Post on 25-Oct-2015
description
Oleh : Dr. Risnarto. MS.PU**)
PEMBARUAN PEMBARUAN AGRARIAAGRARIAGUNA GUNA MENINGKATKANMENINGKATKAN KESEJAHTERAAN KESEJAHTERAAN RAKYAT RAKYAT
*) Bahan pendukung Makalah Dr Soedjarwo pada Seminar Nasional Penyempurnaan UUPA Sebagai peraturan Pokok Agraria di FH Univ brawijaya Malang. 11 Nopember 2013
**) Mantan KaPuslitbang BPN, Peneliti Utama Bidang PertanahanTenaga Ahli Kebijakan Publik dan Pengembangan Wilayah Bappenas,BKPM,Perindustrian,Perdagangan, WB,ADB,UNDP
Dosen Luar Biasa Program Pasca Sarjana Manajemen Bisnis-IPB Pengelolaan SDA dan LH- Geografi UI, Politik dan Kebijakan Agraria- IBLAM; Metoda Analisis Sumberdaya Daerah-UNB Bogor
A Tanah dalam perspektif Politik dan KebijakanAgraria/Pertanahan
B. Isu Strategis Pelaksanaan Kebijakan Agraria/ Pertanahan
C. Akar Permasalahan Ketidak-efektifan Pelaksanaan Kebijakan Agraria/Pertanahan
D. Upaya Pembaruan dan Implikasi Kebijakan
E. Tindak Lanjut
OUTLINE PAPARAN
The Gift Outright“the land was ours before we were the lands, she was our land more than a hundred years before we were her people”Robert Frost (1941)
“There is a bond, an almost mystical communion, that exists between the land and people living on it”
Michael G Kitay (1985)
“tanah bukanlah milikmu, tetapi kamu menjadi milik tanah, tanah adalah tempat sucimu, ikonmu”
Suku Aborigin, Australia
MAKNA FILOSOFIS TANAH
PERWATAKAN LAHANMERUPAKAN ASPEK EKONOMIS,
TIDAK TERPENGARUH KEMUNGKINAN PENURUNAN HARGA DAN NILAI
TIDAK TERPENGARUH WAKTU
TERBATAS, TIDAK DAPAT BERTAMBAH
NILAI DIPENGARUHI KEGIATAN FUNGSIONAL DI ATASNYA
STATIONER, TIDAK DAPAT DIPINDAHKAN
SELAIN SEBAGAI POTENSI PRODUKSI JUGA MERUPAKAN SUATU INVESTASI JANGKA PANJANG
A-1 Esensi Kebijakan Publik• Kebijakan publik merupakan rangkaian tindakan Negara
melalui Pemerintah untuk mengelola sumberdaya Bangsa agar tercapai cita-2 NKRI yang ditetapkan dalam UUD 1945
• Pelaksanaan ditetapkan dalam bentuk peraturan perundang-undangan yang terstratifikasi : (1) kebijakan stratejik, (2) kebijakan teknis dan (3) kebijakan operasional.
• Ketiganya terkait satu dengan yang lain dan kebijakan yang lebih rendah tidak bertentangan dengan kebijakan yang lebih tinggi
A-2 Kebijakan Publik Mensejahterakan Bangsa
BAB IV UUD 1945 (Amandemen ke-IV)Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial
Pasal 33
(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama atas asas kekeluargaan
(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuaai Negara
(3) Bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
-------(4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi
ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan, kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pasal ini diatur dalam undang-undang
A-3 Politik dan Kebijakan Agraria/Pertanahan
• Secara umum bertujuan mewujudkan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 dan Pasal 1 UUPA yaitu, menjamin dan melindungi hak masyarakat untuk memperoleh kesejahteraan dari sumberdaya agraria.
• Penjelasan Umum UUPA Pemerintah mengatur penguasaan pemilikan tanah serta memimpin dan menyelenggarakan penggunaan tanah
Pasal 2 ayat (2) UUPA,
Hak menguasai Negara atas tanah memberi wewenang untuk:a. mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan
dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa b. menentukan dan mengatur hubungan hukum antara orang-orang
dengan bumi, air dan ruang angkasac. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara
orang-orang dan perbuatan hukum mengenai bumi, air dan ruang angkasa
A-4 Hak Menguasai NegaraOtoritas penguasaan negara atas sumberdaya
agraria/tanah-a. obyek kekuasaan yang relevan adalah
kekayaan (things) dan benda-2 (obyek kekayaan) -- sd agraria/tanah menjadi sumber perekonomian negara
b. kewenangan untuk mengatur, mengurus dan mengawasi (bestuursdaad dan beheersdaad) -----tidak memiliki (eigensdaad)
c. Menetapkan kebijakan, pengaturan, wasdal dan pelayanan atas sd agraria/tanah
Permukaan bumi (tanah) (1A)1. Bumi Tubuh bumi di bawahnya (1B)
Tubuh bumi di bawah air (1C)
2. Air Perairan Pedalaman (2A)Perairan Pesisir dan Laut (2B)
3. Ruang Angkasa Ruang di atas Bumi (3A)Ruang di atas Air (3B)
A-5 Pengaturan Sumberdaya Agraria integralUUPA mengatur sumberdaya agraria, namun dalam pelaksanaan terbatas pada permukaan bumi disebut tanah, maka bagian lain diatur dalam UU Sektoral
Transportasi LautTransportasi Laut
KonservasiKonservasi
Perikanan TangkapPerikanan Tangkap
Wisata BahariWisata Bahari
Jaringan KabelJaringan Kabel
PertambanganPertambangan
Arkeologi Bawah AirArkeologi Bawah Air
Perikanan BudidayaPerikanan Budidaya
A-6 PENGATURAN SUMBERDAYA AGRARIA SECARA TERINTEGRASI
A-7 PENGATURAN PARSIAL BIDANG TANAH
A-8 Kebijakan Publik di Bidang Sumberdaya Alam
Dua kelompok peraturan perundang-undangan
• di bidang pertanahan/keagrariaan (kebijakan pengaturan P4T permukaan bumi yang disebut tanah)
(2) mengenai sd bumi (tanah/mineral), sd air, sd ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung di masing-masing wahana tsb.
