Post on 13-Nov-2021
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL MELALUI METODE POE DAN EKSPERIMEN DITINJAU DARI
KEMAMPUAN MENGGUNAKAN ALAT UKUR DAN KEMAMPUAN VERBAL SISWA
(Studi pada Pembelajaran Getaran dan Gelombang untuk Siswa Kelas VIII SMP Muhammadiyah 4 Yogyakarta Tahun Pelajaran 2011/2012)
TESIS
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Pendidikan Sains
Minat Utama: Fisika
Oleh:
ARIS NURKHOLIS
S 831102010
PROGRAM PASCASARJANA
UINVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user i
PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL MELALUI METODE POE DAN EKSPERIMEN DITINJAU DARI
KEMAMPUAN MENGGUNAKAN ALAT UKUR DAN KEMAMPUAN VERBAL SISWA
(Studi pada Pembelajaran Getaran dan Gelombang untuk Siswa Kelas VIII SMP Muhammadiyah 4 Yogyakarta Tahun Pelajaran 2011/2012)
TESIS
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Pendidikan Sains
Minat Utama: Fisika
Oleh:
ARIS NURKHOLIS
S 831102010
PROGRAM PASCASARJANA
UINVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user ii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user iii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user iv
PERNYATAAN ORISIONALITAS DAN PUBLIKASI ISI TESIS
Saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa:
1. Tesis yang berjudul “Pembelajaran IPA dengan Pendekatan Kontekstual
melalui POE dan Eksperimen Ditinjau dari Kemampuan Menggunakan
Alat Ukur dan Kemampuan Verbal Siswa” (Studi pada Pembelajaran
Getaran dan Gelombang untuk Siswa Kelas VIII SMP Muhammadiyah 4
Yogyakarta Tahun Pelajaran 2011/2012) ini adalah karya penelitian saya
sendiri bebas plagiat, serta tidak pernah terdapat karya ilmiah yang pernah
diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik serta tidak
terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang
lain kecuali secara tertulis digunakan sebagai acuan dalam naskan ini dan
disebutkan dalam sumber acuan serta daftar pustaka. Apabila dikemudian hari
terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia
menerima sangsi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan
(Permendiknas no 17, tahun 2010)
2. Publikasi sebagian atau keseluruan isi Tesis pada jurnal atau forum ilmiah
lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author dan PPs
UNS sebagai institusinya. Apabila dalam waktu sekurang-kurangnya satu
semester (6 bulan sejak pengesahan Tesis) saya tidak melakukan publikasi
dari sebagian atau keseluruhan Tesis ini, maka prodi Pendidikan Sains PPs
UNS berhak mempublikasikannya pada jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh
prodi Pendidikan Sains UNS. Apabila saya melakukan pelanggaran publikasi
ini, maka saya bersedia mendapatkan sansi akademik yang berlaku.
Surakarta, 12 November 2012 Yang membuat pernyataan,
Aris Nurkholis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user v
MOTTO
Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan (QS. Al Insyirah: 6)
Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka
jalan-jalan kami. dan Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.
(QS. Al Ankabut: 69)
îî Siapa yang bersungguh-sungguh, akan berhasil
(HR. Muslim)
îî Siapa yang bersabar, akan beruntung
(HR. Muslim)î
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user vi
PERSEMBAHAN
Bismillaahirrahmaanirrahiim...
Kupersembahkan karya kecil ini dalam rangka beribadah kepada Allah SWT.
Juga kupersembahkan kepada:
1. Ayahanda, Gimin (Almarhum)
2. Ibunda, Siti Maniroh (Almarhummah)
3. Kakakku, Hanif Mukhlis Asrori & Anas Saiful Anwar
4. Adikku, Nakif Nur Candra & Fajar Nur Muhammad
5. Dengan segenap do’a dan pengharapan, untukmu:
Sang pelengkap separuh agamaku, pendamping hidupku di dunia dan akhirat
kelak. (InsyaAllah....)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user vii
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur hanya bagi Allah SWT yang telah melimpahkan
banyak rahmat, nikmat, hidayah dan inayah-Nya kepada penulis sehingga pada
waktu-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.
Tesis ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam
mendapatkan Gelar Magister Pendidikan Sains Minat Utama Fisika Universitas
Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan, saran,
dorongan dan perhatian dari berbagai pihak, tesis ini tidak dapat terselesaikan
dengan baik. Dalam kesempatan ini dengan segenap kerendahan hati perkenankan
penulis menghaturkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, M.S. selaku Direktur Program Pascasarjana
Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah berkenan memberikan fasilitas
dalam menempuh pendidikan pada Program Pascasarjana
2. Dr. M. Masykuri, M.Si. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Sains
Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Prof. Dr. H. Widha Sunarno, M.Pd. selaku pembimbing yang telah memberikan
bimbingan, pengarahan dan dorongan sehingga proposal dapat diselesaikan.
4. Ibu Dra. Suparmi, M.A., Ph.D. selaku pembimbing kedua yang telah
memberikan bimbingan dan petunjuk dalam menyelesaikan laporan penelitian
ini yang senantiasa memberikan pengarahan dan motivasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user viii
5. Bapak Ahmad Zainal Fanani, S.Pd., M.A. selaku Kepala Sekolah SMP
Muhammadiyah 4 Yogyakarta yang telah memberikan ijin atas pelaksanaan
penelitian tesis.
6. Bapak Drs. Muhammad Dukha, selaku guru Fisika Kelas VIII SMP
Muhammadiyah 4 Yogyakarta yang telah memberikan inspirasi, semangat,
pengarahan, dan bimbingan yang luar biasa selama penulisan tesis.
7. Ibu Budi Hadiastuti, S.Pd. selaku Kepala Sekolah SD Juara Yogyakarta yang
telah banyak memberikan semangat dan supportnya dalam penyelesaian
penulisan tesis.
8. Bapak dan Ibu tersayang yang telah lebih dahulu menghadap Allah SWT, Walau
engkau telah tiada namun kasih sayang, dan nasehat-nasehat yang dulu senantiasa
teringat dan menjadi penyemangat bagi penulis untuk menyelesaian tesis ini.
9. Kakak-kakakku tercinta, terimakasih atas segala motivasi, nasehat-nasehat dan
supportnya selama ini.
10. Adik-adikku tercinta yang senantiasa menjadi motivator.
11. Teman seperjuangan di Pendidikan Sains Minat Utama Fisika UNS.
Penulis menyadari sepenuhnya tesis yang telah dikerjakan ini masih jauh
dari kesempurnaan maka penulis menerima kritik dan saran yang bersifat
membangun demi kesempurnaan penulisan dimasa yang akan datang.
Akhirnya penulis berharap semoga karya ini bermanfaat bagi
perkembangan ilmu pengetahuan.
Surakarta, 12 November 2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user ix
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................ .............................................. i
LEMBAR PERSETUJUAN .................................................................. ii
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................... iii
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................... iv
MOTTO ................................ ................................................................ . v
LEMBAR PERSEMBAHAN ................................................................ vi
KATA PENGANTAR ............................................................................ vii
DAFTAR ISI .......................................................................................... ix
DAFTAR TABEL. ................................................................................. xiv
DAFTAR GAMBAR ................................ .............................................. xviii
DAFTAR LAMPIRAN ................................ ................................ .......... xx
ABSTRAK .............................................................................................. xxiii
ABSTRACT............................................................................................. xxiv
BAB 1 PENDAHULUAN ................................ ..................................... 1
A. Latar Belakang ........................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ................................................................... 10
C. Pembatasan Masalah .................................................................. 12
Halaman
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user x
D. Perumusan Masalah.................................................................... 13
E. Tujuan Penelitian ....................................................................... 14
F. Manfaat Penelitian ................................ ..................................... 14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................... 16
A. Kajian Teori ............................................................................... 16
1. Tinjauan Tentang Belajar ....................................................... 16
2. Hakekat IPA ................................ ................................ .......... 35
3. Pendekatan Pembelajaran Kontekstual ................................... 38
4. Metode POE ................................ ................................ .......... 42
5. Metode Eksperimen ............................................................... 45
6. Kemampuan Menggunakan Alat Ukur ................................... 47
7. Kemampuan Verbal ............................................................... 49
8. Prestasi Belajar ...................................................................... 52
9. Materi Pokok Bahasan Getaran dan gelombang ..................... 55
12. Materi Alat Ukur ................................................................... 75
B. Penelitian yang Relevan ............................................................. 82
C. Kerangka Berfikir....................................................................... 89
D. Hipotesis .................................................................................... 96
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ............................................. 97
A. Tempat dan Waktu Penelitian ....................................................... 97
B. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel ..................... 98
1. Populasi .................................................................................. 98
2. Sampel ................................ ................................................... 98
Halaman
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xi
3. Teknik Pengambilan Sampel .................................................. 98
C. Rancangan dan Variabel Penelitian............................................... 99
1. Rancangan Penelitian ............................................................. 99
2. Variabel Penelitian.... ............................................................. 101
D. Definisi Operasional Variabel....................................................... 101
E. Teknik Pengumpulan Data........................................................... 104
1. Teknik Dokumentasi............................................................... 104
2. Teknik Angket ........................................................................ 105
3. Teknik Tes................................ .............................................. 105
F. Instrumen Penelitian ................................ ..................................... 106
1. Instrumen Pelaksanaan Pembelajaran ..................................... 106
2. Instrumen Pengambilan Data ................................................. 107
G. Uji Coba Instrumen ...................................................................... 108
1. Uji Validitas Butir Soal .......................................................... 108
2. Uji Reliabilitas…… ................................ ............................ 113
3. Uji Tingkat Kesukaran ........................................................... 116
4. Daya Pembeda Soal ................................ ............................ 120
H. Teknik Analisis Data .................................................................... 124
1. Uji Prasyarat Analisis Data .................................................... 124
2. Uji Hipotesis ................................ ................................ .......... 127
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ........................ 131
A. Deskripsi Data ................................ .............................................. 131
1. Data Kemampuan Menggunakan Alat Ukur ............................ 131
2. Data Kemampuan Verbal ........................................................ 136
Halaman
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xii
3. Data Prestasi Belajar ............................................................... 141
B. Pengujian Prasyarat Analisis ........................................................ 176
1. Uji Normalitas ........................................................................ 176
2. Uji Homogenitas................................ ..................................... 180
C. Uji hipotesis ................................................................................. 182
1. Analisis Varians Prestasi Kognitif ................................ .......... 182
2. Analisis Varians Prestasi Afektif ............................................ 186
D. Pembahasan ................................................................................. 190
1. Hipotesis Pertama ................................................................... 190
2. Hipotesis Kedua ................................ ..................................... 194
3. Hipotesis Ketiga ................................ ..................................... 198
4. Hipotesis Keempat.................................................................. 201
5. Hipotesis Kelima .................................................................... 206
6. Hipotesis Keenam ................................................................... 210
7. Hipotesis Ketujuh ................................................................... 215
E. Keterbatasan Penelitian ................................................................ 219
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN .......................... 221
A. Kesimpulan .................................................................................. 221
B. Implikasi Hasil Penelitian ............................................................. 222
1. Implikasi Teoritik ................................................................... 222
2. Implikasi Praktis ................................ ..................................... 223
C. Saran ................................................................ ............................ 223
1. Bagi Guru ............................................................................... 223
Halaman
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xiii
2. Bagi Peneliti Berikutnya ......................................................... 224
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 225
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 : Bandul Sederhana .................................................................. 57
Gambar 2.2 : Gaya pada Ayunan ................................................................. 59
Gambar 2.3 : Analisis Gerak Harmonik pada Pegas ..................................... 61
Gambar 2.4 : Lingkaran yang bergerak melingkar beraturan. ....................... 63
Gambar 2.5 : Segitiga AOB ......................................................................... 63
Gambar 2.6 : Vektor kecepatan pada GMB.................................................. 64
Gambar 2.7 : (a) Vektor percepatan sentrifugal. (b) Uraian Vektor as .......... 65
Gambar 2.8 : Mistar Ukuran 30 cm.............................................................. 60
Gambar 2.9 : Hasil Pengukuran akibat Paralaks ........................................... 61
Gambar 2.10 : Alat Ukur Meteran ................................................................. 63
Gambar 2.11 : Neraca Ohauss Tiga Lengan ................................................... 64
Gambar 2.12 : Hasil Pengukuran dengan Neraca Ohauss Tiga Lengan .......... 65
Gambar 2.13 : Neraca Pegas .......................................................................... 66
Gambar 2.14 : Jam Dinding ........................................................................... 67
Gambar 2.15 : Stopwacht Digital ................................ ................................ ... 68
Gambar 2.16 : Stopwacht Manual.................................................................. 69
Gambar 2.17 : Neraca Ohauss Tiga Lengan ................................................... 64
Gambar 2.18 : Hasil Pengukuran dengan Neraca Ohauss Tiga Lengan .......... 65
Gambar 2.19 : Neraca Pegas .......................................................................... 66
Halaman
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xiv
Gambar 2.20 : Jam Dinding ........................................................................... 67
Gambar 2.21 : Stopwatch Digital ................................ ................................ ... 68
Gambar 2.22 : Stopwatch Manual.................................................................. 69
Gambar 4.1 : Histogram Nilai kemampuan menggunakan alat ukur pada
kelas POE .............................................................................. 126
Gambar 4.2 : Histogram Nilai Kemampuan menggunakan alat ukur pada
kelas Eksperimen ................................ ................................ ... 128
Gambar 4.3 : Histogram Nilai Kemampuan Verbal pada kelas POE ............ 131
Gambar 4.4 : Histogram Nilai Kemampuan Verbal pada kelas Eksperimen . 133
Gambar 4.5 : Histogram Prestasi Kognitif siswa pada kelas POE ................. 136
Gambar 4.6 : Histogram Prestasi Kognitif siswa pada kelas Eksperimen ..... 137
Gambar 4.7 : Histogram Prestasi Kognitif siswa yang memiliki kemampuan
menggunakan alat ukur kategori tinggi ................................ ... 140
Gambar 4.8 : Histogram Prestasi Kognitif siswa yang memiliki kemampuan
menggunakan alat ukur kategori rendah.................................. 142
Gambar 4.9 : Histogram Prestasi Kognitif siswa yang memiliki kemampuan
verbal kategori tinggi.............................................................. 144
Gambar 4.10 : Histogram Prestasi Kognitif siswa yang memiliki kemampuan
verbal kategori rendah ............................................................ 146
Gambar 4.11 : Histogram Prestasi Afektif siswa pada kelas POE .................. 153
Gambar 4.12 : Histogram Prestasi Afektif siswa pada kelas Eksperimen ....... 155
Gambar 4.13 : Histogram Prestasi Afektif siswa yang memiliki kemampuan
menggunakan alat ukur kategori tinggi ................................ ... 157
Gambar 4.14 : Histogram Prestasi Afektif siswa yang memiliki kemampuan
menggunakan alat ukur kategori rendah.................................. 159
Gambar 4.15 : Histogram Prestasi Afektif siswa yang memiliki kemampuan
Halaman
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xv
verbal kategori tinggi.............................................................. 161
Gambar 4.16 : Histogram Prestasi Afektif siswa yang memiliki kemampuan
verbal kategori rendah ............................................................ 163
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 : Jadwal Kegiatan Penelitian .............................................................. 87
Tabel 3.2 : Desain Faktorial Anava tiga jalan 2x2x2 .......................................... 90
Tabel 3.3 : Kategori Validitas Butir Soal ........................................................... 99
Tabel 3.4 : Hasil Validitas Butir Soal Tes Kemampuan menggunakan
alat ukur siswa ................................ ................................................. 99
Tabel 3.5 : Hasil Validitas Butir Soal Tes Kemampuan Verbal siswa ................ 100
Tabel 3.6 : Hasil Validitas Butir Soal Tes Prestasi Kognitif siswa ..................... 101
Tabel 3.7 : Hasil Validitas Butir Soal Prestasi Afektif siswa .............................. 102
Tabel 3.8 : Kategori Reliabilitas Instrumen........................................................ 106
Tabel 3.9 : Ringkasan Hasil Uji Reliabilitas Instrumen secara Keseluruhan ....... 106
Tabel 3.10 : Kategori Indeks Kesukaran Soal ................................ ...................... 107
Tabel 3.11 : Taraf Kesukaran Item Soal tes kemampuan menggunakan
alat ukur siswa ................................ ................................................. 108
Tabel 3.12 : Taraf Kesukaran Item Soal Tes Kemampuan Verbal siswa .............. 109
Tabel 3.13 : Taraf Kesukaran Item Soal Tes Prestasi Kognitif siswa .................... 110
Tabel 3.14 : Kategori Daya Pembeda soal ........................................................... 112
Tabel 3.15 : Daya Pembeda tes kemampuan menggunakan a lat ukur ................... 112
Tabel 3.16 : Daya Pembeda tes kemampuan verbal ................................ ............. 113
Halaman
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xvi
Tabel 3.17 : Daya Pembeda tes prestasi kognitif .................................................. 114
Tabel 3.18 : Tata Letak data penelitian prestasi kognitif ...................................... 119
Tabel 4.1 : Deskripsi data kemampuan menggunakan alat ukur ......................... 124
Tabel 4.2 : Jumlah Siswa dengan kemampuan menggunakan alat
ukur kategori tinggi dan rendah ........................................................ 125
Tabel 4.3 : Penyebaran Frekuensi Nilai kemampuan siswa
menggunakan alat ukur pada kelas POE ........................................... 126
Tabel 4.4 : Penyebaran Frekuensi Nilai kemampuan siswa
menggunakan alat ukur pada kelas eksperimen ................................ 127
Tabel 4.5 : Data Deskripsi data kemampuan verbal siswa .................................. 129
Tabel 4.6 : Jumlah Siswa dengan kemampuan verbal tinggi dan rendah............. 130
Tabel 4.7 : Penyebaran Frekuensi nilai kemampuan verbal siswa pada
kelas dengan metode POE ............................................................... 131
Tabel 4.8 : Penyebaran Frekuensi nilai kemampuan verbal siswa pada
kelas dengan metode eksperimen ..................................................... 132
Tabel 4.9 : Deskripsi Data Prestasi Kognitif siswa ................................ ............. 133
Tabel 4.10 : Penyebaran Frekuensi nilai prestasi afektif siswa pada
kelas POE ........................................................................................ 135
Tabel 4.11 : Penyebaran Frekuensi nilai prestasi kognitif siswa pada
kelas eksperimen.............................................................................. 137
Tabel 4.12 : Deskripsi Data prestasi kognitif siswa ditinjau dari
kemampuan siswa dalam menggunakan alat ukur ............................ 138
Tabel 4.13 : Penyebaran Frekuensi prestasi kognitif siswa yang memiliki
kemampuan menggunakan alat ukur kategori tinggi ......................... 140
Halaman
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xvii
Tabel 4.14 : Penyebaran Frekuensi prestasi kognitif siswa yang memiliki
kemampuan menggunakan alat ukur kategori rendah ....................... 141
Tabel 4.15 : Deskripsi Data prestasi kognitif siswa ditinjau dari
kemampuan verbal siswa ................................................................. 143
Tabel 4.16 : Penyebaran Frekuensi prestasi kognitif siswa yang memiliki
kemampuan verbal kategori tinggi .................................................. 144
Tabel 4.17 : Penyebaran Frekuensi prestasi kognitif siswa yang memiliki
kemampuan verbal kategori rendah ................................................. 145
Tabel 4 .18 : Deskripsi Prestasi kognitif ditinjau dari metode, kemampuan
menggunakan alat ukur ................................................................... 147
Tabel 4 .19 : Deskripsi Prestasi kognitif ditinjau dari metode, dan
kemampuan verbal .......................................................................... 148
Tabel 4 .20 : Deskripsi Prestasi kognitif ditinjau dari kemampuan
menggunakan alat ukur dan kemampuan verbal .............................. 149
Tabel 4 .21 : Deskripsi Prestasi kognitif ditinjau dari metode, kemampuan
menggunakan alat ukur dan kemampuan verbal .............................. 150
Tabel 4 .22 : Deskripsi Prestasi Afektif siswa ....................................................... 152
Tabel 4 .23 : Penyebaran Frekuensi prestasi afektif di kelas POE ......................... 153
Tabel 4 .24 : Penyebaran Frekuensi prestasi afektif di kelas eksperimen ............... 154
Tabel 4 .25 : Deskripsi Prestasi Afektif ditinjau dari kemampuan alat ukur .......... 156
Tabel 4 .26 : Penyebaran Frekuensi prestasi afektif siswa yang memiliki
kemampuan menggunakan alat kategori tinggi ................................ 157
Tabel 4 .27 : Penyebaran Frekuensi prestasi afektif siswa yang memiliki
kemampuan menggunakan alat kategori rendah .............................. 158
Halaman
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xviii
Tabel 4 .28 : Deskripsi Prestasi Afektif ditinjau dari kemampuan verbal .............. 160
Tabel 4 .29 : Penyebaran Frekuensi prestasi afektif siswa yang memiliki
kemampuan verbal kategori tinggi .................................................. 161
Tabel 4 .30 : Penyebaran Frekuensi prestasi afektif siswa yang memiliki
kemampuan verbal kategori rendah ................................................. 162
Tabel 4 .31 : Deskripsi Prestasi Afektif ditinjau dari metode, kemampuan
menggunakan alat ukur ................................................................... 164
Tabel 4 .32 : Deskripsi Prestasi Afektif ditinjau dari metode, dan
kemampuan verbal .......................................................................... 165
Tabel 4 .33 : Deskripsi Prestasi Afektif ditinjau dari kemampuan
menggunakan alat ukur dan kemampuan verbal .............................. 166
Tabel 4 .34 : Deskripsi Prestasi Afektif ditinjau dari metode, kemampuan
menggunakan alat ukur dan kemampuan verbal .............................. 167
Tabel 4 .35 : Ringkasan Uji Normalitas Prestasi Kognitif ..................................... 169
Tabel 4 .36 : Ringkasan Uji Normalitas Prestasi Afektif ....................................... 171
Tabel 4 .37 : Ringkasan Uji Homogenitas Prestasi Kognitif.................................. 173
Tabel 4 .38 : Ringkasan Uji Homogenitas Prestasi Afektif ................................... 173
Tabel 4 .39 : Ringkasan Anava tiga jalan Prestasi Kognitif ................................... 174
Tabel 4.40 : Data Hasil Compare Mean Hipotesis 1 Prestasi Kognitif ................. 174
Tabel 4.41 : Data Hasil Compare Mean Hipotesis 3 Prestasi Kognitif ................. 179
Tabel 4 .42 : Ringkasan Anava tiga jalan Prestasi Afektif ..................................... 179
Tabel 4.43 : Data Hasil Compare Mean Hipotesis 1 Prestasi Afektif ................... 174
Tabel 4.44 : Data Hasil Compare Mean Hipotesis 3 Prestasi Afektif ................... 179
Halaman
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Silabus ................................................................................... 228
Lampiran 2 : RPP POE pertemuan 1 ............................................................ 232
Lampiran 3 : RPP POE pertemuan 2 ............................................................ 238
Lampiran 4 : RPP POE pertemuan 3 ............................................................ 243
Lampiran 5 : RPP Eksperimen pertemuan 1 ................................................. 249
Lampiran 6 : RPP Eksperimen pertemuan 2 ................................................. 255
Lampiran 7 : RPP Eksperimen pertemuan 3 ................................................. 261
Lampiran 8 : Lembar Kerja Siswa metode POE 1 ................................ ........ 271
Lampiran 9 : Lembar Kerja Siswa metode POE 2 ................................ ........ 280
Lampiran 10 : Lembar Kerja Siswa metode POE 3 ................................ ........ 287
Lampiran 11 : Lembar Kerja Siswa metode Eksperimen 1 ............................. 290
Lampiran 12 : Lembar Kerja Siswa metode Eksperimen 2 ............................. 297
Lampiran 13 : Lembar Kerja Siswa metode Eksperimen 3 ............................. 303
Lampiran 14 : Kisi-kisi tes kemampuan menggunakan alat ukut .................... 306
Lampiran 15 : Soal tes kemampuan menggunakan alat ukur .......................... 307
Lampiran 16 : Kunci jawaban tes kemampuan menggunakan alat ukur .......... 311
Lampiran 17 : Kisi-kisi tes kemampuan verbal .............................................. 312
Lampiran 18 : Soal tes kemampuan verbal..................................................... 313
Halaman
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xx
Lampiran 19 : Kunci jawaban tes kemampuan verbal ................................ .... 318
Lampiran 20 : Kisi-kisi tes prestasi kognitif ................................................... 319
Lampiran 21 : Soal tes prestasi kognitif ......................................................... 320
Lampiran 22 : Kunci jawaban tes prestasi kognitif ......................................... 325
Lampiran 23 : Kisi-kisi tes prestasi afektif ..................................................... 326
Lampiran 24 : Soal tes prestasi afektif ........................................................... 333
Lampiran 25 : Kunci jawaban tes prestasi afektif ........................................... 338
Lampiran 26 : Lembar Penilaian Proses ......................................................... 339
Lampiran 27 : Hasil ujicoba tes kemampuan menggunakan alat ukur............. 340
Lampiran 28 : Hasil ujicoba tes kemampuan verbal ....................................... 343
Lampiran 29 : Hasil ujicoba tes prestasi kognitif ........................................... 346
Lampiran 30 : Hasil ujicoba tes prestasi afektif .............................................. 349
Lampiran 31 : Analisis keputusan soal yang dipakai ...................................... 353
Lampiran 32 : Validasi Ahli ................................ ................................ ........ 356
Lampiran 33 : Daftar nilai kemampuan menggunakan alat kelas 8A .............. 357
Lampiran 34 : Daftar nilai kemampuan menggunakan alat ke las 8B .............. 358
Lampiran 35 : Daftar nilai kemampuan verbal kelas 8A................................. 359
Lampiran 36 : Daftar nilai kemampuan verbal kelas 8B ................................. 360
Lampiran 37 : Daftar nilai kognitif kelas 8A .................................................. 361
Lampiran 38 : Daftar nilai kognitif kelas 8B .................................................. 362
Lampiran 39 : Daftar nilai afektif kelas 8A .................................................... 363
Lampiran 40 : Daftar nilai afektif kelas 8B .................................................... 365
Lampiran 41 : Rekapitulasi nilai kelas 8A ..................................................... 367
Lampiran 42 : Rekapitulasi nilai kelas 8B ................................ ...................... 368
Halaman
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xxi
Lampiran 43 : Uji Normalitas prestasi kognitif .............................................. 369
Lampiran 44 : Uji Normalitas prestasi afektif ................................................ 371
Lampiran 45 : Uji Homogenitas prestasi kognitif ........................................... 373
Lampiran 46 : Uji Homogenitas prestasi afektif ................................ ............. 374
Lampiran 47 : Uji Hipotesis prestasi kognitif ................................................. 375
Lampiran 48 : Uji Hipotesis prestasi afektif ................................................... 376
Lampiran 49 : Compere Mean ....................................................................... 377
Lampiran 49 : Tabel Koefisien Korelasi ........................................................ 378
Lampiran 50 : Surat Validasi ................................ ................................ ........ 379
Lampiran 51 : Surat Ijin uji coba instrumen dari Pascasarjana UNS ............... 383
Lampiran 52 : Surat Ijin Penelitian dari Pascasarjana UNS ............................ 384
Lampiran 53 : Surat Keterangan melaksanakan penelitian ............................. 385
Lampiran 54 : Biodata Diri ................................ ................................ ........ 386
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user i
ABSTRAK
Aris Nurkholis. S831102010. “Pembelajaran IPA Dengan Pendekatan
Kontekstual Melalui Metode POE dan Eksperimen Ditinjau dari Kemampuan Menggunakan Alat Ukur dan Kemampuan Verbal Siswa” (Studi pada Pembelajaran Getaran dan Gelombang untuk Siswa Kelas VIII SMP Muhammadiyah 4 Yogyakarta Tahun Pelajaran 2011/2012). Tesis. Program Studi Pendidikan Sains Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret. Pembimbing: 1) Prof. Dr. H. Widha Sunarno, M.Pd. 2) Dra. Suparmi, MA., Ph.D. Surakarta. 2012.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan pendekatan kontekstual dengan menggunakan metode pembelajaran POE dan eksperimen, kemampuan menggunakan alat ukur, kemampuan verbal dan interaksinya terhadap prestasi belajar.
Penelitian ini menggunakan metode kuasi eksperimental. Populasi penelitian adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Muhammadiyah 4 Yogyakarta tahun pelajaran 2011/2012, sebanyak 8 kelas. Sampel penelitian ditentukan secara acak dengan teknik cluster random sampling sebanyak dua kelas yaitu ke las VIII A dan kelas VIII B. Kelas eksperimen 1 dengan metode POE dan kelas eksperimen 2 dengan metode eksperimen. Teknik pengumpulan data menggunakan metode tes untuk mendapatkan data prestasi belajar kognitif dan kemampuan menggunakan alat ukur, sedangkan metode angket untuk mendapatkan informasi prestasi belajar afektif. Uji hipotesis penelitian menggunakan anava tiga jalan dengan desain faktorial 2x2x2 dan frekuensi sel tidak sama.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: (1) Terdapat pengaruh penggunaan metode pembelajaran eksperimen dan POE terhadap prestasi kognitif (p-value = 0,002) dan afektif (p-value = 0,003). (2) Tidak ada pengaruh kemampuan menggunakan alat ukur terhadap prestasi kognitif (p-value = 0,055) dan afektif (p-value = 822). (3) Terdapat pengaruh kemampuan verbal terhadap prestasi kognitif (p-value = 0,000) dan afektif (p-value = 0 ,000). (4) Tidak ada interaksi antara metode pembelajaran dengan kemampuan menggunakan alat ukur terhadap prestasi kognitif (p-value = 0,757) dan afektif (p-value = 0,741). (5) Tidak ada interaksi antara metode pembelajaran dengan kemampuan verbal terhadap prestasi kognitif (p-value = 0 ,630) dan afektif (p-value = 0,637). (6) Tidak ada interaksi antara kemampuan menggunakan alat ukur dengan kemampuan verbal terhadap prestasi kognitif (p-value = 601) dan afektif (p-value = 0,966). (7) Tidak ada interaksi antara metode pembelajaran dengan kemampuan menggunakan alat ukur dan kemampuan verbal terhadap prestasi kognitif (p-value = 0,897) dan afektif (p-value = 0,444). Kata kunci: pembelajaran kontekstual, eksperimen, POE, kemampuan
menggunakan alat ukur, kemampuan verbal, getaran dan gelombang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user ii
ABSTRACT
Aris Nurkholis. S831102010. The Contextual Physics Learning by Using the POE and Experiment Methods Overviewed from the Ability of Using the Measuring Device and Verbal Abilitys of Students (A Case Study of Osilation and Wave for 8th Grade Student SMP Muhammadiyah 4 Yogyakarta, Academic Year 2011/2012). Thesis. Science Education Program Post Graduate Program Sebelas Maret University. Advisor: 1) Prof. Dr. H. Widha Sunarno, M.Pd. 2) Dra. Suparmi, MA., Ph.D. Surakarta. 2010.
The aims of this study was to determine the effect of the use of contextual approach using the POE and experiment method, ability of using the measuring device, verbal ability, and it interaction between each variable toward students achievement.
This research is an quasy experiment. Its population was all of the students in grade VIII of 8 classes at SMP Muhammadiyah 4 Yogyakarta, academic year of 2011/2012. The samples of the research of 2 classes of students in grade VIII and were taken randomly by using a c luster random sampling technique. They were then divided into two experimental groups; each group consisted of 1 class. The first group used the POE learning method whereas the second one used the experiment learning method. The data was collected using test for students cognitive achievement, verbal abilitys of students, ability of using the measuring device and questionere for student’s affective achievement. The hypotheses of the research were tested using a three-way analysis of variance (Anova) with 2x2x2 factorial desain and unequal frequency cells.
Based on the results of the analysis, conclusions are drawn as follows: (1) There was significant effect of the use of POE and experiment learning methods on the cognitive achievement (p-value = 0,002) and the affective achievement (p-value = 0,003). (2) There was not any effect of the ability of using the measuring device on the cognitive achievement (p-value = 0,055) and the affective achievement (p-value = 822). (3) There was significant effect of the students verbal ability on the cognitive achievement (p-value = 0,000) and the affective achievement (p-value = 0,000). (4) There was not any interaction of effect between the use of the learning methods and the ability of using the measuring device on the cognitive achievement (p-value = 0,757) the affective achievement (p-value = 0,741). (5) There was not any interaction of effect between the use of the learning methods and the students verbal ability on the cognitive achievement (p-value = 0,630) the affective achievement (p-value = 0,637). (6) There was not any interaction of effect between the ability of using the measuring device and the students verbal ability on the cognitive achievement (p-value = 0,601) the affective achievement (p-value = 0,966). (7) There was not any interaction of effect of the use of the learning methods, the the ability of using the measuring device, and the students verbal ability on the cognitive achievement (p-value = 0,897) the affective achievement (p-value = 0,444). Key words: CTL, eksperiment, POE, the ability of using the measuring device,
verbal ability, osilation and wave.
xxiii
xxiv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
PEMBELAJARAN IPA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL MELALUI METODE EKSPERIMEN DAN POE DITINJAU DARI
KEMAMPUAN MENGGUNAKAN ALAT UKUR DAN KEMAMPUAN VERBAL SISWA
Aris Nurkholis1, Widha Sunarno2, Suparmi3
1Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sains, Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret Surakarta, 57126, Indonesia
arisnurkholis@yahoo.com
2Program Studi Pendidikan Sains, Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, Surakarta Surakarta, 57126, Indonesia
widhasunarno@gmail.com
3Program Studi Pendidikan Sains, Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, Surakarta Surakarta, 57126, Indonesia
suparmiuns@gmail.com
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan pendekatan kontekstual dengan menggunakan metode pembelajaran poe dan eksperimen, kemampuan menggunakan alat ukur, kemampuan verbal dan interaksinya terhadap prestasi belajar. Penelitian ini menggunakan metode kuasi eksperimental (experimental quation) dengan desain faktorial 2x2x2. Sampel penelitian ditentukan dengan teknik cluster random sampling sebanyak dua kelas. Teknik pengumpulan data menggunakan metode tes untuk mendapatkan data prestasi belajar kognitif dan kemampuan menggunakan alat ukur, sedangkan metode angket untuk mendapatkan informasi prestasi belajar afektif. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: (1) terdapat pengaruh penggunaan metode pembelajaran eksperimen dan poe terhadap prestasi kognitif dan afektif. (2) tidak ada pengaruh kemampuan menggunakan alat ukur terhadap prestasi kognitif dan afektif. (3) terdapat pengaruh kemampuan verbal terhadap prestasi kognitif dan afektif. (4) tidak ada interaksi antara metode pembelajaran dengan kemampuan menggunakan alat ukur terhadap prestasi kognitif dan afektif. (5) tidak ada interaksi antara metode pembelajaran dengan kemampuan verbal terhadap prestasi kognitif dan afektif. (6) tidak ada interaksi antara kemampuan menggunakan alat ukur dengan kemampuan verbal terhadap prestasi kognitif dan afektif. (7) tidak ada interaksi antara metode pembelajaran dengan kemampuan menggunakan alat ukur dan kemampuan verbal terhadap prestasi kognitif dan afektif. Kata kunci: pembelajaran kontekstual, eksperimen, poe, kemampuan menggunakan alat ukur, kemampuan verbal.
Pendahuluan
Pendidikan nasional memiliki tujuan yang termaktub dalam Undang – Undang nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yaitu “berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Pencapaian tujuan pendidikan tersebut tidak dapat dicapai dengan proses yang mudah dan cepat tetapi diperlukan sarana yang tepat serta waktu yang cukup panjang.
Tujuan pendidikan tersebut akan sulit tercapai apabila orientasi pendidikan
mempunyai kecenderungan memperlakukan siswa sebagai obyek pembelajaran, guru berfungsi sebagai pemegang otoritas tertinggi keilmuan dan indoktrinator, materi bersifat subject-oriented, tidak kontekstual dan manajemen bersifat sentralistis. Pendidikan yang demikian menyebabkan siswa tidak diperlakukan sebagai makhluk yang aktif, tidak terlibat aktif dalam menemukan konsep-konsep fisikadan tidak mengkontekstualkan dengan fakta-fakta fisika yang terjadi di lapangan sehingga siswa tidak dpat mencapai tujuan pembelajaran sains yang diharapkan. (Zamroni dalam Sutarto Hadi, 2003:1). Dilihat dari kegiatan siswa selama berlangsungnya pembelajaran, Stahl dalam Supinah (2008:1) mengungkapkan bahwa pada pembelajaran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
konvensional atau tradisional siswa cenderung bekerja untuk dirinya sendiri, mata ke papan tulis dan penuh perhatian, mendengarkan guru dengan seksama, dan belajar hanya dari guru atau bahan ajar, bekerja sendiri, serta hanya guru yang membuat keputusan dan siswa pasif. Hal ini mengidentifikasikan bahwa dalam pembelajaran di sekolah guru masih menggunakan cara-cara tradisional atau konvensional.
Dari beberapa faktor-faktor di atas, menjadi salah satu faktor yang menyebabkan kualitas pendidikan di Indonesia masih rendah khususnya pendidikan sains. Hal ini terungkap dalam hasil studi The Third International Mathematics and Science Study (TIMSS) tahun 2007 bidang science, Indonesia menduduki peringkat 35 dari 48 negara dengan nilai 427, padahal skor rata-rata internasional adalah 500 (Williams, T et al. 2008: 2). Secara ringkas dapat diartikan bahwa sulitnya pembelajaran IPA ditandai dengan kurangnya proses, produk dan sikap penguasaan pengetahuan, konsep yang abstrak kurang mendapatkan minat bagi siswa dan kurangnya menerapkan teori dapat bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari.
Sebagai upaya meningkatkan kualitas pendidikan agar sesuai dengan tujuan pendidikan yang telah ditetapkan, pemerintah Indonesia telah melakukan pembaharuan melalui pengembangan kurikulum, mulai dari kurikulum lama yang cenderung content based menjadi kurikulum yang berbasis kompetensi (competency based). Kemudian diperbaharui dengan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP).
Dalam pedoman penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan (Mulyasa: 2006: 151-153), terdapat beberapa ciri penting dalam pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) yaitu pertama; berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya. Kedua, beragam dan terpadu. Ketiga, tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Keempat, relevan dengan kebutuhan kehidupan masa kini dan masa datang. Kelima, menyeluruh dan berkesinambungan. Keenam, belajar sepanjang hayat. Ketujuh, seimbang antara kepentingan nasional dan daerah.
Secara umum pembelajaran Fisika di SMP Muhammadiyah 4 Yogyakarta berpedoman pada kurikulum KTSP, namun realitasnya pembelajaran berlangsung dengan berorientasi
pada target pencapaian KKM yaitu 7,0, oleh sebab itu guru memilih pembelajaran dengan mempercepat materi yaitu dengan metode ceramah dan membahas soal-soal ketika proses kegiatan belajar mengajar berlangsung. Keterlibatan siswa dalam belajar Fisika, lebih pada ranah konsep menghafal rumus-rumus kemudian diaplikasikan dengan penerapan soal-soal latihan. Keberhasilan proses pembelajaran tidak semata-mata dipengaruhi oleh pelaksanaan pembelajaran di kelas.
Berdasarkan paparan di atas, maka guru perlu menemukan pendekatan dan cara/metode terbaik dalam menyampaikan berbagai konsep materi yang diajarkan di dalam mata pelajaran sains, selain itu guru juga harus memperhatikan kondisi siswa, sifat materi bahan ajar, dan fasilitas-media yang tersedia (Isjoni, 2008: 8). Ada berbagai macam pendekatan yang dapat digunakan antara lain pendekatan konsep, pendekatan kontruktivistik, pendekatan kooperatif atau Cooperative Learning, pendekatan kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL), pendekatan pembelajaran berbasis masalah atau Problem Based Learning (PBL) dan sebagainya (Trianto, 2010: 21). Meskipun telah banyak pendekatan pembelajaran Fisika yang berorientasi pada proses dan sikap, namun pendekatan ini belum banyak diterapkan oleh para guru untuk membelajarkan IPA, khususnya Fisika.
Fungsi dan tujuan pembelajaran IPA yaitu mampu mengembangkan keterampilan, sikap, dan nilai ilmiah, dan menguasai konsep sains untuk bekal hidup di masyarakat dan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi (Depdiknas cit. Trianto, 2003: 2). Salah satu indikator ketercapaianya terlihat pada indikator kedua yaitu siswa mampu mengembangkan keterampilan, sikap, dan nilai ilmiah. Tujuan tersebut tersirat bahwa siswa dituntut tidak hanya mampu mengerjakan soal-soal akan tetapi juga harus memiliki karakter sains yaitu metode ilmiah karena Fisika merupakan ilmu yang lahir dan berkembang lewat langkah-langkah observasi, perumusan masalah, penyusunan hipotesis, pengujian hipotesis melalui eksperimen, penarikan kesimpulan, serta penemuan teori dan konsep.
Konsep getaran dan gelombang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, namun dalam kenyataannya konsep getaran dan gelombang masih sulit dipahami oleh siswa karena penyampaian materi yang kurang menarik, kurang kontekstual, membosankan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
dan pendekatan pembelajaran yang cenderung matematis saja. Sehingga dapat diartikan bahwa ketika siswa belajar materi getaran dan gelombang membutuhkan pengalaman langsung peristiwa-peristiwa getaran dan gelombang dalam kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan tujuan pembelajaran IPA dan karakteristik materi maka pemahaman konsep yang dimiliki siswa dibangun dari proses asimilasi sampai ekuilibrasi memerlukan proses pembangunan pengetahuan secara mandiri dan kontekstual. Menurut Riyanto (2009:59) “pendekatan pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari sebagai anggota keluarga dan masyarakat”.
Metode yang memungkinkan membangun pengetahuan siswa secara mandiri dan kontekstual serta meningkatkan keaktifan siswa adalah metode POE dan eksperimen. Menurut Paul Suparno (2003:102) “metode pembe-lajaran POE (prediction, observation, and explanation) adalah suatu metode pembelajaran yang menggunakan tiga langkah utama dari metode ilmiah yaitu pertama prediction atau membuat prediksi, membuat dugaan terhadap suatu peristiwa Fisika; kedua observation yaitu melakukan penelitian, pengamatan apa yang terjadi; ketiga explanation yaitu memberi penjelasan tentang kesesuaian antara dugaan dengan yang sungguh terjadi.”
Menurut Winataputra (2001: 219) “metode eksperimen adalah suatu cara penyajian materi pelajaran dimana siswa secara aktif mengalami dan membuktikan sendiri tentang apa yang dipelajarinya”. Melalui metode ini siswa secara total dilibatkan dalam melakukan sendiri, mengikuti proses, mengamati suatu objek, menganalisis, membuktikan dan menarik kesimpulan sendiri tentang suatu objek, keadaan atau proses sesuatu. Jadi metode ini lebih untuk mengecek supaya siswa makin yakin dan jelas akan teorinya. Pemilihan metode yang tepat harus disesuaikan dengan karakteristik materi maupun tingkat kognitif siswa hal ini diharapkan akan mampu menunjang prestasi belajar.
Prestasi belajar siswa dalam proses pembelajaran dipengaruhi oleh beberapa faktor, menurut Slameto (2010: 54) mengemukakan bahwa “faktor-faktor yang mempengaruhi
belajar banyak jenisnya tetapi dapat digolongkan menjadi dua golongan saja. Yaitu faktor internal dan eksternal”. Jadi dapat diartikan bahwa faktor internal dan faktor eksternal tersebut saling mempengaruhi dalam proses belajar individu sehingga menentukan kualitas hasil belajar.
Faktor internal yang mempengaruhi prestasi belajar siswa antara lain intelegensi, kemampuan menggunakan alat ukur, kemampuan memori, kemampuan verbal, minat, bakat, motivasi, kesehatan jasmani, kesehatan rohani, dan lain-lain. Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi prestasi belajar siswa antara lain guru, bahan pelajaran, metode mengajar, lingkungan, sarana dan prasarana, interaksi yang terjadi antar siswa ataupun interaksi antara siswa dengan guru dan lain-lain.
Pemilihan pendekatan dan metode pembelajaran adalah bagaian faktor ekternal yang mempengaruhi prestasi belajar siswa, oleh sebab itu perlu diselaraskan dengan faktor internal. Diantara beberapa faktor internal internal yang mendukung dalam pendekatan kontekstual dengan metode poe dan eksperimen yaitu kemampuan menggunakan alat ukur dan kemampuan verbal siswa.
Menurut Winkel (1999:134) “setiap proses belajar mengajar mempunyai titik tolak sendiri atau berpangkal pada kemampuan siswa tertentu (tingkah laku awal) untuk dikembangkan menjadi kemampuan baru, sesuai dengan tujuan instruksional (tingkah laku final). Oleh karena itu, keadaan siswa pada awal proses belajar mengajar tertentu (tingkah laku awal) mempunyai relevansi terhadap penentuan, perumusan, dan pencapaian tujuan instruksional (tingkah laku final).”
Berdasarkan pendapat Winkel tersebut, jika kemampuan awal siswa tinggi maka dalam proses belajar berikutnya siswa tersebut tidak akan mengalami kesulitan. Siswa hanya mengembangkan kemampuan awal tersebut menjadi kemampuan baru sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Sebaliknya apabila kemampuan awal siswa rendah maka siswa tersebut akan mengalami kesulitan untuk mencapai tujuan yang diinginkan sehingga perlu waktu yang lebih lama. Kemampuan awal dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa dalam menggunakan alat ukur.
Kemampuan verbal menurut Winkel (1997: 99), “kemampuan yang dimiliki seseorang dalam menuangkan pengetahuan dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
pengalaman yang dimiliki dalam bentuk bahasa yang memadai, sehingga dapat dikomunikasikan kepada orang lain”. Kemampuan verbal akan memperlancar penyampaian komunikasi dalam penerapan pembelajaran kontekstual melalui metode poe.
Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilaksanakan penelitian pembelajaran Fisika dengan pendekatan kontekstual melalui metode poe dan eksperimen ditinjau dari kemampuan menggunakan alat ukur dan kemampuan verbal siswa. Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1) pengaruh pendekatan pembelajaran kontekstual dengan metode poe dan eksperimen terhadap prestasi belajar siswa; 2) pengaruh kemampuan menggunakan alat ukur tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar siswa; 3) pengaruh kemampuan verbal tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar siswa; 4) interaksi antara metode pembelajaran dengan kemampuan menggunakan alat ukur terhadap prestasi belajar; 5) interaksi antara metode pembelajaran dengan kemampuan verbal terhadap prestasi belajar siswa; 6) interaksi antara kemampuan menggunakan alat ukur dengan kemampuan verbal terhadap prestasi belajar siswa; 7) interaksi antara metode pembelajaran, kemampuan menggunakan alat ukur, dan kemampuan verbal terhadap prestasi belajar siswa
Metode Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMP Muhammadiyah 4 Yogyakarta. Penelitian dilaksanakan dari bulan Februari – Maret 2012. Penelitian ini menggunakan metode kuasi eksperimen. Kelompok eksperimen I diajar dengan pendekatan kontekstual dengan metode poe dan kelompok eksperimen II diajar dengan pendekatan kontekstual dengan metode eksperimen.
Rancangan penelitian ini menggunakan desain faktorial dengan rancangan penelitian Anava tiga jalan 2x2x2. Variabel bebas meliputi pendekatan kontekstual menggunakan metode poe dan eksperimen, variabel terikat adalah prestasi belajar siswa dan variabel moderator kemampuan menggunakan alat ukur dan kemampuan verbal siswa.
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan tes untuk mengukur prestasi belajar kognitif, kemampuan menggunakan alat ukur, dan kemampun verbal siswa. Dan data
prestasi afektif melalui angket. Data tes kemampuan menggunakan alat ukur dan kemampuan verbal diperoleh sebelum perlakuan, sedangkan data prestasi belajar diperoleh setelah sampel diberikan perlakuan.
Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis secara deskriptif dan statistik dilanjutkan dengan uji Scheffe. Uji statistik anava dilakukan pada taraf signifikansi 5%. Sebelum dilakukan analisis statistik dilakukan uji prasyarat, yaitu uji homogenitas dan uji normalitas terhadap data yang diperoleh.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Data penelitian ini diperoleh melalui tes kemampuan menggunakan alat ukur, tes kemampuan verbal, dan tes prestasi belajar pada aspek kognitif. Sedangkan data prestasi belajar pada aspek afektif diperoleh menggunakan angket.
Deskripsi kategori kemampuan menggunakan alat ukur dan kemampuan verbal dikategorikan tinggi jika skor tes skor rata-rata total tes dan rendah jika skor tes < skor rata-rata total tes. Distribusi frekuensi kemampuan menggunakan alat ukur dan kemampuan verbal dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2, sedangkan data prestasi belajar siswa berdasarkan pendekatan pembelajaran kontekstual dengan metode poe dan eksperimen disajikan Tabel 3.
Tabel 1 Distribusi Frekuensi Kemampuan Menggunakan Alat Ukur
Kemampuan Menggunakan Alat
Ukur
Metode Poe Metode Eksperimen
Frek. % Frek. % Tinggi 19 56 % 19 58 % Rendah 15 44 % 14 42 % Jumlah 34 100 % 33 100 %
Tabel 1 menunjukkan bahwa frekuensi kemampuan menggunakan alat ukur tinggi lebih dominan dibandingkan dengan kemampuan menggunakan alat ukur rendah.
Tabel 2 Distribusi Data Kemampuan Verbal Tinggi dan Rendah
Kemampuan verbal
Metode Poe Metode Eksperimen
Frek. % Frek. %
Tinggi 14 41 % 17 52 %
Rendah 20 59 % 16 48 %
Jumlah 34 100 % 33 100 %
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
Tabel 2 menunjukan bahwa frekuensi kemampuan verbal tinggi lebih rendah dibandingkan dengan kemampuan verbal rendah.
Tabel 3 Rata-rata Prestasi Belajar Siswa Berdasarkan Metode Pembelajaran
Kelas Jumlah Kognitif Afektif Metode Poe 34 72,94 162,88 Metode Eksperimen
33 68,18 157,33
Tabel 3 menunjukan bahwa nilai rata-rata prestasi belajar kognitif dan afektif pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual menggunakan metode poe lebih baik daripada menggunakan metode eksperimen.
Data penelitian dianalisis statistik menggunakan anava 2x2x2 dan dilanjutkan dengan uji Scheffe. Rangkuman hasil uji statistik disajikan pada Tabel 4 dan Tabel 5.
Tabel 4 Ringkasan Anava Tiga Jalan Prestasi Kognit if
No. Sumber Variansi p-value Keputusan Uji 1. Metode 0,002 H01 ditolak 2. Kemampuan
Menggunakan alat ukur
0,055 H02 tidak ditolak
3. Kemampuan Verbal 0,000 H03 ditolak 4. Metode * Kem.
Menggunakan alat ukur
0,757 H 012 tidak ditolak
5. Metode * Kem. Verbal
0,630 H 013 tidak ditolak
6. K. Menggunakan alat ukur * K. Verbal
0,601 H 023 tidak ditolak
7. Metode * Kem. Menggunakan alat ukur * K. Verbal
0,897 H0123 tidak ditolak
Tabel 5 Ringkasan Anava Tiga Jalan Prestasi Afektif
No. Sumber Variansi p-value Keputusan Uji 1 Metode 0,003 H01 ditolak 2 Kemampuan
Menggunakan alat ukur
0,822 H02 tidak ditolak
3 Kemampuan Verbal 0,000 H03 ditolak 4 Metode * Kem.
Menggunakan alat ukur
0,741 H012 tidak ditolak
5 Metode * Kem. Verbal
0,637 H013 tidak ditolak
6 K. Menggunakan alat ukur * K. Verbal
0,966 H023 tidak ditolak
7 Metode * Kem. Menggunakan alat ukur * K. Verbal
0,444 H0123 tidak ditolak
a. Hipotesis Pertama Berdasarkan hasil keputusan uji maka Ho
ditolak pada prestasi kognitif dan afektif. Hal
ini berarti dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh pembelajaran kontekstual dengan menggunakan metode poe dan eksperimen terhadap prestasi belajar kognitif maupun afektif.
Pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang disampaikan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari (Sagala,2011:87). Pendekatan pembelajaran kontekstual dalam penelitian ini menggunakan metode poe dan eksperimen. Pada pelaksanaan kedua metode pembelajaran ini pada dasarnya sama yaitu sama-sama mendorong siswa untuk menemukan pengetahuan secara mandiri. Dari data hasil pengamatan, kelas dengan metode Poe lebih baik dibandingkan dengan kelas dengan metode eksperimen. Hal ini disebabkan karena metode poe yang digunakan dengan inquiry. Maksudnya, siswa aktif dalam menemukan pengetahuan secara mandiri. Dimulai dari kegiatan menduga, dalam hal ini siswa aktif membuat dugaan terhadap suatu persoalan Fisika yang disajikan oleh guru. Kemudian melakukan observasi, dalam hal ini siswa aktif mengamati secara langsung persoalan Fisika, dengan ini siswa akan menguji dugaan yang dibuat sesuai atau tidak dengan kenyataan. Dan yang terakhir, siswa memberikan penjelasan tentang hasil yang diamatinya dengan yang diduga. Apabila dugaan siswa ternyata terjadi dalam pengamatannya, maka siswa akan semakin yakin akan konsepnya. Hal ini sejalan dengan pernyataan yang disampaikan Paul Suparno (2007:102) bahwa “metode Poe menuntut siswa untuk mampu mengkonstruksi konsep pengetahuannya secara mandiri, siswa aktif berfikir tentang suatu persoalan Fisika dan siswa aktif melakukan pengamatan serta mencari penjelasannya”. Sehingga pengetahuan yang didapat dari proses tersebut akan semakin kuat tertanam diri siswa dan lebih bertahan lama atau sulit untuk dilupakan. Akibatnya, prestasi belajar siswa menunjukkan hasil yang memuaskan. Hakan Ozdemir (2011) dalam Western Anatolia Joernal Education Science yang menyebutkan bahwa penggunaan strategi Poe berpengaruh secara signifikan terjadap prestasi belajar siswa. Lebih lanjut Hakan Ozdemir menyebutkan bahwa penggunaan strategi Poe membantu siswa untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang konsep-konsep ilmiah. Selain itu David F. Treagust (2007) dalam hasil penelitiannya juga menyebutkan bahwa metode Poe cukup efektif untuk meningkatkan pembelajaran bermakna di kelas.
