Post on 03-Aug-2015
PEMANFAATAN LIMBAH KAYU UNTUK PEMBUATAN BRIKET
ARANG
Keberadaan dan peran industri hasil hutan utamanya kayu di Indonesia dewasa ini
menghadapi tantangan yang cukup berat berkaitan dengan adanya ketimpangan antara
kebutuhan bahan baku industri dengan kemampuan produksi kayu secara berkesinambungan.
Bila memperhatikan kondisi hutan alam sekarang ini yang semakin menurun baik kualitasnya
maupun luasnya berarti makin rusaknya kondisi hutandan langkanya bahan baku kayu serta
besarnya tantangan berbagai aspek khususnya di sektor kehutanan (lingkungan, ekolabel dan
perdagangan karbon) maka perlu dilakukan perubahan mendasar dalam kebijakan
penmbangunan kehutanan, salah satunya dengan mengedepankan peran inovasi teknologi
yang lebih berpihak pada masyarakat khususnya industri kecil, meningkatkan efisiensi
pengolahan hasil hutan serta memaksimalkan pemanfaatan kayu dan limbah biomassa yang
mengarah pada zero waste.
Potensi limbah industri kayu berdasarkan perbandingan output dan input serta mengacu
pada hasil penelitian Badan Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan Bogor,maka potensi
limbah kayu lapis mencapai 60% sedangkan pada industri penggergajian sekitar 50,2% dari
bahan baku yang diolah (DEPHUT.1990)
Data tersebut menunjukkan bahwa potensi limbah kayu cukup besar dan ternyata hanya
sebagian (35-49%) kayu yang diekploitasi dapat digunakan secara maksimal dan selebihnya
berupa limbah kayu. Jika tidak dilakukan pemanfaatan secara optimal dikhawatirkan hal
tersebut akan mencemari lingkungan sekitarnya.
Menghadapi krisis bahan bakar saat ini, energi alternative merupakan salah satu solusi
sebagai penggantian BBM (bahan Bakar Minyak) yaitu dengan melakukan konversi energi.
Sejalan dengan usaha dalam meningkatkan nilai tambah (value) hasil hutan dan menghemat
penggunaan bahan baku kayu guna menjaga kelangsungan hutan serta mengurangi
ketergantungan akan energi minyak bumi dan gas, maka perlu dipikirkan bagaimana
memanfaatkan potensi limbah kayu sehingga menjadi barang yang mempunyai nilai jual
ekonomis. Berdasarkan permasalahan di atas, kami akan memaparkan tentang penerapan
konsep 3R (Reduce, Reuse, and Recycle) dalam memanfaatkan limbah kayu untuk
pembuatan briket arang. 3R merupakan salah satu metode yang bertujuan untuk mendaur
ulang limbah, sehingga dapat digunakan kembali baik dalam proses produksi maupun untuk
dipergunakan di luar industri.
Berbagai Macam Limbah Kayu
Limbah utama dari industri kayu yang jelas adalah potongan - potongan kecil dan
serpihan kayu dari hasil penggergajian serta debu dan serbuk gergaji. Limbah tersebut sangat
sulit dikurangi, hanya bisa dimanfaatkan seoptimal mungkin menjadi barang lain yang
memiliki nilai ekonomis. Beberapa limbah lain dari sebuah industri furniture sebenarnya
memiliki peran yang besar pada sebuah 'costing' serta dampak lingkungan sehingga akan
sangat bermanfaat apabila bisa dikurangi.
Limbah utama industri kayu antara lain :
A. Potongan kayu dan serbuk gergaji sebagai bahan dasar pembuatan perabot kayu.
Serbuk gergaji dan serpihan kayu dari proses produksi saat ini pada umumnya
dimanfaatkan oleh pabrik sebagai bahan tambahan untuk membuat plywood, MDF
(Medium Density Fiber board) dan lembaran lain. Pada perusahaan dengan skala kecil
dan lokasi yang jauh dari pabrik pembuat chipboard memanfaatkan limbah ini sebagai
bahan tambahan pembakaran boiler di Kiln Dry. Sebagian pula dimanfaatkan oleh
masyarakat sekitar sebagai bahan bakar untuk industri yang lebih kecil seperti batu bata,
kermaik atau dapur rumah tangga.
