Post on 29-May-2019
PENENTUAN AWAL BULAN DALAM PERSPEKTIF ABOGE
(STUDI TERHADAP KOMUNITAS ABOGE DI PURBALINGGA)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)
Oleh:
ALFINA RAHIL ASHIDIQI
NIM :105 044 101 398
K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A
PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSHIYAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A 1430 H/ 2009 M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jakarata, 27 Mei 2009
Alfina RahilAshidiqi
PENENTUAN AWAL BULAN DALAM PERSPEKTIF ABOGE
(STUDI TERHADAP KOMUNITAS ABOGE DI PURBALINGGA)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)
Oleh :
Alfina Rahil Ashidiqi
NIM : 105044101398
Di Bawah Bimbingan
Pembimbing I, Pembimbing II,
Dra. Maskufa, MA Sri Hidayati , M. Ag
NIP.150 268 590 NIP. 150 282 403
K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A
PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSHIYAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A 1430 H/ 2009 M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul PENENTUAN AWAL BULAN DALAM PERSPEKTIF ABOGE
(STUDI TERHADAP KOMUNITAS ABOGE DI PURBALINGGA) telah diujikan
dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 03 Juni 2009. Skripsi ini telah
diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)
pada Program Studi Ahwal Al-Syakhshiyah.
Jakarta, 03 Juni 2009
Dekan
Prof. DR. H. Muhammad Amin Suma, SH., MA., MM
NIP : 150 210 422
PANITIA UJIAN
1. Ketua Drs. H. Basiq Djalil, SH., MA
NIP. 150 169 102
(.………………..…)
2. Sekretaris Kamarusdiana,S.Ag., MH
NIP. 150 285 972
(….…………..……)
3. Pembimbing I Dra. Maskufa, MA
NIP. 150 268 590
(.…………..………)
4. Pembimbing II Sri Hidayati , M. Ag
NIP. 150 282 403
(.………..…………)
5. Penguji I Dr. Euis Nurlaelawati, MA
NIP. 150 277 992
(.……..……………)
6. Penguji II Drs. Asep Syarifudin Hidayat, SH., MA
NIP. 150 268 573
(.…..………………)
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk
memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta .
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta .
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya
bersedia menerima sasknsi yang berlaku di Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 27 Mei 2009
Alfina Rahil Ashidiqi
KATA PENGANTAR
������ �� �� �������
��������
Alhamdulillahi rabbi al-‘alami na, segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT Dzat Yang Maha Pengasih lagi Penyayang, atas segala nikmat, rahmat,
taufik dan hidayah-Nya, yang menghantarkan penulis sampai pada tahap akhir studi
pada Program Strata 1 Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Hanya karena berkat dan ridho-Nya lah penulis sampai pada tahap menyusun dan
menyelesaikan skripsi ini dalam waktu kurang lebih lima bulan.
Allahumma Shalli `ala Muhammad, shalawat teriring salam tetap
tercurahlimpahkan kepada baginda Nabi Agung Muhammad SAW beserta para
shahabat dan kerabat dekatnya.
Penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak dan di atas
semuanya adalah Allah SWT. Maka pada kesempatan ini, penulis ingin
menyampaikan rasa terima kasih yang setulus-tulusnya kepada semua pihak yang
telah memberikan bantuan moril maupun materil kepada penulis selama menuntun
proses penulisan skripsi, terutama kepada :
1. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM selaku Dekan Fakultas
Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Drs. Basiq Djalil SH. M.Hum selaku Ketua Program Studi Ahwal Al-
Syakhshiyah, Kamarusdiana, S.Ag. M.Hum dan Ibu Yanti SHI selaku
sekretaris dan staf di Prodi Ahwal Al-Syakhshiyah.
3. Ibu Dra. Maskufa, MA selaku Dosen Pembimbing I yang telah rela
meluangkan waktu di tengah kesibukannya untuk membimbing dan
mengarahkan penulis dalam pembuatan skripsi.
4. Ibu Sri Hidayati, M.Ag selaku pembimbing II yang telah memberikan
dukungan, pengarahan dan bimbingannya dalam pembuatan skripsi.
5. Pengurus Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Syariah dan Hukum yang
telah menyediakan berbagai macam literatur dalam proses belajar di
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya pada
saat pembuatan skripsi.
6. Kyai M. Maksudi selaku Imam Besar Masjid Raden Sayyid Kuning dan Ki
Sanurji yang bersedia diwawancara sebagai narasumber dari penelitian
penulis.
7. Orang tua tercinta (H. Sahlan Mushadik dan Hj. Sugiyarti) yang telah
memberikan kesempatan bagi penulis untuk kuliah di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta serta memberikan nasehat-nasehat kepada penulis demi
kelancaran penulisan skripsi ini.
8. Semua orang yang pernah hadir dalam kehidupan penulis untuk memberikan
ilmu, nasehat, uswatun hasanah, petuah dan gambaran hidup. Jazakumullah
khairal jaza`.
9. Serta berbagai pihak yang tak dapat penulis sebutkan seluruhnya, semoga
amal baik mereka diterima Allah SWT dan skripsi sederhana ini dapat
bermanfaat bagi pembaca, amin.
Saran dan kritik yang membangun, sangat ditunggu demi kesempurnan
penulisan skripsi ini dan wawasan ilmu penulis . Besar harapan penulis, skripsi ini
dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya.amiin
Jakarta, 27 Mei 2009
02 Djumadil Akhir 1430
Alfina RahilAshidiqi
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ……………………………………………………………………………...
Daftar Isi …………………………………………………………………………………….
Daftar Tabel ………………………………………………………………………………...
Daftar Gambar ………………………………………………………………………………
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah …………………………………………………....
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah ………………………………………...
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ……………………………………………
D. Studi Kajian Terdahulu ……………………………………………………..
E. Metode Penelitian ………………………………………………………......
F. Sistematika Penulisan ……………………………………………………....
BAB II HISAB RUKYAT
A. Pengertian Hisab Rukyat …………………………………………………
B. Dasar Hisab Rukyat ………………………………………………………
C. Perkembangan Hisab Rukyat di\ Indonesia…………………………………
BAB III PROFIL KOMUNITAS ABOGE DI PURBALINGGA
A. Seluk Beluk dan Sejarah Kelahiran Aboge ……………………………….
B. Tokoh-Tokoh Aboge ………………………………………………………..
C. Corak Pemikiran Aboge …………………………………………………..
i
iv
vi
viii
1
6
7
8
11
13
15
20
28
51
53
55
BAB IV PENETAPAN AWAL BULAN DALAM PERSPEKTIF ABOGE
A. Dasar Pijakan Penetapan Awal Bulan Qamariyah ………………………..
B. Sistem Penetapan Awal Bulan Qamariyah………………………………….
C. Praktek Penetapan Awal Bulan Qamariyah………………………………
D. Data –Data Penentuan Awal Bulan Qamariyah ……………………………
E. Tanggapan Majelis Ulama Indonesia Kabupaten Purbalingga …………….
F. Telaah Terhadap Penentuan Awal Bulan Dalam Perspektif Aboge ………..
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ……………………………………………………………….
B. Saran ………………………………………………………………………..
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran 1: Hasil Wawancara kepada Tokoh Aboge……………………………………
Lampiran 2: Almanaq Kitab Primbon Sembahyang …………………………………….....
Lampiran 3: Almanaq Kitab Mujarrabat………….. ………………………………………..
66
67
77
85
93
95
104
106
108
112
120
121
DAFTAR TABEL
Tabel 1 3.1. Kegiatan Keagamaan Harian di Masjid Raden Sayyid
Kuning………………………………………………………...
59
Tabel 2 3.2 Kegiatan Keagamaan Mingguan di Masjid Raden Sayyid
Kuning ………………………………………………………..
59
Tabel 3 3.3. Kegiatan Keagamaan Bulan Ramadhan di Masjid Raden
Sayyid Kuning………………………………………………...
62
Tabel 4 4.1. Almanak di kitab PrimbonSembahyang……………………… 69
Tabel 5 4.2. Penentuan Tanggal 1 Rabiul Awwal Tahun Za Pada Almanak
Dengan Cara Sederhana….…………………………………...
71
Tabel 6 4.3. Keterangan almanak yang terdapat pada kitab Mujarrabat….. 72
Tabel 7 4.4. Nama hari dan urutannya……………. …………… ………... 78
Tabel 8 4.5. Nama Pasaran dan Urutannya………………………………... 78
Tabel 9 4.6. Rumus untuk menetapkan hari dan pasaran tanggal 1 Sura
pada setiap tahun Aboge……………………………………...
79
Tabel 10 4.7. Data Tahun 2009 M ialah Tahun Za (1942 A) menurut
perhitungan Aboge……………………………………………
84
Tabel 11 4.8. Hari Besar Islam Tahun 2006 M /1427 H / 1939 J ( Alif )…... 86
Tabel 12 4.9. Hari Besar Islam Tahun 2007 M/ 1428 H/ 1940 J (He)….…… 88
Tabel 13 4.10. Hari Besar Islam Tahun 2008 M 1429 H/ 1941 J (Jimawal)…. 89
Tabel 14 4.11. Hari Besar Islam Tahun 2009 M /1430 H/ 1942 J (Za)………. 90
Tabel 15 4.12. Hari Besar Islam Tahun 2010 M /1431 H/ 1943 J (Dal)……… 91
Tabel 16 4.13. Hari Besar Islam Tahun 2011/ M 1432 H/ 1944 J (Ba)…….… 92
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 2.1. Keterangan Ufuk Hakiki……………………...………………. 444
Gambar 2 2.2. Keterangan Ufuk Hissi………….…………………………….. 45
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Perbedaan seringkali muncul dalam kehidupan umat manusia, sejak
pertamakali manusia diciptakan oleh Allah SWT sampai datangnya hari kiamat.
Begitupula perbedaan untuk menentukan awal bulan Qamariyah, yang mana di
dalamnya banyak ditemukan perbedaan pendapat, sistem atau cara untuk
menentukan awal bulan Qamariyah. Hendaknya, hal ini tidak membenarkan
kepada pihak sendiri dan saling menyalahkan kepada pihak lain. Karena
perbedaan pendapat ini tidak lain untuk kembali pada semangat untuk selalu
memurnikan ajaran Allah melalui petunjuk yang dibawakan oleh Rasulullah
SAW.1
Perbedaan ini bukan saja menyangkut masalah penentuan hari ataupun
tahun semata, tetapi sangat berkaitan dengan masalah ibadah seperti puasa, haji,
dan hari raya Idul Fithri dan Idul Adha. Kemudian berimplikasi pada syarat-syarat
terpenuhinya suatu ibadah. Maka dari itu penggunaan metode ataupun cara dalam
menentukan awal bulan disesuaikan dengan argumentasi yang dipegang oleh
suatu kelompok atau organisasi. Hal ini berdasarkan pada suatu ibadah dilakukan
sesuai dengan pendapat yang dipahami dan kemampuan untuk memahami sebuah
perintah dalam agama. Dan diterangkan pada salah satu ayat al-Quran bahwa la
tukallifullaha nafsan illa wus`a ha.
1 Tono Saksono, Mengkompromikan Rukyat dan Hisab (Jakarta: Amythas Publicita, 2007). h.6-7.
Teori dan praktek yang berbeda dalam penentuan awal bulan Qamariyah
tidak hanya terjadi pada umat Islam di tanah air, begitupula di Negara-negara lain
yang berpenduduk agama Islam. Bahkan, di Saudi Arabia yang notabene tempat
dimana agama Islam pertama kali didakwahkan oleh Rasulullah terjadi perbedaan
penentuan awal bulan Qamariyah.2 Maka dari itu tidak heran bilamana perbedaan
penentuan awal bulan Qamariyah juga terjadi di Indonesia. Demikian itu tidak
lepas dari keberadaan faktor perkembangan ilmu, budaya, tempat dan sumber
daya manusia.
Munculnya perbedaan penentuan awal bulan Qamariyah sangatlah
beragam. Ada yang berbeda dalam pengambilan nash sebagai dasar pijakannya,
berbeda dari segi penafsiran suatu nash dan dari sistem dan cara yang berbeda.
Salah satunya muncul perbedaan penentuan awal bulan Qamariyah berdasarkan
pada penafsiran suatu hadits yang berbunyi:
�� ��� ��� م�� � م��� اب ی��� ا��ب�� ����� ا���� ��م ب ا���
+�ل و��� ���' ا& (�� ا���� ان ��' ا& ر$# ه�ی�ة اب� � زی�د وه�اب
�ا ����1 0� /�ن ی,'ؤ�� ا/.�واو ��ؤی,' (�م�ا�3 )م��� روا4 (ا���د /�آ
Artinya: “Telah menceritakan kepada kita Abdurrahman bin Sallam al-Jumahiy,
telah menceritakan kepada kita al-Rabi’ yakni Ibnu Muslim dari Muhammad,
2 Wahyu Widiana, Penentuan Awal Bulan Qamariyah Dan Permasalahannya di Indonesia.
Hisab Rukyat dan Perbedaannya, Editor. Choirul Fuad Yusuf, Bashor A.Hakim (Jakarta:Departemen Agama RI, 2004), h.3.
3 Imam Ibn al –Husain Muslim bin al Hajaj Ibn Muslim al-Qushairi al-Nisaburi, Al Jami’u al
Shahih al –Musamma Shahih Muslim, juz 3 (Beirut: Dar Al- Jail, Dar- Al- Afaq), h. 124
yaitu Ibnu Ziyad dari Abi Hurairah ra. Sesungguhnya Nabi SAW bersabda:
“Berpuasalah kamu karena melihat hilal dan berbukalah karena kamu melihat
hilal. Bila kamu tertutup oleh mendung maka sempurnakanlah
bilangan.(Diriwayatkan oleh imam Muslim)”.
Di Indonesia, secara umum menentukan awal bulan Qamariyah lahir tiga
arus utama mazhab hisab rukyah yaitu pertama, mazhab rukyat yang
dipresentasikan oleh organisasi kemasyarakatan Islam terbesar di Indonesia (NU),
kedua, mazhab hisab yang dipelopori oleh Muhammadiyah dan mazhab imkan al-
ru’yah yang dimunculkan oleh Pemerintah.4
Nahdhatul Ulama sebagai organisasi masyarakat Islam yang berhaluan
ahlussunnah waljamaah berketetapan mencontoh sunah Rasulullah dan para
sahabatnya dan mengikuti ijtihad para ulama empat madzhab (Hanafi, Maliki,
Syafi’I dan Hambali) dalam hal penentuan awal bulan Qamariyah wajib
menggunakan ru’yatul hilal bilfi’li (melihat hilal secara langsung) atau istikmal
(menyempurnakan bulan Sya’ban 30 hari). 5
Muhammadiyah menetapkan hisab wujudul hilal sebagai pegangan dalam
penentuan awal bulan Qamariyah.6 Kendatipun demikian, Muhammadiyah
menyatakan “apabila ahli hisab menetapkan bahwa (tanggal) bulan belum
4Ahmad Izzudin, Fiqih Hisab Rukyah: Menyatukan NU & Muhammadiyah dalam Penentuan
Awal Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha(Jakarta : Erlangga,2007), h.xvi
5Rukyat Hilal Indonesia(RHI), “Kriteria Awal Bulan Qamariyah” artikel diakses pada 15
Desember 2008 dari http://www.rukyatulhilal.org
6 Wahyu Widiana, Penentuan Awal Bulan Qamariyah, h.24.
tampak, padahal kenyataannya ada orang yang melihat pada malam itu juga,
Majlis Tarjih memutuskan bahwa rukyatlah yang muktabar7
Pemerintah sendiri memiliki kewenangan (kompetensi) untuk berusaha
menghilangkan perbedaan pendapat. Untuk itu Pemerintah memilih konsep
imkanurrukyat dalam penentuan awal bulan Qamariyah. Konsep ini memadukan
antara mazhab rukyat dan mazhab hisab. Aplikasi imkaanurrukyat yaitu sistem
hisab digunakan untuk menghitung kemungkinan hilal (tanggal) bulan dirukyat.
Kemudian jika menurut data hisab imkaanurrukyat sudah dinyatakan mungkin
untuk dirukyat, tetapi praktik di lapangan tidak dapat dirukyat karena mendung
atau gangguan cuaca, maka dasar yang digunakan adalah istikmal. 8
Selain mazhab hisab rukyat diatas, di Indonesia juga tumbuh pemikiran
hisab rukyah mazhab tradisional ala Islam Jawa. Seperti pemikiran hisab rukyat
yang dianut oleh Aboge (Penganut Islam Alip Rebo Wage). Hal ini timbul karena
persentuhan Islam dengan budaya lokal atau yang sering menimbulkan corak
budaya tersendiri di luar dugaan dan melahirkan pemikiran tersendiri, dalam
pemikiran hisab rukyat.9
Aboge ini tersebar di beberapa daerah Indonesia. Salah satunya adalah
Aboge yang terdapat di Desa Onje, Kecamatan Mrebet Kabupaten Purbalingga.
7 Ahmad Izzudin, Fiqih Hisab Rukyah, h. 82.
8 Ahmad Izzudin, Fiqih Hisab Rukyah, h. 82.
9Ahmad Izzudin, Fiqih Hisab Rukyah, h. 82.
Melihat pemikiran hisab rukyat Aboge di Purbalingga, penulis tertarik untuk
mengangkat fenomena tersebut menjadi penelitian. Karena pemikiran hisab
rukyat mazhab tradisional ala Islam Jawa ini menetapkan bulan Ramadhan, hari
raya Idul Fitri dan Idul Adha 1429 H dan tahun-tahun sebelumnya berbeda
dengan Pemerintah. Adapun Pemerintah menetapkan bulan puasa pada tahun
2008 dimulai dari hari Senin, tanggal 1 September dan Hari Raya Idul Fitri pada
hari Rabu, tanggal 1 Oktober 2008. Mereka menetapkan tanggal 1 Ramadhan
jatuh pada hari Rabu tanggal 3 September 2008.10
Dan hari raya Idul fitri 1
Syawal 1429 pada hari Jumat, tanggal 3 Oktober 2008. Pemikiran hisab rukyah
ini juga menurut para tokohnya, merupakan cara penghitungan yang telah
digunakan para wali sejak abad ke 14 M. Yang mana di ajarkan oleh Syekh Rasid
Sayid Kuning dari Kerajaan Pajang. Sehingga pemikiran Hisab Rukyat ini
merupakan warisan dari leluhur para wali yang menjadi sebuah pengetahuan
sebagai wujud sumbangsih mereka dalam peradaban manusia.
Untuk mengetahui seluk beluk komunitas Aboge di Desa Onje,
Kecamatan Mrebet Kabupaten Purbalingga, bagaimana komunitas Aboge
menetapkan awal bulan Qamariyah, apa landasan hukum penetapan awal bulan
Qamariyah dan bagaimana praktek menggunakan sistem tersebut? Apabila hal
tersebut dikaji ulang dan dikembangkan, akan menambah khazanah
10 Ridwan Anshori/Sindo/ahm, “Buka Puasa Pertama bagi Pengikut Islam Aboge”, artikel
diakses pada 15 Desember 2008 dari http://www.okezone.com/2008/12/15.
kemajemukan metode penentuan awal bulan Qamariyah khususnya di Indonesia.
Maka dengan bekal pengetahuan yang telah dipelajari, penulis mengangkat realita
Aboge di Desa Onje, Kecamatan Mrebet Kabupaten Purbalingga dalam
menentukan awal bulan Qamariyah sebagai bahan penelitian. Akhirnya penulis
mengambil judul “PENENTUAN AWAL BULAN DALAM PERSPEKTIF
ABOGE (STUDI TERHADAP KOMUNITAS ABOGE DI PURBALINGGA)”.
B. PEMBATASAN DAN PERUMUSAN MASALAH .
Banyaknya pemikiran penetapan awal bulan Qamariyah di Indonesia
membuka peluang sebagai objek penelitian. Salah satunya adalah pemikiran yang
berhaluan Aboge. Untuk itu secara umum penelitian ini terbatas pada penetapan
awal bulan dalam perspektif Aboge. Adapun perinciannya penulis membatasi
sebagaimana berikut:
1. Aboge yang dimaksud oleh penulis adalah Penganut Islam Alip Rebo Wage
yang berdomisili di Desa Onje, Kecamatan Mrebet, Kabupaten Purbalingga.
2. Penentuan awal bulan yang dimaksud dalam tulisan ini merupakan awal bulan
dalam kalender Islam atau dengan kata lain awal bulan Qamariyah.
3. Dalam pembahasan penetapan awal bulan dalam tulisan ini, penulis hanya
akan memberikan fokus bahasan mengenai penetapan awal Ramadhan, Idul
Fitri dan Idul Adha.
Penentuan awal bulan Qamariyah dalam Islam sangat penting terutama
pada bulan Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah. Dimana bulan-bulan tersebut
sangat berkaitan dengan ibadah. Dalam kenyataan sering berbeda karena
berlainan cara menghitung seperti yang dilakukan Aboge. Hal ini yang ingin
penulis telusuri dalam penulisan skripsi ini.
Agar terencana dan sistematis, rumusan tersebut dirinci dalam bentuk
pertanyaan sebagai berikut dalam perumusan masalah:
1. Bagaimana seluk beluk komunitas Aboge?
2. Apa sistem yang digunakan untuk menenetapkan awal bulan Qamariyah?
3. Apa dasar hukum penetapan awal bulan Qamariyah menurut komunitas
Aboge?
4. Bagaimana praktek penetapan awal bulan Qamariyah yang dilakukan oleh
komunitas Aboge?
C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ini adalah
1. Untuk mengetahui profil tentang Aboge
2. Untuk mengetahui sistem yang digunakan Aboge menentukan awal bulan
Qamariyah.
3. Untuk mengetahui landasan hukum yang digunakan Aboge untuk menentukan
awal bulan Qamariyah.
4. Untuk mengetahui praktek penetapan awal bulan Qamariyah yang digunakan
oleh Aboge.
Manfaat dari penelitian ini, yaitu:
1. Masyarakat
Memberikan informasi mengenai seluk beluk dan sejarah tentang komunitas Aboge khususnya yang berkaitan dengan
menentukan awal bulan Qamariyah.
2. Fakultas
Memberikan sumbangsih hasil penelitian guna memperkaya khazanah kemajemukan metode penentuan awal bulan
Qamariyah dalam ilmu falak di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, serta menambah literature
kepustakaan khususnya mengenai komunitas Aboge.
3. Penulis
Memanfaatkan ilmu yang sedikit dan lebih menambah wawasan tentang metode penentuan awal bulan Qamariyah dalam
kajian ilmu falak.
D. STUDI KAJIAN TERDAHULU
Setelah penulis melakukan penelusuran terhadap karya ilmiah yang
bertema penentuan awal bulan Qamariyah di Perpustakaan Fakultas Syariah dan
Hukum, penulis menemukan tiga skripsi yang berkaitan. Tiga skripsi yang terkait
akan dikemukakan oleh penulis secara ringkas untuk mengetahui sisi-sisi
perbedaan dengan skripsi penulis.
Pertama, skripsi Ilmanudin dengan judul “Penentuan Awal Bulan Dalam
Perspektif NU Dan Muhammadiyah” pada tahun 2004. jenis Penelitian yang
digunakan adalah studi lapangan dan didukung dengan studi perpustakaan library
research berdasarkan sumber-sumber yang ada diperpustakaan umum. Skripsi ini
mengusung permasalahan yang membahas perbedaan cara menentukan awal
bulan menurut NU dan Muhammadiyah yang melahirkan berbagai perselisihan
antar umat Islam, menjadi benalu keharmonisan antara umat Islam dan pengaruh
kebijakan Departemen Agama kepada dua ormas tersebut. Dari penelitian
tersebut, Ilmanudin mengemukakan solusi berupa penggunaan suatu teknologi
yang dikuatkan oleh kebijakan Pemerintah, kesadaran ormas tentang pentingnya
menjaga keutuhan kesatuan Islam dan kesadaran hukum masyarakat. Penelitian
yang dibuat oleh Ilmanudin jelas berbeda dengan penelitian yang penulis bahas.
Perbedaan tersebut terletak pada objek penelitian. Objek penelitian yang
digunakan penulis adalah komunitas Aboge yang tinggal di Desa Onje Kecamatan
Mrebet Kabupaten Purbalingga.
Kedua, skripsi Eka sartika (Mahasiswa Peradilan agama) dengan
mengangkat judul “Penentuan Awal bulan dalam Perspektif Al –Marzukiyah
(Studi terhadap kalangan Al- Marzukiyah di Cipinang)” pada tahun 2006. Skripsi
ini meneliti bagaimana Al-Marzukiyah menentukan awal bulan Qamariyah,
landasan yang digunakan, bagaimana prakteknya dan bagaimana pandangan Al-
Marzukiyah melihat kebijakan Pemerintah dalam menentukan awal bulan
Qamariyah. Penelitiannya menghasilkan bahwa Al-Marzukiyah adalah
segolongan masyarakat yang mengikuti pemahaman dan pemikiran KH. A.
Marzuki. Metode penelitian yang digunakan adalah survai yaitu melakukan
wawancara dengan pendekatan kualitatif. Dalam penelitian tersebut menjelaskan
penetapan awal bulan Al- Marzukiyah berdasarkan peredaran bulan dan bumi
sebenarnya yang tergolong dalam sistem hisab hakiki yang beraliran
imkanurrukyah. Landasan yang dipakai adalah al-Quran, Hadits dan Pendapat
Ulama. Salah satunya didasarkan pada pendapat Ibnu Hajjar dalam kitab Tuhfat
Ibn Hajjar bahwa rukyat sangat penting dalam menentukan awal bulan. Dan juga
didasarkan pada beberapa kitab lain yaitu Tamyizu al- Hakk Min al- Dholal fii
saidi al-hilaal dan Risalah Iqadu al-Niyam Habib Usman bin Abdullah, Fadl al-
Rahman fii Raadi al marhum al- sayyid ‘Utsman karangan Kh. Ahmad Marzuki,
Taqwiimu al-nayyirayni fi ru’yati al hilaalayni karangan H. Ali Wardi bin H
Abdul Ghani dan beberapa kitab karangan lainnya. Penelitian yang dibuat oleh
Eka Sartika jelas berbeda dengan penelitian yang penulis bahas. Perbedaan
tersebut terletak (salah satunya ) pada objek penelitian. Objek penelitian penulis
adalah komunitas Aboge yang tinggal di desa Onje Kec. Mrebet. Kab
Purbalingga.