Sedangkan pada penggunaan metode eksperimen dalam penelitian ini hasil tidak lebih baik daripada penggunaan metode poe. Pada dasarnya pelaksanaan kedua metode tersebut sebenarnya sama yaitu sama-sama mendorong siswa untuk menemukan pengetahuan secara mandiri. Namun dalam pelaksanaannya metode eksperimen tidak sepenuhnya sesuai dengan prinsip dan kaedah metode pembelajaran eksperimen. Diantaranya adalah tidak dengan inquiry dan masih bersifat konvensional. Maksudnya, siswa hanya diminta untuk melakukan kegiatan sesuai dengan yang terdapat pada lembar kerja siswa (LKS) sehingga siswa tidak dituntut untuk kritis. Akibatnya, prestasi belajar siswa belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Dengan demikian, pendekatan pembelajaran kontekstual akan menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik jika diajarkan dengan metode poe daripada diajarkan dengan menggunakan metode eksperimen pada pokok bahasan Getaran dan gelombang.
b. Hipotesis Kedua
Berdasarkan hasil keputusan uji maka Ho diterima pada prestasi kognitif dan afektif. Hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh kemampuan menggunakan alat ukur terhadap prestasi belajar kognitif dan afektif.
Kemampuan menggunakan alat ukur tidak berpengaruh secara signifikan terhadap prestasi belajar, hal ini berbeda dengan hipotesis yang dirumuskan yang menyatakan bahwa kemampuan menggunakan alat ukur memiliki pengaruh yang signifikan terhadap prestasi belajar siswa. Hipotesis tersebut dibangun atas landasan teori Ausebel yang menyebutkan proses pembelajaran akan bermakna dan informasi yang didapat oleh siswa akan bertahan lama jika ada kaitannya antara konsepsi awal dengan konsep yang sedang dipelajari siswa (Dahar,1989:103). Konsepsi awal dalam hal ini adalah kemampuan awal siswa dalam menggunakan alat ukur. Namun di satu sisi lain terdapat penelitian yang dilakukan oleh Daimul Khasanah (2010) yang dalam salah satu kesimpulannya menyatakan bahwa “kemampuan menggunakan alat ukur tidak
berpengaruh signifikan terhadap prestasi belajar siswa”. Sehingga hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Daimul khasanah yang menyatakan kemampuan menggunakan alat ukur tidak berpengaruh signifikan terhadap prestasi belajar siswa.
Tidak adanya pengaruh kemampuan menggunakan alat ukur tinggi dan kemampuan menggunakan alat ukur rendah terhadap prestasi kognitif siswa diantaranya: Pertama; disebabkan karena instrumen pengambilan data untuk memperoleh informasi tentang kemampuan menggunakan alat ukur siswa hanya diperoleh dari tes tertulis pilihan ganda saja. Sehingga data kemampuan menggunakan alat ukur yang diperoleh kurang akurat dan kurang dapat dipercaya. Karena tes tertulis pilihan ganda terdapat kelemahan jika digunakan untuk mengukur kemampuan/ keterampilan/ skill yang dimiliki siswa. Maka daripada itu dibutuhkan pula sebuah instrumen atau tes lain yang dapat digunakan untuk mengukur penampilan atau kinerja yang telah dikuasai siswa. Instrumen tersebut bisa langsung tes praktek ataupun tes tertulis namun tes tertulis yang menjadi sasarannya adalah kemampuan peserta didik dalam menampilkan karya. Dengan demikian, untuk memperoleh informasi tentang kemampuan menggunakan alat ukur yang lebih valid dari para siswa, sebaiknya selain adanya tes tertulis perlu juga adanya tes keterampilan menggunakan alat ukur dan observasi secara langsung pada siswa yang bersangkutan.
Kedua; disebabkan karena data kemampuan menggunakan alat ukur pada penelitian ini hanya dikategorikan menjadi dua kategori yaitu kategori tinggi dan kategori rendah. Dalam penelitian ini peneliti tidak melibatkan kategori sedang. Hal ini sedikit memberikan pengaruh terhadap hasil penelitian, karena semakin ketat pengklasifikasian data maka hasil yang diperoleh pun akan semakin valid. Berbeda dengan sebaliknya apabila pengklasikasian terlalu sedikit maka peluang untuk data yang diperoleh kurang valid semakin besar. Ketiga; disebabkan karena dalam melakukan percobaan dilakukan secara kelompok, dan adanya keterbatasan waktu dalam melakukan percobaan sehingga tidak semua siswa terlibat dalam melakukan percobaan. Sehingga siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur tinggi belum tentu ikut terlibat menggunakan alat ukur
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
untuk melakukan percobaan. Hal inilah yang menyebabkan antara siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur tinggi dan rendah tidak ada pengaruh yang signifikan.
c. Hipotesis Ketiga
Berdasarkan hasil keputusan uji maka Ho ditolak pada prestasi kognitif dan afektif. Hal ini dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh kemampuan verbal terhadap prestasi belajar kognitif dan prestasi belajar afektif.
Kemampuan verbal berpengaruh secara signifikan terhadap prestasi belajar kognitif hal ini sesuai dengan Hawkins, et al. (2007) yang menyatakan kemampuan verbal sangat cocok untuk diinduksikan dalam proses belajar dikelas. Hal ini juga sesuai dengan Gagne cit. Winkel (1996: 322) menyatakan bahwa “dalam mengelola informasi baru dan mengkaitkannya dengan informasi lama selama informasi tersebut berada dalam ingatan jangka pendek, siswa harus mengadakan organisasi mental yang diekspresikan dalam bentuk verbal (perumusan bahasa yang memadai)”. Dalam membangun konsep pengetahuan mengenai Getaran dan gelombang hal ini sangat membutuhkan siswa secara aktif untuk berani bertanya, mencawab, dan perpendapat sehingga akan terjadi proses asimilasi dan akomodasi pengetahuan yang diperoleh. Sehingga siswa yang memiliki kemampuan verbal tinggi akan mendapatkan prestasi yang lebih baik dibandingkan siswa yang memiliki kemampuan verbal rendah.
Kemampuan verbal tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar afektif memberikan pengaruh yang signifikan. Hal ini dikarenakan pendekatan kontekstual memiliki kecenderungan siswa untuk berani mengemukakan pendapat, restrukturisasi ide dengan menanggapi ide yang berbeda sehingga siswa yang memiliki kemampuan verbal tinggi mereka dengan percaya diri untuk mengemukakan pendapatnya dan lebih aktif dikelas daripada siswa yang memiliki kemampuan verbal rendah.
d. Hipotesis Keempat
Berdasarkan hasil keputusan uji maka Ho diterima pada prestasi kognitif dan prestasi afektif. Hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat interaksi pembelajaran kontekstual menggunakan metode poe dan eksperimen dengan kemampuan menggunakan alat ukur terhadap prestasi kognitif dan afektif.
Kesimpulan ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Daimul Khasanah (2010) tentang pembelajaran Fisika dengan metode eksperimen dan demonstrasi ditinjau dari kemampuan menggunakan alat ukur dan sikap ilmiah siswa. Salah satu kesimpulannya menyatakan bahwa tidak ada interaksi antara metode pembelajaran dengan kemampuan menggunakan alat ukur terhadap prestasi belajar.
Hal ini dikarenakan siswa yang mendapat perlakuan metode eksperimen dalam pelaksanaanya hampir seluruh siswa mampu menggunakan alat ukur dengan baik dan benar, karena kemampuan menggunakan alat ukur sudah pernah dipelajari oleh siswa di kelas VII dan juga alat ukur tersebut sudah sering digunakan oleh siswa dalam kehidupan sehari-hari. Kemampuan menggunakan alat ukur berkaitan menjadi kemampuan dasar siswa dalam melakukan eksperimen, maka siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur kategori tinggi memiliki nilai rata-rata prestasi kognitif lebih tinggi (69,84) dibandingkan dengan siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur kategori rendah (67,71).
Sedangkan untuk siswa yang mendapat perlakuan dengan metode poe lebih mengedepankan siswa untuk aktif berinteraksi, aktif menyampaikan pendapat dan gagasannya berupa dugaan-dugaan sementara. hal ini berdampak terhadap kurangnya pemerataan keaktifan siswa dalam proses belajar. Kemampuan menggunakan alat ukur berkaitan dengan kemampuan dasar seorang siswa untuk melakukan eksperimen. Dalam hal ini metode poe kurang mampu memfasilitasi siswa untuk melakukan proses pengukuran dengan menggunakan alat ukur, karena pada kenyataanya hanya sebagian kecil siswa yang mau mencoba untuk melakukan pengukuran menggunakan alat ukur sehingga siswa seharusnya yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur kategori tinggi memiliki nilai rata-rata prestasi kognitif lebih rendah atau minimal sama dibandingkan dengan siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur kategori tinggi. Namun dalam kenyataannya justru terbalik siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur kategori tinggi memiliki nilai rata-rata prestasi kognitif lebih tinggi (74,15) dibandingkan dengan siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur kategori tinggi (71,33).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
e. Hipotesis Kelima
Berdasarkan hasil keputusan uji maka Ho diterima pada prestasi kognitif dan afektif. Hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat interaksi pembelajaran kontekstual menggunakan metode poe dan eksperimen dengan kemampuan verbal terhadap prestasi kognitif dan afektif.
Kesimpulan ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Dimas Candra (2007) yang dalam salah satu kesimpulannya menyatakan bahwa tidak ada interaksi antara metode pembelajaran dengan kemampuan verbal siswa terhadap prestasi belajar. Namun hasil penilitian ini berbeda dengan hipotesis yang disusun sebelumnya yang menyatakan bahwa terdapat interaksi antara metode pembelajaran dengan kemampuan verbal terhadap prestasi belajar siswa.
Hal ini dikarenakan siswa yang mendapat perlakuan metode poe dalam pelaksanaannya hampir seluruh siswa aktif untuk belajar, karena setiap pembelajaran siswa dituntut untuk aktif mengungkapkan ide-ide, gagasan, dan pendapatnya. Karena kemampuan verbal berkaitan dengan ide-ide yang disampaikan dalam kata-kata maka metode poe mampu mengoptimalkan ide-ide atau gagasan pengetahuan diperoleh siswa yang lebih cenderung kebahasa lisan daripada tulisan. Hasilnya siswa yang memiliki kemampuan verbal tinggi memiliki nilai rata-rata prestasi tertinggi dan bahkan siswa yang memiliki kemampuan verbal rendah nilai rata-rata prestasi lebih tinggi jika dibandingkan dengan metode eksperimen dengan kemampuan verbal tinggi ataupun kemampuan verbal rendah.
Untuk siswa yang mendapat perlakuan dengan metode eksperimen lebih mengedepankan keaktifan siswa dalam kelompok, hal ini berdampak terhadap kurangnya pemerataan keaktifan siswa dalam proses belajar. Kemampuan kemampuan verbal berkaitan dengan ide-ide yang disampaikan dalam kata-kata maka metode eksperimen kurang mampu memfasilitasi siswa untuk bisa menyampaikan ide atau gagasannya baik lisan ataupun tulisan, karena pada kenyataanya hanya sebagian siswa yang mampu mengungkapkan pengetahuan-pengetahuan yang sudah didapatkan. Dari pemaparan tersebut dapat diringkas bahwa tidak adanya interaksi antara metode pembelajaran dengan kemampuan verbal terhadap prestasi belajar dikarenakan
metode poe mampu memfasilitasi keaktifan sebagian besar siswa sedangkan metode eksperimen hanya mampu memfasilitasi sebagian kecil siswa dalam mengoptimalkan kemampuan verbal baik lisan maupun tulisan. f. Hipotesis Keenam
Berdasarkan hasil keputusan uji maka Ho diterima pada prestasi kognitif dan afektif. Hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat interaksi kemampuan menggunakan alat ukur dengan kemampuan verbal terhadap prestasi kognitif dan afektif. Hasil kesimpulan ini berbeda dengan hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya yang menyatakan terdapat interaksi antara kemampuan menggunakan alat ukur dengan kemampuan verbal siswa. Kerangka berfikir yang dibangun dalam hipotesis tersebut berdasarkan teori Ausebel yang menyebutkan proses pembelajaran akan bermakna dan informasi yang didapat oleh siswa akan bertahan lama jika ada kaitannya antara konsepsi awal dengan konsep yang sedang dipelajari siswa (Dahar,1989:103). Konsepsi awal dalam hal ini adalah kemampuan awal siswa dalam menggunakan alat ukur. Selain teori Ausebel dalam hipotesis ini juga diungkapkan teori yang mendukung lainnya yaitu teori Gagne cit. Winkel (1996: 322) menyatakan bahwa “dalam mengelola informasi baru dan mengkaitkannya dengan informasi lama selama informasi tersebut berada dalam ingatan jangka pendek, siswa harus mengadakan organisasi mental yang diekspresikan dalam bentuk verbal (perumusan bahasa yang memadai)”. Dalam membangun konsep pengetahuan mengenai Getaran dan gelombang hal ini sangat membutuhkan siswa secara aktif untuk berani bertanya, menjawab, dan perpendapat sehingga akan terjadi proses asimilasi dan akomodasi pengetahuan yang diperoleh. Sehingga berdasarkan teori yang dibangun tersebut maka hipotesis ini menyatakan terdapat interaksi antara kemampuan menggunakan alat ukur dengan kemampuan verbal.
Namun hasil penelitian ini menunjukan hasil bahwa tidak ada interaksi antara kemampuan menggunakan alat ukur dengan kemampuan verbal siswa terhadap prestasi belajar. Tidak adanya interaksi antara kemampuan menggunakan alat ukur dengan kemampuan verbal hal ini dikarenakan siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur tinggi dan kemampuan verbal tinggi lebih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
dapat mengikuti proses pembelajaran. Karena dalam pembelajaran baik dengan menggunakan metode Poe maupun metode eksperimen mereka tidak ada kendala dalam proses pembelajaran. Yang mana kedua metode tersebut mensyaratkan adanya kemampuan menggunakan alat ukur tinggi untuk metode eksperimen dan kemampuan verbal tinggi untuk metode Poe. Berbeda sebaliknya dengan siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur tinggi dan kemampuan verbal rendah mereka sedikit terkendala dalam proses pembelajaran ketika metode yang digunakan adalah metode Poe, sehingga prestasi kognitif siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur tinggi dan kemampuan verbal rendah lebih rendah dibandingkan dengan siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur tinggi dan kemampuan verbal tinggi.
Selain itu, tidak adanya interaksi antara kemampuan menggunakan alat ukur dengan kemampuan verbal adalah dikarenakan siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur rendah dan kemampuan verbal tinggi lebih dapat mengikuti proses pembelajaran walaupun ada sedikit kendala ketika pembelajaran menggunakan metode eksperimen. Berbeda sebaliknya dengan siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur rendah dan kemampuan verbal rendah mereka terkendala dalam proses pembelajaran baik pembelajaran dengan menggunakan metode eksperimen maupun dengan metode Poe, karena kedua metode tersebut mensyaratkan adanya kemampuan menggunakan alat ukur tinggi untuk metode eksperimen dan kemampuan verbal tinggi untuk metode Poe, sehingga prestasi kognitif siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur rendah dan kemampuan verbal rendah lebih rendah dibandingkan dengan siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur rendah dan kemampuan verbal tinggi.
g. Hipotesis Ketujuh
Berdasarkan hasil keputusan uji maka Ho diterima pada prestasi kognitif dan afektif. Hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat interaksi pembelajaran kontekstual menggunakan metode poe, eksperimen, kemampuan menggunakan alat ukur, kemampuan verbal terhadap prestasi kognitif dan afektif.
Dari data dapat disimpulkan bahwa siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat
ukur dan kemampuan verbal menggunakan metode poe rata-rata prestasi lebih baik jika dibandingkan dengan metode eksperimen. Sehingga pengaruh metode lebih dominan dalam menentukan prestasi kognitif siswa. Hal berarti faktor eksternal siswa lebih berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa. Hal ini sejalan dengan pendapat Muhibbin Syah (2010:129) yang menyatakan bahwa hal-hal yang mempengaruhi belajar siswa adalah salah satunya faktor metode pembelajaran yang digunakan guru. Hal ini berdampak terhadap tidak adanya interaksi antara metode, kemampuan menggunakan alat ukur, dan kemampuan verbal siswa. Siswa yang menggunakan metode poe mampu meningkatkan keaktifan siswa secara individual, sehingga berdampak terhadap proses penyimpanan dan pengambilan informasi secara optimal. Siswa yang memiliki kemampuan verbal, ia mampu mengungkapkan ide-ide, gagasan dan pendapatnya baik dalam bahasa tulisan maupun lisan sehingga berdampak positif terhadap prestasi belajar secara merata.
Untuk siswa yang mendapat metode eksperimen kurang mampu mendorong siswa untuk aktif secara menyeluruh atau hanya sebagian siswa yang benar-benar aktif dalam proses pembelajaran karena terwakili oleh kelompok-kelompok. Sehingga baik kemampuan menggunakan alat ukur ataupun kemampuan verbal siswa juga hanya sebagian yang dapat tergali secara optimal dampaknya kurang meratanya hasil nilai prestasi kognitif dengan nilai yang baik.
Kesimpulan dan Rekomendasi
Adapun kesimpulan penelitian ini antara lain sebagai berikut: 1) pembelajaran kontekstual melalui metode poe dan eksperimen berpengaruh secara signifikan terhadap prestasi belajar kognitif dan afektif. Hasilnya rata-rata prestasi kognitif metode poe lebih baik daripada daripada metode eksperimen. 2) kemampuan menggunakan alat ukur siswa tidak berpengaruh secara signifikan terhadap prestasi belajar dalam ranah kognitif maupun ranah afektif; 3) kemampuan verbal berpengaruh secara sigifikan terhadap prestasi kognitif dan afektif belajar siswa. Pembelajaran kontekstual mendorong siswa untuk aktif membangun pengetahuan secara mandiri baik sikap, bahasa verbal lisan ataupun tulisan; 4) tidak ada interaksi yang signifikan antara metode pembelajaran dengan kemampuan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
menggunakan alat ukur terhadap prestasi belajar kognitif dan afektif siswa. Tinjauan menggunakan alat ukur tinggi dan rendah, metode poe memiliki hasil rata-rata prestasi kognitif dan afektif lebih baik daripada metode eksperimen. 5) tidak ada interaksi yang signifikan antara metode pembelajaran dengan kemampuan verbal terhadap prestasi belajar kognitif dan afektif siswa. Ditinjau dalam ranah afektif rata-rata prestasi belajar kemampuan verbal lebih baik menggunakan metode poe dari pada eksperimen; 6) tidak ada interaksi yang signifikan antara kemampuan menggunakan alat ukur dengan kemampuan verbal terhadap prestasi belajar kognitif dan afektif siswa. Hubungan kemampuan menggunakan alat ukur terhadap prestasi belajar kognitif maupun afektif merupakan pengaruh yang independen dan tidak berhubungan dengan kemampuan verbal; 7) tidak ada interaksi yang signifikan antara metode pembelajaran, kemampuan menggunakan alat ukur, dan kemampuan verbal terhadap prestasi kognitif dan afektif siswa. Metode pembelajaran memberikan dampak yang sama terhadap dua variabel yang bersamaan dimiliki siswa yaitu kemampuan menggunakan alat ukur dan kemampuan verbal. Rekomendasi bagi peneliti lain yang disampaikan dalam tulisan ini adalah; (1). pembelajaran Fisika menggunakan pendekatan kontekstual melalui melalui metode poe dan eksperimen layak dijadikan alternatif dalam mengembangkan prestasi belajar siswa di kelas; (2). faktor kemampuan menggunakan alat ukur dan kemampuan verbal siswa hendaknya menjadi faktor yang patut dipertimbangkan dalam merancang proses pembelajaran di kelas.
Daftar Pustaka
Daimul Khasanah. (2010). Pembelajaran Fisika Berbasis Masalah dengan Menggunakan Metode Eksperimen dan Demontrasi ditinjau dari Kemampuan Menggunakan Alat Ukur dan Sikap Ilmiah Siswa. Tesis. Surakarta: Pascasarjana Universitas Sebelas Maret.
Dimas Candra. (2007). Prestasi Belajar Siswa ditinjau dari Kemampuan Verbal, Kemampuan Penalaran, dan Kemampuan Awal. Tesis. Surakarta: Pascasarjana Universitas Sebelas Maret.
David F. Treagust. (2007). An Investigation of The Classroom Use Of Prediction-Observation-Explanation Computer Tasks Designed to Elicit and Promote Discussion of Students’
Conceptions of Force and Motion. Curtin University of Technology, Perth, Australia.
Hakan Özdemir, dkk. (2011). Effect Of Laboratory Activities Designed Based On Prediction- Observation - Explanation (Poe) Strategy On Pre-Service Science Teachers’ Understanding Of Acid-Base Subject. dalam Wertern Anatolia Joernal Educational Science.
Hawkins et al. (2007). The jigsaw cabas school: protocols for Increasing appropriate behaviour and evoking Verbal capabilities. European Journal Of Behavior Analysis. Vol 8: pp. 203 -220.
Isjoni. (2007). Cooperative Learning. Bandung: Alfabeta.
Muhibbin Syah. (1995). Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Mulyasa. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Sebuah Panduan Praktis. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Ratna Wilis Dahar. (1989). Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga.
Riyanto, Yatim. (2010). Paradigma Baru Pembelajaran. Jakarta: Prenada Media Group.
Sagala, Syaiful. (2011). Konsep Dan Makna Pembelajaran Untuk Membantu Memecahkan Problematika Belajar Dan Mengajar. Bandung. Alfabeta
Slameto. (2010). Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.
Suparno, Paul. (1997). Filsafat Kontekstual Dalam Pendidik. Yogyakarta: Kanisius.
---------. (2007). Metodologi Pembelajaran Fisika Kontruktivisme dan Menyenangkan. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.
Sutarto Hadi. (2003). Pendidikan Realistik: Menjadikan Pelajaran matematika Lebih Bermakna bagi Siswa (Makalah yang Disampaikan pada Seminar Nasional Pendidikan Matematika ’Perubahan Paradigma dari Paradigma Mengajar ke Paradigma Belajar’). Yogyakarta: USD.
Supinah, dkk. (2008). Pembelajaran Matematika SD dengan Pendekatan Kontekstual dalam Melaksanakan KTSP. Yogyakarta: PPPPTK .
Trianto. (2007). Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Kontruktivistik. Jakarta. Prestasi Pustaka Publiser.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
. (2010). Model Pembelajaran Terpadu Konsep, Strategi, dan Implementasinya dalam KTSP. Jakarta: Bumi Antariksa.
Williams et al. (2009). Mathematics and Science Achievement of U.S. Fourth-and Eighth-Grade Students in an International Context. Institut of Educations Sciences.
Winataputra, Udin S. (2001). Strategi Belajar Mengajar IPA. Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka.
Winkel, W.S. (1983). Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar. Jakarta: Gramedia.
Mengetahui,
Pembimbing I Pembimbing II
Prof. Dr. H.Widha Sunarno, M.Pd. Dra. Suparmi, MA., Ph.D. NIP. 19520116 198003 1 001 NIP. 19520915 197603 2 001
Telah dinyatakan memenuhi syarat Pada tanggal, ..............................
a.n. Ketua Program Studi Pendidikan Sains
Program Pascasarjana UNS
Dr. H. Sarwanto, M.Si. NIP. 19690901 199403 1 002
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan suatu unsur yang sangat penting dalam
mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan kualitas sumber daya
manusia seutuhnya. Hal tersebut merupakan tujuan pendidikan yang menjadi
tanggung jawab profesional setiap guru. Sebagaimana tujuan pendidikan yang
tertuang dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3, yaitu pendidikan bertujuan untuk
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggungjawab.
Tujuan pendidikan yang diharapkan tersebut bukanlah suatu proses yang
mudah dan cepat tetapi diperlukan sarana yang tepat serta waktu yang cukup
panjang. Tujuan pendidikan tersebut akan sulit tercapai apabila orientasi
pendidikan mempunyai kecenderungan memperlakukan siswa sebagai obyek
pembelajaran, guru berfungsi sebagai pemegang otoritas tertinggi keilmuan dan
indoktrinator, materi bersifat subject-oriented, dan manajemen bersifat
sentralistis. Pendidikan yang demikian menyebabkan praktek pendidikan
mengisolir diri dari kehidupan riil yang ada di luar sekolah, kurang relevan antara
yang diajarkan dengan kehidupan sehari-hari, terlalu terkonsentrasi pada
pengembangan intelektual yang tidak seja lan dengan pengembangan individu
1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
sebagai satu kesatuan yang utuh dan berkepribadian (Zamroni dalam Sutarto
Hadi, 2003:1). Dilihat dari kegiatan siswa selama berlangsungnya pembelajaran,
Stahl dalam Supinah (2008:1) mengungkapkan bahwa pada pembelajaran
konvensional atau tradisional siswa cenderung bekerja untuk dirinya sendiri, mata
ke papan tulis dan penuh perhatian, mendengarkan guru dengan seksama, dan
belajar hanya dari guru atau bahan ajar, bekerja sendiri, serta hanya guru yang
membuat keputusan dan siswa pasif. Hal ini mengidentifikasikan bahwa dalam
pembelajaran di sekolah guru masih menggunakan cara-cara tradisional atau
konvensional.
Dari beberapa faktor-faktor di atas, menjadi salah satu faktor yang
menyebabkan kualitas pendidikan di Indonesia masih rendah khususnya
pendidikan sains. Hal ini terungkap dalam hasil studi The Third International
Mathematics and Science Study (TIMSS) tahun 2003 yang menyatakan bahwa
kemampuan sains siswa SMP Indonesia berada pada peringkat ke-37 dari 46
negara. Tiga tahun kemudian tahun 2007, TIMSS kembali mengeluarkan hasil
studinya yang menunjukan Indonesia menempati peringkat 36 dari 48 negara yang
terlibat dengan rata-rata 397 dibawah rata-rata semua peserta sebesar 452
(Williams, T et al. 2008: 2). Hal ini merupakan manifestasi penerapan pola
pendidikan yang kurang sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan siswa. Selama ini
pola pengajaran yang terjadi terlalu menekankan pada tuntutan hasil akhir yang
akan diperoleh siswa, tanpa melihat bagaimana proses yang harus dijalani. Secara
ringkas dapat diartikan bahwa sulitnya pembelajaran IPA ditandai dengan
kurangnya proses, produk dan sikap penguasaan pengetahuan, konsep yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
abstrak kurang mendapatkan minat bagi siswa dan kurangnya menerapkan teori
dapat bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari.
Sebagai upaya meningkatkan kualitas pendidikan agar sesuai dengan
tujuan pendidikan yang telah ditetapkan, pemerintah Indonesia telah melakukan
pembaharuan melalui pengembangan kurikulum, mulai dari kurikulum lama yang
cenderung content based menjadi kurikulum yang berbasis kompetensi
(competency based ). Kemudian diperbaharui dengan kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) yang mengacu pada Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan untuk tersusunnya kurikulum pada tingkat satuan pendidikan jenjang
pendidikan dasar dan menengah dengan mengacu kepada standar isi dan standar
kompetensi lulusan serta berpedoman pada panduan yang disusun oleh Badan
Standar Nasional Pendidikan (BSNP).
Dalam pedoman penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan
(Mulyasa: 2006: 151-153), terdapat beberapa ciri penting dalam pengembangan
kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) yaitu: Pertama, berpusat pada
potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan
lingkungannya. Kedua, beragam dan terpadu. Beragam artinya KTSP disusun
sesuai dengan karakteristik peserta didik, kondisi daerah, jenjang dan jenis
pendidikan, serta menghargai dan tidak diskriminatif terhadap perbedaan agama,
suku, budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, dan gender. Terpadu artinya ada
keterkaitan antara muatan wajib, muatan lokal, dan pengembangan diri dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
KTSP. Ketiga, tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan
seni. Keempat, relevan dengan kebutuhan kehidupan masa kini dan masa datang.
Kelima, menyeluruh dan berkesinambungan. Menyeluruh artinya KTSP
mencakup keseluruhan dimensi kompetensi dan bidang kajian keilmuan.
Berkesinambungan artinya KTSP antar semua jenjang pendidikan berjenjang dan
berkelanjutan. Keenam, belajar sepanjang hayat. Ketujuh, seimbang antara
kepentingan nasional dan daerah.
Dalam realitasnya yang menjadi prinsip-prinsip dalam KTSP mengahadapi
tantangan yang berat. Maka dalam hal ini dibutuhkan suatu proses pembelajaran
yang tidak hanya memandang proses sains berupa konsep semata, tetapi juga
mengajarkan bagaimana siswa menggunakan atau menerapkan konsep tersebut
dalam kehidupan sehari-hari. Namun pada realitasnya di lapangan tidak demikian
adanya, bahkan para siswa memiliki banyak pengetahuan, tetapi kurang dilatih
untuk menemukan pengetahuan, konsep, dan menerapkan ilmu pengetahuan.
Begitu pula yang terjadi di SMP Muhammadiyah 4 Yogyakarta, pembelajaran
IPA khususnya Fisika berjalan dengan orientasi target pencapaian KKM yaitu
sebesar 70,00. Berdasarkan data Balitbang (2011) menunjukan bahwa pencapaian
rata-rata nilai ujian nasional (UN) mata pelajaran IPA SMP Muhammadiyah 4
Yogyakarta jauh dari KKM yang ditetapkan yaitu sebesar 6,45. Nilai ini
menempatkan SMP Muhammadiyah 4 Yogyakarta dalam urutan ke 12 dari 77
sekolah yang ada di Kota Yogyakarta. Hal ini salah satu akibat ketika guru lebih
banyak menggunakan pembelajaran dengan mempercepat materi yaitu dengan
metode ceramah dan memperbanyak latihan soal-soal dalam proses pembelajaran
berlangsung. Keterlibatan siswa dalam proses kegiatan belajar IPA di kelas sangat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
kurang dan keterlibatan siswa hanya pada ranah konsep menghafal rumus-rumus
kemudian diterapkan dengan mengerjakan soal-soal latihan.
Fungsi dan tujuan pembelajaran IPA yaitu mampu mengembangkan
keterampilan, sikap, dan nilai ilmiah, dan menguasai konsep sains untuk bekal
hidup di masyarakat dan melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi
(Depdiknas, 2003: 2). Tujuan tersebut tersirat bahwa siswa dituntut tidak hanya
mampu mengerjakan soal-soal akan tetapi juga harus memiliki karakter sains
yaitu metode ilmiah karena Fisika merupakan ilmu yang lahir dan berkembang
lewat langkah-langkah observasi, perumusan masalah, penyusunan hipotesis,
pengujian hipotesis melalui eksperimen, penarikan kesimpulan, serta penemuan
teori dan konsep.
Berdasarkan paparan di atas, maka guru perlu menemukan cara/metode
terbaik bagaimana menyampaikan berbagai konsep materi yang diajarkan di
dalam mata pelajaran sains, selain itu guru juga harus memperhatikan kondisi
siswa, sifat materi bahan ajar, dan fasilitas-media yang tersedia (Isjoni, 2008: 8).
Sehingga semua siswa dapat menggunakan dan mengingatnya lebih lama konsep
tersebut. Disisi lain guru juga harus melihat bahwa setiap individual mata
pelajaran dipahami sebagai bagian yang saling berhubungan, tidak berdiri sendiri
dan membentuk satu pemahaman yang utuh sehingga pembelajaran yang
berlangsung menjadi lebih bermakna. Sebagaimana yang disampaikan Ausubel
dalam Dahar, (1989:103) yaitu proses pembelajaran akan lebih bermakna dan
informasi yang didapatkan akan bertahan lebih lama, jika ada kaitan antara
konsepsi awal siswa dengan konsep baru yang sedang dipelajari.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
Selain itu belajar juga akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang
dipelajarinya, bukan mengetahuinya. Hal ini sesuai dengan paradigma
pembelajaran kontekstual yaitu proses pembelajaran yang holistik dan bertujuan
membantu siswa untuk memahami makna materi ajar dengan mengaitkannya
terhadap konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial
masyarakat dan kultural), sehingga siswa memiliki pengetahuan/ keterampilan
yang dinamis dan fleksibel untuk mengkonstruksi sendiri secara aktif
pemahamannya. Lebih lanjut Paul Suparno (1997:54) mengemukakan bahwa
belajar juga merupakan proses mengasimilasikan dan menghubungkan
pengalaman atau apa yang dipelajari dengan apa yang sudah dipunyai seseorang.
Dalam pendapatnya Paul Suparno tersebut, dapat dipahami bahwa belajar yang
bermakna adalah pembelajaran dapat menghubungkan antara materi yang akan
disampaikan dengan pengetahuan yang telah diketahui oleh siswa. Sehingga
pengetahuan yang diperoleh siswa akan semakin kuat tertanam dalam diri siswa
dan lebih bertahan lama atau sulit untuk terlupakan.
Dari beberapa pendapat dalam kutipan di atas, pendekatan pembelajaran
kontekstual sebagaimana yang diuraikan pada realitasnya masih belum diterapkan
dalam pembelajaran terutama pembelajaran sains. Disisi lain terdapat beberapa
pendekatan pembelajaran IPA (Fisika) yang berorientasi pada proses, produk dan
sikap. Pendekatan ini dapat digunakan oleh guru, antara lain: pendekatan konsep,
pendekatan konstruktivisme, pendekatan keterampilan proses, problem based
learning (PBL), inquiry, discovery, dan lain-la in (Trianto,2010:21). Meskipun
telah banyak pendekatan pembelajaran Fisika yang berorientasi pada proses dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
sikap, namun pendekatan ini belum banyak diterapkan oleh para guru untuk
membelajarkan IPA, khususnya Fisika.
Apabila dicermati apa yang dikemukakan dalam KTSP, pembelajaran
bermakana Ausebel dan pembelajaran kontekstual sebagaimana yang diuraikan di
atas, menunjukkan bahwa peran aktif siswa dalam pembelajaran merupakan suatu
keharusan. Salah satu strategi pembelajaran yang dikembangkan dengan tujuan
agar pembelajaran berjalan dengan produktif dan bermakna bagi siswa adalah
metode pembelajaran POE (prediction, observation and explanation ). Metode
POE merupakan suatu metode pembelajaran yang menggunakan tiga langkah
utama dari metode ilmiah yaitu pertama prediction atau membuat prediksi; kedua
observation yaitu melakukan pengamatan apa yang terjadi; ketiga explanation
yaitu memberi penjelasan tentang kesesuaian antara dugaan dengan yang sungguh
terjadi. (Paul Suparno, 2007:102). Disisi lain masih banyak metode pembelajaran
yang mengharuskan peran aktif siswa dalam pembelajaran. Diantaranya adalah
strategi pembelajaran eksperimen, yaitu metode pembelajaran yang mengajak
siswa untuk melakukan percobaan sebagai pembuktian, pengecekan bahwa teori
yang sudah dibicarakan itu memang benar”. Meskipun kedua metode
pembelajaran tersebut penting dalam pembelajaran sains khususnya Fisika, namun
selama ini masih sangat jarang guru menggunakan kedua metode pembelajaran
tersebut dalam kegiatan belajar mengajar Fisika.
Selain kedua metode pembelajaran di atas masih banyak metode
pembelajaran yang mengharuskan peran aktif siswa dalam pembelajaran. Metode-
metode tersebut diantaranya adalah metode diskusi, demonstrasi, learning cycle,
peer tu toring (tutor sebaya), jigsaw, GI, STAD, TGT. Meskipun telah banyak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
metode pembelajaran Fisika yang berorientasi pada aktivitas siswa, namun
metode ini belum banyak digunakan oleh para guru untuk membelajarkan IPA,
khususnya Fisika.
Berdasarkan uraian tentang metode pembelajaran POE dan eksperimen di
atas, dan kaitannya tentang teori belajar bermakna Ausubel, maka kedua metode
tersebut berhubungan erat dengan kemampuan awal yang dimiliki siswa sebelum
mempelajari konsep yang baru khususnya kemampuan awal menggunakan alat
ukur. Karena kedua metode di atas mensyaratkan adanya kemampuan siswa dalam
menggunakan alat ukur sebagai kemampuan dasar dalam melakukan penelitian
atau percobaan. Dengan kata lain, untuk mempelajari topik tertentu, siswa harus
mempunyai kemampuan awal tertentu juga. Hal inilah yang harus diperhatikan
oleh para guru dalam memulai proses pembelajaran Fisika di kelas.
Dalam memulai suatu topik pelajaran IPA (Fisika), guru hendaknya
memperhatikan kemampuan awal yang dimiliki oleh siswa. Tujuannya untuk
mempersiapkan guru dalam menyusun rancangan proses pelaksanaan pembelajar-
an yang sesuai dengan tingkat kebutuhan siswa atau disesuaikan dengan
kemampuan awal siswa. Dengan demikian, proses kegiatan pembelajaran di kelas
akan lebih bermakna. Hal ini sejalan dengan yang disampaikan oleh Ausebel yaitu
proses pembelajaran akan lebih bermakna dan informasi yang didapatkan akan
bertahan lebih lama, jika ada kaitan antara konsepsi awal siswa dengan konsep
baru yang sedang dipelajarinya (Dahar, 1989:103). Namun dalam realitas
pelaksanaan dilapangan tidak banyak guru yang memperhatikan kemampuan awal
siswa khususnya dalam hal ini kemampuan menggunakan alat ukur dalam proses
kegiatan belajar mengajar terutama kegiatan praktikum atau eksperimen.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
Selain faktor kemampuan awal dalam menggunakan alat ukur, kedua
metode di atas erat kaitannya pula dengan kemampuan verbal siswa yaitu
kemampuan yang dimiliki seseorang dalam mengungkapkan ide, gagasan,
pendapat dan pikiran yang dituangkan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun
tulisan. Atau kemampuan yang dimiliki seseorang dalam menuangkan
pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki dalam bentuk bahasa yang memadai,
sehingga dapat dikomunikasikan kepada orang lain (Winkel,1997:99). Hal ini
dapat dilahat pada metode pembelajaran POE yang dibagi menjadi tiga fase yaitu:
prediction, observation, dan explanation. Pada fase prediction dan explanation
siswa dituntut untuk mengungkapkan ide-idenya, gagasan, pendapat, pertanyaan-
pertanyaan dan dugaan-dugaan terhadap permasalahan atau konsep Fisika serta
mengkomunikasikannya pada orang lain berdasarkan konsep-konsep yang telah
mereka ketahui.
Selain faktor kemampuan awal menggunakan alat ukur dan kemampuan
verbal siswa, masih ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hasil prestasi
belajar Fisika siswa, antara lain: aktivitas belajar, gaya belajar, tingkat kecerdasan
IQ, kreativitas, motivasi berprestasi siswa, dan lain-lain. Meskipun faktor-faktor
tersebut diketahui telah dapat mempengaruhi hasil prestasi belajar Fisika siswa
namun hal ini kurang dapat diperhatikan oleh para guru. Studi penelitian untuk
mengetahui pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap prestasi belajar Fisika siswa
juga masih perlu untuk ditingkatkan. Dengan demikian, penting bagi guru untuk
memperhatikan faktor-faktor internal siswa yang dapat berpengaruh terhadap
prestasi belajar Fisika siswa untuk dapat mencapai tujuan pembelajaran yang
diinginkan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
Dalam penggunaan pendekatan dan metode pembelajaran sebagaimana
yang diuraikan di atas hendaknya memperhatikan karakteristik materi yang akan
disampaikan. Hal ini penting diperhatikan karena tidak semua metode pembela-
jaran bisa diterapkan pada semua materi yang diajarkan yang dalam hal ini materi-
materi Fisika. Setiap materi pokok bahasan Fisika mempunyai karekteristik
berbeda-beda dan memiliki kekhasan masing-masing. Begitu juga dalam hal ini
penggunaan pendekatan kontekstual melalui metode POE dan eksperimen harus
disesuaikan juga dengan karakteristik materi Fisika yang akan disampaikan. Ada
banyak materi Fisika yang sejalan dengan penggunaan pendekatan kontekstual
melalui metode POE dan eksperimen diantaranya: getaran dan gelombang, gaya,
hukum newton, usaha dan energi, tekanan, hukum hooke, kalor, listrik.
Semisal pokok bahasan getaran dan gelombang, pada pokok bahasan
getaran dan gelombang didalamnya terdapat beberapa konsep-konsep yang sering
dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, namun pada kenyataannya masih sulit
dipahami oleh siswa karena penyampaian materi yang kurang menarik, kurang
kontekstual, membosankan dan pendekatan pembelajaran yang cenderung
matematis saja. Akibatnya, yang terjadi adalah prestasi belajar IPA siswa belum
optimal baik prestasi dalam ranah kognitif yang berhubungan dengan pengetahuan
dan pemahaman, afektif yang berkenaan dengan sikap dan kecakapan hidup,
maupun psikomotor yang erat kaitannya dengan keterampilan. Ketiganya
merupakan satu kesatuan hasil belajar yang tidak dapat dipisahkan dengan yang
la innya. Namun dalam realitasnya banyak guru yang hanya memperhatikan
prestasi siswa dalam aspek kognitif saja tetapi mengabaikan aspek lainnya yaitu
aspek afektif dan psikomotorik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
Dengan demikian agar siswa dapat memahami konsep-konsep dan hukum-
hukum Fisika khususnya pokok bahasan getaran dan gelombang, maka perlu
diadakan penelitian untuk mencari model pembelajaran yang sesuai sebagai
upaya untuk meningkatkan pemahaman konsep siswa. Salah satu upaya yang
dilakukan adalah menerapkan pembelajaran dengan metode POE dan eksperimen
ditinjau dari kemampuan menggunakan alat ukur dan verbal siswa terhadap
prestasi belajar siswa.
B. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, dapat
diidentifikasi masalah-masalah sebagai berikut:
1. Rendahnya kualitas pembelajaran Fisika diindikasikan oleh hasil studi
TIMSS (The Third International Mathematics and Science Study) th. 2007.
2. Orientasi pendidikan cenderung memperlakukan siswa sebagai objek
pembelajaran (student center), guru berfungsi sebagai pemegang otoritas
tertinggi keilmuan dan indoktrinator.
3. Dalam pembelajaran di sekolah guru masih menggunakan cara-cara
tradisional atau konvensional.
4. Para siswa memiliki banyak pengetahuan, tetapi kurang dilatih untuk
menemukan pengetahuan, konsep, dan menerapkan ilmu pengetahuan.
5. Ada beberapa alternatif pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan
untuk membelajarkan Fisika pada siswa namun belum optimal diterapkan
oleh guru, antara lain: contextual teaching and learning (CTL), problem
based learning (PBL), problem solving, inquiry, discovery, dll.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
6. Ada beberapa alternatif metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk
membelajarkan Fisika pada siswa namun belum optimal diterapkan oleh guru,
antara lain: POE , eksperimen, diskusi, demonstrasi, learning cycle, STAD,
jigsaw, tutor sebaya, dan lain-lain.
7. Guru belum memperhatikan kemampuan awal siswa khususnya kemampuan
awal menggunakan alat ukur dalam proses kegiatan belajar mengajar.
8. Guru belum memperhatikan kemampuan verbal siswa dalam proses kegiatan
belajar mengajar.
9. Penyampaian materi Fisika yang kurang menarik, membosankan dan
pendekatan pembelajaran yang hanya cenderung matematis, akibatnya
prestasi belajar Fisika siswa yang belum optimal, meliputi aspek kognitif,
afektif, dan psikomotor.
10. Ada beberapa materi bahan ajar Fisika yang sejalan dengan penggunaan
pendekatan kontekstual yang disampaikan di kelas VIII SMP antara lain:
gerak lurus beraturan (GLB), gerak lurus berubah beraturan (GLBB), kalor,
usaha dan energi, tekanan, gaya, hukum newton, getaran dan gelombang,
bunyi, cahaya, namun guru belum menyampaikan konsep materi tersebut
secara bermakna kepada siswa
11. Guru belum memperhatikan sifat dan karakteristik materi bahan ajar Fisika
yang akan disampaikan kepada siswa dalam proses kegiatan belajar mengajar,
apakah materi tersebut konkret atau abstrak.
12. Guru belum memperhatikan keterkaitan antar materi bahan ajar Fisika dan
aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
C. Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah yang ada maka dalam penelitian ini akan
difokuskan pada:
1. Pendekatan pembelajaran yang digunakan adalah pendekatan kontekstual.
2. Metode pembelajaran yang digunakan adalah metode predection,
observation, and explanation (POE) dan eksperimen.
3. Faktor internal siswa yang ditinjau dalam penelitian ini adalah kemampuan
menggunakan alat ukur kategori tinggi dan rendah.
4. Faktor internal siswa yang ditinjau dalam penelitian ini adalah kemampuan
verbal siswa kategori tinggi dan rendah.
5. Prestasi belajar Fisika siswa meliputi aspek kognitif, dan afektif.
6. Pokok bahasan yang digunakan dalam penelitian ini dibatasi pada pokok
bahasan getaran dan gelombang.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah, dan pembatasan masalah
maka dapat dikemukakan perumusan masalah sebagai berikut:
1. Adakah pengaruh penggunaan pendekatan kontekstual melalui metode POE
dan eksperimen terhadap prestasi belajar Fisika siswa?
2. Adakah pengaruh kemampuan menggunakan alat ukur siswa kategori tinggi
dan kemampuan menggunakan alat ukur kategori rendah terhadap prestasi
belajar Fisika siswa?
3. Adakah pengaruh kemampuan verbal tinggi dan kemampuan verbal rendah
terhadap prestasi belajar Fisika siswa?
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
4. Adakah interaksi antara metode pembelajaran dengan kemampuan
menggunakan alat ukur terhadap prestasi belajar Fisika siswa?
5. Adakah interaksi antara metode pembelajaran dengan kemampuan verbal
siswa terhadap prestasi belajar Fisika siswa?
6. Adakah interaksi antara kemampuan alat ukur dengan kemampuan verbal
siswa terhadap prestasi belajar Fisika siswa?
7. Adakah interaksi antara metode pembelajaran dengan kemampuan
menggunakan alat ukur dan kemampuan verbal siswa terhadap prestasi
belajar Fisika siswa?
E. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui:
1. Pengaruh penggunaan pendekatan kontekstual melalui metode POE dan
eksperimen terhadap prestasi belajar Fisika siswa.
2. Pengaruh kemampuan menggunakan alat ukur kategori tinggi dan
kemampuan menggunakan alat ukur kategori rendah terhadap prestasi belajar
Fisika siswa.
3. Pengaruh kemampuan verbal siswa kategori tinggi dan kemampuan verbal
siswa kategori rendah terhadap prestasi belajar Fisika siswa.
4. Interaksi antara metode pembelajaran dengan kemampuan menggunakan alat
ukur terhadap prestasi belajar Fisika siswa.
5. Interaksi antara metode pembelajaran dengan sikap kemampuan verbal
terhadap prestasi belajar Fisika siswa.
6. Interaksi antara kemampuan menggunakan alat ukur dengan kemampuan
verbal siswa terhadap prestasi belajar Fisika siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
7. Interaksi antara metode pembelajaran dengan kemampuan menggunakan alat
ukur dan kemampuan verbal siswa terhadap prestasi belajar Fisika siswa.
F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak, khususnya
dunia pendidikan. Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
a. Mengetahui pengaruh pendekatan kontekstual melalui metode POE dan
eksperimen ditinjau dari kemampuan menggunakan alat ukur dan
kemampuan verbal siswa terhadap prestasi belajar Fisika siswa yang
meliputi aspek kognitif dan afektif.
b. Memberikan gambaran tentang penggunaan pendekatan dan metode
pembelajaran yang sesuai dengan penanganan masalah dalam proses
pembelajaran.
c. Sebagai bahan pertimbangan, masukan, dan acuan bagi penelitian
selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
a. Memberikan alternatif pembelajaran Fisika yang melibatkan peran aktif
siswa.
b. Memberikan masukan dan sumbangan pemikiran bagi para guru untuk
meningkatkan prestasi belajar Fisika.
c. Memberikan sumbangan yang bermanfaat bagi sekolah dalam rangka
perbaikan proses pembelajaran IPA, khususnya Fisika.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 16
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Tinjauan Tentang Belajar
a. Pengertian Belajar
Belajar sebagai suatu kegiatan yang telah dikenal dan bahkan sadar atau
tidak sadar dilakukan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup sekaligus
mengembangkan dirinya. Gagne dalam Ratna Wilis Dahar (1989:11) belajar dapat
didefinisikan sebagai “suatu proses di mana suatu organisme berubah perilakunya
sebagai akibat pengalaman”. Ernes ER. Hilgard dalam Riyanto (2009:4)
mengatakan bahwa “seorang dikatakan belajar kalau dapat melakukan sesuatu
dengan cara latihan-latihan sehingga yang bersangkutan menjadi berubah”.
Menurut Winkel (1996:53) “belajar adalah suatu aktivitas mental/psikis yang
berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan
perubahan-perubahan dalam pengetahuan-pemahaman, keterampilan, dan nilai
sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif konstan dan berbekas.” Sedangkan
menurut Slameto (2003: 2) “belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan
seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya”.
Cronbach menyatakan bahwa belajar itu merupakan perubahan perilaku
sebagai hasil pengalaman. Menurut Cronbach bahwa belajar yang sebaik-baiknya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
adalah dengan mengalami sesuatu yaitu menggunakan panca indra. Dengan kata
la in, bahwa belajar adalah suatu cara mengamati, mambaca, meniru,
mengintimasi, mencoba sesuatu, mendengar, dan mengikuti arah tertentu
(Riyanto,2009:5). Sedangkan menurut Chaplin dalam dictionary of psycology
membatasi belajar dengan dua macam rumusan. Rumusan pertama menyebutkan
bahwa belajar adalah perolehan perubahan tingkah laku yang relatif permanen
sebagai akibat latihan dan pengalaman. Rumusan kedua menyebutkan bahwa
belajar adalah proses memperoleh respons-respons sebagai akibat adanya latihan
khusus (Syah,2005:90). Lebih lanjut Wittig dalam Muhibbin Syah (2005:90)
menyatakan bahwa “belajar adalah perubahan yang relatif permanen yang terjadi
dalam segala macam/keseluruhan tingkah laku suatu organisme sebagai hasil
belajar”.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah
perubahan tingkah laku yang relatif menetap atau permanen sebagai hasil dari
pengalamannya sendiri melalui pemecahan masalah serta dalam berinteraksi
dengan lingkungannya. Seseorang dikatakan belajar jika telah mengalami
perubahan tingkah laku. Perubahan tingkah laku tersebut meliputi pengetahuan
atau pemahaman (kognitif), sikap atau nilai (afektif), serta keterampilan dan
kecakapan (psikomotorik). Belajar adalah suatu proses bukan suatu hasil yang
merupakan dasar perkembangan hidup manusia. Oleh karena itu belajar
berlangsung secara aktif dan integratif dengan menggunakan berbagai bentuk
perbuatan untuk mencapai suatu tujuan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
b. Teori-teori Belajar
Teori-teori belajar yang umum digunakan dalam pembelajaran IPA
terutama Fisika dengan pendekatan kontekstual yang akan digunakan antara lain:
teori Bruner, Ausubel, Piaget dan Gagne.
1) Teori Belajar Jerome S. Bruner
Ratna Wilis Dahar dalam Trianto (2007:26) mengemukakan bahwa
“salah satu model instruksional kognitif yang sangat berpengaruh ialah model dari
Jerome Bruner (1966) yang dikenal dengan nama belajar penemuan (discovery
learning)”. Dalam teori belajarnya, Jerome Bruner berpendapat bahwa kegiatan
belajar akan berjalan baik dan kreatif jika siswa dapat menemukan sendiri suatu
aturan atau kesimpulan tertentu. Dalam hal ini Bruner membedakan menjadi tiga
tahap. Pertama; tahap informasi, yaitu tahap awal untuk memperoleh pengetahuan
atau pengalaman baru. Kedua; tahap transformasi, yaitu tahap memahami,
mencerna dan menganalisis pengetahuan baru serta transformasi dalam bentuk
baru yang mungkin bermanfaat untuk hal-hal yang lain. dan Ketiga; tahap
menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan atau evaluasi, yaitu untuk
mengetahui apakah hasil tranformasi pada tahap kedua tadi benar atau tidak.
Informasi baru dapat merupakan penghalusan dari informasi sebelumnya yang
dimiliki seseorang atau informasi itu dapat bersifat sedemikian rupa sehingga
berlawanan dengan informasi sebelumnya yang dimiliki seseorang. Dalam
transformasi pengetahuan, seseorang memperlakukan pengetahuan agar cocok
dengan tugas baru. Jadi, transformasi menyangkut cara memperlakukan
pengetahuan, apakah dengan cara ekstrapolasi atau dengan mengubah bentuk lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
Bruner dalam Ratna Wilis Dahar (1989: 103) menganggap bahwa
“belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh
manusia, dan dengan sendirinya memberikan hasil yang paling baik. Berusaha
sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya,
menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna”. Lebih jauh lagi, Bruner
menyarankan setiap peserta didik atau siswa hendaknya belajar melalui
berpartisipasi secara aktif dan mandiri dalam menemukaan arti dengan konsep-
konsep dan prinsip-prinsip yang bisa dimengerti sendiri, sehingga mereka
memperoleh pengalaman, dan melakukan eksperimen-eksperimen yang
mengijinkan mereka untuk menemukan prinsip-prinsip atau konsep-konsep itu
sendiri. Selanjutnya, dikemukakan pula bahwa belajar penemuan membangkitkan
keingintahuan siswa, memberi motivasi untuk bekerja terus sampai menemukan
jawaban-jawaban. Pendekatan ini juga dapat mengajarkan keterampilan-
keterampilan memecahkan masalah tanpa pertolongan orang lain, dan meminta
para siswa untuk menganalisis dan memanipulasi informasi, tidak hanya
menerima saja.
Lebih lanjut dalam Ratna Wilis Dahar (1989 : 103) dikemukakan bahwa
pengetahuan yang diperoleh dengan belajar penemuan menunjukkan beberapa
kebaikan, antara lain:
Pertama, pengetahuan itu bertahan lama atau lama dapat diingat, atau lebih mudah diingat, bila dibandingkan dengan pengetahuan yang dipelajari dengan cara-cara lain. Kedua, hasil belajar penemuan mempunyai efek transfer yang lebih baik daripada hasil belajar lainnya. Dengan lain perkataan, konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang dijadikan milik kognitif seseorang lebih mudah diterapkan pada situasi-situasi baru. Ketiga, secara menyeluruh belajar penemuan meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berpikir secara bebas. Secara khusus belajar penemuan melatih keterampilan-keterampilan kognitif siswa untuk menemukan dan memecahkan masalah tanpa pertolongan orang lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
Dari uraian di atas dapat dikemukakan bahwa belajar penemuan
(discovery learning ) menurut Bruner sangat relevan jika diterapkan pada
pendekatan pembelajaran kontekstual melalui metode POE (prediction,
observation and explanation) dan eksperimen. Pendekatan pembelajaran
konteksetual atau sering disebut dengan contextual teaching and learning (CTL)
merupakan suatu konsepsi yang membantu guru mengaitkan konten pelajaran
sesuai dengan dunia nyata dan memotivasi siswa membuat hubungan antara
pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota
keluarga, warga negara dan tenaga kerja. Selain itu pendekatan kontekstual
menghendaki siswa untuk belajar secara aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-
prinsip, sehingga memperoleh pengalaman, dan melakukan eksperimen-
eksperimen yang mengijinkan mereka untuk menemukan prinsip-prinsip itu
sendiri.
