Post on 16-Oct-2021
PEMIKIRAN EKONOMI MOHAMMAD HATTA
DiTINJAU DARI PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ekonomi Islam (S.EI)
Oleh :
Panji Patra Anggaredho
NIM : 203046101750
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH
PROGRAM STUDI MUAMALAT
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1429 H / 2008 M
PEMIKIRAN EKONOMI MOHAMMAD HATTA
DITINJAU DARI PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ekonomi Islam (S.EI)
Oleh :
Panji Patra Anggaredho
NIM : 203046101750
Di Bawah Bimbingan :
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Isnawati Rais, MA Jaenal Aripin, M.Ag
NIP : 150 222 235 NIP : 150 289 202
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH
PROGRAM STUDI MUAMALAT
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1429 H / 2008 M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah dicantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya yang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 15 April 2008
Panji Patra Anggaredho
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul PEMIKIRAN EKONOMI MOHAMMAD HATTA DITINJAU DARI PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada 3 Juni 2008. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Islam (S.EI) pada Program Studi Muamalat (Ekonomi Islam). Jakarta, 3 Juni 2008 Mengesahkan, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Prof.Dr.H.Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM NIP : 150 210 422
PANITIA UJIAN
1. Ketua : Drs.Djawahir Hejazziey, SH,MA (..................................) NIP : 130 789 745
2. Sekretaris : Drs.H.Ahmad Yani, M.Ag (..................................) NIP : 150 269 678
3. Pembimbing I : Dr.Isnawati Rais, MA (..................................) NIP : 150 222 235
4. Pembimbing II : Jaenal Aripin, M.Ag (..................................) NIP : 150 289 202
5. Penguji I : Prof.Dr.H.Hasanuddin AF, MA (..................................) NIP : 150 050 917
6. Penguji II : JM.Muslimin, Ph.D (..................................) NIP : 150 312 427
ABSTRAK Panji Patra Anggaredho. 203046101750. Pemikiran Ekonomi Mohammad Hatta Ditinjau dari Perspektif Ekonomi Islam. Skripsi. Jurusan Muamalat. Fakultas Syariah dan Hukum. UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta. 2008. v - 151 halaman. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran mengenai pemikiran ekonomi Mohammad Hatta yang obyektif, utuh dan komprehensif, yang akhirnya diharapkan dapat membuka jangkauan yang lebih luas dalam upaya aplikasi dan konseptualisasi pada perekonomian nasional. Penelitian ini berupa penelitian kepustakaan (library research) dengan data dan cara analisis kualitatif dengan mendeskripsikan dan menganalisis obyek penelitian yaitu membaca dan menelaah berbagai sumber yang berkaitan dengan topik, untuk kemudian dilakukan analisis dan akhirnya mengambil kesimpulan yang akan dituangkan dalam bentuk laporan tertulis. Skripsi ini menggunakan content analysis dan metode komparasi. Kesimpulan sebagai hasil penelitian ini dapat dinyatakan bahwa pemikiran ekonomi yang digagas oleh Mohammad Hatta sebagian besar tidak bertentangan dengan ekonomi Islam. Namun ada juga yang bertentangan dengan ekonomi Islam yaitu pemikirannya yang membolehkan praktik bunga di dalam bank dan pemikiran Hatta tersebut kiranya dapat dimaklumi karena Hatta memandang tidak adanya instrumen lain selain mendirikan bank (konvensional seperti yang ada pada saat ini) untuk menghimpun dana masyarakat untuk membangun kembali perekonomian Indonesia yang saat itu sangat berantakan pasca penjajahan. Terlebih lagi pada saat itu belum adanya praktik bank syariah yang memakai instrument mudharabah dan murabahah sebagai pengganti alternatif bunga.
Kepada pemuda Indonesia, yang ingat akan sumpah dan janjinya : “Indonesia tanah pusaka. Pusaka kita semuanya. Marilah kita mendoa : Indonesia bahagia! Marilah kita berjanji : Indonesia abadi”
Mohammad Hatta (1902-1980)
KATA PENGANTAR
Tiada kata yang pantas penulis ucapkan selain untaian puja dan puji syukur ke
hadirat Allah SWT, karena dengan atas segala rahmat dan hidayah-Nya, penulis
diberi kekuatan dan kemampuan dalam menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan
salam tak lupa penulis tujukan kepada manusia paling mulia, Baginda Agung,
Nabi Muhammad Saw. Semoga penulis bisa menemui beliau di hari akhir kelak.
Setelah mengalami proses yang melelahkan dan perjuangan yang panjang.
Akhirnya penulis berhasil menyelesaikan studi di kampus hijau pembaharu UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta ini. Selanjutnya penulis ingin mengucapkan ribuan
terima kasih kepada :
1. Bapak Prof.Dr.H.M.Amin Suma, SH, MA, MM, sebagai Dekan Fakultas
Syariah dan Hukum. Seorang figur yang penulis kagumi, semasa penulis
menimba ilmu di kampus ini.
2. Ibu Euis Amalia, M.Ag dan Bapak Ah.Azharuddin Lathif, M.Ag, selaku
Ketua dan Sekretaris Jurusan Muamalat, serta Bapak Drs. Djawahir
Hejazziey, SH, MA dan Bapak Ahmad Yani, M.Ag selaku Ketua dan
Sekretaris Koordinator Teknis Program Non Reguler, yang tak pernah bosan
mendengarkan keluh kesah penulis berkenaan masalah perkuliahan.
3. Ibu Dr.Isnawati Rais, MA dan Bapak Jaenal Aripin, M.Ag sebagai
pembimbing skripsi ini, yang dengan tulus dan ikhlas meluangkan waktunya
untuk memberikan arahan-arahan serta bimbingan-bimbingan sehingga
penulis mendapat pencerahan dalam proses pembuatan skripsi ini. Semoga
Allah membalas kebaikan beliau.
4. Pimpinan Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan fasilitas
kepustakaan sebagai bahan referensi dalam pembuatan skripsi penulis.
5. Ayahanda Drs. Herman Effendi, MM dan Ibunda Lukiana, S.Sos tercinta,
yang telah memberikan kasih dan sayang kepada penulis sejak lahir sampai
saat ini. Dan dengan kasih dan sayang tersebut (+ marah-marahnya) penulis
berhasil menyelesaikan studi di kampus ini.
6. Adikku tersayang Tania Adlinzila, yang senantiasa cerewet dalam
memperingati penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini. Dan penulis
menyadari, tanpa kecerewetannya mungkin skripsi ini tidak akan rampung.
7. Bang Tion dan personel Toko Buku Gerak-Gerik, yang mau bersusah payah
untuk mencari buku yang penulis butuhkan.
8. Kawan-Kawanku jurusan Perbankan Syariah angkatan 2003, khususnya
Perbankan Syariah kelas C : Abdul “Waiz”, M. “Fahmi”, Deden Za”inal”
Muttaqien, Andi “Gudeng” Irmansyah, Andi “Sobat” Kristianto, Khayatul
“Yayat” Qulub, “Erma” Hermawan, M.”Luthfi”, “Jamal”luddin, M.”Syahril”,
Khairil, “Ihsan”uddin Fadhillah, “Wahyu” Mikurason, “Raden” M.Ikhsan,
“Widi” Sentanu.P, M.Arif “Babe” Rifa’I, “Arif” Syamsuddin, “Fikri”
Tamami, “Juli”, Kha”irul” Bejaharnia, “Hana” Rufaidah, Meutia “Muthe
Sari, Siti “Uut” Mahmudah, “Iva” Lutfia, “Euis”, Rahayu Tri”doni”,
Rah”ayu” Lisa, Anita, “Choi”riyah, yang selalu mengejek (kapan lulus? Atau
sudah sampai bab berapa?) setiap kali berjumpa dengan penulis.
9. Alumni Pondok Pesantren Darunnajah angkatan 26, khususnya sahabatku
Abu “Said” At-thobari, Amalia “Amel” Fajrina dan Khilda Zura”ida” Zahara,
yang telah dan selalu memotivasi penulis untuk segera menyelesaikan skripsi
ini.
10. Rekan-rekan di Komunitas Gang Kodok, komunitasnya para pencari
kebenaranya yaitu, Iwin “Iwe” Indra, Minhadzul “Izul” Abidin, “Edi”
Effendi, “Rama” Juwandi, Rahmat Ham”dani”, Ahmad Mu”dassir”, Nana
“Buluk” Lesmana, M.Ali Fer”nandez”, Daulay, yang selalu menjadi sparring
diskusi penulis selama penulis kuliah di kampus ini.
11. Keluarga besar Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Ciputat
khususnya HMI Komisariat Fakultas Syariah (KOMFAKSY) : Asep “Azuba”
Jubaedillah, Fadhlika “Brey” Hima SH, Rudi, Habib, Mukh”tiar” Effendi,
“Fauzul” Azim, Bayu.P, Rahadianto “Putro”, Asep.S, Hamdan.R, M.Siddiq,
Isma, Ira, Syarah, dan kawan-kawan lainnya yang tak mungkin penulis
sebutkan satu persatu. Di himpunan inilah, penulis beraktivitas dan
mendapatkan ide untuk menulis pemikiran Mohammad Hatta dalam skripsi
ini.
12. Nur Afriyanti, seseorang yang selalu menemani penulis selama ini. Seseorang
yang meyakini penulis di saat orang lain meragukan penulis. Teman di kala
susah, sahabat di kala senang dan kekasih di saat suka maupun duka. Semoga
Allah senantiasa memudahkan langkahnya.
Penulis menyadari, bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, penulis akan merasa sangat senang terhadap semua kritik dan saran yang
membangun terhadap karya tulis ini. Akhirnya hanya kepada-Nyalah kita kembali
dan berserah diri. Semoga Kita Benar…!!
Jakarta, 10 Mei 2008 Panji Patra Anggaredho
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .......................................................................................... i
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ....................................... 9
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................. 10
D. Metode Penelitian ..................................................................... 11
E. Kajian Pustaka........................................................................... 13
F. Sistematika Penulisan ............................................................... 14
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG EKONOMI ISLAM
A. Pengertian Ekonomi Islam ........................................................ 16
B. Nilai-Nilai Dasar Ekonomi Islam ............................................. 21
C. Nilai-Nilai Instrumental Ekonomi Islam ................................... 27
D. Tujuan Ekonomi Islam .............................................................. 42
BAB III RIWAYAT HIDUP MUHAMMAD HATTA
A. Pribadi & Pendidikan Mohammad Hatta .................................. . 45
B. Aktivitas Sosial & Politik Mohammad Hatta ............................. 52
C. Pemikiran-Pemikiran Mohammad Hatta dan Karya-Karyanya.. 66
BAB IV PEMIKIRAN EKONOMI MOHAMMAD HATTA DAN
TINJAUANNYA DARI PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM
A. Pemikiran Ekonomi Mohammad Hatta ...................................... 73
1.Demokrasi Ekonomi ............................................................. 73
2.Koperasi Menurut Mohammad Hatta ................................... 80
3.Politik Ekonomi Mohammad Hatta ...................................... 88
B. Analisis Pemikiran Ekonomi Mohammad Hatta ditinjau dari
Perspektif Ekonomi Islam .......................................................... 103
C. Relevansi Pemikiran Ekonomi Mohammad Hatta dengan Kondisi
Perekonomian Indonesia Saat ini ............................................... 123
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................ 129
B. Saran .......................................................................................... 130
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 132
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia telah ditunjuk oleh Allah SWT sebagai khalifah di muka bumi ini,
atas dasar itulah seluruh ciptaan-Nya, baik itu yang berada di langit dan maupun
di bumi, bebas digunakan dan dikelola untuk memenuhi berbagai kebutuhan dan
kepentingan manusia itu sendiri. Penunjukan manusia sebagai khalifah, bukanlah
tanpa alasan dan bukan pula sebuah kebetulan. Akan tetapi penunjukan tersebut
sudah merupakan sebuah keniscayaan karena dibandingkan makhluk Tuhan
lainnya, manusia dilengkapi dengan akal pikiran, yang mana dengan akal pikiran
ini manusia bisa merenung dan berfikir untuk memaksimalkan segala potensi-
potensi yang ada di jagat raya ini. Kelebihan atau paling tepat sebuah anugerah
dari Tuhan inilah yang membuat manusia berbeda dan lebih tinggi derajatnya dari
makhluk-makhluk Tuhan lainnya dan akhirnya karena kelebihan ini juga manusia
diberikan sebuah hak dan tanggung jawab untuk mengelola alam ini.
Namun, manusia bukannya tidak menemukan kesulitan dalam mengelola
alam ini, sebab ketika manusia itu lahir, manusia sudah diharuskan untuk
berhadapan dengan sebuah kenyataan yaitu bagaimana caranya agar eksistensi
mereka terus berlanjut di dunia ini. Demi eksistensi serta naluri untuk
mempertahankan hidup ini, manusia rela berjuang dan mencari apa saja yang
mereka anggap cukup dan layak untuk memenuhi segala kebutuhan hidup
mereka, entah itu kebutuhan yang sifatnya dharuriyat (primer), Hajiyyat
(sekunder) ataupun tahsiniyat (tersier).
Kebutuhan hidup manusia, pada masa-masa awal peradabannya, masih sangat
terbatas dan juga masih bersifat sederhana. Tetapi seiring dengan semakin
majunya tingkat peradaban, makin banyak dan makin bervariasi pula kebutuhan
manusia sementara di lain pihak alat pemenuh kebutuhan manusia terbatas
adanya. Ketidakseimbangan antara kebutuhan yang selalu meningkat dengan alat
pemuas kebutuhan yang terbatas ini maka pada akhirnya menyebabkan diperlukan
sebuah ilmu yang mengatur hal tersebut, yang belakangan ilmu ini disebut ilmu
ekonomi.1 Namun pada saat itu ekonomi masih belum menjadi sebuah disiplin
ilmu. Ekonomi pada saat itu hanya masih dalam tahap wacana dan berupa
pemikiran-pemikiran individu. Pada dasarnya pemikiran tentang ekonomi
sebenarnya telah ada jauh sebelum masehi, akan tetapi pembicaraan tentang
ekonomi pun masih merupakan bagian dari pemikiran dan mimpi para filosof
tentang suatu tatanan masyarakat yang ideal, tulisan-tulisan ekonomi yang ada
juga belum tersistematis secara komprehensif. Dari segi topik pembahasan pun
masih sangat terbatas, begitu juga analisis yang dipakai tidak ada yang membahas
aspek-aspek dari kegiatan perekonomian dalam masyarakat secara komprehensif.
1 Deliarnov, Perkembangan Pemikiran Ekonomi, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2003),
h. 1
Ekonomi baru menjadi disiplin ilmu setelah Adam Smith menulis buku An
inquiry into the nature an causes of the wealth of nations pada tahun 1776.2
Lalu dengan dimulainya abad keduapuluh dan dengan bertambahnya peranan
yang dimainkan oleh ekonomi dalam kehidupan, maka mulailah berbagai bangsa
mengambil studi-studi ekonomi dalam bentuk bentuk baru, yang pada akhirnya
studi ekonomi tersebut, mengarah pada terbentuknya mazhab-mazhab ekonomi.
Studi-studi ekonomi tidak lagi berhenti pada batas observasi dan menguraikan
gejala-gejala ekonomi untuk merumuskan hukum-hukum yang merupakan
kaidah, melainkan telah memiliki tujuan-tujuan kehidupan perekonomian dan
membatasi cara-cara yang perlu ditempuh untuk merealisasikan tujuan tersebut.
Dengan demikian, terpecah-pecahlah mazhab-mazhab ekonomi itu yang berbeda
satu sama lain dan terbagi menjadi dua mazhab besar yaitu mazhab kapitalisme
dan mazhab sosialisme.3
Pada praktiknya, kedua mazhab ini mempunyai yang ciri khas sangat berbeda
dan begitu fundamental, mazhab kapitalisme menekankan tidak adanya intervensi
negara dalam hal perekonomian, negara hanyalah sebuah fasilitator untuk
memberikan suasana kondusif bagi sektor-sektor swasta untuk menjalankan roda
perekonomian. Sedangkan mazhab sosialisme, yang bisa dibilang merupakan
kebalikan dari mazhab kapitalisme, menekankan bahwa perekonomian suatu
2 Euis Amalia, M.Ag, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam dari Masa Klasik hingga
Kontemporer, (Jakarta : Pustaka Astaaruss Jakarta ,2005), h.1 3Ibid, h. 13-14
negara hanya boleh diatur pemerintah. Berbeda dengan mazhab kapitalisme, yang
sangat mengakui hak milik pribadi, mazhab sosialisme sangat membatasi hak
milik individu bahkan cenderung meniadakan hak milik tersebut dan hanya
mengakui kepemilikan bersama (community). Aliran sosialisme yang meniadakan
hak individu inilah yang sampai saat ini kita kenal dengan aliran komunisme,
yang mana pada praktiknya aliran komunisme ini lebih ekstrim daripada aliran
sosialisme.
Dalam aktivitasnya, kedua mazhab ini sibuk mengkampanyekan serta
menawarkan kesejahteraan dan kemakmuran kepada dunia dan saling berebut
pengaruh dan mengklaim satu sama lain bahwa mazhab mereka masing-
masinglah yang paling benar dan paling ampuh dalam mengatasi masalah-
masalah perekonomian seperti kemiskinan, pengangguran, inflasi dan lain
sebagainya. Tak jarang dalam mengkampenyekan ide-ide tersebut kedua mazhab
ini harus berhadapan satu sama lain dalam posisi yang diametral, bahkan sampai
meruncing, dan merembet ke masalah politik hingga konflik.
Namun sejarah tidak bisa dibohongi, kedua mazhab ini bukanlah mazhab
yang tak pernah gagal dalam menangani masalah perekonomiam, sebut saja
Amerika Serikat, salah satu penganut mazhab kapitalisme, pernah mengalami
depresi besar-besaran pada tahun 1930-an. Dan juga hancurnya perekonomian
Uni Soviet, yang menganut mazhab sosialisme/komunisme, yang pada akhirnya
mengalami masa-masa yang tragis yaitu dengan bubarnya negara tersebut pada
akhir tahun 1980.
Masalah ekonomi senantiasa menarik perhatian berbagai macam lapisan
masyarakat dan individu. Berbagai penelitian telah dibuat untuk menyelesaikan
masalah tersebut, walaupun begitu usaha dalam mengatasi masalah ini secara
keseluruhan banyak menemui kegagalan dan sangat sedikit keberhasilan yang
diperoleh.4 Berangkat dari kegagalan-kegagalan tersebut, maka mulai
bermunculan berbagai ekonomi alternatif, diantaranya gagasan ekonomi yang
berdasarkan kerakyatan yang kita kenal dengan nama ekonomi kerakyatan, dan
ekonomi yang berdasarkan Islam, yang kita kenal dengan nama ekonomi Islam.
Pada dasarnya pada kedua mazhab tersebut terdapat pelbagai persamaan dan
pemikiran yang sama, bahkan inti dari kedua mazhab tersebut cenderung sama
dan hampir tidak ada perbedaan, yaitu bagaimana harta itu tidak hanya berputar
bagi kelompok atau golongan tertentu saja akan tetapi juga harus berputar di
seluruh lapisan masyarakat. Retribusi yang adil dalam konsep ekonomi
kerakyatan bukanlah mendistribusikan aset fisik/riil, bukan pula membagi-
bagikan kegiatan bisnis para konglomerat baik yang sedang sekarat ataupun yang
sudah bangkrut, bukan pula merupakan alat untuk memudahkan aset fisik dan
kesempatan memperoleh rente ekonomi dari aktor-aktor lama ke aktor baru.
Retribusi aset dapat diartikan sebagai usaha memberikan kekuasaan dan
kesempatan yang adil bagi pengusaha kecil/menengah dan koperasi untuk
4 Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam Jilid 1, (Yogyakarta : PT Darma Bhakti Wakaf,
1995), h.1
melakukan kegiatan dan bisnis.5 Model ekonomi berdasarkan kerakyatan, kira-
kira sama dengan konsep yang ditawarkan ekonomi Islam. Yang mana dalam
ekonomi Islam hal ini diatur di dalam surat An-Nahl ayat 71 dan Al-Hasyr ayat 7
:
☺
⌧ ☺
☺ )٧١ : النحل (
Artinya : dan Allah melebihkan sebagian kamu dari sebagian yang lain dalam hal rezki, tetapi orang-orang yang dilebihkan (rezkinya itu) tidak mau memberikan rezki mereka kepada budak-budak yang mereka miliki, agar mereka sama (merasakan) rezki itu. Maka mengapa mereka mengingkari nikmat Allah? (QS An-Nahl : 71)
)٧ :لحشر ١ (
Artinya : supaya harta itu jangan beredar diantara orang-orang kaya saja diantara kamu (QS Al-Hasyr : 7)
Prinsip ekonomi kerakyatan yang berdasarkan keadilan sangat sesuai dengan
tatanan dan nilai-nilai Islam, dan ekonomi kerakyatan pun tidak bisa dipungkiri
menjadi sebuah solusi untuk menuju perekonomian yang diidamkan. Hal ini
terbukti, dalam kondisi krisis ekonomi di Indonesia yaitu pada tahun 1997-1998,
ekonomi kerakyatan berperan dalam membantu usaha kecil, menengah dan
koperasi terutama dalam kesulitan produksi dan distribusi kebutuhan pokok
5 Mubiyarto, ”Ekonomi Kerakyatan dan Pemulihan Ekonomi Nasional”, Media Indonesia, 10
Desember 2001, h.55
masyarakat di sektor pertanian, tingkat produksi pangan telah berada dalam
kondisi yang aman sehingga tingkat impor beras dapat ditekan dan juga subsektor
perkebunan yang berorientasi ekspor menunjukkan pertumbuhan yang positif.
Pengalaman ini memberikan alasan bahwa pemberdayaan ekonomi rakyat tidak
saja penting dari sudut pandang konseptual dalam mewujudkan demokrasi
ekonomi tetapi bukti empiris menunjukkan bahwa UKM dan koperasi sangat
berperan dalam usaha penyerapan tenaga kerja dan menggerakkan aktivitas
terutama di masa krisis.6
Di Indonesia harapan untuk membangkitkan ekonomi rakyat sering kita
dengar karena pengalaman ketika krisis multidimensi tahun 1997-1998 tersebut
usaha kecil telah terbukti mampu mempertahankan kelangsungan usahanya.
Bahkan ekonomi kerakyatan memainkan fungsi penyelamatan di sektor kegiatan,
fungsi penyelamatan ini terbukti pada sektor penyediaan kebutuhan rakyat
melalui produksi dan normalisasi distribusi.7 Sehingga dengan adanya
pengalaman-pengalaman serta prestesi-prestasi tersebut, diharapkan dalam masa-
masa yang akan datang pemerintah mau untuk lebih memperhatikan dan mulai
melirik ekonomi kerakyatan.
Berbicara tentang ekonomi kerakyatan, tentu tidak pernah lepas dari sosok
Mohammad Hatta. Sosok yang dikenal dengan nama akrab Bung Hatta ini
6 Lihat Adi Sasono, Prospek dan Posisi Pemberdayaan Ekonomi Rakyat, dalam Baihaqi Abdul Madjid dan Saifudin A. Rashid (Ed), Paradigma Baru Ekonomi Kerakyatan Sistem Syariah, (Jakarta : PT Pinbuk, 2000), h. 26
7 Noer Strisno, Ekonomi Rakyat Usaha Mikro dan UKM dalam Perekonomian Indonsia,
(Jakarta : STEKPI, 2005), h. 5
merupakan salah salah satu pelopor ekonomi yang berasaskan kerakyatan di
negeri ini. Hatta, yang merupakan proklamator negeri ini, dalam mengemukakan
pemikiran-pemikirannya, baik itu lewat pidato, tulisan, ataupun buku-buku yang
dikarang sendiri oleh beliau, takkan pernah melepaskan perhatiannya dan selalu
memberikan stressing akan pentingnya ekonomi berasaskan kerakyatan dengan
koperasi sebagai instrumennya. Maka dengan memperhatikan sepak terjang Hatta,
tidak heran pada Hatta sampai dijuluki sebagai Bapak Ekonomi Kerakyatan selain
Bapak Koperasi di negeri ini. Hatta pernah mengungkapkan ide ekonomi yang
berdasarkan kerakyatan antara lain :
”inilah dasar kerakyatan Pendidikan Nasional Indonesia! Supaya tercapai suatu masyarakat yang berdasar keadilan dan kebenaran, haruslah rakyat insaf akan haknya dan harga dirinya. Kemudian haruslah ia berhak menentukan nasibnya sendiri dan perihal bagaimana ia mesti hidup dan bergaul. Pendeknya cara mengatur pemerintahan negeri, cara menyusun perekonomian negeri, semuanya harus diputuskan oleh rakyat dengan mufakat. Pendek kata, rakyat itu daulat alias raja atas dirinya sendiri. Tidak lagi golongan kecil saja yang memutuskan nasib rakyat dan bangsa, melainkan rakyat sendiri. Inilah arti kedaulatan rakyat! Inilah suatu dasar demokrasi atau kerakyatan yang seluas-luasnya. Tidak saja dalam hal politik, melainkan juga dalam hal ekonomi dan sosial ada demokrasi ; keputusan mufakat rakyat yang banyak”8
Lalu untuk membangkitkan ekonomi kerakyatan itu, Hatta juga menyatakan,
bahwa koperasi adalah suatu alat yang efektif untuk membangun ekonomi
kerakyatan. Seperti dikatakannya :
”koperasi pada selanjutnya, mendidik semangat percaya pada diri sendiri, memperkuat kemauan bertindak dengan dasar ”self-help”. Dengan koperasi rakyat seluruhnya dapat ikut serta membangun, berangsur-angsur maju dari yang kecil melalui yang yang sedang sampai akhirnya ke lapangan
8 Mohammad Hatta, Kumpulan Karangan I, (Jakarta : Bulan Bintang, 1976), Cetakan ke-II, h.
99-100
perekonomian yang besar. Tenaga-tenaga ekonomi yang lemah lambat laun disusun menjadi kuat. Koperasi dapat pula menyelenggarakan pembentukan kapital nasional dalam jangka waktu yang lebih cepat, dengan jalan menyimpan sedikit demi sedikit tapi teratur. Sebab itu koperasi dianggap suatu alat yang efektif untuk membangun kembali ekonomi rakyat yang terbelakang. Koperasi merasionilkan perekonomian, karena menyingkatkan jalan antara produksi dan konsumsi. Dengan adanya koperasi-produksi dan koperasi-konsumsi yang teratur dan bekerja baik, perusahaan-perantaraaan yang sebenarnya tidak perlu, yang hanya memperbesar ongkos dan memahalkan harga dapat disingkirkan. Tenaga-tenaga ekonomi yang tersingkir itu, dapat dialirkan kepada bidang produksi yang lebih produktif. Karena itu produsen memperoleh upah yang pantas bagi jerihnya dan konsumen membayar harga yang murah.” 9
Demikianlah sedikit gambaran pandangan ekonomi Hatta. Pandangan
ekonomi Hatta ini menekankan asas kerakyatan, kekeluargaan dan sarat dengan
nilai dan moral. Dan dengan berdasarkan latar belakang pemikiran dan argumen-
argumen di atas, penulis merasa tertarik untuk melakukan kajian yang lebih
mendalam tentang aspek-aspek pemikiran ekonomi Mohammad Hatta serta ingin
membandingkannya dari sudut pandang ekonomi Islam. Oleh karena itu dalam
hal ini, Penulis memberi judul skripsi ini dengan ”PEMIKIRAN EKONOMI
MOHAMMAD HATTA DITINJAU DARI PERSPEKTIF EKONOMI
ISLAM”
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Mohammad Hatta adalah seorang Politikus, Negarawan, ahli Hukum Tata
Negara, Ekonom, serta lebih dari itu ia juga kerap kali mengeluarkan pemikiran-
pemikiran keislaman. Oleh karena itu dalam mengkaji pemikiran Hatta, penulis
9 Mohammad Hatta, Ekonomi Terpimpin, (Jakarta : Penerbit Djakarta, 1960), h. 47
membatasi pemikiran Hatta hanya pada pemikirannya di bidang ekonomi saja.
Dalam kajian ini, penulis berusaha mengkaji pemikiran ekonomi Mohammad
Hatta lalu meninjau pemikirannya dari sudut pandang ekonomi Islam.
Agar dalam pembahasannya lebih terarah dan terproses, maka penulis perlu
membuat rumusan-rumusan yang menurut penulis merupakan hal yang tak bisa
disepelekan dari pembahasan ini. Penulisan skripsi ini dirumuskan dalam rangka
menjawab permasalahan-permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah Pemikiran Ekonomi Mohammad Hatta?
2. Apakah pemikiran ekonomi Mohammad Hatta masih relevan dengan kondisi
perekonomian Indonesia saat ini?
3. Bagaimanakah pemikiran ekonomi Mohammad Hatta menurut tinjauan
perspektif ekonomi Islam?
C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Penulisan skripsi ini bertujuan :
a. Untuk mengetahui pandangan dan pemikiran ekonomi Mohammad
Hatta
b. Untuk mengetahui apakah pemikiran ekonomi Mohammad Hatta
masih relevan untuk diterapkan terhadap kondisi perekonomian
Indonesia saat ini.
c. Untuk mengetahui apakah pemikiran ekonomi Mohammad Hatta
sudah sesuai menurut tinjauan ekonomi Islam
2. Manfaat Penelitian
Penelitian skripsi ini diharapkan bermanfaat untuk :
a. Bagi penulis, untuk memenuhi tugas akademik yang merupakan syarat
dan kewajiban bagi setiap mahasiswa dalam rangka menyelesaikan
studi tingkat sarjana program strata 1 (S1) di Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
b. Bagi pengembangan disiplin ilmu, penulisan skripsi ini diharapkan
dapat memberikan sumbangsih dan bahan masukan pada
pengembangan disiplin ilmu.
D. Metode Penelitian
Penelitian dalam skripsi ini merupakan penelitian kualitatif melalui kajian
kepustakaan (Library Research) yang bersifat normatif, yaitu menelaah dan
mengkaji buku-buku, artikel-artikel, jurnal ilmiah, majalah, koran maupun media
internet yang ada hubungannya dengan topik bahasan di atas. Kemudian
dilakukan analisis dan akhirnya mengambil kesimpulan yang akan dituangkan
dalam bentuk laporan tertulis.
Dalam mengolah dan menganalisis data penulis menggunakan metode content
analysis yaitu teknik penelitian untuk membuat inferensi-inferensi yang dapat
ditiru (replicable),10 dan shahih data dengan memperhatikan konteksnya. Selain
itu penulis juga menggunakan metode komparatif, jadi penulis akan
membandingkan kedua batasan masalah setelah dilakukan analisis isi.
Sumber primer pembahasan skripsi ini adalah hasil karya Mohammad Hatta
antara lain yang berjudul : ”Demokrasi Kita, Bebas Aktif dan Ekonomi Masa
Depan”, “Beberapa Fasal Ekonomi Jilid I Jalan Ekonomi dan Koperasi”,
“Beberapa Fasal Ekonomi Jilid II Jalan Ekonomi dan Bank”, “Kumpulan
Karangan I, II dan III”, ”Kumpulan Pidato I, II dan III”, “Pengantar ke Jalan
Ekonomi Sosiologi”, “Ekonomi Terpimpin”, “Karya Lengkap Bung Hatta Jilid 1
Kebangsaan dan Kerakyatan”, ”Karya Lengkap Mohammad Hatta Jilid 2
Kemerdekaan den Demokrasi”, ”Karya Lengkap Mohammad Hatta Jilid 3
Perdamaian Dunia dan Keadilan Sosial”, “Persoalan Ekonomi Sosialis
Indonesia”, “Bank dalam Masyarakat Indonesia”.
Dan sebagai panduan penulisan skripsi, penulis menggunakan Pedoman
Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dengan
pengecualian sebagai berikut :
1. Terjemahan dari Al-Qur’an, Hadits dan kutipan dari bahasa Arab lainnya
dipakai cara terjemah yang diketik dengan jarak satu spasi walaupun kurang
dari empat baris. Sedangkan terjemahan Al-Qur’an diambil dari “Al-Qur’an
dan Terjemahannya” yang dikeluarkan oleh Departemen Agama RI.
10 Burhan Bungin (ed.), Metode Penelitian Kualitatif, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,
2004), h.173
2. Dalam daftar Kepustakaan, Al-Qur’an ditempatkan pada urutan pertama
sebagai penghormatan kepada kitab suci dan sesuai dengan ketinggian dan
keagungannya sebagai sumber hukum yang pertama.
E. Kajian Pustaka
Berdasarkan telaah pustaka yang dilakukan oleh penulis. Penulis berasumsi
bahwa penelitian mengenai pemikiran Hatta ini sangat prospektif dan menarik untuk
dikaji. Hal ini dibuktikan dengan adanya penelitian yang dilakukan oleh peneliti
sebelumnya antara lain :
1. ”Konsepsi Mohammad Hatta tentang Islam dan Demokrasi Sosial”. Tesis
yang ditulis oleh Abdul Rasyid Rahman (NIM 294 PTU 98), mahasiswa
program pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, pada tahun 1999.
Tesis ini meneliti sejauh mana pemikiran Islam dapat memberikan kontribusi
terhadapnya lahirnya demokrasi sosial oleh Mohammad Hatta, lalu bagaimana
Islam dapat mempengaruhi aktivitas politik demokrasi sosial dan bagaimana
peranan Hatta dalam menyatukan pemikiran sosialisme dalam demokrasi
sosial.
2. ”Mohammad Hatta dan Pemikirannya dalam Bidang Politik”. Skripsi yang
ditulis oleh Eti Nurbaeti (NIM 101045222259), mahasiswa Siyasah Syar’iyah
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun
2006. skripsi ini meneliti riwayat hidup Mohammad Hatta dan pemikirannya
dalam bidang politik.
3. ”Pemikiran Mohammad Hatta dan Islam dalam Dinamika Politik Indonesia”.
Disertasi yang ditulis oleh Efrinaldi (NIM 9930010101), mahasiswa program
pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 2006. Disertasi ini
meneliti hubungan antara Islam dan demokrasi dalam konstelasi politik
Indonesia, bagaimana dinamika dan faktor yang berpengaruh terhadap
pemikiran Hatta tentang demokrasi dan Islam di Indonesia, dan bagaimana
transformasi pemikiran Hatta dalam praktik politik kebangsaan dan Islam dan
demokrasi dan pluralisme politik di Indonesia.
F. Sistematika Penulisan
Agar dalam penulisan skripsi ini lebih terarah dan sistematis, maka
sistematika penyusunan skripsi ini sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah,
tujuan dan manfaat penulisan, metode penelitian, kajian pustaka, sistematika
penulisan.
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG EKONOMI ISLAM
Bab ini terdiri pengertian ekonomi Islam, nilai-nilai dasar ekonomi Islam, nilai-
nilai instrumental ekonomi Islam, tujuan ekonomi Islam.
BAB III RIWAYAT HIDUP MOHAMMAD HATTA DAN GENEOLOGI
PEMIKIRAN EKONOMINYA
Bab ini terdiri pribadi dan pendidikan Mohammad Hatta, aktivitas sosial dan
politik Mohammad Hatta, pemikiran-pemikiran Mohammad Hatta dan karya-
karyanya.
BAB 1V PEMIKIRAN EKONOMI MOHAMMAD HATTA DAN
TINJAUANNYA DARI PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM
Bab ini terdiri dari pemikiran ekonomi Mohammad Hatta, relevansi pemikiran
ekonomi Mohammad Hatta dengan kondisi perekonomian Indonesia saat ini, dan
analsis pemikiran ekonomi Mohammad Hatta ditinjau dari perspektif ekonomi
Islam.
BAB V PENUTUP
Bab ini berisi kesimpulan dan saran.