Ketiga, adalah skripsi Nur Said (Mahasiswa Peradilan Agama) dengan
judul “Problematika Penetapan Hari Raya Idul Fitri 1427 H/ 2006 M antara
PBNU dan PWNU Jawa Timur” pada tahun 2007. Jenis penelitian yang
digunakan adalah penelitian kualitatif, yang menekankan kualitas sesuai dengan
pemahaman yang diskriptif. Penelitian ini berupa studi empiris untuk menemukan
teori teori proses terjadinya perbedaan penetapan awal bulan syawal 1427/2006
antara PBNU dan PWNU Jawa Timur. Penelitian fokus membahas konsep
penetapan awal bulan syawal Idul Fitri PBNU dan PWNU Jawa Timur dan
penyebab dari perbedaan penetapan awal bulan syawal 1427/2006 h Idul Fitri
PBNU dan PWNU JATIM. Penelitian yang dibuat oleh Nur Said jelas berbeda
dengan penelitian yang penulis bahas. Perbedaan tersebut terletak (salah satunya )
pada objek penelitian. Objek penelitian penulis adalah komunitas Aboge yang
tinggal di desa Onje Kecamatan Mrebet, Kabupaten Purbalingga.
E. METODE PENELITIAN
Jenis dan Pendekatan Penelitian
Skripsi ini merupakan jenis penelitian lapangan (metode field
research). Yang bersifat penelitian deskriptif. Suatu penelitian yang
dimaksudkan untuk eksplorasi dan klarifikasi mengenai sesuatu fenomena
atau kenyataan sosial, dengan jalan mendeskripsikan sejumlah variable yang
berkenaan dengan masalah yang diteliti.11
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi adalah
pendekatan studi kasus. Yaitu penulis mengambil komunitas Aboge di
Purbalingga sebagai objek studi kasus penelitian.
Data Penelitian
Sumber data yang digunakan adalah sumber data Primer dan
Sekunder. Data Primer pada skripsi ini adalah hasil wawancara kepada tokoh
11
Faisal Sanapiah, Format-Format Penelitian Social, Dasar-Dasar dan Aplikasinya.
(Jakarta: PT. Rajawali Pers, 2003), Cet. Ke-6,.h.20.
Aboge dan data-data atau dokumen yang berkaitan tentang Aboge. Sedangkan
untuk data sekunder adalah seluruh literatur yang berhubungan dengan ilmu
falak secara umum atau literatur lain yang dapat memberikan informasi
tambahan pada judul yang diangkat dalam skripsi ini. Yaitu, buku, majalah,
jurnal, artikel dan lain sebagainya.
Adapun metode pengumpulan data yang digunakan pada penulisan
skripsi ini adalah
a. Wawancara yaitu penulis melakukan wawancara kepada tokoh Aboge di
daerah setempat, untuk menggali informasi lebih dalam tentang
komunitas Aboge di Desa Onje, Kecamatan Mrebet Kabupaten
Purbalingga sebagai objek penelitian penulis, sekaligus sebagai sumber
primer dalam penelitian.
b. Dokumentasi (pengumpulan data melalui studi kepustakaan), yaitu
penelitian kepustakaan dan literature yang mempunyai relevansi dengan
judul baik dari Komunitas Aboge atau pihak lain.
Teknik Pengolahan Data
Seleksi data: setelah memperoleh data dari hasil wawancara dan dokumentasi
yang bersifat tertulis. Dari data tersebut diperiksa kembali satu persatu,
dan diambil data yang berkaitan dengan penelitian agar tidak terjadi
kekeliruan.
Klasifikasi data: setelah data diperiksa lalu diklasifikasikan dalam bentuk dan
jenis tertentu, kemudian diambil kesimpulan.
Analisa Data
Teknik analisa yang digunakan adalah analisa deskriptif. Yang
memaparkan tentang profil Aboge sampai bagaimana mengaplikasikan cara
menentukan awal bulan Qamariyah.
Pedoman Penulisan Laporan
Teknik penulisan skripsi ini berpedoman pada ”BukuPedoman
Penulisan Skripsi tahun 2007’ yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika penulisan laporan penelitian ini terbagi ke dalam lima bab
dengan rancangan sebagai berikut.
Bab pertama merupakan bab pendahuluan yang didalamnya dipaparkan
latar belakang masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan
penelitian, studi kajian terdahulu, metodologi penelitian dan sistematika penulisan
laporan.
Bab kedua menjelaskan konsep objek penelitian yang bersifat literature.
Yakni mengenai pengertian hisab rukyah, sejarah dan perkembangannya hisab
rukyat di Indonesia yang mencakup aliran-aliran hisab rukyat .
Bab ketiga yaitu mengupas tentang profil Aboge yang menjelaskan seluk
beluk dan sejarah kelahiran Aboge, menyebutkan siapa saja tokoh- tokoh yang
berperan dan bagaimana corak pemikiran Aboge dalam keagamaan.
Bab keempat adalah penetapan awal bulan Qamariyah dalam perspektif
Aboge. Dalam bab ini membahas inti dari penelitian yaitu dasar pijakan Aboge
dalam menetapkan awal bulan. Kemudian system dan praktek dari penetapan
awal bulan Qamariyah yang dipakai oleh Aboge, yang disertai data-data
penetapan awal bulan Qamariyah sistem aboge, implikasi penetapan awal bulan
menurut perspektif aboge, tanggapan Majelis Ulama Indonesia dan telaah penulis
terhadap penentuan awal bulan Qamariyah dalam perspektif Aboge,
Bab kelima adalah penutup. Didalamnya berisi kesimpulan dari hasil
penelitian dan beberapa rekomendasi penulis.
BAB II
HISAB RUKYAT
A. Pengertian Hisab Rukyat
Secara bahasa, hisab berasal dari bahasa Arab yaitu ح���� -����
-ح�� yang mengandung arti “menghitung atau membilang”.12
Jadi hisab
adalah kiraan, perhitungan dan bilangan. Kata ini banyak disebut dalam
al-Quran untuk menjelaskan hari perhitungan (yaumul hisab), hari dimana
Allah akan memperhitungkan dan menimbang semua amal dan dosa
manusia dengan adil. Seluruh kata hisab muncul dalam al-Qur’an
berjumlah 37 kali, yang kesemuanya mengandung arti perhitungan tanpa
penggunaan arti yang kabur.13
Secara istilah hisab adalah perhitungan benda-benda langit untuk
mengetahui kedudukannya pada suatu saat yang diinginkan.14
Istilah tersebut
masih umum, karena dalam prakteknya penggunaan hisab berbeda tergantung
pada tujuan penggunaannya. Apakah ditujukan pada kapan waktu shalat atau
menentukan arah kiblat ataupun awal bulan Qamariyah.
12 Louis Ma’luf, Al-Munjid, (Mesir: Al-Mathba’ah Al-Katholikiyah, Cet XVIII, 1918), h. 132.
13 Tono Saksono, Mengkompromikan Rukyat dan Hisab, (Jakarta: Amythas Publicita, 2007),
h. 120.
14 Maskufa, Cara Mudah Belajar Ilmu Falak, (Jakarta: Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN
Syarif Hidayatullah, 2008), h.141.
Kamus-kamus istilah menyamakan arti ilmu Hisab dengan aritmatic, yang
mempunyai pengertian suatu ilmu pengetahuan yang membahas tentang
perhitungan dalam menentukan awal bulan Qamariyah yang didasarkan pada
peredaran bulan mengelilingi bumi.15
Dalam disiplin ilmu falak (astronomi), kata hisab mengandung arti sebagai
ilmu hitung posisi benda-benda langit. Posisi benda langit yang dimaksud di sini
adalah lebih khusus pada posisi matahari dan bulan dilihat dari pengamat di bumi.
Hitungan posisi ini penting dalam kaitannya dengan syariah khususnya masalah
ibadah misalnya; shalat fardu menggunakan posisi matahari sebagai acuan
waktunya, menentukan arah kiblat dengan menghitung posisi bayangan matahari,
menentukan awal bulan hijriyah dengan melihat posisi bulan dan mengetahui
kapan terjadi gerhana dengan menghitung posisi matahari dan bulan. Ilmu Falak
yang mempelajari kaidah-kaidah Ilmu Syariah tersebut dinamakan Falak Syar'i
(Ilmu Falak + Ilmu Syariah = Falak Syar'i). Nama yang populer di Indonesia
adalah Falak saja.16
15 Departemen Agama, Almanak Hisab Rukyat, Cet. 1 (Jakarta: Dirjen Pembinaan
Kelembagaan Agama Islam, 1990), h. 3. Lihat di Departemen Agama, Pedoman Perhitungan Awal
Bulan Qamariyah (Jakarta: Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1995), h.6.
16 Rukyatul Hilal Indonesia, “Hisab (Perhitungan Astronomis)”, artikel diakses pada 02
Februari 2009 dari www. hisab-rukyat. html.
Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan di dunia Islam, hisab
adalah salah satu cabang ilmu pasti yang mempelajari angka dalam bentuk
penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian, dan perakaran.17
Mengenai istilah hisab, Islam juga mengaitkan ilmu menghitung lain yang
dikenal dengan nama “ilmu mawaris atau Faraidh”. Ilmu faraidh termasuk dalam
ilmu hisab karena adanya persamaan substansi yaitu secara prinsip kedua ilmu
tersebut menggunakan perhitungan-perhitungan dan proses perumusan secara
pasti.18
Umumnya umat Islam di Indonesia mengenal ilmu falak sebagai ilmu
hisab semata. Dalam konteks ini, ilmu hisab yang dimaksud adalah ilmu falak
yang digunakan umat Islam untuk melaksanakan praktek-praktek ibadah dengan
cara mengetahui dan mempelajari benda-benda langit tentang fisik, gerak, ukuran
dan segala sesuatu yang berkaitan dengannya.19
Benda langit yang dipergunakan oleh umat Islam untuk kepentingan hisab
adalah matahari, bulan dan bumi. Itupun terbatas pada status posisinya saja
17 Abdul Aziz Dahlan, ed., Ensiklopedi Islam, jilid. 4 (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve,
1994), h. 117.
18 Ilmanudin, Penentuan Awal Bulan Dalam Perspektif NU dan Muhammadiyah suatu
Komparasi,(Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2003), h.11.
19 Eka Sartika, Penentuan Awal Bulan Dalam Perspektif Al-Marzukiyah “Studi Terhadap
Kalangan Al-Marzukiyah”,( Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2006), h.13. Diambil dari Departemen
Agama, Almanak Hisab Rukyat,(Jakarta:Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Cet 1,1990).
h. 14.
sebagai akibat oleh pergerakan benda-benda langit yang disebut Astromekanika.20
Dalam perkembangan selanjutnya, ilmu hisab menggunakan perhitungan modern
yang mempunyai tingkat akurasi lebih tinggi dan dapat dipertanggungjawabkan,
ilmu tersebut adalah ilmu ukur bola Sperical Trigonometri.21
Perkembangan-
perkembangan tersebut hanya cenderung mengarahkan semakin tingginya akurasi
atau kecermatan produk perhitungan ilmu hisab.22
Sebagai pendukung yang lain,
ilmu hisab juga menggunakan informasi data yang dikontrol dengan observasi
setiap saat.23
Sehingga dapat disimpulkan bahwa istilah hisab seringkali dikaitkan
dalam literature ilmu falak yang berhubungan dengan kedudukan-kedudukan
benda-benda langit khususnya matahari, bulan dan bumi dan perubahan–
perubahannya. Dengan pesatnya pengaruh ilmu pengetahuan, hisab menjadi lebih
berkembang.
Secara bahasa, rukyat berasal dari bahasa Arab yaitu - ��ى-رأىرؤ� yang
mempunyai arti melihat secara kasat mata atau dengan menggunakan akal.24
Arti
yang paling umum adalah “melihat dengan mata kepala”.25
20 Astromekanika adalah bagian dari ilmu astronomi yang mempelajari gerak-dan gaya tarik
benda-benda langit dengan menggunakan cara dan teori mekanika. Lihat Departemen Agama,
Almanak Hisab Rukyat, h. 375.
21 Departemen Agama, Almanak Hisab Rukyat, h.15.
22 Lajnah Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Pedoman Rukyat dan Hisab Nahdlatul
Ulama ( Jakarta: Lajnah Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, 2006), h. 5.
23 Eka Sartika, Penentuan Awal Bulan Dalam Perspektif Al-Marzukiyah,h. 13.
Menurut istilah, rukyat adalah melihat hilal pada saat matahari terbenam
tanggal 29 bulan Qamariyah. Kalau hilal berhasil dirukyat maka sejak matahari
terbenam tersebut sudah dihitung bulan baru, kalau tidak maka malam itu dan
keesokan harinya masih merupakan bulan yang berjalan dengan digenapkan
(diistikmalkan) menjadi 30 hari.26
Dalam literatur fiqh, kata rukyat seringkali dipadukan dengan kata hilal
sehingga menjadi rukyatul hilal yang berarti melihat hilal (bulan baru). Rukyat
hilal ini berkaitan erat dengan masalah ibadah terutama ibadah puasa.27
Penggunaan hilal diperuntukan menentukan hukum-hukum suatu ibadah dan
tergolong syariat para Nabi sebelum Nabi Muhammad.SAW.28
Muhammadiyah
memahami rukyat tidak semata-mata melihat secara fisik dengan mata kepala.
Tapi melihat dengan mata pikiran yaitu dengan ilmu pengetahuan.29
Rukyat juga dimaksudkan untuk menentukan awal bulan Ramadhan, awal
bulan Syawal dan juga awal bulan Dzulhijjah. Dua bulan yang pertama berkaitan
dengan ibadah puasa dan bulan ketiga terakhir berkaitan dengan ibadah haji.
24 Louis Ma’luf, Al-Munjid, h. 243.
25 Farid Ruskanda. 100 Masalah Hisab dan Rukyat Telaah Syariah, Sains, dan Teknologi
(Jakarta: Gema Insani, 2005), h.41.
26 Departemen Agama, Almanak Hisab Rukyat, h. 15.
27 Abdul Aziz Dahlan, ed., Ensiklopedi Islam, jilid. 4 h.180.
28 Abu Yusuf Al-Atsary, Pilih Hisab Ru’yah (Solo: Pustaka Darul Islam.tt), h. 32.
29 Susiknan Azhari, Hisab dan Rukyat Wacana untuk Membangun Kebersamaam di Tengah
Perbedaan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h. 136.
Keberhasilan rukyat hilal sangat bergantung pada kondisi ufuk disebelah barat
tempat peninjau, posisi hilal dan kejelian mata.30
Dalam prakteknya, tidak semua orang yang telah menguasai ilmu falak
secara teoritis dapat mempraktekan rukyat di lapangan. Dalam pelaksanaan rukyat
dibutuhkan ketrampilan dan pengalaman yang banyak. Sehingga Departemen
Agama selalu mengadakan rukyatul hilal setiap akhir bulan Hijriyah, untuk
memperkirakan ketinggian hilal yang terlihat pada tiap bulan. Dengan demikian
dapat menguji kevalidan hisab dalam menghitung posisi benda langit secara
nyata, agar penentuan hari-hari yang berkaitan dengan ibadah tidak terjadi
kesalahan.
B. Dasar Hisab dan Rukyat
Secara umum, menentukan awal bulan Qamariyah khususnya pada bulan-
bulan yang terkait dengan ibadah seperti Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah,
terdapat dua metode yaitu metode rukyat dan metode hisab. Metode rukyat inilah
yang pertama kali digunakan oleh umat Islam sejak masa Nabi Muhammad
SAW.31
Namun dengan berkembangnya ilmu pengetahuan rukyat tidak hanya
dilakukan dengan mata telanjang tetapi juga dengan teleskop.32
30 Maskufa, Cara Mudah Belajar Ilmu Falak. h. 142. 31 Maskufa, Cara Mudah Belajar Ilmu Falak,. h. 143.
32 Abu Yusuf Al-Atsary, Pilih Hisab Ru’yah, h. 29.
Dasar penggunaan hisab dalam menentukan awal bulan adalah
1. Dijelaskan di dalam QS. Yunus(10): 5 yang berbunyi:
���� ����� ����� !☯#☺%&�
☯'��()* +��☺,-.��/ 01�3
45�167,��/ +8�9:0+; <�=☺5>��+?��
���7+ +AB�C)D�� EFG�),.��/ H
+; +I5>�J K� !L��M,N OP�-
Q�I�,.��R H �) S⌧UV �W +V?�
XYZ�,-�� +D�=☺5>#�+V )٥ :����١٠س(
Artinya: “Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya
dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah ( tempat-tempat) bagi perjalanan
bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan dan perhitungan(waktu). Allah
tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan
tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui”.
Ayat diatas merangkum kata wa qaddarahu (�و���ر) yang artinya dan
ditetapkan-Nya dan al-hisaba (ب�� yang artinya perhitungan (waktu) (ا �
dijadikan dasar bahwa posisi, kedudukan dan saat hilal itu, dapat dihitung.
Karena Allah menganjurkan manusia untuk mengetahui waktu dan
mendayagunakan kemampuan intelektualnya sebagai makhluk cerdas.33
Wahbah Zuhaili, M. Adnan Salim, M. Rusydi Zein dan M. Wahbi
Sulaiman menyebutkan dalam Ensiklopedi Al-Quran bahwa kata tempat
dalam kalimat “Dan ditetapkannya perjalanan bulan ditempat-tempatnya”
33 Tono Saksono, Mengkompromikan Rukyat dan Hisab(Jakarta: Amythas Publicita,
2007),h.121-122.
berjumlah dua puluh delapan tempat. Manzilah adalah jarak tertentu yang
dapat ditempuh gerakan bulan dalam sehari semalam, agar kalian mengetahui
waktu. Dengan matahari, dapat diketahui batasan hari, sedangkan dengan
bulan dapat diketahui dengan bilangan bulan dan tahun. 34
Abu Yusuf Al-Atsary mengutip pendapat Syaikhul Ibnu Taimiyyah
bahwa kata �ا"#$% (supaya kamu mengetahui...) berkaitan dengan kata �و���ر
(Dia menetapkan…) bukan kepada &$' (Dia menjadikan…). Karena sifat
matahari yang bersinar dan bulan yang bercahaya tidak berpengaruh dalam
mengetahui hitungan tahun dan hisab. Namun yang memberikan pengaruh
dalam hal itu adalah perpindahan keduanya dari satu tempat ke tempat
lainnya.35
Ayat diatas menjelaskan tujuan dari penciptaan benda-benda langit
seperti matahari, bulan, dan tempat peredarannya bagi kepentingan manusia
dalam menjalankan kewajibannya khususnya yang bernilai ibadah maupun
muamalah.
2) Didalam QS. Al-Isra’(17): 12 yang berbunyi:
�C[>��� �/ ��.(��
�1\]^_��/ QA�B+`+V�' <
�+3Z��,�☺,[ ,\+V�' Q�.(��
34 Wahbah Zuhaili, M. Adnan Salim, M. Rusydi Zein, M. Wahbi Sulaiman, Ensiklopedi Al-
Qur’an, (Jakarta: Gema Insani, 2007), Cet.1, h. 208.
35 Abu Yusuf Al-Atsary, Pilih Hisab Rukyat, (Solo: Darul Islam, tth), h.73.
��C[>��� �/ ,\+V�' 1\]^_�
C:�b)�Zc; <�'�+`Zd+`�e� f⌧#g,[ ��h;
��'i�5R�1 <�=☺5>��+`���/ ���7+
+AB�C)D�� EFG��+.j�/ H ^�kl�/
m'�n⌧� � :0[>oS,[ f⌧�)S.U,) ١٧:١٢/ا*س�اء(
Artinya: “Dan Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda, lalu
Kami hapuskan tanda malam dan Kami jadikan tanda siang itu terang, agar
kamu mencari karunia dari Tuhanmu, dan supaya kamu mengetahui bilangan
tahun-tahun dan perhitungan. dan segala sesuatu telah Kami terangkan
dengan jelas”.
Allah menciptakan pergantian malam menjadi siang, siang menjadi malam
dan seterusnya bergantian sebagai tanda-tanda bagi manusia untuk
mengetahui waktu.
3) Dijelaskan juga dalam QS. Al-Baqarah(2): 185 yang berbunyi:
�Z]�q +D�g+;�1 B����� +8r�3sm ����[
D�'Z�k-.� tf7�� ^^0>�e�
dW :0�hv+R�/ E��h; i��7=w.�
QD,�Z�kU.��/ H ��☺,[ �7]�q x'i0�;
+�Z]%y� �#☺zS��[>,[ <)...١٨3: ٢/ا �01ة (
Artinya: “Beberapa hari yang ditentukan itu ialah bulan Ramadhan, bulan
yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi
manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda
(antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu
hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa
pada bulan itu….
Berdasarkan ayat diatas menjelaskan bahwa penentuan awal
Ramadhan. Rukyat menurut para ahli hisab dimaknai sebagai rukyat bil’ilmi
yaitu penggunaan hisab untuk menentukan awal Ramadhan. Hal ini diperkuat
dengan hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori.
4) Dijelaskan dalam Hadits
�� ��ب ��ل أ?1� �= س� < ب> =9= ب> ب:9� ��ل ح�� 45ح�� 45@A <اب <B &90B <B C9�# ا
1B�"@4B Dا EFر �"B أ ن� �"B <ب Dل� ا�وس#�< اJ D#�= اI9#B D س"$H رس�ل �
���روNO�م�ا و إذا رأ�� 0���ل إذا رأ�%"O >:9#B �>P ن QO وا �RO SO ��"%اI ) روا�
�رىT1 36 )ا
Artinya: “Bercerita kepada kami Yahya Bin Bukair, ia berkata menceritakan
kepadaku Al-laits dari uqail dari Ibn Syihab berkata Salim bin Abdullah bin
Umar telah menghabarkan kepadaku bahwa Umar ra menyampaikan bahwa
ia mendengar Rasulullah SAW bersabda bila kamu melihat hilal, maka
berpuasalah, dan bila kamu melihat hilal maka berbukalah. Bila hilal itu
tertutup awan maka kira-kirakanlah ia (Diriwayatkan oleh Bukhari).
Pada kalimat I ��روا�O yang artinya maka kira-kirakanlah pada hadits
diatas, ahli hisab memahaminya dengan terbukanya penggunaan hisab dalam
penentuan waktu selain rukyat.
Nash-nash yang menerangkan penggunaan rukyat sebagai dasar dalam
penetapan awal bulan Qamariyah adalah
1. Disandarkan pada QS. Al-Baqarah(2):189 yang berbunyi:
!L+3��>+���:{ ��+ �|���?J < Z���
}1�� kW(��M��+; ^^0>�� ~�]�,.��/ i
}�.�,��/ �b��.� D/|�R <��[|,
36 Abi Abdillah Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Matan al-Bukhari bi Hasyiyati as-Sanadi,
juz 1 (Beirut:Dar al-Kitab al-Islam,t.th), h 325-327. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Muslim dengan
jalur periwayatan yang berbeda.
!����.� ��; ��1�=wk= 6�)i ,��/
�b��.� ��+; H�,�^ i <��[m�/
!��(c.� #��; �w�RM��ZR/m H
<�k-^�/ �� Zxk��>��,�
!��=,�>.U� )�01 ٢:١٨٩/ةا(
Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah:
"Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat)
haji; dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya,
akan tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertakwa. dan masuklah
ke rumah-rumah itu dari pintu-pintunya dan bertakwalah kepada Allah agar
kamu beruntung”.
Secara jelas dan gamblang, ayat diatas mengungkapkan bulan sabit
(hilal) sebagai tanda- tanda bagi manusia untuk mengetahui hari, bulan tahun
dan kepentingan yang bersifat ibadah.
2. Disandarkan pada Hadits yang berbunyi:
ح� 45� �1B ا �ح"> ب> س\م ا Z"�= ح�45� ا �بY9 �$4= اب> م�#< B> م�"� وه�اب> ز��د B> اب=
Dا EFه���ة ر ="P ن�O I%وا �و��ROوا I%م�ا �ؤ��J ل� I4B ان ا J =14#= اI9#B D وس#< �
�آ"#�ا ا $�دO >:9#B)>#�37روا� م(
Artinya: “Berpuasalah kamu karena melihat hilal, dan berbukalah kamu
karena melihat hilal Bila kamu tertutup oleh mendung maka sempurnakanlah
bilangan”. ( Diriwayatkan oleh Muslim).”
37 Imam Ibn al –Husain Muslim bin al Hajaj Ibn Muslim al-Qushairi al-Nisaburi, Al Jami’u al
Shahih al –Musamma Shahih Muslim, juz 3 (Beirut: Dar Al- Jail, Dar- Al- Afaq), h. 124.
3. Disandarkan pada Hadits yang berbunyi:
B ح �45� ��9= ب> ��9= ��ل ��أت B#= م�� Dا =#`J a=`1�4 ا <B �"@4B Dا =Fر �"B <اب <B YO�� <
0�ل أ I9#B وس#< O ن�bذآ� رم I�� ن أQO ��وا ح%�= ت�وRdت eم�ا ح%�= ت�وا ا @\ل و�Nت e "P >:9`#B =
I ��روا�O)>#�38.)روا� م
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya berkata saya
telah membacakan kepada Malik dari Nafi’ dari Ibnu Umar semoga Allah
Meridhoi keduanya Saw, bahwasanya Nabi SAW telah menuturkan
Ramadhan maka Beliau bersabda: ‘janganlah kamu berpuasa sebelum kamu
melihat hilal ( Ramadhan) dan janganlah kamu berbuka sebelum kamu
melihat hilal(Syawal). Jika tertutup atas kalian maka taqdirkanlah.”
(Diriwayatkan oleh Muslim)
4. Disandarkan pula pada Hadits yang berbunyi:
<`B د�`�af أب`= ا <`B �`"B <`ب I`�# 91`� اB �ح��45� أب� ب:� ب> أب= 19A ح��45� م�"�`� ب`> ب`h� ا $1`�ىg ح`��45
B �جBjأب`= ه��`�ة ا < I`4B Dا =`Fر I`�# ل ذآ`� رس`�ل ا�`� - Dا =#`J وس`#< ا @`\ل I`9#B ل�`0O إذا
39)روا� م�#< (5\95>رأ�%"�� �NOم�ا وإذا رأ�%"�� ROSO�وا QOن أg�$O >:9#B ="Pوا
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abi Syaybah, telah
menceritakan kepada kami Abu Usamah, telah menceritakan kepada kami
Ubaidillah dari Nafi, dari Ibnu Umar semoga Allah meridhoi keduanya,
bahwasanya Rasulullah SAW menuturkan tentang bulan Ramadhan, lalu
beliau berisyarat dengan tangannya seraya berkata sebulan itu sekian, sekian
dan sekian (dengan menekuk ibu jarinya pada yang ketiga kali), kemudian
beliau berkata: berpuasalah kalian karena terlihat hilal(syawal. Jika tertutup
atas kalian maka taqdirkanlah bulan itu 30 hari.(Diriwayatkan oleh dari Ibnu
Umar.
