MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan...

280
MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM AGRARIA DAN KRISIS SOSIAL EKOLOGI

Transcript of MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan...

Page 1: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN

JALAN KELUAR DARI PROBLEM AGRARIA

DAN KRISIS SOSIAL EKOLOGI

Page 2: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

v

PengantarSebagai dukungan terhadap upaya Badan PertanahanNasional RI untuk membangun suatu proses perencanaankebijakan pertanahan yang memperluas fokus dari bidangtanah menjadi kebijakan pertanahan yang berperspektifwilayah, Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional sejak tahun 2008telah menjadikan kegiatan tahunan riset sistematis sebagaibagian dari upaya untuk mengisi, melengkapi data daninformasi di beberapa kabupaten di pulau Jawa bagian Selatan(JBS).

Riset sistematis adalah suatu jenis penelitian yang kamilakukan secara terpadu, baik dari sisi tema maupun dari sisidisiplin ilmu. Untuk tahun 2009, kami memilih temaMemahami dan Menemukan Jalan Keluar dari Problem Agrariadan Krisis Sosial Ekologi, sebagai kelanjutan dari tema tahun2008 yang berfokus pada identifikasi dan konstruksi prob-lem agraria di JBS. Tema riset sistematis kali ini memberikantantangan yang cukup besar untuk secara sungguh sungguhmemadukan beragam kompetensi keilmuan dalam rangkamemahami kompleksitas pemecahan masalah agraria yangberjalin erat dengan persoalan kemiskinan, ketenagakerjaandan kerusakan ekologis. Seringkali pada akhirnya berbagaipersoalan tersebut meletup menjadi konflik dalam bentukbentuk okupasi dan reklaiming oleh rakyat pedesaan terhadaptanah tanah yang dikuasai negara maupun perusahaan yangtidak dimanfaatkan secara optimal. Dengan konteks persoalanseperti ini, maka sedikitnya tiga bidang kompetensi keilmuandikerahkan untuk mampu melakukan analisis secara terpadu,

Page 3: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

vi

yakni: kajian hukum, analisa data spasial dan analisa sosialekonomi. Melalui jaringan Lingkar Belajar Bersama ReformaAgraria (LIBBRA) dan keterlibatan scholars dari perguruantinggi serta lembaga riset independen, maka tuntutan keter-paduan kompetensi sebagai syarat kajian yang memadaisecara ilmiah maupun praksis, dapat dipenuhi.

Berangkat dari upaya memahami dan menemukan solusiatas persoalan agraria itu pula yang memperkuat argumenkami untuk memilih daerah konflik agraria sebagai lokasiriset di lima kabupaten di wilayah JBS: Garut, Tasikmalaya,Ciamis, Cilacap, Kulon Progo: dan mengambil kabupatenKendal di Jawa bagian Utara sebagai pembandingnya. Dengandemikian, tuntutan tema, tuntutan karakteristik lokasi, dantuntutan kelengkapan kompetensi tersebut telah memandukami untuk menyelenggarakan kegiatan riset sistematis tahun2009 ini sebagai riset kolaboratif, yaitu memadukan kompe-tensi hukum dan analisa spasial dari peneliti peneliti di SekolahTinggi Pertanahan Nasional dengan peneliti peneliti sosialekonomi dari Sajogyo Institute, di bawah bimbingan sebuahtim Steering Committee yang terdiri dari para scholars agraria diketiga disiplin ilmu tersebut yang berasal dari STPN (Dr. OloanSitorus, Dr. Valentina, Rofik Laksamana SH, MA), IPB (Dr.Satyawan Sunito, Moh. Shohibuddin, MSi), Dr. Suraya Afif(UI), Martua Sirait, MSc (ICRAF) dan Dr. Laksmi AdrianiSavitri (Sajogyo Institute).

Kami menyadari bahwa gerakan kolaborasi dan kemitra-an dalam kegiatan penelitian kajian agraria yang menggabung-kan akademisi dari gugus kebijakan, perguruan tinggi dan civilsociety, bukanlah proses yang mudah dan bisa jadi merupakanlangkah yang benar benar baru bagi kalangan pemerintah.Oleh sebab itu, banyak pembelajaran yang kami petik, baikdari proses kolaborasi itu sendiri, proses penelitian yang dija-lankan, maupun hasil riset yang diproduksi darinya. Dengansegala kekurangan dan kelebihannya, kami berharap bahwa

Page 4: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

vii

hasil penelitian ini dapat secara jernih diterima sebagai sebuahsecond opinion atau pandangan di luar mainstream bagi parapengambil keputusan di lingkungan keluarga besar kami BPNRI, yang berfungsi melengkapi horizon dan ragam dimensisebagai bahan pengambilan keputusan. Secara akademis, kamiberharap kontribusi hasil penelitian ini dapat memberikedalaman pemahaman tentang proses proses terjadinyapemiskinan dan konflik, serta upaya resolusinya, terutamadi wilayah wilayah yang memiliki kerentanan ekologis(seperti DAS dan pesisir).

Seluruh upaya penelitian ini dapat terlaksana atas kerja-sama dan dukungan dari berbagai pihak. Kami menyampai-kan penghargaan atas proses kerja bersama dengan parapeneliti Sajogyo Institute dan seluruh tim SC. Ucapan terima-kasih kami haturkan atas dukungan seluruh Kantor PertanahanBPN RI di Garut, Tasikmalaya, Ciamis, Cilacap, Kulon Progodan Kendal, serta Kanwil Provinsi Jawa Tengah. Terimakasihyang dalam juga kami sampaikan kepada seluruh komunitasdesa di enam kabupaten di mana penelitian ini dilaksanakan.Rasa penghargaan atas keterbukaan dan kerjasama denganpara pejabat dan staf instansi pemerintah kabupaten di enamlokasi riset juga kami haturkan dengan rendah hati. Permo-honan maaf kami sampaikan kepada semua pihak yang ter-libat, atas kekurangan dan ketidaknyamanan selama dijalan-kannya seluruh proses penelitian dan penyampaian hasilnya.Semoga nilai pembelajaran dan nilai nilai substantif dari se-tiap temuan dan analisa kami mampu membuka jalan lebihlebar bagi terwujudnya kesejahteraan dan keadilan sosial bagimasyarakat Indonesia.

Yogyakarta, Desember 2009Ketua Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional

Prof. Dr. Endriatmo Soetarto

Page 5: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

viii

DAFTAR ISIKata Pengantar — vDaftar Isi — viiiDaftar Tabel — xiDaftar Bagan — xiiDaftar Gambar — xiv

Pendahuluan — 1

Pembentukan Modal, Ekstraksi Surplus dan PenciptaanKemiskinan di Pertanian Dataran Tinggi, Studi Kasus DuaDesa di Garut — 10

Sejarah Akses dan Kontrol Sumber-Sumber Agraria— 14Kondisi Kesejahteraan Petani: “Menetes ke Bawah”di Dataran Tinggi Garut? — 23Pola Pembentukan dan Ekstraksi Surplus Desa — 33Upaya-upaya Organisasi Tani Lokal (OTL) dalamPenguatan Produksi — 45Penutup: Penciptaan Kemiskinan di Dataran TinggiGarut — 49

Perbandingan Model-model Tata Kuasa, Tata Kelola danTata Produksi Kehutanan berikut Kesejahteraan yang Di-hasilkannya,Studi Kasus di Gunung Tonjong, Tasikmalaya— 51

Kemiskinan dan Konflik Agraria: Munculnya Per-lawanan Terorganisir — 53Tata Kuasa, Kelola dan Produksi Hutan Produksi Ter-batas Perum Perhutani — 56

Page 6: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

ix

Kontradiksi Ide dan Praktek — 66Aspek Legal Formal Yang Belum Jelas — 71Sistem Tata Kuasa, Kelola dan Produksi LahanGarapan Masyarakat — 72

Model 1: Lahan Reklaiming Organisasi Tani Lokal(OTL) — 73Model 2: Lahan Milik (Bersertifikat) — 83Model 3:Perkampungan di Dalam Hutan (Enclave)— 84Model 4: Tanah Kas Desa — 84

Perbandingan Model-model Tata Kuasa, Kelola danProduksi Kawasan Hutan antara Skala Kecil (Rakyat)dengan Skala Besar (Perusahaan) — 90Analisa Model — 92

Kelembagaan Produksi-Distribusi Pasca Okupasi dalamPerspektif Gender, Studi Kasus Dua Desa di KabupatenCiamis — 96

Riwayat Penguasaan Tanah — 97Sengketa Penguasaan Tanah — 99Kajian Hukum Penguasaan Tanah — 102Kajian Sosiologis Penguasaan Tanah — 104Relasi Gender dalam Penguasaan Lahan Pasca Oku-pasi: Bagimana Transformasi Kepemilikan MembawaPerubahan pada Relasi Gender — 106Relasi Gender Dalam Penguasaan Lahan Petani— 113Relasi Gender dalam Kelembagaan Produksi-Distri-busi: Arti Perempuan — 119

Pola Penguasaan Tanah dan Keberlanjutan KehidupanMasyarakat Kampung Laut, Studi Kasus di MuaraCitanduy-Cilacap — 139

Munculnya Tanah Timbul — 140Asal-usul Orang Kampung Laut dan Argumen

Page 7: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

x

Penguasaan Tanah Timbul — 142Kepentingan atas Tanah timbul — 147Penguasaan Tanah Timbul — 149Pengelolaan Tanah Timbul — 153Konflik Pengelolaan di atas Tanah Timbul — 160Keberlanjutan Sistem Mata Pencaharian — 166Penutup — 174

Konflik Lahan Pasir Besi dan Dinamika Sosial EkonomiPetani Pesisir Kulon Progo — 176

Sejarah Singkat Penguasaan Sumber Agraria — 178Kondisi Sosial Ekonomi “Wong Cubung” — 181Temuan dan Inovasi Pertanian: Basis ArgumenPerlawanan — 187Dinamika Konflik Lahan Pasir — 198Penutup — 221

Penyelesaian Konflik Agraria dan Penanggulangan Kemis-kinan melalui Rencana Pelaksanaan Program PembaruanAgraria Nasional (PPAN) di Trisobo — 222

Sekilas Sejarah Agraria Trisobo — 223Ketimpangan Agraria: Situasi Kemiskinan danKetenagakerjaan di Trisobo — 226Dinamika Konflik Agraria Trisobo — 228Respon Kebijakan BPN dalam Penyelesaian KonflikAgraria Trisobo — 245Rencana Pelaksanaan PPAN di Trisobo — 247Penutup — 260

Daftar Pustaka- — 264

Page 8: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

xi

DAFTAR TABELTabel 1. Tiga Tipe Pembaruan Agraria Berbasiskan Rakyat

(Kategorisasi tiga tipe di atas mengutip Sitorus etal: 2004) — 8

Tabel 2. Sejarah Akses Perkebunan di Desa Dangiang— 18

Tabel 3. Sejarah Akses dalam Konteks Historis di DesaSukatani — 21

Tabel 4. Klasifikasi Kesejahteraan Warga Rumah TanggaPetani, Desa Dangiang — 28

Tabel 5. Klasifikasi Kesejahteraan Warga Rumah TanggaPetani, Desa Sukatani — 31

Tabel 6. Strategi Penumbuhan Surplus di Tingkat RumahTangga Petani — 44

Tabel 7. Ciri-ciri Pokok Usaha Negara Menurut UU No.9Tahun 1969 (Sumber : Ibrahim R, hal.288-289)— 65

Tabel 8. Analisis Usaha Tani Petani PHBM di KampungCikuya (Desa Sindangasih) — 68

Tabel 9. Hasil Pengkajian Kesejahteraan secara Partisipatifsebelum Reklaiming — 81

Tabel 10. Hasil Pengkajian Kesejahteraan secara Partisipatifsesudah Reklaiming — 82

Tabel 11. Pekerjaan dan penghasilan rumah tangga — 82Tabel 12. Pengeluaran Rumah Tangga — 83Tabel 13. Lahan dan Aset Komoditi — 84Tabel 14. Pola Penggiliran Tanam — 84Tabel 15. Tanaman yang Sudah Pernah Dipanen (hasil

Page 9: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

xii

setahun terakhir) — 85Tabel 16. Usaha Tani Off- Farm — 85Tabel 17. Usaha Tani Non Farm — 85Tabel 18. Pengeluaran Rumah Tangga — 86Tabel 19. Perbandingan Pendapatan Bersih Pra dan Pasca

Okupasi — 87Tabel 20. Perbandingan Model Tata Kelola — 91Tabel 21. Perbandingan Model Tata Produksi — 92Tabel 22. Perbandingan Kelembagaan Produksi Pertanian

Pra & Pasca Okupasi Lahan di OTL Banjaranyar2, Desa Banjaranyar — 124

Tabel 23. Kalender Musim di OTL Banjaranyar 2 — 127Tabel 24. Akses & Kontrol dalam Kelembagaan Pertanian

pada Level Rumah Tangga di OTL Banjaranyar2, Desa Banjaranyar — 129

Tabel 25. Perbandingan Kelembagaan Produksi PertanianPra & Pasca Okupasi Lahan di OTL Pasawahan— 133

Tabel 26. Kalender Musim di Sawah untuk OTL Pasawahan— 135

Tabel 27. Akses & Kontrol dalam Kelembagaan Pertanianpada Level Rumah Tangga di OTL Pasawahan,Desa Pasawahan — 137

Tabel 28. Pandangan Masyarakat Pesisir atas Tingkat Eko-nomi — 197

Page 10: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

xiii

DAFTAR BAGANBagan 1. Kerangka Pemikiran Mengenai Problem Agraria

dan Krisis Sosial-Ekologi serta Pemecahannya— 4

Bagan 2. Kerangka Analitik Perspektif Penghidupan Berke-lanjutan (Scoones: 2001) — 7

Bagan 3. Pola distribusi tanaman semusim akar wangi diHamparan Cikuray — 42

Bagan 4. Pola distribusi sayuran di daerah Hamparan Papan-dayan — 43

Bagan 5. Proses Polarisasi Kepemilikan Lahan di KampungLaut — 158

Bagan 6. Aktor dan kontestasi kepentingan — 217Bagan 7. Bagan Anatomi Konflik Agraria di Trisobo — 228Bagan 8. Program Intervensi Tiga Korporasi di Desa Trisobo

— 247Bagan 9. Skema Alur Seleksi Calon Penerima — 250Bagan 10. Prioritas penerima program PPAN — 251

Page 11: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

xiv

DAFTAR GAMBARGambar 1. Ketidaksesuaian Peta Tata Guna Tanah dan

RTRW — 71Gambar 2. Areal 11,5 ha Sebagai Calon Obyek Land Re-

form — 249

Page 12: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

1

PendahuluanLaksmi Adriani Savitri dan Mohamad Shohibuddin

Perubahan ekonomi politik yang terjadi satu dasawarsaterakhir ini belum mampu menghasilkan terwujudnya ke-adilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Masih banyakpersoalan struktural yang dihadapi: kemiskinan, peng-angguran, kosentrasi kepemilikan aset oleh sekelompok kecilmasyarakat, sengketa dan konflik agraria, krisis pangan danenergi, hingga penurunan kualitas lingkungan hidup. Berbagaiproblem struktural ini telah menyebabkan hilangnya aksesmasyarakat terhadap hak-hak dasar mereka.

Data kemiskinan yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik(BPS) pada Maret 2007 menunjukkan bahwa jumlah orangmiskin di Indonesia mencapai 37,17 juta jiwa, atau 16,58persen dari total populasi Indonesia. Di kawasan perkotaan,percepatan kemiskinan tersebut adalah 13,36 persen, sedang-kan di kawasan perdesaan mencapai 21,90 persen. Data inimenunjukkan bahwa kemiskinan paling banyak dialami olehpenduduk pedesaan yang pada umumnya bekerja sebagaipetani dan buruh tani. Dari total penduduk miskin di Indo-nesia, sekitar 66 persen berada di pedesaan dan 56 persen diantaranya menggantungkan hidup dari pertanian.

Rakyat miskin di pedesaan terjerat dalam siklus ke-miskinan karena mereka tidak memiliki aset yang dapatdikelola secara berkelanjutan untuk meningkatkan kualitaskehidupannya. Jika negara ini benar-benar hendak meng-

Page 13: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

2

entaskan kemiskinan di pedesaan, maka mau tidak mau,negara harus memberikan aset dan akses sumber-sumberpenghidupan pada rakyat miskin, terutama tanah bagi merekayang di pedesaan. Selanjutnya, tentu saja peningkatan akseskepada modal, teknologi, dan pasar. Dalam kerangka inilahpentingnya menjalankan reforma agraria sebagai jalan keluaruntuk mengatasi persoalan struktural yang dihadapi olehpetani. Reforma agraria penting dijalankan sebagai agendabangsa dan strategi dasar negara untuk membangun strukturpolitik, ekonomi dan sosial yang berkeadilan.

Pada tahun 2006, Pemerintah melalui Badan PertanahanNasional RI (BPN-RI) mulai menjalankan reforma agrariadengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”.Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program PembaruanAgraria Nasional (PPAN). Melalui program ini direncanakanpengalokasian tanah objek reforma agraria seluas 9,25 jutahektar (Ha), terdiri dari: 8,15 juta Ha berasal dari hutankonversi, dan 1,1 juta Ha berasal dari tanah di bawah kewe-nangan langsung BPN. Untuk mematangkan rencana ini, sejaktahun 2007 BPN menjalankan ujicoba PPAN di 32 Provinsi,termasuk di sejumlah Kabupaten di Jawa. Untuk melanjutkanrencana ini secara lebih intensif, pada tahun 2008 lalu BPNmemulai perencanaan kebijakan reforma agraria terpadu diwilayah Jawa bagian selatan yang mencakup 34 (tiga puluhempat) kabupaten.

Dihadapkan pada ragam kondisi dan problem di tiap-tiap daerah, maka penting agar agenda reforma agraria yangdijalankan BPN dapat diterjemahkan menjadi “menu-menuprogram” yang spesifik yang dapat menjawab masalah-masalah agraria yang hendak diatasi melalui pelaksanaanreforma agraria. Banyak masalah agraria ini mengemukasebagai sebuah “kemiskinan yang kronis” melalui berbagairelasi dan mekanisme sosial-politik tertentu. Kompleksitasdan kekasatmataan kemiskinan kronis ini menuntut

Page 14: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

3

pelaksanaan reforma agraria yang bukan sekedar sebagairitme birokrasi yang biasa, melainkan sebuah gebrakan yangmelibatkan komitmen politik dan aliansi luas antara BPN didaerah, dinas-dinas pemerintah, serikat tani dan LSM, sertakalangan akademisi yang berkepedulian.

Pelaksanaan reforma agraria sebagai gebrakan semacamdi atas hanya dapat dimungkinkan apabila pelaksanaanreforma agraria dapat ditapakkan pada identifikasi problem-problem kemiskinan, agraria, ekologi, produktivitas, danperencanaan pembangunan di daerah bersangkutan, danproses pelaksanaannya dilakukan secara kolaboratif denganmelibatkan multi-pihak. Hanya dengan proses yang demikian-lah maka urgensi pelaksanaan reforma agraria dapat diupaya-kan menjadi kesadaran dan komitmen bersama di daerah,menjadi proses partisipatif yang menjamin keterlibatanbanyak pihak, yang pada akhirnya akan dapat mengantarkanpada integrasi agenda reforma agraria dengan perencanaanpembangunan di daerah.

Buku ini mengangkat tema payung: Memahami danMenemukan Jalan Keluar dari Problem Agraria dan Krisis SosialEkologi. Melalui tema payung ini akan diurai berbagai krisissosial ekologi dan problem agraria di wilayah Jawa bagianselatan, sehingga bentuk-bentuk kebijakan pertanahan untukpemecahannya dapat dipahami dan ditemukan secara lebihbaik.

Untuk dapat mengurai berbagai problem agraria dankrisis sosial ekologi di wilayah Jawa bagian selatan, ada empatpersoalan yang secara khusus akan dijadikan fokus perhatiandisini. Keempat persoalan ini merupakan masalah pokokagraria yang banyak berkembang di berbagai penjuru tanahair dewasa ini, dan juga banyak ditemukan di wilayah Jawabagian selatan, yaitu: (1) konflik klaim penguasaan danpemilikan tanah dan sumber-sumber agraria lainnya: (2)hilangnya penguasaan rakyat atas tanah dan sumber-sumber

Page 15: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

4

agraria lainnya: (3) terbatasnya akses rakyat terhadap sumber-sumber ekonomi: dan (4) terbatasnya kuasa dan kendalirakyat atas proses kerusakan ekologis.

Sejalan dengan keempat persoalan pokok tersebut,maka upaya penyelesaian dan penemuan jalan keluarnyadalam kerangka reforma agraria haruslah merupakan kesatuandari empat kebijakan berikut: (1) penyelesaian konflik-konflikagraria: (2) penataan ulang struktur agraria yang lebih adil:(3) pengembangan basis-basis penghidupan (livelihoods) rakyatyang berkelanjutan: dan (4) perlindungan keberlanjutan fungsiekologis.

Bagan 1. Kerangka Pemikiran Mengenai Problem Agraria danKrisis Sosial-Ekologi serta Pemecahannya

Melakukan studi agraria dengan tujuan untuk mema-hami bagaimana problem agraria dipandang dan diposisikanoleh berbagai pihak, tidak serta-merta menjadikan buku inisekedar berupaya melakukan rekonstruksi pengetahuan(constructivism), tetapi justru ingin menampilkan dimensi darikonstruksi pengetahuan tersebut yang tidak pernah ataujarang sekali diungkap. Dengan mengambil posisi seperti itu,maka seluruh proses penelitian ini akan mencoba meng-

 

Ak ses ra k yat terhad ap m o da l, tekno log i (b ud id aya ,  pengolahanpa sca pan en ),  pasar kom od itilok a l dan inform as i (hargakom odit i, h ar ga saprota n ,  d ll)

Pen gem b an gan d iver s if ik as iusah at an i dan in dust ria lis as iped esa an y an g  b erbas ispe r tanian,kelau tan,  kehu tanan , per ik anan d an petern ak an

Pen gen da lian a lih fu ngs i, rev ita lisas i la han p er tanian(terut am a saw ah )  se rta jam in ankeberlanju tan lay anan ekolo gis

H ilangnya  pe ng uasaan  ra kyat ata s tanah  dan  sumbe r‐sumber ag raria  la inny a

Terbata snya akses   ra kyatte rha dap  sum ber‐sumber  e konomi

Ak ses ra k yat terhad ap tan ah dansum ber agr ar ia la inn ya ,  diserta iden gan p eng uatan pem ilik an d anpen gu asaan ,  ba ik secaraind ivid ua l  m aupun kolek tif. 

Terbata snya  kuasa  dan  kendal i rak yat ata s p roses  keru sakan  sosial  eko log is  

PEROMBAKAN KETIM PANGAN  

STRUKTUR  AGRARIA

KEBERLANJUTAN  LIVELIHOOD

Kon flik  klaim  penguasaan  dan  pemilikan  tanah da nsumbe r‐sumber  ag rarialainny a

RESOLUSI KONFLIK AGRARIA

Pen gem b an gan kelem bagaanm edias i kon flik ag ra ria ,  b aik da laminst i tus i form a l m aup un n on ‐form a l

KEBERLAN JUTAN  FUNGSI  EKOLOGIS

Page 16: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

5

ungkap secara kritis bagaimana bentuk-bentuk intervensi yangdilakukan berbagai pihak, mampu atau gagal menjawabpermasalahan agraria dan krisis sosial-ekologi, terutamamenyangkut cara pembentukan penghidupan masyarakatpedesaan yang berkelanjutan (sustainable livelihoods). Dalamkonteks ini penting untuk melihat siapa yang diuntungkandan siapa yang tersingkirkan oleh berbagai ragam intervensiitu.

Paradigma teori kritis perlu digunakan sebagai titikberangkat. Dengan tuntunan paradigma ini, maka dalamperjalanan untuk mengungkap suara yang terbungkam (silentvoices), cara-cara partisipatoris akan dipilih untuk membangunukuran, standar dan kategori yang tidak artifisial, sebagaiusaha untuk semakin mendekat pada multi-realita kehidupankaum marjinal pedesaan. Di dalamnya termasuk mendialog-kan kembali temuan-temuan lapangan kepada setiap komu-nitas di mana penelitian dilakukan, juga kepada para pihakyang berkepentingan dan terlibat dalam permasalahan yangsedang diteliti, yakni melalui apa yang kami sebut sebagaiLingkar Belajar Bersama Reforma Agraria (LIBBRA).

Dalam keterbatasan para peneliti yang sebagian besarbelum memiliki sejarah keterlibatan intensif dan panjangdengan komunitas dan pihak-pihak kepentingan lain di lokasipenelitian, maka tantangan terbesar adalah menjadikan prosespenelitian ini sebagai pemberi opini, input, kritik dan mediabelajar bagi komunitas di lokasi penelitian, dan kalanganpembuat serta penentu kebijakan dari level lokal sampaidengan nasional (bahkan internasional). Lemahnya alas sosialsemacam ini menyebabkan posisi kritis yang dipilih memilikiresiko untuk disalahpahami, dimanipulasi untuk mendukungberagam kepentingan yang sedang bersitegang, maupunditolak. Namun demikian, sebagai konsekuensi dari pilihanparadigmatik, tentu saja dituntut kepekaan dan kemauanpolitik yang tinggi dari para peneliti untuk menyatakan sikap

Page 17: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

6

dan posisi dari cara-cara penelitian ini dijalankan beserta hasil-nya.

Riset sistematis ini dilakukan dengan pendekatan kuali-tatif dan menjadikan metode pengumpulan data kuantitatifsebagai penjelas konteks lokal, terutama terkait pola peng-hidupan masyarakat pedesaan. Secara umum, proses analisadata dan temuan-temuan di setiap kabupaten menggunakankerangka analitik yang dilandaskan pada perspektif peng-hidupan berkelanjutan (sustainable livelihoods perspective).Perspektif ini dipilih karena mampu memberikan alat untukmenganalisa dimensi yang kompleks dan dinamis dari wilayahatau ruang hidup pedesaan. Pendekatan yang datang dariberagam disiplin ilmu, memposisikannya mampu melampauiketerbatasan-keterbatasan cara pandang dan cara kerja sektoral.

Meletakkan penghidupan berkelanjutan sebagai intianalisa dalam konteks pedesaan dan wilayah mensyaratkanperhatian pada aspek politik dan jejaring kuasa, terutama padabagaimana hubungan-hubungan kelas, gender dan hubungankapitalistik beroperasi, bagaimana proses-proses pertukaran,ekstraksi, eksploitasi dan pemberdayaan dari skala lokalsampai dengan global terjadi. Dimensi keberlanjutan dalamperspektif ini diartikulasikan oleh kemampuan komunitasuntuk kembali pulih dari kondisi-kondisi krisis, tekanan danbenturan, termasuk kondisi sumber-sumber kekayaan alamyang secara langsung maupun tidak menjadi gantungankehidupan.

Kegiatan riset sistematis ini dilakukan di enam kabu-paten yang ditentukan secara purposif untuk dapat menang-kap keragaman masalah yang berkembang beserta ragamprogram intervensi dan inisiatif yang dilakukan oleh berbagaipihak. Lima kabupaten terpilih berada di wilayah Jawa bagianselatan, yaitu: Kabupaten Garut, Ciamis dan Tasikmalayadi Provinsi Jawa Barat, Kabupaten Cilacap di Provinsi JawaTengah, dan Kabupaten Kulon Progo di Provinsi DIY.

Page 18: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

7

Sedangkan satu kabupaten sengaja diambil dari wilayah Jawabagian utara, yaitu Kabupaten Kendal di Provinsi JawaTengah. Hal ini mengingat signifikansi dari situasi khusus dikabupaten ini (dari segi permasalahan maupun kebijakan)sehingga tepat untuk dijadikan perbandingan antar wilayah.

Bagan 2. Kerangka Analitik Perspektif Penghidupan Berkelanjutan(Scoones: 2001)

Di semua lokasi penelitian terdapat inisiatif rakyatuntuk mewujudkan akses petani atas sumber-sumber peng-hidupan melalui berbagai bentuk penataan penguasaan,pemanfaatan dan pengelolaan tanah dan sumber-sumberagraria lainnya. Di beberapa lokasi, inisiatif itu mencakupberbagai inovasi teknologi tepat guna untuk peningkatan danefisiensi produksi, dan bahkan ada pula yang telah men-jangkau tahapan pasca produksi, misalnya penataan sistempemasaran.

Secara konseptual, berbagai inisiatif rakyat tersebutdalam penelitian ini dikonstruksikan sebagai bentuk-bentukpelaksanaan land reform by leverage (Pembaruan AgrariaBerbasiskan Rakyat, atau disingkat PABR), sebagaimana

 

Page 19: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

8

dimaksudkan oleh Gunawan Wiradi dalam berbagaitulisannya (al. Wiradi 1999, 2009).

Tabel 1. Tiga Tipe Pembaruan Agraria Berbasiskan Rakyat(Kategorisasi tiga tipe di atas mengutip Sitorus et al: 2004)

Perbedaan bentuk-bentuk PABR seperti tersebut di atastentunya tidak bisa dilepaskan dari ragam masalah agrariadan situasi umum yang dihadapi di daerah, yang tentunyamemiliki karakteristik yang berbeda-beda satu sama lain.

TIPE PENGERTIAN CONTOH

Aneksasi Merujuk pada tindakan kolektif penduduk untuk secara paksa membuka, bercocok-tanam, dan sekaligus bermukim di sebidang tanah hutan negara atau tanah perkebunan milik perusahaan negara/swasta

• Garut (Dangiang dan Sukatani)

• Ciamis (Pasawahan II)

• Tasikmalaya (Sindang Asih)

• Kendal (Trisobo)

Kultivasi Merujuk pada ambiguitas status tanah yang direklaim: di satu sisi ia secara faktual diusahakan oleh penduduk, tetapi secara formal masih diklaim dan dikelola sebagai bagian dari entah kawasan konservasi, hutan produksi atau areal perkebunan besar, atau bahkan areal tanah milik penguasa tradisional (Paku Alaman Grond)

• Cilacap (Kecamatan Kampung Laut)

• Kulon Progo (wilayah pesisir)

Integrasi Merujuk pada kolaborasi negara dan komunitas lokal. Misalnya, adanya kesepakatan konservasi masyarakat dalam konteks manajemen taman nasional, atau berupa pengakuan negara atas klaim yang dibuat oleh penduduk

• Ciamis (Banjar Anyar)

Page 20: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

9

Selain itu, berbagai kebijakan maupun program pemerintahmaupun pihak-pihak lain yang ditujukan untuk meresponlangsung masalah-masalah tersebut atau yang terkaitdengannya, juga akan turut menentukan perbedaankarakteristik dari satu daerah ke daerah lainnya. Berikut akandiuraikan satu-persatu, bagaimana hal demikian (land reformby leverage) bergulir di berbagai tempat dengan kontekspersoalan masing-masing.

Page 21: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

10

Pembentukan Modal,Ekstraksi Surplus danPenciptaan Kemiskinandi Pertanian Dataran TinggiStudi Kasus Dua Desa di GarutMoh. Yusuf, Heru Purwandari, Martua Sihaloho,Aristiono N, Heri Mustain, Tullus Subroto

Seperti telah diketahui bersama, studi mengenai kemiskinandi Indonesia merupakan satu tema yang terus bergulir takhabis-habisnya, terutama dalam soal dinamika masyarakatpedesaan. Dalam kaitan tersebut, pendalaman terhadapproses pembentukan dan akumulasi surplus (modal) di levelkomunitas menempati posisinya tersendiri dalam mengenalireproduksi kemiskinan (marjinalisasi) masyarakat pedesaan.Dalam lintasan sejarah, setidaknya pasca kemerdekaan Indo-nesia, penelitian terhadap kondisi sosial-ekonomi masyarakatpedesaan khususnya Jawa telah banyak dilakukan dariberbagai disiplin ilmu dengan beragam fokus kajian. Sebutsaja sekuranganya, penelitian Geertz tahun 50-an, Studi Dina-mika Pedesaan Survey Agro Ekonomika (SDP/SAE) era 70-an, penelitian kolaborasi PSP-LP IPB, ISS dan PPLH ITBakhir tahun 80-an, serta riset aksi IDT yang dilakukan olehP3R YAE era tahun 90-an. Hal yang perlu ditekankan, corak

Page 22: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

11

utama penelitian pembentukan modal era 90-an (ordepembangunan) di atas masih bersandar pada pendekatan“menetes ke bawah” (trickle down efect). Dengan menekankanasumsi bahwa peluang bekerja ditentukan oleh peluangberusaha dimana masih adanya kelembagaan tradisional yangmengatur kewajiban-kewajiban golongan ekonomi kuat dalammembantu golongan miskin di desa. Semakin luas peluangberusaha bagi golongan ekonomi kuat di desa (elite desa),semakin luas pula peluang bekerja bagi buruh tani ataugolongan miskin di desa.

Di tempat berbeda, lewat berbagai penelitiaan di bebe-rapa negara Afrika, Chambers dan kawan-kawan (SussexUniversity) di era 90an mengembangkan konsep “Sustain-able Livelihood” (SL). Berkaitan dengan hal ini, para ahliBank Dunia pun turut mengembangkan konsep SL tersebutyang di dalamnya mencakup konsep penguatan “modalsosial”. Masuknya variabel “modal sosial” ini ditengarai olehberbagai kegagalan proyek pengentasan kemiskinan BankDunia di negara-negara Afrika (bandingkan dengan konsepGraamen Bank Muhammad Yunus). Kritik utama darikonsep “modal sosial” Bank Dunia bahwa konsep tersebuthanya sebatas solusi dari inefisiensi penyaluran bantuan.Selanjutnya, para antropolog Bank Dunia pun mengembang-kan konsep “Community-Driven Development” (CDD) yangdi Indonesia diterjemahkan dalam proyek P2KP, PNPM dansebagainya. Selain itu, hal yang perlu digarisbawahi darilaporan World Development Report 2008 adalah disuguhkan-nya sebuah fakta bahwa masyarakat pedesaan saat ini tidaklagi menggantungkan diri pada sektor pertanian.

Namun demikian, persoalan ketimpangan strukturagraria tidak dilihat sebagai prioritas masalah. Mengenaibentuk penguasaan dan status hukum dari sumber agraria,menurut de Soto (2003), kurang dari 80% rakyat di duniaketiga dan di negara-negara bekas Soviet tidak memiliki good

Page 23: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

12

property representations. Negara-negara tersebut menurut deSoto berada dalam kondisi undercapitalized dimana reformasimakro-ekonomi yang mengasumsikan kaum miskin tidakmemiliki apapun yang bisa digunakan untuk menciptakankesejahteraan tidak bisa dilakukan di negara-negara duniaketiga dan bekas Soviet. Argumentasi de Soto yang juga men-jadi agenda Bank Dunia dipraktekkan dalam program serti-fikasi aset (lahan) yang nantinya dapat dijadikan sebagaijaminan kredit bank. Pada akhirnya program ini ingin men-dorong kaum miskin masuk dalam sektor perekonomian yanglebih luas (formal). Namun demikian, dari beberapa studi,proyek ini tidak selalu berhubungan positif dengan peng-entasan kemiskinan (Mitchel, 2005).

Menyimak perkembangan kapitalisme global, temaprimitive accumulation menjadi salah satu kajian mengemukadalam merespon berbagai fenomena program Bank Duniaserta kebijakan Neoliberalisme yang menyertainya. Sebagaicontoh, program sertifikasi lahan yang didorong oleh lembagakeuangan internasional (World Bank, ADB, dan sebagainya)berikut kebijakan Neoliberalisme yang menyertainya di duniaketiga, menunjukkan proses pelepasan petani dari alat-alatproduksi dan kemudian menjadi tenaga kerja upahan diperkotaan. Bagi Marx, primitive accumulation merupakan tahapawal dari sejarah pembentukan masyarakat kapitalistik di-tandai oleh masuknya petani dalam sistem tenaga buruh lepas(upahan) disertai tumbuhnya kota-kota baru. Menurut RosaLuxemburg (2003), pembangunan (penetrasi) kapitalisme kewilayah pedesaan membutuhkan suatu suasana lingkunganyang memperagakan bentuk-bentuk produksi non-kapitalistik(natural economy) sebagai pasar dari surplus yang dihasilkanoleh para pemilik modal, sumber bahan baku dan penyediacadangan tenaga kerja dalam sistem upah (buruh lepas). Dilain pihak, para penganut Neo-Marxian (Harvey, de Angelisdan Perelman) mengganggap proses tersebut merupakan

Page 24: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

13

gejala yang terus berlangsung dan dipertahankan dalam modakapitalisme global.

Khusus di Indonesia, pasca runtuhnya rejim otoriterorde baru, ditandai hadirnya bentuk-bentuk gerakan petaniyang menuntut keadilan agraria (Bachriadi, 2009). Muncul-nya ruang-ruang politik baru untuk pertarungan dan per-undingan (Noer Fauzi, 2009) sebagai akibat dari pengaruhantara proses-proses kebijakan desentralisasi, proyek-proyekpengembangan masyarakat dan perbaikan lingkungan daripemerintah dan Perhutani, maupun kerja-kerja dampingandari organisasi non-pemerintah. Khusus di daerah datarantinggi Kabupaten Garut, Jawa Barat, proses penetrasi per-usahaan perkebunan dan kehutanan telah menjadi salah satupenyebab lepasnya petani dari alat produksi utama yaknilahan garapan. Sebagai lokasi yang dipilih pada penelitianini, yakni desa Dangiang (hamparan Cikuray) dan desa Suka-tani (hamparan Papandayan), hadirnya bentuk pengorga-nisasian dan penguatan petani (dari bawah) dalam menuntutdan membongkar persoalan ketimpangan agraria akibatmasuknya perusahaan perkebunan dan kehutanan baik daripihak swasta maupun negara turut mempengaruhi kondisikesejahteraan petani dataran tinggi Jawa Barat.

Berangkat dari paparan awal ini, lebih jauh akan diurai-kan bagaimana pola pembentukan modal, ekstraksi surplusdan penciptaan kemiskinan, serta peran gerakan tani lokaldalam upaya penguatan ekonomi rumah tangga petani didaerah pertanian dataran tinggi, studi kasus di desa Dangiangyang berada dalam Kecamatan Cilawu di hamparan gunungCikuray, dan desa Sukatani, dalam Kecamatan Cisurupan dihamparan gunung Papandayan. Keduanya di KabupatenGarut, Jawa Barat.

Page 25: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

14

Sejarah Akses dan Kontrol Sumber-Sumber Agraria

Hadirnya bentuk-bentuk penguasaan sumber-sumberagraria oleh negara dan swasta dalam bentuk areal perkebunandan kehutanan, akan beriringan dengan lepasnya akses dankontrol (enclosure) petani terhadap lahan garapan. Hadirnyaperusahaan perkebunan dan kehutanan bermodal besar(negara dan swasta) ini, telah menggeser pola-pola ekonomiskala rumah tangga petani (satuan ekonomi terkecil) dipedesaan menjadi tenaga kerja upahan lepas. Proses-prosesdemikianlah yang akan diuraikan dalam riwayat penguasaanlahan di Dangiang, yakni penguasaan dan pendudukan lahanareal perkebunan, sedang di Sukatani, areal kehutanan.

Khususnya di Dangiang, masuknya perusahaan per-kebunan teh skala besar milik PTPN VIII Dayeuh Manggungdi era 70-an telah menyebabkan terjadinya proses pelepasanakses dan kontrol petani atas lahan garapan. Kondisi iniberdampak pada terlemparnya penduduk dari desa dan men-jadi tenaga kerja upahan (buruh) industri dan sektor infor-mal di kota. Pasca jatuhnya rejim orde baru yang diawalikrisis ekonomi tahun 1997, munculnya aksi pendudukanlahan oleh warga (reclaiming) atas lahan perkebunan sebagaibentuk inisiatif yang hadir dari bawah, merupakan sedikitpenggalan riwayat akses dan kontrol terhadap sumber-sumberagraria di dataran tinggi hamparan Cikuray. Seperti yangdiceritakan oleh Nani, seorang saksi dan pelaku sejarah pen-dudukan lahan di perkebunan teh milik PTPN:

“....Sebelum tahun 72, masyarakat di kecamatan Cilawumayoritas petani yang menggarap di areal kehutanan hamparanCikuray. Namun mulai tahun 72, terjadi perubahan situasidengan masuknya perkebunan teh PTPN VIII DayeuhManggung yang menyebabkan masyarakat terusir dari arealgarapan mereka dan sekitar 80% laki-laki harus migrasi ke kotaseperti Jakarta bekerja sebagi penjual golok, pedagang makanankeliling, buruh bangunan, buruh pabrik kerupuk serta pengrajindompet dan ikat pinggang kulit, dan sebagainya. Sejak saat itu

Page 26: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

15

Cilawu terkenal dengan para pedagang goloknya. Mayoritasyang tersisa di desa saat itu hanya perempuan yang bekerjasebagai buruh tani pencabut rumput di luar wilayah Cilawukarena ada larangan mencabut rumput di areal perkebunan danjika ketahuan maka peralatan tani miliknya akan disita olehpertugas perkebunan. Hanya beberapa persen saja yang masihmenggarap di areal kehutanan namun lebih masuk ke areal hutanyang lebih tinggi.

Hingga tahun 97 saat terjadi krisis moneter, karena hargasembako yang kian mahal menyebabkan kehidupan di Jakartapun semakin sulit tidak menentu. Akibat situasi itu, menye-babkan mereka (warga desa) memutuskan untuk kembali lagike kampung halaman. Setelah kembali ke kampung, diawalioleh usaha perluasan lahan milik salah seorang warga yangberbatasan dengan areal perkebunan, muncul keinginan merekauntuk menggarap kembali lahan yang ditinggalkan akibatmasuknya perkebunan. Pada tahun 1998, beberapa warga desa(sekitar 77 kk) dari desa Mekarmukti dan Sukamukti mulaimenggarap kembali lahan terlantar di areal perkebunan.

Aksi pendudukan lahan perkebunan ini telah berlangsungsebelum tergabung ke dalam organisasi tani lokal (OTL) SerikatPetani Pasundan (SPP). Menanggapi aksi penggarapan lahanoleh warga, pihak perkebunan pun bereaksi terhadap aksi wargatersebut. Akhirnya terjadi kesepakatan antara pihak perkebunandengan masyarakat. Butir kesepakatan tersebut antara lain,masyarakat boleh menggarap lahan tersebut selama satu musimtanam dan wajib menyetorkan biaya sewa per patok. Namunpada perjalanannya timbul masalah yang disebabkan aksipematokan dan pelarangan pengarapan oleh pihak perkebunansebelum masa kesepakatan berakhir.

Akibat aksi pelarangan tersebut masyarakat mencari dukungandengan pihak-pihak yang dapat membantu mereka. Akhirnyamereka (warga desa) ketemulah dengan kami (pendamping).Saat itu belum ada SPP dan Yapemas tapi yang ada adalahFPPMG dimana saya sebagai salah seorang yang melakukaninvestigasi dan pertemuan dengan 77 kk tersebut. Tepatnyasekitar hari Rabu, 7 Juli 1999, saat sedang melakukan per-temuan dengan 77 kk tersebut di desa Mekar Mukti, pada waktu

Page 27: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

16

yang bersamaan, tiba-tiba masyarakat di luar berbondong-bondong melakukan pembabatan tanaman perkebunan di blokKiara Lawang.

Sejak kejadian itu, saya bersama teman-teman yang lainmelakukan konsolidasi dan pengorganisasian masyarakat dalammenuntut hak penggarapan di lahan perkebunan. Dari pertemuankonsulidasi tersebut terjadi kesepakatan bahwa tidak adaalternatif lagi untuk memenuhi kebutuhan hidup kecuali masya-rakat mempunyai lahan garapan di lahan terlantar arealperkebunan. Pada saat itulah kita bangun sebuah organisasi danmerumuskan cara-cara yang akan kita gunakan dalammemperjuangkan hak atas tanah. Keinginan masyarakat waktuitu lebih memilih menyelesaikan masalah lewat jalur prose-dural, yakni lapor ke desa dan seterusnya, sambil kita meng-inventarisir dan mendata masyarakat yang membutuhkan tanah.Namun pihak desa saat itu tidak menyetujui karena dianggaptanah tersebut milik perkebunan. Tidak berhasil dengan desa,kita lanjutkan ke kecamatan sesuai keinginan masyarakat akantetapi usaha ini tidak berhasil.

Setelah berupaya kesana-kemari tidak berhasil, kita memilihjalur non litigasi melalui aksi reclaiming, demonstrasi dan lain-lain. Sampai akhirnya ada beberapa orang warga desa Dangiangyang ikut pertemuan di Mekarmukti karena mereka (warga desaDangiang) juga mengalami persoalan yang sama, yakni tidakmemiliki lahan garapan. Akhirnya kita berhasil mendapatkanlahan garapan dengan berbagai tantangan dan resiko seperti harusberhadapan dengan aparat Brimob, preman dan sebagainya....”(yn)

Tidak jauh berbeda dengan pengalaman yang dituturkanMang Asi, koordinator Serikat Petani Pasundan (SPP) WilayahGarut bercerita:

“Sejak tahun 82’ saya sudah merantau. Di desa tidak adalapangan pekerjaan. Sebelum reclaiming tahun 98’, wargasebagian besar menjadi buruh tani sawah di luar desa yangmayoritas perempuan. Mereka menawarkan tenaga kepada yangpunya tanah untuk mengolah lahannya. Yang punya tanah milik(jami) di desa hanya sekitar 25%. Jika punya 0,5 ha itu sudahorang kaya. Ada juga warga yang keluar desa untuk dagang dan

Page 28: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

17

jadi buruh di kota. Pada saat krismon tahun 97-98, ekonomisedang sulit sehingga banyak yang di-PHK. Ketika kena PHKmereka pulang kampung namun tidak ada yang bisa dikerjakandan digarap. Lalu beberapa warga masuk ke areal perkebunanHGU untuk menggarap lahan. Waktu itu, beberapa orangmenebang ratusan pohon teh untuk dijadikan lahan garapan.Kami harus kejar-kejaran dengan pihak perkebunan, premanyang disewa perkebunan hingga aparat keamanan (brimob).Pada akhirnya, terbentuklah SPP yang awalnya jumlah anggotadi desa dangiang hanya 7 orang. Setelah berhasil mendapatkanlahan garapan, kehidupan ekonomi warga meningkat..”

Waktu Peristiwa 1940 Masyarakat menggarap tanah yang pada saat itu

dikelola oleh kehutanan 1972/74 HGU PTPN Nusantara VIII 1974-1997 Masyarakat keluar dari lahan garapan. Akibatnya, 80%

penduduk laki-laki migrasi ke kota seperti Jakarta mencari nafkah sebagai penjual golok, pedagang makanan keliling, buruh bangunan, buruh pabrik kerupuk serta pengrajin dompet dan ikat pinggang kulit, dan sebagainya.

1997 Masa HGU PTPN VIII habis. Krisis ekonomi menyebabkan penghidupan di kota semakin sulit. Warga di perantauan kembali ke desa.

1998

Beberapa warga desa (sekitar 77 kk) dari desa Mekarmukti dan Sukamukti mulai menggarap kembali lahan terlantar di areal perkebunan. Pihak PTPN Nusantara VIII bersepakat dengan warga dengan memberikan izin kepada petani untuk menggrap lahan tidur dengan sewa garap selama 6 bulan dan diwajibkan untuk membayar sewa kepada pihak PTPN Nusantara VIII

Juni 1999

PTPN Nusantara VIII membatalkan perjanjian tersebut secara sepihak dengan menutup lahan tersebut dan menancapkan tapal batas bahwa lahan tersebut tidak boleh digarap

Juli 1999 Masyarakat Sukamukti bersama dengan mahasiswa melakukan pertemuan dengan beberapa aparat militer dari koramil setempat

Juli 1999 Masyarakat di desa Sukamukti mendapat panggilan dari dari koramil yang tujuannya untuk segera membuat proposal permohonan penggarapan

Page 29: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

18

Tabel 2. Sejarah Akses Perkebunan di Desa Dangiang

Bila di Dangiang (hamparan Cikuray) sejarah pelepasanpetani dari lahan garapan di era tahun 70-an disebabkan olehpenetrasi perusahaan perkebunan teh negara, di desa Sukatani(hamparan Papandayan) proses pelepasan petani dari lahangarapan akibat penerapan model pengelolaan hutan dan hasilhutan yang berbasis pada pertumbuhan ekonomi olehperusahaan kehutanan negara, yakni, Perhutani. Seperti yangdiungkapkan Pellusso (2008), gagasan bahwa penguasaannegara atas kawasan hutan dan hasil hutan adalah demikemaslahatan yang lebih luas, kelak akan terus merasukikebijakan kehutanan Indonesia, lama sesudah Belanda angkatkaki dari Indonesia.1

Akses dan kontrol warga desa Sukatani di arealkehutanan daerah dataran tinggi Garut, pada masa orde barumengalami ketimpangan penguasaan antar warga desa.

p p p p gg pJanuari 2000 Petani penggarap diserbu oleh preman yang

dikondisikan oleh pihak PTPN Nusantara VIII Juli 2000 Petani penggarap mendatangi DPR/MPR Oktober 2000 Pihak Dalmas Polres Garut mendatangi petani

penggarap untuk melakukan pengamanan, karena petani tetap bersikeras untuk menggarap lahan tersebut. Petani penggarap karena kesal terhadap Dalmas Polres Garut, dengan cara dialog dan adu argumentasi yang panjang berhasil mengusir Dalmas Polres Garut

1 Menurut Peluso (2008), menjelang akhir abad ke 19, sebuah konseppengelolaan hutan yang berkelanjutan oleh negara – dan demi keuntungannegara sendiri – mulai mempengaruhi para pengelola hutan-hutan Jawasementara konsep ini memapankan diri di negeri-negeri lain. DinasKehutanan, yang berawal sebagai perusahaan produksi, mengembangkanperannya selaku pelindung dengan memperluas kegiatan pengawasandan memformalkan suatu ideologi yang baru muncul, yakni konservasioleh negara. Undang-undang Kehutanan Tahun 1927 adalah kulminasidari setengah abad kegiatan “coba dan ralat”. Undang-undang itu mewakilipenegakan suatu ideologi legitimasi negara untuk menguasai seperempatluasan tanah pulau Jawa.

Page 30: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

19

Menurut keterangan Kang Abed (40), ketua organisasi tanilocal (OTL) SPP desa Sukatani:

“...Penguasaan lahan-lahan kehutanan terkonsentrasi pada elite-elite desa yang mempunyai areal garapan luas di kawasan hutanPerhutani. Sementara warga miskin desa bekerja sebagai tenagakerja upahan pada elit-elit desa tersebut. Pada tahun 2003,melalui surat edaran Pemerintah Provinsi Jawa Barat No. 522tentang pelarangan tumpang sari serta menggelar OperasiWanalaga Lodaya yaitu sebuah operasi terpadu yang melibatkansemua instansi untuk mengeluarkan penggarap di kawasan hutanlindung di kaki gunung Papandayan membuat para elite desadan yang menguasai lahan garapan luas di areal Perhutani besertapara buruh tani harus meninggalkan lahan garapan merekakarena perasaan takut meskipun operasi tersebut tidak dilakukandi desa Sukatani melainkan di desa tetangga, Sarimukti. Pascaoperasi itu, kehidupan masyarakat semakin sulit, tidak hanyaburuh tani dan tukang ojek yang kehilangan pekerjaan, parabandar sayuran pun mengalami banyak kerugian bahkan hampirtutup (bangkrut). Beberapa bulan setelah operasi tersebut, wargayang dahulunya buruh tani pada tuan tanah masuk kembali keareal garapan yang telah ditinggal oleh para tuan tanah. Jadisebelum ada SPP, warga sudah mulai masuk ke daerahPerhutani. Sementara para tuan tanah tidak berani kembali.Saat ini, para buruh tani (orang miskin) sudah punya lahan dantergabung dalam SPP. Sementara para tuan tanah akhirnya dapatkembali menggarap akan tetapi tergabung dalam PHBM. Secaraorganisasi, SPP menolak ikut dalam PHBM”

Waktu Peristiwa 1905 Pemerintah kolonial memperlebar penguasaan lahan di

blok Mansur, Kirtil, Pasangrahan, Kamper dan Kiara Jigang dengan alasan masyarakat tidak mampu membayar pajak tanah. Akhirnya areal tersebut dengan oleh warga. Setelah menguasai areal kelola warga, Belanda menetapkan tanah tersebut dijadikan areal perkebunan murben yang dikelola oleh Jawatan Kehutanan Belanda. Meskipun lahan tersebut telah dikuasai oleh pihak Belanda, warga mencari areal-areal lain yang di terlantarkan oleh onderneming menjadi areal kelola warga. Pisang, singkong, dan umbi-umbian lainnya menjadi tanaman warga untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Page 31: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

20

g p1950

Masyarakat (50 kk) mulai menggarap kembali lahan seluas 50 ha dan ditanami dengan tanaman sayur-mayur.

1955 Meletusnya pemberontakan DII/TII menyebabkan masyarakat harus meninggalkan lahan garapannya kembali karena perasaan takut. Saat itu, ada sebagian warga yang dijadikan pasukan pager betis dengan alasan menjaga keamanan kampung. Setelah tahun 1960, warga kembali mengelola areal yang telah ditinggalkannya.

1973 Perhutani masuk dan menguasai areal di blok-blok tersebut. Di areal tersebut ditanami tanaman pinus dan rasamala dengan melibatkan masyarakat sekitar dalam penanaman tanpa ada upah. Masyarakat kembali mengelola lahan yang pernah mereka garap dan menanam tanaman pohon setelah ada kompensasi dari Perhutani. Masyarakat

1985 Pohon-pohon rasamala dan pinus yang ditanam warga dan telah siap tebang ditebang oleh Perhutani/Polisi Hutan secara sepihak. Warga tidak bisa berbuat apa-apa. Bagi warga yang menolak atau protes akan dituduh antek-antek PKI dan melawan hukum negara.

1986-1998 Awal tahun 1986 masyarakat mulai memanfaatkan kembali lahan yang sudah tidak ada kayunya seluas +150 ha dengan ditanami tanaman sayur-mayur. Oleh Perhutani, selain menggarap masyarakat juga dibebankan untuk menanam pinus ditiap garapan masing–masing dengan bibit yang harus dibeli dari Perhutani. Apabila petani tidak melaksanakan intruksi tersebut maka garapannya akan dicabut dan diklaim ilegal. Jangka waktu menggarap dibatasi antara 2-3 tahun setelah itu pengarap harus keluar dari lahan garapannya. Bagi petani kaya di desa dapat keleluasaan menggarap lahan di areal Perhutani dengan melakukan transaksi jual beli garapan dengan pihak Perhutani serta harus menyerahkan beberapa hasil panen mereka kepada mandor.praktek jual beli lahan di areal hutan produksi berlangsung hingga tahun 1998.

1999-2002 Masyarakat kembali menggarap lahan yang dulunya pernah menjadi lahan garapan mereka yaitu di Blok Mansur, Kirikil, Pasangrahan, Kamper dan Kiara Jigjag seluas 150 ha.

2003 Pada bulan Juli pemerintah Provinsi Jawa Barat mengeluarkan Surat Edaran Gubernur No. 522 tentang pelarangan tumpang sari serta mengelar Operasi Wanalaga Lodaya yaitu sebuah operasi terpadu yang melibatkan semua instansi untuk mengeluarkan penggarap di kawasan hutan lindung di kaki gunung Papandayan. Meski operasi tersebut dilakukan di desa tetangga yakni desa Sarimukti,

Page 32: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

21

Tabel 3. Sejarah Akses dalam Konteks Historis di Desa Sukatani

Pasca 2004, pasca operasi Wanalaga Lodaya di sekitarkaki gunung Papandayan, relasi buruh upahan-tuan tanah punberubah seiring insiatif pendudukan lahan oleh warga yangtelah ditinggalkan oleh para tuan tanah dilanjutkan hadirnyaorganisasi gerakan tani lokal SPP. Saat ini, pasca pendudukanlahan, warga yang dahulu menjadi buruh harian lepas kinimenjadi petani penggarap yang tergabung dalam organisasitani lokal SPP di areal kehutanan yang dulunya telah lamadigarap oleh warga desa. Kondisi ini kemudian turut mempe-ngaruhi kondisi kesejahteraan warga. Sementara para tuantanah kemudian tergabung dalam kelompok “PenanamanHutan Berbasis Masyarakat” (PHBM) bentukan Perhutani.Salah seorang petani di Sukatani setelah berhasil menggarap lahandi areal Perhutani, memaparkan:

“Orang tua Jijang dahulu bekerja sebagai buruh tani dan kulipanggul. Jijang kecil membantu orangtua sambil sedikit2 belajarbertani. Sebelum reclaiming, keluarga Jijang menggarap lahanhutan 4-5 patok. Dulu Jijang menggarap lahan milik orang tua.Kondisi ekonomi yang demikian tidak mampu membawa Jijangke tingkat pendidikan yang baik karena harus membentu

akan tetapi operasi tersebut menyebabkan rasa takut petani (tuan tanah dan buruh tani) sehingga mereka keluar dari areal garapan mereka.

2004 Dampak operasi Wanalaga Lodaya banyak masyarakat yang kehilangan mata pencaharaian seperti buruh tani, petani gurem, tukang ojek, dan lain-lain yang mengatung diri pada tanah kehutananan yang dulunya tanah masyarakat. Beberapa bulan pasca operasi Wanalaga Lodaya, warga yang dulunya menggarap milik tuan tanah masuk kembali ke lahan garapan menjadi petani yang menguasai lahan yang ditinggalkan para tuan tanah. Mei tahun 2004 masyarakat desa hutan diwilayah papandayan dan cikuray termasuk Desa Sukatani mengadakan audensi dengan para pihak di kabupaten garut guna membahas tentang penyelesain konflik hutan di Garut dan penanganan paska Operasi Wanalaga Lodaya untuk masyarakat yang terkena dampak operasi tersebut.

Page 33: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

22

ekonomi keluarga. Seluruh anggota keluarga hanya tamat SD.Sulitnya pekerjaan di desa dan akses lahan di hutan makin sulitmenyebabkan pada tahun 2000 Jijang harus ikut kakaknyaberjualan ikat pinggang di Tangerang. Ikat pinggang tersebutbukan milik sendiri melainkan system setoran ke bos. Jijanghanya bertahan lima bulan bekerja di Tangerang. Jijang akhirnyapulang ke Desa bertepatan dengan peresmian organisasi SPP diGarut oleh Bupati. Bersama 8 orang temannya (di antaranyaAsep A, Naim, Ade Masdar, Asep, Aep), mereka berangkat keGarut dan curhat tentang tanah. Disana bertemu dengan aktivisSPP. Pada tahun 2002-2003 mereka cek ke lokasi perhutani danmelakukan pengukuran. Kegiatan terus berlanjut, beberapapelatihan dilakukan untuk membekali anggota agar dapatberargumentasi ketika berhadapan dengan pihak perhutani.Pada masa pengawasan perhutani ketat, warga hanya beranimenggarap 2 patok dan dengan cara sembunyi-sembunyi. Waktuberangkat dan pulang disesuaikan dengan tidak adanya petugasperhutani, sehingga mereka berangkat jam 3.30 pagi dan pulangjam 7 pagi saat petugas belum tiba di lokasi. Strategi menghadapipetugas adalah memanfaatkan lahan perhutani secara ber-dekatan. Di awal penggarapan ada dua orang yang ikut garapdan perlahan-lahan meningkat. Di awal penggarapan, petanimenanam ubi jalar sambil beternak kambing. Daun ubi jalardimanfaatkan sebagai pakan ternak. Setelah berhasil menanamubi jalar, petani mulai mengembangkan komoditas kol danjumlah garapan perlahan mulai bertambah. Warga karihkil danpanagan kemudian bertanya-tanya tentang bagaimana caramenggarap di lahan perhutani. Jika di awal penggarapankeluarga Jijang hanya menggarap 2 patok, maka saat ini, satukeluarga (7 orang anggota RT) memiliki 20 patok lahan garapandi hutan perhutani dengan dibantu oleh 1 orang buruh.Perkembangan tingkat kesejahteraan yang mulai tampak adalahJijang kini bahkan sudah dapat memperoleh tanah gadai 7 patokyang saat ini sedang ditanami kentang (5 patok). 7 patok digadaiterbagi dalam 2 tahap penggadaian yaitu 3 patok sudah digadaisejak 2 tahun terakhir, sedangkan 4 patok baru digadai 1 tahunterakhir. Jijang memperoleh tanah gadai milik pak Diryi yangkebetulan saat itu orang yang bersangkutan sedang membutuh-kan uang. Proses perkenalan Jijang dengan pertanian diiringidengan hobi beternak sapi hingga berhasil memiliki sapi 3 ekor

Page 34: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

23

yang kemudian dijual untuk membeli tanah. Tanah yang dibelitahun 2003 seharga 6 juta. Pada tahun 2005 dan 2007 Jijangberhasil membeli motor” (HPN)

Penetrasi perusahaan kehutanan dan perkebunan negaratidak hanya berhasil melepaskan petani dari lahan garapanmereka (direct producer) akan tetapi turut merubah hubungan-hubungan produksi agraris dan rejim ketenagakerjaan dipedesaan. Seperti yang diungkapkan Pelluso (2008), sarana-sarana penguasaan atas tenaga kerja berproses dan bergeserterus sejak abad ke 17 hingga 20, dari persewaan hak memanenhutan dan hak menggunakan tenaga kerja penduduk hutanJati, lalu ke kewajiban menyetor kayu, ke pertukaran jasa kerjadengan pembayaran sewa tanah, sampai dengan peningkatanpungutan pajak dan pengaturan kerja upahan di hutan.

Menjelang pertengahan abad ke 20, penduduk desatidak dapat lagi melarikan diri dari beratnya kehidupan kebagian-bagian yang jauh dan terpencil di dalam hutan, terlebihkarena semakin hilangnya tempat-tempat seperti itu. Pen-duduk desa mengandalkan cara sembunyi untuk memperolehbahan bangunan dan bahan makanan: ada yang menerimapetak kecil lahan peremajaan hutan untuk digarap pertaniansementara. Para pencocok tanam pedesaan yang bekerja dihutan menyubsidi investasi kehutanan negara dengan meng-hasilkan sendiri pangan mereka, entah itu dari tanah merekasendiri atau dari petak-petak reforestasi (reboisasi) yang dapatmereka akses untuk sementara waktu (Pelluso, 2008).

Kondisi Kesejahteraan Petani:“Menetes ke Bawah” di Dataran Tinggi Garut?

Meskipun sector pertanian menjadi penyumbang ter-besar nilai tambah pendapatan daerah Garut, akan tetapipersoalan kemiskinan penduduk di daerah pertanian, di pe-desaan yang dihidupi para petani, masih dalam kategori tinggi.

Page 35: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

24

Selain masih rendahnya pendapatan yang diterima petani,persoalan ketimpangan penguasaan lahan akibat penerapanmodel penguasaan kawasan hutan dan perkebunan olehpemodal besar (negara atau swasta) turut menyumbang prosespemiskinan masyarakat pedesaan agraris di dataran tinggiGarut. Sehingga tren pergeseran dari sektor primer ke sekun-der dan tersier tidak dapat langsung dikatakan bahwa terjadipeningkatan kesejahteraan masyarakat pedesaan.

Seperti yang telah diketahui bersama, semangat rejimorde baru dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi denganasumsi “menetes ke bawah” (trickle down effect) melalui strategipembangunan industri padat modal di perkotaan dan pening-katan kinerja ekspor, di salah satu sisi telah menunjukkankinerja positif pembangunan ekonomi dalam skala makro.Namun di sisi yang lain telah meninggalkan, membiarkanatau meminggirkan persoalan ketimpangan sosial-ekonomidi pedesaan. Adapun strategi pertumbuhan ekonomi melaluipendirian atau perluasan industri besar (padat modal) di daerahpedesaan tidak dapat diartikan sebagai proses industrialisasipedesaan. Menurut Sajogyo dan Tambunan (1990), prosesindustrialisasi pedesaan pada hakikatnya mensyaratkanadanya organisasi sosial yang bersifat industrial (Sajogyo danTambunan, 1990). Pada prakteknya, pola kebijakan pem-bangunan pedesaan selama ini lebih mendukung petani yangmemiliki tanah luas atau sering yang disebut landlord biasedyang pada akhirnya mengakibatkan meningkatnya angkakemiskinan.

Selain itu, pada banyak negara di belahan dunia ketigakhususnya Indonesia, pelaksanaan strategi pembangunantelah mengesampingkan fokusnya dari sektor pertanian danpedesaan ke arah industrialisasi yang tumbuh di pusat per-kotaan atau sering diistilahkan “bias kota” (urban bias) (Grif-fin, Khan dan Ickowictz, 2002). Oleh Sajogyo (1992) dalamtulisannya yang bertajuk Modernization without Development

Page 36: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

25

in Rural Java menegaskan bahwa proses modernisasi di pede-saan Jawa hanya menguntungkan petani-petani berlahan luasdan mendorong terjadinya akumulasi penguasaan lahan yangkemudian menyebabkan petani-petani kecil menjadi buruhdi lahannya sendiri.

Hal yang perlu ditekankan, salah satu ciri utama studikajian sosial-ekonomi pedesaan era 90-an (orde pembangunan)masih bersandar pada paradigma pertumbuhan ekonomidengan asumsi “menetes ke bawah” (trickle down efect) yangmenegaskan bahwa peluang bekerja ditentukan oleh peluangberusaha dimana masih adanya kelembagaan tradisional yangmengatur kewajiban-kewajiban golongan ekonomi kuat dalammembantu golongan miskin di desa. Semakin luas peluangberusaha bagi golongan ekonomi kuat di desa (elite desa)semakin luas pula peluang bekerja bagi buruh tani ataugolongan miskin di desa. Bagaimana hal terakhir ini bisadibuktikan?

Jika kita memperhatikan beberapa data-data dasar danumum saja untuk Kabupaten Garut, pembuktian atas efek“menetes ke bawah” masih terlihat “jauh panggang dari api”.Dari data Potensi Desa (Podes) Kabupaten Garut tahun 2008dengan menggunakan metode analisis faktor2 dihasilkan duakomponen utama3 dari hasil ekstraksi dan reduksi berbagaivariabel Podes dengan pendekatan analisis komponen/faktorutama (Principal Component Analysis) sebagai pembentuktipologi desa, yakni: (1) Tingkat aksesbilitas, dan (2) Tingkatkesejahteraan mayoritas penduduk desa.

2 Khususnya analisis komponen utama (Principal Component Analy-sis/ PCA). Selain itu, melalui pendekatan pengkajian kesejahteraan secarapartisipatif (Particopatory Poverty Assessment/ PPA) akan menguraikanbeberapa indikator/ukuran kesejahteraan di dua lokasi penelitian.

3 Untuk mempermudah pengintepretasian hasil, pada umumnyadigunakan 2 faktor saja sehingga posisi individu dapat digambarkan dalamruang berdimensi dua (Susetyo, 1990).

Page 37: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

26

Dari hasil kombinasi kedua komponen atau faktortersebut dihasilkan 4 tipe desa di Kabupaten Garut yangmenggambarkan tingkat perkembangan dan kemajuan desa.Secara berturut keempat tipe desa di Kabupaten Garut adalah:

Tipe 1 yakni, desa yang telah berhasil mencapaitingkat perkembangan dan kemajuan yang sangatbaik dilihat dari aksesbilitas dan kesejahteraanpenduduk,

Tipe 2 yakni, desa yang memiliki aksesbilitaskurang baik namun tingkat kesejahteraan pendudukrelatif baik,

Tipe 3 yakni, desa yang tingkat perkembangannyapaling tertinggal khususnya dalam hal aksesbilitasdan tingkat kesejahteraan penduduk,

Tipe 4 yakni, desa yang memiliki aksesbilitas baiknamun tingkat kesejateraan penduduknya masihrelatif rendah (miskin).

Mayoritas desa-desa atau sekitar 169 desa (39,86%) diKabupaten Garut masuk dalam kategori tipe 3, yakni, desadengan tingkat perkembangan paling tertinggal dalam halaksesbilitas dan tingkat kesejahteraan penduduk. Dari seluruhdesa yang masuk kategori tipe 3 tersebut, 160 desa atausekitar 94,67% merupakan desa-desa yang terletak di datarantinggi Garut atau pada posisi ketinggian diatas 500 mdpl.

Pada tahun 2007 sektor pertanian merupakan penyum-bang terbesar (48,03%) terhadap PDRB Kabupaten Garut.Meskipun demikian, angka atau besaran tersebut sesungguh-nya menunjukkan kontradiksi atau pada faktanya tidakmemperlihatkan hubungan yang positif dengan tingkatperkembangan desa-desa pertanian. Faktanya desa-desapertanian, umumnya merupakan desa dengan tingkatperkembangan paling tertinggal (tipe 3). Di tahun 2007 ini,dari 395 desa pertanian, 165 desa di antaranya merupakan

Page 38: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

27

desa dalam kategori tipe 3 atau sekitar 41,77%.Sementara bila dilihat dari tingkat kesejahteraan pen-

duduk, mayoritas desa atau sekitar 263 desa (62,03%) diKabupaten Garut masuk dalam kategori desa miskin. Dariseluruh desa miskin tersebut (263 desa), 259 desa (98,48%)merupakan desa pertanian. Bila dilihat dari letak desa, 100%(7 desa) yang terletak dalam kawasan hutan merupakan desamiskin dan 91 desa (80,53%) dari 113 desa yang terletak ditepi/sekitar kawasan hutan merupakan desa miskin

Dengan demikian, dapat dijelaskan bahwa asumsi“menetes ke bawah” dari penerapan model penguasaan lahanoleh perusahaan perkebunan atau kehutanan skala besar(padat modal) dengan ungkapan “yang besar itu lebih efisiendaripada yang kecil”4 tidak terbukti kebenarannya. Kondisiyang justru tercipta adalah persoalan kemiskinan yang terusdireproduksi dalam masyarakat pedesaan agraris di datarantinggi Garut, di tengah-tengah keberadaan perusahaan besarperkebunan dan kehutanan di sekitar lahan garapan mereka.