B-1 MODEL DINAMIS ISUE STRATEGIS AGRARIA PERTANAHAN SETELAH UUPA
RA
PA
FA
PC
FC
RC
PB
RB
FB
1960 1978 2013 2025
F = Fenomena/Fakta/KondisiR = Respon dari Masyarakat/PemerintahP = Pressure dari Internal dan eksternal
A = 1960 s/d 1978B = 1978 s/d 2013C = 2013 s/d 2025
experiences
expected
B-2 Hubungan Antar Isue Keagariaan/Pertanahan
KEPENDUDUKAN
TANAH
PANGAN
HUTAN
ENERGI
KESEJAHTERAAN SENGKETAKEADILAN
AIR
PEMBANGUNANEKONOMI
KEGIATANURBAN
Subsistem Tanah : Isu Sentral dengan Variabel KunciPenguasaan- Pemilikan----- Penggunaan- Pemanfaatan
B-3 ISU/MASALAH AGRARIA SAMPAI 1977Laporan Interim Masalah Pertanahan–Prof Soemitro Djojohadkusumo
Penguasaan pemilikan tanah+ kepemilikan tanah sempit menyebabkan usahatani tidak efisien+ polarisasi penguasaan pemilikan tanah ke pemilik modal
+ kesulitan pengembangan sistem irigasi teknis+ terjadi pelanggaran ketentuan UU 56/Prp/1960+ guntai pada usaha pertanian dan usaha tambak+ hubungan sewa menyewa pemanfaatan tanah yang tidak adil+ dokumen kepemilikan tanah tidak ada atau tidak lengkap + sengketa dan konflik penguasaan pemilikan tanah meningkat
Penggunaan Pemanfaatan Tanah+ kelangsungan penyediaan tanah utk tanaman tebu+ penggarapan tanah perkebunan dan kehutanan oleh rakyat+ konversi tanah pertanian subur dan beririgasi teknis + rencana alokasi penggunaan tanah untuk publik belum tersusun+ keterbatasan teknis dan non teknis pembukaan daerah pertanian d luar jawa
Kesejahteraan Berkeadilan + Tekanan tenaga kerja di sektor pedesaan semakin meningkat+ Teknologi usahatani anorganik menciptakan degradasi tanah dan air + Rendahnya serapan tenaga kerja sektor perkotaan+ Kemiskinan meningkat terutama di pedesaan
B-4 ARAH KEBIJAKAN AGRARIARekomendasi Tim Masalah Pertanahan 1977
Sumberdaya agraria dikuasai negara, diatur kepemilikannya secara adil.
Sumberdaya agraria ditingkatkan produksinya dengan iptek yang sesuai kondisi lokal sehingga mampu menyerap tenaga kerja di lapangan agraria yang jumlahnya semakin meningkat
Hasil produksi agraria memberikan pendapatan untuk kebutuhan hidup pokok dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat banyak
B-7 : ISU STRATEGIS KEAGRARIAAN PERTANAHAN 1978-2013
semakin banyak petani tidak punya tanah pertanian, akses ke sumber ekonomi semakin terbatas, kemiskinan di desa meningkat
ketimpangan penguasaan pemilikan tanah semakin meningkat lebih 60 % tanah masy.belum didaftar dan bersertipikat sengketa dan konflik penguasaan pemilikan dan pemanfaatan
tanah di daerah perkebunan, pertambangan, kehutanan meningkat penggunaan dan pemanfaatan tanah mengabaikan konservasi
menimbulkan tanah rusak, terlantar dan tanah kritis konversi tanah pertanian subur semakin meningkat Pelaksanaan sembilan kewenangan pertanahan oleh Pemda Pengadaan tanah untuk pembangunan kepentingan umum Pengaturan tanah ulayat dan hak masyarakat adat Penyelundupan hukum penguasaan tanah oleh WNA Pengaturan P4T terhadap Hak Pengelolaan Pemanfaatan ruang atas tanah dan ruang bawah tanah Konsolidasi tanah perkotaan dan pedesaan Pengaturan pantai, pesisir, pulau2 kecil dan perbatasan
% rumahtangga
% kumulatif
% luasdikuasai
% rumahtangga
% kumulatif
% luasdikuasai
1 Tunakisma danpetani kurang 0,10
43 43 -- 47 47 --
2 0,10 – 0,49 27 70 13 26 73 12
3 0,50 - 0,99 14 84 18 13 86 174 Lebih 1,00 16 100 69 14 100 71
Jumlah 100 100 100 100
Struktur Penguasaan Tanah Pertanian di Indonesia
No Kelompok LuasPenguasaan (ha)
Rumah Tangga Pedesaan1993 2003
Luas Penguasaan Pemilikan Tanah Sawah Tahun 2006
Ha % Petani %1 Sumatera 47 339 730 2329224 29,80 3680564 22,61 0,632 Jawa dan Bali 13 337 370 3430698 43,89 9797028 60,17 0,353 Kalimantan 53 629 270 310144 3,97 1091968 6,71 0,284 Sulawesi 19 614 310 1001645 12,81 100653 0,62 9,955 Nusa Tenggara dan Maluku 15 323 120 720239 9,21 1397888 8,59 0,526 Papua 41 480 010 24980 0,32 213357 1,31 0,12
Indonesia 190 923 810 7816930 100,00 16281458 100,00 0,48
Jumlah Rumah Tangga Luas rata2 (Ha)
No Wilayah Luas Wilayah (Ha)
Luas sawah
Luas Penguasaan Pemilikan Perusahaan Perkebunan (HGU), Tahun 2006
Ha % Perush %1 Sumatera 10908348 3528882 53,67 1259 36,79 2802,922 Jawa dan Bali 1568841 1477258 22,47 1384 40,44 1067,383 Kalimantan 1213647 1101257 16,75 340 9,94 3238,994 Sulawesi 2015111 317882 4,83 316 9,23 1005,965 Nusa Tenggara dan Maluku 540749 103489 1,57 110 3,21 940,816 Papua 226855 46777 0,71 13 0,38 3598,23
Indonesia 16473551 6575545 100,00 3422 100,00 1921,55
Luas Penguasaan Pemilikan Perkebunan Rakyat (Non HGU), Tahun 2006
Ha % Pekebun %
1 Sumatera 10908348 7379466 74,56 1953968 31,55 3,782 Jawa dan Bali 1568841 91583 0,93 2406768 38,86 0,043 Kalimantan 1213647 112290 1,13 502858 8,12 0,224 Sulawesi 2015111 1697229 17,15 464359 7,50 3,655 Nusa Tenggara dan Maluku 540749 437260 4,42 804091 12,98 0,546 Papua 226855 180078 1,82 61258 0,99 2,94