Dan masih banyak hadits yang menyebutkan rukyatul hilal sebagai
cara untuk menentukan awal bulan Qamariyah pada masa Nabi Muhammad
38 Ibn Muslim al-Qushairi al-Nisaburi, Shahih Muslim, h. 122.
39 Ibn Muslim al-Qushairi al-Nisaburi, Shahih Muslim, h. 124.
SAW. Menurut Susiknan Azhari, jumlah hadits yang berbicara tentang rukyat
sekitar 56 hadits.40
Hal itu didukung oleh keadaan masyarakat di Madinah
yang tidak mahir untuk berhitung dan menulis. Dan ini diperkuat dalam hadist
yang berbunyi sebagai berikut:
�"B <إب <B E14 ا <B �"@4B Dا =Fل ر��l أم9إ�� أم: J#= اI9#B D و س#< ��� eو l%:� e
�م "ت �E4$ و ه:mا ه:mاوا h@� ه:mا<5\95) >#�41)روا� م
Artinya: “Dari Ibnu Umar ra. Dari Nabi SAW bersabda kami adalah ummat
yang buta huruf (ummi), tidak dapat menulis dan menghitung. Satu bulan
adalah seperti ini, seperti ini, seperti ini.Ibnu Umar melipat satu jari jempol
pada gerakan yang ketiga (29 hari). Satu bulan adalh seperti ini, seperti ini
dan seperti ini yaitu genap 30 hari.(diriwayatkan oleh Imam Muslim).
5) Disandarkan pada pendapat Ulama:
Para Imam Madzhab empat sepakat bahwa awal Ramadhan dan
Syawal ditetapkan berdasarkan Rukyatul Hilal atau Istikmal sebagaimana
berikut:
B e9>1�ة ب"aZ4" م> و. 0�ل ا =#B eب@< و ��@< Sن� n5 بB lZ� \O �0#9@< ا �N�م ب�
�رع n�#B ا �N�م B#= أم�رة 5�ب% eت%�h لا� ا $��ة �9p� أب�ا وهE رؤ� ا @\ ل أو إآ"
� 5\95> ��م
40 Susiknan Azhari, Hisab dan Rukyat, Wacana untuk Membangun Kebersamaan di Tengah
Perbedaan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2007), h. 53.
41 Muhammad Nashirudin Al-Albani, penerjemah Imron Rosadi, Mukhtashar Shahih Muslim,
jil. 1 ( Jakarta: Pustaka Azzam), h. 419.
Artinya: “Tidak perlu diperhatikan perkataan ahli astronomi. Maka tidak
wajib bagi mereka berpuasa berdasarkan hisabnya, dan juga bagi orang
yang mempercayai perkataannya, karena pembuat syari’ah (Allah)
mengkaitkan (menggantungkan) puasa pada tanda yang tetap dan tidak
berubah sama sekali, yaitu ru’yatul hilal atau menyempurnakan bilangan tiga
puluh hari.42
Empat Imam madzhab yang bersepakat menentukan awal Ramadhan
dan Syawal dengan cara rukyatul hilal ialah Syafii, Hambali, Hanafi dan
Maliki. Dari beberapa nash dan kesepakatan empat imam madzhab diatas
menjelaskan bahwa penentuan waktu atau awal bulan yang berhubungan
dengan ibadah seperti Ramadhan, Syawal, Dzulhijjah berdasarkan pada hilal.
Yaitu dengan cara melihat hilal (rukyatul hilal) setelah terbenam matahari
pada hari ke 29 atau dengan istikmal, yaitu menyempurnakan bilangan bulan
tersebut menjadi 30 hari bilamana rukyat tidak berhasil dilakukan.
C. Perkembangan Hisab Rukyat Indonesia
1. Sejarah Hisab dan Rukyat di Indonesia
Selama pertengahan pertama abad kedua puluh, peringkat kajian Islam
yang paling tinggi termasuk kajian hisab rukyat hanya dapat dicapai di
Mekkah, yang kemudian diganti di Kairo. Karena di sana Islam berkembang
dan banyaknya para alim ulama dan ilmuwan. Banyak orang yang ingin
mengkaji Islam lebih dalam berbondong bondong datang ke sana, tidak
42 Abdur Rahman Al-Jazari, Al-Fiqh Alal Mazahibil Arba’ah, jilid 1 (Beirut: Dar Ihya At-
turats Al-Araby), h. 551.
terkecuali para alim ulama atau ilmuwan Indonesia. Pantas pemikiran hisab
rukyat di Jazirah Arab sangat berpengaruh dalam pemikiran hisab rukyat di
Indonesia. Seperti Muhammad Manshur al-Batawi yang mengarang kitab
Sullamun Nayyirain, ternyata secara historis merupakan hasil dari rihlah
ilmiyyah yang beliau lakukan selama di Jazirah Arab. Sumber jadwal yang
dipakai berasal dari Ulugh Beik. Begitu pula beberapa kitab hisab rukyat yang
berkembang di Indonesia. Dan banyak kitab di Indonesia merupakan hasil
cangkokan kitab karya Ulama Mesir yakni Al-Mathla’ al Saids ala Rasdi Al-
Jadid.43
Sebelum kedatangan agama Islam, di Indonesia telah tumbuh
perhitungan tahun menurut kalender Jawa Hindu atau tahun Saka yang
dimulai pada hari Sabtu, 14 Maret 78 M. Namun sejak tahun 1043 H /1633 M
yang ketepatan 1555 tahun Saka, tahun Saka diasimilasikan dengan Hijriyah,
kalau mulanya tahun Saka berdasarkan peredaran matahari, oleh Sultan
Agung diubah menjadi tahun Hijriyah, yakni berdasarkan peredaran bulan,
sedangkan tahunnya tetap meneruskan tahun Saka tersebut.44
Sehingga jelas bahwa sejak zaman berkuasanya kerajaan-kerajaan
Islam di Indonesia, umat Islam sudah terlibat dalam pemikiran Hisab Rukyat,
43 Ahmad Izzudin, Fiqih Hisab Rukyah: Menyatukan NU & Muhammadiyah dalam
Penentuan Awal Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha, ( Jakarta: Erlangga, 2007), h. 47.
44 Muhammad Wardan, Hisab ‘Urfi dan Hakiki (Yogyakarta: Siaran, 1957), h.12.
hal ini ditandai dengan adanya penggunaan kalender Hijriyah sebagai
kalender resmi.
Penanggalan Hijriyah atau penanggalan Islam digunakan di Indonesia
sebagai penanggalan resmi semenjak berkuasanya kerajaan-kerajaan Islam45
.
Hal ini menunjukan berkembangnya hisab dan rukyah sebagai metode
penentuan awal bulan Qamariyah di Indonesia.
Dengan datangnya penjajahan Belanda penanggalan Masehi mulai
diterapkan dalam kegiatan-kegiatan Administrasi Pemerintahan dan dijadikan
sebagai penanggalan resmi. Namun umat Islam tetap mempergunakan
penanggalan Hijriyyah terutama di daerah-daerah kerajaan Islam. Belanda
membiarkan pemakaian dan penanggalan. Adapun pengaturannya diserahkan
kepada para penguasa Kerajaan-Kerajaan Islam dalam mengatur hari-hari
yang berhubungan dengan peribadatan, seperti tanggal 1 Ramadhan, 1
Syawal, dan 10 Dzulhijjah.
Sejak abad pertengahan yang didasarkan pada sistem serta tabel
matahari dan bulan yang disusun oleh astronom Sultan Ulugh Beik
Asmarakandi. Ilmu Hisab ini berkembang dan tumbuh subur terutama di
pondok-pondok pesantren di Jawa dan Sumatera. Kitab-kitab ilmu hisab yang
dikembangkan para ahli hisab di Indonesia biasanya mabda` (epoch) dan
markaznya disesuaikan dengan tempat tinggal pengarangnya. Seperti Nawawi
Muhammad Yunus al-Kadiri dengan karya Risalatul Qamarain dengan
45 Departemen Agama, Almanak Hisab dan Rukyat. h.22.
markaz Kediri. Walaupun ada juga yang tetap berpegang pada kitab asal
(kitab induk) seperti al-Mathla’ul said fi hisaabil kawakib ala Rasydil Jadid
karya Syekh Hussain Zaid al Misra dengan markaz Mesir. Dan sampai
sekarang khazanah (kitab-kitab) hisab di Indonesia dapat dikatakan relative
banyak apalagi banyak pakar hisab sekarang yang menerbitkan kitab falak
dengan cara menanamkan kitab-kitab yang sudah lama ada di masyarakat
disamping adanya kecanggihan teknologi yang dikembangkan oleh para pakar
astronomi dalam mengolah data-data kontemporer berkaitan dengan hisab
rukyat.
Setelah Proklamasi Kemerdekaan, maka berlakulah penanggalan
Masehi di Indonesia. Setelah terbentuknya Departemen Agama pada tanggal 2
Januari 1946, maka diberikan tugas-tugas pengaturan hari libur, dan termasuk
juga tentang pengaturan tanggal 1 Ramadhan, 1 Syawal, dan 10 Dzulhijjah
yang diberlakukan di seluruh Indonesia. Wewenang ini tercantum dalam
Penetapan Pemerintah tahun 1946 No 2/ UM.7 UM.9/UM, dan dipertegas
dengan Keputusan Presiden No. 25 tahun 1967 No.148/ 1968 dan No. 10
tahun 1971. Dalam prakteknya penetapan hari libur terkadang belum
seragam, sebagai dampak adanya perbedaan pemahaman antara beberapa
pemahaman yang ada dalam wacana hisab rukyat.46
2. Penentuan Awal Bulan Qamariyah
46 Departemen Agama, Almanak Hisab dan Rukyat. h.22.
Secara garis besar Penentuan Awal Bulan Qamariyah di Indonesia
terbagi menjadi dua yaitu rukyat dan hisab.
a. Rukyat
Rukyat adalah menentukan awal bulan dengan membuktikan
keberadan hilal sesaat setelah matahari terbenam pada tanggal 29 bulan
Hijriyah. Bila hilal terhalangi oleh awan karena cuaca yang tidak
memungkinkan, maka pada bulan tersebut digenapkan menjadi 30 hari
(istikmal). 47
b. Hisab
Sistem hisab yang dipergunakan dalam menentukan awal bulan
qamariyah di Indonesia terbagi menjadi dua, yaitu hisab urfi dan hisab
hakiki.
1) Hisab Urfi
Hisab Urfi adalah sistem perhitungan penanggalan yang
didasarkan kepada peredaran rata-rata bulan mengelilingi bumi dan
ditetapkan secara konvensional.48
Hisab urfi yang berkaitan dengan
Qamariyah yang terdapat di Indonesia yaitu:
a) Hisab Hijriyah (Arab)
47
Kardiman dkk Garis Tanggal Kalender Islam 1421, (Bogor: BAKOSURTANAL, 2001),
h.6 .
48 Departemen Agama, Pedoman Perhitungan Awal Bulan Qamariyah (Jakarta: Dirjen
Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1995), h. 7.
Lama peredaran satu bulan sinodis49
selalu berubah-ubah.
Sebagai contoh dalam tahun 1978 M. Jarak ijtimak yang
terpendek ialah 29 hari 10 jam 27 menit ( Ijtimak Muharam 1398
H ke Shafar) sedang jarak ijtimak yang terpanjang ialah 29 hari 15
jam 11 menit (ijtimak Sya’ban ke Ramadhan). Oleh karena itu
maka Dalam hisab urfi ini lama peredaran sinodis bulan dirata-
ratakan menjadi 29 hari 12 jam 44 menit atau 29,5306 hari. Lama
satu tahun yaitu 12 X 29,5306 hari+354,3672 hari atau 354 hari 8
jam 48 menit 36 detik atau 354 11/30 hari (dengan mengabaikan
36 detik pertahun). Untuk menghilangkan pecahan ini maka
diadakan kebulatan masa selama 30 tahun. jadi lama hari dalam 30
tahun yaitu 30 X 354 11/30 hari =10631 hari.50
Hisab urfi ini mempunyai prinsip-prinsip sebagai berikut:
• Permulaan perhitungan (1 Muharam tahun 1 H) ditetapkan
pada hari Kamis tanggal 15 Juli 622 M. Ketentuan ini menurut
pendapat Jumhur Ulama ahli hisab, sebab kedudukan hilal
49 Jarak waktu dari satu ijtima ke ijtima’ berikutnya.
50 Muhammad Syakh Chudlori, Perbandingan Tarikh (Bandung: Institut Agama Islam Negeri
Sunan Gunung Djati, 1990), h. 11.
pada hari Rabu petang sewaktu matahari terbenam sudah
mencapai 5º 57`.51
• Umur bulan Qamariyah adalah 29 dan 30 hari secara
bergantian. kecuali pada bulan Dzulhijjah yang bertepatan
dengan tahun kabisat, umur bulan ditambah 1 hari menjadi 30
hari.52
• Jumlah hari dalam satu tahun ditetapkan antara 354 dan 355
hari. Tahun basithah berjumlah 354 hari sedang tahun kabisat
berjumlah 355 hari. Kelebihan satu hari dalam tahun kabisat
dimasukkan dalam bulan Dzulhijjah.
• Tahun-tahun kabisat terjadi 11 kali dalam siklus 30 tahun yaitu
jatuh pada tahun ke 2,5,7,10,13,16,18,21,24,26 dan 29. Namun
sebagian ulama berpendapat bahwa tahun ke 16 bukan tahun
kabisat, melainkan tahun ke 15. Pendapat ini merujuk pada
rumus yang dikemas dalam syair berikut:
I� �� I�●آ�q ا T#9& آI�d د�NO I�1ح s&? a&آ <B
29 26 24 21 18 15 13 10 7 5 2
51 Muhammad Wardan, Hisab ‘Urfi dan Hakiki (Yogyakarta: Siaran, 1957), h. 11. Dalam
buku Perbandingan Tarikh, Muhammad Syakur Chudlori mengutip pendapat Muhammad Ma’shum
Bin Ali dalam Durusul Falakiah III bahwa tanggal 1 Muharam 1 H menurut rukyat jatuh pada hari
Jumat, 16 Juli 622.
52 Muhammad Syakh Chudlori, Perbandingan Tarikh, h. 12.
• Pada syair diatas tiap huruf hijaiyah yang bertitik menunjukan
tahun kabisat dan huruf yang tidak bertitik menunjukan tahun
basithah. Sebagai contoh tahun 1420 H mempunyai bilangan
10(1420:30= 47 daur sisa 10 tahun), jadi tahun 1420 H adalah
tahun kabisat.
• Masa daur (satu siklus) pada tahun Hijriyah terdiri dari 30
tahun yang terdiri dari 11 tahun kabisat (tahun panjang), dan
19 tahun basithah (tahun pendek).53
b) Hisab Islam ala Jawa54
Hisab ini awalnya hitungan Hindu Jawa atau Saka, yang
berdasarkan pada peredaran matahari.55
Kemudian dikenal
bernama kalender Saka. Kalender ini dipakai nenek moyang kita
sewaktu masih memeluk agama Hindu. Kalender Saka dimulai
tahun 78 Masehi, ketika kota Ujjayini (Malwa di India sekarang)
direbut kaum Saka (Scythia) dibawah pimpinan Raja Kaniska dari
tangan kaum Satavahan.
Tahun baru terjadi pada saat Minasamkranti (matahari pada
rasi Pisces) awal musim semi. Nama-nama bulan adalah Caitra,
53 Muhammad Syakh Chudlori, Perbandingan Tarikh, h. 12. 54 Irfan Anshory ,”Mengenal Kalender Hijriyah”, artikel diakses pada 15 Desember 2008 dari
http:www.formmasibumi.com/2008/05/ mengenal- kalender- hijriyah.html.
55 Muhammad Wardan, Hisab ‘Urfi dan Hakiki , h. 13.
Waisaka, Jyestha, Asadha, Srawana, Bhadrawada, Aswina (Asuji),
Kartika, Margasira, Posya, Magha, Palguna. Agar kembali sesuai
dengan matahari, bulan Asadha dan Srawana diulang secara
bergilir setiap tiga tahun dengan nama Dwitiya Asadha dan
Dwitiya Srawana. Satu bulan dibagi dua bagian: suklapaksa (paro
terang,dari konjungsi sampai purnama) dan kresnapaksa (paro
gelap, dari selepas purnama sampai menjelang konjungsi),
masing-masing bagian 15 atau 14 hari (tithi). Jadi, kalender Saka
tidak memiliki tanggal 16. Misalnya, tithi pancami suklapaksa
adalah tanggal lima, sedangkan tithi pancami kresnapaksa adalah
tanggal dua puluh. Kalender Saka dipakai di Jawa sampai awal
abad ke-17.
Kesultanan Demak, Banten, dan Mataram menggunakan
kalender Saka dan kalender Hijriah secara bersama-sama. Pada
tahun 1633 Masehi (1555 Saka atau 1043 Hijriah), Sultan Agung
Ngabdurahman Sayidin Panotogomo Molana Matarami (1613-
1645) dari Mataram menghapuskan kalender lunisolar Saka dari
Pulau Jawa, lalu menciptakan kalender Jawa yang mengikuti
kalender lunar Hijriah. Namun, bilangan tahun 1555 tetap
dilanjutkan. Jadi, 1 Muharram 1043 Hijriah adalah 1 Muharam
1555 Jawa, yang jatuh pada hari Jum'at Legi tanggal 8 Juli 1633
Masehi. Angka tahun Jawa selalu berselisih 512 dari angka tahun
Hijriah. Keputusan Sultan Agung ini disetujui dan diikuti oleh
Sultan Abdul Mafakhir Mahmud Abdulkadir (1596-1651) dari
Banten. Dengan demikian kalender Saka tamat riwayatnya
diseluruh Jawa, dan digantikan oleh kalender Jawa yang bercorak
Islam.
Nama-nama bulan disesuaikan dengan lidah Jawa:
Muharam, Sapar, Rabingulawal, Rabingulakir, Jumadilawal,
Jumadilakir, Rejeb, Saban, Ramadlan, Sawal, Dulkangidah,
Dulkijah. Muharam juga disebut bulan Sura maksudnya adalah
Hari Asyura 10 Muharram. Rabi'ul-Awwal dijuluki bulan Mulud,
yaitu bulan kelahiran Nabi Muhammad s.a.w. Rabi'ul-Akhir adalah
Bakdamulud atau Silihmulud, artinya "sesudah Mulud".
Sya'ban merupakan bulan Ruwah, waktunya mendoakan
arwah keluarga yang telah wafat, dalam rangka menyambut bulan
Pasa (puasa Ramadhan). Dzul-Qa'dah disebut Hapit atau Sela
sebab terletak di antara dua hari raya. Dzul-Hijjah merupakan
bulan Haji atau Besar (Rayagung),saat berlangsungnya ibadah haji
dan Idul Adha.
Nama-nama hari dalam bahasa Sansekerta (Raditya, Soma,
Anggara, Budha, Brehaspati, Sukra, Sanaiscara) yang berbau
jahiliyah (penyembahan benda-benda langit) juga dihapuskan oleh
Sultan Agung, lalu diganti dengan nama-nama hari dalam bahasa
Arab yang disesuaikan dengan lidah Jawa: Ahad, Senen, Seloso,
Rebo, Kemis, Jumuwah, Saptu.
Tetapi hari-hari pancawara (Pahing, Pon, Wage, Kaliwuan,
Umanis atau Legi) tetap dilestarikan, sebab hal ini merupakan
konsep asli masyarakat Jawa, bukan diambil dari kalender Saka
atau budaya India.
Dalam setiap siklus satu windu (delapan tahun), tanggal 1
Muharam (Sura) berturut-turut jatuh pada hari ke-1, ke-5, ke-3, ke-
7,ke-4, ke-2, ke-6 dan ke-3. Itulah sebabnya tahun-tahun Jawa
dalam satu windu dinamai berdasarkan numerologi huruf Arab:
Alif (1), Ha (5), Jim Awwal (3), Zai (7), Dal (4), Ba (2), Waw (6),
dan Jim Akhir (3). Sudah tentu pengucapannya menurut lidah
Jawa: Alip, Ehe, Jimawal, Je, Dal, Be, Wawu, dan Jimakir. Tahun-
tahun Ehe, Je, dan Jimakir ditetapkan sebagai kabisat. Jumlah hari
dalam satu windu adalah [354 x 8] + 3 = 2835 hari, angka yang
habis dibagi 35 [7 x 5]. Itulah sebabnya tanggal 1 Muharam tahun
Alip dalam setiap 120 tahun selalu jatuh pada hari dan pasaran
yang sama.
Oleh karena kabisat Jawa tiga dari delapan tahun
(3/8=45/120), sedangkan kabisat Hijriah 11 dari 30 tahun (11/30 =
44/120), maka dalam setiap 15 windu (120 tahun), yang disebut
satu kurup, kalender Jawa harus hilang satu hari (mundur ke
belakang baik harinya atau pun pasarannya (pancawara), agar
kembali sesuai dengan kalender Hijriah.
Awalnya penggabungan hisab Hindu Jawa atau Soko
dengan Hisab Hijriah yaitu pada tahun 1633 M atau tahun 1043H
dan tahun Jawa 1555. Pada waktu itu tanggal 1 Suro tahun Alip
jatuh pada hari Jumat Legi ( 8 Juli) dan selanjutnya sejak waktu itu
sampai permulaan tahun 1627 atau tahun 1115 H (17 Mei tahun
1703 M) kurup Jamngiah, artinya selama itu tanggal 1Suro tahun
Alip jatuh pada hari Jumat legi (Awahgi= Alip mulai Jumuwah
Legi), Kemudian sesudah itu diadakan pergantian kurup menjadi
Kamsiah artinya tanggal 1 Suro tahun Alip selama 120 tahun lagi
jatuh pada hari Kamis Kliwon (Amiswon= Alip-Kemis Kliwon),
berarti pengunduran satu hari beserta pancawaranya. Kemudian
setelah Kamsiah berjalan 120 tahun, diadakan pergantian kurup
lagi, yaitu diganti menjadi kurup Arbangiah, artinya tanggal 1 Suro
tahun Alip selama 120 tahun jatuh pada hari Rabu Wage.(Aboge=
Alip-Rebo-Wage) Adapun sekarang ini kurupnya sudah berganti
menjadi kurup Tsalasiah artinya tanggal 1 Suro tahun Alip jatuh
pada hari Selasa Pon (Asopon=Alip-Seloso- Pon).56
Pergantian kurup yang terjadi pada Hisab ini adalah
sebagai berikut:57
• Mulai 1 Suro Alip tahun 1555 atau tahun 1043 H (8 Juli 1633)
sampai permulaan tahun 1627 atau 1115 H (17 Mei 1703 M)
kurupnya jamngiah legi(Angahgi)
• Mulai permulaan tahun 1627 atau 1115 H (17 Mei 1703 M)
sampai permulaan tahun 1747 atau 1235 (20 Oktober 1819 M)
kurupnya kamsiah kliwon (Amiswon).
• Mulai permulaan tahun 1747 atau 1235 H (20 Oktober 1819
M) sampai permulaan tahun 1867 atau tahun 1355 H (24 Maret
1936 M) kurupnya arbangiah wage (Aboge).
• Mulai permulaan tahun 1867 atau 1355 H(24 Maret 1936 M)
kurupnya tsalasiah pon (Asapon)
56 Muhammad Wardan, Hisab ‘Urfi dan Hakiki, h. 12.
57 Muhammad Wardan, Hisab ‘Urfi dan Hakiki, h. 12.
Dari pergantian kurup diatas terlihat bahwa ada beberapa
hal yang perlu diperhatikan sebagaimana berikut:58
• Pergantian dari kurup jamngiah ke kurup kamsiah baru
diumumkan pada hari Kamis Kliwon tanggal 11 Desember
1749 M berarti sudah terlambat 46,5 tahun.
• Pergantian dari kurup kamsiah ke kurup arba’iah baru
diumumkan pada hari Jumat Pon tanggal 28 September tahun
1821 M., oleh Keraton Surakarta, berarti sudah terlambat 2
tahun. oleh Keraton Ngajogyakarto baru pada hari Senen
Kliwon tanggal 1 Suro tahun 1793 atau 1281 H ( 6 Juni 1864)
• Pergantian dari kurup arba’iah ke kurup tsalasiah sudah
diumumkan pada tanggal 1 Dulkangidah tahun Wawu 1865
atau 1353 H (5 Februari1933 M) tersebut surat ketetapan no
54.
Hisab ini tidak berbeda dengan sistem kalender matahari,
bilangan hari pada tiap-tiap bulan berjumlah tetap kecuali bulan
tertentu pada tahun-tahun tertentu jumlahnya lebih panjang satu
hari, sehingga sistem hisab ini tidak dapat dipergunakan dalam
menentukan awal bulan Qamariyah untuk pelaksanaan ibadah.59
58 Muhammad Wardan, Hisab ‘Urfi dan Hakiki, h. 12.
59 Susiknan Azhari, Ilmu Falak Perjumpaan Khazanah Islam dan Sains Modern( Jogjakarta:
Suara Muhammadiyah,2007), h.102.