Ukuran Kesejahteraan Warga Desa Dangiang

Dari hasil kajian kesejahteraan warga secara partispatif(Particpatory Poverty Assessment/PPA) di desa Dangiang,terdapat 3 lapisan/golongan masyarakat berdasarkan tingkatkesejahteraan yakni, golongan mampu, sedang dan tidakmampu. Adapun indikator/ukuran kesejahteraan rumahtangga petani sangat ditentukan oleh luas penggarapan lahan,tingkat partisipasi sekolah, kemampuan akses kesehatan,keterlibatan pada organisasi tani lokal serta kemampuanmembayar tenaga buruh upahan.

4 Makna dari kata “efisien” dalam konteks ini adalah segala tindakanyang benar dan tepat.

Page 39: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

28

Tabel 4. Klasifikasi Kesejahteraan Warga Rumah Tangga Petani,Desa Dangiang

Faktor penguasaan lahan garapan merupakan indikatorutama tingkat kesejahteraan warga. Seperti yang telah di-singgung sebelumnya, masuknya usaha perkebunan ber-dampak pada penyingkiran petani dari kuasa atas alat pro-duksi utama yakni lahan dan secara langsung menjebakkanpetani pada kemiskinan. Kehadiran dan keterlibatan wargadalam organisasi gerakan tani lokal untuk memperjuangkanhak atas tanah pada praktiknya turut menentukan tingkatkesejahteraan di tingkat rumah tangga petani.

Khususnya di Dangiang, pendudukan lahan perkebunanoleh petani telah berdampak langsung pada naiknya tingkatupah ril buruh tani. Hal ini diakibatkan, kurangnya tenagaburuh upahan yang tersedia di desa pada musim tanam yangserempak, ketika petani buruh sudah memiliki lahan garapansendiri. Saat ini, upah buruh yang berlaku di desa ditentukanoleh jarak dengan 5 jam kerja per hari yakni mulai jam 7pagi hingga jam 12 siang. Untuk upah buruh perempuan, jarak

Indikator Klasifikasi Kesejahteraan

Mampu 3 Sedang 2 Tidak

Mampu 1

Tanah 5 > 2 ha 15 500 tumbak <

luas < 2 ha 10

0 - 500 tumbak

5

Pendidikan 4 Perguruan

Tinggi 12 SMP 8 Tamat SD 4

Kesehatan 3 Dokter 9 Dokter 6 Puskesmas, Dukun

3

Organisasi 2 Anggota

SPP 6 Anggota SPP 4

Non SPP, Tidak

Berogranisasi

2

Tenaga Kerja

1 Punya

buruh tetap 3

Menggunakan buruh, tenaga kerja sendiri (keluarga)

2

Tenaga kerja

sendiri (keluarga)

1

Jumlah 45 30 15

Range 45-36 26 - 35 15 – 25

Page 40: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

29

dekat (masih dalam kampung) bisa mencapai 10 ribu, dan15 ribu untuk jarak jauh. Sementara untuk laki-laki, upahburuh jarak dekat bersihnya mencapai 15 ribu, sedang untukjarak jauh bisa mencapai 20-25 ribu.

Sementara pada pertanian Akar Wangi dengan sistemborong, upah buruh laki-laki untuk pengangkutan ke Jawabisa mencapai 1000 rupiah per kilo akan tetapi jika hanyauntuk dibawa ke pabrik (tempat penyulingan) upahnya 400-500 rupiah per kilo. Tingkat kesejahteraan petani jugaditentukan oleh pola pemanfaatan lahan. Umumnya pola ter-sebut menggunakan sistem tumpang sari dengan 3 musimpanen. Akar Wangi sebagai komoditas utama dan tanamansemusim, sementara tanaman tumpang sarinya dari sayuranseperti kentang dan kol, serta tembakau.

Seperti yang yang dikatakan oleh kang Sibir, ketua OTLdan pernah menjadi bandar akar wangi saat menceritakanpenggalan pengalamannya selama dirinya tinggal di desa,

“Dulu sebelum ada organisasi, profesi saya jual golok. Paskejadian trisakti (tahun 98’) saya kembali ke kampung....Ekonomi yang paling menonjol di keluarga SPP adalah diDangiang. Dahulu yang punya motor sangat jarang paling hanyapegawai negeri yang punya. Sekarang sudah mulai banyak yangpunya motor, ekonominya sudah mulai cukup, tidak ada yangmiskin total. Sebelum ada SPP, yang mau mengeluarkan zakatfitrah boleh dikatakan sangat susah, sekarang banyak wargasudah mulai bisa bayar zakat fitrah. Disini (dangiang) adaistilahnya panen musiman yakni sayur-mayur dan ada juga panenpokok adalah akar wangi. Upah buruh perempuan, ada duatahapan. Yang masih dalam kampung (dekat) bersihnya sampai10 ribu. Kalo laki-laki, upah buruh jarak dekat bersihnya bisamencapai 15 ribu, kalo jarak jauh, bisa mencapai 20-25 ribu.Di akar wangi, dengan sistem borong, upah buruh laki-laki yanguntuk ekspor ke Jawa bisa mencapai 1000/kilo karena prosespengerjaannya agak lain, tapi kalo hanya untuk dibawa ke pabrik(tempat penyulingan) upahnya 400-500 per kilo.... Yangmeningkatkan upah buruh sebetulnya, waktu itu orang pada gamau karena upahnya 4-5 ribu. Dikarenakan sesama anggota

Page 41: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

30

SPP susah tenaga kerja karena anggota semuanya punya lahangarapan, kita akhirnya ambil buruh dari luar kampung khusus-nya pada musim tanam. Karena disana upahnya hanya 4000akhirnya kita naikkan 1000. Malah tiap tahun naik. Tenagakerja itu berasal dari desa Pacoro. Kebetulan, di desa dangiangsendiri, ada sebagian warga yang masuk SPP, ada juga yangtidak. Warga yang non SPP biasanya menjadi buruh kerja. DiSPP susah tenaga kerja dari sesama anggota karena umumnyapada bulan 12 atau 1, semua anggota SPP pada tanam. Lalupada bulan 3 pada tanam bakau (tembakau) atau ada yang tanamlain tapi waktunya hampir sama”.

Ukuran Kesejahteraan Warga Desa Sukatani

Dari hasil pengkajian kesejahteraan warga secarapartispatif (Particpatory Poverty Assessment/PPA) di desa Suka-tani terdapat 3 lapisan/golongan masyarakat berdasarkantingkat kesejahteraan yakni, golongan atas, menengah danbawah. Seperti halnya dengan desa Dangiang, penguasaanlahan merupakan indikator atau pembentuk utama kesejah-teraan di tingkat rumah tangga petani. Adapun indikatorlainnya adalah sumber tenaga kerja, jenis bangunan rumah,kemampuan akses terhadap fasilitas kesehatan dan kemam-puan menyumbang dalam kegiatan sosial-keagamaan.

Hal yang perlu digaris bawahi, ukuran dan tingkat kese-jahteraan ini tidaklah statis melainkan dinamis. Dalam arti,ukuran dan tingkat kesejahteraan turut dipengaruhi oleh pola-pola hubungan (struktur) produksi dan distribusi komoditas,pola pemanfaatan lahan, kondisi iklim dan faktor eksternallainnya.

Page 42: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

31

Tabel 5. Klasifikasi Kesejahteraan Warga Rumah Tangga Petani,Desa Sukatani

Perbandingan Kesejahteraan

Berbeda dengan di Dangiang yang dapat mengalami 3musim panen dari pola tanam tumpangsari, pola pertaniandimana tanaman hortikultur menjadi pilihan utama diSukatani sangat bergantung pada kondisi iklim yang padagilirannya turut mempengaruhi kondisi kesejahteraan petani.Pada musim kemarau (halodo), kecuali petani kaya, umumnyapetani yang menggarap di areal garapan (okupasi) tidak dapatmengolah lahannya secara maksimal karena sulitnya men-dapatkan air. Selain faktor iklim, relasi modal antara petanidengan bandar yang tidak setara, dimana bandar akhirnyabisa menentukan harga penjualan hasil panen secara sepihak,sangat mempengaruhi tingkat pendapatan petani. Pola per-tanian hortikultura membutuhkan modal untuk keperluanpengadaan bibit, pupuk dan obat-obatan khususnya untukbeberapa jenis komoditas seperti tomat, kol dan sebagainya.

Indikator Klasifikasi Kesejahteraan

Atas 3 Menengah 2 Bawah 1

Lahan 5 Punya lahan jami 5-10 ha

15 Punya lahan jami < 2ha

10

Tidak punya lahan jami, tani hanya dari lahan garap

5

Tenaga Kerja

4 Punya Buruh

12 Tenaga kerja sendiri

8 Kerja di lahan orang lain

4

Papan/ Rumah

3 Permanen mewah

9 Semi Permanen

6 Gubuk, tidak permanen

3

Kesehatan 2 Dokter, RS besar

6 Puskesmas, Dokter Umum

4 Jankesmas 2

Sumbangan Sosial

1 Lebih mampu bersedekah

3 sedang-sedang saja

2 Menyumbang tenaga

1

Jumlah 45 30

15

Range 45-36 26 – 35 15 – 25

Page 43: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

32

Tingginya tingkat kebutuhan akan input produksi dan ter-batasnya sumber kredit di desa (hanya tersedia di bandar),menyebabkan petani begitu mudah terkait hubungan hutang-piutang dengan bandar. Posisi petani sebagai pengutang inilahyang dimanfaatkan bandar untuk mempermainkan harga.

Pada pertanian Akar Wangi di Dangiang, relasi modaldan perdagangan antara petani, bandar lokal dan cukongminyak, masih memperlihatkan pola lama: selain masihmempraktekkan hubungan hutang-piutang modal antaracukong dan bandar lokal, juga kerap terjadi kesenjangan infor-masi (a symetric information) antar pelaku ekonomi (petani,bandar lokal dan cukong minyak) terkait harga jual minyakAkar Wangi di pasaran. Dalam konteks ini, baik petanimaupun bandar lokal (penyuling) tidak mengetahui harga jualminyak Akar Wangi yang sebenarnya. Pada posisi sepertiini, resiko kerugian pada cukong minyak sangat rendah, dansepenuhnya ditanggung oleh petani dan bandar lokal (penyu-ling). Kondisi yang terus dipertahankan ini menyebabkanpenumpukan (akumulasi) surplus terkonsentrasi pada cukongminyak.5 Tidak jarang, bandar lokal mengalami jatuh bangunbahkan harus berhenti dari usahanya karena jeratan hutang.

Di Dangiang dan Sukatani, menjadi buruh tani lepasmerupakan salah satu pilihan bagi rumah tangga petani keciluntuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Upah buruh taniharian di Sukatani relatif lebih rendah dibandingkan upahburuh di Dangiang, yakni, 6-8 ribu per hari untuk buruh perem-puan dan 8-10 ribu rupiah per hari untuk buruh laki-laki. Besar-nya upah buruh tani baik antara laki-laki dan perempuan di

5 Dilihat dari posisinya dalam seluruh siklus aktivitas ekonomi warga,baik cukong minyak maupun bandar besar sayuran (sekaligus penyediainput produksi) yang keduanya merupakan sumber kredit utama di kedualokasi penelitian merupakan pihak ‘penunggang bebas’ (free riders) dalamartian mereka adalah pihak yang memetik keuntungan dari komunitastanpa terlibat dan menanggung potensi resiko kerugian yang dialamikomunitas.

Page 44: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

33

kedua lokasi penelitian ditentukan oleh jenis pekerjaan.Sementara upah buruh harian di desa Dangiang, selain di-tentukan oleh jenis pekerjaan juga ditentukan oleh jarak tem-puh yang diukur dari kediaman buruh ke lokasi lahan.

Di desa Dangiang, upah buruh mengalami peningkatansejak warga yang tergabung dalam organisasi tani lokal SPPdapat menggarap lahan di areal perkebunan. Saat ini, upahburuh perempuan di desa Dangiang dapat mencapai 15 riburupiah per hari, sementara untuk upah buruh laki-laki bisamencapai 25 ribu rupiah per hari. Terlebih pada proses pema-nenan tembakau hingga menjadi bahan baku siap jual yangmembutuhkan banyak tenaga kerja.

Meskipun terdapat perbedaan ciri dan ukuran kesejah-teraan antara desa Dangiang dan Sukatani namun dalamkonteks proses penciptaan kemiskinan menunjukkan polayang sama, yakni pelepasan atau pemisahan petani dari alatproduksi utama (tanah) hingga menjadi buruh tani upahan,pemasok tenaga buruh murah industri serta pekerja sektorinformal perkotaan akibat masuknya (penetrasi) perusahaanperkebunan dan kehutanan ke desa. Pada prakteknya, seluruhproses-proses tersebut hingga saat ini terus dipertahankan,diperbaharui dan diciptakan ulang di beberapa wilayah per-tanian dataran tinggi Jawa Barat. Tidak mengherankan bilakondisi kesejahteraan warga desa di sekitar wilayah perkebunandan kehutanan di Jawa Barat, mayoritas masuk kategorimiskin. Kemiskinan masyarakat di sekitar kawasan hutan danperkebunan, dapat disebut sebagai hal yang bersifat relasionalatau struktural, dijelaskan berikut ini.

Pola Pembentukan dan Ekstraksi Surplus Desa

Proses pembentukan modal (capital formation) dapat di-pandang sebagai seperangkat proses penciptaan, penguasaandan penempatan atau penanaman surplus yang secara ber-

Page 45: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

34

sama-sama menghasilkan pola-pola khusus pemilikan, pengu-asaan, penumpukan (akumulasi), dan penggunaan modaldalam masyarakat. Di samping aspek-aspek tersebut, terdapataspek-aspek lain, yaitu perbankan dan perkreditan. Melaluimekanisme sistem perbankan dan perkreditan, surplus yangdiciptakan oleh seseorang atau suatu kelompok, ataupunbadan usaha, dapat beralih menjadi modal bagi orang lain,kelompok lain, ataupun badan lain, baik dalam sektor danlokasi yang sama maupun yang berbeda. Dengan demikian,sistem perbankan dan perkreditan dapat dipandang sebagaimekanisme mobilitas modal, baik secara spatial, secara sek-toral, maupun sosial (antara lapisan, antara kelompok etnis,antara “gender”, dan sebagainya) (Wiradi et.al, 1991). Dalampengertian itu, maka aspek-aspek utama yang tercakup didalamnya adalah:1. Proses penciptaan surplus di dalam kegiatan produktif.

Proses ini bukan saja ditentukan oleh bentuk/sifatproduksi dan teknologinya, tetapi juga oleh struktursosial produksi, penguasaan sumberdaya dan hubungan-hubungan produksi yang menyertainya.

2. Proses penguasaan surplus dan sebarannya di antaraindividu, kelompok, ataupun di antara badan-badandalam masyarakat.

3. Pola-pola penggunaan dan penanaman surplus olehindividu, kelompok, ataupun badan yang menguasaisurplus termasuk di dalamnya pola investasi dalamkegiatan produktif.

4. Proses akumulasi modal, yaitu jika suatu surplus darisuatu kegiatan ditanam kembali, baik ke dalam kegiatanyang sama maupun ke dalam usaha/kegiatan lainnya.Dari berbagai temuan yang ada, masyarakat miskin

pedesaan justru hidup dari atau bergantung pada sektor luarpertanian yang berada di luar desa. Mereka (petani) menem-pati kantung-kantung kemiskinan kota dan bekerja di sektor

Page 46: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

35

informal. Masalah kemiskinan di pedesaan tidak berdiri bebasruang dan waktu, merupakan reproduksi sejarah dari per-kembangan proses pembentukan modal dan ekstraksi sur-plus di pedesaan. Dengan demikian, keterpurukan ekonomi(kemiskinan) petani di pedesaan dilihat sebagai gagalnyapembentukan modal di pedesaan dimana dari setiap surplusproduksi pertanian yang dihasilkan petani penggarap ter-konsentrasi pada pihak tertentu akibat hubungan-hubunganproduksi yang eksploitatif. Kemiskinan relasional-strukturalyang terus direproduksi.

Sumber Kredit dan Ketersediaan Sarana Produksi

Di Dangiang dan Sukatani, sumber kredit dan pemasoksarana produsi pertanian seperti bibit, pupuk dan obat-obatansebagian besar berasal dari para bandar lokal di desa. Bandar-bandar lokal ini pun memiliki hubungan permodalan danpemasaran dengan bandar-bandar yang lebih besar, baik masihdalam satu desa maupun luar desa. Semakin panjang lintasanaliran kredit, semakin tinggi biaya produksi petani atausemakin rendah harga jual komoditas di petani serta semakinbesar tingkat keuntungan yang diperoleh oleh bandar besar.Kondisi yang semacam ini masih terus berlangsung dalamkegiatan pertanian warga di lokasi penelitian. Terus diper-tahankannya rute aliran kredit pada praktiknya menyebabkansurplus yang dihasilkan di beberapa rumah tangga petani darihasil panen terserap keluar dan terkonsentrasi pada bandar-bandar besar/cukong.

Khusus di daerah pertanian tanaman sayuran seperti diSukatani (hamparan Papandayan), untuk beberapa komoditasseperti tomat, kol dan cabe, keperluan akan bibit, pupuk danobat-obatan kesemuanya berasal dari bandar atau dengankata lain, pasokan sarana produksi sepenuhnya berada di luarkontrol petani. Hal ini menyebabkan akumulasi surplus kepara bandar besar sayuran. Dari pengambilan data 15 rumah

Page 47: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

36

tangga contoh, sekitar 73,3% (11 responden) merupakan rumahtangga petani yang setiap musim tanam selalu meminjam kebandar untuk keperluan bertani. Seperti yang dituturkan KangUnding (31):

“Modal yang dibutuhkan untuk tanam tomat sangat besar. 100%keperluan bibit dan pupuk berasal dari (pinjaman) bandar. Jadikita sangat tergantung dari bandar. Jika tanam yang lain, sepertikentang, petani sudah bisa membibit sendiri. Hasil panenkentang, tidak semuanya dijual tapi ada yang disimpan buatbibit. Yang tidak membutuhkan modal besar, mudah men-dapatkan bibit dan perawatannya tidak sulit adalah wortel. Bibitwortel mudah didapat, bisa didapat dari petani sendiri.”

Sementara di desa Dangiang dengan komoditas utamatanaman semusim Akar Wangi, tidak terlalu banyak hubung-an hutang-piutang antara petani dengan pemasok saranaproduksi. Hubungan hutang-piutang dalam penyediaan jasapermodalan umumnya terjadi antara bandar (penyuling)dengan cukong minyak. Seperti yang diungkapkan kang Sibir,ketua OTL Dangiang yang pernah menjadi bandar,

“Biasanya jika petani butuh uang, dia akan minjam pada bandarlokal. Akan tetapi karena bandar lokal tidak punya uang banyakmaka dia akan minjam ke cukong (penyuling)... Yang diharapkandari sistem tumpang sari akar wangi dengan sayuran adalahdapat mendorong total produksi akar wangi. Misalnya umurakar wangi baru puluhan hari atau mulai tanam butuh pupukkandang. Tapi kalo ditanam bersama sayuran, berarti kentangdiurus apalagi usar (akar wangi) juga terurus. Akhirnya, masalahpengelolaan atau perawatan akar wangi bisa dibilang gratis”

Keterhubungan antara petani dengan pemasok saranaproduksi disebabkan pola tanam tumpang sari sayuran dantembakau yang membutuhkan pasokan bibit, pupuk dan obat-obatan untuk beberapa jenis komoditas. Di dua lokasi pene-litian ini, hubungan antara petani dengan bandar lokal diikatoleh hubungan ketetanggaan dan hutang-piutang.

Page 48: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

37

Hubungan Produksi, Jejaring PemasaranKomoditas dan Isolasi Pasar

Di dua lokasi penelitian ini, hubungan permodalan(sumber kredit) dan pemasaran hasil panen sangat menentu-kan hubungan produksi di atas alat-alat produksi. Di Sukatani,pendudukan lahan Perhutani oleh warga pasca operasiWanalaga Lodaya tahun 2003, disusul hadirnya organisasitani lokal, meski dapat dikatakan berhasil melekatkankembali petani dengan lahan garapan sehingga dirinyaterbebas dari hubungan tenaga upahan dengan para elite desa,namun demikian hubungan permodalan dan pemasarandengan elite-elite desa (bandar besar) masih bertahan hinggasaat ini. Dalam kaitan ini, melalui hubungan hutang-piutang,petani menjadi tidak bebas dalam menjual dan menentukanharga hasil panennya.

Petani di Sukatani, terutama di kampung Kiara Rungkadmengenal bandar sebagai aktor utama dalam sistem distribusihasil pertanian. Bandar adalah pengumpul hasil panen sayuranyang merupakan komoditas pertanian utama petani diSukatani. Bandar dapat sangat mengikat petani dalam satukeluarga. Bisa saja terjadi, dalam satu keluarga yang beberapaanggota keluarganya menjadi petani, menjual hasil panennyakepada bandar yang berbeda. Persaingan antar bandar dalammendapatkan mitra demikian luar biasa. Hubungan antarapetani dengan bandar dikenal dengan istilah “hutang haseum”.Ketika musim tanam tiba, maka petani akan berhutang saranaproduksi pertanian dalam bentuk pupuk, obat dan benih yangdibayar saat panen (yarnen). Siklus pinjaman ini berputarterus menerus sehingga keterikatan antara petani denganbandar makin dalam. Akibat pinjaman tersebut, petani ber-kewajiban menjual hasil panen kepada bandar tempat diameminjam uang.

Page 49: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

38

Pada saat panen, mekanisme penjualan yang berlakuadalah, bandar akan memberikan nota harga kepada petani.Namun sistem pembayarannya ditunda hingga komoditasterjual di pasar. Apabila harga yang berlaku di pasar lebihrendah maka Bandar akan membayar sesuai dengan hargapasar dan harga awal yang tertera di nota dianggap tidakberlaku. Mekanisme ini berbeda dengan cara pembayaran dimasa lalu, ketika itu, ada barang berarti ada uang. Tidakmengherankan jika kondisi kesejahteraan bandar jauh lebihbaik dibanding petani. Mekanisme ini tidak pernah membuatbandar merugi. Hubungan antara petani dengan bandartertentu tidak mesti berlangsung lama karena apabila hutangsudah dilunasi, petani dapat pindah ke bandar lain.

Begitu pula halnya yang terjadi di desa Dangiang, meskiusaha pendudukan lahan perkebunan oleh warga tahun 1997disusul dengan hadirnya gerakan organisasi tani lokal, danberhasil merekatkan petani atas lahan garapan, namundemikian relasi modal antara petani, bandar lokal dan cukongminyak akar wangi maupun tembakau tidak berubah. Hinggasaat ini, petani maupun bandar lokal (pihak penyulingan) tidakmengetahui harga pemasaran minyak akar wangi yangsesungguhnya dengan kata lain, telah terjadi informasi yangtidak simetris antar pelaku ekonomi (a symetric information).Seorang warga, Kang Sibir menuturkan:

“Jika harga minyak saat ini 800 dan tumpang sarinya hanyatanaman sayuran, panen per 100 tumbak bisa 5 juta. Pada sistemtebas artinya beli semua, 100 tumbak tersebut milik bandar.Disisakan 20 tumbak untuk bibit si petani namun akarnya tetapmilik bandar. Perjanjian antara petani dan bandar lokal adalahsaat panen disisakan untuk bibit. Setelah dari bandar dibawa kepenyulingan lalu dibawa ke cukong sudah dalam bentuk minyak.Tapi yang paling jahat adalah cukong. Biasanya, pada bulan 2atau 3 masa krisis bagi orang yang tidak menanam sayur sehinggapetani mau pinjam uang. Biasanya, petani akan meminjam kebandar lokal atau kadang-kadang ke cukong. Kalau sudah terjadi

Page 50: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

39

peminjaman seperti itu, baik mau jual tebas atau jula kilo terjadikelainan harga dalam arti terjadi penurunan harga akar wangi.Jika pada sistem tebas harga akar wangi 100 tumbak mencapai5 juta, maka ketika ada pinjaman harga akar wangi turun menjadi4,5 juta per 100 tumbak. Pada sistem kilo, jika harganya 2500/kilo jadi turun 100 rupiah dari 2500 per kilonya.... Pengalamansaya, kalo kita ngambil (pinjam) uang 100 juta maka ada kontrakharga minyak dengan cukong. Misalnya yang sudah-sudah,cukong akan menentukan harga hanya 700 ribu bahkan ada yangdibawah itu. Beda dengan teman saya (kang Mamat), dia tidakpinjam ke cukong untuk biaya penyulingan, jadi bisa jualminyaknya ke cukong seharga 750-800 ribu per kilo, lebih tinggidibandingkan bandar yang pinjam uang ke cukong. Cukong ituseenaknya saja menentukan harga. Kita kan sebagai bandar lokalatau petani tidak tahu harga minyak yang sesungguhnya. Setelahmembeli minyak dari bandar lokal seharga 700 ribu, kita (bandarlokal) tidak ada yang tahu berapa cukong jual minyak ituselanjutnya”

Banyak terjadi, akibat hubungan permodalan lewathutang-piutang tersebut para bandar lokal harus berhentiberusaha menyuling minyak akibat jeratan hutang padacukong minyak. Hubungan permodalan lewat hutang-piutang,pemasaran hasil panen antara petani dan bandar lokal dancukong turut memberi andil pada proses pelepasan petanidari alat-alat produksi. Di desa Dangiang, kelembagaanpemasaran akar wangi dapat dibagi dua macam, yakni sistemtebasan dan sistem jual per kilo. Pada musim kemarauumumnya petani menginginkan jual akar wangi secaratebasan mengingat bobot akar wangi yang ringan. Sementarapada musim hujan, petani lebih memilih jual sistem per kilodikarenakan bobot Akar Wangi yang relatif lebih beratdibandingkan musim kemarau. Bagi petani yang terlibathutang-piutang, biasanya yang berlaku adalah sistem ijon.

Pada prakteknya, meskipun kehadiran gerakan tani lokaltelah berhasil menguak ketimpangan agraria akibat penetrasiusaha perkebunan dan kehutanan negara, akan tetapi pola

Page 51: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

40

relasi permodalan dan pemasaran melalui mekanisme hutang-piutang antara petani, bandar lokal dan cukong belum banyakmengalami perubahan mendasar. Hal ini disebabkan salahsatunya karena pada periode-periode awal gerakan bahkanhingga saat ini, usaha mengamankan akses lahan garapan (ten-ure security) dari ancaman pihak perkebunan dan kehutananmasih menjadi arena perjuangan utama. Adapun keberhasilanbeberapa anggota organisasi tani lokal menjadi bandar dapatdiartikan sebagai pergantian aktor lama oleh aktor baru dalampola (struktur) produksi dan distribusi lama. Dengan katalain, fenomena tersebut dilihat sebagai proses pergantian rejim(pelaku) permodalan dalam suasana (moda) produksi dandistribusi yang lama.

Proses Diferensiasi dan Penyingkiran Petani

Kehadiran perusahaan perkebunan PTPN VIII DayeuhManggung di Dangiang dan kehutanan Perhutani di Sukatani,menyebabkan warga desa kehilangan kuasa atas tanahgarapan yang menjadi basis utama nafkah keluarga. Akibat-nya, dengan ketiadaan akses dan lepasnya kuasa atas tanah,mayoritas rumah tangga petani menjadi buruh tani upahan,buruh bangunan dan industri, serta pelaku ekonomi sektorinformal perkotaan. Adapun warga yang dapat mengakseslahan kehutanan seperti di Sukatani, tidak lain adalah paraelite desa (pemodal) yang mampu melakukan perluasanjejaring hingga ke petugas lapang Perhutani.

Proses pelepasan dan penyingkiran petani dari akses dankuasa terhadap alat-alat produksi sebagai suatu proses yanghingga saat ini terus dipertahankan dan diperbaharui terlihatpada skema kelembagaan PHBM milik Perhutani di desaSukatani. Dilihat dari mekanisme dan proporsi pembagianhasil garapan yakni 70% untuk Perhutani dan sisanya untukpetani penggarap, penyediaan sarana-sarana produksi sepertipupuk, bibit serta saluran pemasaran komoditas yang dimono-

Page 52: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

41

poli oleh Perhutani dalam arti petani tidak bebas menjualhasil garapannya. Hal yang demikian ini menunjukkan proseskonsentrasi dan ekstraksi surplus pada pihak Perhutani (penye-dia lahan) sementara petani kembali dalam posisi tenagaburuh yang diupah oleh Perhutani dalam jangka waktu ter-tentu sesuai dengan kesepakatan. Secara singkat dapat dikata-kan, skema PHBM pada prinsipnya merupakan usaha mem-posisikan petani menjadi tenaga buruh upahan di lahangarapannya sendiri.

Penyingkiran petani dari alat-alat produksi tidak hanyaterjadi akibat masuknya perusahaan perkebunan dan kehu-tanan. Tingginya kebutuhan atas input produksi (bibit, pupukdan obat) dan keuntungan yang diperoleh dari pengadaaninput produksi dan penjualan hasil panen tersebut menyebab-kan antara petani dan bandar saling menjaga hubungan baik(hubungan patron-klien). Di tingkat petani, hubungan baikini diperlukan agar memperoleh akses pinjaman dari bandarbaik berupa uang maupun dalam bentuk bibit, pupuk danobat-obatan. Di lain pihak, kepentingan bandar terhadaphubungan tersebut untuk menjaga keuntungan yang diper-olehnya dari usaha petani di tanah garapannya. Semakin lama,semakin terlilit hutan dan petani sudah tidak mampu lagimembayar hutang ke bandar. Akibatnya, petani sudah tidakdapat mengusahakan lahannya lagi karena kehilangan sumbermodal.

Relasi ekonomi patron-klien ini menyebabkan pemben-tukan dan penumpukan (akumulasi) surplus hanya terjadipada pihak bandar (patron) sementara petani (klien) menjadiburuh di lahannya sendiri. Tidak jarang, akibat hubunganhutang-piutang semacam ini menyebabkan petani kehilanganlahan garapannya atau petani menjadi buruh di lahangarapannya sendiri. Kondisi ini telah berlangsung lama sejaksebelum warga berhasil mendapatkan akses lahan garapan.Kang Sibir menuturkan:

Page 53: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

42

“Misal, petani akan pinjam 1 juta, karena petani yang akanpinjam banyak, si bandar lokal bisa pinjam sama cukong hingga10 juta tapi syaratnya harga minyak jadi ‘sekian’ atau jadi turun(dibawah harga biasa/standar). Kalo harga minyak jatuh,otomatis si petani pun ikut menjerit, petani tidak bisa berbuatapa-apa. Akhirnya, ketika petani jual ke bandar, baik dengansistem tebas atau jual kiloan, ada perbedaan harga atau harganyajadi turun”

Hal yang sama juga dituturkan Kang Asip:

“Berbeda dengan usar (akar wangi), modal di hortikulturberputar cepat, setiap hari uang keluar masuk, ada yang tanamhari ini, besok sudah ada yang panen dan selalu berurusan denganbandar besar (cukong). Jadi sangat sulit memutus hubungandengan cukong. Akibat hubungan dengan cukong (Haji Aur),ada warga yang kehilangan lahan garapannya karena menjadijaminan utang kepada cukong. Ketika seorang petani gagal/tidak dapat melunasi hutangnya, pihak bandar akan mengenakanbunga pinjaman kepada sisa hutangnya. Apabila petani tersebuttidak mampu membayar sisa hutang ditambah bunganya,tanahnya lalu akan dijaminkan pada cukong. Penyelesaianhutang-piutang bahkan bisa melibatkan polisi. Pak RT, anggotaSPP yang berprofesi sebagai bandar lokal dua lahannya telahdijaminkan kepada bandar (cukong) karena tidak mampu bayarhutang.”.

Bagan 3. Pola distribusi tanaman semusim akar wangidi Hamparan Cikuray

Page 54: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

43

Bagan 4. Pola distribusi sayuran di daerah Hamparan Papandayan

Strategi Penumbuhan Surplusdan Bentuk Tabungan warga

Baik di desa Sukatani maupun desa Dangiang, strategipembentukan modal (surplus) secara garis besar memilikipola yang sama, yakni strategi bertahan, pemantapan danpenumpukkan. Di Sukatani, petani kecil dengan keterbatasanmodal menerapkan strategi bertahan dengan memilihkomoditas wortel, karena tanaman ini tidak terlalu mem-butuhkan banyak modal dengan waktu perawatan yangsingkat, sehingga sisa waktu dapat dimanfaatkan mencaritambahan penghasilan lewat berburuh tani. Saat petani telahmampu menciptakan surplus, biasanya mereka mulai ber-anjak ke komoditas kentang yang bibitnya sudah dapat di-produksi sendiri. Seperti petikan wawancara dengan kangJijang (24), warga Sukatani

“Jika di awal penggarapan keluarga Jijang hanya menggarap 2patok, maka saat ini, satu keluarga (7 orang anggota RT)memiliki 20 patok lahan garapan di hutan perhutani dengandibantu oleh 1 orang buruh. Perkembangan tingkat kesejahteraanyang mulai tampak adalah Jijang kini bahkan sudah dapatmemperoleh tanah gadai 7 patok yang saat ini sedang ditanamikentang (5 patok). 7 patok digadai terbagi dalam 2 tahap

Page 55: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

44

penggadaian yaitu 3 patok sudah digadai sejak 2 tahun terakhir,sedangkan 4 patok baru digadai 1 tahun terakhir. Jijangmemperoleh tanah gadai milik pak Diryi yang kebetulan saatitu yang bersangkutan sedang membutuhkan uang. Prosesperkenalan Jijang dengan pertanian diiringi dengan hobi beternaksapi hingga berhasil memiliki sapi 3 ekor yang kemudian dijualuntuk membeli tanah. Tanah yang dibeli tahun 2003 seharga 6juta. Pada tahun 2005 dan 2007 Jijang berhasil membeli mo-tor”

Lebih lanjut, Kang Sibir menuturkan,“Cuma kadang-kadang menurut pengamatan saya di anggotaorganisasi (OTL), saya melihat dalam satu masa tanam ke masatanam selanjutnya, anggaplah dari bulan 1 ke bulan 1 lagi, kaloanggota yang bekerjanya apik (hemat) dalam menggunakanuang, sisanya bisa beli tanah, motor, atau ternak domba atausapi. Tapi ada juga anggota yang “plas-plus”. Kalo pas maupenanaman, ngutang lagi, “gali lobang tutup lobang” tapi tidakbesar, paling hanya ratusan ribu. Di SPP bisa dapat dihitungdengan jari. “Gali lobang tutup lobang”, terjadi karena dia hanyapunya lahan 100 tumbak, sedangkan hasil panen akar wangihanya 5 juta per tahun dibagi 12 bulan untuk keperluan sehari-hari. Untuk menutup kekurangan mengandalkan berburuh yangmenggantungkan sama teman atau tetangga. Tapi ada juga orangmeski hanya punya 100 tumbak tapi orangnya rajin, kalo adawaktu luang, dia ngukut domba sendiri (milik) atau dari yangngagaduh (maro) jadi dari yang uang 5 juta itu bisa tidak habis,ada sisanya.”

Baik di desa Sukatani maupun desa Dangiang, selainmenerapkan pola pertanian tumpang sari dan peragaman polanafkah (petani penggarap dan buruh tani, buruh bangunandan penjual makanan keliling), bagi petani yang telah stabilusaha pertaniannya akan memilih usaha ternak sebagaitabungan. Bagi kelompok rumah tangga yang telah berhasilmenumpuk surplus, dirinya akan mulai melakukan perluasannafkah di luar sektor pertanian seperti membuka warung,menjual pupuk dan sebagainya.

Page 56: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

45

Tabel 6. Strategi Penumbuhan Surplusdi Tingkat Rumah Tangga Petani

Upaya-upaya Organisasi Tani Lokal (OTL)dalam Penguatan Produksi

Kepastian Hak Garap atas Lahan

Ketiadaan akses telah mendorong warga di Dangiangdan Sukatani melakukan aksi pendudukan areal perkebunandan kehutanan, disusul kemudian lahirnya organisasi gerakantani lokal SPP. Faktor hadirnya gerakan penguatan dan peng-organisasian petani (dari bawah) untuk menuntut hak garaplahan di areal perkebunan dan kehutanan berhasil merekatkankembali petani pada penguasaan langsung atas alat produksiutama, yakni, lahan yang secara langsung turut mempengaruhikesejahteraan petani. Periode-periode awal gerakan bahkanhingga saat ini usaha mengamankan akses lahan garapan (ten-ure security) dari ancaman pihak perkebunan dan kehutananmasih menjadi arena perjuangan utama. Seiring denganlangkah tersebut, selain mengorganisasikan diri untukmendapatkan akses garapan, organisasi tani lokal ini punturut menciptakan dan memanfaatkan ruang-ruang politikyang tersedia di desa maupun lintas desa untuk menego-siasikan kepentingan mereka seperti keterwakilan di BPD,anggota panitia pemungutan suara, pemilihan kades, anggotaPKK, program pemberdayaan dan perbaikan lingkungan.

Strategi Desa Sukatani Desa Dangiang Bertahan 1. Komoditas utama adalah

wortel 2. Bekerja menjadi buruh tani harian

1. Komoditas utama adalah akar wangi 2. Bekerja menjadi buruh tani harian atau menjadi pedagang keliling

Pemantapan 1. Komoditas utama adalah kentang 2. Pola tanam tumpang sari 3. Beternak domba atau sapi

1. Tumpang sari tanaman sayuran dan tembakau 2. Beternak domba atau sapi

Penumpukan 1. Menjadi bandar (penampung) sayuran 2. Menjual saprotan 3. Membeli lahan ‘jami’ dan ‘gadai’

1. Menjadi bandar akar wangi atau sayuran 2. Menjual saprotan 3. Membeli lahan ‘jami’ dan ‘gadai’

Page 57: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

46

Seperti yang diutarakan kang Asip,“Pasca operasi Wanalaga Lodaya Agustus 2003, perekonomianmasyarakat menjadi sulit karena tidak menggarap lahan. Namunsetelah usaha penggarapan kembali oleh masyarakat yangtergabung SPP, kondisi perekonomian makin membaik. Adawarga (anggota SPP) setelah menggarap lahan (pasca okupasi)sudah dapat memperbaiki rumah, mampu berobat ke poliklinikdan mensekolahkan anak. Di bidang sosial, saat ini warga sudahdapat menyisihkan sedekah untuk membangun masjid dan jalansetapak. Selain itu, warga yang menjadi ojek angkut hasil panensudah banyak beroperasi lagi. Di bidang politik, suara petaniyang dulu hanya menjadi buruh saat ini mulai dipandang olehdesa.”

Pembibitan Kentang

Dukungan SPP terhadap sistem pertanian hortikulturayang dikembangkan petani di Sukatani dilakukan dalambentuk mengembangkan pembibitan kentang. Hal ini didasariatas pengalaman ketua OTL yaitu A, yang pernah mengalamipenipuan ketika membeli bibit yang dianggap bermutu tinggi.Bibit kentang dengan label G-0 yang diperoleh dari farmtertentu ternyata memiliki kualitas yang buruk, padahal harga1 karst sebesar Rp. 700.000,-. Tokoh pemuda berinisiatifmembuat bibit sendiri dengan menggunakan media lumpur,sekam, dan pupuk kandang yang semuanya sudah disterilisasi.Bibit kentang sebanyak 200 berkembang menjadi 10.000bibit. Dari hasil bibit tersebut, ditanamlah 5 kwintal denganhasil per kwintal bibit sebanyak 1.2 ton kentang. Tanamankentang ini termasuk tanaman yang membutuhkan biayabanyak. Bagi petani yang tidak memiliki modal, mereka bisamenanam wortel, komoditas yang tidak membutuhkanbanyak modal. Saat ini, sebagian petani sudah dapat mengu-rangi ketergantungan mereka terhadap pasokan bibit kentangyang berasal dari bandar. Dituturkan oleh Kang Asip:

Page 58: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

47

“Berkat petani dapat menggarap lahan, mereka sudah tidak lagimenjadi buruh. Walau belum menjadi petani yang betul-betulmandiri, tapi sekarang sudah tidak terlalu bergantung denganbandar. Saat ini, petani sudah tidak 100% mengambil seluruhkeperluan (pupuk, benih, obat-obatan) dari bandar. Paling hanyauang untuk kebutuhan sehari-hari atau digunakan untuk membelipupuk dan obat-obatan. Ke depan, tengkulak tidak perludihilangkan, namun peran tengkulak dapat sebagai pihakpemasaran hasil panen petani dengan ketentuan harga beli yangtidak merugikan dan dapat didiskusikan”

Koperasi Simpan Pinjam Perempuan

Pasca reklaiming, sebagian besar petani anggota orga-nisasi menanam pisang di atas lahan yang telah diokupasi.Disamping pola penanamannya mudah, pisang juga dianggapsebagai identitas kepemilikan lahan yang telah berpindah dariPerhutani/HGU menjadi milik petani. Komoditas ini jugamenjadi basis penataan produksi oleh organisasi. Pengelolaanekonomi berada di bawah kelompok perempuan. Alasankelompok perempuan dijadikan sebagai ujung tombakkegiatan ekonomi karena selama masa perjuangan, peranperempuan hanya sebatas aktivitas domestik. Perempuantidak dapat berkiprah di sektor publik seperti kegiatanmusyawarah dan menjadi bagian dalam struktur organisasi.Padahal, lingkup kegiatan organisasi tani lokal (OTL) meliputikegiatan penguatan keluarga (yang di dalamnya terdapatbapak dan ibu). Penguatan perempuan dengan demikianmenjadi penting terutama menyangkut pendidikan perem-puan agar terbangun kesadaran kritis.

Salah satu kegiatan yang dianggap penting dalampenataan produksi adalah penyediaan modal produksi. Padatahun 1999 muncul kendala modal untuk penggarapan lahan.Berbagai variasi muncul dalam hal penyediaan modal, yaitu1). petani menanam sesuai dengan kemampuan modalsendiri, 2). Petani telah memiliki modal sendiri, 3). Meminjam

Page 59: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

48

modal kepada bandar. Tuntutan penyediaan modal merupa-kan hal yang tidak dapat dihindari sehingga organisasi menilaiperlu ada langkah lain untuk kepentingan penggarapan lahan.Tepat di saat yang sama, pemerintah menyediakan skemakredit bagi petani melalui program Kredit Usaha Tani (KUT).Peluang tersebut diambil oleh organisasi setelah sebelumnyamembentuk kelompok sebagai syarat keikutsertaan dalamprogram KUT.

Di tahun yang sama, dibentuklah Koperasi Warga Desa(KWD). Melalui KWD, diharapkan petani dapat aksesterhadap modal. Terbukti, beberapa KWD berhasil mendapat2 putaran peminjaman yaitu program hortikultura danpalagung. Sayangnya, tidak semua kepentingan petani bisadiakomodir. Kredit yang disediakan pemerintah tidakmencukupi digunakan sebagai modal pertanian. Ditambahdengan kondisi gagal panen, petani akhirnya meminjam kepihak lain. Banyak KWD yang menurun aktivitasnya karenapersoalan manajemen dan sumberdaya manusia.

Pada tahun 2001 usaha bersama mulai dibangun melaluipendekatan pada kelompok ibu-ibu. Kegiatan ini pertama kalidiinisiasi di Dangiang. Alasan keterlibatan kaum ibu karenadianggap lebih terampil dan memiliki pengalaman dalammengurusi ekonomi rumah tanga. Ada dua jenis kegiatan yangdikembangkan, yaitu, warung kelompok dan kelompoksimpan pinjam. Pasang surut kegiatan kelompok ini menye-babkan adanya proses seleksi ulang atas loyalitas anggotadengan harapan kegiatan bisa lebih maju. Harapan akan hasilkegiatan kelompok mulai muncul karena kelompok Dangiangmenunjukkan eksistensinya dan berlangsung hingga tahun2006. Proses pembelajaran kelompok di desa lain bercerminpada pengalaman kelompok di Dangiang yang mengembang-kan kelompok simpan pinjam dalam bentuk beras dan uang.

Sejak tahun 2004 kelompok Dangiang dijadikan model,sehingga memunculkan motivasi bagi kelompok ibu-ibu di

Page 60: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

49

desa lain. Kegiatan ini kemudian diduplikasi di Sukawargi,Sukatani, Cibalong dan desa lain dengan jumlah anggotakelompok dan kegiatan yang berbeda-beda. Faktor utamayang menyebabkan kelompok Dangiang relatif dapat ber-tahan dan menunjukkan kinerja yang lebih baik karenaadanya proses pendampingan yang intensif dan kemauankuat dari anggotanya sendiri. Kelompok ini kemudian men-jadi embrio terbentuknya Koperasi Mitra Harapan. Padatahun 2007 kegiatan koperasi ini meningkat dengan assetyang bertambah besar. Ada keinginan untuk terjun ke bidangpengadaan pupuk, sembako dan usaha ternak. Usaha ternakdapat direalisasikan dengan modal awal 450 ribu. Modal iniberkembang hingga mencapai Rp. 7.9 juta.

Penutup:Penciptaan Kemiskinan di Dataran Tinggi Garut

Proses pelepasan dan penyingkiran petani dari akses dankuasa terhadap alat-alat produksi merupakan prosespemerangkapan petani dalam “lingkaran setan” struktural:kemiskinan. Proses ini disebabkan hadirnya investasiperkebunan dan kehutanan skala besar yang “memakan”lahan-lahan petani. Proses pemiskinan petani tidak hanyaterjadi akibat penyingkiran petani dari alat-alat produksinyaini, namun tingginya kebutuhan atas input produksi (modal)kembali menjebak petani dalam relasi timpang utang-piutangpada bandar, sehingga melalui cara tertentu, petani tidakmemiliki posisi tawar dalam menentukan harga jual hasilpanen. Relasi ini pada prakteknya menyebabkan pem-bentukan dan penumpukan (akumulasi) surplus hanya terjadipada bandar sementara petani menjadi buruh di lahannyasendiri. Tidak jarang, akibat relasi timpang semacam ini,menyebabkan petani kehilangan lahan atau menjadi buruhdi lahan garapannya sendiri. Kondisi ini telah berlangsung

Page 61: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

50

lama sejak sebelum warga berhasil mendapatkan akses lahangarapan.

Kemiskinan dalam konteks ini dipandang sebagai suatukondisi untuk keuntungan sepihak, yang diciptakan atausebagai akibat dari pola hubungan-hubungan produksi yangtimpang di atas alat-alat produksi dan terus dipelihara,dipertahankan dan dimodifikasi sebagai basis utama prosespenciptaan dan penumpukan kekayaan (surplus produksi)kepada pihak-pihak yang menguasai alat-alat (sarana)produksi. Kondisi ini terjadi di Dangiang dan Sukatani, duadesa di dataran tinggi Kabupaten Garut, produsen utamaminyak akar wangi untuk daerah Jawa Barat, dengan desa-desa produksi yang selalu saja masuk kategori miskin. Sebagaicerminan untuk situasi di Jawa Barat, relevankah jika kondisikemiskinan di Dangiang dan Sukatani dengan segala dinamikaekstraksi surplusnya, sebagai cerminan pula atas kondisi desa-desa lain yang berdampingan dengan perkebunan dankehutanan, di seluruh Indonesia?

Page 62: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

51

Perbandingan Model-modelTata Kuasa, Tata Kelola danTata Produksi Kehutananberikut Kesejahteraan yangDihasilkannyaStudi Kasus di Gunung Tonjong,TasikmalayaDidi Novrian, Zuhdi Siswanto, Dicky FirmansyahBambang Suyudi, Deden Dani, Tanjung Nugroho

Berulangkali sejarah mencatat, banyak pertentangan manusiadengan sesamanya, yang pada hakekatnya adalah per-tentangan dalam rangka perebutan sumber-sumber agraria(hutan, tambang, air, dan lahan). Hal ini memang begitupenting bagi semua orang, soal hidup dan penghidupanmanusia (Moch Tauhid:1952), termasuk di dalamnya soalpenguasaan, penggunaan dan pengelolaan.

Seiring dengan pemikiran tersebut, pasal 33 ayat 3 UUD1945 yang berbunyi, Bumi dan Air, dan Kekayaan Alam yangterkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakanuntuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, tidak lain adalah bentukpenegasan bahwa semua sumber-sumber agraria yang adaharus dikuasai oleh negara. Hingga negara pada akhirnyaberkepentingan sangat kuat terhadap penguasaan sumber-

Page 63: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

52

sumber agrarian, yang andaiannya adalah untuk kemakmuranrakyatnya.

Tetapi seringkali dalam perjalanannya, kepentingan-kepentingan itu dipelintir: penguasaan sumber-sumber agrariasebagai “mesin politik” dan “mesin pembuat uang” bagikelompok-kelompok tertentu. Jargonnya “sumberdaya agrariauntuk kemakmuran rakyat”, tetapi pengelolaannya justru masukdalam skema materialis yang economistic, dengan pemanfaatanpada pengumpulan keuntungan untuk kepentingan sedikitgolongan dan kelompok saja. Pada tataran inilah sesungguh-nya, benih ketidakadilan pemanfaatan sumber-sumber agrariamuncul, apalagi ditambah dengan pengaruh ekonomi-politikkekuasaan negara yang beroligarki dengan modal danberimbas pada terseretnya semua model-model pengelolaansumberdaya agraria ke arah yang tidak berkeadilan bagi rakyat.

Diskursus tentang pemanfaatan dan pengelolaansumberdaya hutan di Indonesia, selama ini boleh dikatakanadalah perspektif negara, di mana pemerintah menjadi intidan single player dalam menentukan aturan untuk menetapkan,mengelola, dan pemanfaatan sumberdaya hutan. Dimulaidari penentuan pada siapa hutan tersebut diserahkan untukdimanfaatkan, hingga bagaimana cara pengelolaan dilakukan,semuanya diatur oleh negara. Hal demikian tidak dapatdilepas dari pengaruh situasi kepentingan dan politik penguasaterkait kepentingan modal dan pasar.

Selain itu, seharusnya ada perspektif lain sebagaialternatif dari perspektif negara, yaitu perspektif communitybased dalam pengelolaan hutan di Indonesia. Perspektif inimemposisikan pemikirannya bahwa hutan harus dikelolaoleh pihak-pihak atau pelaku-pelaku yang pro pada kesejah-teraan rakyat dan kelangsungan ekologis yang mengharuskansemua pihak (pemerintah, rakyat, sektor swasta, dan aka-demisi) untuk ikut serta dalam pengelolaan seperti ini denganmengutamakan pemberdayaan masyarakat dan kelembagaan

Page 64: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

53

yang ada agar mampu mengelola sumberdaya hutan secaramandiri dan berkelanjutan.

Kemiskinan dan Konflik Agraria:Munculnya Perlawanan Terorganisir

Ketidakadilan agrarian akan berlanjut dengan muncul-nya konflik. Tulisan ini ingin menguak misteri tata kelola,kuasa dan produksi di dalam kawasan hutan, dengan studikasus pada kampung Sinagar dan Kajarkajar, desa Sindang-asih, Kecamatan Cikatomas, Kabupaten Tasikmalaya.Wilayah kampung Sinagar dikelilingi oleh kawasan HutanProduksi dan Produksi Terbatas yang dikelola oleh PerumPerhutani KPH Tasikmalaya seluas 2995 Ha, sebagai blokTonjong dan blok Cibadodon. Masyarakat sudah turun-temu-run menempati dan mengambil hasil kayu dan non-kayu darihutan dalam penguasaan Perhutani.

Berangkat dari kejadian sehari-hari di sekitar kampungKajarkajar, konflik ini terjadi karena 3 hal, pertama, meningkat-nya kebutuhan rakyat tak bertanah akibat melonjaknya hargakebutuhan pokok setiap tahunnya di Indonesia, sementaratidak ada sumber pendapatan di desa karena tanah yang adatidak dapat diakses. Ketika mereka migrasi ke kota, merekahanya jadi buruh yang dibayar murah karena tidak memilikiijazah dan keterampilan yang memadai (non-skill labour).Kedua, meningkatnya kebutuhan konsumsi domestik petaniterhadap barang-barang kebutuhan pokok yang tidak dapatmereka produksi sendiri karena kondisi terpisahnya petanidari alat produksi dan relasi produksinya dalam mengelolahutan sebagai efek domino dari ditutupnya kawasan hutandan dibatasinya akses mereka terhadap hutan. Ketiga, mening-katnya represi dalam “penjagaan” hutan terhadap petanisekitar desa hutan, dan kegagalan pemerintah daerah danpusat dalam menegosiasikan kewenangan Perhutani sebagai

Page 65: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

54

Agent of Timber Management di kawasan hutan yang ada.Persoalan kemiskinan ini bukan suatu hal yang muncul

begitu saja, tentu ada sebab-sebab dalam prakondisi tertentuhingga kemiskinan muncul dan menyebar. Kantong-kantongkemiskinan di Indonesia, banyak terdapat di wilayah-wilayahdengan penguasaan sumberdaya alam yang terpusat di satupengendali, misalnya BUMN atau Swasta.

Dari data Potensi Desa 2003, sebaran kemiskinan diTasikmalaya misalnya, terpusat di sekitar hutan produksi danhutan produksi terbatas yang dikuasai Perhutani. Argumentasibahwa pengelolaan sumberdaya skala luas akan memberikanefek kesejahteraan yang lebih banyak terhadap masyarakatdi sekitar sumberdaya itu, terpatahkan dengan data sekundertersebut, justru penguasaan skala besar yang berujung penu-tupan akses hutan atas masyarakat yang mengakibatkanmunculnya sebaran Rumah Tangga Miskin di sekitar kawasanhutan.

Di Sindangasih terdapat 2 areal besar yang dikuasaimasing-masing oleh PTPN VIII Bagjanegara (Kampung Cieceng)dan Perhutani KPH Tasikmalaya (Kampung Sinagar), padatahun 2000, terjadi gejolak, buruh-buruh perkebunan inginmengambil alih lahan-lahan perkebunan Bagjanegara karenabanyak areal perkebunan yang ditelantarkan setelah krisismoneter 1998, tanah-tanah terlantar ini kemudian dibiarkantidak tergarap 3 tahun oleh perusahaan perkebunan, semen-tara rakyat di sekitar perkebunan yang sebagian besar adalahburuh-buruh perkebunan pun tidak boleh menggarap denganleluasa, akhirnya muncul perlawanan terbuka mengokupasi6

6 Aksi okupasi tanah (land occupation) atau yang biasa disebut re-klaiming lahan, adalah aksi yang dilakukan atas tanah-tanah yang pernahmenjadi tanah garapan penduduk pada rentang waktu yang lama, tapiakibat praktek-praktek politik ekonomi yang menindas, tanah tersebutmenjadi bagian dari perkebunan besar atau konsesi pemanfaatan hutanyang besar, di Indonesia bentuknya bisa berupa HPH, perkebunan swasta,

Page 66: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

55

lahan perkebunan yang diorganisisr oleh Serikat Petani Pasundan(SPP).7

Aksi yang terjadi di Kampung Cieceng sebagian jugadiikuti oleh beberapa orang masyarakat yang dari Sinagar.Gejolak pengambil alihan lahan di Cieceng menyebar keSinagar, beberapakali bahkan, rapat-rapat untuk aksi reklaim-ing ini dilakukan di Sinagar, selain alasan keamanan agar tidakdigrebebg oleh petugas perkebunan yang menyewa preman-preman untuk meneror petani-petani, juga karena alasan inginmendapatkan bantuan dari petani-petani lain agar bersamamembantu petani Cieceng mengambil alih lahan perkebunanyang ditelantarkan itu.

Pada tahun 2003, setelah perjuangan melelahkan yangterjadi di Cieceng, terjadi beberapa kali penyerangan pre-man hingga oknum polisi yang berpihak pada Perhutani.Namun akhirnya lahan Cieceng tetap berhasil direbut petani,yang kemudian mendeklarasikan Organisasi Serikat PetaniPasundan OTL Cieceng.

Sementara itu, pengalaman beberapa orang di Sinagaryang ikut berproses dalam perjuangan petani di Cieceng,menginspirasi mereka untuk melakukan hal serupa di Sinagar.Pada tahun 2004, dimulailah aksi-aksi okupasi dan reklaimingoleh petani-petani yang mendapatkan pengalaman belajar diCieceng ini. Tahun 2004, OTL Sinagar yang kemudian di-kenal dengan nama OTL Kajarkajar8 dideklarasikan. Cuma

lebih spesifik di Jawa bentuknya dapat berupa Hutan Produksi Perhutanidan PTPN.

7 Adalah organisasi tani yang berkembang luas di beberapa wilayahdi Jawa Barat. Organisasi ini mempelopori aksi-aksi reklaiming lahan.Untuk lebih jelas tentang sejarah Serikat Petani Pasundan, lih Noer fauzi,Sketsa 3 Abad Politik Agraria di Tataran Priangan, 2008.

8 Nama Kajarkajar diambil dari nama lembah yang ada di KampungSinagar, lembah ini adalah pusat kampung, disana terdapat pusat pemu-kiman, persawahan, sumber air, dan tempat melakukan pertemuan yangjuga berfungsi sebagai tempat ibadah (Mesjid).

Page 67: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

56

berselang 3 hari, OTL Neglasari9 juga dideklarasikan, pende-klarasian ini mengakibatkan berubahnya pola-pola pengga-rapan, penguasaan, dan produksi kawasan hutan di blok ini.

Tata Kuasa, Kelola dan Produksi Hutan ProduksiTerbatas Perum Perhutani

Sejarah Kuasa-Kelola-Produksi Hutan di Jawa:Primitive Accumulation Masa Kolonial

Sejarah pengelolaan sumber daya hutan pada masakolonial, dapat dilihat ketika dimulainya pengelolaan hutanjati (Tectona grandis) di Jawa dan Madura pada pertengahanabad ke-19, setelah lebih dari 200 tahun lamanya hutan alamjati dieksploitasi secara besar-besaran oleh pemerintah HindiaBelanda untuk memasok bahan baku industri-industri kapalkayu milik pengusaha Cina dan Belanda, yang tersebar disepanjang pantai utara Jawa mulai dari Tegal, Jepara, Juwana,Rembang, Tuban, Gresik, sampai Pasuruan (Peluso, 1990,1992: Simon, 1993, 1999).

Sampai akhir abad ke-18 kondisi hutan jati di Jawamengalami degradasi serius. Ketika pemerintah kolonialBelanda mengangkat Herman Willem Daendels sebagaiGubernur Jenderal di Hindia Belanda pada awal abad ke-19(14 Januari 1808), salah satu tugas yang dibebankan padaDaendels adalah merehabilitasi kawasaan hutan. Daendelskemudian membentuk Dienst van het Boschwezen (JawatanKehutanan), yang merencanakan reforestasi dan mengeluar-kan peraturan kehutanan yang membatasi pemberian ijinpenebangan kayu jati dan memberi sanksi pidana bagi

9 Desa Neglasari adalah tetangga desa Sindangasih, terletak disebelah selatan Kampung Sinagar, di sebelah selatan blok hutan yangdireklaiming oleh petani di Sinagar, karena satu blok, dan berbeda wilayahadminstratif, maka dideklarasikan juga sebagai satu OTL yang mandiridari Kajarkajar.

Page 68: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

57

penebang kayu-kayu jati tanpa ijin Jawatan Kehutanan. Padatanggal 26 Mei 1808 Daendels mengeluarkan PeraturanPemangkuan Hutan di Jawa yang memuat prinsip-prinsip:- Pemangkuan hutan sebagai domein Negara dan semata-

mata dilakukan untuk kepentingan Negara.- Penarikan pemangkuan hutan dari kekuasaan Residen

dan dari jurisdiksi wewenang Mahkamah Peradilan yangada.

- Penyerahan pemangkuan hutan pada dinas khusus dibawah Gubernur Jenderal, yang dilengkapi dengan we-wenang adminsitratif dan keuangan serta wewenangmenghukum pidana.

- Areal hutan pemerintah tidak boleh dilanggar, danperusahaan dengan eksploitasi secara persil dijaminkeberadaannya, dengan kewajiban melakukan refores-tasi dan pembudidayaan lapangan tebangan.

- Semua kegiatan teknis dilakukan rakyat desa, dan me-reka yang bekerja diberikan upah kerja sesuai denganketentuan yang berlaku.

- Kayu-kayu yang ditebang pertama-tama harus diguna-kan untuk memenuhi keperluan Negara, dan kemudianbaru untuk memenuhi kepentingan perusahaan suasta.

- Rakyat desa diberikan ijin penebangan kayu menurutperaturan yang berlaku.

Kebijakan Daendels merupakan kebijakan awal penge-lolaan hutan, dengan menggunakan teknik kehutanan dankelembagaan modern, terutama setelah adanya Dienst vanhet Boschwezen (Jawatan Kehutanan). Peraturan hukum menge-nai pengelolaan hutan di Jawa dan Madura untuk pertamakali dikeluarkan tahun 1865 yang dinamakan Boschordonantievoor Java en Madoera 1865 (Undang-Undang Kehutanan untukJawa dan Madura 1865), kemudian disusul dengan peraturanagraria Domeinverklaring 1870 yang mengklaim bahwa tanah

Page 69: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

58

hutan yang tidak dibebani hak menjadi domain Negara(Peluso, 1990). Namun, upaya Daendels melakukan re-forestasi dan membatasi penebangan kayu jati tidak mencapaihasil yang optimal, dikarenakan keterbatasan tenaga kehu-tanan, pengetahuan dan teknologi. Pada tahun 1830-1870Van den Bosch memberlakukan sistem tanam paksa (Cultuur-stelsel) yang menimbulkan perubahan drastis terhadap kondisihutan di Jawa, banyak kawasan hutan justru dibuka dan di-konversi menjadi perkebunan-perkebunan kopi untuk komo-diti eksport10. Sementara itu, kebutuhan kayu jati untuk pem-buatan kapal kayu, membangun gudang-gudang pengeringantembakau, pabrik gula, dan membangun barak-barak pekerjadan perumahan pegawai perkebunan, terus meningkat padaperiode cultuurstelsel (Schuitemaker, 1950. seperti dikutipSimon, 993:31).

Pada tahun 1873 Jawatan Kehutanan membentukorganisasi teritorial kehutanan. Berdasarkan Staatsblad No.215, kawasan hutan Jawa dibagi menjadi 13 Daerah Hutanyang masing-masing seluas 70.000 sampai 80.000 hektaruntuk kawasan hutan jati dan lebih luas dari 80.000 hektaruntuk daerah hutan non jati. Di masing-masing daerah hutandibentuk unit-unit pengelolaan hutan. Pada setiap unit penge-lolaan hutan dilakukan penataan kawasan hutan (Boschin-richting), dengan membuat petak-petak hutan dan peman-cangan pal-pal batas kawasan hutan. Kemudian, untuk kepen-tingan perencanaan hutan, dibentuk unit-unit perencanaanyang disebut Bagian Hutan (Boschafdeling) dengan luas wilayahkerja masing-masing antara 4000 sampai 5000 hektar, ataumaksimal seluas 10.000 hektar.

Dalam Staatsblad No. 2 Tahun 1855 ditegaskan bahwaGubernur Jenderal harus memberi perhatian dan memfokus-

10 Jika di Utara hutan nya habis karena penebangan jati, maka dijawa barat (priangan) hutannya habis untuk perkebunan kopi. (lihat NoerFauzi.2008 Sketsa 3 Abad Penguasasan tanah di Tatar Priangan)

Page 70: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

59

kan tugasnya pada pengelolaan hutan jati, juga kawasan hutanjati yang belum diserahkan pengelolaannya pada pihak lainagar dijaga dan dipelihara dengan baik. Pengelolaan hutanpada tahun-tahun selanjutnya cenderung lebih difokuskanpada kegiatan reforestasi hutan jati, karena kayu jati mem-punyai nilai ekonomis tinggi dibandingkan dengan kayu nonjati, dan kebutuhan industri yang tinggi pada jati. Pada tahun1890, pemerintah Hindia Belanda mendirikan PerusahaanHutan Jati (Djatibedrijf) untuk mengintensifkan pengelolaanhutan jati di Jawa dan Madura, sedangkan pengelolaankawasan hutan rimba non jati diserahkan wewenangnya padaDinas Hutan Rimba (Dienst de Wildhoutbossen).

Pada tanggal 14 April 1874 diundangkan ReglemenPemangkuan dan Eksploitasi Hutan di Jawa dan Madura. Halpenting yang diatur dalam Reglemen Hutan 1874 ini adalah:- Pengaturan mengenai pemisahan pengelolaan hutan jati

dengan hutan rimba non jati.- Hutan jati dikelola secara teratur dan ditata dengan

pengukuran, pemetaan dan pemancangan pal-pal batas,serta dibagi dalam wilayah distrik-distrik hutan.

- Eksploitasi hutan jati diserahkan pengusahaannya padapihak swasta.

- Pemangkuan hutan rimba yang tidak dikelola secarateratur diserahkan pada Residen di bawah perintahDirektur Binnelands Bestuur, dan dibantu seorangHoutvester.

Selanjutnya, Reglemen Pemangkuan dan EksploitasiHutan Jawa dan Madura 1874 melalui Ordonansi 6 Mei 1882,Ordonansi 21 November 1894, Ordonansi Kolonial 9Februari 1897, Reglemen Pemangkuan dan Eksploitasi Hutandi Jawa dan Madura 1874, diperbarui dengan Boschreglement1897 (Reglemen Pengelolaan Hutan Negara di Jawa dan Madura1897), diteruskan Dienstreglement 1897 (Reglemen Dinas)

Page 71: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

60

melalui Keputusan Pemerintah tanggal 9 Februari 1897 No.21 yang secara khusus memuat peraturan pelaksanaan Bosch-reglement 1897 dan pengaturan organisasi Jawatan Kehutanan.

Setelah berlaku lebih dari 16 tahun lamanya, denganperubahan berulangkali dalam beberapa ordonansi, maka ber-dasarkan Ordonansi Kolonial tanggal 30 Juli 1913 ReglemenPengelolaan Hutan Negara di Jawa dan Madura 1897 (Bosch-reglement 1897) diganti dengan Reglemen untuk PemangkuanHutan Negara di Jawa dan Madura 1913, tetapi baru diberlaku-kan mulai tanggal 1 Januari 1914.

Untuk mengantisipasi perkembangan kependudukan diJawa, maka pada tahun 1927 Boschreglement van Java enMadoera 1913 diganti dengan Reglement voor het Beheer der bossenvan den Lande op Java en Madoera 1927 (Peraturan PengelolaanHutan Negara di Jawa dan Madura 1927), atau disingkatBoschordonantie voor Java en Madoera 1927 (Ordonansi Hutanuntuk Jawa dan Madura 1927). Boschordonantie 1927diundangkan dalam Staatsblad Tahun 1927 No. 221, kemudiandiubah dengan Staatsblad Tahun 1931 No. 168, dan terakhirdiubah dengan Staatsblad Tahun 1934 No. 63. Sedangkan,peraturan pelaksanaan dari Boschordonantie 1927 dituangkandalam Boschdienstregelement voor Java en Madoera 1927, kemu-dian diganti dengan Boschverordening voor Java en Madoera1932, dan menyusul diperbarui dengan Boschvererdening tahun1935, tahun 1937, dan tahun 1937.

Bentuk Pelibatan Masyarakat dalam PengelolaanHutan di Jawa Masa Kolonial

Tahun 1873, Buurman van Vreeden berhasil memper-kenalkan sistem taung ya (tumpang sari) dalam penanamanhutan di Jawa. Keberhasilan ini dipuji banyak pihak sebagaimetode reboisasi yang murah dan efisien. Dalam sistemtumpang sari ini menggunakan menggunakan tenaga petaniuntuk menanam kembali tanaman pokok hutan, dengan

Page 72: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

61

imbalan pada para petani berupa hak untuk menanamtanaman pertaniannya di sela-sela tanaman pokok hutan.Dengan sistem ini petani bisa mendapatkan lahan garapanuntuk pertaniannya sampai tajuk tanaman pokok kehutananmenaungi tanamannya, biasanya mencapai umur 2 tahun.Dengan sistem tumpang, hutan dapat ditanam sekaligusaman dari gangguan pencurian. Sistem tumpang sari inikemudian dikukuhkan dalam Petunjuk Teknis Tanaman Jatipada tahun 1935 yang sampai sekarang belum mengalamiperubahan (Tim Bina Swadaya, 2001).