Indonesia 16473551 9897906 100,00 6193302 100,00 1,60
Luas Perkebunan (Ha)
HGU Perkebunan Jumlah PerusahaanPerkebunan
Luas rata2 (Ha)
No Wilayah Luas Perkebunan (Ha)
Perkebunan Rakyat Jumlah Rumah Tangga Luas rata2 (Ha)
No Wilayah
B-8 .PENGADAAN TANAH KEBUTUHAN VSKETERSEDIAAN
KEBUTUHAN KOTA SEMI KOTA DESA1. Penduduk ++++ +++ ++
2. Permukinan ++++ +++ ++
3. Sarana dan Prasarana ++++ +++ ++
4. Perdagangan dan Jasa ++++ +++ ++
5. Sektor Pertanian + ++ ++++
6. RTH/Konservasi ++ +++ ++++
PERSEDIAAN
1. Tanah Negara Bebas + + ++
2. Tanah Instansi Pemerintah dan Daerah + + +
3. Tanah Hak Milik ++++ +++ ++
4. Tanah Diokupasi Masyarakat ++ +++ ++
Konflik AgrariaPertambangan-- Perkebunan (HGU Kasus PT Proteksindo Muaraenim Palembang),
Kehutanan (HTI Kasus Mesuji Lampung)-- Pengadaan tanah pembangunan-kepentingan umum (pembebasan untuk “jalan tol” JORR Pondok Pinang) –
Fasilitas Keamanan (Alastlogo Pasuruan Puslatpur)
LAND USE AND SPATIAL PLANNING
ALAT UTAMA UNTUK MENGKOORDINASIKAN AKTIVITAS PEMBANGUNAN MASYARAKAT
UBAH KOMPETISI MENJADI KERJASAMA
KESEPAKATAN ANTAR PARA STAKEHOLDERS
KEPENTINGAN JANGKA PENDEK - JANGKA PANJANG
VISIONER
SISTEM INFORMASI PERTANAHAN
PERATURAN PERUNDANGAN
SISTEM - TEKNOLOGI
KONSEP
B-9 Dis-Harmonisasi Penataan Ruang Perkotaan : Perumahan Vertikal dibangun di Kawasan Kumuh
Pembangunan di Kawasan Konservasi Puncak Jawa Barat yang berpotensi bencana alam
Permukiman di areal eks HGU Perkebunan
Penguasaan Tanah oleh WNA : Pemanfaatan Sawah Menjadi Villa WNA Sistem Pinjam Nama di Tegalalang Bali
UU No 2 /2012 PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNANUNTUK KEPENTINGAN UMUM
1. pertahanan dan keamanan nasional;2. jalan umum, jalan tol, terowongan, jalur kereta api, stasiun kereta api, dan fasilitas operasi kereta api;3. waduk, bendungan, bendung, irigasi, saluran air minum, saluran pembuangan air dan sanitasi, dan
bangunan pengairan lainnya;4. pelabuhan, bandar udara, dan terminal;5. infrastruktur minyak, gas, dan panas bumi;6. pembangkit, transmisi, gardu, jaringan, dan distribusi tenaga listrik;7. jaringan telekomunikasi dan informatika Pemerintah;8. tempat pembuangan dan pengolahan sampah;9. rumah sakit Pemerintah/Pemerintah Daerah;10. fasilitas keselamatan umum;11..tempat pemakaman umum Pemerintah/Pemerintah Daerah;12. fasilitas sosial, fasilitas umum, dan ruang terbuka hijau publik;13. cagar alam dan cagar budaya;14. kantor Pemerintah/Pemerintah Daerah/desa;15. penataan permukiman kumuh perkotaan dan/atau konsolidasi tanah, serta perumahan untuk
masyarakat berpenghasilan rendah dengan status sewa;16 prasarana pendidikan atau sekolah Pemerintah/Pemerintah Daerah;17. prasarana olahraga Pemerintah/Pemerintah Daerah; dan18 pasar umum dan lapangan parkir umum.
TITIK KRITIS PENGADAAN TANAH BAGI UNTUKPEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM
Satker
PPT PPT, Satker
Pengukuhan/Perubahan SK Harga Sebelumnya
Ajukan Keberatan ke Bupati/Walikota/Gubernur/
Mendagri
Penyusunan Daftar Nominatif dan Daftar Pembayaran
PPT, Pemegang Hak Tanah, Satker
Surat Keputusan Penetapan Harga
Penyediaan Dana Pengadaan Tanah
Satker
Permintaan Dana
Musyawarah Ganti Rugi Tanah
Bupati/Walikota/GubernurPemegang Hak Atas Tanah
T
Y
Y
T
Keberatan ?
Keberatan ? Keberatan ?
MUSYAWARAH DAN DAFTAR NOMINATIF
TSatker, PPT, Pemegang Hak
Surat Pelepasan Hak, Penyerahan Girik, HGB, SHM
Pemegang Hak Tanah
Pembayaran Ganti Kerugian Tanah
PEMBAYARAN DAN SURAT PELEPASAN HAK (SPH)
Y
Pengadaan Tanah Selesai (Konstruksi Fisik Dimulai) Investor
/ Kontraktor
92 Pulau-pulau Kecil Terluar (PP No. 38 Tahun 2002)
UU No 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil
1. Pengertian2. Stratifikasi Pengaturan3. Esensi Pengaturan Pertanahan Wilayah NKRI-- Isu Perbatasan, PPK terluar Perencanaan ---> UU 26/2007 & PP 16/2004 Pemanfaatan -- H-P3 Vs Hak atas Tanah Penguasaan Pemilikan- Pendaftaran Tanah
Pertamakali, Peralihan Hak, Pembebanan Hak Penelitian dan Pengembangan
Menata Ruang WP & PPK
AkusisiAkusisi
AnalisaAnalisa
PemodelanPemodelan
ManagementManagement
DataData
Prioritas Prioritas Pemanfatan Pemanfatan WP & PPKWP & PPK
Zona Zona Pemanfaatan Pemanfaatan WP & PPKWP & PPK
Masukan Masukan Penataan Penataan PertanahanPertanahanWP WP & PPK& PPK
Data CollectingData Collecting PengelolaanPengelolaan Kebijakan
BATAS MARITIM RI - SINGAPURA
Singapura melaksanakan reklamasi yang dapat merubah Garis Pangkalnya sehingga merugikan RI, pada wilayah reklamasi ini belum ada perjanjian perbatasan (jarak ± 18 NM).
Perjanjian Garis Batas Laut Wilayah th. 1973; UU 7/73 tgl. 8 Des 1973 (Lembar Negara RI No.3018).
Pasir dari Indonesia telah merubah bentuk asli geografi Singapura.
UNCLOS’82 memungkinkan suatu negara memanfaatkan harbour work sebagai titik dasar.
Indonesia berprinsip bahwa Garis Pantai dan Garis Pangkal Singapura adalah sesuai yang asli th 1973.