Nurhayati Zen mengutip pemikiran Ahmad Dahlan bahwa
hari raya akan jatuh pada tanggal 1 Syawal karena munculnya
bulan di arah barat yang berdasarkan hisab. Dengan tanpa harus
memandang hari ataupun dasar penghitungan lain, jika hari itu
menurut perhitungan pada bulan telah tiba pada tanggal 1 Syawal
maka hari raya Idul fitri harus dirayakan. 60
Untuk itu hisab urfi digunakan sebatas membuat kalender
yang bersifat jangka panjang. Kalender yang menentukan awal
bulan secara taksiran agar mempermudah pencarian data dan
kepentingan kehidupan pada masa sekarang. Bukan kalender untuk
menentukan waktu yang berkaitan dengan ibadah.
b. Hisab Hakiki61
60 Nurhayati Zen, “Komparasi Pemikiran KH. Ahmad Dahlan dan Hasyim Asy'ari”artikel diakses pada
18 Mei 2009 dari http//lppbi.fiba.blogspot.com/2009/03/html.
61 Departemen Agama, Pedoman Perhitungan Awal Bulan Qamariyah, h. 8-13.
Hisab hakiki adalah sistem hisab yang didasarkan kepada
peredaran bulan dan bumi yang sebenarnya. Menurut sistem ini umur tiap
bulan tidaklah tetap dan juga tidak beraturan, melainkan kadang-kadang 2
bulan berturut-turutumurnya 29 hari atau 30 hari, atau kadang-kadang pula
bergantian seperti menurut perhitungan hisab urfi.
Dalam praktek perhitungannya, sistem ini mempergunakan data
sebenarnya dari gerakan bulan dan bumi serta mempergunakan kaidah-
kaidah ilmu ukur segitiga bola.
Terdapat beberapa aliran dalam menentukan masuknya bulan baru
dengan mempergunakan sistem hisab hakiki ini. Pada garis besanya ada
dua golongan yaitu yang berpedoman kepada ijtimak semata dan yang
berpedoman kepada posisi bulan diatas ufuk pada saat matahari terbenam.
Jika diuraikan lagi, maka akan terdapat 6 golongan, yaitu:62
1) Golongan yang berpedoman kepada ijtimak qablal ghurub
2) Golongan yang berpedoman kepada ijtimak qablal fajri
3) Golongan yang berpedoman kepada posisi bulan diatas ufuk hakiki
4) Golongan yang berpedoman kepada posisi diatas ufuk hissi
5) Golongan yang berpedoman kepada posisi hilal diatas ufuk mar’i
6) Golongan yang berpedoman kepada posisi hilal yang mungkin dapat
dirukyat.
62 Departemen Agama, Pedoman Perhitungan Awal Bulan Qamariyah, h. 8-13.
1). Golongan yang berpedoman kepada ijtimak qablal ghurub.
Golongan ini menetapkan, bahwa jika ijtimak terjadi sebelum
matahari terbenam, maka malam dan keesokan harinya ditetapkan
sebagai tanggal 30 bulan yang sedang berlangsung.
Sistem ini sama sekali tidak mempersoalkan rukyat dan tidak
memperhitungkan posisi hilal dari ufuk. Asal sebelum matahari
terbenam sudah terjadi ijtimak dan hilal masih dibawah ufuk, maka
malam hari itu berarti sudah termasuk bulan baru.
2). Golongan yang berpedoman kepada ijtimak qablal fajri
Beberapa ahli mensinyalir bahwa timbul suatu pendapat baru
yang menghendaki permulaan bulan Qamariyah ditentukan oleh
kejadian ijtimak sebelum terbit fajar, maka malam itu sudah masuk
awal bulan baru, walaupun pada saat matahari terbenam pada malam
itu belum tejadi ijtimak.
Nampaknya sampai saat ini di Indonesia belum ada para ahli
yang berpegang kepada ijtimak qablal fajri ini. Mereka baru
mensinyalir adanya pendapat ini yang didasarkan atas peristiwa-
peristiwa yang sering terjadi akibat penentuan Hari Raya Haji yang
dilakukan oleh pemerintah Saudi Arabia.
3). Golongan yang berpedoman kepada posisi hilal diatas ufuk hakiki.
Menurut golongan ini untuk masuknya tanggal satu bulan
qamariyah, posisi hilal harus sudah berada diatas ufuk hakiki.
Dimaksud dengan ufuk hakiki adalah bidang datar yang melalui titik
pusat bumi dan tegak lurus pada garis vertikal dari si peninjau lihat
gambar 1 pada lembar selanjutnya.
Gambar 2.1.
Keterangan Ufuk Hakiki
Pada gambar 1 “Ufuk Hakiki P” adalah merupakan ufuk hakiki
bagi si peninjau yang berdiri pada titik P, demikian pula “Ufuk Hakiki
Q” adalah ufuk hakiki bagi si peninjau yang berdiri pada titik Q.
Sistem ini tidak memperhitungkan pengaruh tinggi tempat si
peninjau. Dapat disimpulkan sistem ini berpendapat bahwa jika setelah
terjadi ijtihad, maka hilal sudah wujud diatas ufuk hakiki pada saat
terbenam matahari, maka malamnya sudah dianggap bulan baru,
sebaliknya jika pada saat terbenam matahari hilal masih berada
dibawah ufuk hakiki maka malam itu belum dianggap sebagai bulan
baru.
4). Golongan yang berpedoman kepada posisi hilal diatas ufuk hissi.
Golongan ini berpendapat, jika pada pada saat matahari
terbenam setelah terjadi ijtimak, hilal sudah wujud diatas ufuk hissi,
maka malam itu sudah termasuk tanggal satu bulan baru. Dimaksud
dengan ufuk hissi adalah bidang datar yang melalui mata si peninjau
dan sejajar dengan ufuk hakiki lihat gambar dibawah ini.
Gambar 2.2.
Keterangan Ufuk Hissi
Pada gambar 2 “Ufuk Hissi P” adalah ufuk hissi bagi si
peninjau yang berdiri di titik P, sedang “Ufuk Hakiki P” adalah ufuk
hakiki bagi si peninjau tersebut. Bedanya kedua ufuk tersebut adalah
paralaks ufuk hissi sama dengan ufuk hakiki dikurangi parallaks.
Golongan yang berpegang pada ufuk hissi menentukan
ketinggian hilal diukur dari atas permukaan bumi, sedangkan yang
berpegang kepada ufuk hakiki mengukur ketinggian itu dari titik pusat
bumi. Dan nampaknya sistem ini kurang populer, sehingga banyak
para ahli yang mengabaikan eksistensi sistem ini.
5). Golongan yang berpedoman kepada posisi hilal diatas ufuk mar`i.
Sistem ini pada dasarnya sama seperti system hisab yang
berpedoman kepada ufuk hakiki dan hissi, yaitu memperhitungkan
posisi hilal pada saat terbenam matahari setelah terjadi ijtimak. Hanya
saja sistem ini tidak cukup sampai di sana. Setelah diperoleh nilai
ketinggian hilal dari ufuk hakiki kemudian ditambahkan koreksi-
koreksi terhadap nilai ketinggian itu.
Koreksi-koreksi tersebut adalah
a) Kerendahan ufuk
Pengaruh ketinggian tempat si peninjau. Semakun tinggi
kedudukan si peninjau semakin besar nilai kerendahan ufuk ini,
akibatnya semakin rendahlah ufuk mar`i tersebut.
b) Refraksi
Refraksi adalah perbedaan antara tinggi bendalangit
menurut penglihatan dengan tinggi benda langit menurut
penglihatan dengan tinggi yang sebenarnya. Contohnya: bila sinar
cahaya secara miring menembus lapisan udara yang mengelilingi
bumi, cahaya itu membelok ke bawah. Akibatnya semua benda
langit yang kita awasi terlihat seakan-akan berkedudukan di
langit pada tempat yang lebih tinggi dari yang sebenarnya.63
c) Semidiameter (jari-jari)
Yang diperhitungkan oleh sistem ini bukanlah titik pusat
hilal, melainkan piringan atasnya. Oleh karena itu harus diadakan
penambahan senilai semidiameter terhadap posisi titik pusat hilal.
d) Parallaks (beda lihat)
Yang diperhitungkan dalam sistem ini adalah tinggi hilal
dari mata si peninjau. Sedang menurut astronomi dari titik pusat
bumi, maka ada perbedaan tinggi hilal jika dilihat dari mata si
peninjau dan dari titik pusat bumi. Perbedaan ini dikenal dengan
istilah “parallaks” (beda lihat).
6). Golongan yang berpedoman kepada posisi hilal yang mungkin dapat
dirukyat (imkanur rukyat).
Golongan ini mengemukakan bahwa pada saat matahari
terbenam setelah terjadi ijtimak hilal harus mempunyai posisi
sedemikian rupa sehingga memungkinkan untuk dapat dilihat. Para
ahli yang termasuk golongan ini tidak sependapat tentang berapa
ukuran ketinggian hilal yang mungkin dapat dilakukan rukyat bilfi`li.
Ada yang mengatakan 8º, 7º, 6º, 5º, dan lain sebagainya.
63 Sa`adoeddin Djambek, Hisab Awal Bulan ( Jakarta: Tirtamas, 1976), h. 18.
Dari kedua macam sistem hisab diatas, hisab hakiki dianggap
lebih sesuai dengan syara’. Karena dalam prakteknya, hisab hakiki
memperhitungkan kapan hilal akan muncul atau wujud. Hal itu sesuai
dengan hilal sebagai dasar pergantian bulan. Dengan demikian sistem
hisab hakiki adalah sistem yang dipergunakan oleh umat Islam untuk
menentukan awal bulan yang berkaitan dengan pelaksanaan ibadah.
Pada perkembangannya yang terakhir di Indonesia, aliran-aliran Hisab
Rukyat terbagi menjadi empat aliran yaitu:
1) Rukyatul Hilal
Rukyatul Hilal adalah kriteria penentuan awal bulan Hijriyah
dengan merukyat (mengamati) hilal secara langsung. Apabila hilal (bulan
sabit) tidak terlihat (atau gagal terlihat), maka bulan (kalender) berjalan
digenapkan (istikmal) menjadi 30 hari.64
2) Hisab Hakiki Wujudul Hilal
Hisab Hakiki Wujudul Hilal adalah kriteria penentuan awal bulan
(kalender) Hijriyah dengan menggunakan dua prinsip: Ijtimak (konjungsi)
telah terjadi sebelum Matahari terbenam (ijtima' qablal ghurub), dan
Bulan terbenam setelah Matahari terbenam (moonset after sunset); maka
pada petang hari tersebut dinyatakan sebagai awal bulan (kalender)
64 Wikipedia ensiklopedia bebas, artikel diakses pada 25 Mei 2009 dari http://id.wikipedia
.org/wiki /Hisabdan_rukyat/Imkanur_Rukyat_MABIMS.
Hijriyah, tanpa melihat berapapun sudut ketinggian (altitude) Bulan saat
Matahari terbenam.65
3) Imkanur Rukyat
Imkanur Rukyat adalah kriteria penentuan awal bulan (kalender)
Hijriyah yang ditetapkan berdasarkan Musyawarah Menteri-menteri
Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura
(MABIMS), dan dipakai secara resmi untuk penentuan awal bulan
Hijriyah pada Kalender Resmi Pemerintah, dengan prinsip awal bulan
(kalender) Hijriyah terjadi jika:
a) Pada saat matahari terbenam, ketinggian (altitude) Bulan di atas
cakrawala minimum 2°, dan sudut elongasi (jarak lengkung) Bulan-
Matahari minimum 3°, atau
b) Pada saat bulan terbenam, usia Bulan minimum 8 jam, dihitung sejak
ijtimak.66
4). Rukyat Global
65 Wikipedia ensiklopedia bebas, artikel diakses pada 25 Mei 2009 dari http://id.wikipedia
.org/wiki /Hisabdan_rukyat/Imkanur_Rukyat_MABIMS. 66
Mutoha, “Hilal Ramadhan”, artikel diakses pada 25 Mei 2009 dari http://mutoha.Blogspot
.com/2006/09/ hilal-ramadhan.html
Rukyat Global adalah kriteria penentuan awal bulan (kalender)
Hijriyah yang menganut prinsip bahwa jika satu penduduk negeri melihat
hilal, maka penduduk seluruh negeri berpuasa (dalam arti luas telah
memasuki bulan Hijriyah yang baru) meski yang lain mungkin belum
melihatnya.67
Sebagaimaan telah disebutkan, bahwa Pemerintah secara resmi
menetapkan awal bulan Qamariyah dengan mempergunakan kriteria
Imkaanur Rukyat. Kriteria ini diharapkan menyatukan perbedaan kriteria
dalam menentukan awal bulan Qamariyah antar ormas ataupun kelompok
ahli hisab ataupun rukyat di Indonesia. Namun usaha penyatuan kriteria
penentuan awal bulan Qamariyah nampaknya belum terwujud. Sebab
tidak semua ormas dan kelompok ahli hisab ataupun rukyat menerima
Imkaanur Rukyat sebagai kriteria yang dipakai untuk menentukan awal
bulan Qamariyah.
67 Mutoha, “Hilal Ramadhan”, artikel diakses pada 25 Mei 2009 dari http://mutoha.Blogspot
.com/2006/09/ hilal-ramadhan.html
BAB III
PROFIL KOMUNITAS ABOGE DI PURBALINGGA
A. Seluk Beluk Dan Sejarah Kelahiran Aboge 68
Kata Aboge adalah singkatan dari Alip Rebo Wage, yang mempunyai arti
Tanggal 1 Muharram Tahun Alif akan jatuh pada hari Rebo (Rabu) pasaran
Wage. Aboge adalah dasar perhitungan almanak (kalender) dalam satu windu
atau delapan tahun, maka yang dimaksud Aboge adalah dasar suatu perhitungan.
Gagasan perhitungan Aboge berasal dari para Wali69
yang berasal dari
Timur Tengah dan Sunan Kalijaga yang berasal dari tanah Jawa. Mereka
memadukan konsep Timur Tengah berupa huruf-huruf hijaiyyah, bulan-bulan
hijriyyah dan nama-nama hari dengan konsep Jawa berupa pasaran.
Para wali mewariskan perhitungan Aboge kepada Ki Tepus Rumput
sebagai Adipati Onje I untuk mengembangkan perhitungan Aboge di Kadipaten
Onje (sekarang bernama Kabupaten Purbalingga). Peran Ki Tepus Rumput
mengembangkan perhitungan Aboge, dilanjutkan oleh putra angkatnya yaitu
Adipati Onje II (Nyokropati). Tidak berselang waktu yang lama, datanglah
seorang ulama` ke Kadipaten Onje yang bernama Ngabdullah Syarif Raden
Sayyid Kuning, yang terkenal dengan nama Raden Sayyid Kuning membantu
68 M. Maksudi, Imam Masjid Raden Sayyid Kuning, Wawancara Pribadi, Purbalingga, 24
April 2009
69 M. Maksudi mengatakan sebagian dari wali sembilan berasal dari Timur Tengah yaitu
Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Kudus, Sunan Gunung Jati dan Sunan Kali Jaga.
Adipati Onje II untuk mengelola masjid. Selanjutnya, Adipati Onje II menobatkan
Raden Sayyid Kuning sebagai Imam pertama Masjid yang sekarang bernama
Masjid Raden Sayyid Kuning dan sekaligus menjadikannya menantu.
Sebelum datang ke Kadipaten Onje, Raden Sayyid Kuning mengaji
kepada Sunan Drajad. Setelah itu, Raden Sayyid Kuning bersama Kyai Arsayuda
menantu Arsantaka, Syeh Mahdum Wali dan Syeh Mahdum Umar mengamalkan
ilmunya dengan menyebarkan agama Islam ke Karang Lewas, Purwokerto. Pada
saat itu Raden Sayyid Kuning tidak menetap di Purwokerto, tetapi meneruskan ke
Kadipaten Onje untuk meneruskan dakwahnya.
Sebagai imam pertama Masjid Raden Sayyid Kuning, Raden Sayyid
Kuning berperan dalam mengelola masjid dan memakmurkannya, dengan cara
mengajarkan ajaran-ajaran Islam dan perhitungan Aboge kepada masyarakat.
Kemudian banyak masyarakat yang mengikuti sistem perhitungan Aboge. Lambat
laun masyarakat di Desa Onje, tersebut dikenal dengan Komunitas Aboge .
Dari keterangan diatas, komunitas Aboge di Desa Onje, Kec, Mrebet,
Kab. Purbalingga bukan sebuah organisasi masyarakat yang berpusat di daerah
tertentu, ia adalah sebuah kelompok masyarakat Islam yang berjumlah kurang
lebih 250 sampai 300 orang, yang menggunakan sistem penghitungan
berdasarkan Aboge (Alip-Rebo-Wage) untuk menentukan awal bulan Qamariyah.
Komunitas Aboge di Desa Onje, Kecamatan Mrebet, Kabupaten Purbalingga
tidak terkait secara organisasi ataupun hubungan kekerabatan dengan komunitas
Aboge di daerah-daerah lain di Indonesia. Sampai sekarang, komunitas Aboge
tidak dipimpin oleh seorang ketua, namun pihak yang bertanggungjawab dalam
komunitas Aboge adalah Imam Besar Masjid Raden Sayyid Kuning. Karena,
Imam Besar Masjid Raden Sayyid Kuning adalah panutan bagi komunitas Aboge
untuk menentukan awal Ramadhan, tanggal 1 Syawal dan hari raya idul fitri dan
idul adha yang didampingi oleh para Sesepuh Aboge.
Sejak tahun 2008 sampai sekarang, Imam Besar Masjid Raden Sayyid
Kuning dipercayakan kepada Kyai Muhammad Maksudi, keturunan ke 9 dari
Raden Sayyid Kuning.
B. Tokoh- Tokoh Komunitas Aboge
Keberadaan komunitas Aboge sampai sekarang tidak dapat dipisahkan
dari peran para penggagas dan pengikut penghitungan Aboge. Nama- nama tokoh
yang berperan dalam pengembangan Komunitas Aboge ialah:
1. Sunan Kalijaga (sebagai pencetus Aboge dan para Wali lainnya)
2. Syekh Maulana Maghribi ( Ki Tepus Rumput )
3. Adipati Onje II
4. Raden Sayyid Kuning70
5. Sutarudin (Putra 1 Raden Sayyid Kuning),
6. Samiruddin (Putra ke 2 Raden Sayyid Kuning)
7. Nur Muhammad (Putra ke 3 Raden Sayyid Kuning)
70 Imam Besar I Masjid Raden Sayyid Kuning.
8. Ki Anggadirana( Putra Nur Muhammad)
9. Ki Reksabumi (Putra Ki Anggadirana)
10. Ki Sananom (Putra Ki Reksabumi )
11. Ki Dipawikarta (Putra Kisananom)
12. Ni Majasir (Putra Ki Dipawikarta)
13. Ni Hj. Surya Munadi ( Putri Ni Majasir )
14. Kyai M. Maksudi (Putra Ni Hj. Surya Munadi)
15. Wangsarudin (Putra ke 4 Raden Sayyid Kuning)
16. Ki Tirtangali (Putra Wangsarudin)
17. Ki Arjamunawi (Putra Ki Tirtangali)
18. Ki Wiryamunadi (Putra Ki Arjamunawi)
19. Sanurji ( Putra Ki Wiryamunadi).
20. Ni Majasan (Putra Ki Arjamunawi )
21. Ki H Surya Munadi (Putra Ni Majasan)
22. Kyai M. Maksudi 71
(Putra Ki H Surya Munadi)
23. Kyai Ibrahim
24. Kyai Ilyas
25. Kyai Murmareja
26. Imam Muriani
27. H Ibrahim
28. Kyai Sanrawi
71 Kyai Maksudi adalah Imam yang menjabat dari tahun 2008 sampai sekarang.
29. Kyai Masngadi
30. Dan keturunan Raden Sayyid Kuning lainnnya yang tidak tercatat disini.
C. Corak Pemikiran Keagamaan Aboge
Untuk menelusuri arah pemikiran Komunitas Aboge, dapat dilihat dari dasar
hukum yang digunakan Aboge dalam menyikapi masalah yang berkaitan dengan
Islam. Dasar pengambilan hukum yang digunakan Aboge ialah:
1. al-Qur`an
Secara etimologis, al-Qur`an adalah berasal dari bahasa Arab yang
berbentuk mashdar yaitu ان�� berasal dari kata qa-ra-a ) أ��( , artinya bacaan.
Sebagaimana tertera dalam ayat al-Qur`an
^D�- �C.�5>+ �����,�
�+3�'Z����/ • ,N��,[ � +3[m+�,�
#��c^,[ �+3�'Z���) م � )١٨- ١٧ :٧٥ا 90
Artinya: “Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di
dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila kami Telah selesai
membacakannya Maka ikutilah bacaannya itu”.
Secara istilah, Amir Syarifuddin merumuskan definisi al-Qur`an dari
berbagai pendapat para Fuqaha72
yaitu bahwa al-Qur`an adalah “Lafaz yang
72 Ialah Syaltut, Al-Syaukani, Abu Zahrah, As-Sarkhisi, Al Amidi Dan Ibnu Subki.
berbahasa Arab yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang
dinukilkan secara mutawatir.73
Allah SWT adalah pembuat hukum, maka hukum tersebut adalah
kuasa Allah atas tingkah laku manusia mukallaf yang aturan-aturan –Nya
terkumpul dalam Al-Qur`an. Dengan demikian secara tidak langsung bahwa
al-Qur`an sebagai sumber utama bagi hukum Islam.74
2. Hadits
Hadits berasal dari bahasa Arab (C��� ا), secara harfiah berarti
perkataan atau percakapan. Dalam terminologi Islam, perkataan dimaksud
adalah perkataan dari Nabi Muhammad SAW. Seringkali kata ini mengalami
perluasan makna, sehingga disinonimkan dengan sunnah yang berarti segala
perkataan (sabda), perbuatan, ketetapan maupun persetujuan dari Nabi SAW
yang dijadikan ketetapan ataupun hukum dalam agama. Hadits adalah sumber
hukum dalam agama Islam yang memiliki kedudukan kedua pada tingkatan
sumber hukum dibawah Al Qur`an.75
73 Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh,(Jakarta: Logos, 2005), jil. 1, h. 51.
74 Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh , h. 79.
75
Wikipedia ensiklopedia bebas “Hadits” Artikel diakses pada 18 Mei 2009 dari
http://id.wikipedia.org/wiki/Hadits.html.
3. Ijma` 76
Secara bahasa, ijma` mengandung dua arti yaitu ketetapan hati untuk
melakukan sesuatu dan sepakat. Adapun pengertian ijma yaitu kesepakatan,
dan yang sepakat disini, adalah semua mujtahid Muslim, berlaku dalam suatu
masa tertentu sesudah wafatnya Nabi Muhammad SAW. Menurut Jumhur
ulama, ijma menempati dasar dalil hokum setelah al-Qur`an dan Sunnah.
Berarti ijma dapat menentukan hokum yang mengikat dan wajib dipatuhi
umat Islam bila tidak mendapati hokum dalam al-Qur.an dan Sunnah.
4. Qiyas77
Secara bahasa kata qiyas, berarti qadar artinya mengukur membanding
sesuatu dengan yang semisalnya. Qiyas merupakan suatu cara penggunaan
ra`yu untuk menggali hokum syara` dalam hal-hal yang nash al-Qur`an dan
Sunnah tidak menetapkan hukumnya secara jelas
5. Pendapat Wali Sanga, Sunan Kali Jaga, dan Ngabdullah Syarif Sayyid
Kuning.
Jamaknya wali adalah auliya` yaitu orang orang yang suci. Istilah
yang terkenal adalah wali Allah yang artinya kawan dekat atau pembantu
76 Amir Syarifuddin Ushul Fiqh, h. 128.
77 Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, h. 164.
Allah. Adapun Wali Sanga adalah penyiar islam yang pertama di Nusantara
(terutama daerah pulau Jawa).78
Pendapat Wali Sanga, Sunan Kali Jaga, dan Ngabdullah Syarif Sayyid
Kuning yang sangat terkenal dalam komunitas Aboge adalah sistem
penghitungan Aboge (Alip Rebo Wage) yang digunakan untuk menentukan
waktu ataupun awal bulan Qamariyah sepanjang masa. Sistem Aboge ini
merupakan metode penentuan waktu yang dihasilkan dari perpaduan sistem
Timur Tengah dan konsep murni Jawa dengan hari pasarannya.
Komunitas Aboge melakukan kegiatan ibadah dan kajian-kajian ilmu
agama terpusat di Masjid Raden Sayyid Kuning. Seperti dilaksanakannya
kegiatan keagamaan harian, kegiatan keagamaan mingguan dan kegiatan
keagamaan yang khusus diadakan pada bulan Ramadhan. Selain itu masjid ini
juga seringkali dikunjungi oleh banyak orang yang ingin berziarah ke makam
Raden Sayyid Kuning yang terletak dibelakang Masjid tersebut. Namun
letaknya agak jauh, yaitu dipisahkan dari sungai Tempuran yang mengalir di
belakang masjid. Adapun kegiatan-kegiatan keagamaan Komunitas Aboge
dijelaskan dalam bentuk tabel-tabel yang terletak pada halaman selanjutnya.
78 Badri Yatim. Ed. Ensiklopedi Mini Sejarah Dan Kebudayaan( Jakarta: Logos, 1996), h.
170. Jumlah Wali Sanga menurut penemuan KH. Bisyri Mustafa didalam Ensiklopedi Mini Sejarah
dan Kebudayaan Islam, tidak berjumlah tepat sembilan bahkan lebih dari itu. Pendapat ini berdasarkan
pada fakta bahwa orang yang mendakwahkan Islam di bumi Jawa pada masa itu tidak hanya berjumlah
sembilan.
Tabel 3.1. Kegiatan Keagamaan Harian di Masjid Raden Sayyid Kuning
No Kegiatan Waktu Kitab Keterangan
1 Pendidikan
Iqra`
Ba`da
Ashar
Iqra` Yang diikuti oleh anak-anak
2 Pendidikan
al-Qur`an
Ba`da Maghrib Al-Qur`an Yang diikuti oleh anak-anak yang
telah tamat iqra.
Kegiatan pendidikan harian pada tabel 1 bertujuan agar murid-muridnya
mahir membaca al-Qur`an, yang diperuntukan bagi anak-anak tingkat SD dan
sebagian tingkat SMP. Pembelajaran dilakukan dengan cara sang murid membaca
iqra` atau sebagian ayat al-Qur`an satu persatu dihadapan gurunya. Bila terdapat
kesalahan sang guru mengajarkannya sesuai dengan kaidah tajwid. Cara
pembelajaran pendidikan Iqra dan al-Qur`an bersifat sama. Namun dalam
pendidikan iqra terdapat 6 tingkatan, disesuaikan dengan jumlah jilid iqra`nya.
Sedangkan pendidikan Al-Qur`an terkumpul menjadi satu tingkatan.
