus
dirumuskan melalui musyawarah, yang akan memperkuat integritas
pemimpin di mata para pengikutnya.
Tanpa adanya keimanan bahwa syura merupakan mekanisme baru (inovatif)
yang menjauhkan manusia dari perilaku hewani, maka bentuk perdamaian atau
seruan apaun akan sia-sia saja, kita harus meyakini bahwa syura bukanlah
kekayaan ide yang bersifat temporal dalam kehidupan orang mukmin, tetapi ia
adalah way of life yang dibuat untuk dirinya, dan ia akan berupaya untuk
merealisasikannya baik untuk dirinya sendiri ataupun untuk orang lain
(Syahrur, 2003).
25
Menurut Qumaihah (1990) bahwa musyawarah merupakan pertemuan antara
pemimpin dan bawahan, menurut tema permasalahan, dapat dibagi pada dua
macam:
1). Musyawarah khusus, yaitu musyawarah yang berkenaan dengan masalah-
masalah pribadi. Sebagai contoh, ketika Nabi meminta pedapat sebagian
sahabat tentang masalah Aisyah setelah tersebarnya berita bohong.
2). Musyawarah umum, yaitu musyawarah tentang permasalahan umat atau
orang banyak.
Musyawarah merupakan prinsip dasar dalam kehidupan kaum muslimin yang
harus diterapkan dalam perilaku mereka, dalam berbagai kegiatan kolektif dan
administratif organisasi. Islam mengharuskan pemimpin tersebut mengambil
keputusan sesuai dengan hasil musyawarah para anggota (Fathi, 2009).
Menurut Qumaihah (1990) dalam bermusyawarah akan terjadi tukar menukar
pemikiran. Pemikiran orang banyak tentu akan lebih baik dengan pemikiran
seorang. Paling berbahaya kalau suatu masalah hanya diserahkan kepada satu
orang saja.
Menurut Fathi (2009), Kepemimpinan dalam Islam bukanlah pemberian
kekuasaan yang memungkinkan seorang pemimpin mengembil keputusan
sorang diri dalam berbagai ketetapan dan tidak menyerahkannya kepada para
bawahannya atau orang-orang kepercayaannya yang ahli dalam bidang
masing-masing, akan tetapi Islam telah mengharuskan kaum muslimin untuk
bermusyawarah. tujuan dari nilai musyawarah merupakan kekuatan bagi umat
Islam dan memperkokoh hubungan mereka, mampu menopang kebersamaan
26
pemikiran dalam kerja kolektif dan saling memahami, serta memperkuat
hubungan persaudaraan.
Menurut Asy-syawi (1997) tujuan syura itu sendiri yakni melahirkan
ketetapan jamaah, agar mencegah pemimpin jangan sampai mengeluarkan
ketetapan-ketetapan penting untuk jamaah secara sendirian. Melindungi
kebebasan berjamaah dalam haknya menentukan nasib dan memelihara
wewenangnya dalam mengatur urusan-urusannya, baik dikerjakan sendiri
maupun dengan perantara orang-orang-orang yag dipilih untuk itu, serta
memelihara haknya dalam membatasi wewenang para pemimpin dengan apa
yang lazim untuk mencegah kesewenang-wenangan mereka. Musyawarah
merupakan watak substanasial kehidupan Islam dan berbagai indikator
istimewa yang dipilih sebagai teladan bagi umat lain. Musyawarah merupakan
sifat yang harus dimiliki dari sekian sifat keteladanan (Quthb, 2008).
b. ‘Adl Bil Qisth (keadilan, disertai kesetaraan)
‘Adl merupakan tonggak kedua kepemimpinan Islam. Pemimpin muslim harus
berurusan dengan berbagai macam orang, tetapi terutama dengan umatnya,
dengan rasa keadilan dan keterbukaan tak peduli apa suku, keyakinan,
kebangsaaan, atau keimanannya. Al-quran memerintahkan kepada kaum
muslim agar bersikap adil dan tidak pandang bulu, bahkan kepada mereka
yang menantang (Noor, 2011).
27
“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar
penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri
atau ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika dia (yang terdakwa itu) kaya ataupun
miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatanya. Maka janganlah kamu
mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Jika kamu
memutarbalikkan (kata-kata) atau enggan, menjadi saksi, maka sesungguhnya
Allah adalah Maha teliti segala apa yang kamu kerjakan” (QS An-Nisa’ [4]:
135).
Keadilan bermakna meletakkan sesuatu pada tempatnya, atau meletakkan
sesuatu pada tempat yang tepat, atau menempatkanya dalam perspektif yang
benar. Keadilan juga berarti melakukan sesuatu tanpa melebihi batas seberapa
besar maupun kecilnya. Dalam konteks Islam, hal ini pada puncaknya
mengimplikasikan bahwa Allah SWT, melakukan segala sesuatunya dengan
benar. Nabi Muhammad SAW, dikenal sebagai pemimpin dan hakim yang tak
pernah diragukan lagi. Beliau bertindak penengah pihak-pihak yang bertikai
sehingga hukum dan aturan bisa ditegakkan. Dalam penerapan kesetaraan,
Nabi Muhammad SAW, selalu memberikan hak dan kesempatan yang sama
kepada semua warga tanpa memandang ras, keyakinan, atau asal-usul (Noor,
2011).
Menurut Al Badri (2001), Suatu keadilan yang menjamin hak-hak keadilan
manusia sebagai mahluk yang mulia, mewujudkan kesejahteraan dan
ketenangan jiwa yang lengang dan hakiki, serta kabahagiaan hidup dan
terpelihara urusan mereka. Menurut Muthahhari (2009) mengatakan bahwa
keadilan merupakan persamaan dan penafian terhadap deskriminasi dalam
bentuk apa pun, memandang semua individu secara sama rata, tanpa
28
melakukan perbedaan dan pengutamaan. Seorang pemimpin tidak
diperkenankan untuk membela dan fanatik terhadap seseorang tertentu dan
membenci yang lain: ia harus mempunyai hubungan yang sama atau sederajat
dengan semua orang, yaitu hubungan yang dilandasi dengan objektifitas dan
keadilan (Fathi, 2009).
Keadilan berarti kesamaan dalam distribusi pendapatan dan kekayaan, tapi
juga kesamaan dalam hak-hak dan kesempatan, serta kesamaan dalam dasar-
dasar bagi penghormatan diri (Rasuanto, 2005). Menurut Muthahhari (2009),
pemeliharaan hak-hak individu dan pemberian hak kepada setiap objek yang
layak menerimanya. Menurut Koehn (2000), keadilan dipikirkan sebagai
mempertahankan atau memulihkan keseimbangan atau proporsional. Orang-
orang mempunyai hak dalam hubungan satu sama lain untuk kedudukan
tertentu yang relatif sama.
c. Hurriyyah Al-kalam (kebebasan berekspresi)
Kebebasan berekspresi merupakan hak yang diberikan kepada siapa saja untuk
menyuarakan kepedulian, persetujuan, atau saran atas suatu persoalan yang
memengaruhi kesejahteraan dirinya atau komunitasnya. Nabi Muhammad
SAW, cakap dalam hal menangani berbagai masalah yang dibawa ke hadapan
beliau. Bahkan sesi halaqah, Nabi mendengarkan pandangan orang lain
dengan sungguh-sungguh, dengan tubuh dicondongkan ke arah orang itu,
sebelum berkomentar, memberi nasihat, dan mengambil keputusan (Noor,
2011).
Kebebasan berekspresi amat erat kaitannya dengan praktik syura, yang
memungkinkan adanya padangan yang setuju dan menentang. Begitulah
praktik syura, memberi kebebasan berekspresi tapi harus sejalan dengan etika
29
dalam perbedaan pendapat (‘adab al-ikhtilaf) sehingga bisa memunculkan
solusi terbaik, memberi gambaran kepada pemimpin tentang bagaimana cara
menangani perselisihan semacam itu. Di dalamnya terkandung hak asasi
individu, sepanjang hak tersebut tidak melanggar hak orang lain (Noor, 2011).
Kebebasan manusia dalam mengekspresikan pendapatnya tidak diukur dengan
ukuran bahwa pendapatnya itu dapat menunjukkannya pada kebenaran, akan
tetapi dikukr dengan adanya kebebasan orang lain dalam mengekspresikan
pendapatnya. Karena asas kehidupan Islam adalah kebebasan dan kebolehan,
maka manusia dapat mengeskpresikan pendapatnya. Inilah yang kami katakan
sebagai kebebasan mengekspresikan pendapat yang merupakan satu-satunya
jalan kehidupan yang mampu mengungkap konflik-konflik intern dan
pengaruh interaksi timbal balik internal maupun eksternal (Syahrur, 2003).
Kebebasan berekspresi bisa menjadi pendorong hal yang positif atau
katakanlah bisa dijadikan ukuran bagi kemajuan kelompok. Kalau kelompok
ingin maju atau ingin cepat maju, maka kebebasan berekspresi harus dibuka
lebih lebar. Kebebasan itu bukan hanya dalam bentuk jaminan-jaminan
hukum terhadap kebebasan berekspresi itu sendiri, tapi institusi yang mereka
miliki untuk mendukung kebebasan itu (Basyaib, 2006). Menurut Syahrur
(2003) kebebasan berekspresi merupakan kehendak sadar manusia untuk
memilih antara menafikan dan menetaokan sebuah eksistensi dalam kehidupan,
kebebasan seseorang harus diwujudkan berupa pilihan antara “ya” dan “tidak”.
Menurut Asifudin (2004), mengaktualisasi diri, mempunyai need for
achievement tinggi, yang layak diasumsikan sebagai sesuatu yang dapat
memainkan peranan penting bagi terbentuknya manusia unggulan berkenaan
dengan kerja. Hak anggota untuk memperoleh kebebasan berekspresi dan
30
kewajiban pemimpin untuk terbuka menerima kritik atau pendapat anggotanya
(Chapra, 2006).
Ketiga gaya kepemimpinan terapan ini berjalan seiring dengan lima ajaran
yang menegaskan aspek-aspek sistem nilai Islam penting, yaitu: Al-akmal asy-
syakhshi atau integritas pribadi, Tawiyah al-shilah atau perbaikan hubungan,
Fa’iliyyah al-qiyadiyyah atau daya kepemimpinan, Makarim al-akhlaq atau
perilaku etis, dan Tahzib al-akhlaq atau peningkatan moral melalui pengetahuan
spiritual (Noor, 2011). Dengan penjelasannya masing-masing sebagai berikut:
1) Al-akmal asy-syakhshi (integritas pribadi)
Integritas (akhlaq) merupakan tonggak yang memproyeksikan sisi spiritual
kepemimpinan. Integritas merupakan sebuah prinsip berbasis nilai diletakkan
pada karakter dan keyakinan dan bukannya pada teknik dan teknologi.
Integritas pada dasarnya tercermin pada kemampuan sang pemimpin
memenuhi janji dan menjaga kepercayaan dan Islam menekankan hal ini.
Perjanjian dengan Allah, umat, dan setiap orang yang berinteraksi di dalam
masyarakat manusia plural. Integritas memiliki kekuatan batin besar sebagai
sumbernya. Integritas bergantung pada kemampuan pemimpin dalam
membimbing, mengarahkan, dan memengaruhi orang berdasarkan prinsip
moral dan nilai etis. Sifat seperti itu, yang dilengkapi dengan keshalehan, sifat
bisa dipercaya dan wawasan ke depan, secara bersama-sama membentuk orang
dan cita-cita.
Integritas pribadi merupakan pribadi sebagai suatu keseluruhan yang utuh
tidak terbagi atau juga bukan pribadi yang sebagian saja (Riyanto, 2006).
Menurut Adair dalam Kartakusumah (2006), Integritas menunjukkan
31
seseorang yang secara utuh berpegang pada kode etik, norma artistik atau
nilai-nilai tertentu, terutama terhadap nilai kebenaran.
2) Tawiyah al-shilah (perbaikan hubungan)
Nabi Muhammad SAW, membagi waktu sehari menjadi tiga dimensi: satu
dimensi untuk Allah SWT (Subhanahu wata'ala), satu dimensi untuk keluarga,
dan satu dimensi untuk diri sendiri. Waktu untuk diri sendiri dibagi lagi
dengan waktu untuk umat. Namun, ketiga dimensi tersebut dilakukan demi
Allah. Beliau tidak melakukan sesuatu untuk diri sendiri sebelum menimbang
kebutuhan umat. Beliau cenderung memilih orang-orang berguna dan
memberikan perhatian lebih kepada mereka yang unggul dalam Din (agama).
Beliau selalu memerhatikan kesejahteraan mereka. Umat manusia diminta
untuk berinteraksi dan meningkatkan hubungan dalam skala global.
3) Fa’iliyyah al-qiyadiyyah (daya kepemimpinan)
Daya berarti memberikan hasil yang dikehendaki. Daya mengisyaratkan
adanya kekuatan atau kemampuan menghasilkan efek yang diinginkan. Ketika
mendorong untuk berpindah dari kegelapan hidup menuju cahaya, tidak cukup
bagi seorang pemimpin hanya menyampaikan pidato-pidato penggugah
semangat. Nabi Muhammad SAW tahu bahwa para pengikutnya akan tergerak
oleh perbuatan dan tindakan nyata, bukan hanya kata-kata. Para pemimpin
besar tahu bahwa mereka akan ditiru. Oleh karena itu, memimpin melalui
teladan berarti bagaiamana pemimpin sejati menciptakan visi, aspirasi, dan
nilai-nilai yang tahan lama. Mereka memberikan bukti objektif komitmen
pribadi. Tujuan dari sebuah kepemimpinan itu sendiri usaha untuk mencapai
tujuan dengan menggunakan daya pengaruh, potensi yang ada baik yang
memimpin maupun yang dipimpin secara bersama-sama, dinamis dan
32
harmonis. Daya yang ada atau timbul dari seseorang yang ikut membentuk
watak dan kepercayaan orang lain atas perbuatan tersebut (Al-banjari, 2008).
4) Makarim al-akhlaq (perilaku etis)
Etika adalah seperangkat prinsip moral dalam kaitannya dengan apa yang
benar dan salah. Etika mencerminkan karakter individu, kelompok negara
bangsa. Etika mencakup: karakter individu dan aturan-aturan sosial yang
mengatur perilaku manusia. Etika mengimplikasikan kepatuhan pada standar
moral. Dalam situasi organisasi modern, etika merujuk pada ketaatan terhadap
aturan profesional. Etika Islam melampaui dunia materi ke dalam wilayah
moral dan spiritual demi mendapatkan ganjaran dari Allah SWT. Etika Islam
merupakan pemahaman akan benar dan salah untuk dipraktikkan, bukan
sebagai pengetahuan semata. Etika merupakan padanan Akhlak dalam Islam.
5) Tahzib al-akhlaq (peningkatan moral)
Kekuatan inspirasi yang mungkin berasal dari wahyu atau pengetahuan tidak
mengenal batas. Sumber Ilahiah peningkatan atau pengangkatan semangat,
yang menghasilkan peningkatan besar dalam hal standar perilaku sosial politik.
Pengetahuan spiritual diiperoleh dari kitabullah dan diterjemahkan dalam
praktik melalui sunnah nabi. Pemimpin maupun pengikut membutuhkan
pedoman moral untuk menghasilkan perubahan dan kemajuan.
4. Karakter Pemimpin Islam
Karakater dianggap sama dengan kepribadian. Kepribadian dianggap
sebagai ciri atau karaktersitik atau gaya atau sifat khas dari diri seseorang yang
bersumber dan bentukan-bentukan yang diterima lingkungan (Koesoema, 2007).
33
Menurut (Fathi, 2009) seorang pemimpin sebagai individu yang menjadi
bagian dari mereka haruslah mempunyai keyakinan atau keimanan yang sama
dengan kelompok yang dipimpinnya, dan mengharuskan dirinya untuk mengikuti
kehendak rakyatnya. Agar semua ini dapat terwujud dengan baik, maka seorang
pemimpin Islam yang baik haruslah mempunyai beberapa karakter dasar yang
menghiasi dirinya. Karakter-karakter tersebut antara lain:
a. Beriman
Enam perkara yang merupakan rukun iman ini, merupakan pokok-pokok yang
menjadi tujuan diutusnya pemimpin pertama Rasulullah. Keimanan seorang
pemimpin tidak dapat dikatakan sempurna kecuali keimanannya itu telah
menyampaikan orang tersebut untuk meyakini keenam masalah pokok tersebut.
Dalam sebuah hadist yang mengisahkan tentang malaikat Jibril, ketika
menghadap kepada Rasulullah dalam wujud seorang badui yang bertanya
kepada beliau tentang Islam, Iman, dan Al-ikhsan atau kebaikan, maka beliau
menjawab tentang Iman, “Hendaknya kamu beriman kepada Allah, para
malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para utusan-Nya, hari akhir, dan hendaknya
kamu beriman dengan qadha’ dan qadar Allah, yang baik dan buruk”. Keenam
tersebut adalah:
1) Beriman kepada Allah
2) Beriman kepada para palaikat
3) Beriman kepada Nabi dan Rasul
4) Beriman kepada kitab-kitab Allah
5) Beriman terhadap hari akhir
6) Beriman kepada Qadha’ dan Qadar Allah
34
b. Ikhlas
Ikhlas pada hakekatnya merupakan kekuatan Iman dan pergulatan jiwa yang
mendorong pelakunya sebagai pemimpin untuk menjauhkan dirinya dari
mementingkan diri sendiri dan menghindarkannya dari tujuan-tujuan pribadi
atau golongan, dan amal perbuatan yang dilakukannya dan cintanya hanyalah
untuk Allah SWT semata. Ia tidak mengharapkan balasan apa pun dibalik amal
perbuatannya tersebut kecuali dari Allah SWT semata.
Apabila seorang pemimpin selalu berusaha bersungguh-sungguh untuk
mengalahkan godaan-godaan setan, membungkam jiwa yang selalu membujuk
manusia untuk melakukan kejahatan, maka keikhlasan tersebut akan menjadi
etika dan kebiasaannya dalam bekerja, dan bahkan semua perbuatan yang
dilakukannya akan keluar dari dirinya secara ikhlas dan hanya mengharap
ridha Allah SWT.
Dari Abu Umamah dari Rasulullah SAW, bahwasanya beliau bersabda,
“Sesungguhnya Allah tidak menerima amal seseorang kecuali yang dilakukan
dengan ikhlas dan hanya akan mencari ridha-Nya”.
c. Yakin dan Tawakal
Seorang pemimpin hendaknya tidak memandang tawakal kepada Allah SWT
dalam segala tingkah laku dan perbuatanya sebatas kewajiban etis belaka,
melainkan harus menganggapnya sebagai kewajiban agama dan
menjadikannya sebagai bagian dari akidah Islam. Sebagaimana firman Allah:
35
“Berkatalah dua orang diantara orang-orang yang takut (kepada Allah) yang
Allah telah memberi nikmat atas keduaya: “Serbulah mereka dengan melalui
pintu gerbang (kota) itu, maka bila kamu memasukinya niscaya kamu akan
menang. Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakal, jika kamu
benar-benar orang yang beriman” (QS Al-Ma’idah [5]: 23)
Bertawakal secara mutlak merupakan bagian dari keyakinan seorang
pemimpin yang beriman kepada Allah SWT (Subhanahu wata'ala). Ketika
seorang pemimpin mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan bertawakal
kepada-Nya, dan menyerahkan diri sepenuhnya di hadapan-Nya, maka hal ini
tidak bisa dipahami bahwa tawakal hanyalah kata yang diucapkan mulut, yang
tidak dicerna oleh hati dan tidak dimengerti oleh akal. Atau dengan kata lain
keluar dari hukum sebab akibat, meninggalkan usaha, dan puas dengan segala
keridhaan-Nya dibawah baju tawakkal kepada Allah SWT dan puas dengan
segala keridhaan-Nya di bawah baju tawakkal kepada Allah SWT dan ridha
terhadap ketentuan yang telah ditetapkan-Nya .
d. Berilmu Pengetahuan dan Mau Belajar
Ilmu pengetahuan bagi seorang pemimpin, mau belajar, dan mengajarkan
pengetahuannya kepada orang-orang kepercayaannya merupakan dasar-dasar
kesuksesan seorang pemimpin dalam mewujudkan tugasnya yang telah
ditentukan dan yang dituntut dirinya. Tugas ini akan dapat dilaksanakannya
dengan baik dan dibantu oleh orang-orang kepercayaannya secara bersama-
sama.
Pada prinsipnya, seorang pemimpin bertanggung jawab untuk belajar, melatih
dan mengembangkan kemampuan diri terlebih dahulu, kemudian mentransfer
pengetahuan dan keterampilannya tersebut kepada bawahannya dan para
36
pengikutnya. Bukti dari pernyataan ini adalah usaha para Nabi dan Rasul, serta
para pengikut mereka untuk selalu memuliakan ilmu, belajar, dan
mengajarkannya kepada orang lain.
“(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang
beribadah di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut
kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah,
“Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak
mengetahui?” (QS Az-Zumar [39]: 9).
e. At-tarbiyyah atau Berpendidikan atau Berjiwa Pendidik
Pendidikan, seorang pemimpin akan menjadi orang yang adil, dapat dipercaya,
dan bertanggung jawab. Seorang pemimpin haruslah dapat mengantarkan para
pengikutnya mempunyai kepribadian yang benar dalam akidah dan ibadahnya,
sehat badannya, kuat tubuhnya, luas pemikirannya, teratur dalam mencapai
tujuan, selalu menjaga waktunya dan bermanfaat bagi orang lain. Pendidikan
bertumpu pada beberapa prinsip, yang diantaranya adalah:
1) Membangkitkan hati dan menghidupkan jiwa, serta memantapkan poros-
poros penopang akidah.
2) Menancapkan prinsip-prinsip yang positif, memberikan kontribusi, jauh
dari hal-hal yang negatif dan pemborosan.
3) Menancapkan prinsip-prinsip yang positif, memberikan kontribusi, jauh
dari hal-hal yang negatif dan pemborosan.
37
4) Berusaha terus menerus, memberikan kontribusi yang berkesinambungan,
dan selalu rela berkorban.
f. Al-Hilm (murah hati atau santun)
Bermurah hati atau santun merupakan akhlak yang paling mulia yang harus
menjadi perhiasan seorang pemimpin. Karena murah hati merupakan
keutamaan bagi orang-orang yang berakal. Karena di dalamnya terdapat jiwa
yang selamat, tubuh yang sehat, dan mendatangkan banyak pujian. Imbalan
pertama yang akan diperoleh seorang pemimpin yang bermurah hati adalah
bahwasanya orang-orang akan mendukunganya, mengikutinya, dan setia
terhadapnya.
g. Berkelakuan Baik
Seorang pemimpin merupakan contoh dan teladan. Seseorang yang akan
memegang tumpuk kepemimpinan haruslah sadar dengan kenyataan ini dan
hendaknya kebaikan akhlak ini dijadikan sebagai dasar utama bagi
pengembangan sifatnya yang lain. Apabila seorang pemimpin baik akhlaknya,
maka banyak pengikut dan pendukungnya, serta sedikit musuh dan
penentangnya. Akhlak yang baik merupakan salah satu poros penopang
kemampuan seseorang untuk menjalankan kepemimpinan yang bijak menurut
Islam. Allah SWT berfirman:
38
“Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kajahatan itu) dengan
cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang diantaramu dan antara dia ada
permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia” (QS
Fushshilat [41]: 34).
h. Memiliki Kasih Sayang dan Keramahan
Ar-rahmah adalah keramahan dan kasih sayang. Seorang pemimpin haruslah
mempunyai sifat kasih sayang. Kasih sayang hendaklah menjadi bagian dari
akhlaknya. Seorang pemimpin yang selalu berbuat baik, beramal shaleh, dan
jauh dari kejahatan akan selalu memiliki kebersihan hati dan kesucian jiwa.
Barang siapa yang mempunyai karakter seperti ini, maka hatinya akan selalu
memancarkan kelembutan dan kasih sayang.