Peta: Dishidros AL
GAMBAR: PERUBAHAN DIMENSI PULAU MIKRO DAN REALITA STRUKTUR BIOGEOFISIK PEMBENTUK PULAU MIKRO
Struktur biogeofisik X dan Z melindungi keberadaan Y, pulau A atau pulau 1 dan 2 saat muka laut naik 1 m
00.00
-20.00
-40.00
+01.00
Batas bila muka laut naik 2 m
Batas muka laut normal Batas kedalaman laut - 20 m
Batas kedalaman laut - 2 m
Batas bila muka laut naik 1 m
Batas muka laut normal Batas kedalaman laut - 20 m
Batas kedalaman laut - 1 m Batas kedalaman laut - 40 m
A B
1 2
- 01.00
X Y Z
-20.00
-40.00
Batas bila muka laut naik 2 mBatas muka laut normal
Batas kedalaman laut -20 m
Batas kedalaman laut -2 m
Batas bila muka laut naik 1 mBatas muka laut normal
Batas kedalaman laut - 20 m
Batas kedalaman laut - 1 m
Batas kedalaman laut - 40 m
A B
1 2
X Y Z
Keberlanjutan keberadaan “pulau-pulau kecil dan mikro”keberlanjutan sumberdaya alam negara kepulauan
Perubahan Fisik Pantai
Singapura
Perubahan Fisik Pantai Singapura mendesak wilayah NKRI
Diagram
OCEAN SPACE USES
Ruang Muka Laut yang dipartisi untuk Budidaya Rumput Laut
Pengganti patok batas
Losmen (Penginapan) di muka Laut
Kasus: Pulau Karimunjawa
Konflik Agraria
Jumlah Konflik dan Korban :1. Komnas HAM : 6000 kasus pelanggaran
ham dan 1000 pelanggaran HAMdilakukan perusahaan perkebunan
2. SPI : 120 konflik agraria dan korbanmeninggal 18 orang pada 2011
3. KPA : 163 konflik dan korban meninggal22 orang pada 2011
Konflik Agraria
Jenis konflik agraria yang terjadi;1. Pertambangan (izin tambang/kasus Bima)2. Perkebunan (HGU / soal inti plasma-kemitraan/
Kasus PT Proteksindo Muaraenim Palembang)3. Kehutanan (HTI / Kasus Mesuji Lampung)4. Pengadaan tanah pembangunan-kepentingan
umum (pembebasan untuk “jalan tol” cinere-jagorawi di seksi 2 cimanggis-margonda)
5. Fasilitas Keamanan (Alastlogo PasuruanPuslatpur)
Sumber: KPA, 2012
MENGAPA KONFLIK AGRARIA –Perubahan Paradigma dan Politik
1. Paradigma;Diteruskannya paradigma dan strategi politik agrariayang liberal (kapitalistik)
2. Politik :a. Pembaruan Agraria tidak jadi agenda politik yang
nyata, menyeluruh dan terencanab. Menguatnya Korporatokrasic. Legitimasi pemerintahan yang lemahd. Sebagian elit politik menjadi pemain di sektor agrariae. Politik yang dangkal menghasilkan produk hukum
agraria yang memihak pemodal demi uang
Hukum1.Undang-undang sektoral yang bermasalah:
a. UU Perkebunan : MK membatalkan Pasal 47 tentang ancamanpidanab. UU Penanaman Modal : MK membatalkan pasal tentang hak gunausaha (HGU) bagi asing selama 95 tahun.c. UU P3WK : MK membatalkan Hak Pengelolaan Laut menjadiPerijinan Usahad. UU pengadaan tanah pembangunan: dikuasai negara, dimilikinegara dan “non profit” .d. dll (Silahkan Konsultasi Prof Sodiki)
2. Inkonsistensi penerapan UU 5/1960 (Silahkan Konsultasi DrSoedjarwo)
3. Stagnasi TAP MPR IX/20014. Sistem hukum yang korup5. Politik hukum agraria yang manipulatif
Institusi, Korupsi dan Implementasi
1. Korupsi terjadi di institusi yang terkait sektor agraria2. Terbentuknya kartel agraria3. Problem koordinasi antar institusi4. Keterbukaan dan akses informasi sulit di sektor agraria (UU
KIP belum sepenuhnya jalan)5. Problem administrasi pertanahan (Komisi ombudsman
nasional (ORI) pada 2008 menyimpulkan bahwa kantor-kantor pertanahan telah terjerumus ke dalam jurang praktekmal administrasi pertanahan yang cukup serius). Persoalanrezim “sertifikasi” : data bank dunia hanya sekitar 27 juta (30%)yang sudah terdaftar dari sekitar 80 juta tanah .
6. Kepala daerah jadi raja-raja kecil7. Pengawasan terhadap implementasi kebijakan lemah8. Bisnis jasa keamanan disektor agraria
Peta Wilayah Penyebaran Kelapa SawitDi Indonesia (1)
Ket pada Diagram: warna hijau (perkebunan swasta); warna biru (perkebunan rakyat); warna ungu (perkebunan negara).
Bagaimanakah Solusinya?
KONFLIK AREAL PERKEBUNAN KELAPA SAWIT
Sawit Watch mencatat, konflik yang berhubungan dengan perkebunan sawit di Indonesia meningkat dari waktu ke waktu. Konflik tanah yang berhubungan dengan perkebunan sawit, dan masih berlangsung (belum ada jalan keluar) tercatat sebanyak 576 kasus antara kelompok masyarakat dan perusahaan perkebunan,
Sumatera Utara Januari s/d Desember 2010, terdapat 26 kasus terdiri dari penggusuran, intimidasi, pembunuhan, kekerasan, penangkapan, kriminalisasi, dan pemenjaraan.Mmenurut 4 koran pada tahun 2010 (Media Kompas, Medan Bisnis, Pos Metro, SIB),. Dari 26 kasus yang diberitakan ini, hanya 2 media yang merinci jumlah korban, yakni sebanyak 909 kk. Dampak penggusuran, sebanyak 2 orang tewas (konflik dengan PTPN II Limau Mungkur, Tj Morawa, dan konflik dengan PT SLJ, Labuhan Batu Utara), 5 orang mengalami kekerasan dan penangkapan, sementara puluhan mengalami penahanan
.
Dokumen Perhimpunan Bakumsu 2007 dari tujuh Organisasi Non Pemerintah yang menangani konflik tanah di 9 kabupaten/kota, yakni kabupaten Deli Serdang, Langkat, Labuhan Batu, Simalungun, Asahan, Tapsel, Tobasa kota Medan dan Dairi, terdapat 97 kasus konflik kelompok tani versus perkebunan dan perusahaan kayu di lahan seluas 32.504,76 HA. Sebanyak 58 kasus atau 60 % kelompok tani berkonflik dengan perkebunan sawit, 29 % berkonflik dengan Perusahaan, sisanya berkonflik dengan TNI dan Kelompok masyarakat. Dengan demikian, 97 kelompok tani yang seluruhnya beranggotakan total 29.774 kk, potensial
di Labuhan Batu (sebelum dipecah menjadi 3 kabupaten), terdapat 20 kasus penggusuran kelompok tani, dimana seluruhnya atau 100 % adalah kasus konflik tanah antara kelompok tani dengan perusahaan perkebunan sawit. Total luas lahan konflik seluas 6.943,98 HA dengan jumlah anggota kelompok tani sebanyak 5.298 KK melawan 17 perusahaan perkebunan sawit skala besar.Konflik antara petani versus perkebunan yang masih terus berlangsung. Konflik warisan masa lalu ini berhubungan pada umumnya dengan pengabaian hak masyarakat lokal atas tanah, juga karena ganti rugi yang tidak layak, dan masalah warisan skema PIR (Perkebunan Inti Rakyat)
Sumber data diperoleh Bakumsu dari mitra kerjanya di Sumatera Utara, yakni KPS, KSPPM, Lentera, Bitra, PBHI Sumut, Kontras, dan LBH Medan tahun 2006-2007.