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG EKONOMI ISLAM
A. Pengertian Ekonomi Islam
Kata ekonomi diambil dari bahasa Yunani kuno (greek),11 yaitu oikonomeia.
Kata oikonomeia berasal dari kata oikos yang berarti rumah tangga, dan nomos
yang berarti aturan.12 Dengan demikian ekonomi memiliki arti mengatur rumah
tangga, dimana anggota keluarga yang mampu ikut terlibat dalam menghasilkan
barang-barang berharga dan membantu memberikan jasa lalu seluruh anggota
keluarga yang ada ikut menikmati apa yang mereka peroleh kemudian
populasinya semakin banyak dalam rumah-rumah, lalu menjadi suatu kelompok
(community) yang diperintah oleh satu negara.13 Dari pengertian etimologis
tersebut ilmu ekonomi dapat diartikan sebagai ilmu yang mengatur rumah tangga,
yang dalam bahasa Inggris disebut economics.14
11 Taqyuddin An-Nabhani, Pembangunan Sistem Ekonomi Alternatif Perspektif Islam,
(Surabaya : Risalah Gusti, 1999), h. 47 12 Murasa Sarkani Putra, Pengertian Ekonomi Islam : Bahan Pengajaran Ekonomi dan
Perbankan Syariah di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, (Jakarta : tpn, 1999), h. 5 13 Taqyuddin An-Nabhani, Pembangunan Sistem Ekonomi Alternatif Perspektif Islam, h. 47 14 Murasa Sarkani Putra, Pengertian Ekonomi Islam, h. 47
Adapun secara terminologis para ekonom banyak sekali memberikan definisi
mengenai ekonomi, diantaranya oleh Adam Smith yang dikenal sebagai bapak
ekonomi dunia mendefinsikan ekonomi adalah ilmu kekayaan atau ilmu yang
mempelajari sarana-sarana kekayaan suatu bangsa dengan memusatkan perhatian
secara khusus terhadap sebab-sebab material dari kemakmuran, seperti hasil
industri, pertanian dan lain-lain.15
Tokoh ekonomi Barat lainnya, Marshall berpendapat bahwa ekonomi adalah
ilmu yang mempelajari usaha-usaha individu dalam ikatan pekerjaan dalam
kehidupan sehari-hari, ilmu ekonomi membahas bagian kehidupan manusia yang
berhubungan dengan bagaimana ia memperoleh pendapatan dan bagaimana pula
ia mempergunakan pendapatan itu, definisi tersebut memberikan penjelasan
bahwa pokok dalam ilmu ekonomi adalah manusia dan segala aktifitasnya dalam
memperoleh pendapatan.16
Sedangkan dalam bahasa Arab ekonomi dinamakan mu’amalah maddiyah,
yaitu aturan-aturan tentang pergaulan dan perhubungan manusia mengenai
kebutuhan hidupnya. Lebih tepat lagi dinamakan iqtishad, yaitu mengatur soal-
soal penghidupan manusia dengan sehemat-hematnya dan secermat-cermatnya.17
15 Ahmad Muhammad al-Assal dan Fathi Ahmad Karim, Sistem, Prinsip dan Tujuan Ekonomi
Islam, (terj), (Bandung : Pustaka Setia, 1999), h. 10 16 Ibid 17 KH. Abdullah Zaky Al-Kaaf, Ekonomi dalam Perspektif Islam, (Bandung : CV Pustaka
Setia, 2002), Cet ke-1, h. 19
Melihat berbagai definisi diatas, dapat disimpulkan ekonomi pada umumnya
didefinisikan sebagai kajian tentang perilaku manusia dalam hubungannya dengan
pemanfaatan sumber-sumber produktif yang langka untuk memproduksi barang-
barang dan jasa-jasa serta mendistribusikannya untuk dikonsumsi, dengan
demikian bidang garapan ekonomi adalah salah satu sektor dalam perilaku
manusia yang berhubungan dengan produksi, distribusi dan konsumsi.18
Dengan semakin beragamnya definisi mengenai ekonomi secara umum yang
dikemukakan oleh para pakar ekonomi, maka ekonomi Islam pun didefinisikan
secara beragam pula oleh para pakar ekonomi Islam, diantaranya Muhammad
Abdul Mannan soerang pakar ekonomi Islam, menurutnya yang dimaksud dengan
ekonomi Islam adalah pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah
ekonomi rakyat yang diilhami oleh nilai-nilai Islam.19
Adapun menurut Dr.Yusuf Qardhawi ekonomi Islam adalah ekonomi yang
berdasarkan ketuhanan, sistem ini bertitik tolak dari Allah, bertujuan akhir kepada
Allah dan menggunakan sarana yang tidak lepas dari syariat Allah, aktifitas
ekonomi seperti produksi, distribusi, konsumsi, import dan eksport tidak lepas
dari titik tolak ketuhanan dan bertujuan akhir untuk Tuhan.20
18 Monzer Kahf, Ekonomi Islam , (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1995), cet ke-1, h. 2 19 Muhammad Abdul Mannan, Ekonomi Islam : Teori dan Praktek¸ Penerjemah Potan Arif
Harahap, (Jakarta : Intermasa, 1992), cet ke-1, h. 10 20 Yusuf Qardhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam, (Jakarta : Gema Insani Press, 1997), h.
31
Sedangkan Abdullah Al-Arabi berpendapat, Ekonomi Islam adalah
sekumpulan dasar-dasar umum ekonomi yang disimpulkan dari Al-Qur’an dan
As-Sunnah dan merupakan bangunan perekonomian yang didirikan diatas dasar-
dasar sesuai dengan lingkungan dan masyarakat.21
Ekonomi Islam yang dikemukakan S.M Hasanuzzaman adalah
pengetahuan dan aplikasi ajaran-ajaran dan aturan-aturan syariah yang mencegah
ketidakadilan dalam pencarian dan pengeluaran sumber-sumber daya guna
memberikan kepuasan bagi manusia dan memungkinkan mereka melaksanakan
kewajiban-kewajiban mereka terhadap Allah dan masyarakat.22
Dari uraian tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian dari
ekonomi Islam adalah studi tentang problem-problem ekonomi dan institusi yang
berkaitan dengannya atau ilmu yang mempelajari tata kehidupan masyarakat
dalam memenuhi kebutuhannya untuk mencapai ridha Allah. Dari definisi ini
terdapat tiga cakupan utama dalam ekonomi Islam, yaitu tata kehidupan,
pemenuhan kebutuhan dan ridha Allah yang kesemuanya diilhami oleh nilai-nilai
Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah, yang akhirnya
menunjukkan konsistensi antara niat karena Allah, kaifat atau cara-cara dan
ghayah dan tujuan dari setiap manusia.23
21 Ibrahim Lubis, Ekonomi Islam : Suatu Pengantar, (Jakarta : Kalam Mulia, 1994), cet ke-1,
h. 245 22 Rustam Effendi, Produksi dalam Islam, (Yogyakarta : Magistra Insani Press, 2003), Cet ke-
1, h. 2-3
Ini tidak berarti ekonomi Islam hanya diproyeksikan untuk orang-orang yang
beragama Islam, karena Islam membolehkan umatnya untuk melakukan transaksi
ekonomi dengan orang-orang non muslim sekalipun. Dengan kalimat lain,
ekonomi Islam lebih mengedepankan urgensi sistem ekonominya yang hendak
dibina dan dibangun daripada sekedar membangun dan membina para pelakunya
yang harus beragama Islam. Hanya saja, tentu Islam menghendaki agar umat
Islam itu sendiri justru menjadi pelopor dan pengawal dari sistem ekonomi Islam
itu sendiri yang dimilikinya.24
Sebagai agama yang oleh Al-Qur’an dijuluki dengan agama terlengkap dan
tersempurna (dinul kamil wa-dinun Itmam), Islam memiliki dan
mempersembahkan konsep-konsep pemikiran ekonomi yang filosofis, nilai-nilai
etika ekonomi yang moralis, dan norma-norma hukum ekonomi yang tegas dan
jelas. Diatas akar tunggang akidah Islamiah yang ajeg (kokoh), dan dibingkai
dengan tiga pilar utama (konsep yang filosofis, nilai etika yang moralis dan
hukum yang normatif aplikatif).25
Agama Islam berbeda dengan agama lainnya, karena agama lainnya tidak
dilandasi postulat iman dan ibadah. Dalam kehidupan sehari-hari, ajaran Islam
juga dapat diterjemahkan ke dalam teori dan juga diinterprestasikan bagaimana
23 Murasa Sarkani Putra dan Agus Kristiawan, Ilmu Ekonomi (Pengantar Ekonomi Moneter :
Suatu Awalan), Bahan Pengajaran Ekonomi Perbankan dan Asuransi Islam, (Jakarta : Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2000), Cet ke-1, h. 7
24 Prof. Dr. H. M.Amin Suma, SH, MA, MM, Menggali Akar Mengurai Serat Ekonomi dan Keuangan Islam, (Ciputat : Kolam Publishing, 2008), h. 49
25 Ibid, h. 50
seseorang berhubungan dengan orang lain, dalam ajaran Islam, perilaku individu
dan masyarakat digiring ke arah bagaimana pemenuhan kebutuhan mereka
dilaksanakan dan bagaimana menggunakan sumber daya yang ada, dan ini
merupakan subyek yang dipelajari dalam ekonomi Islam.26
Namun pada perkembangan selanjutnya, kira-kira sama dengan sistem
ekonomi lainnya. Ekonomi Islam juga terdapat mazhab-mazhab didalamnya.
Adiwarman Karim, salah seorang pakar ekonomi islam Indonesia, dan penggagas
The International Intitute of Islamic Thought (IIIT) Indonesia, menuliskan bahwa
ada 3 mazhab dalam ekonomi Islam, yaitu sebagai berikut. Pertama, Mazhab
Baqir al-Shadr. Mazhab ini dipelopori oleh Baqir al-Shadr dengan bukunya
“Iqtishaduna”, mazhab ini berpendapat bahwa masalah ekonomi muncul karena
adanya distribusi yang tidak merata dan tidak adil sebagai akibat sistem ekonomi
yang membolehkan eksploitasi pihak yang lemah. Ilmu ekonomi (economics)
tidak pernah bisa sejalan dengan Islam. Ekonomi tetap ekonomi, dan Islam tetap
Islam. Keduanya tidak akan pernah dapat disatukan karena keduanya berasal dari
filosofi yang saling kontradiktif. Oleh karena itu, al-Shadr menolak statemen
bahwa masalah ekonomi muncul karena adanya keinginan manusia yang tidak
terbatas, Sedangkan sumber daya yang tersedia untuk memuaskan keinginan
manusia tersebut jumlahnya terbatas. Hal tersebut sangat tidak relevan karena
firman Allah SWT dalam surat QS. al-Qamar (54:49) dinyatakan :
26 Prof. DR. M. M. Metwally, Teori dan Model Ekonomi Islam, (Jakarta : PT Bangkit Daya
Insana, 1995), h. 1
⌧
): القمر (
Artinya : “sesungguhnya telah Kami ciptakan segala sesuatu dalam ukuran yang setepat-tepatnya”. (QS.Al-Qamar : 49)
Kedua, Mazhab Mainstream yang terdiri dari M. Umer Chapra, M. Abdul
Mannan, M. Nejatullah Siddiqi, dan para pemikir ekonomi Islam dunia lebih
banyak tergolong pada kelompok ini. Berbagai pendapat dari mazhab mainstream
tidak begitu berbeda dengan pendapat konvensional, hanya saja yang
membedakan adalah cara penyelesaian permasalahan (method of problem
solving). Berbeda dengan penentuan skala prioritas dalam ekonomi konvensional
yang tergantung pada individu dengan atau tanpa pendekatan agama, tetapi
dengan “mempertuhankan nawa nafsu dan materi”, sedangkan mazhab ini
berpendapat dalam ekonomi Islam, keputusan pilihan tidak dapat dilakukan
semaunya saja. Perilaku manusia dalam setiap aspek kehidupannya, termasuk
ekonomi, harus merujuk pada ajaran Allah lewat al-Qur’an dan Sunnah. Mazhab
ini juga setuju dengan kemunculan masalah ekonomi karena keterbatasan sumber
daya yang dihadapkan pada keinginan manusia yang tidak terbatas. Namun,
keterbatasan sumber daya tersebut, hanya terjadi pada berbagai tempat dan waktu
saja, sebagaimana firman Allah dalam surat al-Baqarah (2:155) :
Artinya: “dan sungguh akan Kami uji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira bagi orang-orang yang sabar”. (QS.Al-Baqarah : 155)
selain keterbatasan merupakan ujian dari Allah SWT, juga sifat manusia yang
berkeinginan tidak terbatas dianggap sebagai sifat yang alamiah.
Ketiga, mazhab Alternatif-Kritis Dipelopori oleh Timur Kuran (Ketua Jurusan
Ekonomi di University of Southern California). Kuran mengkritisi kedua mazhab
di atas. Mazhab ini berpendapat bahwa yang perlu dikritisi tidak saja kapitalisme
dan sosialisme, tetapi juga ekonomi Islam itu sendiri.27
Dari sekian literatur dan perkembangan perekonomian Islam di dunia,
tampaknya mazhab Mainstream lebih fleksibel dan dominan dalam berkiprah
karena seperti yang ditulis oleh Muhammad Muslehuddin bahwa sesungguhnya
esensi dari ekonomi Islam adalah perilaku dan sistem ekonomi yang dibangun
(established) dan ditegakkan berdasarkan syariah, dan (kemungkinan) menerima
unsur ekonomi lainnya selama tidak bertentangan dengannya.28 Oleh karena itu,
mengenai pembahasan ekonomi Islam selanjutnya, yaitu nilai-nilai dasar ekonomi
Islam, nilai-nilai instrumental ekonomi Islam dan tujuan ekonomi Islam, penulis
menggunakan pendekatan yang lebih condong kepada mazhab mainstream.
B. Nilai-Nilai Dasar Ekonomi Islam
Nilai-nilai dasar ekonomi Islam tersebut adalah :
27 Adiwarman Karim, Ekonomi Mikro Islam, (Jakarta : IIIT Indonesia, 2002), h. 13-16 28 Muhammad Muslehuddin, Economics and Islam (New Delhi: Marzkazi Maktaba Islami,
1982), h. 47
1. Nilai Dasar Pemilikan
Menurut sistem ekonomi Islam (a) pemilikan bukanlah penguasaan mutlak
atas-atas sumber ekonomi, tetapi kemampuan untuk memanfaatkannya. Seorang
muslim yang tidak memanfaatkan sumber-sumber ekonomi yang diamanatkan
Allah kepadanya, misalnya dengan membiarkan lahan atau sebidang tidak diolah
sebagaimana mestinya akan kehilangan hak atas sumber-sumber ekonomi itu.
Demikian juga halnya dengan sumber-sumber ekonomi yang lain. Hal ini
disandarkan pada ucapan Nabi Muhammad yang mengatakan bahwa ”Barang
siapa yang menghidupkan satu bumi yang mati, maka ia (bumi) itu baginya” (HR
Tirmidzi). Islam sangat mendorong serta memberikan janji pahala yang besar bagi
orang yang mengelola tanah yang terbengkalai, karena pekerjaan itu akan
meluaskan daerah pertanian dan menambah sumber pendapatan.29 Rasulullah
bersabda :“Barang siapa menghidupkan tanah mati, maka tanah itu menjadi
miliknya. Dan apa yang dimakan pencuri rizki (binatang liar), maka menjadi
shadaqah baginya” Akan tetapi, kalau ia menelantarkan tanah itu, misalnya
dengan hanya memagarinya saja dengan tembok selama tiga tahun lamanya, maka
ia tidak berhak lagi ”memiliki tanah itu”.
Selain dari itu menurut sistem ekonomi Islam, (b) lama pemilikan atas sesuatu
benda terbatas pada lamanya manusia itu hidup di dunia ini. Apabila seorang
manusia meninggal dunia, harta kekayaannya harus dibagikan kepada ahli
29 Dr. Yusuf Qardhawi, Peran Nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam, (Jakarta :
Rabbani Press, 1995), Cetakan ke-1. h. 178
warisnya menurut ketentuan yang ditetapkan Allah. Menurut ajaran Islam, (c)
sumber-sumber daya alam yang menyangkut kepentingan umum atau yang
menjadi hajat hidup orang harus menjadi milik umum atau negara, atau sekurang-
kurangnya dikuasai oleh negara untuk kepentingan umum atau orang banyak.
Islam memandang kepemilikan manusia hanyalah kepemilikan untuk menikmati
dan memberdayakan harta kekayaan yang ada, bukan sebagai pemilik hakiki.
Manusia hanya bisa memiliki kemanfaatan atas fasilitas yang ada, seperti
mempunyai tanah untuk dimanfaatkan sebagai tempat tinggal, sebagai lahan
pertanian ataupun sebagai ladang bisnis. Kepemilikan yang ada hanya sebatas
mengambil manfaat dan tidak bisa menghilangkan kepemilikan Allah yang hakiki
atau mengurangi hak-hak Allah atas segala fasilitas kehidupan yang telah
diturunkan di muka bumi.30 Oleh karena itu, Islam tidak membolehkan
pembentukan atau penguasaan monopoli yang bersifat pribadi, yang ada
kemungkinan merugikan bagi masyarakat. Rasulullah Saw melarang pemilikan
secara atau pengontrolan secara pribadi terhadap barang-barang yang digunakan
masyarakat. Menurut riwayat Ibn Abbas, Rasulullah bersabda : “Padang rumput
adalah milik Allah dan RasulNya dan tak seorangpun yang diperbolehkan
memilikinya untuk dirinya sendiri.” Adapun hadits lain yang diriwayatkan oleh
Ibn Abbas bahwa Rasulullah Saw bersabda : “Semua umat Islam bersama-sama
memiliki tiga hal yaitu air, rumput dan api”.
30 Abdul Sami’ Al-Mishri , Pilar-Pilar Ekonomi Islam,(Yogyakarta : Pustaka Belajar, 2006),
Cetakan ke-1, h. 27
Maka dalam pandangan ekonomi Islam apabila terdapat cabang-cabang
produksi yang mangandung hajat hidup orang banyak dikuasai oleh pribadi, maka
negara berhak menyitanya. Hal tersebut bersandar pada suatu riwayat, yaitu nabi
pernah menyita sebidang tanah di kota Madinah “Tanah al-Naqi” yang
diperuntukkan bagi kaum muslimin untuk mengembalakan kuda-kuda mereka,
artinya tanah tersebut dijadikan sebagai milik publik dan tidak boleh dimiliki
secara pribadi. Prinsip tersebut juga dilestarikan oleh khalifah Umar bin Khattab
yang berusaha untuk menyita/menjaga aset yang dapat mendatangkan
kemanfaatan bagi masyarakat publik dalam penguasaan ruang publik tersebut,
Umar pernah menyita tanah ar-Rabdzah dan diperuntukkan bagi tempat
pengembalaan kaum muslimin.31
2. Keseimbangan
Keseimbangan merupakan nilai dasar yang mempengaruhi berbagai aspek
tingkah laku ekonomi seorang muslim. Atas keseimbangan ini misalnya terwujud
dalam kesederhanaan, hemat dan menjauhi keborosan (QS. Al-Furqan : 67, Ar-
Rahman : 9). Nilai dasar keseimbangan ini harus dijaga sebaik-baiknya bukan
saja antara kepentingan dunia dengan kepentingan akhirat dalam ekonomi, tetapi
31 Ibid, h. 75
juga keseimbangan antara kepentingan perorangan dengan kepentingan umum.
Disamping itu harus juga dipelihara keseimbangan antara hak dan kewajiban.32
3. Keadilan
Nilai dasar sistem ekonomi Islam ketiga adalah keadilan. Kata adil adalah
kata terbanyak disebut dalam Al-Qur’an (lebih dari seribu kali), setelah perkataan
Allah dan ilmu pengetahuan. Karena itu dalam Islam, keadilan adalah titik tolak,
sekaligus proses dan tujuan semua tindakan manusia. Ini berarti bahwa nilai kata
itu sangat penting dalam ajaran Islam terutama dalam kehidupan hukum, sosial
politik dan ekonomi. Dalam hubungan ini perlu dikemukakan bahwa (a) keadilan
itu harus diterapkan di semua bidang kehidupan ekonomi. Dalam proses produksi
dan konsumsi, misalnya, keadilan harus menjadi penilai yang tepat, faktor-faktor
produksi dan kebijaksanaan harga, agar hasilnya sesuai dengan tekanan yang
wajar dan kadar yang sebenarnya. Oleh karena itu dalam Islam sistem ijon sangat
dilarang dan tidak hanya ijon Islam juga melarang untuk menjual barang-barang
yang palsu dan menganjurkan penggunaan ukuran dan timbangan yang benar, hal
itu bisa dilihat :
32 Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf, (Jakarta, UI Press, 1988),
h. 7-8
)١٨٨ : ة البقر( ☺ Artinya : dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui. (QS.Al-Baqarah : 188)
وَلَيْ قِوَ, وَهُزْ تَىتَّ حَارِمَ الثِّعِيْ بَنْ االله ص م عَلُوْ سُ رَىهَنَ : ا لَ قَسٍنََ اَنْعَ مْ آُدُحَ اَذُخُأْ يَامَبِ فَةِرَمَ االله الثَعَنَا مَ ذَ اِ تَدْرَ اَ حَتىَّ تَحْمَرُ وَقَالَالَقَ. وَهُزْا تَمَى هَ ص م نَ االلهِلُوْسُ رَنَّ اَهُنْ عَ االلهُيَضِ رَارَمَ عُنِ بْةِا يَوَ رِ ي فِوَ. هِيْخِ اَالَمَ ىهَ نَةِا هَ العَنَمِأْ يَ وَضَيْبِ يَتىَّ حَلِبُنْ السُنْ عَ وَوَهُزْ يَتىَّ حَلِخْ النَّعٍيْبَ الْنِعَ )والمسلم البخارى هروا( ى رِتَشْالمُ وَايعَالبَ
Artinya : disampaikan oleh Anas (semoga Allah ridha kepadanya) bahwa Rasulullah Saw melarang memperjualbelikan buah-buahan selama mereka belum matang. Ditanyakan : “bagaimana kita bisa mengetahui bahwa buah tersebut belum matang”. Jawabnya : “apakah engkau kira ada salah seorang diantaramu akan sanggup mengambil milik saudaranya jika Allah menghentikan buah-buahan itu untuk menjadi matang?“ seperti juga dikemukakan oleh Ibnu Umar yang mengatakan bahwa nabi Saw melarang jual beli pohon kurma sebelum kurma tersebut matang atau mempertukarkan bunga jagung sampai ia menjadi (matang) atau tidak terdapat kerusakan-kerusakan. Ia melarang tindakan membeli atau menjual seperti apa yang disebutkan diatas. (HR.Bukhari dan Muslim)
⌧ ☺
)١٥٢ :مالانعا(Artinya : ….dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil…(Al-An’am : 152)
Keadilan dalam ekonomi juga berlaku dalam penetapan upah pekerja. Dalam
ekonomi Islam, upah yang diberikan oleh majikan kepada buruh harus sesuai dan
layak. Islam tidak menghendaki adanya eksploitasi buruh yang diterapkan oleh
masyarakat kapitalis dan dalam ekonomi Islam, upah buruh ditetapkan secara adil
dan seimbang. Yang mana upah yang seimbang itu disesuaikan dengan porsi kerja
dari buruh tersebut. Seperti diterangkan oleh Allah :
⌧
☺
: ء النّسا( ☺٥٨(
Artinya : sesungguhnya, bahwasanya Alah memerintahkan kalian agar menunaikan amanat kepada yang berhak, dan apabila kalian menetapkan keputusan diantara sesama manusia hendaklah kalian menetapkannya dengan adil. (An-Nisa : 58)
Selain itu, (b) keadilan juga berarti kebijaksanaan mengalokasikan sejumlah
hasil kegiatan ekonomi tertentu bagi orang yang tidak mampu memasuki pasar,
melalui zakat, infak (pengeluaran sukarela yang dilakukan seseorang, setiap kali
ia memperoleh rezeki), sedekah (pemberian ikhlas yang dilakukan oleh seseorang
kepada orang lain, terutama kepada orang-orang miskin setiap kesempatan
terbuka yang tidak ditentukan, baik jenis, jumlah maupun waktunya). Watak
utama nilai keadilan yang dikemukakan diatas adalah bahwa masyarakat ekonomi
haruslah merupakan masyarakat yang memiliki sifat makmur dalam keadilan dan
adil dalam kemakmuran. Penyimpangan dari watak ini akan menimbulkan
bencana bagi masyarakat yang bersangkutan.
Ketiga nilai dasar sistem ekonomi Islam tersebut diatas yaitu (1) kebebasan
yang terbatas mengenai harta kekayaan dan sumber-sumber produksi, (2)
keseimbangan dan (3) keadilan merupakan pangkal (asal) nilai-nilai instrumental
sistem ekonomi Islam.33
C. Nilai Instrumental Ekonomi Islam
Tiap sistem ekonomi, menurut aliran pemikiran dan agama tertentu, memiliki
perangkat nilai instrumental sendiri yang berlainan. Dalam sistem kapitalisme
nilai instrumental terletak pada nilai persaingan sempurna dan kebebasan keluar
masuk pasar tanpa restriksi, informasi dan bentuk pasar atomistik dari tiap unit
ekonomi, pasar yang monopolistik untuk mencegah perang harga dan pada waktu
yang sama menjamin produsen dengan kemampuan untuk menetapkan harga
lebih tinggi daripada biaya marginal. Sedangkan dalam sistem marxisme, semua
perencanaan ekonomi dilaksanakan secara sentral melalui proses yang
mekanistik, pemilikan kaum proletar terhadap faktor-faktor produksi diatur secara
kolektif, proses iterasi dan kolektivisme ini adalah beberapa nilai instrumental
yang pokok dari sistem marxisme.34
Dalam sistem ekonomi Islam dapat kita tangkap, lima nilai instrumental yang
strategis dan sangat berpengaruh pada tingkah laku ekonomi manusia dan
masyarakat serta pembangunan ekonomi umumnya, sebagai berikut :
1. Zakat
33 Ibid, hal 8-9 34 Ahmad M.Saefuddin, Studi Nilai-Nilai Sistem Ekonomi Islam, (Jakarta : Media Dakwah,
1984), h. 42
Ditinjau dari segi bahasa, kata zakat mempunyai arti tumbuh dan berkembang.
Sedang secara istilah, zakat adalah bagian dari harta dengan persyaratan dan
aturan tertentu yang diwajibkan oleh Allah SWT kepada pemiliknya untuk
diberikan kepada yang berhak menerimanya.35 Zakat adalah salah satu rukun
Islam yang merupakan kewajiban agama yang dibebankan atas harta kekayaan
seseorang menurut aturan tertentu. Zakat bukanlah pajak yang merupakan sumber
pendapatan negara. Karena itu, keduanya harus dibedakan. Perkataan zakat
disebut di dalam Al-Qur’an 82 kali banyaknya dan selalu dirangkaikan dengan
shalat (sembahyang) yang merupakan rukun Islam kedua.36
Zakat memainkan peranan penting dan signifikan dalam distribusi pendapatan
dan kekayaan dan berpengaruh nyata pada tingkah laku konsumsi. Zakat
berpengaruh pula terhadap pilihan konsumen dalam beberapa hal,
mengalokasikan pendapatannya untuk tabungan atau investasi dan konsumsi.
Pengaruh-pengaruh baik dari zakat pada aspek sosial ekonomi memberikan
dampak terciptanya keamanan masyarakat dan menghilangkan pertentangan kelas
karena ketajaman perbedaan pendapatan. Pelaksanaan zakat oleh negara akan
menunjang terbentuknya keadaan ekonomi yang growth with equity, peningkatan
produktivitas yang dibarengi dengan pemerataan pendapatan serta peningkatan
lapangan pekerjaan bagi masyarakat.
35 M.Umar Chapra, The Future Of Economic On Islamic Perspektif, (Jakarta : SEBI, 2001), h.
63 36 Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam, h. 9
Mengingat kedudukan zakat sebagai rukun Islam ketiga dan memiliki dampak
sosial ekonomi yang baik, sampai-sampai khalifah Abu bakar Ash-Shiddiq berani
mengambil risiko dan memerangi orang Islam yang tidak membayar zakat
walaupun shalat. Peranan lembaga zakat, baik zakat harta (maal) maupun zakat
fitrah (nafs) akan sangat nampak lagi dengan lebih baik bila diberlakukan
bersama-sama dengan pelarangan riba dan qirad sebagai nilai instrumental
lainnya.37
2. Pelarangan Riba
Secara etimologi, riba berarti kelebihan atau tambahan Secara etimologi, ar-
riba berarti kelebihan atau tambahan. Semua pengertian riba secara etimologis ini
digunakan Allah diantaranya dalam Al-Qur’an, surat Fussilat : 39 yang berbunyi :
☺ )
) ٣٩ :ت الفصلا Artinya :…maka apabila kami turunkan air diatasnya, niscaya bergerak dan subur…(QS Al-Fussilat : 39) Dan surat An-Nahl : 92 yang berbunyi
)٩٢ : النحل (
Artinya : …disebabkan adanya satu golongan yang lebih banyak jumlahnya dari golongan lain…(QS An-Nahl : 92)
37 Ahmad M.Saefuddin, Studi Nilai-Nilai , h. 69
Adapun para ulama fiqih mendefinsikan riba dengan “kelebihan harta dalam
suatu muamalah dengan tidak ada imbalan/gantinya.”38 Pelarangan riba dalam
Islam pada hakikatnya berarti penolakan terhadap risiko finansial tambahan yang
ditetapkan dalam transaksi uang atau modal maupun jual beli yang dibebankan
kepada satu pihak saja sedangkan pihak lainnya dijamin keuntungannya. Bunga
pinjaman uang, modal dan barang dalam segala bentuk dan macamnya, baik
bunga tinggi maupun pendek, adalah termasuk riba. Sesungguhnya Islam itu
adalah sustu sistem ekonomi yang bersendikan larangan riba.
☺⌧
☺ ☺
☺
☺
⌧
☺
38 Dr.Haroen Nasroen, MA, Fiqh Muamalah, (Jakarta : Gaya Media Pratama, 2000), h. 181
☺ ☺ ⌧
)٢٧٠-٢٧٥ : ة البقر( ☺
Artinya : orang-orang yang memakan (mengambil) riba tidak berdiri seperti berdirinya orang yang kemasukan syetan lantaran (tekanan) penyakit gila ; keadaan mereka yang demikian itu adalah disebabkan mereka berpendapat, sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Maka orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan) dan urusannya (terserah) kepada Allah ; orang yang mengulangi (mengambil riba), maka itu adalah penghuni neraka, mereka kekal didalamnya Allah menghapuskan (berkat) riba dan menyuburkan sedekah, dan Allah tidak menyukai tiap orang dalam kekafirannya lalu berbuat dosa. Sesungguhnya orang beriman dan mengerjakan amal saleh, mendirikan salat dan mengeluarkan zakat, untuk mereka itu pahala di sisi Tuhannya dan tak ada ketakutan atas mereka dan tiada mereka berduka cita. Wahai orang-orang yang beriman, takutlah kepada Allah dan tinggalkan sisa-sisa riba (yang belum dipungut) itu, jika kamu beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (tidak meninggalkan riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu dan jika kamu berbuat taubat (dari mengambil riba), maka bagimu pokok hartamu, kamu tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya. Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan dan
kamu menyedekahkan (sebagian atau semua hutang) itu lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. (Al-Baqarah 275-280)
Ulama-ulama telah sepakat tentang larangan riba menurut Al-Qur’an, yaitu
riba nasiah, riba yang tambahan padanya merupakan imbalan dari masa yang
tertentu, panjang atau pendek, sedikit atau banyak. Dan riba Al-Qur’an, termasuk
riba yang dijalankan oleh bank atau lembaga keungan non bank dan orang-orang
dalam transaksi perdagangan mereka yang non Islami, semuanya haram tanpa
keraguan.
Islam mengharamkan seorang pengusaha mengambil sejumlah modal dari
pihak lain, Bank atau non Bank, lalu membayar bunganya dengan kadar yang
ditentukan, baik ia rugi dan untung. Dan Islam melarang setiap pedagang menjual
barangnya melalui transaksi utang-piutang yang dibayar kemudian dengan
tambahan tertentu.39
3. Kerjasama Ekonomi
Dalam ekonomi Islam dikatakan bahwa antara satu manusia dengan manusia
yng lain adalah sebuah saudara dan oleh karena itu sesama saudara, Islam
menganjurkan untuk saling tolong-menolong dan gotong-royong. Hal itu terlihat
dari firman Allah :
39 Ahmad M. Saefuddin, Studi Nilai-Nilai, h. 73
)٢: الماءدة(
Artinya : dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. (QS.Al-Maidah : 2)
Kerjasama (cooperation) merupakan karakter dalam masyarakat ekonomi
yang Islami versus kompetisi bebas dari masyarakat kapitalis dan kediktatoran
ekonomi marxisme. Nilai kerjasama dalam Islam harus dapat dicerminkan dalam
semua tingkat kegiatan ekonomi, produksi, distribusi barang maupun jasa. Satu
bentuk kerjasama ialah yang terwujud dalam qirad, yaitu kerjasama antara
pemilik modal atau uang dengan pengusaha pemilik keahlian atau keterampilan
atau tenaga dalam melaksanakan unit-unit ekonomi atau proyek usaha.40
Doktrin kerjasama dalam ekonomi Islam seperti diatas akan dapat
menciptakan kerja produktif sehari-hari dari masyarakat, meningkatkan
kesejahteraan dan mencegah kesengsaraan sosial, mencegah penindasan ekonomi
distribusi kekayaan yang tidak merata, dan melindungi kepentingan ekonomi dari
pihak atau golongan ekonomi lemah. Ekonomi berdasar kerjasama Islami ini
dalam semua kegiatan ekonomi menghendaki organisasi dengan prisnip serikat
atau syarikah, si kuat membantu si lemah, pembagian kerja atau spesialisasi
karena adanya saling ketergantungan serta pertukaran barang dan jasa karena
tidak mungkin dapat berdiri sendiri.
40 Ibid, h. 74
Qirad atau syirkah dalam Islam jelas berbeda dengan sistem ekonomi non
Islami yang individualistis, yang mengajarkan konflik antara pesaing dan
memenangkan yang terkuat, sehingga melahirkan usaha untuk menumpuk
kekayaan dan kekuatan, ketidakadilan sosial ekonomi, pertentangan antar kelas
dan akhirnya kejatuhan bangsa dan kebudayaan.41
☺ ☺
☺
⌫ ⌧ ⌫
) ٣٢ :خرفزلا( ☺ ☺
Artinya : apakah mereka membagi-bagikan karunia dari Tuhanmu? Kamilah yang membagikan kepada mereka nafkah kehidupan diatas dunia ini, dan kami melebihi sebagian diantara mereka daripada yang lainnya, sehingga sebagian diantara mereka dapat membantu yang lainnya. Sesungguhnya karunia Tuhanmu adalah lebih baik dari kekayaan yang mereka timbun (QS. Zukhruf : 32)
Implikasi dari nilai kerjasama dalam ekonomi Islam ialah aspek sosial politik
dalam pengambilan keputusan yang dilakukan secara musyawarah untuk
memperjuangkan kepentingan bersama di bidang ekonomi, kepentingan negara
dan kesejahteraan umat.