Bentuk Pelibatan Masyarakat dalam PengelolaanHutan di Jawa Pasca Kolonial

Hingga akhirnya pada tahun 1974, wewenang penge-lolaan hutan Jawa diserahkan ke Perum Perhutani yang kemu-dian mengembangkan Pendekatan Kesejahteraan (ProsperityAproach) dengan menggulirkan program Ma-Ma (Mantri-Lurah) dan beberapa model-model proyek sosial lain, sepertiintensifikasi massal tumpang sari, intensifikasi khusustumpang sari, proyek magersaren, proyek checkdam, kapteringair, lebah madu, tegakan kayu bakar, tanaman obat-obatan,tanaman rumput gajah, ulat sutera, wanawisata, dan peng-hijauan. Tetapi berbagai program tersebut tetap menyisakansejumlah persoalan. Aspek sosial masyarakat masih terabai-kan, dan model ideal yang direncanakan, ketika di lapanganterbentur banyak hal dengan persoalan teknis dan etik, mulaidari sosialisai yang tidak jalan hingga perilaku korup mandor-mandor Perhutani.

Perubahan terjadi lagi pada tahun 1978 setelah diadakan-nya Konggres Kehutanan Dunia ke VIII di Jakarta yangmengambil tema Forest for People, yang merupakan kelanjutandari tema konggres sebelumnya di Seatle, yaitu Multiple Useof Forest Land. Tema Forest for People dalam konggres tesebutmelahirkan paradigma baru dalam pengelolaan hutan, yaitu

Page 73: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

62

social forestry, meski masih belum jelas bentuk operasionalnya.Tahun 1982 Perum Perhutani di bawah Direktur

Utamanya, Hartono Wirjodarmodjo, menyempurnakan Pen-dekatan Kesejahteraan di atas dengan Proyek PembangunanMasyarakat Desa Hutan (PMDH). Proyek ini bertujuanmeningkatkan kesejahteraan masyarakat desa hutan danmeningkatkan fungsi-fungsi hutan secara optimal. ProyekPMDH dilanjutkan untuk menyusun gagasan dan konsepkehutanan sosial secara lebih jelas (Hartadi Kartodihardjo,2001).

Tahun 1985 dibentuk tim penelitian untuk mencarisistem pengelolaan hutan yang mampu memecahkan per-masalahan sosial ekonomi masyarakat di sekitar hutan. Darihasil penelitian tersebut dirumuskan program baru yangdinamakan Perhutanan Sosial (PS) yang menerapkan polatanam jati dengan jarak tanam 6 x 1 m, dan di sela tanamanjati tersebut ditanam buah-buahan atau tanaman pertanian.Pada periode ini mulai dikenal konsep agro forestry dalampengelolaan hutan

Di samping program PS, juga dicarikan berbagai bentukalternatif, seperti yang dilakukan di wilayah KPH Madiunatas kerjasama Fakultas Kehutanan UGM dengan DireksiPerum Perhutani sejak tahun 1991 dengan proyek “PilotProject Pengelolaan Hutan Jati Optimal untuk Perhutani danMasyarakat”—atau dikenal dengan proyek Management Re-gime (MR). Program MR ini mempertimbangkan jarakkawasan hutan dari pemukiman penduduk, jumlah tenagakerja yang tersedia, dan kondisi fisik hutan yang ketiganyaberpengaruh pada intensitas tekanan penduduk terhadapkawasan hutan.

Pasca reformasi Departemen Kehutanan kembaliberusaha memperhatikan dan mengadopsi perkembangan danperubahan paradigma state based menjadi community based,program Hutan Kemasyarakatan (HKm). Menteri Kehutanan

Page 74: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

63

mengeluarkan beberapa kali perubahan peraturan mulai dariSK Menteri No. 622/95 kemudian diganti dengan SK MenteriNo.677/1998 tentang Pengelolaan HKm dan kemudian di-ganti lagi dengan SK Menteri No. 31/2001 tentang Penyeleng-garaan pengelolaan HKm, dan juga Permen No. 01/2004tentang Social Forestry.

Dengan dipengaruhi oleh berkembangnya diskursustentang pengelolaan hutan yang melibatkan masyarakat,mendorong Perhutani untuk mengembangkan konsep barubernama “Penanaman Hutan Berbasis Masyarakat” (PHBM)yang berdasar pada Keputusan Direksi Perum Perhutani No:268/KPTS/DIR/2007. Skema PHBM ini dikembangkanterus-menerus oleh Perhutani dengan memakai prinsip keber-samaan dalam melakukan pengelolaan hutan. PHBM dimak-sudkan untuk memberikan arah pengelolaan sumberdayahutan dengan memadukan aspek ekonomi, ekologi dan sosialsecara proporsional dan profesional. PHBM bertujuan untukmeningkatkan peran dan tanggungjawab Perum Perhutani,masyarakat desa hutan dan pihak yang berkepentinganterhadap keberlanjutan fungsi dan manfaat sumberdayahutan, melalui pengelolaan sumberdaya hutan dengan modelkemitraan.

Desa Sindangasih adalah salah satu desa yang menjadiwilayah diterapkannya PHBM. Tetapi kenyataan di lapanganmenunjukkan banyak kontradiksi. Dalam penerapan konsepPHBM ini, banyak ketidakjelasan kesepakatan-kesepakatan,hingga problem teknis pelaksanaan yang sebenarnya hanyasekedar menjalankan kegiatan saja dan tujuan pemberdayaansebagai visi-misi PHBM sendiri menjadi kabur.

Perhutani, antara Perum atau PT:Reproduksi Primitive Accumulation

Persoalan di atas akibat dari tidak jelasnya pengelolaanyang diembankan dari pusat hingga ke lapangan, penelusuran

Page 75: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

64

dokumen tentang ini kami lakukan melalui wawancara danpenelusuran di beberapa media masa. Perubahan bentukPerhutani menjadi Perseroan Terbatas (PT) berdasarkan PPNo. 14 Tahun 2001 tentang Pengalihan Bentuk Perum Per-hutani menjadi Persero, sadar atau tidak berimplikasi signi-fikan pada praktek di lapangan. Perlu dibedakan pengertianPerum dan PT.

No

Ciri Pokok Perum Persero

1. Makna Usaha, tujuan perusahaan

Public Service dan Profit Seimbang/kondisional

Profit sebagai titik berat

2. Status Hukum

Badan hukum berdasarkan UU 19 Th. 1960 dan Peraturan Pemerintah/pendirian.

Badan hukum berdasarkan KUHD dan PP pendirian (dgn akte notaris)

3. Hubungan dengan pemerintah

Berdiri sendiri sebagai kesatuan organisasi yang terpisah (otonom)

Berdiri sendiri sebagai kesatuan organisasi yang terpisah (otonom)

4.

Pemilikan/ penguasaan oleh pemerintah

Sepenuhnya dan tidak langsung yaitu melalui penanaman modal negara yang dipisahkan

Dapat sepenuhnya atau sebagian yaitu melalui pemilikan saham secara kesluruhan atau sebagian.

5. Pengurusan oleh pemerintah

Pimpinan adalah suatu direksi yang diangkat oleh pemerintah

Pimpinan adalah suatu direksi yang diangkat oleh RUPS.

6. Pengawasan oleh pemerintah

Melalui pejabat atau badan yang berfungsi seperti komisaris. Pemeriksaan oleh akuntan negara dan neraca disahkan oleh menteri.

Melalui dewan komisaris yang diangkat oleh RUPS.

Page 76: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

65

Tabel 7. Ciri-ciri Pokok Usaha Negara Menurut UU No.9 Tahun 1969(Sumber : Ibrahim R, hal.288-289)

Secara umum, perbedaan mendasar Perum dengan PTadalah pada tujuan yang mau dicapai. Perum lebih ke pela-yanan publik sementara PT mandatnya untuk mencari ke-untungan. Oleh karena itu, bila Perhutani menjadi PT, tugasutamanya adalah mendapatkan keuntungan dari pengelolaanhutan di Jawa. Demikian juga sahamnya bisa dijual ke publiksehingga berkemungkinan menjadi perusahaan swasta(privatisasi). Sebaliknya, dengan status Perum, tugas utamaPerhutani adalah pelayanan publik. Meskipun badan hukumPerum diperbolehkan untuk mendapatkan keuntungan, sifat-nya kondisional atau profit seimbang, yakni profit yang di-dapat dan dipergunakan untuk mendukung tugas pelayananpublik yang diembannya.

Perubahan Perhutani dari Perum menjadi PT menimbul-kan dilema. Dengan badan hukum PT, menurut Dr. San AfriAwang, ada peluang bagi masyarakat untuk terlibat dalampengelolaan hutan. Menurut perkiraannya, dengan berbentukPT, rakyat mendapat bagian 25% sedangkan Perhutani masih

7. Kekayaan atau Permodalan

Dari kekayaan negara yang dipisahkan dan merupakan modal dasar Perum. Modal tidak terbagi saham.

Dari kekayaan negara yang dipisahkan dan merupakan modal dasar persero, untuk keseluruhan atau sebagian. Modal persero terbagi dalam saham-saham.

8. Status Kepegawaian

Pegawai perusahaan negara berdasarkan UU tersendiri.

Pegawai perusahaan swasta biasa.

9. Ruang lingkup kegiatan usaha

Pada umumnya usaha-usaha penting, berupa public utilities/services.

Seperti pada perusahaan biasa.

Page 77: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

66

mendapat 75%. Sedangkan apabila berbentuk Perum, berartiwewenang pengelolaan hutan berada sepenuhnya di tanganpemerintah. Akibatnya, konsep community based forest man-agement tidak mungkin berjalan, karena dengan badan hukumPT, Perhutani dituntut untuk memaksimalkan keuntungan.Padahal kenyataannya kondisi hutan di Jawa sudah sangatmengenaskan. Apalagi sejak tahun 1997 hutan di Jawa dijarahhabis-habisan. Akibatnya, tidak hanya harus menanggungkerugian, produksi Perhutani pun mengalami penurunan daritahun ke tahun.

Perubahan Perhutani menjadi PT menjadi kontroversi.Pada tanggal 22 Juni 2001, Ir. Djamaludin Soerjohadikusumobersama sejumlah pakar dan praktisi kehutanan mengajukanpermohonan keberatan hak uji materiil (judicial review) atasPP No. 14/2001 tersebut. Kemudian tanggal 7 Maret 2002,Mahkamah Agung memutuskan memberikan kemenanganpada penggugat. Dengan demikian, Perhutani harus kembalimenjadi Perum. Akan tetapi keputusan judicial review tidakdieksekusi sepenuhnya. Buktinya hingga saat ini de facto badanhukum Perhutani masih berbentuk PT.

Di balik perbedaan pendapat antara Perum dan PTterdapat persoalan yang jauh lebih besar, yaitu makna usahaBUMN yang belum tuntas. Apakah BUMN berfungsi sebagaisarana pencari uang bagi negara atau BUMN berfungsi sosialdalam pelayanan publik, jika jawaban atas misteri ini ditemu-kan, maka konsep tata guna, tata produksi, dan kelola ter-hadap hutan pun dengan gamblang akan dapat dicari jalanpenyelesaiaannya.

Kontradiksi ide dan praktek

Konsep pengelolaan hutan seperti terurai sebelumnya,sebenarnya cukup baik. Namun praktek di lapangan, yangterjadi malah konflik. Antara tahun 1986–2001, terjadi 69

Page 78: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

67

kasus konflik kehutanan di areal seluas 274.861,2040 ha(Maharani:2001). Petani-petani tak bertanah dan petanigurem di desa hutan yang terhimpit oleh situasi seperti yangdijelaskan tadi, membuat mereka harus mengeksploitasi dirisendiri, bekerja di kota-kota dengan upah terlalu murah.Untuk kasus Kajarkajar, pada tahun 1990–2000 tercatatsebanyak 30% orang usia produktif setiap tahunnya berangkatke kota-kota di Pulau Jawa (Jakarta, Semarang, Surabaya)bahkan ke Sulawesi dan Sumatra, hanya untuk bekerja denganupah lebih rendah dari Rp 650.000/bulan.11

Sebagian dari mereka yang “tertahan” di desa, tetapmelakukan penggarapan lahan-lahan di pinggir kampung yangdianggap sebagai milik Perum Perhutani. Di desa Sindangasih,khususnya kampung Kajarkajar, petani sekitar hutan meng-garap tanah yang dianggap milik Perhutani ini sejak tahun1950-an. Petani Sindangasih harus membayar upeti setiappanen pada petugas Perhutani yang datang menagih, atau kalautidak mau membayar, petani akan dikriminalisasi dengantuduhan perambahan liar. Pemungutan upeti ini berhentiketika petani Kajarkajar bergabung dalam Serikat PetaniPasundan (SPP). Tetapi praktek kriminalisasi dalam berbagaitopik lain atas petani tetap berlanjut hingga sekarang. Semen-tara, di luar wilayah kerja SPP, pemungutan upeti terus ber-langsung hingga sekarang.

Di bawah ini kami tampilkan contoh analisis usaha tanisebuah keluarga di Sindangasih yang menjadi peserta PHBMtahun 2007, bagaimana jauhnya jarak antara konsep yangdisusun (community based) dengan kejadian dan fakta dilapangan.

11 Hasil wawancara mendalam dengan AT dan AD dan tanggal 9september 2009.

Page 79: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

68

Contoh kasus: Hasil wawancara dengan Petani PHBM diCikuya, Sindang Asih:

Survey panen terakhir (Juli – oktober 2009):Nama : JKJumlah anggota keluarga : 5 orangUmur : 56 (suami), 45 (istri), 23 (anak

pr I), 16 (anak pr II), 11 (anak lk)Penguasaan tanah : Perum PerhutaniModal : Meminjam di bank BRI

CikatomasJenis lahan : SawahLuas lahan : 200 bata (@ 14x1 m)

Tabel 8. Analisis Usaha Tani Petani PHBM di Kampung Cikuya(Desa Sindangasih)

Biaya produksi

1 Bibit 50.000

2 Pupuk 125.000

3 Pestisida 100.000

4 Sewa alsintan 50.000

5 Upah tenaga kerja (keluarga) 120.000

Jumlah 445.000

Hasil panen : 300 kg (@ 4000) = 1.200.000

1 Dikonsumsi dan disimpan untuk bibit : 110 kg 440.000

2 Bayar upeti ke Perhutani : 140 kg 560.000

Sisa untuk dijual : 50 kg 200.000

Pengeluaran rumah tangga / bulan

1 Makanan pokok : 60 kg 240.000

2 Lauk-pauk 300.000

3 Kebutuhan sekolah anak 240.000

Jumlah 780.000

Jumlah x 5 bulan (masa tanam terakhir) 3.900.000

Sisa hasil panen – jumlah pengeluaran 5 bulan (masa tanam terakhir)

- 3.700.000

Page 80: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

69

Responden di atas adalah petani gurem yang dipekerja-kan Perhutani sebagai penanam pohon dalam proyek PHBMdan beberapa program sebelum PHBM. Dilibatkannya JKini karena dia ikut sebagai penggarap di sawah yang diklaimsebagai kawasan hutan pada tahun 1987, sejak itu dia mem-bayar upeti ke Perhutani setiap panen sebanyak 70kg/100bata. Hingga pada waktu wawancara ini kami lakukan, tidaksepeserpun upah yang dia terima dari Perhutani sebagai imbal-an penanaman, tetapi setoran panen selalu dia bayar ke Perhutani.

Dari contoh di atas, dapat dilihat bagaimana terjadinyaproses “pemiskinan” secara sistematis terjadi terhadap petani.Harga saprotan, biaya produksi pertanian yang tidak bisa di-kontrol oleh pemerintah, harga gabah yang tidak dijaga olehmekanisme yang lazim agar petani sebagai produsen bisamengambil untung dari hasil produksinya, serta biaya hidupyang makin tinggi (dengan naiknya setiap tahun hargakebutuhan pokok), jika dibandingkan dengan hasil panenyang sedikit dan itupun diminta sebagiannya oleh “pemiliklahan”, yaitu Perhutani, sebagai bentuk “sewa” dari petani,maka akan didapat hasil minus setiap bulannya bagi petani.Inilah akibat dari pemisahan petani dengan tanah, saprotan,dan means of production lainnya.

Tidak heran jika kini 2 orang anak perempuan JKberusia 23 dan 19 tahun yang hanya tamat Sekolah Dasar,bekerja sebagai Tenaga Kerja Wanita ke Arab Saudi. Sudah3 tahun anak perempuan JK tidak pernah pulang, dan dalam3 tahun perantauan itu, hanya 1 kali mengirimkan uangsebanyak 1 juta rupiah.

Petani PHBM di Sindangasih sebenarnya tidak mene-rima perlakuan pemungutan hasil padi sawah 70Kg/100 bataini, tetapi karena takut dipenjarakan dan takut mereka tidakboleh lagi menggarap di lahan Perhutani, tidak ada pilihanlain bagi mereka kecuali harus mau “bekerjasama”.

Lain lagi halnya dengan tanaman kayu, di lapangan

Page 81: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

70

ditemukan bahwa PHBM adalah mekanisme penanamanhutan oleh Perhutani setelah mereka panen (baca: tebang)dengan memanfaatkan tenaga dan sumberdaya masyarakat.Berdasarkan hasil wawancara kami pada tanggal 30 Oktober2009 didapat informasi, bahwa panen Cikuya denganpenanaman tahun 1969 dan panen bulan Agustus 2009 yanglalu, dengan areal tebang seluas 50 Ha, tidak sepeserpun di-berikan ke masyarakat, kecuali sisa-sisa kayu yang dapatdiambil masyarakat sebagai kayu bakar dan sedikit sumbang-an Rp 500.000,- untuk organisasi pemuda sebagai kompen-sasi menjaga kayu yang telah ditebang agar tidak dicuri.Setelah panen dengan sistem tebang habis ini, Perhutanimengajak masyarakat untuk ikut menanam di kawasan hutanmelalui PHBM yang diwadahi dalam kelembagaan masyakatdesa hutan (LMDH) dengan perjanjian pembagian hasil 25%untuk petani, 5 % untuk pengurus LMDH dan 70% untukPerhutani, dan tidak satupun kami mendapatkan dokumenperjanjiannya baik di pemerintah desa, masyarakat pesertaprogram, dan Perhutani sendiri.

Di desa Sindangasih, pelaksanaan penanaman bulanSeptember 2009, masyarakat yang ikut dalam kegiatanPHBM harus mengeluarkan biaya produksi penanaman kayujenis albasia (bibit dan tenaga kerja) hampir Rp 2.500.000/Ha (hasil wawancara dengan responden di kampung Cikuya,Desa Sindangasih tgl 30 oktober 2009), sementara ketika kamimelakukan cek ke KRPH Cikatomas pada bulan september2009, mereka mengatakan bahwa Perhutani ada anggaranuntuk penanaman tersebut.

Di Kampung Sinagar, yang menjadi basis gerakan SPP,masyarakat tidak mau mengikuti program PHBM ini, karenamenurut mereka, Perhutani hanya mengambil keuntungansepihak, sementara masyarakat dikuras tenaganya untukmenjamin produksi kayu Perhutani. Padahal petani-petaniOTL Kajarkajar telah melakukan skema penanaman berbasis

Page 82: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

71

agro forestry sejak mulai menggarap lahan disini, merekamenanam pohon-pohon yang dapat diambil hasilnya tanpamerusak tegakannya (bandingkan dengan Perhutani yangmenanam tanaman sejenis, sehingga ketika panen, tidaksatupun tegakan yang tersisa).

Aspek Legal Formal yang Belum Jelas

Pada penelitian ini,ditemukan beberapaaspek legal formal yangtidak jelas. Untuk kasusSinagar, ada ketidak-sesuaian Peta RencanaTata Ruang WilayahKabupaten Tasikmalaya,dengan Peta KuasaPerhutani yang dikeluar-kan oleh Baplan tahun2003. Selain itu, jugatidak ditemukan beritaacara penetapan batas(BATB) kawasan hutandi Sindangasih oleh Per-hutani, padahal BATBpenting secara legal formal. Ketiadaan BATB menunjukkan hutan yang dilekatkanpada kawasan di Sindangasih tidak sah secara hukum, karenaketentuan dalam UU Kehutanan, penunjukan batas kawasanhutan harus melalui proses penentuan tata batas dan dalampenetapan BATB harus melibatkan pihak-pihak terkait yangada di desa seperti tokoh masyarakat, pemerintah desa, danlembaga-lembaga yang ada di masyarakat.

Gambar 1. Ketidaksesuaian PetaTata Guna Tanah dan RTRW

Page 83: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

72

Sementara di kalangan masyarakat juga terjadi kebim-bangan tentang apakah tanah yang di reklaim oleh OTL dapatditegaskan kepemilikannya lewat hukum legal yang ada diIndonesia, hal ini belum terjawab.

Sistem Tata Kuasa, Kelola dan Produksi LahanGarapan Masyarakat

Model 1:Lahan Reklaiming Organisasi Tani Lokal (OTL)

Sistem Pembagian Lahan Okupasi

Sesuai dengan pemetaan yang dilakukan OTL Kajar-kajar pada tahun 200512, luas lahan yang diokupasi padatahun 2003 yang mencakup di Sindangasih (OTL Kajarkajar),dan Neglasari (OTL Neglasari)13 adalah 625 Ha, denganluasan masing-masing: 310 Ha di OTL Kajarkajar dan 315Ha di OTL Neglasari.

Kondisi lahan yang diokupasi pada tahun 2004 ini masihgersang dan tandus, bahkan di beberapa hamparan tidaksatupun tanaman yang tersisa akibat panen Perhutani. Pro-gram awal di tanah ini adalah penanaman di bekas-bekasDaerah Tangkapan Air yang menjadi sumber hidupnyakembali mata air yang telah mati akibat panen tebang habisPerhutani.

Tahun 2005-2006, OTL Kajarkajar membentuk panitiauntuk mengorganisir pembagian lahan bagi 250 oranganggota. Ketentuannya setiap anggota mendapat bagian 0,5Ha tanah garapan, atau, dari 310 Ha lahan yang diokupasi,

12 Difasilitatori oleh pegiat-pegiat agraria yang tergabung didalamJaringan Kerja Pemetaan Partisipatif.

13 Dalam penelitian ini yang akan dibahas hanya lahan yang diokupasiOTL Kajarkajar.

Page 84: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

73

yang dibagikan hanya 125 Ha. Sisanya14 ada yang masihberupa lahan gersang bekas panen Perhutani yang tidak di-tanami lagi dan akan direhabilitasi oleh OTL Kajarkajar.Sebagian lainnya diperuntukkan sebagai cadangan pembagianjika ada penambahan anggota. Kategori pembagian awal inididasarkan pada usia dan partisipasi dalam perjuangan, se-dangkan tingkat kesejahteraan tidak menjadi dasar karenasemua masyarakat di Kajarkajar sama-sama mengalami ke-miskinan. Hingga tahun 2009 ini, jumlah anggota OTLKajarkajar sudah 300 orang.

Sistem Zonasi dan Pengelolaan

OTL menerapkan sistem zonasi. Sesuai pengalamanmereka atas kebutuhan hidup sebuah komunitas di desa,mereka membagi dan mengalokasikan lahan reklaim tersebutuntuk berbagai kepentingan. Mereka berharap ke depannyasistem zonasi tersebut mampu menjawab persoalan yang adadan mereka rasakan selama ini, baik material ataupun nonmaterial. Adapun zona yang mereka tetapkan terbagi menjadilima tata guna, yakni zona garapan, konservasi, pemakaman,pemukiman, dan zona kebun kelompok.

- Zona Garapan

Tipe pemanfaatan zona garapan terbagi menjadi dua:sawah tadah hujan dan kebun multikultur (Agro Forestry). Dikebun multikultur terdapat berbagai macam jenis tanamanmulai dari tanaman jangka pendek, menengah dan panjangmenurut kategori putaran masa panen. Jenis tanaman jangkapendek terdiri dari kelapa, pisang dan cabe. Sementara jenistanaman jangka menengah terdiri dari singkong, kopi, kapu-

14 Tidak didapat luasan yang pasti untuk zona-zona ini, karenapemetaan yang dilakukan pada tahun 2005 itu, tidak mencakup luasanper bidang yang ada didalam kawasan okupasi.

Page 85: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

74

laga, kacang tanah, jagung, padi ladang, manggis, durian, petaidan jengkol. Sedangkan satu-satunya jenis tanaman jangkapanjang yang ada adalah pohon albasia. Posisi sawah selaluterletak di bagian dataran yang paling rendah (di kaki-kakibukit).

Pada masa awal penggarapan lahan reklaim, di sampingmenanam kayu, masyarakat juga menggunakan padi sebagaitanaman pemula, sebagai tumpang sari selagi kayu belumtumbuh tinggi. Penanaman padi pada awal penggarapan lahanini dimaksudkan untuk mengembalikan kesuburan tanah yangkering efek dari bekas mahoni dan akasia. Untuk menjagatanah miring dari kemungkinan longsor, selagi pohon-pohonyang mereka tanam belum tumbuh besar, masyarakat meng-gunakan batangan kayu sisa penebangan Perhutani yang di-biarkan tertinggal dan tidak terurus untuk digunakan sebagaipenahan tanah dari curah air di musim hujan dengan caramenebar dan menata batang-batang kayu tersebut denganposisi horisontal, sehingga mampu menahan derasnya arusair dari dataran yang lebih tinggi.

Hal yang sangat dikeluhkan pada mulanya adalahpengairan untuk tanaman produksi. Sumber air sangat minim.Menurut para pengurus OTL hal itu karena tidak diterapkan-nya program konservasi di kawasan tersebut di masa pengu-asaan Perhutani. OTL kemudian mengalokasikan sebagianareal reklaim sebagai wilayah konservasi.

- Zona Konservasi

Lahan yang diperuntukkan untuk kepentingan bersamasebagai hutan konservasi dan tangkapan air sebanyak 5 area.Program konservasi hutan yang dilakukan OTL ini berdasarpengalaman mereka menjaga hutan bertahun-tahun. Keter-kaitan mereka dengan hutan sangat tinggi hingga menuntutmereka harus menjaga hutan. Zona konservasi ini ditanamidengan pohon picung, dadap, dan waru. Pohon-pohon ini

Page 86: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

75

ditanam dengan alasan bahwa jenis pohon-pohon tersebutdianggap mampu menghasilkan tangkapan air dalam volumetinggi daripada pohon-pohon lainnya. Sementara itu wargajuga dibolehkan memberdayakan lahan tersebut secarapribadi dengan menanam pepohonan buah-buahan yangbersifat menghasilkan cadangan air dan menambah tutupanhutan seperti pohon manggis, durian, jengkol, pete, dansebagainya. Pepohonan yang ditanam di areal konservasi tidakboleh ditebang dan hanya boleh diambil hasilnya (buah).

Pohon jati adalah jenis yang juga mampu menghasilkancadangan air, akan tetapi masyarakat sengaja tidak menanam-nya di lahan reklaiming dikarenakan beberapa hal. Jika mena-nam jati pihak Perhutani akan mengklaim pohon jati tersebutsebagai milik Perhutani dengan memberi semacam label/nomor pada batang pohon yang dimaksud, memang, Per-hutani memiliki kewenangan untuk itu. Disinilah salahnyakebijakan penanaman jati di Jawa, alih-alih ingin memper-tahankan produksi kayu jati dengan memonopoli penanamanhanya oleh Perhutani, malah yang terjadi adalah pembe-rangusan kayu jati sendiri, karena masyarakat tidak maumenanam. Jika menanam jati, urusannya bisa panjang denganPerhutani, bahkan di lahan reklaiming, jika masyarakatmenemukan pohon jati yang mereka anggap itu adalahtanaman Perhutani langsung dicabut, karena mereka tidakmau, lahan yang di atasnya ditanami jati dianggap milikPerhutani dan masyarakat tidak boleh mengakses kesana.

Salah satu dari lima daerah tangkapan air yang ada dilahan reklaiming OTL Kajarkajar adalah Hutan Mata AirKajarkajar yang letaknya memang bersebelahan langsungdengan ke-RT-an Kajarkajar. Hutan ini pada awalnya hanyaditumbuhi semak belukar. Kini, setelah dikonservasi olehOTL, terbukti mampu mensuplai air bagi kebutuhan produksipertanian di ± 3 ha sawah dan kebutuhan rumah tanggasebanyak 20 KK. Pemberian nama Hutan Mata Air

Page 87: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

76

Kajarkajar tersebut disengajakan sejak ditetapkannya arealtersebut sebagai hutan konservasi demi menekankan danmenjaga status lahan tersebut agar selanjutnya tidak diganggu-gugat atau dialokasikan untuk kepentingan lain. Seorangbapak berinisial D mengatakan:

“Dulu mata air kami hilang, mas. Jangankan untuk mengairisawah, untuk kebutuhan rumah tangga sehari-hari saja kamiharus benar-benar mengirit. Tapi sekarang mah, sejak HutanMata Air Kajarkajar ini kami lakukan konservasi, jadinya air dirumah lancar, yang ke sawah juga lancar”

Sementara itu bapak L menambahkan, bahwa sebelumdiberlakukan konservasi hutan oleh OTL, kondisi sawah-sawah yang ada di areal klaim hutan Perhutani atau di lahan-lahan yang diusahakan oleh masyarakat sangat memprihatin-kan, kegagalan panen sering dialami oleh petani dikarenakanketersediaan air yang sangat kurang dan seringkali hanyamengandalkan musim hujan.

- Zona Pemakaman

Redistribusi lahan untuk areal pemakaman juga sangatdiperlukan. Menurut Bapak D, lahan pemakaman yang adasebelumnya adalah lahan hibah dari warga kampung yangkaya di zaman dulu. Akan tetapi saat ini lahan yang luasnyadianggap tidak seberapa tersebut sudah tidak mencukupi lagi.Kini warga masyarakat telah mulai memanfaatkan lahanpemakaman baru yang dimaksud. Itu terbukti dari telah ada-nya beberapa makam yang terbaring di lahan dengan luas ±1 Ha. tersebut. Bapak D mengatakan, bahwa salah satu darikebutuhan hidup manusia adalah ketersediaan tempat tinggal,baik pada saat hidup atau ketika manusia tersebut sudah tidakhidup lagi.

- Zona Pemukiman

Lahan pemukiman diproyeksikan untuk cadangan per-

Page 88: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

77

kampungan di masa yang akan datang, mengingat populasipenduduk yang terus bertambah dan ketersediaan lahan diperkampungan Sinagar yang tidak mencukupi. Selain itupengurus & anggota OTL juga beranggapan bahwa denganmenduduki lahan reklaim dan menjadikannya sebagai tempattinggal atau perkampungan diharapkan akan memperkuatlegitimasi OTL atas hak penguasaan lahan jika suatu saatpersoalan legal formal penguasaan lahan tersebut terangkatke permukaan. Sementara saat penelitian ini dilakukan sudahterdapat anggota OTL yang telah mulai menata pondasiuntuk selanjutnya didirikan rumah.

- Zona Kebun Kelompok

Sebagaimana lahan pemukiman dan pemakaman, lahanyang diperuntukkan sebagai kebun kelompok juga dicadang-kan untuk produksi pertanian yang dilakukan secara kelompok.Produksi kelompok ini berorientasi pada penguatan basisperekonomian organisasi atau masyarakat secara komunal,dimana dari hasil yang didapat akan mampu menunjangkebutuhan dari setiap aktifitas sosial yang dilakukan wargadi kampung.

Pengelolaan kebun kelompok (bunpok) dengan mem-berikan kebebasan bagi setiap kelompok dalam OTL untukmelakukan penggarapan lahan dengan menanami tanamanapa saja selain tanaman jangka panjang dengan sistem bagihasil pada organisasi. Pemasukan dari bunpok tersebut di-maksudkan untuk menunjuang pendanaan organisasi dan jugauntuk penguatan kelembagaan OTL dengan membentukbadan usaha organisasi, yaitu sebuah koperasi.

Pembagian tugas dan wewenang di LahanReklaiming OTL

Pembagian tugas dalam pegelolaan lahan produksi diSindangasih tidak dibedakan, dalam sebuah keluarga petani

Page 89: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

78

siapa saja bisa ikut andil mengolah lahan. Akan tetapi yangmembedakan adalah porsi wewenang dan tanggungjawabnya.Dalam proses penggarapan lahan hingga proses produksipertanian semua tanggungjawab sepenuhnya diserahkan padakaum laki-laki, dari penyiapan lahan hingga panen. Perem-puan, kalaupun turut bekerja di lahan garapan, sifatnya hanyamembantu dan tidak punya wewenang untuk menentukanapa dan bagaimana proses produksi itu akan dilakukan.Dengan begitu segala hal yang menyangkut penggarapanlahan hingga masa panen sekaligus kemungkinan resiko-resikoyang akan terjadi sepenuhnya menjadi tanggungjawab laki-laki, sedang perempuan lebih banyak bertanggungjawab atashal-hal yang menjadi pekerjaan rumah. Akan tetapi kaumperempuan tersebut pada ujungnya juga akan bertanggung-jawab atas proses penggarapan lahan jika para suaminyakarena sebab tertentu, harus pergi menunggalkan rumahdalam waktu yang relatif lama.

Dari hasil wawancara dengan ibu NN, di dusun Sinagarpernah dicoba untuk membikin koperasi atau badan usahaOTL yang akan menampung hasil usaha tani pasca produksi,dimana pengelolaan koperasi tersebut diserahkan pada ibu-ibu rumah tangga. Menurut Bapak LS (Ketua OTL Kajar-kajar) ketika tim melakukan kroscek tentang keberadaankoperasi tersebut, beliau menjelaskan bahwa diserahkannyatanggungjawab pengelolaan koperasi pada kaum perempuanitu dengan alasan untuk membagi pekerjaan sesuai dengankapasitas masing-masing.

“Kalau ibu-ibu yang disuruh kerja di sawah kan kasihan mas,bisa KO nanti. Dan sebaliknya, kalau bapak-bapak yang diserahikoperasi itu, wah bisa gawat nanti, tau-tau habis aja uangnya,nggak tau dipake apa”

Begitulah sekilas penjelasan bapak LS yang tersenyum-senyum saat ditanya tentang koperasi yang pernah ada.Sayangnya upaya untuk mendirikan koperasi ini kandas di

Page 90: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

79

tengah jalan dikarenakan kurangnya modal. Walaupun begitu,ibu NN beserta rekan-rekannya masih punya keinginan kerasuntuk mengupayakan agar koperasi tersebut bisa berdirikembali.

Norma dan aturan di lahan Reklaiming OTL

Dalam mengelola lahan garapan terdapat aturan yangdisepakati oleh masyarakat untuk menjaga ketersediaan air,yaitu ketentuan bagi warga yang lahannya kebetulan beradadi atas areal persawahan atau warga yang lahan garapannyaterletak pada kondisi kemiringan yang dirasa tidak memung-kinkan untuk dijadikan kebun, agar melakukan konservasisecara pribadi dengan menanami lahan tersebut dengan jenistanaman jangka panjang di antara tanaman albasia sebagaitanaman penghasil kayu, seperti tanaman buah-buahan (kelapa,manggis, rambutan, durian, dan cengkeh) dan tanamanpenangkap air (picung dan waru). Dengan begitu kebutuhansuplay air untuk sawah mereka menjadi selalu terpenuhi hinggaputaran produksi padinya bisa mencapai 4 kali panen/tahun.

Secara eksplisit hal tersebut memang tidak dinyatakansebagai peraturan wajib bagi anggota. Akan tetapi norma ataslahan tersebut pada memang dijalankan masyarakat. Kritis-nya kondisi tanah dan air yang mempengaruhi kesadaranmasyarakat untuk mulai berfikir tentang hal apa saja yangharus mereka lakukan sebagai upaya meningkatkan produk-tifitas lahan pertanian. Para petani ini tidak mengedepankankepentingan individu semata, namun mengedepankan aspekekologis sebagai kepentingan bersama.

Tuduhan bahwa pergerakan kaum petani adalah faktorpenyebab rusaknya sistem ekologis di daerah kawasan hutan,disini terbukti bahwa tuduhan semacam itu sama sekali tidakbenar. Jelas terlihat di lapangan bahwa kawasan lahan garapanpetani jauh “lebih hutan” dibandingkan dengan hutan disekitarnya. Menurut bapak D, berkaca dari masa-masa yang

Page 91: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

80

telah lalu, masyarakat menganggap bahwa keberadaan HutanMata Air tidak cukup untuk memenuhi seluruh kebutuhanmasyarakat atas air, maka solusi harus dicari. Bapak LSmenuturkan:

“Dulu mas,kalau musim kemarau, sawah yang di bawah itupasti sudah kering dan padinya pada mati karena nggak dapatair. Tapi sejak tanaman pohon di kebun yang atasnya itu sudahpada gede, lihat aja sekarang, sawahnya tetep hijau dan suburkan, padahal ini belum ada musim hujan”

Bapak AT (anggota OTL Kajarkajar) juga menambahkan:“Nggak lah mas, itu nggak harus ada hasilnya langsung untukorang yang melakukan konservasi. Yang penting kita melakukankonservasi itu. Soal yang dapat airnya siapa, itu soal nanti. Kalauairnya itu nggak ke sawah kita juga paling ke sawah tetangga.Toh kami sesama tetangga juga tiap hari kumpul bareng, enakga enak juga bareng kok, jadi ya sama-sama mas, saling tau aja”

Kondisi Kesejahteraan Pra dan Pasca Okupasi

Dengan seperangkat upaya, pengaturan pembagiantanah yang dikuasai dan pengaturan produksi, kondisi ke-sejahteraan petani yang tadinya tidak memiliki tanah ternyatatelah meningkat cukup signifikan setelah mereka memilikitanah. Dari hasil kajian tentang tingkat kesejahteraan secarapartisipatif, didapatkan hasil sbb:

INDIKATOR Beunghar Sedeng Kokoro

Sawah 30 - 50 bata 10 – 30 bata 0 – 10 bata

Kebun 50 – 100 bata 30 – 50 bata 10 – 30 bata

Rumah Semi permanen Panggung Gubuk/saung

makanan pokok 3 kali sehari (nasi)1 kali oyek (punya sisa)

2 kali sehari (beli) 1 kali oyek

2 kali sehari nasi (hutang) 1 kali oyek

Page 92: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

81

Tabel 9. Hasil Pengkajian Kesejahteraan secara Partisipatifsebelum Reklaiming

Pakaian 1 tahun 1 kali 2 tahun 1 kali Sumbangan

usaha non ptn Molen Warung kecil Kuli

Ternak

-kerbau 1-2 sik -ayam 5-10 sik -ikan 5-10 sik -kambing 1-4 sik

-Sapi 1 sik -kambing 1-3 sik -ayam 1-5 sik -ikan 1-5 kg

-ayam 1-5 sik -kambing 1 sik -ikan 1-3 kg

Kendaraan 0 0 0

Pendidikan SLTP SD Tdk tamat SD

INDIKATOR Kaya Sedang Miskin

Sawah 0,5 ha (120 bata) 100 bata-30 bata Tdk punya-30 bata

Kebun 1 -1,5 ha 0,5 – 1 ha 0 – 0,5 ha

Rumah Permanent Semi pemanen Sawung/panggung

Makanan

- 3 kali sehari - persediaan cukup 4 bulan dan bisa menjual lagi - Bisa membantu yang lain (sedekah)

-3 kali sehari -persediaa cukup untuk makan -tdk bisa sedekah (di jual)

-3 kali sehari -tidak ada simpanan -hutang untung makan

Pakaian 1 tahun 2 kali beli pakaian

1 tahun 1 kali 2 tahun 1 kali / di kasih sama tetangganya

Pendidikan Mampu menyekolahkan anak sampai PT

Mampu sampai SLTP

Mampu sampai SD

usaha non ptn

-penggergaji kayu -molen -pabrik singkong -warung serba ada

-warung kecil-kecilan -buruh

-kuli/buruh

Page 93: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

82

Tabel 10. Hasil Pengkajian Kesejahteraan secara Partisipatifsesudah Reklaiming

Pasca reklaiming, didapatkan bahwa standar kelompokyang disebut kaya terjadi peningkatan luas penguasaan sawahyang cukup tinggi, yaitu dari 30-50 bata sebelum reklaimingke 120 bata sesudah reklaiming. Indikator pendidikan yangsebelum kondisi reklaiming menduduki peringkat terakhir,sesudah reklaiming meningkat ke peringkat ke-enam, bahkanbagi kelompok kaya ada yang sanggup menyekolahkan anak-nya sampai ke perguruan tinggi.

Peningkatan pendapatan pasca reklaiming diilustrasikansecara lebih detil dengan kasus hasil penghitungan Usaha Taniuntuk sebuah rumahtangga petani yang beranggotakan empatorang. Perhitungan ini menggambarkan bagaimana signifi-kansi okupasi petani OTL Kajarkajar terhadap peningkatankesejahteraan mereka.A. Kondisi ekonomi Pra Reklaiming

Tabel 11. Pekerjaan dan penghasilan rumah tangga

g

Ternak

-kerbau 1-4 sik -kambing 1-10 sik -sapi 1 ekor -ayam 1-30 sik -ikan 1 kg-1 kwintal

-Kambing 1-3 sik -Ayam 1-10 sik -Ikan 2-5 kg

-kambing min 1 sik -ayam 1-5 sik -ikan 0-1 kg

Kendaraan Mobil 2 Motor 2

Motor 1 Tdk punya

perhiasan 50 gram emas 5-10 gram emas 1 gram emas

Tabungan 30-90 juta 5 rts-1 juta 0

No Nama Pekerjaan Upah /

hari

System pembayaran upah

Total upah/ bln

Total upah/thn.

1 AT Buruh perkebunan

6.000 Perbulan 156.00

0 1.872.000

Total pendapatan rumah tangga setahun terakhir 1.872.000

Page 94: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

83

Tabel 12. Pengeluaran Rumah Tangga

B. Kondisi ekonomi Setelah ReklaimingUsaha tani on-farm

No Jenis pengeluaran

Pengeluaran / minggu

Pengeluaran / bulan

Pengeluaran / tahun

Makanan

1 Beras 2.500 120.000

2 Lauk pauk 3.000 36.000

3 Minuman (gula, kopi dan teh)

2.000 24.000

4 Minyak goreng

6.000 288.000

5 Rokok 4.000 192.000 Non makanan

1 Minyak lampu / listrik

750 36.000

2 Peralatan mandi

50.000 600.000

3 Sabun cuci 4.000 48.000 4 Obat-obatan 2.500 30.000 5 Pakaian 30.000

6 Pungutan wajib desa

5.000

Total pengeluaran pertahun 1.409.000

No

Nama blok/lokasi

Luas lahan

Kategori lahan Status lahan

Tahun diperoleh

Tipe pemanfaatan

Jenis komoditi

1 Cadas ngampar-1 0,5 ha Eks. Perhutani Okupasi 2003

Kebun campur

- Albasia - Kelapa - Jengkol - Pisang - Pete - Picung - Manggis - Sirsak - Mangga

2 Cadas ngampar-2 0,5 ha Eks. Perhutani Okupasi 2003

Kebun campur

- Albasia - Singkong - Pisang - Kopi

No

Page 95: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

84

Tabel 13. Lahan dan Aset Komoditi

Tabel 14. Pola Penggiliran Tanam

No Nama blok/lokasi

Jenis tanaman Jumlah (phn)

Umur panen

Waktu tanam

Waktu panen

1 Cadas ngampar-1 (0,5 ha)

- Albasia 550 5 th Tergantung waktu tanam

- Kelapa 50 1 bln Setiap bulan

- Jengkol 80 1 th Maret

- Pisang 100 1 bln Oktober Juli

- Pete 50 1 th

- Picung 30 1 th

- Manggis 20 1 th

- Sirsak 15 1 bln

- Mangga 10 1 th

2 Cadas ngampar-2 (0,5 ha)

- Albasia 150 5 th Tergantung waktu tanam

- Singkong 1 th Okteober Juli

- Pisang 100 1 th Oktober Juli

- Kopi 100 1 th

3 Cilame (0,5 ha)

- Albasia 550 5 th

- Pisang 100 1 th

- Singkong 1 th Oktober Juli

- Pete 20 1 th

- Durian 10 1 th

- Manggis 20 1 th

- Mangga 10 1 th

- Karet 150 1 hr

p

3 Cilame 0,5 ha Eks. Perhutani Okupasi 2003 Kebun campur

- Albasia - Singkong - Pisang - Pete - Durian - Manggis - Mangga - Karet

4 Kajarkajar Milik Milik org tua

- Albasia - Padi

Page 96: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

85

Tabel 15. Tanaman yang Sudah Pernah Dipanen(hasil setahun terakhir)

Tabel 16. Usaha Tani Off- Farm

Tabel 17. Usaha Tani Non Farm

No Nama blok/ Lokasi

Jenis tanaman

Biaya produksi Hasil Buruh / tenaga kerja

Hasil bersih Pupuk Pestisida Kapasitas Hasil (Rp)

1 Cadas ngampar-1

Albasia - - 10 kubik 3.500.000 600.000 2.900.000 Jengkol - - 50 kg 35.000 Keluarga 35.000

2 Cadas ngampar-2

Pisang 25.000 - 150 kg 900.000 Ditebaskan 875.000

3 Cilame Singkong - - 8,5 ton 2.400.000 70.000 2.330.000 4 Kajarkajar Padi 200.000 30.000 350 kg Subsisten 45.000 - 275.000

Total hasil bersih satu tahun terakhir 5.865.000

No Pekerjaan Jumlah hasil bersih (Rp) Perbulan Pertahun

1 Bandar kayu 800.000 9.600.000

2 Bandar singkong

120.000 1.440.000

Total hasil bersih satu tahun terakhir 11.040.000

No Pekerjaan Jumlah hasil bersih (Rp) Perbulan Pertahun

1 Warung/kios 100.000 1.200.000

Total hasil bersih satu tahun terahir 1.200.000 Total jumlah pendapatan 18.105.000

No Jenis pengeluaran

Pengeluaran / minggu

Pengeluaran / bulan

Pengeluaran / tahun

Makanan

1 Beras 50.000 2.400.000

2 Lauk pauk 7.000 336.000

3 Sayur mayor 50.000 2.400.000

4 Bumbu dapur 10.000 480.000

5 Gula, kopi dan teh

14.000 672.000

6 Buah-buahan 10.000 480.000

Page 97: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

86

Tabel 18. Pengeluaran Rumah Tangga

7 Minyak goring 10.000 480.000

8 Rokok 14.000 672.000

Non makanan

1 Minyak lampu / listrik

25.000 300.000

2 Alat-alat rumah tangga

30.000

3 Peralatan mandi 12.500 600.000

4 Sabun cuci 5.000 240.000

5 Biaya berobat 13.000 156.000

6 Transportasi 11.000 528.000

7 Biaya pendidikan anak

- Seragam 120.000

- Alat tulis 34.000

8 Pakaian 320.000

9 Pungutan wajib desa

25.000

10 kebutuhan organisasi 5.800 69.600

11 Sumbangan untuk hajatan

20.000

12 Pulsa 5.000 240.000

13 Angsuran motor 312.000 3.744.000

Total pengeluaran rumah tangga satu tahun terahir 14.346.600

Page 98: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

87

Tabel 19. Perbandingan Pendapatan Bersih Pra dan Pasca Okupasi

Pengelolaan usaha tani yang dilakukan pada unit usahakecil rumah tangga setelah melakukan okupasi lebih mem-berikan sumbangan yang signifikan terhadap peningkatankesejahteraan dan kelangsungan ekologis, daripada usaha taniyang diusahakan oleh perusahaan dengan skala besar. Terlihatbagaimana kemampuan rakyat ketika dapat mengaksessumberdaya hutan di Sindangasih secara merdeka, lebihmemberikan dampak positif daripada tanah yang “diberikan”akses dengan pembatasan-pembatasan yang diatur olehkebijakan Perhutani.

Model 2: Lahan Milik (Bersertifikat)

Jumlah tanah dengan tanda bukti kepemilikan di Kajar-kajar sangat sedikit sekali, hanya 20%. Semuanya dikeloladalam bentuk kebun campur dan sawah. Sedikitnya lahanhak milik di desa ini memang ironis dengan padatan pen-duduk desa Sindangasih yang terdiri dari 1292 KK (4392orang Jiwa), makanya, argumentasi yang terbangun atasokupasi adalah argumentasi tentang kebutuhan tanah sebagaifaktor produksi dalam proses berlangsungnya kehidupanmasyarakat sekitar hutan yang memiliki keterkaitan yangtinggi terhadap hutan tersebut.

Pra okupasi 1 Pendapatan 1.872.000 2 Pengeluaran 1.409.000

Pendapatan bersih 463.000 Pasca okupasi 1 Pendapatan 18.105.000 2 Pengeluaran 11.946.600

Pendapatan bersih 6.158.400

Page 99: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

88

Model 3: Perkampungan dalam Hutan (Enclave)

Di kawasan hutan blok Gunung Tonjong terdapat lebihdari 6 areal enclave milik warga. Lahan tersebut mereka milikisecara sah atas program enclaving yang diterapkan olehPemerintah Hindia Belanda. Sudah puluhan tahun lahan itudigarap secara aman oleh pemiliknya, bahkan terdapat bebe-rapa pemilik enclave yang memanfaatkan lahan tersebutsebagai tempat tinggal dan telah sekian lama mendiamirumah yang mereka bangun disana. Dilakukannya enclavingoleh Belanda atas lahan-lahan tersebut dikarenakan padasaatnya dahulu (belum tahu tepatnya tahun berapa) parapemilik lahan tersebut membuka lahan hutan alam yangsama sekali belum tergarap. Para pembuka terdiri dari AkiNur Jahim, Aki Madsari, Aki Sanjuhri, Aki Kar’i, Aki Iyok,dan bapaknya Aki O’ing, berjuang dan bertahan untuk tetapmenduduki dan menganggap lahan-lahan tersebut sebagailahan yang mereka miliki. Setelah mengalami proses yangpanjang Aki Madsari pun memenangkan persidangan, danpada akhirnya Pemerintah Hindia Belanda memberikan peng-akuan atas kepemilikan lahan-lahan dengan mengeluarkansertifikat (Cap Singa) dan menjadikannya lahan-lahantersebut sebagai kawasan enclave.

Model 4: Tanah Kas Desa

Tanah kas desa di Sindangasih disebut sebagai lahanpangangonan, tempat dimana masyarakat menggembalakanternak-ternaknya. Area ini dimiliki bersama dan boleh diguna-kan untuk kepentingan umum dan boleh digarap oleh masya-rakat dengan sistem membagi hasilnya untuk kegiatan-kegiat-an kemasyarakatan. Akan tetapi saat ini lahan tersebut telahdinggap sebagai lahan kas desa yang sistem pengelolaannyajuga berada di bawah peraturan pemerintah desa. Di DesaSindangasih, kami tidak menemukan lagi tanah ini, pernah

Page 100: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

89

ada dulu, tetapi karena sebab-sebab tidak terkontrolnya aparatdesa oleh kebijakan tentang tanah pengangonan ini, sejaktahun 70-an hingga 1990-an, tanah ini dijual oleh aparat desapada masyarakat pendatang dari luar desa yang menempatilahan-lahan pengangonan ini. Ketika kami cek di desa tetanggaSindangasih, yaitu desa Neglasari kecamatan Pancatengah,lahan kas desa semacam itu disewakan pada masyarakat yangtidak mamiliki lahan garapan sama sekali dengan hargaRp.100/bata/tahun, sebuah harga yang relatif sangat murahuntuk ukuran kualitas lahan yang tidak berbeda dengan lahanpada umumnya di kawasan Gunung Tonjong. Sehingga lahantersebut seluruhnya telah habis tersewa oleh masyarakat.

Dulu desa Sindangasih juga memiliki lahan pangangonansemacam itu, yang selanjutnya juga menjadi lahan kas desadan kemudian disewakan. Sama seperti yang terjadi di desaNeglasari. Akan tetapi telah terjadi proses pengalihan kepemilikandi masa jabatan pemerintah desa 5 atau 6 periode sebelumsekarang, dimana karena pengelolaan yang tidak jelas dantidak transparan mengakibatkan lahan kas desa tersebut saatini telah menjadi lahan milik beberapa orang warga yang padaawalnya status mereka atas lahan tersebut adalah sebataspenyewa. Sehingga saat ini desa Sindang Asih sama sekalitidak memiliki tanah kas desa lagi. Sayangnya para pengurusOTL Kajarkajar tidak mampu menjelaskan secara lebih ter-perinci tentang proses beralihnya penguasaan lahan tersebut,dan mereka juga merasa sangat menyayangkan fenomenalahan kas desa. Menurut mereka, jika lahan tersebut masihada bisa dipastikan akan sangat membantu pemerintah desadalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat, sebagai-mana di desa Neglasari yang sampai saat ini masyarakatnyamasih merasakan hasil dari tanah kas desanya, sementara ituketika kami cek ke Pemerintah desa, seakan-akan ini adalahhal yang tidak boleh diungkap lagi karena berkaitan dengansituasi politik desa dan dapat menjadi isu yang sensitif.

Page 101: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

90

Perbandingan Model-model Tata Kuasa,Kelola dan Produksi Kawasan Hutanantara Skala Kecil (Rakyat)dengan Skala Besar (Perusahaan)

Sebagaimana yang telah dijelaskan pada bab-bab sebe-lumnya bahwa terdapat beberapa model dari upaya peman-faatan sumber daya hutan di kawasan Gunung Tonjong, yangmana setiap model tersebut telah memiliki sistemnya masing-masing yang selama ini telah berjalan sesuai dengan kepen-tingan setiap individu atau lembaga yang menaunginya. Akantetapi yang menjadi pertanyaan adalah apakah sejauh inipersoalan kepentingan tersebut telah mampu berjalan denganjuga mengakomodir kepentingan-kepentingan masyarakatpetani yang telah sekian lama tinggal dan berdiam di sekitarhutan di kawasan tersebut? Ataukah persoalan pemanfaatansumber daya hutan yang telah terbagi menjadi beberapamodel tersebut hanya berjalan di atas kepentingan individuatau lembaga yang mengatasnamakan pembangunan danpemberdayaan masyarakat, akan tetapi secara faktual samasekali atau justru merugikan masyarakat kecil, yang dalamhal ini adalah kaum petani. Maka untuk sampai pada kesim-pulan yang akan menjawab pertanyaan tersebut selanjutnyaperlu diadakan analisa yang mampu membandingkan setiapmodel yang ada. Analisa perbandingan inilah yang akanmemperlihatkan bagaimana masing-masing model tersebutmenerepkan sistemnya dan sejauh mana system dari tiap-tiap model tersebut memberikan implikasi positif bagi kelang-sungan ekologis dan kesejahteraan masyarakat.

Berikut ini adalah tabel-tabel yang secara spesifik akanmemperlihatkan bagamana setiap model dari upaya peman-faatan sumberdaya hutan di kawasan Gunung Tonjong ter-sebut selama ini telah menetapkan dan menerapkan sistem-nya masing-masing.

Page 102: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

91

Tabel 20. Perbandingan Model Tata Kelola

Status Lahan Model – 1

(Perhutani ) Model – 2

(Lahan Reclaim) Model – 3

(Lahan Milik) Model – 4

(Lahan Pangangonan)

Penggunaan Lahan

- Hutan produksi terbatas

- Penanaman Hutan Bersama Masyarakat (PHBM)

Zonasi (garapan, konservasi, pemakaman, pemukiman dan bunpok)

Produksi (Sawah, ladang dan kebun)

Produksi (Lahan kering)

Pengelola BKPH Cikatomas -LMDH

Pengurus, anggota dan kelompok dalam OTL

Pribadi Pemerintah Desa (Disewakan pada masyarakat)

Fungsi Ekonomi

Hanya menguntungkan Perhutani dan kroni-kroninya, salah satunya karena praktek pembagian hasil dan aturan-aturan pengelolaan dalam PHBM yang menyudutkan petani penggarap

Terbukti mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat anggotanya

Menjadi tumpuan bagi pemenuhan dasar atas kebutuhan sehari-hari pemiliknya

Neglasari: Meningkatkan kesejahteraan penyewanya (warga yang tak memiliki lahan garapan)

Fungsi Sosial

Memecah belah sistem solidaritas masyarakat dan menghilangkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem pemerintahan

Menciptakan norma dalam sistem solidaritas masyarakat dan tata kelola lahan, khususnya yang menjadi anggotanya

Menjaga sistem budaya dan kearifan lokal, khususnya dalam tradisi kerjasama antar petani

Mengaktifkan kembali tradisi komunal di lahan garapan

Fungsi Ekologis

Mengurangi kesuburan tanah, dan menghilangkan cadangan air tanah

Menjaga tutupan hutan, dan menghasilkan cadangan air

Turut menjaga keberlangsungan fungsi-fungsi SDA

Turut menjaga keberlangsungan fungsi-fungsi SDA

Page 103: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

92

Tabel 21. Perbandingan Model Tata Produksi

Penutup: Analisa Model

Dari tabel-tabel di atas, dapat dilihat sistem dari model-model yang mewakili pola pemanfaatan sumberdaya hutanoleh masyarakat jauh lebih baik dan mampu menjaminkeberlanjutan proses pembangunan dan pemberdayaan secaralebih adil dan merata. Praktek pengelolaan sumberdaya hutansecara ekstraktif oleh Perhutani secara langsung telah menye-babkan menurunnya kualitas fungsi ekologis di kawasan hutanproduksi dan sekitarnya. Semakin berkurangnya kandunganair dalam tanah karena penebangan massal yang dilakukanjuga berpengaruh pada menurunnya produktifitas hasil per-tanian masyarakat yang menggantungkan daerah tangkapanairnya dari lokasi tutupan yang ada di kawasan hutan. Denganbegitu proses deagrarianisasi yang mengakibatkan munculnyakantong kemiskinan di sekitar hutan disebabkan olehterjadinya enclosure Perhutani yang melakukan pengelolaansehingga mengakibatkan rusaknya sistem ekologis daerah

Status Lahan Model – 1

(HPT Perhutani )

Model – 2 (Lahan Reclaim)

Model – 3 (Lahan Milik)

Model – 4 (Lahan Pangangonan)

Karakteristik - Hutan

monokultur - PHBM

Garapan dan bunpok : kebun campur

Sawah, ladang dan kebun campur

Kebun campur

Pengelola BKPH

Cikatomas Anggota OTL Pribadi

Pemerintah Desa (Disewakan ke masyarakat)

Komoditi

- Mahoni & alkasia

- Albasia, singkong, pisang dan jagung

Padi, singkong, jagung, pisang, kopi, kapulaga, cabe, kacang tanah, kelapa, albasia, mangga, manggis, pete, jengkol,

Padi, jagung, kelapa, cabe, albasia

Singkong, pisang, kelapa, albasia

Kelembagaan LMDH OTL - -

Teknologi produksi

Sistem tebang habis

‐ Konservasi lahan garapan ‐ Rekayasa

pendayagunaan lahan curam berbatu

Pengolahan hasil kelapa untuk gula merah

-

Page 104: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

93

kawasan hutan, yang akibat langsungnya harus ditanggungoleh masyarakat sekitarnya dalam kondisi produktifitasperekonomian yang terus menurun. Apalagi jika upayaPenanaman Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) padaprakteknya juga hanya menguntungkan pihak Perhutani saja,sehingga program kerjasama yang diharapkan berkelanjutantersebut akhirnya hanya menjadi program yang akan memper-cepat proses pemiskinan tersebut.

Dalam bentuk pengelolaan di lahan Pangangonan15,kasus di desa Sindangasih sangatlah cukup untuk dijadikansebagai pelajaran, dimana lahan kas desa yang semula disewa-kan pada masyarakat selanjutnya dengan berjalannya waktudan bergantinya struktur pemerintah desa, maka saat ini lahantersebut tidak ada lagi, karena telah menjadi lahan milikindividu. Dalam kasus ini bisa disimpulkan bahwa betapakelembagaan pemerintah desa sangat berpengaruh dalamproduktifitas petani di kampung. Berbeda dengan desa te-tangganya, Neglasari16, persoalan pengaturan dan pengelolaandapat dilihat pada cara-cara yang ditetapkan oleh perangkatdesa Neglasari dalam mengalokasikan lahan tersebut untukdisewakan pada petani yang tak berlahan dengan harga yangrelatif sangat murah17. Sehingga keberadaan lahan yangsecara formal menjadi hak desa tersebut akhirnya menjadisesuatu yang dirasa sangat menguntungkan bagi masyarakat,khususnya yang menjadi penyewanya. Hal itu juga selanjut-

15 Lahan yang awalnya ditujukan sebagai padang gembala bagi ternak-ternak masyarakat dan boleh diakses oleh umum, tetapi pada perjalanan-nya fungsi ini berubah menjadi tanah “kas desa” seperti yang ada diPedesaan di Jawa.

16 Desa Neglasari tidak dijadikan lokasi pengambilan data yang masifkarena dari awal lokasi penelitian di tujukan untuk menganalisis penge-lolaaan-penguasaan-dan produksi pada masyarakat pertanian di DesaSindangasih.

17 Untuk 1 Bata (14m x 1m) harga sewa pertahun Rp.100.-.

Page 105: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

94

nya mampu menghidupkan tradisi komunal petani, setidak-nya dalam hal kerjasama untuk bercocok tanam. Akan tetapifenomena lahan kas desa ini juga tidak selalu berjalan sepertiyang diharapkan.

Sementara berlawanan dengan model-model yang lain,khususnya Perhutani, sistem yang terdapat dalam model-model pemanfaatan sumberdaya hutan ala masyarakat justrujauh lebih baik. Dengan menerapkan sistem zonasi yang didalamnya juga ada alokasi lahan untuk konservasi, secaralangsung bisa dinilai sebagai fenomena yang sangat perludihargai dan “diacungi jempol” atas upaya pelestarian danpenjagaan fungsi-fungsi ekologis. Terlebih lagi bahwa ke-sadaran akan pentingnya konservasi itu juga secara praksistelah diterapkan secara mandiri oleh anggota OTL di lahanmasing-masing. Kesadaran seperti ini bukanlah hal yang bisadengan mudah dibangun dalam suatu masyarakat, apalagidengan pendekatan kapital yang ekstraktif dan hanya akanmelahirkan keterpecahbelahan masyarakat dengan melemah-nya sistem solidaritas yang disebabkan oleh semakin merosot-nya pendapatan ekonomi keluarga. Akan tetapi dalam kasusOTL di Desa Sindangasih hal ini adalah femomena yang telahterjadi secara riil. Dengan sistem konservasi saja (selain kaitan-nya dengan fungsi ekologis dan ekonomi sebagaimana yangtelah disebutkan di atas) kita juga dipertemukan dengan sis-tem solidaritas komunal mereka. Sehingga akan bisa kita tarikpemahaman, bahwa konservasi lahan hutan bukanlah hanyapersoalan kelestarian alam dan produktifitas perekonomiansaja, akan tetapi juga berhubungan erat dengan persoalankepercayaan dan kesadaran untuk berbagi di antara masya-rakat. Sebuah benih dari sistem kesadaran sosial yang saatini banyak tidak dihiraukan oleh sistem dan mekanisme pem-bangunan dan pemberdayaan yang diterapkan oleh pemegangkebijakan. Dengan demikian, bisa dipastikan bahwa di-banding dengan Perhutani, sistem yang belaku di masyarakat

Page 106: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

95

lebih mampu menjaga ketahanan masyarakat itu sendiri diberbagai sisinya: ekonomi, ekologi, solidaritas sosial, tradisi,dan seterusnya.

Page 107: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

96

Kelembagaan Produksi-Distribusi Pasca Okupasidalam Perspektif GenderStudi Kasus Dua Desa di Kabupaten CiamisDian Ekowati, Anton Supriyadi, Denta RomauliSlamet Mulyono, Eko Budi Wahyono, Sundung Sitorus

Proses menuju reklaim lahan perkebunan (juga Perhutani)mulai marak terjadi sekitar tahun 1998/1999. Runtuhnyaorde baru memungkinkan masyarakat membuat tindakanyang lebih realistis atas nasibnya. Di Ciamis, sebagian besarproses reklaim ini diawali dengan terbentuknya organisasipetani lokal sebagai representasi gerakan sosial petani untukmendapatkan lahan. Mereka melakukan aksi demo di daerahmaupun di pusat dan aksi pendudukan (penggarapan) ter-hadap sejumlah lahan yang masih dikuasai oleh perkebunandan perhutani. Dalam perkembangannya, gerakan sosialpetani semakin menguat ketika mendapatkan support darigerakan sosial petani lain atau SLO (Secondary Local Organi-zation) yang memiliki lingkup lebih besar dalam memberikanpenguatan kapasitas dan advokasi terhadap gerakan petanidi tingkat lokal.

Petani berhadap-hadapan dengan status quo, kapitalismeperkebunan. Tidak jarang konflik yang terjadi menyebabkanjatuhnya kerugian lebih besar justru di pihak petani yang

Page 108: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

97

miskin. Kondisi demikian, ketimbang melemahkan, justrusemakin menguatkan motivasi petani untuk memperjuang-kan hak mereka atas lahan.

Sebagian berhasil mendapat lahan, sebagian yang lainmasih berjuang hingga hari ini. Dua di antara yang berhasil,ada di Banjaranyar dan Pasawahan, dua desa di KecamatanBanjarsari, Kabupaten Ciamis. Perjalanan perjuangan petanidi kedua desa ini melibatkan perempuan dalam relasi danpemosisian tertentu. Amatan atas relasi gender menjadisorotan penting, ketika perubahan struktur kelembagaan pro-duksi-distribusi pasca okupasi oleh petani, merupakan per-ubahan struktur relasi gender masyarakat petani itu sendiri.Hal ini menarik diungkap, hubungan penguasaan tanahdengan penguasaan hierarki sosial tertentu dalam masyarakatpetani, atau sebaliknya.

Riwayat Penguasaan Tanah

Organisasi Tani Lokal Banjaranyar 2,Desa Banjaranyar

Pada masa lampau, sebagian besar wilayah Banjaranyaradalah tanah-tanah perkebunan. Perusahaan perkebunan yangberoperasi di desa ini, PT Mulya Asli, yang mengusahakanperkebunan karet. Dalam perjalanan waktu, sebagian arealyang dikuasai perusahaan ini tidak ditanami sesuai dengankomoditas yang dikelolanya, perusahaan tidak maksimalmenggunakan tanah. Di satu pihak, petani miskin mem-butuhkan tanah. Maka terjadilah okupasi tanah yang dikuasaiperusahaan tersebut oleh petani miskin di sekitarnya.

Di Banjaranyar, tanah bekas HGU, terdaftar atas namaPT Mulya Asli, dengan nama, Hak Guna Usaha Nomor 2/Cigayam. Di atas sebagian areal tersebut ada penggarapantanah oleh masyarakat sekitar. Ketika HGU berakhir, dalampengajuan perpanjangan HGU terdapat persetujuan dari PT

Page 109: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

98

Mulya Asli untuk melepaskan sebagian areal HGU nyakarena telah digarap oleh masyarakat seluas 69.5900 m2(69,59 Ha). Di luar tanah tersebut, PT Mulya Asli tetap meng-ajukan permohonan memperbaharui HGU, setelah dikurangitanah yang telah dilepaskan menjadi tanah negara sesuai SuratPernyataan Penguasaan Fisik tertanggal 27 April 2007.

Tanah yang dilepaskan oleh PT. Mulya Asli telahditegaskan menjadi tanah negara berdasarkan Surat KeputusanKepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia c.q.Deputi Bidang Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah Nomor :1281 – 310.3 – D III tanggal 23 April 2007. Pada areal seluas69,59 Ha, oleh masyarakat penggarap telah diusahakanmenjadi areal pertanian dan permukiman. Oleh pemerintah,tanah tersebut ditegaskan menjadi Tanah Objek Landreform(TOL) dan diredistribusikan kepada masyarakat (para peng-garap). Lokasi tersebut selanjutnya ditetapkan sebagai lokasiProgram Pembaharuan Agraria Nasional (PPAN), yangselanjutnya dilakukan sertifikasi dengan pembiayaan melaluiProyek Operasi Nasional Agraria (PRONA). Setelah dilaku-kan sertifikasi tanah tersebut, sengketa tanah antara Masya-rakat dengan PT Mulya Asli menjadi berakhir.

Riwayat Penguasaan Tanah di Desa Pasawahan

Umumnya, penguasaan tanah oleh masyarakat Pasa-wahan masih berujung sengketa. Artinya sampai dengan saatini penguasaan tanah oleh para penggarap masih belum bisadikatakan clear and clean. Oleh masyarakat, lokasi tanah-tanahsengketa itu dikenal dengan Lokasi Pasawahan I dan LokasiPasawahan II. Pada Lokasi Pasawahan I terjadi sengketaantara Masyarakat dengan Perum Perhutani, dan di LokasiPasawahan II terjadi sengketa antara Masyarakat dengan PTCipicung Pasawahan. Riwayat dari terjadinya sengketa pengu-asaan tanah di Desa Pasawahan tersebut dapat dijelaskansebagai berikut.

Page 110: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

99

Sengketa Penguasaan Tanah

Lokasi Pasawahan I

Di Lokasi Pasawahan I, masyarakat mengerjakan tanahgarapan di lokasi yang dikuasai Perum Perhutani. Status tanahyang dipermasalahkan, bahwa tanah negara bekas HGUdikuasai oleh Perum Perhutani. Letak tanah tersebut beradadi 5 desa yang salah satunya adalah Pasawahan. Di Pasa-wahan, lokasi ini berada di bagian utara desa. Adapun 4 desalainnya adalah Kalijaya, Cikaso, Cigayam, dan Banjaranyar,yang kesemuanya berada di Kecamatan Banjarsari. Luastanah yang disengketakan 708,0440 Ha dengan penggunaantanah menurut pihak perhutani untuk kawasan hutan.Sementara 30 Ha di antaranya telah digarap oleh masyarakat,ditanami palawija.