Kasih sayang mempunyai pengaruh yang besar bagi ketokohan seorang
pemimpin. Kebengisan, acuh tak acuh, kasar, dan tidak berbelas-kasihan
dalam perilaku seorang pemimpin, akan mengakibatkan keruntuhan kelompok
yang dipimpinnya dan tim kerjanya dengan cepat serta para bawahannya pun
akan menentangnya dan merongrong kekuasanya.
i. Berkeadilan
Pemimpin harus melihat keadilan sebagai salah satu kewajiban dan keharusan,
sebab semua orang mempunyai kedudukan yang sama dihadapannya, sehingga
keadilan haruslah ditegakkan kepada mereka dalam satu derajat dan tingkatan,
mulai dari rakyat jelata hingga para pembesar di antara mereka. Dalam hal ini,
tidak ada tempat untuk memperlakukan seseorang secara istimewa dan
berbeda dengan orang lain. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam firman
Allah melalui ucapan Rasulullah :
39
“Maka karena itu serulah (mereka kepada agama ini) dan tetaplah sebagai
mana diperintahkan kepadamu dan janganlah mengikuti hawa nafsu mereka
dan katakanlah: “Aku beriman kepada semua kitab yang diturunkan Allah dan
aku diperintahkan supaya berlaku adil di antara kamu. Bagi kami amal-amal
kami dan bagi kamu amal-amal kamu. Tidak ada pertengkaran antara kami dan
kamu, Allah mengumpulkan antara kita dan kepada-Nya-lah kembali (kita)”
(QS Asy-Syura [42]: 15).
Seorang pemimpin tidak diperkanankan untuk membela dan fanatik terhadap
seseorang atau satu golongan tertentu dan membenci yang lain, ia harus
mempunyai hubungan yang sama atau sederajat dengan semua orang yang
dilandasi dengan objektifitas dan keadilan.
j. Bersabar dan Mampu Menahan Penderitaan
Sabar merupakan salah satu akhlak dalam diri seseorang, yang dapat mecegah
orang tersebut untuk melakukan perbuatan yang tidak baik dan tidak terpuji.
Sabar merupakan salah satu kekuatan jiwa yang dapat memperbaiki dirinya
dan menopang urusannya. Seorang pemimpin dituntut untuk bisa bersabar
dalam mewujudkan berbagai tujuan dan target-target tertentu, dan mampu
berkerja dalam berbagai situasi dan kondisi, rintangan, dan berbagai, ancaman
yang bertubi-tubi yang mengalangi perjalannnya dalam mewujudkan tujuan-
tujuan dan target-target tersebut. Dalam menghadapi berbagai situasi, kondisi,
40
rintangan, dan ancaman ini tentulah membutuhkan kesabaran. Sebagai mana
disebutkan dalam firman Allah SWT:
“Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai
penolongmu, sesunguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar” (QS Al-
Baqarah [2]: 153)
41
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI ISTILAH
A. Kerangka Konsep
Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah diuraikan, Kepala Perawat Ruangan
merupakan pemimpin bagi staf keperawatan lainya di rumah sakit. Sehingga, setiap
pemimpin menerapkan gaya kepemimpinannya masing-masing terhadap staf
bawahannya yang dipimpinnya. Rasulullah merupakan contoh tauladan yang baik dan
sosok pemimpin yang ideal bagi umat manusia, Rasulullah menerapkan tiga gaya
kepemimpinan Islam dan nilai-nilai Islam penting yang dapat di terapkan oleh para
pemimpin terhadap bawahanya. Dibawah ini dijelaskan mengenai kerangka pikir yang
akan dilakukan peneliti di Rumah Sakit Syarif Hidayatullah.
Bagan 3.1: Konsep Pikir
Pengalaman Kepala Perawat
Ruangan dalam penerapan
gaya kepemimpinan Islam
(Muhammad SAW)
Syura (permusyawaratan)
Hurriyyah al-kalam
(kebebasan berekspresi)
‘Adl bil qisth (keadilan,
disertai kesetaraan)
Nilai- nilai Islam
42
B. Definisi Istilah
1. Pengalaman: Pengalaman diartikan sebagai sesuatu yang pernah dialami (dijalani,
dirasai, ditanggung).
2. Kepala perawat ruangan: seorang tenaga perawatan professional yang diberi
tanggung jawab dan wewenang memimpin dalam mengelola kegiatan pelayanan
keperawatan di satu ruang rawat.
3. Kepemimpinan: kemampuan mempengaruhi suatu kelompok kearah pencapaian
tujuan.
4. Gaya kepemimpinan: norma perilaku yang digunakan seseorang pada saat
seorang tersebut mencoba mempengaruhi orang lain seperti yang ia lihat.
5. Gaya kepemimpinan Islam: suatu pendekatan yang digunakan untuk suksesnya
kepemimpinan sesuai dengan apa yang telah diterapkan dan dicontohkan oleh
Nabi Muhammad SAW dengan berlandaskan nilai-nilai Islam.
43
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah melalui pendekatan
fenomenologi. Metode pendekatan fenomenologi merupakan proses pembelajaran
serta untuk pembuatan makna dari pengalaman melalui dialog intensif dengan orang-
orang yang memiliki pengalaman terhadap sesuatu.
Tujuannya peneliti adalah untuk memahami arti dari pengalaman yang dialami
oleh informan. Arti ditempuh melalui proses wawancara sederhana dan membutuhkan
kehadiran bijaksana dari partisipan. Pertanyaan yang memandu penelitian
fenomenologi bertanya tentang beberapa pengalaman dari seseorang. Itu memandu
peneliti untuk bertanya kepada informan tentang beberapa pengalaman masa lalu atau
sekarang (Wood, 2006).
Penelitian kualitatif didefinisikan sebagai penelitian yang memanfaatkan
wawancara terbuka untuk menelaah dan memahami sikap, pandangan, perasaan, dan
perilaku individu atau kelompok bersamaan dengan kondisi yang relevan (Kuswarno,
2009; Moleong, 2010). Pada penelitian ini menggunakan desain fenomenologi
deskriptif dimana peneliti ingin mengeksplorasi, menganalisis, dan mendeksripsikan
fenomena secara khusus. Peneliti mengidentifikasi tiga langkah untuk menelaah
fenomena yaitu : intuiting, analyzing, dan describing (Streubert & Carpenter, 2003).
Intuiting merupakan langkah awal peneliti untuk memulai berinteraksi dan
memahami fenomena yang diteliti (Streubert & Carpenter, 2003). Peneliti menggali
fenomena yang ingin diketahui dari informan mengenai pengalaman Kepala Perawat
Ruangan dalam penerapan gaya kepemimpinan Islam. Pada tahap ini peneliti
44
menghindari kritik, evaluasi atau opini tentang hal-hal yang disampaikan oleh
partisipan dan menekankan pada fenomena yang diteliti, sehingga mendapat
gambaran yang sebenarnya dari responden. Pada langkah ini, peneliti berperan
sebagai instrument dalam proses pengumpulan data.
Langkah kedua adalah analyzing, pada tahap ini peneliti mengidentifikasi arti
dari fenomena yang telah digali dan mengeksplorasi hubungan serta keterkaitan antara
data dengan fenomena yang ada (Streubert & Carpenter, 2003). Data yang penting
dianalisis secara seksama dengan mengutip pernyataan yang signifikan,
mengkategorikan dan menggali instisari dari data, sehingga peneliti memperoleh
pemahaman terhadap fenomena yang diteliti.
Langkah ketiga adalah phenomenology describing. Peneliti
mengkomunikasikan dan memberikan gambaran tertulis dari elemen kritikal yang
didasarkan pada pengklafikasian dan pengelompokan fenomena. Pada tahap ini,
peneliti mendapat pemahaman yang mendalam tentang fenomena gaya kepemimpinan
Islam, sehingga ditemukan makna dari pengalaman Kepala Ruangan dalam penerapan
gaya kepemimpinan Islam.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Syarif Hidayatullah karena
Berdasarkan hasil studi pendahuluan, Rumah Sakit Syarif Hidayatullah merupakan
Rumah Sakit yang mengedepankan nilai-nilai Islam pada visi dan misinya. Penelitian
ini dilakasanakan pada bulan Juni 2014.
C. Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah :
45
1. Wawancara
Pedoman wawancara mendalam berbentuk pertanyaan dengan alat
pencatat dan tape recorder. Wawancara merupakan percakapan dengan maksud
tertentu antara pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara yang
memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moleong, 2007).
Wawancara mendalam dapat dilakukan dalam waktu 30-45 menit dan
pewawancara perlu melakukan kontrak waktu serta tempat dengan partisipan
supaya dapat memperoleh jawaban yang valid dan akurat. Peneliti dalam
melakukan wawancara harus bertindak netral, yaitu tidak memihak pada pendapat
dan peristiwa tertentu. Peneliti juga tidak boleh mempengaruhi jawaban dari
partisipan yang diwawancarai. Peneliti sebagai pewawancara hendaknya
mengembangkan kemampuan mendengar yang baik, akurat, dan tepat agar apa
yang didengarnya tepat dan benar sehingga bisa menunjang tujuan penelitian
(Moleong, 2007).
Langkah-langkah yang dipenuhi dalam wawancara fenomenologi
(Kuswarno, 2009):
a. Memberitahu identitas dengan jelas dan tujuan penelitian.
b. Melakukan pencatatan secara cepat dan lengkap selama wawancara
berlangsung.
c. Mengingat pertanyaan dan tidak banyak bicara atau menanggapi pernyataan
yang keluar dari tujuan penelitian.
d. Merekam isi pembicaraan wawancara dalam bentuk tape recorder atau video
sebagai keakuratan data.
e. Membuat jadwal tersendiri bagi masing-masing partispan.
46
f. Mengecek pertanyaan dengan tingkat pengalaman partisipan dan
menggunakan bahasa yang mudah dimengerti.
g. Menciptakan suasana yang nyaman dan melakukan wawancara dengan
kemampuan yang baik.
h. Tidak melenceng dari pertanyaan pedoman wawancara namun bisa
dikembangkan saat wawancara berlangsung.
i. Mendengarkan dengan seksama dan menanyakan dengan pertanyaan yang
tepat.
j. Memperlihatkan daftar pertanyaan sebelum wawancara.
k. Antisipasi jika jawaban melenceng dari tujuan penelitian dan mampu
mengendalikan emosi yang meningkat selama wawancara.
l. Mengucapkan terima kasih di akhir wawancara dan meminta kesediaannya
jika hasil wawancara dipublikasikan.
m. Meminta keterserdiaan partisipan jika diperlukan wawancara tambahan.
n. Menanyakan dengan tepat dan bergantung pada partisipan ketika
mendiskusikan makna dari peristiwa yang mereka alami.
2. Observasi
Metode ini merupakan teknik pengumpulan data yang mengharuskan
peneliti turun ke lapangan mengamati hal-hal yang berkaitan dengan ruang,
pelaku, kegiatan, benda-benda, waktu, peristiwa, tujuan dan perasaan. Dengan
metode ini peneliti mendapat informasi langsung dari informan (Moleong, 2007).
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi yang
dibuat dalam bentuk catatan lapangan untuk mencatat hal-hal penting yang
terkaait dengan permasalahan penelitian yang tidak didapatkan dari wawancara.
Catatan berisi kondisi fisik, penampilan diri subjek, sikap, ekspresi verbal maupun
47
non verbal, hambatan yang muncul, dan kejadian yang terjadi selama wawancara.
Proses ini dilakukan bersamaan dengan wawancara yang sudah direncanakan
(Moleong, 2007; Budiarti, 2010). Peneliti juga perlu berlatih bagaimana
menuliskan hasil observasi secara deskriptif, dan mengembangkan kedisiplinan
mencatat kejadian lapangan secara lengkap dan mendetail (Poerwandari, 2009).
3. Catatan Lapangan (Field Note).
Catatan lapangan menurut Bogdan dan Biken (dalam Moleong, 2007)
adalah catatan yang tertulis tentang apa yang didengar, dilihat, dialami, dan
dipikirkan dalam rangka pengumpulan data dan refleksi terhadap data dalam
penelitian kualitatif. Catatan itu berupa coretan seperlunya yang sangat
dipersingkat, berisi kata-kata kunci, frasa, pokok-pokok isi, pembicaraan atau
pengamatan, mungkin gambar, sketsa, sosiogram, diagram, dan lain-lain.
Langkah-langkah penulisan catatan lapangan adalah sebagai berikut:
a. Pencatatan awal, dilakukan bersamaan dengan wawancara dengan
menuliskan kata kunci pada buku nota.
b. Pembuatan catatan lengkap setelah pulang dan dilakukan dalam suasana
tenang dan tidak ada gangguan.
c. Langkah ketiga apabila kembali lagi ke lapangan penelitian, hal yang belum
dicatat dan teringat dapat dimasukkan lagi ke catatan lapangan (Moleong,
2007)
D. Informan Penelitian
Pemilihan informan penelitian ini ditetapkan secara langsung (purposive)
dengan prinsip kesesuaian (appropriateness) dan kecukupan (adequancy).
Wawancara mendalam dilakukan untuk menggali data mengenai pengalaman Kepala
48
Ruangan dalam penerapan gaya kepemimpinan Islam di Rumah Sakit Syarif
Hidayatullah . Dengan kriteria:
1. Terdata sedang menjabati sebagai Kepala Perawat Ruangan di Rumah Sakit Syarif
Hidayatullah
2. Beragama Islam
3. Dapat bekomunikasi dengan baik.
E. Tehnik Pengumpulan Data
1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Juni 2014. Pengumpulan data
dilakukan oleh peneliti langsung.
2. Tahap Pengumpulan Data
a. Tahap pesiapan pengumpulan data
Sebelum melakukan penelitian, peneliti mengurus surat izin penelitian,
selanjutnya akan mengadakan pertemuan dengan informan di rumah sakit
untuk menjelaskan tujuan penelitian, kriteria, prosedur, jumlah informan yang
dipilih dan menyesuaikan jadwal.
b. Tahap pelaksanaan pengumpulan data
Dalam memperoleh data yang dibutuhkan sebagai bahan pembuatan laporan
penelitian, ada beberapa teknik, cara, metode yang dilakukan oleh penelitian
kualitatif, yaitu dengan cara mengumpulkan data.
1) Wawancara
Wawancara merupakan sarana untuk mentrasmisikan pengalaman dari
informan pada pewawancara (Holstein dan Gubrium, 1997 dalam
Daymon dan Holloway 2008). Menurut Easterby Smith, Thorpe dan
Lowe dalam Daymon dan Holloway (2008) wawancara adalah metode
49
yang tepat ketika Anda ingin memahami konstruk-kontrsuk yang
digunakan orang-orang yang diwawancarai sebagai dasar untuk
pendapat dan keyakinan mereka mengenai situasi, isu, atau produk
tertentu. Mann dan Stewart (2000 dalam Daymon dan Holloway, 2008)
menyatakan, sebelumnya sebaiknya perlu menjabarkan tujuan dan
prosedur riset sejelas mungkin, kemudian mengingatkannya terus
selama riset berproses.
Berdasarkan jenisnya, peneliti memakai jenis wawancara tidak
berstruktur (Daymon dan Holloway, 2008) yaitu tidak ada pertanyaan
yang ditentukan sebelumnya, ketika anda memulai wawancara dengan
melontarkan pertanyaan umum terlebih dahulu. Karena wawancara
tidak terstruktur membutuhkan keterlibatan besar partisipan, maka
dalam wawancara, kita perlu menimbang betul bagaimana memotivasi
pertisipan untuk terlibat dlam percakapan dan melanjutkannya.
2) Observasi
Observasi dilakukan sebagai penguat data sebelumnya serta untuk
cross check data dan memperkaya informasi penelitian.
3) Catatan lapangan
Catatan lapangan dilakukan untuk mencatat kejadian selama
berinterkasi dengan informan, dan untuk memperkaya informasi
penelitian.
F. Validasi Data
Validasi data merupakan suatu proses penentuan apakah suatu wawancara
dalam survei atau observasi yang dilakukan dengan benar dan bebas dari bias
(Hermawan, 2009).
50
Data penelitian yang diperoleh dalam penelitian kualitatif perlu diuji validitas
dan reliabilitas untuk mengukur keabsahan datanya. Beberapa uji keabsahan dalam
penelitian kualitatif diantaranya: uji credibility, transfersability, dependability, dan
confirmability (Moleong, 2007). Berbagai tekhnik ini dapat dipilih salah satu atau
lebih untuk mecapai keabsahan data. Oleh karena keabsahan ini yang paling tahu
hanya peneliti sendiri, maka peneliti seharusnya menampilkan kejujuran. Manipulasi
data akan membuat data akan membuat keabsahan data menjadi berkurang kadar
keilmiahannya.
1. Kredibilitas
Kredibilitas pada penelitian kualitatif terletak pada keberhasilan
mengeksplorasi masalah dan menjamin bahwa penelitian diidentifikasi dan
dideskripsikan secara akurat (Bungin, 2008).
Langkah-langkah untuk meningkatkatkan kredibilitas penelitian:
a. Memperpanjang cara observasi, agar dapat mengenal responden,
lingkungannya, dan kegiatannya sekaligus mengecek informasi dari responden
dan membangun kepercayaan responden.
b. Pengamatan terus menerus, agar penelitian dapat dilakukan dengan cermat,
terinci, mendalam, dan berfokus pada hal yang sedang diteliti.
c. Triangulasi, pemeriksaan keabsahan data dengan memanfaatkan sesuatu yang
lain di luar data sebagai pengecekan atau pembanding data tersebut, dapat
berupa pengumpulan data dari berbagai sumber.
d. Peer debriefing yaitu membicarakan masalah penelitian dengan orang lain
dalam bentuk diskusi atau tanya jawab tentang hasil yang diperoleh baik
dengan teman sejawat maupun dengan orang yang ahli dalam bidang kualitatif.
51
e. Mengadakan member check, yaitu mengklarifikasi dan mengulangi setiap
akhir wawancara supaya tidak ada data yang berbeda (Bungin, 2008;
Endraswara, 2006).
Penelitian ini yang dilakukan oleh peneliti menggunakan kredibilitas
peer debrifieng dan triangulasi. Pertama, peneliti mengumpulkan data yang akan
dibuatkan transkrip, setelah itu transkrip data yang sudah selesai dibicarakan dan
didiskusikan ke pembimbing tentang hal-hal yang dialami partisipan. Kedua,
peneliti memanfaatkan catatan lapangan yang dibuat ketika wawancara
berlangsung.
2. Dependabilitas
Dependabilitas merupakan konsistensi, atau setidaknya ada kesamaan
hasil bila dilakukan oleh peneliti lain.
Untuk menguji hal ini dilakukan:
a. Pengamatan oleh dua orang atau lebih terhadap fenomena
b. Cheking data dilakukan dengan mencari data dari orang lain
c. Audit trail dimana pembimbing memeriksa proses
Pada penelitian ini peneliti membuat transkrip data secara singkat,
maksud, tujuan, proses, dan hasil penelitian. Peneliti menggunakan audit trail
dimana pembimbing sebagai auditor eksternal untuk menguji keakuratan data
melalui pemeriksaan data mentah (catatan lapangan, hasil rekaman, foto, dan
dokumen).
3. Konfirmabilitas
Konfirmabilitas mengandung pengertian bahwa hasil penelitian dapat
dibuktikan kebenarannya yakni sesuai dengan data yang dikumpulkan dalam
laporan lapangan dan mendapat persetujuan dari pihak-pihak lain terhadap
52
pandangan, pendapat, dan penemuan seseorang (Streubert & carpenter, 2003).
Dalam melakukan uji konfirmabilitas hampir sama dengan melakukan uji
defendabilitas sehingga pengujian ini bisa dilakukan bersama (Budiarti, 2010).
Pada penelitian ini, hasil penelitian dikoreksi oleh pembimbing untuk menjamin
apakah hasil temuan itu benar-benar dari data, menelusuri data mentah yang
dibuat peneliti, dan menelaah dalam melakukan keabsahan data (Octavia, 2013).
4. Transferabilitas
Transfersabilitas diartikan sejauh mana hasil penelitian dapat
diterapkan atau diberlakukan pada orang lain dan di tempat lain pula (Moleong,
2007; Budiarti, 2010). Hasil penelitian kualitatif memiliki standar transferabilitas
tinggi bilamana pembaca memahami gambaran yang jelas tentang konteks dan
fokus penelitian (Bungin, 2008). Peneliti dalam hal ini tidak melakukan proses
Transferabilitas, dikarenakan sulitnya dalam pelaksanaanya.
G. Tehnik Analisis Data
Proses analisa data kualitatif dilakukan setelah pengumpulan data selesai dari
setiap partisipan. Pada penelitian ini menggunakan tekhnik analisa menurut Collazi
(1978 dalam Streubert & Carpenter, 2003), dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Peneliti mendeskripsikan tentang fenomena yang diteliti, yaitu pengalaman
Kepala Ruangan dalam gaya kepemimpinan Islam.
2. Mengumpulkan deskripsi fenomena yaitu melalui pendapat atau gambaran yang
disampaikan pada wawancara dengan Kepala Ruangan.
3. Membaca data secara keseluruhan yang telah disampaikan partisipan, kemudian
membuat kata kunci dan catatan penting yang kemudian diberi tanda.
4. Membaca transkrip secara berulang-ulang dan menemukan catatan penting atau
kata kunci untuk membuat tema.
53
5. Mengatur kumpulan makna yang telah dirumuskan ke dalam kelompok tema
dengan membuat kategori-kategori.
6. Peneliti kemudian menggabungkan tema yang memiliki kesamaan arti dalam
bentuk klaster tema.
7. Menuliskan hasil analisis dalam bentuk deskriptif, dimana peneliti merangkai
tema yang ditemukan selama proses analisis data dan menuliskannya dalam
bentuk deskripsi yang terkait pengalaman dan pengetahuan Kepala Ruangan
tentang gaya kepemimpinan Islam.
8. Peneliti menemui partisipan untuk melakukan validasi data. Validasi dilakukan
untuk mengklarifikasi data hasil penelitian yang telah disusun sesuai dengan
pengalaman partispan.
9. Menggabungkan data hasil validasi ke dalam deskripsi analisis setelah dilakukan
validasi (Streubert & Carpenter, 2003).
H. Etika Penelitian
Penelitian yang dilakukan telah mendapatkan izin dari Direktur Utama Rumah
Sakit Syarif Hidayatullah melalui surat pengantar dari Pembantu Dekan bidang
Akademik Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. Peneliti melindungi hak-hak
calon informan untuk mengambil keputusan sendiri dalam hal berpartisipasi pada
penelitian ini maupun tidak berpartisipasi, tidak ada paksaan informan untuk
berpartisipasi dalam penelitian ini.
Kerahasiaan untuk menjaga rasa aman dan nyaman informan dibuat dengan
lembar persetujuan (informed consent). Dengan informed consent tersebut informan
memahami tentang penelitian yang dilakukan dan menyatakan setuju untuk
berpartispasi di dalam penelitian (Dempsey, 2002 dalam Firanika 2010).
54
Formulir persetujuan yang diberikan untuk pasrtisipan berisi tentang
penjelasan: tujuan penelitian, kemungkinan resiko dan ketidaknyamanan, manfaat
penelitian, persetujuan mendapat jawaban dari informan, persetujuan partisipan dapat
mengundurkan diri kapan saja dan jaminan anominitas serta kerahasiaan (Pollit &
Hungler, 2001 dalam Firanika 2010).
Penggunaan alat perekam seperti tape recorder dilakukan setelah mendapat
persetujuan dari informan dan telah dijelaskan tujuan penggunaannya.
55
BAB V
HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian
Rumah Sakit Syarif Hidayatullah adalah rumah sakit swasta yang telah melayani
masyarakat sejak tahun 1961. Berawal dari sebuah klinik kecil di lingkungan UIN
(IAIN) yang kemudian berkembang menjadi Rumah Sakit swasta pratama di tahun 2007.
Lokasi Rumah Sakit sangat strategis terletak di Jl. Ir. H. Juanda No.95, Pisangan, Ciputat
Timur-Tangerang Selatan, Indonesia. Rumah Sakit Syarif Hidayatullah merupakan
Rumah Sakit swasta bernuansa Islam yang mengedepankan nilai-nilai Islam pada visi
dan misinya. Gedung Rumah Sakit yang terdiri dari 5 lantai, Lantai 1 terdapat pelayanan
administrasi, UGD, laboratorium, apotik dan lainnya. Lantai 2 terdapat pelayanan rawat
jalan poli umum, gigi, THT, penyakit dalam, paru dan rawat inap. Lantai 3 terdapat
rawat inap. Lantai 4 terdapat rawat inap kebidanan dan ruang operasi. Lantai 5 terdapat
perkantoran karyawan Rumah Sakit.