4. Jaminan Sosial
41 Ibid, h. 78
Di dalam Al-Qur’an banyak dijumpai ajaran antara lain untuk menjamin
tingkat dan kualitas hidup minimum bagi seluruh masyarakat. Ajaran tersebut
antara lain adalah : 1) manfaat sumber-sumber alam harus dapat dinikmati oleh
semua makhluk Allah (QS Al-An’am : 38 dan QS. Ar-Rahman : 10) (2)
kehidupan fakir miskin harus diperhatikan oleh masyarakat, terutama oleh mereka
yang punya. Kekayaan tidak boleh dinikmati dan hanya berputar diantara orang
kaya saja (QS : Al-Humazah : 2) (4) berbuat baiklah kepada masayarakat,
sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu (QS Al-Qashas : 77). Antara lain
dengan menyediakan sumber-sumber alam itu, (5) seorang muslim yang tidak
mempunyai kekayaan, harus mau dan mampu menyumbangkan tenaganya untuk
tujuan-tujuan sosial (QS At-Taubah : 79), (6) seseorang janganlah menyumbang
untuk kepentingan sosial dan juga untuk keperluan pribadi serta keluarga sebagai
unit kecil masyarakat, agar dipuji orang lain (QS. At-Taubah : 262), (7) jaminan
sosial itu harus diberikan, sekurang-kurangnya kepada mereka yang disebutkan
dalam Al-Qur’an sebagai pihak-pihak yang berhak atas jaminan tersebut (QS Al-
Baqarah : 273, At-Taubah : 60).42
Maksud jaminan sosial ialah bahwa negara menjamin bagi setiap individu
dalam negara tersebut taraf hidup yang layak, dalam hal itu sekiranya ada orang
fakir, sakit atau lanjut usia yang tidak lagi dapat mencapai taraf hidup ini, maka
negara melalui zakat tetap menjamin terwujudnya kesejahteraan bagi mereka.
Dalam hal ini elemen jaminan sosial tidak hanya terbatas pada dana zakat saja,
42 M. Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam, h. 16-17
melainkan sumber pendapatan negara lain seperti pajak, dan retribusi dapat
dialokasikan begi pemenuhan kebutuhan dan jaminan sosial negara.
Dalam membahas jaminan sosial ini, Ibnu Hazm, seorang pemikir ekonomi
Muslim masa lampau, mengatakan bahwa orang-orang kaya dari penduduk setiap
negeri wajib menanggung kehidupan orang-orang fakir miskin diantara mereka.
Pemerintah harus memaksakan hal ini terhadap mereka jika zakat dan harta kaum
muslimin (bait al-mal) tidak cukup untuk mengatasinya. Orang fakir miskin itu
harus diberi makanan dari bahan makanan semestinya, pakaian untuk musim
dingin dan musim panas yang layak dan tempat tinggal yang dapat melindungi
mereka dari hujan, panas matahari dan pandangan orang-orang yang lalu lalang.43
Ibnu Hazm mendasarkan pandangannya tersebut pada firman Allah SWT :
☺
)٢٦ : اسرءيل بنى ( Artinya : dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang terdekat akan haknya, kepada orang-orang miskin dan orang dalam perjalanan (QS Bani Israil : 26)
☺
☺
☺
43 Ir. Adiwarman A. Karim, SE, MBA, MAEP, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Jakarta :
PT Raja Grafindo Persada, 2006), Edisi ke-III h. 141
)٣٦: ء النّسا(
Artinya : dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat, tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu” (An-Nisa : 36).
Pendapat senada dikemukakan Afzalur Rahman, pemikir ekonomi Islam
kontemporer, dalam bukunya “Doktrin Ekonomi Islam”. ia mengatakan, dalam
negara Islam, setiap individu berhak atas penghidupan dan setiap warga memiliki
jaminan atas kebutuhan pokoknya. Sesungguhnya tugas dan tanggung jawab
utama negara Islam untuk mengawasi setiap warga memperoleh kebutuhan
pokoknya menurut prinsip “hak atas penghidupan” dan dalam hal yang berkaitan
dengan masalah kebutuhan pokok. Seluruh warganya dalam kedudukan yang
sederajat. Berdasarkan prinsip di negara Islam ini, departemen jaminan sosial
memberikan jaminan kebutuhan pokok kepada seluruh warganya yang sakit, tua,
miskin, kekurangan, penganggur atau cacat serta tidak mampu melakukan suatu
pekerjaan. Lalu Afzalur Rahman juga mengatakan bahwa kebijaksanaan ini
pernah dilaksanakan oleh nabi Muhammad saw yang menyediakan bantuan
keuangan bagi orang miskin dan kekurangan dari lembaga keuangan rakyat, para
pekerja yang mampu memberi keuangan kepada mereka yang sakit, cacat dan
tidak mampu bekerja. Kebijaksanaan ini pun diteruskan oleh masa
khulafaurrasyidin. Abu Bakar, pemerintahannya sangat ketat untuk memberikan
jaminan rakyat yang diciptakannya. Umar, khalifah yang kedua, lebih
memperluas dan mengembangkan departemen jaminan umum. Ia memberikan
jaminan dan dana umum kepada seluruh warga yang miskin dan kekuarangan,
tanpa membedakan warna kulit dan agamanya. Seluruh rakyat, Islam, Yahudi,
Kristen dan semuanya memperoleh bantuan dana darinya. Ia memberikan dana
untuk anak-anak, penganggur, usia lanjut dan membantu orang miskin dan
kekurangan yang sakit dan cacat dengan berbagai jenis jaminan untuk memenuhi
keuangan mereka.
Setelah Umar, departemen jaminan sosial dipertahankan dengan baik oleh
Usman, khalifah yang ketiga dan Ali, khalifah yang keempat, yang memberikan
bantuan kepada kalangan miskin dan mereka yang dpandang layak dibantu bagi
warga negaranya.
Disamping pemberian masalah sandang, pangan dan papan tersebut, dalam
ekonomi Islam juga memberikan perhatian serta jaminan sosial pada bidang
pendidikan dan kesehatan. Hal itu dicontohkan oleh Rasulullah yang semasa
hidupnya memberi perhatian besar terhadap pengajaran dan pendidikan bagi
setiap muslim dan menanamkan setiap sumber daya untuk membuat mereka
melek huruf. Sebagai contoh, Rasulullah memerintahkan Zaid bin Tsabit yang
telah diajarkan membaca dan menulis oleh seorang tawanan perang Badar, untuk
mempelajari tulisan yahudi. Rasulullah juga menyatakan kepada sepuluh orang
pemuda Anshar membaca dan menulis, mereka akan dibebaskan. Dengan cara ini,
jumlah sahabat yang melek huruf meningkat sehingga juru tulis dan baca
Rasulullah Saw tercatat sebanyak 42 orang. Angka ini sangat berarti
dibandingkan dengan sebelum masa kenabian, jumlah suku Quraisy yang melek
huruf hanya 17. Demikian juga di Madinah, kecuali bangsa Yahudi, jumlah
penduduk yang dapat membaca dan menulis sangat sedikit. Al-Waqidi
mengatakan jumlah itu hanya sebelas orang. Gerakan belajar membaca dan
menulis di Madinah dan menyebar luas sehingga tempat tesebut dikenal dengan
nama Darul Qurra (rumah para penulis).44
Mengenai masalah pendidikan dan pengajaran ini, Dr.Yusuf Qardhawi,
pemikir ekonomi Islam masa kontemporer, menegaskan bahwa dalam ekonomi
Islam wajib mengembangkan sistem pengajaran dan pelatihan yang mana sistem
tersebut ditujukan untuk mempersiapkan kemampuan dan potensi manusia pada
berbagai bidang yang dibutuhkan. Hendaknya dikembangkan pula sistem
manajemen dan keuangan agar berbagai sumber daya manusia ini dapat
dikembangkan pula sistem manajemen dan keuangan agar berbagai sumber daya
manusia ini dapat dikembangkan, dialokasikan dan didistribusikan untuk berbagai
spesialisasi secara seimbang dan tepat,45 sebagaimana petunjuk yang diberikan
dalam Al-Qur’an :
⌧ ☺
⌧ ⌧
⌧
44Ibid, h.134 45 DR.Yusuf Qardhawi, Peran Nilai dan Moral, h. 194
)١٢٢ : التوبة( ⌧
Artinya :tidak sepatutnya bagi orang-orang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya” (At-Taubah : 122)
Tidak hanya pendidikan dan pengajaran, jaminan sosial dalam ekonomi Islam
juga harus meliputi masalah kesehatan. Hal ini dicontohkan oleh Rasulullah yang
memberi perhatian sangat besar pada masalah kesehatan. Salah satu hadis
Rasulullah yang paling terkenal adalah “kebersihan sebagian dari iman”
membuktikan hal itu. Ini selaras dengan hadis lain yang mengatakan “Seandainya
tidak memberatkan umatku, niscaya aku mewajibkan mereka menggosok gigi
setiap kali shalat.” Disamping itu, untuk mencegah penyebaran penyakit,
Rasulullah memerintahkan agar orang yang sakit dikarantina sampai sembuh.46
5. Peranan Negara dalam Sistem Ekonomi
Nilai instrumental yang kelima ini ialah peran atau campur tangan pemerintah
dalam fungsionalisasi sistem ekonomi Islam, negara dapat sebagai pemilik
menfaat sumber-sumber, produsen, distributor dan sekaligus lembaga
pengawasan kehidupan ekonomi melalui lembaga hisbah. Hisbah adalah institusi
pemerintah yang pernah ada pada zaman Nabi Muhammad Saw, sebagai lembaga
46 Adiwarman Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, h. 137
pengawas pasar ekonomi yang menjamin tidak adanya perkosaan atau
pelanggaran aturan moral dalam pasar, monopoli, perkosaan terhadap hak
konsumen, keamanan dan kesehatan kehidupan ekonomi. Hisbah ini independen
dari kekuasaan yudisial maupun eksekutif dari pemerintah.47
Peranan negara dalam perekonomian sangat variatif dan bermacam-macam
salah satunya adalah mencegah ihtikar (penimbunan). Rasulullah sendiri, semasa
hidupnya sangat melarang dan mengecam ihtikar ini. Pelarangan ihtikar ini pun
dilanjutkan oleh para penerus Rasulullah. Imam Malik meriwayatkan bahwa
khalifah Umar memerintahkan kepada rakyatnya agar tidak seorang pun yang
boleh menyembunyikan keadaan barang dagangan dalam pemasarannya. Menurut
riwayat Ibn Majah, Umar pernah berkata, “orang yang membawa hasil panen ke
dalam kota kita akan dilimpahkannya kekayaan yang banyak dan orang yang
menyembunyikannya akan dikutuk, jika ada seseorang yang menyembunyikan
hasil panen (barang-barang kebutuhan lainnya) sementara makhluk Tuhan
(manusia) memerlukannya, maka pemerintah dapat menjual hasil panennya
(barang-barang keperluan lainnya) dengan paksa”. Sayyidina Usman, sebagai
khalifah ketiga, pun melarang penyembunyian barang-barang selama masa
kekhalifahannya.48
47 Ahmad M.Saefuddin, Studi Nilai-NIlai, h. 105 48 Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam Jilid 2, (Yogyakarta : Dana Bakti Wakaf, 1995),
h. 82
Yahya bin Umar, seorang cendikiawan muslim, menyatakan bahwa timbulnya
kemudharatan terhadap masyarakat merupakan alasan dari pelarangan
penimbunan barang tersebut. Apabila hal tersebut terjadi, barang dagangan hasil
timbunan tersebut harus dijual dan keuntungan dari hasil penjualan ini harus
disedekahkan sebagai pendidikan terhadap pelaku ihtikar. Adapun para pelaku
ihtikar itu sendiri hanya berhak mendapatkan modal pokok mereka. Selanjutnya,
pemerintah memperingati para pelaku ihtikar agar tidak mengulangi
perbuatannya. Apabila mereka tidak mempedulikan peringatan tersebut,
pemerintah berhak menghukum mereka dengan memukul, lari mengelilingi kota,
dan memenjarakannya.49
Apabila campur tangan pemerintah dalam pengawasan moral ekonomi pasar
pada individu maupun masyarakat makin kuat secara Islami, maka makin
berkuranglah campur tangan langsung dari pemerintah terhadap kegiatan
ekonomi. Peran pemerintah diperlukan dalam instrumentasi dan fungsionalisasi
nilai-nilai sistem ekonomi Islam dalam aspek legal, perencanaan maupun
pengawasannya dalam pengalokasian atau distribusi sumber-sumber dana,
pemerataan pendapatan dan kekayaan, serta pertumbuhan dan stabilitas ekonomi.
Semua campur tangan negara ini harus menghasilkan individu dan masyarakat
yang saleh, saling kasih mengasihi dan bekerjasama dalam kebaikan serta taqwa
kepada Allah SWT.50
49 Adiwarman Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam,, h. 289
Peranan negara pada umumnya, pemerintah pada khususnya sangat
menentukan dalam pelaksanaan nilai-nilai sistem ekonomi Islam. Peranan itu
diperlukan dalam aspek hukum, perencanaan dan pengawasan alokasi atau
distribusi sumber daya dan dana, pemerataan pendapatan dan kekayaan serta
pertumbuhan dan stabilitas ekonomi.51
D. Tujuan Ekonomi Islam
Tujuan dari sistem ekonomi pada prinsipnya ditentukan oleh pandangannya
tentang dunia, yang menyangkut tentang makna dari tujuan hidup manusia,
prinsip kepemilikan dan tujuan manusia memiliki sumber daya-sumber daya yang
ada dikaitkan kepada hubungannya antara manusia dengan manusia lain dengan
lingkungannya. Dalam hal ini setiap agama mempunyai pandangan yang berbeda
jika dunia dianggap dan dengan sendirinya, maka konsekuensi logis yang akan
timbul adalah manusia harus bertanggung jawab segala perbuatannya. Tujuan
hidupnya tak lebih hanya untuk memaksimumkan kepuasan pribadi masing-
masing. Berbeda ketika manusia beranggapan bahwa ia hanya sekedar bidak
diatas papan catur, semua peristiwa berjalan sesuai dengan “skenario langit”
sehingga manusia tidak perlu mengusik segala macam ketidakadilan yang terjadi
di dunia.
50 Ahmad M.Saefuddin, Studi Nilai-NIlai, h.105-106 51 M.Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam, h. 17
Berbeda dari keduanya, Islam menganggap bahwa manusia dan segala apa
yang ia miliki adalah ciptaan Tuhan dan harus dipertanggungjawabkan kepada-
Nya, dan Islam juga mempunyai komitmen terhadap persaudaraan dan keadilan
sehingga kesejahteraan (falah) bagi umat manusia merupakan tujuan (maqashid)
pokok Islam. Maqashid Al-Syari’ah oleh Al-Ghazali dan Asy-Syatibi dibagi
dalam lima unsur yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya, yaitu agama
(dien), jiwa (nafs), akal (‘aql), keturunan (nasl) dan harta (maal), kesejahteraan
dapat diraih dengan pemenuhan kebutuhan materi dengan kebutuhan rohani di
personalitas individu.52
Bertolak dari tujuan pokok Islam, maka tujuan ekonomi Islam secara umum
adalah pemenuhan kebutuhan yang berasaskan kebahagiaan dunia dan akhirat
secara selaras dan seimbang baik secara pribadi maupun keseluruhan masyarakat
dengan tujuan pokok mencari keberuntungan dunia dan akhirat selaku
khalifatullah dengan jalan beribadah dalam arti yang luas. Tujuan ekonomi Islam
bersandar kepada firman Allah dalam surat Al-Qashas ayat 77 :
☺ ☯
☺
⌧
) ٧٧ : القصص( ☺
52 Umar Chapra, Islam dan Pembangunan Ekonomi, Penerjemah Ikhwan Abidin, (Jakarta :
Gema Insani Press, 2000), h. 8
Artinya : dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (QS.Al-Qashas : 77)
BAB III
RIWAYAT HIDUP MOHAMMAD HATTA
A. Pribadi dan Pendidikan Mohammad Hatta
Mohammad Hatta dilahirkan di Bukittinggi pada tanggal 12 Agustus 1902.
Bukittinggi adalah sebuah kota kecil yang terletak ditengah-tengah dataran tinggi
Agam. Letaknya indah diujung kaki gunung Merapi dan Gunung Singgalang dan
disebelah utaranya kelihatan pula melingkung cabang-cabang Bukit Barisan.
Antara Bukittinggi dan gunung Singgalang terbentang sebuah ngarai yang dalam
dan bagus pemandangannya. Agak jauh dari tempat itu pada jurusan sebelah
timur tampak gunung Sago. Apabila tidak ada kabut, kelihatan dari jauh sebelah
barat laut gunung pasaman yang kesohor dalam gunung yang mengandung emas.
Nagarai dan gunung-gunung serta bukit-bukit barisan yang kelihatan disekitarnya
itu memberikan kepada kota Bukittingi suatu pemandangan yang indah sekali.
Hawanya sejuk, pada malam hari malah terasa dingin. Berbagai jenis bunga subur
tumbuhnya disana. Orang-orang yang datang bertamasya dari daerah pesisir
sering menamai Bukittinggi ”Kota kebun bunga mawar”.53
Ayahnya, Haji Mohammad Djamil, meninggal ketika Hatta berusia delapan
bulan. Ia berasal dari Batu Hampar, kira-kira 16 km dari Bukittinggi arah ke
Payakumbuh. Ibunya bernama Saleha, dari ibunya, Hatta memiliki enam saudara
53Mohammad Hatta, Memoir, (Jakarta : PT Tintamas Indonesia, 1979), h. 1
perempuan. Ia adalah anak laki-laki satu-satunya.54 Orang tua Mohammad Hatta
mula-mula memberikan nama Mohammad Athar kepadanya. Athar sendiri artinya
”harum”. Namun, karena orang-orang tua dan di lingkungannya sulit
menyebutkan nama Athar, maka sehari-hari, ia dipanggil ”Atta” yang kemudian
berkembang menjadi sebuah nama baru, ”Hatta”. 55
Di masa kecil, Hatta berkembang seperti anak-anak biasa, tetapi ia kurang
memiliki sahabat bermain karena para tetangga sekitarnya tidak mempunyai anak
seusianya dan di keluarganya, Hatta merupakan satu-satunya anak laki-laki.
Kadang-kadang familinya menemukan Hatta bermain sendiri dengan cara
membuat miniatur lapangan bola, sedangkan pemain-pemainnya dibuat dari gabus
yang dibebani timah. bola, dibuatnya dari manik bundar. Hatta memainkan
sendiri permainan sepak bola itu dengan asyiknya. Selain itu, Hatta adalah sorang
yang hemat. Setiap kali jika orang tuanya memberi uang belanja kepadanya, yang
pada waktu itu sebenggol, selalu uang itu ditabungnya. Caranya, uang logam itu
disusun sepuluh-sepuluh dan disimpan dimejanya. Jadi, setiap orang yang
mengambil atau mengusiknya, Hatta selalu tahu. Namun, kalau orang meminta
dengan baik dan Hatta menganggap perlu diberi, tak segan-segan ia akan
memberi apa yang dimilikinya.56
54 Tanpa pengarang, “Mohammad Hatta”, artikel diakses pada tanggal 28 Desember 2007 dari
http://ms.wikipedia.org/wiki/Mohammad_Hatta 55 Meutia Farida Swasono (penyunting), Bung Hatta, Pribadinya dalam Kenangan, (Jakarta :
Sinar Harapan bekerjasama dengan Universitas Indonesia, 1980), h. 5 56 Ibid
Sebagai seorang muslim, sejak kecil Hatta rajin sembahyang. Mula-mula dia
belajar dari lingkungan keluarga, dan setelah remaja, dia mulai belajar di Surau
dengan guru ngaji. Di zaman masa kemerdekaan, setiap kali berada ditahan, Hatta
tidak pernah melupakan sembahyang, puasa pun selalu dia jalankan. Dan satu lagi
merupakan kebiasaan yang unik dari Hatta adalah bahwa di sekitarnya selalu
terdapat buku. Buku, sudah menjadi bagian dari hidupnya. Setiap lembar kertas
dari bukunya, dibukanya secara hati-hati dan dibacanya secara cermat. Disamping
membaca, Hatta rajin pula mengarang dan menulis buku. Setiap orang yang
meminjam bukunya, selalu dicatat dalam buku : nama, tanggal meminjam,
tanggal mengembalikannya serta orang tersebut selalu diingatkannya agar
menjaga buku yang dipinjamnya dengan sebaik-baiknya.57
Lalu dalam hal bersekolah, Hatta menempuhnya berlainan dari niat yang
dikandung keluarga Ayahnya di Batu Hampar. Keluarga ayahnya ini
menginginkan sekali agar Hatta melanjutkan pelajaran agama bila telah
menyelasaikan Sekolah Rakyat 5 tahun, maksud mulanya ke Mekkah, kemudian
ke Mesir. Untuk keperluan ini persiapan pun dilakukan, tetapi setelah dua tahun
belajar di Sekolah Rakyat Bukittinggi, Hatta pindah ke Sekolah Belanda ELS
(Europeesche Lagere School-Sekolah Dasar untuk orang-orang kulit putih) di
kota itu juga, kemudian ke ELS Padang (Mulai kelas 5 sampai kelas 7).
Kepindahan ke Padang ini, yang terjadi tahun 1913, disebabkan oleh keinginan
pihak keluarga Ibu agar Hatta memperoleh pelajaran bahasa Prancis (disamping
57 Ibid
bahasa Belanda) yang mulai diajarkan di kelas 5. Ketika di Bukittinggi Hatta telah
mulai belajar bahasa Inggris secara privat, yang terpaksa berhenti karena gurunya
pindah ke Jakarta. Ia mulai belajar bahasa Prancis tetapi masih juga bersifat
privat, sedangkan di sekolah yang di Padang pelajaran itu diberikan dalam rangka
kurikulum. Sekolah di ELS ini diselesaikan Hatta tahun 1917. Pada awalnya,
Hatta berniat meneruskan studinya ke HBS (Hogere Burger School- Sekolah
Menengah Belanda 5 tahun), dan ia memang telah lulus ujian masuk disini. Tetapi
untuk memasuki sekolah tersebut, berarti Hatta harus pindah ke Jakarta, dan
terhadap hal ini Ibunya keberatan karena Hatta memang baru berumur 14-15
tahun ketika itu. Oleh sebab itu, ia beralih ke MULO (Meer Uitgebreid Lager
Onderwijs-Setingkat Sekolah Menengah Pertama) yang ia tamatkan pada tahun
1919. Ada juga godaan pada Hatta untuk bekerja selesai ELS di Padang, malah ia
diterima untuk bekerja pada kantor pos dengan gaji f 65 sebulan, tetapi niat ini
dibatalkan atas bujukan Ibunya.58
Baik di Bukittinggi maupun ketika bersekolah di Padang. Hatta disamping
bersekolah pagi hari, juga mengaji. Ia beruntung mendapatkan di kedua kota itu
guru-guru yang berpandangan luas dan maju dalam pelajaran agama Islam,
masing-masing Haji Muhammad Djamil Djambek (1860-1933). Dan Haji
Abdullah Ahmad (1878-1933). Pengkajian yang agak intensif mengenai agama
Islam dilakukannya selama di di Bukittinggi dengan Syaikh Djambek dimana ia
telah mulai mempelajari Bahasa Arab (nahwu dan sharaf) agar mudah
58 Deliar Noer, Mohammad Hatta Biografi Politik, (Jakarta : LP3ES, 1990), h. 21
mempelajari fiqih dan tafsir. Sayang ketika sudah pindah ke Padang, pelajaran
seperti ini tidak dilanjutkannya. Baru setelah belajar di MULO ia bisa menerima
lagi pelajaran keislaman secara lebih teratur dibawah asuhan Haji Abdullah
Ahmad.59
Pada tahun 1919 Hatta pergi ke Jakarta (yang dulu bernama Batavia) untuk
besekolah di PHS (Prins Hendrik Handels School-Sekolah Dagang Prins
Hendrik). Studinya di PHS itu sendiri ia selesaikan dengan tertib, umumnya juga
tanpa kesulitan. Hatta merasakan pengembangan pemikirannya dengan cara-cara
para guru di PHS memberikan pelajarannya yang lebih mengutamakan
pengembangan dan bukan hafalan. Dan pada tahun 1921 ia menyelesaikan
studinya di PHS dengan menempati urutan (rangking) ketiga. Pada saat itulah Ia
kembali cenderung terpengaruh oleh godaan untuk bekerja dengan gaji permulaan
f 350. Guru-gurunya di PHS pun, kecuali seorang, menganjurkan agar ia segera
saja mempraktikkan pengetahuan yang diperolehnya di sekolah.60
Hatta memutuskan untuk melanjutkan studinya juga ke negeri Belanda.
Walaupun pamannya Ayub Rais yang menjanjikan bantuan padanya telah jatuh
pailit, ia akan berusaha dengan bekal yang ada, dan ia juga mengharapkan
bantuan berupa beasiswa dari pihak Belanda. Kalangan pedagang di Padang yang
59 Ibid 60 Ibid, h.31
bergabung dalam Serikat Usaha turut juga membantunya.61 Dan akhirnya pada
tahun 1921 Hatta pergi ke Rotterdam, Belanda, untuk belajar untuk belajar ilmu
perdagangan/bisnis di Nederland Handelshogeschool (bahasa Inggris : Rotterdam
School of Commerce, kini menjadi Erasmus Universiteit). Dan di negeri ini, ia
kemudian tinggal selama 11 tahun.62
Pada tahun 1923, Hatta lulus dalam ujian Handels-ekonomie. Mula-mula
Hatta bermaksud akan menempuh ujian doktoral ilmu ekonomi pada akhir tahun
1925. akan tetapi pada tahun 1925 di Rotterdam diadakan cabang baru dalam
pelajaran doktoral, yatiu “Staatskunding-economische richting” dimana Hukum
Negara dan Hukum Administratif menjadi konsentrasi utama disamping ekonomi,
maka Hatta pun tertarik untuk memasuki jurusan baru tersebut. Menurut
pendapatnya, Ia tidak akan rugi kalau menyambung lagi pelajarannya yang
hampir tamat itu ke jurusan yang baru. Dengan memperpanjang studi satu atau
satu setengah tahun lagi, ia akan memperoleh perlengkapan yang lebih sempurna
untuk menjalankan kewajibannya terhadap tanah air di masa datang, dan ia
merencanakan akan menempuh ujian doktoralnya pada akhir tahun 1926 atau
61 Ibid 62 Tanpa pengarang, “Mohammad Hatta”, artikel diakses pada tanggal 28 Desember 2007 dari
http://ms.wikipedia.org/wiki/Mohammad_Hatta
awal tahun 1927.63 Akan tetapi, karena kesibukannya sangat padat, Hatta baru
menyelesaikan studinya pada pertengahan tahun 1932.64
Selama menjadi Wakil Presiden, Hatta tetap aktif memberikan ceramah-
ceramah di berbagai lembaga pendidikan tinggi. Dia juga tetap menulis berbagai
karangan dan buku-buku ilmiah di bidang ekonomi dan koperasi. Dia juga aktif
membimbing gerakan koperasi untuk melaksanakan cita-cita dalam konsepsi
ekonominya. Tanggal 12 Juli 1951, Hatta mengucapkan pidato radio untuk
menyambut Hari Koperasi di Indonesia. Karena besarnya aktivitas Hatta dalam
gerakan koperasi, maka pada tanggal 17 Juli 1953 dia diangkat sebagai bapak
koperasi Indonesia pada kongres koperasi Indonesia di Bandung. Pikiran-pikiran
Hatta mengenai koperasi antara lain dituangkan dalam bukunya yang berjudul
“Membangun Koperasi dan Koperasi Membangun”.65
Pada tangal 27 Nopember 1956, ia memperoleh gelar kehormatan akademis
yaitu Doctor Honoris Causa dalam ilmu hukum dari Universitas Gajah Mada di
Yogyakarta. Pada kesempatan itu, Hatta mengucapkan pidato pengukuhan yang
berjudul “Lampau dan Datang”. Sesudah Hatta meletakkan jabatannya sebagai
Wakil Presiden RI, Hatta memperoleh beberapa gelar akademis dari berbagai
Perguruan Tinggi antara lain, Universitas Padjadjaran di Bandung mengukuhkan
63 Mohammad Hatta, Koperasi Membangun dan Membangun Koperasi, (Jakarta : PT
Koperasi Pegawai Negeri Jakarta Raya, 1971), h. XXIV 64 Ibid, h. XXVII 65 Ibid
Hatta sebagai Guru Besar dalam ilmu politik perekonomian, Universitas
Hasanuddin di Ujung Pandang juga memberikan gelar Doctor Honoris Causa
dalam bidang ekonomi, Universitas Indonesia juga memberikan gelar Doctor
Honoris Causa di bidang ilmu hukum.66
Hatta menikah dengan Rahmi Rachim pada tanggal l8 Nopember 1945 di desa
Megamendung, Bogor, Jawa Barat. Mereka mempunyai tiga orang putri, yaitu
Meutia Farida, Gemala Rabi'ah, dan Halida Nuriah. Hatta, seorang proklamator
kemerdekaan dan wakil presiden pertama Republik Indonesia, wafat pada tanggal
14 Maret 1980 di rumah sakit Dr.Tjipto Mangunkusumo, Jakarta, pada usia 77
tahun dan dikebumikan di Taman Pemakaman Umum (TPU) Tanah Kusir pada
tanggal 15 Maret 1980.67
B. Aktivitas Sosial & Politik Mohammad Hatta
Hidup Mohammad Hatta waktu mudanya hampir sejalan dengan timbulnya
pergerakan kebangsaan di Indonesia. Keadaan inilah yang menjadi dorongan bagi
dirinya dalam usia yang sangat muda, yaitu saat duduk di bangku dalam bangku
sekolah menengah (MULO), telah tertarik ke dalam pergerakan. Pergerakan
kebangsaan yang dipelopori oleh Budi Utomo dalam tahun 1908, dan berkobar
sejak tahun 1913, membuka hati pemuda Indonesia untuk menyadari kewajiban
66 Tanpa pengarang, Mohammad Sang Proklamator, artikel ini diakses pada tanggal 28
Desember 2007 dari http://www.tokohindonesia.com/ensiklopedi/h/hatta/index.shtml 67 Ibid
mereka terhadap Tanah Air. Berturut-turut dari tahun 1916 lahirlah perkumpulan-
perkumpulan pemuda, seperti Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Minahasa
dan Jong Ambon. Dengan sendirinya Mohammad Hatta yang berjiwa pengabdi
terbawa kepada perkumpulan Jong Sumatranen Bond (JSB).68
Dalam organisasi JSB ini mula-mula Hatta menjadi bendahara, Sebagai
bendahara, Hatta menyadari pentingnya arti keuangan bagi hidupnya
perkumpulan, sumber keuangan baik dari iuran anggota maupun dari sumbangan
luar hanya bisa berjalan lancar kalau para anggotanya mempunyai rasa tanggung
jawab dan disiplin. Rasa tanggung jawab dan disiplin inilah selanjutnya menjadi
ciri khas sifat-sifat Hatta.69 kemudian setahun berikutnya Hatta diangkat menjadi
sekretaris merangkap bendahara cabang Padang. Ini berarti bahwa Hatta telah
berhasil menempatkan dirinya diantara kawan-kawan sebagai orang yang bisa
dipercaya baik dalam memegang urusan keuangan, maupun memutar roda
organisasi.70
Sebagai pengurus Jong Sumatranen Bond Cabang Padang. Hatta mulai
mempertajam pengetahuannya mengenai perkembangan masyarakat dan politik,
salah satunya lewat membaca berbagai koran, bukan saja koran terbitan Padang
tetapi juga Batavia. Lewat itulah Hatta mulai mengenal pemikiran Tjokroaminoto
dalam surat kabar “Utusan Hindia”, dan Agus Salim dalam “Neratja”. Kesadaran
68 Mohammad Hatta, Koperasi Membangun, h. XXII 69 Tanpa pengarang, Mohammad Sang Proklamator, artikel ini diakses pada tanggal 28
Desember 2007 dari http://www.tokohindonesia.com/ensiklopedi/h/hatta/index.shtml 70 Deliar Noer, Biografi Politik Mohammad Hatta, h. 21
politik pun Hatta makin berkembang karena kebiasaannya menghadiri ceramah-
ceramah atau pertemuan-pertemuan politik. Salah seorang tokoh politik yang
menjadi idola Hatta ketika itu ialah Abdul Moeis (Tokoh Sarekat Islam).71 Yang
ketika itu sering membangkitkan kesadaran rakyat akan hak-hak mereka, dan
terutama ia sangat menentang kebijaksanaan pemerintah dalam soal tanah dan
kerja rodi di daerah tersebut.72
Kemudian pada saat usia Hatta menginjak 17 tahun, ia pun turut aktif di
Pengurus Pusat Jong Sumatranen Bond (JSB) pada saat ia bersekolah di Jakarta.
Dalam perkumpulan JSB ini ia terpilih menjadi bendahara pada perkumpulan
tersebut. Hatta pun bersedia menjadi bendahara itu tapi hanya untuk jangka
waktu satu tahun, karena dalam tahun 1921 ia akan menghadapai ujian akhir di
sekolahnya. Tetapi walaupun hanya setahun, ia berhasil menertibkan administrasi,
terutama keuangan perkumpulan. Termasuk dalam rangka ini pengembalian utang
JSB kepada percetakan “Evolutie” sekitar f 1000. malah pada waktu berhenti
sebagai bendahara JSB akhir 1920, dapat ia tinggalkan saldo kas sejumlah kira-
kira f 1200. hal ini ia dapatkan dari menggerakkan iuran dari orang-orang
terkemuka di Jakarta yang berasal dari Sumatera.73
Satu kuntungan lagi dengan menjadi pengurus Jond Sumatranen Bond di
Batavia ialah bahwa hal itu membuat wawasan Hatta semakin luas dan Hatta pun
71 Tanpa pengarang, Mohammad Hatta, arikel ini diakses pada tanggal 28 Desember 2007 dari http://grelovejogja.wordpress.com/2006/12/09/mohammad-hatta/
72 Deliar Noer, Biografi Politik Mohammad Hatta, h. 23 73 Ibid, h. 25
jadi memiliki akses langsung kepada para pemimpin Sarekat Islam yang orang
Minangkabau, seperti Abdul Muis dan Haji Agus Salim74 dan juga selama
menjabat Bendahara JSB Pusat tersebut, Hatta juga menjalin kerjasama dengan
percetakan surat kabar Neratja. Hubungan itu terus berlanjut meski Hatta berada
di Rotterdam, ia dipercaya sebagai koresponden. Suatu ketika pada media tahun
1922, terjadi peristiwa yang mengemparkan Eropa, Turki yang dipandang sebagai
kerajaan yang sedang runtuh (the sick man of Europe) memukul mundur tentara
Yunani yang dijagokan oleh Inggris. Rentetan peristiwa itu Hatta pantau lalu ia
tulis menjadi serial tulisan untuk Neratja di Batavia. Serial tulisan Hatta itu
menyedot perhatian khalayak pembaca, bahkan banyak surat kabar di tanah air
yang mengutip tulisan-tulisan Hatta.75
Lalu pada tahun 1921, pada saat Hatta berkuliah di Belanda, Ia mulai
menerjunkan dirinya ke dalam Indische Veriniging (Perhimpunan Hindia).