Tabel 3.2. Kegiatan Keagamaan Mingguan di Masjid Raden Sayyid Kuning
No Kegiatan Hari / Waktu Kitab Keterangan
1 Yasinan dan
Dibaan
Malam Jumat / Ba`da
Maghrib
(Khusus malam
Jumat Kliwon
melakukan tahlil dan
istighotsah)
Al-Qur`an Dilakukan secara
bersama-sama
2 Khataman Ba`da Jumat dan Dilakukan secara
(Tarekat
Naqshabandi
yah) bagi para
sesepuh Aboge
Selasa Ba`da Dzuhur.
-
bersama-sama
3 Pengajian Remaja Malam Minggu
Safinah
al-najah,
Nashaih
al- `Ibad
Disampaikan
dengan metode
ceramah
Kegiatan mingguan pada tabel 2 diatas lebih beragam dibandingkan pada
tabel 1, dilihat dari macam kegiatan yang terdiri dari yasinan dan dibaan,
khataman, dan pengajian Remaja. Untuk lebih jelasnya, di bawah ini penulis
menguraikan satu persatu kegiatan mingguan Aboge yag tercatat pada tabel 2.
1. Yasinan dan Dibaan:
a. Yasinan adalah membaca surat Yasin secara bersama-sama yang dipandu
oleh seseorang. Khusus pada malam Jumat Kliwon melakukan tahlil dan
istighatsah. Tahlil yaitu pujian-pujian kepada Tuhan dengan menyebut la
ila ha illallah.79
Istighatsah adalah memohon pertolongan dari Allah SWT
untuk terwujudnya sebuah "keajaiban" atau sesuatu yang paling tidak
dianggap tidak mudah untuk diwujudkan. Sebenarnya istighotsah sama
dengan berdoa, tetapi bila disebutkan kata istighotsah maknaya lebih dari
sekedar berdoa, karena yang dimohon dalam istighotsah adalah bukan hal
79 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta : Balai
Pustaka, 1988), h.884.
yang biasa biasa saja. Oleh karena itu, istighotsah sering dilakukan secara
kolektif dan biasanya dimulai dengan wirid-wirid tertentu, terutama
istighfar, sehingga Allah SWT berkenan mengabulkan permohonan itu.80
Sebagaimana didasarkan pada surat Al-Anfal ayat 9 yang berbunyi:
�ب :<Z%س�O >:ن رب��u9p%� إذ ت
Artinya: "(Ingatlah wahai Muhammad), ketika kamu memohon
pertolongan kepada Tuhanmu lalu Dia mengabulkan permohonanmu."
b. Dibaan yaitu membaca shalawat atas Nabi Muhammad SAW pada kitab
Diba` yang dikarang oleh Al-Imam Abdurrahman bin Ali bin Muhammad
al-Syaibany al-Diba`i al-Yamani yang bertujuan untuk memulyakan Nabi
tanpa diiringi dengan musik. Kitab Diba` sejenis dengan Barzanji,
dari segi isinya yaitu menceritakan tentang kehidupan Muhammad,
mencakup silsilah keturunannya, masa kanak-kanak, remaja, pemuda
hingga diangkat menjadi Rasul. Kitab tersebut juga mengisahkan sifat-
sifat mulia yang dimiliki Nabi Muhammad, serta berbagai peristiwa yang
dijadikan teladan umat manusia.
2. Kataman adalah bagian dari amalan untuk mengikuti Tarekat
Naqshabandiyah yang didirikan oleh Muhammad Ibn Muhammad
Baha`uddin Naqshabandi (717-791 H/ 1317-1389 M) di Bukhara. Metode
yang khas dari tarekat ini adalah pengasingan diri meliputi pengingatan dan
80 A. Nuril Huda , “Makana Istighotsah”, artikel ini diakses dari
http://www.nu.or.id/page.php//Makna // Istighotsah 14/04/2009. html.
konsentrasi. Tarekat ini tersebar luas di Kaukasus dan di Asia Tengah. Prinsip
metode spiritual tarekat ini adalah dzikir dalam hati.81
Di Indonesia tarekat
Naqshabandiyah dipimpin oleh Habib Lutfi yang berpusat di Lamongan.
Sekali dalam sebulan atau beberapa bulan, utusan Habib Lutfi datang ke
Masjid Raden Sayyid Kuning untuk melakukan kataman bersama para
Sesepuh komunitas Aboge.
3. Pengajian Remaja: pengajian yang diperuntukan para remaja dengan mengkaji
kitab fiqih safinah al-najah yang dikarang oleh syekh Salim bin Abdullah bin
Saad bin Samir (Sumair) Al-hadlrami dan kitab akhlaq yaitu Nashaihul `Ibad
karangan Imam Nawawi Al-Bantany. Kegiatan ini disampaikan oleh salah
satu guru dengan metode ceramah. Pengajian ini bertujuan untuk mendidik
mereka agar menjadi generasi islam yang berakhlaq baik.
Tabel 3.3.
Kegiatan Keagamaan Bulan Ramadhan di Masjid Raden Sayyid Kuning
No Kegiatan Hari / Waktu Kitab Keterangan
1 Pengajian Setiap Hari/
ba`da Ashar
Fiqih (Qawaidul
Fiqhiyyah) Tauhid
(Aqidatul Awwam)
Ceramah
2 Tadarusan Setiap hari/
ba`da Tarawih
Al-Qur`an -
81 Abdul Aziz, ed. Ensiklopedia Islam Singkat h. 302.
3 Ceramah
Agama
Setiap hari/
ba`da Shubuh
_ Ceramah,
diperuntukkan
bagi umum
Pada bulan Ramadhan, intensitas kegiatan keagamaan komunitas Aboge
lebih padat daripada bulan-bulan lainnya. Kegiatan-kegiatan keagamaan
dilakukan pada setiap hari setelah pelaksanaan shalat Ashar, Tarawih dan Shubuh
sebagaimana tersaji dalam tabel 3. Secara ringkas, penulis menjelaskan jenis
kegiatan pada tabel 3 dibawah ini:
1. Pengajian: pengajian ini diperuntukan bagi remaja untuk memperdalam kajian
ilmu Fiqih dan Tauhid. Dengan mempelajari kitab Qawaidul Fiqhiyyah untuk
mempelajari ilmu Fiqih dan kitab Aqidatul Awwam untuk mengkaji ilmu
Tauhid.
2. Tadarusan: membaca al-Qur`an secara bersama-sama di masjid. Tadarusan ini
terbuka bagi siapa saja yang ingin membaca al-Qur`an di masjid Raden
Sayyid Kuning. Salah satu dari mereka menggunakan pengeras suara,
kemudian bergantian dari satu pembaca al-Qur`an ke pembaca lain. Target
minimal membaca al-Qur`an dalam satu malam, sebanyak 1 juz, supaya
dalam waktu satu bulan dapat menamatkan al-Qur`an minimal satu kali.
3. Ceramah Agama: Kegiatan yang berisi ceramah seorang penceramah yang
ditunjuk pada hari itu. Isi ceramah adalah tentang keislaman, baik berkaitan
dengan ubudiyyah atau muamalah. Tema ceramah ditentukan oleh
penceramah sendiri tanpa ada intervensi dari Imam Masjid Besar Raden
Sayyid Kuning. Penceramah tidak hanya berasal dari tokoh penganut Aboge
saja. Hal ini menunjukan keterbukaan komunitas Aboge ini terhadap
masyarakat pada umumnya dalam pelaksanaan ibadah-ibadah keagamaan.
Dari rujukan –rujukan kitab yang dipakai dalam kegiatan-kegiatan yang
dilaksanakan di Masjid Raden Sayyid Kuning, menjelaskan bahwa Aboge adalah
sebuah komunitas Islam yang mengikuti alur pemikiran Syafii. Budaya kegiatan-
kegiatan Aboge juga tidak berbeda jauh dengan budaya Nahdhatul Ulama.
Diperkuat dengan pernyataan Imam Besar Masjid Raden Sayyid Kuning bahwa
komunitas Aboge adalah warga Nahdhiyyin.
Dalam menentukan awal bulan Qamariyah dan hari- hari besar agama
Islam komunitas Aboge di Purbalingga ini, mempunyai sistem sendiri yaitu
menggunakan prinsip Aboge (Alip-Rebo-Wage) selamanya. Sistem perhitungan
tersebut terdapat dalam kitab Primbon Sembahyang karangan H. M. Idris bin
Yahya dan Mujarrabat yang diterjemahkan oleh H. Abdurrahman bin H. Abdul
Aziz .
Dengan penggunaan sistem Aboge dalam penentuan awal bulan
Qamariyah, seringkali komunitas Aboge menetapkan tanggal bulan puasa, hari
lebaran atau tanggal 1 Syawal dan 10 Dzulhijjah berbeda dengan Pemerintah.
Namun Maksudi82
tidak pernah mempersoalkan perbedaan tersebut dengan
Pemerintah dan umat Islam lain yang tidak sejalan. Selama Pemerintah dan umat
Islam tersebut tidak memaksakan atau mengganggu kepercayaan yang dianut
umatnya. Menurut pendapatnya, bahwa prinsip dalam urusan agama adalah hak
individu untuk mempercayai suatu keyakinan.
82 Imam Besar Masjid Raden Sayyid Kuning pada masa sekarang.
BAB IV
PENETAPAN AWAL BULAN DALAM PERSPEKTIF ABOGE
A. Dasar Pijakan Penetapan Awal Bulan 83
Komunitas Aboge menentukan awal bulan Qamariyah menurut
berdasarkan pada QS. Yunus (10): 5
���������������� �������������������� �������������������� !!!!☯☯☯☯####☺☺☺☺%%%%&&&&����
☯☯☯☯''''��������(((())))**** ++++��������☺☺☺☺,,,,----....��������//// 00001111����3333
5555����111166667777,,,,��������//// ++++8888����9999::::0000++++;;;; <<<<����====☺☺☺☺5555>>>>��������++++????��������
������������7777++++ ++++AAAABBBB����CCCC))))DDDD�������� EEEEFFFFGGGG����)))),,,,....��������//// HHHH
++++;;;; ++++IIII5555>>>>����JJJJ KKKK���� !!!!LLLL��������MMMM,,,,NNNN OOOOPPPP����----
QQQQ����IIII����,,,,....��������RRRR HHHH ����)))) SSSS⌧⌧⌧⌧UUUUVVVV ����WWWW ++++VVVV????����
XXXXYYYYZZZZ����,,,,----�������� ++++DDDD����====☺☺☺☺5555>>>>####����++++VVVV) س� )٥ :١٠ی�ن
Artinya: “Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya
dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan
itu, supaya kamu mengetahui bilangan dan perhitungan(waktu). Allah tidak
menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-
tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui”.
Aboge memahami kalimat lita’lamuu ‘adada al-sinina wa al-hisaaba
mengandung perintah untuk mengetahui bilangan tahun dan waktu dengan
menggunakan sistem hisab. Sistem hisab yang dimaksud adalah hisab sebagai
satu-satunya metode untuk menentukan awal bulan Qamariyah.
83 Muhammad Maksudi, Imam Besar Raden Sayyid Kuning, Wawancara Pribadi,
Purbalingga, 24 April 2009.
Dari kerangka pemahaman diatas, komunitas Aboge memahami
perhitungan Aboge sebagai interpretasi dari Surat Yunus ayat 5. Kerangka
pemahaman tersebut lahir dari pendapat bahwa perhitungan waktu bersifat pasti
dan dapat diprediksi sebelumnya, karena perhitungan yang berubah tidak
menunjukan kevalidan metode penghitungan waktu. Sedangkan sistem rukyat
sangat tergantung pada hilal yang terlihat pada tanggal 29 bulan Hijriyyah.
Sehingga, Aboge tidak mengakomodir rukyat sebagai bagian dari sistem
penentuan awal bulan Qamariyah yang digunakan. Karena rukyat tidaklah pasti,
tergantung pada terlihatnya hilal.
Komunitas Aboge juga mengambil pendapat Wali Sanga, Sunan Kali
Jaga, dan Ngabdullah Syarif Sayyid Kuning berupa Hisab Aboge adalah sistem
penentuan awal bulan Qamariyah sebagai dasar pijakan penentuan awal bulan
Qamariyah. Wali adalah tergolong ulama`, sedangkan ulama` adalah penerus
Nabi Muhammad SAW untuk mengajarkan dan menyiarkan ajaran Islam kepada
umatnya. Pendapat ini mengacu pada sabda Nabi yaitu al-Ulama u waratsa tu al-
Anbiyai. Maka, pantas Komunitas Aboge meyakini sistem penghitungan Aboge
sebagai sistem untuk menentukan awal bulan Qamariyah, karena sejalan dengan
hitungan yang digunakan oleh beberapa Sunan yang tergabung dalam Wali
Sanga.
B. Sistem Penetapan Awal Bulan Qamariyah
Komunitas Aboge menggunakan sistem Aboge dalam penetapan awal
bulan Qamariyah. Rujukan kitab yang menerangkan sistem Aboge adalah kitab
Primbon Sembahyang dan Mujarrabat. Kitab Primbon Sembahyang ditulis oleh
H. M. Idris bin Yahya, di dalamnya terdiri dari 92 bab yang membahas tentang
akhlaq, ketauhidan, ubudiyah, muamalah, kebudayaan, ilmu, almanac, doa-doa,
dan yang berkaitan dengan Islam dan kebudayaan Jawa. Bab yang berkaitan
dengan sistem Aboge hanya terdapat pada satu bab yaitu Almanak terletak di
halaman 163, yang diuraikan dalam bentuk tabel yang sebagaimana pada tabel 1
berikut ini.
Tabel 4.1.
Almanak di kitab Primbon Sembahyang 84
ج
٣
و
٦
ب
٢
د
٤
ز
٧
ج
٣
4
٥
ا
١
ا��� ق
$"'
vEوا
ا945>
آ#�9ن
w9"?
vEل
H1س
vEل
5\ث
Y9@O
$"'
�Oن
اح�
�Oن
رب�
vEوا ٧ م��م
اح�
vEل
رب�
آ#�9ن
H1س
vEل
ا945>
vEل
w9"?
Y9@O
اح�
�Oن
5\ث
�Oن
$"'
vEوا �H)
85٢
ا945>
�Oن
w9"?
vEوا
اح�
آ#�9ن
ث5\
آ#�9ن
$"'
vEل
ا945>
Y9@O
رب�
Y9@O
H1س
�Oن رب�� اIول
86٣
84 M. Idris bin Yahya, Hadza Kitab Primbon Sembahyang ( Tanjung Penang: 1919), h.163.
85 Awalnya tertulis 1, namun menurut Kyai M. Maksudi salah, yang benar adalah dua.
86 Awalnya tertulis 4, namun menurut Kyai M. Maksudi salah, yang benar adalah empat.
رب�
�Oن
H1س
vEوا
5\ث
آ#�9ن
w9"?
آ#�9ن
اح�
vEل
رب�
Y9@O
$"'
Y9@O
ا945>
�Oن ٥ ا�JK� رب��
w9"?
Y9@O
اح�
�Oن
رب�
vEوا
$"'
vEوا
ا945>
آ#�9ن
w9"?
vEل
H1س
vEل
5\ث
Y9@O
ج�دى
اKول٦
H1س
Y9@O
5\ث
�Oن
$"'
vEوا
اح�
vEوا
رب�
آ#�9ن
ا945>
vEل
ا945>
vEل
w9"?
Y9@O
ج�دى
��JKا ١
اح�
vEل
رب�
Y9@O
H1س
�Oن
ا945>
�Oن
w9"?
vEوا
اح�
آ#�9ن
5\ث
آ#�9ن
$"'
vEل N٢ رج
\ث5
vEل
$"'
Y9@O
ا945>
�Oن
رب�
�Oن
H1س
vEوا
5\ث
آ#�9ن
w9"?
آ#�9ن
اح�
vEل ٣ ���Oن
رب�
آ#�9ن
H1س
vEل
5\ث
Y9@O
w9"?
Y9@O
اح�
�Oن
رب�
vEوا
$"'
vEوا
ا945>
آ#�9ن ٥ رم�Pن
$"'
آ#�9ن
ا945>
vEل
w9"?
Y9@O
H1س
Y9@O
5\ث
�Oن
$"'
vEوا
اح�
vEوا
رب�
آ#�9ن�الO ٧
ا945>
vEوا
5\ث
آ#�9ن
$"'
vEل
اح�
vEل
رب�
Y9@O
H1س
�Oن
ا945>
�Oن
w9"?
vEوا 4��Q�١ ذوا
ا945>
vEوا
w9"?
آ#�9ن
اح�
vEل
5\ث
vEل
$"'
Y9@O
ا945>
�Oن
رب�
vEوا
H1س
vEوا S���٢ ذو
Komunitas Aboge menggunakan Almanak diatas sepanjang masa.
Almanak ini menyajikan hari dan pasaran tanggal satu pada tiap bulan Qamariyah
selama delapan tahun atau satu windu. Untuk melihat hari dan pasaran tanggal
lainnya, diurutkan dari tanggal 1 bulan Qamariyah tersebut. Setelah delapan tahun
(satu siklus usai), penghitungan akan kembali lagi pada tahun pertama yaitu tahun
Alif dan begitu seterusnya. Dan tiap bulan ganjil berjumlah 30 hari, sedangkan
bulan genap berjumlah 29 hari.
Untuk mempergunakan tabel almanak, perhatikan langkah-langkah
dibawah ini:
1. Mencari letak kotak tahun-tahun Aboge pada tabel 1 yang tertulis warna
merah. Nama-nama tahun Jawa berbentuk huruf-huruf hijaiyyah yang
berjumlah 8 yaitu Alip, He, Jimawal, Za, Dal, Ba, Wawu, dan Jimakir.
Sebagaimana yang tertulis diatas ialah:
.ج, و, ب, د, ز, ج, �, ا
2. Mencari letak kotak nama-nama bulan Aboge pada tabel 1 yang tertulis warna
biru, di bawah kotak yang bertuliskan almanac. Bulan-bulan tersebut
berjumlah 12 yaitu Muharam, Safar, Rabiul Awal, Rabiul Akhir, Jumadil
Awal, Jumadil Akhir, Rajab, Sya`ban, Ramadhan, Syawal, Dzulka`dah dan
Dzulhijjah.
3. Mencari kotak yang menghubungkan nama tahun dan bulan Aboge. Dengan
cara mengurutkan ke bawah dari tahun yang dicari sampai sejajar dengan
nama bulan yang dicari, bila kotak tersebut menghubungkan nama tahun dan
bulan Aboge yang dicari, maka sudah ditemukan hari dan pasaran tanggal 1
bulan dan tahun yang dicari.
Misalnya, untuk menentukan pada hari dan pasaran apa jatuh tanggal 1
Rabiul Awwal tahun Za? Maka, carilah tulisan yang berwarna merah yang
tertulis huruf Za (ز) dan berikan tanda pada kotak tersebut. Lalu, mencari bulan
Rabiul Awwal yang tertulis warna kuning terletak pada urutan di bawah kotak
almanac, begitupula berikan tanda pada kotak tersebut. Setelah itu urutkan dari
kotak tahun Za ke bawah, sampai sejajar dengan kotak yang bertuliskan Rabiul
Awwal. Bila sudah menemukan kotak yang menghubungkan keduanya, maka
kotak yang menunjukan tanggal 1 Rabiul Awwal Tahun Za telah ditemukan dan
jatuh pada hari Jumat dan pasaran Legi (pada tabel 2, tertulis dengan warna
cokelat). Tabel 2 dibawah ini mengilustrasikan contoh penentuan tanggal 1
Rabiul Awwal tahun Za.
Tabel 4.2.
Penentuan Tanggal 1 Rabiul Awwal Tahun Za Pada Almanak Dengan Cara Sederhana
ز
٧
5\ث
Y9@O
w9"?
Y9@O
$"'
vEل
ا945>
Y9@O
رب�
Y9@O
H1س
�Oن رب�� اIول
Kitab rujukan yang kedua adalah Mujarrabat yang diterjemahkan oleh H.
Abdurrahman bin H. Abdul Aziz. Kitab ini menerangkan sistem perhitungan
Aboge pada satu bab almanaq itungan dina pada halaman 144. Bab tersebut
menerangkan sistem Aboge dengan bentuk tabel seperti kitab Primbon
Sembahyang. Bedanya, dalam kitab Mujarrabat dilengkapi rumus menentukan
jatuhnya hari dan pasaran tanggal 1 Sura pada tiap tahun Aboge, rumus penentuan
hari dan pasaran tanggal 1 pada tiap bulan Aboge yang diurutkan dari hari dan
pasaran tanggal 1 Sura pada tahun tersebut dan angka –angka yang menunjukan
hari dan pasaran tersebut. Penggunaan almanaq itungan dina pada kitab
Mujarrabat sama dengan almanaq didalam kitab Primbon Sembahyang. Rumus-
rumus yang terdapat pada kitab Mujarrabat sebagaimana tertera pada tabel 2
dibawah ini:
Tabel 4.3. Keterangan almanak yang terdapat pada kitab Mujarrabat
<9�zتڠ�ٺ E� ��ران آ�و�%��E > اڠ�ٺz د�4� اربY �9> ڠ�ل ا~{ د��O z~�%ن ت�v \و� �
zت E��%اآ� و� <}~ ��ران 9"�O ل� #w���ه9,, مO� ,,�نO ,,واvE ,,آ#9�ون
#Vب� مT و��� وون �#Vدال ت ڠز��ه# #Vاب� ه� �� /� ن ج��' /�ن
S/رو�J دي [/�� ��ن� م�\ دوال ت ��ال /,� �ج#/� � #V' \ج� رام ج# ج#
�ن م���ب $�ن ن� م� وال ج��و داه�ج# ج' /] ج# ���� Nج
T�J٨ �٧رب ��٣ث ٤ا��� ٥ا�� [��٩ '�٦ج
٨آ���ن ٤#Vو �ن /٧ �_/` ٩ �a #٥
Pada kotak pertama pada tabel diatas adalah keterangan berbahasa jawa
yang artinya apabila menghitung hari dimulai dari hari Rebo (Rabu), pasaran
berjumlah lima, yaitu Manis, Pahing Pon, Wage dan Kliwon.
Tulisan yang berwarna merah pada tabel 2 adalah rumus untuk
menentukan hari dan pasaran tanggal 1 Sura pada tiap tahun Jawa dari tahun Alip
sampai tahun Jimakir.
Selanjutnya, tulisan yang berwarna kuning adalah rumus untuk
menentukan hari dan pasaran tanggal 1 pada tiap bulan Aboge yaitu bulan
Muharam, Safar, Rabiul Awal, Rabiul Akhir, Jumadil Awal, Jumadil Akhir,
Rajab, Sya`ban, Ramadhan, Syawal, Dzulka`dah dan Dzulhijjah.
Kemudian tulisan yang berwarna hijau adalah nama-nama hari beserta
tanda hari. Sedangkan tulisan yang berwarna cokelat adalah adalah nama pasaran
beserta tanda pasaran.
Perhitungan Aboge merupakan kategori hisab ‘Urfi, dan mengacu pada
Almanak yang terdapat pada kitab Primbon Sembahyang dan Mujarrabat
Penghitungan ini berdasarkan pada jumlah rata-rata bulan mengelilingi bumi.
Bulan ganjil terdiri dari 30 hari dan bulan genap terdiri dari 29 hari. Bila
dikalkulasikan selama satu tahun, maka terdiri dari 354 hari. Akibatnya, hisab
Aboge tidak mengenal kabisat (tahun panjang) dan basithah (tahun pendek).
Adapun pergantian hari dimulai pada pukul 16.00.
Masa daur hisab Aboge berlangsung satu windu atau 8 tahun. Nama-
nama tahun Aboge adalah Alif (1), Ha (5), Jim Awwal (3). Zai (7),
Dal (4), Ba (2), Waw (6), dan Jim Akhir (3). Satu tahun terdiri dari 12 bulan yaitu
Muharam, Shafar, Rabiulawal, Rabiulakhir, Jumadilawal, Jumadilakhir, Rajab,
Sya’ban, Ramadhan, Syawal, Dzulqangidah, dan Dzulhijjah.87
Tahun pertama pada perhitungan Aboge ditandai huruf Alif atau tahun
Alif. Alif mempunyai makna lurus dan istiqamah. Makna tersebut bertujuan agar
setiap perbuatan manusia, hendaknya harus seperti huruf Alip, yaitu lurus tetap,
dan istiqamah. Kemudian, alasan hari Rebo ditetapkan sebagai tanggal 1 Suro
dimungkinkan oleh Kyai Maksudi sebagai firasat yang diperoleh Sunan Kali Jaga.
Adapun pasaran Wage, mengandung makna jangan ragu-ragu dan tegas.
Kandungan ini bertujuan agar dalam melakukan suatu perbuatan apapun
dilakukan dengan yakin.
Nama-nama hari yaitu Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, Sabtu, dan
Ahad berasal dari Timur Tengah, sebagaimana dilihat dari akar kata nama-nama
hari tersebut yaitu bahasa Arab yang dipercaya oleh komunitas Aboge berasal
dari Allah SWT.
Perhitungan Aboge tergolong ilmu cerita yang tidak boleh dicatat, karena
merupakan ilmu yang unik. Berbicara tentang ilmu, komunitas Aboge meyakini
ilmu adalah hapalan tanpa ditulis, termasuk ilmu hisab Aboge.
87 Muhammad Maksudi, Imam Masjid Raden Sayyid Kuning, Wawancara Pribadi,
Purbalingga, 24 Maret 2009 .
Menurut para Sesepuh88
Jawa di Onje, setiap nama pasaran mengandung
makna yang tersirat yaitu:
1. Manis : Masyarakat Jawa menandai hari yang jatuh pada pasaran manis
sebagai larangan untuk menanam tumbuh-tumbuhan. Mereka memperkirakan
terserangnya tumbuhan yang ditanam, yang disebabkan oleh hama.
2. Pahing: Berdasarkan wasiat turun temurun pada masyarakat di Onje, bahwa
pada hari yang berpasaran Pahing dianjurkan pada para tabib89
tidak
melakukan pengobatan atau menolong orang, khususnya pada hari Rabu
Pahing dan Sabtu Pahing.
3. Pon : Pada hari berpasaran Pon adalah waktu yang baik untuk bepergian,
terutama untuk membeli keperluan hidup. Karena, diperkirakan kebutuhan
yang diperlukan tersedia.
4. Wage : Pasaran Wage mengandung makna jangan ragu-ragu dan tegas.
Kandungan ini bertujuan agar dalam melakukan suatu perbuatan apapun
dilakukan dengan yakin, tepat, dan tidak ragu-ragu.