B. Limbah bahan finishing beserta peralatan bantu lainnya. Limbah ini terbanyak kedua
setelah kayu dan pada kenyataannya (di Indonesia) belum begitu banyak perusahaan
yang menyadari dan memahami betul tentang tata cara penanganan limbah tersebut.
Beberapa masih melakukan pembuangan secara tradisional ke sungai dan ke dalam
tempat pembuangan tertentu di dalam area perusahaan tanpa mempertimbangkan
dampak lingkungannya. Bahkan ada beberapa perusahaan yang 'menjual' thinner bekas
kepada penduduk yang tinggal di sekitar pabrik dan selanjutnya diproses untuk keperluan
lain yang kurang jelas.
Ada sebuah organisasi di bawah pengawasan pemerintah yang bertanggung jawab untuk
mengelola limbah kimia tersebut. PT. PPLI (Prasadha Pamunah Limbah Industri) adalah
perusahaan pertama di Indonesia yang mengelola limbah B3 (Bahan Berbahaya dan
Beracun).
C. Limbah kimia sekunder sebagai hasil dari alat bantu dari sebuah industri kayu misal:
accu dari mesin forklift, oli/pelumas bekas, lampu bekas, tinta dan lain-lain. Limbah ini
belum begitu besar volumenya akan tetapi masih belum terkoordinasi dengan baik.
Kebanyakan dari sejumlah industri tidak benar-benar 'membuang' limbah ini keluar dari
pabrik. Kadang - kadang hanya disimpan di sebuah area engineer atau gudang barang
bekas dan ditumpuk bersama - sama dengan peralatan bekas yang lain. Mereka hampir
tidak tahu bagaimana solusi terbaik untuk melenyapkan limbah tersebut.
D. Bahan pembantu lain seperti kardus, plastik pembungkus, kertas amplas bekas, kain
bekas untuk proses finishing, pisau bekas dari mesin serut dan lainnya. Dari sekian
limbah yang dihasilkan, menurut pengamatan penulis hanya limbah pertama yang benar -
benar dipahami oleh beberapa industri kayu bagaimana cara penanganannya yang baik
dan sesuai. Sedangkan limbah utama lainnya masih menjadi sebuah tanda tanya yang
tidak jelas atau bahkan masih menjadi prioritas paling akhir setelah pemikiran tentang
pembaharuan mesin dan investasi baru di dalam pabrik.
Potensi Limbah Kayu
Di Indonesia ada tiga macam industri yang secara dominan mengkonsumsi kayu alam
dalam jumlah relatif besar, yaitu: Industri kayu lapis, industri penggergajian dan industri
Pulp/kertas. Sebegitu jauh limbah biomassa dari industri tersebut sebahagian telah
dimanfaatkan kembali dalam proses pengolahannya sebagai bahan bakar guna memenuhi
kebutuhan energi industri kayu lapis dan Pulp/kertas.
Hal yang menimbulkan permasalahan menurut Pari. G (2002) adalah limbah industri
penggergajian yang kenyataannya dilapangan masih ada yang ditumpuk, sebagian besar
dibuang ke aliran sungai mengakibatkan penyempitan alur dan pendangkalan sungai serta
pencemaran air, bahkan ada yang dibakar secara langsung sehingga ikut menambah emisi gas
karbon di atmosfir.