Sebelumnya, Indische Vereeniging yang berdiri pada 1908 tak lebih dari ajang
pertemuan pelajar asal tanah air. Atmosfer pergerakan mulai mewarnai Indische
Vereeniging semenjak tibanya tiga tokoh Indische Partij (Suwardi Suryaningrat,
Douwes Dekker, dan Tjipto Mangunkusumo) di Belanda pada 1913 sebagai
eksterniran akibat kritik mereka lewat tulisan di koran De Expres. Kondisi itu
tercipta, tak lepas karena Suwardi Suryaningrat (Ki Hadjar Dewantara)
74 Mavis Rose, Biografi Politik Mohammad Hatta, (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama,
1991), h. 17 75 Tanpa pengarang, Mohammad Sang Proklamator, artikel ini diakses pada tanggal 28
Desember 2007 dari http://grelovejogja.wordpress.com/2006/12/09/mohammad-hatta/
menginisiasi penerbitan majalah Hindia Poetra oleh Indische Vereeniging mulai
1916. Hindia Poetra bersemboyan “Makmurlah Tanah Hindia! Kekallah Anak-
Rakyatnya!” berisi informasi bagi para pelajar asal tanah air perihal kondisi di
Nusantara, tak ketinggalan pula tersisip kritik terhadap sikap kolonial Belanda.76
Di Indische Vereeniging, pergerakan putra Minangkabau ini tak lagi tersekat
oleh ikatan kedaerahan. Sebab Indische Vereeniging berisi aktivis dari beragam
latar belakang asal daerah. Lagipula, nama Indische –meski masih bermasalah–
sudah mencerminkan kesatuan wilayah, yakni gugusan kepulauan di Nusantara
yang secara politis diikat oleh sistem kolonialisme Belanda, dari sanalah mereka
semua berasal.77
Hatta mengawali karir pergerakannya di Indische Vereeniging pada 1922,
lagi-lagi, sebagai bendahara. Penunjukan itu berlangsung pada 19 Februari 1922,
ketika terjadi pergantian pengurus Indische Vereeniging. Ketua lama dr. Soetomo
diganti oleh Hermen Kartawisastra. Momentum suksesi kala itu punya arti
penting bagi mereka di masa mendatang, sebab ketika itulah mereka memutuskan
untuk mengganti nama Indische Vereeniging menjadi Indonesische Vereeniging
(Perhimpunan Indonesia) dan kelanjutannya mengganti nama Nederland Indie
menjadi Indonesia. Sebuah pilihan nama bangsa yang sarat bermuatan politik.
Dalam forum itu pula, salah seorang anggota Indonesische Vereeniging
76 Ibid 77 Ibid
mengatakan bahwa dari sekarang kita mulai membangun Indonesia dan
meniadakan Hindia atau Nederland Indie.78
Di Perhimpunan Indonesia (PI), Hatta pun turut mengusahakan agar majalah
perkumpulan, Hindia Poetra (yang pada tahun 1924 berubah nama menjadi
Indonesia Merdeka) terbit secara teratur sebagai dasar pengikat antar anggota.
Sebagaimana ia dahulu juga memperlihatkan kepiawaiannya dalam
menyelanggarakan administrasi keuangan, di perkumpulan ini ia juga
berkesempatan untuk menjadi penggerak intelektual bagi mereka yang berada di
sekitarnya.79
Kemudian pada tanggal 17 Januari 1926, Hatta secara resmi terpilih mejadi
ketua PI. Dan jabatan ketua tersebut diterimanya dengan mengucapkan pidato
"Economische Wereldbouw en Machtstegenstellingen-Struktur Ekonomi Dunia
dan Pertentangan kekuasaan”-, yang mengupas secara ilmiah apa sebab-sebab
pertentangan kekuasaan dan pertentangan si penjajah yang berkulit putih dan si
terjajah yang berkulit berwarna, bagi si kulit berwarna apabila ia benar-benar mau
merdeka, harus menjalankan politik non-kooperasi. Pertentangan antara si kulit
putih dan si kulit berwarna akan bertambah hebat, (yang waktu itu pada tahun
1926) sudah tampak tanda-tanda yang menjurus ke sana. Pada akhir pidato Hatta
juga mengucapkan bahwa meruntuhkan penjajahan si kulit putih atas kulit
berwarna adalah tugas peradaban. Dan pertentangan itu akan berakhir kelak
78 Ibid 79 Deliar Noer, Biografi Politik Mohammad Hatta, h. 43
dalam suatu perang Pasifik dimana si kulit berwarna akan memperoleh
kemenangan, kemudian barulah penjajahan akan berakhir. Waktu mengucapkan
pidato itu, Hatta mungkin tidak akan menduga bahwa perang Pasifik itu
terjadinya setelah pidatonya itu dan membawa kemerdekaan empat tahun sesudah
itu.80
Sejak itulah sampai 1930, berturut-turut Hatta dipilih menjadi Ketua PI. Di
bawah kepemimpinannya, PI berkembang dari perkumpulan mahasiswa biasa
menjadi organisasi politik yang mempengaruhi jalannya politik rakyat di
Indonesia. Sehingga akhirnya diakui oleh Pemufakatan Perhimpunan Politik
Kebangsaan Indonesia (PPPI) PI sebagai pos depan dari pergerakan nasional yang
berada di Eropa.81
PI melakukan propaganda aktif di luar negeri Belanda. Hampir setiap kongres
internasional di Eropa dimasukinya, dan menerima perkumpulan ini. Selama itu,
hampir selalu Hatta sendiri yang memimpin delegasi. Pada tahun 1926, dengan
tujuan memperkenalkan nama "Indonesia", Hatta memimpin delegasi ke Kongres
Demokrasi Intemasional untuk Perdamaian, di Bierville, Prancis. Dalam kongres
ini Hatta berhasil menuntut pengakuan sidang untuk mempergunakan kata
“Indonesia” dan bukan “Hindia Belanda”, sehingga baik dalam tulisan
sehubungan dengan kongres itu maupun dalam pembicaraan-pembicaraan, kata
80 Mohammad Hatta, Koperasi Membangun, h. XXV 81 Tanpa pengarang, Mohammad Sang Proklamator, artikel ini diakses pada tanggal 28
Desember 2007 dari http://www.tokohindonesia.com/ensiklopedi/h/hatta/index.shtml
“Indonesia” ini yang dipergunakan. Sejak saat itulah nama Indonesia mulai
dikenal oleh organisasi-organisasi internasional.82
Pada tahun berikutnya (10-15 Februari 1927), Hatta bersama Nazir
Pamontjak, Ahmad Subardjo, Gatot Tanumihardja dan Abdul Manaf (yang akhir
ini mahasiswa Indonesia di Mesir) menghadiri Kongres Internasional Menentang
Kolonialisme di Brussel. Perutusan ini bukan hanya mewakili PI melainkan juga
mewakili Konsentrasi Nasional di Indonesia. bersama Semaun, wakil dari Sarekat
Rakyat, mereka semua mewakili Indonesia. Wakil-wakil Indonesia ini memegang
peranan penting dalam kongres dapat dilihat dengan duduknya Hatta dan Semaun
dalam presidium kongres. Kemudian ketika –dalam sidang akhir dari kongres-
dibentuk suatu organisasi, yaitu Liga Menentang Imperialisme, Penindasan
Kolonial dan untuk Kemerdekaan Nasional (Liga tegen Imperialisme, tegen
Koloniale onderdrukking en voor Nationale Onafhankelijhkheid), Hatta terpilih
dalam badan eksekutifnya. Di kongres ini, Hatta juga berkenalan dengan
pemimpin-pemimpin pergerakan buruh seperti G. Ledebour dan Edo Fimmen,
serta tokoh-tokoh yang kemudian menjadi negarawan-negarawan di Asia dan
Afrika seperti Jawaharlal Nehru (India), Hafiz Ramadhan Bey (Mesir), dan
Senghor (Afrika). Persahabatan pribadinya dengan Nehru mulai dirintis sejak saat
itu. Dalam kongres tersebut dapatlah dikatakan bahwa kesempatan tersebut
82 Deliar Noer, Biogradi Politik Mohammad Hatta, h. 65
memperluas wawasan Hatta, baik dalam pergaulan maupun pengenalan
masalah.83
Dan pada tahun 1927 itu pula, Hatta dan Nehru diundang untuk memberikan
ceramah bagi "Liga Wanita Internasional untuk Perdamaian dan Kebebasan" di
Gland, Swiss. Judul ceramah Hatta L 'Indonesie et son Probleme de I'
Independence (Indonesia dan Persoalan Kemerdekaan). 84
Aktivitasnya dan sepak terjangnya yang bisa dibilang fenomenal, tak pelak
membuat resah pemerintah Belanda. Akhirnya bersama dengan Nazir St.
Pamontjak, Ali Sastroamidjojo, dan Abdul Madjid Djojoadiningrat, Hatta
dipenjara selama lima setengah bulan. Pada tanggal 22 Maret 1928, mahkamah
pengadilan di Den Haag membebaskan keempatnya dari segala tuduhan. Dalam
sidang yang bersejarah itu, Hatta mengemukakan pidato pembelaan yang
mengagumkan, yang kemudian diterbitkan sebagai brosur dengan nama
"Indonesia Vrij", dan kemudian diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia
sebagai buku dengan judul “Indonesia Merdeka”.85
Sekembalinya ke Indonesia, Pada tahun 1932, kegiatan politik Hatta semakin
meningkat. Karir politik Hatta di Indonesia diawali dengan bergabung ke
Pendidikan Nasional Indonesia (yang disebut PNI-Baru). Di PNI-Baru inilah
Hatta berjuang melakukan pelatihan-pelatihan yang bertujuan untuk
83 Ibid, hal 66 84 Tanpa pengarang, Mohammad Sang Proklamator, artikel ini diakses pada tanggal 28
Desember 2007 dari http://www.tokohindonesia.com/ensiklopedi/h/hatta/index.shtml 85 Ibid
meningkatkan kesadaran politik rakyat Indonesia. Tidak sampai disitu, untuk
meningkatkan kesadaran politik rakyat, Hatta juga aktif menulis di Daulat Rakyat
yang didirikannya. Dalam salah satu tulisannya, Hatta mengecam sikap
pemerintah Belanda yang menahan Soekarno (kelak akan menjadi teman
seperjuangan sekaligus teman dekat), yang berakhir dengan pembuangan
Soekarno ke Ende, Flores, terlihat pada tulisan-tulisannya di Daulat Rakyat, yang
berjudul "Soekarno Ditahan" (10 Agustus 1933), "Tragedi Soekarno" (30
November 1933), dan "Sikap Pemimpin" (10 Desember 1933).86
Pada bulan Pebruari 1934, setelah Soekarno dibuang ke Ende, Pemerintah
kolonial Belanda mengalihkan perhatiannya kepada PNI-Baru. Para pimpinan
Partai Pendidikan Nasional Indonesia ditahan dan kemudian dibuang ke Boven
Digoel. Seluruhnya berjumlah tujuh orang, Mohammad Hatta, Sutan Sjahrir,
Bondan, Maskun Sumadiredja, Burhanuddin, Soeka, dan Murwoto. Sebelum ke
Digoel, mereka dipenjara selama hampir setahun di penjara Glodok dan Cipinang,
Jakarta.87
Pada bulan Januari 1935, Hatta dan kawan-kawannya dibuang di Tanah
Merah, Boven Digoel (Papua). Dalam pembuangan, Hatta secara teratur menulis
artikel-artikel untuk surat kabar Pemandangan. Honorariumnya cukup untuk biaya
hidup di Tanah Merah dan dia dapat pula membantu kawan-kawannya.
Rumahnya di Digoel dipenuhi oleh buku-bukunya yang khusus dibawa dari
86 Ibid 87 Ibid
Jakarta sebanyak 16 peti. Dengan demikian, Hatta mempunyai cukup banyak
bahan untuk memberikan pelajaran kepada kawan-kawannya di pembuangan
mengenai ilmu ekonomi, sejarah dan filsafat. Pada bulan Desember 1935, Kapten
Wiarda, pengganti van Langen, memberitahukan bahwa tempat pembuangan
Hatta dan Sjahrir dipindah ke Bandaneira. Pada Januari 1936 keduanya berangkat
ke Bandaneira. Mereka bertemu Dr.Tjipto Mangunkusumo dan Mr.Iwa
Kusumasumantri. Di Bandaneira, Hatta dan Sjahrir dapat bergaul bebas dengan
penduduk setempat dan memberi pelajaran kepada anak-anak setempat dalam
bidang sejarah, tata buku, politik, dan lain-lain.88
Waktu tentara Jepang mulai mendarat di Ambon, Hatta dan Sjahrir dibawa ke
Sukabumi, pada tanggal 3 Februari 1942. Pada tanggal 9 Maret 1942, Pemerintah
Hindia Belanda menyerah kepada Jepang, dan pada tanggal 22 Maret 1942 Hatta
dan Sjahrir dibawa ke Jakarta. Dan sebagai salah seorang yang punya pengaruh,
Hatta diminta untuk bekerjasama menyebarkan ide-ide Jepang. Namun
keinginannya untuk memerdekakan Indonesia, membuat Hatta lebih banyak
mengambil sikap diam.89
Di masa pendudukan Jepang ini, Hatta pun diminta untuk bekerja sama
sebagai penasehat. Hatta mengatakan tentang cita-cita bangsa Indonesia untuk
merdeka, dan dia bertanya, apakah Jepang akan menjajah Indonesia? Kepala
pemerintahan harian sementara, Mayor Jenderal Harada. menjawab bahwa Jepang
88 Ibid 89 Ibid
tidak akan menjajah. Namun Hatta mengetahui, bahwa kemerdekaan Indonesia
dalam pemahaman Jepang berbeda dengan pengertiannya sendiri. Pengakuan
Indonesia merdeka oleh Jepang perlu bagi Hatta sebagai senjata terhadap Sekutu
kelak. Bila Jepang yang fasis itu mau mengakui, apakah sekutu yang demokratis
tidak akan mau? Karena itulah maka Jepang selalu didesaknya untuk memberi
pengakuan tersebut, yang baru diperoleh pada bulan September 1944. 90
Ketika tentara Jepang mengalami keterdesakan pada perang di Pasifik, maka
pengawasan pemerintah pendudukan Jepang di Indonesia pun semakin longgar.
Demikianlah setelah janji Indonesia merdeka diberikan, walau tak jelas kapan,
pemerintah mendirikan Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (BPUPKI) yang dibuka pada tanggal 28 Mei 1945 dan segera
mengadakan sidang pertama pada tanggal 29 Mei-2 Juni 1945. Sidang kedua
diadakan pada tanggal 10-16 Juli 1945. Dan Pada awal Agustus 1945, Badan
Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia diganti dengan
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia, dengan Soekamo sebagai Ketua dan
Hatta sebagai Wakil Ketua. Anggotanya terdiri dari wakil-wakil daerah di seluruh
Indonesia, sembilan dari Pulau Jawa dan dua belas orang dari luar Pulau Jawa.91
Pada tanggal 16 Agustus 1945 malam, Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia mempersiapkan proklamasi dalam rapat di rumah Admiral Maeda (JI
Imam Bonjol, sekarang). Panitia kecil yang terdiri dari 5 orang, yaitu Soekamo,
90 Ibid
91 Ibid
Hatta, Soebardjo, Soekarni, dan Sayuti Malik memisahkan diri ke suatu ruangan
untuk menyusun teks proklamasi kemerdekaan. Soekarno meminta Hatta
menyusun teks proklamasi yang ringkas. Hatta menyarankan agar Soekarno yang
menuliskan kata-kata yang didiktekannya. Setelah pekerjaan itu selesai, mereka
membawanya ke ruang tengah, tempat para anggota lainnya menanti. Soekarni
mengusulkan agar naskah proklamasi tersebut ditandatangi oleh dua orang saja,
Soekarno dan Hatta. Semua yang hadir menyambut dengan bertepuk tangan
riuh.92
Tangal 17 Agustus 1945, kemerdekaan Indonesia diproklamasikan oleh
Soekarno dan Hatta atas nama bangsa Indonesia, tepat pada jam 10.00 pagi di
Jalan Pengangsaan Timur 56 Jakarta. Tanggal 18 Agustus 1945, Soekarno
diangkat sebagai presiden Republik Indonesia dan Hatta diangkat menjadi wakil
presiden Republik Indonesia. Soekardjo Wijopranoto mengemukakan bahwa
presiden dan wakil presiden harus merupakan satu dwitunggal.93
Periode mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Indonesia harus
mempertahankan kemerdekaannya dari usaha pemerintah Belanda yang ingin
menjajah kembali. Pemerintah Republik Indonesia pindah dari Jakarta ke
Yogyakarta. Dua kali perundingan dengan Belanda menghasilkan Perjanjian
92 Ibid 93 Ibid
Linggarjati dan Perjanjian Reville, tetapi selalu berakhir dengan kegagalan akibat
kecurangan pihak Belanda.94
Untuk mencari dukungan luar negeri, pada Juli I947, Hatta pergi ke India
menemui Jawaharlal Nehru dan Mahatma Gandhi. Dengan menyamar sebagai
kopilot bernama Abdullah (pilot pesawat adalah Biju Patnaik yang kemudian
menjadi menteri baja india di masa pemerintah perdana menteri Morarji Desai).
Nehru berjanji, India dapat membantu Indonesia dengan protes dan resolusi
kepada PBB agar Belanda dihukum. Dan akhirnya pada tanggal 27 Desember
1949 di Den Haag, Indonesia pun sepenuhnya terbebas dari belenggu penjajahan
dan ditandai dengan penyerahan kedaulatan Indonesia dari pemerintah Belanda.
Hatta yang mengetuai delegasi Indonesia dalam Konferensi Meja Bundar pun
menerima pengakuan kedaulatan Indonesia dari Ratu Juliana.95
Hatta juga menjadi perdana menteri waktu Negara Republik Indonesia Serikat
berdiri. Selanjutnya setelah RIS menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia,
Hatta kembali menjadi wakil presiden pada periode 1950-1956. Pada tahun 1955,
Hatta mengumumkan bahwa apabila parlemen dan konsituante pilihan rakyat
sudah terbentuk, ia akan mengundurkan diri sebagai wakil presiden. Niatnya
untuk mengundurkan diri itu diberitahukannya melalui sepucuk surat kepada
ketua parlemen, Mr. Sartono. Tembusan surat dikirimkan kepada presiden
Soekarno. Setelah Konstituante dibuka secara resmi oleh presiden, wakil presiden
94 Ibid 95 Ibid
Hatta mengemukakan kepada ketua parlemen bahwa pada tanggal l Desember
1956 ia akan meletakkan jabatannya sebagai wakil presiden RI. Presiden
Soekarno berusaha mencegahnya, tetapi Hatta tetap pada pendiriannya.96
Sejak berada di luar lingkaran politik, Hatta kerap melontarkan kritik kepada
rekan seperjuangannya, Soekarno, atas berbagai kebijakan Soekarno yang dirasa
Hatta tidak pada tempatnya. Pada tahun 1960 Hatta menulis "Demokrasi Kita"
dalam majalah Pandji Masyarakat. Sebuah tulisan yang terkenal karena
menonjolkan pandangan dan pikiran Hatta mengenai perkembangan demokrasi di
Indonesia waktu itu. Tulisan tersebut juga berisi kritik terhadap pemerintahan
Soekarno, dan memaksa Soekarno melarang peredaran tulisan ini. 97
Dan alam masa pemerintahan Orde Baru, Hatta lebih merupakan negarawan
sesepuh bagi bangsanya daripada seorang politikus. Akhirnya pada tanggal 15
Agustus 1972, Presiden Soeharto menyampaikan kepada Hatta anugerah negara
berupa tanda kehormatan tertinggi “Bintang Republik Indonesia Kelas I” pada
suatu upacara kenegaraan di Istana Negara.98
C. Pemikiran-Pemikiran Mohammad Hatta dan Karya-Karyanya
Secara pribadi Hatta tidak hanya seorang politikus tetapi lebih dari itu dia
adalah seorang cendikiawan yang tulen, terutama di bidang ekonomi dan hukum
96 Ibid 97 Ibid
98 Ibid
Tata Negara. Hal itu tidaklah mengherankan karena semasa Hatta kuliah, ia
mengambil jurusan di bidang tersebut. Dalam bidang ekonomi, Hatta
mengeluarkan gagasan mengenai penerapan demokrasi yang tidak hanya di
bidang politik saja, seperti yang diterapkan oleh negara-negara Barat. tetapi juga
meliputi demokrasi ekonomi, dimana kekayaan suatu negeri yang menyangkut
hajat hidup orang banyak seperti listrik, air, tambang tidak dikuasai oleh orang-
perorangan atau golongan tertentu, tetapi dalam masalah ini rakyat pun
mempunyai hak untuk turut serta menikmati kekayaan alam yang ada di negeri
ini. Dan pemikiran ekonomi Hatta lainnya, yang juga terbilang fenomenal adalah
membangkitkan ekonomi rakyat, seperti petani, nelayan, pedagang-pedagang
kecil melalui jalan koperasi. Dalam mengeluarkan gagasan terlihat bahwa Hatta
mengambil demokrasi ekonomi ini sebagai titik tolak dalam pemikiran-pemikiran
ekonomi Hatta lainnya. Adapun mengenai penjelasan pemikiran ekonomi Hatta,
akan dijelaskan di bab selanjutnya.
Adapun pemikiran Hatta dalam bidang Hukum Tata Negara, Hatta menolak
pandangan Profesor van Vollenhoven, yang mengatakan bahwa kata Indonesia
tidak dapat dipergunakan sebagai penamaan ketatanegaraan bagi daerah yang
dikuasai Belanda di Asia Tenggara. Menurut pendapatnya bahwa sekalipun
bagian terbesar dari orang-orang Indonesia, yakni kurang lebih 49 juta jiwa,
masih ada kira-kira 15 juta yang tinggal di luar wilayah itu. Dalam hal ini Hatta
menyatakan keberatannya dengan pernyataan Profesor van Vollenhoven tersebut.
Hatta berpendapat, sebaiknya Profesor van Vollenhoven melihat contoh ke
Amerika Serikat. Kata “Amerika” yang secara geografis ialah benua “baru” yang
membentang dari kutub ke kutub yang didalamnya terdapat berbagai negara dan
bangsa, namun hanya satu negara yang menduduki kurang dari seperempat bagian
dari seluruh wilayahnya. Lalu penamaan (negara) Amerika Serikat menimbulkan
kesan adanya perserikatan dari semua negara yang ada di Amerika, akan tetapi
dalam hal ini tidak dapat dipakai, sebab dalam hal ini penamaan Amerika Serikat
sudah lazim, dan kalau kita berbicara tentang Amerika Serikat, maka yang
lazimnya dimaksud adalah penduduk “Amerika Serikat” dan bukan orang
Kanada, Meksiko dan lain sebagainya.99
Pemikiran Hatta dalam bidang ketatanegaraan lainnya adalah pelaksanaan
otonomi daerah di Indonesia, untuk mengatasi kekacauan karena timbulnya
pemberontakan-pemberontakan pada waktu itu dan juga untuk memberikan
perasaan aman dan tentram kepada rakyat.100 Menurut Hatta, titik berat
pelaksanaan otonomi bukan pada tingkat provinsi yang waktu itu Rancangan
Undang-Undang (RUU) sedang digodok oleh DPR, pelaksanaan otonomi daerah
di tingkat provinisi adalah sebuah kontruksi yang salah dan lebih menyerupai
sistem hirarki Hindia Belanda dahulu. Hatta berpendapat apabila Indonesia mau
mendekatkan demokrasi yang bertanggungjawab kepada rakyat, melaksanakan
cita-cita lama yaitu “pemerintahan dari yang diperintah”, maka sebaiknya titik
99 Lihat Mohammad Hatta (Emil Salim, dkk. Penyunting), Karya Lengkap Bung Hatta Jilid 1
Kebangsaan dan Kerakyatan, (Jakarta : LP3ES, 1998), h. 17 100 Lihat Mohammad Hatta, Kumpulan Pidato II, (Jakarta : PT Toko Gunung Agung, 2002),
h. 12
berat otonomi daerah diletakkan di tingkatan kabupaten, provinsi dalam hal ini
hanyalah menjadi badan koordinasi dari semua kabupaten yang berada di dalam
lingkungannya. Dengan menitikberatkan otonomi daerah pada kabupaten, maka
kabupaten dapat memimpin perkembangan otonomi desa berangsur-angsur,
sampai juga di desa tercapai mengurus rumah tangganya sendiri.101
Namun walaupun begitu, semasa hidupnya, Hatta tidak membatasi
pemikirannya hanya di dua bidang tersebut, sebagai politikus dan juga seorang
muslim, Hatta kerap kali menelurkan gagasan-gagasannya dalam masalah politik
dan juga pemikiran keislaman.
Dalam pemikirannya di bidang politik, Hatta secara tegas mengecam
kolonialisme dan imperialisme yang dilakukan oleh bangsa kulit putih kepada
kulit berwarna,102 Hatta melihat bahwa motivasi penjajahan yang dilakukan itu
lebih didasarkan oleh ketamakan.103 Hatta juga menolak anggapan bahwa
kolonilaisme adalah sebuah transfer peradaban dari bangsa yang lebih maju
peradabannya ke bangsa yang terbelakang.
Pemikiran Hatta dalam bidang politik adalah keharusan politik non-kooperasi
sebagai satu-satunya strategi perjuangan untuk mencapai Indonesia merdeka.
Karena kemerdekaan tidak akan diberikan oleh pihak penjajah kepada pihak yang
101 Mohammad Hatta (Emil Salim, dkk, Penyunting), Karya Lengkap Bung Hatta Jilid 2,
Kemerdekaan dan Demokrasi, (Jakarta, LP3ES, 2000), h. 398 102 Istilah kulit putih dan kulit berwarna merupakan ciri khas dari gaya tulisan Hatta 103 Lihat Mohammad Hatta (Emil Salim, dkk, Penyunting), Karya Lengkap Bung Hatta Jilid
3, Perdamaian Dunia dan Keadilan Sosial, (Jakarta, LP3ES, 2001), h. 337
terjajah, hal itu telah dibuktikan oleh pelanggaran janji yang telah dilakukan
Belanda untuk memberikan kemerdekaan kepada Indonesia pada November 1918.
Selain itu, untuk menuju Indonesia medeka, rakyat harus diberikan kesadaran
bersama akan kemerdekaannya, dengan jalan memberikan pendidikan dan
pelatihan bagi rakyat. Dalam memberikan kesadaran ini ia berbeda dengan
Soekarno yang lebih menekankan rapat-rapat akbar. Pemikiran Hatta di bidang
politik yang lain adalah penerapan politik bebas aktif, dalam pidatonya kepada
Badan Pekerja Komite Nasional Pusat (KNP) pada tanggal 2 September 1948, ia
mengatakan :
“mestikah kita bangsa Indonesia, yang memperjuangkan kemerdekaan bangsa dan negara kita, hanya harus memilih antara pro Rusia dan pro Amerika? Apakah tak ada pendirian yang lain harus kita ambil dalam mengejar cita-cita kita? Pemerintah berpendapat bahwa pendirian yang harus kita ambil ialah supaya kita jangan menjadi objek dalam pertarungan Internasional, melainkan kita harus tetap menjadi subjek yang berhak menentukan nasib kita sendiri, berhak memperjuangkan tujuan kita sendiri, yaitu Indonedia merdeka seluruhnya.”104
Pidato inilah yang dianggap merupakan peletakan dasar politik luar negeri
Republik Indonesia, yaitu politik bebas dan aktif, “bebas” karena Indonesia tidak
ingin bersekutu dengan salah satu dari blok-blok yang bertentangan, blok Barat
dan blok Komunis. “Aktif” maksudnya negara ini berusaha sekuat-kuatnya untuk
104 Mohammad Hatta, Demokrasi Kita, Bebas Aktif dan Ekonomi Masa Depan. (Jakarta, UI
Press, 1980), h. 30
memelihara perdamaian dan meredakan pertentangan sesuai dengan cita-cita
PBB.105
Selain itu terdapat juga pemikiran mengenai keislaman Hatta, walaupun tidak
banyak. Hatta mengungkapkan bahwa orang Islam yang mengerjakan ibadah,
membaca surat Al-Fatihah tidak kurang dari 17 kali sehari, siapa yang memahami
isi dan memaknai surat Al-Fatihah sedalam-dalamnya, disitu mendapat pimpinan
tentang apa seharusnya tujuan hidupnya dan caranya ia harus berjuang diatas jalan
Allah dan darimana ia mendapat kekuatan untuk berjuang.106
Ibadah dan perbuatan orang Islam di atas dunia hendaklah sesuai dengan sifat-
sifat yang dipujikan kepada Tuhan yang maha kuasa, pengasih dan penyayang
serta adil dan selalu berdiri diatas jalan yang benar. Penjelmaan daripada sifat
pengasih dan penyayang ialah persaudaraan dari segala bangsa. Sebab
persaudaraan segala bangsa itu hendaklah menjadi tujuan kita. Hanya diatas
persaudaraan itulah bisa tercapai rukun damai dalam pergaulan internasional.107
Persaudaraan hanya mungkin terjadi bila terdapat derajat yang sama. Antara
tuan dan budak tidak mungkin tercapai persaudaraan yang sebenarnya. Untuk
mencapai dasar bagi persaudaraan bangsa-bangsa sedunia, maka perlulah
lenyaplah lebih dahulu stelsel, imperialisme dan penjajahan yang menimbulkan
105 Lihat Mohammad Hatta, Karya Lengkap Bung Hatta Jilid 3, h. 469 106 Mohammad Hatta, Kumpulan Pidato III, (Jakarta : Toko Buku Gunung Agung, 2002, hal
36 107 Ibid
penindasan bangsa yang satu oleh bangsa yang lain, sehingga kemajuan
kebudayaan dan perekonomian yang lain yang tertindas itu jadi terhalang.108
Adapun semua pemikiran-pemikiran Hatta dituangkan dalam bentuk karya-
karya tulis antara lain :
1. Demokrasi Kita, Bebas Aktif dan Ekonomi Masa Depan
2. Beberapa Fasal Ekonomi Jilid I, Jalan Ekonomi dan Koperasi
3. Beberapa Fasal Ekonomi Jilid II, Jalan Ekonomi dan Bank
4. Kumpulan Karangan I, II dan III
5. Kumpulan Pidato I, II dan III
6. Alam Pikiran Yunani
7. Pengantar ke jalan Ekonomi Sosiologi
8. Pengantar ke jalan Ekonomi Perusahaan
9. Tanggung Jawab Moril Kaum Intelegensia
10. Sekitar Proklamasi
11. Karya Lengkap Bung Hatta Jilid 1 Kebangsaan dan Kerakyatan
12. Karya Lengkap Bung Hatta Jilid 2 Kemerdekaan dan Demokrasi
13. Karya Lengkap Bung Hatta Jilid 3 Perdamaian Dunia dan Keadilan Sosial
14. Persoalan Ekonomi Sosialis Indonesia
15. Bank dalam Masyarakat Indonesia
16. Ekonomi Terpimpin
17. Memoir
108 Ibid
D. Konfigurasi Pemikiran Ekonomi dan Posisi Pemikiran Ekonomi Mohammad
Hatta
Persoalan ekonomi sesungguhnya sama tuanya dengan keberadaan manusia
itu sendiri dan pemikiran-pemikiran yang berkenaan masalah ekonomi pun terus
mengalami perkembangan. Bukti paling kongkrit adanya pemikiran ekonomi dimulai
dari masa Yunani kuno, yang mana ketika itu pemikiran mengenai ekonomi digagas
oleh Plato, dilanjutkan Aristoteles dan Xenophone. Lalu perkembangan pemikiran
ekonomi selanjutnya adalah kaum skolastik. berbeda dengan pemikir pada masa
Yunani Kuno, pemikiran kaum skolastik ini sudah ada analisis yang terinci tentang
usaha untuk mencapai tujuan-tujuan ekonomi. Ciri utama dari aliran pemikiran
ekonomi skolastik adalah kuatnya hubungan antara ekonomi dengan masalah etis
serta besarnya perhatuan pada masalah keadilan. Hal ini tidak lain karena ajaran-
ajaran skolastik mendapat pengaruh yang sangat kuat dari ajaran gereja. Tokoh utama
ini adalah St.Albertus Magnus dan St.Thomas Aquinas.109
Lalu setelah era skolastik, muncullah era yang disebut era merkantilisme.
Sebetulnya hingga saat ini belum ada kesepakatan apakah merkantilisme dapat
disebut sebagai aliran/mazhab ekonomi atau tidak, sebagian menganggap
merkantilisme hanya sebagai kebijaksanaan ekonomi, sedangkan sebagian yang lain
menganggap bukan sebuah aliran/mazhab ekonomi. Istilah “merkantilisme” itu
sendiri berasal dari kata merchant, yang berarti “pedagang”. Menurut paham
merkantilisme, tiap negara yang berkeinginan untuk maju harus melakukan
109 Deliarnov, Perkembangan Pemikiran Ekonomi, h. 17
perdagangan dengan negara lain. Sumber kekayaan negara akan diperoleh melalui
“surplus” perdagangan luar negeri yang akan diterima dalam bentuk emas atau perak.
Bagi penganut merkantilisme sumber kekayaan negara adalah perdagangan luar
negeri dan uang sebagai hasil surplus perdagangan adalah sumber kekuasaan. Tidak
heran, kalau kebijaksanaan pedagang waktu itu sangat mendorong ekspor, dan
sedapat mungkin impor dibatasi. Paham merkantilisme banyak dianut di negara-
negara Eropa pada abad ke-16, antara lain Portugis, Spanyol, Inggris, Prancis dan
Belanda. tokoh utama dalam aliran merkantilisme ini sangat banyak, beberapa
diantaranya antara lain Jean Boudin, Thomas Mun, Sir William Petty dan David
Hume.110
Lalu fase selanjutnya, terdapat mazhab fisiokratis, berbeda dengan kaum
merkantilis yang menganggap sumber kekayaan suatu Negara adalah perdagangan
luar negeri, Kaum fisiokrat menganggap bahwa sumber kekayaan yang senyata-
nyatanya adalah sumber daya alam. Kata fisiokratis, diambil dari gabungan dua kata
phsyc (alam) dan cratein atau cratos (kekuasaan), yang berarti mereka yang percaya
bahwa alam diciptakan oleh Tuhan penuh keselarasan dan keharmonisan dan hukum
alam yang penuh dengan keselarasan dan keharmonisan ini berlaku kapan saja,
dimana saja dan dalam situasi apapun (bersifat kosmopolit). Kaum fisiokrat percaya
bahwa sistem perekonomian juga mirip dengan alam yang penuh harmoni tersebut.
Dengan demikian tiap tindakan manusia dalam memenuhi kebutuhannya masing-
masing juga akan selaras dengan kemakmuran masyarakat banyak. Beri manusia
110 Ibid, h.19-20
kebebasan, dan biarkan mereka melakukan yang terbaik bagi dirinya masing-masing.
Pemerintah tidak perlu campur tangan, dan alam akan mengatur semua pihak, akan
senang dan bahagia. inilah yang menjadi cikal bakal doktrin laissez faiere-laissez
passer, yang kira-kira berarti : biarkan semua terjadi, biarkan semua berlalu (let do,
let pass). sedangkan tokoh utama aliran fisiokrat adalah Francis Quesnay.111
Setelah pemikiran fisiokratis, terdapatlah pemikiran kapitalisme/liberalisme,
yang dipelopori oleh Adam Smith, masa kapitalisme yang tumbuh sumber sejak
revolusi industry di Inggris ini terus berkembang sampai pada masa Hatta hidup
(bahkan terus berkembang sampai saat ini). Dalam banyak hal pemikiran kapitalisme
agaknya sejalan dengan pemikiran kaum fisiokrat, seperti juga kaum fisiokrat,
kapitalisme juga mendukung asas laissez faire-laissez passer,112 dimana asas ini
menekankan tidak adanya intervensi dalam mekanisme pasar, sebab pada dasarnya,
jika terdapat ketidakseimbangan, maka akan muncul “sebuah tangan yang tidak
terlihat” (invisible hand). dan pikiran lainnya kapitalisme yang sejalan dengan aliran
fisiokrat adalah anggapan bahwa produksi barang-barang dan jasa sebagai sumber
utama kemakmuran suatu negara, bukan melalu perdagangan luar negeri sebagaimana
yang dipercaya kaum merkantilis.