Penguasaan tanah oleh Perum Perhutani, kronologisnyasebagai berikut :1. Areal tanah tersebut menjadi tanah negara bekas HGU

No.1 dan 2 sejak tanggal 24-9-1980 berdasarkan KeppresNo.32 Tahun 1979.

2. Selanjutnya diberikan HGU kepada PT. Agries NVberdasarkan SK Menteri Dalam Negeri Tanggal 31-8-1981 No.SK.34/HGU/BA/1981.

3. Pada tanggal 15-6-1982 dibuat akta perjanjian peng-ikatan jual beli kepada PT. Raya Sugarindo Inti (PT.RSI) tetapi tanpa diikuti dengan permohonan ijinpemindahan hak, pembuatan akta jual beli dan baliknamanya.

4. Pada tahun 1996, PT. RSI mengadakan Pengikatan JualBeli dengan PT. Bukit Jonggol Asri (PT. BJA).

5. Ijin Pelepasan HGU kepada PT. Agries NV melalui PT.BJA berdasarkan Surat Keputusan Menteri NegaraAgraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No.1-VII-1997 Tanggal 24-1-1997.

Page 111: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

100

6. Pada tanggal 9-9-1997 pelepasan HGU dari PT. AgriesNV kepada PT. BJA.

7. Pada tanggal 9-9-1997 juga terjadi Pelepasan HGUkepada Negara dari PT RSI untuk kepentingan PT. BJA.

8. Pada tanggal 28-1-1997 PT BJA menyerahkan tanahkepada Perum Perhutani.Upaya pemerintah dalam penanganan masalah yang

sudah ditempuh adalah bahwa:1. Pada tanggal 6 Mei 2006 telah diadakan dengar pendapat

dengan instansi terkait melalui DPRD KabupatenCiamis sebagai fasilitator dengan hasil sebagai berikut:a. Diadakan pembinaan kepada masyarakat melalui

Program PHBM:b. Memberikan penjelasan mengenai status tanah.

2. Telah ada kesepakatan antara Perum Perhutani denganmasyarakat pada tanggal 6 Agustus 2001 yang difasilitasioleh Tim Terpadu Penanganan Masalah KabupatenCiamis sebagai berikut:a. Hutan sebagai aset negara harus diselamatkan:b. Secara ekologi, masyarakat harus menjaga konservasi:c. Menjaga keamanan tanaman Perum Perhutani dan

Masyarakat:d. Apabila ada yang merusak tanaman, diberikan per-

ingatan sebanyak dua kali dan selanjutnya akandikeluarkan sebagai penggarap:

e. Surat Penunjukan Garapan diterbitkan oleh PerumPerhutani.

Solusi yang sudah ditempuh, sesuai dengan kesepakatantentang Surat Penunjukan Garapan yang dikeluarkanPerhutani melalui Rekomendasi Bupati Ciamis.

Lokasi Pasawahan II

Lokasi Pasawahan II terletak di bagian selatan desa.Lokasi ini dikenal sebagai bekas HGU PT. Cipicung Pasawahan.

Page 112: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

101

Riwayat penguasaan tanahnya:1. HGU Nomor 1 bekas erfpacht Nomor 158 Desa Pasa-

wahan dan HGU bekas erfpacht Nomor 165 Desa Kersa-ratu, atas nama Mohammad Suleman, dikuasai dan di-miliki oleh PT. Cipicung Pasawahan.

2. Penguasaan tanah tersebut berdasarkan Jual Beli dariNV. Tambaksari pada Tanggal 6-12-1956 Nomor 31yang telah berakhir sampai Tanggal 15-8-1986, 17-7-1993 dan 8-9-1990.

3. Permohonan perpanjangan HGU nya dilakukan padaTanggal 11-3-1998 Nomor 060/CP/III/1998 dan diper-baharui permohonannya pada Tanggal 3-4-1998 ber-dasarkan Rekomendasi Bupati Tanggal 10-01-1992 danRekomendasi Dinas Perkebunan Tanggal 30-7-1998,serta Fatwa dari Kantor Wilayah Badan PertanahanNasional Provinsi Jawa Barat Tanggal 19-3-1998 Nomor540-2593.Permasalahan tanah muncul dengan adanya permohonan

masyarakat Bojongsari dan Pasawahan untuk Hak Milik AtasTanah, dengan anggapan bahwa tanah tersebut sudah menjaditanah negara dan telah ditelantarkan oleh pihak pengusaha.Upaya penanganan yang telah dilakukan adalah dengan diada-kan rapat di Bojongsari yang dihadiri instansi terkait, dan dia-log antara masyarakat dengan pihak pengusaha serta instansiterkait pada tanggal 24-01-2000 dengan hasil sebagai berikut:1. Masih adanya perbedaan terhadap pola kemitraan yang

dianjurkan Kepala BPN Tanggal 23-2000 Nomor 500-1617-KBPN antara masyarakat dengan pihak pengusaha:

2. Masyarakat dengan tegas memohon hak atas tanahnegara dan memohon agar perpanjangan HGU ditolakkarena dianggap tidak memberikan keadilan dan pem-berdayaan kepada masyarakat penggarap:

3. Telah ada kesepakatan dengan para penggarap yang diwakilioleh Sekretaris Jenderal SPP dengan pemohon HGU baru.

Page 113: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

102

Solusi yang ditempuh dengan diadakan penyuluhan olehpemegang HGU, dimana pemegang HGU baru melaksanakanpola kemitraan dengan para penggarap serta pemegang HGUyang baru agar mengajukan perpanjangan HGU. Sebagaitindak lanjut, agar segera diproses permohonan HGU baru.

Kajian Hukum Penguasaan Tanah

Untuk menetapkan status dari HGU yang telah berakhir,atau tidak diperpanjang oleh pemegang hak menjadi tanahnegara, maka oleh jajaran Badan Pertanahan Nasional di-tempuh proses sebagai berikut:1. Surat Pernyataan tidak diperpanjang atau tidak diper-

barui oleh pemegang hak/bekas pemegang hak:2. Surat Pelepasan dan Penyerahan Hak Atas Tanah dari

pemegang hak:3. Surat Penegasan dari Badan Pertanahan Nasional Pusat

yang menyatakan bahwa tanah tersebut statusnyasebagai tanah negara.Tidak ada ketentuan yang menjadi dasar bagi otoritas

Badan Pertanahan Nasional untuk menentukan secara sepi-hak areal bekas HGU menjadi tanah negara. Dasar dimaksudadalah dalam hal ketentuan-ketentuan yang berlaku setelahHGU berakhir yang meliputi:1. Jangka waktu setelah HGU berakhir, maksudnya berapa

lamakah setelah HGU berakhir, otoritas pertanahan ber-wenang menetapkan bahwa areal bekas HGU tersebutditegaskan sebagai tanah negara:

2. Kondisi peruntukan dan penggunaan tanah bekas HGUuntuk dapat ditegaskan sebagai tanah negara.Di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang

Ketentuan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA 1960) danperaturan peleksanaannya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor40 Tahun 1996 tentang Hak Milik, Hak Guna Usaha dan

Page 114: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

103

Hak Guna Bangunan ditegaskan bahwa hak-hak atas tanahyang jangka waktunya berakhir maka status tanahnya menjaditanah negara. Terdapat perbedaan pendapat mengenai penger-tian tanah negara:

Pertama, pendapat yang menyatakan bahwa isi daritanah negara harus dimengerti dalam konteksnya dengan Pasal4 ayat (2) UUPA yang menyatakan bahwa hak atas tanahadalah hak yang memberikan wewenang untuk memper-gunakan tanah yang bersangkutan, termasuk pula tubuh bumidan air serta ruang yang ada di atasnya, sepanjang berhu-bungan langsung dengan penggunaannya. Konsekuensinya,jika hak atas tanah tersebut berhenti karena sesuatu perbuatanatau peristiwa hukum tertentu, maka berhenti/habis pulakewenangan untuk menggunakannya. Pemikiran yang demi-kian itu yang antara lain melandasi PP No. 40 Tahun 1996.

Kedua, terhadap pemikiran bahwa kedalaman isi daritanah negara tidaklah sejauh sebagaimana dimaksud dalampendapat pertama di atas. Hal itu dapat diverifikasi padapraktek-praktek masyarakat dewasa ini. Sesuatu hak atastanah, HGB misalnya, yang telah habis masa berlakunya dankembali menjadi tanah negara ternyata masih dapat diperjualbelikan kepada pihak lain oleh bekas pemiliknya tanpa suatukesulitan, bahkan kelak, oleh instansi BPN sendiri di daerah,kenyataan sedemikian itu dijadikan alasan hukum untukpemberian hak kepada pembelinya, sekiranya yang bersang-kutan mengajukan permohonan hak.

Dengan perkataan lain, pendapat kedua ini mengajukansuatu anggapan bahwa hubungan subyek hukum dengantanah tersebut pada hakikatnya berdimensi 2 (dua), yaitu ber-wujud : (a) hak atas tanah dan (b) pemilikan/penguasaan tanah.Praktek-praktek penyelesaian HGU yang terjadi selama inimenunjukkan bahwa otoritas pertanahan berpegang padapendapat kedua. Hal tersebut dapat dicermati dari adanyapersyaratan dibuatnya Surat Pelepasan dan Penyerahan Hak

Page 115: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

104

Atas Tanah dari pemegang hak sebelum ditegaskan menjaditanah negara. Surat tersebut lazimnya disebut denganPelepasan Hak Prioritas, hanya saja belum ada dasar yangmenjadi pedoman berapa lamakah jangka waktu yangdiberikan kepada bekas pemegang hak untuk melepaskan hakprioritasnya tersebut.

Kajian Sosiologis Penguasaan Tanah

Di Banjaranyar, meskipun sebagian besar tanah garapanmasyarakat sudah bersertifikat, namun tetap saja denganketerbatasan sumberdaya alam yang ada, masyarakat hanyabisa mengusahakan tanahnya dengan agak intensif padamusim penghujan. Dengan keterbatasan kondisi alam sepertiini, ada kecenderungan masyarakat hidup seadanya meng-andalkan hasil dari alam yang ada terutama tanah. Darisejumlah 365 bidang tanah yang sudah bersertifikat, sekitar30 bidang sama sekali tidak bisa diusahakan karena tanahnyaberbatu-batu sehingga hanya tumbuhan alam yang bisatumbuh di atasnya. Artinya, tanah tersebut tidak bisa dibudi-dayakan.

Namun sertifikat tidak akan mampu mendorong pen-dapatan petani. Sertifikat tidak ada hubungannya denganpeningkatan kesuburan tanah, tetap saja petani tidak bisamencukupi hidup dengan layak. Di lokasi lainnya, masya-rakat mengusahakan pertanian tanah kering pada musimkemarau, dan pertanian tanaman semusim pada musim hujan.Pola seperti itulah, satu-satunya sumber penghasilan keluarga.Selain pola demikian, sebagian penduduk juga menanamalbasia yang mempunyai nilai ekonomis agak tinggi danmudah pemasarannya. Kondisi menjadi sumber pendapatanuntuk memenuhi kebutuhan sekunder. Bagi penduduk yangberekonomi lemah, sering terjadi sistem ijon untuk meno-pang hidup sehari-hari.

Page 116: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

105

Di Pasawahan penduduk masih terus memperjuangkanhak atas tanahnya. Di lokasi Pasawahan I yang terjadi sengketadengan Perum Perhutani, meskipun petani penggarap sudahmemiliki Surat Penunjukan Garapan (SPG) namun terterabahwa SPG bukanlah bukti kepemilikan tanah tetapi hanyabukti penggarapan. Atas dasar SPG tersebut, penduduk ber-usaha mendapatkan bukti kepemilikan tanah atas namanyamasing-masing. Namun demikian, nampaknya hal ini akanmenjadi sulit terwujud karena pihak Perhutani belum bersediamelepaskan tanah-tanah dari penguasaannya.

Dari kondisi lapangan, terlihat hampir tidak ada tana-man-tanaman perhutani di tanah-tanah garapan penduduk,kalaupun ada hanya sebagian pohon jati saja yang tersisa.Sebagian besar penduduk menggarap tanahnya atas dasar SPGyang dipegangnya/dimilikinya. Kenyataan ini bisa dipahamikarena para penggarap tidak memiliki tanah usaha untukberusaha tani. Seandainya pihak Perhutani bersedia melepas-kan sebagian hak atas tanah yang dikuasainya, maka per-soalan bisa selesai dan penggarap bisa mengajukan hak atastanahnya berdasarkan SPG yang ada. Namun demikian pihakPerhutani tentunya mempunyai alasan tersendiri mengapabelum mau melepaskan hak penguasaan tanah tersebut.Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa sampai saat initanah-tanah tersebut sudah digarap penduduk dan hasilnyadigunakan untuk memenuhi kebutuhan keluarga sehari-hari,bahkan ada pula penduduk yang bisa menyekolahkan anak-anaknya sampai pada tingkat perguruan tinggi hanya denganmengandalkan usaha tani di tanah garapan tersebut.

Di lokasi Pasawahan II, kondisi penguasaan tanah jugasama dengan di lokasi Pasawahan I. Sebagian besar masya-rakat sudah menggarap tanah bekas HGU PT. Cipicung Pasa-wahan. Perbedaannya, di lokasi Pasawahan II tidak dijumpaiSurat Penunjukan Garapan. Kondisi di lapangan menunjuk-kan bahwa PT. Cipicung Pasawahan sudah tidak berada di

Page 117: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

106

lokasi lagi. Bekas tanaman perkebunan karet yang dikelolaPT. Cipicung Pasawahan hanya tinggal sebagian kecil saja.Fasilitas-fasilitas kantor seperti adanya emplasemen maupunbangunan-bangunan lain sudah tidak dijumpai. Ada kesanseolah-olah tanah tersebut sudah ditelantarkan oleh PT.Cipicung Pasawahan. Atas dasar itulah masyarakat yangdikoordinir oleh organisasi tani lokal membagi-bagi tanahtersebut kepada para penduduk. Anggapan petani, PT.Cipicung sudah menelantarkan tanah dan meninggalkan lokasisehingga tanahnya boleh dibagi-bagi.

Relasi Gender dalam Penguasaan Lahan PascaOkupasi: Bagimana Transformasi KepemilikanMembawa Perubahan pada Relasi Gender

“Daripada kami repot-repot,kami serahkan urusan sertipikat pada suami saja”

(Seorang responden perempuan)

Struktur penguasaan lahan yang ditemukan di negarakita dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satu aspek pentingdi dalamnya adalah aspek hukum yang melandasi danmengatur perihal penguasaan sumberdaya ini. Di antaraberbagai aturan yang dikeluarkan mengenai penguasaanlahan, terdapat aturan yang menyentuh aspek gender, yaitudalam Tap MPR Nomor IX/MPR/2001 tentang PembaruanAgraria dan Pengelolaan Sumberdaya Alam (pasal 4)mengenai prinsip-prinsip pembaruan agraria dan pengelolaanSDA poin f berbunyi18: “Mewujudkan keadilan termasukkesetaraan gender dalam penguasaan, pemilikan, penggunaan,pemanfaatan dan pemeliharaan sumberdaya agraria/sumber-

daya alam”.

18 Tyas Retno Wulan. Marginalisasi Perempuan Dalam PenguasaanSumber Agraria: Catatan Kritis Atas Urgensi Reforma Agraria BerbasisGender di Indonesia. 2009.

Page 118: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

107

Temuan global memperlihatkan, jumlah perempuanmencapai setengah dari seluruh populasi dunia dan dua per-tiganya menjadi bagian dari tenaga kerja. Ironisnya, keselu-ruhan perempuan dunia hanya memperoleh 10% dari penda-patan dunia dan hanya memiliki 1% properti.19 Temuan inimasih merupakan perhitungan kasar tersebut, yang juga men-cerminkan apa yang dialami negara kita. Temuan di JawaTengah dan Jawa Timur yang dilakukan oleh Brown (2002)menyebutkan bahwa sertifikasi tanah yang dilakukan hanyamenuliskan nama suami, meskipun sebenarnya mekanismejoint titling dapat dilakukan. Temuan UNDP dan IDLO, (2006– 2007) di Aceh pasca tsunami juga menyebutkan adanyakesulitan bagi perempuan dalam proses sertifikasi yang justrudilakukan oleh pihak kepala adat (keuchik)20.

Di negara kita, terdapat dua kerangka legal yang dalamsoal tanah: pertama, hukum adat dan institusi peraturan for-mal yang mengatur kepemilikan dan registrasi tanah. Institusiperaturan formal mulai diterapkan pada tahun 1960 saatpemerintah pusat mengembangkan sistem registrasi lahansecara nasional.21

Sebelum memasuki soal relasi gender dalam penguasaanlahan, disini terlebih dulu disampaikan konteks pergeseranpenguasaan lahan di kedua desa: perbedaan mendasar yangditemukan, di desa Banjaranyar, khususnya OTL Banjaranyar2 telah mengalami sertifikasi melalui Program PembaruanAgraria Nasional (PPAN), sedangkan OTL Pasawahan belummengalami sertifikasi.

19 Report of the World Conference of the United Nations Decadefor Women: Equality, Development and Peace, 20-21st mtg., at 8, A/CONF.94/35 (1980) dalam Brown (2003).

20 UNDP & IDLO. Perempuan Aceh di Hadapan Hukum SetelahKonflik dan Tsunami Berlalu: Laporan Case Study. 2006 – 2007.

21 Brown & Purwanti. Registration of Land and Women’s LandRights on Java. 2002.

Page 119: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

108

Penguasaan Tanah Sebelum-Okupasi Tanah diBanjaranyar 2:Penguasaan Tanah Oleh Perkebunan Swasta

Sebelum terjadinya okupasi tanah oleh OTL di DusunSukamaju-Banjaranyar, penguasaan tanah di daerah ini hampirkeseluruhannya berada di bawah perusahaan perkebunanswasta, yakni PT. Mulya Asli. Pada awal keberadaannya, PT.Mulya Asli dimiliki oleh Pak Wiyana salah seorang tokohdesa yang pada saat itu menjabat sebagai kepala Dusun. Sepe-ninggal Pak Wiyana, PT. Mulya Asli diteruskan oleh paraketurunannya hingga saat sekarang ini. Kini pewaris PT.Mulya Asli adalah keturunan generasi ke-3 dari Pak Wiyana.

PT. Mulya Asli mengembangkan usaha perkebunankaret. Pengembangan dilakukan di tanah dengan status pengu-asaan HGU atas nama PT. Mulya Asli sendiri, dengan luasan348 Ha. Luasan tersebut mencakup hampir keseluruhan dariluasan tanah di Dusun Sukamaju. Penguasaan tanah yangsangat dominan oleh perusahaan ini mengakibatkan sebagianbesar petani tidak memiliki tanah (landless), dan oleh perusahaanhanya diperbolehkan menggarap pada sebagian bidang tanahdengan sistem kontrak. Kisaran luasan yang digarap olehrumah tangga petani antara 100 bata hingga 500 bata22.

Dalam sistem kontrak ini, petani diwajibkan menyerah-kan sejumlah hasil panen kepada PT. Mulya Asli melaluimandor-mandor yang ada di lapangan. Pada awalnya dalamsistem kontrak ini, petani penggarap diwajibkan menyerahkan10% dari hasil panen. Namun dalam perkembangannyaberubah, yaitu menganti penyerahan panen menjadi pemba-yaran dengan uang sesuai luasan tanah. Setiap petani yangmenggarap diwajibkan membayar Rp.100.000,-/100 batasetiap panen kepada mandor.

22 1 bata sama dengan 14 m2.

Page 120: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

109

Sementara itu, bagi sebagian petani lain yang tidakmelakukan penggarapan tanah di dalam areal HGU PT. MulyaAsli, pilihannya menjadi buruh tani di lahan milik masyarakatlain di sekitar Sukamaju. Sebagian lainnya memilih pergimerantau mencari pekerjaan di beberapa kota besar di JawaBarat maupun luar Jawa Barat. Sangat jarang petani di dusunSukamaju yang bekerja (buruh) di perkebunan milik PT.Mulya Asli, lebih banyak didatangkan dari luar desa.

Penguasaan Tanah Pasca-Okupasi di Banjaranyar 2:Penguasaan Tanah oleh Petani melalui GerakanPetani

Proses okupasi tanah oleh petani di Dusun Sukamaju-Banjaranyar (1999-2000) banyak berkaitan dengan eskalasipolitik di tingkat nasional, dengan runtuhnya rejim Orde Baru.Pergeseran ini membawa dampak pada nuansa politik yangsebelumnya represif dan otoriter menjadi lebih terbuka dandemokratis. Pada fase inilah petani mendapatkan ruang untukmenyatakan diri, melakukan okupasi.

Di dua desa, Cigayam dan Banjarnyar, total luasantanah yang menjadi obyek okupasi sekitar 150 Ha. Pascaokupasi kelompok tak bertanah yang sebelumnya mendomi-nasi, kini menjadi sangat kecil atau bisa dikatakan tidak ada.

Fase awal okupasi tanah HGU PT. Mulya Asli olehpetani di dusun Sukamaju-Banjaranyar dan dusun Cigayam,desa Cigayam mulai ter jadi pada tahun 2000. Petanimelakukan pengkaplingan tanah HGU PT. Mulya Asli, danmembentuk panitia pembebasan tanah untuk petani sebagaipihak yang menentukan tata okupasi-redistribusi. Awalnya,proses okupasi berjalan tanpa ada sistem pengaturan yangjelas mengenai penguasaan di tingkat petani. Setiap rumahtangga petani bebas melakukan pengkaplingan di tanah HGUPT. Mulya Asli sesuai dengan kemampuan masing-masing.Kondisi ini mengakibatkan penguasaan tanah okupasi oleh

Page 121: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

110

petani tidak merata. Sebagian berhasil menguasai hingga 400-600 bata, namun terdapat petani lain yang hanya menguasaidi bawah 100 bata.

Pada tahun 2000 akhir, panitia pembebasan tanah yangdibentuk oleh petani dusun Sukamaju dan Cigayam meng-gabungkan diri dengan organisasi tani di Jawa Barat, yakniSarikat Petani Pasundan (SPP). Penggabungan diri ini dituju-kan untuk memperkuat posisi petani dalam melakukan gerak-an perjuangan mendapatkan hak atas tanah HGU PT.MulyaAsli. Dengan koordinasi SPP, petani di dusun Sukamaju danCigayam diorganisir dalam format organisasi tani lokal dalamjaringan SPP. Tahun 2001, organisasi tani lokal di keduatempat ini menarik diri keluar dari SPP, didasarkan per-timbangan mempergunakan jalur hukum (pengacara) dalammendapatkan hak atas tanah okupasi yang digarap selamaini. Kemudian tahun 2003 organisasi tani di dusun Sukamajukembali menggabungkan diri dengan SPP dan terpecahdengan organisasi petani di dusun Cigayam yang tetapmemilih jalur hukum.

Pada tahun 2007,. organisasi tani lokal di dusun Suka-maju berhasil mendapatkan pengakuan hak atas tanah HGUPT. Mulya Asli. Tanah HGU PT. Mulya Asli seluas kuranglebih 69.95 Ha diserahkan pihak perusahaan melalui peme-rintah, kepada petani dalam organisasi tani lokal dusun Suka-maju. Penyerahan ini kemudian direspon oleh organisasi tanidengan melakukan penataan atas penguasaan tanah di HGUPT. Mulya Asli. Melalui musyawarah disepakati luasan tanahyang akan diredistribusikan kepada seluruh anggota organisasitani lokal. Kriteria petani dan luas tanah yang dapat diredistri-busikan yaitu: (1) petani anggota organisasi tani lokal yangsudah melakukan penggarapan di tanah HGU PT. Mulya Aslimasing-masing mendapatkan luasan tanah 100 bata, (2)petani anggota organisasi tani lokal yang belum melakukanpenggarapan di tanah HGU PT. Mulya Asli mendapatkan

Page 122: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

111

tanah seluas 90 bata, (3) pengurus organisasi tani lokalmendapatkan penghargaan dalam bentuk tanah, yaitu untukpengurus inti (ketua, wakil, sekretaris, dan bendahara) masing-masing mendapatkan 200 bata. Sedangkan pengurus lain dibawahnya mendapatkan bagian 35-100 bata. Jumlah petanikeseluruhan yang mendapatkan redistribusi tanah HGUPT.Mulya Asli sebanyak 385 KK, terdiri dari petani dusunSukamaju dan beberapa dusun lain di desa Banjaranyar dandesa Cigayam.

Penguasaan Tanah Sebelum Okupasi di Pasawahan:Dominasi Penguasaan Perkebunan

Terdapat dua perusahaan perkebunan swasta yangmenguasai tanah-tanah di Pasawahan, yaitu PT. Cipicung danPT. RSI. PT. Cipicung pada awalnya merupakan perusahaanmilik pemerintah kolonial. Pada masa ini masyarakat yangberada di sekitar perkebunan dijadikan sebagai tenaga kerja.Pasca penguasaan oleh pemerintah kolonial, PT. Cipicungdiambil alih oleh pengusaha lokal dari Tasikmalaya, bernamaEman Dollar. Berbeda dengan masa sebelumnya, masyarakatsudah jarang bekerja di perkebunan. Sebagian dari merekalebih banyak memilih menggarap tanah sendiri, menjadiburuh di tanah orang lain atau bekerja di luar desa. Tenagakerja perkebunan justru lebih banyak didatangkan dari luardesa.

Total luasan tanah dalam penguasaan PT. Cipicungsekitar 400 Ha, di antaranya 200 Ha termasuk dalam wilayahPasawahan. PT. Cipicung mengembangkan karet sebagaitanaman utamanya. Di beberapa kawasan HGU yang belumtergarap terdapat tanah terlantar berupa hutan.

PT. Cipicung membuka akses pada masyarakat lokaluntuk menggarap di eral HGU yang dikuasainya melaluisistem bagi hasil. Penanaman oleh masyarakat dilakukan disela-sela tanaman karet perkebunan. Tanaman yang diboleh-

Page 123: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

112

kan yang tidak mengganggu karet sebagai tanaman utama,di antaranya, umbi-umbian, singkong, dan jagung.

Bagi hasil yang diberlakukan adalah 80:20, petani men-dapatkan bagian 80% dari hasil panen sedangkan 20% diserah-kan pada perusahaan dibawah koordinasi mandor. Dalamperkembangannya, sistem bagi hasil tidak lagi dalam bentukhasil panen, namun digantikan dengan uang yang jumlahnyadisepakati antara petani dan perusahaan (mandor).

Luasan tanah HGU PT. Cipicung yang dibuka aksesnyapada masyarakat beragam antara satu petani dengan petanilainnya. Tidak ada pengaturan tertentu mengenai luasan.Petani diperbolehkan menggarap berapapun luas tanah sesuaidengan kemampuan. Luasan tanah yang digarap oleh petaniberkisar antara 100-600 bata.

Penguasaan Tanah Pasca-Okupasi di Pasawahan:Pengkaplingan Tanah oleh Petani

Okupasi tanah oleh petani Pasawahan bermula tahun2002. Proses ini diawali adanya pendidikan kesadaran politikdan hukum pada petani oleh Sarikat Petani Pasundan (SPP).SPP memberikan pendidikan kritis mengenai hak-hak petaniterhadap tanah HGU yang sudah habis masa berlakunya atauditerlantarkan oleh pemiliknya. Dalam pendidikan tersebutpetani mendapatkan pemahaman bahwa tanah HGU yangsudah habis masa berlakunya dan atau diterlantarkan dapatdiambil-alih haknya oleh petani. Proses inilah yang kemudianmenginisiasi terbentuknya organisasi tani lokal di Pasawahandalam rangka mendapatkan pengkuan hak atas tanah HGUPT. Cipicung yang masa berlakunya sudah habis sejak tahun1993.

Fase okupasi awal dilakukan (tahun 2002 akhir) denganmengkapling tanah HGU PT. Cipicung dan membaginyakepada 200 orang petani yang tergabung dalam organisasitani lokal. Pada tahun 2003 awal jumlah petani yang melaku-

Page 124: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

113

kan pengkaplingan bertambah sebanyak 200 orang sehinggakeseluruhan menjadi 400 orang.

Proses pengkaplingan tanah dilakukan secara adil danmerata berdasarkan kesepakatan di tingkat petani. Salah satukesepakatan mengenai tanah yang posisinya berada tepat dipinggir jalan utama (poros), luasan yang diberikan haknyapada petani seluas 75 bata. Sedangkan tanah okupasi yang“di dalam” (tidak berada tepat di tepi poros jalan utama)dibagikan dengan luasan masing-masing petani 175 Ha. Hallainnya yang juga disepakati dalam proses pengkaplingan iniadalah arahan kepada setiap petani yang mendapatkan tanahokupasi agar menempati tanah yang digarapnya, baik untukrumah maupun kegiatan pertanian.

Penataan tanah okupasi PT. Cipicung tidak membeda-kan antara pengurus maupun anggota OTL. Tidak ada sistempenghargaan berupa pemberian tanah tertentu untuk pengurusOTL, kecuali hanya satu orang yang menjadi koordinatorwilayah OTL yang mendapatkan tanah penghargaan seluas175 Ha (bagian dalam).

Hingga saat ini, status lahan yang dikuasai oleh petanimerupakan lahan garapan hasil okupasi. Proses pelegalanlahan atas nama petani melalui redistribusi masih belum dapatdilakukan karena hingga saat ini PT. Cipicung belum melepasHGU agar kembali menjadi tanah Negara.

Relasi Gender dalam Penguasaan Lahan Petani

Di pedesaan berbagai negara, misal Filipina, Cina, Vietnam,dan beberapa negara di Latin Amerika, hukum perkawinanmenyebutkan bahwa lahan rumah tangga dimiliki dan di-kuasai secara bersama-sama antara suami dan istri. Namunsaat registrasi lahan (berupa sertifikasi lahan) dilakukan olehnegara, maka hanya nama lelaki sebagai kepala rumah tanggayang tercatat sebagai pemilik lahan (Brown, tidak ada tahun).

Page 125: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

114

Brown melanjutkan, secara umum sedikit sekali perem-puan yang tercatat menjadi pemilik lahan. Hal ini kontrasdengan tingkat keterlibatan perempuan yang tinggi dalamaspek produksi pertanian, sekaligus tingkat ketergantunganperempuan pada lahan. Jika perempuan sebagai penguasalahan, tentu akan ada peningkatan keamanan dan pendapatanperempuan, peningkatan kemampuan untuk mengakseskredit dan program-program pemerintah, hingga perempuanmemiliki pengaruh dan lebih dihormati dalam komunitas.

Menurut Brown, ketidaklekatan nama perempuandalam sertifikat lahan akan menimbulkan hal negatif bagiperempuan dalam dua cara: pertama, karena para perempuantidak menganggap diri mereka sebagai pemilik lahan, makamanfaat atas kepemilikan lahan (misalnya peningkatan pe-ngaruh dan kontrol atas pemasukan yang diperoleh di dalamrumah tangga) tidak akan mereka miliki secara penuh. Kedua,jika perempuan bukan pemilik lahan yang terdaftar, makadia mungkin akan tersingkirkan dari hak untuk menentukan,saat tanah dijual oleh suami, atau mungkin pula tersingkirkandari hak atas tanah saat terjadi perceraian atau kematiansuami. Kadangkala suami dan pembeli lahan tidak menyadarikeberadaan istri sebagai pemilik lahan juga (co-owner)sehingga mereka tidak melibatkan istri dalam keputusanpenjualan lahan. Hal seperti ini telah terjadi di Vietnam, di-mana istri tidak mendapatkan hak apapun atas tanah saatperceraian terjadi.23

Bagaimana pentingnya pelekatan nama perempuandalam sumberdaya telah menjadi perhatian banyak penelitirelasi gender. Pemberian sumberdaya kepada perempuan(tanah atau pendidikan) akan menghasilkan efisiensi kesejah-

23 Brown, Jennifer. Rural Women’s Land Rights in Java, Indonesia :Strengthened by Family Law, But Weakened by Land Registration. Law& Policy Journal Association. 2003.

Page 126: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

115

teraan, karena perempuan memiliki peran yang lebih besardalam kesehatan dan pendidikan anak, juga peningkatanproduktivitas melalui akses pada lahan dan input-input pro-duktif lain (World Bank 2000: 119-123).

Dalam sebuah penelitian di Bodghaya, perempuan me-ngaitkan hak (formal) mereka atas tanah dengan kemampuanmereka untuk berfungsi selayaknya manusia. “Now that wehave the land, we have the strength to speak and walk”, sekarangsaat kami memiliki tanah, maka kami memiliki kekuatanuntuk berbicara dan bertindak (Petani di Bodghaya, India,Kelkar dan Gala 1990 dalam Kodoth).

Relasi Gender dalam Penguasaan Lahan PascaOkupasi di Banjaranyar 2

Pasca-okupasi kelompok petani di Banjaranyar 2 tidakada lagi yang tak bertanah. Luasan garapan petani bervariasiantara 100-400 bata, dan sebagian besarnya memiliki garapandi atas 200 bata.

Pasca redistribusi, kondisi penguasaan lahan mengalamipergeseran. Rata-rata lahan yang diredistribusikan berkisarantara 90 bata-200 bata/rumah tangga. Persyaratan untukmendapatkan lahan okupasi sangat sederhana, yaitu, setiapindividu harus yang tinggal di wilayah okupasi dan sudahberusia 17 tahun. Merujuk pada ketentuan ini, baik laki-lakidan perempuan memiliki hak yang sama. Jumlah sertifikatatas nama perempuan yang ditemukan di Banjaranyar 2sekitar 10%.

Setelah okupasi, dengan sendirinya masyarakat mem-bentuk mekanisme pembagian lahan yang disepakati olehsemua masyarakat, sebagai berikut :- Persentase perolehan lahan adalah ketua/koordinator

OTL 300 bata, dengan rincian, 100 bata jatah dan 200adalah penghargaan kepengurusan.

- Sekretaris dan bendahara 250 bata, dengan rincian, 100

Page 127: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

116

bata jatah dan 150 penghargaan kepengurusan.- Satgas inti (aktif) 160 bata, dengan rincian, 100 bata

jatah dan 60 penghargaan kepengurusan.- Tim inti (pasif) 145 bata, dengan rincian, 100 bata jatah

dan sisanya adalah penghargaan kepengurusan.- Koordinator perempuan mendapat 50 bata (tidak

mendapatkan jatah yang 100 bata, karena sudah diper-oleh oleh suami sebagai kepala rumah tangga).

- Pengurus wanita memperoleh 35 atau 30 bata (ter-gantung pada tingkat keaktifan).

- Ketua divisi mendapat 160 bata.- Para perempuan yang tidak aktif tidak mendapat apa-

apa (karena sudah diwakili oleh suami), walaupun mere-ka ikut bermusyawarah.Anggapan bahwa peranan laki-laki lebih banyak dalam

perjuangan berdampak pada penghargaan yang didapat lebihbanyak daripada perempuan24. Perempuan yang menjadipengurus maksimal mendapatkan 50 bata sedangkan untuklaki-laki maksimal 200 bata.

Ketika sertifikasi dilakukan, dengan alasan agar biayamurah maka satu rumah tangga memilih agar membuatsertifikat dalam satu namanya saja. Umumnya kesepakatanyang berlaku adalah tanah akan disertifikat atas nama suami.Mereka mengakui bahwa meskipun tanah diatasnamakansuami tetapi istri juga memiliki akses dan kontrol yang sama.

Hal yang berbeda ditemukan di Sukamaju, Banjaranyar.Disini, baik laki-laki dan perempuan sepakat bahwa walauhanya nama laki-laki yang tercantum di dalam sertifikat, tetapikonstruksi budaya lokal menyatakan bahwa penggunaan danpengalihan lahan harus dilakukan melalui konsensus laki-

24 Ucapan pengurus laki-laki yang diamini laki-laki lain dalam forumdiskusi “Dalam organisasi, perempuan hanya ikut dalam pendidikan saja,sisanya, semua dikerjakan oleh laki-laki”.

Page 128: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

117

perempuan. Sanksi sosial terutama dari keluarga dekat akandiberikan jika ada pihak yang melanggar hal ini.

Saat suami istri memilih bercerai, maka ‘tepung kaya’25

dibagi dua sesuai dengan harga yang berlaku pada saat per-ceraian. Setelah harta ditaksir dalam nilai uang, terdapatkecenderungan bahwa rumah akan diserahkan ke istri danlahan dimiliki suami. Jika harga lahan lebih mahal daripadaharga rumah, maka laki-laki akan mengupayakan sejumlahuang penambah pembayaran rumah. Konstruksi nilai dimasyarakat menganggap perempuan lemah, tidak berdayadan lebih memerlukan rumah untuk tempat tinggal daripadalaki-laki.

Pada saat tanah belum disertifikatkan, laki-laki danperempuan memiliki hak yang sama atas tanah. Kepemilikan,penggarapan, penguasaan menjadi setara. Tetapi ketikadisertifikatkan, tanah menjadi atas nama suami hingga posisiperempuan menjadi lemah. Kepemilikan lahan bukan lagiatas nama sendiri tetapi atas nama suami. Penetapan hargasertifikat untuk tiap bidang tanah yang cukup tinggi bagimasyarakat membuat tiap rumah tangga melakukan mergerkepemilikan. Yang dihilangkan dari proses ini adalah kemi-likan perempuan yang kemudian direduksi ke dalam kepemi-likan milik laki-laki. Negara melalui peraturannya secara tidaklangsung memperlemah posisi perempuan dan meminggir-kannya dari sistem produksi penghidupan keluarga. Sosialisasidan implementasi peraturan sertifikasi yang menyebutkanbahwa sertifikat dapat diatasnamakan oleh pasangan suami-istri (joint titling) belum optimal.

Selain konteks budaya dan hukum formal (negara),penguasaan lahan di Banjaranyar II juga dipengaruhi olehagama. Sebagaimana nilai budaya masyarakat, agama menentu-kan harta dibagi dua antara suami-istri yang bercerai. Namun

25 Istilah lokal untuk harta yang diperoleh selama masa pernikahan.

Page 129: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

118

dalam pembagian warisan, nilai budaya yang disepakatimenunjukkan bahwa pembagian harta dilakukan sesuaikeinginan orang tua yang mewariskan, sedangkan hukumagama menunjukkan bahwa anak perempuan akan mendapat-kan setengah dari bagian laki-laki. Nilai budaya yang sudahdiinternalisasi ke dalam keluargalah lebih menonjol. Institusi-institusi lain, baik agama atau desa, terlibat dalam proses inihanya jika institusi keluarga tidak mampu melakukan pem-bagian ini sendiri.

Relasi Gender dalam Penguasaan LahanPasca Okupasi di Pasawahan

Pasawahan belum mengalami sertifikasi, sampai saatini yang diyakini sebagai pegangan adalah surat penunjukkangarapan dan pencatatan pengajuan surat permohonan ber-sedia menggarap: dalam kedua surat ini, baik laki-laki danperempuan bersama-sama mengajukan dan nama merekatercantum masing-masing di dalam surat pengajuan.

Nilai budaya lokal mengatakan bahwa penguasaan lahandimiliki bersama oleh suami-istri. Oleh karena itu prosespengalihan hak juga harus berdasarkan konsensus keduapihak. Ada sebutan “tidak wajar” bagi istri atau suami yangmemutuskan pengalihan lahan atas namanya tanpa per-setujuan pasangan.

Dalam proses perceraian, hukum agama dan budayasaling menguatkan untuk memberi hak yang sama bagi laki-laki dan perempuan untuk mengakses harta (baik yangberbentuk lahan atau bukan) yang dihasilkan selama per-kawinan. Harta yang tidak dihasilkan dalam perkawinan (hartabawaan) menjadi milik masing-masing.

Dalam proses pewarisan, kebiasaan yang lebih sederhanayakni pembagian langsung oleh orang tua cenderung lebih

Page 130: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

119

ditaati dibandingkan hukum agama yang dianggap lebihrumit.26

Relasi Gender dalam Kelembagaan Produksi-Distribusi: Arti Perempuan?

“To assess the degree to which women’s labor is subsumed in theirconjugal role, it is necessary to examine more carefully the charac-

teristic of the divisions of labor and rhythms of work in whichwomen and men are involved” (Tania Li, tanpa tahun)27

Studi pertanian dengan fokus pada aspek gender sudahbanyak dilakukan. Salah satunya adalah sebuah studi awaloleh Clifford Geertz pada akhir era 1950-an, menemukanbahwa perempuan Jawa memiliki kekuasaan yang besardalam keputusan-keputusan pertanian terkait pemasaran hasilproduksi pertanian, upah tenaga kerja, dan distribusi pembagi-an beras kepada tenaga kerja yang disewa. Para lelaki terutamaberpengaruh dalam wilayah penggunaan tanah dan pilihanjenis tanaman yang akan ditanam, meskipun keputusantersebut tetap diambil setelah melalui diskusi atau konsultasidengan istri. Studi lain yang dilakukan sekitar 30 tahunkemudian adalah oleh Pudjiwati Sajogyo (1983), memban-dingkan dua desa, yang satu lebih “urban” dibandingkan yanglain. Dalam desa yang kurang “urban”, para perempuanmemiliki dominasi kontrol hanya di sedikit wilayah, yakni,keputusan menyangkut metode pemasaran, menyewa tenagakerja dan menginvestasikan modal, sementara laki-laki ber-pengaruh pada keputusan di semua aspek-aspek selain itu.

26 Hukum agama antara lain diterjemahkan sebagai: hak anak perem-puan adalah setengah dari hak anak laki-laki. Hukum agama diterapkanoleh amil desa atas permintaan ahli waris, dan kejadian ini sangat jarangterjadi.

27 Li, Working Separately but Eating Together: Personhood, Prop-erty, and Power in Conjugal Relations.

Page 131: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

120

Di desa yang lebih urban, keputusan antara lelaki dan perem-puan terlihat dalam kondisi yang lebih setara.28

Boserup (1970) dalam Kusujiarti (2000) menyebutkanadanya tiga tipe masyarakat pertanian dalam kaitan denganstatus pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan. Ketigatipe tersebut adalah: sistem pertanian perempuan, sistem per-tanian laki-laki, dan sistem pertanian campuran. Dalam ketigasistem tersebut, Boserup dalam Kusujiarti menyebutkanbahwa introduksi teknologi baru dan akses yang berbeda padapelatihan dan pengetahuan meningkatkan status dan kekuatanlelaki serta semakin melemahkan perempuan. Misalnyaditemukan dalam sistem campuran, di mana pada awalnyaperempuan dan laki-laki bekerja bersama, semakin mening-katnya teknik-teknik baru yang dikendalikan oleh laki-lakimaka ia akan memarginalisasikan perempuan dan bahkandalam beberapa kasus malah mendorong perempuan keluardari sektor pertanian. Studi tentang perempuan dalam per-tanian di negara-negara berkembang menemukan bahwadalam daerah dan budaya di mana perempuan aktif di dalamproduksi pertanian, maka proses pembangunan memiliki efekmerugikan pada status, peran dan partisipasi para perempuan(Kusujiarti dan Tickamyer, 2000).

Lebih lanjut, Boserup menyebutkan bahwa sistem per-tanian campuran antara laki-laki dan perempuan pada umum-nya ditemukan dalam kondisi produksi pertanian intensif dantanah beririgasi seperti yang banyak ditemukan di Asia Teng-gara, di mana populasi penduduk menghasilkan praktek peng-olahan lahan yang mesti intensif. Dengan lahan pertanianyang relatif sempit, petani membutuhkan input tenaga kerjakeluarga yang banyak untuk memaksimalkan hasil lahan.Untuk itu, laki-laki dan perempuan seringkali berbagi peran

28 Sajogyo dalam Kusujiarti dan Ann Tickamyer. 2000.Gender Divi-sion of Labor in Two Javanese Villages.

Page 132: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

121

hingga menciptakan kesetaraan antara keduanya dalampertanian. Dalam hal ini, William (1990) dalam Kusujiarti(2000) menyebutkan bahwa wilayah Jawa yang berpendudukpadatlah yang memiliki sistem ini, perempuan Jawa memilikiperan lebih signifikan dalam proses pertanian dibandingkandengan perempuan-perempuan di wilayah lain.

Lebih jauh, pembagian kerja ini juga dapat dilihat dariperan masing-masing gender dalam perkawinannya. Li menje-laskan, untuk mengetahui derajat dimana perempuan dimar-ginalkan dalam peran perkawinanannya, diperlukan menelisiklebih dalam karakteristik pembagian kerja dan ritme kerja dimana para perempuan dan laki-laki berada. Whitehead (1985)membedakan karakteristik pembagian kerja antar gendermenjadi dua macam, yaitu: pertama, sex-sequential labor pro-cess, ketika laki-laki dan perempuan bekerja secara bergantianuntuk menghasilkan produk bersama. Kedua, sex-segregatedprocess, sebuah proses di mana masing-masing gender bekerjadan melakukan semua proses tanpa bantuan dari gender lainuntuk menghasilkan sebuah produk. Dalam kedua bentukini, perempuan terlihat lebih lemah dalam melakukan klaimatas properti dalam proses yang pertama, karena penghargaanatas kerja mereka seringkali tidak jelas.29

Penelitian-penelitian pada perempuan dalam rumahtangga yang memiliki tanah setelah periode land reform jugadilakukan oleh Mencher (1986:260), D’Amico (1983:90-

29 Dikutip dari Li, Tania. 1998. Working Separately but Eating Together:Personhood, Property, and Power in Conjugal Relations. Masih di tulisan yangsama, Li menjelaskan sebuah kondisi di Lauje, sebuah komunitas pengolahlahan berpindah yang berjumlah sekitar 30ribu dan tinggal di wilayahpantai dan bilah berbukit di Teluk Tomini, pada semenanjung yang terletakdi Sulawesi bagian utara. Di tempat ini ada kesepakatan bersama bahwabaik laki-laki dan perempuan memiliki hak yang sama atas lahan warisan.Namun terdapat perbedaan yang signifikan antara laki-laki dan perempuandalam mengoperasionalisasikan klaim mereka, yaitu: pertama, laki-lakimemiliki dominasi yang lebih di ruang publik dalam relasi antar rumah

Page 133: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

122

113), dan Saramadoni (dalam Kodoth, tidak ada tahun), me-nunjukkan peningkatan keterlibatan perempuan dalam akti-vitas-aktivitas pengolahan tanah. Ini juga termasuk pekerjaan-pekerjaan pengawasan, penyewaan tenaga kerja, pembayarandan juga melakukan pekerjaan di lahan garapan. Tingkat keter-libatan bervariasi tergantung pada kasta, status sosial sebelum-nya, dan luas lahan yang diolah.

Konteks Kelembagaan Produksi-Distribusidi Banjaranyar 2

Kelembagaan produksi yang berkembang pada fasesebelum terjadinya okupasi didominasi oleh perkebunankaret yang bersifat monokultur oleh PT. Mulya Asli. Tanamankaret dibudidayakan secara intensif melalui manajemenperkebunan. Sarana produksi yang dibutuhkan untuk men-dukung kegiatan perkebunan karet sebagian besar berasal dariluar desa, seperti pupuk, bibit, pestisida/fungisida, dan per-alatan lainnya. Penduduk lokal terlibat sangat sedikit danhanya sebagai tenaga buruh.

Bentuk lain dari kelembagaan produksi yang ber-kembang sebelum okupasi adalah sistem tumpangsari. Sistemini dikerjasamakan untuk jenis tanaman yang tidak meng-ganggu tanaman karet sebagai tanaman utama. Beberapa jenistanaman yang diperbolehkan antara lain, umbi-umbian,singkong, kacang-kacangan, jagung, pisang dan padi. Yangpaling banyak dibudidayakan, singkong, jagung dan pisang.

Sistem ini melalui kontrak antara petani dengan per-usahaan. Petani diwajibkan menyerahkan 10% dari hasilpanen yang didapatkan pada perusahaan. Dalam perkem-

tangga, terutama dalam konteks di mana terdapat konflik atas tanah danmereka mengklaim memiliki pengetahuan lebih tentang batas wilayahyang dibuka dan dibersihkan oleh lelaki di generasi sebelumnya. Kedua,laki-laki yang mengetahui adanya tanah nenek moyang dapat dengansegera menguatkan klaim mereka dengan menginvestasikan kerja mereka.

Page 134: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

123

bangannya, sistem pembayaran dalam bentuk panen berubahmenjadi pembayaran dalam bentuk uang dengan besaranRp.100.000/100 bata/siklus panen.

Sarana produksi yang dipergunakan tidak banyak yangdidatangkan dari luar desa, kecuali bibit dan pupuk. Saranaproduksi lain seperti peralatan dan tenaga kerja sebagian besarberasal dari rumah tangga petani. Petani biasanya tidak mela-kukan pemupukan dan penyemprotan secara intensif. Pemu-pukan dan penyemprotan dilakukan seadanya jika dirasakandibutuhkan oleh petani.

Hasil tumpangsari sebagian besar dimanfaatkan untukmemenuhi kebutuhan rumah tangga. Sebagian kecil saja yangdiperjualbelikan. Penjualan hasil panen hanya dilakukan didalam desa atau di pasar di dekat desa. Penjualan panen biasa-nya dilakukan jika petani membutuhkan uang dengan cepat.Jenis tanaman yang banyak diperjualbelikan, pisang dan jagung.

Pasca okupasi jelas terjadi sejumlah perubahan kelem-bagaan produksi-distribusi di dusun Sukamaju. Tanamanjangka panjang perkebunan, yakni karet, digantikan kelapadan albasia. Kedua jenis tanaman ini sebelumnya dilarangsemasa HGU PT. Mulya Asli. Penanaman kelapa dan albasiaoleh petani dimaksudkan untuk mendapatkan jaminan hasiljangka panjang.

Hasil kelapa dimanfaatkan untuk kebutuhan rumahtangga dan dijual di pasar lokal. Ada beberapa pedagangpengumpul dan penampung di sekitar Sukamaju, yang biasa-nya mengambil hasil panen kelapa langsung ke petani diladang. Sedangkan albasia dijual kayunya, baik di dalam desamaupun luar desa. Sama dengan kelapa, di sekitar Sukamajuterdapat beberapa sawmill (usaha pemotongan kayu) yangdimiliki oleh orang lokal. Para pemilik sawmill biasanyalangsung melakukan pemanenan di lahan jika sudah adakesepakatan harga dengan petani. Saat ini ada mekanismepenjualan kayu albasia yang merugikan petani, yaitu sistem

Page 135: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

124

ijon. Dalam sistem ini, pembeli membeli kayu yang baruberumur sekitar dua tahun dengan harga kayu muda (sesuaiumur albasia saat pembelian). Namun, mereka tidak langsungmemanen kayu tersebut, melainkan menitipkannya kepadapetani sampai kayu berumur empat–lima tahun, baru kemu-dian memanennya. Para petani pada umumnya melakukanhal ini saat mereka terdesak secara ekonomi atau saat adakekhawatiran akan hama ulat bulu yang mematikan. Jenistanaman lain yang sudah mulai dikembangkan adalah jatidan mahoni. Keduanya ini menjadi pilihan baru setelah albasiayang mengalami beberapa masalah penyakit.

Tabel 22. Perbandingan Kelembagaan Produksi Pertanian Pra & PascaOkupasi Lahan di OTL Banjaranyar 2, Desa Banjaranyar

Kelembagaan Produksi

Pra-Okupasi Pasca Okupasi

Pola Tanam • Dominan tanaman karet perkebunan (monokultur). Tanaman semusim hanya ditanam petani penggarap pada sela-sela tanaman karet.

• Polikultur, yaitu mengkombinasikan tanaman semusim dengan tanaman tahunan/keras dan tanaman buah.

Jenis tanaman

• Tanaman monokultur karet

• Tanaman semusim yang biasa dibudidayakan oleh petani antara lain: kacang, jagung, singkong, ada juga yang menanam padi huma

• Tanaman padi sawah.

• Tanaman semusim: singkong, jagung, kacang

• Tanaman buah: mangga, pisang, kedondong

• Tanaman tahunan/keras: albasia (sengon), petai , kelapa, mahoni dan jati

• Tanaman perkebunan: cokelat

Page 136: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

125

Relasi Gender dalam Kelembagaan Produksi-Distribusi Pasca Okupasi di Banjaranyar 2

Terjadi perubahan relasi gender di Banjaranyar yangsalah satu sebabnya karena perubahan komoditas. Sebelumokupasi, komoditas yang ditanam adalah tanaman-tanamanjangka pendek, seperti singkong, jagung dan pisang. Jenistersebut adalah ketentuan pihak perkebunan. Pada masa ini,laki-laki dan perempuan cenderung tidak memiliki kontrolkelembagaan produksi pertanian. Mereka dapat mengakses,tetapi kontrol hampir semua ada di pihak perkebunan. Kontrolyang terletak dalam level rumah tangga sangat kecil dan setiapkeputusan atas produksi pertanian selalu menyesuaikan dengankebijakan perkebunan. Secara khusus, relasi gender pada masaini tercermin pada ungkapan seorang responden sebagaiberikut

“Masa itu susah sekali, upah sangat kecil, semua diserahkan keistri pun masih kurang. Semua untuk makan, untuk sekolahanak tidak cukup, apalagi ngerokok”

Sebelum okupasi, akses dan kontrol perempuan ter-hadap pendapatan rumah tangga cukup besar, bahkan dapatdikatakan dominan. Setelah okupasi lahan, pilihan komoditaslebih banyak, rumah tangga petani memiliki kemampuanuntuk menentukan komoditas apa yang akan mereka pilihuntuk ditanam. Pilihan ini beragam dari komoditas jangkapendek dan jangka panjang.

Dari berbagai macam komoditas tersebut, beberapaditentukan oleh laki-laki, yaitu tanaman perkebunan yangsudah biasa ditanam, kelapa dan pisang. Tanaman perke-bunan jenis baru diputuskan bersama oleh suami-istri: sepertikakao, alba, jati, kopi, kapolaga dan kacang tanah. Laki-lakimengambil peran utama dalam pengolahan komoditas tana-man kebun ini, sedangkan perempuan mengambil peranutama pada semua keputusan dan kegiatan mengenai tana-man yang pada umumnya disebut tanaman sampingan dan

Page 137: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

126

bukan komoditas untuk dijual, seperti ubi jalar dan kacangpanjang, yang ditanam di pematang sawah. Keputusan ataspadi sawah sebagai keputusan bersama, begitu pula penge-lolaannya. Dalam pelaksanaan selanjutnya, suami-istri ber-peran bersama-sama dalam komoditas yang diputuskan baikoleh laki-laki maupun perempuan.

Dalam diskusi dan wawancara yang dilakukan terpisahantara laki-laki dan perempuan, ditemukan bahwa hampirsemua pengetahuan tentang kegiatan produksi pertanian, baikdalam kebun atau sawah diketahui oleh laki-laki dan perem-puan. Terdapat beberapa hal tertentu, yang biasanya tidakbegitu diketahui perempuan, misal, jenis pupuk dan merekobat semprot yang digunakan, karena pekerjaan tersebuttugas laki-laki. Namun, perempuan tetap mengetahui kapankira-kira kegiatan itu dilaksanakan.

Keterlibatan perempuan dalam setiap komoditas, baikkebun atau sawah adalah hal yang umum ditemukan. Di kebun,perempuan terlibat dalam menanam, membersihkan rumput,dan memupuk, peran utama tetap pada lelaki, perempuan sebagaisekedar membantu suami. Pekerjaan yang jarang dilakukanperempuan adalah mencangkul. Pekerjaan ini dianggap mas-kulin dan lebih berat sehingga hanya pantas bagi laki-laki.

Tidak semua rumah tangga yang melakukan okupasimemiliki sawah, karena tidak semua lahan yang diredistribusicocok untuk dijadikan sawah. Pada rumah tangga yang memi-liki sawah, pembagian kerja sawah dilakukan relatif lebihketat. Berdasarkan hasil wawancara dan diskusi secara terpisahantara responden laki-laki dan perempuan, ditemukan kesepa-katan oleh semua responden bahwa pekerjaan yang khususdilakukan oleh suami adalah penyebaran benih dan menyem-prot: pekerjaan menanam padi (tandur) khusus oleh perem-puan. Pekerjaan membersihkan rumput (babad) juga termasuktipe pekerjaan yang dilekatkan dengan perempuan, walaukadang ditemukan adanya keterlibatan lelaki di sana.

Page 138: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

127

Tabel 23. Kalender Musim di OTL Banjaranyar 2

Di sawah, peran lelaki lebih banyak dibandingkan peranperempuan. Namun demikian, terdapat sebuah komoditasyang didominasi oleh kontrol perempuan, yakni kacangpanjang, yang dianggap sebagai komoditas sampingan danpada umumnya dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhansehari-hari, tidak untuk dijual.

Dalam hal pembagian kerja ini, saat suami sedang sibukmengerjakan tugasnya di sawah, maka istri akan berperanmemasak makanan. Sebaliknya, meski istri sedang sibuk

Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sept P

adi

Pan

en p

adi o

/ su

ami &

istr

i

Seba

r be

nih

o/

su

ami

Pem

upuk

an o

/ is

tri &

sua

mi

Sem

prot

o/

suam

i

Pan

en p

adi o

leh

suam

i & is

tri

Seba

r be

nih

padi

o/

sua

mi

Pem

upuk

an o

/ is

tri &

sua

mi

Sem

prot

o/

suam

i

Pan

en p

adi o

/ is

tri &

sua

mi

Teb

ar b

enih

o/

su

ami

Pem

upuk

an o

/ is

tri &

sua

mi

Sem

prot

o/

suam

i

Men

cang

kul

o/ s

uam

i

Pen

yian

gan

o/

istr

i

Bab

at g

alen

g o/

sua

mi &

is

tri

Men

cang

kul

o/ s

uam

i

Pen

yian

gan

o/

istr

i

Bab

at g

alen

g o/

sua

mi &

is

tri

Men

cang

kul

o/ s

uam

i

Pen

yian

gan

o/

istr

i

Bab

at g

alen

g o/

sua

mi &

is

tri

Tan

dur

o/ is

tri

Tan

dur

padi

o/

istr

i

Tan

dur

padi

o/

istr

i

Kac

ang

Pan

jang

Pan

en k

cg p

jg

o/ is

tri

Tan

am k

cg p

jg

o/ is

tri

Pan

en k

cg p

jg

o/ is

tri

Tan

am k

acan

g pj

g o/

Ist

ri

Pan

en k

cg p

jg

o/ is

tri

Tan

am k

cg p

jg

o/ is

tri

Pan

en k

acan

g pj

g o/

istr

i

Jagu

ng

Pan

en ja

gung

o/

istr

i & s

uam

i

Tan

am ja

gung

o/

istr

i & s

uam

i

Sem

prot

o/

suam

i (be

rsam

a pa

di)

Pan

en ja

gung

o/

suam

i & is

tri

Tan

am ja

gung

ol

eh is

tri &

s

i Se

mpr

ot o

/ su

ami

Pan

en ja

gung

o/

suam

i & is

tri

Tan

am ja

gung

ol

eh is

tri &

su

ami

Pem

upuk

an o

/ is

tri &

sua

mi

Sem

prot

o/

suam

i

Ubi

Jal

ar

Pan

en u

bi ja

lar

o/ is

tri &

sua

mi

Tan

am u

bi ja

lar

o/ is

tri &

sua

mi

Pan

en u

bi ja

lar

o/ is

tri &

sua

mi

Tan

am u

bi ja

lar

o/ is

tri &

sua

mi

Pan

en u

bi ja

lar

o/ is

tri &

sua

mi

Tan

am u

bi ja

lar

o/ is

tri &

sua

mi

 

Page 139: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

128

mengerjakan tugasnya di sawah, suami jarang ada yangterlibat dalam kegiatan memasak. Dari semua respondenperempuan dan informan yang diwawancara dan diajakdiskusi (lebih dari 20 perempuan), hanya satu orang yangmengaku mendapat bantuan suami dalam urusan domestik(memasak) saat bekerja di sawah dan kebun. Dari diskusimengenai beban jam kerja sehari-hari, yang ditanggungperempuan relatif lebih banyak dibandingkan jam kerja yangditanggung laki-laki.

Setelah penjualan komoditas dilakukan, uang dankwitansi penjualan diserahkan pada istri. Bagaimanapun,kontrol atas hasil panen adalah konsensus antara laki-lakidan perempuan: latar belakang budaya mereka menyebutkanbahwa “tidak biasa” bagi laki-laki atau perempuan yangmengambil keputusan sendiri atas hasil panen terutama jikadalam jumlah yang besar, misal untuk pembelian perhiasandan lahan. Pengeluaran untuk kebutuhan sehari-hari dankeperluan anak bersekolah ditentukan oleh istri.

Jenis Tanaman Pemilik Akses & Kontrol terhadap kelembagaan produksi (pembuat keputusan)

Hanya memiliki akses terhadap kelembagaan produksi (pelaksana keputusan)

Akses & Kontrol terhadap kelembagaan distribusi (pembuat keputusan penyimpanan/ penjualan hasil panen dan penggunaan uang hasil panen)

Hanya memiliki akses terhadap kelembagaan distribusi

Tanaman perkebunan yang sudah biasa ditanam, misal kelapa, singkong, jagung dan pisang

Laki-laki Perempuan Laki-laki dan perempuan

-

Tanaman perkebunan jenis baru: misal kakao,

Perempuan dan laki-laki

- Laki-laki dan perempuan

-

Page 140: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

129

Tabel 24. Akses & Kontrol dalam Kelembagaan Pertanian pada LevelRumah Tangga di OTL Banjaranyar 2, Desa Banjaranyar

Khusus untuk keperluan sekolah, jika biaya yang di-perlukan besar, maka isteri akan berkonsultasi lebih dulu padasuami. Saat uang hasil panen habis dan ada kebutuhan baru,istri akan menyampaikan hal tersebut ke suami dan suamiakan mengusahakan menjual komoditas yang ada di kebun(pisang, pete, jengkol) atau menjadi buruh orang lain jika adayang memerlukan. Jika suami sedang tidak di rumah, istridapat berinisiatif mengambil sendiri komoditas dalam kebundan menjualnya ke bandar. Jika sedang tidak ada yang bisadijual, istrilah yang biasanya mengambil tindakan mengutangpada bandar, melalui kedekatan hubungan (fisik dan psiko-logis) dengannya.

Terkait penyerahan hasil panen, ada “sanksi sosial” jikasuami yang melakukan penjualan panen tidak menyerahkanhasil penjualan dan kuitansi secara jujur pada istri. Suamikadang mengambil sebagian kecil untuk kebutuhan pribadiseperti rokok dan ngopi di warung sebelum menyerahkanseluruh sisanya ke istri. Suami akan melaporkan perbedaanantara jumlah di kuitansi dengan sisa uang pada istri. Sebagai-mana yang disampaikan seorang perempuan muda yangsudah menikah selama lima tahun.

,alba, jati, kopi, kapolaga dan kacang tanah Tanaman padi Perempuan

dan Laki-laki - Perempuan

dan laki-laki -

tanaman sampingan, bukan komoditas untuk dijual: misal ubi jalar dan kacang panjang, yang ditanam di pematang sawah

Perempuan Laki-laki Perempuan Laki-laki

Page 141: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

130

“Saat nyerahin uang hasil jual panen, suami biasanya juganyerahin kuitansi, jadi kita bisa cek sama atau tidak jumlahnya.Kalau mereka ambil duluan untuk beli rokok atau kopi, merekabilang pas nyerahin uangnya. Kalau tidak ada kuitansi, kita bisacek juga ke bandar langsung”

Jika suami berhak untuk mengambil “jatah” rokok dankopi, maka istri pun memiliki hak untuk untuk membelimakanan kecil sebagai camilannya. Namun demikian, “jatah”isteri selalu lebih banyak terpakai untuk menuruti kemauananak-anaknya.

Apa yang ditemukan di dusun Sukamaju, Banjaranyarini menunjukkan bahwa akses dan kontrol dalam kelem-bagaan produksi dan distribusi antara laki-laki dan perempuandi sana relatif setara. Meski dalam proses okupasi lahan,perempuan kadang disebut kurang berperan dibanding laki-laki30, tetapi setelahnya, akses dan kontrol perempuan berjalanseiring dengan akses dan kontrol laki-laki terhadap lahan yangmereka perjuangkan. Hal yang kemudian selalu kurangmenguntungkan bagi pihak perempuan adalah beban kerjamereka berganda. Mengenai hal ini, perempuan dan laki-lakisepakat mengatakan bahwa, sejak mereka masih mengontraklahan di perkebunan karet pun, perempuan sudah membantupekerjaan di kebun disamping tugas domestik yang menjadi“kewajiban”.

Pengaruh budaya dan nilai agama berkontribusi pentingpada konstruksi produksi di atas. Agama malahan menjadidasar penting penegasan hak, sebagaimana terlihat daripernyataan berikut.

“Zaman perjuangan, berkali-kali kami disebut PKI atau bahkanyang lebih parah kami disebut murtad, sholat tapi menjarahlahan. Tapi kami yakin bahwa apa yang kami lakukan benar

30 Ucapan seseorang laki-laki yang diamini laki-laki lain dalam forumdiskusi “Dalam kelembagaan, perempuan hanya ikut dalam pendidikansaja, sisanya, semua dikerjakan oleh laki-laki”.

Page 142: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

131

dan tidak bertentangan dengan agama. Kami memperjuangkanapa yang menjadi hak kami”

Apa yang disampaikan seorang tokoh agama ini selarasdengan keinginan (pemahaman) penduduk umumnya.Anggapan bahwa lebih baik bagi perempuan tinggal di rumah,tampaknya juga diaktualisasikan secara dinamis. Dalamkalangan menengah ke bawah, ada kesepakatan bahwa peker-jaan produktif dilakukan secara berkerjasama oleh suami-istri dan begitu pula keputusan-keputusan yang melingkupi-nya. Walaupun (dan hal ini yang menambah beban perem-puan), urusan reproduksi tetap di dalam konstruksi ketatsebagai wilayah istri.

Satu hal berbeda ditemui di sebuah rumah tanggamenengah atas. Dalam rumah tangga ini, suami menekankanpentingnya agar istri tinggal di rumah saja, mengurus anakdan rumah. Semua keputusan menyangkut penggunaan lahan,proses produksi dan distribusi dipegang oleh suami. Tugasistri hanya melakukan apa-apa yang menjadi keputusansuami. Seorang isteri dari kalangan menengah atas desamenuturkan:

“Saya tidak tahu apa-apa, semuanya Bapak yang mutusin. Dulusaya ke sawah, sekarang disuruh Bapak di rumah saja, ngurusanak. Saya kadang bingung juga mau ngapain kalau siang-siangpekerjaan rumah sudah selesai”

“… Ibu A itu hebat, bisa ke mana-mana, saya harusnya jugaikut Darma Wanita, tapi sama Bapak dibilang ga usah. Lagipula, saya juga tidak bisa ngurus-ngurus gituan”

Akses istri hanya pada kegiatan reproduksi dalamrumah tangga. Hal ini kembali pada konsep “pekerjaan istrisekedar membantu suami”, sehingga jika penghasilan daripekerjaan suami sudah cukup, maka istri dirasa tidak perlulagi bekerja. Hal yang terbentuk kemudian adalah istri yangtersisihkan dari ruang publik dan kehilangan kemampuan danrasa percaya diri atas potensi yang dimilikinya.

Page 143: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

132

Apa yang dialami perempuan kalangan atas terkadangdianggap suatu hal yang “baik” oleh para perempuan kalanganbawah yang memiliki peran berganda di wilayah reproduksidan produksi. Menurut sebagian dari mereka, tinggal di rumahdan tidak bertanggungjawab untuk turut mengurus sawah akanmembuat hidup mereka lebih ringan dan santai. Hal yangmereka lupakan adalah bahwa akses terhadap wilayah pro-duksi ini seringkali berbanding lurus dengan kontrol perem-puan dalam rumah tangga.

Kelembagaan Produksi dan DistribusiPasca Okupasi di Pasawahan

Sebelum okupasi, kelembagaan produksi di Pasawahandidominasi perkebunan karet di lahan HGU milik PT. Cipicung.Jenis kelembagaan lain adalah sistem bagi hasil tumpangsaripetani dengan perusahaan. Tanaman yang boleh dibudidaya-kan petani karena dinilai tidak akan mengganggu tanamanpokok, antara lain: kacang-kacangan, pisang, dan singkong.

Pengelolaan produksi dalam kawasan HGU perkebunanterdiri dari dua jenis, yaitu pengelolaan perkebunan karet olehperusahaan yang mempergunakan sarana produksi yang sudahbaik, dan pengelolaan oleh petani yang sebagian besar dilaku-kan secara tradisional, memanfaatkan sarana produksi seder-hana, dengan sistem bagi hasil.

Untuk distribusi hasil karet, perusahaan memiliki kerja-sama dengan pengumpul karet di Jawa Barat maupun luarJawa Barat. Sedangkan hasil panen petani sebagian besarhanya dimanfaatkan untuk kepentingan rumah tangga. Penjualanpanen petani baru dilakukan jika petani membutuhkan se-jumlah uang secara cepat. Penjualan biasanya hanya dilakukandi dalam desa, atau pasar yang berada di dekat desa.

Pasca okupasi kelembagaan produksi dan distribusi diPasawahan mengalami perubahan signifikan. Tanaman karetyang sebelumnya mendominasi digantikan tanaman pertanian

Page 144: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

133

ala petani. Karet dianggap sebagai tanaman yang “haram”dibudidayakan di atas tanah okupasi. Hal ini disebabkan karetdianggap sebagai simbolisasi tanaman perkebunan, bukantanaman petani.