Pembelajaran kontekstual tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan
metode POE dan eksperimen. Metode POE dan eksperimen menuntut siswa untuk
turut serta aktif dalam kegiatan pembelajaran IPA khususnya Fisika di kelas
karena prinsip dari kedua metode tersebut adalah learning by doing , yakni belajar
dengan melakukan sendiri. Dengan learning by doing, siswa dapat melakukan
pemecahan masalah secara mandiri, sehingga diharapkan siswa akan menemukan
konsep dengan sendirinya pula. Dengan demikian, pengetahuan yang diperoleh
akan bertahan lebih lama dan mempunyai efek transfer yang lebih baik.
2) Teori Belajar David Ausubel
Teori kognitif lainnya, yang berbeda dengan Bruner adalah David
Ausubel membatasi teorinya untuk memahami dengan penuh arti dari materi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
verbal, jenis dari subjek permasalahan pemahaman berada di kelas. Menurut
Ausubel dalam Riyanto (2009:15), “belajar menerima dan menemukan dapat
merupakan hafalan atau bermakna, tergantung pada situasi terjadinya belajar yang
je las belajar menghafal berbeda dengan belajar bermakna. Belajar bermakna jika
informasi yang dipelajari siswa disusun sesuai dengan struktur kognitif siswa,
sehingga siswa dapat mengaitkan pengetahuan baru tersebut dengan struktur
kognitifnya.”
Ratna Wilis Dahar (1989: 112) menyatakan bahwa “inti dari teori
Ausubel tentang belajar ialah belajar bermakna. Bagi Ausubel, belajar bermakna
merupakan suatu proses mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan
yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang”. Menurut Ausubel dalam Ratna
Wilis Dahar (1989: 115), ada tiga kebaikan dari belajar bermakna, antara la in: a)
informasi yang dipelajari secara bermakna lebih lama dapat diingat; b) informasi
yang tersubsumsi berakibatkan peningkatan diferensiasi dari subsumer-subsumer,
jadi memudahkan proses belajar berikutnya untuk materi pelajaran yang mirip; c)
informasi yang dilupakan sesudah subsumsi obliteratif, meninggalkan efek
residual pada subsumer, sehingga mempermudah belajar hal-hal yang mirip,
walaupun telah terjadi “lupa”.
Selanjutnya, dalam Ratna Wilis Dahar (1989: 116) dikemukakan bahwa
“faktor-faktor utama yang mempengaruhi belajar bermakna menurut Ausubel
(1963), ialah struktur kognitif yang ada, stabilitas, dan kejelasan pengetahuan
dalam suatu bidang studi tertentu dan pada waktu tertentu”. Prasyarat-prasyarat
dari belajar bermakna adalah materi yang akan dipelajari harus bermakna secara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
potensial dan anak yang akan belajar atau siswa harus bertujuan untuk
melaksanakan belajar bermakna, jadi mempunyai kesiapan dan niat untuk belajar
bermakna (meaningful learning set). Kebermaknaan materi pelajaran secara
potensial tergantung pada dua faktor, yaitu materi itu harus memiliki
kebermaknaan logis dan gagasan-gagasan yang relevan harus terdapat dalam
struktur kognitif siswa. Materi yang memiliki kebermaknaan logis merupakan
materi yang non-arbitrer dan substantif. Yang dimaksud dengan materi yang non-
arbitrer ialah materi yang ajek (konsisten) dengan apa yang telah diketahui.
Sedangkan yang dimaksud dengan materi tersebut harus substantif berarti materi
itu dapat dinyatakan dalam berbagai cara, tanpa mengubah arti.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa inti dari teori
belajar bermakna Ausubel adalah proses belajar akan mendatangkan hasil atau
bermakna jika guru dalam menyajikan materi pelajaran yang baru dapat
menghubungkannya dengan konsep relevan yang sudah ada dalam struktur
kognisi siswa. Hal tersebut sangat berhubungan erat dengan yang telah diketahui
oleh siswa sebelum mempelajari konsep yang baru. Dalam penelitian ini, siswa
diharapkan dapat menemukan pengetahuan yang akan disimpan pada kognitifnya
melalui proses pembelajaran kontekstual dengan metode POE dan eksperimen.
Dalam penerapan pembelajaran ini diharapkan pengetahuan yang diperoleh siswa
dapat bertahan lama dan akan mengoptimalkan fungsi kognitif siswa.
3) Teori Belajar Gagne
Menurut Gagne (1984) “belajar adalah sebagai suatu proses dimana suatu
organisme berubah perilakunya sebagai akibat dari pengalaman” (Syaiful Sagala,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
2005: 13). Menurut Gagne dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan
informasi, untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk
hasil belajar. Dalam pemprosesan informasi terjadi adanya interaksi antara
kondisi-kondisi internal dan kondisi-kondisi eksternal individu. Kondisi internal
yaitu keadaaan dalam diri individu yang diperlukan untuk mencapai hasil belajar
dan proses kognitif yang terjadi dalam individu. Sedangkan kondisi eksternal
adalah rangsangan dari lingkungan yang mempengaruhi individu dalam proses
pembelajaran. Dalam penelitian ini, kondisi internal berupa kemampuan siswa
dalam menggunakan a lat ukur dan kemampuan verbal siswa. Kedua faktor
internal tersebut berinteraksi dengan stimulus dari lingkungan yaitu melibatkan
siswa dalam proses pembelajaran kontekstual dengan menggunakan metode POE
dan eksperimen.
Gagne dalam Riyanto (2009:55-56) membedakan delapan tipe belajar,
yaitu: a) Belajar isyarat, sesuai dengan teori conditioning menurut Pavlov,
memberikan reaksi pada suatu perangsang (S --- R). Respon timbul setelah
memperoleh rangsangan. b) Belajar stimulus-respon, memperoleh kemampuan
setelah memperoleh latihan berulang kali. Responnya berbentuk spesifik, tidak
umum, dapat diatur dan dikuasai. Respon dapat diperkuat dengan memberikan
imbalan. Guru memberikan pujian pada anak atas suatu keberhasilan maka anak
akan berusaha untuk mengulangi keberhasilannya. c) Belajar membentuk
rangkaian tingkah laku (chaining motoric), menghubungkan tindakan atau
gerakan yang satu dengan yang lainnya. Hubungan antara stimulus dan respon
berjalan secara beruntun sehingga terjadi beberapa hubungan S --- R. d) Belajar
asosiasi verbal, memberikan reaksi verbal kepada suatu stimulus. Tipe ini
berperan dalam belajar informasi verbal, yaitu pengetahuan yang dimiliki dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
menggunakan bahasa (verbal). Informasi verbal meliputi rangkaian verbal, yakni
kata-kata yang dimiliki untuk menunjukkan pada objek yang dihadapi dan data
atau fakta. e) Belajar diskriminasi, memberikan respon yang berbeda pada
stimulus yang mempunyai kesamaan atau mirip. Belajar diskriminasi berarti
belajar membedakan beberapa objek berdasarkan ciri-ciri khusus yang teramati.
Setelah belajar diskriminasi siswa akan dapat melakukan penggolongan atau
klasifikasi. f) Belajar konssep, menempatkan objek-objek dalam kelompok-
kelompok tertentu atau mengadakan klasifikasi. Dengan cara belajar demikian
maka siswa dapat menemukan konsep-konsep seperti cahaya, bunyi, pembiasan,
kalor. g) Belajar kaidah, menghubungkan beberapa konssep sehingga
mendapatkan suatu prinsip. Kaidah atau aturan ini terdapat dalam setiap mata
pelajaran. Dalam pelajaran IPA disamping mengenal prinsip, juga mengenal yang
dinamakan hukum atau teori. Disinilah letak permasalahan pendidikan IPA,
apakah kaidah itu harus ditemukan sendiri oleh siswa atau diberikan begitu saja.
Yang harus menjadi pedoman pendidik adalah bahwa kaidah-kaidah tersebut
harus dapat dipahami oleh anak didik, tidak hanya dikenalkan saja. h) Belajar
memecahkan masalah, menggunakan kaidah-kaidah yang sudah dipahami untuk
memecahkan masalah. Dalam memecahkan masalah digunakan langkah-langkah,
dan dalam pembelajaran IPA dikenal dengan metode ilmiah.
4) Teori Belajar Jean Piaget
Jean Piaget adalah seorang pakar yang banyak melakukan penelitian
tentang perkembangan kemampuan kognitif manusia. Menurut Piaget dalam
Desmita (2010:98) “kognitif adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan
semua aktivitas mental yang berhubungan dengan persepsi, pikiran, ingatan dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
pengolahan informasi yang memungkinkan seseorang memperoleh pengetahuan,
memecahkan masalah dan merencanakan masa depan.”
Menurut Jean Piaget dalam Riyanto (2009:9) menyatakan bahwa “proses
belajar sebenarnya terdiri dari tiga tahapan yaitu asimilasi, akomodasi dan
ekuilibrasi. Proses asimilasi adalah proses penyatuan (pengintegrasian) informasi
baru ke struktur kognitif yang sudah ada dalam benak siswa. Akomodasi adalah
penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi yang baru. Sementara ekuilibrasi
adalah penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi.” Dari
pernyataan tersebut dapat diartikan juga bahwa asimilasi adalah proses perubahan
apa yang dipahami sesuai dengan struktur kognitif yang ada sekarang. Sementara
akomodasi adalah proses perubahan struktur kognitif sehingga dapat dipahami.
Asimilasi dan akomodasi akan terjadi apabila seseorang mengalami konflik
kognitif atau suatu ketidakseimbangan antara yang telah diketahui dengan yang
dialaminya sekarang.
Piaget dalam Muhibbin Syah (2010: 24) menerangkan bahwa “asas-asas
perkembangan menitikberatkan pada aspek perkembangan pikiran secara alami
dari lahir sampai dewasa, untuk bisa mamahami teori ini bergantung pada
pemahaman asumsi-asumsi biologi yang menurunkan teori itu maupun implikasi
asumsi-asumsi tersebut dalam mengartikan pengetahuan”. Menurut pendapat
tersebut, dapat diartikan bahwa semakin bertambahnya umur seseorang maka
menambah kompleksnya susunan sel sarafnya dan semakin meningkat pula
kemampuannya. Ketika individu berkembang menuju kedewasaan, akan
mengalami adaptasi fisik dengan lingkungannya yang akan menyebabkan adanya
perubahan-perubahan kualitatif di dalam struktur kognitifnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
Menurut Piaget dalam Ratna Wilis Dahar (1989: 152), “setiap individu
mengalami tingkat-tingkat perkembangan intelektual sebagai berikut: a) sensori-
motor (0 – 2 tahun), b) Pra-operasional (2 – 7 tahun), c) operasional konkret (7 –
11 tahun), d) operasional formal (11 tahun – ke atas). Tahap-tahap tersebut
urutannya berlaku untuk semua orang, akan tetapi usia pada saat seseorang mulai
memasuki suatu tahap tertentu tidak selalu sama untuk setiap orang”. Berikut ini
ciri-ciri pada setiap masing-masing tahapan perkembangan intelektual menurut
John Piaget:
a) Sensori-motor (0 – 2 tahun)
Pada tahap ini pemahaman anak mengenai berbagai hal terutama tergantung
pada kegiatan (gerakan) tubuh beserta alat-alat indera. Piaget berpendapat bahwa
tahapan ini menandai perkembangan kemampuan dan pemahaman spasial penting
dalam enam sub-tahapan yaitu: pertama; sub-tahapan skema reflek; (umur 0-6
minggu), berhubungan erat dengan reflek. Kedua; sub-tahapan fase reaksi sirkular
primer; (umur 6 minggu - 4 bulan), ditandai mulai munculnya kebiasaan-
kebiasaan. Ketiga; sub-tahapan fase reaksi sirkular sekunder; (umur 4 bulan – 9
bulan), ditandai dengan adanya koordinasi antara penglihatan dan pemaknaan.
Keempat; sub-tahapan koordinasi reaksi sirkular sekunder; (umur 9 bulan-12
bulan), saat berkembangnya kemampuan untuk melihat objek sebagai sesuatu
yang permanen walau kelihatannya berbeda kalau dilihat dari sudut berbeda.
Kelima; sub-tahapan fase reaksi sirkular tersier; (umur 12 bulan – 18 bulan),
adanya penemuan cara baru untuk mencapai tujuan. Keenam; sub-tahapan awal
representasi simbolik; (umur 18 bulan – 24 bulan) berhubungan dengan tahapan
awal kreativitas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
b) Pra-operasional (2 – 7 tahun)
Pada tahap ini dalam memahami sesuatu anak tidak lagi hanya tergantung
pada kegiatan tubuh atau inderanya, tetapi sudah menggunakan pemikirannya
dalam berbagai hal. Pemikiran anak masih bersifat egosentris, artinya
pemahamannya mengenai berbagai hal masih terpusat pada dirinya sendiri dan
juga anak masih mengalami kesulitan dalam berpikir secara induktif maupun
deduktif sehingga cara berpikirnya belum tampak logis. Menurut Tahap pra-
operasional terdiri atas dua subtingkat. Subtingkat pertama antara 2 hingga 4
tahun yang disebut subtingkat pralogis, subtingkat kedua antara 4 hingga 7 tahun
yang disebut tingkat berfikir intuitif.
Pada subtingkat pralogis, penalaran anak adalah transduktif. Diketahui
bahwa deduksi adalah menalar dari umum ke khusus. Sebaliknya dari deduksi
adalah induksi, yaitu mengambil generalisasi dari hal-hal yang khusus. Menurut
Pieget, berpikir anak itu bukan deduktif ataupun induktif. Mereka bergerak dari
khusus ke khusus, tanpa menyentuh hal yang umum. Anak itu melihat suatu
hubungan hal-hal tertentu yang sebenarnya tidak ada. Pieget menyebut ini dengan
menalar transduktif.
c) Operasional konkret (7 – 11 tahun)
Tahap operasional merupakan permulaan berpikir rasional. Pada tahap ini
tingkat egosentrisitas anak sudah sangat berkurang dan lebih sosiosentris dalam
berkomunikasi, dalam arti ia sudah dapat memahami bahwa orang lain mungkin
memiliki pikiran atau perasaan yang berbeda darinya. Pada tahap ini anak sudah
dapat berpikir logis tentang berbagai hal, termasuk hal-hal yang agak rumit, tetapi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
dengan syarat bahwa hal-hal tersebut disajikan secara konkret (disajikan dalam
wujud yang dapat ditangkap dengan alat indera). Anak belum dapat berurusan
dengan materi abstrak, seperti hipotesis dan proposisi verbal. Apabila anak
menghadapi suatu pertentangan antara pikiran dan persepsi, anak dalam periode
operasional konkret memilih mengambil keputusan logis, dan bukan keputusan
perseptual seperti anak pra-operasional.
d) Operasional formal (11 tahun – ke atas)
Pada tahap ini anak sudah mampu berpikir logis tanpa kehadiran benda-
benda konkret, dengan kata lain sudah mampu melakukan abstraksi. Akan tetapi
perkembangan dari operasional konkret ke tahap operasional formal ini tidak
terjadi secara mendadak ataupun langsung sempurna, tetapi terjadi secara gradual.
Sehingga bisa terjadi pada tahun-tahun pertama ketika anak berada pada tahap ini
kemampuan anak dalam berpikir abstrak belum berkembang sepenuhnya maka
dalam berbagai hal anak mungkin masih memerlukan alat peraga.
Dalam memasuki tahap operasional formal ada beberapa anak yang lebih
lambat daripada anak-anak yang lain. Hal ini sesuai dengan apa yang diuraikan di
depan bahwa sekalipun manusia berkembang kemampuan berpikirnya melalui
keempat tahap tersebut, saat seseorang mulai memasuki tahap-tahap tersebut tidak
selalu sama bagi anak yang satu dengan anak yang lain. Oleh karena itu, guru
perlu memperhatikan kemampuan berpikir tiap-tiap siswa, sekalipun usia mereka
kurang lebih sama agar guru bisa memberikan perlakuan yang sesuai dengan
tahap perkembangan kemampuan berpikir tiap-tiap siswa. Lebih lanjut teori
Piaget dalam Dahar (1989: 157) menjelaskan pula bahwa perkembangan
kemampuan intelektual manusia terjadi karena ada berbagai faktor yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
mempengaruhi, yaitu: “kedewasaan, pengalaman fisik (physical experience),
pengalaman logika-matematik (logico-mathematical experience), transmisi sosial
(transmission social) dan proses keseimbangan (equilibration )” .
Berdasarkan beberapa pendapat Piaget dalam kutipan di atas dapat
disimpulkan bahwa bela jar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap
perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan
untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi
dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan atau masalah dari
guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar
mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan
berbagai hal dari lingkungan.
Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran
adalah: Pertama; bahasa dan cara berpikir anak berbeda dengan orang dewasa.
Oleh karena itu , guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan
cara berfikir anak. Kedua; anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat
menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat
berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya. Ketiga; bahan yang harus
dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing. Keempat; berikan
peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya. Kelima; di dalam kelas,
anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan
teman-temannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
Bagi guru IPA khususnya guru Fisika, teori Piaget sangat relevan dalam
proses pembelajaran. Dengan menggunakan teori ini guru akan mengetahui
adanya tahap-tahap perkembangan tertentu pada kemampuan berpikir anak-anak
di kelas. Dengan demikian, guru dapat memberikan perlakuan yang tepat bagi
para siswanya, misalnya merancang dan melaksanakan proses pembelajaran,
penyediaan alat-alat peraga dan sebagainya sesuai dengan tahap perkembangan
kemampuan berpikir yang dimiliki tiap-tiap siswa. Sehingga dalam membangun
pengetahuan memerlukan cara yang sesuai yaitu memberikan kesempatan siswa
untuk aktif berargumentasi, mengungkapkan ide, gagasan dan pendapatnya serta
berfikir logis dan kritis. Dalam penelitian ini cara yang sesuai untuk pembelajaran
siswa sekolah menengah yaitu dengan pembelajaran kontekstual melalui metode
POE dan eksperimen. Pembelajaran tersebut menjadikan siswa akan merasa
dihargai dan akan meningkatkan mental keberanian siswa dalam berargumen dan
berpikir.
c. Prinsip-prinsip Belajar
Proses belajar sangatlah komplek tetapi dapat dianalisis dan dirinci dalam
bentuk prinsip-prinsip belajar. Prinsip-prinsip belajar menurut Oemar Hamalik
(1983: 28) antara lain: 1) Belajar adalah suatu proses aktif dimana terjadi
hubungan saling mempengaruhi secara dinamis antara siswa dan lingkungannya.
2) Belajar senantiasa harus bertujuan, terarah, dan jelas bagi siswa. 3) Belajar
efektif apabila didasari oleh dorongan motivasi murni dan bersumber dari dalam
dirinya sendiri. 4) Belajar memerlukan bimbingan. Bimbingan baik dari guru atau
tuntunan dari buku pelajaran sendiri.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
Pendapat lain mengenai prinsip-prinsip belajar dikemukakan oleh
Slameto (2003: 27-28) adalah: 1) berdasarkan prasyarat yang diperlukan untuk
belajar: a) Dalam belajar setiap siswa harus diusahakan partisipasi aktif,
meningkatkan minat, dan membimbing untuk mencapai tujuan instruksional; b)
Belajar harus dapat menimbulkan reinforcement dan motivasi yang kuat pada
siswa untuk mencapai tujuan instruksional; c) Belajar perlu lingkungan yang
menantang dimana anak dapat mengembangkan kemampuannya bereksplorasi dan
belajar dengan efektif; d) Belajar perlu ada interaksi siswa dengan lingkungannya.
2) Sesuai hakikat belajar: a) Belajar merupakan proses kontinyu maka harus tahap
demi tahap menurut perkembangannya; b) Belajar adalah proses organisasi,
adaptasi, eksplorasi, dan discovery; c) Belajar adalah proses kontinguitas
(hubungan antara pengertian yang satu dengan pengertian yang lain) sehingga
mendapatkan pengertian yang diharapkan. Stimulus yang diberikan menimbulkan
respons yang diharapkan. 3) Sesuai materi atau bahan yang harus dipelajari: a)
Belajar bersifat keseluruhan dan materi itu harus memiliki struktur, penyajian
yang sederhana sehingga siswa mudah menangkap pengertiannya; b) Belajar
harus dapat mengembangkan kemampuan tertentu sesuai dengan tujuan
instruksional yang harus dicapainya. 4) Syarat keberhasilan belajar: a) Belajar
memerlukan sarana yang cukup sehingga siswa dapat belajar dengan tenang; b)
Repetisi, dalam proses belajar perlu ulangan berkali-kali agar pengertian/
keterampilan/ sikap itu mendalam pada siswa.
Sementara itu, Robert H. Davies dalam Riyanto (2009:65-68)
menyebutkan prinsip belajar ada sembilan yaitu: 1) Prinsip kemanfaatan yaitu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
seorang siswa termotivasi be lajar sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya. 2) Prinsip
prasyarat yaitu seorang siswa mungkin belajar sesuatu yang baru jika dia memiliki
semua prasyarat. 3) Prinsip percontohan yaitu siswa mungkin lebih mendapatkan
perilaku baru jika ia ditunjukkan contoh pekerjaan dan menirukannya. 4) Prinsip
komunikasi terbuka yaitu memungkinkan siswa untuk belajar apabila penyajian
dibuat dengan pesan terbuka untuk inspeksi siswa. 5) Prinsip hal baru yaitu
seorang siswa mungkin mempelajari jika perhatiannya menarik dengan presentasi
yang relatif baru. 6) Prinsip diklat aktif yang sesuai ya itu siswa lebih belajar
apabila mereka mengambil bagian latihan yang disanggupi untuk mencapai tujuan
palajaran. 7) Prinsip pembagian praktek yaitu jika perilaku sering dipraktekkan
atau digunakan maka eksistensi perilaku tersebut akan semakin kuat. 8) Prinsip
penghapusan yaitu seorang siswa lebih mungkin belajar apabila instruksional
segera dikeluarkan secara berangsur-angsur. 9) Prinsip kondisi yang
menyenangkan yaitu siswa lebih suka terus belajar jika pelajaran yang dilakukan
oleh guru dianggap sebagai suatu yang menyenangkan.
Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa prinsip belajar
merupakan dasar-dasar dalam proses pembelajaran. Prinsip-prinsip pembelajaran
tersebut sangat penting bagi guru sebagai praktisi pendidikan untuk
memperhatikannya. Tujuannya yaitu agar guru dapat menyiapkan rancangan
pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Dengan demikian,
tujuan pembelajaran dapat tercapai dan hasil belajar yang diperoleh siswa dapat
lebih bermakna.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar
Belajar merupakan aktivitas kompleks yang terjadi pada seseorang,
sehingga banyak faktor yang mempengaruhinya. Menurut Muhibbin Syah (2010:
129) menyatakan bahwa “secara global faktor-faktor yang mempengaruhi belajar
dibedakan menjadi tiga macam, yakni: 1). faktor internal (faktor dari dalam
siswa), yakni keadaan jasmani dan rohani siswa; 2). faktor eksternal (faktor dari
luar siswa), yakni kondisi lingkungan diluar siswa; 3). faktor pendekatan bela jar”.
Sedangkan menurut Ainurrahman (2009: 177) mengatakan bahwa “masalah-
masalah belajar baik intern maupun ekstern dapat berasal dari dimensi guru
maupun siswa”. Dari kedua pendapat ini mengandung arti bahwa keberhasilan
belajar ditentukan oleh faktor internal dan eksternal yang merupakan satu
kesatuan baik dipengaruhi oleh siswa maupun oleh guru.
Sedangkan Slameto (2010: 54) meringkas lagi mengenai faktor belajar
dengan mengemukakan bahwa “faktor-faktor yang mempengaruhi belajar banyak
jenisnya tetapi dapat digolongkan menjadi dua golongan yaitu faktor intern dan
ekstern. Faktor intern yaitu faktor yang ada pada individu yang sedang belajar.
Sedangkan faktor ekstern adalah faktor yang ada diluar individu”. Pandangan ini
dapat menjadi rujukan bersama bahwa semua hal yang menyangkut diri individu
yang mengalami proses belajar dapat diartikan faktor intern. Sedangkan semua
yang berada diluar individu yang dapat mempengaruhi belajar dapat didefinisikan
faktorn ekstern.
Faktor intern menyangkut faktor-faktor fisiologis dan faktor psikologis.
Faktor fisiologis merupakan faktor yang berkaitan dengan kondisi jasmaniah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
siswa. Menurut Muhibbin Syah (2010: 130), “kondisi umum jasmani dan tonus
(tegangan otot) yang menandai tingkat kebugaran organ-organ tubuh dan sendi-
sendinya, dapat mempengaruhi semangat dan intensitas siswa dalam mengikuti
pelajaran. Begitu halnya faktor psikologis siswa (Syah,2010: 131) mengemukakan
bahwa “banyak faktor yang mempengaruhi aspek psikologis yang dapat
mempengaruhi kuantitas dan kualitas perolehan belajar siswa. Namun pada
umumnya yang dipandang lebih esensial itu adalah sebagai berikut: 1) tingkat
kecerdasan/intelegensi siswa; 2) sikap siswa; 3) bakat siwa; 4) minat siswa 5)
motivasi siswa”. Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor fisiologis
merupakan faktor yang berkaitan dengan jasmaniah dan otot siswa sedangkan
faktor psikologis kondisi psikis siswa yang meliputi, intelegensi, sikap, bakat,
minat, dan motivasi kedua-duanya merupakan bagian dari faktor internal yang
perlu diperhatikan oleh guru karena akan berdampak terhadap hasil belajar siswa.
Faktor eksternal yang mempengaruhi belajar berkaitan dengan faktor-
faktor yang berasal dari luar diri siswa. Menurut Slameto (2010: 60), “faktor
ekstern yang mempengaruhi belajar dapat dikelompokkan menjadi tiga faktor,
yaitu faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat”. Faktor keluarga
meliputi cara mendidik orang tua, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah,
keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, dan latar belakang kebudayaan.
Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar siswa dapat berupa metode mengajar,
kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah,
alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran, keadaan gedung, metode belajar,
dan tugas rumah. Sedangkan faktor masyarakat yang mempengaruhi belajar antara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
la in kegiatan siswa dalam masyarakat, media massa, teman bergaul, dan bentuk
kehidupan masyarakat.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya proses
belajar dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri siswa sedangkan
faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar diri siswa.
2. Hakikat IPA
Istilah Ilmu Pengetahuan Alam atau IPA dikenal juga dengan istilah sains.
Kata sains ini berasal dari bahasa Latin yaitu scientia yang berarti ”saya tahu”.
Dalam bahasa Inggris, kata sains berasal dari kata science yang berarti
”pengetahuan”. Science kemudian berkembang menjadi social science yang dalam
Bahasa Indonesia dikenal dengan ilmu pengetahuan sosial (IPS) dan natural
science yang dalam Bahasa Indonesia dikenal dengan ilmu pengetahuan alam
(IPA).
Menurut Muhammad Amin (1978:43), science secara umum merupakan
kumpulan fakta yang tersusun secara sistematis dan penggunaannya terbatas pada
gejala-gejala alam. Perlu diperhatikan juga bahwa “perkembangan science tidak
hanya ditandai dengan adanya kumpulan fakta-fakta tetapi juga ditandai dengan
munculnya metode ilmiah (scientific methods) dan sikap ilm iah (scientific
attitudes)”. Sehingga dalam mempelajari sains tidak cukup hanya dengan cara
menghafa l saja tetapi juga menggunakan keterampilan dan metode ilmiah.
Sedangkan m enurut Trianto (2010: 137) mengemukakan bahwa “secara
umum IPA meliputi tiga bagian ilmu dasar, yaitu biologi, Fisika dan kimia. Fisika
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
merupakan salah satu cabang dari IPA, dan merupakan ilmu yang lahir dan
berkembang lewat langkah-langkah observasi, perumusan masalah, penyusunan
hipotesis, pengujian hipotesis melalui eksperimen, penarikan kesimpulan, serta
penemuan teori, dan konsep”. Jadi dapat diartikan bahwa hekekat Fisika adalah
ilmu pengetahuan yang mempelajari gejala-gejala alam melalui serangkaian
proses yang dikenal dengan proses ilmiah yang dibangun melalui sikap ilm iah.
Sementara itu, menurut Robert B. Sund dalam Winataputra (2001:122)
mendefinisikan “IPA sebagai pengetahuan yang sistematis atau tersusun secara
teratur berlaku umum dan berupa kumpulan data hasil observasi dan eksperimen”.
Sedangkan H.W Pouler mendefinisikan IPA sebagai “systematic and formulated
knowledge dealing with material phenomena and based mainly on observation
and induction”, artinya IPA adalah ilmu sistematis dan dirumuskan yang
berhubungan dengan gejala-gejala kebendaan dan didasarkan terutama atas
pengamatan induksi (Winataputra, 2001:122). Lebih lanjut Winataputra dalam
bukunya Strategi belajar mengajar IPA, menjelaskan bahwa IPA adalah sejenis
pengetahuan teoritis. Baginya IPA bukanlah suatu keterampilan praktis dan bukan
pula suatu kerajinan. Meskipun pada kenyataannya IPA hampir berhubungan
dengan percobaan-percobaan yang membutuhkan keterampilan dan kerajinan.
IPA tidak hanya merupakan kumpulan-kumpulan pengetahuan tentang
benda atau makhluk hidup, tetapi merupakan cara kerja, cara berpikir dan cara
memecahkan masalah. Dari beberapa definisi di atas, tersirat bahwa ada tiga unsur
utama yang terdapat dalam IPA yaitu sikap manusia, proses, dan produk yang satu
sama lain tidak dapat dipisahkan. Rasa ingin tahu pada masalah yang terjadi di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
alam merupakan sikap manusia; manusia kemudian mencoba memecahkan
masalah yang dihadapinya, pada tahapan digunakan proses atau metode dengan
cara menyusun hipotesis, melakukan kegiatan untuk membuktikan kebenaran
hipotesisnya, dan mengevaluasi apa yang telah dilakukannya. Hasil atau produk
dari kegiatan yang telah dilakukannya tersebut berupa fakta-fakta, prinsip-prinsip,
atau teori-teori dan lain-lain.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa IPA (Fisika)
adalah cabang ilmu alam yang mempelajari tentang gejala alam dan interaksinya
serta menerangkan bagaimana gejala-gejala alam tersebut terukur melalui
penelitian dan pengamatan. Fisika meliputi aspek produk, proses, dan sikap
ilm iah. Fisika sebagai produk mempunyai arti bahwa dalam Fisika terdapat
pengetahuan yang merupakan hasil dari aktivitas ilmiah yang telah dilakukan
sebelumnya. Fisika sebagai proses mempunyai arti bahwa Fisika adalah aktivitas
ilm iah. Manusia dalam melakukan aktivitas ilmiah menggunakan cara-cara
tertentu agar tujuannya tercapai. Cara-cara tersebut kita kenal dengan istilah
metode ilmiah. Fisika ditentukan oleh serangkaian proses ilmiah yaitu observasi,
pengukuran, dan eksperimen. Melalui proses ilmiah tersebut akan diperoleh
produk ilm iah berupa konsep, prinsip, dan teori. Oleh sebab itu, Fisika dapat
didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang menguraikan dan menganalisis
peristiwa-peristiwa alam yang diperoleh melalui serangkaian proses ilmiah
dengan dilandasi sikap ilmiah.
Selanjutnya fungsi IPA (Fisika) dalam pembelajaran di sekolah
menengah antara lain: memberikan bekal pengetahuan untuk diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari dan untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
mengembangkan dan menggunakan keterampilan proses untuk memperoleh,
menghayati, dan menerapkan konsep-konsep, hukum-hukum serta asas-asas
Fisika; melatih siswa menggunakan metode ilm iah dalam memecahkan masalah
yang dihadapinya; serta meningkatkan kesadaran siswa tentang peraturan
keindahan alam sehingga siswa terdorong untuk mencintai dan mengagungkan
ciptaan Allah SWT. Dari pengertian di atas tersirat bahwa dalam rangka mencari
dan menemukan konsep atau prinsip akan diikuti dengan melakukan eksperimen.
3. Pembelajaran Kontekstual / Contextual Teaching and Learning (CTL)
Pendekatan pembelajaran kontekstual (CTL) adalah konsep belajar yang
membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia
nyata siswa dan mendorong antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari sebagai anggota keluarga dan
masyarakat (Riyanto, 2009:59). Lebih lanjut Riyanto menjelaskan bahwa dengan
konsep itu , hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses
pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan
mengalami. Bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran
lebih dipentingkan daripada hasil.
Sedangkan menurut Trianto (2007: 102) “pembelajaran kontekstual adalah
pembelajaran yang memungkinkan siswa-siswa untuk menguatkan, memperluas,
dan menerapkan pengetahuan dan keterampilan akademik mereka dalam berbagai
macam tatanan dalam sekolah dan luar sekolah agar dapat memecahkan maslah-
masalah dunia nyata atau masalah-masalah yang disimulasikan”. Dari jurnal
“Contextual Teaching and Learning for Practice” dari Clemente Charles Hudson
dan Vista R. Whisler disebutkan hasil penelitiannya bahwa CTL diartikan sebagai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
suatu cara untuk memperkenalkan muatan dengan menggunakan berbagai macam
teknik pembelajaran aktif yang dirancang untuk membantu siswa menghubungkan
apa yang sudah mereka ketahui dengan apa yang ingin mereka pelajari, dan
membentuk pengetahuan baru dari analisis dan sintesa proses pembelajaran.
Sementara itu, menurut Syaiful Sagala (2011:87) “contextual teaching and
learning (CTL) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara
materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa
membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya
dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat”. Lebih lanjut
Syaiful Sagala menyatakan bahwa pembelajaran kontekstual ini dilakukan dengan
melibatkan beberapa komponen utama pembelajaran yang efektif.
Adapun komponen dalam pembela jaran kontekstual terdiri dari tujuh
komponen, yaitu:
a. Konstruktivisme (constructivism)
Konstruktivisme merupakan landasan filosofis dari contextual teaching
and learning, yaitu bahwa ilmu pengetahuan itu pada hakekatnya dibangun tahap
demi tahap, sedikit demi sedikit, melalui proses yang tidak selalu mulus (tria l and
error). Ilmu pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep-konsep atau
kaidah-kaidah yang siap diambil dan diingat, tapi harus dikonstruksi melalui
pengalaman nyata. Dalam konstruksivisme proses lebih diutamakan daripada
hasil. Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu kemudian memberi makna
melalui pengalaman nyata.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
b. Bertanya (questioning)
Bertanya (questioning) adalah cerminan dalam kondisi berpikir, melalui
bertanya jendela ilmu pengetahuan menjadi terbuka karena dengan bertanya bisa
melakukan bimbingan, dorongan, evaluasi, atau. konfirmasi. Di samping itu
dengan bertanya dapat mencairkan ketegangan, menambah pengetahuan,
mendekatkan hati, menggali informasi, meningkatkan motivasi, dan
memfokuskan perhatian. Hampir dalam semua aktifitas belajar, questioning dapat
diterapkan antara: siswa dengan siswa, guru dengan siswa, siswa dengan orang
la in yang didatangkan di kelas, dan sebagainya. Aktifitas bertanya juga ditemukan
ketika siswa berdiskusi, bekerja dalam kelompok, ketika menemui kesulitan,
ketika mengamati atau observasi, dan sebagainya. Kegiatan ini akan
menumbuhkan dorongan siswa untuk “bertanya”.
c. Menemukan (inquiry)
Menemukan (inquiry) adalah proses yang penting dalam pembelajaran
agar retensinya kuat dan munculnya kepuasan tersendiri dalam benak siswa
dibandingkan hanya mela lui pewarisan. Dengan menemukan kemampuan berpikir
mandiri (kognitif tingkat tinggi, kritis, kreatif, inovatif, dan improvisasi) akan
terlatih yang pada kondisi selanjutnya menjadi terbiasa. Inquiry mempunyai siklus
observasi, bertanya, menduga, kolekting, dan konklusi. Dalam hal ini guru harus
selalu merancang kegiatan yang menunjukan pada kegiatan menemukan, apapun
materi yang diajarkannya.
d. Masyarakat belajar (learning community)
Konsep masyarakat belajar menyarankan agar hasil bela jar diperoleh dari
hasil kerjasama dengan orang lain, baik melalui perorangan maupun kelompok
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
orang, dari dalam kelas, sekitar kelas, di luar kelas, di lingkungan sekolah,
lingkungan rumah, ataupun di luar sana. Dalam pelaksanaan pembelajaran
kontekstual guru disarankan untuk membentuk kelompok belajar agar siswa
membentuk masyarakat belajar untuk saling berbagi, membantu, mendorong,
menghargai, atau membantu.
e. Pemodelan (modelling)
Pemodelan akan lebih mengefektifkan pelaksanaan CTL untuk ditiru,
diadaptasi, atau dimodifikasi. Dengan adanya model untuk dicontoh biasanya
konsep akan lebih mudah dipahami atau bahkan bisa menimbulkan ide baru.
Pemodelan tidak selalu dilakukan oleh guru, tetapi bisa juga dilakukan oleh siswa
atau media lainnya.
f. Refleksi (reflection )
Refleksi adalah berpikir kembali tentang materi yang baru dipelajari,
merenungkan kembali aktivitas yang telah dilakukan, atau mengevaluasi kembali
bagaimana belajar yang telah dilakukan. Refleksi berguna untuk evaluasi diri,
koreksi, perbaikan, atau peningkatan diri. Membuat rangkuman, meneliti dan
memperbaiki kegagalan, mencari alternatif lain cara belajar (learning how to
learn), dan membuat jurnal pembelajaran adalah contoh kegiatan refleksi.
g. Asesmen otentik (authentic assesment)
Asesmen otentik adalah penilaian yang dilakukan secara komprehensif
berkenaan dengan seluruh aktivitas pembelajaran, meliputi proses dan produk
belajar sehingga seluruh usaha siswa yang telah dilakukannya mendapat
penghargaan. Hakekat penilaian yang diwujudkan berupa nilai merupakan
penilaian atas usaha siswa yang berkenaan dengan pembelajaran, bukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
merupakan hukuman. Penilaian otentik semestinya dilakukan dari berbagai aspek
dan metode sehingga objektif. Misalnya membuat catatan harian melalui
observasi untuk menilai aktivitas dan motivasi, wawancara atau angket untuk
menilai aspek afektif, portofolio untuk menilai seleruh hasil kerja siswa (artefak),
tes untuk menilai tingkat penguasaan siswa terhadap materi bahan ajar.
4. Metode Pembelajaran POE
a. Pengertian Metode POE
Menurut Paul Suparno (2007:102) dalam buku Metodologi Pembelajaran
Fisika Kontruktivisme dan Menyenangkan, mendefinisikan metode POE adalah:
“Metode pembelajaran POE (Prediction, Observation, and Explanation) merupakan suatu metode pembelajaran yang menggunakan tiga langkah utama dari metode ilmiah yaitu pertama prediction atau membuat prediksi, membuat dugaan terhadap suatu peristiwa Fisika; kedua observation yaitu melakukan penelitian, pengamatan apa yang terjadi; ketiga explanation yaitu memberi penjelasan tentang kesesuaian antara dugaan dengan yang sungguh terjadi”. Langkah pertama adalah membuat prediksi atau dugaan. Setelah suatu
persoalan Fisika disajikan, maka siswa diminta untuk membuat dugaan sementara
terjadi. Dalam membuat dugaan, siswa sekaligus sudah memikirkan alasan
mengapa ia membuat dugaan seperti itu . Dalam proses ini, siswa diberi kebebasan
seluas-luasnya menyusun dugaan dengan alasannya. Sebaiknya tidak dibatasi
sehingga banyak gagasan dan konsep Fisika muncul dari pikiran siswa. Dengan
demikian semakin banyak gagasan konsep Fisika yang muncul dari siswa, guru
dapat mengerti bagaimana konsep dan pengertian Fisika siswa tentang persoalan
yang diajukan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
Langkah kedua adalah melakukan observasi. Dugaan dengan alasan yang
mendasari dugaan itu harus dipraktekkan atau dilihat dalam kenyataan. Dalam
penelitian ini siswa diajak untuk mengamati secara langsung peristiwa-peristiwa
atau gejala-gejala Fisika yang diperagakan/ didemonstrasikan oleh guru. Dalam
langkah ini siswa mengamati apa yang terjadi, dapat juga melakukan pengukuran
jika diperlukan. Yang penting dalam langkah ini adalah melihat apakah
dugaannya benar atau tidak; dugaannya terjadi atau tidak.
Langkah ketiga adalah membuat penjelasan. Dapat terjadi bahwa dugaan
siswa ternyata terjadi dalam pengamatannya. Bila ini yang terjadi maka siswa
semakin yakin akan konsepnya. Namun sebaliknya dapat terjadi bahwa dugaan
siswa ternyata tidak terjadi dalam pengamatannya. Bila hal ini yang terjadi maka
siswa dibantu untuk mencari penjelasan, mengapa dugaannya tidak benar.?
Dengan ini siswa mengalami perubahan konsep; dari konsep yang tidak benar
menjadi benar. Disinilah siswa betul-betul belajar dari kesalahan, dan biasanya
belajar dari kesalahan tidak akan dilupakan siswa.
b. Langkah-langkah Pembelajaran Metode POE
Adapun langkah-langkah praktis dalam pembelajaran dengan
menggunakan metode POE adalah sebagai berikut:
1) Guru memberikan pengantar sebelum pembelajaran dimulai. Pada langkah ini
guru menginformasikan topik yang akan dibahas, menunjukkan demonstrasi
awal dan menyampaikan masalah, menyampaikan konsep-konsep
pendukung, menyampaikan langkah-langkah kerja dalam peragaan
demonstrasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
2) Siswa membuat prediksi tentang persoalan itu, namun prediksi itu bukan asal-
asalan menebak (untung-untungan) akan tetapi berdasarkan alasan tertentu.
3) Siswa melakukan observasi dari persoalan-persoalan tersebut.
4) Siswa menarik kesimpulan dari observasi, dan mencocokkan dengan
prediksinya, apakah tepat atau tidak.
5) Siswa memberikan penjelasan atau keterangan terkait dengan kesimpulan
yang diambil.
c. Kelebihan Metode POE
Adapun kelebihan metode pembelajaran POE adalah sebagai berikut: 1)
Metode ini dapat membuat pengajaran menjadi lebih jelas dan lebih konkret. 2)
Siswa akan lebih mudah memahami konsep-konsep yang sedang dipelajarinya. 3)
Proses pembelajaran akan jauh lebih menarik. 4) Siswa menjadi lebih aktif
mengamati, menyesuaikan antara teori dengan kenyataan dan dapat mencoba
melakukan sendiri.
d. Kelemahan Metode POE
Adapun kelemahan metode pembelajaran POE adalah sebagai berikut:
1) Metode ini memerlukan keterampilan guru yang tinggi. Sebab tanpa hal ini
pelaksanaan metode POE tidak akan berjalan efektif. 2) Fasilitas, peralatan,
tempat dan biaya yang memadai tidak selalu tersedia dengan baik. 3) Metode ini
memerlukan kesiapan dan perencanaan yang matang. 4) Metode ini kadang
memerlukan waktu yang cukup panjang sehingga dapat mengganggu jam
pelajaran la innya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
5. Metode Pembelajaran Eksperimen
a. Pengertian Metode Eksperimen
Secara umum metode eksperimen adalah metode pembelajaran yang
mengajak siswa untuk melakukan percobaan sebagai pembuktian, pengecekan
bahwa teori yang sudah dibicarakan itu memang benar (Suparno, 2007: 77). Jadi
metode ini ini lebih untuk mengecek supaya siswa makin yakin dan jelas akan
teorinya. Sedangkan menurut Winataputra (2001: 219) “metode eksperimen
adalah suatu cara penyajian materi pelajaran dimana siswa secara aktif mengalami
dan membuktikan sendiri tentang apa yang dipelajarinya”. Melalui metode ini
siswa secara total dilibatkan dalam melakukan percobaan sendiri, mengikuti
proses, mengamati suatu objek, menganalisis, membuktikan dan menarik
kesimpulan sendiri tentang suatu objek, keadaan atau proses sesuatu.
Dari beberapa pendapat di atas, secara umum metode eksperimen dapat
disimpulkan yaitu metode mengajar yang mengajak siswa melakukan percobaan
sebagai pembuktian atau pengecekan bahwa teori yang sudah dibicarakan
memang benar. Biasanya metode eksperimen bukan untuk menemukan teori tetapi
untuk lebih untuk menguji teori atau hukum yang sudah ditemukan oleh para ahli.
Eksperimen bisa dilakukan untuk menemukan teori, konsep atau kaidah baru,
selain itu juga dapat dilakukan untuk menguji teori yang sudah ada. Hal ini
tergantung dari materi dan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.
b. Langkah-langkah Metode Eksperimen
Adapun langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan metode
eksperimen yaitu:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
1) Menetapkan tujuan eksperimen: Guru menjelaskan tujuan eksperimen yang
akan dibuktikan. Pada tahap ini guru memberikan sebuah pernyataan atau
konsep yang harus dibuktikan kebenarannya.
2) Perancangan eksperimen: Siswa merancang alat dan bahan eksperimen
berdasarkan lembar kerja siswa (LKS) yang telah dibagikan oleh guru.
3) Observasi dan percobaan: siswa melakukan observasi dan percobaan
berdasarkan lembar kerja siswa (LKS) yang telah disediakan oleh guru.
4) Menganalisa data: Siswa menghitung dan menganalisa data hasil percobaan.
5) Menarik kesimpulan: Menyimpulkan hasil percobaan berdasarkan data yang
diperoleh dan dianalisa.
c. Kelebihan Metode Eksperimen
Adapun kelebihan metode eksperimen adalah sebagai berikut: 1) Metode
ini dapat membuat siswa percaya atas kebenaran atau kesimpulan berdasarkan
percobaannya sendiri dari pada hanya menerima dari guru atau dari buku saja. 2)
Dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi eksplorasi tentang sains
dan teknologi. 3) Siswa terhindar dari verbalisme. 4) Memperkaya pengalaman
siswa akan hal-hal yang bersifat objektif dan realistik. 5) Mengembangkan sikap
berpikir ilmiah. 6) Hasil belajar akan terjadi dalam bentuk retensi (tahan lama
diingat) dan terjadi proses internalisasi.
d. Kelemahan Metode Eksperimen
Adapun kelemahan metode eksperimen adalah sebagai berikut: 1)
Pelaksanaan metode eksperimen membutuhkan fasilitas peralatan dan bahan yang
selalu tidak mudah untuk diperoleh. 2) Dalam kehidupan sehari-hari tidak semua
hal dapat dijadikan materi eksperimen. Hal ini disebabkan ada keterbatasan yaitu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
keterbatasan biaya, waktu, fasilitas, moral dan agama. 3) Setiap eksperimen tidak
selalu memberikan hasil yang diharapkan. Karena banyak faktor yang berada
diluar jangkauan untuk dikontrol berpengaruh terhadap unit eksperrimen.
6. Kemampuan Menggunakan Alat Ukur
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 1996: 623)
kemampuan berasal dari kata mampu, “kemampuan adalah kesanggupan,
kecakapan, kekuatan melakukan sesuatu”. Kemampuan awal merupakan dasar
untuk memperoleh pengetahuan baru yang lebih tinggi tingkatannya sehingga
dalam melakukan aktivitas, kemampuan awal seseorang mempengaruhi
keberhasilan aktivitas berikutnya. Kemampuan awal yang dimiliki siswa
merupakan salah satu titik tolak bagi perencanaan dan pengelolaan proses belajar
mengajar berikutnya. Seperti pendapat Winkel (1999: 136) yang mengatakan
bahwa “kemampuan awal dapat dirumuskan sebagai keseluruhan kenyataan
kepribadian, sosial, institusional yang kaitannya dalam tujuan instruksional dapat
berpengaruh terhadap kelangsungan proses belajar mengajar dalam kelas.
Kemampuan awal merupakan prasyarat yang harus dimiliki oleh siswa sebelum
memasuki materi pelajaran berikutnya yang lebih tinggi”.
Dalam proses pembelajaran, siswa akan lebih mudah memahami atau
mempelajari materi selanjutnya jika proses belajar didasarkan pada materi yang
sudah diketahui sehingga kemampuan awal berpengaruh terhadap proses
selanjutnya dan ikut mewarnai keberhasilan belajar siswa. Kemampuan yang
diperoleh siswa dari pengalaman belajar sebelumnya merupakan titik tolak untuk
membekali siswa pada materi pelajaran berikutnya. W.S. Winkel (1999: 134)
menyatakan bahwa:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
Setiap proses belajar mengajar mempunyai titik tolak sendiri atau berpangkal pada kemampuan siswa tertentu (tingkah laku awal) untuk dikembangkan menjadi kemampuan baru, sesuai dengan tujuan instruksional (tingkah laku final). Oleh karena itu, keadaan siswa pada awal proses belajar mengajar tertentu (tingkah laku awal) mempunyai relevansi terhadap penentuan, perumusan, dan pencapaian tujuan instruksional (tingkah laku final).
Berdasarkan pendapat W.S. Winkel di atas, jika kemampuan awal siswa
tinggi maka dalam proses belajar berikutnya siswa tersebut tidak akan mengalami
kesulitan. Siswa hanya mengembangkan kemampuan awal tersebut menjadi
kemampuan baru sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Sebaliknya, apabila
kemampuan awal siswa rendah maka siswa tersebut akan mengalami kesulitan
untuk mencapai tujuan yang diinginkan sehingga perlu waktu yang lebih lama.
Pada proses pembelajaran Fisika, kemampuan awal merupakan
pengetahuan konsep Fisika yang telah diketahui sebelumnya oleh siswa.
Kemampuan awal dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa dalam
menggunakan alat ukur yang akan digunakan untuk menjelaskan konsep Fisika
yang sesuai dengan alat ukur tersebut. Kemampuan awal menggunakan alat ukur
dalam penelitian ini dititikberatkan pada kemampuan menggunakan alat ukur
waktu, massa dan panjang. Kemampuan menggunakan alat ukur ini meliputi
beberapa aspek yaitu: pertama; pengetahuan tentang macam-macam alat ukur
panjang, massa, dan waktu. Kedua; contoh penggunaan alat ukur panjang, massa,
dan waktu. Ketiga; mengetahui skala terkecil dan ketelitian alat ukur. Keempat;
menyebutkan nilai ralat atau ketidakpastian pengukuran data tunggal pada alat
ukur dan menentukan hasil pengukuran serta menentukan hasil perhitungan dari
pengukuran alat ukur.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
7. Kemampuan Verbal
a. Pengertian Kemampuan Verbal
Menurut POErwadarminta dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia
(1976:215) menyatakan bahwa "bahasa adalah alat yang digunakan untuk
menyampaikan komunikasi, membentuk serta mengembangkan rasa ingin tahu".
Sedangkan kemampuan adalah "kecakapan, kesanggupan atau kekuatan". Sehingga
kemampuan bahasa adalah kecakapan, kesanggupan atau kekuatan seseorang untuk
menyampaikan komunikasi, membentuk serta mengembangkan rasa ingin tahu
kepada orang lain.
Kemampuan verbal merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang
dalam mengungkapkan ide, gagasan, pendapat dan pikiran yang dituangkan dalam
bentuk bahasa, baik lisan maupun tulisan. Menurut Winkel (1999:99)
“kemampuan verbal adalah kemampuan yang dimiliki seseorang dalam
menuangkan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki dalam bentuk bahasa
yang memadai, sehingga dapat dikomunikasikan kepada orang lain”. Kemampuan
verbal memiliki peran yang sangat penting dalam mengkomunikasikan
pengetahuan, pengalaman, dan kecakapan yang dimiliki kepada orang lain.
Sedangkan Femi Olivia dalam bukunya “Kembangkan Kecerdikan Anak”
mengatakan anak akan banyak akal dalam menghadapi masalah jika ia
mempunyai kemampuan membaca, menulis, dan berkomunikasi dengan kata-kata
atau bahasa. Lebih lanjut Olivia (2009:66) menyampaikan bahwa “cara belajar
terbaik untuk siswa yang mempunyai bakat verbal/ linguistik ini adalah dengan
mengucapkan, mendengar dan melihat kata-kata”.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
Menurut Gagne yang dikutip Winkel (1999:322) “dalam mengelola
informasi baru dan mengkaitkannya dengan informasi lama selama informasi
tersebut berada dalam ingatan jangka pendek, siswa harus mengadakan organisasi
mental yang diekspresikan dalam bentuk verbal (perumusan bahasa yang
memadai)”. Sedangkan menurut Dewa Ketut Sukardi (1997:115), “kemampuan
verbal merupakan suatu yang penting dalam semua aktivitas akademik dan non
akademis di sekolah menengah karena tes kemampuan verbal dapat dijadikan
prediktor yang terbaik secara keseluruhan terhadap bagaimana baiknya seseorang
melakukan di sekolah, terutama dalam mata pelajaran akademis”. Dari sekian teori
di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan verbal merupakan kecakapan
seseorang yang mensyaratkan keakraban dengan bahasa tertulis maupun lisan
untuk menyimak, menelaah isi dari suatu pernyataan sehingga dapat mengambil
suatu kesimpulan.
b. Tes Kemampuan Verbal
Tes kemampuan verbal merupakan tes yang mengungkapkan
kemampuan untuk memahami konsep kata-kata (verbal). Tes kemampuan verbal
merupakan aspek dari tes IQ (Intelligence Quotient) yang diberikan kepada siswa.
Adapun variasi soal tes verbal berdasarkan Scholastic Aptitude Test (SAT) dalam
Rita L. Atkinson (1987:146) meliputi antonyms (menguji tingkat perbendaharaan
kata berupa lawan kata), analogies (menguji kemampuan untuk melihat
hubungan dalam pasangan kata, untuk memahami ide yang diekspresikan dalam
hubungan tersebut, dan menggali hubungan yang serupa atau paralel), sentence
completion (menguji kemampuan mengenali hubungan di antara bagian suatu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
kalimat) and reading passages (menguji kemampuan untuk memahami pesan
tertulis). Sedangkan berdasarkan tes Stanford-Binet Intelligence Scale komponen
tes kemampuan verbal meliputi: vocabulary (perbendaharaan kata),
comprehension (pemahaman), absurdities (keganjilan), and verbal relation
(hubungan verbal).
Dalam tes kemampuan verbal ini akan mengungkapkan bagaimana baiknya
seseorang dapat memahami ide-ide yang diekspresikan dengan menggunakan kata-
kata, dan bagaimana seseorang dapat berpikir dan menalar dengan kata-kata. Semakin
tinggi kemampuan verbalnya maka makin tinggi pula prestasi belajar yang dicapai,
sebaliknya semakin rendah kemampuan verbalnya maka makin rendah pula prestasi
belajar yang dicapai. Siswa yang memperoleh skor rata-rata lebih tinggi hendaknya
mempertimbangkan untuk mempersiapkan diri dan mengambil pekerjaan atau tugas-
tugas lainnya. Jenis-jenis tugas atau pekerjaan tersebut akan membantu seseorang
memikirkan yang lainnya dimana penalaran verbal dan pemahaman bersifat esensial.