5. Kliwon: Pasaran Kliwon diyakini mempunyai kharisma dalam hal
kesemuanya. Meski kliwon adalah pasaran yang berkharisma, namun hari
Selasa kliwon dan Jumat kliwon merupakan hari yang pingit (Angker)90
.
88 Orang yang sudah tua, dituakan karena pengetahuan dan pengalamannya banyak.
89 (dukun) orang yang menolong orang sakit namun tidak memakai sesajen ataupun mantra
tetapi memakai bacaan ayat-ayat Al-Qur`an
90 Muhammad Maksudi, Imam Masjid Raden Sayyid Kuning, Wawancara Pribadi,
Purbalingga, 20 Maret 2009
Melihat pemaparan–pemaparan sebelumnya, dapat ditarik prinsip-prinsip
perhitungan Aboge, yaitu:
1. Ditentukan berdasarkan kaidah umum yaitu Aboge ( Tahun Alif jatuh pada
hari Rebo dan pasaran Wage)
2. Pergantian hari dimulai pada pukul 16.00 berdasarkan pengalaman para
Sesepuh komunitas Aboge di Onje.
3. Jumlah hari pada tiap bulan selalu bergantian antara 30 dan 29 hari. Apabila
bulan ganjil, maka harinya berjumlah genap yaitu 30 hari. Sedangkan bulan
genap, jumlah harinya ganjil yaitu 29 hari.
4. Jumlah hari dalam satu tahun adalah tetap 354 hari.
5. Tidak mengenal tahun kabisat dan tahun basithah.
6. Lama daur perhitungan Aboge adalah satu windu atau 8 tahun. Nama-nama
tahun Aboge pada satu windu adalah Alif, Ha, Jimawal, Za, Dal, Ba, Wawu
dan Jimakir .
C. Praktek Penetapan Awal Bulan Qamariyah Menurut Aboge
Komunitas Aboge menetapkan awal bulan Qamariyah dengan dua cara
yaitu:
1. Secara sederhana yaitu melihat almanak seumur hidup91
yang terdapat dalam
dalam kitab Mujarrabat dan Primbon Sembahyang, dengan cara dan metode
yang telah diterangkan pada bab sebelumnya. Penghitungan ini dipergunakan
bagi orang awam yang tidak mengetahui rumus-rumus perhitungan Aboge.
2. Dengan menggunakan rumus yang terkonsep dari pesan para sesepuh
komunitas Aboge yang sebagian terdapat pada kitab Mujarrabat, yang
diterjemahkan oleh Abdurrahman bin H. Abdul Aziz. Rumus ini dihapal oleh
para sesepuh Aboge, catatan atau keterangan tentang rumus tersebut tidak
dibukukan. Karena menurut mereka, ilmu penghitungan Aboge adalah ilmu
yang dihapalkan bukan dicatat. Sehingga metode pembelajarannya adalah
cerita. Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:
a. Langkah pertama, mengetahui urutan atau tanda pada nama hari
Patokan utama adalah Aboge yang mengandung arti bahwa tahun
Alif jatuh pada hari Rebo pasarane Wage. Maka hari Rebo di tandai angka
1 karena menjadi dasar yang utama dan pada urutan yang pertama dalam
hari, sehingga urutannnya ialah92
:
Tabel 4. 4. Nama hari dan urutannya
91 Sanurji, Sesepuh Komunitas Aboge, Wawancara Pribadi, Purbalingga, 20 Maret 2009.
mengistilahkan almanac yang terdapat di kitab Primbon Sembahyang dan Mujarrabat adalah almanac
seumur hidup.
92 Muhammad Idris bin Yahya, Hadza Kitab Primbon Sembahyang ( Tanjung Penang:
1919)h.163. Dapat dilihat pada Mujarrabat, Penerjemah Abdurrahman bin H. Abdul Aziz ( Surabaya:
Ahmad bin Said bin Nabhan dan Keturunannya).h. 144
No Nama Hari Urutan ke 4 Sebtu 4
1 Rebo 1 5 Ahad 5
2 Kamis 2 6 Senen 6
3 Jum’ah 3 7 Selasa 7
b. Langkah kedua, yaitu mengetahui urutan pasaran.
Kemudian pasaran juga berpatokan pada Wage, sehingga
urutannya adalah93
:
Tabel 4.5. Nama Pasaran dan Urutannya
No Nama Pasaran Urutan Ke
1 Wage 1
2 Kliwon 2
3 Legi 3
4 Pahing 4
5 Pon 5
c. Langkah ketiga, yaitu menggunakan rumus untuk menetapkan hari dan
pasaran tanggal 1 Sura pada setiap tahun Aboge dengan mengetahui
urutan hari dan pasaran.
Kemudian dalam menentukan hari dan pasaran pada tiap tanggal 1
Sura (Muharam) dalam setiap tahun Aboge terdapat rumus yang pasti
yaitu:94
93 M. Idris bin Yahya, Hadza Kitab Primbon Sembahyang. Ibid.
Tabel 4.6. Rumus untuk menetapkan hari dan pasaran tanggal 1 Sura pada setiap
tahun Aboge
Tahun
Ke
Nama
Tahun
Urutan hari Urutan Pasaran Rumus
(Singkatan)
1 Alif Rabu (1) Wage(1) Aboge
2 Ha Ahad (5) Pon (5) Hahadpon
3 Jim awal Jumngah (3) Pon (5) Jangahpon
4 Za Selasa (7) Pahing (4) Zasahing
5 Dal Sabtu (4) Legi (3) Daltugi
6 Ba Kamis (2) Legi (3) Bamisgi
7 Wal Senen (6) Kliwon(2) Walinenwon
8 Jim akhir Jumngah (3) Wage(1) Jangehge
c. Langkah keempat, menggunakan rumus untuk menentukan hari dan
pasaran tanggal 1 pada setiap bulan Aboge.
Dalam penentuan hari dan pasaran tanggal 1 pada setiap bulan
tahun Aboge menggunakan rumus yang pasti, yang diurutkan dari hari dan
pasaran tanggal satu 1 Muharam pada tahun tersebut. Rumus-rumus
tersebut ialah Ramjiji, Parluji, Uwalpatma, ‘Uhirnemma, Diwaltupat,
Dihirropat, Jablulu, Banmalu, Dhannemma, Waljiro, Dahroji dan Jahpatji.
Nama- nama rumus tersebut merupakan singkatan dari nama bulan, urutan
94 Muhammad Idris bin Yahya, Hadza Kitab Primbon Sembahyang. Ibid.
hari dan urutan pasaran yang mengandung arti bahwa bulan tersebut jatuh
pada urutan hari yang ke sekian dan urutan pasaran yang ke sekian.
Dibawah ini penulis menjelaskan rumus-rumus untuk menetapkan hari
dan pasaran tanggal 1 setiap bulan pada tahun Aboge95
:
1) Ramjiji: Ram: menunjukan bulan Muharram, Ji: Siji artinya Hari
ke satu, Ji : Siji artinya Pasaran ke Satu.
2) Parluji: Par : menunjukan bulan Safar, Lu: Telu artinya Hari ke
tiga, Ji: Siji artinya Pasaran ke Satu.
3) Uwalpatma: Uwal : menunjukan bulan Rabiul Awal, Pat: Papat
artinya Hari ke empat, Ma: Lima artinya Pasaran ke Lima
4) ‘Uhirnemma: Uhir: menunjukan bulan Rabiul Akhir, Nem: Nenem
artinya Hari ke enam, Ma: Lima artinya Pasaran ke lima.
5) Diwaltupat: menunjukan bulan Jumadil Awal, Tu: Pitu artinya
Hari ke tujuh, Pat : Papat artinya Pasaran ke empat.
6) Dihirropat: menunjukan bulan Jumadil Akhir , Ro: Loro artinya
Hari ke dua, Pat : Papat artinya Pasaran ke empat.
7) Jablulu: menunjukan bulan Rajab, Lu : Telu artinya Hari ke tiga,
Lu: Telu artinya Pasaran ke tiga.
8) Banmalu: menunjukan bulan Sya’ban, Ma : Lima artinya Hari ke
lima, Lu: Telu artinya Pasaran ke tiga
95 Muhammad Idris bin Yahya, Hadza Kitab Primbon Sembahyang . Ibid.
9) Dhannemro: menunjukan bulan Ramadhan, Nem: Nenem artinya
Hari ke enam, ro: loro artinya Hari ke dua.
10) Waljiro: menunjukan bulan Syawal, Ji: Siji artinya Hari ke satu,
Ro: Loro artinya Pasaran ke dua.
11) Dahroji: menunjukan bulan Dzulka’dah, Ro: Loro artinya Hari ke
dua , Ji : Siji artinya Pasaran ke satu
12) Jahpatji: menunjukan bulan Dzulhijjah, Pat : Papat artinya Hari ke
empat, Ji : Siji artinya Pasaran ke satu.
Contoh 1, tahun 2009 M dalam perhitungan Aboge merupakan tahun
Za (1942 Aboge), maka pada hari dan pasaran apa jatuhnya tanggal 1
Ramadhan tahun Za? Langkah–langkah yang ditempuh adalah
1. Mengetahui urutan dari nama hari.
2. Mengetahui urutan dari nama pasaran
3. Menentukan tanggal 1 Sura pada tahun yang dicari.
Tanggal 1 Sura pada tahun Za jatuh pada urutan hari ke 7 dan
urutan pasaran ke 4. Berdasarkan sistem Aboge, maka hari tanggal 1 Sura
tahun Za, jatuh pada urutan ke 7 dari hari Rebo yaitu hari Selasa. Adapun
pasaran tanggal 1 Sura tahun Za jatuh pada urutan ke 4 dari pasaran Wage
yaitu Pahing. Atas dasar tersebut, muncul rumus Zasahing yang paten
untuk menentukan tanggal 1 Suro pada tahun Za pada penghitungan
Aboge. Zasahing mengandung arti bahwa tahun Za tanggal 1 Muharram
jatuh pada hari Sa yaitu Selasa, dan pada pasaran Hing yaitu Pahing.
4. Menentukan tanggal 1 setiap bulan yang dicari, pada tahun yang dicari.
Untuk menetapkan tanggal 1 Ramadhan, maka rumus yang berlaku
adalah Dhannemro, kepanjangan dari Dhan yaitu bulan Ramadhan, Nem
(nenem) yaitu hari jatuh pada urutan ke 6, Ro (loro) yaitu pasaran jatuh
pada urutan ke 2. Hari dan pasaran diurutkan dari tanggal 1 Muharam
tahun Za yaitu Selasa Pahing. Untuk itu, tanggal 1 Ramadhan tahun Za
jatuh pada hari keenam dari hari Selasa (tanggal I Muharam Tahun Za)
yaitu hari Ahad, sedangkan pasarannya yaitu urutan kedua dari Pahing
(tanggal 1 Muharam Tahun Za) yaitu Pon. Tahun Za tanggal 1 Ramadhan
jatuh pada hari Ahad Pon yang bertepatan pada tanggal 23 Agustus 2009.
Contoh 2, tahun 2010 dalam perhitungan Aboge adalah tahun Dal
(1943 Aboge), maka pada hari dan pasaran apa jatuhnya tanggal 1
Syawal? Langkah–langkah yang ditempuh adalah
1. Mengetahui urutan dari nama hari.
2. Mengetahui urutan dari nama pasaran
3. Menentukan tanggal 1 Sura pada tahun yang dicari.
Tanggal 1 Sura pada tahun Dal jatuh pada urutan hari ke 4 dan
urutan pasaran ke 3. Berdasarkan sistem Aboge, maka hari tanggal 1
Sura tahun Dal, jatuh pada urutan ke 4 dari hari Rebo yaitu hari Sebtu.
Adapun pasaran tanggal 1 Sura tahun Za jatuh pada urutan ke 3 dari
pasaran Wage yaitu Legi. Atas dasar tersebut, muncul rumus Daltugi
yang paten untuk menentukan tanggal 1 Suro pada tahun Dal pada
penghitungan Aboge. Daltugi mengandung arti bahwa tahun Dal
tanggal 1 Muharram jatuh pada hari Tu yaitu Sabtu, dan pada pasaran
Gi yaitu Legi. Tanggal 1 Muharram tahun Dal jatuh pada hari Sabtu
Legi yang bertepatan pada tanggal 19 Desember 2009.
4. Menentukan tanggal 1 setiap bulan yang dicari, pada tahun yang
dicari.
Untuk menetapkan tanggal 1 Syawal, maka rumus yang
berlaku adalah Waljiro, kepanjangan dari Wal yaitu bulan Syawal, Ji
(siji) yaitu hari jatuh pada urutan ke 1, Ro (loro) yaitu pasaran jatuh
pada urutan ke 2. Hari dan pasaran diurutkan dari tanggal 1 Muharam
tahun Dal yaitu Sabtu Legi. Untuk itu, tanggal 1 Syawal tahun Dal
jatuh pada hari ke 1 dari hari Sabtu (tanggal I Muharam Tahun Dal)
yaitu hari Sabtu, sedangkan pasarannya yaitu urutan kedua dari Legi
(tanggal 1 Muharam Tahun Dal) yaitu Pahing. Tahun Dal tanggal 1
Syawal Ramadhan jatuh pada hari Sabtu Pahing yang bertepatan pada
tanggal 11 September 2010.
Contoh 3:
Tabel 4.7. Data Tahun 2009 M ialah Tahun Za (1942 A) menurut perhitungan Aboge
No Bulan Hari Pasaran Tarikh Masehi
1. 1 Muharam Selasa 1 Pahing 1 30 Desember 2009
2. 1 Safar Kamis 3 Pahing 1 29 Januari 2009
3. 1 Rabiulawal Jumat 4 Legi 5 27 Februari 2009
4. 1 Rabiulakhir Ahad 6 Legi 5 29 Maret 2009
5. 1 Jumadilawal Senin 7 Kliwon 4 27 April 2009
6. 1 Jumadilakhir Rabu 2 Kliwon 4 27 Mei 2009
7. 1 Rajab Kamis 3 Wage 3 25 Juni 2009
8. 1 Sya`ban Sabtu 5 Wage 3 23 Juli2009
9. 1 Ramadhan Ahad 6 Pon 2 23 Agustus 2009
10. 1 Syawal Selasa 1 Pon 2 22 September 2009
11. 1 Dzulkangidah Rabu 2 Pahing 1 21 oktober 2009
12. 1 Dzulhijjah Jumat 4 Pahing 1 29 Nopember 2009
Tabel diatas menyajikan tanggal 1 pada tiap bulan selama tahun Za,
sedangkan tanggal yang setelahnya tidak disebutkan. Data ini akan sama hari dan
pasarannya, bila pada nama tahun yang sama walaupun bilangan tahunnya
berbeda. Misalnya, tahun 1937 Aboge dengan tahun 1945 Aboge (kedua-duanya
jatuh pada nama tahun Aboge yang sama yaitu tahun Wawu), jatuhnya hari dan
pasaran pada kedua tahun tersebut akan sama. Dikarenakan, jumlah hari dalam
setahun pada sistem Aboge tidak berubah.
D. Data- Data Penetapan Awal Bulan Qamariyah Sistem Aboge
Bab ini menyajikan data-data hasil penetapan sistem Aboge dan prediksi
nya, yang disandingkan dengan keputusan Pemeritah dalam penentuan tanggal 1
Muharam, 1 Ramadhan, 1 Syawal dan 10 Dzulhijjah dari Tahun 2006 M /1427
H / 1939 Aboge ( Alif ) sampai dengan tahun 2011/ M 1432 H/ 1944 Aboge (
Ba).
Pada tahun 2006 ditemukan data bahwa komunitas Aboge menetapkan
tanggal 1 Muharam pada hari Rabu Wage tanggal 01 Februari 2006. Sedangkan
Pemerintah menetapkan tanggal 1 Muharam lebih awal yaitu pada hari Selasa Pon
tanggal 31 Januari 2006. Kemudian pada bulan Ramadhan, komunitas Aboge
memulai puasa pada hari Senin Kliwon tanggal 25 September 2006,dan
keputusan Pemerintah memulai puasa pada hari Ahad wage tanggal 24 September
2006. Dengan demikian, komunitas Aboge menetapkan hari Rabu Kliwon tanggal
25 Oktober 2006 sebagai tanggal 1 Syawal 1427 H. Adapun keputusan
Pemerintah, menetapkan 1 Syawal pada hari Selasa Wage tanggal 24 September
2006. Selanjutnya, penetapan 10 Dzulhijjah 1427 H yang dilakukan Aboge jatuh
pada pada hari Senin Pon tanggal 01 Februari 2007. Keputusan Pemerintah
menetapkan lebih awal sehari yaitu pada hari Minggu Pahing tanggal 31 Januari
2007.
Maka dapat disimpulkan dari data tersebut, bahwa penetapan tanggal 1
Muharam, 1 Ramadhan, 1 Syawal dan 10 Dzulhijjah tahun 1427 H versi
komunitas Aboge dengan versi Pemerintah selalu berbeda. Sebagaimana
tersajikan pada tabel 4.8. dibawah ini.
Tabel 4.8.
Hari Besar Islam Tahun 2006 M /1427 H / 1939 Aboge ( Alif )
No Tanggal Hisab Aboge Pemerintah96
1 1 Muharam Rabu Wage,
1 Februari 2006
Selasa Pon,
31 Januari 2006
2 1 Ramadhan Senin Kliwon,
25 September 2006
Ahad wage,
24 September 2006
3 1 Syawal Rabu Kliwon,
25 Oktober 2006
Selasa Wage,
24 Oktober 2006
4 10 Dzulhijjah Senin Pon,
1 Februari 2007
Minggu Pahing,
31 Januari 2007
Dari data-data tersebut, penentuan tanggal 1 Muharam, 1 Ramadhan, 1
Syawal dan 10 Dzulhijjah tahun 1427 H komunitas Aboge selalu lebih lambat
satu hari dibandingkan dengan keputusan Pemerintah. Meski perbedaan
penentuan hari-hari besar Islam tahun 2006 antara komunitas Aboge dan
Pemerintah tidak terlalu jauh, namun pada hakikatnya perbedaan tetap
memunculkan kesan yang tidak harmonis antara keduanya.
96 Susiknan Azhari, Ilmu Falak Perjumpaan Khazanah Islam dan Sains Modern, (Jogjakarta:
Suara Muhammadiyah, 2007), Lamp. 8.
Data-data yang dapat dilacak sepanjang tahun 2007, memperlihatkan
bahwa hari- hari besar Islam meliputi tanggal 1 Muharam, 1 Ramadhan, 1 Syawal
dan 10 Dzulhijjah yang ditentukan oleh komunitas Aboge berbeda dengan
keputusan Pemerintah. Pelaksanaan hari-hari besar Islam yang ditentukan oleh
Pemerintah pada tahun 2007 selalu lebih awal dari penetapan hari-hari besar
Islam yang ditentukan oleh komunitas Aboge. Pada tahun 2007 selang perbedaan
antara keduanya sama dengan perbedaan yang terjadi pada tahun 2006 yaitu
komunitas Aboge lebih lambat 1 hari dalam menentukan hari-hari besar Islam.
Sebagaimana tertulis pada tabel 4.9 di halaman selanjutnya.
Tabel 4.9. Hari Besar Islam Tahun 2007 M/ 1428 H/ 1940 Aboge ( He)
No Tanggal Hisab Aboge Pemerintah97
1 1 Muharam Ahad Pon,
21 Januari 2007
Sabtu Pahing,
20 Januari 2007
2 1 Ramadhan Jumat Wage,
14 September 2007
Kamis Pon,
13 September 2007
3 1 Syawal Ahad Wage,
14 Oktober 2007
Sabtu Pon,
13 Oktober 2007
4 10 Dzulhijjah Jumat Pahing,
21 desember 2007
Kamis Legi,
20 Desember 2007
97 Susiknan Azhari, Ilmu Falak Perjumpaan Khazanah Islam dan Sains Modern, Lamp. 8.
Perbedaan penentuan tanggal Muharam, 1 Ramadhan, 1 Syawal dan 10
Dzulhijjah antara komunitas Aboge dan keputusan Badan Hisab Rukyat sebagai
perwakilan Pemerintah tidak menimbulkan perselisihan yang menimbulkan
ketidakharmonisan antara keduanya.
Pada tahun 2008 M/ 1429 H/1941 Aboge ditemukan data-datayang tertulis
pada tabel 4.10 tidak jauh berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, terjadi
perbedaan penentuan tanggal 1 Muharam, 1 Ramadhan, 1 Syawal dan 10
Dzulhijjah antara Pemeritah dengan komunitas Aboge di Purbalingga. Jarak
perbedaan hari penentuan Muharam,1 Ramadhan, 1 Syawal dan 10 Dzulhijjah
antara keduanya tidak lebih dari 4 hari. Perbedaan ini disebabkan penggunaan
sistem penentuan awal bulan Qamariyah komunitas Aboge yang berbeda, yang
tidak lain familiar dengan istilah sistem Aboge.
Tabel 4.10. Hari Besar Islam Tahun 2008 M 1429 H/ 1941 Aboge ( Jimawal)
No Tanggal Hisab Aboge Pemerintah98
1 1 Muharam Jumat Pon,
11 Januari 2008
Kamis Pahing,
10 Januari 2008
2 1 Ramadhan Rabu Wage,
03 September 2008
Senin Pahing,
01 September 2008
3 1 Syawal Jumat Wage,
03 Oktober 2008
Rabu Pahing,
01 Oktober 2008
4 10 Dzulhijjah Rebo Pahing, Senin Kliwon,
98 Susiknan Azhari, Ilmu Falak Perjumpaan Khazanah Islam dan Sains Modern, Lamp. 8.
10 Desember 2008 08 Desember 2008
Dengan terjadinya perbedaan penentuan awal bulan Qamariyah antara
komunitas Aboge dan Pemerintah, tidak mengurangi hubungan keharmonisan
yang menyangkut keagamaan ataupun social secara umum. Bahkan, muncul sifat
toleransi dalam kehidupan keagamaan antara komunitas Aboge, Pemerintah dan
masyarakat setempat.
Melihat perbedaan penentuan awal bulan Qamariyah yang dilakukan
komunitas Aboge dan Pemerintah pada tahun-tahun sebelumnya, penentuan
tanggal 1 Muharam tahun ini (2009 M/1430 H/1942 A ) komunitas Aboge dan
Pemerintah masih mengalami perbedaan, komunitas Aboge menetapkan hari
Selasa Pahing tanggal 30 Desember 2009, sedangkan Pemerintah memutuskan
hari Ahad Kliwon tanggal 28 Desember 2008. Diperkirakan, penentuan 1
Ramadhan 1430 tidak jauh berbeda dengan penentuan Ramadhan sebelumnya
yang berbeda, pemerintah menetapkan hari Sabtu Pahing tanggal 22 Agustus
2009 dan komunitas Aboge berpuasa pada hari Ahad Pon tanggal 23 Agustus
2009. begitupula penetapan 1 Syawal dan 10 Dzulhijjah pada tahun ini.
Tabel 4.11. Hari Besar Islam Tahun 2009 M /1430 H/ 1942 Aboge (Za)
No Tanggal Hisab Aboge Pemerintah99
1 1 Muharam Selasa Pahing, Ahad Kliwon,
99 Susiknan Azhari, Ilmu Falak Perjumpaan Khazanah Islam dan Sains Modern, Lamp. 8.
30 Desember 2009 28 Desember 2008
2 1 Ramadhan Ahad Pon,
23 Agustus 2009
Sabtu Pahing,
22 Agustus 2009
3 1 Syawal Selasa Pon,
22 September 2009
Ahad Legi,
20 September 2009
4 10 Dzulhijjah Ahad Legi,
29 November 2009
Jumat Wage,
27 November 2009
Perkiraan penetapan tanggal 1 Muharam, 1 Ramadhan, 1 Syawal dan 10
Dzulhijjah antara keputusan Pemerintah dan komunitas Aboge di Onje,
Kecamatan Mrebet, Kabupaten Purbalingga tahun 1431 pada tabel 4.12, masih
tetap menunjukan perbedaan. Perbedaan ini disebabkan sistem penentuan awal
buan Qamariyah yang berbeda antara keduanya. Sebagaimandapat dilihat pada
tabel 4.12 yang terletak pada halaman selanjutnya.
Tabel 4.12. Hari Besar Islam Tahun 2010 M /1431 H/ 1943 Aboge ( Dal)
No Tanggal Hisab Aboge Pemerintah100
1 1 Muharam Sabtu Legi,
19 Desember 2010
Jumat Kliwon,
18 Desember 2009
2 1 Ramadhan Kamis Pahing,
12 Agustus 2010
Rabu Legi,
11 Agustus 2010
3 1 Syawal Sabtu Pahing, Jumat Legi,
100 Susiknan Azhari, Ilmu Falak Perjumpaan Khazanah Islam dan Sains Modern, Lamp. 8.
11 September 2010 10 September 2010
4 10 Dzulhijjah Kamis Kliwon,
18 November 2010
Rabu Wage,
17 November 2010
Perkiraan pada tabel diatas (4.12), kemungkinan perbedaan penetapan
awal bulan Qamariyah antara komunitas Aboge dan keputusan Pemerintah masih
tetap berlangsung.
Data-data pada tabel 4.13 dibawah ini, menunjukan perkiraan penetapan
tanggal 1 Muharam, 1 Ramadhan, 1 Syawal dan 10 Dzulhijjah tahun 1432 H
antara Pemerintah dan Komunitas Aboge masih dan tetap berbeda. Perbedaan ini
karena sistem tersendiri yang dianut komunitas Aboge dalam penentuan awal
bulan Qamariyah yaitu penggunaan sistem Aboge yang bermuara pada hisab urfi.
Sedangkan Pemerintah menggunakan sistem imkanur rukyat yang mengakomodir
madzhab rukyat dan hisab. Oleh sebab itu, hasil prediksi yang ditemukan penulis
tahun 2011 M/ 1432 H/ 1944 Aboge tentang penentuan penentuan tanggal 1
Muharam, 1 Ramadhan, 1 Syawal dan 10 Dzulhijjah antara komunitas Aboge dan
Pemerintah masih dalam perbedaan. Perbedaan waktu tersebut dapat dilihat pada
tabel 4.13 dibawah ini.