KASUS SENGKETA TERKAIT TANAH PERKEBUNAN DI JAWA TIMUR
No Nama Perkebunan Pengelola/HGU Tuntutan Warga
1 Jenggawah PTP XXXVI/PTPN X Jember
Memperoleh Hak atas tanah yg digarap sejak dulu
2 Curahnongko/Kali Senan PTPN X Warga menduduki dan menggarap tanah yg telah diterbitkan HGU
3 Palung Ombo PTP XXXVIII Warga keberatan atas keberadaan pemegang HGU
4 Sumber Manggis PT Sumber Mangis Warga minta areal seluas 450 ha dikeluarkan dari HGU
5 Ketajik I dan II Perusahaan.Daerah Kab.Jember
Warga keberatan dengan penerbitan HGU
6 Perkebuan Kapas PTPN XII Menuntut tanah yang telah digarap sejak dulu
KONFLIK PERTAMBANGAN TAHUN 2010 - 2011No Jenis Tambang Lokasi Konflik/Penolakan warga
1 Bijih Besi Aceh Besar pencemaran lingkungan, konflik lahan dg warga2 Emas Mandailing Natal tumpang tindih lahan3 Timah Dairi tumpang tindih lahan4 Minyak Riau pencemaran lingkungan, konflik lahan dg warga5 Batubara Muaraenim tumpang tindih lahan6 Batu kapur Nusakambangan pencemaran lingkungan7 Pasir besi Kulon Progo konflik lahan dengan warga8 Tembaga d Mangan Pacitan pencemaran lingkungan9 Emas Banyuwangi pencemaran lingkungan, konflik lahan dg warga
10 Biji besi Kota Baru pencemaran lingkungan11 Tembaga d Emas Sumbawa pencemaran lingkungan12 Emas Bima pencemaran lingkungan, konflik lahan dg warga13 Emas Minahasa konflik lahan dengan warga14 Emas Mimika pencemaran lingkungan, konflik dg wargaSumber : Kompas, 10 Peb-2012
Data KPA menunjukkan untuk tahun 2011, konflik sumberdaya agraria (pertambangan-perkebunan-kehutanan-dll) mencapai 163 dengan jumlah korban yang meninggal mencapai 22 orang. Dari jumlah konflik tersebut, luas lahan yang disengketakan mencapai 472.048,44 hektar dengan melibatkan lebih dari 69.975 kepala keluarga
PETA KEPEMILIKAN SDA INDONESIA
Shibu lijack
TAMBANG GALIAN C DI KEDIRI
SUMBERDAYA BATUBARA DI TANAH USAHA SAWAH DAERAH TRANSMIGRASI KALTIM
KUBANGAN BEKAS TAMBANG BATUBARA
AKHIR PERADABAN BANGSA
Jumlah Sengketa Pertanahan yang Diajukan Ke Peradilan Umumdan Peradilan TUN di 10 Kabupaten dan Kota Sampel 2004 s/d 2006)
Jenis Masalah Kabupaten Kota Kabupaten KotaPembatalan Sertipikat 120 110 68 172Pembatalan/Blokir Peralihan hak/balik nama
36 47 13 27
Masalah tanah waris 20 27 7Pembatallan/Penangguhan SK hak 12 20 2 25Pembatalan hak tanggungan 4 6Ganti rugi, pailit dan pengosongan, pembebasan tanah, dll
20 45
Perbuatan melawan hukum 12 86 2 41Utang piutang/kredit 1 29
REALITA PELAYANAN PERTANAHAN MENURUT MASYARAKAT
Sebagian besar masyarakat khawatir status tanah miliknya
"Menurut Anda, mudah atau sulitkah mengurus "Khawatir atau tidakkah Anda terhadap status surat hak kepemilikan atas tanah saat ini" tanah milik Anda tersebut dari gugatan pihak lain?"
Jakarta
Yogyakarta
Surabaya
Medan
Padang
Banjarmasin
Pontianak
Makasar
Manado
Mudah Sulit Tidak tahu/Tidak jawab Khawatir Tidak Khawatir Tidak tahu/Tidak jawab
38,3
38,5
37,5
33,3
48
47,2
38,3
40
37,9
46,7
42,3
25
47,6
28
40,3
50,3
42,2
45
15
19,2
37,5
19,1
24
12,5
11,4
17,8
17,1
56,7
50
54,2
71,4
24
55,6
53,3
26,7
59,3
36,7
42,3
41,7
28,6
52
40,3
42,5
71,1
32,9
6,6
7,7
4,1
24
4,1
4,2
2,2
7,8
C. ANALISIS MASALAH KETIDAK EFEKTIFAN KEBIJAKAN AGRARIA/PERTANAHAN
Sumber : 1. Disharmoni kebijakan 2. Kapasitas kelembagaan 3. Kultur masyarakat
NilaiDasar
NilaiImplementasi
Nilai Praksis
Perilaku budaya danRealitas Sosek Masy
Disharmoni SistemKebijakan SD Agr
Lemahnya Kapasitas Lembaga
Agraria/Pertanahan
C-1 Kebijakan Publik di Bidang SD Agraria/Pertanahan
• Secara umum bertujuan menjamin dan melindungi hak masyarakat untuk berperan secara aktif dalam kegiatan pengelolan pertanahan/agraria untuk mewujudkan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 dan Pasal 1 UUPA
.......bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
• Dua kelompok peraturan perundang-undangan (1) di bidang sumberdaya agraria (kebijakan pengaturan P4 permukaan bumi yang disebut tanah)(2) terkait sumberdaya agraria mengenai sd bumi (tanah/mineral), sd air, sd ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung di masing-masing wahana tsb.