Beberapa komponen yang mencakup dalam kemampuan verbal seseorang
yang akan di tes antara lain: Pertama; perbendaharaan kata yaitu siswa dapat
menunjukkan suatu kata yang bukan termasuk golongan atau tidak memiliki
persamaan kata dalam kelompok kata. Kedua; persamaan kata yaitu siswa dapat
menentukan persamaan kata dari suatu kata. Ketiga; lawan kata yaitu siswa dapat
mencari lawan kata dari suatu kata. Keempat; analogi verbal yaitu siswa dapat
menentukan hubungan secara analogi verbal, hubungan satu kata dengan yang
la innya membentuk sebuat kalimat logis. Kelima; sifat-sifat yang sama yaitu
siswa dapat menyebutkan benda-benda yang mempunyai sifat yang sama.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
8. Prestasi Belajar Fisika
a. Pengertian Prestasi Belajar
Berhasil tidaknya seseorang dalam belajar dapat diketahui dengan
dilakukan evaluasi untuk mengetahui prestasi setelah proses belajar mengajar
berlangsung. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989: 700) “prestasi
adalah hasil yang telah dicapai (dari yang telah dilakukan, dikerjakan, dan
seterusnya)”. Sedangkan menurut Muhibbin Syah (2005:141) “pengertian prestasi
belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan
oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang
diberikan oleh guru. Prestasi dapat dikatakan sebagai hasil yang telah dicapai oleh
siswa dalam belajar sesuai dengan kriteria yang ditetapkan.
Sedangkan menurut Winkel (1999: 51) mengartikan bahwa “prestasi
adalah bukti keberhasilan usaha yang dapat dicapai”. Prestasi belajar dapat dilihat
dari perubahan-perubahan dalam pengertian, pengalaman keterampilan, serta nilai
sikap yang bersifat konstan dan berbekas. Perubahan ini dapat berupa sesuatu
yang baru atau penyempurnaan sesuatu hal yang telah dimiliki atau dipelajari
sebelumnya. Sementara itu Supriyono (2010:5) menyebutkan bahwa “hasil
belajar/ prestasi belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-
pengertian, sikap-sikap, apresiasi, dan keterampilan”. Lebih lanjut Supriyono
menjelaskan bahwa hasil belajar adalah perubahan secara keseluruhan bukan
hanya salah satu aspek potensi kemanusian saja. Artinya, hasil pembelajaran tidak
dilihat secara fragmentaris atau terpisah, melainkan komprehensip.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
Menurut taksonomi Bloom dkk. (1956), hasil belajar terdiri dari tiga
domain (Dimyati dan Mudjiono, 2002: 26-32), yaitu:
1) Domain kognitif, berhubungan dengan kemampuan intelektual
Ada enam tingkatan domain kognitif dari yang sederhana sampai yang
lebih kompleks, yaitu: 1) pengetahuan, yaitu kemampuan mengingat materi
pelajaran yang telah dipelajari sebelumnya; 2) pemahaman, seperti menafsirkan,
menjelaskan, atau meringkas; 3) penerapan, yaitu kemampuan menafsirkan atau
menggunakan materi pelajaran yang telah dipelajari ke dalam situasi baru atau
konkret; 4) analisis, yaitu kemampuan menguraikan atau menjabarkan sesuatu ke
dalam komponen-komponen atau bagian-bagian sehingga susunannya dapat
dimengerti; 5) sintesis, yaitu kemampuan menghimpun bagian-bagian ke dalam
suatu keseluruhan; 6) evaluasi, yaitu kemampuan menggunakan pengetahuan
untuk membuat penilaian terhadap sesuatu berdasarkan kriteria tertentu.
2) Domain afektif, berhubungan dengan perhatian, sikap, dan nilai
Domain ini mempunyai lima tingkatan dari yang sederhana sampai kepada
yang lebih kompleks, yaitu: 1) penerimaan (receiving), yaitu kepekaan menerima
rangsangan (stimulus) baik berupa situasi maupun gejala; 2) penanggapan
(responding), berkaitan dengan reaksi yang diberikan seseorang terhadap stimulus
yang datang; 3) penilaian (valuing), berkaitan dengan nilai dan kepercayaan
terhadap gejala atau stimulus yang datang; 4) organisasi (organization ), yaitu
penerimaan terhadap berbagai nilai yang berbeda berdasarkan suatu sistem nilai
tertentu yang lebih tinggi; 5) karakteristik nilai (characterization by a value
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
complex), merupakan keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki
seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya.
3) Domain psikomotor, meliputi keterampilan motorik dan gerak fisik
Domain psikomotor mempunyai enam tingkatan dari yang sederhana
hingga yang lebih kompleks, maliputi: 1) persepsi, berkaitan dengan penggunaan
indera dalam melakukan kegiatan; 2) kesiapan melakukan pekerjaan, yaitu kesia-
pan melakukan suatu kegiatan, baik secara mental, fisik, maupun emosional; 3)
mekanisme, berkaitan penampilan respons yang sudah dipelajari; 4) respons
terbimbing, yaitu mengikuti atau mengulang perbuatan yang diperintahkan oleh
orang lain; 5) kemahiran, yaitu keterampilan yang sudah berkembang di dalam
diri individu sehingga siswa mampu memodifikasi pola gerakannya; 6) keaslian,
merupakan kemampuan menciptakan pola gerakan baru sesuai dengan situasi
yang dihadapi.
Dari beberapa teori yang dikemukakan oleh para ahli di atas, dapat
disimpulkan bahwa prestasi belajar merupakan hasil yang diperoleh siswa setelah
belajar dan mengikuti proses pembelajaran, yang meliputi aspek kognitif, afektif,
dan psikomotor. Namun dalam penelitian ini prestasi belajar dibatasi pada aspek
kognitif dan afektif saja.
a. Fungsi Prestasi Belajar
Prestasi belajar dalam kehidupan manusia pada tingkat dan jenis
tertentu dapat memberi kepuasan, khususnya mereka yang berada dibangku
sekolah yaitu siswa-siswa. Prestasi belajar sangat penting artinya bagi kita pada
dunia pendidikan karena prestasi belajar mempunyai beberapa fungsi utama.
Menurut Zainal Arifin (1989:136), “prestasi belajar mempunyai beberapa fungsi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
utama antara lain: 1) prestasi belajar sebagai indikator kualitas dan kuantitas
pengetahuan yang telah dikuasai siswa; 2) prestasi belajar sebagai lambang
pemuasan hasrat ingin tahu siswa; 3) prestasi belajar sebagai bahan informasi
dalam inovasi pendidikan; 4) prestasi belajar sebagai indikator produktivitas suatu
institusi pendidikan. 5) prestasi belajar dapat dijadikan indikator daya serap siswa
atau kecerdasan siswa”.
Jadi, prestasi belajar tidak hanya berfungsi sebagai indikator
keberhasilan dalam belajar bidang tertentu saja tetapi juga berfungsi sebagai
indikator kualitas sebuah institusi pendidikan. Berdasarkan fungsi belajar di atas
maka betapa pentingnya mengetahui prestasi belajar siswa, baik kognitif, afektif,
maupun psikomotor karena dapat menjadi umpan balik bagi guru dalam
melaksanakan proses pembelajaran dikelas. Dengan demikian, guru dapat
membuat evaluasi pembelajaran demi keberhasilan pembelajaran tersebut.
9. Materi Fisika: Getaran dan Gelombang
a. Getaran
1) Pengertian Getaran
Jika kamu pernah berada di stasiun kereta api, ketika kereta api datang
atau lewat, kamu akan merasakan tanah atau lantai yang kamu injak terasa
bergetar. Getaran juga dapat kita rasakan ketika kita memegang stang sepeda
motor, kemudian ketika mesin sepeda motor dihidupkan, maka akan kita rasakan
adanya getaran. Getaran juga terjadi pada kaca-kaca jendela rumah ketika terjadi
petir yang kuat. Bahkan getaran sangat kuat yang terjadi dari ledakan sebuah bom
mampu merobohkan gedung-gedung. Selain itu, contoh lain peristiwa getaran
dalam kehidupan sehari-hari yang sering kita lihat adalah diantaranya getaran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
pada bandul jam dinding, beduk yang dipukul, getaran tanah akibat gempa bumi,
membran tipis yang ditiup, serta pegas/per yang diberi beban dan digantung.
Dari beberapa contoh peristiwa getaran di atas, maka getaran
didefinisikan sebagai gerak bolak-balik melalui titik setimbang
(Holiday,1985:442). Satu getaran didefinisikan sebagai satu kali bergetar penuh,
yaitu dari titik awal ke titik akhir hingga kembali lagi ke titik awal. Getaran
menghasilkan sebuah energi dan momentum. Jika energi berpindah dari suatu
sumber getar ke ruang di sekitarnya, maka akan dihasilkan gelombang. Oleh
karena itu pembahasan getaran erat kaitannya dengan gelombang. Menurut
Ganijanti Aby Sarojo (2002), setiap gerak berulang (bolak-balik) melalui titik
setimbangnya yang tetap dalam interval waktu yang tetap dinamakan gerak
periodik. Jika gerak berulang ini melalui lintasan yang sama, kecil dan lurus
disebut getaran (Sarojo, 2002:196).
2) Amplitudo Getaran
Amplitudo adalah simpangan terjauh dari suatu getaran. Besar amplitudo
mempengaruhi kuat getaran. Semakin besar amplitudo akan semakin kuat getaran
yang dihasilkan. Pada gambar 2.1 ditunjukan contoh getaran bandul sederhana.
Bandul dikatakan bergetar satu kali getaran adalah ketika suatu benda atau bandul
bergerak dari titik A-B-C-B-A atau dari titik B-C-B-A-B. Bandul tidak pernah
melewati lebih dari titik A atau titik C karena titik tersebut merupakan simpangan
terjauh. Simpangan terjauh yang ditempuh oleh suatu benda dalam bergerak bola-
balik disebut amplitudo (Bueche, 1989:98). Di titik A dan C benda akan berhenti
sesaat sebelum kembali lagi bergerak. Contoh simpangan terjauh atau amplitudo
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
adalah jarak B-A atau jarak B-C. Sedangkan jarak tertentu yang ditempuh oleh
suatu benda ketika bergerak bolak-balik yang melalui titik setimbang disebut
simpangan (Bueche, 1989:98).
Simpangan pada contoh gambar di atas selalu berubah sejalan dengan
perubahan kedudukan bandul yang setiap saat berubah-ubah. Pada saat bandul
berada di titik A atau C, simpangannya merupakan simpangan maksimum.
Sedangkan pada saat bandul berada pada titik kesetimbangan yaitu titik B,
simpangannya minimum yaitu sama dengan nol. Amplitudo getaran bandul
semakin lama semakin mengecil, hal ini dikarenakan bandul dapat bergerak dari
titik A ke titik C melewati titik B disebabkan bandul mempunyai masa dan ditarik
oleh gaya grafivitasi bumi. Gaya gravitasi ini bekerja pada bandul di setiap posisi
berarah ke bawah. Dengan demikian, dalam pergerakannya bandul akan
mengalami hambatan dari gaya gravitasi bumi. Hambatan ini akhirnya akan
mampu menghentikan getaran bandul sehingga bandul berada dalam titik
keseimbangannya yaitu di titik B. Getaran merupakan jenis gerak yang mudah
kamu jumpai dalam kehidupan sehari-hari, baik gerak alamiah maupun buatan
Gambar 2.1 Bandul sederhana
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
manusia. Dalam konsep getaran dikenal beberapa ciri-ciri atau besaran-besaran
penting dalam getaran. Adapun ciri-ciri getaran yaitu ditandai adanya amplitudo,
simpangan, frekuensi, dan periode.
3) Periode dan Frekuensi Getaran
Berdasarkan gambar 2.1 di atas, ketika bandul disimpangkan kemudian
dilepaskan maka bandul tersebut akan bergerak bolak-balik melalui titik
setimbangnya. Hal ini berarti bahwa bandul akan melakukan sejumlah getaran
setiap sekonnya. Jadi, frekuensi adalah banyaknya getaran yang dilakukan tiap
satu satuan waktu (Bueche, 1989:98). Frekuansi diberi lambang (f) dengan satuan
dalam SI adalah Hertz. Hertz diambil nama seorang ilmuan Fisika Heinrich Hertz
(1857-1894). Karena jasa-jasanya, namanya diabadikan dalam satuan frekuensi
yaitu Hertz. Besar frekuensi getar dapat ditentukan dengan rumus:
tn
f ..................................... (2.1)
Keterangan: f = frekuensi (1 getaran per sekon atau Hz), n= banyaknya getaran,
t = waktu melakukan getaran (s)
Pada gambar 2 .1 bandul akan melakukan sejumlah getaran setiap
sekonnya. Jika kita membagi waktu getaran dengan jumlah getaran ternyata
diperoleh hasil yang tetap, dan waktu tersebut disebut dengan periode. Sejumlah
getaran yang dilakukan setiap sekon disebut frekuensi getaran. Untuk melakukan
satu kali getaran, bandul membutuhkan waktu tertentu. Waktu yang dibutuhkan
untuk melakukan satu kali getaran disebut periode (Bueche, 1989:98). Periode
getaran dapat ditentukan dengan menggunakan rumus berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
nt
T ..................................... (2.2)
Hubungan frekuensi dan periode dapat dirumuskan sebagai berikut.
fT
1 atau
Tf
1 ..................................... (2.3)
b. Getaran Harmonik Sederhana
Getaran harmonik sederhana adalah getaran yang dipengaruhi gaya yang
arahnya selalu menuju ke satu titik dan besarnya sebanding dengan
simpangannya. Salah satu contoh getaran harmonik sederhana adalah ayunan
bandul sederhana dan getaran pada pegas.
1) Ayunan Bandul Sederhana
Getaran pada ayunan terjadi karena adanya gaya pemulih (F), yaitu gaya
yang menyebabkan benda kembali ke keadaan semula. Sebuah bandul sederhana
terdiri atas sebuah beban bermassa m yang digantung di ujung tali ringan
(massanya dapat diabaikan) yang panjangnya l. Jika beban ditarik ke satu sisi dan
dilepaskan, maka beban berayun melalui titik keseimbangan menuju ke sisi yang
la in. Jika amplitudo ayunan kecil, maka bandul melakukan getaran harmonik.
Periode dan frekuensi getaran pada bandul sederhana sama seperti pada pegas.
Artinya, periode dan frekuensinya dapat dihitung dengan menyamakan gaya
pemulih dan gaya sentripetal.
Gambar 2.2 Gaya pada ayunan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
Persamaan gaya pemulih pada bandul sederhana adalah F = -mg sin .
Untuk sudut kecil ( dalam satuan radian), maka sin = . Oleh karena itu
persamaannya dapat ditulis F = -mg ( ). Karena persamaan gaya sentripetal
adalah = 4 . , maka Anda peroleh persamaan sebagai berikut. 4 . = -mg ( ) 4 . = ( )
2 = 14 2. ( )
= 4 2
= 12 ..................................... (2.4)
Karena T = 1/f , maka:
= 2 ..................................... (2.5)
Periode dan frekuensi bandul sederhana tidak bergantung pada massa dan
simpangan bandul, tetapi hanya bergantung pada panjang tali dan percepatan
gravitasi setempat.
2) Getaran Pada Pegas
Gerak pegas menyebabkan benda bergerak bolak-balik melalui titik
setimbang, yang disebut sebagai gerak harmonik. Gerak harmonik mengarah pada
titik kesetimbangan. Pegas mempunyai panjang alami, dimana pegas tidak
memberikan gaya pada benda. Posisi benda pada titik tersebut disebut setimbang.
Jika pegas direntangkan ke kanan, pegas akan memberikan gaya pada benda yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
bekerja dalam arah mengembalikan massa ke posisi setimbang. Gaya ini disebut
gaya pemulih, yang besarnya berbanding lurus dengan simpangannya.
Gambar 2.3 Analisis gerak harmonik pada pegas
Ketika pegas yang awalnya ditarik sejauh x, seperti pada Gambar 2.3
kemudian dilepaskan. Berdasarkan Hukum Hooke, pegas memberikan gaya pada
massa yang menariknya ke posisi setimbang. Karena massa dipercepat oleh gaya
pemulih, maka massa akan melewati posisi setimbang dengan kecepatan cukup
tinggi. Pada saat melewati titik kesetimbangan, gaya yang bekerja pada massa
sama dengan nol, karena x = 0 , sehingga F = 0, tetapi kecepatan benda terus
bergerak ke kiri, gaya pemulih berubah arah ke kanan dan memperlambat laju
benda tersebut dan menjadi nol ketika melewati titik setimbang dan berhenti
sesaat di x = A . Selanjutnya, benda bergerak ke kiri dan seterusnya bergerak
bolak-balik melalui titik setimbang secara simetris antara x = A dan x = -A.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
Gerak harmonik pegas pada dasarnya merupakan proyeksi gerak
melingkar pada salah satu sumbu utamanya, sehingga periode dan frekuensi dapat
ditentukan dengan menyamakan gaya pemulih dengan gaya sentripetal. = . ..................................... (2.3) . = . ..................................... (2.3) = . ..................................... (2.6)
Karena = , maka:
= . ..................................... (2.3)
= . ..................................... (2.3)
2 = . 4 2..................................... (2.3)
= 2 . ..................................... (2.7)
Besarnya frekuensi dapat dihitung dari persamaan (2.7), karena f = 1/T, maka:
= . ..................................... (2.8)
Dengan T = periode (sekon), m = massa beban (kg), k = konstanta pegas
(N/m), f = frekuensi (Hz).
3) Simpangan, Kecepatan dan Percepatan
Simpangan getaran adalah jarak benda yang sedang bergetar terhadap
titik setimbang. Untuk memahami konsep simpangan pada getaran, disajikan pada
Gambar 2.4!
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
Gambar 2.4 Lingkaran yang bergerak melingkar beraturan.
Pada gambar di atas, nampak pada bagian kiri adalah sebuah lingkaran
yang bergerak melingkar beraturan, sedangkan bagian lain merupakan
proyeksinya. Proyeksi ini merupakan contoh getaran harmonik seperti telah
dijelaskan di depan. Ketika lingkaran telah berputar sejauh , maka pada
proyeksinya akan terlihat simpangan (y), yang nilainya dapat ditentukan sebagai
berikut.
Gambar 2.5 Segitiga AOB
Berdasarkan gambar segitiga di atas, nilai y = R sin . Jari-jari R pada
gerak melingkar beraturan (GMB) dapat dicermati kembali, dan jika
diproyeksikan dalam getaran harmonik jari-jari R akan menjadi amplitudo (A),
sehingga nilai simpangannya adalah sebagai berikut.
y = A sin ..................................... (2.9)
Perlu diingat bahwa adalah sudut yang ditempuh pada GMB, maka
= .t , dengan merupakan besar sudutnya.
Sehingga: y = A sin
y = A sin t ..................................... (2.10)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
Pada GMB: = 2 /T atau = 2 f
Sehingga: y = A sin 2 . t ..................................... (2.11)
Pada Gambar 2.6 di bawah ini! Proyeksi v pada sumbu y biasa disebut
sebagai vy yang merupakan kecepatan getaran.
Gambar 2.6 Vektor kecepatan pada GMB
Pada gambar 2.6 di atas, secara analitis dapat dijabarkan sebagai berikut:
vy = v sin (90 + ) atau
vy = v cos ..................................... (2.12)
Pada GMB kecepatan v = . , atau jika diterapkan pada getaran dimana R = A,
akan diperoleh v = .A. Jadi, kecepatan getaran dapat dituliskan sebagai berikut.
vy = A cos . karena = t, maka:
vy = A cos .t atau
vy = 2 fA cos 2 ft ..................................... (2.13)
Persamaan ini berlaku jika getaran dimulai dari titik setimbang.
(a) (b)
Gambar 2.7 (a) Vektor percepatan sentrifugal. (b) Uraian Vektor as
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
Pada Gambar 2.7 melukiskan vektor percepatan sentripetal (as) pada
GMB. Bila vektor as ini dilukiskan secara tersendiri, maka akan diperoleh seperti
Gambar 2.7. Proyeksi as pada sumbu y biasa disebut dengan ay yang merupakan
percepatan getaran, secara analitis dapat dijabarkan sebagai berikut.
ay = as sin (180 - ) atau
ay = - as sin ..................................... (2.14)
Apabila Gambar 2.7 dicermati kembali, arah as selalu menuju pusat
lingkaran, sehingga pada gerak harmonik ay juga selalu menuju titik setimbang.
Karena as = ²R atau dalam getaran harmonik dimana R = A, maka as = ²A
sehingga diperoleh persamaan berikut.
ay = - ²Asin t atau
ay = -4 ²f²A sin2 f t ..................................... (2.15)
Persamaan ini juga berlaku untuk getaran yang dimulai dari titik
setimbang.
4) Gaya Getar
Setiap benda yang bergetar cenderung akan kembali ke titik
setimbangnya. Hal ini sejalan dengan Hukum II Newton (F = m a). Pada
pembahasan sebelumnya, telah diuraikan tentang percepatan getar (ay) yang selalu
mengarah ke titik setimbang. Jika pada benda bergetar massa benda
diperhitungkan. Jika ada percepatan (ay) dan ada massa (m) yang bergetar, sesuai
dengan Hukum II Newton, akan ditemukan besar gaya F dimana F = m.a. Hal ini
juga terjadi pada kasus getaran harmonik. Besarnya gaya yang meyebabkan benda
selalu tertarik ke arah titik setimbang adalah sebagai berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
F = -m. ay atau
F = -m . ².A.sin t ..................................... (2.16)
5) Energi Pada Getaran Harmonik
Energi yang dimiliki oleh benda yang bergetar harmonik terdiri dari
energi kinetik, energi potensial dan energi mekanik. Energi kinetik disebabkan
adanya kecepatan, energi potensial d isebabkan adanya simpangan atau posisi yang
berubah-ubah dan energi mekanik merupakan jumlah energi kinetik dan energi
potensial.
a) Energi Kinetik (Ek)
Energi yang dimiliki oleh benda yang bergerak, bila massa benda m dan
kecepatan benda v maka energi kinetik benda tersebut adalah Ek = 12 m .v2 .
Kecepatan yang dimiliki oleh getaran harmonik adalah v = . . . Sehingga
energi kinetik getaran harmonik adalah sebagai berikut.
v = 12 m [ cos ( )]2 atau
v = 12 m 2 2 cos2 ( ) ..................................... (2.17)
pada persamaan di atas menunjukan bahwa Ek adalah energi kinetik getaran (J), m
adalah massa benda (kg), t adalah waktu (s), A adalah amplitudo (m), adalah
sudut awal (o).
Apabila getaran harmonis terjadi pada pegas maka k = m. 2 sehingga
energi kinetiknya dapat dinyatakan sebagai berikut.
b) Energi Potensial (Ep)
Pada saat pegas disimpangkan sejauh x, maka pegas mempunyai energi
potensial.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
= 12 2 ..................................... (2.18)
Simpangan yang dimiliki oleh getaran harmonik adalah x = Asin ( t).
Sehingga energi potensial getaran harmonik dapat dinyatakan sebagai berikut. = 12 . . [ ( )]2..................................... (2.17)
= 12 . . 2 2( ) ..................................... (2.19)
Kita ketahui k = m. 2, maka energi potensial getaran harmonik menjadi
seperti berikut.
= 12 . . 2. 2 2( ) ..................................... (2.20)
Ep adalah energi potensial getaran harmonik (J), k adalah konstanta
getaran (N/m).
c) Energi Mekanik (Em)
Energi mekanik adalah jumlah energi kinetik dan energi potensial. = += 12 m 2 2 cos2 ( ) + 12 . . 2. 2 2( )
= 12 m 2 2 cos2 ( )+ 2( ) ............................ (2.21)
Karena cos²( ) + sin²( ) = 1 , maka energi mekanik getaran harmonik
dapat dinyatakan sebagai berikut.
= 12 m 2 2
= 12 k. 2 ..................................... (2.22)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
c. Gelombang
1) Pengertian Gelombang
Sebuah batu yang dilempar ke dalam kolam, dari titik tempat jatuhnya
batu tersebut timbul gelombang kecil yang bergerak menjauhi titik tempat terjatuh
batu membentuk sebuah lingkaran. Perhatikan juga senar gitar yang dipetik. Getar
senar tersebut dapat mengeluarkan bunyi sehingga kamu dapat mendengarnya dan
jika dipadukan bunyi senar ini akan menimbulkan suara yang harmonis. Kedua
contoh tersebut merupakan contoh-contoh gelombang dalam keseharian.
Gelombang dapat terjadi apabila suatu sistem diganggu dari posisi
kesetimbangannya dan gangguan itu merambat dari satu daerah sistem ke daerah
sistem la innya (Thaqibul, 2006:89). Jadi gelombang adalah getaran yang
merambat. Di dalam perambatannya tidak diikuti o leh berpindahnya partikel-
partikel perantaranya. Pada hakekatnya gelombang merupakan rambatan energi
(energi getaran). Dalam kehidupan sehari-hari, fenomena gelombang merupakan
suatu hal yang tidak asing lagi seperti gelombang lautan, gelombang radio, gempa
bumi, bunyi, cahaya, dan lain-lain.
Gambar 2.8 Contoh gelombang air
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
2) Jenis-Jenis Gelombang
Jenis-jenis gelombang dapat diklasifikasikan berdasarkan medium
perantara, dan arah getarannya. Berdasarkan medium perantaranya, gelombang
dibagi menjadi dua jenis, yaitu gelombang mekanik dan gelombang
elektromagnetik.
a) Gelombang mekanik; Gelombang mekanik adalah gelombang yang
memerlukan medium untuk merambat (Sears dan Zemansky, 2004: 1). Medium
rambat gelombang mekanik dapat berupa zat padat, zat cair maupun gas. Adapun
contoh dari gelombang mekanik adalah gelombang pada tali, gelombang air laut,
dan gelombang bunyi.
b) Gelombang elektromagnetik; Gelombang elektromagnetik adalah gelombang
yang dapat merambat tanpa melalui medium (Sears dan Zemansky, 2004: 1).
Gelombang elektromagnetik merupakan rambatan perubahan (getaran) medan
magnet dan medan listrik yang saling tegask lurus ke segala arah. Sebagai contoh,
kamu dapat melihat pertandingan bola piala Euro di Polandia-Ukrainia secara
langsung padahal jarak rumahmu ke negara tersebut sangat jauh. Kamu dapat
melihat acara TV tersebut karena adanya gelombang elektromagnetik. Siaran
pertandiangan bola di Polandia dipancarkan ke satelit bumi dan oleh satelit bumi
ini dipancarkan kembali ke bumi. Telivisimu dapat menangkap gelombang ini dan
mengubahnya menjadi gambar dan suara. Contoh lain dari gelombang
elektromagnetik adalah gelombang cahaya sinar matahari, dan gelombang radio.
Berdasarkan arah getarnya, gelombang dibagi menjadi dua jenis, yaitu
gelombang transversal dan gelombang longitudinal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
a) Gelombang transversal
Gelombang transversal adalah gelombang yang arah rambatnya tegak
lurus dengan arah getarnya (Sears dan Zemansky, 2004: 1). Suatu gelombang
dapat dikelompokkan menjadi gelombang transversal jika partikel-partikel
mediumnya bergetar ke atas dan ke bawah dalam arah tegak lurus terhadap gerak
gelombang. Contoh gelombang transversal adalah gelombang tali. Ketika tali
digerakkan naik turun, tampak bahwa tali bergerak naik turun dalam arah tegak
lurus dengan arah gerak gelombang. Berikut ini bentuk gelombang transversal.
Gambar 2.9 Bentuk gelombang transversal
Berdasarkan Gambar 2.9 di atas, tampak bahwa gelombang merambat ke
kanan pada bidang horisontal, sedangkan arah getaran naik-turun pada bidang
vertikal. Garis putus-putus yang digambarkan di tengah sepanjang arah rambat
gelombang menyatakan posisi setimbang medium (misalnya tali atau air).
Gambar di atas dapat diilustrasikan seperti pada gambar di bawah ini.
Gambar 2.10 Gelombang transversal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
Pada Gambar 2.10 Titik B dan F merupakan puncak gelombang, yaitu
titik-titik tertinggi gelombang. Titik D dan H merupakan dasar gelombang, yaitu
titik-titik terendah pada gelombang. Lengkungan ABC dan EFG disebut sebagai
bukit gelombang. Sedangkan cekungan CDE dan GHI disebut lembah gelombang.
Jarak BB’, DD’, FF’, dan HH’ merupakan amplitudo gelombang, yaitu simpangan
terbesar dari gelombang tersebut. Dalam konsep gelombang dikenal istilah
panjang gelombang. Panjang gelombang ( ) transversal didefinisikan sebagai
panjang satu lembah gelombang dan satu bukit gelombang (ABCDE), Jarak antara
dua puncak yang berdekatan (BCDEF) atau Jarak antara dua lembah yang
berdekatan (DEFGH). Gelombang transversal dapat diamati pada tali yang
digerakkan ke atas dan ke bawah. Pada tali akan terlihat arah getarannya adalah
naik-turun sedangkan arah rambatnya menuju ke depan atau tegak lurus arah
getar. Adapun contoh gelombang transversal antara lain gelombang permukaan
air, gelombang radio, gelombang pada tali, dan lain-la in.
b) Gelombang Longitudinal
Gelombang longitudinal dapat kita amati pada sebuah pegas panjang
(slinky) yang dapat dirapatkan dan direnggangkan. Pada gambar di bawah ini, jika
ujung slinky dirapatkan kemudian dilepaskan akan terlihat pola gelombang yang
berbeda dengan gelombang transversal. Pada gelombang longitudinal slinky
terlihat merapat, kemudian merenggang, dan seterusnya. Bagian yang merapat
dinamakan rapatan, sedang bagian yang renggang dinamakan renggangan.
Rapatan dan renggangan pada slinky akan merambat sepanjang slinky, dan arah
getaran berimpit dengan arah memanjang slinky.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
Gambar 2.11 Gelombang longitudinal pada slinky
Pada Gambar 2.11 di atas tampak bahwa arah getaran sejajar dengan arah
rambatan gelombang. Serangkaian rapatan dan regangan merambat sepanjang
pegas. Rapatan merupakan daerah di mana kumparan pegas saling mendekat,
sedangkan regangan merupakan daerah di mana kumparan pegas saling menjahui.
Pola gelombang yang arah getarannya berhimpit arah rambatnya inilah yang
dinamakan gelombang longitudinal. Jadi, gelombang longitudinal adalah
gelombang yang arah rambatnya sejajar atau searah dengan arah getarnya (Sears
dan Zemansky, 2004: 2). Jika gelombang tranversal memiliki pola berupa puncak
dan lembah, maka gelombang longitudinal terdiri dari pola rapatan dan regangan.
Pada gelombang longitudinal terdapat rapatan dan renggangan. Panjang
gelombang ( ) suatu gelombang longitudinal didefinisikan sebagai jarak satu
rapatan dan satu renggangan, atau jarak antara dua rapatan yang berdekatan, atau
jarak antara dua renggangan yang berdekatan. Adapun contoh lain gelombang
longitudinal adalah gelombang bunyi, dan gelombang slinky yang ditarik maju
dan mundur.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
c) Hubungan Antara Periode, Frekuensi dan Cepat Rambat Gelombang
Gelombang merupakan getaran yang merambat. Dalam pembahasan
gelombang juga dikenal istilah frekuensi, periode, panjang gelombang, dan cepat
rambat gelombang. Hubungan antara panjang gelombang, frekuensi, periode, dan
cepat rambat gelombang dapat dirumuskan sebagai berikut (Bueche, 1989:174):
Tv atau fv .....................................(2.23)
Keterangan:
v = cepat rambat gelombang (m/s)
= panjang gelombang (m)
T = periode gelombang (s)
f = frekuansi gelombang (Hz)
d) Pemantulan Gelombang
Gelombang memiliki sifat atau karakteristik tertentu. Sifat gelombang
tersebut antara lain: dapat dibiaskan, dapat terpolarisasi, dapat mengalami
interferensi, dapat mengalami difraksi, dan dapat mengalami pemantulan. Pada
saat kamu berteriak di lereng sebuah bukit, kamu akan mendengar suaramu
kembali setelah beberapa saat. Hal ini membuktikan bahwa bunyi dapat
dipantulkan. Bunyi merupakan salah satu contoh gelombang mekanik. Dalam
kehidupan sehari-hari, kamu sering melihat pemantulan gelombang air kolam oleh
dinding kolam, ataupun gelombang ombak laut oleh pinggir pantai. Dapat
diterimanya gelombang radio dari stasiun pemancar yang sedemikian jauh juga
menunjukkan bahwa gelombang radio dapat dipantulkan atmosfer bumi. Untuk
mempelajari pemantulan gelombang, disajikan Gambar 2.12.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
Gambar 2.12 Pemantulan gelombang pada tali.
Jika seutas tali yang salah satu ujungnya diikatkan pada tiang digetarkan
maka akan terjadi gelombang pantulan yang merambat sepanjang tali dengan arah
berlawanan dengan arah semula. Contoh pemantulan gelombang dan
pemanfaatannya adalah sebagai berikut. a) Gelombang air laut dipantulkan oleh
pantai sehingga ada gelombang air laut yang menuju ke tengah laut. b)
Gelombang bunyi dipantulkan oleh dinding atau tebing sehingga terjadi gema. c)
Pemantulan gelombang bunyi oleh dasar laut dapat dimanfaatkan un-tuk
menentukan kedalaman laut dengan menggunakan sistem sonar. Pada pemantulan
gelombang elektromagnetik oleh suatu benda dapat dimanfaatkan untuk
mendeteksi benda tersebut dengan menggunakan sistem radar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
10. Materi Alat Ukur Panjang, Massa dan Waktu
Fisika merupakan ilmu pengetahuan yang didasarkan pada eksperimen.
Dalam eksperimen tersebut dilakukan pengamatan, pengukuran, analisis dan
pembuatan laporan hasil eksperimen. Untuk memperoleh data yang akurat dalam
eksperimen, diperlukan pengukuran dan penulisan hasil pengukuran dalam satuan
yang benar serta sesuai dengan aturan penulisan angka penting. Pengukuran
merupakan proses membandingkan nilai besaran yang belum diketahui dengan
nilai standar yang sudah ditetapkan. Untuk mendapatkan pengukuran yang akurat,
maka perlu untuk memperhatikan beberapa aspek pengukuran. Selain itu, penting
juga untuk memilih instrument yang sesuai. Beberapa aspek pengukuran antara
lain: ketepatan, kalibrasi alat, ketelitian, dan kepekaan. Alat ukur yang digunakan
dalam penelitian ini antara lain: alat ukur panjang, massa, dan waktu.
a. Alat Ukur Panjang
Salah satu alat ukur panjang adalah mistar. Mistar mempunyai banyak
jenis pula diantaranya mistar ukuran 15 cm, ukuran 30 cm dan ukuran 50 cm.
Pada mistar 30 cm terdapat dua gores/ strip pendek berdekatan yang merupakan
skala terkecil dengan jarak 1 mm atau 0,1 cm. Ketelitian mistar tersebut adalah
setengah dari skala terkecilnya. Jadi ketelitian atau ketidakpastian mistar adalah
(½ x 1 mm) = 0,5 mm atau 0,05 cm. Gambar 2.7. merupakan gambar mistar
ukuran 30 cm.
Gambar 2.13 Mistar Ukuran 30 cm
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
Untuk menghindari kesalahan pembacaan hasil pengukuran akibat
paralaks (beda kemiringan dalam melihat) maka ketika membaca skala mistar,
mata harus melihat tegak lurus terhadap skala. Gambar 2.14 merupakan contoh
hasil pengukuran yang berbeda karena beda kemiringan dalam melihat.
Gambar 2.14 Hasil Pengukuran Akibat Paralaks
Kesalahan paralaks dapat dihindari dengan mengikuti kaidah cara
pengukuran yang benar sesuai yang ditunjukkan pada gambar 2.14. Dalam
penelitian ini, mistar merupakan salah satu alat ukur panjang yang digunakan
untuk melakukan percobaan Getaran dan gelombang. Karena pentingnya
penggunaan alat ukur ini sebagai sarana untuk mempelajari materi Getaran dan
gelombang maka kemampuan siswa dalam menggunakan alat ukur ini sangat
penting untuk diperhatikan. Jika siswa telah mampu menggunakan alat ukur ini
dengan baik maka siswa tidak akan mengalami kesulitan dalam mempelajari
materi Getaran dan gelombang, khususnya pada saat melakukan percobaan
Getaran dan gelombang di laboratorium. Mistar yang digunakan dalam percobaan
ini adalah mistar yang berukuran 30 cm dan 100 cm.
Selain mistar, alat ukur panjang dalam penelitian ini digunakan alat ukur
meteran. Meteran adalah salah satu alat ukur panjang yang skalanya lebih besar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
dari pada mistar. Meteran diambil dari kata meter yang merupakan satuan dari
besaran panjang. Meter adalah satuan dasar untuk ukuran panjang dalam sistem
SI. Satuan ini didefinisikan sebagai jarak yang ditempuh dalam perjalanan cahaya
di ruang hampa (vakum) selama 1/299.792.458 detik. Satuan meter disingkat
menggunakan simbol (m). Meter bisa ditulis sebagai metre dalam bahasa Inggris,
atau meter dengan ejaan Amerika. Patut diperhatikan bahwa definisi meter
sebagai satuan dasar panjang adalah bergantung dari definisi detik, seperti yang
ditunjukan oleh persamaan di atas. Berikut ini contoh gambar meteran.
Gambar 2.15 Alat ukur meteran
Meteran mempunyai banyak jenis pula diantaranya meteran ukuran 1
meter, ukuran 2 m dan ukuran 5 m, dan seterusnya. Pada meteran ukuran 1 meter
terdapat dua gores/strip pendek berdekatan yang merupakan skala terkecil dengan
jarak 1 cm. Ketelitian meteran tersebut adalah setengah dari skala terkecilnya.
Jadi ketelitian atau ketidakpastian meteran adalah (½ x 1 cm) = 0,5 cm.
b. Alat Ukur Massa
Untuk mengukur masssa benda, dapat digunakan timbangan dacin,
timbangan pasar, neraca Ohauss dua lengan dan tiga lengan, timbangan massa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
badan, serta neraca digital. Pada percobaan Getaran dan gelombang, alat ukur
massa yang digunakan adalah neraca Ohauss tiga lengan. Alasan mengapa
memilih neraca Ohauss tiga lengan adalah karena batas ketelitian alat ukur massa
tersebut relatif kecil, yaitu 0,1 gram. Wujud neraca Ohauss tiga lengan dapat
dilihat pada Gambar 2.16. Neraca Ohauss tiga lengan terdiri dari:
1) Penyangga beban yang digunakan untuk menempatkan benda yang akan
diukur.
2) Lengan neraca yang terdiri atas tiga lengan, antara lain: lengan belakang yang
memiliki skala dari 0–100 gram, dengan jarak antar skala 10 gram (0,10,20, ...,
100 gram); lengan tengah yang memiliki skala dari 0–500 gram, dengan jarak
antar skala adalah 100 gram (0,100, 200, ..., 500 gram); dan lengan depan yang
memiliki skala dari 0 – 10 gram, dengan jarak antar skala adalah 0,1 gram.
3) Pemberat (anting) yang diletakkan pada masing-masing lengan yang dapat
digeser-geser dan sebagai penunjuk hasil pengukuran.
4) Titik 0, yang digunakan untuk menentukan titik kesetimbangan.
Gambar 2.17 Neraca Ohauss Tiga Lengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
Gambar 2.18 Hasil Pengukuran dengan Neraca Ohauss Tiga Lengan
Gambar 2.18 merupakan contoh hasil pengukuran massa benda dengan
menggunakan neraca Ohauss tiga lengan. Cara menentukan hasil pengukuran
massa benda adalah dengan menjumlahkan skala yang ditunjukkan pada skala
lengan depan, tengah, dan belakang. Cara pembacaan hasil pengukuran pada
Gambar 2.18 (bawah) adalah 400 gram + 40 gram + 2,4 gram = 442,4 gram. Pada
percobaan Getaran dan gelombang, neraca Ohauss tiga lengan digunakan untuk
mengukur massa benda (logam) sebagai beban yang digantung pada tali.
Selain neraca duduk, alat ukur massa bisa menggunakan alat ukur neraca
pegas (dinamometer). Neraca pegas adalah timbangan sederhana yang
menggunakan pegas sebagai alat untuk menentukan massa benda yang diukurnya.
Neraca pegas mengukur ketegangan pegas, yang sebenarnya adalah tekanannya.
Wujud neraca pegas ditunjukkan pada Gambar 2.19.
Gambar 2.19 Neraca Pegas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
Neraca pegas dilengkapi dengan dua jenis skala, yaitu skala satuan
besaran massa (kilogram) dan skala satuan besaran gaya (newton). Hal ini berarti,
neraca pegas dapat digunakan untuk mengukur massa dan berat benda. Adapun
cara menggunakan neraca pegas adalah: benda yang akan diukur massanya,
digantung pada pengait neraca; skala yang ditunjukkan oleh penunjuk neraca
sama dengan nilai massa benda yang diukur; misal, skala satuan besaran massa
yang ditunjukkan oleh penunjuk neraca adalah lima, berarti massa benda tersebut
adalah lima kilogram. Pada percobaan getaran dan gelombang, neraca pegas
digunakan untuk mengukur berat benda yang digantung pada pegas.
c. Alat Ukur Waktu
Dalam setiap aktivitas, manusia selalu menggunakan batasan waktu.
Contohnya proses belajar mengajar Fisika waktunya 90 menit, istirahat sekolah 15
menit. Batasan-batasan waktu ini biasanya digunakan jam biasa (lihat Gambar
2.20). Pada jam biasa/dinding hanya terdiri tiga jarum yaitu jarum yang
menunjukan jam, menit dan detik. Pada Gambar 2.20 di bawah ini menunjukan
pukul 10 lebih 10 menit, lebih 30 detik.
Gambar 2.20 Jam dinding
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
Pada jam dinding terdapat kelemahan yaitu tidak dapat mengukur waktu
yang relatif singkat (dalam detik atau seper-seratus detik). seperti mengukur
periode ayunan?. Untuk kejadian ini dapat digunakan pengukur waktu yang dapat
dikendalikan yaitu stopwatch (lihat Gambar 2.21). Ada beberapa jenis stopwatch
yang sering digunakan, yaitu ada stopwatch manual dan ada juga stopwatch
digital. Stopwatch digital terdiri atas tiga komponen yaitu start/stop, reset dan
pengatur. Pada stopwatch digital hasil pembacaan stopwatch digital dapat
langsung terbaca nilainya, dalam hal ini stopwatch terdiri dari bagian menit, detik
dan seperseratus detik. Untuk stopwatch manual biasanya menggunakan jarum,
maka pembacanya sesuai dengan penunjukkan jarum. Pada Gambar 2.22
merupakan stopwatch manual, pada gambar tersebut diperlihatkan stopwatch yang
memiliki tiga jarum penunjuk. Jarum panjang menunjukan menit, jarum pendek
bagian bawah menunjukan detik dan jarum pendek bagian atas menunjukan
seperseratus detik.
Gambar 2.21 Stopwatch Digital Gambar 2.22 Stopwatch Manual
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
B. Penelitian Yang Relevan
Penelitian ini sebagian mereplikasi penelitian-penelitian terdahulu. Dari
hasil penelusuran yang telah dilakukan, ada beberapa penelitian yang membahas
tentang penerapan model Contextual teaching learning (CTL), metode
eksperimen dan metode POE, kemampuan verbal dan kemampuan menggunakan
alat. Diantara sekian banyak penelitian yang terkait dengan judul yang penulis
bahas diantaranya adalah:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Sriani (2010) yang berjudul “Pembelajaran
Fisika Berbasis Masalah dengan Metode Eksperimen dan Demonstrasi Ditinjau
dari Sikap Ilm iah dan Kreativitas Siswa pada Materi Pokok Listrik Dinamis”.
Pada penelitian tersebut mempunyai kelebihan yaitu pembelajaran
dengan metode eksperimen mampu meningkatkan prestasi belajar Fisika
dibanding pembelajaran dengan metode demonstrasi. Sedangkan kelemahan
pembelajaran dengan metode demonstrasi kurang mampu meningkatkan prestasi
belajar Fisika karena siswa kurang aktif dalam pembelajaran, siswa hanya melihat
pertunjukkan/peragaan saja, sehingga tantangan dan kesan yang diperoleh selama
KBM kurang tertanam. Pada penelitian yang akan peneliti lakukan mempunyai
persamaan pada metode pembelajaran yang digunakan yaitu eksperimen.
Sedangkan perbedaan dengan yang peneliti lakukan pada pendekatan
pembelajaran yaitu pendekatan kontekstual, dan variabel moderator yaitu
kemampuan menggunakan alat ukur dan kemampuan verbal siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
2. Penelitian yang dilakukan Daimul Khasanah (2010) dengan judul
“Pembelajaran Fisika Berbasis Masalah dengan Menggunakan Metode
Eksperimen dan Demontrasi ditinjau dari Kemampuan Menggunakan Alat Ukur
dan Sikap Ilmiah Siswa”.
Penelitian tersebut mempunyai kelebihan yaitu pembelajaran dengan
metode eksperimen mampu meningkatkan prestasi belajar Fisika dibanding
pembelajaran dengan metode demonstrasi. Sedangkan kelemahan pembelajaran
dengan metode demonstrasi kurang mampu meningkatkan prestasi belajar Fisika
karena siswa kurang aktif dalam pembelajaran, siswa hanya melihat
pertunjukkan/peragaan saja. Selain itu kelemahan dalam penelitian ini adalah
bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan antara kemampuan menggunakan alat
dengan prestasi belajar siswa. Pada penelitian yang akan peneliti lakukan
mempunyai kesamaan yaitu metode pembelajaran eksperimen dan variabel
moderator yang ditinjau ya itu kemampuan menggunakan alat. Sedangkan
perbedaannya terletak pada pendekatan pembela jaran, penggunaan metode
pembelajaran, materi yang digunakan, serta tinjauan sikap ilmiah siswa. Adapun
yang digunakan peneliti adalah pembelajaran kontekstual, menggunakan metode
eksperimen dan POE serta meninjau kemampuan verbal siswa.
3. Penelitian yang dilakukan Dimas candra atmaja (2007) dengan judul “Prestasi
Belajar Siswa ditinjau dari Kemampuan Verbal, Kemampuan Penalaran, dan
Kemampuan Awal”.
Penelitian tersebut memiliki kelebihan diantaranya kemampuan verbal
mempunyai kontribusi terbesar dalam menentukan tinggi atau rendahnya prestasi
belajar teori asam basa Arhenius dengan sumbangan relatif (SR) = 92,66%.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
Persamaannya dengan penelitian ini terletak pada variabel moderator yang
ditinjau ya itu kemampuan verbal siswa. Perbedaannya terletak pada pendekatan
pembelajaran, penggunaan metode pembelajaran, materi yang dugunakan, serta
tinjauan kemampuan penalaran, dan kemampuan awal, sedangkan yang
digunakan peneliti adalah pembelajaran kontekstual, menggunakan metode
eksperimen dan POE serta meninjau kemampuan menggunakan alat.
4. Penelitian yang dilakukan oleh Mustaqim (2007) yang berjudul “Pengaruh
Pembelajaran Fisika Berbasis Masalah Dengan Metode Eksperimen Untuk
Diskusi dan Demonstrasi Untuk Tanya Jawab Terhadap Prestasi Belajar Ditinjau
dari Kemampuan Awal Siswa Pada Pokok Bahasan Optik Geometri”.
Penelitian tersebut memiliki kelebihan yaitu pembelajaran dengan
metode eksperimen untuk diskusi mampu meningkatkan prestasi belajar Fisika
dibanding pembelajaran dengan metode demonstrasi untuk tanya jawab. Selain itu
diperoleh juga hasil bahwa pengaruh metode eksperimen untuk diskusi yang
disertai kemampuan awal siswa, baik tinggi atau rendah, lebih baik daripada
metode demonstrasi untuk tanya jawab yang disertai dengan kemampuan awal
siswa, baik tinggi atau rendah. Pada penelitian yang akan peneliti lakukan
mempunyai kesamaan yaitu metode pembelajaran eksperimen. Sedangkan
perbedaannya terletak pada variabel moderator yaitu kemampuan verbal siswa dan
kemampuan menggunakan alat ukur. Selain itu penelitian tersebut variabel terikat
hanya terbatas pada prestasi aspek kognitif saja, maka dalam penelitian ini
prestasi belajar siswa yang ditinjau meliputi aspek kognitif dan afektif.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
5. Penelitian yang dilakukan oleh Siswoyo (2009) dengan judul “Pembelajaran
CTL melalui metode Inkuiri dan POE dengan Memperhatikan Kemampuan
Berfikir Abstrak dan Kreativitas Siswa”.
Salah satu kesimpulan hasil penelitian tersebut adalah: a) Terdapat
perbedaan penggunaan pendekatan kontekstual dengan metode POE dan Inquiry
terhadap prestasi belajar Fisika; b) Terdapat interaksi antara metode POE dan
Inquiry pada pembelajaran kontekstual dengan tingkat kreativitas siswa dan
kemampuan berfikir abstrak siswa terhadap prestasi belajar Fisika. Hasil
penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan penggunaan metode
pembelajaran terhadap prestasi kognitifnya. Perbedaan dengan peneliti yang
lakukan adalah pada aspek variabel terikatnya yaitu dengan menambah aspek
prestasi belajar siswa, yaitu yang semula hanya pada aspek kognitif saja menjadi
aspek kognitif, afektif. Selain itu penelitian tersebut mengambil faktor kreativitas
siswa dan kemampuan berfikir abstrak sebagai variabel moderatornya, maka
dalam penelitian ini akan dicoba dengan faktor lain, yaitu kemampuan
menggunakan alat ukur dan kemampuan verbal siswa, untuk diketahui
pengaruhnya terhadap prestasi belajar siswa pada ranah kognitif, afektif.
Adapun penelitian lain yang dipublikasikan secara internasional dalam
bentuk jurnal internasional adalah sebagai berikut:
1. Hasil penelitian Hakan Özdemir, dkk. yang berjudul “Effect Of Laboratory
Activities Designed Based On Prediction- Observation - Explanation (POE)
Strategy On Pre-Service Science Teachers’ Understanding Of Acid-Base Subject.
Dalam Wertern Anatolia Joernal Educational Science”.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dari
kegiatan laboratorium yang dirancang dengan menggunakan strategi POE
(prediction, observation and explanation ) pada pokok bahasan asam dan basa.
Penelitian ini terdiri atas dua kelompok yaitu kontrol dan kelompok eksperimen.
Pada kelompok kontrol diterapkan pendekatan laboratorium dengan eksperimen,
sedangkan pendekatan laboratorium berdasarkan strategi POE diterapkan pada
kelompok eksperimen. Penelitian ini berlangsung selama enam minggu.
Berdasarkan data hasil analisis, hasil menunjukkan bahwa pendekatan
laboratorium berdasarkan strategi POE berpengaruh secara signifikan terhadap
prestasi dibandingkan dengan pendekatan laboratorium dengan eksperimen pada
pokok bahasan asam dan basa. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa strategi
POE membantu untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang konsep-
konsep ilmiah yang relevan dengan konsep asam dan basa. Sebagai kesimpulan
hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kegiatan disajikan berdasarkan strategi
POE memiliki dampak yang signifikan terhadap pemahaman konseptual sains
asam dan basa.
2. Hasil penelitian David F. Treagust yang berjudul “An Investigation of The
Classroom Use of Prediction-Observation-Explanation Computer Tasks Designed
to Elicit and Promote Discussion of Students’ Conceptions of Force and Motion”.
Penelitian yang dilakukan David F Treagust memperlihatkan bahwa
penggunaan multimedia dengan metode POE cukup efektif untuk meningkatkan
pembelajaran Fisika yang bermakna di kelas. Hasil penelitian yang dipublikasikan
secara internasional di atas menekankan pada penggunaan metode pembelajaran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
POE (predition, observation dan explanation ). Tujuan akhirnya yaitu untuk
meningkatkan efektivitas pembelajaran dan aktivitas siswa dalam mengikuti
pembelajaran dengan menggunakan metode POE. Dengan kata lain, tujuan yang
ingin dicapai adalah untuk meningkatkan proses kegiatan pembelajaran.
Sementara itu, penelitian yang dilakukan oleh peneliti berusaha untuk mengetahui
pengaruh penggunaan metode POE terhadap prestasi belajar siswa namun dengan
tidak mengabaikan hakikat Fisika sebenarnya yang merupakan satu kesatuan yang
meliputi proses, produk, dan sikap.
3. Hasil Penelitian Clemente Charles Hudson dan Vista R. Whisler (2007) yang
berjudul “Contextual Teaching and Learning for Practice”
Pada penelitian tersebut disebutkan hasil penelitiannya sebagai berikut,
bahwa CTL diartikan sebagai suatu cara untuk memperkenalkan muatan dengan
menggunakan berbagai macam teknik pembelajaran aktif yang dirancang untuk
membantu siswa menghubungkan apa yang sudah mereka ketahui dengan apa
yang ingin mereka pelajari, dan membentuk pengetahuan baru dari analisis dan
sintesa proses pembelajaran ini. Sebuah dasar teoritis untuk CTL telah diuraikan,
dengan sebuah fokus terhadap teori hubungan, konstruktivis, dan pembelajaran
aktif. Sebuah ringkasan tentang aktivitas otak selama proses pembelajaran
mengilustrasikan perubahan-perubahan fisiologis dan hubungan-hubungan yang
terjadi dalam kegiatan pendidikan. Tiga jenis skenario pembelajaran (berbasis
proyek, berbasis tujuan, dan berorientasi kepada penelitian) disajikan untuk
mengilustrasikan bagaimana CTL dapat diterapkan oleh para praktisi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
4. Penelitian yang dilakukan oleh Hawkins, et all. (2007) dari Nicholls State
Uneversity, Inggris dalam European journal Of Behavior Analisys memaparkan
“Multiple exemplar instruction was effective in evoking the verbal capacity of
naming and the contingency procedure induced observational learning”.
Pada penelitian tersebut menunjukkan bahwa beberapa contoh
pengarahan telah efektif dalam meningkatkan kemampuan verbal melalui
penamaan dan prosedur kelompok diinduksikan pembelajaran. Berdasarkan
penelitian tersebut maka penelitian ini akan menggunakan kemampuan verbal
yang dimiliki siswa dengan memperhatikan intruksi atau penggondisian kelas
dengan adanya aturan dalam proses pembelajaran. Perbedaan penelitian ini adalah
terletak pada pengunaan kemampuan verbal, jika dalam jurnal kemampuan verbal
sebagai tujuan subjek yang diteliti sedangkan peneliti akan menjadikan
kemampuan verbal sebagai faktor penentu keberhasilan pembelajaran.