Tabel 4.13.Hari Besar Islam Tahun 2011 M /1432 H/ 1944 Aboge ( Ba)
No Tanggal Hisab Aboge Pemerintah101
1 1 Muharam Kamis Legi, Selasa Wage,
101 Susiknan Azhari, Ilmu Falak Perjumpaan Khazanah Islam dan Sains Modern, Lamp. 8.
9 Desember 2010 7 Desember 2010
2 1 Ramadhan Selasa Pahing,
02 Agustus 2011
Senin Legi,
01 Agustus 2011
3 1 Syawal Kamis Pahing,
02 September 2011.
Selasa Kliwon,
31 Agustus 2011
4 10 Dzulhijjah Selasa Kliwon,
08 Desember 2011
Ahad Pon,
06 Desember 2011
Memperhatikan data-data yang diperoleh penulis dari tahun 2006 M/ 1427
H/1939 Aboge sampai tanggal 1 Muharam tahun 2009 M/1430 H/1942 Aboge
dan perkiraan sampai pada tanggal 10 Dzulhijjah tahun 20011 M/1432 H/1944
Aboge, penulis menyimpulkan bahwa selalu mengalami perbedaan antara antara
keputusan Pemerintah dan komunitas Aboge di Onje, Kecamatan Mrebet,
Kabupaten Purbalingga dalam penentuan hari-hari besar Islam. Penulis juga
memprediksikan bahwa perbedaanpenentuan tanggal 1 Muharam, 1 Ramadhan, 1
Syawal dan 10 Dzulhijjah untuk tahun-tahun selanjutnya akan mengalami
perbedaan.
E. Implikasi Penetapan Awal Bulan Menurut Perspektif Aboge
Berawal dari pemahaman yang berbeda terhadap Surat Yunus ayat 5,
dengan didukung pendapat ulama`, komunitas Aboge melahirkan sistem dan
praktek sendiri dalam menentukan awal bulan Qamariyah, yang dinamakan
sistem Aboge . Sistem Aboge tergolong dalam hisab `urfi yang memadukan
konsep penetapan awal bulan Qamariyah ala Timur Tengah dengan konsep
pasaran Jawa. Dari data-data yang diperoleh, menunjukan sistem Aboge
menetapkan waktu- waktu yang terkait dengan ibadah seperti penetapan tanggal 1
Muharam, 1 Ramadhan, 1 Syawal dan 10 Dzulhijjah berbeda dengan Pemerintah
dan penganut hisab `urfi lainnya. Hal ini mengakibatkan perbedaan pelaksanaan
ibadah pelaksanaan ibadah puasa, shalat tarawih, shalat hari raya Idul Fitri, shalat
Idul Adha dan penyembelihan hewan kurban berbeda satu hari atau dua hari
dengan pihak Pemerintah. Meskipun, selang perbedaan penentuan hari-hari besar
Islam antara keduanya tidak berbeda jauh, namun tetap terlihat sisi
ketidakharmonisan. Walaupun pada kenyataannya, hubungan keharmonisan
antara komunitas Aboge, Pemerintah dan masyarakat setempat tetap terjaga dan
terjalin dengan erat sampai sekarang. Keharmonisan hubungan mereka tercermin
pada kehidupan sehari-hari dengan tanpa terdapat catatan perselisihan dan
pertengkaran. Bahkan, muncul sifat toleransi dalam kehidupan keagamaan antara
komunitas Aboge, Pemerintah dan masyarakat setempat.
E. Tanggapan Majelis Ulama Indonesia Kabupaten Purbalingga102
Majelis Ulama Indonesia mengetahui keberadaan komunitas Aboge di
Onje, Mrebet Purbalingga. MUI melihat Aboge sebagai suatu kepercayaan Jawa
102 Anang Mustadjab. Sekretaris MUI Kab . Purbalingga. Wawancara Pribadi. 30 April 2009
yang dilandasi oleh perhitungan Alif Rebo Wage. Perhitungan ini dibuat oleh
Sultan Hanyokrokusumo (Sultan Hamengkubuwono ke I), yang memadukan
antara konsep Islam dan konsep Jawa.
MUI sebagai mitra pemerintah, menjadi wadah organisasi keagamaan
khususnya Islam dan para cendekia muslim, yang bertujuan menjamin
masyarakat Islam untuk bebas berorganisasi dan melaksanakan keyakinannya.
Supaya tercipta keharmonisan hubungan antar golongan di dalam agama Islam.
MUI dalam mendukung kinerja Departemen Agama untuk membuat
pengaturan hari libur, pengaturan tanggal 1 Ramadhan, 1 Syawal, dan 10
Dzulhijjah, yang tercantum dalam Penetapan Pemerintah tahun 1946 No 2/
UM.7 UM.9/UM, dan dipertegas dengan Keputusan Presiden No. 25 tahun
1967No.148/ 1968 dan 10 tahun 1971, MUI Kab. Purbalingga selama ini belum
melakukan usaha pendekatan yang bersifat argumentative, baru sebatas
mempublikasikan melalui media masa dan media lainnya. Dikarenakan
kurangnya sumber daya manusia yang bergerak di bidang ilmu falak khususnya
di daerah Purbalingga, yang mana tidak semua Pesantren dan Perguruan Tinggi
mengajarkan ilmu tersebut.
Untuk menanggapi perbedaan penentuan tanggal 1 Muharam,1
Ramadhan, 1 Syawal dan 10 Dzulhijjah sebagaimana yang dilakukan oleh
Aboge, MUI membolehkan perbedaan tersebut selama masih menjaga
keharmonisan silaturrahim antara umat Islam dan tidak memunculkan perbedaan
tersebut secara mencolok.
F. Telaah Terhadap Penentuan Awal Bulan Dalam Perspektif Aboge
Dari hasil penelitian penulis kepada komunitas Aboge di Desa Onje,
Kecamatan Mrebet, Kabupaten Purbalingga, yang didukung dengan data-data dari
komunitas Aboge dan beberapa literature yang berkaitan, penulis melihat ada
beberapa hal yang perlu ditelaah.
Pertama, dari segi pemahaman terhadap dasar pijakan penghitungan
Aboge yaitu surat Yunus ayat 5 yang berbunyi103
:
������������� �������������������� �������������������� !!!!☯☯☯☯####☺☺☺☺%%%%&&&&����
☯☯☯☯''''��������(((())))**** ++++��������☺☺☺☺,,,,----....��������//// 00001111����3333
44445555����111166667777,,,,��������//// ++++8888����9999::::0000++++;;;; <<<<����====☺☺☺☺5555>>>>��������++++????��������
������������7777++++ ++++AAAABBBB����CCCC))))DDDD�������� EEEEFFFFGGGG����)))),,,,....��������//// HHHH
++++;;;; ++++IIII5555>>>>����JJJJ KKKK���� !!!!LLLL��������MMMM,,,,NNNN OOOOPPPP����----
QQQQ����IIII����,,,,....��������RRRR HHHH ����)))) SSSS⌧⌧⌧⌧UUUUVVVV ����WWWW ++++VVVV????����
XXXXYYYYZZZZ����,,,,----�������� ++++DDDD����====☺☺☺☺5555>>>>####����++++VVVV )س� )٥ : ١٠ی�ن
Artinya: “Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan
ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu,
supaya kamu mengetahui bilangan dan perhitungan(waktu). Allah tidak
menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-
tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui”.
103 Sebagai penuturan Muhammad Maksudi. Imam Besar Raden Sayyid Kuning,
,Wawancara Pribadi, Purbalingga, 24 April 2009.
Aboge memahami kalimat lita’lamuu ‘adada al-sinina wa al-hisaaba
mengandung perintah untuk mengetahui bilangan tahun dan waktu dengan
menggunakan sistem hisab. Sistem hisab yang dimaksud adalah hisab sebagai
satu-satunya metode untuk menentukan awal bulan Qamariyah.
Dari kerangka pemahaman diatas, komunitas Aboge memahami
perhitungan Aboge sebagai interpretasi dari Surat Yunus ayat 5. Kerangka
pemahaman tersebut lahir dari pendapat bahwa perhitungan waktu bersifat pasti
dan dapat diprediksi sebelumnya, karena perhitungan yang berubah tidak
menunjukan kevalidan metode penghitungan waktu. Sedangkan sistem rukyat
sangat tergantung pada hilal yang terlihat pada tanggal 29 bulan Hijriyyah.
Sehingga, Aboge tidak mengakomodir rukyat sebagai bagian dari sistem
penentuan awal bulan Qamariyah yang digunakan. Karena rukyat tidaklah pasti,
tergantung pada terlihatnya hilal.
Wahbah Zuhaili, M. Adnan Salim, M. Rusydi Zein dan M. Wahbi
Sulaiman menyebutkan dalam Ensiklopedi Al-Quran bahwa kata tempat dalam
kalimat “Dan ditetapkannya perjalanan bulan ditempat-tempatnya” berjumlah dua
puluh delapan tempat. Manzilah adalah jarak tertentu yang dapat ditempuh
gerakan bulan dalam sehari semalam, agar kalian mengetahui waktu. Dengan
matahari, dapat diketahui batasan hari, sedangkan dengan bulan dapat diketahui
dengan bilangan bulan dan tahun. 104
Kemudian dalam tafsiran yang diterbitkan oleh Universitas Islam
Indonesia menyebutkan bahwa Allah SWT menjadikan bulan dan menjadikannya
beredar menjalani garis edar dalam manzilah-manzilahnya agar manusi mudah
mengetahui bilangan tahun, perhitungan waktu, perhitungan bulan, penentuan
hari, jam, detik dan sebagainya. Sehingga, manusia dapat membuat rencana untuk
dirinya, keluarganya, masyarakat, agamanya serta rencana–rencana lain yang
berhubungan dengan hidup dan kehidupannya sebagai anggota masyarakat dan
hamba Allah.105
Abu Yusuf Al-Atsary mengutip pendapat Syaikhul Ibnu Taimiyyah bahwa
firman Allah �ا ��,� (supaya kamu mengetahui...) berkaitan dengan firman Allah
bukan kepada &$' (Dia menjadikan…). Karena sifat (…Dia menetapkan) و���ر�
matahari yang bersinar dan bulan yang bercahaya tidak berpengaruh dalam
mengetahui hitungan tahun dan hisab. Namun yang memberikan pengaruh dalam
hal itu adalah perpindahan keduanya dari satu tempat ke tempat lainnya.
Disamping itu dalam ayat lain dijelaskan bahwa penentuan bulan dan tahun tidak
dikaitkan dengan matahari.106
104 Wahbah Zuhaili, M. Adnan Salim, M. Rusydi Zein, M. Wahbi Sulaiman. Ensiklopedi Al-
Qur’an, (Jakarta: Gema Insanni, 2007), Cet.1. h. 208.
105 Universitas Islam Indonesia, Al-Quran dan Tafsirnya.(Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf,
1990) jilid 10, 11, 12, h. 314. 106 Abu Yusuf Al-Atsary, Pilih Hisab Rukyat, (Solo: Darul Islam, tth), h.73.
bة إنb�� ر�_de�ا��� ا& ��� ا �e� ا�_O �/ م ا& آ,�ب� م�_� اKرض و ات�و��ا g�J ی
S�م أرب��
) Sب� )٣٦: ٩ ا�,
Artinya “Sesungguhnya bilangan bulan disisi Allah ialah dua belas bulan dalam
ketetapan Allah diwaktu Dia menciptakan langit dan bumi, diantaranya empat
bulan haram”.
Dari beberapa penafsiran diatas, penulis menyimpulkan bahwa kandungan
dari surat Yunus ayat 5 yaitu Allah SWT menciptakan matahari, bulan dan tempat
peredarannya bertujuan agar manusia mengetahui pergantian waktu yang
diakibatkan dari peredaran dan persinggungan keduanya.
Kedua, dari sisi prinsip-prinsip penghitungan Aboge. Ketentuan
penghitungan Aboge tidak jauh berbeda dengan prinsip-prinsip Hisab Jawa Islam
(Hisab Urfi). Letak persamaan antara prinsip penghitungan Aboge dengan Hisab
Jawa Islam adalah:
1. Lama bulan selalu berganti-ganti antara 30 dan 29 hari dan jumlah hari dalam
setahun ketika hisab jawa Islam berada pada tahun basithah.
2. Daur dalam perhitungan lamanya satu windu atau 8 tahun. Terdiri dari nama-
nama tahun Alif (1), Ha (5), Jim Awwal (3). Zai (7),
Dal (4), Ba (2), Wawu (6), dan Jim Akhir .
Sedangkan perbedaan prinsip-prinsip penghitungan Aboge dari Hisab
Jawa Islam yaitu:
1. Ditentukan berdasarkan Aboge ( Tahun Alif, harinya Rebo, pasarannya
Wage) untuk mencari hari dan pasaran pada tanggal 1 Muharam dengan
rumus yang paten yaitu Aboge Hahadpon Jangahpon Zasahing Daltugi
Bamisgi Walinenwon Jangehge
2. Pergantian hari dimulai pada jam 4 sore berdasarkan pengalaman sesepuh.
3. Tidak berlaku tahun kabisat dan tahun basithah.
Adapun perbedaan ketentuan Hisab Jawa Islam (Hisab Urfi) dari
penghitungan Aboge ialah:
1. Permulaan perhitungan 1 Muharam 1555 Jawa tepatnya tanggal 1 Suro tahun
Alip jatuh pada hari Jumat Legi ( 8 Juli)
2. Tahun-tahun Ehe, Je, dan Jimakir ditetapkan sebagai kabisat. Jumlah hari
dalam satu windu adalah [354 x 8] + 3 = 2835 hari, angka yang habis dibagi
35 [7 x 5]. Itulah sebabnya tanggal 1 Muharam tahun Alip dalam setiap 120
tahun selalu jatuh pada hari dan pasaran yang sama.
3. Berlakunya kurup, yaitu kalender Jawa harus hilang satu hari (mundur ke
belakang baik harinya atau pun pasarannya (pancawara) agar kembali sesuai
dengan kalender Hijriah). Pada kalender Jawa, tahun kabisat ada tiga dari
delapan tahun (3/8=45/120), sedangkan kabisat Hijriah ada 11 dari 30 tahun
(11/30 = 44/120), maka dalam setiap 15 windu (120 tahun) kalender Jawa
lebih 1 hari dari kalender Hijriyah. Agar kalender Jawa sesuai dengan
kalender Hijriyah maka kalender Jawa harus hilang satu hari.
4. Pada awal-awal pergantian kurup, pergantian kurup menunggu pihak Keraton
mengumumkan pergantian tersebut, walaupun dalam konsepnya kurup harus
terjadi 120 tahun sekali. Hal ini terlihat pada saat pergantian kurup jamngiah
ke kurup kamsiah begitupula ketika kurup arba’iah.
Dari ketentuan-ketentuan Jawa Islam dan hisab Aboge dapat ditarik
kesimpulan bahwa:
1. Berdasarkan sumber sejarah antara historis penanggalan Jawa dengan hasil
observasi penulis disimpulkan bahwa Hisab Aboge ini bermuara pada sejarah
konsep penanggalan Jawa. Hal ini terbukti pada bilangan tahun yang sama
yaitu tahun 2009 Masehi jatuh pada tahun 1942 J dan pada tahun Za, namun
komunitas Aboge menolak pendapat itu. Karena, mereka menganggap hisab
Aboge merupakan pendapat beberapa Wali Sanga termasuk Sunan Kalijaga
dan Ngabdullah Syarif Raden Sayyid Kuning, yang berdasarkan perkataan
Sesepuh Aboge.
2. Hisab Jawa dan Aboge berbeda pada dasar penentuan hari dan pasaran
tanggal 1 Sura pada tahun Alip. Hisab Aboge menentukan tanggal 1 Sura
pada tahun Alip berdasarkan pada Aboge sepanjang masa, sedangkan Hisab
Jawa menentukan tanggal 1 Sura pada tahun Alip berdasarkan pada kurup
tahun tersebut. Sebab Hisab Aboge tidak memberlakukan kurup, tahun
kabisah dan basithah dalam praktek penghitungannya. Atas dasar itulah
muara perbedaan penetapan awal bulan, awal bulan puasa, 1 Syawal, hari raya
Idul Fitri dan Idul Adha.
Contoh : Hisab Jawa107
Menghitung tanggal 1 Suro 1937 J
Maka 1937 – 1554108
= 383 : 8109
= 47 sisa 7. Sisa 7 diurutkan dari tahun
Alip dalam satu windu, yang jatuh pada tahun Wawu. Tanggal 1 Sura Tahun
Wawu jatuh pada hari yang mempunyai urutan ke 6 dan pasaran yang
mempunyai urutan ke 2. Tahun 1937 J termasuk pada kurup Asopon (Tahun
Alip yang jatuh pada hari Seloso dan pasaran Pon), sehingga tanggal 1 Sura
tahun 1937 J jatuh pada urutan ke 6 dihitung dari hari Seloso, yakni Ahad.
Sedangkan pasarannya menempati urutan ke 2 dihitung, dari Pon, yaitu
Wage. Dengan demikian, tahun 1937 J adalah tahun Wawu yang tanggal 1
Suro-nya jatuh pada hari Ahad Wage.
Contoh : Hisab Aboge
Menurut Kyai Maksudi bahwa tahun 2009 adalah tahun Za yang jatuh
pada tahun 1942 Aboge. Jadi: 1942-1937= 5. Hasil 5 ini dihitung mundur dari
Za dan hasilnya Wawu. Tanggal 1 Sura Tahun Wawu jatuh pada hari yang
mempunyai urutan ke 6 dan pasaran yang mempunyai urutan ke 2. Karena
107 Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak Dalam Teori dan Praktik, (Yogyakarta: Buana Pustaka,
2004), h.121.
108 Awal mula tahun ditetapakan hisab jawa.
109 Masa daur yaitu satu windu.
menganut sistem Aboge maka harinya jatuh pada urutan ke 6 dari Rebo yaitu
Senin. Sedangkan pasarannya yaitu jatuh pada urutan ke 2 dari Wage yaitu
Kliwon. Apabila tahun 1937 Aboge adalah tahun Wawu, maka dalam sistem
Aboge berlaku rumus Walinenwon yaitu Tahun Wawu yang tanggal 1 Suro-
nya jatuh pada hari Senin pasaran Kliwon.
Komunitas Aboge menggunakan hisab Aboge, tidak terlepas dari
taqlid terhadap pendapat Wali Sanga, Sunan Kali Jaga dan Ngabdullah Syarif
Sayyid Kuning. Dengan kerangka pemikiran seperti itu, komunitas Aboge
tidak mentelaah dan memperbaiki kembali terhadap metode yang dipakai
sampai sekarang. Dengan kerangka pemikiran tersebut, komunitas Aboge
membuat sistem penentuann awal bulan sendiri dan berbeda dengan
Pemerintah dan penganut hisab urfi lainnya.
Perbedaan pada penentuan awal bulan yang dilakukan komunitas
Aboge tidak menjadi persoalan selama tidak menimbulkan perpecahan,
permusuhan dan hubungan yang tidak harmonis terhadap masyarakat
setempat. Sesuai dengan Pasal 29 ayat 2 Amandemen Undang–Undang Dasar
Tahun 1945 menyebutkan bahwa “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap
penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat
menurut agamanya dan kepercayaannya itu”110
, Pemerintah sebagai institusi
110
Sekretariat Jenderal Majelis Permusyawaratan Rakyat, “Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 Dalam Satu Naskah” artikel diakses dari
http://www.indonesia.go.id/id/files/UUD45/satunaskah.pdf pada 26 Mei 2009.
Negara akan melindungi penduduknya untuk melakukan kebebasan
menjalankan agama termasuk Komunitas Aboge. Dalam hal ini Pemerintah
diwakili oleh Departemen Agama dan MUI sebagai partner Depag untuk
melaksanakan wewenangnya
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pemaparan-pemaparan yang telah disampaikan, penulis dapat
menarik kesimpulan bahwa:
1. Aboge berasal dari singkatan Alip Rebo Wage, yang mempunyai arti Tanggal
1 Muharram Tahun Alif akan jatuh pada hari Rebo (Rabu) pasaran Wage.
Aboge adalah dasar perhitungan almanak (kalender) dalam satu windu atau
delapan tahun, maka yang dimaksud Aboge adalah dasar suatu perhitungan.
Gagasan perhitungan Aboge berasal dari para Wali111
yang berasal dari Timur
Tengah dan Sunan Kalijaga yang berasal dari tanah Jawa. Mereka
memadukan konsep Timur Tengah berupa huruf-huruf hijaiyyah, bulan-bulan
hijriyyah dan nama-nama hari dengan konsep Jawa berupa pasaran. komunitas
Aboge di Desa Onje, Kec, Mrebet, Kab. Purbalingga bukan sebuah organisasi
masyarakat yang berpusat di daerah tertentu, ia adalah sebuah kelompok
masyarakat Islam yang berjumlah kurang lebih 250 sampai 300 orang, yang
menggunakan sistem penghitungan berdasarkan Aboge (Alip-Rebo-Wage)
untuk menentukan awal bulan Qamariyah. Komunitas Aboge di Desa Onje,
Kecamatan Mrebet, Kabupaten Purbalingga tidak terkait secara organisasi
111 M. Maksudi mengatakan sebagian dari wali sembilan berasal dari Timur Tengah yaitu
Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Kudus, Sunan Gunung Jati dan Sunan Kali Jaga.
ataupun hubungan kekerabatan dengan komunitas Aboge di daerah-daerah
lain di Indonesia. Sampai sekarang, komunitas Aboge tidak dipimpin oleh
seorang ketua, namun pihak yang bertanggungjawab dalam komunitas Aboge
adalah Imam Besar Masjid Raden Sayyid Kuning. Karena, Imam Besar
Masjid Raden Sayyid Kuning adalah panutan bagi komunitas Aboge untuk
menentukan awal Ramadhan, tanggal 1 Syawal dan hari raya idul fitri dan
idul adha yang didampingi oleh para Sesepuh Aboge. Penghitungan Aboge
terdapat pada kitab Primbon Sembahyang dan Mujarrabat. Awal berdirinya
komunitas ini tidak diketahui secara pasti, namun perkembangan Aboge
dimulai setelah pembangunan Masjid Raden Sayyid Kuning sebagai tempat
dakwah para Ulama Aboge.
2. Penetapan awal bulan Aboge berakar dari hisab Urfi yang tergolong hisab
Jawa Islam, yang memadukan antara konsep Timur Tengah dengan
Hijriyahnya dan Jawa dengan pasarannya. Namun, hisab tersebut telah
dirubah dengan satu dasar pasti yaitu Aboge (Alip Rebo Wage). Akibatnya
pada sistem ini tidak mengakui tahun basithah ataupun tahun kabisat.
Sehingga jumlah hari pada setiap tahun yaitu 354 hari. Dan pergantian hari
dimulai pada jam 4 sore.
3. Dasar pijakan Aboge dalam menetapkan awal bulan berdasarkan pada hisab
yang disandarkan pada surat Yunus ayat 5. Mereka berpendapat bahwa ayat
tersebut mengandung perintah untuh menetapkan awal bulan atau waktu
dengan menggunakan hisab semata. Dan hisab yang diyakini sebagai
interpretasi surat Yunus ayat 5 adalah Hisab Aboge. Hisab Aboge juga
didasarkan pada pendapat Wali Sanga, Sunan Kali Jaga, dan Ngabdullah
Syarif Sayyid Kuning.
4. Praktek dari sistem yang digunakan adalah menggabungkan konsep dari
Timur Tengah dan Jawa. Kalender Hijriyah yang mempresentasikan konsep
Timur Tengah dan pasaran sebagai interpretasi konsep asli Jawa. Dalam
parakteknya Hisab Aboge tidak mengenal kurup, tahun kabisah dan basithah.
Dengan demikian mengakibatkan perbedaan pada penentuan hari dengan
Pemerintah dan sesama penganut hisab urfi .
B. Saran-Saran
1. Komunitas Aboge hendaknya lebih terbuka untuk mendiskusikan sistem
penetapan awal bulan yang diyakini, agar masyarakat mengerti dan
memahami perbedaan dalam penentuan hari –hari besar agama Islam seperti 1
Muharam, 1 Ramadhan, 1Syawal, dan 10 Dzulhijjah.
2. Pemerintah hendaknya mengupayakan pendekatan yang lebih intensif apabila
terdapat perbedaan dalam penetapan awal bulan bagi kelompok atau
komunitas apa saja. Hal ini dikhawatirkan memicu terjadinya perpecahan dan
ketidakharmonisan pada tubuh umat Islam sendiri.
3. Fakultas hendaknya memberikan fasilitas yang memadai, baik dari segi alat
peraga ataupun literature-literature yang berkaitan dengan Ilmu Falak. Untuk
menunjang ketrampilan mahasiswa Syariah dalam ilmu falak secara teori dan
praktek. Agar sumber daya manusia di bidang ilmu Falak terpenuhi.