Kelembagaan produksi pasca okupasi diarahkan padapemenuhan kebutuhan jangka pendek, jangka menengah danjangka panjang rumah tangga petani. Kebutuhan jangkapendek direpresentasikan oleh tanaman semusim sepertijagung, kacang-kacangan, singkong, dan padi. Kebutuhan jangkamenengah direpresentasikan tanaman buah seperti pisang,jengkol dan petai dan beberapa tanaman perkebunan seperticokelat. Sedangkan kebutuhan jangka panjang direpresentasi-kan tanaman kayu-kayuan seperti albasia dan kelapa.

Tabel 25. Perbandingan Kelembagaan Produksi Pertanian Pra & PascaOkupasi Lahan di OTL Pasawahan

Organisasi Produksi

Pra-Okupasi Pasca Okupasi

Pola Tanam

• Dominan tanaman karet perkebunan (monokultur). Tanaman semusim hanya ditanam petani penggarap pda sela-sela tanaman karet.

• Polikultur, yaitu mengkombinasikan tanaman semusim dengan tanaman tahunan/keras dan tanaman buah.

Jenis tanaman

• Tanaman monokultur karet

• Tanaman semusim yang biasa dibudidayakan oleh petani antara lain: padi, ubi dan pisang

• Tanaman padi sawah • Tanaman semusim:

singkong, ubi, jagung. • Tanaman buah:

mangga, pisang, kedondong, durian,

• Tanaman tahunan/keras: albasia (sengon), petai, kelapa, mahoni.

• Tanaman perkebunan: cokelat, kopi.

 

Page 145: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

134

Secara konseptual kelembagaan tani sudah mengarahpada perlunya tanaman konservatif terhadap tanah okupasi.Hal ini dilakukan pada tanaman kayu di kawasan dengankemiringan tajam. Tujuan penanam kayu untuk membentukdaerah tangkapan air di tanah-tanah yang curam. Konsep-tualisasi mengenai kelembagaan produksi yang bersifatkonservasi hingga saat ini masih belum banyak terealisasidengan baik. Orientasi penataan kelembagaan produksi pascaokupasi masih lebih banyak diarahkan pada pemenuhankebutuhan sehari-hari saja.

Relasi Gender dalam Kelembagaan Produksi danDistribusi Pasca Okupasi di Pasawahan

Sebelum membahas relasi gender dalam akses dankontrol kelembagaan produksi-distribusi di Pasawahan, adabaiknya diamati pembagian kerja di lapangan, sesuai kalendermusim berikut:

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sept Okt Nov Des

Pad

i (t

anam

an u

tam

a)

Mac

ul s

elam

a 2

min

ggu

o/ s

uam

i D

ua m

ingg

u se

tela

h

tand

ur, p

adi

disi

angi

o/

istr

i P

enyi

anga

n ke

dua

o/ is

tri

10 –

15

Mei

Pan

en

o/ is

tri &

sua

mi

Teb

ar b

enih

o/

istr

i &

su

ami

Mac

ul s

elam

a 2

min

ggu

o/ s

uam

i T

andu

r pa

di o

/ is

tri

Pen

yian

gan

kedu

a o/

istr

i P

anen

o/

suam

i &

istr

i T

ebar

ben

ih o

/ is

tri

& s

uam

i

Istr

i men

giri

m

mak

anan

(ny

angu

)

Mup

uk

o/ s

uam

i &

istr

i

Pem

upuk

an k

edu

a o/

istr

i & s

uam

i

Tra

nsak

si p

enju

alan

o/

istr

i

Istr

i men

giri

m

mak

anan

(ny

angu

)

Set

elah

2 m

ingg

u

disi

angi

o/

istr

i P

emup

ukan

ked

ua

o/ is

tri &

sua

mi

Tra

nsak

si p

enju

alan

o/

istr

i

Tan

dur

o/ is

tri

Pen

yem

prot

an o

/ su

ami

Pen

yim

pan

an

uan

g h

asil

pane

n

o/ s

uam

i

Dip

upu

k o/

sua

mi

& is

tri

Pen

yem

prot

an o

/ su

ami

Pen

yim

pnan

an

uan

g h

asil

pane

n

o/su

ami

Kac

ang

panj

ang

Dit

anam

ber

sam

aan

dgn

tan

dur

padi

o/

istr

i (Ja

nuar

i akh

ir)

Dit

anam

ber

sam

aan

dgn

tan

dur

padi

o/

istr

i

Jagu

ng

Dit

anam

ber

sam

aan

dgn

pen

anam

an p

adi

o/ is

tri (

Jan

uar

i akh

ir)

Pan

en b

ersa

ma

dgn

padi

Dit

anam

ber

sam

aan

dgn

tan

dur

padi

o/

istr

i

Pan

en b

ersa

ma

dgn

padi

o/

istr

i

Page 146: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

135

Tabel 26. Kalender Musim di Sawah untuk OTL Pasawahan

Kalender di atas menunjukkan wilayah kegiatan isteri(warna oranye) di sawah lebih banyak dibandingkan suami(warna biru). Terdapat pula kegiatan-kegiatan yang dilakukansecara bersama (warna kuning), dalam beberapa kegiatankomoditas padi dan talas. Di saat-saat lain, ketika kegiatandi sawah sedang longgar, petani laki-laki akan pergi ke ladangatau nongkrong di warung bersama para lelaki lain, sedangkanperempuan akan mengurus rumah. Saat suami sedangmelakukan kegiatan di sawah, maka istri akan memasakkanbekal dan sebagian mengirimkannya ke sawah. Namun, jikaistri yang sedang sibuk beraktivitas di sawah, maka suamitidak membantu pekerjaan rumah.

Berbeda dengan temuan di OTL Banjaranyar dengantanam padi sebanyak tiga kali setahun, OTL Pasawahanmenanam padi sebanyak dua kali setahun, tetapi lebih banyaktanaman tumpangsari. Di Pasawahan, jika tanaman utama(yakni padi) merupakan tanggungjawab bersama suami-istri(sex-sequential labor process) maka tanaman tumpangsari yangdianggap sebagai tanaman sampingan adalah tanggungjawabpenuh istri, dari penanaman sampai pemanenan (sex-segregatedlabor process).

J D d o P p D d P p

Gen

jer

Dit

anam

ber

sam

aan

dgn

tand

ur p

adi o

/ is

tri

(Jan

uar

i akh

ir)

Pan

en s

etel

ah 2

m

ingg

u la

lu d

ijual

se

tiap

3 h

ari o

/ is

tri.

H

asil

pen

jual

an 1

0-14

ribu

/ pa

nen

Dit

anam

ber

sam

aan

dgn

tand

ur p

adi o

/ is

tri

Pan

en s

etel

ah 2

m

ingg

u la

lu d

ijual

se

tiap

3 h

ari o

/ is

tri.

H

asil

pen

jual

an 1

0-14

ribu

/ pa

nen

Cen

gek

Tan

am o

/ is

tri

(Jan

uar

i akh

ir)

Mul

ai p

anen

o/

istr

i

Dila

nju

tkan

de

nga

n p

anen

se

tiap

3-4

har

i

Tan

am o

/ is

tri

Mul

ai p

anen

cab

ai

o/ is

tri

Dila

nju

tkan

de

nga

n p

anen

se

tiap

3-4

har

i

Ku

cai

Tan

am o

/ is

tri

(Jan

uar

i akh

ir)

Mul

ai p

anen

ku

cai o

/ is

tri

Pen

anam

an o

/ is

tri

Tal

as

Tan

am o

/ is

tri

(Jan

uar

i akh

ir)

Pan

en o

/ is

tri

 

Page 147: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

136

Li menyebutkan bahwa peran perempuan terlihat lebihlemah dalam melakukan klaim terhadap properti dalam sex-sequential labor process, karena penghargaan atas kerja merekaseringkali tidak jelas. Apa yang terjadi di Pasawahan men-cerminkan hal tersebut. Dalam sebuah diskusi, seorang peserta(laki-laki) mengatakan:

“Perempuanlah yang banyak kerja di sawah, tetapi selalu lelakiyang dibangga-banggakan”

Hal ini juga diamini oleh laki-laki lainnya dalam forumyang sama. Ketika hal yang sama ditanyakan pada paraperempuan dalam forum terpisah, juga menyatakan hal yangsama. Situasi ini berimbas pada kurangnya pengakuan atasperan perempuan dalam proses pengambilan keputusan saathasil panen sudah dijual dan berbentuk uang. Hasil panenpadi (yang berjumlah relatif besar) disimpan oleh suami yangberarti kontrol terbesar terletak di tangan suami.

Pada komoditas sebagai hasil sex-segregated labor process,yang disebut Li memberikan porsi lebih besar bagi perempuanuntuk pengakuan, tercermin pada kontrol komoditas sam-pingan. Berbagai komoditas sampingan ini jika dihitung nomi-nalnya, lebih sedikit (hanya cukup untuk membeli bumbu).

Meski perempuan berperan setara laki-laki dalam pe-ngerjaan sawah, sekaligus dalam pengelolaan komoditassampingan, namun arti peran perempuan dalam lahan sawahtetap saja dianggap lebih sedikit dibandingkan peran laki-laki.Sementara, peran penuh perempuan dalam komoditassampingan dianggap kurang penting dibandingkan komoditasyang dianggap hasil laki-laki (yaitu padi). Nilai nominal men-jadi indikator penting dalam hal ini.

Secara umum, relasi gender dalam kelembagaan pro-duksi di Munggangwareng, Pasawahan identik dengan diSukamaju, Banjaranyar. Hal yang berbeda dalam soal aksesdan kontrol distribusi hasil pertanian. Perempuan OTL diPasawahan memiliki kontrol yang relatif lebih kecil dibanding-

Page 148: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

137

kan perempuan OTL di Banjaranyar. Di Pasawahan, hasilpanen terkadang disimpan suami dan walaupun seringkalikemudian diserahkan pada istri, suami menyebutnya dengan“titip”. Keputusan menyangkut penggunaan lebih banyakberada di tangan suami dibanding istri, meskipun terdapatdiskusi dalam keputusan, para istri cenderung menurut sajakeputusan suami.31 Seorang isteri mengatakan:

“Uang hasil panen yang gede-gede, kayak padi atau kayudisimpan oleh Bapak, kalaupun dikasih ke istri, disebutnya cumatitip saja. Saya tidak dapat menggunakannya begitu saja. Uangyang bebas saya pakai ya hasil jual genjer yang cuma cukupuntuk beli bumbu sehari-hari”

Walau laki-laki mengambil peran utama dalam peng-olahan komoditas tanaman kebun, sedangkan perempuanmengambil peran utama pada tanaman sampingan, tetap sajadominasi ada pada laki-laki.

Tabel 27. Akses & Kontrol dalam Kelembagaan Pertanianpada Level Rumah Tangga di OTL Pasawahan, Desa Pasawahan

31 Hasil wawancara mendalam dengan para perempuan tanpakeberadaan suaminya dan hasil diskusi terhadap para perempuan yangterpisah dari diskusi dengan para laki-laki.

Jenis Tanaman Akses dan Kontrol produksi (membuat keputusan penanaman-pemanenan)

Hanya akses produksi (pelaksana keputusan)

Akses dan Kontrol distribusi (pembuat keputusan penyimpanan/ penjualan hasil panen dan penggunaan uang hasil panen)

Hanya akses distribusi

Semua jenis tanaman kebun

Laki-laki dan Perempuan

- Laki-laki Perempuan

Padi - sawah Perempuan dan laki-laki

- Laki-laki Perempuan

Tanaman sampingan, komoditas untuk dijual dengan jumlah sedikit/konsumsi sendiri: genjer, dan kacang panjang,

Perempuan Laki-laki Perempuan Laki-laki

Page 149: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

138

Perbedaan akses dan kontrol dalam relasi gender antaraOTL Pasawahan dan Banjaranyar mungkin terjadi karenakondisi geografis Banjaranyar lebih dekat dan mudahmengakses pusat-pusat kegiatan ekonomi dan informasi, yangmana hal tersebut relatif sulit ditemukan di Pasawahan. Halini sejalan dengan hasil temuan Pudjiwati Sajogyo (1983),yang menyimpulkan bahwa di desa yang lebih urban, kepu-tusan antara lelaki dan perempuan terlihat dalam kondisi yanglebih setara dibandingkan dengan desa yang kurang urban.

Page 150: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

139

Pola Penguasaan Tanah danKeberlanjutan KehidupanMasyarakat Kampung LautStudi Kasus di Muara Citanduy, CilacapTantan Hermansyah, Sindu Dwi Hartanto, Rina MardianaValentina Arminah, Abdul Haris Farid, Suharno

Tanah merupakan salah satu bentuk eksistensi kehidupandan tempat tinggal masyarakat di atasnya. Bentuk eksistensikehidupan tercipta karena interaksi tata kelola tanah sebagaibagian dari kehidupan yang menyatu di mana manusiatinggal. Oleh karena itu, keduanya berkaitan dalam pandangansosioekologis. Tanah dalam hal ini dimaknai sebagai objekagraria. Namun, dalam kenyataannya, masyarakat KampungLaut dapat menciptakan eksistensi kehidupan dan tempattinggal dalam bingkai perairan di kawasan Segara Anakan.Kawasan ekologis perairan memberikan peluang-peluanguntuk menciptakan kreatifitas produksi dan relasi-relasi sosial.Perairan laut dimaknai sebagai objek agraria. Benarkah masya-rakat Kampung Laut adalah masyarakat laut yang tinggal dilaut, hidup dari hasil laut, dan menghabiskan sebagian kehi-dupannya dalam lingkungan perairan laut? Artinya, kawasanperairan laut sebagai kajian agraria menjadi bagian dari prosespencarian dalam penelitian ini.

Page 151: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

140

Pada mulanya, orang-orang kampung laut memangtinggal di atas laut, dengan rumah-rumah panggung yangtiangnya menancap ke dasar laut. Kehadiran sumber agrariabaru, berupa tanah timbul, telah mendorong perebutan pengu-asaan atas sesama warga, hingga menjadi konflik horisontal.Sebagian konflik menggunakan faktor genealogis sebagai dasarargumen kepemilikan, umumnya konflik antara warga aslidan pendatang. Warga asli selalu mengaitkan hak kepemi-likannya atas tanah berdasar cerita sejarah leluhur, yangbentuknya sangat mitologis (atau sejarah yang bercampurmitos). Situasi ini membentuk gejala konflik yang sedikitlebih khas berkat sebuah realitas agraria yang baru, olehsebab-sebab alamiah (kemunculan tanah timbul). Hal inilahyang akan ditelusuri, dinamika penguasaan baru besertakonflik yang muncul, serta kemungkinan ke depannya.

Munculnya Tanah Timbul

Kampung Laut merupakan suatu wilayah administrasikecamatan yang baru berdiri sejak tahun 2004. Secaradefinitif Kecamatan Kampung Laut terbentuk tanggal 24Desember 2003 melalui Perda No 54 Tahun 2003. Peresmiankecamatan baru ini dilakukan langsung oleh Gubernur JawaTengah, Mardiyanto, tanggal 7 Februari 2004. KecamatanKampung Laut terdiri dari empat desa, yakni, Panikel,Ujunggagak, Ujunggalang dan Klaces.

Tanah timbul, wilayah baru yang memungkinkanberdirinya kecamatan Kampung Laut, muncul dari sedi-mentasi muara sungai Citanduy dan Cimeneng. Menurut paraahli, sedimentasi itu sangat tinggi, yang terkumpul di kawasanSegara Anakan (SA) diperkirakan mencapai 1 juta m3

pertahun.32 Di wilayah Kampung Laut bagian Utara, tepatnya

32 Berikut adalah berita mengenai tingkat sedimentasi Laguna SegaraAnakan, yang dikutip dari: http://sains.kompas.com/read/xml/2009/07/

Page 152: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

141

di Desa Panikel, tinggkat sedimentasi dibawa oleh arus sungaiCimeneng. Arus Sungai Cimeneng membawa Lumpur hinggamenyumbat perairan sungai tersebut. Padahal, transportasimasyarakat Kampung Laut selama ini, mengandalkan arusSungai Cimeneng untuk melakukan mobilisasi ke luar untukmengurus administrasi kependudukan atau berbelanja di PasarKawunganten. Sungai Cimeneng menjadi alternative utamauntuk melakukan perjalanan menuju ibu kota kecamatan danpusat-pusat administrasi lainnya, serta pusat-pusat keramaianyang menjadi daya tarik warga Kampung Laut. Hal ini ber-akhir hingga tahun 2004 karena pada tahun tersebut usahauntuk mengembangkan Kampung Laut sebagai kecamatantersendiri dapat terealisasi. Sehingga, pusat administrasi dankependudukan sudah berpindah ke Desa Klaces sebagai ibukota kecamatan Kampung Laut.

Perkembangan tanah timbul yang semakin luas, ternyatatidak memberikan solusi untuk kehidupan yang lebih layak

07/18444565/sedimentasi.segara anakan SELASA, 7 JULI 2009 | 18:44WIB CILACAP, KOMPAS.com- Tingkat sedimentasi di Segara Anakansaat ini dalam taraf yang kian mengkhawatirkan. Setiap tahunnya, satujuta meter kubik endapan lumpur memenuhi kawasan laguna terbesar diIndonesia ini. Kepala Badan Pengelola Kawasan Segara Anakan (BPKSA),Supriyanto, Selasa (7/7), mengungkapkan, dari satu juta meter kubiktersebut, 750.000 meter kubik per tahun disumbangkan material yangdibawa aliran Sungai Citanduy, sedangkan 250.000 meter kubik berasaldari Sungai Cimeneng. “Sedimentasi ini yang membuat luas laguna kianmenyempit.Sekarang luas laguna tinggal kurang dari 800 hektar,” katanya.Luasan laguna saat ini hanya seperlima dibanding luasan tahun 1984,yang masih sekitar 3.800 hektar. Selain menyebabkan penyempitan la-guna, material sedimentasi juga merusak habitat biota laguna besertaekosistem yang ada di dalamnya. Terhitung sejak tahun 1994, totalsedimentasi di laguna lebih dari 5 juta meter kubik. Bila tak segera ditangani,penumpukan sedimentasi di laguna akan kian tinggi mengingat mulaitertutupnya celah Plawangan, celah yang menghubungan Segara Anakandengan laut lepas. Celah tersebut sangat penting untuk mengalirkansedimen dan air ke laut, serta menjadi pintu gerbang masuknya biota lautmemijahkan diri di laguna.

Page 153: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

142

bagi masyarakat, yang kebanyakan adalah nelayan dan petani.Sedimentasi pasir yang dimobilisir oleh arus air sungaiCitanduy khususnya, memberikan dampak berkurangnyahasil tangkapan ikan karena kerusakan kondisi ekologis diperairan Segara Anakan. Sementara, tanah timbul bisa men-jadi alternatif utama pengalihan sumber pendapatan denganmengolahnya (pertanian). Dengan demikian, motif penguasa-an tanah timbul semakin tinggi dalam masyarakat, baik yangberporfesi nelayan maupun petani. Tanah itu kini menggiurkantidak hanya bagi orang asli Kampung Laut, banyak pula pen-datang dari luar melirik penguasaan tanah timbul. Konflikkemudian tak jarang terjadi. Orang kampung laut kemudianmenguatkan hak mereka dengan berbagai landasan sejarahasal-usul (genealogis).

Asal-usul Orang Kampung Laut danArgumen Penguasaan Tanah Timbul

Orang Kampung Laut mengasalkan diri mereka ber-dasarkan cerita turunan dari leluhur. Ada beberapa versicerita.33 Sebagian percaya bahwa mereka merupakan ketu-runan pasukan Galuh Pakuan Pajajaran yang tidak mau kembalikarena kegagalan pasukan ini mengemban misi suci dari SriBaduga Maharaja Galuh Pakuan Pajajaran untuk mendapat-kan air mata Kuda Sembrani dari Ratu Brantarara, PenguasaKerajaan Nusa Tembini di kawasan pulau Nusakambangan.

Ketidakberhasilan pasukan kerajaan Galuh PakuanPajajaran ini menyebabkan mereka tidak mempunyai kebe-ranian pulang ke kerajaan. Akhirnya mereka memutuskanmenetap di area kerajaan Nusa Tembini, atau di pulau Nusa-kambangan sekarang34. Inilah cikal bakal warga Kampung

33 Berdasar wawancara dengan beberapa tokoh masyarakat.34 Ibid.

Page 154: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

143

Laut sekarang. Asumsi bahwa mereka merupakan wargaPajajaran bisa dikuatkan oleh beberapa hal: Pertama, sistemekonomi atau pola-pola pencarian nafkah. Warga KampungLaut pada awalnya adalah petani35 yang tinggal di Nusa-kambangan. Kedua, tata cara berbahasa. Jika kita perhatikandengan seksama, dialek warga Kampung Laut asli berbedadengan dialek suku Jawa di Cilacap. Dialek atau lentong asliwarga Kampung Laut ini berciri ucap agak panjang dan meliuk.Dialek ini sangat khas Jawa Barat terutama di daerah KawasanCiamis dan Banjar.

Salah satu cerita lainya, menyebutkan bahwa wargapada awalnya berada di daerah pegunungan dan kemudianmeutuskan tinggal menepi di pantai, akibat gangguan nara-pidana di Nusakambangan, yang merupakan pasukan PangeranDiponegoro yang ditahan oleh Belanda. Kehadiran pasukanPangeran Diponegoro yang dirantai ini pada awalnya tidakterlalu menganggu. Namun kemudian, Belanda melakukanprovokasi dengan menyebar isu bahwa warga di Nusakam-bangan telah birut atau ikut dengan Belanda36. Provokasi iturupanya efektif sekali, sebab kemudian terjadi keresahan dikalangan narapidana yang merupakan pasukan PangeranDiponegoro waktu itu. Keresahan ini kemudian berujung padagangguan pada Warga oleh para narapidana. Dimulai denganmasa akhir dari perlawanan yang dilakukan oleh PangeranDiponegoro (1925 – 1930), di mana banyak pasukannyaditangkap dan dibui di Nusakambangan. Sistem pengendaliantahanan dilakukan dengan cara merantai mereka secarasambung-menyambung. Tempat mereka dikumpulkan dandirantai itu, diabadikan oleh warga dengan menyebut tempat

35 Wawancara dengan Siswanto, Sekretaris Desa Ujung Alang, 09September 2009: pernyataan atau pengakuan ini juga didukung olehpenuturan Edi Hartono, tokoh masyarakat Dusun Karang Sari, DesaUjung Gagak pada wawancara tanggak 10 September, 2009.

36 Edi Hartono, ibid.

Page 155: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

144

tersebut bernama “Perantaian”.37

Kemudian, ada lagi cerita lainnya, yang ini kemudianmenjadi salah satu dasar argumen masyarakat atas penguasaantanah timbul. mengenai kondisi perkembangan awal masya-rakat Kampung Laut. Di masa lalu, perompak sering meng-ganggu aktivitas perniagaan dan kehidupan masyarakat disekitar kawasan Segara Anakan.38 Kelompok masyarakatyang diganggu ini dipimpin oleh seorang Wiratamtama yangberasal dari utusan Kerajaan Mataram. Sasaran perompakadalah kapal-kapal dagang asing maupun lokal. Saat ituCilacap (Segara Anakan) mempunyai pelabuhan pendukungsistem perniagaan internasional oleh Belanda. Setelah perangDiponegoro (1830-1942), Cilacap menjadi salah satu pela-buhan terpenting di Indonesia setelah Batavia, Surabaya, danSemarang, (Zuhdi, 2004).

Akibat gangguan perompak, Wiratamtama kewalahandan mengirimkan “memo” ke Kerajaan Mataram untukmeminta bantuan. Kerajaan Mataram mengirim Demang danPunggawa terlatih dan sakti untuk menjaga hasil laut dansirkulasi perdagangan di kawasan Segara Anakan, yakni, KiJaga Laut (ketuanya), Ki Jaga Praya, Ki Jaga Resmi, SelongKuning, Pancas Manik, Demang Wangsarana (Karta Mus,2009). Para utusan kerajaan ini memang tidak terlalu jelasceritanya, bahkan nama-nama mereka banyak yang berbeda39,

37 Wawancara dengan Siswanto, Sekdes Desa Ujung Alang tanggal09 September 2009, dan kemudian mendapat penguatan data dariwawancara dengan Edi Hartono, warga Karang Anyar dengan UjungGagak pada tanggal 10 September 2009.

38 Mengenai siapa dan dari mana asal perompak ini, ada beberapaversi yang dapat diperoleh secara langsung dari tokoh masyarakat atautetua adat. Karta Mus(80-an tahun), salah satu tokoh masyarakatKampung Laut, menjelaskan bahwa para perompak ini berasal dariSulawesi dan Brunei. Namun ada juga versi yang menyebutkan bahwaperompak ini merupakan bangsa Portugis.

39 Sekretaris Desa Ujung Alang yang bernama Siswanto menye-

Page 156: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

145

baik fungsi dan perannya.Penjagaan yang dilakukan para “Ki Jaga” dipakai oleh

masyarakat untuk memberikan nama pada kawasan tersebutdengan istilah “Bejagan”. Masyarakat biasa memakai namatersebut untuk menyebut kampung halaman yang berasal darikata “Penjagaan”. Penjagaan berarti daerah yang dijaga untukmenghindari segala masalah dan musibah. Jika merujuk padapenjelasan Mbah Karta Mus bahwa istilah “Bejagan”, berasaldari kata “Penjagaan” yang berarti “tempat menjaga” sebagai-mana fungsinya ketika Kerajaan Mataram menempatkanorang-orang kepercayaannya di sana. Entah salah ucap atauapa, nama ‘Bejagan’ lah yang kemudian justru terkenal.

Nama-nama tokoh punggawa yang dikirim oleh Kera-jaan Mataram untuk melakukan penjagaan tersebut, hanyanama “Ki Jaga Laut” yang tidak ada kontroversi40. TokohKi Jaga Laut inilah yang kemudian disebut sebagai leluhurdari masyarakat Bejagan dulunya, atau Kampung Laut saatini. Pengakuan atas “tahta” warisan Ki Jaga Laut ini, kelakmenjadi alas argumen bagi warga Bejagan atau KampungLaut dalam mempertahankan kuasa budaya dan agraria dikawasan Segara Anakan pasca pertumbuhan tanah timbul.Masyarakat pun menganggap masih mempunyai keturunan

butkan bahwa utusan dari Kerajaan Mataram yaitu: Jaga Laut, Jaga Desa,Jaga Praya, dan Jaga Resmi. Siswanto mempunyai silsilah keturunanyang tertulis rapih dalam satu bendel dokumen. Siwanto mengaku sebagaisalah satu keturunan dari Jaga Laut yang ke 27 yang ditunjukkan berdasar-kan bukti tertulis tersebut.

40 Kontroversi dapat dilihat dari pendapat beberapa tokoh adat yangberbeda terhadap pemberian nama tokoh-tokoh yang memberikanpengaruh besar terhadap perubahan dan eksistensi masyarakat KampungLaut. Karta Mus menceritakan bahwa dahulu Kampung Laut adalahbernama Bejagan. Bejagan berasal dari asal “Penjagaan”. Penjagaandiartikan sebagai lokasi tempat penjagaan dari ganguan dan musibah,yaitu gangguan dan musibah dari Bajak Laut yang melakukan perampokanhingga ke wilayah darataan di Kecamatan Kawunganten dan KecamatanSidareja. Pada saat itu, wilayah Cilacap masih hutan.

Page 157: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

146

“darah biru” dari Kerajaan Mataram.Persepsi demikian semakin kuta dengan adanya ramalan

Jayabaya atas ruang hidup mereka. Masyarakat KampungLaut percaya bahwa suatu saat mereka akan tinggal di atasdaratan tanah yang memungkinkan mereka mendirikan rumahdan hidup layaknya masyarakat darat. Kepercayaan merekadidorong oleh salah satu ramalan Jayabaya yang mengatakanbahwa kondisi pemukiman masyarakat di wilayah Bejagan41

pada waktu yang akan datang akan menjadi daratan kalaukedatangan wong bule (orang bule/luar negeri) dan bocahcemanik (anak kecil yang hitam legam). Aporisma yangmengandung sindang siloka42 itu kemudian ditemukan/dirasakan kebenarannya. Wong bule setelah sekian lama dapatdiartikan sebagai lumpur yang berwarna kekuningan dibawaoleh arus sungai Cikonde. Bocah cemanik dapat diartikansebagai lumpur hitam yang dibawa oleh arus sungai Cikondedan sekitarnya. Namun ada yang mengartikan lain, yaitu:pada masa meletusnya gunung Galunggung langite ireng(langitnya berwarna hitam legam karena sinar mataharitertutup debu awan yang tebal sehingga tidak ada cahayamatahari yang masuk. Dan setelah itu, banjir membawajutaan kubik air bersama lumpur yang berwarna kekuninganseperti rambut orang bule.

Oleh warga Bejagan, kedua peristiwa tersebut diartikansebagai perwujudan dari ramalan Jayabaya. Menurut masya-rakat Kampung Laut, mereka meyakini adanya ramalantersebut. Ramalan diturunkan secara temurun pada anak-cucumereka hingga sekarang.

41 Bejagan dapat masih dipercaya masyarakat Kampung Laut sebagainama tempat tinggal dan kampung halaman mereka yang asli, dan tidakakan pernah berubah. Oleh karena itu, terkadang penulis akanmenyebutkan Kampung Laut dan Bejagan sebagai suatu istilah yangsama dalam pengertian tempat tinggal warga Kampung Laut asli.

42 “Siloka” yang berarti ‘akan silau jika tak dibuka’.

Page 158: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

147

Kepentingan atas Tanah timbul

Begitu tanah mulai muncul dan semakin besar, tumbuhpula kepentingan menguasai apa yang ada di sana. Denganberbagai cara, termasuk membangun mitos-mitos, masyarakatKampung Laut melakukan kontrol penuh atas sumberdayaagraria yang timbul di atas Segara Anakan. Mereka, dengankesadaran penuh dan sangat sistematis, mengkonstruksikekuasaan atas tanah timbul. Ada beberapa alasan yangmenyebabkan warga merasa perlu untuk menguasai tanahtimbul. Pertama, karena mereka adalah warga negara yangselama ini tinggal di atas Segara Anakan, sehingga merekamenganggap otomatis berhak memiliki yang muncul di areatersebut. Keterkaitan mereka atas Segara Anakan dan segalayang muncul di atasnya, didasarkan pada klaim historis, kul-tur, dan kekuasaan lokal.43 Kedua, selama ini warga KampungLaut menggantungkan hidup pada Segara Anakan. Olehkarena itu, ketika Segara Anakan tersebut hilang dan menjadidaratan, mereka tetap menggantungkan kehidupannya disana. Ketiga, karena ketergantungan secara ekonomi, sosial,dan budaya yang sudah sangat kuat itulah, maka masyarakatKampung Laut merasa menjadi pemilik tunggal atas wilayahini. Jikapun ada warga atau masyarakat lain yang maumelakukan investasi, pengelolaan, atau membuka akses diarea Kampung Laut, maka harus mengikuti tata cara dannilai-nilai yang berlaku di Kampung Laut ini, termasuk didalamnya tata cara tenancy sumberdaya agrarianya.

Dari berbagai pihak yang melakukan penguasaan TanahTimbul, sulit memetakan manakah yang dominasinya kuat.Warga asli atau pendatang sama-sama memiliki kekuatanmasing-masing. Akan tetapi jika kita sederhanakan, model-model dominasi yang mereka tunjukkan bisa dilihat pada

43 Disarikan dari beberapa hasil wawancara dan diskusi dengan wargadesa, tokoh, aparat desa, dan mantan aparat desa.

Page 159: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

148

pola-pola berikut: (1) Untuk dominasi atas status sumberdayaagraria yang ada di Kawasan Segara Anakan dan TanahTimbul yang kemudian muncul, warga Kampung Laut atauwarga asli yang sangat dominan. Termasuk ketika merekamenetapkan klaim penguasaan, pemilikan, maupun penge-lolaannya. Warga luar (Darat) tidak ada bisa melakukan inter-vensi pada sistem ini. Warga dari luar atau pendatang hanyabisa melakukan penguasaan tanah Tanah Timbul ini, jikasudah mengikuti sistem yang ditetapkan (dijelaskan nanti).(2) Untuk dominasi kapital, hal ini juga harus dihitung kem-bali, karena penampakan atau visualisasi kekuasaan kapitalkaum pendatang tidak tampak nyata di area Tanah Timbulini. Sulit disebutkan bahwa kaum pendatang itu memilikidominasi berbasiskan modal. Namun demikian, dari beberapainformasi yang ditemui, karakter pendatang yang datangmelakukan trukah bagi warga Kampung Laut, atau yangdatang dengan cara lain seperti menyewa, gadai dan membeli,mereka tampil sangat biasa-biasa saja. Bahkan di beberapalokasi yang ditemui, mereka tinggal pada gubuk-gubuk yangdibuat seadanya. Padahal di daerah tempat mereka berasal,di darat, mereka adalah warga yang cukup berada. (3) Akantetapi tidak bisa dilepaskan adalah kekuasaan dominan ditingkat warga Kampung Laut atau warga lokal sendiri. Dilingkungan mereka konsolidasi atau akumulasi kapital terjadijustru tidak kalah masif dengan konsolidasi yang dilakukanoleh warga darat di sana. Mereka yang memiliki kekuatanmenyatukan dua sumberdaya kapital adalah mereka yangsecara perlahan menunjukkan dominasinya. Sebab dengankemampuan melakukan pengelolaan atas sumber-sumbermodal tersebut mereka bisa hidup semakin makmur.

Dengan demikian, menjadi jelas sekali bahwa kuasadominan di Tanah Timbul belum sampai pada taraf kris-talisasi. Peralihan atau pergeseran kekuasan, entah itu kapitalatau sosial, masih terus terjadi dan berganti. Saat ini, sudah

Page 160: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

149

muncul kesadaran baru dari warga Kampung Laut untuk upgrade kapasitas diri mereka dengan pendidikan. Sehinggadengan peningkatan kapasitas ini mereka bisa memaksimal-kan kesejahteraannya.

Berbeda dengan masyarakat, kepentingan pemerintahatas Tanah Timbul jelas lebih pada masalah-masalah yangterkait dengan kehidupan masyarakat saja. Misalnya, penga-kuan atas masyarakat Kampung Laut yang tadinya hanyamerupakan satu desa, saat ini sudah menjadi satu kecamatan.Pengakuan ini penting sekaligus juga bumerang. Penting ka-rena pemerintah melakukan tugasnya sebagai negara yangharus melindungi warganya: namun di sisi lain, dengan peng-akuan ini, maka otomatis pemerintah harus juga menjadi pene-ngah yang adil bagi konflik sumberdaya agraria yang kerapmuncul.

Di aras lain, pengakuan atas hak-hak kewargaan itu jugasebenarnya bagi pemerintah dimaksudkan untuk motif lain,yakni sumber pendapatan negara. Hal ini bisa dimaklumisebab selama warga Kampung Laut sebagai nelayan, kewa-jiban-kewajiban mereka sebagai warga negara seperti mem-bayar Pajak Bumi dan Bangunan, pembuatan KTP, dan lain-lain, sangat rendah. Saat ini, desa-desa yang sudah menerbit-kan SPT juga terbebani untuk merealisasikan target pajakpemerintah di area tersebut.44

Penguasaan Tanah Timbul

Dalam UUPA 1960, Tanah Timbul adalah tanah miliknegara. Masyarakat bisa mempunyai hak kuasa atas TanahTimbul dengan sepengetahuan dan ijin negara. MasyarakatKampung Laut sudah mendiami kawasan Tanah Timbulselama lebih dari 20 tahun, walaupun demikian, mereka tidak

44 Desa Penikel dan Desa Ujung Gagak, misalnya ditarget harusmenyetor PBB ke pusat pertahun Rp. 30 juta. Meski tidak bisa dipenuhi,namun target itu tidak pernah dikurangi.

Page 161: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

150

dapat dengan mudah mendapatkan hak akses dan penguasaanTanah Timbul. Ada beberapa cara yang ditempuh masyarakat:

Sistem Trukah

Proses awal pengalihan hak Tanah Timbul pada masya-rakat dilakukan dengan sistem trukah. Sistem ini dilakukantahun 1988 dengan dikeluarkannya “Surat Keputusan BupatiNo. 144/802/25/ Tahun 1988 tentang Distribusi TanahTimbul Pada Masyarakat Kampung Laut”. Sistem trukahmerupakan salah satu sistem penguasaan Tanah Timbul yangdisepakati oleh masyarakat Kampung Laut. Sistem ini di-lakukan sejak tahun 1980-an, ketika masyarakat sudah mulaimengusahakan Tanah Timbul untuk dikuasai, baik dalambentuk penguasaan hak pengelolaan maupun penguasaan hakmilik tanah pekarangan.

Masyarakat asli Kampung Laut mendapatkan 350 ubinluas tanah yang dapat di-trukah. Pada sistem trukah, masya-rakat akan melakukan pembabatan hutan di atas Tanah Tim-bul sebatas luasan yang telah ditentukan. Masyarakat dapatmenentukan lokasi Tanah Timbul yang ada di wilayah desamereka masing-masing. Pada kesempatan tersebut, masya-rakat akan menentukan batas dan melakukan pematokanTanah Timbul sesuai dengan luasan yang sudah ditentukan.Tanah Timbul diberikan patok dengan nama-nama para pe-megang hak trukah.

Menurut Pemerintahan desa Panikel, masyarakat yangtelah melakukan trukah melaporkan pada pemerintah desauntuk dilakukan pencatatan. Namun, dalam kenyataannya,masyarakat masih kurang memperhatikan sistem pelaporansebagai sarat tertib administrasi bagi pencatatan pertanahandi wilayah Tanah Timbul. Hingga tahap penelitian ini dilaku-kan, sistem trukah sudah tidak memungkinkan lagi dilakukanmengingat luasan lahan yang tersedia sudah habis dibagi ratapada seluruh masyarakat Kampung Laut.

Page 162: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

151

Sistem Bagi Hasil

Bagi masyarakat luar, tidak memungkinkan lagi dapatmempunyai hak yang sama seperti masyarakat asli melaluitrukah. Masyarakat dari luar harus bekerja sama denganmasyarakat asli Kampung Laut untuk mendapatkan bagianhak atas penguasaan tanah di kawasan Tanah Timbul.

Masyarakat Kampung Laut biasanya mengerjakantrukah sendiri atau bersama keluarga. Namun, ada juga yangtidak mampu membuka lahan dengan luas yang ada, makamereka akan mengusakan pembabatan hutan dengan meng-ajak masyarakat luar berkerjasama melaui sistem bagi hasil.Masyarakat asli yang melaksanakan sistem ini membagikansebagian tanahnya pada masyarakat luar yang membantumelakukan pembabatan. Masyarakat luar yang membantuakan mendapatkan hak kuasa atas tanah yang dibuka denganluas 100 ubin (100 meter kali 14 meter) jika ia mampumembantu membuka lahan sebanyak 350 ubin (350 meterX 14 meter)

Sistem Transmigrasi Lokal

Tahun 1984, masyarakat mengalami paceklik, tidakmempunyai sumber daya usaha dan cukup kesulitan. Masya-rakat kemudian mengusahakan beragam cara untuk menjagaeksistensi kehidupannya di Tanah Timbul. Namun, wacanaTanah Timbul sebagai tanah negara mulai mencuat ke per-mukaan.

Tanah Timbul merupakan tanah negara. Pertimbanganitu juga yang membuat pemerintah membuat kebijakanmemindahkan masyarakat Kampung Laut agar meninggalkanTanah Timbul. Masyarakat Kampung Laut tidak berkenanuntuk dipindahkan oleh pemerintah dalam bentuk trans-migrasi ke Sumatera. Namun masyarakat masih dapat me-maklumi kebijakan pemerintah atas program transmigrasi

Page 163: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

152

yang diusulkan. Walaupun, hidup dalam kondisi keter-belakangan di Kampung Laut, masyarakat tetap memilihuntuk tinggal dan menetap di Tanah Timbul.

Pemerintah kemudian mengusahakan program trans-migrasi lokal. Program transmigrasi lokal ditawarkan padamasyarakat Cikerang di Petak 23 dan Petak 24. Programtransmigrasi lokal tersebut memberikan fasilitas yang dijanji-kan pemerintah bahwa setiap masyarakat dalam bentuk KepalaKeluarga (KK) akan mendapatkan tanah seluas 2 ha, danfasilitas layaknya program transmigrasi lainnya. Kalau kitamenilik, dari pertimbangan di atas masyarakat pasti akansetuju dengan program transmigrasi lokal dari pemerintah,karena masyarakat tidak setuju jika dipindahkan terlalu jauhdari kampung halamannya. Namun kenyataannya dalamkurun waktu setelah program sosialisasi pada tahun 1986-anterjadi perubahan pendapat.

Masyarakat menolak program transmigrasi lokal yangdiinisiasi oleh pemerintah dengan alasan mereka sangat ber-harap bisa mengelola Tanah Timbul baik sebagai pemukimandan tanah pekarangan, juga untuk mengembangkan usahadan kehidupan keluarga pada tanah leluhur. Masyarakat takutkehilangan eksistensinya sebagai nelayan dan warga asli KampungLaut. Ada yang berpendapat, masyarakat apriori bahwasetelah dipindahkan nanti masyarakat lainnya menempati danmenguasai Tanah Timbul.

Masyarakat mendapatkan Tanah Timbul seluas 350ubin (14 X 350 meter). Jatah Tanah Timbul yang sudah dibagi-kan pada masyarakat dapat di-trukah dengan berbagai carasesuai dengan kehendak dan kemampuan masyarakat dalammengelola Tanah Timbul.

Sertifikasi Lahan Pekarangan

Masyarakat Kampung Laut terus memperjuangkanpenguasaan lahan Tanah Timbul lebih kuat dalam bentuk

Page 164: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

153

tuntutan dari hak pengelolaan menjadi hak milik. Masyarakatmengusahakan pengajuan sertifikasi lahan setelah merekamendapatkan hak atas tanah sebagai ganti dari programtransmigrasi lokal yang ditawarkan pemerintah tahun 1986.

Masyarakat mengharapkan program transmigrasidigantikan lokasinya yaitu di kawasan Tanah Timbul dimanamereka sudah menetap dan berketurunan. Akhir prosesperjuangan, masyarakat mendapatkan hak atas pengelolaanTanah Timbul pada tahun 1987. Pemerintah Kabupatenmemberikan Surat Keputusan No. 144 Tahun 1998 sebagailegalisasi atas distribusi Tanah Timbul di Kawasan SegaraAnakan pada masyarakat Kampung Laut. Masyarakat men-dapatkan ijin untuk melakukan sertifikasi tanah pekaranganyang sudah ditempati sebagai rumah tempat tinggal. Serti-fikasi dilakukan pada tahun 2004 melalui program sertifikasimassal yang diselenggarakan oleh pemerintah.

Pemerintah menyediakan program sertifikasi tanah yangdiapplikasikan secara teknis oleh Badan Pertanahan di setiapkabupaten/kota. Program tersebut adalah Program LayananRakyat Untuk Sertifikasi Tanah (LARASITA).

Sistem Transaksi Jual Beli

Tanah Timbul sudah tidak memungkinkan lagi didistri-busikan pada masyarakat dengan alasan bahwa luasan TanahTimbul sudah habis menjadi milik setiap orang asli KampungLaut, dan sebagian masyarakat “darat” yang turut sertamembantu trukah.

Pilihan lain hanya dengan cara jual beli antara pemiliktanah yang sudah mendapatkan pengesahan. Sistem ini marakdilakukan oleh masyarakat Kampung Laut.

Pengelolaan Tanah Timbul

Fase awal ketika mulai muncul Tanah Timbul dalambentuk gundukan-gundukan di perairan kawasan Segara

Page 165: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

154

Anakan, beberapa warga desa Ujung Gagak berinisiatif me-nimbunnya agar bisa ditempati. Meski memerlukan danayang sangat besar, mereka tetap mengusahakan untuk me-nimbunnya. Hal ini dimaksudkan agar lahan-lahan itu bisaoptimal dikelola dan bahkan mengharapkan hak kepemilikanatas Tanah Timbul tersebut. Beberapa orang pelopor penim-bunan Tanah Timbul adalah Aliredja dan Ranaliah. Sebenar-nya semangat melakukan pengurugan tersebut muncul karenakerinduan tinggal di darat. Aliredja sendiri adalah Mandor ditanah Perhutani, dan sebenarnya bukan warga asli KampungLaut melainkan pendatang. Pernikahanlah yang menyebab-kan ia tinggal di Kampung Laut.

Proses pengelolaan Tanah Timbul digunakan untukbeberapa pemanfaatan, di antaranya: pertama, pengelolaanuntuk kepentingan pemukiman dan perumahan. Perubahansistem dari rumah panggung menjadi rumah daratan terjadisilih berganti. Kini, rumah panggung sudah tidak ada lagi.Kedua, pengelolaan lahan untuk pekarangan. Ketiga, penge-lolaan lahan untuk pertanian. Pertanian yang memungkinkanadalah padi sawah tadah hujan dengan adaptasi perubahantanah berkadar garam tinggi. Pertanian padi sawah hanya dapatdilakukan pada musim penghujan. Curah hujan tinggi dapatmengeleminir kadar garam tanah yang tidak dapat dilakukanpada masim kemarau, karena kondisi tanah menjadi semakinasin. Keempat, pengelolan lahan untuk budidaya udang dankepiting. Budidaya udang dan kepiting memberikan hasil yanglumayan dengan modal besar. Tambak udang yang sudahmulai ditinggalkan oleh para investor sekarang beralih secaraperlahan menjadi tambak kepiting yang dikelola mandiri olehmasyarakat. Ada yang mengembangkan tambak kepiting disekitar tempat tinggal atau tanah pekerangan, ada yangmengembangkan tambak kepiting di tanah-tanah saudarayang berdekatan dengan tanah pekerangan. Ada pula merekayang membuat tambak kepiting di tanah ladang, namun

Page 166: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

155

untuk menghindari pencurian, biasanya dibuatkan suaturumah kecil yang diperuntukkan sebagai tempat tinggalsementara sekaligus berfungsi sebagai tempat penjagaan danpos atau pusat pemanenan. Kelima, sebagian warga jugamemanfaatkan lahan untuk membuka sarana perdagangan,seperti pasar. Di desa Panikel, pembangunan pasar diinisiasioleh pemerintah desa bersama warga sekitar, pemerintahbersedia memberi ijin atas lahan yang diperuntukan sebagailokasi perdagangan. Di Desa Ujung Gagak ada lokasi pele-langan ikan dan kepiting yang difasilitasi oleh masyarakatuntuk bersandarnya kapal-kapal nelayan. Peruntukan lahanuntuk jalur distrubusi dan perdagangan sudah lumayanberkembang jika dibandingkan dengan pengelolaan pasar yangpernah difasilitasi oleh proyek Pemerintah Daerah tahun1997-an. Terbukti, bahwa pasar yang dahulu disediakan melaluiproyek pemerintah, sekarang sudah tidak dimanfaatkan olehmasyarakat. Masih banyak kendala yang dihadapi, misalnyaketiadaan pelabuhan dan Tempat Pelelangan Ikan. Hinggasaat ini, nelayan Kampung Laut masih menjual hasil tang-kapan di Pelabuhan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Majing-klak. Masyarakat merasa TPI Majingklak adalah TPI laindaerah yang akan meningkatkan kekayaan daerah di luarCilacap.

Kenyataan saat ini di Kampung Laut memperlihatkanbeberapa perubahan pengelolaan dan penguasaan tanah, bisadipetakan sebagai berikut:

Land Tenure System

Sistem tenurial di Kampung Laut berubah menjadikepemilikan permanen atas Tanah Timbul dengan pengakuanformal atas bidang tanah. Secara merata, di seluruh desa diKampung Laut, hampir semua tanah bangunan sudahmemiliki bukti surat kepemilikan dari Badan PertanahanNasional (BPN) melalui Program Nasional (Prona) yang

Page 167: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

156

dilakukan sekitar tahun 2003- 2004-an. Di desa Ujung Gagakmisalnya, ada 911 bidang tanah perumahan yang sudahmemiliki SPPT (Surat Pemberitahuan Pajak Terutang), dan1245 bidang yang sudah ditetapkan status penguasaan dalambentuk hak garapan45. Sementara di Penikel pemerintah sudahmengeluarkan 350 SPPT yang merupakan bukti awalkepemilikan lahan. Sama seperti di desa Ujung Gagak, didesa Penikel juga status kepemilikan hanya menyangkutbidang tanah yang berbangunan saja.

Sistem penguasaan lain adalah model penguasaan atauhak menggarap saja, sedang status tanahnya sendiri dikuasaioleh negara, atau di beberapa lokasi dikuasai oleh Perhutani.Perbedaan tenurial ini menyebabkan pasar tanah gelap di areaTanah Timbul berbeda-beda. Untuk lahan yang sudahmemiliki SPPT (Surat Perhitungan Pajak Terhutang), hargatanah sangat mahal. Sebagai contoh, satu ubin (1 x 14 meter)tanah yang ber-SPPT di Ujung Gagak berharga antaraRp.700.000,- sampai Rp.1.000.000,- (setara Rp. 50.000,-sampai 70.000 ,- per meter2). Sedangkan lahan yang tidakmemiliki SPPT jauh di bawah itu.

Selain itu, lahan juga dibedakan berdasarkan kualitas.Untuk lahan pinggir jalan, pinggir darat seperti di KarangAnyar atau di Penikel, lahan-lahan di sana dikategorikansebagai lahan kelas I. Sedangkan yang di desa lain rata-ratadikategorisasi sebagai lahan kelas II. Pengkatagorian kelaslahan ini menyebabkan perbedaan harga terutama ketikaproses transaksi jual beli.

Land Tenancy System

Pada aras ini, sistem yang berlaku pada warga KampungLaut terdiri dari beberapa model, antara lain: (1) Sistem

45 Wawancara dengan Kades Ujung Gagak, Slamet Ryadi, tanggal10 September, 2009.

Page 168: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

157

penguasaan tanah berbasis jasa. Sebagaimana disebutkan diatas bahwa di Kampung Laut berlaku aturan bagi setiap350:100 ubin untuk setiap lahan yang di-trukah. Artinya,untuk setiap lahan baru dengan luasan 350 ubin yang di-trukahatau dibabat, maka bagi yang orang darat (orang luar) yangikut membantu proses trukah akan mendapatkan imbalanpembagian lahan 100 ubin. Jumlah pembagian dari hasiltrukah berlaku jumlah kelipatannya. (2) Adapun sistem pemi-likan areanya berlaku hukum bahwa seluruh area SegaraAnakan adalah hak warga Kampung Laut. Di luar warga aslitidak bisa. Siapakah warga asli? Menurut Gunantoro (mantankepala desa Panikel) bahwa mereka yang disebut sebagaiwarga asli adalah mereka yang tinggal di area Kampung Lautsebelum tahun 1986 dan mereka sudah mempunyai keluargadengan dibuktikan adanya Kartu Keluarga (KK) asliKampung Laut. (3) Sistem sewa, paro, gadai, dan jual belimenganut asas yang sama dan berlaku di “darat”.46

Dalam trukah, aparat pemerintahan desa terlibat dalamproses pembagian lahan-lahan hasil trukah, terutama dalammembuat ketetapan luasan dan kepemilikan lahan warga.Akan tetapi ketika terjadi transaksi lahan yang sangat liardan benar-benar menganut azas ekonomi pasar, sepertinyaaparat tidak berkutik.47 Sehingga tidak jarang merekamenemukan kendala ketika pada akhirnya terjadi berbagaimasalah seperti tumpang tindih kepemilikan lahan garapan,serta berbagai sengketa agraria lainnya.

46 Kerangka Land Tenure System dan Land Tenancy System inidiadopsi dari keraka pemikiran Gunawan Wiradi. Selengkapnya lihat:Gunawan Wiradi. Metodologi Studi Agraria: Karya Terpilih Gunawan Wiradi.(editor: M. Shohibuddin) Sains: Bogor, 2009. h. 147-148

47 Pandangan ini dikemukakan oleh seluruh aparat desa di lingkupwilayah Kecamatan Kampung Laut.

Page 169: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

158

Bagan 5. Proses Polarisasi Kepemilikan Lahan di Kampung Laut

Ketika tanah-Tanah Timbul ini mulai mengeras, kadarasinnya mulai berkurang, sehingga memungkinkan diolahuntuk pertanian, perikanan dan tambak. Pemilik modal—terutama dari darat—mulai melirik untuk berinvestasi, ataubertani di sini. Tinggal masalah prosedur masuknya saja yangharus mereka lalui agar bisa memiliki lahan garapan di TanahTimbul. Dengan sistem penguasaan Tanah Timbul yang ber-laku, warga pendatang secara perlahan melakukan penguasaan.Potensi konflik kemudian semakin tinggi.48

Pemodal dari luar ini masuk memang tidak meng-gunakan satu pola. Selain itu, dari sisi kapital, juga tidak selu-ruhnya pemodal besar. Bahkan beberapa di antara merekahanya eksis sebagai petani, justru awalnya hanya buruh trukah.Namun keuletan yang dimiliki oleh pendatang telah memberimereka akumulasi aset sehingga saat ini mereka bisa dikata-kan berhasil. Sedangkan pemodal lain yang cukup kaya,

Homogen

Petani luas / Kaya

Petani Menengah

Petani Miskin

Buruh/ Buruh Tani / Tuna Kisma

“Agrarian Bourgeoise”

“Rural Proletariat”

TITIK AWAL FASE TRANSISI TITIK AKHIR

Antagonistik

Proses Diferensiasi Proses

ProletarisasiProses Polarisasi

==

48 Analisis atas persoalan ini bisa dilihat pada: Christian Reichel,dkk. 2008. Conflicts between stakeholder groups affecting the ecology and economyof the Segara Anakan region. Free University of Berlin. Berlin.

Page 170: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

159

kebanyakan memilih prosedur lain seperti sewa, gadai, paro,dan juga membeli. Para pendatang atau pemodal ini beranimelakukan investasi di Tanah Timbul karena mereka menge-tahui dengan baik kesuburan tanah ini. Sehingga meski saatini baru bisa ditanami selama masa penghujan saja, tapi hasilyang didapatkan cukup menguntungkan.

Kemudian jika dilihat secara seksama, proses yang terjadipada mekanisme pengalihan aset ini nyaris persis seperti yangdikemukakan oleh Lenin, seperti dikutip oleh Gunawan Wiradi(2009) mengenai Diferensiasi Sosial49, dijelaskan berikut:

Pada titik awal, kepemilikan lahan terjadi secara homo-gen pada masyarakat Kampung Laut atau warga Bejagan saja.Bahkan karena kontur lahannya bisa dikatakan tidak ada,kepemilikan atas lahan yang permanen nyaris tidak ada.Meskipun demikian, batas-batas agraria mulai tumbuh ketikalaut mulai mendangkal dan masyarakat mulai bisa menanampatok-patok batas tempat mereka melakukan usaha-usahaekonomi seperti membangun jaring apung dan lain-lain.Tahap berikutnya adalah fase transisi, di mana lahan-lahanmulai mengeras (atau sengaja dibuat keras seperti yangdilakukan oleh masyarakat Ujung Gagak),

Pada fase inilah kemudian terjadi berbagai alih fungsilahan yang cukup massif. Terlebih tidak ada ketetapan daripemerintah mengenai sistem transaksi berbasis lahan-lahanyang hak garapnya ditetapkan oleh pemerintah. Sehinggalama-lama terjadi konsolidasi kepemilikan lahan di KampungLaut terutama oleh warga pendatang.

Proses ini jika mengacu pada kerangka di atas, bisadikatakan sebagai fase antagonistik. Sebab di satu sisi wargaKampung Laut yang ‘dianugerahi’ lahan untuk membangunsistem kehidupan baru. Sementara di sisi lain, karena skill

49 Lihat, Gunawan Wiradi. Metodologi Studi Agraria: Karya TerpilihGunawan Wiradi. (editor: M. Shohibuddin) Sains: Bogor, 2009. h. 118.

Page 171: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

160

yang tidak memadai, mereka justru sebaliknya, semakin ter-pepet untuk tetap menjadi nelayan. Tentu saja, apa yangterjadi tidak persis sama. Namun demikian, pada masyarakatKampung Laut, kolektivitasnya rendah. Sehingga pengorga-nisasian massa berbasis kesamaan pola-pola pencarian nafkahsangat kurang. Mereka mengorganisir dirinya hanya jika adasesuatu yang secara massif mengganggu kehidupan bersama.

Proses diferensiasi sosial menjadi semakin terpolakanseperti di atas dengan massif. Sementara aparat pemerintahtidak bisa berbuat banyak karena kurang memiliki instrumenyang cukup. Wajar jika sejak sekarang sudah bisa diprediksi:ke depan masyarakat Kampung laut, jika masalah ini tidaksegara diatasi, menjadi marjinal dan bahkan terasing di per-kampungannya sendiri. Terlebih lagi, meski selama ini wargaasli tetap berprofesi sebagai nelayan, tapi di beberapa daerah,area tangkapan mereka semakin menyempit dan dangkal.

Konflik Pengelolaan di atas Tanah Timbul

Konflik Akses antara Masyarakat Asli VSMasyarakat Pendatang: Perspektif Sejarah

Ada dua pandangan sejarah50 yang perlu diperhatikandisini untuk menentukan masyarakat Kampung Laut, yaitu:

Pertama, masyarakat Kampung Laut percaya bahwa merekamerupakan turunan Kerajaan Mataram. Dalam konteks ter-sebut, masyarakat Kampung Laut berarti bukan penduduk aslisedari awal hingga turun-temurun. Artinya, masih ada wargaKampung Laut sebelum datangnya keturunan Mataram ini.

50 Dalam penelitian ini, genealogis masyarakat Kampung Laut tidakdiurai mendalam dan hanya dipahami sebagai suatu uraian historis yangdipaparkan oleh tokoh masyarakat, kelompok adat masyarakat KampungLaut, dan beberapa masyarakat yang dianggap mempunyai pengetahuanluas mengenai sejarah masyarakat Kampung Laut tempo dulu.

Page 172: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

161

Kedua, mereka dikatakan sebagai masyarakat yang tinggalmenetap dan berketurunan dalam kurun waktu lama. Dalampandangan ini, perkembangan masyarakat Kampung Lautadalah dari pertemuan warga pendatang dengan warga asliKampung Laut dalam berbagai konteks, hingga mempunyaisuami atau istri dari warga asli. Dalam pandangan ini, artinyatidak semua warga yang menetap dan bertempat tinggal diKawasan Segara Anakan dapat disebut sebagai warga asli(sudah bercampur).

Pada proses awal distribusi lahan Tanah Timbul munculkonflik atas akses lahan antara warga asli dan pendatang.Warga Kampung Laut sangat menonjolkan pandangantentang keaslian mereka sebagai masyarakat Kampung Lautsehingga merupakan faktor penting hak mereka atas akseslahan Tanah Timbul. Konteks sejarah ini sangat berpengaruhkhususnya dalam proses penguasaan lahan menggunakansistem trukah.

Konflik Perbatasan: Perhutani VS Masyarakat

Pada awal perkembangan Tanah Timbul, batas tanahtidak jelas. Konflik perbatasan disini dapat dimaknai sebagaiperselisihan interpretasi batas-batas Tanah Timbul. Ketikaitu, luasan Tanah Timbul selalu bertambah dengan mening-katnya arus sedimentasi di sekitarnya.

Konflik perbatasan antara Perhutani dan masyarakatterjadi di petak 9 dan petak 10, yang dikuasai masyarakatmelalui trukah. Persepsi masyarakat meyakini Tanah Timbulberada di luar batas wilayah Perhutani. Pandangan masyarakatdikuatkan oleh peta wilayah Perhutani sendiri yang meng-gambarkan batas wilayah Perhutani maksimal berada di jarak3 km setelah rel kereta yang berada di darat. Hal ini terungkappada saat koordinasi pertikaian yang difasilitasi oleh Barkotanasda.

Menurut Dartono, warga Muara Dua, Panikel, wilayahPerhutani setelah dilihat di atas peta tahun 1970 dari Barko-

Page 173: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

162

tanasda, Tanah Timbul memang tidak ada, dan baru munculsetelah tahun 1970-an. Permasalahannya, di sini ada tanahmaritim, tanah Perhutani, dan Tanah Timbul, sama-sama tidakjelas batas-batasnya, hanya Barkotanasda yang memilikipetanya. Berdasarkan koordinasi yang telah dilakukan di atas,masyarakat mulai meyakini bahwa wilayah Tanah Timbultidak termasuk dalam kekuasaan wilayah Perhutani.

Namun, kenyataannya, Perhutani masih meyakiniwilayah kuasa atas Tanah Timbul. Menurut masyarakat keya-kinan Perhutani tidak berdasar dan mengakibatkan masya-rakat tidak dapat mengakses Tanah Timbul di wilayah petak9 dan petak 10. Permasalahan konflik perbatasan menjadipolemik yang tidak berkesudahan. Hingga sekarang, parapihak masih dalam interpretasi masing-masing.

Permasalahan perbatasan antara sesama masyarakatjuga terjadi, terutama pada masyarakat yang turut serta mela-kukan trukah, akibat sistem pelaporan trukah tidak dilaksana-kan dengan benar oleh masyarakat. Masyarakat biasanyamelakukan pematokkan sendiri tanpa melakukan koordinasidengan pemerintah desa setempat, ada juga yang melakukantrukah tanpa konfirmasi pada masyarakat pemilik tanah dimasing-masing batas.

Konflik Tumpang Tindih Kepemilikan:Masyarakat VS Pemerintah Desa

Kasus tumpang tindih kepemilikan tanah salah satunyaterdapat di dusun Muara Dua, Penikel, yang terjadi karenabeberapa orang saja, anggota masyarakat yang mempunyaisurat hak atas tanah yang dianggap sah oleh pemerintah desa.

Hak kepemilikan Tanah Timbul disahkan oleh peme-rintah desa sebagai lembaga pemerintahan terendah untukmelakukan pencatatan administrasi dan pengelolaan pajak.Segala pengaturan tata kelola dan penguasaan Tanah Timbuldapat difasilitasi oleh pemerintahan desa. Pada tingkat yang

Page 174: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

163

ekstrim, pemerintah desa berfungsi vital untuk pengelolaandan penguasaan Tanah Timbul beserta distribusinya padamasyarakat. Dalam kasus tumpang tindih kepemilikan,masyarakat apriori bahwa pemerintah desa adalah makelartanah yang dapat melakukan jual beli surat penguasaan lahanTanah Timbul. Pada kenyataan ini, pemerintahan desa tidakdapat memberikan informasi yang lebih mendalam dalamrangka usaha penggalian data dan proses verifikasi. Di tingkatkecamatan, pemerintah kecamatan tidak dapat memberikaninformasi dikarenakan kewenangan tentang permasalahanTanah Timbul yang berkaitan dengan perijinan, permohonan,pencatatan, serta surat-menyurat dilimpahkan sepenuhnyapada pemerintahan desa.

Konflik Pengelolaan: Masyarakat VS Investor

Masyarakat dari luar Kampung Laut lebih agresif ber-investasi dalam pengelolaan Tanah Timbul. Pada awalpengusahaan untuk melakukan pengelolaan Tanah Timbuldi Kampung Laut, masyarakat dari luar melakukan pem-bukaan usaha pertanian, ladang, dan tambak. Usaha masya-rakat pendatang mengalami banyak kendala di lapangan.Beberapa kendala yang sering dialami seperti, musim,sumberdaya, keamanan, keterbelakangan dan transportasi.Baru pada tahun 1990-an mulai berdatangan investor dariluar untuk memanfaatkan Tanah Timbul sebagai salah satupotensi usaha.

Perkembangan usaha masyarakat luar tidak mendapat-kan dukungan dari masyarakat lokal setelah investor dari luarmendapatkan banyak hasil yang berlimpah. Sikap masyarakatlokal terhadap usaha yang dikembangkan investor luar ber-macam-macam, seperti, melakukan pencurian udang-udangdalam tambak, penjarahan serempak hasil panen, turut sertadalam panen raya hasil tambak, namun tidak dikembalikanpada pemilik tambak. Hal demikian sebagai perlawanan yang

Page 175: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

164

dilakukan oleh individu maupun berkelompok, bahkan masya-rakat bersama membawa keluarga, termasuk anak-anak, untukturut serta melakukan penjarahan hasil panen tambak udang.

Akhirnya investor dari luar menutup dan meninggalkantambak udang, hingga sekarang tidak terawat. Menurut ma-syarakat sudah 5 tahun, pemilik tambak tidak kembali lagi.Pada kesempatan tersebut, masyarakat mengusahakan pengu-asaan tambak. Pengembangan kepiting oleh masyarakat mulaidilakukan pada saat penelitian ini dilakukan, dengan mengajakmasyarakat bersama-sama mengembangkan kepiting dipekarangan masing-masing.

Konflik Klaim: Masyarakat VS LP Nusakambangan

Konflik klaim terjadi antara masyarakat Kampung Lautdengan Petugas LP (Lembaga Pemasyarakatan) Nusakam-bangan, terhadapklaim masyarakat di Pulau Nusakambangan.Masyarakat mendapat teguran, bahkan ada pembakaran gubug(rumah sementara) yang sudah dibangun warga selama mere-ka melakukan babad, hingga pengusiran dari lokasi pertanian.Menurut salah satu aktivis gerakan perempuan, Fikri: reaksisepihak yang dilakukan oleh LP Nusakambangan adalah tin-dakan klaim Lembaga Pemasyarakatan51 atas Tanah TimbulNusakambangan. Rakyat sendiri sesungguhnya juga mem-bangun klaim mereka atas Tanah Timbul. Mereka menga-takan bahwa Tanah Timbul Nusakambangan dulunya meru-pakan wilayah tangkapan nelayan Kampung Laut termasukjuga Dudukan52 udang, yang terdapat di bawah tebing Nusa-kambangan. Maka tidak dapat dihindarkan terjadilah perta-rungan antar klaim dari para pihak tersebut. Pasuruan tempat

51 Klaim Lembaga Pemasyarakatan tersebut adalah counter claimdari klaim wilayah historis rakyat terhadap tanah timbul Nusakambangan.

52 Dudukan, istilah dalam bahsa setempat untuk menyebut tempatmencari tangkapan laut.

Page 176: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

165

di mana terdapat makam Ki Jaga Laut,53 adalah lokasi pal-ing nyata untuk melihat bagaimana pertarungan klaim rakyatdengan counter claim Lembaga Pemasyarakatan berlangsung(disini hanya disinggung sangat sedikit).54

53 Ki Jaga Laut adalah nenek moyang masyarakat Kampung Laut.Menurut cerita rakyat berabad lalu, Nusakambangan merupakan tempatpara penjaga laut yang ditempatkan oleh Mataram Islam sekitar 1500Masehi untuk menjaga perairan selatan dari bajak laut maupun kedatanganpasukan bangsa Eropa. Penjaga laut tersebut dipimpin oleh empat demang,yaitu Demang Wirayuda, Wangsengrona, Udasana, dan Wirasura. Merekamenjaga di sepanjang Pulau Nusakambangan yaitu di Limusbuntu,Kembangkuning, Lempongpucung, dan Klapakerep. Ketika Nusakam-bangan jatuh di tangan Belanda dan dijadikan pulau penjara, berpindah-lah para penjaga laut ini ke tengah laut Segara Anakan. Mereka menem-pati Karangkobar, Motean, Panitenan, Klaces (keempatnya adalah bagiandari desa Ujungalang), Karanganyar, Cibereum (Desa Ujunggagak), Bugel,Panikel, Muara Dua (ketiganya adalah bagian dari Desa Panikel).Perkampungan tersebutlah yang kemudian berkembang menjadi tiga desaKampung Laut.

54 Fikri juga memberikan penjelasan dalam tulisannya yang belumsempat dipublikasikan bahwa semua kejadian di atas kawasan TanahTimbul dan sekitarnya khususnya di wilayah Klaces dan Nusakambangandimulai dari cerita seorang tahanan politik G30S/PKI, seperti Dardjoadalah salah seorang mantan penghuni Lembaga PemasyarakatanNusakambangan di tahun 1982-an. Ia pulang ke kampungnya di Motean,lalu menceritakan pada keluarga, saudara, dan kawan-kawan lamanyamengenai pembukaan lahan di Nusakambangan. Menurut ceritanya, adalebih dari 600 napi yang dikerahkan oleh Lembaga Pemasyarakatan untukmembabad hutan guna membuka lahan pertanian. Informasinya memangtidak jelas mengenai awal waktu dari pembabad-an oleh para napi tersebut.Per 20 orang dari 600 orang napi dipimpin oleh seorang mandor napi. Iamenunjuk Tanah Timbul di bagian timur yang berdekatan dengan LembagaPemasyarakatan Nusakambangan sebagai lokasi pembabadan, gerumbulPasuruanlah yang dimaksudnya. Ia kemudian menganjurkan agar orang-orang yang mendengarkan ceritanya tersebut masuk ke lahan tersebut,sebab hutan sudah terbuka. Ia mengatakan bahwa paling-paling hanyaada alang-alang sebab lokasi bukaan tersebut baru ditinggalkan para napisekitar 2 tahun lalu. Dengan demikian dapat diperkirakan waktuberakhirnya pengelolaan lahan oleh Lembaga Pemasyarakatan denganmengerahkan para napi, yaitu sekitar tahun 1980. Berdasar cerita tersebut,dimulailah penyusuran kembali lahan bukaan tersebut sekitar tahun 1983.