Data dari Departemen Kehutanan dan Perkebunan untuk tahun 1999/2000 menunjukkan
bahwa produksi kayu lapis Indonesia mencapai 4,61 juta m³, sedangkan kayu gergajian
mencapai 2,6 juta m³ per tahun. Dengan asumsi bahwa jumlah limbah kayu yang dihasilkan
mencapai 61%, maka diperkirakan limbah kayu yang dihasilkan mencapai lebih dari 4 juta
m³ (BPS. 2000).
Apabila hanya limbah industri penggergajian yang dihitung maka dihasilkan limbah
sebanyak 1,4 juta m³ per tahun. Angka ini cukup besar karena mencapai sekitar separuh dari
produksi kayu gergajian. Produksi kayu gergajian dan perkiraan jumlah limbahnya dapat
dilihat pada tabel di bawah ini.
Dari data tersebut diatas menunjukkan bahwa potensi limbah kayu cukup besar dan
ternyata hanya merupakan bagian prosentase kecil saja kayu yang dieksploitasi dapat
digunakan secara maksimal dan selebihnya berupa limbah kayu.
Melihat masih besarnya limbah yang dihasilkan dari industri penggergajian kayu tersebut
setiap tahunnya dan apabila dibiarkan begitu saja tanpa ada pemanfaatan secara efisien,
dikhawatirkan limbah kayu tersebut dapat mencemari lingkungan sekitarnya.
Alternatif Pemanfaatan
Limbah kayu khususnya dari industri kayu lapis telah dimanfaatkan sebagai papan blok,
papan partikel (particle board) maupun sebagai bahan bakar pemanas ketel uap. Adapun
limbah dari industri penggergajian kayu pemanfaatannya belum optimal. Alternatif yang bisa
dikembangkan untuk pemanfaatan limbah industri penggergajian kayu sebagai berikut :
a. Arang Serbuk dan Arang Bongkah
Khusus untuk pembuatan arang dari serbuk gergajian kayu, teknologi yang
digunakan berbeda dengan cara pembuatan arang sistem timbun dan klin bata. Teknologi
yang digunakan dengan konstruksi yang dibuat dari plat besi siku yang dapat dibongkar
pasang (knock down) dan ditutup dengan seng lembar.
Dalam 1 hari (9 jam) dapat mengarangkan serbuk sebanyak 150 – 200 kg yang
menghasilkan rendemen arang antara 20-24%. Arang serbuk gergajian yang dihasilkan
dapat dibuat atau diolah lebih lanjut menjadi briket arang, arang aktif dan sebagai media
semai tanaman.
b. Arang Aktif
Arang aktif adalah arang yang diolah lebih lanjut pada suhu tinggi sehingga pori-
porinya terbuka dan dapat digunakan sebagai bahan adsorben. Proses pembuatannya
dengan cara oksidasi gas pada suhu tinggi dan kombinasi antara cara kimia dengan
menggunakan H3PO4 sebagai bahan pengaktif dan oksidasi gas.
Hasil penelitian Pari (1996) menyimpulkan bahwa arang aktif dari serbuk
gergajian sengon yang dibuat secara kimia dapat digunakan untuk menarik logam Zn, Fe,
Mn, Cl, PO4 dan SO4 yang terdapat dalam air sumur yang terkontaminasi dan juga dapat
digunakan untuk menjernihkan air limbah industri pulp/kertas. Arang aktif yang
diaktivasi dengan bahan pengaktif NH4HCO3 menghasilkan arang aktif yang memenuhi
standar Jepang dengan daya serap yodium lebih dari 1050 mg/g dan rendemen arang
aktifnya sebesar 38,5% (Pari.1999).
c. Energi
Jenis limbah yang digunakan sebagai sumber energi dapat berupa potongan ujung,
sisa pemotongan kupasan, serutan dan serbuk gergajian kayu yang kesemuanya
digunakan untuk memanaskan ketel uap. Pada industri kayu lapis keperluan pemakaian
bahan bakar untuk ketel uap sebesar 19,7% atau 40%.