B. Hasil Penelitian
1. Karakteristik Partisipan
Sebanyak enam partisipan berpartisipasi dalam penelitian ini. Semua partispan
berkerja di Rumah Sakit Syarif Hidayatullah. Adapun karakteristik dari partisipan
sebagai berikut:
Partisipan pertama (P1) Ibu S, menjabati sebagai Supervisor Mutu Asuhan
Keperawatan mengatur rawat inap lantai 2,3 dan 4.
56
Partisipan kedua (P2) Ibu A, menjabati sebagai Kepala Ruangan Rawat Inap lantai 2
dan 3 dengan mengepalai 24 orang anggota staf.
Partisipan ketiga (P3) Ibu Y, menjabati sebagai Kepala Ruangan Kebidanan lantai 4
dengan mengepalai 8 orang anggota staf.
Partisipan keempat (P4) Ibu B, menjabati sebagai Supervisor Pengembangan
Keperawatan mengatur di SDM (Sumber Daya Manusia), Diklat (Pendidikan dan
Pelatihan), UGD (Unit Gawat Darurat) dan HCU (High Care Unit).
Partisipan kelima (P5) Bapak C, menjabati sebagai Kepala Ruangan Unit Gawat
Darurat (UGD) dengan mengepalai 12 orang anggota staf.
Partisipan keenam (P6) Ibu F, Wakil Kepala Ruangan Ruang Operasi (OK) dengan
mengepalai 4 orang anggota staf.
2. Hasil Analisis Tematik
Hasil analisis tematik ini menjelaskan empat tema yang didapatkan pada
penelitian ini. Berbagai tema yang ditemukan terkait pengalaman Kepala Perawat
Ruangan dalam penerapan gaya kepemimpinan Islam sebagai berikut: a) Syura
(Permusyawaratan); b) Adl bil qisth (Keadilan, disertai kesetaraan); c) Hurriah al-
kalam (Kebebasan berekspresi); d) Nilai-nilai Islam dalam gaya kepemimpinan Islam.
Tema 1. Syura (Permusyawaratan)
Makna syura atau permusyawaratan bagi Kepala Perawat Ruangan sangat
beragam. Pertanyaan dalam wawancara ini adalah terkait dengan pengalaman Anda
dalam mengelola dan memimpin keperawatan, dapatkah Anda menceritakan
pengalaman Anda dengan gaya kepemimpinan Islam Syura (permusyawaratan)?.
57
Makna syura yang didapatkan dari hasil wawancara ini meliputi 1) Langsung
bertemu; 2) Sharing (Berbagi); 3) Seperti cerita; 4) Memberikan kesempatan
bertanya; 5) Terbuka; 6) Mencapai mufakat.
1) Langsung bertemu
Makna syura diungkapkan oleh salah satu partisipan dari enam partisipan
bahwa syura itu sama dengan langsung bertemu, seperti ungkapan partisipan
berikut ini:
“Pasien juga Sugi langung coaching, ketemu. Trus ke perawatnnya juga sama.
Jadi misalkan ada perawat atapun staf saya, yang merasa terlihat tampak kurang
bersemangat, saya langsung ketemu. Kita panggil. Panggipun berdua aja,
kendalanya apa...” (P1)
2) Sharing (Berbagi) kapan berikut ini
Dua dari enam partisipan memaknai syura sebagai sebuah sharing (berbagi),
seperti seperti ungkapan salah satu partisipan berikut ini:
“Kita berbagi ya, kalo yang namanya musyawarah itu kan kita berbagi, berbagi
pendapat, kita sharing gitu...” (P2)
“...adakah pendapat-pendapat yang bisa kita tampung, kalau masalah sharing-
sharing”(P6)
3) Seperti cerita
Salah satu partisipan memahami dan memaknai syura merupakan suatu
proses seperti cerita, adapun ungkapannya partisipan sebagai berikut:
“Musyawarah itu kan menurut saya, kaya model cerita ya, curhat ya...” (P3)
4) Memberikan Kesempatan Bertanya
Salah satu partisipan memahami syura sebagai proses untuk memberikan
kesempatan bertanya, seperti ungkapan partisipan berikut ini:
“Kalau musyawarah biasanya sebelum melakukan program kerja, membuat
program kerja biasanya saya menanyakan dulu ke temen-temen kebutuhan
pelatihannya itu apa?” (P4)
58
5) Terbuka
Salah satu partisipan memahami gaya kepemimpinan syura sebagai gaya
kepemimpinan terbuka, adapun ungkapan partisipan tersebut sebagai berikut:
“Gaya kepemimpinan saya ngomong lebih seneng terbuka...”(P5)
6) Mencapai mufakat
Salah satu partisipan memaknai syura sebagai suatu cara untuk mencapai
mufakat, seperti ungkapan partisipan berikut:
“Ya musyawarah untuk mencapai mufakat ya, dengan rapat, ngikutin semua anak
buahnya, kumpulin dan ditampung, adakah pendapat-pendapat yang bisa kita
tampung...” (P6)
Tema 2. Adl bil qisth (Keadilan, disertai kesetaraan)
Hasil dari wawancara mendalam yang dilakukan oleh peneliti kepada semua
partispian didapatkan beberapa makna Adl bil qisth (Keadilan, disertai kesetaraan).
Pertanyaan dalam wawancara ini adalah terkait dengan pengalaman Anda dalam
mengelola dan memimpin keperawatan, dapatkah Anda menceritakan pengalaman
Anda dengan gaya kepemimpinan Islam Adl bil qisth (Keadilan, disertai kesetaraan)?.
Makna yang didapatkan meliputi: 1) Sama rata; 2) Tidak ada perbedaan; 3)
Membandingkan hal yang diutamakan; 4) Memberikan kepada yang lebih pantas; 5)
Tidak pilih kasih; 6) Saling berbagi.
1) Sama rata
Empat dari enam partispian memaknai Adl bil qisth sebagai sesuatu yang
sama rata,seperti ungkapan salah satu partisipan berikut ini:
“Adilnya saya itu ya pendekatan, kalo ya pendakatan, kalo yang kedua ya apa
yang kita tetapkan ya kita jalankan gitu. Jadi semuanya ngikutin gitu, g keluar
jalur.. Jadi semua rata gitu...” (P1)
“Eee..untuk pengalaman yang adil ya, kalau adil itu berarti harus semuanya rata
ya, kan tidak ada anak kakak, anak tiri, anak asuh dan anak kandung istilahnya
seperti itu” (P2)
59
“Adilnya yaitu misalkan orang dijadwal, salah satu enak aja shifnya, atau milih
temen siapa g bisa. Saya pukul sama rata semua. Demi stabilitas di UGD saat
dinas gitu”(P5)
“...ya berbagi temen satu lagi dua kali, jangan dia dia terus yang di on call gitu.
Adil itu kan berlaku sama rata, g yang pilih kasih, sama rata” (P6)
2) Tidak ada perbedaan
Dua dari enam partisipan memaknai Adl bil qisth sebagai suatu perbuatan
tidak ada perbedaan, seperti salah satu ungkapan partisipan berikut ini:
“...Jadi, memang harus bener-bener bisa memposisikan adil itu harus, ya kan.
Tidak ada perbedaan antara si A si B. Ooh saya suka dengan si A jadi saya harus
mendekati si A, tidak seperti itu” (P2)
“Kalau menurut saya tidak membeda-bedakan, tidak pilih kasih, semua sama
dimata saya. Semua temen sejawat saya...” (P5)
3) Membandingkan hal yang diutamakan
Makna Adl bil qisth dipahami oleh salah satu partisipan sebagai bentuk
membandingkan hal yang diutamakan, seperti ungkapan partisipan sebagai berikut:
“Dalam sebulan itu, misalkan dia ada request tiga kali, yang satu request cuman
dua kali, aku perbandingin kan maksudnya biar aku adil gitu, salah satu aja yang
paling penting mana dia, nah itu yang diutamakan” (P3)
4) Memberikan kepada yang lebih pantas
Salah satu partispan memahami dan memaknai Adl bil qisth sebagai suatu
upaya memberikan kepada yang lebih pantas, berikut ungkapan dari partisipan:
“Dalam penjadwalan asistensi itu saya harus berusaha untuk adil, untuk adil
disini adalah ada yang asisten berat, bagus seperti dokter Dini malam sampai jam
12 malam. Saya memberikan kepada orang-orang yang sekiranya itu kuat” (P4)
5) Tidak pilih kasih
Dua dari partisipan memahami makna dari Adl bil qisth sebagai suatu
perbuatan yang tidak pilih kasih, sebagaimana ungkapan partisipan berikut:
“Kalau menurut saya tidak membeda-bedakan, tidak pilih kasih, semua sama
dimata saya. Semua temen sejawat saya” (P5)
60
“Adil itu kan berlaku sama rata, g yang pilih kasih, sama rata. Dalam pembagian
shift...” (P6)
6) Saling berbagi.
Salah satu partispian memaknai dan memahami dari Adl bil qisth sebagai
suatu saling berbagi, seperti ungkapan partisipan sebagai berikut:
“Kalau adil misalkan dari on call. Kalau on call dapet fee kan?. Ya kita berbagi
aja, bapak ini sudah pernah on call berapa kali, misalkan hari ini dia sudah on
call dua kali, ya berbagi temen satu lagi dua kali, jangan dia dia terus yang di on
call gitu...” (P6)
Tema 3. Hurriah al-kalam (Kebebasan berekspresi)
Berbagai makna Hurriah al-kalam bagi Kepala Perawat Ruangan sangat
beragam. Pertanyaan dalam wawancara ini adalah terkait dengan pengalaman Anda
dalam mengelola dan memimpin keperawatan, dapatkah Anda menceritakan
pengalaman Anda dengan gaya kepemimpinan Hurriah al-kalam (kebebasan
berekspresi)?. Makna yang didapatkan meliputi 1) Mengeluarkan pendapat bebas; 2)
Ada yang boleh dilakukan ada yang tidak boleh dilakukan; 3) Mengarah yang ke
positif; 4) Aktualisasi diri; 5) Keterbukaan; 6) Mengutarakan langsung.
1) Mengeluarkan Pendapat Bebas
Dua dari enam partisipan memaknai Hurriah al-kalam sebagai sesuatu cara
mengeluarkan pendapat bebas, seperti ungkapan salah satu partisipan berikut:
“Kebebasan ekspresi dalam brieffing ya itu, bisa mengeluarkan pendapat bebas,
bisa mengkritik, mengkritik dalam arti,ee.. pelayanan kita gimana, masukannya,
ataupun atasannya atau pun fasilitas disini. Membuka care aja, ayo kita perbaiki
bareng-bareng” (P1)
“Kalo ada misalkan ada pendapat atau sesuatu yang mengganjal yang tidak suka
dari cara saya, atau apa silahkan ngomong saya lebih seneng karna apa, kalo
selama itu kritikannya bagus dan membangun kenapa tidak gitu” (P5)
61
2) Ada yang boleh dilakukan ada yang tidak boleh dilakukan
Salah satu partisipan memahami Hurriah al-kalam merupakan sesuatu ada
hal yang boleh dilakukan ada yang tidak boleh dilakukan, seperti ungkapan
berikut:
“Kebebasan berekspresi, kalau rawat inap kan yang penting gini ya, kalau
misalkan kebebasan berekspresi kita kan mau ngapain aja, gitu kan ya. Aaa kan
kita kan disini ada hal yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakuakan”(P2)
3) Mengarah kepada yang positif
Salah satu partisipan mendapatkan makna dari Hurriah al-kalam sebagai
cara mengarahkan kepada yang positif, seperti ungkapan salah satu partisipan
berikut:
“Akhirnya sekarang ekspresinya itu yang full itu aku arahin ke arah-arah yang
positif” (P3)
4) Aktualisasi diri
Makna Hurriah al-kalam oleh salah satu partisipan merupakan sebuah
aktualisasi diri, seperti ungkapan partisipan berikut:
“Memang kalo untuk aktualisasi diri itu, saya itu suka menjadi pusat perhatian
gitu lho. Dalam artian apa. Keperawatan adalah seni, seni dimana seni itu bisa
berubah-ubah...”(P4)
5) Keterbukaan
Hurriah al-kalam dimaknai oleh salah satu partisipan sebagai suatu cara
untuk keterbukaan, seperti ungkapan partisipan berikut:
“Ada tempatnya, ada waktunya ada wadahnya. Tempatnya yaitu pas rapat unit
ada misalkan kalo memang mau berpendapat g mesti harus nunggu rapat unit,
penggil saya, ketemu sama saya. Kita berdua ngobrol, apa yang menjadi ganjalan,
apa pendapat anda, saya terima orangnya terbuka, selama itu untuk kemajuan
UGD dan kebaikan kita bersama ya, itu aja sih sama saya” (P5)
62
6) Mengutarakan Langsung
Salah satu partisipan memahami dan memaknai Hurriah al-kalam sebagai
cara untuk mengutarakan langsung, seperti ungkapan salah satu partisipan berikut:
“Ke temen-temen yang sudah berkeluarga, mereka ada masalah langsung
utarakan, gitu. Kalau misalkan yang diserahin ke saya belum ada jawaban mereka
bakal utarakan lagi pas rapat YKM, kan ada supervisor ada manajer, nah nanti
mereka minta jawaban” (P6)
Tema 4. Nilai-nilai Islam dalam gaya kepemimpinan Islam
Hasil dari wawancara mendalam yang dilakukan oleh peneliti kepada semua
partispian didapatkan beberapa makna nilai-nilai Islam dalam gaya kepemimpinan
Islam oleh Kepala Perawat ruangan. Pertanyaan dalam wawancara ini adalah terkait
dengan pengalaman Anda dalam mengelola dan memimpin keperawatan, dapatkah
Anda menceritakan pengalaman Anda dengan dengan nilai- nilai Islam yang
ditanamkan di dalam gaya kepemimpinan Islam ?. Makna yang didapatkan meliputi:
1) Kekeluargaan; 2) Melakukan pendekatan kepada staf; 3) Menciptakan kerukunan
dan kenyamanan; 4) Berdoa sebelum memulai kegiatan; 5) Menjadi contoh yang baik;
6) Berakhlak baik
1) Kekeluargaan
Dua dari enam partisipan memaknai nilai Islam dalam gaya kepemimpinan
Islam yaitu kekeluargaan, seperti ungkapan partisipan berikut:
“Sugi selalu bilang ke temen-temen anggaplah pasien seperti keluarga kita sendiri,
Sugi selalu saya bilang begitu. Kalau udah seperti itu InsyaAllah dari ramah,
sopan, tanggung jawab semunya. Dari hati dulu. Jangan karna tugas” (P1)
“Jadi dia masuk kesini itu dengan polos ibarat kertas putih. Bisa aja disini coret-
coretnya seperti apa tergantung si atasannya ini. Gimana membawa dan
membimbing temen-temennya gitu. Ya.. pengennya ya itulah menciptakan suasana
kekeluargaan” (P3)
63
2) Melakukan Pendekatan kepada staf
Salah satu partisipan memaknai nilai Islam dalam gaya kepemimpinan
Islam yaitu melakukan pendekatan kepada staf, seperti ungkapan partisipan
berikut:
“...Jadi kan kita mendekati, apa sih kekurangannya apa sih yang bisa yang belum
bisa ya. Kalau misalkan gini kalau orang baru, pasti kita harus mendekati dia, kita
harus melakukan pendekatan, biar dia juga tidak merasakan saya selalu baru,
saya ini selalu disuruh-suruh” (P2)
3) Menciptakan kerukunan dan kenyamanan
Makna nilai Islam dalam gaya kepemimpinan Islam oleh salah satu
partisipan adalah menciptakan kerukunan dan kenyamanan, seperti ungkapan
partisipan berikut:
“Menurut aku ya, kerukunan kali ya, terus menjadi kan sesuana kerja itu jadi
nyaman, kemudian hubungan silaturahmi g hanya sebatas partner kerja ya, tapi
jadinya saudara gitu, kekeluargaan. Jadi istilahnya menganggap tempat kerja ini
rumah kedua ya” (P3)
4) Berdoa sebelum memulai kegiatan
Salah satu partisipan memahami dan memaknai nilai Islam dalam gaya
kepemimpinan Islam yaitu dalam bentuk berdoa sebelum memulai kegiatan, seperti
ungkapan partisipan berikut:
“Kita jangan lupa kalau mau memulai itu berdoa ya. Berdoa pada saat operan
shift. Misalkan kita ucapkan Bismillah ya. Tapi saya membudayakan temen-temen
berdoa sebelum kegiatan. Lalu kalau saya misalkan ada temen yang berbuat salah
ya, salah kembalikan lagi mau berkerja semaunya sendiri. Saya bilang berkerja itu
amanah, ada Allah yang mengawasi kalian” (P4)
5) Menjadi contoh yang baik
Partisipan memaknai nilai Islam dalam gaya kepemimpinan Islam yaitu
untuk menjadi contoh yang baik, seperti ungkapan berikut:
64
“Saya sebagai kepala ruangan saya harus lebih dari pada mereka kan, dari segi
kedisipilinan, trus kinerja, pengetahuan otomatiskan terus menggali kan ya.
Sekarang gini, pemimpinnya seperti itu, gimana mau ditiru sama anak buahnya
kan, diri kita nya dulu harus bener, kalo pengen di ikutin sama temen-temen
sejawatnya. Saya nya dulu harus bener, gitu. Karna dengan sendirinya kita punya
tanggang jawab . Kita ditunjuk jadi kepala ruangan, kita punya beban, kita pnya
tanggung jawab, punya kewajiban juga” (P5)
6) Memilki akhlak baik
Salah satu partisipan memahami dan memaknai nilai Islam dalam gaya
kepemimpinan Islam yaitu untuk memilki akhlak baik, seperti ungkapan berikut:
“Untuk seorang Kepala Ruangan ya berlaku adil, apa namanya ya...jujur dan
terbuka. Terbuka atas masukan temen-temen. Terbuka atas apa masalah yang
datang. Berfikir positif aja. Kalau misalkan kita ada masalah, kita rumat puyeng
gimana malah puyeng sendiri hehe. Lalu sabar” (P6)
Tabel berikut ini menjelaskan sintesa dari hasil wawancara :
65
Tabel 5.1 Matriks Analisis Tematik
No Statement
Sub Kategori Kategori Tema
1 Pasien juga Sugi langung coaching,
ketemu. Trus ke perawatnnya juga
sama. Jadi misalkan ada perawat atapun
staf saya, yang merasa terlihat tampak
kurang bersemangat, saya langsung
ketemu. Kita panggil. Panggipun berdua
aja, kendalanya apa.
Melakukan syura dengan metode langsung
kepada individunya, pada saat individu
tersebut tampak kurang semangat atau ada
masalah.
Langsung bertemu
Syura (Permusyawaratan)
Dilakukan pada saat salah satu
anggotanya sedang mangalami suatu
masalah
2 Kita berbagi ya, kalo yang namanya
musyawarah itu kan kita berbagi,
berbagi pendapat, kita sharing gitu.
Melakukan syura dengan cara sharing atau
berbagi pengalaman dan masalah kepada
teman-teman sejawatnya.
Sharing (Berbagi)
Syura (Permusyawaratan)
Dilakukan secara rutin pada setiap
operan shift kerja perawat
3 Musyawarah itu kan menurut saya, kaya
model cerita ya, curhat ya.
Melakukan syura seperti cerita, tidak
hanya dengan berkumpul secara formal,
tapi cerita juga di luar perkumpulan formal
agar teman-temannya merasa nyaman.
Seperti Cerita
Syura (Permusyawaratan)
Hal ini dilakukan lebih nyaman pada
saat di luar pertemuan-pertemuan
formal agar pendekatan lebih baik
4 Kalau musyawarah biasanya sebelum
melakukan program kerja, membuat
program kerja biasanya saya
menanyakan dulu ke temen-temen
kebutuhan pelatihan itu apa?.
Melakukan syura dengan menanyakan
dahulu kepada bawahan dari setiap
membuat program kerja
Memberikan
Kesempatan
Bertanya
Syura (Permusyawaratan)
Dilakukan pada saat ada pembuatan
rencana program kerja perawat maka
dikumpulkan para staf untuk
pembahasannya untuk membuat
keputusan
5 Gaya kepemimpinan saya ngomong
lebih seneng terbuka.
Melakukan syura dengan keterbukaan
antara atasan dengan bawahan dalam
penyampaian masalah
Terbuka
Syura (Permusyawaratan)
Dilakukan pada saat pertukaran shift
kerja perawat dan dibahas secara
terbuka dari permasalahan yang ada
dilapangan
66
6 Ya musyawarah untuk mencapai
mufakat ya, dengan rapat, ngikutin
semua anak buahnya, kumpulin dan
ditampung, adakah pendapat-pendapat
yang bisa kita tampung,
Melakukan syura demi untuk mencapai
mufakat (kesamaan pendapat) dari setiap
permasalahan yang dihadapi.
Mencapai Mufakat
Syura (Permusyawaratan)
Dilakukan hal ini pada ketika rapat
formal untuk pembahasan perkerjaan
dilapangan
7 Adilnya saya itu ya pendekatan, kalo ya
pendekatan, kalo yang kedua ya apa
yang kita tetapkan ya kita jalankan gitu.
Jadi semuanya ngikutin gitu, g keluar
jalur.. Jadi semua rata gitu.
Melakukan „Adl bil qisth pada saat
pembagian jadwal dinas dan cuti pada
bawahan, dengan membuat request jadwal.
Sama Rata
„Adl bil qisth (Keadilan, disertai
kesetaraan)
Dilakukan ketika para stafnya sedang
ada permasalahan dengan melakukan
pendekatan secara personal untuk lebih
mengetahui permasalahan secara rinci
sehingga dapat diperlakukan adil sesuai
fakta yang ada
8 Jadi, memang harus bener-bener bisa
memposisikan adil itu harus, ya kan.
Tidak ada perbedaan antara si A si B.
Ooh saya suka dengan si A jadi saya
harus mendekati si A, tidak seperti itu.
Melakukan „Adl bil qisth tidak melihat dari
individunya, adil itu tidak hanya dalam
perlakuan tapi juga dalam pengambilan
keputusan.
Tidak Ada
Perbedaan
„Adl bil qisth (Keadilan, disertai
kesetaraan)
Melakukan hal ini dengan melihat
dahulu secara keseluruhan dari
permasalahan yang ada dan
mendapatkan informasi yang akurat dari
masalah
9 Dalam sebulan itu, misalkan dia ada
request tiga kali, yang satu request
cuman dua kali, aku perbandingin kan
maksudnya biar aku adil gitu, salah satu
aja yang paling penting mana dia, nah
itu yang diutamakan
Melakukan „Adl bil qisth untuk
membandingkan mana keperluan yang
lebih utama pada saat pemberian request
jadwal dinas.
Membandingkan hal
yang diutamakan
„Adl bil qisth (Keadilan, disertai
kesetaraan)
Hal ini dilakukan pada ketika
pembagian jadwal shift kerja perawat
dengan memberlakukan memberikan
kesempatan request jadwal kerja shift
terlebih dahulu
67
10 Dalam penjadwalan asistensi itu saya
harus berusaha untuk adil, untuk adil
disini adalah ada yang asisten berat,
bagus seperti dokter Dini malam sampai
jam 12 malam. Saya memberikan
kepada orang yang sekiranya itu kuat.
Melakukan „Adl bil qisth pada saat
pemberian jadwal asistensi dokter,
diberikan kepada yang lebih layak dan kuat
menerima tugas tersebut.
Memberikan kepada
yang lebih pantas
„Adl bil qisth (Keadilan, disertai
kesetaraan)
Dilakukan hal ini pada ketika dilakukan
pembagian jadwal shift kerja perawat
11 Kalau menurut saya tidak membeda-
bedakan, tidak pilih kasih, semua sama
dimata saya. Semua temen sejawat saya.
Melakukan „Adl bil qisth pada saat
pemberian sanksi hukuman pada saat
melakukan kesalahan dan pemilihan
anggota setiap shift kerja.