Page 177: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

166

Keberlanjutan Sistem Mata Pencaharian

Pergulatan yang Tidak Pernah Berhenti

Perubahan-perubahan menyangkut sistem kehidupansosial ekonomi masyarakat Kampung Laut bermula ketikatanah lumpur yang dibawa dari arus sungai mulai mengerasdan kuat layaknya tanah daratan. Namun demikian, per-ubahan tersebut tidak bisa digeneralisir sebab pada faktanya,perubahan yang terjadi membutuhkan proses sublimasi agarbisa dilakukan penilaian sebagai perubahan. Sebagai contoh,memang warga dari Kampung Laut yang terdiri dari empatdesa itu saat ini sudah mulai memiliki keragaman mata pen-caharian, tidak hanya sebagai nelayan saja, semakin variatifkarena sudah ada yang bertani, berdagang, dan juga pengusahaangkutan. Selain itu, dinamika hubungan dengan warga daratjuga semakin intens, ketika semakin lama Tanah Timbulsemakin luas dan mempersempit jarak antara daratan danKampung Laut. Saat ini, menjangkau Kampung Laut tidak perlulagi menggunakan perahu. Di beberapa lokasi, seperti Panikelyang sudah hampir merapat dengan daratan Jawa, dan UjungAlang yang sudah merapat dengan Nusakambangan. Keduadaerah tersebut tidak lagi bisa dikatakan sebagai Laut SegaraAnakan, karena fakta ekologinya sama sekali berubah menjadidaratan.55

55 Ada sebuah cerita selorohan di kalangan tim peneliti ketika kamibisa sampai ke Pulau Nusakambangan. Selorohan itu menyangkut ceritatentang seorang narapidana terkenal, Jhony Indo, yang berhasil melarikandiri dari Nusakambangan menjelang tahun 80-an. Coba jika Jhonybersabar dua tahun lagi. Niscaya ia tidak perlu berenang menyebrangilaut Segara Anakan untuk ke Cilacap. Sebab tidak lama setelah itu, tanahtimbul sudah bermunculan. Atau jika saat ini Jhony Indo masih disanadan masih mau berenang menyeberangi selat, ia pasti akan kebingungansebab laut yang dalam pengetahuannya selama ini menjadi penghalangsudah hilang.

Page 178: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

167

Jalur penyeberangan menuju Kampung Laut dari Keca-matan Kawunganten sudah tidak berfungsi. Tahun 2003, jalurini masih menggunakan lalu lintas sungai untuk lebih mudahmenjangkaunya. Namun, sekarang dermaga penyeberangandi bawah jembatan Kawunganten sudah tidak lagi berfungsi,tidak ada lagi kapal-kapal penyeberangan yang bersandar dibawahnya. Padahal pada tahun tersebut, Jembatan lintasKawunganten menjadi ciri kehidupan warga masyarakat Kam-pung Laut, khususnya masyarakat Desa Panikel yang hanyamempunyai jalur tercepat menuju daratan melalui terminalkapal tersebut. Penyebab utamanya adalah akses jalan daratyang sudah mulai menguat dan penyediaan jalan dan jem-batan yang sudah membaik untuk melakukan mobilisasi ter-cepat dan termudah.

Bagi masyarakat perkembangan Kampung Laut sebagaisebuah perkampungan mulai layak dengan masuknya pem-bangunan fisik oleh pemerintah. Khususnya di desa Panikeldan Ujung Gagak sudah dikembangkan penerangan denganmenggunakan listrik dari PLN, juga ada sarana jalan danjembatan ke luar Kampung Laut. Di Ujung Alang dan Klacessudah dapat menikmati air bersih yang diambil dari Nusa-kambangan, walaupun penerangan listrik disini belum dapatdinikmati 24 jam, karena masih menggunakan listrik tenagasurya yang hanya dapat dimanfaatkan mulai pukul 18.00-22.30 WIB.

Keberlanjutan sosial-ekonomi masyarakat KampungLaut dapat diteruskan dengan adanya perikanan nelayan danpertanian Tanah Timbul. Namun sistem perikanan belumdimaksimalkan dalam penguasaan perairan luas. Sebagianbesar masyarakat masih memanfaatkan Segara Anakansebagai mata pencaharian utama. Sehingga, tingginya tingkatsedimentasi menjadi faktor utama penyebab menurunnyahasil tangkapan.

Masyarakat tidak akan mengalami keberlanjutan sistem

Page 179: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

168

mata pencaharian sebagai nelayan jika tingkat sedimentasidi laguna Segara Anakan tidak dapat diminimalisir. Semen-tara, masukkan dari Dinas Pertanian dan Peternakan tentangkondisi ini adalah penyelesaian secara komprehensif sistemDAS (Daerah Aliran Sungai), tidak hanya memperhatikansecara intensif munculnya sedimentasi, namun bagaimanapengelolaan kawasan di “atas” agar mengurangi tingkatsedimentasi yang turun dari kawasan hulu (di Ciamis, KotaBanjar, Tasikmalaya, dan Cilacap Bagian Barat).

Harapan atas Tanah Timbul

Bagi warga Kampung Laut, yang sudah cukup lamamenggantungkan diri pada alam sekitar sebagai sumber kehi-dupan, begitu laut yang berada di bawah rumah dan di sekitar-nya mulai mendangkal dan berganti daratan, mereka dihadap-kan masalah dilematis. Pada awalnya masyarakat memahamiproses sedimentasi sebagai proses alamiah. Mereka juga per-caya bahwa mereka bisa menimba keuntungan dari tanah-tanahyang semakin banyak bermunculan itu.56

Akan tetapi proses pergantian ekologi itu berubah sangatcepat. Sehingga, karena tidak diiringi dengan kecakapanmengenai perubahan agro-ekologi, menyebabkan proses trans-formasi penguasaan Tanah Timbul mengalami satu modeltransisi agraria yang puncaknya—jika tidak segera dicarikanjalan pemecahannya—seperti disebutkan oleh GunawanWiradi, melahirkan polarisasi.

Dalam konteks seperti ini, proses penyempitan SegaraAnakan, yang tadinya bisa menjadi instrumen tempat meng-gantungkan harapan baru, justru sebaliknya malah menjadisarana penyempitan pola-pola pencarian nafkah masyarakat-nya sendiri. Memang kemudian banyak juga yang mampu

56 Wawancara dengan Kartamus (81 tahun) salah satu ‘tokoh adat’di Desa Ujung Gagak.

Page 180: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

169

mentransformasi diri dengan melakukan pengelolaan tanah-tanah, namun jumlahnya belum banyak. Meski intervensidilakukan oleh pemerintah dan pihak non-pemerintah melaluiberbagai bantuan, faktanya berbagai injeksi pengetahuan danteknologi tersebut belum memberikan hasil sesuai harapan.57

Akan tetapi harapan-harapan mendesak yang dikemuka-kan oleh masyarakat adalah penyelesaian beberapa masalahberikut: (1) Masalah konflik agraria, mulai dari penguasaantanah yang tumpang tindih, mekanisme trukah, dan sebagai-nya: (2) Masalah pengelolaan lahan yang sudah ada hakgarapannya namun kemudian banyak berpindah tangan tanpapengawasan: (3) Masalah sistem penguasaan lahan sendiriyang cenderung diserahkan pada mekanisme pasar: (4)Masalah produktivitas lahan yang sudah ada, yang selamaini hanya mengandalkan pertanian tadah hujan, sehinggameski Tanah Timbul ini sangat subur, namun produktivitas-nya tetap rendah: (5) Masalah kelembagaan lokal yang tidakkunjung menjadi satu sistem rujukan mengelola sumberdayaagraria: (6) Masalah daya dukung ekologi seperti kehancuransistem pamijahan ikan di kawasan manggrove yang hancuroleh penjarahan: (7) Masalah distribusi kapital yang semakinterpolarisasi antara masyarakat bermodal besar, dengan ma-syarakat miskin: dan (8) Masalah pengetahuan lokal yangjuga sudah mulai terdegradasi dengan nilai-nilai baru yangmasuk seiring dengan modal.

Sistem Produksi Pertanian

Sistem produksi di Tanah Timbul bisa dipetakan men-jadi beberapa pola. Pertama, pola trandisional di mana parapemilik lahan mengelolanya dengan cara-cara lama dansederhana. Target penghasilan dari lahannya juga biasa saja,

57 Pandangan ini dikemukakan oleh beberapa aparat pemerintah danjuga masyarakat.

Page 181: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

170

sekedar untuk menambali kebutuhan sehari-hari. Merekasendiri menganggap bahwa bertani di Tanah Timbul ini seke-dar alternatif tambahan. Pendapatan utama mereka tetapsebagai nelayan. Kedua, adalah mereka yang mengelola lahan-nya secara massif. Mereka ini umumnya warga yang begitumemiliki hak garap atas tanah, langsung memutuskan diriuntuk menjadi petani sepenuhnya. Atau, mereka yang memi-liki hak garap atas tanah di Tanah Timbul langsung bekerjasama dengan pihak ketiga atau malah menjualnya pada orangluar sehingga lahan itu dikelola oleh bukan warga asli Kam-pung Laut. Akan tetapi semassif apapun pengelolaannya,untuk kategori lahan pertanian, tetap saja mengandalkantadah hujan. Hal ini terjadi karena irigasi teknis yang diharap-kan dapat menjadi pemenuhan kebutuhan air saat musimkemarau belum ada sama sekali.58 Ketiga, model pengelolaanbiasa, bahkan cenderung asal. Lahan yang hak garapannyasudah dimiliki digarap sekedarnya saja. Penduduk yangmengelola lahan seperti ini memang tidak mengandalkanpenghasilan dari lahan-lahan tersebut. Adapun pengelolaanlahan dilakukan supaya lahan yang mereka miliki tidak di-tumbuhi semak belukar sehingga bisa memancing tumpangtindih kepemilikan. Tumpang tindih kepemilikan sering ter-jadi akibat kebiasaan tidak mengurus patok lahan, bahkanada yang hilang. Kamudian seiring dengan waktu, tumbuhlahsemak belukar dan bahkan tanaman bakau (manggrove) diatasnya. Jika sudah lebat, beberapa warga baru menyangkabahwa itu adalah tanah baru muncul sehingga mereka mema-tokinya.

58 Dalam satu kesempatan, kami berdiskusi dengan aparat kecamatanatau pun desa, kehendak memiliki irigasi teknis ini sangat besar. Merekamerasa bahwa kehadiran irigasi akan meningkatkan produktivitas lahanmereka.

Page 182: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

171

Distribusi Hasil Produksi

Proses distribusi hasil-hasil produksi tidak begitu ber-masalah. Masyarakat dapat dengan mudah menjual hasiltangkapan laut pada banyak pihak, pengepul, warga darat,tetangga, dan sebagainya. Begitu pula ketika mereka sudahmendiami atau bertempat tinggal di lahan kering (daratan).Proses distribusi hasil produksi tidak pernah menjadi kendala.Hanya sedikit saja perbedaannya: jika dahulu proses transaksibisa dilakukan dengan barter, misalnya ikan ditukar denganberas: saat ini semua dikonversi menjadi uang dengan hargayang disesuaikan dengan mekanisme pasar.

Dalam proses produksi, entah menjadi petani atau nela-yan, tekanan dari pihak luar bisa dikatakan tidak ada. WargaKampung Laut memiliki kebebasan penuh untuk menentu-kan apakah tanah yang dimilikinya itu mau ditanami atautidak, atau jikapun mau ditanami, mereka sangat bebas me-nentukan mau ditanami apa saja: padi, sayuran, pohon, ataurumput untuk ternak mereka.

Dalam perkembangan jamannya, terjadi perubahansistem distribusi hasil panen. Distribusi lokal pada tetanggadan lingkungan sekitar sudah tidak lagi memungkinkan untukmemenuhi kebutuhan keluarga. Oleh karena itu, produksimasyarakat harus dipasarkan hingga konsumen yang me-mungkinkan kesesuaian harga yang diharapkan. Di Panikeldan Ujung Gagak, masyarakat mendistribusikan hasil panendengan perahu menuju TPI Majingklak (Jawa Barat) ataumelalui pelabuhan Sleko di Cilacap, atau pilihan lainnyadidistribusikan ke pasar Kawunganten di Kecamatan Kawung-anten. Sekarang sistem distribusi lebih mudah, karena teng-kulak dapat melakukan transporasi darat menggunakan mobilbak terbuka untuk mengambil hasil panen dan membayarnyadi tempat. Dengan cara ini, masyarakat dapat menghematwaktu dan biaya transportasi yang diperkirakan juga lebih

Page 183: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

172

mahal daripada kerugian yang harus ditanggung jika merekaharus menjual pada tengkulak dengan harga murah.

Sumber Penghasilan Masyarakat

Tanah Timbul dan kawasan Segara Anakan mempunyaipotensi sumber daya yang berlimpah. Meskipun demikian,kekayaan sumber daya alam tidak dapat memberikan peme-rataan kesejahteraan ekonomi pada seluruh lapisan masya-rakatnya. Sumber daya kelautan dan hasil pertanian yang di-kelola tidak dapat meningkatkan kesejahteran masyarakatyang hidup di atas Tanah Timbul. Kehidupan dalam keseder-hanaan dan kemiskinan tercermin dalam bangunan rumahyang terlalu sederhana. Dalam pengukuran tingkat kesejah-teraan keluarga, hampir sebagian besar masyarakat KampungLaut masih dapat digolongkan ke dalam Keluarga SejahteraII, bahkan masih banyak masyarakat Kampung Laut yangdigolongkan ke dalam Keluarga Pra-sejahtera, dimana kondisirumah tanpa alas lantai.

Sumber penghasilan keluarga didapat dari berbagai carayaitu: (1) sebagai petani padi sawah dengan satu kali panenper-tahun: (2) sebagai nelayan di kawasan Segara Anakan:(3) sebagai petambak kepiting: (4) sebagai perangkat desa:(5) sebagai buruh: tenaga kerja perkotaan: (6) sebagai tenagakerja di luar negeri. Berdasarkan kondisi rumah, keluargasejahtera mempunyai penghasilan dari berbagai macam peker-jaan. Terutama, bagi mereka yang menjadi pekerja di luarnegeri. Seperti, Dirjo, warga desa Panikel yang tinggal disebelah Balai Desa Panikel mempunyai rumah yang sangatbagus karena salah satu anggota keluarganya bekerja di Tai-wan selama 7 tahun berturut-turut.59

59 Dirjo mempunyai rumah megah berlantai dua dengan pondasibatu kali dan cakar ayam beton yang kuat, berwarna orange dan hijaumuda. Jumlah rumah yang bercat menarik seperti rumah yang dimilikioleh Dirjo di Kampung Laut masih sangat sedikit.

Page 184: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

173

Kontribusi Tanah Timbul bagi Kehidupan

Pada awalnya, mungkin sedikitpun tidak terbetik dalampikiran masyarakat Bejagan atau Kampung Laut bahwamereka akan disuguhkan satu fenomena ekologi: laut yangselama ini menjadi sumber dan tempat mereka hidup, tum-buh, dan besar, harus berganti menjadi daratan. Masyarakatyang sudah larut dalam cerita mengenai Ki Jaga Laut ini,tentu tidak pernah menyangka bahwa cerita itu, mitos itu,harus mereka rekonstruksi kembali karena dibutuhkan untukmenghadapi suatu pertarungan baru berbasis sumberdayayang juga baru bagi mereka.

Mengapa demikian? Karena area baru tempat melaku-kan pertarungan ini lebih heterogen, lebih dinamis, dan tentusaja membutuhkan kapasitas lebih, jika para aktor ingin me-menangkan pertarungannya.

Ki Jaga Laut adalah tokoh besar yang kemudian merekaklaim sebagai cikal bakal mereka. Kata ‘Ki Jaga’ dan ‘Laut’bukan hanya masalah nama, namun juga adalah sejumlahskill taktis yang dimiliki oleh Wiratamtama. Dengan kesak-tian Ki Jaga Laut, selain berhasil membuat perompak diSegara Anakan berhenti beroperasi, juga bisa menaklukanberbagai ombak besar yang kerap mengganggu anak-anaknyajika sedang mengarungi Segara Anakan.

Di kawasan yang saat ini menjadi area kantor desaPenikel, sebagai contoh, Segara Anakan sedalam tujuh depaatau sekitar 14 meter.60 Agak ke tengah, ombak di sana se-tinggi lima meter. Tapi keganasan alam itu takluk seiringdengan kehadiran Ki Jaga Laut. Lalu, bagaimana jadinya jikamitos yang dilekatkan pada sumberdaya air ini, masih diper-cayai ketika sumberdaya airnya justru mulai menghilang?Pentingnya rekonstruksi mitos Ki Jaga Laut dan wiratamtama

60 Wawancara dengan Kepala Desa dan Sekdes Desa Penikel.

Page 185: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

174

yang disebabkan hanya cerita inilah yang bisa memberikanbatasan yang tegas mengenai kekuasaan atas sumberdayaagraria yang kini bermunculan dan memberikan tawaranpenghidupan baru bagi mereka.

Mitos-mitos yang direkonstruksi juga dimaksudkanuntuk menjadi mediator bagi warga Kampung Laut ketikaharus berdialog dengan warga darat. Dengan demikian adapenegas yang jelas menyangkut identitas kewargaan walaukemudian mereka harus melakukan interaksi dengan wargaluar. Identitas yang embedded itu kemudian mereka kelolasedemikian rupa untuk bisa memberikan kontribusi sosial-ekonomi. Sementara ini mereka cukup berhasil. Hal inidibuktikan dengan realitas bahwa tidak ada warga pendatangyang melakukan penguasaan atas sumberdaya alam yangmuncul di Segara Anakan. Jika pun saat ini warga pendatangmulai merangsek, tetap saja mereka tidak bisa melakukanpenguasaan sumberdaya agraria ini tanpa prosedur yangditetapkan warga Kampung Laut.

Penutup

Kampung Laut adalah tipologi masalah agraria dalambentuk yang baru. Meski negara ini sudah memiliki cukupinstrumen untuk mengelolanya, yakni dengan UUPA 1960yang menyatakan bahwa Bumi, Air, dan Udara serta keka-yaan yang ada di dalamnya dikuasai oleh negara, tetap sajadalam praktiknya tidaklah mudah. Tumpang tindih konflikdi atasnya yang tervisualisasi dalam berbagai bentuknya,menyebabkan kelembaman masalah agraria baru ini, sulitdiselesaikan begitu saja.

Bagi masyarakat Kampung laut, sejarah asal-usul men-jadi kekuatan untuk mengklaim penguasaan tanah, terutamauntuk daerah-daerah frontier yang bahkan belum terbentukTanah Timbulnya secara stabil. Sejarah asal-usul memberikan

Page 186: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

175

hak pada orang asli untuk melakukan trukah. Penguasaantanah oleh orang asli tidak selanjutnya mendorong perubahanpola nafkah dari nelayan menjadi petani, tetapi budayamemanen kekayaan alam dialihkan dalam bentuk “memanentanah”. Tanah juga menjadi “komoditi” yang memberikanjalan masuknya pendatang untuk membangun sistempenghidupan darat.

Tanah Timbul yang menjadi sumberdaya bersifat ‘openaccess’ menyuburkan klaim pemilikan dari berbagai pihak,baik vertikal (masyarakat-negara, masyarakat-pengusaha),maupun horisontal (antar-masyarakat) dan melahirkan be-ragam konflik. Sementara di sisi lain, perubahan ekologi yangterjadi di Segara Anakan telah menyebabkan terjadi per-ubahan pola mata pencaharian, sistem nilai, dan juga pers-pektif mengenai kehidupan sehari-hari.

Gambaran dinamika penguasaan dan bentuk-bentukperolehan Tanah Timbul oleh masyarakat di sini, terekspresi-kan pada beberapa bentuk: (1) pola-pola penguasaan lahanyang melibatkan tidak hanya kepentingan ekonomi, tapi jugaekologi: (2) tuntutan adaptasi yang tinggi menyebabkan wargasedemikian rupa berusaha bisa menguasai Tanah Timbul: (3)jumlah tanah atau bidang yang dikuasai oleh masyarakat aslidan pendatang yang cenderung fluktuatif.

Page 187: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

176

Konflik Lahan Pasir Besi danDinamika Sosial-EkonomiPetani Pesisir Kulon Progo

Eko Cahyono, Dian Yanuardi, Moh. SaukiPudjo Hestu W, Haryo Budhiawan, dan Arief Syaifullah

Perebutan Sumberdaya Alam (SDA) dan sumber-sumberagraria merupakan isu sentral di Indonesia. Sejak dari massif-nya arus “pembangunanisasi” (developmentalism ) oleh OrdeBaru, terjadi proses “kolonisasi” SDA dan sumber-sumberagraria secara besar-besaran. Proses panjang penguasaan daneksploitasi (lebih kurang 32 tahun, di luar kolonialisme Eropadan Jepang, yang juga tak kalah besarnya menguras SDAbangsa Indonesia) menunjukkan dua hal, pertama, paradigmadevelopmentalism yang dianut rejim penguasa, telah meletak-kan SDA dan sumber-sumber agraria lainnya sebagai objekkomoditas dan sumber produksi dengan tujuan dan visi pem-bangunan, sehingga ekstraksi brutal dan pengrusakan SDAserta sumber agraria lainnya adalah absah dan dibenarkan.Kedua, proses ketidakadilan struktural yang berlangsung terusmenerus dalam bingkai penguasaan dan eksploitasi SDA telahmenyimpan diam-diam “bara dalam sekam” perlawananorang-orang kecil yang tertindas, menjadi korban dan ter-pinggirkan.

Page 188: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

177

Memasuki reformasi 1998, watak dan perilaku penguasadalam pengelolaan SDA dan sumber-sumber agraria tidakbanyak berubah. Perubahan-perubahan yang terjadi dalamproses Reformasi ternyata tidak dengan sendirinya mengubahpola-pola dasar penguasaan ekonomi-politik oleh kelompok-kelompok dominan. Bedanya, jika masa Orba kekuatan domi-nan tersebut bersifat terpusat, di era pasca Orba dilakukandengan cara yang lebih terdesentralisasi dan cair (Hadiz,2005). “Raja-raja” kecil bermunculan di mana-mana mencarikuasa baru dengan berbagai konsekuensi konflik.

Di Kulon Progo, konflik dalam suasana desentralisasiini muncul dalam perebutan penguasaan lahan pantai yangmengandung bijih besi, antara Raja dalam artian sebenarnya,yakni pihak Keraton Yogyakarta, Paku Alaman dan masya-rakat pesisir Kulon Progo. Pihak Kerajaan ingin membukapertambangan pasir besi di lahan ini. Bermula dari rencanaproyek besar penambangan Pasir Besi oleh PT. Jogja MagansaMining (JMM) yang saham utamanya dimiliki keluarga besarKeraton Yogyakarta dan Paku Alaman serta berkerja samadengan PT Indomine Australia.61 Rencana investasi ini di-setujui oleh Pemda Kulon Progo dengan alas argumen dapatmeningkatkan pemasukan daerah (yang bagi pemerintahdengan begitu saja dipastikan sebagai peningkatan kesejah-teraan masyarakat).

61 Di antara keluarga kasultanan yang termasuk dalam jajaran elitdan pemegang saham terbesar adalah sebagai Komisaris PT Jogja MagasaMinning (JMM) yaitu GBPH H Joyokusumo, dan Direktur PT JMMadalah Haryo Seno, sedangakan pemegang saham terbesar lainnya adalahKanjeng Ratu Pambayun. Dengan demikian nyata bahwa sebagian besarpemilik konsesi penambangan adalah keluarga Keraton (meskipunterdapat kerabat Keraton yang berposisi menolak proyek penambangan,yaitu Ajikusumo). Sehingga dapat dikatakan di dalam konsesi ini terdapatfragmentasi kelompok tersendiri di dalam keluarga besar KeratonYoyakarta (Kasultanan dan Pakualaman). Lihat Akta Pendirian PerseroanTerbatas PT. Jogaja Magansa Mining no.40, Buntario Trigis Darmawa NGS.E, MM, tahun 2005.

Page 189: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

178

Lahan pantai yang direncanakan sebagai lahan tambang,membentang dari batas sungai Bogowonto hingga sungaiProgo, lebih dari 3000 ha, sepanjang 22 kilometer. Masuk kearah daratan dan pemukiman sejauh 1,8 km dari garis pantai.Itu artinya menabrak wilayah sejumlah desa di empat keca-matan. Desa-desa tersebut adalah Jangkaran dan Palihan dikecamatan Temon: Glagah dan Karangwuni di KecamatanWates, Nomporejo, Kranggan, dan Banaran di KecamatanGalur, dan Garongan, Pleret, Bugel, dan Karangsewu di Keca-matan Panjatan (selanjutnya yang disebut “warga pesisir”lebih banyak mengacu pada warga di keempat desa terakhirini). Belasan ribu KK petani terancam tergusur dari lahanpertanian dan rumahnya, hingga sulit dipahami bagaimanakesejahteraan bisa dimunculkan dari perubahan strukturagraria secara besar-besaran seperti ini.

Rencana pembukaan tambang ini mendapat penen-tangan keras dari warga pesisir. Penelitan ini mencoba melihatbeberapa dinamika penting yang terjadi dalam perlawananwarga atas dominasi negara dan modal dalam menentukancara mewujudkan kesejahteraan ini, khususnya di dua desa,Garongan dan Bugel. Dengan latar sejarah bersama dalamusaha merubah nasib sendiri, warga di kedua desa ini menun-jukkan pada negara bahwa mereka mampu mengusahakancara mewujudkan kesejahteraan yang lebih konkrit dan realis-tis (yang lebih dapat dipercaya).

Sejarah Singkat Penguasaan Sumber Agraria

Pada awalnya, kondisi gurun pasir tepi pantai KulonProgo gersang dan tandus, segala yang tumbuh tidak ada yangbisa dimakan dan layak dijual, hanya ada rumput duri, pandanduri, dan sidaguri. Sejak zaman VOC Belanda, warga pesisirKulon Progo dilarang menghimpun garam dari lautan untukmenyambung hidup. Kondisi kemiskinan selalu melekat pada

Page 190: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

179

kehidupan penduduk pesisir, sepanjang selatan Jalan Deandels,insfrastruktur kolonial yang cukup dikagumi Orba.

Kawasan pesisir Kulon Progo yang kini banyak dihuniwarga ini adalah kawasan yang dianggap tak bertuan sejakjaman kemerdekaan dengan adanya bukti Letter C pendudukdan diperkuat oleh aturan dalam UUPA tahun 1960 yangmenghapuskan hak tanah kolonial dan Swapraja di Indone-sia. Pihak Paku Alaman Yogyakarta sebagai yang mengakumemiliki lahan ini pun (dalam status Swapraja) menelantar-kan lebih dari 30 tahun lamanya (tanah absentee62)¸ oleh wargadisebut sebagai “tanah merah”.

Tanah merah atau terlantar ini, pada tahun 1960-1970-an di bagian utara yang lebih jauh dari pantai telah ditanamikelapa. Menurut keterangan lain, pertanian di lahan pasir jugasudah dimulai sebelum tahun 60-an, dirintis oleh para sesepuhmereka.63 Kemudian pada tahun 70-an semakin diyakinitanaman kelapa cocok untuk daerah ini, cukup cepat tumbuhdan berkembang, sehingga dapat menjadi tambahan peng-hasilan warga selain melaut. Meskipun demikian, kelayakanhidup warga di pesisir waktu itu jauh lebih rendah diban-dingkan dengan kondisi masyarakat sebelah utara JalanDeandels.

62 Simak UUPA 1960, satu-satunya dasar hukum yang dimiliki olehIndonesia untuk urusan yang berkaitan dengan agraria .

63 Menurut hasil penelitian A.N Luthfi dkk, seorang sesepuh diwilayah Karangsewu, Harjo Suwarno, menceritakan awal mula bagimanawarga mengolah lahan pasir. Lahan tersebut semula adalah padang pasirtandus. Sekitar tahun 1945 presiden Soekarno datang ke Pantai Trisik,Kecamatan Galur, dan menyerahkan hak pengelolaan atas lahan pesisiritu. Maka warga kemudian mengolahnya. Tanah pasir yang mengandungbiji besi, atau dikenal dengan gumuk pasir itu diserahkan bagi warga dandengan teknologi setempat berhasil diolah menjadi lahan pertanianmeskipun belum semaju sekarang. Lebih jauh lihat, Laporan Penelitian,A.N Luthfi dkk, Keistimewaan Yogyakarta: Yang Diingat dan Yang Dilupakan,Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional (STPN) Yogyakarta, 2008.

Page 191: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

180

Penguasaan sumber agraria dilakukan secara ‘alamiah’oleh warga pesisir, dengan asumsi lahan pasir tersebut masihbebas untuk dimiliki oleh siapa saja yang mengusahakan. Bagiwarga miskin yang bekerja sebagai penggembala kambing dihutan alang-alang dan gurun pasir, biasanya jika menemukanlahan yang dianggap bisa ditanami, ia akan memberi patoksebagai tanda lahan mereka (telah dimiliki). Pada masa ter-tentu, biasanya ditanami ketela dan umbi-umbian lainnyayang tahan kering (kurang air), juga untuk menandai sebagai‘hak milik’ (disebut “lahan garapan”). Kini, warga yang dulu-nya bekerja di luar gurun pasir (tidak menggembala kambing)umumnya tidak memiliki wilayah “lahan garapan” yang luas.Sebab mereka tidak pernah mematok lahan-lahan di dalamhutan ilalang dan gurun. Sehingga ketika kini lahan pasir(hutan ilalang) sudah menjadi subur, orang-orang yang dulu-nya miskin namun memiliki lahan yang lebih luas, kini hidup-nya secara ekonomi lebih baik.

Menurut warga desa Garongan dan Bugel, lahan pasirdibagi menjadi dua kategori, yakni Tanah Pemajekan dan TanahGarapan. Tanah pemajekan adalah tanah yang bersertifikat danwajib pajak, berada di sebelah dalam setelah tanah garapan(sekitar 400-500 m dari bibir pantai) dan dekat dengan peru-mahan warga. Tanah pemajekan rata-rata bukan lahan pasir100%, dan bisa ditanami sejak dulu, baik tanaman panganutama, padi jagung, ubi maupun buah-buahan, meski tidaksesubur sekarang. Kepemilikan tanah pemajekan ini merupa-kan warisan dari nenek moyang mereka sebelumnya dan ber-sertifikat legal. Tanah garapan adalah lahan pasir yang ber-batasan langsung dengan bibir pantai yang dulunya berupabukit (gumuk) pasir yang kering dan tandus. Setelah wargapesisir menemukan cara pertanian lahan pasir kemudiantanah merah (terlantar) tersebut diolah dan digarap menjadilahan subur. Kini lahan-lahan garapan itu sudah dianggapmilik mereka dan umumnya ditanami cabe, semangka dan

Page 192: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

181

palawija. Warga pesisir menyebut ukuran luas lahan garapanmereka dalam satuan “kotakan” (satu kotak), luasnya rata-rata 2000-3000 M2, dan paling luas di desa Garongan adalah7000 m2.

Kondisi Sosial Ekonomi “Wong Cubung”

Sebelum Pengolahan Lahan Pasir

Kondisi lahan pasir di pesisir Kulon Progo sebelum di-temukannya teknik pengolahan menjadi lahan subur sepertisekarang ini, merupakan gurun pasir tandus penuh alang-alang.Pemanfaatan lahan pasir hanya bisa dilakukan di musim hujandengan beberapa tanaman saja seperti ketela dan kentangkleci (kecil). Sulit diharapkan gurun pasir bisa memenuhikebutuhan sehari-hari masyarakat. Ketika musim kemaraudatang angin laut yang keras mengarah ke desa membawapenyakit debu dan pasir yang menyebabkan sakit mata massal(belek’an) di hampir seluruh desa pesisir. Banyak warga yangmerantau keluar desa untuk merubah taraf hidupnya. Seba-gian kecil menjadi TKI ke Malaysia, Hongkong, dan TimurTengah.

Sebagian warga lainnya hidup dengan berdagang kecil-kecilan, berjualan ternak (blantik), buruh tani dan peng-gembala kambing. Menurut Pak Diro seorang pelopor danketua kelompok tani di Garongan, banyak warga Garongandulu yang bekerja sebagai Rembang Tebu (pemanen tebu),pembuat sungai, atau pencari batu apung di pantai, sekedaruntuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Dalam keterangan beberapa warga Garongan dan Bugel,bahwa dalam kehidupan sehari-hari untuk makan nasi sajahanya bisa sekali, selebihnya adalah ketela (ubi jalar atau ubikayu) yang rebus atau digoreng. Rata-rata warga tidak menge-cap pendidikan, jikapun ada hanya sampai Sekolah Dasarsaja dan sebagian besar tidak lulus. Sebagaimana diceritakan

Page 193: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

182

sebelumnya, kondisi lingkungan masyarakat desa Garongandan Bugel tergolong sangat tertinggal dan miskin dibandingdesa-desa lain di kecamatan Panjatan.

Dari segi fisik tempat tinggal mereka masih berupa gedek(anyaman bambu) dan beratap blarak (anyaman daun kelapa).Mayoritas basis subsistensi warga adalah buruh tani dan land-less yang hanya bergantung pada petani kaya di desa sebelah(non-pasir). Meskipun mereka ada yang menanam tanamandi lahan pasir, di musim kemarau seperti: kacang tanah, ketelakaspo, ketela muntul dan kentang kleci, namun tak cukup untukkebutuhan minimum keseharian, maka apapun kerja buruhyang bisa menghasilkan akan dilakukan.

Kondisi kemiskinan dan ketertinggalan inilah yangkemudian membuat orang luar (non-pasir) yang lebih sejah-tera sering menyebut mereka sebagai Wong Cubung. Jikaditelusuri lebih jauh setidaknya ada empat hal yang menjadi-kan desa pesisir atau Wong Cubung ini bertahan terus mene-rus: pertama, persepsi terhadap lahan pasir dan gurun ataubentuk hubungan dengan alam (gurun pasir). Bagi masya-rakat pesisir waktu itu gurun pasir hanyalah lahan kering yangtak bisa diolah, ibarat tanah mati. Kalaupun mereka coba-coba untuk mengolahnya adalah sekedar saja, dan itupun ber-gantung pada air hujan atau ladang tadah hujan yang sifatnyaberpindah-pindah sesuai dengan kondisi lahan yang hendakditanami. Karena itu mayoritas Wong Cubung tidak berharapbanyak dari lahan pertanian mereka, tetapi lebih banyak kerjadi luar pertanian, sebagaimana dijelaskan di muka.

Kedua, keterbatasan kemampuan untuk pemanfaatanlahan pasir. Ketiadaan pengetahuan dan teknologi pertanianpengolahan lahan pasir menjadikan masyarakat pesisir atauWong Cubung berasumsi bahwa sampai kapanpun tanamanyang cocok bagi lahan pasir kering hanyalah tanaman tahankering seperti kacang tanah, ketela kaspo, ketela muntul dankentang kleci. Meskipun sebenarnya mereka tahu bahwa

Page 194: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

183

tanaman tersebut tidak akan mencukupi kebutuhan sub-sistensi mereka sehari-hari. Namun, hanya itulah yang merekamampu saat itu.

Ketiga, ketidakpastian identitas lahan pasir. Sebab per-tama dan kedua tak bisa dilepaskan dari faktor ketiga ini.Sebagian nenek-moyang pertama yang mendiami gurun pasirini mengerti bahwa mereka hanyalah nunut (numpang) dilahan milik Paku Alam Ground. Meskipun dapat dipastikanmereka tak tahu persis bagaimana bentuk legalitas identitaslahan Pakualaman Ground itu termasuk batas wilayahnya.Yang mereka tahu waktu itu adalah seluruh pesisir KulonProgo adalah milik keraton Paku Alaman. Ketidaktahuanhukum formal pertanahan di lahan pasir ini mengakibatkanpara Wong Cubung tak punya kemampuan dan imajinasilebih untuk mengolah lahan pasir yang mereka diami selamaini. Yang penting masih bisa hidup, tinggal dan menetap diataslahan pasir tersebut sudah untung. Meskipun demikian seiringterbukanya informasi, mendorong sebagian kecil wargamemahami status lahan yang disebut terlantar atau tanahmerah dan boleh untuk diolah oleh warga yang mendiaminyaselama tidak mengubah bentuk aslinya. Sebagian lainkemudian juga mengetahui status tanah absente, tanah swaprajadan UUPA 1960 yang mendorong dan menjamin merekauntuk mengelola lahan pasir tersebut sebagai lahan pertanianmereka.

Keempat, relasi kuasa timpang pembangunan, pusat-pinggiran. Ketika sebagian warga pesisir sudah mulai menetapdan mengembangkan lahan pasir mereka menjadi pertanianmeskipun belum seperti sekarang ini, mereka dihadapkanpada kenyataan bahwa daerah pesisir belum dipandang‘potensial’ secara ekonomi-politik bagi pemerintah daerahdan provinsi. Sehingga pembangunan di sekitar pesisir tidaksekuat dan sepesat di daerah kabupaten lain, seperti Bantuldan Sleman. Desain pembangunan yang timpang ini bukan

Page 195: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

184

saja karena daya potensi pesisir Kulon Progo yang secaraekonomi politik tidak sekuat kabupaten lain, namun secarasosial di masa itu daerah Garongan khususnya, dianggaptempat kriminalitas (para Garong) tinggal dan bersembunyi.Sehingga memakai istilah Chambers (1983), pembangunanpedesaan hanya berorientasi menurut kacamata kalangan ‘elit’dan ‘orang luar’ dan menutup potret ‘kemiskinan’ yangsebenarnya berdiam kuat di dalam pinggir-pinggir pedesaanyang hampir ‘tak terdengar’ karena terlapisi oleh kebijakanpembangunanisasi yang melulu pada orientasi ke pusat danmengabaikan yang pinggiran.

Keempat, faktor yang saling terhubung dan membangunrelasi secara dinamis inilah yang ikut mendorong proses ke-miskinan di masyarakat pesisir atau Wong Cubung sebelumditemukannya teknologi dan pengetahuan pengolahan lahanpasir.

Sesudah Pengolahan Lahan Pasir

Pada tahun 1985, setelah berulangkali berusaha untukmerubah lahan pasir sebagai lahan pertanian dan tidak ber-hasil, salah seorang penduduk bernama Sukarman sedang ber-jalan-jalan di bibir pantai berpikir keras bagaimana cara mem-perbaiki nasib. Tanpa sengaja, Sukarman melihat sebatangtanaman cabe liar yang tumbuh dan berbuah di tengah gumukpasir yang menggurun. Muncullah gagasan Sukarman, menga-pa cabe ini bisa tumbuh di pasir ini, kenapa tak dicoba mena-nam cabe saja. Maka, dimulailah sejarah pertama penanamancabe di lahan pasir yang tandus dan kerontang itu.

Persolan awal yang muncul adalah air tawar. Lalu wargapesisir mulai menggali pasir yang terus-menerus longsor untukmenemukan air. Dari usaha keras tersebut warga menemukanbahwa 3 meter di bawah hamparan gumuk pasir pantai initernyata tersimpan air tawar, benar-benar tawar, sehingga ikansungai pun mampu hidup. Penemuan ini oleh petani pesisir

Page 196: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

185

dianggap sebagai berkah yang luar biasa.Namun kondisi pasir yang mudah longsor membuat

warga kesulitan mengambil air setiap saat. Maka, berbagaimacam eksperimentasi untuk mengatasi longsoran pasirtersebut terus diusahakan. Awalnya warga mencoba membuatdinding sumur dari anyaman kelapa berkerangka bambu(gronjong) bahkan dengan kain sarung. Cara ini pada mulanyacukup membantu. Akan tetapi timbul masalah baru, anginpantai yang membawa serta garam ternyata dapat mengering-kan tanaman warga. Maka, mulailah para petani pesisirmemagari hamparan ladangnya dengan anyaman daunkelapa. Dengan pupuk, teknologi dan teknik pengolahan per-tanian yang sederhana sudah cukup membawa dan mampumembantu warga pesisir pantai memperbaiki keadaan,setidaknya untuk dua tahun berikutnya.

Pada tahun 1987-1989, sumur berdinding gronjong tra-disional mulai diganti dengan sumur berdinding semen dandilengkapi dengan timba. Pekerjaan menimba menjadi lebihringan dari sebelumnya ketika masih harus mengangkut airke atas. Simpanan penghasilan warga yang mulai cukup di-kumpulkan secara gotong royong digunakan untuk memper-baiki pengairan dalam jangka waktu dua tahun.

Pada tahun 1990-1992, petani pesisir Kulon Progo mulaimemikirkan cara pengairan yang lebih menghemat tenaga,yaitu dengan sumur renteng. Sumur induk yang sudah dibikinwarga sebelumnya, dilengkapi dengan sumur-sumur kecilyang dihubungkan oleh pipa, yang pada awalnya terbuat daribambu lalu kini berganti menjadi pipa plastik. Dengan adanyasumur-sumur penampung ini, petani pesisir tidak harus bolak-balik ketika menyiram tanaman. Bahkan akhirnya setelahcukup dana dan kemampuan warga dengan bergotong-royongmampu membeli pompa air untuk mengangkut air dari sumurinduk. Kini, umumnya kelompok tani pesisir telah mengem-bangkan penyiraman dengan selang, tanpa sumur renteng lagi.

Page 197: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

186

Menurut keterangan dari petani pesisir,64 pada tahun1995, Menteri Pertanian sempat berkunjung dan membawaserta para pakar dan perwakilan kelompok tani dari seluruhIndonesia untuk belajar dari pengalaman petani pesisir meng-ubah lahan tandus menjadi lahan produktif. Satu tahunberikutnya, Universitas Gadjah Mada melakukan penelitianuntuk membantu menanggulangi angin dengan menanamcemara udang, sebagai benteng pertahanan menggantikanperan gumuk pasir yang telah berubah menjadi hamparanpalawija. Kehadiran para ilmuwan kampus ini cukup mem-bantu petani pesisir Kulon Progo meningkatkan produksi dankeuntungan pertanian mereka. Pada saat teknologi sederhanadan tepat guna diterapkan, seperti mulsa (penutup tanah)jerami dan pelapisan tanah liat di bawah permukaan ladangpasir membuat tanaman mereka lebih sehat dan subur.

Bisa dibayangkan kesenangan dan kebahagiaan wargaatas hasil pertanian mereka, ketika harga cabe di tingkat petaniRp. 7000,- /kg saja, pendapatan petani pesisir bisa mencapaiper bulan (3-4 kali panen) 5-10 juta rupiah. Padahal hargacabe belakangan ini rata-rata Rp. 15.000/ kg. Maka tak heran,menurut pengakuan para petani pesisir tersebut, merekamampu meningkatkan taraf hidup serta kepercayaan diri seba-gai warga pesisir yang dulunya miskin. Selain itu petani Pesisirkini juga mampu menyekolahkan anak-anak mereka sampaijenjang perguruan tinggi, dengan harapan generasi mendatangtak perlu lagi mengulang sejarah kemiskinan di pesisir KulonProgo dulu.

Dampak lainnya, keberhasilan pengelolaan tanamancabe ini membuat para pemuda di desa lebih memilih untukmenetap di desanya ketimbang migrasi ke kota, sebab lahanpasir kini telah menjanjikan penghidupan. Sebagian pemuda

64 Presentasi dan Diskusi Petani Pesisir Kulon Progo di SajogyoInstitute (SAINS) Bogor, tanggal 19 November 2008.

Page 198: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

187

yang berada di kota dan kurang beruntung, akhirnya pulangkampung bertani cabe di pesisir Kulon Progo. Warga pesisirjuga mampu membantu menolong petani lain di luar daerahmereka untuk menjadi buruh petik dengan upah yang di atasrata-rata, Rp. 25.000,- per orang belum termasuk makan.Maka, tak heran jika petani peisir Kulon Progo sekarang ter-masuk pemasok cabe yang cukup penting bagi pasar nasional,dengan hasil rata-rata 70 ton per hari. Belum lagi hasil taniyang lain seperti sawi, melon, semangka, jagung, dan bawangmerah yang menjadi hasil sampingan yang juga dapat tumbuhsubur di lahan pasir yang dulu tandus-kerontang itu.

Temuan dan Inovasi Pertanian: Basis ArgumenPerlawanan

Identitas Lahan Pasir

Bagi sebagian warga pesisir yang sekarang tinggal-menetap dan bergantung dari pertanian lahan pasir (baiklahan Pemajekan maupun lahan Garapan) klaim bahwakeseluruhan pesisir adalah wilayah Paku Alam Ground (PAG)tidak bisa diterima seratus persen. Warga yang memilikipengetahuan cukup tentang sejarah dan pengolahan lahanpasir ini mampu menunjukkan dimana letak lahan milik PAGdan mana wilayah yang menjadi lahan garapan warga.Sekarang masing-masing warga desa di pesisir Kulon Progoyang bersengketa, telah menemukan dan memiliki peta lamayang menunjukkan pembagian lahan-lahan di sekitar pesisiryang terdiri dari lahan garapan, pemajekan, tegalan, lahanPAG dan perumahan warga dengan batas-batas yang sudahjelas.

Di desa Bugel letak lahan PAG berada di tengah-tengahlahan pemajekan warga, sedangkan di desa Garongan lahanPAG kini menjadi lapangan sepak bola. Artinya denganmenunjukkan peta tersebut warga hendak menegaskan bahwa

Page 199: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

188

wilayah PAG memang ada, tapi tidak seluas yang dibayang-kan dan dituduhkan oleh pihak pemerintah daerah dan para(pendukung proyek penambangan pasir besi). Maka, denganpemahaman hukum pertanahan dan agraria yang lambat launwarga miliki, dengan merujuk pada UUPA 1960 tentang tanahabsentee65 dan swapraja, mereka semakin berani menuntuthak untuk mengelola lahan tersebut. Dengan diperkuat olehUUPA 1960, yang menghapuskan hak Kolonial dan Swaprajaatas tanah-tanah di Indonesia, dan kemudian warga pesisirjuga mengetahui bahwa pihak Paku Alaman sebagai Swaprajayang mengaku memiliki “lahannya” yang justru ditelantar-kan lebih dari 30 tahun lamanya, sehingga tanah tersebutboleh diambil alih bagi para petani yang menggarapnya. Dasarhistoris penggarapan dan dukungan hukum dari UUPA 1960inilah yang menjadi salah satu argumen penolakan wargapesisir atas proyek penambangan pasir besi di pesisir KulonProgo.

Sejarah Pengolahan Lahan Pasir

Sebagaimana dijelaskan di muka, pengetahuan dan tek-nologi pengolahan lahan pasir merupakan temuan petanipesisir sendiri. Dari satu kondisi kehidupan yang serba miskindan tertinggal kemudian sejak tahun 1985, pengetahuan hasileksperimentasi tanpa lelah akhirmya menunjukkan hasil.Lahan pasir yang sebelumnya kering dan tandus dapat diubahmenjadi lahan subur yang bisa ditanami beragam tanamanpangan, palawija dan buah-buahan yang dapat menjadi pro-duk unggulan66. Kemiskinan ekonomi dan ketertinggalan

65 Simak UUPA 1960.66 Secara Lebih detail sejarah penemuan pengetahuan dan teknologi

pertanian lahanpasir ini telah di dokumentasikan dalam sebuah film yangmengangkat kisah biografi Pak Sukarman dengan Judul “ Menyebar Asadi Pasir” (sebuah Film Dokumenter), oleh Jurusan Ilmu Komunikasi FISIPUNS.

Page 200: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

189

secara sosial-ekonomi yang dialami Wong Cubung berbaliksecara drastis sejak ditemukannya teknik pengolahan lahanpasir. Pak Sukarman dan diikuti beberapa kelompok tani didesa Bugel dan sekitarnya pada mulanya hanya melakukaneksperimentasi kecil-kecilan mengolah lahan pasir denganpupuk kandang, sebab ia terinspirasi atas temuan satu pohoncabe yang tetap hidup di lahan pasir dekat pantai. Setelahbertahun-tahun mencoba pengolahan lahan pasir denganpupuk kandang sebagai pengikat dan ditambahkan denganobat-obat kimia yang sesuai kebutuhkan tanaman palawijaternyata dapat berhasil. Sejak tahun 1985 kemudian penge-tahuan dan teknologi itu menyebar di sekitar desa-desa pesisir.Pada tahun 1990-an telah menjadi model pertanian lahan pasirdi seluruh pesisir Kulon Progo, dengan tanaman utamanyacabe keriting dan semangka.

Sudah banyak jenis tanaman pangan yang diujicobakandi lahan pasir, dari padi, kedelai, jagung kacang-kacangan,segala umbi-umbian, beragam buah-buahan: jeruk, melon,blewah dan lain-lain, serta segala macam sayur mayur bisatumbuh dengan sehat. Namun, hasil nilai jual di pasaranmasih rendah. Hingga eksperimentasi para petani pesisirinipun berlanjut mencoba jenis tanaman lain yang orientasinyamenjadi tanaman unggulan. Sejak ditemukannya cabe keritingdengan jenis Lado dan Helik yang prosesnya juga cukuppanjang, setelah menyeleksi dan mencoba jenis cabe kritinglainnya, kemudian buah semangka sebagai produk unggulanpetani pesisir, mayoritas petani pesisir cenderung menanamkeduanya sebagai produk unggulan (khususnya di desaGarongan dan Bugel). Meskipun dalam prakteknya modeltanam tumpang sari dengan tanaman sayur mayur danpalawija lainnya tetap dilakukan, seperti kacang panjang, sawi,terong dan sebagainya, namun tanaman tersebut hanya untuktambahan saja. Atau menurut bahasa warga “sekedar untuktambahan beli pulsa”. Sebab, bagaimanapun warga Garongan

Page 201: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

190

dan Bugel sudah mapan dengan cabe keriting dan buah se-mangka.

Penghasilan dari tanaman cabe merah kriting dan lahanpasir yang subur telah mengubah drastis kehidupan sosialekonomi masyarakat garongan dan sekitarnya. Meski luaslahan mereka rata-rata hanya 2000-3000 m2 (dan paling luasdi Desa Garongan hanya 7000 m2) sudah cukup bahkan lebihuntuk kebutuhan sehari-hari. Setiap panen raya pada bulanJuni hingga Agustus, dengan luas lahan 2000-3000 m2 denganharga cabe Rp 7000-10.000/Kg untung bersih (setelah di-potong ongkos produksi dan buruh panen) yang masuk men-capai 15-20 juta. Tanaman semangka “sebagai tanaman keduaunggulan” hasilnya panennya hampir separoh dari panen cabekeriting. Dengan penghasilan seperti itu, masyarakat pesisirkhususnya di desa Bugel dan Garongan jelas akan memper-tahankan mati-matian lahan mereka dari rebutan pihak lain.

Salah satu temuan penting dari petani pesisir yang men-dukung pengetahuan dan teknologi pertanian lahan pasiradalah teknologi irigasi. Seiring ditemukannya teknik pengo-lahan lahan pasir dengan pupuk kandang yang telah berhasiluntuk tanaman cabe dan palawija, petani juga memikirkanbagaimana irigasi untuk tanaman tersebut. Tonggak-tonggakperubahan dari teknologi irigasi ala pesisir Kulon Progo inidalam beberapa tahap.

Pada mulanya, sebagaimana sebagian dikemukakan diatas, kebutuhan air dipasok dari sumur-sumur sederhana yangdibuat dengan menggali pasir sedalam mungkin agar munculair tawar untuk tanaman. Namun setiap dua meter, selaluambruk lagi, meski air sudah didapatkan. Tahap kedua, dibuatsumur bronjong. Dengan membuat anyaman bambu yangbungkus sarung untuk menyaringnya dari pasir. Cukuplumayan hasilnya namun tidak terlalu mencukupi untukkebutuhan tanaman dan pertanian yang ada. Tahap ketiga,mulai dibuat sumur renteng. Setelah lubang-lubang sumur

Page 202: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

191

dibuat di bawah sumur utama dipasang bambu-bambu panjangyang telah dilobangi tengahnya untuk menghubungkan kesumur-sumur lain untuk ditimba airnya dan disiramkandengan cara manual dengan gembor ke tanaman-tanamancabe. Tahap keempat, dibuat sumur renteng yang mengguna-kan asbes. Pada tahap ini sumur-sumur renteng lebih kuatarena telah dibuat dengan asbes yang memagari sumur-sumurtersebut, sehingga tak mudah runtuh kembali dan menjagaagar air tetap tergenang banyak. Tetapi menyiramnya masihmenggunakan gembor. Tahap kelima, sumur dengan paralon.Setelah melalui usaha-usaha untuk memudahkan mendapat-kan air para petani melirik paralon sebagai pengganti bambu-bambu dan sumur asbes. Dengan pompa air dan paralon yangsaling menghubungkan akhirnya air dapat dipompa keluardan mudah dialirkan dan diambil untuk disiramkan ke tana-man. Tahap keenam, siram dengan selang. Semakin hari petaniberusaha memudahkan untuk menyiram tanaman cabemereka yang memang membutuhkan siraman tiap hari. Saatmengenal selang, mereka tak lagi menggunakan gembor.Dengan paralon yang lebih rapi dan saling menghubungkandi titik-titik tertentu sepanjang luas lahan yang ada, merekamemasang selang panjang yang di ujungnya diberi semacamsower yang bisa menjadi alat siram pengganti gembor.Sehingga sampai saat ini, dengan cadangan air tawar yangcukup dan peralatan siram selang paralon ini sangat dimudah-kan dan tercukupi untuk menyirami tanaman cabe mereka.Belakangan ini mereka mulai melirik modal penyiraman tana-man yang dikembangkan untuk tanaman buah naga di daerahGlagah yang memakai teknologi siraman yang berputarsendiri ala siraman rumput kebun untuk diujicobakan. Sayangmasih tergolong mahal, sehingga belum banyak yangmencoba.

Faktor penting lainnya yang mendukung peningkatanproduktifitas cabe keriting dan semangka di desa Bugel dan

Page 203: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

192

Garongan serta beberapa desa di sekitar pesisir Kulon Progoadalah keberadaan jalan untuk transportasi mengangkut hasilpertanian yang menembus dari jalan utama ke lahan garapandan pemajekan warga.

Sebelumnya para petani sangat kesulitan untuk meng-angkut hasil panen mereka, sehingga membuat banyak petanitidak maksimal untuk menanam beragam tanaman di lahanpasir mereka (baik pemajekan maupun garapan). Berkat kerjakeras, negosiasi dan tekanan beberapa tokoh kelompok tanike pihak pemerintah desa (Garongan dan Bugel), ke keca-matan Panjatan, kabupaten hingga provinsi untuk menyuara-kan pentingnya keberadaan jalan ini, akhirnya berhasil juga.

Jalan makadam (dengan batu putih) dibangun untukmemudahkan transportasi dari lahan warga ke jalan raya.Mereka menyebut jalan ini sebagai ‘jalan usaha tani’. Sebagianbesar jalan usaha tani ini berada di Desa Bugel dan Garongan.Pemerintah setempat sempat menolak pembangunan jalanini dengan alasan akan memperluas lahan pertanian warga ditanah Paku Alaman Ground. Namun, akhirnya warga tetapdiberi keleluasaan untuk membangun jalan tersebut, sebagiandana pembangunan berasal dari pemerintah sementara parapetani bergotong-royong membangun secara swadaya. Dengandibangunnya jalan usaha tani tersebut warga pesisir sekarangsemakin dimudahkan untuk mengangkut hasil panen danhasil bumi ke jalan utama, sesuatu yang cukup menyulitkanpada masa sebelumnya, yang membuat banyak petani engganbersungguh-sungguh menggarap lahan garapan mereka.

Meningkatnya hasil pertanian semakin membuat wila-yah pesisir terkenal di kalangan pemasok sayuran. Banyakpedagang datang dan langsung membeli produk yang barudipanen. Khususnya hasil utama panen, cabe keriting. Untukmenjaga kesetabilan harga di pasaran, khususnya cabe keri-ting ini masyarakat pesisir menemukan sistem lelang. Sistemlelang ini dimulai dari gagasan Pak Sudiro (Ketua Kelompok

Page 204: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

193

Tani Bangun Karyo) di Desa Garongan sejak tahun 2002.Latar belakang munculnya sistem lelang ini didasari olehkeresahan para petani pesisir yang kerap dibohongi, diper-lakukan tidak adil dan dipermainkan soal harga. Sebelumnya(saat sistem lelang belum dipakai), para pembeli dan juraganmembeda-bedakan harga hasil panen petani pesisir sesuai hasilnegosiasi dengan para petani. Jika petani bisa ditekan, makaakan dapat harga murah dan sebaliknya.

Akibatnya, di antara para petani sering terjadi ketegang-an dan konflik. Sehingga antar mereka berkompetisi untuk‘saling mendekat dan menjilat’ para juragan dan pembeli hasilpanen mereka, yang mengarah pada kompetisi tidak sehat.Bahkan, lebih jauh konflik tersebut merembet sampai padaunit keluarga, sebab antar satu keluarga dengan keluarga lainsaling bersaing dan mengejek hasil penjualan cabe merekayang dihargai lebih murah dan yang lain membanggakan dirikarena terjual dengan harga yang tinggi dan lebih mahal.

Pada tahun 2002, Sudiro sebagai ketua kelompok taniBangun Karyo, berusaha mencari jalan penyelesaian nasibpetaninya dengan berusaha mengumpulkan hasil panen cabekelompoknya di satu tempat. Kemudian para pembeli danjuragan cabe diminta datang dan menawar harga. Bagi parapembeli dan juragan yang mampu menawar paling tinggidialah yang berhak untuk membawa pulang semua hasilpanen di kelompok Sudiro.

Ternyata inisiatif awal ini dilihat oleh kelompok danpara juragan cabe yang lain. Sehingga para juragan danpembeli cabe yang belum dapat kula’an (bahan jualan) me-minta jatah dari Pak Diro dan kelompoknya. Melihat per-mintaan dan kemampuan untuk menentukan harga yang lebihbaik seperti itu, Pak Diro berinisiatif untuk mengajak kelom-pok tani lainnya untuk mengumpulkan hasil panen cabemereka di satu tempat untuk kemudian dilelang ke juragandan pembeli cabe. Ternyata gagasan itu disambut antusias.

Page 205: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

194

Pada awalnya, para juragan dan pembeli cabe menulisharga tawaran mereka pada secarik kertas dan dimasukkanke dalam kotak kecil (seperti kotak amal masjid), kemudiankotak tersebut diputarkan ke rumah-rumah para juragan danpembeli cabe. Sehingga pada saat itu masih terjadi manipulasiharga, ketika pembawa kotak berkunci itu kong-kalikongdengan salah satu juragan dan pembeli cabe, yang kemudianmemberi harga lebih tinggi, setelah melihat harga dari pembelilainnya.

Namun sekarang, kotak tempat harga para juragan ituharus ditaruh di tempat terbuka dan ketika para juragan danpembeli cabe memasukkan secarik kertas harga pembelianmereka dimasukkan di depan khalayak umum, sehinggakeamanan kotak tersebut bisa terjaga. Setelah semua juragandan pembeli selesai memasukkan harga mereka, panitiamembuka dan membacakan harga-harga tersebut, danmenuliskannya di white board yang telah disediakan, sesuaidengan jenis cabe yang dibeli dan dari kelompok mana yanghendak dibeli.

Masing-masing juragan dan pembeli boleh menaruh duaatau tiga harga sekaligus, baik langsung maupun melaluititipan ke orang lain (melalui pesan singkat atau telpon) yanghadir di tempat lelang. Pemilik harga tertinggilah yang akanmenjadi pemenang untuk mengangkut semua hasil panen ditempat lelang tersebut. Rata-rata harga selisih antara pembelitidaklah jauh, berkisar Rp. 200-3000. Sehingga prediksi dankeahlian untuk menakar pasar mutlak diperlukan bagi parapembeli dan juragan cabe di pesisir, jika tidak ia akan mudahkalah.

Bagi para petani cabe di pesisir Kulon Progo, sistemlelang sangat menguntungkan. Selain daulat harga cabe lebihtinggi, juga sebagai media untuk memutus konflik. Sekarangsistem lelang jamak digunakan dan tersebar di kalangan petanipesisir Kulon Progo, dan hanya untuk tanaman cabe, tidak

Page 206: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

195

pernah untuk hasil panen pertanian yang lain.Setelah marak dan dipakai oleh banyak kelompok tani

di pesisir Kulon Progo, kini sistem lelang sudah mulai diakuipemerintah dan mulai didukung untuk dikembangkan lebihluas dengan bantuan pembuatan tempat tetap dan alat pen-dukung dari pasar lelang. Jika dihitung, hingga batas penelitianini usai dilakukan, maka dapat disebutkan bahwa fasilitaspasar lelang yang sudah ada, di desa Glagah ada 2 tempat,Garongan ada1 tempat, Bugel ada 1 tempat, Karang Sewuada 2 tempat, dan desa Trisik ada 1 tempat.

Petani pesisir juga menemukan teknologi dan penge-tahuan tentang bagaimana menangani hama-hama tanamandi lahan pasir mereka secara mandiri. Salah satunya pernahdiseminarkan oleh Fakultas Pertanian Universitas GajahMada (UGM) adalah temuan Pak Karman, pelopor pertanianlahan pasir dari Bugel, tentang hama Uret di cabe keriting67.Sampai saat ini banyak mahasiswa dari beragam jurusan danstrata S1, S2 dan S3 mendalami studi dan melakukan pene-litian tentang pertanian di lahan pasir.

Tingkat Kesejahteraan:Dari Wong Cubung Jadi Wong Sugih

Sejak ditemukannya pengolahan lahan pasir dan tana-man cabe keriting dan semangka sebagai tanaman unggulan,

67 Lebih jauh lihat, makalah Pak Sukarman tentang “PenagananHama Uret di Cabe Keriting” makalah dipresentasikan di UGM padatahun 2007 (tidak diterbitkan), kemudian atas seizin beliau, temuan itudikembangkan salah seorang calon doktor pertanian di UGM dan men-jadikan temuannya itu sebagai bahan desertasi Doktor pertanian. Padabulan agustus 2009 lalu, pak Sukarman berkat jasa dan temuannya dalamdunia pertanian lahan pasir dan telah membantu dunia akademik denganmembimbing dan membantu puluhan mahasiswa S1, S2 dan S3 dalamkajian di pertanian lahan pasir, dianugerahi penghargaan sebagai petanipelopor petanian lahan pasir oleh fakultas Pertanian UGM. Lihat, Kompas,29 September 2009.

Page 207: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

196

kehidupan sosial-ekonomi masyarakat di desa Garongan danBugel membaik. Dengan peningkatan hasil pertanian dankemakmuran warga, kini mereka melihat adanya tiga tingkatekonomi, yakni Sugih Tenan, Sugih Biasa dan Orang Biasa(Sederhana). Sementara yang disebut miskin apalagi miskinsekali samasekali tidak ada.

Dari hasil analisis poverty assesement bersama wargatersebut ditemukan golongan Sugih Tenan sebanyak 5 %, danSugih Biasa sebanyak 65 % (umumnya warga Garongan danBugel tergolong Sugih Biasa) dan golongan Orang Biasa(sederhana) sekitar 30 %. Berikut detailnya:

Rumah Lahan Ternak Harta Benda Simpanan Emas

Sugih

Tenan

Rumah bagus (lantai dinding sudah halus: tercat, atap plafon, genteng press, kamarmandi dalam, penampungan air, lantai berkeramik, tanahnya luas: kebanyakan warisan dari orang tuanya)

Luas tanah yang di garap: 3.000-5.000 meter. Pengelolaan lahan: Tidak berhutang/modal sendiri: jumlah pekerja petik 15-20 buruh pemetik.

Hewan piaraan: Sapi metal/ limousin (4) ekor.

Punya mobil (1): Sepeda motor (3): Isi Rumah : TV 21 Inch: sofa bagus: semi spring –bed

Punya simpanan perhiasan: emas 10 gram ke atas.

Sugih

Biasa

Rumah Biasa, lantai dinding belum halus: lantai hanya pengerasan: atap biasa, genteng kelas 2, kamarmandi biasa, tidak ada penampungan air,nggak bekeramik, tanahnya rata-rata.

Luas tanah yang digarap : 2500-3000 meter2 Pengelolaan lahan: punya modal setengah (setengahnya pinjam LKM, dll): jumlah pekerja petik 10 buruh (dalam panen raya)

Hewan piaraan: min. sapi (1) jenis metal/limosine.

Punya motor (min. 2) buah (satu untuk ke sawah dan satu lagi untuk keseharian): Isi Rumah: meja kursi biasa: TV 14-21 inch.

Punya simpanan perhiasan: emas 5-10 gram

Page 208: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

197

Tabel 28. Pandangan Masyarakat Pesisir atas Tingkat Ekonomi

Sementara itu, dari Analisis Usaha Tani yang telah di-buat kelompok petani di garongan dan Bugel dapat dibacabahwa dalam Musim Tanam 1 Maret 2009, dengan luasanlahan 1000 m2, keuntungan bersih untuk semangka sebesarRp.3.072.500,-, dan keuntungan bersih cabe keriting sebesarRp. 12.265.000,-. Dari data ini terlihat bagaimana kondisiekonomi masyarakat yang demikian meningkat tajam diban-dingkan dengan saat sebelum pengelolaan lahan pasir yangsangat miskin dan tertinggal. Peningkatan kondisi ini tak pelakmembawa peningkatan juga pada status sosial mereka disekitar desa-desa lain di Kulon Progo. Tak heran, jika kalang-an generasi muda di kedua desa ini sekarang sangat mudahmencari jodoh di daerah lain, sebab masa depan mereka bisadikatakan cerah. Kini, Wong Cubung telah jadi Wong Mak-mur. Sekedar menjadi catatan, bahwa pada bulan Ramadhan1430 H/2009 M lalu yang behak menerima zakat (mustahiq)di desa Garongan hanya 2 orang saja, dan yang lain sudahbisa berzakat semua.

Orang

Biasa

Papan dan tembok, kamar mandi ikut tetangga, atap kombinasi bambu dan kayu, genteng wates, tidak ada penampungan air, lantai tanah atau mester, tanahnya sesuai kapling

Luas tanah yang digarap : 1.000-2.000 meter.

Pengelolaan lahan: modal sepenuhnya pinjam: jumlah pekerja petik sekitar 5 buruh.

Hewan piaraan: sapi (1) metal anakan.

Punya: motor (1) buah: Isi Rumah: meja kursi jawa: TV 14 inch, tempat tidur

Perhiasan: emas (3-5 gram)

Page 209: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

198

Dinamika Konflik Lahan Pasir

Pola Akumulasi Penguasa Swapraja dan Posisi-posisi yang Tersebar dalam Konflik Pasir Besi

- Kapitalisme-Feodal:Pola Akumulasi Penguasa Swapraja.

Rencana penambangan pasir besi di Kulon Progo jikadipandang dari suatu teori ekonomi-politik merupakan suatupola akumulasi yang ganjil, jika bukannya khas. Menyalahiperkiraan Marx tentang bagaimana kapitalisme menghancur-kan cara produksi feodal, di berbagai negeri kapitalis pinggiranpada dasarnya selalu terdapat berbagai upaya yang kuat daripenguasa feodal untuk menumpangkan, mengorganisasikan,dan mentransformasikan kekuasaannya pada cara-cara pro-duksi dan relasi produksi yang baru. Cara semacam ini padadasarnya menandai suatu pola produksi dimana para penguasaswapraja di Yogyakarta ini menggabungkan dua cara produksisekaligus, yaitu kapitalisme yang berbasis pada industri komo-diti dengan feodalisme yang berbasis pada penguasaan tanahyang luas. Corak produksi semacam ini, dapat disebut sebagai“kapitalisme-feodal”. Pola ini pada dasarnya bukan tidakmemiliki preseden historis dalam sejarah feodalisme di In-donesia. Dilihat dari perspektif ini, maka modus produksikapitalisme-feodal sudah dapat dirujuk keberadaannya padamasa kolonial. Di masa Sistem Tanam Paksa, meski Yogya-karta dan Surakarta pada dasarnya tidak memberlakukansistem tersebut, tetapi karena raja-raja di daerah tersebutmelihat keuntungan besar dari pelaksanaan Sistem TanamPaksa, maka mereka juga tertarik untuk memasuki bisnisitu. Belanda tidak melarang usaha-usaha pihak kerajaantersebut, malah memberikan toleransi dengan cara membantutenaga kerja dan kredit perbankan. Sebagaimana dinyatakanoleh Onghokham, “Di daerah kerajaan, sektor perkebunanlebih efisien dan menguntungkan, karena memakai sistem

Page 210: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

199

bisnis yang digabungkan dengan feodalisme”.Jika ditelisik lebih lanjut, modus kapitalisme-feodal yang

dilakukan oleh sejumlah raja-raja di Jawa tersebut, utamanyadi Surakarta tahun 1916 dan Yogyakarta tahun 1918, adalahdengan tetap memelihara sistem feodal sebagai sistem sosial-nya, utamanya pada penguasaan tanah dan reorganisasi desasembari menerapkan sistem kapitalisme perkebunan. Reorga-nisasi feodalisme itu ditempuh dengan cara menanggalkansistem apanage—sistem penguasaan atas tanah oleh para bang-sawan tertentu yang diikuti dengan pemberian hak istimewadan kemudian mengkonsentrasikan seluruh tanah di tangankerajaan. Hal ini kemudian disertai dengan perubahan fungsilahan tersebut menjadi perkebunan. Sedangkan reorganisasidesa dilakukan dengan cara mengubah kebekelan menjadikelurahan. Kebekelan-kebekelan digabungkan menjadi kelu-rahan yang berfungsi secara administratif untuk tidak hanyamendata jumlah tanah, tetapi sebagai alat kerajaan untukmengorganisir eksploitasi atas sumber-sumber ekonomi desa.