Lalu setelah kapitalisme, maka muncullah sosialisme sebagai reaksi atas
aliran kapitalisme. d William l Reese dalam bukunya “Dictionary of Philosophy and
religion, Eastern and western thought” mengemukakan bahwa sosialisme secara
111 Ibid, h. 23 112 Ibid, h. 30
literal berasal dari bahasa latin socius, yang merupakan suatu istilah yang mengatakan
kepada suatu persekutuan yang didirikan diatur prinsip-prinsip kebersamaan dalam
kepemilikan baik soal produksi dan distribusi untuk kesejahteraan umum.113
Sosialisme muncul sebagai faham ekonomi dan kemasyarakatan pada akhir
abad ke-18 dan awal abad ke-19 M di Eropa. Revolusi industri yang terjadi di Inggris
telah memunculkan kelas baru dalam masyarakat, yaitu kaum borjuis yang menguasai
sarana produksi karena penguasaan modal bertimbun di tangan mereka. Di
sebelahnya sebagian besar masyarakat kota hidup sebagai buruh yang tenaga kerjanya
diperas dan semakin miskin. Kekayaan yang dihasilkan karena kerja keras kaum
pekerja ini hanya bisa dinikmati oleh kaum borjuis kapitalis yang jumlahnya tidak
besar. Dari waktu ke waktu kesenjangan sosial dan ekonomi semakin ketara. Ketika
itulah individualisme tumbuh. Gereja sebagai lembaga sosial keagamaan yang masih
berpengaruh ketika itu bersekutu pula dengan kaum kapitalis dalam mengeruk
kekayaan yang sebenarnya merupakan hak rakyat banyak, karena merekalah
sebenarnya yang bekerja keras. Sebagai akibat dari pesatnya perkembangan
invidualisme dan kapitalisme ini hukum yang berlaku hanyalah hukum rimba.
Undang-undang dibuat semata-mata demi kepentingan golongan borjuis (bandingkan
dengan undang-undang yang dbuat VOC dan pemerintah Hindia Belanda di
113 William l Reese, Dictionary of Philosophy and Religion, Eastern and Western Thought,
(Newyork : Humanity Books, 1998), hal 713
Indonesia, dan juga dengan keadaan sekarang). Secara ringkas, sosialisme merupakan
reaksi terhadap keadaan ini.114
Sosialisme, seperrti telah dikemukakan, mula-mula muncul sebagai sebagai
reaksi terhadap kondisi buruk yang dialami rakyat di bawah sistem kapitalisme liberal
yang tamak. Kondisi buruk terutama dialami kaum pekerja atau buruh yang bekerja di
pabrik-pabrik dan pusat-pusat sarana produksi dan transportasi. Sejumlah kaum
cendekiawan muncul untuk membela hak-hak kaum buruh dan menyerukan
persamaan hak bagi semua lapisan, golongan dan kelas masyarakat dalam menikmati
kesejahteraan, kekayaan dan kemakmuran. Mereka menginginkan pembagian
keadilan dalam ekonomi Di antara tokoh-tokoh awal penganjur sosialisme dapat
disebut antara lain: St. Simon (1769-1873), Fourisee (1770-1837) , Robert Owen
(1771-1858) dan Louise Blane (1813-1882). Setelah itu baru muncul tokoh-tokoh
seperti Proudhon, Marx, Engels, Bakunin dan lain sebagainya. St. Simon dipandang
sebagai bapak sosialisme karena dialah orang pertama yang menyerukan perlunya
sarana-sarana produksi dimiliki sepenuhnya oleh pemerintah/negara. Gagasannya
merupakan benih awal lahirnya sistem Kapitalisme negara (state capitalism). Fourie,
tokoh sosialis berikutnya, adalah orang pertama di Eropa yang merasa prihatin
melihat pertarungan tersembunyi antara kaum kapitalis dan buruh. Dia mengusulkan
pada pemerintah Perancis agar membangun kompleks perumahan yang memisahkan
kelompok-kelompok politik dan ekonomi, yang dapat menampung empat hingga lima
114 Abdul Hadi W.M, “Islam, Marxisme dan Persoalan Sosialisme di Indonesia”, artikel ini
diakses pada tanggal 6 Juni 2008 dari http://indonesiafile.com/index?option=com_content@task=viem&id=108&Itemid=40
ratus kepala keluarga. Ia menganjurkan hal ini untuk menghentikan pertarungan dan
pertentangan ekonomi antara kaum kapitalis dan buruh. Pandangan ini tidak
mendapat tanggapan positif, sedangkan ajaran St Simon banyak mendapat pengikut
serta mendorong lahirnya Marxisme di kemudian hari. Robert Owen, seorang ahli
ekonomi yang berpandangan sama dengan Fouriee. Tetapi pandangan kurang bulat
dibanding pandangan para pendahulunya. Ia mengajarkan pentingnya perbaikan
ekonomi seluruh lapisan masyarakat dan penyelesaian masalah yang timbul antara
kaum kapitalis dan buruh. Caranya melalui berbagai kebijakan yang dapat
mengendalikan timbulnya kesenjangan ekonomi dan kecemburuan sosial. Ia sendiri
pernah menjadi manager sebuah pabrik. Pengalamannya sebagai manager sangat
mempengaruhi pemikiran ekonominya. Sekalipun demikian ide-idenya dianut banyak
orang di Inggris.115 Dan juga sebagaimana Fourier, Owen berfikir di dalam rangak
komunitas yang memilih sistem industry baru dimana desa industry dan pertanian
dibangun atas dasar koperasi. owen mencita-citakan para pekerja bersatu untuk
mengorganisasi diri mereka.116
Louis Blanc adalah tokoh yang revolusioner dan ikut membidani meletusnya
Revolusi Perancis. Menurutnya salah satu kewajiban negara ialah mendirikan pabrik-
pabrik yang dilengkapi dengan segala sarana dan bahan produksi, termasuk
peraturan-peraturan yang mengikat. Selanjutnya jika pabrik itu telah berjalan dengan
baik diserahkan pengurusannya kepada para buruh dan pegawainya untuk mengatur
115 Ibid 116 Ian Adams, Ideologi Politik Mutakhir, (Yogyakarta : Penerbit Qalam, 1993), h. 175
dan mengembangkannya secara bebas. Organisasi dan managemen pabrik seluruhnya
dibebankan kepada buruh, begitu pula kewenangan memajukan produksi, mencari
pasar dan pembagian keuntungan. Sosialisme yang dianjurkan Louis Blanc disebut
sosialisme kooperatif. Menurutnya kapitalisme akan hilang dengan sendirinya apabila
gagasan-gagasannya itu diwujudkan. Sayang, apa yang diserukannya itu kurang
mendapat tanggapan khalayak. Bahkan ia ditentang keras oleh para politisi dan
ekonom. Pada tahun 1882 di Inggeris berdiri kelompok Fabian Society yang
menganjurkan sosialisme berdasarkan gilde. Tetapi pada akhir abad ke-19 sosialisme
dan berbagai alirannya yang berbeda-beda, mulai mendapat penerimaan luas di
Eropa. Ini disebabkan karena mereka tidak hanya melontarkan ide-ide dan
mengembangkan wacana di kalangan intelektual dan kelas menengah, tetapi juga
terutama karena mengorganisir gerakan-gerakan bawah tanah yang radikal dan
bahkan revolusioner. Pierre J. Proudhon (1809-1865) adalah penganjur sosialisme
generasi kedua di Perancis setelah generasi St. Simon dan Louis Blanc. Tetapi
berbeda dengan para penganjur sosialisme lain yang cenderung menghapuskan hak-
hak individual atas sarana-sarana produksi, termasuk hak petani untuk memiliki tanah
garapan, Proudhon justru bersikeras memperjuangkan dipertahankan hak-hak
individual secara terbatas, termasuk hak petani untuk memiliki dan menggarap
tanahnya, sebagai juga hak pengusaha kecil untuk mengembangkan usahanya. Jadi ia
menolak ide kolektivisme penuh dari kaum sosialis radikal seperti Marx. Bagi Marx
hak individual harus dihapus, termasuk hak pemilikan tanah. Di samping itu kaum
tani bukan golongan yang penting dalam masyarakat yang bergerak menuju
masyarakat sosialis sejati.117
Sosialisme menurut Karl Marx (1818-1883) bukanlah pendapat seorang
pujangga yang ingin memperbaharui dunia, melainkan suatu keadaan yang tidak
dapat ditindas sebagai akibat dari pertentangan kelas dua kelas yang dilahirkan
sejarah yaitu kelas borjuis dan kelas proletariat118 Marx berpendapat demikian karena
faham dialektika materialismenya, yang menganggap bahwa sejarah bisa berubah
hanya disebabkan oleh faktor-faktor produksi dan penguasaan sarana produksi oleh
kaum proletar yang selama ini diperas oleh kaum kapitalis. Perbedaan pandangan
antara Prodhoun dan Marx inilah yang membuat gerakan sosialis internasional
mengalami perpecahan pada akhir abad ke-19, dan sosialisme pun pecah ke dalam
berbagai aliran seperti sosialisme demokrat, komunisme ala Marx, sosialisme anarkis
ala Bakunin, Marxisme-Leninisme, sosialisme ala Kautsky , sosialisme Kristen, dan
lain-lain.119
Perbedaan yang sifatnya prinsipil inilah yang menyebabkan pertentangan
yang tajam antara aliran kapitalisme dan sosialisme/komunisme dan di alam
pertentangan yang tajam inilah Hatta lahir, tumbuh dan besar. Sepertinya sudah
117 Ibid
118 Karl Marx dan Friedrich Engels, The Class Basis of Political Power, The Communist
Manifesto, Alvin Z. Rubinsten dan Garolg W Thumn (Ed), The Challengge of Politics, Ideas and Issues (Toronto : Prentice-Hall of Canada, Ltd, 1965), h. 35-36
119 Abdul Hadi W.M, “Islam, Marxisme dan Persoalan Sosialisme di Indonesia”, artikel ini
diakses pada tanggal 6 Juni 2008 dari http://indonesiafile.com/index?option=com_content@task=viem&id=108&Itemid=40
merupakan jalannya apabila Hatta memilih sosialisme dalam frame pemikiran
ekonominya. Hal itu tidak mengherankan, jika ia melihat kekejaman kapitalisme yang
dilakukan oleh penjajah kolonial kepada rakyat Indonesia, seperti diberikannya pajak
yang besar kepada rakyat, tidak tersedianya pendidikan dan kesehatan serta perlakuan
masyarakat kolonial yang diskriminatif.120 Selain itu, perhatian Hatta yang begitu
tinggi terhadap sosialisme bisa jadi karena sejak usia yang masih muda Hatta telah
dipengaruhi oleh unsur-unsur sosialis, seperti kedekatannya dengan tokoh-tokoh
Sarekat Islam seperti H.Agus Salim dan Abdul Muis. tetapi walaupun Hatta adalah
seorang sosialis, namun bukan berarti Hatta adalah seorang marxisme.121 Pemikiran
sosialis Hatta lebih diilhami oleh ajaran-ajaran Islam, Dalam tulisannya Hatta kerap
kali mengelaborasikan pemikiran keislammannya dengan pemikiran sosialisnya hal
itu terlihat dalam bukunya "Persoalan Ekonomi Sosialis Indonesia".
"sekarang, bagaimana duduknya sosialisme Indonesia? Cita-cita sosialisme lahir dalam pangkuan pergerakan kebangsaan Indonesia. Dalam pergerakan yang menuju kebebasan dari penghinaan diri dan penjajahan, dengan sendirinya orang terpikat oleh tuntutan sosial dan humanisme "perikemanusiaan" yang disebarkan oleh pergerakan sosialisme di benua
120 Lihat Demokrasi Kita dalam Karya Lengkap Bung Hatta Jilid I, 121 Mohammad Hatta, Persoalan Ekonomi Sosialis Indonesia, (Jakarta : Djambatan, 1967), h.
115
Barat. Tuntutan sosial dan humanisme itu tertangkap pula oleh jiwa Islam, yang memang menghendaki pelaksanaan perintah Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang serta Adil, supaya manusia hidup dalam sayang menyayangi dan dalam suasana persaudaraan dengan tolong-menolong.
BAB IV
PEMIKIRAN EKONOMI MOHAMMAD HATTA DAN TINJAUANNYA
DARI PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM
A. Pemikiran Ekonomi Mohammad Hatta
1. Demokrasi Ekonomi
Istilah demokrasi berasal dari bahasa Yunani yaitu demos yang berarti rakyat
dan kratos/kratein yang berarti kekuasaan atau berkuasa.122 Mengenai masalah
demokrasi ini, Hatta sendiri juga sering mengistilahkan demokrasi dengan
kedaulatan rakyat. Istilah kedaulatan rakyat ini sendiri diciptakan oleh Hatta.
Sebelum Hatta mencetuskannya, belum dikenal istilah kedaulatan rakyat, yang
dalam bahasa Belanda disebut Volkssouvereiniteit.123 Penggunaan istilah
kedaulatan rakyat oleh Hatta ini, bisa kita lihat dalam tulisannya :
“pada waktu yang akhir ini sering kali orang salah mengartikan “kedaulatan rakyat”, sebab itu ada baiknya kalau saya disini berkata sepatah kata tentang kedaulatan rakyat itu. Kedaulatan rakyat artinya kekuasaan yang dijalankan oleh rakyat dengan secara mufakat. Kata mufakat mestilah ada, barulah kedaulatan itu ada pada rakyat. Putusan yang diambil oleh seorang atau satu golongan saja dengan tiada persetujuan rakyat, bukanlah kedaulatan rakyat. Demikian juga kata mufakat yang dipaksakan kepada rakyat”.124
122 I Urofsky, Naskah Pertama Pendahuluan : Prinsip-Prinsip Demokrasi (Office of
International Information Program US Departement of State), h. 1 123 I.Wangsa Wijaya, Mengenang Bung Hatta, Cetakan ke-II, (Jakarta : PT Toko Gunung
Agung, 2002), h. 36 124 Mohammad Hatta, Kumpulan Pidato I, (Jakarta : PT Toko Gunung Agung, 2002), h. 63-64
Kedaulatan rakyat atau istilah demokrasi yang dipahami Hatta bukanlah
demokrasi yang dipraktikkan negara-negara Barat. Hatta menganalisis bahwa
revolusi Prancis tahun 1789, yang terkenal sebagai sumber demokrasi Barat
menyatakan bahwa trilogy la Liberte, l’Egalite et la Fratrenite (Kemerdekaan,
Persamaan dan Persaudaraan) yang menjadi semboyannya tidak terlaksana di
dalam praktik. Karena menurutnya revolusi Prancis meletus sebagai revolusi
individual untuk memerdekakan orang-seorang dari ikatan feodalisme, yang mana
kemerdekaan individu yang diutamakan. Dalam merealisasikannya orang lupa
akan rangkaiannya dengan persamaan dan persaudaraan.125
Revolusi Prancis yang tujuannya hendak melaksanakan cita-cita sama rasa
hanya dipraktikkan dalam politik. Dalam politik hak seorang sama dengan yang
lain : kaya dan miskin, laki-laki dan perempuan sama-sama mempunyai hak untuk
memilih dan dipilih menjadi anggota dewan perwakilan rakyat. Tetapi lebih dari
itu tidak persamaan. dalam perekonomian tetap berlaku dasar tidak sama, tidak
ada demokrasi dalam ekonomi, karena telah digilas sama sekali oleh semboyan
laissez faire, laissez aller : “merdeka berbuat dan merdeka bersaing”.126 Malah
dengan berkobarnya semangat individualisme, yang dihidupkan oleh revolusi
Prancis, kapitalisme semakin tumbuh subur. Pertentangan kelas bertambah hebat,
penindasan yang lemah ekonominya oleh yang kuat bertambah kejam.
125 Mohammad Hatta, Karya Lengkap Bung Hatta Jilid 1, h. 392 126 Mohammad Hatta, Kumpulan Pidato II, h. 97
pertentangan yang hebat antara berbagai kepentingan, dimana ada golongan yang
menindas dan yang tertindas. Oleh karena itu dalam demokrasi yang semacam itu,
menurut Hatta sangat sukar terdapat persaudaraan didalamnya.127
Namun walaupun Hatta menolak demokrasi versi Barat, bukan berarti Hatta
menerima “demokrasi rakyat” versi negara komunis, Uni Soviet. Karena
menurutnya demokrasi rakyat versi komunis bukanlah sebuah demokrasi.
Menurut Hatta, demokrasi membawa penghargaan kepada manusia dan
persamaan antara mereka, hal inilah yang tidak ada dalam sistem komunis. Sistem
pemerintahan komunisme itu pada dasarnya tidak lain daripada feodalisme yang
dirasionalisasi.128
Lalu dalam tulisannya di Daulat Ra’jat pada tahun 1932, Hatta juga
menambahkan penilaiannya mengenai demokrasi Barat, bahwa demokrasi yang
dilahirkan oleh revolusi Prancis tidak memberi kemerdekaan rakyat yang
sebenarnya, melainkan menimbulkan kekuasaan kapitalisme. Sebab itu demokrasi
politik saja tidak cukup untuk mencapai demokrasi yang sebenarnya, yaitu
kedaulatan rakyat, dimana rakyat raja dalam menentukan nasibnya sendiri. Untuk
mencapai kedaulatan rakyat, dibutuhkan juga demokrasi yang lain, yaitu
demokrasi ekonomi, yang memakai dasar “segala penghasilan yang mengenai
penghidupan orang banyak harus berlaku dibawah tanggungan orang banyak
127 Mohammad Hatta, Karya Lengkap Bung Hatta Jilid 1, h. 392 128 Mohammad Hatta, Demokrasi Kita, Bebas Aktif, h. 180
pula”.129 Pemikiran Hatta mengenai demokrasi ekonomi inilah yang pada
akhirnya menjadi cikal bakal Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945. Dengan
adanya demokrasi ekonomi barulah bisa terjamin adanya keadilan sosial yang
menghendaki kemakmuran yang merata ke seluruh rakyat.130
Keadilan sosial yang menjadi tujuan dari penerapan demokrasi ekonomi di
Indonesia, menurut Hatta, diinspirasikan oleh tiga hal yaitu Pertama, paham
sosialisme barat yang dibawa oleh Karl Marx, yang menarik perhatian barat
karena dasar-dasar perikemanusiaan yang dibelanya.131 Sosialisme menurut cita-
citanya, adalah suatu bangun masyarakat yang tidak berkelas, dimana berlaku
sama rata dan sama rasa, bebas dari segala macam pertentangan, produksi
dilakukan sebagai usaha bersama, oleh orang banyak dan untuk orang banyak,
dibawah pimpinan badan-badan masyarakat. Dengan sosialisme lahirlah
pergaulan hidup manusia dimana kebebasan tiap-tiap orang untuk mencapai
kemajuan menjadi syarat untuk kemajuan segala orang dengan bebas.132 Dan
menurut Karl Marx sosialisme akan timbul dengan sendirinya sebagai akibat
129 Mohammad Hatta, Kumpulan Karangan I, h. 111 130 Mohammad Hatta, Kumpulan Pidato II, h. 160 131 Mohammad Hatta, Karya Lengkap Bung Hatta Jilid 2, h. 393 132 Mohammad Hatta, Pengantar Ke Jalan Ekonomi Sosiologi, (Jakarta : PT Toko Gunung
Agung, 2002), h. 96
daripada perkembangan masyarakat yang dikuasai oleh pertentangan kepentingan
didalamnya.133
Kedua, ajaran Islam, yang menuntut kebenaran dan keadilan Ilahi yang
menuntut kebenaran dan keadilan Ilahi dalam masyarakat serta persaudaraan
manusia sebagai makhluk Tuhan, sesuai dengan sifat Allah yang maha Pengasih
dan Penyayang. Tuntutan sosial dan humanisme dari ajaran sosialis itu tertangkap
pula oleh jiwa Islam. Menurut ajaran Islam, bumi dan langit, pendek kata, alam
seluruhnya adalah kepunyaan Allah. Tidak sebagian pun dari semuanya itu
adanya kepunyaan manusia. Allah menjadikan bumi ini semata-semata untuk
kediaman manusia dan karena itu manusia yang mempunyai kewajiban
memelihara bumi ini sebaik-baiknya dan meninggalkannya kepada angkatan yang
akan datang dalam keadaan yang lebih baik dari yang diterimanya dari angkatan
yang lalu.134
Ketiga, pengetahuan bahwa masyarakat Indonesia berdasarkan kolektivisme.
Semangat kolektivisme tersebut, terlihat dalam kepemilikan tanah di dalam
masyarakat desa yang asli Indonesia. Dalam masyarakat desa yang asli di
Indonesia tanah bukanlah milik orang-seorang, melainkan kepunyaan desa.
Orang-seorang hanya mempunyai hak pakai. Orang-seorang dapat
mempergunakan tanah yang masih kosong sebanyak yang dapat dikerjakannya
untuk keperluan hidup sekeluarga, dan ia tidak boleh menjualnya. Pada saat itu
133 Mohammad Hatta, Kumpulan Pidato II, h. 96 134 Ibid, h. 102
kelihatanlah keadaan yang sebenarnya, yang tak tampak sepintas lalu, bahwa
tanah adalah kepunyaan masyarakat, bukan kepunyaan orang-seorang.
Berdasarkan milik bersama atas tanah, tanah sebagai alat produksi yang terutama
dalam masyarakat agrarian, maka orang-seorang dalam mempergunakan tenaga
ekonominya selalu merasa terikat kepada persetujuan orang banyak sedesa.135
Semangat kolektif itu terlihat pula pada melaksanakan pekerjaan yang berat-berat,
yang tidak terpikul oleh orang-seorang, seperti menggarap sawah, memotong
padi, membuat rumah, mengantar mayat ke kubur, membuat pengairan dan lain-
lain, semua pekerjaan itu dilakukan bersama-sama secara gotong-royong. Gotong-
royong bukan saja dilakukan dalam melakukan pekerjaan yang umum, namun
juga dilakukan oleh pekerjaan yang menyangkut kepentingan pribadi seperti
membangun rumah, dilakukan bersama dengan semangat tolong-menolong.
Dalam masyarakat desa yang asli, orang tidak mengenal sistem upahan. Tidak
saja berat sama dipikul, ringan sama dijinjing, tetapi juga sedih sama diderita dan
gembira sama dirasa. Selamatan yang sering diadakan di desa dengan berganti
tempat adalah suatu manifestasi dari pada semangat kolektif tadi.136
Demokrasi ekonomi yang bertujuan menciptakan keadilan sosial, tampak jelas
sangat mempengaruhi pemikiran-pemikiran Hatta dalam bidang ekonomi, baik
pemikiran ekonomi yang sifatnya makro maupun mikro. Dan dalam demokrasi
ekonomi ini juga menjadi landasaan dari pemikiran Hatta dalam masalah
135 Mohammad Hatta, Persoalan Ekonomi Sosialis Indonesia, , h. 17 136 Ibid, h. 18
pembangunan ekonomi secara nasional. Dalam pandangan Hatta, pembangunan
ekonomi nasional terdapat dua cara yang sangat utama dan fundamental sifatnya,
yaitu :
Pertama, pembangunan yang kecil-kecil dan sedang besarnya dikerjakan oleh
rakyat secara koperasi. Koperasi dapat berkembang berangsur-angsur, dari kecil,
sedang, menjadi besar, dari pertukangan atau kerajinan menjadi industri.137
Kedua, pembangunan yang besar-besar dikerjakan oleh pemerintah atau
dipercayakan kepada badan-badan hukum yang tertentu dibawah penguasaan atau
pengawasan pemerintah. Pedoman bagi segala usaha tersebut ialah mencapai
“sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.138 Dan segala kegiatan politik yang
dilakukan pemerintah dalam bidang ekonomi diarahkan untuk kemakmuran
rakyat.
Dua pembangunan secara nasional ini, terlihat bagaimana demokrasi
ekonomi, dimana rakyat memegang peranan penting dalam masalah
perekonomian. Namun, walaupun Hatta hanya mengemukakan secara gamblang
dua cara tersebut mengenai pembangunan ekonomi nasional, bukan berarti
menafikan pembangunan ekonomi nasional yang lain dengan yang dirintis oleh
perseorangan. Dalam pemikirannya mengenai hal ini, Hatta juga mempersilakan
usaha-usaha pribadi seperti firma, PT dan CV untuk turut serta dalam mengisi
137 Mohammad Hatta, Koperasi Membangun, h. 103 138 Ibid, h. 103
pembangunan nasional.139 Pengakuan Hatta terhadap usaha pribadi ini
menunjukkan Hatta tidak hanya mementingkan kolektivisme tetapi juga
menunjukkan pengakuan Hatta terhadap usaha-usaha dan kepemilikan pribadi.
Selanjutnya pemikiran pembangunan yang sifatnya mikro melalui jalan
koperasi dan sifatnya makro melalui politik pemerintah yang berdasarkan
kerakyatan akan dijelaskan di poin-poin selanjutnya.
2. Koperasi Menurut Hatta
Koperasi berasal dari kata-kata “ko”, yang artinya “bersama” dan “operasi”,
yaitu bekerja. Jadi koperasi artinya sama-sama bekerja. Perkumpulan yang diberi
nama koperasi ialah perkumpulan kerjasama dalam mencapai sesuatu tujuan.
Dalam koperasi tak ada sebagian anggota bekerja memeluk tangan, semuanya
sama-sama bekerja untuk mencapai tujuan bersama.
Gagasan koperasi yang dicetuskan Hatta sebagai bentuk organisasi ekonomi
rakyat Indonesia dipengaruhi oleh perkembangan koperasi di Denmark yang
dikaitkannya dengan kehidupan demokrasi politik di negara itu. Hatta tampaknya
mempunyai pandangan yang sama dengan Ravnholt bahwa dasar-dasar demokrasi
ekonomi yang dijalankan dalam perkumpulan koperasi akan menjadi landasan
utama bagi kehidupan demokrasi politik. Dalam pidato radionya untuk
menyambut hari koperasi yang ketiga pada tanggal 11 Juli 1953, Hatta mengutip
139 Ibid
pernyataan Ravnholt yang dikemukakannya dalam bukunya The Danish Co-
operative Movement :140
“Dalam perkumpulan koperasi, dasar-dasar ekonomi telah terlebih dahulu telah lebih dahulu dijalankan sebelum rakyat Denemarken seluruhnya mengenal demokrasi politik.” 141
Hatta sebagai seorang demokrat tampaknya sangat terpengaruh dengan
adanya kaitan antara perkembangan koperasi dengan demokrasi politik di
Denmark oleh karena koperasi memupuk rasa tanggung jawab rakyat. Hatta
beranggapan bahwa tanpa rasa tanggung jawab pada rakyat tak mungkin ada
demokrasi. Demokrasi mungkin ada, tetapi hanya namanya saja sedangkan isinya
adalah anarki yang memperlihatkan keinginan yang bersimpangan yang
didasarkan atas kepentingan sendiri atau golongan. Menurut Hatta, koperasi dan
demokrasi bersifat saling menunjang. Koperasi mempertebal rasa tanggung jawab
dalam kehidupan demokrasi dan demokrasi yang berakar baik bagi kehidupan
koperasi.142
Hatta menjelaskan bahwa dalam koperasi terdapat suatu tujuan yang utama
yaitu menyelenggarakan keperluan hidup bersama dengan sebaik-baiknya dan
memperbaiki nasib orang-orang yang lemah ekonominya dengan jalan kerjasama.
Dalam menguraikan tujuan koperasi, Hatta menganalogikan bahwa antara satu
140 Prof. Dr. Sritua Arief, Ekonomi Kerakyatan Indonesia : Mengenang Bung Hatta, Bapak
Ekonomi Kerakyatan Indonesia, (Surakarta : Muhammadiyah University Press, 2002), h. 104 141 Mohammad Hatta, Membangun Koperasi, h. 41 142 Prof. Dr. Sritua Arief, Ekonomi Kerakyatan Indonesiat, h. 105
individu dengan individu yang lain seperti sebuah sapu lidi, yang mana kalau lidi
itu berjalan sendiri-sendiri menjadi lemah dan mudah dipatah. Tetapi apabila
diikat menjadi sapu, ia merupakan satu kesatuan yang kuat dan tak mudah
dipatah.143 Oleh karena itu tidak seperti sebuah badan usaha pada umumnya,
koperasi tidak bertujuan untuk mengejar keuntungan layaknya firma dan
perseroan. Walaupun pada akhirnya koperasi memperoleh keuntungan, namun
keuntungan itu bukanlah suatu tujuan.144 Wujud koperasi, seperti disebutkan tadi,
ialah membela keperluan orang kecil. Mencapai keperluan hidup dengan ongkos
semurah-murahnya, itulah tujuannya bukan keuntungan.145
Selain itu, Hatta juga menjelaskan bahwa dalam koperasi terdapat asas
kolektivisme. Kedudukan anggota yang satu dengan anggota yang lain sejajar dan
sama rata oleh karena itu dalam koperasi tak ada majikan dan buruh, semuanya
adalah pekerja yang bersama-sama bekerja untuk menyelenggarakan keperluan
bersama. Dalam memberikan penjelasan mengenai asas kolektivisme dalam
koperasi, Hatta juga menganalogikan koperasi sebagai sebuah persekutuan
keluarga, yang mana antara anggota yang satu dengan anggota yang lain
mempunyai tanggung jawab yang sama dalam memajukan koperasi tersebut.
Sebagaimana keselamatan keluarga banyak bergantung kepada kesadaran dan
cita-cita dan keluhuran budi dari anggota koperasi seluruhnya. Koperasi hanya
143 Mohammad Hatta, Membangun Koperasi, h. 200 144 Ibid, h. 5 145 Mohammad Hatta, Beberapa Fasal Ekonomi Jild 1 Djalan Ke Ekonomi dan Koperasi,
(Jakarta : Perpustakaan Perguruan Kementerian, 1954), h. 125
bisa maju dengan cita-cita yang hidup dalam jiwa anggotanya, cita-cita yang
berdasar keyakinan bahwa masyarakat Indonesia harus dibangun selekas-lekasnya
dengan usaha gotong-royong.146
Berdasarkan asas kolektivisme inilah, dalam koperasi para pengurusnya tidak
mendapat gaji. Hanya penjabat dan pekerja penuh sehari-hari saja yang
memperoleh gaji.147 Ia (para pengurus koperasi) hanya memperoleh ongkos
transport atau uang sidang yang diberikan ketika ia menghadiri sidang. Sementara
waktu sidang itu mungkin hanya dilangsungkan sekali dalam seminggu-dua
minggu, atau diadakan apabila terdapat masalah-masalah luar biasa yang harus
dipecahkan.148 Dengan dasar kolektivisme tersebut, Hatta berpendapat bahwa
koperasi adalah suatu bentuk yang ideal untuk menggerakkan ekonomi rakyat.149
Menurut Hatta, pembangunan koperasi tidak pernah dimulai dari seorang
professor, seorang dokter, seorang hartawan dan orang-orang pandai lainnya yang
sudah mempunyai dasar hidup yang bahagia bagi diri dan keluarganya. Menurut
Hatta pembangunan koperasi dimulai oleh kaum buruh miskin, tani miskin dan
para tukang yang miskin. Mereka terpesona oleh cita-cita koperasi yang
dilukiskan oleh orang-orang pandai, yang akan membawa kemakmuran bagi
mereka, tetapi mereka sadar, bahwa pembangunan koperasi itu tidak akan dapat
146 Ibid, hal 16 147 Ibid, hal 22 148 Mohammad Hatta, Demokrasi Kita Bebas Aktif, h. 229 149 Mohammad Hatta, Membangun Koperasi, h. 165
dinanti-nantikan sebagai hasil usaha orang-orang hartawan dan dermawan.
Mereka bulatkan tekad untuk memulainya sendiri, mengumpulkan uang pokok
sedikit demi sedikit,150 dengan uang yang terkumpul tersebut, maka koperasi
dapat membeli sekali banyak barang dagang. Karena membeli sekali banyak,
koperasi memperoleh potongan harga dan potongan itu menjadi keuntungan bagi
anggota dan segala orang yang berbelanja pada koperasi itu. Pada toko-toko lain,
keuntungan jatuh pada ke tangan yang empunya. Si pembeli tidak dapat mendapat
apa-apa. Pada koperasi yang menjual menurut harga pasar, segala keuntungan
habis tahun dibagikan kepada anggota dan orang lain yang membeli pada toko
koperasi itu, menurut besarnya jumlah pembelian masing-masing.151
Lalu Hatta juga menyatakan bahwa koperasi terdiri dari dua sendi, sendi
solidaritas dan sendi individualitas. Kerjasama adalah dasar dari sebuah koperasi,
karena itu rasa solidaritas harus ada padanya. Selain dari rasa solidaritas, koperasi
juga menghendaki individualitas, yaitu kesadaran akan harga diri sendiri pada
anggotanya. Karena hanya anggota yang sadar akan harga dirinya akan bertndak
dengan memberi harapan, untuk mencapai dan membela kepentingan bersama.
Sadar akan harga diri sendiri menimbulkan kepercayaan atas kemampuan diri
sendiri untuk bertindak, dengan memberi harapan, untuk mencapai dan membela
kepentingan bersama. Sadar akan harga diri sendiri menimbulkan kepercayaan
150 Ibid, h. 165 151 Ibid, h. 166
atas kemampuan diri sendiri untuk bertindak.152 Dan kepercayaan diri penting
adanya untuk menghapuskan rasa rendah diri, yang ditanam dalam jiwa rakyat
Indonesia oleh penjajahan yang berabad-abad lamanya.153 Hanya dalam koperasi
solidaritas dan individualitas dapat berkembang dalam hubungan yang harmonis.
Dengan menghidupkan dan memupuk solidaritas dan individualitas, koperasi
mendidik dalam dada manusia rasa tanggung jawab sosial.154
Hatta pun menguraikan bahwa dalam koperasi mempunyai pokok-pokok
dasar dan dasar-dasar moral yang harus dimiliki oleh koperasi. Pertama, pokok-
pokok dasar walaupun di setiap negara berlainan sifatnya, tatapi ada lima dasar
pokok yang tidak boleh diubah, sejak timbulnya koperasi yang pertama di
Rochdale tahun 1884, yaitu :
1. Perkumpulan koperasi dikemudikan oleh anggotanya sendiri. Seluruh anggota
ikut membicarakan dalam rapat berkala segala hal yang mengenai
kemaslahatan koperasi.
2. Tiap-tiap anggota mempunyai hak suara yang sama. Satu orang satu suara,
tidak peduli apakah iuran pokoknya atau simpanan pokoknya besar ataupun
kecil. Tak ada anggota yang besar dan anggota yang kecil karena semuanya
sama rata sama rasa.
3. Tiap-tiap orang dapat diterima menjadi anggota koperasi.
152 Ibid, h. 200 153 Ibid, h. 7 154 Ibid, h. 85
4. Keuntungan dibagi antara anggota menurut jasa mereka dalam memajukan
perkumpulan. Misalnya, anggota yang banyak membeli barang-barang
keperluannya pada koperasi lebih banyak pula memperoleh keuntungan
daripada anggota yang sedikit membeli.
5. Satu bagian yang tertentu daripada keuntungan diperuntukkan pendidikan.
Dan kedua, dasar-dasar moral yang juga harus termuat dalam koperasi, yaitu :
1. Tidak boleh dijual dan dikedaikan barang yang palsu.
2. Ukuran dan timbangan barang harus benar dan dijamin
3. Harga barang mesti sama dengan harga pasar setempat.
4. Jual beli dengan kontan.155
Selain itu, Hatta juga mengingatkan, bahwa koperasi mempunyai tugas yang
harus dikerjakan oleh koperasi itu sendiri. Adapun tugas dari koperasi menurut
tempat, waktu dan keadaan tersebut adalah :
Pertama, memperbanyak produksi barang makanan dan barang kerajinan dan
pertukangan yang diperlukan sehari-hari oleh rakyat kita dalam rumah tangganya.
Bukan saja perluasan tanah dan pekerjaan yang harus kita diusahakan, tetapi juga
intensitas pekerjaan. Koperasi harus mengusahakan supaya sesudah beberapa
tahun tak perlu lagi kita mendatangkan makanan dan barang pertukangan dari luar
negeri.
Kedua, tugas koperasi ialah memperbaiki kualitas barang yang dihasilkan
rakyat. Misalnya, apabila diantara pengusaha karet dapat didirikan koperasi, maka
155 Ibid, h. 42-43
dapat dibangun rumah-rumah pengasap karet kepunyaan bersama yang jumlahnya
dapat diatur menurut keperluan.