C-2 BERBAGAI UU SEKTORAL YANG BERPOTENSI DISHARMONI DENGAN UUPA
• UU No 5 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Kehutanan yang telah diubah menjadi UU No. 41/1999 tentang Kehutanan (UU Kehutanan)
• UU No. 11/1967 tentang Ketentuan – Ketentuan Pokok Pertambangan• UU No. 11 tahun 1974 tentang Pengairan yang telah diubah menjadi UU No. 7/2004
tentang Sumberdaya Air (UUSDA)• UU No. 4 Tahun 1982 yang telah diubah menjadi UU No.23/1997 diubah lagi UU No
32 tahun 2008 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH)• UU No. 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya• UU No 24/1992 tentang Penatanan Ruang yang diubah menjadi UU No.26/2007
tentang Penataan Ruang• UU No. 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas)• UU No. 27/2003 tentang Panas Bumi (UU Panas Bumi)• UU No.18/2004 tentang Budidaya Tanaman (UU Budidaya Tanaman)• UU No. 31/2004 tentang Perikanan (UU Perikanan)• UU No 25/2007 tentang Penanaman Modal• UU No. 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau – pulau Kecil (UU
PWP3K).• UU No 4/2009 tentang Mineral dan Batubara• UU No 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Permukiman • UU No 2 Tahun 2012 Pengadaan Tanah
Persandingan Obyek Undang-Undang Yang Terkait Dengan Tanah
Tumbapang tindih kewenangan pengaturan Sumberdaya Agraria
C-3 DISHARMONI KEBIJAKAN SD AGRARIA• Pengertian umum-- adanya berbagai ketentuan yang
tidak kompatibel, bahkan saling konflik satu sama lain, baik dalam prinsip dasarnya maupun dalam aspek implementasinya, sehingga menciptakan ketidakpastian antar peraturan perundang-undangan yang ada.
• Kelsen (1991) -- conflict of Norm, yang intinya “A conflict exists between two norms when that which one of them decrees to be obligatory is incompatible with that which the other decrees to be obligatory, so that the observance or application of one norm necessarily or possibly involves the violation of the other”.
• Disharmonisasi manajemen SD Agr-ketidakharmonisan suatu peraturan perundang-undangan SD Agr, yang dapat dimulai sejak penyusunan RUU-RPP-RAPERDAsehingga pada saat pelaksanaan terjadi ketidakpastian dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut pengelolaan SD Agr/Pertanahan.
C-4 DAMPAK LINGKUNGAN DIS-HARMONI KEBIJAKAN AGRARIA/PERTANAHAN
Beberapa alternatif aktivitas ekonomi • Tidak ada seorangpun akan menggunakan ketentuan A
atau ketentuan B pembiaran tanah terlantar,erosi,• Seseorang akan menggunakan ketentuan A dan
melanggar ketentuan B bila manfaat yang diperoleh A lebih besar daripada penalti yang dikenakan atas pelanggaran ketentuan B.(manfaat illegal logging >> penalty)
• Seseorang akan menggunakan ketentuan A bila lebih menguntungkan daripada B selama ia dapat menghindar dari ketentuan B- eksternalitas dis-ekononomipembangunan villa di kawasan Puncak
• Seseorang akan memilih ketentuan A bilamana ia mendapatkan jaminan dari pemegang kekuasaan yang memberikan kepastian hukum pada ketentuan A-penyalahgunaan wewenang/kekuasaan penerbitan perijinan (suap, sogok, gratifikasi) .
C-5 BENTUK-BENTUK DISHARMONI
• Pengertian• Obyek yang diatur• Orientasi eksploitasi atau konservasi• Keberpihakan rakyat atau investor• Pengakuan keberadaan Masyarakat Adat/Ulayat• Pengaturan Penguasaan Pemilikan• Perencanaan Penggunaaan Pemanfaatan• Pemeliharaan dan Keberlanjutannya • Pendaftaran penguasaan pemilikan
Persandingan Substansi Undang-Undang Yang Terkait Tanah
UU Obyek Yang Diatur Orientasi Keberpihakan
Pokok Agraria (UU 5/1960)
Bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya
Konservasi Nasionalisme
Pro-rakyat, berfungsi sosial, anti monopoli swasta, pembatasan
Sumber Daya Air (UU 7/2004)
Air (pada, di bawah, dan di atas permukaan tanah), sumber air, dan daya air
Konservasi dan eksploitasi
Pro-rakyat, ada fungsi sosial, cende-rung pro-kapital
Minyak dan Gas Bumi (UU 22/2001)
Minyak bumi dan gas bumi
Eksploitasi Pro-kapital
Pertambangan (UU 11/1967)
Bahan galian Eksploitasi Pro-kapital
Pertambangan Mineral dan Batubara (UU 4/2009)
Mineral, Batubara Eksploitasi Pro-kapital
Kehutanan (UU 41/1999)
Hutan, Kawasan hutan Eksploitasi dan konservasi berimbang
Pro-rakyat di konsi-deran, tetapi pro-kapital di substansi
Perikanan (UU 31/2004)
Semua jenis ikan, Wilayah pengelolaan perikanan
Eksploitasi dan konservasi
Pro-kapital, ada perhatian terhadap nelayan kecil
Budidaya Tanaman (UU 12/1992)
Sistem budidaya tanaman
Konservasi*) Pro-rakyat*)
Perkebunan (UU 18/2004)
Tanaman perkebunan Eksploitasi dan konservasi*)
Pro-kapital*)
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (UU 27/2007)
Wilayah pesisir Pulau kecil
Konservasi, tetapi tersirat juga eksploitasi
Pro-rakyat, tetapi pengusaha diutamakan
Penanaman Modal (UU 25/2007)
Modal, perizinan hak atas tanah
Eksploitasi dan sedikit konservasi*)
Pro-kapital*)
Pemerintahan Daerah (UU 32/2004)
Pelayanan pertanahan Konservasi dan eksploitasi*)
Pro-rakyat*)
Penataan Ruang (UU 26/2007)
Ruang darat, ruang laut, ruang udara, dan ruang di dalam bumi
Konservasi Pro-rakyat
Lingkungan Hidup (UU 23/1997)
Kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya
Konservasi Pro-rakyat
C-6 Sumber KONFLIK dan SENGKETAdari Aparat Pelaksana dan Masyarakat
MASYARAKAT (pemalsuan keterangan, tanda batas tidak jelas, kepemilikan tidak jelas, salah lokasi).
Kepala Desa (pemalsuan keterangan, keterangan waris keliru, keterangan kepemilikan salah)
PPAT (pemalsuan akta jual beli, luas bidang salah, status tanah tidak jelas, batas kepemilikan keliru).
Kantor Pelayanan Pajak (penyimpangan wajib pajak, penetapan wajib pajak keliru, penetapan NJOP salah)
Kantor Pertanahan (tidak tertibnya administrasi pertanahan, kurang cermat dalam mengidentifikasi letak, batas dan tanda bukti alas hak).