Tidak Pilih Kasih
„Adl bil qisth (Keadilan, disertai
kesetaraan)
Dilakukan ketika dilakukan dalam
pengambilan suatu keputusan
12 Kalau adil misalkan dari on call. Kalau
on call dapet fee kan?. Ya kita berbagi
aja, bapak ini sudah pernah on call
berapa kali, misalkan hari ini dia sudah
on call dua kali, ya berbagi temen satu
lagi dua kali, jangan dia dia terus yang
di on call gitu.
Melakukan „Adl bil qisth pada saat
pembagian tugas kerja di lapangan, dengan
saling berbagi sama rata.
Saling Berbagi
„Adl bil qisth (Keadilan, disertai
kesetaraan)
Dilakukan dalam pembagian tugas kerja
berdasarkan banyak tugas yang sudah
dilakukan
13 Kebebasan ekspresi dalam brieffing ya
itu, bisa mengeluarkan pendapat bebas,
bisa mengkritik, mengkritik dalam
arti,ee.. pelayanan kita gimana,
masukannya, ataupun atasannya atau
pun fasilitas disini. Membuka care aja,
ayo kita perbaiki bareng-bareng.
Melakukan Hurriah al-kalam disaaat ada
rapat membahas tentang pelayanan dan
lainnya.
Mengeluarkan
Pendapat Bebas
Hurriah al-kalam (Kebebasan
berekspresi)
Dilakukan pada saat briefing pertukaran
shift kerja perawat
14 Kebebasan berekspresi, kalau rawat
inap kan yang penting gini ya, kalau
misalkan kebebasan berekspresi kita
kan mau ngapain aja, gitu kan ya. Aaa
kan kita kan disini ada hal yang boleh
dilakukan dan tidak boleh dilakuakan.
Melakukan Hurriah al-kalam, boleh bebas
dalam melakukan tindakan, asalkan sesuai
dengan aturan dan SOP yang ada.
Ada yang boleh
dilakukan ada yang
tidak boleh
dilakukan
Hurriah al-kalam (Kebebasan
berekspresi)
Dilakukan pada saat kegiatan kerja
lapangan langsung perawat dalam
tindakan kerjanya
68
15 Akhirnya sekarang ekspresinya itu yang
full itu aku arahin ke arah-arah yang
positif.
Melakukan Hurriah al-kalam dengan
mengarahkan kepada hal yang positif
Mengarahkan
kepada yang positif
Hurriah al-kalam (Kebebasan
berekspresi)
Dilakukan ketika ada salah satu
anggotanya yang belum bisa
mengontrol dirinya pada saat berkerja
dilakukanlah pengarahan berbasis bebas
yang beretika
16 Memang kalo untuk aktualisasi diri itu,
saya itu suka menjadi pusat perhatian
gitu lho. Dalam artian apa. Keperawatan
adalah seni, seni dimana seni itu bisa
berubah-ubah.
Melakukan Hurriah al-kalam merupakan
aktualisasi diri dalam melakukan tindakan
keperawatan, karena keperawatan itu seni.
Aktuaslisasi diri
Hurriah al-kalam (Kebebasan
berekspresi)
Dilakukan untuk menunjukkan
kemampuan diri dalam berkerja
17 Ada tempatnya, ada waktunya ada
wadahnya. Tempatnya yaitu pas rapat
unit ada misalkan kalo memang mau
berpendapat g mesti harus nunggu rapat
unit, penggil saya, ketemu sama saya.
Kita berdua ngobrol, apa yang menjadi
ganjalan, apa pendapat anda, saya
terima orangnya terbuka, selama itu
untuk kemajuan UGD dan kebaikan kita
bersama ya, itu aja sih sama saya
Melakukan Hurriah al-kalam selama
sesuai dengan situasi dan kondisi, dan
diterima terbuka atas semua pendapat dan
kritikan
Keterbukaan
Hurriah al-kalam (Kebebasan
berekspresi)
Dilakukan dengan langsung
menyampaikan permasalahan dan
pendapat kepada Kepala Ruangan jika
ada masalah
18 Ke temen-temen yang sudah
berkeluarga, mereka ada masalah
langsung utarakan, gitu. Kalau misalkan
yang diserahin ke saya belum ada
jawaban mereka bakal utarakan lagi pas
rapat YKM, kan ada supervisor ada
manajer, nah naanti mereka minta
jawaban.
Melakukan Hurriah al-kalam dengan
memberikan kesempatan untuk
mengutarakan langsung dari problem-
problem yang ada
Mengutarakan
langsung
Hurriah al-kalam (Kebebasan
berekspresi)
Dilakukan dengan penyampaian
langsung dan dilanjutkan pembahasan
masalah disebuah rapat dengan atasan
69
19 Sugi selalu bilang ke temen-temen
anggaplah pasien seperti keluarga kita
sendiri, Sugi selalu saya bilang begitu.
Kalau udah seperti itu InsyaAllah dari
ramah, sopan, tanggung jawab
semunya. Dari hati dulu. Jangan karna
tugas
Melakukan dari nilai-nilai Islam dalam
berprilaku etis dengan menganggap staf
dan pasien seperti keluarga sendiri
sehingga muncul sifat-sifat yang baik.
Kekeluargaan
Nilai-nilai Islam dalam Gaya
Kepemimpinan Islam
Dilakukan penerapan ini kepada seluruh
staf, pasien dan keluarganya
20 Jadi kan kita mendekati, apa sih
kekurangannya apa sih yang bisa yang
belum bisa ya. Kalau misalkan gini
kalau orang baru, pasti kita harus
mendekati dia, kita harus melakukan
pendekatan, biar dia juga tidak
merasakan saya selalu baru, saya ini
selalu disuruh-suruh
Melakukan dari nilai-nilai Islam dalam
bentuk melakukan pendekatan untuk
perbaikan hubungan agar setiap
anggotanya baik yang baru dan yang lama
saling mengayomi satu sama lainnya
Melakukan
Pendekatan kepada
staf
Nilai-nilai Islam dalam Gaya
Kepemimpinan Islam
Dilakukan kepada staf baru khususya
agar nyaman dalam perkerjaan dan
tercipta hubungan yang baik dengan
seluruh staf yang ada
21 Menurut aku ya, kerukunan kali ya,
terus menjadi kan sesuana kerja itu jadi
nyaman, kemudian hubungan
silaturahmi g hanya sebatas partner
kerja ya, tapi jadinya saudara gitu,
kekeluargaan. Jadi istilahnya
menganggap tempat kerja ini rumah
kedua ya.
Melakukan dari nilai-nilai Islam dengen
menciptakan kerukunan antar atasan dg
staf dan sesama staf
Menciptakan
kerukunan dan
Kenyamanan
Nilai-nilai Islam dalam Gaya
Kepemimpinan Islam
Dilakukan dalam setiap kegiatan
diperkerjaan agar setiap orang nyaman
dengan perkerjaannya
22 Kita jangan lupa kalau mau memulai itu
berdoa ya. Berdoa pada saat operan
shift. Misalkan kita ucapkan Bismillah
ya. Tapi saya membudayakan temen-
temen berdoa sebelum kegiatan. Lalu
kalau saya misalkan ada temen yang
berbuat salah ya, salah kembalikan lagi
Melakukan dari nilai-nilai Islam dengan
selalu berdoa sebelum memulai kerja
Berdoa Sebelum
Memulai Kegiatan
Nilai-nilai Islam dalam Gaya
Kepemimpinan Islam
Dilakukan pada ketika pergantian shift
kerja perawat dan tindakan keperawatan
70
mau berkerja semaunya sendiri. Saya
bilang berkerja itu amanah, ada Allah
yang mengawasi kalian.
23 Saya sebagai kepala ruangan saya harus
lebih dari pada mereka kan, dari segi
kedisipilinan, trus kinerja, pengetahuan
otomatiskan terus menggali kan ya.
Sekarang gini, pemimpinnya seperti itu,
gimana mau ditiru sama anak buahnya
kan, diri kita nya dulu harus bener, kalo
pengen di ikutin sama temen-temen
sejawatnya. Saya nya dulu harus bener,
gitu. Karna dengan sendirinya kita
punya tanggang jawab . Kita ditunjuk
jadi kepala ruangan, kita punya beban,
kita pnya tanggung jawab, punya
kewajiban juga.
Melakukan dari nilai-nilai Islam dengan
menjadi contoh yang baik dahulu kepada
anggotanya dan selalu selangkah lebih
depan dari pada bawahannya.
Menjadi Contoh
yang Baik
Nilai-nilai Islam dalam Gaya
Kepemimpinan Islam
Dilakukan oleh Kepala ruangan sendiri
selaku pemimpin bagi para anggotanya
dalam setiap tindakan dan perilakunya
agar menjadi contoh
24 Untuk seorang Kepala Ruangan ya
berlaku adil, apa namanya ya...jujur dan
terbuka. Terbuka atas masukan temen-
temen. Terbuka atas apa masalah yang
datang. Berfikir positif aja. Kalau
misalkan kita ada masalah, kita rumat
puyeng gimana malah puyeng sendiri
hehe. Lalu sabar.
Melakukan dari nilai-nilai Islam dengan
mengedepankan akhlak-akhlak prilaku
yang baik dalam setiap perkerjaannya
Memiliki akhlak
Baik
Nilai-nilai Islam dalam Gaya
Kepemimpinan Islam
Menerapkan dan mengarahkan staf
untuk memilki perilaku yang baik
dalam setiap kondisi perkerjaan
71
BAB VI
PEMBAHASAN
A. Interpretasi Hasil Penelitian dan Diskusi
Gaya kepemimpinan pada dasarnya merupakan suatu cara bagaimana seseorang
pemimpin mempengaruhi, mengarahkan, memotivasi, dan mengendalikan bawahannya
dengan cara-cara tertentu, sehingga bawahan dapat menyelesaikan tugas pekerjaannya
secara efektif dan efisien (Purwanto, 2006). Penelitian ini diangkat empat tema, memiliki
sub tema dan kategori makna tertentu. Tema tersebut teridentifikasi berdasarkan tujuan
penelitian. Berikut penjelasan secara rinci untuk masing-masing tema yang didapatkan
dari penelitian ini:
Tema 1. Syura (Permusyawaratan)
Syura memiliki makna yang begitu luas, yang mencakup dari penilaian dan
pemahaman seseorang. Pada penelitian ini makna syura dipersepsikan bervariasi oleh
para partisipan. Hasil penelitian ini terdapat berbagai makna syura berdasarkan
pengalaman yang diterapkan oleh Kepala Perawat Ruangan. Makna syura atau
permusyawaratan bagi Kepala Perawat Ruangan sangat beragam. Makna syura meliputi
langsung bertemu, sharing (Berbagi), seperti cerita, memberikan kesempatan bertanya,
terbuka dan mencapai mufakat.
Syura merupakan model dasar pengambilan keputusan, dan dalam melakukan hal
ini Al-quran menyerukan kepada para pemimpin muslim agar bermusyawarah (Noor,
2011). Tanpa adanya keimanan bahwa syura merupakan mekanisme baru (inovatif) yang
menjauhkan manusia dari perilaku hewani, maka bentuk perdamaian atau seruan apapun
72
akan sia-sia saja, kita harus meyakini bahwa syura bukanlah kekayaan ide yang bersifat
temporal dalam kehidupan orang mukmin, tetapi ia adalah way of life yang dibuat untuk
dirinya, dan ia akan berupaya untuk merealisasikannya baik untuk dirinya sendiri
ataupun untuk orang lain (Syahrur, 2003).
Dalam penelitian ini didapatkan bermacam-macam makna dari syura berdasarkan
pengalaman dari Kepala Perawat Ruangan seperti langsung bertemu. Dalam hal ini
didapatkan bahwa salah satu dari partisipan memaknai syura dalam penerapannya
dengan metode bertemu langsung dengan para staf dan pasien secara langsung dalam
menghadapi masalah yang sedang dihadapi. Karena menurut Ibu S yang mengelola rawat
inap lantai 2,3 dan 4, penerapan syura dengan bertemu langsung ini lebih baik dan dalam
menggali masalah yang ada, sehingga mudah didapatkan solusi dari masalah tersebut.
Hal ini sejalan dengan teori yang disampaikan oleh Qumaihah (1990) bahwa
musyawarah merupakan pertemuan antara pemimpin dan bawahan, menurut tema
permasalahan, dapat dibagi pada dua macam:
1. Musyawarah khusus, yaitu musyawarah yang berkenaan dengan masalah-masalah
pribadi. Sebagai contoh, ketika Nabi meminta pedapat sebagian sahabat tentang
masalah Aisyah setelah tersebarnya berita bohong.
2. Musyawarah umum, yaitu musyawarah tentang permasalahan umat atau orang
banyak.
Musyawarah merupakan prinsip dasar dalam kehidupan kaum muslimin yang
harus diterapkan dalam perilaku mereka, dalam berbagai kegiatan kolektif dan
administratif organisasi. Islam mengharuskan pemimpin tersebut mengambil keputusan
sesuai dengan hasil musyawarah para anggota (Fathi, 2009).
73
Dua dari enam partisipan yaitu Ibu A dan Ibu F memaknai syura sebagai sharing
atau berbagi, dalam hal ini sharing saling bertukar pikiran segala hal seperti pendapat
dan masalah-masalah lainnya yang terjadi dilapangan. Hal ini sejalan dengan teori yang
disampaikan oleh Qumaihah (1990) dalam bermusyawarah akan terjadi tukar menukar
pemikiran. Pemikiran orang banyak tentu akan lebih baik dengan pemikiran seorang.
Paling berbahaya kalau suatu masalah hanya diserahkan kepada satu orang saja. Menurut
Fathi (2009), Kepemimpinan dalam Islam bukanlah pemberian kekuasaan yang
memungkinkan seorang pemimpin mengembil keputusan sorang diri dalam berbagai
ketetapan dan tidak menyerahkannya kepada para bawahannya atau orang-orang
kepercayaannya yang ahli dalam bidang masing-masing, akan tetapi Islam telah
mengharuskan kaum muslimin untuk bermusyawarah.
Ibu Y memahami dan memaknai syura sebagai seperti cerita atau curhat, karena
menurutnya dengan model seperti cerita ini agar bawahannya atau sejawatnya yang lain
dapat mengeluarkan pendapat dan mengutarakan masalah dengan lebih nyaman. Hal ini
sejalan dengan Fathi (2009), dimana tujuan dari nilai musyawarah merupakan kekuatan
bagi umat Islam dan memperkokoh hubungan mereka, mampu menopang kebersamaan
pemikiran dalam kerja kolektif dan saling memahami, serta memperkuat hubungan
persaudaraan.
Menurut partisipan yang berbeda syura dimaknai sebagai sesuatu yang terbuka
dan untuk mencapai mufakat. Syura yaitu mengeluarkan ketetapan-ketetapan bersama,
mengeluarkan ketetapan mengenai urusan-urusan yang bersifat umum. Hal terbuka ini
sejalan dengan tujuan syura itu sendiri yakni melahirkan ketetapan jamaah, agar
mencegah pemimpin jangan sampai mengeluarkan ketetapan-ketetapan penting untuk
jamaah secara sendirian. Melindungi kebebasan berjamaah dalam haknya menentukan
nasib dan memelihara wewenangnya dalam mengatur urusan-urusannya, baik dikerjakan
74
sendiri maupun dengan perantara orang-orang-orang yag dipilih untuk itu, serta
memelihara haknya dalam membatasi wewenang para pemimpin dengan apa yang lazim
untuk mencegah kesewenang-wenangan mereka (Asy-syawi, 1997). Musyawarah
merupakan watak substanasial kehidupan Islam dan berbagai indikator istimewa yang
dipilih sebagai teladan bagi umat lain. Musyawarah merupakan sifat yang harus dimiliki
dari sekian sifat keteladanan (Quthb, 2008). Allah berfiman, untuk memerintahkan dalam
melakukan musyawarah:
“Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhan dan mendirikan
shalat, sedang urusan mereka (diputusakan) dengan musyawarah antara mereka dan
mereka menafkahkan sebagian rezki yang kami berikan kepada mereka” (QS As-Syura
[42]: 38).
Berdasarkan dari hasil penelitian ini, menurut peneliti penerapan gaya
kepemimpinan Islam model syura oleh Kepala Perawat Ruangan selama memimpin dan
mengelola keperawatan sudah terterapkan dalam proses kepemimpinannya, akan tetapi
dalam penerapannya belum maksimal.
Tema 2. Adl bil qisth (Keadilan, disertai kesetaraan)
Keadilan bermakna meletakkan sesuatu pada tempatnya, atau meletakkan sesuatu
pada tempat yang tepat, atau menempatkanya dalam perspektif yang benar. Keadilan
juga berarti melakukan sesuatu tanpa melebihi batas seberapa besar maupun kecilnya
(Noor, 2011). Menurut Al Badri (2001), Suatu keadilan yang menjamin hak-hak keadilan
manusia sebagai mahluk yang mulia, mewujudkan kesejahteraan dan ketenangan jiwa
yang lengang dan hakiki, serta kabahagiaan hidup dan terpelihara urusan mereka.
75
Empat dari enam orang partisipan memaknai adil berdasarkan pegalamannnya
dilapangan sebagai memperlakukan sesuatu atau seseorang dengan sama rata. Salah satu
partisipan memaknai adil sebagai memperlakukan sesuatu dengan tidak ada perbedaan
satu sama lainnya. Partisipan lainnya memaknai adil sebagai suatu tindakan yang tidak
pilih kasih. Hal pernyataan antara partisipan memperlakukan sama rata, tidak ada
perbedaan dan tidak pilih kasih memiliki suatu makna yang sama. Ketiga pernyataan dari
partisipan ini sejalan dengan pernyataan Muthahhari (2009) mengatakan bahwa keadilan
merupakan persamaan dan penafian terhadap deskriminasi dalam bentuk apa pun,
memandang semua individu secara sama rata, tanpa melakukan perbedaan dan
pengutamaan. Seorang pemimpin tidak diperkenankan untuk membela dan fanatik
terhadap seseorang tertentu dan membenci yang lain: ia harus mempunyai hubungan
yang sama atau sederajat dengan semua orang, yaitu hubungan yang dilandasi dengan
objektifitas dan keadilan (Fathi, 2009).
Berbicara pengutamaan tadi hal ini bertolak belakang atau tidak sejalan dengan
pernyataan partisipan Ibu Y yang memahami dan memaknai adil berdasarkan
pengalamannya sebagai untuk membandingkan hal yang utama dalam menetapkan
keputusan bagi stafnya. Dalam hal ini partisipan menerapkan adil disertai dengan
kesetaraan dengan mencontohkan dalam hal memberikan mana yang lebih utama dan
lebih penting menurut Kepala Perawat Ruangan dalam pembagian request cuti libur
untuk seluruh stafnya. Jika tidak dilakukan hal tersebut akan mengakibatkan ketidak
seimbangan dalam pembagian jadwal kerja staf perawat. Dan keputusan mutlak diambil
oleh Kepala Ruangan selaku pemimpin bagi para stafnya.
Salah satu partisipan yaitu Ibu B berdasarkan pengalamannya dalam mengelola
pengambangan keperawatan, SDM, diklat, UGD dan HCU memaknai adil sebagai
memberikan kepada yang lebih pantas, dalam hal ini partisipan mencontohkan yang
76
pernah diterapkan yaitu penjadwalan asistensi dokter yag diberikan kepada yang lebih
pantas untuk mengemban tugas tersebut. Hal ini sesuai dengan pengertian keadilan
menurut Muthahhari (2009), pemeliharaan hak-hak individu dan pemberian hak kepada
setiap objek yang layak menerimanya.
Partisipan Ibu F memahami makna adil sebagai untuk saling berbagi antar staf
dalam pembagian tugas. Saling berbagi dalam tugas agar tercipta keseimbangan antara
satu dan lainnya. Hal ini sepaham dengan Koehn (2000), keadilan dipikirkan sebagai
mempertahankan atau memulihkan keseimbangan atau proporsional. Orang-orang
mempunyai hak dalam hubungan satu sama lain untuk kedudukan tertentu yang relatif
sama. Allah berfirman, dimana Dia memerintahkan kepada kita untuk berbuat adil:
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi
kepada kaum kerabat.” (QS An-Nahl [16]: 90)
Berdasarkan dari hasil penelitian ini, didapatkan sangat beragam makna dari adil
disertai dengan kesetaraan oleh Kepala Perawat Ruangan. Dalam hal ini penerapan
model gaya kepemimpinan Islam Adl bil qisth sudah terterapkan oleh Kepala Perawat
Ruangan cukup baik selama proses kepemimpinannya terhadap stafnya.
“Dan hendaknya kamu berlaku adil; sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang
berlaku adil.” (QS Al-Hujurat [49]: 9).
Tema 3. Hurriah al-kalam (Kebebasan berekspresi)
Kebebasan berekspresi merupakan hak yang diberikan kepada siapa saja untuk
menyuarakan kepedulian, persetujuan, atau saran atas suatu persoalan yang
memengaruhi kesejahteraan dirinya atau komunitasnya (Noor, 2011). Kebebasan
berekspresi merupakan ruang bersama (melting pot) sekaligus ruang proses (melting
77
process), bagi pengolahan berbagai pendapat dan ide yang terkumpul di dalamnya
(Syahrur, 2003)
Salah satu partisipan memakanai hurriah al-kalam sebagai sesuatu untuk
mengutarakan secara langsung dari permasalaan yang ada. Disaat yang sama dua dari
enam partisipan memahami makna terhadap hurriah al-kalam yaitu mengeluarkan
pendapat yang bebas. Hal ini juga sejalan dengan Syahrur (2003), Kebebasan manusia
dalam mengekspresikan pendapatnya tidak diukur dengan ukuran bahwa pendapatnya itu
dapat menunjukkannya pada kebenaran, akan tetapi diukur dengan adanya kebebasan
orang lain dalam mengekspresikan pendapatnya. Karena asas kehidupan Islam adalah
kebebasan dan kebolehan, maka manusia dapat mengeskpresikan pendapatnya. Inilah
yang kami katakan sebagai kebebasan mengekspresikan pendapat yang merupakan satu-
satunya jalan kehidupan yang mampu mengungkap konflik-konflik intern dan pengaruh
interaksi timbal balik internal maupun eksternal (Syahrur, 2003).
Berbeda dengan makna yang ditemukan oleh partisipan lainnya, yaitu memahami
makna hurriah al-kalam sebagai sesuatu ada yang boleh dilakukan ada yang tidak boleh
dilakukan. Hal ini seiring dengan pendapat Syahrur (2003), Kebebasan berekspresi
merupakan kehendak sadar manusia untuk memilih antara menafikan dan menetapkan
sebuah eksistensi dalam kehidupan, kebebasan seseorang harus diwujudkan berupa
pilihan antara “ya” dan “tidak” atau boleh dan tidak boleh.
Partisipan lainnya memaknai hurriah al-kalam sebagai sesuatu mengarahkan ke
yang positif. Hal ini sejalan menurut Basyaib (2006), kebebasan berekspresi bisa menjadi
pendorong hal yang positif atau katakanlah bisa dijadikan ukuran bagi kemajuan
kelompok. Kalau kelompok ingin maju atau ingin cepat maju, maka kebebasan
berekspresi harus dibuka lebih lebar. Kebebasan itu bukan hanya dalam bentuk jaminan-
78
jaminan hukum terhadap kebebasan berekspresi itu sendiri, tapi institusi yang mereka
miliki untuk mendukung kebebasan itu (Basyaib, 2006).
Dua dari parsipan memaknai hurriah al-kalam sebagai sebuah aktualisasi diri
dan keterbukaan. Hal ini sejalan dengan pendapat, aktualisasi diri meliputi
pengembangan diri, mengembangkan potensi dan keterampilan baru (Dewi, 2007).
Menurut Asifudin (2004), mengaktualisasi diri, mempunyai need for achievement tinggi,
yang layak diasumsikan sebagai sesuatu yang dapat memainkan peranan penting bagi
terbentuknya manusia unggulan berkenaan dengan kerja. Hak anggota untuk
memperoleh kebebasan berekspresi dan kewajiban pemimpin untuk terbuka menerima
kritik atau pendapat anggotanya (Chapra, 2006).
Peneliti menilai berdasarkan dari hasil penelitian ini, Kepala Perawat Ruangan
dengan model gaya kepemimpinan Islam hurriah al-kalam sudah terterapkan akan tetapi
dalam penerapannya masih belum maksimal dan masih butuh proses lebih lanjut.