Tugas koperasi yang ketiga, ialah memperbaiki distribusi, pembagian barang
kepada rakyat. Koperasi yang tujuannya ialah memenuhi atau melengkapi
keperluan bersama, khususnya pada masa kelangkaan barang, karena banyak para
pedagang yang suka mempermainkan barang dengan menumpuknya dan
menjualnya sedikit-sedikit, untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-
besarnya.
Tugas koperasi yang keempat ialah memperbaiki harga, yang menguntungkan
bagi masyarakat. Apabila penjualan hanya ditangani para pedagang, maka usaha
mereka bertentangan dengan tujuan dagang yang sebenar-benarnya yaitu menjual
dengan semahal-mahalnya dengan modal sekecil-kecilnya. Maka perlu ada
tindakan koperasi untuk mengadakan perbaikan harga koperasi yang tujuannya
memenuhi keperluan hidup dapat memperimbangkan kepentingan masyarakat dan
perbaikan hidup orang-seorang sebagai anggota masyarakat.
Tugas koperasi yang kelima ialah menyingkirkan penghisapan dan lintah
darat. Tugas koperasi yang keenam ialah memperkuat pengumpulan modal.
karena masyarakat kita (pada waktu itu) sangat kekurangan akan modal untuk
keperluan produksi, maka pengumpulan modal oleh koperasi harus ditingkatkan
dan cara untuk mencapainya ialah mepergiat kemauan menyimpan.
Tugas yang ketujuh dari koperasi ialah memelihara lumbung simpanan padi
atau mendorong supaya tiap-tiap desa menghidupkan lumbung desa. Lumbung itu
harus menjadi alat untuk menyesuaikan produksi dan konsumsi sepanjang masa
dan juga menjadi alat penjaga penetapan harga padi. Dengan adanya lumbung itu
diusahakan, supaya pada waktu panen kelebihan produksi dari keperluan
konsumsi sementara tidak habis dijual dan harga padi tidak turun dari biasa.
Dengan persediaan padi dilumbung, cukup untuk makanan rakyat dari panen ke
panen dan untuk di bibit, maka masa paceklik dapat diatasi. Kelebihan produksi
padi didesa dari keperluan konsumsi dari panen ke panen diusahakan koperasi
menjualnya di kota atau dibawakan ke daerah lain yang berkekurangan. Dan
koperasi itu pulalah seboleh-bolehnya mengusahakan supaya rakyat desa
memperoleh berbagai barang keperluan hidup lainnya sebagai tukaran padinya
yang dijual.156
3. Politik Ekonomi Mohammad Hatta
a. Menaikkan Daya Beli dan Pemenuhan Kebutuhan Dasar bagi Rakyat
Tujuan politik perekonomian dalam pandangan Hatta ialah menaikkan tenaga
beli rakyat secara berangsur-angsur.157 Karena menurut Hatta rakyat tidak akan
pernah terlepas dari kesengsaraan hidup, apabila tenaga beli riil-nya tidak
bertambah dan perkembangan ekonomi suatu negara akan tetap tertahan, kalau
156 Ibid, h. 11-14 157 Mohammad Hatta, Demokrasi Kita, Bebas Aktif, h. 213-214
rakyat didalamnya tetap miskin, oleh karena itu rencana pembangunan harus
didasarkan atas kenaikan tenaga beli yang meningkat. 158
Dalam meningkatkan tenaga beli masyarakat, Hatta mengungkapkan bahwa
hal itu hanya bisa dilakukan dengan meningkatkan produksi. Hatta pun menyadari
bahwa untuk meningkatkan tenaga yang produktif bukanlah perkara yang mudah,
tapi juga bukan hal yang mustahil. Oleh karenanya, hal tersebut hanya bisa
dilakukan apabila ia dikerjakan menurut plan yang teratur159 dan konsekuen
dalam mengerjakannya.
Selanjutnya dalam menyelanggarakan kemakmuran, Hatta berpendapat harus
menyelanggarakan lebih dulu kepentingan rakyat yang terpenting, yaitu makanan,
pakaian, perumahan, kesehatan dan pendidikan. Menurutnya kepentingan yang
lima ini merupakan suatu hal yang penting dan esensial bagi kehidupan manusia
dan bangsa yang beradab, dalam pemenuhan kebutuhan tersebut, Hatta
menghendaki asas self-supporting atau “menolong diri sendiri”, walaupun ia
menyadari bahwa proses menuju “menolong diri sendiri” itu memerlukan waktu
yang lama dan cukup panjang dan tentu pada awalnya juga memerlukan bantuan
luar negeri.160
Dalam menyelenggarakan kepentingan rakyat yang pertama yaitu
menyempurnakan makanan rakyat, hal itu dilakukan dengan cara mencocokkan
158 Mohammad Hatta, Persoalan Ekonomi Sosialis Indonesia, h. 34 159 Mohammad Hatta, Demokrasi Kita, Bebas Aktif, h. 12 160 Mohammad Hatta, Kumpulan Pidato III, h. 147
upah bagi rakyat dengan keperluan hidup yang lebih atas dari dasar minimum.161
Hatta berpendapat dalam menentukan upah minimum sehari ditentukan sama
dengan harga 5 kilo beras. Itu baru upah minimum, dan upah ini bukanlah upah
bagi pekerja yang mempunyai kualitas. Dan mengenai gaji pegawai negeri harus
dibuat peraturan, yang menyatakan bahwa perbedaan gaji pegawai kecil yang
paling bawah sampai ke gubernur, tidak boleh lebih dari 20 kali. Hal ini
dilakukan ntuk menuju ke arah kemakmuran yang merata.162 Dengan adanya upah
yang layak ini, maka rakyat tidak hanya bisa membeli makanan yang layak, akan
tetapi juga bisa membeli pakaian yang pantas untuk mereka.
Lalu politik ekonomi baik itu yang sifatnya jangka pendek ataupun jangka
panjang mengenai perumahan rakyat harus diadakan di seluruh Indonesia. Hatta
juga menyadari dalam usaha memperbarui tempat kediaman bagi seluruh rakyat
adalah usaha yang sangat berat dan tidak sedikit ongkosnya serta juga memakan
tempo yang lama, untuk modal awalnya Hatta menganjurkan negara mendirikan
di tiap-tiap keresidenan suatu bank industri rumah, yang mana bank ini memberi
uang muka, yang dapat diangsur sedikit demi sedikit oleh rakyat yang tertolong
dengan rumah baru tersebut.163
Mengenai masalah perumahan ini, Hatta secara implisit juga menyatakan
bahwa antara perumahan yang layak dan kesehatan merupakan suatu hal yang
161 Mohammad Hatta, Demokrasi Kita, Bebas Aktif, h. 12 162 Mohammad Hatta, Kumpulan Pidato III, h. 215 163 Mohammad Hatta, Demokrasi Kita, Bebas Aktif, h. 13
berkaitan.164 Oleh karenanya setiap tahun hendaklah dibangun rumah-rumah baru
untuk menampung rakyat yang bertambah dan gubuk-gubuk yang lebih
merupakan kandang sapi harus berangsur-angsur dilenyapkan.165 Lalu Hatta
menyatakan bahwa kesehatan merupakan syarat yang mutlak untuk menuju
kemakmuran. Karena tubuh yang tidak sehat membuat tenaga untuk berkerja
menjadi lemah yang pada akhirnya akan menimbulkan turunnya produktivitas.166
Selain itu yang terakhir dalam memenuhi kebutuhan dasar ialah memajukan
pendidikan secepat mungkin. Bukan saja memperbanyak sekolah untuk
menambah kecerdasan rakyat, akan tetapi juga mementingkan didikan koperasi
yang menjadi tiang perekonomian Indonesia di masa datang.167 Hatta juga
memandang pendidikan merupakan suatu hal yang penting, karena untuk
membangun (negara ini) perlu dididik lebih dahulu tenaga-tenaga ahli baik secara
kualitatif maupun kuantitatif. 168
b. Pembangunan Infrastruktur
Dalam memandang politik perekonomian, Hatta menaruh perhatian yang
sangat besar kepada masalah distribusi. Distribusi adalah sambungan daripada
164 Lihat Mohammad Hatta, Persoalan Ekonomi Sosialis Indonesia, h. 33 165 Ibid, h. 33 166 Mohammad Hatta, Beberapa Fasal Ekonomi Jilid I, h. 79 167 Mohammad Hatta, Demokrasi Kita, Bebas Aktif, h. 13 168 Ibid, hal 214
produksi untuk menyampaikan yang dihasilkan kepada si pemakai169 atau
konsumen, oleh karena itu, pembangunan ekonomi yang bersifat infrastruktural
seperti jalan raya, pelabuhan dan lain-lainya dalam pandangan Hatta adalah
pembangunan yang sifatnya tidak bisa dielakkan,170 dan perlu dilaksanakan
dengan teratur oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, karena jalan
perhubungan tersebut, menurut pendapat Hatta adalah sebuah urat nadi
perekonomian.171
Pembangunan ini yang menghendaki pembaruan alat-alat yang begitu banyak,
yang ongkosnya tidak sedikit, mungkin juga tidak dapat dibiayai dengan modal
dari negara, dan mungkin juga harus dilaksanakan dengan modal pinjaman luar
negeri yang berjangka panjang, berpuluh tahun lamanya. Namun dengan
administrasi dan organisasi yang baik dan efisien, Hatta meyakini tujuan tersebut
dapat dicapai. 172
c. Politik Industrialisasi dan Transmigrasi
Hatta berpendapat bahwa dengan industri saja tak akan cukup akan mencapai
kemakmuran rakyat. Industri mestinya bertempat di daerah yang ramai. Akan
tetapi kalau penduduknya terlalu banyak seperti pulau jawa, pangsa maka pasar
169 Mohammad Hatta, Persoalan Ekonomi Sosialis Indonesia, h. 43 170 Lihat Mohammad Hatta, Demokrasi Kita, Bebas Aktif, h. 213-214 171 Mohammad Hatta, Persoalan Ekonomi Sosialis Indonesia, h. 47 172 Ibid, hal 46
untuk menjual barangnya semakin berkurang.173 Oleh karena itu, Hatta
mengatakan politik perkonomian yang positif dalam menuju kemakmuran rakyat
ialah mengadakan secara besar-besaran transmigrasi, yaitu pemindahan penduduk
dari pulau Jawa ke pulau seberang, yang disertai pula dengan politik
industrialisasi.174 Begitu pula sebaliknya, transmigrasi saja dengan tidak disertai
dengan industri tidak akan melepaskan kesusahan rakyat, melainkan hanya
menundanya saja.175
Transmigrasi gunanya untuk mengadakan koreksi dalam hal persebaran
penduduk. Persebaran penduduk yang sangat timpang, menjadi halangan besar
untuk memajukan industrialisasi sebagai politik kemakmuran rakyat.176 Hatta
berpendapat bahwa persebaran penduduk yang sangat timpang seperti ini jelas
akan membahayakan apabila pemerintah sebagai stakeholder tidak segera
mengambil tindakan yang serius dalam masalah ini.177
Hatta menguraikan dengan penduduk pulau Jawa yang terlalu rapat, yaitu 360
orang per km persegi (pada tahun 1946), yang tidak mempunyai tenaga pembeli,
tidak akan dapat dibangun berbagai macam industri yang akan menjadi tiang
kemakmuran rakyat. Tanah seberang penduduknya terlalu jarang, yaitu 12 orang
173 Lihat Mohammad Hatta, Beberapa Fasal Ekonomi Jild 1, h. 169 174 Mohammad Hatta, Demokrasi Kita, Bebas Aktif, h. 14 175 Mohammad Hatta, Beberapa Fasal Ekonomi Jild 1, h. 170 176 Mohammad Hatta, Demokrasi Kita, Bebas Aktif, h. 14 177 Mohammad Hatta, Kumpulan Pidato III, h. 217
per km persegi, sehingga tidak mungkin diadakan lebih dulu perbaikan dalam hal
persebaran penduduk dengan jalan transmigrasi besar-besaran, sebab penduduk
yang akan dipindahkan itu harus masyarakat kecil yang lengkap susunannya dan
diperlengkapi pula dengan alat kerja yang modern, bukan pemindahan orang
banyak, sebagai orang-seorang.178
Dalam proses pemindahan tersebut, secara rinci, Mohammad Hatta
menjelaskan pelaksanaan transmigrasi menyangkut dua hal : Pertama, rakyat
dipindahkan itu ditempatkan di tempat yang telah terbuka, tetapi dilengkapi
dengan persediaan hidup baru. Mereka tidak bakal mengerjakan pertanian, tetapi
akan dipekerjakan dalam industri, transport dan lain-lain. Pendeknya, ditempat
mereka itu harus diadakan pusat industri, dibangunkan kota dan dengan
membangunkan kota dan pabrik itu, maka secara tidak langsung akan terbukanya
pintu pekerjaan bagi mereka yang baru datang, antara kota dan desa sekelilingnya
timbul pertukaran penghasilan.179
Kedua, Transmigrasi itu harus diadakan dengan membuka hutan dan membuat
jalan transportasi dan membasmi sarang penyakit. Untuk pekerjaan tersebut saja
sudah harus memerlukan beribu-ribu tenaga kerja untuk mengerjakannya. Usaha
tersebut tidak saja memberikan pekerjaan dan memerangi pengangguran. Namun,
disamping usaha membuka hutan itu, dapat juga diadakan secara serentak
178 Mohammad Hatta, Demokrasi Kita, Bebas Aktif, h. 14 179 Mohammad Hatta, Beberapa Fasal Ekonomi Jild 1, h. 73
berbagai usaha lain, yaitu kayu yang ditebang tersebut dapat dijadikan barang
yang sifatnya ekonomis.180
Kemudian, apabila persebaran penduduk sudah lebih baik, maka dasar
penghidupan di tanah jawa pun akan bertambah baik, dan tenaga pembeli rakyat
di pulau tersebut akan bertambah besar. Disamping itu, di tanah seberang di
tempat-tempat yang dibuka itu, munculnya tenaga-tenaga pembeli baru. Dengan
bertambahnya tenaga pembeli rakyat, dapatlah didirikan berbagai industri, yang
pada gilirannya nanti memperbesar pula tenaga pembeli yang ada.181
d. Penguasaan Cabang-Cabang Produksi oleh Negara yang Menyangkut Hajat
Hidup Orang Banyak
Hatta menyatakan bahwa air, listrik, gas atau bahan bakar minyak lainnya
harus cukup bagi rakyat dan murah harganya. Rakyat tidak dapat dikatakan
bahagia apabila menderita kekurangan dalam hal tersebut.182 Oleh karena itu
dalam menilai masalah ini, negara harus menerapkan program ekonomi nasional,
dengan cara mengambil alih dan menguasai cabang-cabang produksi seperti
bahan tambang, pelabuhan, pos, listrik dan lain-lain demi kemakmuran rakyat.
Ekonomi nasional yang dipraktikkan disini, bukan berarti negara harus
mengganti bangsa asing tersebut dengan bangsa Indonesia, karena menurutnya
ekonomi nasional berarti membangun ekonomi Indonesia untuk kepentingan
180 Ibid, h. 176 181 Mohammad Hatta, Demokrasi Kita, Bebas Aktif, h. 15 182 Mohammad Hatta, Persoalan Ekonomi Sosialis Indonesia, h. 32
bangsa Indonesia. Karena dalam pendapat Hatta, tidak ada bedanya antara
kapitalis asing diganti kapitalis Indonesia, karena kapitalis sama-sama memeras
rakyat. Malahan kadang-kadang kapitalis asing itu, yang lebih banyak modalnya
dan persediannya, lebih besar memberi jaminan kaum buruh.183
Lalu dalam penerapan ekonomi nasional tersebut, apabila bangsa ini tidak
mempunyai orang-orang yang ahli untuk menjalankan perusahaan tersebut,
perusahaan negara yang menyangkut hajat hidup orang banyak maksudnya, hal
itu bisa dijalankan dengan mendatangkan ahli-ahli dari luar negeri, kalau perlu
dengan bayaran yang mahal dan pantas, tapi dengan catatan bahwa dalam
beberapa waktu kemudian mereka mendidik orang-orang Indonesia supaya bisa
menggantikannya kemudian. Dalam hal ini, Hatta mencontohkan negara Rusia
yang menyelenggarakan plan lima tahunnya dengan mendatangkan orang-orang
dari Amerika, dan Jerman yang bahkan menggaji ahli-ahli dari bangsa asing
sampai 25 kali lipat dari gaji orang-orangnya sendiri.184
e. Pembangunan Bank untuk Membangun Roda Perekonomian
Organisasi dan kedudukan bank pada satu negeri adalah cermin dari pada
keadaan dan kemajuan ekonominya.185 Pembangunan nasional yang dipaparkan
Hatta seperti, pengentasan kemiskinan, membangun perumahan, pelaksanaan
transmigrasi dan politik industrialisasi, mau tidak mau memerlukan modal yang
183 Lihat Mohammad Hatta, Kumpulan Pidato II, h. 21 184 Ibid, h. 23 185 Mohammad Hatta, Bank Dalam Masyakat Indonesia, , h.26
tidak sedikit. Oleh karena itu, dalam pandangan Hatta Bank perlu diadakan untuk
menyokong kemajuan perekonomian Indonesia.
Tetapi sebagai seorang muslim yang taat, Hatta menyadari bahwa
pembangunan bank ini tidak terlepas dari adanya bunga yang akan dipraktikkan
bank-bank tersebut nanti. Dalam memandang bunga, Hatta menolak apabila
bunga disamakan dengan riba, karena menurutnya, semangat yang dimiliki oleh
bunga berbeda dengan semangat yang ada pada riba. Semangat bunga menurutnya
adalah semangat yang produktif, yang mana uang tersebut digunakan untuk
membuat perusahaan atau memajukan perusahaan, yang pada akhirnya akan
menimbulkan kemajuan perekonomian. Berbeda dengan bunga, semangat yang
diusung riba adalah semangat yang konsumtif dan juga menghancurkan, dalam
artian, orang tidak akan meminjam suatu uang dengan bunga bukan untuk
berusaha, namun untuk memenuhi kebutuhan yang mendesak bagi orang yang
meminjam tersebut. Hatta juga menganalisis bahwa timbulnya larangan riba
disebabkan karena riba merupakan pintu gerbang awal menuju sebuah
perbudakan. Hatta mengatakan :
“jika kita perhatikan keadaan masyarakat, tatkala agama diturunkan Allah ke dunia. Di masa itu orang rata-rata hidup dalam masyarakat agrarian. Pertanian yang menjadi pokok yang terutama. Perniagaan hampir tidak dikerjakan orang biasa. Pertanian secara dahulu tidak memakai kapital, selain dari alat bekerja satu dua. Faktor usaha yang terutama ialah tanah dan pekerjaan manusia. Untuk mengerjakan tanahnya, orang tak perlu meminjam kapital, betapa juga miskinnya. Kapital tak perlu buat berusaha. Dan siapa yang meminjam uang, biasanya ia meminjam untuk keperluan hidupnya. Boleh jadi karena musim kemarau, pertaniannya tidak berhasil. Pinjamannya itu ialah pinjaman konsumtif, pinjaman buat ongkos makan. Bukan pinjaman produktif, untuk berusaha. Oleh karena itu dipinjam untuk membeli barang makanan, maka
sukar bagi si peminjam akan mengembalikannya kemudian. Apalagi jika ia diberati dengan rente yang tidak ringan. Kalau cuma jumlah rente yang dibayar saban tahun atau saban bulan atau saban minggu induk utangnya tidak akan pernah lunas. Uang pengembalikan utangnya itu mesti didapatinya kelak dari hasil tanahnya. Dan apabila hasil itu cukup buat dimakan saja, alangkah susah baginya memisahkan beberapa bagian untuk angsuran utangnya dengan rentenya. Waktu meminjam itu tidak dipikirkannya, dapat tidaknya ia mengembalikan utang itu kelak. Yang terasa benar baginya ialah keperluan sekarang, kesakitan hidupnya di waktu itu. Keperluan di masa datang masih kabur bagi pandangan jiwanya. Asal dapat ia meminjam, segala peraturan si tukang riba diterimanya. Karena pinjaman itu sering terjadi, bahwa hartanya habis tergadai untuk pembayar utang. Jika harta habis sama sekali, utang dibayar dengan badan. Ia menjadi budak kepada orang tempat ia berutang. Di zaman berbudak itu, utang menjadi sebab perbudakan. Diwaktu itu orang yang meminjam, kebanyakan orang yang miskin, yang tidak mempunyai tahan buat hidup. Rente yang tidak terbayar sering menghilangkan kemerdekaan si peminjam. Sebab itu tak heran, jika rente dilarang keras oleh agama.” 186
Hatta juga melanjutkan bahwa bunga adalah bagian dari keuntungan yang
dicapai dari usaha tersebut, cuma caranya sedikit berbeda dengan pembagian
keuntungan pada umumnya, seperti 50:50, namun pada bunga jumlah bagian tiu
ditetapkan terlebih dahulu yaitu sekian persen dari modalnya. Karena akan sangat
sulit bagi bank yang melayani beratus-ratus transaksi kredit untuk menentukan
kesepakatan mengenai pembagian keuntungan dengan orang seorang, oleh karena
itu pembayaran yang disertai bunga dalam pandangan Hatta lebih mudah dan
rasional untuk dijalankan.187
186 Mohammad Hatta, Bank Dalam Masyakat Indonesia, (Jakarta : Bank Nasional, 1942),
h.12 187 Ibid, h. 13
Hatta juga mengkritik para ulama yang mengusulkan agar bank menghindari
pembayaran bunga kepada nasabah, melainkan membagikan keuntungan habis
tahun kepada mereka yang empunya andil dan uang simpanan. Akan tetapi usul
ini, menurut Hatta sukar untuk dilakukan bagi bank yang banyak peraturan
kreditnya, selain itu hal ini menyulitkan pekerjaan dan memperbanyak
administrasi untuk menghitung bagian masing-masing dengan secara adil, seperti
pembagian deposito yang beragam jangka waktunya, penyimpanan biasa dan lain
sebagainya. Dalam menilai ulama yang mengajukan usul ini, Hatta secara tegas
mengatakan bahwa usul ini tidak praktis.188
Bank tanpa bunga, Hatta tidak dapat membayangkannya, akan tetapi lain lagi
ceritanya apabila pengurus dan pegawainya semuanya orang kaya yang bekerja
tidak mendapatkan upah akan tetapi hanya mengharapkan ridho Allah semata,
akan tetapi sayangnya orang itu tidak ada (atau mungkin lebih tepatnya belum
ada).189 Oleh karena itu Hatta secara tegas pula mengatakan, bahwa orang yang
menolak bunga ini, lebih baik ia menolak kemajuan, sebab bank tidak akan ada
bila tidak adanya bunga. Hatta mengatakan :
“Siapa yang tak suka kedudukan rente apa juga, lebih baik ia menolak kemajuan, menolak adanya bank. Perusahaan bank tidak terlepas daripada perhitungan rente. Itulah sendinya. Rente adalah bayaran atas pinjaman kapital. 190
188 Ibid, h. 14 189 Mohammad Hatta, Beberapa Fasal Ekonomi Jilid ke II Djalan ke Ekonomi dan Bank ,
(Jakarta : Dinas Penerbitan Balai Pustaka Djakarta, 1958), Cetakan ke-III, h. 206 190 Mohammad Hatta, Bank Dalam Masyakat Indonesia, h. 15
Hatta juga mengkritik orang yang berpandangan bahwa bunga itu hanya
berasal dari uang yang berlebih dari pinjaman, akan tetapi kalau uang itu
digunakan untuk membeli rumah dan tanah dan menerimanya sebagai sewa tanah,
hal itu tidak menjadi bunga. Menurut Hatta hal ini tidak ada bedanya dan sama
saja.191 Hatta melanjutkan kritiknya kepada bank yang mengaku menolak bunga,
akan tetapi, menutupinya dengan istilah “ongkos adminstrasi”.192 Padahal hal itu
sama saja dan tidak ada bedanya dengan bunga, yakni ongkos administrasi itu
dihitung sekian persen dari jumlah pinjaman, Hatta menjelaskan :
“Hingga sekian benar teorinya untuk menghilangkan rupa pemungutan rente itu. Tetapi betapa praktiknya? Dalam praktik jumlah ongkos adminstrasi itu dihitung menurut besar pinjaman, dengan menentukan sekian persen daripda jumlah yang dpinjamkan. Ada satu dua bank muslimin yang menghitung ongkos adminstrasi itu 1½ % sebulan dengan 18 % setahun. Pembayaran yang dihitung sekian persen daripada jumlah pinjaman adalah rente, sekalipun disebut ongkos administrasi. Kalau benar rente yang dibayar si peminjam itu ongkos adminstrasi semata-mata, maka ongkos itu tidak patut berbeda jumlah pinjamannya. Menuliskan utang si A sejumlah Rp 100.000,- tidak berapa beda lelahnya dengan menuliskan utang si B sejumlah Rp 1000,- atau utang si C sejumlah Rp 100,-. Luas kertas tempat menuliskannya juga kira-kira sama. Apa sebabnya berat pikulan itu dibagi menurut besarnya pinjaman?.”193
Melihat kenyataan tersebut, Hatta menganjurkan agar para ulama pada saat ini
tidak hanya mempelajari masalah agama saja, akan tetapi juga mempelajari
masalah sosial, ekonomi dan hukum,194 agar memahami perkembangan zaman.
191 Lihat Mohammad Hatta, Beberapa Fasal Ekonomi Jilid ke II, h. 205 192 Ibid, h. 206 193 Ibid, h. 207 194 Ibid, h. 211
Dan Hatta juga memperingatkan para ulama agar tidak memperhatikan huruf dari
larangan agama saja, melainkan semangat yang dibawa dari larangan tersebut.195
Melanjutkan soal bunga ini, pada suatu segi hidup yang lain dalam
perekonomian rakyat Indonesia, Hatta mengatakan bahwa bank pasar yang
didirikan di beberapa tempat untuk orang kecil sudah termasuk riba. Ia
mengambil contoh bahwa pada bank pasar tersebut seseorang membuat pinjaman
f 1 –dengan rente 3 sen sehari selama 40 hari. Ini berarti 40 persen dalam 40 hari
atau 360 % setahun- ini riba tegasnya.196 Rupanya soal tinggi rendahnya rente
sangat berarti bagi Hatta dalam menilai rente itu sendiri.197 f. Masalah Bantuan Asing
Lalu selain pembangunan bank, Hatta berpendapat bahwa untuk
melaksanakan pembangunan nasional, maka negeri ini harus memperhitungkan
bantuan asing sebagai modal pembangunan. Dan dalam keseluruhannya corak
bantuan perkembangan yang diperlukan Indonesia adalah sebagai berikut :
Pertama, bantuan untuk membentuk apa yang sering disebut human capital,
untuk memperoleh seorang pandai yang berpengalaman dan mahir dalam bekerja.
Kedua, bantuan modal untuk membiayai proyek-proyek infrastruktural, seperti
jalan-jalan besar, pelabuhan, memperbaiki aliran-aliran sungai, membuat kanal
195 Mohammad Hatta, Bank Dalam Masyakat Indonesia, h. 17 196 Mohammad Hatta, Beberapa Fasal Ekonomi Jilid ke II, h. 219 197 Deliar Noer, Biografi Politik Mohammad Hatta, h. 172
dan lainnya. Ketiga, bantuan untuk melaksanakan pre-investment activities,
seperti mengadakan penyelidikan geologi, biayanya sebagian atau sepenuhnya
dapat dipikul oleh Indonesia. tetapi tenaga ahlinya sebagian harus datang dari luar
negeri. Keempat, bantuan modal untuk memperbesar sistem saluran air dan
waduk pada berbagai daerah di Indonesia guna mengintensifkan dan
melipatgandakan hasil bumi. Sebagian dari sistem saluran ini dapat sekaligus jadi
sumber pembangunan tenaga listrik untuk industri dan penerangan. Kelima,
bantuan modal untuk pembangunan berbagai macam industri dasar dan tambang
serta industri lainnnya yang penting bagi rakyat. Modal yang dipinjam itu dibayar
kembali berangsur-angsur dengan hasil perkembangan produksi itu sendiri.198
Lalu mengenai bantuan asing yang berupa pinjaman uang, Hatta
mengemukakan syarat-syarat yang harus ditempuh apabila negara ini mau
meminta pinjaman asing tersebut, yaitu :
1. Negara yang memberi pinjaman tidak mencampuri politik dalam negeri
negara yang meminjam (Indonesia).
2. Bunga yang dipinjamkan tidak boleh lebih dari 3-3,5 persen setahun, dan
3. Jangka kredit itu jangka lama. Kalau untuk industri boleh antara 10-20 tahun.
Tetapi kalau kredit untuk membangun jalan-jalan, pengairan dan
pembangunan listrik, kredit dapat lebih lama lagi jangkanya.199
198 Mohammad Hatta, Demokrasi Kita, Bebas Aktif, h. 216 199 Ibid, h. 187
Hatta memperhitungkan bahwa syarat-syarat ini bisa dipertimbangkan bagi
negara pendonor. Karena menurut Hatta, setelah perang dunia ke II, negara-
negara maju mengalami kemajuan industri yang sangat luar biasa, sementara
negara-negara yang baru terlepas dari belenggu penjajah kondisi kemajuan
perekonomiannya masih sangat tertinggal. Hatta menganalisis, bahwa jurang
perekonomian yang begitu lebar ini bisa mengganggu dan menggoyahkan
eksistensi perekonomian negara-negara maju, hal itu disebabkan negara-negara
maju tidak mempunyai pangsa pasar untuk menjual barang-barang yang
dihasilkannya apabila negara-negara yang baru merdeka tersebut masih miskin.
melihat keadaaan ini jelas negara-negara maju mempunyai kepentingan dalam
memberikan bantuan finansial kepada negara-negara yang baru merdeka tersebut..
B. Analisis Pemikiran Ekonomi Mohammad Hatta ditinjau dari Perspektif
Ekonomi Islam
Sebuah ciri khas yang unik serta menjadi benang merah dalam menganalisis
pemikiran ekonomi Mohammad Hatta, adalah sebuah kenyataan bahwa Hatta
sangat menekankan moral dan akhlak. Penekanan moral dan akhlak dalam
pemikiran ekonominya bisa dilihat dalam dasar-dasar moral koperasi yang
dikemukakan Hatta, yang mana salah satu dari dasar-dasar moral tersebut, Hatta
melarang koperasi untuk menjual barang yang palsu, dan memerintahkan untuk
penggunaan ukuran timbangan yang benar dan terjamin. Pemikiran lain Hatta
yang menekankan moral dan akhlak itu terlihat pula dalam salah satu tugas
koperasi seperti memperbaiki distribusi untuk meng-counter pedagang yang
menimbun barang, serta menyingkirkan penghisapan seperti menghapus sistem
ijon, yaitu sistem jual beli tanaman (terutama padi) yang masih belum masak dan
masih di atas pohon.
Tidak hanya penekanan moral dan akhlak, pemikiran Hatta pun sarat dengan
nilai-nilai, salah satunya nilai keadilan. Dalam nilai keadilan ini, terlihat benar
(apabila kita mengamati pemikirannya), Hatta sangat menggandrungi cita-cita
keadilan sosial dalam masalah ekonomi. Hal itu tidak mengherankan, karena lebih
dari separuh hidupnya ia melihat dengan mata kepalanya sendiri dan sudah muak
dengan kesengsaraan rakyat Indonesia yang tertindas dan perlakuan diskriminasi
rasial dan sebutan “inlander kotor” yang dilakukan oleh kaum imperialis.200
Melihat latar belakang tersebut, agaknya bisa dipahami apabila ajaran sosialisme
Karl Marx yang menentang eksploitasi dan penghisapan yang dilakukan kaum
kapitalis menjadi inspirasi keadilan sosial Hatta disamping ajaran Islam dan
demokrasi asli masyarakat Indonesia. Namun, walaupun Hatta menginspirasikan
Karl Marx, bukan berarti Hatta menerima dengan mentah-mentah ajaran tersebut.
Dalam ajaran Karl Marx ini, Hatta jelas-jelas menolak dasar materialisme sebagai
pandangan hidupnya.201
200 Lihat Mohammad Hatta, Karya Lengkap Bung Hatta Jilid 1, h. 87 201 Mohammad Hatta, Persoalan Ekonomi Sosialis Indonesia, h. 15
Keadilan sosial yang merupakan tujuan dari demokrasi ekonomi dan menjadi
corak berfikir Hatta, tidaklah berbeda dengan semangat keadilan yang dibawa
ekonomi Islam. Bahkan dalam ekonomi Islam, keadilan merupakan salah satu
nilai-nilai dasar yang harus dimiliki selain dari keseimbangan dan kepemilikan.
Dan dengan adanya nilai dasar keadilan ini, pemikiran Hatta yang memberikan
stressing terhadap pekanan moral seperti larangan mencegah sistem ijon,
mencegah penimbunan, serta menganjurkan koperasi untuk menggunakan
timbangan yang benar sangat sesuai dengan nilai yang ada ekonomi Islam ini.
Selain itu, dengan adanya nilai keadilan dalam perekonomian berarti mencegah
seseorang berperilaku zalim kepada pihak yang lemah. Dalam Al-Quran secara
ekspilsit ditemukan bahwa keadilan merupakan nilai universal, keadilan adalah
kualitas intrinsik yang melekat dalam diri manusia.202 Seperti tertuang dalam
surat Al-Maidah ayat 8 :
⌧
☺ ) ٨ : الماءدة( ☺
Artinya : hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu
202 Muhammad, Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam, (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2007), Cet ke-I, h.
104 105
lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Maidah : 8)
Dalam Islam, kelompok ekonomi lemah tidak dipandang sebagai sosok
manusia pemalas, tidak suka menabung atau berinvestasi, tetapi Islam
memberikan perhatian dan berpihak kepada mereka yang lemah secara ekonomis.
Nampaknya memang sangat tidak logis jika keterbelakangan usaha ekonomi
rakyat hanya dikaitkan dengan satu faktor saja. Sementara sejumlah faktor lain
yang menjadi variabel utama tidak disentuh sama sekali. Faktor ketidakadilan dan
model pembangunan misalnya, merupakan dua faktor penghambat bagi tumbuh
dan berkembangnya usaha ekonomi rakyat. Ketidakadilan sebagai salah satu
faktor keterbelakangan usaha ekonomi rakyat berhasil dianalisis dengan
sistematis oleh para sosiolog. Mereka memandang ketidakadilan sebagai
penyebab keterbelakangan bahkan kemiskinan dalam suatu masyarakat, baik
ketidakadilan dalam pemilikan alat produksi maupun pemerataan hasil produksi.