C-6 MASALAH PERTANAHAN MASA DEPAN ????
FENOMENA LINGKUNGAN STRATEGIS Posisi Indonesia di tengah Arus Lintas Dunia
Nilai Perdagangan Dunia tahun 2020 : 2 X 2008 90 % lewat Laut40 % lewat IndonesiaSelat Malaka tidak dapat dilalui kapal raksasa-lewat Pantai Selatan Jawa dan Selat Lombok
Negara Maritim --namun peran daratan tetap dominanDaerah Pantai menjadi prioritas investasi dan DTW
Kebijakan MP3EI mendorong arus investasi skala besar dan asing Pemilu nasional+Pilpres dan Pilkada menempatkan pertanahan
sebagai salah satu isu strategis yang bernuansa instabilitas poleksos Demokrasi berbagai bidang kehidupan Menguatnya tuntutan hak asasi manusia terhadap tanah Meningkatnya pencemaran sumberdaya tanah-air dan udara
akibat pertmbuhan industri dan transportasi Pemanfaatan ruang atas tanah dan ruang bawah tanah Pelaksanaan otonomi bdg pertanahan----Koordinasi Pemda Meningkatnya klaim dan okupasi tanah perkebunan, hutan
dan pertambangan masyarakat lokal
PETA PERDAGANGAN DUNIA : Geopolitik dan Geostrategis
Europe
RotterdamAntwerp
PusanTokyoYokohama
EastCost
New York
TimTeng
Dubai
HongkongShanghaiShenzenKaoshiung
West Cost
Los Ang.Long Beach
Austr.NZ
SidneyMelbourneAuckland
Asteng
SingapuraLaem ChabngPortKlangTg PriokSouth
Afrc
JpnKorea
ChinaTaiwn
… fully 90 percent of International trade is
carried by sea… 40 percent
lewat Indonesia
MP3EI jika tidak diikuti pengelolaan pertanahan yang baik berpotensi terkendala oleh meningkatnya konflik dan sengketa pertanahanKE. Sumatera “Sentra Produksi dan Pengolahan Hasil Bumi dan Lumbung Energi Nasional”;KE Jawa “Pendorong Industri dan Jasa Nasional”;KE Kalimantan “Pusat Produksi dan Pengolahan Hasil Tambang & Lumbung Energi Nasional”;KE Sulawesi ‘’ Pusat Produksi dan Pengolahan Hasil Pertanian, Perkebunan, Perikanan, Migas
dan Pertambangan Nasional; KE Bali – Nusa Tenggara ‘’Pintu Gerbang Pariwisata dan Pendukung Pangan Nasional’’;KE Papua–Maluku “Pusat Pengembangan Pangan, Perikanan, Energi, dan Pertambangan
Nasional”.
D. REVITALISASI KEBIJAKAN AGRARIA/PERTANAHAN
NilaiDasar
NilaiImplementasi
Nilai Praksis
Pemberdayaan MasyarakatSesuai Realita Sosekbud
Pembaruan SistemKebijakan SD Agr
Peningkatan Kapasitas Lembaga
Agraria/Pertanahan
D-1A Pentingnya Pembaruan Sistem Kebijakan Sumberdaya Agraria - TAP MPR No IX/2001
Arah Kebijakan : Pembaruan perundang-undangan dan pengelolaansumberdaya alam terintegrasi dalam sistem UUPA, termasuk UU Hak Milik,UU Pemanfaatan Tanah
Pasal 2. TAP MPR No.IX Tahun 2001 tentang Reforma Agraria dan Pengelolaan Sumberdaya Alam Pembaruan Agraria mencakup suatu proses yang berkesinambungan berkenaan dengan penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemenfaatan sumberdaya agraria dalam rangka terciptanya kepastian dan perlindungan hukum serta keadilan dan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia
Merupakan landasan filosofis-ideologis-sosio kultural-konstitusional-ekonomis dan ekologis dalam membangun kelembagaan pengelola kebijakan sumberdaya agraria
D-1B ARGUMENTASI FAKTUAL PERLUNYA PEMBARUAN AGRARIA
Masih ada kelemahan pelaksanaan UUPA, antara lain (1) menjauh corak agraris, (2) belum menjamin kepastian hukum hak atas tanah adat, (3) masih ada dualisme UUPA dengan hak masyarakat tradisional dan sisa hak barat, (4) ditemukan pengambilan manfaat atas tanah dalam bentuk kerjasama dengan mitra asing, (5) kecenderungan orang asing dapat menguasai tanah seperti hak milik, (6) pemilikan tanah absentee, (7) banyak tanah terlantar, (8) memperhatikan desentralisasi urusan agraria, (9) perebutan sumberdaya atau komoditasi tanah, (10) konflik dan sengketa atas tanah
Masih ditemukan dis-harmoni perundangan-undangan terkait sumberdaya alam, mencakup: (1) pengertian (2) obyek yang diatur (3) orientasi (4) keberpihakan (5) pengakuan keberadaan masyarakat adat/ulayat (6) pengaturan penguasaan pemilikan(7) perencanaan penggunaaan pemanfaatan (8) pemeliharaan dan keberlanjutannya serta (9) pendaftaran penguasaan pemilikan sumberdaya alam
D-1C. POKOK-POKOK SUBSTANSI PEMBARUAN AGRARIA
A. Penyempurnaan hal-hal yang mendasar, antara lain: (1) penegasan wawasan nusantara (2) pemersatu NKRI, (3) sumberdaya alam milik Bangsa Indonesia, (4) mekanisme koordinasi pengelolaan dan pemanfaatan (5) rambu-rambu dalam pengelolaan, (6) penegasan hak azasi manusia dan kelestarian lingkungan hidup, (7) pengaturanwilayah berbatasan negara
B. Orientasi kebijakan mendorong hal-hal prinsip antara lain: (1)pengertian tanah dipertegas mencakup tanah pantai (2) lebih berorientasi hak azasi manusia dan kelestarian lingkungan hidup (3) mengatur landreform tanah perkotaan, (4) kebijakan penggunaan tanah yang berkeadilan (5) pemanfaatan tanah ulayat dan hak masyarakat adat, (6) penegasan batasan luas dan masa berlaku hak, terutama HGU dan HGB (7) integrasi perencanaan tata ruang dengan status hak atas tanah (8) pelaksanaan otonomi pertanahan dalam kerangka NKRI dan memperhatikan hak masyarakat adat (9) memberi dasar koordinasi dalam pengelolaan sumberdaya alam (10) mendorong good governance dalam pelayanan pertanahan.