4. Para Mahasiswa Syariah dan Hukum hendaknya tidak merasa takut untuk
mempelajari ilmu falak agar tidak terjadi minimnya sumber daya manusia di
bidang ini. Semestinya menjadi suatu kebanggaan dan keistimewaan bagi
mahasiswa Syariah dan Hukum untuk mempelajari ilmu ini, karena fakultas-
fakultas agama selain Fakultas Syariah pada Perguruan Tinggi Islam seluruh
Indonesia tidak mempelajari ilmu falak.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Aziz, Abdurrahman bin, Penerjemah, Mujarrabat, Surabaya: Ahmad bin Said
bin Nabhan dan Keturunannya
Al-Atsary, Abu Yusuf, Pilih Hisab Ru’yah, Solo: Pustaka Darul Islam. t. th
Al-Bukhari, Abi Abdillah Muhammad bin Ismail, Matan al-Bukhari bi Hasyiyati as-
Sanadi, juz 1 Beirut: Dar al-Kitab al-Islam, t.th
Al-Jazari, Abdur Rahman, Al-Fiqh Alal Mazahibil Arba’ah, Beirut: Dar Ihya At-
turats Al-Araby, jilid 1
Al-Albani, Muhammad Nashirudin, penerjemah Imron Rosadi, Mukhtashar Shahih
Muslim, Jakarta: Pustaka Azzam, jil. 1
Al-Nisaburi, Imam Ibn al –Husain Muslim bin al Hajaj Ibn Muslim al-Qushairi, Al
Jami’u al Shahih al –Musamma Shahih Muslim. Beirut: Dar Al- Jail, Dar-
Al- Afaq
Anshory, Irfan, “Mengenal Kalender Hijriyah”, artikel diakses pada 15 Desember
2008 dari http:www.formmasibumi.com/2008/05/ mengenal- kalender-
hijriyah.html
Azhari, Susiknan, Hisab dan Rukyat Wacana untuk Membangun Kebersamaan di
Tengah Perbedaan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007
-------------------, Ilmu Falak Perjumpaan Khazanah Islam dan Sains Modern,
Jogjakarta: Suara Muhammadiyah, 2007
Chudlori, M. Syakh, Perbandingan Tarikh, Bandung: Institut Agama Islam Negeri
Sunan Gunung Djati, 1990
Dahlan, Abdul Aziz ed, Ensiklopedi Islam, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994,
jilid. 4
Departemen Agama, Almanak Hisab Rukyat. Jakarta: Dirjen Pembinaan
Kelembagaan Agama Islam, 1990,Cet. 1
---------------------------, Pedoman Perhitungan Awal Bulan Qamariyah, Jakarta:
Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1995
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta :
Balai Pustaka, 1988
Djambek , Sa`adoeddin. Hisab Awal Bulan, Jakarta: Tirtamas, 1976
Glasse, Cyril ensiklopedi ringkas penerjemah Ghufron A. Mas’adi Ed, Jakarta:
Grafindo, 1999, cet 2
Huda,Nuril, “Makna Istighotsah” artikel diakses dari http://www.nu.or.id/page.php//
Makna//istighotsah pada 14/04/2009.html
Ilmanudin, Penentuan Awal Bulan Dalam Perspektif NU dan Muhammadiyah suatu
Komparasi, Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2003
Izzudin, Ahmad Fiqih Hisab Rukyah: Menyatukan NU & Muhammadiyah dalam
Penentuan Awal Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha, Jakarta: Erlangga, 2007
Kardiman dkk Garis Tanggal Kalender Islam 1421, Bogor: BAKOSURTANAL,
2001
Khazin, Muhyiddin, Ilmu Falak Dalam Teori dan Praktik, Yogyakarta: Buana
Pustaka, 2004
Lajnah Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Pedoman Rukyat dan Hisab
Nahdlatul Ulama, Jakarta: Lajnah Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul
Ulama, 2006
Ma`luf, Louis, Al-Munjid, Mesir: Al-Mathba`ah Al-Katholikiyah, 1918, Cet Ke 18
Maksudi, Muhammad. Imam Masjid Raden Sayyid Kuning, Wawancara Pribadi,
Purbalingga, 24 April 2009.
Maskufa, Cara Mudah Belajar Ilmu Falak, Jakarta: Fakultas Syari’ah dan Hukum
UIN Syarif Hidayatullah, 2008
Masroeri, Ahmad Ghazalie Penentuan Awal Bulan Qamariyah Perspektif NU.
www.nu.or.id. 13 April 2009
Mustadjab, Anang, Sekretaris MUI Kabupaten Purbalingga. Wawancara Pribadi. 30
April 2009
Mutoha, “Hilal Ramadhan”, artikel diakses pada 25 Mei 2009 dari
http://mutoha.Blogspot .com/2006/09/ hilal-ramadhan.html
Rukyatul Hilal Indonesia, “Hisab (Perhitungan Astronomis)”, artikel diakses pada 02
Februari 2009 dari www.hisab-rukyat.html
------------------------------, “Kriteria Awal Bulan Qamariyah” artikel diakses pada 15
Desember 2008 dari http://www.rukyatulhilal.org
Ridwan, Anshori/Sindo/ahm, “Buka Puasa Pertama bagi Pengikut Islam Aboge”,
artikel diakses pada 15 Desember 2008 dari
http://www.okezone.com/2008/12/15
Ruskanda, Farid, 100 Masalah Hisab dan Rukyat Telaah Syariah, Sains, dan
Teknologi, Jakarta: Gema Insani, 2005
Saksono, Tono, Mengkompromukan Rukyat dan Hisab, Jakarta: Amythas Publicita,
2007
Sanapiah, Faisal, Format-Format Penelitian Social, Dasar-Dasar dan Aplikasinya,
Jakarta: PT Rajawali Pers 2003. Cet. Ke 6
Sanurji dan Muhammad Maksudi, Catatan Ringkas Sejarah Masjid Raden Sayyid
Kuning, 2007
Sartika, Eka, Penentuan Awal Bulan Dalam Perspektif Al-Marzukiyah “Studi
Terhadap Kalangan Al-Marzukiyah”, Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2006.
Sekretariat Jenderal Majelis Permusyawaratan Rakyat, “Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Dalam Satu Naskah” artikel diakses
dari http://www.indonesia.go.id/id/files/UUD45/satunaskah.pdf pada 26 Mei
2009
Syarifuddin, Amir . Ushul Fiqh. Jakarta: Logos, 2005, jil. 1.
Universitas Islam Indonesia, Al-Quran dan Tafsirnya, Yogyakarta: Dana Bhakti
Wakaf, 1990, jilid 10, 11, 12
Yahya, M. Idris bin, Hadza Kitab Primbon Sembahyang, Tanjung Penang: 1919
Wahbah Zuhaili, M. Adnan Salim, M. Rusydi Zein, M. Wahbi Sulaiman. Ensiklopedi
Al-Qur`an, Jakarta: Gema Insanni, 2007, Cet.1
Wardan, Muhammad Hisab ‘Urfi dan Hakiki, Yogyakarta: Siaran, 1957
Widiana, Wahyu, Penentuan Awal Bulan Qamariyah Dan Permasalahannya di
Indonesia, Hisab Rukyat dan Perbedaannya, Ed. Choirul Fuad Yusuf dan
Bashor A. Hakim, Jakarta: Departemen Agama RI, 2004
Wikipedia ensiklopedia bebas, artikel diakses pada 25 Mei 2009 dari
http://id.wikipedia .org/wiki /Hisabdan_rukyat/Imkanur_Rukyat_MABIMS
-----------------------------------------‘“Hadits” Artikel diakses pada 18 Mei 2009 dari
http://id.wikipedia.org/wiki/Hadits.html.
Yatim, Badri Ed, Ensiklopedi Mini Sejarah Dan Kebudayaan. Jakarta: Logos, 1996
Zen, Nurhayati “Komparasi Pemikiran KH. Ahmad Dahlan dan Hasyim
Asy'ari”artikel diakses pada 18 Mei 2009 dari
http//lppbi.fiba.blogspot.com/2009/03/html.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran 1: Hasil Wawancara Kepada Tokoh Aboge
BERITA WAWANCARA
NAMA : Kyai M. Maksudi
KEDUDUKAN DI ABOGE : Imam Besar Masjid Raden Sayyid Kuning
HARI /TANGGAL : Selasa, 21 April 2009
TEMPAT : Rumah Kyai M. Maksudi
1. Siapa pencetus Aboge? Apa latar belakang didirikannnya
Jawab :
Pendiri Aboge adalah Wali Sanga. Sebenarnya keberadaan ABOGE adalah
sebelum adanya Wali Sanga di tanah Jawa. Dimana terdapat Islam yang belum
diatur secara Islami. Maka dari itu Wali Delapan (Wali Sanga yang berasal dari
Timur Tengah) datang ke Jawa untuk mengompromikan antara Arab dengan
Jawa. Oleh karena itu dengan musyawarah tersebut, para Wali membawa Abjad
Hijaiyyah ke Tanah Jawa untuk mencocokkan dengan Wali yang asli dari Jawa
yaitu Sunan Kalijaga. Masalah tahun mangsa. Sehingga yang merumuskan hari
pasaran Jawa ( Wage Kliwon manis pahing pon) yaitu Sunan Kali Jaga.
Untuk menentukan 1 Muharam pertama kali menggunakan tahun yang
namanya Alif. Makna Alif adalah lurus istiqamah, sehingga perbuatan manusia
harus seperti Alif, lurus, tetap. Hari rebo karena melihat dari windunya
menentukan hari rebo. Penentuan kalender seperti ini merupakan dari Sunan Kali
Jaga. Hal ini dimungkinkan oleh Kyai Maksudi merupakan firasat Sunan Kali
Jaga. Adapun pasarannya yang diambil Wage yang bermakna jangan ragu-ragu.
Hal ini agar dalam melakukan suatu perbuatan apapun dilakukan tidak ragu ragu.
Adapun nama-nama hari Senin Selasa Rabu Kamis Jumat Sabtu Ahad merupakan
yang dibawa oleh Wali Delapan dari Timur Tengah yang berasal dari Allah SWT.
ABOGE merupakan kepanjangan dari Alif Rebo Wage yang disingkat ABOGE.
Untuk menunjukan Alif Rebo Wage harus mengetahui dalam satu windu
terdapat 8 tahun. Pertamakali menanggalkan atau tanggal 1 Muharram adalah hari
Rebo, pasarane Wage, tahunnya Alif. Alasannya dinamakan ABOGE adalah
suatu hitungan daripada menghitung daripada hitungan 1, 5, 3, 7, 4, 2, 6, 3 dibaca
dengan Ji Ma Lu Tu Pat Ro Nem Lu. Dalam satu windu terdapat 8 tahun yang
merupakan berisi tahun Alif He Ja Za Dal Ba Wawu Jim akhir.
Hitungan Alif He Ja Za Dal Ba Wawu Jim akhir. Berasal dari Timur Tengah dan
merupakan huruf hijaiyyah. Adapun dalam menentukan puasa berdasarkan pada
Memadukan ditanah jawa. Bahwa di aboge ada rangkep 5 kemudian dipadukan
dengan arab. Alif, ba .
2. Siapa sajakah tokoh Aboge?
Jawab :
a. Sunan Kalijaga (sebagai pencetus Aboge dan para Wali lainnya)
b. Syekh Maulana Maghribi ( Ki Tepus Rumput )
c. Adipati Onje II
d. Raden Sayid Kuning112
e. Sutarudin (Putra 1 Sayyid Kuning),
f. Samiruddin (Putra ke 2 Sayyid Kuning)
g. Nur Muhammad (Putra ke 3 Sayyid Kuning)
h. Ki Reksabumi(anggadirana_ Putra Nur Muhammad)
112 Imam Besar I Masjid Raden Sayyid Kuning.
i. Kisananom (Putra Ki Reksabumi )
j. Ki Dipawikarta (Putra Kisananom)
k. Ni Majasir (Putra Ki Dipawikarta)
l. Ni Hj. Surya Munadi( Putri Ni Majasir )
m. Kyai M. Maksudi (Putra Ni Hj. Surya Munadi)
n. Wangsarudin(Putra ke 3 Sayyid Kuning)
o. Ki Tirtangali (Putra Wangsarudin)
p. Ki Arjamunawi (Putra Ki Tirtangali)
q. Ki Wiryamunadi (Putra Ki Arjamunawi)
r. Sanurji ( Putra Ki Wiryamunadi).
s. Ni Majasan (Putra Ki Arjamunawi )
t. Ki H Surya Munadi (Putra Ni Majasan)
u. Kyai M. Maksudi (Putra Ki H Surya Munadi)
v. Dan keturunan Raden Sayid Kuning lainnnya yang tidak tercatat
disini.
3. Apa latar belakang didirikannnya aboge?
Jawab: Sebelum ada nabi Muhammad sudah terdapat Aboge(hitungan). Untuk
mengetahui hitungan umur.
4. Dasar hokum apa saja yang digunakan di Aboge dalam keagamaan?
Jawab :
Alquran. Hadits, Ijma, Qiyas dan Pendapat Wali Sanga, Sunan Kali Jaga,
Ngabdullah Syarif Sayyid Kuning.
5. Apa dasar pijakan penentuan awal bulan di Aboge?
Jawab: Surat Yunus ayat 5. Surat Yunus ayat 5 yaitu
�ء9F w"�h ى '$& اm� �دوا 0"� ��را و��� ه� اB زل ح%= %$#"�ا��ب م� ر� م4�ا �94a> وا �
I# ا n#? ت 0�م �$#"�ن��eا &sNd� an� ا � )٥ : ����١٠س( ب
Dalam ayat tersebut menunjukan bahwa rukyat tidak dipakai. Karena dengan
hisab selamanya tidak akan berubah
6. Apa saja Kitab yang digunakan Aboge dalam penentuan awal bulan?
Jawab: Mujarrabat dan Primbon Sembahyang.
7. Bagaimana pandangan saudara mengenai penetapan awal bulan menurut
pemerintah?
Jawab:
Tidak ada masalah dengan catatan pemerintah tidak memaksakan atau
mengganggu kepercayaan yang dianut umatnya, dan sebaliknya. Pada prinsipnya
untuk urusan agama adalah hak individu untuk mempercayai suatu keyakinan.
8. Bagaimana ABOGE melihat hadits yang berkaitan dengan rukyat?
Jawab: adapun rukyat selalu berubah ubah. Dimana hisab tersebut merupakan
rumus yang pasti. Rukyat pakenya ilmu falak, kalo bulannya keliatan, rukyat
tidak pasti. Makanya hanya memeakai hisab.
9. Apa saja kegiatan rutinitas Aboge dalam hal keagamaan?
Jawab:
Kegiatan Harian
No Kegiatan Waktu Kitab Keterangan
1 Pendidikan
Iqra’
Ba’da Ashar
Iqra Yang diikuti oleh anak-anak
2 Pendidikan al-
Qur’an
Ba’da Maghrib Al-Qur’an Yang diikuti oleh anak-anak
yang telah tamat iqra.
Kegiatan Mingguan
Kegiatan Hari / Waktu Kitab Keterangan
Yasinan,
Dibaan
Malam Jumat / Ba’da Maghrib
(Khusus malam Jumat Kliwon
melakukan tahlil dan istighosah)
Al-Qur’an Bersama-sama
Khataman
(Tarekat
Naqshabandi
yah) bagi para
sesepuh
ABOGE
Ba’da Jumat dan Selasa Bada Dzuhur.
- Bersama-sama
Pengajian
Remaja
Malam Minggu
Safinatunna
jah,
Nashaihul
Ibad
Ceramah
Kegiatan Ramadhan
No Kegiatan Hari / Waktu Kitab Keterangan
1 Pendidikan Setiap Hari, ba’da
Ashar
Fiqih(Qawaidul
Fiqhiyyah) Tauhid
(Aqidatul Awwam)
Ceramah
2
Tadarusan Setiap hari ba’da
Shalat Tarawih
Al-Quran
3
Ceramah
agama
Setiap hari ba’da
Shubuh
_ Ceramah
10. Bagaimana penentuan awal bulan menurut Aboge?
Jawab:
Genep ganjil.(memakai landasan hisab urfi bahwa tiap bulan bergantian
lamanyaaantara 30 dan 29 .
11. Berapa jumlah hari dalam setahun? Apakah terdapat tahun kabisat dan tahun
basithah?
Jawab :
Dalam satu tahun jumlah hari tetap yaitu 354 hari. Tidak ada tahun kabisat
dan basithah.
12. Kapan pergantian hari menurut Aboge ?
Jawab:
Pergantian harinya adalah jam 4. Hal ini berdasarkan pesan nenek moyang,
bahwa seseorang lahir hari rabu, maka kalau pergi dihari selasa harus diatas jam 3
keatas karena sesuai dengan hari lahirnya.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran 1: Hasil Wawancara Kepada Tokoh Aboge
BERITA WAWANCARA
NAMA : Kyai M. Maksudi
KEDUDUKAN DI ABOGE : Imam Besar Masjid Raden Sayyid Kuning
HARI /TANGGAL : Selasa, 21 April 2009
TEMPAT : Rumah Kyai M. Maksudi
13. Siapa pencetus Aboge?
Jawab :
Penggagas Aboge adalah Wali Sanga. Ketika itu, Wali Delapan (Wali Sanga
yang berasal dari Timur Tengah) bermusyawarah dengan Sunan Kali Jaga dengan
memadukan konsep penentuan awal bulan antara Arab dengan pasaran Jawa.
Pasaran Jawa merupakan konsep murni orang Jawa yang dicetuskan oleh Sunan
Kalijaga.
Untuk menentukan 1 Muharam pertama kali menggunakan tahun yang
namanya Alif. Makna Alif adalah lurus istiqamah, sehingga perbuatan manusia
harus seperti Alif, lurus, tetap. Hari rebo karena melihat dari windunya
menentukan hari rebo. Penentuan kalender seperti ini merupakan dari Sunan Kali
Jaga dan para Wali lainnya. Hal ini dimungkinkan oleh Kyai Maksudi merupakan
firasat Sunan Kali Jaga. Adapun pasarannya yang diambil Wage yang bermakna
jangan ragu-ragu. Hal ini agar dalam melakukan suatu perbuatan apapun
dilakukan tidak ragu ragu. Adapun nama-nama hari Senin Selasa Rabu Kamis
Jumat Sabtu Ahad merupakan yang dibawa oleh Wali Delapan dari Timur Tengah
yang berasal dari Allah SWT. Aboge merupakan kepanjangan dari Alif Rebo
Wage yang disingkat Aboge.
Untuk menunjukan Alif Rebo Wage harus mengetahui dalam satu windu
terdapat 8 tahun. Pertamakali menanggalkan atau tanggal 1 Muharram adalah hari
Rebo, pasarane Wage, tahunnya Alif. Alasannya dinamakan Aboge adalah suatu
hitungan daripada menghitung daripada hitungan 1, 5, 3, 7, 4, 2, 6, 3 dibaca
dengan Ji Ma Lu Tu Pat Ro Nem Lu. Dalam satu windu terdapat 8 tahun yang
merupakan berisi tahun Alif He Ja Za Dal Ba Wawu Jim akhir. Hitungan Alif
He Ja Za Dal Ba Wawu Jim akhir. Berasal dari Timur Tengah dan merupakan
huruf hijaiyyah.
14. Siapa sajakah tokoh Aboge?
Jawab :
a. Sunan Kalijaga (sebagai pencetus Aboge dan para Wali lainnya)
b. Syekh Maulana Maghribi ( Ki Tepus Rumput )
c. Adipati Onje II
d. Raden Sayid Kuning113
e. Sutarudin (Putra 1 Raden Sayyid Kuning),
f. Samiruddin (Putra ke 2 Raden Sayyid Kuning)
g. Nur Muhammad (Putra ke 3 Sayyid Kuning)
h. Ki Anggadirana( Putra Nur Muhammad)
i. Ki Reksabumi (Putra Ki Anggadirana)
j. Ki Sananom (Putra Ki Reksabumi )
k. Ki Dipawikarta (Putra Kisananom)
113 Imam Besar I Masjid Raden Sayyid Kuning.
l. Ni Majasir (Putra Ki Dipawikarta)
m. Ni Hj. Surya Munadi( Putri Ni Majasir )
n. Kyai M. Maksudi (Putra Ni Hj. Surya Munadi)
o. Wangsarudin(Putra ke 4 Raden Sayyid Kuning)
p. Ki Tirtangali (Putra Wangsarudin)
q. Ki Arjamunawi (Putra Ki Tirtangali)
r. Ki Wiryamunadi (Putra Ki Arjamunawi)
s. Sanurji ( Putra Ki Wiryamunadi).
t. Ni Majasan (Putra Ki Arjamunawi )
u. Ki H Surya Munadi (Putra Ni Majasan)
v. Kyai M. Maksudi (Putra Ki H Surya Munadi)
w. Dan keturunan Raden Sayid Kuning lainnnya yang tidak tercatat
disini.
15. Apa latar belakang didirikannnya aboge?
Jawab: Sebelum ada nabi Muhammad sudah terdapat Aboge (hitungan). Untuk
mengetahui hitungan umur.
16. Dasar hukum apa saja yang digunakan di Aboge dalam keagamaan?
Jawab :
Alquran. Hadits, Ijma, Qiyas dan Pendapat Wali Sanga, Sunan Kali Jaga,
Ngabdullah Syarif Sayyid Kuning.
17. Apa dasar pijakan penentuan awal bulan di Aboge?
Jawab: Surat Yunus ayat 5 yang berbunyi:
���� ����� ����� !☯#☺%&�
☯'��()* +��☺,-.��/ 01�3
45�167,��/ +8�9:0+;
<�=☺5>��+?�� ���7+
+AB�C)D�� EFG�),.��/ H
+; +I5>�J K� !L��M,N OP�-
Q�I�,.��R H �) S⌧UV
�W +V?� XYZ�,-�� +D�=☺5>#�+V
)٥ : ����١٠س(
Dalam ayat tersebut menunjukan bahwa rukyat tidak dipakai. Karena dengan
hisab selamanya tidak akan berubah
18. Apa saja Kitab yang digunakan Aboge dalam penentuan awal bulan?
Jawab: Mujarrabat dan Primbon Sembahyang.
19. Bagaimana pandangan saudara mengenai penetapan awal bulan menurut
pemerintah?
Jawab:
Tidak ada masalah dengan catatan pemerintah tidak memaksakan atau
mengganggu kepercayaan yang dianut umatnya, dan sebaliknya. Pada prinsipnya
untuk urusan agama adalah hak individu untuk mempercayai suatu keyakinan.
20. Bagaimana Aboge melihat hadits yang berkaitan dengan rukyat?
Jawab: adapun rukyat selalu berubah ubah. Dimana hisab tersebut merupakan
rumus yang pasti. Rukyat pakenya ilmu falak, kalo bulannya keliatan, rukyat
tidak pasti. Makanya hanya memeakai hisab.
21. Apa saja kegiatan rutinitas Aboge dalam hal keagamaan?
Jawab:
Kegiatan Harian
No Kegiatan Waktu Kitab Keterangan
1 Pendidikan
Iqra’
Ba’da Ashar
Iqra Yang diikuti oleh anak-anak
2 Pendidikan al-
Qur’an
Ba’da Maghrib Al-Qur’an Yang diikuti oleh anak-anak
yang telah tamat iqra.
Kegiatan Mingguan
Kegiatan Hari / Waktu Kitab Keterangan
Yasinan,
Dibaan
Malam Jumat / Ba’da Maghrib
(Khusus malam Jumat Kliwon
melakukan tahlil dan istighosah)
Al-Qur’an Bersama-sama
Khataman
(Tarekat
Naqshabandi
yah) bagi para
sesepuh
ABOGE
Ba’da Jumat dan Selasa Bada Dzuhur.
- Bersama-sama
Pengajian
Remaja
Malam Minggu
Safinatunna
jah,
Nashaihul
Ibad
Ceramah
Kegiatan Ramadhan
No Kegiatan Hari / Waktu Kitab Keterangan
1 Pendidikan Setiap Hari, ba’da
Ashar
Fiqih(Qawaidul
Fiqhiyyah) Tauhid
(Aqidatul Awwam)
Ceramah
2
Tadarusan Setiap hari ba’da
Shalat Tarawih
Al-Quran
3
Ceramah
agama
Setiap hari ba’da
Shubuh
_ Ceramah
22. Bagaimana penentuan awal bulan menurut Aboge?
Jawab:
Genep ganjil. (memakai landasan hisab urfi bahwa tiap bulan bergantian
lamanyaaantara 30 dan 29 .
23. Berapa jumlah hari dalam setahun? Apakah terdapat tahun kabisat dan tahun
basithah?
Jawab :
Dalam satu tahun jumlah hari tetap yaitu 354 hari. Tidak ada tahun kabisat
dan basithah.
24. Kapan pergantian hari menurut Aboge ?
Jawab:
Pergantian harinya adalah pukul 4 sore. Hal ini berdasarkan pesan nenek
moyang, bahwa seseorang lahir hari rabu, maka kalau pergi dihari selasa harus
diatas jam 3 keatas karena sesuai dengan hari lahirnya.
25. Apakah ada hubungan dengan komunitas Aboge didaerah lain?
Jawab: Aboge bukan sebuah organisasi yang tersruktur dan tidak terpusatkan,
sehingga antara Aboge di satu daerah dengan daerah yang lainnyatidak
mempunyai hubungan baik dari sisi organisasi ataupun kekerabatan. Kebetulan
Aboge disini termasuk warga Nahdhiyyin, untuk itu kehidupan keagaamaan kami
tidak berbeda dengan warga NU lainnya. Namun, kami menentukan awal bulan
dengan sistem Aboge sepanjang masa.
Lampiran 1: Hasil Wawancara Kepada Tokoh Aboge
BERITA WAWANCARA
NAMA : Sanurji
KEDUDUKAN DI ABOGE : Sesepuh Aboge
HARI /TANGGAL : Jumat, 24 April 2009
TEMPAT : Rumah Kyai M. Maksudi
1. Siapa pencetus Aboge?
Jawab : Ya . Wali sanga mba.
2. Siapa tokoh –tokoh Aboge?
Jawab : Wali Sanga , Raden Sayid Kuning lan sa’ keturunane ( berikut
keturunannya)
3. Apa latar belakang didirikannnya aboge?
Jawab: Kiye mba ( begini mba ), dingakal baen yah sekang endi ngerti umure
Nabi Adam, eh ajah kadohen Nabi Muhammad baen.ya sekang hitungan. (
Maksudnya bahwa secara nalar, darimana mengetahui umur Nabi Muhammad .
beliau mengatakan dari hitungan . itungan tersebut dinamakan Aboge.Sebelum
ada nabi Muhammad sudah terdapat Aboge(hitungan). Untuk mengetahui
hitungan umur.
4. Dasar hokum apa saja yang digunakan di ABOGE dalam keagamaan?
Jawab :Ya Alquran mba, Hadits, Ijma, Qiyas dan Pendapat Wali Sanga, Sunan
Kali Jaga, Ngabdullah Syarif Sayyid Kuning.
5. Apa dasar pijakan penentuan awal bulan di ABOGE?
Jawab: Surat Yunus ayat 5. Surat Yunus ayat 5 yaitu
w"�h ى '$& اm� ءه� ا�9F �دB زل ح%= %$#"�ا��ب م� وا 0"� ��را و���ر� م4�ا �94a> وا �
I# ا n#? ت 0�م �$#"�ن��eا &sNd� an� ا � )٥ : ����١٠س( ب
Dalam ayat tersebut menunjukan bahwa rukyat tidak dipakai. Karena dengan
hisab selamanya tidak akan berubah
6. Apa saja Kitab yang digunakan Aboge dalam penentuan awal bulan?
Jawab: Mujarrabat dan Primbon Sembahyang. Kemudian Beliau berkata “Pokoke
takon baen karo Maksudi, pada baen. Aku arep lunga.”(artinya jawabannya
dengan Maksudi sama, maka bertanyalah dengan Maksudi karena Beliau akan
pergi).
Lampiran 2: Almanaq Kitab Primbon Sembahyang
Lampiran 3: Almanaq Kitab Mujarrabat