5. Penelitian yang dilakukan oleh Adem duru. (2010) dari Faculty of Education,
Usak University, Turkey, dalam Educational Research and Review Vol. 5 yang
berjudul “The experimental teaching in some of topics geometry”.
Tujuan dari penelitian yang dilakukan Adem duru adalah untuk
membandingkan metode pengajaran eksperimen dengan metode pengajaran
tradisional (teacher centered) yang didasarkan pada keberhasilan siswa. Penelitian
ini dilakukan dengan 54 siswa, secara acak dibagi menjadi dua kelompok,
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Metode mengajar eksperimen
digunakan untuk kelompok eksperimen dan metode pengajaran tradisional
(teacher centered ) digunakan untuk kelompok kontrol. Tes diterapkan pada kedua
kelompok dalam dua waktu yang berbeda. Tes pertama dilakukan sebelum dan tes
kedua diterapkan setelah pengajaran. Test digunakan untuk membandingkan dua
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
kelompok dan tingkat signifikansi diukur dengan p < 0,005. Menurut hasil
penelitian, ditemukan bahwa metode pengajaran eksperimen lebih efektif daripada
metode pengajaran tradisional (teacher centered) di tingkat pengetahuan dan
pemahaman.
C. Kerangka Berpikir
Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan siswa dalam pelajaran
Fisika, diantaranya adalah pendekatan dan metode pembelajaran yang digunakan
dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Berdasarkan kajian teori yang
telah diuraikan dapat dibuat suatu kerangka berpikir dari penelitian yaitu:
1. Pengaruh pembelajaran dengan pendekatan kontekstual melalui metode
eksperimen dan POE terhadap prestasi belajar siswa.
K arakterist ik materi Fis ika pad a p oko k bahasan get aran d an
gelomb ang adalah efekn ya dapat diamati da lam kehidupan sehar i-hari
seper ti ge t aran pad a sinar git ar, p emantu lan cahaya dan b ers ifat abstrak.
M aka dari itu d alam mengajarkan mater i poko k bahasan getaran dan
gelomb ang d iper lukan pend ekatan dan metode yan g sesuai d engan
karakteristik mater i te rsebut. Penggunaan p end ekatan pembela jaran
cu kup besar pengaru hnya t erhadap keberhasilan guru d alam mengajar.
Pem ilihan pendekatan pemb ela jaran yang tidak t ep at jus tru dapat
menghambat t ercapainya tujuan mengajar. Pend ekatan pembelajaran
Contextual Teachin g and Learning (CTL) a tau sering dikenal de ngan
pembelajaran konteks tua l meru pakan sa lah sa tu pembelajaran yang
efektif yang sesu ai dengan karakter ist ik sa ins . Hal ini b isa dilihat d ari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
sa lah sa tu kompo nen pembela jaran ko ntekstru al ya it u inqiry, dalam hal
ini inquiry terdapat beberapa siklus yaitu: observasi, bertanya, mengajukan
dugaan, pengumpulan data, penyimpulan.
Beberapa komponen pembelajaran kontekstual di atas sejalan dengan
karakteristik sains yaitu sebagai pengetahuan yang sistematis atau tersusun secara
teratur berlaku umum dan berupa kumpulan data hasil observasi dan eksperimen.
Begitu pula beberapa materi dalam sains yaitu salah satunya getaran dan
gelombang. Pada materi getaran dan gelombang juga sangat erat kaitannya dengan
proses inquiry dan aplikasinya sering ditemukan dalam kehidupan sehari-hari.
K eu nggu lan dari pendekatan kontekstual tersebut antara lain: dapat
meningkatkan aktivitas siswa, dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk
berpikir kritis, dan dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengaplikasikan pengetahuan yang mereka peroleh dalam dunia nyata. Sementara
itu , dengan melihat karakteristik dan keunggulan pembelajaran kontekstual, maka
sangat mungkin untuk menerapkan metode pembelajaran POE dan eksperimen
dalam proses pembelajaran kontekstual.
Adapun keunggulan metode eksperimen, semua siswa bisa berinteraksi
dan ter libat aktif secara langsung dalam melakukan pengamatan,
mengumpulkan fakta, informasi atau data, menemukan sendiri pengetahuan atau
konsep sehingga pemahamannya lebih mendalam, dapat mengembangkan tujuh
ketrampilan CTL lebih banyak dan melaksanakan prosedur metode ilm iah
serta berpikir ilm iah. Konsep yang sudah diperoleh dapat dimanfaatkan dan
diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga pembelajarannya menjadi
pembelajaran yang lebih bermakna sesuai dengan teori belajar Ausebel.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
Sedangkan keunggulan metode pembelajaran POE tidak jauh berbeda
dengan keunggulan metode eksperimen, namun dalam metode ini tidak semua
siswa atau hanya sebagian siswa sa ja yang dapat berinteraksi dan terlibat
aktif secara langsung dalam melakukan pengamatan, mengumpulkan fakta,
informasi atau data, menemukan sendiri pengetahuan atau konsep. Dari uraian di
atas, berkait an dengan keunggu lan pembela jaran yang dilaksanakan
dengan pendekatan kontekstual menggunakan metode eksperimen dan POE, diduga
bahwa kedua metode sama-sama dapat meningkatkan prestasi belajar siswa namun
metode eksperimen dapat memberikan pengaruh lebih baik pada prestasi belajar
siswa dibandingkan dengan pembelajaran yang menggunakan metode POE.
2. Pengaruh kemampuan menggunakan alat ukur terhadap prestasi belajar siswa.
Kemampuan menggunakan alat ukur adalah kemampuan siswa dalam
menggunakan alat ukur yang akan digunakan untuk menjelaskan atau membantu
siswa dalam memahami konsep Fisika yang sesuai dengan fungsi alat ukur tersebut.
Dalam proses pembelajaran, siswa akan lebih mudah memahami atau mempelajari
materi selanjutnya jika proses belajar didasarkan pada materi yang sudah
diketahui dan keterampilan yang te lah dikuasai. Keterampilan yang dimaksud
berupa kemampuan menggunakan alat ukur. Kemampuan ini sangat penting untuk
diperhatikan karena untuk mempelajari materi te rtentu, siswa harus mempunyai
kemampuan menggunakan alat ukur tersebut. Dengan demikian, pada materi
tertentu dalam Fisika, kemampuan menggunakan alat ukur berpengaruh terhadap
proses selanjutnya dan ikut mewarnai keberhasilan belajar siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
Kemampuan yang dimiliki siswa dari pengalaman belajar sebelumnya
merupakan titik tolak untuk membekali siswa pada materi pelajaran berikutnya.
Jika siswa memiliki kemampuan menggunakan alat ukur yang cukup baik maka
dalam proses belajar berikutnya siswa tersebut tidak akan mengalami kesulitan.
Siswa hanya mengembangkan kemampuan tersebut menjadi kemampuan baru
sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Sebaliknya, apabila siswa memiliki
kemampuan menggunakan alat ukur yang kurang baik maka siswa tersebut akan
mengalami kesulitan untuk mencapai tujuan yang diinginkan sehingga perlu
waktu yang lebih lama. Dengan demikian diduga akan ada pengaruh kemampuan
menggunakan alat ukur kategori tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar Fisika.
3. Pengaruh kemampuan verbal terhadap prestasi belajar siswa.
Kemampuan verbal merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang
dalam mengungkapkan ide-ide, gagasan, pendapat, dan pikiran yang dituangkan
dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tulisan. Kemampuan verbal memiliki
peranan yang sangat penting dalam mengkomunikasikan pengetahuan,
pengalaman, dan kecakapan yang dimiliki kepada orang lain, terlebih dalam
proses pembelajaran. Dalam pelaksanaan pembelajaran dengan metode
eksperimen dan POE diperlukan keterlibatan siswa secara aktif untuk
mengungkapkan ide, gagasan, dan pendapatnya secara verbal dalam bentuk
dugaan-dugaan terhadap persoalan Fisika. Dari uraian tersebut sehingga diduga
akan ada pengaruh kemampuan verbal tinggi dan kemampuan verbal rendah
terhadap prestasi belajar Fisika siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
4. Interaksi antara pembelajaran Fisika dengan pendekatan kontekstual melalui
metode eksperimen dan POE dengan kemampuan menggunakan alat ukur
terhadap prestasi belajar siswa.
Salah satu komponen pembelajaran kontekstual adalah adanya inquiry,
konstruktivis dan kegiatan bertanya serta masyarakat belajar. Hal ini sejalan
dengan metode pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode
POE dan eksperimen. Sedangkan salah satu variabel yang ditinjau dalam
penelitian ini adalah kemampuan menggunakan alat ukur. Kemampuan tersebut
merupakan dasar untuk mempelajari pengetahuan baru yang lebih tinggi
tingkatannya sehingga dalam melakukan aktivitas, kemampuan seseorang
mempengaruhi keberhasilan aktivitas berikutnya.
Kemampuan yang dimiliki siswa merupakan salah satu titik tolak bagi
perencanaan dan pengelolaan proses pembelajaran berikutnya. Perencanaan dan
pengelolaan proses pembelajaran tersebut mencakup penentuan pendekatan serta
metode pembelajaran yang akan digunakan. Dalam hal ini pendekatan dan metode
yang digunakan dalam penelitian ini sarat dengan kemampuan penggunaan alat
dalam melakukan eksperimen ataupun observasi demonstrasi. Dengan bekal
kemampuan penggunaan alat yang tinggi dan didukung oleh pendekatan serta
metode pembelajaran yang tepat pula, maka diharapkan prestasi belajar Fisika
siswa juga semakin baik dan meningkat. Dengan demikian diduga akan ada
keterkaitan atau interaksi antara metode pembelajaran eksperimen dan POE
dengan kemampuan menggunakan alat ukur terhadap prestasi belajar Fisika siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
94
5. Interaksi antara pembelajaran Fisika dengan pendekatan kontekstual melalui
metode eksperimen dan POE dengan kemampuan verbal terhadap prestasi
belajar siswa.
Kemampuan verbal merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang
dalam mengungkapkan ide-ide, gagasan, pendapat dan pikiran yang dituangkan
dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tulisan. Kemampuan tersebut dimiliki
seseorang dalam menuangkan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki dalam
bentuk bahasa yang memadai, sehingga dapat dikomunikasikan kepada orang lain.
Kemampuan verbal memiliki peran yang sangat penting dalam
mengkomunikasikan pengetahuan, pengalaman, dan kecakapan yang dimiliki
kepada orang lain, terlebih dalam pembelajaran kontektual dengan metode POE
dan eksperimen yang menuntut adanya kemampuan siswa untuk mampu
mengungkapkan ide, pendapat, gagasan dan lainnya. Dengan demikian, dengan
bekal kemampuan verbal yang tinggi dan didukung oleh pendekatan serta metode
pembelajaran yang tepat maka diharapkan prestasi belajar Fisika siswa juga
semakin baik dan meningkat. Sehingga diduga akan ada keterkaitan atau interaksi
antara metode pembelajaran eksperimen dan POE dengan kemampuan verbal
siswa terhadap prestasi belajar Fisika siswa.
6. Interaksi antara kemampuan menggunakan alat ukur dan kemampuan verbal
terhadap prestasi belajar siswa.
Pada bagian sebelumnya telah dijelaskan bahwa kemampuan
menggunakan alat ukur merupakan prasyarat yang harus dimiliki oleh siswa
sebelum memasuki materi pelajaran berikutnya yang lebih tinggi. Kemampuan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
95
tersebut berpengaruh terhadap proses selanjutnya dan ikut mewarnai keberhasilan
belajar siswa. Jika siswa memiliki kemampuan menggunakan alat ukur dengan
kategori tinggi maka pada proses pembelajaran berikutnya siswa tersebut tidak
akan mengalami kesulitan. sehingga, diduga prestasi belajar siswa juga akan baik.
Sebaliknya, apabila siswa memiliki kemampuan menggunakan alat ukur
dengan kategori rendah maka siswa tersebut akan mengalami kesulitan untuk
mencapai tujuan yang diinginkan dan prestasi yang diperoleh kurang
menggembirakan. Berarti, ada pengaruh kemampuan menggunakan alat ukur
terhadap prestasi belajar siswa. Begitu juga dengan kemampuan verbal yang
dimiliki siswa. Kemampuan verbal juga mempunyai pengaruh terhadap prestasi
belajar siswa. Karena kedua variabel tersebut, yakni kemampuan menggunakan
alat ukur dan kemampuan verbal, masing-masing mempunyai pengaruh terhadap
prestasi belajar siswa maka diharapkan juga akan ada interaksi antara kemampuan
menggunakan alat ukur dengan kemampuan verbal siswa terhadap prestasi belajar
Fisika siswa.
7. Interaksi antara pembelajaran Fisika dengan pendekatan kontekstual melalui
metode POE dan eksperimen dengan kemampuan menggunakan alat ukur dan
kemampuan verbal terhadap prestasi belajar siswa.
Kesimpulan akhir dari bagian ini diperoleh dengan merujuk pada apa
yang telah disampaikan sebelumnya. Penelitian ini menggunakan tiga variabel
bebas dan satu variabel terikat. Ketiga variabel bebas tersebut telah diungkapkan
pengaruhnya terhadap variabel terikat. Interaksi antar ketiga variabel bebas
terhadap variabel terikat juga telah dibahas sebelumnya. Dengan berpijak pada hal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
96
tersebut di atas maka dapat diduga bahwa ada interaksi antara pembelajaran
kontekstual dengan metode POE dan eksperimen dengan kemampuan
menggunakan alat ukur dan kemampuan verbal siswa terhadap prestasi belajar
Fisika siswa.
D. Hipotesis
Berdasarkan kajian teori, penelitian yang relevan dan kerangka berfikir di
atas, maka hipotesis dalam penelitian ini antara lain:
1. Ada perbedaan pengaruh penggunaan pendekatan kontekstual melalui metode
POE dan eksperimen terhadap prestasi belajar Fisika siswa.
2. Ada perbedaan pengaruh kemampuan menggunakan alat ukur kategori tinggi
dan kemampuan menggunakan alat ukur kategori rendah terhadap prestasi
belajar Fisika siswa.
3. Ada perbedaan pengaruh kemampuan verbal tinggi dan kemampuan verbal
rendah terhadap prestasi belajar Fisika siswa.
4. Ada interaksi antara metode pembelajaran dengan kemampuan menggunakan
alat ukur terhadap prestasi belajar Fisika siswa.
5. Ada interaksi antara metode pembelajaran dengan kemampuan verbal siswa
terhadap prestasi belajar Fisika siswa.
6. Ada interaksi antara kemampuan menggunakan alat ukur dengan kemampuan
verbal siswa terhadap prestasi belajar Fisika siswa.
7. Ada interaksi antara metode pembelajaran dengan kemampuan menggunakan
alat ukur dan kemampuan siswa terhadap prestasi belajar Fisika siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 97
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMP Muhammadiyah 4 Yogyakarta yang
beralamat di Jl. Ki Mangunsarkoro No. 43 Pakualaman – Yogyakarta. Adapun
alasan pemilihan sekolah tersebut karena belum sepenuhnya menerapkan
pembelajaran sesuai dengan sisdiknas.
2. Waktu Penelitian
Adapun waktu pelaksanaan penelitian ini pada semester 2 tahun pelajaran
2011/2012 bulan Februari sampai Maret 2012. Dengan jadwal kegiatan penelitian
tercantum pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan Penelitian
No. Kegiatan Th. 2011 bulan ke- Th. 2012 bulan ke-
10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8
1. Usulan judul dan penyusunan
proposal
2. Seminar proposal dan revisi
3. Penyusunan instrumen
4. Perijinan dan uji coba instrumen
5. Analisis uji coba instrumen
6. Pelaksanaan penelitian
7. Olah data, penyusunan laporan
8. Bimbingan bab I-V
9. Ujian kompre dan revisi
10. Ujian tesis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
98
B. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel
1. Populasi Penelitian
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Suharsimi Arikunto,
2006:130). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP
Muhammadiyah 4 Yogyakarta tahun pelajaran 2011/2012 yang terdiri dari 8 kelas
yaitu kelas VIII A sampai dengan kelas VIII G dengan jumlah siswa sebanyak
248 siswa.
2. Sampel Penelitian
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Suharsimi
Arikunto, 2006:131). Dari populasi di atas diambil dua kelas yang akan diberi
perlakuan metode yang berbeda dengan pendekatan pembelajaran yang sama.
Kelas pertama diberikan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual melalui
metode eksperimen dan kelompok kelas yang kedua diberikan pembelajaran
dengan pendekatan kontekstual melalui metode POE. Untuk masing-masing
kelas yang digunakan sebagai sampel penelitian. Sampel penelitian ini terdiri dari
dua kelas, kelas pertama yaitu VIII A menggunakan pendekatan kontekstual
melalui metode POE dan kelas kedua VIII B menggunakan pendekatan
kontekstual melalui metode eksperimen.
3. Teknik Pengambilan Sampel
“Teknik pengambilan sampel merupakan cara untuk menentukan sampel
yang akan digunakan dalam penelitian” (Sugiyono, 2010: 217). Teknik
pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik Cluster Random
Sampling. Teknik ini menghendaki adanya kelompok-kelompok dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
99
pengambilan sampel berdasarkan atas kelompok-kelompok yang ada dalam
populasi. Jadi, populasi sengaja dipandang berkelompok-kelompok kemudian
kelompok tersebut tercermin dalam sampel. Masing-masing kelas dari
keseluruhan kelas VIII dipandang sebagai kelompok-kelompok yang akan dipilih
dua kelas secara random (acak) untuk dijadikan sebagai kelompok sampel.
Setelah diundi secara acak, terpilihlah kelas VIII A dan VIII B sebagai kelompok
sampel dalam penelitian ini. Kelas VIII A sebagai kelas eksperimen 1
menggunakan pendekatan kontekstual dengan metode pembelajaran POE dan
kelas VIII B sebagai kelas eksperimen 2 menggunakan pendekatan kontekstual
dengan metode pembelajaran eksperimen.
C. Rancangan dan Variabel Penelitian
1. Rancangan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penerapan pendekatan
kontekstual melalui metode POE dan eksperimen untuk meningkatkan prestasi
belajar Fisika siswa. Adapun desain penelitian yang digunakan adalah penelitian
kuasi eksperimen (quasi-experiment) yaitu penelitian yang bersifat menguji
pengaruh satu atau lebih variable terhadap variable lain, (Sukmadinata. 2008: 57-
58). Pada penelitian ini, kemampuan menggunakan alat ukur dikategorikan
menjadi tinggi dan rendah. Kemampuan verbal siswa dikategorikan menjadi
kemampuan verbal tinggi dan rendah. Berkaitan dengan hal tersebut maka
rancangan data penelitian ini dapat disajikan dalam desain faktorial 2x2x2 dengan
teknik analisis varians (Anava) seperti Tabel 3.2.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
100
Tabel 3.2 Desain Faktorial Anava Tiga Jalan 2x2x2
Pendekatan Kontekstual
Metode POE
(A1)
Metode Eksperimen
(A2)
Kemampuan
Menggunakan Alat
Ukur
(B)
Kemampuan
menggunakan alat
ukur kategori tinggi
(B1)
A1 B1 A2 B1
Kemampuan
menggunakan alat
ukur kategori rendah
(B2)
A1 B1 A2 B1
Kemampuan
Verbal
(C)
Kemampuan verbal
kategori tinggi (C1) A1 C1
A2 C1
Kemampuan verbal
kategori rendah (C2) A1 C2
A2 C2
Tabel 3.2 di atas menunjukkan tata letak data penelitian dengan desain
faktorial anava tiga jalan 2x2x2. Disebut demikian karena masing-masing variabel
bebas dan variabel moderator dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi dua
bagian. Variabel bebas tersebut adalah: metode pembelajaran, dan variabel
moderatornya adalah kemampuan menggunakan alat ukur, dan kemampuan
verbal. Metode pembelajaran yang digunakan ada dua macam, yaitu metode POE
(A1) dan eksperimen (A2); kemampuan menggunakan alat ukur dikelompokkan
menjadi dua kategori, yaitu kategori tinggi (B1) dan rendah (B2); serta
kemampuan verbal siswa dikelompokkan menjadi dua kategori juga, yaitu
kategori tinggi (C1) dan rendah (C2).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
101
2. Variabel Penelitian
Menurut Budiyono (2004:4) “variabel diartikan sebagai konstruk-konstruk
atau sifat-sifat yang diteliti”. Adapun variabel-variabel dalam penelitian ini antara
la in:
a. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah: pembelajaran Fisika dengan
pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) melalui metode POE
dan eksperimen. Variabel ini adalah variabel yang dimanipulasi dengan
lambang A1 untuk metode POE dan A2 untuk metode eksperimen.
b. Variabel moderator dalam penelitian ini adalah: kemampuan menggunakan
alat ukur Fisika dan kemampuan verbal siswa. Kemampuan menggunakan
alat ukur Fisika yang dikategorikan tinggi dan rendah serta kemampuan
verbal yang juga dikategorikan tinggi dan rendah. Kemampuan tinggi dalam
menggunakan alat ukur Fisika diberi lambang B1, kemampuan rendah dalam
menggunakan alat ukur Fisika diberi lambang B2, Kemampuan verbal tinggi
diberi lambang C1, dan kemampuan verbal rendah diberi lambang C2.
c. Variabel terikat: prestasi belajar Fisika siswa dalam ranah kognitif, dan
afektif pada pokok bahasan Getaran dan gelombang.
D. Definisi Operasional Variabel
Beberapa istilah variabel yang perlu didefinisikan dalam penelitian ini
antara lain:
1. Pendekatan Pembelajaran Kontekstual
a. Definisi operasional
Pendekatan konstekstual merupakan pembelajaran yang disampaikan guru
yang membantu guru mengaitkan isi materi pelajaran dengan keadaan dunia
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
102
nyata. Selain itu juga memotivasi siswa untuk menghubungkan pengetahuan
pengetahuan yang diperoleh dan penerapannya dalam kehidupan siswa sebagai
anggota keluarga, sebagai warga masyarakat dan sebagai tenaga kerja nantinya
dengan skala pengukuran adalah skala nominal.
b. Indikator
Perlakuan terhadap kelas eksperimen 1 yaitu pembelajaran Fisika
pendekatanya kontekstual melalui metode POE dan kelas eksperimen 2 yaitu
pembelajaran Fisika pendekatan melalui metode eksperimen.
2. Kemampuan Menggunakan Alat Ukur
a. Definisi Operasional
Kemampuan menggunakan alat ukur adalah keterampilan siswa dalam
menggunakan alat-alat ukur Fisika pada materi atau pokok bahasan tertentu,
dalam hal ini materi yang dipilih adalah getaran dan gelombang. Kemampuan
menggunakan alat ukur dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa dalam
menggunakan alat ukur secara praktis yang menjadi dasar dalam proses
pembelajaran pokok bahasan getaran dan gelombang. Alat-alat ukur tersebut
adalah alat ukur panjang, alat ukur massa, dan alat ukur waktu. Alat ukur panjang
meliputi mistar dan meteran/rol meter, alat ukur massa meliputi neraca Ohauss
dan neraca pegas, dan alat ukur waktu meliputi jam dinding dan stopwatch.
b. Indikator
Kategori kemampuan menggunakan alat ukur tinggi jika skor tes skor rata-
rata total dan kemampuan menggunakan alat ukur rendah jika nilai skor angket <
skor rata-rata total.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
103
3. Kemampuan Verbal
a. Definisi Operasional
Kemampuan verbal adalah adalah merupakan kemampuan yang dimiliki
seseorang dalam mengungkapkan ide, gagasan, pendapat dan pikiran yang
dituangkan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tulisan. Atau kemampuan
yang dimiliki seseorang dalam menuangkan pengetahuan dan pengalaman yang
dimiliki dalam bentuk bahasa yang memadai, sehingga dapat dikomunikasikan
kepada orang lain. Soal-soal tes kemampuan verbal yang digunakan dalam
penelitian ini mengacu pada tes kemampuan verbal Scholastic Aptitude Test
(SAT) dan Stanford-Binet Intelligence Scale dalam Rita L. Atkinson (1987:146).
Tes kemampuan verbal tersebut meliputi perbendaharaan kata atau vocabulary
(perbendaharaan kata), persamaan kata atau anonyms, lawan kata atau antonyms
(menguji tingkat perbendaharaan kata berupa lawan kata), analogi verbal atau
verbal analogies (menguji kemampuan untuk melihat hubungan dalam pasangan
kata, untuk memahami ide yang diekspresikan dalam hubungan tersebut, dan
menggali hubungan yang serupa atau paralel).
b. Indikator
Kategori kemampuan verbal tinggi jika skor tes skor rata-rata total dan
kemampuan verbal rendah jika nilai skor angket < skor rata-rata total.
4. Prestasi belajar
a. Definisi Operasional
Prestasi belajar adalah hasil yang telah dicapai siswa yang berupa seperangkat
pengetahuan atau keterampilan, setelah siswa tersebut mengalami proses belajar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
104
Prestasi belajar siswa dalam penelitian ini meliputi tiga aspek, yaitu aspek
kognitif, psikomotorik dan afektif. Namun dalam hal ini dibatasi pada aspek
kognitif dan aspek afektif saja. Kemampuan kognitif dilihat melalui kemampuan
intelektual, kemampuan afektif dilihat melalui sikap.
b. Indikator
Aspek kognitif adalah domain belajar yang dapat dilihat melalui kemampuan
berpikir, termasuk di dalamnya kemampuan menghafal, memahami, dan aplikasi.
Sedangkan aspek afektif adalah perilaku yang tercermin dalam bentuk bahasa
tubuh yang merupakan aktualisasi pengalaman, perasaan, minat, sikap, dan emosi
seseorang yang muncul saat terjadi proses interaksi. Aspek afektif dalam
penelitian ini meliputi aspek-aspek pengembangan perilaku berkarakter siswa
yaitu: jujur, obyektif, berfikir kritis, logis, cermat/teliti, tanggungjawab, disiplin,
tekun atau kerjakeras, rasa ingin tahu. Selain itu aspek afektif juga meliputi
pengembangan keterampilan sosial siswa yaitu: bekerja sama, menyumbangkan
ide/pendapat, menghargai pendapat orang lain.
E. Teknik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian berbeda-beda, tergantung pada
jenis datanya. Adapun teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam
penelitian ini antara lain berupa teknik dokumentasi, teknik angket, dan teknik tes.
Teknik-teknik tersebut diuraikan sebagai berikut:
1. Teknik Dokumentasi
Menurut Suharsimi Arikunto (2002: 206), “metode dokumentasi yaitu
mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku,
surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, legger, agenda dan sebagainya”.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
105
Dalam melaksanakan metode dokumentasi, peneliti dapat menyelidiki
benda-benda tertulis seperti hasil perkerjaan siswa, catatan harian, gambar, photo,
dan sebagainya. Metode ini digunakan untuk mengetahui proses pembelajaran
yang sedang berlangsung. Adapun jenis dokumentasi yang diperlukan adalah
photo proses pembelajaran siswa dengan pendekatan kontekstual melalui metode
POE dan eksperimen.
2. Teknik Angket
Angket atau kuesioner adalah suatu daftar pernyataan atau pertanyaan
tertulis yang terinci dan lengkap yang harus dijawab oleh responden tentang
pribadinya atau hal-hal yang diketahuinya (Marsidjo, 1995:70). Dalam penelitian
ini, metode angket digunakan untuk mengetahui prestasi belajar Fisika siswa pada
ranah afektif. Bentuk angket yang digunakan berupa angket tertutup dengan
empat alternatif jawaban. Sebelum angket ini digunakan untuk mengambil data
penelitian, terlebih dahulu angket diujicobakan untuk mengetahui validitas dan
reliabilitas angket.
3. Teknik Tes
Tes adalah suatu alat pengukur yang berupa serangkaian pertanyaan yang
harus dijawab secara sengaja dalam suatu situasi yang distandarisasikan, dan yang
dimaksudkan untuk mengukur kemampuan dan hasil belajar individu dan
kelompok (Marsidjo, 1995:38). Teknik tes ini digunakan untuk mengetahui
tingkat kemampuan siswa dalam menggunakan alat ukur Fisika dan kemampuan
verbal siswa yang dikategorikan tinggi dan rendah. Selain itu, metode tes ini juga
digunakan untuk memperoleh data prestasi belajar siswa pada ranah kognitif.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
106
Bentuk soal tes berupa tes objektif pilihan ganda dengan empat alternatif jawaban
dan hanya ada satu jawaban yang benar. Soal-soal tersebut disesuaikan dengan
kisi-kisi soal yang telah peneliti susun berdasarkan pada silabus dan indikator
yang terdapat pada setiap kompetensi dasar. Sebelum diujikan pada sampel
penelitian, terlebih dahulu soal tes diujicobakan untuk menentukan validitas,
reliabilitas, daya pembeda dan indeks kesukaran yang pada akhirnya dapat
digunakan untuk mengambil data penelitian.
F. Instrumen Penelitian
Berdasarkan variabel-variabel yang akan diteliti, instrumen penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini terdiri dari instrumen pelaksanaan pembelajaran
dan instrumen pengambilan data.
1. Instrumen Pelaksanaan Pembelajaran
Agar proses pembelajaran dapat berjalan lancar dan kondusif sesuai
dengan rencana dan hasil yang diharapkan maka perlu adanya instrumen
pembelajaran dalam penelitian ini, yang meliputi:
a. Silabus yaitu rencana pembelajaran pada suatu ke lompok mata pelajaran
dengan tema tertulis yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar,
materi pembelajaran, indikator, alokasi waktu, dan sumber belajar yang
dikembangkan dalam setiap satuan pendidikan.
b. Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) adalah rencana yang
menggambarkan prosedur dan manajemen pembelajaran untuk mencapai satu
atau lebih kompetensi dasar yang ditetapkan dalam standar isi yang
dijabarkan dalam silabus.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
107
c. Lembar kegiatan siswa (LKS) adalah alat bantu dalam kegiatan belajar
mengajar agar pelaksanaan pembelajaran dapat berjalan dengan lancar dan
efektif.
2. Instrumen Pengambilan Data
Instrumen pengambilan data dalam penelitian ini berupa instrumen angket,
dan instrumen tes. Instrumen angket digunakan untuk mendapatkan informasi
tentang prestasi belajar Fisika siswa pada ranah afektif. Sedangkan instrumen tes
digunakan untuk memperoleh data prestasi belajar Fisika siswa pada ranah
kognitif, kemampuan verbal siswa dan kemampuan siswa dalam menggunakan
alat ukur Fisika. Instrumen tes ini berupa tes prestasi kognitif, tes kemampuan
verbal dan tes kemampuan menggunakan alat ukur dalam bentuk pilihan ganda
(multiple choice). Tes ini merupakan serentetan pertanyaan atau latihan yang
digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan
atau bakat yang dimiliki individu atau kelompok.
Kaidah penyusunan instrumen tes maupun angket perlu memperhatikan
beberapa hal, yaitu: a). Menyusun kisi-kisi instrumen. Kisi-kisi yang akan dibuat
meliputi kisi-kisi tes prestasi kognitif pada materi pokok Getaran dan gelombang,
kisi-kisi tes kemampuan menggunakan alat ukur, kisi-kisi tes kemampuan verbal,
dan kisi-kisi angket prestasi ranah afektif. b). Menyusun butir-butir soal
instrumen. Butir-butir soal instrumen yang akan disusun berupa soal pilihan ganda
dengan empat alternatif jawaban untuk tes prestasi ranah kognitif, tes kemampuan
verbal dan tes kemampuan menggunakan alat ukur. Sedangkan angket prestasi
afektif berupa pernyataan angket dengan empat alternatif jawaban. c).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
108
Mengadakan uji coba instrumen. Setelah penyusunan instrumen penelitian selesai
dilaksanakan, langkah selanjutnya adalah mengujicobakan instrumen tersebut
sebelum dikenakan pada sampel penelitian. Tujuan uji coba adalah untuk melihat
apakah instrumen yang telah disusun benar-benar sahih dan ajeg atau tidak.
Dengan kata lain, tujuan uji coba adalah untuk mengetahui apakah instrumen yang
telah disusun memenuhi syarat-syarat instrumen yang baik dan valid atau belum.
Untuk itu, perlu diadakan uji coba instrumen.
G. Uji Coba Instrumen
1. Uji Validitas
Validitas adalah suatu konsep yang berkaitan dengan sejauh mana tes telah
mengukur apa yang seharusnya diukur (Sumarna Surapranata, 2006:50). Suatu
instrumen yang valid atau sahih mempunyai validitas tinggi. Sebaliknya,
instrumen yang kurang valid berarti memiliki validitas rendah. Sebuah instrumen
dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang sebenarnya ingin diukur. Atau
dengan kata lain sebuah instrumen dikatakan valid apabila instrumen tersebut
dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat. Tinggi rendahnya
validitas instrumen menunjukkan sejauh mana data yang terkumpul tidak
menyimpang dari gambaran tentang validitas yang dimaksud.
Dalam penelitian ini, validitas soal tes akan diuji dengan menggunakan
persamaan (3.1).
rxy = ( )( )( 2 ) ( )2 ( 2) ( )2 pers. (3.1)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
109
Persamaan (3.1) menunjukkan rumus korelasi product moment yang
dikemukakan oleh Pearson. Persamaan tersebut digunakan untuk menentukan
validitas item soal tes dan angket. Validitas soal dinyatakan dengan nilai rxy yaitu
indeks korelasi antara dua variabel (x dan y) yang dikorelasikan. Indeks korelasi
(rxy) tersebut ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain: banyaknya subjek (N),
skor item nomor soal yang dijawab benar (x), dan jumlah skor total (y). Untuk
menentukan validitas dari setiap item soal maka rxy yang telah diperoleh
dibandingkan dengan rtabel t (pada lampiran).
Adapun kriteria yang dijadikan penentu apakah item-item tersebut valid
atau tidak menurut Sumarna Surapranata (2006:59) adalah:
Tabel 3.3. Kategori Validitas Butir Soal.
Nilai Kategori
0,91 – 1,00 Sangat Tinggi
0,71 – 0,90 Tinggi
0,41 – 0,70 Cukup
0,21 – 0,40 Rendah
negatif – 0,20 Sangat Rendah
Untuk menghitung validitas butir soal tes kemampuan menggunakan alat
ukur, kemampuan verbal, dan tes prestasi belajar kognitif dan afektif dilakukan
dengan menggunakan software Ms. Excel 2007. Berikut ini adalah hasil uji coba
instrumen tes kemampuan menggunakan alat ukur, untuk mengetahui validitas
butir soal yang disajikan dalam tabel 3.4. Hasil uji validitas instrumen tes
kemampuan menggunakan alat ukur secara rinci dapat dilihat pada lampiran 4.1 .
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
110
Tabel 3.4 Validitas Butir Soal Tes Kemampuan Menggunakan Alat Ukur
Instrumen Tes Validitas Butir Soal Jumlah
Tes kemampuan
menggunakan
alat ukur
Valid 1, 2, 3, 4, 8, 9, 12, 13, 14, 16, 18,
19, 20, 22, 23, 24, 26, 27, 28, 29,
31, 32, 33, 34, 35, 37, 38, 39, 40
29
Tidak Valid 5, 6, 7, 10, 11, 15, 17, 21, 25, 30,
36
11
Jumlah Soal 40
Berdasarkan Tabel 3.4 terlihat bahwa pada tes kemampuan menggunakan
alat ukur, jumlah item soal yang diujicobakan sebanyak 40 item soal. Dari 40 item
soal tersebut terdapat 29 item soal yang valid dan 11 item soal yang tidak valid.
Adapun item soal yang valid yaitu item soal nomor 1, 2, 3, 4, 8, 9, 12, 13, 14, 16,
18, 19, 20, 22, 23, 24, 26, 27, 28, 29, 31, 32, 33, 34, 35, 37, 38, 39, 40. Dan item
soal yang tidak valid yaitu item soal nomor 5, 6, 7, 10, 11, 15, 17, 21, 25, 30, 36.
Dari 11 Item soal yang tidak valid, satu diantaranya diperbaiki tanpa diujicobakan
kembali, karena dilihat dari validitasnya item soal yang tidak valid hampir
mendekati valid dan dilihat dari daya pembeda soal-soal tersebut mempunyai
kategori klasifikasi soal sedang /cukup. Item soal tersebut adalah item soal nomor
36. Perbaikan dilakukan dengan cara mengubah redaksi kalimat soal yang tidak
je las dan memperbaiki alternatif pilihan jawabannya dengan konsultasi kepada
ahli. Dengan demikian, soal-soal tersebut dapat dianggap valid dan dapat
digunakan untuk mengambil data penelitian.
Berikut ini adalah hasil uji coba instrumen tes kemampuan verbal untuk
mengetahui validitas butir soal yang disajikan dalam tabel 3.5. Hasil uji validitas
instrumen tes kemampuan verbal secara rinci dapat dilihat pada lampiran 4.2.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
111
Tabel 3.5 Hasil Validitas Butir Soal Tes Kemampuan Verbal Siswa
Instrumen Tes Validitas Butir Soal Jumlah
Tes kemampuan
verbal
Valid 2, 3, 5, 6, 7, 9, 10, 12, 13, 16, 17,
18, 19, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28,
29, 31, 32, 33, 35, 36, 37, 38, 39
29
Tidak Valid 1, 4 , 8, 11, 14, 15, 20, 21, 30, 34,
40,
11
Jumlah Soal 40
Berdasarkan Tabel 3.5 terlihat bahwa pada tes kemampuan verbal siswa,
jumlah item soal yang diujicobakan sebanyak 40 item soal. Dari 40 item soal
tersebut terdapat 29 item soal yang valid dan 11 item soal yang tidak valid.
Adapun item soal yang valid yaitu item soal nomor 2, 3, 5, 6, 7, 9, 10, 12, 13, 16,
17, 18, 19, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 31, 32, 33, 35, 36, 37, 38, 39. Dan item
soal yang tidak valid yaitu item soal nomor 1, 4, 8, 11, 14, 15, 20, 21, 30, 34, 40.
Dari 11 Item soal yang tidak valid, satu diantaranya diperbaiki tanpa diujicobakan
kembali, karena dilihat dari validitasnya item soal yang tidak valid hampir
mendekati valid dan dilihat dari daya pembeda soal-soal tersebut mempunyai
kategori klasifikasi soal sedang / cukup. Item soal tersebut adalah item soal nomor
15. Perbaikan dilakukan dengan cara mengubah redaksi kalimat soal yang tidak
je las dan memperbaiki alternatif pilihan jawabannya dengan konsultasi kepada
ahli. Dengan demikian, soal-soal tersebut dapat dianggap valid dan dapat
digunakan untuk mengambil data penelitian.
Berikut ini adalah hasil u ji coba instrumen tes prestasi kognotif untuk
mengetahui validitas butir soal yang disajikan dalam Tabel 3.6 . Hasil uji validitas
instrumen tes prestasi kognitif secara rinci dapat dilihat pada lampiran 4.3.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
112
Tabel 3.6 Hasil Validitas Butir Soal Tes Prestasi Kognitif Siswa
Instrumen Tes Validitas Butir Soal Jumlah
Tes prestasi
kognitif
Valid 1, 2, 3, 5, 6, 7, 10, 11, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 28, 29, 30, 31, 33, 35, 36, 39, 41, 42, 45
29
Tidak Valid 4, 8, 9, 12, 13, 14, 15, 26, 27, 32, 34, 37, 38, 40, 43, 44
16
Jumlah soal 45
Berdasarkan Tabel 3.6 terlihat bahwa pada tes prestasi kognitif, jumlah
item soal yang diujicobakan sebanyak 45 item soal. Dari 45 item soal tersebut
terdapat 29 item soal yang valid dan 16 item soal yang tidak valid. Adapun item
soal yang valid yaitu item soal nomor 1, 2, 3, 5, 6, 7, 10, 11, 16, 17, 18, 19, 20, 21,
22, 23, 24, 25, 28, 29, 30, 31, 33, 35, 36, 39, 41, 42, 45. Dan item soal yang tidak
valid yaitu item soal nomor 4, 8, 9, 12, 13, 14, 15, 26, 27, 32, 34, 37, 38, 40, 43,
44. Dari 16 Item soal yang tidak valid, satu diantaranya diperbaiki tanpa
diujicobakan kembali, karena dilihat dari validitasnya item soal yang tidak valid
hampir mendekati valid dan dilihat dari daya pembeda soal-soal tersebut
mempunyai kategori klasifikasi soal sedang / cukup. Adapun item soal tersebut
adalh item soal nomor 26. Perbaikan dilakukan dengan cara mengubah redaksi
kalimat soal yang tidak jelas dan memperbaiki alternatif pilihan jawabannya
dengan konsultasi kepada ahli. Dengan demikian, soal-soal tersebut dapat
dianggap valid dan dapat digunakan untuk mengambil data penelitian.
Berikut ini adalah hasil uji coba instrumen tes prestasi afektif untuk
mengetahui validitas butir soal yang disajikan dalam Tabel 3.7 . Hasil uji validitas
instrumen tes prestasi afektif secara rinci dapat dilihat pada lampiran 4.4 .
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
113
Tabel 3.7 Hasil Validitas Butir Soal Tes Prestasi Afektif Siswa
Instrumen Tes Validitas Butir Soal Jml
Tes prestasi
afektif
Valid 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 25, 26, 28, 29, 30, 31, 32, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 41, 42, 43, 44, 45, 46, 48, 49, 50, 51, 54, 55, 56, 57, 58, 60, 61, 62, 63, 64
55
Invalid 10, 24, 27, 33, 40, 47, 52, 53, 59, 9
Jumlah soal 64
Berdasarkan Tabel 3.7 terlihat bahwa pada tes prestasi a fektif, jumlah item
soal yang diujicobakan sebanyak 64 item soal. Dari 64 item soal tersebut terdapat
55 item soal yang valid dan 9 item soal yang tidak valid. Adapun item soal yang
valid yaitu item soal nomor 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18,
19, 20, 21, 22, 23, 25, 26, 28, 29, 30, 31, 32, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 41, 42, 43, 44,
45, 46, 48, 49, 50, 51, 54, 55, 56, 57, 58, 60, 61, 62, 63, 64. Dan item soal yang
tidak valid yaitu item soal nomor 10, 24, 27, 33, 40, 47, 52, 53, 59. Item soal yang
tidak valid tidak diperbaiki kembali, karena dilihat indikator kisi-kisi penyusunan
item soal telah terpenuhi tanpa harus memperbaiki item soal yang tidak valid .
2. Uji Reliabilitas
Reliabilitas instrumen adalah taraf sampai di mana suatu tes mampu
menunjukan konsistensi hasil pengukurannya yang diperlihatkan dalam taraf
ketepatan dan ketelitian hasil (Marsidjo, 1995:209). Suatu alat ukur dikatakan
memiliki reliabilitas atau keajegan yang tinggi jika dapat diandalkan (depend
ability) dan dapat digunakan untuk meramalkan (predict ability). Dengan
demikian, alat ukur tersebut akan memberikan hasil pengukuran yang tidak
berubah-ubah dan akan memberikan hasil yang serupa apabila digunakan berkali-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
114
kali. Suatu alat ukur dikatakan memiliki reliabilitas yang baik apabila alat ukur
tersebut selalu memberikan hasil yang sama meskipun digunakan berkali-kali,
baik oleh peneliti yang sama maupun oleh peneliti yang berbeda.
Oleh karena itu, pengujian reliabilitas instrumen dimaksudkan untuk
mengetahui sejauh mana konsistensi atau keajegan hasil pengukuran yang
digunakan. Alat ukur yang reliabel berarti akan memberikan hasil pengukuran
yang relatif sama apabila dilakukan pengulangan atas penggunaan alat ukur
tersebut. Reliabilitas menunjukkan pada suatu pengertian bahwa suatu instrumen
cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data yang tidak
bersifat tendensius atau mengarahkan responden untuk memilih jawaban-jawaban
tertentu. Instrumen yang reliabel akan menghasilkan data yang sesuai dengan
kondisi sesungguhnya.
Untuk menentukan reliabilitas instrumen penelitian digunakan rumus KR-
20. Persamaan KR-20 adalah sebagai berikut:
r = 1 p 1-p
S (3.2)
Besarnya indeks reabilitas instrument (r11) pada persamaan 3.2
menunjukan bahwa koefisien reabilitas ditentukan beberapa faktor sepertihalnya
jumlah item tes (k), variansi skor tes (S ), proporsi subyek yang mendapat angka
1 pada satu item (p)dibandingkan oleh banyaknya seluruh subyek yang menjawab
item tersebut.
Jika r hitung lebih besar dari r tabel dan alpha hitung bernilai positif maka
suatu instrumen penelitian dapat disebut reliabel. Tingkat reliabel instrumen
diperlihatkan dalam Tabel 3 .8.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
115
Tabel 3.8 Kategori Reliabilitas Instrumen
Nilai Kategori
0,91 – 1,00 Sangat Tinggi
0,71 – 0,90 Tinggi
0,41 – 0,70 Cukup
0,21 – 0,40 Rendah
negatif – 0,20 Sangat Rendah
Berikut ini adalah hasil uji coba instrumen untuk mengetahui reliabilitas
tes kemampuan menggunakan alat, tes kemampuan verbal, tes prestasi kognitif
dan tes prestasi afektif secara rinci dapat dilihat pada lampiran.
Tabel 3.9 Ringkasan Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Secara Keseluruhan
No. Instrumen Tes rhitung rtabel Keputusan Kategori
1. Kemampuan
Menggunakan Alat
Ukur
0,80 0,363 Reliabel Tinggi
2. Kemampuan verbal 0,78 0,363 Reliabel Tinggi
3. Prestasi Kognitif 0,83 0,363 Reliabel Tinggi
4. Prestasi Afektif 0,88 0,363 Reliabel Tinggi
Tabel 3.9 menunjukkan bahwa instrumen tes kemampuan menggunakan
alat ukur, tes kemampuan verbal, tes prestasi kognitif dan tes prestasi afektif
memiliki reliabilitas rhitung masing-masing sebesar 0,80, 0,78, 0 ,83 dan 0,88.
Dengan mengacu pada klasifikasi yang ada maka dapat diputuskan bahwa
keempat instrumen tersebut tinggi reliabilitasnya. Dengan demikian, keempat
instrumen pengambilan data tersebut memenuhi syarat uji coba reliabilitas
instrumen sehingga dapat digunakan untuk mengambil data penelitian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
116
3. Uji Taraf Kesukaran
Soal yang baik untuk digunakan sebagai alat ukur adalah soal yang
mempunyai derajat kesukaran yang memadai, dalam arti soal tidak terlalu sulit
dan tidak terlalu mudah. Derajat kesukaran soal dapat ditunjukkan dengan indeks
kesukaran, yaitu bilangan yang menunjukkan sukar atau mudahnya suatu soal.
Adapun untuk menentukan indeks kesukaran soal dihitung dengan menggunakan
persamaan sebagai berikut (Marsidjo, 1995:189).
= pers. (3.5)
Persamaan (3.5) merupakan persamaan untuk menentukan tingkat
kesukaran suatu soal yang dinyatakan dengan nilai IK. Indeks kesukaran soal (IK)
merupakan nilai perbandingan antara jumlah siswa yang menjawab benar (BN)
dengan jumlah keseluruhan siswa (N). Dengan demikian, indeks kesukaran soal
dipengaruhi oleh jumlah siswa yang menjawab benar dan jumlah keseluruhan
siswa. Semakin banyak jumlah siswa yang menjawab benar suatu soal maka
semakin besar pula nilai IK pada soal tersebut, begitu juga sebaliknya.
Adapun indeks kesukaran soal dapat diklasifikasikan sebagai berikut
(Marsidjo, 1995: 192):
Tabel 3.10 Kategori Indeks Kesukaran Soal
Nilai Kategori
0,81 – 1,00 Mudah sekali
0,61 – 0,80 Mudah
0,41 – 0,60 Sedang/cukup
0,21 – 0,40 Sukar
0,00 – 0,20 Sukar sekali
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
117
Uji taraf kesukaran hanya diujikan pada instrumen yang berbentuk tes
karena instrumen tes ini akan digunakan untuk mengukur kemampuan siswa.
Dengan demikian, perlu adanya gambaran dari hasil uji taraf kesukaran ini untuk
mengetahui distribusi tingkat kesukaran soal. Adapun hasil uji coba instrumen
kemampuan menggunakan alat ukur disajikan dalam Tabel 3.11. Hasil u ji taraf
kesukaran instrumen tes kemampuan menggunakan alat ukur secara rinci dapat
dilihat pada lampiran 4 .1.
Tabel 3.11 Taraf kesukaran Soal Tes Kemampuan Menggunakan Alat Ukur
Instrumen Tes Validitas Butir Soal Jumlah
Tes kemampuan menggunakan
alat ukur
Sukar sekali 0 Sukar 4, 11, 20, 22, 23, 25, 26, 32, 35, 9 Sedang/ Cukup
1, 2 , 3, 5, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 17, 18, 20, 21, 27, 28, 29, 30, 31, 34, 36, 37, 38, 39, 40
26
Mudah 6, 16, 19, 24, 33, 5 Mudah sekali 0 Jumlah Soal 40
Berdasarkan Tabel 3.11 di atas, terlihat bahwa instrumen tes kemampuan
menggunakan alat ukur mempunyai distribusi soal yang cukup seimbang. Jumlah
soal dengan kategori sedang/cukup lebih banyak dibandingkan dengan soal
kategori sukar sekali, sukar, mudah dan mudah sekali. Suatu instrumen tes
dikatakan memiliki distribusi tingkat kesukaran soal yang baik jika soal dengan
kategori sedang jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan soal kategori sukar
dan mudah. Pada tabel di atas, diketahui tidak ada item soal yang memiliki
kriteria mudah sekali dan sukar sekali. Soal yang memiliki kriteria mudah
sebanyak 5 item, yaitu soal nomor 6, 16, 19, 24, dan 33. Soal yang memiliki
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
118
kriteria sedang/cukup sebanyak 26 item soal yaitu 1, 2 , 3, 5, 7, 8, 9, 10, 11, 12,
13, 14, 15, 17, 18, 20, 21, 27, 28, 29, 30, 31, 34, 36, 37, 38, 39, dan 40.
Sedangkan soal yang memiliki kriteria sukar sebanyak 9 item soal, yaitu soal
nomor 4, 11, 20, 22, 23, 25, 26, 32, dan 35.
Berikut ini adalah hasil uji coba instrumen kemampuan verbal untuk
mengetahui taraf kesukaran soal yang disajikan dalam Tabel 3.12. Hasil u ji taraf
kesukaran instrumen tes kemampuan verbal secara rinci dapat dilihat pada
lampiran 4 .2.
Tabel 3.12 Taraf Kesukaran Butir Soal Tes Kemampuan Verbal
Instrumen Tes Validitas Butir Soal Jml
Tes kemampuan
verbal
Sukar sekali 8, 1
Sukar 5, 10, 13, 14, 15, 18, 20, 21, 24, 9
Sedang 2, 3, 4, 6, 9, 11, 12, 16, 17, 19, 22, 23,
25, 26, 27, 29, 30, 32, 33, 34, 36, 37,
38, 39, 40
25
Mudah 1, 7, 28, 31, 35, 5
Mudah sekali 0
Jumlah Soal 40
Berdasarkan Tabel 3.12 di atas, terlihat bahwa instrumen tes kemampuan
verbal mempunyai distribusi soal yang cukup seimbang. Jumlah soal dengan
kategori sedang/cukup lebih banyak dibandingkan dengan soal kategori sukar
sekali, sukar, mudah dan mudah sekali. Pada tabel di atas, diketahui bahwa tidak
ada item soal yang memiliki kriteria indeks kesukaran mudah sekali. Soal yang
memiliki kriteria mudah sebanyak 5 item soal, yaitu 1, 7, 28, 31, dan 35. Soal
yang memiliki kriteria sedang/cukup sebanyak 25 item soal yaitu soal nomor 2, 3,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
119
4, 6, 9, 11, 12, 16, 17, 19, 22, 23, 25, 26, 27, 29, 30, 32, 33, 34, 36, 37, 38, 39, dan
40. Soal yang memiliki kriteria sukar sebanyak 9 item soal, yaitu soal nomor 5,
10, 13, 14, 15, 18, 20, 21, dan 24 dan 35. Sedangkan soal yang memiliki kriteria
sukar sekali sebanyak 1 item soal yaitu item soal nomor 8.
Berikut ini hasil uji coba instrumen prestasi kognitif untuk mengetahui
taraf kesukaran soal yang disajikan dalam Tabel 3.13. Hasil uji taraf kesukaran
instrumen tes prestasi kognitif secara rinci dapat dilihat pada lampiran 4.3.
Tabel 3.13 Taraf Kesukaran Butir Soal Tes Prestasi Kognitif
Instrumen Validitas Butir Soal Jumlah
Tes prestasi
kognitif
Sukar sekali 15, 1
Sukar 6, 8, 9, 13, 18, 19, 22, 24, 30, 40, 10
Sedang 2, 3, 5, 7, 11, 12, 16, 17, 20, 21, 23,
25, 26, 27, 28, 29, 32, 33, 34, 36, 37,
38, 41, 42, 43, 44, 45,
27
Mudah 1, 4, 10, 14, 31, 35, 7
Mudah sekali 0
Jumlah soal 45
Berdasarkan Tabel 3.13 di atas, terlihat bahwa instrumen tes prestasi
kognitif mempunyai distribusi soal yang cukup seimbang. Jumlah soal dengan
kategori sedang/cukup lebih banyak dibandingkan dengan soal kategori mudah,
mudah sekali, sukar dan sukar sekali. Pada tabel di atas, diketahui bahwa tidak
ada item soal yang memiliki kriteria indeks kesukaran mudah sekali. Soal yang
memiliki kriteria mudah sebanyak 7 item soal, yaitu soal nomor 1, 4, 10, 14, 31,
dan 35. Soal yang memiliki kriteria sedang/cukup sebanyak 27 item soal, yaitu
soal nomor 2, 3, 5, 7, 11, 12, 16, 17, 20, 21, 23, 25, 26, 27, 28, 29, 32, 33, 36, 37,
38, 41, 42, 43, 44, dan 45. Soal yang memiliki kriteria sukar sebanyak 10 item
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
120
soal, yaitu soal nomor 6, 8, 9, 13, 18, 19, 22, 24, 30, dan 40. Sedangkan soal yang
memiliki kriteria indeks kesukaran sukar sekali sebanyak 1 item soal yaitu item
soal nomor 15.
4. Uji Taraf Pembeda
Taraf pembeda suatu item adalah taraf sampai dimana jumlah jawaban
benar dari siswa-siswi yang tergolong kelompok atas berbeda dari siswa-siswi
yang tergolong kelompok bawah untuk suatu item. Yang dimaksud dengan siswa-
siswi yang yang kelompok atas adalah siswa-siswi yang mempunyai skor tinggi
sedangkan yang dimaksud dengan siswa-siswi yang tergolong kelompok bawah
adalah siswa-siswi yang mempunyai skor rendah (Marsidjo, 1995:196). Indeks
diskriminasi adalah angka yang menunjukan besarnya daya pembeda, besarnya
indeks diskriminasi antara 0 ,01 sampai 1,00. Daya pembeda dihitung dengan
persamaan (3.6).