Model pembangunan juga dipandang sebagai faktor usaha yang laik untuk
dipertimbangkan. Model pembangunan yang hanya berorientasi pertumbuhan
ekonomi akan melahirkan kemiskinan dan keterbelakangan suatu kelompok
masyarakat.203
Mengingat begitu esensialnya masalah keadilan, sehingga nabi sendiri dengan
tegas melarang para petani di desa-desa melakukan transaksi bisnis dengan orang-
203 Ibid, h. 106-107
orang kota yang diyakini melakukan tindakan eksploitasi.204 Dan masalah
keadilan inipun diamini oleh ekonom muslim, Ibnu Khaldun, yang menyatakan
bahwa keadilan merupakan salah satu syarat utama untuk mencapai kesejahteraan
dan pembangunan disamping masyarakat dan pemerintah.205
Lalu masih mengenai perihal keadilan, konsep yang ditawarkan Hatta
mengenai penetapan upah minimum yang adil bagi setiap pekerja oleh negara,
kurang lebih hampir serupa dengan konsep perlindungan tenaga kerja dalam
ekonomi Islam. Konsep perlindungan tenaga kerja dalam ekonomi Islam, juga
masuk kategori penekanan prinsip keadilan dalam nilai-nilai dasar ekonomi
Islam. Tujuan dari penetapan upah yang adil juga dinyatakan seorang pemikir
ekonomi Islam masa klasik, Ibnu Taimiyah, yang mengatakan bahwa tujuan dasar
dari upah yang adil adalah untuk melindungi kepentingan pekerja dan majikan
serta melindungi mereka dari aksi saling mengeksploitasi.206 Begitu juga dengan
Dr.Yusuf Qardhawi, yang mengatakan bahwa pengaturan upah yang adil bagi
kaum buruh, menjamin kerja sama yang baik antara buruh dan majikan, sehingga
tidak terjadi kesewenang-wenangan pihak yang kuat (majikan) terhadap pihak
yang lemah (buruh).207
204 Ibid, h. 106 205 Euis Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, h. 203 206 Ir. Adiwarman A. Karim, SE, MBA, MAEP, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Jakarta :
PT Raja Grafindo Persada, 2006), Edisi ke-III, h. 363 207 Dr.Yusuf Qardhawi , Penerjemah Al-Jamid Al-Husaini, Fatwa-Fatwa Mutakhir Dr Yusuf
Qardhawi, (Jakarta : Pustaka Hidayah, 1994), h. 741
Selain nilai keadilan, Hatta juga menyisipkan beberapa nilai-nilai lainnya
dalam pemikirannya. Nilai tersebut ialah nilai-nilai kekeluargaan, persaudaraan,
solidaritas dan gotong-royong dalam berekonomi, yang mana nilai-nilai tersebut
dimanifestasikan dalam bentuk koperasi. Dalam pemikiran koperasinya, Hatta
pun tidak segan-segan mengatakan bahwa persekutuan koperasi adalah sebuah
persekutuan keluarga besar.208
Sebagaimana halnya dengan pemikiran Hatta, ekonomi Islam juga
menekankan kerjasama dan gotong-royong, yang mana dalam ekonomi Islam
kerjasama dan gotong-royong termasuk ke dalam bagian nilai-nilai instrumental
ekonomi Islam. Dengan gotong-royong dan kerjasama inilah yang pada akhirnya
akan menimbulkan kesadaran pada diri orang yang melakukan kerjasama
tersebut, bahwa ia tidak akan mampu berbuat banyak apabila dalam hidupnya
tidak terdapat orang lain di sekelilingnya. Kesadaran ini pun menjadi penting dan
menjadi benih dalam menumbuhkan semangat tolong-menolong dan persaudaraan
terhadap orang saling bekerjsama tersebut. Ibnu Khaldun, seorang sarjana
ekonomi islam, juga mengatakan bahwa di dalam masyarakat solidaritas sangat
diperlukan untuk meningkatkan kerja sama, sehingga dengan solidaritas tersebut
akan meningkatkan produktivitas dalam masyarakat itu sendiri.209
Selanjutnya, Hatta mengeluarkan politik ekonomi yang dilakukan oleh
pemerintah haruslah bertujuan untuk menaikkan daya beli masyarakat. Untuk
208 Lihat tugas-tugas koperasi 209 Lihat Euis Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, h. 203
mencapai tujuan tersebut, maka mau tidak mau, segala aktivitas produksi harus
digalakkan. Dengan menggalakkan aktivitas produksi tersebut, berarti negara
harus menciptakan kesempatan kerja bagi rakyatnya. Dalam menaikkan aktivitas
produksi bagi negara, terlihat pemikiran yang dikemukakan Hatta, bahwa ia
sangat mementingkan kemajuan sektor riil dan pemberdayaan ekonomi rakyat
dengan menciptakan koperasi sebagai instrumennya. Pemikiran lain Hatta untuk
menaikkan aktivitas produksi ialah dengan mengadakan konsep transmigrasi dan
pembukaan hutan di tanah seberang. Konsep transmigrasi yang berarti
pemindahan penduduk secara besar-besaran bukan berarti pemindahan yang asal-
asalan, tetapi pemindahan yang lengkap susunannya, dan terdiri dari berbagai
macam spesifikasi profesi dan keahlian.
Dalam pandangan Islam, aktivitas produksi merupakan bagian dari kewajiban
imaratul kaun, yakni menciptakan kemakmuran semesta untuk semua makhluk.210
Rasulullah sebagai kepala negara juga menekankankan pentingnya aktivitas
produksi. Hal itu bisa dibuktikan dengan tindakan Rasulullah kemudian yang
menerapkan kebijakan penyediaan lapangan pekerjaan bagi kaum Muhajirin
sekaligus peningkatan pendapatan nasional kaum muslimin dengan
mengimplementasikan akad muzara’ah, musaqat, dan mudharabah. Secara alami,
perluasan produksi dan fasilitas perdagangan meningkatkan produksi total kaum
muslimin dan menghasilkan pemanfaatan sumber daya tenaga kerja, lahan dan
210 Ibid, h. 258
modal. Selain itu, Rasulullah Saw, juga membagikan tanah kepada kaum
Muhajirin untuk pembangunan pemukiman yang berimplikasi pada peningkatan
partisipasi kerja dan aktivitas pembangunan pemukiman di Madinah. Sehingga
kesejahteraan umum kaum muslimin mengalami peningkatan.211
Islam menilai kemajuan ekonomi bukan dengan indikator pertumbuhan GNP
(Gross National Product), tetapi sejauh mana memberikan peluang-peluang
ekonomi yang semakin besar kepada rakyat. Oleh sebab itu, sektor riil lebih
diutamakan daripada sektor moneter yang hanya menciptakan perputaran uang
diantara kelompok tertentu saja. Hal ini sekaligus membuktikan, sasaran ekonomi
dalam Islam adalah manusia sebagai prioritas utama bukan ekonomi itu sendiri.
Islam memandang bahwa betapapun berkembangnya ekonomi kalau tidak
mendatangkan kesejahteraan kepada umat manusia sama saja tidak ada artinya.212
Oleh karena itu, dalam ekonomi Islam aktivitas produksi yang dilakukan harus
merata sehingga pada akhirnya perputaran uang di suatu negara pun akan lancar
dan seimbang.
)٧ :لحشر ١ (
Artinya : agar harta tidak berputar hanya dikalangan orang tertentu saja (QS. Al-Hasyr : 7) Islam juga mengemukakan pandangan pentingnya spesialisasi pekerjaan, Al-
Ghazali, cendikiawan muslim masa klasik, juga mengeluarkan pendapat yang
211 Ibid, h. 152 212 Muhammad, Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam, h. 107
serupa dengan Hatta dan turut menekankan pula gagasan mengenai spesialisasi
pekerjaan dan saling ketergantungan dalam bekerja.213 dalam pandangan Islam
penempatan orang harus sesuai dengan bidang yang dimilikinya dan Islam pun
melarang untuk menyerahkan urusan bukan kepada ahlinya : “Apabila sesuatu
diberikan kepada bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya”.214
Pemikiran ekonomi Hatta lainnya yang patut dicermati adalah masalah
pemenuhan kebutuhan dasar rakyat (jaminan sosial) oleh negara, yang meliputi
sandang, pangan, papan, kesehatan dan pendidikan. Dalam konteks ekonomi
Islam, jaminan sosial menjadi bagian tersendiri dari nilai-nilai instrumental
ekonomi Islam. Konsep jaminan sosial dalam Islam berarti negara memiliki peran
yang penting dalam memenuhi kebutuhan sandang, pangan dan perumahan tiap-
tiap individu rakyatnya termasuk pelayanan publik seperti pendidikan, kesehatan,
dan jaminan keamanan.
Selanjutnya pemikiran ekonomi yang ditawarkan Hatta yang lain yang cukup
menonjol adalah konsep kedaulatan rakyat yang berkenaan dengan penguasaan
masalah cabang-cabang produksi yang menyangkut hajat hidup orang banyak
oleh negara dan dikelola yang mana keuntungan dari pengelolaan tersebut
diperuntukkan untuk kemakmuran rakyat seluruhnya. Oleh karena itu, dalam
kedaulatan rakyat ini, distribusi kekayaan dan barang dalam pandangan Hatta
harus merata.
213Adiwarman Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, h. 330 214 Yusuf Qardhawi, Peran Nilai dan Moral, h. 195
Dalam pandangan Islam, paham kedaulatan rakyat memang sangat luas. Sama
dengan Hatta, dalam Islam, dasar musyawarah bukan hanya dilakukan dalam hal
politik, tetapi juga meliputi soal-soal ekonomi. Bukanlah hanya pemerintahan dan
politik negara saja yang mesti tunduk pada hukum musyawarah, tetapi sistem
perekonomian dan pengawasan jalannya kemakmuran rakyat, haruslah tunduk
dibawah hukum kedaulatan rakyat.215 Oleh karena itu serupa dengan pemikiran
Hatta, dalam ekonomi Islam, segala cabang produksi yang menyangkut hajat
hidup orang banyak, dikuasai dan dikelola oleh negara. Seperti yang dijelaskan
sebelumnya, bahwa segala kekayaan alam yang ada di jagat raya ini pada
hakikatnya adalah kepunyaan Allah, manusia bukanlah pemilik hakiki dari alam
ini, akan tetapi manusia hanya mempunyai hak pakai dan hak kelola. Atas dasar
inilah ekonomi Islam tidak membenarkan adanya praktik monopoli, dan
merupakan landasan awal dalam hak negara untuk mengelola cabang produksi
yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Pemikiran pengelolaan oleh negara
ini dalam ekonomi Islam mendapat kedudukan yang sangat penting, yakni
termasuk ke dalam nilai dasar pemilikan dalam nilai-nilai dasar yang harus ada
dalam ekonomi Islam. Tidak hanya nilai-nilai dasar dalam ekonomi Islam,
peranan negara dalam mengelola cabang produksi yang menyangkut hajat hidup
orang banyak bahkan juga termasuk nilai-nilai instrumental dalam ekonomi
Islam.
215 KH. Abdullah Zaky Al-Kaaf, Ekonomi dalam Perspektif Islam, hal 100
Selanjutnya mengenai pendapat Hatta yang berkenaan dengan bunga bank
seperti yang dijelaskan yang di poin sebelumnya, bahwa Hatta menolak apabila
bunga disamakan dengan riba, karena menurut Hatta semangat yang dibawa riba
adalah semangat konsumtif, bukan semangat produktif. Karena semangat yang
dibawa riba adalah semangat produktif, maka Hatta mewajarkan apabila
peminjam memungut bunga atas pinjaman yang diberikannya. Hatta melanjutkan
bahwa bunga membawa semangat yang membangun (perekonomian), berbeda
dengan riba yang membawa semangat menghancurkan (perekonomian) dan riba
menurut Hatta sendiri yang dalam hal ini pemungutan imbalan atas pinjaman
untuk keperluan konsumtif adalah sesuatu yang dilarang.
Dalam menilai pandangan Hatta dari kaca mata ekonomi Islam ini, maka
perlu dianalisis terlebih dahulu mengenai semangat produktif yang dibawa Hatta,
dan menilai apakah pandangan Hatta ini tedapat nilai keadilan atau tidak. Dalam
menilai pinjaman produktif, ada baiknya apabila penulis mengutip pendapat
Afzalur Rahman yang mengungkapkan bahwa dalam pinjaman produktif, yang
mana pinjaman tersebut untuk memulai atau membangun suatu usaha, maka
hanya terdapat dua kemungkinan yaitu memperoleh keuntungan atau menderita
kerugian. Lalu bagaimana jika peminjam menjalankan bisnisnya mengalami
kerugian, bagaimana dan dengan landasan apa kreditor dibenarkan menarik
keuntungan tetap secara bulanan atau tahunan dari peminjam? Dan apabila
keuntungan yang diperoleh sama atau kurang dari besarnya bunga setiap bulan
atau tahun, maka bagaimana kreditor dibenarkan untuk mengambil bagian
sedangkan ia sendiri tidak melakukan apa-apa sementara peminjam yang bekerja
keras, meluangkan waktunya, tenaga, kemampuan dan modal pribadinya, setelah
pengorbanan itu semua, tidak memperoleh apa-apa. 216
Kalaupun keuntungan yang diperoleh peminjam itu lebih besar dari jumlah
bunga yang harus dibayarkan, tidak dibenarkan baik dengan akal, rasa keadilan,
prinsip-prinsip perdagangan dan ekonomi bahwa pedagang, industrialialis, petani
serta faktor-faktor produksi lainnya yang telah menghabiskan waktu, tenaga,
kemampuan dan sumber lain daripada jasmani dan mentalnya, untuk
mengeluarkan atau menyediakan barang-barang kebutuhan masyarakat, yang
kemungkinan memperoleh keuntungan tidak tetap, sedangkan sang pemberi
modal memperoleh jaminan bunga yang tetap dan pasti. Semua pihak mempunyai
risiko menderita kerugian, tetapi pemilik modal memiliki jaminan bunga yang
pasti. Besarnya keuntungan bagi semua agen mengalami naik turun sejalan
dengan perubahan harga bunga tetapi bunga bagi kaum bermodal tetap saja dan
dibayar secara tetap setiap bulan atau setiap tahun dalam keadaan bagaimanapun.
Tetapi jika kreditor menginginkan modalnya harus diinvestasikan pada usaha-
uasha yang menguntungkan sehingga memungkinkan ia memperoleh keuntungan,
satu-satunya cara yang wajar dan praktis baginya adalah dengan memasuki suatu
216 Afzalaur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam Jilid 3, (Jakarta : Dana Bakti Wakaf, 1995),
Cetakan ke-II hal 60
partnership, dengan bisnisman, dan bukannya dengan meminjamkan modal
dengan menarik bunga.217
Para pelopor pemikiran yang mengatakan bahwa dengan “menunggu” atau
“menahan diri” dalam suatu periode tertentu dan tidak menggunakan modanya
sendiri untuk memenuhi keinginannya sendiri, kreditor memberikan “waktu”
kepada peminjam untuk menggunakan modalnya untuk memperoleh kentungan.
“waktu” itu sendiri mempunyai “harga” yang meningkat sejalan dengan periode
waktu. Jika peminjam tidak diberikan batasan waktu untuk mendapatkan
keuntungan dari penggunaan modal yang dipinjamnya, ia tidak akan mampu
memperoleh keuntungan dan bahkan seluruh bisnisnya bisa hancur karena
kekurangan modal. Masa dimana peminjam menginvestasikan modalnya,
mempunyai “harga” tertentu baginya dan ia akan menggunakannya untuk
memperoleh kuntungan. Maka tidak ada alasan mengapa kreditor tidak boleh
menikmati sebagian dari keuntungan peminjam. Selanjutnya, mereka mengatakan
bahwa kemungkinan naik turunnya keuntungan sejalan dengan naik turunnya
waktu dan tidak ada alasan mengapa kreditor tidak boleh mengenakan harga
(waktu) sesuai dengan lamanya waktu.218 Tetapi lagi-lagi pertanyaan begaimana
dan dari mana sumbernya kreditor itu mendapatkan informasi bahwa peminjam
itu nyata-nyata memperoleh keuntungan dan tidak mengalami kerugian dengan
investasi modal pinjamannya itu? Bagaimana ia mengetahui bahwa peminjam itu
217 Ibid 218 Ibid. h. 61
akan memperoleh keuntungan yang pasti sehingga dengan begitu ia menetapkan
bagian keuntungan tersebut? Dan bagaimana dapat memperhitungkan bahwa
peminjam pasti akan memperoleh kuntungan yang begitu banyak selama masa
modal digunakannya sehingga ia akan membayar harga tertentu secara pasti
setiap bulan atau setiap tahun? Para pendukung teori bunga ini tidak mampu
memberikan jawaban masuk akal terhadap masalah tersebut.219
Senada dengan pendapat Afzalur Rahman, Ibrahim Lubis, secara lebih
gamblang mempertanyakan pendapat Hatta, yaitu bagaimana jika kreditur
mengalami kerugian, apakah dalam hal ini, kreditur harus membayar juga
bunganya kepada debitur (bank)? dan maukah yang mempunyai uang (bank) tak
mau ikut rugi atau maukah ia hanya terima uangnya yang pinjamkan itu saja?
Dalam praktiknya tentu si debitur (bank) tak mau ikut rugi dan ia tak mau
menerima begitu saja, ia harus minta lagi tentunya, ia tak mau tahu apakah orang
itu rugi atau untung dan ia hanya tahu bahwa uangnya dalam jangka masa yang
tertentu harus mendapatkan bunga sekian persen. Dan kalau ia tidak menuntut
haknya memungut bunga itu, tentu bukan bank namanya dan tentu bertentangan
dengan moneter ekonomi yang dalam teorinya, mengeluarkan tenaga yang sedikit
dengan mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya.220
219 Ibid 220 Drs.H.Ibrahim Lubis, Ekonomi Islam Suatu Pengantar Jilid 2, (Jakarta : Kalam Mulia,
1995), Cetakan Ke-I, h. 527
Lalu mengenai pendapat Hatta, yang mengatakan bunga membawa semangat
yang membangun, menurut penulis Hal ini tidaklah benar dan relevan. Para
ekonom sekarang justru telah menyadari secara empiris, bahwa bunga
mengandung kemudharatan dan membawa semangat yang menghancurkan.
Afzalur Rahman dalam bukunya, ”Doktrin Ekonomi Islam Jilid 3”, mengatakan
bahwa paling tidak terdapat 4 keburukan dari adanya praktik bunga bank,221 yaitu
:
1. Adanya tingkat bunga yang tinggi menghancurkan minat untuk berinvestasi.
Ketika tingkat investasi jatuh, maka kesempatan kerja dan pendapatan pun
akan menurun. Sebagai akibat menurunnya jumlah pendapatan maka akan
menyebabkan tingkat konsumsi agregat menjadi turun. Kita mengetahui
bahwa konsumsi merupakan satu-satunya tujuan dari seluruh kegiatan
ekonomi. Oleh karena itu, suatu penurunan tingkat investasi, juga berarti
penurunan kesempatan kerja akan mengurangi permintaan terhadap barang
serta produk-produk industri dan pertanian dalam suatu negara. Akibatnya,
kemajuan perdagangan dan industri sekaligus pertumbuhan modal di negara
tersebut akan terhambat. Hal itu tidak mengherankan, karena bunga atas
modal merupakan penghambat produktivitas. Bunga, dalam bahasa ilmiah,
merupakan hambatan terhadap efisiensi marginal modal. Apabila efisiensi
marginal modal berkurang hal itu akan menjadikan beberapa sumber yang
produktif terbengkalai. Dua akibatnya yaitu di satu pihak, terbatasnya
221 Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam Jilid 3, h. 124-132
penggunaan sumber-sumber yang produktif menurunkan jumlah barang yang
diproduksi. Dengan adanya pungutan bunga, biaya marginal produksi menjadi
naik. Dengan demikian, barang-barang yang diproduksi harus dijual dengan
harga yang lebih tinggi, yang pada akhirnya akan menyebabkan kenaikan
harga barang.
2. Para ahli ekonomi beranggapan bahwa uang yang mengendap di bank tersebut
dapat dimanfaatkan untuk usaha-usaha indsutri dan komersial. Tetapi dalam
praktiknya anggapan tersebut, menurut Afzalur Rahman, tidaklah benar.
Karena sebagian aset bank dialirkan pada usaha-usaha non produktif, seperti
berinvestasi dengan surat-surat jaminan pemerintah, menggunakan uang untuk
tujuan spekulatif dan tagihan tunai. Bersamaan dengan itu bank cenderung
membatasi banyaknya orang yang ingin menginvestasikan uangnya secara
langsung di bidang industri dan komersial. Hal ini menyebabkan
berkurangnya modal yang tersedia yang seharusnya dapat digunakan untuk
sektor-sektor produktif.
3. Bunga menghancurkan kekayaan dengan berbagai cara. Bunga membantu
timbulnya krisis ekonomi di dunia kapitalis. Hal ini terjadi ketika ada
penumpukan barang karena rendahnya daya beli dan adanya rendahnya
kecenderungan konsumsi. Proses produksi menjadi terhambat dan
menyebabkan pengangguran. Selagi keadaan ekonomi terus melambung,
sejumlah besar uang dipinjamkan dengan berbunga yang diinvestasikan pada
usaha yang produktif akan memberikan hasil yang mencukupi. Optimisme
yang berlebihan meningkatkan permintaan dan pinjaman dan akhirnya
menaikkan suku bunga. Optimisme akan berakibat pada spekulasi dan terus
berspekulasi. Semua ini menaikkan suku bunga, margin keuntungan akan
semakin sedikit tetapi produsen dengan penuh keyakinan terus berproduksi.
Secara berangsur-angsur keraguan mulai timbul berkaitan dengan hasil
produktif ketika stok barang tahan lama, akan bertambah secara tetap.
Kemudian kebimbangan tersebut akan berkembang dengan cepat. Karena
takut mengalami kerugian, bank menaikkan suku bunga ke tingkat yang lebih
tinggi, bahkan mencoba untuk menarik kembali pinjaman yang telah
diberikan pada waktu lalu. Dengan demikian akan menimbulkan kepanikan di
kalangan dunia usaha sekaligus meningkatkan pengangguran. Dalam situasi
demikian, aktivitas akan terhenti dan di pasar hanya akan ada timbunan
barang yang tidak ada peminatnya. Oleh karena adanya suku bunga yang
tinggi, harga barang melambung sementara efisiensi marginal modal
menyusut sebagai akibat kegiatan spekulasi dan lainnya, sehingga keuntungan
akan merosot. Jatuhnya efisiensi marginal modal tidak diragukan lagi
merupakan dasar timbulnya masalah krisis tetapi kenaikan suku bunga
merupakan biang keladi timbulnya seluruh persoalan tersebut. Dengan
jatuhnya efisiensi marginal modal dibanding dengan naiknya biaya sebagai
akibat dari naiknya tingkat bunga, tingkat investasi menjadi menurun. Apabila
tidak ada pungutan bunga efisiensi marginal modal dalam berbagai tingkat
akan memberikan keuntungan dan segala macam krisis tidak akan timbul.
4. Bunga juga memusnahkan kekayaan negara. Ini biasa dialami di negara-
negara kapitalis, dimana produsennya bermaksud menghancurkan barang jadi
dalam jumlah yang besar bahkan hasil-hasil pertanian dengan tujuan
menyelematkan harga dari kejatuhan dibawah biaya marginal produksi.
Kerugian negara dalam jumlah besar semenetara berjuta orang menderita
kelaparan dan kekurangan keperluan lain akan karena rendahnya daya beli.
Hal ini dapat dihindarkan dengan menghapus tindakan sistem bunga.
Tindakan ini tidak hanaya akan menurunkan marginal produksi malahan akan
meningkatkan investasi yang sekaligus menaikkan daya beli masyarakat.
Dari penilaian yang diuraikan diatas terhadap pemikiran Hatta mengenai
bunga bank tersebut, maka penulis menyimpulkan bahwa pendapat Hatta yang
satu ini bertentangan dari kacamata ekonomi Islam.
Tetapi tidak adil rasanya, kalau kita dengan serta merta menghujat Hatta,
untuk pemikirannya yang satu ini. Bahkan penulis menganggap, disinilah letak
kebesaran pribadi seorang Hatta, ketika ia mendapati jalan pembangunan itu
hanya dapat ditempuh dengan mendirikan bank, ia tidak serta merta lari dan
menafikan bunga tersebut, ia juga tidak melakukan perbuatan seperti politisi pada
umumnya yang mengeluarkan pendapat mengenai bunga bank ini dengan
pendapat yang abu-abu, ia secara jantan menghadapi dilema tersebut dan
mencoba berijtihad dengan mempelajari asal-muasal riba itu diharamkan dan
alasan mengapa bunga itu diharamkan sehingga sampailah ia sebuah keputusan
yang sulit, penulis kira, yaitu bunga bank tidaklah sama dengan riba. Namun
walaupun begitu, penulis meyakini, seandainya Hatta bisa melihat keadaan saat
ini, dimana bank pun bisa beroperasional tanpa menggunakan sistem bunga,
penulis kira, Hatta pun akan kembali menarik ucapannya. Karena bagi seorang
intelektual seperti Hatta, dia akan dengan legowo mengakui bahwa dia akan
mengakui bahwa teorinya yang telah diyakininya disanggah dengan suatu teori
yang lebih benar dan relevan.222
Selanjutnya menurut hemat penulis, untuk menilai Hatta secara utuh, kita
harus melihat juga kondisi sosial dan ekonomi yang semasa kehidupan Hatta
dahulu. Pada masa Hatta dahulu, Indonesia saat itu sangat miskin, terbelakang
akibat penjajahan yang mendera bangsa ini berabad-abad lamanya. Negara yang
masih miskin ini tentu untuk menyelenggarakan pembangunan harus memerlukan
sebuah modal awal, dan fungsi untuk mengumpulkan modal yang besar ini hanya
dapat diemban oleh bank, sementara pada masa dahulu, praktik mudharabah
belum dikenal seperti masa sekarang ini. Melihat keadaan tersebut, maka wajarlah
rasanya apabila Hatta pun berpendapat bahwa untuk menuju kemakmuran, negeri
ini harus mendirikan sebuah bank.
Kemudian dalam memandang bunga yang menjadi instrument dalam bank ini
bukan berarti Hatta menafikan keberadaannya, terlihat dalam didalam bukunya
yang berjudul “Beberapa Fasal Ekonomi, Djalan ke Ekonomi dan Bank”, Hatta
222 Lihat, Mohammad Hatta, Tanggung Jawab Moril Kaum Intelegensia, (Bandung :
Angkasa, 1966), Cetakan ke-II, h. 11
memberikan perhatiannya yang cukup besar terhadap bunga (apakah dapat
disamakan dengan riba atau tidak) yaitu sebanyak 3 bab dari keseluruhan buku
tersebut yang sebanyak 15 bab.
Apabila kita membaca buku tersebut, tampak jelas bahwa Hatta mengalami
pergolakan batin yang begitu dalam, serta menjalani perenungan yang cukup
panjang. Sebagai muslim yang taat, ia menyadari bahwa praktik riba adalah
sesuatu yang dilarang, akan tetapi ia memerlukan suatu bank untuk memperbaiki
keadaan ekonomi bangsa ini. Oleh karena itu, ia mempelajari aspek sosiologis dan
historis, mengapa riba tersebut diharamkan, dan ia menyimpulkan bahwa pada
masa dahulu pinjaman riba digunakan hanya untuk kepentingan konsumsi, bukan
untuk produksi serta terlebih lagi riba pada masa dahulu merupakan gerbang dari
awal pintu perbudakan. Dengan berdasarkan kesimpulan tersebut dan disebabkan
juga, belum menjamurnya praktik mudharabah seperti dewasa ini, maka Hatta
pun berijtihad bahwa bunga bank merupakan suatu yang hal yang berbeda dengan
riba, dan menjadi halal hukumnya, serta secara tegas ia mengungkapkan bahwa
siapapun yang menolak bunga, maka lebih baik ia menolak sebuah kemajuan.
Dengan memperhatikan kesimpulan Hatta tersebut, serta juga melihat kondisi
sosial dan ekonomi pada masa itu, maka tidak aneh apabila Hatta mengungkapkan
kritiknya terhadap praktik bank Islam yang menggunakan ongkos administrasi
dalam operasionalnya. Dalam masalah ongkos adminstrasi ini, penulis sepakat
dengan pendapat Hatta yang mengatakan itu tidak ada bedanya dengan praktik
bunga pada umumnya (yang tentu dinilai riba), karena ongkos administrasi pada
hakikatnya hanya merupakan kamuflase saja untuk mendukung praktik riba yang
dilakukan oleh bank Islam tersebut.
C. Relevansi Pemikiran Ekonomi Mohammad Hatta dengan Kondisi
Perekonomian Indonesia Saat ini
Dalam memainkan perannya sebagai founding father negeri ini, Hatta telah
berupaya keras untuk mengkonsep perekonomian yang cocok dengan kondisi
yang relevan dengan bangsa ini. Dalam mengeluarkan gagasannya, terlihat Hatta
sangat memperhatikan kepentingan negeri ini dalam jangka panjang. Konsep
kedaulatan rakyat dalam ekonomi atau juga dikenal dengan demokrasi ekonomi
dalam menjadi tolak berfikir Hatta menekankan bahwa rakyatlah yang memegang
kendali produksi melalui instrumen koperasinya.
Selama ini keberadaan beberapa koperasi telah dirasakan peran dan
manfaatnya bagi masyarakat, walaupun derajat dan intensitasnya berbeda.
Setidaknya terdapat tiga tingkat bentuk eksistensi koperasi bagi masyarakat :
Pertama, koperasi dipandang sebagai lembaga yang menjalankan suatu kegiatan
usaha tertentu, dan kegiatan usaha tersebut diperlukan oleh masyarakat. Kegiatan
usaha dimaksud dapat berupa pelayanan kebutuhan keuangan atau perkreditan,
atau kegiatan pemasaran, atau kegiatan lain. Pada tingkatan ini biasanya koperasi
penyediakan pelayanan kegiatan usaha yang tidak diberikan oleh lembaga usaha
lain atau lembaga usaha lain tidak dapat melaksanakannya akibat adanya
hambatan peraturan. Peran koperasi ini juga terjadi jika pelanggan memang tidak
memiliki aksesibilitas pada pelayanan dari bentuk lembaga lain. Hal ini dapat
dilihat pada peran beberapa koperasi kredit dalam menyediakan dana yang relatif
mudah bagi anggotanya dibandingkan dengan prosedur yang harus ditempuh
untuk memperoleh dana dari bank. Juga dapat dilihat pada beberapa daerah yang
dimana aspek geografis menjadi kendala bagi masyarakat untuk menikmati
pelayanan dari lembaga selain koperasi yang berada di wilayahnya.223
Kedua, koperasi telah menjadi alternatif bagi lembaga usaha lain. Pada
kondisi ini masyarakat telah merasakan bahwa manfaat dan peran koperasi lebih
baik dibandingkan dengan lembaga lain. Keterlibatan anggota (atau juga bukan
anggota) dengan koperasi adalah karena pertimbangan rasional yang melihat
koperasi mampu memberikan pelayanan yang lebih baik. Koperasi yang telah
berada pada kondisi ini dinilai berada pada ‘tingkat’ yang lebih tinggi dilihat dari
perannya bagi masyarakat. Beberapa KUD untuk beberapa kegiatan usaha
tertentu diidentifikasikan mampu memberi manfaat dan peran yang memang lebih
baik dibandingkan dengan lembaga usaha lain, demikian pula dengan koperasi
kredit.224
Ketiga, koperasi menjadi organisasi yang dimiliki oleh anggotanya. Rasa
memilki ini dinilai telah menjadi faktor utama yang menyebabkan koperasi
223 Bayu Krisnamurthi, “Membangun Koperasi Berbasis Anggota dalam Rangka Pengembangan Ekonomi Rakyat”, artikel diakses pada tanggal 7 April 2008 dari http://www.ekonomirakyat.org/edisi_4/artikel_4.htm]]
224 Ibid
mampu bertahan pada berbagai kondisi sulit, yaitu dengan mengandalkan
loyalitas anggota dan kesediaan anggota untuk bersama-sama koperasi
menghadapi kesulitan tersebut. Sebagai ilustrasi, saat kondisi perbankan menjadi
tidak menentu dengan tingkat bunga yang sangat tinggi, loyalitas anggota Kopdit
membuat anggota tersebut tidak memindahkan dana yang ada di koperasi ke
bank. Pertimbangannya adalah bahwa keterkaitan dengan Kopdit telah berjalan
lama, telah diketahui kemampuannya melayani, merupakan organisasi ‘milik’
anggota, dan ketidak-pastian dari daya tarik bunga bank. Berdasarkan ketiga
kondisi diatas, maka wujud peran yang diharapkan sebenarnya adalah agar
koperasi dapat menjadi organisasi milik anggota sekaligus mampu menjadi
alternatif yang lebih baik dibandingkan dengan lembaga lain.225
Dengan adanya koperasi Hatta jelas sangat memperhatikan keberadaan
ekonomi rakyat, seperti petani, nelayan, buruh, pedagang kecil dan lain-lain dan
terbukti ekonomi rakyat dengan koperasi sebagai instrumennya mampu bertahan
dari badai krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun 1997.
Hatta dalam menyiasati pembangunan negeri ini pun tidak alergi dengan
masalah utang luar negeri akan tetapi utang luar negeri ini haruslah dikenai
syarat-syarat yang disebutkan oleh Hatta di poin sebelumnya dan dikelola untuk
kepentingan rakyat banyak, seperti untuk masalah transmigrasi, industrialisasi,
pemanfaatan sumber daya alam dan lain sebagainya.
225 Ibid
Namun pada praktiknya, yaitu pada masa orde baru, masalah utang luar negeri
ini yang seharusnya digunakan untuk kepentingan rakyat mengalami
penyimpangan. Tanpa perhitungan matang, tanpa memperhitungkan untung
ruginya dan terlebih lagi tidak mempunyai niat untuk menyumbangkan bagi
peningkatan produktivitas ekonomi Indonesia, pengusaha Indonesia secara
membabi buta mengambil kredit-kredit yang disodorkan dari luar negeri. Inilah
yang menyebabkan Indonesia saat ini terbebani utang yang luar biasa besarnya,
sebagian besar utang swasta kepada modal luar negeri, jumlah tersebut berkisar
sepertiga dari seluruh produksi nasional. Utang sebanyak itulah yang mengancam
ekonomi Indoneseia saat ini, karena sifatnya adalah kredit singkat, maka jatuh
temponya dekat dengan bunga yang luar biasa tinggi.226
Pertengahan tahun 1998 sudah lebih dari 50 miliar dollar jatuh tempo,
sedangkan uang pembayarannya tidak ada. Demikianlah salah satu sumber
terjadinya krisis moneter yang kita alami. Lebih parah lagi, kebanyakan dari
kredit tersebut diperuntukkan bagi hal-hal yang tidak produktif dan jauh dari
kepentingan rakyat. Bahkan dapat dikatakan, lebih kurang 74 miliar dollar yang
dipakai pengusaha Indonesia hampir sepenuhnya tidak bermanfaat untuk 80 %
penduduk Indonesia. Utang ini adalah penumpukan kekayaan luar biasa dan
terkonsentrasi pada salah satu kelompok yang sangat kecil di sekitar penguasa.227
226 Prof.Sarbini Sumawinata, Politik Ekonomi Kerakyatan, (Jakarta : PT Gramedia Pustaka
Utama, 2004), Cetakan Ke-I, h. 10 227 Ibid
Kalau kita lihat dari 74 miliar dollar ini, menurut perkiraan kasar, sebagian
besar diperuntukkan bagi proyek-proyek yang konsumtif dan setengah konsumtif.
Sekitar 40 % dari utang ini digunakan untuk proyek yang secara internasional
dikenal sebagai bubble economy, suatu ekonomi yang secara moneter
menimbulkan pertumbuhan yang kelihatannya besar tetapi secara riil tidak banyak
artinya. Hal ini teradi khususnya di bidang real estate. Memang secara fisik
kelihatan gedung-gedung dan proyek-proyek rekreasi yang hanya dapat dinikmati
oleh orang yang berpenghasilan sangat besar yang jumlahnya kurang dari 5 %
dari jumlah penduduk Indonesia.228
Bahkan sering terjadi, pengambilan utang dimaksudkan untuk proyek-proyek
yang sesungguhnya tidak nyata atau proyek fiktif dengan tujuan menumpuk
kekayaan pribadi dari orang-orang tertentu. Sesungguhnya cara mereka sudah
dapat dikatakan kriminal. Kini utang yang luar biasa besarnya itu telah
menimbulkan bencana perekonomian bagi Indonesia. Seluruh rakyat harus ikut
menderita. Penderitaan rakyat yang langsung dari berasal dari luar negeri adalah
ditutupnya perusahaan-perusahaan yang menimbulkan pengangguran. Dengan
merosotnya nilai tukar rupiah, meningkatlah harga-harga secara luar biasa
sehingga menaikkan inflasi, yang makin lama makin dirasakan oleh rakyat
Indonesia.229
228 Ibid 229 Ibid, h. 16
Semua itu terjadi karena utang luar negeri yang seharusnya diadakan untuk
memperbaiki nasib rakyat hanya dirasakan oleh orang-orang tertentu saja.