Tema 4. Nilai-nilai Islam dalam gaya kepemimpinan Islam.
Lima ajaran yang menegaskan aspek-aspek sistem nilai Islam penting, yaitu: Al-
akmal asy-syakhshi atau integritas pribadi, Tawiyah al-shilah atau perbaikan hubungan,
Fa’iliyyah al-qiyadiyyah atau daya kepemimpinan, Makarim al-akhlaq atau perilaku etis,
dan Tahzib al-akhlaq atau peningkatan moral melalui pengetahuan spiritual (Noor, 2011).
Hasil penelitian ini didapatkan masing-masing dari penerapan nilai-nilai Islam dalam
gaya kepemimpinan Islam berdasarkan yang diterapkan oleh Kepala Perawat Ruangan.
Salah satu partisipan memaknai nilai Islam dalam gaya kepemimpina Islam
dalam bentuk kekeluargaan. Dalam hal ini partisipan menerapkan dan mengajarkan nilai
ini kepada stafnya dalam praktek agar menganggap pasien dan sejawat seperti layaknya
keluarga sendiri. Hal ini sejalan dengan makna Al- akmal asy-syakhshi atau integritas
79
pribadi, Integritas bergantung pada kemampuan pemimpin dalam membimbing,
mengarahkan, dan memengaruhi orang berdasarkan prinsip moral dan nilai etis.
Kepala Perawat Ruangan dalam hal ini mempengaruhi para stafnya dengan
sebuah nilai etis yaitu dengan menganggap teman sejawat dan pasien sebagai layaknya
keluarga sendiri. Sifat seperti itu, yang dilengkapi dengan keshalehan, sifat bisa
dipercaya dan wawasan ke depan, secara bersama-sama membentuk orang dan cita-cita
(Noor, 2011). Integritas pribadi merupakan pribadi sebagai suatu keseluruhan yang utuh
tidak terbagi atau juga bukan pribadi yang sebagian saja (Riyanto, 2006). Menurut Adair
dalam Kartakusumah (2006), Integritas menunjukkan seseorang yang secara utuh
berpegang pada kode etik, norma artistik atau nilai-nilai tertentu, terutama terhadap nilai
kebenaran.
Dua partisipan lainnya memaknai nilai-nilai Islam dalam gaya kepemimpinan
Islam ini yaitu melakukan pendekatan kepada staf dan menciptakan kerukunan dan
kenyamanan. Dalam hal ini Kepala Ruangan menerapkan berdasarkan dilapangan dalam
bentuk seperti pendekatan kepada staf yang baru agar tidak merasa yang asing
dibandingkan dengan staf yang sudah berkerja lama dan berusaha menyatukan keduanya.
Begitu juga dengan menciptakan kerukunan dan kenyamanan agar silaturahmi
terwujudkan sehingga berkerja tidak hanya sebatas partner kerja bahkan jauh lebih
seperti saudara. Hal ini sejalan dengan salah satu nilai Islam dalam gaya kepemimpinan
Islam yaitu Tawiyah al-shilah atau perbaikan hubungan seperti yang dicontohkan oleh
Nabi Muhammad SAW, membagi waktu sehari menjadi tiga dimensi: satu dimensi untuk
Allah SWT (Subhanahu wata'ala), satu dimensi untuk keluarga, dan satu dimensi untuk
diri sendiri. Waktu untuk diri sendiri dibagi lagi dengan waktu untuk umat (Noor, 2011).
80
Partispan lain menerapkan dalam hal yang berbeda dari nilai-nilai Islam dalam
gaya kepemiminan Islam yakni dalam bentuk meminta stafnya berdoa dalam setiap akan
memulai suatu kegiatan. Hal ini sejalan dengan nilai Islam yaitu Tahzib al-akhlaq atau
peningkatan moral kekuatan inspirasi yang mungkin berasal dari wahyu atau
pengetahuan tidak mengenal batas. Sumber Ilahiah peningkatan atau pengangkatan
semangat, yang menghasilkan peningkatan besar dalam hal standar perilaku (Noor, 2011).
Salah satu partisipan menerapkan nilai Islam dalam gaya kepemimpinan Islam
yaitu menjadi contoh yang baik untuk stafnya, dimana dalam hal ini Kepala Perawat
Ruangan selalu berupaya memulai mendisiplinkan diri dengan datang tepat waktu dan
peningkatan kinerja. Hal ini sejalan dengan nilai Islam yaitu Fa’iliyyah al-qiyadiyyah
atau daya kepemimpinan.
Daya berarti memberikan hasil yang dikehendaki. Daya mengisyaratkan adanya
kekuatan atau kemampuan menghasilkan efek yang diinginkan, tidak cukup bagi seorang
pemimpin hanya menyampaikan pidato-pidato penggugah semangat. Para pemimpin
besar tahu bahwa mereka akan ditiru. Oleh karena itu, memimpin melalui teladan berarti
bagaiamana pemimpin sejati menciptakan visi, aspirasi, dan nilai-nilai yang tahan lama.
Mereka memberikan bukti objektif komitmen pribadi (Noor, 2011). Tujuan dari sebuah
kepemimpinan itu sendiri usaha untuk mencapai tujuan dengan menggunakan daya
pengaruh, potensi yang ada baik yang memimpin maupun yang dipimpin secara
bersama-sama, dinamis dan harmonis. Daya yang ada atau timbul dari seseorang yang
ikut membentuk watak dan kepercayaan orang lain atas perbuatan tersebut (Al-banjari,
2008).
Partispan yang berbeda dalam pengalamannya terhadap nilai Islam dalam gaya
kepemimpinan Islam yaitu berakhlak yang baik dengan berlandaskan etika. Hal ini
sejalan dengan nilai Islam dalam gaya kepemimpinan Islam yaitu Makarim al-akhlaq
81
atau perilaku etis. Etika adalah seperangkat prinsip moral dalam kaitannya dengan apa
yang benar dan salah. Etika mencerminkan karakter individu dan kelompok Etika
mengimplikasikan kepatuhan pada standar moral. Dalam situasi organisasi modern, etika
merujuk pada ketaatan terhadap aturan profesional. Etika Islam melampaui dunia materi
ke dalam wilayah moral dan spiritual demi mendapatkan ganjaran dari Allah SWT. Etika
Islam merupakan pemahaman akan benar dan salah untuk dipraktikkan, bukan sebagai
pengetahuan semata. Etika merupakan padanan akhlak dalam Islam (Noor, 2011).
Berdasarkan dari hasil penelitian ini, peneliti menyimpulkan bahwa penerapan
nilai-nilai Islam dalam gaya kepemimpinan Islam oleh Kepala Perawat Ruangan sudah
terterapkan dengan sangat baik, dan hal ini harus tetap dipertahankan dan ditingkatkan.
B. Keterbatasan Penelitian
Berdasarkan pengalaman proses penelitian didapatkan beberapa keterbatasan
dalam penelitian. Keterbatasan tersebut antara lain:
1. Lamanya mendapatkan perizinan waktu untuk melakukan penelitian dari pihak
Rumah Sakit.
2. Wawancara dilakukan disela-sela kesibukan partisipan dalam bertugas.
Partispan merupakan sebagai Kepala Perawat Ruangan, dimana sebagai
pemimpin bagi anggota stafnya yang membimbing, mengawasi dan juga
sebagai pelaksana keperawatan kepada pasien langsung, sehingga waktu yang
diperlukan untuk bertemu masih kurang.
3. Partisipan yang didapatkan sedikit sehingga diambil partisipan dari 4 orang
kepala perawat ruangan dan 2 orang supervisor keperawatan.
4. Penelitian penerapan gaya kepemimpinan Islam yang serupa belum banyak
dilakukan membuat peneliti kekurangan referensi, sehingga dalam proses
melakukan pembahasan belum begitu lengkap dan detail.
82
BAB VII
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan arti pengalaman Kepala Perawat
Ruangan dalam penerapan gaya kepemimpinan Islam. Tema yang diangkat ada empat
yaitu 1) Syura (Permusyawaratan); 2) Adl bil qisth (Keadilan, disertai kesetaraan); 3)
Hurriah al-kalam (Kebebasan berekspresi); 4) Nilai-nilai Islam dalam gaya
kepemimpinan Islam.
Makna syura bagi Kepala Perawat Ruangan yaitu meliputi, langsung bertemu,
sharing (Berbagi), seperti cerita, memberikan kesempatan bertanya, terbuka dan
mencapai mufakat. Makna makna Adl bil qisth (Keadilan, disertai kesetaraan) oleh
Kepala Perawat ruangan yang meliputi sama rata, tidak ada perbedaan,
membandingkan hal yang diutamakan, memberikan kepada yang lebih pantas, tidak
pilih kasih dan saling berbagi.
Makna Hurriah al-kalam bagi Kepala Perawat Ruangan sangat beragam.
Makna Hurriah al-kalam meliputi mengeluarkan pendapat bebas, ada yang boleh
dilakukan ada yang tidak boleh dilakukan, mengarah yang ke positif, aktualisasi diri,
keterbukaan dan mengutarakan Langsung. Makna nilai-nilai Islam dalam gaya
kepemimpinan Islam oleh Kepala Perawat ruangan yang meliputi, kekeluargaan,
melakukan pendekatan kepada staf, menciptakan kerukunan dan kenyamanan, berdoa
sebelum memulai kegiatan, menjadi contoh yang baik dan berakhlak baik.
83
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, gaya kepemimpinan Islam sudah
diterapkan oleh Kepala Perawat Ruangan Rumah Sakit Syarif Hidayatullah terhadap
anggota stafnya yang dipimpin, akan tetapi dalam pelakasanaanya masih belum
maksimal terutama pada aspek syura (permusyawaratan) dan hurriah al-kalam
(kebebasan berekspresi) . Dan hal ini menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan Islam
diaplikasikan dalam kemanajerialan dan kepemimpinan keperawatan di rumah sakit
dengan makna-makna yang mereka pahami, akan tetapi hanya saja belum mengetahui
jenis dan nama gaya kepemimpinan apa yang diterapkan tersebut.
B. Saran
1. Institusi Keperawatan
Hasil penelitian ini bagi pendidikan keperawatan dapat menjadi landasan
dalam mengembangkan keilmuan keperawatan terkhususnya manajemen
keperawatan dan dapat mengembangkan kompetensi pembelajaran pada
mahasiswa mengenai pengalaman Kepala Perawat Ruangan dalam penerapan gaya
kepemimpinan Islam.
2. Peneliti Selanjutnya
Bagi peneliti selanjutnya dapat menjadi bahan referensi dan pertimbangan
serta perlu adanya pengeksplorasian lebih dalam, mengenai cara untuk
mendapatkan hasil lebih luas dari pengalaman Kepala Perawat Ruangan dalam
penerapan gaya kepemimpinan Islam.
3. Pelayanan Keperawatan
Hasil penelitian ini bagi pelayanan keperawatan dapat menambah dan
memperkaya perkembangan ilmu kemanajerialan dan kepemimpinan keperawatan
mengenai penerapan gaya kepemimpinan Islam oleh Kepala Perawat Ruangan di
Rumah Sakit.
Daftar Pustaka
Adair, Jhon. (2010). Kepemimpinan Muhammad. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Ahmad, K & Ogunsola O.K. (2011). An empirical assessment of Islamic leadership
principles, International Journal of Commerce and Management, Vol. 21 Iss: 3,
pp.291 – 318. http://www.emeraldinsight.com/journals.htm?articleid=1949666 diunduh
pada 20 Maret 2014
Al Badri, Abdul Aziz. (2001). Hidup Sejahtera Dalam Naungan Islam. Jakarta: Gema Insani
Al-Banjari, Rachmad Ramadhana. (2008). Prophetic Leadership: Membentuk Kepribadian
Para Pemimpin Berbasis Spiritualitas, Menumbuhkan Potensi dan Karisma
Kenabian dalam Diri Para Pemimpin. Yogyakarta: Penerbit Diva Press
Alwi, H. (2009). Uswatun Hasanah Meneladani Rasul Meraih Cinta Allah. Jakarta: Penerbit
Hikmah
Asifudin, Ahmad Janan (2004). Etos Kerja Islami. Surakarta: Muhammadiah University
Press
Asy-syawi, Taufiq. (1997). Syura Bukan Demokrasi. Jakarta: Gema Insani Press
Basyaib, Hamid. (2006). Membela Kebebasan : Percakapan Tentang demokrasi Liberal.
Jakarta: Freedom Institute
Budiarti, A. (2010). Pengalaman Seksualitas Perempuan Selama Masa Kehamilan.
http://journal.ui.ac.id/index.php/jkepi/article/view/2417/1863 diunduh pada 14
Desember 2013
Bungin, Burhan. (2008). Penelitian Kualitatif “Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan
Ilmu Sosial Lainnya”. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Celik. G, Yalan. (2002). Fethullah Gullen As A Servant Leader.
www.fethullahgulenconference.org/dallas/proceedings/GCelik%26YAlan.pdf
diunduh pada 29 Oktober 2013
Chapra, M Umer. (2006). Islam dan Tantangan Ekonomi. Jakarta: Gema Insani
Daymon, C & Holloway Immy. (2008). Metode-metode Riset Kualitaif: dalam Public
Relations dan Marketing Communications. Yogyakarta : Penerbit Bentang
Dewi, Rani Anggraeni. (2007). Menjadi Manusia Holistik. Jakarta: Penerbit Hikmah
Dwiwibawa, F.R & Riyanto T. (2008). Siap Jadi Pemimpin?: Latihan Dasar Kepemimpinan.
Yogyakarta : Penerbit Kanisius
Fathi, Muhammad. (2009). The Art Of Leadership in Islam: Meneladani Kepemimpinan Nabi
& Khulafa Rasyidin. Jakarta: KHALIFA
Firanika, Rayuni. (2010). Aspek Budaya dalam Pemberian ASI Ekslusif di Kelurahan Bulalak
Kota Bogor Tahun 2010. Skripsi S1 Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Gulen, F. (2002). Versi Terdalam: Kehidupan Rasul Allah Muhammad SAW. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada
Harari, O. (2005). The Leadership Secrets of Colin Powell: Sebuah Paradigma Baru
Kepemimpinan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Hawwa, S. (2007). Ar-rasul Shallallahu„alaihi wa sallam. Jakarta: Gema Insani Press
Hermawan, A. (2009). Penelitian Bisnis: Paradigma Kuantitatif. Jakarta: Penerbit Grasindo
Kartakusumah, Berliana. (2006). Pemimpin Adiluhung: Genelogi Kepemipinan Kontemporer.
Jakarta: PT Mizan Republika
Khoir, A M. (2011). Pengaruh Kepemimpinan Kepala Ruangan Terhadap Motivasi Kerja
Perawat Pelaksana Di Rumah Sakit Islam Malahayati Medan.
http://www.gobookee.org/get_book.php?u= diunduh pada 22 Oktober 2013-11-11
Koehn, Daryl. (2000). Landasan Etika Profesi. Yogyakarta: Penerbit Kanisius
Koesoema, D. (2007). Pendidikan Karakter. Jakarta : PT Grasindo
Kresno, S. (2006). Aplikasi Penelitian Kualitaif Dalam Pemantauan Dan Evaluasi Program
Kesehatan. Jakarta: FKM UI
Kuswarno, Prof. Dr. Engkus. (2009). Metodologi Penelitian Komunikasi Fenomenologi.
Bandung: Widya Padjajaran
Lingga, R (2011). Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Kinerja Karyawan. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/29271/1/Appendix.pdf diunduh pada 25 Oktober 2013.
Moeljono, D. (2008). More About Beyond Leadership 12 Konsep Kepemimpinan. Jakarta :
PT Gramedia Pustaka Utama
Mohammad, H. (2008). 44 Teladan kepemimpinan Muhammad. Jakarta: Gema Insani Press.
Moleong, Prof. Dr. Lexy J. (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Muthahhari, M. (2009). Keadilan Ilahi: Asas Pandangan Dunia Islam. Bandung: Penerbit
Mizan
Nursalam. (2011). Manajemen Keperawatan; Aplikasi pada praktek perawatan profesional.
Jakarta: Salemba Medika.
Noor, I. (2011). Manajemen Kepemimpinan Muhammad: Mencontoh Teladan Kepemimpinan
Rasul Untuk Kesempurnaan Manajemen Modern. Bandung: PT Mizan Pustaka
Octavia, Rafita. (2013). Studi Fenomenologi: Pengalaman Suami Menghadapi Istri yang
Memasuki Masa Menopause di Kelurahan Pisangan. Skripsi Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan.
Pawito. (2008). Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta: PT LkiS Pelangi Aksara
Yogyakarta
Purwanto, D. (2006). Komunikasi Bisnis Edisi Ketiga. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Poerwandari, E. Kristi. (2009). Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku Manusia.
Jakarta: LPSP3 UI.
Putri, S B. (2011). Hubungan Gaya Kepemimpin Kepala Ruangan Dengan Stres Kertja
Perawat Pelaksana Di ICU RSUP DR. M. DJAMIL Padang tahun 2010.
http://repository.unand.ac.id/18134/1/HUBUNGAN%20GAYA%20KEPEMIMPIN
AN%20KEPALA%20RUANGAN%20DENGAN%20STRES%20KERJA%20PER
AWAT%20PELAKSANA%20DI%20ICU%20RSUP%20DR.%20M.%20DJAMIL
%20PADANG%20TAHUN%202010.pdf diunduh pada 26 November 2013
Qumaihah, Jabir. (1990). Beroposisi Menurut Islam. Jakarta : Gema Insani Press
Quthb, Sayyid. (2008). Tafsir Fi Zhilalil Qur‟an Jild 10. Jakarta: Gema Insani Press
Raco, J.R. (2010). Metode Penelitian Kualitatif: Jenis, Karakteristik dan Keunggulannya.
Jakarta: PT Grasindo
Rasuanto, Bur. (2005). Keadilan Sosial: Pandangan Deontologis Rawls dan Habermas, Dua
Teori Filsafat Politik Modern. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Riyanto,Theo. (2006). Jadikan Dirimu Bahagia. Yogyakarta: Penerbit Kanisius
Saipul. (2009). Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Disiplin Kerja (Studi pada pegawai
Rumah Sakit Islam Banyuwangi).
http://digilib.umm.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jiptummpp-gdl-s1-
2009-saipul0461-16713&PHPSESSID=42d6ee65b827a38f44956092d28ba985
diunduh pada 26 November 2013
Salusu, J. (2004). Pengambilan Keputusan Stratejik: Untuk Organiasi Publik dan Organisasi
Nonproit. Jakarta: Grasindo
Setiawan, RB. (2010). Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Motivasi Kerja Pada PT.
PLN (Persero) Kantor Wilayah Sumatra Utara. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19465/5/Chapter%20I.pdf. Diunduh pada 26 November 2013
Streubert, Helen J & Dona Rinaldi carpenter, (1999). Qualitative Research in Nursing. 2nd
ed. Lippincot.
Suarli &dan Bahtiar, Y. (2010). Manajemen Keperawatan. Jakarta: Erlangga
Simanullang, M H. (2013). Analisis Peran Kepala Ruangan dalam Pelaksanaan Fungsi
Manajemen Keperawatan; Persepsi Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap
Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan.
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/39138 diunduh pada 19 November
2013
Swansburg, Russel C. 2001. Pengantar Kepemimpinan dan manajemen keperawatan untuk
perawat klinis. Jakarta: EGC
Syahrur, Muhammad. (2003). Tirani Islam: Genealogi Masyarakat dan Negara. Yogyakarta:
Penerbit LkiS Yogyakarta
Taufiq, A M. (2004). Praktik Manajemen Berbasis Al-quran. Jakarta: Gema Insani Press
Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI. (2007). Ilmu Dan Aplikasi Pendidikan.
Bandung: PT Imperial Bhakti Utama
Umar, H. (2000). Business An Introduction. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama
Warouw, H. Hana Yulianti M. Hendry P. (2013). Hubungan Kepemimpinan Kepala Ruangan
Menurut Persepsi Perawat Terhadap Motivasi Kerja Perawat Pelaksana Di Ruang
Intalasi Rawat Inap F BLU RSUP PROF. Dr. R.D Kandou Manado.
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jkp/article/view/2185 diunduh pada 22 Oktober
2013
Wood, Geri Lobiondo, Judith Haber. (2006). Nursing Research Methods and Critical
Appraisal for Evidence-Based Practice. United Stated of America: Mosby Elsevier
Yuswanto, Tri Johan Agus. (2013). Pengembangan Model Kepemimpinan Keperawatan Di
Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Kelas A Di Indonesia.
http://www.fik.ui.ac.id/content/promosi-doktor-tri-johan-agus-yuswanto diunduh
pada 26 November 2013
_________________. (2014). An Encyclopedia Britannica Company. http://www.merriam-
webster.com/dictionary/experience diunduh pada 12 Mei 2014
PENJELASAN TENTANG PENELITIAN
Pengalaman Kepala Perawat Ruangan dalam Penerapan Gaya Kepemimpinan
Islam di Rumah Sakit Syarif Hidayatullah
Partisipan yang saya hormati,
Saya yang bertanda tangan dibawah ini
Nama : Yoga Teguh Guntara
NIM : 1110104000024
Adalah mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, akan melakukan penelitian tentang “Pengalaman Kepala
Perawat Ruangan dalam Penerapan Gaya Kepemimpinan Islam di Rumah Sakit
Syarif Hidayatullah”.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi dan menggali secara
mendalam pengalaman Kepala Perawat Ruangan dalam penerapan gaya
kepemimpinan Islam. Selain itu, penelitian ini merupakan bagian dari persyaratan
untuk menyelesaikan Program Pendidikan S1 saya di Program Studi Ilmu
Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Besar harapan saya agar Anda bersedia menjadi partisipan dalam penelitian
saya dan mengungkapkan pengalaman serta pendapat terkait penelitian yang akan
dilakukan. Penelitian ini akan dilakukan dalam bentuk wawancara selama kurang
lebih 30-45 menit dan bila dibutuhkan informasi tambahan sekiranya dimohon
kesediaan Anda untuk wawancara tambahan.
A. Prosedur Penelitian
Apabila Anda bersedia berpasrtisipasi dalam penelitian ini, Anda diminta
menandatangani lembar persetujuan ini. Prosedur selanjutnya adalah:
1. Anda diminta mengisi identitas yang terdapat di lembar biodata.
2. Peneliti akan melakukan wawancara dengan Anda selama kurang lebih 30-45
menit.
3. Bila diperlukan wawancara tambahan, diharapakan kesediaan waktu
partisipan di lain waktu.
4. Partisipan diperkenankan mengundurkan diri bila dirasa tidak nyaman atau
keberatan ketika dilakukan penelitian.
B. Kewajiban partisipan
Sebagai subyek penelitian, Anda berkewajiban mengikuti aturan dan petunjuk
penelitian seperti yang tertulis diatas, bila belum jelas dapat bertanya langsung
kepada peneliti.
C. Kerahasiaan
Semua informasi yang berkaitan dengan identitas responden akan dirahasiakan
dan hanya akan diketahui oleh peneliti. Hasil penelitian akan dipublikasikan
tanpa identitas asli partisipan.
D. Informasi tambahan
Anda dapat menanyakan hal yang belum jelas sehubungan dengan penelitian ini
atau mengenai kontrak waktu dan tempat untuk dilakukan wawanncara, Anda
dapat menghubungi saya Yoga Teguh Guntara pada no hp. 085714536223
PERMOHONAN MENJADI PARTISIPAN
Kepada Yth,
Partisipan Bapak/Ibu
Di tempat
Dengan hormat,
Saya yang bertandatangan dibawah ini:
Nama : Yoga Teguh Guntara
NIM : 1110104000024
Status : Mahasiswa Ilmu Keperawatan UIN Jakarta
Dengan ini memohon kepada Bapak/Ibu untuk bersedia menjadi partisipan pada
penelitian yang saya lakukan yang berjudul “PENGALAMAN KEPALA PERAWAT
RUANGAN DALAM PENERAPAN GAYA KEPEMIMPINAN ISLAM DI
RUMAH SAKIT SYARIF HIDAYATULLAH”
Demikian Saya sampaikan, atas perhatian dan ketersediaan Bapak/Ibu saya ucapkan
terimakasih.