D-1D. Peningkatan Kapasitas Lembaga Agraria/Pertanahan
Misi yang dikandung dalam TAP MPR IX/2001 memerlukan lembaga agraria/pertanahan yang mempunyai kewenangan dan kompetensi yang sepadan dengan fungsi yang diemban
Berdasarkan Perpres 10/2006 telah ditetapkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pertanahan secara nasional, regional dan sektoral
Dengan kewenangan tersebut, BPN menjalankan fungsi perumusan kebijakan nasional termasuk reforma agraria dan koordinasi dengan pemerintah daerah dan sektor terkait, menetapkan kebijakan teknis pelayanan pertanahan dalam rangka menjamin kepastian hukum hak atas tanah, penatagunaan tanah,pengaturan tanah terlantar dan pemberdayaan masyarakat
Dalam prakteknya terdapat banyak kendala akibat tumpang tindih kewenangan dalam mengelola sumberdaya alam dan belum tertibnya penyelenggaraan administrasi pelayanan pertanahan yang mengindikasi BPN tidak dapat menjalankan seluruh misi dengan baik
D-2A PEMIKIRAN PENGUATAN KELEMBAGAAN AGRARIA/PERTANAHAN
Pengalaman pada masa Program Pelita I (1969/1970-1974/1975), terdapat berbagai tumpang tindih program sektoral yang memerlukan tanah yang luas seperti transmigrasi, pekerjaan umum, kehutanan dan pertambangan. Untuk mengatasi itu, terbit Instruksi Presiden No 1 Tahun 1976 tentang Sinkronisasi Pelaksanaan Tugas Bidang Keagrariaan dengan Bidang Kehutanan, Pertambangan, Transmigrasi dan Pekerjaan Umum.
Mengingat strategisnya misi TAP MPR No IX/2001, sesuai dengan Pasal 4 ayat (1) huruf c dan Pasal 5 ayat (3) UU No 39/2008 tentang Kementrian Negara, sudah waktunya dibentuk Kementrian Negara Agraria atau Menko Sumberdaya Agraria yang berfungsi sebagai lembaga yang secara khusus merumuskan kebijakan strategis pengelolaan sumberdaya agraria secara nasional serta menangani koordinasi, integrasi dan sinkronisasi dengan sektor terkait dan pemerintah daerah provinsi maupun kabupaten/kota
Berdasarkan pengalaman tahun 1995 ketika dibentuk Kementrian Negara Agraria/BPN sebaiknya Kementrian Negara Agraria terpisah dengan Badan Pertanahan Nasional yang berfungsi menjalankan pelayanan publik bidang pertanahan kepada masyarakat yang memenuhi prinsip good governance
D-2B PEMIKIRAN PENGUATAN KELEMBAGAAN AGRARIA/PERTANAHAN
Di samping Kementrian Negara Agraria dan BPN perlu dibentuk Peradilan Agraria (PA)
PA merupakan lembaga yang berfungsi melakukan penegakan hukum terkait penyelesaian perkara agraria/pertanahan yang masuk melalui jalur pengadilan.Di masa lalu pernah dibentuk Pengadilan Landreform yangkemudian dihapus melalui UU No 7 Thaun 1970, dimana perkara sengketa pertanahan dikembalikan ke pengadilan negeri setempat.
Lembaga Menko SDAgraria/Kementrian Negara Agraria, BPN, danPA perlu didukung dengan SDM yang mempunyai kapasitas di bidang keagrariaan/pertanahan dan mempunyai komitmen tinggi terhadap tugas pokok dan fungsinya.
D-3 Pemberdayaan Masyarakat Sesuai Realita Sosekbud Melalui Instruksi Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 3
Tahun 1995 telah dikembangkan Pokmasdartibnah (Kelompok Masyarakat Sadar Hukum dan Tertib Pertanahan) yang focus kegiatannya adalah memasang tanda batas di bidang tanah ybs dan menyelesaikan sengketa tanah yang timbul di Pokmas tersebut.Lembaga ini kurang berkembang karena inisiatif pembentukan maupun kegiatannya lebih banyak diprakarsai oleh Pemerintah yang tidak selalu sejalan dengan kebutuhan masyarakat.
Pemberdayaan masyarakat di bidang pertanahan, pada prinsipnya masyarakat diberi peran terlibat dalam proses pengambilan keputusan pengelolaan pertanahan secara swadaya. Peran itu akan meningkat apabila dikembangkan sistem sosialisasi hak dan kewajiban dalam pengelolaan pertanahan yang dapat diterima masyarakat secara demokrasi, tanpa distorsi dengan menumbuh-kembangkan partisipasi masyarakat. Untuk itu, arah pemberdayaanadalah dengan penguatan sistem komunikasi dan informasi hak dan kewajiban kegiatan pertanahan ke masyarakat sesuai dengan kapasitas sosial ekonomi dan budaya masyarakat setempat.
E. PENUTUP1. Pengelolaan agraria/pertanahan yang baik dibutuhkan guna
mewujudkan amanah Bangsa yang tertuang dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 dan Pasal 1 UUPA, yaitu sumberdaya agraria untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
2. Pertumbuhan penduduk yang tidak diimbangi dengan lapangan kerja di pedesaan serta perkembangan pembangunan yang lebih berorientasi ke aspek pertumbuhan ekonomi telah berimplikasi pada kebijakan pemanfaatan sumberdaya agraria secara sektoral, dan parsial. Lebih berorientasi kepada investor, telah mereduksi hak masyarakat adat atas tanah, cenderung mengabaikan keberlangsungan lingkungan hidup masyarakat lokal dan menjadi sumber meningkatnya sengketa dan konflik agraria.
3. Ketetapan MPR No IX Tahun 2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumberdaya Alam memberi peluang untuk mewadahi berbagai kepentingan sektoral, regional dan masyarakat lokal dalam sistem kebijakan pengelolaan sumberdaya agraria yang terintegrasi secara nasional
E. PENUTUP Misi yang dikandung dalam TAP MPR IX/2001 memerlukan lembaga
agraria/pertanahan yang mempunyai kewenangan dan kompetensi yang sepadan dengan fungsi yang diemban. Untuk itu, perlu dibentuk Menko SD Agraria/Kementrian Negara Agraria yang berfungsi sebagai lembaga yang secara khusus merumuskan kebijakan strategis pengelolaan sumberdaya agraria secara nasional serta menangani koordinasi, integrasi dan sinkronisasi dengan sektor terkait dan pemerintah daerah provinsi maupun kabupaten/kota. Badan Pertanahan Nasional lebih berfungsi menjalankan pelayanan publik bidang pertanahan kepada masyarakat yang memenuhi prinsip good governance.
Di samping Kementrian Negara Agraria dan BPN perlu dibentuk lembaga Peradilan Agraria (PA). PA merupakan lembaga yang berfungsi melakukan penegakan hukum terkait penyelesaian perkara agraria/pertanahan yang masuk melalui jalur pengadilan.