- Basis Material dari Akumulasi Swapraja:Politik Penguasaan Tanah dan Klaim Legalnya

Jadi, tanah selalu menjadi basis material dari kapital-isme-feodal ini. Contoh di atas menunjukkan bahwa meski-pun terjadi reorganisasi atas desa dan tanah, tidak mengakibat-kan sistem feodal runtuh, melainkan tetap eksis karena padadasarnya kaum feodal-lah yang memiliki hak atas tanah. Dandengan diselipkannya kapitalisme perkebunan, maka hal inisemakin mengukuhkan kekuasaan modus produksi kapital-isme-feodal itu. Karena itu, penting bagi kerajaan untuk tetapmenjaga politik kepenguasaan atas tanah yang absolut ditangan mereka, meskipun berbagai peralihan dan perubahansosial-politik terjadi.

Di Yogyakarta, politik pertanahan semacam itu, tampaksejak masa kolonial. Di daerah-daerah yang kehidupan sosial-

Page 211: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

200

nya sangat dipengaruhi oleh sistem kerajaan, pada umumnyaraja dianggap sebagai orang yang memiliki secara mutlaksegala hal apa yang ada dalam wilayah kekuasaan kerajaan,“sangisoring langit, salumahing bumi”(seluruh yang ada dibawah langit dan di atas hamparan bumi). Kekuasaan rajaatas tanah adalah mutlak, tak dapat digganggu gugat.

Ada pola yang tetap dalam politik pertanahan di Yogya-karta, meski berbagai perubahan sosial dan politik terjadi.Pola yang tetap tersebut adalah bahwa kepemilikan atas tanahpada dasarnya tetap berada pada kuasa kesultanan. Pada peri-ode sebelum 1918 (Tanam Paksa di Yogyakarta), tanah meru-pakan hak milik raja. Ketika kekuasaan kolonial makin me-nguat dan turut campur dalam pengaturan masalah per-tanahan, pemerintah kolonial Belanda melarang segala bentukpenyewaan tanah. Pada waktu itu, penguasaan tanah dapatdibedakan menjadi dua bentuk. Pertama, tanah keprabon atautanah yang dimiliki secara langsung oleh Raja. Kedua, tanahapanage yang berfungsi sebagai lungguh untuk memenuhikebutuhan dan gaji bagi para pegawai kerajaan, para keluargadan kerabat kesultanan (para priyayi). Tanah apanage inibiasanya di dalamnya terkandung juga hak-hak khusus yangberupa pelayanan dari takyat yang tinggal di atas tanah apa-nage tersebut. Rakyat yang tinggal di atas tanah apanagebiasanya wajib memberikan pajak atau persembahan hasilbumi kepada para bangsawan yang memiliki tanah apanageitu. Para pengguna tanah apanage juga diwajibkan untukmenyediakan tenaga kerja bagi para bangsawan tersebut, men-jadi bagian keamanan atau kebersihan atas rumahnya, danmenjadi pengiring dalam upacara-upacara adat. Permohonanuntuk memiliki atau menggunakan yang disesuaikan dengankebutuhan rakyat tidak diijinkan sama sekali. Bahkan, dengansangat mudah para bangsawan itu bisa mencabut hak atastanah. Berhadapan dengan feodalisme kuno ini, posisi danhak rakyat sangat lemah.

Page 212: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

201

Pada periode sesudah tahun 1918, dikeluarkan ReikjsblaadKasultanan 1918. Isi peraturan ini lebih dikenal sebagai domeinverkraling, yang menyatakan bahwa seluruh tanah yang tidakmemiliki tanda bukti kepemilikan menjadi tanah hak milikkeraton. Reikjsblaad ini membagi tanah milik Paku Alamandan Kasultanan menjadi dua golongan, pertama: tanah milikraja yang bebas, yaitu tanah yang tidak dibebani oleh hakapapun dan siapapun: serta kedua: tanah milik raja yang tidakbebas, yaitu tanah yang sudah ada hak atasnya yang diserah-kan kepada rakyat atau abdi dalem, atau menjadi hak milikdesa. Pada periode ini terapat beberapa kategori tanah, (1)tanah kraton: (2) tanah yang diberikan cuma-cuma oleh Sul-tan untuk dipakai sebgai fasilitas publik: (3) tanah eigendomyang diberikan pada orang Belanda atau Tionghoa: (4) tanahyang diberikan pada pegawai kerajaan dan pejabat adminis-tratif: (5) tanah kasentanan yang dimiliki oleh kerabatkerajaan tetapi adangkala juga dipakai oleh rakyat jelata: (6)tanah pekarangan bupati: (7) tanah hak pakai untuk paramenteri/kebonan: (8) tanah pekarangan rakyat jelata: (9)tanah maosan, yang diurus oleh bekel. Pada periode ini pulaterjadi suatu peristiwa penting yaitu Kontrak Politik 1921,yang memaksa Sultan untuk mengadakan pemisahan admin-istratif antara kekayaan Sultan dan Kesultanan. Pemisahanini kelak berujung pada pemisahan antara Kepatihan danKasultanan, yang mengakibatkan titik kekuasaan bergeserke arah Kepatihan. Periode ini memang menandai mulaidipretelinya kekuasaan feodal kuno dan memasukkan unsur-unsur administrasi kolonial di Yogyakarta.

Pada periode sesudah tahun 1954, masa ini diawalidengan terbentuknya Daerah Istimewa Yogyakarta. Padamasa itu, republik Indonesia belum menetukan politik per-tanahan atas DIY. Di tengah penantian itu, beberapa undang-undang pertanahan dikeluarkan oleh Pemda, di antaranya (1)Perda DIY No. 5 1954 tentang Hak Atas Tanah, Pasal 4 ayat

Page 213: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

202

1 yang menyebutkan bahwa “DIY memberi hak milikperseorangan turun temurun atas sebidang tanah kepadawarga negara Republik Indonesia”. Juga disebutkan tentanghak milik kelurahan atas tanah, pada pasal 6 ayat 1: (2) PerdaDIY No. 10 tahun 1954 tentang Pelaksanaan Putusan Desamengenai hak Andarbe dari Kelurahan, dan hak Anganggoturun temurun atas tanah dan perubahan jenis tanah: (3) PerdaDIY no. 11 tahun 1954 tentang Peralihan Hak Milik Per-seorangan turun temurun yang diputuskan oleh DewanKelurahan, dan dilanjutkan dengan Perda No. 12 tahun 1954tentang Tanda Bukti yang Sah atas kepemilikan turun-temurun itu, yang hingga hari ini disebut dengan Letter D.

Periode sesudah tahun 1960 ditandai oleh keluarnyaUUPA 1960 yang menyebutkan bahwa hak atas tanah swa-praja atau bekas swapraja dihapuskan dan diserahkan padanegara. Menghadapi aturan ini, Pemda DIY mengeluarkanbeberapa peraturan agrarianya sendiri, yaitu (1) Tanah yangtunduk pada peraturan yang berujud Riksjblaad (lihat periode1918), masih menjadi hak milik keraton dan Paku Alaman.Inilah yang hari ini kita kenal sebagai Sultan Grounds (SG)dan Paku Alaman Grounds (PG): (2) Tanah yang tundukpada perda adalah tanah andarbe atau anggaduh: (3) Tanahyang tunduk pada UUPA adalah tanah milik masyarakatEropa atau Timur Asing.

Meskipun Pada Periode 1984, Sultan Hamengku BuwonoIX berupaya untuk mengintegrasikan pengelolaan tanahnyadengan undang-undang agraria nasional, tetapi pada praktik-nya Sultan tetap tetap berupaya mereorganisasi sisa-sisakekuasaan feodalnya, yaitu dengan tetap memberlakukanketentuan Rijksblad Kasultanan dan masih mengenal termaSultan Ground dan Paku Alaman Ground.

Politik pertanahan dari rejim kapitalis-feodal ini mem-buat tanah sebagai basis material, selalu tetap berada dalamkekuasaan kesultanan, meskipun kekuasaan itu terus ber-

Page 214: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

203

kurang hingga kini. Dengan menjadikan tanah sebagai basismaterialnya, maka kesultanan tetap memiliki peluang untukmenjaga dominasi dan hegemoni kekuasaannya di Yogya-karta. Pertanyaannya, bagaimana pola dominasi ekonomikapitalis-feodal itu tetap dilakukan. Ada dua pola untuk mela-kukan konversi dari kepemilikan tanah menjadi akumulasikapital: pertama, kaum feodal ini berupaya untuk membuatmodal tanahnya sebagai dasar bagi terbentuknya kapitalisme,baik yang berupa perkebunan di masa lalu, maupun industridan perdagangan di masa kini. Pada pola yang semacam ini,maka kapitalisme menumpang hidup di atas feodalisme. Halini tercermin pada sistem tanam paksa, maupun pada pen-dirian sejumlah sentra perdagangan modern seperti hyper-mall, dan rencana pengubahan alun-alun sebagai lahan parkir,maupun pada rencana eksplorasi pasir besi saat ini. Kedua,kaum feodal, yang dalam batas-batas tertentu melakukanpersekutuan dengan kaum kapitalis, mengubah dirinyamenjadi kapitalis yang ditandai oleh keterlibatannya dalamdunia bisnis secara langsung. Hal ini sudah dimulai sejakSultan Hamengku Buwono IX yang pernah tercatat sebagai100 orang terkaya di Indonesia, yang bisnisnya mencakupbidang pemrosesan gula, perdagangan eceran, perbankan,tembakau, properti, pengolahan udang dan tuna, dan lainsebagainya. Ini kelak juga dilanjutkan oleh penerusnya HBX dan keluarganya yang meluaskan bisnisnya di sektorperdagangan, turisme, perusahaan rokok dan air, konstruksi,dan distribusi otomotif, dan yang terakhir saat ini adalaheksplorasi pasir besi di Kulon Progo yang berpotensi meng-gerus kehidupan ribuan petani, merusak ruang-hidup, sertamenghancurkan jaringan-jaringan sosial-ekonomi pedesaan.

Pola semacam ini menjadi semakin mudah, sebab selainpihak yang memiliki modal ekonomi, para penguasa swaprajaini juga merupakan pihak yang memiliki modal politik danmodal kultural yang kuat. Secara de-facto, penguasa politik

Page 215: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

204

(gubernur dan wakil gubernur) di Yogyakarta mestilah berasaldari pihak kesultanan dan Paku Alaman. Sementara, modalkultural diperoleh penguasa swapraja ini sebagai sisa-sisakekuasaan feodal yang mesti dihormati dan dipatuhi tanpasyarat.

- Artikulasi Penguasa Swapraja dan Penguasa Lokal:Posisi-posisi Pendukung Eksplorasi Lahan Pasir Besi

Dengan latar belakang pola akumulasi yang semacamitu, maka para penguasa swaparaja itu mengklaim memilikikeabsahan atas seluruh lahan pasir di Kulon Progo, berdasar-kan pada peta terbaru yang dibuat oleh BPN, dan berhakatas penggunaan dan pemanfaatan lahan tersebut. Selain itu,pihak Paku Alaman dan Kesultanan juga merupakan pihakyang memiliki saham pada proyek ini. Bekerjasama denganinvestor swasta, para penguasa swapraja ini mendirikan sebuahperusahaan yaitu Jogjakarta Magassa International (JMI).Proyek investasi penambangan pasir besi berikut pendirianempat pabrik pengolahan pasir besi dan baja ini membutuh-kan 500-600 juta dollar AS, dan karena itu korporasi parapenguasa swapraja ini juga berencana menggandeng investorinternasional dari Australia68. Dengan pola semacam ini, in-vestor international ini pun menyebut para penguasa swaprajaitu sebagai “strong and well-connected local power”69.

Artikulasi para penguasa swapraja, korporasi dan pengu-asa lokal dalam konflik pasir besi pada dasarnya beragam.Keragaman itu dapat dirujuk dari posisi subyek yang berbeda-beda. Meski demikian, keberagaman itu pada dasarnya mem-bangun suatu klaim yang sama tentang perlunya penam-bangan pasir besi di Kulon Progo. Pertanyaannya: bagaimanacorak argumen dan klaim-klaim yang digunakan oleh para

68 Lihat, Kompas, 8 Oktober 2007.69 Lihat, Kompas, 10 April 2008.

Page 216: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

205

penguasa swapraja, korporasi dan penguasa lokal itu?Di dalam tubuh penguasa swapraja, terdapat sebagian

pihak yang menentang rencana penggunaan lahan pasir yangtelah lama diolah oleh para petani tersebut. Kelompok kecilini berargumen bahwa tanah Paku Alaman Ground padadasarnya mesti diperuntukkan untuk kesejahteraan masya-rakat yang berada di atasnya. Sebagian kecil dari kelompokini juga menyatakan bahwa lahan Paku Alaman Ground hanyaboleh dikembangkan untuk kegiatan pertanian dan pariwisatadan tidak boleh dialihfungsikan bagi peruntukan lain yangsifatnya mengubah sifat fisik dan hayati lahan, seperti untukkegiatan pertambangan pasir dan sebagainya70.

Namun, pandangan semacam ini merupakan minoritasdan pinggiran. Pihak-pihak yang menduduki pusat kuasa daripara penguasa swapraja ini, pada dasarnya merupakan pen-dukung terkuat dari proyek ini. Pada umumnya, para penguasaswapraja ini mengembangkan argumen dan klaim sebagaiberikut: pertama, eksplorasi pasir besi akan mendatangkanpertumbuhan ekonomi. Dalam jangka panjang, menurut Sul-tan HB X, eksplorasi pasir besi akan mendatangkan pertum-buhan ekonomi yang tidak kecil bagi Yogyakarta. Menurut-nya:

“ … untuk tahun 2009, ini kan kita tidak menerima dana APBNlagi yang sebelumnya jumlahnya Rp 3,4 trilyun dalam dua tahun,maka satu-satunya cara, Yogyakarta memerlukan investasi dariluar untuk menyelamatkan pertumbuhan ekonomi… karena itu,pasir besi, (proyek) Bandara ini harus terealisasi…maka uangyang akan dibelanjakan di Yogyakarta akan lebih tinggi…Kalaupenambangan pasir besi saja, sekarang studi kelayakannyamengeluarkan dana US $ 100 juta, kalau dikalikan Rp 10.000kan 1 trilyun71”

70 Ibid.71 Lihat, Tempo Interaktif, 30 Maret 2009

Page 217: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

206

Kedua, karena itu, eksplorasi pasir besi ini akan tetapdilakukan meskipun ada perlawanan dari petani. MenurutSultan HB X:

“… pro-kontra itu wajar. Lha wong Presiden baru aja ada yangnggak setuju kok..beri peluang dulu pada investor...yang penting,beri peluang dulu untuk melakukan amdal.. kalau amdal beres,proyek jalan terus...72”

Ketiga, bagaimanapun, proyek ini merupakan proyekyang diadakan di atas tanah milik keluarga kesultanan danPaku Alaman. Karena itu, merupakan hal yang absah untukmelakukan eksplorasi dan menjalankan bisnis eksplorasi diatas lahan tersebut. Hal semacam ini ditandaskan oleh Joyo-kusumo yang menyatakan bahwa penambangan pasir besiitu sebenarnya merupakan pesan almarhum Sultan HB IXdan PA VIII yang sudah lama mengetahui potensi pasir besidi pesisir selatan. Karena itu tugas, para penguasa sawprajaitu saat ini adalah melaksanakan mimpi tersebut.

Keempat, asumsi bahwa masyarakat pesisir Kulon Progoadalah masyarakat miskin dan tertinggal. Didasarkan padaargumen semacam itu, maka proyek pasir besi ini diharapkandapat menyedot tenaga kerja dan meningkatkan kesejah-teraan di daerah yang dianggap minus tersebut73. Sementara,dari pihak Kabupaten Kulon Progo, terdapat beberapa klaimyang mendasari kengototan mereka untuk melakukan eksplo-rasi pasir besi. Yakni, pasir besi Kulon Progo dipercaya meru-pakan sumberdaya alam unggulan, dimana biji pasirnyadianggap lebih baik daripada biji pasir yang ada di AmerikaSelatan. Begitu pula, Indonesia dianggap memiliki keter-gantungan terhadap tingginya harga besi baja tingkat dunia,dimana hampir 100 persen melakukan impor terhadap kebu-tuhan itu. Sementara, kebutuhan akan sumberdaya mineral

72 Lihat, Republika, 5 Agustus 200973 Lihat, Kompas, 8 Oktober 2007

Page 218: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

207

ini per tahunnya mencapai 2,5 juta-4 juta ton. Dengan per-spektif yang semacam ini, maka menurut para penguasa lokaldi level Kabupaten, pasir besi Kulon Progo akan membuatkebutuhan impor pasir besi menjadi tertangani.

- Artikulasi Para Penentang Penambangan

Namun, selain argumen dan klaim dari dari para pen-dukung eksplorasi lahan pasir besi, terdapat juga artikulasidari mereka yang menentang rencana eksplorasi tersebut.Salah satu penantang terkuat adalah PPLP (Paguyuban PetaniLahan Pasir), merupakan organisasi petani pesisir KulonProgo yang terancam akibat rencana eksplorasi pasir besi ter-sebut. Organisasi ini memiliki anggota ribuan orang, tersebardi beberapa desa. PPLP merupakan sebuah organ yang pal-ing konsisten menolak rencana eksplorasi tersebut. Dengandidampingi oleh sejumlah NGO, gerakan sosial, dan lembagabantuan hukum, PPLP terus menguatkan pertentangan danperlawanannya terhadap rencana tersebut.

Terdapat beberapa argumen utama yang dikembangkanoleh PPLP, di antaranya: Pertama, alih-alih menyejahterakan,rencana penambangan pasir besi merupakan sebuah upayayang dianggap akan menghancurkan ruang-hidup (life-space)mereka. Apa yang dianggap sebagai sumberdaya alamunggulan (pasir besi) bagi pemerintah dan penguasa swapraja,pada kenyataannya merupakan ruang-hidup bagi ribuanpetani di atas lahan tersebut. Di atas lahan yang dulunyaterlantar dan tidak diolah oleh siapapun selama puluhan tahuntersebut, para petani ini menemukan cara untuk keluar darikemiskinannya dengan mengolah lahan pasir yang tandusmenjadi lahan pertanian yang produktif. Bahkan, terdapatarus pertukaran komoditi yang besar dari sumberdayapertanian ini. (lihat analisis usaha tani yang dibuat oleh PPLP).

Kedua, rencana penambangan pasir besi berpotensimerusak keberlangsungan layanan alam dan mengancam

Page 219: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

208

terciptanya katastrofi ekologis. Berbagai potensi kerusakanalam yang akan terjadi jika eksplorasi pasir besi tetap dilaku-kan menurut petani adalah rusaknya ekosistem, polusi, abrasiserta mengancam perlindungan terhadap bencana tsunami.Jika pertambangan tetap diberlakukan perubahan ekosistemdan keseimbangan ekologi yang ada di kawasan pesisir selatanakan terjadi. Karena dominasi tambang akan lebih kentaldibandingkan dengan pertanian, wisata maupun kawasanlindung sebagai penyangga kawasan ekologis di kawasanselatan Jawa. Keberadaan flora fauna (misalnya, migrasiburung-burung asia pasifik ) yang ada di kawasan tersebutjuga terancam.

Ketiga, klaim kepemilikan lahan Pakulaman Grounduntuk seluruh adalah klaim yang tak berdasar. Menurut parapetani PPLP, klaim lahan Pakulaman Ground itu tiba-tibasaja muncul pada tahun 2004. Pada awalnya, selain merupa-kan tanah terlantar yang sah untuk digarap oleh para petani,berdasar UUPA 1960, pada dasarnya petani memahami polapenguaaan tanah di daerah tersebut terbagi atas tiga, yaitu(1) Tanah pemajekan, yaitu: Tanah yang bersertifikat danwajib pajak berada di sebelah dalam setelah tanah garapan(sekitar 400-500 m dari bibir pantai). Tanah Pemajekan rata-rata bukan lahan pasir 100% dan telah bisa dianami sejakdulu, baik tanaman pangan utama: padi jagung, ubi maupunbuah-buahan, meski tidak sesubur sekarang. Kepemilikantanah pemajekan ini merupakan warisan dari nenek moyangmereka sebelumnya dan bersertifikat legal. (2) Tanah garapanadalah lahan pasir yang berbatasan dengan bibir pantai danhasil pengolahan warga terhadap gurun tandus di darah tanahmerah (terlantar) yang sekarang telah digarap menjadi lahansubur. Dari hasil pematokan yang ditemukan oleh generasiterdahulu mereka. (3) Tanah Paku Alaman. Namun, menurutpara petani, menjelang akan dilakukannya rencana eskplorasipasir besi patok-patok Paku Alaman ini digeser hingga me-

Page 220: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

209

masuki tanah garapan warga (bandingkan peta BPN terbarudan peta yang dibuat oleh para petani).

Keempat, para petani ini telah mengolah lahan pasir itudengan cara yang ramah lingkungan, menjamin keberlang-sungan layanan alam, yaitu dengan tidak mengubah gumuk-gumuk pasir dan tak menggali terlalu dalam. Mereka tahubahwa lahan pasir ini adalah masa depan bagi anak cucumereka. pada titik ini, mereka tetap memegang pesan dasardan etika yang telah disepakati bersama agar pertanian dipesisir Kulon Progo tidak mengubah bentuk asal, dan sebenar-benarnya untuk peningkatan kesejahteraan kawulo/rakyat.

Lintasan Perlawanan Petani Pesisir

Ketimpangan peruntukan lahan yang lebih menguntung-kan kelompok kasultanan dan Paku Alaman dengan dalihtanah swapraja Paku Alaman Ground (PAG) yang berbelitdengan pertentangan klaim sebagaimana disebut Dietz (1998)pada soal, siapa yang berhak menguasai sumber-sumberagraria dan kekayaan alam berupa pasir besi di Kulon Progoini yang menyertainya dan siapa yang berhak memanfaatkanserta siapa yang berhak mengambil keputusan atas penguasaandan pemanfaatan Pair besi Kulon Progo ini telah menjadipemicu konflik dan sengketa yang berujung pada aksi peno-lakan dan perlawanan kaum petani Kulon Progo, yang kemu-dian membentuk diri dalam Paguyuban Petani Lahan Pasir(PPLP).

Posisi lemah tak membuat para petani peisisir KulonProgo menyerah kalah atas nasibnya. Dimulai dari kesamaannasib terancam dari lahan garapan yang mereka miliki selamaini, dan keselamatan ekologis masa depan anak cucu merekananti, para petani menyusun beragam strategi perlawanan.Pada mulanya mereka menolak rencana penambangan pasirtersebut dengan cara aksi massa (demonstrasi) untuk melaku-kan pressure dan membentuk publik opinion ke Pemda Kabu-

Page 221: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

210

paten maupun ke Tingkat Provinsi Yogyakarta. Berbagaiperundingan untuk membangun kesepakatan (konsesus) gagal.Sebab tuntutan penolakan rencana penambangan pasir ter-sebut melibatkan “orang dalam” Kasultanan YogyakartaHadiningrat. Tawaran dari pemerintah selalu saja ke arahpenyelesaian yang bias kekuasaan, lebih menguntungkanpemilik modal dan penguasa: ganti rugi, relokasi dan rekaveriekologis yang kesemuanya tidak masuk dalam tuntutanmendasar warga, yakni keselamatan dan hak dasar kepemilik-an historis dan material lahan-lahan mereka.

Salah satu aksi massa besar-besaran yang dilakukan diUGM (beberapa kali) oleh ribuan warga Kulon Progo terjadipada 21 Juli 2008, mereka memprotes keras kalangan aka-demik/kampus yang ikut melegitimasi kepentingan per-usahaan penambangan pasir besi Kulon Progo dengan proyekAnalisis Masalah Dampak Lingkungannya (Amdal). Menurutpetani, keterlibatan UGM menunjukkan kalangan kampustelah kehilangan kekuatan moral dan independensinya sebagailembaga pendidikan tinggi. Apalagi UGM yang terkenaldengan jargon “Kampus Kerakyatan”nya. Hasil dari demons-trasi besar-besaran tersebut, pihak UGM membatalkankerjasama yang sudah disepakati dengan pihak JMM untukmelakukan riset AMDAL eksplorasi penambangan pasir besitersebut74.

Selain bentuk aksi massa, petani pesisir yang telah ter-gabung dalam PPLP, juga menggalang kekuatan di kalangankelompok agamawan dan ilmuwan. Pada tanggal 14 agustus2008 diadakan saresehan dan rapat akbar di Balai DesaKarangwuni, Wates Kulon Progo, dengan topik “ PerjuanganRakyat Tani Menolak Penambangan Biji Besi”. Rapat ituselain sebagai media konsolidasi kekuatan petani juga upayamelihat lebih dalam bagaimana proses penambangan pasir

74 Lihat, Berita Kompas, 22 Juli 2008.

Page 222: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

211

besi tersebut ditinjau dari segi yuridis, melalui tinjauan UUPA1960 tentang Pokok-Pokok Agraria. Karena itu hadir pulapada kesempatan itu pakar hukum agraria dari berbagai per-guruan tinggi di Yogyakarta. Kesepakatan yang diperolehadalah petani masih menolak rencana penambangan pasirbesi di pesisir Kulon Progo. Selain melanggar keadilan agrariajuga mengancam kerusakan ekologis bagi daerah disekitarpenambangan pasir besi.75

Proses perlawanan yang terus berlangsung dan resistensikelompok pendukung penambangan juga makin agresif, wargamulai menyadari penting menjaga soliditas, militansi dankekompakan perjuangan. Organisasi PPLP menjadi ujungtombak dan rumah ideologis bersama bagi pelembagaanperlawanan mereka. Menurut Widodo, pimpinan PPLP yangdi tunjuk secara aklamasi, PPLP lahir dari suara rakyat sen-diri, bukan pesanan dari atas dan bukan pula bentukan darilembaga di luar mereka. Karena itu disebut paguyuban tidakterlalu formal. Yang penting warga dapat terkoordinasi dansatu suara dalam perjuangan.76 Keberadaan PPLP ini bukansaja sebagai wadah pengorganisasian massa, tetapi lebih dariitu juga memiliki otoritas untuk membuat kesepakatan sosialdi antara warga menyangkut distribusi wewenang, pelarangandan pembatasan bagi pihak-pihak (luar maupun dalam) yangboleh/tidak terlibat dan bergabung dalam barisan mereka.Dengan kata lain PPLP juga berperan sebagai satu-satunyapintu masuk bagi orang luar untuk mengetahui dan ber-hubungan dengan gerakan perlawanan petani pesisir KulonProgo. Hal ini dianggap penting, menurut Widodo, karenabeberapa kali masyarakat yang kontra penambangan disusupi

75 Lihat Kompas, 14 Agustus 2008, Petani Kulon Progo Tolak Pem-bangunan Pasir Besi.

76 Wawancara langsung dengan Widodo, Bogor, 19 November 2008.

Page 223: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

212

orang-orang “titipan” yang bertujuan untuk menggembosidan mengobrak-abrik barisan perlawanan kelompok penolakpenambangan pasir besi. Bahkan sempat sukses masuk dijajaran elit pengurus PPLP.

Selain itu sikap tegas dan selektif juga diarahkan bagikalangan NGO/LSM lokal, nasional maupun Internasionalyang hendak telibat dan “membantu” mereka. Sejauh iniPPLP tidak mau menerima kelompok LSM/NGO secarapenuh jika mulai masuk pada wilayah pengorganisiran warga,tetapi dapat menerima untuk kepentingan diluar itu. Sikapekstra hati-hati terhadap kelompok di luar mereka merupakankewajaran mengingat situasi ketegangan dan teror masihkerap terjadi.

- Teror, Mobilitas dan PengorganisasianPerlawanan

Puncak kekerasan berwujud teror yang dilakukan parapendukung pembangunan penambangan Biji Besi, terjadipada hari senin, 27 Oktober 2008, puluhan orang-orang takdikenal (sebagian memakai penutup muka), bersenjatapentungan dan senjata tajam, dengan ganas merusak danmembakar beberapa pos ronda (yang menjadi pos komandowarga) serta beberapa rumah tokoh warga penolak penam-bangan pasir besi. Meski tak ada korban jiwa, sebagian masya-rakat telah merasa terteror dan marah. Dalam peristiwa ituada sebagian warga sempat ingin membalas dan mengejarpelaku pengrusakan. Namun berkat kesigapan pemimpinPPLP warga tidak jadi menyerang dan mengejar pelakukekerasan.

Kondisi ketegangan dan konflik yang sudah masuk padawilayah teror dan kekerasan fisik77 ini mendorong anggota

77 Dalam presentasi visual di kantor Sajogyo Institute (SAINS),tanggal 19 November 2008. Penulis sempat menyaksikan sendiri hasil

Page 224: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

213

PPLP untuk menggandeng tim pembela hukum. Sejauh iniyang ditunjuk mendampingi gerakan mereka adalah LembagaBantuan Hukum (LBH) Yogyakarta. Maka, sejak saat ituproses hukum menjadi jalur perjuangan mereka untuk meng-antisipasi kekerasan dan teror berulang kembali.

Pada perkembangan lebih lanjut, kesadaran untukmemperluas suara dan gerakan perlawanan dan penolakanpenambangan pasir besi mendorong PPLP untuk mencobamengembangkan pesan-pesan penindasan atas nasib warga-nya melalui media (lektronik, massa dan seni. Tak heran,sudah beberapa kali mereka audiensi dan juga menghadiriundangan dari beberapa stasiun radio di Yogyakarta. Kemu-dian tim dokumentator PPLP juga membuat film dokumenter(sedang diproses) tentang sejarah konflik dan pembentukanPPLP, bahkan kini juga membentuk “Teater UndukGurun”78. Sejak pementasan di IPB pada tanggal 18 Novem-ber 2008, PPLP menjadikan media teater ini sebagai soft cam-paign pada publik, khususnya di kalangan terdidik, akademik/kampus. Selain dukungan kelompok “akademik” dan ka-langan terdidik lainnya dianggap bisa lebih netral, objektifdan independen, mereka berharap melalui Teater ini suaraperlawanan PPLP mampu masuk di ruang-ruang kampus-kampus besar di Indonesia. jika hal ini bisa terjadi secara

Tim dokumenter PPLP yang menyusup di tengah kelompok pengrusakpos komando dan perumahan warga. Bahkan terlihat bagaimana seorangtokoh birokrat (tingkat Kabupaten) ikut serta memimpin aksi kekerasantersebut. Selain itu yang cukup ironis adalah, para polisi yang hadir saatperistiwa tersebut bukan menghalangi atau mencegah peistiwa kekerasantersebut, tetapi terlihat memberi komando dan mengarahkan massa untuklebih “efektif ” dan “cepat selesai”. Rekaman visual ini masih bersifatrahasia, belum dipertontonkan secara umum. Karena khawatir menambahprovokasi dan warga akan membalas sendiri (main hakim sendiri).

78 Teater Unduk Gurun terlibat dalam jaringan seniman teater diYogyakarta-Cilacap. Beberapa di antaranya adalah bekas seniman penen-tang orde baru dalam lingkar kreatif penyair legendaris Wiji Thukul.

Page 225: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

214

berkelanjutan diharapkan suara perlawanan PPLP mampu“mengepung” dan merebut opini publik melawan pendukungpembagunan pasir besi Kulon Progo di Yogyakarta. Perluasanwilayah kampanye di kampus-kampus besar ini dianggapsemakin penting, mengingat untuk kampanye lugas di Yogya-karta dianggap berisiko tinggi. Sejauh ini yang sudah di-rancang-agendakan untuk kepentingan kampanye lewatpementasan Teater secara road show di berbagai kampus besardi pulau Jawa.

Jika merujuk pada Fauzi (2008), yang menganalisaperjuangan Serikat Petani Pasundan (SPP) di Jawa Barat,model dan lahirnya perlawanan PPLP dapat dilihat sebagaihasil pertautan dari proses konteks makro struktural, yaitupenetrasi kapital dari rencana penambangan pasir besi denganproses kesadaran pengetahuan baru (pengetahuan keagrariaan,teknologi dan inovasi pertanian lahan pasir) maupun relasidan jaringan PPLP di beragam kelompok: akademik, seniman,ulama, LSM/NGO, Aktivis Lingkungan/Petani dan komu-nitas lain yang peduli terhadap kerusakan ekologis pasir besi79

yang pada akhirnya mendorong proses modernisasi di dalammasyarakat petani Kulon Progo sendiri, sehingga ikut mem-bentuk derajat perlawanan dan bentuk mekanisme tata pro-duksi dan pasca produksi yang khas dengan pasar dan bentukkomersialisasi hasil pertanian mereka.

Sementara dari strategi perlawanan yang dilakukanPPLP selama ini, terlihat bentuk-bentuk lain dari modelGerakan Sosial Pedesaan (GSP) lama yang bergerak padaranah moral ekonomi subsistensi dan pilihan-pilihan rasional

79 Menurut Widodo dalam bulan bulan terakhir ini, beberapa komu-nitas dan aktivis lingkungan dari Finlandia, Belanda, Australia, atas un-dangan jaringan petani di UGM, berkunjung ke Kulon Progo dan berdialogdengan pengurus PPLP terkait dengan perkembangan konflik danpertanian hortikultura di lahan pasir besi. Wawancara (via telpon) denganWidodo, 12 Juli 2009.

Page 226: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

215

semata. Munculnya pemimpin petani yang memiliki wawas-an kosmopolit seperti Widodo, Supriyadi, Sukarman, Sudiro,dkk yang menjadi pimpinan teras PPLP yang mampu ber-komunikasi dengan beragam jaringan, memiliki kemampuanorganisatoris dan daya cerna yang baik tentang wacana politiklokal dan nasional, menunjukkan bagaimana tingkat intelek-tualitas mereka termasuk saat merumuskan beragam aksi danperlawanan yang canggih dan tidak konvensional.

Pilihan taktik-taktik utamanya sangat beragam danmengisi banyak arena pertarungan, di media, hukum, aksimassa, mobilitas politik warga, tokoh ulama dan masyarakat,kampanye film dokumenter hingga pementasan teater menun-jukkan keluasan perspektif kaum petani PPLP. Basis sosialgerakan perlawanan PPLP juga merupakan campuran antaraunsur desa-kota, baik dalam arti fisik maupun dalam berbagaiurat nadi, organ dan kegiatan gerakan. Warga petani KulonProgo yang tergabung di PPLP tidak semua murni dari pedesa-an tetapi juga sebagian telah lama tinggal di kota dan kembalike desa untuk bergabung mengelola lahan pasir bersama sau-dara-saudara mereka. Fenomena ini memperlihatkan bentuk-bentuk lain dari model gerakan sosial pedesaan terdahulu danlebih mirip pada ciri-ciri gerakan sosial baru sebagaimanadiuraikan Fauzi (2005), Webster (1997), dan Petras (2004).

- Aktor dan Kontestasi Kepentingan

Merunut pada konteks lahirnya perlawanan dan peno-lakan kelompok PPLP, terlihat bahwa proyek penambanganpasir merupakan pintu masuk penetrasi kapital yang hendakmengeksklusi sumber produksi petani dan basis subsistensiyang merupakan hasil dari tata pengolahan dengan teknologiyang ditemukan sendiri. Sebagaimana dikatakan Sitorus(2002) salah satu lahan subur dari munculnya konflik agrariadan perlawanan petani dimulai dari usaha-usaha dipisahkan-nya antara subyek atau pelaku (baca: petani) dari obyek atau

Page 227: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

216

sumber-sumber agrarianya. Penetrasi kapital melalui penam-bangan ini (pihak swasta di dukung oleh birokrasi negara danjaringannya) juga berpengaruh pada hubungan-hubungansosial-ekonomi dan politik dalam masyarakat petani KulonProgo. Mungkin, akan terlihat lebih jelas tatkala dilakukankajian mendalam pada susunan diferensiasi sosial yang terjadidi kalangan petani sendiri sebelum dan pasca konflik terjadi.Sehingga dapat dilihat dan dipetakan motif dan golonganmasyarakat mana yang melawan dan mungkin juga menerimaproyek penambangan pasir besi ini beserta artikulasi yangmendasarinya. Sejauh ini yang dapat diketahui bahwa wargayang tergabung dalam PPLP adalah para petani yang telahmapan dan berpenghasilan besar dari lahan mereka. Bukantidak mungkin ada varian-varian motif yang beragam didalam organisasi PPLP sendiri, termasuk juga di kalanganpendukung penambangan (JMM, Indomine, Paku AlamanGround, Pemerintah Daerah/Pusat).

Dengan melihat status kegarariaan dan kontestasi aktordan kepentingan yang terlibat dalam sengketa agraria pasirbesi, kemungkinan akan dapat ditemukenali bagaimana arahperubahan yang ditimbulkan bagi masyarakat dan kepen-tingan-kepentingan yang melekat di dalamnya. Secara umumdapat digambarkan aktor-aktor yang terkait dalam sengketapasir besi ini adalah sebagai berikut:

Page 228: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

217

Bagan 6. Aktor dan kontestasi kepentingan

Sumber agraria pasir besi yang disengketakan selainmemiliki problem pada dimensi status kepemilikan danpengelolaannya yang ikut mendorong proses incompatibilities(GWR, 2000) peruntukan lahan yang terkait dengan klaim80 % dari lahan pasir tersebut sebagai milik Paku AlamanGround, di sisi lain, setelah berubah menjadi lahan suburdan produktif, telah menjadi sandaran hidup dan sumber pro-duksi yang melibatkan beragam kepentingan dan relasiproduksi warga petani dan jejaringnya sendiri. Maka tergang-gunya proses relasi produksi akibat rencana penambanganpasir besi beserta segenap perubahan-perubahan sosial-eko-nomi-politik apa saja yang dilahirkannya dan bekerjanyakekuasaan yang bermain serta bentuk-bentuk produksi lainyang dikembangkan atas dasar berbagai kondisi politik eko-nomi dan ekologi yang berlaku di daerah pesisir ini, dalam kaji-an kedepan seyogyanya untuk ditelusuri lebih dalam. Keter-

 para aktor:

Bentuk2 Perlawanan Petani

PPLP

Pem.Pusat/Pemda Kl.Progo

KeratonYogyakartaJMM PakualamanPT Indo

Mines

Jaringan Aktivis

Akademisi/Seniman

Konflik Lahan Pasir BesiKulon Progo

Petani Kulon Progo

Ekonomi & Politik

Page 229: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

218

batasan waktu, data dan jangkuan referensial atas masalahini, belum memungkinkan kajian ini mengupasnya lebih jauh.

Respon atas Konflik

Setelah mengamati dan menaganalisis kelompok-ke-lompok masyarakat yang terlibat konflik pasir besi ini dapatdipilah menjadi empat kategori:

- Kelompok Pendukung Penambangan

Kelompok pendukung penambangan terdiri dari orang-orang yang berkepentingan dengan proyek ini demi keuntung-an sosial-ekonomi-politik pribadi-pribadi. Dari pengamatandi lapangan kelompok ini adalah kelompok free-rider yang me-manfaatkan keadaan yang ada. Beberapa orang tokoh peng-gerak yang disebut warga sebagai tokoh pendukung penam-bangan adalah eks-penolak penambangan dan sekarang justrumenggerakkan warga di desa Karangwuni (yang jauh darilahan pasir lokasi penambangan) dan beberapa desa lain untukmelawan kelompok kontra penambangan. Singkatnya, kelom-pok ini tidak terikat dengan lahan dan sumber agraria (lahanpasir) secara langsung. Kelompok ini beralasan bahwa penam-bangan adalah investasi bagi pembangunan daerah. Denganmega proyek lahan pasir, maka, pertama, akan membukalapangan kerja dan mengurangi pengangguran. Kedua, jikamega proyek berjalan maka akan diikuti dengan perbaikaninfrastruktur di sekitarnya. Ketiga, setiap proyek besar pastiakan diikuti dengan dana sosial semcam CSR dan Comdevyang akan berguna bagi perbaikan sosial-ekonomi masyaratdi sekitar proyek. Keempat, keberhasilan proyek akan mem-bawa serta kemajuan bagi daerah tempat proyek itu berjalan.

- Kelompok Penolak Penambangan

Para penolak penambangan adalah terutama orang-orangyang terikat dengan tanah/lahan pasir yang menjadi objek

Page 230: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

219

sengketa penambangan. Sebagaimana dijelaskan di babsebelumnya, setidaknya terdapat empat argumen penolakan:

Ancaman atas penghancuran ruang hidup (life space),dalam pengertian ini bukan saja soal basis produksi dan sub-sistensi warga pesisir yang terancam, namun semua dimensikehidupan warga pesisir juga bisa hancur, atau setidaknyarusak. Sehingga mengancam pula kelanjutan generasi penerus,kasus banyak proyek penambangan SDA di Indonesia yangtidak pernah selesai dalam penanganan ekologis cukup men-jadi bukti nyata, watak eksploitasi brutal, kasus pengrusakanekologis dari penambangan Freeport, Newmont, Exon Oildan seterusnya, masih hangat di ingatan.

Ancaman bagi rusaknya keberlangsungan layanan alam.Jelas bahwa proyek penambangan juga akan mengancamlangsung bagi kelimpahan SDA yang telah direguk wargapesisir demi keberlangsungan hidup mereka sehari-hari dantelah terbukti nyata bagi perubahan taraf hidup ekonomi dansosial mereka. Lahan pasir yang telah jadi subur dan ramahterhadap banyak tanaman pangan dan palawija adalah lum-bung alami bagi kehidupan warga pesisir, yang akan punahdengan mega proyek penambangan pasir.

Klaim tidak mendasar PAG atas lahan yang disengketa-kan. Rencana penambangan atas lahan pasir seluas kuranglebih 3000 ha, dan 1,8 m dari bibir pantai jika diukur langsungdi lapangan tidaklah benar. Sebab ukuran tersebut akan me-lahap hampir semua lahan warga khususnya di desa Bugeldan Garongan termasuk perumahan warga.

Ancaman hilangnya Pengetahuan Lokal Petani dalampengelolaan sumber daya lahan pasir, yang sebelumnya telahselaras dengan keberlangsungan ekologis lahan pasir. Temuanjenis tanaman palawija dan buah- buahan, model irigasi, tek-nologi pengolahan lahan pasir dengan pupuk, dan penangananhama ala petani pesisir serta pengelolaan pertanian lahan pasirlainnya tidak akan punya tempat lagi, ketika proyek penam-

Page 231: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

220

bangan pasir besi dalam skala besar terjadi terus menerus.Dalam keempat argumen inilah kelompok penolak terus

melakukan pengorganisiran massa dan jejaring untuk meng-gagalkan proyek penambangan pasir besi. Saat ini yang men-jadi gerbong utama perlawanan adalah PPLP.

- Kelompok Netral

Kelompok ketiga ini, umumnya datang dari kelompokwarga non-pesisir di sekitar daerah pengunungan, atau yangtidak memiliki lahan terkait lahan pasir yang akan ditambang.Hubungan mereka dengan lahan pasir karena kebutuhan se-bagai buruh pada saat panen raya. Jumlah kelompo ini cukupbanyak dan menyebar di sekitar kecamatan di utara pesisirKulon Progo. Sehingga pada saat sebagian dari kelompokwarga yang menentang maupun yang menolak melakukanaksi massa mereka tidak mendukung salah satunya samasekali, kalaupun terpaksa mendukung, lebih karena solidaritaskepada teman, keluarga atau saudara saja, bukan karenaaspek ideologis. Posisi mereka lebih banyak sebagai “penon-ton” dan terpaksa terlibat jika dirasa mengancam ‘kekerabatansosial’ sesama masyarakat desa di sekitar Kulon Progo. Padaprinsipnya, selama kehidupan mereka tidak terganggu merekajuga tidak mau ikut campur urusan orang lain. Silahkan sajabagi orang/warga yang mau menolak atau setuju penambang-an, yang penting tetap menjaga hubungan persaudaraan sesamawarga desa di Kulon Progo.

- Kelompok diam-diam setuju,diam-diam menolak (ragu-ragu)

Kelompok keempat ini, hanya mengikuti arah angin darikonflik. Sebagian mereka adalah buruh-buruh pemetik cabedan buruh-buruh tani di lahan pasir. Sebagian mereka setujupenambangan pasir dengan harapan, siapa tahu ada peluangbagi mereka untuk memperbaiki kesejahteraan kehidupan

Page 232: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

221

mereka sekarang ini ke arah yang lebih baik, misalnya terpilihmenjadi buruh pabrik yang bergaji tetap dan memakaiseragam bersih. Namun sebagian mereka juga menolak diam-diam sebab jika penambangan pasir besi itu tidak mengun-tungkan warga petani pesisir, mereka juga akan kehilanganpekerjaan yang setiap panen raya cukup lumayan untuk dapatpemasukan modal bagi kehidupan mereka selama ini.Kelompok ini selalu ragu-ragu.

Penutup

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa: pertama,konflik lahan pasir Kulon Progo merupakan salah satu bentukkonflik agraria yang diakibatkan oleh masih berlaku-kuatnyakelompok dan jaring kapitalisme-feodal yang diwakili olehkekuatan Pakualaman dan Keraton Hadiningrat, berkelindanpula dengan koorporasi asing dan negara yang diwakilipemerintah. Gurita kapitalisme-feodal-negara-modal asingberhadap-hadapan dengan kelompok petani pesisir yang‘mempertahankan’ basis produksi dan ruang hidupnya (lifespace). Kedua, sepak terjang negara dalam hubungannyadengan konflik lahan pasir Kulon Progo bersifat langsungberhadapan dengan rakyat/warga pesisir yang menolakpenambangan. Bersifat langsung karena Pemerintah Daerahmenjadi pendukung penuh/utama proyek penambangan.Ketiga, perubahan kondisi sosial-ekonomi yang melingkupikondisi Wong Cubung sejak sebelum pengetahuan dan tek-nologi pengelolaan pertanian lahan pasir, yang kemudian ber-ubah menjadi Wong Makmur dengan segenap temuan-temu-an dan inovasi pertanian lahan pasir, menjadi alas argumenutama dalam berbagai cara dan wawasan petani pesisir: sosial-ekonomi-politik dan moral, bagi gerakan mereka melawangagasan/menolak penambangan pasir besi.

Page 233: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

222

Penyelesaian Konflik Agrariadan PenanggulanganKemiskinan melalui RencanaPelaksanaan ProgramPembaruan Agraria Nasional(PPAN) di TrisoboDewi Dwi Puspitasari Sutejo, Dini Harmita,Asma Luthfi, Musahidin Yuli Mardiyono,Yahman, Wisnuntoyo, Dany Iswahyuni

Akses dan kontrol masyarakat pedesaan atas sumber-sumberagraria di sekitarnya sangatlah penting karena berkaitansebagai basis utama penghidupan mereka. Berkaitan dengantanah, pertarungan akses dan kontrol terhadapnya merupakangejala umum yang banyak ditemukan di berbagai wilayahIndonesia. Apalagi jika hal ini berkaitan dengan benturanklaim atau konflik agraria yang melibatkan berbagai pihak,meliputi pemerintah, swasta dan masyarakat akar rumput.

Konflik agraria semacam di atas terjadi di desa Trisobo,Kecamatan Boja, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah. Bentangalam desa Trisobo terdiri atas kawasan pemukiman dan ar-eal pertanian yang didominasi lahan kering. Konteks utamaterjadinya konflik agraria di desa ini adalah posisinya yang

Page 234: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

223

dikepung oleh tiga jenis penguasan tanah dalam skala besar,yakni penguasaan atas kawasan hutan produksi oleh Perhutanidan penguasaan atas dua areal HGU perkebunan oleh PT.Karyadeka Lestari (PT. KAL) dan PT. Perkebunan NusantaraIX (PTPN IX). Sementara dari segi kondisi kesejahteraan,masyarakat Trisobo kebanyakan masih belum sejahtera,dengan jumlah keluarga yang termasuk dalam kategoriprasejahtera mencapai 50,55% (Kecamatan Boja dalam Angka,tahun 2008)”.

Konflik yang paling menonjol adalah antara masyarakatdengan PT. KAL berkaitan dengan areal HGU perusahaanini seluas 149,3 ha. Di anaranya, 131,1 ha di Trisobo, sisanyaseluas 18,2 ha berada di desa Kertosari. Konflik ini terusbertambah runyam ketika aparat kepolisian menangkap parapetani-petani miskin pelaku reklaiming dan menghadapkan-nya ke depan meja pengadilan. Mereka pun diadili dan kemu-dian ditahan di Lembaga Pemasyarakatan atas tuduhan pene-bangan dan pencurian pohon milik PT KAL, dan bukan atastindakan penguasaan tanah yang mereka lakukan. Pilihanreklaiming masyarakat beralas argumen sejarah dari masa-masa yang lebih panjang, bukan sekedar hal yang tiba-tibasaja.

Sekilas Sejarah Agraria Trisobo

Tentu soal agraria tidak bisa dilepaskan dari sejarahpenguasaannya di masa lalu, terutama kronologi prosesperpindahan penguasaan tanah. Desa Trisobo mengandungbeberapa dinamika penting dalam hal ini.80

Pada tahun 1870, Pemerintah Hindia Belanda menge-luarkan Undang-Undang Agraria atau Agrarisch Wet sebagaialat legitimasi untuk menguasai tanah-tanah jajahan. Dalam

80 Bagian ini disusun berdasarkan keterangan warga.

Page 235: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

224

hukum tersebut, Belanda menggolongkan tanah jajahanmenurut hak penggunaannya menjadi 3 bagian besar yaitu,hak Erfpacht (setelah Indonesia merdeka dikonversi menjadiHak Guna Usaha/HGU), hak Eigendom dan hak Opstal.

Berdasarkan UU tersebut, di Trisobo kemudian hadirperkebunan modal asing yang menguasai tanah cukup luasdi desa ini, termasuk tanah yang menurut masyarakat ter-masuk dalam tanah milik desa. Hal ini ditunjukkan dengankeberadaan makam pepunden desa yang kemudian beradadi dalam areal kawasan perkebunan.

Pada masa Orde Baru, penguasaan oleh perusahaanperkebunan skala luas ini terus berlanjut di Trisobo, oleh PTKAL berdasarkan SK Mendagri No: SK-67/HGU/Da/80/tanggal 25 September 1980 dengan luas konsesi 151,3 Ha(dan di desa Kertosari seluas 18,2 Ha). Masa berlaku HGUselama 30 tahun terhitung mulai 31 Desember 1972 sampai31 Desember 2002.

Pasca kemerdekaan tanah rakyat Trisobo dikembalikankepada negara dengan status tanah hak erfpacht, kemudianrakyat menggarap kembali tanah tersebut. Pada tahun 1958terjadi nasionalisasi, petani kembali tergusur dari lahannyaoleh PP Subang. Pada tahun 1979 muncul Keppres No. 32tahun 1979 Tentang Pemberian Hak Baru Asal Konversi HakBarat, tetapi tidak ada klarifikasi dari PT yang pada saat itumenguasai tanah, untuk mengembalikan kepada petani.Bahkan PT tetap menguasai hingga beralih nama ke menjadiPT Karyadeka Alam Lestari.

Saat reformasi bergulir tahun 1998, masyarakat Trisobomulai melakukan reklaiming atas lahan HGU PT KAL untukdijadikan lahan pertanian. Gerakan petani yang dilakukanpada tahun 2000 ini lalu mendapat pertentangan keras olehPT KAL, bahkan juga oleh Pemerintah karena dianggapbertentangan dengan hukum formal yang berlaku. Di sinilahproblem dilematisnya, sebab menurut Wiradi (2009) di satu

Page 236: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

225

sisi rakyat menganggap tanah adalah tumpuan kehidupannya,sementara di sisi yang lain negara membutuhkan “pengor-banan” rakyat untuk menyerahkan tanahnya demi pem-bangunan dan pertumbuhan ekonomi.

Kini, akses masyarakat atas tanah di Trisobo semakinterbatas. Kontribusi sosial dan ekonomi pun belum merekarasakan dari kehadiran investasi berbagai perusahaan ter-sebut. Konflik berkembang tidak hanya pada soal penolakanatas keberadaan PT. KAL, tetapi juga konflik antar sesamamasyarakat.

Sejarah penguasaan tanah oleh PT KAL sendiri berawaldari masuknya Perusahaan Inggris bernama “Pamanukan andTjiasem Lands” (disingkat P and T LANDS) pada tahun 1918dan berkedudukan di Subang, Jawa Barat. Mereka berhasilmenguasai tanah masyarakat di daerah ini dengan caramengusir petani untuk kemudian menjadikannya sebagaiperkebunan kopi pada tahun 1935. Pada tahun 1920 per-usahaan P and T LANDS yang bergerak di bidang perkebunankopi, kakao dan randu ini memperluas wilayah usahanyadengan membangun Perkebunan KALIMAS di Semarangyang menguasai lahan mencapai luas sebesar 1.018,79 Ha,terbagi menjadi 5 Afdeling meliputi, Afdeling KALIMAS(29.0 Ha), Afdeling PESANTREN (232,42 Ha), AfdelingSEMAK (204,96 Ha), Afdeling REMBES (138,09 Ha), danAfdeling TRISOBO (151,30 Ha).

Pada zaman Jepang, perkebunan milik asing dibubarkandan rakyat dipaksa menanam jarak dan tanaman panganuntuk keperluan logistik perang Jepang. Petani Trisobo diperasdengan cara menarik pajak panen yang diberi nama gabahkumai. Semua ini berlangsung sampai Indonesia merdekatahun 1945. Saat itu tanah rakyat Desa Ngaglik Trisobodikembalikan kepada pemerintah. Saat dikembalikan tanahperkebunan di desa itu masih berstatus erfpacht, namun secarafaktual telah digarap oleh penduduk. Tetapi pada tahun 1964

Page 237: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

226

rakyat kembali digusur dari lahan pertaniannya oleh PPN-DWIKORA IV.

Penggusuran rakyat oleh PPN-DWIKORA IV ini terjadikarena sebelumnya pemerintah telah menasionalisasikanP&T LANDS dan mengalihkan asetnya kepada PPN DWI-KORA IV. Pada tahun 1971 PPN-DWIKORA IV ini kemu-dian berubah menjadi PP SUBANG. Tetapi sejak 14 April1972, berdasarkan PP RI Nomor 3 tahun 1971, aset PP –SUBANG ini kembali dialihkan kepada PT Anyar Indonesia.

Perusahaan terakhir ini adalah perusahaan patunganantara The Aglo Indonesia Plantations (sebuah perusahaanmilik Inggris) dengan Pemerintah RI dan swasta nasional,berdasarkan SK Menteri Pertanian Nomor 500/KPTS/UM-IX/1973. PT Tatar Anyar Indonesia memiliki ijin HGUberdasarkan SK Mendagri Nomor 67/HGU/DA/80 tanggal25 September 1980, dengan masa terhitung mulai tanggal31 Desember 1972 hingga 31 Desember 2002.

Setelah itu, kepemilikan beralih sekali lagi. Berdasarkanakta jual beli (tukar guling) tanggal 29 Nopember 1997 nomor4/Jateng/1996 oleh PPAT Joko Walijatun, tanah perkebunanPT. Tatar Anyar Indonesia ini dialihkan kepemilikannyakepada PT. Green Valley Indah Estate mulai 28 Maret 1996.Selanjutnya pada tahun 1997, berdasarkan keputusan MenteriKehakiman RI. Nomor C2-5519 HT.0104 TH 1997 tanggal25 Juni 1997 dan pernyataan Notaris Nomor 258 tanggal 27Mei 1997 yang dibuat oleh Irawan Soeodjo SH, Notaris diJakarta, nama PT Green Valey Indah Estate diubah menjadiPT Karyadeka Alam Lestari.

Ketimpangan Agraria: Situasi Kemiskinan danKetenagakerjaan di Trisobo

Kondisi kesejahteraan warga Trisobo mayoritas beradapada tingkat pra-sejahtera (50,55%) dengan jumlah buruh taniyang sedikit. Fenomena ini cukup menarik, karena di desa-

Page 238: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

227

desa lain di Kabupaten Kendal tingkat kemiskinan beriringandengan jumlah buruh tani yang juga tinggi. Namun beberapadata dan dikuatkan dengan hasil pengamatan serta wawancara,menunjukkan bahwa pekerjaan sebagai buruh tani saja sangatterbatas di dalam desa.

Kesempatan kerja bidang pertanian (on farm) saja, ter-masuk buruh tani, ternyata amatlah terbatas di Trisobo. Halini juga menunjukkan bahwa kondisi ketimpangan pengu-asaan lahan bersifat vertikal, yakni bukan antara petani ber-tanah luas dengan para buruh taninya, melainkan antaramasyarakat dengan perkebunan skala besar. Masyarakat tidakmemiliki asset dan juga acces atas tanah. Hal ini juga menye-babkan tingkat perantauan cukup tinggi, demikian pula wargayang bekerja sebagai buruh pabrik di kota-kota terdekat.

Pada tahun 1998, saat Indonesia mengalami krisisekonomi yang hebat, para perantau dari Trisobo kembali kedesa, khususnya dari Jakarta. Saat kembali ke desa, merekamemanfaatkan lahan PT KAL yang akan habis masa HGU-nya untuk digarap dan ditanami singkong, jagung dan pisang.Kondisi tanah di Trisobo didominasi lahan kering sehinggamenyebabkan tidak banyak tanaman yang bisa diusahakandi tanah garapan. Petani penggarap yang menggunakan tanahPerhutani maupun PTPN menanam singkong, pisang danjagung dengan sistem tumpang sari. Masa panen singkongbisa mencapai hingga 8 bulan, sedangkan jagung akan panensatu tahun 3 kali jika musim mendukung (curah hujan teratur,sesuai dengan prediksi). Sambil menunggu hasil panen yangcukup panjang, petani biasanya menanam pisang yang biasadipanen setiap minggunya. Penjualan pisang ini sebagaitambahan menopang kebutuhan sehari-hari.

Selain menanam tanaman pangan jangka pendek,masyarakat juga menanam tanaman kayu pada tanah garapanPT. KAL yang telah direklaiming, yaitu sengon atau yangbiasa dikenal dengan nama jengjeng (nama lokal). Tanaman

Page 239: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

228

sengon ini baru bisa dipanen pada usia lima tahun ke atas,oleh karena itu tanaman ini lebih digunakan sebagai tabunganpetani. Tetapi saat ingin dipanen banyak tanaman sengonpetani yang ditanam di wilayah PT. KAL tidak dapat dipanenkarena sebagian sudah dipanen oleh pihak lain saat HGU PTKAL kembali diberikan oleh pemerintah.

Dinamika Konflik Agraria Trisobo

Ruang hidup masyarakat Trisobo yang dikerubungi olehberbagai investasi, menyebabkan terbatasnya akses masya-rakat pada sumber-sumber penghidupan setempat. Investasijustru memerangkap masyarakat dalam kemiskinan. Kondisiini menjadi prakondisi reklaim lahan HGU PT KAL olehmasyarakat Trisobo guna mengusahakan ruang hidup yanglebih baik.

Anatomi konflik Trisobo ini mencakup soal status ar-eal HGU PT KAL sebagai obyek konflik, pihak-pihak yangterlibat konflik, dan respon kebijakan yang dikeluarkan olehBPN (Badan Pertanahan Nasional) dalam mengupayakanpenyelesaian konflik. Bagan di bawah ini memberikan sedikitgambaran:

Bagan 7. Bagan Anatomi Konflik Agraria di Trisobo

Page 240: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

229

Reklaim oleh Petani dan Proses Konflik

Berdasarkan SK Mendagri N0.67/HGU/DA/1980mengenai sertifikat HGU PT KAL, masa HGU ini berlakusejak tanggal 31 Desember 1971 s/d 31 Desember 2002.Sertifikat inilah yang kemudian menjadi dasar hukum PTKAL dalam penguasaan tanah luas 131,1 ha di desa Trisobodan pengelolaannya sebagai perkebunan karet.

Terdesak oleh kondisi sumber penghidupan di desa yangamat sempit, dan melihat peluang tanah HGU yang akanhabis ini, maka masyarakat Desa Trisobo pada tahun 2000melakukan proses peralihan penguasaan, yaitu dengan aksireklaiming atas salah satu bagian dari areal HGU PT KALuntuk kemudian tanahnya diperuntukan bagi masyarakatdesa saja. Dengan ini berarti satu bentuk pernyataan keinginandari warga agar HGU tidak usah diperpanjang lagi. Dimulaipada tahun 2000, masyarakat memulai musyawarah bersamauntuk menguasai dan mengelola tanah HGU yang dipimpinoleh kepala desa saat itu.

Landasan aksi reklaim ini bagi masyarakat adalah,bahwa sebelum tahun 1925 tanah HGU itu merupakan tanahmilik rakyat yang kemudian dirampas oleh Belanda untukdijadikan perkebunan. Hal itu terus berlanjut sampai seka-rang, sehingga terbit HGU No 1 Desa Trisobo, dengan luas131,1 ha, akan tetapi dalam kenyataanya di lapangan luasnyamencapai 154 ha sehingga ada kelebihan seluas 22.9 ha yangmestinya otomatis menjadi hak warga Desa Trisobo. Masya-rakat memohon kepada BPN untuk tidak mengijinkan perpan-jangan HGU tersebut yang akhirnya diharapkan menjaditanah Negara dan kembali kepada tanah desa.

Dalam sebuah pertemuan (28 Maret 2000) di BalaiDesa Trisobo yang dihadiri oleh pihak-pihak bersengketa danaparat BPN Kabupaten Kendal, pihak PT KAL menyampai-kan bahwa saat ini mereka telah mengajukan perpanjanganHGU sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku,

Page 241: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

230

yaitu mengacu pada keputusan Menteri Kehutanan danPerkebunan RI Nomor 107/KPTS-II/1999 tanggal 3 Maret1999. Selain itu PT KAL juga menyatakan bahwa selama inimereka telah mengelola tanah HGU tersebut dengan baikdan tidak diterlantarkan.

PT KAL juga mengklarifikasi mengenai masalah selisihluas tanah yang tertera di dalam sertifikat yang berbeda dengankenyataan di lapangan karena di dalam sertifikat tersebutjuga tertulis “bersama dengan HGU no 1 Desa Kertosarikecamatan Singorojo”. Peremajaan tanaman menurut PTKAL juga merupakan kewajiban dalam mengelola tanah yangdikuasainya. Pertemuan ini akhirnya tidak mendapatkan titiktemu karena jawaban atas tuntutan masyarakat supaya HGUtidak diperpanjang belum bisa diberikan, dan masyarakatdiminta untuk membahasnya bersama pihak direksi.

Sejak awal bulan Mei 2000 ini ada beberapa tindakanmasyarakat Desa Trisobo yang membuat pihak perusahaanwaspada. Menurut pihak perusahaan masyarakat menutupjalan dan menggali jalan agar kegiatan PT KAL terhambat,masyarakat mengambil hasil kebun berupa getah karet danmenjual kepada penadah. Pihak Polres (Polisi Resort) telahmenangkap pelaku penjualan dan penadahnya pada saattransaksi dengan barang bukti. Warga kemudian menuntutPolres untuk melepaskan penjual dan penadah ini.

Untuk menindaklanjuti pertemuan tersebut, diadakanpertemuan di kantor Sekwilda Kendal pada tanggal 9 Mei2000. Sebelumnya diedarkan surat dari LBH Bina Bangsakepada Bupati Kendal tanggal 4 Mei 2000 No.1/LBH&PKBB/V/2000 tentang tanggapan dan pengaduan terhadapCamat Boja. Camat Boja memohon maaf dan mencabutsurat Kepala Desa Trisobo ke BPN Pusat yang digunakanuntuk lampiran Surat Kepala Desa Trisobo Ke BPN Pusat.

Pada perkembangannya masyarakat Desa Trisobo punmenyampaikan beberapa perubahan berkaitan dengan per-

Page 242: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

231

masalahan yang sedang berlangsung. Mereka menyampaikanbahwa luas tanah PT. KAL dalam SPPT/Pajak seluas 151,30Ha tetapi dalam kenyataannya seluas 154 Ha. Dari luas tanahtersebut, yang terletak di Desa Kertosari hanya 2 Ha sehinggasisanya terletak di Desa Trisobo (berdasarkan peta desa yangdisampaikan melalui kepala desa). Pada saat itu masyarakatmenyampaikan bahwa Pihak PT. KAL selama menguasaitanah tersebut tidak pernah memberikan kontribusi kepadadesa. Melatarbelakangi hampir seluruh argumen, masyarakatmenyampaikan bahwa tanah HGU PT. KAL tersebut dahulutelah digarap oleh masyarakat Desa Trisobo dan merupakantanah nenek moyangnya yang dirampas olah pemerintahHindia Belanda. Bahkan dinyatakan bahwa tanah yang di-kuasai PT. Karyadeka Alam Lestari terdapat tanah Yasan milikwarga desa Trisobo dengan bukti Letter C no 102 atas namaMoh Isa luas 2.160 m2.

Masyarakat menyampaikan bahwa keadaan Desa Tri-sobo saat ini tidak mempunyai Bondo desa serta masyarakat-nya banyak yang dalam kondisi miskin. Oleh karena itu KepalaDesa dan masyarakat meminta semua tanah yang dikuasaioleh PT KAL tersebut untuk dijadikan tanah Bondo desaTrisobo, sehingga masyarakat Trisobo dengan dilaksanakan-nya UU No 2 tahun 1999 akan menjadi desa yang mandiri.

Menanggapi hal ini, PT KAL dalam pertemuan ini tetappada argumen sebelumnya juga menambahkan beberapa data.Mereka menyampaikan bahwa karyawan yang bekerja padaafdeling Trisobo ada 81 orang, termasuk 60 orang warga desaTrisobo. Pihak perusahaan pernah memberikan kontribusikepada desa Trisobo dari bulan Agustus 1999 sampai denganFebruari 2000 sejumlah Rp 975.000. Pihak perusahaan jugatelah mengijinkan penggunaan jalan PT KAL oleh wargamasyarakat Trisobo dalam rangka pengerasan jalan desa. PTKAL juga menyampaikan bahwa saat ini kegiatan menyadapsebagian dari tanaman karet tidak dapat dilakukan karena

Page 243: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

232

harus melalui jalan desa yang sekarang telah dilubangi olehmasyarakat. Pihak perusahaan juga menyampaikan tentangpengungsian karyawan PT KAL yang tinggal di Trisobokarena rasa takut. Berkaitan dengan batas tanah, PT KALmenyatakan tidak pernah mengubah patok batas yang telahtertanam sejak pembelian dari PT Tatar Anyar Indonesia.

Dalam pertemuan ini, pihak Kantor PertanahanKabupaten Kendal menyampaikan bahwa luas tanah HGUtetap seperti yang tercantum pada sertifikat sepanjang belumada bukti sebaliknya. Apabila ada permasalahan yangberhubungan dengan hak atas tanah (HGU) dan menggangapbahwa tidak sah/cacat hukum, pihak BPN mengharapkanhal ini diselesaikan melalui jalur hukum. Dari hasil penelitianlapang dan administrasi yang dilakukan BPN, ternyata HGUNo 1 desa Trisobo batas wilayah desanya ada kekeliruan,semestinya areal HGU Desa Trisobo lebih luas daripada yangtertera dalam sertifiikat karena areal tersebut tecatat (masuk)dalam sebagian areal HGU No 1 Desa Kertosari. Berdasarkanperkiraan luas kebun di desa Trisobo yang seharusnya seluaskurang lebih 149 Ha sedangkan yang terletak di DesaKertosari hanya kurang lebih seluas 2 Ha.

Pada pertemuan/rapat yang ke II di Sekwilda, ada suatukesepakatan bahwa PT KAL dapat menyadap kembalitanaman karetnya dengan syarat harus mengaspal terlebihdahulu jalan dari balai desa sampai di Loji (perumahan sinderkebun) sepanjang 3 km. Pada pertemuan kedua ini PT KALmenyampaikan akan membantu masyarakat Trisobo yangbenar-benar miskin. Apabila ada tanah milik warga yangmasuk areal HGU tersebut maka PT KAL tidak keberatanuntuk mengembalikannya.

Pertemuan selanjutnya adalah pada sidang Komisi ADPRD Kabupaten Kendal pada tanggal 13 Mei 2000. Padapertemuan ini masyarakat menarik diri dari kesepakatan rapatyang dilaksanakan di Kantor Sekwilda, dengan alasan bahwa

Page 244: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

233

yang diundang oleh Pemda Kendal hanya Kepala Desa secarapribadi. Pihak masyarakat tetap akan menuntut semua tanahHGU No 1 Desa Trisobo.

Pada tanggal 16 Mei 2000 dilakukan peninjauanlapangan oleh komisi A, Pemda Kendal, Kantor PertanahanKendal dan Muspika Boja. Hasil kunjungan tersebut dibahasdalam forum rapat Komisi A DPRD Kendal pada tanggal 23Juni 2000 yang dihadiri oleh para pihak melalui kuasahukumnya masing-masing dan instansi terkait. Dalam rapattersebut disimpulkan hal-hal sebagai berikut.