= pers. (3.6)
Persamaan (3.6) merupakan persamaan untuk menentukan daya pembeda
atau indeks diskriminasi soal yang dinyatakan dengan DP. Daya pembeda
merupakan perbandingan antara jumlah jawaban benar pada kelompok atas (BA)
dengan jumlah pengikut pada kelompok atas (NA), dikurangi dengan
perbandingan antara jumlah jawaban benar pada kelompok bawah (BB) dengan
jumlah pengikut pada kelompok bawah (NB). Daya pembeda soal dapat
diklasifikasikan sebagai berikut (Marsidjo, 2006: 47) :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
121
Tabel 3.14 Kategori Daya Pembeda Soal
Nilai Kategori
0,80 – 1,00 Sangat membedakan (SM)
0,60 – 0,79 Lebih membedakan (LM)
0,40 – 0,59 Cukup membedakan (CM)
0,20 – 0,39 Kurang membedakan (KM)
Negatif – 0,19 Sangat kurang membedakan (KM)
Berikut ini adalah hasil u ji coba instrumen kemampuan menggunakan alat
ukur untuk mengetahui daya pembeda soal yang disajikan dalam Tabel 3.15.
Hasil uji daya pembeda instrumen tes kemampuan menggunakan alat ukur secara
rinci dapat dilihat pada lampiran 4.1.
Tabel 3.15 Daya Pembeda Tes Kemampuan Menggunakan Alat Ukur
Instrumen Validitas Butir Soal Jumlah
Tes
kemampuan
menggunakan
alat ukur
Sangat membedakan 0
Lebih membedakan 0
Cukup membedakan
1, 2, 3, 4, 8, 9, 12, 13, 14,
16, 18, 19, 20, 21, 22, 23,
24, 22, 26, 27, 28, 29, 31,
32, 33, 34, 37, 38, 39, 40,
29
Kurang membedakan 10, 11, 15, 17, 35, 36, 6
Sangat kurang
membedakan
5, 6, 7, 25, 30, 5
Jumlah soal
Hasil u ji daya pembeda pada tabel di atas dapat diketahui bahwa soal
pada instrumen tes kemampuan menggunakan alat ukur memiliki kategori sangat
tidak membedakan, kurang membedakan, cukup membedakan, lebih membedakan
dan sangat membedakan. Soal yang menunjukkan daya pembeda dengan kategori
sangat kurang membedakan sebanyak 5 item soal, yaitu nomor 5, 6 , 7, 25, 30.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
122
Soal yang menunjukkan daya pembeda dengan kategori kurang membedakan
sebanyak 6 item soal, yaitu nomor 10, 11, 15, 17, 35, 36. Soal yang menunjukkan
daya pembeda dengan kategori cukup membedakan sebanyak 29 item soal, yaitu
nomor 1, 2, 3, 4, 8, 9, 12, 13, 14, 16, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 22, 26, 27, 28, 29,
31, 32, 33, 34, 37, 38, 39, 40. Sedangkan item soal yang menunjukkan daya
pembeda dengan kategori lebih membedakan dan sangat membedakan tidak ada.
Berikut ini adalah hasil uji coba instrumen kemampuan verbal untuk
mengetahui daya pembeda soal yang disajikan dalam Tabel 3.16. Hasil uji daya
pembeda instrumen tes kemampuan verbal secara rinci dapat dilihat pada
lampiran 4 .2.
Tabel 3.16 Daya Pembeda Tes Kemampuan Verbal
Instrumen Validitas Butir Soal Jumlah
Tes
kemampuan
verbal
Sangat membedakan 0
Lebih membedakan 16, 22, 24, 3
Cukup membedakan
2, 3, 5, 6, 9, 10, 12, 13, 15,
17, 18, 19, 23, 25, 26, 27, 28,
29, 31, 32, 33, 36, 37, 38, 39,
25
Kurang membedakan 7, 14, 34, 35, 4
Sangat kurang
membedakan
1, 4, 8, 11, 20, 21, 30, 40 8
Jumlah soal 40
Hasil uji daya pembeda pada tabel di atas dapat diketahui bahwa soal
pada instrumen tes kemampuan verbal memiliki kategori sangat tidak
membedakan, kurang membedakan, cukup membedakan, lebih membedakan dan
sangat membedakan. Soal yang menunjukkan daya pembeda dengan kategori
sangat kurang membedakan sebanyak 8 item soal, yaitu nomor 1, 4 , 8 , 11, 20, 21,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
123
30, dan 40. Soal yang menunjukkan daya pembeda dengan kategori kurang
membedakan sebanyak 4 item soal, yaitu nomor 7, 14, 34, dan 35. Soal yang
menunjukkan daya pembeda dengan kategori cukup membedakan sebanyak 25
item soal, yaitu nomor 2, 3, 5, 6, 9, 10, 12, 13, 15, 17, 18, 19, 23, 25, 26, 27, 28,
29, 31, 32, 33, 36, 37, 38, dan 39. Sedangkan soal yang menunjukkan daya
pembeda dengan kategori lebih membedakan sebanyak 3 item soal, yaitu nomor
16, 22, dan 24. Dan soal yang menunjukkan daya pembeda dengan kategori
sangat membedakan tidak ada.
Berikut ini hasil uji coba instrumen untuk mengetahui daya pembeda soal
yang disajikan dalam Tabel 3.17. Hasil uji daya pembeda instrumen tes prestasi
kognitif secara rinci dapat dilihat pada lampiran 4 .3.
Tabel 3.17 Daya Pembeda Tes Prestasi Kognitif
Instrumen Validitas Butir Soal Jml
Tes prestasi
kognitif
Sangat membedakan 0
Lebih membedakan 0
Cukup membedakan
2, 3, 5, 6, 7, 10, 11, 16, 17, 18, 19, 20,
21, 22, 23, 24, 25, 26, 28, 29, 30, 31,
33, 34, 35, 36, 39, 40, 41, 42, 43, 45
32
Kurang membedakan 1, 8, 12, 32, 37, 38, 44, 7
Sangat kurang
membedakan
4, 9, 13, 14, 15, 27, 6
Jumlah soal 45
Hasil uji daya pembeda pada Tabel 3.17 di atas dapat diketahui bahwa
soal pada instrumen tes prestasi kognitif memiliki kategori sangat tidak
membedakan, kurang membedakan, cukup membedakan, lebih membedakan dan
sangat membedakan. Soal yang menunjukkan daya pembeda dengan kategori
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
124
sangat kurang membedakan sebanyak 6 item soal, yaitu nomor 4, 9, 13, 14, 15,
dan 27. Soal yang menunjukkan daya pembeda dengan kategori kurang
membedakan sebanyak 7 item soal, ya itu nomor 1, 8, 12, 32, 37, 38, dan 44. Soal
yang menunjukkan daya pembeda dengan kategori cukup membedakan sebanyak
32 item soal, yaitu nomor 2, 3, 5, 6, 7, 10, 11, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24,
25, 26, 28, 29, 30, 31, 33, 34, 35, 36, 39, 40, 41, 42, 43, dan 45. Sedangkan soal
yang menunjukkan daya pembeda dengan kategori lebih membedakan dan sangat
membedakan tidak ada.
Berdasarkan hasil uji daya pembeda yang digambarkan pada Tabel 3.15,
Tabel 3.16 dan Tabel 3.17 menunjukan bahwa pada soal yang terdapat pada ketiga
instrumen tes tersebut di atas memiliki daya pembeda yang baik. Hal ini
dikarenakan oleh jumlah soal yang memiliki kategori cukup membedakan lebih
banyak dibandingkan dengan soal kategori lainnya. Suatu instrumen tes dikatakan
memiliki daya pembeda yang baik jika soal dengan kategori cukup membedakan
jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan soal kategori selainnya.
H. Teknik Analisis Data
1. Uji Prasyarat Analisis
Uji statistik parametrik dapat dilakukan jika memenuhi prasyarat uji
analisis. Uji prasyarat analisis dalam penelitian ini meliputi dua hal, yaitu uji
normalitas data dan uji homogenitas varians. Teknik analisis data menggunakan
analisis varians (Anava) tiga jalan 2 x 2 x 2 dengan tiga variabel bebas yaitu
metode, kemampuan menggunakan alat ukur dan kemampuan verbal siswa.
Namun jika kedua persyaratan tersebut tidak terpenuhi maka uji statistiknya
menggunakan uji statistik non parametrik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
125
a. Uji Normalitas
Uji normalitas data bertujuan untuk mengetahui apakah sampel berasal
dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Adapun prosedur yang
dilakukan adalah sebagai berikut:
1) Menentukan hipotesis
Hipotesis nol (H0) adalah sampel berasal dari populasi yang berdistribusi
normal dan hipotesis alternatif (H1) adalah sampel berasal dari populasi yang
berdistribusi tidak normal.
2) Menetapkan statistik uji
Uji normalitas terhadap variabel terikat prestasi belajar aspek kognitif
menggunakan uji Kosmogorov – Samirnov dengan Lilliefors Significance
Corcection. Uji ini dikakukan dengan menggunakan program PASW versi 18.
3) Menentukan taraf signifikansi ( )
Taraf signifikansi merupakan angka yang menunjukkan seberapa besar
peluang terjadinya kesalahan analisis. Pada uji normalitas ini, taraf
signifikansi ( ) yang digunakan adalah 0,05 atau 5%.
4) Menetapkan keputusan uji
Keputusan uji normalitas ditentukan dengan kriteria: jika nilai p-value hasil
perhitungan lebih kecil dari harga taraf signifikansi ( = 0,05) maka H0
ditolak artinya data tidak berdistribusi normal. Sedangkan jika nilai p-value
hasil perhitungan lebih besar dari harga taraf signifikansi ( = 0,05) maka H0
tidak ditolak atau diterima artinya data berdistribusi normal.
b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas dimaksudkan untuk mengetahui apakah sampel
penelitian berasal dari populasi yang homogen atau tidak. Uji homogenitas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
126
dilakukan dengan menggunakan Metode Levene’test dan F-test. Dalam PASW
istilah Homogenitas menggunakan Test of Homogeneity Variances.
Uji homogenitas dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1) Menentukan hipotesis
Hipotesis nol (H0) adalah sampel berasal dari populasi yang homogen dan
hipotesis alternatif (H1) adalah sampel berasal dari populasi yang tidak
homogen.
2) Menentukan statistik uji
Uji homogenitas terhadap variabel terikat prestasi belajar aspek kognitif dan
afektif dengan menggunakan uji F (F-Test) dan uji Levene (Levene’s Test).
Dalam PASW versi 18 istilah Homogenitas menggunakan Test of
Homogeneity variances.
3) Menetapkan taraf signifikansi ( )
Taraf signifikansi merupakan angka yang menunjukkan seberapa besar
peluang terjadinya kesalahan analisis. Pada uji homogenitas ini, taraf
signifikansi ( ) yang digunakan adalah 0,05 atau 5%.
4) Menentukan keputusan uji
Keputusan uji homogenitas ditentukan dengan kriteria: jika nilai p-value hasil
perhitungan lebih kecil dari harga taraf signifikansi ( = 0,05) maka H0
ditolak artinya sampel berasal dari populasi yang tidak homogen. Sedangkan
jika nilai p-value hasil perhitungan lebih besar dari harga taraf signifikansi (
= 0,05) maka H0 tidak ditolak atau diterima artinya sampel berasal dari
populasi yang tidak homogen.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
127
2. Uji Hipotesis
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan uji anava tiga jalan
dan uji lanjut anava jika antar metode pembelajaran, kemampuan menggunakan
alat ukur, dan kemampuan verbal terdapat pengaruh yang signifikan.
a. Uji Anava Tiga Jalan
Pengujian hipotesis dilakukan untuk mengetahui apakah hipotesis yang
telah diajukan ditolak atau tidak ditolak. Rancangan uji hipotesis ini terdiri dari
tiga variabel bebas yang meliputi metode pembelajaran, kemampuan
menggunakan alat ukur Fisika, dan kemampuan verbal siswa. Metode
pembelajaran yang digunakan adalah metode POE (A1) dan metode eksperimen
(A2). Kemampuan menggunakan alat ukur Fisika dikelompokkan menjadi dua
kategori, yaitu kategori tinggi (B1) dan kategori rendah (B2). Kemampuan verbal
siswa dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu kategori tinggi (C1) dan
kategori rendah (C2). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah prestasi belajar
Fisika siswa. Tata letak data penelitian terdistribusi seperti pada Tabel 3.3.
Tabel 3.18 Tata Letak Data Penelitian Prestasi Kognitif Pendekatan Kontekstual
POE (A1) Eksperimen (A2)
Kemampuan Menggunakan Alat
Ukur Kategori Tinggi
(B1)
Kemampuan verbal Tinggi (C1)
A1 B1 C1 A2 B1 C1
Kemampuan verbal Rendah (C2)
A1 B1 C2 A2 B1 C2
Kemampuan Menggunakan Alat
Ukur Kategori Rendah (B2)
Kemampuan verbal Tinggi (C1)
A1 B2 C1 A2 B2 C1
Kemampuan verbal Rendah (C2)
A1 B2 C2 A2 B2 C2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
128
Masing-masing sel atau kotak pada Tabel 3.18 di atas berisi lambang yang
berbeda-beda. Lambang-lambang tersebut menunjukkan interaksi antar ketiga
variabel terhadap prestasi. Sel pertama dengan lambang A1 B1 C1 menunjukkan
interaksi antar metode pembelajaran POE, kemampuan menggunakan alat ukur
kategori tinggi, dan kemampuan verbal tinggi terhadap prestasinya. Artinya, pada
sel tersebut terdapat kelompok siswa yang dibelajarkan dengan metode POE (A1),
memiliki kemampuan menggunakan alat ukur kategori tinggi (B1), dan
kemampuan verbal tinggi (C1). Sel kedua dengan lambang A2 B1 C1 mengandung
pengertian bahwa pada sel tersebut terdapat kelompok siswa yang dibelajarkan
dengan metode eksperimen (A2), memiliki kemampuan menggunakan alat ukur
kategori tinggi (B1), dan kemampuan verbal tinggi (C1). Begitu pula dengan sel-
sel yang lainnya.
Pengujian hipotesis prestasi dilakukan dengan langkah sebagai berikut:
1) Menentukan hipotesis
a) Hipotesis nol (H0)
H01: Tidak ada perbedaan pengaruh penggunaan pendekatan kontekstual
melalui metode POE dan eksperimen terhadap prestasi belajar siswa.
H02: Tidak ada perbedaan pengaruh kemampuan menggunakan alat ukur
kategori tinggi dan kemampuan menggunakan alat ukur kategori rendah
terhadap prestasi belajar siswa.
H03: Tidak ada perbedaan pengaruh kemampuan verbal tinggi dan
kemampuan verbal rendah terhadap prestasi belajar siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
129
H012: Tidak ada interaksi antara metode pembelajaran dengan kemampuan
menggunakan alat ukur terhadap prestasi belajar siswa.
H013: Tidak ada interaksi antara metode pembelajaran dengan kemampuan
verbal siswa terhadap prestasi belajar siswa.
H023: Tidak ada interaksi antara kemampuan menggunakan a lat ukur
dengan kemampuan verbal siswa terhadap prestasi belajar siswa.
H0123: Tidak ada interaksi antara metode pembelajaran dengan kemampuan
menggunakan alat ukur dan kemampuan verbal siswa terhadap prestasi
belajar siswa.
b) Hipotesis alternatif (H1)
H11: Ada perbedaan pengaruh penggunaan pendekatan kontekstual melalui
metode POE dan eksperimen terhadap prestasi belajar siswa.
H12: Ada perbedaan pengaruh kemampuan menggunakan alat ukur
kategori tinggi dan kemampuan menggunakan alat ukur kategori rendah
terhadap prestasi belajar siswa.
H13: Ada perbedaan pengaruh kemampuan verbal tinggi dan kemampuan
verbal rendah terhadap prestasi belajar siswa.
H112: Ada interaksi antara metode pembelajaran dengan kemampuan
menggunakan alat ukur terhadap prestasi belajar siswa.
H113: Ada interaksi antara metode pembelajaran dengan kemampuan
verbal siswa terhadap prestasi belajar siswa.
H123: Ada interaksi antara kemampuan menggunakan alat ukur dengan
kemampuan verbal siswa terhadap prestasi belajar siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
130
H1123: Ada interaksi antara metode pembelajaran dengan kemampuan
menggunakan alat ukur dan kemampuan verbal siswa terhadap prestasi
belajar siswa.
2) Menentukan statistik uji
Uji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan Analisis Variansi (Anava)
tiga jalan dengan General Linear Model (GLM) yang perhitungannya
dilakukan dengan program PSAW seri 18 .
3) Menetapkan taraf signifikansi ( )
Taraf signifikansi merupakan angka yang menunjukkan seberapa besar
peluang terjadinya kesalahan analisis. Pada uji hipotesis ini, taraf signifikansi
( ) yang digunakan adalah 0,05 atau 5%.
4) Menentukan keputusan uji
Keputusan uji hipotesis ditentukan dengan kriteria: jika p-value < 0,05 maka
hipotesis nol (H0) ditolak.
b. Uji lanjut Anava
Apabila dari hasil uji hipotesis, diperoleh hipotesis nol (H0) ditolak yang
berarti hipotesis alternatif (H1) tidak ditolak atau diterima, maka perlu dilakukan
uji lanjut atau Uji Komparasi Ganda dengan Metode Scheffe’ (Budiyono,
2009:201). Uji lanjut ini digunakan untuk mengetahui tingkat pengaruh variabel
bebas terhadap variabel terikat yang diteliti. Uji lanjut Anava dilakukan dengan
metode scheffe pada program PASW seri 18.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 131
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data
Data yang terkumpul dalam penelitian ini terdiri dari nilai kemampuan
siswa menggunakan alat ukur, kemampuan verbal siswa, dan nilai prestasi belajar
Fisika siswa pada pokok bahasan Getaran dan gelombang. Data tersebut diperoleh
dari siswa kelas VIII A sebagai kelas eksperimen I yang dikenai treatment
(perlakuan) dengan metode POE dan kelas VIII B sebagai kelas eksperimen II
yang dikenai treatment (perlakuan) dengan metode eksperimen.
1. Data Kemampuan Menggunakan Alat Ukur
Dalam penelitian ini, data kemampuan siswa menggunakan alat ukur
diperoleh dari nilai pretest sebelum pembelajaran dengan model kontekstual
melalui metode POE dan eksperimen dimulai. Kemampuan menggunakan alat
ukur tersebut pernah siswa dapatkan ketika di kelas VII pada pokok bahasan
besaran Fisika dan pengukurannya. Kemampuan menggunakan alat ukur
dikategorikan menjadi dua, yaitu kemampuan menggunakan alat ukur dengan
kategori tinggi dan kategori rendah. Pengelompokan jenis kategori ini didasarkan
pada rata-rata nilai tes kemampuan menggunakan alat ukur dari kedua kelompok
sampel. Siswa dikatakan memiliki kemampuan menggunakan alat ukur dengan
kategori tinggi jika nilai kemampuan menggunakan alat ukurnya lebih besar atau
sama dengan rerata sedangkan siswa dikatakan memiliki kemampuan
menggunakan alat ukur dengan kategori rendah jika nila i kemampuan
menggunakan alat ukurnya lebih kecil dari nilai rerata.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
132
Deskripsi data kemampuan siswa dalam menggunakan alat ukur Fisika
dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan 4.2 .
Tabel 4.1 Deskripsi Data Kemampuan Menggunakan Alat Ukur
Kelas Jumlah Rerata Standar
Deviasi Minimum Maksimum Median
POE 34 62,47 16,49 40 87 63
Eksperimen 33 61,62 04,71 40 83 63
Tabel 4.1 menunjukkan deskripsi data kemampuan yang dimiliki siswa
dalam menggunakan alat ukur. Data kemampuan menggunakan alat ukur tersebut
dikelompokkan berdasarkan pada kelompok sampel yang ada, yaitu data
kemampuan menggunakan alat ukur pada siswa yang dibelajarkan dengan metode
POE dan data kemampuan menggunakan alat ukur pada siswa yang dibelajarkan
dengan metode eksperimen. Kemampuan menggunakan alat ukur pada kelompok
POE memiliki rerata ( ) sebesar 62,47, standar deviasi (SD) sebesar 16,49, nilai
minimum sebesar 40, nilai maksimum sebesar 87 dan nilai median sebesar 63.
Sedangkan kemampuan menggunakan alat ukur pada kelompok eksperimen
memiliki rerata ( ) sebesar 61,62, standar deviasi (SD) sebesar 04,71, nilai
minimum sebesar 40, nilai maksimum sebesar 83 dan nila i median sebesar 63.
Untuk mengetahui distribusi frekuensi dan presentase siswa yang
memiliki kemampuan menggunakan alat ukur tinggi dan rendah pada kelas yang
menggunakan metode POE dan eksperimen, maka diperlihatkan dalam Tabel 4.2
di bawah ini:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
133
Tabel 4.2 Distribusi Data Kemampuan Menggunakan Alat Ukur
Kemampuan
Awal
Metode POE Metode Eksperimen
Frekuensi Prosentase Frekuensi Prosentase
Tinggi 19 56 % 19 58 %
Rendah 15 44 % 14 42 %
Jumlah 34 100 % 33 100 %
Tabel 4.2 menunjukkan data kemampuan menggunakan alat ukur yang
dikelompokkan berdasarkan kategori tinggi dan kategori rendah. Setelah
dilakukan perhitungan, ternyata diperoleh nilai rerata ( ) kemampuan
menggunakan alat ukur dari kedua kelompok sampel sebesar 62,02. Dengan
demikian, siswa dikatakan memiliki kemampuan menggunakan alat ukur kategori
tinggi jika nilai kemampuan menggunakan alat ukurnya 62,02 sedangkan siswa
dikatakan memiliki kemampuan menggunakan alat ukur kategori rendah jika nilai
kemampuan menggunakan alat ukurnya < 62,02. Setelah dikelompokkan
berdasarkan pada acuan nilai rerata ( ) tersebut maka diperoleh data seperti yang
tercantum pada Tabel 4.2. Pada kelas dengan menggunakan metode POE, siswa
yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur dengan kategori tinggi
sejumlah 19 (sembilan belas) siswa atau sebesar 56%, sedangkan siswa yang
memiliki kemampuan menggunakan alat ukur dengan kategori rendah sejumlah
15 (lima belas) siswa atau sebesar 44%. Pada kelas dengan menggunakan metode
eksperimen, siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur dengan
kategori tinggi sejumlah 19 (sembilan belas) siswa atau sebesar 58% sedangkan
siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur dengan kategori rendah
sejumlah 14 (empat belas) siswa atau sebesar 42%.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
134
Data penyebaran frekuensi dari kemampuan menggunakan alat ukur siswa
pada kelas POE disajikan dalam Tabel 4.3
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Data Kemampuan Menggunakan Alat Ukur pada Kelas POE
Panjang Kelas
Frekuensi
Nilai Tengah
Prosentase (%)
40-47 3 44 8.82
48-55 2 53 5.88
56-63 17 62 50
64-71 8 71 23.5
72-79 2 80 5.88
80-87 2 84 5.88
Total 34 100 %
Dari Tabel 4.3 di atas dapat digambarkan Gambar hubungan antara
frekuensi dengan nila i yang diperoleh siswa pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1 Histogram nilai kemampuan menggunakan alat ukur pada kelas POE
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
40-47 48-55 56-63 64-71 72-79 80-87Rentang Nilai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
135
Berdasarkan Tabel 4.3 dan Gambar 4.1 di atas, dapat diketahui bahwa
kemampuan menggunakan alat ukur Fisika pada kelas dengan menggunakan
metode POE dibagi menjadi enam kategori yaitu rentang nilai 40-47 sebanyak 3
siswa atau sebesar (8,82%), rentang nilai 48-55 sebanyak 2 siswa atau sebesar
(5,88%), rentang nilai 56-63 sebanyak 17 siswa atau sebesar (50%), rentang nilai
64-71 sebanyak 8 siswa atau sebesar (23,5%), dan rentang nilai 72-79 dan 80-87
masing-masing sebanyak 2 siswa atau sebesar (5,88%).
Data penyebaran frekuensi dari kemampuan siswa menggunakan alat ukur
pada kelas dengan menggunakan metode eksperimen disajikan dalam Tabel 4.4
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Data Kemampuan Menggunakan Alat Ukur pada Kelas Eksperimen
Panjang Kelas
Frekuensi
Nilai Tengah
Prosentase (%)
40-47 3 43.5 9 %
48-55 4 51.5 12 %
56-63 13 59.5 40 %
64-71 10 67.5 30 %
72-79 2 75.5 6 %
80-87 1 83.5 3 %
Total 33 100 %
Dari Tabel 4.4 di atas dapat digambarkan Gambar hubungan antara
frekuensi dengan nilai yang diperoleh siswa pada Gambar 4.2.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
136
Gambar 4.2 Histogram nilai kemampuan menggunakan alat ukur pada kelas eksperimen
Berdasarkan Tabel 4.4 dan Gambar 4.2 di atas, dapat diketahui bahwa
kemampuan menggunakan alat ukur Fisika pada kelas dengan menggunakan
metode eksperimen dibagi menjadi enam kategori yaitu rentang nilai 40-47
sebanyak 3 siswa atau sebesar (9%), rentang nilai 48-55 sebanyak 4 siswa atau
sebesar (12%), rentang nilai 56-63 sebanyak 13 siswa atau sebesar (40%), rentang
nilai 64-71 sebanyak 10 siswa atau sebesar (30%), rentang nilai 72-79 sebanyak 2
siswa atau sebesar (6%), dan 80-87 sebanyak 1 siswa atau sebesar (3%).
2. Data Kemampuan verbal Siswa
Data kemampuan verbal siswa diperoleh dari tes kemampuan verbal.
Kemampuan verbal siswa dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu
kemampuan verbal kategori tinggi dan kemampuan verbal dengan kategori
rendah. Pengelompokan jenis kategori ini didasarkan pada nilai rata-rata tes
0
2
4
6
8
10
12
14
40-47 48-55 56-63 64-71 72-79 80-87Rentang Nilai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
137
kemampuan verbal dari kedua kelompok sampel. Siswa dikategorikan memiliki
kemampuan verbal tinggi jika nilai kemampuan verbalnya lebih besar atau sama
dengan nilai rerata kemampuan verbal kedua kelompok sampel, dan siswa
dikategorikan memiliki kemampuan verbal rendah jika nilai kemampuan verbal-
nya lebih kecil dari nilai rerata kemampuan verbal kedua kelompok sampel.
Deskripsi data kemampuan verbal siswa dapat dilihat pada Tabel 4.5 dan 4.6.
Tabel 4.5 Deskripsi Data Kemampuan Verbal Siswa
Kelas Jumlah Rerata Standar Deviasi
Minimum Maksimum Median
POE 34 63,82 04,71 40 90 63
Eksperimen 33 65,25 04,71 40 87 67
Tabel 4.5 menunjukkan deskripsi data kemampuan verbal siswa. Data
kemampuan verbal siswa tersebut dikelompokkan berdasarkan pada kelompok
sampel yang ada, yaitu data kemampuan verbal siswa yang dibelajarkan dengan
metode eksperimen dan data kemampuan verbal siswa yang dibelajarkan dengan
metode POE. Kemampuan verbal siswa pada kelompok POE memiliki rerata ( )
sebesar 63,82 , standar deviasi (SD) sebesar 04,71, nilai m inimum sebesar 40,
nilai maksimum sebesar 90, dan nilai median sebesar 63. Sementara itu , dari data
kemampuan verbal pada kelompok eksperimen memiliki rerata ( ) sebesar 65,25,
standar deviasi (SD) sebesar 04,71, nilai minimum sebesar 40, nilai maksimum
sebesar 87, dan nilai median sebesar 67.
Untuk mengetahui distribusi frekuensi dan presentase siswa yang memiliki
kemampuan verbal tinggi dan rendah pada kelas yang menggunakan metode
eksperimen dan metode POE, maka diperlihatkan dalam Tabel 4.6 di bawah ini:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
138
Tabel 4.6 Distribusi Data Kemampuan Verbal Tinggi dan Rendah
Kemampuan
verbal
Metode POE Metode Eksperimen
Frekuensi Prosentase Frekuensi Prosentase
Tinggi 14 41 % 17 52 %
Rendah 20 59 % 16 48 %
Jumlah 34 100 % 33 100 %
Tabel 4.6 menunjukkan data kemampuan verbal siswa yang
dikelompokkan berdasarkan kategori tinggi dan kategori rendah. Setelah
dilakukan perhitungan, ternyata diperoleh nilai rerata ( ) kemampuan verbal
siswa dari kedua kelompok sampel sebesar 64,50. Dengan demikian, siswa
dikatakan memiliki kemampuan verbal kategori tinggi jika nilai kemampuan
verbalnya 64,50 sedangkan siswa dikatakan memiliki kemampuan verbal
kategori rendah jika nilai kemampuan verbalnya < 64,50. Setelah dikelompokkan
berdasarkan pada acuan nilai rerata ( ) tersebut maka diperoleh data seperti yang
tercantum pada Tabel 4.6. Pada kelompok POE, siswa yang memiliki kemampuan
verbal dengan kategori tinggi sejumlah 14 (empat belas) siswa atau sebesar 41%
sedangkan siswa yang memiliki kemampuan verbal dengan kategori rendah
sejumlah 20 (dua puluh) siswa atau sebesar 59%. Pada kelompok eksperimen,
siswa yang memiliki kemampuan verbal dengan kategori tinggi sejumlah 17
(tujuh belas) siswa atau sebesar 52% sedangkan siswa yang memiliki kemampuan
verbal dengan kategori rendah sejumlah 16 (enam belas) siswa atau sebesar 48 %.
Data penyebaran frekuensi dari kemampuan verbal siswa pada kelas
dengan menggunakan POE disajikan dalam Tabel 4.7
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
139
Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Data Kemampuan Verbal Pada Kelas dengan Metode POE
Panjang Kelas Frekuensi Nilai Tengah Prosentase (%)
40-48 1 44 3 %
49-57 8 53 24 %
58-66 11 62 32 %
67-75 10 71 29 %
76-84 3 80 9 %
85-93 1 89 3 %
Total 34 100 %
Data penyebaran frekuensi dari kemampuan verbal siswa pada kelas
dengan menggunakan metode POE disajikan dalam Gambar 4.3
Gambar 4.3 Histogram nilai kemampuan verbal siswa pada kelas POE
Berdasarkan Tabel 4.7 dan Gambar 4.3 di atas, maka dapat diketahui
bahwa kemampuan verbal siswa pada kelas dengan menggunakan metode POE
0
2
4
6
8
10
12
40-48 49-57 58-66 67-75 76-84 85-93
Rentang Nilai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
140
dibagi menjadi enam kategori yaitu kategori pertama rentang nilai 40-48 sebanyak
1 siswa atau sebesar (3%), kedua rentang nilai 49-57 sebanyak 8 siswa atau
sebesar (24%), ketiga rentang nilai 58-66 sebanyak 11 siswa atau sebesar (32%),
keempat rentang nilai 67-75 sebanyak 10 siswa atau sebesar (29%), kelima
rentang nilai 76-84 sebanyak 3 siswa atau sebesar (9%), dan ke enam rentang nilai
85-93 sebanyak 1 siswa atau sebesar (3%).
Data penyebaran frekuensi dari kemampuan verbal siswa pada kelas
eksperimen disajikan dalam Tabel 4.8
Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Data Kemampuan Verbal Siswa pada Kelas dengan Metode Eksperimen
Panjang Kelas
Frekuensi
Nilai Tengah Prosentase (%)
40-48 1 44 3 %
49-57 3 53 9 %
58-66 12 62 36 %
67-75 14 71 43 %
76-84 2 80 6 %
85-93 1 84 3 %
Total 33 100 %
Dari Tabel 4.8 di atas dapat digambarkan Gambar hubungan antara
frekuensi dengan nilai yang diperoleh siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
141
Gambar 4.4 Histogram nilai kemampuan verbal pada kelas dengan metode eksperimen
Berdasarkan Tabel 4.8 dan Gambar 4.4 di atas, dapat diketahui bahwa
kemampuan verbal siswa pada kelas dengan menggunakan metode eksperimen
dibagi menjadi enam kategori yaitu rentang nilai 40-48 sebanyak 1 siswa atau
(3%), rentang nilai 49-57 sebanyak 3 siswa atau (9%), rentang nilai 58-66
sebanyak 12 siswa atau (36%), rentang nilai 67-75 sebanyak 14 siswa atau
(43%), rentang nilai 76-84 sebanyak 2 siswa atau (6%) dan rentang nilai 85-93
sebanyak 1 siswa atau (3%).
3. Data Prestasi Belajar Fisika
a. Prestasi Belajar Kognitif
Prestasi merupakan penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang
dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau
angka nila i yang diberikan oleh guru. Seseorang dikatakan belajar jika
0
2
4
6
8
10
12
14
16
40-48 49-57 58-66 67-75 76-84 85-93Rentang Nilai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
142
menunjukkan adanya perubahan perilaku sebagai hasil belajar. Perubahan perilaku
ini sebagai akibat pengalaman yang diperolehnya. Bila seseorang telah
menunjukkan perubahan perilaku dalam suasana yang serupa pada dua waktu
yang berbeda, orang tersebut dikatakan telah belajar. Perubahan tingkah laku
tersebut menyangkut perubahan yang bersifat pengetahuan (kognitif),
keterampilan (psikomotor) dan sikap (afektif). Perubahan yang diperoleh setelah
proses belajar Fisika dapat berupa pengetahuan, pemahaman, keterampilan,
maupun sikap yang berhubungan dengan pelajaran Fisika. Dalam penelitian ini,
prestasi belajar Fisika siswa meliputi aspek kognitif dan afektif. Data prestasi
kognitif ini diperoleh dari hasil tes prestasi siswa pada pokok bahasan Getaran dan
gelombang dengan jumlah 30 soal. Sistem penilaiannya adalah jumlah soal benar
dibagi jumlah keseluruhan soal yang diujikan dan dikalikan dengan 100. Pada
penelitian ini prestasi belajar kognitif adalah variabel terikat sebagaimana telah
dijelaskan dalam bab III. Pada bahasan berikut ini disajikan data prestasi belajar
kognitif siswa yang dapat diketahui jika ditinjau dari metode pembelajaran yang
digunakan, kemampuan menggunakan alat, kemampuan verbal, metode belajar
dan kemampuan menggunakan alat ukur, metode belajar dan kemampuan verbal,
kemampuan menggunakan alat ukur dan kemampuan verbal, serta metode belajar,
kemampuan menggunakan alat ukur dan kemampuan verbal.
1) Data Prestasi Kognitif Ditinjau dari Metode Belajar
Adapun deskripsi data prestasi belajar kognitif ditinjau dari metode
belajar disajikan dalam Tabel 4.9.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
143
Tabel 4.9 Deskripsi Data Prestasi Kognitif Siswa
Kelas Jumlah Rerata Standar
Deviasi Minimum Maksimum Median
Metode
POE 34 72,94 7,59 50 90 73
Metode
Eksperimen 33 68,18 14,16 50 90 70
Pada Tabel 4.9 menunjukkan deskripsi data prestasi kognitif siswa. Data
prestasi kognitif siswa tersebut dikelompokkan berdasarkan pada kelompok
sampel yang ada, yaitu data prestasi kognitif siswa yang dibelajarkan dengan
menggunakan metode POE dan data prestasi kognitif siswa yang dibelajarkan
dengan menggunakan metode eksperimen. Prestasi kognitif siswa pada kelompok
metode POE mempunyai rerata ( ) sebesar 72,15, standar deviasi (SD) sebesar
07,07, nilai minimum sebesar 50, nilai maksimum sebesar 90 dan nilai median
sebesar 73. Sementara itu prestasi kognitif pada kelompok metode eksperimen
mempunyai rerata ( ) sebesar 67,89, standar deviasi (SD) sebesar 07,07, nilai
minimum sebesar 50, nilai maksimum sebesar 90 dan nilai median sebesar 70. Hal
ini menunjukan bahwa nilai rata-rata kognitif kelas dengan menggunakan metode
POE lebih baik dibandingkan kelas dengan metode eksperimen.
Data penyebaran frekuensi dari nilai prestasi kognitif siswa pada kelas
POE disajikan dalam Tabel 4.10
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
144
Tabel 4.10 Distribusi Frekuensi Nilai Prestasi Kognitif Siswa pada Kelas Poe
Panjang Kelas Frekuensi Nilai Tengah Prosentase (%)
50-56 0 57,5 0
57-63 6 63.5 17.65
64-70 8 69.5 23.53
71-77 12 75.5 35.29
78-84 7 81.5 20.59
85-91 1 87.5 2.94
Total 34 100 %
Dari Tabel 4.10 di atas dapat digambarkan Gambar hubungan antara
frekuensi dengan nila i prestasi kognitif yang diperoleh siswa.
Gambar 4.5 Histogram nilai prestasi belajar kognitif siswa pada kelas POE
0
2
4
6
8
10
12
14
50-56 57-63 64-70 71-77 78-84 85-91Interval Nilai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
145
Berdasarkan Tabel 4.10 dan Gambar 4.5 di atas, dapat diketahui bahwa
prestasi kognitif siswa pada kelas dengan menggunakan metode POE dibagi
menjadi enam kategori yaitu pertama kategori dengan rentang nilai 50-56
sebanyak 0 siswa atau (0,00%), kedua rentang nilai 57-63 sebanyak 6 siswa atau
(17,65%), ketiga rentang nilai 64-70 sebanyak 8 siswa atau (23,53%), keempat
rentang nilai 71-77 sebanyak 12 siswa atau (35,29%), kelima rentang nilai 78-84
sebanyak 7 siswa atau (20,59%), dan keenam rentang nilai 85-90 sebanyak 1
siswa atau (2,94%).
Data penyebaran frekuensi dari prestasi kognitif siswa pada kelas
eksperimen disajikan dalam Tabel 4.11
Tabel 4.11 Distribusi Frekuensi Nilai Prestasi Kognitif Siswa pada Kelas Eksperimen
Panjang Kelas
Frekuensi
Nilai Tengah
Prosentase (%)
50-56 2 53 6.06
57-63 9 60 27.3
64-70 11 67 33.3
71-77 8 74 24.2
78-84 2 81 6.06
85-90 1 88 3.03
Total 33 100 %
Dari Tabel 4.11 di atas dapat digambarkan Gambar hubungan antara
frekuensi dengan nilai yang diperoleh siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
146
Gambar 4.6 Histogram nilai prestasi belajar kognitif siswa pada kelas eksperimen
Berdasarkan Tabel 4.11 dan Gambar 4.6 di atas, dapat diketahui bahwa
prestasi belajar kognitif siswa pada kelas dengan menggunakan metode
eksperimen dibagi menjadi enam kategori yaitu rentang nilai 50-56 sebanyak 2
siswa atau (6,06 %), rentang nilai 57-63 sebanyak 9 siswa atau (27,30 %), rentang
nilai 64-70 sebanyak 11 siswa atau (33,30 %), rentang nilai 71-77 sebanyak 8
siswa atau (24,20 %), dan rentang nilai 78-84 sebanyak 2 siswa atau (6,06 %), dan
rentang nilai 85-90 sebanyak 1 siswa atau (3,03 %).
2) Data Prestasi Kognitif Ditinjau dari Kemampuan Menggunakan Alat Ukur
Adapun deskripsi data prestasi belajar kognitif ditinjau dari kemampuan
siswa dalam menggunakan alat ukur Fisika disajikan dalam Tabel 4.12.
0
2
4
6
8
10
12
50-56 57-63 64-70 71-77 78-84 85-90Rentang Nilai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
147
Tabel 4.12 Deskripsi Data Prestasi Kognitif Ditinjau dari Kemampuan Menggunakan Alat Ukur
Kelas Jumlah Rerata Standar
Deviasi Minimum Maksimum Median
Kemampuan menggunakan alat ukur kategori tinggi
38 72,00 7,86 53 90 71,5
Kemampuan menggunakan alat ukur kategori rendah
29 68,60 8,29 53 90 70
Tabel 4.12 menunjukkan deskripsi data prestasi kognitif siswa. Data
prestasi kognitif siswa tersebut dikelompokkan berdasarkan pada kelompok siswa
yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur Fisika. Prestasi kognitif siswa
pada kelompok siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur kategori
tinggi memiliki rerata ( ) sebesar 72,00, standar deviasi (SD) sebesar 07,86, nilai
minimum sebesar 53, nilai maksimum sebesar 90 dan nilai median sebesar 71,5.
Sementara itu, dari data prestasi kognitif pada kelompok siswa yang memiliki
kemampuan menggunakan alat ukur kategori rendah memiliki rerata ( ) sebesar
68,60, standar deviasi (SD) sebesar 8,29, nilai minimum sebesar 53, nilai
maksimum sebesar 90 dan nilai median sebesar 70.
Data penyebaran frekuensi dari nilai prestasi kognitif siswa yang memiliki
kemampuan menggunakan alat ukur kategori tinggi disajikan dalam Tabel 4.13.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
148
Tabel 4.13 Distribusi Frekuensi Prestasi Kognitif Siswa yang Memiliki Kemampuan Menggunakan Alat Ukur Kategori Tinggi
Panjang Kelas Frekuensi Nilai Tengah Prosentase (%)
50-56 1 48 2.63
57-63 7 56 18.4
64-70 11 64 28.9
71-77 10 72 26.3
78-84 8 80 21.1
85-91 1 88 2.63
Jumlah 38 100 %
Dari Tabel 4.13 di atas dapat digambarkan Gambar hubungan antara
frekuensi dengan nila i yang diperoleh siswa
Gambar 4.7 Histogram nilai prestasi belajar kognitif siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur kategori tinggi
0
2
4
6
8
10
12
50-56 57-63 64-70 71-77 78-84 85-91Rentang Nilai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
149
Berdasarkan Tabel 4.13 dan Gambar 4.7 di atas, dapat diketahui bahwa
prestasi belajar kognitif pada siswa memilikikemampuan menggunakan alat ukur
kategori tinggi dibagi menjadi enam kategori yaitu rentang nilai 50-56 sebanyak 1
siswa atau sebesar (2,63%), rentang nilai 57-63 sebanyak 7 siswa atau sebesar
(18,4%), rentang nilai 64-70 sebanyak 11 siswa atau sebesar (28,9%), rentang
nilai 71-77 sebanyak 10 siswa atau sebesar (26,3%), dan rentang nilai 78-84
sebanyak 8 siswa atau sebesar (21,1%), dan rentang nilai 85-91 sebanyak 1 siswa
atau sebesar (2 ,63%).
Data penyebaran frekuensi dari nilai prestasi kognitif siswa yang memiliki
kemampuan menggunakan alat ukur kategori rendah disajikan dalam Tabel 4.14
Tabel 4.14 Distribusi Frekuensi Prestasi Kognitif Siswa yang Memiliki Kemampuan Menggunakan Alat Ukur Kategori Rendah
Panjang Kelas
Frekuensi
Nilai Tengah
Prosentase (%)
50-56 1 48 03.45
57-63 9 56 31.00
64-70 7 64 24.10
71-77 10 72 34.50
78-84 1 80 03.45
85-91 1 88 03.45
Jumlah 29 100 %
Dari Tabel 4.14 di atas dapat digambarkan Gambar hubungan antara
frekuensi dengan nilai yang diperoleh siswa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
150
Gambar 4.8 Histogram nilai prestasi belajar kognitif siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur Fisika kategori rendah
Berdasarkan Tabel 4.14 dan Gambar 4.8 di atas, dapat diketahui bahwa
prestasi belajar kognitif pada siswa memilikikemampuan menggunakan alat ukur
kategori tinggi dibagi menjadi enam kategori yaitu rentang nilai 50-56 sebanyak 1
siswa atau sebesar 3,45%, rentang nilai 57-63 sebanyak 9 siswa atau sebesar 31%,
rentang nilai 64-70 sebanyak 7 siswa atau sebesar 24,1%, rentang nilai 71-77
sebanyak 10 siswa atau sebesar 34,5%, dan rentang nilai 78-84 sebanyak 1 siswa
atau sebesar 3,45%, dan rentang nilai 85-91 sebanyak 1 siswa atau sebesar 3,45%.
3) Data Prestasi Kognitif Ditinjau dari Kemampuan Verbal Siswa
Adapun deskripsi data prestasi belajar kognitif ditinjau dari kemampuan
verbal siswa disajikan dalam Tabel 4.15.
0
2
4
6
8
10
12
50-56 57-63 64-70 71-77 78-84 85-91Rentang Nilai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
151
Tabel 4.15 Deskripsi Data Prestasi Kognitif Siswa Ditinjau dari Kemampuan Verbal
Kelas Jumlah Rerata Standar
Deviasi Minimum Maksimum Median
Kemampuan
Verbal Kategori
Tinggi
31 74,2 6,57 60 90 73
Kemampuan
Verbal Kategori
Rendah
36 67,4 8,14 53 90 71,5
Tabel 4.15 menunjukkan deskripsi data prestasi kognitif siswa. Data
prestasi kognitif siswa tersebut dikelompokkan berdasarkan pada kelompok siswa
yang memiliki kemampuan verbal siswa. Prestasi kognitif siswa pada kelompok
siswa yang memiliki kemampuan verbal kategori tinggi memiliki rerata ( )
sebesar 74,2, standar deviasi (SD) sebesar 6,57, nilai minimum sebesar 60, nilai
maksimum sebesar 90 dan nilai median sebesar 73. Sementara itu, dari data
prestasi kognitif pada kelompok siswa yang memiliki kemampuan verbal kategori
rendah memiliki rerata ( ) sebesar 67,4, standar deviasi (SD) sebesar 8,14, nilai
minimum sebesar 53, nilai maksimum sebesar 90 dan nilai median sebesar 71,5.
Dari data tersebut menunjukan bahwa rata-rata kemampuan verbal siswa kategori
tinggi lebih baik daripada kemampuan verbal kategori rendah.
Data penyebaran frekuensi dari nilai prestasi kognitif siswa siswa yang
memiliki kemampuan verbal kategori tinggi disajikan dalam Tabel 4.16
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
152
Tabel 4.16 Penyebaran Frekuensi Prestasi Kognitif Siswa yang Memiliki Kemampuan Verbal Kategori Tinggi
Panjang Kelas Frekuensi Nilai Tengah Prosentase (%)
50-56 0 62 0
57-63 3 67 9.68
64-70 6 72 19.4
71-77 14 77 45.2
78-84 7 82 22.6
85-91 1 87 3.23
Jumlah 31 100 %
Dari Tabel 4.16 di atas dapat digambarkan Gambar hubungan antara
frekuensi dengan nila i yang diperoleh siswa.
Gambar 4.9 Histogram nilai prestasi belajar kognitif siswa yang memiliki kemampuan verbal kategori tinggi
0
2
4
6
8
10
12
14
16
50-56 57-63 64-70 71-77 78-84 85-91Rentang Nilai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
153
Berdasarkan Tabel 4.17 dan Gambar 4.9 di atas, dapat diketahui bahwa
prestasi belajar kognitif pada siswa yang memiliki kemampuan verbal kategori
tinggi dibagi menjadi enam kategori yaitu rentang nilai 50-56 sebanyak 0 siswa
atau sebesar (0,0%), rentang nilai 57-63 sebanyak 3 siswa atau sebesar (9,68%),
rentang nilai 64-70 sebanyak 6 siswa atau sebesar (19,4%), rentang nilai 71-77
sebanyak 14 siswa atau sebesar (45,2%), dan rentang nilai 78-84 sebanyak 7 siswa
atau sebesar (22,6%), dan rentang nilai 85-91 sebanyak 1 siswa atau sebesar
(3,23%).
Data penyebaran frekuensi dari nilai prestasi kognitif siswa siswa yang
memiliki kemampuan verbal kategori rendah disajikan dalam Tabel 4.17
Tabel 4.17 Penyebaran Frekuensi Prestasi Kognitif Siswa yang Memiliki Kemampuan Verbal Kategori Rendah
Panjang Kelas
Frekuensi
Nilai Tengah
Prosentase (%)
50-56 2 53 5.56
57-63 13 60 36.1
64-70 12 67 33.3
71-77 6 74 16.7
78-84 2 81 5.56
85-91 1 88 2.78
Jumlah 36 100 %
Dari Tabel 4.17 di atas dapat digambarkan Gambar hubungan antara
frekuensi dengan nilai yang diperoleh siswa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
154
Gambar 4.10 Histogram nilai prestasi belajar kognitif siswa yang memiliki kemampuan verbal kategori rendah
Berdasarkan Tabel 4.17 dan Gambar 4.10 di atas, dapat diketahui bahwa
prestasi belajar kognitif pada siswa memilikikemampuan menggunakan alat ukur
kategori tinggi dibagi menjadi enam kategori yaitu rentang nilai 50-56 sebanyak 2
siswa atau 5,56%, rentang nilai 57-63 sebanyak 13 siswa atau 36,1%, rentang nilai
64-70 sebanyak 12 siswa atau 33,3%, rentang nilai 71-77 sebanyak 6 siswa atau
16,7%, dan rentang nilai 78-84 sebanyak 2 siswa atau 5,56% dan rentang nilai 85-
91 sebanyak 1 siswa atau 2,78%.
4) Data Prestasi Belajar Kognitif Ditinjau dari Metode Pembelajaran dan
Kemampuan Menggunakan Alat Ukur
Deskripsi data prestasi belajar kognitif ditinjau dari metode belajar dan
kemampuan menggunakan alat ukur diperlihatkan dalam Tabel 4.18 .
0
2
4
6
8
10
12
14
50-56 57-63 64-70 71-77 78-84 85-91Rentang Nilai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
155
Tabel 4.18. Deskripsi Data Prestasi Belajar Kognitif Ditinjau dari Metode Belajar dan Kemampuan Menggunakan Alat Ukur
Variabel N Rata-rata SD
Metode POE
Kemampuan Menggunakan
Alat Ukur Tinggi 19 74,15 6,71
Kemampuan Menggunakan
Alat Ukur Rendah 15 71,33 8,54
Metode
Eksperimen
Kemampuan Menggunakan
Alat Ukur Tinggi 19 69,84 8,49
Kemampuan Menggunakan
Alat Ukur Rendah 14 65,71 7,18
Dari Tabel 4.18 di atas menunjukan bahwa siswa yang memiliki
kemampuan menggunakan alat ukur tinggi dengan metode POE mendapat nilai
rata rata 74,15. Sedangkan dengan metode eksperimen mendapat nilai rata-rata
69.84. Siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur rendah dengan
metode POE mendapat nilai rata-rata 71,33. Sedangkan siswa dengan metode
eksperimen mendapat nilai rata-rata 65,71. Dari data tersebut dapat disimpulkan
bahwa prestasi siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur tinggi
sama-sama lebih baik dari pada kemampuan menggunakan alat ukur rendah, baik
yang menggunakan metode POE maupun eksperimen. Sedangkan siswa yang
memiliki kemampuan menggunakan alat ukur rendah prestasi siswa sama-sama
memiliki tinggkat penurunan nilai d ibanding dengan kemampuan menggunakan
alat ukur tinggi, baik yang menggunakan metode POE maupun eksperimen.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
156
5) Data Prestasi Belajar Ditinjau dari Metode Belajar dan Kemampuan Verbal
Deskripsi data prestasi belajar kognitif ditinjau dari metode belajar dan
kemampuan verbal diperlihatkan dalam Tabel 4.19 sebagai berikut:
Tabel 4.19. Deskripsi Data Prestasi Belajar Kognitif Ditinjau dari Metode Belajar dan Kemampuan Verbal
Variabel N Rata-rata SD
Metode POE
Kemampuan Verbal Tinggi 14 77,78 3,82
Kemampuan Verbal rendah 20 69,50 7,76
Metode
Eksperimen
Kemampuan Verbal Tinggi 17 71,29 6,98
Kemampuan Verbal rendah 16 64,68 8,02
Dari Tabel 4.19 di atas menunjukan bahwa siswa yang memiliki
kemampuan verbal tinggi dengan menggunakan metode POE mendapat nilai rata
rata prestasi kognitif sebesar 77,78, standart deviasi sebesar 3,82. Sedangkan
dengan menggunakan metode eksperimen mendapat nila i rata-rata prestasi
kognitif sebesar 71,29, standart deviasi sebesar 6,98. Siswa yang memiliki
kemampuan verbal rendah dengan menggunakan metode POE mendapat nilai
rata-rata prestasi kognitif sebesar 69,50, standart deviasi sebesar 7,76. Sedangkan
siswa dengan menggunakan metode eksperimen mendapat nilai rata-rata prestasi
kognitif sebesar 64,68, standart deviasi sebesar 8,02.
Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa prestasi siswa yang memiliki
kemampuan verbal tinggi sama-sama lebih baik dari pada kemampuan verbal
rendah, baik yang menggunakan metode POE maupun yang menggunakan metode
eksperimen. Sedangkan siswa yang memiliki kemampuan verbal rendah prestasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
157
siswa sama-sama memiliki tinggkat penurunan nilai dibanding dengan
kemampuan menggunakan alat ukur tinggi, baik yang menggunakan metode POE
maupun yang menggunakan metode eksperimen.
6) Data Prestasi Belajar Ditinjau dari Kemampuan Menggunakan Alat Ukur Dan
Kemampuan Verbal
Deskripsi data prestasi belajar kognitif ditinjau dari kemampuan
menggunakan alat ukur dan kemampuan verbal diperlihatkan dalam Tabel 4.20
sebagai berikut:
Tabel 4.20. Deskripsi Data Prestasi Belajar Kognitif Ditinjau dari Kemampuan Menggunakan Alat Ukur dan Kemampuan Verbal
Variabel N Rata-rata SD
Kemampuan Menggunakan Alat Ukur Tinggi
Kemampuan Verbal Tinggi
18 76,00 6,60
Kemampuan Verbal Rendah
20 68,40 7,24
Kemampuan Menggunakan Alat Ukur Rendah
Kemampuan Verbal Tinggi
13 71,76 5,90
Kemampuan Verbal Rendah
16 66,06 9,20
Dari Tabel 4.20 di atas menunjukan bahwa siswa yang memiliki
kemampuan menggunakan alat ukur tinggi dengan kemampuan verbal tinggi
mendapat nilai rata rata 76,00. Sedangkan dengan kemampuan kemampuan verbal
rendah mendapat nilai rata-rata 68,40. Siswa yang memiliki kemampuan
menggunakan a lat ukur rendah dengan kemampuan verbal tinggi mendapat nilai
rata rata 71,76. Sedangkan dengan kemampuan kemampuan verbal rendah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
158
mendapat nilai rata-rata 66,06. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa
prestasi siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur tinggi dan
verbal tinggi mendapat nilai terbaik. Sedangkan siswa yang memiliki kemampuan
menggunakan alat ukur tinggi dan kemampuan verbal rendah dan sebaliknya
mendapat nilai sedang. Begitu halnya siswa yang memiliki kemampuan
menggunakan alat ukur rendah dan verbal rendah memiliki nilai kurang baik.