Hormat Saya,
Yoga Teguh Guntara
LEMBAR PERSETUJUAN
Setelah membaca surat permohonan dan mendapat penjelasan tentang
penelitian yang akan dilakukan, saya dapat memahami tujuan, manfaat, dan prosedur
penelitian yang akan dilakukan. Saya mengerti dan yakin bahwa peneliti akan
menghormati hak-hak dan kerahasiaan saya sebagai partsipan. Dengan penuh
kesadaran dan tanpa paksaan dari pihak manapun, saya bersedia menandatangani
lembar persetujuan untuk menjadi partisipam pada penelitian ini.
Jakarta, ……………....2014
Tanda Tangan dan Nama Jelas Responden
PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM BAGI PARTISIPAN
Pengalaman Kepala Perawat Ruangan dalam Penerapan Gaya Kepemimipinan
Islam di Rumah Sakit Syarif Hidayatullah
A. Petujuk Umum
1. Tahap perkenalan
2. Ucapkan terima kasih kepada informan atas kesediaan dan waktu yang telah
diluangkan untuk pelaksanaan wawancara
3. Menjelaskan maksud dan tujuan
4. Mengisi identitas partisipan
5. Membuat kontrak dan waktu
B. Petunjuk Wawancara Mendalam
a. Wawancara dilakukan oleh seorang pewawancara
b. Informan bebas menyampaikan pendapat, pengalaman, saran dan
komentar
c. Pendapat, pengalaman, saran dan komentar informan sangat bernilai
d. Tidak ada jawaban yang benar atau salah
e. Semua pendapat, pengalaman, saran dan komentar akan dijamin
kerahasiaannya
f. Peneliti akan merekam semua hasil wawancara dengan tape recorder
untuk membantu pencatatan hasil wawancara dan menggunakan sebuah
catatan sebagai field note untuk membantu percakapan agar tidak ada
pernyataan yang terlewat dari partisipan
C. Identitas Pewawancara
Pewawancara :
Tanggal wawancara :
Waktu wawancara :
Tempat wawancara :
D. Identitas Partisipan
1. Nama Partisipan :
2. Tanggal lahir/Umur :
3. Jenis Kelamin :
4. Perkerjaan/Jabatan :
5. No Tlpn/Hp :
E. Pertanyaan Wawancara
1. Terkait dengan pengalaman Anda dalam mengelola dan memimpin
keperawatan, dapatkah Anda menceritakan pengalaman Anda dengan gaya
kepemimpinan Islam Syura (permusyawaratan) ?
2. Terkait dengan pengalaman Anda dalam mengelola dan memimpin
keperawatan, dapatkah Anda menceritakan pengalaman Anda dengan gaya
kepemimpinan Islam ‘Adl bil qisth (keadilan, disertai kesetaraan) ?
3. Terkait dengan pengalaman Anda dalam mengelola dan memimpin
keperawatan, dapatkah Anda menceritakan pengalaman Anda dengan gaya
kepemimpinan Islam Hurriyyah al-kalam (kebebasan berekspresi) ?
4. Terkait dengan pengalaman Anda dalam mengelola dan memimpin
keperawatan, dapatkah Anda menceritakan pengalaman Anda dengan nilai-
nilai Islam yang ditanamkan di dalam gaya kepemimpinan Islam ?
F. Fase wawancara
No Kegiatan Respon sasaran Waktu
1. Pra Interaksi
- Memberi Salam
- Memperkenalkan diri, kontrak
waktu.
- Menjelaskan tujuan, prosedur
penelitian
- Mengisi lembar identitas dan
informed consent
- Memastikan kondisi ibu hamil
saat ini
- Menjawab salam
- Mendengarkan dengan atensi
dan memberi respon
- Mengisi lembar identitas dan
informed consent
10menit
2. Interaksi (Wawancara)
1. Terkait dengan pengalaman Anda
dalam mengelola dan memimpin
keperawatan, dapatkah Anda
menceritakan pengalaman Anda
dengan gaya kepemimpinan Islam
Syura (permusyawaratan) ?
2. Terkait dengan pengalaman Anda
dalam mengelola dan memimpin
keperawatan, dapatkah Anda
menceritakan pengalaman Anda
dengan gaya kepemimpinan Islam
‘Adl bil qisth (keadilan, disertai
kesetaraan) ?
3. Terkait dengan pengalaman Anda
dalam mengelola dan memimpin
keperawatan, dapatkah Anda
Mendengarkan pertanyaan,
menceritakan pengalaman yang
Kepala Perawat Ruangan Ketahui
25menit
menceritakan pengalaman Anda
dengan gaya kepemimpinan Islam
Hurriyyah al-kalam (kebebasan
berekspresi) ?
4. Terkait dengan pengalaman Anda
dalam mengelola dan memimpin
keperawatan, dapatkah Anda
menceritakan pengalaman Anda
dengan nilai- nilai Islam yang
ditanamkan di dalam gaya
kepemimpinan Islam ?
3. Terminasi
- Memvalidasi apa yang telah
disampaikan
- Membuat kotrak waktu dan
tempat bila diperlukan
wawancara tambahan
- Mengucapkan terimakasih atas
kesediaan waktunya.
- Mengucapkan salam
- Merespon apa yang
disampaikan
- Menjawab salam
10
menit
LEMBAR OBSERVASI
Subjek :
Tanggal :
Waktu : sd
Tempat :
Catatan Lapangan
1. Proses atau kegiatan selama wawancara berlangsung
2. Kondisi tempat wawancara atau lingkungan kerja
3. Benda yang ada disekitar subjek
4. Penampilan informan saat wawancara
5. Sikap, mimik, intonasi, respon nonverbal informan saat wawancara
6. Orang yang berada sekitar informan
7. Gangguan khusus selama wawancara
8. Interaksi sosial informan pada lingkungan (Atasan, staf bawahan, pasien dan
keluarga pasien)
Transkrip Percakapan
Subjek : Ny. Sugi Astuti (P1)
Tanggal : Selasa, 3 Juni 2014
Waktu : 10.05 am sd 10.37 am
Tempat : Ruang Praktek dr. Saraf lantai 2 RS Syarif Hidayatullah
Jabatan : Supervisor Asuhan Keperawatan
1. Terkait dengan pengalaman Anda dalam mengelola dan memimpin
keperawatan, dapatkah Anda menceritakan pengalaman Anda dengan gaya
kepemimpinan Islam Syura (permusyawaratan) ?
R1: “Kalau saya kebetulan kan pegang dirawat inap ya, rawat inap lantai 2,3 dan 4.
Kalau dari saya sendiri lebih condong ke praktek lapangannya, di banding teori,
kalau saya. Jadi pendekatannya lebih gampang. Kalau keteori biasanya lebih cocokin
sama prakteknya biasanya beda. Kalau kita berpatokan sama teori, biasanya temen-
temen lebih cendrung kurang masuk. Karna kondisi pasien terutama. Apalagi rawat
inap itu unik. Pasien minta ini lah, sedangkan secara teori kan harus seperti ini,
seperti ini, seperti itu. Pasiennnya yang unik, mungkin yang permintaannya
banyaklah dari keluhanlah, dari masalah keluargalah, jadi saya diterapkan ke sistim
lapangan. Pasien juga Sugi langung coacnhing, ketemu. Trus ke perawatnnya juga
sama. Jadi misalkan ada perawat atapun staf saya, yang merasa terlihat tampak
kurang bersemangat, saya langsung ketemu. Kita panggil. Panggipun berdua aja,
kendalanya apa. Misalkan ya intinya kendala dilapangan apa, yang bikin g semangat
atau apa. Jadi satu individu saya tarik. Tapi juga saya lakukan brieffing, brieffing
rutin. brieffingnya seminggu dua kali biasanya. Lainnya mah langsung ketemu satu-
satu, kalau menemukan ada kendala. Kalau g semangat bisanya di observasi dulu. Ini
mengganggu perkerjaan apa enggak. Kadang orang g mood itu bukan berarti g
semangat ya. Cuman raut mukanya aja, mungkin kita ingetin aja, “ayoo senyuum”
seperti itu. Tapi kalo udah menggau pelayanan langsung ketemu”
P: “Penyelesaian masalah dengan musyawarah tadi itu bagaimana?
R1: “Pertama kita itu ketemuan sama perawat. Pertama kita pendekatan dulu.
Pendekatan ke personal itu, biar dia mau bener-bener mau cerita. Karna g semua
perawat itu masalahnya kerjaan. Misal pribadi kalau memang masalah pribadi selama
saya bisa bantu ya kita bantu. Selama kita g boleh masuk ke situ,masalah rumah
tangga kan misalnya, kita bantu motivasi. Tapi kalau mengenai perkerjaan,
kendalanya apa. kalau kendalanya itu tim. Timnya yah. satu tim itu ternyata g cocok.
Kita upayakan untuk ganti tim. Tapi dengan satu syarat, untuk selanjutnya harus
berubah. Metodenya satu persatu sama brieffingnya seminggu dua kali, g tiap hari.
Karna kalau tiap hari menurut saya kurang mengena. Karna g semua perawat itu mau
cerita di depan umumkan”.
P: “Hal apa yang disampaikan dalam brieffing?”
R1: “Pertama motivasi, yang kedua ha-hal yang tidak dilakukan sesuai prosedur.
Prosedur di kita kan banyak. Namanya orang kan perubahan kan g lurus terus.
Kadangkan suka belok. Prosedurnya harus begini, melenceng dikit kita lurusin.
Brieffing biasanya rawat inap per 15 menit, maksimal 30 menit kalau banyak
pertanyaan”
2. Terkait dengan pengalaman Anda dalam mengelola dan memimpin
keperawatan, dapatkah Anda menceritakan pengalaman Anda dengan gaya
kepemimpinan Islam ‘Adl bil qisth (keadilan, disertai kesetaraan) ?
R1: “Kalau saya sistem nya usaha sebaik mungin. Sebaik mungkin dalam arti adil.
Misalkan jadwal aja ya. Karna kan cendrung orang merasa, ini g adil itu g adil. Saya
bikin ada request. Request jadwal, seperti itu. Itu pun request ada batas waktunya.
Misalkan buka tanggal 21, tutup tanggal 25. Diatas 25 saya g terima. Udah.
Kepakatan diluar itu , Sugi g mau lagi. Ataupun cuti juga sama. Gantian shift juga
sama, kalau memang aturannya harus seperti ini dia g lakuin ya langsung ada
punishmentnya misalkan dia presentasi.”
P: “Kalau ada problem antar staf, bagaimana penerapan adil itu sendiri berdasarkan
pengalamannya?”
R1: “kadang kan kita melihat sekilas itu, saya bilang kadang g sesuai. Tadi kembali
ke yang awal. Sugi brieffing, g kena Sugi masuk satu persatu. Kadang miss
komunikasi soalnya. Makanya sekarang Alhamdulillah rawat inap stabil. Kalau
masalah paling ya, kalo temen-temen tim ya. Karna kan masing-masing orang punya
prinsip yang berbeda-beda tapi, ya tujuannya sama. Misalkan satu tim itu ada empat
orang atau tiga orang. Yang satu orangnya menage waktunya pinter ngatur-ngatur
pasien. Yang satu mungkin prinsipinya kurang cepet tapi teliti, kan berbeda ya. Yang
satu yang penting cepet kelar. Tiga orang berbeda itu kan saling ini ya, yang satu
pengen cepet, yang satu lambat, tapi kan tujuannya sama. Ya itu aja sih, biasanya
tim. Adilnya saya itu ya pendekatan, kalo ya pendakatan, kalo yang kedua ya apa
yang kita tetapkan ya kita jalankan gitu. Jadi semuanya ngikutin gitu, g keluar jalur..
Jadi semua rata gitu. G cuti ya g cuti semua. Kecuali ada hal-hal yang tertentu, orang
tua meninggal atau emergensi, itu beda lagi. Jadi g ada perawat ini saya spesialkan
gitu, saya samain”
3. Terkait dengan pengalaman Anda dalam mengelola dan memimpin
keperawatan, dapatkah Anda menceritakan pengalaman Anda dengan gaya
kepemimpinan Islam Hurriyyah al-kalam (kebebasan berekspresi) ?
R1: “Ya itu,Sugi itu, membebaskan, kita doa, kita kan operan dines ya disitu, temen-
temen itu ya bebas berekspresi, namanya doa ada yang sebelum berdoa itu apa
namanya, ada pengawalan atau yang memimpin. Jadi g ada harus begini, harus
begini, enggak. Selama doanya masih sesuai sama standar ya g apa-apa. Kebebasan
ekspresi dalam brieffing ya itu, bisa mengeluarkan pendapat bebas, bisa mengkritik,
mengkritik dalam arti,ee.. pelayanan kita gimana, masukannya, ataupun atasannya
atau pun fasilitas disini. Membuka care aja, ayo kita perbaiki bareng-bareng. Atau
pun kita ada rapat unit sebulan sekali, itu pertemuan semunya. jadi kita semuanya
dibahas disitu, dan itu secara tertulis dari hasil brieffingnya itu. Setiap kita brieffing
itu tertulis, begitu pun rapat. Masalah temen-temen atau ini itu”
P: “Kalau ada permasalahan antar staf itu bagaimana cara menanggapinya?”
R1: “Sugi cari tau dulu masalahnya itu apa, biasanya dua orang itu tujuannya sama
cuman beda persepsi aja, biasanya salah satu ini sulit menceritakan, ini sulit cerita
duluan yang satu jangan ganggu dulu, suruh mendengarkan. Setelah selesai ya yang
satu menceritakan. Jadi saya ambil jalan tengahnya. Jadi maksudnya saya
menengahin tujuannya cuma satu ini, seperti itu sih sebenarnya akhirnya nanti
ketemu”
4. Terkait dengan pengalaman Anda dalam mengelola dan memimpin
keperawatan, dapatkah Anda menceritakan pengalaman Anda dengan nilai-
nilai Islam yang ditanamkan di dalam gaya kepemimpinan Islam ?
R1: “Nilai Islam apa ya, mungkin termasuk sopan ya, ramah itu pertama. Terus hati
ke hati baik temen-temen maupun dengan pasien. Karna kita g cuma membantu
orang tapi dengan hati. Trus yang pasti juga tegas. Tegas juga harus perlu ya. Tapi
yang utama hati sih. Jadi, Sugi selalu bilang ke temen-temen anggaplah pasien seperti
keluarga kita sendiri, Sugi selalu saya bilang begitu. Kalau udah seperti itu
InsyaAllah dari ramah, sopan, tanggung jawab semunya. Dari hati dulu. Jangan karna
tugas saja.”
P: “trus apalagi mbak kira-kira?”
R1: “Doa. Doa kita ya itu kita udah menerapkan ke pasien baca doa, itu udah ke
pasien semunya jalan.
Transkrip Percakapan
Subjek : Ny. Agustina Merdeka Wati (P2)
Tanggal : Selasa, 3 Juni 2014
Waktu : 10.40 am sd 11.15 am
Tempat : Ruang Praktek dr. Saraf lantai 2 RS Syarif Hidayatullah
Jabatan : Kepala Ruangan Rawat Inap Lantai 2 dan 3 RS Syarif Hidayatullah
1. Terkait dengan pengalaman Anda dalam mengelola dan memimpin
keperawatan, dapatkah Anda menceritakan pengalaman Anda dengan gaya
kepemimpinan Islam Syura (permusyawaratan) ?
R2: “Aaa..kalau saya sih untuk gaya kepemimpinan musyawarah itu emang perlu ya,
karna kan setiap sesuatu hal itu untuk memutuskan segala sesuatu kita tidak bisa
dengan sepihak. Misalkan ada kasus-kasus tertentu bahawa ada masalah yang terjadi
karnakan menurut saya itu rawat inap itu unik, jadi g hanya datang langsung pulang,
seperti itu. Pasien itu datang dirawat beberapa hari paling minimalkan satu, dua hari
itu minimal ya, jadi segala sesuatunya kita harus dimusyawarahkan. Kan
musyawarah itu penting ya jadi, kita juga tidak ada untuk kepemimpinan itu yah?
bawahan itu harus mengikuti atasan memang kita harus, cuman kita juga harus
sharing ya, kendalanya dimana siih,seperti itu”
P: “Seandainya ada permasalahan dari proses musyawarah itu sendiri, cara Anda
mengelola masalah ini bagaimana?”
R2: “kita sih, pasti ada untuk selisih pendapat dan sebagainya itu ada, cumankan
kita harus cari permasalahannya itu apa sih? Kan kita setiap permasalahannya itu
pasti ada jalan penyelesaiaanya, makanya kita untuk mengadakan musyawarah
seperti itu. Kalau dirawat inap itu kita, kalau dinas malem jadi kita selalu tanya apa
yang terjadi, jadi disitu misalkan kalau ada-ada masalah kita g hanya, untuk
menyelasaikan itu g hanya satu, dua orang, jadi dari pendapat satu ke pendapat yang
lain”
P: “Dalam bermusyawarah itu yang mengambil keputusan itu siapa?”
R2: “Untuk mengambil keputusan, tetep saya sebagai kepala ruangan, seperti itu.
Cuman, kita kan juga harus mempertimbangkan, temen-temen yang ada dibawah
saya, seperti itu. Bagaimana siih keinginan mereka, kita juga harus mendengarkan.
Misalkan ada masalah. Jadi kita tidak mendengar itu satu pihak, seperti itu. Tapi
keputusan pastinya ada di saya, seperti itu. Membutuhkan proses memang, walaupun
disaat musyawarah itu, masalah belum ini ya, masih belum selesai, seperti itu.
Bagaimana sih? Ooh permasalahan itu bagaimana, itu harus saya yang berfikir
sendiri baru nanti saya konfirmasi ke temen-temen, gitu. Karna kan setiap kita di
dalam ruang lingkup kalau manajemen ya, dari atasan ke bawahan pasti ada
perselisihan. Apalagi kalau rawat inap itu kita stafnya banyak ya, beda kalau
misalkan kita office, kalau ada masalah, biasanya distu-situ aja. Kalau kita di
perawatan itu kan bukan hanya kalau manajemen pasti antar manajemen, karna kalau
rawat inap itu denga pasien dan dengan yang sebagainya, seperti itu”
P: “Dari proses bermusyawarah itu bagaimana ibu gambaran penerapannya?”
R2: “Kalau saya sih yang sudah berjalan ya, karna kebetulan saya menjabat kepala
ruang dari 2012. Eee..disitu, jadi setiap orang berhak untuk mengeluarkan apa itu
pendapat dia, yah seperti itu. Jadi saya memberikan kebebasan untuk temen-temen
saya mengeluarkan apa sih yang ada dipikiran mereka, apasih yang ada dibenak
mereka, jadi kita semuanya itu keluar, jadi maksudnya g orang-orang tertentu ini
yang mengeluarkan pendapat. Kan kasian dari orang yang baru sampai orang yang
lama, pasti saya minta pendapatnya. Jadi, tidak ada itu namanya anak baru yang g
berhak apa-apa disitu, ga ada. Jadi, dari yang baru sampe yang lama itu berhak
mengeluarkan semuanya. Karna kan untuk prosesnya, kita sama-sama belajar disini,
kan kita g harus yang lama disini pinter kan?, kan tidak seperti itu. Bisakan baru kita
mengambil pengalaman dari yang baru kita mengambil pengalamannya, iya kan. Kita
berbagi ya, kalo yang namanya musyawarah itu kan kita berbagi, berbagi pendapat,
kita sharing gitu. Musyawarahkan g harus masalahnya apa itu terjadi, kan tidak harus
seperti itu. “Jadi kan bagaimana temen-temen?” Seperti itu kan setuju apa tidaknya,
seperti itu”
2. Terkait dengan pengalaman Anda dalam mengelola dan memimpin
keperawatan, dapatkah Anda menceritakan pengalaman Anda dengan gaya
kepemimpinan Islam ‘Adl bil qisth (keadilan, disertai kesetaraan) ?
R2: “Eee..untuk pengalaman yang adil ya, kalau adil itu berarti harus semuanya rata
ya, kan tidak ada anak kakak, anak tiri, anak asuh dan anak kandung istilahnya
seperti itu. Jadi memang kalau menurut saya kalau seorang pemimpin itu kan amanah
ya, kalau menurut Islam, itu kan amanah. Jadi, memang harus bener-bener bisa
memposisikan adil itu harus, ya kan. Tidak ada perbedaan antara si A si B. Ooh saya
suka dengan si A jadi saya harus mendekati si A, tidak seperti itu. Jadi kita itu lihat,
kalau memang untuk adil itu bukan hanya untuk perlakuan tapi untuk mengambil
keputusan juga, ya kan, kalau untuk adil. Pastinya kalau memang kalau orang ini
bersalah apa sih prosesnya, bagaimana untuk kesalahan tersebut. Jadi, memang harus
sesuai g harus ada pilhan-pilihan, kalau memang salah ya salah. Jadi ga ada namanya
“yang ini lho yang bener ini salah” g ada yang seperti itu”
P: “Manajemen konflik dari penerapan adil ini bagaimana berdasarkan
pengalamanya?”
R2: “Kalau kita dirawat inap itu kan kita ada tim tergantung dari kesalahannya, kalau
misalkan untuk di rawat inap itu. Eee..kalau misalkan kesalahanya ternyata
kesalahannya itu untuk individu, ya kita ke individu tersebut ya, memang salah. Kita
proses, ini salahnya seperti apa sih, harus dia apain. Tapi, misalkan kesalahannya itu
satu tim, kita harus semuanya, jadi g harus menyalahkan si A, kan kita kan kalau
dirawat inap itu kita ada PJ, ada middle, ada yang baru ya. Jadi kita tiga, untuk
koposisinya tiga. Tergantung kesalahannya itu. Kalau memang semuanya itu kan
yang paling bawah itu kan g semuanya tau kan si baru, jadi beberapa mungkin ada
yang tidak tau. Kan bisa ke PJ, jadi bs nanya kesalahannya ini dimana, kita tanyakan
kesalahannya ini dimana apa sudah ngomong ke PJ nya dulu, seperti itu kan
bertanggung jawab untuk semunya. Jadi, tergantung kesalahan nya untuk terjadinya
konflik. Maka tergantung konfliknya ini individu apa kesemuanya. Karna kan ada
yang memang terjadi, oh PJ nya ini sudah mengingatkan, ini kan SOPnya sudah
seperti ini ini ini. Ternyata yang baru tidak mengikuti berarti kan PJ ini kan sudah
berusaha mengingatkan. Berarti kan itu kesalahan individu ya. Kalau misalkam
masalah itu terjadi didalam satu tim, kan kita harus lihat dulu masalahnya ini dimana
sih, miss nya dimana, seperti itu.”
P: “Pendekatan yang Anda lakukan itu seprti apa?”
R2: “Kalau pendekatan pasti , kan kita kan setiap, seperti yang saya bilang kan rawat
inap itu unik, jadi kita ini tidak bisa, tanpa mereka saya juga tidak akan seperti ini.
Pastinya seperti itu. Jadi kan kita mendekati, apa sih kekurangannya apa sih yang
bisa yang belum bisa ya. Kalau misalkan gini kalau orang baru, pasti kita harus
mendekati dia, kita harus melakukan pendekatan, biar dia juga tidak merasakan saya
selalu baru, saya ini selalu disuruh-suruh, yaa.. karna kita kan semuanya sama-sama
berarti. Baik yang baru ini harus melakukan pendekatan,. Biar yang baru juga seperti
yang lama. Yang lama juga bisa mengajari yang baru jadi kita sama-sama
mengayomi. Kan harus selalu ada pendekatan, kalau misalkan tidak ada pendekatan,
yang baru dia akan tetep akan seperti itu, yang lama juga pinter hanya untuk dirinya
sendiri, ya kan. kalau kita pendekatan itu kalau kita misalkan kita langsung semunya,
kan kita g tau kekurangannya dia ini diamana sih, dia ini yang g bisa apa, yang belum
bisa apa, dia kendalanya dimana, ada masalaha apa engga?. Ka kalo misalkan kita
berkerja karna, kalau misalkan kita ada masalah ni... itu kan bisa terbawa di tempat
kerja, biasa seperti itu. Jadi, kita harus tau oohh si ini ni lagi ada masalah, jadi
kitakan harus ada pendekatan seperti itu. karna kan, kalau kita ada masalah pasti
mempengaruhi mood, ya kan. Sedangkan kalau kita disini melayani customer ya,
pasien itu kan cutomer, kalau menurut kita, jadinya kita g harus sesuka kita, pasien
ini orang lho, ini nyawa, itu bukan barang, seperti itu. Jadi, kalau misalkan ada
masalah di rumah, jangan samapi dibawa ke tempat kerja”
3. Terkait dengan pengalaman Anda dalam mengelola dan memimpin
keperawatan, dapatkah Anda menceritakan pengalaman Anda dengan gaya
kepemimpinan Islam Hurriyyah al-kalam (kebebasan berekspresi) ?