Pertama, hahwa luas HGU PT KAL seluas 151,3 Hamenyebar di desa Kertosari dan Trisobo. Kedua, bahwa perludilakukan pengukuran ulang untuk mengetahui secara pastiluas HGU. Apabila terdapat selisih luas, sisanya dapatdimohon oleh masyarakat Trisobo. Ketiga, Bahwa dalam hal-hal tersebut di atas dipersyaratkan sebagai berikut: masya-rakat Trisobo tidak boleh melakukan kegiatan yang bersifatanarkis, bagi yang merasa memiliki tanah dalam areal HGUdapat menempuh jalur hukum, apabila dimungkinkan PTKAL memberikan kesempatan kepada masyarakat Trisobountuk menggarap areal sebagian yang diklaim oleh masya-rakat, dan pembiayaan untuk mengukur ulang tersebut di-tanggung oleh kedua belah pihak yaitu PT KAL dan masya-rakat Trisobo.

Masyarakat tidak puas dengan hasil kesepakatan dalamrapat. Mereka kemudian melakukan demo di gedung DPRDdan mengejar kuasa hukum PT KAL serta mengancam akanmembakar kendaraan milik perusahaan. Pihak Polri mem-bubarkan demo dengan melakukan tembakan peringatan.Tidak ada warga yang ditahan, akan tetapi satu orang wargaharus diberikan pengobatan di rumah sakit karena terkenapukulan rotan petugas karena yang bersangkutan melakukanperlawanan terhadap petugas. Selanjutnya, masyarakat yangtidak puas ini kemudian menuju ke lokasi kebun dan meng-

Page 245: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

234

adakan pengrusakan atas base camp PT KAL.Dalam tahap berikutnya, pihak kepolisian mulai turun

tangan untuk memproses aksi reklaim oleh petani ini sebagaikasus kriminal. Dalam gelar kasus tanah di Polres Kendalyang dipimpin langsung oleh Kapolwil (Kepala Polisi Wila-yah) Semarang, setelah mendengarkan penjelasan dari pihak-pihak terkait, Kapolwil menyatakan bahwa kasus tanah PTKAL ini merupakan tindakan kriminal murni, sehingga perludiselidiki lebih lanjut. Kemudian para pelaku penjarahan getahkaret perlu ditangkap dan diproses sesuai hukum yang berlaku.

Pasca habisnya masa HGU tahun 2002, masyarakatTrisobo terus memperluas tanah garapan sehingga luasnyamencapai 80 ha. Selanjutnya pada tahun 2003 masyarakatyang tergabung dalam Paguyuban Petani Ngaglik Trisobo(PPNT) mengajukan SPPT untuk penggarap di atas tanah 80ha yang telah dikuasai itu. Pada tahun 2004, Kantor Pela-yanan PBB Ungaran menyetujui dan mengeluarkan suratwajib pajak terhadap 394 KK. Tetapi beberapa saat kemudian,KP PBB Ungaran mencabut keabsahan SPPT yang sudahdipegang masyarakat. Alasannya, PT. KAL mengajukankeberatan karena dalam SPPT tidak ada tanda tangan CamatBoja. Sehingga perjuangan masyarakat saat itu untuk men-dapatkan legalitas atas tanah garapan itu dimentahkan kem-bali. Meski demikian, masyarakat sempat menggarap tanahPT KAL setelah masa HGU-nya habis selama kurang lebih3-4 tahun.

Dalam perkembangannya, proses konflik ini kemudianberujung pada anti-klimaks bagi para petani yang melakukanaksi reklaiming. Setelah dinyatakan sebagai tindakan kriminalmurni, maka pihak kepiolisian mulai menangkap para tokohpemimpin PPNT dan mengajukannya ke meja pengadilan.Saat ini para tokoh pemimpin itu menjalani masa tahanan diLembaga Pemasyarakatan Kabupaten Kendal dengan masatahanan yang berbeda-beda.

Page 246: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

235

Di desa Trisobo sendiri kemudian terjadi friksi yangtajam di antara masyarakat dengan munculnya organisasi yangbernama FORMAT (Forum Masyarakat Trisobo). Organisasiini didukung oleh Kepala Desa Trisobo yang baru dan memi-liki kepentingan yang berbeda dari PPNT, yakni lebih men-dukung kepentingan pihak PT KAL.

Pihak-pihak yang Terlibat Konflik danPara Pendukungnya

- Paguyuban Petani Ngaglik Trisobo (PPNT)

Paguyuban Petani Ngaglik Trisobo (PPNT) merupakanorganisasi petani yang sejak tahun 2000 berjuang untuk mela-kukan reklaim atas tanah HGU PT KAL. Menurut penuturanUsep Setiawan dari KPA, PPNT merupakan anggota Orga-nisasi Tani jawa Tengah (ORTAJA) di mana yang terakhirini merupakan anggota Konsorsium Pembaruan Agraria(KPA). Secara kelembagaan, selain bergabung menjadi ang-gota ORTAJA (Organisasi Petani Jawa Tengah), PPNT jugamenjadi anggota FPPK (Forum Persaudaraan Petani Kendal).

PPNT berdiri tahun 2000. Di tahun 1999 saat krisisekonomi berlangsung, banyak warga yang bekerja di kotakembali ke desa karena terjadi PHK besar-besaran. Di desamereka mulai menggarap lahan yang waktu itu dianggapterlantar. Proses penggarapan terjadi dari periode waktu 2003-2007 (dalam kurun waktu itu, tidak ada konflik terbuka yangmuncul).

Luas tanah yang digarap 87 ha untuk sekitar 400 KKyang terbagi menjadi 20 x 25 m. Pada masa HGU berakhir,BPN menawarkan pada masyarakat untuk menggarap. Lahantersebut ditanami jenis tanaman palawija, pisang, ubi kayu,sengon, kayu jengkol. Latar belakang atau klaim masyarakatyang diwakili PPNT untuk menduduki tanah HGU PT KALadalah dahulu lahan tersebut merupakan tegalan dan per-

Page 247: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

236

kampungan warga yang dirampas oleh perusahaan Belandasaat masih di bawah penjajahan Belanda.

Pada awal berdirinya, PPNT diketuai oleh Darmadjiyang saat itu menjabat Kepala Desa Trisobo. Sewaktu men-jabat sebagai lurah, ia berupaya menggerakkan masyarakatuntuk mendapatkan hak mereka atas tanah di lokasi HGU.Pada tahun 2004 ia diproses ke pengadilan dengan dakwaanpencurian pohon durian dan beberapa pohon lain di arealHGU milik PT PAL. Kasus ini diangkat pada saat pemilihankepala desa pada 2007, sehingga kandidat Kepala Desa yangdidukung oleh Darmadji kalah.

Dalam perkembangan terakhir, setelah mendekambeberapa bulan di LP Kabupaten Kendal, Darmadji dinyata-kan tidak bersalah oleh putusan Mahkamah Agung sehinggaia dibebaskan pada Oktober 2009. Sebelumnya, teman-temanseperjuangannya di PPNT yang juga dipenjara telah dibebas-kan terlebih dahulu satu per satu karena vonis mereka lebihsingkat.

Salah seorang petani anggota PPNT, Pak Tono (55tahun), menuturkan:

“Waktu itu ya saya mau saja menggarap lahan, saya pikir untukmenambah pemasukan buat sekolah anak, saya mikirin jugamasa depan anak. Waktu itu semua masyarakat mendapatkantanah dua lokasi, yang pertama seluas 20 x 25 di dekat pemu-kiman dan yang satu seluas 25 x 40. Rencananya nanti ini bisadijadikan kampung. Pokoknya waktu itu rancangannya sudahbagus, nanti akan ada sekolah, mesjid. Masalahnya di sini kansudah padat, kami memikirkan untuk anak cucu kami. PakMantri atau Pak Darmadji tidak pernah memikirkan dirinyasendiri”

- Forum Masyarakat Trisobo (FORMAT)

Berdasarkan wawancara dengan ketua FORMAT yangbernama Sugiyo, FORMAT dibentuk tak lama setelah lurahterpilih pada Pilkades 2007, Djunaedi. FORMAT didirikan

Page 248: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

237

dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatTrisobo.

Menurut Sugiyo (ketua FORMAT), FORMAT adalahlembaga yang dibentuk oleh masyarakat Trisobo, tetapibelum dilegalkan. Artinya, tidak di SK-kan oleh Kepala Desa,karena berada di luar jalur pemerintahan Desa, tetapi jugabelum didaftarkan di Notaris. Pada awalnya, pembentukanFORMAT ini mendapat penolakan keras dari PPNT(Paguyuban Petani Ngaglik Trisobo), sebab PPNT yang jugamerupakan organisasi masyarakat lokal di luar pemerintahandesa dan juga belum diaktanotariskan, merupakan organisasiyang bergerak dalam proses pelepasan HGU milik PT KAL.Banyak anggota PPNT yang tidak mau bergabung denganFORMAT dengan berbagai alasan, di antaranya karena sudahmalu. Tetapi meski demikian, ada juga yang sudah bergabung.

Peran Format dalam masyarakat adalah mendampingiwarga dan menjembatani masalah yang dihadapi oleh warga,utamanya yang berkaitan dengan kasus pelepasan HGU ini.Ketika mendampingi prosesnya, para pengurus Formatterlebih dahulu sowan dan sinau (belajar) di BPN dan Polres.Mereka tidak mau seperti warga yang lain, yang telahdipenjarakan oleh PT KAL, karena aksi mereka. Tidak heranjika FORMAT oleh sebagian besar masyarakat dianggapdekat dengan perusahaan PT KAL.

Anggota FORMAT saat ini sudah sangat banyak, dantidak hanya terdiri pemuda desa dengan tetapi juga tokoh-tokoh dan pejabat desa. Dari 200 KK di Desa Trisobo yangtermasuk dalam kategori rumah tangga miskin, menurutSugiyo juga merupakan anggota FORMAT. Ada pula mantananggota PPNT masuk ke Format.

- Pemerintah Desa Trisobo (Hasil Pilkades 2007)

Pemilihan Kepala Desa tahun 2007 menempatkanDjunaedi sebagai pemenang. Sebelum menjadi kepala desa,

Page 249: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

238

ia sempat bekerja di Banjarmasin, Kalimantan Selatan padaperkebunan coklat dan kopi setelah tamat dari Sekolah Farm-ing di Boja. Setelah 5 tahun di Banjarmasin, ia memutuskanpulang ke Boja dan menjadi staff lapangan (mandor) di PTKAL. Setelah 11 tahun bekerja di PT KAL, akhirnya ia men-calonkan diri dan terpilih menjadi Kepala Desa Trisobo.Banyak yang menduga bahwa kemenangannya ini tidak ter-lepas dari dukungan yang diberikan oleh PT KAL.

Ia menyampaikan bahwa konflik tentang HGU sudahada sebelum ia bertugas, tetapi tidak pernah terselesaikan.Barulah semenjak ia menjadi Kepala desa tahun 2007, konflikitu mulai dijembatani. Dalam kaitan ini, menurutnya FOR-MAT sangat banyak membantu dalam penyelesaian konflikdan mengimplementasikan beberapa program di desa.

Bendahara Desa Trisobo yang bernama Darwin dalamsuatu kesempatan menyampaikan, bahwa Desa Trisobomengalami gejolak sejak akhir 1999-2000, terkait denganpenyerobotan HGU milik PT KAL. Masyarakat Desa yangdipimpin oleh Darmadji, menuntut lahan seluas 10 Ha kepadaPT. KAL untuk Bondo Desa, mengingat Desa Trisobo tidakmemiliki tanah bendo desa. Saat itu, kepala desa mencaridukungan ke semua aparat desa RT, RW, dan Dukuh untukmemperjuangkan tuntutan tersebut. Tetapi ketika dukungansudah didapatkan, Kepala Desa waktu itu ingin memilikisemua lahan yang merupakan HGU PT KAL, dengan alasanlahan tersebut adalah peninggalan nenek moyang mereka.Dari situ, warga lalu digerakkan untuk membakar, menebangpohon dan menjarah di perkebunan karet tersebut. Hal inimenimbulkan konflik di antara warga, karena ada yang prodan ada yang kontra. Informasi ini sangatlah berlainan denganpandangan yang dikemukakan oleh para petani anggotaPPNT.

Page 250: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

239

- ORTAJA dan KPA

Seperti telah disinggung di atas, PPNT secara kelembaga-an menjadi anggota dari Organisasi Tani Jawa Tengah(ORTAJA), dan yang terakhir ini merupakan anggota dariKonsorsium Pembaruan Agraria (KPA). Peran KPA akandisinggung sekilas di sini.

Menurut penuturan Usep Setiawan, yang saat itumenjabat sebagai Sekjen KPA, dalam kasus Desa Trisobo.KPA secara konkrit berperan melalui dua kegiatan utama.Pertama, pada sekitar akhir 2008 atau awal 2009, Usepdiundang pada acara RAPAT AKBAR yang pada waktu itudilaksanakan oleh petani Trisobo. Usep pun mengundangBPN Pusat untuk ikut hadir dalam Rapat Akbar tersebut.Rapat ini dilaksanakan oleh PPNT dalam rangka meng-konsolidasi, memberi dukungan moril pada para petani yangberkonflik dengan perkebunan swasta.

Beberapa lama setelah rapat akbar, Usep dipanggil BPNpusat untuk memediasi pelepasan tanah eks-HGU kepadapetani. Pada waktu itu, di BPN Pusat juga hadir dari pihakLBH Semarang, kepala desa yang baru dan ketua BPD. TetapiPPNT sebagai wadah dari petani penggarap Trisobo tidakhadir karena para pemimpinnya sudah masuk penjara.

Usep menyampaikan bahwa BPN Pusat pada saatpertemuan tadi tidak pernah menjanjikan jumlah 80 ha. BPNhanya menawarkan sejumlah 11,5 ha dan dengan catatan lahanitu dikelola bersama melalui badan usaha yang berbentukkoperasi. Jika masyarakat tetap ingin mengelola lahan yangsudah mereka garap sejumlah 80 ha itu, bentuknya bukanlahhak milik ataupun hak pengelolaan, melainkan kerjasamayang diatur dengan kesepakatan dengan perusahaan, sepertidalam bentuk MoU.

Ada dua ketidaksesuaian yang timbul antara yang di-inginkan petani penggarap dengan yang ditawarkan per-usahaan melalui BPN, yaitu ketidaksesuaian luas dan letak

Page 251: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

240

area yang akan dilepaskan. Petani juga menginginkan letakarea yang mereka garap, yakni di lahan basah yang sudah di-tanami di antaranya dengan sawah, sementara yang ditawarkanadalah area di luar yang mereka garap (lahan kering). Selainitu, kepala desa yang baru meminta agar lahan tidak hanyadiperuntukkan bagi para petani penggarap tetapi juga untukmasyarakat miskin Trisobo secara umum. Dengan demikianmasih dibutuhkan proses negosiasi.

- PT Karya Deja Lestari (KAL)

Areal tanah Hak Guna Usaha (HGU) PT KAL salahsatunya terletak di Trisobo dengan peruntukkan untuk per-kebunan karet. Perusahaan ini mendapatkan HGU denganrentetan panjang perubahan penguasaan lahan sejak dari tahun1924 hingga 1997.81

81 Rentetannya sebagai berikut: Berdasarkan surat hak tanah tanggal12 Mei 1924 No.235 HGU ini tertulis atas nama MAATSCAPPY TER EXPLOITATIE DER PAMANUEKAN EN TJIAMIS LANDEN GEVTEBATAVIA harga Verponding masa tahun 1950 Rp 36.856 (dengan Erf 33,32, 49, 50, 51, 55, Rvo 83, 86, & Eig 8) seluas 1.020,29001 Ha terletak dikabupaten Kendal. Berdasarkan PP No 6 tahun 1964 kebun tersebutdikuasai atau diambil alih oleh Negara. Berdasarkan Surat KeputusanMenteri Pertanian dan Agraria No SK 75/Kompak 1964 termasuk dalamPPN Kesatuan Dwikora IV Subang yang kemudian menjadi PP Subang.Selanjutnya berdasarkan PP No 3 tahun 1972 diadakan perjanjiankerjasama antara pemerintah RI dengan The Anglo Indonesia PlantationLig (swasta Inggris), kemudian dibentuk PT Tatar Anyar Indonesia diBandung sebagai pengusaha Kebun Kalimas yang disahkan MenteriKehakiman No YA 5/7/10 tanggal 6 Januari 1973, Tambahan lembaranNegara RI No 20 tangggal 9 Maret 1973. Berdasarkan Surat KeputusanMenteri Dalam Negeri tangga 25 Agustus 1980 No SK 67/HGU/DA/80.HGU mulai berlaku sejak 1972 dan berakhir 31 Desember 1997 yaituterbit sertifikat HGU no 1/Desa Trisobo seluas 131.1 Ha bersama denganHGU No 1/Desa Kertosari seluas 18.2 ha. Berdasarkan Surat KeputusanKepala BPN No 67/HGU/BPN/80/A/54 tanggal 19 September 1989 adaperubahan jangka waktu HGU yaitu menjadi 31 Desember 2002.Berdasarkan Akte Jual Beli tanggal 29 November 1996 no 4/Jateng/1996

Page 252: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

241

Pihak-pihak Lain yang Tidak Terkait Langsungdengan Konflik

- Perum Perhutani

Areal Perhutani di Trisobo berada di bawah KesatuanPemangkuan Hutan (KPH) Kendal yang daerahnya meliputitiga kabupaten/kota, yakni Kota Semarang, Kabupaten Kendal,dan Kabupaten Batang dengan 23 BKPH dan 81 desa/kelurahan, serta luas wilayah 20.394,7 ha. Sedangkan di tingkatBoja disebut BKPH Boja yang meliputi 16 desa/kelurahan,termasuk Desa Trisobo.

Terkait dengan pemberdayaan masyarakat, Perhutanimemiliki Program Nasional yang disebut PMDH (Pember-dayaan Masyarakat Desa Hutan) yang mencakup beberapaaktivitas, antara lain, dibentuk lembaga yang merupakankelompok masyarakat yang akan menjadi mitra kerja Perhu-tani di setiap desa atau LMDH (Lembaga Masyarakat DesaHutan) dimaksudkan agar masyarakat bisa menerima manfaatlangsung dari hutan dan sebaliknya, menjadi mitra Perhutaniuntuk menjaga tanaman hutan). Kemudian LMDH membuatAD/ART sendiri dan dicatatkan pada akta notaris untukmendapatkan legalitas hukum. Terakhir, LMDH dan Perhu-tani menjalin kemitraan dalam pengelolaan hutan dalambentuk kerja sama formal yang dituangkan dalam sebuahSurat Perjanjian yang di dalamnya terdapat kesetaraan hakdan kewajiban.

Beberapa fasilitas yang didapatkan masyarakat dalamLMDH ini adalah, yakni, masyarakat bisa menanam apa saja

oleh PPAT Djoko Walidjatun M.Sc sertifikat HGU No 1 tersebut dibaliknama kepada PT. GREEN VALLEY INDAH ESTATE yang berkedudukandi Jakarta. Berdasarkan keputusan Menteri Kehakiman RI no C2-5519HT.01.04 tahun 1997 dan pernyataan notaris No 258 tanggal 27 Mei 1997yang dibuat oleh Irawan Soerodji SH, Notaris di Jakarta maka balik namaatas nama PT. KARYADEKA ALAM LESTARI berkedudukan di Jakarta.

Page 253: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

242

dalam kawasan hutan, secara tumpang sari di bawah tegakanselama 60 tahun, atau sepanjang usia tegakan tanamanPerhutani, bagi hasil di atas areal yang dikerjasamakan 25%untuk masyarakat melalui LMDH. Pada penjarangan per-tama, semua keuntungan kayu yang dihasilkan untuk masya-rakat dengan pelaksanaannya masih dalam pengawasanPerhutani. Pada penjarangan kedua, keuntungannya sharingantara masyarakat dan Perhutani. Semua siklus program diatas (sosialisasi, pembinaan, dan pengukuhan), dibiayai olehPerhutani.

Dengan LMDH ini, ada beberapa paradigma yangberubah di Perhutani, misalkan dulu para petugas lapanganhutan hanya bisa mengeluarkan kata-kata “jangan” dan “tidakboleh”, maka kata-kata itu diperhalus dengan “nanti bisadibicarakan”. Hal ini berdampak pada relasi Perhutani yangsemakin persuasif pada masyarakat.

Untuk desa Trisobo, LMDH terbentuk pada tahun2007. Awal masuknya sangat susah, karena adanya ORTAJA(Organisasi Tani Jawa Tengah) yang mendampingi masya-rakat desa Trisobo. Pak Darmaji selaku Kepala Desa Trisobopada waktu itu juga masuk Ortaja, dan ketika PMDH masuk,beliau sangat keras menentangnya.

Program kerja yang telah berjalan di LMDH Trisoboadalah pemberian bantuan kredit lunak untuk pemberdayaanekonomi kecil. Kredit ini diberikan kepada 2 kelompok peng-usaha keripik singkong dengan bunga hanya 1,5%. Sedangkanuntuk bahan mentahnya berupa singkong, banyak ditanamdi lahan perhutani. Selain kredit lunak ini, masyarakat desaTrisobo juga sudah mendapatkan keuntungan tanaman jati(sharing dengan perhutani) melalui LMDH sebanyak 2 kali.

Dalam program PMDH ini, ada beberapa kendala yangdihadapi, yakni di internal Perhutani, sering terjadi beda per-sepsi di tingkat petugas lapangan dan adanya kesulitan untukpembinaan lanjutan. Sedangkan secara eksternal, adalah sulit

Page 254: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

243

menumbuhkembangkan potensi lokal yang ada di situ, SDMmasyarakat yang masih rendah, masih sering muncul danmenaruh kecurigaan di antara masyarakat, sehingga ini semuaharus dihadapi dengan ekstra kesabaran.

Melihat kasus lahan 11,5 ha, pelepasan HGU PT KALini, ada beberapa masukan, agar PT KAL dapat lebih terbukadalam berkomunikasi dengan komunitas, tokoh, masyarakatdan para pihak terkait, serta harus ada kontinuitas program.Sedangkan untuk lahan di luar 11,5 ha, sebaiknya PT KALmemberi akses ke masyarakat agar bisa menanam tumpangsari, dengan memberi jarak yang agak longgar. Misalnya, jikabiasanya 2 x 2, menjadi 3 x 3, melibatkan orang desa (lokal)sebagai penyadap dan ada share keuntungan dengan masya-rakat.

- PT Perkebunan Nusantara (PTPN) IX

PTPN IX Unit kerja Kebun Merbuh sebenarnya secaraadministratif masuk di Kecamatan Singorojo, tetapi beberapawilayahnya berbatasan langsung dengan Desa Trisobo. Dengandemikian, tidak ada areal PTPN yang masuk ke Trisobo:berbeda dengan kasus PT KAL.

Hampir tak ada batas fisik antara kebun Karet milikPTPN IX dengan PT KAL, kecuali patok BPN dan kondisipohon yang berbeda. Program PTPN IX yang terkait denganpemberdayaan masyarakat mencakup perekrutan karyawan,penyadap, dan mandor dari masyarakat lokal. Bagi yang tidakmemiliki ijazah, maka PTPN IX memberikan program kejarpaket secara gratis. Selain itu, PTPN IX juga membantu fisikbangunan, seperti musholla, sekolah dan sebagainya. Setiapdesa juga dibantu dana kas sebesar Rp 350.000,-/bulan.

Saat ini diusulkan agar setiap kepala desa diberikan gajiRp 150.000/orang sebagai gaji dan kompensasi atas partisi-pasi mereka dalam membantu pengurusan HGU dan ke-amanan perkebunan. Kemudian, ada kebijakan baru yakni

Page 255: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

244

jika ada mandor atau karyawan yang ingin menjadi kepaladesa, maka dibolehkan mengajukan cuti. Apabila telah leng-ser, dia bisa mengajukan diri lagi untuk menjadi karyawan diPTPN IX. Sementara untuk non karyawan, memakai polaPKBL (Program Kemitraan Bina Lingkungan). Selain itu jugaada pemberian beasiswa bagi masyarakat lokal, dari SD hinggaPerguruan Tinggi.

Luas areal PTPN IX seluruhnya adalah 2917,02 hadengan tanaman karet dan kopi (tapi sekarang pasca 1997,kopi diganti menjadi karet), sedangkan untuk afdeling (Kebun)Merbuh seluas 796,93 ha. Jumlah orang yang bekerja sebagaipenyadap tetap sekitar kurang lebih 600 orang dan penyadap/pekerja musiman sekitar 1600-1800 orang/tahun. Untukpenyadap/pekerja musiman ini, sistem penggajiannya dida-sarkan atas prestasi kerja, bukan harian atau bulanan.

Wilayah PTPN IX sendiri terdiri atas 9 desa dan 2kecamatan, dan tergabung dalam P3K2 (Paguyuban Peng-usaha Perkebunan Kabupaten Kendal). Forum ini masih aktifsampai sekarang dan di antara kontribusinya adalah mem-bantu Pemerintah Kabupaten Kendal untuk pembangunanPaviliun RSUD Kendal. Forum ini juga mendiskusikan ma-salah-masalah yang mereka hadapi di perkebunan, termasukkonflik yang terjadi di masyarakat. Sebab tahun 1999, per-nah ada konflik di perkebunan. Masyarakat banyak menjarahhasil kebun, karena mereka mendengar ada Maklumat GusDur bahwa 20% tanah milik negara adalah milik rakyat. Untukitulah saat itu, mereka meminta bantuan Brimob untuk peng-amanan.

Saat ini perekonomian Boja sangat bergantung padaPTPN IX. Hal ini bisa dibuktikan pada saat gajian danpanenan di PTPN IX, pasar di Boja pasti sangat ramai. Halini karena PTPN IX selalu memberikan kesempatan kepadamasyarakat untuk menanam tanaman tumpang sari di arealkebun karet. Saat ini lokasi yang ditanami tumpang sari seluas

Page 256: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

245

kurang lebih 200 ha. Tanaman yang sering dijadikan tanamantumpang sari adalah jagung, padi gogo, dan jagung.

Respon Kebijakan BPN dalam PenyelesaianKonflik Agraria Trisobo

Proses konfik antara masyarakat dan PT KAL ini ber-jalan cukup lama dan berlarut-larut. Pemerintah daerah telahmencoba untuk menjembatani dengan memfasilitasi per-temuan masyarakat dan pihak-pihak terkait. Pihak BPNsendiri yang mendapatkan mandat untuk penyelesaian kon-flik agraria dan pelaksanaan Program Pembaruan AgrariaNasional juga berusaha memberikan respon kebijakan untukpenyelesaian kasis ini.

Pada tanggal 12 Februari 2009 Divisi Tanah LBHSemarang melakukan audiensi dengan Kanwil BPN ProvinsiJawa Tengah berkaitan dengan Pendampingan Kasus TanahEks HGU PT. Karyadeka Alam Lestari. Dalam laporankegiatan ini LBH Semarang menyatakan bahwa kasus tanaheks HGU PT. KAL diupayakan mencapai titik mediasisetelah sekian lama penyelesaian kasus tersebut tidak mem-buahkan hasil positif. Pertemuan ini merupakan hasil ataurekomendasi dari pertemuan sebelumnya yaitu pada tanggal02 Februari 2009 di mana ada kebutuhan bahwa harus adashare tentang reforma agraria di Indonesia.

Audiensi ini selain dihadiri jajaran Kanwil BPN, jugadihadiri LBH Semarang, Pemerintah Desa Trisobo dan petaniDesa Trisobo. Pada kesempatan itu Kepala Kanwil BPN JawaTengah, Doddy Imran Cholid, menyampaikan bahwa dalampenyelesaian sengketa ini BPN tidak mementingkan LSMmanapun. Sengketa ini sudah berlangsung lebih dari 6 (enam)tahun. BPN sudah membangun komunikasi dengan pihakperusahaan, bahwa persoalan pertanahan bukan merupakanpersoalan persidangan tapi kesejahteraan masyarakat miskin.

Page 257: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

246

Audiensi berlangsung pada saat BPN sudah sampai padakebijakan penyelesaian konflik yang akan diambil untukmenangani kasus eks HGU PT KAL ini. Kebijakan yangdiambil oleh BPN adalah menyetujui perpanjangan HGU PTKAL yang telah habis masa berlakunya pada tahun 2002,namun dengan mengeluarkan areal seluas 11,5 ha untuk dapatdiredistribusikan kepada rakyat dalam rangka pelaksanaanProgram Pembaruan Agraria Nasional (PPAN). Oleh karenaitu, dalam kesempatan ini Kepala Kanwil BPN Jateng me-nyampaikan rencana distribusi tanah seluas 11,5 ha tersebutkepada warga masyarakat Desa Trisobo yang masuk dalamkategori miskin. Beberapa kriteria rumahtangga miskin yangdisampaikan Kakanwil BPN Jateng pada kesempatan audien-si ini adalah yang asetnya kurang dari 15 juta/KK, bekerjasebagai petani, tingkat pendidikan, (semakin rendah pen-didikan semakin berpotensi masuk kriteria masyarakat mis-kin), jumlah tanggungan keluarga (semakin tinggi tanggungankeluarganya semakin masuk kriteria masyarakat miskin).

Dalam kesempatan itu, Kakanwil BPN Jateng jugamenyampaikan bahwa data sementara yang diberikan olehPemerintahan Desa ada 187 KK yang masuk kategori miskin.Data ini juga bisa dipadukan dengan data BLT. Ia mengakuibahwa tanah seluas 11,5 ha itu tidak akan mencukupi untuk187 KK warga. Oleh karena itu, perlu dicari bentuk penge-lolaannya yang tepat dan tidak monokultur sehingga tanahseluas 11,5 ha itu bisa untuk menghidupkan aktivitas eko-nomi masyarakat banyak. Ia juga menyampaikan bahwa diatas tanah 11,5 ha itu terdapat tanaman karet yang nilainyahampir Rp 100.000 per pohon yang dapat dijadikan sebagaimodal awal untuk masyarakat miskin.

Dalam perkembangannya, tidak lama setelah audiensidi atas BPN kemudian mengeluarkan sertifikat yang memper-panjang HGU PT KAL, termasuk lokasi di Desa Trisobo.Berturut-turut sertifikat itu adalah: SHGU No. 3 Kertosari,

Page 258: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

247

SHGU No. 5 Kertosari, SHGU No. 6, SHGU No. 2 Trisobodan SHGU No. 4 Trisobo tertanggal 16 Juli 2009 yang ber-intikan perpanjangan HGU PT KAL, termasuk yang beradadi Desa Trisobo.

Adanya kebijakan semacam ini kemudian mendapattanggapan kritis dari LBH Semarang. Salah satu kekhawatiranyang disampaikan adalah keterwakilan PPNT dalam penye-lesaian yang diupayakan oleh BPN. Bahkan LBH Semarangmenengarai bahwa PPNT sama sekali tidak dilibatkan dandiabaikan dalam proses penyelesaian kasus ini yang dilakukanoleh BPN bersama pihak-pihak terkait.

Rencana Pelaksanaan PPAN di Trisobo

Akses atas Lahan Garapan yang Tersedia

Di bawah ini disajikan rangkuman mengenai bentukkemitraan tiga korporasi besar dengan masyarakat DesaTrisobo.

Bagan 8. Program Intervensi Tiga Korporasi di Desa Trisobo

Page 259: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

248

Pertanyaan besarnya adalah: apakah berbagai bentukintervensi yang dilakukan oleh tiga korporasi ini dapat menye-lesaikan problem agraria yang menjadi akar konflik di DesaTrisobo?

Seperti telah disinggung di depan, problem mendasaryang ada di desa Trisobo terkait erat dengan keberadaan tigabentuk penguasaan tanah skala luas yang menyebabkan ma-syarakat desa ini terkepung ruang hidupnya dan akses atassumber penghidupan setempat sangatlah terbatas. Hal inimemaksa masyarakat untuk bertahan hidup dengan berbagaicara, termasuk harus keluar dari desanya. Masyarakat tidakmemiliki hak akses terhadap tanah secara baik. Strukturagraria yang buruk demikian memberik dampak negatifbegitu signifikan bagi masyarakat Trisobo.

Pengalokasian 11,5 Ha untuk PelaksanaanAsset Reform

PT KAL yang sudah mendapatkan HGU-nya kembalisecara hukum atas dorongan pihak BPN mengeluarkan kebi-jakan memberikan sebagian kecil tanahnya (11,5 ha) agardikelola oleh masyarakat sebagai kompensasi dan bentukperedaman konflik, agar masyarakat bisa mengelola tanahyang 11.5 dan tidak mengutak-atik lagi lahan PT KAL.Asumsinya kebijakan demikian akan menyelesaikan masalahkemiskinan juga. Tetapi jika melihat kondisi faktualnya, didesa Trisobo terbukti bahwa masyarakat yang menjadi buruhPT KAL tidak lebih dari 10 %, dengan konsekwensi yangjauh lebih merugikan akibat tersingkirnya lebih banyakmasyarakat dari basis produksi desa dan terlempar ke sektorinformal kota.Areal 11,5 ha yang sudah dilepaskan oleh PTKAL ini kemudian ditetapkan oleh BPN sebagai objek landreform yang akan diberikan kepada Rumah Tangga Miskin(RTM) di Trisobo dalam bentuk “asset reform”. Asset reformadalah terminologi di BPN yang digunakan untuk menyebut-

Page 260: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

249

kan komponen kegiatan penataan penguasaan dan pemilikantanah. Komponen ini mesti diikuti dengan access reform, yaknipenyediaan program-program pendukung untuk memberikanpara petani penerima manfaat akses kepada modal, teknologi,skill dan pasar agar dapat memanfaatkan tanah yang sudahditerima dan mengoptimalkan manfaat tersebut.

Gambar 2. Areal 11,5 ha Sebagai Calon Obyek Land Reform

Berkaitan dengan asset reform ini, pertanyaan yangmenarik adalah siapa RTM yang berhak menerima tanah yangdibagikan tersebut? Pertanyaan ini penting dikarenakanjumlah orang miskin di desa Trisobo hampir mendekati 400KK, dan luasan 11.5 ha terlalu sempit untuk bisa menampungsemua RTM itu sehingga hanya akan memperkeruh konflikyang ada jika belum ditemukan mekanisme pengelolaan yangadil.

Menurut ketentuan yang digariskan BPN sendiri, skemaalur seleksi calon penerima manfaat adalah seperti terlihatdalam bagan di bawah ini.

Page 261: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

250

Bagan 9. Skema Alur Seleksi Calon Penerima

Mesti ada skala prioritas yang jelas. Winoto (2008)menjelaskan urutan kelompok-kelompok prioritas dalampenentuan subyek penerima ini dapat digambarkan dalampola sebagai berikut.

Page 262: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

251

Bagan 9. Prioritas penerima program PPAN

Mengacu pada diagram pada gambar di atas, khususDesa Trisobo yang notabenenya sudah ada warga yang meng-garap lebih dulu dalam kurun waktu beberapa tahun, makayang jauh lebih didahulukan adalah petani penggarap. Perma-salahannya yang muncul adalah saat 11,5 Ha tidak mencu-kupi kebutuhan akan tanah untuk hampir 400 KK penggarapdi desa Trisobo sehingga pengelolaan 11,5 harus melalui me-kanisme pengelolaan yang melibatkan petani miskin peng-garap dan dilakukan secara partisipatif.

Aparatur Desa Trisobo sendiri sudah menyiapkan daftarpenerima manfaat atas tanah 11.5 ha sejumlah 194 orangRTM (Rumah Tangga Miskin), daftar RTM tersebut ber-dasarkan daftar nama warga yang menerima BLT, dan kategorimiskin berdasarkan asumsi Desa. Namun saat peneliti mela-kukan sampling untuk wawancara berdasarkan daftar RTMtersebut, kami menemukan ketidaksesuaian antara penerimadengan tujuan Refoma Agraria itu sendiri. Sebagian besardaftar responden sudah lanjut usia sehingga sudah tidak bisamenggarap lahan lagi, di pihak lain beberapa tidak merasaberhak menerima karena sebelumnya belum pernah meng-garap di lahan PT KAL.

Page 263: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

252

Khusus untuk RW 3, semua responden yang diwawan-carai merasa keberatan untuk mengelola lahan tersebut. Selainkarena jarak yang cukup jauh dari dusunnya, alasan lain adalahwarga RW 3 merasa tidak berhak menerima tanah tersebutdan solider dengan sebagian warga RW 1 dan 2 yang masihmemperjuangkan hak menggarap. Contoh ekstrimnya seba-gian warga yang merasa “berhak” menggarap karena pernahselama beberapa tahun menggarap di lahan PT. KAL jelasmenolak 11,5 Ha tersebut selama belum ada kesepakatandengan paguyuban petani yang sering disebut PPNT. Jika109 RTM tersebut menolak mengelola, maka pengelolaanpada akhirnya akan jatuh pada sekelompok orang yangmemiliki kepentingan untuk memperkaya diri sendiri,sehingga penting dipastikan bahwa pengelolaan 11,5 ha harusbenar–benar dikelola oleh petani penggarap miskin yang sebe-lumnya sudah menggarap di lahan tersebut.

Kekhawatiran akan penguasaan lahan 11,5 hanya olehbeberapa pihak pun menjadi semakin nyata. Apalagi ketikadiketahui indikasi bahwa daftar Rumah Tangga Miskin(RTM) yang disusun cenderung terdiri dari mereka yang secarafisik tidak mampu mengelola lahan (seperti janda tua yangketika diwawancara pun mereka menyatakan tidak mampumengelola lahan tersebut, juga karena letaknya yang jauh).Sewaktu FGD pada 12 September 2009 malam terungkapbahwa ada ketidakpercayaan beberapa perangkat desa terha-dap kemampuan RTM dalam mengelola lahan dan mengu-sulkan agar pengelolaannya diberikan kepada pemerintah desa.

Sampai saat ini penentuan siapa penerima manfaat inibelum menemukan pemecahan yang memuaskan. PihakPPNT sendiri sudah menyatakan menolak mentah-mentah“kompromi 11,5 ha” ini dan tetap menuntut 80 ha yang telahmereka reklaim sebelumnya. Sementara pihak BPN men-jajaki kemungkinan pengelolaan 11,5 ha melalui koperasi ataudiserahkan kepada desa untuk mengatur tanah tersebut.

Page 264: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

253

Beberapa Alternatif Jenis Hak atas Tanah

Selain berkaitan dengan siapa yang berhak menjadi pene-rima manfaat, asset reform juga menyangkut hak atas tanahdalam bentuk apa yang nanti akan diberikan. Beberapabentuk hak yang berkaitan dengan lahan di Indonesia diantaranya adalah hak milik, hak pakai dan hak pengelolaan.Berkaitan dengan perkebunan, dikenal Hak Guna Usaha(HGU). Menurut UU No. 5 Tahun 1960, HGU TanamanKeras adalah 35 tahun, bisa diperpanjang 25 tahun, kemudiandiperbarui lagi. Sementara itu berkaitan dengan batas, PP No.24 tahun 1997 menyatakan bahwa jika dipisah dengan batasdesa dan batas alam, HGU harus dipisah.

Berkaitan dengan hak pakai, Siswantoro dari KantorPertanahan Kabupaten Kendal menyampaikan bahwa HakPakai itu sebenarnya ada dua, Hak Pakai Khusus untukinstansi pemerintah dengan jangka waktu, Hak Pakai Privatuntuk orang asing. Untuk yang 11,5 ha bentuknya bisakoperasi, tergantung bagaimana, hak milik bisa dijualbelikankalau koperasi bubar, hal ini bisa diatur dalam AD/ART.Hak Pakai Privat sebenarnya terbangun berdasarkan kasusBATAM yang bangkrut dan mesti dijual ke Singapura denganHak Pakai Privat selama 25 tahun.

Belajar dari Program Reforma Agraria dan PeningkatanKesejahteraan Petani Kasus Desa Pamagersari, KecamatanJasinga Kabupaten Bogor, Al Furqon (2009) menyebutkanbahwa Program Reforma Agraria (RA) yang dilakukan diPamagersari adalah sertifikasi gratis lahan garapan masyarakatdi Eks HGU kepada 864 warga yang telah ditentukan.Sebelum melakukan sertifikasi lahan diadakan musyawarahpara penggarap lahan eks HGU di mana masyarakat menyi-sihkan sebagian lahan 100-200m2 untuk masyarakat tidakmampu dan tidak memiliki pekerjaan (ada sebagian yangkurang sepakat karena tanah garapannya dipotong). Untuk

Page 265: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

254

mendukung program RA di Pamagersari dilakukan access re-form dengan menyediakan infrastruktur dan sarana produksi(belum dilaksanakan), pembinaan dan bimbingan teknis(belum dilakukan), dukungan permodalan (hanya bantuan200 pohon bibit buah-buahan), dan distribusi pemasaran(belum dilaksanakan).

Struktur kepemilikan tanah di Pamagersari sebelum RAadalah tanah dikuasai oleh perusahaan perkebunan dan tanahyang diberikan ke masyarakat adalah tanah-tanah yang tidakditanam karet. Setelah HGU Jasinga habis karet ditebangpemerintah dan lahan dibiarkan kosong sehingga masyarakatberinisiatif mengolahnya. Sebelum mengolah masyarakatmeminta izin kepada petugas pertanahan Kecamatan Jasingadan ketika panen memberikan bagian hasil panen kepadapetugas tersebut. Kepemilikan lahan setelah RA diperolehdengan memberikan sertifikasi lahan kepada penggarap dansetiap penggarap menyisihkan sebagian tanahnya untukmasyarakat yang kurang mampu dan tidak memiliki peker-jaan yang besarannya ditentukan dalam musyawarah. Kega-galan dalam program sertifikasi ini adalah akumulasi lahanoleh pihak tertentu (dengan cara membeli), pembagian lahanuntuk warga yang tidak memiliki tanah dan belum bekerjatidak berjalan karena sebagian besar dikuasai aparat desa,ketidaktepatan pemberian sasaran (banyak yang mendapat-kan tidak pernah menggarap lahan). Pemanfaatan lahan eksHGU tersebut di antaranya adalah untuk pemukiman warga(alasan untuk mendekatkan dengan lahan garapan), sawah,perladangan, berkebun, sarana umum. Tanaman yang di-tanam berupa tanaman tahunan (ubi singkong), tanamanjangka panjang (sengon) dan musiman serta buah-buahan.Ada juga tanah yang belum digarap karena sudah warga sudahmemiliki pekerjaan lain. Program RA belum dapat dikatakanmemberikan pengaruh karena belum ada access reform,penggunaan lahan oleh sasaran program belum optimal.

Page 266: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

255

Dalam kasus di Trisobo, pemberian jenis hak milikseperti ini justru akan memicu konflik karena terbatasnyalahan yang dialokasikan untuk asset reform (hanya 11,5 ha),sementara subyek penerimanya sangat banyak. PemerintahDesa Trisobo sendiri menginginkan agar tanah itu diberikandalam bentuk bondo desa, yakni menjadi tanah hak milikdesa. Implikasi bondo desa untuk kasus Desa Trisobo adalah,perangkat desa-lah yang mengatur pengelolaan lahan. BondoDeso di tanah bekas HGU 1 Trisobo terdiri dari 5 identifikasibidang sebagai berikut yang jika dijumlahkan maka luaskeseluruhannya adalah 11,5 ha:- Rencana untuk bondo desa seluas 2,119 Ha- Rencana untuk bondo desa seluas 0,819 Ha- Rencana untuk bondo desa seluas 0,038 Ha- Rencana untuk bondo desa seluas 8,195 Ha- Makam Kepunden seluas 0,004 Ha

Menurut penuturan perangkat desa, pengelolaan tanahbondo deso ini harus melibatkan para petani yang mampudari segi modal dan ketrampilan untuk dapat mengusahakan-nya secara menguntungkan. Hal ini didasari oleh pandanganperangkat desa yang mengganggap rakyat miskin di desamereka tidak bisa dibuat mampu (dari tidak mampu) menge-lola lahan, bahkan melalui bentuk koperasi sekalipun.

Alternatif lain adalah pemberian hak atas tanah berupaHak Milik yang diberikan kepada koperasi sebagai BadanHukum yang ditunjuk sesuai perundang-undangan yangberlaku. Dalam hal ini koperasi sebagai alternatif dapatdiberikan Hak Milik atas tanah seluas 11,5 Ha yang berasaldari ex. Hak Guna Usaha No 1 sebagian Desa Trisobo, Keca-matan Boja Kabupaten Kendal. Dengan model pengelolaantanah melalui manajemen koperasi, maka dapat diharapkanhasil pengolahan tanah tersebut dapat lebih nyata untukmeningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin DesaTrisobo. Implikasi pemberian Hak Milik kepada koperasi

Page 267: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

256

dibandingkan kepada pemerintah desa maupun perorangandi antaranya adalah:- Hak Milik yang diberikan adalah yang akan berlangsung

selamanya, dimana hak-hak lain beserta kewajibannyadiatur dalam AD/ART melalui mekanisme rapat anggota.

- Ditinjau dari aspek sosial, ada kontak korporasi DesaTrisobo dengan PT. KAL yang bisa menjamin keber-langsungan usaha yang saling menguntungkan keduabelah pihak. Untuk obyek haknya, diberikan suratkeputusan pemberian hak milik atas tanah, atas namaBadan Hukum sebagai representasi pemegang hakkolektif.

- Ditinjau dari RTRW wilayah kabupaten Kendal, lokasibidang tanah seluas 11.5 Hektar yang berasal dari bekasHGU 1 Trisobo termasuk Zoning perkebunan. Ditinjaudari RTRW wilayah kota Semarang untuk kecamatanMijen yang berbatasan antara Desa Jatisari dan DesaTrisobo merupakan Zoning Konservasi. Berdasarkaninformasi spasial maka lahan 11.5 Hektar harus tetapmenjadi areal usaha kebun, dengan demikian penge-lolaan melalui koperasi juga diarahkan bersama dalamrangka menjaga agar tidak terjadi kerusakan lingkungandengan pengolahan lahan yang terencana dan teratur.

- Tujuan PPAN dapat dicapai yaitu meningkatkan kese-jahteraan masyarakat.Namun, ketika opsi bentuk koperasi sebagai subyek

hukum penerima tanah ini muncuk, perangkat desa menyata-kan dapat menyetujuinya sejauh melibatkan mereka yangsecara kapasitas mampu mengelola koperasi, meski secarafaktual tidak tergolong miskin. Beberapa di antara perangkatdesa beranggapan bahwa RTM tidak akan mampu mengelolakoperasi, sehingga dalam kondisi demikian maka pihak yangberhak mengelola lahan tersebut haruslah melibatkangolongan menengah dan atas.

Page 268: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

257

Beberapa Pertimbangan Menyangkut Access Reform

Hal yang juga harus dilakukan sebagai paket pelaksanaanreforma agraria adalah berbagai bentuk pengembangan ac-cess reform. Dalam hal ini, tentunya harus dipertimbangkanbanyak segi, mulai dari kondisi fisik lahan, sumberdaya manu-sia, pilihan komoditi, maupun pasar.

Ditinjau dari fisik lahan, pengelolaan lahan 11,5 hasebagai bagian dari lahan konservasi sebaiknya memper-hatikan aspek-aspek lingkungan seperti menjaga kesuburanlahan, produksi-distribusi-konsumi mata air, meminimalisasibahkan mencegah polusi udara, air dan tanah. Berkaitan jugadengan peningkatan kesejahteraan masyarakat, pengelolaanlahan kering pada lahan 11,5 ha dapat dikembangkan tana-man keras, misal Karet Mahoni, Sengon, Jati dan lain-lainyang bersifat jangka panjang. Lahan basah pada 11,5 hatersebut dapat tetap dijadikan sawah dengan mengembangkanjuga perikanan dan peternakan untuk yang bersifat jangkapendek dan menengah. Jenis spesifiknya dapat dikembangkandan diputuskan bersama melalui mekanisme yang telahdisepakati dalam koperasi. Pengembangan integrated farmingsystem melalui pertanian organik juga dapat menjadi alternatif,dimana penggunaan beneficial plant dan animal dapat di-optimalkan sebagai bagian dari Pengendalian Hama Terpadu(PHT), begitu juga kotoran hewan yang dapat digunakansebagai pupuk organik, seperti yang dilakukan kelompok-kelompok tani di Kampung Sukagalih Desa CipeuteuyKecamatan Kabandungan Kabupaten Sukabumi. Merekamelakukan penanganan alami untuk menangani gangguanseperti kucing sero (Lutra cinerea) terhadap usaha budidayaikan nila (Oreochromis niloticus) dan ikan koi (Cyprinuscarpio)ditanam.

Dalam pengembangan tanah obyek land reform untukdapat menanggulangi kemiskinan, hal penting yang harus

Page 269: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

258

dilakukan adalah pelibatan masyarakat. Selama ini masya-rakat hanya dijadikan objek dari suatu program yang dijalan-kan sehingga tidak ada dukungan dari masyarakat. Untukitu diperlukan pendekatan partisipatif yang melibatkan setiappihak terkait yang ada di masyarakat. Proses pelibatan partisi-patif ini tidak akan mudah karena masyarakat desa Trisobobaru mengalami konflik yang panjang. Untuk itu diperlukanpendampingan yang intensif di desa Trisobo untuk menyatu-kan kembali masyarakat yang selama ini terpecah.

Penyerahan lahan 11.5 Ha merupakan salah satu alatyang dapat digunakan sebagai pemersatu warga jika penge-lolaan lahan tersebut dapat memberikan nilai tambah terhadapmasyarakat sekitar. Lahan 11.5 Ha akan bernilai tambah jikapengelolaan dan pemanfaatannya dilakukan dengan baik.Selain itu untuk mencapai keberhasilan dalam menghasilkannilai tambah dari tanah 11.5 Ha diperlukan sarana penunjanglainnya seperti penyediaan infastruktur dan sarana produksi,pembinaan dan bimbingan teknis, dukungan permodalan dandistribusi pemasaran.

Seperti yang dikemukan bahwa apapun bentuk penge-lolaan yang dipilih yang terpenting adalah masyarakat miskinyang harus menerima manfaatnya, bukan sebagian kelompoksaja apalagi individu. Wacana Koperasi sebagai suatu lembagapaling sesuai dengan budaya Indonesia masih perlu dikajilebih dalam, mengenai apa itu koperasi yang sebenar – benar-nya. Koperasi hakikatnya merupakan suatu wadah berkumpul-nya banyak orang untuk mensukseskan tujuan bersama yaitumensejahterakan anggotanya. Gotong royong merupakanprinsip utama dalam menjalankan setiap keputusan anggotakoperasi melalui pengurus yang menjalankan usaha koperasiitu sendiri. Sehingga maju tidaknya koperasi berada di tangankepengurusan yang menjalankannya. Tidak sedikit kita men-dengar cerita gagal berkoperasi di Indonesia, sebagian besardiakibatkan oleh manajemen kepengurusan, selain itu anggota

Page 270: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

259

yang tidak konsisten karena tidak benar – benar mengertiapa itu “berkoperasi”.

Secara aspek hukum, pendirian sebuah koperasi tidaklahbegitu sulit, kemudahan syarat administrasi pendirian koperasitidak seperti pendirian badan usaha yang lainnya. Syarat yangdipenuhi mencakup minimum keanggotaan (20 orang), modalusaha awal, AD & ART, dll. Hasil pembelajaran dari berbagaitempat bahwa koperasi yang didirikan masih hanya bersifatadmistrasi, belum pada kesadaran mengenai apa itu “ber-koperasi” sehingga tidak heran jika banyak koperasi tidakbertahan lama. Belajar dari banyaknya pengalaman tersebutyang terpenting adalah menyiapakan para anggota koperasiuntuk berkomitmen menjalankan koperasi dengan baik. Yangjauh terpenting adalah pendampingan oleh fasilitator ahliuntuk medampingi hingga koperasi melahirkan kader - kaderkoperasi yang handal.

Untuk kasus pengelolaan 11,5 ha, maka yang harusdipastikan anggota koperasi adalah petani miskin penggarapyang akan menjadi manfaat atas tanah tersebut, pengurusnyapun harus dipilih dari golongan tersebut, bukan sekedar or-ang yang dianggap pintar secara pendidikan. Sebelum tahapanadministrasi dilakukan yang perlu dipastikan adalah prosesberikut:

Proses penyadaran kritis: calon anggota koperasi diberikanpendidikan awal mengenai koperasi. Calon anggota bisamemahami manajemen, kewajiban dan hak nya sebagaianggota koperasi. Bukan berhenti pada kewajiban membayariuran saja tapi juga pada kondisi kritis anggota koperasimenjadi agen perubahan di desa.

Tindakan Kolektif Partisipatif: setelah anggota bersepakatuntuk mendirikan koperasi maka perlu disiapkan syaratadmistrasi pembentukan koperasi. Semua proses harusbersama melalui rapat anggota, setiap masyarakat bebas

Page 271: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

260

mengeluarkan pendapatnya. Jika ada pihak pendamping(Fasilitator), harus bisa mendorong kreatifitas para anggotakoperasi tersalurkan dengan baik. Yang lebih penting padatahap ini adalah kesepakatan untuk memilih pengurus yangakan menjalani koperasi. Pemilihan ini merupakan titik kritisdalam pendirian koperasi, hal ini disebabkan anggota harusbenar- benar mengetahui latar belakang pengurus yang akanmengemban tanggung jawab besar ini. Setiap anggota ber-tanggung jawab dengan segala keputusan bersama, ini berartibukan segelintir anggota saja yang memutuskan.

Pengembangan Koperasi: koperasi harus memiliki usaha.Pemilihan usaha ini disesuaikan dengan kondisi penghidupananggotanya. Pengurus harus memiliki daya kreatifitas danmampu menangkap peluang bisnis yang mungkin disambung-kan dengan koperasi. Bisa dilakukan studi banding ke koperasidi daerah lain yang sudah maju untuk memperluas wawasan.

Pada akhirnya pendirian koperasi dan pengembangan-nya lebih ditekankan pada proses pemberdayaan. Transformasipengetahuan kepada masyarakat mengenai koperasi pentingdilakukan oleh pihak yang sudah cukup berpengalaman dibidang pemberdayaan ekonomi rakyat. Tujuan akhirnya tidaklain adalah membangun kesadaran dan memandirikan masya-rakat itu sendiri.

Penutup

Diawali dengan niat baik, perusahaan memberikan lahanseluas 11,5 ha sebagai persentase 10% dari lahannya. Diawalidengan niat baik, Kantor Pertanahan Kabupaten Kendal danBPN Kantor Wilayah Provinsi Jawa Tengah memfasilitasipelepasan HGU lahan tersebut. Dalam upaya melaksanakankebijakan yang berkaitan dengan Reforma Agraria melaluiPPAN, mempertimbangkan asset reform dan access reform,beberapa pihak mencoba mengembangkan implementasinya

Page 272: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

261

di lapang, juga dengan niat baik. Masyarakat Desa Trisobo,sebagai subyek penerima, juga berupaya mengawali langkahmereka dengan diawali niat baik, meningkatkan kesejahteraanmasyarakat. Beragam upaya dilakukan untuk meningkatkankesejahteraan tersebut, tidak jarang dalam perjalanannyaupaya-upaya tersebut menemukan kebuntuan, kejenuhan danketidakharmonisan. Konflik yang berkembang sebagai rantaikausalitas penghidupan masyarakat yang tidak berkelanjutanpun belum mampu diredam dengan proses yang dijalani dalampenyerahan 11,5 ha tersebut. Setiap pihak hampir paham danahli dalam melepaskan lahan namun juga sekaligus tidak tahubagaimana cara menyerahkannya, tentu saja juga karena di-awali dengan niat baik, membuat kehidupan yang lebih baikyang berkelanjutan. Aspek pembangunan dimulai dari kebi-jakan hingga strategi kehidupan belum mampu menjawabbagaimana proses tersebut secara reflektif tidak hanya meng-untungkan beberapa pihak, apalagi jika pihak-pihak yangdiuntungkan tersebut adalah mereka yang memang sudahberuntung. Dengan demikian yang timbul bukan lagi solusikonflik, melainkan tekanan. Penyerahan tanah seluas 11,5ha bukan merupakan solusi konflik, melainkan sebagai kleppelepas tekanan sementara.

Rantai kausalitas antar kejadian yang berperan padakemiskinan dan strategi livelihood masyarakat Desa Trisobo.Ruang hidup masyarakat dikelilingi oleh PT. KAL, Perhutanidan PTPN 9. Kemiskinan yang ada semakin membuatmasyarakat membutuhkan ruang hidupnya sehingga mem-butuhkan lahan untuk strategi hidup mereka. Kebutuhan ter-sebut kemudian membuat masyarakat melancarkan okupasiyang kemudian juga berperan dalam kemunculan konflikvertikal dan horizontal. Pelepasan lahan 11,5 ha sebagairespon PT. KAL dan BPN berkaitan dengan ruang hidupmasyarakat yang sempit pun kemudian juga kembali berperanpada konflik vertikal dan horizontal.

Page 273: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

262

Selain masyarakat sebagai subyek, tanah 11,5 ha itusendiri juga semestinya bisa dihargai sebagai obyek yang bisaberubah. Pembangunan wilayah yang bertumpu pada pengem-bangan penghidupan yang berkelanjutan melihat hubungansubyek dan obyek tidak hanya hubungan yang searahmelainkan dua arah. Bukan hanya apa manfaat yang bisadiberikan lahan pada masyarakat, tetapi juga apa yang bisadiberikan masyarakat pada lahan. Upaya pengentasan kemis-kinan yang berkaitan dengan lahan di Desa Trisobo selamaini dimaknai dengan bagaimana lahan dimiliki dan dikelolatapi bukan bagaimana membuat lahan sebagai bagian dariwilayah itu sendiri bisa berkelanjutan dari segi kepemilikanzat hara. Seringkali zat hara dimaknai hanya sebagai upayapenghijauan yang tidak terkait dengan kemiskinan. Padahalbagi petani penggarap, yang pada penelitian ini masuk sebagaikategori Rumah Tangga Miskin (RTM), kehijauan tata ruangitulah justru yang menjadi sumber penghidupan merekamelalui bertani.

Pada kasus Desa Trisobo, pengembangan wilayah jugadimaknai dengan kaitannya dengan tata ruang KabupatenKendal yang juga beririsan dengan Bukit Semarang Baru(BSB). Abstraksi AMDAL PT. KAL dengan Nama Doku-men “ANDAL, RKL-RPL Regional Pembangunan KotaBukit Semarang Baru di Kotamadya Daerah Tingkat IISemarang, Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Tengah” denganNo. Persetujuan dan Tanggal Kep-10 /MENLH/05/1999:Tanggal 25 Mei 1999, dengan penyusun PT. SaranabudiPrakarsaripta menunjukkan bahwa kegiatan pembangunanKota Baru “Bukit Semarang Baru” meliputi pembangunandi atas lahan + 1000 Ha, Lokasi kegiatan berada di kecamatanMijen Kotamadya Dati II Semarang, Desa di KecamatanMijen yang termasuk areal lahan proyek : desa Jatisari, D.Mijen, D Jatibarang, D. Kedungpane, D Ngadirgo, D. Pesan-tren. Berdasarkan wawancara dengan PT. KAL, luas HGB

Page 274: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

263

yang kini bertahap berubah dari perkebunan karet menjadibangunan perumahan atau pemukiman adalah sekitar 864-868 ha, dimana sisa dari 1.000 ha tersebut masih dipertanya-kan keberadaannya di wilayah mana. Kekhawatiran DesaTrisobo menjadi salah satu bagian yang akan diubah menjadipemukiman timbul berkaitan dengan pengakuan beberapawarga masyarakat, salah seorang di antaranya adalah satpamPT. KAL sendiri yang menyampaikan bahwa, “kami pengen-nya sebenarnya tetep jadi kebun karet Mba, hijau soalnya,tapi ya kalau perusahaan maunya gitu, mau gimana lagi”.

Page 275: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

264

DAFTAR PUSTAKA

Alfurqon, Andi. Program Reforma Agraria dan PeningkatanKesejahteraan Petani, Kasus Desa Pamagersari KecamatanJasingan, Kabupaten Bogor, IPB, 2000

Anonim. Buku Pengkajian dan Penulisan Upacara Tradisionaldi Kabupaten Cilacap, Dinas Pendidikan dan KebudayaanProvinsi Jawa, 2006

Anonim. Reforma Agraria adalah Pemenuhan Hak Asasi WargaNegara. IHSC, 2008, Diakses dari http://www.spi.or.id/?p=712.

Anonim. Sejarah Kehutanan Indonesia I (Periode Prasejarah-Tahun 1942), Departemen Kehutanan, Jakarta, 1986

Anonim. Optimalisasi Lahan Pasir Pantai Bugel Kulon ProgoUntuk Pengembangan Tanaman Hortikultural DenganTeknologi Inovatif Berwawasasn Agrobisnis. LaporanBaseLine Survey oleh Tim Peneliti Lahan Pasir PantaiFakultas Pertanian UGM Yogyakarya kerjasama denganBadan Penelitian dan Pengembangan PertanianDepartemen Pertanian Jakarta, 2007

Anonim. Brosur Proyek Penambangan Pasir Besi KulonProgoYogyakarta. Brosur dikeluarkan oleh PT JogjaMagasa Mining (JMM), tanpa tahun

Awang, S. Politik Kehutanan Masyarakat. Penerbit KreasiWacana, Yogyakarta, 2003

Berger, Peter L. & Thomas Luckmann. Tafsir Sosial atas

Page 276: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

265

Kenyataan: Risalah tentang Sosiologi Pengetahuan.Gramedia, Jakarta, 1990

Blaikie, Piers, Soussan, John. Understanding Policy Processes:Livelihood-Policy Relationships in South Asia. WorkingPaper 8, DFID, UK.Christian Reichel, dkk. 2008. Con-flicts between stakeholder groups affecting the ecology andeconomy of the Segara Anakan region. Free University ofBerlin. Berlin, 2009

Cambers, Robert. Pembangunan Desa: Mulai dari Belakang.LP3ES, Jakarta, 1987

Dietz: Ton. Pengakuan Hak Atas Sumberdaya Alam. PustakaPelajar, Insist Press dan Remdec, Yogyakarta, 1998

Duarte, F. P. Save the Earth or Manage the Earth? The Politics ofEnvironmental Globality in High Modernity. Current So-ciology, Vol. 49 (1), 2001

Edi S. Ekadjati. Kebudayaan Sunda dalam Perspektif Sejarah.Pustaka Jaya, Jakarta, 1995

Faqih, Mansyur. Runtuhnya Teori Pembangunan dan Global-isasi. Insist, Yogyakarta, 2002

Fauzi, Noer. Dari Okupasi tanah Menuju Pembaruan Agraria:Konteks dan Konsekuensi dari Serikat Petani Pasundan(SPP) di garut Jawa Barat. Dalam, S.M.P Tjondronegorodan Gunawan Wiradi (ed). Dua Abad Penguasaan Tanah:Pola Penguasaan Tanah Pertanian di Jawa dari Masa keMasa. Gramedia, Jakarta, 2008

_____. Petani dan Penguasa, Dinamika Perjalanan PolitikAgraria Indonesia. Pustaka Pelajar, bekerjasama denganInsist Press dan Konsorsium Pembaruan Agraria,Yogyakarta, 1999

Gillis, Malcolm. Indonesia: Public Policies, Resource Management,and The Tropical Forest. Dalam Robert Reppeto & MalcolmGillis (Eds). Public Policies The Misuse of Forest Resources.Cambridge University Press, New York, 1988

Page 277: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

266

Hadiz, R. Vedi. Dinamika Kekuasaan: Ekonomi Politik Indone-sia Pasca Soeharto, LP3ES, Jakarta, 2005

Harmita, Dini. Modal Sosial Perempuan Sunda sebagai PetaniGurem dalam Kemiskinan, Skripsi Departemen Komuni-kasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Pertanian,Institut Pertanian Bogor, 2007

Hariadi, Kartodiharjo, Jhamtani, Hira. Politik Lingkungan danKekuasaan di Indonesia. Equinox Publishing, Jakarta,2006

Jellinek, Lea. My Neighbour, Your Neighbour: Governance, Pov-erty and Civic Engagement in Five Jakarta Communities.Department for International Development (DFID),Kesuma Multiguna Foundation of Community Devel-opment, Jakarta, 2002

Karman. Munculnya Palawija di Gurun Pasir Kulon Progo danKronologi Konf lik Pasir Besi. Makalah disampaikandalam berbagai kesempatan seminar dan Kuliah Umum,Yogyakarta, 2002

Knight. G. John Palmer and Plantation Development in WesternJava. KITLV, 1975

Luthfi, Ahmad Nashih, dkk. Keistimewaan Yogyakarta: YangDiingat dan Yang Dilupakan, Sekolah Tinggi PertanahanNasional (STPN), Yogyakarta, 2008

Malik, I., B. Wijardjo, N. Fauzi, dan A. Royo. MenyeimbangkanKekuatan. Pilihan Strategi Menyelesaikan Konf lik atasSumber Daya Alam. PellokilaY.K., Prasetyohadi, danTrisasongko D. [Editor]. Yayasan Kemala, Jakarta, 2003

Peluso, Nancy. Rich Forest, Poor People: Resource Control andResistance in Java, University of California Press atBarkeley, USA, 1992

_____. A History of State Forest Management in Java. DalamMark Poffenberger (Ed), Keepers of The Forest, LandManagement Alternatives in Southeast Asia. Ateneo de

Page 278: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

267

Manila University Press, pp. 27-55, 1990____ dan Nancy Lee. Hutan Kaya, Rakyat Melarat: Penguasaan

Sumber Daya dan Perlawanan di Jawa. Terj. LandungSimatupang, Insist Press, Yogayakarta, 2006

Raharjo, Diah Y dkk. Menanti Perubahan: Potret Kulon Progodi Masa Transisi Politik Otonomi Daerah. Studio Kendil,Bogor, 2005

Ribot, J.C. dan N. Peluso. A Theory of Access. Rural Sociol-ogy 68 (2), 2003

Rosset, Peter, dkk. Reforma Agraria, Keadilan Sosial danPembangunan Berkelanjutan. Dalam Reforma Agraria:Dinamika Aktor dan Kawasan. STPN, Yogyakarta, 2008

Sadikin. Struktur Agraria dan Tingkat Pendapatan MasyarakatPedesaan: Kasus Desa Wanasari, Kabupaten Tabanan,Provinsi Bali. Working Paper, AKATIGA, Bandung,2005

Samhadi, Sri Hartati dkk. Petani Berhadapan dengan Kekuasa-an. Kompas, Jumat 11 april 2008

Santoso, Hery. Perlawanan di Simpang Jalan: Kontes Harian diDesa-Desa Sekitar Hutan di Jawa. DAMAR, Yogyakarta,2004

Setiawan, Usep. Lahan Abadi Pertanian dan Reforma Agraria.Diakses dari http://www.kpa.or.id/index.php?option=com_content&task=view&id=237&Itemid=85

Shohibuddin, Moh. Gerakan Sosial Pedesaan. Makalah Politikdan Gerakan Agraria, S2 SPD-IPB, 2009

____. Memahami Dimensi-dimensi Kemiskinan Masyarakat Adat.Dalam buku Masyarakat Adat Mengukur Kemiskinan.Jakarta: Aliansi Masyarakat Adat Nusantara, belum adatahun

Sitorus, MT Felix et. al.(Peny.). Menuju Keadilan Agraria: 70Tahun Gunawan Wiradi. Yayasan Akatiga, Bandung,2002

Page 279: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

268

Sutarto, Endriatmo dan Moh. Shohibuddin. Reforma AgrariaSebagai Basis Pembangunan Pertanian dan Pedesaan. JurnalPembaruan Desa, Volume 1, tahun 2004

Susanto, Zuhdi. Cilacap (1830–1942): Bangkit Dan RuntuhnyaSuatu Pelabuhan di Jawa. Penerbit., 2002

Wertheim, W.F. Elite dan Massa. LIBRA dan Resist Book,Yogyakarta, 2009

Wiradi, Gunawan. Metodologi Studi Agraria: Karya TerpilihGunawan Wiradi. Editor M. Shohibuddin, Sains, Bogor.h. 147-148, 2009

_____. Reforma Agraria: Perjalanan yang Belum Berakhir.Pustaka Pelajar bekerjasama dengan Insist Press danKPA Jakarta, Yogyakarta, 2000

Witter dan Bitmer. Between Conservation, Eco-Populism andDevelopmentalism- Discourse in Biodeversity Policy in Thai-land and Indonesia. CAPRI Working Paper No.37, Wash-ington DC: International Food Policy Research Insti-tute, 2005

Winoto, Joyo. Tanah untuk Rakyat: Risalah tentang ReformaAgraria sebagai Agenda Bangsa. Makalah pidato, 2008

Perundangan

Lembaran Daerah Kabupaten Cilacap, Nomor 6 Tahun 2001,Seri D Nomor 4, Tentang: Rencana Tata Ruang Kawas-an Segara Anakan.

Perda No 54 Tahun 2003, tentang Pembentukan KecamatanKampung Laut secara definitif, tertanggal 24 Desember2003

Undang-undang Pokok Agraria, No 5 Tahun 1960.

Page 280: MEMAHAMI DAN EMNEMUKAN JALAN KELUAR DARI PROBLEM …€¦ · dengan prinsip “tanah untuk keadilan dan kemakmuran”. Agenda pemerintah ini dikenal dengan Program Pembaruan Agraria

269

Multimedia

Film dokumenter tentang “Teror dan Kekerasan Pada PetaniKulon Progo”, dibuat olem Tim dokumentator PPLPKulon Progo, 2008.

Film dengan Judul “Menyebar Asa di Pasir” (sebuah FilmDokumenter), oleh Jurusan Ilmu Komunikasi FISIPUNS.