Padahal Hatta dahulu sudah menggariskan bahwa segala kebijakan negara apakah
itu berbentuk utang luar negeri dan pembangunan di negeri ini harus berorientasi
untuk menaikkan daya beli rakyat secara keseluruhan. Kepentingan rakyat inilah
yang diutamakan bukan untuk kepentingan golongan, apalagi pribadi.
Dasar kepentingan rakyat inilah yang juga seharusnya digunakan dalam
pengelolaan cabang-cabang produksi yang menyangkut hajat hidup orang banyak.
Namun apa yang terjadi, segala bentuk eksploitasi sumber daya alam yang terjadi
di negeri ini, baik itu berbentuk migas maupun non migas hanya ditujukan untuk
pribadi dan golongan tertentu. Bahkan yang lebih parah lagi, eksploitasi negeri ini
banyak didominasi untuk menunjang kepentingan asing, eksploitasi PT Freeport
di Papua contohnya.
Rakyat negeri ini hanya menjadi penonton. Rumah dan lingkungan yang telah
mereka diami selama turun-temurun, harus tercemar oleh limbah dan pabrik atas
eksploitasi tersebut, sementara mereka tidak mendapat bagian apapun dari
kekayaan alam yang dirampok dari tanah mereka.
Hal inilah harus dihentikan. Mengacu pada pandangan Hatta, sudah
saatnyalah eksploitasi sumber daya alam di negeri ini harus berorientasi pada asas
kerakyatan dan untuk kepentingan rakyat banyak.
1. dalam konteks ekonomi Islam, pemerintah sebagai wakil rakyat diberi amanah
untuk mengelola dan mendistribusikann sumber daya ekonmi kepada yang
memberinya mandate (rakyat) secara adil. Negara memilik peran yang penting
dalam memenuhi kebutuhan sandang, pangan dan perumahan tiap-tiap
individu rakyatnya termasuk pelayanan public seperti pendidikan, kesehatan,
dan jaminan keamanan. Peran ini merupakan kebijakan mendasar dalam
ekonomi Islam. (pemenuhan kebutuhan dasar rakyat, sandang, pangan,
papan, kesehatan dan pendidikan)
Selain peran tersebut, Negara harus berperan untukmenjamin pendistribusian
kekayaan berdasarkan nilai-nilai keadilan, keterbukaan (transparan) dan kejujuran.
Sebaliknya memernagi perilaku ekonomi yang bertetangan dengan nilai-nilai
universal seperti pemungutan riba, melarang penimbunan kekayaan, penimbunan
barang yang mengancam kewajaran harga pasar, pemilikan harta umum oleh individu
(individual ownership), kepemilikan kelompok/umum (Collective ownership) dan
kepemilikan Negara. Kepemilikan umum berkaitan dengan 1) segala sesuatu yang
menjadi kebutuhan vital rakyat, ketiadaan kebutuhan vital ini akan menyebabkan
kehiduoan masyarakat tidak berjalan secara baik seperti air, dan sumber energi (gas,
listrik, minyak bumi, tambang dan batu bara dan lain-lain) 2) berbagai komoditas
yang230 secara alamiah tidak bisa dimiliki secara pribadi seperti lautan, sungai, taman
230 Muhammad, Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam, Cetakan Pertama, Yogyakarta : Graha Ilmu, 2007, hal 104
umum, jalan umum maupun alat transpotasi lainnya 3) barang tambang yang
depositnya melimpah dalma jumlah besar, seperti sumber daya mineral (garam, besi,
emas, perak, timah dan lain-lain).Negara juga bertanggung jawab untuk mengelola
kepemilikan umum untuk kepentingan rakyat banyak, memanfaatkan sumber-sumber
pendapatan Negara untuk rakyat, emciptaklan situasi perekonomian yang kondusif
seperti keleluasaan kerja dan peningkatan profesionalitas yang tinggi. Dalam
persepektif Islam Negara bertugas untuk melakukan pengurusan seluruh urusan
rakyat. Dengan segala kewenangan uyang diberikan kepadanya , Negara harus
berusaha sekuat tenaga untuk mensejahterakan kehidupan rakyat. Kewenangan ini
merupakan amanah yang harus dipertanggungjawabkan tidak saja dihadapan rakyat
tetapi juga dihadapan ALLAH kelak. Pemerintah adalah pelayan rakyat, dia
bertanggungjawab atas rakyat yang dilayaninya, demikian sabda nabi yang
diriwiyatkan oleh Imam Bukhari berkaitan dengan tanggungjawab
pemerintah.(Penguasaan cabang2 produksi)
Menyadari pentingnya nilai keadilan dalam upaya pemberdayaan usaha
ekonomi rakyat, islam meletakkan keadilan sebagai dsar muamalah iqtishadiyah
(perekonomian). Keadilan berarti setiap pihak, kelompok atau individu memperoleh
porsi sesuai kemauan dan keinginan mereka untuk berkembang sekaligus mencegah
perilakuzalim kepada pihak yang lemah, kelompok atau individu memperoleh porsi
sesuai kemauan dan keinginan merkea untuk berkembang sekaligus mencegah
perilakuk zalim kepada pihak yang lemah. Dalam al-quran secara ekspilsit ditemukan
bahwa keadilan merupakan nilai universal. Keadilan adalah kualitas instrinsik yang
melekat dalam diri manusia. (lihat almaidah ayat 8, al infithar : 7) (keadilan social)
Dengan nilai dasar ketidak adilan, kegiatan perekonomian dalam Islam bisa
membatasi kekuatan perekonomian seseorang231 yang berindikasi melakukan
ketidakadilan kepad orang lain.ketidakadilan tidak bisa dibiarkan karena
menyebabkan ketimpangan-ketimpangan dalam sendi-sendi kehidupan manusia,
seperti membuka peluan kegiatan monopoli. (Keadilan)
Mengingat begitu esensialnya keadilan pemerintah dlam pemberdayaan
ekonomi rakyat, sehingga nabi dengan tegas melarang paa petani di desa-desa
melakukantransaksi bisnis dengan orang-orang kota yang diyakini melakukan
tindakan eksploitasi.
Nabi semasa tinggal di madinah membela para petani di desa-desa,melarang jual beli
antara kota dengan petani di desa-desa diaman saat itu petani yang tinggal di desa
sedikit memiliki informasi tantang harga. Seharusnya mereka mempunyai informasi
cukup supaya orang kota tidak membeli barang didesa denga harga
semurah0murahnya dengan maksud meraih keuntungan sebanyak-banyaknya.
(keadilan) Selain itu nabi juga melarang menumpuk harta (ihktikar) denga maksud
menjualnya disaat tertentu nanti dengan harga mahal. Islam juga melarang
eksploitasu oleh pemilik modal terhadap buruh seta melarang penumpukan
kekayaan.(ihtikar)
231 Muhammad, prinsip……., hal 105
Dalam islam kelompok ekonomi lemah, tidak dipandang sebagai sosok
manusia pemalas, tidak suka menabung atau berinvesatsi,tetapi islam memberikan
perhatian dan berpihak kepada mereka yang lemah secara ekonomis. Dengan
demikian anggapan bahwa kondisi keterbelakangan dan kelemahan yang dialami oleh
usaha ekonomi rakyat tidak lebih disebabkan oleh tantangan internal termasuk
lemahnya etos kerja pengelolanya tidak dapat diterima. Nampaknya memang
sangat tidak logis jika keterbelakangan usaha ekonomi rakyat hanya dikaitkan dengan
satu factor saja. Sementara sejumlah factor lain yang menjadi variable utama tidak
disentuh samasekali. Factor ketidakadilan dan model 232pembangunan misalnya,
merupakan dua factor penghambat bagi tumbuh dan berkembangnya usaha ekonomi
rakyat. Ketidakadilan sebagai salah satu factor keterbelakangan usaha ekonomi rakyat
berhasil dianalisis dengan sistematis oleh para sosiolog. Mereka memandang
ketidakadilan sebagai penyebab keterbelakangan bahakan kemiskinan dalam suatu
masyarakat,baik ketidakadilan dalam pemilikan alat produksi maupun pemerataan
hasil produksi. Model pembangunan juga dipandang sebagai factor usaha yang laik
dipertimbangkan. Model pembangunan yang hanya berorientasi pertumbuhan
ekonomi akan melahirkan kemiskinan dan keterbelakangan suatu kelompok
masyarakat. (keadilan dan Pemerataan)
Selain itu, Islam menjaga setiap pihak yang bertransakksi agar tidak kecewa,
terjaga kepuasan dan keridhaannya. Islam menilai kemajuan ekonomi bukan dengan
indicator pertumbuhan GNP (gross national product), tetapi sejauh mana 232 Muhammad, prinsip……hal 106
memberikan peluang-peluang ekonomi yang semakin besar kepada rakyat. Oleh
sebab itu, sector riil lebih diutamakan daripada sector moneter yang hanya
menciptakan perputaran uang diantara kelompok tertentu saja. Hal ini sekaligus
membuktikan,sasaran ekonomi dalam islam adalah manusia sebagai prioritas utama
bukan ekonomi itu sendiri. Islam memandang bahwa betapapun berkembangnya
ekonomi kalau tidak mendatangkan kesejahteraan kepada umat manusia samasaja
tidak ada artinya. Dengan landasan sepert diuraikan diatas, jelas bahwa
pemberdayaan ekonomi rakyat dalam perspektif islam dapat dikatakan sebagai usaha
pembangunan untuk seluruh lapisan masyarakat untuk mewujudkan manusai
seutuhnya, yaitu mencapai kemakmuran material secara selaras dengan penigkatan
stamina spiritual. Perpaduan dari kedua aspek inilah yang menjadi konsep
kesejahteraan yang membawa kepada kebahagiaan dalam Islam. 233 (rakyat kecil)
Setiap indivisu berhak atas penghidupan di Negara Islam. Da setiap warga
memiliki jaminan atas kebutuhan pokoknya. Sesungguhnya tugas dan tanggung
jawab utama Negara Islam untuk mengawasi setiap warga memperoleh kebutuhan
pokoknya menurut prinsip “hak atas penghidupan” dan dalam hal yang berkaitan
dengan maslah kebutuhan pokok. Seluruh warganya dalam kedudukan yang sederajat.
Berdasarkan prinsip di Negara Islam ini, departemen jaminnan sosila memberikan
jaminan social memberikan jaminan kebutuhan pokok kepada seluruh warganya yang
sakit, tua, miskin, kekurangan, penganggur atau cacat serta tidak mampu
melalukansuatu pekerjaan. Kebijaksanaan ini dilaksanakan nabi Muhammad saw 233 Muhammad, prinsip….hal 107
yang mneyediakan bantuan keuangan bagi orang miskin dan kekurangan dari
lembaga keuangan rakyat, para pekerjayang mampu memberi keuangan kepada
mereka yang sakit, cacat dan tidak mampu bekerja. Penerus rasulullah saw, abu
baker, pemerintahannya sangat ketat dalam menenpuh jaminan rakyat yang
diciptakannya. Umar, khalifah yang kedua, lebih memperluas dan mengembangkan
departemen jaminan umum. Ia memberikan jaminan dan dana umum kepada seluruh
warga yang miskin dan kekuarangan, tanpa membedakan warna kulit danagamnya.
Seluruh rakyat, Islam, Yahudi, Kristen dan semuanya memperoleh bantuan dana
darinya. Ia memberikan dana untuk anak-anak, penganggur dan usia lanjut dan
membantu orang miskin dan kekurangan yang sakit dan cacat dengan berbagai jenis
jaminan untuk memenuhi keuangan mereka. Setelah umar, departemen jaminan
social dipertahankan dengan baik oleh usman, khalifah yang ketiga dan ali, khalifah
yang keempat, yang memberikan bantuan kepada kalangan miskin dan mereka yang
dpandang layak dibantu bagi warga negaranya. Peraturan umum diberlakukan selama
pemerintah abu baker, khalifah pertama setelah nabi Muhammad, yang mengandung
pokok-pokok, “Saya menjamin hak mereka bahwa jika seseorang menjdi tidak
mampu karena usia lanjut atau mengalami sesuatu musibah atau kecelakaan atau
kemalangan dan menjadi miskin, ia akan terbebas dari jizyah (atau oemungutan pajak
lainnya). Ia dan keluarganya akan memeperoleh dana perawatan dari dana umum
selama ia tinggal di Negara Islam. Tetapi jika ia telah meninggalkan Negara ini,
Negara islam tidak lagi bertanggung jawab akan perawatan keluarganya.”234 Aturan 234 Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam ilid 4, Jakarta : Dana Bakti Wakaf, 1995, 316
yang sama masih dilanjutkan pada masa pemerintahan umar, khalifah kedua, yang
lebih memperkokohnya dengan mendasarkan peraturan tersebut pada ayat suci Al-
Qur’an. Ia menuliskan kepada para pengurus dana masyarakat bawha si miskin yang
dimaksudkan adalah orang-orang miskin diantara orang yahudi dan Kristen (karena
hanya mereka, non muslim yang tinggal di Negara Islam tersebut) di dalam ayat Al-
Qur’an disebutkan amal bantuan itu diperuntukkkan bagi orang miskin dan
kekurangan. Hal ini juga terkait dengan kisah tentang Umar bahwa suatu ketika ia
melihat seorang pengemis tua dan ia bertanya mengapa ia melakukan perbuatan itu.
Orang tua tersebut menjawab bahwa ia mengemis agar dapat membayar jizyah
kepada Negara. Umar membawa orang tersebut pulang, memberinya sejumlah uang
dan megantarkannya ke kantor bantuan dana dengan suatu perintah bahwa orang uta
semacam itu yang tidak berpenghasilan tidak boleh dipaksa untuk membayar jizyah
tetapi harus disantuni dengan dana masyarakat.235 Dengan demikian, khalifah umar
bin khattab menerapkan prinsip keutamaan dalam mendistribusikan harta baitul mal.
Ia berpendapat bahwa kesulitan yang dihadapi umat Islam harus diperhitungkan
dalam menetapkan bagian seseorangdari harta Negara dan karenanya keadilan
menghendaki usaha seseorang serta tenaga yang telah dicurahkan dalam
memperjuangkan Islam harus dipertahankan dan dibalas dengan sebaik-baiknya.236
Rasulullah juga memberi perhatian besar terhadap pengajaran dan pendidikan
bagi setiap muslim dan menanamkan setiap sumber daya untuk membuat mereka
235 Afzalur Rahma……..jilid 4, hal 317 236 Ir.Adiwarman A. Karim, SE, MBA, MAEP, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Edisi Ketiga, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2006, hal 66
melek huruf. Sebagai contoh, rasulullah memerintahkan zayd bin tsabit yang telah
diajarkan membaca dan menulis oleh seorang tawanan perang Badar, untuk
mempelajari tulisan yahudi. Rasulullah juga menyatakan kepada sepuluh orang
pemuda Anshar membaca dan menulis, mereka akan dibebaskan. Dengan cara ini,
jumlah sahabat yang melek huruf meningkat sehingga juru tulis dan baca rasulullah
Saw tercatat sebanyak 42 orang. Angka ini sangat berarti dibandingkan dengan
sebelum masa kenabian, jumlah suku quraisy yang melek huruf hanya 17. demikian
juga di Madinah, kecuali bangsa Yahudi, jumlah penduduk yang dapat memaca dan
menulsi sangat sedikit. AlWaqidi mengatakan jumlah itu hanya sebelas orang.
Gerakan belajar membaca dan menulis di MAdan menyebar luas sehingga tempat
tesebut dikenal dengan nama Darul Qurra (Rumah Para Penulis).237 Rasulullah juga
memberi perhatian sangat besar pada msalah kesehatan. Salah satu hadis Rasulullah
yang paling terkenal adalah “kebersihan sebagian dari iman” membuktikan hal itu.
In selaras dengan hadis lain yang mengatakan “Seandainya tidak memberatkan
umatku, niscaya aku mewajibkan mereka menggosok gigi setiap kali shalat.”
Disamping itu, untuk mencegah penyebaran penyakit, Rasulullah memerintahkan
agar orang yangsakit dikarantina sampai sembuh. Berdasarkan empat puluh
kebiasaaan Rasulullah yang berisikan perinyah dan imbauan kesehatan, Ibn Tarfan
menyusun sebuah buku berjudul The Prophet’s Precepts on the Art of Medicine yang
terbagi kedalam sepuluh bab. Semua yang disebut diatas merupakan indicator
besarnya perhatian Rasulullah terhadap ilmu kedokteran dan kebersihan. Segala 237 Ir.Adiwarman…., Sejarah….., hal 134
sesuatu yang dilakukan rasulullah ditujukan untuk megerahkan sumber daya edmi
kesehatan dan pengajaran. Dengan cara ini kaum muslimin cepat belajar sehingga
para ahli kedokteran muslim meperoleh pengakuan yang berarti di bidang ini.
Seuperioritas kaum muslimin di bidang medis, kimia dan ilmu pasti lainnya pada msa
Imam Ja’far Al-Sadiq dan Ali Al-Rida juga diakui.238 (Pemenuhan Kebutuhan
dasar rakyat)
Selain itu, rasulullah juga menerapkan kebijakan penyediaan lapagan
pekerjaan bagi kaum muhajirin sekaligus peningkatan pendapatan nasional kaum
muslimin dengan mengimplementasikan akad muzara’ah , musaqat, dan
mudharabah. Secara alami, perluasan produksi dan fasilitas perdagangan
meningkatkan produksi total kaum muslimin dan menghasilkan pemanfaatan sumber
daya tenaga kerja, lahan dan modal. Rasulullah Saw, juga membagikan tanah kepada
kaum Muhajirin untuk pembangunan pemukiman yang berimplikasi pada
peningkatan partisipasi kerja dan aktivitas pembangunan pemukiman di Madinah.
Sehingga kesejahteraan umum kaum muslimin mengalami peningkatan.239
(produksi)
Dalam pandangan Abu Yusuf, tugas utama penguasa adalah mewujudkan
serta menjamin kesejahteraan rakyatnya. Ia selalu menekankan pentingna memenuhi
kebutuhan rakya dan mengembangkan berbagai proyek yang berorientasi kepada
kesejahteraan umum. Ketikaberbicara tentang pengadaan fasilitas infrastruktur, Abu
238 Ir. Adiwarman…, Sejarah,….., hal 137 239 Ir.Adiwarman…., Sejarah…., hal 152
Yusuf menyatakan bahwa Negara bertanggung jawab untuk memenuhinya agar dapat
meningkatkan produktivitas tanah, kemakumuran rakyat serta pembangunan
ekonomi. Ia berpendapat bahwa semua biaya yang dibutuhkan bagi pengadaan proyek
public, seperti pembangunan tembok dan bendungan, harus ditanggung oleh
Negara.240(pembangunan Onfrastruktur)
Dalam hal ini, Abu Yusuf mengatakan bahwa semua jenis tanah mati dan tak
bertuan harus diberikan kepada seseorang yang dapat mengembangkan dan
menanaminya serta membayar pajak yang diterapkan pada tanah tersebut.241 (Ihyaul
Mawat)
Dalam pandangan Islam, aktivitas produksi merupakan bagian dari kewajiban
imaratul kaun, yakni menciptakan kemakmuran semesta untuk semua makhluk.
Berkenaan dengan hal tersebut, Al-Syahbani menegaskan bahwa kerja merupakan
unsure utama produksi mempuyai kedudukan yang sangat penting dalam kehidupan
karena menunjang pelaksanaan ibadahckepada Allah SWT. Dan karenaya hokum
bekerja adalah wajib.242 Hal ini didasarkan pada dalil-dalil berikut :
1. firman Allah.
Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan
carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu
beruntung (Al-Jumu’ah : 10)
2. Hadis Rasulullah
240 Ir.Adiwarman Karim…., Sejarah…., hal 236 241 Ir.Adiwarman …., Sejarah…., hal 239 242 Ir.Adiwarman…., Sejarah…., hal 258
“Mencari pendapatan adalah wajib bagi setisp muslim”
3. amirul mu’minin Umar bin Khattab lebih mengutamakan derajat kerja
daripada jihad. Sayyidina Umar menyatakan, dirinya lebih menyukai
meninggal pada saat berusaha sebagian karunia Allah Swt di muka bumi
daripada terbunuh di medan perang, karena Allah Swt mendahulukan orang-
orang yang mencari sebagian karunianya daripada para mujahidin melalui
firman-Nya :
…Dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia
Allah dan orang-orang lain lagi yang berperan di jalan Allah…(Al- Muzzamil
: 20) (produksi)
Tentang ihtikar, Yahya bin Umar menyatakan bahwa timbulnya kemudaratan
terhadap masyarakat merupakan syarat pelarangan penimbunan barang. Apabila hal
tersebut terjadi, barang dagangan hasil timbunan tersebut harus dijual dan keuntungan
dari hasil penjualan ini harus disedekahkan sebagai pendidikan terhadap pelaku
ihtikar. Adapun para pelaku ihtikar itu sendiri hanya berhak mendapatkan modal
pokok mereka. Selanjutnya, pemerintah memperingati para pelauku ihtikar agar tidak
mengulangi perbuatannya. Apabila mereka tidak memedulikan peringatan tersebut,
pemerintah berhak menghukum mereka dengan memukul, lari mengelilingi kota, dan
memenjarakannya.243 (ihtikar)
Selanjutnya Al-Mawardi berpendapat bahwa Negara harus menyediakan
infrastruktur yang diperlukan bagi perkembangan ekonomi dan kesejahteraan umum. 243 Ir.Adiwarman…Sejarah…., hal 289
Al-mawardi menegaskan bahwa Negara wajib mengatur dan membiayai
pembelanjaan yang dibutuhkan oleh layanan public karena setiap individu tidak
membiayai jenis layanan semacam itu. Dengan demikian, layanan public merupakan
kewajiban social (fardh kifayah) dan harus bersandar kepad kepentigan umum.244
Menurut Al-Mawardi, pinjaman public harus dikaitkan dengan kepentingan public.
Lebih jau Al-Mawardi bberpendapat bahwa dalam hal sumber-sumber pendapatan
Negara atau terjadi deficit anggaran, Negara diperbolehkan untuk menetapkan pajak
baru atau melaksanakan pinjaman kepada public.245 (infrastuktur)
Al-Ghazali menawarkan gagasan mengenai spesialisasi dan saling
letergantungan dalam bekerja.246 (produksi)
Ibnu Taimiyah menggunakan istilah upah yang setara dan adil.247 Tujuan
dasar dari harga yang adil adalah untuk melindungi kepentingan pekerja dan majikan
serta melindungi mereka dari aksi saling mengeksploitasi.248 (upah yang adil)
Islam memberi banyak penekanan pada pengaturan dan penggunaan kekayaan
tersebut. Manusia dianjurkan untuk menjaga harta benda mereka dengan hati-hati dan
membelanjakannya secara adil dan bijaksana agar keinginan-keinginan yang
dihalalkan itu terpenuhi (terpuaskan).249(anjurang menabung)
Dengan demikian, segala macam kegiatan ekonomi yang diajukan untuk
mencari keuntungan tanpa berakibat pada peningkatan utility atau nilai guna 244 Ir.Adiwarman …., Sejarah, hal 303-304 245 Ir.Adiwarman Karim, hal 305 246 Ir.Adiwrnam, sejarah.., hal 330 247 Ir.Adiwarman…..sejarah….., hal 359 248 Ir>Adiwarman…sejarah…., hal 363 249 Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam Jilid 2, Jakarta : Dana Bakti Wakaf, 1995, hal 24
resources tidak disukai dalam Islam. Nilai universal lain dalam ekonomi Islam
tentang produksi adalah adanya perintah untukmencari sumber-sumber yang halal dan
baik bagi produksi dan memproduksi dan memanfaatkan output produksi pada jalan
kebaikan dan tidak menzalimi pihak lain.250 (produksi)
Ma’war meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw bersabda yang artinya :
“Barang siapa menyembunyikan (gandum atau barang-barang keperluan lainnya
dengan mengurangi takaran dan menaikkan harganya) dia termasuk orang yang
zalim”. Rasulullah juga melarang menyembunyikan takaran gandum dan beliau
menggambarkan keadan jiwa orang yang menyembunyikan dalam sabda beliau :
“Dia termasuk orang yang berkelakuakan buruk yang merasa sedih dengan hara
yang rendah dan merasa senang dengan harga yang tinggi-tinggi”. Khalifah kedua,
Umar mengumumkan bahwa menyembunyikan keadaan barang dagang itu tidak sah
dan haram melarang para pedagang berbuat seperti itu selama masa kekhalifahannya.
Imam Malik meriwayatkan bahwa khalifah Umar berpesan bahwa tidak seorang pun
yang boleh menyembunyikan keadaan barang dagangan dalam pemasrannya.
Menurut Riwayat Ibn Majah, Umar pernah berkata, “orang yang membawa hasli
panen ke dalam kota kita akan dilimpahkannya kekayaan yang banyak dan orang
yang menyembunyikannya akan dikutuk , jika ada seseorang yang menyembunyikan
hasil panen (barang-barang kebutuhan lainnya) sementaramakhluk Tuhan (manusia)
memerlukannya, maka pemerintah dapat menjual hasil panennya (barang-barang
250 Ir.Adiwarman A.Karim, SE, MBA, MAEP, Ekonomi Mikro Islami, Edisii Ketiga, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2007, hal 103
keperluan lainnya) dengan paksa. Sayyidina Usman, sebagai khalifah ketiga, juga
melarang penyembunyian barang-barang selama kekhalifahannya.251
(keadilan/ihtikar)
Monopoli akan muncul manakala pusat control pasokan (supply) barang atau
jasa dipegang oleh satu orang atau sekelompok orang orang. Dia yang megontrol
suplah barah atau jasa dan menetapkan harga yang menguntungkan baginya, tetapi
keuntungannya tidak bermanfaat bagi masyarakat. Islam tidak membolehkan
pembentukan atau penguasaan monopoli yang bersifat pribadi, yang ada
kemungkinan merugikan bagi masyarakat. Rasulullah Saw melarang pemilikan secara
atau pengontrolan secara pribadi terhadap barang-bartang yang digunakan
masyarakat. Menurut riwayat Ibn Abbas, Rasulullah bersabda : “Pedagang rumput
adalah milik Alah dan RasulNya dan tak252 seorangpun yang diperbolehkan
memilikinya untuk dirinya sendiri.” Adapun hadits lain yang diriwayatkan oleh Ibn
Abbas bahwa Rasulullah Saw bersabda :
Artinya : Semua umat Islam bersama-sama memiliki tiga hal yaitu air, rumput dan
api. (penguasaan cabang2 produksi)
Al-Quran telah menganjurkan penggunaan standar ukuran dan timbangan
yang ertera dalam ayat yang berbunyi :
Artinya : ….Dan Sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil…(Al-An’am :
152)
251 Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam Jilid 2, Yogyakarta : Dana Bakti Wakaf, 1995, hal 82 252 Afzalur Rahman, Doktrin Jilid 2….., hal 83
Dan dalam surah al-A’raaf :
Artinya : …..Sesungguhnya telah datang kepadamu bukti yang nyata dari Tuhanmu.
Maka sempurnakanlah takaran dan timbangan, janganlah kamu kurangkan bagi
manusia barang-barang takaran dan timbangannya, dan janganlah kamu membuat
kerusakan di muka bumi sesudah Tuhan memperbaikinya. (Al-A’raf : 89)
Artinya : ….dan janganlah kamu kurangi takaran dan timbangan, sesungguhnya aku
melihat kamu dalam keadaan yang baik (mampu) dan sesungguhnya aku khawatir
terhadapmu akan azab hari yang membinasakan (kiamat) (Huud : 84)
(menyempurnakan timbangan)
Kepemilikan manusia hanyalah kepemilikan untuk menikmati dan memberdayakan
harta kekayaan yang ada, bukan sebagai pemilik hakiki. Manusia hanya bisa memiliki
kemanfaatan atas fasilitas yang ada, seperti mempunyai tanah untuk dimanfaatkan
sebagai tempat tinggal, sebagai lahan pertanian ataupun sebagai lading bisnis.
Kepemilikan yang ada hanya sebatas mengambil manfaat dan tidak bisa
menghilangkan kepemilikan Allah yang hakiki atau megurangi hak-hak Allah atas
segala fasilitas kehidupn yang terlah diturunkan di muka bumi.253 (penguasaan
cabang2 produksi)
253 Abdul Sami’ Al-Mishri , Pilar-Pilar Ekonomi Islam, Cetakan ke-1, Yogyakarta : Pustaka Belajar, 2006, hal 27
Diriwayatkan nabi pernah menyita sebidang tanah di kota Madinan “Tanah
al-Naqi” yang diperuntukkan bagi kaum muslimin untuk menggembalakan kuda-
kuda mereka, artinya tanah tersebut dijadikan sebagai milik public dan tidak bolek
dimiliki secara pribadi. Prinsip tersebut juga dilestarikan oleh khalifah umar bin
khattab yang berusaha untuk menyita/menjaga asset yang dapat mendatangkan
kemanfaatan bagi masyarakat public. Umar pernah menyita tanah ar Rabdzah dan
diperuntukkan bagi tempat penggemabalaan kaum muslimin. 254(penguasaan
cabang2 produksi)
Menghargai kemanusiaan adalah badian dari prinsip ilahiah yang telah
memuliakan manusia dan menjadikannya sebagai khalifah-Nya di muka bumi ini.255
Sistem ekonomi Islam tidak menganiaya masyarakat –terutama masyarakat lemah-
seperti yang dilakukan oleh sistem kapitasli. Tidak pula menganiaya hak-hak dan
kebebasan individu, seperti yang dilakukan oleh komunis terutama marxisme. Akan
tetapi pertengahan diantara keduanya, tidak menyianyiakan dan tidak berlebih-
lebihan, tidak melampaui batas dan tidak pula merugikan,256 sebagaimana firman-Nya
:
Dan Allah telah meninggikan langit dan dia meletakkan neraca (keadilan), kamu
janan melampaui batas tentang neraca itu dan tagakkanlah timbangnan itu dengan
adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu” (Ar-Rahman : 7-9) (keadilan)
254 Abdul Sami’ Al-Mishri, pilar….hal 75 255 DR.Yusuf Qardhawi, Peran Nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam, Cetakan Pertama, Jakarta : Rabbani Press, 1995, hal 64 256 Dr.Yusuf Qardhawi, Peran…., hal 85
Diantara hal penting yang diungkapkan ajaran Islam disini adalah penetapan
aturamn pemilikan bersama menyangkut benda-benda yang bersifat dharuri (yang
sangat dibutuhkan) bagi semua manusia. Berdasarkan ini, Islam mengeluarkan dari
ruang lingkup pemilikan individu segala sesuatu yang keberadaan dan
kemanfaatannya tidak tergantung usaha-usaha khusus. Sebagian besar manusia
membutuhkannya, sehingga kepemilikannya bersifat bersama dan umum, tidak boleh
dilakukan oleh perorangan yang akan mengakibatkan kemudharatan bagi masyarakat.
Rasulullah Saw menyebutkan benda-benda jenis ini sebanyak empat hal, yaitu air,
padang rumput, api dan garam.257 Rasulullah Saw bersabda :
Kaum Muslimun berserikat dalam tiga hal : rumput, air dan api” (penguasaan
cabang2 produksi)
Islam mendorong serte mamberikan janji pahal yang besar bagi orang yang
mengelola tanah yang terbengkalai, karena pekerjaan itu akan meluaskan daerah
pertanian dan menambah sumber pendapatan. Masalah ini dalam fiqh Islam dikenal
dengan Ihyaul Mawat/ menghidupkan tanah mati. 258Rasulullah bersabda :
“Barang Siapa menghidupkan tanah mati, maka tanah itu menjadi miliknya.
Dan apa yang dimakan pencuri rizki (binatang liar), maka menjadi shadaqah
baginya. (ihyaul mawat)
257 Peran Nilai dan …..hal 125 258 Peran Nilai dan…., hal 178
Umat Islam wajib mengembangkan sistem pengajaran dan pelatihan yang
mempersiapkan kemampuan dan potensi manusia pada berbagai bidang yang
dibutuhakn. Hendaknya dikembangkan pula sistem manajemen dan keuanagan agar
berbagai sumber daya manusia ini dapatt dikembangkan pula sistem manajemen dan
keuangan agar berbagai sumber daya manusia ini dapat dikembangkan, dialokasikan
dan didistribusikan untuk berbagai spesialisasi secara seimbang dan tepat,
sebagaimana petunjuk yang diberikan dalam Al-Qur’an :
Tidak sepatutnya bagi orang-orang mu’min itu pergi semuanya (ke medan perang ).
Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk
memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan
kepada kaumnya apabilamereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat
menjaga dirinya” (At-Taubah : 122)
Demikian pula untuk memenuhi bidang-bidang yang biasa terabaikan, dengan cara
diberikan dorongan ataupun ditugaskan.259 Penempatan orang harus sesuai dengan
bidangnya. Jangan menyerahkan urusan bukankepada ahlinya :
“Apabil sesuau diberikan kepada bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya”.
Islam sangat memperhatikann pemeliharaan dan pengembangan sumber daya
manusia, baik berkaitan dengan akal, jasmani, ruhani, keilmuan maupun keahlian.
Sehingga keseimbangan antara agama dengan dunia akan terjadi, tanpa melampaui
batas ataupun merugikan salah satunya.260 (pemenuhan kebutuhan dasar rakyat)
259 Peran Nilai dan…., hal 194 260 Peran nilai dan…., hal 195
Bukhari dan Musli meriwayatka dari Anas dari Nabi Saw. Dalam doa yang
disebutkannya :
Ya Allah Aku berlindung kepad-Mu dari kegundahan dan kesedihan, dari kelemahan
dan kemalasan, dari sifat pengecut dan bakhil, dari himpitan utang dan penindasan
orang” (HR Muttafaq Alaih)
“Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang. (yaitu) orang-orang yang
apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi dan apabila
mereka menakar atau menimbang untuk oranglain, mereka mengurangi. Tidakkah
orang-orang itu yakin, bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan, pada suatu
hari yang besar, (yaitu) hari (ketika) manusia berdiri menghadap Tuhan semesta
alam” (Al-Muthafiffin : 1-6)
Orang-orang kaya dari penduduk setiap negeri wajib menanggug kehidupan orang-
orang fakir miskin diantara mereka. Pemerintah harus memaksakan hal ini terhadap
mereka jika zakat dan harta kaum muslimin (bait al-mal) tidak cukup untuk
mengatasinya. Orang fakir miskin itu harus diberi makanan dari bahan makanan
semestinya, pakaian untuk musim dingin dan musim panas yang layak dan tempat
tinggal yang dapat melindungi mereka dari hujan, panas matahari dan pandangan
orang-orang yang lalu lalang.261 Ibnu Hazm mendasarkan pandangannya tersebut
261 Euis Amalia, M.Ag, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam dari Masa Klasik Hingga Kontemporer, Cetakan ke-1, Jakarta : Pustka Asatruss, 2005141
pada firman Allah SWT : “dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang tedekat
akan haknya, kepada orang-orang miskin dan orang dalam perjalan…” (Al-Isra : 26)
Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-
orang miskin, tetangga dekat, tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba
sahayamu” (An-Nisa : 36).(pemenuhan kabutuhan dasar rakyat)
Alat untuk mencapai kesejahteraan dan pembangunan yang paling utama
menurut Ibnu Khaldun adalah masyarakat, pemerintah dan keadilan. Didalam
masyarakat, solidaritas diperlukan untuk meningkatkan kerja sama, sehingga akan
meningkatkan produktivitas.262 (keadilan)
262 Euis Amalia, hal 203