R2: “Kebebasan berekspresi, kalau rawat inap kan yang penting gini ya, kalau
misalkan kebebasan berekspresi kita kan mau ngapain aja, gitu kan ya. Aaa kan kita
kan disini ada hal yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakuakan. Tetapi,
kebebasan misalkan, saya punya pengalaman di satu tempat, misalkan ya dari anak
buah, misalkan seperti itu. Satu tempat. Boleh dibawa kesini selama itu baik , seperti
itu. Selama itu baik ya silahkan, silahkan aja, yang penting kita tidak menyalahi
aturan, seperti itu. Karna kan kalau kita kerja di pelayanan itu ada SOP, jadi bebas
berkeskpresi itu tetep bebas, maksudnya dalam berkerja yaa. Kecuali dalam
mengeluarkan pendapat kan itu bebas, tetapi kalau itu untuk berkerja, yang penting
kita berkerja ini tidak keluar dari SOP, karenakan kita ada SOP disetiap pelayanan itu
ya. Jadi sesuai prosedur, seperti itu. Kalau dalam untuk berkerja. Karna untuk
perawat itu tindakan ya masa ya, karna manusia itu punya nyawa, itu kan bukan
barang ya, jadinya pasien itu punya nyawa harus bebas berekspresi g harus dibanting-
banting. Kecuali komputer ya kan, kita mau berekspresi apa, kita mau bikin media
apa kita silahkan, beda yang seperti itu. Misalkan, “kita punya cara baru nih, pakai
infus kita g pake alat-alat ini lho, pasang infus itu begini”. Ya kalau sesuai prosedur
silahkan silahkan yang penting sesuai prosedur silahkan”
4. Terkait dengan pengalaman Anda dalam mengelola dan memimpin
keperawatan, dapatkah Anda menceritakan pengalaman Anda dengan nilai-
nilai Islam yang ditanamkan di dalam gaya kepemimpinan Islam ?
R2: “Eee..kalau kan nilai Islam kan, ajaran Islam itu, kalau pemimpin itu amanah ya
kan, pemimpin itu apa ya?. Pemimpin itu harus punya sifat yang adil, ee...yang jujur,
eee..yang bijaksana, terus apalagi ya. Eee..tegas sih tegas, tapi harus tegas dalam
ngambil keputusan, itu tegas. Jadi pemimpin itu amanat. Karna kan kalau dibilang
amnaah itu beratkan sebenarnya. Amanah itu kan semua mewakili semua”
Transkrip Percakapan
Subjek : Ny. Siska Yuliasnita (P3)
Tanggal : Selasa, 3 Juni 2014
Waktu : 11.25 am sd 12.05 am
Tempat : Ruang Praktek dr. THT lantai 2 RS Syarif Hidayatullah
Jabatan : Kepala Ruangan Kebidanan Lt 4 Rs Syarif Hidayatullah
1. Terkait dengan pengalaman Anda dalam mengelola dan memimpin
keperawatan, dapatkah Anda menceritakan pengalaman Anda dengan gaya
kepemimpinan Islam Syura (permusyawaratan) ?
R3: “Tergantung masalahnya ya, kalo memang masalahnya itu membawa
kebersamaan, maksudnya rame-rame ya mungkin kita selesaikan ngumpulnya
bareng-bareng. Hmmm... dan membahasnya ya fokus permasalahannya dan mungkin
itu sifatnya formal ya, kita dalam satu ruangan mungkin khusus, eee.. duduk bareng
rame-rame membahas permasalahannya, tapi kalo misalkan permasalahannya itu
sifatnya pribadi, biasanya aku manggil orang itu, jadi empat mata face to face lah
ngomong dan itu hanya keep silent lah aku sama yang bersangkutan aja yang tau, itu,
jadi tergantung masalahnya”
P: “Manajaemen konflik dalam proses bermusyawarah itu bagaimana?”
R3: “Kalau itu memang itu bisa diperbaiki dengan teguran konfliknya, misalkan ada
contoh ada kesalahan terapi, misalkan. Keasalahan terapi dokter kita selesaikan
bareng-bareng kita tanya apa sih masalahnya, kendalanya dilapangan itu apa
misalkan begitu. Misalkan ada yang ngomong pasien lagi rame itu, jadi kita kurang
fokus, jadi injeksinya salah misalkan gitu. Kita kasih solusi, disaat rame itu apa yang
harus benar-benar diperhatikan. Dan munculah saat itu, kita dinas, sekali dinas dua
orang, kita terpecah biasanya , di lantai 4 itu ada ruang tindakan bersalin sama ruang
perawatan. Misalkan ada tindakan di ruang bersalin, mau g mau g mau satu bidan
stand by di ruang tindakan, nah yang satu dilantai 4. Itukan muncul masalah banyak
itu, kalo yang satunya g fokus ada aja yang konfliklah, disitu kita pecahkan. Gimana
misalkan gitu, ternyata ada solusi kita minta bantuan ke unit lain yang memang
sekiranya bisa membantu, contohnya perawat yang sedang tidak ada pasien, bisa
ditarik ke lantai 4, salah satunya sih seperti itu”
P: “Dalam pengambilan keputusan dalam bermusyawarah itu siapa dan bagaimana?
R3: “Yah tergantung kasus, kalau masalahnya itu tidak membawa, tidak membawa,
tidak terlalu memberikan masalah kepada pasien bianya sih keputusan aku ambil
sendiri sebagai kepala ruangan. Tapi kalau memang itu masalahnya sudah menyebar
sampai ada komplain pasien, yah itu biasa nya ke atasan juga samapai manager.. Itu
kalau yang sudah menimbulkan komplain pasien secara tertulis ya, kalau tidak
tertima gitu. Musyawarah itu kan menurut saya, kaya model cerita ya, curhat ya.
Maksudnya musyawarah itu belum tentu ada masalah dulu baru kita musyawarah,
jadi kalau prinsip saya, hmm.. ada saat-saatnya kita ajak ngobrol temen-temen,
ngobrol itu bukan hanya masalah atau ngobrolin pasien. Jadi kadang aku ada ngambil
saat-saatnya, hmm... ngobrol santai, misalkan masalah hobi atau apa yang tren
sekarang, biasakan kalo bidan cewek-cewek biasalah, jadi atau mungkin ngobrolin
apa, nanti ada ujung-ujungnya ada menggali-menggali. Misalkan ”gimana dinas sama
ini ini, sama kakaknya gini gini?” jadi awalnya ngobrol ngobrol santai. Misalkan
sebelum operan tukeran dinas malam ke pagi. Dateng-dateng ya g langsung fokus
gini, Ngobrol santai tujuan aku, bikin temen-temen aku nyaman di tepat kerja, sebisa
mungkin dia menyukai perkerjaannya, sebisa mungkin kesana pasti akan baik, dia
mengerjakannya dengan enjoy ya. InsyaAllah masalah sih sedikitlah kalau memang
dia seneng menyukai perkerjaanya ya, suasana kernyanya nyaman, dianya fokus g
ada tekanan. Dan disini memang aku tipe orang yang g terlalu kaku, tapi aku bisa
fleksibel. Kadang sebagai atasan yang memang disaaat dia salah ya aku agak keras,
tapi sebagai temen ya sebagai temen. Dan cara aku negur juga yang langsung dikasih
hukuman, engga. Tapi aku kembalikan, “Seandaianya kamu jadi pasien mau g
digituin?” Jadi dia berfikir ulangkan. Dan musyawarah itu bukan harus ada masalah
baru kita kumpul. Misalkan kita kemana jalan bareng-bareng diluar kerjaan, itu salah
satu musyawarah ya, nanti ditengah-ditengah ditambah aku selipin ngomogin
masalah ini, “Untuk ningkatin pasien lantai 4, coba temen-temen ada ide g?” gitu.
Jangan ditunggu ada masalah dulu, ntar yang ada pecah, kaya bom meledak mas, ya
kan. Kecil-kecil ditumpuk-tumpuk, booom!. Rata-rata disini banyak begitu hal-hal
kecil distu kita menyelesaikannya dari hal kecil. Dari ngobrol santai kan biasanya ada
nih kendalanya apasih “ iya nih ka, ada gini gini!” gitu. Makanya aku menerapkan itu
walaupun sebagai kepala ruangan, bisa juga sebagai temen, bisa juga sebagai partner
kerja, bisa juga sebagai tempat curhat, bisa juga sebagai kakak, kebetulan umurku
klebih tua dari yang lain-lain. Bisa juga sebagai ibu, karena ada juga yang dari
perantauan. Jadi menasehati musyawarah g hanya disaat ada masalah disaat ada
konflik, prisnsip saya gitu. Saya orangnya fleksibel aja, disaat ada masalah saya
tegas. saya orang nya g suka ditakuti tapi senengnya disegani, naah gitu punya
prinsip. Jadi pemimpin jangan ditakukati tapi disegani. Kan beda ya, berwibawa dia”
2. Terkait dengan pengalaman Anda dalam mengelola dan memimpin
keperawatan, dapatkah Anda menceritakan pengalaman Anda dengan gaya
kepemimpinan Islam ‘Adl bil qisth (keadilan, disertai kesetaraan) ?
R3: “Hal kecil aja ya, ini kaya jadwal. Jadwal memang, ya namanya jadwal kita pola
tiga shift. Kan kalau kebidanan itu. Kalau tiga shift ya bermacem-macem sebenarnya
di unit lainnya itu g boleh rquest jadwal. “Misalkan tanggal sekian aku pengen libur”
gitu. Tapi aku memberikan ya itu kelongaran ke temen-temen memang karna aku
bukan langsung masuk sini bukan langsung jadi kepala ruangan. Tapi aku sebagai
staf biasa, dan menjadi kepala ruangan itu setelah aku dines disini 4 tahun. Aku jadi
kepala ruangan baru 2 tahun. 4 tahun itu aku merasakan yang aku menjadi staf biasa.
Yang mana susahnya kita dines malem, ya merasain lah kaya temen-temen. Makanya
aku juga yang g terlalu kaku. Aku izin kan request, tapi aku batesin. Misalkan
requestnya ada tiga. Nah disini kan ada 9 orang, pasti banyak kan, ada bentrok
apalagi yang namanya udah punya keluarga, pengen tanggal merah libur. Kan bisa
dilihat kan mas. Ada kita bisa melihat, misalkan itu bentrok dengan temen yang lain.
Aku liat dulu keperluannya apa. Dalam sebulan itu, misalkan dia ada request tiga
kali, yang satu request cuman dua kali, aku perbandingin kan maksudnya biar aku
adil gitu, salah satu aja yang paling penting mana dia, nah itu yang diutamakan. Jadi
jangan melihat ini kayanya orangnya g neko-neko nih, jadi aku acc. G gitu juga.
Kadang ada yang g di acc, ngomel-ngomel lah sama saya. Terserah, aku terserah
dibelakang ngomong apa yang menurut aku ini udah adil. Maksudnya aku utamakan
lah yang lebih penting. Kalo misalkan bikin jadwal ya, utamakan yang lebih penting,
terus memikirkan dari misalkan dia bulan sebelumnya udah cuti atau bulan ini
ngambil cuti lagi. Ya sama boleh juga, ganti dengan temen-temen lain”
P: “Manajemen konflik dalam penerapan adil ini bagaimana?”
R3: “Itu sih aku pernah nglamain juga ya jadi sebenar sih itu hal sepele sih mas, yang
satu nya sifat egois, yang satu nya g mau ngalah, g ketemukan?. Aku panggil
dudukin bareng, kita g menjudge dulu mereka dua-duanya salah, tapi kita suruh
ngobrol dulu versinya yang egois sama versi yang g mau ngalah, dari situ ya pasti
aku mengambil kesimpulan dan aku juga mencari data g yang dari omongan ini aja,
aku juga nyari data dari orang lain yang memang sekiranya ada hubungannya si
kasus mereka ini. Dan itu g hanya dari ya katanya-katanya ya, kalo dari itu pasti udah
ditambahinlah dari satu jadi tiga. Dan aku tipe orang yang memang g gampang
percaya sama yang katanya-katanya. Aku lebih bagus lagi nyari dari data secara
objektifnya. Jadi, dudukin bareng, kronologisnya sepertinya apa dari versinya
ini..keputusan di saya memang, nah disitu saya ngambil keputusan juga sesuai
dengan data yang ada secara objektif ya, bukan subjektif, itu. Awalnya aku diberikan
secara lisan. Nah dari situ aku evaluasi, bisanya aku kasih waktu, jangka waktu satu
minggu, dua minggu. Kalau misalkan g ada perubahan, mau g mau saya panggil lagi.
Ada yang secara lisan bisa, ada yang secara tertulis”
P: “Jadi adil itu, menggali dari permasalahannya terlebih dahulu ?
R3: “Permasalahannya terlebih dahulu dan kita juga harus sudah tau dulu, data
permasalahannya itu secara objektifnya, bukan secara subjektif ya, kalau subjektif
katanya-katanya itu masih bisa salah. Kalau objektifkan secara faktanya ya kan. Dari
situ kita bisa menyimpulkan, kesimpulannya. Ya kalau memang dua-duanya salah ya
mau g mau kita tegur dulu secara lisan keduanya kasih pengarahan segala macem,
nanti dievaluasi, kalau masih begitu juga mau g mau secara tertulis, kalau masih juga
kita ajukan ke SDM, biasanya kena SP atau segala macem”
3. Terkait dengan pengalaman Anda dalam mengelola dan memimpin
keperawatan, dapatkah Anda menceritakan pengalaman Anda dengan gaya
kepemimpinan Islam Hurriyyah al-kalam (kebebasan berekspresi) ?
R3: “Kebebasan ekspresi kebetulan aku punya anak buah yang masih gadis orangnya
itu, apa ya suka jalan kemana-mana, ya kayanya g cocok jadi bidan. Jadi
pergaulannya itu bener-bener bebas. Aku sih pernah sempat aku panggil gitu ya. Aku
kasih arahan. Aku ngerti di usia mu itu memang seperti itu. Ekspresinya mungkin
emosi, ekpresi sikap attitude ya segala macem. Terlalu vulgar seusianya dia dan dia
anak gadis. Ngumpul sana sini, tapi aku arahkan. Kalau disaat kita masuk kerja
apalagi kita profesi bidan ya harus disesuaikan. G apa-apa kalau full ekspresinya itu
positif, monggo aku persilahkan. Akhirnya memang awalnya dia g bisa nahan, waah
terlalu ini banget dari attitudenya sikapnya hampir negatif ya. Aku amatin aku
panggil sekali kasih pengarahan ini-ini. Dia ngerasanya enggak, karna menurut dia
itu biasa aja gitu kan. “ahh..emang aku begini kok” tapi kan yang ngasih penilaian
kan orang lain, yang ngasih masukan kan orang lain, ya kita bercermin dari diri kita
memang bagus, cermin itu g bisa ngomong kecuali kita yang ngasih masukan.
Alhamdulillah deh mau dia dikasih masukan dia mau, rubah sedikit-sedikit. Akhirnya
sekarang ekspresinya itu yang full itu aku arahin ke arah-arah yang positif. Misalkan
ada seminar. Aku comot dia jadi moderator, jadi ngobrolnya itu jadi seneng, setiap
ada penyuluhan kita memang ada program-program ada penyuluhan di lantai tiga itu
untuk pasien ke bidanan aku comot dia juga. Akhirnya dia ngomongnya jadi mulai
terlatih-terlatih ya. Jadi kreasinya yang terlalu vulga itu disini aku arahin ke arah-arah
yang positig. Memang istilahnya itu muncul di umum ya itu kaya senam hamil aku
sertakan dia sebagai pengajar senam hamil, ya memang dia hobinya ngomong, jai
aku arahin ke arah yang positif lah. Dan Alhamdulillah sekarang sudah bagus, dan
banyak dicari orang-orang kalau kita lagi ada panitia apa “aku mau dong ama yang
ini, aku mau dong sama dia” gitu. Jadi sekarang dia sudah terkenalnya dengan yang
postifnya, sampai direktur pun melihat, “ohh si ini bagus juga ya, jadi ini ini” gitu.
Makanya sekarang seperti itu. Malah jadi contoh temen-temen”
P:“Bagaimana mbak siska memberikan kebebasan untuk menyampaikan
pendapatnya saat kegiatan operan shift itu seperti apa?”
R3: “ya karna temen-temen menganggapku ya apa ya, g takut sih kayanya sepertinya
segan sama saya. Jadi, setiap ada sesuatu memang hal-hal. Misalkan ada hal-hal kecil
yang dilapangan itu membikin kerikil-kerikil tanpa ditanya pun mereka sudah
menyampaikan ke aku. Misalkan ada masalah dengan unit lain. Jadi dia langsung
menyampaikan tanpa aku ada masalah g? Mereka sudah menyampaikan dengan
sendirinya, karna ya itu ya, coaching, aku ngobrol g disaat ada masalaha. Mungkin
mereka sudang menggap saya sudah nyaman kali untuk menyampaikan sesuatu yang
g perlu disembunyikan. Karna memang memang tipe akunya ya gitu. Ngobrol setiapa
ada masalah, kadang aku bilang ada sekecil apapun masalah tolong lah disampaikan,
jangan sampai menumpuknumpuk masalah itu jadi besar, jadi bom waktu. Kalau
udah jadi bom waktu ya susah, jadi ya temen-temen dengan sendirinya, bahkan kalau
di rumah pun, aku kan shiftnya pagi aja, kalau dirumah pun suka laporan walaupun
aku suka mengecek jadi sistem aku g di rumah sakit nmengecakannya itu selalu di
rumah aku bbm temen yang dines siapa? Bermaslah g? Ada kendala g ? awalaupun
kepala ruangannya g ada. Biasanya ada yang meng backup. Aku g lepas tanggung
jawab. Selalu di follow up selalu di kontrol walaupun aku ada dirumah, jadi g lepas
kalau ada yang komplain aku dulu yang tau. Jadi jangan aku tau dari orang lain ya.
Aku follow up langsung kalau ada keputusan aku tindak langsung”
4. Terkait dengan pengalaman Anda dalam mengelola dan memimpin
keperawatan, dapatkah Anda menceritakan pengalaman Anda dengan nilai-
nilai Islam yang ditanamkan di dalam gaya kepemimpinan Islam ?
R3: “Menurut aku ya, kerukunan kali ya, terus menjadi kan sesuana kerja itu jadi
nyaman, kemudian hubungan silaturahmi g hanya sebatas partner kerja ya, tapi
jadinya saudara gitu, kekeluargaan. Jadi istilahnya menganggap tempat kerja ini
rumah kedua ya. Karna dari awal kita misalkan kita ngobrol enak gitu, trus bersifat
adil, bersifat, amanah ya. Itu yang terutama amanah. Karna selain kita membawa
beban dari atas di beri tanggung jawab kita juga fokus ke temen-temen ya istilahnya
bisanya kalo di dalam rumah itu kita emaknya ya, orang tuanya. Jadi dia masuk
kesini itu dengan polos ibarat kertas putih. Bisa aja disini coret-coretnya seperti apa
tergantung si atasannya ini. Gimana membawa dan membimbing temen-temennya
gitu. Ya.. pengennya ya itulah menciptakan suasana kekeluargaan. Karna aku pernah
ngerasain ya awal-awal masuk. Kalo temen dan atasannya g nyaman ya kita kerja
pun g enak, rasanya pengen cepet pulang. G betah gitu ya kasarnya. Dan
Alhamdulillah di unitku memang jarang yang keluar masuk, bidan keluar tidak
perpanjang itu jarang. Karna aku kalau udah mengendus ada seikit masalah nih ya,
apalagi masalah karakter sifat orangnya, karakter sifat kan kita g bisa paksa. Yang
ada kita harus mengarahkan memberikan masukan, memberikan motivasi. Hasilnya
itu apa ya, iyu memang biasanya udah karakter, tapi kita harus ngasih pemahaman
nih ke temen-temen yang lainnya. Bahwa memang orangnya emang seperti itu”
Transkrip Percakapan
Subjek : Ny. Siti Rohmah Subekti (P4)
Tanggal : Selasa, 3 Juni 2014
Waktu : 12.15 am sd 12.50 am
Tempat : Ruang Praktek dr. THT lantai 2 RS Syarif Hidayatullah
Jabatan : Supervisor Asuhan Keperawatan
1. Terkait dengan pengalaman Anda dalam mengelola dan memimpin
keperawatan, dapatkah Anda menceritakan pengalaman Anda dengan gaya
kepemimpinan Islam Syura (permusyawaratan) ?
R4: “Hmm kebetulan kalau saat ini kan saya di pengembangan keperawatan, ini saya
mengurusin masalah SDM, diklat pelatihan-pelatihan seperti itu, dan juga mengenai
saya pegang rawat jalan UGD sama HCU. Pada saat saya dimusyawarah diantaranya
ya, ada beberapa sebenarnya. Kalau musyawarah biasanya sebelum melakukan
program kerja, membuat program kerja biasanya saya menanyakan dulu ke temen-
temen kebutuhan pelatihan itu apa?. Misal, untuk rawat jalan ini pelatihan yang ini
apa teman-teman yang dibutuhkan gitu. Memang saya punya, sebenarmya saya
punya konsepnya. Misalkan pelatihan ini-ini, saya menanyakan dulu ke temen-temen,
trus temen-temen bilang oya ini-ini, trus saya punya ini juga ni” gitu masukannya.
“Menurut temen-temen yang mana diambil yanga mana?”. “oya gini-gini” akhirnya
seperti itu. Itu yang musyawarahnya. Kemudian juga mengenai jadwal juga sama
sebenarnya. Misalkan, pada saat tertentu kadang temen-temen ada yang butuh, sangat
butuh dan dia mau tukeran dengan temen lainnya yang g bisa, nah misalkan ada yang
saudaranya sakit atau meninggal gitu. Saya minta sama temen-temen yang lain, siapa
nih yang bisa untuk menggantikan temannya yang ini. Kemudian juga kalau misalkan
moment yang pasien juga sama kalau untuk di HCU, kan pemegang pasien itu juga
dengan cara musyawarah, musyawarah disini juga, kalau dia yanag lama berkerja
atau yang berpengalaman otomatis dia megang pasien yang kondisinya jelak, bukan
berarti dia terus, tidak. Tetapi disaat tertentu ada temennya, tetapi dia mendampingi,
gitu. Jadi seperti itu. Itu diantaranya ya. “Saya punya program kerja seperti ini,
menurut temen-temen bagusnya seperti apa, oh seperti ini ini ini” itu enak
dijalaninnya. “Tapi dialami juga saya bener-bener pengen tau, temen-temen apa ni
yang di bener temen-temen apa”itu juga sama. Kita kumpulkan semuanya disuatu
rapat, dikumpulkan semuanya menurut temen-temen yang bagus yang mana” seperti
itu. Tapi ada kala nya juga saya sudah punya, tinggal temen-temen yang milih gitu”
P: “Dari manajemen konfliknya seperti apa?”
R4: “Kalau manajemen konflik pasti ada ya, setiap. Bahkan kita baru mau bangun
tidur mau ngapain dulu kan konflik nih. Mau mandi dulu, apa mau shalat dulu, itu
kan konflik juga. Ya memang konflik itu memang ada. Tapi menyikapinya saya lebih
ke arah ke ini ya, bagamana temen-temen, kalo temen-temen yang merasakan, seperti
itu. Membalikkan lagi ke temen-temen. Jadi saya g mau yang ikut ngotot. Karna saya
sama-sama dewasa dan saya kerja disini. Kan temen-temen saya kan ada senior,
pastikan mereka pengen dihargain ya, biasanya saya menanyakan yang lebih tua.