Dari total limbah yang dihasilkan. Untuk industri pengeringan papan skala kecil
proses pengeringan dilakukan secara langsung dengan membakar limbah sebetan atau
potongan ujung, panas yang dihasilkan dengan bantuan blower dialirkan kedalam suatu
ruangan yang berisi papan yang akan dikeringkan.
Hasil penelitian Nurhayati (1991) menyimpulkan bahwa untuk mengeringkan
papan sengon sebanyak 10260 kg berat basah pada kadar air 161,04% menjadi 5220 kg
papan pada kadar air 6,58% selama 6 hari menghabiskan limbah sebanyak 3433 kg.
Teknologi lainnya adalah proses konversi kayu menjadi bahan bakar melalui proses
glasifikasi fluidized bed yang menghasilkan nilai kalor gas sebesar 7,106 MJ/m³ dengan
komposisi gas H2 = 5,6%, CO = 11,77%, CH4 = 4,34%, C2H6 = 0,21%, N2 = 57, 69 %,
O2= 0,40% dan CO2 =15,71%.
d. Soil Conditioning
Penggunaan arang baik yang berasal dari limbah eksploitasi maupun yang berasal
dari industri pengolahan kayu untuk soil conditioning merupakan salah satu alternatif
pemanfaatan arang selain sebagai sumber energi. Secara morfologis arang memiliki pori-
pori yang efektif untuk mengikat dan menyimpan hara tanah.
Oleh sebab itu aplikasi arang pada lahan-lahan terutama lahan miskin hara dapat
membangun dan meningkatkan kesuburan tanah, karena dapat menambah beberapa
fungsi antara lain : sirkulasi udara dan air tanah, pH tanah, merangsang pembentukan
spora endo dan ekto mikoriza dan menyerap kelebihan CO2 tanah, sehingga dapat
meningkatkan produktifitas lahan dan hutan tanaman.
Hasil penelitian Gusmalina et.al (1999), menunjukkan bahwa pemberian arang
dan arang aktif bambu sebagai campuran media tanam dapat meningkatkan persentase
pertumbuhan baik pada tingkat semai maupun anakan (seedling) dari Eucalyptus
urophylla.
Pemberian arang serbuk gergaji dan arang serasah dapat meningkatkan
pertumbuhan anakan Acacia mangium dan Eucalyptus citriodora lebih dari 30%
dibanding tanpa pemberian arang, begitu juga pemberian arang dilapangan dapat
meningkatkan diameter batang tanaman E. urophylla, sedangkan untuk tanaman
pertanian seperti cabe (Capsicum annum) penambahan arang bambu sebanyak 5% dan
arang sekam sebanyak 10% dapat meningkatkan persentase pertumbuhan tinggi tanaman
menjadi 11%.
e. Kompos dan Arang Kompos
Serbuk gergaji merupakan salah satu limbah industri pengolahan kayu gergajian.
Alternatif pemanfaatan dapat dijadikan kompos untuk pupuk tanaman. Hasil penelitian
Komarayati (1996) menunjukkan bahwa pembuatan kompos serbuk gergaji kayu tusam
(Pinus merkusii) dan serbuk gergaji kayu karet (Havea braziliensis) dengan
menggunakan activator EM4 dan pupuk kandang menghasilkan kompos dengan nisbah
C/N 19,94 dan rendemen 85% dalam waktu 4 bulan.
Selain itu Pasaribu (1987) juga memanfaatkan serbuk gergaji sengon
(Paraserianthes falcataria) sebagai bahan baku kompos. Kompos yang dihasilkan
mempunyai nisbah C/N 46,91 dengan rendemen 90% dalam waktu 35 hari.
f. Briket Arang
Briket arang adalah arang aktif hasil dari proses karbonisasi yang diolah lebih
lanjut menjadi bentuk briket. Berdasarkan hasil penelitian Hartoyo et al (1978)
menyimpulkan bahwa kualitas briket arang yang dihasilkan setaraf dengan briket arang
buatan Inggris dan memenuhi persyaratan yang berlaku di Jepang karena menghasilkan
kadar abu dan zat mudah menguap yang rendah serta tingginya kadar karbon terikat dan
nilai kalor.