7) Data Prestasi Belajar Ditinjau dari Metode Belajar, Kemampuan Menggunakan
Alat Ukur, Dan Kemampuan Verbal
Deskripsi data prestasi belajar kognitif ditinjau dari metode belajar,
kemampuan menggunakan alat ukur, dan kemampuan verbal diperlihatkan dalam
Tabel 4.21 sebagai berikut:
Tabel 4.21. Deskripsi Data Prestasi Belajar Kognitif Ditinjau dari Metode Belajar, Kemampuan Menggunakan Alat Ukur dan Kemampuan Verbal
Metode POE Metode eksperimen
Kemampuan Menggunakan Alat Ukur Tinggi
Kemampuan Verbal Tinggi
7 ; 74,42 ; 5,25 9 ; 71,66 ; 11,61
Kemampuan Verbal Rendah
12 ; 67,16 ; 8,62 10 ; 65,60 ; 4,97
Kemampuan Menggunakan Alat Ukur Rendah
Kemampuan Verbal Tinggi
7 ; 75,28 ; 5,61 8 ; 68,75 ; 10,29
Kemampuan Verbal Rendah
8 ; 75,00 ; 7,32 6 ; 64,50 ; 7,79
Dari Tabel 4.21 menunjukan bahwa siswa yang memiliki kemampuan
menggunakan alat ukur tinggi dan kemampuan verbal tinggi dengan metode POE
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
159
mendapat nilai rata rata 74,42, sedangkan yang menggunakan metode eksperimen
mendapat nilai rata-rata 71,66. Siswa yang memiliki kemampuan menggunakan
alat ukur tinggi dan kemampuan verbal rendah dengan metode POE mendapat
nilai rata-rata 67,16, sedangkan yang menggunakan metode eksperimen mendapat
nilai rata-rata 65,60. Siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur
rendah dan kemampuan verbal tinggi dengan metode POE mendapat nilai rata rata
75,28, sedangkan yang menggunakan metode eksperimen mendapat nilai rata-rata
68,75. Siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur rendah dan
kemampuan verbal rendah dengan metode POE mendapat nilai rata-rata 75,00,
sedangkan yang menggunakan metode eksperimen mendapat nilai rata-rata 64,50.
Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa prestasi siswa yang yang mendapat
perlakuan POE yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur kategori
rendah dan kemampuan verbal kategori tinggi memiliki prestasi kognitif yang
terbaik. Sedangkan siswa yang menggunakan metode eksperimen dengan
memiliki kemampuan menggunakan alat ukur kategori rendah dan kemampuan
verbal kategori rendah memiliki prestasi kognitif yang paling kurang baik.
b. Prestasi Belajar Afektif
Selain prestasi belajar kognitif, prestasi belajar yang didapatkan dalam
penelitian ini juga mencakup aspek afektif. Data prestasi afektif diperoleh dari
angket afektif dengan jumlah 55 soal. Sistem penilaiannya adalah apabila
menjawab sangat setuju bernilai 4, setuju bernilai 3, tidak setuju bernilai 2, sangat
tidak setuju bernila i 1, dan tidak menjawab bernilai 0. Nilai maksimum prestasi
afektif adalah 220 dan nilai minimumnya adalah 0. Pada penelitian ini peran
prestasi afektif adalah sebagai variabel terikat, sebagaimana telah dijelaskan pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
160
bab III. Data prestasi belajar afektif berikut ini dapat diketahui jika ditinjau dari
metode belajar yang digunakan, kemampuan menggunakan alat, kemampuan
verbal siswa, metode belajar dan kemampuan menggunakan alat ukur, metode
belajar dan kemampuan verbal, kemampuan menggunakan alat ukur dan
kemampuan verbal, serta metode belajar, kemampuan menggunakan alat ukur dan
kemampuan verbal.
1) Data Prestasi Afektif Ditinjau dari Metode Belajar
Adapun deskripsi data prestasi belajar afektif ditinjau dari metode
belajar disajikan dalam Tabel 4.22.
Tabel 4.22 Deskripsi Data Prestasi Afektif Siswa
Kelas Jumlah Rerata Standar Deviasi
Minimum Maksimum Median
POE 34 162,88 10,57 138 185 164,5
Eksperimen 33 157,33 7,70 136 174 156
Tabel 4.22 di atas menunjukkan deskripsi data prestasi afektif siswa. Data
prestasi afektif siswa tersebut dikelompokkan berdasarkan pada kelompok sampel
yang ada, yaitu data prestasi afektif siswa yang dibelajarkan dengan metode
eksperimen dan data prestasi afektif siswa yang dibelajarkan dengan metode POE.
Prestasi afektif siswa pada kelompok POE memiliki rerata ( ) sebesar 162,88,
standar deviasi (SD) sebesar 10,57 , nilai minimum sebesar 138, nilai maksimum
sebesar 185, dan nilai median sebesar 164,5. Sementara itu, prestasi afektif pada
kelompok eksperimen memiliki rerata ( ) sebesar 157,33 , standar deviasi (SD)
dari data prestasi afektif pada kelompok POE sebesar 7,70 , nilai m inimum
sebesar 136, nilai maksimum sebesar 174, dan nilai median sebesar 156.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
161
Data penyebaran frekuensi dari nilai prestasi afektif siswa pada kelas POE
disajikan dalam Tabel 4.23.
Tabel 4.23 Penyebaran Frekuensi Prestasi Afektif Siswa pada Kelas Metode POE
Panjang Kelas
Frekuensi
Nilai Tengah
Prosentase (%)
135-143 1 139 3.03
144-152 4 148 12.12
153-161 10 157 30.30
162-170 12 166 36.36
171-179 5 175 15.15
180-188 2 184 6.06
Total 34 100 %
Dari Tabel 4.23 di atas dapat digambarkan Gambar hubungan antara
frekuensi dengan nila i yang diperoleh siswa
Gambar 4.11 Histogram nilai prestasi belajar afektif siswa pada kelas POE
0
2
4
6
8
10
12
14
135-143 144-152 153-161 162-170 171-179 180-188Rentang Nilai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
162
Berdasarkan Tabel 4.23 dan Gambar 4.11 di atas, dapat diketahui bahwa
prestasi belajar afektif siswa pada kelas dengan menggunakan metode POE dibagi
menjadi enam kategori yaitu rentang nilai 135-143 sebanyak 1 siswa atau sebesar
3,03%, rentang nilai 144-152 sebanyak 4 siswa atau sebesar 12,12%, rentang nilai
153-161 sebanyak 10 siswa atau sebesar 30,30%, rentang nilai 162-170 sebanyak
12 siswa atau sebesar 36,32%, dan rentang nilai 171-189 sebanyak 5 siswa atau
sebesar 15,15 %, dan 180-188 sebanyak 2 siswa atau sebesar 6,06%.
Data penyebaran frekuensi dari nilai prestasi afektif siswa pada kelas
eksperimen disajikan dalam Tabel 4.24
Tabel 4.24 Penyebaran Frekuensi Prestasi Afektif Siswa pada Kelas Eksperimen
Panjang Kelas
Frekuensi
Nilai Tengah
Prosentase (%)
135-143 1 138 3.03
144-152 6 145 18.2
153-161 17 152 51.5
162-170 7 159 21.2
171-179 2 166 6.06
180-188 0 173 0
Total 33 100 %
Dari Tabel 4.24 di atas dapat digambarkan Gambar hubungan antara
frekuensi dengan nilai yang diperoleh siswa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
163
Gambar 4.12 Histogram nilai prestasi belajar afektif siswa pada kelas eksperimen
Berdasarkan Tabel 4.24 dan Gambar 4.12 di atas, dapat diketahui bahwa
prestasi belajar afektif siswa pada kelas dengan menggunakan metode eksperimen
dibagi menjadi enam kategori yaitu rentang nila i 135-143 sebanyak 1 siswa atau
sebesar (3,03%), rentang nilai 144-152 sebanyak 6 siswa atau sebesar (18,2%),
rentang nilai 153-161 sebanyak 17 siswa atau sebesar (51,5%), rentang nilai 162-
170 sebanyak 7 siswa atau sebesar (21,2%), dan rentang nilai 171-179 sebanyak 2
siswa atau sebesar (6,06%), dan 180-188 sebanyak 0 siswa atau sebesar (0,0%).
2) Data Prestasi Afektif Ditinjau dari Kemampuan Menggunakan Alat Ukur
Adapun deskripsi data prestasi belajar afektif ditinjau dari kemampuan
menggunakan alat ukur Fisika disajikan dalam Tabel 4.25.
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
135-143 144-152 153-161 162-170 171-179 180-188Rentang Nilai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
164
Tabel 4.25 Deskripsi Data Prestasi Afektif Siswa yang Memiliki Kemampuan Menggunakan Alat Ukur Kategori Tinggi
Kelas Jumlah Rerata Standar
Deviasi Minimum Maksimum Median
Kemampuan
Menggunakan
Alat - Tinggi
38 162,44 8,47 148 185 160,5
Kemampuan
Menggunakan
Alat - Rendah
29 157,13 10,32 136 180 156
Tabel 4.25 di atas menunjukkan deskripsi data prestasi afektif siswa. Data
prestasi afektif siswa tersebut dikelompokkan berdasarkan pada kelompok siswa
yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur Fisika kategori tinggi dan data
prestasi afektif siswa yang yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur
Fisika kategori rendah. Prestasi afektif siswa yang memiliki kemampuan
menggunakan alat ukur Fisika kategori tinggi memiliki rerata ( ) sebesar 162,44
sedangkan standar deviasi (SD) sebesar 8,47 , nilai minimum sebesar 148, nilai
maksimum sebesar 185, dan nilai median sebesar 160,5. Sementara itu, prestasi
afektif yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur Fisika kategori rendah
memiliki rerata ( ) sebesar 157,13 , sedangkan standar deviasi (SD) sebesar
10,32 , nilai minimum sebesar 136, nilai maksimum sebesar 180, dan nilai median
sebesar 156. Hal ini menunjukan bahwa nilai rata-rata afektif siswa dengan
kemampuan menggunakan alat ukur tinggi lebih baik dibandingkan siswadengan
kemampuan menggunakan alat ukur rendah.
Data penyebaran frekuensi dari nilai prestasi belajar afektif siswa yang
memiliki kemampuan menggunakan alat ukur Fisika kategori tinggi disajikan
dalam Tabel 4.26.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
165
Tabel 4.26 Distribusi Frekuensi Prestasi Afektif Siswa yang Memiliki Kemampuan Menggunakan Alat Ukur Kategori Tinggi
Panjang Kelas
Frekuensi
Nilai Tengah
Prosentase (%)
135-142 0 149 0
143-150 2 156 5.26
151-158 12 163 31.57
159-166 12 170 31.57
167-174 7 177 18.42
175-182 2 184 5.26
Jumlah 38 100 %
Dari Tabel 4.26 di atas dapat digambarkan Gambar hubungan antara
frekuensi dengan nila i yang diperoleh siswa.
Gambar 4.13 Histogram nilai prestasi belajar afektif siswa yang memiliki kemampuan
menggunakan alat ukur Fisika kategori tinggi
0
2
4
6
8
10
12
14
135-142 143-150 151-158 159-166 167-174 175-182Rentang Nilai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
166
Berdasarkan Tabel 4.26 dan Gambar 4.13 di atas, dapat diketahui bahwa
prestasi belajar afektif siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur
Fisika kategori tinggi dibagi menjadi enam kategori yaitu rentang nilai 135-142
sebanyak 0 siswa atau (0,0) %, rentang nilai 143-150 sebanyak 2 siswa atau
(5,26%), rentang nilai 151-158 sebanyak 12 siswa atau (31,57%), rentang nilai
159-166 sebanyak 12 siswa atau (31,57%), dan rentang nilai 167-174 sebanyak 7
siswa atau (18,42%), dan 175-182 sebanyak 2 siswa atau (5,26%).
Data penyebaran frekuensi dari nilai prestasi belajar afektif siswa yang
memiliki kemampuan menggunakan alat ukur Fisika kategori rendah disajikan
dalam Tabel 4.27
Tabel 4.27 Penyebaran Frekuensi Prestasi Afektif Siswa yang Memiliki Kemampuan Menggunakan Alat Ukur Kategori Rendah
Panjang Kelas
Frekuensi
Nilai Tengah
Prosentase (%)
135-142 2 138.5 6.89 %
143-150 5 146.5 17.24 %
151-158 10 154.5 34.48 %
159-166 8 162.5 27.59 %
167-174 2 170.5 6.89 %
175-182 2 178.5 6.89 %
Jumlah 29 100 %
Dari Tabel 4.27 di atas dapat digambarkan Gambar hubungan antara
frekuensi dengan nilai yang diperoleh siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
167
Gambar 4.14 Histogram nilai prestasi belajar afektif siswa yang memiliki kemampuan
menggunakan alat ukur Fisika kategori rendah
Berdasarkan Tabel 4.27 dan Gambar 4.14 di atas, dapat diketahui bahwa
prestasi belajar afektif siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur
Fisika kategori tinggi dibagi menjadi enam kategori yaitu rentang nilai 135-142
sebanyak 2 siswa atau sebesar (6,89%), rentang nilai 143-150 sebanyak 5 siswa
atau sebesar (17,24%), rentang nilai 151-158 sebanyak 10 siswa atau sebesar
(34,48%), rentang nilai 159-166 sebanyak 8 siswa atau sebesar (27,59%), dan
rentang nilai 167-174 sebanyak 2 siswa atau sebesar (6,89%), dan 175-182
sebanyak 2 siswa atau sebesar (6,89%).
3) Data Prestasi Afektif Ditinjau dari Kemampuan Verbal Siswa
Adapun deskripsi data prestasi belajar afektif ditinjau dari kemampuan
verbal siswa disajikan dalam Tabel 4.29.
0
2
4
6
8
10
12
135-142 143-150 151-158 159-166 167-174 175-182Rentang Nilai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
168
Tabel 4.28 Deskripsi Data Prestasi Afektif Siswa Ditinjau dari Kemampuan Verbal
Kelas Jumlah Rerata Standar
Deviasi Minimum Maksimum Median
Kemampuan Verbal Tinggi
31 162,52 8,98 148 185 161
Kemampuan Verbal Rendah
36 158,11 9,79 136 180 157
Tabel 4.28 di atas menunjukkan deskripsi data prestasi afektif siswa. Data
prestasi afektif siswa tersebut dikelompokkan berdasarkan pada kelompok siswa
yang memiliki kemampuan verbal siswa. Prestasi afektif siswa pada kelompok
siswa yang memiliki kemampuan verbal kategori tinggi berjumlah 31 siswa yang
memiliki rata-rata ( ) sebesar 162,52, standar deviasi (SD) sebesar 8,98, nilai
minimum sebesar 148, nilai maksimum sebesar 185 dan nilai median sebesar 161.
Sementara itu, dari data prestasi afektif pada kelompok siswa yang memiliki
kemampuan verbal kategori rendah berjumlah 36 siswa yang memiliki rata-rata
( ) sebesar 158,11, standar deviasi (SD) sebesar 9,79, nilai minimum sebesar 136,
nilai maksimum sebesar 180 dan nilai median sebesar 157. Hal ini menunjukan
bahwa rata-rata nilai afektif siswa yang memiliki kemampuan verbal tinggi lebih
baik dibandingkan nilai rata-rata afektif siswa yang memiliki kemampuan verbal
rendah.
Data penyebaran frekuensi dari nilai prestasi afektif siswa siswa yang
memiliki kemampuan verbal kategori tinggi disajikan dalam Tabel 4.29.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
169
Tabel 4.29 Distribusi Frekuensi Prestasi Afektif Siswa yang Memiliki Kemampuan Verbal Kategori Tinggi
Panjang Kelas Frekuensi Nilai Tengah Prosentase (%)
136-143 0 149 0
144-151 2 156 6.45
152-159 11 163 35.48
160-167 10 170 32.25
168-175 6 177 19.35
176-183 2 184 6.45
Jumlah 31 100 %
Dari Tabel 4.29 di atas dapat digambarkan Gambar hubungan antara
frekuensi dengan nila i yang diperoleh siswa
Gambar 4.15 Histogram nilai prestasi belajar afektif siswa yang memiliki kemampuan verbal kategori tinggi
Berdasarkan Tabel 4.29 dan Gambar 4.15 di atas, dapat diketahui bahwa
0
2
4
6
8
10
12
136-143 144-151 152-159 160-167 168-175 176-183
Rentang Nilai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
170
prestasi belajar kognitif pada siswa yang memiliki kemampuan verbal kategori
tinggi dibagi menjadi enam kategori yaitu rentang nilai 136-143 sebanyak 0 siswa
atau sebesar (0,0%), rentang nilai 144-151 sebanyak 2 siswa atau sebesar (6,45%),
rentang nilai 152-159 sebanyak 11 siswa atau sebesar (35,48%), rentang nilai 160-
167 sebanyak 10 siswa atau sebesar (32,25%), dan rentang nilai 168-175 sebanyak
6 siswa atau sebesar (19.35%), dan rentang nilai 176-183 sebanyak 2 siswa atau
sebesar (6,45%).
Data penyebaran frekuensi dari nilai prestasi afektif siswa siswa yang
memiliki kemampuan verbal kategori rendah disajikan dalam Tabel 4.30.
Tabel 4.30 Penyebaran Frekuensi Prestasi Afektif Siswa yang Memiliki Kemampuan Verbal Kategori Rendah
Panjang Kelas
Frekuensi
Nilai Tengah
Prosentase (%)
135-142 2 138.5 5.56 %
143-150 5 146.5 13.9 %
151-158 12 154.5 33.3 %
159-166 10 162.5 27.8 %
167-174 5 170.5 13.9 %
175-182 2 178.5 5.56 %
Jumlah 36 100 %
Dari Tabel 4.30 di atas dapat digambarkan Gambar hubungan antara
frekuensi dengan nilai yang diperoleh siswa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
171
Gambar 4.16 Histogram nilai prestasi belajar afektif siswa yang memiliki kemampuan verbal kategori rendah
Berdasarkan Tabel 4.30 dan Gambar 4.16 di atas, dapat diketahui bahwa
prestasi belajar kognitif pada siswa memiliki kemampuan verbal kategori rendah
dibagi menjadi enam kategori yaitu rentang nila i 135-142 sebanyak 2 siswa atau
sebesar (5,56%), rentang nilai 143-150 sebanyak 5 siswa atau sebesar (13,9%),
rentang nilai 151-158 sebanyak 12 siswa atau sebesar (33,3%), rentang nilai 159-
166 sebanyak 10 siswa atau sebesar (27,8%), rentang nilai 167-174 sebanyak 5
siswa atau sebesar (13,9%), dan rentang nilai 175-182 sebanyak 2 siswa atau
sebesar (5 ,56%).
4) Data Prestasi Belajar Afektif Ditinjau dari Metode Belajar Dan Kemampuan
Menggunakan Alat Ukur
0
2
4
6
8
10
12
14
136-143 144-151 152-159 160-167 168-175 176-183Rentang Nilai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
172
Deskripsi data prestasi belajar afektif ditinjau dari metode belajar dan
kemampuan menggunakan alat ukur diperlihatkan dalam Tabel 4.31 sebagai
berikut:
Tabel 4.31. Deskripsi Data Prestasi Belajar Afektif Ditinjau dari Metode Belajar dan Kemampuan Menggunakan Alat Ukur
Variabel N Rata-rata SD
Metode POE
Kemampuan Menggunakan
Alat Ukur Tinggi 19 166,94 7,31
Kemampuan Menggunakan
Alat Ukur Rendah 15 157,70 12,14
Metode
Eksperimen
Kemampuan Menggunakan
Alat Ukur Tinggi 19 157,95 7,36
Kemampuan Menggunakan
Alat Ukur Rendah 14 156,50 8,36
Dari Tabel 4.31 menunjukan bahwa siswa yang memiliki kemampuan
menggunakan alat ukur tinggi dengan menggunakan metode POE mendapat nilai
rata rata 166,94. Sedangkan dengan menggunakan metode eksperimen mendapat
nilai rata-rata 157,95. Siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur
rendah dengan menggunakan metode POE mendapat nilai rata-rata 157,70.
Sedangkan siswa dengan menggunakan metode eksperimen mendapat nilai rata-
rata 156,50. Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa siswa yang memiliki
kemampuan menggunakan alat ukur kategori tinggi lebih bagus prestasinya
menggunakan menggunakan metode POE, sedangkan siswa yang kemampuan
menggunakan alat ukurnya rendah lebih baik prestasinya menggunakan metode
eksperimen.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
173
5) Data Prestasi Belajar Afektif Ditinjau dari Metode Belajar Dan Kemampuan
Verbal.
Deskripsi data prestasi belajar afektif ditinjau dari metode belajar dan
kemampuan verbal diperlihatkan dalam Tabel 4.32 sebagai berikut:
Tabel 4.32. Deskripsi Data Prestasi Belajar Afektif Ditinjau dari Metode Belajar dan Kemampuan Verbal
Variabel N Rata-rata SD
Metode POE
Kemampuan Verbal Tinggi 14 167,71 7,76
Kemampuan Verbal rendah 20 159,50 11,11
Metode
Eksperimen
Kemampuan Verbal Tinggi 17 158,23 7,69
Kemampuan Verbal rendah 16 156,37 7,84
Dari Tabel 4.32 menunjukan bahwa siswa yang memiliki kemampuan
verbal tinggi dengan metode POE mendapat nilai rata rata 167,71. Sedangkan
dengan metode eksperimen mendapat nilai rata-rata 158,23. Siswa yang memiliki
kemampuan verbal rendah dengan metode POE mendapat nilai rata-rata 159,50.
Sedangkan siswa dengan metode eksperimen mendapat nilai rata-rata 156,37. Dari
data tersebut dapat disimpulkan bahwa prestasi afektif siswa dengan metode POE
dan kemampuan verbal tinggi memiliki rata-rata yang terbaik dibandingkan
dengan siswa yang memiliki kemampuan verbal rendah dengan metode POE
maupun pada siswa yang menggunakan metode eksperimen dengan kemampuan
verbal tinggi maupun rendah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
174
6) Data Prestasi Belajar Afektif Ditinjau dari Kemampuan Menggunakan Alat
Ukur Dan Kemampuan Verbal.
Deskripsi data prestasi belajar afektif ditinjau dari kemampuan
menggunakan alat ukur dan kemampuan verbal diperlihatkan dalam Tabel 4.33
sebagai berikut:
Tabel 4.33. Deskripsi Data Prestasi Belajar Afektif Ditinjau dari Kemampuan Menggunakan Alat Ukur dan Kemampuan Verbal
Variabel N Rata-rata SD
Kemampuan
Menggunakan
Alat Ukur Tinggi
Kemampuan Verbal Tinggi 18 164,76 8,02
Kemampuan Verbal rendah 20 156,10 7,79
Kemampuan
Menggunakan
Alat Ukur Rendah
Kemampuan Verbal Tinggi 13 164,76 7,80
Kemampuan Verbal rendah 16 156,09 11,59
Dari Tabel 4.34 menunjukan bahwa siswa yang memiliki kemampuan
menggunakan alat ukur kategori tinggi dengan kemampuan verbal kategori tinggi
mendapat nilai rata rata prestasi afektif sebesar 164,76. Sedangkan dengan
kemampuan kemampuan verbal kategori rendah mendapat nilai rata-rata prestasi
afektif sebesar 164,76. Siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur
kategori rendah dengan kemampuan verbal kategori tinggi mendapat nilai rata rata
prestasi afektif sebesar 156,10. Sedangkan dengan kemampuan kemampuan
verbal kategori rendah mendapat nilai rata-rata prestasi afektif sebesar 156,09.
Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa prestasi siswa memiliki rata-rata yang
hampir sama baik yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur kategori
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
175
tinggi dan kemampuan verbal kategori rendah, dan kemampuan menggunakan alat
ukur kategori rendah dan kemampuan verbal kategori rendah. Sedangkan siswa
yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur rendah dan kemampuan
verbal kategori tinggi memiliki prestasi afektif lebih baik dibandingkan dengan
siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur tinggi dan kemampuan
verbal tinggi.
7) Data Prestasi Belajar Afektif Ditinjau dari Metode Belajar, Kemampuan
Menggunakan Alat Ukur, Dan Kemampuan Verbal.
Deskripsi data prestasi belajar afektif ditinjau dari metode belajar,
kemampuan menggunakan alat ukur dan kemampuan verbal diperlihatkan dalam
Tabel 4.34 sebagai berikut:
Tabel 4.34. Deskripsi Data Prestasi Belajar Afektif Ditinjau dari Metode Belajar, Kemampuan Menggunakan Alat Ukur, dan Kemampuan Verbal
Metode POE
Metode
Eksperimen
Kemampuan Menggunakan Alat Ukur Tinggi
Kemampuan Verbal Tinggi
7; 167,00 ; 11,10 9 ; 158,22 ; 6,79
Kemampuan Verbal Rendah
12; 165,66 ; 7,70 10 ; 156,90 ; 7,09
Kemampuan Menggunakan Alat Ukur Rendah
Kemampuan Verbal Tinggi
7; 161,42 ; 8,16 8 ; 160,62 ; 7,15
Kemampuan Verbal Rendah
8; 156,37 ; 14,04 6 ; 152,33 ; 9,72
Dari Tabel 4.34 di atas menunjukkan bahwa siswa yang memiliki
kemampuan menggunakan alat ukur kategori tinggi dan kemampuan verbal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
176
kategori tinggi dengan menggunakan metode POE mendapat nilai rata rata
prestasi afektif sebesar 167,00, sedangkan yang menggunakan metode eksperimen
mendapat nilai rata-rata sebesar 158,22. Siswa yang memiliki kemampuan
menggunakan alat ukur kategori tinggi dan kemampuan verbal kategori rendah
dengan menggunakan metode POE mendapat nilai rata-rata prestasi afektif
sebesar 165,66, sedangkan yang menggunakan metode eksperimen mendapat nilai
rata-rata sebesar 156,90. Siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat
ukur kategori rendah dan kemampuan verbal kategori tinggi dengan menggunakan
metode POE mendapat nilai rata rata prestasi afektif sebesar 161,42, sedangkan
yang menggunakan metode eksperimen mendapat nilai rata-rata sebesar 160,62.
Siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur kategori rendah dan
kemampuan verbal kategori rendah dengan menggunakan metode POE mendapat
nilai rata-rata prestasi afektif sebesar 1526,37, sedangkan yang menggunakan
metode eksperimen mendapat nilai rata-rata sebesar 152,33. Dari data tersebut
dapat disimpulkan bahwa nilai prestasi memiliki persebaran yang merata baik
menggunakan metode berbeda, kemampuan menggunakan alat ukur berbeda, dan
kemampuan verbal yang berbeda.
B. Pengujian Prasyarat Analisis
1. Uji Normalitas
Uji normalitas merupakan salah satu uji prasyarat analisis yang digunakan
untuk mengetahui apakah sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal
atau tidak. Uji normalitas data dalam penelitian ini menggunakan perhitungan
dengan bantuan program PSAW seri 18. Hipotesis untuk menguji normalitas data
dalam penelitian ini adalah:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
177
H0 = sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal
H1 = sampel berasal dari populasi yang berdistribusi tidak normal
Dalam mengambil keputusan apakah data penelitian yang diperoleh
memiliki distribusi normal atau tidak maka harus dilakukan uji terlebih dahulu
dengan ketentuan, yaitu: jika nilai p-value hasil perhitungan lebih besar dari harga
taraf signifikansi ( = 0,05) maka H0 tidak ditolak, artinya data berdistribusi
secara normal. Namun, jika nilai p-value hasil perhitungan lebih kecil dari harga
taraf signifikansi ( = 0,05) maka H0 ditolak, artinya data tidak berdistribusi
normal.
Adapun ringkasan hasil uji normalitas data prestasi kognitif dan afektif
dalam penelitian ini masing-masing ditunjukkan pada Tabel 4.35 dan 4.36.
Tabel 4.35 Ringkasan Hasil Uji Normalitas Prestasi Kognitif
No. Komponen Metode Uji Normalitas p-value Distribusi Data
1. A1 Kolmogorov-Smirnov 0,057 Normal
2. A2 Kolmogorov-Smirnov 0,188 Normal
3. B1 Kolmogorov-Smirnov 0,072 Normal
4. B2 Kolmogorov-Smirnov 0,200 Normal
5. C1 Kolmogorov-Smirnov 0,200 Normal
6. C2 Kolmogorov-Smirnov 0,053 Normal
7. A1 B1 C1 Kolmogorov-Smirnov 0,200 Normal
8. A1 B1 C2 Kolmogorov-Smirnov 0,199 Normal
9. A1 B2 C1 Kolmogorov-Smirnov 0,094 Normal
10. A1 B2 C2 Kolmogorov-Smirnov 0,200 Normal
11. A2 B1 C1 Kolmogorov-Smirnov 0,200 Normal
12. A2 B1 C2 Kolmogorov-Smirnov 0,200 Normal
13. A2 B2 C1 Kolmogorov-Smirnov 0,200 Normal
14. A2 B2 C2 Kolmogorov-Smirnov 0,200 Normal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
178
Tabel 4.35 di atas merupakan ringkasan hasil uji normalitas data prestasi
kognitif. Uji normalitas data prestasi kognitif dilakukan sebanyak empat belas kali
pada data yang berbeda dengan A1 merupakan data prestasi kognitif siswa yang
dibelajarkan dengan metode POE, A2 merupakan data prestasi kognitif siswa yang
dibelajarkan dengan metode eksperimen, B1 merupakan data prestasi kognitif
siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur kategori tinggi, B2
merupakan data prestasi kognitif siswa yang memiliki kemampuan menggunakan
alat ukur kategori rendah, C1 merupakan data prestasi kognitif siswa yang
memiliki kemampuan verbal kategori tinggi, dan C2 merupakan data prestasi
kognitif siswa yang memiliki kemampuan verbal kategori rendah.
Hasil uji normalitas pada Tabel 4.35 dari urutan data nomor tujuh sampai
dengan empat belas merupakan pola interaksi antar tiga variabel yang berbeda
terhadap prestasi kognitifnya. Untuk data pada nomor tujuh dengan lambang A1
B1 C1 merupakan uji normalitas data prestasi kognitif siswa yang dibelajarkan
dengan metode POE (A1), memiliki kemampuan menggunakan alat ukur kategori
tinggi (B1), dan memiliki kemampuan verbal tinggi (C1). Begitupun seterusnya
pada data nomor delapan sampai dengan empat belas. Pada Tabel 4.35 di atas,
merupakan ringkasan data hasil pengujian normalitas pada prestasi kognitif.
Berdasarkan data tersebut diperoleh prestasi kognitif P-value (signifikansi
terhadap variabel terikat) lebih dari (>) 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa
H0 (hipotesis nol) yang menyatakan sampel berasal dari populasi yang
berdistribusi normal tidak ditolak. Artinya sampel berasal dari populasi yang
berdistribusi normal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
179
Tabel 4.36 Ringkasan Hasil Uji Normalitas Prestasi Afektif
No. Komponen Metode Uji Normalitas p-value Distribusi
Data
1. A1 Kolmogorov-Smirnov 0,200 Normal
2. A2 Kolmogorov-Smirnov 0,200 Normal
3. B1 Kolmogorov-Smirnov 0,119 Normal
4. B2 Kolmogorov-Smirnov 0,200 Normal
5. C1 Kolmogorov-Smirnov 0,200 Normal
6. C2 Kolmogorov-Smirnov 0,101 Normal
7. A1 B1 C1 Kolmogorov-Smirnov 0,200 Normal
8. A1 B1 C2 Kolmogorov-Smirnov 0,200 Normal
9. A1 B2 C1 Kolmogorov-Smirnov 0,200 Normal
10. A1 B2 C2 Kolmogorov-Smirnov 0,200 Normal
11. A2 B1 C1 Kolmogorov-Smirnov 0,175 Normal
12. A2 B1 C2 Kolmogorov-Smirnov 0,200 Normal
13. A2 B2 C1 Kolmogorov-Smirnov 0,092 Normal
14. A2 B2 C2 Kolmogorov-Smirnov 0,200 Normal
Tabel 4.36 di atas merupakan ringkasan hasil uji normalitas data prestasi
afektif. Uji normalitas data prestasi afektif dilakukan sebanyak empat belas kali
pada data yang berbeda dengan A1 merupakan data prestasi afektif siswa yang
dibelajarkan dengan metode POE, A2 merupakan data prestasi afektif siswa yang
dibelajarkan dengan metode eksperimen, B1 merupakan data prestasi afektif siswa
yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur kategori tinggi, B2 merupakan
data prestasi afektif siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur
kategori rendah, C1 merupakan data prestasi afektif siswa yang memiliki
kemampuan verbal kategori tinggi, dan C2 merupakan data prestasi afektif siswa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
180
yang memiliki kemampuan verbal kategori rendah. Hasil uji normalitas pada
Tabel 4.38 dari urutan data nomor tujuh sampai dengan empat belas merupakan
pola interaksi antar tiga variabel yang berbeda terhadap prestasi afektifnya. Untuk
data pada nomor tujuh dengan lambang A1 B1 C1 merupakan uji normalitas data
prestasi afektif siswa yang dibelajarkan dengan metode POE (A1), memiliki
kemampuan menggunakan alat ukur kategori tinggi (B1), dan memiliki
kemampuan verbal tinggi (C1). Begitupun seterusnya pada data nomor delapan
sampai dengan data nomor empat belas. Pada Tabel 4.35 di atas, merupakan
ringkasan data hasil pengujian normalitas pada prestasi afektif. Berdasarkan data
tersebut diperoleh prestasi afektif P-value (signifikansi terhadap variabel terikat)
lebih dari (>) 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa H0 (hipotesis nol) yang
menyatakan sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal tidak ditolak.
Artinya sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
2. Uji Homogenitas
Uji homogenitas dimaksudkan untuk mengetahui apakah sampel berasal
dari populasi yang homogen atau tidak. Uji homogenitas yang digunakan dalam
penelitian ini adalah dengan metode uji Levene statistic. Variabel untuk uji ini
adalah prestasi kognitif dan afektif sedangkan sebagai faktornya adalah metode
pembelajaran (eksperimen dan POE), kemampuan siswa dalam menggunakan alat
ukur Fisika, dan kemampuan verbal siswa. Adapun hasil uji homogenitas varians
data prestasi kognitif disajikan pada Tabel 4.37.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
181
Tabel 4.37 Ringkasan Hasil Uji Homogenitas Prestasi Kognitif
No. Faktor Metode Uji p-value Keputusan
1. Metode Statistik levene 0,059 Homogen
2. Kemampuan Menggunakan Alat Ukur
Statistik Levene 0,179 Homogen
3. Kemampuan verbal Statistik Levene 0,236 Homogen
Tabel 4.37 di atas merupakan ringkasan hasil uji homogenitas varians
prestasi kognitif siswa. Data tersebut menunjukkan bahwa uji homogenitas
prestasi siswa ranah kognitif memiliki p-value yang lebih besar dibandingkan
dengan harga taraf signifikansi = 0,05. Hal ini berarti bahwa semua hipotesis nol
H0 untuk prestasi kognitif siswa pada faktor metode belajar, kemampuan
menggunakan alat ukur, dan kemampuan verbal siswa tidak ditolak. Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa homogenitas data prestasi siswa ranah
kognitif berdasarkan faktor metode belajar, kemampuan menggunakan alat ukur,
dan kemampuan verbal dapat terpenuhi. Artinya sampel berasal dari populasi
yang homogen.
Tabel 4.38 Ringkasan Hasil Uji Homogenitas Prestasi Afektif
No. Faktor Metode Uji p-value Keputusan
1 Metode Statistik levene 0,108 Homogen
2 Kemampuan Menggunakan Alat Ukur
Statistik levene 0,478 Homogen
3 Kemampuan verbal Statistik levene 0,378 Homogen
Tabel 4.38 di atas merupakan ringkasan hasil u ji homogenitas varians data
di atas menunjukkan bahwa prestasi siswa ranah afektif memiliki p-value yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
182
lebih besar dibandingkan dengan harga taraf signifikansi = 0,05. Hal ini berarti
bahwa semua hipotesis H0 untuk prestasi afektif siswa pada faktor metode,
kemampuan menggunakan alat ukur, dan kemampuan verbal siswa tidak ditolak.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa homogenitas data prestasi siswa
ranah kognitif berdasarkan faktor metode, kemampuan menggunakan alat ukur,
dan kemampuan verbal dapat terpenuhi.
C. Pengujian Hipotesis
1. Analisis Variansi Prestasi Kognitif
Uji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan anava tiga jalan karena
faktor yang terlibat dan bertindak sebagai variabel bebas ada tiga faktor, yaitu
metode pembelajaran, kemampuan menggunakan alat ukur Fisika, dan
kemampuan verbal siswa. Adapun ringkasan hasil analisis variansi tiga jalan
dengan frekuensi sel tidak sama dapat dicermati pada Tabel 4.39.
Tabel 4.39 Ringkasan Anava Tiga Jalan Prestasi Kognitif
No. Sumber Variansi p-value Keputusan Uji
1. A 0,002 H01 ditolak
2. B 0,055 H02 tidak ditolak
3. C 0,000 H03 ditolak
4. AB 0,757 H012 tidak ditolak
5. AC 0,630 H013 tidak ditolak
6. BC 0,601 H023 tidak ditolak
7. ABC 0,897 H0123 tidak ditolak
Hasil tersebut digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan
penolakan hipotesis penelitian sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
183
a. H01: Terdapat perbedaan pengaruh penggunaan pendekatan kontekstual melalui
metode eksperimen dan POE terhadap prestasi kognitif siswa. Hipotesis H01 ini
ditolak karena p-value = 0,002 < = 0,05.
b. H02: Tidak ada perbedaan pengaruh kemampuan menggunakan alat ukur
kategori tinggi dan kemampuan menggunakan alat ukur kategori rendah
terhadap prestasi kognitif siswa. Hipotesis H02 ini ditolak karena p-value =
0,055 > = 0,05.
c. H03: Terdapat perbedaan pengaruh kemampuan verbal tinggi dan kemampuan
verbal rendah terhadap prestasi kognitif siswa. Hipotesis H03 ini tidak ditolak
karena p-value = 0,000 < = 0,05.
d. H012: Tidak ada interaksi antara metode pembelajaran dengan kemampuan
menggunakan alat ukur terhadap prestasi kognitif siswa. Hipotesis H012 ini
tidak ditolak karena p-value = 0,757 > = 0,05.
e. H013: Tidak ada interaksi antara metode pembelajaran dengan kemampuan
verbal siswa terhadap prestasi kognitif siswa. Hipotesis H013 ini tidak ditolak
karena p-value = 0,630 > = 0,05.
f. H023: Tidak ada interaksi antara kemampuan menggunakan alat ukur dengan
kemampuan verbal siswa terhadap prestasi kognitif siswa. Hipotesis H023 ini
tidak ditolak karena p-value = 0,601 > = 0,05.
g. H0123: Tidak ada interaksi antara metode pembelajaran dengan kemampuan
menggunakan alat ukur dan kemampuan verbal siswa terhadap prestasi
kognitif siswa. Hipotesis H0123 ini tidak ditolak karena p-value = 0,897 > =
0,05.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
184
Ketentuan untuk menolak H0 dalam penelitian ini adalah jika p-value lebih
kecil dibandingkan dengan nilai taraf signifikansi = 0,05. Hasil perhitungan
anava tiga jalan dengan menggunakan program PSAW seri 18 pada Tabel 4.39 di
atas menunjukkan bahwa semua p-value bernilai lebih besar dari taraf signifikansi
, kecuali untuk hipotesis pertama dan ketiga. Hasil perhitungan yang ditampilkan
pada Tabel 4.39 di atas menunjukkan bahwa p-value untuk hipotesis pertama dan
ketiga nilainya lebih kecil dibandingkan dengan nilai taraf signifikansi sehingga
H01 dan H03 ditolak. Dengan demikian, hanya hipotesis pertama dan ketiga saja
yang selanjutnya dilakukan komparasi rata-rata (compere mean).
Compare mean ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan rerata apabila
pada hipotesis pertama, kedua, atau ketiga diterima baik pada prestasi kognitif
atau afektif. Compare mean dilakukan dengan menggunakan program Ms.excel.
Dari hasil perhitungan anava tiga jalan pada Tabel 4.41 di atas, hipotesis yang
perlu dilakukan compere mean adalah hipotesis H01, yaitu “terdapat perbedaan
pengaruh penggunaan pendekatan kontekstual melalui metode eksperimen dan
POE terhadap prestasi kognitif siswa”. Dan hipotesis H03 yaitu “terdapat
perbedaan pengaruh kemampuan verbal kategori tinggi dan kemampuan verbal
kategori rendah terhadap prestasi kognitif siswa.” Pada hipotesis 1 berdasarkan
analisis uji hipotesis disimpulkan bahwa terdapat perbedaan pengaruh metode
belajar terhadap prestasi kognitif. Untuk mengetahui metode yang lebih baik
untuk prestasi belajar kognitif maka dilakukan dengan melihat compare mean
dengan hasil data yang diperlihatkan dalam Tabel 4.40.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
185
Tabel 4.40. Data Hasil Compare Mean Hipotesis 1 Prestasi Kognitif
Metode pembelajaran Jumlah Rerata Standar Deviasi
Metode POE 34 72,94 7,59
Metode Eksperimen 33 68,18 14,16
Berdasarkan Tabel 4.40 dapat diketahui bahwa nilai rata-rata prestasi
kognitif siswa dengan menggunakan metode POE nilai rata-rata hasil prestasi
kognitifnya adalah 72,94. Sedangkan pada metode eksperimen nilai rata-rata hasil
prestasi kognitifnya adalah 68,18. Dari hasil membandingkan kedua rata-rata nilai
hasil prestasi belajar kognitif disimpulkan bahwa metode POE lebih baik
dibandingkan metode eksperimen.
Pada hipotesis 2 berdasarkan analisis uji hipotesis disimpulkan bahwa
terdapat perbedaan pengaruh kemampuan verbal terhadap prestasi belajar kognitif.
Untuk mengetahui kemampuan verbal yang lebih baik memberikan pengaruh
terhadap prestasi belajar kognitif maka dilakukan compare mean dengan hasil
data yang diperlihatkan dalam Tabel 4.41 sebagai berikut:
Tabel 4.41. Data Hasil Compare Mean Hipotesis 2 Prestasi Kognitif
Kemampuan verbal Jumlah Rerata Standar Deviasi
Kemampuan Verbal Tinggi
31 74,2 6,57
Kemampuan Verbal Rendah
36 67,4 8,14
Berdasarkan Tabel 4.43 dapat diketahui bahwa rata-rata prestasi kognitif
siswa yang memiliki kemampuan verbal tinggi mendapatkan nilai rata-rata hasil
prestasi kognitif sebesar 74,2. Sedangkan siswa yang memiliki kemampuan verbal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
186
rendah mendapatkan nilai rata-rata hasil prestasi kognitif sebesar 67,4. Dari hasil
membandingkan kedua rata-rata nilai hasil prestasi belajar kognitif disimpulkan
bahwa kemampuan verbal tinggi memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap
hasil prestasi kognitif d ibandingkan kemampuan verbal rendah.
2. Analisis Varians Prestasi Afektif
Uji hipotesis untuk prestasi belajar afektif dalam penelitian ini sama
halnya dengan uji hipotesis untuk prestasi belajar afektif yaitu menggunakan
anava tiga jalan karena faktor yang terlibat dan bertindak sebagai variabel bebas
ada tiga faktor, yaitu metode pembelajaran, kemampuan menggunakan alat ukur
Fisika, dan kemampuan verbal siswa. Adapun ringkasan hasil analisis variansi
tiga jalan dengan frekuensi sel tidak sama dapat dicermati pada Tabel 4.42.
Tabel 4.42 Ringkasan Anava Tiga Jalan Prestasi Afektif
No. Sumber Variansi p-value Keputusan Uji
1 A 0,003 H01 ditolak
2 B 0,822 H02 tidak ditolak
3 C 0,000 H03 ditolak
4 AB 0,741 H012 tidak ditolak
5 AC 0,637 H013 tidak ditolak
6 BC 0,966 H023 tidak ditolak
7 ABC 0,444 H0123 tidak ditolak
Hasil tersebut digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan penolakan
hipotesis penelitian sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
187
a. H01: Terdapat perbedaan pengaruh penggunaan pendekatan kontekstual melalui
metode eksperimen dan POE terhadap prestasi afektif siswa. Hipotesis H01 ini
ditolak karena p-value = 0,003 < = 0,05.
b. H02: Tidak ada perbedaan pengaruh kemampuan menggunakan alat ukur
kategori tinggi dan kemampuan menggunakan alat ukur kategori rendah
terhadap prestasi afektif siswa. Hipotesis H02 ini tidak ditolak karena p-value =
0,822 > = 0,05.
c. H03: Terdapat perbedaan pengaruh kemampuan verbal tinggi dan kemampuan
verbal rendah terhadap prestasi afektif siswa. Hipotesis H03 ini ditolak karena
p-value = 0,000 < = 0,05.
d. H012: Tidak ada interaksi antara metode pembelajaran dengan kemampuan
menggunakan alat ukur terhadap prestasi afektif siswa. Hipotesis H012 ini tidak
ditolak karena p-value = 0,741 > = 0,05.
e. H013: Tidak ada interaksi antara metode pembelajaran dengan kemampuan
verbal siswa terhadap prestasi afektif siswa. Hipotesis H013 ini tidak ditolak
karena p-value = 0,637 > = 0,05.
f. H023: Tidak ada interaksi antara kemampuan menggunakan alat ukur dengan
kemampuan verbal siswa terhadap prestasi afektif siswa. Hipotesis H023 ini
tidak ditolak karena p-value = 0,966 > = 0,05.
g. H0123: Tidak ada interaksi antara metode pembelajaran dengan kemampuan
menggunakan alat ukur dan kemampuan verbal siswa terhadap prestasi afektif
siswa. Hipotesis H0123 ini tidak ditolak karena p-value = 0,444 > = 0,05.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
188
Ketentuan untuk menolak H0 dalam penelitian ini adalah jika p-value lebih
kecil dibandingkan dengan nilai taraf signifikansi = 0,05. Hasil perhitungan
anava tiga jalan dengan menggunakan program PSAW seri 18 pada Tabel 4.44 di
atas menunjukkan bahwa semua p-value bernilai lebih besar dari taraf signifikansi
, kecuali untuk hipotesis pertama dan ketiga. Hasil perhitungan yang ditampilkan
pada Tabel 4.42 di atas menunjukkan bahwa p-value untuk hipotesis pertama dan
ketiga nilainya lebih kecil dibandingkan dengan nilai taraf signifikansi sehingga
H01 dan H03 ditolak. Dengan demikian, hanya hipotesis pertama dan ketiga saja
yang selanjutnya dilakukan perbandingan nilai rata-rata (compare mean).
Compare mean dilakukan untuk mengetahui perbedaan rerata apabila pada
hipotesis pertama, kedua, atau ketiga diterima baik pada prestasi kognitif atau
afektif. Compare mean dilakukan dengan menggunakan program Ms. excel. Dari
hasil perhitungan anava tiga jalan pada Tabel 4.42 di atas, hipotesis yang perlu
dilakukan compere mean adalah hipotesis H01, yaitu “terdapat perbedaan
pengaruh penggunaan pendekatan kontekstual melalui metode eksperimen dan
POE terhadap prestasi afektif siswa”. Dan hipotesis H03 yaitu “terdapat perbedaan
pengaruh kemampuan verbal kategori tinggi dan kemampuan verbal kategori
rendah terhadap prestasi afektif siswa.”
Pada hipotesis 1 berdasarkan analisis uji hipotesis disimpulkan bahwa
terdapat perbedaan pengaruh metode belajar terhadap prestasi belajar afektif.
Untuk mengetahui metode yang lebih baik untuk prestasi belajar afektif maka
dilakukan compare mean dengan hasil data yang diperlihatkan dalam Tabel 4.43.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
189
Tabel 4.43. Data Hasil Compare Mean Hipotesis 1 Prestasi Afektif
Metode pembelajaran Jumlah Rerata Standar Deviasi
Metode POE 34 162,88 16,26
Metode Eksperimen 33 157,33 26,87
Berdasarkan Tabel 4.43 dapat diketahui bahwa rata-rata prestasi afektif
siswa dengan menggunakan metode POE nilai rata-rata hasil prestasi afektifnya
adalah 162,88. Sedangkan pada metode eksperimen nilai rata-rata hasil prestasi
afektifnya adalah 157,33. Dari hasil membandingkan kedua rata-rata nilai hasil
prestasi belajar afektif disimpulkan bahwa metode POE lebih baik dibandingkan
metode eksperimen.
Pada hipotesis 2 berdasarkan analisis uji hipotesis disimpulkan bahwa
terdapat pengaruh kemampuan verbal terhadap prestasi belajar afektif. Untuk
mengetahui kemampuan verbal yang lebih baik memberikan pengaruh terhadap
prestasi belajar afektif maka dilakukan compare mean dengan hasil data yang
diperlihatkan dalam Tabel 4.44 sebagai berikut:
Tabel 4.44. Data Hasil Compare Mean Hipotesis 2 Prestasi Afektif
Kemampuan verbal Jumlah Rerata Standar Deviasi
Kemampuan Verbal Tinggi
31 162,52 9,07
Kemampuan Verbal Rendah
36 158,11 9,79
Berdasarkan Tabel 4.44 dapat diketahui bahwa rata-rata prestasi afektif
siswa yang memiliki kemampuan verbal tinggi mendapatkan nilai rata-rata hasil
prestasi afektif sebesar 162,52. Sedangkan siswa yang memiliki kemampuan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
190
verbal rendah mendapatkan nilai rata-rata hasil prestasi afektif sebesar 158,11.
Dari hasil membandingkan kedua rata-rata nilai hasil prestasi belajar afektif
disimpulkan bahwa kemampuan verbal tinggi memberikan pengaruh yang lebih
baik terhadap hasil prestasi afektif dibandingkan kemampuan verbal rendah.
D. Pembahasan Hasil Analisis Data
1. Pembahasan Hasil Analisis Data Prestasi Kognitif
a. Hipotesis Pertama
Dari hasil analisis data menggunakan anava tiga jalan diperoleh p-value
metode pembelajaran terhadap prestasi kognitif sebesar 0,002. P-value ini jelas
lebih kecil dibandingkan dengan nilai taraf signifikansi yang telah ditetapkan
sebelumnya, yakni sebesar 0,05 atau 5%. Dengan demikian, hipotesis nol pertama
(H01) yang menyatakan bahwa tidak ada pengaruh penggunaan pendekatan
kontekstual melalui metode eksperimen dan POE terhadap prestasi kognitif siswa,
ditolak. Hal ini berarti bahwa antara metode pembelajaran eksperimen dan POE
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap prestasi belajar siswa aspek kognitif
pada pokok bahasan Getaran dan gelombang. Sehingga hal ini sesuai dengan
hipotesis awal yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh pembelajaran
kontekstual menggunakan metode POE dan eksperimen terhadap prestasi kognitif
siswa.
Berdasarkan hasil uji lanjut compare mean Tabel 4.40, rata-rata prestasi
kognitif siswa pada kelas yang menggunakan metode POE adalah 72,94 dan kelas
yang menggunakan metode eksperimen adalah 68,18. Hal ini berarti bahwa rata-
rata kelas dengan menggunakan metode POE lebih baik dibandingkan rata-rata
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
191
kelas yang menggunakan metode eksperimen terhadap prestasi belajar kognitif.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Siswoyo (2010) yang
menyimpulkan bahwa pembelajaran Fisika menggunakan metode POE mampu
meningkatkan pemahaman konsep atau membangun suatu konsep.
Pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar yang membantu guru
mengaitkan antara materi yang disampaikan dengan situasi dunia nyata siswa dan
mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan
penerapannya dalam kehidupan sehari-hari (Sagala,2011:87). Pendekatan
pembelajaran kontekstual dalam penelitian ini menggunakan metode POE dan
eksperimen. Pada pelaksanaan kedua metode pembelajaran ini pada dasarnya
sama yaitu sama-sama mendorong siswa untuk menemukan pengetahuan secara
mandiri. Pembelajaran semacam ini dikenal dengan pembelajaran penemuan atau
discovery learning yaitu pembelajaran yang mendorong siswa secara mandiri
menemukan suatu konsep, kesimpulan, aturan atau hukum . Dari data hasil
pengamatan, kelas dengan metode POE lebih baik dibandingkan dengan kelas
dengan metode eksperimen. Hal ini disebabkan karena metode POE yang
digunakan dengan inquiry. Maksudnya, siswa aktif dalam menemukan
pengetahuan secara mandiri. Dimulai dari kegiatan menduga, dalam hal ini siswa
aktif membuat dugaan terhadap suatu persoalan Fisika yang disajikan oleh guru.
Kemudian melakukan observasi, dalam hal ini siswa aktif mengamati secara
langsung persoalan Fisika, dengan ini siswa akan mengetahui apakah dugaan yang
dibuat sesuai atau tidak dengan kenyataan. Dan yang terakhir, siswa memberikan
penjelasan tentang hasil yang diamatinya dengan apa yang menjadi dugaanya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
192
Apabila dugaan siswa ternyata terjadi dalam pengamatannya, maka siswa akan
semakin yakin akan konsepnya. Hal ini sejalan dengan pernyataan yang
disampaikan Paul Suparno (2007:102) bahwa “metode POE menuntut siswa untuk
mampu mengkonstruksi konsep pengetahuannya secara mandiri, siswa aktif
berfikir tentang suatu persoalan Fisika dan siswa aktif melakukan pengamatan
serta mencari penjelasannya”. Sehingga pengetahuan yang didapat dari proses
tersebut akan semakin kuat tertatanam diri siswa dan lebih bertahan lama atau
sulit untuk dilupakan. Akibatnya, prestasi belajar siswa menunjukkan hasil yang
memuaskan.
Sedangkan pada penggunaan metode eksperimen dalam penelitian ini hasil
tidak lebih baik daripada penggunaan metode POE. Pada dasarnya pelaksanaan
kedua metode tersebut sebenarnya sama yaitu sama-sama mendorong siswa untuk
menemukan pengetahuan secara mandiri. Namun dalam pelaksanaanya metode
eksperimen tidak sepenuhnya sesuai dengan prinsip dan kaedah metode
pembelajaran eksperimen. Diantanya adalah tidak dengan inquiry dan masih
bersifat konvensional. Maksudnya, siswa hanya diminta untuk melakukan
kegiatan sesuai dengan apa yang terdapat pada LKS sehingga siswa tidak dituntut
untuk kritis. Akibatnya, prestasi belajar siswa belum menunjukkan hasil yang
memuaskan. Dengan demikian, pendekatan pembelajaran kontekstual akan
menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik jika diajarkan dengan metode POE
daripada diajarkan dengan menggunakan metode eksperimen pada pokok bahasan
Getaran dan gelombang.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
193
Hakan Ozdemir (2011) dalam Western Anatolia Joernal Education Science yang
menyebutkan bahwa penggunaan strategi POE berpengaruh secara signifikan
terjadap prestasi belajar siswa. Lebih lanjut Hakan Ozdemir menyebutkan bahwa
penggunaan strategi POE membantu siswa untuk mendapatkan pemahaman yang
lebih baik tentang konsep-konsep ilmiah. Selain itu David F. Treagust (2007)
dalam hasil penelitiannya juga menyebutkan bahwa metode POE cukup efektif
untuk meningkatkan pembelajaran bermakna di kelas.