Bukan berarti pendapat dia yang selalu bener, tidak. Tetapi menanyakan dulu,
bagaimana pendapatnya, gitu. Tapi kalau misalkan temen-temen pendapatnya si yang
lebih tua itu bagus dan temen-temen oke. Biasanya kita jalankan. Tapi kalo temen-
temen merasakan pendapatnya yang ini juga g bagus, menurut saya juga g bagus, kita
coba bicarakan, kita mencari opsi yang lain gitu. Jadi tidak yang selalu harus dia
yang bener, begitu, tidak. Saya juga g ngerasa “ooh ini harus begini” tidak. Tetep
menanyakan ke temen-temen semunya gitu. Tapi juga ada kalanya juga memang
harus “temen-temen harus mau semuanya ya, saya tunjuk gitu”. “saya ga bisa”
yaudah kamu, gitu. Memang begitu karna mereka g ada kesiapannya tetep harus
seperti itu, walaupun musyawarah mufakat itu ada”
P: “Dalam pengambilan keputusan itu oleh siapa?”
R4: “Kalau penyuluhan, biasanya kita melihat itu, misalkan penyuluhannya
mendadakan ya. Misalkan hari ini sore, misalkan dari UIN sering banget tuh. “Minta
ya besok dari perawata dua” gitu. Itu kan medadak banet, otomastis g mungkin
mengumpulkan temen-temen. Saya liat jadwal lagi. Dan saya telfon biasanya,
“Njeeng..kamu besok jaga ini?” “Aduh saya g bisa” saya cari yang alternatifnya itu
yang kalau saya itu yang udah dihubungi dulu. Saya ngehubungin dan dia
kesediannya dia, kalau memang dia mau yaudah langsung saya tunjuk. Jadi tidak lagi
harus saya mengumpulkan temen-temen, tidak. Kalau sekedar menjaga di hari itu
juga saya ini, tanya dulu sama temen-temen yang jaga.
P: “musyawarah dari pendapat-pendapat bawahannya itu bagaimana?”
R4: “kalau temen-temen sih seneng aja ya, seneng aja karna. Itu kalau misalkan ada
tugas-tugas luar, mereka saneng. Karna mereka pertama pengalaman lama, trus yang
kedua mereka dapat uang. Saya g terpaku dengan si A. A aja terus, tetapi muter, jadi
temen-temen meraasa bahwa, oh saya belum mendapat kesempatan mungkin di lain
waktu saya mendapat kesempatan. Mereka seneng aja. Cuman memang ada beberapa
waktu kalau memang mendasak banget saya langsung menunjuk “kamu!” gitu.
“Kenapa sih aku?”. Emang ada waktu-waktu tertentu yang mendasak. Katakanlah,
yang waktu itu sama di UIN ada kegiatan apa ya yang perdana mentri Malaysia
datang. Ternyata dikiranya Cuma ambulans doang dan dokternya ternyata perlu
perawat juga. Akhirnya saya telfon, “datang saya, sekarang untuk kesana!”. Jadi
temen-temen gitu langsung. Kalau itu causistik ya. Tapi kalau yang masih ada plan
nya panjang, bisanya kami mengumpulin dulu. Karna memang itu g bisa satu. “Kamu
bisa g ?” enggak. Tetep ada PL (Penunjukan Langsung), tapi kalau saya sih kalau
waktunya masih panjang, biasanya saya mengumpulin temen-temen gitu”.
2. Terkait dengan pengalaman Anda dalam mengelola dan memimpin
keperawatan, dapatkah Anda menceritakan pengalaman Anda dengan gaya
kepemimpinan Islam ‘Adl bil qisth (keadilan, disertai kesetaraan) ?
R4: “Sejauh ini karna setiap hari saya harus membuat daftar, apa namanya, asistensi
karna dokter sehari bisa berubah, ada yang cuti, ada yang dokter yang g praktek, itu
harus bisa memplot setiap hari jadwal bisa berubah. Dalam penjadwalan asistensi itu
saya harus berusaha untuk adil, untuk adil disini adalah ada yang asisten berat, bagus
seperti dokter Dini malam sampai jam 12 malam. Saya memberikan kepada orang-
orang yang sekiranya itu kuat. Kuat disini adalah tidak yang tidak tua banget, tidak
senior banget pulang sampai jam 12 malem kaya nya g mungkin. Iya saya
membertikan kepada yang middle sampai kepada yang junior gitu. Dan mereka
paham untuk itu gitu. Dan biasa saya sampaikan di rapat ini tidak diberikan ke ka
Upi, misalkan, karna memang dia posisi sudah tua. Paling lambat jam 10 ke atas 11
male, sehingga tidak mungkin asisten dokter ini. Dan mereka mau manerima dengan
baik. Trus untuk yang lain juga, asisten yang tadi udah muter ya. Misalkan ada yang
berat besoknya ya nggak. Jadi semunya dapet. Kecuali yang tadi yang sudah tua.
Lalu untuk masalah, cuti dan sebagainya saya juga berusaha untuk adil. Kalau
memang ternyata dalam satu. Lebaran biasanya nih. Cuti itu saya tandain tahun ini
siapa yang pulang, berarti besok dia tidak dapat jatah untuk pulang, tetapi temennya
yang lain. Kecuali temennya yang lain itu yang dapet jatah itu g pulang”
3. Terkait dengan pengalaman Anda dalam mengelola dan memimpin
keperawatan, dapatkah Anda menceritakan pengalaman Anda dengan gaya
kepemimpinan Islam Hurriyyah al-kalam (kebebasan berekspresi) ?
R4: “Memang kalo untuk aktualisasi diri itu, saya itu suka menjadi pusat perhatian
gitu lho. Dalam artian apa. Keperawatan adalah seni, seni dimana seni itu bisa
berubah-ubah. Misalkan kita merawat pasien dengan bersihkan luka berbeda-beda ya
kan. Mau bagaimana asal prinsipnya steril, mau bagaimana kek yang penting dalam
prinsipnya steril. Itu yang harus tidak boleh di apa-apakan, standarnya begitu. Kalau
untuk diri saya sendiri, aktualisasi diri saya, apa ya namanya, saya suka mengikuti
seminar-seminar untuk pengetahuan diri saya juga. Mungkin saya juga jenuh disini
dan sebagainya dan saya seneng belajar ya. Saya belajar dari temen-temen saya justru
juga. Kadang saya jadi asisten juga gitu, kalau temen-temen merasa kerepotan saya
masuk disitu. Saya masih tetap harus tetep silaturahmi dengan dokternya, karna
bagaimana pun juga mitra. Kami adalah mitra dari dokter, dan hmm..menginginkan
supaya kalau ada kendala apa-apa menyampaikan ke saya sehingga bisa juga
merubah teman-teman dengan biak, gitu lho. Saya menyampaikan bahwa “ooh
temen-temen kurang disini” gitu. Saya kalau asisten dengan cara mereka gitu lho,
tetapi yang tadi saya bilang prisnsipnya tidak ditinggalkan gitu. Asisten silahkan mau
pake apa gitu, tetapi aturan dan SOP dan prinsip itu tidak boleh ditinggalkan”
4. Terkait dengan pengalaman Anda dalam mengelola dan memimpin
keperawatan, dapatkah Anda menceritakan pengalaman Anda dengan nilai-
nilai Islam yang ditanamkan di dalam gaya kepemimpinan Islam ?
R4: “Seperti tadi yang sampaiakan sebenarnya gitu ya. Sebenanya tinggal
menerapkan. Kita itu bagaimana ya, memanusiakan manusia. Istilahnya ya begitu,
jadi kita kalau kepemimpinan yang lain itu kan. “ lo harus seperti ini” tapi kan kalau
kita bagaimana kita bergrooming pun itu ada tatacara nya kan. Bergrooming yang
segar tetapi tidak mencolok, dia itu dandan. Tapi kalau membuat segar untuk
melayani pasien kenapa enggak. Biasanya paling ribet pagi-pagi. Memang halhal
kecil tetapi di poli klinik itu sangat berpengaruh, karna ia bersentuhan langsung
dengan pasien. Kalau dia kucel kumal. Bagaimana mau leyanai pasien dengan baik
gitu. Kita jangan lupa kalau mau memulai itu berdoa ya. Berdoa pada saat operan
shift. Misalkan kita ucapkan Bismillah ya. Tapi saya membudayakan temen-temen
berdoa sebelum kegiatan. Lalu kalau saya misalkan ada temen yang berbuat salah ya,
salah kembalikan lagi mau berkerja semaunya sendiri. Saya bilang berkerja itu
amanah, ada Allah yang mengawasi kalian. Saya kembalikan lagi ke religi bahwa
eee.. kita boleh bilang enggak tetapi kata Allah iya. Itu kita g ada yang pernah tau.
Kamu salah ternyata kamu bilang saya bener, ternyata-ternyata kata Allah itu
dibukakan oh ya seperti ini, jadi ya temen-temen itu, saya membuka teman-teman
untuk bisa bahwa saya salah itu saya g hukum kamu gitu lho. Maksudnya gini, Si A
itu salah, tetapi laporan ke saya, saya g akan menghukum kamu, tetapi kenapa kamu
bisa salah, ohh ternyata alat kita yang rusak, kan bukan kesalahan dia kan. Tetapi
melalui alat kita yang rusak dia salah, nah itu yang harus dibenerin. Kita g langsung
justifikasi kamu salah, tidak. Tetapi bagaimana ini prosesnya bisa terjadi yuk terjadi
yuk. Nah dengan ada kesalahan temen-temen ini, introspeksi buat saya dan buat
temen-temen juga”
Transkrip Percakapan
Subjek : Ny. Chandra Irawan (P5)
Tanggal : Selasa, 3 Juni 2014
Waktu : 13.10 am sd 13.35 pm
Tempat : Ruang Poli Umum lantai 2 RS Syarif Hidayatullah
Jabatan : Kepala Perawat Ruangan UGD RS Syarif Hidayatullah
1. Terkait dengan pengalaman Anda dalam mengelola dan memimpin
keperawatan, dapatkah Anda menceritakan pengalaman Anda dengan gaya
kepemimpinan Islam Syura (permusyawaratan) ?
R5: “Untuk UGD ini sebenarnya kan kita personelnya 12 orang, kita sama 3 shift,
pagi, siang sama malam. Nah untuk saya sebagai kepala ruangan, baru ya. Belum
berpengalaman, tapi ya sebelumnya tau lah kepala ruangannya yang sebelumnya
gimana cara kepemimpinannya sebelumnya sama. Jadi ya misalkan kalo kita di UGD
itu sifatnya kekeluargaan, sangat sangat kekeluargaan. Terus untuk semua, teman
sejawat yang di UGD, kita misalkan kalau ada masalah, misalkan contohnya kalau
misalkan di shift g masuk dengan alasan yang kurang bisa dimengerti, biasanya kita
sesuai dengan prosedur ya, peraturannya disini kenakan sanksi, 1 kali, 2 kali, 3 kali
sudah tidak bisa kalu kita kasih dengan atasan. Kalau misalkan masih kita bicarakan,
kita bicarakan empat mata sama yang bersangkutan. “Gmn, kendala apa, atau apa?”
kita bicarakan. Misalkan, hak itu ya dari penyelelsaian masalah terus, kekompakan,
disiplin waktu, kita menerapkan apa kedisplinan tinggi. Misalkan masuk jam 9, kita
kalau di UGD sepuluh menit sebelum dia dinas diwajibkan dia untuk datang. Kalo
dirawat inap kan beda karena pasiennya banyak mereka harus operan dulu kan
perawatnya ke kamar-kamar. Jadi mereka 30 menit sebelumnya. Kalo di UGD kan
operannya singkat karna bed pun g terlalu banyak kan, cuman 7 bed. Jadi lebih
ringanlah. G bebanin seperti di rawat inap. Kita misalkan yang sering telat, kasih
tolransi 2 kali telat, kalau misalkan telat, kalau misalkan lebih sama kena sanksi juga.
Sanksinya kita kenakan denda, yaitu maksudnya efek jera, walaupun g terlalu ini.
“ini kan kalo saya telat, kena denda” ya seperti itu. Terus dalam perkerjaan juga,
misalkan satu tim 3 orang kan, berati pagi 3, siang 3, malam 3. Harus saling mengisi
tentunya. Jangan yang satu semangat yang satu tidak. Kan kadang-kadang itu bisa
membawa suasananya g enak sama yang rajin orangnya. Jadi, saya terangkan ke
temen-temen untuk saling mengerti , salaing mengisi kekurangan, maksudnya kalau
temen-temen kurang tanggap. Namanya kalo UGD kan harus tanggap darurat ya.
Kalo misalkan ada seperti itu, ada yang laporan ke saya ya biasa, cara penyelesainya,
tegur, bicara empat mata, kasih kesempatan sekali-sekali,masih-masih terpaksa, saya
koordinasi dengan atasan, satya rollling. Kadang-kadang kita di rapat YKM pun, kita
ya berbagi. Ada keluhan apa? Kemarin dilapangan?” mulai dari temen dari satu
shiftnya ada keluhan g?. kita terbuka aja ngobrol semua. Terus kalo misalkan masih
belum, masih seperti itu dan tidak bisa di ingatkan kita rolling, coba rolling dengan
rawat inap, ya seperti itu. Tapi saya pun menawarkan, saya sebagai kepala ruangan
saya harus lebih dari pada mereka kan, dari segi kedisipilinan, trus kinerja,
pengetahuan otomatiskan terus menggali kan ya. Sekarang gini, pemimpinnya seperti
itu, gimana mau ditiru sama anak buahnya kan, diri kita nya dulu harus bener, kalo
pengen di ikutin sama temen-temen sejawatnya. Saya nya dulu harus bener, gitu.
Karna dengan sendirinya kita punya tanggang jawab . Kita ditunjuk jadi kepala
ruangan, kita punya beban, kita pnya tanggung jawab, punya kewajiban juga.
Tanggung jawabnya temen-temen semua. Kita mengawasi terus kewajiban. Kita
mengingatkan mere denga otomatis kita harus lebih lah dari mereka. Dari kejujuran,
beribadah, kita harus mengingatkan seperti itu. Apalagi ini kan rumah sakait yang
bernuansa Islam. Itu sih garis besarnya ya dari saya. Kan tiap bulan ada itu rapat unit.
Boleh dari itu, kita mengutaran masalah untuk kepala ruangan, karena kritikan itu
kalo selama membangaun, buat saya g masalah ya saya senang. Berarti saya di
ingatkan. Jangan nanti saya g di ingatkan saya merasa bener terus. Malah jadi
nantinya sombong. Saya sih terbuka memang ada yang tidak suka dari saya. Gaya
kepemimpinan saya ngomong lebih seneng terbuka. Karna siapa lagi yang mau
mengingatkan selainndari atas dari kita kan. Temen-temen kan yang lebih sering
sama kita”
2. Terkait dengan pengalaman Anda dalam mengelola dan memimpin
keperawatan, dapatkah Anda menceritakan pengalaman Anda dengan gaya
kepemimpinan Islam ‘Adl bil qisth (keadilan, disertai kesetaraan) ?
R5: “Kalau menurut saya tidak membeda-bedakan, tidak pilih kasih, semua sama
dimata saya. Semua temen sejawat saya. Misalkan satu kurang bisa di atur sama di
hukumnya, ditegur, sanksi sama. Satu begini, satu begini. Saya ke si A misalkan kita
sanksi si B enggak, g begitu saya. Cara pemilihan anggota setiap shift pun saya di
usahakan adil. Itu gimana di jadawalnya kalo misalkan di UGD. Kalo di UGD
personilnya g semuanya seniorkan. Ada senior, middle, dan junior. Kita
kombinasikan. Senior, middle sama junior, tiga orang itu. Jadi g bisa misalkan si A
sama si B pengen barengan terus. Minta ke saya, ya bisa. Saya melihat situasikan. G
bisa mentang-mentang saya deket sama dia. G bisa gitu cara mainnya. Karna yang
saya itukan tekankan keadilan plus kondisi. Situasi di UGD kan g mungkin kalo
misalkan yang saat nantinya ketimpangkan. Adilnya yaitu misalkan orang dijadwal,
salah satu enak aja shifnya, atau milih temen siapa g bisa. Saya pukul rata semua.
Demi stabilitas di UGD saat dinas gitu. Terus semunya kalo ada kesalan ya sama,
kena sanksi”
P: “Kalau ada masalah antar teman sejawatnya bagaimana?
R5: “Saya diliat dulu permasalahannya apa, misalkan satu orang dulu si A saya
panggil ajak ngobrol keterangannya apa, si B saya panggil keteranganya apa
masalahnya apa. Setelah saya analisa, baru kita ketemu setelah saya analisa baru kita
bertemu bersama-sama, sama saya sama si A, si B saksinya atasan saya supervisor.
saya g melihat ini deket sama saya, enggak. Terus dia salah salah benerkan, enggak.
Yang salah tetep salah yang bener tetep bener”
3. Terkait dengan pengalaman Anda dalam mengelola dan memimpin
keperawatan, dapatkah Anda menceritakan pengalaman Anda dengan gaya
kepemimpinan Islam Hurriyyah al-kalam (kebebasan berekspresi) ?
R5: “Ada tempatnya, ada waktunya ada wadahnya. Tempatnya yaitu pas rapat unit
ada misalkan kalo memang mau berpendapat g mesti harus nunggu rapat unit,
penggil saya, ketemu sama saya. Kita berdua ngobrol, apa yang menjadi ganjalan,
apa pendapat anda, saya terima orangnya terbuka, selama itu untuk kemajuan UGD
dan kebaikan kita bersama ya, itu aja sih sama saya. Saya g mau membatasi, saya
orangnya g keras kepala, kalo saya orangnya bener terus, tidak. Makanya saya
menekankan sama temen-temen. Kalo ada misalkan ada pendapat atau sesuatu yang
mengganjal yang tidak suka dari cara saya, atau apa silahkan ngomong saya lebih
seneng karna apa, kalo selama itu kritikannya bagus dan membangun kenapa tidak
gitu. Saya terbuka orangnya, g mau egois. Saya terbuka orangnya, saya g mau egois.
Kalau egois malah jadi bluber ke saya. Kalau bawahan ada inovasi, selama
inovasinya itu bagus, saya tanggapi dengan senang dengan gembira. Tapi saya saya
liat dulu kemampuan di UGD seperti apa kan. Saya terima pendapatnya tapi
sayakoordinasi dengan atasan, apakah mungkin untuk seperti ini. Kalau seandainya
itu mungkin bagus kan”
4. Terkait dengan pengalaman Anda dalam mengelola dan memimpin
keperawatan, dapatkah Anda menceritakan pengalaman Anda dengan nilai-
nilai Islam yang ditanamkan di dalam gaya kepemimpinan Islam ?
R5: “Ya Adil Jujur, itu kan seorang pemimpin harus mendengar, ya maksudnya
bawahannyalah. Itu sih yang selama ini. Jujur, adil, terius mendengarkan,
komunikasi, mengalir aja. Cuman menurut kita benar temen-temen benar saya
junjung tinggi, maksudnya yaa.. saya orangnya terbuka g otoriter. G harus
gini..gini..tapi saya kan dari atasan harus gini begini.. tapi saya kan harus liat situasi
dahulu, mungkin atasan g tau kondisi UGD seperti apa. Ya dengarkan aja lebih
dahulu. Tapi g makan bulet-buletkan. Saya harus cerna dulu. Yang penting jujur,
adil, kekeluargaan”
Transkrip Percakapan
Subjek : Ny. Fajria Ramadlani (P6)
Tanggal : Selasa, 9 Juni 2014
Waktu : 13.10 am sd 13.35 pm
Tempat : Ruang Paru lantai 2 RS Syarif Hidayatullah
Jabatan : Kepala Perawat Ruangan OK RS Syarif Hidayatullah
1. Terkait dengan pengalaman Anda dalam mengelola dan memimpin
keperawatan, dapatkah Anda menceritakan pengalaman Anda dengan gaya
kepemimpinan Islam Syura (permusyawaratan) ?
R6: “Kalau dalam mengajukan pendapat tentang, kalau...misalkan kan kita sebagai
Kepala Ruangan gitu, langsung jebret aja dengan keputusan seperti ini ini, tanpa kita
libatkan anak buah ya, tapi kita harus memilah milah mana yang harus di ambil,
mana yang harus di ambil, mana yang harus di nanti nanti gitu kan. Ya musyawarah
untuk mencapai mufakat ya, dengan rapat, ngikutin semua anak buahnya, kumpulin
dan ditampung, adakah pendapat-pendapat yang bisa kita tampung, kalau masalah
sharing-sharing. Kalau masalah itu tidak menjadi di pecahkan kita laporan ke bagian
atasan lagi. Biasanya kita pas YKM, sebulan sekali, sama dengan unit-unit yang lain
juga gitu. Nah disitu, disana ada masalah apa, selama sebulan itu. Berhubungan
dengan temen, atau berhubungan pasien, berhubungan dengan dokter, gitu. Kita
bicarakan. Palingan karana shift-shiftan kan ya, palingan kalau ada masalah mereka
utaran langsung aja ke saya gitu. “Ada masalah nih pasien ini dengan begini ini”
ceritanya ya kan. Nanti kalau misalkan butuh urgent jawaban gitu kan. Kalau saya
kan g bisa langsung kasih keputusan ya. Mungkin untuk kemputsan yang biasa aja
mungkin bisa ya. Tapi kalau keputusan berhubungan dengan manajemen itu kan
harus koordinasi dengan supervisor sama manejer. Harusnya bisa di follow up lagi
gitu. Kalau pengambilan keputusan hak mutlak saya, tapi tergantung kasusunya.
Kasusnya misalkan, operasi alat-alat ini kurang ga ada barangnya, juga saya
koordinasi supervisor logistiknya, juga koordinasi dengan duty supervisornya, gitu
mintak barang ini tolong diadain secepatnya karna ada operasi gitu. Kalau misalkan
ada masalah dengan pasien berhubungan manajemen ataua kaya misalkan pasie itu
operasi g ada biaya minta keringananan, kan g bisa kan, harus berhubungan dengan
manajemen, g bisa ngambil keputusan.
2. Terkait dengan pengalaman Anda dalam mengelola dan memimpin
keperawatan, dapatkah Anda menceritakan pengalaman Anda dengan gaya
kepemimpinan Islam ‘Adl bil qisth (keadilan, disertai kesetaraan) ?
R6: “Kalau adil lebih ke bawahan ya, ke temen-temenlah bukan bawahan. Temen-
temen sesama OK gitu ka. Kalau adil misalkan dari on call. Kalau on call dapet fee
kan?. Ya kita berbagi aja, bapak ini sudah pernah on call berapa kali, misalkan hari
ini dia sudah on call dua kali, ya berbagi temen satu lagi dua kali, jangan dia dia terus
yang di on call gitu. Adil itu kan berlaku sama rata, g yang pilih kasih, sama rata.
Dalam pembagian shift, karna kebetulan kita cuma berempat, jadi satu shift satu
orang, kalau berlima, satu shift pagi 2 orang, siang 1, malam 1, libur 1. Kalau
misalkan ada request, yaudah bisa cuti selama ada orng yang gantiin”
3. Terkait dengan pengalaman Anda dalam mengelola dan memimpin
keperawatan, dapatkah Anda menceritakan pengalaman Anda dengan gaya
kepemimpinan Islam Hurriyyah al-kalam (kebebasan berekspresi) ?
R6: “Balik lagi ke temen-temen yang sudah berkeluarga, mereka ada masalah
langsung utarakan, gitu. Kalau misalkan yang diserahin ke saya belum ada jawaban
mereka bakal utarakan lagi pas rapat YKM, kan ada supervisor ada manajer, nah
nanti mereka minta jawaban.”
4. Terkait dengan pengalaman Anda dalam mengelola dan memimpin
keperawatan, dapatkah Anda menceritakan pengalaman Anda dengan nilai-
nilai Islam yang ditanamkan di dalam gaya kepemimpinan Islam ?
R6: “Untuk seorang Kepala Ruangan ya berlaku adil, apa namanya ya...jujur dan
terbuka. Terbuka atas masukan temen-temen. Terbuka atas apa masalah yang datang.
Berfikir positif aja. Kalau misalkan kita ada masalah, kita rumat puyeng gimana
malah puyeng sendiri hehe. Lalu sabar, misalkan adala masalah dengan pasien,
masalah dengan dokter. Dokter ini mau jam segini operasinya, dokter ini jam segini
operasinya, sedangkan waktunya mepet kan, mereka marah-marah ya perlu kita
hehe.”