Briket arang dari serbuk gergajian ini dapat digunakan sebagai salah satu sumber
energi alternatif sebagai pengganti minyak tanah dan kayu bakar, dengan sendirinya
Indonesia akan terselamatkan CO2 sebanyak 3,5 juta ton sedangkan untuk dunia karena
kebutuhan kayu bakar dan arang untuk tahun 2000 saja diperkirakan sebanyak 1,70 x 109
m³ maka jumlah CO2 yang dapat dicegah pelepasannya sebanyak 6,07 x 109 ton CO2/th
(Moriera, 1997).
Gambaran Umum Kualitas Arang Limbah Kayu
Kendatipun persyaratan kualitas arang berbeda menurut kegunaannya, secara umum
menurut Ngindra (1983) dalam Marukan (1990) mengatakan bahwa arang kayu yang baik
untuk bahan bakar mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :
a. Warna hitam dengan nyala kebiru-biruan
b. Mengkilap pada pecahannya
c. Tidak mengotori tangan
d. Terbakar dengan tidak banyak asap
e. Dapat menyala terus tanpa dikipasi
f. Tidak terlalu cepat terbakar
g. Berdenting seperti logam
Penilaian kualitas arang kayu dilakukan berdasarkan ukuran dan sifat fisik, warna, bunyi
nyala, kekerasan, berat jenis, nilai kalor, analisa kadar air, kadar abu, karbon terikat dan
kadar zat mudah menguap.
Pengertian Briket Arang dan Proses Pembuatannya
Briket arang adalah arang aktif hasil dari proses karbonisasi pada suhu tertentu yang
dipadatkan setelah melalui proses penumbukan menjadi serbuk arang, pencampuran bahan
perekat dan pencetakan.
Bahan baku yang dipergunakan untuk pembuatan briket arang umumnya adalah arang
kayu atau serbuk kayu yang diperoleh dari limbah penggergajian atau limbah lain industri
perkayuan (Hartoyo et al. 1978).
Stamm dan Harris (1953) dalam Holil (1980), mengemukakan bahwa ada 4 cara
pembuatan briket arang yaitu :
1. Pembuatan briket arang dari bagian-bagian kayu tanpa bahan perekat dengan diikuti
proses karbonisasi dalam tekanan sedang
2. Pengempaan dan proses karbonisasi bagian-bagian kayu dilakukan secara serentak
3. Pengempaan campuran arang kayu dan bagian-bagian kayu disusul dengan proses
karbonisasi
4. Pengempaan campuran arang kayu dan bahan perekat, disusul dengan pengeringan dan
kadang-kadang dilakukan karbonisasi kembali.
Pada garis besarnya pengolahan briket arang meliputi 4 tahap yaitu :
1. Persediaan pembuatan serbuk arang
2. Pembuatan bahan perekat
3. Pencampuran serbuk arang dengan bahan perekat
4. Pengempaan dan pengeringan
Bahan perekat yang biasanya pada briket arang digunakan adalah perekat tapioka. Dalam
penggunaannya perekat ini akan menimbulkan asap yang lebih sedikit dibandingkan dengan
bahan perekat lainnya, namun akan menurunkan sedikit nilai kalornyabila dibandingkan
dengan nilai kalor kayu dalam bentuk aslinya (Sudrajat et al 1994). Kelemahan lain adalah
sifatnya yang tidak tahan terhadap kelembaban, sehingga kadar perekat dalam briket arang
pada umumnya <5%.