Sementara itu, pada prestasi belajar aspek afektif dilihat dari hasil analisis
data menggunakan anava tiga ja lan diperoleh p-value metode pembelajaran
terhadap prestasi afektif sebesar 0,003. P-value ini jelas lebih kecil dibandingkan
dengan nilai taraf signifikansi yang telah ditetapkan sebelumnya, yakni sebesar
0,05 atau 5%. Dengan demikian, hipotesis nol pertama (H01) yang menyatakan
bahwa tidak ada pengaruh penggunaan pendekatan kontekstual melalui metode
eksperimen dan POE terhadap prestasi afektif siswa, ditolak. Hal ini berarti bahwa
antara metode pembelajaran eksperimen dan POE memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap prestasi belajar siswa aspek afektif pada pokok bahasan
Getaran dan gelombang. Sehingga hal ini sesuai dengan hipotesis awal yang
menyatakan bahwa terdapat pengaruh pembelajaran kontekstual menggunakan
metode eksperimen dan POE terhadap prestasi afektif siswa.
Berdasarkan hasil uji lanjut compare mean Tabel 4.43, rata-rata prestasi
afektif siswa pada kelas yang menggunakan metode POE sebesar 162,88 dan
standart deviasi (SD) sebesar 16,26. Sedangkan pada kelas yang menggunakan
metode eksperimen rata-rata prestasi afektif sebesar 157,33 dan standart deviasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
194
(SD) sebesar 26,87. Hal ini berarti bahwa rata-rata kelas dengan menggunakan
metode POE lebih baik dibandingkan rata-rata kelas yang menggunakan metode
eksperimen terhadap prestasi belajar afektif siswa. Hal ini dikarenakan bahwa
penilain prestasi afektif berdasarkan pada sikap atau perilaku siswa dalam kelas.
Sementara itu penggunaan pendekatan kontekstual dengan menggunakan metode
POE mengedepankan pada sikap atau perilaku siswa untuk bisa aktif dalam proses
pembelajaran. Dalam penggunaan metode POE siswa aktif untuk menyampaikan
ide-ide, gagasan, dan pendapatnya baik yang disampaikan dalam bentuk bahasa
lisan maupun tertulis. Sehingga dalam penilaian prestasi afektif pada metode lebih
baik dibandingkan dengan prestasi afektif pada kelas yang menggunakan metode
eksperimen.
b. Hipotesis Kedua
Harga p-value untuk hipotesis nol yang kedua (H02) adalah sebesar 0,055.
Nilai ini lebih besar jika dibandingkan dengan harga taraf signifikansi yang
telah ditetapkan sebelumnya, yakni sebesar 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa
hipotesis nol yang kedua (H02) tidak ditolak, yang berarti tidak ada pengaruh
kemampuan menggunakan alat ukur kategori tinggi dan rendah terhadap prestasi
kognitif siswa. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis awal yang menyatakan bahwa
terdapat pengaruh kemampuan menggunakan alat ukur katergori tinggi dan
rendah terhadap prestasi kognitif siswa. Hipotesis tersebut dibangun atas landasan
teori belajar Ausebel yang menyebutkan proses pembelajaran akan bermakna dan
informasi yang didapat oleh siswa akan bertahan lama jika ada kaitannya antara
konsepsi awal dengan konsep yang sedang dipelajari siswa (Dahar,1989:103).
Konsepsi awal dalam hal ini adalah kemampuan awal siswa dalam menggunakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
195
alat ukur. Namun di satu sisi lain terdapat penelitian yang dilakukan oleh Daimul
Khasanah (2010) yang dalam salah satu kesimpulannya menyatakan bahwa
“kemampuan menggunakan alat ukur tidak berpengaruh signifikan terhadap
prestasi belajar siswa”. Sehingga hasil penelitian ini sejalan dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Daimul khasanah yang salah satu kesimpulannya
menyatakan bahwa kemampuan menggunakan alat ukur tidak berpengaruh
signifikan terhadap prestasi belajar siswa.
Tabel 4.12 menunjukkan deskripsi data prestasi kognitif siswa berdasarkan
kemampuan menggunakan alat ukur. Kelompok siswa dengan kemampuan
menggunakan a lat ukur kategori tinggi memiliki rerata prestasi kognitif ( )
sebesar 72,00 sedangkan kelompok siswa dengan kemampuan menggunakan alat
ukur kategori rendah memiliki rerata prestasi kognitif ( ) sebesar 68,60.
Sementara itu, standar deviasi (SD) dari data prestasi kognitif pada siswa dengan
kemampuan menggunakan alat ukur kategori tinggi adalah sebesar 7,86
sedangkan pada siswa dengan kemampuan menggunakan alat ukur kategori
rendah adalah sebesar 8,29. Data tersebut dapat dilihat selisih rerata prestasi
kognitif antara siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur tinggi
dan rendah sebesar 3,56. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa antara siswa
dengan kemampuan menggunakan alat ukur kategori tinggi dan siswa yang
mempunyai kemampuan menggunakan alat ukur kategori rendah tidak ada
pengaruh yang signifikan terhadap prestasi kognitif siswa.
Tidak adanya pengaruh kemampuan menggunakan alat ukur tinggi dan
kemampuan menggunakan alat ukur rendah terhadap prestasi kognitif siswa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
196
diantaranya: Pertama; disebabkan karena instrumen pengambilan data untuk
memperoleh informasi tentang kemampuan menggunakan alat ukur siswa hanya
diperoleh dari tes tertulis pilihan ganda saja. Sehingga data kemampuan
menggunakan alat ukur yang diperoleh kurang akurat dan kurang dapat
dipercaya. Karena tes tertulis pilihan ganda terdapat kelemahan jika digunakan
untuk mengukur kemampuan/keterampilan/skill yang dimiliki siswa. Maka
daripada itu dibutuhkan pula sebuah instrumen atau tes lain yang dapat digunakan
untuk mengukur penampilan atau kinerja yang telah dikuasai siswa. Instrumen
tersebut bisa langsung tes praktek ataupun tes tertulis namun tes tertulis yang
menjadi sasarannya adalah kemampuan peserta didik dalam menampilkan karya.
Dengan demikian, untuk memperoleh informasi tentang kemampuan
menggunakan alat ukur yang lebih valid dari para siswa, sebaiknya selain adanya
tes tertulis perlu juga adanya tes keterampilan menggunakan alat ukur dan
observasi secara langsung pada siswa yang bersangkutan.
Kedua; disebabkan karena data kemampuan menggunakan alat ukur pada
penelitian ini hanya dikategorikan menjadi dua kategori yaitu kategori tinggi dan
kategori rendah. Dalam penelitian ini peneliti tidak melibatkan kategori sedang.
Hal ini sedikit memberikan pengaruh terhadap hasil penelitian, karena semakin
ketat pengklasifikasian data maka hasil yang diperoleh pun akan semakin valid.
Berbeda dengan sebaliknya apabila pengklasikasian terlalu sedikit maka peluang
untuk data yang diperoleh kurang valid semakin besar. Ketiga; disebabkan karena
dalam melakukan percobaan dilakukan secara kelompok, dan adanya keterbatasan
waktu dalam melakukan percobaan sehingga tidak semua siswa terlibat dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
197
melakukan percobaan. Sehingga siswa yang memiliki kemampuan menggunakan
alat ukur tinggi belum tentu ikut terlibat menggunakan alat ukur untuk melakukan
percobaan. Hal inilah yang menyebabkan antara siswa yang memiliki kemampuan
menggunakan alat ukur tinggi dan rendah tidak ada pengaruh yang signifikan.
Sementara itu, dari hasil analisis data menggunakan anava tiga jalan
diperoleh p-value kemampuan menggunakan alat ukur terhadap prestasi afektif
sebesar 0,822. P-value ini jelas lebih besar dibandingkan dengan nilai taraf
signifikansi yang telah ditetapkan sebelumnya, yakni sebesar 0,05 atau 5%.
Dengan demikian, hipotesis nol pertama (H01) yang menyatakan bahwa tidak ada
pengaruh kemampuan menggunakan alat ukur terhadap prestasi afektif siswa,
tidak ditolak. Hal ini berarti bahwa antara kemampuan menggunakan alat ukur
kategori tinggi dan kategori rendah tidak memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap prestasi belajar siswa aspek afektif pada pokok bahasan Getaran dan
gelombang. Sehingga hal ini tidak sesuai dengan hipotesis awal yang menyatakan
bahwa terdapat pengaruh kemampuan menggunakan alat ukur kategori tinggi dan
kategori rendah terhadap prestasi afektif siswa.
Hal ini tidak terlepas dalam penerapan pendekatan kontekstual didalam
proses pembelajaran. Penerapan pendekatan kontekstual dengan metode POE
sangatlah mengedepankan pada peran aktif siswa. Siswa yang memiliki
kemampuan menggunakan alat baik tinggi atau rendah mereka sama-sama aktif
untuk menyampaikan ide, pendapat, dan gagasannya berupa dugaan-dugaan
terhadap persoalan yang disajikan oleh guru, selain itu siswa juga ada kesempatan
untuk berdiskusi, dan mengerjakan lembar kerja siswa dengan baik. Mereka
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
198
berusaha untuk membangun konsep materi pembelajaran. Selain itu kemungkinan
dari keterbatasan pada instrumen pengampilan data prestasi belajar afektif yang
hanya menggunakan angket saja. Sedangkan metode eksperimen hampir sama
halnya dengan metode POE, antara siswa yang memiliki kemampuan
menggunakan alat kategori tinggi dan rendah sama-sama aktif dalam proses
pembelajaran. Sehingga dalam penilaian prestasi afektif antara siswa yang
memiliki kemampuan menggunakan alat ukur kategori tinggi dan rendah dari
seluruh sampel hampir memiliki rata-rata yang sama.
c. Hipotesis Ketiga
Berdasarkan perhitungan dengan anava tiga jalan, diperoleh p-value untuk
hipotesis nol yang ketiga (H03) sebesar 0,000. Hasil ini jauh lebih kecil jika
dibandingkan dengan nilai taraf signifikansi yang te lah ditetapkan sebelumnya,
yakni sebesar 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis nol yang ketiga (H03)
ditolak, yang berarti terdapat pengaruh kemampuan verbal tinggi dan kemampuan
verbal rendah terhadap prestasi kognitif siswa. Sehingga hal ini sesuai dengan
hipotesis awal yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh kemampuan verbal
terhadap prestasi belajar kognitif. Berdasarkan hasil uji lanjut compare means
Tabel 4.41, rata-rata prestasi kognitif siswa pada siswa yang memiliki
kemampuan verbal tinggi adalah 74,2 dan siswa yang memiliki kemampuan
verbal rendah adalah 67,4 Sementara itu, standar deviasi (SD) dari data prestasi
kognitif pada siswa dengan kemampuan verbal kategori tinggi adalah sebesar 6,57
sedangkan pada siswa dengan kemampuan verbal kategori rendah adalah sebesar
8,14. Berdasarkan data tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
199
verbal tinggi memberikan pengaruh terhadap prestasi belajar kognitif lebih baik
dibandingkan kemampuan verbal rendah.
Kemampuan verbal berpengaruh secara signifikan terhadap prestasi belajar
kognitif hal ini sesuai dengan pernyataan Hawkins, et all. (2007) yang
menyatakan bahwa kemampuan verbal berpengaruh signifikan terhadap prestasi
kognitif dan kemampuan verbal sangat cocok untuk diinduksikan dalam proses
kegiatan belajar di kelas. Gagne sebagaimana yang dikutip Winkel (1991: 322)
menyatakan bahwa “dalam mengelola informasi baru dan mengkaitkannya dengan
informasi lama selama informasi tersebut berada dalam ingatan jangka pendek,
siswa harus mengadakan organisasi mental yang diekspresikan dalam bentuk verbal
(perumusan bahasa yang memadai)”. Lebih lanjut dalam kajian pustaka
disebutkan bahwa kemampuan verbal merupakan kemampuan yang dimiliki
seseorang dalam mengungkapkan ide, gagasan, pendapat dan pikiran yang
dituangkan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tulisan.
Berdasarkan kajian pustaka tersebut, maka siswa yang mempunyai gaya
belajar verbalah yang dapat lebih mudah mengekspresikan dirinya dalam proses
pembelajaran baik lewat lisan maupun tulisan. Penelitian ini materi Fisika yang
diambil adalah Getaran dan gelombang. Materi Getaran dan gelombang berisi
konsep-konsep yang tidak cukup untuk dipahami oleh siswa dengan hanya
membaca saja. Diperlukan satu cara agar konsep-konsep tersebut mampu dengan
mudah dan bermakna dipahami oleh siswa. Dalam membangun konsep
pengetahuan mengenai Getaran dan gelombang hal ini sangat membutuhkan siswa
secara aktif untuk menemukan konsep-konsep tersebut dengan berani bertanya,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
200
menjawab, menyampaikan ide-ide, gagasan dan perpendapat sehingga akan terjadi
proses asimilasi dan akomodasi pengetahuan yang diperoleh. Sehingga siswa yang
memiliki kemampuan verbal tinggi akan mendapatkan prestasi yang lebih baik
dibandingkan siswa yang memiliki kemampuan verbal rendah.
Dari hasil analisis data menggunakan anava tiga jalan diperoleh p-value
kemampuan verbal terhadap prestasi afektif sebesar 0,000. P-value ini jelas lebih
kecil dibandingkan dengan nilai taraf signifikansi yang telah ditetapkan
sebelumnya, yakni sebesar 0,05 atau 5%. Dengan demikian, hipotesis nol pertama
(H01) yang menyatakan bahwa tidak ada pengaruh kemampuan verbal kategori
tinggi dan kategori rendah terhadap prestasi afektif siswa, ditolak. Hal ini berarti
bahwa antara kemampuan verbal kategori tinggi dan rendah memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap prestasi belajar siswa aspek afektif pada pokok bahasan
Getaran dan gelombang. Sehingga hal ini sesuai dengan hipotesis awal yang
menyatakan bahwa terdapat pengaruh kemampuan verbal kategori tinggi dan
kategori rendah terhadap prestasi afektif siswa.
Berdasarkan hasil uji lanjut compare means Tabel 4.46, rata-rata prestasi
afektif siswa pada kelas yang menggunakan metode POE sebesar 162,52 dan
standart deviasi (SD) sebesar 9,87. Sedangkan pada kelas yang menggunakan
metode eksperimen rata-rata prestasi afektif sebesar 158,11 dan standart deviasi
(SD) sebesar 9,79. Hal ini berarti bahwa rata-rata antara siswa yang memiliki
kemampuan verbal kategori tinggi lebih baik dibandingkan rata-rata siswa yang
memiliki kemampuan verbal kategori rendah terhadap prestasi belajar afektif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
201
siswa. Hal ini dikarenakan bahwa penilain prestasi afektif berdasarkan sikap atau
perilaku siswa dalam kelas. Selain itu juga dalam pembelajaran dengan
pendekatan kontekstual memiliki kecenderungan siswa untuk berani
mengemukakan pendapat, restrukturisasi ide dengan menanggapi ide yang
berbeda sehingga siswa yang memiliki kemampuan verbal tinggi mereka dengan
percaya diri dan berani untuk mengemukakan ide-ide, gagasan, dan pendapatnya
dan lebih aktif dikelas daripada siswa yang memiliki kemampuan verbal rendah.
d. Hipotesis Keempat
Hasil analisa data dari uji hipotesis yang kedua menunjukkan bahwa tidak
ada pengaruh kemampuan menggunakan alat ukur siswa terhadap prestasi
kognitifnya. Sedangkan hasil analisis data dengan anava di atas menunjukkan
bahwa p-value untuk hipotesis nol yang keempat (H012) sebesar 0,757. Hasil ini
jauh lebih besar jika dibandingkan dengan nilai taraf signifikansi yang telah
ditetapkan sebelumnya, yakni sebesar 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis
nol yang keempat (H012) tidak ditolak, yang berarti tidak ada interaksi antara
metode pembelajaran dengan kemampuan menggunakan alat ukur siswa terhadap
prestasi kognitif siswa. Sehingga hal ini tidak sesuai dengan hipotesis awal yang
menyatakan bahwa terdapat interaksi pembelajaran kontekstual menggunakan
metode POE dan eksperimen dengan kemampuan menggunakan alat ukur
terhadap prestasi kognitif siswa.
Kesimpulan ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Daimul Khasanah (2010) tentang pembelajaran Fisika dengan metode eksperimen
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
202
dan demonstrasi ditinjau dari kemampuan menggunakan alat ukur dan sikap
ilm iah siswa. Salah satu kesimpulannya menyatakan bahwa tidak ada interaksi
antara metode pembelajaran dengan kemampuan menggunakan alat ukur terhadap
prestasi belajar.
Terdapat interaksi antara metode pembelajaran dengan kemampuan
menggunakan alat ukur terhadap prestasi belajar kognitif apabila: 1) siswa yang
mempunyai kemampuan menggunakan alat ukur kategori tinggi pada kelas yang
menggunakan metode eksperimen memiliki prestasi kognitif yang tinggi.
Sebaliknya apabila siswa yang mempunyai kemampuan menggunakan alat ukur
kategori rendah pada kelas yang menggunakan metode eksperimen memiliki
prestasi kognitif yang rendah. 2) siswa yang mempunyai kemampuan
menggunakan alat ukur kategori rendah pada kelas yang menggunakan metode
POE memiliki prestasi kognitif yang tinggi. Sebaliknya apabila siswa yang
mempunyai kemampuan menggunakan alat ukur kategori tinggi pada kelas yang
menggunakan metode POE memiliki prestasi kognitif yang rendah.
Berdasarkan Tabel 4.18 dapat diperlihatkan rata-rata prestasi belajar
kognitif pada kelas dengan menggunakan metode POE yang memiliki
kemampuan menggunakan alat ukur tinggi adalah 74,15, pada kelas dengan
menggunakan metode POE yang kemampuan menggunakan alat ukur rendah
adalah 71,33, sedangkan pada kelas dengan menggunakan metode eksperimen
yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur tinggi adalah 69,84, dan pada
kelas dengan menggunakan metode eksperimen yang memiliki kemampuan
menggunakan alat ukur rendah adalah 67,71. Dari rata-rata di atas terlihat bahwa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
203
pada prestasi belajar kognitif interaksi antara metode pembelajaran dan
kemampuan menggunakan alat ukur tidak memberikan pengaruh yang signifikan.
Hal ini dikarenakan siswa yang mendapat perlakuan metode eksperimen dalam
pelaksanaanya hampir seluruh siswa mampu menggunakan alat ukur dengan baik
dan benar, karena kemampuan menggunakan alat ukur sudah pernah dipelajari
oleh siswa di kelas VII dan juga alat ukur tersebut sudah sering digunakan oleh
siswa dalam kehidupan sehari-hari. Kemampuan menggunakan alat ukur berkaitan
menjadi kemampuan dasar siswa dalam melakukan eksperimen, maka siswa yang
memiliki kemampuan menggunakan alat ukur kategori tinggi memiliki nilai rata-
rata prestasi kognitif lebih tinggi (69,84) dibandingkan dengan siswa yang
memiliki kemampuan menggunakan a lat ukur kategori rendah (67,71).
Sedangkan untuk siswa yang mendapat perlakuan dengan metode POE
lebih mengedepankan siswa untuk aktif berinteraksi, aktif menyampaikan
pendapat dan gagasannya berupa dugaan-dugaan sementara. hal ini berdampak
terhadap kurangnya pemerataan keaktifan siswa dalam proses belajar.
Kemampuan menggunakan alat ukur berkaitan dengan kemampuan dasar seorang
siswa untuk melakukan eksperimen. Dalam hal ini metode POE kurang mampu
memfasilitasi siswa untuk melakukan proses pengukuran dengan menggunakan
alat ukur, karena pada kenyataanya hanya sebagian kecil siswa yang mau
mencoba untuk melakukan pengukuran menggunakan alat ukur sehingga siswa
seharusnya yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur kategori tinggi
memiliki nilai rata-rata prestasi kognitif lebih rendah atau minimal sama
dibandingkan dengan siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
204
kategori tinggi. Namun dalam kenyataannya justru terbalik siswa yang memiliki
kemampuan menggunakan alat ukur kategori tinggi memiliki nilai rata-rata
prestasi kognitif lebih tinggi (74,15) dibandingkan dengan siswa yang memiliki
kemampuan menggunakan alat ukur kategori tinggi (71,33).
Pemaparan tersebut dapat diringkas bahwa tidak adanya interaksi antara
metode pembelajaran dengan kemampuan menggunakan alat ukur terhadap
prestasi belajar dikarenakan metode eksperimen mampu memfasilitasi sebagian
besar siswa dalam mengoptimalkan kemampuan menggunakan alat ukur
sedangkan metode POE hanya mampu memfasilitasi sebagian siswa dalam
mengoptimalkan kemampuan menggunakan alat ukur.
Selain itu tidak adanya interaksi antara metode pembelajaran dengan
kemampuan menggunakan alat ukur terhadap prestasi kognitif siswa lebih
dikarenakan dalam pembelajaran baik dengan menggunakan metode POE maupun
eksperimen, pembelajarannya dibagi menjadi beberapa kelompok sehingga tidak
setiap siswa dapat terlibat langsung melakukan percobaan karena terbatasnya alat
dan waktu. Hal inilah salah satu yang menyebabkan siswa yang memiliki
kemampuan menggunakan alat ukur tinggi dan rendah tidak ada pengaruh yang
signifikan terhadap prestasi kognitif.
Dari hasil analisis data menggunakan anava tiga jalan diperoleh p-value
kemampuan menggunakan alat ukur terhadap prestasi afektif sebesar 0 ,741. P-
value ini jelas lebih besar dibandingkan dengan nilai taraf signifikansi yang
telah ditetapkan sebelumnya, yakni sebesar 0,05 atau 5%. Dengan demikian,
hipotesis nol pertama (H01) yang menyatakan bahwa tidak ada pengaruh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
205
kemampuan menggunakan alat ukur kategori tinggi dan kategori rendah terhadap
prestasi afektif siswa, tidak ditolak. Hal ini berarti bahwa antara kemampuan
menggunakan alat ukur kategori tinggi dan rendah tidak memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap prestasi belajar siswa aspek afektif pada pokok bahasan
Getaran dan gelombang. Sehingga hal ini tidak sesuai dengan hipotesis awal yang
menyatakan bahwa tidak ada pengaruh kemampuan menggunakan alat ukur
kategori tinggi dan kategori rendah terhadap prestasi afektif siswa.
Sedangkan pada Tabel 4.31 diperlihatkan bahwa rata-rata prestasi belajar
afektif pada kelas dengan menggunakan metode POE yang memiliki kemampuan
menggunakan alat ukur kategori tinggi adalah 166,94, pada kelas dengan
menggunakan metode POE yang memiliki kemampuan menggunkan alat ukur
kategori rendah adalah 157,70. Sedangkan rata-rata prestasi afektif pada kelas
dengan menggunakan metode eksperimen yang memiliki kemampuan
menggunakan alat ukur kategori tinggi adalah 157,95 dan pada kelas dengan
menggunakan metode eksperimen yang memiliki kemampuan menggunakan alat
ukur kategori rendah adalah 156,00. Dari rata-rata di atas terlihat bahwa pada
prestasi belajar afektif interaksi antara metode pembelajaran dan kemampuan
menggunakan alat ukur tidak memberikan pengaruh yang signifikan. Hal ini
dikarenakan bahwa penila ian prestasi afektif berdasarkan sikap atau perilaku
siswa dalam kelas, penggunaan pendekatan kontekstual melalui metode
eksperimen mengedepankan pada sikap atau perilaku siswa untuk bisa aktif dalam
proses pembelajaran, namun kenyataannya siswa cenderung pasif dalam proses
pembelajaran dikarenakan siswa hanya diminta untuk melakukan kegiatan sesuai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
206
dengan apa yang terdapat pada LKS sehingga siswa tidak dituntut untuk kritis.
Selain itu juga LKS yang disusun dalam pembelajaran masih belum memenuhi
standart yang mengacu pada pembelajaran kontekstual dan pendekatan inquiry.
Sedangkan pada kelas dengan menggunakan metode POE mengedepankan pada
sikap atau perilaku siswa untuk bisa aktif dalam proses pembelajaran. Sehingga
dalam penilaian prestasi afektif antara metode dan kemampuan menggunakan alat
ukur tidak memberikan pengaruh yang signifikan.
e. Hipotesis Kelima
Hasil analisis data dengan anava tiga jalan sebelumnya menunjukkan
bahwa p-value untuk hipotesis nol yang kelima (H013) sebesar 0,630. Hasil ini
jauh lebih besar jika dibandingkan dengan nilai taraf signifikansi yang telah
ditetapkan sebelumnya, yakni sebesar 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis
nol yang kelima (H013) tidak ditolak, yang berarti tidak ada interaksi antara
metode pembelajaran dengan kemampuan verbal siswa terhadap prestasi kognitif
siswa. Sehingga hal ini tidak sesuai dengan hipotesis awal yang menyatakan
bahwa terdapat interaksi pembelajaran kontekstual menggunakan metode POE
dan eksperimen dengan kemampuan verbal terhadap prestasi kognitif siswa.
Kesimpulan ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Dimas Candra
(2007) yang dalam salah satu kesimpulannya menyatakan bahwa tidak ada
interaksi antara metode pembelajaran dengan kemampuan verbal siswa terhadap
prestasi belajar.
Terdapat interaksi antara metode pembelajaran dengan kemampuan
verbal terhadap prestasi belajar kognitif apabila: 1) siswa yang mempunyai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
207
kemampuan verbal kategori tinggi pada kelas yang menggunakan metode POE
memiliki prestasi kognitif yang tinggi. Sebaliknya apabila siswa yang mempunyai
kemampuan verbal kategori rendah pada kelas yang menggunakan metode POE
memiliki prestasi kognitif yang rendah. 2) siswa yang mempunyai kemampuan
verbal kategori rendah pada kelas yang menggunakan metode eksperimen
memiliki prestasi kognitif yang tinggi. Sebaliknya apabila siswa yang mempunyai
kemampuan verbal kategori tinggi pada kelas yang menggunakan metode
eksperimen memiliki prestasi kognitif yang rendah.
Berdasarkan Tabel 4.19 dapat diperlihatkan rata-rata prestasi belajar
kognitif pada kelas dengan menggunakan metode POE yang memiliki
kemampuan verbal tinggi adalah 77,78, pada kelas dengan menggunakan metode
POE yang kemampuan verbal rendah adalah 69,50, pada kelas dengan
menggunakan metode eksperimen yang memiliki kemampuan verbal tinggi
adalah 71,29, dan pada kelas dengan menggunakan metode eksperimen yang
memiliki kemampuan verbal rendah adalah 64,68. Dari nilai rata-rata prestasi di
atas terlihat bahwa pada prestasi belajar kognitif interaksi antara metode
pembelajaran dan kemampuan verbal tidak memberikan pengaruh yang
signifikan. Hal ini dikarenakan siswa yang mendapat perlakuan metode POE
dalam pelaksanaanya hampir seluruh siswa aktif dalam belajar. Penggunaan
metode POE ini lebih mengedepankan siswa untuk aktif berinteraksi, aktif
menyampaikan pendapat dan gagasannya berupa dugaan-dugaan sementara.
Kemampuan verbal berkaitan dengan kemampuan seorang siswa untuk
mengungkapkan ide-ide gagasannya. maka metode POE mampu mengoptimalkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
208
ide-ide atau gagasan pengetahuan diperoleh siswa baik ke dalam kebahasa kata
tulisan maupun lisan. Sehingga siswa yang memiliki kemampuan verbal kategori
tinggi memiliki nilai rata-rata prestasi kognitif lebih tinggi (77,78) dibandingkan
dengan siswa yang memiliki kemampuan verbal kategori rendah (69,50). Bahkan
lebih tinggi pula bila dibandingkan dengan siswa dengan metode eksperimen yang
memiliki kemampuan verbal kategori tinggi ataupun kategori rendah.
Untuk siswa yang mendapat perlakuan dengan metode eksperimen dalam
pelaksanaanya tidak seluruh siswa aktif dalam belajar. Karena kemampuan
menggunakan verbal berkaitan dengan kemampuan seorang siswa untuk
mengungkapkan ide-ide gagasannya yang disampaikan dengan kata-kata. Maka
metode eksperimen kurang mampu memfasilitasi siswa untuk bisa menyampaikan
ide atau gagasannya baik lisan ataupun tulisan, karena pada kenyataanya hanya
sebagian kecil siswa yang mampu mengungkapkan pengetahuan-pengetahuan
yang sudah didapatkan. Dari pemaparan tersebut dapat diringkas bahwa tidak
adanya interaksi antara metode pembelajaran dengan kemampuan verbal terhadap
prestasi belajar dikarenakan metode POE mampu memfasilitasi keaktifan
sebagian besar siswa dalam mengoptimalkan verbal yaitu dengan bahasa tulisan
maupun lisan sedangkan metode eksperimen hanya mampu memfasilitasi
sebagian kecil siswa dalam mengoptimalkan kemampuan verbal baik lisan
maupun tulisan.
Selain itu tidak adanya interaksi antara metode pembelajaran dengan
kemampuan verbal terhadap prestasi kognitif siswa lebih dikarenakan dalam
pembelajaran baik dengan menggunakan metode POE maupun eksperimen,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
209
pembelajarannya dibagi menjadi beberapa kelompok sehingga tidak setiap siswa
dapat terlibat aktif menyampaikan ide, pendapat, saran, kritik dan tanggapan. Hal
inilah salah satu yang menyebabkan siswa yang memiliki kemampuan
menggunakan alat ukur tinggi dan rendah tidak ada pengaruh yang signifikan
terhadap prestasi kognitif.
Sementara itu, prestasi afektif dari hasil analisis data menggunakan anava
tiga jalan diperoleh p-value kemampuan verbal terhadap prestasi afektif sebesar
0,637. P-value ini jelas lebih besar dibandingkan dengan nilai taraf signifikansi
yang telah ditetapkan sebelumnya, yakni sebesar 0,05 atau 5%. Dengan demikian,
hipotesis nol pertama (H01) yang menyatakan bahwa tidak ada pengaruh
kemampuan menggunakan alat ukur kategori tinggi dan kategori rendah terhadap
prestasi afektif siswa, tidak ditolak. Hal ini berarti bahwa antara kemampuan
menggunakan alat ukur kategori tinggi dan rendah tidak memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap prestasi belajar siswa aspek afektif pada pokok bahasan
Getaran dan gelombang. Sehingga hal ini tidak sesuai dengan hipotesis awal yang
menyatakan bahwa tidak ada pengaruh kemampuan verbal kategori tinggi dan
kategori rendah terhadap prestasi afektif siswa.
Sedangkan pada Tabel 4.32 diperlihatkan bahwa rata-rata prestasi belajar
afektif pada kelas dengan menggunakan metode POE yang memiliki kemampuan
verbal kategori tinggi adalah 167,71, pada kelas dengan menggunakan metode
POE yang memiliki kemampuan verbal kategori rendah adalah 159,50.
Sedangkan pada kelas dengan menggunakan metode eksperimen yang memiliki
kemampuan verbal kategori tinggi memiliki rata-rata prestasi afektif sebesar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
210
158,23 dan pada kelas dengan menggunakan metode eksperimen yang memiliki
kemampuan verbal kategori rendah adalah 156,37. Dari rata-rata di atas terlihat
bahwa pada prestasi belajar afektif interaksi antara metode pembelajaran dan
kemampuan menggunakan alat ukur tidak memberikan pengaruh yang signifikan.
Hal ini dikarenakan bahwa penilain prestasi afektif berdasarkan sikap atau
perilaku siswa dalam kelas, dalam hal ini kemampuan verbal mengedepankan
pada sikap atau perilaku siswa untuk bisa aktif dalam proses pembelajaran.
Sehingga dalam penilaian prestasi afektif antara metode dan kemampuan verbal
dari seluruh sampel hampir memiliki rata-rata yang hampir sama. Artinya
interaksi antara metode pembelajaran dengan kemampuan verbal tidak
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap prestasi afektif siswa.
f. Hipotesis Keenam
Hasil analisis data dengan anava sebelumnya menunjukkan bahwa p-value
untuk hipotesis nol yang keenam (H023) sebesar 0,601. Hasil ini lebih besar jika
dibandingkan dengan nilai taraf signifikansi yang te lah ditetapkan sebelumnya,
yakni sebesar 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis nol yang keenam (H023)
tidak ditolak, yang berarti tidak ada interaksi antara kemampuan menggunakan
alat ukur dengan kemampuan verbal siswa terhadap prestasi kognitif siswa.
Kesimpulan ini tidak sesuai dengan hipotesis awal yang menyatakan
bahwa terdapat interaksi antara kemampuan menggunakan alat ukur dengan
kemampuan verbal terhadap prestasi kognitif siswa. Hasil ini merupakan
konsekuensi dari dua keputusan sebelumnya, yaitu secara parsial kemampuan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
211
menggunakan alat ukur siswa tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
prestasi belajar pada aspek kognitif, sedangkan kemampuan verbal siswa
berpengaruh secara signifikan terhadap prestasi kognitifnya. Kerangka berfikir
yang dibangun dalam hipotesis tersebut didasarkan pada teori Ausebel yang
menyebutkan proses pembelajaran akan bermakna dan informasi yang didapat
oleh siswa akan bertahan lama jika ada kaitannya antara konsepsi awal dengan
konsep yang sedang dipelajari siswa (Dahar,1989:103). Konsepsi awal dalam hal
ini adalah kemampuan awal siswa dalam menggunakan alat ukur. Selain teori
Ausebel dalam hipotesis ini juga diungkapkan teori yang mendukung lainnya
yaitu teori Gagne cit. Winkel (1996: 322) menyatakan bahwa “dalam mengelola
informasi baru dan mengkaitkannya dengan informasi lama selama informasi
tersebut berada dalam ingatan jangka pendek, siswa harus mengadakan organisasi
mental yang diekspresikan dalam bentuk verbal (perumusan bahasa yang
memadai)”. Dalam membangun konsep pengetahuan mengenai Getaran dan
gelombang hal ini sangat membutuhkan siswa secara aktif untuk berani bertanya,
menjawab, dan perpendapat sehingga akan terjadi proses asimilasi dan akomodasi
pengetahuan yang diperoleh. Sehingga berdasarkan teori yang dibangun tersebut
maka hipotesis ini menyatakan terdapat interaksi antara kemampuan
menggunakan alat ukur dengan kemampuan verbal.
Terdapat interaksi antara kemampuan menggunakan alat ukur dengan
kemampuan verbal terhadap prestasi belajar kognitif apabila: 1) siswa yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
212
mempunyai kemampuan menggunakan alat ukur kategori tinggi dan kemampuan
verbal kategori tinggi memiliki prestasi kognitif yang tinggi. Sebaliknya apabila
siswa yang mempunyai kemampuan menggunakan alat ukur kategori tinggi dan
kemampuan verbal kategori rendah memiliki prestasi kognitif yang rendah. 2)
siswa yang mempunyai kemampuan menggunakan alat ukur kategori rendah dan
kemampuan verbal kategori rendah memiliki prestasi kognitif yang tinggi.
Sebaliknya apabila siswa yang mempunyai kemampuan menggunakan alat ukur
kategori rendah dan kemampuan verbal kategori tinggi memiliki prestasi kognitif
yang rendah.
Berdasarkan Tabel 4.20 diperlihatkan rata-rata prestasi belajar kognitif
pada siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur tinggi dan
kemampuan verbal tinggi adalah 76,00, pada siswa yang memiliki kemampuan
menggunakan alat ukur tinggi dan kemampuan verbal rendah adalah 68,40, pada
siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur rendah dan
kemampuan verbal tinggi adalah 71,76, dan siswa yang memiliki kemampuan
menggunakan alat ukur rendah dan kemampuan verbal rendah adalah 66,06.
Dari rata-rata di atas terlihat bahwa pada prestasi belajar kognitif interaksi antara
kemampuan menggunakan alat ukur dengan kemampuan verbal tidak
memberikan pengaruh yang signifikan.
Tidak adanya interaksi antara kemampuan menggunakan alat ukur
dengan kemampuan verbal hal ini dikarenakan siswa yang memiliki kemampuan
menggunakan alat ukur tinggi dan kemampuan verbal tinggi lebih dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
213
mengikuti proses pembelajaran karena dalam pembelajaran baik dengan
menggunakan metode POE maupun metode eksperimen mereka tidak ada kendala
dalam proses pembelajaran yang mana kedua metode tersebut mensyaratkan
adanya kemampuan menggunakan alat ukur tinggi untuk metode eksperimen dan
kemampuan verbal tinggi untuk metode POE. Berbeda sebaliknya dengan siswa
yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur tinggi dan kemampuan verbal
rendah mereka sedikit terkendala dalam proses pembelajaran ketika metode yang
digunakan adalah metode POE, sehingga prestasi kognitif siswa yang memiliki
kemampuan menggunakan alat ukur tinggi dan kemampuan verbal rendah lebih
rendah dibandingkan dengan siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat
ukur tinggi dan kemampuan verbal tinggi.
Selain itu, tidak adanya interaksi antara kemampuan menggunakan alat
ukur dengan kemampuan verbal adalah dikarenakan siswa yang memiliki
kemampuan menggunakan alat ukur rendah dan kemampuan verbal tinggi lebih
dapat mengikuti proses pembelajaran walaupun ada sedikit kendala ketika
pembelajaran menggunakan metode eksperimen. Berbeda sebaliknya dengan
siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur rendah dan kemampuan
verbal rendah mereka terkendala dalam proses pembelajaran baik pembelajaran
dengan menggunakan metode eksperimen maupun dengan metode POE, karena
kedua metode tersebut mensyaratkan adanya kemampuan menggunakan alat ukur
tinggi untuk metode eksperimen dan kemampuan verbal tinggi untuk metode
POE, sehingga prestasi kognitif siswa yang memiliki kemampuan menggunakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
214
alat ukur rendah dan kemampuan verbal rendah lebih rendah dibandingkan
dengan siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur rendah dan
kemampuan verbal tinggi.
Sementara itu, prestasi afektif dari hasil analisis data menggunakan anava
tiga jalan diperoleh p-value untuk hipotesis keenam H023 0,966. P-value ini jelas
lebih besar dibandingkan dengan nilai taraf signifikansi yang telah ditetapkan
sebelumnya, yakni sebesar 0,05 atau 5%. Dengan demikian, hipotesis nol pertama
(H023) yang menyatakan bahwa tidak ada interaksi antara kemampuan
menggunakan alat ukur kategori tinggi dan kategori rendah terhadap prestasi
afektif siswa, tidak ditolak. Hal ini berarti bahwa antara kemampuan
menggunakan alat ukur kategori tinggi dan rendah serta kemampuan verbal
kategori tinggi dan rendah tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
prestasi belajar siswa aspek afektif pada pokok bahasan Getaran dan gelombang.
Sehingga hal ini tidak sesuai dengan hipotesis awal yang menyatakan bahwa tidak
ada interaksi antara kemampuan verbal kategori tinggi dan kategori rendah
terhadap prestasi afektif siswa.
Sedangkan berdasarkan Tabel 4.33 dapat diperlihatkan rata-rata prestasi
belajar afektif pada siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur
tinggi dan kemampuan verbal tinggi adalah 162,94, siswa yang memiliki
kemampuan menggunakan alat ukur tinggi dan kemampuan verbal rendah adalah
157,23, siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur rendah dan
kemampuan verbal tinggi adalah 163,92 dan siswa yang memiliki kemampuan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
215
menggunakan alat ukur rendah dan kemampuan verbal rendah adalah 157,53.
Dari rata-rata di atas terlihat bahwa pada prestasi belajar afektif interaksi antara
kemampuan menggunakan alat ukur dengan kemampuan verbal tidak memberikan
pengaruh yang signifikan. Menurut pengamatan di lapangan siswa yang memiliki
kemampuan menggunakan alat ukur tinggi dan rendah dan kemampuan verbal
tinggi maupun rendah sama-sama dapat mengikuti pembelajaran dengan baik.
Semua siswa datang dengan tepat waktu dan aktif secara individu atau aktif dalam
kelompok dalam pembelajaran.
g. Hipotesis Ketujuh
Hasil analisis data dengan anava tiga jalan di atas menunjukkan bahwa p-
value untuk hipotesis nol yang ketujuh (H0123) sebesar 0,897. Hasil ini jauh lebih
besar jika dibandingkan dengan nilai taraf signifikansi yang telah ditetapkan
sebelumnya, yakni sebesar 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis nol yang
ketujuh (H0123) tidak ditolak, yang berarti tidak ada interaksi antara metode
pembelajaran dengan kemampuan menggunakan alat ukur dan kemampuan verbal
siswa terhadap prestasi kognitif siswa. Sehingga hal ini tidak sesuai dengan
hipotesis awal yang menyatakan bahwa terdapat interaksi pembelajaran
kontekstual menggunakan metode eksperimen dan POE dengan kemampuan
menggunakan alat ukur dan kemampuan verbal terhadap prestasi kognitif siswa.
Berdasarkan Tabel 4.21 diperlihatkan rata-rata prestasi belajar kognitif
kelas POE pada siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur tinggi
dan kemampuan verbal tinggi adalah 74,42. Kelas POE pada siswa yang
memiliki kemampuan menggunakan alat ukur tinggi dan kemampuan verbal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
216
rendah adalah 67,16. Kelas POE pada siswa yang memiliki kemampuan
menggunakan alat ukur rendah dan kemampuan verbal tinggi adalah 75,28.
Kelas POE pada siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur rendah
dan kemampuan verbal rendah adalah 75,00. Kelas eksperimen pada siswa yang
memiliki kemampuan menggunakan alat ukur tinggi dan kemampuan verbal
tinggi adalah 71,66. Kelas eksperimen pada siswa yang memiliki kemampuan
menggunakan alat ukur tinggi dan kemampuan verbal rendah adalah 65,60.
Kelas eksperimen pada siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur
rendah dan kemampuan verbal tinggi adalah 68,75. Kelas eksperimen pada siswa
yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur rendah dan kemampuan
verbal rendah adalah 64,50.
Dari data di atas dapat kita simpulkan bahwa siswa yang memiliki
kemampuan menggunakan alat ukur dan kemampuan verbal menggunakan
metode POE rata-rata prestasi lebih baik yaitu 72,96 jika dibandingkan dengan
metode eksperimen yaitu 67,62. Sehingga pengaruh metode pembelajaran lebih
dominan dalam menentukan prestasi kognitif siswa. Hal ini menunjukan bahwa
faktor eksternal siswa lebih berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa. Hal ini
sejalan dengan pendapat Muhibbin Syah (2010:129) yang menyatakan bahwa hal-
hal yang mempengaruhi belajar siswa adalah salah satunya faktor metode
pembelajaran yang digunakan guru. Hal ini berdampak terhadap tidak adanya
interaksi antara metode, kemampuan menggunakan alat ukur, dan kemampuan
verbal siswa.
Siswa yang menggunakan metode POE mampu meningkatkan keaktifan
siswa secara individual, kemampuan menggunakan alat ukur berdampak terhadap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
217
kelancaran siswa untuk mencoba melakukan observasi dalam pembelajaran
sedangkan siswa yang memiliki kemampuan verbal ide-ide dapat disampaikan
dalam bahasa tulisan sehingga berdampak postif terhadap prestasi belajar secara
merata. Sedangkan siswa yang mendapat metode eksperimen kurang mampu
mendorong siswa untuk aktif secara menyeluruh atau hanya sebagian siswa yang
benar-benar aktif dalam proses pembeajaran karena terwakili oleh kelompok-
kelompok. Sehingga baik kemampuan menggunakan alat ukur ataupun verbal
siswa juga hanya sebagian yang dapat tergali secara optimal dampaknya kurang
meratanya hasil nilai prestasi kognitif dengan nilai yang baik.
Sementara itu, prestasi afektif dari hasil analisis data menggunakan anava
tiga jalan diperoleh p-value untuk hipotesis ketujuh H0123 0,444. P-value ini jelas
lebih besar dibandingkan dengan nilai taraf signifikansi yang telah ditetapkan
sebelumnya, yakni sebesar 0,05 atau 5%. Dengan demikian, hipotesis nol pertama
(H0123) yang menyatakan bahwa tidak interaksi antara metode pembelajaran,
kemampuan menggunakan alat ukur kategori tinggi dan kategori rendah terhadap
prestasi afektif siswa, tidak ditolak. Hal ini berarti bahwa antara metode
pembelajaran, kemampuan menggunakan alat ukur kategori tinggi dan rendah
tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap prestasi belajar siswa aspek
afektif pada pokok bahasan Getaran dan gelombang. Sehingga hal ini tidak sesuai
dengan hipotesis awal yang menyatakan bahwa ada interaksi antara metode
pembelajaran, kemampuan verbal kategori tinggi dan kategori rendah terhadap
prestasi afektif siswa.
Sedangkan berdasrkan Tabel 4.34 diperlihatkan rata-rata prestasi belajar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
218
afektif kelas POE pada siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur
tinggi dan kemampuan verbal tinggi adalah 167,00. Kelas POE pada siswa yang
memiliki kemampuan menggunakan alat ukur tinggi dan kemampuan verbal
rendah adalah 165,66. Kelas POE pada siswa yang memiliki kemampuan
menggunakan alat ukur rendah dan kemampuan verbal tinggi adalah 161,42.
Kelas POE pada siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur rendah
dan kemampuan verbal rendah adalah 156,37. Kelas eksperimen pada siswa
yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur tinggi dan kemampuan verbal
tinggi adalah 158,22. Kelas eksperimen pada siswa yang memiliki kemampuan
menggunakan alat ukur tinggi dan kemampuan verbal rendah adalah 156,90.
Kelas eksperimen pada siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur
rendah dan kemampuan verbal tinggi adalah 160,62. Kelas eksperimen pada
siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur rendah dan
kemampuan verbal rendah adalah 152,33.
Dari data dapat kita simpulkan bahwa siswa yang memiliki kemampuan
menggunakan alat ukur dan kemampuan verbal menggunakan metode POE rata-
rata prestasi lebih baik yaitu 162,61 jika dibandingkan dengan metode eksperimen
yaitu 157,01. Sehingga pengaruh metode lebih dominan dalam menentukan
prestasi afektif siswa. Artinya interaksi antara metode, kemampuan menggunakan
alat ukur, dan kemampuan verbal tidak memberikan pengaruh yang signifikan.
Menurut pengamatan pembelajaran di kelas pendekatan kontekstual berdampak
terhadap nilai afektif yang seragam. Di lapangan siswa yang diberi baik metode
POE ataupun eksperimen dan siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
219
kategori tinggi dan rendah dan kemampuan verbal kategori tinggi maupun rendah
sama-sama dapat mengikuti pembelajaran dengan baik. Semua siswa datang
dengan tepat waktu dan aktif secara individu atau aktif dalam kelompok dalam
pembelajaran. Selain itu kemungkinan dari keterbatasan pada sistem penilain
prestasi bela jar afektif yaitu hanya menggunakan tes instrumen angket saja
sehingga data yang diperoleh hanya sepihak dari siswa saja dan memungkinkan
siswa untuk mengisi angket hanya sekedarnya. Metode eksperimen hampir sama
hanya dengan metode POE sehingga berdampak terhadap hasil yang hampir
merata masing-masing kelompok.
E. Keterbatasan Penelitian
Meskipun penelitian ini telah direncanakan dengan optimal dan telah
melalui proses evaluasi namun tetap tidak dapat luput dari keterbatasan. Adapun
beberapa hal-hal yang menjadi keterbatasan dalam melaksanakan penelitian ini
antara lain: 1) Kemampuan menggunakan alat ukur dan kemampuan verbal siswa
hanya dikategorikan ke dalam dua kelompok saja, tinggi dan rendah. Peneliti tidak
melibatkan kategori sedang. Hal ini mungkin sedikit berpengaruh terhadap hasil
penelitian; 2) Penelitian ini hanya melibatkan sebagian faktor dari keseluruhan
faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar Fisika siswa, meliputi metode
pembelajaran, kemampuan siswa dalam menggunakan alat ukur Fisika, dan
kemampuan verbal siswa; 3) Pendekatan dan metode pembelajaran yang
digunakan dalam penelitian ini se lain memiliki kelebihan, tentu juga memiliki
kelemahan. Hal ini dapat mempengaruhi hasil penelitian; 4) LKS yang digunakan
dalam pembelajaran masih bersifat konvensional dan belum mengacu pada LKS
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
220
dengan pendekatan inquiry terbimbimg; 5) Pelaksanaan pembelajaran dengan
metode POE belum menggunakan media video sehingga perhatian siswa yang ada
di belakang kurang begitu jelas dalam mengamati proses POE. 6) Penelitian ini
instrumen yang digunakan untuk mengukur kemampuan menggunakan alat ukur
hanya menggunakan tes tertulis berupa pilihan ganda (multiple choice), sehingga
data yang diperoleh kurang kuat dan akurat . 7) Instrumen yang digunakan untuk
mengukur prestasi belajar afektif hanya menggunakan instrumen tes angket saja,
sehingga data yang diperoleh kurang kuat dan akurat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 221
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan pada bab sebelumnya,
penelitian ini menghasilkan beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Pembelajaran kontekstual melalui metode POE dan eksperimen terdapat
perbedaan pengaruh yang signifikan terhadap prestasi belajar kognitif dan
afektif pada pokok bahasan Getaran dan gelombang. Hasil rata-rata prestasi
kognitif dan afektif dengan menggunakan metode POE lebih baik daripada
metode eksperimen.
2. Kemampuan menggunakan alat ukur kategori tinggi dan rendah tidak ada
perbedaan pengaruh yang signifikan terhadap prestasi belajar kognitif pada
pokok bahasan Getaran dan gelombang. Sementara itu, kemampuan
menggunakan alat ukur kategori tinggi dan rendah juga tidak ada perbedaan
pengaruh yang signifikan terhadap prestasi belajar afektif.
3. Kemampuan verbal kategori tinggi dan rendah terdapat perbedaan pengaruh
yang signifikan terhadap prestasi belajar kognitif dan afektif pada pokok
bahasan Getaran dan gelombang. Hasil rata-rata prestasi kognitif siswa yang
memiliki kemampuan verbal kategori tinggi lebih baik daripada siswa yang
memilki kemampuan verbal rendah.
4. Tidak ada interaksi yang signifikan antara metode pembelajaran dengan
kemampuan menggunakan alat ukur terhadap prestasi bela jar siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
222
Sementara itu , terhadap prestasi afektif antara metode pembelajaran dan
kemampuan menggunakan alat ukur juga tidak berpengaruh secara signifikan.
5. Tidak ada interaksi yang signifikan antara metode pembelajaran dengan
kemampuan verbal terhadap prestasi belajar siswa. Sementara itu, terhadap
prestasi afektif antara metode pembelajaran dan kemampuan verbal juga tidak
perbedaan pengaruh secara signifikan.
6. Tidak ada interaksi yang signifikan antara kemampuan menggunakan alat
ukur dengan kemampuan verbal terhadap prestasi belajar siswa. Sementara
itu, terhadap prestasi afektif antara kemampuan menggunakan alat ukur dan
kemampuan verbal juga tidak perbedaan pengaruh secara signifikan.
7. Tidak ada interaksi yang signifikan antara metode pembelajaran dengan
kemampuan menggunakan alat ukur dan kemampuan verbal terhadap prestasi
belajar siswa. Sementara itu, terhadap prestasi afektif antara metode
pembelajaran dan kemampuan menggunakan alat ukur dan kemampuan
verbal juga tidak perbedaan pengaruh yang signifikan.
B. Implikasi
1. Implikasi Teoritis
Hasil penelitian ini memberikan gambaran yang jelas tentang metode
pembelajaran eksperimen dan POE yang dapat digunakan dalam proses
pembelajaran Fisika pada materi pokok hukum Getaran dan gelombang.
Sekalipun metode pembelajaran ini sama-sama mempermudah siswa untuk
memahami konsep pembelajaran Fisika pada materi tersebut, metode POE lebih
mampu merangsang siswa untuk mendapatkan prestasi belajar yang lebih optimal
daripada metode eksperimen.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
223
2. Implikasi Praktis
Dengan diperolehnya kesimpulan dari penelitian ini sebagai implikasi
praktisnya terhadap prestasi kognitif dan afektif siswa adalah:
a. Untuk aspek kognitif dan afektif pembelajaran Fisika dengan pendekatan
kontekstual melalui metode POE lebih baik daripada metode eksperimen.
b. Sebelum menerapkan pembelajaran Fisika dengan pendekatan kontektual
melalui metode POE dan eksperimen. Kemampuan verbal siswa harus
diperhatikan sebab kedua metode ini sangatlah mengedepankan kemampuan
verbal siswa. Metode POE dan eksperimen, sama-sama siswa dituntut untuk
mampu mengungkapkan bahasa verbal melalui tu lisan dan lisan.
C. Saran-saran
Berdasarkan kesimpulan dan implikasi sebelumnya, dapat dikemukakan
beberapa saran sebagai berikut:
1. Saran untuk para guru
a. Guru hendaknya mendorong siswa untuk aktif dalam belajar, kemudian
lebih banyak memberikan tugas individu agar siswa lebih aktif sehingga
prestasi belajarnya meningkat.
b. Guru sebaiknya membuat lembar kerja siswa (LKS) jauh sebelum proses
pembelajaran dilaksanakan dan mempersiapkan alat-alat dan bahan
percobaan / demonstrasi yang dibutuhkan dalam proses pembelajaran.
c. Guru sebaiknya mencoba terlebih dahulu alat-alat dan bahan percobaan/
demonstrasi sebelum digunakan dalam proses pembelajaran di kelas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
224
d. Guru sebaiknya membentuk kelompok yang permanen dengan persebaran
siswa yang memiliki kemampuan menggunakan alat ukur dan verbal tinggi
yang merata dalam masing-masing kelompok, agar pelaksanaan metode
POE agar lebih efektif.
2. Saran Bagi Peneliti Berikutnya
a. Hendaknya untuk prestasi afektif tidak hanya menggunakan angket, tetapi
sebaiknya peneliti melakukan observasi dan wawancara agar mendapatkan
tingkat ketelitian yang lebih akurat dalam penelitian.
b. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acauan untuk penelitian yang
sejenis dengan pokok bahasan yang lain seperti fluida, kalor, kinematika
gerak melingkar, dinamika gerak.
c. Penelitian ini dapat dikembangkan dengan menambah variabel yang lain
seperti kemampuan matematik, kemampuan memori, sikap ilmiah,
motivasi berprestasi, dan lain sebagainya.