Hasil Analisis Briket Arang
a. Sifat Fisis
- Kerapatan 0,51 – 0,84 gr/cm3
1 – 1,2 gr/cm3 (buatan Jepang)
1 gr/cm3 (buatan Amerika)
0,84 gr/cm3 (buatan Inggris)
- Keteguhan Tekan 13,33 – 32,01 kg/cm2
60 – 65 kg/cm2 (buatan Jepang)
62 kg/cm2 (buatan Amerika)
12,7 kg/cm2 (buatan Inggris)
- Nilai Kalor 4259,78 – 7349,85 kal/gr
6000 – 7000 kal / gr (buatan Jepang)
6230 kal/gr (buatan Amerika)
7289 kal/gr (buatan Inggris)
b. Sifat Kimia
- Kadar Air 2,01 – 4,37 % (buatan Indonesia 7,57 %)
6 – 8 % (buatan Jepang)
6,2 % (buatan Amerika)
3,6 % (buatan Jepang)
- Kadar Zat Menguap 13,21 – 32,48 % (buatan Indonesia 16,14%)
15 – 30 % (buatan Jepang)
19 – 28 % (buatan Amerika)
16,4 % (buatan Inggris)
- Kadar Abu 2,54 – 4,23 % (buatan Indonesia 5,51 %)
3 – 6 % (buatan Jepang)
8,3 % (buatan Amerika)
5,9 % (buatan Inggris)
- Kadar Karbon Terikat 65,82 – 84,13 % (buatan Indonesia 78,35 %)
60 – 80 % (buatan Jepang)
60 % (buatan Amerika)
75,3 % (buatan Inggris)
Pembahasan
Karena sifat dan karakteristiknya yang unik, kayu merupakan bahan yang paling banyak
digunakan untuk keperluan konstruksi. Kebutuhan kayu yang terus meningkat dan potensi hutan
yang terus berkurang menuntut penggunaan kayu secara efisien dan bijaksana, antara lain dengan
memanfaatkan limbah berupa serbuk kayu menjadi produk yang bermanfaat.
Kebutuhan manusia akan kayu sebagai bahan bangunan baik untuk keperluan konstruksi,
dekorasi, maupun furniture terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk.
Kebutuhan kayu untuk industri perkayuan di Indonesia diperkirakan sebesar 70 juta m3 per
tahun dengan kenaikan rata-rata sebesar 14,2 % per tahun sedangkan produksi kayu bulat
diperkirakan hanya sebesar 25 juta m3 per tahun, dengan demikian terjadi defisit sebesar 45 juta
m3 (Priyono,2001). Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya daya dukung hutan sudah tidak
dapat memenuhi kebutuhan kayu. Keadaan ini diperparah oleh adanya konversi hutan alam
menjadi lahan pertanian, perladangan berpindah, kebakaran hutan, praktek pemanenan yang
tidak efisen dan pengembangan infrastruktur yang diikuti oleh perambahan hutan. Kondisi ini
menuntut penggunaan kayu secara efisien dan bijaksana, antara lain melalui konsep the whole
tree utilization, disamping meningkatkan penggunaan bahan berlignoselulosa non kayu, dan
pengembangan produk-produk inovatif sebagai bahan bangunan pengganti kayu.
Selama ini limbah serbuk kayu banyak menimbulkan masalah dalam penanganannya
yang selama ini dibiarkan membusuk, ditumpuk dan dibakar yang kesemuanya berdampak
negatif terhadap lingkungan sehingga penanggulangannya perlu dipikirkan. Salah satu jalan yang
dapat ditempuh adalah memanfaatkannya menjadi produk yang bernilai tambah dengan
teknologi aplikatif dan kerakyatan sehingga hasilnya mudah disosialisasikan kepada masyarakat.
Pengolahan waste to product merupakan pengolahan limbah menjadi bahan baku atau
produk baru yang bernilai ekonomis. Dalam pengelolaannya, waste to product harus menerapkan
prinsip-prinsip :
1. Reduce
Reduce yaitu upaya mengurangi segala sesuatu yang menyebabkan timbulnya limbah.
Dalam hal ini, diharapkan kita dapat mengurangi penggunaan material kayu yang dapat
menambah jumlah limbah serbuk kayu, serta dapat mengurangi dan mencegah kerusakan
hutan akibat penebangan hutan secara liar tanpa memperhatikan kondisi lingkungan
2. Reuse
Reuse yaitu upaya penggunaan limbah untuk digunakan kembali tanpa mengalami proses
pengolahan atau perubahan bentuk yang dapat dilakukan di dalam atau di luar daerah
proses produksi yang bersangkutan. Dalam pengolahan limbah serbuk gergaji ini,
maksudnya adalah menggunakan kembali serbuk gergaji menjadi bahan baku untuk
membuat briket arang yang bernilai ekonomis
3. Recycle
Recycle yaitu upaya pemanfaatan limbah dengan cara proses daur ulang melalui
pengolahan fisik atau kimia, baik untuk menghasilkan produk yang sama maupun produk
yang lain yang dapat dilakukan di dalam atau di luar proses produksi yang bersangkutan.
Dalam pengolahan limbah serbuk gergaji ini, maksudnya adalah mendaur ulang serbuk
gergaji menjadi produk baru, yaitu briket arang
4. Hemat Energi
Pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi briket arang terbukti mampu menghemat
penggunaan energi. Pada tahun 1990 berdiri pabrik briket arang tanpa perekat di Jawa
Barat dan Jawa Timur yang menggunakan serbuk gergajian kayu sebagai bahan baku
utamanya.
Kualitas briket arang yang dihasilkan mempunyai nilai kalor kurang dari 7000 kal/gr.
Apabila briket arang dari serbuk gergajian ini dapat digunakan sebagai sumber energi
alternatif baik sebagai pengganti minyak tanah maupun kayu bakar maka akan dapat
terselamatkan CO2 sebanyak 3,5 juta ton untuk Indonesia, sedangkan untuk dunia karena
kebutuhan kayu bakar dan arang untuk tahun 2000 diperkirakan sebanyak 1,70 x 109 m3
(Moreira (1997) maka jumlah CO2 yang dapat dicegah pelepasannya sebanyak 6,07 x 109
ton CO2/th
5. Eco-Efisiensi
Eco-efisiensi disini maksudnya pengolahan limbah serbuk gergaji diharapkan dapat
berimbas positif terhadap lingkungan. Dengan penggunaan briket arang sebagai bahan
bakar maka kita dapat menghemat penggunaan kayu sebagai hasil utama dari hutan.
Selain itu memanfaatkan serbuk gergaji sebagai bahan pembuatan briket arang maka
akan meningkatkan pemanfaatan limbah hasil hutan sekaligus mengurangi pencemaran
udara, karena selama ini serbuk gergaji kayu yang ada hanya dibakar begitu saja.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. Mengolah Limbah kayu sisa produksi. Dalam
http://www.tentangkayu.com/2008/01/mengolah-limbah-kayu-sisa-produksi.html.
(diunduh tanggal 25 September 2012)
Anonim. 2010. 3R (Reuse-Reduce-Recycle). Dalam
http://acil.menlh.go.id/index.php/sampah/1394-3r-reuse-reduce-recycle . (diunduh
tanggal 25 September 2012)
Bahri, Samsul. 2008. Pemanfaatan Limbah Industri Pengolahan Kayu untuk Briket Arang
dalam Mengurangi Pencemaran Lingkungan di Nangroe Aceh Darussalam. Dalam
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/6590/1/08E00258.pdf. (diunduh
tanggal 25 September 2012)
Marcklin, Boy. Pengolahan Limbah Serbuk Kayu dengan menerapkan sistem Waste to
Product. Dalam http://onlinebuku.com/2008/12/07/pengolahan-limbah-serbuk-kayu-
dengan-menerapkan-sistem-waste-to-product/. (diunduh tanggal 25 September 2012)